Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Analisis Efek Vakum Konsolidasi Terhadap Fondasi Tiang Pancang Terpasang
Z. Gusnadi*, P. P. Rahardjo, A. Lim
Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Teknologi perbaikan tanah metode prapembebanan vakum yang dikombinasikan dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD)
telah banyak dilakukan dalam upaya reklamasi lahan pada tanah lunak. Metode ini memanfaatkan tekanan atmosfir dari pompa
dan didistribusikan dengan PVD sehingga menciptakan tekanan air pori negatif pada area perbaikan. Dalam masa konstruksi
tekanan vakum tidak hanya terdistribusi pada area perbaikan, melainkan hingga jarak tertentu disekitar area perbaikan.
Distribusi tekanan vakum disekitar area perbaikan dapat berdampak buruk pada struktur disekitarnya. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis efek tekanan vakum terhadap fondasi tiang pancang terpasang. Metode analisis untuk mengetahui efek
tekanan vakum terhadap fondasi tiang pancang ini adalah dengan metode elemen hingga menggunakan program bantu
ABAQUS. Tekanan negatif vakum dimodelkan sebagai kondisi batas tekanan air pori sesuai histori pembebanan dilapangan.
Validasi model dilakukan dengan komparasi terhadap data pemantauan lapangan. Hasil analisis menunjukan pola yang
mendekati hasil pemantauan lapangan. Pengaruh tekanan vakum pada area sekitar perbaikan terjadi hingga 30 m dari batas
area perbaikan. Pergerakan lateral tiang pancang mengakibatkan besar gaya yang terjadi pada tiang pancang melebihi kapasitas
strukturalnya.
Kata kunci: Konsolidasi, Pergerakan Lateral, Metode Elemen Hingga, Prapembebanan Vakum
1 PENDAHULUAN
Perbaikan tanah lunak metode prapembebanan vakum yang dikombinasikan dengan Prefabricated Vertical Drain
(PVD) pertama kali diperkenalkan oleh Kjellman (1952). Metode ini mempercepat proses konsolidasi dengan
memanfaatkan tekanan atmosfir melalui pompa vakum untuk menciptakan tekanan air pori negatif pada area
perbaikan. Tekanan vakum ini dapat meningkatkan stabilitas pada tanah dasar selama konstruksi berlangsung.
Namun tekanan vakum ini dapat berdampak buruk pada struktur di sekitar area perbaikan. Hal inilah yang terjadi
pada struktur tiang pancang terpasang yang berada didekat area perbaikan. Struktur tiang pancang terpasang
mengalami pergerakan lateral yang signifikan ke arah dalam area perbaikan sehingga berpotensi terjadi kerusakan
struktural pada tiang pancang.
Metode elemen hingga digunakan untuk memodelkan kondisi yang terjadi dilapangan. Dalam banyak literatur
analisis dengan metode elemen hingga sudah cukup powerfull dalam memodelkan vakum konsolidasi.
Rujikiatkamjorn et al. (2008) dalam penelitiannya memodelkan vakum konsolidasi secara 2D dan 3D dengan
metode elemen hingga (ABAQUS) dan Nghia (2019) dalam penelitiannya memodelkan perbaikan tanah dengan
prapembebanan konvensional (timbunan) dan tekanan vakum. Hasil penelitian keduanya dapat merepresentasikan
kondisi lapangan secara lebih akurat baik dari penurunan (settlement), perubahan tekanan air pori (excess pore
water pressure), dan pergerakan lateral (lateral deformation) akibat vakum konsolidasi. Kemudian Chai, et al.
(2005) menganalisis efek vakum konsolidasi terhadap pergerakan lateral tanah dasar. Berdasarkan hasil
penelitiannya Chai mengungkapkan pergerakan lateral ke arah dalam area perbaikan terjadi jika tekanan vakum
yang diaplikasikan lebih besar dari tekanan tanah at rest.
Artikel ini membahas pengaruh distribusi tekanan vakum terhadap fondasi tiang terpasang di sekitar area perbaikan
dengan metode elemen hingga menggunakan program bantu ABAQUS. Pemodelan dilakukan secara single drain
dan full model dengan mempertimbangkan smear effect akibat proses instalasi PVD. Tekanan vakum dimodelkan
sebagai kondisi batas tekanan air pori yang didistribusikan secara konstan sepanjang PVD. Validasi hasil analisis
dengan cara komparasi terhadap data pemantauan lapangan berupa settlement plate, extensometer, piezometer, dan
inclinometer. Dari hasil pemodelan dapat diketahui pengaruh tekanan vakum pada tanah dan struktur fondasi
terpasang disekitar area perbaikan.
670
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
2 METODOLOGI
2.1 Deskripsi Proyek
Perbaikan tanah dasar dilakukan pada lahan seluas ±34.320 m2. Area perbaikan dibagi dalam 2 zona yaitu
perbaikan 1 dan perbaikan 2, seperti yang tersaji pada Gambar 1. Pekerjaan perbaikan tanah dimulai dari
penghamparan lantai kerja material granular berupa pasir setebal 0,5 m dalam kurun waktu 7 hari. Kemudian
dilakukan proses instalasi unit PVD sedalam 18,5 m dengan konfigurasi pemasangan persegi dan spasi 1 m. Dalam
proses instalasi unit PVD terjadi ketergangguan pada tanah dasar akibat dimensi mandrel yang digunakan. Unit
PVD dihubungkan ke pompa vakum dengan horizontal drain untuk menciptakan tekanan negatif pada area
perbaikan. Area perbaikan kemudian ditutup dengan membran agar tidak terjadi kebocoran selama perbaikan.
Selain itu juga diaplikasikan dinding kedap (sealing wall) pada batas area perbaikan tanah. Data pemantauan area
perbaikan pada zona perbaikan 2 sebanyak 13 titik pemantauan, dengan rincian 5 titik pemantauan tekanan vakum
(vacuum gauge), 4 titik settlement plate, 2 titik extensometer, dan 2 titik piezometer. Tekanan vakum tebaca
konstan pada 5 titik pemantauan sejak 10 hari setelah diaplikasikan. Pemantauan area perbaikan dilakukan selama
217 hari terhitung sejak pompa vakum diaplikasikan.
Tiang pancang terpasang yang terdekat dengan area perbaikan terletak pada T07, T08, T09, dan T10. Kedalaman
tiang pancang berdasarkan data pemancangan T09 rata-rata adalah 29 m. Spun pile diameter 60 cm dipasang
dengan jarak 1,8 m antar tiangnya. Pemantauan tiang pancang terpasang dilakukan pada 8 titik pemantauan dengan
rincian 2 titik dipasang pada tanah dasar (INK-01 dan INK-05) dan 6 titik dipasang di dalam spun pile (INK-02,
INK-03, INK-04, INK-06, INK-07, dan INK-08). Pemantauan tiang area tiang pancang terpasang dilakukan selama
80 hari sejak pompa vakum diaplikasikan. Selama pemantauan terjadi kerusakan pada INK-01 sehingga data tidak
dapat digunakan. Tinjauan pergerakan lateral yang terjadi pada tiang dan tanah dapat dilakukan menggunakan data
INK-05 dan INK-06 dengan masing-masing besar pergerakan 127 mm dan 100,7 mm. Gambar 2 menyajikan
tipikal penampang melintang area perbaikan dan tiang pancang terpasang.
Gambar 11. Plan profile area perbaikan dan tiang pancang terpasang
671
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Gambar 12. Tikipal penampang melintang area perbaikan dan tiang pancang terpasang (A-A’)
2.2 Kondisi Tanah Dasar
Gambar 3 menunjukan pelapisan tanah pada lokasi proyek. Kondisi tanah dasar dilihat berdasarkan hasil uji
lapangan berupa pemboran dan CPTu yang terdekat dengan area perbaikan. Secara keseluruhan lapisan tanah dasar
didominasi oleh tanah lempung berlanau. Pada kedalaman 0-26 m merupakan lapisan tanah lempung berlanau
dengan konsistensi lunak hingga sangat lunak. Kemudian kedalaman 26-80 m didominasi oleh lempung berlanau
dengan konsistensi kaku hingga keras. Terdapat sisipan pasir pada kedalaman 2,5-4 m, 26-40 m, dan 70-80 m.
Muka air tanah berada dekat dengan permukaan (Elevasi ±0,0). Untuk lapisan tanah analisis digunakan data bor
yang paling konservatif dari area perbaikan 2 yaitu BH-17 dan BH-18. Dari pelapisan tanah diketahui bahwa BH-
18 lebih konservatif dari BH-17, sehingga untuk analisis digunakan lapisan tanah berdasarkan BH-18.
Gambar 13. (a) lapisan tanah sepanjang area perbaikan (B-B’) dan (b) lapisan tanah analisis
(a) (b)
2.3 Model Elemen Hingga
Model elemen hingga dilakukan dalam 2 kondisi yaitu kondisi aksisimetri (axysimmetric) dan kondisi regangan
bidang (plane strain). Kondisi yang terjadi di lapangan adalah kondisi aksisimetri dimana aliran air pada saat
proses konsolidasi mengalir secara horizontal dari segala arah menuju unit PVD. Sedangkan pada kondisi regangan
bidang unit PVD menerus seperti plat ke arah memanjangnya, sehingga air hanya mengalir dari sisi kiri dan kanan
unit PVD. Untuk mengkonversi kondisi aliran aksisimetri menjadi regangan bidang digunakan persamaan yang
diusulkan oleh Indraratna (2005).
672
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
k hp = 2 (n -1)2 (1)
3
kh n 2 ln (n ) − 3
4
dimana khp adalah permeabilitas horizontal regangan bidang dan kh adalah permeabilitas horizontal aksisimetri.
k sp = β (2)
k hp k hp ln n + kh ln(s) − 3 −α
kh s ks
4
2(s -1) n(n 1
n 2 (n −1) 3
( )β
= − s −1) + s2 + s +1 (2a)
α = 2 (n − s)3 (2b)
3 n 2 (n − 1)
dimana ksp adalah permeabilitas area smear kondisi regangan bidang, s adalah rasio diameter ekivalen smear (ds)
dan diameter ekivalen unit PVD (dw), dan n adalah rasio diameter ekivalen pengaruh PVD (de) dan diameter
ekivalen unit PVD (dw).
Dalam pemodelan sisi kiri dan kanan diberi suatu kondisi batas dengan perpindahan pada sumbu horizontal 0 (Ux =
0) dan pada sisi bawah diberi kondisi batas perpindahan pada sumbu horizontal dan vertikal 0 (Ux = Uy = 0).
Lapisan pasir setebal 0,5 m dimodelkan sebagai beban dengan asumsi berat volume 17 kN/m3. Tekanan vakum
dimodelkan sebagai suatu kondisi batas tekanan air pori disepanjang PVD, dimana besar tekanan air pori
dimodelkan sesuai data tekanan pompa vakum. Tipe elemen yang digunakan dalam analisis kondisi aksisimetri
adalah CAX8RP (8 node axysimmetric quadrilateral, biquadratic displacement, bilinier pore pressure, reduced
integration). Sedangkan untuk kondisi regangan bidang digunakan tipe elemen CPE8RP (8 node plane strain
quadrilateral, biquadratic displacement, bilinier pore pressure, reduced integration). Tabel 1 menyajikan input
parameter tanah untuk analisa. Model konstitutif tanah yang digunakan adalah model Modified Cam-Clay.
Tabel 6. Input Parameter Tanah Analisis.
Jenis Tanah Kedalaman (m) n M e0 OCR kh
(kN/m3) (m/day)
Lempung Berlanau 0,0 - 2,5 1,42 2,5 0,35 0,48 0,08 1,00
Pasir Berlanau 2,5 - 5,0 15 - 1,0 0,30 --- 1,45E-04
Lempung Berlanau 5,0 - 13,0 15 1,42 2,5 0,35 0,48 0,08 0,80 1,04E-03
Lempung Berlanau 13 - 16,5 15 1,20 1,5 0,35 0,22 0,03 1,00 1,45E-04
Lempung Berlanau 16,5 - 18,5 16 1,20 1,5 0,35 0,22 0,03 1,00 1,45E-04
Lempung Berlanau 18,5 - 26,5 16 1,20 1,5 0,35 0,22 0,03 1,00 1,45E-04
Pasir Berlanau 26,5 - 32,0 16 - 1,0 0,30 --- 1,45E-04
Lanau Berlempung 32,0 - 35,5 18 0,86 1,0 0,35 0,13 0,03 1,00 1,45E-03
Lanau Berpasir 35,5 - 39,5 18 - 1,0 0,30 --- 1,45E-04
Lempung Berlanau 39,5 - 66,5 18 0,86 1,0 0,35 0,13 0,03 1,00 1,45E-03
Pasir Berlanau 66,5 - 80,0 18 - 1,0 0,30 --- 1,45E-04
18 1,45E-03
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Validasi Model
Gambar 4 menunjukan validasi model terhadap data pemantauan lapangan. Pemantauan penurunan menunjukan
hasil yang cukup signifikan hingga 1361 mm di permukaan tanah. Penurunan ini tereduksi sepanjang lapisan tanah
hingga 308 mm pada kedalaman 10 m. perubahan tekanan air pori pada kedalaman 5 m dan 10 m masih konstan
hingga -80 kPa. Pergerakan lateral pada tiang dan tanah di titik yang berdekatan terpantau hingga 100,7 mm dan
127 mm. hasil pemodelan yang dilakukan menunjukan pola yang mendekati kondisi lapangan baik pada penurunan
673
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
permukaan, penurunan lapisan, tekanan air pori, dan pergerakan lateral. Oleh karena itu, input parameter dan
pemodelan dapat dikatakan cukup valid.
Gambar 14. Validasi model terhadap data lapangan: (a) settlement plate (b) extensometer (c) piezometer (d) inclinometer on
pile (e ) inclinometer on ground.
3.2 Deformasi dan Kapasitas Struktural Fondasi
Gambar 5 menunjukan besarnya pengaruh tekanan vakum terjadi hingga jarak tertentu di sekitar area perbaikan.
Besar pergerakan vertikal dan lateral yang signifikan dapat mempengaruhi struktur disekitar area perbaikan.
Struktur fondasi dapat tertarik kearah dalam area perbaikan dan yang lebih fatal dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan secara struktural. Berdasarkan hasil analisis diketahui pengaruh tekanan vakum yang terjadi secara
signifikan (>10 mm) hingga jarak 30 m jika ditinjau pada penurunan permukaan tanah. Besar pergerakan lateral
pada struktur fondasi tiang pancang terpasang mengakibatkan gaya yang terjadi melebihi kapasitas struktural
fondasi. Mengacu pada hasil analisa ini, disarakan pemancangan tiang dilakukan setelah selesai proses vakum
konsolidasi.
674
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Gambar 15. Hasil analisa (a) penurunan permukaan tanah (b) gaya pada fondasi terpasang.
4 KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukan pengaruh distribusi tekanan vakum disekitar area perbaikan tanah. Model yang
dilakukan berhasil mendekati kondisi yang terjadi dilapangan. Hal ini terlihat dari validasi hasil analisis terhadap
data pemantauan lapangan baik dari sisi penurunan, perubahan tekanan air pori, maupun pergerakan lateral tiang
dan tanah dasar. Hasil analisis menunjukan pengaruh akibat tekanan vakum dapat terjadi hingga 30 m dari batas
area perbaikan tanah. Gaya akibat tekanan vakum pada tiang pancang sudah melebihi kapasitas struktural tiang.
Secara praktis penulis menyarankan agar perbaikan tanah lunak metode prapembebanan vakum tidak dilakukan
pada area yang berdekatan dengan struktur, atau perbaikan metode prapembebanan vakum dilakukan dulu sebelum
konstruksi atau pemancangan tiang.
REFERENSI
Chai, J.C., Carter, J.P., dan Hayashi, S.(2005).”Ground Improvement Induced by Vacuum Consolidation”. ASCE,
J. Geo., 131(12), 1552-1561
Indraratna, B., Chu, J., and Hudson, J.A. (2005). Ground Improvement Case Histories. Elsevier, Ltd., Langford
Lane Kidlington, United Kingdom.
Kjellman, W. (1952). “Consolidation of calyey soils by atmospheric pressure”. Proc.Soil Stabilization, MIT,
Boston, 258-263
Nghia, N.T., (2019). “Modelling of a Vacuum Consolidation Project in Vietnam”. Chi Minh City Open University,
J. Sciensce, 9(2), 67-84
Rujikiatkamjorn, C., Indraratna, B., and Chu, J.(2008).”2D and 3D Numerical Modeling of Combined Surcharge
and Vacuum Preloading with Vertical Drain”. ASCE, J. Geo., 8(2), 144-156
675
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Analisis Potensi Likuefaksi Underpass Bandara YIA
dengan Simulasi Numeris
N.H. Khatimah, A. Rifa’i*, S. Ismanti
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Pembangunan Underpass Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) terletak di Pesisir Pantai Selatan Jawa dengan
potensi gempa yang cukup besar, yaitu nilai PGA sebesar 0,472g sehingga rentan terhadap likuefaksi. Likuefaksi memicu
kerusakan permukaan tanah dan penurunan tanah yang berdampak pada infrastuktur. Analisis potensi likuefaksi dilakukan
dengan menggunakan data N-SPT dengan tiga titik bor, yaitu BH-06’ dan BH-11’ berada di tepi underpass, dan BH-10’ berada
di tengah underpass. Untuk mendapatkan hasil analisis yang sesuai dilakukan perbandingan analisis yaitu, menggunakan
metode Seed (1984) dan software Settle 3D. Hasil analisis potensi likuefaksi dengan metode Seed (1984) dan software Settle
3D mempunyai faktor aman (SF) berkisar 0,208 – 1,483 yang berarti likuefaksi terjadi pada sisi tepi underpass titik bor BH-06’
dan BH-11’ di kedalaman 4-6 m dari muka air tanah 3,6 m dan 3,1 m. Sedangkan pada tengah underpass titik bor BH-10’ dari
muka air tanah 6,13 m aman terhadap potensi likuefaksi. Berdasarkan konstruksi fondasi jalan underpass yang dibangun
dengan fondasi memanjang pada kedalaman 6 m, sehingga dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa di sepanjang underpass
Bandara YIA aman terhadap likuefaksi.
Kata kunci: Underpass, Likuefaksi, Metode Seed (1984), Settle 3D
1 PENDAHULUAN
Underpass Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) berada di Desa Glagah, Kecamatan Temon,
Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dibangun untuk menghubungkan Yogyakarta dengan
Purworejo dan menggantikan jalur Jawa Lintas Selatan yang terputus. Underpass ini memiliki panjang 1.300 m dan
tinggi box underpass 5,2 m. Rahardjo et al. (1995) menyebutkan bahwa underpass YIA merupakan tataan statigrafi
formasi aluvial (Qa) berupa kerikil, pasir, lanau dan lempung serta daratan pantai, terdiri dari sedimen pasir yang
bersifat lepas dan lunak. Selain itu, lokasi underpass secara geografis merupakan Pesisir Pantai Selatan Jawa yang
terletak dekat dengan pertemuan lempeng tektonik, yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia dengan
potensi gempa yang cukup besar, yaitu nilai PGA (Peak Ground Acceleration) berkisar 0,4 - 0,5 g berdasarkan SNI
8460:2017, sehingga rentan terhadap likuefaksi.
Likuefaksi adalah perilaku perubahan massa tanah dari keadaan padat menjadi cair akibat gempa bumi yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan air pori tanah yang membuat tegangan efektif semakin menurun
sehingga hilangnya kekuatan lapisan tanah yang menyebabkan kerusakan infrastruktur (Das, 1993).
Beberapa penelitian mengenai potensi likuefaksi telah dilakukan, di antaranya Muntohar (2012) melakukan studi
parametik potensi likuefaksi dan penurunan permukaan tanah berdasarkan uji sondir. Perhitungan evaluasi
likuefaksi berdasarkan data sondir menggunakan metode Robertson dan Wride (1998), indeks potensi likuefaksi
dengan Metode Iwasaki, et al. (1978), dan estimasi penurunan permukaan tanah oleh Zhang, et al. (2002).
Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa percepatan gempa yang lebih besar menyebabkan permukaan lapisan
tanah banyak mengalami likuefaksi yang memicu kerusakan pada permukaan tanah serta penurunan tanah menjadi
meningkat dengan bertambahnya magnitudo gempa dan percepatan gempa maksimum amax = 0,4– 0,6 g. Soebowo,
et al. (2009) melakukan penelitian tentang potensi likuefaksi akibat gempa bumi berdasarkan data CPT dan SPT di
daerah Patalan, Bantul, Yogyakarta dengan percepatan 0,25 g, magnitude gempa bumi sebesar 6,2 SR dan muka air
tanah setempat. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketebalan tanah yang berpotensi likuefaksi bervariasi antara 0,2
m dan 5,2 m, sedangkan penurunan sebesar 0,21 cm hingga 12,98 cm.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, percepatan gempa dan N-SPT mempengaruhi besarnya faktor aman
terhadap likuefaksi. Pada penelitian ini perhitungan faktor aman dilakukan dengan metode Seed (1984) dan sebagai
pembanding hasil menggunakan software Settle 3D yang dilakukan di sepanjang underpass Bandara YIA.
676
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
2 METODE PENELITIAN
2.1 Lokasi Penelitian
Penyelidikan tanah dilakukan di Desa Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Data yang digunakan berupa data lapangan SPT dengan tiga titik bor, yaitu BH-06’ dan BH-11’
berada di tepi underpass, dan BH-10’ berada di tengah underpass.
Gambar 1. Lokasi enelitian
2.2 Peak Ground Acceleration (PGA)
Berdasarkan SNI 8460:2017 yang mengacu pada AASHTO (2012) nilai percepatan puncak yang diperoleh dari
peta zonasi gempa perlu dilakukan koreksi. Untuk mengetahui kelas situs ditentukan berdasarkan nilai N-SPT yang
ada dilokasi penelitian.
Penentuan percepatan tanah puncak ditentukan dengan nilai PGAM dari Persamaan 1.
PGA = PGA. PGA (1)
Dimana, PGAM adalah percepatan tanah puncak yang disesuaikan (g), FPGA adalah koefisien situs dapat dilihat
pada Tabel 1, dan PGA adalah percepatan puncak batuan dasar (g).
Tabel 1. Koefisien situs FPGA (AASHTO, 2012)
Kelas Situs NF PGA 0,2 0,3 0,4 ≥0,5
≤ 0,1 0,8 0,8 0,8 0,8
SA (Batuan keras) - 1,0 1,0 1,0 1,0
SB (Batuan dasar) - 0,8 1,2 1,1 1,0 1,0
SC (Tanah keras) >50 1,0 1,4 1,2 1,1 1,0
SD (Tanah sedang) 15 - 50 1,2 1,7 1,2 0,9 0,9
SE (Tanah lunak) <15 1,6
2,5
2.3 Analisis Potensi Likuefaksi Berdasarkan N-SPT
Analisis potensi likuefaksi berdasarkan N-SPT dengan percepatan gempa menggunakan metode Seed (1984) dalam
Das (2011). Rasio tegangan siklik (τh/σv) merupakan salah satu parameter penentu likuefaksi. Parameter ini
didapatkan dari grafik hubungan rasio tegangan siklik (τh/σv) dengan nilai N-SPT yang telah di korelasi (N’)
terhadap variasi magnitudo gempa (Gambar 2), untuk rumus N’ dapat dilihat dari Persamaan 2. Liao dan Whitman
(1986) dalam Das (2011) menentukan nilai faktor koreksi (CN) yang dapat dilihat pada Persamaan 3.
′ = (2)
= 9,78 √ 1 ′ (3)
677
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Tegangan geser tanah akibat gempa (τav) dengan memasukkan nilai PGA wilayah gempa. Adapun rumus dapat
dilihat pada Persamaan 4. Dari perhitungan τav terdapat parameter CD yang ditentukan dalam grafik yang dapat
dilihat dari Gambar 3.
= 0,65 [( ℎ) ] (4)
Dimana CD adalah faktor reduksi tegangan geser, γ adalah berat volume tanah (kN/m3), h adalah tebal lapisan tanah
(m), g adalah percepatan gravitasi, dan amax adalah percepatan akibat gempa (g). Kondisi likuefaksi dapat terjadi
ketika tegangan geser yang terjadi akibat gempa (τav) lebih besar dibandingkan tahanan geser akibat tanah (τh).
Gambar 2. Grafik variasi dari (τh/σv) dengan N’ dan M (after Seed, 1979, dalam Das, 2011).
Gambar 3. Rentang tegangan geser faktor reduksi CD untuk tanah yang dapat di deformasi
(after Seed dan Idriss, 1971 dalam Das, 2011)
2.4 Korelasi Parameter
Bowles (1997) mengusulkan rentang nilai b terhadap nilai NF untuk tanah pasiran dan tanah lempungan yang dapat
dilihat pada Tabel 2. Carter dan Bentley (1991) mengusulkan rentang berat volum tanah jenuh air yang dapat
dilihat pada Tabel 3.
678
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tabel 2. Rentang nilai b terhadap nilai NF untuk tanah pasiran dan tanah lempungan (Bowles, 1997)
Jenis Tanah NF b (kN/m3)
Tanah Pasir <4 <14
4 - 10 14-16
10 - 30 16-18
30 - 50 18-20
>50 >20
Tanah Lempung <2 <15.7
2-4 15,7-18,8
4-8 17,3-19,6
8 - 16 18,1-20,4
16 – 32 18,8-22
>32 >20,4
Tabel 3. Rentang nilai sat jenis tanah tertentu (Carter and Bentley, 1991)
Jenis Tanah sat (kN/m3)
Very loose sand 16,67 – 17,65
Loose sand 17,65 – 18,63
Medium sand 18,63 – 20,59
Dense sand 19,61 – 21,57
Very dense sand 21,57 – 22,56
Soft clay 16,67 – 18,63
Normally consolidated clay 17,65 – 21,57
Overconsolidated clay 19,61 – 23,54
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Potensi Likuefaksi dengan Metode Seed (1984)
Analisis potensi likuefaksi dilakukan untuk mendapatkan angka aman terhadap likuefaksi. Nilai percepatan muka
tanah puncak yang disesuaikan PGAM adalah 0,472. Adapun parameter lapisan tanah pada titik bor BH-06’ dengan
muka air tanah 3,6 m dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter lapisan tanah
z (m) Jenis Tanah F sat b τh/σv τh CD amax τav SF Keterangan
(kN/m3) (kN/m3) (kPa) (kPa)
2 loose sand - -
4 loose sand 4 18,14 14,0 - - - - - 0,208 likuekasi
6 medium sand 5 18,14 14,1 0,09 4,019 0,98 0,472 19,327 0,469 likuefaksi
8 dense sand 16 19,61 17,1 0,22 14,137 0,95 0,472 30,166 1,275
10 dense sand 51 20,59 20,0 0,60 51,492 0,91 0,472 40,393 1,299 aman
12 very dense sand 57 20,59 20,0 0,60 64,428 0,87 0,472 49,609 1,335 aman
14 very dense sand 60 22,06 20,0 0,60 79,128 0,84 0,472 59,269 1,395 aman
16 very dense sand 60 22,06 20,0 0,60 93,828 0,80 0,472 67,275 1,463 aman
60 22,06 20,0 0,60 108,530 0,70 0,472 74,199 aman
Rekapitulasi nilai angka aman (SF) pada masing masing - masing titik bor (Gambar 4) menunjukkan hasil analisis
pada titik bor BH-06’dan BH-11’ potensi likuefaksi di kedalaman 4 – 6 m dari muka air tanah 3,6 m dan 3,1 m
yang terlihat dari nilai angka aman <1, sedangkan pada titik bor BH-10’ dari muka air tanah 6,13 m aman terhadap
potensi likuefaksi.
679
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
0 Titik Bor BH-06' 2 1 Titik Bor BH-10' 2.5
3 6
6 0.5 1 1.5 9 1.5 2
9 12
12 0,208 15 1.864
15 0,469 18 1.781
Kedalaman (m)18 1.733
Kedalaman (m)1.275 1.745
1.299 1,780
Kedalaman (m)1.335
SF
1.395 (b)
1,463
SF
(a)
0 Titik Bor BH-11' 2
3
6 0.5 1 1.5
9
12 0,438
15 0,625
18
1.325
1.342
1.360
1.417
1,483
SF
(c)
Gambar 4. Hasil analisis potensi likuefaksi pada titik bor (a) BH-06’, (b) BH-10’, dan (c) BH-11’
3.2 Analisis Potensi Likuefaksi Menggunakan Settle 3D
Simulasi numeris Settle 3D dilakukan dengan metode Seed (1984) sebagai pembanding hasil secara analitis. Pada
titik bor BH-06’ input parameter tanah menggunakan Settle 3D sama halnya dengan perhitungan menggunakan
metode Seed (1984) dalam Das (2011) yang dapat dilihat pada Tabel 4. Untuk hasil analisis Settle 3D pada
masing–masing titik bor dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b) (c)
Gambar 5. Hasil analisis likuefaksi pada titik bor (a) BH-06’, (b) BH-10’, dan (c) BH-11’ mengg(ua)nakan Settle 3D
3
680
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
3.3 Perbandingan Hasil Analisis
Gambar 6, merupakan hasil perbandingan analisis pada titik bor BH-06’, BH-10’, dan BH-11’ terlihat bahwa pada
kurva nilai faktor aman relatif hampir sama pada masing-masing kedalaman.
0 Titik Bor BH-06' 2 Titik Bor BH-10' 2.5
0 Settle 3D
5 0.5 1 1.5 1 1.5 2
10 5
15
Kedalaman (m)20 10
Kedalaman (m)
15
Kedalaman (m)
SF Settle 3D 20
Metode Seed (1984) SF
(a) Metode Seed (1984)
(b)
Titik Bor BH-11'
0 0.5 1 1.5 2
0
5
10
15
20 SF
Metode Seed (1984) Settle 3D
(c)
Gambar 6. Hasil perbandingan perhitungan faktor aman secara analitis dan Settle 3D pada titik bor
(a) BH-06’, (b) BH-10’, dan (c) BH-11’.
4 KESIMPULAN
Dari hasil analisis potensi likuefaksi dengan Metode Seed (1984) dan software Settle 3D mempunyai faktor aman
(SF) berkisar 0,208 – 1,483 yang berarti likuefaksi terjadi pada sisi tepi underpass titik bor BH-06’ dan BH-11’ di
kedalaman 4-6 m dari muka air tanah 3,6 m dan 3,1 m. Sedangkan pada tengah underpass titik bor BH-10’ dari
muka air tanah 6,13 m aman terhadap potensi likuefaksi. Sementara nilai percepatan muka tanah puncak yang
disesuaikan PGAM adalah 0,472. Berdasarkan konstruksi fondasi jalan underpass yang dibangun dengan fondasi
memanjang pada kedalaman 6 m, sehingga dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa di sepanjang underpass
Bandara YIA aman terhadap likuefaksi.
REFERENSI
AASHTO. (2012). AASHTO LRFD Bridge Design Specifications. American Association of State Highway and
Transportation Official, Washington, DC.
Badan Standarisasi Nasional. (2017). SNI 8460:2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
Bowles, J.E. (1997). Foundation Analysis and Design. McGraw-Hill Companies, New York
Carter, M., dan Bentley, S.P. (1991). Correlations of Soil Properties. Pentech Press, London
Das, B. M. (1993). Principles of Soil Dynamics second edition. PWS-Kent Publishing Company, Boston.
Das, B. M., dan Ramana, G.V. (2011). Principles of Soil Dynamics second edition. Cengage Learning, Stamford
681
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Muntohar, A. S. (2012). “Studi Parametrik Potensi Likuifaksi dan Penurunan Permukaan Tanah Berdasarkan Uji
Sondir”. 16th Annual Scientific Meeting
Rahardjo, W., Sukandarrumidi., dan Rosidi. (1995). Peta Geologi Lembar Yogyakarta 1408-2 dan 1407- 5 skala
1:100000. Direktorat Geologi, Bandung
Soebowo, E., Tohari, A., dan Sarah, D. (2009). “Potensi Likuifaksi Akibat Gempa Bumi Berdasarkan Data CPT
dan N-SPT di Daerah Patalan, Bantul, Yogyakarta.” Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, Jilid 19 No. 2, hal.
85-97
682
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Evaluasi dan Optimasi Dinding Penahan Tanah Desa Sulangai,
Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, dengan Perkuatan Ground Anchor
I.R. Mulyawan
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Dinding penahan tanah yang dibangun di desa Sulangai sebagai mitigasi dari longsor yang terjadi pada tahun tahun 2017 perlu
dilakukan evaluasi. Semakin berkembangnya pembangunan dan meningkatnya beban lalu lintas di jalan yang berada di atas
lereng dinding penahan tanah tersebut akan mengakibatkan adanya penambahan beban. Selain itu, beban yang dapat
mengganggu stabilitas dan meningkatkan potensi kerusakan pada dinding penahan tanah adalah gempa bumi. Berdasarkan
masalah tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mengevaluasi dinding penahan tanah di desa Sulangai berdasarkan ketentuan
yang terdapat pada SNI 8460:2017 dan SNI 2847:2019, serta memberikan alternatif penanganannya. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dalam melakukan evaluasi terhadap dinding penahan tanah dengan menggunakan pemodelan pada
software Plaxis v8.2. Hasil yang didapatkan dari pemodelan tersebut dievaluasi menggunakan SNI 8460:2017 dan SNI
2847:2019. Berdasarkan hasil evaluasi yang diperoleh ditentukan perkuatan yang digunakan adalah ground anchor. Pemodelan
pada sotftware Plaxis v8.2 untuk desain menggunakan perkuatan ground anchor. Didapatkan hasil bahwa nilai faktor aman
yang dimiliki sudah memenuhi syarat sehingga dapat dikatakan aman meurut SNI 8460:2017. Desain facing yang digunakan
menggunakan desain kondisi eksisting, karena masih memenuhi syarat aman.
Kata kunci: Cantilever Wall, Dinding Penahan Tanah, Faktor Aman, Gravity Wall, Ground Anchor, SNI 8460:2017, SNI
2847:2019, Software Plaxis V8.2
1 PENDAHULUAN
Dinding penahan tanah yang dibangun di desa Sulangai sebagai mitigasi dari longsor yang terjadi pada tahun tahun
2017 perlu dilakukan evaluasi. Semakin berkembangnya pembangunan dan meningkatnya beban lalu lintas di jalan
yang berada di atas lereng dinding penahan tanah tersebut akan mengakibatkan adanya penambahan beban. Selain
itu, beban yang dapat mengganggu stabilitas dan meningkatkan potensi kerusakan pada dinding penahan tanah
adalah gempa bumi. Peristiwa gempa bumi di Bali secara berulang setiap tahunnya terjadi dengan kekuatan yang
cukup besar. Diantaranya adalah gempa yang berpusat di kabupaten Jembrana, provinsi Bali dengan kekuatan M =
6,0.
Berdasarkan kondisi yang telah dijelaskan, perlu dilakukan evaluasi lebih detail terhadap konstruksi Dinding
Penahan Tanah Sulangai. Evaluasi yang dilakukan terhadap dinding penahan tanah tersebut menggunakan
pemodelan pada software Plaxis v8.2. Kemudian, dilakukan analisis terhadap pemodelan yang bertujuan untuk
mengetahui faktor aman secara global, total perpindahan, momen lentur dan gaya geser pada dinding penahan
tanah yang diakibatkan oleh beban yang bekerja. Acuan yang digunakan dalam pengevaluasian dinding penahan
tanah tersebut menggunakan SNI 8640:2017. Selain itu, digunakan SNI 2847:2019 sebagai acuan untuk
mengevaluasi kemampuan layan yang dimiliki oleh beton bertulang sebagai material dinding penahan tanah.
Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, penelitian ini bermaksud untuk memberikan alternatif perkuatan
pada dinding penahan tanah agar dapat diterapkan, sehingga memenuhi syarat-syarat pada acuan yang digunakan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dinding Penahan Tanah
Hardiyatmo (2011) menyatakan bahwa bangunan dinding penahan tanah digunakan untuk menahan tekanan tanah
lateral yang ditimbulkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil. Menurut Bowles (1996) dinding penahan
digunakan untuk mecegah material agar tidak longsor menurut kemiringan alamnya. Selain itu, Day (2006)
mengatakan dinding penahan tanah didefinisikan sebagai struktur yang tujuan utamanya adalah untuk memeberikan
dukungan lateral untuk tanah atau batuan.
683
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
2.2 Gerakan Tanah
Gerakan massa adalah gerakan dari massa tanah yang besar di sepanjang bidang longsor kritisnya, dimana gerakan
tersebut melorot ke bawah dan material pembentuk lereng dapat berupa tanah, batuan, tanah timbunan atau
campuran dari material. Bila gerakan massa tanah tersebut sangat berlebihan maka hal tersebut adalah tanah
longsor (landslide) (Hardiyatmo, 2012).
Ketidakstabilan lereng dapat mengakibatkan terjadinya gerakan tanah pada lereng. Gunaratne (2006) menyatakan
bahwa penyebab utama keruntuhan lereng adalah kenaikan tegangan geser akibat beban yang bekerja pada lereng
sehingga kuat geser terlampaui atau secara matematis berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb pada
Persamaan (1).
> + tan (1)
dimana: c adalah kohesi (kN/m2), adalah sudut gesek dalam (o), adalah tegangan normal pada bidang runtuj
(kN/m2) dan adalah tegangan penggeseran yang terjadi (kN/m2).
Berdasarkan pernyataan Skempton dan Hutchinson (1969) dalam Look (2014) bahwa batasan pergerakan yang
masih ditoleransi sebelum terjadinya longsor pada lereng dan dinding penahan tanah ditunjukan pada Tabel 1.
Sedangkan menurut Duncan dan Wright (2005) dalam Look (2014), toleransi total perpindahan aibat gempa untuk
lereng dan bendungan adalah 1 meter.
Tabel 1. Batasan pergerakan sebelum longsor (Skempton dan Hutchinson, 1969 dalam Look, 2014)
Jenis Total Pergerakan (cm)
Dinding penahan kecil s/d besar 20 – 40
Longsor sedang s/d besar
40 – 130
Untuk dinding penahan tanah perlu diperhatikan faktor aman yang dimiliki terhadap stabilitas guling, stabilitas
geser lateral dan daya dukung tanah. Masing-masing dari hal tersebut memiliki nilai minimum yang berbeda.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2017) setiap dinding penahan tanah harus diperiksa stabilitasnya sesuai
syarat yang terdapat pada Tabel 2..
Tabel 2. Faktor aman yang disyaratkan (Badan Standarisasi Nasional, 2017)
Syarat Faktor Aman
Terhadap guling 2,00
Terhadap geser lateral 1,50
Terhadap daya dukung 3,00
Terhadap stabilitas global 1,50
Terhadap gempa 1,10
2.3 Perkuatan Menggunakan Ground Anchor
Menurut Xanthakos (1991) ground anchor merupakan bagian dari struktur tarik yang berfungsi mengirimkan gaya
tarik dari struktur utama ke tanah di sekitarnya. Kekuatan geser tanah di sekitar anchor dapat dijadikan sebagai
gaya yang melawan gaya tarik anchor tersebut agar dapat mengikat tanah. Sabatini, et al. (1999) menyatakan
terdapat tiga kompoenen utama ground anchor, yaitu:
a) anchorage, kombinasi sistem dari kepala angkur (anchor head), bearing plate dan trumpet yang dapat
menyalurkan gaya prestressing dari baja prestress (bar atau strand) ke permukaan tanah atau struktur
penyangga,
b) unbonded length, bagian dari baja prestress yang bebas memanjang secara elastis dan mentransfer gaya penahan
dari bonded length ke struktur dan
c) bonded length, Panjang baja prestress yang berikatan dengan semen grout dan mampu menyalurkan gaya tarik
yang bekerja ke dalam tanah atau batuan.
Untuk mengetahui lebih jelas terkait dengan masing-masing komponen utama dari ground anchor dapat dilihat
pada Gambar 1.
684
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Gambar 1. Komponen struktur ground anchor (Sabatini et al., 1999)
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kondisi Eksisting
Penelitian ini dilakukan pada Dinding Penahan Tanah Sulangai yang terdapat di ruas jalan Sulangai menuju
Batunye Baturitu Tabanan, 300 m sebelah utara dari gerbang desa Sulangai. Terdapat dua jenis dinding penahan
pada lokasi penelitian yaitu, pada kedalaman 0 sampai -5 m menggunakan gravity wall dengan menggunakan
konstruksi pasangan batu dengan kemiringan 45o dan untuk kedalaman -5 sampai -25 m menggunakan cantilever
wall yang menggunakan kosntruksi beton bertulang serta memiliki kemiringan sebesar 63o. Pada konstruksi
cantilever wall menggunakan tambahan fondasi berupa bore pile dengan kedalaman 4 m dan diameter yang
digunakan adalah 0,3 m.
3.2 Pembebanan Pada Dinding Penahan Tanah
3.2.1 Beban lalu lintas
Beban lalu lintas direpresentasikan sebagai beban merata yang bekerja sepanjang lebar jalan Sungalai. Jalan
Sungalai menurut syarat yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dikategorikan sebagai jalan
kelas I, maka berdasarakan SNI 8460:2017 kategori jalan tersebut memiliki nilai beban lalu lintas sebesar 15 kPa.
3.2.2 Beban gempa
Penentuan kawasan gempa pada lokasi yang ditinjau dapat menggunakan peta zonasi berdasarkan pada SNI
1726:2019. Nilai skala gempa yang dimiliki oleh daerah penelitian dapat diperoleh sesuai zona daerah tersebut
yaitu, dengan interval 0,40 – 0,50 g. Untuk lebih akurat, data gempa diperoleh dari data yang dikeluarkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Kementrian Pekerjaan Umum yang dimana didapatkan nilai yaitu
0,451 g. Untuk analisis stabilitas dinding penahan tanah pada penelitian ini menggunakan percepatan gempa
maksimum sebesar 1/2 PGA (Mercuson dan Franklin, 1983) dengan nilai 0,226 g. Adapun beban dinamik pada
penelitian ini dimodelkan sebagai pseudostatik sehingga dalam Plaxis digunakan perhitungan tipe plastis.
3.3 Pemodelan Pada Software Plaxis v8.2
3.3.1 Pemodelan tanah dan dinding penahan tanah
Pemodelan yang dibuat pada software Plaxis v8.2 berdasarkan geometri lereng dan lapisan-lapisan tanah asli
terdapat pada Gambar 2. Untuk parameter tanah yang digunakan pada tanah urug dan tanah asli dapat dilihat pada
Tabel 3 yang didapatkan berdasarkan uji laboratorium dari sampel-sampel pada borlog sebagai input material tanah
pada software Plaxis v8.2.
Pada konstruksi dinding penahan tanah di lokasi penelitian terdapat dua jenis yaitu, gravity wall dengan
menggunakan material pasangan batu dan cantilever wall yang menggunakan beton bertulang sebagai strukturnya.
Untuk pemodelan pada software Plaxis v8.2, gravity wall didefinisikan sebagai tanah yang dimana parameternya
dapat dilihat pada Tabel 4 (Hakim, 2019). Sedangkan untuk cantilever wall dimodelkan menggunakan plate.
Untuk cantilever wall terjadi pembesaran dimensi dari atas ke bawah, sehingga dimensi yang digunakan terdapat 3
jenis dimensi. Kemudian juga dilakukan penyederhanan bentuk yang disebabkan oleh konstruksi asli dari dinding
685
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
penahan tanah tersebut terdiri atas balok dan plat sehingga membentuk balok “T”. Penyederhanaan yang dilakukan
yaitu, melakukan transformasi bentuk dengan menyamakan momen inersia terhadap dinding sehingga diperoleh
tebal ekivalen balok “T” sebagai pelat dan penyederhaan juga berlaku untuk borepile. Rekapan yang digunakan
sebagai input material pada software Plaxis v8.2 untuk penampang cantilever wall dan borepile terdapat pada
Tabel 5.
Gambar 2. Pemodelan geometri lereng pada software Plaxis v8.2
Tabel 3. Parameter desain untuk model tanah Mohr-Coulomb
Nama Jenis γsat γunsat kx ky Eref cref phi
(kN/m3) (kN/m3) (m/hari) (m/hari) v (kN/m2) (kN/m2) (o)
Tanah urug Drained 14,45 10,54 1 x 10-3 1 x 10-3 0,30 32000 29,52 32,67
Lanau Drained 21,53 16,31 1 x 10-3 1 x 10-3 0,30 600 32,17 28,01
Lempung sedang Drained 21,53 16,31 1 x 10-3 1 x 10-3 0,30 36000 32,67 28,01
Lempung kaku Drained 21,50 16,40 1 x 10-4 1 x 10-4 0,30 90000 23,54 34,80
Lempung padat Drained 21,50 16,40 1 x 10-4 1 x 10-4 0,30 153000 23,54 34,80
Lanau kepasiran Drained 21,50 16,40 1 x 10-5 1 x 10-5 0,30 168667 23,54 34,80
Tabel 4. Parameter pasangan batu untuk gravity wall pada software Plaxis v8.2
Nama Jenis γsat γunsat v Es c φ
(kN/m3) (kN/m3) (kN/m2) (kN/m2) (o)
Pasangan batu Drained 25,40 22,10 0,30 98000 50 80
Tabel 5. Parameter input material untuk penampang cantilever wall dan bore pile pada software Plaxis v8.2
Bagian EA EI v w
(kN/m) (kN/m2/m) (kN/m/m)
Balok beton (25/40)
Penampang cantilever wall (1/3) 1766532 1039505 0,30 2,4
Penampang cantilever wall (2/3)
Penampang cantilever wall (3/3) 8881608 132151 0,30 10,14
Pile cap
Borepile 1329608 443370 0,30 15,18
2101900 1039505 0,30 20,17
1050950 218948 0,30 12
3538530 8357 0,30 4,04
3.3.2 Pemodelan ground anchor
Pemodelan yang dilakukan menggunakan ground anchor dapat dilihat pada Gambar 3. Sedangkan, asumsi dan data
awal yang digunakan untuk mendesain ground anchor adalah sebagai berikut.
Sudut kemiringan anchor = 30o
Jarak spasi horizontal (Sh) = 1,5 m
Diameter anchor = 300 mm
Estimasi jumlah anchor (n) = 6 buah
Faktor aman anchor (SF) =2
686
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
DL = 721 kN
Unbonded length =2m
Lb = 11 m
Gambar 3. Pemodelan ground anchor pada software Plaxis v8.2
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Pemodelan Kondisi Eksisting Dinding Penahan Tanah Pada Software Plaxis v8.2
Hasil analisis pemodelan dinding penahan tanah kondisi eksisting pada software Plaxis v8.2, diperoleh faktor aman
sebesar 1,419 untuk kondisi normal dengan total perpindahan sebesar 6,543 cm. Kemudian untuk kondisi gempa
didapatkan nilai faktor aman 0,955 dengan total perpindahan yaitu, 6,549 cm. Untuk total perpindahan yang
ditinjau khusus pada masing-masing dinding penahan tanah (gravity wall dan cantilever wall). Total perpindahan
yang terjadi pada gravity wall dan cantilever wall secara berurutan untuk kondisi normal sebesar 2,858 cm dan
2,439 cm. Kemudian untuk kondisi gempa didapatkan total perpindahan yaitu, 2,887 cm dan 2,444 cm. Untuk total
perpindahan yang terjadi masih dalam kategori aman (perpindahan< 20-40 cm). Hasil pemodelan terdapat pada
Gambar 4.
(a) Kondisi normal (b) Kondisi gempa
Gambar 4. Hasil pemodelan kondisi eksisting dinding penahan tanah pada software Plaxis v.8.2
4.2 Hasil Evaluasi Pemodelan Eksisting Dinding Penahan Tanah
Hasil evaluasi dinding penahan tanah menggunakan SNI 8460:2017 berdasarkan hasil analisis pemodelan kondisi
eksisting pada software Plaxis v8.2, didapatkan bahwa secara global nilai faktor aman belum memenuhi syarat
minimum. Selain itu, juga dilakukan perhitungan stabilitas dinding penahan tanah terhadap penggeseran,
penggulingan dan kuat dukung tanah. Untuk gravity wall stabilitas yang dimiliki sudah aman karena telah
memenuhi nilai minimum faktor aman untuk masing-masing kriteria stabilitas. Pada cantilever wall stabilitas
terhadap penggeseran dan penggulingan belum aman, tetapi untuk stabiltas terhadap kuat dukung tanah sudah
aman.
Hasil evaluasi beton bertulang pada dinding penahan tanah menggunakan SNI 2847:2019 berdasarkan hasil analisis
pemodelan kondisi eksisting menggunakan software Plaxis v8.2, diperoleh nilai kuat lentur dan kuat geser yang
687
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
dihasilkan akibat beban-beban yang bekerja lebih kecil dari kuat lentur dan kuat geser yang dimiliki oleh beton
bertulang tersebut (Tabel 6 dan Tabel 7). Potensi kerusakan beton bertulang pada dinding penahan tanah ini kecil,
karena beton bertulang yang digunakan cukup kuat dalam menahan beban-beban yang bekerja.
Tabel 6. Hasil pengecekan balok dan pile cap dinding penahan tanah terhadap kuat lebtur
Komponen ϕMn (kNm) Mu (kNm) Keterangan
Balok beton (25/40) 125,25 80,93 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (1/3) 209,47 80,93 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (2/3) 504,61 15,98 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (3/3) 1354,66 92,95 Memenuhi
Pile cap 1248,12 187,05 Memenuhi
Tabel 7. Hasil pengecekan balok dan pile cap dinding penahan tanah terhadap kuat geser
Komponen Vn (kN) Vu (kN) Keterangan
Balok beton (25/40) 114,21 39,38 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (1/3) 157,42 16,08 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (2/3) 245,85 7,59 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (3/3) 393,66 44,63 Memenuhi
Pile cap 420,18 352,79 Memenuhi
4.3 Hasil Analisis Pemodelan Perkuatan Dinding Penahan Tanah dengan Ground Anchor Pada Software Plaxis
v8.2
Hasil analisis pemodelan dinding penahan tanah dengan perkuatan ground anchor menggunakan software Plaxis
v8.2, diperoleh hasil nilai faktor aman pada kondisi normal 2,246 dengan total perpindahan 6,300 cm. Kemudian
untuk kondisi gempa 1,233 dan total perpindahan 6,317 cm. Hasil pemodelan dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil evaluasi dinding penahan tanah dengan perkuatan ground anchor menggunakan SNI 8460:2017 berdasarkan
hasil analasis pemodelan dengan sotftware Plaxis v8.2, didapatkan hasil bahwa nilai faktor aman yang dimiliki
sudah memenuhi syarat sehingga dapat dikatakan aman. Kemudian evaluasi yang dilakukan menggunakan SNI
2847:2019 terkait dengan beton bertulang pada dinding penahan tanah juga memenuhi syarat, nilai kuat lentur dan
kuat geser akibat beban yang bekerja lebih besar dari kuat lentur dan kuat geser nominal, sehingga dapat digunakan
sebagai desain facing pada penggunaan ground anchor (Tabel 8 dan Tabel 9).
(a) Kondisi normal (b) Kondisi gempa
Gambar 4. Hasil pemodelan kondisi eksisting dinding penahan tanah pada software Plaxis v.8.2
Tabel 8. Hasil pengecekan nilai momen nominal terhadap nilai momen akibat beban dalam desain facing ground anchor
Komponen ϕMn (kNm) Mu (kNm) Keterangan
Penampang balok cantilever wall (1/3) 209,47 82,93 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (2/3) 504,61 82,93 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (3/3) 1354,66 82,93 Memenuhi
688
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tabel 9. Hasil pegecekan nilai geser nominal terhaadap nilai geser akibat beban dalam desain facing ground anchor
Komponen Vn (kN) Vu (kN) Keterangan
Penampang balok cantilever wall (1/3) 157,42 93,84 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (2/3) 245,85 93,84 Memenuhi
Penampang balok cantilever wall (3/3) 393,66 93,84 Memenuhi
5 KESIMPULAN
Hasil analisis pemodelan pada dinding penahan tanah kondisi eksisting menggunakan software Plaxis v8.2 masih
belum memenuhi dalam menerima beban yang bekerja, dibuktikan dengan hasil analisis dengan faktor aman pada
kondisi normal belum memenuhi syarat, sehingga dibutuhkan penangan agar dapat meningkatkan kestabilannya.
Penggunaan ground anchor sebagai penambah perkuatan pada dinding penahan tanah menghasilkan faktor aman
yang memenuhi syarat dan stabil, baik dalam kondisi normal maupun kondisi gempa berdasarkan hasil analisis
pemodelan yang dilakukan menggunakan software Plaxis v8.2.
REFERENSI
Badan Standarisasi Nasional. (2017). SNI 8460:2017 Persyaratan Perancangan Geoteknik. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta
Bowles, J. E. (1996). Foundation Analysis and Design. 5th ed, Civil Engineering Materials. 5th ed. McGraw-Hill,
Singapore
Day, R. W. (2006) Foundatin Engineering Handbook. McGraw-Hill
Gunaratne, M. (2006) The Foundation Engineering Handbook. CRC/Taylor & Francis Group, Boca Raton, FL
Hakim, A. H. (2019). “Analisis Stabilitas Dinding Penahan Tanah (DPT) Pasangan Batu”. ResearchGate
Hardiyatmo, H. C. (2011) Analisa dan Perancangan Fondasi I. 2 ed. Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Hardiyatmo, H. C. (2012) Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Look, B. G. (2014) Handbook of Geotechnical Investigation and Design Table. 2nd ed. CRC Press, Taylor &
Francis Group, London, UK
Sabatini, P. J., Pass, D. G. dan Bachus, R. C. (1999) GEOTECHNICAL ENGINEERING CIRCULAR NO. 4 Ground
Anchors and Anchored Systems, Fhwa. Federal Highway Administration, Washington, DC
Xanthakos, P. P. (1991) Ground Anchors and Anchored Structures. John Wiley & Sons, Ltd., New York, USA
689
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Analisis Kapasitas Dukung Bored Pile Berdasarkan Uji Laboratorium
dan Uji Lapangan Pada Jembatan Buloila Besar Provinsi Gorontalo
F. Achmad*
Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Dalam menganalisis kapasitas dukung tanah, tentulah tidak terlepas dari penelitian langsung di lapangan dan uji laboratorium.
Informasi tentang seberapa besar dukungan tanah terhadap fondasi dapat diperoleh dari hasil penyelidikan tanah. Metode
penelitian berupa perbandingan analisis kapasitas dukung tanah berdasarkan uji lapangan dan uji laboratorium. Uji lapangan
dengan SPT dan pengeboran. Tanah hasil pengeboran diambil dalam 2 kondisi yakni kondisi terganggu untuk dideskripsi
setiap lapisannya dan kondisi tidak terganggu (undisturb sample) untuk dilakukan uji laboratorium dengan alat geser langsung
karena tanahnya dominan pasir. Hasil penelitian menunjukkan nilai kapasitas dukung tanah berdasarkan analisis data
laboratorium semakin bertambah seiring bertambahnya kedalaman fondasi, sementara analisis data lapangan didapatkan terjadi
kenaikan kapasitas dukung sampai kedalaman 8 m kemudian turun pada kedalaman 10 m lalu naik lagi pada kedalaman 12 m
kemudian turun lagi lalu naik lagi di kedalaman 18 m sampai 30 m. Hal ini disebabkan karena konsistensi tanah di lapangan
yang berbeda-beda di setiap lapisan. Hasil uji laboratorium memberikan nilai kapasitas dukung tanah lebih besar dibandingkan
hasil uji lapangan.
Kata kunci: Bored Pile, Jembatan Buloila Besar, Kapasitas Dukung Tanah, Uji Lapangan, Uji Laboratorium
1 PENDAHULUAN
Dalam menganalisis kapasitas dukung tanah, tidak terlepas dari penelitian langsung di lapangan. Informasi tentang
seberapa besar dukungan tanah terhadap fondasi dapat diperoleh dari hasil penyelidikan tanah (soil investigation).
Penyelidikan tanah yang dapat dilakukan berupa penyelidikan dengan menggunakan alat Standard Penetration Test
(SPT). Uji SPT banyak digunakan di Indonesia karena sangat berguna untuk memperoleh variasi kepadatan tanah.
Sebelum melaksanakan pembangunan, pihak pelaksana maupun pihak terkait sebaiknya melakukan pengecekan
awal terhadap kapasitas dukung tanah. Hal ini dimaksudkan agar konstruksi yang dibangun benar-benar terletak
pada kedalaman tanah yang memenuhi kriteria stabilitas yang disyaratkan. Aspek stabilitas atau keamanan ini
berupa kapasitas dukung tanah (fondasi) dalam menahan beban mati (beban bangunan itu sendiri), beban hidup,
beban angin dan beban gempa. Penyelidikan tanah di lokasi Pembangunan Jembatan Buloila Besar Kecamatan
Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo perlu dilaksanakan untuk mengetahui kondisi tanah
bawah permukaan dalam rangka penentuan desain fondasi yang tepat dan aman bagi bangunan tersebut. Untuk
mendapatkan nilai parameter kapasitas dukung tanah bagi penentuan fondasi yang didesain, maka dilakukan
pekerjaan pengeboran inti (coring) dan SPT pada lokasi pembangunan. Dilanjutkan dengan pengujian tanah di
laboratorium untuk mendapatkan parameter geser tanah dari kondisi sampel tidak terganggu (undisturb sample,
UDS) hasil pengeboran.
2 LANDASAN TEORI
Menurut Hardiyatmo (2010), fondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud antara lain.
a) Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat.
b) Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalam tertentu sehingga fondasi bangunan
mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang
dengan tanah di sekitarnya.
c) Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen
penggulingan.
d) Untuk menahan gaya – gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring.
e) Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah.
f) Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
690
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
3 METODOLOGI
Penelitian dilakukan pada lokasi Pembangunan Jembatan Buloila Besar yang berada di Desa Lelato Kecamatan
Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara. Analisis kapasitas dukung tanah didasarkan pada hasil uji lapangan (in-situ
test) dan uji laboratorium (laboratory test). Uji lapangan berdasarkan uji SPT, sementara uji laboratorium
berdasarkan data uji geser langsung (direct shear) karena tanahnya dominan berbutir. Dari hasil analisis ini,
peneliti membandingkan kapasitas dukung tanah yang sesuai dengan beban rencana.
Gambar 1. Lokasi penelitian. (Google Maps, 2020)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan peta geologi regional Lembar Tilamuta oleh Bachri, et al. (1993), kelompok batuan dari yang tertua
pada daerah Lelato dan sekitarnya terdiri dari Formasi Dolokapa (Tmd), Formasi Diorit Boliohuto (Tmbo), Formasi
Breksi Wobudu (Tpwv), dan Formasi Lokodidi (TQls).
Daerah Lelato berada pada kelompok batuan formasi Diorit Boliohuto, Formasi Dolokapa, dan Formasi Batuan
Gunungapi Wobudu.
Gambar 2. Peta geologi daerah Lelato dan sekitarnya (Bachri, dkk., 1993)
691
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
4.2 Pembahasan
Berdasarkan data bor log dari titik bor BH-01 dan BH 02 yang diperoleh, maka dapat diketahui kondisi lapisan
tanah/batuan bawah permukaan sebagai berikut (Laboratorium Teknik Sipil, 2017).
a) BH 01 (Abutmen Sisi Sumalata)
1) Pada bagian permukaan mulai kedalaman 0,00 – 8,0 meter, tersusun atas material lempung berlanau,
lempung berpasir – berkerikil dengan nilai N-SPT berkisar antara 9 – 18.
2) Pada kedalaman 8,0 – 30,0 meter, tersusun atas material pasir halus – sedang – kasar, kerikil, lanau,
lempung dengan nilai N-SPT mulai dari 7 - 60.
b) BH 02 (Abutmen Sisi Tolinggula)
1) Pada bagian permukaan mulai kedalaman 0,00 – 7,5 meter, tersusun atas material lempung, lempung
berlanau, lempung berpasir – berkerikil, pasir berlempung dengan nilai N-SPT berkisar antara 6 – 16.
2) Pada kedalaman 7,5 – 30,0 meter, tersusun atas material pasir berkerikil, pasir berlempung, pasir, batu,
lempung berpasir, lempung berkerikil dengan nilai N-SPT mulai dari 30 - > 60.
Berdasarkan data bor log BH 01 dan BH 02 dengan jarak 60 m, maka dapat dihubungkan kondisi tanah bawah
permukaan seperti pada Gambar 3.
(m) BH 01 BH 02 (m)
0.00
0.00
1.00 1.00
2.00
2.00 3.00
4.00
3.00 5.00
6.00
4.00 7.00
8.00
5.00 9.00
10.00
6.00 11.00
12.00
7.00 13.00
14.00
8.00 15.00
16.00
9.00 17.00
18.00
10.00 19.00
20.00
11.00 21.00
22.00
12.00 23.00
24.00
13.00 25.00
26.00
14.00 27.00
28.00
15.00 29.00
30.00
16.00
17.00
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
23.00
24.00
25.00
26.00
27.00
28.00
29.00
30.00
Gambar 3. Penampang bawah permukaan (Laboratorium Teknik Sipil, 2017)
692
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tabel 1. Hasil analisis kapasitas dukung tanah berdasarkan data lapangan (BH 01) (Achmad, 2017)
Tabel 2. Hasil analisis kapasitas dukung tanah berdasarkan data lapangan (BH 02) (Achmad, 2017)
Tabel 3. Hasil analisis kapasitas dukung tanah berdasarkan data laboratorium (Achmad, 2017)
693
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
0 Kapasitas Dukung (ton) 400
0 100 200 300
2
4 Lapangan
6 Laboratorium
8
Kedalaman (m) 10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
Gambar 4. Perbandingan kapasitas dukung ijin tanah berdasarkan data lapangan dan data laboratorium
Dari Gambar 4, pada kedalaman 0 – 10 m terlihat nilai kapasitas dukung ijin tanah berdasarkan hasil uji
laboratorium dan hasil uji lapangan tidak terlalu jauh perbedaannya, pada kedalaman 10 – 30 m terlihat perbedaan
yang cukup besar. Kapasitas dukung tanah berdasarkan analisis data laboratorium semakin bertambah seiring
bertambahnya kedalaman fondasi, sementara analisis data lapangan didapat terjadi kenaikan kapasitas dukung
sampai kedalaman 8 m kemudian turun pada kedalaman 10 m lalu naik lagi pada kedalaman 12 m kemudian turun
lagi lalu naik lagi di kedalaman 18 m sampai 30 m. Hal ini disebabkan karena konsistensi tanah di lapangan yang
berbeda-beda di setiap lapisan. Dari penelitian ini didapatkan bahwa hasil uji laboratorium memberikan nilai
kapasitas dukung tanah lebih besar dibandingkan hasil uji lapangan.
4.3 Rock Quality Designation (RQD)
Rock Quality Designation (RQD) atau kwalitas inti pengeboran adalah sifat fisik fraktur yang digunakan dalam
sistem klasifikasi batuan. RQD dapat diestimasi dari suatu permukaan (outcrops) dengan menentukan jumlah
batuan padat (bebas fraktur) sepanjang 100 mm atau lebih.
Tabel 4. Rock Quality Designation (RQD) (Hendarsin, 2003)
Kwalitas (%) Keterangan
90 – 100 Memuaskan
75 – 90 Baik
50 – 75 Memadai
25 – 50 Buruk
Sangat Buruk
< 25
Hasil pengeboran pada kedalaman 19 – 20 m ditemukan batuan basalt dengan nilai RQD sebesar 11,8% artinya
batuannya sangat buruk, telah mengalami pelapukan. Pada kedalaman 20 – 26 m (6 m) ditemukan batuan basalt
masif dengan nilai RQD berkisar 66,2% - 97,3% artinya kondisi batuannya memadai sampai memuaskan
(Laboratorium Teknik Sipil, 2017).
694
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
5 KESIMPULAN
Dari hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal.
a) Kapasitas dukung tanah berdasarkan data laboratorium semakin bertambah seiring bertambahnya kedalaman
fondasi.
b) Kapasitas dukung berdasarkan data lapangan cenderung fluktuatif, terjadi kenaikan kapasitas dukung sampai
kedalaman 8 m kemudian turun pada kedalaman 10 m lalu naik lagi pada kedalaman 12 m kemudian turun lagi
lalu naik lagi di kedalaman 18 m sampai 30 m. Hal ini disebabkan karena konsistensi tanah di lapangan yang
berbeda-beda di setiap lapisan.
c) Kapasitas dukung tanah berdasarkan data laboratorium memberikan nilai yang lebih besar
dibandingkan hasil uji lapangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Harmonis yang telah memberikan kepercayaan kepada
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Negeri Gorontalo dalam melakukan penyelidikan tanah di lokasi
Pembangunan Jembatan Buloila Besar.
REFERENSI
Achmad, F. (2017). “Analisis Kapasitas Dukung Tanah Berdasarkan Uji Laboratorium dan In-Situ Test (Studi
Kasus Pembangunan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo).” Laporan Penelitian Mandiri,
Universitas Negeri Gorontalo
Bachri, S. (1993). Peta Geologi Lembar Tilamuta
Hardiyatmo, H. C. (2010). Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian II. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Hendarsin, S. L. (2003). Investigasi Rekayasa Geoteknik untuk Perencanaan Bangunan Sipil. Politeknik Negeri
Bandung, Bandung
Laboratorium Teknik Sipil. (2017). Laporan Penyelidikan Tanah Pembangunan Jembatan Buloila Besar
Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo
695
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Pengaruh Slurry Air Kapur terhadap Indeks Plastisitas Tanah Ekspansif
D. Pinasang*, T. Harianto, A. B. Muhiddin, A. A. Amiruddin
Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Makalah ini membahas pengaruh slurry air kapur pada tanah ekspansif dengan penambahan kapur sebagai bahan utama.
Sampel tanah diambil dari lokasi di Kota Manado dan diuji di laboratorium untuk mendapatkan nilai sifat tanah seperti batas
cair, batas plastis, indeks plastisitas dan aktivitas. Untuk rasio pengikat air, yaitu 1,0 dengan prosentase kapur sebesar 10%,
15%, 20%. Dari hasil pengujian didapatkan karakteristik lempung ekspansif sangat plastis dengan nilai PI yang besar.
Penambahan 20% kapur menurunkan indeks plastisitas paling tinggi dengan waktu pemeraman 28 hari sebesar 407,52 %.
Lamanya waktu pemeraman berpengaruh terhadap penurunan indeks plastisitas tanah disebabkan proses sementasi antara
tanah lempung dengan kapur.
Kata kunci: Ekspansif, Indeks plastisitas, Slurry
1 PENDAHULUAN
Tanah ekspansif merupakan tanah mempunyai sifat kembang susut yang tinggi sehingga menyebabkan kerusakan
pada bangunan struktur yang dibangun diatasnya seperti jalan dan bangunan. Hal ini dikarenakan tanah ekspansif
memiliki sifat muai dan susut yang tinggi dengan kandungan mineral lempung montmorillonite yang sangat
dipengaruhi oleh penyerapan air didalamnya. Tanah ekspansif di wilayah Sulawesi Utara terdapat di beberapa
lokasi antara lain Kota Manado, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, dan wilayah lain yang tersebar di
beberapa kabupaten dan kota (Pinasang, 2016). Tanah ekspansif, disebut juga dengan swell shrink soil, memiliki
kecenderungan menyusut dan mengembang dengan variasi kadar air dan hal ini menyebabkan terjadinya variasi
pada tanah tersebut, terjadi distress yang signifikan pada tanah, yang kemudian diikuti oleh kerusakan pada struktur
di atasnya.
Selama periode kelembapan yang lebih tinggi, seperti musim hujan, tanah ini menyerap air dan mengembang
kemudian menjadi lunak dan di musim panas, tanah ini kehilangan kelembapan yang tertahan di dalamnya karena
penguapan, yang mengakibatkan terjadi penyusutan (Indiramma, 2019). Tanah ekspansif memiliki indeks
plastisitas dan nilai aktivitas yang tinggi. Injeksi larutan kapur dapat menurunkan plastisitas tanah, dengan
penurunan nilai indeks plastisitas akibat nilai batas cairnya turun. Pengamatan pada nilai Indeks Plastisitas (IP)
menunjukkan bahwa dari hari ke 7 sampai hari ke 28 masih terjadi penurunan nilai indeks plastisitas tanah
(Sumiyanto, 2012). Tanah ekspansif bisa dimodifikasi dengan menggunakan kapur. Stabilisasi tanah menggunakan
kapur terjadi akibat pertukaran kation, flokulasi dan aglomerasi, karbonasi kapur dan reaksi pozzolan (Thompson,
1966). Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan semen dan teknik perbaikan tanah telah dipelajari dengan baik
dalam rekayasa geoteknik. Kapur telah digunakan sebagai bahan penyemen selama beberapa dekade. Karena reaksi
pozzolan yang disebabkan oleh kapur di tanah dengan adanya air, ketahanan mekanis yang dikembangkan oleh
campuran tanah-kapur dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (Baldovino, 2019). Ini
adalah CaO (kalsium oksida atau kapur), Ca(OH)2 (kapur terhidrasi), dan CaCO3 (kalsium karbonat) dan untuk
stabilisasi baik CaO dan Ca(OH)2 digunakan secara luas. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Muntohar, 2013),
batu gamping sebagai zat penstabil memiliki kandungan senyawa CaO 95,03%. Perilaku mekanik akibat
penambahan kapur pada bentonite sangat berpengaruh.
Hasil pengujian menujukkan terjadi reaktivitas yang tinggi pada mineral montmorillonite sehingga terjadi reaksi
pozzolanik pada jangka waktu sangat pendek. Sebagai akibatnya, perilaku mekanik bentonit yang diolah
bergantung pada efek gabungan dari dua jenis reaksi, yang secara simultan mempengaruhi fitur mikrostruktur tanah
yang diolah, yaitu pertukaran kation dan flokulasi serta reaksi pozzolan. Pembentukan agregat yang lebih besar
bersama dengan pengendapan senyawa pengikat menjelaskan perilaku mekanis menyebabkan perilaku tanah yang
terstruktur selama waktu pengeringan (Vitale, 2016). Batas cair lebih besar dari 50% merupakan salah satu ciri
umum tanah lunak, nilai indeks plastisitas 37,08%, tanah sangat sensitif terhadap air di sekitarnya (Hasriana, 2018).
696
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas pengaruh slurry air kapur 1.0 pada tanah ekspansif dengan
penambahan prosentase kapur 10% kapur, penambahan 15 % kapur dan penambahan 20 % kapur.
2 BAHAN DAN METODE PENGUJIAN
2.1 Sampel Tanah
Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian diambil dari satu lokasi di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara
dengan koordinat pengambilan sampel N.1o.29'.32.88 "E.124o.54'.0.71" (lihat Gambar 1).
Skala 1:80 000
Gambar 1. Lokasi sampel tanah
Sampel tanah diambil pada kedalaman 1 m dengan cara mencangkul (disturbeb sample) dan sampel tidak tidak
terganggu (undisturbed sample) menggunakan tabung tipis yang ditutup dengan kantong plastik. Contoh tanah
tersebut kemudian dijemur hingga kering diangin-anginkan, gumpalan-gumpalan tanah diurai dengan palu karet
kemudian disaring dengan ayakan No. 4.
2.2 Komposisi Campuran dan Waktu Pemeraman
Kapur yang digunakan dalam campuran tersebut berasal dari hasil tambang rakyat di Desa Lobong, Kotamobagu.
Perbandingan air terhadap kapur digunakan yaitu 1.0 (Tabel 1). Jumlah kapur yang dicampur dengan tanah
lempung ekspansif yaitu prosentase 10% kapur dari berat isi tanah kering tanah. Dalam penelitian pengujian
Atterberg limits satu sampel volume 120 cm3 dan linear shringkage satu sampel sebanyak 522 cm3 total volume
yang dibutuhkan 642 cm3 = 0,000642 m3. Berat isi tanah kering 1036,17 kg/m3 dikalikan dengan volume yang
dibutuhkan (1036,17 kg/m3 x 0,000642 m3 = 0.66 kg tanah kering), maka volume kapur yang dibutuhkan 10 %
adalah 10 % x 0,66 kg = 0,066 kg = 66 g kapur. Untuk slurry air kapur yang digunakan yaitu perbandingan antara
air dan kapur 1.0 maka berat kapur sama dengan berat air, yaitu sebesar 66 g.
Tabel 1. Komposisi campuran
Prosentase kapur Waktu pemeraman
10% kapur 14, 28 (hari)
15% kapur 14, 28 (hari)
20% kapur 14, 28 (hari)
697
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
2.3 Prosedur Pengujian
Pengujian yang dilakukan meliputi kadar air, berat jenis, batas susut linier, batas Atterberg dan klasifikasi USCS
menggunakan standar ASTM dan BS (lihat Tabel 2). Uji Atterberg limits seperti ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 2. Standar pengujian
Jenis Pengujian Standar
Kadar air ASTM-D-2216-92
Berat Jenis ASTM-D-854-92
Linear shrinkage Limits BS 1377:1975
Batas-batas Atterberg ASTM-D-4318-95
Klasifikasi USCS ASTM-D2487-00
Gambar 2. Uji Atterberg Limits
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Uji Indeks Tanah
Hasil pengujian indeks tanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Indeks Tanah
Parameter tanah Satuan Hasil
Berat isi tanah (γ) g/cm3
% 1,59
Kadar air (w)
Berat Jenis (Gs) % 56,43
Liquid Limit (LL) % 2,59
Plastis Limit (PL) % 105,28
Indeks Plastisitas (IP) % 42,82
Linear Shrinkage Limits (LS) % 62,39
Lolos saringan no.#200 % 20,80
Fraksi lempung ( C ) % 98,04
Activity 55,00
Klasifikasi USCS 1,39
CH/OH
698
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Dari hasil pengujian didapatkan nilai indeks plastisitas (IP) sebesar 62,39%, penyusutan linier sebesar 20,8% dan
aktivitas sebesar 1,39%. Nilai hasil pengujian tersebut kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (lihat
Tabel 4).
Tabel 4. Perbandingan hasil pengujian dengan penelitian sebelumnya
No Teori Batasan Hasil Pengujian Kesimpulan
PI = 62,39 % Potensi mengembang tinggi
1 Holtz and PI > 35 %
Gibbs, (1956)
PI > 55 % PI = 62,39 %
% lolos sarin = 200 % passing # 200 =
2 Chen, (1975) > 95 % 98,04 % Potensi mengembang sangat tinggi
LL > 60 % LL = 105,28 %
Swelling > 10 %
3 Skempton, AC > 1,25 AC = 1.39 Potensi mengembang sangat tinggi
(1953) AC = PI/CF
PI = 62,39 % Plastisitas tinggi
4 Batas-batas PI > 17 %
Atterberg LL = 105,28 % Kelompok CH (Lempung plastisitas
LL > 50 % PI = 62,39 % tinggi)
5 Klasifikasi PI > 42 % PI = 62,25 %
USCS PI = 0,73 (LL-20)
Hasil uji identifikasi tanah dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut termasuk dalam kategori lempung ekspansif
sangat plastis dengan potensi mengembang sangat tinggi yang ditunjukkan dengan nilai indeks plastisitas yang jauh
melebihi batas penelitian sebelumnya dengan dugaan kandungan mineral montmorillonite.
3.2 Perilaku Tanah Ekspansif Akibat Penambahan Kapur
Kurva hubungan antara indeks plastisitas dengan prosentase penambahan kapur dibandingkan dengan tanah asli
tanpa campuran ditunjukkan pada Gambar 3, 4, dan 5.
70Indeks Plastisitas (%) 19,52 18,67
62,39
Tanah asli
60 14 hari
50 28 hari
40
30
20
10
0
Waktu pemeraman (hari)
Gambar 3. Kurva Indeks Plastisitas dengan water binder 1,0 dengan persentase kapur 10%
699
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
70Indeks Plastisitas (%)16,48 16,06
62,39
Tanah
60 asli
50
40 14 hari
30 28 hari
20
10
0
Waktu pemeraman (hari)
Gambar 4. Kurva Indeks Plastisitas dengan water binder 1,0 dengan prosentase kapur 15%
Indeks Plastisitas (%) 70 62,39 15,31 15,30
60
Tanah 50
asli 40
30
14 hari20
28 hari10
0
Waktu pemeraman (hari)
Gambar 5. Kurva indeks plastisitas dengan water binder 1,0 dengan prosentase kapur 20%
Penambahan kapur dengan prosentase 10% kapur menurunkan indeks plastisitas tanah sebesar 19,52% pada
pemeramanan 14 hari dan 18,67% pada pemeraman 28 hari atau terjadi penurunan indeks plastisitas sebesar
334,19%. Penambahan kapur dengan prosentase 15% kapur menurunkan indeks plastisitas tanah sebesar 16,48%
pada pemeraman 14 hari dan 16,06% pada pemeraman 28 hari atau terjadi penurunan indeks plastisitas sebesar
338,49%. Penambahan kapur 20% kapur menurunkan indeks plastisitas tanah sebesar 15,31% pada pemeraman 14
hari dan 15,30% pada pemeraman 28 hari atau terjadi penurunan indeks plastisitas sebesar 407,52%. Hal ini
disebabkan adanya peningkatan reaksi pozzolan yang melibatkan pertukaran ion antara ion kalsium dari kapur dan
kation permukaan tanah lempung.
Tabel 5. Indeks plastisitas
Prosentase kapur Waktu pemeraman Indeks Plastisitas (%)
Tanah asli (hari)
10% kapur 62,39
14 19,52
28 18,67
15% kapur 14 16,48
28 16,06
20% kapur 14 15,31
28 15,30
Penurunan nilai indeks plastisitas terbesar pada rasio pengikat air 1,0 untuk waktu pemeraman 14 hari, 28 hari
terjadi pada penambahan prosentase 20% kapur masing-masing sebesar 15,31% dan 15,30%.
700
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Indeks plastisitas (%) 21
20510 15 20 25
19
14 hari
18 28 hari
17
16
15
14
Prosentase kapur (%)
Gambar 6. Pengaruh penambahan prosentase kapur terhadap indeks plastisitas dengan water binder 1,0
Penambahan volume bahan pengikat kapur dalam bentuk slurry air kapur dengan water binder rasio 1,0
menurunkan indeks plastisitas tanah ekspansif dengan curing time pada kondisi temperatur 23 ± 1oC dengan
kelembapan 95% disebabkan adanya peningkatan reaksi pozzolan yang melibatkan pertukaran ion antara ion
kalsium dari kapur dan kation permukaan tanah lempung.
4 KESIMPULAN
Hasil uji identifikasi tanah dapat dikategorikan sebagai lempung ekspansif plastisitas tinggi dengan tingkat
pengembangan yang sangat tinggi yang ditunjukkan dengan nilai indeks plastisitas yang besar. Peningkatan volume
bahan pengikat pada tanah ekspansif menurunkan indeks plastisitas tanah pada prosentase 20% kapur naik 5 kali.
Waktu pemeraman berpengaruh terhadap penurunan indeks plastisitas tanah. Penurunan indeks plastisitas tanah
disebabkan proses sementasi antara tanah lempung dengan kapur.
REFERENSI
Baldovino, Jd. J. A., Izzo, R. Ld. S., Moreira, E. B., dan Rose, J. L. (2019). “Optimizing the evolution of strength
for lime-stabilized rammed soil”. Journal of Rock Mechanics and Geotechnical Engineering, 11(4), 882-891
Enza. V.,Russo, G., dan Deneele, D. (2016). “Multi-scale analysis on the effects of lime treatment on a kaolinite
soil”. 1st IMEKO TC-4 International Workshop on Metrology for Geontechnic Benevento, 26-30, Italy
Hasriana, Samang, L., Harianto, T., dan Djide, M. N. (2018). “Bearing capacity improvement of soft soil subgrade
layer with Bio Stabilized Bacillus Subtilis”. In MATEC Web of Conferences, Vol. 181
Indiramma, P., Sudharana, Ch., dan Needhidasan, S. (2019). “Utilization of fly ash and lime to stabilize the
expansive soil and to sustain pollution free environment – An experimental study”. Materials Today: Proceedings,
22
Muntohar A. S., Widianti, A., Hartono, E., dan Diana, W. (2013). “Engineering Properties of Silty Soil Stabilized
with Lime and Rice Husk Ash and Reinforced with Waste Plastic Fiber”. Journal of Materials in Civil
Engineering, 25(9), 1260 – 1270
Pinasang D., Sompie, O. B. A., dan Jansen, F. (2016). “Analisis kapur-flyash dan kapur-abu sekam padi terhadap
lempung ekspansif”. Jurnal Ilmiah Media Engineering, 6 (3), 535-546
Sumiyanto., dan Apriyono, A. (2012). “Effectiveness Limes Solution Injection to reduce Clay Plasticity as Effort of
Highway Damage Recovery”. Dinamika Rekayasa, 8 (1)
Thompson, M. R. (1966). “Lime reactivity of Illinois soils”. Journal of the Soil Mechanics and Foundations
Division, 92, (5), 67–92
701