Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Persentase perbedaan absolut hasil perhitungan gaya tekan aksial desain SNI 7971:2013 dengan hasil eksperimental
berkisar antara 7% - 23%. Untuk model 2 dan model 3 menghasilkan perbedaan absolut 7% - 14%, sedangkan model
1 dan model 4 menghasilkan perbedaan absolut 15% - 23%. Perhitungan gaya tekan aksial desain SNI 7971:2013
termasuk konservatif. Hasil pengujian menunjukkan ketahanan terhadap tekuk lokal meningkat akibat berkurangnya
panjang tekuk kritis sedangkan cara menempatkan pengaku tidak memberikan pengaruh. Persentase perbedaan hasil
analisis elemen hingga dengan hasil eksperimental berkisar antara 30% - 68%. Semua hasil analisis elemen hingga
lebih besar dibandingkan hasil eksperimental. Hal ini disebabkan analisis elemen hingga menggunakan asumsi bahwa
material bersifat elastis.
Fratamico et al. (2018) melakukan studi eksperimen pada tekuk global dan runtuhnnya kolom CFS yang dirakit
menggunakan 16 ukuran penampang CFS yang berbeda. Penampang-penampang kanal berbibir terhubung pada
bagian badan menggunakan sepasang pengencang sekrup pengeboran sendiri pada jarak tertentu di sepanjang kolom
1,83 m (6 kaki). Eksperimen-eksperimen ini bertujuan untuk mengukur efek dari dua tata letak pengikat badan pada
aksi komposit untuk setiap ukuran bagian, mempelajari sifat ujung elemen penelitian, mengamati tekuk dan perilaku
runtuh, dan memberikan tolak ukur untuk desain yang mencakup pertimbangan khusus untuk tekuk elemen
berdinding tipis. Sebanyak 32 uji tekan konsentris monotonik, terkontrol perpindahan. Interaksi lokal-global
ditunjukkan sebagai mode kegagalan yang lazim. Pengelompokan ini untuk selanjutnya dinotasikan sebagai
kelompok pengikat ujung atau end fastener group (EFG), dan fungsinya adalah untuk mengurangi selip relatif antara
dua kancing yang terhubung saat mereka menahan tekuk lentur; pengurangan selip meningkatkan aksi komposit dan
karenanya, beban tekuk kolom.
Aksi komposit dikembangkan melalui sekrup pada badan ketika tekukan global (flexural) yang lebih terisolasi terjadi.
Memasang EFG dapat meningkatkan kapasitas hingga 33% tetapi juga dapat meningkatkan indeks keandalan elemen
bila dibandingkan dengan kolom tanpa EFG terpasang. Namun, ketika tekuk lokal berinteraksi dengan tekuk global,
kapasitas tekuk dan deformasi permukaan sedikit berkurang, dan kemanjuran EFG juga berkurang.
Ye et al. (2018) melakukan studi Investigasi eksperimental tekuk interaktif lokal pada kolom CFS profil CNP yang
menyajikan hasil dari program eksperimental komprehensif yang bertujuan untuk mempelajari interaksi tekuk lokal
dan keseluruhan fleksural dalam CNP polos dan berbibir CFS pada tekan aksial. Hasil selanjutnya digunakan untuk
memverifikasi keakuratan prosedur desain yang saat ini tercantum dalam Eurocode 3, serta untuk mengevaluasi
keefektifan metodologi pengoptimalan yang diusulkan sebelumnya. Sebanyak 36 kali uji tekan aksial dilakukan pada
CFS profil CNP dengan tiga panjang yang berbeda (1 m, 1,5 m dan 2 m), dan empat penampang melintang yang
berbeda dilakukan pada beban yang diterapkan secara konsentris dan kondisi batas ujung sendi.
Gambar 8. Bagian belakang-ke-belakang dengan sekrup pada badan (kiri) dan penempatan EFG (kanan) (Fratamico et al.,
2018).
Gambar 9. Empat penampang melintang CFS profil CNP yang berbeda (Ye et al., 2018).
178
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Perbandingan antara hasil eksperimen dan prediksi Eurocode 3 menunjukkan bahwa pendekatan lebar efektif
dikombinasikan dengan persamaan interaksi P-M yang diusulkan dalam eurocode 3 untuk memperhitungkan
pergeseran pusat massa efektif secara konsisten memberikan hasil yang aman. Prosedur dalam Eurocode 3 juga cukup
konservatif dalam memprediksi kapasitas yang berkaitan dengan tekuk interaksi lokal-global, terutama untuk profil
CNP biasa. Lebih lanjut, data eksperimental mengkonfirmasi hasil studi optimasi dan menunjukkan bahwa kolom
CFS profil CNP yang dioptimalkan menunjukkan kapasitas hingga 26% lebih tinggi dari profil CNP standar dengan
jumlah bahan yang sama yang diambil sebagai titik awal.
Fitrah & Herman (2019) melakukan studi eksperimental perilaku tekan CFS dengan variasi profil penampang seperti
pada Gambar 10. Variasi profil penampang CFS diantaranya profil kanal C baik tunggal dan simetris ganda, seperti
double channel box dan double channel back to back. Uji tekan akan dilakukan dengan universal testing machine
dengan jumlah benda uji 1 sampel untuk masing-masing variasi. Hail uji tekan terhadap 3 jenis penampang CFS
menunjukkan bahwa penampang double channel box memiliki nilai kapasitas tekan dan kekakuan yang lebih besar
yakni 63,18% dan 67% dibandingkan dengan penampang single channel, serta 7% dan 21,3 % lebih besar
dibandingkan denganpenampang double channel back to back. Selain itu, dikarenakan sampel baja ringan merupakan
kolom pendek, tekuk lokal untuk 3 penampang tersebut terjadi saat beban ultimit tercapai.
Roy & Lim (2019) melakukan penyelidikan tentang perilaku tekuk CFS tahan karat berbentuk kotak terhadap beban
tekan seperti ditunjukkan pada Gambar 11. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium dan finite
element analysis (FEA). Secara total, 160 model elemen hingga dianalisis untuk menyelidiki pengaruh kelangsingan
dan jarak pengikat pada kekuatan aksial penampang CFS tahan karat berbentuk kotak yang dibangun. Panjang kolom
dari 300 hingga 1500 mm dan kekuatan aksial yang ditentukan dari standar FEA dan AISI & AS/NZ.
Rajkannu & Jayachandran (2020) melakukan penelitian eksperimental dan analisa numerik (FEA) mengenai efek
warping pada perilaku flexural-torsional buckling (FTB) dari profil CFS yang dibebani secara aksial, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 12. Sebelas percobaan terkontrol pada dua bagian profil CNP berbibir berbeda. Investigasi
eksperimental mengungkapkan bahwa kondisi ujung melengkung memainkan peran penting dalam mode kuat tekan
dan gagal. Hasil dari eksperimen digunakan untuk mengkalibrasi model numerik yang dikembangkan menggunakan
ABAQUS. Studi parametrik dilakukan pada ukuran penampang berbeda untuk mengukur efek dari kelengkungan
pada kekuatan FTB pada tekan. Perbandingan hasil menunjukkan bahwa untuk kondisi tertahan warping, kerangka
kerja DSM saat ini berdasarkan metode strip terbatas (FSM) memprediksi kekuatan FTB secara konservatif. Dari
studi eksperimental di bawah kondisi pengekangan tanpa warping dan warping, memperlihatkan adanya peningkatan
kekuatan yang signifikan karena pengekangan warping. Efek warping pada kekuatan elemen tergantung pada jenis
mode tekuk yang terjadi. Kolom pendek, menengah dan ramping, kekuatan aksial berkurang masing-masing sekitar
5%, 12%, dan 22%, ketika jarak vertikal antara pengencang digandakan. Kekuatan kolom diprediksi dari analisis
elemen hingga lalu dibandingkan dengan kekuatan desain yang dihitung sesuai standar AISI & AS / NZ. Standar
AISI & AS / NZ terbukti konservatif sekitar 15% untuk kolom yang gagal akibat tekuk global. Namun, standar AISI
& AS / NZ tidak konservatif sekitar 5% untuk kolom baja tahan karat built-up tatap muka, yang sebagian besar gagal
akibat tekuk lokal.
Gambar 10. Penampang CFS single channel (CNP), double channel back to back dan double channel box (Fitrah et al., 2019).
Gambar 11. FEA Kolom pendek, menengah dan ramping CFS berbentuk kotak (Roy & Lim, 2019).
179
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Gambar 12. Perbandingan mode kegagalan CFS profil CNP dari eksperimen dan numerik (Rajkannu & Jayachandran, 2020).
3 KESIMPULAN
Hasil tinjauan pustaka dalam tinjauan ini berupa rangkuman beberapa penelitian terkait analisis eksperimental di
laboratorium dan atau numerik CFS yang di modifikasi geometri atau double penampang untuk mendapatkan
perilaku kapasitas tekan CFS yang pernah dilakukan sebelumnya. Masing-masing penelitian memberikan output
berupa peningkatan kapasitas tekan. Oleh karena itu dari penelitian ini disimpulkan bahwa modifikasi geometri atau
double penampang dinilai mampu dalam menunjukan dan meningkatkan kapasitas tekan CFS.
REFERENSI
Craveiro, H. D., Rodrigues, P. C., and Lain, L. (2016). “Buckling resistance of axially loaded cold-formed steel
columns,” Thin-Walled Structures,106, 358–375.
Deskarta, P. (2019) “Studi eksperimen perilaku struktur rangka batang cold formed steel terhadap beban tekan,”
Jurnal Teknik Sipil, 53(9), 1689–1699.
Fitrah, R. A., and Herman, H. (2019) “Studi Eksperimental Perilaku Tekan Baja Ringan Dengan Variasi Profil
Penampang”, Rang Teknik Journal, 2.
Fratamico, D. C., Torabian, S., Zhao, X., Ramussen, K. J. R., and Scafer, B. W. (2018) “Experiments on the global
buckling and collapse of built-up cold-formed steel columns.” Journal of Constructional Steel Research, 144, 65–
80.
Kang, T. H.-K., Biggs, K. A. and Ramseyer, C. (2013) “Buckling modes of cold-formed steel columns,” International
Journal of Engineering and Technology, 5(4), 477–451.
Rajkannu, J. S. and Jayachandran, S. A. (2020) “Flexural-torsional buckling strength of thin-walled channel sections
with warping restraint,”, Journal of Constructional Steel Research, 169, 106041
Ruus, K., Handono, B. D, and Pandaleke, R. (2017) “Pengaruh bentuk badan profil baja ringan terhadap kuat tekan.”
Jurnal Sipil Statik, 5(5), 249–262.
Roy, K. and Lim, J. B. P. (2019) “Numerical investigation into the buckling behaviour of face-to-face built-up cold-
formed stainless steel channel sections under axial compression,” Structures, 20,. 42–73.
Sandjaya, A. dan Suryoatmono, B. (2018) “Studi eksperimental batang tekan baja canai dingin diperkaku sebagian.”
Jurnal Teknik Sipil, 25(1), 19.
Ye, J., Hajirasouliha, I. and Becque, J. (2018) “Experimental investigation of local-flexural interactive buckling of
cold-formed steel channel columns”, Thin-Walled Structures. 125, 245–258.
180
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Studi Eksperimen Nilai Redaman Pasangan Batu Bata dengan Mortar
Campuran Kapur dan Bubukan Batu Bata
F. K. Bhara*
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Jenis bangunan tembokan dijiplak dari Eropa dengan ketebalan dindingnya lebih dari ketebalan satu batu, menggunakan plester
bata tanpa perkuatan kolom maupun beton tulang sebagai bingkai. Pada waktu itu, Belanda menggunakan campuran adukan
yang terdiri dari bubuk bata merah, bubuk kapur, dan pasir, yang dicampur dengan air. Beberapa menggunakan campuran
pozollan dan kapur sebagai adukan. Pengujian dinamis berdasarkan getaran digunakan untuk menentukan karakteristik dinamik
dari pasangan bata. dimana salah satu karakteristik dinamik elemen bangunan adalah nilai rasio redaman. Tujuan dari penelitinan
ini yaitu dapat memberikan informasi mengenai karakteristik dinamik dinding pasangan bata merah dengan mortar campuran
kapur, bubukan batu bata, dan pasir, yang merepresentasikan struktur bangunan kuno atau bangunan sejarah dibandingkan
dengan dinding pasangan batu merah dengan mortar campuran portland cement dan pasir yang merepresentasikan bangunan saat
ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasangan bata dengan mortar campuran kapur dan bubukan batu bata memiliki nilai
frekuensi alami 16,80 Hz dan rasio redaman 3,5 % dibandingkan dengan pasangan bata dengan mortar campuran dari portland
cement memiliki nilai frekuensi alami 23,93 Hz dan rasio redaman 2,5 %.
Kata kunci: Masonry, Mortar, Getaran, Redaman.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu bata merah merupakan salah satu material yang masih cukup banyak digunakan dalam praktek konstruksi,
karena cukup mudah mendapatkannya dan harganya relatif murah. Dinding pasangan bata merah merupakan
pasangan yang terdiri dari bahan pengikat (mortar) dan bahan pengisi (bata merah). Pasangan bata umumnya
memberikan konstruksi yang tahan lama, dimana kualitas bahan pembentuknya dan cara pengerjaan sangat
mempengaruhi ketahanan konstruksi dinding secara keseluruhan.
Penelitian ini mencakup aspek eksperimental yang meliputi kajian eksperimen terhadap nilai rasio redaman pasangan
bata dengan mortar dari campuran kapur, bubukan batu bata dan pasir dengan komposisi campuran 1:1:3 yang
merepresentasikan struktur bangunan kuno atau bangunan sejarah, dibandingakan nilai rasio redaman pasangan batu
bata dengan mortar campuran portland cement dan pasir dengan komposisi campuran 1:3 yang merepresentasikan
bangunan saat ini.
Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai karakteristik dinamik dinding pasangan bata merah dengan
mortar campuran kapur, bubukan batu bata dan pasir yang merepresentasikan struktur bangunan kuno atau bangunan
sejarah dibandingkan dengan dinding pasangan batu merah dengan mortar campuran Portland cement dan pasir yang
merepresentasikan bangunan saat ini. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
kegunaan mortar dengan campuran kapur, bubukan batu bata dan pasir sebagai spesi pada dinding pasangan bata
merah untuk mengurangi getaran.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bangunan Tembokan
Jenis bangunan tembokan dijiplak dari Eropa dengan ketebalan dindingnya lebih dari ketebalan satu batu,
menggunakan plester bata tanpa perkuatan kolom maumpun beton tulang sebagau bingkai. Pada waktu itu Belanda
menggunakan campuran adukan yang terdiri dari bubuk bata merah, bubuk kapur , dan pasir yang dicampur dengan
air. Beberapa menggunakan campuran pozollan dan kapur sebagai adukan. Kekuatan adukan seperti ini dapat
dipertahankan kalua kadar kelembaban tertentu dipertahankan. Segera setelah adukan ini digunakan untuk
181
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
membangunan, terjadi karbonisasi (ditunjukkan pada Persamaan 1) yang menghasilkan kalsium hidrat menjadi
kalsium karbonat ditambah air (Boen, 2016).
( ( )2 + 2 → 3 + 2 ), (1)
Sebagian besar bangunan tembokan dengan ketebalan satu atau satu setengah bata atau dua bata yang dibangun sesuai
dengan tradisi/arsitektur Belanda usianya sangat tua dan banyak yang lapuk karena kurang dirawat. Seperti dapat
diamati di banyak bencana gempa bumi, ada hubungan antara umur bangunan dengan mutunya. Menurunnya
kekuatan bahan terutama adukannya, merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan dan/atau robohnya
bangunan-bangunan tembokan dengan ketebalan satu atau satu setengah bata. Hal lain yang didapat dari pengamatan
adalah tidak terdapatnya integritas antara berbagai komponen, fondasi, dinding, dan atap. Sambungan yang tidak
cukup menyebabkan bangunan menjadi berantakan (Boen, 2016)
2.2 Pemrosesan Sinyal
Getaran selalu terjadi pada setiap saat di setiap tempat di alam raya ini. Getaran terjadi karena setiap benda di alam
dalam proses mencari keseimbangan baru melakukan gerakan dan gerakan itu menimbulkan getaran. Melalui alat
yang diciptakan oleh manusia melalui proses pemanfaatan teknologi dan pengetahuannya maka manusia dapat pula
merasakan, mendengarkan dan melihat getaran-getaran yang sebenarnya diluar kemampuan panca inderanya. Setiap
benda yang ada di alam ini tidak akan lepas dari pengaruh getaran.
Ada getaran yang sengaja diciptakan untuk suatu tujuan seni seperti hasil petikan dawai, tabuhan genderang, pukulan
gong dan sebagainya. Ada pula getaran yang diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia seperti getaran vibrator
untuk memampatkan beton segar, getaran mesin, getaran listrik dan sebagainya. Namun demikian ada pula getaran
yang merugikan manusia yaitu apabila getaran itu sangat besar melebihi kemampuan dari struktur suatu bangunan.
Getaran dapat dideteksi melalui alat dan diubah ke dalam bentuk sinyal. Sinyal getaran dapat dibedakan ke dalam
bentuk berikut ini. Sinyal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbu waktunya yaitu sumbu yang diskrit atau kontinu.
Kedua sinyal ini beroperasi pada daerah yang berbeda. Sinyal waktu kontinyu (continous-time signal) dinyatakan
dalam bentuk garis yang utuh, bukan garis vertikal seperti sinyal diskrit (Mandal et al., 2007). Penggunaan garis
seperti ini menunjukan bahwa nilai sinyal untuk setiap waktu bisa diperoleh. Sinyal waktu diskrit adalah sinyal yang
hanya ada pada waktu tertentu, seperti misalnya mengukur suhu dalam suatu ruangan setiap 1 menit, maka suhu pada
menit ke 1,5 tidak bisa diketahui (Mandal et al., 2007).
Ketika mengevaluasi perilaku getaran dalam bentuk sinyal, kadang kala dilakukan dalam domain waktu (intensitas
getaran merupakan fungsi dari waktu) karena karakter getaran itu dapat dimanfaatkan lebih mudah dan lebih cepat
melalui tampilan waktu (misal analisis denyut nadi jantung, respon kerja otak). Namun demikian proses pemurnian
sinyal melalui pentapisan (filtering) saat ini banyak dilakukan secara digital di dalam domain frekuensi (intensitas
getaran merupakan fungsi dari frekuensinya). Getaran yang diakibatkan oleh beban yang bergerak secara dinamik
(getaran ritmis) biasanya berupa fungsi getaran yang tidak teratur (random vibration). Fast Fourier Transformasi
(FFT) adalah suatu algoritma untuk merubah data dari domain waktu ke domain frekuensi dengan mengabaikan
proses yang berulang (Cochran et al., 1967). Algoritma itu sendiri diciptakan untuk mengefisienkan proses yang
secara inheren terjadi pada transformasi terbatas (Discrete). Hasil transformasi dapat diproses balik menjadi sinyal
domain waktu yang disebut Transformasi Balik Fourier (Inverse Fourier Transform) (Szyperski et al., 1992).
Menurut Jean Sebastian Fourier,setiap signal/isyarat yang “dapat dianggap” sebagai sinyal berkala/periodik ( )
dapat dirumuskan sebagai jumlahan banyak sinyal sinusoidal yang memiliki amplitudo dan frekuensi bervariasi.
Filter (tapis) adalah sebuah sistem atau jaringan yang secara selektif merubah karakteristik (bentuk gelombang,
frekuensi, fase dan amplitudo) dari sebuah sinyal. Secara umum tujuan dari pentapisan dalah untuk meningkatkan
kualitas dari sebuah sinyal sebagai contoh untuk menghilangkan atau mengurangi noise, mendapatkan informasi
yang dibawa oleh sinyal atau untuk memisahkan dua atau lebih sinyal yang sebelumnya dikombinasikan, dimana
sinyal tersebut dikombinasikan dengan tujuan mengefisienkan pemakaian saluran yang ada. Filter digital adalah
sebuah implementasi algoritma matematik ke dalam perangkat keras dan/atau perangkat lunak yang beroperasi pada
sebuah input sinyal digital untuk menghasilkan sebuah output sinyal digital agar tujuan pemfilteran tercapai (Shenoi,
2006). Filter digital memainkan peranan yang sangat penting dalam pemrosesan sinyal digital. Terdapat beberapa
macam filtering yaitu band pass, low pass (high cut) dan high pass (low cut).
182
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
2.3 Pengukuran Redaman
Metode pengukuran redaman dibagi menjadi dua kelompok utama tergantung dari respon sistem yang dinyatakan
dalam fungsi waktu atau fungsi frekuensi. Kedua metode tersebut adalah:
1. metode respon waktu, terdiri dari:
a. metode penurunan logaritmik (logarithmic decrement method)
b. metode step response (step response method)
2. metode respons frekuensi, terdiri dari:
a. metode magnification factor
b. metode bandwidth
3. metode loop histeretik (hysteresis loop method)
2.3.1 Metode Bandwidht
Metode bandwidth atau half-power bandwidth method adalah pengukuran redaman yang juga didasarkan pada
respons frekuensi (Papagiannopoulos & Hatzigeorgiou, 2011). Rasio redaman ditentukan dari frekuensi di mana
amplitudo respon dikurangi ke level 1/√2 kali nilai puncak seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.
Selanjutnya rasio redaman dapat dihitung melalui Persamaan (2).
= 2− 1 (2)
2+ 1
dimana 1 dan 2 adalah frekuensi di mana amplitudo respons sama dengan 1/√2 kali amplitudo maksimum, .
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Laboraturium Struktur Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada.
Gambar 1. Pengukuran redaman dengan metode bandwidth
183
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
3.2 Setting Pengujian
3.3 Benda Uji
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) sampel pasangan batu bata 1 (satu) batu dengan ukuran seperti pada Gambar 2.
Kedua sampel tersebut menggunakan campuran mortar yang berbeda yaitu: sampel 1 menggunakan mortar campuran
1 portland cement : 3 pasir sedangkan sampel 2 menggunakan mortar campuran 1 kapur : 1 semen merah : 3 pasir.
3.4 Peralatan Pengujian dan Setting Peralatan
3.4.1 Peralatan Pengujian
a. Dewetron 43, alat ini digunakan untuk menangkap sinyal getaran dari accelerometer dan selanjutnya
diteruskan ke komputer untuk ditampilkan.
b. Accelerometer, alat penjumput sinyal getaran untuk mengukur respons dinamik model akibat eksitasi atau
gaya luar.
c. Software dewesoft, getaran pada model ditampilkan di computer melalui software dewesoft.
3.4.2 Setting Peralatan
Setting peralatn dapat dilahat pada Gambar 3.
Gambar 2. Ukuran benda uji pengujian nilai redaman
Data Acquisition
DW 43
Accelerometer
Gambar 3. Setting peralatan
184
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
3.5 Proses Pengambilan Data
Pada proses pengujian dinamik, pasangan bata yang telah ditumpu dengan jepitan digetarkan dengan diberikan gaya
pukulan yang merupakan getaran paksa. Getaran direkam dengan oleh accelerometer kemudian diproses dengan
menggunakan digital analog converter DEWE 43 seperti pada Gambar 4. Sinyal direkam menggunakan software
dewesoft 7.0.3 untuk memperoleh respon getaran kemudian dianalisis dengan FFT software program yaitu
FFTDW05D yang telah terinstall di komputer.
(b)
(a)
(c)
Gambar 4. (a). Set up pengujian di laboratorium, (b). Tampilan respon getaran pada software dewesoft 7.0.3 (c) hasil FFT
dengan program FFTDW05D
4 HASIL PENGUJIAN
Dua diagram FFT pada Gambar 6 dan 7 diperoleh dari merekam sinyal di 2 pasangan bata (lokasi sensor di puncak
pasangan bata).
4.1 Rasio Redaman (ξ)
Hasil pengujian sampel 1 ditunjukkan pada Gambar 6. Dari Gambar 6, diperoleh nilai:
1 = 23,05
2 = 24,21
Rasio Redaman (ξ) = 2− 1
2+ 1
= 24,21−23,05
24,21+23,05
= 0,02455
= 2,5 %
Hasil pengujian sampel 2 ditunjukkan pada Gambar 7. Dari Gambar 7, diperoleh nilai:
1 = 16,02
2 = 17,19
Rasio Redaman (ξ) = 2− 1
2+ 1
185
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
= 17,19−16,02
17,19+16,02
= 0,03514
= 3,5 %
Gambar 6. Diagram FFT hasil pengujian sampel 1
Gambar 7. Giagram FFT hasil pengujian sampel 2
5 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil eksperimen maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Frekuensi alami pasangan bata dengan mortar campuran 1 pc: 3 pasir adalah 23,93 Hz, sedangkan frekuensi
alami pasangan bata dengan mortar canpuran 1 semen merah: 1 kapur: 3 pasir adalah 16,80 Hz.
2. Rasio redaman pasangan bata dengan mortar campuran 1 pc: 3 pasir adalah 2,5 %, sedangkan rasio redaman
pasangan bata dengan mortar canpuran 1 semen merah: 1 kapur: 3 pasir adalah 3,5%.
REFERENSI
Boen, T. (2016). Belajar dari Kerusakan Akibat Gempa Bumi Bangunan Tembokan Nir-Rekayasa di Indonesia,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Indonesia.
Cochran, W.T., Cooley, J.W., Favin, D.L., Helms, H.D., Kaenel, R.A., Lang, W.W., Maling, G.C., Nelson, D.E.,
Rader, C.M. and Welch, P.D., (1967). What is the fast Fourier transform?. Proceedings of the IEEE, 55(10), pp.1664-
1674.
Mandal, M. K. and Asif, A., (2007). Continuous and discrete time signals and systems. Cambridge University Press
Cambridge, UK,.
186
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Papagiannopoulos, G.A. and Hatzigeorgiou, G.D., (2011). “On the use of the half-power bandwidth method to
estimate damping in building structures.” Soil Dynamics and Earthquake Engineering, 31(7),1075-1079.
Shenoi, B. A. (2006). Introduction to Digital Signal: Processing and Filter Design. John Wiley & Sons, Hoboken,
United States.
Szyperski, T., Güntert, P., Otting, G., & Wüthrich, K. (1992). “Determination of scalar coupling constants by inverse
Fourier transformation of in-phase multiplets.” Journal of Magnetic Resonance (1969), 99(3), 552-560.
187
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Uji Analisis Struktur Terhadap Ketahanan Gempa
Studi Kasus Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Semarang
H. Indarto, F. Hermawan*
1Departemen Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Semarang, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Pemutakhiran peta gempa telah dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional dengan diterbitkannya Peta Gempa Nasional 2018
sebagai pengganti dari Peta Gempa Indonesia 2010. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peta Gempa Nasional 2018, maka
pada tanggal 17 Desember 2019, Badan Standarisasi Nasional (BSN) secara resmi telah mengeluarkan dua standar konstruksi
yang baru yaitu: SNI 1726-2019 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non
Gedung), dan SNI 2847-2019 (Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung), yang wajib digunakan di seluruh wilayah
Indonesia. Bangunan penting yang sudah berdiri seperti; rumah sakit dan fasilitas kesehatan, fasilitas pembangkit energi, gedung
sekolah dan fasilitas pendidikan, serta fasilitas publik lainnya, perlu dilakukan building assessment untuk mengetahui tingkat
keandalan struktur bangunannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keamanan struktur yang memadai pada saat
terjadi gempa. Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro Semarang termasuk dalam kategori
bangunan publik yang penting. Gedung RSND selesai pembangunannya pada 2014, dan perencanaan strukturnya masih
menggunakan standar gempa dan standar beton yang lama. Gedung RSND dirancang untuk umur rencana bangunan 30 tahun,
dimana bangunan ini tetap harus dapat berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan sampai dengan tahun 2045. Untuk
mengetahui keandalan struktur dari gedung RSND, perlu dilakukan uji analisis dari struktur dengan menggunakan standar gempa
yang baru (SNI 1726-2019). Hasil analisis struktur diperoleh bahwa struktur gedung RSND cukup kuat untuk mendukung beban-
beban rencana termasuk beban gempa yang diperkirakan dapat terjadi pada bangunan. Jumlah tulangan yang terpasang pada
kolom dan balok struktur eksisting, lebih banyak dari pada jumlah tulangan yang didapat dari analisis struktur. Berdasarkan hasil
perhitungan periode getar struktur dan simpangan antar lantai tingkat, menunjukkan bahwa sistem struktur bangunan kurang
kaku. Meskipun tidak akan menyebabkan kegagalan struktur, sistem struktur yang tidak kaku dapat menyebabkan kerusakan
dari elemen-elemen non struktural pada saat terjadi gempa. Kerusakan non struktursl yang terjadi dapat berupa kerusakan-
kerusakan pada pintu, jendela, dinding/partisi, dan peralatan/instalasi medik. Peningkatkan kekakuan dari struktur gedung
RSND, dapat dilakukan dengan cara memasang dinding geser (shear wall) dari beton dibeberapa tempat pada bangunan.
Kata kunci: Uji Analisis, Gedung, Rumah Sakit, Gempa.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemutakhiran peta gempa yang telah dilakukan oleh Pusat Studi Gempa Nasional dengan diterbitkannya Peta Gempa
Nasional 2018 sebagai pengganti dari Peta Gempa Indonesia 2010, membawa konsekuensi diberlakukannya standar
gempa yang baru untuk wilayah Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peta Gempa Nasional 2018
(Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017), pada 17 Desember 2019, Badan Standarisasi Nasional
(BSN) secara resmi mengeluarkan dua standar konstruksi yang baru yaitu : SNI 1726-2019 (Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung), dan SNI 2847-2019 (Persyaratan Beton
Struktural Untuk Bangunan Gedung), yang wajib digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Mulai tahun 2020, semua
bangunan gedung yang direncanakan dan dibangun harus mengikuti SNI 1726-2019 dan SNI 2847-2019.
Perlu dilakukan building assessment pada bangunan penting yang sudah berdiri seperti; rumah sakit dan fasilitas
kesehatan, fasilitas pembangkit energi, gedung sekolah dan fasilitas pendidikan, serta fasilitas publik lainnya, untuk
mengetahui tingkat keandalan struktur bangunannya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tingkat keamanan
struktur yang memadai pada saat terjadi gempa. Rumah sakit mempunyai peran strategis dalam kondisi darurat
gempa. Idealnya, bangunan rumah sakit pasca gempa diharapkan mampu untuk tetap berdiri (tidak rusak) dan secara
fungsional masih dapat memberikan pelayanan kesehatan.
Di Indonesia, bangunan rumah sakit pada umumnya dirancang untuk umur rencana 30 tahun. Ini berarti bahwa selama
30 tahun sejak bangunan berdiri, bangunan harus dapat memenuhi fungsinya untuk pelayanan kesehatan. Pada saat
terjadi gempa, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan yang mengakibatkan terhentinya pelayanan. Rumah Sakit
188
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Nasional Diponegoro (RSND) Universitas Diponegoro Semarang direncanakan berdasarkan standar gempa yang
lama (SNI 1726-2012 : Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung dan Non Gedung), dan
selesai pembangunannya pada tahun 2014. Struktur bangunan rumah sakit harus dirancang lebih kuat dibandingkan
struktur bangunan lainnya, sehingga jika terjadi bencana gempa, bangunan rumah sakit tetap dapat digunakan sebagai
pusat pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui keandalan struktur dari bangunan gedung RSND (Gambar 1), perlu
dilakukan Uji Analisis dengan menggunakan standar gempa yang baru (SNI 1726-2019) dan mengacu pada Peta
Gempa Nasional 2018.
Maksud dari penelitian ini adalah, mengaplikasikan standar konstruksi dan peta gempa Indonesia yang baru pada Uji
Analisis Struktur bangunan RSND. Sedangkan tujuan dari penelitian adalah (1) Melakukan evaluasi keandalan
struktur bangunan RSND terhadap ketahanan gempa berdasarkan standar gempa yang baru (SNI 1726-2019), dan
peta gempa yang baru (Peta Gempa Nasional 2018) dan (2) Melakukan evaluasi persyaratan detail struktur dari
bangunan RSND berdasarkan standar struktur beton baru (SNI 2847-2019).
2 UJI ANALISIS STRUKTUR
Mengacu pada SNI 2847-2019 (Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung), pada Pasal 27 disebutkan
tentang evaluasi kekuatan struktur eksisting, yang menyebutkan bahwa, jika terdapat keraguan persyaratan keamanan
dari bagian struktur yang masih atau akan digunakan, maka perlu dilakukan evaluasi kekuatan struktur. Pada Pasal
27.2.2 dari SNI 2847-2019 menyebutkan bahwa; bila pengaruh penurunan kekuatan dipahami dengan baik dan bila
memungkinkan untuk mengukur dimensi serta properti material yang diperlukan untuk analisis struktur, maka dapat
dilakukan evaluasi kekuatan struktur dengan cara uji analisis struktur. Uji analisis struktur dari bangunan RSND
dilakukan dengan menggunakan software SAP2000 (Computer and Structures, 2020) . Software SAP2000 dipilih
karena merupakan software analisis dan desain struktur yang paling banyak digunakan di Indonesia.
Pasal 27.2.3 dari SNI 2847-2019 menyebutkan, bila pengaruh penurunan kekuatan tidak diketahui dengan baik, atau
tidak memungkinkan untuk mengukur dimensi dan menentukan properti material untuk analisis, dapat dilakukan
evaluasi kekuatan struktur dengan cara uji beban. Karena pada gedung RSND dapat dilakukan pengukuran pada
konfigurasi struktur dan properti materialnya, maka evaluasi kekuatan struktur dilakukan dengan cara uji analisis.
Uji analisis dilakukan dengan cara melakukan perhitungan ulang dari model struktur gedung dengan menggunakan
data-data dari bangunan eksisting. Beberapa data yang diperlukan adalah: data konfigurasi struktur, data material
beton dan data tanah. Data konfigurasi struktur didapatkan dari dokumen as built drawing (2014), data material beton
didapatkan dari gambar desain dan dari hasil pengujian beton selama pelaksanaan, serta data tanah didapat dari
dokumen laporan penyelidikan tanah (soil test).
Gambar 1. Rumah Sakit Nasional Diponegoro
189
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
3 HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
3.1 Beban Gempa dan Kategori Desain Seismik
Gedung RSND termasuk dalam kategori bangunan penting yang perlu diuji keandalan strukturnya sesuai dengan
standar gempa (SNI 1726-2019) dan standar beton (SNI 2847-2019) yang baru. Untuk evaluasi keandalan struktur
dari gedung RSND, digunakan peta gempa yang terbaru yaitu Peta Gempa Nasional 2018, dimana Gempa Rencana
ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlampaui besarannya selama umur rencana bangunan 50 tahun
adalah sebesar 2%.
Kurva respon spektrum desain dibuat berdasarkan kelas situs dan kondisi tanah dibawah bangunan. Kondisi tanah
dibawah bangunan ditentukan berdasarkan nilai N-SPT yang didapat dari hasil penyelidikan tanah. Berdasarkan hasil
penyelidikan tanah dan mengacu pada Tabel 5 SNI 1726-2019 tentang Klasifikasi Situs, disimpulkan bahwa tanah
dibawah gedung RSND termasuk pada klasifikasi tanah sedang. Kurva respon spektrum desain dibuat dengan
menggunakan software dari Puslitbang Kementrian PUPR, melalui situs online rsapuskim2019.litbang.pu.go.id.
Kurva respon spektrum desain Kota Semarang untuk kondisi tanah sedang, diperlihatkan pada Gambar 2.
Perhitungan pengaruh beban gempa, Kategori Desain Seismik (KDS) dari gedung harus ditentukan berdasarkan
parameter respons spektra percepatan desainnya, yaitu nilai (Kategori desain seismik berdasarkan parameter
respons percepatan gempa pada perioda pendek 0,2 detik) dan nilai 1 (Kategori desain seismik berdasarkan
parameter respons percepatan gempa pada perioda 1 detik). Mengacu Tabel 3 dan Tabel 4 pada SNI 1726-2019,
gedung RSND termasuk bangunan dengan Kategori Risiko IV dan mempunyai faktor keutamaan gempa ( ) = 1,5.
Perhitungan beban gempa pada bangunan digunakan kurva respon spektrum desain untuk kondisi tanah sedang
dengan nilai : = 0,43 dan 1 = 0,34 , dimana adalah percepatan gravitasi yang besarnya 9,80 m/detik2.
Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9 pada SNI 1726-2019, untuk nilai = 0,43 dan 1 = 0,34 , gedung RSND
termasuk pada Kategori Desain Seismik D. Mengacu pada Tabel 12 pada SNI 1726-2019, maka untuk Kategori
Desain Seismik D, struktur gedung RSND harus didesain sebagai Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK). Dari Tabel 12, untuk SRPMK dari beton bertulang, didapatkan koefisien modifikasi respon, = 8, faktor
kuat lebih sistem, Ω = 3, dan faktor pembesaran defleksi, = 5,5.
3.2 Pemodelan Struktur dan Pola Pembebanan
Balok-balok dan kolom-kolom struktur dimodelkan dengan menggunakan elemen frame 3D, sedangkan pelat lantai
dimodelkan dengan menggunakan elemen shell. Untuk penentuan beban gempa dan periode getar struktur,
diperhitungkan berat efektif seismik struktur sebesar 100% beban mati ditambah 25% beban hidup. Analisis struktur
dilakukan dengan metode analisis spektrum respon ragam.
Struktur gedung diperhitungkan memikul beban gempa dengan kombinasi pembebanan 100% gempa arah + 30%
gempa arah , dan 30% gempa arah + 100% gempa arah , dimana arah dan arah adalah sumbu-sumbu
ortogonal utama dari bangunan. Konfigurasi dan model struktur dari gedung RSND, ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Kurva respon spektrum desain Kota Semarang untuk kondisi tanah sedang.
190
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Gambar 3. Model struktur 3 dimensi Gedung RSND
Pembebanan yang bekerja pada struktur gedung terdiri dari beban mati ( ), beban hidup ( ), dan beban gempa ( ).
Beban mati pada struktur terdiri dari beban akibat berat sendiri pelat, balok dan kolom. Beban penutup lantai, plafond,
dan penggantung, diperhitungkan sebesar 50 kg/m2. Beban hidup diperhitungkan sebesar 250 kg/m2. Kombinasi
pembebanan yang ditinjau pada Uji Analisis Struktur gedung RSND adalah:
a. Kombinasi Pembebanan Tetap :
= 1,4. = 1,2. + 1,6. (1)
b. Kombinasi Pembebanan Sementara (2)
(3)
= 1,2. + 1,0. + (100%. + 30%. ). /( )
= 1,2. + 1,0. + (30%. + 100%. ). /( )
dimana adalah beban mati, adalah beban hidup, dan adalah beban gempa arah dan gempa arah ,
adalah adalah koefisien modifikasi respon yang diambil sebesar 8, serta adalah Faktor keutamaan gempa yang
diambil sebesar 1,5.
Dari hasil perhitungan, didapatkan besarnya gaya geser dasar seismik hasil analisis respon spektrum : = 4271 Ton
dan = 4291 Ton, dan hasil analisis statik ekivalen : = 4247 ton dan = 4266 Ton. Dengan membandingkan
hasil perhitungan ini didapatkan perbandingan gaya geser dasar seismik dinamik/statik > 0,85.
3.3 Periode Getar Struktur
Pemeriksa konfigurasi dan kekakuan gedung, perlu dihitung periode getar struktur ( ) dari gedung. Dari hasil analisis
dinamik didapatkan periode getar pada arah translasi sumbu ( ) = 0,75 detik, arah translasi sumbu ( ) = 0,74
detik, dan arah rotasi ( ) = 0,56 detik. Dari hasil perhitungan periode getar struktur, didapatkan hasil deformasi dari
gedung RSND akibat gempa adalah dominan translasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konfigurasi dari
gedung RSND cukup baik menahan pengaruh torsi.
Mengacu pada SNI 1726–2019, periode getar pendekatan ( ) dari struktur dapat dihitung dengan Persamaan (4).
= . ℎ (4)
dimana ℎ adalah ketinggian struktur (dalam meter), dan koefisien serta ditentukan dari Tabel 18 SNI 03-1726–
2019. Gedung RSND memiliki tinggi struktur, ℎ , sebesar 13,2 m. Selain itu, sistem struktur Gedung RSN
menggunakan sistem rangka beton pemikul momen, yang mana jika dilihat pada Tabel 18 didapatkan nilai sebesar
0,0466; dan nilai sebesar 0,90. Besarnya periode getar dari gedung adalah sebagai berikut.
= . ℎ = 0,0466. (13,2)0,9 = 0,48 .
Periode getar dari struktur, tidak boleh melebihi nilai yang dirumuskan dengan Persamaan (5).
= . (5)
dimana adalah koefisien batas atas, yang nilainya ditentukan dari Tabel 17. Untuk nilai 1 sebesar 0,34 , dari
Tabel 17 didapatkan nilai sebesar 1,4. Nilai periode getar yang maksimum dari struktur adalah sebagai berikut.
= (0,48 × 1,4) = 0,67
191
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Karena nilai periode getar = 0,75 detik dan = 0,74 detik > = 0,67 detik, maka struktur gedung RSND
tidak memenuhi persyaratan kekakuan struktur.
3.4 Simpangan Antar Lantai Tingkat.
Penentuan simpangan antar lantai tingkat, dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas
dan tingkat terbawah. Defleksi pusat massa di tingkat , (δ ) ditentukan dengan menggunakan Persamaan (6).
δ = ( . δ )/ , (6)
Pada persamaan diatas, merupakan faktor pembesaran defleksi yang siambil sebesra 5,5, merupakan faktor
keutamaan gempa sebesar 1,5, dan δ merupakan defleksi pada pusat massa yang dihitung dengan analisis elastis.
Simpangan antar lantai tingkat (∆) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat yang diijinkan (∆ ). Besarnya
∆ dicantumkan pada Tabel 20 SNI 03-1726–2019. Karena struktur gedung RSND termasuk dalam kategori risiko
IV, maka besarnya simpangan antar lantai tingkat yang diijinkan adalah sebagai berikut
∆ = 0,015. (ℎ ) (7)
dimana ℎ adalah tinggi tingkat. Perhitungan simpangan antar lantai tingkat arah- dan arah- dari struktur gedung
di tampilkan pada Tabel 1 dan 2. Dari hasil perhitungan pada Tabel 1 dan 2, didapatkan bahwa simpangan antar lantai
tingkat (∆) yang terjadi pada Lantai 1 dan Lantai 2 lebih besar dari simpangan antar lantai yang diijinkan (∆ ).
Dengan demikian kekakuan dari gedung RSND ini tidak memenuhi persyaratan.
3.5 Evaluasi Kekuatan Balok dan Kolom Struktur
Pemeriksa kekuatan dari kolom dan balok struktur gedung RSND, dilakukan dengan dengan cara menghitung ulang
jumlah tulangan dari kolom dan balok, kemudian membandingkannya dengan jumlah tulangan yang terpasang.
Kolom dan balok eksisting mempuyai mutu beton ′. 22,5 Mpa. Dari hasil perhitungan ulang struktur gedung RSND
didapatkan jumlah tulangan pada balok dan kolom seperti dicantumkan Tabel 3 dan Tabel 4.
Dari hasil perhitungan ulang tulangan kolom dan balok struktur, didapatkan jumlah tulangan longitudinal dan
tulangan geser yang terpasang (tulangan eksisting) pada kolom dan balok, lebih banyak dari pada tulangan yang
diperlukan (hasil perhitungan ulang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kolom dan balok dari struktur
gedung RSND, cukup kuat menahan beban-beban yang diperhitungkan akan membebani struktur, ternasuk beban
gempa. Kolom dan balok dari struktur harus memenuhi peryaratan dimensi dan detail penulangan seperti yang
dipersyaratkan pada Pasal 18 SNI 2847-2019. Hasil evaluasi detail penulangan kolom dan balok gedung RSND,
dicantumkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
Tabel 1. Perhitungan simpangan antar lantai tingkat arah-
Lantai δ (cm) Simpangan antar lantai ∆ (cm) ℎ (cm) ∆ (cm) Keterangan
420
Lantai 3 δ3 = 8,15 ∆3= (δ3-δ2). / = 6,12 ∆ 3 = 6,30 ∆3 < ∆ 3
Lantai 2 δ2 = 6,48 ∆2 = (δ2-δ1). / = 12,47 450 ∆ 2 = 6,75 ∆2 > ∆ 2
Lantai 1 δ1 = 3,08 ∆1= (δ1-0,0). / = 11,29 450 ∆ 1 = 6,75 ∆1 > ∆ 1
Pondasi 0,0 - - -
Tabel 2. Perhitungan simpangan antar lantai tingkat arah-
Lantai δ (cm) Simpangan antar lantai ∆ (cm) ℎ (cm) Δ (cm) Keterangan
Lantai 3 420
δ3 = 8,16 ∆3= (δ3 -δ2). / = 6,19 ∆ 3 = 6,30 ∆3 ≃ ∆ 3
Lantai 2 δ2 = 6,47 ∆2= (δ2-δ1). / = 12,43 450 ∆ 2 = 6,75 ∆2 > ∆ 2
Lantai 1 δ1 = 3,08 ∆1= (δ1-0,0). / = 11,29 ∆ 1 = 6,75 ∆1 > ∆ 1
Pondasi 0,0 - 450 -
-
192
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tabel 3. Perhitungan tulangan balok struktur Gedung RSND
Tulangan Balok Posisi Tulangan Tulangan Diperlukan Tulangan Terpasang
Tulangan longitudinal ( Hasil Perhitungan ) ( Tulangan Eksisting )
Tulangan geser Tumpuan (Atas) 16,57 cm2 (5D22)
Tumpuan (Bawah) 7,94 cm2 (2D22) 8D22
Lapangan (Atas) 5,19 cm2 (2D22) 3D22
Lapangan (Bawah) 9,84 cm2 (3D22) 3D22
Tumpuan 0,075 cm2/cm (Ø10-200) 6D22
Lapangan 0,044 cm2/cm (Ø10-300)
Ø10-100
Ø10-150
Tabel 4. Perhitungan tulangan kolom struktur Gedung RSND
Tulangan Kolom Tulangan Diperlukan Tulangan Terpasang
(Hasil Perhitungan) (Tulangan Eksisting)
Tulangan longitudinal
Tulangan geser 45,4 cm2 (12D22) 20D22
0,073 cm2/cm (⌀10-200) ⌀10-100/⌀10-200
Tabel 5. Evaluasi dimensi dan detail penulangan kolom eksisting
Kolom Eksisting Persyaratan Keterangan
1. Dimensi Kolom Memenuhi syarat
= ℎ > 300 mm
= 500 mm, ℎ = 500 mm /ℎ = 1,0 > 0,4 Memenuhi syarat
ρ > ρmin = 1 %
2. Tulangan Longitudinal ρ < ρmak = 6 % Memenuhi syarat
20D22 ( prosentase : ρ = 3,0 % ) Tidak memenuhi syarat
< 125 mm Tidak memenuhi syarat
3, Tulangan Transversal (Sengkang) < 5Ø10-100 Tidak memenuhi syarat
a. Bagian Tumpuan : > 125 mm
Jarak sengkang : = 100 mm < 5Ø10-100
Jumlah sengkang : = 3Ø10-100
b. Bagian Lapangan :
Jarak sengkang : = 200 mm
Jumlah sengkang : = 3Ø10-100
Tabel 6. Evaluasi dimensi dan detail penulangan balok eksisting
Balok Eksisting Persyaratan Keterangan
1. Dimensi Balok /ℎ = 10 > 4 Memenuhi syarat
> 0,3. = 240 mm
= 300 mm, ℎ = 800 mm > 250 mm Memenuhi syarat
= 8000 mm < Memenuhi syarat
Memenuhi syarat
2. Lebar Balok & Kolom ρ = 0,014 < 0,025
= 300 mm, ℎ = 800 mm ρ = 0,005 < 0,025 Memenuhi syarat
= 500 mm, ℎ = 500 mm ρ = 0,005 < 0,025 Tidak memenuhi syarat
ρ = 0,010 < 0,025
3. Rasio Tulangan Longitudinal
Tumpuan atas (8D22) < 130 mm
Tumpuan bawah (3D22) > 130 mm
Lapangan atas (3D22)
Lapangan bawah (6D22)
4. Tulangan Transversal
Bagian Tumpuan : Ø10-100
Jarak sengkang : = 100 mm
Bagian Lapangan : Ø10-150
Jarak sengkang : = 150 mm
193
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
4 KESIMPULAN
Dari hasil uji analisis struktur gedung RSND dengan menggunakan standar gempa (SNI 1726-2019) dan standar
beton (SNI 2847-2019), dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1) Balok-balok dan kolom-kolom dari struktur gedung RSND mempunyai kekuatan yang cukup untuk memikul
beban gempa yang mungkin terjadi. Tulangan longitudinal dan dan tulangan transversal (sengkang) yang
terpasang pada kolom dan balok eksisting, cukup kuat memikul momen lentur dan gaya lintang yang terjadi
akibat gempa.
2) Nilai periode getar struktur dan nilai simpangan antar lantai tingkat dari gedung RSND lebih besar dari nilai
maksimum yang diijinkan. Hal ini mengindikasikan bahwa konfigurasi struktur dari gedung RSND tidak cukup
kaku. Karena struktur gedung tidak kaku, maka hal ini dapat mengakibatkan terjadinya deformasi horisontal yang
besar pada saat terjadi gempa. Deformasi horisontal yang besar dapat menyebabkan kerusakan pada elemen non-
struktural bangunan (pintu, dinding/partisi, dan peralatan/instalasi medik).
3) Dimensi kolom-kolom struktur (50x50) cm dengan tinggi lantai tingkat lebih dari 4,2 meter, serta balok-balok
dengan panjang bentang 8,0 meter, menyebabkan konfigurasi struktur dari gedung RSND kurang kaku, dan
4) Jarak tulangan transversal yang terpasang pada balok dan kolom dari struktur gedung RSND, tidak memenuhi
persyaratan struktural untuk bangunan tahan gempa.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) atas akses dokumen Gambar
Konstruksinya. Segenap tim assisten Laboratorium Manajemen Konstruksi Departemen Teknik Sipil UNDIP.
REFERENSI
BSN. (2019). SNI 2847-2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasannya.
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, Indonesia.
BSN. (2019). SNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung
dan Non Gedung, Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, Indonesia.
BSN. (2020) SNI 1727-2020 tentang Beban Desain Minimum dan Kriteria Terkait Untuk Bangunan Gedung Dan
Struktur LainPeta Kegempaan Indonesia Tahun 2018 (Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017),
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, Indonesia.
Computer and Structures Inc. (2020). SAP2000, Integrated Finite Element Analysis and Design of Structures Basic
Analysis Reference Manual, Computer and Structures, Berkeley, United States.
Pusat Studi Gempa Nasional (2017). Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017. Pusat Litbang
Perumahan dan Pemukiman, Bandung, Indonesia.
194
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Studi Perilaku Tekuk Material Cold Formed Steel (CFS) Profil C Tunggal dan
Ganda Tersusun (Built-up) akibat Beban Aksial
R. Amaliah*, A. Saputra, A. Aminullah
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Perkembangan inovasi struktur baja untuk bangunan rumah mulai banyak berkembang. Penerapan baja pada struktur rumah
sederhana misalnya di Lombok yakni Rumah Instan Struktur Baja (RISBA) yang menggunakan baja canai dingin (CFS) menjadi
alternatif cepat dalam pembangunan rumah untuk masyarakat terdampak gempa. Struktur baja merupakan material yang baik
untuk pertahanan terhadap gempa karena bersifat daktil, fleksibel, serta memiliki berat yang ringan sehingga kekuatan struktur
fondasi yang dibutuhkan juga kecil dan dapat mengurangi biaya baik konstruksi. Kegagalan yang sering terjadi pada baja
biasanya diakibatkan oleh beban aksial yang menimbulkan efek tekuk jika beban yang ditahan melebihi beban kritis pada kolom.
Makalah ini akan mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya yang mempelajari baja canai dingin pada kolom yang mengalami
kegagalan akibat beban aksial.
Kata kunci: Baja Canai Dingin, Aksial, Tekuk.
1 PENDAHULUAN
Struktur baja merupakan material yang baik untuk pertahanan terhadap gempa karena bersifat daktil, fleksibel, dan
memiliki berat yang ringan sehingga kekuatan struktur fondasi yang dibutuhkan juga kecil. Hal ini dapat mengurangi
biaya baik di struktur atas maupun struktur bawah (ArcelorMittal, 2017). Mode kegagalan paling menonjol dari
struktur kolom baja adalah buckling. Fenomena buckling dapat didefinisikan sebagai ketidakstabilan struktural yang
biasanya dikaitkan dengan pembebanan tekanan tinggi yang menghasilkan mode kegagalan pada elemen struktural
panjang dan ramping (Baru, 2017). Dibandingkan dengan material kayu dan beton, baja canai dingin (Cold Formed
Steel, CFS) memiliki banyak keunggulan, diantaranya lain lebih ringan dengan kekuatan dan kekakuan yang tinggi,
prefabrikasi dan produksi massal mudah, pemancangan dan pemasangan yang cepat dan mudah, penghapusan
penundaan substansial karena cuaca, perincian lebih akurat, tidak membutuhkan bekisting, anti rayap dan anti busuk,
kualitas seragam, ekonomis dalam transportasi dan penanganan, tidak mudah terbakar, serta dapat didaur ulang (Yu
& LaBoube, 2010).
2 PERILAKU TEKUK PADA BAJA CANAI DINGIN
2.1 Perilaku Tekuk
Tekuk terjadi apabila beban yang ditahan kolom lebih besar daripada beban kritis kolom. Kolom hanya akan
mengalami tekuk apabila tegangan tekan pada kolom melebihi kekuatan luluhnya. Gambar 1. memperlihatkan
berbagai perilaku tekuk yang terjadi pada CFS.
2.2 Uji Eksperimen dan Analisis Numerik Beban Aksial pada CFS
Reyes & Guzman (2011) melakukan penelitian berdasarkan AISI S100-2007 untuk batang tekan pada profil ganda
CFS membentuk kotak dengan perhitungan rasio kelangsingan yang dimodifikasi dari / menjadi ( / ) .
Tabel 1 dan Gambar 2 memperlihatkan ukuran dan tipikal penampang benda uji. Hasil pengujian Reyes & Guzman
(2011) diperlihatkan pada Tabel 2 yang merangkum beban kegagalan setiap spesimen pada beban maksimum yang
diperoleh dari pengujian untuk tumpuan kaku dan fleksibel. Jenis penyangga fleksibel dan kaku pada perbedaan spasi
tidak menunjukkan pengurangan yang signifikan kecuali pada jarak pengelasan 900 mm. Kurva kapasitas penampang
profil C ganda built-up diperlihatkan pada Gambar 3 yang menyajikan perbedaan kekuatan aksial pada masing-
masing ketebalan stud 1,5 mm dan 2 mm.
195
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Gambar 1. Perilaku tekuk pada CFS (Awaludin, 2019)
Gambar 2. Tipikal penampang (Reyes & Guzman, 2011)
Gambar 3. Kurva kapasitas penampang profil C ganda 100 100 mm: (a) 1,5 mm; (b) 2 mm (Reyes & Guzman, 2011)
196
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tabel 1. Besaran parameter penampang (Reyes & Guzman, 2011)
Parameter Besaran (mm)
1,5 ; 2,0
Ketebalan stud, 100
Lebar, 50
Sayap,
Pengaku tepi, 15
Jarak las,
100, 300, 600, 900
Tabel 2. Hasil batang tekan built-up dari tumpuan kaku (Reyes and Guzman, 2011)
Spasi las (mm) Ptest, Beban kegagalan (kN)
Referensi Tumpuan Uji ke-1 Uji ke-2 Uji ke-3
Box 100 × 100–1,5 mm Kaku Fleksibel Kaku Fleksibel Kaku Fleksibel Kaku Fleksibel
Box 100 × 100–1,5 mm
Box 100 × 100–1,5 mm 100 100 131,4 131,2 141,6 125,8 133,2 129,7
Box 100 × 100–1,5 mm 300 300 128,2 129,8 121,4
Box 100 × 100–2,0 mm 600 600 133,1 120,9 134,0 121,8 121,1 129,7
Box 100 × 100–2,0 mm 900 900a 119,5 144,3 118,2
Box 100 × 100–2,0 mm 100 100 131,0 124,8 123,6 247,8 256,9 251,8
Box 100 × 100–2,0 mm 300 300 262,9 264,1 259,5
600 600 141,9 115,8 130,2 253,3 263,9 254,9
900 900a 235,8 263,9 240,0
240,1 239,4 265,4
264,0 250,8 267,9
263,8 243,6 246,2
257,5 238,3 269,6
Li et al. (2014) melakukan penelitian mengenai CFS bentuk kotak dan I yang diberi beban aksial. Standar yang
digunakan adalah Spesifikasi AISI 2007, menetapkan rasio kelangsingan yang dimodifikasi ( / ) jika mode
tekuk melibatkan deformasi relatif yang menghasilkan gaya geser pada sambungan. Label spesimen dan bentuk
spesimen masing-masing diperlihatkan pada Gambar 4 dan 5. Pengujian dilakukan menggunakan mesin uji servo-
controlled hydraulic berkapasitas 300 kN, sambungan sendi-sendi dengan panjang spesimen, = 200 mm. Analisis
numerik menggunakan perangkat lunak ANSYS juga dilakukan. dimana hasil mode kegagalan diperlihatkan pada
Gambar 6.
Gambar 4. Label spesimen (Li et al., 2014)
Gambar 5. Geometri penampang (a) bentuk C dan (b) bentuk kotak tersusun (Li et al., 2014)
Gambar 6. Mode kegagalan ANSYS untuk batang built-up: (a) L=600 mm; (b) L=3000 mm
197
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Prabhakaran & Kalaiselvi (2018) melakukan penelitian pada CFS terhadap kondisi tekuk. Spesimen diambil dari
lembaran CFS yang tersedia di daerah lokal dengan ketebalan 2 mm. Lembaran tersebut ditekuk seperti baja kanal.
Pada spesimen BS-BB, baja kanal disambungkan belakang dengan belakang dan pada BS-TT, baja kanal
disambungkan depan dengan depan. Pengujian menggunakan mesin loading frame berkapasitas 200 Ton dengan
tumpuan sederhana. Defleksi dari spesimen dicatat dengan dial gauge 1 yang diposisikan di tengah bentang untuk
menentukan perpindahan batang, dan perpendekan diukur oleh dial gauge 2 pada yang terletak tumpuan bawah.
Beban aksial digunakan pada kolom dari bawah menggunakan hydraulic jack. Hasil pengujian diperlihatkan pada
Gambar 7.
Studi eksperimental tersebut dilakukan untuk menentukan daya dukung beban ultimit kolom dan memeriksa mode
kegagalan dari spesimen. Selain itu, analisis numerik dengan perangkat lunak ABAQUS juga dilakukan untuk
mengevaluasi kapasitas beban aksial model tersebut. Gambar 8 menunjukkan hasil analisis numerik dengan
menggunakan ABAQUS (Prabhakaran & Kalaiselvi, 2018). Berdasarkan hasi uji eksperimen dan analisis numerik,
didapatkan bahwa benda uji BS-TT bisa menahan beban aksial lebih besar daripada benda uji BS-BB seperti
diperlihatkan pada Gambar 9 yang memperlihatkan kurva beban dan defleksi dari CFS. Pada profil C back to back,
defleksi 10 mm terjadi pada beban sekitar 280 kN, sedangkan baru terjadi defleksi 10 mm pada profil C toe to toe
setelah diberikan beban 300 kN.
(a) (b)
Gambar 7. Benda uji: (a) BS-TT; (b) BS-BB (Prabhakaran and Kalaiselvi, 2018)
Gambar 8. Hasil analisis numerik dengan menggunakan ABAQUS: a). Model BS-TT; b). Model BS-BB; c). Defleksi BS-TT;
d). Defleksi BS-BB (Prabhakaran and Kalaiselvi, 2018)
Gambar 9. Kurva Beban dan Defleksi (Prabhakaran and Kalaiselvi, 2018)
198
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Roy et al. (2019) juga melakukan penelitian tentang baja penampang ganda CFS sesuai dengan American Iron and
Steel Institute (AISI) dan Australian and New Zealand Standards (AS/NZS). Penelitian dilakukan untuk menyelidiki
kapasitas aksial dari penampang dengan nilai-nilai kelangsingan yang berbeda. Detail penampang ditunjukkan pada
Gambar 10. Hasil pengujian dan pemodelan numerik diperlihatkan pada Gambar 11, dimana terlihat bentuk
kerusakan pada penampang benda uji berupa perilaku tekuk pada profil C tunggal dan ganda. Berdasarkan Gambar
12, terlihat kekuatan menahan beban dari penampang ganda meningkat. Pada CFS profil tunggal, saat diberikan
beban kira-kira 55 kN terjadi perpindahan aksial sebesar 6 mm, sedangkan pada profil CFS ganda baru terjadi
perpindahan aksial sebesar 6 mm setelah diberikan beban sebesar 120 kN.
Gambar 10. Penampang melintang nominal dari penampang kotak CFS dalam penelitian Roy et al. (2019)
Gambar 11. Bentuk kerusakan penampang CFS Profil C: (a) tunggal; (b) ganda (Roy et al., 2019)
199
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Gambar 12. Kurva perpindahan aksial dan beban pada penampang CFS Profil C; (a) tunggal, (b) ganda (Roy et al., 2019)
3 KESIMPULAN
Pada makalah ini, disajikan beberapa penelitian eksperimental dan numerik terdahulu tentang kapasitas aksial
penampang CFS tunggal dan ganda. Perilaku tekuk penampang serta beban aksial dan perpindahannya diperlihatkan.
Model numerik menggunakan ABAQUS memberikan hasil yang sesuai dengan eksperimen. Hasil yang ditunjukkan
memvalidasi bahwa material CFS profil C ganda lebih baik dalam menahan beban aksial daripada profil C tunggal.
Selain itu, profil C ganda toe to toe (closed built-up) memiliki kapasitas aksial lebih besar daripada profil C ganda
back to back (open built-up).
REFERENSI
Arcelor Mittal. (2017). Long Product, Section And Merchant Bars. Earthquake Resistant Steel Structure. Arcelor
Mittal, Luxembourg, Luxembourg
Awaludin, A. (2019). Cold Formed Steel: Opportunities and Challenges (Lecture Note), Yogyakarta.
Baru, A. M. (2017). "An investigation of buckling phenomenon in steel elements" Undergraduate Thesis. Scotland:
Heriot Watt University, Edinburg, Scotland.
Li, Y., Li, Y., Wang, S., and Shen, Z. (2014). "Ultimate load-carrying capacity of cold-formed thin-walled columns
with built-up box and I section under axial compression." Thin-Walled Structures, 202-217.
Prabhakaran, S., and Kalaiselvi, S. (2018). "Experimental Study on Load Carrying Capacity of Cold Formed Steel
Built-up Column." International Journal of ChemTech Research, 164-170.
Reyes, W. and Guzman, A. (2011). "Evaluation of the slenderness ratio in built-up cold-formed box sections."
Journal of Constructional Steel Research, 929-935.
Roy, K., Ting, T. C., Lau, H. H., and Lim, J. B. (2019). "Experimental and numerical investigations on the axial
capacity of cold-formed steel built-up box sections." Journal of Constructional Steel Research, 411-427.
Yu, W.W. and LaBoube, R. A. (2010). Cold-Formed Steel Design. John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, united
States.
200
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Perencanaan Struktur Gedung Apartemen 12 Lantai Berbentuk L di Surakarta
D.A. Saputri1, H. A. Safarizki1*, Marwahyudi2
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Veteran Bangun Nusantara, Sukoharjo, INDONESIA
2GFY Reasearch Group, Universitas Sahid Surakarta, Surakarta, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tingkat kegempaan cukup tinggi karena berada pada daerah cincin api
Pasifik (Ring of Fire). Maka dari itu, dalam mendesain suatu bangunan bertingkat perlu memperhitungkan beban gempa ( ).
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendesain struktur gedung apartemen 12 lantai sesuai dengan SNI 03-1726-2012
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 03-2847-2013
tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, serta SNI 03-1727-2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Struktur atas meliputi kolom, balok, pelat atap dan pelat lantai. Pembebanan
yang ditinjau untuk perencanaan elemen struktur adalah beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Daerah kritis yang ditinjau
terletak pada ujung belakang gedung dengan kontrol simpangan antar lantai maksimum untuk arah sebesar 0,036713 m < 0,062
m (batas simpangan ijin antar lantai). Dengan semikia, dapat dikatakan bahwa struktur gedung telah memenuhi dari batas yang
diisyaratkan.
Kata kunci: SNI, Gempa, Desain Struktur Gedung.
1 PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang posisi geografisnya berada pada jalur gempa teraktif di dunia, karena
dikelilingi oleh cincin api Pasifik (Ring of Fire) yang berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yaitu lempeng
Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Kondisi geografis tersebut menjadikan Indonesia wilayah yang rawan akan
bencana alam seperti letusan gunung api, gempa, dan tsunami. Gempa bumi tidak mungkin untuk dicegah, oleh sebab
itu perencanaan struktur bangunan tingkat tinggi (high rise building) harus dapat menahan beban yang diakibatkan
oleh gempa bumi tersebut guna meminimalisir resiko kerusakan dan melindungi pengguna bangunan.
Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan tinggi untuk mensisati keterbatasan lahan. Seiring dengan
perkembangan zaman, bentuk serta tinggi bangunan gedung apartemen kian beragam. Salah satunya adalah struktur
gedung dengan denah yang tidak beraturan, misalnya dengan denah berbentuk L atau U dan lain sebagainya. Suatu
denah dikatakan tidak beraturan ketika denah tersebut memiliki tonjolan-tonjolan ke arah horizontal dan tonjolan
tersebut melebihi seperempat ukuran terbesar dari bagian inti denah struktur (Siswanto & Salim, 2018). Penelitian
terakhir menyatakan bahwa semakin tinggi sifat ketidakberaturan horizontal, maka semakin tinggi pula kenaikan
gaya geser, drift max, dan berat tulangan (Prijasambada & Hafifah, 2018). Bentuk dasar struktur pada bangunan
umumnya harus memberikan kontribusi dalam menahan gaya lateral yang disebabkan oleh gempa bumi. Besarnya
beban gempa sangat dipengaruhi oleh kondisi struktur bangunannya seperti denah bangunan dan massa bangunan itu
sendiri. Dalam penelitian ini, penulis merencanakan struktur bangunan gedung apartemen 12 lantai dengan denah
yang berbentuk “L” yang terletak di dalam Kota Surakarta. Denah berbentuk L dipilih karena menyesuaikan
kebutuhan ruang.
Bagi struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik C, D, E, atau F yang memiliki ketidakberaturan horisontal
tipe 1a atau 1b, simpangan antar lantai desain (∆) harus dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi titik-titik di
atas dan di bawah tingkat yang diperhatikan yang letaknya segaris secara vertikal, di sepanjang salah satu bagian tepi
struktur. Pembangunan gedung apartemen di dalam kota mengharuskan tingkat efisiensi tinggi, yakni ekonomis tapi
tidak mengesampingkan faktor keamanan (kekuatan dan kestabilan struktur). Akan tetapi, pengaruh gempa harus
ditinjau dalam perencanaan struktur gedung apartemen. Akibat pengaruh gempa rencana, struktur tersebut secara
keseluruhan harus masih tetap berdiri walaupun berada pada kondisi diambang keruntuhan. Secara umum analisis
struktur terhadap gempa dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1) Analisis statik ekivalen, yaitu berupa gaya horizontal ( , ) yang diberikan pada lantai struktur.
2) Analisis dinamik (time history dan spectrum respons) berupa gelombang yang berdasarkan data gempa
sebelumnya yang diterapkan pada base struktur, dan dianalisa dengan kondisi non-linier.
201
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Analisis dinamik bertujuan untuk menentukan pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan
dapat dilakukan dengan cara analisis ragam spektum respon (Mulyo, 2015). Pada perencanaan struktur gedung
apartemen 12 lantai berbentuk L di Surakarta ini, penulis menggunakan analisis dinamik dengan metode analisis
ragam respon spektrum.
2 METODE PERENCANAAN
Bangunan gedung apartemen 12 lantai berbentuk L di Surakarta direncanakan sebagai bangunan bertingkat tinggi
(high rise building) yang terdiri dari 12 lantai dengan ketinggian total dari lantai 1 hingga lantai 12 adalah ±38,10 m.
Pembebanan gedung dapat ditentukan dengan penyesuaian penggunaaan gedung, yakni seperti fungsi ruangan
dimana besar bebannya sesuai dengan yang tercantum pada SNI 03-1727-2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain dan SNI 03-2847-2013 tentang Persyaratan Beton Struktural
Untuk Bangunan Gedung. Selain itu, untuk memperhitungkan pengaruh gempa pada bangunan, perencanaan struktur
tahan gempa untuk struktur gedung harus mengikuti pedoman yang tertera pada SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Gedung dan Non Gedung.
Gambar 1. Denah lantai 1-12
Gambar 2. Potongan melintang gedung
202
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pemodelan
Dalam merencanakan sebuah gedung perlu dilakukan pemodelan dengan memperhatikan spesifikasi material dan
data primer lainnya. Selain itu, spesifikasi material juga digunakan untuk menghitung pembebanan pada gedung
tersebut. Struktur gedung yang direncanakan adalah bangunan apartemen 12 lantai berbentuk L dengan tinggi
bangunan ±38,10 m, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
3.2 Pembebanan
Perencanaan pembebanan berpedoman pada SNI 03 – 1727 – 1989 tentang Perencanaan Pembebanan Bangunan
Rumah dan Gedung. Perhitungan pembebanan meliputi beban mati, beban hidup, dan beban dinding. Berdasarkan
SNI 03-1726-2012 kategori resiko bangunan termasuk dalam golongan II dengan faktor keutamaan gempa ( )
sebesar 1,0. Parameter respons percepatan pada perioda pendek ( ) pada lokasi apartemen bernilai 0,602 , dengan
kategori resiko kelas II adalah kategori desain seismik D (KDS D). Kategori desain seismik berdasarkan parameter
respons percepatan pada perioda 1 detik ( 1) yang bernilai 0,570 , dengan kategori resiko kelas II, adalah kategori
desain seismik D (KDS D). Sehingga, dapat dikatakan bahwa kategori desain seismik berdasarkan nilai , 1, dan
ketegori resiko II, termasuk kedalam kategori desain seismik D. Adapun kurva respon spektrum yang digunakan
dalam pemodelan ditunjukkan pada Gambar 4.
Percepatan respon spektra, 0.7 Gambar 3. Pemodelan 3D struktur gedung 5
Sa (g) 0.6
0.5 1234
0.4 Periode, T (detik)
0.3
0.2 Gambar 4. Kurva spektrum respons desain
0.1
0
0
203
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
3.3 Kontrol
Kontrol waktu getar alami ( ) dapat diperoleh dari hasil analisis struktur yang akan ditinjau. SNI 03-1726-2012
memberi persyaratan bahwa periode fundamental yang akan dipakai sebagai perhitungan tidak boleh melebihi dari
batas atas periode fundamental pendekatan yang mana nilainya adalah perkalian dari koefisien periode batas atas,
(SNI 03-1726-2012 tabel 14-15) dengan periode pendekatan untuk memudahkan pelaksanaan.
= . ℎ
= 0,0466 (3,81)0,9
= 1,234
= .
= 1,234 1,4
= 1,727
Waktu getar alami ( ) terbesar dari hasil output analisa software SAP 2000 V14 adalah 1,423 s, maka:
1,423 s < × OK
1,423 s < 1,727 s
Kontrol nilai respon spektrum gempa dinamis terhadap beban gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana tidak
boleh kurang dari 85% nilai analisa gempa statis. Dari hasil output SAP 2000 didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Gempa arah ≥ 85% x 11856,86
≥ 85% ≥ 10078,33 kN OK
16222,88 kN
16222,88 kN ≥ 85% x 16222,88
≥ 13789,45 kN TIDAK OK
b. Gempa arah
≥ 85%
11553,19 kN
11553,19 kN
Jika tidak memenuhi, maka harus dibuat skala gaya sesuai SNI 03-1726-2012 pasal 7.9.4.1. Skala gaya diambil
dari perhitungan di bawah ini.
= 85%
85% × 16222,88
= 11553,19
= 1,194
Kontrol simpangan antar lantai desain (∆) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat
teratas dan terbawah yang ditinjau. Berdasarkan SNI 03 – 1726 – 2012 didapat simpangan ijin antar lantai untuk
kategori resiko II (struktur lainnya) untuk struktur ini sebesar 0,020 ℎ . Jenis struktur bukan struktur yang
menggunakan dinding geser.
∆ = 0,020ℎ
= 0,020 3100
= 62 → 0,062
Dari tabel 9 SNI 03-1726-2012, faktor dalam untuk sistem penahan gaya gempa, struktur yang didesain
merupakan sistem rangka beton bertulang pemikul momen khusus maka nilai diambil sebesar 5,5. Selanjutnya,
simpangan yang terjadi dihitung. Simpangan diambil dari joint nomor 6233 yang terletak di lantai 12 dan joint nomor
5936 yang terletak di lantai 11, dan ditinjau pada arah . Titik 6233 dan 5936 adalah titik yang sama pada lantai yang
berbeda.
204
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Joint nomor 6233 δ2 = 0,030153 m
Joint nomor 5936 δ1 = 0,029492 m
∆x = ( 2− 1) <
= (0,030153−0,029492) 5,5 < 0,062
1,0
= 0,003635 < 0,062 OK
Tabel 1 menunjukkan simpangan antar lantai tingkat desain. Kontrol simpangan antar lantai maksimum untuk arah
sebesar 0,036713 m < 0,062 m (batas simpangan ijin antar lantai) dan drift ratio pada lantai teratas (0,12%) yang
dihitung berdasarkan simpangan menunjukan bahwa drift ratio yang terjadi masih lebih kecil dari drift maksimum
yang disyaratkan dalam SNI 1726-2012 yaitu sebesar 2% sehingga masih memenuhi persyaratan.
Tabel 1. Simpangan antar lantai tingkat desain (∆).
Lantai Tinggi Gedung No. Joint Defleksi, δ Simpangan,∆ Drift Ratio
(m) (m) (m) (%)
12 6233
11 3,1 5936 0,030153 0,003635 0,12
10 5639
09 3,1 5342 0,029492 0,005797 0,19
08 3,1 5045 0,028438 0,008201 0,26
07 3,1 4748 0,026947 0,010516 0,34
06 3,1 4451 0,025035 0,012678 0,41
05 3,1 4154 0,022730 0,014647 0,47
04 3,1 3857 0,020067 0,016423 0,53
03 3,1 3560 0,017081 0,017969 0,58
02 3,1 3263 0,013814 0,019239 0,62
01 3,1 33 0,010316 0,020026 0,65
3,1 0,006675 0,036713 1,18
4,0 0 0 0
elevasi (m) 45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
simpangan (m)
Gambar 5. Grafik simpangan antar lantai tingkat desain
3.4 Penulangan
Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya maka diperoleh kebutuhan tulangan seperti pada tabel di bawah.
Tabel 2. Hasil perhitungan kebutuhan tulangan balok dan kolom
Tipe Dimensi Tulangan Tumpuan Tulangan Lapangan
B1 400 x 700 mm 5D16 5D16
B2 250 x 400 mm 3D13 3D13
K1 700 x 700 mm 12D22 12D22
205
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Tabel 3. Hasil perhitungan kebutuhan tulangan geser balok dan kolom
Tipe Dimensi Tulangan Geser
B1 400 x 700 mm 2ϕ10 – 250
B2 250 x 400 mm 2ϕ10 – 150
K1 700 x 700 mm 4ϕ19 – 300
4 KESIMPULAN
Perancangan struktur gedung telah memenuhi persyaratan terhadap beban-beban rencana sesuai dengan SNI 03-
1727-2013 tentang Beban Minimum untuk Perencanaan Struktur Gedung dan SNI 03-2847-2013 tentang Persyaratan
Beton Struktural. Analisis gempa dinamik dengan metode respons ragam spektrum dengan program bantu SAP2000
V14 telah sesuai dengan SNI 03-1726-2012 tentang Perencanaan Ketahanan Gempa.
Hasil perhitungan daerah kritis yang ditinjau terletak pada ujung belakang gedung dengan kontrol simpangan antar
lantai maksimum untuk arah sebesar 0,036713 m < 0,062 m (batas simpangan ijin antar lantai) dan memiliki drift
ratio sebesar 0,12% < 2% (drift maksimum yang disyaratkan dalam SNI 1726-2012). Hal ini menunjukkan bahwa
struktur gedung telah memenuhi dari batas yang diisyaratkan.
REFERENSI
BSN. (2013). SNI 03-1727-2013 Beban Minimum Untuk Perencanaan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta, Indonesia.
BSN (2013). SNI 03-2847-2013 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta, Indonesia.
BSN. (2012). SNI 03-1726-2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung dan Non
Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta, Indonesia..
Mulyo, A. (2015). “Analisis kinerja struktur gedung bertingkat dengan metode respon spectrum ditinjau pada drift
dan displacement menggunakan software ETABS.” J. Infras.4(1):65-71, 2.
Prijasambada, and Hafifah, V. (2018). "Analisa gaya diafragma, kord dan kolektor pada bangunan gedung sesuai
dengan SNI 1726:2012." IKRAITH-Teknologi, Vol 2(1), 41-49.
Siswanto, A. B., and Salim, M. A. (2018). "Kriteria dasar perencanaan struktur bangunan tahan gempa." Jurnal
Teknik Sipil, Vol 11 (2018).
206
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Efek Perubahan Nilai Modulus Elastisitas pada Kinerja Portal Terbuka Beton
Bertulang Mutu Tinggi akibat Beban Gempa
W. Perceka*, H.H. Tjahjanto, M. Nagasastra
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Beton mutu tinggi sudah dapat diproduksi dan diaplikasikan sebagai material konstruksi di Indonesia. Dengan menggunakan
beton mutu tinggi, dimensi penampang elemen – elemen struktur dapat dikurangi sehingga volume beton untuk seluruh bangunan
akan berkurang. Salah satu perbedaan antara beton mutu tinggi dan mutu normal terletak pada modulus elastisitasnya. Modulus
elastisitas adalah salah satu parameter penting dalam bidang rekayasa struktur karena mempengaruhi besar atau kecilnya suatu
nilai deformasi struktur. Persamaan modulus elastisitas yang saat ini diadopsi oleh SNI 2847:2019 adalah hasil penelitian yang
dilakukan oleh Pauw pada tahun 1961 dengan kuat tekan beton maksimum saat itu sebesar 40 MPa. Oleh karena itu, peninjauan
persamaan modulus elastisitas di dalam SNI 2847 perlu ditinjau kembali. Selanjutnya, hampir semua perencana dan praktisi
hanya memperhatikan kuat tekan beton rencana dengan tetap menggunakan persamaan modulus elastisitas yang terdapat di
dalam SNI 2847. Oleh karena itu, penelitian ini ditulis untuk membandingkan dan mengevaluasi persamaan – persamaan
modulus elastisitas, yaitu berdasarkan SNI 2847, ACI 363R92, Hu & Liao (2020), CEB-FIP, dan Wee, et al. (2016) menggunakan
data hasil pengujian yang sudah dikumpulkan. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh reduksi nilai
modulus elastisitas beton terhadap perilaku struktur portar terbuka beton mutu tinggi di wilayah gempa.
Kata kunci: Beton Mutu Tinggi, Modulus Elastisitas, Gaya Geser, Drift, Level Kinerja.
1 PENDAHULUAN
Dengan menggunakan beton mutu tinggi, khususnya pada bangunan tinggi, dimensi penampang elemen – elemen
struktur seperti balok, kolom dan dinding geser dapat direduksi sehingga volume beton untuk seluruh bangunan dapat
direduksi, dan berat sendiri struktur bangunan juga akan berkurang (Liao et al., 2015; Perceka et al., 2016). Salah
satu perbedaan antara beton mutu tinggi dan mutu normal terletak pada modulus elastisitasnya. Modulus elastisitas
adalah salah satu parameter penting dalam bidang rekayasa struktur karena mempengaruhi deformasi struktur dan
juga merupakan parameter penting untuk menghitung kekakuan komponen dan defleksi (Hu & Liao 2020).
Sebagaimana yang telah diketahui, modulus elastisitas dipengaruhi oleh mutu beton, sehingga persamaan modulus
elastisitas selalu dibuat sebagai fungsi dari mutu beton. Akan tetapi, persamaan modulus elastisitas yang saat ini
diatur di dalam SNI 2847 (2019) atau ACI 318 (2014) dapat menghasilkan nilai modulus elastisitas yang terlalu besar
atau terlalu kecil, baik untuk beton normal dan mutu tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hu & Liao
di Taiwan (2020), modulus elastisitas sangat dipengaruhi oleh kandungan pasta dalam setiap 1 m3 beton dan sifat
agregat kasar. Selanjutnya, hasil riset di Taiwan menunjukkan bahwa modulus elastisitas hasil test lebih rendah dari
modulus elastisitas yang diperoleh menggunakan persamaan yang diusulkan di dalam ACI 318 (2014). Oleh karena
itu, Hu & Liao (2020) mengusulkan persamaan modulus elastisitas yang baru dengan melakukan regresi dari 1318
data yang terdiri dari hasil pengujian di luar dan di dalam negara Taiwan.
Seperti yang telah dijelaskan di dalam ACI 318 (2014) atau SNI 2847 (2019), persamaan modulus elastisitas yang
saat ini digunakan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Pauw pada tahun 1961 dengan kuat tekan beton
maksimum saat itu sebesar 40 MPa. Dengan berkembangnya teknologi beton saat ini, persamaan modulus elastisitas
beton yang sudah diusulkan di dalam ACI 318 atau SNI 2847 harus ditinjau kembali. Selanjutnya, dengan merujuk
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu & Liao (2020), nilai – nilai modulus elastisitas beton yang ada di Indonesia
bisa lebih besar atau lebih kecil dari nilai modulus elastisitas yang dihitung menggunakan persamaan yang terdapat
di dalam SNI 2847, terutama untuk beton mutu tinggi. Dalam analisis dan desain struktur tahan gempa, nilai modulus
elastisitas yang terlalu besar dapat menghasilkan beban gempa yang diterima struktur menjadi terlalu besar.
Sebaliknya, penggunaan nilai modulus elastisitas yang terlalu rendah akan menyebabkan nilai simpangan lateral yang
berlebihan. Hingga saat ini, teknologi beton di Indonesia sudah dapat memproduksi beton dengan kuat tekan lebih
dari 60 MPa. Akan tetapi, hampir semua perencana dan praktisi hanya memperhatikan kuat tekan beton rencana dan
tetap menggunakan persamaan modulus elastisitas yang terdapat di dalam SNI 2847 atau ACI 318. Di samping itu,
jumlah data hasil pengujian modulus elastisitas yang sudah dipublikasi sangat sedikit, terutama untuk beton dengan
207
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
kuat tekan lebih besar dari 40 MPa. Oleh karena itu, penelitian ini ditulis untuk membandingkan dan mengevaluasi
persamaan – persamaan modulus elastisitas menggunakan data hasil pengujian yang sudah dikumpulkan. Beberapa
persamaan modulus elastisitas yang digunakan di dalam penelitian ini adalah persamaan yang diusulkan berdasarkan
teknologi beton yang lebih maju daripada teknologi beton saat Pauw melakukan penelitian. Selain itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi modulus elastisitas beton terhadap perilaku struktur portar terbuka
beton mutu tinggi di wilayah gempa.
2 LITERATUR REVIEW
2.1 Persamaan Modulus Elastisitas
Tabel 1 menunjukkan beberapa persamaan untuk memprediksi nilai modulus elastisitas beton, dimana beberapa
persamaan menggunakan batasan nilai kuat tekan beton. Perlu diketahui bahwa SNI 2847 (2019) atau ACI 318 (2014)
tidak menjelaskan beton mutu tinggi secara spesifik. Hu & Liao (2020) melaporkan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi modulus elastisitas beton adalah sifat dari masing – masing komponen penyusun beton, jumlah pasta
semen, kondisi perawatan, dan karakteristik agregat. Akan tetapi, jika semua faktor tersebut diperhitungkan di dalam
persamaan untuk memprediksi modulus elastisitas, hal tersebut akan membuat aplikasi persamaan menjadi tidak
praktis.
Tabel 7. Persamaan modulus elastisitas dari peraturan lain dan penelitian sebelumnya.
Refrensi Persamaan modulus elastisitas ′ (MPa)
SNI 2847 (2019) = 0,043 1,5( ′ )0,5 ( ) (1) -
ACI 363R-92 (1997) = (3320 ′ 0,5 + 6900) ( ⁄2300)1,5 ( ) (2) 21 < ′ < 83
Hu & Liao (2020) = 0,108( ′ )0,5( )1,5 ( / 2) (3a) 21 ≤ ′ ≤ 83
(7 0′ 0 )0,5 (3 ) 54 ≤ ′ ≤ 104
CEB-FIP (2010) = (234000 1,5 + 74200)
Wee et al., (1996) (2380) ( 2)
Dengan: = 1,00 − 0,78 , ≤ 25%
= 0 . . ( + ∆ )1⁄3 ( ) (4)
-
10
Dengan: 0 = 21500 , ∆ = 8
= ℎ
= 10.200 ( ′ )1/3
(5) 50 ≤ ′ ≤ 120
Dimana adalah modulus elastisitas, ′ adalah kuat tekan beton saat umur 28 hari, adalah berat jenis beton,
adalah faktor yang dipengaruhi persentase silica fume, adalah persentase silica fume, adalah modulus elastisitas
beton umur 28 hari.
2.2 Evaluasi Persamaan Modulus Elastisitas
Enam ratus delapan puluh tiga (683) hasil pengujian yang sudah dilakukan dari penelitian sebelumnya (Wee et al.,
1996; Rashid et al., 2002; dan Liao et al., 2015) dikumpulkan untuk mengevaluasi persamaan yang terdapat di dalam
Tabel 1. Jika tidak terdapat data pengukuran berat jenis, berat jenis beton diasumsikan 2380 kg/m3. Selanjutnya,
untuk ′ lebih besar dari 70 MPa dengan persentase silica fume yang tidak diketahui, persentase silica fume
diasumsikan 7,5%. Hal ini merujuk proporsi campuran beton mutu tinggi yang digunakan oleh Liao et al. (2015) dan
Perceka et al. (2016). Gambar 1 menunjukkan modulus elastisitas hasil pengujian dan perhitungan dengan rasio
pengujian terhadap perhitungan ( ) adalah 0,8, 1,0, dan 1,2.
Dari 6 persamaan modulus elastisitas, persamaan yang diusulkan oleh Wee et al. (1996) memberikan nilai modulus
elastisitas yang terlalu rendah. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.(f), dimana hampir semua data berada diluar garis
sama dengan 1,2. Selain itu, nilai rata-rata dari rasio pengujian terhadap perhitungan adalah 1,82, dimana nilai
tersebut membuktikan bahwa hasil pengujian jauh lebih besar dari hasil perhitungan, dan nilai tersebut adalah nilai
terbesar jika dibandingkan dengan hasil evaluasi menggunakan 5 persamaan lainnya. Oleh karena itu, jika persamaan
yang diusulkan oleh Wee et al. (1996) digunakan untuk menentukan nilai modulus, nilai deformasi struktur yang
diperoleh akan terlalu besar.
208
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Mean = 0,94 Mean = 1,06
STD = 0,15 STD = 0,15
COV = 0,16 COV = 0,14
(a) (b)
Mean = 1,18 Mean = 1,24
STD = 0,19 STD = 0,17
COV = 0,16 COV = 0,14
(c) (d)
Mean = 0,85 Mean = 1,87
STD = 0,12 STD = 0,25
COV = 0,14 COV = 0,14
(e) (f)
Gambar 4. Grafik hubungan modulus elastisitas hasil pengujian dan modulus elastisitas hasil perhitungan dengan rasio
pengujian terhadap perhitungan 0,8, 1,0, dan 1,2 untuk: (a). Model SNI 2847, (b) Model ACI 363R92, (c) Hu & Liao (3a), (d)
Hu & Liao (3b), (e) CEB-FIP, (f) Wee et al. (1996)
Dari hasil evaluasi yang dipresentasikan di dalam gambar 1, SNI 2847 (2019) dan CEB-FIP (2010) menunjukkan
pola yang hampir sama, yaitu sebagian besar data berada di bawah garis bernilai 1. Selanjutnya, tidak sedikit data
yang berada di bawah garis 0,8. Hasil ini menunjukkan bahwa menggunakan persamaan modulus elastisitas yang
diatur di dalam SNI 2847 dan CEB-FIP akan menghasilkan struktur yang sedikit terlalu kaku. Persamaan yang
tercantum di dalam ACI 363R92 (1997), dan Persamaan 3(a) yang diusulkan oleh Hu & Liao (2020) menghasilkan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan 4 persamaan lainnya. Dengan menggunakan kedua persamaan tersebut,
hampir semua data berada di dalam rentang sebesar 0,8 sampai 1,2. Dengan menggunakan persamaan ACI 363R92
dan persamaan (3a) yang disulkan oleh Hu & Liao (2020), perbedaan nilai modulus elastisitas teoritis dan terukur
dari hasil pengujian tidak akan lebih dari 20%. Oleh karena itu, dengan tidak tersedianya data pengujian modulus
elastisitas, persamaan ACI 363R92 (1997) dan persamaan (3a) yang disulkan oleh Hu & Liao (2020) cenderung
cukup akurat. Persamaan (3b) yang juga diusulkan oleh Hu & Liao (2020) lebih akurat jika dibandingkan persamaan
SNI 2847 (2019), CEB-FIP (2019), dan Wee et al. (1996). Akan tetapi, nilai rata-rata rasio pengujian terhadap
perhitungan 1,24 menunjukkan persamaan (3b) akan sering menghasilkan nilai modulus elastisitas yang lebih kecil
dari hasil pengujian.
209
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
3 STRUKTUR PORTAL TERBUKA 3D BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA
3.1 Analisis dan Desain Struktur Portal Terbuka Beton Bertulang
Untuk mengetahui perngaruh perbedaan nilai modulus elastisitas terhadap struktur portal terbuka di wilayah gempa,
struktur portal terbuka 3 dimensi dengan jumlah lantai 12 direncanakan dan dianalisis menggunakan nilai modulus
elastisitas yang berbeda. Model struktur acuan akan direncanakan sesuai SNI 2847(2019), SNI 1727 (2020), dan SNI
1726(2019), dimana modulus elastisitas berdasarkan persamaan SNI 2847 (2019) digunakan untuk merencanakan
model struktur acuan. Model struktur acuan dipastikan sudah memenuhi ketiga peraturan tersebut. Untuk mengetahui
pengaruh modulus elastisitas, model struktur acuan akan tetap digunakan dengan memvariasikan nilai modulus
elastisitas. Berdaarkan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 3 persamaan modulus elastisitas selain
SNI 2847 (2019) yang akan digunakan, yaitu persamaan yang diusulkan di dalam ACI 363R92 (1997) dan persamaan
(3a) dan (3b) yang diusulkan oleh Hu & Liao (2020). Struktur dimodelkan menggunakan program MIDAS GEN.
Tabel 2 menunjukkan data struktur. Gambar denah struktur ditunjukkan oleh Gambar 2. Hasil perbandingan drift
antara lantai ditunjukkan oleh Gambar 3.
Tabel 2. Data struktur, material, beban, dan dimensi elemen struktur
Data struktur Kantor
Yogyakarta
Fungsi Bangunan 12
Lokasi 9
Jumlah Lantai 4,5 m / 4 m
Jarak antar kolom (m) 48,5 m
Tinggi lantai 1/Tinggi lantai tipikal Rangka pemikul momen khusus
Tinggi Keseluruhan Bangunan
Sistem Struktur 70 MPa
39.323,021 MPa
Data material 2.380 kg/m3
Beton 200.000 MPa
Kuat tekan, f’c, balok dan kolom 420 MPa
Modulus Elastisitas, Ec (SNI 2847)
Berat jenis beton , γc 0,96 kN/m2
2,4 kN/m2
Baja tulangan 0,96 kN/m2
Modulus Elastisitas, Es
Tegangan leleh 0,5547
0,4155
Data beban D
1,0
Beban gravitasi 8
Beban mati tambahan 5,5
Beban hidup lantai 3
Beban hidup atap
400 x 700/400 x 600
Beban gempa 700 x 700/600 x 600
SDS
SD1
Kategori desain seismik
Faktor keutamaan gempa,
Faktor reduksi Gempa, R
Faktor perbesaran defleksi, Cd
Faktor kuat lebih, Ω
Dimensi elemen
Balok (Lt 1 – Lt 6)/(Lt 7 – Lt 12)
Kolom (Lt 1 – Lt 6) /(Lt 7 – Lt 12)
210
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Gambar 5. Denah lantai tipikal
Gambar 6. Drift struktur dengan variasi modulus elastisitas
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai variasi modulus elastisitas sangat mempengaruhi drift struktur. Gambar 3
menunjukkan bahwa model struktur dengan nilai modulus elastisitas yang berbeda masih memenuhi drift yang
dijinkan oleh SNI 1726(2019). Sesuai dengan evaluasi yang ditunjukkan oleh Gambar 1, modulus elastisitas
berdasarkan persamaan SNI 2847 (2019) menghasilkan struktur yang kaku. Jika drift model struktur acuan mendekati
batas drift yang diijinkan, drift struktur akan melebihi batas drift yang dijinkan. Hasil analisis yang ditunjukkan oleh
Gambar 3 membuktikan bahwa pemilihan nilai modulus elastisitas harus dilakukan secara cermat, khusunya jika data
pengujian di lokasi struktur gedung yang direncanakan tidak tersedia. Seperti yang telah diketahui, persamaan
modulus elastisitas yang digunakan oleh SNI 2847 (2019) bukan diturunkan berdasarkan penelitian modulus
elastisitas beton di Indonesia melainkan diadopsi dari persamaan modulus elastisitas yang digunakan ACI 318-14
(2014). Selain itu, persamaan yang disediakan oleh ACI 318-14 (2014) adalah hasil analisis regresi yang dilakukan
oleh Pauw di tahun 1961 dengan kuat tekan beton maksimum saat itu adalah 40 MPa. Oleh karena itu, persamaan
modulus elastisitas yang diusulkan oleh ACI 318-14 (2014) perlu dievaluasi dengan menggunakan hasil pengujian
yang dilakukan di Indonesia, khususnya untuk beton mutu tinggi.
3.2 Analisis Static Nonlinear (Static Pushover Analysis)
Kurva hubungan geser dasar dan drift struktur (Gambar 4) menunjukkan bahwa variasi modulus elastisitas tidak
menyebabkan dampak yang besar terhadap hubungan geser dasar dan drift struktur. Level kinerja semua model
struktur adalah immediate occupancy. Meskipun seluruh model struktur menunjukkan level kinerja yang sama, terjadi
penurunan kekakuan awal (initial stiffness) akibat nilai modulus elastisitas yang lebih kecil.
211
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Gambar 7. Kurva hubungan geser dasar dan drift struktur
4 KESIMPULAN
Berdasarkan perbandingan nilai modulus elastisitas yang sudah dilakukan, terdapat empat modulus elastisitas yang
mendekati nilai modulus elastisitas hasil pengujian, yaitu persamaan modulus elastisitias yang diusulkan di dalam
SNI 2847(2019), ACI 363R92 (1997), dan 2 persamaan yang diusulkan oleh Hu & Liao (2020). Hasil analisis struktur
menunjukkan bahwa variasi modulus elastisitas mempengaruhi drift lantai tingkat. Drift lantai tingkat tidak melebihi
batas drift yang diijinkan oleh SNI 1726 (2019). Akan tetapi, jika model acuan struktur memiliki drift lantai tingkat
yang sudah mendekati batas drift yang diijinkan, struktur akan memiliki drift lantai tingkat yang melebihi batas drift
yang diijinkan jika terbukti nilai modulus elastisitas beton yang digunakan lebih rendah dari nilai modulus elastisitas
yang digunakan selama proses desain. Selain itu, hasil analisis statik nonlinear menunjukkan bahwa nilai modulus
elastisitas juga mempengaruhi kekakuan awal (initial stiffness) suatu struktur yang menerima beban lateral gempa
kuat. Oleh karena itu, persamaan modulus elastisitas yang digunakan perlu divalidasi dengan beton yang digunakan
di Indonesia. Data yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan data yang berasal dari luar Indonesia,
sehingga keakuratan seluruh persamaan modulus elastisitas yang digunakan di dalam studi ini belum tentu sesuai
dengan beton yang ada di Indonesia.
REFERENSI
ACI Committee. (2014). Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-14) and Commentary.
American Concrete Institute, Farmington Hills, United States.
ACI Committee (1992). State-of-the-Art Report on High-Strength Concrete ACI 363R-92 (Reapproved 1997).
American Concrete Institute, Farmington Hills, United States.
Fib Special Activity Group 5. (2010). CEB/FIP Model code 2010 (Vol. 1). International Federation for Structural
Concrete (fib), Lausanne, Switzerland.
Hu, W. H., and Liao, W.C. (2020). “Study of prediction equation for modulus of elasticity of normal strength and
high strength concrete in Taiwan.” J. the Chinese Inst. Engrg, Vol 43 (7), 638-647.
Liao, W. C., Perceka, W., and Liu, E. J. (2015). “Compressive stress-strain relationship of high strength steel fiber
reinforced concrete.” J. of Adv. Conc. Tech., 13(8), 378-392.
Perceka, W., Liao, W. C., and Wang, Y. D. (2016). “High strength concrete columns under axial compression load:
hybrid confinement efficiency of high strength transverse reinforcement and steel fibers.” Materials, 9(4), 264.
Rashid, M. A., Mansur, M. A., and Pramasivan, P. (2002). “Correlations between mechanical properties.” ASCE, J.
Material in Civil Engrg., 14(3), 230-238.
BSN. (2019). SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung dan Penjelasan (ACI
318-14M dan ACI-318RM-14, MOD). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta, Indonesia.
Wee, T. H., Chin, M. S., and Mansur, M. A. (1996). “Stress-strain relationship of high-strength concrete in
compression.” ASCE, J. Material in Civil Engrg., 8(2), 70-76.
212
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Tanggap (Response) Dinamis Struktur Cerobong akibat Beban Gempa
dengan Model Balok Kontinu
A. Dolu*, I. G. M. Oka
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tadulako, Palu, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Sistem struktur yang ditinjau merupakan balok kontinu pada struktur cerobong (chimney) yang menerima beban gempa. Model
struktur merupakan massa terdistribusi (distributed mass). Tanggap (response) struktur dengan penyelesaian Persamaan
Diferensial Parsial (PDE) balok kontinu dengan beban gempa diselesaikan dengan analisis mode (modal analysis). Dengan
transformasi ke persamaan diferensial biasa (ODE) dalam domain waktu ( ), dan beban luar dinamik berdasar percepatan gempa
El-Centro NS 1940, yang diselesaikan dengan metode Runge-Kutta. Hasil yang diperoleh adalah perpindahan struktur, momen
dan gaya geser berdasarkan fungsi waktu (time history) dengan variasi redaman (0%, 1%, 2%, 5% dan 10%), untuk tinjauan lima
mode pertama (Mode 1–5). Nilai puncak kombinasi modal dari tanggap struktur perpindahan, momen lentur dan gaya geser
digunakan metode square root of sum squares (SRSS)
Kata kunci: Balok Kontinu, Cerobong, El-Centro, Runge-Kutta, Time History, Perpindahan, Momen, Gaya Geser, SRSS.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis respons dinamik struktur secara umum dilakukan dengan dua model, yang pertama dengan sistem koordinat
diskrit dengan massa menggumpal (lumped mass) pada titik-titik diskrit tersebut, seperti pada gedung bertingkat
banyak. Peningkatan ketelitian dengan menambah jumlah titik-titik diskrit yang ditinjau. Model kedua dengan sistem
massa terdistribusi (distributed mass), dimana elemen struktur akan berdeformasi sesuai fungsi bentuk (shape
function) tertentu. Pemodelan massa terdistribusi cocok untuk struktur yang distribusi massanya kontinu seperti balok
panjang, menara dan cerobong (chimney). Pemodelan massa terdistribusi tersebut dengan menggunakan persamaan
diferensial parsial sebagai fungsi ruang dan waktu. Tanggap (response) struktur secara umum, untuk gaya luar yang
bekerja akibat gaya gempa, dapat digunakan metode Respons spektrum dan Respons riwayat waktu (Time History).
Analisis riwayat waktu (Time History Analysis), adalah suatu cara analisis untuk menentukan riwayat waktu dari
tanggap (response) dinamik struktur bangunan gedung yang berperilaku linear atau nonlinier terhadap gerakan tanah
akibat gaya gempa, di mana tanggap (response) dinamik dalam setiap interval waktu dihitung dengan metode
numerik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memodelkan persamaan diferensial balok kontinu pada struktur cerobong
(chimney) akibat beban gempa. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung tanggap dinamik struktur
cerobong (chimney), yaitu tanggap perpindahan ( ), momen lentur (M) dan gaya geser (V), dengan tinjauan 5 mode
pertama, variasi redaman struktur (ζ) 0%, 1%, 2%, 5%, 10%.
2 METODE PENELITIAN
Untuk tinjauan struktur cerobong (chimney), dengan pemodelan massa terdistribusi, maka diperoleh persamaan
diferensial parsial orde empat, kemudian direduksi kedalam dua bentuk persamaan diferensial yang masing-masing
dalam fungsi ruang dan waktu. Penyelesaian persaman diferensial orde dua dalam fungsi waktu, dengan beban luar
percepatan gempa, diselesaikan menggunakan metode numerik Runge-Kutta. Respons akhir struktur merupakan
kombinasi linier dari perkalian persamaan modal dalam fungsi ruang dan hasil penyelesaian persamaan orde dua
dalam fungsi waktu. Dalam analisis ini ditinjau lima mode pertama (1–5), dengan variasi redaman ( )0%, 1%,
2%,5% dan 10%. Hasil analisis berupa besaran primer yaitu Perpindahan dan besaran sekunder yaitu Momen Lentur
dan Gaya Geser. Sebagai bahan kajian, beban gempa yang gunakan adalah percepatan gempa El-Centro 1940 yang
merupakan tipe gempa yang terjadi dekat patahan (fault) dan salah satu gempa besar dengan periode panjang.
213
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
3 PERSAMAAN DIFFERENSIAL BALOK KONTINU
Persamaan diferensial Balok Kontinu dalam kaitannya dengan analisis dinamik sesuai Paz (1996), Chopra (2001),
Clough & Penzien (2003), Rajasekaran (2009), dan Cheng (2017) dengan meninjau sifat-sifat fisik dari balok berupa
kekakuan lentur ( ) dan massa per satuan panjang ( ) yang diasumsikan bervariasi menurut posisi (x) sepanjang
bentang (L). Untuk beban luar ( , )dan tanggap ( , ) diasumsikan bervariasi secara sembarang menurut posisi
(x) dan waktu (t). Persamaan gerak dengan meninjau kesetimbangan gaya yang bekerja pada segmen diferensial
balok (sesuai Gambar.1).
Persamaan diferensial parsial gerak yang dibebani beban luar dinamik p( x,t ) berbentuk :
( ) 2 + 2 ( ( ) 2 2 ) = ( , ) (1)
2 2
Untuk kasus getaran bebas, dimana p ( x,t ) = 0 , maka Persamaan (1) berbentuk :
( ) 2 + 2 ( ( ) 2 2 ) = 0 (2)
2 2 (3)
Dengan asumsi penyelesaian dari Persamaan (2) adalah : (4)
(5)
( , ) = Φ( ) ( )
Untuk notasi diambil
̇ ( ) = ; ̈ ( ) = 2 ; "( ) = 2 ; 2 = ( ) ̈ ( ) ; 2 = "( ) ( )
2 2 2 2
Substitusi Persamaan (3) dan Persamaan (4) ke Persamaan (2), maka diperoleh :
( ) ( ) ̈ ( ) + ( )[ ( ) "( )]" = 0
Dengan membagi m( x) dari Persamaan (5) dan disederhanakan, maka diperoleh dua persamaan berikut
̈ + 2 = 0 (6)
[ ( ) "( )]" − 2 ( ) ( ) = 0 (7)
Kasus khusus balok seragam untuk EI ( x) = EI , dan m ( x) = m , maka Persamaan (7) menjadi
( ) − 4 ( ) = 0 (8)
Untuk (9)
4 = 2
Gambar 1. Sistem dengan Elastisitas dan massa terdistribusi : (a). Balok dengan gaya yang bekerja; (b). Perpindahan ; (c).
gaya-gaya pada elemen (Chopra, 2001)
214
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Penyelesaian umum persamaan diferensial orde empat dari Persamaan (8) adalah :
( ) = 1 + 2 + 3 ℎ + 4 ℎ (10)
Penyelesaian khusus Persamaan (10), yang mengandung konstanta C1, C2, C3, C4, dan parameter eigenvalue β. Untuk
frekwensi getaran alami (natural frequency) dan mode pada balok kantilever, dengan kondisi batas pada tumpuan
jepit untuk x = 0, maka perpindahan ( , ) = 0dan kemiringan ′( , ) = 0, dan pada ujung bebas, x=L, momen
lentur ( , ) = 0dan gaya geser ( , ) = 0, maka diperoleh persamaan frekwensi
( ) ℎ( ) + 1 = 0 (11)
Penyelesaian numerik untuk Persamaan (11) untuk lima (5) mode pertama adalah :
= 1.8751; 4.6941; 7.8548; 10.996; 14.1371. .. (12)
Yang memberikan frekwensi alami (n ) dan waktu getar alami (Tn )
n = (n )2 EI ; Tn = 2 (13)
m n
L2
Maka diperoleh persamaan mode sesuai Persamaan (10, 11, 12)
( ) = ℎ( ) − ( ) − [ (( ))++ ℎℎ(( ))] [ ℎ( ) − ( )] (14)
4 ANALISIS MODE UNTUK TANGGAP DINAMIS
Untuk analisis modal sesuai Chopra (2001), getaran dengan gaya pemaksa, dengan meninjau Persamaan (3), yang
diselesaikan sesuai Persamaan (10) maka perpindahan yang merupakan kombinasi linier dari mode
( , ) = ∑ ∞ =1 ( ) ( ) (15)
Untuk respons ( , ) adalah jumlah kontribusi dari setiap mode, dan ekspresi (r) adalah kontribusi mode ke (r)
terhadap tanggap (response). Subtitusi Persamaan (15) ke Persamaan (1)
∑∞ =1 ( ) ( ) ̈ ( ) + ∑∞ =1[ ( ) " ( )]" ̈ ( ) = ( , ) (16)
Mengalikan setiap suku dari Persamaan (16) dengan ( ), mengintegrasikannya pada sepanjang balok (L), dan
menggunakan prinsip ortogonal, untuk r = n, maka
̈ ( ) ∫0 ( )[ ( )]2 + ( ) ∫0 ( )[ ( ) " ( )]" = ∫0 ( , ) ( ) (17)
Dalam bentuk sederhana dari Persamaan (17) menjadi
̈ ( ) + ( ) = ( ) (18)
Untuk Mn, Kn dan Pn : (19)
= ∫0 ( )[ ( )]2 ; = ∫0 ( )[ ( ) " ( )]" ; = ∫0 ( , ) ( )
Setelah qn (t ) telah ditentukan, kontribusi mode ke-n terhadap perpindahan un ( x,t ) diberikan oleh
( , ) = ( ) ( ) (20)
Perpindahan Total, Momen dan Gaya Geser adalah kombinasi dari kontribusi semua mode:
((( ,,, )) )===∑∑∑ ∞∞ ∞ = ==111 (( ( ,, ,)) )===∑∑∑∞ ∞ == ∞ 11=[ 1 (( ( )) ) " "( ( ) ( ) ])′ (( )) (21)
(22)
(23)
215
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
5 BEBAN GEMPA
Persamaan gerakan linier padak balok kantilever yang dibebani pergerakan percepatan dasar akibat gempa ̈ ( ),
maka perpindahan total dari balok sesuai Chopra (2001)
( , ) = ( , ) + ( ) (24)
dimana u(x,t) merupakan perpindahan balok, ( )merupakan pergerakan relatif dari tumpuan (base). Gaya inersia
yang terkait dengan percepatan total dan gaya luar ( , ) tidak ada, maka persamaan gerakan eksitasi tumpuan
( ) 2 + 2 [ ( ) 2 2 ] = − ( ) ̈ ( ) (25)
2 2
Gaya efektif diketahui :
( , ) = − ( ) ̈ ( ) (26)
Dengan memanfaatkan prinsip modal ortogonal, sehubungan dengan distribusi massa, maka
= ℎ dimana ℎ = ∫0 ( ) ( ) (27)
Mn sesuai dengan Persamaan (19). Kontribusi dari mode ke (n) terhadap m(x)
sn (x) = n m(x)n (x) (28)
Gaya peff (x,t) sesuai analisis modal
( ) = − ℎ ̈ ( ) (29)
Persamaan modal dengan redaman
̈ ( ) + 2 ̇ ( ) + 2 ( ) = − ̈ ( ) (30)
Dimana adalah rasio redaman. Penyelesaian Persamaan (30) dalam bentuk ( ), digunakan metode Runge-Kutta.
Untuk nilai puncak ( r0 ) adalah kombinasi modal dari masing-masing tanggap struktur yaitu perpindahan, momen
lentur dan gaya geser digunakan pendekatan square root of sum squares (SRSS) sesuai Chopra (2001) :
N rn20
r0
n=1 (31)
Untuk rn0 adalah tanggap (response) modal puncak untuk n = 1,2,3, …, N
u(x,t) peff (x,t)
L
= −m( x)ug (t)
=
x
x
ug(t) ug(t)
(a) (b).
Gambar 2. Balok kantilever dengan eksitasi gempa pada tumpuan : a). Balok dengan eksitasi dasar, b). Gaya efektif ( , )
(Chopra, 2001)
216
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
6 STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
Ditinjau struktur cerobong (chimney) dengan tinggi H = 200 m, diameter luar D = 15,0 m, tebal beton t =1,0 m seperti
yang ditunjukkan Gambar 3. Modulus elastisitas beton ( )= 31528 MPa, dan kerapatan (density) beton ( )=2500
kg/m3. Rasio redaman diambil = 0%, 1%, 2%, 5%, 10%. Gaya gempa yang bekerja sesuai percepatan Gempa El-
Centro NS 1940. Tanggap dinamik struktur secara analisis riwayat waktu (time history modal analysis), dengan
prosedur berikut :
a. Perhitungan frekwensi alami (n ) , waktu getar struktur (Tn ) sesuai Persamaan (13). yang diperoleh
1 = 1,534, 1 = 4,095
2 = 9,615, 2 = 0,653
3 = 26,922, 3 = 0,233
4 = 52,756, 4 = 0,119
5 = 87,210, 5 = 0,072
b. Persamaan mode dalam domain ruang ( ) sesuai Persamaan (14).
c. Perhitungan kontribusi modal ( ) sesuai Persamaan (28), maka diperoleh untuk rasio modal partisipasi
massa pada tiga mode pertama (1–3) yaitu 86,61%, untuk lima mode pertama (1–5) memberikan kontribusi
91,92% dari massa total cerobong (chimney).
d. Penyelesaian persamaan diferensial orde dua dalam domain waktu ( ) sesuai Persamaan (30) dengan
algoritma Runge-Kutta (software MAPLE), untuk 5 mode pertama, dan variasi redaman ( =
0%, 1%, 2%, 5%, 10%).
e. Perhitungan Tanggap Perpindahan sesuai Persamaan (21), yaitu faktor perkalian antara persamaan mode
( ) dari Persaman (14) dan penyelesaian persamaan diferensial ( ) dari Persamaan (30)
f. Perhitungan Tanggap Momen ( ) sesuai Persamaan (22) dan Gaya Geser ( ) sesuai Persamaan (23)
Dari hasil analisis sesuai Tabel (1) dan Gambar (4), diperoleh bahwa tanggap perpindahan dominan secara signifikan
terjadi pada mode 1, untuk mode selanjutnya (mode 2, 3 dan seterusnya) tanggap perpindahan menurun secara
signifikan. Tanggap perpindahan juga menurun dengan peningkatan redaman struktur ( ).
Untuk tanggap momen dan gaya geser, sesuai hasil perhitungan (lihat Tabel 1, Gambar 5), diperoleh bahwa tanggap
momen dan gaya geser dominan secara signifikan terjadi pada mode 1 dan mode 2, untuk mode selanjutnya (mode
3, 4, dan seterusnya) tanggap momen dan gaya geser menurun secara signifikan. Tanggap momen dan gaya geser
juga menurun dengan peningkatan redaman ( ) struktur. Untuk perhitungan tanggap (response) puncak dari
perpindahan, momen dan gaya geser (lihat Tabel 1) digunakan metode square root of sum squares (SRSS) sesuai
Pers. (31).
(a) (b)
Gambar 3. a). Struktur cerobong (chimney). b). Percepatan Gempa El-Centro NS 1940
217
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Tabel 1. Tanggap (response) perpindahan, momen, gaya geser untuk mode 1-5, dan variasi redaman
Mode Redaman ( ) 0% Mode Redaman ( ) 1%
1 (cm) (ton-m) (ton) 1 (cm) (ton-m) (ton)
2 53,820 161.564,39 1.111,97 2 44,040 132.197,98 909,86
3 5.688,13 3 3.864,76
4 12,650 237.958,31 3.677,77 4 8,590 161.679,33 1.718,36
5 732,91 5 651,15
SRSS 1,774 93.717,12 263,28 SRSS 0,831 1.718,36 255,11
0,129 13.330,53 6.908,24 0,115 651,15 4.382,47
0,014 3.724,48 0,021 255,11
55,315 302.822,86 44,878 213.745,52
Mode Redaman ( ) 2% Mode Redaman ( ) 5%
1 (cm) (ton-m) (ton) 1 (cm) (ton-m) (ton)
2 42,520 127.633,62 878,44 2 38,420 115.320,38 793,80
3 3.064,21 3 2.669,27
4 6,815 128.188,91 1.325,16 4 5,936 111.666,85 860,73
5 610,36 5 527,94
SRSS 0,641 33.767,78 247,69 SRSS 0,416 21.933,20 228,68
0,108 11.101,53 3.514,40 0,093 9.602,53 2.971,03
0,021 3.504,06 0,019 3.235,11
43,068 184.386,88 38,878 162.333,04
Mode Redaman ( ) 10%
1 (cm) (ton-m) (ton)
2 32,860 98.634,86 678,86
3 2.200,16
4 4,893 92.041,92 828,85
5 444,59
SRSS 0,401 21.120,81 2003,58
0,079 8.104,58 2.495,53
0,017 2.880,06
33,225 136.823,31
(a) (b)
Gambar 4. Tanggap (response) perpindahan untuk redaman 2%, a). mode 1, dan b). mode 2
(a) (b)
Gambar 5. Tanggap (response) untuk mode 1, redaman 2%, a). momen dan b). gaya geser
218
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
7 KESIMPULAN
Perumusan model kontinu pada pada struktur cerobong (chimney) untuk penampang seragam, memberikan
pendekatan yang realistis terhadap tanggap (response) struktur sebenarnya, dibandingkan dengan pendekatan model
diskrit. Keterbatasan model kontinu ini pada perumusan persamaan diferensial untuk penampang varian. Perhitungan
untuk lima mode pertama yang memberikan rasio modal partisipasi massa 91,92%. Kontribusi dominan untuk
tanggap perpindahan terjadi pada mode 1, untuk mode 2, 3, dan mode lebih tinggi, tanggap perpindahan menurun
secara signifikan. Tanggap momen dan gaya geser secara signifikan terjadi pada mode 1 dan mode 2, untuk mode
lebih tinggi (mode 3, 4, dan seterusnya), secara signifikan mengurangi tanggap momen lentur dan gaya geser. Besaran
tanggap (response) perpindahan, momen lentur dan gaya geser juga berkurang dengan meningkatnya nilai redaman
pada struktur.
REFERENSI
Cheng, F.Y. (2017). Matrix Analysis of Structural Dynamics: Applications and Earthquake Engineering (Vol. 1),
CRC Press, Boca Raton, United States
Chopra, A. K. (2001). Dynamics Structure ; Theory and Application to Earthquake Engineering, Prentice Hall, New
Jersey, United States.
Clough, R.W. and Penzien, J. (2003). Dynamics of Structures (3rd ed.), Computers & Structures Inc., Berkeley, United
States.
Paz, M. (1996). Dinamika Struktur ; Teori dan Perhitungan. Penerbit Erlangga. Jakarta, Indonesia.
Rajasekaran, S. (2009). Structural Dynamics of Earthquake Engineering: Theory and Application using
MATHEMATICA and MATLAB. Elsevier, Amsterdam, Netherlands.
219
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
Hubungan Beban-Perpindahan dan Pola Retak pada Join Balok-Kolom akibat
Beban Siklik
H. Tumengkol*, R. Irmawaty, H. Parung, A. A. Amiruddin
Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanudin, Makassar, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Makalah ini membahas tentang hubungan beban dan perpindahan, daktilitas, dan pola retak pada joint balok-kolom akibat beban
siklik. Joint balok-kolom bertipe eksterior yang didesain berdasarkan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) dengan
ukuran balok 20/30 cm dan ukuran kolom 30/30 cm, sedangkan tinggi kolom adalah 295 cm dan panjang balok adalah 145 cm.
Mutu beton yang direncanakan adalah 25 MPa dengan mutu baja adalah 400 MPa untuk tulangan ulir berdiameter 13 mm dan
16 mm. Tulangan sengkang menggunakan tulangan polos diameter 8 mm dengan mutu baja 240 MPa. Pembebanan siklik
menggunakan SNI 7834:2013. Dari hasil penelitian diperoleh join balok-kolom eksterior memiliki kapasitas beban 13,6 kN dan
perpindahan 88,3 mm pada kondisi ultimit. Daktilitas join balok-kolom dikategorikan sebagai join dengan low ductility. Pola
retak pada awal drift terjadi pada balok dan pada tahapan selanjutnya retak menyebar pada arah tengah balok dan kolom bagian
bawah sampai kondisi ultimit.
Kata kunci: Joint Balok-Kolom, Perpindahan, Daktilitas, Pola Retak.
1 PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir, perencanaan struktur tahan gempa semakin ditingkatkan seiring dengan semakin
seringnya terjadi gempa pada wilayah yang termasuk zona rawan gempa (Kusuma, 1993). Pada struktur gedung
khususnya, panel pertemuan sambungan balok dan kolom merupakan bagian yang rawan jika terjadi gempa karena
sifat pemancaran energinya yang spesifik, dan gaya geser pada bagian ini sangat besar terutama ketika timbulnya
sendi plastis balok pada muka kolom (Purwono, 2005). Gaya geser ini dapat mengakibatkan keruntuhan pada inti
panel sambungan, baik karena dilampauinya kapasitas geser maupun karena hancurnya lekatan dari tulangan, atau
akibat dari keduanya.
Sambungan pada balok-kolom merupakan komponen vital dalam suatu struktur bangunan (ACI, 2002). Bagian ini
sangat penting karena mempunyai peranan utama dalam mentransfer gaya dalam suatu elemen ke elemen lainnya
pada struktur (Park & Paulay, 1975). Akibat pengaruh gaya lateral seperti gempa, sambungan balok-kolom ini
mengalami gaya geser dan horizontal yang lebih besar daripada elemen balok dan kolom yang berdekatan (Jamal et
al., 2014). Aliran gaya yang melalui sambungan balok-kolom dapat terganggu apabila sambungan ini tidak mampu
menyediakan kekuatan geser yang memadai (Bonacci and Alcocer, 2002). Bila kapasitas geser pada bidang
pertemuan ini tidak mencukupi, keretakan dapat terjadi dan akhirnya kegagalan strukturpun terjadi (Paulay &
Priestly, 1992). Dalam penelitian dilakukan pengujiantehadap joint balok-kolom akibat beban siklik. Selanjutnya,
hubungan beban dan perpindahan, daktilitas, serta pola retak pada joint balok kolom eksterior akibat beban siklik
akan dibahas lebih lanjut.
2 METODE
2.1 Geometri Struktur, Penampang dan Penulangan
Struktur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sambungan balok-kolom eksterior monolit. Tinggi kolom 2,95
m dan panjang balok 1,45 m. Penampang balok berukuran 0,2 m 0,3 m dengan tulangan utama 6 D13 dan sengkang
dengan diameter 8 mm dengan jarak 0,05 m untuk bidang tumpuan dan 0,1 m untuk bidang lapangan. Sedangkan
untuk kolom berukuran 0,3 m 0,3 m dengan tulangan utama 8 D16 dan tulangan sengkang berdiameter 8 mm
dengan jarak antar tulangan 0,075 m. Gambar 1 menunjukkan sketsa benda uji.
2.2 Material
Dalam Penelitian ini, mutu beton yang digunakan adalah 25 MPa yang didapatkan dari penyedia beton ready mix.
Pemakaian beton ready mix adalah dengan mempertimbangkan konsistensi mutu beton yang digunakan dalam benda
220
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
uji pada beberapa pengujian yang dilakukan, meliputi pengujian silinder beton dan pengujian sambungan balok
kolom. Mutu baja tulangan yang dipakai terdiri dari D16 dan D13 dengan tegangan leleh 400 MPa dan tulangan
sengkang adalah Ø8 dengan tegangan leleh 240 MPa.
2.3 Prosedur Pembebanan Siklik
Proses pengujian sambungan balok kolom dilakukan dengan protokol displacement control. Prosedur pembebanan
dimulai dari displacement terkecil secara bertahap sampai dengan displacement terbesar yang bisa dicapai. Pengujian
struktur sambungan balok kolom monolit dengan skala penuh, dimana pengujian ini mengacu kepada SNI 7834:2012
tentang metode uji dan kriteria penerimaan sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak untuk
bangunan gedung. Gambar 2 menunjukkan foto peralatan dan setup pengujian.
Gambar 1. Sambungan balok-kolom monolit
(a) (b)
Gambar 2 a). Setup peralatan dan benda uji, b). Foto peralatan dan benda uji
Adapun proses pengujian yang dilakukan dijelaskan sebagai berikut. Benda uji dibebani oleh rangkaian urutan siklus
kontrol perpindahan yang mewakili simpangan antar lantai yang diharapkan terjadi pada joint disaat gempa. Tiga (3)
221
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
siklus penuh diaplikasikan pada setiap rasio simpangan. Rasio simpangan awal berada dalam rentang perilaku elastik
linear benda uji. Rasio simpangan berikutnya bernilai tidak kurang dari 1¼ kali, dan tidak lebih dari 1½ kali, rasio
simpangan sebelumnya. Kemudian, pengujian dilanjutkan dengan meningkatkan rasio simpangan secara bertahap
hingga tercapai nilai rasio simpangan minimum 0,035. Adapun program pembebanan yang dilakukan digambarkan
oleh Gambar 3.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Beban dan Perpindahan
Tabel 1 dan Gambar 4 memperlihatkan hasil pengujian hubungan antara gaya dan perpindahan pada joint balok-
kolom akibat beban siklik. Gaya maksimum pada kondisi ultimit pada saat benda uji dibebani dengan beban dorong
(tekan) adalah 13,575 kN dengan simpangan sebesar 87,58 mm. Sementara itu pada beban tarik, gaya maksimum
yang dihasilkan adalah 12,615 kN dengan simpangan sebesar 88,3 mm. First yield terjadi pada saat beban 10,995 kN
dan perpindahan sebesar 47, 44 mm.
Gambar 3. Program pembebanan menurut SNI 7834:2012
13,6
Beban (kN) 87,6
-88,3
-12,6
Perpindahan (mm)
Gambar 4. Hubungan beban dan perpindahan
Tabel 1. Hubungan beban dan perpindahan
Beban Ultimit (kN) Simpangan (mm) Keterangan
13,6 87,6 Tekan
- 12,6 - 88,3 Tarik
222
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
3.2 Pola Retak
Gambar 5 memperlihatkan pola retak yang terjadi pada benda uji berdasarkan tahap pembebanan secara siklik. Pada
drift 0,5%, retak terjadi pada balok. Untuk drift sebesar 0,75%, retak yang terjadi pada balok menyebar kearah tengah
bentang dan mulai terjadi retak pada kolom bagian bawah. Untuk drift 1%, 1,4%, 1,75% dan 2,2%, pola retak sudah
tersebar pada balok sedangkan penyebaran retak pada kolom terjadi pada bagian kolom bawah.
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 5. a). Drift 0,5% simpangan 1,42 mm , b). Drift 0,75% simpangan 2,12 mm, c). Drift 1% simpangan 2,83 mm,d). Drift
1,4% simpangan 3,96 mm, e).Drift 1,75% simpangan 4,95 mm, f). Drift 2,2% simpangan 6,23 mm
223
Yogyakarta, 25-26 Januari 2021 Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21
4 KESIMPULAN
Joint balok kolom eksterior yang dibebani dengan beban siklik memberikan hasil beban 13,6 kN dan perpindahan
88,3 mm pada kondisi ultimit. Daktilitas joint balok-kolom adalah 1,86 yang dapat dikategorikan sebagai joint
dengan low ductility menurut ASCE 41-17. Pola retak pada drift 0,5% terjadi pada balok dan untuk drift sebesar
0,75%, retak menyebar pada balok kearah tengah bentang dan terjadi retak pada kolom. Untuk drift 1%, 1,4%, 1,75%
dan 2,2%, pola retak sudah tersebar pada balok, sedangkan penyebaran retak pada kolom terjadi pada bagian kolom
bawah.
REFERENSI
ACI. (2002). ACI 352R-02 Recommendations for Design of Beam-Column Connections in Monolithic Reinforced
Concrete Structures, American Concrete Institute, Farmington Hills, United States.
ASCE. (2017). ASCE 41-17. Seismic Evaluation and Retrofit of Existing Buildings American Society of Civil
Engineers, Virginia, United States.
Bonacci; J. F. and Alcocer, S. M. (2002). Recommendations for Design of Beam-Column Connections in Monolithic
Reinforced Concrete Structures (Report), American Concrete Institute, Farmington Hills, United States.
BSN. (2020) SNI 7834:2012 tentang Metode Uji dan Kriteria Penerimaan Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen
Beton Bertulang Pracetak untuk Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional. Jakarta, Indonesia.
Jamal, M.; Parung, H.; Wihardi, T., and Sampebulu, V. (2014). “Ductility of the precast and monolith concrete on
beam column joints under cyclic loading.” ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences. Vol. 9 (10), 1805-
1810.
Kusuma, G. H. (1993). Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah Rawan Gempa. Penerbit Erlangga,
Jakarta, Indonesia.
Park, R. and Paulay, T. (1975). Reinforced in Concrete Design. John Wiley & Sons, New York, United States.
Paulay, T. and Priestly, M.J.N. (1992). Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry Buildings, John &
Wiley Sons Inc. Ottawa, Canada
Purwono, R. (2005). Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa. Itspress, Surabaya, Indonesia.
224
03 Manajemen dan Teknik
Konstruksi
Simposium Nasional Teknologi Infrastruktur Abad ke-21 Yogyakarta, 25-26 Januari 2021
Analisis Biaya Kemacetan Kendaraan Pribadi di Jalan Tamangapa Raya Kota
Makassar
Mahyuddin, M. Hustim*, M. Pasrah, A. N. Abdurrahman3
Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin, Makassar, INDONESIA
*Corresponding author: [email protected]
INTISARI
Persoalan utama lalu lintas di kota besar dan berkembang yang sering terjadi adalah kemacetan. Akibat yang ditimbulkan dari
kemacetan lalu lintas sangat besar apabila kita cermati, salah satunya adalah biaya yang harus ditanggung dari pengguna
kendaraan dari kemacetan. Jalan Tamangapa Raya merupakan salah satu ruas jalur yang sangat padat lalu lintas di Kota Makassar
karena merupakan jalur suburban dengan Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada saat jam puncak, kemacetan sering
terjadi akibat aktifitas masyarakat yang pergi dan pulang kerja, ini menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan semakin
bertambah sehingga merugikan penggunaa kendaraan pribadi. Analisa biaya kemacetan dengan menggunakan LAPI ITB
sehingga didapat biaya kemacetan di jalan Tamangapa Raya sebesar Rp.993,39/km/kendaraan dan estimasi biaya kemacetan
selama 10 tahun dengan tingkat pertumbuhan kendaraan 8% dan tingkat suku bunga 7.5% tiap tahun menghasilkan biaya
kemacetan sebesar Rp.14,047,394.07. Tingkat kebisingan terjadi pada saat jam puncak rata-rata sebesar 70.07 dB(A), dimana
hal ini bisa mempengaruhi pengguna kendaraan pada saat terjadi kemacetan.
Kata kunci: Biaya Operasiional Kendaraan, Biaya Kemacetan, Kebisingan.
1 PENDAHULUAN
Persoalan transportasi menjadi salah satu problematika yang terjadi di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk
sebesar 255 juta jiwa, dan merupakan terbesar ke-4 di dunia (Badan Pusat Statistik, 2020).. Jumlah penduduk yang
tinggi rata-rata berada di kota besar, salah satunya di Kota Makassar. Hal ini menimbulakan persoalan tersendiri
terutama persoalan kemacetan lalu lintas. Aktifitas masyarakat sehari-hari yang tinggi yang menyebabkan volume
lalu lintas yang padat dan akhirnya menimbulkan kemacetan pada jam puncak kendaraan (Tamin, 2000).
Pertumbuhan jumlah moda transportasi berupa kendaraan bermotor di Kota Makassar sangat signifikan dalam satu
dekade terakhir (Badan Pusat Statistik, 2020b). Sayangnya, hal tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan
infrastruktur jalan. Imbasnya, kemacetan terjadi di mana-mana, mulai dari jalan besar hingga lorong-lorong. Samsat
Kota Makassar mencatat jumlah kendaraan bermotor terhitung mulai bulan Juni 2019 menembus 1.463.056 unit.
Kenaikan jumlah kendaraan bermotor ini lebih dari 100% jika dibandingkan dengan data pada Tahun 2007 yang
hanya 613.315 kendaraan bermotor.
Pada kondisi kemacetan lalu lintas Kota Makassar terutama di wilayah jalan Tamangapa Raya yang merupakan akses
wilayah pinggir kota Makassar yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan sudah
sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa besar biaya kemacetan
lalu lintas yang ditimbulkan oleh kemacetan terhadap pengguna kendaraan pribadi di wilayah Jalan Tamangapa Raya,
Kota Makassar. Konsep penelitian memiliki fokus pada analisis biaya kemacetan pada wilayah pinggiran kota
(suburban) yang berbatasan langsung dengan daerah penyanggah, dalam hal ini Kabupaten Gowa, serta tingkat
kebisingan yang terjadi pada saat terjadi kemacetan pada saat jam puncak.
2 METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, disusun metodologi untuk mencapai tujuan penelitian ini.
Metodologi penelitian terdiri atas persiapan data, teknik pengolahan data, teknik analisis dan pembahasan, dan
analisis data. penjelasan secara detail pada subbab berikut.
2.1 Persiapan Data
Dalam mengumpulkan data ada beberapa survey yang harus dilakukan guna mendapatkan data untuk melakukan
analisis perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK). Teknik pengumpulan data tersebut adalah dengan
225