Abu Bakar seorang diri. Karena itu, bergegaslah ia untuk menyingkir-
kan orang-orang yang menganiaya temannya itu. Dalam insiden itu,
Muhammad hanya bisa menolak serangan-serangan mereka dengan
kedua belah tangannya.
Ketika telah terlepas dari cengkeraman mereka, Muhammad men-
gancam mereka lagi bahwa ia akan memenggal leher mereka semua.
Muhammad kemudian berlalu; kini tinggallah Abu Bakar seorang diri,
maka melompatlah mereka, lalu memukulinya. ‘Utbah memukuli muka
Abu Bakar dengan sandal. Namun untung saja, seorang laki-laki dari
kalangan sanak famili Abu Bakar datang, kemudian mereka melepas-
kannya dari cengkeraman para penganiaya itu.
Demikianlah orang-orang Quraisy mulai melayangkan sandal
mereka sebagai suatu siksa yang membara, siksaan berat yang akan
meluluh-lantakkan seluruh isi perut dan kulit seseorang. Tetapi hari
itu, dia pulang ke rumahnya setelah dia dan seorang temannya disiksa.
Salah seorang putrinya menyambut kedatangannya dengan derai air
mata. Bajunya sobek terkoyak-koyak. Raut wajahnya yang merah
merona berubah legam memar akibat pukulan yang bertubi-tubi.
Di kepalanya penuh debu yang dilemparkan para jongos Quraisy ke-
padanya. Putrinya membasuh kepalanya, membalut luka-lukanya, dan,
menambal sobekan bajunya dalam tangis yang tertahan. Di manakah
tangan ibunya yang tercinta?
Istrinya telah pergi ke alam baka.
Dengan kondisi kesepian seperti itu, putrinya menyarankan agar
sebaiknya dia memilih seorang istri lagi yang dapat menggantikan po-
sisi istrinya yang telah pergi. Sementara saudaranya hanyalah seorang
perempuan tua yang tak mampu berbuat apa-apa.
Kini putrinya menawarkan kepadanya agar menyuning ‘Aisyah binti
Abu Bakar, seorang gadis yang berambut pirang dan berhati lembut,
untuk dijadikan sebagai istri. Tetapi ‘Aisyah masih terlalu muda.
Namun akhirnya, dia melamarnya juga, namun dengan tetap mem-
biarkan gadis itu di rumah orang tuanya sampai keadaan memungkinkan
untuk menikahinya.
196 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Dia pergi mengumumkan kepada teman-temannya untuk memulai
babak baru dari sebuah aktivitas yang terus berjalan secara kontinyu.
Dia akan pergi ke pusat-pusat perdagangan; pasar ‘Ukazh, pasar Dzil
Majaz, dan lain-lainnya untuk berpidato kepada khalayak ramai,
sebagaimana halnya para penyuluh ajaran-ajaran terdahulu, para
pendeta, para tukang tenung, dan para penyair yang saling membang-
gakan diri.
Dia akan menawarkan Islam kepada orang-orang, sebagaimana
mereka menawarkan syair-syair dan pemikiran-pemikiran mereka.
Akhirnya, dia harus mendapatkan suatu suku yang mau mendukung
dan senang kepada ajaran-ajarannya, kemudian akan tinggal di sisi
mereka. Suku tersebut nantinya akan dia jadikan sebagai sokoguru
kekuatan untuk menghadapi semua orang Arab.
Abu Bakar menyertainya, agar dia mengenal para pendatang dan
asal-usul kebangsaan mereka. Abu Bakar adalah seorang budayawan
yang mengetahui banyak tentang masalah-masalah dunia Arab.
Di suatu pasar Muhammad dan Abu Bakar mendatangi salah seorang
pendatang. Abu Bakar mendahuluinya seraya memberi salam, lalu
bertanya:
“Siapakah Tuan-Tuan ini?”
Salah seorang di antara mereka menjawab atas nama kelompoknya:
“Kami dari kabilah Syaiban bin Tsa‘labah?”
Abu Bakar mengenal dan menyebut beberapa kebesaran mereka.
Mereka senang mendengarnya.
“Bagaimana peperangan dan kekuatan kalian?,” tanya Abu Bakar
lagi.
“Sesungguhnya kami lebih menyukai senjata daripada bergumul
dengan istri dan lebih menyukai kuda-kuda yang tangguh daripada
anak-anak,” jawab salah seorang dari mereka yang berbicara atas
nama kelompoknya.
Abu Bakar kemudian memperkenalkan Muhammad dan kini beliau
tampil menjelaskan Islam.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 197
“Kemarilah Tuan-Tuan! Aku akan membacakan hal-hal yang dilarang
Tuhan kalian bagi kalian semua. Kalian semua dilarang menyekutukan-
Nya dengan suatu apa pun; diperintah berbuat baik kepada orang tua;
dilarang membunuh anak-anak karena takut lapar; dan harus menjauhi
perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembu-
nyi.”
“Selain itu, apa lagi ajaran-ajaranmu?,” tanya lagi salah seorang
dari mereka.
“Tuhan kalian semua mengajak untuk berbuat adil, berbuat baik,
membantu kerabat dekat, dan menjauhi perbuatan keji, perbuatan
melanggar hukum, dan menolak kebenaran.”
Ketika orang-orang itu memperhatikan apa yang disampaikan oleh
Muhammad, tiba-tiba Abu Lahab sudah berdiri di antara mereka dengan
mengenakan baju kebesarannya.
“Wahai kalian semua, janganlah kalian dengarkan ucapan-ucapannya.
Dia adalah pembual besar,” ejek Abu Jahal.
Abu Lahab berdiri dengan didampingi oleh seorang budaknya yang
menaruh simpati kepada Muhammad.
Orang-orang pendatang itu bertanya tentang laki-laki yang men-
genakan pakaian kebesaran itu. Ketika mereka tahu bahwa laki-laki
itu adalah salah seorang paman Muhammad yang ditemani budaknya,
suka menyakiti keponakannya, dan selalu mencelanya di hadapan
orang-orang pendatang, maka timbullah rasa tidak simpatik di hati
mereka terhadap tindakan Abu Lahab terhadap keponakannya. Mereka
melihat tindakan Abu Lahab sebagai suatu kenistaan yang tak layak
bagi orang Arab yang mulia. Mereka akhirnya membela Muhammad.
“Sungguh bohong suatu kelompok yang mendustakanmu dan ber-
sikap semena-mena terhadap dirimu,” aku mereka.
Selanjutnya, Muhammad meminta kesediaan mereka untuk
menerima dirinya di tengah-tengah mereka dan membela dirinya. Akan
tetapi, mereka mengatakan bahwa mereka tinggal di suatu negeri yang
separuhnya dikuasai oleh seorang kaisar. Mereka tidak dapat menam-
pungnya di separuh negeri mereka hingga mendapat rekomendasi dari
198 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kaisar mereka.
Kaisar? Sampai kapankah akan memerintah sebagian negeri Arab?
Sampai kapankah sebagian bumi ini berada di bawah bumi kekuasaan
Romawi?
Kapan bangsa Arab dapat melepaskan diri dari kolonial ini, ke-
mudian menjadi sebuah bangsa yang merdeka di bumi mereka dan
menjadi ikatan saudara yang penuh rasa saling mencintai dalam sistem
sosialnya?
Andaikata dia menemukan suatu suku yang bersedia membelanya
dan memberi tempat baginya di tengah-tengah mereka, maka tak
mustahil lagi, semenanjung ini akan dibebaskan dari kolonialisme
bangsa asing. Selanjutnya, bangsa Arab dan masa depan mereka akan
mampu menentukan kaisar-kaisar itu.
“Tidak tahukah kalian, jika kalian tak pernah tinggal diam, Allah
akan mewariskan bumi dan harta kekayaan, serta menghamparkan
perempuan-perempuan mereka untuk kalian,” demikian ucap Mu-
hammad kepada mereka.
Ucapan-ucapan ini memberikan getaran-getaran yang cukup dah-
syat di hati mereka. Mudah-mudah saja mereka mau mengikutinya.
Mereka berjanji akan memikirkan ajaran-ajarannya terlebih dahulu
secara serius. Selanjutnya, mereka pulang kembali ke negeri mereka,
sedangkan Muhammad terus melangsungkan pembicaraan dengan
setiap rombongan dagang asing yang ditemuinya.
Beberapa orang datang kepadanya. Mereka adalah para perempuan
pendatang yang berkunjung dalam rangka musim haji bersama para
pedagang budak untuk tinggal beberapa malam dan menjual barang-
barang. Meskipun demikian, Muhammad berusaha untuk tidak berpaling
dari mereka, bahkan dia mencoba menawarkan ajaran-ajarannya; dan
ternyata mereka menyatakan beriman kepadanya. Selanjutnya, dia
meminta agar mereka berjanji untuk tidak berzina, tidak mencuri,
tidak berbohong, dan tidak membiarkan seseorang bersenang-senang
dengan salah seorang dari mereka di luar pernikahan yang sah, seka-
lipun cumbu mesra itu hanya berupa sentuhan maupun ciuman.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 199
Para perempuan yang telah menyatakan keimanan mereka kepada
ajaran Muhammad, sama-sama melarikan diri dari belenggu para
pedagang budak-budak perempuan menuju pada sebuah kehidupan
baru yang memberikan kebebasan dalam tanggung jawab kaum pria
yang baik, untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis.
Dia terus melakukan penawaran kepada para rombonga n dagang
dari berbagai suku yang menciptakan tuhan-tuhan untuk mereka
sendiri. Adapun suku Kalb dan suku Bani Hanifah menolak ajaran-
ajarannya secara terang-terangan dengan sikap menentang, sementara
Bani ‘Amir masih mau mengajukan pertanyaan kepadanya.
“Bagaimana menurutmu, jika engkau menguasai kami di kemudian
hari?,” tanya mereka.
Akan tetapi, dia sama sekali tak bermaksud mengajak mereka
untuk membangun sebuah kerajaan yang membagikan barang-barang
hasil rampasan perangnya sejak hari ini. Sia-sia saja segala usahanya
untuk menjalankan Islam kepada mereka. Mereka semua telah berpal-
ing darinya sambil berkata:
“Apakah leher-leher kami akan engkau jadikan sasaran anak-anak
panah masyarakat Arab hanya untuk membelamu, padahal bila engkau
menang, keuntungannya tak akan dirasakan kami. Kami tak membu-
tuhkan dirimu.”
Walaupun demikian, dia terus mendakwahkan ajaran Islam dari
sekelompok pendatang yang satu kepada sekelompok pendatang yang
lain, namun semuanya sama-sama mengemukakan dalih penolakan.
Karena itu, tak ada yang menyatakan keimanan kepadanya selain
sebagian budak-budak, perempuan-perempuan, rakyat jelata, dan
buruh-buruh kasar hingga akhirnya dia bertemu dengan kelompok pen-
datang dari Yatsrib (sekarang disebut Madinah).
“Siapakah Tuan-Tuan?,” tanya Muhammad kepada mereka.
“Rombongan dari suku Khazraj,” jawabnya.
“Silakan Tuan-Tuan duduk dulu! Ada sesuatu yang akan aku katakan
kepada Tuan-Tuan!” pinta Muhammad.
200 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad duduk dan berbincang-bincang dengan mereka di mana
isi perbincangan itu dia mengajak mereka untuk memeluk ajaran Islam
yang dibawanya; dan dia meminta kesediaan mereka untuk menam-
pung dan mendukungnya. Hasil dari perbincangan itu ternyata ada
enam orang laki-laki dan perempuan dari mereka yang menyatakan
keimanan kepadanya. Keenam orang tersebut langsung mengucapkan
janji di hadapannya untuk tidak berzina, tidak mencuri, tidak berbo-
hong, tidak curang dalam timbangan, dan tidak membunuh anak-anak
mereka.
Setelah kembali ke Yatsrib, mereka mengajak orang-orang di sana
untuk mengikuti Muhammad, menampung, dan membelanya; dan se-
bagian besar dari masyarakat Yatsrib banyak yang menerima. Mereka
terdiri dari kalangan cendikiawan.
Kabar ajaran-ajaran Muhammad yang dibawa oleh mereka segera
meluas di Yatsrib. Sementara itu suku Aus, sebuah suku lain yang bersa-
ing dengan suku Khazraj, mulai tertarik untuk mencari-cari berita itu.
Beberapa orang dari suku Aus merasa puas terhadap informasi yang
sampai kepada mereka. Selanjutnya, kelompok delegasi dari mereka
berangkat ke pasar. Mereka menemui Muhammad dan berbincang-
bincang dengannya, lalu mereka menyatakan keimanannya.
Makkah kini juga mendengar peristiwa peristiwa yang terjadi di
kalangan suku Aus dan Khazraj, maka diutuslah beberapa kurir ke
Yatsrib untuk mengintimidasi mereka, tapi masyarakat Yatsrib tak
menggubris.
Pemerintah Quraisy tak mampu mengambil tindakan sama sekali
terhadap masyarakat Yatsrib, karena di Yatsrib sendiri terdapat perda-
gangan senjata, tempat para tukang celup, pasar-pasar emas, dan
perdagangan bahan-bahan makana n. Secara geografis, Yatsrib berbeda
dengan Makkah. Ia adalah daerah dataran rendah yang subur, penuh
dengan kebun-kebun. Sebagian besar pedagang dan hartawan Makkah
mempunyai hubungan yang baik dengan Yatsrib.
Inilah sebuah tempat akhir dari petualangannya, sebuah daerah
pertahanan yang menjadi impian sejak lama, agar dia dan shahabat-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 201
shahabatnya dapat bertahan dari segala ancaman, membela diri, dan
menebarkan ajarannya ke seluruh pelosok dunia, ke suku-suku yang
terpencar di seluruh Semenanjung Arabia, ke daerah koloni Persia dan
Romawi, dan ke seluruh tempat yang menjadi ajang penindasan umat
manusia.
Para pemuka Quraisy mempunyai dugaan kuat bahwa Muham-
mad akan dapat melumpuhkan mereka dengan dukungan masyarakat
Yatsrib. Karenanya, mereka membuat suatu kesepakatan untuk men-
gasingkan Muhammad dari para pendukungnya di Makkah.
Mereka memutuskan akan melakukan penyiksaan terhadap para
pengikutnya dengan suatu siksaan yang belum pernah dilakukan
sebelumnya. Mereka tidak akan membiarkan seorang pun dari para
pendukungnya, hingga mereka mati atau menyatakan lepas hubungan
dengan Muhammad.
Demikianlah mereka telah melakukan penyiksaan kepada sebagian
besar pengikut Muhammad, termasuk pula orang-orang yang pernah
mengungsi ke Ethiopia dan menanggung beratnya siksaan sebelum itu
karena pengungsian.
Muhammad menyarankan kepada para pengikutnya yang eksistensi
keselamatannya terancam agar mengungsi ke Yatsrib. Karena itu,
diutuslah Mush‘ab bin ‘Umair ke masyarakat Yatsrib untuk menyam-
paikan berita kepada mereka tentang rencana pengungsian tersebut
dan persiapan penyambutan kedatangan para pengungsi. Masyarakat
Yatsrib menyatakan kesediaan mereka untuk menampung orang-orang
yang akan mengungsi.
Mush‘ab kembali pulang dengan membawa berita tersebut kepada
Muhammad dan kemudian disusul oleh beberapa orang laki-laki. Mer-
eka mengucapkan janji untuk memerangi semua orang yang bersikap
semena-mena secara bahu-membahu.
Para pengungsi itu pun mulai keluar dari Makkah secara sembu-
nyi-sembunyi untuk menemui orang-orang yang baru masuk Islam
dari kalangan Aus dan Khazraj yang akan menyambut kedatangan
mereka dengan penuh kehangatan dan saling berebut untuk me-
202 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
nampung dan memuliakan mereka.
Pada saat itu berangkatlah Mush‘ab mengungsi ke Yatsrib. Dia
adalah seorang anak yang sangat menghormati kedua orang tuanya.
Kedua orang tuanya mengenakannya pakaian yang paling bagus dan
memberinya minyak yang paling harum. Sebenarnya berat sekali ibu-
nya melepaskan kepergiannya, maka tanpa terasa air matanya pun
menetes. Ibunya bersumpah tidak akan makan, tidak akan minum,
dan tidak akan bernaung di tempat yang teduh, hingga putranya yang
tercinta kembali ke pangkuannya. Ia mulai berdiri di bawah terik
panas matahari hingga akhirnya ia pingsan.
Para pemimpin Quraisy menugaskan seseorang yang menyusul di
belakang para pengungsi itu untuk mencari cara agar bisa memulang-
kan kembali dengan berbagai bujukan dan ancaman, tapi misi mereka
gagal. Tak seorang pun dari para pengungsi itu yang mau kembali,
bahkan Mush‘ab yang teramat mencintai ibunya sekalipun, menolak
juga untuk kembali ke Makkah, meski ia mendengar kabar tentang
kepingsanan ibunya. Dia katakan kepada orang yang membujuknya:
“Ibu nanti akan berteduh juga jika terik panas Makkah sangat
menyengat; dan jika rasa lapar melilit perutnya, dia pada akhirnya
akan makan juga.”
Setelah orang-orang Quraisy gagal total mengupayakan pemulangan
para pengungsi itu, mereka kian memperketat pengepungan kepada
orang-orang yang masih tersisa. Telik-telik sandi mereka sebarkan di
jalan-jalan yang dimungkinkan akan dilalui untuk keluar dari Makkah.
Tujuannya tidak lain adalah untuk membendung lolosnya para pen-
dukung Muhammad yang akan mengungsi ke Yatsrib dengan cara ke-
kerasan.
Muhammad menginstruksikan kepada para pengikutnya untuk me-
merangi orang-orang yang memerangi mereka, meski pada sisi lain dia
telah memerintahkan kepada mereka yang lemah untuk bersiap-siap
berhijrah....
Kini Muhammad menyadari bahwa dia telah mampu memerangi
para tokoh kuffar Quraisy, sekiranya semua pengikutnya dari kalangan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 203
suku Quraisy telah bergabung dan bersatu dengan para pengikutnya
yang baru, yang berada di tanah Yatsrib....
Orang-orang berhijrah ke Yatsrib secara bergelombang. Sebagian
dari mereka ada yang berangkat secara sembunyi-sembunyi dan se-
bagian lain siap bertempur jika pasukan Quraisy yang dipersenjatai
mencegat mereka.
Kini pengikut-pengikut Muhammad dari hari ke hari kian banyak
yang telah berhijrah. Sebagian dari mereka ada yang meninggalkan istri
dan anak-anak, agar para perempuan tidak menjadi sasaran kebrutalan
tentara-tentara Quraisy di tengah perjalanan. Sementara sebagian
yang lain ada yang berangkat dengan membawa serta keluarganya.
Maka dia menemukan kenyataan yang menimpa kaum perempuan yang
belum pernah mereka temui sebelum itu.
Di Makkah tak ada lagi yang tersisa, selain Hamzah, ‘Umar, Abu
Bakar, dan beberapa gelintir pengikutnya yang tidak menemukan cara
untuk lolos dari Makkah, kemudian tinggal Muhammad sendiri.
Hamzah akhirnya berangkat juga bersama beberapa orang. Ia malu
berangkat secara sembunyi-sembunyi. Ia berangkat dengan penuh
kesiapan untuk berperang jika ada orang yang coba-coba berbuat
semena-mena. Akan tetapi, ternyata tak seorang pun ada yang berani
bertanya-tanya hendak ke mana dia akan pergi.
‘Umar bin Khaththab menyelendangkan pedangnya dan meletakkan
busurnya di pinggangnya. Tangannya menggenggam anak-anak panah.
Dia pergi ke Ka‘bah pada waktu orang-orang Quraisy duduk di pelataran
Ka‘bah. Dia berdiri di hadapan orang-orang yang sedang duduk itu.
“Siapa di antara kalian yang menginginkan ibunya kehilangan
anaknya, menjadi yatim anaknya, dan menjadi janda istrinya, maka
temuilah aku di belakang lembah ini,” demikian tantang ‘Umar.
Akan tetapi, tak seorang pun yang berani menjawab tantangan
ini. Kemudian dia berangkat menunggang kudanya, berlalu jauh sam-
pai lenyap dari pandangan mata orang yang duduk itu. Dia berangkat
disertai orang-orang yang lemah dan papa. Mereka ingin berhijra, tapi
tak menemukan jalan untuk lolos. Karena itulah, ‘Umar memimpin
204 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kepergian mereka ke tempat tujuan hijrah.
Demikianlah hijrah ini berjalan, sehingga di Makkah hanya tinggal
Abu Bakar, ‘Ali bin Abi Thalib, dan Muhammad sendiri. Tak seorang pun
di antara mereka bertiga yang menampakkan rencana persiapannya
untuk berhijrah, hingga bertanyalah Abu Bakar kepada Muhammad,
kapan dia berangkat. Akan tetapi, dia meminta kesabaran Abu Bakar
untuk bertahan beberapa hari lagi dan tidak membicarakannya lagi
mengenai rencana hijrah itu.
Sementara itu dengan naluri pemburu, masyarakat Quraisy mempu-
nyai dugaan kuat bahwa buronannya kemungkinan besar akan lolos dari
incaran mereka. Muhammad sangat merahasiakan rencana hijrahnya,
karena dia sedang mencari waktu efektif dan efesien untuk melak-
sanakan rencana hijrahnya. Jika Muhammad bergabung dengan para
pengikutnya dan membangun persatuan Yatsrib, maka akan datanglah
saatnya di mana dia datang dengan kekuatan penuh keperkasaan.
Sementara itu, pembesar-pembesar Quraisy terus disibukkan
dengan berbagai upaya untuk menyisihkan Muhammad dan pengikut-
pengikutnya.
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 205
Mengungsi
Demi Masa Depan
Muhammad harus berangkat pergi untuk mengungsi
saat batas usia dan pada saat ingin beristirihat
dari berbagai aktivitas dan bersenang-senang menikmati buah yang
dihasilkan dari segenap jerih-payahnya pada masa lalu.
Dalam usia lima puluh tiga tahun, dia harus pergi meninggalkan
tanah tumpah darahnya, sanak familinya, kenangan-kenangannya,
dan segala sesuatu yang pernah mengecewakan hatinya, untuk meraih
masa depan di belahan bumi di mana dia belum pernah menginjakkan
kedua belah kakinya sebelum itu. Meski demikian adanya, dia amat
banyak menelan pil pahit ejekan-ejekan dalam menjalani kehidupan
di tempat kelahirannya sendiri.
Sejak hari itu kehidupan telah menyerahkan dirinya, seluruh aja-
rannya, jalan kehidupannya, dan darahnya kepada musuh-musuhnya
yang ganas, beringas, dan amat membencinya, yaitu kepada seorang
pamannya yang bernama Abu Lahab.
Sejak kepergian pamannya, Abu Thalib, yang pemberani ke alam
206 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
sana, maka sebagai pemimpin keluarganya adalah seorang adik paman-
nya yang bernama Abu Lahab. Dialah orang yang paling tua usianya
setelah Abu Thalib. Sebagai seorang yang dipercaya sebagai pemimpin,
tentu seluruh anggota keluarganya harus mengikuti perintahnya.
Keputusan apakah gerangan yang mungkin dikeluarkan Abu Lahab
bagi dirinya?
Jika hari ini Abu Lahab tidak mengambil tindakan apa-apa bagi
dirinya, tapi setahun atau dua tahun lagi dia pasti akan menjatuh-
kan tindakan penyisihan baginya. Tersisih dari sukunya, sebagaimana
kebanyakan suku-suku yang menyisihkan satu dua orang dari ikatan
kesukuannya.
Betapa besar ikhtiar Abu Thalib agar dia tidak dihina! Dia telah
merasakan perihnya lapar, namun dia tetap tak sudi menyerahkan ke-
ponakannya. Betapapun Abu Lahab telah memblokade, menyiksa, dan
menantangnya, tetapi ia tetap bersikukuh pada pendiriannya, tidak
mau menyerahkan Muhammad kepada musuh-musuhnya. Sebaliknya,
Abu Lahab yang kini menggantikan kepemimpinan di tengah-tengah
keluarga Muhammad, sudah pasti tidak akan pernah memberikan
perlindungan selama-lamanya.
Kendati seorang pamannya yang bernama ‘Abbas tidak beriman
kepadanya, namun bagi dirinya, dia dapat menggantikan posisi Abu
Thalib, seorang pamannya yang telah tiada. Memang ‘Abbas tidak beri-
man, namun ia mau menjaga keselamatan jiwanya dengan segala harta,
wibawa, dan kekuasaan yang dimilikinya dalam masyarakat Quraisy.
Sekalipun dia pernah gagal dalam upayanya untuk menyelamatkan
Muhammad di Thaif, tapi dia masih mampu menjaganya di Makkah.
Oleh karena itu, dia keluar bersama Muhammad untuk mengadakan
pertemuan rahasia dengan delegasi Yatsrib di bukit ‘Aqabah dalam
rangka mengecek kesungguhan masyarakat Yatsrib dan meminta jami-
nan dari mereka untuk tetap melindungi keponakannya, betapapun
ancaman akan datang kepada mereka.
“Sebagaimana Tuan-Tuan telah ketahui, Muhammad berasal dari
suku kami. Kami telah melindungi dirinya secara maksimal dari orang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 207
yang bermaksud jahat. Sebenarnya dia dihormati masyarakatnya,
tapi dia menolak. Dia lebih suka bergabung bersama Tuan-Tuan.
Jika Tuan-Tuan bertekad melindunginya dari orang-orang yang akan
menganiayanya, maka Tuan-Tuan yang bertanggung jawab atas ke-
selamatannya. Namun jika Tuan-Tuan hanya akan menyerahkan dia
kepada musuh-musuhnya dan mengejeknya setelah dia mengungsi
ke daerah Tuan-Tuan, maka tinggalkan saja dia. Dia masih terhormat
dan mampu membela dirinya di tengah-tengah masyarakatnya dan
negerinya,” demikian ujar ‘Abbas kepada mereka dengan diliputi rasa
kasihan kepada keponakannya.
Delegasi Yatsrib sekali lagi mempertegas kebulatan tekadnya dan
meyakinkan ‘Abbas bahwa mereka akan melindungi keponakannya dan
akan memenuhi maksud dan tujuan dari undangan mereka. Mereka
sudah sepakat akan memerangi orang-orang yang akan menganiayanya.
Kedatangan mereka tiada lain hanya agar rencana pengungsiannya
ke Yatsrib dilaksanakan secara akseleratif, setelah para pengikutnya
mengungsi dan telah tinggal di Yatsrib dalam keadaan terhormat.
Maka mulailah Muhammad berkemas-kemas melakukan persiapan
keberangkatannya. Saat menjelang musim dingin yang sejuk dengan
sepoi-sepoi tiupan angin berembun, rombongan dagang mulai bersiap-
siap untuk melakukan perjalanan dagang di musim dingin. Di antara
mereka ada yang mendatangi Muhammad ke rumahnya untuk menitip
kan barang-barang mereka yang dikhawatirkan akan terjadi hal-hal
yang tidak mereka inginkan, sebagaiman kebiasaan para pedagang yang
selalu menitipkan barang-barang mereka kepadanya. Bagaimanapun
Muhammad disisihkan oleh kebanyakan mayarakat Quraisy, namun dia
tetap menjadi orang yang tepercaya di tengah masyarakatnya.
Demi menjaga ketenangan mereka, Muhammad tak ingin menolak
para pedagang yang sudah terbiasa meminta bantuannya untuk dititipi
barang-barang dagangan mereka setiap musim haji. Siapa tahu, ba-
rangkali rombongan dagang musim dingin telah kembali sebelum ia
dan temannya berikut para pendukungnya menyusul ke Yatsrib.
Berita-berita yang diterima oleh para pemimpin Quraisy menyebab-
kan kekhawatiran terhadap kenyataan esok hari dan seterusnya, yang
208 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dimungkinkan sekali akan terjadi. Hal ini disebabkan para pengikut
Muhammad telah melakukan pengungsian sejak musim panas. Peda-
gang-pedagang yang telah tergabung dalam rombongan pengungsi itu
sudah cukup matang strategi perhitungan bisnisnya. Mereka membawa
semua harta benda dan barang-barang dagangan mereka ke Yatsrib.
Penarikan semua harta kekayaan ini jelas akan menimbulkan ketimpa-
ngan neraca perdagangan pemerintah Quraisy.
Para pengikut Muhammad dari kalangan hartawan telah membawa
seluruh kekayaan mereka ke Yatsrib, dengan maksud agar nantinya
frekuensi fluktuatif perdagangan Yatsrib akan berada di atas Makkah.
Maka demikianlah, Muhammad menyusun kekuatan kelompok para
hartawan di sebuah negeri yang kompetitif. Di sana dia mendapatkan
kekuatan.
Dan siapa tahu, pada akhirnya dia akan dapat meruntuhkan kekua-
tan dan peluang-peluang bisnis para pedagang Quraisy. Siapa tahu,
barangkali akhirnya Yatsrib inilah yang akan menjadi sentral pedagang-
pedagang Arab. Dengan demikian, beralihlah kekuasaan Quraisy.
g
Semua pemimpim Quraisy berkumpul di Ka‘bah. Mereka bersepakat
untuk membebaskan diri dari persoalan Muhammad. Mereka semua
menyetujui pendapat yang disampaikan Abu Jahal yang menyatakan:
“Kita melakukan rekrutmen pada seorang anak muda yang tangguh
dan terpandang dari tiap-tiap suku, kemudian kita berikan bekal sen-
jata dengan sebilah pedang yang tajam, sebab dengan pedang itulah
mereka bisa memukul Muhammad secara serentak, lalu membunuh-
nya. Kalau semua ini telah terjadi, barulah kita akan merasa tenang,
sebab dengan cara demikian, darah Muhammad akan terpercik pada
semua suku, sehingga Bani ‘Abdi Manaf tidak akan mampu memerangi
semua suku yang terlibat dalam pembunuhan Muhammad. Mengenai
persoalan ganti rugi pembunuhan itu, biarkan saja, sebab semuanya
menjadi urusan kita.”
Persekongkolan sindikat kejahatan yang mereka rancang ternyata
tercium Muhammad di luar prediksi mereka. Ia segera menemui te-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 209
mannya Abu Bakar di siang hari yang biasanya dia tidak berkunjung
kepada siapa pun saat itu. Dia masuk menemui Abu Bakar yang sedang
duduk di antara kedua putrinya, Asma’ dan ‘Aisyah.
“Justru merekalah yang akan aku bunuh,” ucap Abu Bakar dengan
nada bersahabat setelah Muhammad menceritakan adanya mafia.
Akan tetapi, Muhammad sangat berhati-hati agar tidak seorang
pun tahu rencana-rencana rahasia yang akan disampaikan kepada Abu
Bakar, bahkan ‘Aisyah yang sudah menjadi tunangannya sekalipun.
Pada waktu itu ‘Aisyah dan Asma’ meninggalkan mereka berdua,
sehingga tinggallah Muhammad dan Abu Bakar. Dalam perbincangan
empat mata yang sangat rahasia itu, Muhammad menyampaikan
berita yang baru dia terima tentang rencana jahat yang akan di-
lakukan para pembesar Quraisy. Muhammad menyampaikan untuk
mengungsi nanti malam.
Abu Bakar menyetujui keinginannya dan mengatur segala ses-
uatu yang berkenaan dengan pengungsian itu secara rahasia sekali.
Setelah itu Muhammad pulang ke rumahnya dan menyuruh ‘Ali bin Abu
Thalib agar menempati tempat tidurnya nanti malam. Selanjutnya, dia
menyerahkan barang-barang titipan para pedagang dan memerintahkan
‘Ali untuk tetap tinggal di Makkah dan menyerahkan barang-barang
titipan itu kepada para pemiliknya. Setelah itu barulah ‘Ali boleh
menyusul ke Yatsrib.
Abu Bakar mempersiapkan dua ekor unta dan seorang pembantu
setia yang dapat dipercaya. Ia menunggu temannya hingga malam tiba.
Sang surya tenggelam di ufuk barat. Gelapnya malam mulai me-
nyelimuti suasana Makkah. Pemuda-pemuda pilihan para bangsawan
Quraisy yang telah ditugaskan untuk membunuh Muhammad mulai
bergerak. Mereka mengambil posisi agak jauh dari Masjidil Haram.
Di situlah keberadaan tempat tinggal Muhammad, warisan Khadijah,
istrinya. Mereka berdiri menunggu di depan pintu dengan penuh siaga.
Muhammad pasti akan keluar menunaikan shalat di pelataran Ka‘bah,
sebagaimana biasanya dia lakukan setiap lepas matahari terbenam.
Dia akan melewati lorong sempit yang menuju ke masjid.
210 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Ketika dia nanti sedang berjalan di tengah lorong sempit yang
sepi dan sunyi itu, dia akan dibantai secara beramai-ramai. Jika hal
ini sukses dilaksanakan, maka pasti segalanya akan berakhir sampai
di situ. Namun gerangan apa yang terjadi, Muhammad yang ditunggu-
tunggu ternyata tak kunjung muncul jua. Beberapa pemimpin yang
terlibat dalam kesepakatan itu datang melakukan pemantauan. Mereka
menemukan para pemuda yang ditugasi itu berada dalam posisi penuh
siaga dengan senjata mereka. Sementara itu rumah tempat kediaman
Muhammad tertutup rapat dalam keadaan terkunci. Di balik rumah
incaran itu, tak ada suara gerakan apa pun di dalamnya.
Sikap ‘Ali bin Abu Thalib di dalam rumah menggantikan posisi Mu-
hammad menyadari sepenuhnya peranan yang sedang dimainkannya
itu. Dia berbaring di atas tempat tidur saudara sepupunya dengan
memakai selimut milik sepupunya. Sementara di kamar yang lain dari
beberapa kamar yang terdapat dalam rumah itu, istri baru sepupu
Muhammad yang bernama Sa‘udah, yang tak pernah dibawa ke tem-
pat tidur istrinya almarhumah Khadijah, sedang berbaring, sedangkan
Fathimah sedang duduk, hanya diliputi rasa kegelisahan yang tak
menentu. Fathimah sama sekali tak tahu apa-apa tentang permainan
sandiwara ini. Tapi, matanya tak dapat terpejam.
Demikian pula seorang kakaknya yang bernama Ummu Kultsum, ia
merasakan pula apa yang dirasakan Fathimah, adiknya. Ia pun dalam
kegelisahan juga. Ia mencoba beranjak dari kamar tidurnya dan mau
mengajak tidur bersama adiknya di sebuah ruangan yang biasanya
dibuat tempat untuk menyendiri oleh ayahnya (Muhammad) atau tem-
pat untuk menerima tamu-tamunya. Fathimah berjalan di belakangnya.
Kedua anak perempuan bersaudara ini berdiam di ruangan itu dengan
perasaan berdebar-debar. Detak-detak jantungnya berdegub dengan
kencang membelah kesunyian dan kelengangan.
Peristiwa apakah yang akan terjadi di malam ini? Ayahnya pergi
meninggalkan mereka berdua dan meminta kepada mereka berdua
untuk tidak menanyakan tentang suatu apa pun kepadanya, sebab ‘Ali
yang akan menjelaskan kepada mereka besok.
Lama sekali kelompok mafia itu menunggu munculnya Muhammad
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 211
di luar rumah, tapi tetap saja Muhammad tidak muncul-muncul juga,
sehingga mereka merasakan perasaan kesal dan hampir putus asa.
Maka salah seorang dari mereka mengajukan gagasan untuk langsung
menerobos pintu rumah Muhammad. Bunuh saja dia di tempat tidurnya.
Gagasan cerdas itu diterima oleh teman-temannya yang lain, maka
didobraklah pintu rumah Muhammad. Sementara yang sebagian lagi ada
yang melompat pagar tembok yang tidak seberapa tinggi. Akan tetapi,
mereka dikejutkan oleh jeritan dari dalam rumah. Mereka khawatir
jeritan perempuan dalam rumah itu akan didengar oleh salah seorang
keluarga dekat Muhammad yang akan mendatangi datangnya jeritan
itu dengan segera. Hal ini jelas akan menggagalkan rencana mereka
yang telah disepakati dan telah matang.
Mereka menjauh dari pintu dan tembok rumah itu. Salah seorang
dari mereka berkata dengan suara malu-malu: “Sungguh merupakan
sebuah aib jika masyarakat bangsa Arab sampai membicarakan ten-
tang kita bahwa kita telah memanjat sebuah tembok untuk mengintip
anak-anak perempuan paman kita, maka hancurlah reputasi dan harga
diri kita di depan publik.”
Akhirnya, mereka mengambil keputusan untuk menunggu hingga
pagi menjelang, sebab Muhammad pasti akan membuka pintu rumahnya
untuk menunaikan shalat ketika fajar menyingsing. Namun meski sang
fajar telah menyingsing di ufuk timur, ternyata Muhammad tetap tidak
muncul-muncul juga.
Matahari pagi di musim gugur menampakkan mukanya. Cahayanya
memancar hingga ke lorong-lorong sempit. Pintu rumah itu terbuka.
Komplotan pembunuh langsung saja memasuki rumah itu. Ternyata
buronan yang mereka incar sudah tidak ada. Mereka hanya menemukan
‘Ali sedang tidur di atas tempat tidur itu.
Lantas ke manakah Muhammad? Bagaimana dia bisa lolos? Ke
manakah dia pergi? Mungkinkah dia keluar dari jendela kecil di tengah
rumah itu? Ataukah dia melompat dari satu atap ke atap yang lain,
lalu turun di rumah Abu Bakar?
Bagaimana mungkin dia mengetahui rencana yang akan mereka
lakukan kepadanya? Ataukah salah seorang di antara mereka yang telah
212 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
membuat kesepakatan di masjid ada yang membelot dan menaruh rasa
simpatik kepada Muhammad, lalu dia membocorkan rahasia itu?
Mungkin saja Bakhtari yang telah pergi menemui ‘Abbas, lalu dia
memberikan perhatian kepadanya. Bakhtari adalah teman dekat ‘Ab-
bas. Dialah yang telah menyobek lembar keputusan yang ditetapkan
oleh masyarakat Quraisy dan telah mengisolasikan Bani ‘Abdul Manaf.
Muhammad pasti bersembunyi di rumah Abu Bakar.
Sebaiknya mereka menuju ke sana, lalu membunuh kedua orang
itu bersama-sama. Mereka pun pergi dan setibanya ke tempat yang
dituju, mereka berencana akan mendobrak rumah Abu Bakar saat sinar
matahari musim gugur membiaskan cahayanya di jalan-jalan Makkah.
Mereka letih, berang dalam emosi yang tak tertahankan lantaran
tidak tidur semalam suntuk.
Abu Jahal ada di paling depan dalam perjalanan sindikan itu.
Mereka mengetuk pintu rumah Abu Bakar, maka keluarlah Asma’.
“Di mana ayahmu?,” tanya mereka kepada Asma’.
“Aku tak tahu ke mana ayahku,” jawabnya.
Mendengar jawaban demikian, Abu Jahal marah, lalu menampar
anak gadis Abu Bakar itu hingga anting-antingnya jatuh, kemudian Abu
Jahal pergi dengan diiringi para komplotan pembunuh itu.
g
Muhammad dan Abu Bakar pasti sudah menyusul para pengikutnya
ke Yatsrib sebelum mereka mengepung rumahnya.
Sementara itu mereka menyebar ke berbagai jalan yang meng-
hubungkan ke Yatsrib untuk melacak jejak Muhammad dan temannya.
Mereka menanyakan kepada setiap orang yang ditemui di setiap jalan,
jalan manakah yang telah dilalui mereka berdua.
Adapun Muhammad sendiri telah berangkat bersama Abu Bakar dari
sebuah jendela kecil di tengah rumahnya, berusaha menjauhi pintu
dan jalan-jalan yang biasa dilalui. Mereka berdua cepat-cepat keluar
di tengah-tengah gelapnya malam, hingga sampai di kota Makkah.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 213
Di tempat itu seorang pembantu Abu Bakar telah menunggu mereka
berdua. Pembantu itu bernama Banaqatiz yang sangat mengetahui
jalan-jalan yang tidak bisa dilalui orang-orang dan jalan-jalan yang
ada di tengah-tengah padang pasir. Dialah pembantu setia Abu Bakar
yang menjadi penunjuk jalan mereka berdua.
Abu Bakar sangat khawatir, orang-orang Quraisy akan berhasil
mencari jejak mereka berdua, karena orang-orang Quraisy memiliki
banyak orang yang sangat memahami liku-liku jalan di padang pasir,
termasuk jalan-jalan yang sudah tak biasa lagi dilalui para pejalan.
Apakah gerangan yang akan terjadi jika mereka benar-benar men-
emukan jejak mereka berdua? Akankah mereka membunuhnya?
Mereka pasti akan membunuh Abu Bakar dan Muhammad.
Kalau hanya masalah dirinya, hal itu merupakan kematian seorang
laki-laki saja. Tetapi jika mereka berhasil membunuh Abu Bakar dan
Muhammad, maka itu berarti mereka telah membunuh seluruh umat
dan dengan ini pula, mereka berarti telah membunuh masa depan
manusia secara keseluruhan.
Abu Bakar mengungkapkan kekhawatirannya kepada Muhammad di
mana kedua belah matanya berkaca-kaca dan penuh dengan linangan
air mata duka. Muhammad menepuk bahu Abu Bakar dengan tangan-
nya. Dia meminta agar dia tidak bersedih hati.
Muhammad mempunyai gagasan untuk bersembunyi di sebuah
gua, guna mengecoh komplotan Quraisy dalam pencarian jejak,
hingga akhirnya mereka akan putus asa mencari mereka berdua. Mu-
hammad memutuskan untuk berlindung di sebuah gua kecil terdekat.
Sebelum ia memasuki gua itu, Abu Bakar memasuki terlebih dahulu
untuk menjajaki tempat itu bagi dirinya dan bagi Muhammad. Siapa
tahu persembunyian transit ini dapat meloloskan mereka berdua dari
sergapan komplotan Quraisy, tapi tahu-tahu diterkam binatang buas
atau diserang ular di dalam gua itu.
Berapa harikah mereka berdua akan tinggal di sebuah tempat yang
sempit ini? Tak seorang pun yang tahu tentang apa yang akan terjadi
kemudian. Mereka berdua harus tetap di sana, hingga komplotan
214 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Quraisy itu kelelahan dan putus asa mencari-cari jejak mereka berdua.
Abu Bakar memerintahkan pembantunya untuk kembali kepada
salah seorang putranya yang bernama ‘Abdullah agar mencari-cari
informasi tentang masyarakat Quraisy, setelah keberangkatan mereka
berdua. Selanjutnya, setelah menemukan informasi, secepatnya agar
dia menyampaikan kepada mereka berdua setelah malam tiba, juga
agar dia mengurusi makanan untuk mereka berdua.
‘Abdullah bin Abu Bakar melakukan tugasnya mencari informasi
komplotan pencari jejak, sementara Asma’ binti Abu Bakar bertugas
mempersiapkan makanan untuk mereka berdua. Asma‘ menyimpan
makanannya pada ikat pinggangnya.
Kenyataan seperti ini berlangsung selama tiga hari. Ketika terden-
gar informasi bahwa komplotan Quraisy telah putus asa mencari jejak
mereka berdua di setiap lorong-lorong dan jalan-jalan rahasia yang
menghubungkan ke Yatsrib, maka keluarlah mereka dari persembunyi-
annya menuju ke sebuah padang sahara yang luas tiada bertepi. Ber-
dua, mereka tenggelam dalam sebuah gurun pasir yang melemparkan
mereka ke dalam perjalanan hidup yang tak jelas ke mana arahnya.
Betapa iba hati Abu Bakar kepada temannya dalam menempuh
perjalanan ini! Ini adalah perjalanan yang benar-benar mengadu nasib
dan sebagai taruhannya adalah jiwa antara hidup dan mati. Cerita-
cerita lama yang ia ketahui terasa sangat merobek-robek hatinya.
Betapa banyak perjalanan para penyuluh ajaran-ajaran yang ketika
baru hampir saja akan berhasil dalam menunaikan tugas mereka dan
ketika mereka mengulurkan tangan-tangannya untuk menggenggam
kebenaran yang mereka kumandangkan sejak lama, tiba-tiba turunlah
sebilah pedang tajam menghadang untuk memotong ujung jari-jemari
mereka. Sungguh hal ini tragis sekali!
Mungkin cara lama penyembelihan korban-korban ini akan memeng-
gal leher Muhammad juga, lalu dijadikan persembahan untuk tuhan-
tuhan Ka‘bah oleh para jagoan penunggang kuda Quraisy?
Tapi tidak, Muhammad lain dari yang lain.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 215
Perjalanan itu menempuh waktu yang amat panjang. Dia menapaki
lorong-lorong sempit dan sulit secara tersembunyi; dan si penunjuk
jalan tabah menyelam dalam gundukan-gundukan pasir.
Setelah mendekati daerah Yatsrib, Muhammad merasa aman me-
lalui jalan yang biasa dilalui lalu-lalang orang, maka dia berbelok arah
ke suatu jalan yang cukup sulit di bukit-bukit batu yang terjal secara
sembunyi-sembunyi.
Ketika mereka telah mendekati Yatsrib, tiba-tiba di luar dugaan
para penunggang kuda Quraisy muncul dari atas gundukan bukit-bukit
bebatuan yang jauh. Komandan pasukan kuda itu menggebrak kudanya
melintasi bukit-bukit gundul yang terjal penuh dengan jurang-jurang
menganga. Kuda yang ditungganginya lari melesat dengan kencang.
Namun untung saja, kuda itu tersandung. Hampir saja kuda itu me-
lemparkan jokinya ke batu-batu cadas yang dapat meremukkan leher
penunggangnya. Komandan pasukan kuda itu bersungut-sungut sambil
menarik kendali kudanya, kemudian dia gebrak lagi kudanya, tanpa
memberi tahu apa yang dilihatnya kepada salah seorang anggota pa-
sukannya.
Akhirnya, Abu Bakar, Muhammad, beserta penunjuk jalannya me-
masuki daerah-daerah sekutu. Dari kemah-kemah yang tersebar di
luar Yatsrib inilah, beberapa orang laki-laki telah datang ke Makkah
dan menyatakan keimanan mereka kepada Muhammad. Mereka tahu
bahwa yang datang adalah Muhammad. Mereka keluar dari kemah
masing-masing untuk menyambut kedatangannya sambil mengelu-
elukannya. Mereka memintanya untuk tinggal bersama mereka. Mereka
akan memberikan perlindungan juga sebagaimana masyarakat Yatsrib,
tapi Muhammad menolak. Muhammad hanya menyatakan rasa terima
kasihnya kepada mereka atas kebaikan sambutan yang mereka beri-
kan. Muhammad meminta kepada mereka dengan segala kerendahan
hati untuk membiarkan dirinya pergi melanjutkan perjalanannya ke
Yatsrib, karena di sana dia telah ditunggu kedatangannya oleh para
pendukungnya dari penduduk Yatsrib dan teman-temannya para pen-
gungsi.
Mereka membiarkan untanya bersimpuh sekehendakn ya. Dia adalah
216 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
unta yang tunduk kepada perintah tuannya. Di dalam benaknya terlin-
tas gambaran tentang Yatsrib, tentang kebun anggurnya, tentang kebun
kurmanya, tentang tumbuh-tumbuhan yang menghijau, dan tentang
kebun-kebun jeruk dan zaitun. Beberapa orang dari kalangan pemuka
sana dan teman-temannya juga datang menyambutnya. Dia memasuki
Yatsrib dan diterima dengan sambutan-sambutan hangat, seolah-olah
dia sebagai penakluk yang menang, bukan sebagai pengungsi yang
sedang mencari perlindungan, pertolongan, dan dukungan.
Yatsrib adalah sebuah kota besar. Sejak beberapa abad yang si-
lam, orang-orang Yahudi memasuki daerah itu, lalu mereka menetap.
Mereka menggarap tanah subur itu dari proses irigasi dari parit-parit
yang mengalir dari puncak gunung.
Yatsrib adalah sebuah lembah yang luas terbentang, di dalamnya
tumbuh subur beraneka ragam pepohonan. Bertahun-tahun orang-orang
Yahudi hidup membaur dengan para penduduknya yang berkebangsaan
Arab. Di antara mereka ada yang membangun tempat-tempat pem-
buatan arak, peternakan babi, dan rumah-rumah hiburan.
Orang-orang Yahudi Yatsrib terbagi menjadi tiga golongan: Bani
Qainuqa’, Bani Quraizhah, dan Bani Nadhir. Bani Qainuqa’ menempati
suatu kampung tersendiri, yaitu sebuah perkampungan tukang emas.
Di perkampungan tukang emas inilah emas-emas milik penduduk
Yatsrib bertumpuk-tumpuk. Di kampung ini pula terdapat bank-bank
yang meminjamkan uang dengan sistem bunga. Para pedagang besar
Semenanjung Arabia semua meminta bantuan ke kampung ini untuk
meminjamkan modal ketika mereka membutuhkan.
Suku Bani Qainuqa’ ini memiliki modal-modal besar dan diinvestasi-
kan dalam perusahaan-perusahaan senjata dan perusahaan-perusahaan
lainnya, juga diinvestasikan untuk pembangunan usaha para pedagang
dan perdagangan emas. Dengan sistem inilah, Bani Qainuqa’ mem-
peroleh keuntungan yang jauh lebih besar daripada sektor pertanian.
Adapun suku Bani Nadhir dan Bani Quraizhah memperoleh kedudu-
kan terhormat, karena mereka memiliki lahan-lahan yang luas di suatu
negeri yang perekonomiannya sebagian besar diperoleh dari sektor
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 217
pertanian. Oleh karena itu, mereka terdorong untuk hidup membaur
dengan suku Aus dan Khazraj. Mereka keluar dari keterpencilan hidup.
Mereka memperoleh harta kekayaan dari sektor pertanian. Karena itu,
mereka banyak memiliki kebun yang luas, peternakan, dan tanam-
tanaman.
Selebihnya, penduduk Yatsrib bekerja dalam sektor pertanian.
Pemuka-pemuka Aus dan Khazraj sebagai pemilik ladang-ladang perta-
nian. Sementara itu, buruh-buruh tani bekerja bahu-membahu dengan
para budak.
Kondisi masyarakat Yatsrib berbeda jauh, di mana mereka jauh
lebih maju dibandingkan dengan masyarakat Makkah. Di sini terdapat
pula hubungan sosial yang berbeda dengan pola hubungan sosial yang
berlaku di Makkah. Di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas
memeluk ajaran-ajaran Muhammad, seorang rentenir Yahudi tidak
dapat memperbudak seorang bangsa Arab yang mempunyai utang,
apalagi tidak mampu melunasi utang-utangnya. Berbeda sekali dengan
pola hubungan antara debitur dan kreditur, seperti halnya praktek-
praktek yang terjadi di kalangan masyarakat Quraisy.
Buruh tani di sana kedudukannya jauh lebih tinggi daripada kedudu-
kan seorang budak Makkah yang pekerjaannya sebagai bodyguard
(security) rombongan dagang atau bank-bank. Dia mempunyai hak
memilih orang yang akan membeli keringat kerjanya. Berbeda dengan
seorang budak Makkah yang terbelenggu dalam ikatan yang menjerat
leher selama-lamanya.
Bahkan budak-budak tani sekalipun, di sana langsung menggarap
lahan-lahan pertanian dan berpindah-pindah dari satu majikan ke
majikan yang lain. Seorang majikan tak punya hak menguasai hidup
seorang budak, sebagaimana sistem yang berlaku di Makkah. Lahan-
lahan pertanian memang terus membutuhkan para pekerja, tapi
seorang majikan hanya memiliki hak terhadap etos kerja para pekerja,
bukan kehidupannya.
Yatsrib mempunyai corak yang berbeda sekali dengan Makkah.
Yatsrib mempunyai aneka ragam suku dan agama yang dianut ma-
218 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
syarakat. Mereka tidak mewarisi suatu tempat semisal Ka‘bah, yang
menjadikan bangsa Arab memperoleh kemuliaan dari tempat itu,
memperoleh kekayaan dari persembahan-persembahan kepada patung-
patung mereka, memperoleh kehormatan pada patung-patung mereka,
dan memperoleh kehormatan dari pasar-pasar yang dibangun untuk
menjual hewan-hewan persembahan itu.
Di Yatsrib tak ada dua kelompok masyarakat yang memiliki kesa-
maan pandang mengenai suatu hal, bahkan orang-orang Yahudi sekali-
pun. Bagi masing-masing kelompok masyarakat Yahudi sendiri terdapat
aliran paham dan versi pemikiran dari suatu ajaran yang mereka anut.
Suasana kehidupan yang kompetitif dalam menumpuk harta kekayaan
menjadi api penyulut bergejolaknya konflik di antara mereka.
Di kalangan bangsa Arab yang berasal dari suku Khazraj dan suku
Aus terdapat ketidaksamaan pandang di antara mereka dalam berbagai
hal. Dari tahun ke tahun barometer kehidupan senantiasa mengalami
destabilisasi. Suatu suku bergabung dalam persekutuan dengan suku
lainnnya untuk mengadakan perlawanan kepada suku yang lain. Fungsi
persekutuan mereka kemudian pecah menjadi saling bermusuhan, lalu
bergabung dengan pihak musuh. Demikian terus berputar-putar tiada
putusnya dari kompetisi ke konflik. Bagi setiap kelompok ada seorang
pembuat keputusan (policy-maker) sendiri-sendiri.
Sebenarnya penduduk Yatsrib hampir saja mencapai konsensus
mengangkat seorang pengambil keputusan, yaitu ‘Abdullah bin Ubay
bin Salul. ‘Abdullah bin Ubay sudah mempersiapkan kepalanya untuk
mengenakan mahkota. Namun karena pertemuan penduduk Yatsrib
dengan Muhammad, kemudian kedatangan para pengungsi yang lalu
disusul oleh Muhammad, menyebabkan semua rencana yang sudah
mencapai konsensus itu menjadi buyar dan digagalkan. Sabotase ini
membuat ‘Abdullah bin Ubay memendam rasa kecewa di dalam hat-
inya.
Pada saat-saat pasangnya gelombang konflik inilah Muhammad
datang meniupkan angin segar tentang cinta kasih, persaudaraan, dan
keadilan. Beberapa hari kemudian setelah Muhammad dipastikan telah
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 219
menetap di Yastrib, ‘Ali bin Abu Thalib datang menyusul bersama-sama
keluarga Muhammad dan Abu Bakar yang lain.
g
Belum beberapa lama Muhammad menginjakkan kakinya di bumi
Yatsrib setelah menempuh jalan panjang yang begitu melelahkan, dia
mengumumkan akan memb angun masjid. Masjid itu akan dibangun
sedemikian besar dan mengagumkan seperti masjid yang berdiri tegak
di sekitar Ka‘bah.
Muhammad meminta kesediaan semua pengungsi (kaum Muhajirin)
dan semua pendukungnya (kaum Anshar) untuk bekerja sama dalam
membangun masjid; dan orang yang pertama kali mengerjakan pem-
bangunan itu adalah Muhammad sendiri.
Pemuda-pemuda dari kalangan para pengungsi (Muhajirin) melak-
sanakan pekerjaan ini dengan penuh agresif di bawah pimpinan ‘Ali
bin Abi Thalib dan Ammar bin Yasir.
Sebenarnya para juragan yang kaya-raya sangat berat hatinya
untuk ikut serta dalam pekerjaan ini, tapi karena mereka melihat
Muhammad turun sendiri menangani pekerjaan itu, akhirnya mereka
mau datang dengan rasa berat hati dan enggan. Muhammad berusaha
menumbuhkan rasa hormat di hati mereka terhadap pekerjaan tangan,
tapi usaha itu tidak membawa efek sama sekali. Muhammad berupaya
meyakinkan mereka bahwa kemajuan dalam kebudayaan, kepiawaian
dalam perdagangan, dan berbagai aktivitas intelektual, efektivitas, dan
efesiensinya, tidak akan melebihi pekerjaan tangan selama-lamanya.
Tapi, lain Muhammad lain pula para juragan kaya. Mereka mempu-
nyai pandangan lain dalam menilai masalah kerja. Bagi mereka setiap
pekerjaan mempunyai kelebihan sendiri-sendiri.
Untuk menggugah semangat kerja di hati orang-orang, ‘Ali bin
Abi Thalib melantunkan syair-syair pada saat-saat melangsungkan
pekerjaannya yang diucapkan berulang-ulang, lalu diikuti oleh para
pekerja yang lain. Karena tembang-tembang puitis yang menggugah
semangat kerja itulah, maka tembok masjid tegak berdiri tinggi.
220 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Ammar bin Yasir juga membangkitkan semangat kerja beberapa
orang yang masih belum bekerja. Dia menembangkan syair-syair di
hadapan orang-orang; di antaranya terdapat pula ‘Utsman bin ‘Affan.
Mereka mengejeki Ammar, tapi Ammar tetap saja menggugah semangat
bekerja mereka. Karena itu, ‘Utsman datang mendekatinya.
‘Utsman ketika itu adalah suami Ruqayyah binti Muhammad. Dia
termasuk rombongan pertama yang mengikuti ajaran Muhammad dan
termasuk orang yang paling dekat hubungan persahabatannya dengan
Muhammad. Lebih dari itu dia adalah seorang pedagang dari kalangan
pembesar Makkah yang sukses dan kaya-raya. Tidak sedikit hartanya
dikorbankan dan dia mengorbankan perdagangannya di Makkah. Dia
mengungsi dengan semua harta kekayaannya yang menumpuk, untuk
mendukung Muhammad di tempat pengungsiannya.
Dengan berat hati, ‘Utsman bin ‘Affan menerima motivasi-motivasi
yang diucapkan Ammar bin Sumayyah, seorang perempuan teman dekat
Abu Jahal sebelum dia masuk Islam. Dia adalah seorang perempuan
yang ditusuk kemaluannya oleh Abu Jahal hingga menghembuskan
nafas yang terakhir.
Hampir saja ‘Utsman menonjokkan ujung tombaknya pada hidung
Ammar seraya berkata: “Aku telah mendengar apa yang kamu katakan
sejak hari ini, wahai putra Sumayyah. Demi Allah, aku akan menonjok-
kan ujung tongkatku ke batang hidungmu.” Peristiwa pertengkaran
antara ‘Utsman dan Ammar bin Yasir ini akhirnya terdengar juga oleh
Muhammad.
Mengapa ‘Utsman merasa lebih tinggi dari putra Sumayyah?
Dengan apakah ‘Utsman melebihi Ammar? Hartakah atau karena
mengawini Ruqayyah atau karena kedudukannya di kalangan masyara-
kat Quraisy?
Ammar mengikuti ajaran Muhammad sama seperti halnya ‘Utsman.
Dia banyak juga berkorban untuk kepentingan ajaran Muhammad yang
dianutnya, bahkan melebihi pengorbanan yang dilakukan ‘Utsman.
Pada hari ini dia jauh lebih utama daripada ‘Utsman, karena dia bekerja
dengan tangannya dan memeras keringatnya untuk membangun sebuah
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 221
masjid yang menjadi tempat berkumpulnya semua manusia muslim.
Muhammad tidak tinggal diam terhadap sikap memuji dan men-
gagumkan diri yang masih melekat di kalangan sebagian pengikutnya.
Dia sama sekali tidak mentolerir tumbuhnya sikap-sikap egoisitas,
karena konsekuensi logis dari semua itu mengakibatkan disintegritas
para pengikutnya yang sedang membangun suatu kehidupan baru.
Namun yang pasti, setiap orang harus memiliki sikap apresiatif kepada
sesama muslimnya.
Muhammad membenci sikap seseorang yang merasa lebih utama
daripada saudaranya. Tak ada seorang pun yang melebihi dari sauda-
ranya, selain karena karya-karyanya.
Muhammad menunjukkan sikap anti terhadap sikap ‘Utsman dan
orang-orang yang bersamanya, juga terhadap mereka yang mempun-
yai dugaan bahwa dengan memusuhi Ammar, maka mereka menempuh
jalan kelompok lain.
Mereka tidak menemukan jawaban yang akan diajukan kepada
Muhammad. Mereka terus minta kepada putra Sumayyah dan akhirnya
mau bekerja juga dengan tangan mereka yang halus dan tak pernah
bekerja kasar sebelumnya.
Pembangunan masjid akhirnya dapat diselesaikan dalam beberapa
hari saja. Beberapa tokoh masyarakat Yatsrib mendatangi Muhammad
dengan maksud menyampaikan pernyataan mereka kepadanya, bahwa
mereka akan mengubah nama Yatsrib dengan nama Madinah, yaitu
kota Muhammad.
Muhammad menyelenggarakan persiapan rapat di masjid dalam
rangka menyongsong era baru yang cerah di Madinah. Hatinya terasa
telah menemukan ketenteraman dalam jalan kehidupannya. Dia mulai
mempersiapkan penyerangan ke kota Makkah untuk meluluh-lantakkan
kecongkakan dan kebobrokannya. Dia membacakan sebuah ayat kepada
mereka:
222 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
“Betapa banyak negeri yang (penduduknya) lebih kuat daripada (penduduk)
negerimu yang telah mengusirmu itu, Kami binasakan mereka, sehingga tak
akan ada seorang pun yang dapat menolong mereka.” (QS. Muhammad [47]:
13)
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 223
224 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Jalan panjang
yang melelahkan
M asjid yang baru saja dibangunnya secara swadaya
itu menjadi tempat berkumpulnya pengikut-
pengikut Muhammad, baik dari kalangan Muhajirin maupun
Anshar untuk mempelajari prinsip-prinsip tersebut dengan kehidupan
di antara mereka dan kaitan prinsip-prinsip tersebut dengan kehidupan
secara makro dalam naungan ajaran-ajaran yang baru itu.
Jika malam telah tiba, masjid berubah fungsinya menjadi tem-
pat penginapan kalangan Muhajirin yang belum menemukan tempat
penampungan. Tiap-tiap orang dari kalangan Anshar mengajak ting-
gal kalangan Muhajirin di rumah mereka masing-masing. Akan tetapi,
rumah-rumah kalangan Anshar tidak bisa menampung semua orang
Muhajirin. Oleh karena itulah, Muhammad mengizinkan orang-orang
yang belum memperoleh rumah sebagai tempat penampungan untuk
mempergunakan masjid sementara waktu sebagai rumahnya.
Kalangan-kalangan orang-orang Anshar mengupayakan jatah makan
bagi kalangan orang-orang Muhajirin. Muhammad telah mengikat
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 225
kedua kelompok pengikutnya tersebut ke dalam satu ikatan sosial
yang berbasis persaudaraan. Antara suku Bani Nadhir dan orang-orang
Muhajirin dijalin dalam janji persaudaraan berupa sikap saling cinta
kasih, sebagaimana saudara kandungnya sendiri, memberi makan, dan
saling berbagi rasa antara pahit dan manisnya kehidupan.
Pada suatu hari timbullah desas-desus di kalangan suku Yahudi,
bahwa Muhammad telah datang membawa beberapa jumlah orang
laki-laki dan perempuan pengangguran. Mereka hanya menjadi beban
masyarakat Yatsrib. Mereka memperoleh makanan dan rizki tanpa ada
imbalan apa pun.
Maka dianjurkan oleh Muhammad agar mereka bekerja. Tapi yang
jelas orang-orang Muhajirin tidak tahu sama sekali bagaimana tata
cara mencari makanan di daerah Yatsrib, selain bercocok tanam.
Adapun penduduk Makkah tidak mempunyai banyak waktu untuk
mempelajari masalah pertanian. Akan tetapi, mereka mulai mencoba
belajar bagaimana caranya, mulai dari mencangkul tanah, menabur
benih, memupuk tumbuh-tumbuhan, dan melakukan irigasi pada lahan-
lahan. Mereka memperoleh bantuan yang banyak dari para petani
Yatsrib. Lahan-lahan pertanian yang subur dan terbentang luas meru-
pakan garapan bagi tangan-tangan pekerja baru untuk memperoleh
hasil panen yang berlipat-ganda dari hasil panen sebelumnya.
Muhammad sendiri tidak berdiri sebagai seorang raja yang men-
guasai Yatsrib, segaimana keinginan orang-orang Anshar yang gigih
dan penuh vitalitas. Muhammad tidak pernah mentolerir dirinya un-
tuk tidak bekerja. Dia ikut belajar bertani, betapapun usianya telah
mencapai 53 tahun, sebab bertani adalah suatu pekerjaan baru yang
masih sangat asing bagi dirinya.
Muhammad menganjurkan juga agar kaum perempuan tidak hanya
bekerja di wilayah prifat, tapi juga pada wilayah publik, yaitu ikut tu-
run bekerja sebagaimana kaum pria. Maka banyaklah perempuan yang
bekerja, termasuk juga perempuan-perempuan yang terbiasa hidup
mewah dan berkecukupan di balik dinding rumahnya yang menyimpan
harta benda kekayaan yang melimpah-ruah ketika masih tinggal di
226 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Makkah sebelum mereka mengungsi.
Ketika Muhammad sedang bekerja di ladang di tengah kaum pria
dan wanita, beliau tidak henti-hentinya menyarankan kaum pria agar
meringankan beban pekerjaan para kaum wanita.
Pada suatu ketika dia melihat Asma’ binti Abu Bakar sedang bekerja
di tengah ladang sambil memanggul barang bawaannya. Waktu itu Mu-
hammad sedang di atas kendaraan yang ditungganginya. Dia menyuruh
Asma’ untuk membonceng atau dia akan turun dari kendaraannya biar
Asma’ yang mengendarai kendaraannya saja. Akan tetapi, tawaran itu
ditolak oleh Asma’ lantaran ia merasa malu. Setelah dia menceritakan
itu kepada suaminya yang pencemburu, suaminya sangat menyesal
karena dia telah mempekerjakan dengan pekerjaan berat di ladang.
Sekali lagi suaminya meyakinkan bahwa kegelisahannya bukan karena
dia membonceng pada Muhammad, tapi karena dia telah membeban-
inya dengan suatu pekerjaan yang teramat berat bagi istrinya.
Putri Abu Bakar bekerja dengan tangannya sendiri dan tak peduli
meski ayahnya seorang saudagar kaya yang sukses. Abu Bakar dalam
pengungsiannya ke Yatsrib membawa kekayaan bernilai empat puluh
ribu dirham Makkah, namun setiap pengungsi yang masih mampu
bekerja, dituntut untuk mencari penghidupan dengan kedua belah
tangannya agar tidak menjadi beban hidup bagi orang-orang Anshar.
Karena lahan-lahan pertanian di Yatrib tidak memadai untuk dita-
nami oleh sekian banyak pengungsi, maka Muhammad meminta kepada
kalangan pengungsi yang kaya-raya untuk membeli tanah-tanah yang
cocok bagi lahan pertanian agar nantinya bisa digarap oleh orang-orang
yang belum mendapatkan jatah pekerjaan. Dari hasil panennya itu,
diharapkan nantinya dapat membuat stabilitas neraca perekonomian
setelah terpencar-pencarnya orang-orang Muhajirin.
Berkat kepiawaian Muhammad melobi orang-orang kaya, akhirnya
sejumlah orang Muhajirin mendapat pekerjaan di ladang-ladang yang
baru. Maka mengalirlah hasil panen yang mendukung pasar-pasar dan
sektor perekonomian di Yatsrib.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 227
Di antara orang-orang Muhajirin terdapat juga sejumah pedagang
yang piawai dan kaya-raya. Mereka menginvestasikan modalnya tidak
hanya di sektor pertanian an-sich, tetapi juga di sektor perdagangan.
Adapun uang Abu Bakar yang berjumlah empat puluh ribu dirham
Makkah yang dibawa dalam pengungsian, diserahkan kepada Muham-
mad untuk dikelola sebagai dana santunan bagi mereka yang tidak
memperoleh lapangan pekerjaan atau tidak mampu lagi bekerja.
Muhammad menghimbau kepada shahabat-shahabatnya yang lain
untuk mengikuti langkah-langkah yang ditempuh Abu Bakar. Mereka
dihimpun untuk menyisihkan sebagian harta kekayaan mereka sebagai
upaya mengurangi ledakan pengangguran dan kemiskinan. Sangat-
lah tercela jika terdapat di antara sesama muslim yang kelaparan,
kekurangan, atau kesusahan, sementara yang lain ada yang hidup
mewah. Maka ‘Umar menyerahkan separuh kek ayaannya dan yang lain
ikut juga menyerahkan sesuai dengan kemampuannya.
Kalangan orang-orang Muhajirin dan Anshar yang kaya-kaya beru-
saha sekuat tenaga untuk mengangkat saudara sesama muslim mereka
pada taraf kehidupan yang lebih baik. Tidaklah pantas sama sekali
jika seseorang berpakaian compang-camping, sementara yang lain
berpakaian mewah. Tidaklah pantas sama sekali jika seseorang di
antara mereka makan daging dan roti, sementara ada orang muslim
yang tidak mendapatkan makanan, selain kurma basah.
Demikianlah, kesejahteraan sosial di Yatsrib mencapai tingkat ke-
hidupan yang setara. Tak ada yang kelaparan dan tidak ada yang tidak
berpakaian. Semuanya makan; semuanya bekerja. Adapun mereka
yang tidak mampu lagi bekerja, mereka memperoleh jaminan sosial
dari saudara sesama muslimnya yang mampu membantu mereka.
Kalangan orang-orang kaya di Yatsrib yang tidak masuk agama
baru ini, merasa bahwa munculnya sekelompok orang-orang kaya (dari
pengikut Muhammad) telah menyaingi kekayaan mereka dan juga
merusak pola hubungan sosial mereka dengan pihak lain.
Adanya sistem baru dalam pola hubungan sosial antara orang-
orang kaya dan orang-orang miskin, menyebabkan problema yang
228 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap eksistensi mereka,
sebab jika demikian keadaann ya, haruskah orang-orang kaya memberi
makan kepada orang-orang miskin dari makanan yang mereka makan
dan memberi pakaian dari sebagian pakaian yang mereka kenakan?
Sudah datangkah era baru di mana buruh-buruh hidup sama dengan
majikan-majikan?
Lantas di manakah garis kehidupan yang memisahkan antara buruh
dan juragan dalam bentuk stratifikasi sosial? Di manakah keistimewaan
yang diperoleh dari kekayaan? Apakah hak bekerja bagi buruh diper-
lakukan sama dengan hak bekerja bagi juragan? Ini jelas menjungkir-
balikkan sistem nilai dan barometer kehidupan sosial. Gelombang
badai ini harus segera dihentikan agar tidak meledak menjadi sebuah
revolusi yang akan menghantam posisi sosial juragan-juragan kaya.
Sebagian besar dari juragan-juragan kaya itu berasal dari orang-
orang Yahudi, sedangkan bangsa Arab yang berasal dari suku Khazraj
dan Aus sudah bernaung di bawah panji ajaran baru ini.
Juragan-juragan kaya dari golongan Yahudi, termasuk di dalamnya
‘Abdullah bin Ubay bin Salul sudah sejak lama memimpikan mahkota
Yatsrib, namun semua impian-impian itu musnah total setelah ke-
datangan Muhammad. Mereka pun mulai menyebar desas-desus dan
intrik-intrik.
Tapi apalah arti trik-trik itu jika juragan-juragan kaya telah ber-
sedia turun dari posisi mereka yang “tinggi” untuk menyantuni orang-
orang miskin. Toh, pada akhirnya orang-orang miskin akan berperang
habis-habisan hingga nafas terakhir untuk mempertahankan hak-hak
yang telah mereka peroleh.
Orang-orang miskin dari kalangan Yatsrib sudah tentu akan men-
gangkat senjata. Demikian pula para pengikutnya yang kaya-kaya.
Muhammad telah berhasil menancapkan suatu pandangan di hati mereka
bahwa mereka tidaklah memiliki secara mutlak kekayaan yang mereka
miliki. Harta benda hanyalah hak milik yang diberikan secara yuridis
belaka.
Desas-desus yang dihembuskan oleh juragan-juragan kaya kalangan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 229
Yahudi, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, dan kelompoknya dari kalangan
bangsawan Yatsrib, telah tercium oleh Muhammad.
Namun Muhammad tidak bertindak menghadapi mereka secara
frontal, karena dia merasa berada dalam posisi yang sangat kuat.
Hanya saja yang menjadi prioritas utama garapan Muhammad adalah
menumbuhkan rasa cinta kasih di kalangan penduduk Madinah. Dia
telah sukses menciptakan jalinan sosial yang harmonis antara suku
Aus dan suku Khazraj dalam cinta kasih yang sangat murni, hingga
di antara mereka seolah-olah tak pernah terjadi pertumpuhan darah
dan kekerasan. Dia merasa bahwa kewajibannya yang paling utama
adalah mengintegrasikan warga Madinah, yang dia tinggal di situ seb-
agai orang yang butuh perlindungan dan dukungan, agar dia memiliki
kekuatan untuk menghadapi orang-orang Quraisy dengan mudah agar
menerobos celah-celah lubang itu.
Kalangan orang-orang Yahudi yang kaya-kaya yang berada di Yatsrib,
tetap memegang posisi yang signifikan dalam sektor perekonomian.
Mereka menguasai sektor perbankan dan industri emas. ‘Abdullah bin
Ubay bin Salul dan kelompoknya adalah pemegang kendali pemerin-
tahan di tengah masyarakatnya. Di tangan mereka berbagai peluang
dan kesempatan. Tapi sejak kedatangan Muhammad, mereka menangisi
kedudukan yang telah lenyap. Muhammad mengetahui kelemahan ini,
namun ia berbelas-kasihan kepadanya. Dia tetap menjaga hubungan
baik dengannya.
Muhammad mengundang seluruh warga Yatsrib ke masjid. Ia men-
ganjurkan kepada mereka agar hidup dalam tali kesatuan dan cinta
kasih. Selanjutnya, dia mengajukan usulan untuk membuat suatu
perjanjian tertulis (pakta) yang dapat disepakati oleh semua pihak
untuk saling mencintai dan saling berbuat jujur antara sesama mereka,
bersatu-padu, memberikan bantuan kepada orang yang membutuh-
kan, menjaga hak-hak tetangga, tidak menolong orang-orang Quraisy
dan orang yang memihak kepada mereka, tidak melakukan perbuatan
sewenang-wenang, tidak saling bermusuhan, dan tidak melakukan
perbuatan dosa. Siapa yang melakukan pembunuhan, maka akan dike-
nakan pidana mati. Barangsiapa menyakiti atau melukai orang lain,
230 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
maka akan dibalas setimpal dengan perbuatann ya. Orang-orang Yahudi
dan orang-orang Islam adalah sekutu. Jika orang-orang memilih Islam,
maka itu lebih baik. Tetapi jika tetap memeluk agama mereka, maka
harta benda dan tempat-tempat peribadatan memperoleh jaminan
perlindungan. Akan tetapi, mereka semua wajib memerangi orang-
orang yang menyerang Yatsrib dan mereka wajib mengeluarkan harta
benda untuk membiayai perang tersebut.
Orang-orang yang berkumpul di masjid, baik dari kalangan Yahudi,
orang-orang Anshar, maupun Muhajirin, membubuhkan tanda tangan
mereka pada piagam perjanjian Madinah (mitsaq) tersebut. Mereka
semua sepakat akan menindak-lanjuti pihak-pihak yang melanggar
pakta itu.
Muhammad tetap memperlakukan orang-orang Yahudi dengan
sikap lemah-lembut, betapapun sebagian penduduk Madinah tidak
sependapat dengan sikap perlakuan Muhammad tersebut, sebab mer-
eka sudah terbiasa bersikap kasar terhadap kelompok Yahudi. Kendati
demikian, Muhammad dapat memuaskan hati orang-orang yang tidak
menyetujui pada sikapnya dengan alasan bahwa ajaran yang dibawanya
adalah misi persaudaraan dan kasih sayang.
Kondisi ini sangat menenteramkan hati Muhammad. Kini dia melihat
tak ada lagi lubang-lubang pada tembok tempat dia bersandar.
g
Akan tetapi, kehidupannya di rumah sangat membebani hatinya.
Dia hidup bersama seorang perempuan yang tak pernah memperoleh
apa-apa dari dirinya, selain cinta kasih dan belaian mesra belaka.
Perempuan itu sudah cukup lanjut usia; dia sudah tidak sanggup lagi
mengurusi dan melayaninya dalam rumah tangga. Sementara ‘Aisyah
putri Abu Bakar kini telah menjadi seorang gadis yang matang dengan
iklim Yatsrib.
Abu Bakar telah menyampaikan rencana perkawinan ‘Aisyah dengan
Muhammad, karena dia telah menjadi seorang gadis yang matang dan
montok seperti layaknya seorang perempuan, betapapun dia masih
bersifat kekanak-kanakan, suka berlari-lari, dan bermain-main dengan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 231
anak-anak kecil.
Akhirnya, terjadilah kesepakatan antara ayah dan calon suaminya
untuk membawanya mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga.
Selanjutnya, beberapa orang perempuan pergi mencari ‘Aisyah, me-
nariknya dari atas gundukan pasir. Mereka membawanya ke rumah
calon suaminya. ‘Aisyah masih tampak kotor raut mukanya karena
sering berlari-lari ketika bermain.
Muhammad memulai kehidupan barunya bersama ‘Aisyah. Dia
menyuruh putrinya, Fathimah, agar mengajaknya berjalan-jalan dan
mencintainya.
Sementara itu ‘Umar bin Khaththab datang kepada Muhammad
untuk melamar Fathimah ketika Fathimah sedang berumur enam belas
tahun, cantik dan menarik. Akan tetapi, Muhammad menolaknya. Abu
Bakar juga mendatangi Muhammad untuk keperluan yang sama, namun
Muhammad memberikan jawaban yang sama seperti halnya jawaban
yang diberikan kepada ‘Umar.
Beberapa pemuda Anshar dan Muhajirin datang untuk melamar
putrinya, tetapi Muhammad merasa khawatir bahwa menyerahkan
putrinya kepada seseorang dari kalangan Anshar dan menolak lainnya
akan menyebabkan timbulnya emosional di pihak lain dan di pihak
keluarganya; atau jika dia menerima seseorang dari kalangan Muhaji-
rin, maka akan timbul kemarahan di kalangan lain, baik dari kalangan
Muhajirin sendiri maupun dari kalangan Anshar karena sama-sama
berharap akan dapat menyunting putrinya. Adapun kekhawatiran yang
lain jika Muhammad menerima lamaran salah seorang dari mereka,
akan timbul sikap merasa lebih tinggi dari shahabat-shahabatnya yang
lain karena berhasil menyunting putrinya itu. Sebab pada dasarnya, Mu-
hammad telah menanamkan prinsip ke dalam hati setiap orang bahwa
keluarga dekatnya tak dibenarkan merasa lebih tinggi daripada orang
lain, sebab manusia mulia bukan karena strata sosialnya, tetapi karena
amalnya. Bahkan dia tak segan bersikap keras terhadap ‘Utsman bin ‘Af-
fan, seorang teman dekatnya dan suami putrinya, lantaran bersikap kasar
terhadap Ammar putra Yasir.... putra Sumayyah.
232 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad meminta pertimbangan Abu Bakar. Dia menyebutkan
nama orang-orang yang melamar Fathimah. Mereka semua adalah
pemuda-pemuda Quraisy. Dari semua daftar calon pelamar Fathimah,
tak seorang pun di antara mereka yang punya cela.
“Bagaimana jika engkau menerima lamaran ‘Ali bin Abi Thalib?,”
tanya Abu Bakar.
“Aku tak menginginkan Fathimah diperistrikan oleh orang yang
masih terlalu muda,” jawab Muhammad terhadap nama pilihan yang
diajukan Abu Bakar.
‘Ali ketika itu sudah berumur dua puluh dua tahun, tapi Abu Bakar
mengatakan: “Bilamana engkau memberi perhatian kepadanya, mereka
berdua akan diliputi keberkahan dan dikaruniai kenikmatan.”
Abu Bakar terus membujuk Muhammad hingga akhirnya ia mau
menerima pendapat yang ditawarkannya, kemudian jadilah Fathimah
yang cantik menjadi gadis yang dipersunting ‘Ali.
Tapi ‘Ali tidak memiliki rumah yang akan ditempati untuk hidup
berumah tangga. Karena itu, Fathimah meminta sebuah rumah kepada
ayahnya, tapi ayahnya menolak keras permintaannya. Lalu datanglah
seorang laki-laki kaya dari kalangan Anshar yang bermaksud memberikan
sebuah rumah yang mungil di antara rumah yang dimilikinya, kepada
kedua suami istri yang masih muda belia itu. Namun ‘Ali dan Fathimah
tidak mau menerima pemberian laki-laki tersebut, dan laki-laki itu jus-
tru bersumpah takkan memasuki rumah itu selama-lamanya. Laki-laki
itu tetap bersikap keras untuk memberikan rumahnya hingga akhirnya
Muhammad memperb olehkan mereka berdua menerima pemberian itu
dengan cara jual-beli, tidak dengan cara pemberian (hibah).
Pemuda-pemuda dengan gadis-gadis dari kalangan Muhajirin banyak
yang dijodohkan dengan pemuda-pemuda dan gadis-gadis dari kalan-
gan Anshar. Dengan demikian, kehidupan baru dari kalangan Muhajirin
menjadi kian mantap. Mereka telah mendapatkan pekerjaan, rizki, dan
istri yang memberikan rasa tenteram bagi mereka. Namun demikian,
mereka takkan akan pernah melupakan Makkah.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 233
g
Kenangan terhadap Makkah tidak hanya dirasakan oleh mereka,
bahkan Muhammad sendiri tak kuasa melupakan Makkah. Dia selalu
terkenang Makkah. Di sana, di bawah gundukan tanah, terkubur seorang
kekasihnya. Di sana, dia banyak meninggalkan kenangan, baik suka
maupun duka. Teramat sering kenangan itu menghidupkan kembali
impian-impiannya dengan hidup tenteram. Betapa banyak derita yang
telah mewarnai kehidupannya. Namun, betapapun demikian tiada
negeri yang lebih dicintai daripada tumpah darahnya sendiri, yaitu
Makkah.
Seorang laki-laki pengungsian datang kepadanya dengan membawa
kabar berita tentang Makkah.
“Bagaimana situasi Makkah saat engkau tinggalkan?,” tanya ‘Ai-
syah.
Laki-laki itu menggambarkan situasi Makkah setelah kepergian para
pengungsi. Suaranya gemetar penuh kepiluan dan kesedihan berpisah
dengan Makkah. Dia gambarkan keadaan rumah-rumah, padang-padang
tandus, jalan-jalan, pasar-pasar yang ramai dengan hiruk-pikuknya
orang-orang, dan bunga-bunga yang bertaburan di sepanjang jalan-
jalan yang menuju bebukitan. Kerinduan hati Muhammad kepada
Makkah telah memuncak. Kedua belah matanya berkaca-kaca penuh
linangan air mata saat mengenang kota Makkah.
“Jangan! Jangan kaubangkitkan kerinduanku! Biarkan aku hidup
tenang,” Muhammad memenggal cerita yang sedang diungkapkan laki-
laki itu.
Sebenarnya semua shahabatnya dari kalangan Muhajirin dari hari
ke hari telah bertemu dengan laki-laki yang menggerakkan ingatan
mereka dan membangkitkan kecintaan dan kerinduan mereka. Mereka
semua berharap akan datangnya hari terbukanya pintu-pintu Makkah
untuk menyambut kedatangan mereka.
Sesungguhnya yang menjadi penghalang mereka dengan Makkah
adalah sekelompok saudagar yang berkuasa di sana dan telah mengusir
234 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mereka dari bumi kenangan, angan-angan, dan masa depan! Lantas
kapankah Muhammad memberikan komando kepada mereka untuk
melancarkan agresi terhadap sekelompok orang yang kejam, agar
mereka dapat menghabiskan sisa-sisa usia di bumi kelahiran mereka
yang jauh di sana? Tapi, jumlah mereka saat ini masih relatif kecil
sekali untuk membobol tembok pertahanan Makkah.
Di antara mereka ada beberapa laki-laki yang merasa khawatir
akan adanya perintah penyerbuan itu dari Muhammad. Di sini, mereka
telah hidup berkecukupan setelah sekian lama hidup dalam kekuran-
gan. Di antara mereka ada pula yang merasakan kedamaian hati
dalam hidupnya yang sudah pulih kembali seperti sedia kala. Namun
demikian, bagaimanapun juga pemimpin-pemimpin Quraisy tak akan
pernah membiarkan mereka menjani kehidupan yang tenteram.
Delegasi-delegasi pemerintah Quraisy mulai mendatangi pen-
gusaha-pengusaha Yahudi yang kaya-raya dan terkemuka di Yatsrib
dalam rangka perlindungan manakala rombongan-rombongan dagang
melewati jalan yang menuju ke Syam di padang Yatsrib. Di antara
mereka terdapat orang-orang yang paling ditakuti pedagang-peda-
gang Quraisy. Mereka itu orang-orang yang pernah dirampas harta
kekayaannya dan barang-barang dagangannya, kemudian diserahkan
kepada pemerintah Quraisy sebagai syarat agar pemerintah Quraisy
membiarkan pengungsi dalam keadaan tenang.
Orang-orang Quraisy khawatir mereka akan menyerbu untuk men-
gambil harta benda yang pernah dirampas dari mereka sebelumnya.
Delegasi-delegasi orang Quraisy menyusup ke rumah-rumah para
pemuka Yahudi.
Pemuka-pemuka Yahudi yang kaya-raya merasa takut untuk melaku-
kan penyimpangan dari perjanjian yang tertuang dalam piagam itu
secara terang-terangan, karena akibatnya suku Aus dan Khazraj akan
menyerang mereka dan yang pasti, Muhammad akan menerapkan
sanksi bagi pelanggar perjanjian (pakta), sebagaimana ketentuan yang
tertuang dalam piagam itu.
Karena itu, para pemuka Yahudi menggunakan strategi lain untuk
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 235
menciptakan disintegrasi di Madinah. Strategi yang mereka tempuh
adalah menyebarkan desas-desus bahwa orang-orang Quraisy yang
merasa terancam perdagangann ya dari serangan orang-orang Mu-
hajirin, akan melakukan perampokan terhadap pedagang-pedagan
Madinah.
Dengan demikian, sudah dipastikan bahwa Muhammad akan mene-
tapkan suatu kebijaksanaan yang membebani penduduk Yatsrib di luar
batas kemampuannya. Muhammad akan memotivasi mereka untuk
memusuhi orang-orang Quraisy dan segenap pendukung mereka. Hal ini
akan menyebabkan Muhammad menyeret mereka pada kerugian dalam
perdagangan yang akan menimbulkan kesengsaraan dan keputus-asaan
pada semua pihak.
Para pemuka Yahudi berusaha menjelajahi setiap orang dengan
opini ini. Mereka melancarkan trik-trik untuk membangkitkan perla-
wanan terhadap Muhammad dan orang-orang yang datang bersamanya.
Ketika Muhammad duduk di masjid dengan membicarak an
toleransi, cinta kasih, mengajak orang-orang untuk tidak berbuat
sewenang-wenang, tidak melanggar perjanjian, dan melaksanakan
tanggung jawab, beliau menatap Bilal dengan tatapan penuh kekagu-
man seraya berkata: “Engkau buah pertama dari Habsyah (Ethiopia),”
ucap Muhammad. Lalu dia menoleh. Dia melihat Suhaib Ar-Rumy yang
berkelana dari negeri Romawi yang jauh. Dia melepas senyumnya di
atas cita-citanya yang melayang-layang.
“Suhaib, engkau buah pertama dari Romawi,” lanjut Muhammad
sekali lagi; dan akhirnya pandangannya jatuh pada Salman Al-Farisi
yang datang kepadanya dengan segala kegelisahannya dalam mencari
kebenaran sepanjang jalan Persia, Mosol, Syam, dan Antikiyah, hingga
sampai di Yatsrib, lalu dia masuk Islam.
Kepada Salman, Muhammad berkata: “Salman, engkau buah per-
tama dari Persia.”
Kalangan Yahudi melakukan trik-trik dan move-move terhadap
orang-orang. Sementara itu Muhammad duduk di antara pengikut-
pengikutnya dari kalangan orang-orang Arab sambil tersenyum kepada
236 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Bilal Al-Habsy, Shuhaib Ar-Rumy, dan Salman Al-Farisi, sembari mem-
bayangkan panji-panji ajarannya berkibar-kibar dengan gagahnya,
menaungi seluruh negeri yang menjadikan umat bersatu-padu.
Selanjutnya, akan datang kepadanya orang-orang yang akan
menceritakan tentang seorang laki-laki di Yamamah yang melarang
minum-minuman keras, menganjurkan kebersahajaan, dan menekank-
an untuk berkata jujur kepada pengikut-pengikutnya.
Adapun seorang laki-laki yang lain lagi di Hadratul Maut berkel-
iling dengan menunggangi keledainya, menyerukan kepada semua
orang untuk berbuat baik, sebagaimana ‘Isa bin Maryam menunggangi
keledainya dari Al-Khalil dan Al-Kudus, mengajak orang-orang untuk
berbuat adil dan memegang kebenaran dengan sepenuh hati. Itulah
sebuah potret reformasi mentalitas besar-besaran di pelbagai penjuru.
Di lingkungan itulah para penyuluh ajaran yang meniupkan hara-
pan-harapan terhadap masa depan yang cerah tumbuh bersemi. Di
lingkungan itu dia dapat membangkitkan spirit orang-orang mukmin
untuk terjun ke kancah pertempuran bersama-sama mereka ke Makkah
melawan orang-orang Quraisy yang congkak dan membebask an bangsa
Arab di belahan lain dari koloni Persia dan Romawi serta mengibarkan
panji-panji keadilan dan persamaan hak (egality) di negeri-negeri
yang berkubang dalam lumpur-lumpur antagonisme, anarkhisme, dan
prostitusi. Negeri-negeri itu adalah negeri yang kehidupannya hitam-
kelam melumatkan harkat dan martabat manusia.
Akan tetapi, pemuka Yahudi yang kaya-kaya terus saja melakukan
manuver politis. Sentimen sosial yang memenuhi hati mereka terhadap
kelompok baru yang kompetitif tak pernah padam dan terus berkobar.
Mereka meninggalkan Yatsrib berada dalam otonomi mereka sendiri.
Mereka tetap ingin memberlakukan sistem kekuasaan mutlak terhadap
nasib-nasib buruh dan budak-budak dengan modal perdagangan milik
mereka. Karena itu, mereka lantas mengangkat ‘Abdullah bin Ubay
bin Salul sebagai pembuat keputusan menurut kehendak mereka dan
membuat aturan-aturan transaksi yang dapat mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya untuk menangkal ajaran-ajaran yang dibawa
Muhammad.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 237
Ketika Muhammad sedang berada di masjid di tengah para sha-
habatnya dalam rangka memberikan pelajaran kepada mereka dan
memimpi-mimpikan sebuah masa depan, secara spontanitas terdengar
suara jeritan melolong dari luar Yatsrib meminta tolong.
Apakah orang Quraisy telah melakukan penyerbuan secara men-
dadak...?
Orang-orang terkejut, lalu mereka berhamburan. Mereka berge-
gas menuju ke luar masjid mengikuti Muhammad, tetapi ia masuk
ke rumahnya yang berdempetan dengan masjid terlebih dahulu, lalu
disambarnya sebilah pedangnya. Dia segera pergi menemui lolongan
suara itu. Dia mendapatkan seekor kuda tanpa pelana, langsung saja
dia tunggangi kuda itu, melesat keluar Yatsrib seorang diri sambil
menghunus pedangnya.
“Kalian tidak perlu cemas!, demikian ia berseru kepada orang-
orang dari atas kudanya.
Sebelum ada yang menyusulnya, dia telah kembali lagi menemui
orang-orang. Dia katakan bahwa dia tak menemukan adanya indikasi-
indikasi serbuan dari pihak lawan. Di sana tak ada hal-hal yang perlu
mereka khawatirkan.
Namun meskipun demikian, dia memandang perlunya peningkatan
kewaspadaan yang antisipatif untuk menjaga kemungkinan-kemungkian
adanya serangan lawan secara tiba-tiba dan untuk mengantisipasi per-
ang urat saraf yang dilancarkan orang-orang Yahudi. Oleh karena itu,
dia mengambil keputusan untuk mengirim balatentara dari kalangan
Muhajirin agar mengadakan ronda di sekeliling Madinah dan jalan-jalan
yang menuju ke Madinah.
Dengan sistem itu, semua orang di Madinah akan merasa tenang
dan aman. Tapi, belum sampai dia mengirim tentara-tentara tersebut,
tiba-tiba Madinah dilanda wabah penyakit, sehingga sebagian besar
orang Muhajirin jatuh sakit.
Timbullah desas-desus di Madinah bahwa orang-orang Muhajirin
datang dengan membawa wabah penyakit ini. Karena itu, bagi mereka
238 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang datang dengan membawa wabah penyakit ini harus dipulangkan
kembali.
Adapun orang-orang Muhajirin berkeyakinan bahwa timbulnya
wabah penyakit yang menimpa mereka justru berasal dari Madinah.
Karena itu, timbullah rasa tidak senang di hati mereka kepada Madi-
nah, setelah mereka merasakan ketenangan hidup di Madinah.
Betapapun berbagai upaya yang telah dilakukan oleh orang-orang
Anshar dalam mencarikan dokter bagi orang-orang Muhajirin yang
terserang penyakit, namun wabah penyakit tetap merajalela hingga
tak satu pun rumah atau pondokan di Madinah yang tak ditempati
orang sakit yang mengigau karena demam yang sangat tinggi.
Demam menyerang hampir setiap orang, hingga timbul dugaan di
kalangan orang-orang Muhajirin bahwa demam ini akan mengakibatkan
bencana kematian. Sebagian di antara mereka berharap untuk kembali
pulang ke Makkah daripada mati terasing di Yatsrib lantaran wabah
penyakit yang tak kunjung usai.
Muhammad kini mengunjungi mereka yang terserang demam.
Kepada Tuhan-Nya dia berdo‘a agar menumbuhkan kecintaan mereka
kepada Yastrib sebagaimana menumbuhkan kecintaan mereka kepada
Makkah.
Ketika wabah demam mulai mereda, maka kondisi masjid mulai
ramai kembali dengan pengunjung. Akan tetapi, akibat demam yang
sangat dahsyat, mereka tampak tak punya gairah, bahkan tak seorang
pun di antara mereka yang mampu berdiri.
Abu Bakar termasuk juga di antara orang-orang yang terserang
penyakit. Begitu dahsyatnya penyakit yang menyerangnya, hingga
ia mengigau. Muhammad menyuruh ‘Aisyah agar merawatnya hingga
dia sembuh. Demikian pula demam itu menyerang tubuh Ruqayyah.
Muhammad menyuruh ‘Utsman bin ‘Affan untuk menjaganya.
Setelah lenyap sama sekali wabah yang meninggalkan banyak
korban, Ruqayyah tetap sakit-sakitan; tubuhnya kurus hampir-hampir
tak mampu berdiri. Ini wabah penyakit, kemudian keresahan muncul
juga!
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 239
Mereka, musuh-musuhnya dari kalangan Yahudi, melakukan intrik-
intrik dan provokasi. ‘Abddullah bin Ubay membuka kedoknya. Dia
melabrak Muhammad pada saat berkeliling menjenguk orang-orang
yang terserang penyakit demam. Dengan nada yang sangat tidak sim-
patik, ia menyuruh Muhammad untuk tidak pergi ke mana-mana, tetapi
tinggal di rumahnya saja agar tidak membawa benih-benih penyakit
yang tidak diinginkan oleh orang-orang yang dikunjunginya.
Muhammad berusaha menahan emosinya. Dia tidak menghendaki
timbulnya gejolak di Madinah saat orang-orang di Madinah gugur
berjatuhan oleh serangan wabah penyakit, laksana daun-daun ker-
ing berjatuhan. Muhammad akhirnya memutuskan untuk tidak pergi
ke mana-mana. Dia berdiam saja di rumahnya untuk beberapa hari
lamanya.
Akan tetapi, banyak laki-laki dari kalangan penduduk Yatsrib men-
dengar juga apa yang dikatakan ‘Abdullah bin Ubay kepada Muhammad.
Mereka segera mendatangi ‘Abdullah bin Ubay, lalu memaki-maki dan
memarahinya. Mereka bersumpah kepada Muhammad bahwa mereka
akan tetap memperbolehkan Muhammad mengunjungi rumah-rumah
mereka, sebagaimana ia lakukan selama ini. Tak ada suatu hal yang
lebih disenangi oleh orang-orang, bila dibandingkan dengan perjump-
aannya dengan Muhammad.
Pengikut-pengikut ‘Abdullah bin Ubay memperlakukan orang-orang
Muhajirin dengan cara seperti itu pula. Mereka menyalahkan orang-
orang Muhajirin setiap kali mendapatkan kesempatan dan melempar-
kan tanggung jawab merajalelanya wabah penyakit demam kepada
mereka. Bahkan mereka mengaku-ngaku bahwa merekalah yang selama
ini telah memberikan tempat bernaung dan memberikan penghidupan
kepada kaum Muhajirin. Dan mereka menyatakan bahwa mereka telah
memberikan Yatsrib yang aman bagi serbuan orang-orang Quraisy dan
sekutu-sekutunya.
Muhammad berusaha menasihati shahabat-shahabatnya agar beru-
saha menahan diri. Akan tetapi, beberapa orang dari kalangan Anshar
tak mampu menahan emosi lagi melihat gelagat yang dilakukan oleh
240 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
orang-orang Yahudi. Mereka akan memukuli orang-orang Yahudi yang
coba-coba menyinggung perasaan orang-orang Muhajirin. Akan tetapi
Muhammad mencegah mereka dan menyuruh memaafkan saja, sebab
di Madinah yang menjadi pusat aktivitas gerakan dakwahnya tidak
layak lagi timbul kekacauan.
Muhammad mempersiapkan satu pasukan yang beranggotakan
30 orang. Semuanya berasal dari kalangan Muhajirin yang kapabili-
tasnya dalam menunggang kuda sangat lihai untuk diangkat sebagai
komandannya. Kepada mereka Muhammad memerintahkan untuk
berangkat dan melakukan perondaan di padang pasir di luar daerah
Yatsrib dan melakukan pengintaian terhadap siapa saja yang dicuragai
akan melakukan penyerbuan. Muhammad memerintahkan Ubaidah bin
Haritsah dan Sa‘ad bin Abu Waqqash untuk mengadakan pemantauan di
posisi-posisi lain bersama dengan 80 orang pasukan kuda dari kalangan
orang-orang Muhajirin.
Sejak hari itu tentara-tentara yang telah ditugaskan mengada-
kan patroli di luar kota Yatsrib dan pengintaian di setiap jalan yang
menuju kota Yatrib, agar mereka mengetahui secepatnya jika terdapat
orang-orang yang dicurigai akan melakukan kekacauan di Yatsrib, un-
tuk kemudian segera mereka melaporkan hasil investigasi itu kepada
Muhammad tanpa harus terjadi pertumpahan darah.
Pasukan Ubaidah bertemu dengan rombongan dagang Quraisy yang
cukup besar jumlahnya. Tiga puluh orang dari anggota rombongan
dagang tersebut melarikan diri, lalu mereka mengikuti orang-orang
Muhajirin. ‘Ikrimah bin Abu Jahal, pimpinan rombongan itu marah
sekali. Dia melepaskan anak panahnya kepada Sa‘ad bin Abi Waqqash.
Sa‘ad bin Abi Waqqash pun mengobati luka-lukanya dan mencabut anak
panah yang menancap di tubuhnya tanpa harus terjebak ke dalam
pertempuran.
Amanat yang diperintahkan Muhammad kepada mereka adalah ti-
dak boleh terlibat pertempuran ketika mereka menjumpai rombongan
dagang orang-orang Quraisy.
Sa‘ad adalah orang yang pertama dari shahabat Muhammad
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 241
yang terkena panah. Sa‘ad! Akan datang suatu hari, di mana engkau
mengembalikan anak panah itu. Karena itu, bersabarlah.
Sementara itu Hamzah bersama pasukannya melakukan patroli
di sekitar tepi Laut Merah tersebut. Di situ tak ada tentara musuh
yang ditemui Hamzah, kecuali rombongan pedagang yang cukup besar
jumlahnya di bawah pimpinan Abu Jahal sendiri. Abu Jahal didampingi
tiga ratus orang yang memanggul senjata. Mereka adalah securitiy
rombonga n dagang tersebut. Ini dia Abu Jahal! Betapa seringnya dia
memicingkan matanya, hingga engkau melukai kepalanya sebagaimana
telah engkau lakukan beberapa tahun silam.
Abu Jahal melimpahkan emosinya dengan ketiga ratus laki-laki itu.
Hamzah hampir saja terjebak ke dalam kancah pertempuran dengan
delapan puluh orang pasukannya. Hanya saja ketika itu ada orang laki-
laki yang amat bijaksana dari suku Juhainah yang bertempat tinggal di
tepi Laut Merah melibatkan diri dalam persolan itu. Ia berusaha mel-
erai kedua kelompok tersebut. Memang Hamzah dan Abu Jahal masih
sama-sama mengendalikan emosinya masing-masing. Maka berhasillah
si laki-laki Juhni itu melerai pertengkaran di antara mereka, kemudian
berlalulah mereka di jalannya masing-masing.
Hamzah pulang kembali ke Yatsrib. Dia mempunyai dugaan kuat
bahwa tidak lama lagi akan datang hari-hari yang membawanya ke
dalam kancah pertempuran. Dia menceritakan kepada Muhammad apa
yang telah ditemuinya. Oleh karenanya, tak pelak lagi bagi Muhammad
bahwa ia harus memulai mengadakan persiapan untuk menyongsong
datangnya aksi pertempuran.
R
242 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Kemakmuran
membawa krisis internal
Be b e r a p a o r a n g t o k o h d i M a d i n a h m e n g a t a k a n :
“Andai saja Muhammad memberikan hak kepada kita, tentu saja
putri dan shahabat-shahabatnya tak akan terserang wabah penyakit.
Tak akan ada sebagian teman-temannya yang gugur dan takkan sampai
wabah penyakit melanda mereka.”
Mereka menyebarkan gosip bahwa dia tidak lain dan tidak bukan hany-
alah tukang sihir, sebagaimana telah dikatakan orang-orang Quraisy.
Hanya saja, sihirnya tidak mempan berjalan mulus.
Apa yang dikatakan para provokator Madinah itu kepada sebagian
pengikutnya tentang Muhammad pada hakikatnya hanya agar timbul
keraguan di hati mereka terhadap eksistensi pribadinya. Dia mengeta-
hui keraguan telah mulai menyerang hati sebagian para pengikutnya,
sebab jika dia memang sungguh-sungguh jujur dengan ajaran yang
dibawanya, mengapa dia tak kuasa menyembuhkan penyakit demam
yang diderita putrinya, Ruqayyah? Mengapa pula dia tak mampu
menyelamatkan hidup sebagian para pengikutnya yang gugur karena
penyakit tersebut?
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 243
Sebagian orang yang konsisten pada pendiriannya datang menemuinya
untuk menyampaikan sikap penolakannya dan keragu-raguan mereka
terhadap semua desas-desus yang mempersoalkan posisi dirinya,
bahkan mereka menyanjung-nyanjungnya. Dia pun lalu mengangkat
kepalanya yang kala itu tengah dibebani berbagai macam persoalan,
lalu berkata kepada mereka dalam keadaan sedih: “Janganlah kalian
menyanjung-nyanjung diriku.”
Seorang laki-laki dari pengikutnya maju ke hadapannya, menentang
orang-orang yang menjadi biang kerok provokasi dan orang-orang yang
meragukan dirinya.
“Bagaimana kita tidak menyanjung-nyajung dirimu, padahal engkau
pemimpin kita semua,” akunya.
Tapi dia berusaha mencegah sikap fanatisme atau kultus laki-laki itu
kepada dirinya. Dia memperingatkan kepada orang-orang yang men-
dengarnya, agar menyingkirkan sikap fanatik kepada dirinya, sebab
sikap ini akan menimbulkan dampak negatif. Dia harus membersihkan
hubungan mereka dengan dirinya dari sanjungan dan pemujaan.
Dia harus mencegah mereka agar tidak menempatkan dirinya di atas
mereka. Dia harus menutup pintu dari pengkultusan mereka terhadap
dirinya, karena dia tidak lain hanyalah manusia biasa seperti mereka
juga, yang biasa keliru dan benar dalam kehidupan. Mereka harus
memandang dirinya dengan jernih dan objektif. Segala problema ha-
rus dimusyawarahkan di antara mereka. Jika mereka bungkam, selain
suara pujian dan sanjungan, maka ajaran-ajarannya akan menjeratnya
pada kebenaran dan kebajikan dalam jeritan-jeritan yang melampaui
agama dan pujian-pujian yang gila-gilaan.
Dia hanyalah manusia biasa. Manusia seperti mereka juga. Dia tidak
memiliki kekuasaan bagi dirinya sendiri untuk mendatangkan keman-
faatan dan menolak kecelakaan. Dia tak dapat menolak datangnya
penyakit atau kematian dirinya sendiri maupun orang lain. Dia menan-
gis, tertawa, merasakan kepayahan, kesegaran, tidur, bangun, marah,
senang, lapar, dahaga, makan, dan berjalan ke pasar tak ubahnya
seperti aktivitas mereka juga. Dia sama sekali tak dapat mengetahui
244 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
hal-hal yang metafisis-supra rasional. Dia bukanlah orang yang dapat
mengalahkan orang lain, sebab di dunia ini tak ada seorang pun yang
memiliki kekuatan untuk mengalahkan orang lain.
Akan tetapi, dari dalam dadanya terpancar ungkapan-ungkapan ber-
cahaya yang menerobos gelapnya kebodohan untuk menerangi semua
jalan setiap orang menuju pada keadilan, kebenaran, ketulusan,
kejujuran, dan kebajikan agar manusia terbebas dari belenggu yang
akan mencampakkannya ke dalam lumpur kenistaan, karena manusia
diciptakan sebagai makhluk yang papa.
Bagian wajahnya pernah tersenak, dan tensi darahnya juga pernah
meninggi. Dia juga pernah jatuh sakit. Karenanya, kepadanya pernah
datang seorang tabib yang biasa mengobati pasien dengan cara menge-
luarkan darah. Tabib itu pun lalu melakukan penyayatan agar darah
kotor yang menggumpal dalam dirinya dapat keluar. Ketika darahnya
telah keluar dari bagian tubuhnya yang disayat, tabib itu hendak
menjilati darahnya (“ngalap berkah”: Jawa –edt.). Namun Muham-
mad melarang keras tabib itu sambil memperhatikan orang-orang di
sekitarnya dengan penuh kemarahan:
“Semua darah haram! Semua darah haram!,” ujarnya melarang.
Setelah siuman dari sakitnya, Muhammad menghadapi situasi aneh
yang menyelimuti Madinah di mana musuh-musuhnya dari kalangan
orang-orang Yahudi dan sekutu-sekutu mereka dari kelompok ‘Abdullah
bin Ubay menyebarkan desas-desus untuk menimbulkan rasa keragu-
raguan tentang dirinya di kalangan-kalangan pengikutnya. Sementara
itu pula orang-orang dari kalangan Anshar justru sangat berlebihan
dalam menilai dirinya, sehingga mereka hampir-hampir mengubah
dirinya dikultuskan menjadi Tuhan yang mereka sembah.
Dia menyatakan dengan tegas kepada mereka bahwa ajaran-ajaran
yang dibawanya tidak untuk mengkultuskan dirinya, tapi dia datang
membawa persaudaraan, persamaan hak, kewajiban, dan keadilan.
Dia datang untuk membebaskan hati setiap orang dari cengkeraman
kekuasan tukang-tukang tenung dan patung-patung, membebaskan
setiap orang dari pemerasan, membebaskan budak-budak dari peda-
gang budak, dan membebaskan pikiran dari kenistaan, kehinaan, dan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 245