berikan cahaya sama sekali pada hati para kaum istri. Di Madinah tak
ada lagi para suami yang berani meninggalkan istrinya dan tak akan ada
lagi para suami yang akan membawa istrinya dalam suatu perjalanan.
Apa lagi yang dapat dilakukan? Segalanya telah bobrok dan gila.
Adapun kaum pria di Makkah sibuk membicarakan persiapan un-
tuk suatu penyerbuan yang belum pernah dilakukan oleh bangsa Arab
sebelum tergabungnya berbagai suku dan kelompok yang memusuhi
Muhammad. Mereka akan melakukan penyerbuan ke Madinah untuk
menghancurkannya. ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib mengirimkan se-
pucuk surat dari Makkah yang isinya memberikan peringatan kepada
Muhammad agar mewaspadai pertempuran yang akan di hadapinya,
sebab pertempuran tersebut berbeda sekali dengan pertempuran-
pertempuran yang sebelumnya.
Tapi Muhammad tak kuasa membicarakan informasi tersebut ke-
pada siapa pun. Mereka semua disibukkan dengan gosip penyelewengan
‘Aisyah. Tak seorang pun dari mereka yang memahami berita gosip
yang melanda di tengah mereka. Setiap kali gosip tentang ‘Aisyah dan
Shafwan mereda, ‘Abdullah bin Ubay dan orang-orang Yahudi berusaha
mengungkit-ungkit lagi.
Mungkin saja pasukan Quraisy menyerbu mereka ketika sedang
sibuk berdebat mengenai kehormatan Muhammad.
Abu Bakar merasa sedih sekali hatinya. Air matanya kini membasahi
pipinya. Demikian pula ‘Umar merasakan kepiluan, tak tahu apa yang
harus diperbuat. Sementara ‘Ali mengajukan saran agar Muhammad
menceraikan ‘Aisyah saja. Masih banyak perempuan-perempuan lain
yang dapat menggantikan ‘Aisyah. Tapi sebelum menceraikan ‘Aisyah,
sebaiknya Muhammad melakukan klarifikasi terlebih dahulu tentang
perilaku ‘Aisyah kepada budaknya, barangkali dia pernah melihat
kejelekan perangai tuan putrinya, ‘Aisyah.
Kini tibalah saatnya Muhammad mengklarifikasi tentang ‘Aisyah
kepada budak perempuannya. Budaknya menyatakan berani bersumpah
bahwa dirinya tak pernah mengetahui perilaku jelek ‘Aisyah, selain
396 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
ketika membuat adonan roti ia tertidur hingga adonan tersebut di-
makan ayam. Pembantunya yang masih berusia dua puluh tahun itulah
yang dapat menjadi penunjuk.
Selanjutnya, Muhammad menanyakan juga perihal ‘Aisyah kepada
istri-istrinya yang lain. Mereka semua adalah para madu yang mem-
peroleh kesempatan baik untuk menyingkirkan ‘Aisyah, seandainya
mereka mengetahui persis tentang keraguan terhadap benar tidaknya
gosip yang sedang menimpa ‘Aisyah.
Pertama kali Muhammad menanyakannya kepada Zainab binti
Jahsy yang berbagi bilik dengan ‘Aisyah di rumah Muhammad. Ternyata
Zainab menyatakan perihal ‘Aisyah baik-baik saja. Jika demikian hal-
nya, lantas bagaimana dengan saudara lelaki Zainab, yang tegas-tegas
menyatakan kejelekan perangai ‘Aisyah.
Akhirnya, Muhammad menemui ‘Aisyah di rumah ayahnya. Dia
tidak berbicara apa-apa kepada ‘Aisyah. Hanya sebuah pertanyaan
yang terlontar dari mulutnya: “Bagaimana keadaanmu?”
Muhammad menemui ‘Aisyah di rumahnya sedang duduk di antara
ayah dan ibunya, kemudian Muhammad melayangkan pandangannya
ke arah Abu Bakar. Keduanya tenggelam dalam sebuah cobaan yang
teramat berat pada hari-hari yang diliputi badai gosip sebagai prahara
yang menggoncang rumah tangga. Kedua orang bersahabat itu saling
menatap dan saling beradu pandang. Masing-masing saling melihat
goresan kepiluan yang membuat redup cahaya masa depan. Kepala
mereka masing-masing terduduk dalam menanggung beratnya cobaan.
Hati mereka dipenuhi dengan kesusahan yang meluap tinggi.
Dengan suara lirih, Muhammad berkata: “‘Aisyah! Jika engkau
benar-benar melakukan keburukan, sebagaimana yang dikatakan
orang-orang, maka bertaubatlah kepada Allah, karena sesungguhnya
Allah menerima pertaubatan hamba-Nya.”
‘Aisyah menangis dan mendesak ayah dan ibunya agar menjawab
kata-kata yang diucapkan suaminya, tapi kedua orang tuanya men-
gatakan kepada ‘Aisyah: “Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 397
kukatakan kepada suamimu.”
Di sela-sela isak tangisnya, ‘Aisyah berkata kepada suaminya:
“Demi Allah, aku tak akan bertaubat kepada Allah selamanya mengenai
apa yang engkau katakan itu.... Demi Allah, aku tahu jika aku men-
gakui tuduhan orang-orang, sementara Allah mengetahui bahwa diriku
bersih dari tuduhan itu, berarti aku telah mengakui sesuatu yang tidak
pernah aku lakukan! Namun jika aku menyangkal terhadap tuduhan
mereka, niscaya engkau tidak akan mempercayai diriku. Tapi, biarlah
aku katakan kepada mereka sebagaimana kata-kata yang dilontarkan
ayah Yusuf w (yakni Ya‘qub w kepada saudara-saudara Yusuf
w –edt.)
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang
dimohon pertolongan-Nya terhadap tuduhan yang kalian lontarkan.”
Air mata Abu Bakar dan istrinya tidak dapat dibendung lagi, maka
tenggelamlah mereka semua dalam tangis pilu.
Bagaimana jelasnya keadaan yang sebenarnya?
Tak satu pun akal yang mampu menembus tirai yang mengerikan,
yang di belakangnya bersembunyi sebuah kebenaran yang teramat
misterius.
Andaikata ‘Aisyah benar-benar terbebas dari tuduhan orang-orang,
tetapi mengapa kebebasan itu tidak mampu memberikan penjelasan
dan ketegasan sebagaimana praduga yang muncul di siang hari bolong?
Pada saat itu tiba-tiba datanglah beberapa orang utusan yang
memberitakan bahwa pihak kuffar Quraisy telah berhasil menjalin
persekutuan dengan suku-suku yang lain; dan kini pasukan Quraisy
dan sekutu-sekutunya siap untuk berangkat ke medan pertempuran.
*) ‘Aisyah mengutip QS. Yusuf [12] ayat 18 –edt.
Yahudi Bani Quraizhah menyebarkan gosip yang baru lagi tentang
kemungkinan serong ‘Aisyah dengan laki-laki selain Safwan sebelum
itu. Hal ini mungkin saja terjadi. Siapa tahu?
398 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Secara kebetulankah skandal Shafwan itu tersiar ke mana-mana?!
Sebuah delegasi dari Bani Ghifar datang ke Madinah, di bawah
pimpinan Abu Dzar Al-Ghifari yang sudah mengenal Muhammad sejak di
Makkah waktu yang silam. Abu Dzar menyatakan akan tinggal di dekat
tempat tinggal Muhammad di Madinah. Tidak beberapa lama tinggal,
Abu Dzar mendengar juga mengenai gosip ‘Aisyah itu.
Abu Dzar bersuara lantang di tengah kerumunan orang-orang yang
sedang memperbincangkan skandal ‘Aisyah dan Shafwan: “Sesungguh-
nya semua ini merupakan cobaan baru yang dilancarkan musuh-musuh
Muhammad untuk menodai kehormatannya. Janganlah kalian semua
sibuk dengan gosip ini, Saudara-Saudara. Sebaiknya kalian semua
mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman penyerbuan pasukan
Quraisy dan sekutu-sekutunya.” Tapi, tak seorang pun mempedulikan
teriakan Abu Dzar itu.
Namun kini Muhammad mengambil keputusan akan menyelesaikan
problema tersebut secara tuntas demi menyelamatkan Madinah dan
penduduknya serta mengatasi gosip yang mengganggu persiapan me-
nyongsong pertempuran.
Muhammad menyampaikan pidato di masjid: “Sebagaimana
Saudara-Saudara sekalian ketahui! Apa pedulinya orang-orang menodai
rumah tanggaku dan mengatakan tuduhan-tuduhan terhadap keluar-
gaku tanpa didasarkan pada fakta yang benar. Demi Allah, aku tak
pernah mengetahui laki-laki itu melakukan perbuatan keji. Laki-laki
yang dituduh oleh mereka itu tak pernah memasuki salah satu dari
beberapa rumahku, selain ia bersamaku.”
Setelah Muhammad selesai menyampaikan pidatonya, beberapa
orang yang hadir masih saja merasa berat untuk melepaskan keragu-
raguan mereka mengenai skandal yang terjadi di antara ‘Aisyah dan
Shafwan.
Di tengah isak tangisnya, ‘Aisyah membeberkan segala sesuatu
yang berkenan dengan gosip terhadap dirinya kepada istri-istri Nabi
yang lain:
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 399
“Ketika mereka mengumumkan perintah keberangkata n rombongan
pasukan, aku terbangun. Tapi aku terpaksa pergi meninggalkan rom-
bongan pasukan, karena aku hendak berhajat. Setelah berhajat, aku
kembali ke untaku. Tapi sewaktu aku meraba dadaku, ternyata kalung-
ku telah terjatuh. Maka aku berusaha untuk mencarinya hingga lama
sekali. Lalu datanglah beberapa orang yang bertugas mendampingi
perjalananku. Mereka kemudian mengangkat sekedupku. Setelah itu
mereka langsung memberangkatkan unta yang kutunggangi! Mereka
menyangka aku berada dalam sekedupku. Setelah pasukan rombon-
gan pergi, aku baru menemukan kalungku, lalu aku pergi ke tempat
peristirahatan mereka. Namun aku tak menemukan seorang pun yang
memanggil maupun yang menyahut. Akhirnya, aku memutuskan kem-
bali saja ke tempat peristirahatanku semula dengan harapan mereka
akan merasa kehilangan diriku, lalu kembali mencariku .”
‘Aisyah melanjutkan lagi klarifikasinya: “Pada saat duduk di
tempat peristirahatanku, aku mengantuk sekali, lalu aku tertidur
tanpa terasa. Kala itu, kebetulan Shafwan bin Mu‘aththal As-Sulami
Adz-Dzakwani memang ditugasi berjalan di belakang pasukan (untuk
mengecek kalau-kalau ada anggota pasukan yang tertinggal –edt.).
Pada pagi harinya dia mendekati tempat peristirahatanku dan tanpa
dinyana dia melihat bayang-bayang hitam sosok manusia yang sedang
tertidur. Dia langsung mengenaliku begitu melihatku; hal itu karena
dia telah mengenaliku sejak sebelum diturunkannya perintah berhijab.
Aku akhirnya terbangun lantaran mendengar ucapan istirja‘*)nya yang
dia lontarkan setelah dia tahu bahwa yang tertidur itu adalah diriku.
Maka aku tutupi mukaku dengan jilbabku. Demi Allah, aku dan dia tak
berbicara apa-apa sama sekali; dan aku tidak mendengar darinya selain
istirja‘nya itu. Kemudian dia turun dari untanya, lalu menderumkan-
nya sembari menginjakkan kakinya pada kaki depan untanya agar aku
mudah menaikinya. Aku pun lalu mendekati untanya dan menaikinya.
Selanjutnya, aku berangkat pulang ke Madinah menunggangi unta,
sementara dia menuntun untanya yang kutumpangi itu.”
Apa yang dibeberkan ‘Aisyah kepada beberapa kaum ibu masih
diragukan kebenarannya oleh para suami mereka. Tetapi setelah men-
400 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dengar cerita tersebut dari para suami mereka, maka mereka baru lebih
yakin terbebasnya ‘Aisyah dari tuduhan skandal itu. Hal yang menguat-
kan dugaan para suami mereka itu adalah pribadi Shafwan yang tidak
*) Istirja‘ adalah ucapan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji‘uun –edt..
mempunyai nafsu syahwat terhadap kaum perempuan. Shafwan berani
bersumpah kepada orang-orang: “Demi Allah, aku tak pernah membuka
dada seorang perempuan pun sama sekali,” akunya.
Tapi beberapa orang yang hadir di masjid menyatakan keberatan
untuk menerima kebenaran cerita itu. Beberapa orang dari kelompok
‘Abdullah bin Ubay dari kalangan suku Khazraj mengatakan: “Sungguh
ini merupakan omongan yang tidak logis. Kata-kata itu hanyalah alibi
belaka.” Begitulah mereka saling berbisik-bisik.
Sementara itu, Muhammad menunggu seseorang dari mereka yang
ingin menelusuri secara mendalam persoalan prestise dirinya. Tapi
tak seorang pun dari mereka yang mau buka mulut dan angkat bicara.
Akhirnya, seseorang laki-laki dari kalangan suku Aus angkat berbicara:
“Jika mereka berasal dari kalangan suku Aus, sudah pasti kami cegah
mereka. Tapi, jika mereka dari kalangan suku Khazraj, maka silakan
engkau perintahkan kepada kami. Dengan perintahmu, demi Allah,
mereka termasuk orang-orang yang layak dipenggal lehernya.”
Pada saat itu datanglah Sa‘ad bin Ubadah yang tergolong orang shalih
dan bijak. Dia juga percaya atas isu perselingkuhan ‘Aisyah. Dia duduk di
dekat ‘Abdullah bin Ubay.
Sa‘ad menanggapi kata-kata yang diungkapkan oleh laki-laki dari
suku Aus itu: “Engkau bohong. Demi Allah, engkau tidak akan memeng-
gal leher mereka. Demi Allah, engkau tidak akan mengucapkan kata-
kata itu, melainkan karena engkau tahu bahwa mereka berasal dari
suku Khazraj. Andaikata mereka berasal dari kelompokmu, niscaya
engkau tidak berani mengatakannya.”
Laki-laki dari suku Aus itu menyanggah pernyataan Sa‘ad: “Eng-
kaulah pembohong. Demi Allah, engkau adalah orang munafiq yang
memperdebatkan orang-orang munafiq.”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 401
Beberapa orang dari suku Khazraj siap membela Sa‘ad bin Ubadah.
Demikian pula beberapa orang dari Aus siap membela laki-laki dari Aus
itu, kemudian orang-orang saling berlompatan. Konflik fisik di antara
mereka hampir-hampir tak dapat dihindari. Tapi Muhammad segera
berteriak kepada mereka agar kembali tenang dan melarang jangan
sampai terjadi salah seorang di antara mereka melayangkan sebilah
pedangnya ke arah saudaranya sendiri.
Muhammad pergi meninggalkan mereka dengan hati jengkel,
sedangkan orang-orang yang ada di masjid terus saja beradu mu-
lut dan saling caci-maki. Sementara itu utusan dari Yahudi Bani
Quraizhah pergi secara diam-diam menyampaikan persekutuan baru
yang bersifat rahasia antara Bani Quraizhah dan orang-orang Quraisy
dalam masa lebih dari satu bulan yang penuh dengan badai gosip di
Madinah.
Selama beberapa hari Muhammad berdiam diri, tak mau berbicara
dengan siapa pun, selain dengan seorang kurir pamannya yang mem-
bawa informasi mengenai rencana penyerbuan Quraisy dan sekutu-
sekutunya serta gambaran mengenai jumlah dan tingkat kesiapan
mereka.
Di rumahnya ‘Aisyah menangis di antara ayah dan ibunya. Kedua
matanya terus melinangkan air mata. Tiba-tiba datanglah seorang
perempuan dari kalangan Anshar datang menemui dirinya dan duduk
di sampingnya, ikut tenggelam dalam lautan tangis. Selanjutnya,
Muhammad datang menemui ‘Aisyah menyarankan agar ‘Aisyah mau
mengakui saja perbuatannya dan memohon ampun kepada Allah atas
dosa-dosa yang dilakukannya. Muhammad mengatakan kepada ‘Aisyah:
“Sesungguhnya seorang hamba, apabila mengakui kesalahan yang di-
perbuatnya, lalu memohon ampun, maka Allah akan mengampuninya.”
Apakah Muhammad juga meragukan kesucian diri ‘Aisyah dan
mempercayai gosip yang disebarkan oleh ‘Abdullah bin Ubay dan
orang-orang Yahudi?
Tapi ‘Aisyah hanya terisak dalam tangis sesunggukan, hingga me-
nyangka bahwa tangisnya akan dapat membelah hatinya. Kata-kata
402 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang terlontar dari mulutnya lagi-lagi:
“Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang
dimohon pertolongan-Nya terhadap tuduhan yang kalian lontarkan.”
Di dalam hatinya ‘Aisyah senantiasa berharap dan memohon kepada
Allah mudah-mudahan Allah mendatangkan mimpi kepada suaminya
yang dapat membebaskan dirinya dari gosip skandal itu. Tapi suaminya
tidak juga beranjak dari tempat tinggalnya. Tak seorang pun dari kelu-
arganya yang tinggal di rumah itu. Kemudian suaminya digelayuti oleh
sebuah beban yang sangat memberatkannya. Tampaknya, dia sedang
menyongsong turunnya ayat Al-Qur’an hingga keringatnya mengalir
deras laksana butir-butir mutiara, padahal ketika itu cuaca sangat
dingin.
Sesaat kemudian beban berat itu seolah lenyap dari suaminya,
kemudian dia tersenyum lebar untuk pertama kalinya, sejak hari-hari
panjang yang membuatnya pusing tujuh keliling. Lalu dia menatap
tajam ke arah ‘Aisyah sambil berkata: “‘Aisyah, bergembiralah karena
Allah telah membebaskan dirimu dari tuduhan-tuduhan gosip itu.”
Ibunya yang kegirangan lalu berkata kepada ‘Aisyah: “Berdirilah,
Nak, guna berterima kasih kepada suamimu.”
“Tidak, aku tidak akan berdiri berterima kasih kepadanya,” ucap
‘Aisyah menolak.
Ayahnya juga menyuruh putrinya agar berdiri guna menyampaikan
rasa terima kasih kepada suaminya, namun dia tetap bersikukuh me-
nolaknya. Di sela-sela tangisnya itu, dia lalu berucap: “Bukan kepada
engkau, Ayah; dan bukan kepada temanmu aku harus mengucapkan
terima kasih. Sungguh, aku tak akan mengucapkan puji syukur kepada
siapa pun, selain kepada Allah semata.”
Selanjutnya, Muhammad menemui orang-orang, membacakan ayat:
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 403
“(11) Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah
dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk
bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka
yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu bag-
inya azab yang besar. (12) Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong
itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri
mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: ‘Ini adalah suatu berita bohong
yang nyata.’ (13) Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan
empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak men-
404 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
datangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang
dusta. (14) Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena
pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (15) (Ingatlah) di waktu kamu
menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan
mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggap-
nya suatu yang ringan saja, padahal pada sisi Allah adalah sesuatu yang
berat. (16) Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita
bohong itu: ‘Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha
Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.’ (17) Allah
memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti
itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, (18) dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (19) Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
(berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang
beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah
mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. (20) Dan sekiranya tidaklah
karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha
Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang
besar). (21) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah
syaitan, maka sesungguhn ya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan
yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu
bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur [24]:11-21)
Allah juga menurunkan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh berbuat zina wanita-wanita yang
baik-baik, yang dalam hatinya sama sekali tak pernah terbersit keinginan untuk
berbuat keji, lagi beriman, mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi
mereka azab yang amat pedih.” (QS. An-Nuur [24]: 23)
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 405
Selama ini Abu Bakar menanggung biaya hidup Misthah, karena
adanya hubungan kekerabatan, di samping Misthah tergolong orang
yang ekonominya lemah. Akan tetapi, karena dia ikut-ikutan juga
membicarakan soal gosip yang menimpa diri ‘Aisyah bersama orang-
orang yang menyebar-luaskan gosip itu, maka Abu Bakar berniat tidak
lagi memberikan santunan lagi kepada Misthah. Namun Abu Bakar
mendengar Muhammad membacakan ayat:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di
antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Peng
ampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur [24]: 22)
“Tentu saja. Demi Allah, aku sangat ingin memperoleh pengampu-
nan dari Allah,” demikian jawab Abu Bakar menanggapi ayat tersebut.
Abu Bakar pun kembali memberi santunan kepada Misthah seb-
agaimana biasanya. Dia mengatakan kepada Misthah: “Demi Allah, aku
tidak akan mencabut santunan lagi untukmu selamanya.”
Sementara ‘Aisyah menyimak ayat-ayat itu secara seksama tiada
hentinya, hingga air matanya menetes dalam kegembiraan dan keha-
ruan yang teramat dalam tak terlukiskan. Bibirnya berucap: “Demi
Allah, aku tiada menyangka bahwa Allah akan menurunkan ayat yang
dapat dibaca selamanya khusus berkenaan dengan kasusku; sebab
menurutku, kasus yang menimpaku ini teramat tidak layak untuk
difirmankan Allah dalam Kitab-Nya.
Adapun orang-orang yang begitu gencar membicarakan gosip skan-
dal ‘Aisyah dan Shafwan merasakan suatu penyesalan yang teramat
dalam. Mereka semua segera memohon maaf kepada Muhammad atas
406 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
segala kekeliruan mereka, kecuali ‘Abdullah bin Ubay, sedangkan Hasan
bin Tsabit mengumandangkan sebuah syair pujian keagungan ‘Aisyah.
Akan tetapi, Muhammad menghimbau kepada mereka untuk
berhenti meminta maaf, karena dia telah memaafkan caci-maki dan
penghinaan mereka terhadap kehormatannya. Kini mereka sudah tidak
layak lagi sibuk dengan urusan selain persiapan untuk menghadapi
pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya.
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 407
408 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Perang Khandaq dan
pengkhianatan Bani Quraizhah
Ba n i N a d h i r t i d a k a k a n p e r n a h m e l u p a k a n
kekalahannya selama-lamanya. Mereka mengembara
di padang pasir yang luas. Bola-bola mata mereka mener-
awang ke angkasa raya. Mereka mengenang kehidupan yang tenteram
di Madinah, ketika mereka pernah melalui masa-masa kejayaan dan
memiliki harta kekayaan yang melimpah-ruah dari usaha rente mer-
eka. Terkenang kembali dalam angan-angan mereka, keberhasilannya
mengembangkan usaha pertanian. Mereka berhasil membangun perke-
bunan di sekitar Madinah. Mereka berhasil menyemarakkan Madinah
dengan rumah-rumah hiburan, keramaian, dan gemerlapnya kemega-
han. Mereka telah menerima anugerah mahkota kehormatan sebagai
raja. Akan tetapi, kemudian datanglah Muhammad, maka terhapuslah
praktek riba. Tak ada lagi budak-budak yang bekerja di kebun-kebun.
Tak ada lagi rumah-rumah hiburan. Tak ada lagi keramaian. Tak ada
lagi kemegahan.
Impian-impian mereka untuk pulang kembali ke Madinah mem-
bangun pasar-pasar seperti sebelumnya, mencari keuntungan yang
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 409
sebesar-besarnya dari riba, membuka rumah-rumah hiburan yang
dimeriahkan dengan perjudian, arak, dan penyanyi-penyanyi Yahudi
yang cantik-cantik, serta penobatan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul,
bukan berarti telah sirna dari benak mereka.
Mereka berkelana bersama sisa-sisa Yahudi Bani Qainuqa’. Ke-
pala mereka dipenuhi oleh dendam yang membara dan gelora ambisi
kekuasaan. Mereka berkunjung dari satu suku ke suku yang lain untuk
mengadakan perjanjian persekutuan, hingga akhirnya mereka sampai
ke Makkah untuk menemui orang-orang Quraisy. Mereka selanjutnya
mengadakan kesepakatan untuk menghancurkan kekuatan Muhammad,
hingga sirna sampai ke akar-akarnya.
Makkah telah siap, lalu datanglah orang-orang Yahudi yang me-
nambah kian bersemangatnya mereka. Kalangan hartawan Makkah
menyerahkan sebagian besar hartanya dari sana-sini. Mereka meng-
umpulkan juga dana yang cukup besar jumlahnya untuk membiayai
aksi agresi merebut Madinah.
Sebuah angkatan perang yang belum pernah ada bandingannya
di Semenanjung Arabia sebelum itu, bergerak maju. Pasukan tempur
tersebut terdiri dari pasukan Tihamah, Kinanah, pasukan tempur dari
Najd, pemanah-pemanah Yahudi cekatan, tentara-tentara Quraisy yang
terlatih beringas, budak-budak kulit hitam yang ahli lempar lembing,
kuda-kuda yang tangguh, bangsawan-bangsawannya, budak-budak
perempuannya yang pandai menyanyi, pelayan-pelayan barnya, dan
penghibur-penghiburnya, yang mampu mengobarkan semangat tempur
prajurit dalam suatu pertempuran. Semuanya tak ketinggalan ikut
dalam konvoi pasukan yang luar biasa jumlahnya.
Jumlah pasukan yang sangat besar ini bergerak di bawah komando
Abu Sufyan, seorang pemuka pemerintahan Quraisy. Sementara itu,
di Madinah Muhammad menerima sepucuk surat rahasia dari seorang
pamannya, ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib, yang menggambarkan secara
detail kekuatan pasukan Quraisy itu.
Muhammad menyadari, rasa-rasanya dalam waktu yang sangat
terbatas tak mungkin lagi mengerahkan suatu pasukan yang mampu
410 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
menghadapi angkatan perang Quraisy dalam sebuah medan per-
tempuran yang terbuka di gurun sahara, andai saja waktu masih
memungkinkan. Tapi rasa-rasanya sulit mendapatkan jumlah tentara-
tentara yang mengimbangi jumlah pasukan Quraisy. Memang jika me-
nilik pengalaman yang lalu, Muhammad pernah menghadapi pasukan
Quraisy yang berkekuatan tiga ribu personel dengan pasukannya yang
hanya berkekuatan seribu personel, lalu tiga ratus personel tersebut
membelot. Sekalipun hanya dengan kekuatan personel yang sisanya
hanya tinggal tujuh ratus personel, Muhammad hampir saja meluluh-
lantakkan pasukan Quraisy yang berkekuatan 3.000 personel tersebut,
andai saja tidak terjadi deviasi-deviasi yang dilakukan oleh pasukan-
nya.
Tapi kini, pertimbangan di antara dua kekuatan sungguh-sungguh
sangat tajam dan tak sebanding sama sekali.
Sekalipun Muhammad akan mengerahkan seluruh pasukannya dari
orang-orang Muhajirin, orang-orang Anshar, dan sekutu-sekutunya, dia
tidak akan mampu mengumpulkan tentara lebih dari 3.000 personel
dengan tanpa kuda. Lantas bagaimana mungkin dia akan dapat meng-
hadapi pasukan Quraisy yang beribu-ribu jumlahnya dan didukung
dengan persenjataan terbaru yang diproduksi oleh orang-orang Yahudi
serta beratus-ratus pasukan kuda?
Ketika Madinah sibuk dengan caci-maki terhadap prestise Muham-
mad dan tokoh-tokohnya, termasuk teman dekatnya sendiri, pihak
pemerintah Quraisy selalu mengadakan persiapan penyerbuan sema-
tang mungkin siang dan malam tiada henti. Sebaliknya, orang-orang
Yahudi sendiri mendatangi suku-suku dan kelompok-kelompok untuk
menghimpun kekuatan.
Penyesalan hari ini tak dapat menggantikan lagi hari-hari yang
telah mereka biarkan berlalu dengan sia-sia. Tak ada jalan lain lagi,
kecuali mengambil langkah tegas dan tepat untuk menghadapi agresi
musuh.
Sebagaimana biasanya, tiap kali akan bertempur menghadapi agresi
lawan, Muhammad mengadakan sidang. Salah seorang dari mereka
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 411
mengajukan inisiatifnya agar mereka keluar dari Madinah dengan
pasukannya yang ada. Allahlah yang akan membelanya, sebagaimana
Allah menolongnya sewaktu menghadapi musuh besar di lembah Badar.
Sementara yang lain berpendapat, sebaiknya mereka tetap ber-
tahan saja di Madinah. Hal ini sebagai upaya langkah konkrit untuk
mempertahankan kota Madinah. Selanjutnya, mereka bertempur saja
di jalan-jalan, di lorong-lorong, dan di rumah-rumah. Dengan demikian,
pihak musuh tidak akan dapat menguasai sejengkal tanah pun dari
bumi Madinah, sebelum Rasul melangkahi mayat mereka.
Setelah mempertimbangkan berbagai saran dan pendapat dalam
waktu sidang itu, Muhammad memprediksikan bahwa keluar dari Ma-
dinah resikonya lebih besar. Siapa tahu ‘Abdullah bin Ubay berulah
lagi, sebab ‘Abdullah bin Ubay masih punya orang-orang yang loyalitas
masih kental. Muhammad tak ingin lagi dia memukulnya dari belakang,
betapapun dia telah menampakkan permintaan maaf atas tindakan-
nya yang menggoyang prestise Muhammad sebelumnya. ‘Abdullah bin
Ubay memang sudah tak dapat berkutik lagi. Diam dalam kebimbangan
dan keraguan. Raut muka ‘Abdullah memang menampakkan malu dan
penyesalan atas gosip yang dilancarkannya terhadap ‘Aisyah, hingga
dia diisolir oleh orang-orang di masjid. Dia tak mampu lagi beranjak
keluar.
Selain pertimbangan itu, di pinggiran Madinah juga berdiam Yahudi
Bani Quraizhah dan hal ini merupakan ancaman. Mereka itu tidak lebih
baik daripada Bani Qainuqa’ atau Yahudi Bani Nadhir.
Bani Quraizhah tidak akan ikut serta bersama dirinya melawan mu-
suh, bila dia mengambil keputusan untuk pergi ke medan pertempuran,
sebab tak seorang pun yang tahu, tindakan apa yang akan dilakukan
oleh mereka. Bisa saja mereka dapat memanfaatkan peluang yang
tepat untuk membelot atau bersekutu dengan ‘Abdullah bin Ubay, lalu
mengangkatnya menjadi raja, kemudian mereka mendirikan sebuah
pemerintahan sendiri. Begitu nanti Muhammad pulang kembali dari
pertempuran, mereka menemukan dalih bahwa kepergian Muhammad
telah menyebabkan Madinah dicaplok oleh kekuatan musuh.
412 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Namun demikian, jika Muhammad tetap bertahan di Madinah,
maka sudah dapat dipastikan bahwa segerombolan tentara mencaplok
Madinah yang hijau, membunuh anak-anak, menggusur rumah-rumah,
membakar kebun-kebun, dan menawan para perempuan. Jelas hal ini
dapat memastikan terjadinya pembantaian yang harus dibayar oleh
orang-orang yang lemah.
“Ini bukan satu-satunya pendapatku. Sebisa mungkin, bagaimana
mereka agar dapat berlindung dari serangan musuh Madinah,” ujar
Muhammad.
Muhammad mengerahkan segala pikirannya untuk menemukan
langkah penangkalan terhadap serbuan musuh. Sementara waktu terus
berlalu. Banyak sudah pendapat-pendapat yang dikemukakan orang.
Tapi semua pendapat yang diajukan masih menyimpan celah-celah
kelemahan. Namun akhirnya, shahabat Salman tampil sambil meng
ajukan sebuah gagasan.
Salman teringat sejarah bagaimana panglima-panglima besar mem-
pertahankan kota-kota Persia dari serangan pasukan Romawi. Salman
mengusulkan agar orang Islam meniru langkah-langkah tersebut. Semua
tentara keluar dari kota Madinah, lalu berlindung di balik parit.
Parit? Apa yang kaumaksudkan dengan parit itu, Salman?
Menurut Salman, bahwa mereka harus menggali parit yang agak
lebar dan dalam di muka pagar-pagar Madinah. Mereka bertahan di
balik parit itu. Jika ada pasukan musuh yang coba-coba mendekati
parit itu, pasukan Islam menampakkan diri kepada musuh dan memanc-
ingnya agar musuh yang lain mau maju. Ini merupakan langkah untuk
menghancurkan barisan musuh di parit tersebut, bilamana barisan
musuh berusaha melewatinya. Karena keberingasan orang-orang yang
terlibat dalam kancah pertempuran, parit ini tidak akan menyebabkan
musuh-musuh mundur. Musuh-musuh akan terus menerjang.
Gagasan brilian yang diusung Salman ini dinilai oleh Muhammad
merupakan ide cerdas. Ia merasa puas atas gagasan tersebut. Demikian
pula gagasan ini membuat mayoritas orang-orang Islam merasa ter-
gugah kembali semangatnya. Ini suatu taktik yang belum pernah diper
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 413
gunakan oleh bangsa Arab.
“Kami setuju dengan gagasan Salman,” demikian menurut tang-
gapan sebagian orang-orang Anshar.
“Kami pun setuju dengan gagasan Salman,” orang-orang Muhajirin
menimpalinya.
Ternyata pandangan-pandangan yang dikemukakan Salman sejalan
dengan daya nalar Muhammad.
“Salman termasuk dari kita juga, ahlil bait,” komentar Muhammad
dengan penuh kekaguman.
Selanjutnya, Muhammad menetapkan taktik yang akan ditempuh
dalam pertempuran. Mereka harus menggali parit. Pasukan pemanah
hendaknya menempati posisi di atas tembok-tembok pagar. Sementara
prajurit-prajurit yang lain mengambil posisi di pinggir parit dengan
bersandar pada tembok-tembok pagar.
Muhammad mulai menginstruksikan penggalian parit kepada
shahabat-shahabatnya. Namun dia sendiri yang memulai pencangkulan
pertama kali. Dia mulai mengayunkan cangkulnya di atas tanah yang
keras. Dengan kedua tangannya, dia mengangkat batu padas. Orang-
orang Islam yang ada di sekitarnya juga bekerja penuh semangat luar
biasa, dikobarkan oleh cerita-cerita Salman tentang parit-parit yang
mampu menahan serangan lawan, sekalipun jumlahnya berlipat-ganda.
Tapi, lagi-lagi terdengar suara-suara sumbang. Apa artinya mem-
buat parit? Untuk apa orang-orang bersusah-payah mengerjakan semua
ini, padahal nanti ketika musuh menyerbu, mereka akan keletihan dan
loyo. Mengapa tidak sebaiknya masing-masing orang menjaga fitali-
tas dan staminanya dan menjaga rumahnya untuk mempertahankan
keluarganya, jika musuh menyerbu? Parit ini tidak akan ada artinya
sama sekali. Penggalian ini yang jelas hanya membuang-buang tenaga
secara sia-sia. Bukankah tembok-tembok pagar Madinah yang tinggi
cukup mampu untuk menangkal serbuan lawan?
Di balik suara-suara sumbang ini dalangnya adalah ‘Abdullah bin
Ubay. Sebagian orang yang terpengaruh oleh suara-suara sumbang ini
mulai ogah-ogahan untuk bekerja menggali parit. Bahkan sebagian
414 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
orang yang sudah terang-terangan menolak untuk bekerja, langsung
pulang ke rumahnya tanpa sepengetahuan Muhammad.
Muhammad mengeluarkan keputusan berupa larangan kepada siapa
pun untuk menarik diri dari penggalian parit, kecuali mendapat restu.
Dia juga mengeluarkan peringatan keras kepada orang-orang yang
membangkang perintahnya bahwa suatu saat akan ada kekacauan,
baik di dunia dan siksa yang pedih di akhirat.
Orang-orang yang termakan oleh provokasi dan suara sumbang yang
dilancarkan oleh ‘Abdullah bin Ubay, minta izin kepada Muhammad
untuk pergi dengan dalih tidak mampu bekerja, karena sebelumnya
mereka tak terbiasa melakukan pekerjaan seberat itu lantaran mereka
banyak memiliki budak yang bekerja di ladang-ladang mereka.
Muhammad menghimbau kepada orang-orang yang mempunyai
tangan-tangan halus agar bersedia melumuri tangan mereka dengan
tanah dalam penggalian parit ini, karena pekerjaan ini termasuk jihad
yang mempunyai imbalan pahala.
Sekalipun Muhammad mengeluarkan himbauan keras, namun dia
tidak mau menjatuhkan hukuman bagi orang-orang yang bandel tidak
mau bekerja dengan alasan tidak kuat atau sakit atau tidak mampu
mengangkat cangkul dan memecahkan batu padas.
Tangan-tangan sekitar 3.000 orang terus mengayunkan cangkul
dan memecahkan batu-batu padas. Ratusan kepala perempuan yang
memanggul tanah untuk dibuang ke tempat yang jauh, juga bekerja
dengan setia.
Apa susahnya dengan beberapa puluh orang yang memisahkan diri,
merasa dirinya terhormat, dan membelot itu? Sikap sinis terhadap
mereka sudah cukup menyakitkan untuk dijadikan pedoman sebagai
hukuman bagi mereka.
Biarkan para penggali parit kian diperkokoh. Muhammad memer-
intahkan orang-orang yang enggan menggali parit agar tinggal saja di
rumah mereka, selama penyakit dan kelesuan yang menghalangi mer-
eka bekerja masih menimpa. Barulah ia mengharap mereka kembali
bekerja setelah fitalitas fisiknya pulih kembali.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 415
Muhammad tidak perlu menyelidiki apa yang tersembunyi di balik
wajah mereka. Ini bukan urusannya. Muhammad hanya akan mengena-
kan hukuman menurut pengakuan mereka yang tampak.
Silakan saja mereka beristirahat di rumah-rumah mereka jika me-
mang benar-benar menderita sakit yang menghalangi mereka untuk
ikut serta dalam penggalian parit itu. Mereka tidak berdosa. Tapi, jika
tidak, mereka tidak akan memperoleh kemuliaan sebuah pertempuran,
pahala pejuang, dan harta rampasan. Bahkan mereka akan mendapat
pidana atas dalih mereka, jika mereka bohong dari dalihnya.
Meski demikian adanya, akhirnya penggalian parit dapat terse-
lesaikan juga. Pasukan Quraisy datang dengan kekuatan lebih
10.000 personil yang terdiri dari pasukan Tihamah, Kinanah, dan
prajurit-prajurit tempur Najd yang gagah-perkasa dengan dipelopori
jagoan-jagoan Ghathafan.
Pasukan perang yang tergabung dari berbagai golongan itu bermar-
kas di sebuah puncak bukit yang langsung mengarah ke kota Madinah.
Sedangkan Muhammad menempatkan pasukannya di depan tembok-
tembok pagar yang ada di antara dia dan pasukan musuh yang terpisah
sebuah parit buatan yang cukup dalam dan luas.
Sampai malam menjelang, kedua pasukan masih belum terlibat
pertempuran.
Huyay bin Akhthab, seorang pemimpin Bani Nadhir yang terusir,
melompati sebuah pagar untuk menemui Yahudi Bani Quraizhah yang
berlindung di balik tembok pagar mereka di pinggiran kota Madinah,
jauh dari parit itu dan kedua pasukan yang sedang berbenah diri.
Meskipun Yahudi Bani Quraizhah terikat dengan piagam perjan-
jian persekutuan dengan Muhammad, tapi Bani Quraizhah mengambil
keputusan untuk tidak memerangi siapa pun, selain orang-orang yang
menyerbu mereka di balik tempat-tempat perlindungan mereka.
Ka‘ab bin Asad, seorang pemuka Quraizhah, segera menyambut
kedatangan Huyay bin Akhthab An-Nadhari itu.
“Aku datang kepadamu dalam masa yang teramat sulit saat meng-
416 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
hadapi gelombang bencana. Aku datang kepadam u dengan orang-orang
Quraisy dan orang-orang Ghathafan dengan segenap pembesar dan
pemimpin mereka. Antara aku dan mereka terjalin perjanjian (kon-
trak) untuk tidak tinggal diam, hingga dapat membasmi Muhammad
dan orang-orang yang mengikuti ajarannya,” demikian ucap Huyay bin
Akhthab kepada temannya, Ka‘ab bin Asad.
Huyay terus membujuk Ka‘ab agar mengambil sikap kontra saja
kepada Muhammad, tetapi Ka‘ab bin Asad menolak dengan alasan
tidak berani untuk bersikap demikian, sebab jika pasukan Quraisy
dan pasukan Ghathafan telah pulang dari pertempuran dan mereka
tidak berhasil mengalahkan Muhammad, sudah pasti Muhammad akan
menghajar Bani Quraizhah habis-habisan.
“Biarkan saja aku tetap pada sikapku, sebab aku menilai Muham-
mad sangat jujur dan menjaga perjanjian,” tolak Ka‘ab.
Tapi Huyay tetap tak putus asa. Dia terus membujuk Ka‘ab dengan
menyatakan bahwa jika mereka berhasil merobohkan Muhammad dan
pengikut-pengikutnya hingga ke akar-akarnya, maka suasana kehidupan
mereka yang bergelimang harta kekayaan di masa lalu itu akan dapat
mereka nikmati kembali.
Selanjutnya, Huyay mengiming-imingi Ka‘ab dengan imbalan sepa-
ruh kekayaan Madinah, jika mau bergabung ke dalam pasukan Quraisy.
Mereka nantinya akan dapat menguasai Madinah seluruhnya. Huyay
berjanji akan masuk ke benteng-benteng mereka, hingga dirinya akan
merasakan juga penyerbuan Muhammad jika pasukan gabungan Quraisy
kalah dalam pertempuran nanti.
Desakan demi desakan, bujukan demi bujukan, akhirnya Huyay bin
Akhthab berhasil mempengaruhi pimpinan Bani Quraizhah itu. Ka‘ab,
pemimpin Bani Quraizhah, kini dengan tegas menyatakan keterlepas-
annya dari pakta persekutuan dengan Muhammad dan selanjutnya
menyatakan bergabung dengan pihak musuh.
Ketika mendengar komunike yang dikeluarkan oleh Ka‘ab itu,
Muhammad sangat terkejut, karena pada saat itu Muhammad meng-
hadapi pasukan tempur yang terdiri dari prajurit-prajurit gabungan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 417
berkekuatan puluhan ribu di depan, sementara posisi di belakang
menghadapi ancaman pasukan tempur Bani Quraizhah. Bagaimana
mungkin memerangi mereka?
Sa‘ad bin Mu‘adz, pemimpin suku Aus yang pernah jadi sekutu
sekaligus pelindung Bani Quraizhah; dan Sa‘ad bin Ubadah, seorang
pimpinan suku Khazraj dan beberapa orang teman mereka, menghadap
Muhammad menyarank an agar mengecek kebenaran pernyataan Ka‘ab
yang sampai kepada dirinya.
Jika Bani Quraizhah tetap memegang teguh pakta persekutuan,
maka hendaknya mereka menampakkan sikap secara nyata di hadapan
orang-orang. Jika benar-benar telah membelot dari pakta persekutuan
tersebut, maka hendaknya mereka menyatakan dengan tegas pula,
hingga tidak terjadi kesimpang-siuran berita.
Orang-orang yang ditugaskan oleh Muhammad pun berangkat un-
tuk menemui Bani Quraizhah yang sedang bersembunyi di balik ben-
teng mereka. Sa‘ad bin Mu‘adz, sekutu dan pelindung mereka dulu,
menanyakan perihal kebenaran informasi yang telah sampai kepada
Muhammad.
“Antara kita dan Muhammad sudah tidak ada ikatan apa-apa dan
tidak ada perjanjian apa-apa,” jawab mereka kepada Sa‘ad.
Sa‘ad bin Mu‘adz berusaha menyadarkan mereka akan resiko
yang akan diterima atas pembelotan dari pakta persekutuan yang
telah mereka jalin bersama Muhammad. Sa‘ad meminta mereka agar
tetap mau menjadi sekutu dengan segala kejujuran sebagaimana
di masa-masa yang lalu dan tetap mau menjaga daerahnya, agar
mereka tidak mengecewakan Muhammad dalam posisi sulit saat ini.
Tapi ternyata Sa‘ad mendapatkan Bani Quraizhah jauh lebih jelek
dari perkiraannya. Sa‘ad marah sekali kepada mereka. Akhirnya, ter-
jadilah cekcok antara Sa‘ad dengan mereka.
Sa‘ad meninggalkan mereka dan teman-temannya dengan hati
kesal.
“Biarkan saja mereka mengumpat dirimu, sebab kalau mereka
418 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dilayani, maka hanya akan menambah kian ramainya percekcokan di
antara kita dengan mereka,” Sa‘ad bin Ubadah berusaha menyadarkan
Sa‘ad bin Mu‘adz.
Akhirnya, mereka yang diutus menemui Bani Quraizhah pulang
kembali menyampaikan hasil investigasi mereka. Dengan tegas mereka
menyampaikan, bahwa Bani Quraizhah benar-benar telah membelot
dan khianat kepada Muhammad. Muhammad mengerti betul tentang
indikator itu.
Sa‘ad bin Mu‘adz mengusulkan kepada Muhammad agar memberikan
pelajaran kepada Bani Quraizhah. Serang saja langsung ke benteng-
benteng mereka yang mempunyai peluang untuk menusuk orang-orang
Islam dari belakang. Sementara pasukan-pasukan pemanah tetap men-
empati posisi di depan tembok-tembok pagar untuk menghadapi serbuan
pihak gabungan musuh-musuh itu dengan anak-anak panah, jika musuh
itu mendekat, sebab rasa-rasanya parit buatan tersebut cukup mampu
menahan serbuan lawan.
Tapi, usul tersebut ditolak oleh Muhammad. Masalahnya, Muham-
mad menginginkan tetap mengerahkan seluruh kekuatan pasukannya
untuk menghadapi pasukan musuh yang tergabung dari berbagai suku
itu. Muhammad akan membebankan tanggung jawab pertempuran
kepada Bani Quraizhah, jika mereka berani meninggalkan benteng-
benteng mereka dan melakukan penyerbuan kepada orang-orang Islam
secara mendadak dari belakang saat terjadi pertempuran nanti.
Tentara-tentara pasukan musuh yang tergabung dari berbagai suku
bergerak mendekati parit. Beberapa ribu orang pasukan pemanah
melepaskan anak-anak panah mereka ke arah pasukan Islam secara
serentak.
Pasukan gabungan itu jumlahnya jauh lebih besar. Sungguh, kebesa-
ran jumlah mereka sangat mengerikan. Pasukan pemanah orang-orang
Islam kewalahan menghadang serbuan musuh. Akhirnya, Muhammad
memerintahkan mereka agar mundur dari posisi mereka di atas tem-
bok-tembok pagar Madinah, untuk selanjutnya mereka berlindung di
balik tembok-tembok pagar, namun mereka diperintahkan agar tetap
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 419
mengerahkan segenap kekuatannya untuk menghajar tentara-tentara
musuh dengan anak-anak panah mereka.
Hanya saja, serbuan pasukan musuh yang datang laksana badai
yang dahsyat dan mengepung tembok-tembok pagar, menimbulkan
rasa ngeri dan takut di hati kebanyakan orang-orang Islam. Pasukan
Islam hanya berjumlah 3.000 personil, lengkap dengan kuda-kuda,
peralatan perang, dan unta-unta mereka yang terlatih.
Orang-orang Islam khawatir akan datangnya serbuan dari Bani
Quraizhah yang melihat adanya peluang strategis. Selanjutnya, mereka
mengepung dari posisi belakang atau merusak rumah-rumah yang sepi
dari kaum pria dari pinggiran kota Madinah.
Terdengar suara lantang melengking dari markas pasukan Islam:
“Muhammad berjanji kepada kita semua akan memberikan sebuah
kesempatan untuk merebut harta kekayaan kaisar Persia dan kaisar
Romawi. Padahal hari ini, tak seorang pun dari kita merasakan aman
atas dirinya, walaupun hanya sekedar untuk pergi ke jamban,” ujarnya.
Suara-suara sumbang yang lain juga terdengar.
“Rumah kita saat ini sedang kosong, tak berpenghuni. Karena itu,
izinkanlah kita keluar dari barisan tempur, sebab percuma saja terjun
ke medan pertempuran dalam keadaan batinnya merasa tertekan dan
terpaksa.”
Muhammad menyadari betul, sebagian orang-orang Islam dilanda
rasa takut. Oleh karena itu, dia mengizinkan orang yang ingin pulang
ke rumahnya. Ini lebih baik daripada bertahan di barisan pasukan,
namun hanya kian menebarkan kekalahan. Biarlah, orang-orang yang
mampu menghadapi bahaya dan benar-benar menginginkan mati syahid
saja yang tetap bertahan di barisan pasukan.
Sambil bergumam, Muhammad mendatangi barisan pasukannya:
“Mudah-mudahan Allah mengampuni dirimu. Mengapa dirimu memberi
izin kepada mereka,” demikian kata-kata yang terlontar dari mulutnya.
Dia katakan untuk dirinya sendiri.
Setelah mengamati secara seksama, dia melihat dampak keputu-
sannya justru lebih baik untuk membersihkan barisan pasukannya dari
420 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
personil-personil yang bermental lemah.
Selanjutnya, dia membacakan ayat kepada mereka:
“(13) Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: ‘Hai pen-
duduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu.’ Dan
sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan
berkata: ‘Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).’ Dan
rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak
lari. (14) Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada
mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjak annya; dan mereka tiada
akan menunda untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat. (15)
Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: ‘Mereka
tidak akan berbalik ke belakang (mundur).’ Dan adalah perjanjian dengan
Allah akan diminta pertanggungan jawabnya. (16) Katakanlah: ‘Lari itu
sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian
atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga
akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.’(17) Katakanlah: ‘Siapakah
yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana
atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?’ Dan orang-orang munafik
itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah. (18)
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di
antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya:
‘Marilah kepada kami.’Dan mereka tidak mend atangi peperangan melainkan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 421
sebentar.” (QS. Al-Ahzaab [33]: 13-18)
Muhammad mengumpulkan para komandan pasukannya, meminta
saran dan pandangan mereka dalam menghadapi kondisi yang sulit dan
terjepit seperti ini.
Terlintas dalam pikiran Muhammad akan melakukan politik pecah-
belah terhadap kesatuan pasukan musuh. Bukankah sebuah pertem-
puran itu penuh dengan tipu-daya?
Muhammad bermaksud akan menawarkan perdamaian sendiri
kepada pasukan yang berasal dari Najd, dengan suatu tawaran, jika
mereka mau pulang kembali, maka mereka akan memperoleh imbalan
berupa sepertiga buah-buahan Madinah. Pasukan Najd yang dipimpin
oleh suku Ghathafan menyambut tawaran itu dengan gembira. Konsesi
tersebut hanya tinggal menunggu tanda tangan Muhammad.
Muhammad juga mengumpulkan orang-orang untuk memperoleh
kesamaan pendapat. Dia menjelaskan kepada mereka mengenai usul
yang diajukan kepada pasukan Najd. Orang-orang yang hadir menyam-
but penyelesaian yang ditempuh Muhammad dengan senang hati,
sebab jika pasukan Najd pulang dan melucuti pasukan mereka, maka
berarti kekuatan pasukan orang-orang Islam akan kian bertambah kuat
menghadapi sisa pasukan musuh, walaupun sisa pasukan musuh masih
jauh lebih besar.
Tapi Sa‘ad bin Mu‘adz, seorang pemuka suku Aus, dan Sa‘ad bin
Ubadah, seorang pemuka suku Khazraj, keduanya maju mendekat
kepada Muhammad penuh emosi.
“Rasulullah, apakah tindakan itu hanya merupakan kecenderun-
ganmu, lalu engkau memutuskannya ataukah memang merupakan
perintah Allah yang mau tidak mau harus kita laksanakan, ataukah
memang engkau ambil semata-mata untuk kepentingan kita?” tanya
kedua pemuka tersebut kepada Muhammad.
“Semua ini kulakukan untuk kepentingan kalian. Demi Allah, aku
tidak melakukan semua ini, selain karena aku melihat seluruh bangsa
Arab sudah serentak hendak memanah kalian dan mengepung kalian
dari berbagai penjuru. Karena itu, aku bermaksud memecah-belah
422 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kekuatan mereka, apa pun resikonya,” jawab Muhammad menanggapi
pertanyaan kedua tokoh Aus dan Khazraj itu.
“Tapi bukankah warga Najd itu tidak bisa memakan buah-buahan
Madinah barang satu pun, terkecuali jika mereka telah membelinya
atau jika merupakan hidangan yang disuguhkan kepada mereka? Lantas
bagaimana jika sepertiga buah-buahan Madinah diserahkan kepada
mereka?” tanya Sa‘ad bin Mu‘adz keberatan.
Sepertiga buah-buahan Madinah? Tidak. Tidak setuju.
“Demi Allah, kita tidak akan pernah memberi, selain mata pedang
kepada mereka,” ujar Sa‘ad geram.
Selanjutnya, Sa‘ad mengambil lembaran konsep pers etujuan
damai, lalu menghapus isi yang tertera di atasnya sambil berkata:
“Tidak. Biarkan saja mereka mengerahkan seluruh kekuatan mereka
untuk menghadapi kita.”
Pasukan yang berasal dari suku Najd siap bertempur di samping
pasukan sekutu yang lain. Masing-masing kelompok pasukan bersiap-
siap juga untuk memulai penyerbuan. Sejumlah pasukan berkuda
bergerak maju, mencari suatu lokasi parit yang sempit sebagai tempat
penyeberangan.
Setelah cukup lama mereka mencari-cari bagian dari parit yang
mungkin dilewati, akhirnya mereka menemukan juga lokasi itu. Lang-
sung saja, mereka menggebrak kuda-kudanya. Derap kaki-kaki kuda
terdengar gemuruh, menyerbu ke lokasi tersebut.
‘Ali bin Abi Thalib mengetahui, pasukan berkuda musuh berusaha
menyeberang lokasi bagian parit yang sempit itu. ‘Ali mengomando
beberapa orang anggota pasukan Islam untuk menghadang pasukan
kuda agar tidak menyeberang parit.
Tempat itu memang tidak dapat dilewati selain oleh seekor kuda
saja, tapi ‘Ali punya dugaan kuat, jika mereka membiarkan tempat
tersebut tanpa adanya penjagaan ketat, sudah tak mustahil lagi ratusan
pasukan kuda akan melewatinya secara bergiliran.
Adapun orang yang memimpin sekawan pasukan kuda yang menye-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 423
berangi parit itu adalah seorang penunggang kuda Quraisy yang sangat
ahli, namanya ‘Amr bin ‘Abdu Wudd.
‘Ali menantang ‘Amr untuk berduel.
“Mengapa ‘Ali? Aku tidak ingin membunuhmu,” ucap ‘Amr kepada
‘Ali.
“Tapi aku, demi Allah, ingin sekali membunuhmu,” jawab ‘Ali
sambil maju dengan suara lantang,
Maka terjadilah pertarungan di antara mereka berdua. ‘Ali yang
lebih dulu melancarkan serangannya, berhasil menghabisi riwayat
hidup ‘Amr.
Selanjutnya, ‘Ali mengomando beberapa orang prajurit muslimin
agar menyerang pasukan berkuda musuh yang berusaha melintasi
parit itu. ‘Ali dan anak buahnya berhasil memukul mundur mereka.
Kuda-kuda mereka banyak yang lari terbirit-birit menjauh dari parit.
Ketika itu ‘Ali melakukan suatu tindakan sebagaimana serangan yang
pernah dilakukan oleh Hamzah di lembah Badar.
Orang-orang Islam mengenang lagi peristiwa pertemp uran di
lembah Badar dan kemenangan gemilang yang diraih mereka di sana
dengan melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa seperti ini.
Mereka ingin mengembalikan kekuatan internal yang luar biasa,
yang telah memberikan sebuah kemenangan bagi mereka di lembah
Badar.
Kini tak ada lagi prajurit-prajurit musuh yang berani melewati
parit itu. Pasukan musuh untuk sementara waktu, tinggal di perke-
mahan mereka di seberang parit, mencari cara lain untuk melakukan
serangan yang dapat membawa maut.
Abu Sufyan, panglima pasukan Quraisy, memutuskan untuk men-
embakkan anak-anak panah itu. Jika berhasil mengenai sebagian dari
pasukan muslim, maka pasukan Quraisy dan seluruh tentara gabun-
gannya akan dapat melewati lokasi sebagian dari parit yang sempit
itu secara bergiliran. Selanjutnya, pasukan Quraisy memadati parit
itu dari berbagai arah yang terpencar-pencar, agar prajurit-prajurit
424 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Quraisy yang lainnya dapat melewati parit itu juga.
Agresi utama yang dilakukan mereka adalah diarahkan pada ksa-
tria-ksatria Muhajirin dan bangsawan-bangsawan Madinah. Kalau
mereka sudah gugur semua, maka untuk menaklukkan yang lainnya
merupakan perkara yang mudah.
Muhammad telah menginstruksikan kepada para prajurit agar
tidak menampakkan diri kepada pihak pasukan Quraisy, kecuali jika
mengenakan baju tempur dengan lengkap yang mereka rampas dari
Bani Nadhir, Bani Qainuqa’, dan Bani Musthaliq.
Tapi Sa‘ad bin Mu‘adz secara berani menampakkan diri kepada
mereka dengan baju besi pendek, tanpa kedua lengan. Begitu Sa‘ad
terlihat oleh pasukan pemanah Quraisy, sebuah anak panah meluncur,
jatuh melesat tepat pada lengan Sa‘ad.
Muhammad memerintahkan agar Sa‘ad bin Mu‘adz dibawa pulang
ke Madinah untuk mendapatkan terapi dari seorang perempuan yang
ahli dalam bidang pengobatan.
Malam yang kian kelam menyelimuti Madinah lagi dan sekitarnya.
Orang-orang Quraisy mencari langkah-langkah yang tepat untuk dapat
melewati parit itu. Sementara itu, orang-orang Islam mengadakan pen-
jagaan di lokasi bagian parit yang sempit itu dengan cara bergantian.
Pada suatu malam seorang anggota pasukan kuda lainnya beru-
saha menerobos lokasi parit yang sempit itu, tapi nasib sial menimpa
dirinya. Kudanya berperosok ke dalam parit. Anggota pasukan kuda
lainnya yang mengiringi juga ikut terperosok, maka secara spontanitas
turunlah hujan batu menghantam mereka dari atas parit.
Pasukan kuda lainnya yang di komando ‘Ikrimah bin Abu Jahal
berteriak: “Lokasi parit yang sempit ini tidak strategis untuk dilalui
lagi. Pasukan Muhammad menggali lagi di bawah kegelapan malam.”
Mendengar suara teriakan tersebut, Muhammad memerintahkan
kepada para prajurit pemanah agar meluncurkan anak panahnya ke
arah suara itu, sedang Muhammad sendiri meluncurkan anak panahnya
ke arah ‘Ikrimah bin Abu Jahal. Anak panah melesat mengenai sasaran
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 425
yang dituju, yaitu ‘Ikrimah; dan otomatis ia tewas seketika itu pula.
Pasukan Quraisy tak punya cara lain lagi untuk menyerbu parit itu.
Saat ini satu-satu cara yang dapat dilakukan adalah mengupayakan
orang Islam agar terpancing untuk segera keluar melewati parit itu,
lalu bertempur ke arena terbuka di padang pasir yang luas.
Abu Sufyan mengirim surat kepada Muhammad. Dalam suratnya,
Abu Sufyan menuduh Muhammad sebagai pengecut, karena Muham-
mad menggunakan taktik perang yang belum dikenal oleh orang-orang
Arab, yaitu berlindung di balik parit. Kalau Muhammad memang jantan,
temui saja mereka di lapangan yang terbuka luas.
Setelah membuka isi surat Abu Sufyan, Muhammad tersenyum,
kemudian Muhammad membalas surat Abu Sufyan, bahwa ia akan
keluar menemui mereka dalam waktu dekat, untuk menggilas habis-
habis patung-patung dan berhala Quraisy.
Muhammad menghimbau kepada para prajurit agar tetap bertahan
pada posisinya dan bersabar saja. Di belakang mereka ada Madinah
yang tak kurang dengan pangan, air, dan perbekalan, sedangkan pihak
pasukan Quraisy berada di tengah padang terbuka. Di antara mereka
dan pusat perbekalan terpisah oleh jarak yang sangat jauh. Mereka
tak akan mampu bertahan lebih lama lagi.
Biar saja pasukan bersabar saja untuk sementara waktu, hingga
pasukan Quraisy tertimpa siksa kekurangan stok persediaan pangan
dan air. Muhammad menduga mereka pasti akan mengutus sebagian
anggota pasukan mereka untuk mencari perbekalan. Dia akan keluar
untuk menyerbu mereka pada waktu yang sangat tepat. Orang-orang
Islam berusaha bersabar, karena senjata yang paling ampuh pada hari
ini hanyalah kesabaran.
R
426 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Kesuksesan yang
membangkitkan konfidensi
J i k a p r a j u r i t - p r a j u r i t t a n g g u h y a n g b e r i b u - r i b u
jumlahnya tak mampu melewati parit untuk
menyergap pasukan Muhammad dari berbagai penjuru, maka
eksistensi kuantitasnya sia-sia. Jika harus menghadapi tentara-tentara
satu lawan satu, apa istimewan ya mereka? Ketiga ribu prajurit yang
dikerahkan Muhammad di depan tembok-tembok Madinah, mereka
semuanya sungguh menginginkan terjadinya pertempuran. Jika demiki-
an, tentara Quraisy hendaknya melepaskan ketiga ribu jagoannya juga.
Mungkin sekali ketiga ribu jagoan Quraisy itu akan dapat dibunuh semua
oleh prajurit-prajurit Muhammad. Sementara sisa tentara gabungan
Quraisy, pasti akan menarik diri dan menyerah angkat tangan.
Lamanya masa pengepungan menyebabkan timbulnya kejenuhan
di hati orang Quraisy. Perbekalan mereka kian menipis, sedangkan di
belakang prajurit-prajurit muslim terdapat Madinah yang menyediakan
kebutuhan-kebutuhan perbekalan mereka.
Ghathafan berharap konsensi perdamaian dengan Muhammad
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 427
menemukan titik akhir penyelesaian yang dapat diterima Muhammad.
Tapi sayangnya, konsensi perdamaian itu ditarik kembali.
Bahkan Bani Sulaim yang datang dengan pasukan kuda mereka
dengan semangat ingin menuntut balas dendam atas kekalahan dalam
pertempuran yang lalu, mulai berpikir akan menarik pasukan mereka
juga, sejak melihat persediaan logistik mereka mulai menipis dan
kuda-kuda mereka mulai tampak kurus, lantaran kekurangan rumput-
rumput hijau.
Muhammad telah menyusun konsep strategi pertempuran yang
sangat cantik dalam menghadapi kekuatan musuh yang tidak berimbang
ini. Dia telah mencabut seluruh tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan
serta semua daun-daunan yang menghijau dari berbagai lokasi yang
akan ditempati pihak lawannya. Dia juga membuat sebuah permainan
baru dalam menciptakan kegagalan agresi, yaitu mengatur makanan
dan tempat penggembalaan untuk tentara dan kuda-kuda mereka.
Bani Quraizhah tidak melakukan penyerbuan lagi. Mereka
menunggu kesempatan penyerbuan secara totalitas dan menyeluruh.
Sementara itu, Abu Sufyan kebingungan, tidak mampu bersabar atas
pengepungan. Dia terus berupaya untuk memancing pasukan muslim
agar mau meninggalkan posisi mereka di balik parit itu dan mau terjun
ke kancah pertempuran di arena terbuka di hadapan kekuatan pasukan
gabungan Quraisy sebagaimana di lembah Uhud.
Abu Sufyan merasa kejemuan dalam pengepungan yang berkepan-
jangan ini, sangatlah berdampak negatif dan kurang menguntungkan
pada rasa antusias tempur anggota pasukannya. Dan yang sangat
dikhawatirkan, anak buahnya akan mundur secara tiba-tiba. Hal ini
jelas akan memaksa dirinya untuk menarik diri juga dengan seluruh
kekuatan pasukan tempurnya.
Muhammad tidak akan memberi ampunan lagi kepada mereka atas
usaha-usaha mereka yang gagal ini. Namun yang pasti, Muhammad
akan memutus jalur perdagangan Quraisy ke Syam.
Di hati Abu Sufyan terlintas beberapa saat akan menawarkan per-
damaian dengan Muhammad secara rasional agar memberi kesempatan
428 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
bagi pasukan Quraisy untuk menarik diri dari Madinah tanpa harus
menanggung kekalahan. Abu Sufyan akan menawarkan juga perjanjian
kepada Muhammad agar tidak mengganggu rute perjalanan dagang
Quraisy.
Tapi, gagasan Abu Sufyan hanya dipendam dalam benaknya. Dia
tidak berani mengungkapkan hal itu kepada sekutu-sekutunya, sebab
kalau sampai meminta pert imbangan kepada sekutu-sekutunya, maka
Abu Sufyan khawatir bahwa mereka akan menghadap Muhammad untuk
menyatakan kepatuhan mereka, lalu bersekutu dengan Muhammad
dalam mengadakan aksi penyerbuan kepada pihak Quraisy. Kondisi
semua ini jelas akan amburadul.
Muhammad mengetahui apa yang sedang terjadi di perkemahan
pasukan musuh. Karena itu, dia menyarankan kepada semua praju-
ritnya agar senantiasa bersabar, sebab kesabaran itulah yang akan
membawa kemenangan di akhir pertempuran.
Pemuka-pemuka pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya berkumpul,
mengadakan suatu sidang, sebab yang jelas bagi mereka bahwa kondisi
sikap menunggu terus-menerus sama sekali tidak menguntungkan mer-
eka. Dengan demikian, dari hari ke hari mereka akan selalu terdesak
oleh pengaduan kebutuhan logistik. Kuda-kudanya pun akhirnya akan
mati kelelahan lantaran kesulitan mencari rerumputan segar.
Kini mereka yakin, strategi yang ditempuh Muhammad adalah sabar
dan menunggu. Demikianlah karena Muhammad tidak pernah menga-
dakan pertempuran dengan pihak musuh yang berjumlah puluhan ribu
personil di arena pertempuran terbuka dengan kekuatan pasukannya
yang hanya berjumlah 3.000 personil.
Jika demikian, mereka harus melakukan penyerbuan ke parit itu
seorang demi seorang. Selanjutnya, mereka harus bertempur dengan
tentara-tentara Muhammad satu lawan satu. Bagi mereka, hanya ini
saja satu-satunya alternatif. Tapi siapakah gerangan orang yang akan
memulai dari pihak pasukan sekutu?
Tentunya, jagoan-jagoan Quraisylah yang harus maju terlebih
dahulu. Lantas mengapa yang maju duluan bukan terdiri dari jagoan-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 429
jagoan Ghathafan atau jagoan-jagoan Bani Sulaim?
Pada saat mereka terlibat perdebatan serius yang hampir-hampir
memancing emosi mereka, tiba-tiba datanglah beberapa prajurit Mu-
hammad dari balik parit meneriakkan sebuah ajakan untuk mengikuti
jalan kebenaran agar mereka mau beriman kepada agama luhur ini
dan menarik diri secara damai. Namun ajakan itu dirasakan oleh Abu
Sufyan sebagai penghinaan dan pelecehan.
Dalam kondisi terkepung oleh kekuatan pasukan musuh yang tak
terbilang jumlahnya, Muhammad masih punya keberanian untuk me-
nyampaikan seruan-seruannya kepada orang-orang agar mau memeluk
agama yang diajarkannya dengan penuh optimisme bahwa mereka
akan meraih kemenangan. Jika mereka beriman kepada ajakan Mu-
hammad, apakah kiranya dia akan memberikan keamana n bagi hidup
mereka sebagaimana andaikata jadi tawanan?
Abu Sufyan menolak ajakan Muhammad. Bahkan dia menuduh Mu-
hammad sebagai pengecut. Ia juga menantang Muhammad agar mau
keluar bersama seluruh pasukannya dari balik parit untuk bertarung
dengan pasukan gabungan di arena terbuka, sebagaimana di lembah
Uhud pada waktu yang silam.
Sementara itu, Muhammad tetap tidak menghentikan seruan-seru-
annya kepada prajurit-prajurit pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya
agar mau beriman kepada ajarannya dan mau menjadikannya sebagai
landasan pergaulan sosial di antara mereka. Mereka dihimbau agar
menyatakan beriman secara terang-terangan, lalu mereka boleh pulang
kembali ke tengah keluarga mereka dalam keadaan selamat.
Muhammad mengarahkan juga seruan-seruannya kepada Bani
Quraizhah yang berlindung di balik benteng-benteng pertahanan mer-
eka dalam keadaan menunggu peluang yang tepat untuk melakukan
agresi. Tapi ajakan dan seruan-seruan Muhammad hanyalah mendapat
jawaban yang bersifat meremehkan, melecehkan, dan mengungkit-
ungkit kekalahannya di lembah Uhud serta ancaman pembasmian
terhadap dirinya dan pengikutnya.
Pemimpin-pemimpin Yahudi memperbaharui janji-janji mereka lagi
430 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kepada pimpinan pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya. Mereka men-
janjikan kepada pemuka pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya akan
menyerahkan harta kekayaan Madinah, jika Madinah dapat dirobohkan.
Mereka menjanjikan juga akan memberi tambahan harta lagi. Para
pemuka Ghathafan yang sudah tak sabar lagi menunggu, memb isikkan agar
mau bersabar dan berusaha kembali untuk men yeberangi parit dengan
menggunakan kuda, lalu menyerbu kembali pasukan muslim. Mereka
akan memberi imbalan berupa separuh perkebunan Khaibar yang kaya
dengan buah-buahan kepada Ghathafan, jika berhasil dalam agresi itu.
Tapi bagi Bani Ghathafan tidak ada jalan lagi untuk melakukan
agresi melalui parit, sebab ‘Ali bin Abi Thalib telah siap di balik parit
itu memimpin pasukannya untuk mempertahankan Madinah dan akan
meremukkan orang-orang yang coba-coba berani menyerangnya, se-
bagaimana dilakukan oleh Hamzah dalam mempertahankan sumber
mata air di lembah Badar pada waktu yang silam.
Dalam menghadapi pertempuran ini, Muhammad dan pasukannya
yang jelas dilandasi oleh semangat tempur sebagaimana pertempuran
di lembah Badar.
Tapi, apakah demi sebuah keuntungan materi, pemuka-pemuka
Bani Ghathafan akan berani menghadapi berbagai resiko? Tidak pernah
terlintas dalam pikiran mereka untuk mendiskusikan ajakan Muham-
mad.
Bani Ghathafan berusaha mengadakan perundingan dengan Mu-
hammad untuk menarik diri dari pertempuran dengan imbalan berupa
sepertiga daerah perkebunan. Muhammad sebenarnya sudah menyetu-
jui rencana perundingan tersebut. Hanya saja pemuka-pemuka suku
Aus dan Khazraj sangat keberatan terhadap konsensi damai tersebut.
Mengapa mereka tidak menawarkan perundingan damai dengan syarat-
syarat yang bisa diterima oleh pemimpin suku-suku di Madinah?
Seorang pemimpin Bani Ghathafan, Nu‘aim bin Mas‘ud datang
secara sembunyi-sembunyi menemui Muhammad. Kali ini Nu‘aim
menemui Muhammad bukan sebagai mediasi. Dia menghadap Muham-
mad membawa suatu pernyataan tentang rencana penggagalan per-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 431
tempuran dan keinginannya untuk menarik diri dengan tanpa syarat.
Alasannya, karena setelah dia mempertimbangkan masak-masak,
akhirnya dia beriman kepada ajaran Muhammad.
Nu‘aim adalah seorang laki-laki yang punya keluasan pandangan
kritis dan berpikiran brilian. Namun beberapa orang shahabat Muham-
mad punya suatu kekhawatiran, bahwa kedatangan Nu‘aim adalah
sebagai suatu siasat dan taktik belaka. Karena itu, para shahabatnya
menyarankan Muhammad agar berhati-hati dan menyelidiki secara
seksama dalam rangka menjajaki kesungguhan Nu‘aim tersebut.
Tapi dengan cara atau tipudaya bagaimana Nu‘aim dapat men-
datangi perkemahan Islam seorang diri?
Rupanya, Muhammad telah menjajaki kejujuran Nu‘aim. Karenalah
itulah, dalam keadaan bagaimanapun Muhammad tidak perlu merasa
khawatir lagi kepadanya.
“Rasulullah, sesungguhnya kaumku tidak mengetahui keislamanku.
Karena itulah, silakan engkau lakukan apa saja yang engkau inginkan
terhadap diriku,” ucap Nu‘aim.
“Engkau adalah satu-satunya orang yang seperti itu di tengah-
tengah kita. Karena itu, pengaruhilah mereka agar tidak sampai me-
nyerang kita, karena pertempuran itu penuh tipudaya,” demikianlah
jawab Rasulullah kepada Nu‘aim.
Dengan segala kepandaiannya, Nu‘aim menemui Bani Quraizhah.
Dia katakan kepada mereka: “Kalian semua telah tahu betapa aku
sangat mencintai kalian.”
“Kita memang tidak menaruh rasa curiga sama sekali kepadamu,”
ucap mereka.
Dengan sikap lemah-lembut, Nu‘aim berkata kepada mereka:
“Sebenarnya orang-orang Quraisy dan Ghathafan tidaklah sama den-
gan kalian semua, sebab negeri ini adalah negeri kalian yang menjadi
tempat penyimpanan harta dan istri-istri kalian. Orang-orang Quraisy
dan Ghathafan tidak sama dengan kalian, sebab harta kekayaan dan
istri-istri mereka berada di negeri mereka. Jika di sini berada dalam
432 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
posisi terjepit, mereka akan pulang kembali ke negeri mereka. Mereka
akan membiarkan kalian menghadapi Muhammad. Yang pasti, kalian
tidak akan mampu menghadapi Muhammad, jika Muhammad langsung
berhadapan dengan kalian. Oleh karena itu, janganlah kalian memer-
angi Muhammad bersama dengan mereka, hingga kalian mengambil
beberapa pemuka mereka yang harus tinggal di sisi kalian sebagai suatu
jaminan agar mereka tidak khianat kepada kalian dan tidak mundur
begitu saja,”
Setelah itu Nu‘aim mendatangi orang-orang Quraisy dan kaumnya,
yaitu Ghathafan. Dia mengatakan kepada mereka: “Aku mendapat
suatu informasi penting yang harus kalian rahasiakan baik-baik.”
Selanjutnya, Nu‘aim mengemukakan informasi yang sangat pent-
ing itu kepada mereka. Informasi yang dia terima menyatakan bahwa
Yahudi Bani Quraizhah menyesal sekali telah mengambil keputusan
menentang Muhammad. Untuk itulah, mereka mengirimkan utusan
kepada Muhammad untuk mengadakan perjanjian damai dengan jami-
nan mereka mau menyerahkan kepala pemuka-pemuka Quraisy dan
Ghathafan kepada Muhammad.
Selanjutnya, Nu‘aim menutup pembicaraannya: “Jika orang-orang
Yahudi mengirim utusan kepada kalian untuk meminta beberapa
orang bangsawan sebagai suatu jaminan, maka janganlah kalian
mau menyerahkan salah seorang di antara para bangsawan kalian,
meskipun itu hanya satu orang.”
Setelah pagi hari tiba, Abu Sufyan mengutus seseorang untuk men-
emui Bani Quraizhah, memerintahkan kepada mereka agar melakukan
penyerbuan kepada Muhammad. Tapi Bani Quraizhah menolak perintah
Abu Sufyan sambil mengatakan: “Kita tidak mau berperang melawan
Muhammad dalam barisan kalian, sebelum kalian memberikan jaminan
beberapa orang bangsawan di antara kalian yang harus tinggal bersama
kita agar kita yakin akan kesungguhan kalian. Sebab kita khawatir
sekali, kalian akan menarik diri dari kancah pertempuran apabila
pertempuran terasa memberatkan kalian, sedangkan di negeri kita,
tak seorang pun mampu menghadapi Muhammad.”
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 433
Rupanya saran Nu‘aim dipegang erat oleh Quraisy dan Ghathafan.
Mereka menolak untuk menyerahkan bangsawan mereka kepada Banu
Quraizhah, betapapun hanya satu orang.
Ketika Bani Quraizhah menerima penolakan ini, maka sema-
kin yakinlah mereka bahwa sekutu-sekutu mereka itu hanya ingin
menelantarkan mereka, lalu menarik diri apabila pertempuran telah
berkecamuk, persis sebagaimana yang dikemukakan oleh Nu‘aim.
Maka demikianlah, pasukan Quraisy yang tergabung dari berbagai
suku itu terpecah-pecah. Bani Quraizhah mulai dihantui kekhawati-
ran mundurnya pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya. Di kalangan
pemuka-pemuka pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya melanda
juga rasa kekhawatiran akan adanya pengkhianatan Bani Quraizhah.
Sementara itu persediaan makanan semakin menipis dan tak ada lagi
tempat penggembalaan kuda-kuda mereka. Dalam kondisi yang sangat
kurang menguntungkan itu, di langit mendung bergulung-gulung.
Tiba-tiba tertiuplah angin kencang. Pasukan Islam berlindung di
balik pagar-pagar Madinah. Sementara itu, badai angin terus mempo-
rak-porandakan perkemahan pasukan Quraisy dan sekutunya. Banyak
sekali kemah-kemah yang berhamburan dan membuat kocar-kacir
segala perlengkapan mereka.
Kegelisahan dan kejenuhan benar-benar mencapai puncaknya.
Pada saat badai bergemuruh, Abu Sufyan berteriak kepada orang-
orang: “Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, sesungguhnya kalian
semua tidaklah tinggal di tempat yang layak. Kuda-kuda dan unta
banyak mati. Bani Quraizhah telah mengkhianati janji mereka kepada
kita. Kita dihadapkan pada badai yang membuat periuk-periuk kita
kocar-kacir, tidak dapat menyalakan api; dan tak ada satu bangunan
pun yang tegak. Oleh karena itu, pulanglah kalian semua. Aku sendiri
akan pulang.” Abu Sufyan lalu pergi dan mendekati untanya, kemudian
menungganginya.
Pasukan Quraisy menarik diri dan diikuti Ghathafan dan sekutu-
sekutu yang lain. Sementara itu badai menyapu pasir-pasir di belakang
mereka, hingga bertebaran di udara, menutupi pandangan mereka
yang sedang berjalan di atas gurun pasir dengan kepala merunduk,
434 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
tubuh membungkuk di bawah tekanan batin yang hampa menanggung
kekecewaan berat.
Ketika itu pula terdengar sorak-sorai gegap-gempita kemenan-
gan di perkemahan pasukan muslim. Muhammad berdiri menatap
tajam wajah orang-orang yang ada di sek elilingnya dalam keadaan
antara percaya dan tidak. Bagaimana mungkin, Madinah terbebas
dari pengep ungan ini?
Bagaimana mungkin balatentara yang terdiri dari pasukan kuda dan
prajurit yang paling tangguh di Semenanjung Arabia dapat terkalahkan?
Mereka tak akan mampu lagi mengalahkan dirinya untuk selamanya.
Tak mungkin lagi mereka mampu mengerahkan kekuatan sebesar ini
untuk kesekian kalinya.
Dengan demikian, dirinya, ajaran, dan shahabat-shahabatnya
berarti telah selamat dalam menghadapi cobaan dan ancaman yang
teramat berat. Dakwahnya sejak hari itu menjadi sebuah ajaran baru
yang di tunggu-tunggu kedatangannya.
“Segala puji bagi Allah. Dialah yang telah menolong hamba-Nya.
Dialah yang memberikan kekuatan kepada tentara-tentara-Nya. Dialah
yang mengalahkan segerombola n pasukan dengan diri-Nya sendiri,”
demikianlah kata-kata yang terucap dari mulut Muhammad dalam ke
tertegunan.
Orang-orang Quraisy tak akan pernah lagi memerangi kalian semua.
Bahkan sebaliknya, kalian yang akan memerangi mereka. Kalian yang
akan memasuki Makkah, lalu kalian hancurkan patung-patung Ka‘bah.
Orang-orang Islam mengadakan persiapan untuk pulang ke rumah-
rumah mereka ke Madinah. Hati mereka diliputi oleh rasa bangga atas
kemenangan yang mereka raih. Mereka meletakkan senjata masing-
masing, kemudian pulang. Tapi di tengah perjalanan mereka saling
berbisik membicarakan persoalan di antara mereka dengan pihak
Quraizhah.
“Yah, bagaimana dengan penyelesaian Bani Quraizhah?”
Muhammad menginstruksikan kepada mereka agar jangan pulang,
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 435
sebelum mengalahkan Bani Quraizhah.
Pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya telah pergi meninggalkan
Bani Quraizhah dan kini berarti nasib Bani Quraizhah harus ditentukan
sendiri olehnya.
‘Ali bin Abi Thalib tampil sebagai komandan pasukan yang akan
melakukan penyerbuan ke benteng Bani Quraizhah. ‘Ali bersumpah
akan merobohkan tembok pagar benteng Bani Quraizhah atau menemui
ajal kematiannya dalam penyerbuannya, sebagaimana kematian yang
menimpa pamannya, Hamzah.
Bani Quraizhah berlindung dalam benteng mereka. Mereka ber-
tahan, tidak mau keluar ke kancah pertempuran, sementara orang-
orang Islam memutuskan untuk mengadakan pengepungan.
Pada suatu malam para prajurit muslim mendengar seorang laki-laki
dari balik tembok pagar berbicara dengan suara yang sangat lantang
di tengah kaumnya.
“Telah kukatakan kepada kalian semua bahwa aku tak akan pernah
melakukan pengkhianatan kepada Muhammad,” laki-laki itu berucap.
Para prajurit Islam mengenal suara laki-laki itu. Suara itu tidak
lain adalah suara ‘Umar bin Sa‘ad Al-Quradhi. Para prajurit Islam
membiarkan laki-laki itu pergi melarikan diri, bergegas menelusuri
gurun pasir berbatu di bawah gelapnya malam. Tak seorang pun tahu
ke mana laki-laki itu pergi.
Pada pagi harinya para prajurit Islam menuturkan peristiwa se-
malam kepada Muhammad.
“Dialah laki-laki yang diselamatkan oleh Allah, karena dia me-
nepati janjinya,” ucap Muhammad menanggapi penuturan shahabat-
shahabatnya.
Setelah itu tak terdengar lagi suara-suara lantang dari Bani
Quraizhah yang mengadu pendapat. Mereka semua nampaknya
telah sepakat untuk mengadakan pertempuran dengan Muhammad.
Pengepungan berlangsung selama 25 hari, kemudian pihak dari Bani
Quraizhah mengirim delegasi kepada Muhammad yang ditugaskan me-
436 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
nyampaikan suatu permohonan agar pengepungan segera dihentikan
dan mereka akan pergi sebagaimana kepergian orang-orang Yahudi
sebelum mereka.
Permohonan mereka ditolak. Alasan penolakan Muhammad,
karena persoalan Bani Quraizhah tidak sama dengan persoalan dengan
orang-orang Yahudi sebelumnya. Tindakan yang dilakukan mereka ti-
daklah sama dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh orang-orang
Yahudi yang telah pergi itu. Jika mau, silakan saja mereka menyerahkan
diri dengan tanpa syarat. Jika tidak, maka perang pilihan satu-satunya,
hingga mereka mampu menumpas Muhammad sebagaimana mereka
merencanakan atau Muhammadlah yang akan membabat mereka
habis-habisan.
Akhirnya, Bani Quraizhah mau menerima keputusan Muhammad.
Mereka patuh kepada kebijakan Muhammad. Mereka menyerahkan diri
dengan tanpa syarat. Beberapa pemuka suku Aus melompat mendekati
Muhammad sambil berkata: “Ya Rasulullah! Mereka adalah (bekas)
saudara-saudara kami selain suku Khazraj. Sementara kemarin-kemarin
engkau telah memberi keringanan kepada Bani Qainuqa’ yang menjadi
(bekas) saudara-saudara kami dari suku Khazraj. Oleh karenanya,
berikanlah keputusan mengenai Bani Quraizhah kepada kami (suku
Aus).”
“Tidak senangkah kalian semua, wahai suku Aus, andaikata aku
angkat seorang penentu keputusan dari kalangan kalian?” tanya Mu-
hammad.
Orang-orang Aus sependapat dengan saran Muhammad, kemudian
Muhammad pun mengangkat Sa‘ad bin Mu‘adz, sang pemuka suku Aus,
sebagai penentu keputusan atas nasib Bani Quraizhah.
Banu Quraizhah juga menyambut gembira keputusan ini, yakni
bahwa nasib mereka kini ada di tangan Sa‘ad bin Mu‘adz. Demiki-
anlah, walaupun mereka dulu pernah dibuat jengkel oleh Sa‘ad bin
Mu‘adz, tatkala Sa‘ad meminta mereka agar meninggalkan sikap
pengkhianatan terhadap Muhammad. Semua itu tak lain, sebab
Sa‘ad bin Mu‘adz adalah mantan pemimpin mereka, yang mana dia
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 437
adalah seorang laki-laki adil yang tak pernah dikenal, selain sifat-
sifat kesabarannya, pemaafnya, dan kejernihan cara pandangnya.
Sementara itu, Sa‘ad bin Mu‘adz masih belum sembuh dari lukanya.
Ia berada di kemah seorang tabib perempuan yang secara sukarela
bekerja mengobati prajurit-prajurit muslim yang terluka.
Beberapa orang Aus pergi ke kemah tempat Sa‘ad dirawat. Mereka
membawa Sa‘ad dengan seekor unta, ke tempat orang-orang Islam
yang sedang melakukan pengepungan terhadap Bani Quraizhah. Di
tengah jalan, orang-orang yang menjemput berkata kepada Sa‘ad:
“Berbuat baiklah engkau kepada (bekas) saudara-saudaramu, karena
Rasulullah telah mengangkatmu sebagai penentu keputusan atas nasib
Bani Quraizhah, tidak lain agar engkau bersikap baik kepada mereka.”
“Kini telah tiba saatnya bagi Sa‘ad untuk tidak dicaci-maki lagi
dalam menegakkan agama Allah,” ucap Sa‘ad.
Kini Sa‘ad mengingatkan bahwa setiap orang Yahudi yang keluar
dari Madinah, berarti hal itu memerangi orang-orang yang tinggal di
Madinah. Mereka bersatu-padu di lembah Khaibar. Di sana mereka
bergabung dengan kelompok-kelompok Yahudi yang lain, menjalin
hubungan dengan berbagai suku untuk mengadakan aksi perlawanan
kepada Muhammad. Sekalipun begitu Muhammad menghadapi semua
ini dengan sikap baik terhadap mereka dan tetap saja mengawinkan
orang dari mereka. Bahkan Muhammad senantiasa menekankan kepada
shahabat-shahabatnya agar memperlakukan mereka dengan perlakuan
yang baik.
Akan tetapi, sikap toleransi ini mereka balas dengan tipu-daya
dan kelicikan, penghinaan, pengrusakan tata ekonomi pemerintahan
Muhammad, meracuni setiap hati orang, menyebarkan gosip di ka-
langan shahabat-shahabat Muhammad, dan berusaha menjatuhkan
kehormatan Muhammad.
Sudah beberapa kali mereka menghunus pedang kepada Muham-
mad, tapi ternyata Muhammad tetap memaafkan mereka dan membiar-
kan orang-orang yang mengangkat senjata kepada dirinya pergi dalam
keadaan aman. Bani Qainuqa’ telah pergi terlebih dahulu, sebelum
438 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Bani Nadhir. Akhirnya, apa yang terjadi?
Justru mereka mengerahkan beberapa prajurit yang jumlahnya
beribu-ribu orang, lalu menyerang Madinah, dengan maksud akan
menghabisi Muhammad dan shahabat-shahabatnya.
Inilah mereka yang tiada henti-hentinya melancarkan aksi pengkhi-
anatan! Bukankah sangat kuat sekali kemungk inannya, pasukan yang
tergabung dari berbagai suku itu dapat merebut kemenangan. Lalu
mereka hancurkan seluruh warga Madinah dan mereka akan membunuh
orang laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang jumlah kesemuanya
hingga mencapai ribuan jiwa?
Mereka itu bagaikan anjing. Jika kamu menghalau atau membiar-
kannya, tetap saja anjing itu akan menjulurkan lidahnya. Cukup lama
mereka menjalin perjanjian damai dengan orang-orang Islam, tapi
setiap mereka mengikat satu perjanjian, ada saja sekelompok orang
dari mereka yang melanggar perjanjian itu. Memang mayoritas dari
mereka bukanlah orang-orang yang beriman. Mayoritas dari mereka
suka mendengar informasi-informasi bohong dan suka makan barang-
barang haram.
Berapa kali mereka telah berusaha menyulut api pertempuran.
Untungnya, setiap kali mereka menyulut api pertempuran, Allah segera
memadamkannya.
Mereka suka melakukan perbuatan-perbuatan destruktif di muka
bumi, padahal Allah sama sekali tidak menyukai para pelaku kebejatan.
Demikianlah Muhammad membacak an ayat-ayat Allah kepadamu,
wahai Sa‘ad.
Anak panah ini telah membuat mereka saat ini berada dalam pen-
deritaan, wahai Sa‘ad. Bukankah anak panah itu produk dari Yahudi
Quraizhah itu?
Andaikata diberi peluang untuk pergi sebagaimana kepergian
orang-orang sebelum mereka, sudah pasti mereka akan menghimpun
berbagai suku lagi. Siapa yang dapat mengetahui apa yang akan ter-
jadi kemudian? Dapat saja pasukan tergabung dari berbagai suku itu
kembali lagi untuk menghancurkan warga Madinah, menguasai harta
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 439
kekayaan, para perempuan, dan anak-anaknya; dan yang pasti mereka
akan menghancurkan benteng Islam.
Selagi Sa‘ad bin Mu‘adz belum sampai ke tempat Muhammad yang
berada di tengah-tengah pasukannya, Muhammad sudah siap berdiri
untuk menyambut kedatangan Sa‘ad bin Mu‘adz. Beliau juga mendaulat
pasukannya untuk berdiri menyambut kedatangan Sa‘ad.
Sesampainya Sa‘ad bin Mu‘adz, Muhammad n lalu menyerahkan
sepenuhnya kepada Sa‘ad untuk menjatuhkan keputusan mengenai
nasib Bani Quraizhah. Sa‘ad lalu menatapkan sorot matanya ke semua
orang yang ada di sekitarnya, lalu berkata: “Hendaklah kalian semua
mem egang teguh janji Allah; bahwasanya keputusan yang berlaku atas
mereka adalah keputusan yang aku tentukan.”
Semua orang yang ada di sekeliling Sa‘ad menjawab: “Ya,” jawab
mereka dengan serampak.
Selanjutnya, Sa‘ad menyodorkan janji itu kepada Muhammad
secara khusus.
“Ya,” jawab Muhammad.
“Aku memutuskan untuk mereka (Bani Quraizhah) agar semua lelaki
mereka dijatuhi hukuman mati; harta benda mereka kita bagi-bagi;
dan semua anak-anak dan para kaum perempuan mereka kita tawan,”
ucap Sa‘ad.
Selanjutnya, orang-orang Islam melakukan penyerbuan ke ben-
teng-benteng Bani Quraizhah. Pasukan muslim berhasil merampas
bermacam-macam senjata mutakhir, kuda-kuda, dan sejumlah harta
kekayaan, termasuk rumah-rumah warga Bani Quraizhah. Setelah
segala berhasil dirampas, pasukan Islam lalu membunuh para kaum
prianya dan membagi-bagikan para perempuan dan anak-anak mereka.
Di antara sekian perempuan Bani Quraizhah yang ditawan dan
dibagi-bagikan, seorang gadis yang bernama Raihanah menjadi bagian
Muhammad. Para gadis itu bukan sebagai budak, asalkan mau masuk
Islam. Tapi Raihanah, gadis berdarah Bani Quraizhah itu, menolak
untuk masuk Islam kepada Muhammad.
440 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
“Biarkan saja aku menjadi tawananmu, sebab hal itu lebih ringan
bagiku dan bagimu,’ jawab Raihanah menghadapi tawaran Muhammad.
Namun tidak beberapa lama Raihanah menjadi budak Muhammad,
dia akhirnya menyatakan keislamannya. Maka dia diperistri Muhammad.
Selanjutnya, setelah status Raihanah telah menjadi istrinya, maka dia
diperlakukan sebagaimana istri-istri Muhammad yang lain.
Seluruh pria Bani Quraizhah dibunuh, termasuk pula orang-orang
yang masuk dalam benteng Bani Quraizhah. Hal ini dilakukan sebagai
suatu tindakan preventif agar tidak ada lagi orang-orang yang mencoba
berani mengadakan konfrontasi dengan Muhammad. Di antara mereka
yang terbunuh itu adalah Huyay bin Akhtab, seorang Bani Nadhir.
Begitu rampung menghadapi para pembelot Bani Quraizhah, Mu-
hammad dan seluruh pasukannya bertolak ke Madinah untuk menata
kehidupan kembali di sana. Kini dia telah mempunyai wibawa yang
sangat disegani oleh berbagai suku di seluruh Semenanjung Arab.
Orang-orang Quraisy mempunyai dugaan kuat, Muhammad akan
melakukan penyerangan lebih lanjut terhadap sikap permusuhan orang-
orang Quraisy dengan cara menjegal rute perjalanan dagang mereka
yang akan menuju ke Syam.
Dari fenomena itulah, timbul gagasan di kalangan orang-orang
Quraisy untuk mengadakan perjanjian damai dengan Muhammad,
yang menjamin keamanan dan keselamatan rombongan dengan rute
perjalanan niaga mereka. Ini yang paling penting saat ini.
Sebagian suku-suku yang lain dilanda kekhawatiran akan mengalami
nasib yang sama dengan Bani Quraizhah. Mereka semua mulai men-
girim delegasi ke Khaibar dalam rangka merumuskan strategi untuk
menuntut balas.
Lain halnya dengan Muhammad. Kini dia dengan sikap tegas dan
tegar berani berkata di hadapan orang-orang yang ikut bertempur:
“Untuk masa-masa yang akan datang, orang-orang tidak berani lagi
memerangi kalian semua. Bahkan justru kalian yang akan memerangi
mereka.”
Beberapa hari kemudian, Muhammad membacakan ayat-ayat ke-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 441
pada mereka dan mereka mendengarkan dengan penuh kekhusyu‘an
yang berbunyi:
“(22) Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang
bersekutu itu, mereka berkata: ‘Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya
kepada kita.’ Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu
tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (23) Di an-
tara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah
mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di
antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak
merubah (janjinya), (24) supaya Allah memberikan balasan kepada orang-
orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafiq jika
dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhn ya Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (25) Dan Allah menghalau orang-
orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka
tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang
mukmin dari peperangan. Dan adalah Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
(26) Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang
membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka,
dan Dia memasukkan rasa takut dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu
bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. (27) Dan Dia mewariskan kepada
442 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula)
tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala
sesuatu.” (QS. Al-Ahzaab [33]: 22-27) R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 443
444 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Rindu
kampung halaman
Mu h a m m a d s a m a s e k a l i t a k p e r n a h m e l i h a t t a n a h
tumpah darahnya selama enam tahun lamanya.
Selama itu pula interaksi sosial antara dirinya dan warga Makkah selalu
diwarnai dengan tipudaya dan pertumpahan darah.
Terkadang ada seorang laki-laki atau perempuan yang datang dari
Makkah, bercerita kepada orang-orang yang berhijrah, tentang situasi
yang terjadi di tanah kelahiran tempat mereka melalui masa kanak-
kanak dan bermaian-main sewaktu masa remaja.
Wahai semuanya, setelah kepergian kami, bagaimana kondisi sua-
sana kota padang pasir yang terhampar luas memutih?
Wahai semuanya, bagaimana pula keadaan rumah-rumah sewaktu
engkau tinggalkan?
Bagaimana kondisi Shafa sekarang?
Kondisi Ka‘bah?
Dan padang gembala nan luas dan berbatu di balik bukit-bukit itu,
bagaimana pula situasinya kini?
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 445