eka itulah yang paling gencar menyerbu dengan mata pedangnya di
lembah Uhud memenggal kepalanya. Bahkan di antara mereka ada pula
yang berpidato mengobarkan semangat tempur pasukan Quraisy untuk
melawan dirinya, ketika tentara-tentara Quraisy hampir melarikan
diri.
Berkali-kali ‘Umar telah mengatakan kepadanya: “Bunuh orang-
orang ini, agar tak seorang pun berpidato mengobarkan api kebencian
terhadap dirimu.” Tapi, justru mereka yang paling berang dan ganas
dalam pertempuran di lembah Uhud justru yang paling banyak adalah
para tawanan perang Badar. Bahkan di antara mereka ada yang diper-
lakukan dengan baik dan dilepaskan tanpa uang tebusan, agar mereka
kembali pulang kepada anak-anaknya di Makkah. Namun mereka itulah
yang mengangkat senjata juga!
Orang-orang seperti mereka itu tak berhak mendapatkan kasih
sayang kemudian hari nanti.
Inilah dia salah seorang tawanan perang Badar yang dibebaskan
dengan tanpa uang tebusan, tertangkap lagi dalam perang di lembah
Uhud, merengek-rengek meminta dikasihani kepada Muhammad.
“Demi Allah, engkau tak akan dapat menutupi kelicikanmu lagi
di Makkah, lalu engkau katakan: ‘Aku telah menipu Muhammad dua
kali.’ Sungguh orang mukmin itu pantang digigit ular berbisa dua kali
di satu lubang,” demikian jawab Muhammad kepada laki-laki tawanan
itu, kemudian Muhammad memerintahkan Zubair bin Awwam untuk
membunuhnya.
Seorang tawanan yang lain lagi dari kalangan hartawan Quraisy
meminta perlindungan kepada ‘Utsman bin ‘Affan, maka ‘Utsman
memberikan jaminan keamanan kepada kedua orang tua itu. Akan
tetapi, Muhammad merasa terpaksa sekali memberikan dispensasi
kepada laki-laki tersebut untuk bepergian hingga lebih dari tiga hari
lamanya. Ternyata, tawanan kaya itu bepergian telah lewat dari tiga
hari. Setelah dicari-cari ke sana ke mari, ternyata laki-laki itu berse-
mbunyi di sebuah tempat yang terletak di pinggiran Madinah, maka
Muhammad menugaskan beberapa orang untuk membunuhnya.
346 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Niat yang baik janganlah sampai membuka pintu peluang bagi
pencuri-pencuri untuk memasuki rumahmu, Muhammad! Hampir saja
kepalamu melayang. Andaikata kepalamu sampai terpenggal, maka
sudah pasti pengikut-pengikutmu akan berubah lagi keyakinannya;
dan panji-panji ajaranmu niscaya akan runtuh; dan hingga kini engkau
masih tetap menjalankan aktivitasmu dan berkata yang banyak pula
untuk membebaskan umat manusia dari cengkeraman kesewenang-
wenangan. Oleh sebab itu, kebaikan sikapmu itu selayaknya harus
menjadi benteng yang melindungi dirimu dari berbagai ancaman.
Penjahat tampaknya masih saja mencari tempat berlindung di
balik kebaikan sikapmu, ketika sudah tidak mampu lagi menerjang
keluhuran perilakumu. Seharusnya orang-orang yang baik memahami
hal ini agar tidak mudah memberikan kesempatan kepada para pen-
jahat untuk menipu. Ketika penjahat itu minta maaf, bukan berarti
mengindikasikan bahwa ia mau bergabung ke dalam barisan tentara
penegak kemuliaan, tetapi justru untuk meruntuhkan panji-panji yang
bergerak di bawah naungan ajaran itu pada saat peluang yang tepat
ia temukan.
Para pejuang yang bergerak untuk kebebasan setiap hati, pikiran,
dan intuisi selayaknya memahami keagungan tanggung jawab mereka.
Andai saja tidak ada sebagian orang Anshar yang berbelas-kasihan ke-
pada Hindun binti Utbah di kancah pertempuran perang Uhud dan tidak
memberi peluang untuk hidup lagi, termasuk pula teman-temannya,
niscaya Hamzah tak akan sampai menjadi korban kebiadaban seorang
budak kulit hitam yang bernama Wahsy yang tidak tahu siapa Hamzah
itu.
Wahsy sendiri juga tidak tahu mengapa kartu pilihan untuk mem-
bunuh harus jatuh ke tangan Hamzah. Tapi Hindun telah membujuk
dan mengiming-iminginya dengan imbalan yang memikat hatinya.
Hindun itulah sebenarnya yang mendorong dan menunjukkan tempat
persembunyiannya di balik pohon untuk menghabisi Hamzah, jagoan
si penunggang kuda itu. Barulah setelah itu Hindun dan temannya lari
sambil memanggil kembali tentara yang sudah melarikan diri.
Betapapun Khalid bin Walid melakukan serbuan mendadak dari
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 347
belakang pasukan Islam, ternyata pasukan Islam masih cukup mampu
menangkis serbuan mereka. Andaikata Hindun dan teman-temannya
tidak mengejar Abu Sufyan dan ‘Ikrimah yang sudah melarikan diri
dengan pasukan lini tengah dan sayap kiri pasukan Quraisy agar kem-
bali lagi untuk menyerbu pasukan Islam dari berbagi penjuru, tentu
Hamzah tidak akan terbunuh dengan cara mengenaskan.
Semestinya orang-orang Islam belajar bahwa di arena pertempuran
seperti itu tidak sampai melakukan kelengahan lagi dan jangan sampai
berbelas-kasihan kepada musuh, sebab rasa belas kasihan yang dapat
dikecoh ini telah melayangkan jiwa Hamzah dan sekaligus membuka
pintu kemenangan bagi mereka.
Oleh karena itu, orang yang paling bertanggung jawab atas keka-
lahan ini adalah para pemanah yang telah meninggalkan posisinya.
Demikian juga ‘Abdullah bin Ubay bersama tiga ratus personilnya
yang lari sebelum pertempuran itulah yang bertanggung jawab atas
kematian tujuh puluh orang pasukan Islam di medan Uhud.
Kalian semua pemanah, mengapa meninggalkan posisi kalian se-
belum ada komando, sekedar melihat harta rampasan dan tawanan?
Pikiran kalian terbius dan lupa daratan. Kalian semua telah melakukan
pelanggaran berat! Di antara kalian ada yang gila harta kekayaan,
walaupun telah memeluk ajaran ini. Kalian semua harus dimintai
pertanggung-jawaban atas pelanggaran itu.
Tapi betapapun pelanggaran yang kalian lakukan teramat berat,
setelah Muhammad melihat penyesalan dan derai air mata kalian,
beliau akhirnya memutuskan untuk memaafk an kesalahan-kesalahan
yang pernah kalian kerjakan.
Warga Madinah sekalian, apa pun yang terjadi janganlah kalian
semua putus asa di hari esok. Hari akan datang terus silih-berganti.
Kalah dan menang merupakan hukum kausalitas yang bergerak secara
siklus. Jangan kalian merasa sedih dan duka. Jadikanlah peristiwa
pahit ini sebagai bahan pelajaran.
Muhammad muncul dari pintu biliknya yang tertutup rapat dan
memberikan sebilah pedang kepada Fathimah, putrinya, agar mencuci
348 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
bekas darah yang melekat di pedangnya. Selanjutnya, Muhammad
pergi menuju ke masjid sebagaimana biasanya untuk menemui para
pengikutnya. Ternyata sesampai di sana, dia melihat ‘Abdullah sedang
berpidato di hadapan orang-orang.
Apalagi yang telah dikatakan ‘Abdullah setelah mengurungkan
bantuannya dalam perang di lembah Uhud dan menggiring pulang
sepertiga tentara?
Ternyata ‘Abdullah menganjurkan kepada orang-orang agar men-
dengarkan kata-kata Muhammad, mematuhi, dan mencintainya.
Untuk kepentingan apa lagi, gembong-gembong orang munafiq itu
mempermainkan pikiran orang lain? Adakah ia juga berbicara tentang
cinta? Adakah ia berbicara tentang kepatuhan, padahal dia itulah yang
menyulut pemberontakan secara tiba-tiba dan membuat celah-celah
dalam barisan Muhammad? Sementara itu, dia berusaha membersihkan
diri dari tipuan-tipuan itu; bibirnya mengulum senyum; kedua belah
tangannya siap berpelukan, padahal di dalam hatinya telah menyimpan
sejuta kebencian dan kejahatan.
Sebelum Muhammad sampai ke tempat ‘Abdullah bin Ubay ber-
pidato, beberapa orang yang menyertainya dalam perang di bawah
lembah Uhud, melompat ke arah ‘Abdullah dan langsung memegang
bajunya, kemudian mereka mencekik lehernya. Mulut mereka masih
merasakan pahit-getirnya kekalahan dalam pertempuran di lembah
Uhud.
Mereka menumpahkan kekesalan ke muka ‘Abdullah bin Ubay
dan menyerangnya. Sementara itu pula, ‘Abdullah bin Ubay hanya
berteriak: “Mengapa kalian menyerang diriku saat aku menganjurkan
kepada orang-orang patuh dan cinta kepada Muhammad?”
Tapi teriakan tersebut tak digubris dan justru mereka terus
mendorong ‘Abdullah bin Ubay hingga keluar masjid. ‘Umar berbisik
kepada Muhammad: “Andaikata engkau memerintahkan aku untuk
membunuhnya, sudah tentu aku akan membereskannya.”
Tapi Muhammad memandang ‘Umar dengan pandangan tidak
setuju.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 349
Selama ‘Abdullah bin Ubay masih diberi peluang untuk mempen-
garuhi hati orang-orang, maka sikap pro dan kontra di Madinah kepada
‘Abdullah tidak akan pernah berakhir.
Muhammad, bersabarlah! Hati-hati saja. Jangan sampai ‘Abdul-
lah bin Ubay mengecoh dirimu lagi. Dalam keadaan bagaimanapun,
Muhammad tak akan pernah memerintahkan membunuh ‘Abdullah,
kecuali pada suatu hari, saat orang-orang menuntut kepalanya dan
tak seorang pun ada yang mampu membelanya.
Muhammad berbicara kepada orang-orang yang hadir tentang batu
ujian yang ditemuinya di lembah Uhud agar semuanya hendaknya men-
jadi pelajaran. Mudah-mudahan pengalaman pahit itu akan menyinari
jalan mereka menuju masa depan yang cemerlang.
Dia sudah menghapus air mata tangisnya atas kepergian Hamzah.
Dia menyatakan bahwa jika kelak menang dalam suatu pertempuran,
maka dirinya tidak akan melakukan pembunuhan terhadap musuh
dengan cara keji sebagaimana pembunuhan-pembunuhan yang dilaku-
kan tentara-tentara Quraisy terhadap Hamzah. Sebab baginya, tidak
pantas melakukan cara seperti itu terhadap orang-orang yang sudah
terbunuh. Baginya membunuh saja sudah cukup, sebab dalam ajaran
Muhammad dinyatakan: “Jika kalian semua akan membalas kekejaman
musuh-musuh, maka balaslah mereka dengan balasan yang setimpal.
Jika kalian semua sabar, maka hal itu adalah sikap yang terbaik.”
Muhammad menyarankan agar tidak berbelas-kasihan kepada
musuh-musuh, karena rasa belas kasihan dalam kancah pertempuran
termasuk kategori keteledoran. Rasa belas kasihan dalam kancah
pertempuran merupakan sikap yang merugikan, bahkan dapat menje-
rumuskan ke dalam kekalahan dan meruntuhkan nilai-nilai ajaran yang
diperjuangkan. Muhammad berbicara panjang lebar tentang nilai-nilai
kepatuhan.
Muhammad senantiasa akan memusyawarahkan semua problema
yang terjadi, sebab jika sistem musyawarah ditinggalkan, niscaya akan
timbul kekacauan dan kesew enang-wenangan. Namun meski demikian,
prinsip yang harus diupayakan dalam setiap musyawarah hendaknya
350 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
harus diupayakan mencari kata mufakat. Hal ini dikarenakan, jika
suatu konsensus telah dicapai menjadi suatu keputusan, maka tak
seorang pun yang dibenarkan melanggar keputusan tersebut. Namun
jika ternyata melanggar, maka dia harus dijatuhi sanksi.
Dalam suatu kancah pertempuran, tentara-tentara harus mema-
tuhi instruksi komandan mereka, karena seorang komandan tidak akan
mengeluarkan perintah atas nama kepentingan pribadinya, tetapi in-
struksi itu merupakan representasi kehendak orang banyak. Demikian
halnya keputusan yang dicetuskan dari suatu permusyawarahan meru-
pakan cerminan aspirasi semua pihak. Oleh karena itu, Barangsiapa
yang melanggar keputusan tersebut, berarti dia telah melanggar
terhadap semua pihak.
Bagi Muhammad, problem apa pun yang terjadi, dia tidak akan
pernah menjatuhkan hukuman kepada orang-orang yang melakukan
kekeliruan dan menyebabkan kekalahan. Dia tidak hanya akan mem-
berikan maaf kepada mereka, tetapi juga akan menyelesaikan per-
masalahan tersebut ke dalam suatu forum sidang.
Muhammad menghimbau kepada orang-orang agar tidak menangisi
lagi teman-teman mereka yang tewas dalam pertempuran di lembah
Uhud. Jenazah mereka tak perlu dievakuasi ke Madinah, sekedar untuk
menguburkan dan hal itu hanya akan memperpanjang rasa sedih yang
berlarut-larut.
“Kuburkan saja di tempat mereka gugur,” pinta Muhammad kepada
shahabat-shahabatnya.
Status mereka walaupun sudah tidak bernafas, tetapi pada hakikatnya
mereka tidak mati. Bahkan para syuhada’ itu:
“Mereka itu hidup di sisi Rabb mereka dan dikaruniai rizki. Mereka
semuanya berada dalam suasana kegembiraan lantaran menerima karunia
Allah yang diberikan-Nya kepada mereka.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 169-170)
Sebaliknya, status kalian semua yang kembali pulang di tengah
jalan yang menyebabkan lemahnya semangat orang-orang Islam untuk
ikut pergi ke lemah pertempuran dan bermaksud akan menumbuhkan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 351
rasa rugi di hati orang-orang yang telah bertempur di medan laga, jan-
gan sampai kalian semua mengatakan kepada saudara-saudara kalian
-yang apabila mereka telah berangkat ke suatu medan pertempuran-
dengan suatu perkataan: “Andaikata mereka mau bersama dengan
kita, niscaya mereka tidak akan sampai menemui ajal.” Ketahuilah,
kalau ajal memang telah ditaqdirkan, maka kematian itu pasti akan
datang juga menjemput ke tempat tidur kalian, walaupun kalian semua
berusaha dengan sekuat tenaga agar tetap tinggal di rumah masing-
masing.
Belum terasa penat mereka mendengar ucapan-ucapan Muhammad
mengenai batu ujian di lembah Uhud, mereka merasa pengalaman pa-
hit itu justru membangunkan spirit, hingga mereka merasa siap untuk
menyongsong masa depan yang jauh lebih kokoh, patuh, dan tangguh.
Barulah Muhammad mengalihkan tema pembicaraan pada urusan
Madinah setelah timbul rasa cinta kasih di antara sesama pengikutnya.
Orang-orang Quraisy akan mengancam Muhammad kembali dengan
pasukan yang akan dapat menghancurkan gunung pada tahun depan.
Karenanya, mulai detik ini Muhammad harus mempersiapkan pasukan
untuk mengh adapi mereka. Dia harus menghimpun kembali pasukannya
yang sudah terkoyak-koyak oleh kekalahan. Dia harus menanamkan
optimisme di hati mereka, bahwa masa depan yang cemerlang adalah
miliknya.
Namun tugas utama yang harus diselesaikan olehnya saat ini adalah
harus mengobati luka-luka yang masih membekas di tujuh puluh rumah
di Madinah di mana mereka masih saja memperdengarkan ratap tangis
atas kepergian anggota keluarganya. Muhammad melakukan penin-
jauan ke rumah-rumah penduduk untuk membesarkan hati para janda
dan anak-anak yatim yang telah ditinggal mati oleh ayahnya di lembah
Uhud.
Dengan demikian, langkah konkrit yang dijadikan solusi oleh Mu-
hammad adalah menganjurkan kepada shahabat-shahabatnya agar
menikahi janda-janda muda supaya mereka dapat menjaga timbulnya
fitnah.
352 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad mengatur pembagian jatah santunan sosial ini kepada
keluarga yang sudah kehabisan persediaan makanan untuk kebutuhan
esok.
Dari manakah Muhammad dapat membagi-bagikan jatah santunan
sosial ini, padahal kancah pertempuran Uhud telah membebaninya di
atas kemampuan yang ada pada dirinya? Sejumlah senjata dan per-
lengkapan perang yang cukup banyak telah dirampas pasukan Quraisy.
Sementara untuk mempersiapkan persenjataan dalam rangka mengha
dapi serbuan orang-orang Quraisy pada tahun depan, dia sendiri masih
sangat membutuhkan modal yang cukup besar.
Hanya saja, sebagai bentuk kepedulian sosial kepada janda-
janda dan anak yatim itu, Muhammad akhirnya menghimbau kepada
orang-orang yang mampu agar menyisihkan sebagian hartanya untuk
menyantuni keluarga para syuhada. Namun apa boleh buat, ternyata
hampir mayoritas pengikutnya tidak mau membantu lantaran mereka
semuanya sudah benar-benar menjadi orang-orang tak mampu juga.
Bahkan fatalnya dari dampak negatif setelah pasukan-pasukan
Quraisy menghancurkan impian-impian orang Islam untuk memperoleh
harta rampasan dan tawanan di lembah Uhud, kini kegemaran berjudi
melanda hampir setiap orang Islam di sudut-sudut kota Madinah.
Bagi orang-orang yang keterlibatannya dalam perang Uhud hanya
didorong oleh motif harta kekayaan, mereka pulang dari lembah
berdarah itu dengan membawa rasa kecewa berat yang hampir-
hampir menyebabkan mereka gila. Karena itulah, mereka lalu men-
datangi rumah-rumah perjudian, dengan harapan akan dapat menebus
impian-impian mereka yang sirna di telan lembah Uhud. Pada saat
mereka berjudi, tuak-tuak disuguhkan tak terhitung lagi jumlahnya.
Kegoncangan jiwa-jiwa orang Islam yang stres lantaran kalah
perang untuk memperoleh keuntungan materi yang sebesar-besarnya,
kini situasi dan kondisinya telah dijadikan momentum yang sangat
kondusif oleh Yahudi Bani Nadhir untuk mengambil manfaat secara
profit. Karena itu, mereka lalu membuka bar dan klub yang menye-
diakan meja perjudian dan dimeriahkan dengan para penari Yahudi
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 353
yang cantik nan menawan.
Di tempat-tempat hiburan seperti inilah sebagian besar orang-
orang Islam menjadikannya sebagai ajang pelarian rasa stres. Di
tempat-tempat seperti ini pulalah, harta kekayaan mereka dihabiskan
secara sia-sia. Sebenarnya sejak Bani Qainuqa’ meninggalkan Madinah,
Bani Nadhir sangat menginginkan dapat mewarisi pasar mereka. Akan
tetapi, setelah mereka tahu bahwa ternyata orang-orang Islam yang
menguasai pasar Yahudi itu, maka mereka melakukan siasat untuk
menghancurkan sistem perekonomian Islam.
Belum beberapa lama orang-orang Islam menderita kekalahan di
lembah Uhud, orang-orang Yahudi sudah selesai mendirikan rumah-
rumah mewah dan pasar-pasar baru yang diperuntukkan bagi perju-
dian dan hiburan. Mereka memanfaatkan situasi kegoncangan batin
orang-orang Islam untuk mengeruk keuntungan. Memang betul, mereka
berhasil mengeruk keuntungan besar dari usaha mereka, melebihi dari
keuntungan yang mereka impi-impikan dari pasar Bani Qainuqa’.
Muhammad menyadari bisnis jelek yang dikembangkan oleh orang-
orang Yahudi tak hanya akan berdampak pada timbulnya kemiskinan
di tengah-tengah keluarga muslim, tetapi juga akan berdampak pada
penghancuran sistem organisasi yang harus dijaga oleh sekelompok
masyarakat yang memikul tanggung jawab atas kebebasan umat
manusia. Bani Nadhir tidak hanya sekedar melakukan tindakan yang
menghancurkan perekonomian Madinah, namun penghancuran terha-
dap jiwa manusia juga menjadi lahan empuk baginya.
Muhammad merasakan suatu kekhawatiran melihat prajurit per-
ang yang ikut bertempur bersama dirinya, kini terjebak dalam jurang
keputus-asaan yang sangat membahayakan. Mereka sangat sulit dis-
embuhkan dari kesenangan minum tuak. Sulit sekali rasanya untuk
meninggalkan meja-meja perjudian yang menyuguhkan para penari
dan artis yang cantik-cantik dari kalangan Yahudi, sebab di dalam hati
dan pikiran mereka hanya dipenuhi impian kesenangan, angan-angan,
kekayaan, kenikmatan hidup, serta gairah untuk mencari hiburan-
hiburan yang memberi kebahagiaan semu.
354 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Setiap pagi mereka saling membangga-banggakan perjudian yang
mereka lakukan semalam. Cerita-cerita pengalaman berjudi tersebar
luas di Madinah. Muhammad mengatakan kepada mereka: “Sesungguh-
nya permainan itu laksana seseorang melakukan pekerjaan di malam
hari, kemudian Allah menutupi orang tersebut di pagi harinya, lalu
orang itu membuka tirai Allah dari dirinya.”
Muhammad senantiasa memanjatkan do‘a kepada Tuhannya dan
berusaha menghibur hati mereka yang hancur kelelahan yang sangat
menyayat batinnya di lemah Uhud, tapi semua upayanya hanya sia-
sia belaka. Sebagai langkah terakhir, dia menugaskan seseorang yang
menyerukan kepada orang-orang agar meninggalkan minum minuman
keras, sebab minuman keras dilarang, yaitu tuak telah diharamkan.
Mereka tidak boleh mendekati perjudian yang dibuka oleh Bani Nad-
hir. Karena itu, orang-orang Bani Nadhir mengajukan protes kepada
Muhammad, dengan suatu tuduhan, kebijaksanaan yang dikeluarkan
Muhammad dapat dinilai sebagai tindakan mempersempit ruang gerak
sektor perekonomian. Namun sebagai gantinya, mereka menuntut
adanya kebijaksanaan yang memperbolehkan mereka untuk menjalin
kerja sama di bidang perdagangan dengan orang-orang Quraisy, sebab
jika tidak demikian, maka hal ini akan menghancurkan usaha arak dan
peternakan babi yang telah lama mereka memproduksinya.
Tapi, Muhammad mengambil sikap untuk tidak membuka forum
dialog dalam rangka mencari penyelesaian krisis perekonomian ma-
syarakat Bani Nadhir. Biarkan saja usaha arak mereka hancur dan
peternakan babi mereka gulung tikar. Biarkan saja gadis-gadis Yahudi
penghibur itu terserang wabah penyakit kotor. Sebab tujuan Muham-
mad adalah menyelamatkan orang-orangnya dan membangkitkan se-
mangat sesuai dengan tugas-tugas mereka. Muhammad tidak peduli,
betapapun masyarakat Bani Nadhir mengancam akan membatalkan
pakta persekutuan mereka terdahulu yang menetapkan pemutusan
hubungan dengan masyarakat Quraisy. Dia juga tak peduli, biarpun
mereka mengancam menjual senjata-senjata mereka kepada orang-
orang Quraisy. Pokoknya, masa bodoh dengan semuanya.
Muhammad menasihati lagi kepada shahabat-shahabatnya agar
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 355
mencari alternatif dan solusi lain untuk menghibur hati mereka yang
goncang. Mereka harus memiliki rasa optimis akan meraih masa depan
yang gemilang. Mereka harus memiliki keyakinan bahwa kebenaran
yang mereka perjuangkan, akhirnya akan menang. Mereka harus kem-
bali lagi pada pekerjaan mereka masing-masing. Benih-benih di ladang
senantiasa “memanggil” orang-orang yang menuai. Mereka semestinya
menjadi orang-orang yang dapat melipur duka-lara anak-anak yang
ditinggal mati bapaknya di lembah Uhud dan istri-istri yang ditinggal
mereka, karena sesungguhnya: “Orang yang berusaha menyantuni para
janda dan orang-orang miskin, laksana orang yang berjihad di jalan
Allah atau laksana orang yang mengerjakan qiyamullail pada malam
hari dan berpuasa di siang harinya.” Mereka selayaknya menyerahkan
harta kekayaan kepada keluarga syuhada’ daripada mereka hambur-
hamburkan di rumah-rumah hiburan dan tempat-tempat perjudian
serta restoran-restoran yang memakai menu babi.
Muhammad berhasil menemukan para lelaki dari kalangan para
shahabat-shahabatnya untuk menggantikan kepala rumah tangga yang
telah tiada di beberapa rumah. Tapi, dia menemukan seorang janda
yang mengatakan dengan tegas tak akan menikah lagi, sebab bagi
janda itu, eksisitensi suaminya yang telah menghadap Ilahi tidak bisa
tergantikan dengan kehadiran laki-laki yang dibawa Muhammad.
Janda itu bernama Hindun binti Umayyah. Suaminya telah gugur
sebagai syuhada’ meninggalkan dia dan seorang putrinya bernama
Salamah dalam kesedihan hidup dan derai air mata yang berkepanjan-
gan. Usianya tiga puluh tahun. Wajahnya cantik. Sikapnya menunjuk-
kan bahwa ia orang terdidik. Kecantikannya dalam usia tersebut dan
kematangan mentalitas yang terbentuk oleh keterdidikannya, banyak
mempunyai kemiripan dengan Khadijah, mantan istrinya yang agung.
Muhammad berusaha agar dia mau menerima seorang calon suami
dari kalangan Muhajirin atau Anshar yang terkemuka, tapi dia selalu
menolak.
“Siapakah yang lebih baik dari Abu Salamah?” jawabnya dengan
nada pesimis.
356 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Kini ‘Umar mencoba melamarnya, namun Ummu Salamah meno-
laknya. Selanjutnya, Abu Bakar memberanikan juga melamarnya.
“Aku sudah tak terpikirkan untuk menikah lagi,” jawab Ummu Sala-
mah. Alasannya, dalam usianya yang memasuki tiga puluh tahun, dia
tak tertarik lagi kepada laki-laki. Dia sudah menjadi ibu dari seorang
anak perempuan. Dia mau menghabiskan hari-harinya bersama dalam
mencurahkan seluruh perhatian kepada putrinya. Lebih dari semua
itu, ia sebagai perempuan yang tahu persis akan keadaan dirinya dan
memiliki sepotong hati yang memiliki rasa cemburu. Sebab itulah, dia
tak mau dalam satu pondok ada dua cinta di samping seorang laki-laki.
“Dalam keadaan bagaimanapun, Muhammad telah memiliki tiga
orang istri cantik-cantik yang usianya masih belum melampaui dua pu-
luh tahun, seperti ‘Aisyah dan Zainab. Lantas apa perlunya menyunting
diriku yang sudah berusia tiga puluh tahun?” jawab Ummu Salamah
dengan nada halus.
Muhammad mencoba berbicara kepada Ummu Salamah: “Jika
engkau sudah merasa tidak pantas lagi bersuami, sungguh itu keke-
liruan,” sebab ia masih muda, padahal usia Muhammad sendiri sudah
hampir dua kali lipat usia Ummu Salamah. Mengenai posisi anaknya,
biar saja Muhammad yang menjadi ayahnya. Dia tidak perlu merasa
cemburu kepada istri-istri Muhammad yang masih muda, sebab dia
masih memiliki kecantikan dan keagungan sebagaimana mereka. Biar
saja, nanti Muhammad akan memanjatkan do‘a kepada Tuhannya agar
membersihkan hati Ummu Salamah dari rasa cemburu. Muhammad
hanya menghawatirkan timbulnya fitnah, dia tinggal sebatang kara
tanpa seorang laki-laki pendamping hidupnya.
Setelah Ummu Salamah melihat keseriusan Muhammad untuk me-
nikahi dirinya, lamaran itu pun akhirnya diterima juga. Ummu Salamah
pun memasuki malam pengantin bersama Muhammad di sebuah rumah
yang terpisah dari istri-istrinya yang lain. Setelah keduanya dapat men-
jalin hidup rumah tangga, Muhammad merasa memiliki harta kekay-
aan yang sangat berharga. Ummu Salamah dan kecantikannya adalah
seorang perempuan yang memiliki kematangan mental dan cekatan.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 357
Kehadiran Ummu Salamah benar-benar membangkitkan memori indah
kepada Khadijah, istrinya yang telah tiada.
Kini Muhammad merasa tidak khawatir lagi kepada para janda.
Orang-orang Islam sudah menjauhkan diri dari arak, judi, daging babi,
dan rumah-rumah hiburan orang-orang Yahudi. Ajaran-ajarannya telah
menyelamatkan harta dan jiwa orang Islam. Selanjutnya, yang harus
dipikirkan adalah hanyalah langkah-langkah untuk mengembalikan pamor
ajarannya setelah mengalami kekalahan di lembah Uhud.
Orang-orang Quraisy telah menggembar-gemborkan kemenangan
mereka dalam pertempuran di lembah Uhud. Mereka melepas para
penyair yang mengumandangkan kemenangan tersebut dan mengejek
Muhammad bersama seluruh pengikutnya. Suasana kegembiraan hampir
mew arnai di seluruh rumah di Makkah. Di setiap halaman rumah ramai
oleh hiruk-pikuk para penyanyi dan penari. Arak-arak dituangkan;
hewan-hewan disembelih; dan orang-orang Arab dari berbagai pelosok
semuanya diundang agar merasakan kegembiraan dalam menyambut
kemenangan tersebut secara bersama-sama. Mereka memberikan uang
yang sangat besar jumlahnya kepada para penyair dari suku-suku yang
lain. Penyair-penyair itu pun kemudian bersen andung ria, yang isinya
mengejek Muhammad dan mend orong untuk mengerahkan seluruh
kekuatan dalam rangka menghadapi Muhammad dan pasukannya di
tahun depan.
Kegembiraan ini bergema di seluruh pelosok padang pasir yang luas.
Suku-suku yang dulunya takut kepada Muhammad, kini mulai memiliki
keberanian. Tidak hanya di Makkah saja, gema ini terasa juga getarnya
hingga ke benteng-benteng Yahudi di Madinah. Orang-orang Yahudi
Madinah tergugah keberaniannya untuk meremehkan Muhammad.
Sejak melarang pengikut-pengikutnya pergi ke rumah bordil untuk
berjudi, minum minuman arak, dan menyantap daging babi, orang-
orang Bani Nadhir kian bertambah marah kepada Muhammad.
Tidak lama berselang, selain seorang hartawan Bani Nadhir yang
menyatakan akan melarang orang-orang Islam yang minum air dari
sumur yang dimilikinya, Muhammad juga telah mengeluarkan larangan
358 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
minum arak kepada para pengikutnya. Dengan demikian, itu berarti
mereka harus minum air. Akan tetapi, harga segelas air lebih mahal
dari harga segelas arak.
Dengan keputusan itu, warga Madinah dilanda kegoncangan lan-
taran sebelumnya tidak terbiasa membeli air. Oleh karenanya, untuk
membasmi krisis ini, Muhammad menghimbau kepada hartawan-
hartawan dari kalangan Muhajirin agar membeli sumur tersebut.
Himbauan itu mendapat respon positif dari ‘Utsman bin ‘Affan. Ia
akhirnya menemui pemilik sumur itu dengan menawar dengan harga
mahal. Akan tetapi, pemilik sumur tak mau menjualnya lebih dari
separuh sumur. ‘Utsman menaikkan tawaran harga untuk separuh
sumur tersebut dengan harga tiga sumur. Selanjutnya, ‘Utsman akan
menghibahkan sumur itu kepada orang-orang Islam untuk keperluan
minum tanpa membeli, baik untuk mereka sendiri maupun untuk ter-
naknya. Hal ini sebagai suatu cara untuk menekan pemilik sumur itu
agar mau menjualnya dengan harga murah.
Dari hari ke hari, rasa percaya diri kembali tumbuh di hati orang-
orang Islam. Ketika hari-hari tersebut telah berlalu, kini suku-suku
yang selama ini takut kepada Muhammad, mereka mulai bersiap-siap
untuk menantang Muhammad.
g
Pada suatu pagi delegasi dari Bani Sulaim datang kepada Muham-
mad untuk menyampaikan permohonan agar Muhammad menugaskan
tenaga-tenaga edukatif agama baru ini. Mereka mulai tertarik kepada
ajaran baru ini sejak mendapatkan perlakuan musuh secara biadab.
Muhammad pun segera mengirimkan tenaga-tenaga edukatif agama
sebanyak enam orang yang berangkat bersama para delegasi itu. Mu-
hammad merasa sangat gembira, karena mereka mau bergabung dalam
barisannya. Namun, di balik semua ini, mereka menyembunyikan suatu
tipudaya yang sangat licik untuk menjatuhkan kharisma Muhammad
di mata suku-suku yang lain.
Tidak hanya delegasi Bani Sulaim yang diterima Muhammad, tetapi
beliau juga menerima delegasi dari Bani Hudzail yang datang dengan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 359
maksud yang sama. Maka Muhammad mengirimkan beberapa orang
tenaga pengajar agama kepada mereka. Namun begitu, semua ini tak
berbeda dari Bani Sulaim. Di balik semua itu, Bani Hudzail menyimpan
maksud jahat yang terselubung.
Rombongan tenaga edukatif itu telah berangkat. Namun belum
sampai jauh berjalan di padang pasir, tenaga edukatif yang ditugas-
kan oleh Muhammad disergap oleh penunggang kuda Bani Sulaim,
lalu dibunuhnya, kecuali dua orang. Bani Hudzail kemudian juga
membunuh salah satu dari keduanya, hingga hanya tinggal satu
orang saja.
Aksi pembunuhan terhadap tenaga edukatif itu akhirnya sampai
ke Muhammad. Ia terkejut sekali mendengar berita yang mengenaskan
ini.
Sampai sejauh mana orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutunya
akan mengejek Muhammad dan berbuat salah kepadanya. Kali ini
Muhammad harus berhati-hati agar para shahabatnya tidak terbunuh
lagi dengan licik dan mengenaskan. Dia masih berusaha meyakinkan
keseriusan mereka terlebih dahulu. Setelah mereka serius, maka Mu-
hammad mengirimkan delegasi yang jumlahnya sama dengan jumlah
delegasi Najd yang menghadap.
Karena delegasi yang dikirim Muhammad merasa khawatir akan
terjebak ke dalam perangkap yang tidak dipahami oleh Muhammad,
maka mereka menyergap delegasi Najd terlebih dahulu. Mereka mem-
bunuh dua anggota delegasi dari Bani Amir, kemudian kembali lagi
kepada Muhammad.
Kendati situasi saat itu memang sangat sulit membebaskan para
shahabatnya dari rasa kekhawatiran, tapi Muhammad merasa sangat
simpatik atas tindakan mereka. Bagaimana mungkin suku-suku akan
datang kepadanya lagi, jika shahabatnya menyergapi delegasi-delegasi
mereka di tengah jalan? Mengapa shahabat-shahabat pilihan melaku
kan tindakan kurang terpuji ini hanya lantaran perbuatan-perbuatan
jahat yang dilakukan oleh orang-orang yang terdahulu.
Akhirnya, Muhammad memutuskan akan membayar diyat (tebusan)
360 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
kedua orang Bani Amir yang terbunuh itu.
Tapi, dia tidak punya uang untuk membayarnya. Karena itu, dia
mencoba pergi menemui Bani Nadhir untuk meminta bantuan dana
pembayaran diyat tersebut. Hal ini memang sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam piagam persekutuan.
“Baik. Kita akan membantu sesuai dengan permintaan yang engkau
minta,” demikian ucap mereka kepada Muhammad.
Selanjutnya, mereka mengadakan pembicaraan bersama, semen-
tara Muhammad dibiarkan menunggu di depan pintu pagar mereka.
Karena lama sekali menunggu hasil pembicaraan mereka, maka Muham-
mad duduk di tanah bersama Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Ali. Ketika mereka
berempat sedang duduk di depan pagar mereka, tiba-tiba laki-laki dari
Bani Nadhir naik loteng dan membawa sebongkah batu besar untuk
dijatuhkan ke kepala Muhammad.
Bani Nadhir yang ada di dalam rumah menyepakati akan menghabisi
Muhammad. Kesempatan yang sangat kondusif ini tidak akan mereka
sia-siakan begitu saja. Mereka tak akan menemukan kesempatan se-
baik seperti ini lagi untuk membunuh Muhammad dengan tenang tanpa
melalui senjata.
Tapi untung saja, Muhammad dan ketiga orang shahabatnya dapat
menghindar dari sebongkah batu itu sebelum jatuh. Sepulangnya, Mu-
hammad menyampaikan kepada orang-orang di masjid tentang peris-
tiwa yang baru saja dialaminya dan hampir saja akan membawa maut.
Dia mengumumkan akan melakukan peperangan dengan kelompok
Yahudi dan Bani Nadhir. Karena itu, bergeraklah dia dengan pasukan
perangnya dan orang-orang yang mengangan-angankan kekayaan.
Muhammad meminta Bani Nadhir agar menyerah saja, tapi mereka
menolak. Muhammad pun memerintahkan agar melakukan penebangan
pada pohon-pohon kurma dan membakarnya.
“Muhammad, tindakan destruktif telah engkau larang, bahkan
engkau sangat mencela para pelakunya. Tapi mengapa justru kali ini
engkau sendiri yang menebangi pohon-pohon kurma itu dan memba-
karnya?” protes salah seorang Bani Nadhir kepadanya.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 361
Tapi aksi protes itu tak digubris oleh Muhammad. Sekali lagi Mu-
hammad meminta kepada mereka agar menyerah saja.
Sebagaimana halnya Yahudi Bani Qainuqa’, Bani Nadhir juga ber-
lindung selama beberapa hari di dalam benteng-benteng mereka,
kemudian mereka tunduk, lalu pergi membawa anak dan istrinya.
Sedangkan budak-budak dan para penari mengiringi kepergian mereka
sambil bernyanyi. Mereka meninggalkan rumah-rumah, harta kekayaan,
dan senjata-senjata mereka. Semua itu adalah kekayaan baru yang
akan memenuhi gudang-gudang Madinah.
Para penyair juga mengumandangkan syair kemen angan yang
dapat menjadi penebus kekalahan para prajurit dalam pertempuran di
lembah Uhud. Gudang-gudang penuh dengan harta dan senjata. Rasa
percaya diri kembali tumbuh di banyak hati. Orang-orang Quraisy dan
pendukung-pendukungnya boleh datang lagi. Saat ini mereka telah
siap dengan berbagai macam persenjataan yang mereka rampas dari
Bani Nadhir.
Orang-orang boleh datang lagi, tetapi mereka akan tahu bagaimana
Madinah menuntut balas kekalahan di lembah Uhud yang telah menelan
banyak korban.
R
362 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Darah lembah Uhud
harus ditebus
Akankah lantaran engkau senantiasa bersikap sabar
terhadap orang-orang yang memperdayakanmu,
mereka menyangka bahwa dirimu orang yang lemah?
Tapi, ternyata semua itu berada dalam genggaman tanganmu; dan
ternyata engkau masih sanggup melakukan tindakan untuk menghan-
curkan mereka.
Jika engkau memberi pengampunan kepada mereka, itu lebih baik
bagimu. Barangkali dengan sikap itu, engkau akan dapat terhindar dari
timbulnya benih-benih kebencian di hati anak-anak mereka, sehingga
anak-anak mereka itu akan tumbuh berkembang menjadi pemuda yang
berhati bersih dari kebejatan yang diperbuat oleh orang tua mereka.
Barangkali saja nantinya akan tumbuh sebuah komunitas baru yang
memiliki kesadaran yang lain pula dalam pancaran cahaya ajaranmu,
Muhammad. Komunitas tersebut adalah “masyarakat” yang hidup
dalam suasana kasih sayang, berbudi pekerti luhur, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran.
Bacakanlah kepada mereka: “Sesungguhnya telah datang bukti-
bukti yang nyata dari Tuhan kalian semua. Barangsiapa melihat ke-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 363
benaran tersebut, maka keuntungannya akan kembali pada dirinya.
Barangsiapa buta melihat kebenaran itu, maka resikonya akan kembali
pada dirinya; dan aku bukanlah sebagai pengawas kalian semua.”
Biarkan saja ‘Abdullah bin Ubay dan kelompoknya melakukan ti-
pudaya kepadamu di Madinah. Toh, pada akhirnya mereka juga berada
dalam genggaman tanganmu. Engkau tak perlu mempertimbangkan
saran-saran ‘Umar yang berkenaan dengan mereka, supaya engkau
tidak menuai benih-benih dendam di dalam hati anak-anak mereka.
Biarkan saja anak-anak itu sendiri yang akan menyingkap kebenaran di
kemudian hari. Anak-anak itu akan mampu menanggung malu perilaku
ayah-ayah mereka yang amoral. Setelah menjadi dewasa, anak-anak
itu tidak akan mau mengaitkan dirinya dengan ayah-ayah mereka yang
jelek perangainya. Anak-anak itu nanti pasti akan menjadi dewasa,
Muhammad!
Karena engkau selalu mengajarkan kearifan dan keadilan kepada
orang-orang, maka sudah selayaknya jika engkau mampu menahan
diri untuk tidak bertindak anarkhis. Untuk kelapangan hatimu, engkau
harus membayar harga yang mahal sebagai perimbangan hasil panen
yang engkau harapkan.
Tapi, bukankah engkau meniupkan hembusan angin kasih sayang
yang menyebabkan dirimu harus menanggung resiko siksa dan derita
yang acap kali muncul?
Apakah engkau mendambakan otoritas emosi anarkisme, lalu
engkau menanggalkan sikap kritismu, sehingga menyebabkan melay-
angnya beberapa kepala shahabatmu yang agung? Alangkah kejinya
mengharuskan pikiran untuk menghadapi kekuatan yang kejam dan
biadab tanpa perilaku yang berbasis moralitas.
Kehidupan yang tak dapat dicerna oleh pikiran manusia telah
berubah menjadi semak belukar penuh duri yang dijadikan sarang
ular-ular dan kalajengking yang berbisa. Bagaimana mungkin manusia
akan mampu menghadapi semua ini, padahal ia memiliki senjata yang
lebih ampuh dari kata-kata belaka?
Dengan kata-kata apakah manusia akan dapat melalui jalanan duri
364 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
yang dihuni ular berbisa yang mengerikan dan menakutkan, dalam
gelak-tawa penuh penghinaan atas kelemahan seorang anak manusia?
Haruskah manusia menangis sebagai penebus atas kelemahan dirinya?
Kemudian selain menangis, apalagi yang dapat dilakukan?
Beberapa lama lagi kita akan terus di malam-malam yang gelap
dalam impian-impian tentang harkat dan martabat dan terbebasnya
bumi dari hal-hal yang menakutkan. Bersama-sama, kita menghadapi
maut, kemudian bersama-sama pula kita bertekad akan membangun
sebuah kebudayaan dan peradaban yang membuka pintu optimisme,
sehingga setiap hati yang hidup dalam peradaban tersebut akan dapat
menyanyikan lagu yang bertemakan keadilan.
Ular-ular berbisa yang mengerikan itu kembali lagi mengancam
keselamatan manusia. Gelak tawa terdengar nyaring penuh ejekan.
Kekuatan yang amoral dengan bersikap congkak, semena-mena, dan
melampaui batas, mempermainkan segala impian-impian yang mulia
dan luhur dari sepotong hati yang luka.
Jika bukan untuk itu, lantas untuk maksud apakah orang-orang
Quraisy menghasut suku-suku tetangganya yang kecil dalam pesta besar
menyambut kemenangan itu, sehingga delegasi masyarakat penggem-
bala dari Hudzail datang ke Madinah untuk meminta tenaga-tenaga
guru agama untuk mengajari mereka mengenai keislaman. Beberapa
orang Islam berangkat.
Mereka terdiri dari beberapa kalangan shahabat yang terkemuka.
Tahu-tahu suku Hudzail menyerahkan mereka kepada orang-orang
Quraisy dengan imbalan emas sebesar kepala untuk satu kepala
shahabat-shahabatmu. Maka melayanglah kepala salah seorang sha-
habatmu; sebuah kepala yang penuh kearifan, kasih sayang, dan sikap
menghormati orang lain; sebuah kepala yang dipenuhi obsesi panjang
tentang dunia yang menjunjung tinggi cinta kasih dari ranting-ranting
bunga zaitun mengungguli duka nestapa, sebagai ganti dari sebuah
kehidupan yang dikuasai “pedang”. Tapi, justru kepala itulah yang
digorok dan dipotong-potong, lalu darahnya diminum laksana arak
oleh seorang perempuan bejat dari suku Quraisy.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 365
Dari kejauhan terdengar gelak-tawa menembus gunung-gunung dan
lembah-lembah serta padang pasir yang luas mengejekmu, Muhammad!
Tapi, suara yang agung masih mampu mengungguli gemuruhnya
gelak-tawa ini. Suara yang agung itu masih mampu menembus sudut-
sudut kahidupan. Hal ini menunjukkan secara nyata bahwa sebuah
keyakinan memiliki kekuatan di atas ejekan yang lebih menggetarkan
hati daripada menghadapi sebuah kematian.
Inilah sejumlah pemimpin Quraisy berkumpul mengelilingi Zaid bin
Datsinah, salah seorang di antara mereka yang akan dibeli kepalanya
dari orang-orang Hudzail. Sementara itu pula, seorang perempuan
bejat sambil meminum tuak dengan tengkorak kepala seorang muslim
di tengah riuh-gemuruhnya gelak-tawa yang melengking laksana orang
gila dan binatang liar.
Orang-orang, baik laki-laki maupun perempuan, mengejek Muham-
mad dan ajaran-ajarannya di hadapan bangkai shahabat-shahabatnya
yang tergeletak kaku di bawah telapak kaki mereka di setiap rumah.
Zaid bin Datsinah berdiri tegak membacakan ayat-ayat yang dia-
jarkan Muhammad dengan suara lirih. Pandangannya terarah tajam
ke arah Abu Sufyan, seorang pemuka Quraisy yang kaya-raya yang
melakukan kekejaman kepada jasad korban di atas semua orang.
Abu Sufyan memerintahkan kepada orang-orangnya untuk menebas
batang leher Zaid. Tapi sebelum itu, dia kembali bertanya kepada Zaid
dengan nada mengejek.
“Zaid, sukakah engkau andaikata Muhammad saat ini berada di ten-
gah-tengah kami menggantikan posisimu untuk kami potong lehernya,
sementara engkau bisa kembali ke tengah-tengah keluargamu?” tanya
Abu Sufyan.
“Demi Allah, aku tidak rela andaikata Muhammad saat ini di tem-
patnya berada walau sekedar tertusuk duri sekalipun, sementara aku
duduk nyaman bersama keluargaku,” jawab Zaid.
Kini tak terdengar lagi gelak-tawa. Selanjutnya, Abu Sufyan memer-
intahkan seorang algojonya untuk membunuh Zaid. Setelah itu, dari
366 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
mulut Abu Sufyan terdengar suara lirih: “Tak pernah aku temui orang
yang lebih mencintai orang lain bila dibandingkan dengan cintanya
para shahabat Muhammad kepada Muhammad.”
g
Dengan kecintaannya itulah, mereka mati dengan gagah berani,
tak mau kompromi, dan kata-kata yang terucap dari mulut mereka
menimbulkan getaran rasa takut di hati orang lain. Ini merupakan
sesuatu yang sangat mengherankan dan belum pernah ditemui sebel-
umnya. Sungguh, ini sebuah kenyataan yang belum pernah ditemui di
kalangan masyarakat Arab.
Empat puluh orang laki-laki gugur satu per satu. Mereka melepas
jiwanya yang ridha penuh dengan kepasrahan, sebab keberanian si-
kap mereka dalam menghadapi kematian merupakan tanggung jawab
perjuangan yang sangat mulia. Keberanian mereka dalam menghadapi
kematian bukan hanya semata-mata terdorong oleh jaminan hidup
kekal di akhirat nanti (kelak), namun juga keberanian mereka akan
menjadi sebuah sejarah berupa cahaya petunjuk langkah-langkah
perjuangan saudaranya setelah mereka terkubur di dalam tanah.
Tidak hanya itu saja. Keberanian mereka akan mengisi semangat
juang saudara-saudara mereka dengan jauh lebih tangguh daripada
semangat yang memenuhi pedang mereka sendiri.
Muhammad, empat puluh syuhada agung itu, betapapun keberanian
mereka dalam menghadapi kematian dan kekejaman, meninggalkan
bekas-bekas yang teramat dalam, tetapi pembantaian terhadap mereka
akan membuka celah-celah bagi kian gencarnya ejekan-ejekan dari
berbagai suku.
Tapi sekarang, posisi bagian belakang sudah engkau amankan. Hal
ini sebagai persiapan untuk menghadapi pasukan Quraisy yang telah
berjanji akan beradu kekuatan lagi tahun depan di lembah Badar.
Persoalan Bani Nadhir telah engkau selesaikan secara tuntas.
Engkau telah mendapatkan ganti kerugian yang engkau derita dalam
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 367
pertempuran di lembah Uhud dengan harta rampasan yang berhasil
engkau peroleh dari Bani Nadhir.
Karena itu, engkau tak perlu lagi menunggu orang-orang Quraisy
hingga tahun depan. Engkau jangan sampai memberi peluang bagi
orang-orang Quraisy untuk menghimpun sekutu-sekutu mereka lebih
lagi dalam rangka menyerangmu, sebab hal itu akan menambah kian
merajalelanya penyergapan-penyergapan berbagai suku pedalaman
terhadap shahabat-shahabatmu dengan cara-cara yang jarang terjadi.
Meski demikian keadaannya, tidaklah pantas bagimu meminta
jaminan keselamatan hidup shahabat-shahabatmu kepada delegasi-
delegasi dari berbagai suku yang datang menghadap dirimu, sebab
dengan begitu mereka menduga engkau takut. Akibatnya, ruang gerak
dakwahmu akan menjadi kian sempit, jika engkau menolak permo-
honan mereka. Namun begitu, engkau harus melakukan upaya-upaya
yang dapat melindungi keselamatan dan keamanan orang-orangmu
yang engkau utus.
Untuk itu, meski dilakukan suatu upaya terciptanya kondisi budi
pekerti yang luhur di satu sisi dan menumbuhkan kewibawaan kelom-
pokmu di hati setiap suku pedalaman di sisi lain, dengan langkah itu
tentu akan ada lagi gerombolan-gerombolan dari suku-suku pedalaman
yang akan berbuat licik kepadamu.
Kemenangan dan keberhasilanmu mengusir Bani Nadhir yang ter-
kenal keahliannya dalam hal peperangan dari Madinah akan menjadi
peringatan tanpa harus bertengkar kepada semua sekutu-sekutumu
yang akan coba-coba menipumu dan bermaksud akan merusak per-
janjian persekutuan. Jelas hal ini akan menjadi perhatian bagi Yahudi
Bani Quraizhah.
Akan tetapi, engkau masih dituntut pula melakukan langkah
cepat untuk menekan sekutu-sekutu Quraisy yang coba-coba akan
meruntuhkan wibawamu dan menekan pula suku-suku yang akan
bergabung dengan orang-orang Quraisy.
Muhammad mempelajari berbagai kekuatan suku yang menjadi
sekutu orang-orang Quraisy. Dia amati, suku Bani Musthaliqlah sekutu
368 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
orang-orang Quraisy. Mereka itulah yang paling berperan di antara
suku-suku yang lain; dan mereka pula yang menjadi pangkal bencana
di lembah Uhud. Orang-orang Quraisy sangat bergantung pada mereka
dalam melakukan penyerbuan kepada pasukan muslim. Nah, andaikata
dia memerangi mereka dan berhasil mengalahkan mereka, niscaya dia
akan menumbuhkan rasa takut di hati berbagai suku yang menjalin
persekutuan dengan Quraisy.
Dia telah banyak memperoleh barang-barang rampasan dari Bani
Nadhir berupa baju besi, pedang-pedang, dan perlengkapan perang
lainnya. Semuanya merupakan persenjataan perang yang masih baru
diproduksi. Hal ini karena orang-orang Yahudi memang pembuat dan
penjual senjata yang sudah tentu memiliki berbagai macam senjata
pilihan untuk mereka sendiri.
Muhammad telah merampas kuda-kuda mereka yang sudah sangat
terlatih dengan baik, padahal kemenangan pasukan Quraisy di lembah
Uhud terletak pada kekuatan pasukan kudanya.
Maka demikianlah, Muhammad telah melengkapi pasukannya den-
gan berbagai jenis senjata dan perlengkapan perang lainnya, termasuk
sepuluh kuda terlatih yang siap ditunggangi oleh para prajuritnya
untuk terjun ke kancah pertempuran menghadapi dua pasukan kuda
sekaligus.
Kekuatan ini akan mampu menghadapi Quraisy dan sekutu-sekutun-
ya yang bermaksud akan mengadakan pertempuran kembali di lembah
Badar, sebagaimana dijanjikan Abu Sufyan pada saat meninggalkan
lembah Uhud.
Langkah terbaik adalah mengupayakan terpisahnya Quraisy dari
sekutu-sekutunya yang kuat. Hanya saja di Madinah, saat ini sedang
dilanda isu-isu yang menjengkelkan tentang sikap Muhammad yang
telah memprioritaskan pembagian harta rampasan dari Bani Nadhir
kepada kalangan Muhajirin daripada kalangan Anshar.
‘Abdullah bin Ubay menyebarkan isu-isu di kalangan suku Khazraj
bahwa Muhammad senantiasa memprioritaskan orang-orang Muhajirin
di atas mereka, padahal justru merekalah yang telah memberikan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 369
perlindungan kepada orang-orang Muhajirin. Padahal orang-orang
Muhajirin tidak akan mendapatkan tempat berlindung dari kejaran
orang-orang Quraisy, jika bukan karena bantuan orang-orang Anshar.
Sa‘ad bin Ubadah menampung semua gosip yang beredar di tengah-
tengah suku Khazraj, kemudian dia mengajak temannya, seorang
pemuka Aus, untuk menyelenggarakan dialog. Dalam dialog tersebut
mereka mend atangkan ‘Abdullah bin Ubay dan kelompoknya dari
suku Khazraj. Mereka menanyakan tentang gosip yang disebarkannya,
saat Muhammad sedang mengadakan persiapan perang yang sangat
menentukan dengan orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutunya. Dari
manakah engkau memperoleh gosip yang hampir berdampak disinteg-
ritas Madinah dan timbulnya kekacauan?
‘Abdullah bin Ubay menghadapi pertanyaan tersebut dengan
senyum kecil, seolah-olah tak tahu apa-apa sama sekali. Dia menam-
pakkan sikap seolah-olah adanya seseorang yang menyebarkan gosip
itu kepada kelompoknya. Bahkan dia justru menunjukkan sikap tidak
terima atas beredarnya gosip seperti itu.
Sa‘ad bin Mu‘adz dan Sa‘ad bin Ubadah menyatakan dengan te-
gas kepada tokoh-tokoh masyarakat Anshar bahwa Muhammad tidak
pernah mengambil keputusan tanpa mereka berdua. Muhammad telah
mengundang mereka berdua dan sejumlah orang dari kalangan Anshar.
Muhammad menyatakan kekagumannya kepada orang-orang Anshar
atas pelayanan mereka dalam menyambut kedatangan kaum Muhajirin.
“Sesungguhnya saudara-saudara kalian semua dari orang-orang
Muhajirin tidak memiliki harta sama sekali. Jika kalian semua menyetu-
jui, aku akan membagi-bagikan harta Bani Nadhir dan harta kekayaan
kalian semua di antara kalian. Sebaliknya, jika kalian menghendaki,
silakan urus sendiri harta kalian. Aku akan membagi-bagikan sebagian
harta ini untuk orang-orang Muhajirin saja,” demikian ucap Muhammad
kepada mereka berdua ketika itu.
“Silakan engkau bagikan harta ini buat orang-orang Muhajirin; dan
silakan engkau bagi-bagikan harta itu untuk mereka sekehendaknya,”
jawab mereka kecewa.
370 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Setelah Sa‘ad bin Mu‘adz dan Sa‘ad bin Ubadah menjelaskan duduk
persoalan yang sebenarnya kepada orang-orang yang hadir di situ, mer-
eka berdua meminta kepada semua yang mendengarkan untuk berjanji
tak akan berbicara lagi tentang masalah ini. Mereka juga tak akan lagi
menduga yang bukan-bukan terhadap orang-orang Muhajirin. Mereka
diminta berjanji tak akan membiarkan seseorang menyebarkan gosip
tentang saudara mereka yang sama-sama berada dalam satu pasukan
untuk menghadapi satu sasaran, yaitu orang Quraisy.
Akhirnya, orang-orang yang hadir di situ buyar dengan hati lega.
Sorot pandang mereka tertuju pada sosok ‘Abdullah bin Ubay yang
keluar majlis dengan menyungging senyum di bibirnya dan membuka
kedua belah tangannya untuk merangkul Muhammad dan shahabat-
shahabat Muhammad, padahal di dalam hatinya tersimpan sejuta
dendam dan kelicikan!
Persiapan penyerbuan kepada Bani Musthaliq belum selesai, tiba-
tiba dikejutkan dengan kedatangan seorang laki-laki yang bermaksud
melakukan tindakan makar terhadap dirinya. Laki-laki tersebut seorang
pajineman (pembunuh bayaran) yang ditugaskan oleh Abu Sufyan untuk
membunuh Muhammad.
Laki-laki pembunuh bayaran itu memang utusan orang-orang
Quraisy. Tapi bagaimana mungkin ia dapat menyelinap masuk ke Ma-
dinah? Dan di manakah selama ini kiranya dia tinggal dalam waktu
berhari-hari untuk menunggu kesempatan yang tepat? Siapa gerangan
orang yang menjadi penunjuk kesempatan kepadanya untuk melakukan
pembunuhan terhadap Muhammad?
Siapa mereka, tak seorang pun yang tahu. Semua pandangan me-
mang tertuju pada ‘Abdulllah bin Ubay. Tapi dia justru yang menampak-
kan sikap tidak terima di hadapan orang-orang atas usaha pembunuhan
tersebut. Bahkan ‘Abdullah menunjukkan sikapnya yang serius untuk
membela hidup Muhammad.
Pada waktu itu sikap tak terima dan keseriusan ‘Abdullah melind-
ungi Muhammad nampak jauh lebih menonjol dibandingkan dengan
shahabat-shahabat dekat Muhammad, seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Ut-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 371
sman, ‘Ali, Sa‘ad bin Mu‘adz, Zaid bin Haritsah, dan shahabat-shahabat
yang lain.
Selanjutnya, ‘Abdullah bin Ubay kembali menyungging senyum
kecilnya dan membuka kedua belah tangannya untuk merangkul Mu-
hammad dan para shahabat Muhammad.
Dua dan tiga kali Muhammad terus dikejutkan oleh orang yang
berusaha membunuh putrinya. Demikian beberapa hari lamanya ber-
langsung suasana yang mencekam. Sa‘ad bin Abi Waqqash semalaman
menjaga Muhammad dengan sebilah pedangnya.
Tak seorang pun mengetahui bagaimana pembunuh bayaran yang
dikirim Abu Sufyan itu menyelinap masuk ke Madinah. Mungkinkah hal
itu berasal dari orang-orang Yahudi yang terusir?
Setiap kali Muhammad atau salah seorang shahabatnya menjadi
sasaran pembunuhan, dan sorot mata kebencian tertuju pada ‘Abdul-
lah bin Ubay, maka ‘Abdullah bin Ubay justru lebih menampakkan
kemarahannya dan kedukaannya atas peristiwa tersebut. Selanjutnya,
lagi-lagi dia menyunggingkan senyum di kedua bibirnya, sementara
kedua belah tangannya direntangkan untuk merangkul leher Muham-
mad.
Beberapa orang teman Muhammad mengutus seseorang untuk
menghabisi nyawa Abu Sufyan secara sembunyi-sembunyi. Tapi, hal ini
tercium oleh Muhammad, maka diutuslah seseorang oleh Muhammad
untuk menyusul orang suruhan tersebut dan orang-orang yang meny-
uruhnya, karena cara keji semacam ini tidak layak bagi Muhammad.
Biarkan saja, pada saatnya nanti Muhammad akan menghajar Abu Su-
fyan dan akan membunuhnya secara jantan dengan berhadap-hadapan
satu lawan satu.
Cara seperti ini bukanlah aplikasi nilai-nilai yang diajarkan Muham-
mad, bahkan termasuk perbuatan yang dibencinya dan diperintahkan
kepada shahabat-shahabat agar mengutuknya. Hanyalah ular berbisa
dan binatang melata saja yang akan menyerang musuhnya secara tiba-
tiba dari belakang.
372 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Sudah seminggu lamanya suasana diwarnai dengan ketegangan
dan ketakutan yang mencekam, sehingga tidak ada kesempatan untuk
mempersiapkan penyerbuan pada Bani Musthaliq, sekutu Quraisy yang
kuat.
Minggu demi minggu terus berlalu, maka sampailah pada batas
waktu yang telah dijanjikan Abu Sufyan tahun lalu pada hari kemenan-
gannya di lembah Uhud.
Muhammad mengerahkan seluruh pasukannya untuk bertempur
dengan pasukan Quraisy bersama dengan segenap sekutunya. Sebuah
pertempuran yang dapat membersihkan noda-noda kekalahan di lem-
bah Uhud.
Akhirnya, sampai juga pada waktu keberangkatan ke medan laga.
Dalam rentang batas waktu semasa kepergiannya, Muhammad menu-
gaskan ‘Abdullah bin Ubay untuk menggantikan posisinya di Madinah.
‘Abdullah bin Ubay memang memendam impian-impian mahkota
kepemimpinan itu. Mereka mengumpulkan barang berharga untuk
‘Abdullah bin Ubay sebelum Muhammad tiba.
Sejak itu iri dengki kian bersarang dan mekar di hati ‘Abdullah bin
Ubay. Maka demikianlah, dia mencoba menduduki posisi sebagai raja;
dan dia boleh merasa puas dengan kelicikan-kelicikan yang diperbuat-
nya.
Muhammad berangkat menuju lembah Badar dengan persiapan
yang prima untuk menghadapi suatu pertempuran yang akan menelan
waktu cukup lama. Kedua orang istrinya ikut menyertainya. Di hadapan
pasukannya, Muhammad menyampaikan pidato bahwa pertempuran
memakan waktu yang cukup lama, karena orang-orang Quraisy tidak
akan menyerah kalah, setelah mereka mengenyam kemenangan di
lembah Uhud dan kegagalan upaya mereka untuk melakukan pem-
bunuhan terhadap dirinya secara licik.
Di samping itu, kedatangan pasukan Quraisy kali ini bersama
sekutu-sekutu barunya yang lebih besar jumlahnya daripada sekutu-
sekutu yang pernah menyertai mereka dalam lembah pertempuran di
lembah Uhud.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 373
Muhammad bersama pasukannya berusaha datang lebih dulu ke
lembah Badar untuk mencari posisi yang strategis. Ketika itu, persis
pada musim panas yang biasanya tidak ada orang bekerja. Muhammad
merasa khawatir pasukannya akan dilanda kegelisahan karena terik
panas matahari yang menyengat kulit. Maka dia berusaha meyakinkan
mereka bahwa orang-orang yang berjuang akan memperoleh pahala
yang berlipat-ganda, sesuai dengan tantangan situasi dan kondisi yang
dihadapinya.
Sepanjang jalan Muhammad berbincang-bincang dengan pasukan-
nya. Dia melihat seorang prajuritnya kepayahan, terengah-engah di
atas punggung untanya yang kurus dan lemah kepayahan.
“Maukah engkau menjual untamu kepadaku?” tanya Muhammad
kepada laki-laki itu dengan bercanda.
“Bagaimana kalau kuberikan saja kepadamu?”
“Jangan. Jual saja kepadaku,” ucap Muhammad lagi.
“Tapi harganya berapa, Rasulullah?” tanyanya.
“Satu dirham,” jawab Muhammad.
“Tidak, sebab jika begitu, engkau berarti menang kepadaku, Ra-
sulullah,” sangkalnya.
“Bagaimana kalau dua dirham?” tanya Muhammad kembali sambil
tertawa.
Tiada henti-hentinya bercakap-cakap dengan laki-laki itu, hingga
terasa hilang penatnya.
Selanjutnya, Muhammad mempercepat lari kudanya dan akhirnya
mendekati seorang pemuda yang kepayahan oleh sengat matahari juga.
“Kamu sudah menikah?” tanya Muhammad memulai percakapan.
“Sudah, Rasulullah,” jawabnya lirih.
“Perawankah atau janda?” beliau tanya lagi.
“Janda Rasulullah,” akunya.
“Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang perawan, biar
lebih mesra?” tanya Muhammad lanjut sambil tersenyum.
374 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
“Masalahnya aku ini ditinggal mati oleh ayahku waktu perang Uhud.
Beliau meninggalkan tujuh orang anak perempuan. Untuk itulah, aku
mengawini seorang perempuan yang dapat mengurusi mereka.”
“Tepat sekali keputusanmu,” ucap Muhammad kepada pemuda
itu.
Muhammad meninggalkan pemuda itu, untuk kemudian berbin-
cang-bincang dengan prajurit-prajurit yang lain. Muhammad terus
ngobrol-ngobrol, bersenda-gurau bersama prajuritnya yang lain untuk
menghilangkan rasa kesal dan capek dengan tawa dan canda.
Demikianlah, dia menciptakan suasana yang enjoy dengan senda-
gurau dalam perjalanan yang melelahkan di bawah sengatan terik
matahari, hingga akhirnya sampai di lembah Badar.
Di sebuah mata air lembah Badar, pasukan Muhammad membangun
markas di bawah terik sinar matahari yang hampir membakar ranting-
ranting yang hijau.
Muhammad menduduki posisi di samping mata air itu, sebagaimana
pernah dilakukannya pada pertempuran Badar pertama. Selanjutnya,
Muhammad memilih beberapa orang prajurit untuk menempati posisi
yang terletak di antara mata air dan pasukan Quraisy, manakala mereka
datang.
Di mana Hamzah sekarang?
Pasukan muslim menempati mata air, sambil menunggu kedatangan
Abu Sufyan sesuai dengan janjinya. Tapi Abu Sufyan tak kunjung jua
datang.
Muhammad khawatir, semua ini hanyalah siasat belaka. Barangkali
saja pasukan Quraisy mereka tinggal di situ, hingga mereka kesal dan
tersiksa oleh panas matahari. Jika mereka nanti bermaksud akan pu-
lang lagi ke Madinah, maka pasukan Quraisy akan menyerbu mereka
secara tiba-tiba di mana mereka senantiasa berada dalam kondisi yang
sangat payah di tengah perjalanan.
Seseorang datang menghadap kepada Muhammad dan menyam-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 375
paikan berita bahwa Abu Sufyan tidak akan datang.
Muhammad memutuskan masih akan menunggu hingga datang lagi
informasi yang dapat meyakinkan dirinya.
Suatu informasi dari pamannya menyatakan bahwa Abu Sufyan
tidak akan datang menemuinya dalam tahun ini. Sebenarnya, ia telah
berangkat dengan sejumlah pasukan Quraisy dan berjanji dengan
sekutu-sekutunya untuk bertemu di suatu tempat di tengah jalan. Tapi
rupanya dia mendengar bahwa pasukan yang menyertai Muhammad
berjumlah besar, lengkap dengan persenjataan produk baru dan kuda-
kuda terlatih. Tampaknya, dia memperhitungkan hal ini. Dia melihat,
pertempuran akan berakibat kekalahan di pihaknya. Di samping itu,
pihak Quraisy akan menghadapi pasukan yang memiliki tekad kuat
untuk membalas kekalahan di bawah panasnya terik matahari meny-
engat.
Dengan pertimbangan itulah, Abu Sufyan memutuskan untuk
mengurungkan pertempuran pada tahun ini. Tapi dia mempersiapkan
segalanya untuk mengadakan pertempuran tahun depan. Hanya saja,
dalam pertengahan tahun ini, dia akan membuat pusing kepala Muham-
mad di Madinah, setelah Muhammad berhasil menguasai Madinah, lalu
menggantikan kedudukannya kepada ‘Abdullah bin Ubay dan berhasil
mengusir Yahudi Bani Nadhir.
Abu Sufyan mengumpulkan komandan-komandan pasukannya, dia
mengatakan: “Tahun ini adalah tahun kekeringan. Kiranya tahun yang
lebih baik bagi kalian adalah tahun subur, tahun melepaskan ternak
dan minum susu. Aku akan kembali saja.” Maka kembalilah Abu Sufyan
diiringi oleh anggota pasukannya dengan mendapat caci-maki dari
sekutu-sekutunya.
Berita tentang mundurnya Abu Sufyan dan pasukannya, karena
takut bertarung melawan Muhammad, tersebar luas ke berbagai suku.
Akhirnya, Muhammad memutuskan kembali ke Madinah dengan mem-
bawa kemenangan, walaupun tanpa harus bertarung dalam kancah
pertempuran.
Dengan adanya kemenangan tanpa pertarungan ini, Muhammad
376 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
memerintahkan kepada para penyairnya agar mengumandangkan ke-
menangan ini. Maka bergemalah di padang pasir yang luas, syair-syair
yang menyanjung-nyanjung kegagahan pasukan muslim dan ejekan-
ejekan kepada Abu Sufyan serta ejekan kepada orang-orang Quraisy
dan sekutu-sekutunya. Muhammad pulang dengan hati riang ke tengah-
tengah para istrinya, setelah melihat nasib baik yang dialami ‘Aisyah
dalam pertempuran yang tanpa pertarungan tersebut.
‘Aisyah adalah istri beliau termuda yang merasa dirinya paling di-
cinta dan dimanja. Sebelum keberangkatannya ke medan pertempuran,
Muhammad biasa mengundi di antara para istrinya. Ternyata undian
yang keluar kali ini berpihak pada dirinya dan Hafshah binti ‘Umar.
Maka berangkatlah mereka berdua menyertai kepergian Muhammad.
Ketika malam tiba, sementara itu iring-iringan tentara berada di
tengah perjalanan menuju ke lembah Badar, ‘Aisyah bermaksud ingin
mengetahui kata-kata Muhammad yang diucapkan kepada istri-istrinya
yang lain. Maka ‘Aisyah membuat kesepakatan dengan Hafshah untuk
bertukar kendaraan.
‘Aisyah tahu jika malam tiba, suaminya suka berbincang-bincang
dengan dirinya dengan tetap berada di atas untanya. Benar, saat
malam tiba, Muhammad mendekati unta ‘Aisyah, namun dia mendapati
Hafshah yang menaikinya. Muhammad melihat sekilas bahwa ‘Aisyah
berada di atas unta Hafshah, berusaha mendekat dan menguping pem-
bicaraan mereka berdua. Muhammad melihat gelagat ‘Aisyah seperti
itu dan ia juga tahu yang diinginkan oleh ‘Aisyah. Oleh karena itu,
Muhammad bermaksud akan memberikan pelajaran kepadanya. Maka
dia pun memperlakukan Hafshah dengan mesra sekali.
Muhammad pura-pura tidak tahu apa yang dilakukan ‘Aisyah.
Sejatinya malam itu adalah malam jatah giliran buat ‘Aisyah, tapi
beliau n sengaja bermalam di tenda yang ditempati Hafshah. Keeso-
kan harinya, ‘Aisyah menceritakan kepada Hafshah, bahwa semalam
dirinya mencari-cari suaminya, tapi tidak mendapatkannya. Maka
bergeloralah rasa cemburu, hingga ia berjalan dengan kaki telanjang
di atas rerumputan padang pasir, lalu memasukkan kakinya ke semak-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 377
semak (lantaran kesal) seraya berkata: “Wahai Rabb, kalau begini,
tolong datangkan saja ular atau kalajengkiang untuk menggigitku.”
g
Dengan fenomena kecemburuan seperti ini, maka selanjutnya
setiap kali Muhammad hendak pergi ke suatu pertempuran dengan
mengundi di antara para istrinya, maka tak seorang pun di antara
mereka –termasuk ‘Aisyah sekalipun– yang merelakan madunya pergi
bersama beliau.
g
Setelah mundurnya pasukan Quraisy dalam pertempuran tahun
ini, semua peperangannya menjadi semacam ajang pameran kekua-
tannya di hadapan suku Quraisy dan sekutunya. Sekalipun Muhammad
masih belum bentrok dalam suatu pertempuran dengan siapa pun,
tapi mereka berusaha menghindar terlibat bentrokan dengannya.
Dan tak seorang pun berani lagi melakukan penyergapan terhadap
para shahabatnya. Tapi, peristiwa ini sama sekali tak meruntuhkan
Bani Musthaliq. Mereka merasa sebagai sekutu Quraisy dan yang pal-
ing kuat. Mereka menguasai sektor perdagangan, mempunyai banyak
harta dan budak-budak kulit hitam. Mereka membiarkan orang-orang
Quraisy menjadi pemimpin, karena orang-orang Quraisy dekat dengan
Ka‘bah yang menjadi tuhan-tuhan mereka.
Bani Musthaliq tidak sampai hati akan membiarkan Quraisy tanpa
ada yang membela. Maka mereka mengutus para penyair untuk
menemui Abu Sufyan, agar mengumandangkan syair-syair caci-maki
kepada Muhammad. Pemimpin Bani Musthaliq yang bernama Al-Harits
mengajak suku-suku yang ada di sekitarnya agar bergabung dalam se-
kutunya. Al-Harits berhasil mengumpulkan pasukan yang cukup besar
dari suku-suku yang bertempat tinggal di sepanjang Laut Merah.
Selanjutnya, kini yang memegang komandan pasukan Quraisy
adalah Bani Musthaliq dan Harits yang akan menggantikan posisi Abu
Sufyan sebagai pembawa bendera, sebab dia lebih pantas menduduki
posisi tersebut daripada Abu Sufyan.
378 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Muhammad mengetahui langkah-langkah yang dilakukan Al-Harits.
Karena itu, sebelum Bani Musthaliq mengadakan persiapan penuh dan
menyerbu, Muhammad memutuskan untuk pergi ke medan pertem-
puran terlebih dahulu. Selanjutnya, Muhammad memulai mencari
tempat pilihan yang tepat untuk dijadikan arena pertempuran.
Muhammad mengumpulkan orang-orang untuk mengad akan musy-
awarah. Akhirnya, mereka menyepakati keputusan sesuai dengan
pendapat yang dikemukakannya. Secara khusus, Muhammad meminta
pendapat ‘Abdullah bin Ubay juga di hadapan orang-orang yang hadir
ketika itu. ‘Abdullah bin Ubay setuju juga dengan pendapat yang
dikemukakannya dengan sebuah harapan, agar Muhammad mewakilkan
segala aktivitasnya lagi di Madinah berada di bawah komandonya. Yah,
untuk sekali lagi.
Tapi Muhammad meminta kesediaan ‘Abdullah bin Ubay untuk
mengadakan persiapan juga, karena dia akan menugaskannya sebagai
pemegang bendera suku Khazraj.
Muhammad berhasil mengerahkan sebanyak 1.500 personil dan
sejumlah kuda dan unta yang kecil jumlahnya, kemudian Muhammad
mengadakan undian di antara istri-istrinya. Undian tersebut jatuh pada
‘Aisyah.
Muhammad mempercepat keberangkatan tentaranya untuk melaku-
kan penyerbuan terhadap Bani Musthaliq. Muhammad mendapati mer-
eka sedang menempuh sebuah dataran terbuka dekat rumah mereka.
Muhammad memer intahkan kepada pasukannya agar menyerbu mereka
yang sedang berada di sebuah dataran terbuka itu.
Dengan instruksi itu, dilakukanlah serangan kilat dengan mengerah-
kan seluruh kekuatan pasukannya. Al-Harits, komandan tertinggi
pasukan Bani Musthaliq, terkena anak panah. Dia jatuh tersungkur
mendekap lukanya. Maka kocar-kacirlah barisan pasukan Bani Musthaliq
menghadapi derasnya anak panah dan pasukan muslim yang meny-
erbu dengan pedang terhunus dan menunggang kuda. Demikian pula
pemimpin-pemimpin Bani Musthaliq yang lain berjatuhan bersimbah
darah setelah Al-Harits juga jatuh bersimbah darah.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 379
Pasukan Bani Musthaliq menjadi kian kacau-balau. Mereka sama
sekali tak pernah membayangkan akan menghadapi kekuatan dan
kekompakan pasukan Islam sebagaimana mereka temui ketika itu,
setelah mereka pernah melihat kekuatan pasukan muslim di lembah
Uhud.
Prajurit-prajurit Bani Musthaliq banyak yang mulai melarikan diri.
Sementara itu pula, prajurit-prajurit muslim kini memperkuat serbuan,
hingga akhirnya sekitar 200 prajurit Bani Musthaliq tertawan dan
sejumlah harta berupa unta, kuda, dan barang-barang mereka dapat
dirampas dan berada di bawah kekuasaan pasukan muslim.
Barulah Muhammad merasa sedikit lega dan tenang pikirannya
dari ancaman musuh yang tak kalah bahayanya daripada orang-orang
Quraisy. Kini, setelah kemenangan ini, dia akan memenuhi perbenda-
haraan Madinah dalam tempo yang cukup lama. Siapa lagi yang mau
menjadi sekutu Quraisy setelah ini, jika melihat Bani Musthaliq sudah
terkapar?
Pemimpin Bani Musthaliq, Al-Harits, terluka parah; dan anak
perempuannya menjadi tawanan perang. Sementara Muhammad
membagi-bagikan tawanan, baik laki-laki maupuan perempuan, kepada
tentara-tentaranya yang ikut ambil bagian dalam penyerbuan tersebut.
Barrah binti Harits, anak gadis pemuka Bani Musthaliq, menjadi bagian
seorang laki-laki miskin. Laki-laki itu berharap akan memperoleh ba-
gian harta anak gadis Al-Harits tadi. Oleh karena itu, laki-laki miskin
itu menjadikan Barrah sebagai budak yang harus membayar cicilan
tebusan dalam jumlah yang besar untuk kemerdekaannya.
Namun apa boleh buat, hartanya menjadi habis juga karena
menjadi barang rampasan perang, sehingga karenanya, si gadis anak
perempuan Al-Harits itu akhirnya pergi menemui Muhammad untuk
menyampaikan pen gaduannya.
“Aku adalah anak gadis Al-Harits, pemimpin Bani Musthaliq. Aku
tertimpa bencana yang sudah tidak samar lagi bagimu,” akunya.
Selanjutnya, gadis itu menjelaskan bahwa laki-laki yang mendapat
bagian dirinya lebih menginginkan hartanya untuk kemerdekaannya.
380 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Dia mendesak Muhammad untuk menyerahkan hartanya kepada lelaki
miskin itu.
Pengaduan putri sang komandan Al-Harits itu dipertimbangkan
oleh Muhammad. Andaikata Barrah binti Harits dimerdekakan dan
dipulangkan ke tengah-tengah kaumnya, niscaya dia dapat membangun
semangat baru lagi dan sudah pasti akan memimpin kaumnya untuk
menuntut balas atas kekalahan ayahnya.
Kedua belah mata gadis itu memang memancarkan sorot keberanian.
Paras mukanya yang elok luar biasa cantiknya menyimpan suatu kebera-
nian yang memberikan dugaan kuat bahwa dia akan mampu menerjang
berbagai tantangan.
“Apakah kamu mau kuberi jalan keluar yang lebih baik dari itu?”
demikian tanya Muhammad sambil menatap tajam gadis itu.
“Apa itu?” tanya gadis itu.
“Aku akan membayar uang tebusanmu, lalu menikahimu,” tawar
Muhammad.
“Ya,” ucap gadis itu menyetujui tawarannya.
“Baik. Kalau begini, akan kulakukan.”
Akhirnya, Muhammad membayar uang tebusannya kepada laki-laki
miskin itu, kemudian dia mengajak gadis itu masuk Islam, lalu dia
menikahinya. Setelah itu, menyusul pula tawanan-tawanan yang lain.
Dengan peristiwa pernikahan politis ini, Bani Musthaliq menemukan
pertalian nasab yang mulia. Mereka mem andang Muhammad bagai
seorang raja yang berkuasa di Madinah dan suku-suku yang bersekutu
dengan Madinah.
Kini Muhammad menduduki puncak posisi yang menjulang tinggi,
di mana semua pemimpin suku-suku yang lain di Semenanjung Arabia
tidak bisa menandinginya.
R
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 381
382 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
Gosip perselingkuhan ‘Aisyah meng-
goyang reputasi Muhammad
P a s c a p e r t e m p u r a n s e n g i t n y a m e l a w a n k e k u a t a n
Bani Musthaliq, kini Muhammad siap pulang
kembali lagi ke Madinah dengan konvoi kemen angan. Dalam sekali han-
tam, dia berhasil meraih keberhasilan melebihi apa yang diharapkan.
Dia menyerbu Bani Musthaliq di rumah-rumah mereka. Dia mampu
menunjukkan kekuatan di mata orang yang coba-coba berani menja-
lin hubungan baik dengan pihak Quraisy. Dia juga berhasil merampas
sejumlah harta benda, pedang-pedang, dan perabot-perabot rumah
tangga yang memberikan keagungan dan sekaligus pertahanan pada
Madinah.
Muhammad menjamin bahwa pasca pertempuran itu, Bani Musthaliq
tak akan dapat menuntut balas atas kekalahan mereka, sebab dia telah
berhasil memperistri anak gadis pemimpin mereka, Al-Harits, yang
kemudian ayah anak gadis itu, saudaranya, dan kaumnya memeluk
agama Islam. Kini mereka berkesimpulan bahwa lebih baik mereka
menjadi pembela-pembela Muhammad saja, lantaran telah terjalin
hubungan kekerabatan dengan Muhammad....
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 383
Muhammad mengubah nama anak gadis Harits dengan nama baru,
yaitu Juwairiah. Dia menunjukkan sikap hormatnya kepada gadis itu,
sebagai upaya menghapus luka-lukanya, setelah kaumnya menderita
kekalahan, pada sebuah tangan yang menggenggam tangan kekua-
saan dengan lemah-lembut yang belum pernah ditemui sebelumn ya.
Namun kehadiran gadis itu menjadi bagian dalam keluarga Muham-
mad, menyebabkan kondisi psikologis ‘Aisyah sempat amburadul
dan merasa cemburu atas semua ini lantaran istri barunya itu lebih
dominan dalam hal apa pun dibanding istri-istrinya yang lain, ter-
masuk juga diri ‘Aisyah.
Adanya persekutuan bersama pihak Bani Musthaliq, ternyata tidak
mampu mengubah sikap cemburu yang menyiksa ‘Aisyah kepada istri
barunya yang teramat cantik itu. ‘Aisyah justru merasa bahwa kehadi-
ran Juwairiah di sisi Muhammad hanya akan menyaingi dirinya. Hal
ini dikarenakan selain usia Juwairiyah masih muda belia seperti usia
dirinya, ia juga paling cantik di antara istri-istrinya, bahkan dengan
dirinya sekalipun.
Muhammad tak ingin melukai hati ‘Aisyah dalam meraih kesenangan
yang diraihnya. Akan tetapi, betapapun telah diupayakan dengan
berbagai cara, ‘Aisyah merasakan duka yang sangat menggelisahkan
batinnya, menyiksanya, dan membuat menderita dalam gelora api
kecemburuan yang menyala-nyala. Demikianlah, sebab baginya,
kemenangan pertempuran yang luar biasa gemilangnya dan strategi
politik barunya, telah merusak hati cinta suaminya.
‘Aisyah hampir jatuh sakit, lantaran memendam duka derita cemburu.
Hanya saja, ketika itu terasa kurang layak membicarakan masalah
tersebut, karena tampaknya ada persoalan lain yang lebih serius, yaitu
persoalan gosip yang disebarkan oleh ‘Abdullah bin Ubay di kalangan
orang-orang Anshar atas pembagian harta rampasan yang terasa lebih
banyak diberikan kepada orang-orang Muhajirin. Bagaimana mungkin
harta rampasan itu lebih banyak diberikan kepada mereka?
Sebelum melangsungkan pembagian harta rampasan, Muhammad
meluangkan waktunya untuk melepaskan para tawanan. Selan-
384 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
jutnya, sebagian para shahabatnya, secara khusus mengajarkan
keislaman kepada mereka. Dia mengingat perjanjian dengan Bani
Musathaliq agar mereka menjadi kekuatan yang membela Islam di
tepian Laut Merah.
Akan tetapi, tebaran gosip yang menyulut kecemburuan sosial di hati
orang-orang Anshar terhadap orang-orang Muhajirin berhasil dilakukan
oleh ‘Abdullah bin Ubay.
“Hati-hatilah kalian semua kepada Muhammad, sebab dia akan
senantiasa bersikap lebih mengutamakan orang-orang Anshar terhadap
orang-orang Muhajirin berhasil dilakukan oleh ‘Abdullah bin Ubay.
“Hati-hatilah kalian semua kepada Muhammad, sebab dia akan
senantiasa bersikap lebih mengutamakan orang-orang Muhajirin; dan
orang-orang Muhajirin akan terus merasa sebagai kelompok yang lebih
terhormat,” demikianlah gosip yang disebarkan oleh ‘Abdullah bin
Ubay.
Di hati ‘Abdullah bin Ubay dengan sebagian orang-orang kaya dari
kalangan Anshar memendam suatu ambisi untuk memperoleh sebagian
harta rampasan tersebut, padahal keputusan Muhammad akan me-
nyerahkan harta rampasan tersebut kepada orang-orang Muhajirin,
agar mereka tidak lagi menggantungkan hidup pada santunan orang-
orang Anshar. Selama ini dia memang menginginkan secepatnya dapat
mengentaskan penderitaan dan beban hidup yang melilit orang-orang
Muhajirin, karena memang dia selama ini sering kali menyitir kepada
orang-orang:
“Kemiskinan itu hampir-hampir dapat menjerumuskan seseorang pada keku-
furan.”
Dia menginginkan terciptanya kondisi yang dapat menjembatani
ketimpangan sosial antara si kaya dan si miskin, sehingga dapat ter-
hindar dari sentralisasi harta pada kalangan kelompok elite belaka.
Dia lalu membacakan ayat berikut kepada mereka:
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 385
“Apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang
berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di kalangan orang-orang
kaya saja di antara kalian.” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Akan tetapi, keputusan ini diterima dengan berat hati oleh ‘Abdul-
lah bin Ubay. Dalam hati kecilnya terpendam suatu keinginan yang
besar untuk memperoleh harta rampasan itu dan menuntut adanya
kondisi sentralisasi harta rampasan di kalangan elite masyarakat.
‘Abdullah bin Ubay mencari trik untuk menimbulkan ketidak-puasan
dan penilaian salah di hati orang-orang Anshar atas pembagian harta
rampasan ini, tapi niat jahat itu tak berhasil dia lakukan.
Seorang laki-laki dari suku Khazraj disuruh oleh ‘Abdullah bin Ubay
agar mendesak seorang laki-laki dari Muhajirin yang sedang mengam-
bil air di sebuah sumur. Tidak terima diperlakukan begitu, laki-laki
Muhajirin itu lalu mendorong laki-laki Khazraj hingga terjatuh. Maka
minta tolonglah si laki-laki Khazraj itu seraya berteriak: “Wahai orang-
orang Anshar!” Sepontan, sebagian dari anak buahnya ‘Abdullah bin
Ubay datang hendak menolongnya. Sementara laki-laki Muhajirin itu
berteriak: “Hai orang-orang Muhajirin!”
Maka berdatanganlah beberapa orang Anshar dan Muhajirin ke su-
mur itu hingga akhirnya tempat tersebut menjadi sesak. Kesempatan
baik itu tidak disia-siakan oleh ‘Abdullah bin Ubay. Maka berdirilah
‘Abdullah bin Ubay, menyampaikan pidatonya di tengah orang Anshar.
“Bukankah orang-orang Muhajirin yang bikin ulah? Mereka telah
memusuhi kita. Mereka merasa menjadi kelompok mayoritas di tengah-
tengah kita. Demi Allah, sesungguhnya di antara kita dan mereka lak-
sana sebuah pepatah yang mengatakan: ‘Gemukkanlah anjingmu, maka
ia akan memangsamu.’ Ingatlah! Demi Allah, andaikata kita pulang
kembali ke Madinah, niscaya orang-orang terhormat akan mengusir
386 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
orang-orang hina dari Madinah,” demikian ucap ‘Abdullah bin Ubay.
Selanjutnya, ‘Abdullah bin Ubay berkata yang ditujukan khusus
kepada kelompoknya: “Ini semua adalah akibat ulah kalian sendiri.
Kalian semua telah memperbolehkan negeri kalian dijadikan tempat
tinggal untuk mereka. Kalian semua telah sudi membagi harta kekayaan
kepada mereka. Ingatlah! Demi Allah, andaikata kalian semua tidak
mau menyerahkan harta kekayaan kepada mereka, niscaya mereka
akan pindah dari negeri kalian.”
Peristiwa di sumur itu didengar oleh Muhammad dan ia langsung
bergegas ke tempat kejadian perkara yang telah banyak orang berkeru-
munan sambil berteriak menegur mereka. Selanjutnya, dia memanggil
‘Abdullah bin Ubay, lalu menanyakan apa yang telah dikatakannya.
Tapi ‘Abdullah bin Ubay menyangkal terhadap semua kenyataan
yang telah dikemukakannya. Bahkan dia mengatakan, di antara mereka
ada seseorang yang telah membuat informasi palsu.
‘Umar datang dan segera ia mendekat dan berbisik kepada Muhm-
mad seraya berkata: “Bagaimana kalau aku bunuh saja dia?”
Berkali-kali ‘Umar sudah menyarankan agar Muhammad membunuh
‘Abdullah bin Ubay, tapi Muhammad selalu menjawab: “Bagaimana
menurut pendapatmu, jika sampai orang-orang mengatakan: ‘Muham-
mad telah membunuh shahabatnya?’”
‘Umar sangat muak kepada ‘Abdullah bin Ubay di mana senyum
liciknya dan kedua belah tangannya selalu terbuka untuk merangkul
Muhammad serta kata-katanya yang lemah-lembut tapi menyimpan
kepalsuan. Kelemah-lembutan kata-katanya jelas menyimpan keben-
cian yang tak diragukan lagi. Secara terang-terangan, ‘Umar menun-
jukkan rasa muaknya kepada ‘Abdullah bin Ubay. Setiap kali keduanya
berpapasan, ‘Abdullah bin Ubay merasakan sorot pandang ‘Umar telah
merobek-robek topeng-topeng palsunya satu per satu.
Muhammad memperhatikan wajah-wajah orang Anshar dan kemu-
dian salah seorang tokoh mereka mengatakan: “Barangkali saja orang
yang menyampaikan informasi mengenai pernyataan yang dilontarkan
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 387
‘Abdullah bin Ubay masih diragukan validitasnya.”
Beberapa orang Anshar masih saja menaruh simpati kepada Bin
Ubay.... Sebab bin Ubay sendiri memang berlagak tak menampilkan
kedengkian agar sikapnya terlihat lembut dan patuh di mata orang
lain..., padahal di dalam lubuk hatinya ia memendam kedengkian yang
menggelora. Dan kedengkiannya itu ternyata tak dapat disembunyikan
dari pandangan ‘Umar. Dan memang, kedengkian Bin Ubay itu takkan
bisa kentara jelas, melainkan hanya di mata mereka yang betul-betul
tak suka padanya.
Sementara Muhammad menunggu kata-kata yang akan diucapkan
oleh seorang dari kalangan Anshar. Sementara itu pula, Muhammad
mengisyaratkan kepada orang-orang Muhajirin agar tetap diam. Maka
tampillah seorang dari kalangan Anshar mengemukakan komentarnya:
“Dia mengatakan bahwa jika kita telah kembali ke Madinah nanti,
maka orang yang mulia benar-benar akan mengusir orang yang hina
dari Madinah. Maka engkaulah, wahai Rasulullah yang akan mengusir
dia dari Madinah, jika engkau mau. Dia itulah, demi Allah, orang yang
hina dan engkaulah orang yang mulia.”
Seorang laki-laki yang lain berkata pula: “Kasihanilah dia, sebab
dia memandang engkau telah merebut kekuasaannya.”
Selanjutnya, terlontarlah ungkapan-ungkapan yang bernada ejekan
kepada ‘Abdullah bin Ubay dari beberapa orang Anshar.
Mereka merasakan kekecewaan yang menyelimuti hati Muhammad,
setelah mengetahui kebohongan ‘Abdullah. Salah seorang dari kalan-
gan orang-orang Anshar membela ‘Abdullah, maka dia mendustakan
kepada teman-temannya yang lain. Namun sebenarnya mereka merasa
tidak simpatik terhadap kelicikan-kelicikan yang diperbuat ‘Abdullah.
Mereka sangat mengagumi kemampuan Muhammad dalam menahan
emosi menghadapi semua itu. Tetapi dengan segala kebohongan dan
kelicikan yang selalu diperbuatnya, mereka saling merebut akan
menghajar ‘Abdullah.
Sementara itu, ‘Abdullah bin Ubay hanya terdiam, menundukkan
kepalanya. Dia sudah kehabisan akal untuk menyodorkan apologis-
388 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
apologis liciknya. Tak ada kata-kata lagi untuk meluncur dari mulutnya.
Senyum khasnya yang biasanya tersungging di bibirnya, kini membeku.
Tubuhnya mulai tampak gemetar ketakutan.
Orang-orang suku Khazraj yang merupakan kelompok ‘Abdullah,
mengajukan tuntutan kepada Muhammad agar menjatuhkan hukuman
kepada ‘Abdullah bin Ubay sebagaimana hukuman yang dikenakan pada
orang-orang yang melakukan perbuatan destruktif di permukaan bumi.
Demikian pula salah seorang pemuka Khazraj dan Aus mengajukan
tuntutan agar Muhammad menjatuhkan pidana mati kepada ‘Abdul-
lah. Tuntutan-tuntutan itu datang dari para pemuda-pemuda Anshar,
sedangkan Muhammad tetap diam hanya menatap tajam ‘Abdullah
yang kini dalam kondisi gemetar, tak kuasa lagi mengulum senyum
licik di bibirnya.
Tak lama kemudian, dengan semangat menggelora putra ‘Abdul-
lah bin Ubay sendiri (yakni ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Ubay –edt.)
berbicara kepada Muhammad n: “Demi Allah, seantero masyarakat
Khazraj telah tahu bahwa tak seorang pun dari kalangan mereka yang
lebih berbakti kepada orang tuanya melebihi diriku. Aku khawatir, jika
engkau memerintahkan seseorang selainku untuk membunuh ayahku,
lalu orang itu betul-betul melaksanakannya, kemudian diriku tak sang-
gup melihat pembunuh ayahku itu bebas berkeliaran di tengah-tengah
manusia, sehingga aku balas membunuhnya. Padahal dengan begitu,
aku telah membunuh seorang mukmin lantaran dia telah membunuh
orang kafir, lalu aku masuk neraka karenanya. Untuk itu, izinkan agar
aku saja yang membunuhnya.”
“Tidak, bahkan kita akan memperlakukannya dengan ramah dan
akan tetap menjalin hubungan baik dengannya, selama dia masih
bersama kita,” ucap Muhammad kepada putra ‘Abdullah bin Ubay.
Ucapan Muhammad membuat orang-orang heran, padahal tangan-
tangan mereka sedang menghunus pedang. Masing-masing mereka
sudah menunggu untuk memperoleh kehormatan: menghabisi nyawa
‘Abdullah bin Ubay.
Ketika mereka mendengar pengampunan dari Muhammad, serentak
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 389
mereka menyergap ‘Abdullah dengan sikap kasar. Tapi, Muhammad
mengatakan kepada ‘Umar: “Biarkan saja dia pergi,” pintanya.
Muhammad kemudian melanjutkan perjalanannya bersama ‘Umar
dengan menunggang kuda.
“Demi Allah, andai saja engkau membunuh ‘Abdullah waktu engkau
mengatakan kepadaku akan membunuhnya di hari yang lalu, niscaya
banyak orang yang akan mem arahimu. Tapi, jika hari ini aku perintahkan
kepada mereka untuk membunuhnya, niscaya mereka akan membunuh-
nya.”
Rombongan pasukan terus bergerak menuju ke Madinah.
Muhammad berjalan bersama para shahabatnya siang-malam
tanpa istirahat, dengan tujuan agar mereka tidak terus mengingat
tragedi yang baru saja terjadi di antara sesama mereka di dekat
sumur dan juga ulah ‘Abdullah bin Ubay.
Seharian Muhammad berjalan bersama mereka hingga tiba malam
hari, kemudian semalaman juga dia berjalan hingga tiba pagi hari.
Keesokan harinya, bersama para shahabatnya dia tetap meneruskan
perjalanan seharian penuh di bawah terik mentari. Ketika malam
tiba, barulah mereka beristirahat sebentar guna melepas lelah. Tak
mengherankan karenanya, begitu kaki mereka diselonjorkan ke tanah,
mereka langsung tertidur pulas.
Selanjutnya, Muhammad membangunkan mereka yang telah tidur
pulas. Dia menyuruh seseorang untuk mengumumk an bahwa rombongan
siap diberangkatkan kembali. Akhirnya, mereka sampai di Madinah.
Muhammad membacakan sebuah ayat:
“Mereka berkata: ‘Sungguh jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar
orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah darinya.’ Padahal
kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang muk-
min, tetapi orang-orang munafiq itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munaafiquun
390 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
[63]: 8)
Di Madinah semua pasukan tidur pulas di rumah mereka masing-
masing dalam kepulasan yang belum pernah mereka rasakan sebel-
umnya.
Muhammad mengunjungi rumah-rumah istrinya. Namun ketika
hendak menemui ‘Aisyah, ternyata dia tidak mendapatkan ‘Aisyah.
Di mana gerangan ‘Aisyah istirahat? Tampaknya ‘Aisyah tidak pulang
bersama rombongan. Maka timbullah kekhawatiran dalam hati semua
orang, jangan-jangan ‘Aisyah pada malam itu pergi untuk menunaikan
hajatnya, kemudian diterkam binatang buas di padang pasir.
g
Muhammad dirundung kegelisahan lantaran ‘Aisyah tidak ada. Na-
mun keesokan harinya, datanglah seorang pemuda tampan bernama
Shafwan ke Madinah bersama ‘Aisyah sambil menuntun untanya.
Kebetulan saja, ‘Abdullah bin Ubay melihatnya, lalu dia tersenyum
sinis melihat orang-orang yang ada di sekitarnya.
‘Abdullah masih saja mengelus-elus lehernya yang terbebas dari
tajamnya mata pedang pada beberapa hari yang lalu.
Kedatangan ‘Aisyah bersama Shafwan dijadikan momentum yang
tepat oleh ‘Abdullah bin Ubay untuk menyebar-luaskan berita yang
memalukan ini. Jika demikian, tertinggalnya ‘Aisyah dari rombongan,
berarti memang disengaja, agar dapat bermesra-mesraan dengan
Shafwan tadi malam. Mengapa Muhammad sekalipun berbudi pekerti
luhur ternyata harus menghadapi kenyataan pahit, lantaran istrinya
serong dengan laki-laki lain?
Serong dengan laki-laki lain, ‘Abdullah?
Inilah ‘Aisyah, ternyata ia jatuh cinta kepada laki-laki lain, Sauda-
ra-Saudara!
‘Abdullah bin Ubay menemui orang-orang dan menyatakan rasa
ibanya yang mendalam kepada Muhammad, padahal sebenarnya di
dalam hatinya menyimpan maksud untuk menggadukan kondisi Madinah
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 391
dengan caci-maki dan cemooh kepada Muhammad. Dia mengatakan
kepada orang-orang bahwa ‘Aisyah menaruh rasa cemburu. Rupanya
kecantikan anak gadis Al-Harits yang telah diberi nama Juwairiyah oleh
Muhammad, di mana putri komandan Bani Munthaliq yang jauh lebih
cantik dan lebih muda dari ‘Aisyah ini, telah merusak hati Muham-
mad. Karena itulah, sebagai bentuk aksi pembalasan dan pelampiasan,
‘Aisyah berusaha mencari pria lain yang jauh lebih muda. Dengan
perselingkuhan ini, reputasi Muhammad jatuh menjadi korban istrinya
yang penuh dengan kecemburuan yang nekad mempermainkan popu-
laritas dan kemuliaan Muhammad, sementara dia menyembunyikan
pria lain di tempat tidur suaminya. Sengaja dia menimbulkan aib dan
nestapa, agar suaminya mau meletakkan mahkotanya.
Ketika ‘Umar mendengar gosip miring yang diekspos oleh ‘Abdul-
lah bin Ubay, hampir saja dia akan menemuinya, lalu menggorok
lehernya, agar orang-orang menjadi tenang kembali. ‘Umar menemui
Muhammad untuk minta pertimbangan. Akan tetapi, beban berat itu
menyebabkan Muhammad senantiasa menundukkan kepalanya, tak
kuasa membuka kedua matanya untuk menatap raut muka seseorang,
sekalipun kepada teman-teman dekatnya sendiri, seperti Abu Bakar
dan ‘Umar. Muhammad belum pernah mengetahui bahwa ‘Aisyah
melakukan perselingkuhan dengan pria lain sebelum itu. Muhammad
juga belum pernah mengetahui bahwa Shafwan berbuat khianat.
Tapi, apakah sedari dulu dirinya telah ditipu oleh ‘Aisyah? Haruskah
dirinya menanggung cela justru pada hari kepulangannya ke Madinah
dengan membawa kemenangan gemilang untuk masa depan cerah yang
diliputi keagungan dan ketenteraman?
Andaikata ‘Abdullah bin Ubay yang menyebarkan gosip itu, maka
sudah pasti pedang-pedang orang yang berpihak pada Muhammad akan
memenggal leher ‘Abdullah. Dan yang sudah pasti pedang Muhammad-
lah yang pertama kali menuntut balas di antara pedang-pedang itu.
Tapi ‘Aisyah memang benar datang terlambat dari rombongan pada
malam itu; dan dia pulang kembali ke Madinah pada pagi harinya ber-
sama Shafwan. Tampaknya faktor kecemburuan yang telah mengubah
perangai ‘Aisyah menjadi jelek. Ini adalah kenyataan yang tak dapat
392 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
dipungkiri kebenarannya.
Ini dia, saudara perempuan Zainab binti Jahsy (yang bernama
Hamnah binti Jahsy –edt.), membicarakan pengkhianatan ‘Aisyah dari
satu rumah ke rumah yang lain.
Kenyataan ini menjadi peluang yang tepat bagi saudara perem-
puan Zainab untuk menyingkirkan ‘Aisyah dari sisi Muhammad yang
merupakan satu-satunya rival di antara istri-istri Muhammad bagi
saudarinya ini. Bahkan orang yang paling dekat dengan ‘Aisyah seka-
lipun, menyatakan secara tegas bahwa ‘Aisyah telah berselingkuh dari
suaminya dengan seorang pemuda tampan bernama Shafwan. Adapun
orang yang menyatakan hal itu adalah Misthah, seorang anak tiri Abu
Bakar yang termasuk di antara pejuang-pejuang Muhajirin, padahal
semestinya dia yang membela ‘Aisyah.
Dengan skandal itu, tak seorang pun berani mengangkat kepal-
anya untuk membela ‘Aisyah. Hassan bin Tsabit yang ikut pulang pada
malam kelabu itu mengerahkan segenap kemampuannya menggubah
syair-syair dan menyebarkannya ke kalangan musuh-musuh Muhammad.
Hassan bin Tsabit termasuk pula seorang yang membenarkan gosip
tentang perselingkuhan ‘Aisyah. Hassan mengulang syair-syairnya,
hingga hampir menyebar ke berbagai pelosok.
Sementara itu ‘Aisyah tak tahu apa-apa tentang gosip mengenai
perselingkuhan dirinya. Dia berada di rumahnya di balik kelambu. Tak
seorang pun ada yang berani menyampaikan berita gosip kepadanya.
‘Aisyah pulang dari pertempuran Bani Musthaliq dalam keadaan
sakit. Kecemburuannya kepada anak Al-Harits yang cantik itu telah
menyebabkan beban pikiran yang sangat menyiksa batinnya. Sakit yang
diderita ‘Aisyah dianggap oleh orang-orang sebagai dampak kesalahan
yang telah diperbuatnya seraya mengatakan: “Setelah menyadari
kesalahannya, ‘Aisyah tak sanggup lagi menanggung beban dosa yang
dipikulnya.”
Meskipun prahara telah melanda keluarga Muhammad dengan
istrinya, putri Abu Bakar, Muhammad memang masih menemui ‘Aisyah.
Dia juga pergi menemukan orang-orang menanyakan tentang ‘Aisyah.
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 393
Tapi perasaannya kini tak lagi berselera, sekalipun untuk memandan-
gnya.
‘Aisyah sendiri sedang merasakan kesalahan yang belum pernah
dia rasakan sebelumnya. Karena itu, dia minta izin kepada Muhammad
untuk sementara waktu akan pulang ke rumah ibunya, dengan alasan
agar dirawat oleh ibunya. ‘Aisyah tinggal di rumah ibunya beberapa
minggu hingga sembuh dari penyakitnya. Di rumah keluarganya, ‘Ai-
syah dilayani Ummu Misthah. Pada suatu hari ketika ‘Aisyah dan Ummu
Misthah keluar untuk menunaikan hajat, Ummu Misthah tersangkut baju
‘Aisyah. Tanpa terasa ia melontarkan kata-kata: “Celaka Misthah!”
‘Aisyah menanggapi kata-kata Ummu Misthah tersebut dengan
sikap menolak: “Demi Allah, betapa jeleknya kata-kata yang engkau
ucapkan kepada laki-laki dari kalangan Muhajirin yang ikut serta dalam
pertempuran Badar!”
“Apakah kamu tak mendengar informasi, wahai putri Abu Bakar?”
demikian Ummu Misthah malah balik bertanya.
Maka diceritakanlah oleh Ummu Misthah, gosip yang menimpa
dirinya yang dikatakan oleh Misthah, ‘Abdullah bin Ubay, saudara
perempuan Zainab binti Jahsy, Hassan bin Tsabit, dan laki-laki maupun
perempuan, baik dari kalangan Anshar maupun Muhajirin.
Setelah ‘Aisyah mendengar semuanya tentang gosip dirinya, dia
menumpahkan tangisnya di pangkuan ibunya.
“Ibu! Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa dirimu. Banyak
orang yang membicarakan gosip tentang diriku, tapi mengapa mereka
tak menjelaskan semua itu kepadaku?” tanya ‘Aisyah terbata-bata di
sela isak tangisnya.
“Anakku! Betapa hinanya dirimu. Demi Allah, jarang sekali terjadi
seorang perempuan cantik di sisi suami yang mencintainya di antara
beberapa orang istrinya, yang tidak akan dibesar-besarkan kesalah-
annya oleh istri-istrinya yang lain dan orang banyak,” demikian ucap
ibunya sambil menasihati dengan nada optimisme.
Tak ada satu rumah pun di Madinah yang tak membicarakan isu
394 MUHAMMAD SANG T E L A D A N
perselingkuhan antara ‘Aisyah dan Shafwan. Sementara itu, Muham-
mad pulang dan pergi di antara mereka dalam menanggung beban
duka derita sebagai seorang suami yang sedang dikhianati istrinya,
padahal dialah yang memberikan ajaran-ajaran tentang kejujuran dan
tuntunan baru tentang kemuliaan hubungan sosial.
Sampai kapankah kenyataan ini akan membuat resah dan goncang?
Suku Aus, Suku Khazraj, orang Muhajirin, dan Yahudi Bani Quraizhah,
semuanya membicarakan tentang penghianatan dari perselingkuhan
yang telah diperbuat ‘Aisyah kepada suami yang telah mengajari dirinya
untuk berperilaku jujur.
Dalam keadaan yang sedemikian goncang ini, pihak Quraisy menja-
dikan prahara yang melanda rumah tangga Muhammad sebagai kesem-
patan strategis untuk mempersiapkan pasukan ke medan pertempuran
yang akan menggilas kekuatan pasukan Muhammad. Utusan Quraisy
berangkat ke Ghathafan dan Hawazin untuk mengadakan perjanjian
persekutuan. Barangkali dengan demikian, pihak Quraisy akan dapat
menggantikan Bani Musthaliq dan sekutu-sekutu yang baru.
Semua orang di Makkah, baik laki-laki maupun perempuan, si-
buk dengan persiapan pertempuran yang akan segera berlangsung.
Sampai-sampai setiap kaum pria yang masuk ke rumahnya pasti akan
mengasah pedangnya dan memerintahkan istrinya agar memberi makan
secukupnya unta-unta dan kuda-kuda mereka agar nantinya mereka
memperoleh kemenangan ketika berkecamuknya pertempuran antar
kekuatan pasukan perang. Sementara di Madinah sendiri, setiap kaum
pria yang memasuki rumahnya pasti menanyakan kepada istrinya:
“Apakah kamu juga berbuat seperti apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah?”
Ketika istrinya menjawab: “Tidak, Demi Allah, aku tidak melaku-
kannnya,” suami yang lain mengatakan: “Tapi ‘Aisyah melakukannya,
padahal engkau tidaklah lebih baik daripada dia.”
Tak sedikit para suami yang menuduh istrinya berbuat jelek dan
membuat perbandingan dengan ‘Aisyah. Betulkah ‘Aisyah melaku-
kan penyelewengan? Atau ‘Aisyah tidak melakukannya? Andai saja ia
melakukan penyelewengan, maka berarti ajaran baru ini tidak mem-
MUHAMMAD SANG T E L A D A N 395