Contoh : 8 - 24
Pada tanggal 10 Agustus 2010 dengan berakhir akhir akad musyarakah seluruh modal non kas
(barang) milik Amirullah diterima kembali dengan data sbb:
Nama mesin Harga perolehan Akumulasi penyusutan Nilai tercatat
1 Mesin Rajut 30.000.000 30.000.000 Nol (1)
2. Mesin pewarna 15.000.000 15.000.000 Nol (1)
Atas pengembalian modal non kas (barang) maka jurnal yang dilakukan oleh Amirullah adalah sbb:
a. Pengembalian modal musyarakah non kas berupa sebuah mesin rajut
Dr. Persediaan / Aset musyarakah Rp0,00 (1,00)
Dr. Akumulasi penyusutan (penurunan nilai) Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp30.000.000,00
b. Pengembalian modal musyarakah non kas berupa sebuah mesin pewarna
Dr. Persediaan / Aset musyarakah Rp0,00 (1,00)
Dr. Akumulasi penyusutan (penurunan nilai) Rp15.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp15.000.000,00
Jurnal tersebut akan mengakibatkan perubahan akun dan neraca Amirullah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Syirkah LKS 15.000.000 02/08 Pengembalian modal
Tgl Mesin Rajut 30.000.000 10/08 Pengembalian modal Jumlah
02/08 Mesin pewarna 15.000.000 10/08 Pengembalian modal 15.000.000
05/08 Saldo 30.000.000
10/08 15.000.000
60.000.000 00
60.000.000
NERACA
Per 02 Agustus 2010
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
Uraian Selisih penilaian aset musyarakah Jumlah
00
Investasi Musyarakah (kas) 00 00
Investasi Musyarakah (non kas) (00)
Akumulasi penyusutan (non kas) 00 (1)
Persediaan / Aset Musyarakah
Dengan adanya pengembalian seluruh modal non kas (barang) pada akhir akad, maka sesuai
ketentuan paragraf 20 butir b PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah, nilai investasi musyarakah sbb:
Penyerahan modal non kas (barang) : Rp30.000.000,00
a. Mesin Rajut Rp15.000.000,00
b. Mesin pewarna --------------------
Rp45.000.000,00
Total modal non kas (barang)
Rp45.000.000,00
Penurunan nilai (penyusutan) modal non kas: --------------------
Rp 00,00
a. Mesin Rajut Rp30.000.000,00
b. Mesin pewarna Rp15.000.000,00
--------------------
Jumlah penurunan nilai Rp45.000.000,00
Kerugian investasi musyarakah Rp 00,00
--------------------
Jumlah penurunan nilai
Nilai investasi
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 433
2) Musyarakah menurun
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengakuan dan pengukuran investasi
musyarakah selama akad musyarakah berjalan untuk musyarakah permanen sebagai berikut:
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan
dan kerugian (apabila ada).
Dalam musyarakah menurun pengembalian modal dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah
yang telah disepakati pada awal akad. Secara umum hanya modal musyarakah kas (tunai) yang dapat
dikembalikan secara bertahap sedangkan modal musyarakah non kas (barang) dalam musyarakah menurun
ini baru dapat dikembalikan pada akhir akad karena modal tersebut masih dipergunakan untuk melaksakan
usaha, kecuali disepakati modal non kas (barang) secara bertahap dialihkan ke mitra yang lain
A. Pengembalian modal kas
Jika modal musyarakah kas dikembalikan maka investasi musyarakah dinilai sebesar jumlah kas yang
diserahkan pada awal akad dikurangi dengan pengembalian modal musyarakah non kas.
Contoh : 8 - 25
Tanggal 20 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah dalam bentuk kas
sebesar Rp5.000.000,00.
Dengan adanya penerimaan modal kas tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rek. Syirkah Rp5.000.000
Cr. Investasi Musyarakah Rp5.000.000
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut maka posisi akun dan laporan keuangan
Amirullah adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
15.000.000 20/12 Pengembalian modal Jumlah
Tgl Syirkah LKS 30.000.000 5.000.000
02/08 Mesin Rajut 15.000.000 Saldo
05/08 Mesin pewarna 60.000.000 55.000.000
10/08 60.000.000
NERACA
Per 20 Desember 2008
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
Uraian 55.000.000 Jumlah
Investasi Musyarakah
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut, sesuai ketentuan paragraf 20 PSAk 106 tentang
akuntansi musyarakah, maka investasi musyarakah dinilai sebagai berikut:
Penyerahan modal musyarakah awal akad Rp15.000.000,00
Pengurang :
Pengembalian modal kas Rp5.000.000,00
Kerugian (jika ada) Rp 00,00
-------------------
Jumlah penurunan investasi musyarakah Rp 5.000.000,00
-------------------
Nilai investasi musyarakah Rp 10.000.000,00
434 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
B. Pengembalian modal non kas (barang)
Jika diperjanjikan diawal pengembalian modal non kas (barang) juga dapat dikembalikan oleh salah
satu mitra.Jika pengembalian modal musyarakah dalam bentuk non kas (barang) maka dinilai sebesar nilai
wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana
syirkah temporer yang telah dikembalikan dan kerugian (apabila ada).
Contoh : 8 - 26
Tanggal 30 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah non kas (barang)
sebaesar sebesar Rp10.000.000,00.
Dengan adanya penerimaan modal kas tersebut Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rek Syirkah Rp10.000.000,00
Cr. Investasi Musyarakah Rp10.000.000,00
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut maka posisi akun dan laporan keuangan
Amirullah adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUSYARAKAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Syirkah LKS 15.000.000 20/12 Pengembalian modal 5.000.000
05/08 Mesin Rajut 30.000.000 30/12 Pengembalian modal 10.000.00
10/08 Mesin pewarna 15.000.000
Saldo 45.000.000
60.000.000
60.000.000
NERACA
Per 30 Desember 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Investasi Musyarakah 45.000.000
Dengan adanya pengembalian modal kas tersebut, sesuai ketentuan paragraf 20 PSAk 106 tentang
akuntansi musyarakah, maka investasi musyarakah dinilai sebagai berikut:
Penyerahan modal musyarakah awal akad Rp60.000.000,00
Pengurang :
Pengembalian modal kas Rp 5.000.000,00
Pengembalian modal non kas Rp10.000.000,00
Kerugian (jika ada) Rp 00,00
-------------------
Jumlah penurunan investasi musyarakah Rp15.000.000,00
-------------------
Nilai investasi musyarakah Rp45.000.000,00
8.4.4 Pada akhir akad musyarakah
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengakuan dan pengukuran investasi
musyarakah pada akhir akad musyarakah sebagai berikut:
22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui
sebagai kewajiban.
Jika diperhatikan hal tersebut maka ketentuan ini akan diterapkan pada “akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha”, sehingga Amirullah sebagai mitra aktif pemilik dana tidak melakukan jurnal
apapun..
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 435
8.5 Akuntansi Mitra Aktif (pengelola usaha musyarakah)
Dalam melaksanakan musyarakah, mitra aktif harus membuat catatan yang terpisah dari catatan
usaha lainnya. Tentang hal tersebut dijelaskan dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah sebagai
berikut:
13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka
mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah
untuk usaha musyarakah tersebut.
Dari ketentuan tersebut di atas dapat dilihat bahwa mitra aktif memiliki dua fungsi sekaligus yaitu
sebagai pemilik modal musyarakah dan sebagai pengelola usaha musyarakah.
8.5.1 Akun-akun pada mitra aktif (sebagai pengelola musyarakah)
Salah satu tugas dalam mitra aktif adalah mengelola usaha musyarakah yang harus membuat catatan
akuntansi tersendiri, sehingga perlu disiapkan akun-akun yang berkaitan dengan Laporan Keuangan. Oleh
karena itu akun-akun yang dipergunakan untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan berbeda
dengan yang dipergunakan pada mitra sebagai pemilik modal.
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha musyarakah untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca).
1. Aset Musyarakah (Tetap)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal non kas musyarakah yang disisihkan oleh mitra aktif
dan modal non kas musyarakah yang diterima dari mitra pasif. Akun ini didebet pada saat disisihkan
atau diterima dari mitra pasif dan dikredit pada saat dijual.
2. Akumulasi penyusutan aset musyarakah
Akun ini dipergunakan untuk mancatat akumulasi penyusutan aset musyarakah yang berasal dari
para mitra yang sesuai sepakat awal untuk tidak dikembalikan kepada para mitra pemilik modal.
Akun ini dikredit pada saat pembentukan penyusutan dan didebet pada saat aktiva musyarakah
dialihkan pada pihak lain.
3. Dana Syirkah temporer
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal musyarakah yang diterima, baik dari mitra aktif
maupun mitra pasif, baik dari modal kas maupun modal non kas. Akun ini di kredit pada saat
diterima modal musyarakah dan didebet pada modal musyarakah diserahkan kembali kepada mitra.
4. Kewajiban hak mitra atas bagi hasil
Akun ini dipergunakan untuk mencatat bagi hasil yang menjadi hak mitra yang belum dibayar. Akun
ini dikredit pada saat perhitungan bagi hasil dilakukan dan didebet pada saat dibayar kepada mitra
pasif
B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi musyarakah dalam akuntansi mitra aktif
sebagai pengelola usaha musyarakah, untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi.
1. Beban Penyusutan (penurunan) Aset Musyarakah)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban penyusuatan aktiva tetap musyarakah yang berasal
dari penyerahan modal non kas musyarakah baik dari mitra aktif maupun mitra pasif, yang sesuai
kesepatan awal tidak dikembalikan kepada mitra pemilik modal. Akun ini didebet pada saat
pembentukan penyisihan penyusuatan dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir
tahun.
436 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
2. Hak Mitra atas Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk mencatat bagi hasil yang menjadi hak mitra pasif dari hasil usaha yang
dilakukan. Akun ini didebet pada saat dilakukan pembagian atas hasil usaha yang menjadi hak mitra
pasif dan dikredit pada saat bagi hasil dibayar kepada mitra pasif.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci akuntansi mitra aktif sebagai pengelola,
berikut diberikan ilustrasi contoh transaksi musyarakah. Ilustrasi tersebut merupakan lanjutan atau
pelengkap dari ilustrasi umum yang diberikan sebelumnya.
Contoh: 8-1 (ilustrasi umum)
1. Modal Usaha (syirkah) keseluruhan sebesar Rp150.000.000,00 dimana LKS Anugrah Gusti
mendapatkan porsi modal sebesar Rp90.000.000,00 dan porsi modal untuk Amirullah sebesar
Rp60.000.000,00.
2. Jangka waktu kontrak akad musyarakah selama 2 tahun dan disepakati LKS Anugrah Gusti
hanya menyetor modal dan sebagai pengelola usaha adalah Amirullah.
3. Pembagian hasil usaha (nisbah ), untuk LKS Anugrah Gusti sebesar 70% dan untuk
Amirullah sebesar 30% dari pendapatan yang diperoleh (revenue sharing).
4. Modal usaha yang menjadi porsi LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif sebesar
Rp90.000.000,00 dibayar dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 15 Agustus 2008 dibayarkan dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
b. Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan modal non kas, berupa sebuah mesin pemintal
“Yamato” sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00, dan
c Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan modal non kas berupa sebuah mesin tenun
“Yanmar” sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp18.000.000,00.
3. Sedangkan modal musyarakah yang menjadi porsi Amirullah sebagai mitra aktif sebesar
Rp60.000.000,00 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 2 Agustus 2008 diserahkan dalam bentuk kas / uang tunai sebesar
Rp15.000.000,00.
b. Tanggal 5 Agustus 2008 diserahkan “mesin rajut” merk Daitzu seharga
Rp30.000.000,00 (harga wajar saat penyarahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp27.600.000,00.
c. Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga
Rp15.000.000,00 (harga wajar / pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset
tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Dalam ilustrasi tersebut di atas akan dibahas akuntansi pada Amirullah sebagai mitra aktif pengelola
usaha atas penerimaan modal dari LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif dan modal yang disisihkan
sendiri oleh Amirullah sebagai mitra aktif penyerta modal. Pengembalian modal kepada mitra pasif dan
pembayaran bagi hasil musyarakah.
8.5.2 Penerimaan penyertaan modal (pada saat awal akad)
Musyarakah merupakan usaha milik bersama para mitra dimana masing-masing memiliki kontribusi
modal. Oleh karena itu penerimaan modal musyarakah yang diterima oleh mitra aktif sebagai pengelola
berasal dari penyertaan modal dari mitra pasif dan penyertaan dari mitra aktif sendiri, dimana masing-
masing membawa konsekwensi pencatatan masing-masing.
A. Penyertaan modal musyarakah oleh mitra aktif ( Amirullah)
Dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi atas penerimaan modal musyarakah yang disisihkan
oleh Amirullah sebagai penyetor modal musyarakah, baik dalam bentuk modal kas (uang tunai) atau modal
non kas (aset) yang bermanfaat atas usaha musyarakah tersebut.
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 437
1) Penyertaan modal kas musyarakah mitra aktif
Penyerahan modal musyarakah antara lain dilakukan dalam bentuk penyerahan uang tunai (kas).
Dalam PSAk 106 tentang Akuntansi Musyarakah dijelaskan pengukuran investasi musyarakah untuk mitra
aktif dalam bentuk kas, sebagai berikut:
15. Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan
Sesuai ketentuan tersebut investasi musyarakah yang diterima diakui sebesar jumlah yang diterima.
Contoh : 8 - 27
Tanggal 2 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal modal musyarakah
dalam bentuk kas sebesar Rp15.000.000,00.
Atas penyerahan modal musyarakah dalam bentuk kas tersebut Amirullah sebagai mitra aktif
pengelola usaha melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp15.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp15.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
02/08 Modal mitra aktif 15.000.000
Saldo 15.000.000
15.000.000 15.000.000
NERACA
Per 02 Agustus 2008
Aktiva Uraian Jumlah Uraian Pasiva
Kas Jumlah
15.000.000 Dana Syirkah Temp
15.000.000
DST – Musyarakah
2) Penyertaan modal musyarakah non kas (barang) mitra aktif
Dalam modal musyarakah non kas (barang) diukur sebesar nilai wajar saat penyerahan modal
musyarakah non kas, oleh karena itu bagi mitra aktif pengelola perbedaan nilai wajar saat penyerahan
dengan nilai tercatatnya pemilik aset tidak akan mempengaruhi pengakuan akuntansi yang dilakukan.
Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah dijelaskan pengukuran investasi musyarakah untuk mitra
aktif dalam bentuk non kas atau aset, sebagai berikut:
15. Pengukuran investasi musyarakah:
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai
wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset
musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama
masa akad musyarakah.
Ketentuan tersebut di atas merupakan ketentuan akuntansi musyarakah bagi mitra aktif sebagai
pemilik dana (pemilik modal musyarakah) bukan untuk mitra aktif sebagai pengelola. Bagi mitra aktif
sebagai pengelola, modal yang diterima baik dari mitra pasif maupun dari dirinya sendiri sebagai mitra aktif
pemilik dana, diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar nilai wajar saat penyerahan, tanpa
memperhatikan nilai wajar lebih besar atau lebih kecil dari nilai tercatatnya.
a) Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya
Jika penyisihan modal musyarakah non kas (barang) dilakukan oleh Amirullah sebagai pemilik
modal, maka dapat terjadi nilai wajar saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatatnya. Bagi mitra aktif
sebagai pengelola tidak terpengaruh dengan hal tersebut karena bagi pengelola, dana syirkah temporer
438 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
mengakui sebesar nilai wajar saat penyerahan, sehingga keuntungan atau kerugian akibat selisih nilai wajar
dan nilai tercatat diakui oleh masing-masing mitra sebagai pemilik modal dan akan diperhitungkan dengan
hasil usaha musyarakah.
Contoh : 8 - 28
Tgl 5 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal, modal musyarakah non
kas berupa “mesin rajut” merk Daitzu seharga Rp30.000.000,00 (harga wajar saat penyerahan). Nilai
tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp27.600.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh mitra aktif pengelola adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah / Persediaan Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp30.000.000,00
b) Nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatatnya
Begitu juga jika penyerahan modal musyarakah non kas dengan nilai wajar lebih kecil dari nilai
tercatatnya, tidak mempengaruhi mitra aktif sebagai pengelola dalam melakukan pencatatan akuntansi yang
dilakukan, karena bagi mitra pengelola modal musyarakah non kas diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar nilai wajar saat penyerahan.
Contoh: 8 - 29
Tanggal 10 Agustus 2008 diserahkan oleh Amirullah sebagai mitra aktif pemodal, modal
musyarakah non kas berupa “mesin pewarna” merk Fujitzu seharga Rp15.000.000,00 (harga wajar /
pasar saat penyerahan). Nilai tercatat (nilai buku) aset tersebut sebesar Rp16.200.000,00.
Atas transaksi tersebut jurnal yang dilakukan oleh mitra aktif pengelola adalah sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah / Persediaan Rp15.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp15.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Jumlah
60.000.000 02/08 Modal mitra aktif 15.000.000
60.000.000 05/08 Modal mitra aktif 30.000.000
10/08 Modal mitra aktif 15.000.000
Saldo 60.000.000
NERACA
Per 10 Agustus 2008
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
Uraian Jumlah
15.000.000 Dana Syirkah Temp
Kas 60.000.000
Aset Musy / Persediaan 45.000.000 DST – Musyarakah
B. Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif (LKS Anugrah Gusti)
Dalam ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi penerimaan modal musyarakah dari Lembaga
Keungan Syariah sebagai mitra pasif. Dalam PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah, paragraf 19
menjelaskan pengakuan dan pengukuran penerimaan dana musyarakah yang diterima dari mitra pasif
sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 439
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Penerimaan modal musyarakah dari mitra pasif dapat berupa kas (uang tunai) maupun dalam
bentuk non kas (barang).
1) Penerimaan modal kas musyarakah dari mitra pasif
Penyerahan modal musyarakah oleh mitra dalam dilakukan dalam bentuk kas dan atau dalam
bentuk non kas. Jika modal musyarakah diserahkan dalam bentuk kas maka oleh mitra diakui sebagai
investasi musyarakah dan disisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah yang diterima. Hal
tersebut sesuai dengan PSAK 106 paragraf 19 sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
Contoh : 8 - 30
Tanggal 15 Agustus 2008 , diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif, modal
musyarakah dalam bentuk kas sebesar Rp36.000.000,00.
Atas penyerahan modal musyarakah non kas oleh LKS Anugrah Gusti tersebut, Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Bank Rp36.000.000,00
Cr Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp36.000.000,00
2). Penerimaan modal non kas (aset) musyarakah dari mitra pasif
Selain dalam bentuk kas, modal musyarakah dapat diberikan dalam bentuk modal non kas atau
barang yang bermanfaat dalam usaha musyarakah. Bagi pemilik aset (mitra aktif) atas penyerahan modal
musyarakah dalam bentuk non kas mengakibatkan (a) nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat, (b) nilai
wajar lebih kecil dari nilai tercatat yang dapat mengakibatkan keuntungan atau kerugian. Tetapi bagi mitra
pasif modal musyarakah non kas diatur dalam PSAK 106 tentang akuntansi mmusyarakah (paragraf 19.b)
sebagai berikut:
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
Jadi bagi mitra pasif tidak dipengaruhi oleh nilai tercatat (buku) atau nilai wajar dari aset yang
bersangkuta. Bagi mitra pasif modal musyarakah non kas diakui sebesar nilai wajarnya.
a) Nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya
Jika modal musyarakah non kas memiliki nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat, bagi mitra pasif
modal musyarakah non kas tersebut diakui sebesar wajar saat penyerahan dan mitra pasif tidak mengakui
keuntungan (pengakuan keuntungan dilakukan oleh mitra aktif yang menyerahkan modal musyarakah non
kas).
Contoh : 8 - 31
Tanggal 20 Agustus 2008 diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif modal non kas,
berupa mesin pemintal sebesar Rp30.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut
tercatat dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp32.500.000,00.
440 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Atas penyerahan modal non kas berupa mesin pemintal tersebut dari LKS Anugrah Gusti, maka
oleh Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah/Persediaan Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp30.000.000,00
b) Nilai wajar lebih rendah dari nilai tercatatnya
Begitu sebaliknya jika modal musyarakah non kas memiliki nilai wajar lebih rendah dari nilai
tercatatnya, maka bagi mitra pasif modal musyarakah non kas tetapi diakui sebesar nilai wajar saat
penyerahan dan tidak mengakui kerugian (yang mengakui kerugian mitra aktif yang menyerahkan modal
non kas)
Contoh: 8 -32
Tanggal 25 Agustus 2008 diserahkan oleh LKS Anugrah Gusti modal musyarakah non kas, berupa
mesin tenun sebesar Rp24.000.000,00 (nilai wajar saat penyerahan) dan mesin tersebut tercatat
dalam pembukuan LKS Anugrah Gusti sebesar Rp15.200.000,00.
Atas penyerahan modal non kas berupa mesin tenun tersebut dari LKS Anugrah Gusti, maka oleh
Amirullah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Aset Musyarakah /Persediaan Rp24.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola usaha
adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 15.000.000
150.000.000 02/08 Modal mitra aktif tunai 30.000.000
150.000.000 05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 15.000.000
10/08 Mitra aktif “pewarna” 36.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 30.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 24.000.000
25/08 Mitra pasif “tenun” 150.000.000
NERACA
Per 20 Agustus 2008
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
Jumlah
Uraian 51.000.000 Dana Syirkah Temp
Kas 150.000.000
Aset Musyarakah/Persediaan 99.000.000 DST – Musyarakah
c) Penyusutan modal musyarakah non kas
Modal musyarakah non kas atau aset musyarakah yang diserahkan untuk usaha musyarakah akan
mengalami penurunan sehingga perlu dibentuk cadangan penyusutan yang membawa dampak beban
penyusutan. Sehubungan dengan hal tersebut dalam PSAK 106, paragraf 19 butir b dijelaskan sebaai
berikut.
19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi
musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar:
(a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan
(b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau
selama umur ekonomis apabila aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 441
Dari ketentuan di atas dapat dilihat bahwa beban penyusutan akan ditanggung oleh mitra aktif
pengelola usaha jika modal non kas atau aset musyarakah tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra
pasif. Sebaliknya jika modal non kas tersebut dikembalikan kepada mitra pasif maka beban penyusutan
ditanggung oleh mitra pasif.
Contoh: 8 - 33
Dari modal non kas berupa mesin pemintal “Yamato” dengan nilai wajar sebesar Rp30.000.000,00
yang diterima dari LKS Anugrah Gusti sebagai mitra pasif, sepakata untuk dikembalikan kepadanya.
Sesuai ketentuan pada paragraf 19 huruf b di atas maka penyusutan akan ditanggung oleh Amirullah
sebagai mitra aktif pengelola setiap bulan sebesar : ( Rp30.000.000 – 0 ) / 24 = Rp1.250.000. Sehingga
atas penyusutan tersebut Amirullah sebagai mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban penurunan nilai (penyusutan) Rp1.250.000,00
Cr. Akumulasi Penyusutan Aset Musyarakah Rp1.250.000
Beban penyusutan diperhitungan sebagai biaya produksi, sehingga akan mengurangi pendapatan
usaha yang akan dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembagian hasil usaha.
AKUMULASI PENYUSUTAN ASET MUSYARAKAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Jumlah
1.250.000
Penyusutan Aset Musy 1.250.000
Saldo 1.250.000 Pasiva
Jumlah
1.250.000 150.000.000
NERACA
Per 30 Agustus 2008
Aktiva Jumlah Uraian
56.000.000 Dana Syirkah Temp
Uraian 94.000.000 DST – Musyarakah
Kas ( 1.250.000)
Aset Musy / Persediaan
Akumulasi penyusutan
8.5.3 Selama Akad Musyarakah
Akuntansi yang terkait selama akad musyarakah berlangsung adalah dalam hal pengembalian modal
musyarakah, baik untuk msurayakah permanen yang pengembalian modalnya dilakukan pada akhir akad,
atau musyarakah menurun dimana pengembalian modal musyarakah oleh mitra aktif dilakukan secara
bertahap sehingga pada akhir akad seluruh modal musyarakah menjadi milik mitra aktif.
A. Hasil Usaha Musyarakah
Tujuan dari musyarakah adalah hasil usaha yang akan dibagi kepada semua mitra sesuai nisbah yang
disepakati pada awal akad. Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah, paragraf 23 sampai dengan
26 mengatur pengakuan dan pengukuran tentang hasil usaha musyarakah sebagai berikut:
23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan
kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui
sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi
nilai aset musyarakah.
25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut
ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi
hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang
dilakukan secara terpisah.
442 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Jadi sesuai ketentuan tersebut di atas pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif
diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan
pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai
aset musyarakah. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian
tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
Contoh : 8 - 34
Berdasarkan laporan yang diterima atas pengelolaan modal musyarakah, diperoleh bagi hasil sebesar
Rp5.000.000,00 dimana pembagian bagi hasil 30 untuk Amirullah dan 70 untuk Bank Syariah.
Berdasarkan perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh mitra aktif sebagai pengelola
diketahui bahwa :
Hak Mitra pasif (LKS) : 70% x Rp5.000.000,00 Rp3.500.000,00
Hak Mitra pasif (sbg pemodal) : 30% x Rp5.000.000,00 Rp1.500.000,00
1. Pada saat dilakukan perhitungan dan belum diserahkan sampai akhir bulan (tutup buku) dilakukan
jurnal
Dr. Hak Mitra Atas Bagi Hasil Rp5.000.000,00
Cr. Bagi Hasil sudah diumumkan belum dibagi Rp5.000.000,00
2. Pada saat pembayaran bagi hasil kepada mitra
Dr. Bagi Hasil sdh diumumkan belum dibagi Rp5.000.000,00
Cr. Kas / Rek Mitra Pasif Rp3.500.000,00
Cr. Kas / Rek Mitra aktif (penyerta modal) Rp1.500.000,00
B. Pengalihan Modal Musyarakah dari Mitra aktif ke mitra pasif
Musyarakah merupakan kerja sama dimana masing-masing mempunyai kontribusi modal.
Pengalihan modal dari mitra pasif ke mitra aktif dapat dilakukan pada akhir akad (jika musyarkah
permanen) atau dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan (jika musyarakah menurun).
1). Musyarakah permanen
Sesuai penerimaan modal musyarakah yang diterima pada awal akad yang berupa modal kas dan
atau modal non kas, maka pengembalian modal musyarakah pun dapat dialihkan kepada mitra lain dapat
berupa uang tunai atau modal non kas berupa barang atau aset musyarakah.
a) Pengalihan modal musyarakah kas mitra pasif ke mitra aktif
Jika pengalihan modal dari mitra pasif kepada mitra aktif berupa uang tunai, maka dalam PSAK 106
tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan pengukuran investasi musyarakah selama
akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah permanen, sebagai berikut:
20 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad
dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (apabila ada); atau
Contoh: 8 - 35
Pada tanggal jatuh tempo akad musyarakah, modal musyarakah dari LKS Anugrah Gusti berupa
uang tunai sebesar Rp36.000.000,00 kembalikan kepada LKS Anugrah Gusti
Atas pengalihan atau pengembalian modal musyaraha berupa uang tunai tersebut, Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp36.000.000,00
Cr. Kas / Rek LKS Anugrah Gusti Rp36.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 443
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Pengalihan mdl mitra pasif 36.000.000
02/08 Modal mitra aktif tunai Jumlah
Saldo 114.000.000 05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 15.000.000
150.000.000 10/08 Mitra aktif “pewarna” 30.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 15.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 36.000.000
25/08 Mitra pasif “tenun” 30.000.000
24.000.000
150.000.000
NERACA
Per 01 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Dana Syirkah Temp 114.000.000
Aset Musy / Persediaan 94.000.000 DST – Musyarakah
Akumulasi penyusutan ( 1.250.000)
b) Pengalihan modal musyarakah non kas dari mitra pasif ke mitra aktif
Jika pengalihan modal musyarakah dari mitra pasif ke mitra aktif berupa modal non kas atau aset
musyarakah, maka dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan
pengukuran investasi musyarakah selama akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah permanen,
sebagai berikut:
20 Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad
dinilai sebesar:
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
Contoh : 8 -36
Pada saat jatuh tempo akad musyarakah, sesuai kesepakatan dalam akad dikembalikan modal
musyarakah non kas berupa sebuah mesih tenun kepada LKS Anugrah Gusti dengan nilai wajar saat
penyerahan sebesar Rp24.000.000,00.
Atas pengembalian modal musyarakah non kas tersebut, Amirullah sebagai mitra aktif pengelola
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (musyarakah) Rp24.000.000,00
Cr. Kas / Rek LKS Anugrah Gusti Rp24.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut maka akun dan neraca pada Mitra Aktif sebagai pengelola
usaha adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pengalihan mdl mitra pasif 36.000.000 02/08 Modal mitra aktif tunai 15.000.000
Pengembalian mdl non kas 24.000.000 05/08 Mitra aktif “mesin rajut” 30.000.000
10/08 Mitra aktif “pewarna” 15.000.000
15/08 Modal mitra pasif tunai 36.000.000
20/08 Mitra pasif “pemintal” 30.000.000
25/08 Mitra pasif “tenun” 24.000.000
Saldo 90.000.000
150.000.000 150.000.000
444 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
NERACA
Per 10 Agustus 2010
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Dana Syirkah Temp 90.000.000
Aset Musy / Persediaan 70.000.000 DST – Musyarakah
Akumulasi penyusutan ( 1.250.000)
Jika diperhatikan ketentuan ini diperuntukkan pada mitra aktif sebagai pemilik modal bukan pada
mitra aktif sebagai pengelola. Dari ketentuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1 Modal kas
Modal kas musyarakah awal 50
Kerugian musyarakah (jika ada) (10)
Nilai bersih modal kas musyarakah 40
2 Modal non kas musyarakah 50
Nilai wajar saat penyerahan (49)
Akumulasi penyusutan (5)
Kerugian (jika ada)
Nilai bersih modal non kas musyarakah (4)
Total Nilai bersih modal musyarakah 36
2). Musyarakah menurun
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah telah menjelaskan pengakuan dan pengukuran
investasi musyarakah selama akad musyarakah berlangsung untuk musyarakah menurun, sebagai berikut:
21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara
bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah
dikembalikan dan kerugian (apabila ada).
Jika ketentuan ini diterapkan pada mitra aktif sebagai pengelola, maka pengembalian modal
musyarakah diakui sebagai pengurang dana syirkah temporer.
Contoh : 8 - 37
Tanggal 20 Desember 2008 Amirullah menerima kembali modal musyarakah dalam bentuk kas
sebesar Rp5.000.000,00.
Atas pengembalian modal musyarakah tersebut dilakukan jurnal oleh mitra aktif pengelola sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp5.000.000
Cr. Kas Rp5.000.000
8.5.4 Akhir Akad
Ketentuan akhir akad ini mengatur ketentuan jika dengan berakhirnya akad musyarakah, modal
mitra pasif belum dialihkan kepada mitra aktif, maka Investasi Musyarakah berubah menjadi Kewajiban.
Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK 106 tentang musyarakh yang mengatur sebagai berikut:
22. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui
sebagai kewajiban.
Bagi mitra aktif sebagai pengelola usaha, modal musyarakah yang sudah disepakati awal untuk
pengembaliannya dan belum dikembalikan diakui sebagai kewajiban.
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 445
Contoh : 8 - 38
Berdasarkan data yang dimiliki oleh mitra aktif sebagai pengelola terdapat modal mitra pasif sebesar
Rp5.000.000 hingga akhir akad musyarakah belum dialihkan (dikembalikan)
Dr. Investasi Musyarakah Rp5.000.000
Cr. Hutang Mitra Pasif (kewajiban) Rp5.000.000
Jika dilakukan pembayaran atas modal musyarakah yang telah jatuh tempo, maka Amirullah sebagai
mitra aktif pengelola melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang Mitra Pasif Rp5.000.000
Cr. Kas Rp5.000.000
8.6 Penyajian dan Pengungkapan
Dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah menjelaskan penyajian transaksi musyrakah dalam
Laporan Keuangan Syariah sebagai berikut:
35. Mitra aktif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan
sebagai berikut:
(a) Aset musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang disisihkan dan yang diterima dari
mitra pasif;
(b) Dana musyarakah yang disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk aset
musyarakah yang diterima dari mitra pasif; dan
(c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
36. Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan
keuangan sebagai berikut:
(a) Investasi musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif;
(b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai
wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Dalam PSAk 106 tentang Akuntansi Musyarakah menjelaskan hal-hal yang harus diungkapkan
dalam Laporan Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada:
(a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi penyertaan, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
(b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
8.7 Pertanyaan dan soal
8.7.1 Pertanyaan-pertanyaan
1. Salah satu penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS dengan prinsip bagi hasil adalah musyarakah.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap pengertian musyarakah?
b. Jelaskan jenis syirkah dan jenis musyarakah?
2. Mudharabah dan musyarakah merupakan penyaluran dana LKS dengan prinsip bagi hasil.
a. Jelaskan dengan rinci dan lengkap karakteristik musyarakah sesuai Fatwa DSN dan PSAK 106
tentang Akuntansi Musyarakah?
b. Jelaskan persamaan dan perbedaan mudharabah dan musyrakah?
446 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
3. PSAK 106 mengatur tentang Akuntansi Musyarakah
a. Jelaskan cakupan PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah dan perbedaan akuntansi
musyarakah dalam PSAK 59
b. Jelaskan beberapa akun yang dipergunakan dalam transaksi musyarakah?
4. Dalam musyarakah masing-masing mitra memiliki kontribusi modal
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran penyerahan modal musyarakah, baik modal kas maupun
modal non kas
b. Jelaskan pengakuan dan pengukuran modal musyarakah pada akhir akad musyarakah
5. Tujuan musyarakah adalah memperoleh bagi hasil
a. Jelaskan pengakuan dan pengukuran bagi hasil dalam musyarakah
b. Jelaskan mengapa tidak diperkenankan mengakui pendapatan bagi hasil atas dasar proyeksi
yang dibuat?
8.7.2 Soal-soal
Soal pertama
LKS Ramat Ilahi sepakat dengan Syaiful untuk membiayai proyek pembangunan sebuah tower
raksasa senilai Rp1.000.000.000 (satu milyard rupiah). Atas kesepatan tersebut Syaiful memberikan
kontribusi modal sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) sedangkan LKS Ramat Ilahi sebesar
Rp800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) yang terdiri atas uang tunai sebesar Rp300.000.000 (tiga
ratus juta rupiah) dan bahan material dengan harga pasar sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta
rupiah) yang sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp450.000.000 (empat ratus lima puluh juta).
Pembagain hasil disepakati 20% untuk Syaiful dan 80% untuk LKS Rahmat Ilahi. Estimasi
keuntungan yang akan diperoleh atas proyek tersebut sebesar Rp100 juta Pada akhir proyek
diperhitungan hasil usaha sebesar Rp50 juta.
Diminta :
1. Perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut
2. Perhitungan kolektibilitas dan PPAP yang harus dibentuk
Soal kedua
PT Sinar Bahagia telah memenangkan tender pembangunan 5 gedung sekolah dasar di kecamatan
Jatisrono sebesar Rp5.000.000.000 (lima milyard). Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja PT
Sinar Bahagia menyetujui kerja sama dengan LKS Sarana Mukti dengan data-data sebagai berikut:
Porsi Modal kerja : PT Sinar Bahagia 60% dan LKS Sarana Mukti 40% yang
dibayar sekaligus dalam bentuk uang tunai ke rekening usaha
bersama
Nisbah : PT Sinar Bagahian 50% dan LKS Sarana Mukti 50%
Prinsip bagi hasil : Revenue Sharing
Jangka waktu akad : 12 (dua belas) bulan
Pada akhir akad diketahui bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun gedung tersebut
berjumlah Rp4.200.000.000 (empat milyard dua ratus juta rupiah).
Diminta:
Buat perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut.baik yang dilakukan oleh LKS
Saran Mukti sebagai mitra pasif maupun PT Sinar Bahagia sebagai mitra aktif.
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 447
Soal ketiga
“Bank Syariah Al-Amin” bekerja sama dengan “BPR Syariah Sidomukti” atas sumber dana
pembiayaan yang dilakukan oleh BPR Syariah. Kedua belah pihak telah sepakat hal-hal sebagai
berikut:
Bank Syariah BPR Syariah
1. Kontribusi modal 80% 20%
2. Nisbah bagi hasil 75% 25%
3. Kemitraan Mitra pasif Mitra aktif
4. Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing
5 Jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari BPR Syariah Sidomukti diketahui bahwa pembiayaan
yang dilakukan pada tahun tersebut sebagai berikut:
Jenis barang yang dijual : Sepeda motor Honda Supra
Harga jual : Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah)
Keuntungan : setara dengan 20% per tahun
Jumlah penjualan : 100 (seribu) unit setiap bulan
Pembayaran : dilakukan dengan cara angsuran secara merata selama 12
bulan
Denda : Rp100.000 setiap keterlambatan
Dimita:
Buat perhitungan dan jurnal transaksi atas kerja sama tersebut baik yang dilakukan oleh Bank
Syariah maupun oleh BPR Syariah
Soal keempat
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Al Qiradh” menyetujui membiayai proyek perusahaan
textil PT “RAHMAT ILAHI” sebesar Rp30 milyard dari total nilai proyek sebesar Rp50 milyard.
Proyeksi hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200 juta per bulan dengan pembagian hasil
usaha sebesar 70 % untuk bank syariah dan 30 % untuk PT “RAHMAT ILAHI”
Penyerahan modal dilakukan oleh Bank Syariah AL QIRADH secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan mesin produksi textil yang dibeli dengan harga Rp12,5
milyard dan nilai pasar saat penyerahan sebesar Rp15 milyard
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening PT
RAHMAT ILAHI sebesar Rp10 milyard
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada PT RAHMAT ILAHI
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PT RAHMAT ILAHI mengalami rugi sebesar
Rp100 juta rupiah
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PT RAHMAT ILAHI memperoleh hasil usaha
sebesar Rp300 juta
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PT RAHMAT ILAHI bahwa hasil usaha
bulan desember 2008 sebesar Rp200 juta dan akan ditransfer pada tanggal 15 januari 2009
Diminta:
Buatlah perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut
Soal kelima
LKS Sejati bekerja sama dengan PT Pantai Indah, dalam melaksanakan proyek wisata pantai dengan
biaya seluruhnya sebesar Rp100 milyard.Kedua belah pihak sepakat atas hal-hal berikut:
448 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
LKS Sejati PT Pantai Indah
1 Kontribusi modal 70 milyard 30 milyard
2. Nisbah bagi hasil 80 20
3. Status kemitraan Mitra pasif Mitra aktif
4 Prinsip bagi hasil Revenue Sharing
5 Jangka waktu proyek 5 tahun terhitung mulai seluruh modal diserahkan.
Modal LSK Sejati diserahkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 1 Juni 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp20.000.000.0000 (dua puluh milyard)
b. Tanggal 5 Juni 2008 diserahkan 20 buah truk pengangkut tanah dengan nilai wajar/pasar
sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyard) dimana truk tersebut dibeli beberapa waktu
sebelumnya sebesar Rp660.000.000,00 (enam ratus enam puluh juta) per buah.
c. Tanggal 10 Juni 2008 diserahkan 10 traktor dengan harga pasar / wajar sebesar
Rp10.000.000.000 (sepuluh miyard) yang sebelum dibeli dengan harga Rp1.100.000.000 per
buah
d. Tanggal 15 Juni 2008 diserahkan uang tunai sisa modal kas (uang tunai) sebesar
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima milyard)
Sedangkan modal PT Pantai Indah diserahkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tanggal 1 Juni 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyard)
b. Tanggal 3 Juni 2008 diserahkan 10 buah truk pengangkut tanah dengan harga pasar / wajar
sebesar Rp7.500.000.000 (tujuh milyard lima ratus juta rupiah) yang diberli dengan harga
sebesar Rp800.000.000 (delapan ratus juta) per buah.
c. Tanggal 7 Juni 2008 diserhkan 5 buah traktor dengan harga pasar/ wajar sebesar
Rp5.000.000.000 (lima milyard) yang sebelumnya dibeli dengan harga sebesar Rp940.000.000
(sembilan ratus empat puluh juta rupiah)
d. Tanggal 15 Juni 2008 dibayar sisa modal dengan uang tunai sebesar Rp7.500.000.000 (tujuh
milyard lima ratus juta rupiah)
Selama dalam pelaksanaan akad perlu diketahui hal-hal sebagai berikut:
1 Penyelesaian proyek hingga beroperasi dilaksanakan selama 3 bulan (sampai dengan akhir
September 2008) dan selama tiga bulan tidak memperoleh hasil
2. Bulan oktober sebagai bulan uji coba diperoleh hasil usaha sebesar Rp10.000.000 (sepuluh
juta)
3. 1 Nopember sd 31 Desember 2008 diperoleh hasil atas pelaksanaan proyek wisata pantai
tersebut sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta)
4. Juni 2010 disepakati pengembalian modal LKS sejati oleh PT Pantai Indah sebesar
Rp5.000.000.000 (lima milyard)
Diminta :
Buat perhitungan dan jurnal sehubungan dengan transaksi tersebut.
Soal keenam Keterangan Transaksi
Tgl
Disetujui kerja sama kemitraan (musyarakah) antara bank dan mitra sebesar Rp10
01/06 milyard dimana bank memberikan modal sebagai sebesar Rp5 milyard baik berupa
uang tunai maupun dalam bentuk aktiva tetap.
4/06
04/06 Dilakukan pembayaran penyertaan musyarakah uang tunai sebesar Rp3 milyard
Dilakukan penyerahan aktiva tetap sebagai penyertaan musyarakah dengan nilai wajar
seharga Rp2 milyard. Harga beli aktiva tetap tersebut sebesar Rp3 milyard dan
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 449
06/06 Akumulasi penyusutan sebesar Rp750 juta
30/06
31/07 Dibayar biaya akad sebesar Rp20.000.000,00 dan sesuai kesepakatan dengan mitra
31/08 biaya tersebut setengah menjadi beban ban dan setengah menjadi beban mitra
10/09 Diterima tunai pembagian keuntungan Musyarakah yang menjadi porsi bank sebesar
20/09 Rp50 juta
30/09
15/10 Karena lesunya pasar dan berdasarkan data yang ada, usaha tersebut mengalami
kerugian yang cukup besar yaitu sebesar Rp250 juta
Dalam Agustus dengan usaha yang gigih usaha tersebut mendapat keuntungan
sebesar Rp200 juta dan atas keuntungan tersebut dipergunakan untuk melakukan
pemulihan modal musyarakah
Dialihkan kepada mitra modal musyarakah sebesar Rp1 milyard, yang diterima secara
tunai
Dalam pemeriksaan diketahui terdapat kerugian sebesar Rp100 juta yang merupakan
kelalaian dari mitra
Dilakukan pembentukan penyisihan kerugian musyarakah sebesar Rp75.000.000
Dilakukan penyelesaian seluruh modal musyarakahdan ternyata terdapat modal yang
tidak dapat dikembalikan oleh mitra sebesar Rp1 milyard
Soal ketujuh
Bank Syariah Mitra Umat setuju memberikan pembiayaan musyarakah untuk modal kerja pengusaha
tempe “Emang Enak” dengan data-data sebagai berikut:
1. keutuhan modal kerja seluruhnya sebesar Rp1.000.000.000 (satu milyard). Dibiayai oleh Bank
Syariah sebesar 70% dan sisanya dibiayai sendiri oleh pengusaha tersebut.
2. Porsi pembagian keuntungan (nisbah) yang disepakati 80 % untuk bank syariah dan 20%
untuk pengusaha tempe Emang Enak dari laba kotor yang diperoleh dari usaha tempe
tersebut.
3. Jangka waktu pembiayaan 12 (dua belas) bulan, dimulai tanggal 1 Maret 2008 sampai dengan
28 Februasi 2009
4. Disepakati pengusaha tempe akan mengembalikan modal musyarakah secara bertahap sebagai
beirkut:
Tanggal Jumlah modal
2 Juni 2008 150.000.000
10 Agustus 250.000.000
10 Oktober 250.000.000
10 Desember 350.000.000
Selama pelaksanaan kegiatan tersebut diperoleh data-data sebagai berikut
1 20 Februari 2008 Bank Syariah Mitra Umat telah mengeluarkan biaya untuk study
kelayakan sebesar Rp5.000.000 dan ditanggung sendiri oleh bank
syariah
2. 2 Maret 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyerahkan uang tunai kepada
pengusaha tempe sebesar Rp200.000.000 sebagai modal kerja dalam
bentuk uang tunai
3. 10 Maret 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyerahkan kedelai sebanyak 5 ton
seharga Rp800.000.000 (delapan ratus juta) yang sebelumnya dibeli
dengan harga Rp740.000.000 (tujuh ratus empat puluh juta)
450 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
4. 5 April 2008 Diterima laporan dari mitra akif bahwa dalam bulan maret 2008
telah diperoleh hasil sebesar Rp1.000.000,00 sebagai hasil uji coba
pasar namun belum dapat dibayarkan
5. 2 Juni 2008 Diterima pengembalian modal musyarakah sebesar
Rp150.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagai pengembalian
sebagian modal musyarakah
6. 10 Agusus 2008 Diterima secara tunai bagian hasil usaha dari pengusaha tempe
sebesar Rp25.000.000,00
7. 10 Agustus 2008 Sampai akhir 10 Agustus 2008 pengusaha tempe belum dapat
mengembalikan modal musyarakah yang telah disepakati sebesar
Rp250.000.000
8. 25 Agustus 2008 Diterima pembayaran pengembalian modal musyarakah dari
pengusaha tempe sebesar Rp250.000.000
9. 10 Oktober 2008 Diterima pembayaran secara tunai pengembalian modal musyarakah
dari pengusaha tempe sebesar Rp250.000.000,00
10. 10 Desember 2008 Pengembalian modal musyarakah sebesar Rp350.000.000,00 telah
jatuh tempo namun pengusaha tempe belum dapat membayar.
Diminta:
Buat jurnal sehubungan transaksi tersebut yang dilakukan oleh Bank Syariah sebagai mitra pasif
Soal kedelapan
Bank Syariah membiayai sebagian modal kerja perusahaan tahu tempe ”Gurih” milik Gaston yang
baru berdiri sebesar Rp100.000.000,00 dari total modal usaha sebesar Rp150.000.000,00. Sisanya
dibiayai sendiri oleh Gaston . Penyerahan modal Bank Syariah ke Gaston dilakukan sekaligus
sedangkan pengembalian modal dilakukan secara bertahap 5 kali masing sebesar Rp20.000.000,00
selama 2 tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh perusahaan tersebut dapat melakukan
penjualan selama setahun sebesar Rp275.000.000,00, sedangkan untuk pembelian bahan baku
sebesar Rp150.000.000,00, pembayaran biaya tenaga kerja dan biaya lainnya sebesar
Rp75.000.000,00.Bank Syariah mengharapkan keuntungan setara dengan 20% / pa
Setelah usaha tersebut berjalan, dari laporan yang peroleh menyebutkan realisasi hasil usaha
perusahaan tahu tempe ”Gurih selama tiga bulan adalah sebagai berikut:
Bulan1 Bulan 2 Bulan 3 dst
Penjualan 120 juta 80 juta 140 juta
Harga pokok penj 70 juta 70 juta 80 juta
Gross profit 50 juta 10 juta 60 juta
Pertanyaan
1. Prinsip apa yang dipergunakan dalam transaksi tersebut
2. Perhitungan dan jurnal yang berhubungan dengan transaksi tersebut
Soal kesembilan
Pada tanggal 20 Januari 2008 Bank Syariah “Amal Sejahtera” menyetujui membiayai proyek
perusahaan transportasi “PO Dewi Sri” atas peremajaan kendaraan dan modal kerja sebesar
Rp30.000.000.000 (tiga puluh milyard) dari total nilai proyek sebesar Rp50.000.000.000 (lima puluh
milyard). Jangka waktu proyek selama 2 (dua) tahun setelah penyerahan seluruh modal. Proyeksi
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 451
hasil usaha atas proyek tersebut sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) per bulan dengan
pembagian hasil usaha sebesar 70 % untuk bank syariah dan 30 % untuk “PO Dewi Sri”
Penyerahan modal dilakukan oleh Bank Syariah Amal Sejahtera secara bertahap yaitu:
a. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan 10 (sepuluh) buah bus “Mercy” yang dibeli dengan harga
Rp12.600.000.000 (dua belas milyard, enam ratus juta) dan nilai pasar saat penyerahan sebesar
Rp15.000.000.000 (lima belas milyard)
b. Tanggal 10 Februari 2008 diserahkan modal dalam bentuk kas yang ditransfer ke rekening
“PO Dewi Sri” sebesar Rp10.000.000.000 (sepuluh milyard)
c. Tanggal 29 Maret 2008 diserahkan sisa modal kepada ”PO Dewi Sri”
Pada bulan Oktober 2008 dalam masa uji coba PO Dewi Sri mengalami rugi sebesar
Rp100.000.000, (seratus juta rupiah)
Pada bulan Nopember 2008 dalam operasi penuh PO Dewi Sri memperoleh hasil usaha sebesar
Rp300.000.000 (tiga ratus juta). Hasil tersebut langsung dibayar oleh PO Dewi Sri pada tanggal 30
Nopermber 2008. Bersama iti juga PO Dewi Sri melakukan pengembalian modal kepada Bank
Syarian Amal Sejahtera sebesar Rp2.000.000.000 (dua milyard)
Pada tanggal 30 Desember 2008 diperoleh laporan dari PT RAHMAT ILAHI bahwa hasil usaha
bulan desember 2008 sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta) dan akan ditransfer pada tanggal 15
januari 2009
Pertanyaan
1. Buatlah jurnal persetujuan Bank Syariah Amal Sejahtera tgl 20 Januari 2008
2. Buatlah perhitungan dan jurnal penyerahan modal oleh Bank Syariah Amal Sejahtera
(a) pada tanggal 25 Januari 2008,
(b) pada tanggal 10 Februari 2008,
(c) pada tanggal 29 Maret 2008
3. Buatlah perhitungan dan jurnal penerimaan hasil usaha dan penerimaan modal oleh Bank
Syariah Amal Sejahtera bulan Oktober dan Nopember 2008
4. Buatlah perhitungan dan jurnal hasil usaha bulan Desember 2008 dan penerimaan bagi hasil
Januari 209
Soal kesepuluh
Pada tanggal 17 Mei 2008 Bank Syariah Baitul Rdho melakukan investasi musyarakah kepada
KSU ”Rahayu” sebagai mitra aktif pengelola usaha sebesar Rp3.000.000.000 (tiga milyard rupiah)
untuk jangka waktu 36 bulan dari kebutuhan modal sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Sisa modal dibiayai sendiri oleh KSU “Rahayu”. Disepakati nisbah pembagian hasil usaha yang
disepakati sebesar 60 untuk bank syariah dan 40 untuk Koperasi.
Penyerahan modal musyarakah yang menjadi porsi Bank Syariah Baitul Ridho dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 12 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu peralatan berat sebagai modal
mudharabah dengan harga wajar / pasar sebesar Rp700.000.000,00 dan menurut catatan
bank peralatan berat tersebut dibeli dengan harga Rp650.000.000,00 .
2. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada KSU Rahayu alat transpotasi dengan harga wajar /
pasar sebesar Rp800.000.000,00 dan menurut catatan bank peralatan berat tersebut dibeli
dengan harga Rp850.000.000,00
3. Tanggal 10 Juli 2008 dilakukan pencairan dana Mudharabah tahap ke 3 sebesar
Rp1.000.000.000,00
452 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
4. Tanggal 25 Juli 2008 dilakukan pembayaran kepada KSU Rahayu sisa modal kerja yang
belum diserahkan
Disepakati pengembalian modal musyarakah milik Bank Syariah Baitul Ridho dilakukan oleh
KSU ”Rahayu” secara bertahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama pada bulan Mei 2009 sebesar Rp1 milyard
2. Tahap kedua pada bulan Mei 2010 sebesar Rp1 milyard
3. Tahap ketiga pada bulan Mei 2011 sebesar Rp1 milyard
Data-data lain yang terkait dengan investasi musyarakah yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul
Ridho dengan KSU Rahayu adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 5 Desember 2008 diperoleh laporan dari Koperasi bahwa kerugian yang dialami
sebesar Rp30.000.000,00 dan kerugian tersebut diidentifikasi bukan kesalahan KSU Rahayu
2. Pada tanggal 5 Juli 2009 diperoleh laporan dari KSU Rahayu bahwa hasil usaha periode
tersebut sebesar Rp70.000.000,00 dan atas hasil tersebut Koperasi belum dapat
membayarnya (pada rekeningnya tidak ada saldonya)
3. KSU Rahayu melakukan pengembalian modal musyarakah tahap satu dan kedua sesuai
jadwal, namun sampai dengan bulan Juni 2011 Koperasi tidak melakukan pengembalian
modal musyarakah tahap akhir, dan setelah dilakukan penelusuran dan penyelidikan dana
tersebut dipergunakan oleh Koperasi untuk membayar hutang ke Bank lain
Diminta : Buatlah jurnal dan perhitungan seperlunya atas
1. Persetujuan investasi musyarakah yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho
kepada KSU Rahayu.
2. Penyerahan modal dari Bank Syariah Baitul Ridho kepada KSU Rahayiu sesuai
tahapannya.
3. Pengakuan keuntungan atau kerugian yang dilakukan oleh Bank Syariah Baitul Ridho
4. Pengembalian modal mudharabah oleh KSU Rahayu kepada Bank Syariah
5. Modal musyarakah yang telah jatuh tempo dan belum dikembalikan oleh KSU Rahayu?
Soal kesebelas
Pada tanggal 1 Mei 2008 Bank Syariah Mitra Umat menyetujui modal kerja KSU “Serba Ada” yang
menjual barang-barang kebutuhan sebari-hari, sebanyak 70% dari kebutuhan modal kerjanya dan
sisanya dari modal sendiri.Jumlah modal kerja yang disetujui oleh bank syariah sebesar Rp3 milyard
yang akan diberikan dalam bentuk uang tunai dan atau barang dagangan yang berasal dari
pengusaha mikro binaan bank syariah.
Dari tambahan modal kerja yang diberikan oleh bank syariah diharapkan dapat menaikan penjualan
sebesar Rp200 juta perbulan dari harga pokok penjualan sebesar Rp150 juta per bulan
Penyerahan modal kerja yang disetujui oleh Bank Syariah kepada KSU Serba Ada dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 10 Mei diserahkan modal kerja dalam bentuk uang tunai sebesar Rp1 milyard
2. Tanggal 15 Mei 2008 diserahkan barang dagangan berupa kerajinan tangan senilai Rp700
juta yang dibeli 6 bulan yang lalu dari pengusaha mikro binaan bank syariah sebesar Rp664
juta
2. Tanggal 20 Mei 2008 diserahkan barang dagangan berupa baju, celana panjang , kemeja dan
sejenisnya senilai Rp800.000.000,00 yang dibeli dari kelompok konveksi yang menjadi
binaan bank syariah 3 bulan lalu dengan harga Rp840.000.000,00
4. Tanggal 25 Mei 2008 diserahkan modal sisa modal kerja berupa uang tunai
BAB VIII. Akuntansi Musyarakah | 453
Disepakati KSU Serba Ada pengembalian modal kerja Bank Syariah Mitra Umat dilakukan dalam
jangka waktu 3 tahun dengan tahapan sebagai berikut :
1. Tahap pertama pada bulan Mei 2008 sebesar Rp1 milyard
2. Tahap kedua pada bulan Mei 2009 sebesar Rp1 milyard
3. Tahap ketiga pada bulan Mei 2010 sebesar Rp1 milyard
Selama dalam pelaksanaan usaha, Bank syariah memperoleh data-data sebagai berikut:
1. Dari laporan usaha yang diberikan oleh KSU Serba Ada diketahui data penjualan sbb:
Kwartal Pertama kedua ketiga Keempat
Total penjualan 200.000.000 100.000.000 250.000.000 250.000.000
HPP 150.000.000 80.000.000 180.000.000 200.000.000
2. Tanggal 2 Juni 2008 diperoleh laporan dari “KSU Serba Ada” kerugian koperasi bulan Mei
2008 yang harus menjadi beban Bank Syariah Mitra Umat sebesar Rp30.000.000,00
3. Pengembalian modal ke Bank Syariah Mitra Umat berjalan dengan jadwal kecuali pembayaran
tahun akhir (Mei 2010) yang baru dapat dilakukan pembayaran bulan Juli 2010
Diminta :
Buatlah: perhitungan dan jurnal dari tahapan-tahapan transaksi dari awal hingga pelunasan
454 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
BAB IX
AKUNTANSI IJARAH
9.1. Pengertian dan Karakteristik Ijarah
Untuk memahami akuntansi Ijarah, hendaknya perlu diketahui dan dipahami tentang pengertian dan
karakteristik Ijarah tersebut. Oleh karena ini dalam bagian ini akan dibahas tentang hal tersebut.
9.1.1 Pengertian dan rukun
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk
mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-
menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang
disewakannya dengan “opsi perpindahan hak milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad
sewa.
Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Indonesia (Bank Indonesia) menjelaskan
pengertian yang berkaitan dengan Ijarah sebagai berikut:
Ijarah – sewa menyewa – Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
barang itu sendiri.
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) – sewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan
barang. Sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan di penyewa.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Iajarah dijelaskan beberapa pengertian yang dipergunakan
dalam transaksi Ijarah sebagai berikut:
Aset Ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakah.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.Sewa yang
dimaksud adalah sewa operasi (operating lease).
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan aset yang di-
ijarah-kan pada saat tertentu.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang
berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length
transaction).
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.
Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara subtansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan aset.
Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah
produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset.
Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu.
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 455
Rukun Ijarah adalah:
1. Musta’jir / penyewa
2. Mu’ajjir / pemilik barang
3. Ma’jur / barang atau obyek sewaan
4. Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa
5. Ijab Qabul
Syarat-syarat Ijarah adalah:
1. Pihak yang terlibat harus saling ridha
2. Ma’jur (barang/obyek sewa) ada manfaatnya :
a. Manfaat tersebut dibenarkan agama/halal
b. Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur/diperhitungkan
c. Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
d. Ma’jur wajib dibeli Musta’jir
9.1.2 Karakteristik Ijarah
Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah sebagaimana tercantum dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) sebagai
berikut:
Pertama: Rukun dan syarat ijarah:
1. Pernyataan ijab dan qabul.
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik asset,
LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset
nasabah).
3. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset.
4. Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin,
karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu
sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari
pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua: Ketentuan Obyek Ijarah
1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa
juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa dalam ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan
obyek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan dalam ukuran
waktu, tempat dan jarak.
456 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah:
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset.
c. Menjaminan bila terdapat cacat pada aset yang disewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia
tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan al-Ijarah Muntahiyah al-Bittamlik sebagaimana tercantum
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional no 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 (Fatwa, 2006)
sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor :
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-
Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati
ketika akad Ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad
Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad
Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau
pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai
2. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’ad yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad
pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Dalam PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa karakteristik dari Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik sebagai berikut:
5. Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang
terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan
dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam
ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah
telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:
(a) hibah;
(b) penjualan sebelum akhir masa akad;
(c) penjualan pada akhir masa akad;
(d) penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari
risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 457
9.2. Cakupan Akuntansi Ijarah
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan
PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan tujuan dari
Akuntansi Ijarah ini adalah untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi ijarah. Sedangkan Ruang Lingkup dalam akuntansi Ijarah adalah sebagai berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah.
3. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah,
namun tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad ijarah.
Jika diperhatikan ketentuan tersebut di atas, Akuntansi Ijarah yang dibahas dalam PSAK 107
tersebut lebih luas dibandingkan dengan Akuntansi Ijarah yang tercantum dalam PSAK 59 diantaranya
dalam PSAK 107 dipergunakan untuk Akuntansi Multijasa yang mempergunakan prinsip Ijarah. Untuk
memberikan gambaran perbedaan segi akuntansi Ijarah Muntahia Bittamlik dengan Sewa Beli (finance lease),
berikut diberikan beberapa ketentunan dapal PSAK 30 tentang Sewa (revisi 2007), antara lain sewa
pembiayaan (finance lease) dalam laporan keuangan lessee dan laporan keuangan lessor.
A. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lessee)
1) Pada saat awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca
sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembiayaan sewa minimum, jika nilai kini lebih
rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak. Tingkat diskonto yang digunakan dalam
perhitungan nilai kini dari pembayaran sewa minimum adalah tingkat suku bunga implisit dalam sewa,
jika dapat ditentukan secara praktis; jika tidak, digunakan tingkat suku bunga pinjaman inkremental
lessee. Biaya langsung awal yang dikeluarkan lessee ditambahkan ke dalam jumlah yang diakui sebagai aset
(paragraf 16).
2) Transaksi dan kejadian lainnya dicatat dan disajikan sesuai dengan subtansi dan realitas
keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk legalnya. Meskipun bentuk legal perjanjian
sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hal legal atas asset sewaan, dalam hal sewa
pembiayaan, secara subtansi dan realitas keuangan pihak lessee memperoleh manfaat
ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya.
Sebagai konsekuensinya lessee menanggung kewajiban untuk membayar hak tersebut sebesar
suatu jumlah, pada awal sewa, yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan
(finance charge) terkait (paragraf 17).
3) Jika transaksi sewa tersebut tidak tercermin dalam neraca lessee, sumber daya ekonomi dan
tingkat kewajiban dari entitas menjadi rendah (understated), sehingga mendistorsi rasio-rasio
keuangan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam neraca lessee sebagai aset dan
kewajiban untuk pembayaran sewa dimasa depan. Pada awal masa sewa, aset dan kewajiban
untuk pembayaran sewa di masa depan diakui dineraca pada jumlah yang sama, kecuali untuk
biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan ke jumlah yang diakui sebagai aset (paragraf
18).
4) Kewajiban sewa tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan.
Jika penyajian kewajiban dalam neraca berbeda antara kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang, hal yang sama berlakuk untuk kewajiban sewa (paragraf 19).
5) Biaya langsung awal umumnya terjadi sehubungan dengan aktivitas sewa tertentu, seperti
aktivitas negosiasi dan pemastian pelaksanaan sewa. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan
secara langsung kepada aktivitas lessee untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke jumlah
yg diakui sebagai aset (paragraf 20).
458 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
B. Sewa pembiayaan (dalam laporan keuangan lessor)
1) Dalam sewa pembiayaan, lessor mengakui aset berupa piutang sewa pembiayaan di neraca sebesar jumlah
yang sama dengan investasi sewa neto tersebut (paragraf 32).
2) Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan legal dialihkan oleh lessor kepada lessee, dan dengan demikian penerimaan piutang
sewa diperlakukan oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan penghasilan pembiayaan (finance
income) yang diterima lessor sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya
(paragraf 33).
3) Lessor sering kali mengeluarkan biaya langsung awal yang meliputi antara lain komisi, biaya
legal, dan biaya internal yang inkremental dan dapat diatribusikan langsung dengan proses
negosiasi dan pengaturan suatu sewa. Biaya langsung awal tidak termasuk biaya umum seperti
yang lazimnya dikeluarkan oleh tim penjualan dan pemasaran. Untuk sewa pembiayaan, selain
yang melibatkan lessor pabrikan atau dealer, biaya langsung awal diperhitungkan sebagai bagian
dari pengukuran awal piutang sewa pembiayaan dan mengurangi penghasilan yang diakui
selama masa sewa. Tingkat bunga implisit dalam sewa ditentukan sedemikian rupa sehingga
biaya langsung awal secara otomatis sudah termasuk di dalam piutang sewa pembiayaan;
sehingga tidak diperlukan pengungkapan yang terpisah. Biaya yang dikeluarkan oleh lessor
pabrikan atau dealer yang terkait dengan negosiasi dan pengaturan suatu sewa tidak termasuki
biaya langsung awal. Dengan demikian biaya tersebut tidak termasuk investasi sewa neto dan
diakui sebagai beban ketika laba penjualan diakui, yang mana untuk sewa pembiayaan
umumnya diakui pada masa awal sewa (paragraf 34).
Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dianggap sebagai salah satu instrumen keuangan
yang digunakan oleh bank syariah, dimana bank syariah berbeda di dalam memperlakukan pengukuran dan
pengungkapan assets yang disewakan, dan di dalam akuntansi bagi bagian bank syariah pada biaya
langsung awal dan perbaikan assets yang disewakan. Mereka juga berbeda mengenai pengakuan
pendapatan Ijarah (hampir separuh bank-bank syariah yang berpartisipasi mengakui pendapatan Ijarah
ketika cicilan sewa jatuh tempo, separuh yang lain mengakui pendapatan sewa pada berbagai waktu).
Disamping itu, menunjukkan bahwa bank syariah juga berbeda di dalam pengungkapan kebijakan
akuntansi mengenai Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik. Perbedaan tersebut di dalam perlakuan
akuntansi dan pengungkapan cendrung mempunyai berbagai effek. Adalah sulit untuk membandingkan
keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank syariah dengan yang diperoleh oleh bank syariah lain. Ini
akan mengurangi kegunaan informasi kepada para pemakai laporan keuangan bank syariah. Juga,
perbedaan tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi investasi bersama baik keuntungan atau
kerugian antara para pemilik rekening investasi tidak terbatas dan para pemilik equity di satu sisi dan alokasi
hasil-hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para pemilik rekening (tidak terbatas dan
terbatas) di sisi lain.Tetapi, standarisasi perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan
Ijarah Muntahia Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan kerangka dasar
seperti “Penentuan hak-hak dan kewajiban semua pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari
transaksi yang tidak selesai dan kejadian kejadian lain sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam dan
konsep keadilannya, charity dan kepatuhan terhadap etika bisnis Islam, dan memberikan informasi yang
berguna bagi para pemakai laporan keuangan bank syariah untuk memungkinkan mereka mengambil
keputusan yang sah di dalam mu’amalah mereka dengan bank syariah”.
9.3. Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah (Mu’jir)
Salah satu perbedaan akuntansi Ijarah dengan akuntansi sewa beli (leasing) adalah pencatatan obyek
ijarah yang dilakukan oleh Lessor. Disamping itu ada beberapa akun yang dipergunakan dalam akuntansi
Ijarah pada pemilik obyek Ijarah. Selain itu akan dibahas pengadaan obyek ijarah, perhitungan harga sewa,
pemeliharaan dan perbaikan obyek ijarah, pengalihan kepemilikan khusus untuk Ijarah Muntahia Bittamlik.
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 459
9.3.1 Akun-akun dalan transaksi Ijarah
Akun-akun berikut dan penjelasannya yang dipergunakan untuk mencatat transaksi Ijarah, baik yang
berhubungan dengan pembuatan Laporan Posisi Keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi pada
Akuntansi Pemilik Obyek Ijarah.
A. Akun-akun Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah yang diperlukan dalam
Laporan Posisi Keuangan (neraca) antara lain:
1. Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat obyek Ijarah, baik atas aset berwujud maupun aset tidak
berwujud. Akun ini didebet pada saat dilakukan transaksi Ijarah sebesar harga perolehan obyek
Ijarah dan dikredit pada saat dilakukan penyusutan atas aset berwujud atau amortisasi atas aset tidak
berwujud.
2. Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat penyusutan Obyek Ijarah Aset berwujud dengan
mempergunakan metode penyusutan sesuai ketentuan PSAK yang terkait. Akun ini dikredit pada
saat dibentuk penyusutan Obyek Ijarah sebesar beban penyusutan yang dilakukan dan didebet pada
saat aset tersebut dipindahkan kepemilikannya kepada pihak lain. Akun ini disajikan sebagai
pengurang (offsetting account) dari Aset Ijarah.
3. Sewa Multijasa Tangguhan/Sewa Lanjut Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya perolehan obyek ijarah aset tidak berwujud (misalnya
untuk produk multijasa yang mempergunakan akad Ijarah). Akun ini didebet pada saat dilakukan
pembayaran biaya perolehan obyek ijarah aset tidak berwujud sebesar biaya perolehan yang
dikeluarkan dan dikredit pada saat dilakukan amortisasi obyek ijarah aset tidak berwujud sebesar
beban amortisasi yang dilakukan.
4. Cadangan biaya pemeliharaan/perbaikan
Akun ini dipergunakan dalam hal pembentukan cadangan biaya pemeliharaan obyek ijarah. Akun ini
dikredit saat pembentukan cadangan sebesar cadangan yang dibentuk dan didebet pada saat timbul
biaya pemeliharaan sebesar pengeluaran beban pemeliharaan yang dibayar.
B. Akun-akun Laporan Laba Rugi
Beberapa akun yang dipergunakan dalam pencatatan transaksi Ijarah untuk kepentingan pembuatan
Laporan Posisi Keuangan antara lain:
1. Biaya Penyusutan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat biaya penyusutan yang dilakukan atas obyek ijarah atas aset
berwujud, baik iajrah maupun IMBT. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting account) dari
Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional) Akun ini
didebet pada saat pembentukan penyusutan obyek ijarah aset berwujud sebesar beban penyusutan
yang dibentuk sesuai metode penyusutan yang diperkenankan. Akun ini dikredit pada saat akhir
tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan Operasi Utama.
2. Biaya Pemeliharaan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakanuntuk mencatat biaya pemeliharaan obyek ijarah yang menjadi tanggung
jawab pemilik obyek ijarah (lessor) atas aset berwujud. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting
account) dari Akun Pendapatan Ijarah (tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional).
Akun ini didebet pada saat dilakukan pemeliharaan obyek ijarah sebesar beban yang dikeluarkan dan
dikredit pada saat akhir tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke Pendapatan
Operasi Utama.
460 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
3. Biaya Amortisasi Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat beban amortisasi yang telah dilakukan atas obyek ijarah aset
tidak berwujud. Akun ini disajkan sebagai pengurang (offsetting account) dari Akun Pendapatan Ijarah
(tidak diperkenankan disajikan sebagai beban operasional). Akun ini didebet pada saat dilakukan
pembentukan amortisasi sebesar beban amortisasi sesuai metode penyusutan yang diperkenankan
dan dikredit pada saat akhir tahun bersama sama dengan pendapatan ijarah dipindahkan ke
Pendapatan Operasi Utama.
4. Keuntungan Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat keuntungan pelepasan Aset Ijarah, baik Asaet Ijarah
maupun IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih rendah dari nilai jualnya. Akun ini
disajikan sebagai penambahan pendapatan Ijarah (tidak disajikan sebagai pendapatan operasional).
Akun ini di kredit pada saat pelepasan Aset Ijarah sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai jual aset
ijarah. Akun ini akan didebet bersama sama dengan pendapatan Ijarah sebagai pendapatan operasi
utama.
5. Kerugian Pelepasan Aset Ijarah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian pelepasan Aset Ijarah, baik Asaet Ijarah maupun
IMBT atas aset berwujud dimana nilai tercatat lebih tinggi dari nilai jualnya. Akun ini disajikan
sebagai pengurang pendapatan Ijarah (tidak disajikan sebagai beban operasional). Akun ini di debet
pada saat pelepasan Aset Ijarah sebesar selisih nilai tercatat dengan nilai jual aset ijarah. Akun ini
akan dikredit bersama sama dengan pendapatan Ijarah sebagai pendapatan operasi utama.
6. Pendapatan Sewa
Akun ini dipergunakan untuk mencatat harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa (lessee). Akun
ini dikredit pada saat diterima harga sewa sebesar harga sewa yang disepakati dan didebet pada akhir
tahun dipindahkan atau diperhitungan sebagai Pendapatan Usaha Utama.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahia
Bittamlik dapat diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh: 9 – 1 (Ilustrasi Umum)
LKS Mitra Mandiri memiliki dua buah Kijang Inova dengan harga perolehan masing-masing
sebesar Rp120.000.000,00 LKS Mitra Mandiri menetapkan kebijakan masa penyusutan Kijang
Inova selama 5 tahun.
Atas permintaan nasabah, LKS Mitra Mandiri mensepakati penyewaan mobil Kijang Inova dengan
data sebagai berikut :
A. Kijang Inova pertama disewakan tanpa opsi pemindahan kepemilikan (akad ijarah) selama
setahun dengan return setara dengan 25%/pa kepada Hasan.
B. Kijang Inova kedua disewakan dengan opsi pemindahan kepemilikan (akad Ijarah Muntahia
Bittamlik) selama 2 tahun dengan return setara dengan 20%/pa, kepada Amir.
Pembayaran harga sewa oleh penyewa dilakukan setiap tanggal 15.
Atas ilustrasi di atas akan dibahas akuntansi yang berkaitan dengan transaksi Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik dimana obyek ijarahnya merupakan penggunaan manfaat aset berwujud, yang
dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek ijarah yaitu:
a. Obyek Ijarah, yang akan dibahas mulai dari pengadaan obyek ijarah yaitu pembelian aset sampai aset
tersebut dapat disewakan.
b. Harga sewa, yang akan dibahas penentuan perhitungan harga sewa Ijarah yang harus dibayar oleh
penyewa, pembayaran harga sewa.
c. Pengalihan kepemilikan yang akan dibahas khusus yang berkaitan dengan Ijarah dengan opsi
pemindahan kepemilikan (Ijarah Muntahia Bittamlik).
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 461
9.3.2 Obyek Ijarah
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Obyek Ijarah atas
penggunaan aset berwujud ini yang diterapkan untuk Ijarah atau Ijarah Muntahia Bittamlik, khususnya
IMBT karena ada opsi pemindahan kepemilikan. Oleh karena itu pemilik obyek Ijarah (lesssor) harus
memilik aset yang akan disewakan.
Dalam pengukuran Aset Ijarah berdasarkan biaya historis untuk pengukuran asset yang diperoleh
untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang
dikeluarkan agar asset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal perolehan ditafsirkan
sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli asset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat.
Dasar ini dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar pengungkapan alternatif.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah mengatur Biaya Perolehan Obyek Ijarah sebagai berikut:
9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan
aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Dalam Accounting Auditing Standard for Islamic Financial Institution (AASIFI) yang dikeluarkan oleh
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. (AAOIFI), pengukuran nilai aset yang
diperoleh untuk Ijarah dijelaskan bahwa berdasarkan biaya historis untuk pengukuran asset yang diperoleh
untuk Ijarah yang mengacu kepada nilai wajarnya pada tanggal perolehan, termasuk jumlah yang
dikeluarkan agar asset tersebut bisa digunakan yaitu Ijarah. Nilai wajar pada tanggal perolehan ditafsirkan
sebagai harga yang dibayar bank untuk membeli asset tersebut dalam suatu transaksi yang bersahabat.
Dasar ini sesuai dengan Statement of Objectives, dan dianggap lebih relevan dan reliable dari pada dasar-dasar
pengungkapan alternatif. Sedangkan dua alternatif perlakuan diusulkan terhadap biaya langsung awal (bank
sebagai lessor atau lessee):
1. membebankan biaya-biaya ini sebagai biaya periode fiskal kepada periode kapan terjadinya; atau
2. mencatat biaya-biaya ini sebagai biaya yang ditangguhkan untuk dialokasikan (secara sama) pada
jangka waktu penyewaan.
Alternatif dua telah dipilih karena sesuai dengan konsep matching (mencocokkan) pendapatan dan
biaya-biaya yang dinyatakan di dalam Statement of Concepts. Tetapi, jika biaya langsung awal tidak material
maka keseluruhan jumlah dibebankan kepada periode dimana terjadinya. Ini sesuai dengan konsep
materialitas.
A. Pengadaan Aset Ijarah
Pengadaan Obyek Ijarah merupakan tanggung jawab lessor atau pemilik obyek Ijarah (dalam hal ini
tanggung jawab LKS Mitra Mandiri). Salah satu cara untuk memperoleh obyek Ijarah adalah dengan
melakukan pembelian Aset Ijarah (obyek ijarah).
Contoh: 9 - 2 (pembelian Obyek Sewa)
Pada tanggal 1 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri membeli dua buah mobil Kijang Inova, dengan
harga masing-masing mobil sebesar Rp118.000.000,00.
Atas pembelian mobil Inova tersebut oleh LKS Mitra Mandiri dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan Rp236.000.000,00
Cr. Kas/Rekening pemilik Asset Rp236.000.000,00
Atas jurnal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan akun-akun dan Laporan Posisi
Keuangan/neraca LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
462 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
PERSEDIAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Kijang Inova Jumlah
Tgl Kijang Inova 118.000.000
01/03 236.000.000
01/03 118.000.000
Pasiva
Saldo Jumlah
236.000.000
NERACA
Per 1 Maret 2008
Aktiva Uraian Jumlah Uraian
Persediaan 236.000.000
B. Pengeluaran biaya lain aset Ijarah
Yang dimaksud dengan harga perolehan adalah seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi siap untuk dipergunakan atau dijual. Dari pengertian
ini dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan harga perolehan barang adalah harga barang dikurangi
diskon dari pemasok sebelum akad dilaksanakan ditambah dengan biaya-biaya yang terkait dengan
pengadaan barang yang menjadi tanggung jawab pembeli, misalnya biaya angkut, biaya surat-surat barang
dsb (sesuai syarat penyerahan barang) sampai aset tersebut dapat dipergunakan atau dijual.
Contoh: 9 – 3 (biaya-biaya lainnya)
Tanggal 5 Maret LKS Mitra Mandiri membayar biaya balik nama, BPKB dan surat-surat lainya
masing-masing mobil sebesar Rp2.000.000,00.
Atas pengeluaran biaya-biaya tersebut. LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek Ijarah melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan (biaya surat) Rp4.0000.000
Cr. Kas Rp4.0000.000
Atas jurnal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan akun-akun dan Laporan Posisi
Keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai pada pemilik obyek ijarah sebagai berikut:
PERSEDIAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Jumlah
Tgl Kijang Inova 118.000.000
01/03 Kijang Inova 240.000.000
01/03 Biaya surat-surat 118.000.000
05/03 Pasiva
4.000.000 Jumlah
Saldo
240.000.000
NERACA
Per 1 Maret 2008
Aktiva Uraian Jumlah Uraian
Persediaan
240.000.000
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 463
9.3.3 Harga Sewa
Banyak para praktisi Lembaga Keuangan Syariah yang salah dalam memahami harga sewa dalam
Ijarah khususnya dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik. Banyak harga sewa ini ditentukan berdasarkan jenis
obyek sewa yang dimiliki tanpa memperhatikan akad yang dipergunakan dan jangka waktu sewa yang
dilakukan. Juga banyak yang beranggapan bahwa harga sewa ini merupakan pendapatan yang harus
dibagikan dalam pembagian hasil usaha (profit distribusi).
Dalam Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan kedua, butir 7 dijelaskan bahwa :
“ ..... Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.”. Dari
ketentuan ini dapat dilihat bahwa dalam jual beli terkandung harga pokok atau harga perolehan dan harga
jual dimana selisih harga jual dan harga perolehan merupakan keuntungan yang diperoleh dalam transaksi
jual beli. Oleh karena itu dalam transaksi ijarah juga terkandung harga perolehan sewa dan harga sewa yang
merupakan harga jual yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa. Penjelasan ini dapat diilustrasikan
dalam gambar berikut ini:
JUAL BELI xxxxx SEWA
xxxxx
Harga pokok jual beli xxxxx Harga pokok sewa
Keuntungan jual beli Keuntungan
Harga Jual Harga sewa
Gambar 9-1: Penentuan harga sewa
Dari gambar ini dapat dijelaskan bahwa dalam jual beli terdapat harga jual yaitu harga yang harus
dibayar oleh pembeli saat membeli barang, begitu juga dalam ijarah juga terdapat harga sewa yang
merupakan harga jual ijarah yaitu harga yang harus dibayar oleh penyewa atas penggunaan manfaat obyek
ijarah. Dalam jual beli terdapat harga perolehan yaitu seluruh kas atau setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset sampai aset tersebut dalam kondisi yang siap untuk dijual atau dipergunakan, begitu juga
dalam ijarah juga terdapat harga perolehan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek ijarah
sampai obyek tersebut dapat dipergunakan manfaatnya. Harga perolehan Ijarah adalah merupakan biaya
penyusutan dan biaya pemeliharaan atas obyek ijarah tersebut dan biaya penyusutan obyek ijarah sangat
dipengaruhi oleh masa penyusutan atau umur ekonomis dari obyek ijarah tersebut.
464 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
A. Perhitungan Harga Sewa
Berdasarkan penjelasan diatas dan memperhatikan ketentuan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
diatas, maka harga sewa Ijarah dipengaruhi oleh biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan obyek ijarah,
sehingga LKS Mitra Mandiri melakukan perhitungan harga sewa Ijarah dan IMBT dalam contoh di atas
sebagai berikut:
1. Perhitungan harga sewa untuk Ijarah:
Harga perolehan obyek Ijarah Rp120.000.000,00
Umur ekonomis 5 th (sesuai kebijakan LKS)
Keuntungan yang diharapkan 20%
Biaya penyusutan obyek ijarah: 120.000.000/5 = Rp24.000.000,00 per tahun
Perhitungan harga sewa Ijarah adalah sebagai berikut:
Harga Perolehan Obyek Ijarah per tahun Rp24.000.000,00
Keuntungan: 20% x Rp24.000.000,00 Rp 4.800.000,00
--------------------
Harga sewa per tahun Rp28.800.000,00
Atau pembayaran harga sewa per bulan sebesar Rp2.400.000,00
2. Perhitungan harga sewa untuk Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Harga perolehan obyek Ijarah Rp120.000.000,00
Umur ekonomis 2 th (sesuai masa sewa)
Keuntungan yang diharapkan 20%
Biaya penyusutan obyek ijarah : 120.000.000/2 = Rp60.000.000,00 per tahun
Perhitungan harga sewa IMBT adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek IMBT Rp60.000.000,00
Keuntungan: 20% x Rp.60.000.000,00 Rp12.000.000,00
--------------------
Harga sewa per tahun Rp72.000.000,00
Atau pembayaran harga sewa per bulan sebesar Rp6.000.000,00.
Jadi dari perhitungan tersebut di atas, dapat dilihat bahwa harga sewa sangat ditentukan oleh akad yang
dilakukan (ijarah atau IMBT), masa sewa yang dilakukan khususnya IMBT. Sehingga obyek ijarah yang
sama (misalnya mobil Kijang Inova) memiliki harga sewa yang berbeda jika akad dilakukan berbeda dan
jangka waktu sewanya juga berbeda.
B. Pelaksanaan Akad Ijarah
Dalam pelaksanaan akad ijarah, tidak ada perbedaan jurnal dalam akuntansi Ijarah dan Ijarah
Muntahia Bittamlik. Yang membedakan pemindahan kepemilikan dalam Ijarah Muntahia Bittamlik,
dimana hal ini tidak ada dalam transaksi ijarah. Selain itu juga jumlah transaksinya saja, karena hal ini
dipengaruhi oleh perhitungan harga perolehan, dimana didalamnya terkandung beban penyusutan yang
dipengaruhi oleh masa penyusutan obyek ijarah tersebut. Oleh karena transaksi Ijarah ini pencatatan aset
ada pada Lembaga Keuangan Syariah sebagai lessor, maka baik obyek tersebut disewakan atau tidak
disewakan tetap dilakukan penyusutan. Untuk memberikan gambaran jurnal yang dilakukan dalam
pelaksanaan akad ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dapat diberikan contoh berikut. Dalam contoh
tersebut obyek ijarah atas penggunaan manfaat aset berwujud, sedangkan obyek ijarah atas penggunaan
aset tidak berwujud (Ijarah Lanjut dan Multijasa) dapat dilihat dalam pembahasan Ijarah Lanjut butir
berikutnya.
Contoh : 9 – 4 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 10 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri melakukan transaksi Ijarah dengan data-data
sebagai berikut:
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 465
A Jenis Akad (pertama) : Ijarah
Nama Penyewa : Hasan
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp28.800.000 (Rp2.400.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp14.400.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 1 (satu) tahun
Biaya administrasi : Rp300.000,00
Pengikatan : Dibawah tangan
B Jenis Akad (kedua) : Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)
Nama Penyewa : Amir
Jenis barang yang disewa : Kijang Inova
Harga barang perolehan : Rp120.000.000,00
Nilai sisa / residual value : Rp1
Total pembayaran sewa per thn : Rp72.000.000 (Rp6.000.000 / bln)
Uang muka sewa dari penyewa : Rp36.000.000 ( 6 bulan sewa)
Jangka waktu sewa : 2 (satu) tahun
Opsi pengalihan pemilikan : Akhir masa sewa
Biaya administrasi : Rp300.000,00
Pengikatan : Dibawah tangan
Atas transaksi Ijarah diatas, LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek Ijarah pada tanggal 10 Maret
2008 melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Aset Ijarah 120.000.000 120.000.000
Cr. Persediaan
120.000.000 120.000.000
Atas juranal transaksi diatas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan posisi
keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
PERSEDIAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Kijang Inova Jumlah
Tgl Kijang Inova 120.000.000 10/03 Akt Ijarah 120.000.000
01/03 Akt Ijarah 120.000.000
01/03 120.000.000 10/03 Saldo
0
240.000.000 240.000.000
ASET IJARAH Kredit
Jumlah
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan
Tgl Kijang Inova 120.000.000
120.000.000 120.000.000
10/03
Saldo
120.000.000
466 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
ASET IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Kijang Inova Jumlah
120.000.000 120.000.000
10/03 120.000.000
Saldo Pasiva
Jumlah
120.000.000
NERACA
Per 10 Maret 2008
Aktiva
Uraian Jumlah Uraian
Persediaan 00
Aset Ijarah
120.000.000
Aset Ijarah 120.000.000
Aset IMBT
Pembayaran harga sewa Ijarah dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum penggunaan manfaat obyek
ijarah dilakukan. Harga sewa yang diterima lebih dahulu oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pemilik obyek
ijarah diakui sebagai “Sewa Diterima Dimuka” sebesar jumlah yang diterima. Perlakukan akuntansi harga
sewa terlebih dahulu ini tidak berbeda dengan sewa dibayar dimuka pada umumnya, sehingga tidak dapat
diperlakukan seperti uang muka dalam transaksi murabahah.
Contoh : 9 – 5 (uang muka sewa dari nasabah)
Atas transaksi sewa kijang inova tersebut, pada tanggal 10 Maret 2008 LKS Mitra Mandiri menerima
uang muka sewa dari penyewa sebesar Rp14.400.000,00 (selama 6 bulan harga sewa) untuk transaksi
Ijarah dan sebesar Rp36.000.000,00 (selama 6 bulan harga sewa) untuk transaksi IMBT.
Atas penerimaan uang sewa tersebut, pada tanggal 10 Maret 2008 LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek Penyewa 14.400.000 36.000.000
Cr. Sewa Diterima Dimuka 14.400.000 36.000.000
Uang muka sewa tidak dapat mengurangi harga perolehan Aset Ijarah sebagaimana dalam transaksi
murabahah yang dipergunakan sebagai penguran harga perolehan dalam memperhitungkan keuntungan
jika akad murabahah dilaksanakan, karena Aset Ijarah tersebut milik LKS Mitra Mandiri sedangkan uang
muka tersebut milik penyewa yang diserahkan lebih dahulu. Atas pembayaran uang muka dari nasabah,
akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
SEWA DITERIMA DIMUKA (TITIPAN UANG MUKA IJARAH)
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 10/03 Uang muka Ijarah Jumlah
14.400.000 14.400.000
Saldo 14.400.000
14.400.000
SEWA DITERIMA DIMUKA (TITIPAN UANG MUKA IMBT)
Kredit
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Tgl 10/03 Uang muka Ijarah 36.000.000
36.000.000
Saldo 36.000.000 36.000.000
NERACA
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 467
Per 10 Maret 2008
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
00 Jumlah
Uraian Titipan Uang Muka Ijarah
Persediaan 120.000.000 Titipan UM Ijarah 14.400.000
Aset Ijarah 120.000.000 Titipan UM IMBT 36.000.000
Aset Ijarah
Aset IMBT
Biaya administrasi merupakan beban yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pemilik obyek sewa sehubungan dengan pelaksanaan akad ijarah dan harus ditanggung oleh penyewa, oleh
karena beban administrasi ini merupakan pendapatan fee bagi Lembaga Keuangan Syariah.
Contoh: 9 – 6 (biaya administrasi)
Pada tanggal 10 Maret 2008, LKS Mitra Mandiri menerima penggantian biaya administrasi atas
transaksi Ijarah sebesar Rp300.000,00.
Atas penerimaan biaya administrasi, LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening penyewa Rp300.000,00
Cr. Pendapatan fee Ijarah Rp300.000,00
C. Penyusutan Obyek Ijarah
Banyak yang mengatakan bahwa Ijarah Muntahia Bittamlik sama dengan Sewa Beli/Sewa
Pembiyaan (finance lease). Dari segi akuntansi keduanya sangat berbeda, jika sewa beli pencatatan aset
dilakukan oleh lessee sehingga lessee yang harus melakukan penyusutan dan pemeliharaan aset tersebut,
sedangkan dalam Ijarah Munthia Bittamlik pencatatan aset atau obyek ijarah tetap dilakukan oleh lessor,
oleh karena itu lessor yang harus melakukan penyusutan dan pemeliharaan aset atau obyek Ijarah Muntahia
Bittamlik tersebut. Jadi obyek Ijarah Muntahia Bittamlik tetap menjadi aset lessor selama belum dilakukan
pemindahan kepemilikan, oleh karena itu baik aset atau obyek ijarah ini disewakan atau tidak tetap
dilakukan penyusutan sebagai pengurangan nilai yang dilakukan oleh aset berwujud. Berikut akan dibahas
lebih rinci penyusutan dan pemelihraan obyek ijarah yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pihak yang menyewakan.
Untuk penyusutan dan amortisasi obyek ijarah, dalamPSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan
sebagai berikut:
11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortisasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi,
sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur
ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang
diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis dapat
berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun diijarahkan
dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya
adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16: Aset
Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud
Untuk memberikan gambaran yang lengkap tentang penyusutan aktiva tetap, berikut diberikan
beberapa ketentuan dalam PSAK 16 tentang Aktiva Tetap (revisi 2007) antara lain mengenai pengertian,
penyusutan, jumlah yang dapat disusutkan dan periode penyusutan, metode penyusutan dan sebagainya.
468 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
1. Pengertian (paragraf 6)
a) Biaya perolehan (cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari
imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau
kontruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diastribusikan ke aset pada saat pertama
kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain.
b) Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai yang disajikan dalam neraca dkurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.
c) Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah biaya perolehan suatu aset, atau
jumlah lain yang menjadi pengganti biaya perolehan, dikurangi nilai residunya.
d) Nilai residu aset adalah jumlah yang diperkirakan akan diperoleh entitas saat ini dari
pelepasan aset, setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan, jika aset tersebut telah mencapai
umur dan kondisi yang diharapkan pada akhir umur manfaatnya.
e) Rugi penurunan nilai (impairment loss) adalah selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan
jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut.
2. Penyusutan
a) setiap bagian adari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya
perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah (paragraf 46).
b) entitas mengalokasikan jumlah pengakuan awal aset pada bagian aset tetp yang signifikan dan
menyusutkan secara terpisah setiap bagian tersebut. Misalnya, adalah tepat untuk
menyusutkan secara terpisah antara badan pesawat dan mesin pada pesawat terbang, baik
yang dimiliki sendiri maupun yang berasal dari sewa pembiayaan (paragraf 47).
c) Suatu bagian yang signifikan dari aset tetap mungkin memiliki umur manfaat dan metode
penyusutan yang sama dengan umur manfaat dan metode penyusutan bagian signifikan
lainnya dari aset tersebut. Bagian-bagian tsb dapat dikelompokkan menjadi satu dalam
menentukan beban penyusutan (paragraf 48).
d) sepanjang entitas menyusutkan secara terpisah beberapa bagian dari bagian aktiva tetap, maka
entitas juga menyusutkan secara terpisah bagian yang tersisa. Bagian yang tersisa terdiri atas
bagian yang tidak signifikan secara individual. Jika entitas memiliki ekspektasi yang
bermacam-macam untuk bagian tersebut, tehnik penaksiran tertentu diperlukan untuk
menentukan penyusutan bagian yang tersisa sehingga mampu mencerminkan pola
penggunaan dan atau umur manfaat dari bagian tersebut (paragraf 49).
e) Entitas dapat juga memilih untuk menyusutkan secara terpisah bagian aset yang biaya
perolehannya tidak signifikan terhadap total biaya perolehan aset tersebut (paragraf 50).
f) Beban penyusutan untuk setiap periode harus diakui dalam laporan laba rugi kecuali jika beban tersebut
dimasukkan dalam jumlah tercatat aset lainnya (paragraf 51).
g) Beban penyusutan untuk setiap periode biasanya diakui dalam laporan laba rugi. Namun,
kadang kala manfaat ekonomis dimasa depan dari suatu aset adalah untuk menghasilkan aset
lainnya. Dalam hal ini, beban penyusutan merupakan bagian dari biaya perolehan aset lain
dan dimasukkan dalam jumlah tercatatnya. Misalnya, penyusutan pabrik dan peralatan
dimasukkan dalam biaya konversi dari persediaan (lihat PSAK 14). Sama halnya, penyusutan
aset tetap untuk aktivitas pengembangan mungkin dimasukkan dalam biaya perolehan aset
tidak berwujud yang diakui sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud (paragraf 52).
3. Jumlah yang dapat disusutkan dan periode penyusutan
a) Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset dialokasikan secara sistematis sepanjang umur manfaatnya
(paragraf 53).
b) Nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap harus direview minimum setiap akhir tahun buku dan
apabila ternyata hasil review berbeda dengan entimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 469
diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK 25: Laba Rugi Bersih untuk
Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar; dan Perubahan Kebijakan Akuntansi
( paragraf 54).
c) Penyusutan diakui walaupun nilai wajar aset melebihi jumlah tercatatnya, sepanjang nilai
residu aset tidak melebihi jumlah tercatatnya. Perbaikan dan pemeliharaan aset tidak dapat
meniadakan keharusan untuk menyusutkan aset (paragraf 55).
d) Jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset adalah jumlah tercatatnya (baik mengikuti
model biaya maupun model revaluasi) dikurangi dengan nilai residu aset yang bersangkutan.
Dalam praktiknya, nilai residu dari aset sering kali tidak signifikan oleh karenanya tidak
material dalam perhitungan jumlah yang dapat disusutkan (paragraf 56).
e) Nilai residu dari suatu aset mungkin saja sama atau bahkan lebih besar dari jumlah tercatatnya.
Jika hal ini terjadi maka beban penyusutan aset tersebut adalah nol, sampai dengan saat
dimana nilai residu aset tersebut menurun hingga lebih kecil dari jumlah tercatatnya (prf 57).
f) Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset
tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai
dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan awal ketika:
1) aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual atau aset tersebut masuk
dalam kelompok aset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai aset
dimiliki untuk dijual; atau
2) aset tersebut dihentikan pengakuannya seperti diatur dalam paragraf 69.
Oleh karena itu, penyusutan tidak dihentikan pada saat aset tersebut tidak dipergunakan atau
dihentikan penggunaannya kecuali apabila telah habis disusutkan. Namun, apabila metode
penyusutan yang digunakan adalah usage method (seperti unit of production method) maka beban
penyusutan menjadi nol bila tidak ada produksinya (paragraf 58).
g) Manfaat ekonomis masa depan melekat pada aset yang dikonsumsikan oleh entitas
terutama melalui penggunaan aset itu sendiri. Namun, beberapa faktor lain seperti
keusangan teknis, keusangan komersial dan keausan selama aset tersebut tidak terpakai,
sering mengakbatkan menurunnya manfaat ekonomis yang dapat diperoleh dari aset
tersebut. Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas, seluruh faktor berikut ini
diperhitungkan dalam menentukan umur manfaat dari setiap aset:
1) perkiraan daya pakai dari aset yang bersangkutan. Daya pakai atau daya guna
tersebut dinilai dengan merujuk pada prakiraan kapasitas atau kemampuan fisik
aset tersebut untuk menghasilkan sesuatu;
2) perkiraan tingkat keasusan fisik, yang tergantung pada faktor pengoperasian aset
tersebut seperti jumlah penggiliran (shift) penggunaan aset dan program
pemeliharaan aset dan perawatannya, serta perawatan dan pemeliharaan aset pada
saat aset tersebut tidak digunakan (mengganggur).
3) keusangan teknis dan keusangan komersial yang diakibatkan oleh perubahan atau
peningkatan produksi, atau karena perubahan permintaan pasar atas produk atau
jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut; dan
4) pembatasan penggunaan aset karena aspek hukum atau peraturan tertentu, seperti
berakhirnya waktu penggunaan sehubungan dengan sewa (paragraf 59).
h) Umur manfaat aset ditentukan berdasarkan kegunaan yang diharapkan oleh entitas.
Kebijakan manajemen aset suatu entitas dapat meliputi pelepasan aset yang bersangkutan
setelah suatu waktu tertentu aset tersebut digunakan atau setelah bagian tertentu dari
manfaat suatu aset dikonsumsi. Oleh karena itu, umur manfaat dari suatu aset dapat lebih
pendek dari umum ekonomi dari aset tersebut. Estimasi umur manfaat suatu aset
merupakan hal yang membutuhkan pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas thd
aset yang serupa. (paragraf 60).
470 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
i) Tanah dan bangunan merupakan aset yang berbeda dan harus diperlakukan sebagai aset
yang terpisah, meskipun diperoleh sekaligus. Bangunan memiliki umur manfaat yang
terbatas, oleh karenanya harus disusutkan. Peningkatan nilai tanah dimana diatasnya
didirikan bangunan tidak memengaruhi penentuan jumlah yang dapat disusutkan dari
bangunan tersebut. Tanah yang diperoleh dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
atau lainnya diperlakukan sesuai dengan PSAK 47: Akuntansi Tanah (paragraf 61).
j) Jika biaya perolhan tanah yang didalamnya termasuk biaya untuk membongkar,
memindahkan dan memugar, dan manfaat yang diperoleh dari pembongkaran,
pemindahan dan pemugaran tersebut terbatas, maka biaya tersebut harus disusutkan
selama periode manfaat yang diperolehnya (paragraf 62).
4. Metode penyusutan
a) Metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan ekspektasi pola kosumsi manfaat ekonomis
masa depan dari aset oleh entitas (paragraf 63).
b) Metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan,
apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa
depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola
tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan akuntansi sesuai dengan
PSAK 25 (paragraf 64).
c) Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang
disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut
antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing
balance method) dan metode jumlah unit (sum of the unit method). Metode garis lurus
menghasilan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak
berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur
manfaat aset. Metode jumlah unit mengahasilkan pembebanan berdasarkan pada
penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset. Metode penyusutan aset dipilih
berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan
diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada perubahan dalam
ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut (paragraf 65)
5. Penghentian pengakuan:
a) Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
1) dilepaskan; atau
2) tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya
(paragraf 69)
b) Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara (misalnya: dijual, disewakan
berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan). Dalam menentukan tanggal pelepasa
aset, entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23: pendapatan untuk mengakui pendapatan dari
penjualan, PSAK 30 diterapkan untuk pelepasan melalui jual dan sewa-balik (paragraf 71)
Berikut diberikan beberapa ketentukan dalam PSAK 19 tentang Aktiva Tidak Berwujud yang
berkaitan dengan amortisasi, antara lain periode amortisasi, metode amortisasi, nilai sisa, penelaahan
periode amortisasi dan metode amortisasi.
1. Pengertian (paragraf 8)
a) Aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai
wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang dan
jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif
b) Aset adalah sumber daya yang : (a) dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat peristiwa
masa lampau; dan (b) bagi perusahaan diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi
dimasa depan.
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 471
c) Amortisasi adalah alokasi sistematis dari nilai aset tidak berwujud yang dapat didepresiasi
selama masa manfaat aset tersebut.
d) Nilai yang dapat didepresiasi adalah biaya perolehan suatu aset, atau nilai lain yang fungsinya
menggantikan biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisa
e) Masa manfaat adalah (a) periode waktu aset diperkirakan akan dimanfaatkan oleh
perusahaan; atau (b) jumlah unit produksi atau sejenisnya yang diperkirakan akan diperoleh
perusahaan dari aset tersebut.
f) Biaya perolehan adalah jumlah uang kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar
sumber daya yang dikeluarkan untuk mendapatkan aset pada saat perolehan atau saat
diproduksi
g) Nilai sisa adalah jumlah bersih yang diperkirakan akan diperoleh perusahaan dari pelepasan
aset pada akhir masa manfaatnya, setelah dikurangi perkiraan biaya pelepasan.
2. Periode Amortisasi
a) Jumlah yang dapat diamortisasi dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan
perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu aset tidak berwujud tidak
akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap digunakan. Amortisasi harus dimulai dihutung saat aset
siap untuk digunakan (paragraf 58).
b) Manfaat ekonomis masa depan yang terkandung dalam suatu aset tidak berwujud dikonsumsi
dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi tersebut, nilai tercatat aset
tersebut diturunkan. Hal tersebut, dilakukan melalui alokasi yang sistematis atas biaya
perolehan, dikurangni nilai sisa. Alokasi yang sistematis tersebut diperhitungkan sebagai
beban amortisasi sepanjang masa manfaat aset tersebut. Amortisasi perlu diakui tanpa
memandang apaka telah terjadi kenaikan, misalnya pada nilai wajar atau nilai yang dapat
diperoleh kembali dari aset tersebut. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan masa manfaat suatu aset tidak berwujud, termasuk:
1) perkiraan pemakaian aset oleh perusahaan dan efisiensi pengelolaannya oleh tim
manajemen yang lain.
2) siklus hidup produk (product life cycles) yang lazim bagi aset tersebut dan infomasi yang
beredar mengenai estimasi masa manfaat aset sejenis yang digunakan dengan cara yang
sama;
3) keusangan teknis, teknologi, atau jenis-jenis keusangan lainnya;
4) stabilitas industri tempat aset tersebut beroperasi dan perubahan-perubahan dalam
permintaan pasar atas produk dan jasa yang dihasilkan oleh aset tersebut.
5) perkiraan tindakan oleh pesaing atau calon pesaing
6) tingkat / jumlah pengeluaran untuk pemeliharaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan manfaat ekonomis masa depan dari aset dan kemampuan serta maksud
perusahaan untuk mencapai tingkat tersebut;
7) periode pengendalian aset dan pembatasan hukum atau pembatasan lainnya yang
dikenakan atas penggunaan aset tersebut, seperti tanggal berakhirnya sewa yang terkait;
dan,
8) ketergantungan masa manfaat aset tersebut atas masa manfaat aset lainnya dari
perusahaan. (paragraf 59).
c) Menilik sejarah pesatnya perkembangan teknologi, peranti lunak komputer, dan banyka aset
tidak berwujud lainnya rentan terhadap keusangan teknologi. Oleh karena itu. Masa manfaat
aset tidak berwujud cenderung pendek (paragraf 60).
d) Estimasi masa manfaat suatu aset tidak berwujud pada umumnya menjadi kurang andal
dengan semakin penjangnya masa manfaat aset tersebut. Pernyataan ini menganut pandangan
bahwa masa manfaat suatu aset tidak berwujud pada umumnya tidak akan melebihi 20 tahun
(paragraf 61).
472 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
e) Dalam kasus yang jarang terjadi, timbul bukti yang menyakinkan bahwa masa manfaat aset
tidak berwujud akan melebihi 20 tahun. Dalam hal ini, asumsi bahwa masa manfaat pada
umumnya tidak melebihi 20 tahun tidak berlakuk lagi, dan perusahaan:
1) mengamortisasi aset tidak berwujud sepanjang estimasi terbaik atas masa manfaatnya;
2) mengestimasi nilai yang dapat diperoleh kembali dari aset tidak berwujud, paling tidak
setahun sekali, dalam rangka mengidentifikasi rugi penurunan nilai (lihat paragraf 76);
dan
3) mengungkapkan alasan asumsi 20 tahun tidak berlaku lagi dan faktor-faktor utama
dalam menentukan masa manfaat aset (lihat paragraf 88 (a)) – paragraf 62.
Contoh :
1. Suatu perusahaan membeli hak ekslusif untuk membangkitkan tenaga
hidroelektrik selama 60 tahun. Biaya untuk membangkitkan tenaga hidroelektrik
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan biaya untuk menadapatkan tenaga
dari sumber lainnya. Menurut perkiraan, wilayah geografis sekitar stasiun
pembangkit tenaga akan membutuhkan jumlah tenaga yang cukup besar dari
stasiun tersebut selama paling tidak 60 tahun.
Perusahaan mengamortisasi hak untuk membangkitkan tenaga selama 60 tahun, kecuali
ada bukti yang menunjukkan masa manfaatnya lebih pendek.
2. Perusahaan membeli hak ekslusif untuk mengoperasikan jalan tol selama 30
tahun. Tidak ada rencana untuk membangun jalan alternatif di wilayah yang
dilayani jalan tol (diwilayah jalan tol beroperasi). Diperkirakan jalan tol ini akan
dipergunakan selama paling lama tidak 30 tahun.
Perusahaan mengamortisasi hak untuk mengoperasikan jalan tol selama 30 tahun, kecuali ada
bukti yang menunjukkan masa manfaatnya lebih pendek.
f) Masa manfaat suatu aset tidak berwujud mungkin saja sangat panjang, tetapi selalu ada
batasnya. Mengingat ada unsur ketidakpastian, masa manfaat suatu aset tidak berwujud perlu
ditentukan oleh perusahaan secara hati-hati. Namun, perusahaan yang harus menghindarkan
penetapan masa manfaat yang secara realitis terlalu pendek. (paragraf 63)
g) Jika pengendalian atas manfaat ekonomis masa depan dari suatu aset tidak berwujud diperoleh melalui hak
hukum yang diberikan selama suatu periode tertentu, maka masa manfaat aset tidak berwujud tidak boleh
melebihi periode hak hukum tersebut kecuali:
1). hak hukum tersebut dapat diperbaharui; dan
2). pembaruan tersebut pada dasarnya pasti diperoleh (paragraf 64)
h) Ada berbagai faktor ekonomis dan hukum yang dapat memengaruhi masa manfaat suatu aset
tidak berwujud: faktor ekonomis menentukan periode perusahaan menikmati periode
perusahaan mengendalikan akses terhadap manfaat tersebut. Masa manfaat adalah periode
yang lebih pendek di antara periode-periode yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
(paragraf 65).
i) Berikut adalah beberapa di antara faktor yang dapat memberikan indikasi bahwa pembaruan
hak hukum pada dasarnya sudah pasti:
1) nilai wajar aset tidak berwujud tidak mengalami penurunan dengan semakin dekatnya
waktu yang semula ditetapkan sebagai waktu berakhirnya aset tersebut atau nilai wajar
aset tersebut tidak mengalami penurunan yang nilainya lebih besar jika dibandingkan
dengan biaya memperbarui hak yang terkandung dalam aset tersebut;
2) terdapa bukti (misalnya, berdasarkan pengalaman masa lampau) bahwa hak hukum
tersebut akan diperbarui; dan
3) terdapat bukti bahwa persyaratan untuk memperoleh pembaruan hak hukum, jika ada,
akan dipenuhi (paragraf 66).
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 473
3. Metode Amortisasi
a) Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomis oleh perusahaan. Jika pola
tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi
setiap periode harus diakui sebagai beban kecuali PSAK lain mengizinkan atau mengharuskannya untuk
dimasukkan ke dalam nilai tercatat aset lain (paragraf 67).
b) Terdapat berbagai metode amortisasi untuk mengalokasi jumlah yang dapat diamortisasi dari
suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya. Metode-metode itu meliputi
metode garis lurus, metode saldo menurun dan metode jumlah unit produksi. Metode yang
digunakan pada suatu aset ditentukan berdasarkan perkiraan pola konsumsi manfaat
ekonomis dan diterapkan secara konsiten dari satu periode ke periode lainnya, kecuali bila
terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi tersebut. Pada umumnya akan sangat
sulit ditemukan bukti yang mendukung diterapkannya metode amortisasi aset tidak berwujud
yang akan menghasilkan jumlah akumulasi amortisasi yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan akumulasi amortisasi berdasarkan metode garis lurus (paragraf 68).
c) Amortisasi biasanya diakui sebagai beban. Namun, kadang-kadang, manfaat ekonomis yang
terkandung dalam suatu aset diserap oleh perusahaan untuk menghasilkan aset lain dan tidak
menimbulkan beban. Dalam hal demikian, beban amortisasi merupakan bagian dari harga
pokok aset lain tersebut dan dimasukkan ke dalam nilai tercatatnya. Misalnya, amortisasi aset
tidak berwujud yang digunakan dalam proses produksi dimasukkan ke dalam nilai tercatat
persediaan (paragraf 69).
4. Nilai Sisa
a) Nilai sisa suatu aset tidak berwujud seharusnya diamsumsikan sama dengan nol, kecuali:
1) ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tersebut pada akhir masa manfaatnya; atau
2) ada pasar aktif bagi aset tersebut dan:
(i) nilai sisa aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga yang berlaku di pasar tersebut;
dan
(ii) terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap ada
pada akhir masa manfaat aset (paragraf 70).
b) Nilai yang dapat diamortisasi dari aset tidak berwujud ditentukan dengan mengurangkan
nilai sisanya. Nilai sisa yang tidak sama dengan nol memberikan implikasi bahwa
perusahaan berharap untuk menjual aset tidak berwujud tersebut sebelum masa
ekonimisnya berakhir (paragraf 71).
5. Penelaahan Periode Amortisasi dan Metode Amortisasi
a) Periode amortisasi dan metode amortisasi ditelaah (ditinjau ulang) setidak-tidaknya setiap akhir tahun
buku. Jika perkiraan masa manfaat aset berbeda secara signifikan dengan estimasi-estimasi sebelumnya,
periode amortisasi harus disesuaikan. Jika terjadi perubahan yang signifikan dalam perkiraan pola
konsumsi manfaat ekonomis dari aset, metode amortisasi harus diubah untuk mencerminkan pola yang
berubah tersebut. Perubahan tersebut harus diperhitungak sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai
dengan PSAK No 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan
Perubahan Kebijakan Akuntansi, yaitu dengan menyesuaikan biaya amortisasi untuk periode kini dan
periode masa depan (paragraf 72).
b) Pada saat tertentu, di sepanjang umur suatu aset tidak berwujud, mungkin timbul indikasi
bahwa estimasi masa manfaat aset tersebut kurang tepat. Misalnya, masa manfaat dapat
diperpanjang dengan melakukan pengeluaran yang memperbaiki kondisi aset sehingga
kinerjanya melebihi standar yang diperkirakan semula. Di lain pihak, diakuinya rugi karena
penurunan nilai dapat berarti periode amortisasi juga harus diubah (paragraf 73).
c) Dengan berjalannya waktu, pola manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan akan
dinikmati perusahaan dari suatu aset tidak berwujud dapat berubah. Misalnya, dapat timbul
indikasi bahwa metode amortisasi saldo menurun ternyata lebih tepat jika dibandingkan
dengan metode garis lurus. Contoh lain ialah apabila penggunaan hak yang diperoleh melalui
474 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
suatu lesensi ditangguhkan menunggu tindakan/putusan pada komponen lainnya dari suatu
rencana usaha, manfaat ekonomis yang timbul dari aset tersebut mungkin tidak diterima
hingga periode berikutnya (paragraf 74).
Jadi metode penyusutan atau amortisasi yang diperkenan sesuai PSAK 16 dan PSAK 19 adalah:
1. Metode Garis lurus (straight Line method)
a. Ciri-ciri:
(1) Sederhana (simple)
(2) Penyusutan per periode tetap
(3) Tidak memperhatikan pola penggunaan aktiva tetap.
b. Rumus:
Harga perolehan – Nilai sisa
Penyusutan : ------------------------------------------
Umur ekonomis
Dapat pula dihitung dengan persentase
Tarif penyusutan = 100%/Umur ekonomis
Penyusutan: Tarif x Harga perolehan
c. Contoh:
Data aktiva tetap Tahun 2001 harga perolehan perlengkapan sebesar Rp10.500.000,00. Nilai
residu Rp500.000,00. Umur ekonomis 5 tahun.
Perhitungan Beban penyusutan
10.500.000 – 500.000
----------------------------- = 2.000.000
5
Tabel beban penyusutan
Akhir Harga perolehan Beban penyusutan Akumulasi Nilai buku (nilai
th penyusutan tercatat)
2001 10.500.000 2.000.000 2.000.000 8.500.000
2002 10.500.000 2.000.000 4.000.000 6.500.000
2003 10.500.000 2.000.000 6.000.000 4.500.000
2004 10.500.000 2.000.000 8.000.000 2.500.000
2005 10.500.000 2.000.000 10.000.000 500.000
Jurnal beban penyusutan masing-masing tahun:
Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
2. Metode saldo penurun (declining balance method)
a. Ciri-ciri metode saldo menurun:
(1) Tarif penyusutan per periode semakin menurun
(2) Perhitungan penyusutan tanpa memperhitungkan estimasi nilai sisa
(3) Metode ini selalu menghasilkan angka yang harus dibulatkan pada akhir usia ekonomis
b. Rumus besaran tarif penyusutan
Tarif penyusutan = Tarif persentase garis lurus x 2
Besaran persentase dihitung dengan cara menggandakan besarnya persentase garis lurus
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 475
c. Contoh:
Data aktiva tetap Awal th 2001 harga perolehan peralatan Rp13.000.000 estimasi nilai sisa
Rp1.000.000. Umur ekonomis 5 tahun.
Perhitungan beban penyusutan:
Tarif penyusutan = tarif garis lurus x 2
= 100% / 5 x 2 = 40%
Tabel beban penyusutan:
Akhir Harga Tarif DDB Beban Akumulasi Nilai buku
Tahun Perolehan penyusutan
penyusutan
2001 13.000.000 40% 5.200.000 5.200.000 7.800.000
2002 13.000.000 40% 3.120.000 8.320.000 4.680.000
2003 13.000.000 40% 1.872.000 10.192.000 2.808.000
2004 13.000.000 40% 1.123.000 11.315.000 1.685.000
2005 13.000.000 40% 685.000 12.000.000 1.000.000
Jurnal beban penyusutan masing-masing tahun:
Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
3 Metode Unit Aktivitas (Units of Activity Method)
a. Ciri-ciri:
(1) Beban penyusutan per periode berfluktuasi
(2) Tarif penyusutan tetap
(3) Diperhatkan pola penggunaan
(4) Digunakan apabila umur manfaat aktiva tetap tergantung kepada tingkat pemakaiannya
b. Rumus:
Harga perolehan – Nilai Sisa
Tarif penyusutan = ---------------------------------------
Estimasi aktivitas
C. Contoh:
Data-data Awal tahun 2001 harga perolehan peralatan Rp10.100.000,00, estimasi nilai residu
Rp100.000,00.
Penggunaan peralatan th 2001 : 20.000 jam, 2002 : 30.000 jam, 2003 : 10.000 jam, 2004 :
40.000 jam.
Beban penyusutan:
Tarif per jam = (10.000.000 – 100.000)/100 jam
= Rp100 / jam
Tabel beban penyusutan:
Akhir Harga Tarif per Jam kerja Beban Akumulasi Nilai buku
Tahun perolehan jam aktual penyusutan penyusutan
8.100.000
2001 10.100.000 100 20.000 2.000.000 2.000.000 5.100.000
2002 10.100.000 100 30.000 3.000.000 5.000.000 4.100.000
2003 10.100.000 100 10.000 1.000.000 6.000.000
2004 10.100.000 100 40.000 4.000.000 10.000.000 100.000
476 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
Jurnal beban penyusutan masing-maisng tahun:
Dr. Beban Penyusutan xxxxx
Cr. Akumulasi Penyusutan xxxxx
Jika dibandingkan dengan pengakuan keuntungan dalam transaksi murabahah yang dilakukan secara
proporsional, maka penyusutan yang tepat untuk ijarah dan ijarah muntahia bittamlik serta amortisasi
untuk obyek ijarah atas penggunaan aset tidak berwujud lebih tepat secara umum mempergunakan metode
garis lurus (straight line method).
Penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur
manfaatnya. Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah menjelaskan Penyusutan Obyek Ijarah sebagai
berikut:
11. Obyek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan
penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi
yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis
dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun
diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur
ekonomisnya adalah 5 tahun.
Pada prinsipnya masa penyusutan IMBT sama dengan masa sewa, supaya pada akhir sewa tidak ada
kerugian yang dialami LKS sebagai lessor pada saat pemindahan kepemilikan (khususnya yang dilakukan
secara hibah). Obyek sewa (Aset Ijarah) merupakan aset Bank Syariah, sehingga perlu dilakukan
penyusutan sesuai dengan metode yang berlaku. Besarnya penyusutan akan mempengaruhi pendapatan
sewa dan pendapatan neto ijarah, sehingga harus dipergunakan metode penyusutan tepat dan tidak
merugikan satu dengan yang lain, seperti mempergunakan metode garis lurus.
a) Rumus perhitungan penyusutan yang digunakan misalnya dengan metode garis lurus (straight line
method), dengan rumus:
(Harga perolehan – nilai residu )
--------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
b) Perhitungan Penyusutan Obyek Ijarah
Biaya penyusutan merupakan harga pokok ijarah oleh karena itu berikut diberikan gambaran
perhitungan penyusutan yang dilakukan pada obyek ijarah dan ijarah muntahia bittamlik dengan
mempergunakan metode garis lurus.
(1) Perhitungan penyusutan untuk Ijarah
Dalam perhitungan penyusutan obyek ijarah sangat terkait dengan umur ekonomis atau masa
penyusutan. Dalam psak 107 tentang Ijarah, penyusutan dilakukan sesuai kebijakan pemilik
obyek ijarah untuk transaksi ijarah tanpa opsi pemindahan kepemilikan.
Contoh: 9 - 7
Atas mobil Inova yang dimiliki oleh LKS Mitra Mandiri dengan harga perolehan sebesar
Rp120.000.000, yang disewakan kepada Hasan dengan prinsip Ijarah, LKS Mitra Mandiri
memiliki kebijakan bahwa untuk mobil Inova ditetapkan umur ekonomisnya selama 5 tahun.
Atas contoh tersebut diatas, perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri
sebagai pemilik obyek ijarah adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek ijarah : Rp120.000.000,00
Umur ekonomis (masa penyusutan) : 5 tahun (sesuai kebijakan)
Metode penyusutan : garis lurus (straight line method)
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 477
Rumus :
Harga perolehan – nilai residu
-------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
Oleh karena itu perhitungan penyusutan obyek ijarah tersebut adalah :
120.000.000 – 1
Penyusutan = -------------------- = 24.000.000 per tahun
5
atau Rp2.000.000 per bulan
Sehingga jurnal beban penyusutan yang dilakukan oleh pemilik obyek ijarah adalah sebagai
berikut:
Dr. Biaya penyusutan Aset Ijarah Rp2.0000.000,00
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
(2) Perhitungan penyusutan untuk Ijarah Muntahia Bittamlik
Umur ekonomis Ijarah Muntahia Bittamlik berbeda dengan Ijarah. Hal ini seperti
penjelasan yang diberikan dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah sebagai berikut:
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah.
Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat
dipakai selama 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5
tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa umur ekonomis obyek ijarah sama dengan masa sewa
dari Obyek Ijarah Muntahia Bittamlik, sehingga jika pada akhir masa sewa dilakukan
pemindahah kepemilikan (khususnya dengan hibah) tidak terdapat kerugian yang dialami oleh
pemilik obyek ijarah.
Contoh : 9 - 8
Atas mobil Inova yang dimiliki oleh LKS Mitra Mandiri dengan harga perolehan sebesar
Rp120.000.000, yang disewakan kepada Hasan dengan prinsip Ijarah dengan opsi
pemindahan kepemilikan (Ijarah Muntahia Bittamlik) dengan masa sewa selama 2 tahun.
LKS Mitra Mandiri memiliki kebijakan bahwa untuk mobil Inova ditetapkan umur
ekonomisnya selama 5 tahun.
Atas contoh tersebut diatas, perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh pemilik
obyek ijarah adalah sebagai berikut:
Harga perolehan obyek ijarah : Rp120.000.000,00
Umur ekonomis (masa penyusutan) : 2 tahun (sesuai masa sewa)
Metode penyusutan: garis lurus (straight line method)
Rumus :
Harga perolehan – nilai residu
--------------------------------------------
Masa penyusutan (umur ekonomis)
Oleh karena itu perhitungan penyusutan obyek ijarah tersebut adalah:
Penyusutan = 120.000.000 – 1 = 60.000.000 per tahun
-------------------- atau Rp5.000.000,00 per bulan
2
Sehingga jurnal beban penyusutan yang dilakukan oleh pemilik obyek ijarah adalah
sebagai berikut:
478 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
Dr. Biaya penyusutan Aset Ijarah Rp5.0000.000,00
Cr. Akumulasi penyusutan Aset Ijarah Rp5.000.000,00
Atas penyusutan Aset Ijarah yang disewakan dengan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bitamllik,
maka pengakibatkan perubahan akun-akun dan laporan posisi keuangan (neraca) LKS Mitra Mandiri
adalah sebagai berikut:
AKUMULASI PENYUSUTAN ASET IJARAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 30/03 Penyusutan Jumlah
2.000.000 2.000.000
Saldo 2.000.000
2.000.000
AKUMULASI PENYUSUTAN ASET IMBT
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 30/03 Penyusutan Jumlah
5.000.000 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000
NERACA
Per 30 Maret 2008
Aktiva Jumlah Uraian Pasiva
00 Titipan Uang Muka Ijarah Jumlah
Uraian
Persediaan 120.000.000 Titipan UM Ijarah 14.400.000
Aset Ijarah ( 2.000.000) Titipan UM IMBT 36.000.000
120.000.000
Aset Ijarah ( 5.000.000)
Akumulasi penyusutan
Aset IMBT
Akumulasi penyusutan
D. Pemeliharaan dan perbaikan Obyek Ijarah
Dalam transaksi Ijarah atau Ijarah Muntahiyyah Bittamlik yang dijalankan oleh Bank Syariah, secara
prinsip Aset Ijarah adalah milik Lembaga Keuangan Syariah, sehingga biaya pemeliharaan dan perbaikan
atas Aset Ijarah tersebut menjadi tanggung jawab Lembaga Keuangan Syariah. Perbaikan dan
pemeliharaan Aset Ijarah penting, selain dari pada perawatan berkala dan operasional oleh lessee,
merupakan tanggung jawab dari lessor kecuali kalau itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian lessee,
sehubungan dengan hal tersebut, biaya-biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya jika tidak
material. Tetapi, jika biaya perbaikan diperkirakan material dan berbeda jumlahnya dari tahun ke tahun,
maka sistem pencadangan untuk perbaikan harus ditetapkan dan digunakan yaitu pencadangan biaya
perbaikan ditetapkan dan dengan demikian biaya perbaikan dibebankan secara merata selama jangka waktu
persewaan dengan membebankan biaya berkala terhadap pencadangan.
Dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah dijelaskan mengakuan dan mengukuran pendapatan dan
beban Ijarah sebagai berikut:
14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
(a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;dan
(b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya
tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya; dan
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 479
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek
ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun
penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat
dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
Untuk memberikan gambaran yang jelas beban pemeliharaan dan perbaikan Aset Ijarah ini dapat
diberikan contoh sebagai berikut:
a) Berdasarkan penelitian dan pengalaman dari LKS Mitra Mandiri biaya perbaikan rutin dan
pemeliharaan Aset Ijarah tersebut di atas diperkirakan sebesar Rp2.000.000,00 yang harus
dicadangkan.
Jurnal pencadangan :
Dr. Biaya perbaikan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
Cr. Cadangan perbaikan Aset Ijarah Rp2.000.000,00
b) Apabila pada bulan yang bersangkutan LKS Mitra Mandiri melakukan perbaikan Aset Ijarah sebesar
Rp500.000,00.
(1) dengan sistem pencadangan :
Dr. Cadangan perbaikan Aset Ijarah Rp500.000,00
Cr. Kas/rekening Rp500.000,00
(2) dengan sistem langsung (tanpa pencadangan)
Dr. Biaya perbaikan Aset Ijarah Rp500.000,00
Cr. Kas/rekening Rp500.000,00
E. Pendapatan Ijarah
Harga sewa adalah suatu jumlah yang harus dibayar oleh penyewa kepada pemilik obyek ijarah.
Oleh pemilik obyek ijarah harga sewa ini diakui sebagai pendapatan. Dalam PSAK 23 tentang Pendapatan
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan
kenaikan ekiutas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 06). Pendapatan hanya
terdiri atas arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh perusahaan
untuk dirinya sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan nilai, bukan
merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke perusahaan dan tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas, dan
karena itu harus dikeluarkan dari pendapatan Demikian dalam hubungan keagenan, arus masuk bruto
manfaat ekonomi termasuk jumlah yang ditagih atas nama prinsipal, tidak mengakibatkan kenaikan ekuitas,
dan karena itu bukan merupakan pendapatan. Yang merupakan pendapatan hanyalah komisi yang diterima
dari prinsipal (paragraf 07). Dalam Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian Laporan Keuangan Syariah
(KDPPLKS) dijelaskan yang dimaksud dengan penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi
selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban
yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal (paragraf 97.a)
Definisi penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Pendapatan
timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda
seperti penjualan, penghasilan jasa (fee), bagi hasil, deviden, royalti dan sewa (paragraf 101). Keuntungan
mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan yang mungkin timbul atau mungkin tidak
timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas syariah yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan
manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan (paragraf 102).
Jika diperhatikan dalam ilustrasi laporan laba rugi dalam PSAK 101 tercantum “pendapatan neto
ijarah” bukan hanya “pendapatan ijarah”. Kedua akun tersebut merupakan dua hal yang berbeda,
“pendapatan ijarah” merupakan pendapatan sewa yang diterima dari nasabah (penyewa) sedangkan
“pendapatan neto ijarah” merupakan keuntungan dari transaksi ijarah karena pendapatan neto ijarah
tersebut adalah pendapatan ijarah setelah dikurangi dengan harga pokok ijarah (antara lain biaya
penyusutan dan biaya pemeliharaan) – lihat penyajian dalam laporan keuangan – sehingga pendapatan neto
ijarah merupakan pendapatan yang akan dibagikan dengan pemodal (merupakan unsur dalam profit
480 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)
distribusi). Dalam Accounting Auditing Standard for Islamic Financial Institution (AASIFI) yang dikeluarkan
oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions. (AAOIFI), pengakuan pendapatan
(biaya) Ijarah dijelaskan bahwa sesuai dengan kriteria pengakuan pendapatan (biaya) yang dinyatakan di
dalam Statement of Concepts, pendapatan Ijarah (apabila bank syariah adalah lessor) dan biaya (apabila Bank
Islam adalah lessee) diakui apabila cicilan Ijarah jatuh tempo. Sedangkan perbaikan assets yang disewakan,
perbaikan penting, selain dari pada perawatan berkala dan operasional oleh lessee, merupakan tanggung
jawab dari lessor kecuali kalau itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian lessee. Tiga alternatif diusulkan bagi
perlakukan perbaikan oleh bank syariah (sebagai lessor):
1. biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya.
2. provisi bagi perbaikan ditetapkan dan dengan demikian biaya perbaikan dibebankan secara merata
selama jangka waktu persewaan dengan membebankan biaya berkala terhadap provisi; atau
3. biaya-biaya perbaikan dibebankan pada periode terjadinya jika tidak material. Tetapi, jika biaya
perbaikan diperkirakan material dan berbeda jumlahnya dari tahun ke tahun, maka provisi untk
perbaikan harus ditetapkan dan digunakan sebagaimana pada poin 2 di atas.
Alternatif ke tiga dipilih karena memberikan matching yang lebih baik. Disamping itu, alternatif ini
sesuai dengan konsep materialitas dan biaya informasi.
Perlakuan akuntansi terhadap biaya langsung awal dicatat sebagai biaya yang ditangguhkan untuk
dialokasikan (secara sama) pada jangka waktu penyewaan, karena sesuai dengan konsep matching
(mencocokkan) pendapatan dan biaya-biaya. Tetapi, jika biaya langsung awal tidak material maka
keseluruhan jumlah dibebankan kepada periode dimana terjadinya. Ini sesuai dengan konsep materialitas.
Contoh: 9 - 9
Tanggal 15 Maret 2008, sesuai akad LKS Mitra Mandiri menerima pembayaran harga sewa Obyek
Ijarah dari Hasan sebesar Rp2.400.000,00 dan atas Obyek IMBT dari Amir sebesar Rp6.000.000,00.
Dari contoh tersebut diatas LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal atas pendapatan ijarah dan IMBT
adalah sebagai berikut:
1) Jika pengakuan pendapatan ijarah tersebut berasal dari sewa yang dibayar lebih dahulu (sewa
diterima dimuka) maka jurnal yang dilakukan adalah:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Sewa Diterima Dimuka 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000
2) Jika pengakuan pendapatan ijarah tersebut tidak berasal dari sewa diterima dimuka (dibayar
langsung pada periode tersebut) maka jurnal yang dilakukan adalah:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek Penyewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000
Pendapatan sewa ini merupakan harga jual sewa (harga sewa) oleh karena itu tidak semua
pendapatan sewa Ijarah tersebut merupakan unsur pendapatan pada profit distribusi (setelah dikurangi
dengan beban-beban yang dikeluarkan oleh atas Aset Ijarah tersebut). Untuk tujuan penghitungan dasar
distribusi bagi hasil, pendapatan ijarah yang dibagikan adalah hasil sewa setelah dikurangi biaya depresiasi
dan perbaikan. Oleh karena itu maka penyajian dalam Laporan Keuangan sebagai berikut:
a) Penyajian transaksi Ijarah dalam Laporan Laba Rugi LKS Mitra Mandiri adalah sebagai berikut :
BAB IX. Akuntansi Ijarah | 481
LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy
Pendapatan sewa 2.400.000
Pengeluaran biaya LKS 2.500.000
(100.000)
Biaya penyusutan 2.000.000
Biaya pemeliharaan 500.000
Biaya lain 0
Total biaya bank
Pendapatan neto sewa (ijarah)
b) Penyajian transaksi Ijarah Muntahia Bittamlik dalam Laporan Laba Rugi LKS Mitra mandiri adalah
sebagai berikut:
LAPORAN LABA RUGI
Periode dd-mm-yyyy s/d dd-mm-yyyy
Pendapatan sewa 5.000.000 6.000.000
Pengeluaran biaya LKS 500.000 5.500.000
0
Biaya penyusutan
Biaya pemeliharaan
Biaya lain
Total biaya bank
Pendapatan neto Sewa (Ijarah) 500.000
Jika penyewa telah memanfaatkan obyek ijarah dan belum memenuhi kewajibannya untuk
melakukan pembayaran harga sewa, maka LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Piutang Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Pendapatan Sewa
2.400.000 6.000.000
Jika penyewa melakukan pembayaran atas harga sewa yang tertunggak, maka LKS Mitra Mandiri
melakukan jurnal sebagai berikut:
Jurnal Ijarah IMBT
Dr. Kas / Rek penyewa 2.400.000 6.000.000
Cr. Piutang Pendapatan Sewa 2.400.000 6.000.000
9.3.4 Perpindahan Kepemilikan
Perpindahan kepemilikan obyek ijarah hanya terjadi pada prinsip Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT),
dalam transaksi ijarah biasa tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Jika terjadi pemindahan kepemilikan,
maka akad diijarah diselesaikan dan diikuti dengan akad perpindahan kepemilikannya yaitu dengan hibah
atau jual beli. Sehubungan dengan perpindahan kepemilikan tersebut dalam PSAK 107 tentang Akuntansi
Ijarah dijelaskasn mengakuan dan mengukuran atas permindahan kepemilikan dalam Ijarah Muntahiyah
Bittamlik sebagai berikut:
19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah
bittamlik dengan cara:
(a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
(b) penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
482 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011)