Setelah rehab Ka‘bah selesai, maka sampailah mereka pada
peletakan Hajar Aswad (batu hitam). Mereka kembali terlibat dalam
perselisihan sengit mengenai orang yang pantas meletakkan Hajar
Aswad tersebut ke tempatnya. Karena sangat sengitnya perselisihan
pendapat di antara mereka, hampir saja terjadi perang saudara. Pada
saat munculnya konflik tersebut, tiba-tiba muncul pendapat dari orang
yang paling sepuh di antara mereka. “Serahkanlah persoalan yang
kalian perselisihkan itu kepada orang yang masuk paling awal.”
Ternyata setelah dicari-cari, maka orang yang masuk pertama kali
adalah Muhammad bin ‘Abdullah. Setelah mereka tahu bahwa yang
masuk paling awal adalah Muhammad, mereka berkata: “Kita semua
setuju. Ini dia orang yang tepercaya. Ini dia Muhammad.”
Lalu disampaikanlah masalah yang dipersengketakan mereka ke-
pada Muhammad. Setelah mempelajari dengan seksama masalah yang
dikemukakan mereka, Muhammad lalu berkata: “Berikanlah kepadaku
sehelai kain.”
Ia kemudian mengambil Hajar Aswad, lalu diletakkan di atas seh-
elai kain tersebut, kemudian Muhammad berkata lagi: “Silakan setiap
kabilah memegang salah satu pojok kain ini.”
Demikianlah, akhirnya perselisihan pendapat di antara mereka
dapat diselesaikan secara mulus. Para pembesar yang kaya-raya itu
merasa puas terhadap pendapat yang dikemukakan pemuda miskin. Ma-
syarakat Quraisy benar-benar mengagumi kearifan dan kebijakannya.
Mereka tunduk pada pendapatnya. Mereka bangga pada sikapnya yang
jujur dan tepercaya di tengah kondisi sosial yang sangat mencekam
sekali dekadensi moralitasnya.
Mudah-mudahan mereka kini akan mau memberi makan kepada
orang yang lapar, bersikap adil kepada orang yang lemah, tidak me-
nindas siapa pun, menjaga kesucian dirinya, dan memberi kepada
orang-orang yang meminta-minta. Mereka tidak lagi melantarkan
anak-anak yatim dan tidak lagi makan harta orang-orang miskin dan
lemah.
Dan akhirnya, mudah-mudahan mereka akan mendapat pertolongan
96 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dari ungkapan bijak yang tertera pada lempengan batu tua itu bahwa
manusia tidak akan dapat memetik anggur dari pohon berduri.
Kini beban kehidupan terasa berat di pundaknya. Ia tak lagi men-
emukan keindahan, selaksa menunggu setetes air kehidupan baru yang
tak kunjung datang.
Abu Bakar telah menceritakan kepadanya tentang pertemuan
Umayyah bin Abi Shalt dengan Zaid bin ‘Amr bin Nufail di pelataran
Ka‘bah beberapa waktu yang telah silam. Ketika itu Zaid bin ‘Amr
tiada henti-hentinya memikirkan langkah-langkah strategis untuk
memberantas kepercayaan politheisme yang dianut masyarakatnya.
Suatu ketika ia pernah didatangi Umayyah.
“Bagaimana kabarmu pagi ini, wahai sang pencari kebenaran,”
sapa Umayyah.
“Baik,” jawab Zaid.
“Apakah engkau telah menemukannya?”
“Belum, keluargaku juga sedang mencari. Sesungguhnya yang
ditunggu-tunggu dari kita atau dari kalian atau dari penduduk Pales-
tina,” pungkas Zaid
Situasi kehidupan saat itu telah siap menunggu hadirnya seorang
penyelamat baru. Para penyebar ajaran-ajaran baru di zaman lam-
pau telah menyampaikan seruan-seruan mereka dengan lantang dan
ditopang oleh argumentasi yang kuat. Tetapi di dalam hati, mereka
mempercayai bahwa harus ada seseorang yang harus menyampaikan
kata-kata kebenaran yang dapat menyinari kegelapan dan mengubah
wajah dunia.
Sementara itu, tak seorang pun dari mereka yang berani tampil
untuk mensosialisasikan keyakinan mereka dan melakukan gerakan-
gerakan di bawah panji-panji mereka. Tiada hentinya mereka men-
ganalisis dan menjelaskan tentang kebaikan, tetapi tak seorang pun
dari mereka yang berani menanggung resiko untuk membebaskan
penindasan yang melilit leher kaum tertindas. Mereka hanyalah dapat
mewajibkan saja. Lebih dari semua itu, tidak.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 97
Dengan melihat kenyataan yang demikian itu, maka suara penin-
dasan tetap lantang; para pembuat keputusan adalah para pembesar
masyarakat; kaum pria direndahkan martabatnya; kaum perempuan
dijadikan bulan-bulanan; rumah tangga hancur berantakan; seorang
laki-laki masih saja dapat mewarisi istri ayahnya; poliandri tetap
dibenarkan; dan tak satu pun yang ada di dunia ini yang mendapat
perlakuan secara terhormat. Manusia diperbudak dan diperlakukan
laksana kuda. Kekuatan otot menjadi aturan hukum. Akal sudah tidak
dipedulikan lagi!
Apa yang akan terjadi kemudian?
Wahai Anakku, engkau hidup dalam selimut duka dan terisolir
seorang diri di gurun sahara yang bernafas dengan kebohongan, karena
kutukan dan kenistaan.
Wahai Abul Qasim, engkau mengisolasikan diri. Engkau tinggal-
kan keluargamu dalam meditasimu di gua Hira’, sebagaimana yang
telah dikerjakan oleh para pembebas sebelummu. Dalam waktu
yang tidak seberapa lama, para pembebas itu antusiasnya sempat
berapi-api dan menyala-nyala, namun kemudian mereka lenyap tak
terdengar lagi namanya.
Apakah gerangan arti diammu di atas berbagai kebejatan itu?
Apa pula gerangan arti pengisolasianmu sepanjang bulan Ramadhan?
Ucapkanlah kata-katamu. Bukankah kaummu telah menghargai dan
menghormati dirimu?
Gelora usia remajamu telah berlalu. Maka bangkitlah dan sampai-
kanlah kabar gembira! Tegaklah; hadapi musuh-musuhmu! Tegaklah;
berilah peringatan kepada mereka!
R
98 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Hegemoni Kebenaran
para Bangsawan
Ba n g k i t n y a a k s i k e p e d u l i a n M u h a m m a d t e r h a d a p
persoalan kemanusiaan, bukan hanya ketika ia
melihat kenyataan yang terjadi di Semenanjung Arabia saja,
tetapi ia telah menjelajahi di berbagai negara belahan utara dan se-
latan. Semua ketimpangan sosial telah banyak ia temui, baik di Persia
maupun Romawi. Semua realitas tersebut ia renungkan bagaimana
solusinya. Di berbagai pelosok bumi, suatu ketika terjadi penindasan
terhadap manusia, namun dalam kesempatan yang lain antagonisme
merajalela, sehingga tak jarang terjadi praktek kanibalisme yang di-
lakukan oleh tangan-tangan perempuan yang lemah-lembut.
Para pembesar negeri Rum tak henti-hentinya menindas kaum
pria dan perempuan, sebagaimana halnya penindasan yang dilakukan
oleh pengusaha lintah darat di Makkah dan Persia. Penindasan terhadap
kaum papa yang mengatas-namakan kekuatan ghaib yang tak dapat
dilawan dan ditentang sedang melanda di sana sini. Ia adalah kekuatan
yang tak pernah merasa kenyang mengisap darah para kaum lemah.
Di Makkah kekuatan itu menggunakan nama patung-patung, di Per-
sia menggunakan nama tuhan-tuhan, sedang di Romawi menggunakan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 99
nama pendeta-pendeta dan tukang-tukang tenung.
Segalanya sudah menjadi kehilangan makna dan tak memiliki harga
diri lagi. Tak jarang terjadi seorang perempuan memasuki dinding
istana Konstantinopel untuk menghadap raja. Perempuan itu beralih
pekerjaan dari pelayan toko menjadi budak-budak pemuas nafsu para
pembesar kerajaan Romawi. Hanya saja, untuk dapat membedakan
dirinya dari kebanyakan orang, maka dihiasilah dirinya dengan per-
hiasan yang mahal harganya dan langka, yaitu berupa mahkota im-
perior. Gereja-gereja pun berubah menjadi sarang-sarang penyamun
dan tukang jagal.
Di berbagai penjuru telah menjamur iklim kesewenang-wenangan
dan penindasan. Para buruh kecil diperintahkan untuk mengalihkan
bidang pekerjaannya pada sesuatu yang dapat memuaskan keinginan
pembesar-pembesarnya. Jika mereka menentang atau menolak, maka
dibunuhlah mereka, betapapun ratusan orang jumlahnya. Ladang-
ladang petani dapat saja diambil secara paksa dari pemiliknya atas
perintah penguasa negara. Istana kekaisaran yang berdiri menjulang
tinggi berubah menjadi pasar yang luas bagi budak putih menurut ke-
tentuan para penjual budak. Segala tempat yang disucikan sekalipun
telah berubah menjadi gembong penipuan.
Di negeri Persia timbul aliran-aliran lain yang aneh-aneh. Dongeng-
dongeng agama telah terlepas dari jiwa yang lama. Dari hari ke hari
cahaya dan kegelapan telah kehilangan maknanya sejak para tukang
tenung menguasai perdagangan dan pertanian. Gemerlapnya dunia telah
memperhamba mereka, sehingga timbul adanya penyembahan terhadap
tubuh perempuan yang mereka pertuhankan. Para tukang tenung itu
tenaganya habis terkuras dikerahkan dalam menyembah tubuh perempuan
itu. Syair-syair agung pun dipenuhi dan dihiasi dengan kata-kata cabul
untuk mengungkap dan menggambarkan tubuh perempuan telanjang
sedetil-detilnya tanpa rasa malu. Karena bernasib mujur, ada seorang
gadis yang sebelum dipertemukan dengan (calon) suaminya, ia terpilih
sebagai gadis yang hendak dijadikan sesembahan oleh para tukang tenung
senior pilihan. Gadis tersebut berada di hadapan para tukang tenung
selama seminggu penuh untuk dijadikan sesembahan secara bergantian
100 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
serta untuk diperoleh keberkahan darinya. Semua itu mereka lakukan
dalam kondisi telanjang sembari menenggak miras.
Kondisi sosial keagamaan ketika itu teramat parah. Nilai-nilai
spiritual dalam agama Kristen dan Yahudi tidak lagi diamalkan seb-
agaimana mestinya. Nilai-nilai spiritual tersebut telah berubah ben-
tuknya menjadi pemujaan-pemujaan terhadap gambar-gambar yang
dikeramatkan. Kekuasaan tuhan telah beralih ke tangan pemeras dan
tukang tenung. Para tukang tenung dan pemeras itulah yang memegang
otoritas untuk membuka pintu-pintu surga dan pintu-pintu neraka.
Demikianlah, praktek pengakuan yang dijadikan sebagai penebu-
san dosa bagi orang-orang yang melakukan kesalahan telah dijalankan
untuk mengeruk harta kekayaan melalui ancaman dan paksaan di balik
pengakuan tersebut. Inilah cara keji yang ditempuh para pemuka
agama untuk mengeruk harta kekayaan yang sebanyak-banyaknya.
g
Krisis nilai-nilai kehidupan mewarnai kehidupan seantero dunia,
tidak di Makkah saja adanya. Muhammad bin ‘Abdullah mengetahui
kenyataan-kenyataan tersebut dari teman-temannya dan dari berbagai
pengembaraannya serta cerita-cerita yang disampaikan oleh teman-
temanya yang pulang dari pengembaraannya.
Ketika datangnya bulan Ramadhan masyarakat Makkah mengas-
ingkan diri keluar kota Makkah adalah sebuah tradisi yang terjadi
tiap tahun. Pada waktu itu juga Muhammad meninggalkan Khadijah
-istrinya yang tercinta- untuk beberapa hari dalam bulan Ramadhan.
Dalam pengasingan tersebut ia merenungkan tentang kebenaran se-
bagaimana lazimnya para pemikir sebelumnya, jauh dari hiruk-pikuk
dan glamornya kehidupan Makkah.
Muhammad tinggal di gua Hira’ beberapa malam pada bulan Ra-
madhan; dann biasanya bila Khadijah telah rindu, maka ia mengutus
seseorang untuk menyampaikan kerinduan kepadanya, maka ia pun
kembali ke rumahnya. Kadangkala Khadijah dan Muhammad keluar
bersama-sama. Ia buatkan kemah untuk istrinya di tempat yang dekat
dengan tempat ibadahnya agar ia tidak mengalami kesulitan pulang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 101
ke rumahnya di Makkah.
Muhammad kini telah berusia 40 tahun, usia yang diakui oleh orang
Quraisy sebagai indikasi kematangan jiwa. Oleh karena itu, dalam
batas usia tersebut semua pemuda telah berhak menjadi pemimpin
dalam pemerintahan suku Quraisy. Jika kondisi ekonominya baik, maka
pemerintah Quraisy memberikan kesempatan untuk menduduki jabatan
terhormat tesebut. Namun sistem kehidupan dalam suku Quraisy itu
tidak akan pernah sedikit pun memberikan peluang bagi Muhammad
sebagai anggota dalam pemerintahan selamanya.
Di kabilah Quraisy ada 10 kelompok yang masing-masing kelompok
diwakili oleh seseorang dalam pemerintahan. Muhammad termasuk
golongan Bani Hasyim di mana dalam tata pemerintahan telah diwakili
oleh ‘Abdul Muththalib, sedangkan kini kedudukan tersebut direp-
resentasikan oleh pamannya, yaitu ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib. Ia
tergolong pedagang kaya Quraisy. Meskipun demikian sistem peme
rintahan itu berjalan, Muhammad masih mempunyai seorang teman
dekat yang cukup berperan dalam pemerintahan, yaitu Abu Bakar bin
Abi Quhafah, yang mempunyai tugas khusus menangani masalah dalam
bidang hukum yang berkenaan dengan denda. Ia tergolong sebagai sau-
dagar kaya.
Muhammmad kagum kepada sebagian tokoh-tokoh pemerintahan,
seperti ‘Umar bin Al-Khaththab yang menangani bidang kedutaan.
‘Umarlah yang menjadi juru bicara suku Quraisy dalam kaitannya
dengan kota-kota dan kabilah-kabilah lainnya.
Ketika itu Muhammad tinggal bersama istri dan anaknya dalam
situasi penuh ketenteraman. Akan tetapi, ia selalu digelisahkan oleh
berbagai obsesinya setelah kontemplasinya yang panjang. Ia tiada
henti-hentinya melakukan daya dan upaya untuk menemukan solusi
yang integral bagi krisis kemanusiaan yang mewarnai berbagai pelosok
dunia dan tidak hanya terbatas di Makkah saja. Akan tetapi, ia tidak
terjebak dengan kontemplasi dan obsesinya belaka. Ia hidup seb-
agaimana layaknya manusia. Bila ia telah menyelesaikan ibadahnya,
maka ia bekerja. Setiap pagi ia memerah kambingnya dengan tangan-
nya sendiri tanpa bantuan pelayanan istrinya. Kehidupan dan tempaan
102 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
masa lalunya telah membentuk kepribadiannya menjadi orang yang
bersahaja dan mandiri. Tak jarang ia pergi ke pasar untuk berbelanja
keperluan-keperluan rumah tangganya.
Tatkala Muhammad berjalan menuju pasar, ia senantiasa melem-
parkan senyum dari bibirnya dan melontarkan sapaan kepada anak-
anak yang ditemuinya. Sikapnya berbeda jauh dengan kebiasaan para
pemuka masyarakat seusia dirinya. Kadang-kadang Muhammad bersama
‘Ali bin Abi Thalib, anak pamannya. Muhammad pernah menyatakan
kepada ‘Abbas, pamannya: “Saudaramu, Abu Thalib, banyak keluar-
ganya. Banyak sekali orang yang dilanda krisis. Karenanya, marilah
pergi bersamaku kepadanya agar kita dapat sedikit meringankan beban
keluarganya. Aku akan memungut salah seorang putranya dan engkau
juga memungutnya.”
Keduanya pun pergi menghadap Abu Thalib, kemudian mereka
menyampaikan maksudnya. Muhammad memungut ‘Ali dan ‘Abbas
memungut Ja‘far.
Sejak saat itu ‘Ali tinggal bersama Muhammad. ‘Ali kini berusia
delapan tahun. Kadang-kadang ia berjalan-jalan dengan teman seu-
sianya sambil membicarakan keramahan sepupunya (Muhammad)
terhadap anak-anak dan tentang istrinya yang suci serta ketidaksetu-
juannya terhadap praktek perbudakan di mana di rumahnya tak dikenal
sebutan “budak”. Ia gantikan sebutan tersebut dengan “bujang”. Ia
begitu teramat santun dan bersikap sabar kepada para pembantunya.
Tatkala pembantunya melakukan kekeliruan, maka sedikit pun tak
pernah terlontar kata-kata kasar dari mulutnya.
Betapapun istrinya perempuan yang baik, tetapi ia tak pernah
henti-hentinya mengingatkan istrinya agar di waktu siang dan malam
senantiasa memberi makan kepada para pembantunya sebagaimana
makanan yang dimakan keluargan ya dan memberi pakaian sebagaimana
pakaian yang dikenakan keluarganya. Kepada istrinya ia menasihatkan
agar tidak membebani pembantu dengan pekerjaan-pekerjaan yang
berat dan justru senantiasa membantu mereka dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaannya. Bahkan ia juga menyarankan kepada istrinya
agar tidak memaksa mereka untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 103
luar batas kemampuannya.
Apa yang diceritakan ‘Ali tentang pribadi Muhammad dan situ-
asi rumah tangganya, sangat mengagumkan hati para pemuda yang
mendengarnya. Mereka menangkap kekuatan dan keberanian yang
tersimpan di balik diri Muhammad, namun meskipun demikian, ia
memiliki kasih sayang terhadap para kaum muda. Banyak pemberani
lain selain Muhammad yang dikenal para pemuda Quraisy, tetapi bila
mereka berjumpa dengan para pemuda, tak seorang pun dari para
pemuda yang berani berbicara dengan mereka, karena takut. Di ka-
langan para pemuda, terdapat sederet daftar nama pemberani yang
terkenal, seperti ‘Umar bin Khaththab, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib,
dan ‘Amr bin Hisyam. Akan tetapi, posisi Abul Qasim (Muhammad) jauh
lebih berani di atas mereka dan lebih berwibawa ucapan-ucapannya.
Namun meskipun demikian, Muhammad Abul Qasim jauh lebih santun
dan lemah-lembut daripada mereka.
Keberanian Muhammad yang luar biasa menghadapi seekor unta
jantan yang begitu ganas dan liar, menjadikan para pemuda dan
orang tua merasa terkagum-kagum. Karena teramat ganas dan liar,
tak ubahnya seperti binatang buas pemangsa daging yang sangat ber-
bahaya, para pemberani sekalipun lari darinya. Akan tetapi, kebera-
nian Mughammad di atas para pemberani lainnya. Ia menyerbu, lalu
menangkapnya dengan segala kekuatan yang dimilikinya, sehingga
unta ganas dan liar itu pun tunduk di bawah kendalinya.
Sebelum itu tak seorang pun dari orang-orang Quraisy yang me-
miliki jiwa pemberani seperti Muhammad dalam menanggung resiko
karena membela kepentingan orang lain. Seorang pemberani sebelum
Muhammad bin ‘Abdullah yang menanggung resiko seperti ini dengan
sikap yang tenang tak kenal gentar itu sangat jarang ditemui. Orang
kuat yang tuli dan berperangai jahat, akan dibuat ciut nyalinya di
hadapan keperkasaan Muhammad lantaran takut.
g
Demikianlah, Muhammad dicintai dan dikagumi kalangan kaum
muda dan tua, baik kaum pria maupun perempuan.
104 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Perjalanan hidup Muhammad di tengah-tengah hidup mereka telah
membalikkan pemikiran dan obsesi-obsesinya. Ia tak pernah melakukan
perbuatan yang dibencinya. Ia tak pernah berteriak di pasar karena
tak menyukainya, tak pernah mentolerir dirinya agar kenyang sendiri,
sementara tetangganya dalam kondisi kelaparan. Ia juga tak suka
membalas keburukan seseorang dengan keburukan lain. Ia teramat
membenci kebohongan dan kepalsuan, sehingga ia tak akan tinggal
diam terhadap kebohongan. Ia tak pernah melakukan kepalsuan untuk
mencari keuntungan. Baginya lebih baik tidak berdagang daripada
memperoleh keuntungan dengan cara manipulasi. Ia tetap berkata
benar, karena ia tahu kejujuran itu akan merugikan dirinya.
Baginya, janji adalah suci. Karena itu, ia tak pernah melakukan
suatu perbuatan yang menyebabkan dijauhi orang. Karena sikap dan
tindakannya dalam kehidupan telah membalikkan pikirannya tentang
ketulusan dan dunia yang lebih utama, maka ia teramat dikagumi dan
dicintai banyak kalangan, bahkan orang-orang yang tenggelam dalam
kotoran hingga dagu sekalipun. Para pedagang dan rentenir sekalipun
mengaguminya dan mencintainya, meskipun kejujuran, kebijakan,
dan kelemah-lembutan sikapnya merupakan sebuah reaksi dan protes
keras terhadap sistem kehidupan yang dianut mereka.
Kepergian Muhammad ketika bulan Ramadhan tiba ke gua Hira’
untuk beribadah, membuat suasana kota Makkah menjadi sepi, sebab
masyarakat tak terlihat lagi ada yang masih berkumpul-kumpul. Tam-
paknya kebiasaan yang dilakukan oleh Muhammad diikuti pula oleh
sebagian kalangan kaum muda dan tua. Di antara mereka ada yang
sudah mulai menghentikan minum arak, menjauhi pergi ke tempat-
tempat hiburan, dan mencukupkan diri berkumpul dengan istri, tidak
lagi bermain-main dengan sukatan dan timbangan, dan tak mau lagi
berthawaf di Ka‘bah dengan telanjang di tengah-tengah laki-laki dan
perempuan yang juga sama-sama telanjang. Bilamana bulan Ramad-
han telah datang, maka sebagian kalangan orang tua tersebut pergi
ke gunung Hira’ untuk mengisolasikan diri dari hiruk-pikuknya kota
Makkah.
Pada suatu malam Ramadhan, setelah pulang dari gua Hira’ kondisi
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 105
Muhammad tidak seperti biasanya. Kali ini ia datang dengan muka
pucat dan tubuh menggigil. Pengisolasian diri Muhammad kali ini me-
mang lebih lama dari biasanya, sehingga menyebabkan kegundahan
dan kegelisahan hati Khadijah, sang istri yang teramat mencintainya.
Karena itu, diutuslah seseorang kepadanya dengan membawa pesan
agar secepatnya ia pulang. Sementara itu, Khadijah menunggu di dalam
tendanya. Karena ia menduga Muhammad telah pulang ke Makkah, ia
pun mengutus seseorang untuk mencarinya di sana.
Ketika Muhammad tiba, betapa terkejutnya hati Khadijah, karena
melihat suaminya datang dengan muka pucat dan tubuh gemetar seraya
mengucurkan keringat. Ternyata ia kembali dari Hira’ tidak langsung
ke Makkah. Akan tetapi, ia tertidur di gua dan di dalam tidurnya ter-
jadilah suatu peristiwa yang mengejutkan lagi aneh.
Khadijah sempat mengkhawatirkannya karena terlampau lamanya
Muhammad melakukan kontemplasi di gua Hira’.
Setelah mengalami kejadian yang aneh dalam mimpinya di gua
Hira’, akhirnya Muhammad mengadu kepada istrinya: “Wahai Khadijah,
aku khawatir akan menjadi tukang tenung atau kesurupan jin.”
“Jangan engkau mempunyai perasaan yang bukan-bukan, wahai
Abu Qasim. Janganlah engkau berkata seperti itu. Allah tidak akan
pernah berbuat demikian kepadamu selamanya, karena engkau senan-
tiasa jujur dalam berbicara, tak pernah membalas keburukan dengan
keburukan, melaksanakan tanggung jawab sebagaimana mestinya,
menyambung tali persaudaraan, budi pekertimu luhur, dan engkau
tidak tergolong orang-orang yang suka berteriak-teriak di pasar,” jawab
Khadijah menenangkan hati suaminya.
Sungguh Muhammad adalah tipe manusia yang takkan pernah
ditemui lagi sesudahnya!
Ia tak pernah sekalipun berbuat jelek terhadap seseorang; ia tak
pernah merugikan harta dan diri orang lain. Ia suka memberi makan
kepada orang miskin dan para pelancong, tak pernah berbuat serong
dengan perempuan lain, dan ia juga tak pernah membiarkan pikirannya
106 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mabuk. Betapa banyak orang lain selain dirinya yang mengisolasikan
diri di gua Hira’, tetapi tak seorang pun dari mereka yang mengalami
peristiwa yang sama seperti yang telah dialami oleh Muhammad.
Pada tahun-tahun terakhir, setiap kali ia pergi ke Hira’ ia merasa
seolah-olah apa yang ada di sekelilingnya, mulai dari batu, langit, pasir,
dan keheningan, adalah sebuah teka-teki yang misterius, mencekam,
dan mengerikan. Temannya, Abu Bakar, pernah mengatakan hal itu
kepadanya, tetapi ia tak mempedulikannya. Istrinya pun pernah men-
gatakan hal itu, namun ia tak mempedulikan kata-kata istrinya itu.
Di tahun ini ia tinggalkan dagangan dan pekerjaannya. Tak ada yang
lebih disukai selain menyepi dan mengisolasikan diri. Ia bermimpi lagi
dalam tidurnya sesuatu yang menyeramkan dan mengerikan, di mana
dalam mimpi-mimpinya itu terlukiskan seakan-akan patung-patung
Ka‘bah gugur berjatuhan; kekuasaan tirani dengan segala kemewahan
dan gemelapnya menjadi hancur berantakan dari atas puncak Romawi
dan Persia; dan manusia-manusia pun seolah-olah telah berubah men-
jadi manusia lain yang tak lagi mengangkat pedang terhadap saudaran-
ya dan tak ada lagi tangan yang terulur untuk melakukan penganiayaan
terhadap seseorang. Kebenaran pun berkibar-kibar laksana bendera
yang mampu menaungi dan mengayomi semua orang, tidak terbatas
hanya pada kalangan orang terhormat saja. Anak-anak seolah-olah
hidup dalam kebahagiaan dengan harapan-harapannya pada masa yang
akan datang. Ia tak menemukan lagi seorang menumpahkan darahnya
secara sia-sia dan tanpa guna. Taring-taring yang dijadikan alat untuk
memangsa kaum lemah-papa, seakan-akan telah berubah sama sekali.
Kehinaan dan kenestapaan yang selama ini tergores di raut wajah
manusia lemah nan papa, kini semuanya seolah-olah terhapus sirna.
Muhammad terbang dalam alam mimpi tidurnya lama sekali. Serasa
ia hidup dalam dunia baru, dunia yang menjanjikan kehidupan yang
jauh lebih baik keadaannya dari sebelumnya, yaitu sebuah dunia di
mana keburukan yang terlanjur diperbuat oleh seseorang terhadap
saudaranya dimaafkannya dan keduanya berangkulan dalam har-
monisasi tali persaudaraan. Sebuah dunia di mana kaum perempuan
menyembunyikan perhiasannya, sehingga aksesoris itu tidak pernah
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 107
terlihat, kecuali oleh suaminya yang berhak atas dirinya.
Dalam dunia baru itu, manusia menolong saudaranya dan tak lagi
menarik keuntungan dari uang yang dipinjamk annya. Dunia yang terlu-
kis dalam mimpi-mimpinya itu adalah sebuah dunia lain yang tatanan
kehidupan sosialnya teramat sempurna. Betapa tidak, dalam dunia
impian itu para budak telah berubah menjadi manusia lain yang mampu
mengalunkan nyanyian-nyanyian kebebasan kehidupan yang menjanji-
kan harapan-harapan. Para budak sebagaimana para pemimpin lainnya
menduduki posisi penting dalam pemerintahan Makkah, Romawi, dan
Persia. Mereka bukan lagi budak-budak yang diperjual-belikan. Mereka
adalah manusia seutuhnya sebagaimana lazimnya, di mana tipe mereka
yang paling mulia di antara mereka adalah mereka yang terbaik jalan
kehidupannya.
Pada suatu malam di bulan Ramadhan itu, Muhammad mengantuk
sebentar, lalu tertidur, kemudian ia bermimpi didatangi seseorang yang
memperlihatkan sebuah kitab kepadanya dan disuruhnya ia membaca.
“Apa yang akan aku baca?” tanya Muhammad.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan.
Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah!
Rabbmu adalah Dzat Yang Maha Pemurah. Dia telah mengajar manusia
dengan pena. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang
tidak diketahuinya,” jawab orang tua yang datang dalam tidur seke-
japnya itu.
Ketika ia bangun, ia telah hafal apa yang telah didengar dari ti-
durnya. Ia mencari kejelasan mimpinya di antara apa yang didengarnya.
Tiba-tiba dalam keadaan di antara tidur dan bangun, ia seolah-olah
mendengar lagi suara dari kejauhan yang mengatakan: “Wahai Muham-
mad, engkau adalah utusan Allah dan aku adalah Jibril.”
Apa arti semua ini?
Muhammad takut akan menjadi tukang tenung atau kesurupan
jin. Siapakah yang akan mempercayai dirinya nanti...? Apa yang di-
maui Jibril dengan semua ini? Dia (Muhammad) sebagai utusan Allah
108 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang diutus untuk siapa? Ajaran apakah yang harus dia emban untuk
disampaikan kepada khalayak manusia? Sementara Jibril belum mem
bicarakan apa yang dipikirkan Muhammad ini, tidak juga berbicara
tentang orang-orang yang disiksa, dan tidak pula berbicara tentang
dunia yang goncang yang selama ini sedang mencari solusi penyelesa-
ian....
Dalam keadaan seperti itu, Khadijah, istrinya yang teramat
mencintai, berusaha untuk menenangkan kegalauan pikirannya dan
meyakinkan bahwa ia tak akan ditimpa suatu penyakit, karena ia tak
pernah menyakiti seseorang. Keluarga dekat Khadijah, Waraqah bin
Naufal, pernah bercerita banyak kepadanya tentang agama Masehi
yang ia peluk, tentang Tuhan dan kerajaannya, tentang terutusnya
seseorang yang bernama ‘Isa dan Musa sebelumnya.
Selanjutnya, Muhammad pergi meninggalkan Khadijah yang sedang
dalam kebingungan. Sementara Khadijah sendiri tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya untuk melenyapkan kesusahan yang sedang me-
landa suaminya. Khadijah hanya percaya apa yang telah dialami sua-
minya. Lalu datanglah ‘Ali dan mendengarkan apa yang dikatakan anak
pamannya. ‘Ali pun mempercayainya. Zaid bin Haritsah mendengar
pula apa yang terjadi pada Muhammad, maka ia pun mempercayainya.
Ketiga orang tersebut mempercayai Muhammad, tetapi masih be-
lum memahami persoalan yang sebenarnya. Mereka sungguh-sungguh
mempercayai segala apa yang mungkin dikatakannya tentang peris-
tiwa yang telah dialaminya. Mereka telah mengenali Muhammad yang
senantiasa berkata jujur, bersikap bijak, berpandangan objektif, dan
berhati lemah-lembut.
g
Sementara itu, Abu Bakar bin Abi Quhafah datang juga kepada
Khadijah untuk menanyakan tentang Muhammad. Khadijah menjelas-
kan tentang peristiwa yang dialami suaminya. Hanya saja, yang
dikhawatirkan Khadijah jangan-jangan suaminya, Muhammad, terkena
demam pertenungan atau kesurupan jin. Khadijah telah menyarankan
kepada suaminya untuk menemui Waraqah bin Naufal, karena dengan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 109
segala ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya, ia sudah tentu akan
mampu menjelaskan dan menginterpretasikan semua peristiwa yang
terjadi pada diri Muhammad.
Selanjutnya, Abu Bakar pergi ke Waraqah bin Naufal, lalu ia ceri-
takan apa yang terjadi pada Muhammad. Apakah ia penyebar ajaran
baru seperti Zaid bin ‘Amr, padahal Zaid sama sekali tidak pernah
bermimpi seperti apa yang dialami Muhammad dan tak seorang pun
yang mengatakan bahwa Zaid adalah seorang rasul (utusan) Allah.
Sebagaimana kebiasaannya setiap kembali dari Hira’, Muhammad
melakukan thawaf di Ka‘bah. Ketika baru saja ia memulai thawafnya,
Waraqah bin Naufal datang mendekat kepadanya sambil berkata:
“Telah datang kepadamu Namus yang terbesar yang juga pernah datang
kepada Musa.” Setelah berkata demikian, ternyata Waraqoh mencium
kepala Muhammad sambil menyetir sebuah ucapan kesaksian: “Sung-
guh engkau adalah nabi umat ini.”
Lebih lanjut Waraqah memperingatkan kepada Muhammad bahwa
ia akan didustakan, disiksa, dicerca, diusir dari kampung halaman-
nya, dan akan diperangi. Demikianlah peristiwa yang menimpa pada
penyebar ajaran baru sejak dahulu!
Apakah yang akan terjadi sesudah itu?
Ya, apakah yang akan terjadi?
Ia telah dibenarkan istrinya, Khadijah; anak pamannya, ‘Ali; anak
angkatnya, Zaid bin Haritsah; dan teman dekatnya, Abu Bakar, sedan-
gkan lelaki shalih, Waraqah bin Naufal memberitahukan kepadanya
bahwa ia akan disiksa, disakiti, dan diperangi.
Akan tetapi, apa yang akan terjadi selanjutnya? Atas dasar apakah
mereka itu membenarkannya? Dengan dasar apa pula Waraqah mem-
berikan sikap optimisme dan memberi peringatan?
Zaid bin ‘Amr telah menyampaikan banyak hal kepada penduduk.
Khuwailid bin Sannan juga menyampaikan banyak hal. Selain mereka
berdua, masih banyak penyebar ajaran baru yang melakukan hal se-
rupa. Kesemuanya, para penyebar ajaran baru itu, mengalami resiko,
penyiksaan, pencercaan, dan pembunuhan.
110 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Adapun Muhammad, hal-hal apakah yang akan dikatakannya? Ber-
bagai hal yang telah disampaikan para penyebar ajaran baru itu sama
sekali tak berguna, karena dunia teramat parah kerusakannya, sehingga
dengan demikian tak mungkin lagi dibangun secara tambal-sulam. Du-
nia yang sudah ambruk dengan kerusakannya harus dihacurkan untuk
selanjutnya direhabilitasi dan direkonstruksi kembali. Hanya cara yang
demikian itu saja yang akan dapat menghasilkan tatanan reformasi
yang memuaskan!
Setelah melalui kegelisahan yang hebat dan kontemplasi yang men-
dalam, Muhammad akhirnya mengambil keputusan untuk menyampai-
kan beberapa pernyataan penting, yaitu “bahwasanya keputusan yang
ditetapkan tuhan-tuhan, tukang-tukang tenung, dan patung-patung
di seluruh penjuru dunia yang bersikap sewenang-wenang, tidak lain
adalah kebohongan dan perangkap para penguasa untuk memangsa
rakyat jelata.”
Setiap orang tergantung dengan apa yang diperbuatnya. Demiki-
anlah konsistensi keyakinannnya, kemudian ia berangkat. Ia telah
menemukan peranan yang harus die mbannya untuk pertama kalinya,
sejak malam Ramadhan itu.
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 111
112 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Mulai Runtuhnya
Benteng Kesesatan
Kehidupankahn telah menyediakan sebuah wahana baginya
dan menunggunya. Demikian juga kondisi sosial
yang penuh ketimpangan telah menyediakan wahana baginya.
Karena itu, sudah semestinya kalau ia datang mengisi wahana yang
sedang menantinya, dengan bersenjatakan konsepsi yang komprehensif
terhadap karakteristik fungsinya; pandangan yang integral terhadap
hidup dan mati; pemahaman yang menyeluruh dan memadai terhadap
tuntunan dan kebutuhan kalangan tertindas, yaitu tuntunan terhadap
adanya sistem interaksi sosial yang lebih manusiawi dan adil serta
terciptanya nilai-nilai sosial baru sebagai tuntunan kebutuhan rohani
mereka.
Demikianlah Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah datang dengan
kedalaman cara berpikirnya, dari lingkungan masyarakatnya, dengan
sikap yang baik penuh sopan-santun sebagaimana halnya orang-orang
miskin, kendati ia memiliki sikap yang tangguh, berani, dan penuh
inisiatif. Ia sama sekali tidak dapat disamakan dengan orang-orang
yang berjalan di muka bumi secara arogan dan membangga-banggakan
harta dan golongannya, padahal semua perilaku itu tidak dapat men-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 113
embus bumi dan tak pernah mencapai ketinggian gunung, betapapun
hebatnya kecongkakan yang mereka lakukan.
g
Kekuatan para saudagar dan rentenir yang kaya-raya senantiasa
dikait-kaitkan dengan patung Ka‘bah yang sejatinya tindakan itu
hanya merupakan tipu muslihat mereka untuk mengeruk keuntungan
material dan posisi kekuasaan semaksimal mungkin. Dengan kekuatan
itulah, ia dapat melindungi orang lain; dan dengan kekuatan itu pula
seluruh bangsa Arab selama tiga bulan dalam setiap tahun melakukan
ibadah haji. Mereka mempersembahkan qurban-qurban, persembahan-
persembahan, dan harta benda kepada patung-patung itu, yaitu kepada
orang-orang yang memegang kekuasaan pemerintahan atas nama dan
dengan dalih patung-patung tersebut.
Di celah bulan-bulan ini para hartawan memetik keuntungan dari
harta benda mereka dalam transaksi jual-beli dan membungakan
uang. Mereka mengeruk keu ntungan. Selanjutnya, patung-patung
itulah yang memberi kekuasaan mutlak kepada mereka untuk menin-
das kaum buruh, para dhu‘afa, budak-budak, dan para pelancong.
Realita ini membangkitkan inisiatif Muhammad untuk menyikapinya
dengan suatu reaksi tegas dengan menyatakan bahwa semua patung-
patung itu tak sedikit pun dapat memberi kecukupan, tak dapat
memberikan manfaat dan celaka, sebab segala sesuatu hanyalah hak
prerogatif Tuhan Yang Maha Esa, yang kekal, tidak beranak, dan tidak
pula diperanakkan; tak ada sesuatu dan tidak juga seorang pun yang
menyamainya.
Tuhan itu Maha-agung dari batas tempat semisal Ka‘bah, bahkan
Makkah sekalipun. Dia ada di setiap tempat; tak ada bentuk rupa bagi-
Nya. Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Hanya Dialah yang patut
disembah. Di sisi-Nya tak ada diskriminasi antara hamba sahaya dan
bangsawan terkemuka, antara si papa dan si kaya-raya, dan antara
pria dan perempuan.
Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dia akan menghidupkan
sesudah mati pada suatu hari untuk meminta pertanggung-jawaban
114 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
perbuatan yang telah dilakukan semasa hidupnya. Kehidupan ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdaya. Kehidupan itu hanya se-
batas tergelincirnya matahari. Tuhan Yang Maha Esa tidak mentolerir
perzinaan, riba, pembunuhan, kesombongan, dan sebagainya.
Dia mengutuk orang-orang yang menumpuk emas dan perak tanpa
mau mendermakannya. Dia akan membakar simpanan harta tersebut di
neraka ketika manusia dibangkitkan lagi kelak, maka diseterikakanlah
tumpukan harta itu pada dahi, bahu, dan punggung orang-orang yang
menumpuk harta kekayaan. Dia juga akan membakar tubuh orang-orang
yang suka mempermainkan dan menganggap remeh hak-hak orang lain,
yaitu orang-orang yang suka mencuri sukatan dan timbangan.
Sebaliknya, orang-orang yang direndahkan martabatn ya ketika di
dunia, maka baginya akan berbeda jauh keadaannya ketika dibangkit-
kan kembali dari kuburnya. Balasan bagi mereka yang telah dilecehkan
martabatnya di dunia, maka Dia menyediakan surga-surga yang di
dalamnya terdapat buah-buah anggur dan cawan-cawan yang berisi
minum-minuman. Sudah tentu semua itu disediakan bagi mereka yang
direndahkan martabatnya, apabila mereka meninggalkan perzinaan,
tidak melakukan pencurian, tidak berkata dusta, tidak melakukan
pemb unuhan, menyerahkan tanggung jawab kepada yang berhak,
tidak memaksa anak-anak gadisnya untuk melacur kepada laki-laki
hidung belang guna melunasi utang-utangnya kepada rentenir, tidak
menyembah patung-patung, membersihkan hatinya dari pengaruh
patung-patung itu, dan hanya menyatakan diri menyembah Tuhan Yang
Maha Esa, yang tak memiliki bentuk rupa, tidak juga dibatasi tempat
dan waktunya.
Dialah yang mengutus Muhammad sebagai utusan kepada semua
manusia dengan membawa kabar gembira tentang surga yang kekal
nan abadi dan membawa kabar yang menakutkan tentang neraka yang
kekal nan abadi pula.
Dia adalah Tuhan lain yang tidak mereka kenal. Tuhan Muhammad
tidak membutuhkan perantara, tidak pula harta, dan tidak membu-
tuhkan persembahan-persembahan. Pangkat, kedudukan, dan harta
bukan sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Di sisi-Nya
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 115
manusia tidak punya arti apa-apa selain jalan kehidupan yang baik,
kejujuran, keberanian, kebaikan dalam pergaulannya, dan keutamaan
sifat-sifatnya. Hal ini karena Dia tidak membutuhkan semesta alam.
Setiap manusia tidak akan memperoleh balasan, selain apa yang telah
dilakukannya. Semua perbuatan yang telah dilakukan itu pada hari
pembalasan kelak akan diperlihatkan kepadanya.
g
Dengan gambaran tentang kehidupan, kematian, dan nilai-nilai
spiritual yang baru inilah, Muhammad menghadapi kesesatan kaumnya.
Maka berguncanglah gelombang kehidupan di Makkah.
Siapa yang akan percaya dan membenarkannya sekarang?
Istrinya percaya dan membenarkannya ketika ia menceritakan
tentang peristiwa yang telah ia alaminya pada suatu malam di bulan
Ramadhan tatkala dia berkontemplasi di gua Hira’. Akan tetapi, kali
ini akankah ia percaya dan membenarkan kata-katanya? Khadijah
sangat mencintainya dengan penuh perhatian dan ia berupaya dengan
segenap tenaga untuk memberikan ketenangan batin dan rasa percaya
diri kepada Muhammad.
Anak pamannya, ‘Ali bin Abi Thalib, juga percaya dan membenarkan
pula peristiwa gua Hira’ itu. Demikian pula anak angkatnya, Zaid bin
Haritsah, dan Abu Bakar bin Abi Quhafah, seorang teman sejati yang
menyertainya dalam kontemplasinya, kegelisahannya, dan pengasin-
gannya. Mereka semua percaya dan membenarkan ketika Muhammad
datang kepada mereka di suatu malam pada bulan Ramadlan tiga tahun
yang lalu dengan membawa berita tentang peristiwa Hira’ itu.
Akan tetapi, pada hari itu mereka dihadapkan pada suatu yang
baru dan dituntut untuk beriman (percaya dengan sepenuh hati) ke-
padanya, memperhatikan, dan menghafal kata-katanya; dan mereka
dituntut untuk berjuang jika kenyataan menuntutnya sebagai upaya
menjadikan ajaran-ajaran yang dibawanya menjadi sebuah tatanan
kehidupan sosial yang baru di tengah-tengah mereka.
Bukankah hal itu jelas merupakan suatu yang teramat berat dan
116 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mengerikan?
Jika patung-patung itu adalah suatu kesesatan yang nyata, maka
sudah tentu orang-orang Arab tidak mau mengunjungi Ka‘bah pada
hari-hari dalam tiga bulan Haram; orang-orang kaya akan kehilangan
sumber ekonomi kekayaannya yang besar; dan lenyaplah kem uliaan
dan kekuasaannya bersama hancurnya patung-patung itu.
Para pembesar itu sudah tentu tidak akan tinggal diam. Mereka
akan berupaya untuk mendustakan, menyiksa, dan melenyapkan Mu-
hammad dari permukaan bumi sebelum mereka dibasmi dengan segala
kekayaan dan kekuasaan yang mereka miliki.
Ataukah Waraqah bin Naufal akan menunggu semua itu? Mereka
akan mendustakannya. Itu sudah pasti. Mereka akan menyiksa dan
mengusirnya ke padang pasir, sebagaimana mereka lakukan terhadap
Khalid bin Sinan dan Zaid bin ‘Amr.
Mereka tak pernah berbelas-kasihan kepadanya.
Akan tetapi, apa yang dikatakan Muhammad adalah suatu yang
baru dan belum pernah dikatakan oleh Khalid maupun Zaid. Ia siap
berjuang dalam menyampaikan ajarannya hingga nafasnya yang tera-
khir sekalipun. Ia menjanjikan surga yang seluas langit dan bumi bagi
kaum yang tertindas yang menentang kebiadaban dan penindasan. Ia
mengancam orang-orang yang biadab dan penindas, dengan siksaan
api neraka; dan ia menyediakan kedudukan yang sejajar antara hamba
sahaya dan majikannya antara kaum pria dan perempuan.
Betapapun berat jalan yang ditempuhnya, Muhammmad Al-Amin
tak pernah melakukan kebohongan. Nilai-nilai luhur yang diajarkannya
adalah sistem nilai yang pantas untuk dijadikan prinsip interaksi sosial
antar sesama manusia.
Sang istri yang begitu tulus hati mencintainya dan memberikan
kedamaian dalam hidupnya, selamanya akan tetap percaya kepada
apa yang dikatakannya, sekaligus membenarkannya. Maka demikian-
lah, Khadijah mempercayai dengan sepenuh hati semua ajaran yang
disampaikan suaminya. Kini hatinya terkonsentrasi kepada Allah se-
mata yang menjadi tumpuan Muhammad dalam memohon ketabahan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 117
dan menanggung siksa dan cerca, pertolongan dan perlindungan dari
orang-orang yang memiliki harta dan tahta.
‘Ali bin Abu Thalib pun percaya sepenuh hati dan membenarkan
ajaran-ajaran yang disampaikan Muhammad. Dengan gelora dan se-
mangat mudanya yang masih baru, ia berharap pada suatu saat nanti
akan menghunus pedangnya di hadapan kekuatan tersembunyi itu untuk
menanamkan ajaran Muhammad dalam setiap hati orang. Ia berlalu
sembari melambaikan kedua belah tangannya dalam menentukan
keputusan.
Zaid bin Haritsah pun percaya dan membenarkannya.
Suatu ketika Muhammad pergi ke Ka‘bah guna menyampaikan
perihal Tuhannya kepada orang-orang yang berkumpul di situ, dan
sikap lemah-lembut laksana orang-orang yang sedang mencari jalan
di antara kerumunan mereka.
Di Ka‘bah ada beberapa orang dari kalangan pemuda dan kalangan
tua. Mereka sedang memuji-muji nama Muhammad, karena mereka
tahu persis kejujurannya, keberaniannya, dan keluhuran budi pekerti-
nya. Mereka juga tahu ikatan keakrabannya dengan sahabat setianya
yang bernama Abu Bakar bin Abi Quhafah. Kesungguhan kedua orang
bersahabat itu dalam menjalin kerja sama dengan orang lain secara
jujur dan adil merupakan perilaku yang telah diketahui oleh publik.
Ketika sampai di Ka‘bah, betapa herannya mereka tatkala menden-
gar ajaran yang disampaikan Muhammad. Apa yang dimaksud dengan
Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana ia katakan itu? Apakah pengisola-
siannya telah menyebabkan Muhammad punya pandangan demikian?
Sungguh ia tergolong orang yang cerdas dan bijaksana. Semestinya
ia tidak mengajak kepada selain ajaran yang telah menjadi tradisi
sesembahan kaumnya. Lantas di manakah sikap bijaknya? Lupakah
Muhammad akan nasib Khalid bin Sinan dan Zaid bin ‘Amr?
Sebagian dari mereka yang hadir pada waktu itu ada yang menaruh
rasa kasihan dan iba kepada Muhammad. Karenanya, ia berusaha mem-
berikan nasihat kepadanya. Akan tetapi, Muhammad tetap konsisten
atas pendiriannya, yakni menyampaikan ajaran-ajarannya. Akhirnya,
118 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mereka sepakat untuk mengutus salah seorang di antara mereka ke-
pada Abu Bakar, seorang teman Muhammad yang paling dicintai dan
disayanginya.
Abu Bakar tergolong saudagar kaya yang banyak memperoleh
keuntungan-keuntungan pada bulan haji. Sebagian dari lahan perda-
gangannya itu jelas akan lenyap, jika ajakan temannya (Muhammad)
tersebar dan menggoyahkan kepercayaan masyarakat Arab kepada
tuhan-tuhan Ka‘bah, lalu mereka percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang tak dapat dibatasi oleh tempat, sedangkan Abu Bakar termasuk
sepuluh orang tokoh terkemuka yang memegang kendali pemerintahan
di Makkah, padahal di hati Muhammad, Abu Bakar mendapat tempat
yang sangat spesial. Dengan demikian, barangkali Abu Bakarlah yang
mampu membujuk Muhammad agar menarik kembali ajaran yang mulai
disampaikannya.
Maka segera berangkatlah beberapa orang di antara mereka untuk
menemui Abu Bakar.
“Wahai Abu Bakar, temanmu itu....”
“Mengapa dia?,” Abu Bakar memotong kata-kata mereka dengan
penuh kecemasan.
“Ia ada di masjid mengajak orang-orang untuk menyembah Tuhan
Yang Maha Esa; dan ia menyatakan dirinya sebagai seorang nabi.”
Abu Bakar tertegun sejenak, lalu bertanya: “Apakah benar ia me-
nyatakan demikian?”
“Ya,” mereka menjawab secara serentak.
Pasca dialog dengan Abu Bakar, mereka kemudian pulang dengan
diliputi rasa kasihan.
Dengan tubuhnya yang kurus kerempeng, mukanya yang pucat pasi,
dan tatapan matanya yang hampa, segera Abu Bakar bertolak menuju
Ka‘bah. Sepanjang perjalanan menuju Ka‘bah, ia bungkam seribu
bahasa dan tak menoleh sama sekali hingga ia menemui Muhammad.
“Wahai Abu Qasim, benarkah apa yang telah sampai kepadaku
bahwa semua itu merupakan berita tentang dirimu?,” tanya Abu Bakar.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 119
“Kabar apa yang telah engkau terima tentang diriku, wahai Abu
Bakar?,” jawab Muhammad sambil bertanya.
“Aku terima kabar bahwa engkau menyampaikan ajaran monothe-
isme dan engkau menyatakan diri sebagai seorang utusan Allah?”
“Memang betul, wahai Abu Bakar. Sesungguhnya Tuhanku telah
mengangkat diriku sebagai pembawa kabar gembira, pembawa per-
ingatan, pembawa ajaran Ibrahim. Tuhanku mengutus diriku untuk
seluruh umat manusia di jagad ini,” aku Muhammad.
Ketika itu Abu Bakar termasuk orang yang paling banyak menge-
tahui tentang historis dan peradaban masyarakat Arab. Ia mengetahui
banyak hal mengenai geneologi (keturunan-keturunan), historis, dan
kepercayaan-kpercayaan yang berkembang di Semenanjung Arabia dan
sekitarnya.
“Demi Allah, aku tak pernah menemukan dirimu berkata dusta.
Engkau pantas menyandang predikat rasul, karena engkau jujur, suka
menyambung silaturrahmi, dan berbudi pekerti luhur. Rentangkanlah
tanganmu, kini aku membai‘atmu,” demikianlah pernyataan sikap
tegas dan pengakuan Abu Bakar di hadapan Muhammad.
Setelah berdialog dengan Abu Bakar, Muhammad akhirnya pulang
kembali menemui Khadijah dengan perasaan gembira dan disampai-
kanlah kepada istrinya tentang pembai‘atan yang dilakukan Abu Bakar
yang mulia dan tepercaya.
Abu Bakar tiada henti-hentinya memikirkan tentang ajaran yang
disampaikan Muhammad serta kemungkinan-kemungkinan terjadinya
sikap resistensi dari teman-teman sejawatnya, baik di jajaran pemer-
intahan Makkah, di kalangan elite kekuasaan, maupun di kalangan
pengusaha.
Popularitas ajaran Muhammad hari demi hari kian tersebar luas di
kalangan kaum buruh dan budak-budak yang lemah. Mereka banyak
yang terpikat untuk memeluk ajaran yang disampaikan Muhammad dan
mereka siap menjadikan ajaran itu sebagai tatanan kehidupan sosial
yang baru di Makkah, sebab tatanan sosial yang baru tersebut mem-
120 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
berikan hak kebebasan kepada budak dan mewajibkan para majikan
untuk memenuhi keinginan budaknya yang menuntut kemerdekaan
dengan memberikan keleluasaan untuk bekerja mengambil upah agar
dapat membeli kemerdekaannya; dan kehadiran tatanan sosial tersebut
dapat memberikan hak tertentu bagi orang fakir di dalam harta orang
kaya.
Demikian pula tatanan sosial baru tersebut dapat memberikan
jaminan hak hidup bagi kaum perempuan sebagaimana kaum pria.
Kini tak ada lagi tradisi patriarkhi yang memandang kaum perempuan
sebagai akibat kesalahan di muka bumi, faktor pendorong, inspirator,
dan indikator terjadinya kesalahan.
g
Ajaran baru yang dibawa Muhammad ini melarang para suami dan
para ayah memaksa istri dan anak gadisnya menjalankan praktek pela-
curan. Ajaran ini memberikan jaminan kesetaraan hak bersama seorang
yang mencintai, menafkahi dan menggauli dengan baik, menceraikan-
nya dengan baik pula, menyerahkan maskawin ketika pernikahan, dan
menafkahinya pasca terjadinya perceraian.
Ajaran ini tidak memberikan legitimasi pada segala bentuk transaksi
model sistem aturan hukum yang berlaku di Makkah. Ajaran ini tidak
membenarkan praktek memperg undik kaum perempuan, menjadikan
sebagai hibah (pemberian), atau menuntut hibah kepada orang lain
sebagai ganti dari perempuan sebagaimana layaknya nilai suatu barang.
Dengan ajaran baru itu, kini sudah tidak ada lagi seorang suami memaksa
istrinya agar melakukan hubungan seksual dengan seseorang tertentu
di kalangan elite Quraisy supaya memperoleh keturunan dari seorang
yang kaya.
Ajaran Muhammad menuntut kaum pria dan perempuan untuk
menjaga harga diri dan kehormatannya. Seorang perempuan adalah
kehormatan dan harga diri suaminya, sementara posisi seorang laki-
laki adalah kehormatan istrinya. Kaum pria maupun perempuan wajib
menjaga jiwa raganya agar senantiasa tetap dalam kesucian dan tidak
mentolerir percampur-adukan keturunan. Model jalinan relasi di antara
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 121
mereka hendaknya didasarkan atas prinsip-prinsip rumah tangga dan
terjaminnya masa depan anak-anaknya, tidak seperti apa yang terjadi
saat ini, yang seolah-olah merupakan hukum rimba yang berbentuk
kerajaan binatang.
Oleh karena itu, setiap perempuan yang mendengar ajaran ini
dan mempercayai, sudah pasti memberikan motivasi kepada suaminya
untuk mempercayainya.
Maka demikianlah, ajaran baru ini tersebar luas dan berkembang
di kalangan kaum perempuan, budak-budak, dan kaum buruh.
g
Akan tetapi, tetap saja kaum bangsawan Quraisy memandang
remeh terhadap Muhammad, karena para pengikutnya hanyalah orang-
orang jembel. Bahkan pernah terjadi di mana ‘Amr bin ‘Ash meman-
dang ajaran baru ini dengan teramat sinis, ketika ia melihat salah
seorang hamba sahaya membaca apa yang disampaikan Muhammad.
Begitu pula tatkala ia mengetahui ada orang mucikari perempuan yang
banyak memiliki tempat pelacuran telah menurunkan umbul-umbul
yang dipancang di rumahnya, lalu mengusir para laki-laki hidung belang
sambil membacakan apa yang dia pelajari dari Muhammad, di mana
dengan tegas mereka menyatakan bahwa tidak lagi akan menjalin
hubungan dengan laki-laki yang mana pun, terkecuali ia mengawininya
menurut tata aturan yang diajarkan Muhammad dan ia mempercayai
ajaran Muhammad pula.
Kenyataan ini sangat tidak menggembirakan hati Abu Bakar.
Memang benar mereka memperoleh kebebasan menurut ajaran Mu-
hammad. Akan tetapi, meskipun demikian, Makkah hanya terdiri dari
kalangan budak-budak, pelacur, dan kaum buruh yang lemah. Sudah
tentu, apabila pengikut Muhammad berasal dari kalangan mereka,
maka para pengikut Muhammad takkan pernah terbebas dari cercaan
dan ejekan di kalangan para bangsawan Makkah.
Di antara para bangsawan Quraisy ada juga yang suka bergaul dan
bersikap ramah dengan Abu Bakar, sedang di kalangan pemuka Quraisy,
Abu Bakar termasuk orang yang paling banyak tahu tentang seluk-beluk
122 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
suku Quraisy, mulai dari kebaikan dan keburukannya.
Dengan segenap daya dan upaya, Abu Bakar melakukan ikhtiar
untuk menularkan ajaran Muhammad kepada sebagian teman-teman
dekatnya yang mempercayai dirinya. Karena betapapun gelapnya
suasana kehidupan masyarakat Quraisy, namun masih ada di antara
para elite Quraisy yang tidak tenggelam dalam lumpur dosa. Masih
ada di antara mereka yang tidak mau pada praktek riba dan sistem
sosial yang berlaku di Makkah, seperti Abu Bakar. Hati yang baik
senantiasa cenderung pada perbuatan-perbuatan yang baik dan tak
pernah membenarkan tindakan sewenang-wenang terhadap orang lain,
betapapun kepentingan ekonomi menuntutnya. Kepentingan bukanlah
faktor dominan yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan
sewenang-wenang dalam situasi dan kondisi bagaimanapun juga.
Ketika itu pula Abu Bakar mendatangi salah seorang temannya
yang memiliki posisi terpandang juga, ‘Utsman bin ‘Affan. Ia tergolong
bangsawan Quraisy yang kaya-raya. Abu Bakar menceritakan kepadanya
perihal Muhammad dan ajaran-ajarannya. Memang, sudah lama sekali
‘Utsman mendengar kabar yang dibawa Abu Bakar. “Bukanlah Mu-
hammad orang yang mendapat predikat ‘Al-Amin’; dan bukanlah ia
bapaknya Ruqayyah?” begitu kata hati ‘Utsman bertanya-tanya setelah
bertemu dengan Abu Bakar.
Sebenarnya hati ‘Utsman merasa simpatik dan terpikat dengan
ajaran Muhammad, namun ia terbentur pada suatu keadaan yang
memaksanya pada kondisi dilematis. Hal ini dikarenakan ayahnya
mengawinkan dengan putri pamannya yang kaya-raya.
Semula ‘Utsman dalam kondisi goyah dan goncang, tetapi lambat-
laun hatinya mulai terbuka menerima ajaran baru itu, sebab ia juga
telah lama memendam sikap anti terhadap kecongkakan dan kebiada-
ban teman-temannya dari kalangan Quraisy. Lama sudah ia memendam
sikapnya yang anti terhadap tatanan masyarakat Quraisy yang berlumur
dosa.
Akhirnya, ‘Utsman bin ‘Affan percaya dan membenarkan ajaran
Muhammad setelah Abu Bakar meyakinkannya.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 123
Tiada henti-hentinya Abu Bakar mendatangi teman-temannya,
hingga perjalanan lobi-lobi itu menuai hasil yang optimal di mana
akhirnya Zubair bin Awwam, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa‘ad bin Abi
Waqqash, dan Thalhah bin ‘Abdullah; mereka semuanya beriman ke-
pada ajaran baru Muhammad. Mereka semua adalah saudagar-saudagar
kaya yang berdagang dengan cara-cara bersih, anti rente, zina, dan
kebejatan. Mereka juga anti berfoya-foya sebagaimana kebiasaan
teman-temannya di Makkah sepanjang malam. Mereka adalah benar-
benar suku Quraisy dalam hal kekayaan dan kebangsawanan.
Kekayaan Zubair bin Awwam mencapai berjuta-juta dirham dan
‘Abdurrahman bin ‘Auf adalah saudagar kaya-raya yang memiliki
beribu-ribu dinar, beratus-ratus unta, dan kebun-kebun yang luas di
Thaif.
Adapun posisi Sa‘ad bin Waqqash adalah seorang yang cukup ter-
pandang di tengah-tengah kaumnya. Ia adalah seorang penunggang
kuda yang tangkas dan ternama di Makkah. Sekalipun ia tidak tergolong
saudagar Quraisy yang memiliki harta kekayaan melimpah-ruah, tetapi
ia mempunyai pengaruh yang cukup kuat di tengah-tengah kaumnya.
Thalhah bin ‘Abdul Malik adalah seorang saudagar yang memiliki
harta kekayaan yang terus meningkat. Perniagaannya berkembang
pesat dan luas hingga mampu menembus Irak. Ia juga mempunyai
kedudukan dan keturunan yang terpandang di tengah-tengah kaumnya.
Mereka semua memiliki segalanya, harta yang melimpah-ruah,
posisi yang berpengaruh, pengikut yang banyak, dan hati yang ber-
sih. Karenanya, tidak akan ada seorang pun yang berani mengejek
dan meremehkan mereka. Jika demikian halnya, maka sudah dapat
dipastikan, tak seorang pun yang berani mencoba-coba menghina
ajaran-ajaran yang diprakarsai Muhammad.
Dengan posisi teman-temannya yang cukup strategis, maka para
pengikut ajaran Muhammad bukan lagi hanya berasal dari kalangan
orang-orang jembel, budak, pelacur-pelacur, dan orang-orang yang
lemah nan papa, tetapi terdapat pula pengikut yang berasal dari ka-
langan pemuka-pemuka dan pemimpin masyarakat yang memiliki citra
124 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
baik di mata kaumnya serta budayawan-budayawan terkemuka yang
tak ada bandingnya di kalangan Quraisy. Mereka semua percaya dan
membenarkan sepenuhnya ajaran Muhammad; mereka, para wanita
dan putri-putri pembesar Quraisy memiliki keturunan terpandang.
g
Sebelumnya, di tengah-tengah keheningan malam tiada terden-
gar selain jeritan tangis orang-orang yang terbuang di tengah-tengah
padang belantara dan gelak-tawa kaum pria hidung belang dan kaum
perempuan penghibur yang bercampur-baur dengan dentingan bunyi
cawan-cawan di balik pintu istana.
Sebelumnya, di celah-celah keheningan malam mulai terdengar
sayup-sayup suara yang sedang membaca kalimat-kalimat yang dibawa
Muhammad. Sayup kalimat itu menjanjikan kebebasan kepada setiap
hati orang yang dirundung duka nestapa.
Selanjutnya, timbul inisiatif Muhammad untuk mengumpulkan ke-
luarganya dari Bani Muththalib. Semua itu dilakukannya dengan tujuan
mengajak mereka agar percaya dan membenarkan sepenuh hati ajaran
yang dibawanya, sebab baginya tidak ada yang lebih ia cintai, selain
keluarga dekatnya.
Inisiatif itu akhirnya dapat terealisasi di mana mereka akhirnya
menghadiri undangan tersebut ke rumahnya. Pada waktu itu seorang
pamannya yang bernama Zubair, seorang laki-laki pecandu minum-
minuman dan hedonistis, meminta tuak yang akan diminumnya. Tatkala
Zubair asyik berdendang, Muhammad menyuguhkan cawan-cawan ke-
pada mereka, tetapi cawan-cawan itu ternyata berisi susu dan diminum
olehnya. Setelah itu mulailah Zubair dengan para undangan lainnya
mendengarkan kata-kata yang akan disampaikan anak pamannya.
Tetapi pertemuan itu tidak berhasil secara optimal, sebab dari
semua keluarga yang hadir pada waktu itu, tak seorang pun dari mereka
mau menerima ajakan Muhammad, selain ‘Ali bin Abi Thalib. Dialah
satu-satunya keluarga yang tergerak hatinya atas ajakan Muhammad
dan kemudian dengan tegas menyatakan akan membela Muhammad
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 125
dengan pedangnya. Melihat sikap ‘Ali yang sportif itu, beberapa kera-
bat yang lebih tua darinya menertawakannya, karena ketika itu ‘Ali
adalah kerabat yang muda usianya di mana usianya baru beranjak
remaja. Meski demikian, ‘Ali di mata Muhammad justru sangat men-
gagumkan dan tak dapat diremehkan. Maka berdirilah Muhammad,
lalu dipeluknya ‘Ali dalam suasana yang mengharukan.
Muhammad heran kepada famili-familinya, mengapa mereka tak
mau menerima apa yang disampaikannya, padahal mereka sudah tahu
tentang keluhuran budi pekerti dan kejujuran dirinya. Muhammad tak-
kan pernah mengajak mereka, kecuali pada kebaikan. Betapa besar
harapan Muhammad andaikata mereka mau percaya kepada ajaran
yang disampaikannya sebagaimana yang telah diperbuat ‘Ali, sebab
bagi Muhammad, kepercayaan mereka merupakan modal terbesar yang
akan dapat melindungi dari gangguan dan ancaman para penguasa
Quraisy yang sudah pasti akan terjadi.
Muhammad begitu gigih membujuk keluarganya yang diharapkan
dapat memberikan support dan membentengi dirinya, meskipun hal
itu tak mudah baginya. Oleh karenanya, ia bermaksud mengulangi cara
itu sekali lagi dengan format yang berbeda.
Kali ini ia mengundang seluruh Bani Hasyim; para wanitanya,
budak-budaknya, dan pembantu-pembantunya. Ia tahu bahwa paman-
nya, ‘Abbas, menduduki posisi yang strategis dan hak prerogatif yang
luas dalam jajaran pemerintahan Makkah. Posisi dan otoritas ini tak-
kan pernah dapat digenggam, jika orang-orang tidak percaya kepada
patung-patung Ka‘bah.
Ia tahu bahwa kekayaan pamannya, Abu Lahab, yang melimpah-
ruah sebenarnya diperoleh dari rente (memb ungakan uang) sebagaima-
na ‘Abbas. Abu Lahab memiliki banyak perkebunan yang digarap oleh
budak-budaknya. Ladang-ladang di Thaif ia jadikan tempat menggem-
bala peternakan babi. Dari kebun anggur dan kurmanya itulah, ia dapat
memproduksi minuman yang paling istimewa.
Abu Lahab melipat-gandakan harta kekayaannya di hari-hari dalam
tiga bulan Haram, saat orang-orang melakukan haji ke patung-patung
Ka‘bah. Sementara Ummu Jamil -istri Abu Lahab- yang masih saudara
126 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dengan Abu Sufyan, termasuk salah satu anggota pemerintahan Makkah
dan rentenir terkemuka. Akan tetapi, anak Abu Lahab dari perkawinan-
nya dengan Ummu Jamil telah mengawini Ruqayah, putri Muhammad
sendiri. Semoga Allah membuka hati mereka semua untuk menerima
ajaran Muhammad.
Ia tahu bahwa sebenarnya sang paman yang bernama Zubair tak
pernah mempunyai kepedulian yang sungguh-sungguh kepada tuhan-
tuhan dan patung-patung itu. Dalam hidupnya tak ada yang lebih
utama, selain berfoya-foya, musik, minum-minuman, dan perempuan.
Namun meski dalam kondisi yang demikian, siapa tahu dapat mengubah
perilaku Zaid?
Seorang pamannya lagi yang bernama Hamzah adalah pemuda pem-
berani yang semasa kecilnya pernah menyusu bersamanya, sehingga
masih membekas cinta kasih di hatinya. Akan tetapi, Hamzah tidak
dapat berbuat banyak, sebab Hamzah hanya sibuk latihan pacuan kuda
dan ia mempunyai keinginan keras untuk mempertahankan reputasinya
sebagai jago pacuan kuda di kalangan suku Quraisy, sehingga tidak ada
tempat di hati Hamzah selain itu.
Semoga saja hati Hamzah -sang jagoan pacuan kuda yang disegani
berbagai kalangan- terbuka pintu hatinya untuk menerima ajaran
Muhammad.
Abu Thalib, seorang pria dermawan dan baik hati. Ia teramat
memperhatikan masalah kesehatan dan hubungan yang baik dengan
kaumnya. Barangkali ia mau menerima ajaran Muhammad. Ya, siapa
tahu? Barangkali mereka mau menerima ajaran-ajaran itu bila situasi
dan kondisi telah memungkinkan untuk menerimanya, maka pasti di-
upayakan.
g
Di atas bukit Shafa, di luar Makkah, Muhammad tegak berdiri den-
gan dikelilingi keluarga besar Bani Hasyim, sebagaimana kaum pria
dan wanita yang telah percaya dan membenarkan ajarannya.
“Apakah gerangan maunya Muhammad?”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 127
“Untuk apakah gerangan mereka dikumpulkan?,” demikianlah
mereka saling bertanya-tanya.
Dari atas puncak bukit Shafa, dengan suara lantang Muhammad
berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan aku agar memberikan
peringatan kepada kerabat dekatku. Sesungguhnya aku tidak dapat
memberikan keuntungan dunia dan akhirat bagi kalian, terkecuali
kalian mau menyatakan kalimat laa ilaaha illallooh.
Mendengar ungkapan itu, meledaklah amarah Abu Lahab sambil
mengangkat kedua tangannya ke muka Muhammad dengan luapan
emosi yang tak tertahankan seraya mengucapkan kata-kata yang tera-
mat kasar: “Celakalah seluruh hari-harimu, wahai Muhammad! Hanya
untuk inikah kamu mengumpulkam kami?”
Celakalah baginya? Celakalah bagi Muhammad?
Kecaman yang dilontarkan Abu Lahab membuat semua orang yang
hadir membungkam seribu bahasa sambil menunggu jawaban yang akan
dikatakan Muhammad. Lain halnya dengan sikap ‘Ali; ia justru sangat
geram sekali. Bahkan hampir saja ‘Ali akan membalas ketidak-ramahan
sikap pamannya, Abu Lahab. Akan tetapi, untung saja ia masih beru-
saha mengendalikan emosinya. Semua yang hadir masih saja menunggu
jawaban yang akan dikatakan Muhammad.
Akankah Muhammad berdiam diri menghadapi penghinaan dan
tudingan Abu Lahab?
Jika seorang pembesar dan pemuka Quraisy telah melangkah
akan menghancurkan harga diri dari keluarga dekatnya, marah, serta
menuding-nuding muka orang-orang yang jujur dan mencercanya se-
cara terang-terangan, kira-kira apa yang akan terjadi sesudah itu?
Ciutkah nyali Muhammad? Gentarkah hati Muhammad?
Memang, Abu Lahab mempunyai pengaruh kuat di kalangan orang-
orang Quraisy. Istrinya adalah saudara Abu Sufyan yang memiliki harta,
posisi, dan kekuasaan yang paling mapan di antara para bangsawan
dan hartawan Quraisy; ataukah karena belas kasihan terhadap Abu
Lahab dan istri-istrinya, sehingga bagi Muhammad bungkam merupakan
128 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
pilihan yang baik? Ataukah lantaran putrinya, Ruqayah, dipersunting
oleh anak laki-laki Abu Lahab dengan Ummu Jamil -istrinya-, sehingga
Muhamad akan menerima begitu saja caci-maki dan penghinaan Abu
Lahab?
Ternyata semua praduga di atas semuanya meleset.
Takkan pernah kompromi dan damai sesudah itu!
Bagi orang yang bertekad akan membangun peradaban yang baik
di tengah-tengah kebobrokan, maka ia tak pernah berdiam diri atau
berdamai terhadap caci-maki dan penghinaan.
Wibawa dan kebenaran ajaran ini benar-benar dihadapkan pada
suatu ujian dan tantangan yang teramat berat. Takutkah Muhammad
menghadapi kecongkakan Abu Lahab dan kekuasaan Abu Sufyan?
Wahai Abu Lahab, apa yang engkau katakan? Sekarang dengar-
kanlah! Muhammad takkan pernah bungkam terhadap orang yang
menantangnya. Muhammad takkan pernah mau menerima caci-maki
dan penghinaan dari siapa pun, sekalipun dari pamannya sendiri terha-
dap dirinya dan ajaran-ajaran yang dibawanya. Muhammad akan siap
terjun ke medan laga untuk menghadapi orang-orang yang congkak.
Wahai Abu Lahab, dengarkanlah! Kini dengarkanlah, wahai Abu
Lahab! Aku telah mendengar petir (hendak menyambarmu).
“Binasalah engkau sendiri!”
“Binasalah engkau dan seluruh hari-harimu!”
“Binasalah engkau dan segenap hidupmu!”
“Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab. Sungguh dia binasa!”
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 129
130 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Antagonisme
Menolak Kebenaran
T lah datang suatu masa pada saat manusia diikat
dan dilemparkan ke jurang kelaparan, kedengkian,
dan penderitaan. Suatu masa yang menuntut pengorbanan para syu-
hada; pahlawan; pemikir; pendamba persaudaraan, keadilan, dan
masa depan; para pembela keadilan yang memegang teguh komit-
mennya; dan orang-orang yang telah dikaruniai keimanan agar bahu-
membahu dalam menghadapi kemarahan, balas dendam, penyiksaan
dan kematian, caci-maki, dan segala bentuk kekejian, kebiadaban,
dan kebuasan.
Dengan segala kekuatan yang dimilikinya yang berupa kedudukan,
kekuasaan, dan kelompok, para bangsawan Makkah bangkit untuk
menangkal dahsyatnya badai gelombang yang akan menelan habis
semua milik mereka; sumber kekayaan yang telah memberi kekuasaan
dan membuka peluang kecongkakan dan kesombongan.
Untuk menangkal dahsyatnya badai gelombang kemanusiaan, su-
dah tentu para bangsawan Makkah akan menempuh segala cara dalam
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 131
bentuk apa pun. Bagaimanapun juga mereka takkan pernah membuka
pintu hati untuk mengambil pelajaran dari sejarah kehancuran para
penguasa terdahulu yang tiran.
Para penguasa terdahulu yang tiran dan sewenang-wenang jauh
lebih kuat posisinya dan lebih besar golongannya bila dibandingkan
dengan para bangsawan Makkah, tapi akhirnya runtuh berkeping-
keping secara tiba-tiba dan tak terduga. Mereka jatuh dari posisinya
yang tinggi di hadapan gerakan rakyat jelata yang bergabung di bawah
bendera ajaran yang memancarkan cahaya kehidupan dan memberikan
harapan-harapan baru di masa yang akan datang.
Mengapa para bangsawan Makkah tak mau mengambil pelajaran
dari sejarah masa lampau? Mengapa harta kekay aan menutup hati
mereka untuk menerima peringatan? Mengapa mereka sama sekali tak
mau memahami kata-kata?
Teror dan intimidasi takkan mampu memadamkan cahaya keimanan
yang berpijar di dalam hati dan takkan kuasa mencabut pikiran dari
lipatan-lipatan otak. Dan akan datang saatnya kaum lemah nan papa
menggeser kaum elite dari puncak posisinya yang sewenang-wenang.
Tetapi kalangan elite penguasa tak pernah mau ambil peduli
terhadap kekuatan gerakan kemanusiaan yang terpancar dari arus
zaman. Mereka tak memahami gerakan monumental. Mereka takkan
pernah merasa akan mendapat kutukan yang memancar dari dalam
hati orang-orang yang pernah tertindas di kemudian hari. Abu Lahab
niscaya akan terus memperdaya Muhammad dan para pengikutnya. Ia
akan terus diburu oleh korban-korban kebiadabannya. Kelak dia akan
dijebloskan ke dalam api neraka yang membara. Namun teror dan
intimidasi takkan menyebabkan mundurnya langkah-langkah gerakan
kemanusiaan para pengikut Muhammad. Dalam intimidasi itu para
pengikut Muhammad juga melihat adanya satu bentuk pengorbanan
baru yang harus dihadapi Ruqayyah, putri Muhammad.
Demikian pula dalam intimidasi itu, para pendukung Muhammad
melihat keberanian Muhammad sebagai suatu kenyataan yang baru
mereka saksikan. Betapa beraninya Muhammad menyatakan bahwa
132 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dirinya takkan pernah tinggal diam terhadap orang-orang yang mel-
ecehkan dakwahnya. Ia juga tak takut mengutuk para penentang aja-
rannya dan bersikap sewenang-wenang terhadap dirinya, betapapun
mereka keluarga dekatnya dan berkedudukan tinggi di tengah-tengah
masyarakat Quraisy.
Ternyata, secara diam-diam para pembesar bangsawan Quraisy
merasa heran atas keberanian dan kegigihan Muhammad.
Betapa tidak, karena mereka tahu bahwa Muhammad hanyalah
seorang anak yatim piatu yang kerjanya mengangkat batu di lorong-
lorong Makkah. Mereka tahu Muhammad hanyalah seorang pemuda
miskin yang pekerjaan sehari-harinya hanyalah menggembala kambing-
kambing para bangsawan di bawah terik panas matahari di lereng-
lereng bukit demi sesuap nasi untuk menyambung hidupnya. Maka
bagaimana mungkin kini ia akan bertekad menjadi pemimpin para
bangsawan, bahkan akan melucuti gelar kehormatan mereka?
Maka demikianlah, kini antagonisme mulai mencuat ke permukaan.
Orang-orang kaya bersikukuh atas posisi mereka, sementara orang-
orang miskin menuntut hak untuk hidup terhormat dan terwujudnya
sebuah tatanan baru yang lebih baik.
g
Pada suatu sore Muhammad pulang ke rumahnya dengan perasaan
berat hati dalam menanggung beban penderitaan yang dialami para
pengikutnya. Kenyataan pahit ini terus menjadi spirit yang terpancar
dari dalam hatinya, terus menyala dan takkan pernah padam sela-
manya.
Muhammad yakin sekali bahwa pamannya, Abu Lahab, akan beru-
saha menarik semua Bani Hasyim ke dalam barisannya, sebab tanpa
dukungan dan bantuan Bani Hasyim, sudah tentu Abu Lahab laksana
barang rampasan taring-taring kekuasaan para bangsawan Quraisy.
Akan tetapi, setiap hari Abu Bakar mencari pendukung-pend ukungnya.
Ini benar-benar spektakuler. Tetapi siapakah yang berani mendatangi
Hamzah bin ‘Abdul Muththalib, si jagoan penunggang kuda itu? Mung-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 133
kinkah Abu Lahab mempengaruhi agar ia mau menyiksa Muhammad?
Suatu ketika tiba-tiba pintu rumah Muhammad terbuka. Ternyata
yang datang adalah seorang perempuan yang bernama Ruqayyah binti
Muhammad. Ia datang kepada ibunya dengan penuh isak tangis dan ia
mencurahkan seluruh kedukaannya bahwa suaminya -Utbah bin Abu
Lahab- telah menceraikannya. Bahkan pada peristiwa itu Abu Lahab
sendiri memukulinya, sedangkan Ummu Jamil -mertua perempuannya-
merobek-robek bajunya. Mereka bertiga bersumpah takkan pernah
mau menerima kehadirannya, selama bapaknya tetap menjalankan
ajakan-ajakannya, khususnya kepada Abu Lahab. Mereka bersumpah
akan merintangi para lelaki yang bermaksud akan mengawininya pasca
perceraiannya dengan Utbah bin Abu Lahab.
Mendengar cerita itu, betapa sedih hati Khadijah melihat putrinya
kini menjadi seorang perempuan janda yang terusir. Ayahnya mengha-
pus air mata yang menetes di pipinya. Selanjutnya, Muhammad pergi
untuk menemui temannya, Abu Bakar. Ketika di tengah perjalanan,
tiba-tiba di hadapannya ia melihat duri-duri yang berserakan. Tidak
jauh dari tempat itu, Ummu Jamil dengan dandanan yang mencolok
mata berdiri angkuh dan mengusirnya dengan sorot mata sinis.
Namun bila Muhammad dapat melalui jalan yang ditumpuki duri-
duri itu, Ummu Jamil menyuruh budak-budakn ya untuk melempari
Muhammad dengan kotoran-kotoran, sementara Ummu Jamil berdiri
congkak di depan suaminya, Abu Lahab, sambil menertawakan dan
mengejeknya. Mereka berdua menuding-nuding Muhammad dengan
cemoohan: “Ini dia si anak yatim jembel yang bermaksud akan melucuti
kaum bangsawan dari kedudukan yang tinggi.”
Setibanya di rumah teman Abu Bakar sebagai sahabat sejatinya,
Muhammad mengadukan perlakuan Abu Lahab terhadap dirinya dan
anak perempuannya kepada teman setianya, Abu Bakar. Abu Bakar ke-
mudian menceritakan kepadanya bahwa ‘Utsman bin ‘Affan sebenarnya
sudah dari dulu menaruh hati kepada Ruqayyah, tapi sayang sekali, ia
kalah cepat dengan Utbah. Karena itu, ia amat menyesal sekali dan
kecewa lantaran tidak bisa menjadikan Ruqayyah sebagai pendamping
134 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
hidupnya.
Hanya beberapa hari berlalu dari peristiwa itu, akhirnya ‘Utsman
mengawini Ruqayyah. ‘Utsman bin ‘Affan adalah seorang saudagar
kaya yang memiliki budi pekerti yang luhur.
Namun meski Ruqayyah telah menjadi milik ‘Utsman, ternyata istri
Abu Lahab tak henti-hentinya memberi duri-duri di setiap jalan yang
dilalui Muhammad. Para budaknya diperintahkan untuk melemparkan
kotoran-kotoran kepada Muhammad. Akan tetapi, semua gangguan itu
dihadapi dengan penuh kesabaran. Dia adalah perempuan, tapi dia tidak
memahami hakikat kesabaran Muhammad. Bahkan dia kian meningkatkan
frekuensi gangguan-gangguannya terhadap Muhammad. Kini Ummu Jamil
tak segan-segan lagi untuk menyuruh para budak-budaknya membawa
setumpuk batu di setiap jalan yang dilalui Muhammad. Batu-batu itu
mereka lemparkan kepada Muhammad sewaktu ia lewat.
Binasalah dia sebagaimana binasanya kedua tangan Abu Lahab.
“Binasalah kedua belah tangan Abu Lahab. Sungguh dia akan binasa. Tak
ada guna harta kekayaan dan segala jerih-payah usahanya. Kelak dia akan
dijebloskan ke dalam api neraka yang membara. Begitu pula istrinya, si
pembawa kayu bakar (sang penebar fitnah), yang di lehernya ada tali dari
sabut.”(QS. Al-Lahab [111]: 1-5)
Istri Abu Lahab dengan hati geram mendatangi Abu Bakar yang
sedang berada di masjid.
“Apa maksud temanmu melantunkan syair tentang diriku?” tanya
Ummu Jamil.
“Demi Allah, temanku itu tak pandai bersyair,” sanggah Abu Bakar.
“Bukankah temanmu itu mengatakan: ‘yang di lehernya ada tali
dari sabut.’?”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 135
Lalu ia meraba-raba leher dan dadanya, kemudian melanjutkan
kata-katanya: “Tak tahukah temanmu itu apa yang ada di leherku?”
dengan suara yang bernada emosi yang tak tertahan-tahan.
Abu Bakar memejamkan mata, tidak menanggapi kata-kata Ummu
Jamil. Sementara itu Ummu Jamil mempertontonkan perhiasannnya
melenggak-lenggok dengan genitnya sambil tertawa ngakak penuh
kecongkakan. Kemudian ia berpaling meninggalkan Abu Bakar seraya
mengomel: “Semua orang Quraisy tahu bahwa aku adalah putri tuan
mereka.”
Ummu Jamil terus melontarkan hasutan-hasutan terhadap Muham-
mad di kalangan para budak dan hamba sahayanya, padahal para budak
dan hamba sahaya itu yang diperjuangkan dan dibela Muhammad agar
dapat hidup dan lebih manusiawi, hingga Muhammd rela menanggung
resiko celaan dan siksaan yang dilakukan oleh Abu Lahab bersama
istrinya, si pembawa kayu bakar.
Para pembesar Quraisy berusaha menekan tindakan yang dilakukan
Abu Lahab terhadap Muhammad, karena jika sampai menyakiti Mu-
hammad, dikhawatirkan kelompok Bani Hasyim akan berang. Hal ini
mengingat bahwa Abu Thalib, pemimpin Bani Hasyim, berada dipihak
Muhammad. Bahkan dengan tegas Abu Thalib menyatakan kepada ka-
umnya bahwa ia akan melindungi keponakannya dari ancaman siapa
pun, sekalipun dari saudaranya sendiri, Abu Lahab bin ‘Abdul Muth-
thalib.
Abu Thalib menemui Muhammad meminta agar mau menarik
kembali ajarannya. Semua itu dilakukan demi menjaga kondusivitas
keselamatan bersama. Namun pernyataan yang disampaikan paman-
nya itu membuat sesak dadanya, sebab Muhammad khawatir jangan-
jangan maksud kedatangan pamannya hanya sebagai akibat dari
ketidakmampuan untuk melindungi keselamatan dirinya, sehingga ia
bermaksud akan melepaskan dan menyerahkannya kepada orang-orang
Quraisy. Karena itulah, pamannya meminta kepada Muhammad agar
bersedia meninggalkan ajarannya dan menanggalkan misinya, padahal
Muhammad telah bertekad tak akan pernah melepaskan tugasnya atau
ia mati karenanya.
136 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Namun praduga Muhammad disangkal oleh Abu Thalib, sehingga
untuk meyakinkan keponakannya, Abu Thalib bersumpah di hadapan-
nya, bahwa ia tak akan pernah menyerahkannya kepada siapa pun
selamanya. Maka kini, ia bebas mengatakan apa yang diinginkannya.
Sekelompok pembesar Quraisy berusaha membujuk Abu Thalib agar
mau melepaskan hubungan antara Bani Hasyim dengan keponakannya.
Mereka pergi menemui Abu Thalib dengan membawa seorang pemuda
Quraisy yang berwajah tampan, bernama ‘Amr bin Walid.
“Ini ‘Umarah bin Walid, seorang pemuda Quraisy yang gagah perkasa
dan paling tampan. Ambillah ia! Jadikanlah ia sebagai anak. Ia sekarang
jadi milikmu, dengan catatan serahkanlah keponakanmu yang menyalahi
agamamu dan agama nenek moyang kita, yang telah memecah-belah
persatuan dan kesatuan kaummu dan menggoblok-goblokkan obsesi
mereka, untuk kita bunuh,” demikian ucap mereka.
“Dengan demikian, cukup berimbang bukan? Seorang laki-laki
ditukar dengan seorang laki-laki pula,” lanjut mereka.
Tawaran mereka membuat emosi Abu Thalib meluap-luap dan
dengan suara lantang keras yang melengking, Abu Thalib menjawab
tawaran mereka: “Betapa jeleknya tawaran yang kalian sodorkan ke-
padaku. Apakah kalian akan memberikan anakmu untuk diberi makan,
sedangkan aku harus menyerahkan anakku untuk kalian bunuh? Demi
Allah, ini adalah sesuatu yang tak boleh terjadi selamanya!”
Salah seorang di antara mereka berkata: “Wahai Abu Thalib,
kaummu telah bertindak bijaksana kepadanya dan mereka telah
berupaya melepaskan apa yang engkau benci. Mengapa dirimu tak
mau menerima tawaran mereka sama sekali?”
“Demi Allah, kalian tidak bersikap bijak kepadaku. Tapi kalian
rupanya telah bersekongkol untuk merendahkan dan mendiskredit-
kan diriku. Lakukanlah apa yang menjadi keinginanmu!,” demikianlah
tanggapan Abu Thalib lebih lanjut.
Jika demikian, berarti percuma saja dialog bargaining dengan
Abu Thalib. Sikap Abu Thalib jelas-jelas telah memecah-belah Bani
Hasyim ke dalam dua kelompok. Satu kelompok mendukung dirinya
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 137
dan keponakannya, sedangkan kelompok yang lain mendukung Abu
Lahab. Namun yang pasti dari dua tipe kelompok itu, kalangan orang
miskin akan berpihak pada Abu Thalib, sedangkan kalangan elite akan
bergerak dalam barisan Abu Lahab.
Dengan demikian, dituntut satu tindakan yang efektif dan efesien
sebagai langkah preventif atas tersebarnya ajaran-ajaran Muhammad
yang akan merongrong hegemoni pemerintahan Quraisy.
g
Para pemuka Quraisy mengadakan suatu pertemuan yang dipimpin
langsung oleh Abu Sufyan. Dari pertemuan tersebut dicetuskan be-
berapa poin:
1. Menyatakan ajaran Muhammad sebagai ajaran terlarang.
2. Pemerintah Quraisy menetapkan akan membunuh para budak dan
majikan yang mengikuti ajaran Muhammad.
3. Barangsiapa dari para saudagar yang mengikuti ajaran Muhammad,
maka usaha dagangnya akan dihancurkan; kehormatannya akan
dilucuti, dan harta kekayaan mereka akan dirusak.
4. Mengerahkan para tokoh masyarakat dari para jagoan penung-
gang kuda untuk merintangi setiap derap langkah orang yang akan
memeluk ajaran Muhammad.
Sekalipun peraturan yang melarang ajaran Muhammad telah di-
cetuskan; ancaman dan kecaman terhadap para pengikutnya telah
dikeluarkan pula oleh pemerintah Makkah yang merupakan penguasa
tertinggi masyarakat Quraisy, tetapi ajaran-ajaran Muhammad terus
tersebar kian meluas.
Pemerintah Makkah dan orang-orang yang berkepentingan melaku-
kan gerakan-gerakan sebagai upaya untuk mengimbangi dakwah
Muhammad dan menekan orang-orang yang beriman kepada Muham-
mad. Mereka mulai melakukan aksi anarkhis dengan bentuk tindakan
pemukulan-pemukulan yang dapat menciutkan nyali para pemberani.
Sasaran tindakan anarkhis ini adalah kalangan rakyat lemah dan jelata.
138 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Pemerintah Makkah mulai mendera para budak dan kuli yang mengi-
kuti ajaran Muhammad. Karena dengan tindakan tersebut, diharapkan
dapat menjadi bentuk ultimatum politis pada kalangan elite yang
mengikuti ajaran Muhammad dari ancaman pemerintah Makkah yang
dapat menyebabkan hancurnya usaha dagang mereka dan jatuhnya
kedudukan mereka.
Adapun di kalangan para budak yang dimerdekakan yang paling
keras suaranya menentang tindakan bobrok ini adalah Bilal bin Ra-
bah. Tuannya, Umayyah bin Khalaf Al-Juhmi, menuntut agar ia mau
menyatakan dan menarik diri dari ajaran-ajaran Muhammad, tapi ia
justru membangkang.
Penentangan yang dilakukan oleh budaknya akhirnya membuat
hati Umayyah menjatuhkan sikap dan memerintahkan agar Bilal
didera di bawah panas terik matahari, kemudian dilemparkan ke
padang pasir dalam keadaan telanjang bulat. Maka ditelanjangilah
dia oleh Umayyah, lalu Umayyah berkata: “Wahai budak jelek, engkau
akan diperlakukan seperti ini hingga engkau mati atau engkau meng
ingkari Muhammad atau menyembah Latta dan ‘Uzza lagi.”
Waraqah bin Naufal mendatangi Bilal yang sedang menjalani sik-
saan. Ia mengenang para syuhada kaum Nasrani terdahulu, lalu ber-
sumpah di hadapan Umayyah: “Andaikata Bilal sampai menghembuskan
nafas terakhir kalinya dalam keadaan disiksa karena mempertahankan
keyakinannya, niscaya ia akan membuat sebuah kuburan baginya se-
bagaimana kuburan orang-orang suci.”
Sejak mengetahui tindakan Umayyah terhadap budaknya, maka
banyak budak para bangsawan Quraisy yang mengikuti ajaran Muham-
mad dan mereka akhirnya mendapat siksaan yang telah dialami oleh
Bilal di mana mereka diseret ke padang pasir yang panas di bawah
teriknya panas matahari. Sebelum dilakukan penyiksaan dan penyere-
tan, mereka dikenakan baju besi yang telah dipanasi dengan api
terlebih dahulu. Mereka didera terus-menerus tiada henti-hentinya,
hingga di antara budak itu ada yang jatuh pingsan. Bahkan sebagian
yang lain ada lagi yang mengakhiri hidup tragisnya.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 139
Melihat kenyataan yang memilukan ini, Muhammad memberikan
kelonggaran bagi para pengikutnya untuk mengatakan apa saja yang
dapat menyelamatkan mereka dari siksaan, selama tuan-tuan mereka
masih menyiksa mereka.
Esok lusa kebenaran akan datang. Nabi akan tahu siapa yang lebih
lemah pembelanya dan lebih sedikit bilangannya.
Betapapun Muhammad telah memberikan kebebasan kepada para
pengikutnya, namun hanya sebagian kecil saja yang melakukan. Seba-
gian besar dari mereka tetap bersikeras memegang teguh keyakinannya
dan merelakan dirinya menanggung beban derita siksa di luar batas
kemampuan raga manusia.
Ketika kerabat-kerabat mereka datang mengadu kepada Muham-
mad, maka beliau hanya bisa menjawab: “Sabar!”
Sabar sampai mati!
Maka demikianlah, akhirnya Sumayyah Ummu Ammar tewas.
Sumayyah Ummu Ammar adalah seorang perempuan cantik yang
telah meraih ketulusannya dalam memeluk ajaran baru ini. Ia tinggal-
kan laki-laki (kafir) yang tergoda kepadanya dan dipilihnya seorang
suami yang beriman kepada Muhammad seperti dirinya. Ia mengajak
para perempuan dan sebagian laki-laki yang dikenalnya untuk memeluk
ajaran Muhammad.
Abu Jahal sendiri adalah orang yang tergila-gila kepada Sumayyah,
tapi sejak Sumayyah beriman kepada ajaran Muhammad, Abu Jahal
telah menyiksanya.
Abu Jahal termasuk bangsawan Quraisy yang kaya-raya dan me-
miliki pengaruh yang cukup kuat di tengah-tengah kaumnya. Maka
Abu Jahal pun menekan Sumayyah agar menarik diri dari ajaran yang
baru dipeluknya, tapi Sumayyah tetap membangkang. Bahkan ia gigih
mengajak teman-teman seprofesinya untuk memeluk ajaran Muham-
mad, tanpa mempedulikan datangnya ancaman-ancaman dari siapa
pun yang ditujukan kepada dirinya.
Para bangsawan Quraisy yang dulu pernah menjadi pengagum
140 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kecantikan Sumayyah kini telah menyeretnya di tengah jalan, lalu
melemparkannya di tengah padang pasir. Mereka memerintahkan
orang-orang untuk memukuli Sumayyah, maka dipukulilah dia dan
terus dipukuli, hingga ia pingsan. Mereka biarkan dulu perempuan
gemulai yang biasa mencumbu dan merayu laki-laki itu tergeletak.
Mereka memaksanya agar mau menyatakan penolakan terhadap aja-
ran Muhammad, tetapi ia tetap menolak dan membangkang mereka
betapapun ia tahu bahwa dirinya berada dalam cengkeraman kuku-
kuku mereka, padahal tubuhnya yang teramat elok itu sebelumnya
tak pernah merasakan sakit yang seperti ini.
Dalam keadaan ini, ia terus membangkang dan bersikukuh atas
keyakinannya, bahkan ia masih berani menceritakan kehalusan budi
pekerti Muhammad di hadapan mereka. Dengan tegas ia menyatakan
tak akan pernah meninggalkan ajaran-ajaran yang dipeluknya selama-
lamanya.
Ketika mendengar pernyataan sikap Sumayyah itu, tertumpahlah
segenap kemarahan dan keberingasan Abu Jahal seraya mengatakan:
“Engkau percaya kepada Muhammad tidak lain karena engkau tergila-
gila pada ketampanannya.”
Setelah mengucapkan kata-katanya, Abu Jahal menikamkan tom-
baknya pada kemaluan Sumayyah, hingga ia menghembuskan nafas
untuk terakhir kalinya. Sumayyah Ummu Ammar tewas sebagai syahidah
pertama yang merelakan jiwanya demi ajaran baru ini!
Abu Jahal terus melancarkan hasutan-hasutan di kalangan bang-
sawan agar mereka tidak membiarkan hidup orang yang beriman
kepada ajaran Muhammad, meski orang tersebut merupakan orang
yang teramat dicintainya. Sementara itu tak ada seorang pun yang
mencintai seseorang bila dibanding dengan cintanya Sammiyah Ummu
Ammar kepada Abu Jahal. Kendatipun demikian, Abu Jahal telah mem-
bunuhnya dengan tangannya sendiri.
g
Ceceran darah pengikut Muhammad lantaran siksaan orang-orang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 141
biadab itu membuat perasaan Muhammad khawatir akan banyak orang
menjadi gila. Ia juga khawatir akan hilang kesabaran karena tumpahan
darah para pengikutnya yang terus-menerus bertambah. Karena dengan
begitu, barangkali akan banyak orang orang yang takut untuk mengi-
kuti ajarannya setelah melihat kenyataan yang teramat mengerikan,
menyeramkan, dan menakutkan. Ia membicarakan fenomena tersebut
dengan Khadijah dan Abu Bakar.
Bila demikian, apalah artinya segudang harta jika tak dapat berbuat
apa-apa untuk menyelamatkan orang-orang yang disiksa.
Bilal bin Rabbah hampir menemui ajalnya juga seperti Sumayyah.
Kini Abu Bakar, ‘Utsman bin ‘Affan, dan semua orang-orang kaya
yang beriman kepada ajaran-ajaran yang dibawa Muhammad mulai
bertindak tegas untuk membebaskan budak-budak yang disiksa dari
kekuasaan majikannya, maka bertindaklah mereka.
Abu Bakar mendatangi Umayyah bin Khalaf Al-Juhmi meminta ke-
padanya agar mau berbelas-kasihan kepada budaknya yang bernama
Bilal. Tapi permohonan Abu Bakar ditolak mentah-mentah seraya
mengatakan: “Engkau telah meracuni pikirannya, maka bebaskanlah
dia dari apa yang engkau lihat.”
Abu Bakar menawarkan kepada Umayyah akan membeli Bilal den-
gan harga lima uqiyah emas. Setelah Abu Bakar membayarnya, maka
diangkatlah batu dari tubuh Bilal itu.
“Wahai Abu Bakar, andai kamu menawarkan satu uqiyah saja, sudah
tentu aku akan menjualnya,” ucap Umayyah.
“Jangankan hanya lima uqiyah, andaikata engkau menjual seratus
uqiyah sekalipun, aku akan tetap membelinya,” tantang Abu Bakar.
Demikianlah Abu Bakar membeli Bilal, lalu memerdekakannya dan
menjadikan Bilal sebagai asistennya.
Pembebasan para budak yang ditangani oleh Abu Bakar tidak hanya
jatuh pada Bilal, tetapi ia terus mendatangi para budak-budak lain
yang disiksa dan membebaskan mereka dari kekuasaan majikannya,
hingga seluruhnya mencapai enam orang. Budak terakhir yang dibe-
142 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
baskan adalah budak ‘Umar bin Khaththab yang sedang disiksanya.
Aksi solidaritas sosial yang dilakukan oleh Abu Bakar banyak menuai
kritik dan ejekan dari orang Quraisy. Menurut mereka, tindakan Abu
Bakar untuk membeli budak-budak lemah hanya membuang-buang
hartanya dan tak menguntungkan pemiliknya sama sekali. Akan tetapi,
keberanian Abu Bakar dalam mengatasi persoalan ini justru telah
membangkitkan semangat teman-temannya dari kalangan orang-orang
kaya yang sama-sama mengikuti ajaran Muhammad. Tindakan Abu
Bakar telah membangkitkan semangat di kalangan para budak, kaum
buruh, dan rakyat kecil lainnya.
Dengan demikian, persoalan antara para budak dan majikannya
akan senantisa mendapat perhatian dan penanganan setelah itu,
karena setiap pengikut Muhammad akan bertindak untuk melakukan
pembebasan jika mereka mengetahui para budak disiksa oleh majik-
annya.
g
Abu Bakar terus melakukan lobi-lobi dan pendekatan kepada
teman-teman sesama bangsawannya dan pemuka-pemuka Makkah,
hingga akhirnya berhasil mengajak ‘Utsman bin Mazh‘un, seorang
pemikir terkemuka dan tergolong orang kaya di Makkah, dan Arqam
bin Abi Arqam memeluk ajaran Muhammad.
Kini jumlah pemeluk ajaran Muhammad telah mencapai puluhan
orang laki-laki dan perempuan. Di antara mereka adalah para budak,
para buruh, rakyat miskin, para pelacur, rakyat jelata, perempuan-
perempuan papa, dan orang-orang yang tergilas oleh tatanan kema-
syarakatan yang berlaku, serta beberapa orang cerdik-cendikia, dan
sebagian pedagang kaya.
Rumah Muhammad yang kecil itu tidak lagi memadai untuk perte-
muan-pertemuan. Rumah itu teramat sempit untuk menampung semua
pengikutnya yang telah mencapai jumlah tersebut. Akan tetapi, Arqam
mengusulkan agar mereka mengadakan pertemuan rutin di rumahnya
yang ada di bukit Shafa. Selain rumah tersebut memadai, juga berada
di luar jangkauan bangsawan pemerintah Quraisy. Oleh karenanya,
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 143
mereka merasa stabilitas keamanannya lebih terjamin.
Rumah Arqam terbuka lebar untuk mereka. Pertemuan rutin itu dis-
elenggarakan oleh mereka pada setiap malam di mana pada pertemuan
tersebut Muhammad membacakan ajaran-ajarannya dan menyampaikan
seruan kepada mereka.
Dari hari ke hari jumlah pengikut Muhammad terus bertambah.
Kekhawatiran yang melanda sebagian para pedagang pun menjadi
lenyap, setelah Muhammad mengeluark an pernyataaan bahwa ajaran
yang dibawanya tidak akan menutup Makkah dari rombongan para
saudagar dan akan mengubah musim haji, sehingga semua orang tetap
bisa melakukan ibadah haji dari berbagai penjuru negeri yang akan
memberi keuntungan pada usaha dagang mereka.
Modifikasi sistem ajaran yang dilakukan Muhammad hanya dalam
bidang-bidang sebagai berikut:
1. Tidak akan dibenarkan lagi bagi mereka menyembah patung-patung
Ka‘bah.
2. Mereka tidak dibenarkan lagi menyerahkan persembahan-
persembahan dan qurban-qurban mereka untuk para bangsawan
Quraisy.
3. Mereka tidak dibenarkan menanggalkan pakaian dan tidak dibena-
rkan menyelenggarakan upacara ritual secara telanjang.
4. Tidak dibenarkan menarik keuntungan dari usaha prostitusi.
5. Tidak dibenarkan mengeluarkan kata-kata porno yang dapat
merangsang birahi, melakukan persetubuhan, dan melakukan
tindak pelanggaran lainnya pada saat melakukan ibadah haji.
Kelima point ajaran baru tersebut membuat tenang hati para
saudagar yang memeluk ajaran-ajaran baru ini. Kekhawatiran mereka
semula hanyalah jika Ka‘bah ditutup bagi orang-orang yang melaku-
kan ibadah haji. Mereka bukan pedagang budak dan mereka tidak
punya kepentingan dengan hewan persembahan dan hewan qurban
orang-orang yang berhaji. Kepentingan mereka hanyalah menjadikan
ibadah haji sebagai musim dagang bagi mereka. Pemerintah Makkah
144 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
merasa perlu melakukan langkah-langkah strategis yang lain dalam
upaya menangkal berkembangnya ajaran Muhammad.
Dengan demikian, para budak yang mengikuti ajaran Muham-
mad akhirnya akan terbebas dari majikannya secara mudah melalui
langkah-langkah yang ditempuh Abu Bakar dan teman-temannya. Jika
demikian halnya, maka pemerintah Makkah tidak akan mampu lagi un-
tuk membendung kian meningkatnya para budak yang membangkang.
Oleh karena itu, tindakan yang dilakukan kemudian adalah membunuh
mereka, agar budak-budak lain menjadi takut karenanya.
Para budak yang disiksa jumlahnya tidak sedikit. Akan tetapi,
semua praktek ini merupakan langkah yang percuma, sebab pendirian
para budak tetap konsisten dengan ajaran baru itu. Sumayyah Ummu
Ammar telah dibunuh, tapi ternyata para perempuan yang lain tetap
saja tak gentar menghadapi semua penderitaan ini; dan fenomena ini-
lah yang membuat mereka mencari alternatif yang lain, yaitu memukuli
Muhammad sendiri. Adapun orang yang ditugaskan untuk memukulnya
harus dari kalangan Bani Hasyim yang memiliki kedudukan dan punya
banyak pendukung serta ditakuti oleh pengikut Muhammad.
Betapapun Muhammad mendapat perlindungan dari pamannya,
tapi lantaran usianya yang cukup lanjut, membuat dia tidak bisa
mengangkat senjata, sedangkan anaknya sendiri, ‘Ali bin Abi Thalib,
tidak mungkin juga mampu untuk berbuat apa-apa. Sementara posisi
Hamzah yang sangat diperhitungkan dari kelompok Bani Hasyim, juga
tidak bisa dijadikan harapan untuk menolong Muhammad, sebab ia tak
punya kepedulian sama sekali kepada Muhammad, sekalipun ia adalah
pamannya dan saudara sesusuan. Ia sama sekali tak memberi dukungan
pada ajaran Muhammad, kecuali kepentingan dirinya sendiri, senang
hidup hedonis dan berburu.
Para pemuka Quraisy mulai menyeleksi orang-orang yang dipandang
layak untuk mengemban tugas pembunuhan tersebut. Akhirnya, mereka
menilai bahwa orang yang paling pantas untuk melakukan pemukulan
terhadap Muhammad hanyalah Abu Jahal dan ‘Umar bin Khaththab,
karena kedua orang tersebut adalah seorang joki kuda yang tangguh
dan ditakuti semua orang.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 145