Apa saja yang ada di sana kini membuat kami rindu. Bahkan kami
begitu merindukan udara panas.
Betapapun orang-orang Muhajirin meraih kemajuan dalam men-
jalani kehidupan di Madinah, namun dalam setiap lubuk hati mereka
terpendam kerinduan yang teramat dalam kepada kampung halaman,
sebuah kota padang pasir yang terhampar luas memutih, yaitu Makkah.
Memang, berbagai negeri telah mereka taklukkan. Sering kali
mereka bergaul dengan tantangan, namun akhirnya mereka berhasil
menjadi pemenang. Dengan panji kemenangan, mereka telah menje-
lajahi berbagai negeri. Mereka telah menikmati kebun-kebun di sekitar
Madinah yang lebat menghijau. Akan tetapi, di balik cakrawala, kota
Makkah, sebuah kota milik mereka yang agung dan terhampar luas
memutih berkilau-kilau, senantiasa melekat tergambar di kelopak
mata mereka.
Kapankah datangnya sang waktu yang akan memberikan peluang
kepada orang-orang rantau yang teramat merindukan bumi kelahiran
mereka untuk pulang kembali ke rumah-rumah mereka masing-masing?
Ini dia anak-anak dan cucu-cucu sebagai generasi penerus sudah
mulai belajar kata-kata, datang, pergi, dan mengisi dunia mereka den-
gan gelak-tawa dan canda-ria. Namun semua generasi baru ini belum
pernah melihat tanah air mereka. Mereka mengganti nama Makkah di
antara nama-nama negeri yang mereka pelajari. Tapi, mereka tidak
mengetahui bagaimana masa depan Makkah.
Muhammad menatap dalam-dalam kedua cucunya, Hasan dan Hu-
sain, yang sedang bermain-main di hadapann ya. Husain bersembunyi di
kamarnya, sedangkan sang kakek memperhatikan kedua anak itu sambil
tertawa riang dengan diliputi rasa kasihan yang mendalam kepada
kedua anak kecil yang hidup dalam perantauan itu. Kedua anak itu
dilahirkan, kemudian dibawa merantau ke suatu negeri yang jauh,
tatkala keduanya baru pertama kali belajar melangkahkan kakinya.
Fathimah, ibu kedua anak itu, datang mendekat untuk mencegah,
tapi sang kakek menyuruh membiarkan kedua anak itu. ‘Ali, ayah
kedua anak itu, datang pula, lalu menggertak Husain yang naik ke
446 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
pundak Muhammad. Tapi Muhammad meminta kepada ‘Ali agar jangan
menggertak kedua anak itu. Cukuplah kedua anak ini merasakan derita
pahit-getirnya menjadi orang yang hidup dalam perantauan.
Fathimah menanyakan kepada ayahnya, sebab apakah ia tampak
berduka? Bukankah ia telah berhasil memenangkan pertempuran dari
pasukan musuh yang tergabung dari berbagai pasukan itu? Bukankah ia
telah berhasil juga menumpas Bani Quraizhah, padahal belum pernah
tercatat dalam perjalanan sejarah Arab suatu kemenangan yang begitu
gemilang, sebagaimana kemenangan yang telah diraihnya? Ataukah ia
kini sedang teringat kembali kepada seorang istrinya, Khadijah, yang
teramat dicintanya, yang telah pergi untuk selamanya?
Dari kedua matanya, Fathimah melihat linangan air mata yang terus
mengucur. Karena itulah, Fathimah bermaksud meninggalkan ayahnya.
Ia mengisyaratkan kepada suaminya agar meninggalkan ayahnya saja.
Biarkan saja sang ayah bersama anak itu, sebab tak ada orang yang
mampu melipur hati orang tua yang sedang berduka, bila dibanding
dengan kehadiran cucu-cucunya.
Di luar bilik Fathimah mendengar kedua anaknya sedang cekcok,
maka meledaklah tawa sang kakek kembali. Sang kakek memberikan
pelajaran dan melerai apa yang diperselisihkan oleh kedua anak itu.
Muhammad keluar dari biliknya, menemui putrinya, Fathimah,
dan suaminya, ‘Ali. Dia bertanya kepada Fathimah dan ‘Ali, tidakkah
mereka berdua teringat bahwa saat ini menghadapi bulan Dzulqa‘dah?
Bukankah musim haji telah datang?
Fathimah menarik nafas panjang. Sementara itu pula raut muka
‘Ali berbinar-binar tidak seperti biasanya.
Betul, saudara sepupuku! Di sana orang-orang berjejal-jejal
menuju rumah tua yang dulu pernah dijaga oleh kakek kita, ‘Abdul
Muththalib; dan paman kita, ‘Abbas, masih terus menjalankan tugas
meyediakan minuman kepada jama‘ah haji hingga kini.
Di sana, di sekeliling Ka‘bah, yang dulu pernah engkau saksikan
kebesaranmu, sekaligus sedikit keberdayaanmu, ketidak-mampuanmu
untuk mengadakan perlawanan, pengepungan para tokoh kuffar
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 447
Quraisy kepadamu, dan juga keimanan orang-orang yang tertindas
kepadamu...., kini di sana masih saja diduduki oleh para tokoh kuffar
Quraisy dan juga menjadi tempat ditekennya berbagai akad jual-beli.
Dan yang paling menyebalkan adalah tempat tersebut dijadikan seb-
agai tempat penyembelihan qurban-qurban untuk berhala, sehingga
hal itu mengindikasikan bahwa patung-patung dan berhala-berhala di
sana masih tegak berdiri dengan penuh keangkuhan.
Di sana, di kota kita yang agung dan luas terhampar memutih,
saat ini berlangsung pertemuan orang-orang, baik laki-laki maupun
perempuan, dari berbagai penjuru yang mencari kebenaran dan ber-
bagai manfaat lainnya.
Syair-syair yang baru saat ini sedang berkumandang di berbagai
pasar. Para penyebar agama menyampaikan perasaan-perasaan mer-
eka. Berbagai suku mengadakan kontrak-kontrak persekutuan. Tapi
kita, masih ada di sini. Kita adalah pemilik dan penjaga rumah tua itu
sebagaimana orang-orang melakukan prosesi ritual thawaf di sana.
Tapi Muhammad mengambil keputusan akan melaksanak an thawaf
di rumah tua pada tahun ini. Dia bertekad akan memasuki Makkah
pada bulan haji dengan shahabat-shahabatnya, sebagaimana halnya
jama‘ah yang lain. Muhammad keluar menemui shahabat-shahabat
Muhajirin untuk meminta saran dan pendapat mereka.
Akhirnya, mereka mencapai kata sepakat untuk pulang ke Makkah
sekali waktu dalam usia mereka setelah menjalani hidup dalam pen-
gasingan yang sangat menyiksa.
Dada mereka dalam gelora impian-impian untuk pulang ke kampung
halaman. Betapa lama salah seorang dari mereka telah menyimpan
beban yang begitu berat dirasakannya, sembari terus berjuang mem-
bangun sebuah kehidupan baru di tanah pengungsian.
Sementara itu kerinduan kepada tanah kelahiran mendetak-detak
kalbunya. Namun bagaimanapun juga, semua kerinduan itu berusaha
dipendamnya, tidak ingin diungkit-ungkit agar tidak menyayat hati
saudaranya yang hidup dalam pengungsian juga.
Muhammad mengumumkan kepada orang-orang bahwa dirinya
akan pergi menunaikan ibadah haji bersama mereka yang akan
448 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mempertemukan dengan orang-orang Arab di sekitar Ka‘bah dalam
keadaan damai. Kepada orang-orang yang akan ikut menunaikan iba-
dah haji, Muhammad memerintahkan agar menjaga larangan-larangan
haji dan hendaknya mereka mempersiapkan diri untuk menunaikan
ibadah haji, karena mereka akan memasuki Makkah sebagai jama‘ah
yang menjaga diri dari larangan-larangan ibadah haji, bukan sebagai
pasukan perang yang akan menaklukkan Makkah.
Maka orang-orang yang berminat melakukan ibadah haji pun mulai
berkumpul satu per satu hingga akhirnya mencapai 1.400 orang dengan
menggiring 70 ekor hewan qurban yang gemuk-gemuk di depan mereka
untuk disembelih di depan Ka‘bah dan memberi makan kepada orang-
orang yang kelaparan dan membutuhkan daging qurban ini.
Mereka semua akan memasuki Makkah dalam keadaan ihram.
Mereka akan membuang jauh-jauh segala interes pribadi terhadap
harta-benda dan perhiasan. Mereka siap sepenuhnya untuk menunaikan
ibadah haji sesuai dengan semua aturannya: mengenakan baju tanpa
jahitan, menjauhkan diri dari istri, wewangian, dan harum-haruman,
serta tidak memotong rambut dan kuku.
Mereka semua akan bertolak ke Makkah dalam keadaan seperti ini,
tanpa membawa senjata, untuk melakukan thawaf di rumah tua dan
melakukan segala aturan-aturan ibadah haji untuk pertama kalinya
sejak mereka mengungsi ke Madinah.
Orang-orang Quraisy mengetahui bahwa Muhammad bersama 1.400
orang Islam berangkat dari Madinah menuju Makkah. Dialah Muham-
mad! Setelah dia berhasil menangkal serangan pasukan Quraisy dan
berbagai suku lainnya hingga mereka melarikan diri dari Madinah, dan
berhasil menumpas Bani Quraizhah yang terkenal perkasa, kini dia
akan memasuki Makkah dan musim haji dengan orang-orang Islam dari
kalangan Muhajirin dan Anshar untuk menemui orang-orang Quraisy dan
suku-suku Arab lainnya serta mengajak mereka memeluk agamanya
yang baru dengan bersandar pada kemenangannya yang mengagumkan.
Dialah Muhammad yang dulu pergi dari Makkah dalam keadaan papa
tak berdaya, seorang diri, dan terusir.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 449
Apakah dia bermaksud akan memaksa orang-orang untuk mereguk
pahitnya kekalahan hingga tetes darah penghabisan?
Abu Sufyan mengumpulkan tokoh-tokoh pemerintahan di belakang
orang Quraisy. Akhirnya, mereka menghasilkan suatu keputusan akan
merintangi Muhammad dan orang-orang yang ikut bersamanya, dan
akan menghalau Muhammad dan orang-orang Islam yang mengikutinya,
agar pulang kembali ke Madinah. Mereka tidak boleh memasuki Makkah;
dan aksi pencegahan ini harus dilakukan dengan cara anarkhis.
Orang-orang Quraisy menghimpun pasukan kuda mereka di bawah
komando Khalid bin Walid. Khalid bin Walid termasuk di antara salah
seorang komando Quraisy. Dialah satu-satunya komandan pasukan
yang berhasil menghancurkan pasukan muslim. Jelas apa yang pernah
dilakukan Khalid bin Walid di lembah Uhud terhadap orang-orang Islam
tak akan dilupakan begitu saja.
Khalid bin Walid bergerak meninggalkan Makkah, mengomando
pasukan kuda, guna memerangi Muhammad dan orang-orang yang ikut
bersamanya. Sementara itu Muhammad mengetahui tentang hal itu.
Karena itu, akhirnya Muhammad menginstruksikan kepada orang-orang
yang ikut bersamanya agar menghindari peperangan, sebab mereka
datang ke Makkah bukan untuk berperang; dan mereka tidak membawa
persenjataan sama sekali.
Muhammad memilih mencari alternatif jalur jalan lain yang tidak
lazim dilalui orang. Hal ini ia lakukan agar tidak berpapasan dengan
pasukan kuda Quraisy.
Muhammad memimpin rombongan melalui jalan-jalan di celah-
celah bebukitan yang tidak dilalui oleh orang dalam keadaan panas oleh
terik matahari yang menyengat kulit, yaitu di antara bebatuan padas yang
gersang tidak berpepohonan.
Orang-orang yang ikut bersamanya, merasakan beratnya haus yang
tak terlukiskan. Sementara itu, Muhammad mengitari rombongannya,
berusaha menyebarkan kepada mereka kenikmatan yang didambakan
dan disediakan bagi orang-orang yang sabar.
450 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Ketika rombongan telah sampai di sebuah dataran yang terdapat
sumur-sumur yang sudah tidak dipakai lagi di dekat kota Makkah, Mu-
hammad memperbolehkan rombongannya untuk berhenti agar mereka
minum dan tinggal dekat Hudzaibiyah untuk sementara waktu.
Selanjutnya, Muhammad mengirim utusan yang ditugaskan untuk
meyakinkan pemerintah Quraisy, bahwa kedatangan orang-orang Islam
tidak ada maksud lain selain untuk menunaikan ibadah haji, bukan
untuk berperang.
Tetapi orang yang diutus Muhammad kembali lagi dengan membawa
informasi bahwa orang-orang Quraisy menggunakan kulit-kulit harimau
dan dalam keadaan siap tempur.
Selanjutnya, datang juga kurir yang diutus oleh orang-orang Quraisy
yang membawa misi untuk memberikan saran agar Muhammad men-
gurungkan rencana piknik spritualnya.
Tapi Muhammad memberikan penjelasan kepada kurir yang diutus
oleh orang-orang Quraisy bahwa dirinya datang ke Makkah hanyalah
sebagai peziarah ke Baitullah yang akan memuliakan keagungannya.
Sama sekali tidak ada maksud untuk mengadakan peperangan.
Pada saat para kurir Quraisy itu terdiam, Muhammad menyitir se-
buah pernyataan sikap tegasnya: “Sungguh celaka sekali orang-orang
Quraisy! Rupanya mereka telah termakan oleh nafsu peperangan.
Tak tahukah mereka konsekuensi tindakan mereka, jika berupaya
mengisolasikan diriku dengan semua suku-suku bangsa Arab? Memang
betul, jika mereka berhasil mengalahkan diriku, hal itu jelas akan ter-
wujud sesuai dengan keinginan yang mereka harapkan. Tapi jika Allah
memberikan kemenangan kepada diriku, jelas mereka akhirnya akan
masuk Islam dalam keadaan nista lagi tidak terhormat. Andaikata me-
nolak, sudah tentu mereka harus berperang dengan segenap kekuatan
yang mereka miliki. Lantas kira-kira bagaimana dugaan orang-orang
Quraisy? Demi Allah, aku akan terus berjuang di atas garis-garis yang
telah dimandatkan oleh Allah kepada diriku, hingga Allah memberikan
kemenangan kepada diriku atau aku harus melepaskan nyawa dalam
membela tugas itu.”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 451
Para kurir Quraisy itu pulang kembali kepada kaumnya dan mereka
mengadukan pernyataan yang dikatakan Muhammad: “Wahai orang-
orang Quraisy! Rupanya kalian semua terlalu tergesa-gesa dalam men-
gambil keputusan terhadap persoalan Muhammad, padahal Muhammad
datang ke Makkah bukanlah untuk mengadakan pertempuran. Dia
hanyalah ingin berziarah ke Baitullah semata.”
Betapapun para kurir itu sudah menyatakan demikian, tapi para
pemuka pemerintah Quraisy tetap pada sikap resitensi mereka. Bahkan
mereka berkata kasar kepada kurir itu: “Demi Allah, Muhammad jangan
sampai diperbolehkan memasuki Makkah dengan sikap memaksa dan
menekan kita.”
Para pemuka Quraisy mempunyai pandangan untuk mengirimkan
kurir yang membawa misi ancaman kepada Muhammad. Karena itu,
mereka mengirimkan pemimpin orang-orang kulit hitam. Para pemuka
Quraisy mempunyai dugaan kuat, orang-orang Islam tentunya masih
belum melupakan peristiwa yang pernah menimpa salah seorang dari
mereka saat pertempuran Uhud.
Ketika kurir Quraisy yang berasal dari kalangan pemuka orang-
orang kulit hitam itu datang, maka Muhammad menginstruksikan agar
mereka memperlihatkan binatang ternak yang akan mereka giring ke
Ka‘bah sebagai qurban, kepada kurir Quraisy itu.
Maka jelaslah semua itu di depan mata kurir Quraisy tersebut.
Kurir itu melihat dengan mata kepalanya sendiri orang-orang Islam
yang mengenakan pakaian ihram, tanpa membawa senjata. Melihat
kenyataan seperti itu, maka kurir itu mengurungkan niatnya untuk
menyampaikan misi yang dibawanya. Tidak ada alasan lagi bagi dirinya
yang mendorong untuk menghadap Muhammad.
Kurir itu segera pulang kembali ke Makkah, lalu dia menceritakan
kenyataan yang dilihatnya kepada para pemimpinnya. Tapi, dengan si-
kap sinis dan meremehkan, para pemimpin Quraisy berkata kepadanya:
“Kamu tak tahu apa-apa!”
Karena komandan tentara resmi mereka mengancam akan men-
gadakan pemberontakan jika mereka mengambil keputusan akan
452 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
memerangi Muhammad, maka para pemimpin Quraisy mengambil
kebijaksanaan untuk melakukan taktik lain sebagai upaya merintangi
maksud kedatangan Muhammad ke Makkah dengan tidak menggunakan
kekerasan.
Para pemuka Quraisy mengadakan lobi kembali dengan komandan
tentara berkulit hitam itu. Kepada komandan itu, mereka mengharap-
kan agar menahan Muhammad dan pengikutnya dan diperbolehkan
mengambil apa saja yang diinginkan.
Tawaran yang menggiurkan itu rupanya tidak termakan oleh kom-
andan itu, karena dia telah diliputi oleh keharuan suasana yang dilihat
dengan mata kepalanya sendiri di Hudaibiyah. Di sana, di Hudaibiyah,
kedua matanya melihat sendiri sejumlah orang-orang laki-laki dan
perempuan mengenakan pakaian serba putih dengan suatu maksud
damai serta diliputi oleh kerinduan yang mendalam kepada tanah
kelahiran dan keinginan yang sungguh-sugnguh untuk menunaikan
ibadah haji.
Komandan kulit hitam itu tetap konsis pada pendiriannya, meskipun
tawaran pemuka Quraisy itu sangat menggiurkan. Dia tetap mengancam
akan mengadakan pemberontakan kepada orang-orang Quraisy, jika
mereka tetap bersikukuh memusuhi rombongan haji yang datang dari
Madinah itu.
Akhirnya, pemuka-pemuka Quraisy mengutus orang lain yang ahli
berdiplomasi, dengan suatu harapan dia mampu mendesak Muhammad
untuk pulang kembali ke Madinah.
Tapi dengan sikap tegas, Muhammad berkata pada kurir tersebut:
“Kami datang tidak bermaksud memerangi siapa pun; kami semua
datang untuk menunaikan ibadah haji. Tapi orang-orang Quraisy telah
kerasukan nafsu peperangan dan melecehkan kami. Jika mereka mau,
maka kami akan menekan mereka; atau jika mereka mau, mereka
masuk saja pada ajaran kami sebagaimana orang-orang lain. Tapi
andaikata mereka menolak, maka demi Allah aku akan memerangi
mereka hingga aku tinggal seorang diri atau Allah akan menyelesaikan
persoalanku.”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 453
Dua orang Quraisy menanggapi ucapan Muhammad: “Bagaimana
menurut pendapatmu, jika keputusanmu itu akan berakibat dibasminya
kaummu? Pernahkan engkau mendengar cerita salah seorang pemuka
Arab sebelummu yang mengorbankan kaummu, maka aku mempunyai
dugaan kuat bahwa akan banyak orang disekelilingmu yang melarikan
diri dan meninggalkanmu.”
Muhammad diam, tidak menjawab kata-kata duta Quraisy itu.
Tetapi Abu Bakar mendamprat duta Quraisy itu dan bertanya dengan
nada menyangkal statemennya: “Apakah menurutmu kita ini akan
melarikan diri dan meninggalkan Muhammad?”
Laki-laki itu bermaksud akan bercakap-cakap dengan Muhammad
sebagaimana lazimnya berbicara dengan orang biasa lainnya. Laki-laki
itu bermaksud hendak memegangi jenggot Muhammad dengan berlagak
kasih sayang. Tapi sebagian shahabat Muhammad berkata: “Hentikan!
Jangan sampai tanganmu menyentuh wajah Rasulullah n. Atau kalau
tidak, tanganmu terputus dari tubuhmu.”
Setelah pulang kembali ke tengah orang-orang Quraisy, laki-laki itu
berkata: “Wahai orang-orang Quraisy! Aku sudah pernah mendatangi
Kisra (raja Persia) di kerajaannya, Kaisar (raja Romawi) di kerajaan-
nya, dan juga Najasyi (raja Habasyah) di kerajaannya. Tapi demi Allah,
sungguh aku belum pernah melihat seorang raja di tengah kaumnya
seperti Muhammad di tengah-tengah para shahabatnya. Aku sungguh
mempunyai keyakinan, kaumnya tidak akan pernah menyerahkan
Muhammad kepada musuh dengan imbalan atau intimidasi apa pun
selamanya. Lantas menurut pendapat kalian bagaimana?”
Orang-orang Quraisy menemui jalan buntu. Tak ada keputusan
apa-apa yang dapat diambil oleh mereka.
Muhammad mempunyai suatu gagasan untuk mengirim utusan
kepada orang-orang Quraisy yang mempunyai posisi cukup terpandang.
Muhammad memilih ‘Umar bin Khaththab. Pertimbangannya, karena
pada waktu sebelumnya, ‘Umar adalah orang yang menjadi juru bicara
orang-orang Quraisy dan duta masyarakat Quraisy.
Namun penunjukan Muhammad kepada dirinya oleh ‘Umar ditolak.
454 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
‘Umar mengemukakan alasan keberatannya: “Begini persoalannya,
Rasulullah! Aku khawatir orang-orang Quraisy akan berbuat kejam
terhadapku. Masalahnya, di Makkah aku sudah tidak memiliki seorang
kerabat pun yang akan mencegah tindakan mereka. Saat ini orang-
orang Quraisy tahu persis akan kebencian dan sikap permusuhanku
terhadap mereka. Aku usulkan penunjukan delegasi itu agar dipilih
salah seorang di antara kita yang lebih disegani oleh orang-orang
Quraisy ketimbang aku. Menurutku, yang paling tepat menduduki posisi
itu adalah ‘Utsman bin ‘Affan.”
Gagasan ‘Umar disetujui oleh Muhammad dan kemudian ia menun-
juk ‘Utsman bin ‘Affan sebagai delegasi khusus untuk menemui Abu
Sufyan dan para pejabat pemerintahan Quraisy, untuk meyakinkan
mereka bahwa kedatangan Muhammad ke Makkah bukanlah untuk
perang, tetapi dalam rangka menunaikan ibadah haji semata.
‘Utsman memang memiliki banyak teman dan sanak famili di ka-
langan bangsawan Quraisy, khususnya dengan Abu Sufyan yang meme-
gang tampuk pemerintahan. Akan tetapi, sejak keberangkatannya, tak
terdengar kabar berita tentang ‘Utsman. Informasi tentang ‘Utsman
benar-benar terputus. Bahkan muncul berita yang teramat santer di
kalangan masyarakat bahwa ‘Utsman bernasib sial. Ia diberitakan telah
dibunuh di Makkah.
Tampaknya, selama orang-orang Quraisy masih menyimpan kelici-
kan, tak ada langkah lain bagi orang-orang Islam selain menemui
mereka dengan membawa senjata. Karena itu, Muhammad menunjuk
beberapa orang shahabatnya untuk pulang ke Madinah agar meminta
balabantuan dari warga Madinah dan sekutu-sekutunya, kemudian
kembali membawa persenjataan, perbekalan perang, para lelaki, dan
kuda-kuda.
Di bawah naungan sebatang pohon, Muhammad berdiri di tengah
para shahabatnya, meminta janji setia mereka untuk bertempur hingga
titik darah penghabisan. Maka berikrarlah semua shahabatnya di bawah
pohon yang teduh itu.
Belum lama berselang setelah pengambilan ikrar, ternyata ‘Utsman
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 455
datang kembali dalam keadaan utuh. Kedatangan ‘Utsman disambut
kegembiraan dan keharuan oleh Muhammad. Demikian pula kegem-
biraan tampak terlihat di kalangan orang-orang Islam.
‘Utsman menyampaikan hasil misi yang diembannya. Ternyata, ia
memang berhasil meyakinkan Abu Sufyan dan kawan-kawan lamanya
di kalangan para juragan dagang Quraisy, bahwa perdamaian adalah
lebih baik, sebab bukanlah kewenangan orang-orang Quraisy untuk
melakukan pelarangan terhadap orang-orang Muhajirin untuk pulang
kembali ke Makkah. Orang-orang Quraisy tidak memiliki kewenangan
melakukan larangan terhadap siapa pun untuk memasuki bumi yang
menjadi tumpah darahnya dan menjadi tempat peristirahatan abadi
nenek moyangnya atau orang-orang Islam yang akan menunaikan iba-
dah haji ke rumah tua itu, tanpa mendapat persetujuan dari seluruh
bangsa Arab.
Belum tuntas ‘Utsman menceritakan semua pembicaraan yang
dilakukannya dengan para pemuka Quraisy, tahu-tahu datanglah salah
seorang delegasi dari pihak Quraisy yang dikenal cinta perdamaian.
Begitu laki-laki delegasi Quraisy itu sampai, maka berkatalah
Muhammad: “Orang-orang Quraisy berarti benar-benar menginginkan
perdamaian ketika mengutus orang ini.” Negosiasi antara Muhammad
n dan utusan kuffar Quraisy ini pun berlangsung cukup alot. Namun
akhirnya, dicapailah kata sepakat dengan Muhammad atas semua
persyaratan yang diajukan. Kini, tinggal penulisan tersebut di atas
sehelai kertas.
Untuk itu, Muhammad memanggil ‘Ali bin Abi Thalib untuk men-
diktekan redaksi perjanjian damai tersebut.
“Tulislah: ‘Bismillaahir rohmaanir rohiim’,” ucap Muhammad.
Tetapi laki-laki delegasi Quraisy (Suhail bin ‘Amr –edt.) segera
berkata: “Aku tidak tahu dengan redaksi itu. Tapi tulislah Bismikal-
loohumma.” Muhammad menyetujui keinginan delegasi Quraisy itu.
Dia memerintahkan ‘Ali agar menulis Bismikalloohumma! (Dengan
nama-Mu, ya Allah.)
Selanjutnya, Muhammad mendiktekan lagi kepada ‘Ali: “Ini adalah
456 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
pernjanjian damai yang ditetapkan oleh Muhammad Rasulullah!”
Tapi, lagi-lagi delegasi Quraisy itu menolak: “Andaikata kami me-
nyaksikan bahwa engkau adalah Rasulullah, sudah tentu kita tidak akan
memerangimu. Karena itu, tulislah namamu dan nama bapakmu.”
“Baik. Hapuslah kata Rasulullah lalu tulislah: ‘Ini adalah perjanjian
damai yang ditetapkan oleh Muhammad bin ‘Abdullah,’” ucap Muham-
mad n.
Sampai pada redaksi tersebut, tangan ‘Ali tak mau menulis lagi.
Dengan suara gemetar penuh emosi, ‘Ali berkata kepada Muhammad:
“Tidak! Demi Allah, aku tak sudi menghapus kata itu.”
Luapan emosi ‘Ali ini adalah ledakan yang muncul dari balik dada
orang-orang Islam, sebagai suatu ketegasan sikap.
Mengapa Muhammad mau menerima begitu saja delegasi Quraisy
itu? Mengapa Muhammad mau menerima begitu saja untuk menghapus
prolog perjanjian damai yang dibuat oleh orang-orang Islam kepada
delegasi Quraisy itu? Muhammad tidak mendapatkan seorang pun dari
shahabat-shahabatnya yang menyetujui untuk menghapus klausul
“Rasulullah”. Selembar kertas itu selanjutnya dia ambil dari tangan
‘Ali, lalu dia sendiri yang menghapus apa yang telah ditulis ‘Ali itu,
kemudian dia sendiri yang menulis prolog perjanjian damai menurut
redaksi yang dimaui delegasi Quraisy itu.
Pada lembaran itulah, dia menulis untuk pertama kalinya, sejak
dia terbiasa memperhatikan huruf-huruf yang didiktenya kepada para
penulis Al-Qur’an.
‘Umar yang duduk tidak jauh dari Muhammad berkata dengan
nada emosi kepada Abu Bakar: “Wahai Abu Bakar, bukankah dia itu
Rasulullah?”
“Betul sekali!” jawab Abu Bakar.
“Bukankah kita ini orang-orang Islam?” lanjut ‘Umar
‘Betul!” jawab Abu Bakar lagi.
“Bukankah mereka itu orang-orang musyrik?”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 457
“Betul!”
“Lalu mengapa kita memberikan yang buruk kepada agama kita?”
‘Umar berteriak.
Abu Bakar berusaha menasihati ‘Umar agar mengendalikan emosin-
ya, tetapi ‘Umar kembali lagi mengucapkan pertanyaan itu kepada
Muhammad langsung. Dengan nada emosi pula, Muhammad menjawab
pertanyaan ‘Umar: “Aku ini adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Aku
tak akan pernah melanggar perintah-Nya. Aku yakin, Allah tak akan
menyia-nyiakan diriku.”
‘Umar pergi dengan menyimpan kekesalan; mulutnya bungkam, tak
mau berkata-kata lagi, menuju ke tengah-tengah orang yang sedang
dilanda gelora amarah pula.
Sementara itu, Muhammad terus melanjutkan penulisan syarat-
syarat perdamaian dengan pihak Quraisy:
1. Mereka (kedua belah pihak) harus melakukan gencatan senjata se-
lama 10 tahun ke depan, hingga semua orang memperoleh jaminan
keamanan dan hendaknya satu sama lain saling menahan diri.
2. Barangsiapa dari pihak kuffar Quraisy hendak bergabung ke pihak
Muhammad (baca: masuk Islam –edt.) tanpa seizin walinya, maka
Muhammad harus mengembalikan orang tersebut kepada pihak
Quraisy.
3. Barangsiapa dari pengikut Muhammad hendak bergabung ke pi-
hak orang-orang Quraisy (baca: murtad –edt.), maka orang-orang
Quraisy tidak wajib mengembalik an orang tersebut kepada Muham-
mad.
4. Kaum mana saja (di luar suku Quraisy) yang ingin menjalin ikatan
persahabatan dan perjanjian damai dengan Muhammad, diperbo-
lehkan. Kaum mana saja (di luar pengikut Muhammad) yang ingin
menjalin ikatan persahabatan dan perjanjian damai dengan pihak
Quraisy, juga diperbolehkan.
5. Masing-masing pihak harus menjaga isi perjanjian yang tertuang
458 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dalam surat itu dan tidak boleh melakukan pengkhianatan.
Ketika Muhammad mengumumkan syarat-syarat perjanjian damai
tersebut, maka berlompatanlah suku Khuza‘ah. Mereka menyatakan
sikapnya untuk bergabung dengan Muhammad. Sementara itu pula,
Bani Bakar berlompatan pula menyatakan sikapnya akan bergabung
dengan pihak Quraisy.
Delegasi Quraisy menetapkan persyaratan agar Muhammad dan
shahabat-shahabatnya pada tahun ini pulang kembali ke Madinah, ken-
datipun mereka adalah warga Makkah. Dan tahun depan, Muhammad
dan shahabat-shahabatnya baru boleh memasuki Makkah. Muhammad
boleh tinggal selama tiga hari di Makkah dengan membawa senjata
untuk keperluan perlengkapan perjalanan saja, yaitu berupa pedang-
pedang yang tetap di dalam warangk anya. Muhammad dan shahabat-
shahabatnya tidak boleh memasuki Makkah, selain dengan perlengkapan
senjata tersebut.
Muhammad menyetujui semua syarat perjanjian damai tersebut
di tengah gerutu ketidak-puasan shahabat-shahabatnya.
Begitu usai Muhammad menanda-tangani perjanjian damai terse-
but, tiba-tiba seorang laki-laki yang dibelenggu tangannya dengan
rantai, mendatangi Muhammad. Laki-laki itu adalah anak delegasi
Quraisy yang bermaksud melarikan diri ke pihak Muhammad. Karena
tindakannya diketahui oleh orang-orang Quraisy, maka si anak itu dir-
ingkus oleh mereka, lalu dibelenggu dengan rantai. Delegasi Quraisy
(Suhail bin ‘Amr) itu terperanjat melihat kedatangan anaknya (yakni
Al-‘Ash bin Suhail bin ‘Amr yang dikenal dengan nama Abu Jandal,
seorang yang telah memeluk Islam namun masih tertahan di Makkah
–edt.), dia langsung saja melayangkan “bogem mentah” ke muka
anaknya.
Delegasi Quraisy itu meminta kepada Muhammad agar anaknya
dikembalikan lagi kepadanya sesuai dengan ketentuan perjanjian
damai yang masih belum kering tintanya itu.
Anak delegasi Quraisy itu menjerit meraung-raung: “Wahai orang-
orang Islam, apakah aku akan dikembalikan lagi kepada orang-orang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 459
musyrik yang telah mengganggu agamaku?”
Bagaimanapun melengkingnya jeritan anak delegasi Quraisy itu, na-
mun Muhammad n telah terlanjur menandatangani perjanjian damai;
dan segalanya telah tuntas. Muhammad memerintahkan agar anak itu
dikembalikan ke pihak Quraisy sesuai dengan ketentuan syarat-syarat
perdamaian. Demikianlah, anak delegasi Quraisy itu dikembalikan lagi,
maka kian gencarlah suara-suara protes ketidak-puasan!
Sebenarnya orang-orang Islam sangat keberatan dengan perundin-
gan damai tersebut, khususnya pada penulisan prolog perjanjian yang
disodorkan oleh delegasi Quraisy dan pemulangan kembali orang-orang
Quraisy yang meminta perlindungan dengan menyatakan keislamannya.
Dari semua kebenaran itu, ada yang lebih berat lagi untuk mereka
terima, yaitu keputusan Muhammad untuk tunduk pada tuntunan pi-
hak Quraisy yang mengharuskan mereka pulang kembali ke Madinah,
padahal saat ini mereka sudah berada di depan pintu gerbang Makkah.
Sudah cukup lama mereka mengimpikan di malam-malam yang mer-
eka lalui, akan datangnya suatu hari saat mereka dapat mengunjungi
bumi kelahiran mereka dan berthawaf di Baitullah sebagaimana yang
dilakukan oleh orang lain. Akan tetapi, ketika hari yang dinanti-nantikan
itu telah tiba dan Makkah sudah ada di depan mata mereka, ternyata
mereka dihalang-halangi oleh orang-orang Quraisy. Dan sebagai ganti-
nya, jika mereka tidak mau mengangkat senjata melawan orang-orang
Quraisy demi meraih hak mereka yakni mengunjungi Makkah, berarti
mereka harus tunduk dan mengindahkan apa yang disepakati oleh pihak
kuffar Quraisy.
Mengapa Muhammad mengambil kebijakan seperti ini kepada
mereka?
Salah seorang di antara mereka berkata kepada Muhammad dengan
penuh emosi: “Bukankah engkau telah menjanjikan kepada kita untuk
mengunjungi Makkah?”
“Ya, kita akan mengunjungi Makkah tahun depan,” jawab Muham-
mad dengan lemah-lembut.
460 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad berusaha meyakinkan keuntungan-keuntungan politis
dari perjanjian damai itu kepada mereka. Sementara itu, dalam hat-
inya merasakan beban batin yang teramat berat menanggung ketidak-
puasan yang melanda di kalangan shahabat-shahabatnya.
Setelah adanya perjanjian damai ini, orang-orang Quraisy tak akan
mempunyai peluang politis lagi untuk menghancurkan mereka. Ke-
bimbangan yang melanda suku-suku untuk bergabung dengan mereka,
karena dibayang-bayangi rasa takut terhadap ancaman orang-orang
Quraisy selama ini, tidak akan terjadi lagi setelah perjanjian damai.
Perhatian mereka saat ini agar dikonsentrasikan pada pengemban-
gan dakwah, tanpa merasa dibayang-bayangi ancaman dan gangguan
orang-orang Quraisy.
Seyogyanya mereka saat ini melakukan pengkajian terhadap kondisi
yang mereka hadapi agar tahu bagaimana langkah-langkah yang mesti
mereka lakukan untuk mengantisipasi langkah yang akan datang; dan
seyogyanya pula mereka melayangkan pandangan terhadap langkah-
langkah yang telah mereka tempuh. Perdamaian ini seyogyanya mereka
terima dengan suatu pengertian tuntutan kondisi dan mengantisipasi
situasi yang akan datang. Mereka akan memperoleh keuntungan ber-
lipat-ganda dari perdamaian itu, melebihi keuntungan yang mereka
peroleh dari mata pedang.
Perdamaian yang baru saja dilangsungkan itu tidaklah mengandung
penyerahan sama sekali, sebab orang-orang Quraisy yang bermaksud
bergabung dengan Muhammad dapat bersabar di tempat tinggal mereka
dan mengembangkan kepercayaan yang dipeluknya kepada orang lain
dalam keadaan terlindungi keamanannya dari ancaman dan rintangan
sebagaimana pernah dialami oleh orang-orang Islam terdahulu.
Adapun orang-orang Islam yang bermaksud akan bergabung dengan
pihak Quraisy, jelas mereka tidak akan menemukan kebaikan apa-apa
sama sekali, termasuk juga dalam keislaman mereka. Karena itu,
mereka pantas dinyatakan sikap murtadnya sejak hari ini.
Sedangkan penolakan pihak Quraisy terhadap klausal perjanjian
damai tersebut, sama sekali tidak mengubah kebenaran.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 461
Seharusnya orang-orang Islam menyambut gembira dengan tere-
alisirnya perjanjian damai ini daripada berselisih. Seharusnya mereka
tahu bahwa keuntungan dari perdamaian ini adalah menutup peluang
bagi musuh-musuh mereka yang lain untuk memperkuat posisi Quraisy;
dan perdamaian itu secara tidak langsung berakibat terisolasinya
orang-orang Quraisy dari kelompok Yahudi.
Semestinya orang-orang Islam mengingat bahwa kelompok Yahudi
Madinah yang terisolir, saat ini berkumpul di lembah Khaibar untuk
melakukan penyerbuan di Madinah dalam waktu dekat, karena merasa
kuat setelah mereka bergabung dengan kelompok Yahudi Khaibar.
Seandainya kelompok Yahudi Madinah yang terisolir itu tidak di-
tutup peluangnya dalam memperkuat pasukan Quraisy, sudah tentu
hal itu merupakan ancaman baru yang teramat serius bagi keamanan
Madinah, warganya, dan secara khusus bagi eksistensi aqidah Islam.
Kini, orang-orang Islam seyogyanya melakukan persiapan untuk
menghadapi pertempuran melawan orang-orang Yahudi. Seyogyanya
mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi suku-suku lain yang
akan mengadakan agresi terhadap diri mereka setelah tertutupnya
jalan bagi tentara-tentara musuh untuk menjalin persekutuan dengan
pasukan Makkah.
Akhirnya, perselisihan pendapat di sekitar perdamaian yang cukup
tajam di antara orang-orang Islam dapat terselesaikan dengan baik,
sehingga orang-orang Islam menerima dan puas atas pertimbangan-
pertimbangan itu.
Pertimbangan yang dikemukakan dan keputusan untuk mengadakan
perdamaian itu memang betul. Tapi mengapa mereka harus pulang
dengan sia-sia tanpa menunaikan ibadah haji?
Mengapa mereka tidak memasuki Makkah tahun ini saja, padahal
mereka saat ini sudah berada di depan pintu gerbang Makkah?
Haruskah menunggu tahun depan?
Akhirnya, Muhammad mengumumkan kepada mereka untuk me-
lepas pakaian ihramnya dan kembali pada kehidupan mereka yang
biasa, kemudian mempersiapkan kepulangannya ke Madinah. Akan
462 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
tetapi, mereka enggan melakukan himbauan itu.
Di hati setiap orang masih saja terlintas harapan agar Muhammad
sendiri pergi ke Makkah secepatnya, meski dalam kondisi apa pun.
Mengapa hal ini harus terjadi?
Sungguh, sebelum ini mereka juga pernah melanggar perintahnya
saat berperang di medan Uhud, maka menjadi porak-porandalah orang
Islam. Bahkan hampir saja Muhammad terbunuh akibat ulah mereka
yang melanggar perintahnya itu.
Mengapa kini mereka semua menghadapi Muhammad dengan sikap
membandel?
‘Ali juga termasuk di antara sekian orang yang tidak mematuhi
himbauannya, bahkan ‘Ali berani sekali menolak perintahnya untuk
menulis apa yang akan didiktekannya pada surat perjanjian damai itu.
Tidak hanya ‘Ali saja yang melanggar, tapi ‘Umar juga termasuk
di antara sekian orang yang menolak himbauannya. Bahkan ‘Umar
bukan sekedar menolak, tapi secara tegas dan keras tidak menerima
keputusannya untuk berdamai dengan pihak Quraisy.
Beberapa saat lamanya mereka menggerutu penuh kekesalan,
tapi Muhammad berusaha menjelaskan kepada mereka tentang
keuntungan-keuntungan politis yang diperoleh dari perdamaian ini.
Muhammad menghimbau mereka untuk mempersiapkan kepulangan-
nya ke Madinah dan mencurahkan perhatian untuk mempersiapkan
pert empuran melawan Yahudi Khaibar yang sedang menyusun kekua-
tan untuk mengadakan penyerbuan ke Madinah. Terlintas dalam
pikiran Muhammad sebelum mengadakan perdamaian bahwa mereka
akan menerima segala tindakann ya dan segala ucapannya. Tapi kini
mereka menolak semua itu.
Muhammad memasuki kemahnya dengan hati duka dan tersiksa,
sehingga dari kedua bola matanya menetes air mata.
Istri yang cantik nan bijak, Ummu Salamah, menyambut kedatan-
gannya, seperti apa yang telah dilakukan oleh almarhumah istrinya,
Khadijah, yang telah membangkitkan semangatnya di masa silam yang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 463
penuh dengan warna kegelapan. Dia adalah seorang perempuan yang
memiliki suara lemah-lembut yang penuh kedamaian. Muhammad
menumpahkan kekecewaannya kepada Ummu Salamah.
“Kasihan betul orang-orang itu,” gerutu Muhammad kesal.
Ummu Salamah meminta kepadanya agar tidak bersedih dan ber-
duka dalam menghadapi kenyataan pahit ini. Bukankah sudah terbiasa
hatinya menanggung cobaan-cobaan yang teramat berat.
Sebaiknya saat ini keluar saja ke tengah shahabat-shahabatnya, lalu
bertahallullah di hadapan mereka, karena pengaruh perbuatan jauh
lebih kuat daripada pengaruh perkataan. Sudah tentu tak akan ada lagi
orang-orang yang akan mendebatnya setelah mereka melihat langsung
ia sendiri melakukan segala apa yang dihimbaukan kepada mereka.
Maka keluarlah Muhammad menuju shahabat-shahabatnya; dia
langsung menyembelih hewan qurbannya, lalu duduk, kemudian men-
cukur rambutnya.
Setelah shahabat-shahabatnya melihat dia telah menyembelih
qurbannya dan mencukur rambutnya, maka berlompatanlah mereka
melakukan penyembelihan qurban dan pemotongan rambut juga.
Selanjutnya, mereka meminta maaf atas sikap mereka.
Muhammad pulang kembali ke Madinah bersama mereka. Tapi
belum lama sampai di Madinah, datanglah utusan pemerintah Quraisy
yang bermaksud meminta kesediaan Muhammad untuk menampung
warga Makkah yang masuk Islam di Madinah, karena mereka melaku-
kan pemberontakan, menekan terhadap orang lain, dan membuat
pertahanan di luar kota Makkah, serta melakukan tindakan-tindakan
destruktif pada rute-rute perdagangan.
Muhammad menyambut sekitar tujuh orang pengungsi baru dari
warga Quraisy yang seluruhnya menyatakan masuk Islam. Maka sejak
ia mengumumkan perdamaian, baru hari itulah sorak-sorai dari orang-
orang Islam yang penuh kegirangan menggemuruh di antara mereka.
“Ini betul-betul suatu kemenangan atas orang-orang Quraisy yang
belum pernah kita peroleh dalam setiap kancah pertempuran sebelum
ini. Betapa bijaksananya Muhammad ketika menetapkan perdamaian.”
464 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Semua ini adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Maka
hendaklah kalian mendengarkan apa yang akan dibacakan oleh kalian:
“(18) Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika
mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan
memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).
(19) Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (20) Allah menjanjikan kepada
kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-
Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari
(membinasak an)mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi
bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan
yang lurus.” (QS. Al-Fath [48]: 18-20)
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 465
466 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Badai menerpa
keluarga Muhammad
Saat-saat indah yang teramat menguntungkan dalam
seluruh perjalanan kehidupannya, kini disambut oleh
Muhammad dengan riang gembira. Namun demikian, dalam hati kecil-
nya masih tersisa sebuah kesulitan yang harus ditanggungnya.
Perdamaian Hudaibiyah yang didamba-dambakannya agar tercipta
sebentuk ketenangan bagi dirinya dan orang-orang Islam, masih belum
jua dirasakan manisnya. Ketika orang-orang Islam belum sepenuhnya
menerima secara lapang dada keuntungan-keuntungan yang diperoleh
dari perdamaian itu, ternyata persoalan baru yang menenggelamkan
dirinya ke dalam suatu ujian lain yang teramat berat, tanpa terasa
telah mencuat ke permukaan. Ia kini dihadapkan pada kasus pengung-
sian seorang perempuan. Saudara perempuan itu meminta kepada
Muhammad agar mengembalikan perempuan itu kepada kedua sauda-
ranya, sesuai dengan perjanjian yang telah dijalin antara pihaknya
dengan pihak Quraisy di Hudaibiyah.
Selanjutnya, kasus lain lagi yang meminta segera diselesaikan oleh
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 467
Muhammad adalah perempuan-perempuan lain warga Makkah yang
juga bermaksud mengungsi sesuai dalam perjanjian damai Hudaibiyah,
sehingga para suami mereka datang juga kepada Muhammad untuk
menuntut pemulangan istri-istrinya itu kembali.
Kalau tidak begitu, atas dasar apakah orang-orang Quraisy mengam-
bil keuntungan dari perdamaian ini, jika mereka membiarkan Madinah
membuka kedua belah tangannya bagi perempuan-perempuan Quraisy
yang mengungsi?
Tapi akankah orang-orang Islam membiarkan begitu saja perem-
puan-perempuan yang datang atas kehendak mereka sendiri?
Fenomena ini membuat hati orang-orang Islam menjadi tergoncang.
Haruskah mereka memaksakan kehendaknya kepada para perempuan
itu untuk hidup berumah tangga dengan suami yang tidak hanya men-
jadi musuh bebuyutan mereka, tetapi juga tidak disenangi?
Jeritan di dalam setiap hati yang masih diliputi oleh bekas-bekas
kekesalan, kian santer membahana. Tapi memang dilematis. Jika mer-
eka melanggar perjanjian damai dengan pihak Quraisy, maka pihak
Quraisy jelas akan mengangkat senjata melawan mereka dan akan
membangun kekuatan dengan pihak kelompok Yahudi Khaibar.
Muhammad merasa telah melakukan suatu kekeliruan yang teramat
besar. Sebenarnya maksud ia mengadakan perjanjian dengan pihak
Quraisy agar pihak Quraisy dapat menolak orang-orang yang melawan
pihak Quraisy, lalu mereka mengungsi kepadanya. Akan tetapi, pada
waktu itu tak terpikirkan sama sekali perihal kaum perempuan tatkala
perjanjian damai telah disepakati.
Shahabat-shahabatnya mempertanyakan kembali kepadanya ten-
tang apa tindakan yang akan diambil terhadap perempuan-perempuan
yang mengungsi. Tapi masalah kaum perempuan adalah persoalan lain.
Ini jelas tak bisa dipungkiri.
Kehinaan apalagi yang akan ditimpakan kepada orang-orang Islam
atas dasar perdamaian itu? Apakah agar orang-orang Arab mengatakan
bahwa Muhammad dan shahabat-shahabatnya tidak mampu memberi-
kan perlindungan kepada mereka, lalu mereka menyerahkan para
468 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
perempuan itu kepada musuh secara terpaksa?
Muhammad keluar ke tengah-tengah para shahabatnya sambil
membacakan ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu
telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu
kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal
pula bagi mereka....” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 10)
Dengan adanya ayat di atas, maka jelaslah semuanya dan persoalan
itu selesai lantaran mendapatkan argumentasi teologis berupa ayat.
Setelah itu pulanglah para laki-laki Quraisy itu ke Makkah. Mereka
melakukan tindakan yang ketat terhadap para istri agar tidak sampai
mengungsi. Mereka tidak menemukan alasan untuk menuduh Muham-
mad telah melakukan deviasi dari ketentuan perjanjian perdamaian
Hudaibiyah atas sikap resistensi Muhammad untuk memulangkan para
perempuan itu kembali, karena perdamaian itu tidak menyinggung-
nyinggung masalah perempuan pengungsi.
Sepantasnya mereka tetap menghormati perdamaian. Ini lebih
menguntungkan bagi kepentingan perniagaan mereka. Dengan begitu,
mereka dapat menikmati juga masa-masa aman untuk mengembangkan
kekayaan.
Hati Muhammad merasa lega setelah terlepasnya perjanjian da-
mai Hudaibiyah dari ujian, dan orang-orang Islam yang terlibat dalam
perselisihan pendapat tentang perdamaian pun mulai sadar.
Tapi pikirannya saat ini beralih pada masalah Khaibar. Di sana, di
lembah yang subur, hidup legenda yang teramat aneh. Konon ketika
Bani Israil diisolir dari Mesir dan Musa melintasi lautan bersama mer-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 469
eka, mereka hidup terlunta-lunta di padang pasir selama berhari-hari,
kemudian bersatu kembali di lembah Khaibar. Oleh karena itu, Khaibar
dengan kesuburan lahan-lahan pertaniannya menjadi sokoguru kekua-
tan orang-orang Yahudi hingga akhir zaman.
Demikian juga di bawah pengaruh legenda tersebut, orang-orang
Yahudi hidup bertempat tinggal di Khaibar dari generasi ke generasi.
Lembah Khaibar menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang Yahudi
yang tidak bisa merasa tenteram di kampung asal mereka. Demikian
sisa-sisa Yahudi Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir berlindung di lembah
Khaibar di samping penduduk asli Khaibar. Mereka berusaha memban-
gun kerajaan besar yang menguasai seluruh Semenanjung Arabia.
Obsesi kekuasaan itulah yang menggerakkan mereka, di samping
fantasi-fantasi yang tak pernah padam, untuk membasmi Muhammad.
Kini mereka mengadakan persiapan untuk menjegal rute perdagan-
gan Madinah yang nampak berkembang pesat. Mereka mengumpulkan
seluruh kekuatannya untuk membasmi Muhammad dalam upaya mereka
mengadakan agresi ke Madinah dalam waktu dekat. Karena orang-orang
Quraisy telah mengadakan perjanjian damai dengan Muhammad, maka
tak ada cara lain bagi mereka, selain mencari sekutu-sekutu yang lain
di sepanjang Semenanjung Arabia.
Semua ini merupakan ancaman serius yang dapat menghancurkan
orang-orang Islam dan membinasakan Muhammad. Akankah Muham-
mad menunggu hingga mereka menggerakkan seluruh kekuatan tem-
pur dengan sekutu-sekutu mereka ataukah akan memerangi mereka
terlebih dahulu?
Tapi bagaimana cara menyerang mereka, sedangkan mereka be-
rada di lembah Khaibar yang terlindung oleh benteng-benteng yang
menjulang tinggi lagi kokoh?
Betapa bingungnya pikiran Muhammad menghadapi persoalan
kelompok Yahudi yang bertempat tinggal di lembah Khaibar.
Selain masalah kelompok Yahudi, Muhammad masih menghadapi
persoalan-persoalan istri-istrinya. Persoalan dahulu tentang posisi
470 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dan status ‘Aisyah yang selalu merasa tersaingi dengan kehadiran
Juwairiyah, muncul lagi. ‘Aisyah nampak tidak suka sekali kepada Ju-
wairiyah. Zainab binti Jahsy juga saling berkompetisi dengan ‘Aisyah
untuk merebut hati Nabi. Sementara itu pula, Hafshah membangun
opini di tengah-tengah istri Nabi yang lain bahwa Muhammad lebih
mengutamakan Zainab binti Jahsy di atas mereka semua. Hafshah
juga beranggapan bahwa Nabi telah mengharamkan makanan (madu)
yang dihidangkan oleh Zainab untuk dirinya sendiri demi menyenang-
kan hati istri-istrinya yang lain. Tapi ternyata istri-istrinya yang lain
tetap juga menaruh kecemburuan. ‘Aisyah sangat cemburu kepada
Hafshah, sedangkan Hafshah menaruh rasa kesal kepada Muham-
mad lantaran menurut perasaannya, ‘Aisyah lebih istimewa daripada
dirinya, sehingga karenanya ‘Aisyah banyak mendapatkan kasih sayang
dari Muhammad.
Konflik internal rumah tangga yang terus-menerus melandanya,
sangatlah tidak pantas terjadi karena hanyalah persoalan kecemburan
belaka. Istri-istri Muhammad semuanya mengadu tentang kondisi
kehidupan keluarga Muhammad yang dirundung kesusahan dalam per-
soalan ekonomi. Mereka menangis lantaran tidak pernah mengenakan
kain sutra Syam, katun Mesir, dan tidak pula baju yang halus produk
Yaman.
Di tengah-tengah pengaduan istri-istrinya di seputar pakaian, kedua
bola mata Muhammad meneteskan air mata, karena hatinya sedang
risau menghadapi orang-orang Yahudi yang melakukan persiapan di
lembah Khaibar untuk menghancurkan Madinah.
Muhammad meminta kepada istri-istrinya agar hidup rukun dan da-
mai di antara mereka dan tidak ambisius pada perhiasan. Selanjutnya,
dia minta tolong kepada Ummu Salamah. Namun apa yang terjadi? Istri-
istrinya yang lain malah menuduhnya lebih mengistimewakan Ummu
Salamah daripada diri mereka, karena mereka menemukan kemiripan
dalam diri Ummu Salamah, baik fisik maupun psikis, dengan istrinya
yang telah pergi ke alam baka, Khadijah. Dengan berkobarnya api
kecemburuan yang melanda istri-istrinya, maka tak pelak lagi memori
indah saat-saat bersama mantan istrinya yang pertama, Khadijah, kini
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 471
terkenang kembali.
Di hadapan Muhammad, ‘Aisyah secara terang-terangan men-
gatakan bahwa dirinya lebih superior daripada Khadijah, baik dalam
hal kecantikan maupun kondisi usianya yang lebih muda, dibanding
dengan perempuan yang tak pernah dapat dilupakannya itu.
Spontan emosi Muhammad memuncak, karena ‘Aisyah mengungkit-
ungkit almarhumah istrinya yang telah menjadi sandaran semangat
juangnya pada saat-saat perjuangan penuh berbagai aral.
Putrinya, Fathimah, juga emosi lantaran ibunya yang sudah al-
marhumah disebut-sebut dalam badai rumah tangga itu. Muhammad
melarang keras kepada ‘Aisyah dan istri-istrinya yang lain agar tidak
melibatkan Khadijah dalam persoalan konflik internal keluarga.
Lagi-lagi ‘Aisyah membanding-bandingkan antara hidup bahagia
yang pernah dirasakan oleh Khadijah dengan kehidupan yang penuh
kesusahan dan kesengsaraan, padahal dirinya adalah perempuan cantik
dan masih muda yang tiada bandingnya di istana kerajaan mana pun.
Hafshah merasa kesal juga terhadap kehidupannya yang serba
kasar, padahal selama masih hidup bersama ayahnya, ‘Umar bin Kha-
ththab, selama menjadi bangsawan di Makkah, kehidupan sehari-hari
Hafshah senantiasa bergelimang dengan sutera-sutera halus.
Tuntutan semua istri tentang perjalanan hidup diajukan ke hada-
pan Muhammad dengan penuh argumentatif. Mereka beralasan bahwa
mereka adalah istri-sitri yang masih muda-muda dan cantik-cantik
yang tidak pernah hidup sebagaim ana layaknya istri-istri seorang laki-
laki seperti Muhammad yang saat ini memerintah sebuah negara yang
cukup besar.
Dari semua tuntutan para istrinya itu, Muhammad dengan tegas
menyatakan seraya menyitir sebuah ayat:
“Jika kalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah
472 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
supaya kuberikan kepada kalian mut‘ah dan aku ceraikan kalian dengan cara
yang baik.” (QS. Al-Ahzaab [33]: 28)
Ancaman perceraian? Ya. Tapi apa yang terjadi? Ancaman per-
ceraian sekalipun tak mampu mengubah tuntutan mereka lagi. Anca-
man itu tak ada gunanya.
Masih ada cara lain lagi. Muhammad berusaha menyadarkan diri
mereka bahwa mereka tidak sama dengan istri-istri yang lain. Mereka
sepantasnya menjadi perempuan-perempuan yang sabar, tunduk, dan
patuh kepada suami; dan sepantasnya mereka menjadi figur bagi para
istri kawan-kawan seperjuangannya. Dengan sikap lemah-lembut, Mu-
hammad berusaha menyadarkan istri-istrinya, kemudian ia mengubah
tindakan kursifnya. Tapi, istri-istrinya tidak juga mengubah tuntutan-
tuntutannya, walaupun telah digunakan cara persuasif dan kursif.
Dengan kondisi ini, maka alternatif terakhir yang digunakan Mu-
hammad adalah terpaksa menceraikan Hafshah; dan pisah ranjang
dengan ‘Aisyah dan Zainab. Kepada kedua istrinya tersebut, Muham-
mad mengancam akan menceraikannya juga. Selanjutnya, Muham-
mad mengasingkan diri dari para istrinya. Sementara itu pula, kedua
matanya lembab dengan air mata lantaran kebingunga n dalam meng-
hadapi ancaman orang-orang Yahudi yang sedang menyusun strategi
dan kekuatan di lembah Khaibar.
Muhammad mengadu kepada Abu Bakar dan ‘Umar bahwa istri-
istrinya telah merusak ketenangan hidupnya, justru dalam kondisi
kehidupannya dan perjalanan risalahnya dalam suatu ancaman yang
serius. ‘Umar pun menyarankan kepada Muhammad agar bersikap keras
saja kepada istri-istrinya. Alasannya, karena para istrinya itu tidak
sempurna akal dan agamanya, bahkan sekalipun mereka itu adalah
figur sebagai Ummahatul mukminin (ibunya kaum mukmin). ‘Umar
langsung saja menemui Hafshah, lalu ia mencela atas sikapnya dan
memukulinya. Demikian juga Abu Bakar merasa sangat menyesalkan
tindakan putrinya, ‘Aisyah, yang telah membuat marah pemimpinnya
dan teman dekatnya, Muhammad. Abu Bakar membentak-bentaknya
dan mengancamnya.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 473
Teguran dari para ayah dan kerabat para istri yang tidak membena-
rkan sikap para istri itu kian gencar. Para istri itu adalah pendamp-
ing Muhammad dalam perjuangan dan mereka sebagai Ummahatul
mukminin (ibunya kaum mukmin). Para istri itu pun dikucilkan dari
kerabat-kerabatnya dan mereka mendapat celaan dari kanan-kiri
mereka. Akhirnya, mereka baru menyadari kekeliruan mereka yang
membiarkan diri dikuasai oleh api kecemburuan.
Mereka kemudian menyadari bahwa mereka tidak lagi mencer-
minkan sikap sebagaimana Ummahatul mukminin dan tidak pula
sebagai pendamping Muhammad dalam perjuangan, karena mereka
telah berani menuntut Muhammad agar memberikan kesenangan hidup
berupa pemenuhan pakaian dan perhiasan sutera dan emas.
Setelah menyadari atas segala kekeliruan, mereka pun meminta
maaf kepada Muhammad. Mereka berjanji kepadanya akan menjalani
kehidupan bersamanya menurut keinginannya dan akan bersikap pro-
porsional sejalan dengan posisi tanggung jawab dan kemitraan mereka
dalam perjuangan bersamanya.
Muhammad memaafkan kekeliruan mereka, tapi Muhammad tetap
menolak Hafshah. Namun demikian, Muhammad tetap pisah ranjang
dengan mereka, selain dengan Ummu Salamah karena memberikan
pelajaran.
Kedua bola mata Muhammad memandang jauh ke lembah Khaibar,
di mana orang-orang Yahudi menyusun kekuatan.
g
Orang-orang yang tinggal di masjid Madinah yang dekat dengan
rumah Muhammad, masih saja hidup tanpa pekerjaan. Mereka hidup
tenang dengan mengandalkan harta zakat.
Maka timbullah fenomena baru di kalangan orang-orang, yaitu sikap
menghormati orang-orang yang aktivitas hidupnya hanyalah beribadah
di masjid. Muhammad menemukan salah seorang di antara mereka
yang mengkons entrasikan hidupnya dalam aktivitas ibadah itu, hingga
mati kurus lantaran terlalu lama bangun malam dan berpuasa di siang
474 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
hari. Muhammad juga heran melihat laki-laki yang meninggal dengan
tubuh kurus itu.
“Siapa yang memberi makan dia?” tanya Muhammad lantaran
hatinya tergugah dengan fenomena ini.
“Saudaranya,” jawab seseorang.
“Saudaranya itu jauh lebih ahli ibadah daripada dia,” ucap Muham-
mad kepada mereka.
Karena itu, Muhammad menghimbau kepada orang-orang agar mau
bekerja, sebab yang terbaik bagi seseorang adalah makan dari hasil
keringat pekerjaannya. Nabi Dawud adalah orang yang makan dari
hasil pekerjaannya sendiri.
Himbaun itu mendapat respon positif dari mereka dan akhirnya
mereka bekerja. Di Madinah setiap orang diberi pekerjaan. Akan tetapi,
orang-orang kaya yang menguasai padang gembala dan sumur-sumur
yang ditinggalkan oleh orang-orang Yahudi, akhirnya menyerahkan
penghasilannya kepada orang-orang yang tidak memiliki harta sama
sekali. Karena itu, Muhammad mengatakan: “Manusia bersekutu dalam
tiga hal, yaitu: air, rumput, dan garam.”
g
Orang-orang Yahudi Khaibar sibuk mengadakan persiapan agresi
ke Madinah dan menghimpun suku-suku di sekitarnya ke dalam se-
buah pasukan tempur yang tergabung dari berbagai kekuatan. Mereka
berhasil merekrut beberapa tentara dari Ghathafan yang tak pernah
melupakan kekalahannya di depan Madinah dalam suatu pertempuran
yang tergabung dari berbagai suku pada waktu silam. Muhammad men-
gambil keputusan akan segera melakukan aksi agresi yang mematahkan
kekuatan Yahudi Khaibar sebelum mereka berhasil menghimpun pasukan
dari berbagai suku. Ia bertekad akan menyerbu Yahudi Khaibar terlebih
dahulu, walaupun social cost yang harus ia bayar cukup mahal. Namun
daripada menunggu, agresi ini masih lebih baik.
Muhammad telah mengetahui bahwa orang-orang Yahudi mem-
bangun kota mereka di balik jaring-jaring pertahanan yang kokoh.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 475
Meskipun demikian, Muhammad telah merancang langkah-langkah
agresi pada benteng orang-orang Yahudi yang jumlah kesemuanya
terdiri dari tujuh benteng.
Muhammad mengerahkan anggota pasukan berkuda lebih besar
daripada kemampuan yang diprediksi sebelumnya. Pada hari itu juga,
ia berhasil mengumpulkan 200 personel pasukan kuda.
Tidak hanya pasukan kuda yang berhasil ia himpun, tetapi ia juga
berhasil mengumpulkan sekitar 2.000 tentara yang langsung di bawah
komandannya menuju lembah Khaibar.
Pada suatu hari para petani Yahudi Khaibar melihat Muhammad
mendatangi ladang-ladang mereka.
“Muhammad mengejar kami,” teriak mereka dengan penuh keta-
kutan setelah melihat Muhammad mendatanginya.
Pada saat itu Muhammad membagi pasukannya menjadi dua bagian;
sebagian merupakan pasukan kuda di mana dalam kelompok tersebut
tergabung sebagian besar tentara, sedangkan sebagian lagi bertugas
mengawasi jalan yang terbentang di antara Khaibar dan Ghathafan. Hal
ini dimaksudkan agar orang-orang Islam tidak mendapatkan serangan
secara tiba-tiba dari arah belakang oleh tentara Ghathafan.
Orang-orang Yahudi bertahan di balik benteng mereka. Karena
itu, Muhammad memerintahkan kepada pasukannya agar melakukan
pengepungan terhadap benteng tersebut dan menebangi pohon-pohon
kurma yang mengelilinginya. Selanjutnya, ia memerintahkan kepada
pasukannya agar mendirikan perkemahan di ladang-ladang orang Ya-
hudi itu, sehingga dengan demikian, pasukannya dapat memberi makan
kuda-kuda dan unta-untanya dan melarang warga Khaibar mengambil
tanaman di ladang Khaibar. Muhammad mengingatk an kepada pasukan-
nya bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
air dan rerumputan.
Akhirnya, orang orang Yahudi terpaksa keluar dari benteng mereka
ke tempat terbuka untuk bertempur dengan orang Islam.
Demikianlah taktik yang dilakukan oleh Muhammad agar mereka
476 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
tidak memperoleh profit apa-apa dengan cara bersembunyi di balik
benteng mereka yang kuat dan menjulang tinggi. Muhammad memaksa
mereka keluar dari balik benteng, karena mereka sudah tentu tidak
ingin mati kelaparan dan kehausan. Terpaksa mereka menghadapi pa-
sukan Islam yang telah menguasai ladang-ladang mereka yang menjadi
sumber kehidupan dan sumur-sumur yang menjadi tempat pengambilan
persediaan air minum mereka.
Pertempuran akhirnya meletus. Orang-orang Yahudi keluar ke
tempat terbuka untuk memerangi orang-orang Islam sepanjang siang
hari, tapi begitu malam menjelang, mereka segera berlindung kembali
di balik benteng.
Ketika Muhammad telah melihat tanda-tanda keberhasilan seran-
gannya dalam menaklukkan benteng, dia berseru kepada pasukan-
nya: “Bakal hancur binasalah Khaibar! Sesungguhnya jika kita telah
menginjakkan kaki di suatu kampung musuh, maka akan celakalah
orang-orang yang dipertakuti itu.”
Dalam kondisi yang terjepit sekalipun, orang-orang Yahudi masih
belum kehabisan akal untuk mencari taktik lain. Maka mereka semua
berkumpul di balik suatu benteng. Mereka memegang panah dan
ketapel yang seluruhnya mengarah ke tentara-tentara Islam. Hal ini
dilakukan agar mereka dapat mendesak mundur pasukan Islam dari
balik benteng.
Muhammad mempunyai gagasan untuk mengerahkan seluruh
kekuatan pasukannya agar segera menaklukkan benteng itu untuk
mengimbangi taktik mereka, sebab berkumpulnya orang-orang Yahudi
di suatu benteng tersebut dapat membangun kekuatan bagi mereka
untuk memporak-porandakan kekuatan orang-orang Islam.
Muhammad mengumpulkan seluruh pasukannya. Ia menginstruksi-
kan kepada mereka agar melakukan agresi terhadap benteng tersebut.
Ia menyerahkan bendera pasukannya kepada Abu Bakar. Akan tetapi,
Abu Bakar gagal menyerbu benteng tersebut.
Pada hari berikutnya, komandan penyerbuan diserahkan kepada
‘Umar bin Khaththab. Sehari suntuk ‘Umar menyerbu habis-habisan,
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 477
tapi hasilnya masih nihil juga, sekalipun pintu-pintu benteng tersebut
mulai melemah. Sementara itu, orang-orang Yahudi tetap bertahan
pada posisi mereka dengan mengerahkan anak-anak panah dan tak
seorang pun di antara mereka yang diperkenankan untuk bertarung
di tempat terbuka.
Selanjutnya, Muhammad memanggil ‘Ali bin Abi Thalib. Ia berkata:
“Ambillah bendera itu. Mudah-mudahan Allah memberikan kemenan-
gan kepada dirimu.”
Dengan instruksi itu, ‘Ali segera menanggalkan baju besinya agar
dapat bergerak leluasa. Selanjutnya, ‘Ali meminta kepada anak buahn-
ya agar menanggalkan baju besi juga supaya dapat bergerak gesit.
‘Ali berangkat dengan berbekal wasiat Muhammad: “Laksanakanlah
tugasmu dengan baik. Ketika engkau telah sampai di halaman mer-
eka, ajaklah mereka agar memeluk Islam. Jika membangkang, maka
perangilah mereka. Demi Allah, pemberian petunjuk-Nya kepada ses-
eorang lantaran usahamu, itu jauh lebih berarti dan berharga dibanding
dengan binatang yang gemuk-gemuk.”
‘Ali berhasil menerobos benteng pertahanan hingga ia dapat
menginjakkan kakinya ke halaman mereka. ‘Ali mengajak mereka agar
memeluk agama Islam, tapi ajakan ‘Ali justru hanya mendapatkan
ejekan dari mereka.
‘Ali kini menantang mereka untuk berperang tanding lantaran mer-
eka mengejek ajakannya. ‘Ali menantang mereka agar mengeluarkan
jagoan-jagoan mereka untuk bertanding satu lawan satu dengan ‘Ali
sendirian dan hal ini dilakukan secara bergantian.
Harits, salah seorang jagoan Yahudi, tampil. Sekali sergap, Harits
dapat dirobohkan. Tampil lagi jagoan berikutnya, tetapi dengan mudah
‘Ali dapat merobohkannya pula.
Ketika jagoan Yahudi tergeletak di tanah bersimbah darah satu
demi satu, terdengar sorak-sorai pasukan Islam mengejeki kekuatan
pasukan jagoan-jagoan Yahudi. ‘Ali meminta kepada para jagoan
Khaibar agar menampilkan jagoan yang layak tanding.
Murahhab yang dielu-elukan sebagai jagoan penunggang Khai-
478 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
bar kini maju menemui ‘Ali. Murahhab berjalan menuju ke arah ‘Ali
dengan langkah tenang dalam kesombongan, percaya diri, mantap,
menyeramkan, dan bertubuh kekar. Di tangannya tergenggam sebilah
tombak berkepala tiga yang teramat menyeramkan. Seluruh tubuhnya
yang tinggi kekar tertutup baju besi. Kepalanya tertutupi topi baja. Tak
sedikit pun ada celah-celah di tubuhnya yang dapat ditembus senjata.
Di hadapan tubuh yang tidak terlampaui tingginya, ‘Ali maju tanpa
menggunakan baju besi. Namun hanya sebilah pedang yang tergeng-
gam erat di tangannya.
Orang-orang Islam dan orang-orang Yahudi memprediksi bahwa
pertarungan kali ini akan merupakan akhir dari perjalanan hidup ‘Ali.
Akan tetapi, ‘Ali dapat memanfaatkan secara baik keringanan tubuh-
nya yang tidak mengenakan baju besi dan pakaian perang lainnya. ‘Ali
membiarkan Murahhab menyerang terlebih dahulu. Begitu Murahhab
memperoleh kesempatan menjulurkan ujung tombaknya, ‘Ali langsung
saja menyerbu, tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ujung
tombak Murahhab hampir saja menembus dada ‘Ali. Untung saja, ‘Ali
dapat menghindar. ‘Ali mundur beberapa langkah, kemudian secepat
kilat ‘Ali melompat tinggi-tinggi. Pada saat itu pula ‘Ali langsung me-
nyarangkan pedangnya dengan segenap kekuatannya ke bagian kepala
Murahhab.
Topi baja Murahhab terlepas dari kepalanya. Pedang ‘Ali menembus
ubun-ubun Murahhab hingga kepalanya terbelah dua. Murahhab lang-
sung roboh, tergeletak tak bergerak-gerak lagi. Orang-orang Yahudi
terbelalak matanya keheranan. Sementara itu, terdengar pula sorak-
sorai kemenangan dari pasukan Islam. Setelah berhasil merobohkan
Murahhab, ‘Ali dan anak buahnya terus menyerbu pintu gerbang ben-
teng, memecahkannya hingga berhasil merobohkannya. Sementara itu,
orang-orang Yahudi yang masih keheranan atas kekalahan Murahhab
lari terbirit-birit menuju ke benteng yang lain.
Namun begitu, mereka sudah tidak dapat bertahan lebih lama
lagi. Hanya sebentar saja mereka memberikan perlawanan, kemudian
mereka menyatakan kesediaan untuk menyerah, jika mereka mendapat
perlindungan.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 479
Akhirnya, disepakati mereka akan dibiarkan hidup dengan catatan
asalkan para laki-laki mau keluar dari Khaibar, masing-masing mereka
hanya mengenakan satu pakaian saja dengan tubuh tertutup dan me-
ninggalkan senjata, harta benda, simpanan, istri, dan anak-anak mereka.
Para laki-laki Khaibar keluar satu per satu menuju ke gurun sahara.
Selanjutnya, orang-orang Islam menguasai seluruh kekuasaan Khaibar.
Muhammad menginstrusikan agar tidak menggauli para perempuan
tawanan yang hamil dan tidak menjual harta rampasan, sebelum
dibagi-bagikan.
Ketika Muhammad berjalan di bekas arena pertempuran, ia me-
lihat dua gadis cantik yang meraung-raung. Bilal mendorong kedua
gadis itu ke tengah mayat-mayat orang Yahudi yang bergelimpangan
dan memperlihatkan apa yang diperbuat orang-orang Islam terhadap
mayat-mayat itu kepada kedua gadis tersebut.
“Bilal, sudah tak adakah belas kasihan dalam hatimu kepada kedua
gadis yang menangisi suaminya yang terbunuh itu?” tegur Muhammad
mencegah tindakan Bilal.
Selanjutnya, Muhammad memberikan selendangnya kepada salah
seorang gadis itu. Gadis itu bernama Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab,
pemuka Bani Quraizhah. Shafiyyah tinggal di lembah Khaibar sejak
ayah dan kaumnya terbunuh dalam pertempuran Bani Quraizhah.
“Shafiyyah, aku mohon maaf kepadamu atas tindakan yang telah
aku lakukan terhadap kaummu. Tetapi mereka...,” ucap Muhammad
dengan sedih.
Shafiyyah mengetahui apa yang telah diperbuat kaumnya terhadap
Muhammad. Karena itu, ia menjawab ucapan Muhammad dengan baik.
Selanjutnya, Muhammad mengajak Shafiyyah untuk memeluk aja-
ran Islam dan Shafiyyah menerima ajakan Muhammad. Ia masuk Islam.
Setelah menyatakan masuk Islam, Shafiyyah akhirnya dipersunting oleh
Muhammad dan tinggal bersama dalam satu kemah.
Ketika pagi tiba Muhammad melihat ada seseorang laki-laki dari
pasukannya berada di depan pintu kemah dengan menggenggam se-
480 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
bilah pedang. Muhammad bertanya kepada laki-laki itu, mengapa ia
berdiri di depan pintu kemahnya. Laki-laki itu menjawab: “Aku kha-
watir akan keselamatanmu dari perempuan itu, sebab engkau telah
memerangi ayahnya, suaminya, dan kaumnya, sedang ia masih baru
terlepas dari kekufuran. Karena itulah, aku sangat mengkhawatirkan
keselamatanmu.”
Dengan tersenyum, Muhammad berkata: “Tuhanku, mudah-
mudahan Engkau menjaganya sebagaimana dia telah menjaga diriku
semalaman.”
Hanya saja shahabat-shahabatnya tidak mau menjaga diri dari ti-
pudaya saudara perempuan Murahhab yang telah dibebaskan bersama
Shafiyyah dari tangan Bilal, sewaktu Bilal bertemu dengan kedua gadis
itu di tengah mayat-mayat orang-orang Yahudi yang bergelimpangan.
Rupanya, saudara perempuan Murahhab menyelipkan racun di
dalam makanan. Salah seorang shahabat Muhammad ikut makan ber-
samanya dan Muhammad mengambil sepotong daging itu. Karena itu,
dia meludahkannya. Akan tetapi, shahabat begitu saja makan daging
yang beracun itu, tiba-tiba shahabatnya itu mati seketika.
Karena itu, Muhammad memerintahkan para shahabatnya untuk
menangkap saudara perempuan Murahhab itu. Setelah diinterogasi,
saudara perempuan Murahhab mengaku bahwa ia telah menyelipkan
racun pada daging itu. Maka dibunuhlah saudara perempuan Murah-
hab, karena ia telah melakukan pembunuhan.
Setelah segalanya selesai, Muhammad mengumumkan keberangka-
tan pasukan untuk kembali ke Madinah. Kini kemenangan atas Yahudi
Khaibar bergema di berbagai penjuru Semenanjung Arab.
Di tengah perjalanan, pada saat singgah di suatu tempat untuk
melepas lelah, datanglah delegasi dari berbagai suku Yahudi yang
berdekatan, menghadap Muhammad untuk meminta perlindungan dan
menyatakan kepatuhan mereka serta melakukan pengutukan kepada
Yahudi Khaibar.
Tidak sedikit di antara mereka yang memeluk agama Islam. Mu-
hammad tidak menolak keislaman mereka, sekalipun ia mengetahui
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 481
mereka tidak sungguh-sungguh.
Akhirnya, Muhammad sampai di Madinah dengan seluruh pasukan-
nya. Mereka berhasil memperoleh harta rampasan yang melimpah
melebihi harta rampasan yang mereka peroleh dari pertempuran-
pertempuran sebelumnya.
g
Kini pihak yang menjadi ancaman serius bagi Muhammad, sudah tak
ada lagi. Demikian pula, kini sudah tak ada lagi yang membuat letih
pikirannya. Orang-orang Yahudi telah berhasil ditumpas, sedangkan
dengan pihak Quraisy terikat perjanjian perdamaian selama sepuluh
tahun. Demikian pula suku Ghathafan telah lumpuh kekuatannya untuk
membantu Yahudi Khaibar dan tidak akan lagi melakukan penyerbuan.
Dari sana-sini banyak suku yang menyatakan masuk Islam tanpa
dihantui rasa cemas lagi, setelah perdamaian Hudaibiyah dan jatuh-
nya basis Yahudi di Khaibar ke dalam genggaman tangannya. Dengan
demikian, kini Muhammad berpikir akan melancarkan dakwahnya
keluar Semenanjung Arab, setelah merasakan tidak ada lagi ancaman
yang serius bagi gerakan dakwahnya di kalangan bangsa Hijaz.
“Wahai umat manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
yang menguasai langit dan bumi, bagi kamu semua.”
Muhammad mengutus kurir untuk menyampaikan suratnya kepada
kaisar Romawi, Persia, dan Maqauqis Qibti di Mesir. Selanjutnya, ia
mengutus kurir pula untuk menyampaikan suratnya kepada pemimpin-
pemimpin bangsa Arab yang tinggal di daerah yang jauh; ke penguasa
Najd, penguasa Bahrain, dan raja Ghassan.
Muhammad mengajak mereka agar mau memeluk agama Islam dan
menjamin tidak akan mencaplok kekuasaan mereka kepada semua
kepala negara itu. Raja Romawi memperlakukan kurir yang diutus
Muhammad dengan penuh hormat. Akan tetapi, ia tidak memberikan
respon sama sekali terhadap surat Muhammad.
Sementara itu raja Persia menyobek-nyobek surat Muhammad dan
mengusir kurir-kurir yang di utusnya. Selanjutnya, raja Persia menulis
482 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
surat kepada Gubenur di Shan‘a agar mengirimkan pasukannya ke Ma-
dinah untuk menangkap Muhammad; dan setelah Muhammad berhasil
ditangkap, maka agar segera dikirim ke ibu kota kerajaan Persia dalam
keadaan dibelenggu.
Pemerintah Shan‘a tidak mampu melaksanakan perintah tersebut;
dan usaha penangkapan Muhammad terus dilakukan, hingga raja Per-
sia meninggal dunia dan digantikan putranya. Raja Persia yang baru,
mengirim surat susulan kepada pemerintahan Shan‘a yang isinya:
“Tangguhkan saja penangkapan terhadap Muhammad, hingga datang
instruksi.”
Berbeda dengan raja Persia, raja Qitbi di Mesir justru menyam-
but kedatangan kurir Muhammad dengan penuh hormat. Bahkan ia
menghadiahkan seratus dinar dan lima pakaian. Hanya saja, ia tidak
memberikan respon terhadap isi surat Muhammad. Ia hanya mengir-
imkan beberapa pakaian mewah yang terbuat dari katun Mesir, emas,
minyak misik, kayu gaharu, cawan-cawan yang terbuat dari perak,
madu, keledai yang gemuk, kuda dengan kendali yang terbuat dari
perak, himar yang berwarna kelabu, budak hitam manis yang bernama
Barirah, budak kulit putih yang cantik bernama Sirin, dan seorang gadis
yang teramat cantik di kalangan gadis-gadis Mesir; seorang gadis per-
anakan, ayahnya berdarah Mesir, sedangkan ibunya berdarah Yunani.
Nama gadis itu Mariyah.
Semua persembahan itu diterima Muhammad dengan senang hati.
Ia mengirim kurir kembali kepada raja Qibti untuk menyampaikan uca-
pan terima kasih. Selanjutnya, semua persembahan itu ia kumpulkan
ke bagian perbendaharaan negara. Budak perempuan yang berkulit
putih, ia anugerahkan kepada penyairnya, Hassan bin Tsabit, sedang-
kan Mariyah dilamar oleh Muhammad sendiri, setelah gadis itu masuk
Islam. Mariyah menerima tawaran Muhammad, kemudian menjadi istri
yang paling dicintai di antara istri-istri yang lain. Muhammad teramat
berbahagia dengan perkawinannya ini. Karena itu, ia menjadi menantu
bagi para raja Qitbi Mesir.
Tidak seperti ketiga penguasa yang tidak memberikan respon
terhadap ajakan Muhammad, penguasa Bahrain menerima ajakan Mu-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 483
hammad untuk memeluk ajaran Islam. Penguasa Bahrain menyatakan
keislamannya, lalu mengajak rakyatnya untuk memeluk agama Islam
juga.
Penguasa Najd tidak sama dengan penguasa Bahrain. Ia tidak
memeluk ajaran Islam, tetapi memberikan kebebasan bagi rakyatnya
untuk memeluk agama baru itu. Penguasa Najd menanggapi surat
Muhammad dengan sikap baik. Bahkan ia mengirimkan persembahan
kepada Muhammad melalui kurir-kurir yang diutus Muhammad.
Sementara sikap raja Ghassan ketika menerima kurir Muhammad,
ia merobek-robek surat dan menyatakan penolakannya secara keras.
“Katakan kepada temanmu, bahwa aku akan datang kepadanya
dan temanmu itu sama sekali tak mampu menurunkan posisiku dari
singgasanaku,” demikian hardik raja Ghassan kepada kurir Muhammad.
Selanjutnya, raja Ghassan mengirim utusan kepada raja Romawi, guna
memohon persetujuan rencana agresi ke Madinah. Namun Raja Romawi
menunjukkan sikap penolakannya atas permohonan tersebut.
Setelah semua tanggapan surat-suratnya yang telah dikirimkan
kepada para penguasa di berbagai macam negara itu terkumpul,
Muhammad merencanakan akan melakukan pengiriman sekali lagi
kepada para penguasa yang menolak secara terang-terangan dengan
merobek-robek suratnya atau mereka yang sekedar memberikan tang-
gapan dengan cara mengirim kado persembahan. Inti surat yang akan
dikirimkan itu adalah ajakan untuk menjalin hubungan secara damai,
sebelum menyatakan perang dengan mereka.
Muhammad menyatakan akan melakukan peperangan dalam rangka
melindungi masyarakat tertindas, demi tegaknya keadilan dan demi
kebebasan seluruh umat manusia di seluruh penjuru dunia.
“Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) kaum
484 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdo‘a:
‘Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri (Makkah) ini yang zhalim pen-
duduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong
dari sisi-Mu.’” (QS. An-Nisaa’ [4]: 75)
Tapi sebelum deklarasi perang dikumandangkan, ia harus menye-
barkan ajakan-ajakan untuk memeluk ajaran Islam terakhir kalinya:
“Marilah (berpegang) pada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kalian semua....” (QS. Ali ‘Imran [3]: 64)
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 485
486 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Kesepakatan
yang membentangkan jalan
Orang-orang Islam kini berada dalam kondisi yang
sangat mantap. Kondisi yang mantap ini mereka
rasakan setelah kepulangan mereka dari lembah Khaibar
dalam suatu kemenangan gemilang, membawa harta rampasan yang
melimpah-ruah, di samping tawanan-tawanan yang perkasa dan cantik-
cantik. Situasi yang mantap seperti saat ini belum pernah mereka
rasakan.
Pada suatu pagi mereka tiba-tiba dikejutkan oleh laki-laki, perem-
puan, dan anak-anak yang mengetuk pintu-pintu rumah-rumah mereka.
Pakaian para pendatang itu tampak asing sekali di mata mereka, tapi
bahasanya jelas menggunakan bahasa Arab.
Rupanya para pendatang itu adalah sebagian pengikut Muhammad
yang dulu mengungsi ke Ethiopia (Habsyah) dari ancaman orang-orang
Quraisy, ketika mereka dalam posisi terjepit dan berbagai kota menu-
tup pintu untuk mereka. Mereka tak menemukan apa-apa selain lautan
sebagai tempat penyeberangan dan raja Najasyi sebagai pemberi suaka
kepada mereka yang belum pernah diberikan kepada siapa pun selain
mereka.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 487
Di sanalah, di negeri yang jauh itu mereka tinggal selama itu.
Mereka mencari kehidupan. Mereka menyebarkan dakwah ajaran yang
mereka bawa mengungsi, lalu mereka melahirkan generasi-generasi
penerus yang belum pernah tahu asal tanah leluhurnya, betapapun
generasi itu tahu bahwa dirinya berdarah Arab.
Di sana pulalah, di bawah kolong langit negeri yang jauh itu, mer-
eka meninggalkan kesenangan mereka, kenang-kenangan yang agung,
dan kekasih yang tiada terhitung jumlahnya.
Setelah sampai kepada mereka tentang adanya perjanjian gen-
catan senjata antara Muhammad dan pengikut-pengikutnya dengan
pihak Quraisy, mereka bertekad akan meninggalkan Habsyah. Mereka
minta izin kepada raja Najasyi; dan mereka diizinkan. Bahkan raja
Najasyi memberikan bekal kepada mereka dengan bingkisa n-bingkisan
istimewa dan menyediakan dua buah perahu besar sebagai alat trans-
portasi mereka.
Pemimpin rombongan adalah Ja‘far bin Abi Thalib, seorang pemuda
jangkung yang pemberani; jiwa pemberaninya ditetesi keberanian jiwa
Hamzah, pamannya; dan keberanian ‘Ali, saudaranya. Ja‘far sempat
memanfaatkan masa tinggal di Ethiopia untuk mempelajari berbagai
ilmu tehnik perang yang belum pernah dipelajari oleh orang-orang
Arab. Ilmu yang dipelajarinya itu adalah tehnik perang yang mampu
mengalahkan jagoan yang dibanggakan oleh Bani Hasyim dan Hamzah
dalam perang Uhud.
Adapun orang yang ikut serta dalam rombongan itu adalah Ram-
lah binti Abu Sufyan, si pelopor kesesatan di kalangan orang-orang
Quraisy. Ramlah binti Abu Sufyan termasuk di antara orang-orang
yang ikut mengungsi. Ia mengungsi bersama suaminya sejak sepuluh
tahun, hidup beranak-pinak di tanah pengungsian. Namun suaminya
tertarik kepada agama Kristen. Suaminya menyatakan masuk Kristen,
lalu menceraikan istrinya yang cantik jelita itu, kemudian menikah
dengan perempuan Ethiopia yang beragama Kristen.
Kisah perjalanan hidup Ramlah binti Abu Sufyan diketahui lang-
sung oleh Muhammad di Madinah. Tanpa perlu melihat perempuan
488 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang diceraikan oleh suaminya itu, Muhammad langsung melamarnya.
Raja Najasyi sendiri yang menjadi wakil dalam akad pernikahan itu.
Raja Najasyi mulai memandang Muhammad sebagai raja Hijaz. Karena
itulah, raja Najasyi memperlakukan Muhammad sebagaimana mem-
perlakukan raja-raja yang lain dan dia bersedia menjadi wakil dalam
pernikahan itu.
Tidak berapa lama setelah prosesi akad nikah itu selesai, Ramlah
bertolak ke Madinah bersama para pengungsi yang lain disertai pula
anak perempuannya yang bernama Habibah.
Ketika Banu Umayyah mengetahui bahwa Muhammad telah me-
nikahi putri pembesar mereka, Abu Sufyan, mereka merasa bangga,
sebab Muhammad saat itu menjadi pemimpin Madinah dan menjadi
anutan dari 15 suku yang termasuk paling kuat di kalangan Semenan-
jung Arab.
“Si jantan itu memang tidak dapat dipotong batang hidungnya
(tidak bisa ditaklukkan –edt.),” ucap Abu Sufyan.
Muhammad menyambut kedatangan para pengikutnya dengan
kegembiraan, kemudian menyelenggarakan walimah (resepsi pernika-
han) di rumahnya pada malam pernikahann ya dengan Ummu Habibah,
wanita yang telah berusia 30 tahun itu.
“Aku tidak tahu karena faktor manakah yang membuat aku bergem-
bira. Karena kemenangan di Khaibar ataukah karena kedatangan Ja‘far
(serombongan),” ujar Muhammad di hadapan para shahabatnya.
Kini Ja‘far diberi peluang yang sebesar-besarnya untuk bergabung
dalam pasukan Islam, jika pasukan ini akan melakukan pertempuran
lagi.
Tapi saat ini tidak ada rencana pertempuran lagi. Tak ada lagi
persoalan yang menyibukkan Muhammad, selain upaya memberikan
penghidupan kepada para pengikutnya yang baru pulang dari Ethiopia
itu, walaupun di antara mereka ada yang merasakan kesenangan hidup
dari pemberian-pemberian raja Najasyi.
Muhammad menganjurkan kepada mereka agar mau bekerja untuk
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 489
kebutuhan pangan mereka. Namun tampakn ya di antara mereka masih
ada yang terus meminta-minta. Di antara mereka ada juga yang merasa
lebih berhak menerima zakat. Alasannya, karena mereka tergolong
orang-orang miskin yang tidak memiliki pangan.
“Orang miskin itu bukanlah orang yang tidak mendapatkan ses-
uap atau dua suap makanan. Akan tetapi, orang miskin itu adalah
orang yang tidak mempunyai harta kekayaan dan merasa malu untuk
meminta-minta kepada orang lain atau tidak meminta-minta kepada
orang lain secara paksa,” ucap Muhammad kepada mereka.
Karena itu, mereka harus segera menghentikan kebiasaan me-
minta-minta, termasuk orang-orang yang menadahkan tangannya
yang datang dari berbagai suku, lalu bermukim di masjid beribadah
siang dan malam, semata-mata menggantungkan hidupnya dari harta
zakat. Cara-cara hidup seperti ini tidak boleh terus berlanjut menjadi
tradisi kehidupan masyarakat Madinah. Seseorang tidak boleh hidup
di bawah jerih-payah orang lain. Muhammad tak menginginkan sama
sekali adanya seseorang yang hanya memfokuskan diri pada aktivitas
ritual belaka, duduk bersila di masjid tanpa mau bekerja mencari rizki,
lalu untuk keperluan makannya hanya mau meminta-minta saja.
Ini bukan ajaran yang dibawanya. Ia datang membawa ajaran yang
mendorong untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Ia justru
datang dengan membawa ajaran kebesaran jiwa, sebab tak ada orang
yang lebih utama dari orang lain, melainkan karena pekerjaannya.
Sementara itu orang-orang yang menghimpun kekayaan dari harta
rampasan mulai menyimpan harta kekayaan mereka, karena kha-
watir akan habis dishadaqahkan secara gratis. Karena itu, Muhammad
memerintahkan kepada mereka agar mendermakan sebagian harta
kekayaannya.
Muhammad menghimbau keras kepada semua orang agar mau
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebaliknya, bagi
kalangan hartawan, Muhammad melarang melakukan penghimpunan
harta kekayaan dan mengharuskan berderma kepada mereka yang
melarat dan sengsara.
490 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad senantiasa menyampaikan statemennya:
“Tiadalah benar-benar beriman kepadaku,
orang yang melewati malam dalam keadaan kenyang,
sementara tetangganya kelaparan.”
“Barangsiapa mati terlantar di tengah-tengah para hartawan,
maka perlindungan Allah dan Rasul-Nya benar-benar
telah tercabut dari para hartawan itu.”
“Barangsiapa mempunyai kelebihan kendaraan, maka
hendaklah ia meminjami/memboncengkan orang yang tidak punya kendaraan.
Barangsiapa yang mempunyai kelebihan harta,
maka hendaklah ia membantu orang-orang yang kekurangan. Karenanya, tidak
dibenarkan bagi seseorang di antara mereka mempunyai kelebihan (sementara
orang lain
berada dalam kekurangan).”
“Barangsiapa yang berpagi hari
tidak memiliki kepedulian terhadap orang-orang Islam,
maka ia bukan tergolong dari mereka.”
Statemen-statemen Muhammad ini menimbulkan kegelisahan di
hati para hartawan. Salah seorang dari hartawan itu ada yang menawar-
kan seluruh harta kekayaannya untuk dishadaqahkan.
“Tahanlah sebagian hartamu untuk keperluanmu sendiri, karena
itu lebih baik bagimu. Sebaik-baik shadaqah adalah yang dikeluarkan
setelah (sekedar) terpenuhinya kebutuhan pokok,” ucap Muhammad
menanggapi mereka.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 491
Selanjutnya, Muhammad menuju ke masjid menemui orang-orang
yang hanya mencurahkan aktivitas pada kegiatan ritual belaka,
ternyata mereka tetap saja meminta-minta. Karenanya, Muhammad
memerintahkan kepada mereka agar mau bekerja untuk kepentingan
hidup mereka sendiri dan juga agar mempunyai harta kekayaan yang
dapat mereka jadikan shadaqah bagi orang-orang yang sedang dalam
perjalanan dan orang-orang yang sudah tidak memiliki kemampuan lagi
untuk bekerja. Dengan demikian, tentu mereka akan enggan untuk
meminta-minta lagi kepada orang lain.
Muhammad telah mengharamkan mereka untuk mengkonsentra-
sikan diri pada aktivitas ritual belaka, tanpa mau melakukan usaha
untuk memperoleh rizki. Ia sama sekali tidak membawa ajaran seperti
itu. Setiap orang harus berusaha mencari pekerjaan dengan berikhtiar
untuk memperoleh kehidupan yang layak.
Setiap orang hendaknya menunaikan kewajibannya, baik kewajiban
terhadap istri maupun kewajiban terhadap anak-anaknya. Para istri
juga harus memperhatikan kepatuhan kepada suami mereka. Muham-
mad sama sekali tidak mengajarkan ibadah-ibadah yang menghalangi
seorang suami dari memperhatikan sang istri atau menyeb abkan para
istri merasa sumpek karena ulah suami mereka. Semua itu sama sekali
bukan ajaran Muhammad. Para istri hendaknya senantiasa tampil me-
narik di hadapan para suaminya.
Manusia harus energik, produktif, dan sportif melaksanakan sepenuh-
nya kewajiban yang harus dijalankan dan menikmati kesenangan ke-
hidupan duniawi tanpa harus merasa berdosa, selama itu masih dalam
ketentuan yang telah disampaikannya. Islam tidak membenarkan hidup
sebagai seorang paderi dan tenggelam dalam aktivitas ritualnya.
“Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?’....” (QS. Al-A‘raaf [7]: 32)
Oleh karena itu, seyogyanya mereka menikmati segala rizki yang
492 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
baik itu. Mereka harus menghentikan kebiasaan yang hanya melakukan
aktivitas ritual belaka itu. Semua orang harus bekerja, selama masih
mampu. Dengan begitu, ia dapat memperoleh penghidupan dari pe-
kerjaannya dan ia dapat membantu orang lain.
Sebaik-baiknya orang adalah yang dapat memberikan kemanfaatan
kepada orang lain. Mereka harus menyebar di muka bumi dan men-
cari rizki; jangan hanya terus-menerus melakukan aktivitas ritual dan
meminta-minta kepada orang lain.
Meminta-minta adalah perbuatan nista dan hina. Muhammad ti-
daklah datang kepada mereka, kecuali dengan membawa ajaran yang
menganjurkan orang agar memb ebaskan dirinya dan memenuhi hatinya
dengan kemuliaan.
Seseorang yang pagi-pagi benar mengambil tambang, kemudian ia
ke gunung untuk mengumpulkan kayu, setelah itu ia menjualnya dan
dari hasil penjualannya, kemudian ia makan, maka semua itu lebih
baik dibanding dengan meminta-minta.
g
Bulan Zhulhijah kian dekat menjelang. Perjanjian Hudaib iyah
telah berlalu satu tahun. Musim haji kini tiba lagi.
Muhammad mengumpulkan orang-orang yang ditolak masuk Makkah
pada tahun yang lalu dan memerintahkan kepada semua istrinya agar
melakukan persiapan untuk ikut serta pergi bersamanya. Ia menyiapkan
kuda-kuda yang terlatih untuk perang.
Meskipun perjanjian Hudaibiyah memberikan peluang untuk
mengunjungi Makkah pada tahun ini dengan aman, namun tiada
salahnya mereka berhati-hati dan berjaga-jaga.
Muhammad berangkat bersama para pengikutnya mengenakan
pakaian ihram dan bersenjata.
“Kita jangan sampai masuk ke tanah Haram membawa senjata.
Meskipun demikian, senjata-senjata itu jangan sampai jauh dari kita
agar jika kita melihat gelagat orang-orang Quraisy akan berkhianat,
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 493
kita tak perlu bingung, karena senjata tidak jauh dari kita,” himbau
Muhammad kepada mereka ketika mereka telah mendekati Makkah.
Muhammad memerintahkan kepada mereka untuk meletakkan
senjata-senjata itu tidak jauh dari Makkah dan meninggalkan sekitar
200 orang yang senantiasa siaga di atas kudanya untuk menjaga kes-
elamatannya.
Akan tetapi, penduduk Makkah telah tunduk pada perjanjian-
perjajian perdamaian Hudaibiyah itu. Warga Makkah membiarkan
Muhammad dan orang-orang yang ikut bersamanya memasuki Makkah
dalam keadaan damai.
Untuk pertama kalinya Muhammad memasuki Makkah, setelah
tujuh tahun lamanya meninggalkan kampung halamannya. Ia duduk
di atas punggung untanya. Di belakang dan di samping kirinya dan
kanannya, dikelilingi orang-orang Muhajirin dan Anshar. Hati mereka
bergolak. Mereka mulai melakukan thawaf di Ka‘bah, sedangkan
di samping Ka‘bah terdapat beberapa pembesar Quraisy yang me
mandangi mereka sambil berbisik-bisik:
“Sesungguhnya kelemahan akan membinasakan orang-orang Islam.”
Sementara itu pula, Muhammad berkata kepada shahabat-
shahabatnya: “Mudah-mudahan Allah merahmati orang-orang yang
memperlihatkan kekuatan dirinya kepada mereka.” Muhammad keluar
dengan cepat dan penuh semangat, sambil diikuti para pengikutnya.
Setelah Muhammad dan shahabat-shahabatnya telah selesai
melakukan thawaf, maka ia memerintahkan kepada 200 pengikutnya
agar pergi keluar Makkah untuk menyuruh teman-temannya yang ber-
tugas menjaga persenjataan supaya menunaikan ibadah haji.
Betapapun Muhammad dan shahabat-shahabatnya dapat memasuki
Makkah dengan damai dan dapat menunaikan ibadah haji dengan aman,
namun pemerintah Makkah mengeluarkan instruksi kepada orang-orang
Makkah untuk tidak melakukan kontak dagang dengan mereka.
Di antara sebagian pembesar Makkah ada juga yang tidak betah
berdiam di dalam kota demi melihat fenomena Muhammad dan para
494 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
shahabatnya itu. Karena itu, mereka pergi ke gunung-gunung, hingga
orang-orang Islam menyelesaikan ibadah haji dan pergi dari Makkah.
Khalid bin Walid, panglima pasukan kuda Quraisy, merasa khawatir jika
warga Makkah akan membuka perbincangan dengan salah seorang dari
kaum muslimin. Dia sendiri juga turut pergi jauh dari Makkah bersama
pemuka Makkah yang lain.
Dan yang paling fenomenal dari semua fenomena kala itu adalah
banyak orang dari kaum muslimin maupun dari kaum kuffar Quraisy yang
sama-sama merasa kangen, karena di antara mereka ada yang masih
berkerabat di samping saking lamanya mereka tak bersua. Karenanya,
sebagian dari kaum kuffar Quraisy tak kuasa menahan diri untuk menemui
kerabat mereka yang sudah menjadi golongan Muhajirin itu. Praktis,
kedengkian kuffar Quraisy akhirnya luluh di bawah telapak kaki mereka
sendiri secara seketika. Mereka pun lalu saling merangkul, berbincang-
bincang, dan saling bertanya-tanya perihal segala sesuatu sepanjang
masa-masa yang telah memisahkan di antara mereka.
g
Orang-orang Muhajirin memanfaatkan waktu perjumpaan itu den-
gan baik. Mereka mengajak sanak kerabat dan kawan-kawan dekat-
nya untuk memeluk agama baru itu. Mereka berhasil mempengaruhi
sejumlah orang-orang yang langsung datang menghadap Muhammad
untuk menyatakan bahwa mereka telah memeluk agama Islam. Terma-
suk di antara mereka adalah Walid bin Walid, saudara kandung Khalid
bin Walid. Ia datang kepada Muhammad menyatakan keislamannya.
Muhammad menyambut baik kedatangannya, lalu mendo‘akan.
“Di mana Khalid?” Muhammad bertanya.
“Allahlah yang akan mendatangkan dia nanti,” jawab saudaranya.
“Orang yang seperti Khalid itu bukannya tidak mengerti tentang
Islam. Andaikata ia datang kepada kami, tentu hal itu akan lebih baik
bagi dirinya dan kami mengunggulkan Khalid di atas orang lain,” ujar
Muhammad lagi.
Karena itu, Walid bin Walid memutuskan untuk tidak meninggalkan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 495