B. Alur Transaksi Mudharabah
Dari pengertian dan karakterstik mudharabah tersebut di atas maka transaksi mudharabah mutlaqah
dapat digambarkan dalam alur sebagai berikut:
Gambar 7-2 : Alur transaksi Mudharabah mutlaqah
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengelola dana (mudharib) memiliki usaha atau proyek yang fisibel untuk dipergunakan sebagai
obyek dalam mudharabah. Berdasarkan proyek tersebut, nasabah sebagai mudharib mengajukan
permohonan kepada shahibul maal untuk dapat membiayai proyek atau usaha tersebut
2) Pemilik dana (shahibul maal) berdasarkan prinsip-prinsip kehati-hatian, analisa dan pertimbangan
kelayakan proyek tersebut dapat membiayai usaha atau proyek yang diajukan oleh mudharib
(memberikan modal mudharabah). Pada prinsipnya modal yang harus diserahkan kepada mudharib
sebesar 100% (seratus persen) dari kebutuhan dana proyek yang akan dijalankan. Shahibul maal hanya
dapat melakukan pengawasan, tidak diperkenankan untuk ikut campur dalam pengelolaan dana
tersebut.
3) Pembagian hasil usaha dilakukan antara mudharib dengan shahibul maal sesuai nisbah yang
disepakati pada awal akad, dan dilakukan dengan cara negosiasi. Perhitungan pembagian hasil usaha
dilakukan oleh mudharib. Dalam pembagian hasil usaha ini dapat mempergunakan salah satu dari dua
prinsip yang ada yaitu Prinsip Hasil (Revenue Sharing) atau Prinsip Bagi Laba (Profit Sharing). Hasil
usaha yang dibagi adalah hasil usaha yang nyata-nyata diterima (cash basis). Apabila kerugian
disebabkan kesalahan dari mudharib maka kerugian tersebut ditanggung oleh mudharib, tetapi jika
kerugian disebabkan bukan kesalahan mudharib ditanggung oleh pemilik dana.
4). Mudharib mengembalikan sisa modal. Mudharib tidak dapat menjamin pengembalian dana pemilik
dana (shahibul maal) sebesar modal awal (100%), karena ada kemungkinan pengurangan modal
sebagai akibat kerugian yang disebabkan karena bukan kesalahan pengelola modal (mudharib),
sehingga kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal).
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 333
7.2. Cakupan Akuntansi Mudharabah
Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengukapan transaksi mudharabah yang sebelumnya diatur
dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah diganti dengan PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah. Untuk melakukan pembahasan akuntansi Mudharabah sesuai ketentuan PSAK 105 tentang
Akuntansi Mudharabah, hendaknya perlu diketahui dahulu ruang lingkup yang diatur dalam PSAK
tersebut. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, (prgf 2 dan 3) menjelaskan ruang lingkup
akuntansi mudharabah sebagai berikut:
2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik
dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad mudharabah.
Jadi cakupan akuntansi mudharabah mengatur tentang akuntansi pada pemilik dana (shahibul maal)
dan akuntansi pada pengelola dana (mudharib). Cakupan Akuntansi mudharabah pada pemilik dana atau
pengelola dana dapat dilihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 7-3 : penggunaan akuntansi mudharabah
Dalam gambar di atas dapat dijelaskan bahwa:
1. Dalam penghimpunan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka sebagai pemilik
dana/pemodal (shahibul maal) adalah Siti Aminah (sering disebut dengan deposan) sedangkan LKS
“Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu penerapan Akuntansi
Mudharabah adalah Siti Aminah sebagai pemilik dana (shahibul maal) menerapkan “Akuntansi
Pemilik Dana” dan LKS “Amal Sejahtera” sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan
“Akuntansi Pengelola Dana”. dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
2. Dalam penyaluran dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, maka sebagai pemilik dana
(shahibul maal) adalah LKS “Amal Sejahtera” sedangkan sebagai pengelola (mudharib) adalah
Zainudin atau nasabah yang sering disebut dengan debitur. Oleh karena itu penerapan Akuntansi
Mudharabah adalah LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana (shahibul maal) menerapkan
“Akuntansi Pemilik Dana” dan Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) menerapkan “Akuntansi
Pengelola Dana” dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah
Dalam melaksanakan transaksi mudharabah kedudukan Lembaga Keuangan Syariah dapat
bertindak sebagai pemilik dana, dapat pula bertindak sebagai pengelola dana dan dapat juga bertindak
sebagai pihak yang menyalurkan dana (agen) saja. Hal ini mempengaruhi akun yang akan dipergunakan.
Untuk memberikan gambaran penggunaan akun oleh Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat pada
gambar berikut:
334 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Gambar 7-4 : Penggunaan Akun
Akun-akun yang dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana atau sebagai
pengelola dana secara rinci dapat dilihat pada akuntansi pemilik dana dan akuntansi pengelola dana pada
butir berikutnya.
7.3. Akuntansi Pemilik Dana (shahibul maal)
Dalam sub bab ini dibahas akuntansi pemilik yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah terkait
dengan pengelolaan dana yang menggunakan prinsip mudharabah (Lembaga Keuangan Syariah sebagai
pemilik dana). Akuntansi Pemilik Dana ini juga dapat diterapkan untuk pemodal/investor atau deposan
atas penghimpunan dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (deposan sebagai pemilik dana).
Jika diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam PSAK 105 tentang akuntansi Mudharabah, yang banyak
dibahas dalam akuntansi pemilik dana adalah pada sudut penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS
sebagai pemilik dana.
7.3.1 Akun-akun dalam Akuntansi Pemilik Dana Mudharabah
Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi mudharabah pada pemilik dana dalam transaksi
mudharabah, baik untuk kepentingan penyusunan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) maupun untuk
penyusunan Laporan Laba Rugi berbeda dengan akun-akun yang dipergunakan dalam Akuntansi
Pengelolaan Dana.
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah pada akuntansi pemilik dana
untuk kepentingan laporan posisi keuangan (neraca)
1. Investasi Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah diberikan oleh pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib), baik modal kas maupun modal non kas (barang).
Perkiraan ini hanya dipergunakan pada pemilik dana (shahibul maal). Perkiraan ini akan didebet pada
saat penyerahan modal mudharabah kepada pengelola dan dikredit pada saat penerimaan kembali
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 335
modal mudharabah dari pengelola dana (mudharib) dan kerugian mudharabah yang menjadi
tanggung jawab pemilik dana (shahibul maal).
2. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk membukukan bagi hasil yang telah dihitung oleh nasabah tetapi
belum diserahkan kepada LKS sebagai pemilik dana, sebesar porsi LKS sebagai pemilik dana
(sebagai laporan dari pengelola, bukan atas dasar proyeksi pendapatan yang dilakukan oleh pemilik
dana). Akun ini dikredit pada saat dilakukan pengakuan pendapatan dan didebet pada saat
penerimaan atau pembayaran bagi hasil diterima dari pengelola dana.
3. Piutang kepada Mudharib
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah jatuh tempo dan belum
diserahkan kembali oleh pengelola dana, juga dipergunakan untuk mencatat kerugian pengelolaan
dana mudharabah yang merupakan kelalaian dari pengelola dana. Akun ini didebet pada saat timbul
piutang kepada mudharib dan dikredit pada saat pembayaran pelunasan piutang kepada mudharib.
4. Cadangan penyisihan kerugian investasi
Akun ini dipergunakan untuk membukukan pembentukan penyisihan kerugian yang dibentuk atas
investasi mudharabah. Akun ini dikredit pada saat pembentukan penyisihan kerugian dan didebet
pada saat digunakan untuk penghapusan investasi mudharabah
5. Keuntungan Mudharabah Tangguhan
Akun ini dipergunakan untuk membukukan selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat penyerahan
modal mudharabah non kas (barang) dimana nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat. Keuntungan
Mudharabah Tangguhan ini harus diamortisir selama jangka waktu akad mudharabah. Akun ini
dikredit pada saat pembentukan keuntungan mudharabah tangguhan dan didebet pada saat
dilakukan amortisasi.
6. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan) Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dpergunakan untuk membukukan akumulasi penurunan nilai akibat penyusutan yang
dilakukan oleh pemilik dana (shahibul maal) atas modal mudharabah non kas (barang) yang
dipergunakan dalam usaha mudharabah. Akun ini di kredit pada saat pembentukan penurunan nilai
akibat penyusutan dan didebet pada saat modal mudharabah non kas diterima kembali atau dijual.
B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pemilik
dana untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi
1. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat pendapatan bagi hasil mudharabah, baik yang diterima
secara tunai maupun akrual, yaitu hasil usaha yang telah diperoleh pengelola yang merupakan hak
pemilik dana. Akun ini dikredit pada saat penerimaan dan pengakuan pendapatan sebesar porsi hasil
usaha yang menjadi hak pemilik dana dan didebet pada saat dipindahkan ke Laba Rugi pada akhir
periode laporan keuangan
2. Beban kerugian investasi mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan kerugian yang timbul dalam investasi mudharabah yang
disebabkan antara lain kehilangan, kerusakan penurunan nilai sebelum usaha dimulai dan bukan
kelalaian atau kesalahan pengelola. Akun ini didebet pada saat timbul kerugian dan dikredit pada
saat dipindahkan ke Laba Rugi sewaktu tutup buku akhir tahun.
3. Keuntungan Penyerahan Aset Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan keuntungan mudharabah atas penyerahan modal non
kas, sebesar amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan. Akun ini dikredit pada saat dilakukan
amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan dan didebet pada saat dipindahkan ke Laba Rugi
pada akhir tahun (tutup buku)
336 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
4. Kerugian Penyerahan Aset Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk membukukan kerugian atas penyerahan modal mudharabah non kas,
dimana nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal non kas yang diserahkan. Akun ini didebet
pada saat timbul kerugian dan dikredit pada saat dipindahkan ke Laba Rugi sewaktu tutup buku
akhir tahun.
5. Biaya penurunan nilai (penyusutan) aset mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang timbul akibat penurunan aset mudharabah
setelah dimulai usaha sebagai akibat kehilangan atau penurunan nilai aset mudharabah termasuk
penyusutan yang dilakukan.. Akun ini disajikan sebagai pengurangan pendapatan bagi hasil
mudharabah.Jika modal non kas (barang) mudharabah diperjanjian diawal akan dikembalikan
kepada pemilik dana, maka penyusutan akan menjadi beban pemilik dana, sehingga nisbah untuk
pemilik dana lebih besar. Jika modal non kas (barang) mudharabah diperjanjikan diawal untuk tidak
dikembalikan kepada pemilik dana, maka penyusutan dihitung oleh pengelola dana dan
diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha.
6. Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi mudharabah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih besar dari nilai wajar saat diterima kembali modal mudharabah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai penambah Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah.
7. Kerugian Pengembalian Aset Mudharabah (modal non kas)
Akun ini dipergunakan untuk mencatat selisih antara nilai bersih investasi mudharabah dengan
modal non kas/barang (harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai akibat
penyusutan) lebih kecil dari nilai wajar saat diterima kembali modal mudharabah non kas (barang).
Akun ini disajikan sebagai pengurang Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah.
Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci, akuntansi dari transaksi mudharabah pada
pemilik dana dapat diberikan ilustrasi contoh transaksi mudharabah secara utuh sebagai berikut:
Contoh : 7-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta Rupiah). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan
30 untuk Zainudin. Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15
Januari 2010
Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana (shahibul maal)
kepada Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00. Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Dalam akuntansi pemilik dana (shahibul maal) ini akan dibahas beberapa hal yang terkait dengan
akuntansi mudharabah tersebut yaitu:
1. Persetujuan Investasi Mudharabah
2. Penyerahan modal mudharabah, baik modal kas (uang tunai) maupun modal non kas (mesin textil)
3. Pembagian Hasil Usaha Mudharabah
4. Pengembalian modal mudharabah oleh Zainudin kepada LKS Amal Sejahtera
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 337
7.3.2 Persetujuan Investasi Mudharabah oleh pemilik dana
Oleh karena penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan secara bertahap, maka sebelum
diserahkan seluruh modal mudharabah kepada mudharib tersebut merupakan kewajiban komitment dari
pemilik dana (shahibul maal). Penyerahan modal dilakukan secara tertahap tersebut semata-mata untuk
menghindari penyalahgunaan dana oleh pengelola dana (mudharib). Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah (prgf 16) dijelaskan bahwa Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal
usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Disisi lain modal mudharabah tersebut untuk dapat
mencapai tujuannya tidak dapat dibatalkan satu pihak.
Contoh: 7-2
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan
30 untuk Zainudin, untuk jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15 Januari 2010
Atas persetujuan Investasi Mudharabah tersebut LKS “Amal Sejahtera” memiliki kewajiban
komitment atas modal mudharabah kepada Zainudin sebesar Rp 50.000.000,00, sehingga LKS “Amal
Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Cr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Dengan adanya persetujuan modal Mudharabah tersebut, akun kewajiban komitmen (rekening
administratif) LKS “Amal Sejahtera” menunjukkan sebagai berikut:
KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 15/01 Zainudin Jumlah
50.000.000 50.000.000
Saldo 50.000.000
50.000.000
Pencatatan dalam rekening admisnitratif yaitu akun Kewajiban Komitmen Investasi Mudharabah ini
dilakukan karena penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan secara bertahap dan usaha mudharabah
baru dianggap berjalan setelah seluruh modal mudharabah diserahkan kepada pengelola (mudharib).
Penyerahan modal secara bertahap ini dilakukan dengan memperhatikan tahapan-tahapan usaha yang
dilakukan dalam mudharabah.
7.3.3 Modal Mudharabah
Sesuai karekteristik LKS yang dalam melaksanakan kegiatannya tidak bergerak pada sektor
keuangan (moneter) dan sektor riil (non moneter), maka Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan
kegiatan usaha nya diperkenankan untuk menyerahkan modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai)
dan bentuk non kas (barang) yang bermanfaat dalam melaksanakan usaha mudharabah tersebut.
Secara umum permasalahan yang terjadi dalam pembiayaan yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan adalah adanya penyalahgunaan dana yang diserahkan Lembaga Keuangan kepada nasabah. Hal
tersebut memungkinkan dilakukan oleh nasabah karena yang diterima nasabah adalah uang. Dalam
Lembaga Keuangan Syariah jika dilaksanakan sesuai ketentuannya, memungkinkan memberikan modal
sesuai kebutuhannya yaitu dalam bentuk kas (uang tunai) dan non kas (barang) yang bermanfaat dalam
usaha mudharabah tersebut, sehingga penyalahgunaan dana oleh nasabah dapat dihindari.
Untuk memberikan gambaran dapat diberikan ilutrasi perbedaan Lembaga Keuangan Konvensional
dan Lembaga Keuangan Syariah adalah jika dalam ilustrasi contoh umum (contoh 7-1) di atas Lembaga
Keuangan (khususnya Bank Konvensional), yang diserahkan atau diberikan kepada nasabah adalah uang
tunai sejumlah Rp50.000.000,00 (total modal yang dibutuhkan). Sedangkan dalam Lembaga Keuangan
338 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Syariah penyerahan modal kepada nasabah sebagai pengelola dapat diberikan dalam bentuk uang tunai
Rp30.000.000,00 (modal kas) ditambah dengan 5 buah mesin textil seharga Rp20.000.000 (modal dalam
bentuk barang atau non kas). Dengan penyerahan modal sesuai kebutuhan maka terhindar penyalahgunaan
dana yang pada akhirnya berdampak pada pembiayaan bermasalah.
Ketentuan tentang modal kas dan non kas serta hal-hal yang terkait dengan modal mudharabah
seperti jika terjadi kehilangan, terjadi menurunan modal mudharabah tersebut tercantum dalam PSAK 105
tentang Akuntansi Mudharabah, ( prgf 12 sd 19) mengatur yaitu:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor
lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut
diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang
telah ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Modal mudharabah juga diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), bagian pertama butir 3 diatur sebagai berikut
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 339
Jadi dari ketentuan tersebut jelas, LKS dapat memberikan modal dalam bentuk kas dan dalam
bentuk non kas (barang). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh LKS perbankan yang diperkenankan untuk
bergerak pada bidang keuangan saja. Untuk memberikan gambaran yang lebih rinci dan jelas akuntansi
modal mudharabah dari ailustrasi tersebut di atas dijabarkan dalam contoh sebagai berikut:
Contoh : 7-3
Atas modal mudharabah kepada Zainudin yang telah disetujui (lihat contoh 7-2), penyerahan modal
mudharabah dilakukan dengan tahapan sebagai berikiut:
1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 . Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Dari contoh di atas dapat dilakukan tahap-tahapan akuntansi sebagaimana diuraikan butir
selanjutnya antara lain terkait dengan:
a. Pembelian Aset mudharabah yang dipergunakan sebagai modal non kas mudharabah
b. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai)
c. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk non kas (barang)
d. Modal mudharabah hilang dan penurunan nilai modal non kas
A. Pembelian Aset mudharabah (modal non kas)
Untuk dapat memberikan modal non kas (barang) LKS terlebih dahulu memberi Aset yang
bermanfaat dengan usaha mudharabah tersebut. Atas aset mudharabah yang dibeli tersebut, karena akan
dipergunakan sebagai modal mudharabah (melaksanakan kegiatan usaha), maka aset tersebut dicatat
dalam persediaan sebesar harga perolehan, yaitu seluruh kas dan setara kas yang dikeluarkan untuk
memperoleh aset hingga aset tersebut dapat dipergunakan atau dijual.
Contoh: 7-4
Tanggal 05 Januari 2008, LKS Amal Sejahtera melakukan pembelian mesin textil sebanyak 4 buah
dengan harga Rp18.800.000,00 yang akan dipergunakan sebagai modal dalam menjalankan kegiatan
usahanya.
Atas pembelian mesin textil tersebut LKS “Amal Sejahtera” pada tanggal 05 Januari 2008
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp18.800.000,00
Cr. Kas/Rekening Suplier Rp18.800.000,00
Dengan jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi buku besar dan neraca LKS
“Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
PERSEDIAAN/ASET MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 4 mesin textil Jumlah
18.800.000 18.800.000
05/01 18.800.000
Saldo Pasiva
18.800.000
NERACA
Per 05 Januari 2008
Aktiva
Persedaiaan/Aset Mudharabah 18.800.000
340 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
B. Penyerahan modal kas
Penyerahan modal mudharabah dapat dilakukan sesuai kebutuhan dari mudharib dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Penyerahan modal mudharabah dalam bentuk kas diatur dalam PSAK
105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 12, 13. a dan 16) sebagai berikut:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
Sesuai ketentuan di atas penyerahan modal dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah uang yang
diserahkan dan dianggap mulai berjalan sejak dana tersebut diterima oleh pengalola dana. Dengan
diserahkan modal dalam bentuk kas, maka kewajiban komitmen pemilik dana akan berkurang sebesar
modal yang telah diserahkan
Contoh: 7-5
Atas persetujuan pemberian modal mudharabah kepada Zainudin, pada tanggal 25 Januari 2008
LKS “Amal Sejahtera” penyerahan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai, sebesar
Rp30.000.000,00.kepada Zainudin
Atas penyerahan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai dari LKS “Amal Sejahtera” kepada
Zainudin tersebut, maka LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut :
Dr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Cr. Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Dr. Kewajiban Komitment Invst Mudharabah Rp30.000.000,00
Cr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Dengan diserahkannya modal mudharabah dalam bentuk kas (uang tunai) kepada Zainudin sebesar
Rp30.000.000,00, maka Kewajiban Komitmen LKS “Amal Sejahtera” kepada Zainudin berkurang
Rp30.000.000,00 Dan atas jurnal transaksi di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan
neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:
KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Modal kas 30.000.000 15/01 Zainudin Jumlah
Saldo 20.000.000 50.000.000
25/01 50.000.000
50.000.000
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Modal kas Saldo
25/01 30.000.000 Jumlah
30.000.000
30.000.000 30.000.000
NERACA
Per 25 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Persedaiaan/Aset Mudharabah 18.800.000
Investasi Mudharabah 30.000.000
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 341
C. Penyerahan modal non kas (barang)
Dalam transaksi mudharabah pemilik dana (mudharib) diperkenankan menyerahkan modal dalam
bentuk non kas atau dalam bentuk barang yang bermanfaat atau terkait dengan kegiatan usaha yang
dilakukan. Hal itu sesuai dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 12 sd 17) yang mengatur
sebagai berikut:
12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada
saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah
diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara
efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung
mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Jika penyerahan modal non kas atau barang harus dilakukan penilaian harga wajar pada saat
penyerahan. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak modal mudharabah tersebut diterima oleh
pengelola dana. Oleh karena dalam penyerahan modal mudharabah non kas diukur dengan nilai wajar saat
penyerahan sedangkan modal non kas (barang) memiliki harga perolehan sebagai nilai tercatat, maka
mengakibatkan
1. Nilai wajar saat penyerahan modal non kas mudharabah lebih besar dari niliai tercatatnya.
2. Nilai wajar saat penyerahan modal non kas mudharabah lebih kecil dari nilai tercatatnya
1) Nilai wajar modal non kas (barang) lebih besar dari nilai tercatatnya
Sebelum penyerahan modal mudharabah dalam bentuk non kas (barang), LKS melakukan
pengadaan aset mudharabah yang tercatat pada persediaan sebesar harga perolehan. Sedangkan pada saat
modal non kas (barang) diserahkan kepada mudharib harus dilakukan penilaian sesuai dengan nilai wajar
saat penyerahan sehingga dapat terjadi perbedaan antara nilai tercatat dengan nilai wajar saat penyerahan.
Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatatnya sehingga timbul keuntungan dan diakui sebagai keuntungan
mudharabah tangguhan dan diamortisasi selama jangka waktu akad. Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK
105 paragraf 13 huruf (b) butir (i) sebagai berikut:
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(i) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad
mudharabah.
Modal mudharabah non kas diukur sebesar nilai wajar saat penyerahan, sehingga dapat terjadi
perbedaan antara nilai wajar dengan nilai tercatatnya. Jika nilai wajar lebih tinggi dari nilai wajar sehingga
timbul keuntungan maka keuntungan atas penyerahan modal mudharabah non kas tersebut diakui sebagai
“keuntungan mudharabah tangguhan” dan dimortisasi selama jangka waktu akad
342 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh : 7-6
Pada tanggal 27 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyerahkan 4 buah mesin textil kepada
Zainudin dengan nilai wajar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) pada saat penyerahan.
Harga perolehan (nilai tercatat) mesin tersebut sebesar Rp18.800.000,00 (lihat contoh 7-4)
Atas penyerahan modal non kas berupa 4 buah mesin textil oleh LKS “Amal Sejahtera” kepada
Zainudin tersebut, maka LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Persediaan (Aset Mudharabah) Rp18.800.000,00
Cr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan Rp 1.200.000,00
Dr. Kewajiban Komitment Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Kontra komitmen Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Atas penyerahan modal non kas di atas LKS “Amal Sejahtera” memperoleh keuntungan sebesar
Rp1.200.000,00, yaitu merupakan selisih dari harga perolehan (nilai tercatat) sebesar Rp18.800.000,00
dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp20.000.000,00. Sesuai ketentuan paragraf 13, huruf b (i)
keuntungan tersebut tidak diperkenankan untuk diakui sebagai keuntungan sekaligus, keuntungan tersebut
diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama jangka waktu akad, yaitu selama 2 tahun.
Atas transaksi dan jurnal-jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan neraca LSK
Amal Sejahtera sebagai berikut:
PERSEDIAAN/ASET MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
05/01 4 mesin textil 18.800.000 27/01 Zainudin 18.800.000
Saldo
18.800.000 0
18.800.000
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Modal kas Saldo Jumlah
Tgl Modal non kas 30.000.000
25/01 50.000.000
27/01 20.000.000 50.000.000
50.000.000
KOMITMEN INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
30.000.000 15/01 Zainudin Jumlah
Tgl Modal kas 20.000.000 50.000.000
25/01 Modal non kas
27/01 Saldo 0 50.000.000
50.000.000
KEUNTUNGAN MUDHARABAH TANGGUHAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Saldo 27/01 4 buh mesin textil Jumlah
1.200.000
1.200.000 1.200.000
1.200.000
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 343
NERACA
Per 27 Januari 2008
Aktiva Pasiva
Persedaiaan/Aset Mudharabah 0
Investasi Mudharabah (kas) 30.000.000
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (1.200.000)
Keuntungan mudharabah tangguhan yang merupakan akibat selisih nilai wajar dengan nilai tercatat
tersebut amortisasi harus dilakukan selama jangka waktu akad, sehingga besarnya amortisasi adalah :
Rp1.200.000,00 : 24 = Rp50.000,00 per bulan
Atas amortisasi tersebut jurnal yang dilakukan oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
Dr. Keuntungan Mudharabah Tangguhan Rp50.000,00
Cr. Keuntungan Penyerahan modal non kas Mdh Rp50.000,00
Atas jurnal amortisasi keuntungan mudharabah tangguhan tersebut mengakibatkan perubahan
akun-akun dan neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut :
KEUNTUNGAN MUDHARABAH TANGGUHAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl amortosasi 50.000 27/01 4 buh mesin textil Jumlah
Saldo
30/01 1.150.000 1.200.000
1.200.000 1.200.000
Aktiva
NERACA Pasiva
Per 30 Januari 2008
Persedaiaan/Aset Mudharabah 0
Investasi Mudharabah ( (kas) 30.000.000
Investasi Mudharabah ( (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan ( (1.150.000)
2) Nilai wajar modal non kas (barang) lebih kecil dari nilai tercatatnya
Kemungkinan lain penyerahan modal mudharabah non kas (barang) adalah nilai wajar saat
penyerahan lebih kecil dari nilai tercatatnya, Jika terjadi demikian maka selisih nilai wajar dan nilai tercatat
diakui sebagai kerugian sekaligus saat terjadinya. Hal ini sesuai ketentuan dalam PSAK 105, paragraf 13,
huruf (b) butir (ii) sebagai berikut:.
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas
pada saat penyerahan:
(ii) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui
sebagai kerugian;
Kemungkinan lain saat menyerahkan modal mudharabah non kas adalah nilai wajar saat penyerahan
lebih kecil dari nilai tercatatnya sehingga timbul kerugian. Jika wilai wajar lebih kecil dari nilai tercatatnya,
maka selisihnya diakui sebagai kerugian penyerahan aset mudharabah dan diakui saat terjadinya kerugian.
344 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh : 6-7
Misalnya penyerahan 4 buah mesin textil oleh LKS “Amal Sejahtera” kepada Zainudin dengan harga
wajar sebesar Rp20.000. 000,00. Mesin tersebut dibeli dengan harga perolehan sebesar
Rp21.000.000,00
Atas penyerahan modal mudharabah non kas tersebut, LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Dr. Kerugian penyerahan modal non kas Rp 1.000.000,00
Cr. Persediaan aktiva
Rp21.000.000,00
3) Nilai wajar modal non kas sama dengan nilai tercatat
Dapat saja nilai wajar saat penyerahan sama dengan nilai tercatat modal mudharabah non kas
tersebut sehingga tidak timbul keuntungan atau kerugian dengan penyerahan modal mudharabah non kas
tersebut
Contoh : 6-8
Misalnya LKS “Amal Sejahtera” menyerahkan 5 buah mesin textil kepada Zainudin dengan harga
wajar sebesar Rp20.000.000,00. Mesin tersebut dibeli dengan harga perolehan sebesar
Rp20.000.000,00
Jurnal yang dilakukan oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
Dr. Investasi Mudharabah Rp20.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp20.000.000,00
D. Modal mudharabah hilang dan penurunan sebelum dimulai usaha
Dalam Investasi Mudharabah kegiatan usaha mudharabah baru bisa dianggap mulai berjalan sejak
dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola, termasuk modal mudharabah non kas
(barang) dalam kondisi siap dipergunakan, sehingga tidak menutup kemungkinan sebagian Investasi
Mudharabah tersebut hilang sebelum usaha dimulai atau berjalan. Atas penurunan nilai investasi
mudharabah sebelum usaha dimulai yang disebabkan hilang atau faktor lain bukan kesalahan pengelola
diatur dalam PSAK 105 (prgf 14, 16,18) sebagai berikut:
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain
yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai
kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima
oleh pengelola dana.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dari ketentuan dapat dikategorikan dalam (a) hilang dimana nilai modal non kas sudah tidak ada
lagi (nilainya sudah tidak ada lagi) dan (b) penurunan nilai dimana nilai modal non kas (barang) tersebut
masih ada namun lebih rendah dari sebelumnya (berkurang sebagian).
1) Penurunan akibat hilang sebelum dimulai
Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh
pengelola dana, sehingga dapat terjadi penurunan nilai modal mudharabah akibat hilang sebelum usaha
dimulai. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan hilang yang bukan
kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi saldo investasi mudharabah.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 345
Contoh : 6-9
Misalkan salah satu mesin textil seharga Rp5.000.000,00 dalam perjalanan ke lokasi pabrik textil,
sebelum diserahkan kepada Zainudin, mengalami kerusakan sehingga tidak dapat dipergunakan
(tidak ada nilainya lagi/hilang)
Atas kehilangan modal mudharabah non kas tersebut, LKS sebagai pemilik dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah Rp5.000.000,00
Cr. Investasi Mudhaabah Rp5.000.000,00
2) Penurunan nilai sebelum dimulai akibat lain
Selain penurunan nilai akibat hilang, dimana seluruh nilai tidak ada lagi maka dapat terjadi
penurunan nilai terjadi sebagai akibat lain seperti kerusakan dan sebagainya sehingga mengakibatkan
penurunan nilai sebagian (tdak seluruhnya nilai hilang). Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum
usaha dimulai disebabkan rusak atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana,
maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah.
Contoh: 6-10
Misalnya salah satu mesin textil yang diserahkan kepada pabrik textil sebagai pengelola dana yang
penyerahannya dilakukan di pabrik textil. Dalam perjalanan menuju pabrik terjadi kecelakaan dan
mesin textil mengalami kerusakan senilai Rp500.000,00.
Atas penurunan modal mudharabah non kas sebelum usaha dimulai tersebut, LKS sebagai pemilik
dana dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Beban Kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00
E. Penurunan dan hilang setelah usaha dimulai
Setelah usaha dimulai investasi mudharabah dapat terjadi penurunan investasi mudharabah akibat
hilang atau akibat penurunan lain seperti rusak. Jika terjadi demikian maka PSAK 105 tentang akuntansi
mudharabah mengatur sebagai berikut:
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau
kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima
oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dari ketentuan dalam dikategorikan dua hal yaitu (a) hilang bukan kesalahan pengelola dan (b)
penurunan nilai aset termasuk penurunan akibat dari penyusutan modal non kas mudharabah
346 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
1) Penurunan akibat hilang setelah dimulai usaha
Penurunan yang terjadi setelah usaha mudharabah dimulai dapat diakibatkan atas hilangnya investasi
mudharabah, khususnya modal mudharabah non kas (barang). Jika sebagian investasi mudharabah hilang
setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut
diperhitungkan pada saat bagi hasil. Indikasi kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain,
ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan
dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Contoh : 7-11
Misalnya dalam usaha mudharabah yang dilakukan dengan pabrik textil, dari mesin textil yang
diserahkan hilang dan nilai mesin tersebut sebesar Rp300.000,00 (setelah usaha dimulai) sedangkan
bagi hasil yang diterima dari pengelolan sebesar Rp3.500.000.
Atas kehilangan modal non kas dan penerimaan bagi hasil dari pengelola tersebut Lembaga
Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
(a) Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola
Dr. Kas/Rekening Mudharib Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
(b) Pada saat terjadi penurunan nilai modal mudharabah non kas karena hilang setelah usaha dimulai
Dr. Beban Penurunan Investasi Mudharabah Rp300.000,00
Cr. Akumulasi Penurunan Invest Mudharabah Rp300.000,00
Beban Penurunan Investasi Mudharabah (modal mudharabah non kas) tersebut diperhitungkan
dalam hasil usaha mudharabah (sebagai pengurang pendapatan bagi hasil mudharabah, sebagai pengurang
hasil investasi), sehingga kehilangan tersebut sebagai pengurang Pendapatan Hasil Usaha Mudahrabah
bukan sebagai beban operasional. Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut,
maka nilai bersih hasil investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai (hilang ) Rp 300.000,00
------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp3.200.000,00
2) Penurunan nilai modal non kas (barang) setelah usaha dimulai akibat lain
Penurunan nilai investasi mudharabah setelah usaha dimulai dapat disebabkan akibat lain seperti
kerusakan dan sebagainya (khusunya modal mudharabah non kas). Jika terjadi penurunan nilai investasi
mudharabah pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah,
maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungan pada saat
pembagian bagi hasil. Penurunan tersebut sebagai pengurang bagi hasil investasi mudharabah atau
merupakan pengurang hasil investasi mudharabah.
Contoh : 7-12
Misalnya dalam usaha mudharabah yang dilakukan dengan pabrik textil, dari mesin textil yang
diserahkan mengalami penurunan nilai atau kerusakan sebesar Rp200.000,00 (setelah usaha dimulai)
sedangkan bagi hasil yang diterima dari pengelolan sebesar Rp3.500.000,00
Atas kehilangan modal non kas dan penerimaan bagi hasil dari pengelola tersebut Lembaga
Keuangan Syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 347
(a) Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola Rp3.500.000,00
Rp3.500.000,00
Dr. Kas/Rekening Mudharib
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah
(b) Pada saat terjadi penurunan nilai modal mudharabah non kas
Dr. Beban Penurunan Investasi Mudharabah Rp200.000,00
Cr. Akumulasi Penurunan Invest Mudharabah Rp200.000,00
Beban penurunan inevestasi mudharabah tersebut diperhitungkan dalam hasil usaha mudharabah,
sehingga penuruanan tersebut sebagai pengurang Pendapatan Hasil Usaha Mudahrabah bukan sebagai
beban operasional. Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut, maka nilai
bersih hasil investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai (akibat lain ) Rp 200.000,00
------------------
Hasil bersih investasi mudharabah Rp3.300.000,00
3) Penurunan akibat penyusutan modal non kas (barang)
Modal mudharabah dapat diberikan dalam bentuk kas dan atau dalam bentuk non kas (barang) yang
bermanfaat dalam usaha mudharabah, oleh karena itu penurunan nilai investasi dapat terjadi akibat
penurunan modal non kas (barang) yang antara lain disebabkan adanya penyusutan aset tersebut. Dalam
PSAK 105 tidak mengatur secara tegas tentang penurunan akibat penyusutan modal non kas tersebut,
namun dalam paragraf 17 dinyatakan sebagai berikut:
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang
tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif
dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah
investasi, namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Dari ketetentuan ini tersirat penurunan nilai investasi mudharabah dari modal non kas (barang),
yang pengakuannya tidak langsung mengurangi investasi mudharabah tetapi diperhitungkan pada saat bagi
hasil.
Contoh : 7-13
Atas penyerahan modal non kas (barang) LKS harus membentuk penyusutan sebesar Rp800.000,00
dan atas laporan dari pengelola dana hasil usaha yang menjadi hak LKS sebagai pemilik dana
sebesar Rp3.500.000,00 .LKS melakukan perhitungan penyusutan modal mudharabah non kas
(barang) sebagai berikut:
Nilai perolehan : Rp20.000.000,00 (4 buah mesin)
Nilai residu : Rp800.000,00
Jangka waktu akad : 2 tahun ( 24 bulan)
Penyusutan per bulan = (20.000.000 – 800.000)/24 = Rp800.000,00
Atas transaksi penerimaan bagi hasil dan pembebanan penyusutan tersebut LKS melakukan jurnal
sebagai berikut:
A. Pada saat pembentukan penyusutan aset (modal non kas) sebesar Rp800.000,00 dilakukan jurnal :
Dr. Biaya Penurunan Nilai (Penyusutan) Rp800.000,00
Investasi Mudharabah
Cr. Akumulasi Penurunan Nilai (Penyusutan) Rp800.000,00
Investasi Mudharabah (non kas)
B. Pada saat penerimaan bagi hasil dari pengelola dana sebesar Rp3.500.000 dilakukan jurnal:
Dr. Kas/Rekening Mudharib Rp3.500.000
Cr. Pendapatan bagi hasil Mudharabah Rp3.500.000
348 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Dengan adanya penurunan nilai (penyusutan) aset mudharabah (modal mudharabah non kas)
tersebut mengakibatkan perubahan akun dan posisi Neraca LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas Saldo
27/01 Modal non kas 30.000.000 50.000.000
50.000.000
20.000.000
50.000.000
AKUMULASI PENURUNAN NILAI ASET MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Saldo Jumlah
Penurunan nilai 800.000
800.000 800.000
800.000
NERACA
Per 30 Januari 2008
Aktiva pasiva
Persediaan/Aset Mudharabah 0
Investasi Mudharabah (kas) 30.000.000
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (1.150.000)
Akumulasi penurunan nilai
(800.000)
Akibat penurunan nilai dan penerimaan bagi hasil mudharabah tersebut, maka nilai bersih hasil
investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Penurunan nilai Investasi Mdh (penyusutan) Rp 800.000,00
Amortisasi keuntungan tangguhan (Rp 50.000,00)
-------------------
Hasil bersih investasi mudharabah
Rp 750.000,00
-------------------
Rp2.750.000,00
Akun “Biaya Penurunan Nilai Investasi Mudharabah” sebagai pengurang dari pendapatan bagi hasil
mudharabah.
7.3.4 Bagi Hasil Mudharabah
Dalam Lembaga Keuangan Konvensional besarnya imbalan kepada pemilik modal ditentukan di
depan oleh pemilik modal karena pemilik dana dalam sistem ekonomi kapitalis tidak bersedia untuk
menanggung risiko. Besarnya imbalan tidak dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima oleh Lembaga
Keuangan tersebut. Apapun yang dialami oleh Lembaga Keuangan sebagai pengelola modal imbalan
kepada pemilik modal harus dibayar sesuai yang ditentukan diawal.
Hal ini sangat jauh berbeda dalam Lembaga Keuangan Syariah, khususnya dalam melakukan
kerjasama berbagi hasil (mudharabah dan musyarakah). Dalam LKS pemilik dana tidak diperkenankan
menentukan besarnya bagi hasil (imbalan) atas modal yang diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pengelola dana. Imbalan yang diperoleh didasarkan pada hasil usaha yang nyata-nyata diterima atau
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 349
diperoleh oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola dana. Dengan kata lain dalam transaksi
mudharabah pemilik dana tidak dapat mengetahui dengan pasti berapa bagi hasil yang akan diterima. Hal
tersebut sesuai QS surat Lukman ayat 34 :
”....... Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.......”.
Manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya, namun demikian mereka diwajibkan berusaha. Dari ayat tersebut jelas bahwa ”kedepan”
(walau hanya satu menit atau detik) hanya milik Allah SWT. Jika seseorang sudah tidak mempercayai lagi
bahwa kedepan mutlak hanya milik Allah, maka hal ini sudah diluar masalah muamalah, tetapi sudah
menyangkut akidah dan tingkat keimanan sesorang.
Dalam prinsip mudharabah pekerjaan merupakan hak eksklusif dari pengelola dana, pemilik dana
tidak diperkenankan terlibat dalam manajemen, pemilik dana hanya diperkenankan untuk melakukan
pengawasan. Oleh karena hak eksklusif mudharib atas perkerjaan inilah, maka semua usaha dilakukan oleh
pengelola dana dan akibatnya adalah hanya pengelola dana yang mengetahui hasil usaha yang nyata-nyata
diperoleh. Oleh karena itu yang melakukan pembagian hasil usaha adalah pengelola dana (mudharib). Jadi
sebagai pengelola dana sangat diperlukan kejujuran, transparansi, amanah dan meneladani sifat Rasul yang
lain. Hal ini berlaku bukan hanya pada penyaluran dana yang dilakukan oleh LKS dimana LKS sebagai
pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola dana, tetapi juga berlaku dalam hal LKS melakukan
penghimpunan dana, dimana LKS sebagai pengelola dana dan investor sebagai pemilik dana. Dalam
melakukan pembagian hasil usaha, LKS dapat mempergunakan salah satu prinsip pembagian hasil usaha
yang disepakati pada awal akad, yaitu prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) dan Bagi Untung (Profit Sharing).
Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip Distribusi
Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah dijelaskan
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun
Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-
nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Penjelasan mengenai Revenue Sharing dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor
15/DSN-MUI/IX/2000, dalam buku Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional edisi ketiga yang disebut
dengan Bagi Hasil (Net Revenue Sharing) yaitu bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi
dengan modal (ra’sul al-mal). Sedangkan yang dimaksud dengan Bagi Laba (Profit Sharing) yaitu bagi hasil
yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi dengan modal (ra’sul al-mal) dan biaya-biaya. Untuk
memberikan gambaran perbedaan Bagi Hasil dan Bagi Laba, PSAK 105 menjelaskan (prgf 11) sbb:
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode bagi hasil
Penjualan (Sales) 100
Harga Pokok Penjualan (Cost of Good Sold) (65)
Laba Kotor (Gross profit) 35 Net Revenue Sharing
Beban (Expense) (25)
Laba rugi bersih (Net Profit) 10 Profit Sharing
350 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Hasil usaha yang dapat dibagikan adalah hasil usaha yang nyata-nyata diterima (cash basis).
Sebagaimana dijelaskan dalam bab terdahulu bahwa akuntansi syariah menggunakan asumsi dasar akrual
(acrual basis) yang dipergunakan untuk kepentingan laporan keuangan, sedangkan untuk kepentingan
perhitungan pembagian hasil usaha menggunakan dasar pendapatan yang nyata-nyata diterima. Hal
tersebut sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi
Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, menjelaskan sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Pada prinsipnya, LKS boleh menggunakan sistem Accrual Basis maupun Cash Basis
dalam administrasi keuangan.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan
sistem Accrual Basis; akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan
atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (Cash Basis).
3. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Dalam akuntansi Lembaga Keuangan Konvensional pengakuan pendapatan tidak terkait dengan
pembagian imbalan (bunga) kepada investor, berapapun pendapatan diterima, dengan metode apapun
pengakuan pendapatan, kapanpun dilakukan tidak terpengaruh terhadap imbalan kepada investor (bunga
yang telah ditentukan pada awal akad). Sedangkan dalam Lembaga Keuangan Syariah, harus disadari
bahwa sebagian dari pendapatan yang telah diterima (nyata-nyata diterima) merupakan hak dari pemilik
dana (investor). Apapun yang dilakukan terhadap pendapatan akan mempengaruhi hak investor. Jadi
pendapatan yang nyata-nyata diterima (cash basis) memiliki korelasi langsung dengan hak investor atas bagi
hasil yang diterima.Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah (prgf 20 sd 24) mengatur pembagian
hasil usaha sebagai berikut:
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai
kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih
antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian .
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Jika pembiayaan Mudharabah terus berlanjut, lebih daripada jangka waktu ditetapkan (tahun buku),
maka pembagian keuntungan diambil dari masing-masing jangka waktu yang telah ditetapkan, namun
kerugian yang akan diakui setelah lewat dari jangka waktu/tahun buku yang telah ditetapkan dan setelah
dikurangi modal. Hal ini konsisten dengan pendapat atau kebijakan yang mungkin ada mengenai Fuqaha
sehubungan dengan stabilitas atau ketetapan kepemilikan terhadap jangka waktu yang memperoleh alokasi
keuntungan bagi masing-masing pemilik dana tersebut dan Mudharib setelah penghitungan sepenuhnya
dibuat. Hal ini merupakan dasar dengan mana pembagian bank dengan keuntungan dibuat di dalam
laporan pendapatan karena keuntungan ini dianggap sebagai keuntungan yang berwujud dari bank tersebut
dan kepemilikannya telah ditentukan.
Sesuai dengan dasar-dasar hukum Syari’ah, maka kerugian ini akan ditanggung oleh pemilik dana
tersebut, terutama bila Mudharib tidak melaksanakan suatu pelanggaran apapun atau pun suatu kelalaian.
Hal ini merupakan dasar dari pengukuhan bank mengenai kerugian netto Mudharabah pada akhir jangka
waktu tersebut, di mana pernyataan dan pengurangan jumlah modal Mudharabah tersebut dibuat.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 351
Juga, kerugian secara berkala yang disajikan dalam jangka waktu Mudharabah akan diganti rugi oleh
keuntungan yang belum dibagikan. Dalam hal secara keseluruhan atau bagian dana Mudharabah hilang
sebelum penempatan, maka hal ini akan dianggap sesuai dengan ketentuan hukum Shari’a sebagai kerugian
dari modal. Hal ini akan merupakan suatu dasar bagi pengukuhan bank sebagai pemilik dana atau
mengenai kerugian yang terjadi dalam jangka waktu yang sama sebagai kerugian modal dan pengurangan
jumlah modal Mudharabah. Karena kerugian ini telah ditempatkan di luar kerangka kerja Mudharabah,
maka hal ini dianggap sebagai kerugian dari dana tersebut yang telah dipercayakan secara umum.
Pengakuan mengenai hal ini tak dapat ditangguhkan, karena hal ini sebagaimana halnya dengan kerugian
yang biasa. Karena kerugian dari bagian modal Mudharabah tidak akan mempengaruhi jumlah modal
Mudharabah meskipun hal ini dianggap sebagai suatu kerugian yang harus ditanggung oleh pemilik dari
dana tersebut (bank), karena kenyataan bahwa kerugian ini terjadi di dalam jangka waktu Mudharabah
setelah batas modal ini ditentukan dan hal ini secara khusus akan tetap terbatas sampai ke jangka waktu
Mudharabah. Jika Mudharib melakukan suatu kesalahan dan tidak mampu mengembalikan modal kepada
Bank pada akhir dari jangka waktunya, maka ia akan menjadi penjamin terhadap dana tersebut, hal ini
merupakan dasar untuk mengubah dana dengan rekening pembiayaan Mudharabah, yang tidak dibayarkan
kembali kepada Bank pada akhir jangka waktu menjadi piutang Bank (receivable account).
A. Penerimaan dan Pengakuan Bagi Hasil Mudharabah
Penerimaan bagi hasil mudharabah oleh pemilik dana atas dasar penerimaan hasil usaha yang nyata-
nyata diterima (cash basis) oleh pengelola, yang dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada awal
akad. Bagi pemilik dana pengakuan pendapatan bagi hasil mudharabah dilakukan pada periode terjadinya
hak bagi hasil. Untuk penerimaan bagi hasil secara tunai dapat dilakukan pada saat penyerahan dilakukan
oleh pengelola. Sedangkan pengakukan bagi hasil atas haknya (pengakuan akrual) bagi hasil mudharabah
hanya dilakukan setelah diterima laporan dari pengalola dana. Pengakuan pendapatan akrual harus
didasarkan pada laporan pengelola dana karena dalam prinsip mudharabah yang mengetahui hasil dari
usaha mudharabah itu adalah hanya pengelola (mudharib). Pengakuan pendapatan bagi hasil mudharabah
diatur dalam PSAK 105 tentang akuntansi mudharabah sebagai berikut:
20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode
terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan
laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak
diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
Bagi hasil mudharabah tergantung hasil yang diperoleh oleh pengelola dana (mudharib) atas usaha
yang dilakukan. Pemilik dana (shahibul maal) tidak diperkenankan untuk menetapkan nominal bagi hasil
yang harus dibayar oleh pengelola sebelum usaha dilakukan atau meminta kepada pengelola untuk
memberikan bagi hasil sesuai harapan atau proyeksi pendapatan pemilik dana. Hal ini berlaku dalam
transaksi mudharabah tidak hanya LKS sebagai pemilik dana tetapi juga berlaku dalam transaksi
mudharabah dan LKS sebagai pengelola dana. Kedudukan pengelola dana (debitur) dimata LKS (sebagai
pemilik dana) sama dengan kedudukan LKS (pengelola dana) dimana pemodal (deposan sbg pemilik dana).
Contoh: 7-14
Tanggal 20 Februari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima bagi hasil dari Zainudin yang menjadi
hak LKS sebesar Rp3.500.000,00 (70% x Rp5.000.000) yang dibayar dengan tunai.
Atas penerimaan bagi hasil tersebut LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Zainudin Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Oleh karena bagi hasil tersebut diterima dengan tunai, maka bagi hasil tersebut merupakan unsur
pendapatan yang akan dipergunakan dalam perhitungan pembagian hasil usaha (profit distribution). Jika
sampai akhir periode laporan keuangan, Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana tidak menerima
bagi hasil secara tunai tetapi hanya menerima laporan pembagian hasil usaha saja, maka Lembaga
Keuangan Syariah dapat melakukan pendapatan (akrual).
352 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh: 7- 15
Tanggal 30 Maret 2008 LKS “Amal Sejahtera” memperoleh laporan secara tertulis dari Zainudin
atas bagi hasil periode bulan Maret 2008 sebesar Rp3.500. 000,00 yang belum dapat dibayarkan
kepada LKS
Atas penerimaan laporan dari Zainudin tersebut, LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana
melakukan pengakuan pendapatan (pendapatan akrual) sebagai berikut:
Dr. Piutang Mudharib (Piutang Bagi Hasil Mudharabah) Rp3.500.000,00
Cr. Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah Rp3.500.000,00
Oleh karena pendapatan ini hanya dapat pengakuan saja (pendapatan akrual) maka pendapatan
yang diterima oleh LKS “Amal Sejahtera” sebesar Rp3.500.000,00 tersebut oleh LKS “Amal Sejahtera”
tidak diperkenankan untuk dibagikan kepada pemilik dana (investor) mudharabah. Jika mudharib
melakukan pembayaran bagi hasil, walaupun tidak ada pengakuan pendapatan (karena sudah diakui pada
saat menerima laporan dengan pendapatan akrual), maka nominal seporsi bagi hasil harus diperhitungkan
dalam pembagian hasil usaha atau profit distribusi.
Contoh: 7-16
Tanggal 5 April 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima pembayaran bagi hasil sebesar
Rp3.500.000,00 yang telah dilaporkan oleh Zainudin pada tanggal 30 Maret 2008
Atas penerimaan pembayaran bagi hasil tersebut LKS “Amal Sejahtera” pada tanggal 5 April 2008
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas Rp3.500.000,00
Cr. Piutang Mudharib (Piutang Bagi Hasil) Rp3.500.000,00
Jika diperhatikan dalam jurnal tersebut LKS “Amal Sejahtera” tidak melakukan jurnal yang terkait
dengan pengakuan pendapatan bagi hasil lagi, sehingga tidak mempengaruhi posisi Laporan Laba Rugi
LKS “Amal Sejahtera”. Tetapi atas penerimaan pembayaran bagi hasil tersebut berarti terdapat aliran kas
masuk atas pendapatan bagi hasil, sehingga atas penerimaan bagi hasil tersebut harus diperhitungan
sebagai unsur pendapatan yang akan dibagi hasilkan. Jadi dari transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera”
tidak melakukan pendapatan tetapi harus memperhitungan dalam pembagian hasil usaha (profit
distribution)
B. Kerugian Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah terdapat ketentuan bahwa jika terjadi kerugian dalam pengelolaan
modal mudharabah, bukan kesalahan pengelola maka kerugian financial menjadi beban pemilik dana .
Kesalahan pengelola dimaksud dalam PSAK 105 (prgf 18) menjelaskan sebagai berikut:
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh:
(a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi;
(b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad; atau
(c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, dijelaskan perlakukan akuntansi untuk kerugian
mudharabah sebagai berikut:
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan
dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara:
(a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan
(b) pengembalian investasi mudharabah;
diakui sebagai keuntungan atau kerugian .
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak
mengurangi investasi mudharabah.
Cara pengakuan kerugian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
(1) langsung, dalam arti pengakuan kerugian berpengaruh langsung pada modal investasi mudharabah
(langsung mengurangi investasi Mudharabah)
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 353
(2) tidak langsung yaitu dilakukan pembentukan penyisihan kerugian sesuai dengan kualitas investasi
mudharabah. Pengurangan investasi mudharabah atas kerugian dilakukan dari akumulasi
penyisihan kerugian yang telah dibentuk
Contoh : 7-17
Zainudin menyampaikan laporan pengelolaan dana mudharabah untuk periode bulan April 2008
menunjukkan kerugian sebesar Rp500.000,00 dan dari investigasi yang dilakukan kerugian tersebut
merupakan kerugian bisnis normal (bukan kelalaian Zainudin).
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana dapat melakukan jurnal dengan
cara metode langsung atau dengan metode tidak langsung.
1. Jika mempergunakan cara pengakuan kerugian secara langsung, maka atas kerugian tersebut LKS
“Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00
2. Jika menggunakan cara pengakuan kerugian tidak langsung, maka sebelum dilakukan pengakuan
kerugian terlebih dahulu dilakukan pembentukan penyisihan kerugian, sehingga jurnal yang dilakuan
oleh LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
a. Pada saat pembentukan penyisihan kerugian investasi mudharabah (misalnya sebesar
Rp750.000,00) jurnal yang dilakukan adalah:
Dr. Beban kerugian investasi Mudharabah Rp750.000,00
Cr. Cadangan kerugian Investasi Mudharabah Rp750.000,00
b. Pada saat kerugian timbul dan harus mengurani investasi mudharabah sebesar Rp50.000,00
maka jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Cadangan kerugian Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp500.000,00
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dapat diperhitungkan sebagai pengurang pendapatan
hasil mudharabah adalah penurunan nilai setelah usaha dimulai dari akibat hilang, penyusutan dan akibat
lainya, sehingga hasil bersih investasi dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Pendapatan bagi hasil dari pengelola Rp3.500.000,00
Pengurang :
Penurunan nilai modal mudharabah (hilang) Rp300.000
Penurunan modal mudharabah (penyusutan) Rp800.000
Penurunan modal mudharabah (lainnya) Rp200.000
Kerugian investasi mudharabah Rp500.000
----------------
Total pengurang pendapatan bagi hasil
(Rp1.800.000,00)
Hasil bersih bagi hasil mudharabah --------------------
Rp1.700.000,00
7.3.5 Penerimaan Kembali Modal Mudharabah
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah tidak diatur pengukuran dan pengakuan
penerimaan kembali modal mudharabah (pengembalian modal mudharabah) dari pengelola dana
(shahibul maal) kepada pemilik dana (mudharib) sebelum akad berakhir (pengembalian modal
mudharabah selama periode akad) karena pada prinsipnya pengembalian modal mudharabah oleh
pengelola dana kepada pemilik dana dilakukan setelah akad mudharabah berakhir. Jika mudharib
mengembalikan modal sebelum akad berakhir maka dalam periode akad telah terjadi kepemilikan modal
bersama, dimana hal ini merupakan karakter dari musyarakah. PSAK 105 hanya mengatur pengembalian
modal mudharabah akad mudharabah berakhir dan pengelola dana (mudharib) belum mengembalikan
354 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
modal mudharabah maka oleh pemilik dana diakui sebagai piutang kepada mudharib sebagaimana diatur
dalam paragraf 19 PSAK 105 yaitu
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa pengembalian modal mudharabah dari pengelola dana
(shahibul maal) kepada pemilik dana (mudharib) hanya dilakukan sekaligus, tidak dapat dilakukan
sebagian-sebagian (secara bertahap) selama jangka waktu akad, karena jika pengelola dana (mudharib)
mengembalikan modal mudharabah sebagian-sebagian atau berhatap selama jangka waktu akad
mudharabah, maka modal dalam usaha tersebut merupakan modal bersama antara oleh pengelola dana
(mudharib) dan pemilik dana (shahibul maal), dimana hal ini merupakan karakter dari musyarakah (bukan
mudharabah lagi). Seperti telah dibahas di depan bahwa penyerahan modal mudharabah kepada pengelola
dana (mudharib) dapat dalam bentuk kas (uang tunai) atau modal non kas (barang). Oleh karena itu perlu
dibahas pengembalian modal dalam bentuk kas dan pengembalian modal dalam bentuk non kas.
A. Penerimaan Kembali Modal Kas
Penerimaan kembali modal mudharabah kas dari pengelola dana oleh pemilik dana diakui sebagai
pengurang investasi mudharabah sebesar kas yang diterima.
Contoh : 7-18
Tanggal 15 Januari 2010 Zainudin sesuai kesepakatan dalam akad, LKS Amal Sejahtera menerima
pengembalian modal mudharabah kas sebesar Rp30.000.000,00.
Atas penerimaan kembali modal mudharabah tersebut, LKS Amal Sejahtera melakukan jurnal sbb:
Dr. Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Atas jurnal diats mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
LKS “Amal Sejahtera” adalah sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 15/01 Pengembalian 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000
NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Persedaiaan/Aset Mudharabah 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)
B. Penerimaan Kembali Modal Non Kas (barang)
Jika ditelaah ketentuan dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah belum mengatur secara
khusus tentang pengembalian modal mudharabah non kas (barang) oleh pengelola dana kepada pemilik
dana. Disisi lain dalam paragraf 17 yang mengatur penurunan nilai investasi mudharabah dalam bentuk kas
sebagai berikut:
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut
mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 355
kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi,
namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil.
Ketentuan ini memperlihatkan bahwa modal mudharabah non kas (barang) dapat mengalami
penurunan nilai sebagai akibat penyusutan barang tersebut (hal ini telah dibahas dalam butir sebelumnya),
sehingga modal mudharabah non kas (barang) tersebut memilik nilai tercatat, yaitu nilai wajar saat
penyerahan dikurangi dengan akumulasi penurunan nilai (penyusutan) modal non kas tersebut. Jika
penerimaan kembali modal mudharabah non kas (barang) oleh pemilik dana diakui sebesar nilai wajar saat
penyerahan, maka maka dapat terjadi :
a. nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
b. nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
1) nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
Jika nilai wajar modal mudharabah non kas (barang) saat penyerahan lebih besar dari nilai tercatat
modal mudharabah non kas (nilai bersih investasi mudharabah non kas), maka timbul keuntungan dan
diakui sebesar selisih antara nilai wajar dengan nilai tercatatnya.
Contoh : 7-19
Dalam catatan LKS sebagai pemilik dana diketahui bahwa modal non kas (barang) saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 dan dengan berjalannya waktu LKS telah melakukan penilaian penurunan
(penyusutan) modal mudharabah non kas (barang) sampai akir akad (24 bulan) sebesar
Rp19.200.000,00. Nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp2.500.000,00
Atas pengembalian modal mudharabah non kas (barang) tersebut LKS sebagai pemilik dana
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp 2.500.000,00
Dr. Akumulasi penurunan nilai (penyusutan) Rp19.200.000,00
Cr. Investasi Mudharabah
Cr. Keuntungan Pengembalian Aset Mudharabah Rp20.000.000,00
Rp 1.700.000,00
2) nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat modal mudharabah non kas
Jika nilai wajar modal mudharabah non kas (barang) saat penyerahan lebih kecil dari nilai tercatat
(nilai bersih investasi mudharabah non kas) maka timbul kerugian dan diakui sebesar selisih antara nilai
wajar modal mudharabah non kas (barang) dengan nilai tercatat (nilai bersih investasi mudharabah non
kas)
Contoh : 7 - 20
Dalam catatan LKS sebagai pemilik dana diketahui bahwa modal non kas (barang) saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 dan dengan berjalannya waktu LKS telah melakukan penilaian penurunan
modal mudharabah non kas (barang) sampai akir akad (24 bulan) sebesar Rp19.200.000,00. Nilai
wajar saat penyerahan sebesar Rp150.000,00
Atas pengembalian modal mudharabah non kas (barang) tersebut LKS sebagai pemilik dana
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Persediaan/Aset Mudharabah Rp 150.000,00
Dr. Akumulasi penurunan nilai (penyusutan) Rp19.200.000,00
Dr. Kerugian Pengembalian Aset Mdh Rp 50.000,00
Cr. Investasi Mudharabah
Rp20.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi tersebut mengakibatkan perubahan akun dan posisi neraca dalam
LKS Amal Sejahtera sebagai berikut:
356 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Modal kas Jumlah
Tgl Modal non kas 30.000.000 15/01 Pengembalian 30.000.000
25/01 Pengembalian 20.000.000
27/01 20.000.000 15/01 Saldo
00
50.000.000 50.000.000
AKUMULASI PENURUNAN NILAI ASET MUDHARABAH Kredit
Jumlah
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan 19.200.000
Tgl Pengembalian
Saldo 19.200.000
19.200.000 Penurunan nilai sd 24
Pasiva
00
19.200.000
NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva
Persedaiaan/Aset Mudharabah 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 00
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (00)
C. Investasi Mudharabah jatuh tempo
Pengembalian modal investasi mudharabah oleh pengelola dana dipengaruhi oleh cash flow yang
dimiliki oleh pengelola dana, sehingga tidak menutup kemungkinan pada saat jatuh tempo pengembalian
modal mudharabah pengelola dana belum mengembalikan modal mudharabah. Jika hal ini terjadi maka
perlu dilakukan reklasifikasi dari Investasi Mudharabah ke Piutang kepada Mudharib. Hal tersebut sejalan
dengan PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, paragraf 19 yang menjelaskan sebagai berikut:
19. Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh
pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Jika diawal telah disepakati pengembalian modal mudharabah dan saat jatuh tempo pengembalian
modal pengelola dana (mudharib) tidak melakukan pembayaran pengembalian modal, maka investasi
mudharabah dipindahkan kepada akun “Piutang kepada Mudharib”
Contoh : 7-21
Tanggal 15 Januari 2010 sesuai kesepakatan dalam akad, modal mudharabah jatuh tempo untuk
dikembalikan oleh Zainudin. Sampai tanggal tersebut Zainudin tidak mengembalikan modal kas
sebesar Rp30.000.000,00
Atas pengembalian modal yang telah jatuh tempo pengembaliannya tersebut, LKS Amal Sejahtera
(biasanya dilakukan pada tutup buku akhir bulan) melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Piutang Mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp30.000.000,00
Atas jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun dan Neraca LKS “Amal Sejahtera”
tanggal 30 Mei 2008 adalah sebagai berikut:
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 357
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Modal kas Jatuh tempo Jumlah
Tgl Modal non kas 30.000.000 30/06 30.000.000
25/01 Saldo
27/01 20.000.000 20.000.000
50.000.000
50.000. 000
Kredit
PIUTANG MUDHARIB Jumlah
30.000.000
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan 30.000.000
Tgl
Pasiva
Saldo
30.000. 000
NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva 30.000.0000
00
Piutang Mudharib
Investasi Mudharabah (kas) 20.000.000
Investasi Mudharabah (non kas) (00)
Keuntungan Mdh Tangguhan
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)
Pada saat dilakukan pembayaran pengembalian modal modal yang telah jatuh tempo oleh Zainudin
sebagai pengelola sebesar Rp30.000.000 maka LKS Amal Sejahtera melakukan sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening mudharib Rp30.000.000,00
Cr. Piutang Mudharib Rp30.000.000,00
Atas jurnal di atas akan mengakibatkan perubahan posisi akun dan Neraca LKS “Amal Sejahtera”
sebagai berikut:
PIUTANG MUDHARIB
Debet Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Keterangan 30.000.000 Pembayaran Jumlah
15/01 Modal kas Jatuh Tempo 30.000.000
Saldo 00
30.000.000
30.000. 000
NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Piutang Mudharib 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 20.000.000
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (19.200.000)
D. Pelunasan investasi mudharabah
Modal mudharabah berakhir sesuai dengan berakhirnya akad mudharabah, oleh karena itu
pengelola dana segera mengembalikan modal mudharabah setelah dikurangi kerugian yang menjadi
tangung jawab pemilik dana (kerugian pengelolaan dana akibat bukan kesalahan pengelola dana).
358 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh: 7-22
Tanggal 15 Januari 2010, LKS “Amal Sejahtera” menerima pengembalian modal mudharabah kas
sebesar Rp30.000.000,00 dan modal non kas sebesar Rp20.000.000,00 Selama usaha berjalan tidak
ada kerugian yang harus ditanggung oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana
Atas pengembalian seluruh modal mudharabah tersebut, LKS Amal Sejahtera melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Rekening mudharib Rp50.000.000,00
Cr. Investasi Mudharabah Rp50.000.000,00
Atas jurnal di atas mengakibatkan perubahan tersebut posisi akun dan Neraca LKS “Amal
Sejahtera” sebagai berikut:
INVESTASI MUDHARABAH
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
25/01 Modal kas 30.000.000 Pengembalian modal 50.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 00
50.000. 000 50.000.000
NERACA
Per 15 Januari 2010
Aktiva Pasiva
Piutang Mudharib 00
Investasi Mudharabah (kas) 00
Investasi Mudharabah (non kas) 00
Keuntungan Mdh Tangguhan (00)
Akumulasi penurunan nilai (00)
7.4. Akuntansi Pengelola Dana (mudharib)
Sebagaimana telah dijelaskan dalam gambar di atas prinsip mudharabah dapat diterapkan dalam
penghimpunan dana LKS dan dalam penyaluran dana LKS. Dalam hal penghimpunan dana kedudukan
LKS sebagai pengelola dana (mudharib), oleh karenanya dalam penghimpunan dana LKS harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan akuntansi sebagai pengelola dana (mudharib), sedangkan investornya
(yang lazim disebut dengan deposan) sebagai pemilik dana harus menerapkan ketentuan akuntansi sebagai
pemilik dana. Dilain pihak dalam hal LKS melakukan penyaluran dana, kedudukan LKS sebagai pemilik
dana oleh karenanya harus menerapkan ketentuan akuntansi pemilik dana sedangkan nasabah sebagai
pengelola dana ( yang lazim disebut dengan debitur) harus menerapkan ketantuan akuntansi sebagai
pengelola dana (mudharib).
7.4.1 Akun-akun dalam Akuntansi Pengelola Dana (mudharib)
Akun-akun yang dipergunakan dalam akuntansi pengelola dana dalam transaksi mudharabah, baik
untuk kepentingan penyusunan Laporan Posisi Keuangan (neraca) maupun untuk kepentingan
penyusunan Laporan Laba Rugi berbeda akun-akun yang dipergunakan alam akuntansi pemilik dana.
A. Akun-akun untuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana (mudharib) untuk kepentingan penyusunan laporan posisi keuangan (neraca)
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 359
1. Dana Syirkah Temporer
Akun ini dipergunakan untuk membukukan penghimpunan dana atau sumber dana yang
mempergunakan prinsip mudharabah. Akun ini disajikan terpisah dari kewajiban dan modal. Akun
ini dikredit pada saat penerimaan modal dari investor dan didebet pada saat pembayaran kembali
modal kepada investor.
2. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi (Kewajiban Bagi Hasil )
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum
dibagikan kepada pemilik dana
3. Aset Mudharabah/Persediaan
Akun ini dipergunakan untuk mencatat penerimaan modal non kas yang diberikan oleh pemilik
dana yang akan dipergunakan dalam usaha mudharabah. Akun ini didebet saat penyerahan sebesar
nilai modal mudharabah dan dikredit pada saat penyerahan kembali kepada pemilik dana atau
dilakukan penjualan.
4. Hutang kepada LKS
Akun ini dipergunakan untuk mencatat modal mudharabah yang telah jatuh tempo dan belum
diserahkan kembali kepada pemilik dana. Akun ini dikredit saat jatuh tempo pengembalian modal
mudharabah sebesar modal yang akan dikembalikan dan didebet saat dilakukan pembayaran
pengembalian modal sebasar pembayarannya.
B. Akun-akun untuk Laporan Laba Rugi
Akun-akun berikut dipergunakan untuk mencatat transaksi mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana untuk kepentingan penyusunan laporan laba rugi
1. Hak pihak ketiga atas Bagi Hasil
Akun ini dipergunakan untuk membukukan bagian hasil usaha yang menjadi milik investor (pemilik
modal yang mempergunakan prinsip mudharabah). Akun ini tidak diketegorikan sebagai
pendapatan dan tidak dikategorikan sebagai beban.
2. Kerugian Mudharabah
Akun ini dipergunakan untuk mencatat kerugian yang harus ditanggung oleh pengelola akibat
kelalaian atau kesalahan dari pengelola. Akun ini dikredit asat terjadi kerugian sebesar kerugian yang
harus ditanggung dan didebet pada akhir tahun saat dipindahkan ke laba rugi tahun berjalan.
Akuntani pengelola dana ini diterapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah terkait dengan
penghimpunan dana yang dilakukan untuk mencatat sumber dananya, karena sebagai pemilik dana adalah
pemodal dan sebagai pengelola dana adalah Lembaga keuangan Syariah. Akuntansi pengelola dana ini juga
dapat diterapkan oleh nasabah (yang sering disebut dengan debitur) atas pembiayaan mudharabah yang
dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, karena sebagai pemilik dana adalah Lembaga Keuangan
Syariah oleh karenanya menerapkan akuntansi pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola dana oleh
karenanya menerapkan akuntansi pengelola dana Untuk memberikan gambaran akuntansi pengelola dana
dapat diberikan ilustrasi contoh umum seperti dalam akuntansi pengelolaan dana seperti dibawah ini :
Contoh : 7-1 (ilustrasi umum)
Pada tanggal 15 Januari 2008 LKS “Amal Sejahtera” menyetujui untuk memberikan modal
mudharabah kepada Zainudin, seorang pengusaha textil di Medan, sebesar Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta). Pembagian hasil usaha (nisbah) disepakati 70 untuk LKS “Amal Sejahtera” dan 30
untuk Zainudin. Investasi Mudharabah dengan jangka waktu 2 tahun, yaitu sampai dengan 15
Januari 2010
Penyerahan modal mudharabah oleh LKS Amal Sejahtera sebagai pemilik dana (shahibul maal)
kepada Zainudin sebagai pengelola dana (mudharib) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
360 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
1. Tanggal 25 Januari 2008 diserahkan uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
2. Tanggal 27 Januari 2008 diserahkan 4 buah mesin textil dengan nilai wajar saat penyerahan
sebesar Rp20.000.000,00 . Mesin textil tersebut dibeli pada tangal 05 Januari 2008 dengan
harga perolehan Rp18.800.000,00
Jika dalam akuntansi pemilik dana dimuka telah dibahas akuntansi yang dilakukan oleh Lembaga
Keuangan Syariah sebagai pemilik dana, sedangkan dalam akuntansi pengelola dana ini akan dibahas
akuntansi yang dilakukan oleh nasbah (Zainudin) sebagai pengelola dana.
7.4.2. Modal mudharabah
Salah satu karakter mudharabah adala modal mudharabah seluruhnya dari pemilik dana (shahibul
maal). Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah, paragraf 25 mengatur tentang modal mengatur
sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana
syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa modal mudharabah dapat berupa uang tunai (modal
kas) dan dalam bentuk barang (modal non kas).
A. Penerimaan modal mudharabah kas
Jika modal mudharabah diserahkan dalam bentuk kas, maka dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, paragraf 25 mengatur sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer
sebesar jumlah kas
Sesuai PSAK 105 paragraf 25 tersebut di atas penerimaan modal mudharabah dalam bentuk kas
diakui sebagai Dana Syirkah Temporer sebesar jumlah kas yang diterima.
Contoh : 7-23
Tanggal 25 Januari 2008 Zainudin modal mudharabah berupa uang tunai sebesar Rp30.000.000,00
dari LKS “Amal Sejahtera”
Atas penerimaan modal mudharabah dalam bentuk uang tunai tersebut, maka Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/rekening Bank Rp30.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka akun-akun dalam pembukuan Zainudin adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 25/01 Modal mdh pertama Jumlah
30.000.000 30.000.000
Saldo 30.000.000
30.000.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 25 Januari 2008 30.000.000
Kewajiban
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 361
B. Penerimaan modal mudharabah non kas (barang)
Jika modal mudharabah diserahkan dalam bentuk non kas (barang), maka dalam PSAK 105 tentang
Akuntansi Mudharabah, paragraf 25 mengatur sebagai berikut:
25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar nilai wajar aset nonkas yang diterima.
Dalam penerimaan modal mudharabah non kas (barang) diukur nilai wajar saat penyerahan barang
maka diakui sebesar nilai wajar saat penyerahan barang tanpa memperhatikan nilai sebelumnya.
Contoh : 7-24
Tanggal 27 Januari 2008 Zainudin sebagai pengelola dana menerima 5 buah mesin textil dari LKS
“Amal Sejahtera” sebagai pemilik dana dengan nilai wajar saat penyerahan sebesar Rp20.000.000,00
Atas penyerahan modal mudharabah non kas (barang) tersebut, diukur sebesar nilai wajar saat
penyerahan. Oleh karena itu jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dr. Aktiva Tetap/Persediaan Rp20.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer Rp20.000.000,00
Dengan adanya transaksi tersebut maka saldo akun Dana Syirkah Temporer dan penyajian dalam laporan
keuangannya adalah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 25/01 Modal mdh pertama Jumlah
50.000.000 27/01 Modal non kas 30.000.000
50.000.000 20.000.000
Saldo
50.000.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 27 Januari 2008
30.000.000
Kewajiban 20.000.000
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas
Pemb Diterima Mdh non kas
7.4.3 Pembagian hasil Usaha
Salah satu keunikan Lembaga Keuangan Syariah adalah adanya pembagian hasil usaha dan yang
melakukan perhitungan pembagian hasil usaha adalah pengelola dana (mudharib).
Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dijelaskan ketentuan tentang bagi hasil sebagai berikut:
27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas penyaluran dana syirkah temporer secara bruto
sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau
bagi hasil.
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan
kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola
dana.
Hak pemodal (shahibul maal) dari hasil perhitungan pembagian hasil usaha yang dilakukan oleh
pengelola dana dan belum dibayar diakui sebagai kewajiban sebesar hak pemodal tersebut.
362 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh : 7-25
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Zainudin sebagai pengelola dana, hak bagi hasil LKS
“Amal Sejahtera” sebesar Rp3.500.000,00. Karena sesuatu hal sampai tutup buku belum dibayar.
Atas perhitungan pembagian hasil usaha tersebut, Zainudin sebagai pengelola dana melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Hak Pihak Ketiga Atas Bagi hasil Rp 3.500.000,00
Cr. Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi Rp3.500.000,00
Atas jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan akun dan neraca Zainudin sebagai pengelola
dana sebagai berikut:
BAGI HASIL DIUMUMKAN BELUM DIBAGI
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Saldo 3.500.000
Bagi Hasil Nasabah
3.500.000
3.500.000
3.500.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 30 Januari 2008
3.500.000
Kewajiban
Baghas Diumumkan Blm Dibagi 30.000.000
Dana Syirkah Temporer 20.000.000
Pemb Diterima Mdh kas
Pemb Diterima Mdh non kas
Akun “Bagi Hasil Diumumkan Belum Dibagi” disajikan dalam kelompok kewajiban neraca Zainudin
sebagai pengelola dana. Pada saat dilakukan pembayaran bagi hasil kepada LKS Amal Sejahtera, maka
jurnal yang dilakukan adalah sebagai berikut
Dr. Bagi Hasil diumumkan belum dibagi Rp3.500.000,00
Cr. Kas/Rekening Bank Rp3.500.000,00
Atas jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan akun dan neraca Zainudin sebagai pengelola
dana sebagai berikut:
BAGI HASIL DIUMUMKAN BELUM DIBAGI
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Pembayaran bagi hasil 3.500.000
Saldo 3.500.000 Bagi Hasil Nasabah
3.500.000
00
3.500.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 30 Januari 2008
00
Kewajiban
Baghas Diumumkan Blm Dibagi 30.000.000
Dana Syirkah Temporer 20.000.000
Pemb Diterima Mdh kas
Pemb Diterima Mdh non kas
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 363
7.4.4 Pengembalian modal mudharabah
Sebagaimana telah dibahas dalam akuntansi pemilik dana, bahwa pada prinsipnya pengembalian
modal mudharabah hanya dilakukan oleh pengelola dana (mudharib) jika akad mudharabah berakhir,
karena jika dalam mudharabah terjadi pengembalian modal mudharabah sebagian-sebagian (secara
bertahap) selama jangka waktu akad, maka dalam modal usaha mudharabah tersebut menjadi modal
bersama dimana hal ini merupakan karakteristik dari musyarakah (bukan mudharabah lagi). Pengukuran
dan pengakuan pengembalian modal mudharabah oleh pengelola dana (mudharib) juga belum dibahas
dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah dalam bab Akuntansi Pengelola Dana. Masalah lain
adalah bagi mudharib, pada saat menerima modal mudharabah dapat berbentuk kas dan non kas (barang),
oleh karenanya pengembalian modal mudharabah oleh pengelola dana (mudharib) kepada pemilik dana
(shahibul maal) juga dapat bentuk modal kas dan modal non kas (barang)
A. Pengembalian Modal Mudharabah Kas
Pengembalian modal mudharabah kas (yang diterima pada awal akad dalam bentuk uang tunai)
kepada pemilik dana (LKS Amal Sejahtera), diakui oleh pengelola dana sebagi pengurang “ Dana Syirkah
Temporer” sebesar kas yang dibayar.
Contoh : 7-26
Tanggal 15 Januari 2010 (jatuh tempo/berakhi akad mudharabah) sesuai kesepakatan dalam akad
mudharabah Zainudin sebagai pengelola dana menyerahkan kembali modal mudharabah kas
kepada LKS “Amal Sejahtera” sebesar Rp30.000.000,00
Dari transaksi pengembalian modal mudharabah kepada pemilik dana tersebut, Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Bank Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun dan laporan keuangan
Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Pembayaran mdl 30.00.000 25/01 Modal mdh pertama Jumlah
Tgl 27/01 Modal non kas 30.000.000
15/01 20.000.000 20.000.000
50.000.000
Saldo 50.000.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 15 Januari 2010
00
Kewajiban 20.000.000
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mdh kas
Pemb Diterima Mdh non kas
B. Pengembalian modal mudharabah non kas
Bagi pengelola dana (mudharib) pengembalian modal non kas (barang) tidak dipengaruhi nilai wajar
atau nilai tercatatnya. Bagi Pengelola dana (mudharib) pengembalian modal non kas (barang) kepada
pemilik dana sesuai nilai yang dipergunakan pada saat diterima modal mudharabah non kas pada awal akad.
364 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Contoh : 7-27
Tanggal 15 Januari 2010 jatuh tempo atau berakhirnya akad mudharabah dengan LKS Amal
Sejahtera, dilakukan penyerahan modal mudharabah non kas (barang) sebesar Rp20.000.000,00
(nilai wajar saat penyerahan awal akad).
Atas penyerahan kembali modal mudharabah non kas tersebut, Zainudin melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp20.000.000,00
Cr. Aset Mudharabah/Aktiva Tetap Rp20.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas mengakibatkan perubahan posisi akun dan laporan keuangan
Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
15/01 Pembayaran modal 30.00.000 25/01 Modal mudharabah pertama 30.000.000
15/01 Penyerahan kembali 20.000.000 27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 00
50.000.000 50.000.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 15 Januari 2010
Kewajiban
Dana Syirkah Temporer 00
Pemb Diterima Mudharabah kas 00
Pemb Diterima Mudharabah non kas
C. Jatuh Tempo Modal Mudharabah
Jika pada saat jatuh tempo investasi Mudharabah atau berakhirnya akad mudharabah pengelola dana tidak
dapat mengembalikan modal mudharabah, baik dalam bentuk kas dan atau modal non kas (barang), maka
oleh pengelola diakui sebagai Hutang kepada Pemilik Dana (Hutang kepada LKS)
Contoh : 7 - 28
Paad tanggal 15 januari 2010 dengan berakhirnya akad mudharabah Zainudin tidak dapat
mengembalikan modal mudharabah kas kepada LKS Amal Sejahtera sebesar Rp30.000.000,00
Atas modal mudharabah yang telah jatuh tempo akibat berakhirnya akad mudharabah dan belum
dapat melakukan pengembalian tersebut, maka Zainudin melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer Rp30.000.000,00
Cr. Hutang LKS Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas pengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan
keuangan Zainudin sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER
Debet Kredit
Tgl Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Modal Mdh Jatuh tempo 30.000.000 25/01 Modal mdh pertama 30.000.000
27/01 Modal non kas 20.000.000
Saldo 20.000.000
50.000.000 50.000.000
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 365
HUTANG LKS
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Modal Mudharabah jatuh Tempo Jumlah
30.000.000
30.000.000 30.000.000
Saldo Pasiva
30.000.000 30.000.000
00
NERACA
Per 15 Januari 2010 20.000.000
Aktiva
Kewajiban
Hutang LKS
Dana Syirkah Temporer
Pemb Diterima Mudharabah kas
Pemb Diterima Mudharabah non kas
Jika Zainudin melakukan pembayaran atas modal mudharabah yang telah jatuh tempo, maka oleh
LKS sebagai pemilik dana diakui sebagai pengurang piutang mudharib (hutang zainudin)
Contoh : 7-29
Zainudin melakukan pembayaran modal mudharabah kas yang telah jatuh tempo kepada LKS Amal
Sejahtera sebesar Rp30.000.000,00.
Atas pembayaran modal mudharabah kas yang telah jatuh tempo tersebut, Zainudin melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Hutang LKS Rp30.000.000,00
Cr. Kas/Rekening bank Rp30.000.000,00
Dengan adanya jurnal transaksi di atas pengakibatkan perubahan posisi akun-akun dan laporan
keuangan Zainudin sebagai berikut:
HUTANG LKS
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Modal Mdh jatuh Tempo
Jumlah
30.000.000 Pembayaran 30.000.000
Saldo 00
30.000.000
30.000.000
Aktiva NERACA Pasiva
Per 15 Januari 2010
00
Kewajiban 00
Hutang LKS
Dana Syirkah Temporer 00
Pemb Diterima Mdh kas 20.000.000
Pemb Diterima Mdh non kas
7.4.5 Akuntansi pengelolaan dana bagi Lembaga Keuangan Syariah
Untuk memberikan gambaran akuntansi pengelola dana yang lebih lengkap, berikut diberikan
contoh akuntansi pengelola dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank
Syariah yang sering disebut dengan penghimpunan dana.
366 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
A. Penerimaan Modal mudharabah
Contoh : 7-30
Pada tanggal 1 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima uang tunai dari Siti Aminah sebesar
Rp25.000.000,00 sebagai investasi mudharabah untuk jangka waktu satu bulan dengan nisabah 65
untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah.
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Siti Aminah Rp25.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (Aminah) Rp25.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER (invest mdh)
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 01/08 Siti Aminah Jumlah
25.000.000 25.000.000
Saldo 25.000.000 25.000.000
NERACA Pasiva
Per 01 Agustus 2008 Jumlah
Aktiva 00
25.000.000
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban
Titipan Wadiah
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah
Contoh : 7-31
Pada tanggal 02 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima setoran tunai Simpanan
Mudharabah dari Hidayatullah sebesar Rp5.000.000 dng nisbah 65: 35
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Hidayatullah Rp5.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Temporer (Hidayatullah) Rp5.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER (Invest Mdh)
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 01/08 Aminah Jumlah
25.000.000 25.000.000
Saldo 25.000.000
25.000.000
DANA SYIRKAH TEMPORER (Simpanan mudharabah)
Kredit
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Jumlah
Tgl 02/08 Hidayatullah 5.000.000
5.000.000
Saldo 5.000.000 5.000.000
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 367
NERACA
Per 02 Agustus 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah
Dana Syirkah Temporer 25.000.000
Investasi Mudharabah 5.000.000
Simpanan Mudharabah
Contoh : 6-32
Pada tanggal 04 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” menerima setoran uang tunai investasi
mudharabah atas nama Masdul Hanafi sebesar Rp15.000.000,00 dengan nisbah 70:30
Atas transaksi tersebut LKS “Amal Sejahtera” melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Kas/Rekening Masdul Hanafi Rp15.000.0000,00
Cr. Investasi Mudharabah (Masdul Hanafi) Rp15.000.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER (Investasi Mudharabah)
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 01/08 Aminah Jumlah
40.000.000 04/08 Masdul Hanafi 25.000.000
Saldo 40.000.000 15.000.000
DANA SYIRKAH TEMPORER (Simpanan mudharabah) 40.000.000
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 02/08 Hidayatullah Jumlah
5.000.000 5.000.000
Saldo 5.000.000
5.000.000
NERACA
Per 04 Agustus 2008 Pasiva
Jumlah
Aktiva
00
Uraian Jumlah Uraian
40.000.000
Kewajiban 5.000.000
Giro Wadiah
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah
Simpanan Mudharabah
B. Pembayaran kembali modal mudharabah
Modal mudharabah dikembalikan kepada pemilik dana (shahibul maal) sesuai jangka waktu yang
telah disepakati. Selama akad mudharabah berlangsung penguasaan modal mudharabah ada pada pengelola
(mudharib) sehingga pengembalian modal tergantung pada mudharib. Hal ini juga dimaksudkan untuk
kelangsungan investasi yang dilakukan oleh pengelola untuk memperoleh hasil usaha. Jika dana
mudharabah dapat ditarik setiap saat berarti penguasaan modal mudharabah selama akad berlangsung
masih dalam penguasaan pemilik dana. Dengan adanya modal dalam penguasaan pemilik dana berarti
368 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
pemilik dana tidak memberikan kekuasaan atau keleluasaan pengelola dalam pengelola modal mudharabah
untuk memperoleh hasil, sehingga tidak sejalan dengan prinsip mudharabah yang ada.
Contoh : 6-33
Tanggal 20 Agustus 2008 LKS “Amal Sejahtera” melakukan pembayaran investasi mudharabah dari
Siti Aminah sebesar Rp25.000.000,00 yang telah jatuh tempo. Bersamaa dengan dibayar juga bagi
hasil atas pembagian hasil usaha sebesar Rp200.000,00 . Atas bagi hasil tersebut LKS “Amal
Sejahtera” memotong pajak sebesar Rp40.000,00.
Atas transaksi tersebut bank syariah melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Dana Syirkah Temporer (Siti Aminah) Rp25.000.000,00
Dr. Hak pihak ketiga atas bagi hasil Rp 200.000,00
Cr. Titipan pajak Rp 40.000,00
Cr. Kas/Rekening Siti Aminah Rp25.160.000,00
Dari transaksi tersebut akan mempengaruhi perubahan Buku Besar dan posisi Neraca sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TEMPORER (Investasi Mudharabah)
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Penarikan modal 25.000.000 01/08 Aminah Jumlah
Tgl 04/08 Masdul Hanafi 25.000.000
20/08 Saldo 15.000.000 15.000.000
40.000.000
40.000.000
NERACA
Per 20 Agustus 2008 Pasiva
Jumlah
Aktiva
00
Uraian Jumlah Uraian
15.000.000
Kewajiban 5.000.000
Giro Wadiah
Dana Syirkah Temporer
Investasi Mudharabah
Simpanan Mudharabah
C. Pembagian Hasil Usaha
Dalam penjelasan pertimbangan Fatwa DSN nomor: 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang Prinsip
Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, dijelaskan pengertian Prinsip Bagi Untung dan
Prinsip Bagi Hasil sebagai berikut:
a. Prinsip Bagi Untung (profit sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah
dikurangi modal (ra’sul al-mal) dan biaya-biaya
b. Prinsip Bagi Hasil (Net Revenue Sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi modal (ra’sul al-mal)
Sedangkan dalam ketentuan Fatwa tersebut dijelaskan sebagai berikut
Pertema : Ketentuan Umum
1. Pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing) maupun
Bagi Untung (Profit Sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra (nasabah)-
nya.
2. Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), saat ini, pembagian hasil usaha sebaiknya
digunakan prinsip Bagi Hasil (Revenue Sharing).
3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Dalam PSAK 105 dijelaskan ketentuan tentang bagi hasil mudharabah dalam akuntansi pengelola
dana (prgf 28) sebagai berikut:
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 369
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau
bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11.
Sedangkan paragraf 11 PSAK 105 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi
laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha
adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip
bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang
berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh:
Uraian Jumlah Metode bagi hasil
Penjualan (sales) 100
Harga Pokok Penjualan (cost of good sold) (65)
Laba Kotor (gross profit) 35 Net Revenue Sharing
Beban (expense) (25)
Laba rugi bersih (net profit) 10 Profit Sharing
Seluruh Lembaga Keuangan Syariah, khususnya Bank Syariah saat ini seluruhnya mempergunakan
Revenue Sharing, belum ada yang melaksanakan Profit Sharing. Banyak yang mengatakan bahwa Lembaga
Keuangan Syariah tidak dapat secara akurat menentukan Laba Kotor transaksinya sebagaimana yang
dimaksud dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan Ketentuan dalam PSAK 105 tersebut. Untuk
mengetahui laba kotor yang mana yang dimaksud dalam PSAk 105 dapat dilihat dalam gambar dibawah
ini;
Gambar 7-5 : Laba kotor transaksi (gross profit)
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan ”Pendapatan Operasi Utama”
seperti keuntungan salam, keuntungan/pendapatan bersih istishna, pendapatan neto ijarah, pendapatan
bagi hasil mudharabah, pendapatan bagi hasil musyarakah yang tercapat dalam Laporan Laba Rugi (catatan
pengelola dana) merupakan laba kotor dari suatu transaksi. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, dijelaskan pengakuan dan pengukuran Bagi Hasil Mudharabah yang dilakukan oleh pengelola
sebagai berikut:
370 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan
belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang
menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai
beban pengelola dana.
Contoh : 6-34
Pada tanggal 30 Agustus 2008, berdasarkan Perhitungan Pembagian Hasil Usaha yang dilakukan
LKS “Amal Sejahtera”, porsi hasil usaha yang menjadi hak seluruh pemilik dana mudharabah
sebesar Rp3.500.000,00.
Atas pencadangan Bagi hasil tersebut dilakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Hak pihak ketiga atas Bagi Hasil Rp3.500.000,00
Cr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi Rp3.500.000,00
Contoh: 6-35
Pada tanggal 1 September 2008 LKS “Amal Sejahtera” membayar bagi hasil Mudharabah untuk
Hidayatullah sebesar Rp10.000,00 dan atas pembayaran bagi hasil tersebut dipotong pajak sebesar
15%
Atas pembayaran bagi hasil deposito kepada Hidayatullah tersebut, bank syariah melakukan jurnal
sebagai beerikut:
Dr. Keuntungan Diumumkan Belum Dibagi Rp10.000,00
Cr. Kas/Rekening Hidayatullah Rp8.500,00
Cr. Titipan Kas Negara (pajak) Rp1.500,00
7.5. Akuntansi Mudharabah Musytarakah
Salah satu bentuk mudharabah adalah mudharabah musytarakah, yaitu perpaduan akad mudharabah
dengan akad musyarakah. Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah telah diatur ketentuan
tentang mudharabah musytarakah sebagai berikut:
31. Jika entitas juga menyertakan modal dalam mudharabah musytarakah maka penyaluran modal
milik entitas diakui sebagai investasi mudharabah.
32. Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad
musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah)
menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik
modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang
disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam
mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana
sebagai pemilik modal musyarakah.
Oleh karena akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan akad mudharabah dan akad
musyarakah, maka dalam akuntansinya hendaknya memperhatikan akuntansi mudharabah dan akuntansi
musyarakah. Dalam akuntansi mudharabah tidak ada ketentuan bahwa dalam melaksanakan transaksi
mudharabah dibuat catatan terpisah dari catatan pengelola, karena dalam mudharabah seluruh dana berasal
dari pemilik dana dan pengelola hanya menyumbangkan tenaga kerjanya saja. Lain hal dengan akuntansi
musyarakah dijelaskan bahwa dalam melaksanakan transaksi musyarakah harus dibuat catatan
terpisah/tersendiri dari akuntansi mitra aktif, karena dalam musyarakah usaha tersebut merupakan usaha
bersama oleh mitra. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam akuntansi mudharabah musyatarakah,
hendaknya dibuat catatan terpisah dari catatan usaha lainnya, karena usaha tersebut dari segi permodalan
merupakan usaha milik bersama antara pemilik dana dan pengelola dana (karena memberikan kontribusi
modal selain tenaga)
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 371
A. Penyertaan Modal Mudharabah Musytarakah
Jika diperhatikan karakteristik mudharabah musytarakah merupakan perpaduan akad mudharabah dan
akad musyarakah, oleh karena itu dalam penerapan akuntansinya hendaknya memperhatikan akuntansi
mudharabah dan akuntansi musyarakah. Modal usaha dalam prinsip mudharabah musytarakah merupakan
milik bersama, karena pengelola dana menyertakan dana atau memiliki kontribusi modal sama dengan
karakteristik musyarakah. Jika dilihat dari segi ini maka usaha dengan prinsip mudharabah musytarakah
merupakan usaha bersama. Oleh karena itu akuntansinya hendaknya mengikuti ketentuan dalam PSAK
106 tentang Akuntansi Musyarakah.
B. Pembagian Hasil Usaha Mudharabah Musytarakah
Pembagian hasil usaha mudharabah musytarakah dilakukan dengan dua cara bersamaan yaitu dengan cara
mudharabah dan cara musyarakah. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah mengatur pembagian hasil
usaha mudharabah musytarakah sebagai berikut:
34 Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut:
(a) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai
mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai
porsi modal masing-masing; atau
(b) hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemiik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana
(sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana
sesuai nisbah yang disepakati
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik
Dari ketentuan di atas dapat dilakukan dengan mempergunakan salah satu skema tersebut dibawah ini
A. Alternatif pertama, dengan skema sebagai berikut:
Gambar 7-6 : Pembagian Hasil Mdh Musyatarak 1
Dari cara pembagian hasil pertama ini, terlebih dahulu dibagi secara mudharabah yaitu dibagi antara
pemilik dana ( ”Y” ) dengan pengelola dana ( “Z” ). Kemudian atas sisa hasil usaha setelah dikurangi
dengan bagian dari pengelola dana ( ”X-Z” ) dibagi antara mitra pasif ( ”Q” ) dengan mitra aktif/nasabah
( ”V” ), sehingga nasabah sebagai pengelola dana mendapat dua bagian yaitu sebagai pengelola dana
(dalam mudharabah) dan sebagai penyetor modal (dalam musyarakah)
372 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
B. Alternatif kedua, dengan skema sebagai berikut:
Gambar 7-7 : Pembagian Hasil Mdh Musyatarak 2
Dari skema di atas pembagian hasil dilakukan secara musyarakah, yaitu antara mitra pasif (“Q”)
dengan mitra aktif ( “V” ). Hasil usaha setelah dikurangani dengan hak mitra aktif (“X-V”) dibagi antara
pemilik dana (“Y”) dengan pengelola dana “Z”). Jadi nasabah sebagai pengelola usaha mendapat dua
bagian yang berasal dari pengelolaan dana (”Z”) dan sebagai penyetor modal ”V”).
7.6. Akuntansi Mudharabah Muqayyadah
Untuk memberikan penjelasan mengenai mudharib mengulang mudharabahnya dan mudharabah
muqayyadah, berikut dikutipkan hal tersebut secara lengkap dari buku Fiqih Muamalah Perbankan Syariah,
Bank Muamalat Indonesia yang merupakan terjemahan dari Al Fiqf Islam wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah
Zuhaili
Beberapa hal yang perlu diketahui jikka Mudharib mengulang Mudharabahnya adalah:
Pertama, madzhab Hanafi berpendapat tidak boleh bagi mudharib mengulang Mudharabah harta itu
dengan orang lain, kecuali diizinkan oleh pemilik harta (rabbu al maal). Jika mudharib memberikan harta
pada yang lain sebagai Mudharabah dan ada izin dari pemilik harta, harta itu, menurut Abu Hanifah
dijamin oleh mudharib yang pertama walaupun sudah menyerahkan harta pada yang kedua, dan tidak ada
penjelasan mudharib yang kedua sampai beruntung. Jika beruntung, maka mudharib pertama menjamin
untuk pemilik harta. Adapun sebelum beruntung, maka tidak ada jaminan. Kalau harta rusak di tangan
orang kedua sebelum beruntung, rusaknya seperti rusaknya amanat.
Bentuk pertama (sebelum diusahakan) penyerahan harta dari mudharib adalah amanah darinya. Ia
memiliki amanat (titipan) harta Mudharabah, maka tidaklah dijamin penyerahannya.
Bentuk kedua (setelah diusahakan) penyerahan dari mudharib pertama pada yang kedua diangggap
perdagangan dan ia memiliki perniagaan. Maka jika yang kedua beruntung, tetaplah bagi yang pertama
syarikat dalam harta, maka yang pertama menjamin terhadap pemilik harta, seperti jika dicampurkan
harta dengan yang lainnya.
Hal seperti itulah dikatakan Mudharabah yang shahih (benar). Akan tetapi jika rusak, maka
mudharib pertama tidak menjamin setelah untung, karena mudharib kedua adalah pengupah dalam harta
saat itu, baginya upah yang semisal, maka tidak sah syarikah yang mewajibkan dhaman. Zufar berkata
mudharib pertama menjamin harta ketika penyerahannya pada yang kedua, apakah yang kedua
mengelolanya atau tidak, karena mudharib memiliki penyerahan pengelolaan dalam bentuk titipan
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 373
(amanah) dan penyerahannya dalam bentuk Mudharabah. Jika diserahkan, jadilah pelimpahan itu sebagai
pembeda, maka jadilah ia sebagai penjamin (dhamin), seperti pemegang amanah jika mengamanahkannya
pada orang lain.
Dua sahabat Abu Hanifah berkata jika mudharib kedua mengelola, maka yang pertama menjamin,
baik beruntung maupun tidak, karena mudharib kedua terhadap apa yang ia kelola termasuk dalam
pengelolaan mudharib pertama yang tidak ada izin pemilik harta, maka jelaslah dhaman atasnya, beruntung
atau tidak. Saat itu, bila mudharib kedua telah mengelola, maka pemilik harta: jika ingin, yang pertama
menjamin hartanya atau yang kedua yang menjaminnya. Menurut pendapat Hanafiyah yang terkuat
mudharib pertama tidak menjamin dalam Mudharabah yang benar, kalau hanya dengan pelimpahan harta
pada mudharib yang kedua. Tetapi ia menjamin bila mudharib yang kedua telah mengelolanya, beruntung
ataupun tidak.
Adapun keuntungan yang dihasilkan dari Mudharabah, dibagi menurut syarat-syarat. Keuntungan
pemilik harta diberikan berdasarkan syarat-syaratnya ketika akan Mudharabah yang pertama, sisa
keuntungan setelah itu dibagi antara mudharib yang pertama dengan kedua sesuai syarat-syarat mereka
dalam akad Mudharabah kedua. Ini pendapat Hanafiyah dan Abu Ya`la dari madzhab Hanbali. Ibnu
Qudamah berkata ini tidak sesuai dengan Ushul Madzhab dan nash Ahmad, ia berkata, tidak baik
keuntungan bagi mudharib.
Kedua, madzhab selain Hanafiyah. Malikiyah berkata: pengelola (amil) adalah dhamin jika ia
pinjamkan harta tanpa zin pemiliknya, artinya, pelimpahannya pada yang lain untuk dikelola dan untung
saat itu adalah milik pengelola kedua dan pemilik harta, tidak ada laba bagi pengelola pertama, karena
keuntungan pinjaman adalah bonus, tidaklah ia berhak kecuali dengan pengelolaan yang sempurna. Karena
pengelola pertama tidak melakukan, maka ia tidak mendapat keuntungan dari hutang pengelola pertama
untuk yang kedua apa-apa yang ia syaratkan baginya dari tambahan pada keuntungan yang baginya hak
dari pemilik harta.
Syafi`iyah berkata tidak boleh bagi pengelola meminjamkan pada yang lain agar ia berserikat dalam
pengelolaan dan keuntungan, walaupun ada izin dari pemilik.
Ketika itu, pinjaman selalu benar besama pengelola yang pertama, dan pengelola kedua berhak atas
imbalan jika tidak mengelola. Karena qiradh (pinjaman) berbeda dengan qiyas, sasarannya adalah salah satu
yang berakad. Sebagai pemilik, tidak ada amal baginya, dan yang lain sebagia pekerja, walaupun banyak,
maka tidak adil apa yang telah disebutkan untuk berakadnya 2 orang pengelola bersama mereka sendiri,
maka jadilah qiradh antara 2 orang pengelola, ini tidak sah.
Kesimpulan madzhab yang empat sepakat atas berlakunya dhaman bagi pengelola pertama jika ia
Mudharabahkan lagi pada yang lain.
Adapun kesimpulan hukum-hukum pengelolan mudharib dalam Mudharabah yang mutlak menurut
Hanafiyah ada 3 macam:
1. Yang dimiliki mudharib berdasarkan `urf (kebiasaan), yaitu semua jenis perdagangan yang
sudah biasa, seperti jual beli dan perwakilan dalam jual beli. Jka tidak ada izin baginya secara
nyata teetapi ia terkenal baik, maka itu tidak melewati batas yang sudah menjadi kebiasaan
umum, karena ia adalah wakil, dan wakil sah menurut kebiasaan. Adapun penjualannya, ada
perbedaan di kalangan Hanafiyah, adapun yang kuat adalah bahwa ia terikat dengan kebiasaan.
2. Yang tidak dimilikinya kecuali jika diizinkan bertindak dengannya dalam Mudharabah sesuai
pendapatnya. Dikatakan, kerjakanlah hal itu sesuai pendapatnya, atau seperti apa yang kau
lihat. Yaitu semua yang berhubungan dengan perniagaan, seperti memberikan harta sebagai
Mudharabah bagi orang lain yang memudharabakannya atau menjadikannya sebagai modal
untuk syarikat (`annan). Meskipun tidak diizinkan, boleh saja.
3. Yang tidak dimiliki oleh mudharib kecuali dengan nash yang jelas, seperti tabarru`, misalnya
hibah, muhabah dengan jualbeli, iqradh (peminjaman/pengutangan), atau menjual untuk
waktu tertentu, ini menurut Syafi`iyah, Malikiyah dan Hanabilah. Serta pembelian dengan
lebih dari modal dan untung menurut kebanyakan fuqaha.
374 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
Adapun Mudharabah muqayyadahah (yang terkait) hukumnya sama dengan hukum Mudharabah
Mutlaqah yang sudah dijelaskan, hanya saja dibedakan kadar keterkatannya. Jika pemilik harta
mengkhususkan pengelolaan mudharib di daerah tertentu atau barang-barang tertentu, maka tidak boleh
baginya melanggar batasan itu, karena ia adalah wakil dan dalam hal itu ada faedahnya, maka harus
dikhususkan.
a) Penentuan Tempat
Jika berhubungan dengan tempat, seperti menyerahkan harta pada orang lain sebagai
Mudharabah agar dikelolanya di negeri tertentu misalnya Damaskus, maka tidak boleh baginya
mengelolanya selain di tempat itu. Karena ada kata “wajib atas” diantara lafaz-lafazh syarat, dan
syarat tersebut bermanfaat, karena tempat-tempat itu berbeda dalam segi murah atau mahalnya dan
kondisinya dalam perjalanan. Demikian juga tidak diberikan barang dagangan pada orang yang
keluar dari kota itu, karena ia, bila tidak memiliki hak pengeluaran dengan dirinya, maka tidak punya
izin lebih lagi. Jika ia keluar dari Damaskus. Jika ia membeli dan menjualnya dengannya, maka ia
sebagai penjamin, karena pengelolaan tidak sesuai dengan izin, jadilah ia menyimpang maka wajib
diberlakukan dhaman (jaminanan). Ia mendapat untung atau rugi dari apa yang ia beli untuk dirinya,
tapi tidak baik baginya keuntungan itu menurut Abu Hanifah dan Muhammad, sedangkan menurut
Abu Yusuf tidak mengapa (keuntungannya baik). Jika ia tidak membeli dengan harta Mudharabah
sampai kembali ke negeri yang sudah ditentukan, terbebaslah dari dhaman dan harta itu kembali
sebagai Mudharabah sebagaimana adanya, seperti amanah (titipan), jika menyalahi penitip, kemudian
kembal ke asal. Artinya ia berikan pada orang lain untuk diperdagangkan sebagai tabarru` (tolong
menolong) dengan tanpa ganti. Kalau harta itu diserahkan pada seseorang untuk dikelola di pasar
Damaskus, lalu orang itu mengelolanya di Damaskus selain pasar yang sudah ditentukan, maka
boleh diberlakukan atas dasar Mudharabah, sebagai istihsan menurut Hanafiyah. Tidak boleh qiyas,
bentuk qiyasnya ia mengisyaratkan atasnya tempat tertentu, jadi tidak boleh di tempat lain, seperti
kalau ia syaratkan di negeri tertentu.Sedangkan bentuk istihsannya, pengkhususan di pasar
Damaskus tidak bermanfaat, karena suatu negeri adalah satu tempat tertentu, maka syarat ini tidak
memberi manfaat jadi dihapuskan saja. Ini termasuk ketetapan bahwa syarat dianggap ada jika ada
manfaatnya. Kalau dikatakan padanya “janganlah engkau kelola kecuali di pasar Damaskus” dan ia
mengelolanya di luas pasar (Damaskus), menjual dan membeli, maka ia menjadi dhamin, karena
perkataan itu adalah batasan baginya, hingga ia tidak boleh mengelolanya di luar batasan itu. Pada
contoh pertama, tidak ada batasan, hanya saja harus di kelola di pasar, syarat ini tidak bermanfaat,
maka terhapus. Demikian juga bila dikatakan padanya “ambillah harta ini, kelolalah di Damaskus”.
Ia tidak boleh mengelola di luar Damaskus karena kata “di” adalah penunjuk tempat, maka jadilah
Damaskus itu tempat pengelolaan yang diizinkan baginya. Kalau boleh di selain Damaskus, tentu
tidak disebutkan Damaskus. Demikian juga pada kata “ambillah separo untuk Damaskus”,
mengandung ma’na pengikat, maka ia wajib mengelola harta itu di Damaskus. Adapun jika
dikatakan “bawalah harta ini dan kelolalah di Damaskus”, maka ia boleh mengelola harta itu di
Damaskus atau tempat lainnya. Karena ada kata “dan” yang merupakan kata penghubung. Boleh
dilakukan musyawarah, seperti jika dikatakan, “jika engkau kelola seperti ini, lebih bermanfaat”.
b) Penentuan Orang (Pelaku)
Jika dikatakan “engkau wajib berjual beli dengan si fulan”, sah penetuan ini menurut
Hanafiyah dan Hanabilah karena syarat itu bermanfaat untuk menambah kepercayaan baginya
dalam muamalah. Berbeda dengan Malikiyah dan Syafi`iyah seperti kita ketahui, karena penentuan
ini menghambat tujuan Mudharabah, yaitu berinteraksi di pasar dan mencari untung.
c) Penentuan waktu
Jika Mudharabah dibatasi dengan waktu, lalu waktu telah lewat, maka akad itu batal. Tetapi sah
menurut Hanafiyah dan Hanabilah, karena itu adalah tawkil (perwkailan), maka terikat dengan
waktu. Lagi pula penentuan waktu bermanfaat. Hal itu seperti pengaitannya dengaan waktu, sama
saja dengan penentuan macam dan tempat. Menurut Syafi`iyah dan Malikiyah akad itu tidak sah
sebagaimana yang kita ketahui, karena pembatasan waktu dengan tujuan qiradh adalah batal.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 375
Terkadang dalam satu waktu hal itu tidak memberikan keuntungan, adakalanya memberi
keuntungan dalam barang dagangan dan penjualan setelah waktu tertentu. Sedangkan aturan dalam
pembatasan Mudharabah menurut Hanafiyah adalah bahwa Mudharabah boleh dibatasi oleh hal-hal
yang berfedah meskipun dilakukan setelah akad sebelum harta itu jadi perniagaan.karena jika sudah
jadi barang perniagaan, maka pemilik harta tidak boleh menghambatMudharabah, maka pemiliki
tidak memiliki pengkhususan. Adapun pembatasan yang tidak bermanfaat, tidak diangggap asalnya,
seperti larangan membeli harta sekarang. Syafi`iyah dan Malikiyah berpendapt bahwa mudharib
harus memperdagangkan harta untuk mendapatkan untung, yaitu dengan jual beli apa-apa yang
sudah biasa diperdagangkan. Jika baginya berlaku semua syarat yang berubah tanpa pengelolaannya
yang sudah biasa dikenal, ini merusak bagi qiradh, menurut mereka.
Dari karakteristik mudharabah dapat dilihat bahwa unsur-unsur dalam mudharabah adalah (a)
modal dari pemilik dana (shahibul maal) (b) pengelola usaha (mudharib) dan (c) pembagian hasil sesuai porsi
yang disepakati awal, dimana unsur tersebut juga berlaku pada mudharabah muqayyadah hanya saja dalam
pengelolaan usaha, pengelola dana dibatasi dengan syarat-syarat atau aturan yang telah dtetapkan oleh
pemilik dana. Begitu juga jika terjadi kerugian dalam pengelolaan dana bukan kesalahan pengelola, maka
seluruh kerugian finansial ditanggung oleh pemilik dana, sedangkan pengelola dana menanggung kerugian
non finansial seperti tenaga, pikiran dan sebagainya. Sebagaimana dalam mudharabah mutlaqah, Lembaga
Keuangan Syariah juga dapat bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dana mudharabah muqayyadah
dan dapat juga bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dana mudharabah muqayyadah.
7.6.1 LKS sebagai pemilik dana Mudharabah Muqayyadah
Dalam transaksi mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemlik dana
(shahibul maal) dilakukan dalam produk penyaluran dana misalnya kepada Koperasi yang dipergunakan
untuk para anggotanya dengan akad murabahah atau prinsip syariah lainnya, atau kepada BPR-Syariah
yang dipergunakan untuk nasabah tertentu karena BPR-Syariah tidak memiliki cukup dana untuk
membiayai usaha nasabahnya. Untuk memberikan gambaran alur transaksi mudharabah muqayyadah
dimana Lembaga Keuangan Syariah sebagai pemilik dana (shahibul maal) dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini:
Gambar 7-8 : Mudharabah Muqayyadah, LKS sebagai pemilik dana
Dari gambar ini dapat dijelaskan bahwa LKS Mitra Mandiri memberikan seluruh modal
mudharabah kepada Koperasi Usaha Mandiri untuk disalurkan kepada para anggotanya dengan akad
murabahah. Koperasi Usaha Mandiri hanya diperkenankan untuk menyalurkan dana tersebut kepada
anggota koperasi dengan akad murabahah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara LKS Mitra Mandiri
dengan Koperasi Usaha Mandiri sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada awal akad. Bagi Hasil
yang diperoleh oleh LKS Mitra Mandiri sesuai dengan hasil usaha yang nyata-nyata diterima oleh Koperasi
Usaha Mandiri. Oleh karena itu transaksi mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah
sebagai pemilik dana (shahibul maal) dikategorikan sebagai penyaluran dana biasa dalam Lembaga
Keuangan Syariah, sehingga akuntansi yang dipergunakan oleh Lembaga Keungan Syariah sebagai pemilik
dana adalah Akuntansi Pemilik Dana sebagaimana diatur dalam PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah.
376 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
7.6.2 LKS sebagai pengelola dana Mudharabah Muqayyadah (InvestasI
Terikat)
Mudharabah muqayyadah dimana Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pengelola dana ini
banyak dilaksanakan untuk pelaksanaan dana program pemerintah, seperti dana dari Departemen Koperasi
yang dipergunakan untuk memberikan modal kepada Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang berbadan hukum
koperasi, dana dari Departemen Keuangan untuk modal pengusaha mikro dan sebagainya. Untuk
memberikan gambaran mudharabah muqayyadah dimana LKS sebagai pengelola dana (mudharib) dapat
dilihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar 7-9 : Skema transaksi mudharabah muqayyadah
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah Departemen
Perdagangan yang memiliki seluruh (100%) modal dan LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana.
Departemen Perdagangan menyasatkan penyaluran dana hanya boleh dilakukan kepada pedagang mikro di
komplek Pasar Tanah Abang dengan kreteria yang telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan.
Pekerjaan penyaluran dana hingga menghasilkan dilakukan oleh LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana
(mudharib). Pembagian hasil dilakukan antara Departemen Perdagangan sebagai pemilik dana (shahibul
maal) dengan LKS Mitra Mandiri sebagai pengelola dana (mudharib) sesuai nisbah yang telah disepakati
pada awal akad.
PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah tidak pengatur pengukuran, pengakuan dan penyajian
transaksi mudharabah muqayyadah. Namun pada PSAK 101 tentang Laporan Keuangan Bank Syariah,
dalam lampiran ilustrasi Laporan Keuangan Bank Syariah dijelaskan (prgf 8 sd 11) sebagai berikut:
8. Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan
sejenisnya yang dikelola oleh bank syariah sebagai agen investasi. Investasi terikat bukan
merupakan aset maupun kewajiban karena bank syariah tidak mempunyai hak untuk
menggunakan atau mengeluarkan investasi tersebut, serta bank syariah tidak memiliki kewajiban
mengembalikan atau menanggung risiko investasi.
9. Dana yang diserahkan oleh pemilik investasi terikat dan sejenisnya adalah dana yang diterima
bank syariah sebagai agen investasi. Dana yang ditarik oleh pemilik dana investasi terikat adalah
dana yang diambil atau dipindahkan sesuai dengan permintaan pemilik dana.
10 Keuntungan atau kerugian investasi terikat adalah jumlah kenikan atau penurunan bersih nilai
investasi terikat, selain kenaikan yang berasal dari penyetoran atau penurunan yang berasal dari
penarikan
11. Dalam hal bank syariah bertindak sebagai agen investasi, imbalan yang diterima adalah sebesar
jumlah yang disepakati tanpa memperhatikan hasil investasi.
Sesuai ketentuan di atas bahwa Lembaga Keuangan Syariah hanya bertindak sebagai agen investasi saja,
oleh karena itu dana tersebut tidak dikategorikan sebagai aset atau kewajiban entitas syariah, sehingga tidak
disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan atau neraca. Untuk pertanggung jawaban dalam pengelolaan
dana tersebut entitas syariah harus membuat “Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat”.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 377
Sebelum PSAK 59 tentang perbankan syariah disempurnakan menjadi PSAK Syariah, sering
didengan pencatatan Investasi Terikat atau Mudharabah Muqayyadah off balance shee dan on balance
sheet. Timbulnya pencatatan on balance sheet dan off balance sheet bermula dari pemahaman tentang
dana kelolaan, umumnya dana dari pemerintah, yang selama ini dilakukan oleh bank konvensional, yaitu
dana yang diterima oleh perbankan dari pemerintah untuk disalurkan dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, guna menunjang program-program pemerintah misalnya kredit usaha tani
(KUT), Kredit Tebu Intensifikasi Raykat, Kredit TIR, Bimas, Kredit kepada Koperasi dan Anggotanya
(KKPA). Dalam dana kelolaan itu terdapat dua jenis yaitu :
A Chanelling, dimana bank hanya sebagai agen saja dan seluruh risiko ditanggung oleh pemerintah
sebagai pemilik modal dan pemilik program. Dana kelolaan jenis ini yang kemudian dianggap
sebagai mudharabah muqayyadah, karena penyalurannya dilakukan dengan syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemilik dana (sama dengan persyaratan dalam mudharabah muqayyadah) dan bank
tidak memiliki risiko apapun sehingga pencatatannnya dilakukan off balance sheet
B. Executing dimana bank juga memiliki kontribusi modal dan bertanggung jawab untuk memperoleh
kembali modal yang telah disalurkan, pemerintah menarik dananya sesuai jadwal yang disepakati,
tanpa memperhatikan nasabah yang bersangkutan membayar atau tidak. Ini yang kemudian
dianggap sebagai mudharabah muqayyadah yang pencatatannya dilakukan on balance sheet
Jika hanya memperhatikan karakter dana kelolaan, dimana bank sebagai penerima dana tidak leluasa
untuk mengelola dana tsb, bank dalam menyalurkan dana kelolaan harus memenuhi ketentuan-ketentuan
atau syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemilik dana, maka dana yang demikian dapat
dikategorikan sebagai mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Dalam prinsip mudharabah akad hanya
dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak pemilik dana (shahibul maal) dan pihak pengelola dana (mudharib)
dan jika terjadi kerugian bukan kelalaian mudharib maka seluruh kerugian finansial ditanggung pemilik
dana kecuali jika kerugian tersebut sebagai akibat kesalahan atau kelalaian mudharib kerugain ditanggung
mudharib.
Dalam dana kelolaan chanelling seperti dijelaskan di atas kedudukan bank hanya sebagai agen atau wakil
pemerintah sebagai pemilik dana, oleh karena itu transaksi dana kelolaan chanelling ini lebih tetap sebagai
pelaksanaan prinsip wakalah bukan mudharabah muqayyadah (investasi terikat) karena bank tidak memiliki
risiko apapun terkait dengan penyaluran dana tersebut, baik risiko pengembalian modal atau hasilnya. Oleh
karena itu transaksi ini tidak perlu dilaporkan dalam “Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat”
sebagaimana dimaksud dalam PSAK 101 tentang Laporan Keuangan. Diterimanya dana dari pemilik dana
tersebut merupakan titipan atau amanah yang harus dilaksanakan, sehingga dicatat dalam akun ”Titipan
Dana Wakalah/Kelolaan” sebesar dana yang diterima disajikan dalam kelompok kewajiban dan pada saat
disalurkan kepada pihak yang telah disyaratkan akan mengurangi ”Titipan Dana Wakalah/Kelolaan ”
tersebut.
Sesuai konsep mudharabah, Lembaga Keuangan Syariah sebagai mudharib tetap akan menanggung
risiko finansial jika dalam pengelolaan dana tersebut terjadi kerugian sebagai akibat dari kelalaian yang
dilakukan, sehingga transaksi mudharabah muaqayyadah dicatat dalam neraca pada akun khusus sehingga
dapat menggambarkan dana yang diterima dan pengelolaan yang dilakukan. Dengan adanya pencatatan
investari terikat dalam neraca, maka untuk mengetahui berapa besar aset Lembaga Keuangan Syariah
sebenarnya adalah total aset dalam neraca dikurangi dengan saldo investasi terikat yang tercantum dalam
Laporan Perubahan Investasi Terikat
A. Pencatatan sebagai agen (wakalah)
Untuk memberikan gambaran akuntansi dana kelolaan dapat diberikan ilustrasi contoh sebagai berikut:
Contoh : 7 - 36
Departemen Perdagangan memiliki dana sebesar Rp100.000.000,00 yang diharapkan dapat
membantu pengusaha mikro di pasar Tanah Abang. Untuk itu Departemen Perdagangan meminta
LKS ”Mitra Mandiri” untuk dapat menyalurkan dananya hanya untuk pengusaha mikro di pasar
Tanah Abang. Sesuai persyaratan kategori pengusaha mikro yang telah ditetapkan oleh Departemen
Perdagangan, seluruh risiko yang timbul dari penyaluran dana tersebut ditanggung oleh Departemen
Perdagangan.
Dari transaksi ini transaksi yang terjadi pada LKS ”Mitra Mandiri” adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 diterima dana dari Departemen Perdagangan sebesar Rp100.000.000,00
378 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
2. Tanggal 15 Juni 2008 disalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah Abang dengan
pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati
Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
3. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah Abang yang
perlu dibantu dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
4. Tanggal 30 Juni 2008 disalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar Rp25.000.000,00
Atas contoh tersebut di atas, LKS Mitra Mandiri melakuan pencatatan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menerima dana dari Departemen Perdagangan sebesar
Rp100.000.000,00 untuk disalurkan kepada pedagang mikro Pasar Tanah Abang sesuai kreteria yang
telah ditetapkan oleh Departemen Perdagangan.
Atas penerimaan dana Investasi Terikat dari Departemen Perdagangan ini LKS Mitra Mandiri
melakukan jurnal sebagai berikut:
Dr. Rekening Nasabah/BI dsb Rp100.000.000,00
Cr. Titipan Wakalah/Kelolaan Rp100.000.0000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Jumlah
100.000.000
Penerimaan dana
100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000
NERACA
Per 1 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah 100.000.000
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan
2. Tanggal 15 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah
Abang sesuai kreteria Departemen Perdagangan dengan pola jual beli murabahah sebesar
Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
Atas penyaluran dana dengan prinsip jual beli murabahah ini, LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal
sebagai berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp50.000.000,00
Cr. Rek Pemasok/Kas Rp50.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Penyaluran murabahah Jumlah
Tgl Saldo 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
15/06
100.000.000
50.000.000
100.000.000
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 379
NERACA
Per 15 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah 50.000.000
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan
3. Tanggal 20 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di pasar Tanah
Abang dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
Atas penyaluran dana dengan pola pinjaman qardh LKS Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai
berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp25.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Jumlah
Tgl Penyaluran murabahah 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
15/06 Penyaluran pinj qardh
20/06 Saldo 25.000.000 100.000.000
25.000.000
100.000.000
NERACA
Per 20 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah 25.000.000
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan
4. Tanggal 30 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar
Rp25.000.000,00.
Atas penyaluran dana Wakalah/kelolaan dengan pola mudharabah ini LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Titipan Dana Wakalah/Kelolaan Rp25.000.000,00
Cr. Kas/Rekening Pedagang Rp25.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
TITIPAN DANA WAKALAH/KELOLAAN
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Penyaluran murabahah Jumlah
Tgl Penyaluran pinj qardh 50.000.000 Penerimaan dana 100.000.000
15/06 Penyaluran mudharabah
20/06 Saldo 25.000.000 100.000.000
30/06
25.000.000
00
100.000.000
380 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )
NERACA
Per 30 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah 00
Titipan Dana Wakalah/Kelolaan
B. Pecatatan investasi terikat
Sebagaimana dijelaskan dalam gambar 7-9 di atas, kedudukan LKS sebagai penerima dana
mudharabah muqayyadah (investasi terikat) kalau LKS sebagai pengelola dana (mudharib) dibatasi dengan
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Sesuai konsep mudharabah sebagai pengelola dana
tetap menanggung risiko finansial jika terjadi kerugian dalam pengelolaan dana mudharabah muqayyadah
karena kelalaian LKS sebagai pengelola dana. Akad mudharabah muqayyadah hanya dilakukan oleh dua
pihak yaitu antara pemilik dana (shahibul maal) dan LKS sebagai pengelola dana (mudharib). Sedangkan
pengelolaan dana yang dilakukan LKS kepada nasabah, dilakukan akad terpisah antara bank sebagai
pemilik dana terbatas (bukan sebagai wakil) dan nasabah sebagai prinsip penyaluran yang dipergunakan
(bisa mudharabah, murabahah, ijarah dsb). Oleh karena itu pada saat LKS menerima dana dari pemilik
dana dicatat sebagai “Dana Syirkah Terikat” dalam kelompok “Dana Syirkah Temporer” dan pada saat
penyaluran menggunakan akun-akun penyaluran dana dengan ditambah kata “Terikat” (misalnya Piutang
Murabahah Terikat, Investasi Mudharabah Terikat dsb). Bagi hasil yang diperoleh dari pemilik dana
investasi terikat ini hanya diperoleh dari penyaluran dana terikat yang bersumber dari dana investasi
terikatnya saja, sehingga tidak diperkenankan diambil dari hasil pengelolaan dana mudharabah “pooling
fund”. Seluruh akun-akun yang memiliki tambahan “terikat” juga tidak diperkenankan disertakan dalam
perhitungan pembagian hasil usaha dana mudharabah “pooling fund”. Perhitungan bagi hasil dana syirkah
terikat (mudharabah muqayyadah) juga dilakukan terpisah antara masing-masing dana syirkah terikat
(mudharabah muqayyadah).
Untuk memberikan gambaran diberikan ilustrasi jurnal mudharabah muqayyadah dengan contoh sebagai
berikut:
Contoh : 7 - 37
Departemen Koperasi memiliki dana sebesar Rp100.000.000,00 yang diharapkan dapat membantu
pengusaha mikro anggota koperasi di Komplek Industri Kecil Bekasi. Untuk itu Departemen
Koperasi meminta LKS ”Mitra Mandiri” untuk dapat menyalurkan dananya hanya untuk pengusaha
mikro di Komplek Industri Kecil. sesuai persyaratan kategori pengusaha mikro yang telah
ditetapkan oleh Departemen Koperasi. Disepakati bahwa jangka waktu penyaluran selama satu
tahun dan jatuh tempo tanggal 30 Juni 2009 dan saat jatuh tempo seluruh dana harus dikembalikan
kepada Departemen Koperasi termasuk hasil yang diperoleh. Transaksi yang terjadi pada
LKS ”Mitra Mandiri” adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 diterima dana dari Departemen Koperasi sebesar Rp100.000.000,00
2. Tanggal 15 Juni 2008 disalurkan kepada para pedagang mikro di Komplek Industri Kecil
dengan pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang disepakati
Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
3. Tanggal 20 Juni 2008 diserahkan kepada para pedagang mikro di Komplek Industri Kecil
dengan pola pinjaman qardh sebesar Rp25.000.000,00
4. Tanggal 30 Juni 2008 disalurkan sisa dana dengan pola mudharabah sebesar Rp25.000.000,00
Dari contoh di atas LKS Mitra Mandiri bertanggung jawab untuk membayar atau mengembalikan
seluruh dana dan hasilnya pada saat jatuh tempo (tanggal 30 juni 2009). Dari contoh tersebut di atas, LKS
Mitra Mandiri melakukan pencatatan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tanggal 1 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menerima dana dari Departemen Koperasi sebesar
Rp100.000.000,00 untuk disalurkan kepada pengusaha mikro anggota koperasi di Komplek Industri
Kecil Bekasi dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Departemen Koperasi.
BAB VII. Akuntansi mudharabah | 381
Atas penerimaan dana terikat dari Departemen Koperasi tersebut LKS Mitra Mandiri melakukan
jurnal sebagai berikut:
Dr. Rekening Nasabah/BI dsb Rp100.000.000,00
Cr. Dana Syirkah Terikat ”A” Rp100.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) Lembaga Keuangan Syariah sebagai berikut:
DANA SYIRKAH TERIKAT ”A”
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl Jumlah
100.000.000
Penerimaan dana
100.000.000
Saldo 100.000.000
100.000.000
NERACA
Per 1 Juni 2008
Aktiva Pasiva
Jumlah
Uraian Jumlah Uraian
Kewajiban 00
Giro Wadiah
Dana Syirkah temporer 100.000.000
Dana Syirkah Terikat “A”
2. Tanggal 15 Juni 2008 LKS Mitra Mandiri menyalurkan kepada para pedagang mikro di Komplek
Industri Kecil Bekasi dengan pola jual beli murabahah sebesar Rp50.000.000,00 dengan margin yang
disepakati Rp3.000.000,00 (setara dengan 6%)
Atas penyaluran dana kepada pedagang mikro dengan prinsip jual beli murabahah tersebut, LKS
Mitra Mandiri melakukan jurnal sebagai berikut:
a. Pada saat pembelian barang dagangan yang akan diperjual belikan dengan prinsip murabahah
Dr. Persediaan/Aset Mbh Terikat ”A” Rp50.000.000,00
Cr. Kas Rp50.000.000,00
b. Pada saat dilakukan penyaluran dana dengan akad murabahah (jurnalnya sama dengan jurnal
murabahah dalam penyaluran dana pada umumnya):
Dr. Piutang Murabahah Terikat ”A” Rp53.000.000,00
Cr. Margin Mbh Tangguhan Terikat ”A” Rp 3.000.000,00
Cr. Persediaan/Aset Murabahah Terikat”A” Rp50.000.000,00
Atas jurnal dari transaksi tersebut mengakibatkan perubahan posisi akun dan Laporan Posisi Keuangan
(neraca) LKS Mitra Mandiri sebagai berikut:
PIUTANG MURABAHAH TERIKAT ”A”
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Penyaluran Jumlah
Tgl 53.000.000
15/06 53.000.000
53.000.000
Saldo
53.000.000
MARGIN MURABAHAH TERIKAT TANGGUHAN ”A”
Debet Keterangan Jumlah Tgl Keterangan Kredit
Tgl 15/06 Penyaluran Jumlah
3.000.000 3.000.000
Saldo 3.000.000
3.000.000
382 | Akuntansi Transaksi Syariah ( Wiroso, IAI, 2011 )