kakinya di dada Abu Jahal, kemudian dia memenggal lehernya, lalu
membawanya menghadap Muhammad.
Ketika Muhammad melihat kepala Abu Jahal, dia mengatakan
kepada ‘Ammar bin Yasir: “Allah telah membunuh orang yang telah
membunuh ibumu.”
Muhammad turun langsung ke bekas medan pertempuran untuk
mengadakan pemantauan. Dia menemukan empat belas orang dari
pasukannya yang gugur sebagai syahid, termasuk di dalamnya saudara
Sa‘ad bin Abi Waqqash dan suami Hafshah binti ‘Umar. Sedangkan
jumlah orang yang terbunuh dari pihak kuffar Quraisy sebanyak tujuh
puluh orang.
Pihak Quraisy yang ditemukan Muhammad dalam keadaan terbunuh
tersebut di antaranya adalah Utbah bin Rabi‘ah, Syaibah bin Rabi‘ah,
Ibnul Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, Zam‘ah bin Aswad, Naufal
bin Khuwailid, Aswad bin Abdul Aswad, pembesar-pembesar Quraisy
yang lain, penunggang-penunggang kudanya, dan jago-jagoannya. Mer-
eka semuanya yang kini telah menjadi bangkai lembah Badar adalah
orang yang pernah menyiksa dan bersikap congkak terhadap dirinya.
Mereka itulah orang-orang yang mendustakannya, mencaci-maki, dan
melakukan tindakan makar kepada dirinya.
Muhammad memerintahkan anggota pasukannya untuk mengubur
semua korban dari pihaknya, tanpa terkecuali, sedangkan mayat-mayat
pembesar Quraisy justru diperintahkan agar dibuang ke dalam sumur
kering, lalu ditimbuni dengan bebatuan.
Pasukan muslim kembali pulang ke Madinah sambil berarak-arakan
membawa kemenangan gemilang. Di samping Muhammad ada beberapa
orang yang ditugaskan mengiring tawanan yang diikat kuat-kuat. Dia
memperhatikan raut muka shahabat-shahabatnya yang berbinar-binar
dengan cahaya kemenangan, kecuali wajah Hudzaifah bin Utbah, si
pembunuh ayahnya sendiri, yang berjalan di samping Hamzah.
“Barangkali saja duka menyelimuti hatimu lantaran kematian
ayahmu?” Muhammad mencoba menanyakan membelah kedukaannya.
296 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
“Batinku sama sekali tak merasa goyah tentang persoalan ayah
ataupun kematiannya, tapi aku mengenal pemikiran, kesabaran, dan
keutamaan yang dimilikinya. Aku sebenarnya sangat berharap dia akan
mendapat petunjuk. Setelah aku melihat kenyataan yang menimpa
ayahku, aku merasa sangat duka sekali,” jawab Hudzaifah lirih.
Iringan-iringan pasukan Muhammad yang membawa kemenangan
terus bergerak menuju Madinah. Muhammad mendengar gelak tawa
dan sorak-sorai orang-orang yang menggiring dan menyeret tawanan-
tawanan di belakangnya. Mush‘ab bin ‘Umar mengatakan kepada be-
berapa orang temannya: “Perkuatlah ikatanmu itu, karena dia memiliki
seorang ibu yang kaya dan banyak perabot-perabot rumah berharga.
Barangkali saja ibunya akan menebusnya.”
Muhammad melihat tawanan-tawanan itu diikat dengan kuat
sekali. Akhirnya, beliau memberikan saran kepada para shahabatnya:
“Hendaklah kalian semua memperlakukan tawanan-tawanan itu dengan
baik.”
Dia memerintahkan kepada dua orang penunggang kuda agar
membawa beberapa tawanan dan memberi minum, supaya tawanan
itu tidak mati dalam kondisi kehausan. Sekilas, dia melihat tawanan-
tawanan itu terdapat suami Zainab, anak perempuannya; dan paman-
nya, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib.
Di suatu dataran tinggi Madinah, beberapa delegasi dari suku-
suku yang mempunyai hubungan baik, datang mengucapkan selamat
atas kemenangan yang diraih Muhammad dengan segenap pasukan-
nya. Salah seorang di antara shahabat-shahabat Muhammad berkata
dengan congkak: “Apa yang mendorong mereka hingga mau datang
kepada kita untuk menyampaikan ucapan selamat, padahal kita tak
menghadapi apa-apa, selain menemui orang-orang tua bangka yang
sudah botak-botak selaksa unta-unta, lalu kita menyembelihnya?”
Mendengar kecongkakan kata-kata shahabatnya, Muhammad
merasa kurang senang seraya mengatakan: “Wahai putra saudaraku,
para tawanan ini adalah para pembesar,” ucap Muhammad.
“Tidaklah pantas menghina kedudukan seseorang karena kalah
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 297
berperang,” lanjutnya.
Sebelum memasuki kota Madinah, Muhammad membagikan
tawanan kepada para shahabatnya. Sekali lagi dia menghimbau agar
memperlakukan tawanan itu dengan baik. Himbauan ini dia katakan
dengan maksud ingin memancing tanggapan dari teman-temannya.
Dia berpikir sejenak, kemudian dia meminta pertimbangan kepada
teman-temannya.
Menurut pendapat ‘Umar, para tawanan itu sebaiknya dibunuh
saja. Alasannya, karena mereka datang dengan sikap menentang dan
bermaksud menyerang orang-orang Islam. Akan tetapi, Abu Bakar
berpendapat sebaliknya bahwa tindakan yang sebaiknya kita berikan
kepada para tawanan itu adalah memberi mereka kesempatan untuk
berpikir, barangkali mereka bersedia mengikuti ajaran baru ini.
Muhammad condong pada pendapat Abu Bakar, karena pengam-
punan adalah kunci untuk membuka pintu yang tertutup rapat.
Akhirnya, dia memutuskan untuk membebaskan para tawanan
dengan syarat ada tebusan yang dikirim dari pihak mereka. Adapun
para tawanan yang menguasai tulis-baca sementara mereka tak mampu
menebus dirinya, maka sebagai gantinya tiap-tiap orang dari mereka
harus mengajarkan tulis-baca kepada 10 anak kaum muslimin.
Seorang tawanan menghadap kepada Muhammad dan menyatakan
bahwa dirinya tergolong orang miskin yang tidak memiliki harta benda.
Ia juga tak memiliki ilmu yang dapat dijadikan tebusan, padahal ia
mempunyai anak-anak perempuan di Makkah yang masih memerlukan
uluran tangannya untuk menjalani kehidupan. Akhirnya, Muhammad
melepaskan tawanan itu agar kembali lagi kepada anak-anak perem-
puannya untuk dibesarkan dengan catatan pada waktu yang lain ia tidak
akan mengadakan penyerbuan lagi.
Pihak Quraisy pun lalu mengirimkan sejumlah uang untuk menebus
para tawanan itu. Menurut informasi yang disampaikan oleh salah
seorang dari para kurir yang ditugaskan kuffar Quraisy untuk menyam-
paikan uang tebusan tersebut, Muhammad mengetahui bahwa pihak
Quraisy tengah mengadakan persiapan penyerbuan lagi. Mereka sedang
298 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mengumpulkan sejumlah pasukan untuk menyerang orang-orang Islam
dengan jumlah yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Sudah banyak tawanan yang dilepaskan Muhammad, tapi yang
kembali ke Makkah sedikit saja. Dia diam sejenak untuk mempertim-
bangkan keputusan yang lebih tepat, jika demikian keadaannya. Dia
keluar menemui shahabat-shahabatnya dan menyatakan kekeliruan
yang telah diperbuatnya ketika menolak saran-saran yang dikemukakan
‘Umar. Semestinya, dia tidak melepaskan tawanan Quraisy yang nanti-
nya akan dimanfaatkan pihak Quraisy untuk melakukan penyerbuan
kembali.
“Tidak selayaknya bagi seorang Nabi mempunyai tawanan, sebelum ia me-
lumpuhkan musuh-musuhnya di muka bumi.” (QS. Al-Anfaal [8]: 67)
Tetapi, bagaimanapun juga dia tidak dapat menerapkan dua aturan
yang berbeda pada para tawanan. Tidak ada pilihan lain, dia harus
menerima tebusan dari tawanan yang masih tersisa.
Muhammad masih tetap tinggal bersama sekutu-sekutunya di
luar kota Madinah, menerima tebusan dari para tawanan yang ditebus
oleh keluarganya. Dari uang tebusan itu, akhirnya terkumpul seban-
yak empat puluh dirham. Bagus! Jumlah ini sangat memadai untuk
persiapan perang, jika pihak Quraisy mencoba akan mengadakan
penyerbuan kembali. Para prajurit perang itu sudah tidak sabar lagi
menunggu pembagian harta rampasan tersebut yang dirasakan proses
distribusinya sangat lambat. Memang, Muhammad memerintahkan
mereka agar mengumpulkan semua hasil rampasan kepada dirinya.
Tapi, kenyataannya harta rampasan perang itu tidak juga dilakukan
sistem pembagiannya.
Mereka saling membicarakan persoalan ini. Masing-masing di an-
tara mereka punya pendapat sendiri-sendiri dalam pembagian harta
rampasan ini, hingga mereka terlibat dalam perselisihan pendapat
yang cukup kritis dan tak lagi memperhatikan etika dalam konflik ini.
Mereka yang telah bertempur melawan musuh, merasa paling
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 299
berhak terhadap rampasan itu, sebab andaikata tanpa mereka, tak
mungkin mendapatkan harta rampasan. Sementara bagi orang-orang
yang mengumpulkan harta rampasan, justru dialah orang yang mengaku
paling berhak memilikinya, tak ada orang lain yang berhak atas harta
rampasan itu.
Sedangkan tentara yang bertugas menjaga kemah Muhammad me-
nolak sikap mereka semua, sebab menurutnya bahwa yang bertugas
menjaga kemah Muhammad bisa saja bertempur sebagaimana halnya
mereka yang bertempur dan bisa saja mengumpulkan harta rampasan.
Tapi, lantaran mereka bertugas menjaga kemah yang jika mereka
meninggalkannya menjadikan stabilitas keamanan dan keselamatan
Muhammad merasa terganggu, maka akhirnya mereka tidak bisa men-
gumpulkan harta rampasan.
Shahabat-shahabat Muhammad hampir saja berkelahi gara-gara
masalah pembagian harta rampasan ini, di mana antara yang satu
dengan yang lain saling menggoblok-goblokkan, hingga shahabat yang
satu akan menggores muka saudaranya sendiri dengan sebilah pedang.
Menyaksikan insiden ini, keluarlah Muhammad menemui mereka
sambil berteriak penuh dengan kemarahan: “Kalian semua adalah
orang-orang yang paling utama daripada orang-orang yang lain. Kare-
nanya, jadikanlah cinta kasih di antara kalian semua sebagai prisip
dalam pengambilan keputusan, bukan kompetitif dalam harta benda.
Jika kalian semua sudah tak lagi menjadikan ketulusan hati sebagai
dasar kehidupan kalian, maka sudah pasti kalian akan dilanda perti-
kaian dan kekacauan hidup terus-menerus.”
Selanjutnya, Muhammad memutuskan pembagian harta rampasan
secara merata di antara orang-orang yang ikut dalam pertempuran.
Semua pihak tunduk patuh pada keputusan ini.
Suara-suara kerakusan akan harta rampasan telah bungkam, tetapi
sebagian masih ada orang yang bermaksud akan minta barang-barang
yang diinginkan kepada Muhammad. Tapi Muhammad tidak mau
menerima permintaan tersebut. Hanya shahabat Arqam yang punya
bagian sebilah pedang yang dirampasnya sendiri dan memang menjadi
300 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dambaannya.
Setelah memasuki Madinah, Muhammad langsung menuju masjid,
menyampaikan orasi dan sekaligus mengumumkan nama-nama bang-
sawan Quraisy yang terbunuh.
Setelah berorasi, Muhammad keluar dari masjid langsung menuju
ke rumah Ruqayyah untuk menjenguknya. Akan tetapi, sebelum ia
sampai ke rumah putrinya, tiba-tiba datang beberapa orang laki-laki
tergopoh-gopoh di mana mereka sebenarnya baru pulang dari upacara
penguburan Ruqayyah.
Setibanya di rumah putrinya, suami Ruqayyah, ‘Utsman langsung
merangkul Muhammad. Dia mengajak ke kuburan istrinya. Muham-
mad menundukkan mukanya sambil menangis sedih di dekat pusara
putrinya. Beberapa temannya yang sedang duduk di dekatnya beru-
saha menghibur hatinya. “Hentikan tangismu! Apakah engkau akan
melakukan perbuatan yang engkau larang kepada kami?” Demikian
cegah salah seorang di antara mereka. Teman-temannya kemudian
menggandengnya, lalu mengajak pulang ke rumahnya. Hatinya galau
di antara kebanggaan memenangkan pertempuran dan luka dalam yang
sangat memilukan lantaran telah kehilangan putrinya. Air matanya
membasahi suara kemenangannya.
Sebelum Muhammad dan teman-temannya melangkahkan kaki ke
jalan menuju rumahnya, seorang laki-laki dari kalangan bangsawan
Yahudi menghadang dengan tatapan mata sinis. Si Yahudi itu ngomel:
“Bangsawan Quraisy memang tak punya keahlian dalam soal peperan-
gan. Andai saja engkau berperang melawan kami, maka sudah tentu
engkau akan tahu, bahwa yang benar-benar jagoan hanyalah dari
kalangan kami.”
Kemenangan Muhammad dalam pertempuran melawan orang-
orang Quraisy, rupanya sangat menyebalkan hati orang Yahudi. Apa
masalahnya dulu, sehingga dia berani menantang Muhammad dan
menentang untuk berperang. Tapi Muhammad tidak mengizinkan sha-
habatnya untuk melakukan disintegrasi di Madinah.
Dia bersikap wajar saja kepada si Yahudi tadi. Dia tak mau men-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 301
gangkat senjata terhadap salah seorang penduduk Madinah. Hari ini
dia sangat mendambakan integrasi daripada waktu-waktu yang telah
berlalu, sebab pihak Quraisy sedang mempersiapkan penyerbuan
kembali untuk menuntut balas kawan-kawan mereka yang tewas di
lembah Badar. Baginya, orang-orang Quraisy tidak boleh memanfaatkan
ketujuh puluh korban yang tewas dalam pertempuran di lembah Badar
itu, hingga mereka dapat menuntut balas kepada orang-orang Islam,
sebab hatinya masih menyimpan duka yang sangat dalam atas kematian
empat belas teman-temannya di pertempuran tersebut.
Selanjutnya, dia masuk rumahnya. Mula-mula dia bertemu den-
gan Saudah yang sedang bertindak kasar kepada seorang tawanan yang
terikat pada sebuah tiang kamar dan membentak-bentaknya, karena
dia tidak berperang hingga mati daripada memilih hidup sebagai
seorang tawanan perang.
Ada apa pula gerangan ini hingga istrinya, Saudah, menyuruh
tawanan itu untuk berperang sampai mati? Muhammad menegurnya
dan kemudian Saudah minta ampun atas kesalahan yang diperbuatnya.
Istimewakah posisi perempuan ini, jika dibandingkan dengan
Khadijah?
Muhammad kemudian meninggalkan Saudah dan pergi berlalu
menuju ‘Aisyah, istrinya yang cantik dan masih muda belia, yang dia
tinggalkan cukup lama.
Tatkala bertemu ‘Aisyah, Muhammad mendapatkan sambutan yang
hangat darinya. ‘Aisyah mampu menghibur duka lara yang dirasakan
Muhammad atas meninggalnya Ruqayyah.
Baru saja dia beristirahat, lalu datanglah utusan dari Makkah yang
membawa tebusan dari putrinya yang bernama Zainab sebagai tebusan
suaminya yang ditawan. Muhammad menerima tebusan itu. Namun
setelah dia membuka tebusan itu, ternyata berisi sebuah perhiasan
milik istrinya yang telah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya,
yaitu Khadijah. Perhiasan tersebut diberikan Khadijah kepada Zainab
pada malam perkawinannya.
302 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Perhiasan milik istrinya itu digenggamnya kuat-kuat. Lama sekali
dia tertegun mengenang istrinya yang telah pergi. Kini buliran setetes
air mata membasahi pipinya.
Di tangannya, dia menggenggam sesuatu yang sangat berharga
milik al-marhumah istrinya yang teramat dicintainya. Dia kini harus
mengumpulkan perhiasan ini pada harta rampasan untuk dijual. Berat
sekali rasanya.
Akhirnya, dia menyuruh seseorang di antara beberapa temannya
untuk minta persetujuan mereka atas keinginannya mengembalikan
perhiasan tersebut kepada putrinya dan melepaskan suaminya yang
telah tertawan.
Semua shahabatnya menyetujui permintaannya itu. Maka dia
mengutus seseorang untuk memberitahukan kepada suami Zainab
tentang pelepasannya sebagai tawanan, dengan satu syarat agar mau
melepaskan Zainab, lalu mengirimkannya ke Madinah.
Suami Zainab sangat mencintai Zainab. Ketika kaumnya menyuruh
menceraikan istrinya dan mereka akan mengawinkannya dengan gadis
yang jauh lebih cantik, suami Zainab mengatakan: “Di kalangan suku
Quraisy tak ada gadis-gadis yang dapat menyaingi posisi istriku.”
Tapi akhirnya, syarat pelepasan Zainab untuk dikembalikan kepada
ayahnya itu, ia terima.
Suami Zainab bisa terbebas dari status tawanan dan kembali lagi
ke Makkah, tak lain adalah berkat perhiasan istrinya itu.
Setelah sampai di Makkah, suami Zainab berusaha untuk men-
girimkan Zainab kepada ayahnya, tapi orang-orang Quraisy justru
mencegahnya. Orang-orang Quraisy khawatir, Muhammad menyangka
mereka sudah tak punya keberanian lagi, setelah mereka mengalami
kekalahan perang di lembah Badar. Mereka meminta kepada suami
Zainab agar menangguhkan pengiriman itu untuk beberapa hari. Suami
Zainab tidak mau menerima permintaan mereka. Ia tetap mengirimkan
Zainab kepada ayahnya dengan menunggang untanya. Beberapa orang
Quraisy tetap berusaha mencegatn ya. Mereka melompat ke atas unta,
lalu mereka menjatuhkan perempuan bertubuh kecil yang sedang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 303
duduk di atas punggung unta itu. Perempuan yang sedang hamil itu
pun terjatuh. Kontan saja, ia mengalami nasib keguguran kandungan
akibat ulah mereka.
Muhammad meminta kepada para shahabatnya agar memberikan
tawanan yang bernama ‘Abbas, pamannya, kepada dirinya, jika mer-
eka tak keberatan. Akhirnya, mereka mau melepaskan ‘Abbas tanpa
tebusan. ‘Abbas adalah orang yang melindungi Muhammad ketika
berada di Makkah. Secara diam-diam, dia terus mengirimkan seba-
gian hartanya dan menyampaikan semua gelagat orang-orang Quraisy
kepada Muhammad.
‘Abbas kembali lagi ke tengah-tengah masyarakat Quraisy, agar
dapat mengirimkan informasi-informasi persiapan penyerbuan yang
akan dilancarkan oleh pihak Quraisy.
Pemerintah Makkah melarang siapa pun untuk menangisi korban-
korban pertempuran di lembah Badar itu, hingga pemerintah Makkah
dapat menuntut balas dengan kepala Muhammad dan Hamzah. Bani
Umayyah akan mengeluarkan seluruh harta kekayaannya untuk
mendapatkan penggalan kepala Muhammad atau Hamzah.
Semua orang yang menanam modal dalam rombongan dagang yang
dipimpin Abu Sufyan menyerahkan sebagian hartanya untuk persiapan
penyerbuan ke Madinah. Kini mereka semua menghimpun sekutunya
dari berbagai suku dan mengerahkan semua penyairnya untuk melawan
pasukan Muhammad.
Muhammad memerintahkan kepada seorang penyair bernama Has-
san untuk melantunkan bait-bait puisinya yang mengerahkan segenap
kemampuannya mengagungkan kemenangan orang-orang Islam dalam
pertempuran di lembah Badar dan menyatakan ultimatum kepada
orang-orang Quraisy dengan semua sekutunya agar tidak melakukan
agresi kembali yang akan menyebabkan mata pedang orang-orang Islam
akan memancing mereka di padang pasir sebagai makanan burung liar
yang ganas; dan agar kemenangan ini bergema di setiap penjuru.
g
Abu Sufyan menolak untuk menebus anaknya yang tertawan. Dia
304 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
menyatakan dengan sesumbar akan membebaskan dengan mata ped-
angnya. Istrinya yang bernama Hindun juga menyatakan sesumbarnya
bahwa ia tidak akan memakai parfum dan tak akan berdekatan den-
gan suaminya sebelum dapat menuntut balas atas kematian ayahnya,
Utbah; saudaranya, Walid; pamannya, Syaibah; dan bangsawan-bang-
sawan Quraisy lainnya yang telah menjadi korban lembah Badar.
Tidak itu saja yang dilakukan Hindun, tetapi ia juga menghimbau
kepada para istri agar tidak mau digauli oleh suami mereka, terkecu-
ali telah membalas api dendam teman-temannya yang terbunuh. Ia
berkeliling menemui budak-budak yang berkulit hitam seraya berjanji
akan memerdekakannya secara gratis dan akan memberikan hadiah
yang diinginkan, bahkan tubuhnya sendiri sekalipun. Semua janji itu
akan diberikan dengan catatan dapat memenggal batang leher Hamzah,
lalu ia membawa sekeping hati Hamzah untuk dikunyah-kunyah dengan
gigi-giginya.
Mendengar semua usaha yang dilakukan Hindun binti Utbah itu,
Hamzah tidak menanggapi secara serius, bahkan dia hanya tersenyum
mencibir. Hassan bin Tsabit mendengar juga tentang himbauan Hindun
untuk membunuh Muhammad dan Hamzah dan juga mendengar tentang
kepergiannya berkeliling menemui para perempuan Quraisy dan budak-
budak kulit hitam. Maka Hassan menggubah syairnya dan mencela
Hindun serta merendahkan tingkah lakunya. Dalam bait-bait syairnya,
Hassan mengejek pula Hindun yang melancarkan rayuan gombalnya
kepada kaum lelaki untuk sekedar kepentingan mendapatkan kepala
Hamzah. Semua perbuatan Hindun dicerca dengan kata-kata yang
sangat kasar oleh Hassan.
Para pedagang Quraisy mengutus beberapa kurir rahasia untuk
menemui para pedagang Yahudi di Madinah agar mereka dapat mem-
bantu pihak Quraisy untuk mendapatkan Muhammad. Jika mampu,
hendaknya mereka memenggal kepala Muhammad atau kepala Hamzah
yang telah melakukan kekejaman kepada para pendekar Quraisy. Na-
mun jika semuanya tidak bisa mereka lakukan, maka yang penting bagi
mereka mau memberikan peluang memasuki Madinah, ketika pasukan
kuda Quraisy datang melakukan aksi agresinya.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 305
Semua tipu daya keinginan untuk membalas dendam yang menim-
bulkan sikap emosional yang gila-gilaan dan sangat buas ini, terjadi
tidak lama berselang setelah kemenangan Muhammad dalam per-
tempuran di lembah Badar. Adapun Muhammad sendiri pada waktu
itu, masih baru mengatasi masalah-masalah yang berkenaan dengan
kepentingan masyarakatnya dan mengobati luka-luka korban dari
pihaknya. Kini untuk menyongsong datangnya pertempuran kedua
kalinya yang akan menambah jumlah daftar korban yang berpredikat
syuhada, Muhammad harus mempersiapkan dirinya kembali.
Muhammad mengenang kembali siksa dan derita yang pernah me-
nimpa ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Umar bin Khaththab, Ubaidah bin Jarrab,
Bilal, dan Ammar bin Yasir, dan juga cobaan yang menimpa Hamzah.
R
306 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Antara mata pedang
dan kelicikan
Ab d u l l a h b i n U b a y m e n y e b a r k a n g o s i p k e p a d a
beberapa orang yang tidak ikut pergi ke medan
pertempuran Badar, bahwa Muhammad tidak mau memberi
barang-barang rampasan itu kepada mereka, sebab harta rampasan
itu akan dibagi-bagikan oleh Muhammad hanya kepada orang-orang yang
dicintainya. Salah satu buktinya, ‘Abdullah bin Ubay menunjuk kepada
‘Utsman. Menurutnya, ‘Utsman tidak ikut serta dalam pertempuran
seperti mereka, tapi kenyataannya Muhammad memberi bagian barang-
barang rampasan itu kepadanya. Bukankah semua ini suatu prioritas,
lantaran ‘Utsman itu menantunya?
Beberapa orang Islam memberikan peringatan kepada ‘Abdullah
Bin Ubay agar menghentikan ulahnya yang dapat menimbulkan gejolak
di antara sesama muslim.
Muhammad sama sekali tidak memberikan hak previlage dan
prioritas kepada siapa pun. Dia hanya memenuhi janjinya, sebab se-
benarnya ‘Utsman bersikeras untuk ikut serta ke medan pertempuran,
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 307
tetapi Muhammad memerintahkan agar ia tetap tinggal di rumah saja
untuk merawat Ruqayyah, istrinya yang sedang sakit. Muhammad telah
menjanjikan kepadanya, bahwa meskipun dia tidak ikut serta dalam
pertempuran, dia akan mendapat pahala juga sebagaimana pahalanya
orang-orang yang ikut bersamanya ke lembah Badar.
Namun, kendati ‘Utsman telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk
merawat Ruqayyah dengan baik, tapi ternyata pada akhirnya nyawa
Ruqayyah tidak tertolong juga. Muhammad sampai terluka hatinya.
Sangatlah tidak pantas rasanya jika sampai menambah kepedihan hat-
inya lagi dengan persoalan-persoalan ‘Utsman, suami Ruqayyah, sebab
‘Utsman termasuk nominasi pengusaha kaya yang luas bidang usahanya
dan sudah tidak membutuhkan lagi harta rampasan, walaupun ia tidak
memperoleh bagian dari harta itu.
‘Abdullah bin Ubay mencari isu-isu yang lain. Dia sekarang meng-
hasut beberapa orang agar menuntut pembagian uang tebusan yang
diberikan oleh orang-orang Quraisy. Sekali lagi, ‘Abdullah bin Ubay
diberi peringatan agar tidak mengungkit-ngungkit masalah tersebut,
karena mereka telah menyetujui penyisaan sebagian besar hasil te-
busan tersebut untuk kepentingan pertahanan Madinah, bila sewaktu-
waktu pihak Quraisy bermaksud akan menuntut balas atas kekalahan
mereka.
‘Abdullah bin Ubay senantiasa tidak segan-segan menyebarkan
gosip. Di kalangan rakyat Madinah ia semakin gencar menebar fitnah,
bahwa Muhammad memerintahkan kepada mereka agar berpaling dari
gemerlapnya harta kekayaan, namun sebenarnya harta kekayaan itu
dia pergunakan untuk makan-makan dan minum-minum yang enak-
enak serta melengkapi aksesoris-aksesoris rumahnya. Muhammad
menginginkan agar dirinya seperti kaisar Persia yang memiliki aksesoris
rumah yang mewah dan lengkap.
Inilah taktik lain yang diekspos ‘Abdullah bin Ubay dalam rangka
merongrong Muhammad yang kian mantap setelah memenangkan per-
tempuran. Dan, hal itu berarti impian-impian ‘Abdullah untuk merebut
mahkota Madinah menjadi semakin tertutup jalan. Gosip demi gosip
terus ditebarkan. Sementara itu, ‘Abdullah diam-diam mendatangi
308 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
seorang perempuan dari kalangan Anshar dan menyuruhnya agar
memberi permadani yang mahal harganya kepada ‘Aisyah, istri muda
Muhammad yang cantik. Menurutnya, dengan pemberian permadani
ini, bagi ‘Aisyah yang kondisi usianya masih muda, sudah tentu harta
kekayaan menjadi impian yang selalu didambakannya.
Mendengar berita tentang hal itu, Muhammad segera pulang ke
rumahnya. Di rumahnya, dia melihat istrinya, ‘Aisyah, sedang berbar-
ing diliputi rasa gembira di atas permadani baru yang empuk tersebut.
Kelembutan permadani itu semakin memanjakan tubuhnya.
“Aisyah, dari mana permadani ini?” tanya Muhammad dengan nada
marah.
“Seorang perempuan dari kalangan Anshar telah datang ke sini.
Ketika dia melihat tikarmu, ia lalu mengutus seseorang kepadaku
untuk menyampaikan permadani ini,” jawab ‘Aisyah lirih. Spontan
Muhammad menyuruh ‘Aisyah agar mengembalikan permadani itu
kepada perempuan yang telah memberinya, kemudian Muhammad
tidur terlentang di atas sehelai tikar kasar seperti biasanya sebelum
ini.
‘Umar bin Khaththab datang ke rumah Muhammad untuk mem-
buktikan kebenaran gosip yang tersebar di kalangan beberapa orang
penduduk Madinah, bahwa Muhammad telah membelanjakan hasil
tebusan itu untuk membeli aksesoris-aksesoris rumah yang mahal-
mahal harganya.
Ternyata apa yang dilihat ‘Umar tetap tak berubah keadaannya
seperti biasanya. ‘Umar sempat membayangkan aksesoris mewah
dan makanan enak-enak di rumah Muhammad. Namun kenyataannya,
hamparan sehelai tikar kasar masih saja ditiduri olehnya.
Mendadak air mata keharuan pun menetes tak dapat dibendung
dari kedua belah mata ‘Umar.
“‘Umar, apa yang menyebabkan engkau menangis?” tanya Muham-
mad.
“Bagaimana aku tidak meneteskan air mata bila aku melihat bekas-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 309
bekas tikar itu melekat pada belikatmu. Hanya inilah kekayaanmu yang
aku tahu, sedangkan Kaisar Romawi dan Persia hidup dalam gelimangan
harta benda,” jawab ‘Umar.
Muhammad mencoba menghibur ‘Umar dan memberik an suatu pe-
lajaran bahwa nilai seseorang tidaklah ditentukan oleh harta kekayaan
yang dimilikinya, tapi tergantung pada kemampuannya untuk menye-
barkan kebahagiaan kepada orang lain. Kebajikan akan membuat ses-
eorang menjadi kekal; dan sikap konsisten seseorang dalam melakukan
kebajikan akan membuahkan hasil kebaikan selama-lamanya.
Saat ini yang terpenting adalah mencurahkan perhatian kepada
penyelesaian masalah-masalah yang timbul setelah pertempuran.
Tentang aksi gosip yang dilancarkan orang-orang yang berhati hipokrit,
jangan sampai merusak perhatian menyongsong era yang akan datang.
Pada suatu hari ‘Umar menghadap Muhammad menyampaikan
persoalan para janda yang ditinggal mati suaminya saat pertempuran
Badar. Muhammad merasa dirinya orang yang paling bertanggung jawab
atas nasib para janda itu. Dia harus berupaya untuk menyembuhkan
semua luka-luka ini. Maka para janda istri almarhum suami mereka
yang tewas dalam pertempuran itu pun akan mendapat santunan
kesejahteraan hidup dari bagian harta rampasan suami mereka, se-
dangkan bagi mereka yang masih tergolong janda kembang, maka dia
bertanggung jawab mencarikan ganti suaminya. Hal ini dimaksudkan
untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan.
‘Umar mengutarakan kesedihan yang menyesakkan dadanya ke-
pada Muhammad bahwa seorang putrinya yang bernama Hafshah telah
menjadi janda dalam usia yang masih muda belia, karena suaminya
gugur dalam pertempuran di lembah Badar. ‘Umar telah menawarkan
kepada ‘Utsman, tapi ‘Utsman mengatakan bahwa dirinya tak punya
inisiatif untuk menikah lagi. Selanjutnya, ia menawarkan putrinya lagi
kepada Abu Bakar. Ternyata Abu Bakar pun tak memberi tanggapan,
bahkan diam saja.
Menyaksikan kegelisahan ‘Umar, Muhammad tersenyum. Ia me-
minta kepada ‘Umar agar tidak tersinggung. Dia bermaksud akan
310 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
menjodohkan Hafshah dengan laki-laki yang jauh lebih baik daripada
‘Utsman, sebagaimana ‘Utsman menikahi seorang perempuan yang
jauh lebih baik daripada Hafshah.
Akhirnya, Muhammad memutuskan bahwasanya dia sendirilah
yang akan meminang Hafshah. Demikianlah, maka dengan luapan rasa
kegembiraan yang tiada tara lantaran putrinya dipinang Muhammad,
akhirnya ‘Umar melakukan berbagai persiapan perkawinan Hafshah.
Di suatu jalan ‘Umar berpapasan dengan Abu Bakar, lalu ia meng
informasikan kepada Abu Bakar mengenai rencana pinangan Muhammad
kepada putrinya yang telah berstatus janda.
“Memang Rasulullah sudah pernah membicarakan hal itu kepadaku.
Karena itu, aku tak ingin membuka rahasianya. Andai saja beliau tidak
meminang Hafshah, sudah tentu akulah laki-laki yang akan menika-
hinya,” aku Abu Bakar.
‘Umar merias Hafshah, kemudian membawanya ke rumah Muham-
mad. Dia terus menganjurkan kepada teman-temannya yang mampu
hendaknya mengawini janda-janda para syuhada, dengan suatu hara-
pan akan dapat menggantikan posisi suami-suami mereka yang telah
meninggal dunia.
Muhammad membagi giliran malamnya di antara ke tiga istrinya
yang bernama Saudah, ‘Aisyah, dan Hafshah. Akan tetapi, ketika pagi
menjelang, ketiga istrinya dia kumpulkan di rumah salah seorang
istrinya yang mendapat giliran pada malam harinya untuk memberi-
kan nasihat kepada mereka, sedangkan sore harinya, Muhammad me-
manfaatkan waktunya untuk berbincang-bincang dengan mereka dan
menceritakan apa saja yang ditemui dalam perjalanan. Cerita-cerita
dan pepatah-pepatah dia ungkapkan semuanya.
Semenjak Hafshah menjadi istri Muhammad, ‘Umar sering mengun-
jungi rumah Muhammad. ‘Umar sering kali melihat orang-orang keluar
masuk dari rumah Muhammad siang dan malam tanpa meminta izin
terlebih dahulu. Bahkan tidak jarang pula dia melihat orang-orang yang
masuk ke kamar tidur Muhammad dan berbincang-bincang dengan para
istrinya. Terkadang, salah seorang istrinya hanya mengenakan gaun
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 311
yang rasa-rasanya tidak layak untuk menyambut kehadiran laki-laki
bukan mahramnya.
Melihat fenomena ini, ‘Umar merasakan keberatan. Bahkan ia
hampir saja menyuruh putrinya, Hafshah, agar mengenakan gaun yang
dapat menutupi sekujur tubuhnya. Tapi dia mengurungkan niat baiknya
dan lebih memilih mengkonsultasikan keinginannya tersebut kepada
Muhammad saja.
“Wahai Rasulullah, banyak kaum laki-laki yang menjumpai istri-
istrimu di rumahmu, tanpa diketahui identitasnya apakah dia laki-laki
baik atau laki-laki nakal. Alangkah baiknya andaikata engkau memerin
tahkan kepada istri-istrimu untuk menggunakan gaun yang menutupi
seluruh tubuh mereka,” tutur ‘Umar.
Tapi pada waktu itu Muhammad sedang memfokuskan perhatian-
nya pada persoalan orang-orang kafir Quraisy dan masa depan Madinah
pasca kemenangannya pada perang Badar. Dia sudah percaya penuh
kepada istri-istrinya dan percaya juga kepada orang-orang yang masuk
ke rumahnya. Lantas mengapa ‘Umar menaruh rasa curiga? Bukankah
lebih urgen baginya untuk turut memikirkan bersama Muhammad n
masalah-masalah yang berkenaan dengan orang-orang kafir Quraisy?
Belum pernah orang-orang Quraisy merasakan kekalahan telak
sebagaimana kekalahan yang telah diderita dalam perang Badar. Abu
Bakar, shahabat Muhammad yang memiliki pengetahuan luas tentang
peradaban, menegaskan bahwasanya dalam sejarah perjalanan Se-
menanjung Arabia, belum pernah ditemui adanya bencana seperti saat
ini. Bahkan pertempuran-pertempuran yang terjadi antar suku yang
terus berlangsung selama bertahun-tahun, belum pernah terjadi hebat
yang menelan korban sampai mencapai jumlah tujuh puluh orang dan
tujuh puluh tawanan.
Surat-surat rahasia yang datangnya dari ‘Abbas bin ‘Abdul Muth-
thalib menyampaikan informasi penting tentang persiapan-persiapan
yang dilakukan pemerintah Quraisy untuk mengadakan penyerbuan
kembali. Ambisius pemerintah Quraisy untuk memperoleh kepala
Muhammad dan kepala Hamzah semakin menjadi-jadi. Para saudagar
312 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Quraisy berupaya menjalin kerja sama dengan kelompok Yahudi dan
suku-suku yang bertempat tinggal di kemah-kemah luar Madinah.
Sejak kekalahan pertempuran di lembah Badar, orang-orang Quraisy
mengubah jalur perjalanannya ke Syam melalui sepanjang jalan Irak
dengan meminta perlindungan kepada suku Bani Sulaim. Akan tetapi,
orang-orang Quraisy juga mencari jalan untuk menjalin kerja sama
dengan suku-suku yang bertebaran di sekitar Madinah. Ternyata apa
yang mereka lakukan cukup berhasil. Akhirnya, rombongan-rombongan
dagang Quraisy kembali lagi pada rute yang biasa dilalui sebelumnya.
Orang-orang Quraisy mempunyai sekutu yang tinggal di jantung
kota Madinah. Mereka itu adalah kelompok Yahudi Bani Qainuqa’ yang
menguasai daerah Hijaz Utara. Para saudagar di kalangan mereka
memonopoli komoditas yang meliputi beberapa sektor yang mem-
berikan profit besar bagi mereka. Mayoritas dari saudagar kaya yang
memiliki bank-bank perkreditan memberikan kredit dengan sistem
renten. Selain mereka, tak ada peluang untuk memasuki pasar-pasar
tersebut. Kontak dagang yang diadakan dengan orang-orang Quraisy
dilaksanakan dengan berbagai sistem saling berbagi keuntungan.
Akan tetapi, kekalahan telak yang menimpa pemerintah Quraisy
dalam perang di lembah Badar, berdampak negatif bagi peluang-
peluang binis Bani Qainuqa’ di pasar-pasar kawasan Hijaz Utara. Di
kalangan orang-orang Islam banyak juga yang menjadi saudagar besar
yang terus menjepit mereka dari kota Madinah. Dan siapa tahu para
saudagar besar muslim itu akan mengadakan ekspansi bisnis ke pasar-
pasar kawasan utara juga.
Di kawasan Hijaz Utara terdapat kepentingan bisnis bersama Qa-
inuqa’ dan pemerintah Quraisy. Semenjak kemenangan gemilang yang
pernah diraih oleh orang-orang Islam di lembah Badar, kepentingan
mereka mulai terancam kehancuran. Akan tetapi, meskipun demikian
adanya, Bani Qainuqa’ tidak menunjukkan sikap permusuhan-per-
musuhan secara deklaratif, karena terikat dalam pakta persekutuan
dengan pihak Muhammad, walaupun pada akhirnya mereka menjadi
sekutu ‘Abdullah bin Ubay dan sekutunya yang memiliki posisi yang
kuat di tengah-tengah golongan Anshar. Tapi, ‘Abdullah bin Ubay tetap
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 313
menampakkan sikap bersahabat terhadap kelompok muslim, meski
dalam hati kecilnya berkata lain. Sementara Yahudi Bani Qainuqa’ tidak
menunjukkan sikap secara terang-terangan untuk merusak pakta yang
tertuang dalam piagam itu, sebab mereka merasa justru di Madinah
sendiri ancaman itu bersarang. Kemungkinan ini sangat besar sekali
adanya, akhirnya Muhammad akan terkepung dan ditaklukkan.
Sumber bahaya laten itu adalah kelompok Bani Sulaim, sebab
mereka mempunyai jalinan persahabatan yang sangat dekat dengan
orang-orang Quraisy. Mereka itulah yang memberikan kemudahan
bagi rute perjalanan orang-orang Quraisy dan menjadi sekutu Quraisy
secara deklaratif, karena mereka merasa bangga dengan wibawa dan
popularitas mereka sebagai kelompok penjaga perang.
Mereka menempati daerah pegunungan yang agak jauh dari Ma-
dinah yang sekaligus menjadi benteng pertahanan dari musuh-musuh
mereka. Jika Muhammad tidak mengambil sikap yang tegas terhadap
mereka, maka sudah dapat dipastikan akan ada suku-suku Arab lain
yang berani bergabung dalam barisan Quraisy. Dan yang pasti, semua
suku Arab menyangka, Muhammad tidak mau mengambil sikap tegas
terhadap Bani Sulaim lantaran takut kepada jagoan pasukan kuda Bani
Sulaim yang gagah berani dan perkasa.
Muhammad mengutus kepada Bani Sulaim agar mereka tidak mem-
bantu semua orang Quraisy yang ingin melakukan agresi kepada dirinya.
Tapi Bani Sulaim meremehkannya. Bahkan justru mereka menunjukkan
sikapnya secara terang-terangan dalam menjalin hubungan dengan
pihak Quraisy. Mereka mengerahkan kekuatan pasukan kuda untuk
menjaga stabilitas keamanan rombongan-rombongan dagang Quraisy.
Sementara loyalitas sikap orang-orang Quraisy semakin nampak pada
mereka lantaran mereka memperoleh bantuan perbekalan berupa
keuangan dan senjata secukupnya.
Muhammad mengumpulkan kembali tentara-tentara yang masih
belum sempat melepas kelelahan sepulangnya dari pertempuran
Badar, namun semangat kemenangan membakar keberanian mereka.
Muhammad menjadi komandan lagi bagi pasukannya menuju kawasan
pemukiman Bani Sulaim.
314 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Ketika Muhammad bersama seluruh pasukannya mendekati
perkampungan Bani Sulaim, suku tersebut mempunyai dugaan kuat
bahwa insiden tragis yang pernah menimpa orang-orang Quraisy di
lembah Badar akan menimpa juga pada suku mereka. Maka sesepuh
Bani Sulaim menyarankan kepada pasukan penunggang kudanya agar
menghindari pertempuran. Akan tetapi, Muhammad dengan seluruh
pasukannya terus bergerak maju secara defensif. Karena itu, warga
Bani Sulaim meninggalkan rumah-rumah dan barang-barang mereka
tanpa terkecuali, baik laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-
anak sekalipun, semuanya melarikan diri. Muhammad dengan seluruh
tentaranya memasuki perkampungan Bani Sulaim tanpa mendapat
perlawanan dari mereka. Akhirnya, Muhammad kembali dalam keadaan
selamat dengan membawa harta rampasan yang melimpah-ruah.
Adapun di antara harta rampasannya itu terdapat sebanyak lima
ratus ekor unta. Ini merupakan kekayaan seluruhnya. Suku-suku yang
bertempat tinggal di sekitar Madinah setelah kemenangan kilat yang
luar biasa dan tanpa perlawanan ini merasa bersalah. Karena itu,
banyak suku yang memutuskan hubungan dengan orang-orang Quraisy.
Mereka takut akan dibabat habis-habisan oleh Muhammad dengan cara
seperti ini. Sementara suku lain, semuanya tidak ada yang menunjuk-
kan sikap keberaniannya untuk membela Bani Sulaim.
Muhammad kini kembali ke rumahnya. Pasca kemenangan yang
diraih di lembah Bani Sulaim, Muhammad kembali menghabiskan hari-
hari indahnya bersama semua istrinya dengan cara mengajarkan hukum
yang mengatur tata hubungan kaum pria dengan kaum perempuan.
Dia meminta kepada semua istrinya agar mengajarkan tata pergaulan
antara laki-laki dan perempuan yang baru saja diterimanya, kepada
perempuan-perempuan muslimah yang lain. Selanjutnya, dia melanjut-
kan perbincangannya pada malam hari sambil menceritakan berbagai
tantangan yang dihadapi dalam setiap perjalanan dan peperangannya.
Diceritakan, kadang-kadang dia harus menempel sendiri sepatunya
yang copot; kadang-kadang pula, baju-bajunya yang sobek harus ia
tambal sendiri.
Tetapi, kini Muhammad mempunyai persoalan pelik yang meng-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 315
ganggu ketenteraman rumah tangganya, gara-gara anak angkatnya,
Zaid bin Haritsah, yang mengadukan kepadanya tentang perilaku
istrinya yang bernama Zainab binti Jahsy. Zainab binti Jahsy adalah
seorang perempuan muda belia yang teramat cantik. Dia mempunyai
sikap yang agak sok, karena dia anak perempuan bibi Muhammad yang
dijodohkan dengan Zaid bin Haritsah. Dia tidak menyukai suaminya,
karena Zaid hanyalah seorang budak Khadijah yang dimerdekakan,
lalu dipungut sebagai anak angkat. Bagaimana mungkin Zainab binti
Jahsy ‘binti ‘Abdul Muththalib yang berasal dari keturunan Muhammad
akan menyukai Zaid, seorang budak hitam yang dimerdekakan, lalu
dipungut sebagai anak angkat?
“Aku merasa tidak pantas menjadi istrinya. Bahkan aku anak
bibimu,” demikian ucap Zainab kepada Muhammad suatu ketika yang
menyatakan ketidaksukaannya kepada Zaid.
Muhammad tidak senang dengan sikap Zainab yang membangga-
banggakan kerabatnya. Muhammad memaksa Zainab agar mau mener-
ima Zaid sebagai suaminya. Tapi begitulah, Zainab tidak mendapat
kebahagiaan hidup bersama Zaid karena dirinya selalu merasa sebagai
majikannya.
Memang, Zainab termasuk perempuan keturunan Bani Hasyim
yang tercantik dan muda belia. Semestinya Zainab dijodohkan dengan
seorang pemuda Muhajirin atau Anshar yang status sosialnya setara
dengan dirinya.
Melihat sikap hipokrit Zainab, Zaid merasa kesal kepadanya. Namun
setiap kali ia mengadukan perihal Zainab kepada Muhammad, maka
jawaban yang selalu didapat dari Muhammad adalah jawaban yang
sama: “Kamu harus mempertahankan istrimu.” Namun akhirnya, Zaid
tidak mampu lagi mempertahankan jalinan mahligai rumah tangga
dengan Zainab, istrinya. Rumah Muhammad yang menjadi tempat ting-
gal mereka berdua, sering kali diributkan oleh pertengkaran mereka.
Karena itu, sepulangnya dari penyerbuan Bani Sulaim, Muhammad
berusaha untuk mendamaikan mereka berdua, tapi langkah damai yang
diusahakannya gagal, sehingga perceraian pun tak bisa dielakkan lagi.
316 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Pasca perceraian itulah, akhirnya Zainab dipersunting oleh Muhammad
sendiri.
Keputusan Muhammad untuk mempersunting Zainab dijadikan
kesempatan oleh ‘Abdullah bin Ubay untuk menyebarkan isu, bahwa
Muhammad tergila-gila pada kecantikan Zainab; dan tidak layak bag-
inya memperistri bekas istri anak angkatnya, sebab status anak angkat
sama dengan anak kandung. Hampir seluruh shahabat Muhammad
merasa keberatan akan keputusan pernikahan ini.
Namun Muhammad menyanggah opini publik bahwa status anak
angkat tidak sama dengan anak kandung. Dia memutuskan akan men-
gawini Zainab agar mereka tahu bahwa hal itu bukanlah perkara ter-
larang dan agar tidak ada rasa enggan di kalangan orang-orang Islam
untuk menikahi anak-anak angkat mereka. Muhammad sama sekali
tidak membutuhkan kecantikan Zainab, sebab di sisinya telah ada
dua istri yang kecantikannya tidak dapat dikalahkan oleh kecantikan
Zainab, yaitu istri yang bernama ‘Aisyah dan Hafshah.
Muhammad menyelenggarakan malam resepsi perkawinan yang di-
hadiri oleh beberapa orang temannya dan sejumlah orang dari kalangan
Muhajirin dan Anshar. Resepsi tersebut dihadiri juga oleh ketiga istrin-
ya: Saudah, ‘Aisyah, Hafshah, dan istri barunya, Zainab. Muhammad
duduk bersama keempat istrinya menyelenggarakan jamuan malam
kepada orang-orang yang hadir. Jamuan itu di hidangkan di atas satu
wadah, sehingga semua tangan undangan terarah pada wadah itu.
Tanpa sengaja, ‘Umar yang menjulurkan tangannya pada wadah
makanan itu membentur tangan ‘Aisyah. Wajah ‘Aisyah pun merah
padam karena malu dan merasa tersinggung. ‘Umar sebenarnya juga
sangat malu. Karena itu, dengan berat hati, ‘Umar meminta maaf:
“Andaikata Muhammad menerima sarannya dahulu yang berkenaan
dengan kalian semua, sudah tentu tak akan ada sepasang mata pun
yang dapat melihat kalian.”
‘Umar mendesak Muhammad sekali lagi agar memerintahkan
istri-istrinya supaya mengenakan cadar. Saat ini ketiga istrinya masih
muda-muda dan cantik-cantik: ‘Aisyah, Hafshah, dan Zainab.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 317
Tidak lama berselang, Muhammad menyatakan kepada orang-orang
untuk tidak memasuki rumah orang lain, sebelum memperoleh izin
dari penghuninya. Demikian juga diperintahkan agar para istri tidak
memperlihatkan perhiasannya kepada laki-laki yang tidak memiliki
pertalian mahram, selain yang tampak saja. Selanjutnya, secara
khusus, Muhammad memerintahkan para istrinya untuk mengenakan
cadar, karena mereka bukan perempuan biasa.
Mengapa mereka tidak diperlakukan sama dengan perempuan-
perempuan yang lain? Mengapa pula mereka harus mengenakan cadar?
Hal ini dikarenakan Muhammad tidak ingin terjebak dalam persoa-
lan-persoalan gosip privasi. Dia harus menekankan kepada istri-istrinya
agar berpaling dari kesenangan hidup duniawi dan melempar jauh dari
fantasi kekayaan.
Muhammad meletakkan prinsip-prinsip aturan bagi hubungan kaum
laki-laki muslim dan kaum perempun muslimah. Dia mengancam akan
menjatuhkan pidana yang berat bagi siapa saja yang melanggar prinsip
tersebut.
Setelah menyelesaikan kasus-kasus di atas, sekarang Muhammad
memfokuskan perhatiannya pada persoalan kelompok Yahudi Bani Qa-
inuqa’. Surat-surat rahasia mereka kepada pihak Quraisy menyatakan
bahwa ancaman serbuan mereka yang sudah lama menunggu kesem-
patan.
Taktik yang mereka jalankan bukan hanya itu saja. Mereka juga
mengundang prajurit-prajurit perang Badar yang berwatak cekatan
untuk bersenang-senang dan minum-minum di beberapa rumah yang
mereka sediakan untuk berfoya-foya. Mereka menyediakan pula gadis-
gadis penyanyi Yahudi dan tuak-tuak mewah yang diproduksi oleh Bani
Qainuqa’ yang terkenal lezat.
Suatu ketika ‘Ali bin Abi Thalib pernah melewati salah satu warung
minuman dengan membawa dua ekor unta yang diperoleh dari harta
rampasan perang Badar. Dia tinggalkan kedua ekor untanya di ruang
minum itu, ternyata kedua ekor untanya telah disembelih oleh ses-
eorang. Dia menanyakan kepada orang-orang, siapa yang telah berani
318 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
melakukan ini? Seseorang memberi tahu bahwa pelaku pencurian itu
adalah para pembeli minuman yang sedang menikmati minumannya
dan berfoya-foya di warung itu.
‘Ali segera mengadukan hal itu kepada Muhammad. Tak lama kemu-
dian, Muhammad bersama ‘Ali tiba di warung itu. Beliau meminta izin
masuk; dan mereka yang sedang ada di warung itu mempersilakannya.
Setelah Muhammad masuk, ternyata mereka semuanya sedang dalam
keadaan mabuk. Tiba-tiba Muhammad mendengar omelan Hamzah yang
sedang mabuk juga: “Muhammad, bukankah kalian hanya budak-budak
kulit hitam?” Maka dengan rasa belas kasihan, Muhammad mundur.
Beberapa hari kemudian, seseorang berkeliling Madinah menyam-
paikan pengumuman kepada orang-orang yang masih belum menge-
tahui larangan minum tuak bahwa jenis minuman tersebut haram
hukumnya.
Bagi peminum-peminum tuak akan dijatuhi pidana, siapa pun
orangnya. Bahkan termasuk juga bagi semua orang yang ikut dalam
pertempuran Badar sekalipun.
Dengan adanya larangan tersebut, Bani Qainuqa’ marah sekali.
Mereka menganggap semua keputusan ini sebagai suatu tindakan
sabotase kepada mereka sebagai penghasil tuak terbesar di Madinah.
Jangan hidup bersama Muhammad lagi! Muhammad harus dilenyapkan
di muka bumi.
Untuk kesekian kalinya, mereka mengirim utusan lagi dan mendo-
rong orang-orang Quraisy agar mereka mengadakan agresi ke Madinah.
Mereka menyatakan akan membukakan pintu lebar-lebar bagi orang-
orang Quraisy.
Betapapun situasi sudah sangat kritis, namun Muhammad tidak dapat
menghadapi mereka dengan cara-cara anarkhis, karena mereka masih
menampakkan sikap kepatuhan kepada pakta persekutuan. Di samp-
ing itu, seandainya Muhammad menyatakan secara deklaratif kepada
mereka tentang surat-surat rahasia yang dikirim kepada orang-orang
Quraisy, maka sudah pasti peranan pamannya, ‘Abbas bin ‘Abdul Muth-
thalib, yang kini tinggal di Makkah akan terbeber ke depan publik.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 319
Muhammad mengambil keputusan untuk mengajak mereka agar
menganut ajaran yang dibawanya dan memberikan peringatan kepada
mereka agar jangan sampai bersikap seperti orang-orang Quraisy. Akan
tetapi, mereka menolak Muhammad seraya berkata dengan penuh
bangga: “Apakah engkau memandang kami seperti halnya masya
rakatmu? Kemenangan yang engkau raih di perang Badar usahlah kau-
banggakan, karena orang-orang yang engkau temui itu memang bukan
orang-orang yang ahli berperang, sedangkan pihak kami, demi Allah
jika engkau memeranginya, barulah engkau nanti akan mengetahui
siapa kami sebenarnya.”
Hinaan dan gertakan yang bertubi-tubi kepada Muhammad tidaklah
mempengaruhi luapan emosinya. Beberapa orang shahabatnya ber-
pendapat bahwa sebaiknya ia memutuskan kontak saja dengan Yahudi
dan mengeluarkan larangan kepada orang-orang Islam agar tidak men-
jalin interaksi sosial dengan mereka. Tapi gagasan itu ditolak olehnya.
Bujukan demi bujukan untuk memutuskan kontak dengan mereka,
tidak jua berhasil, sebab Muhammad sedang mengkonsentrasikan per-
hatiannya pada persiapan konfrontasi melawan orang-orang Quraisy.
Hanya saja dia tak mau keluar dari Madinah sebelum situasi di belakang
dalam keadaan stabil.
Muhammad melakukan pendekatan lagi kepada Bani Qainuqa’
dengan pola persuasif, menghimbau mereka untuk menjalin hubungan
yang tulus, sebab tak ada alasan yang dapat menghalangi mereka untuk
bersikap tulus dalam bersahabat. Tapi, pemuka-pemuka Bani Qainuqa’
merasa kurang suka atas kompetisi dagang yang dilancarkan pihak
Muhajirin; dan tata aturan baru yang mengatur sistem perdagangan
mereka diterimanya dengan berat hati.
Faktor-faktor inilah yang menjadi alasan bagi mereka untuk
melakukan trik-trik politik dan menunggu agresi orang-orang Quraisy
yang akan meluluhkan Muhammad bersama para shahabat dan ajaran-
nya. Mereka siap membuka pintu peluang bagi orang-orang Quraisy
secara totalitas.
Di tengah situasi yang tidak stabil dan penuh dengan intrik-intrik
ini, seorang perempuan muslimah yang berasal dari suatu dusun datang
320 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
ke pasar Bani Qainuqa’ dengan mengenakan cadar yang menutupi raut
wajahnya, sebagaimana yang telah diperintahkan dalam ajaran Islam.
Perempuan itu bermaksud untuk menjual barang-barangnya, kemudian
dia melangkahkan kakinya menuju seorang tukang emas untuk membeli
perhiasan. Beberapa pemuda Yahudi mendekati perempuan itu. Rupa-
nya, keindahan dan kecantikan wajah yang tersimpan di balik cadar
tersebut sangat menggoda mereka. Mereka menggoda perempuan itu
sambil mengejek cadar yang menutupi kecantikan raut wajahnya dan
memperolok-olok ajaran Islam yang mengharuskan pemeluknya me-
makai cadar penutup kecantikan seperti ini hingga pandangan mata
tidak bisa menikmatinya.
Perempuan itu marah sekali terhadap ulah mereka, terutama
ejekan-ejekan mereka terhadap Islam. Beberapa orang laki-laki muslim
berusaha mencegah tindakan pelecehan pemuda-pemuda Yahudi itu
terhadap perempuan-perempuan tersebut dan ejekan-ejekan mereka
terhadap Islam, tapi pemuda-pemuda Yahudi sama sekali tidak meng-
gubrisnya. Bahkan mereka secara brutal bermaksud membuka cadar
perempuan itu. Beberapa pria muslim bermaksud menyingkirkan
perempuan itu dari kerumunan para pemuda Yahudi tersebut. Ketika
itulah, tukang emas yang juga berasal dari kalangan Yahudi mengikat
ujung baju perempuan itu ke punggungnya, sedangkan si perempuan
tadi tak menyadari sama sekali ulahnya. Bahkan ujung bajunya yang
lain dipaku dengan memakai paku kecil ke tempat duduk si perempuan
itu.
Setelah si perempuan muslimah tadi selesai menjual perhiasannya,
kemudian dia berdiri untuk beranjak pergi, maka tersingkaplah pung-
gungnya, kemudian ia terantuk hingga terjungkal jatuh ke tanah den-
gan baju tersingkap, bahkan ada bagian bajunya yang sobek, sehingga
bagian kulit tubuhnya kelihatan. Pemuda-pemuda itu mendekatinya
sambil tertawa cekakakan, sedangkan perempuan itu menjerit dalam
ketakutan.
Melihat peristiwa tersebut, beberapa orang laki-laki muslim ber-
hamburan untuk membela perempuan itu. Salah seorang di antara
mereka ada yang menghajar tukang emas dan terjadilah pertarungan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 321
di antara keduanya. Namun ketika laki-laki muslim itu berhasil mem-
bunuhnya, beberapa orang Yahudi mengeroyoknya secara bergerombol
hingga laki-laki muslim itu terbunuh.
Insiden pengeroyokan itu mengawali terbukanya suatu konflik
baru. Orang-orang Yahudi yang tinggal di perk ampungan tukang emas
tersebut semuanya berlindung di benteng-benteng mereka. Mereka
menyatakan bahwa pakta yang tertuang dalam piagam Madinah itu
tidak berlaku lagi. Mereka mengobarkan api peperangan dan menunggu
bantuan dari Yahudi Bani Quraizhah dan Bani Nadhir.
Akhirnya, Muhammad menginstruksikan kepada beberapa orang
tentaranya dari kalangan Anshar untuk melakukan pengepungan ke-
pada warga Bani Qainuqa’. Akan tetapi, ‘Abdullah bin Ubay menemui
beberapa tokoh suku Khazraj, mengingatkan kembali ikatan perseku-
tuan mereka yang dahulu dengan Bani Qainuqa’ sebelum kedatangan
Muhammad. Sebagian orang-orang Khazraj menolak sikap ‘Abdullah
bin Ubay. Bahkan kemudian mereka mengadukan hal itu kepada Mu-
hammad.
Mereka minta persetujuan Muhammad untuk memenggal leher
‘Abdullah bin Ubay, sebab sikap dan pendirian ‘Abdullah hanyalah
menjadi virus penyakit yang mengeruhkan situasi. Bahkan hampir men-
imbulkan malapetaka di dalam tubuh orang Islam sendiri. Akan tetapi,
Muhammad menolak. Dia lebih cenderung menghindari pertumpahan
darah di Madinah. Bahkan beberapa orang laki-laki dari suku Aus akan
membunuh ‘Abdullah bin Ubay dengan cara meminta lisensi terlebih
dahulu.
Tapi Muhammad merasa khawatir jika lisensi itu diberikan, justru
hanya akan menimbulkan krisis baru di antara suku Aus dan Khazraj.
Oleh karena itu, dia menginstruksikan kepada orang-orang Anshar
agar membiarkan ‘Abdullah bin Ubay, karena dia sendiri yang akan
menyelesaikan kasus ini.
‘Abdullah bin Ubay takluk tidak berdaya.
Untuk sementara waktu ‘Abdullah bin Ubay harus menahan kesaba-
322 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
rannya, sebab dia menyadari sepenuhnya tidak akan dapat memancing
timbulnya konflik seperti yang dia kehendaki dan tidak dapat mem-
bantu Bani Qainuqa’. Sementara itu pengepungan terhadap tukang
emas yang dilakukan oleh pihak orang-orang Islam kian diperketat.
Warga Bani Qainuqa’ yang bersembunyi di balik benteng-benteng tidak
mendapat bantuan dari siapa pun.
Bani Quraizhah dan Bani Nadhir mengutus seseorang kepada Mu-
hammad untuk menyampaikan suatu penegasan bahwa mereka masih
berpegang teguh pada prinsip piagam persekutuan dan sama sekali
tidak punya urusan dengan Bani Qainuqa’ yang harus menanggung
resiko sendiri atas tindakan yang mereka lakukan.
Setelah lima belas hari aksi blokade berlangsung, Yahudi Bani Qa-
inuqa’ akhirnya menyerah dengan tanpa syarat dan menyerahkan per-
soalan mereka kepada Muhammad untuk mendapat tindakan menurut
keputusan Muhammad. ‘Abdullah bin Ubay mengingatkan bahwasanya
menurut ketentuan yang tertuang dalam piagam persekutuan di antara
mereka dengan Muhammad, setiap pihak yang melanggar perjanjian
tersebut, harus dijatuhi hukuman pidana mati.
‘Abdullah bin Ubay pun menunggu keputusan pidana mati dari
Muhammad yang akan dijatuhkan kepada seluruh warga Qainuqa’,
tapi ternyata Muhammad belum juga mengambil keputusan.
Sebagian besar shahabat-shahabat Muhammad mengajukan
pendapat agar Muhammad menjatuhkan pidana kepada mereka semua.
Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk realisasi dari ketentuan yang
tertuang dalam piagam tersebut. Namun Muhammad tetap menolak
gagasan tersebut.
‘Abdullah bin Ubay datang menghadap Muhammad: “Muhammad,
hendaknya engkau berbuat baik kepada teman-temanku,” pinta Ubay,
sementara Muhammad tidak menanggapi.
“Tinggalkan aku,” harap Muhammad.
Akan tetapi, ‘Abdullah bin Ubay memasukkan tangannya ke dalam
saku baju Muhammad sambil berkata: “Demi Allah, aku tidak akan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 323
meninggalkanmu, hingga engkau berbuat baik kepada teman-temanku.
Mereka semuanya berjumlah empat ratus orang dengan mengenakan
pakaian warna mewah, dan tiga ratus orang yang tidak menggunakan
pakaian pelindung. Mereka menghalangiku untuk memperoleh orang
yang berkulit hitam dan yang berkulit merah, sedangkan engkau dapat
memanen mereka dalam satu pagi saja. Demi Allah, aku tidak akan
pernah merasa aman terhadap nasib mereka.”
“Mereka semua buat kamu,” ucap Muhammad.
Muhammad memerintahkan agar mereka semua keluar dari bumi
Madinah, karena Madinah bukan milik mereka. Mereka hanya pen-
datang yang dulu masuk dengan cara anarkhis, kemudian bermukim
dan menguasai perdagangan, lalu mereka membangun perkampungan
emas.
Setelah itu Muhammad menunjuk pemuka Anshar sebagai komandan
satu pasukan yang bertugas untuk mengawasi keberangkatan orang-
orang Yahudi, agar mereka tidak melakukan aksi destruktif pada saat
mereka keluar dari Madinah.
Orang-orang Yahudi yang terusir menelusuri padang pasir berhari-
hari, hingga akhirnya mereka sampai di Yordania selatan, kemudian
tinggal di sana. Tak seorang pun di antara mereka yang terbunuh.
Orang-orang Islam tidak hanya merampas rumah-rumah dan senjata-
senjata, tetapi beraneka ragam aksesoris interior rumah tangga yang
mereka tinggalkan, juga menjadi sasaran empuk rampasannya.
g
Kelelahan yang dirasakan umat Islam belum juga usai. Namun
secara tiba-tiba terdengar informasi bahwa sebagian sekutu-sekutu
Quraisy bermaksud akan mengadakan agresi. Karena itu, dengan serta-
merta berangkatlah Muhammad dengan membawa pasukan tentara
untuk menghadapi pasukan dari suku Tsa‘labah dan Ghathafan. Pada
saat itu pasukan Islam mengejar-ngejar mereka, sehingga pasukan
Tsa‘labah dan Ghathafan tak dapat berkutik lagi dalam kondisi keka-
lahan.
324 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Mengetahui hal ini, pihak Quraisy merasa sudah pupus harapan
untuk dapat memukul Muhammad. Selanjutnya, untuk membangkitkan
kepercayaan diri orang-orang Quraisy yang sudah hampir pupus ini,
alternatif satu-satunya yang harus mereka lakukan adalah mengadakan
agresi kilat yang mematikan. Semua tawanan perang Badar yang telah
dibebaskan harus ditekan untuk melakukan agresi ke Madinah kali ini.
Pada waktu itu pula Hindun binti Utbah telah menemukan seseorang
yang menyatakan kesanggupannya untuk memenggal batang leher
Hamzah. Dia seorang budak yang sangat ahli dalam lempar lembing.
Budak ini adalah seseorang yang saudaranya pernah mati terbunuh
di tangan Hamzah dalam pertempuran di lembah Badar. Kepadanya
Hindun menjanjikan akan memberi imbalan yang berlimpah-ruah.
Demikian pula apa yang dijanjikan oleh teman-temannya. Mereka
berjanji akan memerdekakannya, jika saja ia sukses menebas batang
leher Hamzah saja.
Dalam agresi kali ini, pihak Quraisy mengerahkan sebanyak tiga
ribu personel yang terdiri dari budak-budak kulit hitam yang menjadi
polisi dan tentara Makkah, di bawah komando pimpinan pasukan kuda
dan jagoan-jagoan Makkah dari suku Tihamah dan Kinanah.
Seluruh anggota pasukan berangkat dengan menunggang kuda dan
unta yang terlatih dilengkapi dengan pakaian tempur, sedangkan para
perempuan Makkah dan budak-budak perempuan yang cantik-cantik
mengiringi mereka di baris belakang. Semuanya mengenakan perhiasan
yang indah-indah, di bawah komando Hindun binti Utbah yang berjalan
di tengah gadis-gadis penabuh rebana yang harum semerbak oleh aroma
wewangian. Gadis-gadis itu mendendangkan lagu heroik perang yang
mengobarkan semangat tempur para tentara. Mereka bersumpah, jika
para tentaranya tidak berhasil menumpas Muhammad dengan semua
pasukannya serta pulang dengan tidak menjinjing kepala Hamzah,
maka mereka tak akan pernah memperbolehkan tentara-tentaranya
mendekat untuk menikmati kecantikan mereka.
Dalam hati setiap tentara, api dendam atau rasa ingin pamer
kekuatan di hadapan gadis-gadis Quraisy dan budak-budak perem-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 325
puannya yang memikat hati, terus berkobar-kobar.
Di bawah komando Abu Sufyan dengan kekuatan dua sayap pasukan
berkuda yang dikawal Khalid bin Walid dan ‘Ikrimah bin Abu Jahal,
gemerincing suara genderang yang bertalu-talu dan teriakan para
perempuan-perempuan yang semerbak dengan aroma wewangian,
kian membakar api semangat pertempuran tentara-tentara yang be-
lum ada tandingannya sebelum itu. Iring-iringan pasukan yang diliputi
semangat menggelora untuk menuntut balas dendam terus bergerak
maju diiringi hiruk-pikuknya teriakan para perempuan yang berbaur
dengan suara ringkik kuda dan teriakan para tentara. Pasukan tersebut
bergerak menuju ke dataran tinggi Madinah, yaitu Gunung Uhud.
Sementara itu Muhammad menerima sepucuk surat rahasia dari
pamannya, ‘Abbas, yang isinya menggambarkan secara detail seluruh
kekuatan pasukan Quraisy tersebut. Jika demikian pasukan Quraisy itu
bergerak, maka berarti tempat pertempuran saat ini adalah di Gunung
Uhud. Apakah tetap di Uhud?
R
326 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
17
Darah membanjiri lembah Uhud, se-
buah pelajaran
S ebanyak tiga ribu prajurit Quraisy, sekutu-sekutu,
dan budak-budaknya bergerak bagai angin puyuh
yang siap menerjang dan mengerikan, diliputi api dendam
yang menyala-nyala dan impian-impian kemenangan. Mereka terus
bergerak maju.
Mereka siap menggedor rumah-rumah Madinah yang menjadi tempat
tinggal perempuan-perempuan, anak-anak, dan orang-orang lanjut
usia. Mereka siap meruntuhkan aqidah yang telah mengobarkan ke-
beranian setiap laki-laki dan membentuk menjadi manusia baru. Kini
mereka masih beristirahat di lembah Uhud, dekat Madinah.
Orang-orang Islam berkumpul di masjid mengadakan musyawarah. Mu-
hammad menceritakan secara detail kepada mereka tentang kekuatan
tentara Quraisy saat ini dan meminta saran-saran dari mereka.
Sebelum sebagian dari mereka ada yang angkat bicara mengajukan
gagasannya, Muhammad mengawali pemb icaraan terlebih dahulu:
“Bagaimana menurut pendapat kalian semua, jika kalian tetap tinggal
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 327
di Madinah, maka kondisi ini memancing mereka untuk turun. Seba-
liknya, jika mereka tetap tinggal di atas sana, maka itu berarti mereka
menempati posisi yang berbahaya. Jika mereka menyerang kita, maka
kita akan menghadapi mereka di Madinah.”
Muhammad menunggu tanggapan peserta musyawarah, sedangkan
orang-orang yang kembali dari Badar dengan membawa kemenangan
yang gemilang pada waktu yang telah lalu, senantiasa membanggakan
diri mereka dengan penuh kesombongan.
Para pemuda saling berbisik-bisik sambil mengelus-elus mata pandang
mereka. Sementara itu pula dari kejauhan terdengar terompet dan
ringik-ringik kuda menyalakan semangat tempur. Jantung mereka
berdetak keras tergugah oleh suara rebana yang bertalu-talu. Dalam
benak mereka hanya terlintas impian-impian tentang harta rampasan
dan tawanan.
Orang-orang Quraisy telah datang dengan membawa perempuan dan
budak yang cantik, baju perang yang sangat mahal, pedang, kuda,
unta, dan seluruh harta kekayaan mereka. Semua itu akan diperoleh
secara halal setelah berhasil memenangkan pertempuran. Tak ada
alasan lagi bagi Muhammad untuk tidak memberikan peluang serupa
bagi tentara-tentara yang tidak memperoleh bagian harta rampasan
dan kehormatan pada waktu pertempuran Badar.
“Rasulullah, hadapi saja musuh kita; jangan sampai kita bersikap
pengecut,” salah seorang berkata dengan penuh ambisius.
Sementara itu para sesepuh kaum Anshar sendiri merasa tidak tertarik
sama sekali dengan usul pemuda tersebut, karena mereka mengetahui
secara persis kondisi kota dan lebih layak mengikuti saja hasil voting
musyawarah. Pemuda-pemuda dari kalangan Anshar maupun Muhajirin
yang belum pernah terjun ke kancah pertempuran merasa terpukau
atas kemenangan tiga ratus pasukan muslim dalam menghadapi seribu
personel pasukan Quraisy di lembah Badar. Mestinya para pemuda itu
tahu bahwa orang-orang Quraisy tidak datang sendirian. Pihak Quraisy
datang dengan mengerahkan sekutu-sekutu dan tentara-tentaranya
yang telah dipersiapkan selama satu tahun sebelumnya.
328 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Semestinya para pemuda itu memahami bahwa keberanian dalam
pertempuran bukanlah menyerang musuh semata, tetapi keberanian
itu merupakan langkah yang dapat mengantarkan pada kemenangan.
Sementara dari kalangan generasi tua memberikan pendapat seraya
berkata: “Rasulullah, tetaplah tinggal di Madinah. Jangan pergi meng-
hadapi musuh. Jika kepergian menghadapi musuh tetap kita paksakan,
maka itu berarti pihak musuh sudah menang. Sebaliknya, andaikata
musuh datang menyerbu kita, kita yang pasti menang. Biarkan saja
mereka di sana. Jika mereka tetap bertahan tinggal di sana, itu be-
rarti mereka tinggal dalam posisi tertawan yang merugikan mereka
sendiri. Jika mereka menyerbu kemari, maka kita lawan saja mereka.
Sementara itu para perempuan dan anak-anak diperintahkan untuk
melempari mereka dari atas. Jika mereka kembali, maka mereka akan
pulang dengan membawa kekalahan yang sangat mengecewakan.”
Inilah pendapat yang diharapkan Muhammad agar dapat diterima oleh
peserta musyawarah. Akan tetapi, mengapa ‘Abdullah bin Ubay mendu-
kung pendapat pemuda tadi dan mereka setujui, padahal ia tak pernah
menyimpan maksud apa-apa, selain hanya ingin Muhammad terjatuh.
Sebagian orang-orang Islam merasa khawatir untuk tetap tinggal di
Madinah. Mereka khawatir akan terjadi pengkhianatan pada saat-saat
berkecamuknya pertempuran, karena di Madinah terdapat musuh-
musuh dalam selimut yang selalu menyimpan sikap permusuhan dan
melakukan kelicikan-kelicikan.
Jalannya rapat yang berkepanjangan itu, akhirnya terpaksa diskors-
ing terlebih dahulu, karena suara adzan Bilal sudah berkumandang.
Setelah semuanya selesai menunaikan shalat Jum‘at, skorsing rapat
dicabut dan agenda selanjutnya dibahas kembali.
Muhammad tidak berhasil menggolkan pendapat kalangan generasi tua
yang menyatakan sebaiknya tetap bertahan tinggal di Madinah. Per-
timbangan penolakan peserta rapat adalah kekhawatiran akan adanya
pengkhianatan secara tiba-tiba, sedangkan pertimbangan yang lain
adalah kemenangan yang dulu dan kekhawatiran adanya dugaan semen-
tara pihak bahwa mereka bertahan di Madinah karena pengecut dan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 329
berharap akan mendapatkan harta rampasan lagi dari pihak Quraisy.
Pertimbangan inilah yang menguatkan pendirian peserta rapat untuk
keluar dari Madinah menghadapi pasukan Quraisy di lembah Uhud.
Karena mayoritas peserta rapat yang mampu mem anggul senjata
menolak pendapat tersebut dan bersikukuh untuk keluar menghadapi
musuh, maka Muhammad mengambil keputusan dengan cara aklamasi.
Voting adalah cara yang paling efektif dan efesien untuk menyelesaikan
jalannya prosesi rapat ini. Akhirnya, diambillah satu keputusan: me-
nyambut musuh di medan Uhud....
Muhammad kini harus menerima suara yang terbanyak dari dua kubu
antara yang pro dan yang kontra. Akhirnya, setelah rapat ditutup,
Muhammad memasuki rumahnya untuk mengenakan baju perangnya.
Ketika Muhammad pergi ke medan laga, mereka saling memaki. Se-
bagian dari mereka mengucapkan kata-kata kasar kepada Muhammad
dan memaksakan kehendak mereka. Muhammad kembali lagi men-
emui mereka setelah mengenakan baju perangnya. Di antara mereka
berkata kepada Muhammad: “Kembalilah engkau ke sana, karena hal
itu bukan yang kita kehendaki. Jika engkau mau, duduklah. Semoga
rahmat diberikan kepadamu oleh Allah.”
Tapi Muhammad telah siap untuk berperang dan persoalannya sudah
tuntas. Tidak layak bagi dirinya untuk kembali lagi, setelah menyatakan
siap tempur dengan tegas.
Kelompok minoritas yang mendukung pendapat agar tetap bertahan
di Madinah berjanji akan mendukung kelompok mayoritas. Selama
keputusan rapat tersebut dinyatakan tetap berlaku, maka semua pihak
harus menghormati dan siap menjalankan keputusan untuk keluar ke
lembah Uhud.
Muhammad menginstruksikan kepada semua orang Islam agar bersiap-
siap. Mereka berangkat hari ini ke lembah Uhud untuk memulai per-
tempuran esok hari. Orang-orang Islam pulang ke rumah masing-masing
untuk mengambil senjata dan pakaian perang yang diperoleh dari hasil
rampasan perang Badar dan Bani Qainuqa’.
Muhammad mengirim himbaun kepada sekutu-sekutunya dari Yahudi
330 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Bani Quraizhah dan Bani Nadhir agar ikut serta pergi ke medan per-
tempuran untuk mempertahankan Madinah, sebab menurut ketentuan
yang tertuang dalam piagam perjanjian, mereka diharuskan ikut serta
dalam mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Namun masih
ada sebagian dari mereka yang komplain mengajukan keberatannya
dengan alasan, piagam tersebut tidak berlaku jika peperangan terjadi
di luar Madinah.
Sementara yang lainnya dari kelompok Yahudi Bani Quraizhah dan
Bani Nadhir menyatakan: “Piagam perjanjian tersebut mengharuskan
kita untuk mempertahankan Madinah dengan cara apa pun, tanpa
menentukan secara rinci mengenai batas dan cara mempertahankan-
nya. Muhammad akan memulai pertempuran besok pada hari Sabtu,
padahal pada hari tersebut kita dilarang bekerja dan senjata tidak
boleh diangkat.”
Mendengar perkataan orang-orang tersebut, salah seorang tokoh mer-
eka marah sekali, kemudian memaki-maki mereka dan menyatakan
akan bergabung ke dalam barisan pasukan Muhammad. Andai saja
nanti dia sampai terbunuh di dalam pertempuran, maka dia yang akan
menyerahkan harta kekayaan kepada Muhammad agar dipergunakan
sesuai dengan keperluan. Laki-laki itu langsung menghunus pedang
dan baju perang sambil menatap tajam kepada orang-orang yang ada
di sekelilingnya.
“Hari Sabtu berlaku juga buat kalian semua,” ucap laki-laki tersebut
dengan nada mengejek.
Muhammad mengumpulkan sekitar seribu orang-orang laki-laki dari
kalangan Muhajirin dan Anshar, beberapa ekor kuda dan unta. Beberapa
orang perempuan ikut serta juga berjalan di belakang tentara-tentara
dengan membawa perbekalan makanan dan minuman.
Muhammad membagi tentaranya ke dalam tiga regu. Salah satu regu
berada di bawah komando ‘Ali bin Abu Thalib. Sewaktu ketiga regu
itu sudah sampai di daerah pertengahan antara Madinah dan lembah
Uhud, ‘Abdullah bin Ubay mengadakan pembicaraan dengan anggota
regu tersebut. Jumlah mereka berkisar tiga ratus personil. Mayori-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 331
tas di antara mereka berasal dari kalangan suku Khazraj. Sepanjang
perjalanan, mereka saling berbisik-bisik dan bertanya-tanya: “Men-
gapa Muhammad tidak mengambil keputusan menurut pendapat dia
sendiri? Mengapa dia mau mengikuti pendapat pemuda-pemuda yang
pemberani itu?”
“Muhammad mengikuti pendapat pemuda itu; dan sengaja menentang
pendapatku,” ucap ‘Abdullah bin Ubay.
‘Abdullah bin Ubay orang yang sangat ahli membuat argumentasi dan
sangat ulung mempengaruhi orang lain. ‘Abdullah tiada henti-hentinya
berbicara dengan mereka tentang keputusan Muhammad yang telah
menjerumuskan pada ketidak-jelasan nasib yang penuh spekulasi
dan khayalan-khayalan para pemuda yang tidak ahli dalam strategi
pertempuran. “Demi Allah, kita tidak tahu untuk apa kita berperang
di sini?” teriak ‘Abdullah kepada orang-orang membelah keheningan.
Selanjutnya, dia menarik tali kekang kudanya dan kembali lagi ke
Madinah yang diikuti oleh tiga ratus orang prajurit handal. Beberapa
orang temannya memanggil mereka dari kejauhan: “Janganlah kalian
meninggalkan kami!”
Tapi ‘Abdullah bin Ubay terus berpaling dari mereka dengan menyung-
ging senyuman licik yang dingin: “Andaikata kami tahu kalian akan
berperang, sudah tentu kami tidak akan pernah mau menyerahkan
diri kepada kalian.”
Betapapun demikian, Muhammad tetap maju terus bersama sisa-sisa
pasukannya sebanyak tujuh ratus orang. Muhammad menghimbau
kepada mereka agar bersabar dan jangan terpengaruh tindakan pro-
vokasi ‘Abdullah.
Setibanya di lembah Uhud, ternyata mereka melihat tentara Quraisy
telah memadati sebagian besar lembah. Di belakang mereka, terben-
tang padang pasir yang luas dan jalan ke Makkah yang aman.
Pasukan Quraisy berkekuatan tiga ribu personel yang terdiri dari budak-
budak kulit hitam yang ahli dalam lempar lembing. Pemuka-pemuka
Quraisy dan pasukan-pasukan penunggang kudanya lengkap dengan
seluruh perbekalannya.
332 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Pada waktu itu orang-orang Islam sangat membutuhkan kuda, tapi
‘Abdullah bin Ubay telah menggiring sebagian besar kuda milik orang-
orang Islam untuk dibawa pulang sebagai aksi kelicikannya.
Namun apa pun yang terjadi, mereka harus terus maju dengan
hanya berbekal optimisme dan rasa percaya diri untuk menghadapi
kekuatan pasukan lawan yang lebih unggul persenjataannya.
Sementara itu, pasukan tempur yang mengidealisasikan posisi
terhormat telah siap-siaga di sana. Seorang perempuan bangsawan,
Hindun binti Utbah, kini menerobos barisan dengan mengenakan per-
hiasan yang mencolok mata. Di sekitar beberapa orang perempuan dari
kalangan elit Quraisy dan budak-budak perempuan yang cantik-cantik
dan wewangian yang harum semerbak, dia senantiasa mengobarkan
semangat juang tentara-tentara sambil memegang tulang-belulang
kerangka mayat dengan cara dimain-mainkan.
Tulang-tulang siapakah ini? Bagaimana mungkin jari-jemari yang
lentik ini menggenggam tulang mayat? Muhammad! Ternyata tulang-
belulang itu merupakan kerangka mayat ibumu. Jari-jemari yang lentik
itu telah menggali kuburan ibumu yang telah berbaring selama lima
puluh tahun, pada saat pasukan Quraisy berjalan menuju ke lembah
Uhud. Semua ini menunjukkan kepada kalian bahwa tindakan Hindun
merupakan suatu tindakan yang buas, mengerikan, dan menjengkelkan.
Hanya saja situasi sudah tak memungkinkan lagi untuk memikirkan
persoalan lain, kecuali menghadapi kekuatan pasukan Quraisy.
Pasukan Quraisy dipecah menjadi tiga regu. Posisi tengah di pimpin
Abu Sufyan. Sayap kanan terdiri dari pasukan kuda di bawah pimpinan
Khalid bin Walid, sedangkan sayap kiri terdiri dari pasukan kuda juga
yang dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahal.
Muhammad mencari lokasi yang strategis, kemudian dia me-
mutuskan ujung lembah yang terletak di tepi gunung Uhud sebagai
markasnya. Muhammad menginstruksikan kepada lima puluh tentara
pemanah agar naik ke puncak gunung dan mencurahkan perhatian
mereka untuk melayangkan anak panah kepada pasukan kuda Quraisy
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 333
serta merintangi mereka untuk maju bertempur di medan laga.
Kuda-kuda mereka jelas akan ketakutan pada anak-anak panah.
Pasukan kuda Quraisy yang pasti tidak akan dapat memasuki arena
pertempuran, selama anak-anak panah terus menghujani mereka dari
puncak gunung. Demikianlah strategi tempur Muhammad yang telah
diinstruksikan untuk membabat habis pasukan Quraisy yang mengambil
posisi lini tengah, yang di dalamnya terdiri dari pembesar-pembesar
Makkah, jagoan-jagoan, dan budak-budak kulit hitam. Pasukan yang
mengambil posisi lini tengah yang menjadi sentral kekuatan tentara,
akan dapat ditumpas setelah mencegati pasukan kuda yang mengambil
posisi sayap kanan dan sayap kiri.
Muhammad memerintahkan kepada komandan pasukan pemanah
agar bersikap waspada terhadap taktik Khalid bin Walid, sebab dia
adalah komandan yang pintar dan sangat cerdik.
Muhammad menekankan agar pasukan pemanah tidak meninggal-
kan posisi mereka, apa pun yang terjadi. Mereka harus bertahan pada
posisinya hingga ada instruksi baru dari Muhammad atau ada orang
lain yang menggantikan posisinya jika terdapat pasukan yang gugur
dalam pertempuran.
Setelah menjelaskan peranan penting pasukan pemanah dalam
pertempuran, Muhammad mengulagi lagi instruksin ya: “Kalian harus
melindungi kita dari serangan pasukan kuda dan anak panah. Kalian juga
harus bertahan pada posisimu, jangan sampai musuh menyerang kita dari
belakang.”
Muhammad mengumpulkan sebagian jagoan-jagoan muslim un-
tuk melingkari dirinya. Dia memberikan sebilah pedangnya kepada
seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Dujanah. Dia meminta
kepada laki-laki itu agar menggunakan pedangnya sebagaimana mes-
tinya, kemudian laki-laki itu menggenggam pedang tersebut dengan
penuh percaya diri bahwa ia tidak akan terkalahkan. Abu Dujanah
mengeluarkan sebuah selendang berwarna merah dan membebatkan
ke kepalanya. Orang-orang berkata: “Abu Dujanah telah mengeluarkan
selendang mautnya.”
334 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Di samping Muhammad telah memberikan pedangnya kepada Abu
Dujanah, beliau juga memberikan kepercayaan kepada Mush‘ab bin
Umair untuk memegang bendera. Kini pasukan muslim mulai berbaris.
Hamzah berada di barisan terdepan, didampingi Abu Dujanah, ‘Ali bin
Abi Thalib, Sa‘ad bin Abi Waqqash, ‘Umar bin Khaththab, dan Ubai-
dah bin Jarrah. Selanjutnya, Muhammad memberikan isyarat untuk
memulai penyerbuan, maka meluncurlah anak-anak panah ke arah dua
sayap pasukan Quraisy. ‘Ikrimah memberikan komando penyerbuan
kepada anggota pasukan Quraisy. Namun akhirnya kuda-kuda yang
mereka tunggangi belingsatan tidak dapat dipaksa lagi untuk maju
lantaran begitu derasnya anak-anak panah menghujani mereka dari
atas bukit. Karena itu, terjadilah benturan antara pasukan kuda yang
satu dengan pasukan kuda yang lainnya. Tak pelak lagi, Muhammad
terus memerintahkan tentaranya untuk bertempur melawan mereka.
Sementara Khalid bin Walid bersama anggota pasukannya men-
gambil posisi agak jauh dari posisi pasukan pemanah anak muslim.
Ketika pasukan muslim menyerang posisi sayap kiri yang dipimpin
‘Ikrimah, maka terjadilah kekacauan di barisan sayap kiri tersebut
dan terpaksa ‘Ikrimah mengambil keputusan untuk mundur. Kenangan
pahit yang pernah dirasakan dalam perang Badar tiba-tiba terlintas
di hadapannya. Dalam benak ‘Ikrimah, bayangan sosok laki-laki yang
terkenal dengan bulu dadanya; dan pasukan-pasukan Quraisy yang
bergelimpangan bersimbah darah di atas lautan pasir, terus meng-
godanya. Laki-laki itu adalah Hamzah bin Muththalib.
Hamzah maju dengan pedangnya, membabat semua kepala yang
dijumpainya sambil berteriak dengan suara lantang yang membuat bulu
kuduk merinding: “Mampuslah kalian! Mampuslah kalian! Mampuslah
kalian!” Di samping itu, Abu Dujanah juga membabat lawan-lawannya
dengan pedang milik Muhammad. Keyakinan akan keampuhan pedang
yang digenggamnya semakin mengobarkan sem angatnya untuk me-
numpas pasukan Quraisy.
Benteng pertahanan pasukan Quraiys kini telah dikuasai oleh pa-
sukan muslim. Seorang pembawa bendera Quraisy gugur, kemudian
datang seorang lain lagi untuk menggantikan tugasnya, namum nasib
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 335
sial juga berpihak pada pembawa bendera kedua. Selanjutnya, datan-
glah orang yang ketiga guna menggantikan tugas yang telah ditinggal
mati oleh kedua temannya, tetapi tak lama kemudian ia pun juga
tewas menyusul kedua temannya. Pergantian demi pergantian telah
dilakukan, maka akhirnya majulah seorang perempuan yang meng-
gantikan tugas sebagai pembawa bendera. Sementara itu, pasukan
muslim maju terus untuk membinasakan tentara musuh. Sayap kiri
yang dipimpin ‘Ikrimah bin Abu Jahal mundur terbirit-birit ketakutan.
Banyak penunggang kuda tewas yang terlempar dari punggung kudanya
secara mengenaskan.
Pasukan Islam terus bergerak maju terbakar tekad untuk meraih
kemenangan secara kilat dan keyakinan yang kokoh bahwa kematiannya
akan mendapat imbalan suatu kehidupan baru yang kekal nan abadi
kelak di surga.
Melihat pasukan berkuda Quraisy telah lari ketakutan lantaran
mendapat serangan pasukan pemanah muslim, maka Hindun binti
Utbah berteriak lantang melantunkan syair-syair heroik untuk mem-
bangkitkan kembali semangat juang mereka:
Majulah terus bertempur
sejengkal tanah pun jangan mundur
Tebaslah musuhh-imngugsuahhdaenncguarn-lembuarta pedang kalian
Jika kalian maju, maka kalian akan dipeluk
Hamparan permadani yang lembut buat kita duduk
Namun jika mundur takluk
maka kita berpisah tanpa cinta kasih
Baju besi dan topi baja yang dikenakan Hindun dan sebilah pedang
yang terhunus di genggaman tangannya membabat dada para musuh
336 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang tidak mengenakan pakaian pelindung.
Ketika Abu Dujanah melihat di antara pertempuran ada tentara
yang menunggang kuda begitu sengit dan menelan banyak korban, maka
ia pun menyerang penunggang kuda tersebut. Namun pada saat ia akan
mengangkat pedang dan mengayunkannya ke arah penunggang kuda
yang sengit itu, tiba-tiba penunggang kuda tersebut meminta belas-
kasih Dujanah sambil membungkuk di hadapannya dalam kondisi men-
gangkat tangannya yang ternyata penunggang kuda itu adalah Hindun
binti Utbah. Merasa terpaksa, Abu Dujanah melepaskan Hindun sambil
berkata: “Aku lepaskan engkau karena aku ingin menjaga keagungan
pedang Rasulullah untuk aku hunjamkan pada seorang perempuan.”
Maka selamatlah Hindun dari kematian, kemudian Hindun me-
lepaskan baju perangnya dan pergi mengumpulkan para perempuan,
berlari-lari ke belakang tentara Quraisy yang mundur ketakutan. Se-
mentara itu, pasukan muslim menyerang di tengah-tengah segerom-
bolan pasukan Quraisy. Satu demi satu, Hamzah berhasil menghabisi
tentara Quraisy. Dalam kepanikan Hindun mencari budak hitam yang
bersembunyi dengan sebilah tombaknya di balik pohon di lembah itu.
Budak kulit hitam yang dicarinya ternyata dia temukan juga. Hindun
lalu memegang tangannya, kemudian menyeret budak itu ke tempat
Hamzah bertempur dengan rayuan-rayuan gombal dan janji-janji yang
menggiurkan.
Pasukan muslim sedikit pun tidak pernah takluk dalam penyerbuan
mereka, hingga akhirnya mereka berhasil mengurung Hindun, teman-
teman, dan budak-budaknya sebagai tawanan perang.
Pasukan-pasukan Quraisy yang sudah merasa kewalahan kini mu-
lai mundur. Abu Sufyan menggiring pasukannya yang berada di posisi
tengah, sedangkan ‘Ikrimah dan pasukannya yang menempati di posisi
sayap kiri juga berjalan mundur. Hanya Khalid dan pasukannya saja
yang terus bertahan mengambil posisi sayap kanan dan masih berada
di posisi yang agak jauh, karena khawatir dalam pertempuran itu akan
terjadi bentrok.
Seorang budak kulit hitam tetap menunggu kesempatan yang tepat
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 337
untuk membunuh Hamzah dengan cara bersembunyi di balik pohon.
Jika ia telah berhasil memenggal kepala yang sedari tadi diintainya,
maka ia akan membawa kepala itu sambil berlari dengan sekencang-
kencangnya.
Dari atas puncak gunung, para pemanah melihat pasukan Quraisy
lari kocar-kacir meninggalkan barang-barang, baju perang, pedang
mereka, dan para perempuan.
Ternyata pertempuran berakhir dengan cepat sekali. Prajurit-
prajurit muslim kini sibuk mengumpulkan harta rampasan dan para
tawanan. Seorang anggota pasukan pemanah mengusulkan kepada
rekan-rekannya agar segera turun dari posisi mereka untuk memun-
gut harta rampasan yang mahal-mahal harganya serta perempuan-
perempuan tawanan yang cantik-cantik. Tapi, komandan mereka
mengingatkan tentang instruksi yang telah disampaikan Muhammad,
yakni agar tetap bertahan pada posisi mereka apa pun yang terjadi,
hingga mereka dapat instruksi baru dari Muhammad sendiri, barulah
mengambil sikap.
Tetapi mereka sudah tak sabar lagi untuk turun gunung. Sementara
di lembah sana, sejumlah harta rampasan sudah menumpuk, mulai
dari kuda yang tangguh, baju besi, unta yang penuh dengan muatan,
perempuan cantik, setumpuk makanan yang enak, dan barang per-
hiasan yang mahal harganya.
Tetapi, instruksi Muhammad agar mereka turun gunung belum juga
datang. Mungkinkah Muhammad lupa kepada mereka? Bila Muhammad
telah membagi-bagikan harta rampasan tersebut, maka ini berarti
mereka tak akan kebagian harta rampasan sama sekali.
Dengan prediksi yang demikian, akhirnya mereka memutuskan
untuk turun gunung semua. Sesampainya di lembah, mereka langsung
berebut harta rampasan dan menawan perempuan-perempuan yang
mereka sukai.
Dari kejauhan, Khalid bin Walid yang berada di posisi sayap kanan
memperhatikan tentara-tentara Quraisy yang sudah kucar-kacir. Dia
mencari langkah yang strategis untuk melakukan penyerangan kembali.
338 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Ketika dia melihat pasukan pemanah muslim telah turun gunung dan
sibuk mengumpulkan barang-barang rampasan, maka dia mengomando
anak buahnya. Dengan cepat dia berputar, menaiki puncak gunung
dan menyerbunya. Pasukan muslim terkejut mendapat serbuan dari
belakang, pada saat mereka sedang berebut harta rampasan. Selan-
jutnya, Khalid bin Walid memerintahkan kepada pasukan Quraisy yang
sudah banyak melarikan diri agar segera kembali lagi dan merapatkan
barisan untuk menyerbu kembali kaum muslim yang konsentrasinya
telah terfokus pada harta rampasan.
g
Pada saat pasukan tentara muslimin berada di lembah, pasukan
Quraisy kembali lagi dan menyerbu ke medan pertempuran. Pasukan
yang mengambil pasukan lini tengah dipimpin Abu Sufyan; pasukan
sayap kiri dipimpin ‘Ikrimah; dan pasukan sayap kanan dipimpin Kha-
lid. Semuanya melakukan penyerbuan dari arah belakang. Dengan
kondisi yang seperti ini, tidak aneh jika pasukan muslim tiba-tiba
terkepung dan terkurung dari berbagai penjuru oleh tentara Quraisy.
Kuda-kuda yang ditunggangi tentara Quraisy sudah banyak yang
menginjak-injak tubuh-tubuh tentara muslim yang tergeletak menjadi
mayat.
Hamzah maju kembali dengan didampingi Abu Dujanah, ‘Ali,
‘Umar, dan Zubair. Mereka berempat berusaha sekuat tenaga untuk
mengobrak-abrik pengepungan tersebut. Hamzah berhasil menumpas
pasukan Quraisy satu demi satu, hingga akhirnya dia mendekati Wahsy
yang sedang bersembunyi di bawah pepohonan. Akan tetapi, kemu-
dian Hamzah mengalihkan pandangannya pada serangan pasukan kuda
Quraisy yang menyabetkan pedangnya pada barisan pasukan muslim.
Hamzah berteriak: “Kemarilah, Ibn Muqthimah Al-Badhur!” hingga
akhirnya perkelahian dua jagoan itu dapat dimenangkan Hamzah. Pada
saat itu pula dari jarak yang agak jauh diayunkanlah sebuah lembing,
lalu dilemparkannya ke arah Hamzah. Lembing melesat dan tepat
mengenai perut Hamzah. Lembing itu merobek perut Hamzah dan isi
perutnya tumpah. Hamzah mencoba akan memberi perlawanan den-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 339
gan cara mengangkat sebilang pedangnya, tetapi kekuatannya telah
terkuras dan dia roboh tersungkur ke bumi dengan bersimbah darah.
Sewaktu Hamzah telah tergeletak kaku, Wahsy mendatangi tu-
buh Hamzah yang sudah tidak bergerak lagi, kemudian dia mencabut
lembingnya, lalu dengan sikap dingin dia membersihkan darah-darah
Hamzah yang melumuri lembingnya.
Dalam kondisi ini pulalah, Hindun datang tergesa-gesa, lalu mer-
obek dada Hamzah, lalu mengeluarkan hati dan jantungnya. Selanjut-
nya, ia memeras jantung Hamzah dengan tangannya, memakan dengan
mulutnya dan meminum darahnya sambil menari-nari kegirangan di
atas mayat Hamzah, sebagai aksi melampiaskan seluruh api dendam
yang membara di dalam jiwanya yang sejak lama didambakannya.
Tentara-tentara muslim yang tewas telah mencapai puluhan jiwa.
Abu Sufyan datang juga pada mayat Hamzah yang sudah tercabik-cabik
itu. Dia menginjak-injakkan kakinya di atas jasad Hamzah dan me-
nyepaknya. Merasa belum puas, ia kemudian mengayunkan pedangnya
ke mulut Hamzah. Melihat mulut Hamzah robek menganga, Abu Sufyan
tertawa terbahak-bahak, terus berjalan menginjakkan sepatunya ke
tubuh Hamzah yang sudah tak tampak lagi raut wajahnya.
Kepandaian dan kejantanan laki-laki yang telah membuat musuh-
musuh ketakutan kini telah menjadi seonggok mayat yang tercampak
dan darah-darahnya bercampur dengan pasir.
Hamzah tewas! Hamzah tewas! Mana Muhammad?
Lembah yang menjadi arena pertempuran diliputi teriakan-teriakan
Abu Sufyan: “Hamzah telah mampus!” Sementara itu Hindun melumuri
tangannya dengan darah Hamzah dan mengacung-acungkan tangannya
setinggi-tingginya sambil memekikkan teriakan atas kematian Hamzah.
Menyaksikan kondisi itu, pasukan muslim goncang. Mush‘ab bin
Umair maju membawa bendera, tetapi seorang tentara Quraisy
menyerangnya dan akhirnya tangan Mush‘ab putus, bahkan tentara
Quraisy itu pun berhasil memb unuhnya. Kebetulan, Mush‘ab bin Umair
mempunyai wajah yang hampir mirip dengan Muhammad, sehingga
tentara Quraisy yang berhasil membunuhnya, merasa telah mem-
340 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
bunuh Muhammad, kemudian ia berteriak-teriak kegirangan seraya
menginformasikan kepada teman-temannya: “Aku telah membunuh
Muhammad. Aku telah berhasil membunuh Muhammad.”
Pengakuan tentara Quraisy bahwa dirinya telah membunuh Mu-
hammad membuat perasaan semua pasukan muslim kian tergoncang,
sebab untuk apa lagi mereka bertahan jika Muhammad telah tewas.
Hampir saja mereka akan melarikan diri, tetapi Muhammad segera
memer intahkan agar menyerahkan bendera kepada ‘Ali bin Abi Thalib.
‘Ali bin Abi Thalib pun terjun ke tengah-tengah barisan dengan
membawa bendera yang didampingi Abu Dujanah. Ketika ‘Umar bin
Khaththab, Sa‘ad bin Abi Waqqash, Ubaidah bin Jarrah, dan Zubair
bin Awwam sedang mencari Muhammad di sebuah arena pertempuran
yang penuh dengan tentara yang saling berdempet-dempetan dan
bercampur-aduk dalam kepanikan, ternyata mereka menemukan Mu-
hammad sedang duduk menahan sakit yang sedang dideritanya.
Kepala Muhammad penuh dengan bercak-bercak luka; darah
mengalir dari tubuhnya. Pipinya sobek di mana di dalam bagian yang
sobek itu, ada dua pecahan lingkaran baju besi. Abu Ubaidah mem-
bungkuk dan berusaha mencabut pecahan besi yang mengendapnya. Ia
menggigit kedua lingkaran besi itu dengan giginya dan untung saja ia
berhasil mencabutnya, walaupun beberapa giginya ada yang tanggal.
Sementara itu, Sa‘ad bin Abi Waqqash melepaskan anak-anak panah
ke arah gerombolan tentara yang mendesak ke arah Muhammad yang
akan membunuhnya.
“Terus hujani mereka dengan anak panah ke arah mareka,” per-
intah Muhammad kepada Sa‘ad dengan suara terputus-putus karena
menahan sakit.
Sementara itu Zubair mengumumkan kepada orang-orang bahwa
Muhammad masih hidup. Dia belum tewas. Selanjutnya, dengan suara
lantang ‘Umar memanggil pasukan muslim yang sudah mulai berlarian
agar kembali lagi, karena Muhammad masih hidup. ‘Umar mengomando
tentara-tentara kembali lagi, melanjutkan pertempuran di bawah
pimpinan Muhammad.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 341
Sementara itu tentara yang lain menjadikan tubuh mereka sebagai
perisai yang melindungi Muhammad dari serangan anak-anak panah
para tentara Quraisy. Tiba-tiba datanglah Ubay bin Khalaf bermaksud
menerobos mereka. Dia meminta agar Muhammad keluar dan bertand-
ing dengan dirinya.
Ubay datang dengan menunggang kudanya yang dulu pada saat
Muhammad masih tinggal di Makkah. Dahulu dia pernah mengatakan
kepada Muhammad: “Aku memberi makan kuda ini adalah untuk mem-
bunuhmu.”
“Justru akulah yang akan membunuhmu dengan kehendak Allah,”
jawab Muhammad ketika itu.
Abu Ubaidah, ‘Umarm dan Zubair memohon kepada Muhammad
agar mengizinkan salah seorang dari mereka bertiga untuk menghajar
Ubay bin Khalaf, tapi Muhammad menolak permohonan mereka. Be-
tapapun dalam keadaan yang penuh luka, Muhammad bertekad akan
menghadapi Ubay sendiri.
Muhammad kini melangkah untuk menghadapi Ubay. Ia mengum-
pulkan seluruh sisa-sisa tenaganya. Dengan sekali bacokan, langsung
saja Ubay bin Khalaf terjatuh dari kudanya. Ubay terkenang kembali
dengan ancaman yang dulu.
“Engkau membunuhku,” teriak Ubay dengan suara agak gemetar.
Ubay bin Khalaf tak pernah bangun lagi dengan tubuhnya yang
tercabik-cabik penuh luka.
Sementara itu Muhammad kembali lagi dengan tubuhnya yang
tercabik-cabik penuh luka, kemudian ia tidur telentang di tengah-
tengah shahabatnya yang mengelilingi dirinya. Semua shahabatnya
berusaha untuk mengobati lukanya.
Pasukan Quraisy tidak mampu melakukan penyerbuan terhadap
Muhammad lantaran semua kekuatan pasukan tentara Islam berpusat
di sekeliling Muhammad. Sementara itu matahari telah condong ke
ufuk barat. Pasukan Quraisy berkumpul untuk selanjutnya pulang ke
Makkah.
342 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad menduga bahwa pasukan Quraisy itu akan melancarkan
penyerbuan ke Madinah. Oleh karenanya, dia menginstruksikan kepada
‘Ali bin Thalib untuk memperhatikan rute yang dilalui mereka. Tapi,
ternyata mereka memang benar-benar akan kembali ke Makkah dengan
memb awa kemenangan. Mata pedang mereka berkilau-kilau oleh so-
rotan matahari senja. Tawa perempuan dan budak-budak perempuan
menggema di bumi pertempuran di mana tentara-tentara Islam terluka
mengerang-ngerang kesakitan.
Dalam luapan emosi yang meledak-ledak, ‘Umar menyuruh Hassan bin
Tsabit agar mengubah syair untuk membalas perbuatan Hindun, si wanita
bejat yang bernyanyi, menari-nari bersama budak-budak perempuann ya,
dan melantunkan syairnya-syairnya. Tetapi Hassan diliputi rasa pilu lagi
hatinya tatkala dia membuka bagian perut orang-orang yang terluka. Dia
mengatakan: “Bangkai saudaranya....”
Muhammad berdiri dengan bertopang pada sebagian shahabatnya
di bumi pertempuran yang penuh dengan mayat-mayat yang berjum-
lah sebanyak tujuh puluh pasukan muslim di mana mereka semuanya
tergeletak berserakan.
Selanjutnya, Muhammad mencari sosok mayat Hamzah. Ketika dia
mendekati tubuh Hamzah yang sudah terbujur kaku dan terkoyak-
koyak, dia menemukan sebagian tulang-belulang kerangka mayat
ibunya yang ditinggalkan Hindun di dekat mayat Hamzah.
Semakin dekat dia memperhatikan mayat Hamzah. Dia menemukan
perut Hamzah terbelah. Hidung dan kedua belah telinganya terkupas.
“Andaikata Allah memberikan kemenangan kepadaku atas orang-
orang Quraisy pada suatu hari nanti, maka pasti akan kubuat tiga puluh
orang dari mereka sebagaimana perbuatan yang mereka lakukan ter-
hadap Hamzah,” sumpah dan janji Muhammad sambil melihat mayat
Hamzah yang sedang tergeletak.
“Demi Allah, jika suatu hari nanti Allah memberikan kemenangan
kepada kita atas mereka, maka kita akan menghajar mereka dengan
suatu pembalasan yang belum pernah dilakukan oleh bangsa Arab,”
ucap mereka yang mengelilingi mayat Hamzah di samping Muhammad.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 343
Setelah memperhatikan mayat Hamzah, akhirnya Muhammad
memutar tubuhnya untuk pulang dengan langkah gemetar. Tapi ia
kembali lagi ke mayat Hamzah sambil bergumam: “Aku tak ingin lagi
melihat kenyataan yang menimpa pada dirimu juga menimpa yang lain
selamanya. Tak pernah aku merasa terbakar, selain bara hatiku saat
ini.”
Muhammad pulang ke Madinah dengan dikelilingi beberapa orang
shahabatnya. Namun sesampainya di tengah jalan, Muhammad men-
dengar suara-suara para perempuan yang menangisi dan meratapi
orang-orang yang telah tewas di medan Uhud. Di setiap rumah, dia
mendengar ratap tangis. Di sini, dia dan keluarganya merasakan ses-
uatu yang lebih terasing dari hari-hari yang telah lalu.
Beberapa orang Anshar yang berada di sekelilingnya, mencoba
menenangkan perasaannya yang galau, sementara ratap tangis keluarga
korban pertempuran semakin terdengar jelas di telinganya.
Muhammad mendesah dengan suara yang tertahan oleh linangan
air mata: “Tapi Hamzah, kenapa tak seorang pun yang menangisi ke-
pergiannya.”
Melihat orang-orang yang tidak menangisi kepergian tokoh syu-
hada yang bernama Hamzah itu, akhirnya dia memerintahkan kepada
perempuan-perempuan Anshar untuk menangisinya.
Baru saja himbaun itu diucapkan, maka ratapan tangis dari tiap-
tiap rumah atas kepergian Hamzah mulai melengking-lengking. Setelah
itu, Muhammad melangkah menuju ke rumahnya dengan wajah murung
dan membisu. Tak seorang pun yang berani menyapanya, kemudian
dia menutup pintunya rapat-rapat, lalu menangislah sejadi-jadinya.
Sebuah tangisan duka yang sebelumnya tak pernah ia alami.
R
344 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Membalut luka
Membangun asa
Apakah semua ini merupakan bentuk dari kegilaan,
ataukah suatu hikmah yang bisa dipetik menjadi
pelajaran?
Bagaimana mungkin kenangan pahit di lembah Uhud ini akan ter-
hapus? Bagaimana mungkin luka-luka ini akan terobati?
Orang pilihan dari kalangan Anshar dan Muhajirin yang berjumlah
tujuh puluh orang telah tewas di lembah Uhud yang banjir darah
itu, dengan menelan korban di antaranya seorang tokoh yang sangat
populer bernama Hamzah bin Muththalib, seorang prajurit pemberani
yang sangat lincah.
Andai saja dia dulu mau mendengarkan saran ‘Umar agar mem-
bunuh tawanan Badar, niscaya orang-orang Quraisy tak akan sampai
memiliki kemampuan untuk mengerahkan pasukan sebesar ini.
Muhammad telah menunjukkan sikap baiknya kepada orang-orang
Quraisy, kemudian setelah mereka tertangkap menjadi tawanan dalam
perang Badar, dibebaskanlah tawanan itu olehnya, namun justru mer-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 345