The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by hiysma, 2021-03-01 05:24:10

Prosiding SNTI UGM Abad ke-21

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 3. Konsep siteplan rehabilitasi dan revitalisasi TPA Temesi

Kemudian pengadaan fasilitas perlindungan lingkungan seperti lapisan dasar landfill, pengumpulan dan pengolahan
lindi yang disarankan menggunakan Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) paket, penanganan gas metan menjadi sumber
energi alternatif, penutupan tanah yang disarankan menggunakan kompos hasil pengolahan sampah di FPST, daerah
penyangga/buffer zone disekitar landfill, dan sumur uji sejumlah 3 unit (1 di hulu dan 1 di hilir landfill). Kemudian
pengadaan dan perbaikan fasilitas penunjang seperti pengadaan jembatan timbang, perbaikan hangar pengomposan
FPST, pengadaan Pusat Daur Ulang (PDU) compact berdasarkan desain typikal KLHK (2020) yang terdapat
pengolahan residu menggunakan furnace dan pirolisis dan pembuatan biji plastik, tempat pencuci truk, gudang, garasi
truk, pos keamanan, dan WC. Selain itu direncanakan pula pengadaan fasilitas operasional dengan kebutuhan
pengadaan excavator sejumlah 4 unit, bulldozer sejumlah 2 unit, dan wheel loader sejumlah 1 unit. Berdasarkan
Gambar 3 di atas, selanjutnya untuk memudahkan pemahaman konsep desain keseluruhan maka digambarkan dalam
bentuk 3-dimensi rehabilitasi dan revitalisasi TPA Temesi seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Konsep desain 3-dimensi rehabilitasi dan revitalisasi TPA Temesi

324

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

2.4 Perkiraan Biaya

Perkiraan kebutuhan biaya investasi rehabilitasi dan revitalisasi TPA Temesi yaitu Rp. 104.871.929.412 dengan
rincian ditunjukkan pada Tabel 2 Sedangkan perkiraan kebutuhan biaya operasional dan pemeliharaan yaitu Rp.
163.812 per ton sampah yang masuk dengan rincian ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Perkiraan kebutuhan biaya investasi

No. Bangunan Luas Satuan Total (Rp)
1 Penutupan landfill lama 1,34 6.706.000.000
2 Landscaping 13.412 ha 3.353.000.000
3 Taman 5.046,56 m2 10.093.120.000
4 Kantor 214,06 m2 1.070.300.000
5 Parkir pegawai 135,78 m2 271.560.000
6 Bangunan edukasi 196 m2 980.000.000
7 Landfill Zona Baru (Area Landfill Barat) 1,80 m2 27.900.000.000
8 Instalasi Pengolah Lindi Advance 2 2.783.235.400
9 PDU KLHK Compact 1 ha 18.318.081.247
10 Perbaikan hangar pengomposan 4.209 2.104.500.000
11 Hangar pemilahan 857,38 paket 4.286.900.000
12 Pos keamanan 12,5 62.500.000
13 Bangunan jembatan timbang 55,2 paket 276.000.000
14 Garasi 274,4 m2 1.097.600.000
15 Tempat cuci truck 17,66 m2 35.321.000
16 Pengadaan Excavator 3 m2 6.000.000.000
17 Pengadaan Wheel loader 1 m2 3.000.000.000
18 Pengadaan Bulldozer 2 m2 7.000.000.000
Perkiraan total investasi m2 95.338.117.647
Ppn 10% 9.533.811.765
Perkiraan grand total investasi unit 104.871.929.412

unit

unit

Tabel 3. Perkiraan Kebutuhan Biaya Operasional dan Pemeliharaan

No. Biaya Operasional Rp/tahun Rp/ton
1 Biaya Pemeliharaan landfill 1.356.250.000 12.386
2 Biaya penutup harian 5.952.818.182 54.364
3 Biaya penutup antara 3.777.750.000 34.500
4 Biaya pipa gas 729.143.949 6.659
5 Biaya operasional IPL 379.730.376 3.468
6 Biaya operasional PDU 2.928.514.428 26.744
7 Biaya pemeliharaan bangunan penunjang 79.662.698 728
8 Biaya oli dan bahan bakar 602.342.172 5.501
9 Biaya pemeliharaan mesin berat 660.000.000 6.027
10 Gaji operator TPA 842.388.480 7.693
11 Biaya APD operator 10.500.000 96
12 Biaya pengendalian vektor penyakit 113.400.000 1.036
13 Biaya monitoring kualitas lingkungan 32.000.000 292
14 Biaya utilitas 472.914.528 4.319
Jumlah Total 17.937.414.813 163.812

3 KESIMPULAN

Perlu dilakukan design and built atau perencanaan sekaligus pelaksanaan pembangunan secara bersamaan TPA
Temesi untuk jangka pendek mengingat kemendesakan (urgensi) terhadap kebutuhan area pengurukan sampah serta
rehabilitasi dan revitalisasi area TPA eksisting (lama) yaitu dengan landscaping lahan uruk (landfill) lama untuk
mengendalikan dampak negatif yang ditimbulkan akibat operasional open dumping saat ini. Rehabilitasi dan
revitalisasi prasarana/sarana kelengkapan TPA dikonsepkan untuk mewujudkan TPA Temesi sebagai TPA edukasi
yang berwawasan lingkungan dan rendah emisi karbon dengan mengembangkan infrastruktur pengolahan sampah
untuk meminimasi sampah yang harus diproses ke landfill, serta perlu menjadikan pembebaskan lahan untuk
perluasan TPA Temesi menjadi prioritas mendesak baik untuk pengembangan landfill maupun fasilitas pengolahan
sampah dan selanjutnya untuk jangka menengah akan dilakukan kajian mengenai potensi landfill mining di zona
landfill lama dalam kurun waktu 3-5 tahun ke depan agar area bekas landfill paska penambangan dapat dimanfaatkan

325

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

kembali untuk lahan landfill baru berdasarkan konsep reusable landfill, sehingga mengurangi kebutuhan perluasan
lahan TPA ke depan. Perkiraan kebutuhan biaya investasi yaitu Rp104.871.929.412, sedangkan perkiraan kebutuhan
biaya operasional dan pemeliharaan yaitu Rp163.812 per ton sampah yang masuk.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gianyar dan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB) yang memfasilitasi terwujudnya konsep perencanaan rehabilitasi dan
revitalisasi TPA Temesi ini.

REFERENSI

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2020). Jasa Konsultan Penyusunan DED Pusat Daur Ulang (PDU)
50 Ton/Hari. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, Jakarta, Indonesia.

Dinas Lingkungan Hidup. (2019). Laporan Pengelolaan Persampahan Kabupaten Gianyar Tahun 2019. Dinas
Lingkungan Hidup, Gianyar, Indonesia.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2019). Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gianyar Tahun 2012-2032. Sekretaris Daerah, Gianyar, Indonesia.

Pemerintah Kabupaten Gianyar. (2019). Peraturan Bupati Gianyar Nomor 18 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan
Strategi dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Sekretaris Daerah,
Gianyar, Indonesia.

PT. LAPI ITB. (2019). Final Report Study of Potential Use of Municipal Solid Waste to Energy in Sarbagita Landfill
Service Area. PT. Poyry Indonesia, Bandung, Indonesia.

PT. Arkonin Engineering Manggala Pratama. (2019). Penyusunan Feasibility Study (FS) dan Detailed Engineering
Design (DED) Landfill Mining Bantargebang. Dinas Lingkungan Hidup, Jakarta, Indonesia.

Kementerian Pekerjaan Umum. (2013). Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.

326

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Pola Sebaran Layanan Pengangkutan Sampah di Kota Tangerang

I. D. Irawan*, I. Muthohar, M. Z. Irawan

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Permasalahan pengelolaan sampah menjadi permasalahan dari setiap kota di Indonesia, termasuk Kota Tangerang yang
merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Pada tahun 2019, tercatat volume sampah yang masuk ke TPA Rawa
Kucing mencapai lebih dari 1.000 ton per harinya. Hal ini perlu diimbangi dengan sarana, prasarana, dan manajemen pengelolaan
sampah untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Kota Tangerang. Saat ini, Dinas Lingkungan
Hidup Kota Tangerang masih menggunakan metode lumpsum dalam pembagian BBM untuk setiap armada, yang dapat
menyebabkan biaya operasional pengangkutan sampah menjadi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi
pola sebaran layanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang menggunakan pendekatan pola sebaran pada rantai perjalanan
beserta besaran volume angkutan sampahnya. Hasil penelitian awal menunjukkan pola sebaran layanan pengangkutan sampah
didominasi oleh perjalanan tunggal (single-trip) dengan total potensi timbulan sampah per hari (demand) adalah sebesar
5.373,054 m3, sedangkan kapasitas angkut dump truck pelayanan kelurahan yang ada hanya mampu melayani sebesar 1.497,6
m3. Pengangkutan sampah yang terlayani didominasi pada asal dan tujuan Zona Karawaci, dimana dengan kondisi tersebut rata-
rata cakupan layanannya hanya sekitar 27,87%.

Kata kunci: Pola, Sebaran layanan, Pengangkutan sampah, Rantai perjalanan.

1 PENDAHULUAN

Transportasi dapat didefinisikan sebagai usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi asal
ke lokasi tujuan untuk keperluan tertentu dengan menggunakan alat tertentu. Peranan transportasi pada angkutan
barang yaitu metode pendistribusian suatu komoditi dari sejumlah sumber (origin) ke sejumlah tujuan (destination).
Angkutan barang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses produksi. Selama aktivitas perekonomian
meningkat, sebagai konsekuensinya, angkutan barang akan berakibat pada peningkatan intensitas angkutan barang.
Salah satu jenis aplikasi pada angkutan barang yaitu angkutan sampah. Angkutan sampah menjadi salah satu aspek
penting dalam proses pengelolaan sampah.

Permasalahan pengelolaan sampah menjadi permasalahan dari setiap kota di Indonesia, setidaknya ada sekitar 67,8
juta ton timbulan sampah dalam setahun atau sekitar 185 ribu ton per harinya (KLHK, 2020). Hal ini menjadi
tantangan untuk setiap kota dalam mengelola sistem pengelolaan sampahnya, termasuk Kota Tangerang yang
merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Tangerang yang terus meningkat setiap
tahunnya akan diikuti dengan meningkatnya timbulan sampah di Kota Tangerang. Pada tahun 2019, tercatat volume
sampah yang masuk ke TPA Rawa Kucing mencapai lebih dari 1.000 ton per harinya (DLH Kota Tangerang, 2019).
Hal ini perlu diimbangi dengan sarana, prasarana, dan manajemen pengelolaan sampah untuk dapat memberikan
pelayanan yang maksimal kepada masyarakat Kota Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi
pola sebaran layanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang menggunakan pendekatan pola sebaran pada rantai
perjalanan beserta besaran volume angkutan sampahnya.

2 STUDI LITERATUR

Salah satu aspek penting dalam pengangkutan sampah yaitu pengaturan pola perjalanan untuk meminimalkan biaya
perjalanan yang ditimbulkan. Proses pengaturan pola perjalanan diawali dengan pemetaan asal (bangkitan) sampah
rumah tangga dan industri dan tujuan (tarikan) akhirnya yaitu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Rute pengangkutan,
dari asal menuju tujuan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga pola layanannya dapat diketahui terkategori
perjalanan tunggal (single-trip) atau perjalanan majemuk (multi-trip). Perjalanan tunggal jika berawal dari depo dan
berakhir di depo sementara perjalanan majemuk jika armada keluar dan masuk depo lebih dari satu kali. Sementara
itu, dalam Peraturan Menteri PU Nomor 03/PRT/M/2013 (2013) telah diatur bahwa rute pengangkutan agar dapat
dibuat sependek mungkin dan dengan hambatan sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan peraturan dan kondisi
lalu lintas. Rata-rata total jarak pengangkutan sampah per hari ditentukan oleh jumlah ritasi dan jarak TPS yang
dilayani menuju TPA. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah dan Herumurti (2016), didapatkan nilai jarak

327

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

rata-rata pengangkutan sampah pada dump truck sebesar 78 km/hari dengan kecepatan rata-rata sebesar 24 km/jam
dan faktor off route sebesar 0,01.

Pemodelan transportasi barang pada umumnya mengadopsi dari model untuk angkutan penumpang seperti
pemodelan empat tahap atau four step model (De Jong et al., 2004). Soutworth (2003) memperkenalkan model
transportasi barang yang dikenal model perencanaan barang multi-langkah (multi-step). Konsep dari model ini terdiri
dari: freight generation/attraction, trip distribution, modal split, dan traffic route assignment. Pada umumnya, model
perencanaan transportasi barang dibangun berdasarkan pergerakan berbasis perjalanan (trip-based) dan pergerakan
berbasis komoditas (commodity-based) (Mahmudah et al., 2011). Adapun kelebihan dan kekurangan masing-masing
model tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan model commodity-based dan trip-based

Model Kelebihan Kekurangan
Commodity-based 1. Tidak dapat menggambarkan perjalanan
1. Fokus pada pemodelan jumlah barang
Trip-based (diukur dalam ton) tanpa muatan (empty-trip)

2. Dapat menggambarkan mekanisme 1. Tidak dapat menjelaskan/menguraikan
pergerakan barang komoditas tentang proses pemilihan moda
kendaraan
1. Fokus pada pemodelan perjalanan
2. Dapat menggambarkan pergerakan 2. Tidak dapat/sulit menggambarkan
mekanisme dan perilaku ekonomi yang
kendaraan melatarbelakangi pergerakan komoditas
3. Dapat menggambarkan perjalanan

kendaraan tanpa muatan (empty-trip)

Sumber: Mahmudah et al. (2011)

Secara teoritis tahap pemilihan rute perjalanan menggunakan metode incremental assignment dapat memberikan
hasil yang lebih realistis dibanding dengan metode user equilibrium assignment karena pengguna setiap saat akan
mempertimbangkan rute yang dipilih sehingga pembebanan akan selalu memilih rute perjalanan dengan waktu
tempuh paling singkat (Ansusanto, 2009). Secara khusus pola sebaran layanan angkutan barang dapat dilihat dari
rantai perjalanan pada siklus layanan asal tujuan barang tersebut dalam memenuhi kebutuhan penggunanya
(Shabrina, 2015). Jika dilihat pada skala cakupan wilayah layanan pengangkutan sampah, maka ukuran kota dan
jumlah penduduk akan mempengaruhi besanya cakupan layanan tersebut. Jumlah penduduk Kota Tangerang yang
terus meningkat setiap tahunnya akan berbanding lurus dengan meningkatnya timbulan sampah di Kota Tangerang.
Berdasarkan data yang didapat dari Dukcapil Kemendagri jumlah penduduk Kota Tangerang mencapai 1.791.018
orang, bila timbulan sampah per orang 3 L/hari (SNI 3242:2008), maka total timbulan sampah di Kota Tangerang
mencapai 5.373 m3 atau setara dengan 1.423 ton per harinya dengan asumsi massa jenis sampah sebesar 265 kg/m3
(DLH, 2018).

3 METODE

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan trip-based pada analisis perencanaan
transportasi barang yang dimulai dari menghitung bangkitan perjalanan (trip generation), pergerakan kendaraan,
besaran muatan sampah yang diangkut, sampai dengan pemilihan rute menuju ke lokasi TPA. Secara khusus, pola
sebaran layanan angkutan sampah di Kota Tangerang dilihat dari rantai perjalanan pada siklus layanan asal tujuan
angkutan sampah tersebut. Zona cakupan layanan yang diterapkan dalam proses perencanaan dan analisis berbasis
kecamatan yang terdiri dari 13 zona (dapat dilihat pada Gambar 1). Berhubung dengan adanya pandemi Covid-19
maka data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data-data sekunder yang sudah dapat diperoleh dari
berbagai instansi terkait data jarak perjalanan melalui plot data koordinat ritase armada per harinya, data jumah
armada dump truck, data volume timbulan sampah per zona, data karakteristik jalan dan data pendukung lainnya.
Batasan pada penelitian ini yaitu: armada angkutan sampah yang diteliti berupa dump truck yang melayani
pengangkutan sampah pada wilayah kelurahan, analisis yang dilakukan merupakan perjalanan hanya sampai
penimbangan di TPA, analisis yang dilakukan juga tidak mempertimbangkan perilaku berkendara dan usia kendaraan
sehingga perilaku dan usia kendaraan diasumsikan sama, sampling yang digunakan pada penelitian ini yaitu wilayah
kelurahan yang memiliki jumlah penduduk tertinggi dalam satu wilayah kecamatan, serta waktu pengamatan pada
hari yang sama dengan durasi waktu tertentu.

328

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 1. Zona cakupan layanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang

Melalui pendekatan trip-based, pada tahap bangkitan perjalanan (trip generation) dihitung perjalanan pengangkutan

sampah yang berlangsung selama satu hari berbasis zona yang diterapkan berdasarkan cakupan wilayah kecamatan
di Kota Tangerang. Tabel 2 menunjukkan nilai bangkitan dan tarikan perjalanan untuk pengangkutan sampah dalam
waktu sehari. Pemilihan moda angkutan dalam penelitian ini diasumsikan menggunakan satu moda yang sama yaitu
dump truck. Sementara besaran timbulan sampah yang terjadi per zona dapat dilihat pada persamaan berikut.

∑ ℎ = ∑ 0,003 (1)

dimana Σisampah adalah jumlah timbulan sampah pada zona i dengan satuan m3, Σipenduduk merupakan jumlah penduduk
yang berada di zona i dan 0,003 adalah besaran timbulan sampah/orang/hari berdasarkan SNI 3242:2008.

Tahap berikutnya adalah distribusi perjalanan (trip distribution) dan pemilihan rute (trip assignment) yang terjadi
secara berurutan. Tahap ini menunjukkan data sebaran perjalanan armada pengangkut sampah per harinya, pada tahap
ini keluaran utamanya adalah Matriks Asal Tujuan (MAT) agar dapat menganalisis seberapa banyak perjalanan yang
dilakukan antara zona satu ke zona lainnya, termasuk volume komoditas yang diangkutnya. Adapun pola perjalanan
dari pengangkutan sampah saat ini ditunjukkan pada Gambar 2 berikut.

01X2X0

Gambar 2. Pola pengangkutan sampah di Kota Tangerang

Pada Gambar 2 digambarkan ilustrasi rantai perjalanan tur suatu kendaraan dengan dua rute, dimana perjalanan
dimulai dari Depo/Kelurahan, kemudian menuju TPS ritase ke-1, setelah itu bongkar muatan ke TPA, lalu lanjut
mengunjungi TPS ritase ke-2, bongkar muatan kembali di TPA, kemudian perjalanan berakhir di Depo/Kelurahan.
Asumsi rute perjalanan armada per hari: Kelurahan-TPS1, TPS1-TPA, TPA-TPS2, TPS2-TPA, TPA-Kelurahan.
Maka dari asumsi tersebut dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

= (2)

dimana Tij adalah total perjalanan per hari dari i menuju j dengan satuan trip (perjalanan), t merupakan trip
(perjalanan) armada pengangkut sampah, dan n adalah jumlah kelurahan.

Waktu perjalanan pengangkutan sampah yang didapat merupakan hasil dari rumus berikut:

= + + (3)

dimana wij adalah waktu tempuh perjalanan per hari dengan satuan jam atau menit, woff route adalah waktu yang
digunakan untuk warming up dan pengecekan kendaraan atau waktu non produktif lainnya, wloading adalah waktu

329

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

yang dibutuhkan untuk menaikkan sampah dari TPS ke dalam bak dump truck, dan wroute adalah waktu tempuh
perjalanan rute pengangkutan sampah sampai ke TPA

Pada proses pembebanan perjalanan, akan dapat diketahui jaringan jalan mana saja yang nantinya dilewati oleh moda
dump truck saat mengangkut sampah menuju TPA. Analisis pola sebaran layanan melalui manajemen rantai
perjalanan akan memberikan indikasi efisiensi dari jarak, waktu dan biaya perjalanan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Besaran Timbulan pada Zona Bangkitan dan Tarikan Perjalanan

Besaran timbulan sampah per zona wilayah yang didapatkan dari persamaan (1) dapat dilihat pada Tabel 2. Terlihat
bahwa pengangkutan sampah di Kota Tangerang berbasiskan perjalanan armada per kelurahan, bukan berdasarkan
jumlah timbulan sampah yang disesuaikan dengan kapasitas armada pengangkut sampah. Berdasarkan persamaan
(2), bila nilai t = 5 dan n = 104, maka didapatkan total perjalanan armada dump truck kelurahan per hari Tij = 520
perjalanan. Dari nilai tersebut dapat terlihat nilai bangkitan dan tarikan pada setiap zona seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Bangkitan dan tarikan perjalanan pengangkutan sampah

No Zona Bangkitan Tarikan Timbulan
Sampah (m3)
1 Tangerang 24 24
2 Periuk 15 15 465,135
3 Neglasari 21 21 408,660
4 Karawaci 48 48 348,969
5 Jatiuwung 18 18 557,055
6 Cibodas 18 18 314,832
7 Batuceper 21 21 451,788
8 Benda 15 15 272,697
9 Karang Tengah 21 21 237,315
10 Ciledug 24 24 329,625
11 Larangan 24 24 415,728
12 Pinang 33 33 435,372
13 Cipondoh 30 30 512,490
14 TPA 208 208 623,388

4.2 Pola Sebaran Layanan Pengangkutan Sampah

Pola pengangkutan sampah dengan perjalanan tunggal (single-trip) di Kota Tangerang ditunjukkan dengan adanya 2
rute dalam satu kali perjalanan. Beberapa pola perjalanan dari pengangkutan sampah di Kota Tangerang ditunjukkan
pada Gambar 3 berikut.

Kelurahan TPS Irigasi TPA TPS Kelurahan
Tanah Tinggi Kali Sipon Jembatan TPA Tanah Tinggi
Batuceper

Kelurahan TPS TPA TPS Kelurahan
Poris Gaga Warjan, Tatung TPA Poris Gaga
Posyandu

Kelurahan Perum. TPA Perum. Kelurahan
Gaga Kembang Taman TPA Gaga

Asri

Gambar 3. Pola pengangkutan sampah di Kota Tangerang

330

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

4.3 Rute dan Jarak Pengangkutan Sampah

Rute pengangkutan sampah terbentuk dari pola pengangkutan sampah saat ini yang berlangsung selama 2 ritase setiap
harinya. Pada Tabel 3 dapat dilihat rute dan jarak pengangkutan sampah saat ini.

Kelurahan Tabel 3. Rute dan jarak pengangkutan sampah Jarak (km)
Tanah Tinggi 34,5
Rute
Gebang Raya 40,4
Karang Sari Benteng Betawi, Irigasi, Sudirman, Veteran, TMP Taruna, Daan Mogot, Dr. Sitanala, M. 24,1
Cimone Suryadarma 40,4
Prabu Kian Santang, Moh. Toha, Sangego
Gandasari Dr. Sitanala, M. Suryadarma, Pembangunan 3 59,8
Cibodasari Proklamasi, Merdeka, Otista, KS Tubun, M. Suryadarma, Dr. Sitanala, Daan Mogot, Teuku 50,9
Poris Gaga Umar, Imam Bonjol 49,3
Belendung Pajajaran, Gatot Subroto, Merdeka, Otista, KS Tubun, M. Suryadarma, Dr. Sitanala 48,2
Kav. Pemda Raya, Imam Bonjol, Otista, KS Tubun, M. Suryadarma, Dr. Sitanala
Karang Tengah Maulana Hasanudin, Benteng Betawi, Daan Mogot, Dr. Sitanala, M. Suryadarma 82,1
Garuda, Halim Perdana Kusuma, Perimeter Selatan, M. Suryadarma, Dr. Sitanala,
Paninggilan Pembangunan 3, Husein Sastranegara 91,9
Raden Saleh, KH. Hasyim Ashari, Veteran, TMP Taruna, Daan Mogot, Dr. Sitanala, M.
Gaga Suryadarma 99,1
Cipto Mangunkusumo, Raden Patah, KH. Hasyim Ashari, Veteran, TMP Taruna, Dr.
Kunciran Indah Sitanala, HOS Cokroaminoto 73
Cipondoh HOS Cokroaminoto, KH. Hasyim Ashari, Veteran, TMP Taruna, Daan Mogot, Dr. Sitanala, 56,4
Makmur Cipto Mangunkusumo
KH. Hasyim Ashari, Veteran, TMP Taruna, Daan Mogot, Dr. Sitanala, KH. Mas Mansyur
Maulana Hasanudin, KH. Hasyim Ashari, Veteran, TMP Taruna, Daan Mogot, Dr. Sitanala,
Benteng Betawi

Pada Tabel 3 terlihat jarak tempuh pengangkutan yang paling dekat adalah pada Kelurahan Karang Sari, hal ini
dikarenakan masih berada dalam satu zona dengan lokasi TPA, yaitu Kecamatan Neglasari. Sedangkan jarak terjauh
ditempuh oleh armada Kelurahan Gaga, hal ini dikarenakan kelurahan tersebut berada di Kecamatan Larangan yang
memiliki jarak paling jauh dari lokasi TPA. Adanya perbedaan jarak tempuh yang lebih dari empat kali lipat ini
tentunya akan berpengaruh pada waktu kerja dan konsumsi BBM.

4.4 Kecepatan dan Waktu Layanan Pengangkutan Sampah

Dengan memperhatikan karakter wilayah kota, peneliti menggunakan asaumsi kecepatan rata-rata terhadap penelitian
yang sudah pernah dilakukan di Kota Surabaya, karena bila dilihat dari karakter wilayah perkotaannya mirip dengan
Kota Tangerang yang merupakan sama-sama termasuk kategori Kota Metropolitan. Kecepatan rata-rata dump truck
pengangkut sampah yang diperoleh yaitu sebesar 24 km/jam. Sementara waktu tempuh perjalanan pengangkutan
sampah yang didapat merupakan hasil dari persamaan (3) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Waktu pengangkutan sampah

Kelurahan Jarak (km) wroute (menit) wloading (menit) woff route (menit) wij (menit)

Tanah Tinggi 34,5 86 240 4,8 331
Gebang Raya 40,4 101 240 4,8 346
Karang Sari 24,1 60 240 4,8 305
Cimone 40,4 101 240 4,8 346
Gandasari 59,8 150 240 4,8 394
Cibodasari 50,9 127 240 4,8 372
Poris Gaga 49,3 123 240 4,8 368
Belendung 48,2 121 240 4,8 365
Karang Tengah 82,1 205 240 4,8 450
Paninggilan 91,9 230 240 4,8 475
Gaga 99,1 248 240 4,8 493
Kunciran Indah 73 183 240 4,8 427
Cipondoh Makmur 56,4 141 240 4,8 386

331

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Nilai wloading didapat dari waktu rata-rata proses muat sampah ke dalam dump truck sebesar 120 menit per ritase nya,
per hari ada 2 ritase maka didapatkan nilai sebesar 240 menit. Nilai woff route didapat dari faktor off route 0,01 dikali
jumlah jam kerja sehari 8 jam didapat nilai sebesar 4,8 menit. Berdasarkan nilai waktu yang ada, waktu proses muat
sampah ke dump truck terbilang cukup lama, hal ini dikarenakan proses muat dan pemadatan yang berlangsung masih
menggunakan tenaga manusia secara manual. Pada rata-rata dump truck membutuhkan waktu selama 120 menit
untuk memenuhi bak dump truck.

4.5 Tingkat Layanan Pengangkutan Sampah

Tingkat layanan pengangkutan sampah menunjukkan persentase pengangkutan sampah yang terlayani oleh dump
truck kelurahan, karena keterbatasan sarana dan waktu kerja maka potensi timbulan sampah per hari di tiap zona
kecamatan belum dapat terlayani sepenuhnya. Tabel 6 berikut menggambarkan persentase layanan pengangkutan
sampah saat ini.

Tabel 6. Tingkat layanan pengangkutan sampah di Kota Tangerang

Zona Jumlah Potensi Kapasitas Persentase
Penduduk Timbulan Angkut (m3) Layanan (%)
Tangerang Sampah (m3)
Periuk 155.045 115,2 24,77
Neglasari 136.220 465,135 72 17,62
Karawaci 116.323 408,66 100,8 28,89
Jatiuwung 185.685 348,969 230,4 41,36
Cibodas 104.944 557,055 100,8 27,44
Batuceper 150.596 314,832 115,2 19,12
Benda 90.899 451,788 100,8 36,96
Karang Tengah 79.105 272,697 72 30,34
Ciledug 109.875 237,315 100,8 30,58
Larangan 138.576 329,625 115,2 27,71
Pinang 145.124 415,728 115,2 26,46
Cipondoh 170.830 435,372 158,4 30,91
207.796 512,49 144 23,1
623,388

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis rute pengangkutan sampah di Kota Tangerang didapatkan pola sebaran layanan
pengangkutan sampah dengan perjalanan tunggal (single trip), dimana nilai total potensi timbulan sampah per hari
(demand) adalah sebesar 5.373,054 m3 atau setara dengan 1.423,859 ton, sedangkan kapasitas angkut dump truck
pelayanan kelurahan yang ada hanya mampu melayani sebesar 1.497,6 m3 atau setara dengan 396,9 ton.
Pengangkutan sampah yang terlayani dengan kondisi tersebut hanya sekitar 27,87%. Jarak tempuh pengangkutan
menjadi faktor penentu untuk lamanya waktu pengangkutan sampah, namun proses muat (loading) juga memerlukan
waktu yang cukup lama dikarenakan masih menggunakan tenaga manusia manual.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Pusbindiklatren Bappenas yang telah memberikan dukungan
pembiayaan penelitian sehingga makalah ini bisa diselesaikan.

REFERENSI
Ansusanto, J.D. (2009). “Perbandingan Beberapa Metode Trip Assignment (Pembebanan Perjalanan) Dalam
Pemodelan Transportasi Four Step Model.” Konferensi Nasional Teknik Sipil 3, 33-39.

Mahmudah, N., Parikesit, D., Malkhamah, S., dan Priyanto, S. (2011). “Pengembangan Metodologi Perencanaan
Transportasi Barang Regional.” Jurnal Transportasi, 11(3), 173-182.

Mahmudah, R.A., dan Herumurti, W. (2016). “Analisis Sistem Pengangkutan Sampah di Wilayah Surabaya Utara.”
Jurnal Teknik ITS, 5(2), 103-108.

Southworth, F. (2003). “Freight Transportation Planning: Models and Methods.” Transportation Systems Planning,
CRC Press LLC, Boca Raton, New York, Washington D.C.

332

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Evaluasi Fungsi Ekologis Ruang Terbuka Hijau pada
Jalur Hijau Jalan di Jalan Khatib Sulaiman Kota Padang

Yosritzal, M. R. Nugraha*

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Kegiatan konstruksi di Kota Padang setiap tahun selalu mengalami peningkatan, namun kegiatan konstruksi tidak hanya
membangun infrastruktur yang megah akan tetapi juga perlu mempertimbangkan dampak lingkungannya, diantranya
ketersediaan jalur hijau jalan. Ketersediaan jalur hijau jalan dapat memberikan kualitas udara yang lebih baik bagi pengguna
jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi fungsi ekologis jalur hijau jalan pada ruas jalan di pusat Kota Padang apakah
ketersediaan jalur hijau jalan sudah memperhatikan fungsi ekologis tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif menggunakan
parameter kuantitatif dengan metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang dilaksanakan pada Khatib Sulaiman.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Jalan Khatib Sulaiman memperoleh nilai sangat baik untuk fungsi pengarah, kontrol
bunyi, kontrol polusi dan kontrol angin dengan persentase dan kategori masing-masing fungsi yaitu 80,6% dengan kategori
sangat baik, 77,8% dengan kategori baik, 85,4%, dengan sangat baik, 84,6% dengan kategori sangat baik, dan 81,3% dengan
kategori sangat baik. Sedangkan untuk fungsi pembatas panjang jalan Khatib Sulaiman memperoleh nilai 77,8% dengan kategori
baik dan pada fungsi kontrol cahaya dengan persentase nilai 52,1% dengan kategori buruk.

Kata kunci: Jalur hijau jalan, Fungsi ekologis.

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kota Padang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat bertujuan untuk menjadi kota modern memegang
peranan yang penting dalam bidang pemerintahan, pendidikan, industri, perekonomian, pariwisata, dan juga sebagai
kota pelabuhan di pantai barat Sumatera. Pembangunan infrastruktur secara masif dilakukan Pemerintah Kota Padang
agar tujuan tersebut dapat terwujud. Memiliki luas daerah sebesar 694,93 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun
2018 menurut BPS tercatat sebanyak 939.112 jiwa. Hal ini menjadikan Kota Padang menjadi kota dengan penduduk
terpadat di Sumatera Barat dimana jumlah penduduk Kota Padang terus meningkat setiap tahunnya, agar kebutuhan
ekonomi masyarakat dapat terpenuhi, maka kegiatan pembangunan di bidang konstruksi menjadi hal yang tidak bisa
dihindarkan agar hal tersebut dapat terpenuhi.

Berbagai aktivitas pembangunanpun dilakukan di berbagai sektor seperti: membangun pemukiman penduduk;
penambahan ruas jalan dan panjang jalan; pembangunan pusat perbelanjaan, pusat pendidikan dan kesehatan;
perbaikan infrastruktur, dan pembangunan gedung perkantoran lainnya. Kegiatan konstruksi ini tentunya
membutuhkan pembukaan lahan yang mana ini dapat menyebabkan berkurangnya kawasan ruang terbuka hijau
(selanjutnya disingkat RTH). Dysans (2008) mengungkapkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan akibat
pelaksanaan proyek yang paling berpengaruh terhadap lingkungan yaitu, timbulnya polusi udara, pengotoran jalan,
kerusakan pada kontruksi jalan, terganggunya kenyamanan pengguna jalan, hingga properti, peralatan dan fasilitas
yang cepat kotor. Polusi udara berada pada urutan pertama dampak negatif pembangunan proyek, sehingga ini tentu
menyebabkan ketidaknyamanan masyarakat. Kesuma (2017) menyatakan bahwa jumlah luas ketersediaan RTH di
kota Padang seluas 2463,62 Ha atau berdasarkan persentase sebesar 3,54% dimana artinya ketersediaan RTH di Kota
Padang belum mencukupi syarat semestinya yang di tentukan Pemerintah dari luas wilayah Kota Padang.

Jalan Khatib Sulaiman yang memiliki panjang ± 2,6 km sebagai salah satu jalan utama di pusat Kota Padang berguna
sebagai pusat aktifitas pemerintahan, perkantoran, area pemukiman, rumah sakit, bank, tempat perbelanjaaan, tempat
makan, mal, kawasan pendidikan dan sirkulasi. Semenjak tanggal 20 Januari 2019 di Jalan Khatib Sulaiman
diberlakukan car free day yang mana dengan adanya kegiatan ini menjadikan Jalan Khatib Suliman menjadi jalan
yang cukup banyak dilalui oleh masyarakat. Pemerintah Kota Padang dalam Peraturan Daerah Kota Padang tahun
2017 tentang Ruang Terbuka Hijau menyatakan bahwa luas RTH paling sedikit sebesar 30% dari luas wilayah kota
yang terdiri dari RTH publik paling sedikit 20% dan RTH privat paling sedikit 10%. Dengan adanya peraturan

333

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

mengenai pengadaan RTH ini diharapkan pembangunan infrastruktur yang dikerjakan di Kota Padang dapat
dilaksanakan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, untuk
mengkaji lebih jauh mengenai pelaksanaanya di lapangan, maka penulis tertarik untuk mengevaluasi RTH dalam hal
ini pada jalur hijau di kawasan Kota Padang.

1.2 Kerangka Penelitian

Gambar 1. Bagan alir rencana kerja

2 STUDI PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau atau disebut juga dengan RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang
penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja
ditanam (Dirjen Penataan Ruang, 2008). Tujuan penyelenggaraan RTH adalah

a) Menjaga Ketersiediaan Lahan Sebagai Kawasan Resapan Air;
b) Menciptakan Aspek Planoligis Perkotaan Melalui Keseimbangan Antar Lingkungan
c) Meningkatkan Keserasian Lingkungan Perkotaan Sebagai Sarana Pengaman Lingkungan Perkotaan Yang

Aman, Nyaman, Segar, Indah Dan Bersih.

2.2 Jalur Hijau
Jalur hijau adalah pemisah fisik daerah perkotaan dan pedesaan yang berupa zona bebas bangunan atau ruang terbuka
hijau yang berada di sekeliling luar kawasan perkotaan atau daerah pusat aktifitas/ kegiatan yang menimbulkan polusi
(Anggraeni, 2005). Jalur hijau memiliki unsur utama berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi sebagai
pembersih atmosfir dengan menyerap polutan yang berupa gas dan partikel melalui daunnya. Vegetasi berfungsi
sebagai filter hidup yang menurunkan tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi dan atau

334

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

mengatur metabolisme di udara sehingga kualitas udara dapat meningkat dengan pelepasan oksigen di udara
(Shannigrahi et al.2003).

2.3 Kriteria Fungsi Ekologis
Fungsi ekologis jalur hijau jalan diantaranya fungsi pengarah, pembatas pandang, kontrol bunyi, kontrol cahaya,
kontrol polusi, dan kontrol angin. Dalam menentukan fungsi ekologis terdapat kriteria yang harus dipenuhi, yang
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria penilaian fungsi ekologis jalan

Fungsi Kriteria Nilai
1-4
1. Perdu 3m, pohon dengan tinggi>5m 1-4
1-4
Pengarah 2. Jarak tanam rapat 12
1-4
3. Ditanam berbaris atau membentuk massa 1-4
1-4
Nilai Maksimum 12
1-4
1. Perdu/semak bermassa daun padat 1-4
8
Pembatas Pandang 2. Ditanam berbaris atau membentuk massa 1-4
1-4
3. Jarak tanam rapat 8
1-4
Nilai Maksimum 1-4
1-4
Kontrol Bunyi 1. Kepadatan tajuk 1-4
2. Pohon, perdu, atau semak bermassa daun padat 1-4
20
Nilai Maksimum 1-4
1-4
Kontrol Cahaya 1. Pohon/perdu bermassa daun padat 1-4
2. Ditanam rapat ketinggian 1,5 m 1-4
16
Nilai Maksimum

1. Kepadatan tajuk

2. Kombinasi tanaman

Kontrol Polusi 3. Ketipisan daun

4. Bermassa daun padat

5. Jarak tanam rapat

Nilai Maksimum

1. Perdu 3m, pohon dengan tinggi >5m

Kontrol Angin 2. Bermassa daun padat
3. Ditanam berbaris atau membentuk massa

4. Jarak tanam rapat

Nilai Maksimum

Sumber: Peraturan Menteri PU (2012), Rizka (2009), Aji (2018)

dimana nilai 1 : kategori buruk, nilai 2: kategori sedang, nilai 3: kategori baik, nilai 4: kategori sangat baik.

2.4 Segmen Jalan

Penelitian dilakukan di Jalan Khatib Sulaiman, Padang, Sumatera Barat yang mana berawal pada Jalan Raden Saleh
dan berakhir pada Jalan S. Parman. Jalan Khatib Sulaiman memiliki panjang ± 2,6 km yang dibagi atas empat segmen
diantaranya:

a) Segmen 1: Jl. Raden Saleh - Jl. Belanti Raya

b) Segmen 2: Jl. Belanti Raya - Jl. Pramuka Raya

c) Segmen 3: Jl. Pramuka Raya - Jl. Jhoni Anwar
d) Segmen 4: Jl. Jhoni Anwar – Jl. S. Parman

3 HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dilakukan dengan metoda survey dimana penilaian dilakukan oleh tiga orang penilai kemudian
tiap-tiap penilai melakukan penilaian berdasarkan pengamatan masing-masing. Nilai dari ketiga penilai tersebut
kemudian dijumlahkan lalu didapat nilai rata-ratanya.

335

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

3.1 Hasil Penelitian

Dari Penelitian yang telah dilakukan pada ruas Jalan Khatib Sulaiman maka diperoleh hasil dari fungsi pengarah,
pembatas pandang, kontrol bunyi, kontrol cahaya, kontrol polusi dan kontrol angin yang dapat dilihat pada tabel 2
dibawah.

Tabel 2. Tabel total rata-rata nilai fungsi ekologis RTH pada Jalan Khatib Sulaiman

Fungsi

Nama Segmen Pengarah Pembatas Kontrol Kontrol Kontrol Polusi Kontrol Angin
Jalan Pandang Bunyi Cahaya

1231231212123451234

1 3,7 3,0 3,0 3,3 3,0 3,0 3,7 3,3 1,3 2,3 3,7 3,3 3,7 3,3 3,0 3,7 3,3 3,0 3,0

Khatib 2 3,7 3,0 2,7 4,0 2,7 3,0 4,0 4,0 1,3 2,3 4,0 3,7 3,7 4,0 3,0 3,7 4,0 2,7 3,0
Sulaiman 3 3,7 2,3 3,3 3,0 3,3 2,3 3,3 3,0 1,3 2,3 3,3 3,7 4,0 3,0 2,3 3,7 3,0 3,3 2,3

4 3,7 3,3 3,3 3,0 3,3 3,3 3,0 3,0 3,0 2,7 3,0 2,7 4,0 3,0 3,3 3,7 3,0 3,3 3,3

Dari Tabel 1 di atas maka didapatkan hasil total rata-rata nilai fungsional ekologis RTH pada Jalan Khatib Sulaiman
yang ditampilkan dalam bentuk diagram dalam gambar 2 dibawah ini. Berdasarkan gambar 2, untuk Fungsi Pengarah
Jalan Khatib Sulaiman mendapatkan nilai sebesar 80,6% yang mana termasuk kategori sangat baik. Untuk fungsi
pembatas pandang Jalan Khatib Sulaiman mendapatkan nilai sebesar 77,8% yang mana termasuk kategori baik.
Untuk kontrol bunyi pandang Jalan Khatib Sulaiman mendapatkan nilai sebesar 85,4% yang mana termasuk kategori
sangat baik. Untuk fungsi kontrol cahaya Jalan Khatib Sulaiman hanya mendapatkan nilai sebesar 52,1% yang mana
termasuk kategori sansedang. Untuk fungsi kontrol polusi Jalan Khatib Sulaiman mendapatkan nilai sebesar 84,6%
yang mana termasuk kategori sangat baik. Untuk fungsi kontrol angin Jalan Khatib Sulaiman mendapatkan nilai
sebesar 81,3% yang mana termasuk kategori sangat baik.

90.0% 85.4% 84.6% 81.3%
80.0% 80.6% 77.8%
70.0%
60.0% 52.1%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%

Khatib Sulaiman

Pengarah Pembatas Pandang Kontrol bunyi
Kontrol cahaya
Kontrol Polusi Kontrol Angin

Gambar 2. Diagram total rata-rata nilai fungsi ekologis RTH pada Jalan Khatib Sulaiman.

3.2 Rekomendasi

Berdasarkan Penelitian yang sudah dilaksanakan pada umumnya Jalan Khatib Sulaiman dapat dikatakan memiliki
jalur hijau jalan dengan fungsi ekologis yang dalam kondisi baik, namun masih ada beberapa peningkatan kecil yang
perlu dilakukan agar fungsi jalur hijau pada jalan ini dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi. Adapun
peningkatan yang dapat dilakukan diantaranya pemeliharaan tanaman perdu pada median jalan, dan menambah
beberapa tanaman perdu pada sisi samping jalan serta penanaman vegtasi secara berjajar dan membentuk baris. Untuk
lebih jelasnya, rekomendasi jalan dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4.

336

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 3. Rekomendasi desain Jalan Khatib Sulaiman

Gambar 4. Rekomendasi desain Jalan Khatib Sulaiman tampak atas

4 KESIMPULAN
Dari hasil evaluasi fungsi ekologis jalur hijau jalan di Jalan Khatib Sulaiman Kota Padang dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a) Jalur hijau yang mana merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau memiliki fungsi dalam pelaksanaan tata

kota selain sebagai paru-paru kota, estetika, juga memiliki fungsi ekologis.
b) Jalan Khatib Sulaiman dalam penelitian ini memiliki penerapan jalur hijau yang baik, dimana pada penelitian

kali ini mendapatkan kategori sangat baik pada empat jenis penilaian diantaranya pada fungsi pengarah, kontrol
bunyi, kontrol polusi, dan kontrol angin.
c) Penerapan jalur hijau jalan di kawasan penelitian masih harus dilakukan peningkatan kualitas seperti
penambahan perdu dan pemeliharaan perdu serta pemeliharaan pohon, terutama pohon yang berukuran besar
dan mengganggu aktifitas di sepanjang jalan sehingga vegetasi di sepanjang ruas jalan berjalan lebih baik dan
mampu menjalankan fungsinya.

337

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

REFERENSI
Aji, D. A., Sulistyantara, B. (2018). “Evaluasi Potensi Fungsi Tanaman Sebagai Penyerap Polutan Gas CO2 pada
Lanskap Jalan Regional Ring Road Kota Bogor”. Skripsi. Faculty of Agriculture, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anggraeni, Mustika. (2005). “Green Belt dan Hubungannya dengan Kualitas Hidup Masyarakat di Perkotaan”.
Makalah Biologi Lingkungan. Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

BPS. (2018). Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kota Padang 2016 – 2018. Badan Pusat Statistik,
Padang, Indonesia

BPS. (2018). Luas Daerah Menurut Kecamatan 2010 – 2018. Badan Pusat Statistik, Padang, Indonesia.

Direktorat Jendral Penataan Ruang. (2008). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 Tentang
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta, Indonesia.

Dysans, Bob. (2008). “Identifikasi dan Upaya Pengendalian Dampak Negatif Tahap Pelaksanaan Pembangunan
Proyek Konstruksi Gedung Bertingkat Terhadap Lingkungan di Sekitarnya (Studi Kasus: Proyek Blok M Square)”.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknik, Universitas Andalas, Padang.

Pemerintah Kota Padang. (2017). Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Ruang Terbuka
Hijau. Dewan Perwakilan Rakyat Kota Padang, Padang, Indonesia.

Departemen Pekerjaan Umum. (2012). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 05 Tahun 2012
tentang Pedoman Penanaman Pohon pada Sistem Jaringan Jalan. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.

Rizka, Jania. (2009). “Evaluasi Tata Jalu Hijau Jalan Kota Pekanbaru”. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Shannigrahi, A.S., T. Fukushima, and R.C. Sharma. (2003). “Air Pollution Control by Optimal Green Belt
Development around The Vicrroria Memorial Monument, Kalkata (India)”. Journal. Environtment Studies, Vol.60,
241-249.

338

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Pemetaan Banjir dengan Model RRI (Rainfall-Runoff Inundation) di Sub DAS
Karang Mumus Provinsi Kalimantan Timur

R. Perdana1*, F. Nurrochmad2, Karlina2

1 Mahasiswa Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
2 Pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Sub DAS Karang Mumus selalu mengalami banjir setiap tahunnya. Salah satu upaya untuk mitigasi risiko banjir secara non-
struktural yang dapat dilakukan adalah pemetaan banjir. Pemetaan banjir dapat dilakukan menggunakan beberapa pendekatan
model untuk menentukan area genangan banjir salah satunya yaitu dengan model RRI (Rainfall-Runoff Inundation). Studi ini
bertujuan untuk membuat peta genangan banjir dan mengetahui seberapa baik model RRI dalam mensimulasikan genangan
banjir. Penelitian ini menggunakan model RRI untuk pemetaan genangan banjir yang terjadi pada tanggal 9 Juni 2019 di Sub
DAS Karang Mumus. Data masukan yang digunakan dalam simulasi diantaranya data Digital Elevation Model (DEM) SRTM
1-Arc Second dari USGS, data curah hujan harian dari 5 (lima) stasiun hujan, data jenis tanah dari FAO, dan data kedalaman
genangan banjir dari BWS Kalimantan III. Hasil analisis disampaikan dalam bentuk peta banjir model RRI dan divalidasi dengan
data kedalaman genangan banjir pengamatan. Hasil simulasi model RRI menunjukkan kesesuaian cukup baik berdasarkan grafik
hubungan kedalaman banjir model dan data kedalaman banjir terukur dengan R2 sebesar 0,75. Walaupun demikian, kedalaman
genangan di beberapa lokasi belum sesuai dengan data kedalaman pengukuran sehingga perlu dilakukan penyesuaian-
penyesuaian parameter.

Kata kunci: Mitigasi Bencana, Genangan Banjir, Pemodelan Banjir.

1 PENDAHULUAN

Kota Samarinda selalu menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Berdasarkan Profil Banjir Samarinda oleh Balai
Wilayah Sungai Kalimantan III tahun 2019, banjir besar terjadi pada tanggal 9 Juni 2019 akibat intensitas curah hujan
yang tinggi sebesar 140 mm dengan durasi hujan 8 jam dan tingginya muka air Sungai Karang Mumus karena kondisi
sungai sedang pasang. Hal ini menyebabkan kapasitas saluran Sungai Karang Mumus tidak dapat menampung debit
air yang masuk ke sungai dan meluap keluar badan sungai. Banjir terjadi pada tanggal 9 Juni 2019 menimbulkan
dampak kerugian, terendamnya sarana dan prasarana umum, maupun korban jiwa, dengan luas genangan banjir
seluas 10,867 km2 itu yang terdampak 12,366 kk yang berjumlah 36,472 orang. Banjir yang sering terjadi di
Samarinda perlu diantisipasi dengan mitigasi bencana.

Untuk menganggulangi kerusakan dari dampak banjir, maka dilakukan tindakan penanggulangan atau pengendalian
banjir. Tindakan penanggulangan akibat kerusakan banjir dapat berupa pengendalian stuktural maupun non-
struktural. Salah satu upaya penanggulangan banjir secara non-struktural yang berkembang terkait banjir adalah
pemetaan bahaya banjir dalam memperkirakan banjir dan peringatan dini bahaya banjir (Nastiti et al., 2015).
Pemetaan bahaya banjir ini bisa menggunakan beberapa pendekatan model, salah satu diantaranya menggunakan
Model RRI (Rainfall-Runoff Inundation) untuk memperkirakan luas dan kedalaman genangan banjir.

Model RRI merupakan pemodelan yang dapat mensimulasikan limpasan permukaan dan genangan banjir. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menguji penggunaan model RRI untuk mensimulasikan banjir di beberapa DAS.
Nastiti et al. (2015) menggunakan model RRI untuk mensimulasikan genangan banjir di hulu DAS Citarum, Jawa
Barat. Hasil simulasi banjir di hulu DAS Citarum tersebut menunjukkan kesesuaian antara genangan banjir dengan
data terukur. Walaupun demikian, masih banyak ketidakpastian antara debit yang diamati dan parameter sungai
dikarenakan tidak tersedia data curah hujan terukur dan data cross section sungai. Selain itu, Bhagabati dan
Kawasaki, (2017) juga telah melakukan pemodelan banjir menggunakan model RRI di DAS Bago, Myanmar. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan kesesuaian yang baik dengan data yang diamati, meskipun hasil luas genangan yang
disimulasikan masih menunjukkan ketidaksesuaian karena kurang data stasiun curah hujan pengamatan. Dari
beberapa penelitian tersebut, model RRI sudah bisa mensimulasikan banjir di daerah penelitian. Oleh karena itu,
penelitian ini menggunakan model RRI untuk mensimulasikan genangan banjir di Sub DAS Karang Mumus.

339

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan di Sub DAS Karang Mumus yang terletak di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan
Timur. Secara geografis Sub DAS Karang Mumus terletak pada koordinat 0°15’06,7’’- 0°30’33,4’’ LS dan
117°7’19,2’’ - 117°19’43,7’’ BT. Sub DAS Karang Mumus memiliki luas daerah tangkapan seluas 321,6 km2.
Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Data Curah Hujan

Stasiun Curah Hujan

Curah Hujan (mm)

Waktu Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
Pampang Sei Tanah Temindung Lempake
2019/06/08 Siring Merah
2019/06/09 3,50 2,57
2019/06/10 2,57 1,5 2,70 60,70 73,00
2,00 2.47
78,40 75,00 140,20

2,47 3,50 1,90

Gambar 1 Lokasi penelitian

3 METODE PENELITIAN

3.1 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Curah hujan harian tanggal 8-10 Juni 2019, diperoleh dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III yang

terdiri dari 5 (lima) stasiun curah hujan yaitu Stasiun Pampang, Stasiun Sei Siring, Stasiun Tanah Merah, Stasiun
Temindung, Stasiun Lempake (Gambar 1) dan (Tabel 1). Pemilihan curah hujan tanggal 8 Juni 2019 pada
penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi hujan sebelum tanggal 9 Juni 2019, sedangkan curah
hujan tanggal 10 Juni 2019 digunakan agar hasil simulasi genangan banjir pada tanggal 9 Juni dapat dilihat dalam
rentang waktu 24 jam.
b) Banjir tangal 9 Juni 2019 Kota Samarinda berisikan informasi lokasi dan kedalaman banjir, diperoleh dari Balai
Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Samarinda,
c) Peta Topografi berupa data DEM SRTM 1 Arc-Second, diperoleh dari United State Geological Survey (USGS)
yang dapat diakses melalui: https://earthexplorer.usgs.gov/ (Gambar 2),
d) Peta Jenis Tanah, diperoleh dari Food and Agriculture Organization (FAO) yang dapat diakses melalui:
http://www.fao.org/geonetwork/, dengan format data berbentuk Shapefile (.shp) (Gambar 3),
e) Peta RBI Samarinda skala 1:50.000 lembar 1915-41, 1915-42, 1915-13 dan 1915-14, diperoleh dari Badan
Informasi Geospasial (BIG) yang dapat diakses melalui: https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web, dengan
format data berbentuk (.jpg),
f) Peta Administrasi Kota Samarinda, diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG) yang dapat diakses melalui:
https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web, dengan format data berbentuk Shapefile (.shp).

340

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 2 Data DEM Gambar 3 Peta Jenis Tanah

3.2 Analisis Curah Hujan

Analisis curah hujan merupakan analisis untuk mengetahui curah hujan rata-rata DAS. Perhitungan curah hujan rata-
rata pada penelitian ini menggunakan metode polygon Thiessen yang merujuk pada Brotowiryatmo (2000).

3.3 Analisis Topografi

Analisis topografi digunakan dalam mengolah data spasial berupa data Digitasi Elevation Model (DEM) menjadi
Flow direction (DIR) dan Flow Accumulation (ACC). Menurut Wijatmiko et al. (2016) tahapan dalam pengolahan
data topografi menggunakan software ArcGIS Desktop 10 adalah sebagai berikut:

a) Mengkoreksi data DEM, dengan analyst tools – hydrology – fill,
b) Spatial analyst tool – hydrology – flow direction,

c) Spatial analyst tool – hydrology – flow accumulation.

3.4 Analisis Jenis Tanah

Secara fisik terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi infiltrasi diantaranya jenis tanah, kepadatan tanah,
kelembaban tanah dan tanaman di atasnya, laju infiltrasi pada tanah semakin lama semakin kecil karena kelembaban
tanah juga mengalami peningkatan (Brotowiryatmo, 2000) dalam (Darmawan et al., 2017). Infiltrasi pada model RRI
menggunakan metode Green-Ampt sesuai dengan Persamaan (1) (Sayama et al., 2012). Sedangkan untuk parameter
jenis tanah Green-Ampt disajikan pada Tabel 2.

= [1 + ( − ) ] (1)


Dimana f adalah nilai infiltrasi, adalah konduktivitas hidrolik, adalah porositas tanah, adalah volume air
awal, adalah suction head, F adalah kedalaman infiltrasi kumulatif.

Tabel 2. Parameter Jenis Tanah Green-Ampt

Kelas Tekstur Tanah Kv (m/s) Φ (gamma) Sf (m)
Sandy clay loam 8,33E-07 0,398 0,2185
Clay loam 5,56E-07 0,464 0,2088
Clay 1,67E-07 0,475 0,3163

Sumber: (Sayama, 2017).

3.5 Model Rainfall-Runoff Inundation (RRI)

Model RRI (Rainfall-Runoff Inundation) adalah model 2D yang dapat mensimulasikan limpasan permukaan dan
aliran banjir secara bersamaan (Sayama et al, 2012). Aliran pada sel-sel grid lereng adalah dihitung dengan model
gelombang difusi 2D, sedangkan aliran saluran dihitung dengan model gelombang difusi 1D (Nastiti et al, 2015).
Skema diagram model RRI disajikan pada Gambar 4.

341

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 4 Skema Diagram Model RRI (Sayama, 2017)

Data cross section sungai di Sub DAS Karang Mumus tidak tersedia. Pada penelitian ini nilai set parameter cross
section sungai menggunakan nilai default dari model RRI. Nilai set parameter default cross section sungai
menggunakan Persamaan (2) dan Persamaan (3) berikut:

= 5 0.35 (2)

= 0.95 0.2 (3)

dimana A adalah luas area DAS (km2), W adalah lebar sungai (m), dan D adalah kedalaman sungai (m).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan data (Gambar 2) menggunakan software ArcGIS Desktop 10 di Sub DAS Karang Mumus disajikan
pada Gambar 5. Hasil pengolahan data DEM ke data flow direction (DIR) dan flow accumulation (ACC) tersebut
kemudian digunakan sebagai data masukan model RRI untuk mensimulasikan genangan banjir.

(a) (b)

Gambar 5 (a). DIR, (b). ACC Hasil Pengolahan Data DEM

Kelebihan model RRI dalam mensimulasikan genangan banjir yaitu penggunaan model cukup mudah dan hasil
genangan banjir yang terjadi langsung dapat terlihat. Akan tetapi, ada keterbatasan dalam penggunaan model RRI
yaitu model RRI memerlukan processor komputer atau laptop dengan spesifikasi yang baik untuk mensimulasikan
genangan banjir, memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses run model untuk menghasilkan genangan banjir,
dan kesesuaian hasil genangan banjir dipengaruhi oleh kelengkapan data serta kesesuaian nilai parameter dalam
model.

Penggunaan model RRI pada penelitian ini telah dilakukan dan menghasilkan luas area genangan banjir dan
kedalaman genangan banjir pada tanggal 9 Juni 2019 di Sub DAS Karang Mumus. Hasil debit banjir puncak
menggunakan model RRI pada tanggal 9 Juni 2019 didapatkan hasil debit banjir sebesar 74,37 m3/detik. Hasil
simulasi banjir menggunakan model RRI disajikan Tabel 3.

342

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Tabel 3. Hasil Genangan Banjir Model RRI

Lokasi Data Terukur Hasil Simulasi Luas Genangan Banjir (m)
Kedalaman Banjir (m) Kedalaman Banjir (m) 29,041
Desa Muang 0,75 0,76 16,841
Perumahan Bengkuring 1,00 0,90 23,685
Jl. Batu Cermin 1,10 1,12
Desa Bayur 0,70 0,64
Gunung Kapur 0,95 0,83
Jl. Kebon Agung Lempake 0,98 0,54
Jl. Pramuka 0,45 0,33
Jl. AWS. Syahrani 0,50 0,22
Jl. Dr. Soetomo 0,40 0,22
Jl. Ruhui Rahayu 0,50 0,18
Jl. D.I. Panjaitan 0,90 0,72
Jl. Mugirejo 0,78 0,65
Jl. Daman Huri 0,56 0,44
Jl. Gerilya 0,30 0,37
Jl. Gunung Lingai 0,75 0,45

Tabel 3 menunjukkan hasil simulasi genangan banjir menggunakan model RRI. Hasil tersebut menunjukkan masih
ada beberapa lokasi genangan yang kedalaman genangan banjir hasil simulasi belum sesuai dengan data kedalaman
genangan terukur. Lokasi kedalaman genangan yang belum diantaranya Jl. AW. Syahrani, Jl. DR. Seotomo, dan Jl.
Ruhui Rahayu. Selain itu, dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) kecamatan di Kota Samarinda yang
terdampak oleh banjir tanggal 9 Juni 2019 meliputi Kecamatan Samarinda Utara dengan luas genangan banjir sebesar
29,04 km2, Kecamatan Samarinda Ulu dengan luas genangan banjir sebesar 16,84 km2, dan Kecamatan Sungai Pinang
dengan luas genangan banjir sebesar 23,69 km2.

Hasil kedalaman genangan banjir menggunakan model RRI tersebut divalidasi ketelitiannya terhadap data kedalaman
genangan banjir terukur dengan membuat grafik hubungan antara data kedalaman banjir terukur dan hasil kedalaman
banjir model. Grafik hubungan kedalaman genangan banjir terukur dan kedalaman genangan banjir model disajikan
pada Gambar 6.

Kedalaman Genangan Model (m) 1.20

R² = 0.7485

1.00

0.80

0.60

0.40

0.20

0.00
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20
Kedalaman Genangan Terukur (m)

Gambar 6. Hubungan Kedalaman Banjir Terukur dan Kedalaman Banjir Model

Dari Gambar 6 di atas, bahwa grafik hubungan antara data kedalaman banjir terukur dan kedalaman banjir model
menunjukkan ketelitian yang cukup baik penggunaan model RRI dalam mensimulasikan genangan banjir di Sub
DAS Karang Mumus dengan nilai R2 sebesar 0,75. Dalam penelitian ini, pengujian ketelitian hasil model RRI hanya
dilakukan terhadap data kedalaman genangan banjir, sedangkan pengujian terhadap debit banjir tidak dilakukan
karena data tersebut tidak tersedia. Peta genangan banjir dari hasil penggunaan model RRI di Sub DAS Karang
Mumus disajikan pada Gambar 7.

343

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 7. Peta Sebaran Banjir

Dari peta banjir hasil penggunaan model RRI pada Gambar 7 di atas, bahwa genangan banjir 9 Juni 2019 membuat
beberapa sarana dan prasarana yang ada di Sub DAS Karang Mumus tergenang meliputi pemukiman, area
persawahan, jalan raya, rumah ibadah dan beberapa fasilitas lainnya. Hal ini akan berdampak pada terganggunya
aktifitas masyarakat dan berdampak pada kerugian baik secara materil maupun non-materiil.

5 KESIMPULAN
Sub DAS Karang Mumus setiap tahun selalu mengalami banjir, sehingga sebagai salah satu upaya mitigasi risiko
banjir dilakukan pemetaan banjir menggunakan model RRI. Peta genangan banjir hasil dari penggunaan model RRI
tanggal 9 Juni 2019 menunjukkan luas area dan kedalaman genangan banjir yang menggenangi beberapa fasilitas
sarana dan prasarana umum. Selain itu, penggunaan model RRI dalam mensimulasikan genangan banjir
menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari grafik hubungan kedalaman banjir model dan data kedalaman banjir
pengukuran dengan nilai R2 sebesar 0,75. Walaupun demikian, kedalaman genangan banjir di beberapa lokasi belum
sesuai dengan data kedalaman genangan banjir pengukuran sehingga perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian
parameter seperti cross section sungai untuk penggunaan model RRI selanjutnya.

REFERENSI
Bhagabati, S. S., and Kawasaki, A. (2017). “Consideration of the rainfall-runoff-inundation (RRI) model for flood
mapping in a deltaic area of myanmar”. Hydrological Research Letters, 11(3), 155–160.

Darmawan, K., Hani’ah, and Suprayogi, A. (2017). “Analisis Tingkat Kerawanan Banjir Di Kabupaten Sampang
Menggunakan Metode Overlay Dengan Scoring Berbasis Sistem Informasi Geografis”. Jurnal Geodesi Undip, 6(1),
31–40.

Nastiti, K. D., Kim, Y., Jung, K., and An, H. (2015). “The application of Rainfall-Runoff-Inundation (RRI) model
for inundation case in upper Citarum Watershed, West Java-Indonesia”. Procedia Engineering, 125(December),
166–172.

Sayama, T. (2017). Rainfall-Runoff-Inundation ( RRI ) Model version 1.4.2. Kyoto University, Japan.

Sayama, T., Ozawa, G., Kawakami, T., Nabesaka, S., and Fukami, K. (2012). “Rainfall-Runoff-Inundation Analysis
of the 2010 Pakistan Flood in the Kabul River Basin”. Hydrological Sciences Journal, 57(2), 298–312.

Brotowiryatmo, S. H. (2000). Analisis Hidrologi, Nafiri Offset,Yogyakarta, Indonesia.

Wijatmiko, I., Anwar, M. R., dan Amrullah, U. (2016). “Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam
Perhitungan Debit Limpasan Di DAS Kamoning Kabupaten Sampang”. Rekayasa Sipil, 10(2), 82–98.

344

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Road Traffic Forecasting in terms of Saturation Degree Using Route Selection:
A Case Study of Probolinggo – Banyuwangi Toll Road

G. J. Velantika, A. S. B. Nugroho*, I. Muthohar

Civil and Environmental Engineering Department, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

ABSTRACT

The Probolinggo-Banyuwangi toll road is part of the Indonesian Trans-Java toll road. It is designed to connect Probolinggo and
Banyuwangi, crosses three districts in East Java: Probolinggo District, Situbondo District, and Banyuwangi District. However,
providing a toll road definitely will affect the existing main road, which further requires a feasibility study. This paper studies
traffic forecasting of the planned Probolinggo-Banyuwangi toll-road. Traffic growth and route selection are considered in the
analysis. Traffic forecasting, up to the next 35 years according to its concession period, is then conducted. The forecast predicts
vehicle movement under some required parameters due to the operation of the planned Probolinggo-Banyuwangi toll-road using
a quantitative approach of the Smock cost-flow curve formula. Data computation refers to the 2014 Indonesian Road Capacity
Guidelines. Finally, the study shows the percentage of vehicle movement from the current main road to the planned toll road.
The result indicates that the existing main road's volume-capacity ratio would be reduced by 50% when the toll road starts
operating.

Keywords: Route Selection, Degree of Saturation, Toll Road, Existing Road.

1 INTRODUCTION

In recent years, toll roads have become overgrowing in many countries worldwide; their number and length increase
significantly (Dombalyan et al., 2017). Toll road supports connectivity among regions to develop the economy in a
nation. The supply of toll road capacities is still considered one of the most effective alternatives to answer
transportation problem issues (Choi et al., 2004). It also alleviates the traffic flow in the business area, improves the
distribution of goods and services, and provides equity development among regions (Berawi, 2017). Despite its
contribution to national economic growth, the road infrastructure sector still lacks quantity and quality. Spatial
planning and transport system network management is necessary to encourage the strategic development of toll roads
in a nation (Berawi et al., 2016).

The planned Probolinggo-Banyuwangi toll road is part of the Trans-Java Toll Road. It expects to play an integral
role in the East Java Road System. It will connect Probolinggo and Banyuwangi and cross three East Java districts
(Ministry of National Development Planning, 2019). The project requires 17 trillion rupiahs or equal to US$ 1,718
million for about 163 km of highway construction. However, it is necessary to provide a feasibility report to support
the project's economic significance. The feasibility stage in a project is preceded by forecasting demand to estimate
the project's lifecycle cost (Husin et al., 2015). Hence, this paper attempts to provide traffic forecasting for the whole
section of the planned Probolinggo-Banyuwangi toll road using route selection prediction.

Road traffic forecasting is described as predicting the future traffic volume of road infrastructures. In fact, choosing
a route is a complex task, especially since road capacity is limited, and road users non-cooperatively optimize their
trip (Knorr et al., 2014). Route selection is a daily decision for drivers or travelers under variable traffic conditions
(Levinson & Zhu, 2013). It describes travelers or drivers who will utilize transportation mode infrastructure within
specific time intervals (Kolidakis et al., 2019). It is necessary to recognize the traveler or driver's route selection
alongside highly saturated road networks. Generally, when congestion increases, users will attempt to find out
different options for reaching their destination, especially in terms of rerouting (Rinaldi et al., 2017). It assumes that
road users try to travel with minimum travel cost. In a highly congested road, they will cross any other alternatives
by considering many factors such as travel time, monetary costs (petrol, tolls, maintenance cost), travel distance, and
the others (Henn & Ottomanelli, 2006). In the concept of route selection, among the factors affecting the perceived
trip quality, 'travel time' has founded to be the most important one (Knorr et al., 2014). Route selection models help
analyze and understand the traveler's behavior and constitute an essential part of the traffic assignment model (Prato,
2009).

345

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

This research aims to do a route selection analysis due to the planned Probolinggo-Banyuwangi toll road operation.
It predicts vehicle movement from the existing main road to the planned toll road based on the traffic condition and
analyzes the degree of saturation both in the current main road and the planned toll road. Travel time, road capacity,
and vehicle speed are considered in the analysis. The research findings are expected to give the Indonesian
government an overview of the traffic forecasting due to the planned toll road operation and its feasibility.

2 RESEARCH METHODOLOGY

The research methodology used in designing a traffic forecasting model refers to a comprehensive literature review.
Dombalyan et al. (2017) said that the transportation forecasting model needs a step-by-step model calculation
procedure. Generally, the steps are below:

a) The first step is the preparation of necessary information on the transportation network and its performance, such
as geometric data in the current main road and the planned toll road along Probolinggo-Banyuwangi. The current
average daily traffic volume on the existing road is also considered. The geometric and average daily traffic
volume of the existing main road is obtained from Indonesia National Road Management VII, Surabaya, East
Java. Meanwhile, the traffic growth information showing an increase in the number of vehicles was taken from
the Statistics Indonesia. This data is used to predict the future number of vehicles.

b) The second step constitutes analyzing the following necessary transportation characteristics, such as determining
road capacity and traffic flow, corresponding to the 2014 Indonesia Road Capacity Guideline. This step predicts
the road's future saturation degree.

c) The third step deal with a calculation model for route selection. Generally, route selection predicts vehicle
movement from an existing road to a new road by considering travel time. Various methods can predict vehicle
movement; However, this research uses the Smock method. The Smock method, founded in 1962, is part of the
cost-flow curve method, which is used for route selection analysis. Its formula is shown as follows (Tamin, 2000).

(1)
= 0 ( )

In which t is the travel time per unit distance, t0 is the travel time per unit distance in free-flow, Qs is the capacity
of the segment in steady-state, and V is the vehicle's speed. The route selection generates percentage prediction
of vehicle movement from the existing main roads to the planned Probolinggo-Banyuwangi toll road.
d) The fourth step brings the result of route selection to analyze the saturation degree in the existing main road and
the planned toll road. This step produces a prediction of a new saturation degree in the current main road and the
planned toll road.

3 RESULT AND DISCUSSION

3.1 Baseline Information

3.1.1 Road Network
Figure 1 shows road network information both in the current main road and planned toll road. Orange and green color
indicates the existing road (current main road), while blue color indicates the planned toll road.

3.1.2 Traffic Growth
Traffic growth plays a vital role in traffic forecasting. It reflects the increase in vehicle number, which will cross the
road in the future. In general planning, it uses traffic growth for pavement planning and new road construction design.
However, in this research, traffic growths are calculated using math regression based on increased vehicles. The data
were obtained from the Statistics Indonesia for the recent five years from 2014 to 2018, consisting of an increased
number of passenger cars, utility, and motorcycles. Table 1 shows the developed equation of the increasing number
of vehicles based on linear regression analysis. Year as a function of X and vehicle total number as a function of Y
while R² describes how much the influence of variable X to the variable Y. Later, the percentage of traffic growth will
be used to predict future traffic.

346

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Figure 1. The current main road and planned toll road.

Table 1. The increment number of vehicles.

No Vehicle type The Formula (Y) R² Percentage of
Traffic Growth
1 Passenger car 962689.3X – 1926276502.4 0.9987 5.17%
2 Utility car 376569.8X – 752169106.6 0.9913
3 Motorcycles 6735703X – 13473357784.2 0.9959 4.21%

4.96%

3.1.3 Average Daily Traffic Volume

We obtained data on the average daily traffic volume from the National Road Management of East Java Region. The
data is the daily traffic volume recording in the year 2018.

Table 2. Average daily traffic volume (light vehicle/day) and road capacity (light vehicle unit/hour).

Vehicle's classification (light vehicle/day)(1) Capacity (light vehicle unit/hour)
I II III IV V VI
Road section name 8.179 9.722 2.775 395 678 9.951 Existing main Toll road
Kraksaan - Paiton road

2914 13800

Paiton - Besuki 2.971 3.337 798 378 215 1.088 3100 13800

Besuki - Situbondo 2.355 4.137 735 158 100 3.198 3100 13800

Situbondo - Bajulmati 3.199 4.719 1.228 138 465 3.092 3100 13800

Bajulmati - Ketapang 1.041 2.167 285 28 25 2.422 3100 13800

(1)Source: Indonesia National Road Management VII, Surabaya, East Java (2018).

Table 2 shows the average daily traffic of the six classifications of vehicles, which are 1) group I consist of a sedan,
jeep, pick up/small truck, and bus, 2) group II consists of a truck with two axles, 3) group III consist of a truck with
three axles, 4) group IV consists of a truck with four axles, 5) group V consists of a truck with five axles, and 6)
group VI is a motorcycle group. However, the data in Table 2 needs to convert to the next several years corresponding
to the traffic growth as a traffic forecasting. Nevertheless, before conducting a traffic forecast, the data is converted
from vehicle/day unit into light vehicle unit by multiplying the equivalence factor of a light vehicle. Based on the
2014 Indonesia Road Capacity Guideline, the conversion factor is 1.00 for light vehicles, 1.30 for a medium-heavy
vehicle, 1.50 for large buses, and 2.50 for large trucks and combination trucks, and 0.50 for motorcycle.

347

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

3.1.4 Road Capacity

The road capacity analysis refers to the 2014 Indonesia Road Capacity Guidelines, which declares that the basic road
capacity parameter, capacity adjustment factor due to lane width, lane separator, and side obstruction influence a
road capacity. Table 2 presents the road capacity both in the existing main road and the planned toll road. Based on
the data and considering other necessary parameters, the analysis of road saturation degree is conducted.

3.2 Route Selection

This research analyzes route selection using the Smock method, as shown in Equation 1. We do iteration analysis of
road length, travel time, and road capacity. We also compare the vehicles' travel time (TT) on the existing main road
and the planned toll road repetitively for 15 repetitions (as stated in some journals). The calculation steps of the
Smock method are: 1) First, determining the vehicle volume on the current main road; 2) second, determining the
increment of each iteration; 3) third, clinching the travel speed, road length, and road capacity both in the current
main road and planned toll road; 4) next, determining travel time (TT), which is obtained from dividing between road
length and travel speed, both in the existing main road and planned toll road; 5) finally, starting the iteration from the
lowest travel time. The iteration stops when the current travel time is larger than the compared travel time. Table 3
shows an example of the route selection analysis of the Kraksaan-Paiton road section.

Based on Table 3, when the Kraksaan - Paiton toll road starts to operate, the vehicle movement from the existing
main road to the new highway is 73,33%. However, 26,67% of the vehicles still keep crossing the existing main road.

Table 3. Route selection of Kraksaan – Paiton road section.

No Increment Existing Road V1 V1/Qs1 Toll Road V2 V1/Qs2 t2
V1 increment 0.00 0.00 t1 V2 increment 0.00 0.00 1.64
0 0.00 0,00 292.40 0.02 1.68
1 292.40 0.10 3.14 0.00 584.80 0.04 1.75
2 292.40 292.40 292.40 0.20 292.40 877.20 0.06 1.86
3 292.40 292.40 584.80 0.30 292.40 1,169.60 0.08 2.03
4 292.40 877.20 0.40 292.40 1,462.00 0.11 2.25
5 292.40 292.40 292.40 1,754.40 0.13 2.56
6 292.40 1,169.60 292.40 2,046.80 0.15 2.97
7 292.40 292.40 292.40 2,339.20 0.17 3.52
8 292.40 1,169.60 292.40
9 292.40 26.67% 292.40 2,631.60 0.19 4.26
10 292.40
11 292.40 3.47 2,924.00 0.21 5.26
12 292.40 4.24 3,216.40 0.23 6.64
13 292.40
14 292.40 292,40
15 292.40 5.73

Total 292,40
Percentage 292,40
8.56
3,216.40
73.33%

3.3 Degree of Saturation

The degree of saturation reflects the volume-capacity ratio of the road section. The saturation degree calculation
utilizes the vehicle increment number prediction in Table 1, data of vehicle volume, and data of road capacity in
Table 2. Theoretically, the degree of saturation value cannot be more than 1 (one). If the saturation degree value
approaches 1 (one) value, then the traffic condition approaches its saturation. Visually, the road is congested when
its degree of saturation exceeds 1 (one) (Kayori, 2013). Based on the 2014 Indonesia Road Capacity Guidelines, the
degree of saturation must be considered not to exceed the value of 0.75.

In this research, the degree of saturation without project means the volume-capacity ratio in each existing main road
section if the Probolinggo-Banyuwangi toll road is not built. Simultaneously, the saturation degree with the project
reflects the current main and the planned toll road's volume-capacity ratio when it is operated. The new saturation
degree (after toll road operation) is obtained from the multiplication between vehicle volume without the project and
the percentage of route selection.

348

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Figure 2. Degree of saturation of all road sections (with and without project)

Figure 2 shows that the saturation degree in the existing main roads decreases following the planned toll road's
operation. This phenomenon occurs as some vehicles move from the current main road to the planned toll road.
Kraksaan-Paiton road section should has reached the value of 1 (one) saturation degree without toll road development
but drops in 2028 after the toll road operation. The same thing occurs in other road sections. Paiton-Besuki, Besuki-
Situbondo, and Situbondo-Bajulmati road sections should reach a value of 1 (one) saturation degree in the year 2043,
2039, and 2035 respectively. However, toll road development's existence drops the saturation degree of these road
sections in the year 2056, 2050, and 2049, respectively.

4 CONCLUSION
When the planned Probolinggo-Banyuwangi toll road has been constructed, it will play an essential role as an
alternative solution to answer recent transportation problem issues in East Java Province, especially in the transverse
area. However, traffic forecasting is critical to support the toll road construction feasibility. The planned toll road
offers a significant decrement in the current main road saturation degree. The results reveal that more than 50% of
vehicles will move from the current main road sections to the planned toll road when they are operated. Only
Bajulmati-Ketapang, due to its enough capacity, presents a different value; lower than 50% of cars move to the toll
road.

349

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

5 REFERENCES

Berawi, M. A. (2017). Empowering Added Value in Highway Project: A Strategy to Improve the Feasibility. Highway
Engineering, December 2017.

Berawi, M. A., Zagloel, T. Y., Miraj, P., Berawi, A. B., Titaheluw, W., and Bin Abd Karim, S. B. (2016). "Developing
Road Infrastructure Route Planning: Increasing Feasibility of Toll Road Project". Makara Journal of Technology,
20(3), 147-152.

Choi, K., Kim, J.-H., Shin, K. (2004). "Economic feasibility analysis of roadway capacity expansion with accounting
traffic noise barrier cost". KSCE Journal of Civil Engineering, 8(1), 117–127.

Dombalyan, A., Kocherga, V., Semchugova, E., and Negrov, N. (2017). "Traffic Forecasting Model for a Road
Section". Transportation Research Procedia, 20, 159–165.

Henn, V., and Ottomanelli, M. (2006). "Handling uncertainty in route choice models: From probabilistic to
possibilistic approaches". European Journal of Operational Research, 175(3), 1526–1538.

Husin, A. E., Berawi, M. A., Dikun, S., Ilyas, T., & Berawi, A. R. B. (2015). "Forecasting demand on mega
infrastructure projects: Increasing financial feasibility". International Journal of Technology, 6(1), 73–83.

Kayori, R. F. (2013). "Analisa Derajat Kejenuhan Akibat Pengaruh Kecepatan Kendaraan pada Jalan Perkotaan di
Kawasan Komersil (Studi Kasus: di Segmen Jalan Depan Manado Town Square Boulevard Manado)". Sipil Statik,
1(9), 608–615.

Knorr, F., Chmura, T., and Schreckenberg, M. (2014). "Route choice in the presence of a toll road: The role of pre-
trip information and learning". Transportation Research Part F: Traffic Psychology and Behaviour, 27(PA), 44–55.

Kolidakis, S., Botzoris, G., Profillidis, V., & Lemonakis, P. (2019). "Road traffic forecasting — A hybrid approach
combining Artificial Neural Network with Singular Spectrum Analysis". Economic Analysis and Policy, 64, 159–
171.

Levinson, D., and Zhu, S. (2013). "A portfolio theory of route choice". Transportation Research Part C: Emerging
Technologies, 35, 232–243.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia. (2019). Public-Private Partnership. BAPPENAS,
Indonesia.

Prato, C. G. (2009). "Route choice modeling: Past, present and future research directions". Journal of Choice
Modelling, 2(1), 65–100.

Rinaldi, M., Tampère, C. M. J., and Viti, F. (2017). "On characterizing the relationship between route choice behavior
and optimal traffic control solution space". Transportation Research Procedia, 23, 700–719.

Tamin, O. Z. (2000). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB, Bandung, Indonesia.

350

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Respon Sistem Drainase Kota Padang Akibat Perubahan Tata Guna Lahan di
Kawasan Air Pacah

U. I. Suri*, B. S. Wignyosukarto, R. Jayadi

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Kota Padang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang sering terkena bencana banjir dan gempa bumi. Banjir pada tanggal
31 Maret 2017 dan 9 September 2017 telah menyebabkan genangan setinggi 50 – 100 cm di beberapa wilayah di Kota Padang.
Kejadian gempa bumi pada tanggal 30 September 2009 telah menghasilkan kebijakan untuk memindahkan beberapa areal
perkantoran dan perumahan ke Kawasan Air Pacah. Bagian hulu Kawasan Air Pacah memiliki ketinggian sekitar +25 m di atas
permukaan laut, telah ditetapkan sebagai zona aman Tsunami yang direncanakan menjadi tempat evakuasi pada saat terjadi
gempa dan Tsunami. Dulunya kawasan ini merupakan kawasan konservasi air hujan yang digunakan untuk persawahan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kinerja sistem drainase Kawasan Air Pacah akibat perubahan tata guna lahan.
Analisis dilakukan dengan dua skenario evaluasi sistem drainase. Skenario pertama menggunakan debit limpasan dengan kondisi
tata guna lahan eksisting. Skenario kedua menggunakan debit limpasan dengan kondisi tata guna lahan rencana tahun 2030.
Software HEC-RAS digunakan untuk simulasi penelusuran aliran secara hidraulik pada jaringan saluran drainase. Perbandingan
hasil simulasi skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan genangan terjadi di beberapa titik dengan peningkatan tinggi muka air
rata-rata 4,37% dan debit puncak rata-rata 14,35%. Kejadian banjir tersebut mengakibatkan terganggunya aktifitas ekonomi
masyarakat setempat.

Kata kunci: Pencegahan Bencana, Drainase Perkotaan, Perubahan Tata Guna Lahan.

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Padang adalah salah satu daerah di Indonesia yang menjadi langganan banjir. Seperti kejadian banjir pada
tanggal 31 Maret 2017, angin kencang disertai hujan deras mengakibatkan pohon tumbang, baliho roboh, tanah
longsor, dan genangan dengan ketinggian 50-100 cm di beberapa daerah di Kota Padang. Kejadian yang sama
kembali terulang pada 9 September 2017, dimana banjir melanda 18 titik di 9 kecamatan di Kota Padang. Tinggi
genangan banjir mencapai 1.5 meter, sehingga menyebabkan 140 ribu siswa SD dan SMP diliburkan.

Berdasarkan Laporan Akhir Review Perencanaan Master Teknis Drainase Kota Padang oleh PT. Reka Prima
Konsultan pada tahun 2010, ada beberapa penyebab banjir dan genangan lokal pada sistem jaringan drainase di Kota
Padang secara umum, diantaranya; tingginya curah hujan di wilayah Kota Padang, kapasitas saluran sebagian besar
tidak mencukupi, banyaknya sedimen dan sampah pada saluran, sistem jaringan drainase yang belum terintegrasi,
banyaknya pemukiman yang berdiri di lahan irigasi, banyaknya bangunan permanen dan semi permanen dibangun
di atas daerah pengaliran, kerusakan konstruksi saluran pasca gempa 30 September 2009, dan belum dilaksanakannya
pekerjaan operasi dan pemeliharaan berkala terhadap saluran drainase yang ada.

Kawasan Air Pacah adalah salah satu daerah yang terletak di Kecamatan Koto Tangah yang selalu tergenang apabila
terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Kawasan Air Pacah berada dalam sistem DAS Batang Kuranji yang mana
ketinggian pada daerah hulu nya berkisar +25 m di atas permukaan laut. Sebelum terjadi gempa 30 September 2009
yang mengguncang Kota Padang, daerah ini merupakan daerah tangkapan air hujan yang biasanya dimanfaatkan
untuk areal persawahan. Namun, sekarang daerah ini dijadikan sebagai zona aman Tsunami, yang mana akan menjadi
tempat evakuasi apabila terjadi bencana gempa dan Tsunami. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Kota
Padang membuat kebijakan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kawasan Air Pacah.

Pengembangan Kawasan Air Pacah menjadi pusat pemerintahan menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan.
Dalam Sudarto (2009) dijelaskan bahwa alih fungsi lahan dari lahan persawahan menjadi pemukiman, pada daerah
resapan menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi air permukaan yakni terjadinya pengurangan aliran dasar (base
flow) dan infiltrasi, serta peningkatan volume limpasan (surface runoff). Sedangkan, pada area yang belum
mengalami pengembangan, seperti hutan dan padang rumput, air hujan akan berkumpul dan terinfiltrasi ke dalam

351

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

tanah, seperti yang dijelaskan oleh Konrad C.P (2003). Perubahan tata guna lahan akan meningkatkan limpasan
(runoff), apabila hal tersebut tidak disertai dengan perencanaan sistem drainase yang terintegrasi, karena
ketidakmampuan kapasitas saluran drainasi akan terjadi genangan yang merugikan. Pola aliran pada kawasan
drainase Air Pacah merupakan pola alamiah yang terbentuk dari saluran alam yang terdapat pada lahan kosong yang
mendominasi kawasan ini. Kondisi kemiringan lahan di daerah ini cukup variatif, ada daerah yang datar,
bergelombang dan juga berbukit. Berdasarkan peta kelerengan lahan yang dibuat oleh pemerintah Kota Padang,
Kawasan Air Pacah memiliki kelerengan lahan 0-15%. Fauzi et al. (2018) menjelaskan bentuk topografi DAS seperti
kelerengan, derajat kemiringan sistem drainase dan keberadaan cekungan penyimpan air di permukaan juga
berpengaruh pada volume dan debit limpasan permukaan. Triatmodjo (2008) menjelaskan, kemiringan lereng yang
lebih tajam menyebabkan kecepatan limpasan permukaan lebih besar yang mengakibatkan waktu untuk terjadinya
infiltrasi menjadi berkurang sehingga aliran permukaan yang terjadi meningkat. Perubahan tata guna lahan dan
kondisi kemiringan lahan yang cukup variatif akan sangat mempengaruhi peningkatan volume limpasan pada
Kawasan Air Pacah. Oleh karena itu perlu adanya kajian respon drainase Kawasan Air Pacah terhadap perubahan
tata guna lahan yang akan terjadi.

2 METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang menjadi studi kasus berada di Kawasan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang,
Provinsi Sumatera Barat. Lahan di Air Pacah dahulunya masih terdiri dari areal persawahan. Namun kini telah
mengalami perkembangan, dengan pembangunan perkantoran, perumahan, sekolah, dan fasilitas umum lainnya.
Seperti yang terdapat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Lokasi penelitian (Kawasan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang)

2.2 Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari beberapa instansi terkait. Data hidrologi berupa
curah hujan, berasal dari Stasiun Bendung Koto Tuo dari tahun 1998-2018, yang diperoleh dari Unit Hidrologi Balai
Wilayah Sungai Sumatera V, Kota Padang. Data saluran drainase yang digunakan untuk analisis mengacu pada
Master Teknis Drainase Kota Padang oleh PT. Reka Prima Konsultan pada tahun 2010, yang diperoleh dari Dinas
Pekerjaan Umum Kota Padang. Sedangkan, data peta topografi dan peta DAS yang mencakup tata guna lahan wilayah
penelitian diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat.

2.3 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis hidrologi untuk menentukan debit rencana banjir. Data yang
digunakan adalah curah hujan harian maksimum selama 20 tahun yang diperoleh dari Stasiun Hujan Bendung Koto
Tuo. Stasiun ini merupakan stasiun terdekat dengan wilayah penelitian dan ketersediaan data hujan yang cukup
panjang. Analisis dilanjutkan dengan simulasi hidraulika menggunakan model matematis yang dibantu dengan
software HEC-RAS. Langkah simulasi dalam Istiarto (2014) diawali dengan pemodelan geometri jaringan drainase
dan melakukan analisis dengan skenario rencana. Ada dua skenario yang akan disimulasikan. Perbedaan keduanya

352

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

adalah pada input debit banjirnya. Pada skenario pertama akan menggunakan debit limpasan dengan kondisi tata
guna lahan eksisting. Sedangkan skenario dua akan menggunakan debit limpasan dengan kondisi tata guna lahan
tahun 2030. Perbedaan tata guna lahan eksisting dan tata guna lahan rencana 2030 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta tata guna lahan eksisting dan tata guna lahan rencana 2030

2.3.1 Analisis Hidrologi

Hujan rancangan didapatkan dari hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan harian maksimum dengan kala
ulang 10 tahun. Pemilihan kala ulang hujan rancangan berdasarkan tipologi kota dan luas daerah penelitian, yang
sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2014. Waktu konsentrasi dihitung menggunakan
rumus Kirpich seperti pada Persamaan (1). Sedangkan untuk perhitungan kurva IDF menggunakan rumus Mononobe
seperti yang ditunjukan pada Persamaan (2). Untuk perhitungan debit puncak, kajian ini menggunakan metode
Rasional seperti pada Persamaan (3). Debit yang dihitung adalah debit puncak aliran pada outlet masing-masing
daerah tangkapan air (DTA), yang kemudian akan digunakan sebagai input lateral flow pada simulasi hidraulika
menggunakan software HEC-RAS.

tc =  0.87L2 0.385 (1)
1000S

dimana tc adalah waktu konsentrasi (jam), L adalah panjang saluran dari hulu ke titik kontrol (km), dan S adalah
kemiringan rata-rata saluran.

2 (2)

I = R24  24  3
24  tc 

dimana I adalah intensitas hujan (mm/jam) dan R24 adalah curah hujan harian maksimum tahunan untuk kala ulang t
tahun.

Q = 0.278  CB  I  A (3)

dimana Q adalah debit limpasan (m3/s), CB adalah koefisien limpasan block, dan A adalah luasan block (km2)

2.3.2 Simulasi Penelusuran Aliran Pada Jaringan Saluran Drainase

Sistem jaringan drainase pada penelitian ini terhubung dengan anak sungai Batang Kuranji yakni sungai Batang
Belimbing. Pemodelan unsteady flow pada sistem drainase menggunakan model matematika dengan bantuan

353

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

software HEC-RAS yang disimulasikan menggunakan dua skenario. Skenario pertama mensimulasikan aliran pada
sistem drainase menggunakan debit limpasan dengan kondisi tata guna lahan eksisting. Pada skenario kedua, simulasi
memodelkan sistem drainase menggunakan debit limpasan dengan kondisi tata guna lahan rencana tahun 2030.
Simulasi penelusuran aliran juga memodelkan kondisi lahan sekitar saluran, guna mengetahui seberapa jauh air yang
melimpas jika debit aliran melebihi kapasitas saluran. Adapun tata letak sistem drainase terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Layout sistem drainase Kawasan Air Pacah

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan simulasi penelusuran aliran dengan menggunakan dua skenario, terdapat beberapa titik dimana
saluran melebihi kapasitas tampungnya. Dari hasil simulasi skenario satu dan dua, terdapat beberapa titik genangan
di beberapa saluran. Pada skenario satu genangan terdapat di beberapa titik pada saluran Rumbio, Batang Sirah, BPS,
TU dan TS. Jika dilihat dari kondisi tata guna lahan disekitar saluran tersebut yang memungkinkan menghasilkan
limpasan besar adalah pada saluran Batang Sirah, BPS, TU dan TS. Hal ini disebakan pada daerah tersebut memang
terdapat perumahan padat penduduk serta areal perkantoran, yang mana nilai koefisien limpasannya besar.
Sedangkan pada daerah sekitar saluran Rumbio, hanya terdapat perumahan tidak padat penduduk dan areal
persawahan. Pada skenario dua lokasi genangan bertambah pada saluran Anak Batang Sirah, NI, Samil, AP, dan RS.
Pada kawasan ini memang terjadi perubahan tata guna lahan yang dahulunya masih didominasi dengan areal
persawahan, kini telah beralih fungsi menjadi areal perumahan padat penduduk dan areal perkantoran. Gambar 4
menunjukkan daerah genangan untuk pemodelan skenario satu dan skenario dua.

Gambar 4. Area genangan hasil simulasi skenario 1 dan skenario 2
354

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Untuk perbandingan hasil simulasi skenario 1 dan skenario 2, dipilih beberapa lokasi cross section untuk ditinjau.
Lokasi titik tinjau diambil beberapa pada saluran yang tidak mampu menampung debit aliran dan dua titik pada outlet
Batang Sirah dan outlet Batang Lareh. Berikut ditampilkan perbandingan hasil simulasi dengan tinjauan tinggi muka
air pada Gambar 5 dan perbandingan hasil simulasi dengan tinjauan debit pada Gambar 6.

Gambar 5. Perbandingan tinggi muka air skenario 1 dan skenario 2

Gambar 6. Perbandingan debit skenario 1 dan skenario 2

Sistem drainase ini memiliki dua outlet yang berakhir pada Sungai Batang Belimbing. Kedua outlet tersebut adalah
outlet Batang Lareh dan outlet Batang Sirah. Berdasarkan hasil simulasi, kedua outlet ini menunjukan respon yang
berbeda. Pada outlet Batang Lareh hasil dari kedua simulasi menunjukan tinggi muka air yang masih berada di bawah
elevasi tanah eksisting. Sedangkan pada outlet Batang Sirah, simulasi skenario 2 menunjukan bahwa tinggi muka air
melebihi elevasi lahan eksisting, yang mana pada daerah tersebut akan terjadi genangan. Perbandingan tinggi muka
air dan debit pada outlet ditunjukan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Perbandingan tinggi muka air skenario 1 dan skenario 2 di outlet

355

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 8. Perbandingan debit skenario 1 dan skenario 2 di outlet

Peningkatan debit banjir termasuk lamanya peningkatan limpasan disebabkan karena perubahan tata guna lahan di
Kawasan Air Pacah, terkonfirmasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 8. Terjadinya peningkatan
tinggi muka air akibat peningkan limpasan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan Gambar 7 memberikan
petunjuk tinggi genangan dan lama genangan di beberapa titik. Hasil simulasi tersebut menjadi arahan perlunya
perbaikan sistem drainasi. Peningkatan tersebut dapat berupa normalisasi saluran, berupa peningkatan kapasitas
saluran atau pembuatan embung sebagai retensi volume limpasan sebelum masuk kedalam saluran.

4 KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a) Alih fungsi lahan menjadi sebuah daerah perkotaan sangat mempengaruhi nilai limpasan permukaan.
Pembangunan perkantoran dan perumahan yang terjadi di Kawasan Air Pacah belum disertai dengan
perencanaan sistem drainase perkotaan yang terintegrasi, sehingga peningkatan debit limpasan berisiko
menimbulkan genangan di beberapa titik.

b) Dari hasil telaah di beberapa titik tinjau, terjadi peningkatan tinggi muka air rata-rata sebesar 4,37% dan
peningkatan debit puncak rata-rata sebesar 14,35%. Pada outlet, terjadi peningkatan tinggi muka air rata-rata
sebesar 3,01% dan peningkatan debit puncak rata-rata sebesar 16,14%.

c) Perlu adanya upaya pemerintah dalam menanggulangi banjir yang terjadi di Kota Padang, khususnya Kawasan
Air Pacah. Upaya tersebut dapat berupa normalisasi saluran agar laju aliran semakin tinggi dan air akan cepat
terbuang ke sungai, dan pembangunan kolam retensi guna penyimpanan air limpasan saat terjadi debit
maksimum.

REFERENSI
Fauzi, R.G.N., Dwiyono, H.U., and Didik, T. (2018). “Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit
Puncak di Sub DAS Penggung Kabupaten Jember.” Jurnal Pendidikan Geografi: Kajian, Teori, dan Praktik dalam
Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi, 23(1), 50-61.

Istiarto. (2014). Simulasi Aliran 1-Dimensi dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika HEC-RAS, Modul
Pelatihan Pemakaian HEC-RAS, UGM, Yogyakarta, Indonesia.

Konrad, C.P. (2003). Effects of Urban Developments on Floods. USGS Fact Sheet FS-076-03.

Kementrian Pekerjaan Umum. (2014). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.12/PRT/M/2014 tentang
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan. Direktorat Jenderal Cipta Karya Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.

Sudarto. (2009). Analisis Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Peningkatan Jumlah Aliran Permukaan.
Surakarta. Tesis, Universitas Sebelas Maret, Solo, Indonesia.

Triatmodjo, B. (2008). Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta, Indonesia

356

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Potensi Dinding Bangunan dengan Bata Interlocking

Z. A. Rachman*, E. Juliafad

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Padang, Padang, INDONESIA
Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Seperti kita ketahui dari tahun ketahun ilmu teknik sipil terus berkembang dengan pesat,terutama dibidang struktural dan desain.
Akan tetapi belum cukup ampuh untuk menekan angka kerugian baik moril maupun materil akibat keruntuhan dinding yang
merupakan susunan non struktural pada bangunan. Meskipun bukan merupakan bagian struktural seperti halnya sloof, balok dan
kolom, akan tetapi dinding layak mendapat perhatian lebih karena tidak jarang terjadinya keruntuhan pada bagian ini. Dewasa
ini desain sudah cukup bervariasi pada bangunan, namun penggunaan batu bata sebagai material pada dinding masih memakai
bentuk yang sama pada dinding-dinding bangunan sebelumnya, yaitu berbentuk persegi panjang yang membuat antara satu bata
dan bata yang lain hanya mengandalkan mortar sebagai tumpuan. Makalah ini ditujukan penulis untuk menggantikan material
dinding menggunakan batu bata interlocking dan bertujuan untuk menganalisis kekuatan dinding menggunakan batu bata
interlocking. Yang diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dipergunakan untuk penguat bahwasanya batu bata interlocking
layak menjadi sebuah standar baru dalam pembangunan di Indonesia, guna mengurangi korban akibat tertimpa bagian non
struktural bangunan yaitu dinding.

Kata kunci : Batu Bata Interlocking, Bagian Struktural Bangunan.

1 PENDAHULUAN
Dinding adalah bagian yang sangat penting perannya bagi konstruksi bangunan, dinding membentuk dan melindungi
isi bangunan baik dari segi konstruksi maupun penampilan artistic dari bangunan. Dinding adalah bagian dari
bangunan yang dipasang secara vertical dengan fungsi sebagai pemisah antar ruang, baik antar ruang dalam maupun
ruang dalam dan luar. Terdapat 3 jenis utama dinding, yaitu : Dinding bangunan, dinding pembatas (boundary) dan
dinding penahan (retaining). Dinding dapat dibuat dari bermacam-macam material sesuai kebutuhannya, antara lain
: 1. Dinding batu batuan : bata dan batako 2. Dinding batu alam/batu kali 3. Dinding kayu : kayu batang, papan dan
sirap 4. Dinding beton (struktural – dinding geser,pengisi – beton pra cetak) (Akbar 2014). Meskipun dinding sudah
memakai konsep ketahanan gaya tarik dan tekan akan tetapi ada gaya seismik dari gempa bumi yang merupakan
fenomena alam yang sering kali mengakibatkan kerugian ekonomi hingga korban jiwa dikarenakan kerusakan pada
komponen nonstruktural bangunan gedung, yaitu dinding (Boen, 2016). Guna mengurangi dampak kerusakan yang
terjadi akibat gempa diperlukan sebuah konstruksi bangunan yang lebih tahan gempa. Selain untuk menjamin
keamanan dan keselamatan pengguna gedung, hal itu juga dimaksudkan dapat mengurangi dampak kerugian
ekonomi. Level kinerja bangunan terdiri dari operational, immediate occupancy, life safety, dan collapse prevention.
Level kinerja ini nantinya akan menjadi acuan standar minimal dalam perancangan bangunan gedung. Dengan
penggunaan batu bata interlocking diharapkan tujuan ini dapat tercapai dan mampu meningkatkan kualitas ketahanan
struktur dinding bangunan .

2 KARAKTERISTIK BATU BATA INTERLOCKING
Batu bata interlocking atau bata lego adalah batu bata yang memiliki elemen bibir untuk menautkan tiap bata sehingga
dalam merekatkan antar bata nyaris tidak menggunakan semen (Kafrain, 2018). Bata lego ini biasanya berbentuk
kosong di tengah bata yang dapat diisi dengan angkur atau besi yang dapat menahan struktur dinding yang tadinya
bersifat non struktural menjadi menyatu dengan bagian struktural seperti sloof, balok dan kolom (Anisah, 2021) .
Bata interlock biasanya memiliki ukuran tinggi 10 cm, tebal/lebar 12,5 cm, panjang 25 cm dan berat 5 kg.

Interlocking brick mempunyai bentuk dan dimensi yang khas sebagai bata penyusun dinding dengan adanya nok
sebagai interlock agent (pengunci), mutlak diperlukan tentunya dengan desain yang sedemikian rupa menghasilkan
interlocking yang sangat kuat diantara masing-masing bata. Panjang, lebar, dan tinggi bata sudah didesain sedemikian
rupa sehingga mempunyai keseragaman bentuk, yang nantinya dapat membuat susunan dinding simetris dengan
sendirinya. Kekuatan utama interlocking brick berada pada akurasi ukuran dan bentuk nok disamping pada frame

357

Yogyakarta, 25-26 Januari 202 1Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

yang menjadi garis pinggir serta penguat akhir dari dinding. Mmembuat dinding dari aplikasi interlocking brick
layaknya seperti sistem bongkar pasang yang saling mengunci satu sama lain.

Beberapa uaraian di atas merupakan spesifikasi mutlak harus dipenuhi oleh bata interlock agar dapat berfungsi
dengan baik dan benar ketika diaplikasikan. Produksi bata interlock dengan spesifikasi seperti yang diharapkan
tentunya membutuhkan alat (mesin) produksi kualitas tinggi dan juga tenaga ahli profesional untuk melakukan
fabrikasi terhadap mesin tersebut, guna menjamin kualitas bata interlock yang tersedia nantinya.

Gambar 1. Bentuk bata interlocking/bata alego

Dari gambar di atas dapat dilihat bata lego memiliki ruang yang bisa diisi dengan besi pengaku sehingga dinding
yang tadinya merupakan bagian non struktural dapat menyatu dan menjadi bagian struktural, konsep ini membuiat
dinding yang menggunakan bata interlocking mampu menahan dan menyalurkan beban yang diterima menuju balok,
kolom dan sloof. Bata interlocking memiliki komposisi campuran perbandingan semen dan tanah 1 : 6 dan untuk
komposisi semen : pasir : kerikil adalah 1 : 5 : 3. Adapun variasi bata lego antara lain:

Gambar 2. Variasi bata interlocking

Bata jenis ini jelas lebih menjamin terhadap kuat tarik dan kuat tekan, dimana batu bata jenis biasa hanya
megandalkan mortar sebagai tumpuan, sedangkan batu bata jenis interlocking memadukan antara besi sebagai
pengaku gaya tarik dan mortar sebagai pengaku gaya tekan, pada jenis dinding yang menggunakan batu bata biasa
bata hanya ditumpuk dan disusun sedemikian rupa kemudian direkatkan satu sama lain menggunakan mortar, hal ini
tentu mengakibatkan penambahan beban sendiri bangunan tanpa adanya pengaku/pengunci struktur seperti halnya
konstruksi antara pondasi, sloof, balok dan kolom yang saling berhubungan dan mendistribusikan gaya satu sama
lain. Hal ini lah yang mengakibatkan keruntuhan atau collapse sangat rentan terjadi pada dinding pada umumnya,
dan tidak jarang menelan korban jiwa. Dengan adanya inovasi bata interlocking ini sudah sewajarnya konstruksi
bangunan di Indonesia beralih menggunakan bata lego ini, karena bata jenis ini memberikan ruang untuk
pengembangan kualitas struktur bangunan ke tahap yang lebih baik, dimana susunan antar bata saling mengikat
dengan adanya elemen bibir di tiap-tiap batu bata yang saling bertaut dan mengunci, kemudian struktur dinding
menggunakan bata lego ini diperkuat dengan adanya pengaku berupa besi dan mortar yang dicorkan ke dalam bata
interlocking dimana nantinya sistem itu langsung bisa dihubungkan dengan sloof dan balok yang membuat nya bisa

358

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

menjadi bagian struktural dan pengaku itu seolah menjadi kolom pembantu di samping kolom utama. Dan apabila
terjadi gaya geser yang cukup besar seperti saat terjadi gempa bumi, diharapkan bata interlocking mampu menahan
geser itu jauh lebih baik dibandingkan dinding dengan jenis bata biasa yang hanya bertumpu pada mortar.

Dinding yang disusun dari bata dengan interlocking memiliki kemampuan displacement hingga mencapai 11,63mm
(Gambar 1). Kemampuan ini jauh lebih tinggi dari bata tanpa interlocking yang hanya mampu berdisplacement sejauh
2mm saja. Selain itu, luas kontak antara pasangan bata interlocking yang lebih luas dari bata biasa mampu
menghasilkan kuat tekan minimum sesuai standar yaitu 11,9 MPa (Gambar 2).

Gambar 3. Uji lentur pasangan dinding bata dengan interlocking

Gambar 4. Kuat tekan dan pola retak pasangan bata dengan interlocking

Selain itu analisis juga dapat dilakukan dengan perhitungan sederhana menggunakan aplikasi SAP 2000 (Computer
and Structures, 2020) untuk menganalisis potensi kekuatan batu bata interlocking dalam menahan gaya dibanding
dengan susunan dinding menggunakan batu bata biasa. Berikut penjelasannya :

Gambar 5. Desain dinding batu bata tanpa penguatan interlock

359

Yogyakarta, 25-26 Januari 202 1Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 6. Desain dinding batu bata dengan perkuatan interlock

Gambar 7. Hasil analisis dinding dengan batu bata biasa Gambar 8. Hasil analisis dinding batu bata interlock

Adapun kesimpulan pada analisis perhitungan sederhana menggunakan aplikasi SAP 2000 ini antara lain :
a) Saat terjadi gaya geser, dinding dengan susunan batu bata interlock dapat menghadapinya lebih baik, yang

ditandai dengan simbol warna biru.
b) Momen yang terjadi pada dinding dengan susunan batu bata biasa lebih besar dibanding pada dinding yang

menggunakan batu bata interlocking, yaitu sebesar -0,0984 berbanding -0,0875.
c) Defleksi / lendutan yang terjadi pada dinding dengan susunan batu bata biasa juga lebih besar, yaitu sebesar

0,000040 m dan 0,000023m pada dinding dengan batu bata interlocking.

Dari hasil analisis di atas, diketahui bahwa bata dengan interlock memiliki potensi digunakan sebagai pengganti bata
biasa untuk pasangan dinding. Dinding yang menggunakan batu bata interlocking diharapkan mampu menerima
beban geser yang besar seperti saat terjadi gempa dibanding bata biasa yang tidak memiliki pengunci apapun, baik
ke arah dalam maupun ke arah luar. Batu bata hanya diikat oleh mortar yang ditumpuk tanpa adanya pengaku, akan
sangat rentan terhadap keruntuhan. Sedangkan pada dinding dengan jenis bata interlock saat menerima beban gempa
dinding memiliki tumpuan, dimana inersia tiap luasan dinding dapat terbagi dengan adanya pengunci berupa besi
yang ditanam dengan pengecoran mortar di dalam dinding bata interlock yang dapat menahan beban geser seperti
saat terjadinya fenomena gempa bumi.

360

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Hasil ini menunjukan bagaimana batu bata interlock mampu menjadi jawaban dari permintaan konsumen properti
yaitu “Murah, cepat dan kuat”, dimana dengan batu bata interlock semen yang digunakan jadi lebih sedikit, waktu
yang digunakan menjadi lebih efisien, dimana pasangan batu bata interlock sudah otomatis akan tersusun secara
simetris dengan adanya kuncian ditiap-tiap ujung batu bata.

3 KESIMPULAN
Bata interlocking merupakan inovasi batu bata yang tidak perlu lagi di khawatirkan penggunaannya karena dari
analisis ini sudah dapat disimpulkan bahwa dinding dengan batu bata interlock lebih menjamin dibanding dinding
dengan jenis batu bata biasa. Selain itu ada banyak keuntungan dalam pekerjaan konstruksi yang menggunakan jenis
bata interlock ini, antara lain :

a) Proses pemasangan yang cepat dan presisi
b) Tidak memerlukan plesteran dan acian
c) Daya tekan yang bagus terhadap semen
d) Proses pemasangan mudah dipahami
e) Hemat pemakaian semen, besi, kawat, dan juga papan pengecoran
f) Pemasangan pipa air dan listrik dapat langsung melalui rongga batu bata
g) Dinding bisa menjadi bagian struktural, karena diaplikasikan pada sloof, balok dan kolom
h) Kekuatannya di atas batu bata merah biasa

REFERENSI
Anisah, D. (2021) Perbandingan Nilai Ekonomis Bata Merah Interlocking Rotan dengan Bata Merah Interlocking
Baja Tulangan Polos, Doctoral dissertation, Universitas Negeri Padang.

Akbar M. Ilham. (2014). Analisa Produktivitas Dinding Dengan Menggunakan Material M-Panel, Malang : Jurnal
tidak diterbitkan

Boen, T. (2016). Belajar dari Kerusakan Akibat Gempa Bumi Bangunan Tembokan Nir-Rekayasa di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia.

Computer and Structures Inc (2020). SAP2000, Integrated finite element analysis and design of structures basic
analysis reference manual, Computer and Structures Inc, Berkeley, California.

Kafrain, I. G. Y. (2018). Dinding Bata Interlock Pulutan. Jurnal Ilmiah Realtech, 14(1), 75-80.

361

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Studi Kebijakan Penyesuaian Volume Tampungan pada Rencana Kawasan
Terbangun dengan Memperhitungkan Kondisi Drainase Saluran Persil
Diluar Kawasan
(Kajian Studi Kota Surabaya)

M. H. Imaaduddiin1*, I. Saud1, S. K. Azis1, R. F. Indriani2

1Departemen Infrastruktur Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
2Departemen Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Peningkatan usaha atau kegiatan pembangunan berbagai bidang di Kota Surabaya akan memberikan konsekuensi logis timbulnya
dampak terhadap banjir, dimana pertumbuhan bangunan permukiman maupun sejenisnya merubah luasan tampung aliran air
menjadi lahan run off (aliran permukaan). Oleh karena itu Pemerintah Kota Surabaya mensyaratkan syarat perijinan dengan
disertai rekomendasi drainase kawasannya untuk menghindari adanya bangkitan debit yang mengubah sistem drainase yang ada
di area pematusan yang sudah ditetapkan diluar kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan acuan angka keamanan
yang sesuai antara kebutuhan tampungan dan juga durasi waktu puncak dari drainase persiil mengenai volume tampungan yang
dibutuhkan oleh area terbangun, sesuai dengan kajian ilmu sumber daya air. Data yang dibutuhkan yaitu data curah hujan, data
kawasan, data fungsi lahan, dan peta kemiringan lahan. Pada studi ini digunakan metode Hidrograf Nakayasu yang memiliki
parameter tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf, luas daerah aliran sungai, dan panjang alur sungai
utama. Pada studi ini dilakukan perhitungan debit kemungkinan dalam periode ulang 5 tahun. Dari perbandingan nilai hasil lama
waktu konsentrasi (Tc) kawasan dengan lama waktu tunggu dari hidrograf drainase persiil saluran kota depan kawasan
menunjukkan Tc kawasan lebih besar daripada nilai Tp drainase persiilnya.

Kata kunci: Banjir, Debit, Hidrograf, Hidraulika, Nakayasu.

1 PENDAHULUAN

Makin meningkatnya usaha atau kegiatan pembangunan berbagai bidang di Kota Surabaya akan memberikan
konsekuensi logis timbulnya dampak (perubahan) terhadap banjir, dimana pertumbuhan bangunan permukiman
maupun sejenisnya merubah luasan tampung aliran air menjadi lahan run off (aliran permukaan). Oleh karena itu
Pemerintah Kota Surabaya selalu berusaha mengawal proses pengajuan ijin mendirikan bangunan dengan
mensyaratkan syarat perizinan dengan disertai rekomendasi drainase kawasannya untuk menghindari adanya
bangkitan debit atau kemungkinan terjadinya aliran permukaan yang tinggi dan mengubah sistem drainase yang ada
di area pematusan yang sudah ditetapkan diluar kawasan. Adapun salah satu upaya pencegahan banjir secara dini
sebelum suatu kegiatan dimulai adalah dengan menerapkan rekomendasi petunjuk teknis arahan sistem drainase
kawasan di wilayah Surabaya, sesuai dengan amanat dari Perwali No.21 Tahun 2019 tentang Perijinan dan atau Non
Perijinan Bangunan di Kota Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan acuan angka keamanan yang sesuai antara kebutuhan tampungan dan juga
durasi waktu puncak dari drainase persiil selama terjadinya hujan rencana dan menunjukkan acuan yang baku
mengenai volume tampungan yang dibutuhkan oleh area terbangun, sesuai dengan perhitungan dan kajian ilmu
sumber daya air (hidrologi & hidraulika).

2 METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan yaitu sebagai berikut :

2.1 Studi Literatur

Studi literatur sebagai bentuk tahapan awal dimana dapat dikumpulkan beberapa referensi teori penunjang kegiatan
terkait bidang yang sama dan juga sebagai sarana referensi mengetahui tahapan – tahapan kegiatan dalam melakukan
dan menyelesaikan kegiatan penelitian ini. Hal ini perlu dilakukan agar dapat menginventarisir hasil penelitian –
penelitian sebelumnya dan juga kebutuhan data apa yang berkaitan dalam judul bidang yang sama di lokasi yang
berbeda. Untuk itu studi literatur dapat dilakukan sebagai bentuk awal dalam memulai penelitian ini.

362

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

2.2 Lokasi Studi Penelitian
Adapun lokasi – lokasi yang dipilihkan pada ruang lingkup kajian bagian pertama ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Panjang saluran dan luas catchment area lokasi studi penelitian

No. Nama Rayon Nama Kawasan Panjang Saluran Luas Catchment
Area ( Km 2)
Terbangun (m)

1 Genteng Praxis 598 0,098

2 Genteng Tunjungan Plaza Sisi Utara: 1355 0,410
Sisi Selatan: 672

3 Gubeng Grand City 1502 0,150
Gubeng Pakuwon City Kalidami: 6022 Kalidami: 12

4 Puri City Kalibokor: 9064 Kalibokor: 8,830
944 0,550
5 Jambangan

Jambangan Trans Icon Sisi Utara: 235 0,094
6 Sisi Selatan: 245
Medokan Ayu 3740 3,280
7 Jambangan Ciputra World 681 0,270
8 Wiyung Royal Residence 331 0,180
9 Wiyung Gudang di jalan
10 Tandes Kalianak 55 463 0,230
North West Park
11 Tandes 1076 2,100

Adapun salah satu lokasi penelitian sebagai berikut :

Gambar 1. Lokasi survei kawasan terbangun dan saluran drainase persiilnya

2.3 Perhitungan Hidrograf Debit dan Waktu Puncak
Berikut tahapan perhitungan Hidrologi dan Hidraulika pada saluran drainase persiil saat mencari hidrograf debit dan
waktu puncaknya.
2.3.1 Perhitungan Curah Hujan Rencana (R24)
Dalam analisa hujan rencana diperlukan beberapa tahapan untuk mendapatkan nilai hujan rencana dalam wilayah
yang akan direncanakan ataupun di evaluasi. Stasiun hujan di Surabaya berjumlah 11 stasiun hujan, yang tersebar ke
seluruh wilayah catchment area di Surabaya. Perhitungan curah hujan diperoleh curah hujan maksimal tahunan.
Periode yang digunakan yaitu 12 tahun terakhir.

363

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

2.3.2 Perhitungan Distribusi Porbabilitas Curah Hujan Rencana

Perhitungan distribusi curah hujan berdasarkan data curah hujan maksimal tahunan. Data curah hujan rata-rata
dihitung mellaui distribusi probabilitas log person III. Selanjutnya dilakukan uji distribusi frekwensi terhadap
perhitungan curah hujan hasil metode Gumbel dan metode Log Person Type III (Basuki et al., 2009). Hasil metode
Gumbel dan metode log person type III dicocokkan dengan syarat dari uji distribusi frekwensi. Dari data tersebut,
diperoleh nilai batasan curah hujan R24 pada perhitungan selanjutnya (Rosmala et al., 2016).

2.3.3 Perhitungan Distribusi Porbabilitas Curah Hujan Rencana
Panduan dalam penilaian nilai koefisien ini karena beragam dan bermacam – macam disesuaikan dengan peruntukan
lahan sekitaran kawasan dan saluran draianse persiil tersebut.

Gambar 2. Tabel nilai koefisien lahan berdasarkan SNI 2415 – 2016

2.3.4 Perhitungan Nilai Debit Rencana

Dalam mencari nilai debit dapat digunakan berbagai macam metode berdasarkan pada kebutuhannya dan lokasi
luasan cacthment area dari saluran drainase itu sendiri. Dalam hal ini dipilih Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)
Nakayasu karena sungai / saluran di wilayah Kota Surabaya lebih cenderung sama karakteristiknya dengan sungai
pada variable Nakayasu, dimana saluran cenderungnya Panjang dan luasannya terbagi seperti berbentuk lonjong
memanjang (seperti bentuk piring). Berikut rumus yang digunakan

= . . 0 (1)
3,6 (0,3 + 0,3)

Dimana Qp sebagai debit puncak (m3/dtk), C sebagai koefisien lahan, A sebagai luasan area tangkapan (km3), R0
sebagai besaran curah hujan periode ulang (mm), Tp adalah waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam),
T0,3 adalah waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30% dari debit puncak
(jam). Perhitungan besaran debit periode ulang kondisi eksisting saluran Kalimati dengan fungsi lahan tambak.
(Soraya et al., 2017) Perhitungan Hidrograf Satuan Nakayasu kondisi eksisting melalui perhitungan waktu
konsentrasi, perhitungan satuan waktu hujan, perhitungan waktu awal hujan sampai puncak banjir, penurunan debit
puncak, dan dihasilkan nilai Qp yaitu debit puncak. Selanjutnya diperoleh tabel dan grafik Hidrograf Nakayasu banjir
kondisi eksisting periode ulang 25 tahun (Margini et al., 2017).

2.3.5 Perhitungan Nilai Debit Hidraulika Saluran

Adapun dimensi saluran drainase yang digunakan yaitu b = 150 cm dan h = 2 x 75 cm. Dalam perhitungan debit
hidraulika digunakan rumus sebagai berikut

= (2)

364

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Dimana Q sebagai debit hidraulika (m3/dtk). A sebagai luas penampang (m2) dan v sebagai kecepatan aliran (m/s).
Untuk perhitungan kecepatan aliran dalam saluran drainase menggunakan rumus manning berikut sebagai berikut

1 21 (3)
= 3 2

dimana v sebagai kecepatan aliran (m/s), n koefisien kekasaran manning, R sebagai jari-jari (m), I sebagai kemiringan

saluran.

2.3.6 Perbandingan Hasil Lama Waktu Konsentrasi (Tc) Kawasan dengan Lama Waktu Tunggu dari Hidrograf
Drainase Persiil Saluran Kota Depan Kawasan

Perhitungan waktu konsentrasi untuk kedua kondisi dimana yang pertama yaitu menghitung nilai konsentrasi (Tc)
pada kawasan terbangun itu sendiri dan ke-2 menghitung nilai waktu konsentrasi pada drainase persiil saluran kota
diluar kawasan dengan memperhitugkan luasan daerah luasan catchment area. Sedangkan hasil akhirnya adalah
untuk mendapatkan nilai rekomendasi lama tampungan kawasan terbangun yang akan direkomendasikan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Perhitungan Distribusi Curah Hujan dengan Metode Gumbel dan Metode Log Person Type III

Syarat teoritis pada metode Log Person III yaitu dengan nilai Cs dan nilai Ck yang fleksibel (Handajani, 2005). Nilai
Cs pada metode Gumbel yaitu -0,4996 dan nilai Ck pada metode Gumbel yaitu 2,7324. Sementara pada nilai Cs
pada metode Log Person III yaitu -0,7 dan nilai Ck pada metode Log Person III yaitu 2,9483. Berdasarkan syarat
teoritis dari metode Gumbel nilai Cs ≤ 1,1396 dan nilai Ck ≤ 5,40002. Sementara berdasarkan syarat teoritis dari
metode Log Person type III nilai Cs dan nilai Ck fleksibel. Sehingga nilai Cs dan Ck pada metode Gumbel maupun
metode Log Person type III lolos dari syarat probabilitas statistik. Berikut hasil perhitungan distribusi hujan metode
Gumbel dan metode Log Person type III.

Tabel 2. Perhitungan distribusi hujan dengan Log Person III

Periode Curah Hujan Rencana (mm)

Ulang Gumbel Log Pearson III

(tahun)

2 88,513 91,55

5 109,502 107,37

10 123,397 115,10

25 136,727 122,75

50 140,955 127,21

100 166,909 130,90

Dari Tabel 2, diambil nilai R5 periode ulang Log Person Type III sebagai nilai batasan curah hujan R24 pada

perhitungan selanjutnya.

3.2 Hasil Perhitungan Nilai Debit Rencana

Adapun data yang ditunjukkan pada rayon Genteng dan kawasan Praxis. Lokasi ini memiliki panjang saluran 0,598
km dan luasan catcthment area 0,098 km2. Perhitungan Hidrograf Satuan Nakayasu kondisi rencana melalui

perhitungan waktu konsentrasi, perhitungan satuan waktu hujan, perhitungan waktu awal hujan sampai puncak banjir,

penurunan debit puncak, dan dihasilkan nilai Qp yaitu debit puncak. Selanjutnya diperoleh tabel dan grafik Hidrograf
Nakayasu banjir kondisi rencana periode ulang 25 tahun. Dimana Qp sebagai debit puncak (m3/dtk), C sebagai
koefisien lahan, A sebagai luasan area tangkapan (km2), R sebagai besaran curah hujan periode ulang (mm)
(Renantono et al., 2016). Dimana luas DAS yaitu 0,098 km2, panjang sungai 0,598 km, hujan satuan (R 2th) yaitu

91,55 mm, hujan satuan (R 5th) yaitu 107,37 mm, hujan satuan (R 10th) yaitu 115,10 mm, hujan satuan (R 25th)
yaitu 122,75 mm, koefisien aliran (C) yaitu 0,7 (dengan nilai kontrol α terkoreksi yaitu 1 mm) , dan dan nilai alpha
(α) yaitu 1,5.

365

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 3. Grafik Hidrograf Nakayasu debit banjir rencana periode ulang 5 tahun

Dari hasil perhitungan hidrograf kondisi rencana yang ditunjukkan pada Gambar 3 diatas diperoleh debit puncak
pada nilai Q yaitu 2,366 m3/detik pada waktu 0,2 jam. Artinya pada hidrograf tersebut menginformasikan volume air
yang terjadi sebesar 2,336 m3/dtk x 0,2 jam x 3600 dtk = 1.681,92 m3.

3.3 Hasil Perhitungan Nilai Debit Hidraulika Saluran
Hasil perhitungan nilai debit hidraulika saluran ditunjukkan pada Tabel 3 berikut

Tabel 3. Nilai debit hidraulika saluran drainase persiil depan kawasan Praxis

Jenis Dimesi AP V Q
(m2) (m) R R2/3 (m/dtk) (m3/dtk )
No Nama Saluran Saluran b h zn I I^0,5
1,56515 3,521586
Saluran (m) (m)
1 Pembuangan
Box - 0,018 2,25 4,5 0,5 0,629961 0,002 0,044721
(A1) Praxis Culvert 1,5 1,5

Dari hasil di atas diketahui bahwa penampang dari dimensi saluran drainase persiil kawasan Praxis mengantisipasi
adanya debit periode ulang 5 tahunan dari perhitungan Hidrograf Nakayasu. Dimana nilai debit hidraulika yang
diperoleh yaitu 3,522 m3/dtk lebih besar daripada nilai debit perhitungan Hidrograf Nakayasu yaitu 2,366 m3/dtk.

3.4 Hasil Perhitungan Nilai Perbandingan Lama Waktu Tunggu pada Kawasan dan Drainase Persiilnya
Hasil perhitungan nilai perbandingan lama waktu tunggu pada dan drainase persiilnya dapat dilihat pada Tabel 4
berikut

366

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Tabel 4. Hasil perhitungan perbandingan nilai Tc Kawasan dengan nilai Tp drainase persiil diluar kawasan

Nama Nama Data Awal Rumusan Perhitungan 2020 REKOMENDASI
Rayon
Luasan Model Perhitungan Kawasan Perhitungan Drainase Persiil
Kawasan SKRK m2 Kajian
Panjang Nilai TcK Nama L. Luasan Qhidrolik Waktu Tc K > = < Lama
Lahan Saluran Tampung
(lo) Drainase Salura CA Puncak Tp (jam) (jam)

m menit jam n (km2) (m3/dtk) (jam)
(km)

1 Jl. Jimerto 491,90 Siteplan 30,62 5,68 0,09 0,031 0,0042 1
2
3 No. 28

4 Jl. Slamet 554,30 Siteplan 34,60 6,24 0,10 0,103 0,0122 1
Genteng
No 33
5
6 Jl. Kaca 529,00 Siteplan 38,50 5,86 0,10 Sal. 0,182 0,0186 0,2 1

Piring No Sekunder Jl. 5,289 PERSIIL

9 Slamet

Jl. 988,00 Siteplan 53,98 6,23 0,10 0,366 0,0669 1

Walikota

Mustajab

67-68

Praxis 11.043,25 Siteplan 131 50,48 0,84 Jl. Karimun 0,598 0,098 2,336 0,2 KAWASAN 1

Jawa

Tunjungan 73.535,73 Mixed 327 123,71 2,06 Jl. 1,355 0,410 0,865 1,6 KAWASAN 2.1
Kedungdoro
Plaza Used - Embong
Malang

Wiyung 7 Royal 10.068,00 Siteplan 150 51,90 0,87 Jl. Pondok 0,330 0,180 1,589 0,4 KAWASAN 1
Tandes 8
Residence Manggala

North 257.559,95 Siteplan 658 206,00 3,43 Sal. Babat 1,076 2,100 5,089 2,5 KAWASAN 3.5

West Park Jerawat

9 Kalianak 19.505,77 Siteplan 184 64,62 1,08 Jl. Kalianak 0,463 0,230 0,244 1 KAWASAN 1

55

10 Grand 45.597,00 Mixed 90,60 41,77 0,70 Jl. Slamet 1,500 0,150 1,783 0,4 KAWASAN 1
Gubeng 11 City Used

Pakuwon - Mixed 898 298,30 4,97 Kali Bokor 9,064 8,830 24,730 3 KAWASAN 5

City
Used

12 Puri City 20.604,47 Mixed 216 82,53 1,38 Kali G. 0,940 0,550 5,429 0,6 KAWASAN 1.5
Used Anyar
13
Jambangan Trans Icon 22.199,40 Mixed 199 65,46 1,09 Jl. Gayungan 0,235 0,094 0,92 0,3 KAWASAN 1
Used
14
Medokan 15.486,70 Siteplan 289 151,70 2,53 Sal. 3,740 3,280 12,12 1 KAWASAN 2,5

Ayu Medokan

Ayu

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai Tc kawasan lebih besar daripada nilai Tp drainase persiilnya, artinya kebutuhan
lama dan volume tampungan dengan menggunakan hasil dari perhitungan kawasan akan lebih besar namun sebagai
bentuk factor keamanan akan lebih disarankan menggunakan hasil tersebut guna menghindari adanya aliran cepat
pada drainase persiilnya dan berdampak pada area genangan disekitar lokasi kawasan terbangun.

4 KESIMPULAN

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa perhitungan luasan daerah pengaliran (catchment area) berdasarkan
SDMP 2018-2038 dimana dilakukan perhitungan secara skalatis luasan dari autocad dan panjang saluran didapatkan
dengan hasil survey dengan dimensi rata-rata pengukuran di lapangan. Perhitungan debit banjir rencana
menggunakan periode ulang 5 tahunan (Q5). Rumusan perhitungan hidrologi debit banjir rencana menggunakan HSS
Nakayasu, dengan metode Log Person Type III dimana nilai R-periode hujan rencana 5 tahunan lebih kecil dibanding
metode Gumbel.

367

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Hasil perhitungan debit banjir rencana hanya mengakomodir nilai curah hujan yang terjadi, sedangkan nilai untuk air
limbah harus diperhitungkan (ditambahkan) sendiri sesuai dengan keperuntukkan fungsi lahan dari bangunan
terbangun nantinya. Rumusan QK = 150 liter/jiwa/hari x 70% x Jumlah Penduduk x A. Sedangkan, penentuan nilai
lama tampungan untuk pembagian luasan area dibagi menjadi sebagai berikut :

a) Luasan < 10.000 m2, direkomendasikan ditahan tampungannya selama 1 jam
b) Luasan 10.000 m2 s/d 75.000 m2, direkomendasikan ditahan selama 2 jam
c) Luasan > 10.000 m2, direkomendasikan ditahan tampungannya selama 3 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam pembuatan karya tulis ini, banyak pihak yang membantu penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
ini, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya yang telah menyediakan data dan memudahkan penulis dalam melakukan penelitian. Serta
beberapa pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan dukungannya selama penyusunan hasil penelitian ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang telah memfasilitasi
penelitian ini.

REFERENSI
Basuki, Winarsih, I., dan Adhyani, N. L. (2009). “Analisis Periode Ulang Hujan Maksimum dengan Berbagai Metode
(Return Period Analyze Maximum Rainfall with three method).” J.Agromet, 23(2), 76-92

Rosmala, D., Lilly, M., dan Widandi, S. (2016). “Analisis Parameter Alfa Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Di
Sub Das Lesti.” Jurnal Teknik Pengairan, 7(1), 107-116

Soraya, A., Dinar, D., dan Sarino. (2017). “Analisis Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Akibat Perubahan.”
Prosiding Simposium II UNID 2017, 2, 159-166.

Margini, N. F., Nusantara, D. A. D., dan Ansori, M. B. (2017). “Analisa Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan
ITB pada Sub DAS Konto, Jawa Timur.” Jurnal Teknik Hidroteknik, 2(1), 41-45.

Handajani, N. (2005). “Analisa Distribusi Curah Hujan dengan Kala Ulang Tertentu.” Jurnal Rekayasa Perencanaan,
1(3).

Renantono, Y., Dermawan, V., dan Chandrasasi, D. (2016). “Studi Perencanaan Bangunan Pengendali Sungai di
Tukad Lampah Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.” Jurnal Pengairan, Universitas Brawijaya.

368

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Analisa Potensi Likuifaksi di Pesisir Barat Provinsi Sumatera Barat
Menggunakan Metode Resistivitas Geolistrik

H. Mutmainah1*, W. A. Gemilang1, N. A. S. Purwono2

1Loka Riset Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir, BRSDMKP KKP, Bungus-Padang, INDONESIA
2Departemen Teknik Sipil, Universitas Wijayakusuma, Purwokerto, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Likuifaksi yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia umumnya disebabkan oleh gempa skala lebih dari 5,5 Mw. Provinsi
Sumatera Barat merupakan kawasan rawan gempa karena berada di antara patahan dan jalur tumbukan lempeng tektonik aktif.
Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat memiliki lokasi dengan kriteria rawan likuifaksi.
Gempa Mentawai (7,7 Mw) pada tahun 2010 dan Gempa Padang pada tahun 2009 (7,6 Mw) berdampak memicu likuifaksi
pada sebagian kawasan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi likuifaksi di Kabupaten Agam dan
Kabupaten Pasaman Barat serta melihat kondisi terkini kawasan yang mengalami likuifaksi. Penelitian dilakukan pada
Agustus-September 2019 menggunakan geolistrik di Desa Tiku, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam; Desa Air
Bangis, Kecamatan Sei Beremas; dan Desa Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie (Kabupaten Pasaman Barat). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Desa Tiku berpotensi likuifaksi level rendah hingga sedang sedangkan Desa Air Bangis
likuifaksi level sedang dan Desa Sasak berpotensi likuifaksi level tinggi.

Kata kunci: Likuifaksi, Gempa, Geolistrik.

1 PENDAHULUAN

Pesisir barat Provinsi Sumatera Barat merupakan lokasi rawan gempa karena terletak pada jalur patahan Samangko
dan tumbukan lempeng tektonik aktif Eurasia dan Hindia-Australia. Likuifaksi dipicu oleh gempa dengan kekuatan
lebih dari 5,5 Mw (Soebowo et al., 2014). Likuifaksi adalah fenomena perubahan sifat sedimen dari kondisi padat
ke cair karena tegangan geser bolak balik saat gempa (Seed and Idris, 1971 dalam Hardy, 2015). Likuifaksi yang
terjadi di pesisir barat Provinsi Sumatera Barat tidak hanya menimbulkan kerugian material yang cukup besar
namun juga korban jiwa. Gempa Padang 7,6 Mw dan 7,9 Mw (tahun 2009) serta Gempa Mentawai 7,7 Mw (tahun
2010) memicu tidak hanya likuifaksi tetapi juga longsor dan tsunami di beberapa kawasan pesisir Sumatera Barat
dan Kepulauan Mentawai (Soebowo et al., 2014). Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat merupakan
kawasan sentra ekonomi, padat penduduk dan berbatasan dengan Selat Mentawai dan Samudera Hindia yang rawan
gempa akibat subduksi lempeng tektonik. Berdasarkan karakter litologi dan hidrogeologi, riwayat gempa dan
kondisi wilayah, kedua kabupaten termasuk rentan likuifaksi namun belum ada penelitian likuifaksi di kawasan
tersebut. Untuk mengantisipasi timbulnya korban jiwa dan kerugian yang lebih besar maka dilakukan penelitian
likuifaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi likuifaksi di Kabupaten Agam dan Kabupaten
Pasaman Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2019. Analisa terhadap potensi
likuifaksi menggunakan metode Resistivitas dengan alat Geolistrik.

2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan di 3 (tiga) desa pesisir yaitu Desa Tiku (0°23'52.91"LS dan 99°55'6.72"BT),
Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam; Desa Sasak (0°1'52.22" LS dan 99°39'51.48" BT), Kecamatan
Sasak Ranah Pasisie, Kabupaten Pasaman Barat; dan Desa Air Bangis (0°11'56.47" LU dan 99°22'33.56" BT),
Kecamatan Sei Beremas, Kabupaten Pasaman Barat. Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian.

369

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Air Bangis

Sasak

Tiku

Gambar 1. Lokasi penelitian potensi likuifaksi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Sumatera Barat.

3 METODE

Penelitian dilakukan melalui studi literatur dan survei lapangan. Survei lapangan dilakukan pada Agustus higga
September 2019 di Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman Barat menggunakan GPS dan geolistrik dengan
konfigurasi dipole-dipole serta prinsip resistivity/resistivitas. Dua lintasan dipasang dengan panjang masing-masing
lintasan 500 meter di Desa Tiku, Kabupaten Agam; 540 meter di Desa Sasak, Kabupaten Pasaman Barat; dan 550
meter di Desa Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat. Pengambilan arah lintasan dilakukan untuk memperoleh data
pembanding. Lintasan geolistrik di Desa Tiku sejajar garis pantai/TK-02D (kuning) dan tegak lurus garis
pantai/TK-02E (putih). Desa Sasak, lintasan geolistrik sejajar garis pantai/SSK-02A (kuning) dan sejajar
permukiman/SSK-02B (putih). Lintasan geolistrik di Desa Air Bangis yaitu AB-01D (kuning) sejajar garis pantai
di kawasan pemukiman. Lintasa kedua/AB-02C (putih) tegak lurus garis pantai dan sejajar sungai. Lintasan
tersebut seperti tercantum dalam Gambar 2 berikut ini.

(a)Titik survey di Desa Tiku, (b)Titik Survey di Desa Sasak (c) Titik Survey di Desa Air
Kec. Tj. Mutiara Kec. Sasak Ranah Pasisie, Bangis, Kec. Sungai Beremas,
Kabupaten Agam Kabupaten Pasaman Barat
Kabupaten Pasaman Barat

Gambar 2. Lintasan geolistrik di lokasi survei

370

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Geolistrik merupakan alat untuk mengetahui susunan, kedalaman, dan penyebaran lapisan bawah permukaan bumi
dari titik pendugaan berdasarkan nilai tahanan listrik dengan cara mengalirkan arus listrik langsung tegangan tinggi
ke dalam tanah. Prinsip resistivity mengasumsikan bahwa lapisan-lapisan bumi mempunyai sifat homogen
isotropik. Konfigurasi Dipole Dipole digunakan untuk mengetahui variasi harga tahanan listrik tiap jenis material
secara lateral dan vertikal. Variasi resistivitas material ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Jenis material dan nilai resistivitas

Material/Batuan Resistivitas (Ohm meter)
Air (Udara)
Sandstone (Batu Pasir) 0
Sand (Pasir) 200 – 8.000
Clay (Lempung) 1 – 1.000
Ground water (air tanah) 1 – 100
Sea water (air laut) 0,5 – 300
Dry gravel (kerikil kering)
Alluvium (aluvium) 0,2
Gravel (kerikil) 600 – 10.000
Granite 10 – 800
Dioriter 100 – 600
Diabase 2 x 102 – 106
Basalt 102 – 105
Sumber : Telford (1990) 20 – 5x107
10 – 1,3x107 (dry)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil interpretasi data menunjukkan adanya prospek air tanah pada sistem akuifer lapisan endapan alluvial di
pantai dan delta sungai dengan nilai resistivitas 0,5-750 meter untuk: a) Desa Tiku (Kab. Agam) kedalaman 61
meter; b) Desa Sasak (Kab. Pasaman Barat), kedalaman 38 dan 65 meter; dan c) Desa Air Bangis (Kab. Pasaman
Barat) kedalaman 59 dan 76 meter. Peta Geologi di kedua kabupaten menunjukkan lapisan kuarter yang sama yaitu
berupa sedimen vulkanik era Holosence (alluvium) hingga Pleistocene (dilluvium) dengan intrusive late
cretaceorus akibat proses subduksi terutama di kawasan Pasaman Barat.

4.1 Desa Tiku, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam

Berdasarkan Peta Hidrogeologi Padang Lembar 0715, litologi pesisir Desa Tiku adalah aluvium berupa lanau, pasir
dan kerikil dengan kelulusan sedang hingga tinggi, dan kawasan akuifer produktif dengan penyebaran luas. Lapisan
akuifer berupa pasir, kerikil, dan tufa batu apung dengan keterusan rendah hingga sedang. Ketebalan pasir aluvium
7,5 meter; kedalaman muka air tanah 5 meter (Gambar 3). Potensi likuifaksi Desa Tiku tercantum dalam Tabel 2.

Gambar 3. Penampang lintasan geolistrik di Desa Tiku, Kabupaten Agam.

371

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Tabel 2. Potensi Likuifaksi Desa Tiku, Kabupaten Agam

Kriteria Likuifaksi Sumber Kondisi lokasi Potensi Likuifaksi
Geomorfologi: Iwasaki et al. (1982) dan Youd & Pantai dengan muara Kemungkinan
Endapan/lapisan sungai, Perkins (1978) dalam Soebowo et al. sungai dan dataran Likuifaksi
dataran rendah, graben (2014) lainnya, kipas alluvium

Endapan Kuarter Holosen Seed & Idris (1971) dalam Soebowo et Kuarter Holosen Likuifaksi
al. (2014)
Elevasi muka air tanah <10 m Kelson et al. (1999) dalam Piya (2004) 5m Likuifaksi
Tebal pasir permukaan <12 m Kelson et al. (1999) dalam Piya (2004) 7,5 m Likuifaksi
Porositas tinggi Robertson & Wride (1998) Porositas rendah hingga Likuifaksi rendah
sedang hingga sedang
Permeabilitas tinggi Robertson & Wride (1998) Permeailitas sedang Likuifaksi sedang
hingga tinggi
Gempa > 5,5 Mw Soebowo et al. (2014) Gempa Mentawai 7,7 Likuifaksi sedang
Mw pada 25/10/2010
Batas perairan Hardy et al. (2015) Samudera Hindia, Selat Likuifaksi
Mentawai
Subduksi Hardy et al. (2015) Aktif Likuifaksi
Permukiman Hardy et al. (2015) Kepadatan sedang Likuifaksi

Potensi Likuifaksi Rendah

4.2 Desa Sasak, Kecamatan Sasak Ranah Pasisie, Kabupaten Pasaman Barat

Secara hidrogeologi Desa Sasak termasuk jenis akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas yang tersusun
atas endapan aluvium berupa pasir, kerikil, dan tufa batu apung dengan keterusan sedang. Litologi berupa aluvium
yaitu lanau, pasir, kerikil dengan kelulusan (permeabilitas) sedang hingga tinggi. Ketebalan pasir aluvium dan
kedalaman muka air tanah 8-9 meter (Gambar 4). Potensi likuifaksi Desa Sasak seperti tercantum pada tabel 3.

Pesisir,
Permukiman

Darat, Permukiman

Gambar 4. Penampang lintasan geolistrik di Desa Sasak, Kabupaten Pasaman Barat.

372

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Tabel 3. Potensi Likuifaksi Desa Sasak, Kabupaten Pasaman Barat

Kriteria Likuifaksi Sumber Kondisi lokasi Daratan Potensi Likuifaksi
Pesisir Endapan Pesisir Daratan
Geomorfologi: Iwasaki et al. (1982) dan Endapan aluvium, rawa, aluvium, rawa, Likuifaksi tinggi
Endapan aluvium, Youd & Perkins (1978) dataran rendah, graben reklamasi,
rawa, dataran rendah, dalam Soebowo et al. dataran Likuifaksi
graben (2014) Kuarter Holosen rendah, graben
Kuarter Likuifaksi tinggi
Endapan Kuarter Seed & Idris (1971) Holosen Likuifaksi tinggi
Holosen dalam Soebowo et al. Likuifaksi sedang
(2014) 9m 8m Likuifaksi sedang
Elevasi muka air tanah Kelson et al. (1999) hingga tinggi
< 10 m dalam Piya (2004) 9m 8m Likuifaksi tinggi
Tebal pasir permukaan Kelson et al. (1999) Likuifaksi
< 12 m dalam Piya (2004) Porositas sedang Likuifaksi
Porositas Tinggi Robertson & Wride Likuifaksi
(1998) Permeabilitas sedang hingga tinggi
Permeabilitas Tinggi Robertson & Wride
(1998) Gempa Mentawai 25/10/2010
Gempa > 5,5 Mw Soebowo et al. (2014) (7,7 Mw)
Samudera Hindia, Selat Sungai
Batas perairan Hardy et al. (2015) Menatwai dan sungai
Aktif
Subduksi Hardy et al. (2015) Padat penduduk
Permukiman Hardy et al. (2015)
Potensi Likuifaksi Tinggi

4.3 Desa Air Bangis, Kecamatan Sei Beremas, Kabupaten Pasaman Barat

Desa Air Bangis termasuk dalam jenis akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas (Peta hidrogeologi lembar
0716 Lubuk Sikaping). Jenis akuifer tersusun atas endapan aluvium berupa pasir, kerikil, dan tufa batu apung
dengan keterusan sedang dan litologi berupa aluvium yaitu lanau, pasir, kerikil dengan kelulusan sedang hingga
tinggi terutama pada butiran kasar. Ketebalan pasir aluvium 7,5 meter dan kedalaman muka air tanah 7,5-9 meter
(Gambar 5). Potensi likuifaksi Desa Air Bangis seperti tercantum pada Tabel 4.

Gambar 5. Penampang lintasan geolistrik di Desa Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat.

373


Click to View FlipBook Version