224 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Sejak kejadian itu, hubungan Bu nya yang berjudul “Tangise Djoe-
Marno II dan Bu Marno I semakin miatoen” keluar sebagai juara I lom-
baik, bagai saudara. ba penulisan crita cekak yang dise-
lenggarakan oleh tabloid Jawa Anyar
ismoe rianto (1942—) (1991). Karyanya yang berupa crita
sambung dimuat di berbagai media
Sejak kanak-kanak Ismoe Rian- massa, antara lain “Katresnan Wong
to sudah gemar menulis. Kegemaran Tresna” (Punakawan), “Teater Du-
itu terus dikembangkan hingga de- rung Dadi”, “Nungkul”, dan “Ke-
wasa dan hingga ia berdinas di Ke- plesed” (Panjebar Semangat). Cer-
polisian. Tujuan menulis terutama bung lainnya, “Nalusur”, “Mulih”,
didorong oleh keinginan menyampai- dan “Heri, Heru lan Here” dimuat
kan informasi kepada masyarakat majalah Jaya Baya. Begitu juga de-
luas. Pengarang yang tulisannya per- ngan karyanya yang berupa crita ce-
tama kali dimuat majalah Caraka kak dimuat dalam berbagai media
(bahasa Indonesia) Jakarta pada ta- massa, misalnya “Ing Pasar Turi”
hun 1964 ini menikah dengan C. Sri (Darma Nyata), “Kesandung Dulur
Handini (1968) dan dikaruniai se- Tuwa” dan “Ruwet lan Saya Ru-
orang putri, Sri Purwanti. Bersama wet” (Kumandhang), “Warijo BA”,
istri dan anak, penganut Kristen Pro- “Botol Nomer Pitu”, “Omah Pojok
testan yang taat ini tinggal di sebuah Ngadep Ngalor”, “Bu Guru Sudar-
rumah di Jalan Granting Barat 5, Su- wati”, dan “Koruptor” (Jaya Baya),
rabaya. “Layang Tanpa Prangko”, “Ngro-
goh Ati”, dan “Kancaku Samiran”
Ismoe Rianto lahir di Malang pa- (Panjebar Semangat), serta “Ta-
da 21 Agustus 1942. Pendidikan SR ngise Djoemiatoen” dan “Pranata
(1950-1956), SMP Kristen I (1956- Cara” (Jawa Anyar). Hingga seka-
1959), dan STM (1959-1962) dise- rang, pengarang yang mantan polisi
lesaikan di kota kelahirannya, Ma- ini masih tetap menulis.
lang. Setahun setelah lulus dari STM,
ia diterima masuk dalam jajaran ke- isbat
polisian di Surabaya (sejak 1963).
Tahun 1973 (6 Januari), ia mendiri- Isbat memiliki arti mirip seperti
kan kelompok penulis dengan nama saloka, yaitu kata-kata yang tetap
“6 Januari 73 Art”. Empat tahun ke- pemakaiannya dan dalam pemakai-
mudian (1977), ia ikut membidani annya menggunakan penggambaran
kelahiran PPSJS dan dipercaya se- hewan atau barang. Isbat berisi ten-
bagai Ketua Umum PPSJS yang per- tang ilmu gaib atau filsafat. Dengan
tama berdasarkan pertemuan penga- kata lain isbat adalah ungkapan yang
rang pada 31 Juli 1977. Tahun 1991, mengandung makna perumpamaan
ia pensiun dari Dinas Kepolisian dan yang berisi filsafat atau ilmu kesem-
mengisi waktu dengan tetap menulis. purnaan.
Karya-karyanya mendapat per-
hatian dari berbagai pihak. Karya-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 225
Contoh:
(1) Golekana tapake kuntul ngla-
yang
‘Carilah bekas kaki burung kun-
tul yang terbang’
(Supaya mengetahui perginya
roh, jika orang yang sudah me-
ninggal rohnya kemana? Manu-
sia harus tahu jawabannya)
(2) Golek gêni adêdamar
‘Mencari api dengan membawa
lampu’
(Orang yang mencari ilmu, ha-
rus mempunyai dasar ilmu)
(3) Amèk banyu apikulan warih
‘Mencari air memakai pikulan
air’
(Jika orang akan mencari ilmu
yang lebih tinggi, hendaknya ia
berbekal ilmu dasar)
(4) Mangan bubur panas bêcik saka
pinggir
‘Makan bubur panas sebaiknya
dari tepi’
(Jika menyelesaikan pekerjaan
yang sulit sebaiknya diatasi de-
ngan tenang dan sedikit demi se-
dikit)
226 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
j
j.f.x. hoery kursus mengetik, kursus administra-
si, dan kursus jurnalistik “Anton
J.F.X. Hoery lahir di Karang- Press” Yogyakarta.
nongko, Kebonagung, Pacitan, Jawa
Timur, pada 7 Agustus 1945. Agama Riwayat pekerjaan yang pernah
Katolik. Ayahnya bernama Wiryo- dilaluinya, antara lain, sebagai te-
rejo (almarhum), sedangkan ibunya naga kontraktor Pertamina di penge-
bernama Sutinah (almarhum). Ke- boran yodium Mojokerto, pengebor-
duanya bekerja sebagai petani dan an minyak dan gas bumi di Cirebon,
sampai akhir hayatnya bertempat Indramayu, Pamanukan, Tangerang,
tinggal di Karangnongko, Kebona- Lamongan, Tuban, dan pengeboran
gung, Pacitan. Hoery merupakan panas bumi (geothermal) di Kamo-
anak kedua dari 5 bersaudara, 3 putra jang, Garut, dan Dieng (Wonosobo).
dan 2 putri. Istrinya bernama M.Th. Profesi tersebut ditekuni antara ta-
Sri Narjati, kepala SDN di wilayah hun 1970 sampai 1980-an. Pernah
Padangan. Mereka menikah di Ge- menjadi wartawan Kumandang, Dja-
reja St. Willibrordus Cepu pada 3 ka Lodang, pembantu Mekar Sari,
November 1974. Dari pernikahan itu Kedaulatan Rakyat (1984—1989).
lahir tiga buah hati: Hastuti Ari Seti- Tahun 1992—2001 menjadi war-
yani, S.Si. (lahir 8 Januari 1976, alum- tawan Bernas. Tahun 1999 anggota
ni Unair), Fajar Ari Setiawan, S.Si. DPRD II Bojonegoro masa bakti
(lahir 15 Februari 1979, alumni IKIP 1999-2004.
Yogyakarta), danAgustina Ari Seti-
yanti (lahir 23 Agustus 1982, maha- Mulai menulis sejak di bangku
siswi ITS). SMP. Selain mengisi majalah din-
ding di sekolahnya, juga menulis di
Dalam mempublikasikan karya- majalah anak-anak Arena Pelajar.
nya Hoery sering menggunakan na- Tertarik di bidang tulis-menulis ka-
ma samaran Retno Yudhawati, Can- rena saat itu sering meminjam buku
trik Gunung Limo, dan Frans H.J. Se- di perpustakaan Kantor Pendidikan
karang tinggal di Jalan Diponegoro Masyarakat. Kebetulan salah se-
59 B, Padangan. RT 13, RW 04, Pa- orang pengelola perpustkaan, Mar-
dangan, Bojonegoro 62162, telepon djuki, adalah penulis cerkak di Pa-
(0296) 424234. Pendidikan yang di njebar Semangat dan Crita Cekak.
tempuhnya, yaitu Sekolah Rakyat di Perkenalannya dengan Mardjuki me-
Pacitan, SMP di Cepu, dan STM Ne- nimbulkan keinginan untuk menulis
geri Semarang. Pernah pula mengi- di majalah. Majalah pertama yang
kuti KDPT (Negeri) Semarang, Lem- memuat karyanya adalah Taman Pu-
baga Pendidikan Kemasyarakatan tra, Panjebar Semangat, Surabaya.
“Don Bosco” Madiun (tidak tamat), Mulai tahun 1957 sampai 1964 ba-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 227
nyak tulisannya dimuat dalam maja- Ketika masih di SMPN Pacitan
lah tersebut. Sejak saat itu ia tekun (1959) ia mendirikan Pakumpulan
menulis di majalah bahasa Jawa. Warga Taman Putra (PWTP) Cabang
Pacitan, yaitu organisasi penulis dan
Karya Hoery berupa reportase, pelanggan majalah anak-anak Taman
crita sambung, crita cekak, crita Putra. Ketika ada “SapatemonAgung
rakyat dan guritan, dimuat Panje- III PWTP” di Madiun (1961), ia men-
bar Semangat, Jaya Baya, Mekar jadi utusan dari PWTP Pacitan ber-
Sari, Djaka Lodang, Kumandang, sama Soemariyadi. Tahun 1962
Sekar Jagad, Dharma Nyata, Dhar- bergabung dengan Ikatan Pembaca
ma Kandha, Kandha Raharja, Pari- Fajar, Desa Kayen, Kecamatan Pa-
kesit, Punakawan, dan Pustaka citan, dan ikut pentas sandiwara ba-
Candra. Karyanya yang terdokumen- hasa Jawa, di antaranya lakon “Te-
tasi di antaranya guritan sekitar 300 kad Luhur” yang diambil dari cerita
buah yang dimuat sejak tahun 1971 sandiwara yang dimuat dalam Ta-
dan crita cekak sekitar 100 buah, dua man Putra; dan lakon “Wirapati”
buah crita rakyat “Marganing Ka- yang diambil dari cerita “Bende Ma-
mulyan” dan “Dredah ing Wengker taram” karya Herman Pratikto. Ta-
Kidul” dimuat bersambung dalam Ja- hun 1979 bersama para penulis Jawa
ya Baya. Sedangkan crita sambung di Blora mendirikan Grup Diskusi
“Tante Haryati” dimuat pula dalam Sastra Blora (GDSB). Para pendiri
majalah Jaya Baya. GDSB di antaranya Poer Adhi Pra-
woto (almarhum), Ngalimu Anna
Pada tahun 1989 Hoery pernah Salim (almarhum), Anjrah Lelana-
direkrut olehArswendo Atmowiloto, brata, Sri Setyo Rahayu, dan Djajus
bersama-sama Suparto Barta, Tam- Pete. Satu hal yang tak dapat dilupa-
sir A.S., danArdini Pangastuti untuk kan ialah bantuannya dalam proses
menerbitkan tabloid Praba di Yog- pendirian Sanggar Sastra Jawa Yog-
yakarta. Tetapi, rencana tersebut ga- yakarta (1991).
gal karena adanya kasus Monitor
yang melibatkan Arswendo. Sampai Sebuah drama karyanya, “Da-
sekarang masih menulis dalam ba- rah Revolusi”, dipentaskan oleh sis-
hasa Jawa baik untuk reportase, cer- wa KDPT dan ASTN Cepu tahun
kak, guritan, crita rakyat, roman se- 1969. Tahun 1982 mendirikan Pa-
jarah, agama, dan sebagainya. Selain marsudi Sastra Jawi Bojonegoro
menulis, Hoery aktif pula mengikuti (PSJB) bersama Djajus Pete, Yes Is-
berbagai pertemuan (sarasehan, mie Suryatatmaja, Moch. Makloem,
kongres, dan lain-lain) bahasa dan L. Isnur Sukmana, Marsodo, Yusuf
sastra Jawa diYogyakarta, Surakarta, Susilo Hartono, dan didukung para
Ungaran, Semarang, Surabaya, Tu- penulis sastra dari Tuban. Di dalam
lungagung, Blitar, Malang, dan lain- kepengurusan PSJB ia menjabat wa-
nya. kil ketua, sedangkan ketuanya Moch.
Makloem. Bersama PSJB menye-
Hoery sering terlibat pula dalam
berbagai organisasi kepengarangan.
228 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
lenggarakan Sarasehan Pengarang ia terima, antara lain, guritan-nya
Sastra Jawa se-Jatim dan Jateng “Ballada Wong-Wong Pengeboran”
yang didukung Pemda Bojonegoro menjadi juara harapan I lomba cipta
tahun 1983. Bersama PSJB meng- guritan oleh Javanologi (1984), se-
adakan siaran di TVRI Surabaya dangkan buku antologi guritan-nya
yang dipandu Basoeki Rahmat (al- berjudul Pagelaran (Narasi, Yogya-
marhum). Tahun 1984 menyeleng- karta, 2003) mendapat hadiah sastra
garakan Sarasehan Jatidiri Sastra Rancage. Selain itu ia juga pernah
Daerah se-Indonesia di Bojonegoro menjadi pemenang II dalam Lomba
dengan peserta para sastrawan Jawa, Foto dalam rangka Hari Bakti ke-
Sunda, Bali, Madura, Minang, Ba- 48 Departemen Penerangan Kabu-
tak, dan Banjar. paten Blora.
Kegiatan menulis sastra Indone- Dalam bidang politik, Hoery
sia telah diawali jauh sebelum men- masuk dalam organisasi GSNI (Ge-
jadi wartawan Kedaulatan Rakyat. rakan Siswa Nasional Indonesia}
Beberapa tulisan berupa laporan, Cabang Pacitan (1962). Ikut mendi-
cerpen, dan puisi pernah dimuat di rikan GSNI Anak Cabang Lorok,
majalah Arena Pelajar, Warta Per- Pacitan. Ketika pindah ke Padangan,
tamina, Buana Minggu (Jakarta), Bojonegoro (1964), ia mendirikan
Suara Merdeka (Semarang), Tunas GSNI di Padangan. GSNI merupa-
Harapan, Suluh Marhaen, dan Kun- kan onderbow (organisasi massa) dari
cup (Surabaya), Pernah menjadi re- Partai Nasional Indonesia (PNI). De-
daktur buletin Warta Gereja Paroki butnya dimulai sebagai Ketua Anak
Santo Wilibrordus Cepu. Ikut dalam Cabang GSNI Padangan, meningkat
penyusunan Sejarah Gereja Katolik menjadi Wakil Ketua DPC GSNI Bo-
Rembang, Blora, Cepu, Bojonegoro, jonegoro (1967-1970). Menjadi Se-
dan Tuban yang diterbitkan Komsos kretaris Pengurus Anak Cabang
Keuskupan Surabaya pimpinan Ro- Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM)
mo Dr. K.R.T. John Tondowidjojo, yang juga merupakan orderbow PNI.
C.M. Tahun 1971 menjadi SekretarisAnak
Cabang PNI Padangan. Setelah itu,
Dua buah buku cerita anak-anak- pada 1980-an, ia sedikit pasif karena
nya diterbitkan oleh PT Mandira Se- Orde Baru menerapkan sistem mo-
marang: Sosiawan-Sosiawan Kecil noloyalitas. Pada era reformasi
dan Permaisuri yang Cerdik. Be- (1998) jiwa politiknya tergugah kem-
berapa guritan-nya terbit dalam be- bali sehingga bergabung dengan PDI
berapa antologi, di antaranya Kabar Perjuangan. Pada tahun 1998 dalam
Saka Tlatah Jati (PSJB, 1974), Ta- Musyawarah Anak Cabang terpilih
man Sari (Taman Budaya Surakar- menjadi Sekretaris PAC PDI Per-
ta, 1985), Renungan Sastra Bojone- juangan Padangan. Maka, ia lalu
goro (FDSSSW, thn?), dan Lintang- menjadi anggota DPRD Bojonegoro
Lintang Abyor (Undip, 1980). Se- masa bakti 1999-2004 dari Fraksi
mentara itu, penghargaan yang telah
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 229
PDI Perjuangan dan duduk di Komi- batinannya. Di Zaman Kalisura para
si A. Dalam Musyawarah Anak Ca- dewata sering turun ke bumi untuk
bang PDI Perjuangan di Padangan memberi pertolongan kepada orang-
(2002) ia terpilih menjadi Ketua orang yang berhati suci. Zaman Ka-
PAC periode 2002-2006. lisura dibagi menjadi tujuh bagian,
yaitu (1) Zaman Kukila, (2) Zaman
jangka Kalakuda, (3) Zaman Kalabrasa, (4)
Zaman Kalatirta, (5) Zaman Kala-
Dalam sastra Jawa, jangka ber- ruba, (6) Zaman Kalarubawa, dan
arti ngengrengan ‘konsep tentang (7) Zaman Kalapurwa.
dunia yang akan terjadi’. Jangka
yang dikenal luas adalah Jangka Ja- (1) Zaman Kukila
yabaya dan Jangka Ranggawarsita. Zaman ini juga disebut Zaman
Jangka Jayabaya dipercaya sebagai Burung. Pada zaman ini kehi-
tulisan Prabu Jayabaya ketika men- dupan orang Jawa mirip dengan
jadi raja di Kerajaan Kediri sekitar kehidupan burung, karena pada
tahun 750 Masehi. Di dalam Jangka zaman tersebut belum ada peme-
Jayabaya diceritakan tentang ke- rintahan, sistem keuangan, dan
mungkinan yang akan terjadi di ta- belum memiliki tempat menetap.
nah Jawa. Di samping itu, di dalam Setiap saat orang Jawa berpin-
jangka tersebut diceritakan tentang dah tempat sebagaimana layak-
suatu masa ketika tanah Jawa ditem- nya burung-burung. Zaman Ku-
pati oleh orang yang kedua hingga kila berlangsung mulai tahun 1
kelak memasuki kiamat besar. Kia- sampai dengan tahun 100.
mat besar itu akan berlangsung se-
lama 2100 tahun surya atau kalau (2) Zaman Kalakuda
menurut hitungan tahun rembulan Zaman ini juga disebut Zaman
selama 2163 tahun. Kiamat selama Wungkul. Pada Zaman Kalaku-
2100 tersebut dibagi dalam tiga ba- da, di tanah Jawa sudah terdapat
gian, yaitu (a) Zaman Kalisura; (b) pemerintahan dan agama Budha
Zaman Kaliyoga; dan (c) Zaman Ka- sudah mulai masuk dan diterima
lisengara. oleh orang Jawa. Di samping itu,
pada zaman ini sudah mulai
(a) Zaman Kalisura muncul tata krama berkat kepe-
Zaman ini merupakan zaman mimpinan raja Ingkang Minulya
Raja Maha Dewa Buda. Raja ter-
yang luhur atau zaman yang agung. sebut adalah penjelmaan Sang
Zaman Kalisura berlangsung selama Hyang Girinata yang menjelma
700 tahun. Pada zaman tersebut sua- menjadi manusia dan mendirikan
sana di pulau Jawa masih sangat sepi pemerintahan di Medang Kamu-
dan masih terdengar suara-suara lan. Zaman Kalakuda berlang-
yang aneh dan mengherankan. Oleh sung mulai tahun 101 sampai de-
karena itu, pada Zaman Kalisura ma- ngan tahun 200.
sih banyak orang menjalankan tapa
brata demi menyempurnakan ke-
230 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
(3) Zaman Kalabrasa tanah Jawa sering berlangsung
Zaman ini juga disebut Zaman kejadian-kejadian yang sangat
Makartakarta. Pada Zaman Ka- aneh. Di Zaman Kalaruba tanah
labrasa, orang Jawa memeluk Jawa di bawah kekuasaan Sang
agama Budha sangat mendalam, Prabu Surata sampai dengan
bagaikan api yang menyala-nya- Sang Prabu Basukisthi berkuasa
la dan sulit dikendalikan. Bah- di Negara Wirata. Zaman Kala-
kan, orang Jawa dalam menja- ruba berlangsung mulai tahun
lani agama Budha sudah sangat 401 sampai dengan tahun 500.
berlebihan sehingga mereka ba- (6) Zaman Kalarubawa
nyak melakukan kesalahan atas Zaman Kalarubawa disebut Za-
agama yang dipeluknya. Keada- man Rame. Pada zaman ini, ta-
an tersebut berlangsung karena nah Jawa di bawah kekuasaan
para dewa (keluarga Hyang Gi- Sang Nata Basukisti yang ber-
rinata di Kayangan) banyak yang kuasa di negara Wirata. Pada ma-
menjelma menjadi manusia dan sa kekuasaan raja tersebut, ta-
mendirikan kekuasaan di tanah nah Jawa mengalami banyak ke-
Jawa yang tersebar di berbagai ramaian dan kesenangan. Zaman
tempat. Salah satu dari keturun- Kalaruba berlangsung mulai ta-
an Hyang Girinata yang mendi- hun 501 sampai dengan tahun
rikan kekuasaan di tanah Jawa 600.
adalah Sang Hyang Brama. Za- (7) Zaman Kalapurwa.
man Kalabrasa berlangsung mu- Zaman Kalapurwa juga disebut
lai tahun 201 sampai dengan ta- Zaman Awal. Pada zaman ini,
hun 300. orang-orang di tanah Jawa sudah
membuat silsilah keluarga. Za-
(4) Zaman Kalatirta man Kalapurwa berlangsung mu-
Zaman ini juga disebut Zaman lai tahun 601 sampai dengan ta-
Air. Pada Zaman Kalitirta ini, ta- hun 700.
nah Jawa sering terlanda banjir
besar. Oleh karena itu, Sang (b) Zaman Kaliyoga
Hyang Nata Kano yang berkua- Zaman Kaliyoga juga disebut Za-
sa di negara Purwacarita lalu
mencari jalan agar banjir tidak man Tukula. Zaman Kaliyoga ber-
terus berlangsung. Ia berkali-ka- langsung selama 700 tahun. Pada za-
li menggelundungkan batu besar man tersebut suasana di pulau Jawa
di berbagai sungai guna menghen- sudah banyak terjadi perubahan. Wi-
tikan perjalanan banjir. Zaman layah yang dulu menjadi satu dengan
Kalatirta berlangsung mulai tahun tanah lainnya kemudian terpisah men-
301 sampai dengan tahun 400. jadi pulau tersendiri akibat air samu-
dera meluap. Banyak orang Jawa
(5) Zaman Kalaruba yang mati dan roh orang yang mati
Zaman Kalaruba juga disebut Za- itu merasuki jasat orang yang masih
man Aneh. Pada Zaman ini, di hidup. Di samping itu, bermunculan
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 231
kejadian-kejadian aneh dan menghe- nya. Zaman tersebut tanah Jawa
rankan. Zaman Kalisura dibagi men- di bawah kekuasaan Prabu Wi-
jadi tujuh bagian, yaitu (1) Zaman dayaka dari Purwacarita. Zaman
Kalabuda, (2) Zaman Kaladora, (3) Kalapraniti berlangsung mulai
Zaman Kaladiwanara, (4) Zaman 1001 sampai dengan 1100.
Kalapraniti, (5) Zaman Kalatetaka, (5) Zaman Kalatetaka
(6) Zaman Kalawisesa, dan (7) Za- Zaman Kalatetaka juga disebut
man Kalawiyasa. Zaman Kedatangan. Pada za-
man ini, orang-orang di tanah Ja-
(1) Zaman Kalabuda wa mulai berinteraksi dengan
Zaman Kalabuda juga disebut bangsa-bangsa asing. Zaman ini,
Zaman Prihatin. Pada zaman ini, tanah Jawa di bawah kekuasaan
orang-orang di tanah Jawa mela- Prabu Jayenglengkara sampai
kukan tapa brata dan berprihatin dengan Prabu Lembumiluhur di
demi meluhurkan sikap batin- Jenggala. Zaman Kalatetaka ber-
nya. Zaman Kalaruba berlang- langsung mulai 1101 sampai
sung mulai tahun 700 sampai de- dengan 1201.
ngan tahun 800. (6) Zaman Kalawisesa
Zaman Kalawisesa juga disebut
(2) Zaman Kaladora Zaman Saling Mencari Keme-
Zaman Kaladora juga disebut nangan. Pada zaman ini, orang-
Zaman Mundur. Pada zaman ini, orang di tanah Jawa banyak yang
di tanah Jawa sangat banyak mengalami nasib kurang menye-
aturan-aturan. Akibat banyak nangkan karena raja berbuat se-
aturan, di tanah Jawa mengalami wenang-wenang demi kemenang-
kemunduran. Kemunduran itu annya sendiri, misalnya menja-
berlangsung sejak kekuasaan Ra- tuhkan hukuman tanpa kesalah-
ja Mamenang hingga Raja Man- an kepada rakyatnya. Zaman ter-
tarom. Zaman Kalaruba berlang- sebut tanah Jawa di bawah ke-
sung mulai tahun 801 sampai de- kuasaan Prabu Suryawisesa di
ngan tahun 900. Jenggala sampai dengan Prabu
Brawijaya terakhir di Majapahit.
(3) Zaman Kaladiwanara Zaman Kalawisesa berlangsung
Zaman Kaladiwanara juga dise- mulai 1201 sampai dengan 1300.
but zaman yang Akan Terjadi. (7) Zaman Kalawiyasa
Pada zaman ini, orang-orang di Zaman Kalawiyasa juga disebut
tanah Jawa banyak mengalami Zaman yang Sedang Berlang-
kesengsaraan. Zaman Kaladiwa- sung. Pada zaman ini (zaman
nara berlangsung mulai 901 sam- kekuasaan Prabu Brawijaya IV
pai dengan 1000. dan Prabu Brawijaya V) terjadi
penyiksaan sebagaimana yang
(4) Zaman Kalapraniti pernah terjadi pada zaman ke-
Zaman Kalapraniti juga disebut
Zaman Percaya. Pada zaman ini,
orang-orang di tanah Jawa saling
percaya antara satu dengan lain-
232 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
kuasaan Dewaraja. Oleh karena (2) Zaman Kalasekti
itu, kekuasaan kemudian berpin- Zaman ini juga disebut zaman ke-
dah ke Bintara (Demak) dengan kuasaan. Pada zaman ini, orang-
raja Senapati Jambuningrat atau orang di tanah Jawa saling mem-
Sultan Seh Alamakbar (Raden perebutkan kekuasaan dan pe-
Patah). Zaman Kalawiyasa ber- ngaruh. Peristiwa ini terjadi pa-
langsung mulai 1301 sampai de- da zaman kekuasaan Sinuhun
ngan 1400. Seda Krapyak hingga zaman ke-
kuasaan Mangkurat III di Mata-
(c) Zaman Kalisengara ram. Zaman Kalasekti berlang-
Zaman Kalisengara juga diebut sung mulai 1501 sampai dengan
1600.
Zaman Ngalam Toya atau Zaman
Ali. Zaman Kalisengara berlangsung (3) Zaman Kalajaya
selama 700 tahun. Pada zaman terse- Zaman ini juga disebut zaman sa-
but suasana di pulau Jawa sudah ba- ling mencari keunggulan. Pada
nyak terjadi hujan sehingga sering zaman ini, orang-orang di tanah
mengakibatkan terjadinya banjir. Jawa saling mencari/mempere-
Banyak sungai yang bergeser posi- butkan keunggulan di antara se-
sinya sehingga mengakibatkan samanya. Peristiwa ini terjadi
gangguan terhadap hasil bumi. Za- pada zaman kekuasaan Mang-
man Kalisura dibagi menjadi tujuh kurat IV di Mataram (Kerta)
bagian, yaitu (1) Zaman Kalajangga, hingga zaman kekuasaan Paku-
(2) Zaman Kalasekti, (3) Zaman Ka- buwana IV di Surakarta. Zaman
lijaya, (4) Zaman Kalabendha, (5) Za- Kalajaya berlangsung mulai
man Kalasuba, (6) Zaman Kalasum- 1601 sampai dengan 1700.
baga, dan (7) Zaman Kalasurata.
(4) Zaman Kalabendha
(1) Zaman Kalajangga Zaman ini juga disebut Zaman
Zaman ini juga disebut Zaman Angkara Murka. Pada zaman ini,
Sekar Godhong ‘bunga daun’. orang-orang di tanah Jawa me-
Pada zaman ini, orang-orang di ngalami banyak masalah berupa
tanah Jawa saling tidak percaya kesengsaraan, kematian, peram-
satu dengan lainnya. Mereka pokan, dan sebagainya. Peristi-
hanya ingin mencari kemenang- wa ini terjadi pada zaman kekua-
an untuk dirinya sendiri, tidak saan Pakubuwana IV di Surakar-
jujur, dan mencari harta dengan ta. Zaman Kalabendha berlang-
cara korupsi. Peristiwa ini ter- sung mulai 1701 sampai dengan
jadi pada zaman kekuasaan Sul- 1800.
tan Hadiwijaya di Pajang hingga
zaman kekuasaan Panembahan (5) Zaman Kalasuba
Senapati di Mataram. Zaman Zaman ini juga disebut Zaman
Kalajangga berlangsung mulai Senang. Pada zaman ini, orang-
1401 sampai dengan 1500. orang di tanah Jawa mengalami
banyak kesenangan. Peristiwa ini
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 233
terjadi pada zaman kekuasaan Nadyan bisa mbrenjul
Sang Prabu Heru Cakra I hingga tanpa tawing inggal jugrugipun
Sang Prabu Heru Cakra III. Za- kalokone karsaning Hyang wus
man Kalabendha berlangsung pasthi
mulai 1800 sampai dengan 1900. yen ngidak sangkalanipun
(6) Zaman Kalasumbaga sirna tata esthining wong.
Zaman ini juga disebut Zaman
Tersohor. Pada zaman ini, orang- ‘Walaupun dapat mbrenjul
orang di tanah Jawa gemar men- tanpa sekatan akan segera runtuh
cari pengalaman dan ilmu demi terlaksanalah kehendak Tuhan
meluaskan pemahaman atas du- yang pasti
nia. Peristiwa ini terjadi pada za- kalau memasuki perhitungan
man kekuasaan Prabu Asmara tahunnya
Kingkin I hingga Prabu Asmara sirna (0) tata (7) esthining (8)
Kingkin III di Kediri. Kemudian, wong (1)
dilanjutkan oleh Sang Prabu 1870 (tahun Jawa= 1942 tahun
Nungsa Prenggi. Zaman Kala- Masehi).’
sumbaga berlangsung mulai
1900 sampai dengan 2000. janturan
(7) Zaman Kalasurata
Zaman ini juga disebut Zaman Istilah janturan tersebut berasal
Halus. Pada zaman ini, orang- dari kata jantur yang berarti ‘se-
orang di tanah Jawa mulai dapat bangsa ucapan, gendaman, ucapan’.
bersatu. Peristiwa ini terjadi pa- Di dalam wayang, istilah janturan
da zaman kekuasaan Prabu Ja- biasa disebut sastra pinathok. Sastra
tirusakra I hingga Prabu Jatiru- pinathok juga sebagai janturan, yang
sakra III di Ngamartalaya. Za- berarti penjelasan. Penjelasan itu
man Kalasumbaga berlangsung memang bermaksud memberi kete-
mulai 2001 sampai dengan 2100. rangan kepada para penonton pada
khususnya, dan khalayak ramai pada
Jangka Ranggawarsita adalah umumnya tentang isi cerita yang ba-
ngengrengan konsep yang diambil ru saja dimulai. Berdasarkan kete-
dari karya-karyanya, misalnya dari rangan itu dapat disimpulkan bahwa
Serat Jakalodhang. Dalam jangka janturan adalah pengucapan dalang
tersebut, R. Ng. Ranggawarsita mem- dalam bentuk prosa yang menggam-
prediksi tentang akan berakhirnya barkan suasana jejeran ‘adegan’, de-
masa kekuasaan penjajahan Belanda ngan iringan gamelan, dalam irama
pada tahun 1942, yaitu pada saat Je- rep ‘tenang dan perlahan’.
pang menginvasi Indonesia untuk tu-
juan mengusir Belanda dan menjajah Janturan bersifat istimewa dan
Indonesia. Berikut contohnya. diucapkan secara khusus dan dengan
suara yang khusus pula. Bahkan, da-
lam janturan banyak diberi sisipan
kata-kata kawi. Susunan kalimat dan
jalan bahasa janturan harus tetap
234 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
sesuai dengan peraturan yang telah mempunyai kekuatan gaib dengan
ditetapkan dalam sebuah buku pe- mengeluarkan suara disebut nge-
doman pewayangan (pakem) atau mèlake rapal; sebaliknya, mengu-
suatu piagam yang bersifat tidak capkan rapal (yang dianggap) mem-
resmi. Hampir setiap jejeran ‘ade- punyai kekuatan gaib tanpa menge-
gan’ selalu diawali dengan janturan. luarkan suara (di dalam hati) disebut
Berikut contoh janturan pada adegan matek rapal.
pertama.
Japamantra dibaca dengan sua-
Swruh rep data pitana (1) Neng- ra atau dibaca di dalam hati oleh se-
gih nagari pundi ta ingkang seorang karena memiliki keinginan
kaeka-adidasa purwa. Eka ma- tertentu dan ditujukan kepada Tuhan,
rang sawiji, adi linuwih, dasa diri sendiri, orang lain, makhluk ha-
sepuluh lan purwa marang wi- lus, atau terhadap barang. Japaman-
witan. Nadyan kathah titahing tra yang ditujukan kepada Tuhan, bia-
Jawata ingkang kasongan. (2) sanya, mempunyai tujuan agar orang
ing angkasa, sinangga ing pra- yang mengucapkannya dikabulkan/
tiwi, kaapit ing samodra kathah dipenuhi keinginannya. Japamantra
ingkang sami angganararas (3) yang ditujukan kepada diri sendiri
nanging mboten kados Nagari (pribadi) didasarkan tujuan agar
Ngastina, nun inggih nagari Li- orang yang mengucapkannya men-
manbenawi. Mila kinarya bu- dapatkan kekuatan gaib. Dengan ke-
bukaning carita, awit angupaya kuatan gaib yang diperolehnya, orang
satus nagari mboten pikantuk tersebut berharap akan memiliki ke-
kalih, yen sewu mboten pikantuk saktian sehingga ia dapat menang-
sadasa. kap musuh, dan sebagainya. Japa-
mantra yang ditujukan kepada orang
Janturan di atas menunjukkan lain atau kepada barang diadasarkan
bahwa Ki Dalang minta kepada ha- tujuan agar dapat (1) memasukkan
dirin untuk memperhatikan sepenuh- kekuatan gaib pada tubuh orang lain
nya isi cerita yang hendak diperton- atau pada barang, dan (2) menghi-
tonkan serta isi ucapan yang hendak langkan kekuatan gaib yang berada
dikemukakan sepanjang pertunjukan- pada orang lain atau pada barang se-
nya nanti. hingga tidak membahayakan orang
yang mengucapkan japamantra. Ja-
japamantra pamantra yang ditujukan pada makh-
luk halus bertujuan agar dapat (a)
Dalam sastra Jawa, japamantra mendatangkan makhluk halus yang
dipersamakan dengan doa, sidikara, akan dimintai pertolongan oleh si pe-
atau aji-aji. Japamantra adalah kata- ngucap japamantra, dan (b) mengu-
kata (yang dianggap) mempunyai ke- sir makluk halus yang mengganggu.
kuatan gaib. Kata-kata dalam japa-
mantra biasanya disebut rapal. Me- Japamantra, dalam konteks sas-
ngucapkan rapal (yang dianggap) tra Jawa, merupakan sebuah puisi
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 235
atau geguritan atau guritan. Di da- ya iki padhange wong ngemu
lamnya, terdapat konvensi keindahan iman
sebuah karya sastra, misalnya diksi, ya hu Allah ya hu Allah ya hu
ritme, defamiliriasasi, dan sebagai- Allah
nya. Oleh karena itu, japamantra me-
rupakan bagian integral sastra Jawa. Japamantra tersebut dinamakan ja-
Berikut contoh japamantra. pamantra Madhangake Ati ‘Mem-
(1) Japamantra ditujukan kepada buat Terang Hati’. Japamantra di-
ucapkan dengan tujuan agar yang
Tuhan mengucapkan dapat diberi ketenang-
ALLAHUMA PUJI an atau hati yang terang.
LANGGENG
Suksma mulya (3) Japamantra yang ditujukan ke-
kumpula badan sarira pada orang lain.
oleha rahmating Allah TALEBAG-TALEBUG
oleha marga sing gampang talikak-talikuk
saking kersaning Allah talikat-talikut
laila haillallah Muhammad kebolak-kebalik
Rasulullah. sing sapa sedya cidra
marang aku sakukubanku kabeh
Japamantra tersebut diucapkan oleh mbalika marang dhewekira sa-
seseorang dengan tujuan agar ia mu- king karsaning Allah
dah dalam mendapatkan pekerjaan
atau penghasilan. Japamantra ini diucapkan oleh sese-
orang dengan tujuan agar dapat me-
(2) Japamantra yang ditujukan ke- ngembalikan kekuatan gelap (tenung)
pada diri pribadi yang mengganggu. Diucapkan ketika
ANA PUJI SENINJONG matahari sudah remang-remang, di
pujiku seleleran luar pintu.
pujine wong lara ati
ya Allah nyuwun ngapura jarot setyono (1962— )
ya Allah nyuwun tetamba
ana lara saka neraka Jarot Setyono sering mengguna-
tibakna panase iman kan nama samaran Rossie, Jarot Ess-
godhogen kuwali taras Teh dan Rotese. Ia lahir di Ponorogo,
banyonana sabar drana Jawa Timur, pada 6 Oktober 1962.
tutupana sadat Muhammad Setelah menyelesaikan pendidikan
kayonana tobat SD di Magetan tahun 1974, SLTP di
sugokna sabar tawekal Trenggalek tahun 1977, dan SMEA
ana kembang sajroning bumi jurusan Tata Buku di Trenggalek ta-
ambune terus kedhaton hun 1981, pria beragama Islam ini
ana padhang dudu padhanging meneruskan kuliah di D-3 jurusan
rembulan Manajemen tahun 1991 dan S-1 ju-
rusan Geografi di Malang tahun
236 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
1999. Selain itu, ia juga menempuh Baya, Jaka Lodhang, Mekar Sari,
beberapa pendidikan tambahan, an- Tilik Desa, Jagad Gaib, dan Liber-
tara lain, kursus jurnalistik (1993) ty).
dan pelatihan seniman se-Jawa Timur
di STKW (1998, 2000). Beberapa karya guritan-nya
yang dapat dicatat, antara lain, “Ing-
Karier kepengarangan Jarot Se- sun”, “Salam Kanggo Manuk Ma-
tyono tumbuh sekitar pertengahan nyar Klapa”, dan “Ing Antarane Gu-
tahun 1980-an saat ia menjadi guru muk”, dimuat dalam Jawa Anyar. Se-
di SMP Bendungan (sejak 1984) dan mentara cerkaknya yang telah dimuat
guru SMP Negeri 3 Trenggalek, Ja- Jaya Baya, antara lain, “Riyaya kang
wa Timur (sejak 1994). Karier itu ke- Kaping 25”, “Iseng”, “Lesus Mang-
mudian berkembang dengan baik se- sa Ketiga”, dan “Ngenteni Njebrote
telah (sejak 1992) ia nyambi menjadi Udun”. Cerkak “Sukardi” dimuat di
koresponden tabloit Jawa Anyar di Panjebar Semangat, sedangkan
Surakarta dan menjadi wartawan “Akik Pati Wirang”, “Wong Lanang
(sejak 2000) Pamor Jagad Gaib di lan Wewayangan”, “Jambret”, “Gen-
Trenggalek. Dan sekarang pengarang catan Senjata Modhel Diaz”, dan
yang juga memiliki kegemaran main “Keris Empu Darling” telah dimuat
musik dan catur ini bertempat tinggal di Jawa Anyar. Selain itu, ia juga
di Jalan Siwalan Blok A No. 26, Ke- menulis cerbung, antara lain, “Ra-
lutan Permai, RT 03 RW 01, Treng- yap-Rayap Setan” (Panjebar Sema-
galek. ngat, 1988), “Lintang lan Aku” (Ja-
wa Anyar), dan “Ulegan” (Jaka Lo-
Mengapa ia terjun ke bidang tu- dhang, 1996). Sedangkan cerita mis-
lis-menulis sastra Jawa? Jawaban- teri yang telah dipublikasikan, antara
nya adalah karena ia ingin ikut me- lain, “Bandhosa Putih Memplak”
lestarikan kehidupan sastra dan ke- (Panjebar Semangat) dan “Darah
budayaan Jawa. Karena tujuan luhur Buas” serta “Tumbal Dewi Ular” te-
itulah, baginya, ia ingin menjadi pe- lah dimuat Liberty (1992).
ngarang Jawa yang baik, tanpa mem-
pedulikan apa atau berapa imbal-ba- jarwa
lik yang diterima dari dunia kesusas-
traan Jawa. Selain itu, ia masuk ke Jarwa berarti ‘keterangan’ atau
dunia karang-mengarang karena ‘arti’. Misalnya, kata jarwane ber-
namanya ingin dikenal dikenang oleh arti ‘keterangan’, atau ‘penjelasan’
banyak orang. Itu sebabnya, hingga tentang arti kata kawi. Kata dijarwa-
sekarang ingin terus menulis, baik ni berarti ‘diterangkan, atau dijelas-
guritan, cerkak, maupun cerbung kan’.
atau novel, bahkan cerita misteri,
dan ingin terus mempublikasikan ka- Pada zaman Surakarta Awal kar-
rangan-karangannya itu ke berbagai ya-karya sastra yang diciptakan para
media massa baik Jawa maupun In- pujangga dapat dipilah menjadi 2 ba-
donesia (Panjebar Semangat, Jaya gian, yaitu (1) karya-karya sastra pem-
bangun dan (2) karya-karya sastra
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 237
baru. Yang berkaitan dengan istilah ten, Jawa Tengah. Nama kecil penga-
jarwa ini ialah karya-karya sastra ke- rang ini adalah Raden Rahardi Ja-
lompok (1) yaitu kelompok karya- sawidagda, putra Raden Ngabei Ma-
karya pembangun. Karya-karya sas- ngoenkarjasa, seorang Asisten We-
tra dalam kelompok ini ialah karya- dana di Manisrengga, Klaten. Jasa-
karya kuna yang di-jarwa-kan de- widagda menikah dengan R.AArjaeni
ngan menggunakan tembang maca- dan dikaruniai empat orang anak. Se-
pat. Salah satu contohnya ialah Serat telah istrinya meninggal, ia menikah
Wiwaha Jarwa, yang dibuka dengan lagi (istri kedua ini disebut R.A. Ja-
asmaradana seperti berikut ini. sawidagda) dan dikaruniai tiga orang
anak. Jasawidagda adalah putra ke-
Ri sedheng amurwa tulis, tiga dari sembilan bersaudara. Ia me-
Dite pancalikur wulan, ninggal pada 7 Februari 1958 pada
Jumadilawal ing eBe, usia 76 tahun di Klaten. Dilihat dari
tasik-sonya-giri-juga (=1704 latar belakang keluarganya, Jasawi-
taun Jawi=1778 taun Masehi) dagda berasal dari keluarga priayi.
Sangkala duk kinarya, Bahkan, dia sendiri hidup sebagai se-
kakawin tinembang kidung, orang priayi.Akan tetapi, Jasawidag-
ingaran Asmaradana. da sering menolak gaya hidup priayi
yang menurutnya tidak sesuai lagi
Orang yang men-jarwa-kan dengan tuntutan hidup modern.
Serat Wiwaha tersebut ialah Sunan
Paku Buwana III, raja Surakarta Jasawidagda memulai karier pen-
yang memerintah antara tahun didikannya pada Sekolah Rakyat di
1749—1788 Masehi. Menurut Klaten. Baru beberapa tahun ia pin-
Poerbatjaraka, secara kualitas, bila dah ke Surakarta. Setelah lulus dari
dibandingkan dengan buku aslinya Sekolah Rakyat, Jasawidagda me-
yang berbahasa Kawi, buku itu belum lanjutkan ke Kweekschool atau Se-
sebanding. Hal itu menunjukkan bah- kolah Guru di Yogyakarta pada
wa penguasaan bahasa Kawi orang 1920—1925. Setelah itu ia mengab-
yang men-jarwa-kan serat ini kurang dikan diri sebagai guru di beberapa
kuat sehingga banyak kata-kata Ka- daerah sebelum akhirnya ia kembali
wi yang hanya dikira-kira saja arti- ke Surakarta dan bekerja di berbagai
nya. Di samping Sunan Paku Buwa- posisi di kota itu. Dengan bekal pen-
na. III, Jasadipura I dan II juga men- didikan guru tersebut, Jasawidagda
jarwa-kan Arjunawiwaha. Secara aktif dalam berbagai kegiatan sosial-
perbandingan, bahasa kawi jarwan politik, di antaranya sebagai aktivis
karya kedua pujangga ini lebih bagus pada organisasi Budi Utomo dan Per-
daripada pendahulunya. satuan Guru Indonesia yang ketika
itu bernama Persatuan Guru Hin-
jasawidagda (1886—1958) dia-Belanda.
Jasawidagda, yang bergelar Ra- Sebagai guru Jasawidagda se-
den Tumenggung, lahir pada 1 April ring berpindah tugas dari daerah satu
1886, di Pradan, Manisrengga, Kla-
238 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
ke daerah lain. Semula (1905) ia me- pernah mendapat penghargaan dari
ngajar di Inslandse School Surakar- Lembaga Bahasa Cabang Yogyakar-
ta dan emudian pada tahun 1907 pin- ta dalam lomba esai bahasa Jawa
dah ke Kabupaten Kendal. Tiga ta- (1957). Pada bulanAgustus 1939, ia
hun kemudian menjadi kepala seko- mendapat anugerah Bintang Emas
lah di Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur. dari Pemerintah Hindia Belanda.
Sejak tahun 1912 ia diangkat seba-
gai guru kepala pada Sekolah Ting- Pendidikan guru yang ditekuni-
kat I Siswa Mangkoenegaran di nya menjadikan Jasawidagda kecil
Surakarta. Pada tahun 1914 Jasawi- akrab dengan bacaan atau cerita-ce-
dagda diangkat sebagai kepala Nor- rita, baik berbahasa Jawa, Melayu,
maal School di Surakarta. Pada atau bahasa lain melalui Taman Pus-
1915, ia menjabat sebagai guru pada taka. Di samping gemar membaca,
Inslandse Onderwyzer atau Sekolah keterlibatannya dalam penerbitan
Guru Pribumi. Karena sangat dekat telah membawanya menekuni dunia
dengan Mangkoenegaran, ia diang- kepengarangan dengan harapan da-
kat sebagai kepala Asrama Hapsa- pat memberi pendidikan kepada pem-
ra, yakni asrama bagi siswa Alge- baca. Hal itu ditunjukkan oleh Jasa-
meene Middelbar School (AMS widagda yang juga pernah bekerja
yang setarap SMA sekarang). Bah- sebagai redaksi kalawarti Pustaka
kan, berkat kepandaiannya, Jasawi- Jawi. Kecintaannya kepada bahasa
dagda diangkat sebagai Bupati Man- dan sastra Jawa tidak pernah surut
drapura, yakni Kepala Rumah Tang- hingga memasuki masa pensiun. Hal
ga Pura Mangkoenegaran Surakarta itu dibuktikan dengan sejumlah arti-
(1937), dan baru pensiun dari tugas kelnya di majalah Medan Bahasa
kedinasan pada tahun 1939. Basa Jawi. Dengan melihat karya
dan keterlibatannya dalam dunia ba-
Di samping sarat dengan tugas hasa dan sastra Jawa, Jasawidagda
kedinasan di bidang pendidikan, Ja- tidak dapat diragukan lagi sumbang-
sawidagda aktif pula di berbagai ke- annya pada perkembangan bahasa
giatan sosial-politik. Ia terlibat dan dan sastra Jawa.
terjun dalam organisasi Budi Utomo,
Perserikatan Guru Hindia-Belan- Jasawidagda termasuk penga-
da, Ketua Kwartir Besar Kepandu- rang Jawa yang produktif. Selama
an di Mangkuneraran, dan pernah masa kepengarangannya ia telah
menjabat Ketua Perpustakaan Sana- menghasilkan 15 karya, baik novel
pustaka Mangkoenegaran Surakar- maupun buku pelajaran bahasa dan
ta. Di samping itu, Jasawidagda juga sastra Jawa. Ia mulai menulis sejak
aktif dalam dunia pers atau surat tahun 1913 hingga Indonesia mer-
kabar. Akibat ketekunan dan pengab- deka. Sebagian besar novelnya diter-
diannya, ia dianugerahi Bintang Pe- bitkan oleh Balai Pustaka. Karya-
rak dari Gubernur Jenderal Peme- karyanya cenderung berlatar tradi-
rintah Belanda (1936). Beliau juga sional, misalnya tampak dalam Mi-
tradarma, Jarot (Jilid I dan II), Ke-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 239
raton Powan, Purasani, Bocah lipkan nasihat-nasihat didaktis da-
Mangkunegaran, Pethi Wasiat, dan lam setiap karyanya.
Cariyos Lelampahanipun Peksi
Glathik. Di samping itu, profesinya jaya baya
sebagai guru telah membawa Jasa-
widagda selalu memberikan pence- Majalah Djaja Baja (selanjutnya
rahan pemikiran kepada generasi ditulis Jaya Baya) itu berdiri perta-
bangsanya. Ia sering mendobrak bu- ma kali di Kediri, Jawa Timur, pada
daya tradisional yang tidak sejalan tanggal 1 Desember 1945. Beberapa
lagi dengan pemikiran modern. Ia ti- tokoh pendirinya, antara lain, ialah
dak sependapat dengan orientasi ma- Tadjib Ermadi, Wasis, Djasmadi,
syarakat Jawa terhadap dunia priayi. Maridie Dhanukoesoemo, Soewandi
Hal itu ditunjukan dalam novel Kirti Tjitrawasita, danAchmad Soedibjo-
Njunjung Drajat (1924) yang me- no. Pada masa sekarang, jumlah re-
ngangkat pertentangan pandangan daksi inti majalah mingguan Jaya
antara generasi muda (diwakili oleh Baya itu sekitar 7 orang, dibantu oleh
Darba) dan generasi tua (kelompok sejumlah pengelola rubrik yang di-
priayi tradisional yang diwakili oleh tempatkan di daerah-daerah serta be-
orang tua Darba). Dalam novel Ni berapa orang pembantu khusus.
Wungkuk ing Bendha Growong (Ba-
lai Pustaka), Jasawidagda mengemu- Majalah Jaya Baya didirikan de-
kakan penolakannya terhadap buda- ngan mengemban misi penting, yaitu
ya kawin paksa yang lazim dilaku- untuk memberikan penerangan atau
kan oleh kalangan priayi. Berbeda informasi kepada masyarakat, teru-
dengan kedua novel di atas, Jasawi- tama masyarakat Jawa di Jawa Ti-
dagda mengangkat kisah petualang- mur, yang pada waktu itu sedang da-
an atau pengembaraan seorang pe- lam suasana revolusi dan suasana pe-
muda bernama Jarot dalam novel rang kemerdekaan (tahun 1945). Ke-
berjudul Jarot (Balai Pustaka, 1992). tika terbit pertama kali 1 Desember
1945), bentuk majalah Jaya Baya
Sebagai guru yang juga aktif di masih amat sederhana, dengan tebal
dunia penerbitan atau jurnalistik, Ja- 40—50 halaman, dengan format 24
sawidagda juga menulis cerita ber- X16 cm. Jenis kertasnya tipis, bahkan
gaya jurnalistik, seperti dalam Bo- pernah terbit dengan kertas merang.
cah Mangkoenegaran (1930). Da- Pada halaman sampul depan tertulis
lam novel itu ia sangat kuat meng- “Laire Majalah Djojobojo Tine-
angkat dunia jurnalistik sehingga ngeran: Manca Hilang Laras Malih.
orang cenderung melihatnya sebagai Soerjasengkala: Manca Nyatur Wi-
kumpulan karya jurnalistik. Sebagai waraning Tunggil. Candrasangka-
lulusan sekolah guru, ia tidak mam- la: Nglaras Cipta Ngesti Ngesti
pu meninggalkan kewajibannya Tunggil. No. 1 Tahun ke I, Desem-
sebagai pendidik. Oleh sebab itu, ia ber 1945”.
tidak pernah ketinggalan menye-
Majalah Jaya Baya belum per-
nah berhenti terbit, tetapi hanya per-
240 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
nah berganti dengan bahasa pengan- lanjutnya berganti nama menjadi
tar bahasa Indonesia selama 3 tahun “Percetakan SEDIA”. Percetakan ter-
karena berharap agar oplagnya naik. sebut selain mencetak majalah Jaya
Akan tetapi, pergantian bahasa pe- Baya, juga mencetak lembaran ming-
ngantar itu justru menyebabkan ma- guan De Kedirische Courant—mi-
jalah tersebut oplagnya merosot, dari lik seorang Ondernamers Belanda di
tahun 1948—1951. Maka, pada ta- wilayah Karisidenan Kediri—dan
hun 1951 Jaya Baya kembali lagi ke majalah Astuti yang dipimpin oleh
terbitan awal, setelah kantor majalah Djasmadi (wakil majelis Taman Sis-
Jaya Baya pindah ke Surabaya. Pada wa Kediri).
kepindahannya ke Surabaya itu, pe-
nerbitan Jaya Baya kembali meng- Majalah Jaya Baya membuka
gunakan bahasa pengantar bahasa ruang untuk iklan, tetapi seperti hal-
Jawa, dengan keyakinan bahwa hing- nya majalah atau media massa ber-
ga sekarang masyarakat Jawa di bahasa daerah lainnya, iklan yang
DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masuk amat sedikit sehingga biaya
masih banyak yang mencintai baha- operasional Jaya Baya harus ditang-
sa Jawa standar Sala-Yogya. Bahasa gung sendiri. Pada tahun 1997, ke-
Jawa standar Sala-Yogya itu tetap tika terjadi krisis moneter, Jaya Baya
digunakan sebagai acuan bahasa Ja- juga terkena dampaknya sehingga
wa dalam bahasa pengantar majalah pernah hanya terbit 36 halaman.
tersebut karena ragam bahasa terse-
butlah yang memiliki sistem dan jejer
aturan-aturan yang jelas.
Secara leksikal jejer berarti ba-
Rubrik-rubrik inti yang menjadi kuning carita ‘inti dari cerita’. Da-
bagian Jaya Baya sekarang ialah lam konteks sastra Jawa, jejer diper-
“Ature Redhaksi”, “Obrolan Cabla- gunakan untuk menerangkan bahwa
ka”, “Crita Rakyat”, “Crita Misteri”, sebuah karya sastra memiliki inti ce-
“Layang saka Warga”, “Kesenian”, rita. Inti cerita dikembangkang men-
“Pendhidhikan”, “Kabudayan”, jadi cerita yang lebih besar, misalnya
“Taman Wanita”, “Crita Cekak”, Serat Kalatidha, berinti cerita ten-
“Crita Sambung”, “Berita Politik”, tang penyadaran manusia atas segala
dan “Guritan”. Selain itu, masih ada tingkah laku yang tidak terpuji. De-
rubrik yang khas, yaitu rubrik yang ngan kata lain, jejer Serat Kalatidha
tidak dimiliki oleh majalah lain yang bertumpu pada kritik sosial.
sejenis, ialah “Primbon” dan cerita
pendek untuk remaja bernama rubrik jujuk sagitaria (1944—)
“Roman Sacuwil”.
Nama aslinya Juhariningsih. Ia
Penerbitan Jaya Baya yang per- lahir di Yogyakarta, pada 7 Desem-
tama dilakukan di percetakan milik ber 1944, dari pasangan Supardi Pro-
seorang Indo Belanda, yaitu Kedi- noharjono (almarhum) dan Jasimah.
rische Snelpers Drukerij, yang se- Ayahnya adalah mantan Juru Teknik
Bengkel Pusat UGM, sedangkan
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 241
ibunya membantu pekerjaan di ru- Sejak itulah karya-karya Jujuk
mah. Ia adalah anak ketiga dari enam sering muncul di beberapa media,
bersaudara. Kakak pertama, Jumila, antara lain, cerpen “Tumiyunge Ati
pensiunan pegawai dapur R.S. Sar- Mulus” (Kembang Brayan, 1971),
jito; kakak kedua, Marsiyam, se- “Pasuryan Kembar” (Darma Nyata,
orang ibu rumah tangga; adik nomor 1975), “Prambanan Pungkasan”
empat, Agustomo, pegawai SGPLB; (Darma Kandha, 1970), “Kembang
adik nomor lima, Fajar Gita Rena, Flamboyant” (Djaka Lodhang,
seorang guru dan penulis; dan adik 1972), “Wengi Padhang Rembulan”
nomor enam, Sri Yuni Murniati, se- (Djaka Lodhang, 1974), “Adhiku
orang ibu rumah tangga. Ipe” (Djaka Lodhang, 1975), “Ce-
lengan Pecah” (Jarwan, Djaka Lo-
Jujuk Sagitaria menamatkan dhang, 1976), “Panas Mangsa Ke-
pendidikan formal di SD Tawangsari tiga” (Djaka Lodhang, 1977), “Pak
(1957) dan SMP St. Belarminus Lik Jon” (Djaka Lodhang, 1985),
(1960). Kemudian menikah dengan dan lain-lainnya.
Drs. Suyatno (1970) dan dikaruniai
tiga orang putra (2 laki-laki, 1 perem- Karya-karyanya yang berupa
puan): Puntadi Juharyatno, S.T. (lahir guritan banyak dimuat Djaka Lo-
1972), Restuni Yatna Yunindyah, dhang, antara lain, “Prapatan Cilik”
S.Sn. (lahir 1974), dan Wirawan (1975), “Patilasan”, “Mbulan Nda-
Yogiyatno, S. Kom. (lahir 1978). Ber- dari”, “Pojok Alun-alun” (1984), di
sama keluarga ia kini tinggal di Sa- Kartika Munggu, antara lain, “Pur-
yidan GM II/21, Yogyakarta, telepon worejo” dan “Bougenville”. Adapun
(0274) 386950. cerpen dan puisinya (berbahasa In-
donesia) yang dimuat Gelora Ber-
Jujuk, aktivis PKK, Klompenca- dikari antara lain berjudul “Seraut
pir, dan Posyandu ini, mulai menyu- Wajah” (1970) dan “Perjalanan”,
kai dunia seni, termasuk karang-me- “Hujan Turun” (1969), “Gembiralo-
ngarang, sejak masih duduk di bang- ka”, “Katakanlah Ida” (1970). Se-
ku SMP; bakat ini diketahui oleh gu- mentara “Senja Kelabu” dimuat
ru bahasa Indonesia. Selanjutnya, ia mingguan Pelopor (1971).
mulai menulis dalam bahasa Indone-
sia, berupa puisi, berjudul “Sebuah Selama ini karya-karya Jujuk
Berita”, dan dimuat Gelora Berdi- belum pernah diterbitkan dalam ben-
kari Sala (1969). Dulu pernah akrab tuk buku, apalagi sejak 1985 ia jarang
dengan “Presiden Malioboro”, Um- menulis. Hanya beberapa karyanya
bu Landu Pranggi. Keakraban itu an- masuk dalam antologi bersama, di
tara lain yang membuat Jujuk masuk antaranya, puisi (Jawa) “Prapatan
ke dunia sastra Jawa (Kedaulatan Cilik” dalam Javanese Literature
Rakyat, 18 Januari 1987). Akhirnya, Since Independence, An Anthology
menyusul cerpennya dalam bahasa susunan J.J. Ras (1979), dan “Pati-
Jawa, berjudul “Layang Uleman Lo- lasan”, Mbulan Ndadari”, “Pucuk
ro”, dimuat Kembang Brayan (1969). Angen-Angen”, Ayang-ayangen”,
242 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
“Pojok Alun-alun”, “Layang Pu- iba hati dan kasihan sehingga diha-
tih”, “Episode”, “Purworejo”, rapkan penembang akan mendapat-
“Bougenville”, dan “Prapatan kan rasa iba dan kasih sayang dari
Cilik” masuk dalam Pesta Emas Sas- orang di sekitar dirinya. Contoh:
tra Jawa DIY (Pustaka Pelajar,
1995). Puisi (Indonesia) berjudul JURUDEMUNG
“Perjalanan” dan “Hujan Turun” ma- Atur ulun mring ki Patya
suk dalam Sang Persadawan (Swa- nedya ngawula satuhu
dana Studiklub Yoga Sastrapers, anglebur tapak sang Prabu
1989). Selain itu, ia pernah tercatat pejah gesang tan suminggah
sebagai juara III dalam Lomba Mi- nglampahi karsa sang Prabu
nat Baca yang diselenggarakan oleh sang Nata resep miyarsa
Perpustakaan Wilayah DIY (1987). tembunge sedhep ing atur.
jurudemung ‘Permohonan hamba pada sang
Patih
Jurudemung nama salah satu sungguh-sungguh ingin mengab-
tembang Jawa kelompok Tembang di
Tengahan yang setiap pupuh ‘bait’ bersujud di telapak kaki sang Pra-
terdiri atas 7 gatra ‘baris’, setiap ga- bu
tra terdiri atas 8 wanda ‘suku kata’, hidup atau mati takkan menghin-
dan bersajak akhir a-u-u-a-u-a-u. Ke- dar
lompok Tembang Tengahan atau menjalankan perintah sang Prabu
Tembang Dhagelan itu adalah jenis raja pun senang hati mendengar
tembang Jawa yang muncul pada za- kata-katanya terucap manis.’
man Majapahit. Pada waktu itu ma-
syarakat Jawa tidak paham lagi pada
bahasa Kawi dan mereka menggu-
nakan bahasa Jawa Tengahan. Oleh
karena itu, kata-kata yang dipergu-
nakan dalam Tembang Tengahan itu
juga kosa kata bahasa Jawa Tengah-
an.
Tembang Jawa Tengahan seperti
halnya jenis tembang Jawa lainnya
(Tembang Cilik ‘Kecil’ dan tembang
Gedhe ‘Besar’) terikat pada guru ga-
tra, guru wilangan, dan guru la-
gu.Yang tergolong Tembang Tengah-
an adalah Gambuh, Megatruh atau
Dudukwuluh, Balabak Jurudemung,
dan Wirangrong. Tembang Jurude-
mung berwatak menimbulkan rasa
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 243
k
kadjawen (kajawen) lam berkomunikasi dengan lawan bi-
cara yang lebih tua. Majalah Kaja-
Satu-satunya majalah berbahasa wen juga memiliki beberapa buah ru-
Belanda yang diterbitkan oleh Balai brik sastra “Lelakon”, yang selanjut-
Pustaka pada zaman Kolonial Be- nya berganti nama “Cariyos Cekak”
landa adalah majalah Kajawen
(1926). Sebagai majalah umum mi- kakawin
lik pemerintah, Kajawen amat profe-
sional, baik dalam penataan rubrik Kakawin adalah genre sastra da-
maupun dalam menejemennya. lam bentuk puisi yang menggunakan
Majalah Kajawen memiliki beberapa metrum India dan memakai bahasa
rubrik yang menarik, misalnya ru- Jawa Kuna berdasarkan cerita dari
brik “Obrolane Gareng lan Petruk”. epos atau mitologi dari India. Kaka-
win berasal dari kata Sanskreta Ka-
Majalah berbahasa Jawa itu ter- wi. Afiks Jawa ka- dan –an memberi
bit dua kali dalam sebulan (dua ming- nya suatu warna blasteran. Kawi da-
gu sekali). Pemimpin redaksinya ber- lam bahasa Sanskreta, semula mem-
nama Raden Soemantri Hardjodi- punyai beberapa arti, yaitu ‘seorang
broto, seorang pengarang yang dike- yang mempunyai pengertian luar
nal lucu, yang lebih sering dipanggil biasa’, ‘seorang yang bisa melihat ha-
dengan “Petruk Kajawen”. Dialah ri depan’, dan ‘seorang bijak’. Ke-
juga yang mengisi rubrik khusus. mudian dalam sastra Sanskreta kla-
Rubrik itu merupakan sikap atau ke- sik istilah ini memperoleh arti khas
bijakan redaksi terhadap situasi ter- ‘seorang penyair’ yang kemudian
tentu, yang dianggap penting. Setiap umum dipakai dalam sastra Jawa Ku-
media massa atau majalah memiliki na. Menurut kaidah morfologi Jawa
kebijakan sendiri, sesuai dengan misi Kuna, kata benda baru berakar dari
dan visi masing-masing. Bahasa pe- kata kawi ditambah awalan prefiks
ngantar media massa terbitan peme- ka- dan akhiran suffiks –n (ka-kawi-
rintah tersebut memakai ragam ba- n) artinya ‘karya seorang penyair’,
hasa Jawa krama, bukan ngoko se- ‘syairnya’. Pada umumnya kata-ka-
perti halnya bahasa pengantar media ta yang dibentuk dengan cara demi-
massa swasta Panyebar Semangat kian ini merupakan kata-kata benda
dan Djaja Baja (atau Jaya Baya). abstrak. Pergeseran arti dari abstrak
Hal itu dilakukan sebagai upaya menjadi konkret ini memang terjadi
“mendidik” masyarakat agar meng- di dalam bahasa Jawa Kuna. Peru-
hormati pemimpin atau penguasa. Se- bahan arti yang mengalihkan sesuatu
perti halnya dalam pemakaian dalam yang abstrak menjadi konkret pantas
masyarakat, ragam bahasa krama diperhatikan bukan karena dibentuk
digunakan sebagai cara hormat da-
244 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
dengan ka-…-an, melainkan karena sebuah vokal pendek diikuti oleh le-
pengaruh bahasa Sanskreta. Peru- bih dari suatu konsonan. Suku kata
bahan morfologis kawi —— kawya terakhir dalam setiap baris dapat ber-
merupakan proses yang sering dipa- sifat panjang atau pendek, dan kaka-
kai dalam bahasa Sanskreta untuk win tidak mengenal rima. Aneka ma-
membentuk sebuah kata benda yang cam pola persajakan ini dipakai da-
abstrak artinya. Misalnya, dalam pe- lam puisi Jawa Kuno, masing-ma-
riode Veda kata kawya berarti ‘ke- sing dengan namanya sendiri.
bijaksanaan’; ‘pengetahuan seorang
nabi’. Akan tetapi, dalam periode kla- Contoh sebuah bait Bharatayu-
sik kata kawya berarti ‘buah hasil dha dalam metrum Prthwitala:
dari puisi kraton’, sebuah syair yang
bersifat epis dengan corak agak di- Mulat mara sang Arjunasemu
buat-buat (artifisial), dan justru ini- kamanusan kasrepan
lah sifat-sifat kakawin dalam sastra ri tingkah I musuh nira n pada
Jawa Kuna. Dari segi linguistik isti- kadang taya wwang waneh
lah Jawa Kuna, kakawin merupakan hana pwa ng anak ing yayah
padanan dari kata Sanskreta kawya. mwang ibu len uwanggeh paman
Kaidah-kaidah metris yang berlaku makadi nrpa Salya Bhisma sira
bagi sebuah kakawin Jawa Kuna sa- sang dwijanggeh guru
ma dengan pola matra yang terdapat
dalam kawya. Adapun struktur for- Pada umumnya sajak yang dise-
mal persajakan kakawin adalah ma- but kakawin terdiri atas beberapa
tra, bait, dan pupuh. Setiap bait biasa- pupuh atau sarga. Sedangkan pupuh-
nya terdiri dari empat baris, masing- pupuh dibedakan menurut variasi
masing baris meliputi jumlah suku dalam metrum. Tidak ada ketentuan
kata yang sama dan disusun menurut mengenai jumlah bait dalam satu pu-
pola metris yang sama. Menurut po- puh. Meskipun satu pupuh hanya ter-
la tersebut kuantitas setiap suku di- diri dari satu bait yang berisi empat
tentukan kata panjang (guru) atau baris maka tetap disebut kakawin—
pendeknya (laghu) sesuai dengan biarpun ini suatu perkecualian—
urutan dalam setiap baris. artinya se- contohnya sebuah sajak cinta. Tetapi,
tiap baris dalam satu bait mempu- sebaliknya, pupuh yang berisi lebih
nyai pola matra yang sama, juga se- dari tigapuluh bait juga jarang dite-
tiap bait dalam satu pupuh mempu- mukan. Misalnya, dalam Bhoman-
nyai pola matra yang sama pula. Ter- taka pupuh ke-88 berisi 57 bait dan
gantung kepada pola matranya, ada merupakan pupuh terpanjang yang
bait dengan baris yang panjang dan berhasil ditemukan dalam kakawin
ada bait dengan baris yang pendek. berasal dari Jawa Timur. Pemakaian
Sebuah suku kata dianggap panjang metrum yang berbeda-beda meru-
bila mengandung sebuah vokal pan- pakan suatu kebebasan bagi penyair
jang (a, i, u, o, e, o, ai) dan bila dalam menentukan pilihannya. Se-
dangkan usaha untuk menghubung-
hubungkan sebuah metrum dengan
suatu tema tertentu kurang diperha-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 245
tikan. Ada beberapa metrum yang Kakawin Arjunawijaya. Oleh karena
sangat disukai sebagai pilihan, ada itu, Empu Tantular berharap akan
juga beberapa metrum yang jarang berkahnya untuk karya itu.
sekali digunakan. Metrum yang sa-
ma dapat dipakai beberapa kali da- Kakawin Arjunawijaya mengi-
lam syair yang sama, khususnya da- sahkan raja Rawana, cucu Sang Pu-
lam syair-syair panjang. Umumnya lastya, anak Waisrawa, yang meng-
di dalam kakawin-kakawin dijumpai hancurkan dunia dan ditakuti oleh
keanekaragaman pemakaian me- para dewa. Saudara-saudara raksasa
trum-metrum. Sumali ditewaskan oleh Batara Wis-
nu. Kerajaan Lengka diberikan ke-
kakawin arjunawijaya pada Waisrawana, putra Waisrawa.
Raksasa Sumali ingin mempunyai se-
Cerita Kakawin Arjunawijaya orang cucu yang sakti seperti Waisra-
diambil dari kitab Uttarakanda yang wa. Oleh karena itu, ia menyuruh
digubah dalam bentuk tembang. Inti anak perempuannya untuk menye-
ceritanya tentang peperangan Prabu rahkan diri kepada Waisrawa. Anak-
Dasamukha melawan kakaknya yang anak yang dilahirkan dari pernikahan
bernama Prabu Waisrawana atau antara Waisrawa dengan anak Su-
Prabu Dhanaraja. Di samping itu, mali, antara lain, Dasamukha (yang
Kakawin Arjunawijaya mencerita- berkepala sepuluh), Kumbhakarna,
kan pula peperangan Prabu Dasa- Wibhisana, dan seorang raksasa pe-
mukha melawan PrabuArjuna Saha- rempuan yang bernama Surpanakha.
srabahu, raja Mahispati, hingga
akhirnya dapat menawanan Prabu Ketiga anak laki-laki itu melaku-
Dasamukha. kan tapa brata dengan sangat disi-
plin. Dasamukha memenggal kepa-
Kakawin Arjunawijaya ditulis la-kepalanya yang berjumlah sepu-
oleh Empu Tantular pada Zaman luh itu dan melemparkannya ke da-
Majapahit, yaitu pada waktu Prabu lam api korban. Dengan tindakannya
Hayam Wuruk sudah sedikit lanjut itu, Dasamukha memperoleh anuge-
usianya. Dibandingkan dengan Na- rah dari Batara Brahma, yaitu ia ti-
garakretagama (yang juga ditulis dak dapat ditewaskan oleh dewa mau-
oleh Empu Tantular), Kakawin Arju- pun oleh raksasa. Kumbhakarna
nawijaya jauh lebih muda. Di sam- ingin menghancurkan seluruh dunia.
ping itu, Empu Tantular juga me- Batara Brahma mencegah keinginan
nulis Sutasoma atau Purusadasanta Kumbhakarna tersebut. Para dewa
kakawin. Empu Tantular berharap mengutus Dewi Saraswati, dewi tu-
agar tulisannya itu dapat dijadikan se- tur kata, untuk memasuki lidah Kum-
bagai sumbangan bagi raja beserta bhakarna. Akibatnya, permohonan
putra-putrinya. Salah seorang keme- yang diucapkannya menjadi berbeda
nakan raja Hayam Wuruk yang ber- dengan tujuannya semula. Jika se-
nama Sri Ranamanggala selalu ber- mula ingin menjadi tokoh yang tidak
sikap simpatik terhadap pengarang terkalahkan, tetapi setelah lidahnya
246 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
dirasuki oleh Dewi Saraswati, per- tangan Dasamukha terjepit dan tidak
mohonan Kumbhakarna berubah dapat digerakkan lagi. Untuk itu, Da-
agar supaya dapat tidur selama se- samukha menjerit sangat keras sam-
ribu tahun. pai menggema ke seluruh dunia. Ba-
tara Siwa membebaskan Nandiswa-
Dasamukha mengusir kakak tiri- ra dan memberi nama Rawana ‘jerit-
nya yang bernama Waisrawana atau an’. Dasamukha meneruskan perja-
Dhaneswara dari Lengka. Di atas lannya. Dalam perjalannya itu, ia
gunung Trikuta dibangun tiga kera- bertemu dengan pertapa perempuan
ton, untuk saudara-saudaranya, ma- bernama Dewi Wedawati. Pertapa
sing-masing satu keraton. Dasamu- perempuan itu tidak menikah karena
kha ingin menaklukkan seluruh du- orang tuanya dibunuh oleh raksasa.
nia dan para dewa. Dasamukha di- Dewi Wedawati menolak setiap laki-
ingatkan oleh Dhaneswara, tetapi laki yang datang untuk melamarnya.
tidak mau mendengarkannya. Bah- Ia hanya mengharapkan lamaran da-
kan, ia memenggal kepala utusan ri Batara Wisnu. Mengetahui hal itu,
Dhaneswara. Oleh karena itu, Dasamukha menyombongkan dirinya
Dasamukha dikutuk oleh arwah bahwa ia lebih sakti daripada Batara
utusan itu bahwa keraton Dasamu- Wisnu. Ketika ia mendekati Dewi
kha akan dibakar oleh seorang utus- Wedawati, sang dewi pun mencebur-
an. Akhirnya, kedua saudara tiri itu kan diri ke dalam api. Sebelum mela-
bertempur dengan sengit. Para abdi kukan perbuatannya itu, ia mengu-
Dhaneswara menyelamatkannya ke tuk Dasamukha. Dewi Wedawati me-
surga Batara Indra. ngutuk bahwa Dasamukha akan ma-
ti karena dirinya, karena ia akan me-
Dasamukha tetap menghan- nitis sebagai Dewi Sita.
curkan dunia. Ia akan mengganggu
Batara Siwa dan Dewi Uma, permai- Raja Maruta mengadakan upa-
surinya, yang sedang bercengkerama cara korban. Upacara korban itu di-
di gunung Kailasa. Dasamukha di- hadiri oleh para dewa dari segala
peringatkan oleh Nandiswara, pen- penjuru. Ketika Dasamukha datang,
jaga gunung itu, tetapi tidak mau mereka sangat terkejut. Seketika itu
mendengar peringatan itu. Bahkan, juga Batara Indra menyamar sebagai
Dasamukha mengolok-olokkan Nan- seekor burung merak, Batara Yama
diswara yang berkepala kera itu. sebagai burung gagak, Batara Ba-
Nandiswara marah sembari mengu- runa sebagai seekor angsa, dan Dha-
tuknya. Dalam kutukannya itu Nan- neswara sebagai seekor bunglon. Da-
diswara mengatakan bahwa kelak samukha menganggap hal ini seba-
para kera akan menghancurkan ke- gai penyerahan diri. Lalu, ia mene-
raton dan membunuh sanak sauda- ruskan perjalannya keAyodhya. Ra-
ranya. Mendengar kutukan itu, Dasa- ja Banaputra atau Raja Anaranya
mukha menjadi marah. Ia menggon- dan sekutu-sekutunya kalah mela-
cang-goncangkan gunung itu. Batara wan serangan Dasamukha. Ketika
Siwa menekan puncaknya sehingga
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 247
akan menghembuskan nafas ter- nyerang Dasamukha. Dasamukha
akhir, ia meramalkan bahwa ketu- menghadapi patih Suwanda. Pepe-
runannya yang bernama Raghawa rangan itu memakan banyak korban.
adalah inkarnasi Batara Wisnu. Ia Patih Suwanda gugur dalam pepe-
akan membunuh Dasamukha. rangan. Oleh karena itu, Prabu Arju-
na Sahasrabahu maju perang mela-
Tercerita raja dan permaisuri ke- wan Dasamukha. Sebelumnya, para
rajaan Mahispati yang bernama Pra- dewa melarang Prabu Arjunasa-
bu Kartawirya atau Prabu Arjuna hasrabahu untuk tidak melawan Da-
Sahasrabahu (Prabu Arjuna yang samukha, tetapi ia tidak peduli akan
berlengan seribu) dengan Dewi Ci- larangan itu. Akhirnya Dasamukha
trawati. Prabu Arjuna Sahasrabahu dapat dikalahkan. Prabu Arjunasa-
adalah putra Prabu Krtawirya, raja hasrabahu putus asa karena permai-
para Hehaya. Pada awal bulan Kar- surinya gugur, tetapi dapat dihidup-
tika mereka mengadakan pariwisata kan lagi oleh dewi pelindung sungai
ke sungai Narmada. Mereka dikawal Narmada. Dengan hidupnya permai-
oleh para pasukan dan para pelayan suri itu, mereka kembali berbahagia.
putri. Mereka berhenti di sebuah Resi Pulastya, kakek Dasamukha,
dharma atau bangunan keagamaan mohon kepada Prabu Arjuna Sa-
yang berupa candi-candi. Tempat itu hasrabahu agar Dasamukha dibe-
merupakan tampat ibadat agama baskan. Permohonan Resi Pulastya
Budha. Prabu Arjuna Sahasrabahu dikabulkan. Karena kemurahan ha-
senang mendengar keterangan ten- tinya, Prabu Arjunasahasrabahu
tang tempat ibadat agama Buddha. diberi kesaktian untuk menghidup-
Ia pun berjanji akan memenuhi ke- kan kembali pengikutnya yang tewas
wajibannya sebagai seorang raja ter- dalam pertempuran. Prabu Arjuna
hadap kegiatan ibadat agama Bud- Sahasrabahu menjadi raja di Mahis-
dha. Mereka sampai di tepi sungai pati, seluruh dunia damai dan sejah-
Narmada. Di sini mereka berceng- tera. Ia membagikan karunia dan
kerama. memajukan dharma atau tradisi ke-
agamaan. Oleh karena itu, Sang Bud-
Pada saat yang sama, Dasamu- dha, semua dewa, dan orang saleh
kha beribadat di hulu sungai itu. Ti- memujinya.
ba-tiba air sungai naik menggenangi
pulau itu. Dasamukha menyelamat- kakawin arjunawiwaha
kan diri di bukit. Setelah tahu sebab-
nya, ia akan menyerang Prabu Arju- Kakawin Arjunawiwaha ini
na Sahasrabahu yang sangat sakti. menceritakan tentang Raden Arjuna
Dasamukha tidak menurut larangan ketika bertapa. Ia dimintai tolong
patih Prahasta. Dasamukha dan Pra- oleh para dewa untuk membunuh ra-
bu Arjuna Sahasrabahu lalu bertem- ja raksasa yang bernama Niwataka-
pur. Prabu Arjuna Sahasrabahu ber- waca. Cerita ini merupakan petikan
sama raja-raja sekutunya dan patih- cerita “Mahabharata” bagian ketiga
nya yang bernama Suwanda me-
248 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
yang disebut Wanaparwa. Dalamkha- miripannya terletak pada kisah yang
zanah sastra Jawa, Kakawin Arjuna- menceritakan tentang pertemuan
wiwaha sangat terkenal. antara Arjuna dengan Siwa. Selain
itu, terdapat dalam tema-tema yang
Menurut Poerbatjaraka (1957: umum. Hal itu terlihat dalam cerita
17), kitab Kakawin Arjunawiwaha mengenai kunjungan Batara Indra
adalah gubahan Empu Kanwa pada yang menyamar sebagai seorang
masa pemerintahan Prabu Airlang- Brahmin; ketika Arjuna tinggal di
ga, raja di Jawa Timur yang meme- surga; dan pertempura Arjuna mela-
rintah sekitar tahun 941 sampai de- wan para raksasa.
ngan 964 Caka atau 1019 sampai de-
ngan 1042 Masehi. Empu Kanwa di- Poerbatjaraka tertarik kepada
puji keahliannya oleh Prof. Dr. Krom keseluruhan cerita Arjunawiwaha.
karena syair-syairnya dan bahasanya Hal itu mengingatkan kita kepada
baik. Akan tetapi, kitab Kakawin Ar- lakon wayang. Menurut Poerbatja-
junawiwaha apabila dibandingkan raka bahwa tujuan utama penyair-
dengan kitab Ramayana tidak seban- nya adalah menggubah sebuah syair
ding. Mengapa demikian? karena ki- yang tanpa perubahan dapat dipakai
tab Ramayana belum dikenal orang untuk pertunjukan wayang. Tema
sehingga isi dan syair-syairnya yang pokoknya bahwa untuk sementara
indah belum diketahui orang. Pada waktu kejahatan menang. Akan te-
tahun 1850, kitab Kakawin Arjuna- tapi, setelah minta pertolongan ke-
wiwaha dicetak dengan huruf Jawa pada suatu kekuasaan yang lebih ting-
oleh Dr. Friederich. Pada tahun 1926 gi, kejahatan dapat dikalahkan dan
dicetak dengan huruf Latin dan diter- kebaikan dapat meraih kemenangan.
jemahkan ke dalam bahasa Belanda.
Menurut van Stein (dalam Zoet-
Kitab Kakawin Arjunawiwaha mulder, 1974:307), kakawin-kaka-
merupakan karya sastra yang me- win ditulis berdasarkan pengaruh
ngawali sastra puitis Jawa Timur. tradisi rakyat dan tradisi kraton. Si-
Apabila dilihat pada keseluruhan- fat ceritanya lebih bernuansa Jawa
nya, syair yang terdapat pada kitab sementara pengaruh India tidak be-
Kakawin Arjunawiwaha merupakan gitu tampak. Oleh karena itu, sangat
contoh puisi kakawin yang telah masuk akal bahwa acara pertunjuk-
mencapai puncak kesempurnaannya. an wayang merupakan bagian dari
Cerita Kakawin Arjunawiwaha di- tradisi tersebut (bernuansa Jawa).
ambil dari kisah para Pandawa se- Sampai sekarang, seorang dalang pa-
perti yang diceritakan dalam Maha- da umumnya tidak berpedoman pada
bharata, yaitu ketika mereka hidup suatu teks tertulis, melainkan pada
dalam pembuangan di hutan selama tradisi lisan yang turun-temurun di-
dua belas tahun. wariskan oleh ayah atau guru kepada
anak atau murid.
Apabila membandingkan cerita
epos Mahabharata dengan cerita Menurut Zoetmulder (1974:
yang terdapat dalam kakawin, ke- 309), Empu Kanwa menulis syairnya
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 249
di bawah perlindungan raja Erlang- rang dan menghancurkan surga, ke-
ga. Dari sumber lain dinyatakan bah- rajaan Batara Indra. Oleh karena ke-
wa pada tahun 1016 kerajaan yang hebatannya, raksasa itu tidak dapat
didirikan oleh Empu Sindok runtuh. dikalahkan. Batara Indra minta ban-
Raja yang berkuasa pada waktu itu tuan Arjuna.
adalah Prabu Dharmawangsa Teguh
Anantawikrama, meninggal dunia. Pada waktu itu, Raden Arjuna
Raja Erlangga yang masih muda be- sedang bertapa di Gunung Indrakila.
lia datang ke Pulau Jawa, bertepatan Sebelum meminta bantuan, Batara
dengan upacara pernikahan. Ia dila- Indra terlebih dahulu dengan cara me-
hirkan di Bali. Ia masih bersaudara nguji ketabahan Arjuna melalui ke-
dengan almarhum raja (Dharma- cantikan para bidadari. Para bida-
wangsa TeguhAnantawikrama). Ra- dari itu lalu menggoda Raden Arju-
ja Erlangga bersembunyi di sebuah na, tetapi tidak berhasil melakukan-
pertapaan di Jawa. Kemudian ia di- nya. Bagi para dewa, kegagalan para
mohon menjadi raja. Setelah menjadi bidadari itu merupakan sumber ke-
raja, ia berusaha untuk memulihkan gembiraan karena hal itu merupakan
wangsa Empu Sindok. Antara tahun pertanda bahwa Raden Arjuna me-
1028—1035 ia berhasil mengalahkan mang benar-benar sakti.
lawan-lawannya, yaitu raja Wengker
dan para sekutunya. Maklumatnya Raden Arjuna melakukan tapa
yang terakhir pada tahun 1042 me- brata untuk memenuhi kewajibannya
ngatakan bahwa setelah ia mengun- sebagai seorang kesatria, serta untuk
durkan diri, kerajaan dibagikan ke- membantu kakaknya, Prabu Yudhis-
pada kedua putranya. tira, yang sedang berusaha merebut
kembali kerajaannya. Batara Indra
Tema pokok Kakawin Arjuna- merasa puas karena ia tahu bahwa
wiwaha adalah kemenanganArjuna. Batara Siwa akan berkenan hatinya.
Hal itu memungkinkan Empu Kan- Batara Siwa mendatangi Raden Ar-
wa ingin mengisyaratkan bahwa te- juna dengan wujud seorang pemburu
ma itu terjadi pada Prabu Airlangga. dari suku terasing, yaitu orang Ki-
Keadaan itu merupakan puncak ri- rata. Pada saat yang sama mereka
wayat hidup pelindungnya. Cerita melepaskan panah untuk membunuh
karya sastranya menyamakan Raden babi hutan. Kedua anak panah men-
Arjuna dengan Prabu Airlangga. Hal jadi satu sehingga terjadilah perseli-
itu dapat dipakai untuk mengetahui sihan antara Raden Arjuna dengan
bahwa sang penyair ingin menyum- orang Kirata itu. Panah-panah Bata-
bangkan sesuatu yang berharga ke- ra Siwa yang sangat sakti itu semua-
pada pelindungnya. nya ditanggalkan kekuatannya dan
busurnya pun dihancurkan oleh bu-
Ringkasan cerita Kakawin Arju- sur Arjuna. Mereka berkelahi. Raden
nawiwaha sebagai berikut. Niwata- Arjuna hampir kalah. Ia memegang
kawaca, seorang raksasa (daitya) me- kaki lawannya, tetapi pada saat itu si
ngadakan persiapan untuk menye- pemburu lenyap dan Batara Siwa
250 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
menampakkan diri sebagai ardha- Para dewa rapat. Mereka memper-
nariswara ‘setengah pria, setengah bincangkan tentang taktik untuk me-
wanita’ di atas bunga padma. Raden mukul mundur musuhnya, tetapi ha-
Arjuna memujanya. Batara Siwa nya Batara Indra dan Raden Arjuna
menghadiahkan sebatang panah sak- yang mengetahui tentang senjata apa
ti kepada Raden Arjuna. Panah itu yang harus digunakan. Semua itu da-
bernama Pasupati. Dan, sekaligus pat diketahui karena ucapan Niwa-
Raden Arjuna diberikan pengetahu- takawaca yang kurang hati-hati
an gaib, tentang bagaimana memper- sewaktu dirayu oleh Suprabha.
gunakan panah itu. Sesudah itu, Ba-
tara Siwa lenyap. Setelah berhasil mengalahkan
Niwatakaca, Raden Arjuna mene-
Ketika Raden Arjuna akan kem- rima penghargaan di dewa. Selama
bali kepada sanak-saudaranya, da- tujuh hari Arjuna akan menikmati
tanglah dua apsara ‘makhluk sete- hasil dari upayanya dalam menga-
ngah dewa setengah manusia’ mem- lahkan Niwatakawaca yang penuh
bawa sepucuk surat dari Batara In- kejantanan itu. Oleh karena itu,
dra. Raden Arjuna bersedia mem- RadenArjuna bagaikan seorang raja
bantu para dewa untuk membunuh yang bertahta di atas tahta Batara
Niwatakawaca. Indra.
Sementara itu, di tempat yang Setelah Arjuna dinobatkan, ke-
lain, Dewi Suprabha menolak semua mudian diadakan upacara pernikah-
desakan yang penuh nafsu birahi dan an sampai tujuh kali antara dengan
memohon agar Niwatakawaca ber- tujuh orang bidadari. Bidadari itu,
sabar sampai fajar menyingsing. De- antara lain, Dewi Suprabha, Dewi
wi Suprabha merayunya dan berta- Tilottama, lalu kelima bidadari yang
nya tentang kesaktian Niwataka- lainnya. Nama mereka tidak disebut.
waca yang diberi oleh Batara Rudra. Ketika tujuh bulan itu sudah lewat,
Niwatakawaca membuka rahasia- Raden Arjuna mohon diri kepada
nya, yaitu ujung lidahnya merupakan Batara Indra. Ia diantar kembali ke
tempat kesaktiannya. bumi oleh Matali dengan sebuah ke-
reta surgawi. Cerita ini diakhiri de-
Ketika RadenArjuna mendengar ngan ratapan para bidadari yang di-
rahasia itu, seketika itu juga ia me- tinggalkan di surga.
ninggalkan tempat persembunyian-
nya dan menghancurkan gapura is- kalangwan
tana Niwatakawaca. Niwatakawaca
terkejut oleh kegaduhan yang dah- Dalam sastra Jawa Kalangwan
syat itu. Saat itu pula Dewi Supra- atau kalangon berarti ‘keindahan’.
bha melarikan diri bersama Raden Seorang penyair puisi Jawa Kuna
Arjuna. dengan menciptakan dan menikmati
karya-karya sastra akan terangkat
Surga diliputi suasana gembira keluar dirinya sendiri dan akan men-
karena Raden Arjuna dan Dewi Su- capai ekstasis ‘lango’ serta terha-
prabha telah pulang dengan selamat.
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 251
nyut di dalam keindahan. Hal yang Sanggar Kalimasada berdiri pa-
diperlukan untuk menikmati karya- da tahun 1990. Ketika berdiri, pada
karya seni kakawin ialah pengetahu- awalnya sanggar tersebut tidak ber-
an mengenai lingkungan kebudayaan gerak secara formal. Dengan kata
yang melahirkannya, pengetahuan lain, sanggar itu hanya sebatas seba-
mengenai cara berpikir yang terung- gai tempat untuk berbincang-bincang
kapkan dalam karya-karya itu, me- mengenai masalah yang berkaitan
ngenai norma-norma estetik yang me- dengan sastra Jawa ataupun sastra
rupakan kaidahnya, dan khususnya Indonesia, terutama teater. Oleh ka-
pengetahuan mendalam mengenai rena itu, Sanggar Kalimasada tidak
bahasa Jawa Kuno. Bagian dari wa- pernah memikirkan hal-hal yang ber-
risan kesenian Jawa Kuna itu dalam kaitan dengan administrasi. Baru se-
kurun waktu yang cukup panjang telah memasuki tahun ke-4 (1994),
praktis tidak diketahui masyarakat, mereka yang tergabung di dalam
kecuali di pulau Bali. sanggar tersebut mencoba membe-
nahi diri dan meningkatkan keduduk-
kalimasada, sanggar annya dengan menata hal-hal yang
berkaitan dengan keadministrasian,
Kehidupan sastra Jawa tidak ha- terutama data-data para anggota dan
nya terpusat diYogyakarta, tetapi ju- surat-menyurat. Salah satu hal yang
ga menyebar ke tempat-tempat yang perlu diketahui, Sanggar Kalimasa-
lain di luar kota tersebut, misalnya di da tidak pernah mengikatkan diri de-
Kutoarajo, Jawa Tengah. Di kota itu, ngan organisasi politik atau pun or-
berdiri Sanggar Kalimasada. Sang- ganisasi lainnya. Mereka berdiri se-
gar tersebut berdiri atas inisiatif para cara swadaya, baik dalam hal pemi-
alumnus SMA Panca Marga Bhakti, kiran maupun pendanaan.
Kutoarjo. Pada awal berdirinya,
Sanggar Kalimasada tidak memusat- Sebagai wadah berkesenian, khu-
kan kegiatannya pada bidang sastra susnya sastra Jawa, Sanggar Kalima-
Jawa, tetapi pada bidang teater ber- sada memiliki kepengurusan hingga
bahasa Jawa. Naskah yang dipentas- beberapa periode, yaitu Periode I
kan oleh kelompok tersebut tidak ha- (1990—1994) terdiri atas Ketua
nya terbatas karya-karya para penu- (Wahman), Sekretaris I dan II (Wa-
lis sastra Jawa yang sudah mapan, hidin dan Warastuti), Bendahara I
tetapi juga naskah-naskah karya me- dan II (Kusbaningsih dan Sugianto),
reka sendiri, terutama karya Ustadji Seksi Sarana (Surip); Periode II
Pantjawibisana (salah seorang pen- (1994—1997) terdiri atas Ketua
diri sanggar Kalimasada). Di dalam (Wahrur Yusanto), Sekretaris (Pur-
sanggar tersebut, Ustadji adalah mo- waningsih), Bendahara (Ustadji
tor penggerak bagi anggotanya, baik P.W.); Periode III (1997—) terdiri
dalam pengertian pengasuh maupun atas Ketua (Ustadji P.W.), Sekretaris
sebagai guru bagi rekan-rekannya. (Purwaningsih), Bendahara (Wahi-
din). Adapun anggota Sanggar Kali-
252 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
masada dari mulai berdirinya tidak media massa. Dengan cara tersebut,
terlalu jauh berubah, yaitu Wahrur, anggota sanggar dapat saling bisa
Yusanto, Wahidin, Elu, Slamet, Agus berkomunikasi secara kreatif dan sa-
Suryono, Santo, Acok, Esta Swaesti, ling menimba pengalaman dari kar-
Swarinda, Tyaskiesti, Yuni Dwiles- ya-karta rekan mereka yang sudah
tari, Puspita, Arum Setyaningsih, El- dapat dipublikasikan secara luas.
vica Halimah, Saristuti, Rista Ayu- Sanggar Kalimasada bagi setiap
ningtyas, Kurniawati, Adani Aka- anggota adalah tempat penyemaian
diah, Agung Himawan, Koko Winar- bibit kepengarangan sastra Jawa,
ko, Titik Handayani. Para pengurus baik yang berupa geguritan, cerita
dan anggota dari Sanggar Kalimasa- pendek, maupun naskah-naskah
da berada dari pencinta sastra dan drama.
teater di Kutoarjo dan sekitarnya. Pa-
ra anggota sanggar memiliki variasi kampito (1954— )
pendidikan dan pekerjaan, mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan ting- Kampito, yang di dalam karang-
gi dengan profesi buruh, guru, anak an-karangannya sering mengguna-
sekolah, dan perangkat desa. kan nama samaran Piet Suwoyo, la-
hir di Blitar, Jawa Timur, pada 2 Juli
Untuk melangsungkan perjalan- 1954. Pendidikan formalnya dilalui
an sanggar, para anggota sepakat me- di Blitar dan Surabaya, yakni di SD
ngadakan iuran iuran pada waktu- Kademangan, Blitar (lulus 1968),
waktu tertentu, khususnya apabila SMP Sutojayan, Blitar (lulus 1971),
mereka akan mengadakan pentas, SMKI di Surabaya (lulus 1974), dan
sarasehan, dan diskusi. Pendanaan ASKI di Surabaya (lulus 1977). Se-
lain yang ditempuh adalah dengan bagai seorang lulusan SMKI dan
menyerahkan sebagian uang dari ha- ASKI, pantaslah pengarang beraga-
sil tulisannya yang dimuat di media ma Islam ini hobi menyanyi dan ber-
massa (pada tahun 1990-an, setiap main musik (termasuk gamelan).
anggota menyerahkan Rp.2000,- Bahkan, predikat senimannya sudah
jika dimuat di media massa berba- teruji, terbukti pada 1976 ia menjadi
hasa Indonesia dan Rp.1.000,- jika salah seorang duta seni yang dikirim
dimuat di media massa berbahasa oleh pemerintah ke Melbourne, Aus-
Jawa). tralia.
Sanggar Kalimasada tidak me- Sebagai pengarang (sastrawan)
miliki jadwal kegiatan secara rutin Jawa, Kampito yang mulai menulis
atau tetap. Pertemuan akan dilaksa- sastra sejak tahun 1980 ini boleh jadi
nakan diseleraskan dengan kebutuh- tergolong kurang begitu produktif.
an dan keadaan. Akan tetapi, mereka Kendati demikian, jika memiliki ke-
memiliki kegiatan membuat majalah sempatan, ia ingin terus menulis, en-
dinding untuk sarana ekspresi terbu- tah cerkak atau guritan, atau yang
ka sesame anggota, terutama karya- lain, dan mempublikasikannya ke
karya anggota yang dapat dimuat di majalah-majalah berbahasa Jawa
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 253
yang ada (Panjebar Semangat, Jaya Blitar, Jawa Timur, pengarang oto-
Baya, Djaka Lodang, Mekar Sari). didak ini masih ingin terus berkarya
Mengapa ia ingin terus menulis sas- di tengah-tengah kesibukannya seba-
tra Jawa? Tidak lain karena sebagai gai seniman.
orang Jawa ia ingin turut serta me-
lestarikan keberadaan bahasa, sastra, kamsa
dan budaya milik kita sendiri. Itulah
sebabnya, walaupun majalah-maja- Nama lengkap pengarang ini ada-
lah berbahasa Jawa yang ada kurang lah Kamsa Wirjasaksana. Dalam se-
mampu menampung karya-karya sas- jarah kesusastraan Jawa modern, na-
tra dari sekian banyak pengarang ma pengarang ini tercantum di sam-
Jawa, juga kurang memberikan peng- pul buku novel berjudul Supraba lan
hargaan (honor) yang layak, ia toh Suminten (Balai Pustaka, 1923). Kar-
tetap ingin terus menulis. Apalagi, yanya Supraba lan Suminten (1923)
konon ia mampu menulis dengan ce- mengedepankan gagasan modern
pat. Satu guritan atau cerkak dapat yang signifikan bagi masyarakat Ja-
ia selesaikan dalam satu hari. wa pada waktu itu.
Seperti halnya sebagian penga- Akhir abad ke-19 hingga tahun
rang Jawa lainnya, Kampito pun ja- 1930-an (abad ke-20) adalah tahun-
rang mendokumentasikan karya-kar- tahun pencerahan sastra Jawa mo-
yanya sendiri. Jadi, ia tidak tahu be- dern karena pada rentang tahun ter-
rapa dan judulnya apa karya yang sebut terjadi pergeseran sosial yang
telah ia tulis dan publikasikan ke me- amat signifikan dalam masyarakat
dia massa. Namun, yang jelas, ia te- Jawa, yang pada gilirannya mengu-
lah menulis cerkak dan guritan di ma- bah konsep hidup masyarakat. Hal
jalah Jaya Baya, Panjebar Sema- itu dapat diperhatikan dari banyak-
ngat, Djaka Lodang, dan Mekar nya buku-buku sastra sastra Jawa
Sari. Dapat disebutkan, misalnya, (terutama novel) yang menyuarakan
cerkak berjudul “Heni lan Nining” pembaruan berpikir di berbagai as-
dimuat Jaya Baya, “Aku lan Yus- pek kehidupan, misalnya, Serat Dur-
man” dimuat Panjebar Semangat, cara Arja (1886) karya asli dari Soer-
“Layang Saka Sabrang” dimuat ja Widjaja (disunting Ki Padma-
Djaka Lodang, dan “Antarane Gle- soesastra dan van der Pant), Serat
more lan Genteng” dimuat Mekar Rangsang Tuban (1912) karya Ki
Sari. Sementara guritan berjudul Padmasoesastra, Serat Riyanta
“Potret” dimuat Jaya Baya. Selain (1920) karya R.B. Soelardi, Kirti
itu, ia juga menulis cerpen (berba- Njunjung Drajat (1922) dan Ni
hasa Indonesia), antara lain berjudul Wungkuk ing Bendha Growong
“Sepatu Hitam dan Putih”, dimuat (1938) (keduanya karya R.T. Jasa-
majalah Gadis. Dan kini, di tempat widagda), Larasati Modern (1938)
tinggalnya, di Ringinanom, Sumber- karya M. Koesrin, Katresnan (1923)
jati, RT 02, RW 04, Kademangan, karya M. Soeratman, dan Gawaning
254 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Wewatekan (1928) karya Koesoe- yang oleh Quinn dikelompokkan se-
madigda. bagai karya protonovel. Karya yang
digubah dengan memakai huruf Ja-
Novel-novel yang disebutkan di wa tersebut masih tampak sederhana
depan tadi memiliki spesifikasi da- dan dikemas dalam bentuk buku ber-
lam hal tema yang diangkat dari per- ukuran kecil dan tipis (hanya setebal
kembangan kehidupan pada waktu 10 halaman) sehingga terkesan seba-
itu, antara lain mengedepankan pan- gai karya yang kurang bermutu atau
dangan-pandangan baru yang di- kurang serius. Kesan tersebut ter-
usung oleh generasi baru hasil pen- bukti dari kandungan isinya yang
didikan formal Belanda, seperti da- berisi ajaran moral dan budi pekerti.
lam hal memilih jodoh, mencari pe- Ajaran tersebut ditujukan kepada ma-
kerjaan, mengembangkan kehidupan syarakat desa yang masih memiliki
keluarga dan masyarakat secara rea- pemikiran sederhana dan harus di-
listis, serta hak hidup yang setara. beri bacaan yang bersifat mendidik.
Dengan kata lain, bukan hanya ilusi- Karya pertama Kamsa yang berben-
ilusi, atau pengandaian-pengandai- tuk dialog antara tokoh Pak Krama
an. Dalam novel Supraba lan Su- dan Raden Mantri tersebut membi-
minten karya Kamsa Wirjasaksana carakan keadaan orang Jawa pada
itu, misalnya, Supraba berhasil me- tahun 1920-an, antara lain tentang
nunjukkan keberhasilan dalam mem- pentingnya pendidikan dan penting-
perjuangkan gagasan idealnya, dari nya mempertahankan sikap hormat
hal memilih jodoh, mengatur ekono- dan rukun. Selain itu, dalam karya
mi keluarga, dan terakhir ia dapat tersebut juga diungkapkan penting-
mencapai karir sebagai “priyayi ba- nya orang Jawa meniru kepandaian
ru” pada masa itu, dengan cara ma- dan perilaku orang Barat (Belanda).
gang, sesuai dengan kelas sosial dan
pendidikannya. Karya kedua, Supraba lan Su-
minten, merupakan sebuah novel
kamsa wirjasaksana yang tidak hanya mengemukakan ni-
lai-nilai didaktik, tetapi juga mena-
Kamsa Wiryasaksana adalah sa- warkan tema pentingnya persoalan
lah seorang pengarang sastra Jawa yang dilandasi oleh pemikiran yang
periode prakemerdekaan yang sejauh logis. Novel tersebut membicarakan
ini tidak diketahui jati dirinya. Yang rintisan perjalanan hidup sepasang
dapat diketahui tentang Kamsa ha- suami-istri (Supraba dan Suminten)
nyalah tiga buah karyanya yang di- yang berangkat dari kelas bawah
terbitkan oleh Balai Pustaka. Ketiga hingga menjadi seorang priayi (elite)
karya itu ialah (1) Serat Pitakenipun dengan pangkat wedana. Sementara
Pak Krama (1920), (2) Supraba lan itu, karya ketiga, Lelakon Bocah
Suminten (1923), dan (3) Lelakone Kampung, merupakan cerita yang
Bocah Kampung (1926). ditujukan untuk anak-anak dan re-
maja yang berisi pengetahuan ten-
Karya pertama, Serat Pitakeni-
pun Pak Krama, berbentuk prosa
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 255
tang berbagai macam permainan karkono partokusuma
anak-anak di desa (kampung). Karya (1915—2002)
tersebut menampilkan tema penting-
nya membina kerukunan sehingga ter- Nama tokoh sastra dan budaya
cipta kedamaian. Hal yang menarik Jawa ini sebenarnya adalah Karkono
dalam cerita setebal 95 halaman itu Partokusuma (lahir di Surakarta pa-
ialah bahwa walaupun mengguna- da 23 November 1915). Namun, ia
kan ragam ngoko, gaya percakapan lebih populer dengan nama “Karko-
dalam karya itu terasa segar dan ti- no Kamajaya” atau “Kamajaya” be-
dak dibuat-buat. gitu saja karena ia lebih sering meng-
gunakan nama itu pada karya-kar-
Dilihat dari aspek tema yang di- yanya (buku, artikel, dan cerita fik-
garap di dalam tiga karyanya itu, ter- si). Ia telah naik haji lebih dari sekali
utama dalam Supraba lan Suminten, sehingga seringkali sebutan untuk-
dapat diduga bahwa Kamsa Wirya- nya menjadi Haji Karkono Kamaja-
saksana adalah seorang yang terpe- ya Partokusuma. Sebelum mening-
lajar. Sebab, di dalam karya itu ia ti- gal (tahun 2002), bersama istri (Sri
dak hanya piawai menuliskan gagas- Murtiningsih) dan tiga orang anak pe-
annya secara cermat dan lancar, te- rempuannya ia tinggal di Jalan Dr.
tapi juga memiliki pengetahuan yang Sutomo 9, Yogyakarta.
luas.
Popularitas Karkono Kamajaya
karas bukan hanya karena profesinya se-
bagai pengusaha penerbitan (buku-
Istilah karas mengacu kepada buku filsafat dan budaya Jawa), me-
beberapa arti, yaitu (1) nama suatu lainkan juga karena ia menerbitkan
benda, yaitu papaning serat utawa karya-karya sastra Jawa. Kecintaan-
kothak ‘tempat surat atau kotak’, (2) nya pada filsafat, budaya, dan sastra
sabak, papan tulis, atau daun bertu- Jawa sudah terlihat sejak masih ka-
lis, keropak, (3) kitab. Selain itu, da- nak-kanak karena ayahnya—yang
lam Jawa Kuna, karas juga berarti bekerja sebagai pedagang palawi-
(a) pomahan ‘perumahan’ atau pe- ja—senang membaca buku-buku Ja-
karangan, (b) orang yang hanya me- wa. Katika masih kecil Karkono se-
miliki perumahan di desa, dan (c) nang mendengarkan pembacaan bu-
liang lahat yang biasanya ditutup pa- ku-buku berbahasa Jawa. Ibunya
pan, untuk meletakkan mayat. Da- pun—yang pekerjaan sehari-harinya
lam kaitannya dengan sastra, maka berdagang batik—sering menyem-
arti nomor 2 dan 3 yang bergayut. Ja- patkan diri melantunkan tembang-
di, karas ialah daun bertulis, keropak, tembang klasik dari Serat Wedhata-
atau kitab, yang biasanya untuk me- ma, Wulangreh, dan sebagainya.
nulis. Suasana “Jawa” di lingkungan ke-
luarga inilah yang menyiapkan Kar-
kono menjadi seorang budayawan
yang kaya ilmu budaya dan filsafat
256 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Jawa, termasuk budi pekerti dan wa- Karkono terjun menjadi Staf Divisi
yang. Barisan Banteng pimpinan dr. Mu-
wardi dan Soediro dengan pangkat
Sastrawan yang juga budaya- mayor. Pada divisi itu ia mendapat
wan ini berpendidikan MULO pada tugas khusus menyelundup ke Singa-
zaman Belanda di Surakarta. Selan- pura dan Bangkok untuk mencari
jutnya ia mengikuti pendidikan di dana bagi perjuangan mempertahan-
Taman Guru Taman Siswa Yogya- kan proklamasi kemerdekaan. Selan-
karta. Akan tetapi, selesai dari Ta- jutnya, sejak tahun 1948 ia menjadi
man Guru hingga wafatnya belum Ketua DPD PNI DIY hingga tahun
pernah menjadi guru karena ia lebih 1967. Pada tahun 1958 ia berkesem-
senang menekuni bidang pers dan patan menjadi delegasi Indonesia di
penerbitan. Pada tahun 1934 Kar- Asian Economic Conference di
kono menjadi anggota redaksi ma- Kairo.
jalah Soeloeh Pemoeda Indonesia di
Yogyakarta hingga 1938. Pada tahun Sejak tahun 1948 Karkono me-
1939 ia pindah menjadi redaktur ma- mimpin usaha penerbitan di Yogya-
jalah Mustika (berbahasa Jawa) yang karta yang diberi nama “UP Indo-
juga terbit diYogyakarta. Majalah itu nesia”. Melalui penerbit pribadi itu-
dipimpin oleh Bramono yang nama lah Karkono menerbitkan Almenak
sebenarnyaAlfonsus de Legario Soe- Dewi Sri dan Serat Centhini. Sam-
tarno Dwidjosarojo, seorang jurnalis pai menjelang meninggal ia dan se-
tangguh lulusan Normaal School jumlah kawan masih aktif di Yayas-
Muntilan. Rupanya pergumulannya an Panunggalan Javanologi. Yayasan
dalam dunia pers tidak hanya sampai kejawen itu didirikan setelah Yayas-
di situ karena ia masih memegang an Javanologi (milik pemerintah pa-
posisi sebagai redaktur di beberapa da masa Daoed Joesoep menjabat
majalah lain. Dengan B.M. Diah dan Menteri P dan K) yang dipimpin Dr.
Nasrun Angkat Sutan ia pernah me- Suroso, M.A. (waktu itu rektor
mimpin majalah Percaturan Dunia UGM) dibubarkan.
dan Film di Jakarta. Ia juga pernah
menjadi redaktur surat kabar Berita kartadirdja
Umum pimpinan Soekardjo Wirja-
pranoto dan Winarno Hendronoto. Lengkapnya R.M. Kartadirdja.
Biografi Kartadirdja tidak diketahui
Pada zaman Jepang Karkono me- secara pasti. Keterangan mengenai
ngelola surat kabar Asia Raja dan dirinya hanya dapat disimpulkan da-
menerbitkan Almenak Asia Raja. ri novelnya Tuhuning Katresnan
Namun, pekerjaan itu segera diting- (Balai Pustaka, 1919). Berdasarkan
galkan karena tidak cocok dengan identitas nama, diperkirakan ia ber-
Jepang. Selanjutnya, bersama Anjar asal dari keluarga priyayi karena
Asmara dan Ratna Asmara ia men- bergelar kebangsawanan raden mas.
dirikan grup sandiwara “Cahaya Ti- Novel Tuhuning Katresnan meng-
mur”. Setelah Indonesia merdeka, angkat kisah cinta dua sejoli (Supa
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 257
dan Kasiyah) di sebuah desa yang kasiadi (1946—)
menghadapi kendala dari pandangan
tradisional orang tua si gadis. Pengarang kelahiran Mojokerto
13 Juni 1946 ini dalam serangkaian
Novel tersebut ditulis dengan hu- karyanya sering menggunakan nama
ruf Jawa dengan pengantar bahasa samaran Whonk Bunk Khouk. Ia
Jawa ngoko. Cerita itu berlatar tem- mendapat predikat sebagai Guru Te-
pat di wilayah pedesaan. Dari latar ladan Tingkat Kabupaten Mojokerto
cerita yang ditampilkan dapat dike- tahun 1990 dan menerima Tanda Ke-
tahui bahwa kemungkinan besar pe- hormatan Satya Lencana Karya Sa-
ngarang adalah asli orang Jawa yang tya (20 tahun) dari Presiden pada ta-
setia mencintai budaya Jawa dan ber- hun 2000. Riwayat pendidikan pe-
asal dari keturunan priyayi berkat ngarang ini ialah SR (1952—1958)
pendidikan modern Barat. Hal ini di- di Mojokerto, SMP (1958—1962),
perkuat oleh kenyataan bahwa kisah SMA (1962—1965), Fakultas Eko-
cinta remaja desa itu mendapat per- nomi Unair (1965—1966, tidak sele-
setujuan orang tua sehingga sampai sai), PGSLP (1967), danAWS (1979)
pada perkawinan. di Surabaya.
Novel Tuhuning Katresnan men- Kasiadi adalah anak pertama da-
dapat tanggapan yang cukup baik da- ri enam bersaudara pasangan Jono
ri para pemerhati sastra. Hingga de- Syukur dan Kasiyati (keduanya dari
wasa ini tanggapan terhadap novel Mojokerto). Kelima saudaranya ada-
itu telah dilakukan oleh Subalidinata lah Kisyanto, Antono, Asmono Ka-
(1994), Rass (1985), dan Widati dkk. sirin, Mustini, dan Ninuk Musiah.
(2001). Para pemerhati itu memberi- Dari pernikahannya dengan Sri Uta-
kan tanggapan yang hampir senada, mi (tahun 1981), ia dikaruniai empat
yaitu bahwa novel Tuhuning Katres- orang anak: Fitria K.F., Fathur Rah-
nan dikatakan sebagai karya yang man, Faizatul Hikmah, dan Fazl A
mengangkat “perdebatan” antara ge- Habib. Sebelum menetap dan men-
nerasi muda (diwakili oleh Supa) dan jadi guru di Mojokerto (sejak 1981),
generasi tua (diwakili oleh orang tua ia pernah menjadi guru di Gresik
Kasiyah). Dari pernyataan ini dapat (1969—1979) dan di Surabaya
diketahui bahwa Kartadirdja mela- (1979—1981). Saat menjadi guru di
kukan kritik terhadap pola pikir tra- Gresik (tahun 1972), ia mulai men-
disional. Ia menyarankan agar pihak coba menulis.
orang tua membuka diri terhadap pe-
mikiran baru, terutama dalam kait- Karya pertamanya dalam baha-
annya dengan pemilihan pasangan sa Indonesia dimuat dalam majalah
hidup. Dalam kaitan ini, tampak bah- Siswa (Yogyakarta), sedangkan kar-
wa pengarang menjadi corong peme- yanya dalam bahasa Jawa pertama
rintah dalam upaya mengubah pan- dimuat dalam majalah Djaka Lo-
dangan tradisional masyarakat Jawa. dhang (Yogyakarta). Karyanya yang
berupa guritan, antara lain, “Ibra-
him Ismail” (Jawa Anyar, 1970-an),
258 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
“Ruji Wesi” dan “Kecelik” (Djaka Katanya, dalam satu tahun (pada de-
Lodhang, 1970-an), “Angin Sore” kade 1980-an) ia hanya dapat menu-
dan “Semut” (Jaya Baya, 1970-an). lis tidak lebih dari 15 karya, terma-
Karyanya yang berupa crita anak suk artikel. Hanya sayangnya, pada
dimuat dalam Jaya Baya, Djaka Lo- sekitar tahun 1991, kegiatan menu-
dhang, dan Panjebar Semangat, an- lisnya berhenti total.
tara lain, “Anak Turune Wong Ca-
cat”, “Critane Wit Gedang lan Wit Beberapa cerkak karyanya yang
Klapa”, “Memitran Iku Ora Kok dapat dicatat, antara lain, “Di Jiro”
Mung….”, dan “Tukang Topi”. (Jaka Lodhang, 1983), “Sido Dadi”
(Jaka Lodhang, 1983), “Nagari Tu-
kasmidjo (1924— ) ban Duk ing Nguni” (Jaka Lodhang,
1983), “Tanpa Pamrih” (Jaka Lo-
Dalam karangan-karangannya, dhang, 1983), “Bumi Warisan” (Ja-
baik cerkak maupun cerbung, Kas- ka Lodhang, 1983), “Siir… Katok-
midjo kadang-kadang menggunakan ku” (Jaka Lodhang, 1983), “Layang
nama samaran Kastana. Ia dilahir- saka Dik Mul” (Jaka Lodhang,
kan di Bandung, Tulungagung, Jawa 1983), “Sanjan-Sinanjan” (Panje-
Timur, pada 24 Agustus 1924. Pen- bar Semangat, 1981), “Jalak Awu”
didikannya hanya SR tahun 1936. (Panjebar Semangat, 1983), “Jago
Tidak lama setelah Indonesia mer- Petingan Klawu Ampo” (Panjebar
deka, tepatnya pada tahun 1947, Semangat, 1985), “Udan Deres”
Kasmidjo masuk ke militer, berpang- (Panjebar Semangat, 1987), “Eseme
kat Prajurit Satu, bertugas di Deta- Bakul Kecai” (Panjebar Semangat,
semen 602 Kediri. Namun, karier itu 1991), “Kejaring…” (Panakawan,
hanya ia jalani selama tiga tahun 1991), dan “Wulangsari” (Panaka-
(1950). Enamtahun kemudian (1956) wan, 1991).
ia diterima sebagai pegawai Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabu- Sementara itu, beberapa cer-
paten Tulungagung. Karier sebagai bungnya yang dapat dicatat, antara
pegawai negeri ia jalani sampai pen- lain, “Keliru Mbonceng” (Variasi
siun pada tahun 1985. Sekarang Putra, 1983), “Ombake Brantas
Kasmidjo bertempat tinggal di Jalan Ngujang” (Jawa Anyar, 1987), “Si-
Diponegoro 15, Desa Bulus 02/II, lih Gumanti” (Jawa Anyar, 1987),
Bandung, Tulungagung, telepon “Pupuk Lempuyang” (Jawa Anyar,
(0355) 879656. 1988), dan “Sumilake Mega Te-
ngange” (Jawa Anyar, 1990).
Sebagai pengarang Kasmidjo ti-
daklah produktif. Sejak sekitar tahun kawi
1974 ia mulai mengarang. Cerkak-
cerkak karangannya biasa dimuat di Berasal dari kata Sanskreta men-
Jaka Lodhang, Panjebar Semangat, dapat afiks Jawa ka- dan –n mem-
dan Panakawan. Sementara bebera- berinya suatu warna blasteran. Da-
pa cerbungnya dimuat di Jawa Anyar. lam bahasa Sanskreta, kata kawi se-
mula berarti ‘seorang yang mempu-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 259
nyai pengertian yang luar biasa, se- karya kakawin menyiratkan suatu
orang yang bisa melihat hari depan, ‘dunia batin’ dari ra kawi masing-ma-
seorang bijak’. Akan tetapi, kemu- sing yang tidak jarang cukup bermak-
dian dalam sastra Sanskreta klasik na taksa (ambigu). Misalnya, Mpu
istilah ini memperoleh arti yang khas, Tanakung (tan akung ‘tanpa cinta’)
yaitu seorang ‘penyair’. Dalam arti penggubah Lubdhaka, Mpu Sedah
inilah kata tersebut umum dipakai (sedah ‘suruh’), dan Mpu Panuluh
dalam sastra Jawa Kuna. (pan–suluh ‘penerang’) penggubah
Bharatayuddha, dan Mpu Prapanca
kawi miring (prapanca ‘kebingungan’) pengarang
Nagarakrtagama. Dalam hal ciri
Di dalam sastra Jawa terdapat anonimitas, yaitu tidak dicantumkan-
istilah kawi miring. Istilah kawi mi- nya nama pengarang dalam karyanya,
ring berasal dari kata kawi dan mi- Kakawin Ramayana telah menjadi
ring. Di dalam dunia Sastra Jawa bahan adu pendapat yang cukup pan-
Kuna dan Jawa Tengahan, istilah jang. Ada yang berpendapat bahwa
kawi dapat diartikan sebagai penyair, pengarangnya adalah Empu Yogis-
pengarang, dan atau penulis karya wara. Akan tetapi, yang jelas Yogis-
sastra. Hal itu terbukti bahwa di da- wara (penyair adalah seorang yogi
lam naskah Korawasrawa (berbentuk besar atau guru yoga) bukanlah nama
prosa dalam bahasa Jawa pertengah- melainkan atribut sang pengarang.
an) digunakan istilah kawi untuk pe-
ngertian penulis. Berdasarkan sejum- Hal yang cukup penting menge-
lah hasil karya sastra Jawa Kuna dan nai kenyataan tentang tingginya pe-
Jawa Tengahan yang diwarisi hingga nyamaran diri dan anonimitas penga-
kini, dapat dilihat beberapa ciri dan rang karya-karya sastra Jawa Kuna
tipe pengungkapan diri pada kawi dan Jawa Tengahan ialah bahwa ke-
dalam tradisi kepengarangan sastra nyataan tersebut dapat mengandung
bersangkutan. Suatu kecenderungan makna (a) cermin budaya kolektif
yang cukup mencolok ialah ciri pe- (kolektivitas) yang tinggi; (b) cermin
nyamaran diri dan anonimitas di satu sistem (budaya) kekuasaan raja; dan
pihak. Akan tetapi, di pihak lain ter- (c) cerminan dunia abatin sang pe-
nyata menunjukkan penonjolan sta- ngarang sebagai seorang pembelajar
tus pengarang dalam bentuk yang yang aktif. Meskipun begitu, bagai-
lain, terutama menyangkut kedu- mana pun representasi status diri sang
dukannya dalam hidup kepengarang- pengarang, secara tersirat, tetap da-
an mereka sehingga dapat juga di- pat dikenali oleh pembaca karena ba-
kenali menjadi suatu tipe kepenga- gaimana pun hal itu menunjukkan ti-
rangan dari karya yang digubahnya, pe-tipe kepengarangannya yang pa-
terutama dengan sastra kakawin dan da umumnya dapat disimak dari ba-
kidung. Ciri penyamaran diri yang gian manggala dan atau bagian epi-
terumus dalam ‘nama pena’ sang ka- log dari karya bersangkutan. Dari
wi yang terungkap dalam beberapa pembahasan mendalam yang telah
260 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
dilakukan oleh beberapa pakar dan kakawin memiliki perbedaan matra
pengamat sastra Jawa Kuna dan Ja- sebagai berikut. Kakawin adalah
wa pertengahan dapat disimak be- syair Jawa Kuna yang memperguna-
berapa tingkatan atau kategori kepe- kan metrik India. Ciri utama kakawin
ngarangan, antara lain (1) kawina- adalah mempergunakan bait yang
gara/kawirajya ‘penyair negara, pe- memakai perbedaan guru laghu atau
nyair kerajaan’, penyebutan ini da- panjang pendek suku kata. Setiap
pat ditemukan dalam kakawin Bha- suku kata mempunyai kuantitas ukur-
ratayudha, karya Empu Sedah dan an panjang pendek. Kakawin mema-
Mpu panuluh; (2) kawi wiku/kawi kai vokal panjang atau pendek sesuai
sunya ‘penyair pertapa’. Hal ini dpat dengan Sanskretanya, misalnya, pada
disimak dari Sunmanasantaka, kar- penulisan danawa, dewi, gopala, dan
ya Mpu Monaguna; (3) Kawindra/ wiku. Pengambilan yang sesuai tem-
kawiswara ‘penyair besar’. Ungkap- bang berlangsung pada periode Ke-
an ini dapat disimak pada Wretasan- diri, tetapi lama-kelamaan makin
caya karya Mpu Tanakung; (4) Ka- berkurang sehingga pada kakawin
witaruna/ kawimembang/kawi wiku yang lebih muda, penyair hanya
‘penyair muda/penyair pemula’. Ung- mencari teknisnya saja, yaitu sajak
kapan ini ditemukan dalam Sumana- atau rima. Penerapan matra Sansker-
santaka karya Mpu Monaguna. Ber- ta pada Jawa Kuna memaksa para
bagai ungkapan tentang kawi yang penyair kerap kali harus mempergu-
terlihat di atas paling tidak menjelas- nakan akal untuk memenuhi keten-
kan latar belakang dan tipe kepenga- tuan metrik, yaitu urutan teratur
rangan seorang kawi, yakni apakah panjang pendeknya suku kata dalam
ia mencipta dalam kedudukan dan si- satu baris syair. Vokal suatu kata da-
kap “batin” sebagai kawirajya, ka- pat ditulis sebagai vokal panjang
wisunya, kawindra/ kawiswara, atau atau pendek dalam kakawin menurut
kawitaruna. Dari ungkapan sekilas kepentingan guru laghunya. Misal-
manggala di atas dapat dipahami nya:
bahwa seorang kawi pada dasarnya
adalah seorang pembelajar yang arif lawan dipakai dalamWs. 62, Ws.
dan dengan segala kerendahan hati- 83
nya, ia ternyata terdorong kuat selalu lawan dipakai dalam Ws1, Ws.
ingin belajar kepada sang kawiswara nahan dipakai dalam Ws 30,
agar dapat menjadi seorang kawis- Ws.77
wara, yakni kawi yang terpilih. De- nahan dipakai dalam Ws.2, Ws
ngan demikian, yang disebut kawi 73, Ws 79, Ws 90.
miring ialah karya sastra Jawa Baru
yang disusun dalam bentuk kakawin Pada suatu saat, penyair tidak
Jawa Kuna. Istilah ini juga disebut mempedulikan lagi akan aturan pan-
dengan istilah Sekar Ageng. Dengan jang pendeknya suku kata dan hanya
demikian, antara kawi miring dan memegang teguh jumlah kata pada
tiap baris syair. Oleh karena itu, ti-
daklah mengherankan lagi bahwa
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 261
penyair memakai matra India yang (iii) nama susunan tembang disebut-
diterapkan dalam bahasa Jawa Baru kan pada baris terakhir dan pupuh
di mana tidak ada tekanan kata atau- itu biasanya ditulis lengkap pada ba-
pun perbedaan panjang pendeknya ris terakhir, jadi mirip sasmita sekar,
vokal. Sebagai kompensasi dari ti- tetapi tidak menyatakan nama pupuh
dak adanya urutan yang teratur dan berikutnya; (iv) berlawanan dengan
suku kata pendek dan panjang, baris kebiasaan dalam karangan yang di-
syair dibagi dalam kelompok-kelom- tulis dalam tembang macapat, kolo-
pok yang disebut pedhotan. Kaka- fon terdapat pada akhir karangan.
win Jawa Kuna yang diterapkan da-
lam sastra Jawa lama memiliki ciri- Contoh sekar ageng Rukmanata,
ciri, yaitu (a) tiap bait terdiri atas em- lampah 10
pat baris (Jawa Baru: Dirgha); (b)
tiap bait terdiri atas suku kata yang Angandika Prabu Yudhistira,
jumlahnya tertentu (Jawa Baru: Lam- dhuh ki Bratasena sira,
pah); (c) tiap bait diputus dalam jum- Kang saranta la maksana
lah suku kata tertentu (Jawa Baru: aagawal
Pedhotan). Sebagai catatan dapat di- Yen pepeka dimen manggih aria
tambahkan bahwa: (1) pergantian
panjang pendek seperti matra Jawa Sekar Ageng Citrakusuma. Lam-
Kuna tidak ada; (2) vokal dari suku pah 12
kata terakhir pada tiap baris syair ti-
dak terikat aturan tertentu seperti ma- Dene panjalukmu patine sin-
tra macapat. durja
tamakna jemparingira paso-
Contoh Kawi miring, Kusuma- pati,
wicitra, Lampah 12, pedhotan 6.6 ratane Sri Kresna lan nggone
ywa tebih,
Sri Ngastina Maha aran pancajanmya anggonen
alon andikanya ngajurit
den kepareng kene
njujug dangyang Druna kawindra
Prabu Duryudana
Yayi Wrekudara Kawindara adalah penyair ter-
Sigra arya Sena sohor atau terkemuka. Dengan gelar
wangwang mangabekti tersebut, ia berkedudukan sebagai
‘pangeran’ di antara penyair kaka-
Keistimewaan kawi miring, ya- win yang ada. Gelar kawindra dibe-
itu (i) sangat biasa memakai mang- rikan oleh raja kepada seorang pe-
gala klasik Awighnam astu nawas nyair kakawin karena ia juga adalah
Siddhi seperti dalam Jawa Kuna; (ii) seorang penyair keraton. Gelar ka-
mencantumkan jumlah suku kata tiap windra menunjukkan bahwa ia ada-
baris syair (lampah) dengan menulis lah seorang penyair yang memiliki
nomor pada permulaan tiap-tiap kepandaian yang luar biasa. Untuk
tembang baru atau pupuh tertentu; mencapai gelar tersebut, seorang
kawindra harus bekerja keras supaya
karyanya lebih baik dibandingkan
262 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
dengan karya-karya penyair lainnya. Majalah tersebut hanya terbit sekali
Walaupun seorang penyair telah dan harus segera dihentikan karena
memperoleh kedudukan sebagai ka- tidak mendapat SIT dari Deppen. Pa-
windra, ia harus tetap menunjukkan dahal, majalah ini sudah banyak di-
dirinya sebagai pribadi yang santun iklankan di media berbahasa Jawa
dan rendah hati. Hal itu dapat dilihat Surabaya, yaitu Djaja Baja. Diren-
dalam sebuah penutup sebuah kaka- canakan, pemimpin redaksinya yang
win. Di dalam penutup kakawin, se- pertama ialah Satim Kadarjono.
orang kawindra diwajibkan meng-
ungkapkan ketidakmampuan dan ke- kelik eswe (sugeng wiyadi)
bodohannya. Kedudukan seorang ka- (1964— )
windra sangat terhormat di tengah
masyarakat, karena setiap orang yang Sugeng Wiyadi, lahir di Wono-
dilukiskan/ditulis dalam syair kaka- giri, 8 Desember 1964. Ia adalah do-
win akan merasa bangga dan senang. sen Jurusan Pendidikan Bahasa Dae-
Bila seorang kawindra menulis syair rah Fakultas Bahasa dan Seni Uni-
berupa pujian terhadap raja, seorang versitas Negeri Surabaya (UNESA)
raja sangat senang menerimanya dan sejak tahun 1994. Riwayat pendidik-
akan memberi hadiah berupa tanah annya: SDN 1 Baturetno, (1971—
dan karas kepadanya. Dengan ha- 1976), SMP Negeri 1 Baturetno, Wo-
diah tersebut, raja berharap sang ka- nogiri (1977—1981), SPG Negeri
windra akan tetap kreatif dan mene- Wonogiri (1981—1984), Universitas
ruskan kerjanya. Di samping itu, de- Negeri 11 Maret Surakarta (1986—
ngan hadiah tanah dan karas terse- 1992), dan Program S2 di Udayana
but, seorang raja telah menunjukkan mulai tahun 2002. Sejak tamat SPG,
persetujuannya atas cara sang kawin- anak pasangan Siswadi dan Sulastri
dra dalam menuaikan tugasnya se- ini selain menjadi guru SD juga be-
laku penyair keraton. Demikian pula kerja sebagai staf tata usaha STM
seorang puteri akan sangat tersan- Pancasila 3 Baturetno, Wonogiri
jung apabila dirinya ditulis/dilukis- (1985—1986). Di sela-sela kesibuk-
kan oleh seorang kawindra dalam ka- annya sebagai pegawai, ia mulai ra-
kawinnya. Bahkan, para dayang di jin menulis. Sejak tahun 1994 resmi
keraton yang (pernah) bersuamikan menjadi tenaga pengajar (dosen) di
seorang kawindra dipandang lebih UNESA Surabaya. Anak kedua dari
pandai dalam hal tata krama dan tata delapan bersaudara ini menikah de-
kelakuan di antara para dayang kera- ngan Peni Kusumawati pada tahun
ton lainnya. 1996 dan dikarunia dua orang putra:
Eksi Sekarini (1998) dan Sharina
kekasihku Ananda (2001).
Majalah berbahasa Jawa yang Menulis pertama kali dalam ba-
mirip dengan majalah hiburan Te- hasa Jawa karena media yang dibaca
rang Bulan ini terbit di Surabaya. sejak duduk di bangku sekolah dasar
adalah surat kabar berbahasa Jawa.
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 263
Ketika pertama kali tulisannya di- eks Karesidenan Surakarta (1990).
muat dalam Parikesit (1981) ia me- Hanya saja, menerbitkan buku dan
nerima honor sebesar Rp1.500,00. novel merupakan salah satu cita-cita
Sekarang untuk sebuah cerkak ia yang sampai sekarang belum dapat
menerima honor Rp50.000,00. Mo- diwujudkan.
tivasi menulis lebih dikarenakan ada-
nya keinginan untuk bercerita kepa- Sebagai dosen tentu ia banyak
da orang banyak lewat media (koran/ meneliti dan menulis makalah. Pene-
majalah). Keinginan ini menjadikan litian dan makalah yang dihasilkan,
kegiatan menulis sebagai kebutuhan antara lain, “Protes Sosial dalam
hidup (seperti makan dan minum). Puisi Jawa Modern: Langgam Rak-
Kegiatan menulis dimulai dengan yat Proleter yang Gemetar” (Temu
membaca tulisan orang lain, “men- Penyair Sastra Jawa di FBS IKIP Su-
contoh” tulisan yang sudah ada (lang- rabaya, 1990), “Percik-Percik Pem-
sung praktik), tidak berangkat dari baharuan Puisi Jawa Modern” (Te-
teori terlebih dahulu. Ketertarikan mu BKS Jurusan Sastra Daerah
menulis dalam bahasa Indonesia ka- PTN/PTS se-Indonesia di IKIP
rena ingin “bercerita” kepada pem- Surabaya, 1994), “Kantong-Kantong
baca yang lebih luas, di samping ho- Sastra Jawa Modern di Jawa Timur”
norarium yang diterima lebih besar. (Sarasehan Pemanfaatan Potensi Ba-
hasa dan Sastra Daerah di Jawa Ti-
Awal kepengarangan Sugeng Wi- mur—di Balai Bahasa Surabaya,
yadi dimulai dengan menulis cerkak, 2000), “Novel Jawa Modern: Sebuah
geguritan, puisi, cerita anak, alaming Kritik” (dalam Poer Adhie Prawoto,
lelembut, dan cerita wayang (sebagai ed., Keterlibatan Sosial Sastra Jawa
selingan). Kesulitan sebagai penga- Modern, 1991), dan Serat Ngabdul
rang sastra Jawa adalah penggalian Jalil: Transliterasi dan Terjemahan
terhadap idiom-idiom lama yang ma- (Pusat Bahasa, 1997).
sih relevan dalam kehidupan masya-
rakat Jawa sekarang. Upaya ini dila- Beberapa karya fiksi yang telah
kukan terus-menerus sesuai obsesi- ia tulis, antara lain “Kejiret” (cerkak,
nya ingin memasyarakatkan sastra Parikesit, 1980), “Wesel Budheg”
Jawa, membuat karya sastra yang (cerkak, Parikesit, 1981), “Omah
bermutu. Sementara itu, selama ini Kuna” (cerkak, Kartika, 1985), “Sa-
ia telah memperoleh beberapa peng- suwir Ati” (cerkak, Panjebar Sema-
hargaan, di antaranya, juara I menu- ngat, 1989), “Nawangsari” (roman
lis guritan se-Kabupaten Wonogiri sejarah, Jaya Baya, 1998), dan “Ge-
(1983), juara II menulis puisi se-Ka- ger Trijomaya” (cerita wayang, Jaya
bupaten Wonogiri (1983), juara I me- Baya, 1999). Karyanya terbit pula
nulis cerita pendek (cerpen) di Fa- dalam antologi bersama, yaitu “Aku
kultas Sastra UNS (1987), juara II Lan Sliramu” dalam Drona Gugat
menulis puisi di Fakultas sastra UNS (Bukan Panitia Parade Seni WR Su-
(1987), dan juara I menulis puisi se- pratman, 1995); “Sawise Udan”,
“Kacang Lanjaran”, “Terong Ko-
264 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
pek” dalam Layang Saka Bendul- menjual hasil percetakannya. Bebe-
mrisi: Kumpulan Guritan (PPSJS, rapa novelet panglipur wuyung yang
2001); “Kirim Salam Menyang Su- diterbitkan Keluarga Soebarno, mi-
rabaya”, “Stambul Saka Puthuk”, salnya ialah Dhawet Ayu (1965 kar-
“Sawijining Desa ing Gunung Gam- ya Widi Widayat, Kenya Ketula-tula
ping” dalam Tes….Antologi Sastra (1965) karya Widi Widayat Wisa-
Jawa (Taman Budaya Jawa Timur); ning Katresnan (edisi II) karya Sla-
“Omonga Apa Wae”, “Kanggo Ka- met Soetarsa (1965).
dhang Penggurit”, “Eksposisi Togog”
dalam Omonga Apa Wae: Antologi kembang brayan
Puisi dan Guritan (Festival Cak Du-
rasim, 2000); “Stanza Wonogiri”, Setelah tahun 1960-an beberapa
“Paceklik”, “Omonga Apa Wae”, majalah berbahasa Jawa yang baru
“Yen Saben Kangen”, “Nocturno Ke- muncul, seperti Kunthi di Jakarta
mukus” dalam Pisungsung:Antologi (terbit pertama tahun 1970 di Jakar-
Guritan 6 Penyair; dan dalamAyang- ta), dan Djoko Lodhang (1975).Ada-
Ayang Wewayangan (PPSJS, 1992). pun dua majalah berbahasa Jawa
Sementara itu, dalam karya-karya yang terbit di Yogyakarta sebelum
fiksinya Sugeng Wiyadi, yang ting- Djaka Lodhang adalah Mekar Sari
gal di desa Bangsri, tepatnya di RT (terbit pada tahun 1957) dan Waspa-
02/RW 3, Kertosono, Nganjuk, Jawa da (terbit pada bulan Februari, 1952).
Timur, ini selalu menggunakan nama Majalah Kembang Brayan adalah
samaran: Kelik SW, Dipo Pangestu, mingguan berbahasa Jawa yang ter-
KRT Sarwito, Peni Kusumawati, bit pada awal tahun 1966, di Yogya-
dan Niken Haksariningrum. karta, dan hanya hidup sampai de-
ngan awal tahun 1967. Kembang
keluarga soebarno Brayan memuat cerita-cerita pang-
lipur wuyung.
Keluarga Soebarno adalah nama
sebuah penerbit swasta di Sala, de- kenja bre tegawangi
ngan alamat di Nayu Barat III/12,
Kotak Pos 73 Sala. Penerbit Keluar- Pengarang Kenja Bre Tegawangi
ga Soebarno tersebut aktif menerbit- tidak diketahui identitasnya. Nama
kan novel-novel panglipur wuyung yang dipergunakan oleh pengarang
‘pelipur lara’ yang amat popular pa- ini diduga adalah nama samaran. Ji-
da tahun 1960-an. Pada tahun-tahun ka ditilik dari namanya, pengarang
tersebut memang sangat banyak pe- ini berjenis kelamin wanita. Akan te-
nerbit kecil yang muncul, tidak ha- tapi, berdasarkan gaya tulisan dan
nya di Sala, tetapi juga di Yogyakar- data informasi, pengarang ini sebe-
ta, Semarang, dan Surabaya. Pener- narnya laki-laki. Melalui karyanya
bit Keluarga Soebarno tersebut mem- berjudul Mustikaning Wanodya Ra-
punyai kios buku di Jalan Gemble- tuning Ayu (Panjebar Semangat, 13
gan 87, Sala, yang difungsikan untuk April 1940) Kenja Bre Tegawangi
mencoba menghadirkan masalah ke-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 265
miskinan dan penindasan terhadap sebagai pelaku cerita yang melaku-
seseorang. Dengan gaya cerita yang kan dialog seperti yang terjadi pada
runtut dan pilihan tema yang tragik pertunjukan teater. Instrumen musik
tampak bahwa pengarang ini berasal dalam seni kentrung terdiri atas gen-
dari lingkungan keluarga terdidik. dang dan terbang atau terbang saja.
Hal ini dapat dilihat dari kemampu- Instrumen musik tersebut dimainkan
annya mengungkapkan konflik yang oleh panjak. Namun, dalam pertun-
menimpa keluarga Mbok Kerto (pen- jukan tunggal seorang dalang dapat
jual tape) dalam cerita tersebut. merangkap menjadi panjak dengan
memainkan instrumen gendang. Da-
Dilihat dari sisi latar dalam kar- lam situasi demikian itu seorang da-
yanya Kenja Bre Tegawangi tampak lang di samping bercerita masih ha-
memiliki kedekatan dengan masalah rus memainkan instrumen. Di dalam
sosial yang berkembang di dalam ma- seni kentrung, seorang dalang harus
syarakat desa. Dan berdasarkan in- dapat mengidentifikasikan dirinya
formasi, pengarang ini memang ber- dengan tokoh cerita. Suara tokoh di-
asal dari daerah Lasem, Jawa Te- buatnya berbeda-beda termasuk per-
ngah, daerah pantai utara yang pada bedaan antara suara laki-laki dan pe-
masa sebelum kemerdekaan (tahun rempuan. Kecuali itu, seorang da-
1940-an) sarat dengan masalah ke- lang kentrung harus dapat menun-
miskinan. Cerita ini termasuk cerita jukkan situasi yang tepat seperti apa
yang melodramatik. Cerita tentang yang dialami oleh tokoh ceritanya.
kemiskinan yang memberikan warna Jika pelakunya sedang sedih harus
tersendiri bagi dunia sastra Jawa mo- diekspresikan dengan suara sedih
dern, khususnya dalam hal pemilihan dan ekspresi sedih pula. Seni ken-
tema. Hanya sayangnya, biografi pe- trung mempunyai kemiripan dengan
ngarangnya tidak diketahui dengan seni tradisional di daerah lain, misal-
pasti. nya pantun Sunda dan kaba Minang-
kabau. Seni kentrung mirip dengan
kentrung seni tradisional di negara lain, misal-
nya, pelipur lara di Malaysia, seni
Kentrung atau seni kentrung ada- diangdangan di Brunei, dan seni ber-
lah jenis pertunjukan yang berupa cerita di Yugoslavia yang disampai-
teater rakyat dengan ciri-ciri terten- kan oleh seorang guslar. Dalam seni
tu. Seni pertunjukan tersebut sering kentrung diceritakan cerita kentrung.
disebut pula teater bertutur. Anggota Cerita tersebut dapat disamakan de-
seni kentrung terdiri atas seorang da- ngan dongeng, sejarah-sejarahan,
lang yang bertugas menceritakan se- atau kandha/lampah. Kata-kata
buah cerita (cerita kentrung) dan pan- yang bermakna cerita (yang belum
jak yang memainkan instrumen mu- tentu kebenarannya) tersebut ditem-
sik sederhana merangkap pula mem- patkan pada awal penyampaian ce-
beri senggakan berupa parikan di rita kentrung. Misalnya, sa-
hadapan sejumlah pendengar. Ka-
dang-kadang panjak juga berperan
266 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
derengipun cinarita ‘sebelum dice- hafalan bagian-bagian tetap yang
ritakan’, kadospundi sejarahe Jaka mengandung pelukisan yang kurang
Tarub ‘bagaimana sejarahnya Jaka lebih sama di dalam setiap cerita, dan
Tarub’, kawula saderma kanda ka- penguasaan unsur-unsur perhiasan
wula saderma crita ‘saya sekedar (musik, tingkahan, dan selingan).
bercerita’. Tukang kentrung itu se-
kedar kojah ‘bercerita saja’ yang be- kerata basa
lum tentu sesuatu yang diceritakan-
nya itu mengandung kebenaran. Ce- Di dalam teori sastra Jawa ter-
rita yang dimunculkan dalam cerita dapat istilah kerata basa. Kata ke-
kentrung, misalnya, Sarahwulan, rata berarti pirid, tlusur, urut ‘telu-
Panji, Menak, dan cerita nabi-nabi. sur’. Kata ngerata berarti ‘menelu-
Seni kentrung masih hidup (meski- suri’ atau merunut’. Jadi, kerata basa
pun tidak subur) di Kabupaten Tu- berarti bahasa atau perkataan yang
ban, Sidoarjo, Blitar, Kediri, Pono- bisa dimaknai menurut perunutan
rogo, dan Ngawi (Jawa Timur). Di atau asal-usul suku kata atau ucapan-
Jawa Tengah seni kentrung masih nya dengan cara mengotak-atik su-
hidup di Blora, Purwadadi, Kudus, paya dapat dinalar atau digatuk-ga-
Demak, dan Rembang. thukke ‘dicocok-cocokkan’ supaya
sesuai dengan makna katanya. Mi-
Masyarakat pedesaan masih salnya, kata wedang dapat dimaknai
menganggap cerita kentrung itu bu- gawe kadang ‘mencari teman’. Mak-
kan sekedar cerita fiksi yang meng- sudnya, barang siapa gemar menja-
hibur saja, tetapi juga mengandung mu tamu, pasti banyak saudaranya
pasemon ‘lambang kehidupan ma- karena banyak orang senang datang
nusia’. Dengan demikian, cerita ken- bertamu. Orang yang bertamu tadi
trung itu memegang peranan penting lama-lama seperti saudara sendiri.
dalam gerak kehidupan orang Jawa Menurut kebiasaan orang Jawa, we-
khususnya di pedesaan untuk berba- dang itu sebagai penghormatan bagi
gai keperluan, misalnya, upacara tamu dan hal itu yang paling banyak.
tingkepan dan upacara kelahiran. Kalau tidak dijamu dengan wedang,
berarti penerimaan tamu itu hanya
Cerita kentrung itu turun-temu- biasa saja. Cara memberi makna
run dari seorang guru kentrung ke- yang demikian ini berarti keratan. Pa-
pada cantriknya yang kemudian dahal, jika ditelusuri dari etimologi
menjadi dalang. Para cantrik yang terjadinya kata wedang, kata terse-
sudah dianggap cukup lengkap pe- but berasal dari kata we ‘air’ yang
nguasaannya akan cerita kentrung didang ‘dimasak’. Jadi, istilah we-
akan disahkan dalang yang bertindak dang sebenarnya berarti air yang di-
sebagai gurunya untuk berdiri sen- masak. Adapun contoh lain adalah
diri sebagai dalang kentrung baru. seperti berikut.
Penerusan cerita kentrung dengan (1) Garwa ‘pasangan’ berasal dari
sistem penyantrikan bertumpu pada
penghafalan kerangka cerita, peng- sigaraning nyawa ‘belahan nya-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 267
wa’. Orang yang sudah bersua- bernama Sumarti. Ia anak kelima dari
mi istri itu diibaratkan nyawa- tujuh bersaudara. Pendidikan formal
nya telah menjadi satu. yang telah ditempuhnya, antara lain,
(2) Batur: embat-embating tutur. SD Negeri 1 Donohudan, Ngemplak,
(3) Simah: isining omah. Boyolali (lulus 1981), SLTP Negeri
(4) Kutang: sikuting diutang. 2 Colomadu, Karanganyar (lulus
(5) Tuwa: ngenteni wetuning nyawa. 1984), SMA Negeri 4 Surakarta (lu-
lus 1987), dan S1 Fakultas Sastra Ju-
kertas rusan Sastra Daerah, UNS Surakarta
(lulus 1993). Dari hasil pernikahan-
Kertas merupakan bahan naskah nya dengan Tini K.S., lahirlah dua
Jawa. Kertas sangat banyak ragam- orang anak, bernama Lintang Wistu
nya. Dari tampak luarnya ada yang Malindi dan Bintang Alit Nugara.
berupa kertas polos berwarna putih Bersama keluarga, ia kini tinggal di
(melalui perjalanan waktu menjadi Brogo RT 02/IV, Donohudan, Ngem-
kekuning-kuningan atau bahkan plak, Boyolali 57375.
menjadi coklat muda), biru muda,
kertas bergaris (buku tulis bergaris), Pengarang yang sering menggu-
kertas berkolom (buku kas), kertas nakan banyak nama samaran —Irul
yang tebal, halus, dan licin permu- ES Budianto, Irul SB, Tini KS (na-
kaannya. ma istrinya), Lintang Wistu Malindi
(nama anaknya), Bintang Alit Nu-
kertas eropa gara (nama anaknya), Tanti Jati-
ningrum, Arum, dan Cakrawang-
Kertas ini dapat dikenal dari cap sa— ini mengawali kariernya seba-
kertasnya (water-mark)—dapat dili- gai penulis sejak 1989 setelah menja-
hat jika kertas diterawangkan ke arah di mahasiswa Jurusan Sastra Daerah
sinar matahari atau lampu—yang UNS Surakarta. Sejak itu ia merasa
berupa gambar, cap bandingan termotivasi untuk menulis. Setelah
(counter mark), dan/atau hanya merasa mampu menulis, selanjutnya
garis-garis tipis horisontal (laid lines) justru menjadi suatu kebutuhan yang
dan garis-garis tebal vertikal (chain tidak bisa ditinggalkan. Segala se-
lines) pada kertasnya. Gambar cap suatu yang ada dibenaknya bisa
kertas bermacam-macam. Panduan menjadi bahan tulisannya.
untuk mencocokkan cap kertas pada
naskah dapat menggunakan buku Selama ini hasil karyanya yang
daftar cap kertas yang disusun oleh berupa puisi, cerpen, roman sejarah,
Churchill (1935), Heawood (1950), dan artikel (yang jumlahnya menca-
dan Voorn (1960). pai 500-an judul) banyak dimuat di
media massa, seperti Panakawan,
khoirul soleh (1968— ) Jawa Anyar, Solo Pos, Pos Kita (So-
lo), Simponi, Swadesi (Jakarta), Su-
Khoirul Soleh lahir di Boyolali, rabaya Post, Karya Darma, Panje-
pada 22 Juli 1968.Ayahnya bernama bar Semangat, Jaya Baya (Sura-
(alm) Harno Budianto dan ibunya
268 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
baya), Mitra Bandung (Bandung), Panjebar Semangat, Minggu IV,
Minggu Pagi, Pagagan, Kedaulat- Maret 1998), dan masih banyak lain-
an Rakyat (Yogyakarta), Suara Mer- nya.
deka, Wawasan, Pustaka Candra,
Krida Wiyata, Bahari, dan Desa Ki- Cerita Pewayangan karyanya,
ta (Semarang). antara lain, “Direwangi Adol Wi-
rang” (Panakawan, 31 Maret 1992),
Karya-karyanya yang berupa “Lelananging Jagad” (Panjebar Se-
cerpen, antara lain, “Penari” (Pa- mangat, 11 November 1992), “Kena
nakawan, 15 Februari 1991), “Plin- Apus Krama” (Jawa Anyar, 19 Juni
thi” (Mekar Sari, 2 Desember 1992), 1995), dan masih banyak lagi lainnya.
“Kentrung” (Panjebar Semangat, 9 Sementara itu, guritan karyanya, an-
Oktober 1993), “Sumilire Angin tara lain, “Kertu” (Surabaya Post,
Esuk” (Mekar Sari, 29 April 1994), 14 November 1993), Nocturno Ca-
“Sengkuni” (Panjebar Semangat, kung” (Djaka Lodang, 13 Januari
14 Oktober 1995), “Lintang Kemu- 1996), “Stasiun Gambir” (Jawa
kus” (Djaka Lodang, 20 November Anyar, 19 Maret 1996), “Kanggo
1999), “Korban Kedua (Solo Pos, Anakku” (Panjebar Semangat, 7
November 1996), “Kijing” (Wa- September 1996), “Silir Solo” (Solo
wasan, Mei 1997), dan lain-lainnya. Pos, 31 Oktober 1997), “Kucing We-
Karyanya yang berupa roman rema- ngi” (Jaya Baya, 19 Mei 1998), dan
ja, antara lain, “Kasetyan” (Djaka lain-lain. Sedangkan artikelnya,
Lodang, 27 November 1993), “Ri- antara lain, “Surute Kagunan Basa
ni” (Djaka Lodang, 8 Juli 1995), Jawa” (Panakawan, 16—31 De-
“Abote Sesanggan” (Djaka Lodang, sember 1990), “Sastra Jawa Tak Per-
2 Desember 1995), dan lain-lainnya. lu Ditangisi” (Simponi, 28 Agustus
1992), “Sastra Jawa Modern: An-
Sementara itu, karyanya yang tarane Pengarep-arep lan Kanya-
berupa cerita rakyat atau roman se- tan” (Mekar Sari, 22 Januari 1992),
jarah, antara lain, “Geger Sukowati “Sastra Jawa lan Bebrayan Jawa”
(Panakawan, 15 Mei 1991), “Jaka (Jawa Anyar, 4 Juli 1995), “Sim-
Gutul” (Panjebar Semangat, 4 Fe- bolisme ing Sastra Jawa” (Djaka
bruari 1995), “Jaka Kandhung” (Me- Lodang, 9 November 1996), “Mak-
kar Sari, 2 Mei 1997), “Sing Padha na Simbolis-Religius ing Dhirine
Mbalela” (Jawa Anyar, 4 November Wong Jawa” (Jawa Anyar, 19 April
1997), dan lain-lain. Dongeng dan 1997), “Sastra Jawa Butuh Kreator
atau wacan bocah-nya, antara lain, Baru” (Suara Merdeka, 27 Novem-
“Ayam Kate dan Orang Miskin” ber 1997), “Problema Proses Kreatif
(Simponi, 3 Juni 1992), “Suling Wayang Orang Sriwedari” (Solo
Ajaib” (Jawa Anyar, 3 Agustus Pos, 4 Februari 1998), dan lain-lain.
1994), “Pangeran Kuping Dawa”
(Mekar Sari, 24 Maret 1995), “Klebu Pengarang yang sejak kuliah ak-
Wuwu” (Jawa Anyar, 19 September tif terjun dalam beberapa organisasi,
1997), “Janji Sang Putri” (KMD termasuk mendirikan Paguyuban
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 269
Ketoprak “Wiswakarma”, sampai tersendatnya perkembangan sastra
sekarang masih aktif dalam bebera- Jawa disebabkan oleh minimnya pe-
pa paguyuban seni (Ketoprak dan nerbitan, di samping karena pemba-
Wayang Orang). Selama ini karya- canya mulai berkurang. Generasi mu-
karyanya belum pernah diterbitkan da kelihatannya mulai berpaling dari
dalam bentuk buku, tetapi beberapa sastranya sendiri. Pembaca sastra
puisinya masuk dalam antologi ber- Jawa masih berkutat pada generasi
sama. Salah satu puisinya “Epigram tua, sedangkan kaum muda tampak-
Dongengan Semut” menghiasi novel nya sungkan membaca karya sastra
terbaru Suparto Brata Gadis Tangsi Jawa. Secara ekstrem, pembaca sas-
(Kompas, 2004). Disamping itu, be- tra Jawa adalah pengarangnya sen-
berapa karyanya (puisi dan cerpen) diri. Untuk itu, ia berharap kiranya
pernah diteliti oleh mahasiswa Ju- perlu dicuatkan harapan agar sastra
rusan Sastra Daerah UNS untuk ba- Jawa sekarang dan masa depan kelak
han skripsi, di antaranya, “Aspek Ke- bisa berkembang subur dan tetap ek-
hidupan Cinta yang Tercermin dalam sis di tengah masyarakat Jawa.
Lima Cerkak Karya Irul Es Budi-
anto: Sebuah Tinjauan Psikologi Sas- ki loemboeng
tra” (Dyah Mulati Pusporini, 1994)
dan “Problem-Problem Sosial dalam Riwayat hidup Ki Loemboeng ti-
Beberapa Guritan Karya Irul Es Bu- dak dapat diketahui secara jelas. Di-
dianta: Suatu Tinjauan Strukturalis- duga nama itu adalah nama samar-
me Genetik” (Budi Santosa, 1995). an. Hanya diketahui bahwa ia telah
menulis novel Trimurti (1942). No-
Pengarang yang pernah mem- vel ini menceritakan tiga bersaudara
peroleh juara III dalam Lomba Gu- yang hidup terpisah karena orang tua
ritan dalam rangka ulang tahun ke- mereka miskin dan penuh kepriha-
15 Sanggar Triwida Tulungagung ini tinan. Pada mulanya, kehidupan
mengaku, dalam menulis sebuah kar- orang tua tiga bersaudara itu (Suwi-
ya sastra ia tidak pernah mencari ide, dya, Santosa, dan Susilawati) serba
ide itu datang dengan sendirinya, ke- kecukupan.Akan tetapi, karena ingin
mudian dikonsep, jika sudah menga- memperjuangkan hidup anak-anak-
lami permenungan yang matang ba- nya agar berhasil mencapai kemu-
ru dituliskan. Untuk penuangan se- liaan hidup, ayah mereka kemudian
buah ide sampai ke penulisan mem- pergi ke Tanah Suci. Sayang, sang
butuhkan beberapa waktu. Ada yang ayah tidak pernah kembali lagi. Se-
singkat, ada yang membutuhkan wak- baliknya, dengan maksud yang sa-
tu lama, bahkan sampai tahunan. ma, ibu mereka pun bertapa dari satu
tempat ke tempat yang lain. Akhir-
Lebih jauh, pengarang yang nya, si ibu moksa dan dalam kemok-
amat prihatin terhadap perkembang- saannya itu si ibu selalu menjaga ke-
an sastra Jawa saat ini, yang tam- tiga anaknya. Bahkan, dalam keada-
paknya berjalan terseok-seok, me- an moksa si ibu berhasil memperte-
ngemukakan pandangannya bahwa
270 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
mukan ketiga anaknya yang telah juan seni wayang, seni pedalangan,
hidup secara terpisah karena diasuh seni karawitan, dan seni sastra Jawa
oleh tiga orang yang berbeda. lisan teramat besar. Lewat lakon-la-
kon wayang garapannya dan gen-
Susilawati, salah satu dari tiga ding-gending ciptaannya, ia telah
bersaudara itu, adalah seorang tokoh memberikan warna tersendiri dalam
wanita lulusan sekolah guru dan ak- kehidupan sastra lisan Jawa.
tif dalam pergerakan kaum wanita.
Ia selalu memperjuangkan peranan Bersama dengan Ki Sastrasab-
kaum wanita dalam pergaulan yang da, Ki Darsasabda, dan M. Kusni,
luas, khususnya dalam rangka akul- Ki Nartasabda ikut mendirikan per-
turasi budaya. Sementara itu, novel kumpulan Wayang Orang Ngesti
Trimurti menggunakan narasi baha- Pandawa di Madiun, pada tahun
sa Jawa ngoko. Dengan bahasa Jawa 1937. Kelompok Wayang Orang
seperti itu persoalan akulturasi bu- Ngesti Pandawa kemudian dipin
daya dapat disampaikan dengan lu- dahkan dan tumbuh pesat di kota Se-
wes dan demokratis. Di samping itu, marang.
dengan ragam bahasa ngoko novel
itu tampak ingin keluar dari stereotif Ki Nartasabda mempelopori per-
gaya yang biasa yang dimunculkan gelaran Wayang Kulit Purwa dengan
oleh novel-novel Balai Pustaka (yang “lakon Banjaran”. Pada acara tahun
menggunakan ragam krama). baru 1 Sura (1980), bertempat di Ge-
dung Bola Basket Senayan, Jakarta,
ki nartasabda ia mempergelarkan lakon Banjaran
Kumbakarna. Pergelaran yang dipa-
Nartasabda lahir di Kecamatan dati oleh lebih dari 10.000 penonton
Wedi, Kabupaten Klaten, Provinsi Ja- itu diselenggarakan oleh SKM Bua-
wa Tengah. Ketika masih kecil ber- na Minggu. Ki Nartasabda pulalah
nama Soenarto. Ia adalah anak bung- yang menciptakan lakon-lakon versi
su dari tujuh bersaudara keluarga baru, yaitu Gatotkaca Winisuda, Ar-
Partatinya. Adapun nama Nartasab- juna Wiwaha, dan Begawan Sen-
da diperoleh dari seniornya, Sastra- dang, Garba. Selain itu, Ki Narta-
sabda. Walaupun pendidikan formal- sabda adalah dalang pertama yang
nya tidak tamat Sekolah Dasar, ia menampilkan lima pesinden sekali-
mempelajari seni dan budaya Jawa gus dalam pergelaran wayang kulit
dengan intelegensia tinggi. Selain itu, purwa di Jakarta. Ia juga yang mem-
karya-karya kreatifnya di bidang se- pelopori penampilan penggerong
ni pewayangan dan seni karawitan, ‘semacam penyanyi pendukung’
menjadi teladan bagi dalang-dalang dalam jumlah lebih dari lima orang.
angkatan penerusnya.
Ki Nartasabda mempopulerkan
Ki Nartasabda adalah dalang dan penggunaan bedug sebagai salah sa-
seniman wayang kenamaan tahun tu perangkat gamelan wayang. Ia ju-
1960-an sampai dengan tahun 1980- ga dikenal sebagai pencipta puluhan
an. Sumbangannya terhadap kema- gending Jawa—terutama gending-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 271
gending dolanan. Gending-gending ding dari seluruh Nusantara, misal-
ciptaan Ki Nartasabda kebanyakan nya gending Surabayan, Sunda, Ba-
berirama dinamis. Ki Nartasabda per- li, dan sebagainya.
nah dipercaya oleh Presiden RI, Ir.
Sukarno, untuk menggarap gending Bentuk pementasan wayang pa-
ciptaannya yang berjudul gending da dekade 1970an—1980-an dido-
Empat Lima, Gending tersebut, sam- minasi oleh gaya pementasan wa-
pai akhir abad ke-20 masih tetap po- yang Nartasabda di mana di dalam-
puler. nya dipenuhi dengan gaya kocak, ga-
rapan iringan karawitan yang mon-
Sejak tahun 1961, kehidupan tek- cer, dan inovatif melalui gending-
nologi yang dari hari ke hari semakin gending dolanan ciptaannya. Hal ini-
kompleks dan canggih. Kenyataan lah yang menyebabkan sebagian bu-
itu membawa bentuk ekspresi kese- dayawan dan pakar seni yang tidak
nian semakin berkembang, khusus- rela mengapresiasi garapan pemen-
nya penyajian wayang. Pada waktu tasan wayang dan seni pedalangan
itu, Ki Nartasabda menggarap gaya ala Nartasabda.
pementasan wayang yang berbeda
dengan gaya yang sudah ada dan te- Ki Nartasabda berusaha keras
lah mapan seperti yang dikerjakan agar dunia pedalangan tetap mena-
oleh Ki Wignyasutarna, Pudjasu- rik dan diminati masyarakat di te-
marta, Nyatacarita, Ardjacarita atau ngah berkembangnya kesenian-kese-
dalangdalang Surakarta yang lain nian lainnya. Nartasabda sadar bah-
(gaya Padasuka). Gaya pertunjuk- wa ia hidup pada zaman yang telah
annya yang meliputi: (1) Catur ‘me- mengalami perubahan dalam segala
dium bahasa dalam pementasan wa- bidang karena proses modernisasi.
yang’, yaitu antawecana, ginem, po Oleh karena itu, ia dengan sadar
capan, dan janturan; (2) Suluk ‘nya- menggarap lakon-lakon wayang
nyian dalang dalam pertunjukkan yang disajikan selain sebagai tuntun-
wayang, yaitu sendon, pathetan, dan an (menggarap isi), namun juga ber-
ada-ada. Iringan karawitannya pun fungsi sebagai tontonan (sebagai hi-
berbeda dengan tradisi pedalangan buran).
yang telah mapan. Bahkan, dalam
setiap pergelaran wayangnya pun Ki Nartasabda tokoh pendobrak
kadang diselipkan dengan adegan garapan pementasan wayang yang
humor yang segar, mulai dari jejer sudah mapan yang dikembangkan
sampai dengan tancep kayon ‘usai’. oleh Padasuka (Pasinaon Dalang Su-
rakarta) dengan tetap memegang inti
Ki Nartasabda yang memadu- lakon, misalnya menyampaikan pe-
kan gending-gending wayangan khas san bersifat moral, estetis, gagasan
gaya Yogyakarta dengan gending ga- pemikiran, dan sebagainya. Dampak
ya Surakarta, misalnya pada adegan dari pendobrakannya itu, saat itu
gara-gara. Bahkan, ia tidak segan-se- telah diikuti oleh para dalang gene-
gan memasukkan unsur-unsur gen- rasi berikutnya dengan meniru gaya
pakeliran Nartasabda.
272 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Atas jasa-jasanya dalam dunia Ronda Kampung, Demon, Tedak Sa-
pewayangan dan pedalangan, pada king, Cakepan Langgam Aja Ki-
tahun 1995 Pemerintah RI menganu- sruh, Cakepan Langgam Atiku Le-
gerahkan Bintang Maha Putra kepa- ga, Cakepan Langgam Balen, Ca-
da Ki Nartasabda. Kepopuleran da- kepan Langgam Petis Manis, Cakep-
lang itu juga tampak dari hasil ang- an Langgam Ngimpi, Cakepan
ket radio-radio swasta niaga. Dalam Langgam Pawelingku, Cakepan
suatu angket yang diselenggarakan Langgam Pleca Plecu, Cakepan
oleh puluhan radio swasta niaga, Ki Langgam Sadarma, Cakepan Lang-
Hasil angket itu akhirnya menduduk- gam Janjine Piye, Cakepan Lang-
kan Nartasabda sebagai Dalang Ke- gam Aja Lamis, Cakepan Langgam
sayangan selama dua tahun berturut- Cengkir Wungu, Cakepan Langgam
turut pada tahun 1978 dan 1979. Gagat Enjang, Cakepan Langgam
Tatkala dalang terkenal dari Sema- Tanpa Tujuan, Cakepan Langgam
rang ini meninggal dengan tenang Aja Ngono, Cakepan Langgam Ora
pada tahun 1985, jenazahnya dikenai Nglindur, Cakepan Langgam Melati
pakaian adat Jawa dan keberangkat- Rinonce, Cakepan Langgam Setya
annya ke makam diiringi dengan Tuhu, Cakepan Langgam Aja Ngece
gending-gending Jawa. Belasan ribu 19, Cakepan Langgam Panyawang-
penggemarnya mengantarkan ke ku, Cakepan Langgam Hanalongso,
liang lahat. Cakepan Sinom Nulada Laku Uta-
ma, Cakepan Sinom Rujak Jeruk,
Sebagai seorang dalang, Ki Nar- Cakepan Sinom Kalatida, Cakepan
tasabda telah dikenal luas. Demikian Puspanjala Kembang Nipah, Cakep-
pula sebagai pencipta seni sastra tem- an Kinanti Saranane Wong, Cakep-
bang (puisi) lewat gending-gending an Kinanti Mideringrat, Cakepan
ciptaannya. Puisi-puisi Jawa karya Kinanti Pracaya, Cakepan Sram-
Ki Nartasabda, baik yang berbentuk bahan mBanyumasan, Dandang-
gending maupun langgam, yaitu Sa- gula Wulang Reh, Dandanggula
pu Tanganku, Meh Rahina, mBok Tripama.
Ya Mesem, Lumbung Desa, Lesung
Jumengglung, Mari Kangen, Gam- kidung
buh Kayungyun, Aja Dipleroki, Ja-
mu Jawa, Ngunda Layangan, Nga- Istilah ini mempunyai 2 arti, ya-
gem Lurik, Swara Suling, Santi Mul- itu (1) dalam Jawa kuna berarti re-
ya, Ibu Pertiwi, Suka Asih, Glopa repen, tembang; dan (2) berarti ka-
Glape, Caping, Identitas Jawa Te- rangan (rumpakan) yang terikat da-
ngah, Mijil Panglilih, Slendang Bi- lam ikatan tembang. Dengan demi-
ru, Gudeg Yogya, Goyang Sema- kian, kata ngidung dapat berarti
rang, Ayo Praon, Sarung Jagung, ‘nembang’ atau ‘mengarang’ kidung.
Ela Ela Gandrung, Pariwisata, Ka- Namun, kata “kidung” juga diguna-
gok Semarangan, Megal Megol, kan untuk judul guritan atau sastra
Kaduk Manis, Cucur Biru, Dumadi, Jawa, seperti antologi cerpen-cerpen
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 273
St. Iesmaniasita yang diberi judul Ki- Selanjutnya akan dikutipkan satu
dung Wengi ing Gunung Gamping bait yang terdapat tahun sengkalan-
(1958). nya, sebagai berikut.
kidung subrata Puhara tresna ‘wor lulut,
Ki Subrata ‘nom kumawi,
Penulis Kidung Subrata itu ti- tiga rasa kamulane,
dak diketahui orangnya. Sebetulnya dadi jalma kurang tutur,
kitab-kitab lain yang sejenis dengan kandelan loba hangkara,
Kidung Subrata masih amat banyak. kurang yoga lan samadi,
Kidung Subrata berbahasa Jawa Te- tuwuk pangan lan turu,
ngahan dan ditulis dengan tembang maka keliring sabumi.
macapat berisi persoalan filsafat yang
dibalut dengan jalinan cerita. Ada- ‘Akhirnya cinta campur berahi,
pun ceritanya mengenai kehendak Ki Ki Subrata muda menyanyi,
Subrata yang akan mencari kesem- tiga rasa pangkal mulanya,
purnaan hidup. menjadi manusia kurang petuah,
sangat kuat (sifat) loba angkara-
Kidung Subrata mempunyai ni- nya,
lai filsafat yang tinggi. Kidung Su- kurang yoga dan samadi,
brata tidak mudah untuk dipahami. kenyang makan kenyang tidur,
Kutipannya sebagai berikut. itulah tabir penutup dunia mesra.’
Sangtabyana ta pukulun, Angka tahun yang terdapat da-
rancana sipta kumawi, lam kutipan di atas adalah Tiga rasa
Panji prakasa tembange, dadi jalma atau 1463 Caka atau 1541
Ki Subrata kang winuwus, Masehi. Bait seterusnya bernama
luputa ring lara roga, Darmaparita, kutipannya sebagai be-
nirmala waluya jati, rikut.
luputa ring pamurung,
luputa ring baya pati. Tegese ngaran pandita,
tan asor aluhur sira,
‘bahagialah tuanku, kedeka luluh tuhu nora rasane,
(kisah) cobaan akan dinyanyikan, anut ulahing bumi,
dengan lagu Panji prakasa, padanira nora’na sabda idepe,
Ki Subrata yang dikisahkan, anir tapa anir brata,
moga-moga terluput dari mala- niryoga samadi sira,
petaka, nora itung darma ‘ji tan wruh
nirmala (dan) selamat walafiat, rasane,
luput dari halangan, tan mati tan ahurip,
luput dari bahaya maut.’ pangan turu tan ketung, lang-
geng asihe.
Petikan ini dapat dilagukan de-
ngan lagu Panji Prakasa; dengan gu- ‘Makna gelar pendeta,
ru lagu dan guru wilangan sebagai luhur, bukannya rendah dia,
berikut: 8u, 8i, 8e, 8u, 8a, 8i, 7u, 8i.