The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by destinnafid42759, 2021-10-10 21:15:23

Muhammad Sang Teladan

Muhammad Sang Teladan

saudaranya hingga ia mau memeluk agama Islam.

Pemerintah Quraisy terkejut sekali pada kenyataan yang mereka
lihat. Banyak kaum perempuan dan pria dari kalangan kerabat orang-
orang Muhajirin dan kawan-kawan dekat mereka berbondong-bondong
untuk masuk Islam.

Utusan pemerintah Quraisy datang menemui Muhammad menyam-
paikan perintah agar ia segera meninggalkan Makkah, karena ia telah
tinggal selama tiga hari dan pelaksanaan ibadah haji telah selesai.
Sesuai dengan perjanjian Hudaibiyah, waktu yang tersedia bagi orang-
orang Islam telah habis dan tidak dibenarkan tinggal di Makkah pada
hari berikutnya.

Muhammad memerintahkan kepada para pengikutnya agar
segera meninggalkan Makkah, tetapi ia meminta dispensasi kepada
pemerintah Makkah untuk menambah masa tinggalnya satu hari lagi.
Masalahnya, ia telah meminang seorang perempuan Quraisy. Sebai-
knya ia melangsungkan malam pertamanya di Makkah. Perempuan
yang dipinang Muhammad adalah salah seorang terhormat keturunan
bangsawan yang sukarela menawarkan dirinya untuk dipersunting
Muhammad dan tawaran itu diterima­nya. Muhammad menginginkan
agar melangsungkan resepsi di Makkah.

Muhammad berkata kepada utusan Quraisy: “Tentu tidak ada
salahnya jika kalian membiarkan aku untuk mengadakan resepsi
pernikahan terlebih dahulu di hadapan kalian, sehingga kami bisa
menghidangkan makanan untuk kalian?”

“Kami tidak membutuhkan makananmu. Segeralah kamu keluar,”
jawab utusan pemerintah Quraisy itu.

Karena permohonannya ditolak, maka Muhammad mengambil
keputusan untuk segera keluar dari Makkah, maka berangkatlah Mu-
hammad disertai beberapa sha­habatnya.

Salah seorang shahabatnya ia tinggalkan. Dia diperin­tah­kan men-
emui Maimunah, perempuan yang dipersunting Muhammad itu, seorang
janda yang telah berusia 50 tahunan yang berasal dari kalangan ke-

496 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

luarga Khalid bin Walid. Perempuan itu mempunyai pengaruh yang
cukup luas di kalangan masyarakat Quraisy. Muhammad tinggal untuk
sementara waktu, kemudian seorang shahabatnya itu menyusulnya di
tengah perjalanan. Selanjutnya, Muhammad tinggal di rumah Maimu-
nah untuk sementara waktu di dekat Makkah.

Pada diri Maimunah tak terdapat keistimewaan sama sekali yang
dapat menimbulkan kecemburuan istri-istri Muhammad. Ia datang di
antara istri-istri Muhammad yang lain dengan kematangan usianya
dan wibawa pengaruhnya di kalangan masyarakat Quraisy. Karena itu,
istri-istri Muhammad menyambut kedatangannya dengan baik. Tak ada
alasan bagi istri-istri Muhammad untuk merasa tersaingi oleh Maimunah
dengan melihat profil keibuannya yang sangat lemah-lembut.

Setelah perkawinannya dengan Maimunah, Muhammad menge-
luarkan suatu pernyataan kepada istrinya, bahwa dalam keadaan
bagaimanapun, setelah ini ia tidak akan menikah lagi dengan perem-
puan mana pun juga. Muhammad pulang ke Madinah dengan penuh
kebahagiaan atas peristiwa yang baru berlangsung itu.

Obsesi orang-orang Islam yang teramat agung telah menjadi ke-
nyataan. Di Makkah banyak orang yang telah membuka pintu hatinya
untuk menerima ajakan orang-orang Islam, betapapun kondisi mereka
dalam ancaman dan siksaan pemerintah Quraisy.

Masuknya Muhammad ke Makkah merupakan langkah-langkah yang
bermakna strategis bagi terjalinnya relasi Muhammad dengan berbagai
suku. Ibadah haji kali ini telah membuka peluang bagi orang-orang
Islam untuk mengada­kan dialog dengan mayoritas warga Makkah dan
warga suku-suku yang lain dengan melancarkan dakwah kepada mereka
untuk memeluk agama Islam.

Semua itu dapat dilakukan secara mulus tanpa ancaman yang
berarti, bahkan sekalipun dari pihak-pihak yang tidak mau menerima
ajakan Muhammad. Tak ada lagi yang berani melakukan ancaman
terhadap orang-orang Islam secara terang-terangan dan biadab se-
bagaimana masa-masa yang silam.

Kemenangan secara beruntun sepanjang tujuh tahun membuat

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 497

hati pemerintah Quraisy kalang-kabut. Sementara itu perkawinannya
dengan Maimunah binti Harits, seorang janda lanjut usia dan berpenga-
ruh di kalangan warganya, merupakan faktor lain pula yang membuat
orang-orang lain segan kepada orang-orang Islam.

Sesampainya di Madinah, Muhammad kembali menulis surat yang
akan dikirim kepada raja-raja dan penguasa di luar Semenanjung Arab
yang isinya berupa ajakan untuk bergabung dalam ajarannya.

Muhammad mengutus kurir yang ditugaskan untuk menyampai-
kan suratnya kepada penguasa Bashrah di Syiria. Isi surat itu adalah
ajakan untuk masuk Islam. Muhammad mengetahui daerah Bashrah
sejak masih remaja, ketika masih sering mengikuti pamannya, Abu
Thalib, dalam perjalanan niaga pada musim dingin dan musim panas.
Dia mengetahui bagaimana kehidupan warga Bashrah. Karena itu, Mu-
hammad dalam suratnya mengingatkan tentang derita warga Bashrah
yang hidup dalam kolonialisasi imperium Romawi; dan secara khusus
Muhammad meng­gugah kesadaran mereka agar berupaya menegakkan
keadilan dan melepaskan manusia dari kesewenang-wenangan yang
terjadi dalam kehidupan mereka.

Muhammad menunggu kedatangan kurirnya dengan suatu harapan
sekalipun penguasa Bashrah tidak mau menerima Islam, namun ia
memberikan kebebasan kepada orang-orang untuk memeluk Islam.
Muhammad menunggu dan terus menunggu kepulangan kurirnya itu.

Pada suatu pagi ketika ia sedang dalam menunggu kepulangan
kurirnya itu, datanglah Walid bin Walid yang mengabarkan bahwa
Khalid bin Walid dan ‘Amr bin ‘Ash datang ke Madinah dengan suatu
maksud menemui Muhammad untuk menyatakan keislaman mereka.
Khalid bin Walid, orang yang pernah mencabik-cabik tentara Islam,
akhirnya datang juga.

Muhammad menyambut kedatangan Khalid bin Walid dan ‘‘Amr
bin‘Ash dengan penuh kegembiraan. Dialah komandan pasukan kuda
Quraisy yang akhirnya bergabung juga ke dalam pasukan Muhammad.
Islam akan menjadi lebih kuat lagi dengan kedatangan Khalid, seb-
agaimana Islam menjadi lebih kuat karena Hamzah dan ‘Umar sebelum

498 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

itu.

Ketika Khalid menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad,
maka berkatalah Muhammad: “Segala puji bagi Allah yang telah men-
datangkan petunjuk kepadamu. Aku sungguh melihat kecemerlangan
pikiranmu yang kuharapkan agar kecerdasanmu itu tidak diarahkan
selain untuk kebaikan.”

“Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar Dia berkenan
mengampuniku atas dosa-dosa yang telah kuperbuat di negeri-negeri
di mana aku pernah bertempur melawan dirimu,” pinta Khalid.

“Islam itu menghapus segala dosa yang telah berlalu,” jawab Mu-
hammad memberikan optimisme.

Muhammad menyediakan kamar khusus untuk Khalid dan ‘Amr bin
‘Ash. Selanjutnya, Muhammad n memasuki rumahnya untuk beristi-
rahat....

Kebetulan ketika itu, jatah giliran bermalam Muhammad di antara
para istrinya jatuh pada Hafshah. Namun ternyata Hafshah saat itu
sedang pergi ke rumah ayahnya. Muhammad pun lalu bermalam di
kamar Hafshah bersama istrinya yang berkebangsaan Mesir, Mariyah,
yang teramat cantik itu. Hafshah, ‘Aisyah, dan Zainab menaruh rasa
cemburu kepada perempuan Mesir itu.

Begitu Hafshah kembali ke kamarnya, ia menemukan Mariyah ada
di sana.

“Demi Allah, sungguh engkau telah menyakiti hatiku. Andaikata
kedudukanku tidak rendah di sisimu, sudah tentu engkau tidak akan
berani berbuat begitu dengannya di kamarku,” ucap Hafshah kepada
Muhammad.

Muhammad berusaha minta maaf kepada Hafshah. Ia berjanji tidak
akan mendekati Mariyah selamanya, jika Hafshah mau menyimpan
rahasia itu dan tidak mem­bocorkan kepada istri-istrinya yang lain.

Muhammad tidak ingin peristiwa bergolaknya api cemburu antara
istri-istrinya terulang kembali, sebab ia tidak akan mampu berbuat
banyak dalam hidup ini, apabila suasana saling cemburu berlarut-larut.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 499

Hafshah berjanji kepada Muhammad untuk tidak mem­bocorkan
rahasia itu, tapi karena Hafshah tidak mampu me­nanggung beban
kecemburuan yang bergejolak dalam hatinya, akhirnya rahasia itu dic-
eritakan juga kepada ‘Aisyah.

‘Aisyah pun bercerita juga kepada Zainab. Dari hari ke hari rahasia
itu diketahui juga oleh Shafiyyah yang tergolong cantik. Maka demiki-
anlah, rahasia itu menyebar di kalangan istri-istrinya yang lain. Men-
gapa Muhammad meng­istimewakan Mariyah dan mengalahkan giliran
Hafshah? Betapapun perempuan berdarah Mesir itu teramat cantik,
namun masing-masing istri-istrinya merasa dirinya masih lebih cantik
daripada Mariyah. Lantas mengapa Muhammad mengistimewakan
Mariyah di atas istri-istrinya yang lain hingga ia berani memasukkan
Mariyah ke kamar istrinya yang pada saat itu memang waktu giliran-
nya.

Api kecemburuan berkobar kembali. Kecemburuan ‘Aisyah berge-
jolak kembali kepada semua istri-istri Muhammad yang lain, bukan
hanya kepada Mariyah saja. Maka Muhammad pun mengisolasikan diri
dari istri-istrinya selama sebulan penuh. Ia pun menjatuhkan thalaq
satu kepada Hafshah lantaran Hafshah telah membocorkan rahasianya
bersama Mariyah, setelah sebelumnya Hafshah berjanji untuk meny-
embunyikan rahasia itu. Golakan api kecemburu­an para istrinya itu
membuat Muhammad n. merasa begitu dilecehkan, sehingga beliau
mengancam akan menceraikan istri-istrinya yang lain.

Dalam bulan ini Muhammad menunggu kepulangan kurirnya dari
Bashrah, tapi kurir itu belum kembali juga. Ia pergi menemui istri-
istrinya setelah dirinya merasakan kelelahan tidur di atas sehelai
tikar. Ia menyatakan bahwa ia tidak akan mengharamkan Mariyah
berhubungan dengan dirinya semata-mata untuk menuntut kerelaan
istri-istrinya.

Ia mengatakan juga bahwa ia akan memaafkan istri-istrinya,
asalkan mereka mau berjanji tidak akan membuat kesulitan hidup
kembali pada dirinya. Namun jika mereka mengulangi lagi perbua-
tannya, maka ia tidak segan-segan akan menceraikan semua istrinya.
Boleh jadi Tuhan akan mengganti istri-istri yang jauh lebih baik dari

500 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

mereka, perempuan muslimah yang beriman penuh kepatuhan, suka
bertaubat, suka melakukan ibadah, dan yang suka berpuasa, baik yang
sudah janda maupun perempuan yang masih berstatatus perawan.

Akhirnya, mereka minta maaf juga. Mereka berjanji tidak akan
berbuat hal-hal yang menyulitkan kehidupannya dan Hafshah pun
kembali lagi kepadanya. Selanjutnya, satu demi satu istrinya kembali
lagi kepadanya.

Beberapa orang shahabatnya melihat bekas-bekas cap tikar tempat
tidurnya melekat di belikatnya.

“Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi tahu kepada kami,
supaya kami menghamparkan permadani di atas tikar itu?” demikian
ucap shahabat-shahabatnya.

“Antara diriku dan dunia ini tak ubahnya bagaikan orang yang
naik kendaraan yang berteduh di bawah pohon, kemudian ia me-
lepas lelah, lalu berangkat lagi meninggalkan pohon yang baru
saja menjadi tempat berteduhnya,” ucap Muhammad menanggapi
keprihatinan shahabat-shahabatnya.

Tidak berapa lama kemudian, datanglah berita dari Bashrah bahwa
utusannya telah mati terbunuh tanpa memberikan perlawanan.

Lalu akankah Muhammad mengambil sikap tinggal diam terhadap
penghinaan ini, setelah ia membangun wibawa agamanya dengan
susah-payah siang dan malam?

Betapapun kokohnya kekuasaan imperium Romawi, tapi Muhammad
tidak akan tinggal diam terhadap penghinaan ini. Muhammad memu-
tuskan untuk mengirimkan pasukan­nya ke pusat kerajaan Romawi,
di mana kurirnya terbunuh. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pelajaran kepada orang yang telah berani melakukan pembunuhan
terhadap kurirnya itu.

Ja‘far telah pulang ke Ethiopia setelah mempelajari berbagai
tehnik peperangan di sana. Khalid pun telah bergabung dalam barisan-
nya. Inilah saat yang tepat bagi kedua jagoan itu untuk membuktikan
kehebatan diri mereka masing-masing.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 501

Muhammad mengumpulkan 3.000 prajuritnya dan memerintahkan
agar mereka segera berangkat ke Syiria. Komandan pasukan diserah-
kan kepada Zaid bin Haritsah. Dalam pasukan ini yang ikut bergabung
adalah Ja‘far bin Abi Thalib, saudara sepupu Muhammad; Khalid bin
Walid, komandan pasukan kuda yang gagah berani; dan ‘Abdullah bin
Rawahah, seorang penyair yang bertugas sebagai pengobar semangat
tempur heroik prajurit.

Sementara itu pula, imperium Romawi mengerahkan dua 200.000
prajuritnya.

Setelah mereka mengetahui imperium menyiapkan 200.000 pasu-
kannya, komandan pasukan Islam merunding­kan persoalan ini. Strategi
tempur apa yang mesti dilakukan untuk menghadapi 200.000 pasukan
yang memiliki persenjataan perang dan pasukan penunggang kuda yang
berjumlah 3.000? Salah seorang di antara pasukan Islam berpendapat,
sebaiknya mereka tidak memasuki arena pertempuran. Mereka lebih
baik mengirim utusan ke Madinah untuk menghadap panglima besar
mereka sekaligus meminta balabantuan.

Tetapi sang penyair ‘Abdullah bin Rawahah berdiri di tengah-tengah
pasukan mengungkapkan kata-kata yang menggugah semangat tempur
para prajurit untuk segera turun ke medan perang. Sang penyair ‘Abdul-
lah bin Rawahah melantunkan bait-bait syair yang membangunkan
kebe­ranian para prajurit.

Kita bertempur bukan bersandar
pada jumlah pasukan dan kekuatan persenjataan

Kita bertempur di atas pijakan dan sandaran
spirit agama yang dimuliakan Allah

Maka bergeraklah kalian semua

Perang hanya mengenal salah satu di antara dua kebaikan: menang
atau mati syahid,”

ucap ‘Abdullah bin Rawahah.

502 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Kini tentara Romawi bergerak maju, maka terjadilah pertempuran
antara dua kekuatan di Mu‘tah, sebuah desa dekat Qudus. Zaid bin
Haritsah terjun ke dalam laga di mana di tangannya tergenggam ben-
dera pasukan. Tapi sial, sebuah tombak tentara Romawi menancap
di dadanya. Ia jatuh terpelanting, lalu roboh ke tanah saat pertem-
puran baru saja dimulai. Bendera pasukan Islam lalu diambil alih oleh
Ja‘far bin Abi Thalib, kemudian ia terjun ke kancah peperangan tanpa
menunggangi kuda lagi, karena kudanya telah terluka. Ja‘far meny-
erang dengan sebilah pedangnya, tenggelam di tengah-tengah tentara
Romawi. Ja‘far terk­ ena sabetan pedang tentara Romawi. Tangannya
yang meng­genggam bendera terputus, tetapi semangatnya pantang
surut juga. Ia alihkan bendera itu ke tangan sebelahnya.

Tangan Ja‘far yang tinggal sebelah akhirnya terkena sabetan
pedang lagi hingga putus juga. Ia tetap saja memegang bendera
itu dengan mendekapkan ke dadanya. Ja‘far yang telah kehilangan
kedua belah pergelangan tangannya itu masih saja terus menerjang
arena per­tempuran. Tapi karena terlampau banyak sabetan pedang
yang mengenai tubuhnya, akhirnya Ja‘far roboh tersungkur juga dan
menghembuskan nafasnya yang terakhir sebagai syahid di arena per-
tempuran.

‘Abdullah bin Rawahah mengambil alih bendera pasukan. Ia lalu
maju bertempur hingga tewas dalam keadaan melantunkan bait-bait
syairnya.

Pasukan Islam mengalami kegoncangan yang hebat. Karena itu,
sebelum digilas habis oleh pasukan Romawi yang mempunyai kekuatan
di atas mereka, mereka segera mundur. Komandan pasukan memu-
tuskan untuk menyerah­kan bendera kepada Khalid bin Walid. Dalam
rangka menyelamatkan pasukan Islam dari kehancuran total, Khalid
memandang perlunya perubahan strategi tempur. Pada hari itu Khalid
memutuskan untuk menghentikan pertempuran.

Keesokan harinya Khalid mengubah posisi pasukan yang asalnya
di belakang dialihkan ke posisi depan, sedangkan pasukan yang men-
empati posisi sayap kanan dialihkan ke sayap kiri. Selanjutnya, Khalid

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 503

melakukan penyerbuan, lalu mundur. Hal ini dimaksudkan untuk me-
mancing pasukan Romawi agar mau bertempur di padang pasir.

Perubahan posisi pasukan itu menimbulkan kesan di kalangan
pasukan Romawi, bahwa pasukan Islam memper­oleh balabantuan
tentara lagi dan seolah-olah pasukan Islam memang sengaja mengh-
endaki pertempuran di padang pasir; dan bagi orang-orang Arab hal
yang demikian sangat memungkinkan. Sebaliknya, tentara Romawi,
jangankan bertempur di padang pasir, jalan-jalannya saja mereka
sama sekali tidak mengetahuinya.

Pasukan Romawi memandang sebaiknya tidak melayani pertem-
puran di padang pasir, sehingga mereka dapat terhindar dari perangkap.
Taktik perang yang diprakarsai Khalid ini berhasil menyelamatkan pa-
sukan yang sudah berada di ambang pintu kehancuran total. Akhirnya,
Khalid memutuskan untuk pulang kembali ke Madinah.

Berita tentang kegagalan yang mengenaskan itu telah sampai
terlebih dahulu ke Madinah. Kedatangan sisa-sisa pasukan Islam disam-
but dengan sikap sangat tidak simpatik. Bahkan kedatangan sisa-sisa
pasukan Islam disambut oleh warga Madinah dengan lemparan debu
sambil mencomooh: “Wahai para pengecut perang!”

Tapi Muhammad menyambut pasukannya dengan ucapan: “Tidak,
bahkan merekalah orang-orang yang akan kembali lagi, insya Allah!”

Muhammad memasuki rumah Ja‘far, lalu dipeluknyalah putra-putra
Ja‘far yang masih kecil dengan penuh derai air mata duka. Setelah itu,
Muhammad pergi ke rumah Zaid. Melihat anak-anak Zaid yang masih
kecil-kecil, air mata Muhammad tidak dapat dibendung lagi membasahi
pipinya. Sejenak Muhammad tinggal di sisi anak-anak yang kehilangan
orang tua mereka, kemudian ia keluar sambil berusaha menenangkan
hati sanak famili para syuhada. Sementara para prajurit yang pulang
dengan membawa kegagalan, mereka tak kuasa keluar dari rumah
mereka lantaran harus menanggung beban rasa malu dikarenakan telah
menarik diri dari pertempuran dan tidak menjadi syuhada di medan
pertempuran di sana.

Cemoohan dan cercaan dari warga Madinah terhadap para prajurit

504 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

yang pulang membawa kekalahan itu terdengar kian gencar. Muham-
mad tidak mampu lagi mendengar cercaan yang kian santer itu. Karena
itu, dia menyatakan kepada warga Madinah bahwa pasukannya tidak
kalah. Memang wajar mereka menarik diri, karena tidak sewajarnya
komandan pasukan menyeret anggota pasukannya ke tempat penja-
galan. Tidak ada untungnya 3.000 pasukan menyerahkan hidupnya
secara sia-sia.

Selanjutnya, tersebarlah informasi di kalangan masya­rakat Arab
bahwa pasukan Romawi menggilas habis pasukan Islam. Justru pasu-
kan Romawilah yang tidak mampu bertarung melawan pasukan Islam,
ketika Khalid me­mancing mereka untuk bertempur di padang pasir.
Para prajurit telah berbuat menurut kemampuan yang mereka miliki;
dan semestinya warga Madinah berterima kasih kepada mereka serta
memuji komandan pasukannya, yakni Khalid bin Walid yang telah
mampu menangkal agresi pasukan Romawi, hingga akhirnya Khalid bin
Walid dapat membawa pulang pasukannya dengan selamat. Pada suatu
hari nanti orang-orang Islam akan berangkat ke medan pertempuran
lagi dengan jumlah yang sangat besar dan akan meraih kemenangan
dari kerajaan Romawi.

Jika hal ini sukses diselesaikan, maka setelah itu warga Madinah tak
perlu lagi mengejek tentara-tentara itu; dan prajurit-prajurit tempur
itu dapat keluar lagi dari rumah mereka untuk menemui orang-orang
tanpa membawa beban rasa malu.

Mundurnya pasukan Islam dari pertempuran melawan pasukan
Romawi akhirnya sampai juga kabarnya ke Makkah. Betapapun ma-
syarakat Quraisy berada dalam ikatan perdamaian Hudaibiyah, namun
dengan mundurnya pasukan Islam dari medan pertempuran itu mereka
menemukan suatu peluang yang sangat luas untuk melakukan teror
secara diam-diam kepada Muhammad.

Pemerintah Quraisy memang tidak bermaksud me­lakukan teror
secara terang-terangan, tetapi mereka akan melakukannya melalui
politik pecah-belah di antara suku-suku yang bergabung dengan Mu-
hammad. Barangkali saja dengan strategi itu, pemerintah Quraisy akan
dapat menimbulkan rasa ketakutan dan sekutu-sekutu Muhammad yang

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 505

lain akan memisahkan diri lagi dari Muhammad.

Maka secara diam-diam pihak Quraisy memberikan support kepada
sekutu-sekutu mereka untuk mengadakan penyerbuan terhadap sekutu-
sekutu Muhammad. Pihak Quraisy memberikan support persenjataan
dan beberapa pasukan kuda. Maka demikianlah, Bani Bakar, sekutu
Quraisy, melakukan penyerbuan terhadap perkampungan Khuza‘ah,
sekutu Muhammad. Bani Bakar berhasil menga­lah­kan suku Khuza‘ah
dan membunuh 20 orang Islam.

Suku Khuza‘ah mengirimkan kurir untuk menghadap Muhammad
dalam rangka meminta bantuan menghadapi suku Quraisy yang mem-
bantu suku Bani Bakar.

Informasi tentang praktek deviasi pemerintah Quraisy terhadap
perjanjian Hudaibiyah itu, kini telah didengar oleh Muhammad dan ia
meresponnya dengan tanpa berkomentar apa-apa.... Namun Muham-
mad bertekad untuk merencanakan segalanya....

R

506 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Makkah

berada dalam genggamannya

T o k o h - t o k o h d a n p e d a g a n g - p e d a g a n g Q u r a i s y
terkemuka berkumpul membicarakan langkah apa
yang mesti mereka lakukan setelah itu, ketika mereka mengetahui
bahwa suku Khuza‘ah telah meminta bantuan kepada Muhammad,
sebab dengan kondisi ini akhirnya tak dapat disangkal lagi bahwa Mu-
hammad akan menang dan seakan-akan tak pernah tergoyahkan lagi
posisi kekuasaannya.

Hal ini dikarenakan, andaikata posisi Muhammad dapat digoyang,
maka pihak Quraisy sudah pasti akan menggilas Muhammad ketika
konflik baru terjadi dan sudah pasti suku Tsaqif akan mengakhiri ri-
wayat kehidupan Muhammad, ketika warga Tsaqif melempari Muham-
mad dengan batu-batu, hingga sampai di luar batas suku Tsaqif atau
setidak-tidaknya, bergabungnya berbagai suku pada waktu yang silam
dapat melakukan agresi terhadap warga Madinah.

Jika Muhammad menderita kekalahan dari tentara Romawi, ia pun
telah pernah menderita kekalahan juga dalam perang Uhud. Dalam

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 507

keadaan yang kurang mengun­tungkan itu, ia tak dapat diremehkan
begitu saja, sebab saat ini ada 15 suku, termasuk di antaranya Bani
Sulaim dan Bani Musthaliq yang telah menyatakan bergabung dengan
Muhammad, padahal sampai saat ini tidak ada suku-suku di Semenan-
jung Arab yang dikenal ahli tempur selain hanya mereka.

Dengan pertimbangan itu, maka saat yang terbaik bagi pihak
Quraisy adalah tetap menjaga stabilitas perjanjian damai Hudaibiyah.
Perjanjian damai ini telah memberikan suasana kehidupan yang sta-
bil selama dua tahun, sehingga rombongan dagang dapat melakukan
perjalanan niaga yang tenang dan aman, baik di musim panas maupun
musim dingin.

Tapi kali ini muncul persoalan baru lagi. Pihak Quraisy terus sema-
kin terdesak dalam sektor perniagaan, karena suku-suku yang telah
bergabung dengan Muhammad mengambil sikap anti kerja sama dalam
perdagangan dengan pihak Quraisy.

Pasar ‘Ukazh dan beberapa pasar lainnya yang biasa ramai pada
waktu musim haji, yang telah dipenuhi dengan kain sutera, katun,
kurma, baju-baju yang terbuat dari kulit, perhiasan, dan senjata, serta
yang biasanya ramai dengan syair-syair baru dan vokalis-vokalis yang
menggiur­kan, kini sudah tak ada lagi. Segala sesuatu yang membuat
semarak­nya pasar pada musim haji sudah tak terdengar lagi, karena
orang-orang yang masuk Islam telah me­mutus­k­­ an hubungan dengan
pasar-pasar yang terdapat di Makkah.

Mereka melakukan traksaksi perdagangan di antara sesama muslim
saja serta mengalihkan aktivitas per­ekonomian ke Madinah. Mereka
juga mengirimkan rombongan dagang ke Syam, Yaman, Etiopia, dan
pasar-pasar lainnya yang biasanya dipenuhi oleh pedagang-pedagang
Makkah saja. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persaingan orang-
orang Islam dalam sektor perniagaan dengan orang-orang Quraisy.

Setiap warga Makkah mengetahui semua kenyataan ini. Dampak
kenyataan ini menciptakan kondisi yang berbalik sekali terhadap sek-
tor perdagangan, posisi dalam sektor perekonomian, dan juga posisi
sosial mereka. Para saudagar kaya yang sejak dulu memegang posisi

508 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

menent­ukan dalam pemerintahan masyarakat Quraisy, kini posisi mer-
eka semakin tertekan. Mereka kian menyadari akan kehilangan posisi
mereka yang mungkin telah dijabatnya selama ini. Sementara untuk
melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Muhammad bin ‘Abdullah,
orang yang pernah mereka usir di masa silam, yang terus kian meluas
pengaruhnya, sudah nyaris tidak mungkin lagi. Semua warga Makkah
sudah mengetahui sejak dulu, bahwa pembesar bangsawan Quraisy
semakin mencekik leher masyarakat setiap kali muncul rival-rival bisnis
baru yang mampu menggeser posisi para bangsawan itu di salah satu
pasar di mana mereka menyemaikan harta kekayaan.

Masyarakat Makkah saat ini sedang merasakan beban tindakan tirani
para bangsawan, undang-undang yang menindas, rentenir-rentenir
yang rakus, dan tuntutan hidup yang semakin sulit dipenuhi. Betapa
lamanya mereka dibebani kehidupan yang sangat sulit dalam perang
melawan Muhammad. Betapa besar harta kekayaan para pedagang
yang harus dikeluarkan dalam pertempuran melawan Muhammad.
Sementara itu, masyarakat Arab sudah ingin sekali berpaling dari
menghambakan diri kepada patung-patung Ka‘bah kepada mengham-
bakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sentral ajakan
Muhammad agar beribadah kepada-Nya semata.

Setiap hari ada saja orang yang menyerahkan kemer­dekaannya
kepada para rentenir itu untuk dijadikan budak. Setiap hari ada saja
orang laki-laki yang menyerahkan istri atau anak gadisnya ke rumah-
rumah pelacuran yang tumbuh tersebar di Makkah untuk membayar
utang kepada para rentenir yang terus mengejarnya.

Setiap hari hati yang hidup dalam derita penindasan semakin
tercabik-cabik. Sementara itu, budak-budak yang bergabung dengan
Muhammad menjadi orang-orang merdeka yang memiliki persamaan
hak dan kedudukan dengan para bangsawan dalam segala hal. Di sana,
di sebuah daerah di mana suatu tatanan masyarakat baru tumbuh,
tidak ditemukan lagi adanya hak kekuasaan pemberi utang terhadap
kemerdekaan orang-orang yang mempunyai utang, tidak pula terhadap
istrinya dan anak-anak gadisnya. Di sana, seorang budak kulit hitam
menjadi pemimpin masyarakat kalangan bangsawan. Di sana, seorang
dari Bani Ghifar yang tak memiliki harta kekayaan dapat saja menjadi

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 509

pemimpin Madinah, ketika Muhammad sedang bepergian.

Di sana, laki-laki atau perempuan bebas melakukan apa saja ses-
uai kehendaknya. Di sana, setiap orang berhak melakukan pekerjaan
sesuai keahliannya. Pekerjaan itulah yang memberikan prestise bagi
diri pribadinya. Pekerjaan itulah yang menentukan posisinya, bukan
kekayaannya, bukan koneksinya dengan Muhammad, dan bukan pula
keke­rabatannya. Tak ada yang menentukan harga diri dan posisi ses-
eorang, selain prestasi kerjanya. Semua ini berjalan dengan adil dan
terpuji.

Di sana Muhammad menganjurkan kepada para pengikutnya agar
memerdekakan para budak. Bahkan, ada sebuah cerita dari para
pengikutnya, bahwa pada suatu ketika Muhammad melihat seseorang
memukul budaknya. Maka melihat perbuatan orang itu, Muhammad
marah sekali.

“Allah lebih kuasa atas dirimu bila dibandingkan ke­kuasaanmu
terhadap budak itu,” tegur Muhammad.

Pemilik budak itu pun seketika minta maaf atas tindakan yang
telah diperbuatnya.

“Dia merdeka karena Allah,” demikian tegas pemilik budak itu di
sela-sela permohonan maafnya.

“Yah, andai saja engkau tidak melakukan hal itu, niscaya nerakalah
yang akan membakarmu,” jawab Muhammad.

Berulang kali Muhammad menghimbau agar para budak dimerdeka-
kan oleh para pengikutnya. Beliau bersabda kepada mereka:

“Barangsiapa yang memerdekakan budak muslim, maka Allah akan membe-
baskan semua anggota tubuh orang itu dari api neraka berkat setiap anggota
tubuh budak yang telah dim­ erdekakannya dari perbudakan itu.”

Di sana Muhammad juga menekankan kepada para pengikutnya agar
bersedia meninggalkan rumahnya demi membebaskan kaum tertindas

510 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

di mana pun berada. Muhammad mengancam para pengikutnya yang
tidak mau terjun ke medan pertempuran, seraya membacakan ayat:

“Jika kalian semua enggan untuk ikut dalam pertempuran, niscaya Allah akan
menyiksa kalian dengan siksa yang pedih; dan Allah akan menggantikan kalian
dengan kaum yang lain.” (QS. At-Taubah [9]: 39)

Andaikata Muhammad memimpin pasukannya ke Makkah dalam
rangka membela sekutunya, Bani Khuza‘ah, maka yang pasti semua
kaum tertindas yang merupakan mayoritas penduduk Makkah akan
bergabung ke dalam pasukan Muhammad. Dan yang sudah pasti juga,
pedagang-pedagang yang sudah tergoyahkan posisinya karena kalah
persaingan dengan pedagang muslim, mereka akan bergabung dengan
Muhammad.

Kenyataan seperti ini jangan sampai terjadi. Muhammad jangan
sampai mengerahkan pasukannya, lalu bergerak ke Makkah. Perjanjian
damai Hudaibiyah harus tetap dijaga kontinuitasnya dan harus tetap
direformasi selamanya.

Sungguh telah terjadi kekeliruan langkah yang dapat beraki-
bat fatal. Sebab tidak selayaknya pemerintah Quraisy membiarkan
sekutu-sekutu mereka memerangi sekutu-sekutu Muhammad. Tidak
selayaknya pula orang-orang Quraisy menyangka Muhammad lemah
setelah mengalami kekalahan perang melawan pasukan Romawi, lalu
mereka membantu Bani Bakar memerangi Bani Khuza‘ah. Akan tetapi,
mereka menyadari bahwa kekeliruan langkah ini harus diperbaiki.
Karena itulah, orang-orang Quraisy mengutus pemimpinnya untuk
menemui Muhammad, yaitu Abu Sufyan sendiri yang berangkat. Abu
Sufyan berangkat ke Madinah. Ia menuju ke rumah putrinya Ummu
Habibah (Ramlah) yang sudah tak pernah bertemu dengannya se-
lama beberapa tahun lamanya, sejak Ummu Habibah mengungsi dari
Makkah ke Ethiopia; dan kini sudah menjadi istri Muhammad.

Ummu Habibah menyambut kedatangan ayahnya dan menumpah-
kan seluruh kerinduannya setelah sekian lama terpisah. Abu Sufyan

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 511

merasakan suatu ketenangan, kemudian ia mengutarakan maksud
kedatangannya kepada putrinya.

Ia datang bukan untuk masuk Islam, sebagaimana yang dibayangkan
oleh putrinya. Kedatangannya kali ini untuk terus menjaga kelangsun-
gan perjanjian Hudaibiyah, sehingga Muhammad tidak menjatuhkan
sangsi atas perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy dan
tidak menuntut diyat atas orang-orang yang terbunuh, karena orang-
orang Quraisy tidak mampu lagi menanggung kerugian material.

Abu Sufyan mengutarakan maksud kedatangannya, setelah mema-
suki kamar putrinya. Ia meminta kepada putrinya agar membicarakan
semua itu kepada suaminya, karena Abu Sufyan tahu posisi putrinya di
sisi suaminya yang cukup baik. Akan tetapi, putrinya tidak menjawab,
bahkan malah melipat tikar yang tengah diduduki Abu Sufyan.

“Wahai Anakku, demi Allah, aku tidak tahu apakah engkau lebih
menyukai aku daripada tikar ini ataukah engkau lebih menyukai tikar
ini daripadaku?” tanya Abu Sufyan dengan penuh heranan.

“Tidak, ini adalah tikar hamparan Rasulullah. Engkau laki-laki
musyrik yang najis. Aku tidak senang engkau duduk di atas tikar Ra-
sulullah,” jawab Ummu Habibah ketus.

Mendengar kata-kata yang diucapkan putrinya, Abu Sufyan terper-
anjat sekali. Dari manakah keberanian yang luar biasa itu berpangkal,
sehingga orang Islam berani berkata secara terus-terang di hadapan
orang yang sangat ditakuti.

Musyrik dan najis? Kamu najis, Abu Sufyan? Bagai seo­ nggok sam-
pah? Kata-kata seperti ini pernah juga diucapkan kepada ‘Umar bin
Khaththab oleh saudarinya yang merasa takut kepada ‘Umar sebelum
keislaman ‘Umar dahulu.

Ini dia, putrimu yang lemah tak berdaya, hai Abu Sufyan, berani
sekali mengatakan kalimat-kalimat itu di hadapanmu dan berani men-
gusirmu.... Namun kini, dia adalah istri Muhammad.

Ajaran Islam mampu mengisi hati semua orang yang tertindas,
bahkan para perempuan sekalipun dengan suatu militansi yang spe-
ktakuler sekali.

512 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Abu Sufyan pergi meninggalkan rumah putrinya untuk menemui
Muhammad. Ia ingin membicarakan langsung dengan Muhammad tanpa
melalui media siapa pun.

Abu Sufyan menemui Muhammad. Ia berusaha membuka pem-
bicaraan dengan Muhammad, tapi Muhammad bungkam saja tidak
menjawab. Selanjutnya, Abu Sufyan pergi menemui Abu Bakar dengan
suatu maksud meminta kesediaannya untuk membicarakan masalah
tersebut kepada Muhammad. Namun secara tegas Abu Bakar menolak
permintaannya.

Selanjutnya, Abu Sufyan menemui ‘Umar bin Khaththab, seorang
kawan lamanya. Abu Sufyan yakin, ‘Umar tidak akan mengecewakan-
nya.

Tapi apa yang ditemuinya? Ternyata ‘Umar berkata kepadanya:
“Aku akan menghadap Muhammad guna memohon pertolongan untuk
kalian? Demi Allah, andaikata aku tidak mendapatkan sesuatu selain
pasir, niscaya aku akan memerangi kalian meski dengan (senjata) pasir
itu.”

Abu Sufyan meninggalkan ‘Umar. Akhirnya, ia sampai di rumah
‘Ali. Ia masuk ke rumah ‘Ali dan ia memperhatikan anak ‘Ali, Hasan,
yang sedang di pangkuan Fathimah. Abu Sufyan meminta kesediaan
‘Ali untuk menjadi mediator dalam pembicaraan masalah tersebut
dengan Muhammad, namun ‘Ali menolak juga. Selanjutnya, Abu Sufyan
menoleh kepada Fathimah.

“Putri Muhammad, dapatkah engkau memerintahkan anakmu ini
untuk kepentingan publik, maka nantinya ia akan dipertuankan oleh
orang-orang Arab,” harap Abu Sufyan.

“Demi Allah, anak-anakku ini belum cukup umur untuk melindungi
orang banyak; dan tak seorang pun yang akan mau melindungi orang
lain dari ancaman Rasulullah,” ucap Fathimah gamblang.

Dalam keadaan putus asa, Abu Sufyan berkata kepada ‘Ali: “Ses-
ungguhnya engkau famili yang paling dekat denganku. Aku melihat
persoalan ini kian menjadi runyam. Maka berilah aku saran dan pan-

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 513

dangan.”

‘Ali menyarankan kepada Abu Sufyan agar berdiri di masjid, kemu-
dian mengumumkan kepada orang-orang bahwa pihak Quraisy tetap
menghormati perjanjian damai Hudaibiyah.

Kini Abu Sufyan melakukan apa yang disarankan ‘Ali. Setelah itu, ia
pulang kembali ke Makkah dan menceritakan segala yang ditemuinya.

Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abu Sufyan, apakah Muham-
mad yang memberikan rekomendasi ter­hadap kata-kata yang diucap-
kannya di masjid itu?

“Tidak!” jawab Abu Sufyan tegas.

“Celaka sekali engkau, Abu Sufyan, karena ‘Ali bin Abi Thalib tidak
lebih dari sekedar mempermainkan dirimu. Apa yang engkau katakan
itu tidak ada artinya sama sekali bagi kita,” ucap mereka.

“Demi Allah, selain cara itu aku tidak menemukan cara lagi,” jawab
Abu Sufyan.

Tak seorang pun di Madinah yang mau menerima bahwa orang-orang
Quraisy tidak terlibat dalam kasus berdarah antara Bani Bakar dengan
Bani Khuza‘ah itu. Akan tetapi, warga Madinah boleh berbangga hati,
karena Abu Sufyan yang dikenal sebagai gembong Makkah itu sampai
datang sendiri kepada warga Madinah untuk mengharap penga­ mpunan.

Adapun Muhammad, dia tahu persis terhadap pribadi Abu Sufyan
–dengan segala bualannya, kesombongannya, dan ke-sok-akrab-annya–,
bahwa kali ini dia datang tak lain hanyalah untuk meminta maaf atas
kesalahan orang-orang Quraisy, karena persoalan di Makkah berjalan
di luar harapan yang diinginkan oleh para bangsawan.

Makkah saat ini sudah merasa lemah. Karena itulah, Makkah
dengan susah-payah mendatangi orang-orang yang pernah diusir dan
diperanginya.

Masih tergambar dalam ingatan Muhammad, ketika ia datang ke
Makkah untuk melakukan haji bersama serombongan orang Islam dari
kalangan Muhajirin dan Anshar. Muhammad tentu tak bisa melupakan

514 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

semua fenomena yang ditemuinya di Makkah yang begitu terasa asing
bagi orang-orang pengikutnya: sambutan hangat..., rasa persamaan...
dan lainnya. Padahal pola hidup yang diterapkan di antara sesama
muslim dalam bermu‘amalah adalah dibangun di atas prinsip persa-
maan....

Muhammad merasa sulit untuk melupakan fenomena-fenomena
menyedihkan yang menimpa orang-orang Islam. Sulit sekali juga bagi
dirinya untuk melupakan keluhan orang-orang yang tertindas yang
disampaikan kepada dirinya. Andai saja tidak ada blokade yang dilan-
carkan pemerintah Quraisy kala itu....

Akan tetapi, sekalipun orang-orang yang tertindas itu mendapat
tekanan dan larangan dari pemerintah Quraisy untuk mengadakan
kontak dengan Muhammad, Muhammad tetap saja mendapat tempat
di hati masyarakat tersebut. Orang-orang yang hidup dalam kehinaan
berharap akan dapat mengangkat kepala mereka dan berjalan ber-
sama secara sejajar dengan orang-orang yang terlahir dalam suasana
kemegahan hidup, sebagaimana pola hubungan sosial yang berlaku di
kalangan masyarakat Islam.

Para perempuan yang hidupnya menjadi penyemarak kehidupan
malam di Makkah dengan tembang-tembang syair, menjual kemon-
tokan dan kehangatan tubuhnya kepada para pendatang, sangat
mendambakan hidup yang baik, bersih, dan suci, dengan raut wajah
yang berseri-seri sebagaimana perempuan-perempuan muslimah; dan
para pedagang besar yang posisinya sudah mulai goyah oleh pedagang
muslim, berharap untuk dapat masuk dalam komunitas baru, dengan
suatu harapan akan dapat memainkan peran baru yang lebih mapan
dari posisi mereka sebagai pedagang, yaitu sebuah peran kepemimpi-
nan dalam kerajaan baru.

Muhammad tahu semua itu. Muhammad tahu, telah tiba saatnya
untuk mengibarkan panji dakwah di Makkah. Ia optimis akan mendapat
pengikut yang menyatakan keislamannya dengan berbondong-bondong,
andaikata mereka tidak terancam.

Namun meski demikian kenyataannya, mengapa Muhammad

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 515

tidak melakukan aktivitas dakwahnya di Makkah? Bukankah Makkah
merupakan sentral segala akitvitas di Hijaz? Bukankah masih banyak
suku yang datang ke Makkah dari berbagai penjuru untuk melakukan
thawaf di Baitullah dan membungkuk di hadapan patung-patung
Ka‘bah?

Sepantasnya, Muhammad menyucikan rumah tua itu untuk orang
Islam, untuk orang-orang yang berthawaf, dan orang-orang yang melaku-
kan ruku’ serta sujud di depannya.

Makkah adalah ibu kota Hijaz. Dengan berbagai kelebihannya
dibanding dengan kota-kota lain, maka sepantasnya Makkah harus
dijadikan sebagai pusat kerajaan baru yang lebih berkembang lagi
pasar-pasarnya, karena semua jalan di Semenanjung Arab bersambung
dengan Makkah; dan sepantasnya bendera Islam berkibar di sana.

Muhammad masuk ke dalam rumahnya, lalu memerin­tah­kan ke-
pada keluarganya agar bersiap-siap berangkat menuju Makkah. Maka
bersiap-siaplah semua istrinya untuk berangkat. Abu Bakar pun masuk
rumah putrinya, ‘Aisyah. Ia menemukan ‘Aisyah sedang mengemasi
barang-barangnya.

“Apakah Rasulullah memerintahkan kamu untuk mengadakan per-
siapan?” tanya Abu Bakar heran.

“Ya,” jawab ‘Aisyah.

“Lalu ke manakah kiranya Rasulullah akan pergi?” lanjut Abu Bakar.

“Demi Allah, aku tidak tahu.”

Abu Bakar lalu pergi dari rumah ‘Aisyah. Ia menemukan Muham-
mad sedang berada di masjid dan menyampaikan pengumuman kepada
orang-orang bahwa ia akan pergi ke Makkah. Muhammad meminta
pendapat mereka dan ternyata hasrat kembali ke kampung halaman
mendapat dukungan dari mereka yang hadir di masjid itu.

Orang-orang Muhajirin merasa gembira. Akhirnya, mereka kembali
lagi ke Makkah untuk menghabiskan sisa-sisa usia di tanah kelahiran
mereka.

Muhammad memerintahkan kepada semua pengikutnya agar ber-
siap-siap dan merahasiakan rencana tersebut, karena ia ingin membuat

516 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

kaget orang-orang Quraisy. Hassan bin Tsabit memerintahkan orang-
orang agar mau bergabung dalam rangka melakukan penyerbuan ke
Makkah, untuk membalas kekejaman orang-orang Quraisy yang telah
melakukan pembunuhan terhadap saudara muslim mereka dari pihak
Bani Khuza‘ah.

Namun agar rencana tersebut tidak sampai tercium orang-orang
Quraisy, maka Muhammad mengumpulkan beberapa orang shahabat-
nya. Selanjutnya, Muhammad menginstruksikan beberapa seorang
shahabatnya agar mereka berjalan di jalan yang menuju Syiria.

Cara ini merupakan sebuah alternatif untuk mengelabui orang-
orang Quraisy; dan memang betul juga, orang-orang Quraisy mem-
peroleh informasi bahwa Muhammad mengirim pasukannya untuk
menuntut balasan kekalahannya kepada pasukan Romawi.

Selanjutnya, ia menempatkan penjaga di semua jalan menuju
Makkah, agar dapat memata-matai orang yang akan membocorkan
rencana yang sangat rahasia itu, karena jika sampai terjadi kebocoran,
maka rencana semua itu akan hancur berantakan. Tetapi secara diam-
diam salah seorang Muhajirin yang pernah ikut dalam perang Badar,
menjadi musuh dalam selimut, di mana ia mengirim surat kepada
orang-orang Quraisy yang isinya menginformasikan rencana penyerbuan
itu. Surat itu diserahkan kepada seorang perempuan.

Muhammad tahu gelagat yang kurang beres itu. Karena itu, Muham-
mad memerintahkan ‘Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam untuk
mencegat perempuan itu di tengah jalan, lalu menginterogasinya.
Tapi perempuan itu menyangkal. ‘Ali mengancam perempuan itu akan
dibunuh jika tidak mau mengaku terus-terang. Akhirnya, perempuan
itu mengeluarkan surat dari celah-celah rambutnya yang dikepang. ‘Ali
dan Zubair langsung pulang menghadap Rasulullah setelah merampas
surat tersebut.

“Apa yang mendorongmu melakukan hal ini?” tanya Muhammad
kepada seorang laki-laki yang datang diinterogasi.

Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan nampak menyesal sekali

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 517

atas tindakan yang telah dilakukannya, kemudian ia mengakui secara
terus-terang segala tin­dakannya dan mengutarakan motif yang men-
dorongnya, yaitu mengambil hati orang-orang Quraisy, sebab di sana
ia mempunyai istri dan anak-anak kecil yang dikhawatirkan kesela-
matannya.

Setelah laki-laki itu mengemukakan maksud jahatnya, maka ‘Umar
menuntut kepada Muhammad agar laki-laki itu dibunuh saja, karena
ia telah berani bersikap hipokrit. Tapi Muhammad menyebut-nyebut
penderitaan yang dialami laki-laki itu dalam pertempuran perang
Badar. Karena itu, Muhammad memutuskan untuk memberikan maaf
saja. Setelah itu, laki-laki tersebut pergi dengan membawa duka yang
sangat dalam.

Muhammad mengirim kurir ke berbagai suku yang telah memeluk
ajaran Islam agar mengirimkan balatentaranya; dan setelah mencapai
jumlah pasukan yang telah ditarget­kan, maka tepat pada suatu hari
yang sangat dingin di bulan Januari, tahun 630 Masehi, dengan penuh
hati-hati agar orang-orang Quraisy tidak sampai mendengar kabar
tentang rencana agresi ini, Muhammad berangkat dengan membawa
10.000 personil.

Mereka bermalam di tengah jalan. Ketika mereka sudah mendekat
di Makkah, malam tiba dengan cuaca anginnya yang teramat dingin
menusuk ke dalam tulang sumsum.

Muhammad memperbolehkan orang-orang untuk menyalakan api.
Pamannya yang bernama ‘Abbas datang bersama anak dan istrinya
menemui Muhammad di suatu tempat dekat Makkah. Muhammad
menyambut kedatang­an pamannya dengan penuh kehangatan. ‘Ab-
bas tahu dari Muhammad bahwa mereka bermaksud akan memasuki
Makkah.

Di dalam hatinya, ‘Abbas berangan-angan seandainya saja ia dapat
menemui salah seorang penggembala, pencari kayu, pedagang susu,
atau seorang yang punya keperluan ke Makkah, sudah tentu ia dapat
meng­informasikan tempat Muhammad kepada warga Makkah agar
mereka segera menemui Muhammad untuk meminta perlindungan

518 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

kepada­nya sebelum ia melakukan peng­grebekan terhadap mereka.

Ketika ‘Abbas mencari orang yang akan disuruh membawa suratnya
di jalan-jalan pegunungan Makkah, tiba-tiba ia bertemu Abu Sufyan
yang sedang mengamat-amati api yang dinyalakan orang-orang Islam.

“Bukankah itu api orang-orang Khuza‘ah?” tanya Abu Sufyan kepada
seorang laki-laki yang menyertainya.

“Itu bukan api orang-orang Khuza‘ah. Mereka yang kecil jumlahnya,
tidak mungkin sampai sebanyak itu api dan tentaranya.”

‘Abbas membicarakan hal itu dengan Abu Sufyan. ‘Abbas me-
nyarankan kepada pembesar Makkah itu agar meminta perlindungan
saja kepada Muhammad.

Ternyata Abu Sufyan mau menerima saran ‘Abbas. Selanjutnya,
‘Abbas kembali lagi ke markas pasukan Islam dengan Abu Sufyan.

Selagi Abu Sufyan masih di atas punggung keledai ‘Abbas, ‘Umar
melihatnya.

“Abu Sufyan, musuh Allah. Allah telah memberikan peluang untuk
membunuhmu tanpa perjanjian,” labrak ‘Umar kepadanya.

Namun ‘Abbas segera menghadang aksi anarkhis yang segera di-
luncurkan oleh ‘Umar bin Khaththab.

Selanjutnya, terjadilah perselisihan antara ‘Umar dan ‘Abbas
mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap Abu Sufyan. ‘Umar
menuntut agar Abu Sufyan dipenggal kepalanya, sedangkan ‘Abbas
bersikap melindunginya. Sementara itu, Muhammad diam tanpa bicara.

“Sabarlah, ‘Umar! Demi Allah, andai saja Abu Sufyan termasuk sanak
familimu, tentu engkau tidak akan setega itu menuntut kepalanya. Tapi
engkau tahu bahwa Abu Sufyan tidak termasuk sanak familimu,” cegah
‘Abbas penuh emosi.

Namun ‘Umar menolak kata-kata ‘Abbas.

“Tahan dulu emosimu, ‘Abbas! Demi Allah, keislamanmu pada hari
engkau menyatakan keislamanmu, itu lebih aku sukai daripada keisla-
man ayahku, sekiranya ayahku itu masuk Islam. Tiada alasan bagiku

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 519

berkata demikian, kecuali karena aku tahu bahwa keislamanmu lebih
dicintai Rasulullah dibanding keislaman Al-Khaththab (ayahku), sean-
dainya dia masuk Islam,” pangkas ‘Umar.

Kata-kata ‘Umar yang lemah-lembut menjernihkan hati ‘Abbas.

“Abbas! Silakan engkau pergi bersama Abu Sufyan ke tempatmu.
Besok pagi aku harap engkau menemuiku lagi bersama Abu Sufyan,”
pinta Muhammad.

Abu Sufyan pergi bersama ‘Abbas ke tendanya.

Selanjutnya, Muhammad menyusun garis-garis kebijak­an yang akan
dilakukan dalam memasuki Makkah.

Muhammad membagi pasukan ke dalam empat bagian: sayap kiri
dipimpin Zubair bin ‘Awwam; sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin
Walid; jantung pertahanan dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah;
dan posisi garis depan dipimpin oleh Sa‘ad bin Ubadah. Semua kom-
andan pasukan berasal dari kalangan orang Muhajirin, selain Sa‘ad
bin Ubadah Al-Anshary.

Ketika pagi menjelang Muhammad mengumpulkan semua koman-
dan pasukannya dan memerintahkan agar memasuki Makkah dengan
sedapat mungkin menghindari pertempuran darah. Sebab itulah men-
gapa ia mengangkat komandan pasukannya dari kalangan Muhajirin.
Hal itu karena ia tahu bahwa mereka tidak akan bertindak secara
beringas dan melampaui batas tanah airnya sendiri.

Tapi Sa‘ad bin Ubadah pergi dari sisi Muhammad dengan melon-
tarkan kata-kata ancaman sambil memandangi Makkah dari kejauhan:
“Hari ini hari penyerbuan. Hari ini segala hal yang dihormati akan
dianggap halal.”

Kehormatan yang manakah Sa‘ad?

Kehormatan para bangsawan dan tentara warga Makkah atau
kehormatan diri Muhammad? Sebab betapa banyak tokoh suku yang
menginginkan tawanan-tawanan Quraisy yang cantik-cantik.

Mendengar statemen Sa‘ad, ‘Umar segera menghadap Muhammad.

520 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

“Ya Rasulullah, apakah engkau mendengar apa yang diucapkan
Sa‘ad bin Ubadah? Sungguh aku merasa khawatir ia akan melakukan
agresi terhadap orang-orang Quraisy,” ucap ‘Umar dengan nada pesi-
mis.

Begitu mendengar informasi dari ‘Umar, spontan Muhammad
mengeluarkan instruksi baru.

“‘Ali! Coba kamu segera menyusul Sa‘ad. Ambillah bendera pasukan
dari dia. Aku perintahkan engkau yang masuk Makkah dengan membawa
bendera pasukan itu,” demikian perintah Muhammad kepada ‘Ali bin
Abu Thalib.

Namun sebelum memerintahkan pasukannya bergerak, datanglah
‘Abbas bersama Abu Sufyan.

“Abu Sufyan, celaka sekali engkau! Tidakkah telah tiba saatnya
bagimu untuk menyaksikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah?” ucap
Muhammad.

“Demi ayah dan ibuku. Betapa sabarnya engkau. Betapa mu-
lianya engkau dan betapa senangnya engkau menyam­bung tali
persaudaraan. Demi Allah, aku mem­punyai dugaan, andaikata ada
tuhan lain selain Allah, maka sudah pasti ia akan mencukupi diriku,”
ujar Abu Sufyan.

“Celaka sekali engkau, Abu Sufyan! Tidakkah sudah datang saatnya
bagi dirimu menyaksikan bahwa aku adalah Rasulullah?” tegas Muham-
mad lagi.

“Demi ayah dan ibuku. Betapa sabarnya engkau. Betapa mulianya
engkau dan betapa senangnya engkau menyam­bung tali persaudaraan,
khususnya mengenai hal ini, sampai saat ini aku mempunyai keyakinan
lain. Karena itu, aku minta agar engkau sudi memberi jangka waktu
lagi.”

Tapi kemudian ‘Abbas berkata kepada Abu Sufyan: “Sungguh celaka
sekali kamu, Abu Sufyan! Masuk Islam sajalah engkau sebelum batang
lehermu dipenggal.”

‘Abbas dan Abu Sufyan terlibat dalam perdebatan sengit hingga

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 521

akhirnya Abu Sufyan mau menyatakan keislamannya.

“Ya Rasulullah, Abu Sufyan adalah seorang laki-laki yang meng-
gandrungi jabatan. Karena itulah, silakan engkau memberikan jabatan
kepadanya,” ucap ‘Abbas.

Atas saran itu, Muhammad pun mengeluarkan suatu statemen:
“Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka dia aman. Barang-
siapa menutup pintunya, maka dia aman. Barangsiapa masuk masjid,
maka dia aman.”

Abu Sufyan berdiri sambil tak habis pikir memandangi bendera
berbagai suku yang berbeda, penuh keheranan. Bagaimana mungkin
Muhammad mengintegrasikan mereka. Setelah itu, Abu Sufyan pergi
untuk menyampaikan informasi apa yang baru dilihatnya kepada warga
Makkah. Ketika akan pergi, Abu Sufyan sempat berkata kepada ‘Abbas:
“Sungguh, kerajaan keponakanmu itu akan menjadi besar.”

“Itu termasuk bukti bahwa dia adalah seorang nabi, bukan raja,”
jawab ‘Abbas.

“Ya!” ujar Abu Sufyan kembali sambil tertawa.

Selanjutnya, dua orang bangsawan Quraisy datang meng­hadap Mu-
hammad dengan meminta bantuan Ummu Salamah.

“Ya Rasululllah, ini adalah putra pamanmu dan putra bibimu,”
ucap Ummu Salamah.

“Aku tidak membutuhkan mereka berdua. Putra pamanku justru
telah merusak harga diriku, sedangkan putra bibiku dan menantuku
adalah orang yang berbicara seenaknya saja terhadap diriku sewaktu
di Makkah,” jawab Muhammad kepada Ummu Salamah.

“Demi Allah, tak ada pilihan lagi bagiku, kecuali salah satu dari dua
kemungkinan; dia memberi izin masuk kepadaku atau aku akan mem-
bawa anakku, kemudian aku dan anakku juga pergi sejauh-jauhnya,
hingga aku dan anakku mati dalam keadaan kelaparan dan kehausan,”
ucap salah seorang kedua bangsawan itu setelah mendengar penolakan
Muhammad.

Muhammad mendengar kata-kata yang diucapkan laki-laki bang-

522 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

sawan itu. Dia mengetahui bahwa laki-laki bangsawan itu siap nekad
akan membawa pergi keluarganya untuk berkelana di gurun sahara,
sebagaimana orang yang terkutuk dan terdampar dari masyarakatnya.
Hati Muhammad luluh dan merasa kasihan kepada laki-laki bangsawan
itu. Karena itulah, Muhammad memperbolehkan kedua bangsawan
itu masuk, kemudian mereka berdua menyatakan keislamannya dan
menggabungkan diri ke dalam pasukan Muhammad.

Sementara Abu Sufyan menyampaikan orasinya di hadapan warga
Makkah: “Wahai orang-orang Quraisy! Muhammad telah datang kepada
kalian semua dengan segenap pasukannya yang tidak mungkin kalian
hadapi. Karena itu, barangsiapa masuk rumah Abu Sufyan, maka aman-
lah dia.”

Mendengar statemen Abu Sufyan, di hadapan Abu Sufyan, Hindun
binti Utbah, istrinya, secara terang-terangan mendamprat Abu Sufyan
dengan ungkapan-ungkapan kasar di tengah kerumunan orang. Tidak
hanya itu, bahkan Hindun menggerakkan mereka yang hadir agar meng-
hajar suaminya, Abu Sufyan. Sementara itu para tokoh Makkah yang
sudah merindukan ingin jumpa dengan Muhammad, mereka bersegera
menuju rumah Abu Sufyan. Mereka secara tiba-tiba menemukan pedang
jatuh (diletakkan) di tempat yang berjauhan dari mereka.

Adapun yang lainnya mengetahui Abu Sufyan adalah musuh besar
Muhammad dan paling keras menentang Muhammad, lalu mengapa
pada hari ini ia menyatakan bahwa mereka tidak mungkin mengha-
dapi kekuatan Muhammad dan pasukannya? Sebagian dari mereka ada
yang memilih selamat dengan masuk rumah masing-masing, bukan ke
rumah Abu Sufyan, kemudian mengunci pintu rumah masing-masing
dan menyatakan tidak akan mem­berikan perlawanan.

Namun ‘Ikrimah bin Abu Jahal mengajak tentara-tentara Makkah
agar berangkat memberi perlawanan. ‘Ikrimah berangkat dengan
membawa pasukan penunggang kuda yang dapat dihimpun, menuju
pasukan yang di­komando Khalid bin Walid.

Muhammad memerintahkan pasukannya agar bergerak memasuki
Makkah dari berbagai penjuru dalam waktu yang bersamaan, dengan
catatan agar tidak memerangi warga Makkah, selain orang-orang yang

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 523

memeranginya mereka saja. Tapi Muhammad menyebutkan kepada
pasukannya, ada sepuluh orang laki-laki dan dua orang perempuan
yang harus mereka habisi, sekalipun mereka menemukan kedua belas
orang itu sedang bergantung di tirai Ka‘bah.

Di antara kedua belas orang itu, ada dua orang perempuan yang
mendendangkan nyanyian-nyanyian yang berisikan ejekan terhadap
Muhammad, sehingga ter­sebarlah nyanyian itu ke berbagai tempat. Ada
juga di antaranya seorang laki-laki yang menyatakan masuk Islam dan
berjanji kepada Muhammad untuk menuliskan Al-Qur’an. Tapi laki-laki
itu melakukan distorsi-distorsi perubahan terhadap Al-Qur’an menurut
sekehendak hatinya.

Muhammad mendiktekan kalimat: “Wa huwas samii‘ul ‘aliim”
(Dialah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) kepada
laki-laki itu, namun ia menulis dengan redaksi “Wa huwal khobiirul
hakiim” (Dialah Dzat Yang Maha Mengenal lagi Mahabijaksana). Setelah
itu, laki-laki tersebut pergi kepada orang-orang munafiq di Madinah
dan menganggap kontroversial terhadap apa yang dibuatnya.

Laki-laki itu terus saja melakukan kontroversi, hingga akhirnya
Muhammad membongkar kasusnya. Laki-laki itu kemudian melarikan
diri ke Makkah dan terus melakukan penghinaan kepada Muhammad
dan Al-Qur’an. Dia menyatakan dengan tegas kepada orang-orang
bahwa ia telah banyak melakukan distorsi perubahan terhadap ayat-
ayat Al-Qur’an tanpa diketahui Muhammad.

Ada juga di antaranya seorang laki-laki yang lari ke Makkah,
setelah ia menerima diyat saudaranya yang mati terbunuh karena
salah sasaran, namun laki-laki itu berkhianat. Ia membunuh pembunuh
saudaranya.

Adapun laki-laki yang ketiga melakukan korupsi dari hasil infaq
yang diperolehnya dari orang-orang Islam. Laki-laki tersebut diperin-
gatkan oleh teman-temannya, sebab tindakannya dapat menimbulkan
persoalan yang besar. Tapi dia congkak, bahkan kemudian membunuh
temannya. Setelah itu ia melarikan diri ke Makkah dengan membawa
infaq yang diperoleh dari sumbangan dermawan muslim itu sambil

524 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

mengejek Muhammad yang memandang sama antara bangsawan dan
rakyat jelata, sedangkan yang lainnya mempunyai kesalahan serupa.

Selanjutnya, Muhammad memberikan isyarat untuk bergerak.
Maka bergeraklah keempat pasukan itu ke Makkah tanpa mendapat
perlawanan. Khalid bin Walid dengan pasukannya menghantam pasukan
yang dipimpin ‘Ikrimah.

Dalam tempo sekejap saja, Khalid mampu menghancur­kan kekua-
tan pasukan ‘Ikrimah, setelah ia berhasil membunuh dua puluh orang
di antara pasukan ‘Ikrimah. Melihat pasukannya telah lumpuh, ‘Ikrimah
melarikan diri ke kawasan padang pasir. Beberapa anggota pasukan-
nya melarikan diri ke Makkah sembari membuang senjata-senjata
mereka, lalu berlindung ke masjid-masjid. Ada juga yang mengurung
diri di dalam rumahnya; dan sebagian lagi ada yang masuk ke rumah
Abu Sufyan.

Keesokan paginya bersamaan dengan terbitnya sang surya di ufuk
timur, pintu-pintu Makkah terbuka lebar menyambut kedatangan Mu-
hammad. Dari sinilah, dulu Muhammad keluar meninggalkan Makkah
dalam keadaan takut dengan ditemani Abu Bakar, berhijrah menuju
negeri yang asing. Namun kini dia pulang kembali sebagai penakluk
yang meraih kemenangan gemilang yang didampingi Abu Bakar juga.

Dia turun dari bukit Shafa menuju Ka‘bah. Dari bukit ini juga, dulu
dakwahnya digemakan. Ketika itu ia bersama pengikut-pengikutnya
yang masih berkisar empat puluh orang laki-laki dan perempuan.

Dari atas bukit itu juga, ia berdiri di hadapan orang banyak menge-
mukakan wahyu, lalu orang-orang yang mendengarkan kata-katanya
menyatakan bahwa ia pembohong besar, padahal sebelum itu tak
seorang pun yang dapat menyangkal kejujurannya.

Muhammad juga menyampaikan Al-Qur’an, lalu orang-orang men-
gatakan dia sebagai ahli sihir.

Dia mengajak manusia untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa,
lalu orang-orang menuduh dia sebagai orang sinting. Dia berbicara
tentang kenabian, namun orang-orang menuduh dia ambisi kekua-

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 525

saan. Selanjutnya, mereka menawarkan kekuasaan kepadanya, tapi
dia menolak tawaran itu, lalu orang-orang itu menuduh dia sebagai
penyebar fitnah.

Dari atas bukit ini, dia membawa misi Qalam (pena atau penge-
tahuan) kepada manusia. Dia yang buta aksara, yang tak pernah tahu
sebelumnya, lalu orang-orang menuduhnya sebagai penyair yang ke-
serupan syetan. Tapi dia tetap tabah dalam menerima caci-maki dan
cercaan. Dia terus melangkah untuk membuka hati orang-orang itu
satu demi satu. Betapa menderitanya dia hidup di malam-malam yang
pekat nan gulita dalam menanggung beban duka derita dan cerca.

Di pundaknya terdapat beban dan tugas menyampaikan misi yang
sangat besar dan agung. Dan dia telah mem­berikan peringatan dengan
misi itu kepada umat manusia:

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.”
(QS. Al-Muzzamnil [73]: 5)

Semua beban berat itu dia pikul sendiri, baik di bumi tumpah darahnya
maupun di bumi pengungsiannya.

Dia meniti langkah dalam caci-maki, ejekan, dan penghinaan orang-
orang kaya yang melemparkan dirinya dari kehidupan masyarakatnya.
Dia melangkahkan kakinya menuju Ka‘bah. Wajahnya memancarkan
raut muka orang yang akan menunaikan ibadah haji, bukan sebagai
penakluk yang meraih kemenangan dengan penuh kesombongan. Air
mata keharuan menetes dari kedua bola matanya, sedang kedua bi-
birnya berkomat-kamit:

“(1) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu keme­nanga­ n yang nyata,
(2) supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah
lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan
memimpin kamu kepada jalan yang lurus, (3) dan supaya Allah menolongmu
dengan pertolongan yang kuat (banyak).” (QS. Al-Fath [48]: 1-3)

526 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Saat ini dia terkenang akan seluruh lembar-lembar kehidupannya
yang silam. Waktu yang sangat singkat telah mengubah secara drastis
seluruh kehidupannya. Kini, dia kembali dengan membawa sepuluh
ribu orang pengikutnya.

Dalam sesaat saja, cerita kehidupan masa silamnya telah sirna. Dia
terkenang kepada kakeknya, ‘Abdul Muththalib; terkenang pamannya,
Abu Thalib; teringat istrinya yang teramat setia, Khadijah. Andaikata
mereka masih hidup pada hari ini, niscaya mereka akan melihat dan
merasakan kebahagiaan atas kemenangan yang telah diraihnya. Mer-
eka adalah orang-orang yang menyertai dirinya ketika masih pertama
kali melangkahkan kakinya dalam sebuah perjuangan agung. Dia juga
terkenang akan pamannya, Hamzah. Andai saja dia masih hidup, tentu
dia melihat kenyataan yang teramat menakjubkan ini.

Kedua bola matanya meneteskan air mata lagi!

Tapi bagaimana dengan ‘Ali bin Abi Thalib yang sedang berkelahi
dengan seorang laki-laki karena ingin merebut sesuatu dari laki-laki
itu. ‘Ali ingin merebut kunci Ka‘bah dari ‘Utsman bin Thalhah.

‘Utsman bin Thalhah terharu sekali melihat sikap lemah-lembut
Muhammad. Ia tak mampu menahan air matanya. Ia menangis, lalu
menyatakan keislamannya.

Sebagian orang-orang Islam memintakan ampun kepada Muhammad
bagi orang-orang yang diperintahkan untuk dibunuh. Maka Muhammad
memberikan maaf bagi mereka yang telah masuk dalam daftar orang-
orang yang harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang melakukan distorsi
perubahan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, ia menyatakan penyesalan-
nya dan membakar lembaran-lembaran Al-Qur’an yang diubah itu di
hadapan publik.

Ketika Muhammad menuju ke sumur Zam-zam untuk meminum
airnya, tiba-tiba datang beberapa orang yang mengadu kepadanya
tentang tindakan tentaranya yang berbuat kasar. Seorang putri Abu
Bakar telah dirampas kalungnya dari lehernya.

Muhammad menyatakan akan menindak tegas tentara­nya yang
telah melakukan perampasan tersebut, berupa sanksi pidana tahanan.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 527

Dia menyuruh putri Abu Bakar agar mengkalkulasi harga kalungnya
yang hilang. Dia tahu tentara-tentaranya banyak yang miskin. Ada
juga di antaranya yang rakus pada harta rampasan perang, tapi dia
menyatakan bahwa Makkah adalah tanah haram.

Selanjutnya, ia meminta kepada putra-putra Quraisy yang hidup
dalam gelimang harta agar menyerahkan sebagian harta kekayaannya.
Dia menetapkan ukuran harta yang harus diserahkan itu menurut jum-
lah kekayaan mereka. Dia menyerahkan harta-harta tersebut kepada
orang-orang yang membutuhkan, baik di kalangan tentara-tentaranya
maupun warga Makkah. Setiap orang yang butuh mendapat bagian lima
puluh dirham. Hal ini dimaksudkan agar fakir miskin tidak merasakan
dirinya lebih inferior dibanding dengan orang-orang yang memberi. Dia
katakan: “Orang yang memberi­kan harta kepada orang lain karena dia
sendiri telah berkelapangan, tidak serta-merta lebih utama pahalanya
daripada orang yang menerimanya lantaran terdesak oleh kebutuhan.”

Dia memerintahkan kepada orang-orang Islam agar bersatu-padu
untuk menghancurkan semua patung Ka‘bah. Muhammad maju sendiri
untuk memulai penghancuran berhala-berhala, lalu diikuti oleh sha-
habat-shahabatnya. Selanjutnya, Muhammad kembali ke kemahnya
untuk mengumumkan undang-undang dasar Makkah yang di dalamnya
melarang pembunuhan, peperangan, dan praktek rente. Orang-orang
harus membiarkan sisa bunga uang. Mereka harus meminta piutang-
nya sesuai dengan uang yang diutangkan. Tempat-tempat hiburan dan
rumah-rumah bordil yang menjadi tempat bagi banyak orang untuk
menyerahkan anak-anak gadis dan istrinya agar dapat membayar
utang-utangnya, harus segera ditutup.

Banyak kaum perempuan yang datang kepada Muhammad untuk me-
nyatakan keislaman mereka; dan seorang perempuan muda belia yang
cantik jelita datang mem­bungkuk di hadapannya, lalu dia perintahkan
perempuan itu bangkit, karena tidak boleh membungkukkan badan,
selain kepada Allah semata.

Perempuan itu menyatakan keislamannya dan memoh­ onkan ampun
suaminya, ‘Ikrimah, serta memohonkan perlindungan bagi suaminya.

528 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Muhammad menerima permohonannya, maka suami perempuan itu
diperkenan­kannya pulang kembali dengan memperoleh jaminan ke-
amanan. Wanita itu berangkat untuk mencari suaminya di gurun sahara
yang berbatu. Muhammad memperhatikan perempuan-perempuan
yang menyatakan keislamannya, lalu gemetarlah salah seorang di
antara perempuan-perempuan itu sambil berkata: “Ya, aku Hindun
binti Utbah.”

Hindun, si perempuan jalang yang membantai Hamzah secara
biadab dan memotong-motong tubuh Hamzah di lembah Uhud serta
memakan hati dan jantungnya. Hindun menangis sesenggukan di
telapak kaki Muhammad.

“Ampunilah diriku,” ucap Hindun memelas.

Muhammad merunduk sesaat, lalu membaca sebuah ayat:

“Tiadalah Kami mengutus dirimu, kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 107)

Selanjutnya, dia memberikan maaf kepada Hindun. Hindun me-
nyatakan keislamannya bersama perempuan-perempuan lain.

Ketika Muhammad meminta para perempuan menyata­kan keisla-
mannya agar tidak melakukan pencurian, Hindun berkata: “Apakah
perempuan yang merdeka boleh melaku­kan pencurian, sebab Abu Su-
fyan tergolong laki-laki yang bertipe pelit. Sering kali aku mengambil
hartanya tanpa sepengetahuannya untuk keperluan anaknya.”

Ketika itu Abu Sufyan kebetulan ada, maka tertawalah ‘Umar
sambil memperhatikan raut muka Abu Sufyan.

“Hindun, aku halalkan apa telah yang engkau ambil,” ucap Abu
Sufyan.

Kemudian Muhammad meminta para perempuan itu untuk berjanji
tidak akan melakukan perzinaan. Hindun lalu berkata lagi: “Apakah
perempuan merdeka tidak boleh berzina, wahai Rasulullah?”

Muhammad meminta para perempuan itu agar berjanji tidak akan

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 529

membunuh anak-anak mereka. Lagi-lagi Hindun berkata: “Demi Allah,
dulu kita mendidik mereka ketika masih kanak-kanak, namun ketika
mereka sudah dewasa, koq justru dirimu dan shahabat-shahabatmu
yang telah membunuh mereka di lembah Badar?.”

Seketika itu ‘Umar tertawa hingga terpingkal-pingkal. Setelah
Muhammad meminta janji setia para perempuan itu untuk tidak ber-
kata bohong dan tidak akan berbuat durhaka dalam kebajikan, ia lalu
memohonkan ampun bagi mereka. Selanjutnya, pembai‘atan dilakukan
oleh ‘Umar atas nama beliau n.

Akhirnya, Hindun pulang dengan perempuan-perempuan lainnya.
Selanjutnya, menyusul orang laki-laki dan perempuan yang banyak
jumlahnya menyatakan keislaman mereka dan menyatakan janji-janji
setia akan melaksana­kan ajaran-ajaran Muhammad.

Muhammad kembali ke Ka‘bah. Dia menemukan bangsawan-
bangsawan Quraisy sedang mengadakan rapat. Kini mereka berada
dalam genggaman tangannya. Tak seorang pun yang berani berbuat
sembarangan kepadanya. Muhammad berkata kepada mereka:

“Wahai orang-orang Quraisy, semua manusia adalah keturunan
Adam, sedangkan Adam tercipta dari tanah. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling taqwa.”

“Wahai orang-orang Quraisy, bagaimana menurut pendapatmu
tentang perlakuanku terhadap kalian semua?” Muhammad tanya lagi.

“Baik sekali, wahai saudara yang mulia dan putra saudara yang
mulia,” jawab mereka.

“Pergilah kalian. Kalian semua bebas!” ujar Muhammad.

Seorang laki-laki yang dulu pernah sangat menyakiti hatinya datang
menghadapnya. Laki-laki itu merasa ketakutan hingga tak mampu
berdiri di hadapannya.

“Tenang sajalah engkau. Aku ini adalah anak seorang perempuan
Quraisy yang biasa makan dendeng di Makkah,” ucap Muhammad sambil
tersenyum.

530 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Karena tidak dapat melampiaskan api dendam mereka terhadap
orang-orang Quraisy, sebagian orang-orang Islam ada yang merasa ti-
dak puas. Orang-orang Anshar saling berbisik bahwa kerajaan Madinah
telah lenyap, sebab Muhammad akan tinggal di negeri sendiri, yaitu
Makkah.

Karena Muhammad mendengar mereka punya anggap­an demikian,
maka dia berkata kepada mereka: “Ma‘aadzallooh, hidupku adalah
hidupnya kalian juga; dan kematianku adalah juga merupakan kematian
kalian.”

Bagaimanapun juga, Muhammad tidak akan mengalih­kan ibu kota
negaranya. Ia akan kembali lagi ke Madinah dengan catatan setelah
selesai menghancurkan seluruh patung yang disembah oleh berbagai
suku yang berada di sekitar Makkah. Berhala ‘Uzza harus dihancurkan
di lembah Nakhlah. Selanjutnya, Muhammad mengeluarkan perintah­
nya kepada Khalid bin Walid agar mengambil sikap siap siaga untuk
melakukan penyerangan.

R

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 531

532 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Metamorfosis Makkah

T eman-teman dekat Muhammad yang berada di
Makkah, sebuah kota besar dan agung, yang
biasanya selalu dipenuhi hiruk-pikuk, gelak-tawa, dan cum-
bu-rayu, bergerak mengajak orang-orang masuk Islam. Kini tak ada
lagi yang perlu mereka takuti dan tidak pula membuat mereka susah,
sekalipun sebelumnya praktek tindakan anarkhis terhadap teman-
teman dekat Muhammad di Makkah luar biasa kejamnya.

Shahabat-shahabatnya berkeliling mendatangi para pedagang,
rakyat jelata, dan rumah-rumah hiburan. Mereka berhasil menggir-
ing para artis, para perempuan, dan para peminum, yang tidak kecil
jumlahnya, supaya mereka menyesali segala perbuatan yang telah lalu
dan supaya masuk dalam agama baru. Shahabat-shahabat Muhammad
di Makkah mengumumkan:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka harus
menghancurkan patung-patung (sesembahan) yang berada di rumahnya atau

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 533

membakarnya, sebab uang hasil penjualan patung-patung (sesembahan) itu
status hukumnya adalah haram.”

Pengumuman itu mendapat respon positif dari warga Makkah, sehingga
terjadilah penghancuran terhadap patung-patung yang tersimpan di
rumah-rumah mereka.

Kini segala larangan yang bersandar pada berhala-berhala itu su-
dah tidak ada gunanya lagi. Demikian pula apa yang mereka jadikan
sebagai sesembahan kini sudah tidak dapat memberikan manfaat lagi.
Sedangkan orang-orang Islam dapat memperoleh manfaat dari sesem-
bahan mereka yang mereka sebut “Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim”.

Namun meski begitu, masih saja ada sedikit ganjalan di hati
sebagian orang-orang Quraisy terhadap Muhammad. Ganjalan yang
mereka rasakan itu adalah ketidak-sepakatan mereka terhadap ajaran
Muhammad yang memandang tidak ada perbedaan hak dan kewajiban
antara bangsawan dan hamba sahaya; anjuran untuk memberi maaf
terhadap orang yang melakukan kejahatan terhadap dirinya meski-
pun dirinya berada dalam pihak yang benar; dan juga persaudara­an
di antara sesama manusia tanpa memandang status keturunan dan
latar belakang status sosialnya. Bahkan hal yang paling memberatkan
mereka adalah tuntunan Muhammad untuk menyisihkan sebagian harta
kekayaan mereka demi kepentingan orang-orang yang tidak mampu
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Namun betapapun mereka masih merasakan keberatan menerima
ajaran Muhammad, kenyataan Muhammad saat ini sudah menang dan
ia berhasil memasuki Makkah dengan pasukannya. Oleh karenanya,
jalan untuk melakukan aksi protes kepada Muhammad, saat ini sudah
buntu.

Muhammad tidak mau menolak orang-orang yang akan menyatakan
janji setia mereka, sebab menolak orang yang berjanji setia dalam
ajaran Muhammad tidak diperbolehkan.

Muhammad menerima orang-orang Quraisy yang bergabung dalam
memeluk agama Islam dengan hati yang tulus. Sementara itu, pan-

534 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

dangan Muhammad tertuju pada berbagai suku yang tinggal di tempat
terpencil, di mana masih tampak berhala lain yang tegak berdiri dengan
kokoh; serta menganut tradisi sistem nilai yang lain pula. Memang dia
telah berhasil merobohkan patung-patung di sekitar Ka‘bah dan di
rumah orang-orang Quraisy. Tetapi di sana, di tempat terpencil, masih
tegak berbagai kuil yang dijadikan tempat penyembahan berbagai suku
yang kuat, menolak persamaan hak dan menegakkan sistem sosialnya
dengan menggunakan standar sosial ekonomi dan keturunan.

Dengan masih bercokolnya tradisi yang demikian, akhirnya Khalid
bin Walid mempersiapkan sejumlah pasukan penunggang kuda bersama
komandan-komandan pasukan lainnya untuk menuju ke daerah-derah
terpencil di mana suku-suku itu berada.

Khalid dengan pasukannya berhasil mengadakan penyerangan
di lembah Nakhlah. Khalid memasuki sebuah kuil, lalu ia robohkan
patung-patung yang besar. Tiba-tiba di balik patung itu, keluar seorang
perempuan telanjang bulat yang menjerit-jerit. Pasukan Khalid amat
terkejut sekali menyaksikan fenomena ini. Inilah dia ruh ‘Uzza yang
keluar untuk memberikan perlawanan dan akan menularkan penyakit
kusta bagi orang-orang yang menentangnya.

Perempuan itu tidak mati!

Khalid tidak bisa membebaskan hati orang-orang yang baru masuk
Islam dari belenggu pengaruh patung-patung. Khalid tidak berhasil
menyakinkan pasukannya bahwa perempuan itu orang biasa saja yang
dijadikan sesembahan dalam keadaan telanjang. Perempuan yang dis-
embah itu tidaklah lebih berbahaya daripada perempuan-perempuan
yang menjual kesenangan di rumah-rumah hiburan sebagaimana mer-
eka kenal sebelum penaklukan Makkah.

Khalid melangkahkan kakinya mendekati perempuan itu untuk
meyakinkan anggota pasukannya bahwa perem­puan itu tak berbeda
dengan mereka yang terdiri dari daging, darah, dan tidak memiliki ruh
yang kekal.

Dia hanyalah perempuan tukang tenung yang tubuhnya disembah.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 535

Selanjutnya, Khalid menusuk perempuan itu, sehingga memancarlah
darah dari tubuhnya dan tidak berapa lama setelah penusukan itu,
perempuan tersebut mati sebagaimana perempuan-perempuan lain-
nya.

Khalid melanjutkan serangannya ke suku-suku yang lain, seb-
agaimana cara serangan tokoh-tokoh muslim yang ikhlas-ikhlas, seperti
‘Abdurrahman bin ‘Auf dan Zubair bin ‘Awwam. Khalid dan segenap
pasukannya bergerak mengh­ ancurkan patung-patung dan mengajak
semua suku untuk me­meluk agama Islam. Khalid dan pasukannya ban-
yak me­lintasi suku-suku Islam yang sebelumnya menjadi musuhnya.

Mereka harus membuang dendam lama dan harus menerima orang-
orang yang pernah menjadi musuh sebagai saudara, selama mereka
dalam ikatan keislaman, sebab ikatan tali persaudaraan adalah jiwa
dari agama baru ini.

Hanya saja ketika Khalid secara kebetulan melewati sebuah suku
yang telah membunuh ayahnya, ternyata ada beberapa tokoh suku
tersebut yang keluar mendatangi dirinya yang siap dengan pedang
di tangan mereka. Khalid bertanya tentang agama mereka. Mereka
menjawab: “Kita telah beralih agama.”

Adapun yang dimaksud mereka adalah bahwa mereka telah keluar
dari agama yang lama. Mereka telah masuk Islam, hanya saja tidak
secara terang-terangan menyatakan kesaksian kepada Khalid. Khalid
pun memerintahkan mereka agar meletakkan senjata. Setelah me-
letakkan senjata, Khalid menawan mereka dan membunuh beberapa
orang menurut kehendak Khalid.

Ketika kasus pembunuhan itu terdengar kabarnya oleh Muhammad,
maka Muhammad menyatakan bahwa Khalid tidak bersalah. Muhammad
segera mengutus ‘Ali bin Abi Thalib untuk minta maaf atas kesalahan
pasukannya kepada mereka dan menyerahkan diyat (denda) orang-
orang yang telah dibunuh. ‘Ali mengancam dan menuntut keadilan
terhadap tindakan Khalid. Namun Khalid menyatakan dirinya tidak
mengerti kata-kata yang dimaksud mereka, karena mereka hanya
menyatakan: “Kita telah berganti agama.” Dan motif yang mendorong

536 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Khalid bertindak melakukan pembunuhan, karena mereka menghadapi
Khalid dengan membawa persenjataan.

Maka Muhammad memahami duduk persoalannya, Khalid tidak
mengerti betul kata-kata mereka dan salah dalam mengambil tinda-
kan. Sekarang cukuplah Khalid mendapat kecaman dan caci-maki saja
tanpa harus ditindak.

Baru saja Khalid berjumpa dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf, lang-
sung saja ‘Abdurrahman melancarkan kecaman­nya terhadap tindakan
Khalid.

“Engkau pasti ingin menuntut balas kematian ayahmu,” tuduh
‘Abdurrahman.

“Engkau bohong, ‘Abdurrahman,” sanggah Khalid dengan penuh
emosi.

Perseteruan mulut antara Khalid dan ‘Abdurrahman terdengar oleh
Muhammad. Maka Muhammad mengutus seseorang untuk memanggil
Khalid.

“Sabarlah, wahai Khalid. Biarkan saja shahabat-shahabatku menge-
cam dirimu. Demi Allah, andaikata engkau memiliki emas sebesar
gunung Uhud, kemudian engkau mendermakannya di jalan Allah, ke-
berangkatan seseorang dari para shahabatku (selainmu) di pagi hari
maupun di sore harinya di jalan Allah, takkan bisa menyamai pahalamu
itu,” ucap Muhammad.

Akhirnya, Khalid minta maaf, dan tampak sekali gambaran rasa
penyesalan di raut wajahnya. Kesabarannya tidaklah dapat mengung-
guli para shahabat yang lebih dahulu masuk Islam. Tindakannya itu
hanyalah suatu kekeliruan. Selanjutnya, Khalid keluar menemui ‘Ab-
durrahman bin ‘Auf dan menyatakan minta maaf.

Setelah merawat korban yang terluka dari suku yang diserang
Khalid, ‘Ali bin Abi Thalib pulang kembali dengan membawa informasi
tentang rencana masyarakat Thaif yang akan mengadakan penyerbuan
ke Makkah.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 537

Orang-orang Islam sangat terkejut mendengar informasi tersebut,
tapi informasi tersebut benar-benar telah diterima oleh Muhammad.

Thaif adalah sebuah negara besar yang berkembang dan kaya
seperti halnya Makkah. Sebagian saudagar Thaif mengadakan perse-
kutuan dagang dengan saudagar-saudagar Quraisy, sejak munculnya
pasar dagang di Madinah. Para saudagar dari kedua belah pihak bahu-
membahu dalam menandingi pasar Madinah.

Tapi, saat saudagar-saudagar Madinah telah menakluk­kan Makkah
dan pihak Quraisy telah bergabung dengan saudagar-saudagar Madinah;
dan Abu Sufyan selaku pemimpin masyarakat Quraisy telah tunduk juga,
maka timbullah rasa kekhawatiran masyarakat Thaif akan hancurnya
usaha dagang mereka.

Warga Thaif mengumpulkan berbagai suku yang tidak menjalin
persekutuan dengan Muhammad. Dari pertemuan itu dikeluarkan
suatu keputusan akan mengadakan agresi ke Makkah, sebab dengan
jatuhnya Makkah ke tangan mereka, maka posisi saudagar Quraisy dan
saudagar Madinah praktis akan dapat digantikan, sekaligus juga tujuan
masyarakat Thaif, yakni Tuhan Semenanjung Arab, akan menggantikan
Tuhan Muhammad.

Pada suatu sore Fathimah datang menghadap ayahnya. Dia
mendapati ayahnya dalam keadaan susah memikirkan langkah-langkah
yang harus ditempuh dalam menghadapi agresi masyarakat Thaif.
Akhirnya, Muhammad mengambil sikap untuk tidak menunggu serbuan
masyarakat Thaif dan tentara-tentara mereka yang kuat dan besar,
yaitu 20.000 pasukan pilihan yang handal di padang pasir disertai den-
gan budak-budak yang terlatih dan peralatan tempur yang mutakhir
yang mereka peroleh dari sisa-sisa orang Yahudi yang mengembara di
Semenanjung Arab.

Dengan melihat kenyataan itu, maka tak ada pilihan lain bagi Mu-
hammad selain menyerbu terlebih dahulu. Jangan bersikap defensif,
karena akibatnya tentara Thaif akan melakukan agresi terlebih dahulu,
sebab Makkah adalah kota yang berdiri tanpa benteng.

Jika berhasil masuk ke Makkah, maka sudah pasti mereka akan

538 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

menggilas habis segala yang ada di hadapan mereka; dan sudah pasti
mereka akan meruntuhkan tanah peradaban yang disirami lumuran
darah para syuhada.

Kedatangan putrinya kali ini ke rumahnya disambut oleh Muham-
mad dalam keadaan berdiri. Dia mencium putrinya, lalu mempersi-
lakan duduk di sisinya, sebagaimana biasanya. Fathimah berusaha
meringankan beban batin ayahnya. Dia tidak mau ambil peduli pada
persoalan yang melanda para istrinya!

Apa yang dikatakan Fathimah kepada ayahnya? Apa yang sedang
menggejolak dalam pikiran Fathimah saat ini?

Fathimah dilanda kegelisahan. Dia mengira ayahnya sudah tahu
apa yang menjadi pangkal kegelisahannya. Dia memandangi wajah
shahabat-shahabat ayahnya juga yang sedang duduk bersamanya.
Fathimah berkata dengan sorot matanya seandainya ayahnya men-
getahui konteks persoalan yang membuat batinnya menjadi gelisah.
Tapi ternyata orang-orang yang sedang ada di situ tak ada yang men-
getahuinya.

Saat ini tak seorang pun yang mengetahui bahwa suaminya, ‘Ali
bin Abi Thalib, telah tergoda oleh anak gadis Abu Jahal yang cantik
dan kaya-raya. Rupanya ‘Ali bermaksud mengawini gadis itu lantaran
kesehatan Fathimah sedikit terganggu akibat terlalu banyak bekerja
keras dan masih ditambah lagi dengan beberapa hari belakangan ini,
Fathimah tidak punya persediaan makanan.

“Kaummu menduga bahwa engkau tidak akan pernah marah
karena persoalan putrimu. Itu dia si ‘Ali coba-coba berani melamar
anak gadis Abu Jahal,” ungkap Fathimah.

Dialah ‘Ali, sosok yang hidup dalam kesederhanaan dan bersahaja!

Apakah semudah itu ‘Ali memalingkan wajahnya pada kecantikan
gadis Abu Jahal setelah sekian lama Fathimah menjadi pendamping
hidupnya di masa-masa yang penuh kesulitan hidup, memberinya anak-
anak pula, dan air matanya telah tercampur menjadi satu dalam masa-
masa yang penuh dengan kekalahan, lalu hati mereka berdua membangun
harapan masa depan? Semudah itukah ‘Ali memalingkan cintanya pada

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 539

kecantikan anak Abu Jahal setelah ‘Ali memasuki Makkah? Apakah karena
hanya mengharap kekayaan anak gadis Abu Jahal itu, ‘Ali sampai tega
hati melupakan semua kenangan pahit selama hidup bersama Fathimah?

Muhammad mengutus seseorang untuk memanggil ‘Ali yang dari
keningnya menetes keringat karena menahan emosi dan raut mukanya
menggoreskan kemarahan.

‘Ali telah datang.

“Aku telah mengawinkan Abul ‘Ash dengan anak gadisku, Zainab,
lalu dia berkata kepadaku dengan menepati kata-katanya. Dia berjanji
kepadaku, maka dia tepati pula janjinya; demikian pula apa yang telah
dilakukan ‘Utsman. Sedangkan Fathimah adalah sepotong dagingku.
Aku tidak suka ada orang yang menyakiti hati Fathimah. Demi Allah,
tak akan pernah terjadi putri Rasulullah berkumpul dengan putri
musuh Allah di sisi seorang suami. Wahai ‘Ali, apakah keuntunganmu
mengawini putri Abu Jahal?” Muhammad mengawali pembicaraannya.

“Mungkin saja kecantikannya telah membuatmu tergila-gila.
Kekayaannya pula mungkin saja membuatmu mabuk kepayang. Aku
tahu, ini semua yang membuatmu terpikat untuk menikahi putri Abu
Jahal itu atau engkau akan meninggalkan Fathimah, ibu yang telah
menjadi tempat sandaran anak-anakmu?”

‘Ali keluar, lalu dia menggagalkan pinangannya kepada anak gadis
Abu Jahal. Dia kembali lagi untuk minta maaf kepada Fathimah.

Sementara itu, Muhammad terus memikirkan tentang tentara yang
akan melakukan penyerbuan. Muhammad meminta pandangan kepada
semua shahabat-shahabatnya.

‘Ali kembali lagi dengan kepala merunduk karena tak kuasa me-
naggung malu, lalu dia menyatakan kepada orang-orang bahwa dirinya
telah menggagalkan pinangannya kepada anak gadis Abu Jahal itu.

Sudah bukan waktunya untuk membicarakan masalah itu kembali.
Muhammad kini berbicara mengenai kekuatan pasukan yang akan
dikerahkan Tsaqif. Muhammad meminta pendapat ‘Ali, sebagaimana
Muhammad meminta pandang­an kepada shahabat-shahabatnya yang
lain.

540 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

Lama sekali mereka bermusyawarah. Apa yang diinginkan oleh
para pemilik ladang perkebunan anggur di sana? Apa sebenarnya yang
diinginkan oleh para pemilik keledai, pembuat tuak, pedagang budak,
dan pemasok perempuan-perempuan cantik ke rumah-rumah pelacuran
Makkah? Apa yang diinginkan oleh orang-orang yang memperoleh
kekayaan dari peternakan babi dan mem­bungakan uang itu? Mengua-
sai Makkah bukanlah motif utama yang menggerakkan para pemuka
Tsaqif. Motif utamanya adalah menghancurkan Muhammad dan me­
lenyap­kan ajarannya agar kehidupan dan kekayaan tidak diruntuhkan
oleh ajaran-ajaran Muhammad.

Muhammad tidak akan pernah melupakan bagaimana mereka men-
gusir dirinya ketika pergi ke Thaif beberapa tahun yang silam sebelum
hijrah. Mereka telah menyiksa dan menghina dirinya melebihi dari yang
diperbuat masyarakat Quraisy. Mereka melarang orang-orang untuk
memberikan makanan kepada dirinya, bahkan sekalipun itu hanya
berupa seteguk air. Mereka tak memberikan kesempatan sama sekali
kepada dirinya untuk melepas lelah sejenak pun di pagar tembok kota.

Batu dan caci-maki terus memburu dirinya dari berbagai arah,
bahkan dilemparkan oleh orang-orang yang tertindas, yang justru
mereka itulah yang akan dibukakan matanya ke arah jalan pembe-
basan. Orang-orang yang tertindas benar-benar telah jatuh ke dalam
genggaman kekuasaan para bangsawan pemilik perkebunan, perusa-
haan tuak, perempuan-perempuan penghibur, dan peternakan babi.
Akalnya tak mampu lagi berpikir, selain menerima sistem yang telah
ditetapkan oleh para majikan mereka dari generasi ke generasi.

Semua itu berasal dari orang-orang yang tertindas itu. Saat ini
pemimpin Tsaqif berhasil menghimpun 20.000 prajurit yang gagah
berani untuk menyerbu Muhammad dan melenyapkannya dari muka
bumi agar mereka dapat menguasai Makkah dan Madinah. Dengan
demikian, mereka akan menguasai Ka‘bah dan pasar-pasar orang-orang
Islam secara penuh.

Muhammad berpendapat sebaiknya ia dan pasukannya keluar lebih
dahulu sebelum musuh-musuh itu mengepung Makkah, karena tentara-
tentara musuh berhasil meng­himpun sisa-sisa orang-orang Yahudi yang

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 541

telah meniupkan angin kebencian dan kedengkian mereka terhadap
Muhammad, sedangkan orang-orang Quraisy yang bergabung pada
Muhammad hanyalah berjumlah 2.000 orang belaka.

Muhammad meminjam beberapa baju perang dan senjata kepada
pedagang Makkah, kemudian dia menyerah­kan kepemimpinan Makkah
selama kepergiannya kepada seorang pemuda yang tergolong muslim
angkatan lama.

Muhammad memimpin 12.000 tentara, menuju ke lembah Hunain
saat menjelang malam tiba.

Seluruh pasukannya diperintahkan untuk berkemah di lembah
itu, kemudian Muhammad keluar ke sebuah tempat yang lapang, lalu
menunaikan shalat persis di antara kedua kemahnya di mana kemah
yang satunya ditempati istrinya yang bernama Ummu Salamah; dan
kemah yang satunya lagi ditempati istrinya, Zainab binti Jahsy. Sebel-
umnya ia memang pernah bertempur dengan pasukan yang tergabung
dari berbagai suku ketika masih di Madinah, tetapi prajurit-prajurit
tempur yang berhasil dihimpun oleh pembesar Tsaqif, jauh lebih besar
dan lebih tangguh lagi. Mereka saat itu benar-benar terjun ke dalam
sebuah kancah pertempuran yang teramat menentukan.

Di keheningan malam nan sunyi, orang-orang Islam men­dengar
riuh suara orang-orang laki-laki dan perempuan yang sedang berke-
mah. Mereka rupanya pasukan Tsaqif yang sedang berkemah di suatu
lembah yang dekat. Hembusan angin malam yang teramat dingin
menghantark­ an suara laki-laki lanjut usia dari perkemahan musuh
ke telinga orang-orang Islam. Laki-laki lanjut usia itu berkata kepada
orang-orang yang ada di sekitarnya: “Aku tidak suka mendengar len-
guh unta, ringkik keledai, dan tangis anak kecil.”

Laki-laki lanjut usia itu adalah seorang penyair yang bernama Darid
bin Shammah yang sangat berpengalaman sekali dalam hal penyerbuan
dan pertempuran dalam usianya yang keseratus.

Lalu terdengarlah suara yang teramat nyaring dari lembah pasukan
Tsaqif menanggapi ucapan Darid itu: “Aku membawa harta, anak-anak,
dan para istri untuk diletakkan di belakang tentara-tentara kami agar

542 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

mereka bertempur mati-matian untuk mempertaruhkan semua mi-
liknya itu.”

Kini orang-orang Islam mempunyai dugaan kuat bahwa pihak musuh
akan terjun ke kancah pertempuran antara hidup dan mati dari hasil
dialog yang baru saja didengarnya itu.

Ketika fajar mulai menyingsing, Muhammad memer­intahk­ an kepada
seluruh pasukannya agar turun ke lembah yang lapang.

Muhammad menginstruksikan agar pasukannya mencari jalan yang
terbaik sebelum bergerak, sehingga terhindar adanya kemungkinan
pihak musuh yang datang secara mendadak dari tebing-tebing yang
curam.

Pasukan Muhammad seluruhnya berjumlah 12.000 orang. Sepuluh
ribu adalah mereka yang telah berhasil menaklukkan Makkah, sedan-
gkan dua ribu berasal dari warga Makkah.

Orang-orang Islam mulai bergerak maju. Khalid bin Walid berdiri
dengan tegar di posisi depan sebagai komandan pasukan kuda Bani
Sulaim yang telah siaga di atas punggung kuda mereka yang meringik-
ringik dengan penuh kesomb­ ongan atas popularitas dan keberhasilan
mereka dalam memenangkan setiap pertempuran di bawah panji
Muhammad.

Sementara di belakang pasukan Khalid, pasukan lainnya bergerak
juga baris demi baris. Jumlah mereka yang teramat besar membuat
mereka congkak. Memang mereka tumplek di lembah itu, hingga
mereka lupa intstruksi panglima perang agar mencari jalan yang ter-
baik bagi mereka dan jangan bergerak maju terlebih dahulu sebelum
menemukan jalan yang aman dan strategis bagi mereka.

Secara tiba-tiba, tatkala mereka membayang-bayang­kan kebe-
saran pasukan, anak-anak panah melesat berhamburan dari balik
tebing bebukitan yang curam laksana hujan deras. Maka timbullah
kepanikan yang serius. Barulah mereka menyadari bahwa Bani Tsaqif
dan sekutu-sekutunya telah mengepung mereka dari berbagai arah
mata angin.

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 543

Dengan lesetan anak panah itu, kuda-kuda dan unta-unta menjadi
kocar-kocir berhamburan. Pasukan kuda dari Bani Sulaim banyak yang
melarikan diri ke arah mana saja. Cahaya fajar tertutup oleh pasukan
Bani Tsaqif yang turun dari tebing-tebing bukit yang curam mengejar
tentara-tentara Islam yang melarikan diri.

Begitu Muhammad menoleh, tiba-tiba dia sudah tidak melihat
lagi pasukannya yang berjumlah 12.000 orang itu, kecuali beberapa
puluh orang saja dari kalangan orang-orang Islam angkatan pertama
dan keluarganya sendiri di bawah pimpinan Abu Bakar, ‘Umar, ‘Abbas,
dan ‘Utsman bin Zaid. Bani Tsaqif sudah pasti akan menggilas habis
mereka semua.

Muhammad berteriak kepada pasukannya yang sedang berlarian:
“Mau ke mana kalian semua. Kemarilah! Aku adalah Rasulullah. Aku
adalah Muhammad bin ‘Abdullah.”

“Tidak apa-apa. Hanya sekedar unta saling menyerang antara yang
satu dan lainnya, lalu orang-orang berlarian,” jawaban seseorang
sambil berdiri.

Ketika suasana sedang tidak terkendali, seorang laki-laki dari ka-
langan orang-orang Islam sendiri nekad akan membacok Muhammad,
karena ingin membalas dendam atas kematian ayahnya yang mati ter-
bunuh dalam pertempuran Uhud. Tapi dengan cepat dan tepat, ‘Umar
menghabisi laki-laki tersebut sebelum berhasil melukai Muhammad.

Peristiwa penyelewengan yang pernah terjadi dalam perang Uhud
rupanya masih terulang kembali. Akibatnya, orang-orang Islam kalah
dan melarikan diri. Siapakah di antara shahabat-shahabat dekatnya
yang akan menemui nasib sebagaimana yang telah diderita Hamzah?

Ungkapan yang bernada mengumpat dari Abu Sufyan terdengar
nyaring dari kejauhan. Abu Sufyan mengikuti orang-orang Islam yang
melarikan diri.

“Selain lautan tak akan mampu menangkal serangan musuh,” teriak
Abu Sufyan.

Seorang pemuda Quraisy berteriak sambil berlari-lari tertawa-
tawa.

544 MUHAMMAD SANG T E L A D A N

“Kita tidak datang selain hanya ingin mendapatkan perempuan
Thaif yang cantik-cantik,” ucap pemuda itu.

Riuh-gemuruh jerit ketakutan bercampur-aduk dengan gelak-tawa
orang-orang yang mencaci-maki. Sementara itu, Muhammad berteriak
lantang di tengah kerumunan orang-orang, kemudian ia melompat ke
atas punggung keledainya untuk ikut langsung dalam penyerangan
terhadap musuh-musuhnya. Namun ia dicegah oleh ‘Abbas dan keledai
yang ditungganginya ditarik oleh pamannya itu. Namun teriakan ‘Ab-
bas sudah tak ada yang mengubris lagi. Muhammad memerintahkan
‘Abbas agar berteriak kepada orang-orang Anshar. Maka berteriaklah
‘Abbas: “Hai orang-orang Anshar!”

“Baik, kami akan datang. Baik kami akan datang,” terdengar suara
sahutan atas panggilan ‘Abbas.

Dua ribu orang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan memang meme-
luk Islam, tapi motif mereka hanya karena takut atau rakus belaka.
Mereka hari ini memang datang ke medan pertempuran, tetapi bukan
untuk membela Muhammad. Bahkan mereka bermaksud akan membuat
kekalahan di kalangan para pejuang muslim terdahulu.

Pada saat yang sangat menentukan ini, sebagian mereka teringat
kepada kawan-kawan mereka yang terbunuh pada perang Badar. Mer-
eka akan memanfaatkan kesempatan untuk membunuh orang-orang
Islam angkatan pertama yang pernah terlibat perang Badar.

Karena itu, mereka harus diwaspadai.

Dua ribu orang itu harus diawasi dan diwaspadai. Muhammad
senantiasa bertumpu pada kekuatan Muhajirin dan Anshar yang telah
lama menyertai dirinya dalam pertempuran-pertempuran yang berat
sekalipun. Dalam setiap kepergian mereka menyertakan dirinya ke
dalam suatu pertempuran, tak ada lain yang mereka cari selain mati
syahid, bukan tawanan perang yang cantik-cantik dan harta rampasan
yang melimpah.

‘Abbas terus berteriak-teriak memanggil orang-orang Anshar.

Satu demi satu mereka yang melarikan diri kembali lagi, setelah
melihat ‘Abbas dan orang-orang yang menyertainya sedang mengel-

MUHAMMAD SANG T E L A D A N 545


Click to View FlipBook Version