The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by hiysma, 2021-03-01 05:24:10

Prosiding SNTI UGM Abad ke-21

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Tabel 4. Potensi Likuifaksi Desa Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat

Parameter Sumber Kondisi lokasi Daratan Potensi Likuifaksi
Pesisir Endapan Likuifaksi sedang
Geomorfologi: Iwasaki et al. (1982) dan Endapan aluvium, aluvium, rawa, hingga tinggi
Endapan aluvium, Youd & Perkins (1978) dalam rawa, dataran reklamasi,
rawa, dataran rendah, Soebowo et al. (2014) rendah, graben dataran rendah, Likuifaksi
graben graben
Seed & Idris. (1971) dalam Kuarter Holosen Kuarter Holosen Likuifaksi Sedang
Endapan Kuarter Soebowo et al. (2014)
Holosen Kelson et al. (1999) dalam 7,5 m 7,5 – 9 m Likuifaksi Sedang
Elevasi muka air tanah Piya (2004)
< 10 m Kelson et al. (1999) dalam 7,5 m/ 7,5 m / Likuifaksi Sedang
Tebal pasir permukaan Piya (2004) Likuifaksi Sedang
< 12 m Robertson & Wride (1998) tanah jenuh air tanah jenuh air Likuifaksi Sedang
Porositas Tinggi Robertson & Wride (1998)
Permeabilitas Tinggi Soebowo et al. (2014) Porositas sedang Likuifaksi
Gempa > 5,5 Mw
Hardy et al. (2015) Permeabilitas sedang hingga tinggi Likuifaksi
Batas perairan Likuifaksi
Hardy et al. (2015) Gempa Padang :30/9/2009
Subduksi Hardy et al. (2015)
Permukiman (7,6 Mw dan 7,9 Mw)
Potensi Likuifaksi
Samudera Hindia, Sungai

Selat Mentawai

Aktif

Padat penduduk

Sedang

Berikut hidrogeologi dan potensi likuifaksi Desa Tiku (Gambar 6), Desa Sasak dan Desa Air Bangis (Gambar 7).

Gambar 6. Hidrogeologi dan potensi likuifaksi Desa Tiku (hijau), Kabupaten Agam.
374

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 7. Hidrogeologi dan potensi likuifaksi Desa Sasak (merah) dan Desa Air Bangis (kuning), Kabupaten Pasaman Barat.

5 KESIMPULAN
Desa Tiku, berpotensi likuifaksi rendah, Desa Sasak berpotensi likuifaksi tinggi dan Desa Air Bangis berpotensi
likuifaksi sedang. Likuifaksi di ketiga lokasi dipicu oleh gempa lebih dari 5,5 Mw yaitu Gempa Padang 7,6 Mw
dan 7,9 Mw (tahun 2009) serta Gempa Mentawai 7,7 Mw (tahun 2010).

REFERENSI
Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sumatera Barat. (2019). Peta Hidrogeologi Indonesia lembar
0715 Padang dan 0716 Lubuk Sikaping, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Padang, Indonesia.

Hardy, T., Nurdiyanto, B., Ngadmanto, and D., Susilanto, P. (2015). “Karakteristik Lapisan Tanah Berpotensi
Likuifaksi Berdasarkan Resistivitas Batuan di Daerah Cilacap”. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 16(1), 47-56

Iwasaki, T., Tokida, K., Tatsuoko, F., Watanabe, S., Yasuda, S., and Sato, H. (1982). “Microzonation for Soil
Liquefaction Potential Using Simplified Methods”. Proceeding 3rd International Earthquake Microzonation
Conference, 1319-1330

Kelson K.I., Hitchcock, C. S., and Randolph C. E. (1999). “Final Technical Report, Liquefaction Susceptibility in
The Inner Rio Grande Valley Near Albuquerque”. NEHRP, New Mexico.

Piya, B.K. (2004). “Generation of Geological Database for The Liquefaction Hazard Assessment in Kathmandu
Valley.” Thesis for degree of Master of Science in Earth Resources and Enviromental Geoscience, ITC,
Netherlands.

Robertson, P. K., and Wride, C. E. (1998). “Evaluating Cyclic Liquefaction Potential Using The Cone Penetration
Test”. Canadian Geotechnical Journal, 35(3), 442-459.

Seed, H. B., and Idriss, I. M. (1971). “Simplified Procedure for Evaluating Soil Liquefaction Potential.” Journal of
Soil Mechanics & Foundations Division. ASCE, 97(9), 1249-1273.

Soebowo, E., Tohari, A., Sarah, D., and Sugianti, K. (2014). “Identifikasi Potensi Likufaksi Akibat Gempa Bumi di
Daerah Sumatera, Jawa dan Bali.” Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Tahun 2014, 47-55.

Telford, W. M., Geldart, L. P., Sheriff, R. E., and Sheriff, R. E. (1990). “Applied Geophysics (Vol. 1).” Cambridge
University Press, Cambridge, UK.

Youd, T.L., and Perkis, D.M. (1978). “Mapping Liquefaction-induced Ground Failure Potential”. Journal of
Geotechnical Engineering, 104, 433-446.

375

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Pemanfaatan Komputasi Paralel untuk Mitigasi Bencana Banjir

B. M. Ginting*

Pusat Studi Teknik Sumber Daya Air, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan,
Bandung, INDONESIA

*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Dalam makalah ini, penulis membahas pemanfaatan teknologi komputasi paralel untuk mitigasi bencana banjir. Teknologi yang
ditinjau adalah komputasi paralel gabungan antara memori perangkat yang terbagi dan yang terdistribusi untuk perangkat keras
yang digunakan mulai dari laptop hingga komputer berkinerja tinggi. Dua kasus banjir di Indonesia, yaitu yang diakibatkan oleh
curah hujan dengan intensitas tinggi maupun keruntuhan bendungan hipotetis, diprediksi dan disimulasikan dengan model
numerik NUFSAW2D yang dirancang oleh penulis untuk memecahkan persamaan matematik aliran dangkal. NUFSAW2D telah
dikembangkan dengan komputasi paralel dan teruji dapat memberikan hasil perhitungan numerik yang cukup akurat. Dengan
teknologi komputasi paralel, prediksi bencana-bencana banjir dapat dilakukan baik oleh kalangan akademisi maupun praktisi
dengan cukup cepat, sehingga mendukung sistem mitigasi bencana yang lebih efisien dari segi waktu.

Kata kunci: Aliran dangkal, Banjir, Komputasi Paralel, NUFSAW2D, Numerik.

1 PENDAHULUAN

Banjir merupakan sebuah permasalahan yang telah terjadi di masa lampau dan dapat terus terjadi di masa mendatang.
Berdasarkan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2018), banjir merupakan bahaya yang paling sering terjadi
di tahun 2017. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat khususnya pada daerah-daerah rawan banjir,
sistem mitigasi bencana banjir sangat diperlukan dalam upaya penanggulangan daya rusak air untuk mencegah
terjadinya korban jiwa dan mengurangi potensi kerugian ekonomi yang akan timbul. Oleh sebab itu, pemahaman dan
pengetahuan mengenai banjir harus selalu diperbaharui seiring dengan perkembangan zaman untuk melakukan
upaya-upaya penanganan banjir dengan tepat.

Secara umum, mitigasi bencana dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya baik secara teknis maupun non-teknis
yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi risiko bencana. Karena waktu terjadinya bencana tidak dapat
ditentukan dengan pasti, diperlukan sebuah prediksi yang akurat mengenai karakteristik bencana tersebut, sebagai
contoh, analisa hidrologi untuk prediksi banjir dengan konsep probabilitas terlampaui (periode ulang) dan analisa
hidraulika melalui simulasi numerik aliran banjir pada suatu daerah kajian. Dengan adanya prediksi seperti ini,
berbagai skenario penanganan dapat diketahui, diupayakan serta disebarluaskan, agar masyarakat dapat lebih tanggap
akan bencana.

Pada dasarnya, karakteristik aliran banjir dapat diperkirakan dengan menyelesaikan persamaan matematik aliran
dangkal. Perangkat lunak (software) yang dapat digunakan untuk simulasi banjir pun telah berkembang cukup pesat,
baik yang sifatnya berbayar seperti MIKE-FLOOD, SMS, dll maupun yang bersifat gratis (open access) seperti
HECRAS, yang telah teruji keakuratannya. Persoalan selanjutnya yang menjadi tantangan tersendiri dan harus
dihadapi adalah pemodelan banjir dalam skala besar (regional) yang membutuhkan domain spasial yang luas dan/atau
waku simulasi yang lama. Walaupun perangkat-perangkat lunak tersebut dapat digunakan untuk sebuah lokasi kajian
berskala besar, waktu perhitungan yang diperlukan menjadi cukup lama. Berdasarkan pengalaman penulis, simulasi
banjir dengan HECRAS menggunakan laptop berspesifikasi i7 untuk domain seluas 30x30 km dan waktu simulasi
selama 2 hari membutuhkan waktu komputasi kurang lebih 2,5 jam. Simulasi tersebut dilakukan dengan grid
komputasi 90x90 m dan langkah waktu konstan sebesar 6 detik.

Sekalipun lamanya waktu komputasi masih jauh lebih kecil daripada waktu sebenarnya yang disimulasikan (2,5 jam
<< 2 hari), menurut pendapat penulis, masih ada upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
simulasi sehingga mempersingkat waktu komputasi. Salah satu upaya tersebut adalah pemanfaatan teknologi
komputasi paralel yang dapat dipandang sebagai sebuah terobosan baru dalam mitigasi bencana banjir seiring dengan
berkembangnya perangkat keras berspesifikasi canggih (modern hardware). Di negara-negara maju seperti Jerman,
Amerika Serikat, Jepang, dll, komputasi paralel identik dengan komputasi kinerja tinggi (high-performance

376

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

computing) yaitu penggunaan komputer supercepat (supercomputer) yang memungkinkan simulasi numerik banjir
dengan jutaan grid dilakukan cukup singkat menggunakan ribuan prosesor (core) komputer secara bersamaan.

Dalam makalah ini, penulis tidak akan secara khusus membahas komputasi kinerja tinggi dengan komputer
supercepat mengingat terbatasnya fasilitas tersebut di Indonesia. Namun, penulis akan membahas komputasi paralel
pada level lainnya yaitu mulai dari laptop hingga komputer berkinerja tinggi, yang sangat mungkin dijangkau dan
digunakan oleh para akademisi dan praktisi dalam memprediksi kasus-kasus banjir pada dunia nyata. Dua kasus
banjir di Indonesia, yaitu yang diakibatkan oleh curah hujan dengan intensitas tinggi dan keruntuhan bendungan
hipotetis, akan disimulasikan dengan NUFSAW2D (Numerical Simulation of Free Surface Shallow Water 2D) yang
merupakan sebuah model numerik yang dirancang oleh penulis untuk menyelesaikan persamaan matematik aliran
dangkal dengan komputasi paralel, tidak hanya untuk komputer supercepat namun juga untuk laptop, komputer,
hingga workstation berkinerja tinggi. Dalam makalah ini akan ditunjukkan bagaimana teknologi paralel dapat
menurunkan waktu komputasi secara signifikan bahkan dengan laptop sekalipun.

2 STUDI LITERATUR

2.1 Model Matematik

Pada dasarnya, NUFSAW2D menyelesaikan persamaan pengatur aliran dangkal untuk berbagai aplikasi seperti
banjir perkotaan, tsunami, aliran turbulen dan gelombang non-hidrostatis. Namun, pada makalah ini hanya persamaan
aliran dangkal hidrostatis yang akan dibahas. Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut

W + F + G = S + S + S (1)


dimana , , , , dan adalah vektor-vektor yang dapat dinyatakan dalam

ℎ ℎ ℎ 00 0

W = [ℎ ] F = [ℎ + 1 ℎ2] G = [ ℎ ] S = [− ℎ ] S = [0 ] S = [− √ 2 + 2] (2)
ℎ ℎ +1 ℎ2 − ℎ − √ 2 + 2
2 2

ℎ 0

Variabel-variabel ℎ, , , , , dan digunakan masing-masing untuk mendefinisikan kedalaman, kecepatan
dalam arah dan , percepatan gravitasi, elevasi dasar lahan dan koefisien Manning, di mana = 2 ℎ−31.
Diskritisasi ruang Persamaan (1) diselesaikan dengan metode volume hingga skema non-Riemann dengan akurasi
rekonstruksi fluks orde dua. Sementara, diskritisasi waktu diselesaikan secara eksplisit dengan metode Runge-Kutta
orde dua. Proses penyelesaian numerik tidak dibahas dalam makalah ini, namun dapat dilihat dengan lengkap pada
(Ginting et al., 2020; Ginting and Ginting, 2020; Ginting, 2019a; Ginting, 2019b; Ginting and Ginting, 2019; Ginting
and Mundani, 2019a; Ginting and Mundani, 2019b; Ginting and Mundani 2018; Ginting et al., 2018; Ginting, 2017).

2.2 Komputasi Paralel Untuk Model Numerik

Komputasi paralel dapat diterapkan pada perangkat keras (hardware) yang didukung oleh sistem prosesor banyak
(multi- and many-core architecture). Berdasarkan informasi dari Intel (2018), komputasi paralel dapat ditinjau dari
berbagai tingkat. Tingkat yang paling dasar adalah komputasi paralel pada level prosesor, yang biasa disebut dengan
instruction-level parallelism (ILP). Salah satu penerapan untuk ILP adalah vektorisasi (vectorization) untuk sebuah
prosesor yang memungkinkan proses Single Instruction Multiple Data (SIMD). Tingkat yang berikutnya adalah
komputasi paralel pada level thread menggunakan memori perangkat yang terbagi (shared memory). Pada level ini,
proses perhitungan yang identik dan berulang-ulang dari suatu skema numerik, sebagai contoh diskritisasi ruang pada
Persamaan (1), akan dilakukan secara paralel. Cara ini dapat dilakukan dengan menambahkan instruksi Open Multi-
Processing (OpenMP). Tingkat yang ketiga adalah komputasi paralel dengan memori perangkat yang terdistribusi
(distributed memory) untuk berbagai perangkat lunak yang terhubung dalam suatu jaringan. Komputasi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan instruksi Message Passing Interface (MPI).

Skema numerik untuk Persamaan (1) dapat diimplementasikan dengan beberapa cara, salah satunya menggunakan
pemrograman Fortran. NUFSAW2D ditulis dengan Fortran yang dirancang khusus untuk komputasi paralel, yaitu
vektorisasi dan gabungan antara OpenMP dan MPI, pada perangkat keras yang mendukung. Untuk mendapatkan file
executable, NUFSAW2D dapat dijalankan dengan Intel Fortran compiler versi 17 ke atas. Selain itu, dapat pula
digunakan GFortran compiler. NUFSAW2D dapat dioperasikan pada sistem Linux dan Windows.

377

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

3 APLIKASI PEMODELAN BANJIR

Pemodelan dilakukan untuk dua kasus banjir hipotetis di Indonesia yaitu banjir pada Sungai Batanghari (Provinsi
Jambi) yang diakibatkan oleh curah hujan dengan intensitas tinggi dan banjir akibat keruntuhan Bendungan Cengklik
(Provinsi Jawa Tengah). Secara umum, banjir yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan berdurasi panjang
dapat diklasifikasikan ke dalam tipe aliran berubah lambat laun tidak langgeng (gradually varied unsteady
flow/GVUF). Sementara, banjir yang diakibatkan oleh keruntuhan bendungan cenderung dapat diklasifikan ke dalam
tipe aliran berubah tiba-tiba tidak langgeng (rapidly varied unsteady flow/RVUF). Kedua jenis aliran ini memiliki
karakteristik yang cukup berbeda. Banjir dengan tipe GVUF cenderung memiliki waktu puncak dan waktu surut yang
lebih lama, sementara banjir tipe RVUF cenderung memiliki waktu puncak dan waktu surut yang relatif lebih cepat.

Pemodelan banjir yang pertama dilakukan pada Wilayah Sungai Batanghari akibat hujan dengan periode ulang 25
tahun. Hidrograf banjir hasil perhitungan yang digunakan sebagai syarat batas ujung pemodelan menunjukkan pola
GVUF dengan waktu puncak berkisar 42 jam. Ukuran domain pemodelan adalah 28x28 km yang terdiskritisasi
dengan grid komputasi berukuran 50x50 m sehingga menghasilkan mesh berjumlah 313.600 buah. Total waktu
simulasi yang diperhitungkan adalah 48 jam dengan langkah waktu sebesar 4 detik sehingga membutuhkan 43.200
langkah. Pemodelan ini ditujukan untuk melihat pola genangan banjir dua harian yang akan terjadi. Hasil pemodelan
ditunjukkan pada Gambar 1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa genangan banjir mencapai kedalaman
maksimum sebesar 6,4 m dengan total luas genangan mencapai 19.820 ha.

Gambar 1. Kasus 1: hasil simulasi banjir pada Wilayah Sungai Batanghari setelah 48 jam dengan NUFSAW2D.

Pemodelan banjir yang kedua adalah dilakukan untuk kasus keruntuhan Bendungan Cenglik yang diperkirakan terjadi
akibat mekanisme piping pada tubuh bendungan. Berdasarkan persamaan empiris, hidrograf total outflow saat
rekahan terjadi dapat diperkirakan dan digunakan sebagai syarat batas ujung pemodelan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa hidrograf total outflow memiliki pola RVUF dengan waktu puncak berkisar 2,5 jam. Ukuran
domain pemodelan adalah 18x13 km yang terdiskritisasi dengan grid komputasi berukuran 30x30 m sehingga
menghasilkan mesh berjumlah 259.800 buah. Total waktu simulasi yang diperhitungkan adalah 20 jam dengan
langkah waktu sebesar 1 detik sehingga membutuhkan 72.000 langkah. Pemodelan ini ditujukan untuk melihat pola
genanangan banjir maksimum yang akan terjadi dalam kurun waktu simulasi yang diperhitungkan, sebelum air banjir
mengalir kembali ke Sungai Bengawan Solo. Hasil pemodelan ditunjukkan pada Gambar 2. Dari gambar tersebut
dapat dilihat bahwa genangan banjir terjadi pada beberapa lokasi dengan kedalaman maksimum mencapai 5 m.

Analisa selanjutnya dilakukan untuk melihat tingkat efektifitas komputasi paralel NUFSAW2D. Kedua simulasi di
atas dilakukan pada dua perangkat keras yaitu (1) dengan laptop berspesifikasi i7 generasi ke-8 yang terdiri dari 4
buah prosesor inti atau 8 buah thread dan (2) dengan komputer berkinerja tinggi dengan spesifikasi i10 generasi ke-
10 yang terdiri dari 10 buah prosesor inti atau 20 buah thread. Sistem operasi yang digunakan adalah Linux. Sebagai
catatan, karena dalam makalah ini hanya digunakan perangkat keras dengan dengan memori yang terbagi, maka
NUFSAW2D hanya akan dijalankan dengan modul OpenMP. Selain dengan NUFSAW2D, penulis juga melakukan
simulasi kedua kasus banjir di atas dengan HECRAS (sebagai pembanding). Namun, hasil simulasi HECRAS tidak
ditampilkan untuk mempersingkat isi makalah ini.

378

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Bendungan
Cengklik

Gambar 2. Kasus 2: hasil simulasi banjir akibat keruntuhan Bendungan Cengklik dengan NUFSAW2D yaitu kedalaman
maksimum dalam rentang 20 jam.

Tabel 1. Rekapitulasi waktu komputasi yang diperlukan dengan NUFSAW2D.

Kasus 1 (313.600 grid; 43.200 langkah) Kasus 2 (259.800 grid; 72.000 langkah)

Laptop Laptop

1 prosesor ±142 menit 1 prosesor ±197 menit

2 prosesor ±74 menit 2 prosesor ±101 menit

4 prosesor ±40 menit 4 prosesor ±55 menit

Komputer berkinerja tinggi Komputer berkinerja tinggi

1 prosesor ±57 menit 1 prosesor ±78 menit

2 prosesor ±29 menit 2 prosesor ±40 menit

4 prosesor ±15 menit 4 prosesor ±20 menit

8 prosesor ±8 menit 8 prosesor ±10 menit

10 prosesor ±6 menit 10 prosesor ±8 menit

Waktu komputasi yang diperlukan untuk simulasi direkapitulasi dalam Tabel 1. Dapat dilihat bahwa dengan 1 buah
prosesor (laptop), NUFSAW2D memerlukan waktu komputasi selama ±142 menit (kasus 1) dan ±197 menit (kasus
2). Sebagai catatan, vektorisasi untuk komputasi dengan 1 buah prosesor ini telah berhasil dilakukan dengan
memanfaatkan instruksi OpenMP !$omp simd simdlen(VL) aligned(var1,var2,... :Nbyte), lihat
Ginting and Mundani (2019a) untuk penjelasan lebih lanjut. Sebagai perbandingan dalam konteks perhitungan
dengan 1 buah prosesor, waktu komputasi yang diperoleh NUFSAW2D akan dibandingkan dengan HECRAS.
Dengan laptop yang sama serta jumlah grid dan langkah waktu yang sama, HECRAS membutuhkan waktu komputasi
hingga ±550 menit (kasus 1) dan ±760 menit (kasus 2). Perlu dicatat bahwa waktu komputasi HECRAS ini
merupakan estimasi berdasarkan hasil dengan langkah waktu yang sedikit. Dengan kata lain, karena membutuhkan
waktu komputasi yang cukup lama, penulis hanya melakukan simulasi untuk 8.640 langkah waktu yang pertama
(kasus 1) dan 14.400 langkah waktu yang pertama (kasus 2), sementara, untuk keseluruhan langkah waktu masing-
masing kasus, waktu komputasi diperkirakan akan bertambah secara linear.

Dari Tabel 1 dapat dilihat pula bahwa dengan adanya komputasi paralel, waktu komputasi NUFSAW2D dapat
berkurang secara signifikan bahkan dengan laptop sekalipun. Sebagai contoh untuk kasus 1 dan 2, waktu komputasi
dapat berkurang kira-kira 3,55–3,58x menggunakan 4 buah prosesor. Dengan kata lain, hasil ini memberikan efisiensi
paralel sebesar 88–89% untuk 4 prosesor. Menggunakan komputer berkinerja tinggi, teknologi komputasi paralel
dapat mengurangi waktu komputasi secara lebih signifikan yaitu dari 57–78 menit menjadi 6–8 menit menggunakan
10 buah prosesor. Hasil ini memberikan efisiensi paralel sebesar 92% untuk 10 prosesor. Sebagai catatan, HECRAS
hingga saat ini belum didukung dengan teknologi paralel, sehingga perbandingan waktu komputasi secara paralel
tidak disajikan.

379

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

4 KESIMPULAN

Dari hasil dan analisa yang telah dilakukan oleh penulis, dapat dilihat bahwa waktu komputasi dapat berkurang secara
signifikan hingga 3,58x menggunakan laptop dan 9,2x menggunakan komputer berkinerja tinggi. Hal ini dapat
tercapai dengan adanya teknologi komputasi paralel yang telah berkembang dengan pesat. Sebagai sebuah negara
yang sedang dan selalu akan berhadapan dengan bencana banjir, para pemangku kepentingan (stakeholder) mulai
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah hingga para akademisi dan praktisi, dapat memanfaatkan teknologi paralel
untuk komputasi banjir yang lebih cepat, yang tentunya akan bermanfaat dalam mendukung sistem mitigasi bencana
banjir yang lebih efisien dari segi waktu. Pada akhirnya, masyarakat juga akan menjadi lebih tanggap bencana.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guna memanfaatkan teknologi komputasi paralel, khususnya untuk
perangkat keras seperti laptop dan komputer. Pertama, perangkat keras yang digunakan setidaknya tergolong dalam
tipe modern hardware. Tipe ini dirancang dengan fasilitas prosesesor banyak (multi-core) yang biasanya berjumlah
4 – 12 buah prosesor inti atau 8 – 24 buah thread dalam satu buah laptop atau komputer. Dengan sistem perangkat
seperti ini, komputasi numerik dapat dilakukan secara paralel/bersamaan pada setiap prosesor inti atau thread. Saat
ini, modern hardware sangat mungkin dijangkau dan digunakan di semua kalangan, sebagai contoh laptop dan/atau
komputer berspesifikasi di atas i5 yang mendukung sistem multi-threading.

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah jenis compiler yang digunakan. Pada dasarnya, compiler diperlukan untuk
menerjemahkan kode yang digunakan. Terdapat beberapa jenis bahasa pemrograman, namun yang lazim digunakan
untuk komputasi paralel (berdasarkan pengalaman penulis) adalah C, C++ dan Fortran. Compiler yang digunakan
harus mendukung library komputasi paralel seperti GCC, Intel dan Portland Group (PGI). Masing-masing compiler
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, tergantung jenis perangkat keras yang digunakan. Berdasarkan
pengalaman penulis, Intel compiler dapat menghasilkan file executable dengan performa yang jauh lebih baik pada
perangkat keras keluaran Intel.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah persamaan matematik yang akan diselesaikan dan skema numerik yang
digunakan. Terdapat beberapa kasus, di mana komputasi paralel mungkin tidak diperlukan untuk menyelesaikan
persamaan matematik yang ditinjau. Dalam makalah ini, penulis melakukan simulasi kasus banjir dengan
menyelesaikan persamaan matematik aliran dangkal menggunakan skema numerik eksplisit volume hingga. Terkait
persamaan matematik tersebut, persamaan aliran dangkal adalah sebuah persamaan pengatur yang mendeskripsikan
fenomena aliran air berdasarkan hukum kontinuitas dan momentum. Persamaan ini mengatur aliran air secara spasial
dan temporal. Pada prinsipnya, komputasi paralel dapat diaplikasikan secara langsung untuk prediksi pergerakan air
secara spasial, namun tidak secara temporal. Meskipun begitu, komputasi paralel akan mempercepat perhitungan
spasial pada langkah waktu yang sama, sehingga dapat beralihan ke langkah waktu berikutnya, yang secara tidak
langsung akan mempercepat proses perhitungan secara total. Terkait skema numerik, tidak selamanya komputasi
paralel dapat memberikan komputasi yang lebih cepat untuk semua tipe model numerik. Dalam makalah ini, skema
numerik yang digunakan adalah metode volume hingga yang bekerja secara eksplisit dengan bentuk mesh gabungan
antara beraturan dan tidak beraturan. Secara umum, komputasi paralel lebih sulit diterapkan pada mesh yang tidak
beraturan. Namun, hal ini dapat diatasi pada NUFSAW2D dengan mengaplikasikan space-filling curve, lihat Ginting
et al. (2020). Selain itu, skema eksplisit yang digunakan pada NUFSAW2D mempermudah penerapan komputasi
paralel. Dengan adanya makalah ini, penulis beharap dapat membagikan wawasan kepada para akademisi dan praktisi
bahwa teknologi komputasi paralel beserta perangkat keras yang mendukung sangat mungkin dijangkau dan
digunakan dalam memprediksi kasus-kasus banjir pada dunia nyata.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan penulis secara khusus kepada PT. Aditya Engineering Consultant dan PT. Mettana
Engineering Consultant atas data teknis yang telah diperoleh untuk kasus 1 dan 2. Penulis juga mengucapkan terima
kasih atas hibah penelitian No. 006/IATS-UNPAR/V/2020 dari Ikatan Alumni Teknik Sipil (IATS) Universitas
Katolik Parahyangan.

380

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

REFERENSI
BNPB. (2018). Data bencana Indonesia 2017, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Indonesia.

Ginting, B.M., Bhola, P.K., Ertl, C., Mundani, R.P., Disse, M., Rank, E. (2020). “Hybrid-parallel simulations and
visualisations of real flood and tsunami events using unstructured meshes on high-performance cluster systems.”
Advances in Hydroinformatics, Gourbesville, P., Caignaert, G., Eds., Springer Water, Springer, Singapore, chapter
67, 867–888.

Ginting, B.M., and Ginting, H. (2020). “Extension of artificial viscosity technique for solving 2D non-hydrostatic
shallow water equations.” Eur. J. Mech. B Fluids, 80, 92–111.

Ginting, B.M. (2019a). “Efficient parallel simulations of flood propagation including wet-dry problems.” Ph.D.
Thesis, Technische Universität München, Germany.

Ginting, B.M. (2019b). “Central-upwind scheme for 2D turbulent shallow flows using high-resolution meshes with
scalable wall functions.” Comput. Fluids, 179, 394–421.

Ginting, B.M., and Ginting, H. (2019). “Hybrid artificial viscosity–central-upwind scheme for recirculating turbulent
shallow water flows.” ASCE, J. Hydr. Engrg., 145, 04019041.

Ginting, B.M., and Mundani, R.P. (2019a). “Comparison of shallow water solvers: Applications for dam-break and
tsunami cases with reordering strategy for efficient vectorization on modern hardware.” Water, 11, 639.

Ginting, B.M., and Mundani, R.P. (2019b). “Parallel flood simulations for wet-dry problems using dynamic load
balancing concept.” ASCE J. Comput. Civ. Eng., 33, 1-18.

Ginting, B.M., and Mundani, R.P. (2018). “Artificial viscosity technique: A Riemann-solver-free method for 2D
urban flood modelling on complex topography.” Advances in Hydroinformatics, Gourbesville, P., Cunge, J.,
Caignaert, G., Eds., Springer Water, Springe, Singapore, chapter 4, 51–74.

Ginting, B.M., Mundani, R.P., and Rank, E. (2018). “Parallel simulations of shallow water solvers for modelling
overland flows.” 13th International Conference on Hydroinformatics, La Loggia, G., Freni, G., Puleo, V., and De
Marchis, M., Eds. EasyChair, Vol. 3, EPiC Series in Engineering, 788–799.

Ginting, B.M. (2017). “A two-dimensional artificial viscosity technique for modelling discontinuity in shallow water
flows.” Appl. Math. Model. 45, 653–683.

Intel. (2018). “Threading Fortran applications for parallel performance on multi-core systems”,
https://software.intel.com/content/www/us/en/develop/articles/threading-fortran-applications-for-parallel-
performance-on-multi-core-systems.html (Accessed December 2020).

381

05 Sistem dan
Teknik Transportasi

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Simulasi Antrian pada Pintu Keberangkatan Terminal Keberangkatan Bandara
Sultan Hasanuddin Makassar

A. Kusuma, S. H. Aly*, S. A. Adismita, S. Rauf

Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Pada Bandara Sultan Hasanuddin pergerakan penumpang menjadi sulit akibat adanya kepadatan penumpang dan pengantar yang
berjubel terutama pada jam sibuk dihari-hari tertentu, hal ini membuat pergerakan penumpang semakin sulit dan memberikan
kepadatan tersendiri, pada hall keberangkatan terjadi akibat adanya penumpukan penumpang serta pengantar. Pada hall
keberangkatan jumlah luasan serta kepadatan memberikan gambaran tersendiri pada bandara Sultan Hasanuddin, pergerakan
penumpang di pos pemeriksaan sebesar 905 orang/jam, serta dibebani juga dengan pergerakan tambahan 1.006 orang/jam yang
tentu nilai tersebut sangat besar dari LOS oleh IATA. Pada terminal keberangkatan dimana space ruang sirkulasi untuk berjalan
1.938m2. Tingginya pergerakan penumpang dari tahun ketahun mengakibatkan Bandara Sultan Hasanuddin mengalami overload
capacity ruang mengakibatkan antrian pemeriksaan tiket pada security check point 1 dan security check point 2. Metode yang
dilakukan pada penelitian ini adalah dengan metode antrian, kemudian memodelkan dalam beberapa model. Hasil tingkat
pelayanan pada gate x-ray adalah sebesar 8,9 detik, dan tingkat kedatangan penumpang pada pos security adalah 44 detik. Pada
penelitian ini didapatkan kombinasi model antrian First Come First Served (FCFS), First Vacant First Served (FVFS) serta
kombinasi Service In Random Order (SIRO). Untuk kondisi ketersediaan ruang berdasarkan IATA, ruang pada hall terminal
keberangkatan berada pada level kondisi C.

Kata kunci: Simulasi, Bandara Sultan Hasanuddin, Check-in.

1 PENDAHULUAN

Bandar Udara Sultan Hasanuddin yang di kelola oleh PT Angkasa Pura 1 saat ini terus menerus mengalami
pertambahan penumpang dan memberi dampak dilampauinya batas kapasitas terminal atau over capacity. Data yang
diperoleh dari PT. Angkasa Pura I jumlah penumpang mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun
2018 jumlah penumpang yang berangkat mencapai 8,7 juta penumpang dan di tahun 2019 mengalami kenaikan 20%
namun hal ini berbanding terbalik dengan kapasitas terminal hanya 7,5 juta penumpang pertahun. Tingginya
pergerakan penumpang yang terjadi dari tahun ke tahun di akibatkan karena Bandara Hasanuddin dikembangkan
menjadi bandara hub atau bandara penghubung dari bandara-bandara disekitar. Peningkatan jumlah penumpang
pesawat yang terus menerus mengakibatkan terjadinya kepadatan di bandara. Salah satu dampak kepadatan di
bandara adalah terpengaruhnya tingkat pelayanan di terminal keberangkatan. Keadaan di terminal keberangkatan
bandara yang sering terlihat sekarang ini adalah terjadinya antrian yang panjang dan penumpukan penumpang di
depan pemeriksaan pada pos pemeriksanaan x-ray dan di check-in counter. Hal ini tentu saja bertentangan dengan
keinginan pengguna jasa penerbangan akan layanan transportasi udara yang lancar dan efisien. Jumlah penumpang
di Bandara Sultan Hasanuddin beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, tetapi tidak
diiringi dengan peningkatan sarana dan prasarana termasuk sumber daya manusia (SDM) yang seimbang. Hal ini
berdampak pada terjadinya penumpukan penumpang pada saat proses menjelang keberangkatan calon penumpang.

2 METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dengan survey awal terlebih dahulu untuk melihat situasi dan
kondisi di loket check-in tersebut. Survei awal dilakukan dengan mengambil satu hari pada saat jam puncak (Peak
Hour) dimana pada saat itu keadaan terjadi antrian yang panjang pada pos pemeriksanaan x-ray dan di check-in
counter. Penentuan wilayah studi pada areal hall di pintu keberangkatan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
Makassar. Pengambilan data dilakukan selama 1 hari. Metode pengumpulan data diperoleh dari pengumpulan data
primer yaitu mengambil data dilapangan secara langsung serta pengambilan gambar dengan menggunakan kamera
digital. Pengumpulan data antara lain waktu pelayanan (Service Time) dilakukan pada saat penumpang mulai check-
in, panjang antrian, dilakukan dengan mengukur panjang antrian yang terjadi sesaat setelah penumpang berada tepat
di loket check-in. Dan tingkat kedatangan, dilakukan dengan menghitung jumlah penumpang dalam menit.
Pengambilan data sekunder yang diperlukan diperoleh dari pihak PT. Angkasa Pura I selaku bandara, data yang

382

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

diambil adalah data-data yang berhubungan dengan penelitian. Setelah formulir diisi dengan lengkap, maka data-
data tersebut disusun kedalam komputer dengan menggunakan Microsoft Excel sebagai database. Pada data base
tersebut semua informasi yang diperoleh dari survey disusun kedalam bentuk tabel, adapun data-data yang disusun
adalah tingkat kedatangan (λ), tingkat Pelayanan (µ), panjang antrian (q), waktu pelayanan/service time (t), dan waktu
penumpang dalam antrian (w).

Tingkat kedatangan dan pelayanan yang terjadi di check-in counter adalah kedatangan satuan-satuan orang
(penumpang) untuk melakukan check-in seat (boarding pass) dan barang bawaan (bagasi). Pelayanan yang diberikan
pada setiap orang akan berbeda-beda. Ada counter yang lambat dalam memberikan pelayanan. Pelayanan juga data
dipengaruhi oleh jenis yang dilakukan dan fasilitas penunjang yang tersedia. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Pengamatan
dilakukan selama 1 hari pada waktu peak season pada bulan Desember 2019 dengan waktu 1x24 jam .

2.1 Data dan Teknik Pengumpulan

Gambar 1. Denah loket check-in di terminal penumpang lantai I (Ir.Heru Basuki)

Menurut Waris dan Ridhayani (2018) membagi jalur sirkulasi penumpang berdasarkan jenis konsep check- in pada
terminal penumpang jalur atau arus penumpang dalam sebuah terminal dapat ditentukan berdasarkan konsep check-
in yang diterapkan pada terminal, dimana terdapat tiga jenis konsep, yaitu :

a) Check-in terpusat (Centralized Check-in)
Pada konsep ini penumpang dan bagasi di pross di counter check-in yang berlokasi dan terpusat pada satu area
atau ruangan. Counter check-in dikelompokkan berdasarkan pembagian atas :
a. Perusahaan penerbangan tertentu
b. Tujuan penerbangan tertentu
c. Klasifikasi penumpang, dan lain-lain.

383

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

b) Check-In Terpisah (Split Check-In)
Penempatan counter check-in dialokasikan pada beberapa zona terpisah pada kompleks terminal penumpang.

c) Check-In Pintu (Gate Check-in)
Pada konsep ini penumpang berikut bagasinya diarahkan langsung menuju boarding gate atau pintu
keberangkatan serta proses check-in dilakukan pada lokasi didepan boarding gate/boarding lounge atau ruang
keberangkatan yang terletak di belakang zona check-in.

2.2 Distribusi Poisson

Pada penelitian ini distribusi headway dari kedatangan lalu lintas, yang mungkin saja merata (yaitu) dengan headway
konstan atau dapat mengikuti pola kedatangan acak (Poisson). Kedatangan yang teratur sering kita
jumpai pada proses pembuatan/pengemasan produk yang sudah distandardisasi. Pada proses semacam ini,
kedatangan produk untuk diproses pada bagian selanjutnya biasanya sudah ditentukan waktunya, misalnya setiap 30
detik. Pola kedatangan yang sifatnya acak dapat digambarkan dengan distribusi statistik dan dapat ditentukan dua
cara yaitu : kedatangan per satuan waktu dan distribusi waktu antar kedatangan.

Contohnya kedatangan digambarkan dalam jumlah satu waktu, dan bila kedatangan terjadi secara acak, informasi
yang penting adalah probabilitas n kedatangan dalam periode waktu tertentu, dimana n = 0,1,2,.. (Waris, M., and
Ridhayani, I., 2018)

2.3 Teori Antrian

Pada tahun 1909, seorang insinyur dan juga ahli matematika berkebangsaan Denmark bernama Agner Krarup Erlang
mengembangkan model antrian dengan tujuan menentukan jumlah yang optimal dari fasilitas telephone switching
melayani permintaan pengguna jasa telepon. Analisa antrian sering digunakan dalam pemecahan masalah
transportasi. Teori antrian (queueing) sangat perlu dipelajari dalam usaha mengenal perilaku pergerakan arus lalu
lintas baik manusia ataupun kendaraan (Morlok, 1978 dan Hobbs, 1979). Kegiatan pelayanan menyebabkan
gangguan pada proses pergerakan arus lalu lintas sehingga mengakibatkan terjadinya antrian, dimana pada suatu
kondisi antrian akan mengakibatkan permasalahan baik untuk pengguna (dalam bentuk waktu antrian) maupun untuk
pengelola (dalam bentuk panjang antrian).

2.4 Proses Antrian

Proses terjadinya antrian terdiri dari 4 (empat) tahap seperti terlihat sebagai berikut :

a) Tahap 1, tahap dimana arus lalu lintas bergerak dengan kecepatan tertentu menuju kesuatu tempat pelayanan.
Besarnya arus lalu lintas tersebut disebut (λ).

b) Tahap 2, tahap dimana arus lalu lintas mulai bergabung dengan antrian menunggu untuk dilayani. Jadi, waktu
antrian dapat didefinisikan sebagai waktu sejak arus lalu lintas bergabung dengan antrian sampai dengan waktu
kendaraan mulai dilayani oleh suatu tempat pelayanan.

c) Tahap 3, tahap dimana arus lalu lintas dilayani oleh suatu tempat pelayanan. Jadi, waktu pelayanan (WP) dapat
di identifikasikan sebagai waktu sejak orang dilayani sampai waktu selesai dilayani.

d) Tahap 4, tahap dimana arus lalu lintas meninggalkan tempat pelayanan. Gabungan tahap II dan tahap III disebut
Sistem Antrian. Jadi, waktu sistem antrian dapat didefinisikan sebagai waktu sejak orang bergabung dengan
antrian sampai dengan selesai.(Yeula, 2017)

Adapun komponen proses antrian dapat diketahui sebagai berikut:

a) Tingkat kedatangan (λ)
Tingkat kedatangan yang dinyatakan dengan notasi λ adalah jumlah kendaraan atau manusia yang bergerak menuju
suatu atau beberapa tempat pelayanan dalam satu satuan waktu tertentu, bisa dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam
atau orang/jam.

b) Tingkat pelayanan (µ)
Tingkat pelayanan yang dinyatakan dengan notasi µ adalah jumlah kendaraan atau manusia yang dapat dilayani oleh
satu tempat pelayanan dalam satu satuan waktu tertentu, biasa dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam atau
orang/menit. Selain tingkat pelayanan, juga dikenal waktu pelayanan (WP) yang dapat didefenisikan sebagai waktu

384

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

yang dibutuhkan oleh satu tempat pelayanan untuk dapat melayani satu kendaraan atau satu orang, biasa dinyatakan
dalam satuan menit/kendaraan atau menit/orang, sehingga bisa disimpulkan bahwa :

wp = 1/ µ (1)

Selain itu, dikenal notasi ρ yang didefenisikan sebagai perbandingan antara tingkat kedatangan (λ) dengan tingkat
pelayanan (µ) dengan persyaratan bahwa nilai tersebut selalu harus lebih kecil dari 1.

ρ = λ/µ < 1 (2)

Jika nilai i ρ > 1, hal ini berarti tingkat kedatangan lebih besar dari tingkat pelayanan. Jika hal ini terjadi, maka
dapat dipastikan akan terjadi antrian yang akan bertambah panjang (tidak terhingga).

c) Disiplin antrian.
Ada 5 disiplin pelayanan yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari(Setiawan, F.,2015), yaitu :

a. First Come First Served (FCFS) atau First In First Out (FIFO) merupakan suatu peraturan pelanggan yang
pertama datang itulah yang pertama dilayani. Contohnya dapat dilihat pada antrian di loket penjualan karcis
kereta api.

b. Last Come First Served (LCFS) atau Last In First Out (LIFO) merupakan antrian yang datang paling akhir
adalah yang dilayani paling awal. Contohnya pada sistem bongkar muat mobil di dalam kapal.

c. Service In Random Order (SIRO) merupakan pelayanan dilakukan secara acak, tidak dipersoalkan siapa yang
lebih dulu tiba. Contohnya pada arisan, di mana pelayanan dilakukan berdasarkan undian (random).

d. Priority Service (PS) yaitu pelayanan didasarkan pada prioritas khusus. Contohnya dalam suatu pesta dimana
tamu-tamu yang dikategorikan VIP akan dilayani lebih awal.

e. First Vacant First Served (FVFS) Disiplin antrian FVFS sering digunakan pada beberapa loket pelayanan
pengurusan transportasi. Dengan disiplin antrian FVFS ini orang yang pertama tiba akan dilayani oleh tempat
yang pelayanan yang pertama kosong. Dalam kasus FVFS, hanya akan terbentuk 1 (satu) antrian tunggal
saja, tetapi jumlah pelayanan bisa lebih dari 1 (satu) (Besse,A:2014)

2.5 Security Gate

Jumlah gate disesuaikan dengan banyaknya pintu masuk menuju area steril. Jenis yang digunakan dapat berupa walk
through, metal detector, hand held metal detector, dan baggage x-ray machine. Minimal tersedia masing-masing
satu unit dan minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu gate dengan ketiga item tersebut. Standar luas ruang
terminal penumpang pada pemeriksaan security (SNI -03-7046-2004) :
a) Pemeriksaan security (terpusat)
Jumlah X ray :

(a + b ) (3)
N = 300 unit

dimana a adalah jumlah penumpang berangkat pada jam sibuk dan b adalah jumlah penumpang transfer.

b) Pemeriksaan security (gate hold room) (4)
0,2

= ( − ℎ) t

dimana m adalah maksimal jumlah kursi pesawat terbesar yang dilayani dan g adalah waktu kedatangan penumpang
pertama sebelum boarding di gate hold room.

2.6 Konsep Level of Service

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Republik Indonesia Nomor : SKEP/284/X/1999 tentang Standar
Kinerja Operasional Bandar Udara yang Terkait dengan Tingkat Pelayanan (Level of Service) di Bandar Udara
Sebagai Dasar Kebijakan Pentarifan Jasa Kebandarudaraan pada Pasal 2 menjelaskan bahwa tingkat pelayanan (Level
of Service) di bandar udara adalah tingkat pelayanan untuk jasa kebandarudaraan yang diterima oleh pengguna jasa
penerbangan yang variabel-variabelnya meliputi aspek keselamatan, keamanan, kelancaran, dan kenyamanan

385

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

penyelenggaraan jasa kebandarudaraan. Menurut Parasuman (Lupiyoadi, R., 2006)dalam mengukur kepuasan
pelanggan ada lima dimensi besar melalui kualitas jasa, yaitu :

a) Reability (keandalan), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat dan dapat
diandalkan

b) Responsiveness(daya tanggap), yaitu keinginan membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan
dengan cepat.

c) Assurance(jaminan), yaitu kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh
karyawan

d) Emphaty(empati), yaitu kepedulian dan perhatian yang diberikan karyawan terhadap kebutuhan konsumen.
e) Tangible(kasat mata), yaitu apresiasi terhadap fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan sarana komunikasi.

Tabel 1. IATA level of service standard room for airport passenger terminal

Terminal Facilities Level of service standard (m2 per orang )

A B CDE

Check-in Queue room 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0
Terminal Facilities Level of service standard (m2 per orang ) E
A B CD

Circulation 2.7 2.3 1.9 1.5 1.0
Lounge 1.4 1,2 1.0 0.8 0.6

Baggage collection Room 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2

Immigration, Customs and 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6
quarantine

(Sumber : IATA, 1995)

1.4 1.9 1 1.6 1

CHECK-IN ROOM CIRCULATION THE WAITING BA GGAGE CLAIM IMIGRATION
ROOM

Gambar 2. Sultan Hasanuddin Airport Condition, C condition (Source Data Analysis)

386

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Table 2. IATA level of service standard specified for airport

LOS FLOWS DELAYS COMFORT

A – Excellent Free None Excellent

B – High Stable Very few High
C – Good* Stable Acceptable Good
D – Adequate Unstable Passable Adequate
E – Inadequate Unstable Unacceptable Inadequate

F – Unacceptable System breakdown System breakdown Unacceptable

*Airport manager must specify level of service; standard acceptable minimum LOS be level C and level D for
rout/crush periods

3 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan tingkat kedatangan penumpang pada gate x-ray didapatkan pada waktu itu rata-rata
tingkat kedatangan penumpang adalah 8,92 detik. Dari hasil perhitungan diketahui X2 hitung Kedatangan X-Ray
adalah (19,994) < dari X2 tabel (20,090) berarti X2 hitung terletak diluar daerah kritis. Karena X2 hitung lebih kecil
dari X2 tabel maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu antar kedatangan penumpang berdistribusi
eksponensial. Dengan tingkat kedatangan penumpang berdistribusi eksponensial, dan waktu pelayanan penumpang
berdistribusi eksponensial. Model antrian yang akan digunakan adalah (M/M/1) dimana model ini mengasumsikan
bahwa terdapat 1 lajur pelayanan dengan tingkat kedatangan yang tidak seragam serta tingkat sebaran pelayanan
mempunyai sebaran eksponen-negatif.

Tingkat kedatangan penumpang di dapatkan penumpang adalah 44 detik. Dari hasil perhitungan diketahui X2 hitung
adalah (18,289) < dari X2 tabel (18,475) berarti X2 hitung terletak diluar daerah kritis. Karena X2 hitung lebih kecil
dari X2 tabel maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu antar kedatangan penumpang berdistribusi
eksponensial.

Untuk tingkat level of service berdasarakan IATA maka Bandara Hasanuddin berada pada level grade C yaitu untuk
kondisi penyediaan ruang berdasarkan IATA, ruang terminal dalam kondisi C dengan data sebagai berikut: (1) Ruang
antrian check-in 1,4 m2, (2) ruang sirkulasi 1,9 m2, (3) ruang tunggu 1,0 m2 , (4) Ruang klaim bagasi 1,6 m2, (5)
Imigrasi, bea cukai dan karantina 1,0 m2. dengan kondisi tingkat standar pelayanan yang ditentukan untuk bandara
kelas C LOS C-Baik, ALIRAN-Stabil, PENUNDAAN- Dapat Diterima, KENYAMANAN- Baik. Penelitian ini juga
mendapatkan tingkat pelayanan penumpang dengan cara First Vacant First Served (FVFS). Disiplin antrian yang
digunakan pada loket pelayanan tiket. Dengan disiplin antrian FVFS ini orang yang pertama tiba akan dilayani oleh
tempat yang pelayanan yang pertama kosong dan memungkinkan untuk pembukaan beberapa loket lain jika dianggap
sangat perlu untuk mengintervensi jumlah antrian penumpang yang telah mengalami panggilan ketiga untuk naik
segera keatas pesawat. Untuk mengoptimalkan penumpang maka penelitian ini merekomendasikan pembukaan ruang
chek-in 4-5 jam sebelum keberangkatan.

4 KESIMPULAN

Pada penelitian ini didapatkan tingkat kedatangan penumpang pada gate x-ray didapatkan pada waktu itu rata-rata
tingkat kedatangan penumpang adalah 8,92 detik. Model antrian yang akan digunakan adalah (M/M/1). Tingkat
kedatangan penumpang di dapatkan penumpang adalah 44 detik. Untuk tingkat level of service berdasarakan IATA
maka Bandara Hasanuddin berada pada level grade C yaitu untuk kondisi penyediaan ruang berdasarkan IATA, ruang
terminal dalam kondisi C dengan data sebagai berikut: (1) Ruang antrian check-in 1,4 m2, (2) ruang sirkulasi 1,9 m2,
(3) ruang tunggu 1,0 m2 , (4) Ruang klaim bagasi 1,6 m2, (5) Imigrasi, bea cukai dan karantina 1,0 m2. Dengan kondisi
tingkat standar pelayanan yang ditentukan untuk bandara kelas C LOS C-Baik, ALIRAN-Stabil, PENUNDAAN-
Dapat Diterima, KENYAMANAN- Baik. Kebaruan dari penelitian ini adalah, perluasan hal keberangkatan sehingga
tidak terjadi penumpukan pada pos pemeriksaan, pembukaan secara flow line tambahan 1 pos pemeriksaan yang

387

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

sewaktu-waktu dapat dibuka jika penumpang dan pengantar dalam keadaan ramai/padat sehingga bisa
mengoptimalkan kondisi hall keberangkatan,

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kepada panitia SNTI Abad ke-21, kepada PT Angkasa Pura 1, kepada Kantor Otorita Bandara
Wilayah V Makassar, dan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu dalam penelitian ini. Akhir kata semoga penelitian ini bisa memberi gambaran masukan dalam
kebandaraan di Indonesia.

REFERENSI
Setiawan, F.(2015). “Analisis Kinerja Fasilitas Counter Check-In Bandar Udara Sentani Papua Berbasis Analisis
Kuantitatif Dan Kualitatif.”Tesis Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.

Direktorat Jenderal Perhubungan Negara. (1999). Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :
SKEP/284/X/1999 Tentang Standar Kinerja Operasional Bandar Udara Yang Terkait Dengan Tingkat Pelayanan
(Level Of Service) Di Bandar Udara Sebagai Dasar Kebijakan Pentarifan Jasa Kebandarudaraan, Kementrian
Perhubungan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Waris, M., and Ridhayani, I. (2018). “Analisis Sistem Antrian Penumpang di Loket Check-in Maskapai Penerbangan
Pesawat Garuda Indonesia Airways.” Bandar: Journal of Civil Enginering, 1(1), 37-47.

IATA. (1995). Airport Development Manual, 8th ed., IATA, Montreal, Canada.

Hobbs, F. D. (1979). Traffic Planning & Engineering Second Edition, Elsevier, University of Birmingham, England

Morlok, E. K. (1978). Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi, Erlangga, Jakarta, Indonesia.

Lupiyoadi, R. (2006). Manajemen Pemasaran Jasa, Salemba Empat, Jakarta, Indonesia.SNI. (2004). SNI 03-7046-
2004 Tentang Terminal Penumpang Bandar Udara, Standar Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia.

388

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Pengaruh Penerapan Ramp Metering System
terhadap Volume Lalu Lintas Jalan Bebas Hambatan

D. Asmarani*, S. Priyanto, M. Z. Irawan

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi lalu lintas pada JBH (Jalan Bebas Hambatan), jalan raya, dan gerbang tol
dengan menganalisis model perubahan karakteristik volume lalu lintas setelah penerapan ETC (Electronik Toll Colection) dan
Ramp Metering System pada gerbang tol. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Jenis data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder. Selama observasi pada 5 jam puncak di Jl. MT Haryono dan Jalan Tol Jiur Cawang-Grogol
arah Cawang, jam puncak terjadi pada pukul 17.30 - 18.30 WIB dengan volume lalu lintas sebanyak 8.072,1 smp/jam, dengan
rincian Volume di Jalan Tol sebanyak 4.008 smp/jam, Jl. MT. Haryono sebanyak 3.132,1 smp/jam dan gerbang tol sebanyak
932 smp/jam, ditemukan bahwa (1) Dominasi komposisi kendaraan selama 5 jam penelitian maupun jam puncak tidak ada
perbedaan. (2) Pada JBH dan gerbang tol didominasi oleh mobil penumpang roda 4 sedangkan jalan raya didominasi oleh sepeda
motor. (3) Pada model tersebut, penerapan ETC pada Gerbang tol meningkatkan volume kendaraan di jalan tol sebesar 9,71%.
(4) Dari dua opsi penerapan Ramp Metering pada Vissim 8, pendekatan menggunakan Stop Sign mengurangi volume lalu lintas
di jalan tol lebih banyak daripada menggunakan signal dengan rate yang sama.

Kata kunci: Sistem Ramp Metering, Volume Lalu Lintas, Jalan Bebas Hambatan, Vissim 8, Jabodetabek.

1 PENDAHULUAN
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, penduduk Jakarta di siang hari mencapai 11,2 juta jiwa, namun
turun menjadi 10,07 juta jiwa dimalam hari, dengan kata lain ada 1,3 juta jiwa yang melakukan perjalanan komuter
dari daerah sekitar Jakarta dengan tujuan utama bekerja, sekolah dan kursus. Komuter yang bekerja di Jakarta
menduduki jumlah terbanyak yaitu sebanyak 85,47% atau 1,1 juta orang. Sementara, wilayah tujuannya adalah
Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara yang menjadi pusat perkantoran dan pusat perdagangan. Jakarta
merupakan kota metropolitan yang memiliki beberapa daerah penyangganya yang biasa di sebut dengan Jabodetabek.

Untuk mencapai Jakarta dari daerah penyangganya Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) terdapat
banyak opsi yang bisa di pilih, salah satunya melalui jalan bebas hambatan (JBH). Berdasarkan lokasinya JBH terbagi
menjadi JORR (Jakarta Outer Ring Road) dan JIUR (Jakarta Inner Urban Road). JIUR sering kali dijadikan opsi
terbaik untuk mempercepat mobilitas dan menghindari kemacetan di jalan raya, terlebih pada saat jam masuk dan
pulang kerja di pagi dan sore hari.

Pada sore hari lalu lintas di JIUR cenderung padat, ditambah dengan tambahan kendaraan yang masuk ke JBH dari
jalan raya. Apabila arus kendaraan dari jalan raya yang masuk ke JBH tidak di atur, maka dapat mengganggu arus
menerus pada JBH.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Rebuplik Indonesia No. 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas
Kecepatan untuk Jalan Bebas Hambatan ditetapkan paling rendah 60 km/jam, hal ini sangat sulit untuk dipenuhi pada
saat jam sibuk, karena banyaknya jumlah kendaraan yang bergabung (marging) dari jalan raya menuju JBH yang
tidak di atur. Atas dasar ini, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu (1) bagaimana karakteristik lalu
lintas di JBH, jalan raya dan gerbang pintu tol, (2) bagaimana perubahan karakteristik lalu lintas di JBH, jalan raya
dan gerbang pintu toll dari penerapan Electronic Toll Collection (ETC) dan ramp metering system pada JBH.

2 METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Lokasi penelitian
Jl. MT Haryono arah Cawang, Jalan Tol Jiur Cawang-Grogol arah Cawang, Gerbang Tol Tebet 2

389

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

2.2 Waktu penelitian
Hari Selasa tanggal 12 maret 2019 selama 5 jam dimulai pada pukul 14.30 s/d 19.30.

2.3 Data Primer
Pengumpulan data inventarisasi ruas jalan, untuk mengetahui kapasitas ruas jalan: geometrik jalan, fasilitas
perlengkapan jalan dan hambatan samping.

Pengumpulan data Spot Speed untuk validasi data lapangan dan model pada aplikasi Vissim 8.

Pengumpulan data volume kendaraan dari video lalu lintas yang didapat dari survai primer pada JPO Belakang Toll
Gate

2.4 Data Sekunder
Data inventarisasi ruas Toll Dalam Kota (Jakarta Inner Urban Road) JIUR yang diperoleh dari Kantor Jasa Marga
dan Kantor Kementerian Perhubungan RI.

Peta jaringan jalan dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai ruas jalan bebas hambatan JIUR. Data ini
berguna untuk identifikasi dalam pemodelan jaringan jalan pada daerah studi.

3 HASIL

3.1 Kondisi Eksisting
Data yang terkumpul kemudian diolah menjadi satuan mobil penumpang (SMP) untuk mendapatkan 1 (satu) jam
tersibuk guna pembangunan model.

Hasil rekapitulasi volume lalu lintas dalam satuan mobil penumpang dapat dilihat berdasarkan Gambar 1.

9000 7639.3 7583.55 8072.1 7759.75
8000
7000 7379.9 4315
6000 2550.15
Volume Lalu Lintas 5000 5292.9 5061.4 3780.2 4008 894.6 TOLL
(smp/jam) 4000 2784.35 3132.1 18.30 Non TOLL
3000 1480 1896.3 19.30 Gerbang
2000 607 681.6 1019 932 Total
1000 15.30
14.30 16.30
0 15.30

16.30 17.30
18.30
17.30
Jam Observasi

Gambar 1. Grafik volume lalu lintas per-jam dalam satuan mobil penumpang

Dari Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa selama 5 (lima) jam penelitian, jam puncak terjadi pada pukul 17.30-18.30
WIB dengan total kendaraan 8.072,1 smp/jam, angka ini didapat dari akumulasi jumlah kendaraan yang melintas di
Jl. M. T. Haryono sebanyak 3.132,1 smp/jam, ruas jalan toll sebanyak 4.008 smp/jam dan kendaraan yang memasuki
gerbang tol 932 smp/jam. Jumlah kendaraan terbanyak yang memasuki gerbang tol terjadi pada pukul 16.30-17.30
WIB sebanyak 1.019 smp/jam, hal ini terjadi karena mayoritas jam pulang kantor baik swasta maupun pemerintahan
yang terletak di daerah Jakarta Selatan adalah pukul 16.00 WIB.

390

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Adapun rincian komposisi kendaraan yang melintas pada jam puncak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rincian volume perklasifikasi kendaraan selama jam puncak

Ruas MC LV MHV LB HV Total

JBH 0 3.491 266,5 250,5 0 4.008
Jalan raya 2.213,5 891 0 0 27,6 3.132,1
Gerbang tol 0 890 4,8 37,2 0 932

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat di jelaskan pada jam puncak jenis kendaraan yang mendominasi JBH adalah
kendaraan roda 4 ringan sebanyak 3.491 smp/jam atau sebanyak 87% dari total kendaraan yang melintas pada ruas
JBH dan tidak ada kendaraan berat (HV) yang melintas dikarenakan adanya peraturan pembatasan kendaraan
angkutan barang yang melintasi tol dalam kota, sedangkan pada jalan raya jenis kendaraan yang mendominasi adalah
sepeda motor (MC) sebanyak 2.213,5 smp/jam atau sebanyak 71% dari total kendaraan yang melintas di jalan raya
dan jenis kendaraan yang banyak memasuki gerbang tol adalah kendaraan roda 4 ringan yaitu sebanyak 890 smp/jam
atau sebanyak 95% dari kendaraan yang memasuki gerbang tol pada jam puncak.

Nilai 0 sepeda motor berdasarkan regulasi pelarangan sepeda motor memasuki jalan bebas hambatan, nilai 0
kendaraan berat sedang di jalan raya dan nilai 0 kendaraan berat pada JBH dan gerbang tol mengacu pada klasifikasi
MKJI 1997

3.2 Kalibrasi dan Validasi

Proses kalibrasi untuk penelitian ini menggunakan penelitian dari Irawan dan Putri, 2015 dan penelian dari Munawar,
2017 dengan cara trial and error dari perubahan dalam model Wiedemann 74 untuk jalan perkotaan dan model
Wiedemann 99 untuk freeway. Adapun parameter yang diperbaiki adalah pembuntutan kendaraan, perhubahan lajur
dan lateral.

Hasil kalibrasi dengan metode trial and error dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini

Tabel 4. Kalibrasi dengan Metode Trial and Error

Paramater Average Additive Multiplic. Waiting Min. Safety Desire Overtake Overtake Distance Distance
Standstill part of Part of time headway distance position on left on right Standing Driving
Trial 1 Distance safety safety before (front/rear) reduction at free
Trial 2 distance distance diffusion factor flow Off Off 1 1
Trial 3 2 0,5 On On 0,2 1
Trial 4 0,6 2 3 60 0,5 0,6 MoL On On 0,3 0,5
0,45 1 1 60 0,4 0,6 Any On On 0,2 1
0,45 1 1 40 0,4 0,4 Any
1 1 40 0,4 Any

Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa trial pertama menggunakan parameter default Wiedemann 74 untuk
jalan perkotaan (Urban). Trial ke-2 untuk variable car following dan lateral menggunakan penelitian dari Irawan
dan Putri 2015. Trial ke-3 untuk variabel car following, lane change dan minimum lateral distance menggunakan
penelitian Munawar et al. (2017) dan untuk trial ke-4 variabel car following dan lane change menggunakan penelitian
Irawan dan putri, 2015 dan variabel lateral penggunakan penelitian Munawar et al. (2017), sedangkan untuk JBH
dengan pengaturan Wiedemann 99 tidak dilakukan perubahan apapun yang mengindikasikan bahwa perilaku
mengemudi di jalan JBH memiliki karakteristik yang menyerupai pengaturan WIedemann 99.

Hasil Validasi Model dengan Metode Trial dan Error dapat dilihat pada Tabel 3.

391

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Tabel 3. Hasil validasi model dengan Metode Trial and Error

Ruas Trial 1 Gerbang tol JBH Trial 2 Gerbang tol JBH Trail 3 Gerbang tol JBH Trial 4 Gerbang tol JBH
Jalan Raya 925 3.863 Jalan Raya 925 3.863 Jalan Raya 925 3.863 Jalan Raya 925 3.863
Volume 9.768 9.768 9.768 9.768
Lapangan
Volume 5.898 740 3.748 9.837 854 3.748 9.821 877 3.748 9.831 879 3.748
simulasi
Nilai GEH 43,7267 6,4118 1,8642 0,6969 2,3806 1,8642 0,5355 1,5991 1,8642 0,6364 1,5316 1,8642
39,62% 20,00% 2,98% -0,71% 7,68% 2,98% -0,54% 5,19% 2,98% -0,65% 4,97% 2,98%
MAPE

21% 3% 3% 2%

Dari Tabel 3 hasil validasi model dapat disimpulkan trial ke-4 lebih mendekati keadaan dilapangan dengan pesentase
nilai MAPE terkecil yaitu 2% sehingga untuk analisis selanjutnya menggunakan driving behaviour dari trial ke-4.

3.3 Penerapan ETC dan Ramp Metering
Dengan menggunakan model yang telah divalidasi selanjutnya merubah pengaturan di gerbang tol menjadi
pengaturan menggunakan ETC.

Berikut hasil permodelan setelah penerapan ETC, dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini,

Tabel 4. Hasil Permodelan setelah penerapan ETC

RUAS Jl. MT Haryono Ramp JBH sebelum marging JBH setelah marging

Volume Simulasi 9.831 879 3.748 4.594
Volume Freeflow 9.810 1.349 3.748 5.040
Kenaikan -0,21% 53,47% 0,00% 9,71%

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat di jelaskan bahwa dari simulasi dengan menggunakan model ketika pembayaran
tol dengan sistem tapping (menggunakan E-Toll) diubah menjadi ETC (Free Flow) terjadi kenaikan volume lalulintas
pada ruas JBH sebanyak 9,71%.

Salah satu keuntungan dari ETC adalah pembayaran retribusi tanpa harus menghentikan kendaraan. Namun bila
kendaraan berkecepatan sedang (Urban Road) bergabung (marging) dengan mobilitas tinggi (Freeway) maka tingkat
kecelakaan akan semakin tinggi, karena itulah perlu diberikan penangan tertentu, seperti pemasangan ramp metering
di ruas masuk (ramp on) menuju JBH. Namun pengaturan waktu (rate) pada ramp metering harus dihitung agar
kecepatan pada JBH tetap terjaga namun tidak membebani jalan perkotaan.

Salah satu langkah-langkah perhitungan yang dapat di terapkan adalah Stratified Ramp Metering Algorithm yang
dapat digunakan untuk menyeimbangkan arus di JBH agar kecepatan di JBH dapat terjaga. Dari model yang telah
dibangun dengan aplikasi Vissim 8, terdapat beberapa opsi untuk penerapan ramp metering yaitu dengan pendekatan
menggunakan stop sign dan signal, pada penelitian kali ini di coba ke-2 pendekatan tersebut.

Perubahan volume dihilir ketika penerapan ramp metering dengan pendekatan stop sign dan signal dapat dilihat pada
Gambar 2 berikut ini

392

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Volume (smp/jam) 5000 stop head
4800 signal
4600
4400
4200
4000

234
Ramp Rate Perlajur (Detik/Kendaraan)

Gambar 2. Grafik perubahan volume arus di hilir setelah penerapan ramp metering dengan pendekatan stop sign dan signal

Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa grafik perubahan volume arus di hilir setelah penerapan ramp metering
dengan pendekatan stop sign dan signal dari hasil permodelan dapat disimpulkan bahwa penerapan ramp metering
dengan pendekatan stop sign lebih efektif dalam membatasi arus kendaraan yang memasukin JBH dibanding
penerapan ramp metering dengan pendekatan signal pada pemrograman vissim 8. Hal ini terjadi karena pada
pendekatan signal kendaraan yang akan memasuki ruas JBH bersamaan dengan waktu hijau maka, kendaraan
tersebut tidak melakukan pemberhentian sebelum bergabung ke ruas JBH.

4 KESIMPULAN

Melalui penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan :

a) Selama penelitian 5 jam dilapangan jam puncak untuk Jl. MT Haryono dan JBH Jiur Cawang-Grogol arah
Cawang adalah pada pukul 17.30 – 18.30 WIB dengan volume lalu lintas 8.072,1 smp/jam, dengan rincian
volume di JBH sebesar 4.008 smp/jam, Jl. MT. Haryono 3.132,1 smp/jam dan ramp on 932 smp/jam.

b) Dominasi Komposisi kendaraan selama 5 jam penelitian dan jam puncak tidak ada perbedaan. Untuk JBH dan
ramp on di dominasi oleh mobil penumpang roda 4 sedangkan Jl. MT. Haryono didominasi oleh sepeda motor.

c) Tidak dilakukan kalibrasi untuk jenis jalan bebas hambaran (Freeway) karena nilai GEH dan MAPE diterima
secara statistik, hal ini dapat terjadi karena perilaku berkendara dengan pengaturan default sudah mencerminkan
perilaku berkendara di lapangan.

d) Pada model, penerapan ETC pada gerbang tol meningkatkan volume kendaraan di JBH sebanyak 9,71%. Dari
ke-2 opsi pendekatan ramp metering pada aplikasi vissim 8, pendekatan menggunakan stop sign lebih
menurunkan volume lalulintas di JBH dibanding menggunakan signal dengan nilai rate yang sama.

REFERENSI
Direktorat Jenderal Bina Marga. (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta, Indonesia.

Kementrian Perhubungan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015
Tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan, Kementrian Perhubungan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Irawan, M. Z. and Putri, N. H. (2015). “Kalibrasi Vissim Untuk Mikrosimulasi Arus Lalu Lintas Tercampur Pada
Simpang Bersinyal (Studi Kasus: Simpang Tugu, Yogyakarta).” Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda, 13(3),
97-106.

Munawar, A., Irawan. M. Z., and Fitrada, A. G. (2017). “Development of Urban Road Capacity and Speed Estimation
Methods in Indonesia.”,Proceedings of the World Congress on Engineering 2017, 2, 564-567.

393

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Potensi Pemanfaatan Tanah Ong dari Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai
Material Lapis Pondasi Jalan

S. M. Lasari*, S. H. T. Utomo, L. B. Suparma

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Material-material di Pulau Kalimantan yang digunakan dalam konstruksi sering kali tidak diuji secara teknis yang detail sehingga
diragukan kemampuannya sebagai material pada konstruksi pekerjaan jalan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis material
lokal, yaitu tanah Ong dari Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai agregat halus pada campuran lapis pondasi agregat kelas A.
Penelitian dilaksanakan dengan mencampur tanah Ong dan agregat kasar yang memiliki nilai abrasi 23,4%. Campuran dibuat
dalam 3 variasi dengan perbedaan perbandingan agregat yang digunakan. Pengujian yang dilakukan adalah untuk mengetahui
indeks plastisitas, gradasi butiran, mineral yang terkadung dalam tanah Ong, kepadatan, dan nilai CBR. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tanah Ong merupakan pasir berlanau dengan gradasi baik serta mineral yang terkandung dalam tanah Ong
adalah kaolinit, kuarsa, magnetite, dan plagioclase. Nilai CBR rendaman pada variasi I (17% tanah Ong), variasi II (20% tanah
Ong), dan variasi III (30% tanah Ong) adalah berturut-turut sebesar 114,52%; 167,65%; dan 160,54%. Ketiga variasi memenuhi
Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2018 dengan nilai CBR rendaman tertinggi 167,65% pada variasi II.
Ketiga variasi juga tidak mengalami pengembangan dan penyusutan pengan perendaman selama 4 hari (±96 jam) hal ini karena
mineral lempung yang terkandung dalam tanah Ong adalah kaolinit yang bersifat tidak mudah menyerap air.

Kata kunci : Tanah Ong, Pasir Kuarsa, CBR, Lapis Pondasi Agregat, Spesifikasi Bina Marga 2018.

1 PENDAHULUAN

Pembangunan infrastruktur jalan merupakan salah satu hal yang penting sebagai penunjang perkembangan daerah.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2011 Bab III Pasal 2, perencanaan teknis jalan harus
mempertimbangkan teknis, ekonomis, lingkungan, dan keselamatan. Empat komponen tersebut sulit untuk
diselaraskan karena keterbatasan sumber daya alam yang berkualitas di luar Pulau Jawa. Sehingga diperlukan
penelitian-penelitian lebih dalam terkait sumber daya alam lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai material perkersan
jalan. Penelitian ini menggunakan tanah Ong dari Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai agregat halus pada
campuran lapis pondasi atas. Untuk mengetahui nilai CBR dari lapis pondasi atas yang menggunakan tanah Ong
sebagai campuran, sehingga kandungan mineral dan sifat mekanis dari tanah Ong perlu diketahui terlebih dahulu.

2 METODE

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimental laboratorium faktor desain. Kemudian hasil
dari penelitian akan dioleh lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang menyebabkan perbedaan secara signifikan pada
benda uji. Penelitian dan pengujian tanah Ong serta campuran lapis pondasi agregat dilakukan di Laboratorium
Mekanika Tanah Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Laboratorium Pusat Geologi Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, dan
Laboratorium Teknik Transportasi Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada. Penelitian ini menggunakan tanah Ong dari Kabupaten Kotawaringin Barat sebagai agregat halus dan batu
pecah dengan nilai abrasi 23,404%. Benda uji dibuat dengan 3 variasi berbeda yaitu variasi 1 terdiri dari 83% agregat
kasar dan 17% agregat halus, variasi II terdiri dari 80% agregat kasar dan 20% agregat halus, dan variasi III terdiri
dari 70% agregat kasar dan 30% agregat halus.

Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah karakteristik tanah Ong, X-Ray Diffraction, California Bearing
Ratio (CBR), perbandingan hasil penelitian dengan metode Uji T menggunakan aplikasi SPSS. Diagram alir
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

394

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Mulai

Persiapan Bahan dan Alat

Pengujian dan Pemilihan Material

Uji Kadar Air Pengujian Agregat Halus Pemilihan Agregat Kasar Uji Abrasi
Uji Berat Jenis Uji Angularitas
Uji Batas Cair Butiran Mudah Pecah
Uji Batas Plastis
Memenuhi
Uji XRD Spesifikasi
Uji Butiran Mudah Pecah

Tidak
Ya

Variasi Campuran:
(I) 83% Agregat Kasar : 17% Agregat Halus
(II) 80% Agregat Kasar : 20% Agregat Halus
(III) 70% Agregat Kasar : 30% Agregat Halus

Pengujian Utama
Pemadatan (variasi kadar air)
CBR (soaked dan unsoaked)

Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 1. Diagram alir penelitian

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik tanah Ong

Berdasarkan pengujian analisis saringan, tanah Ong merupakan pasir berlanau dengan gradasi baik. Hasil dari
pengujian-pengujian yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian tanah Ong.

Pengujian Hasil

Kadar air asli 3,30%

Berat jenis 2,58%

Indeks plastisitas Non Plastis

Butiran mudah pecah 8,66%

Nilai batas cair dan batas plastis dari tanah Ong tidak dapat ditentukan, sehingga berdasarkan SNI 1967:2008 tanah
tersebut dinyatakan sebagai tanah non plastis. Tanah non plastis pada umumnya merupakan tanah granular dan
memiliki sifat tidak mudah untuk saling mengikat. Tanah ini juga tidak mudah untuk mengembang (swelling) dan
menyusut (shrinkage).

395

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Pengujian X-Ray Diffraction menunjukkan kandungan mineral pada tanah Ong adalah lempung jenis kaolinit
(H4Al2O9Si2), kuarsa (SiO2), magnetite (Fe3O4), dan plagioclase. Kaolinit merupakan golongan mineral yang
memiliki blok struktural setebal 7Å terdiri dari lembaran satuan tetrahedral dan lembaran satuan oktahedral. sejumlah
besar blok ini ditumpuk bersama untuk membentuk prartikel dengan ketebalan 500-1000 Å dengan rasio diameter /
ketebalan 10-20. ikatan hidrogen antar blok menciptakan struktur kisi yang relatif stabil dan tidak mudah ditembus
oleh air. Berry (1987) menyatakan kaolinit menunjukkan daya serap air yang relatif rendah dan tidak mudah
mengalami penyusutan serta pengembangan pada variasi kadar air. Lee (1983) mengemukankan secara fisik, kaolinit
memiliki corak berbintik dengan kombinasi warna merah, orange, dan putih. Magnetite adalah mineral besi oksida
dengan formula kimia Fe3O4 yang dapat ditemukan pada batuan beku, metamorf, dan sedimen. Mineral ini berwarna
hitam hingga abu-abu dan memiliki sifat magnet, serta memiliki kekerasan 5-6,5 skala Mohs. Quartz atau sering
disebut dengan kuarsa dengan formula kimia SiO2 merupakan mineral yang terkandung dalam batuan sedimen.
Quartz sangat tahan terhadap pelapukan mekanik ataupun kima, kuarsa sekunder sering berfungsi sebagai semen
yang mengikat butiran detrial. Material ini memiliki tingkat kekerasan 7 skala Mohs. Plagioclase adalah sekelompok
mineral feldspar yang membentuk rangkaian larutan padat mulai dari albite murni, Na(AlSiO3O8) hingga anorthite
murni. Mineral ini merupakan penyusun penting dari beberapa batuan seperti batu granit, serta memiliki tingkat
kekerasan 6-6,5 skala Mohs. Berdasarkan hasil pengujian-pengujian, tanah Ong dapat disebut dengan pasir kuarsa
karena lebih dari 50% metrial lolos saringan No.10 dan memiliki mineral kuarsa. Pasir kuarsa merupakan pelapukan
dari batuan beku asam seperti batu granit, atau batu beku lainnya yang mengandung mineral utama kuarsa kemudian
mengalami proses sedimentasi. Mulyani (2013) menyatakan bahwa pasir kuarsa di Indonesia sangat bervariasi
tergantung pada proses pembentukan tanah dan pengaruh mineral pengotor yang ikut terbentuk saat proses
sedimentasi. Hasil dari pengujian X-Ray Diffraction dapat dilihat pada Gambar 2 dan bentuk dari tanah Ong dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Grafik X-Ray Diffraction
Gambar 3. Tanah Ong

396

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

3.2 Hasil pengujian CBR

Digunakan 3 variasi benda uji untuk mengetahui perbedaan nilai CBR pada masing-masing variasi. Kadar air yang
digunakan adalah 8,1% untuk variasi I, 8% untuk variasi II, dan 8,5% untuk variasi III. Benda uji dibuat sesuai
dengan spesifikasi Bina Marga tahun 2018, dipadatkan dengan 10x, 35x, dan 65x pada 5 lapisan. Karena agregat
halus yang digunakan merupakan bersifat granular, benda uji dengan pemadatan 10x tumbukan tidak memiliki nilai
CBR karena masih dalam keadaan lepas. Grafik nilai CBR dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Grafik nilai CBR tanpa rendaman.

Nilai CBR tanpa rendaman, variasi I memiliki nilai CBR 95,05% pada pemadatan dengan 35x tumbukan dan
146,32% pada pemadatan dengan 65x tumbukan, variasi II memiliki nilai CBR 124,62% pada pemadatan dengan
35x tumbukan dan 143,33% pada pemadatan dengan 65x tumbukan , dan variasi III memiliki nilai 132,10% pada
pemadatan 35x tumbukan dan 135,47% pada pemadatan dengan 65x tumbukan.

Gambar 5. Grafik nilai CBR dengan rendaman.

Nilai CBR dengan rendaman pada variasi I adalah 92,06 pada pemadatan 35x tumbukan dan 114,32% pada
pemadatan 65x tumbukan, variasi II adalah 79,71% pada pemadatan 35x tumbukan dan 167,65% pada pemadatan
65x tumbukan, serta variasi III adalah 144,63% pada pemadatan 35x tumbukan dan 160,54% pada pemadatan 65x
tumbukan.

3.3 Perbandingan nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman
Pada variasi I dengan 35x dan 65x tumbukan nilai CBR lebih rendah dibandingkan dengan nilai CBR rendaman, hal
ini disebabkan kadar agregat halus hanya 13% sehingga masih terdapat banyak rongga udara pada campuran tersebut.
Pada variasi II, nilai CBR rendaman pada campuran dengan 35x tumbukan lebih rendah dibandingkan dengan nilai
CBR tanpa rendaman, hal ini dikarenakan energi pemadatan yang digunakan belum maksimal, sedangkan nilai CBR
rendaman dengan pemadatan 65x tumbukan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai CBR tanpa rendaman. Pada
variasi III semua nilai CBR rendaman lebih tinggi dibandingkan dengan nilai CBR tanpa rendaman, hal ini karena
kadar agregat halus pada campuran tersebut sebanyak 30%. Perbandingan nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman
dapat dilihat pada Gambar 6.

397

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 6. Perbandingan nilai CBR.

Uji T dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan pada nilai CBR rendaman dan tanpa rendaman. Nilai CBR
pada 35 tumbukan tidak memiliki perbedaan yang signifikan pada variasi I dan variasi III. Pada 65 tumbukan semua
benda uji memiliki perbedaan yang signifikan, pada variasi I nilai CBR rendaman lebih rendah daripada nilai CBR
tanpa rendaman, pada variasi II dan variasi III nilai CBR rendaman lebih tinggi dari nilai CBR tanpa rendaman. Hal
ini dipengaruhi oleh kadar agregat halus yang berbeda. Dikarenakan agregat halus mengandung mineral lempung
jenis kaolinit, sehingga agregat halus pada campuran ini tidak mudah menyerap air dan menjadi lebih padat setelah
direndam. Hasil dari uji T dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil perhitungan uji T.

Benda Uji Nilai Sig. 2 Keterangan
Tailed
Variasi I Tidak ada perbedaan
35 Tumbukan 0,352 ≥ 0,05 Ada perbedaan
65 Tumbukan 0,005 ≤ 0,05
Variasi II Ada perbedaan
35 Tumbukan 0,00 ≤ 0,05 Ada perbedaan
65 Tumbukan 0,025 ≤ 0,05
Variasi III Tidak ada perbedaan
35 Tumbukan 0,203 ≥ 0,05 Ada perbedaan
65 Tumbukan 0,029 ≤ 0,05

Berdasarkan Tabel 2, nilai CBR rendaman tertinggi terdapat pada variasi II dengan pemadatan 65x tumbukan.
Sehingga dapat disimpulkan, kombinasi yang tepat pada campuran ini adalah variasi II dengan jumlah tumbukan 65x
pada kadar air optimum 8%. Nilai CBR rendaman dari campuran ini memenuhi Spesifikasi umum Direktorat Jenderal
Bina Marga tahun 2018 revisi I. Hasil penelitian secara direkapitulasikan pada Tabel 3.

Jenis Pengujian Tabel 3. Rekapitulasi hasil penelitian. Spesifikasi
Agregat Kasar Hasil Maks 40%
Agregat Halus 95/90
Nilai Abrasi (SNI 2417 : 2008) 23,4%
Campuran Butiran pecah, tertahan ayakan no. 4 100/96,46 0-25
(SNI 7619:2012) 0-6
Maks.25
Batas Cair (SNI 1967:2008) - Variasi II Variasi III Maks.2/3
Indeks Plastisitas (SNI 1966:2008) Non plastis 80%:20% 70%:30%
Hasil Kali Indek Plastisitas dengan % - 167,65 160,54 min.90%
Lolos Ayakan No.200 0-5%
Perbandingan persen lolos saringan #40 0,37 2,39 3,17
dan #200 Variasi I
83%:17%
CBR rendaman (SNI 1744:2012) 114,51
Gumpalan Lempung dan Butiran-
Butiran Mudah Pecah (SNI 4141:1996) 2,15

398

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

4 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji karakteristik, tanah Ong merupakan pasir kuarsa bergradasi baik dan mengandung mineral
lempung kaolinit. Kandungan mineral lempung kaolinit tersebut menyebabkan campuran tidak mengalami swelling
dan shrinkage ketika direndaman selama ± 96jam (4 hari). Hasil percobaan menunjukkan bahwa campuran lapis
pondasi agregat kelas A dengan variasi I dengan komposisi 83% agregat kasar dan 17% agregat halus memiliki nilai
CBR rendaman 114,51%, variasi II dengan komposisi 80% agregat kasar dan 20% agregat halus memiliki nilai CBR
rendaman 167,65%, serta variasi III dengan komposisi 70% agregat kasar dan 30% agregat halus memiliki nilai CBR
rendaman 160,54. Nilai tersebut lebih besar dari yang disyaratkan pada Spesifikasi umum Direktorat Jenderal Bina
Marga tahun 2018 yaitu 90%. Nilai CBR rendaman tertinggi terdapat pada variasi II dengan komposisi 80% agregat
kasr dan 20% agregat halus dan memiliki nilai CBR rendaman sebesar 167,65%.

DAFTAR PUSTAKA
Berry, P. L., and Reid, D. (1987). An introduction to soil mechanics, McGraw-Hill, London.

Lee, I. K., and Ingles, O. G., White, W. (1983). Geotechnical engineering, Pitman Publishing Inc, Massachusetts.

Mulyani, S. Y., (2013). Kajian Lingkungan Pemanfaatan Pasir Kwarsa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan
dan Jembatan, Bandung, Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Marga (2011). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Jalan No:19/PRT/M/2011 Tentang
Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Marga. (2018). Spesifikasi Umum. Dalam: Edisi 2018, Kementerian Pekerjaan Umum,
Jakarta, Indonesia.

BSN. (2008). SNI 1967:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Cair Tanah, Badan Standardisasi Nasional, Jakarta,
Indonesia.

399

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Evaluasi Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Melalui Metode Bina Marga
pada Area Kesehatan

(Studi Kasus: Rumah Sakit Awal Bros Panam, Pekanbaru)

M. Z. Muttaqin*, Wanit JJ

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Islam Riau, Pekanbaru, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Kebisingan adalah akumulasi suara yang mengganggu manusia dalam kegiatan sehari-hari Salah satu penyebab kebisingan ialah
pergerakan lalu lintas yang berada di sekitar wilayah bangunan tersebut. Rumah Sakit Awal Bros Panam adalah rumah sakit
yang terletak di lokasi yang berpapasan langsung dengan aktivitas jalan raya di Kota Pekanbaru. Penelitian ini bertujuan untuk
menghitung hasil kebisingan lalu lintas terhadap Rumah Sakit Awal Bros Panam menggunakan prediksi metode Bina Marga,
dengan cara membandingkan tingkat kebisingan di rumah sakit dengan standard baku mutu KepMenLH No. 48 Tahun 1996
tentang standar baku mutu tingkat kebisingan. Penelitian ini dilakukan pada hari sibuk dan hari tidak sibuk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai prediksi Bina Marga masih menunjukkan standar baku yang aman, yakni berada di bawah 55 dBA.
Lebih lanjut, hasil menunjukkn bahwa tingkat kebisingan tertinggi terjadi pada hari sibuk adalah 51,41 dBA dibandingkan saat
saat akhir pekan yakni 50.94 dBA. Namun, hasil kebisingan prediksi Bina Marga sebaiknya juga dilakukan proses verifikasi
lapangan berupa pengukuran kebisingan secara langsung seperti menggunakan alat Sound Level Meter sehingga akan mengetahui
lebih lanjut seberapa banyak dominasi aktivitas kendaraan terhadap hasil kebisingan yang terjadi di wilayah Rumah Sakit
tersebut dalam aktivitasnya sebagai suatu area kesehatan di Kota Pekanbaru.

Kata kunci: Kebisingan, Metode Bina Marga, Rumah Sakit, Kota Pekanbaru.

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan suatu kegiatan pemindahan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sarana transportasi
terus semakin maju seiring dengan kebutuhan masyarakat dalam menggunakan transportasi Salah satu permasalahan
pada transportasi saat ini adalah terkait kemacetan. Kemacetan telah terjadi di berbagai perkotaan yang menyebabkan
banyak dampak yang dirasakan oleh masyarakat (Muttaqin, 2017; Raniasta et al., 2016).. Salah satu dampak dari
transportasi ialah kebisingan. Kebisingan ialah suara yang tidak dikehendaki dan cenderung sangat mengganggu
untuk makhluk hidup termasuk manusia. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada manusia seperti, gangguan
pada pendengaran, gangguan psikologis, gangguan komunikasi ataupun dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas
di jalan raya (Mulyono, 2012; Savitri dan Syafei, 2018). Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas umum yang
selalu dipergunakan manusia untuk penyembuhan berbagai penyakit, peningkatan dan penyembuhan manusia.

Rumah Sakit Awal Bros Panam termasuk rumah sakit besar yang terletak di jalan HR Soebrantas Panam, lokasi ini
terletak di pinggir jalan raya kota Pekanbaru. Letak yang strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat
menyebabkan rumah sakit tersebut akan melayani banyak pasien yang mengidap berbagai jenis penyakit, dan
diantaranya ada beberapa sebagian pasien yang memerlukan rawat inap di rumah sakit tersebut. Selain itu rumah
sakit tersebut membutuhkan suasana yang tenang dan tidak menggangu pasien untuk penyembuhan penyakit yang
diderita oleh pasien. Kebisingan pada Rumah Sakit Awal Bros Panam diakibatkan oleh aktivitas arus lalu lintas yang
melintas di depan rumah sakit tersebut, dan akitivas manusia yang ada di depan rumah sakit Awal Bros Panam, untuk
menentukan apakah kebisingan yang ada di Rumah Sakit Awal Bros Panam masih dalam standar baku mutu yang
berlaku atau tidak, dilakukan pengujian dengan menggunakan prediksi metode Bina Marga untuk menentukan
kebisingan akibat arus lalu lintas yang ada di depan Rumah Sakit Awal Bros Panam Kota Pekanbaru.

Adapun tujuan dari penelitian secara umum ialah mengetahui seberapa besar nilai kebisingan yang terjadi di Rumah
Sakit Awal Bros Panam Kota Pekanbaru dengan menggunakan prosedur yang telah disusun oleh Bina Marga. Prosdur
dari standar perhitungan yang dihasilkan oleh Bina Marga akan dibandingkan dengan acuan standard baku mutu
KepMenLH No. 48 Tahun 1996 tentang standar baku mutu tingkat kebisingan untuk mengetahui lebih lanjut terkait
besaran tingkat kebisingan arus lalu lintas pada Rumah Sakit Awal Bros Panam sehingga diharapkan penelitian ini

400

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

mampu untuk memberi pandangan terkait kebisingan pada lokasi kesehatan yang terletak berdampingan dengan
aktivitas jalan raya dan diharapkan juga mampu untuk mengembangkan lebih lanjut terkait kebijakan yang dilakukan
terkait dengan kebisingan yang telah terjadi di sekitar wilayah yang terdampak kebisingan tersebut.

2 LANDASAN TEORI

Kebisingan lalu lintas adalah kebisingan yang berasal dari suara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, terutama
dari mesin kendaraan, knalpot, serta akibat interaksi antara roda dengan jalan raya. Kendaraan berat (truk, bus) dan
mobil penumpang merupakan sumber kebisingan utama di jalan raya (Putra dan Djalante, 2012; Djalante, 2010).
Bina Marga (2004) telah mengeluarkan panduan untuk menghitung prediksi kebisingan lalu lintas dengan
menggunakan parameter geometrik jalan seperti panjang dan lebar area serta kecepatan kendaraan. Perhitungan
tingkat kebisingan berdasarkan metode Bina Marga secara empirik dapat ditunjukkan sebagai berikut,

= + 1 + 2 + 3 (1)

Dimana PNL ialah nilai prediksi kebisingan (dB), BNL ialah nilai kebisingan dasar, C1 ialah koreksi akibat kecepatan
kendaraan berat, C2 ialah koreksi akibat gradien, C3 ialah koreksi kondisi sumber bunyi dengan penerima.

Adapun dalam perhitungan nilai prediksi kebisingan secara detail dapat ditunjukkan sebagai berikut,

L10 (18h) = 29,1 + 10 log Q (2)

L10 = 42,2 + 10 log Q (3)

C1 = 33 log (V + 40 + 500/V) + 10 log (1 + 5 P/V) – 68,8 C1 (4)

C2 = 0,3 G (5)

C3 = −10 log (d’/13,5) dB(A) untuk h > {(d + 3,5/3)} (6)

C3 = −10 log (d’/13,5) + 5,2 log {3h/(d + 3,5)}dB(A) untuk h < {(d + 3,5)/3} (7)

Dimana L10 ialah besaran kebisingan dasar dengan satuan dB dan Q merupakan volume lalu lintas (kendaraan/jam);
V ialah presentase rata –rata kecepatan kendaraan berat (km/jam); P ialah presentase kendaraan berat (%); G ialah

gradient jalan (%); C3 ialah koreksi akibat jarak sumber bunyi dan penerima; h ialah ketinggian titik penerima dari
muka tanah; d’adalah panjang garis pandangan ke sumber bunyi dengan penerima; D ialah jarak sumber bunyi ke

penerima.

Dalam aturan baku mutu yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 48 tahun
1996 yang didasari oleh peruntukan kawasan atau lingkungan kesehatan termasuk di dalamnya Rumah Sakit ialah
maksimal sebesar dan nilai toleransi yg dibolehkan +3 dBA.

3 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Awal Bros Panam, Kota Pekanbaru. Penelitian ini menggunakan data arus
lalu lintas dengan menggunakan kamera cctv dan mencatat jumlah kendaraan yang melintasi Rumah Sakit Awal Bros
Panam. Selain itu, data kecepatan diambil berdasarkan survei langsung di depan lokasi penelitian dengan ujung
masing—masing bangunan rumah sakit menjadi titik lokasi survei kecepatan. Untuk mendapatkan data rata-rata
kendaraan dapat diperoleh dengan cara mendata waktu tempuh kendaraan (detik), yang melintasi didepan Rumah
Sakit Awal Bros Panam, yaitu sepeda motor dan kendaraan ringan, kemudian dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan hasil rata-rata kendaraan, untuk rata-rata kendaraan pada mobil dan motor, diambil 50 sampel motor
dan 50 sampel mobil. Selain itu, data observasi lapangan seperti kondisi sekitar lokasi penelitian juga dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara sumber bunyi dan penerima kebisingan lalu lintas. Penelitian dilakukan pada
hari Senin dan Selasa sebagai representasi hari sibuk dan hari sabtu dan minggu sebagai representasi hari tidak sibuk.

401

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

U

Gambar 1. Lokasi penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lalu lintas menjadi salah satu sumber kebisingan dari sebuah area kesehatan, salah satunya ialah wilayah
rumah sakit. Penelitian ini menggunakan karakteristik berupa volume kendaraan. Jenis kendaraan yang akan dihitung
adalah sepeda motor, kendaraan ringan dan bus kota. Data arus lalu lintas yang didapat selama penelitian dapat dilihat
sebagai berikut

Tabel 1. Volume rerata kendaraan (kend/jam)

Jam Hari sibuk Kendaraan Hari tak sibuk Kendaraan
Sepeda Mobil Berat Sepeda Mobil Berat
06:00-09:00 Motor Penumpang 4 Motor Penumpang 4
09:00-11:00 785 697 4 755 699 4
14:00-17:00 637 627 3 643 624 3
17:00-22:00 613 613 2 631 618 2
22:00-24:00 611 611 0 619 617 0
24:00-03:00 622 622 0 605 620 0
03:00-06:00 628 628 0 658 633 0
06:00-09:00 606 606 1 752 621 1
603 603 639 604

Selain itu, rerata data kecepatan kendaraan tercatat pada hari sibuk sebesar 40,92 km/jam dan hari tidak sibuk sebesar
41,83 km/jam. Setelah itu, dilakukan perhitungan terkait prediksi kebisingan lalu lintas dengan contoh perhitungan
pada hari sibuk ialah sebagai berikut,

10 = 28.1 + 10 (1522) = 59,92

1 = 33 (40,92 + 40 + 500/40,92) + 10 (1 + 50/40,92) – 68,8 = −2,49 ( )

2 = 0.2 5% = 1

3 = −10 (22,36/13,5) + 5,2 (3 1,2/(22 + 3,5)) = −6,61

= 57,71 − 6,61 = 51,1 ( )

Hasil perhitungan tingkat kebisingan kendaraan berdasarkan Metode Bina Marga dilakukan di hari sibuk ialah rerata
sebesar 51,1 dBA. Dengan perhitungan yang sama, untuk hari tidak sibuk didapat hasil prediksi kebisingan rerata
sebesar 50,94 dBA. Hasil kedua prediksi pada hari sibuk maupun tidak sibuk cenderung mirip yakni rentang 50-51
dBA. Hal ini dapat terjadi karena Jalan yang berada di depan Rumah Sakit Awal Bros Panam merupakan salah satu
jalan utama yang ada di Kota Pekanbaru. Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya, yakni Mulyono (2012) dan
Sihombing (2011) yang menyatakan bahwasanya dalam perhitungan prediksi kebisingan, waktu pengamatan, baik
hari sibuk maupun hari tidak sibuk memiliki hasil prediksi yang identik atau memiliki selisih mendekat nol.

402

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Hasil prediksi kebisingan berupa nilai Predicted Noise Level (PNL) dilakukan suatu perbandingan dengan standar
baku mutu untuk rentang kebisingan yang aman, seperti pada ketetapan KEP-48/MENLH/11/1996 terkait baku mutu
kebisingan. Hasil prediksi menurut Bina Marga, baik pada saat hari sibuk, menunjukkan bahwa nilai kebisingan
terbesar dan terendah terjadi yaitu 51,41 dBA dan 51,01 dBA serta hasil yang didapatkan pada hari tidak sibuk dengan
nilai kebisingan terbesar dan terendah sebesar 50,94 dBA dan 50,04 dBA masih dalam rentang yang aman, dimana
batas maksimal baku mutu kebisingan dalam wilayah rumah sakit ialah sebesar 55 dBA. Hal ini dikarenakan jarak
rumah sakit ke sumber bunyi kebisingan tidak terlalu dekat dengan adanya lahan parkir yang terletak di depan rumah
sakit dan dapat dijadikan sebagai peredam kebisingan sepanjang jarak antara lahan parkir dan bangunan rumah sakit.

Tabel 2.Perbandingan Predicted Noise Level dengan Standar Baku Mutu Tingkat Kebisingan

No Hari PNL Baku Mutu Toleransi Keterangan
(dBA) (dBA) (dBA)
1. Hari Sibuk 51,41 (max) 55 +3 Memenuhi
51,01 (min) 55 +3 Memenuhi
2. Hari Tidak 50,94 (max) 55 +3 Memenuhi
Sibuk 50,04 (min) 55 +3 Memenuhi

5 KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan, disimpulkan bahwa Metode Bina Marga dapat dijadikan suatu referensi guna
memprediksi kebisingan akibat adanya arus lalu lintas yang berada di dalam suatu wilayah kesehatan, seperti pada
lokasi Rumah Sakit Awal Bros Panam di Kota Pekanbaru. Hasil prediksi kebisingan menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan lalu lintas di rumah sakit tersebut masih berada dibawah standar baku mutu dan masih pada rentang yang
aman untuk diterima oleh manusia. Perhitungan prediksi tingkat kebisingan yang terjadi pada hari sibuk tertinggi
adalah 51,41 dBA, dan pada hari tidak sibuk tingkat kebisingan maksimal yang didapat adalah 50,94 dBA. Selain
itu, perbedaan hasil antara hari sibuk dan tidak sibuk sangatlah sedikit, sehingga dapat dikatakan perbedaan waktu
untuk hari sibuk dan tidak sibuk tidak begitu mempengaruhi tingkat kebisingan yang terjadi di wilayah tersebut.

Saran untuk penelitian selanjutnya ialah dilakukan konfirmasi hasil prediksi kebisingan yang dihitung melalui metode
Bina Marga dengan hasil kebisingan langsung di lapangan seperti menggunakan alat bantu pengukuran Sound Level
Meter (SLM) supaya dapat diketahui dominasi jenis kebisingan yang terjadi apakah dari lalu lintas atau disebabkan
oleh faktor lainnya, seperti kesibukan masyarakat di sekitar lokasi kebisingan.

REFERENSI
Putra, A. A. and Djalante, S. (2012). "Estimasi tingkat kebisingan lalu-lintas dengan metode transport road and
research laboratory (trrl) pada kawasan senapati land." Tekno-Sipil, 10(57), 1–8.

Direktorat Jenderal Bina Marga. (2004). Prediksi Kebisingan akibat Lalu Lintas, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, Jakarta, Indonesia.

Djalante, S. (2010). "Analisis tingkat kebisingan di jalan raya yang menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas
(apil) (Studi kasus: Simpang Ade Swalayan)." Jurnal SMARTek, 8(4), 280–300.

Mulyono, G. S. (2012). "Analisis Kebisingan Akibat Arus Lalulintas di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Surakarta." Seminar Nasional Teknik Sipil UMS 2012, 65–70.

Muttaqin, M. Z. (2017). "Karakteristik Pemilihan Moda Sepeda Motor Kelompok Mahasiswa Universitas Islam Riau
( Studi Kasus : Fakultas Teknik )." Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 (Konteks) Untar, 26–27.

Raniasta, Y. S., Ikaputra, & Widyastuti, D. T. (2016). "Pengembangan Kawasan Stasiun Tugu Yogyakarta Berbasis
Transit Dengan Pendekatan Aksesibilitas."Jurnal Penelitian Transportasi Multimoda, 14(1), 41–54.

Savitri, M. A., and Syafei, A. D. (2018). "Pemetaan Tingkat Kebisingan di Rumah Sakit Islam A. Yani Surabaya."
Jurnal Teknik ITS, 7(1), 192–195.

Sihombing, L. (2011). "Kebisingan pada Rumah Sakit dan Kenyamanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum
Methodist Kota Medan Tahun 2010." Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan, Indonesia.

403

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Model Estimasi Emisi CO2 Kendaraan Berbahan Bakar Bensin dan Solar
di Indonesia

W. Anggoro, I. Muthohar*, S. Malkhamah

Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
INDONESIA

*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Emisi kendaraan berbahan bakar fosil perlu dikendalikan untuk mencapai tujuan transportasi berkelanjutan. Oleh sebab itu
dibutuhkan sebuah model estimasi emisi untuk memprediksi tingkat emisi di masa depan, agar bisa diambil kebijakan preventif
maupun kuratif terhadap masalah emisi kendaraan. Model estimasi emisi yang disusun pada makalah ini menggunakan basis
data penjualan Bahan Bakar Minyak jenis bensin dan solar. Bensin yang dimaksud adalah jenis RON 88, RON 92, RON 95,
RON 98, dan RON 100, sedangkan solar yang dimaksud adalah jenis CN 48, CN 51, CN 53, dimana keduanya secara umum
digunakan sebagai bahan bakar kendaraan di Indonesia. Variabel yang digunakan untuk menyusun model antara lain jumlah
kendaraan (sepeda motor dan mobil) (X1), PDB nominal (X2), Jumlah penduduk (X3), jumlah angkatan kerja (X4), rumah tangga
(X5), Indeks Harga Konsumen (X6), dan konsumsi BBM kendaraan (bensin dan solar) (X7). Model estimasi emisi terbaik yang
didapatkan dengan variabel tersebut adalah = 1570,397 4 + 1,115 7 − 157607380,989. Prediksi tingkat emisi CO2
kendaraan di Indonesia dengan model yang telah divalidasi ini pada tahun 2030 sebesar 91.096.882 ton.

Kata kunci: Model estimasi emisi, CO2, Bensin, Solar.

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sektor transportasi di Indonesia merupakan kontributor tertinggi emisi gas rumah kaca. Emisi transportasi adalah
penyumbang pencemaran udara tertinggi sekitar 85% di Indonesia (Ismiyati et al., 2014). Berdasarkan hasil studi,
70% pencemaran udara terjadi di perkotaan dan 23% emisi gas rumah kaca dari fossil fuel bersumber dari sektor
transportasi, dan 90% dari emisi transportasi, berasal dari transportasi darat (Kementrian Lingkungan Hidup, 2018).
Hasil penghitungan Indeks Kualitas Udara (IKU) nasional tahun 2018 adalah 84,74 di atas target tahun 2018 yang
ditetapkan sebesar 83,00. Meskipun nilai IKU diatas target yang ditetapkan, data dari Badan Pusat Statistik
menunjukkan selama 3 tahun terakhir jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tumbuh sebesar 11,12 %, sedangkan
produksi kendaraan bermotor tumbuh sebesar 3,05 % (Badan Pusat Statistik, 2020). Data dari Dewan Energi Nasional
menunjukkan bahwa konsumsi energi terbesar adalah sektor transportasi yaitu sekitar 57,2 juta TOE, dimana hampir
99% penggunaan energi di sektor transportasi masih memanfaatkan BBM, sisanya memanfaatkan gas dan listrik.
Pemakaian gasolin untuk kendaraan bermotor mencapai 50,9% diikuti oleh biosolar 29,1% dan solar 11,3% dari total
konsumsi energi di sektor transportasi (Dewan Energi Nasional, 2019). Emisi kendaraan berbahan bakar fosil perlu
dikendalikan untuk mencapai transportasi berkelanjutan. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah model estimasi emisi
untuk memprediksi tingkat emisi di masa depan, agar bisa diambil kebijakan preventif maupun kuratif terhadap
masalah emisi kendaraan.

1.2 Landasan Teori
Permodelan estimasi emisi bisa dilakukan setidaknya dengan 2 pendekatan, yaitu makroskopis dan mikroskopis (Ma
et al., 2017). Mikroskopik menitikberatkan pada perilaku berkendara seperti pola akselerasi dan deselerasi.
Makroskopik menggunakan fungsi agregat berbasis data lalu lintas seperti kecepatan. Wallace et al. (1998) dan
Boriboonsomsin et al. (2012) menggunakan pendekatan makroskopik statis, hanya saja perbedaanya jika Wallace
berbasis pada jaringan jalan, Boriboonsomsin berbasis pada penjualan bahan bakar dan jenis polutannya yang
dipengaruhi oleh kecepatan rata-rata dan kondisi jalan. Metode ini mirip dengan metode IPCC (2006) dimana
estimasi emisi dikalkulasi dengan 2 cara sebagai basis perhitungan emisi yaitu Vehicle Kilometre Travelled (VKT)
dan penjualan bahan bakar. Pendekatan makroskopis model IPCC (2006) inilah yang akan dipakai sebagai basis
perhitungan emisi pada penelitian ini dan disesuaikan dengan data sekunder yang telah dikumpulkan.

404

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

1.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan estimasi emisi menurut IPCC (2006) yang terbagi
menjadi 2 metode. Metode pertama menggunakan data VKT yang telah didapatkan dari penelitian terdahulu dan
dianggap masih relevan datanya untuk digunakan. Data VKT yang digunakan terdiri dari VKT mobil dan sepeda
motor yang dikalkulasi dari volume lalu lintas pada jalan nasional di 77 kota di Indonesia selama 1 tahun (Wandani
et al., 2018). Metode kedua estimasi emisi dengan berbasis pada volume penjualan bahan bakar yaitu bensin dan
solar karena kedua bahan bakar tersebut yang lazim dipergunakan di sektor transportasi darat di Indonesia. Metode
dasar IPCC (2006) dengan basis penjualan bahan bakar sebagai basis utama kalkulasi diformulasikan sebagai berikut
:

= ∑[ × ] (1)



Dimana, E adalah tingkat emisi CO2 kendaraan selama 1 tahun, berdasarkan bahan bakar tertentu dalam satuan kg.
adalah total penjualan bahan bakar jenis tertentu, dalam satuan TJ. adalah Faktor Emisi CO2, dalam satuan
kg/TJ. Data VKT sepeda motor dan mobil, serta rata-rata International Roughness Index (IRI) dari Wandani et al.,
(2018), digunakan untuk kalkulasi potensi penambahan tingkat emisi CO2, yang diduga diakibatkan oleh tingkat
kerusakan jalan, yang direpresentasikan dengan nilai IRI. Data tersebut dipadukan dengan metode dasar IPCC (2006),
kemudian dimodifikasi untuk kalkulasi potensi tambahan tingkat emisi CO2, dengan konsep formulasi sebagai

berikut :

= × × × 10−3 (2)

Dimana, Ep adalah potensi tambahan emisi CO2 selama 1 tahun, berdasarkan bahan bakar tertentu, sudah dalam
satuan ton. adalah total penjualan bahan bakar jenis tertentu, dalam satuan TJ. adalah Faktor Emisi CO2,
sudah dalam satuan ton/TJ. Angka konversi satuan BOE menjadi TJ adalah 6,118 x 10-3.

1.4 Pengumpulan Data

Data penelitian ini menggunakan data sekunder, yang didapatkan dari laporan-laporan instansi yang berwenang
seperti Badan Pusat Statistik, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Dewan Energi Nasional yang
terbaru. Data tambahan didapatkan dari jurnal dan prosiding seminar bereputasi, untuk menjamin validitas data yang
digunakan. Data yang berasal dari institusi yang berwenang tersebut, dikumpulkan mulai tahun 2009 hingga tahun
2019, dan sudah cukup representatif diolah untuk tujuan penelitian dan prediksi.

Tabel 1. Hasil kalkulasi VKT dan IRI

Rata-rata Maksimum Minimum Standar Deviasi
5.810.000.000 4.111.711
VKT sepeda motor (km) 197.000.000 2.370.000.000 879.662,40 661.000.000
7,7364 2,7476 271.000.000
VKT mobil (km) 79.500.000 1,2572

IRI (m/km) 4,5951

Sumber : Wandani et al. (2018).

Tabel 2. Faktor emisi CO2 transportasi jalan

Jenis BBM Default (kg/TJ) Batas atas Batas bawah
73.000 67.500
Bensin (gasoline) 69.300 74.800 72.600

Solar (diesel) 74.100

Sumber : IPCC, 2006. Energy Volume.

1.5 Variabel Penelitian

Variabel bebas yang dipilih adalah variabel yang terkait dengan indikator ekonomi makro, sehingga bisa diketahui
sejauh mana indikator ekonomi makro berkorelasi terhadap tingkat emisi CO2. Variabel bebas pada penelitian ini
adalah, jumlah kendaraan (X1), Produk Domestik Bruto (PDB) nominal (X2), Jumlah penduduk (X3), jumlah
angkatan kerja (X4), rumah tangga (X5), Indeks Harga Konsumen (X6), dan konsumsi BBM kendaraan (bensin dan
solar) (X7). Variabel terikatnya adalah tingkat emisi CO2 kendaraan berbahan bakar bensin dan solar (Y).

405

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

1.6 Hipotesis

Variabel bebas angkatan kerja dipilih karena angkatan kerja terkait dengan mobilitas kendaraan yang berpotensi
meningkatkan emisi CO2. Oleh sebab itu diputuskan hipotesis yang dipakai sebagai berikut:
Ho : tingkat emisi CO2 kendaraan berbahan bakar bensin dan solar tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah
angkatan kerja (X4), dan konsumsi BBM kendaraan (bensin dan solar) (X7).
Ha : tingkat emisi CO2 kendaraan berbahan bakar bensin dan solar dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah
angkatan kerja (X4), dan konsumsi BBM kendaraan (bensin dan solar) (X7).

2 HASIL PENELITIAN

2.1 Deskripsi Hasil Kalkulasi

Karbon dioksida (CO2) akibat emisi kendaraan, yang dikalkulasi berdasarkan penjualan bahan bakar bensin dan solar,
serta ditambah estimasi akibat pengaruh IRI terhadap VKT, didapatkan hasil tingkat emisi CO2 terendah terjadi pada
Tahun 2009, sebesar 52.894.660 ton, dan tingkat emisi tertinggi terjadi di tahun 2019, sebesar 87.433.117 ton. Rata-
rata tingkat emisi CO2 yang dihasilkan antara tahun 2009 hingga 2019, sebesar 71.651.021,78 ton. Meski pada Tahun
2016 sempat mengalami penurunan, tetapi trend menunjukkan, tingkat emisi CO2 secara umum mengalami
peningkatan. Hasil kalkulasi emisi CO2 termasuk potensi penambahannya, disajikan dalam diagram berikut ini :

100,000,000
90,000,000
80,000,000
70,000,000
60,000,000
50,000,000
40,000,000
30,000,000
20,000,000
10,000,000
0

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Emisi

Gambar 1. Diagram hasil kalkulasi emisi CO2 Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar (dalam ton)
Sumber : Hasil analisis, 2020

2.2 Korelasi Antar Variabel

Data penelitian berdistribusi normal, sehingga digunakan statistik parametrik. Variabel yang telah ditetapkan tersebut
kemudian diuji dengan teknik korelasi pearson, untuk mengetahui tingkat korelasinya, baik antara variabel bebas
dan terikat maupun antar variabel bebasnya. Hasil pengujian menunjukkan, korelasi terlemah terjadi antara variabel
tingkat emisi (Y) dengan variabel Indeks Harga Konsumen (X6), dengan nilai korelasi R sebesar 0,47, sedangkan
korelasi terkuat terjadi antara variabel tingkat emisi (Y) dengan variabel PDB nominal (X2), dengan nilai korelasi R
sebesar 0,914. Korelasi sangat kuat terjadi pada variabel tingkat emisi (Y) dengan jumlah kendaraan (X1), Jumlah
penduduk (X3), dan rumah tangga (X5), dengan nilai R hampir sama yaitu masing-masing 0,913; 0,912; 0,912.
Multikolinieritas terjadi hampir pada semua variabel bebas, kecuali terhadap variabel konsumsi BBM kendaraan
(X7). Kolinieritas terlemah terjadi pada variabel konsumsi BBM kendaraan (X7) dengan variabel Indeks Harga
Konsumen (X6), sebesar 0,40, diatasnya sedikit ada nilai R 0,43 dengan variabel jumlah angkatan kerja (X4). Hasil
dari uji korelasi pearson, variabel Indeks Harga Konsumen (X6) harus direduksi.

2.3 Uji Hipotesis

Hipotesis penelitian diuji dengan indikator nilai t-stat dan p-value pada hasil uji regresi. Dilihat dari hipotesisnya
termasuk dalam kategori uji satu arah. Nilai t-tabel yang didapat sebesar 2,228 (CI 95%; df=10). Nilai t-stat variabel
X4, X7, lebih besar dari t-tabel yaitu masing-masing sebesar 3,465 dan 2,387. Jadi, menurut interpretasi t, maka

406

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

hipotesis null (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Menurut indikator p-value, nilai p-value hitung
variabel X4, X7 lebih kecil dari nilai  (5%) yaitu masing-masing sebesar 0,008 dan 0,044, artinya tingkat kesalahan
masih dibawah 5%, karena p-value lebih kecil dari nilai , maka hipotesis null (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif
(Ha) diterima. Kesimpulan dari 2 indikator tersebut bahwa tingkat emisi CO2 kendaraan dipengaruhi secara signifikan
oleh jumlah angkatan kerja (X4), dan konsumsi BBM kendaraan (bensin dan solar) (X7).

2.4 Model Estimasi Emisi

Analisis korelasi pearson menghasilkan 5 pasang variabel bebas (X), yang akan diuji dengan variabel terikat (Y),
yang memiliki probabilitas menjadi model, menggunakan metode regresi berganda. Kelima variabel bebas tersebut,
semuanya berpasangan dengan variabel konsumsi BBM kendaraan (X7). Sebelum diuji dengan regresi, kelima model
alternatif tersebut diuji kembali, dengan uji korelasi pearson, untuk memastikan kolinieritas antar variabel bebasnya.
Hasil regresi menunjukkan bahwa, 4 model memiliki hasil yang hampir sama, yaitu dengan nilai R kolinieritasnya
antara 0,5 hingga 0,6, artinya tidak cukup kuat. Kolinieritas terlemah terjadi antara variabel jumlah angkatan kerja
(X4), dengan variabel konsumsi BBM kendaraan (X7) dengan nilai R sebesar 0,43. Hasil ini membuat model 4
(Y,X4,X7), perlu ditelaah lebih lanjut untuk menjadi model potensial, karena probabilitasnya naik. Kelima model
kemudian diuji dengan regresi berganda, hasilnya adalah model 4 (Y,X4,X7), yaitu pasangan variabel bebas jumlah
angkatan kerja (X4) dengan variabel konsumsi BBM kendaraan (X7), memiliki indikator yang baik dan cukup
meyakinkan untuk menjadi model estimasi emisi CO2. Indikator yang dipantau adalah nilai t-stat, p-value, dan
kolinieritas R antar variabel bebas, dengan nilai R terkecil dibandingkan keempat model lain. Model 4 (Y,X4,X7),
kemudian dipilih menjadi model estimasi emisi CO2 kendaraan berbahan bakar bensin dan solar, dengan model
persamaan sebagai berikut:

= 1570,397 4 + 1,115 7 − 157607380,989 (3)

Dimana, Y adalah variabel terikat tingkat emisi CO2, X4 adalah variabel bebas jumlah angkatan kerja, dengan
parameter sebesar 1570,397, dan X7 adalah variabel bebas konsumsi BBM kendaraan, dengan parameter sebesar
1,115. Nilai Intercept sebesar -157607380,989. Nilai intercept bisa diabaikan untuk analisis hubungan antar variabel
dan tidak mempengaruhi validitas model.

2.5 Validasi model

Validasi model diuji dengan ukuran goodness of fit dengan indikator koefisien determinasi R2. Hasil model yang
diperoleh mencapai nilai R2 sebesar 0,79, sedangkan adjusted R2 sebesar 0,74. Angka tersebut masih menunjukkan
bahwa model yang dibuat masih cukup kuat untuk menghasilkan prediksi yang valid.

2.6 Aplikasi Model Untuk Estimasi Emisi CO2 Kendaraan Bensin dan Solar di Tahun 2030 dengan Skenario
Business As Usual (BAU)

Tabel 3. Hasil aplikasi model estimasi emisi CO2

Tahun Jumlah angkatan kerja Konsumsi BBM Emisi CO2
(ribu orang) (kiloliter) (ton)

2019 126.515* 36.710.328** 87.433.117****

2030 135.652*** 31.997.392*** 91.096.882*****

Sumber : BPS, 2020* ; HEESI, 2020** diolah ; hasil prediksi, 2020*** ; kalkulasi,2020**** ; hasil model, 2020*****

Jadi, dengan model yang sudah dibuat, estimasi emisi CO2 akibat kendaraan berbahan bakar bensin dan solar, dengan
asumsi bahwa keadaan saat ini dan nanti tidak jauh berbeda dalam upaya penanganan emisi CO2, di Tahun 2030 akan
mengalami kenaikan sebesar 4,02%.

3 ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisis Hasil Kalkulasi Emisi
Estimasi emisi CO2 yang dikalkulasi dengan basis VKT dan IRI, diasumsikan bahwa VKT dan IRI konstan dari tahun
2009 hingga tahun 2019. Kalkulasi emisi CO2 yang berbasis penjualan bensin dan solar merupakan basis utama,
dihitung terpisah dengan kalkulasi VKT dan IRI. Kalkulasi utama tetap yang berbasis penjualan solar dan bensin,
dengan asumsi awal bahwa tingkat emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas, pada kondisi jalan

407

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

dengan nilai IRI bernilai 1, meskipun kenyataan tersebut tidak ada di Indonesia. Kalkulasi berbasis VKT dilakukan
hanya untuk menghitung potensi penambahan tingkat emisi, yang sudah dihitung dengan basis penjualan bensin dan
solar. Potensi penambahan tingkat emisi ini diduga diakibatkan oleh tingkat kerusakan jalan yang direpresentasikan
dengan IRI, sehingga kalkulasi akhir tingkat emisi CO2 sudah diestimasi secara maksimal. Keterkaitan VKT dan IRI
dengan angkatan kerja bahwa jarak tempuh akibat mobilitas kendaraan angkatan kerja diasumsikan bagian dari VKT
sehingga mobilitas kendaraan angkatan kerja juga akan melewati jalan dengan kondisi IRI yang sama. Asumsi lain
yang digunakan adalah sepeda motor hanya menggunakan bensin untuk semua jenis RON, sedangkan mobil
menggunakan semua jenis BBM.

3.2 Analisis Probabilitas Model

Nilai korelasi model yang dipilih yaitu model 4 (Y,X4,X7), sebenarnya bukan model yang paling tinggi nilai korelasi
R nya dibandingkan beberapa model yang potensial, namun ada indikator lain yang dianalisis secara bertingkat.
Analisis pertama adalah, nilai kolinieritas antar variabel bebas model 4, paling lemah diantara model yang lain,
sehingga bisa diajukan menjadi kandidat model. Analisis kedua adalah melihat nilai R2 dan adjusted R2 hasil uji,
yaitu bernilai masing-masing 0,76 dan 0,74 yang berarti cukup kuat, meskipun ada model lain yang memiliki nilai
R2 lebih kuat, oleh karena itu tahap selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut. Nilai ini juga sekaligus indikator
kevalidan model. Analisis ketiga adalah melihat nilai t-stat dibanding t-tabel. Nilai t-stat sebenarnya merupakan
metode klasik yang masih dipakai yang efektif untuk sampel kecil berdistribusi normal, t-stat digunakan sebagai
indikator tambahan untuk penguat keputusan hipotesis yang dibuat. Nilai t-stat kedua variabel bebas adalah 3,465
dan 2,387 yang nilainya lebih besar dari t-tabel (CI 95%; df=10) untuk uji satu arah, sehingga hipotesis null (Ho)
ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Analisis keempat adalah melihat nilai p-value. P-value merupakan
metode probabilitas yang paling menentukan keputusan hipotesis. Dalam kasus ini nilai p-value kedua variabel bebas
adalah 0,008 dan 0,044, masih dibawah nilai signifikansi  (5%) untuk uji satu arah, artinya tingkat kesalahan masih
masuk dalam toleransi. Hasil analisis bertingkat menunjukkan posisi model yang dipilih memiliki tingkat validitas
dan reliabilitas cukup kuat dengan keputusan Hipotesis alternatif (Ha) diterima, sehingga menunjukkan bahwa
jumlah angkatan kerja dan konsumsi BBM (bensin dan solar) berpengaruh signifikan terhadap tingkat emisi CO2 di
Indonesia.

3.3 Komparasi hasil estimasi emisi CO2 dengan prediksi (time series data) dan permodelan

Tahun Tabel 4. Komparasi hasil estimasi CO2 Prediksi model
2030 91.096.882 (ton)
Sumber : Hasil analisis, 2020. Prediksi (time series data)
120.575.283 (ton)

4 KESIMPULAN

Hasil estimasi emisi CO2 kendaraan berbahan bakar bensin dan solar, yang dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah
angkatan kerja dan konsumsi BBM, menghasilkan tingkat emisi yang berbeda dengan metode yang berbeda. Prediksi
(time series data) bisa digunakan untuk kebijakan yang sifatnya pesimis dengan peningkatan emisi CO2, sedangkan
prediksi model bisa digunakan untuk kebijakan yang sifatnya moderat dalam menyikapi peningkatan emisi CO2 pada
sektor transportasi jalan. Catatan : model ini dibuat dengan asumsi bahwa tidak ada pandemi covid-19 yang terjadi
secara global saat ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Imam Muthohar, ST, MT, D.Eng dan Prof. Ir. Siti
Malkhamah, M.Sc. Ph.D selaku pembimbing sehingga makalah ini bisa diselesaikan.

REFERENSI
BPS. (2020). Statistika Indonesia 2020, Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia.

Boriboonsomsin, K., Barth, M., Zhu, W., Vu, A., (2012). “Eco-routing navigation system based on multisource
historical and real-time traffic information.” Intell. Transp. Syst. IEEE Trans, 13, 1694–1704.

408

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Center of Data and Information Technology on Energy and Mineral Resources. (2020). Handbook of Energy &
Economic Statistics of Indonesia 2019, Ministry of Energy and Mineral Resources Republic of Indonesia, Jakarta,
Indonesia.

Direktorat Pengendalian Pencemaran Udara dan Kerusakan Lingkungan. (2018). Laporan Kinerja Tahun 2018.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Indonesia.

IPCC. (2006). “Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories.” IPCC, Volume 2: Energy. Chapter 3: Mobile
Combustion, 3.12.

Ismiyati, Marlita, D., dan Saidah, D. (2014). “Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.”
Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik., 1(3), 241-248.

Ma, Rui., Ban, Xuegang., and Szeto, W.Y. (2017). “Emission modeling and pricing on single-destination dynamic
traffic networks.” Transportation Research Part B, 100, 255–283.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional. (2019). Laporan Penelaahan Neraca Energi Nasional 2019, Dewan
Energi Nasional, Jakarta, Indonesia.

Wallace, C., Courage, K., Hadi, M., Gan, A. (1998). TRANSYT-7F User’s Guide, University of Florida, Gainesville.

Wandani, F., Maimunah, S., Yamamoto, M., Yoshida, Y. (2018). “Spatial econometric analysis of automobile and
motorcycle traffic on Indonesian national roads and its socio-economic determinants: Is it local or beyond city
boundaries?”. IATSS Research, 42, 76–85.

LAMPIRAN

Tabel 5. Variabel penelitian yang duji

Tahun Emisi CO2* Jumlah* PDB Jumlah Jumlah Jumlah Indeks Konsumsi**
(ton) kendaraan nominal penduduk Angkatan Rumah Harga BBM
(unit) (milyar) (ribu org) kerja Tangga Konsumen kendaraan
(ribu org) (ribu org) (kiloliter)
115,06
2009 52.894.660 67.336.644 5.606.203 234.757 113.833 60.446 125,17 29.491.493
129,91 30.247.129
2010 57.366.644 76.907.127 6.864.133 238.519 116.528 61.384 135,49 34.986.907
146,84 40.915.899
2011 63.576.901 85.601.351 7.831.726 241.991 117.370 62.630 111,53 41.452.142
122,99 40.738.421
2012 70.358.601 94.373.324 8.615.705 245.425 118.053 63.097 126,71 38.198.601
131,28 39.195.026
2013 73.335.393 104.118.969 9.546.134 248.818 118.193 63.938 135,39 40.021.404
139,07 39.702.243
2014 74.344.263 114.209.260 10.569.705 252.165 121.873 64.767 36.710.328

2015 75.953.508 121.394.185 11.526.333 255.462 114.819 65.582

2016 66.231.501 129.281.079 12.406.774 258.705 118.412 66.385

2017 82.103.862 137.211.819 13.589.826 261.891 121.020 67.173

2018 84.562.788 146.858.760 14.838.312 265.015 127.070 67.945

2019 87.433.117 154.376.369 15.833.943 268.075 126.515 68.701

* sepeda motor dan mobil **bensin dan solar

Sumber : HEESI, 2020; BPS (data dari Korlantas POLRI); hasil kalkulasi,2020 (emisi CO2)

409

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

140,000,000

120,000,000

100,000,000

80,000,000

60,000,000

40,000,000

20,000,000

0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Values Forecast

Gambar 2. Prediksi (time series data) emisi CO2 Kendaraan berbahan bakar bensin dan solar (dalam ton)
Sumber : Hasil analisis, 2020

410

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Pengaruh Penerapan Pembatasan Kendaraan Sepeda Motor terhadap Kinerja
Ruas Jalan (Studi Kasus Jl. M.H. Thamrin Jakarta)

I. A. Nugraha, I. Muthohar*, L. B. Suparma

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

INTISARI

Pemberlakuan kebijakan pembatasan kendaraan sistem ganjil genap untuk mobil pribadi di DKI Jakarta mampu mengurangi
volume mobil pribadi sebesar 25,5%, akan tetapi dampak dari kebijakan tersebut adalah meningkatnya pengguna sepeda motor
sebagai kendaraan alternatif bagi masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
kinerja ruas jalan apabila diberlakukan pembatasan kendaraan untuk sepeda motor. Metode yang digunakan adalah dengan
mengumpulkan data primer dan sekunder kemudian mensimulasikan pembatasan operasional kendaraan sepeda motor sistem
ganjil genap dan full restriction melalui bantuan software Vissim untuk mengetahui kinerja jalan tersebut. Hasil penelitian
menunjukan bahwa sistem pembatasan operasional sepeda motor sistem full restriction memiliki kinerja yang lebih baik dari
sistem pembatasan operasional ganjil genap, dengan adanya peningkatan kecepatan rata – rata ruas Jalan M.H. Thamrin arah
selatan dari 9,37 km/jam menjadi 43,67 km/jam dan arah utara dari 36,08 km/jam menjadi 45,67 km/jam. Volume kendaraan
mengalami penurunan, untuk ruas Jalan M.H. Thamrin arah selatan dari 5.678 kendaraan/jam menjadi 1.918 kendaraan/jam dan
arah utara dari 4.185 kendaraan/jam menjadi 1.494 kendaraan/jam.

Kata kunci: Pembatasan kendaraan, Ganjil genap, Full restriction, Vissim.

1 PENDAHULUAN

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 mencatat jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 10,5 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk pertahun 1,19%. Jumlah perjalanan DKI Jakarta yang terus bertambah seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan kepemilikan kendaraan pribadi tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan prasarana
jalan DKI Jakarta yang hanya kurang dari 0,1% pertahun mengakibatkan kemacetan lalu lintas pada ruas jalan ibu
kota.

Menurut Saribanon (2018) faktor – faktor penyebab kepadatan lalu lintas di DKI Jakarta adalah penggunaan
kendaraan pribadi, kapasitas jalan yang tidak memadai, perilaku pengemudi dan faktor pembangunan infrastruktur.
Susantono (2011) menyebutkan bahwa dalam dasawarsa terakhir telah terjadi perubahan kepemilikan kendaraan
bermotor terutama sepeda motor, yang signifikan di Jabodetabek. Perubahan jumlah kendaraan bermotor ini
membawa dampak negatif terhadap perjalanan masyarakat di wilayah Jabodetabek, baik di pusat kota maupun di
pinggiran kota DKI Jakarta. Sari and Latifa (2019) menyebutkan bahwa jumlah sepeda motor yang ada di jalan
mempengaruhi tingkat pelayanan serta karakteristik lalu lintas ruas jalan, hal ini dikarenakan perilaku pengemudi
sepeda motor yang tidak tertib berlalu lintas.

Tahir (2005) menyebutkan bahwa upaya untuk menangani kepadatan lalu lintas akibat dari penggunaan yang cukup
tinggi adalah dengan memberlakukannya traffic restraint, yaitu usaha mengurangi pemakaian kendaraan pribadi.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta mulai menerapkan kebijakan push and pull yakni mendorong
pengguna kendaraan pribadi untuk berpindah ke angkutan umum. Salah satu kebijakan tersebut adalah pembatasan
kendaraan ganjil-genap untuk kendaraan mobil pribadi dengan melarang kendaraan bernomor akhir kendaraan genap
untuk melintas pada tanggal ganjil dan sebaliknya. Fricilia et al. (2020) melakukan evaluasi kinerja Jalan Jenderal
Sudirman setelah diberlakukannya pembatasan kendaraan sistem ganjil genap, dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa
penerapan kebijakan pembatasan kendaraan sistem ganjil genap efektif untuk mengurangi kepadatan lalu lintas serta
meningkatkan tingkat pelayanan jalan atau level of service pada ruas jalan tersebut .

Meningkatnya pengguna sepeda motor sebagai alternatif kendaraan bagi masyarakat yang terdampak kebijakan ganjil
genap perlu diantisipasi agar tidak terjadi pelonjakan penggunaan sepeda motor yang semakin besar. Jalan M.H.
Thamrin sebagai salah satu jalan protokol di DKI Jakarta yang menerapkan kebijakan pembatasan kendaraan sistem
ganjil-genap saat ini terlihat cukup padat terutama pada saat jam sibuk. Kepadatan lalu lintas pada saat jam sibuk di
Jalan M.H. Thamrin didominasi oleh pengguna kendaraan sepeda motor, hal ini dikarenakan Jalan M.H. Thamrin

411

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

memiliki tata guna lahan berupa daerah perkantoran. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisa
kebijakan pembatasan operasional sepeda motor untuk mengetahui kinerja ruas Jalan M.H. Thamrin apabila
dilakukan pembatasan operasional sepeda motor.

2 METODE PENELITIAN
Penelitian berlokasi di ruas Jalan M.H. Thamrin, DKI Jakarta yang merupakan jalan protokol dengan status jalan
adalah jalan provinsi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer dikumpulkan melalui pengamatan langsung di lapangan dengan bantuan alat-alat survei. Adapun data
primer yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu data volume lalu lintas yang didapat dengan melakukan survei
traffic counting pada pagi dan sore hari selama pemberlakuan ganjil-genap, data kecepatan dan data persepsi
masyarakat (kuesioner).

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data demografi daerah studi dan data inventerisasi ruas
jalan yang meliputi jumlah lajur, lebar lajur, serta rambu – rambu lalu lintas yang ada di Jalan M.H. Thamrin, Jalan
Kebon Sirih dan Jalan Wahid Hasyim.

Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini diperlukan suatu proses yang saling terkait sehingga dapat menyimpulkan
kebijakan yang paling efektif untuk dapat diimplementasikan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bagan alir penelitian

412

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Gambar 2.Lokasi studi dan lokasi survei

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Volume Lalu Lintas Eksisting
Hasil survei traffic counting yang dilakukan pada tanggal 15 Januari 2020 pukul 06.00 - 10.00 dan 16.00 – 21.00
menunjukan bahwa komposisi kendaraan didominasi oleh pengguna sepeda motor. Pada periode pagi, komposisi
sepeda motor sebesar 63,15% dan periode sore sebesar 59,05%. Terdapat kepadatan lalu lintas pada periode sore
sehingga volume kendaraan yang tercatat lebih kecil dari periode pagi. Volume kendaraan pada ruas Jalan M.H.
Thamrin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume kendaraan terklasifikasi

Periode Sepeda Mobil Bus Truk Truk Unmotorized Busway Total
Motor Pribadi Kecil Besar
Pagi 565 152 541 39.827
Persentase 25.149 13.309 1,42% 104 7 0,38% 1,36% 100%
Sore 63,15% 33,42% 346 0,26% 0,02% 176 494 37.543
Persentase 23.517 12.951 0,87% 52 7 0,44% 1,24% 100%
59,05% 32,43% 0,13% 0,02%

Data volume kendaraan yang digunakan dalam pemodelan menggunakan software Vissim adalah data 1 (satu) jam
volume kendaraan tertinggi pada periode sore, yakni pada pukul 16.50 – 17.50 dengen volume kendaraan sebesar

5.678 kendaraan/jam (arah selatan) dan 4.185 kendaraan/jam (arah utara). Data volume kendaraan persatuan waktu

dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Volume kendaraan periode sore arah selatan
413

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 4. Volume kendaraan periode sore arah utara

3.2 Kecepatan Rata – rata Kendaraan Eksisting

Kecepatan kendaraan yang digunakan didapat melalui survei spot speed dengan bantuan data rekaman kamera CCTV
di Jalan M.H. Thamrin. Data kecepatan akan digunakan untuk melakukan validasi pemodelan Vissim. Kecepatan
rata – rata ruas jalan arah selatan lebih rendah dikarenakan kepadatan lalu lintas yang tinggi pada ruas jalan arah
tersebut.

Tabel 2. Kecepatan rata – rata ruas jalan

Jenis Kendaraan Kecepatan Rata-Rata (Km/Jam)

Mobil Pribadi Arah Utara Arah Selatan
Sepeda Motor
Bus 42,61 8,01
Truk Kecil
Truk Besar 45,01 15,66
Rata – rata kecepatan
30,68 6,22

32,08 7,60

30,05 -

36,08 9,37

3.3 Kalibrasi dan Validasi Model Eksisting

Kalibrasi dan validasi dalam Vissim bertujuan untuk menilai apakah model sudah sesuai dengan kondisi lapangan
atau belum. Kesesuaian atau tidaknya model dengan lapangan dilihat berdasarkan uji statistik metode Geoffrey E.
Havers (GEH) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE). Model dinyatakan valid apabila memiliki nilai GEH
kurang dari 5 dan MAPE kurang dari 0,05. Dalam penelitian ini parameter yang akan di uji statistik adalah volume
kendaraan dan kecepatan rata-rata kendaraan.

Tabel 3. Validasi volume kendaraan sebelum kalibrasi

Arah Volume Survei Volume Model GEH MAPE
Utara 4.185 3.449 11,91 0,21
Selatan 5.678 1.544 68,79 2,68

Tabel 4. Validasi kecepatan kendaraan sebelum kalibrasi

Arah Kecepatan Survei Kecepatan Model GEH MAPE
(km/jam) (km/jam)
Utara 36,08 12,82 4,70 0,64
Selatan 9,37 7,08 0,79 0,24

Hasil validasi model sebelum dilakukan kalibrasi dinyatakan tidak valid karena nilai GEH masih lebih dari 5 dan
MAPE lebih dari 0,05. Untuk itu perlu dilakukan kalibrasi dengan mengubah parameter perilaku pengemudi secara
trial and error. Setelah dilakukan trial and error secara berulang, didapatkan hasil yang mendekati kondisi lapangan.
Parameter perilaku pengemudi yang diubah dapat dilihat pada Tabel 5.

414

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Tabel 5. Perubahan nilai perilaku pengemudi

Paramater Average Additive Multiplic. Waiting Min. Safety Desire Overtake Distance Distance
Default Standstill part of Part of time headway distance position on same Standing Driving
Trial ke-n Distance safety safety before (front/rear) reduction at free lline
distance distance diffusion factor flow 0,20 1,00
2,00 2,00 3,00 60,00 0,50 0,60 Off
Middle 0,25 0,45
0,60 0,60 1,00 40,00 0,40 0,40 of lane On
Any

Tabel 6. Validasi volume kendaraan setelah kalibrasi

Arah Volume Survei Volume Model GEH MAPE
Utara 4.185 4.048 2,13 0,03
Selatan 5.678 5.593 1,13 0,01

Tabel 7. Validasi kecepatan kendaraan setelah kalibrasi

Arah Kecepatan Survei Kecepatan Model GEH MAPE
(km/jam) (km/jam)
Utara 36,08 41,24 0,82 0,14
Selatan 9,37 13,70 1,27 0,46

3.4 Pemodelan Skenario Sistem Ganjil Genap dan Full Restriction

Penerapan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap dengan menghitung kembali jumlah volume sepeda
motor yang berkurang karena kebijakan pembatasan operasional tersebut. Selain dari jenis plat nomor kendaraan
yang dimiliki (ganjil atau genap) juga perlu menambah variabel sikap antisipatif pengendara sepeda motor yang akan
tetap mengguankan sepeda motor walau terkena pembatasan operasional dengan mengganti kendaraannya dengan
kendaraan yang diijinkan beroperasi. Sedangkan untuk sistem full restriction volume sepeda motor yang masuk ke
Jalan M.H. Thamrin ditiadakan.

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui pengendara sepeda motor yang menggunakan kendaraan dengan plat nomor
genap sebesar 53,5% dan plat nomor ganjil 46,5%, serta untuk responden yang memiliki lebih dari satu sepeda motor
dengan plat nomor ganjil dan genap akan tetap menggunakan sepeda motor untuk melakukan aktifitas hariannya
sebesar 14,75%.

Simulasi pembatasan sepeda motor dengan sistem ganjil genap adalah dengan mengurangi volume sepeda motor

yang melintas atau masuk ke ruas Jalan M.H Thamrin sebanyak 53,5% pada tanggal ganjil dan 46,5% pada tanggal
genap dengan masing – masing dikurangi 14,75% untuk pengendara sepeda motor yang mengganti kendaraannya

dengan kendaraan yang diijinkan beroperasi pada saat pemberlakuan pembatasan operasioal sistem ganjil genap.

Tabel 8. Hasil simulasi pembatasan sepeda motor sistem ganjil genap

Arah Tanggal Ganjil Tanggal Genap

Utara Volume Kecepatan (km/jam) Volume Kecepatan (km/jam)
Selatan
3.117 42,54 3.303 42,37

4.161 39,29 4.435 39,02

Tabel 9. Hasil simulasi pembatasan sepeda motor sistem full restriction

Arah Volume Kecepatan (km/jam)
Utara 1.494 45,67
Selatan 1.918 43,67

3.5 Perbandingan Model Eksisting dan Skenario

Perbandingan kinerja ruas Jalan M.H. Thamrin berdasarkan volume kendaraan, dan kecepatan rata – rata ruas jalan
antara kondisi eksisting dengan kondisi skenario pembatasan operasional kendaraan berupa sistem ganjil – genap
dan pelarangan operasi (full restriction) dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

415

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

Gambar 5. Perbandingan volume kendaraan kondisi eksisting dan skenario

Gambar 6. Perbandingan kecepatan rata – rata (km/jam) kondisi eksisting dan skenario

4 KESIMPULAN
Pemberlakuan kebijakan pembatasan sepeda motor akan berdampak pada peningkatan kinerja ruas jalan. Akan ada
peningkatan kecepatan rata – rata serta penurunan volume lalu lintas di ruas Jalan M.H. Thamrin. Apabila Jalan M.H.
Thamrin diberlakukan pembatasan operasional sepeda motor sistem ganjil genap akan ada pengurangan volume
pengendara sepeda motor sebesar 38,75% (hari ganjil) dan 31,75% (hari genap) yang mengakibatkan adanya
peningkatan kecepatan rata – rata di ruas Jalan M.H. Thamrin. Untuk ruas jalan arah selatan mengalami peningkatan
kecepatan menjadi 39,29 km/jam pada tanggal ganjil dan 39,02 km/jam pada tanggal genap, untuk ruas jalan arah
utara meningkat menjadi 42,54 km/jam pada tanggal ganjil dan 42,37 km/jam pada tanggal genap. Sedangkan apabila
Jalan M.H. Thamrin diberlakukan pembatasan operasional sepeda motor sistem full restriction, akan ada peningkatan
kecepatan rata – rata untuk ruas Jalan M.H. Thamrin arah selatan menjadi 43,67 km/jam dan arah utara menjadi 45,67
km/jam.

Pemberlakuan pembatasan operasional sepeda motor sistem full restriction lebih efektif dibanding sistem ganjil
genap. Disamping peningkatan kecepatan rata – rata lebih tinggi, pengawasan dan pengendalian sistem full restriction
lebih mudah dibanding sistem ganjil genap.

REFERENSI
BPS. (2019). Provinsi DKI Jakarta Dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia.
Saribanon, E. (2018). “Faktor-Faktor Penyebab Kemacetan di DKI Jakarta.” Jurnal Manajemen Bisnis Transportasi
dan Logistik, 4(3), 289–296.
Susantono, B. (2011). “Kepemilikan Kendaraan dan Pola Pergerakan di Wilayah Jabodetabek.” Jurnal Transportasi,
11(3), 153-162.
Sari, I. P., and Latifa, E. A. (2019). “Analisis Penerapan Lajur Khusus Sepeda Motor Terhadap Kinerja Ruas Jalan.”
Contruction and Material Journal, 1(2).
Tahir, A. (2005). “Angkutan Massal Sebagai Alternatif Mengatasi Persoalan Kemacetan Lalu Lintas Kota Surabaya.”
Jurnal SMARTek, 3(3), 169 – 182.
Fricilia, M., Atjep, S., and Hidayat, M. S. (2020). “Evaluasi Tingkat Pelayanan Akibat Perubahan Kebijakan Ganjil-
Genap Pada Jalan Jendral Sudirman.” Jurnal Teknik Sipil, 9(2), 35-42.

416

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Development of Access and Transportation Services
to Raden Inten II Airport in Lampung

R. Sulistyorini*

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung, Bandar Lampung, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]

ABSTRACT

Airport is a transportation mode that plays an important role in the smooth movement of both passengers and goods. Regarding
the important function of an airport, it is necessary to pay attention to its accessibility, both within the airport environment, as
well as smooth access to and from the airport area. The purpose of this discussion is to try to analyze the aspects that affect the
smooth access to and from the airport, where the review is Raden Inten II Airport, Lampung. The Parking Index with a capacity
of 640 squares was 0.4. From the value of PTO, per plot in one day contained 3 vehicles. Vehicles that used the parking lot for
0-14 hours and as many as 3,321 vehicles and of this number 63% park less than one hour. there was a problem in the drop zone
area, from observations for 30 minutes the average lane reaches 60-125 vehicles so that it caused queues and problems. After 7
years from now, it is necessary to think about a parking policy in the form of progressive parking rates or to encourage people
to use public transportation in the form of buses. The low performance of bus such as load factor, operating hours and bus
operational services need of improvement and travel demand management support by government’s regulation.

Kata kunci: Bus Performance, Access, Capacity, Regulation, Improvement.

1 INTRODUCTION

1.1 Background
Airport is a transportation mode that plays an important role in the smooth movement of both passengers and goods.
(Restiana, 2012). Regarding the important function of an airport, it is necessary to pay attention to its accessibility,
both within the airport environment, as well as smooth access to and from the airport area. Often the journey by air
is smooth, when the passenger is sitting on the plane until the plane lands at its final destination, but when exiting or
entering the airport experiences delays that can extend travel time. Factors that affect the smoothness of travel using
this mode of air transportation, apart from processes from the air side and land side, are no less important is the
smooth access to and from the airport. The purpose of this discussion is to try to analyze the aspects that affect the
smooth access to and from the airport, where the review is Raden Inten II Airport, Lampung.

2 RADEN INTEN II AIRPORT

2.1 Characteristics of Raden Inten II Airport
The Regional Government of Lampung Province plans to maximize airport potential by developing Radin Inten II
Airport that can accommodate the need for access to and from within the domestic and international scale (Saprilantu,
2016). Radin Inten II Airport in Lampung Province is a public airport organized by the Technical Implementation
Unit (UPT) of the Directorate General of Civil Aviation, Ministry of Transportation. In 2016 the airport terminal was
upgraded to three floors so that it could accommodate more than 3 million passengers per year and the parking lot in
the area was getting wider and able to accommodate more vehicles. With a 4-story parking building so that it could
accommodate 1000 vehicles. In addition, the runway was extended to 3,200 meters from the previous 2,500 meters
(Setiawan, 2019).

In 2016 the number of passengers at Radin Inten II Airport was 1.9 million after Radin Inten II Airport renovated the
air and land side to 2.4 million passengers in 2017. Radin Inten II Airport was managed by the Ministry of
Transportation and would soon change hands to Angkasapura. . When fully operational in 2017, the number of
passengers able to be served reached 6,000 per day (Dishub Prov Lampung, 2017). The apron could accommodate
10 aircraft with 50 aircraft movements per day. The number of movements was not much different from the Sultan
Mahmud Badaruddin II International Airport in Palembang, which reaches 60 movements per day.

In completing the facilities to become an international airport, Radin Inten II International Airport has several land
transportations, namely; taxis, online taxis, online motorcycle taxis, Bus Rapid Transit (BRT) and trains (in the

417

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

planning process). Service rates using online taxis and motorbike taxis were relatively expensive, so the development
of the Trans Lampung bus public transport could play a more important role among the alternative modes of
transportation at Radin Inten II Airport.

On December 18, 2018 Raden Inten II Airport was designated as an international airport in the Decree of the Minister
of Transportation of the Republic of Indonesia Number KP 2044 of 2018 (Baraas, 2015). The government was
building infrastructure and supporting facilities at Raden Inten II Airport to improve services at the airport..

2.2 Accesibility

Accessibility is the ease with which a place can be reached, which is measured by distance, time and cost. There are
two accesses in the form of a link, namely the highway from the city center of Bandar Lampung and the Railway.
With Trans Sumatra Toll Road, there is a toll gate near the airport which provides access to Bandar Lampung City
area as well as to the airport in the South Lampung Regency area from Bakauheni. The airport train development
plan is to take advantage of the current access, namely Tarahan Railway to Prabumulih, South Sumatra, through
rejosari station located near the airport.

Figure 1 Access to Raden Inten II Airport

Apart from the accessibility mentioned above, this airport could be reached by people in other districts such as
Pringsewu, Tanggamus, Pesawaran and other areas via western Sumatra highway, through the city of Bandar
Lampung. Meanwhile, other areas include Metro, East Lampung, Central Lampung, Mesuji, Tulang Bawang and
North Lampung via Trans Sumatra Central Sumatra Road or the Trans Sumatra Toll Road. The mode of
transportation used was usually public transportation in the form of buses or public transportation and private
vehicles. With the existence of online transportation, both four-wheeled and two-wheeled, increases the choice of
people to this airport.

Especially for movements from the city of Bandar Lampung to the airport and vice versa, it is served by airport buses
managed by PT Lampung Jasa Utama (LJU), conventional taxis, public transportation, buses, and online
transportation.

3 METHODS
Due to the significant passenger movement growth over years in the Radin Inten II Airport, the level of comfort in
the airport terminal is perceived to be decline. Therefore, there is a need to evaluate the performance of the airport
terminal facilities in order to keep or even improve the passenger services (Yarlina, L, 2016). In this research, several
aspects were reviewed such as parking conditions at the airport and the circulation of vehicles in and out of the
airport, airport bus operational patterns and plans for developing trains to the airport.

In addition to observation and parking calculations in the airport area as well as interviews, surveyors were on the
bus during the trip from Bandar Lampung - Raden Inten II and vice versa to record the number of passengers per trip
in one full day. To find out the amount of vehicle operating costs, interviews were conducted with Trans Lampung,
both employees and bus crew.

418

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

4 DATA PRESENTATION AND ANALYS

4.1 Parking Area
Radin Inten II Airport has a 4-story parking building built in 2016 by PT.PP and managed by PT.HMA, and provided
special parking facilities for women and disabled people. With a parking area of 22,500 m2 this parking building
could accommodate ± 700 cars (Radin Inten II Airport, 2017).

Figure 2 Parking Area in the Airport Parking Building

The mode of transportation other than private vehicles was a conventional taxi which was given a parking area on
the 1st floor, while Trans Lampung Airport Bus has a parking area in front, before the drop zone area for private
vehicles and taxis, both conventional and online transportation. Online transportation vehicles were not allowed to
enter the airport area for parking so they wait outside the airport and only enter the drop zone area when dropping
off passengers. The problem that was often seen in this airport area was congestion at peak times or the departure
and arrival of planes which were almost simultaneously. The drop zone area consisted of three lanes and could contain
a maximum of 8 vehicles per lane.

With a parking area of 22,500 meters Radin Inten II Airport has 785 parking lots. In the PTO calculation, the number
of parking lots used was 640, this value was obtained based on the total number of plots minus the number of vehicles
that have parked for more than 5 hours. The highest accumulation of car parked vehicles was 241 vehicles, so that
the Parking Index with a capacity of 640 squares was 0.4. From the value of PTO, per plot in one day contained 3
vehicles. Vehicles that used the parking lot for 0-14 hours and as many as 3,321 vehicles and of this number 63%
park less than one hour. From the calculation, the number of vehicles that could be accommodated during a certain
period was 10,124 vehicles / day.

4.2 Drop Zone’s Problems

Based on the questionnaire given to airport users, it was found that 45% used public transportation vehicles, the rest
used private vehicles with 19% only dropped by car. This figure explained why the vehicle accumulation value was
low and the parking index value was still satisfactory, so that parking space was still sufficient. As much as 60% of
the people did not use the parking facility because they only dropped by car.

Related to this, there was a problem in the drop zone area, from observations for 30 minutes the average lane reaches
60-125 vehicles so that it caused queues and problems. In the drop zone area there were actually officers and police
guarding to avoid vehicles that have stopped for too long due to waiting for the arrival of passengers. However, it
was still not very effective because there were still many people who park in the area if the officers were careless or
not there. Currently, it is not possible to make a new design and expand the drop zone area to avoid congestion caused
by these obstacles due to limited land. In the next development, with the government's plan to expand airport access
towards the land near the toll area so that the entrance is changed to the rear area of the airport after the runway or
runway expansion, this problem will be resolved. The capacity of the parking building will be able to accommodate

419

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

the growth of parking vehicles until 2027. After 7 years from now, it is necessary to think about a parking policy in
the form of progressive parking rates or to encourage people to use public transportation in the form of buses.

4.3 Airport Bus Operational Characteristics

The capacity of the Trans Lampung Bus for Bandar Lampung - Raden Inten II Airport route uses a medium-sized
bus with a seating capacity of 20 passengers plus a standing passenger capacity of 15 passengers, so the number of
passengers calculated is 35 people. The length of the route from Bandar Lampung to Raden Inten II Airport is 31.4
km, while the length of the route from Bandar Lampung is 32.3 km. The length of the route is different because the
bus lines on the route leave and return through different routes.

The Trans Lampung bus operating hours, namely on the morning bus schedule with 4 buses operating from 04.30 to
12.00 and each bus traveling 1.5 rites. Whereas on the schedule 4 afternoon buses which operate from 13.00 until the
last flight schedule with each bus having a trip of 2.5 rites to the last plane by adjusting the bus operating schedule.

The Trans Lampung bus on the departing route (Bandar Lampung - Raden Inten II Airport) starts operations at 04.30
in the morning to 17.00 according to the flight schedule, while on the return route (Airport - Bandar Lampung) the
Trans Lampung Bus operates until the arrival of the last plane. On the Trans Lampung bus operating schedule from
04.30 - 07.00 the time of arrival at Raden Inten II airport is still sufficient for aircraft flight schedules, but at 09.00 -
12.00 the bus operation schedule exceeds the flight schedule time so passengers must take the bus departure schedule
earlier. From the data above, users of the Trans Lampung Bus (TLB) Route Bandar Lampung - Raden Inten II Airport
can estimate the travel time that will be taken by the flight departure schedule.

TLB services on Bandar Lampung - Raden Inten II Airport can get by ordering tickets through the main counter. The
travel speed of each bus averages 29-31 km / hour. The frequency per day for each bus was 2.5 trips and with the
travel distance that could be taken by each bus of 30 km-traveled / trip, the total trip per bus was 75 km-traveled /
day. The load factor for bus passengers was only 11.4% with 10 passengers / day / bus / trip on (weekdays) and 10
passengers / day / bus / trip on (weekends).

Table 1. Recapitulation of basic costs with the existing load factor 11.4285%

No. Cost component Rp/bus-km Rp/passenger-km %
A. Direct cost 4,305.6887 122.9072 75.2300
1. Bus crew salaries and allowances 1,880 53.6652 32.8561
2. fuel oil 1,716.6667 49.0028 30.0016
3. Tire 450 12.8454 7.8645
3. Small Service 36.7518 1.0491 0.6423
4. Big Service 28.9370 0.8261 0.5058
5. Terminal levies 133.3333 3.8068 2.3308
6. Vehicle tax 55.5555 1.5862 0.9712
7. KIR 4.4444 0.1269 0.0777
B Indirect Costs 1,037.0370 29.6296 18.1340
C Basic costs (A+B) 5,718.7257 163.3921 100

After calculating and analyzing, the tariff was obtained based on the BOK on the Trans Lampung bus route of Bandar
Lampung - Raden Inten II Airport with an existing load factor of 11.4285% of Rp. 40071.4445 / passenger.
Meanwhile, the rates imposed by PT. Trans Lampung for Rp. 25,000, -. Of course, there was a difference of Rp.
15317,5031, - between the prevailing rates and calculations based on BOK. This must be followed up by the
management of PT. Trans Lampung and the government.

Based on BOK calculations, the cost difference could be resolved by increasing the existing load factor to 18.5%.
This meant that the increase in Trans Lampung bus passengers must increase by 7.0715% on the Bandar Lampung -
Raden Inten II airport route. To increase the existing load factor to 18.5%, there needs to be intervention from the
government and the trans bus manager itself. As many as 64% of respondents tended to use the Trans Lampung Bus
service and the following are the opinions and suggestions of respondents why the Load Factor value is low.

420

Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21

Table 2. Time observation data arrived at T4 at the control point

No Time Headway(minutes)

1 05.30

2 06.00 44

3 07.00 41

4 09.00 111

5 10.00 59

6 11.00 59

7 12.00 59

8 13.00 56

9 14.00 64

10 15.00 51

11 16.00 59

12 17.00 58

rata-rata 60.1

The TLB schedule operated every hour on the departing route with the right departure schedule, so passengers could
estimate the time if they wanted to use the TLB service. From the results of the Headway table, the average value of
the calculation was 60.1 minutes. The value of Time Headway on the Bandar Lampung - Raden Inten II Airport route
adjusted to the flight departure schedule.

The factors that cause a small load factor value are also due to the following;

a) Lack of bus stop
Lack of bus stops along the TLB Bandar Lampung-Airport route so passengers were too far to walk to the bus stop
to wait for TLB. In addition, passengers could not wait comfortably when waiting on the side of the road because
there were no stops available.

b) Punctuality
The timeliness has been scheduled for the TLB operation for the Bandar Lampung - Airport route. However, during
peak hours, bus speeds were low because there were no special bus lanes. So that the timing was felt to be the reason
passengers prefer other modes of transportation as a mode of transportation to the airport.

c) Lack of socialization and publication of TLB
Good socialization and publication were very important so that the public was aware of the TLB services that have
been provided. Few people know about TLB services at low prices and convenient facilities. In addition, TLB also
serves passengers who have previously ordered TLB via WhatsApp or contacted the Customer Service number
provided.

d) Mode Shift
Mode shift, namely the transition of passengers to move from one place to another. The TLB service for the airport
route - Bandar Lampung only serves inter-provincial routes and there was no TLB for city transportation, so
passengers had to end their trip before arriving at their real destination.

e) Area Coverage
Area Coverage was to measure whether a route was good in its ability to serve the service area. If the TLB service
could be covered properly, it could make it easier for passengers who came from far from the Trans Lampung Bus
route.

Promotion and service improvement must be improved by the manager, namely PT. Trans Lampung to increase the
load factor of existing bus passengers. An example of improving services is creating a time schedule and attaching it
to the airport stops. The goal is for consumers to know about the departure of each bus stop itself so that consumers

421

Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021

can predict which stop they will board from. The role of the government is expected to be able to make facilities,
namely airport bus caps specifically intended for airport bus passengers. The goal is for consumers to have a safe and
comfortable place to stop before boarding the airport bus. Determination of the location of the stop can be at busy
points that the Trans Lampung bus passes from Bandar Lampung - Raden Inten II.

5 CONCLUSION

Transportation services such as parking area in Raden Inten II Airport on existing condition is good enough but not
for public services such as Airport Bus namely Bus Trans Lampung (BTL). Beside parking area of BTL not include
at parking building, the location and capacity need to improved. To increase the existing load factor to 18.5%, there
needs to be intervention from the government and the trans bus manager itself. If the bus service could be covered
properly, it could make it easier for passengers who came from far from the Trans Lampung Bus route. The
improvement of bus stop number, publication and socialization, other kind of transportation mode such as feeder and
regulation of government to support public transport implementation.

6 REFERENCE
Afrisca, C. A., Sulistyorini, R., Putra, S. (2019). “Kinerja Efektivitas Layanan Bus Trans Lampung Rute Bandar
Lampung – Bandara Raden Inten II.” JRSDD (Jurnal Rekayasa Sipil Dan Desain), 7(2), 475 – 482.

Chelpa Rideanda Bralinza; Sulistyorini, Rahayu; Herianto, Dwi (2019). “Analisis Kebutuhan Parkir Eksisting Moda
Transportasi di Bandara Radin Inten II.” JRSDD (Jurnal Rekayasa Sipil Dan Desain), 1(4), 475 – 482.

Dinas Perhubungan Provinsi Lampung. (2017). Data Resmi Penumpang Bandar Radin Inten II oleh DISHUB
HUBUD Provinsi Lampung,2017, Dinas Perhubungan Provinsi Lampung, Lampung, Indonesia.

Ivonne Nisrina Kusuma; Sulistyorini, Rahayu; Putra, Sasana (2019). “Analisis Tarif Angkutan Umum Berdasarkan
Biaya Operasional Kendaraan Studi Kasus Bus Trans Lampung Studi Kasus Bus Trans Lampung Trayek Bandar
Lampung-Radin Inten II.” JRSDD (Jurnal Rekayasa Sipil Dan Desain), 7(1), 475 – 482.

Restiana, D., and Priyarsono, D. S. (2012). “Peranan Investasi Pembangunan Infrastruktur Transportasi Dalam
Perekonomian Daerah (Studi Kasus : Bandara Internasional Sepinggan-Kalimantan Timur)”, Scientific Repository
Bogor Agricultural University (IPB), Bogor, Indonesia.

Saprilantu, G. (2016). “Konsep Perencanaan Dan Perancangan Pengembangan Terminal Penumpang Bandara
Internasional Radin Inten II Lampung.” Jurnal Arsitektura, 14(2).

Setiawan, D. (2019). “Analisis Panjang Runway Bandara Raden Inten II untuk Pendaratan dan Take-off Pesawat
Airbus A330-200 dan A330-300.” Jurnal Semesta Teknika, 22(1), 21-30.

Yarlina, L. (2016). “Evaluasi Kondisi Fasilitas Terminal Bandara Raden Inten II Untuk Peningkatan Pelayanan
Penumpang dan Sebagai Pemenuhan Syarat Sebagai Embarkasi Haji.” Jurnal Perhubungan Udara, Warta Ardhia,
42(1), 17 – 28.

422


Click to View FlipBook Version