The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Alfiyah Indarwati, 2021-11-06 23:17:19

BUKU-Ensiklopedia-Sastra-Jawa

BUKU-Ensiklopedia-Sastra-Jawa

174 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Jenis-jenis metrum gambuh itu binson Krusu (1876) Serat Cariyos
memiliki bermacam-macam variasi Becik (1881) gubahan Mas Ngabehi
dan perbedaannya tampak menonjol Reksatanaja; (6) Basiran-Basirun
satu dengan lainnya, baik yang me- (1880) dan Serat Sri Gandana
nyangkut jumlah larik, jumlah suku (1883) karangan R. Pandji Soerjawi-
kata dalam larik, maupun bunyi su- djaja; (7) Serat Darmakandha (1883)
ku kata pada akhir larik. Di antara karangan R.T. Darmadiningrat; (8)
tujuh jenis itu yang biasa digunakan Cekel Indralaya (1891) karangan
dalam teks-teks sastra Jawa adalah T.M. Ismangoen Danoewinoto; (9)
jenis metrum yang keempat. Baron van Munghausen (1891) dan
Serat Lelampahanipun Sang Retna
gancaran Suyati karya C.F. Winter; (10) Aladin
(1885) karya R.M.A. Soetirto, dan
Gancaran adalah bentuk prosa sebagainya.
sastra Jawa. Umumnya meliputi je-
nis roman, novel, biografi, dan kisah Pada abad ke-19 terdapat juga
perjalanan. Contoh-contoh gancar- gancaran anonim atau tanpa menye-
an, antara lain berjudul Serat Dar- butkan jati diri atau nama penga-
mayasa gubahan Soerjawidjaja rang, seperti Sinbad (1881), Irawan
(1866) yang berisi percakapan antara Bagna (1884), Serat Kumalasekti
Darmayasa dan R.A. Wiradana me- (1895).
ngenai berbagai hal penting dalam
masyarakat. Karangan berbentuk Sastrawan Jawa yang berjasa
prosa lainnya adalah Randha Guna besar bagi perkembangan sastra Ja-
Wacana (1886) tulisan van der Pant wa dan dianggap sebagai pelopor
dan Ki Padmasusastra. Karya itu ke- gancaran adalah Ki Padmasusastra.
mudian diubah judulnya menjadi Ia seorang tokoh sastra dan bahasa
Durcara Arja. Pada akhir abad ke- Jawa sekaligus budayawan maupun
19, muncul tulisan dalam bentuk bio- jurnalis. Karyanya (selain dengan van
grafi dan autobiografi, misalnya (1) der Pant), misalnya Serat Urapsari
biografi Ranggawarsita yang ditulis (1896), Serat Warna Basa (1900),
Padmawarsita atas anjuran Labber- Serat Rangsang Tuban yang ditulis
ton; (2) Serat Raga Pasaja ditulis pada tahun 1900 (1921), Serat Madu
oleh Raden Sasrakoesoema (seorang Basa Jilid I (1912) dan Jilid II (1918),
guru); (3) Soemarejo menulis penga- Serat Pathi Basa (1916), Prabang-
laman(kisah) perjalanannya sendiri kara (1921), Kandhabumi (1924),
dari Wanarejo (Banyumas) keYogya- dan sebagainya.
karta dilanjutkan ke Semarang, Su-
rabaya, dan berakhir di Bangkalan garba
Madura; (4) Cariyos Sae Sawelas Iji
(1875) dan Serat Biwadaraja (1886) Istilah garba memiliki 3 arti yang
gubahan Mas Ngabehi Martaatma- masing-masing berbeda, yaitu (1) we-
dja; (5) Serat Lelampahanipun Ro- teng (wetengan) ‘rahim’; (2) memadu
atau menyingkat untuk 2 kata (atau
lebih), atau 2 kata dijadikan satu,

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 175

atau dua kata dipendekkan, dan (3) rakat dan telah berkali-kali diterbit-
dalam bahasa Kawi berarti perut, dan kan, yaitu terbitan Tan Khoen Swie
perhubungan. Adapun istilah tem- di Kediri, cetakan VI, tahun 1959,
bung garba berarti tembung sandhi, koleksi Perpustakaan Fakultas Sas-
yaitu kata bentukan baru yang terda- tra Universitas Gadjah Mada, Yog-
pat di dalam tembang. Tembung gar- yakarta. Bagian pendahuluan kitab
ba atau sandhi dibuat bila terjadi ke- ini, pupuh menerangkan waktu pe-
lebihan silabel atau suku kata dalam nulisannya, yaitu pada hari Senin
sebuah larik (gatra) tembang. Untuk Paing, tanggal 8 Jumadilawal, tahun
mengatasi kelebihan itu dilakukan Je, kalih rasesthi tunggal, yaitu ta-
nggarba ‘menggabungkan’ dua kata hun 1862 J. Suluk Gatholoco ini di-
atau lebih dalam satu larik itu menjadi gubah dalam bentuk tembang maca-
satu kata. pat, yang terdiri atas dua belas pu-
puh, yang peinciannya sebagai beri-
Untuk sastra, tentulah arti (2) kut
yang terdekat. Misalnya, kaloka ing 1) Pupuh I yang berjudul “Dhan-
rat menjadi kalokengrat; parama
ing kawi menjadi parameng kawi; danggula” berisi 13 bait.
gajah dan Indra menjadi gajendra; 2) Pupuh II yang berjudul “Mijil”
kawi dan Indra menjadi kawendra;
nara dan Indra menjadi narendra; berisi 20 bait.
byantara dan Indra menjadi byante- 3) Pupuh III yang berjudul
rendra; wira dan utama menjadi wi-
rotama. “Kinanthi” berisi 29 bait.
4) Pupuh IV yang berjudul
gatholoco, suluk
“Gambuh” berisi 69 bait.
Suluk Gatholoco yang berupa 5) Pupuh V yang berjudul “Sinom”
naskah dapat ditemukan di Perpus-
takaan Museum Sanabudaya, Yog- berisi 87 bait.
yakarta. Di perpustakaan ini ada dua 6) Pupuh VI yang berjudul
buah naskah Suluk Gatholoco, yaitu
naskah yang bernomor kodeks PB A “Pangkur” berisi 68 bait.
179 dan naskah yang bernomor ko- 7) Pupuh VII yang berjudul
deks PB A 201. Naskah yang berno-
mor kodeks PB A 179 adalah suatu “Asmaradana” berisi 65 bait.
kumpulan suluk (sembilan buah su- 8) Pupuh VIII yang berjudul
luk) yang salah satu suluk itu adalah
Suluk Gatholoco, sedangkan suluk “Gambuh” berisi 16 bait.
yang bernomor kodeks PB A 201 9) Pupuh IX yang berjudul
adalah suluk lepas.
“Sinom” berisi 45 bait.
Suluk Gatholoco yang dipakai 10) Pupuh X yang berjudul
sebagai bahan penelitian ini adalah
suluk yang telah tersiar di masya- “Kinanti” berisi 25 bait.
11) Pupuh XI yang berjudul

“Pangkur” berisi 80 bait.
12) Pupuh X11 yang berjudul

“Kinanthi” berisi 12 bait.
Jumlah = 529 bait.

176 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Ringkasan Isi jiwati. Putra raja itu diberi nama Ga-
Suluk Gatholoco berisi perde- tholoco. Gatholoco minta diri dan di-
ikuti oleh hambanya Darmagandhul.
batan Gatholoco dengan Dewi Perji-
wati mengenai hakikat jalu wanita, Isi Pupuh H “Mijil”
‘pria-wanita’, kelakuan dalam As- Diceritakan tiga orang guru pe-
maragama dan asal terjadinya benih
manusia. Isi ringkas Suluk Gatho- ngaji, masing-masing bernama Ab-
loco sebagai berikut. duljabar, Abdulmanab, dan Abdul-
ngarib. Ketiga guru mengaji itu amat
Isi Pupuh I “Dhandhanggula” fasih dalam membaca Alquran, Fi-
Kerajaan Jajarginawe berada di kih, Mukarar, Tupah, Nahu, dan
Usul. Olen sebab itu, mereka ingin
bawah pemerintahan Raja Suksma- pergi ke desa lain untuk mengadakan
wisesa. Raja mempunyai seorang debat tentang ilmu yang dikiriminya
anak laki-laki yang berparas jelek se- itu dengan guru mengaji lainnya. Da-
kali sehingga raja sering merasa ma- lam perjalanan mencari lawan ber-
lu terhadap orang lain. Prabu Suks- debat itu, mereka berjumpa dengan
mawisesa lalu memerintahkan putra- Gatholoco.
nya itu bertapa di waringin Sulur de-
ngan ditemani oleh seorang hamba Isi Pupuh III “Kinanthi”
setianya yang bernama Darmagan- Ketika guru mengaji yaitu Ab-
dhul yang tidak kalah jeleknya dari
putranya itu. Setelah anak itu berta- duljabar, Abdulmanap, dan Abdul-
pa selama enam belas tahun, raja ngarib melihat tampang Gatholoco
menyuruhnya kembali. Wajah putra- yang jelek dansangat menjijikkan.
nya tidak berubah, bahkan menjadi Oleh sebab itu, dengan kasar mereka
semakin menakutkan. Raja meme- menghina Gatholoco. Mereka pun,
rintahkannya kembali bertapa ke kemudian, terlibat dalam perde-
Waringin Sungsang. Setelah bertapa batan.
selama dua puluh satu tahun kemu-
dian, anak itu (pangeran) menjadi Isi Pupuh IV “Gambuh”
orang yang sangat pandai berdebat, Perdebatan sengit Gatholoco de-
pandai tulis-menulis, dan pandai ber-
hitung tanpa guru. Pangeran lalu ngan tiga orang guru mengaji terjadi
kembali ke istana. tentang diri Gatholoco, tentang arti
orang yang memiliki ngelmu, ten-
Setelah sampai di istana, pange- tang arti haram atau najis dan halal,
ran minta izin kepada ayahnya untuk dan tentang orang yang telah bontos
berkelana. Raja mengizinkan dan ‘paham’ dalam ilmu kasampurnan.
berpesan agar Pangeran selalu ber- Ketiga orang guru mengaji itu kalah.
hati-hati karena kelak Pangeran Gatholoco juga mengajak mereka
akan mendapat lawan yang tangguh berteka-teki.
dalam berdebat mengenai kawruh
kasunyatan ‘ilmu kesunyataan’. La- Isi Pupuh V “Sinom”
wan berdebat itu bernama Dewi Per- Teka-teki Gatholoco berkisar

pada penentuan yang lebih tua an-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 177

tara dalang, wayang, blencong, dan yang kalah itu menceritakan perjum-
kelir. Abdulngarib menebak kelirlah paannya dengan Gatholoco dan ke-
yang paling tua, sebab sebelum ada kalahannya dalam berdebat. Ki Ha-
kelir, wayang, dalang, dan blencong san Mustahal, Kasan Besari, dan
belum dipasang. Abdulmanab mene- Duljalal sangat marah setelah men-
bak dalanglah yang lebih tua, sebab dengar kekalahan Teman-temannya
dalanglah yang memasang kelir, itu, mereka menyuruh salah seorang
wayang, blencong. Dalang pula yang muridnya mencari Gatholoco sampai
menjalankan wayang serta bercerita bertemu untuk berdebat tentang ilmu
tentang baik buruk dan kalah menang. kasunyatan. Setelah Gatholoco da-
Abduljabar menyangkal tebaan kedua tang, mereka berdebat tentang ada-
orang rekannya itu. Menurut ia wa- nya surga, dan neraka, tentang yang
yanglah yang paling tua. Gatholoco dimaksud dengan mati, tentang orang
menyalahkan pendapat tiga orang itu yang dapat masuk surga, tentang
semua. Menurut ia blenconglah yang orang kafir, dan sebagainya.
tua, sebab meskipun ada kelir, wa-
yang, dalang, kalau tidak ada sinar, Isi Pupuh VII “Asmaradana”
mana mungkin semua itu dapat dija- Lanjutan perdebatan Gatholoco
lankan. Gatholoco menambahkan
meskipun demikian sebetulnya yang dengan Kasan Mustahal, Ki Kasan
paling tua adalah orang yang me- Besari, dan Ki Duljalal berakhir de-
nanggap wayang itu. Meski ada ke- ngan kekalahan ketiga orang guru
lir, wayang, blencong, dalang, dan mengaji tersebut. Gatholoco diusir
gamelan, kalau tidak ada yang me- dari pondok ketiga guru itu, tetapi
nanggap maka tidak akan ada per- Gatholoco tidak mau pergi sebelum
tunjukan wayang. Kemudian Gatho- diberi bekal uang dua belas ringgit.
loco menerangkan juga tentang ha- Mereka merasa malu dan mengira
kikat dari dalang, wayang, kelir, Gatholoco akan mengotori pondok.
blencong, dan gamelan. Setelah ka- Oleh sebab itu, mereka memberinya
lah dalam berdebat, ketiga guru me- uang dua belas ringgit. Gatholoco
ngaji tersebut meninggalkan Gatho- lalu pergi meninggalkan pondok
loco menuju ke desa Cepekan. untuk meneruskan pengembaraan-
nya.
Isi Pupuh VI “Pangkur”
Di sebuah pondok di Dusun Ce- Isi Pupuh VIII “Gambuh”
Perjalanan Gatholoco dari pon-
pekan tinggal tiga orang guru me-
ngaji yang bernama Kasan Musta- dok ke pondok selalu menimbulkan
hal, Kasan Besari, dan Ki Duljalal. perdebatan dalam ilmu kasunyatan
Ketiga guru mengaji itu sedang me- Diceritakan perjalanan Gatholoco
ngajar murid-muridnya tentang kitab sampai ke gunung Endragiri. Di Gu-
Fikih dan Sitin, ketiga guru mengaji nung Endragiri tinggal seorang en-
yang kalah berdebat dengan Gatho- dhang yang telah bertapa selama
loco itu datang. Ketiga guru mengaji enam belas tahun, yang bernama De-
wi Perjiwati. Dewi Perjiwati bertem-

178 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

pat tinggal di gua Siluman Cemara- melebihi gelapnya malam. Kemu-
sewu yang ditemani oleh dua orang dian, Sri menambah pertanyaan de-
emban yang bernama Sri Gambuh ngan menanyakan apakah yang di-
dan Sri Mundhul Berta dua orang maksud dengan melihat dan buta,
cantrik yang bernama Sri Dhigul siapakah yang lebih rendah dan siapa
dan Sri Bandhul. Semuanya cantik pula yang lebih tinggi, dan mana
dan masih muda. yang lebih banyak orang yang hidup
dan orang yang mati, orang kaya dan
Isi Pupuh IX “Sinom” miskin, orang laki-laki dan perem-
Keempat hamba Dewi Perjiwati puan, Berta orang kafir dan orang
Islam? Selanjutnya Sri Dighul me-
itu melihat kedatangan Gatholoco ngatakan bahwa ia melihat seekor
dan menyambutnya. Gatholoco mem- pelatuk sedang mematuk sebatang
perkenalkan dirinya dan menyatakan pohon, lama-kelamaan bulu burung
ingin berjumpa dengan Dewi Perji- itu rontok semua. Gatholoco ternyata
wati. Sebelum diantarkan untuk men- juga dapat menebak tepat teka-teki
jumpai Dewi Perjiwati, lebih dahulu Sri Dighul tersebut.
Gatholoco harus menjawab teka-teki
dari keempat hamba tersebut. Jika Sri Gambuh juga mempunyai
Gatholoco tepat menebaknya, keem- teka-teki. Sri Gambuh menanyakan
pat hamba itu bersedia menjadi istri berapa ucapan yang ada di dunia ini?
Gatholoco. Giliran pertama membe- Gatholoco menjawab teka-teki itu
rikan teka-teki ialah Sri Bandhul. Sri dengan mudah. Teka-teki Sri Gam-
Bandhul mempunyai dua teka-teki. buh disusul oleh teka-teki Sri Ban-
Pertama, ada sebuah pohon besar de- dhul. Sri Bandhul menanyakan be-
ngan empat cabang. Daunnya dua be- rapa buah warns di dunia dan bagai-
las helai, bunganya banyak, tetapi mana rasanya jika dimakan. Teka-
buahnya hanya dua. Ada sebuah po- teki itu juga dapat ditebak dengan
hon enau delapan cabangnya. Teka- tepat oleh Gatholoco.
teki yang kedua yaitu, Sri Bandhul
melihat dua ekor kerbau, tetapi kepa- Isi Pupuh X “Pangkur”
lanya tiga. Gatholoco ternyata dapat Rayuan, bujukan, dan kecantik-
menebak teka-teki itu dengan tepat
dan Sri Bandhul merasa kalah. an Perjiwati, menyebabkan Gatho-
loco mau memasuki gua. Ia tidak sa-
Sri Dighul juga mempunyai dua dar bahwa itu hanyalah tipu daya be-
buah teka-teki. Pertama Sri Dighul laka. Darmagandhul, hamba yetis
menanyakan di manakah letak iman Gatholoco, mendengar bahwa tuan-
dan pikiran atau budi itu, apakah ada nya akan memasuki gua yang sangat
panas yang melebihi panasnya api gawat. la memperingatkan Gatho-
dan adakah lebar yang melebihi le- loco untuk tidak menorah perminta-
barnya bumi. Kedua, Sri Dighul me- an Perjiwati karena Darmagandhul
nanyakan adakah keras yang mele- merasa itu hanyalah jebakan belaka.
bihi kerasnya batu, dingin yang me- Saran itu tidak diindahkan oleh Ga-
lebihi dinginnya air, gelap yang tholoco. Sesampainya di dalam gua

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 179

mereka bersuka-suka. Gatholoco Perjiwati menjawab bahwa bayi itu
merasa panas dan haus. Ia lalu minta anak Gatholoco sendiri. Gatholoco
air dan ingin mandi. Gatholoco di- heran sebab sepengatahuannya ia ti-
persilakan mandi di telaga yang ada dak hanya berperang dengan Dewi
dalam gua. Setelah selesai mandi, Perjiwati. Akhirnya, Gatholoco dan
Gatholoco merasa segar dan nya- Perjiwati menerima kenyataan bah-
man. Akan tetapi, hal itu tidak ber- wa anak itu adalah mereka berdua.
langsung lama karena Gatholoco
merasa badannyapanas sekali dan gatra
akhirnya ia pingsan. Setelah siuman,
Gatholoco baru menyadari bahwa ia Satuan baris dalam macapat.
telah terjebak oleh Perjiwati dan me- Akan tetapi, dalam perkembangan-
rasa menyesal tidak mengindahkan nya istilah gatra digunakan pula se-
larangan Darmagandhul. Gatholoco bagai istilah dalam puisi Jawa pada
lalu keluar dari dalam gua. umumnya.

Sesampainya di luar gua, Gatho- gatra purwaka
loco jatuh pingsan lagi dan ditolong
oleh Darmagandhul. Setelah siuman, Gatra purwaka dibentuk oleh
Gatholoco bermaksud masuk ke da- kata gatra dan purwaka. Gatra ber-
lam gua lagi, tetapi kali ini bukan arti satuan baris dalam macapat dan
untuk bersenang-senang melainkan purwaka berarti permulaan. Secara
akan mengajak Perjiwati berperang. utuh gatra purwaka berarti baris-ba-
Gatholoco merasa malu karena laki- ris pembuka pada wangsalan dan
laki dapat dikalahkan oleh seorang parikan. Dalam wangsalan gatra
perempuan. Darmagandhul memper- purwaka berfungsi menghadirkan
ingatkan lagi bahwa bila Gatholoco gatra tebusan atau isi. Gatra purwa-
masuk ke dalam gua mungkin Ga- ka dalam wangsalan bermakna sama
tholoco akan mati. Gatholoco telah dengan dua baris sampiran yang ber-
bulat tekadnya. Ia merasa lebih baik ada dalam pantun.
mati daripada malu dikalahkan oleh
perempuan. Gatholoco lalu masuk Contoh Wangsalan:
ke dalam gua itu. Cengkir wungu, wungune
katiban ndaru.
Sesampainya Gatholoco di da- Wis pesthimu, kowe uwal karo
lamgua, Gatholoco dan Perjiwati ber- aku.
perang. Keduanya sama-sama sakti-
nya dan satupun tidak ada yang me- ‘Degan/kelapa muda ungu, ungu-
nyerah. Akan tetapi, tak lama kemu- nya kejatuhan cahaya
dian Perjiwati melahirkan seorang ba- Sudah nasibmu, kau berpisah de-
yi. Setelah melihat anak itu, baik Per- ngan aku.’
jiwati maupun Gatholoco merasa sa-
ngatlah sayangnya. Gatholoco lalu Cengkir wungu itu artinya buah si-
bertanya tentang anak siapa bayi itu, walan (terkandung unsur suku kata
yang mengandung bunyi wal dan di-

180 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

tebus dengan tebusan suku kata wal jadi pejabat jangan jadi koruptor
pada kata uwa. jadi koruptor mencari suapan.’

Teja pita, kang taji mawa Berdasarkan dua bait contoh pa-
gendhewa. (layung, panah) rikan di atas terlihat bahwa wacana
Saya nglayung, sedhih kingkin tersebut mempunyai guru lagu
manah kula. ‘dhongdhing’ yang berfungsi sebagai
pemarkah spasial sekaligus berfung-
‘Pelangi putih, taji ayam berbu- si estetis. Dari contoh di atas, dapat
sur diketahui bahwa dua larik pertama
Makin layu, hatiku menjadi sedih termasuk dalam gatra purwaka, se-
sekali’ dangakan larik ketiga dan keempat
termasuk gatra tebusan ‘gatra isi’.
Contoh parikan:
Wajik klethik, gula jawa geguritan
Luwih becik, sing prasaja
Geguritan adalah puisi berbasa
‘Wajik kering, gula jawa Jawa dalam bentuk bebas atau mo-
Lebih baik, yang bersahaja.’ dern karena tidak terikat aturan-atur-
an tertentu seperti yang dijumpai da-
Manuk emprit, mencok pager lam puisi tradisional Jawa (tem-
Mulang murid, murih pinter. bang). Geguritan juga sering disebut
dengan guritan. Geguritan sebagai
‘Burung emprit, hinggap dipagar bentuk puisi bebas atau modern ti-
Mengajar siswa, biar pandai.’ dak lagi terikat oleh guru lagu (bunyi
akhir baris) dan guru wilangan (jum-
gatra tebusan lah suku kata yang tetap pada tiap
baris). Geguritan sebagai puisi mo-
Di dalam puisi Jawa terdapat is- dern tidak dinyanyikan (ditembang-
tilah parikan dan wangsalan. Kedua- kan). Menurut etimologinya, gegu-
nya terdiri atas beberapa baris atau ritan berasal dari kata gurit atau
larik. Larik awal atau larik sampiran guritan yang berarti kidung atau tem-
lazim disebut gatra purwaka, se- bang atau tulisan yang berwujud pa-
dangkan larik akhir atau larik isi hatan. Akan tetapi, dalam perkem-
lazim disebut gatra tebusan. Jadi, ga- bangannya, istilah tersebut lebih di-
tra tebusan berarti baris-baris isi da- kenal dengan nama geguritan.
lam parikan dan wangsalan yang me-
rupakan inti wacana dan mengan- Dalam sejarahnya, geguritan di-
dung tema wacana. Misalnya: bagi dalam dua kelompok, yaitu ge-
guritan tradisional dan geguritan mo-
Jam papat wis nyumet kompor dern (puisi bebas atau modern). Ge-
nyumet kompor masak sarapan guritan tradisional merupakan puisi
dadi pejabat ja dadi koruptor Jawa yang masih memiliki aturan
dadi koruptor golek suapan baku, yaitu (1) jumlah gatra (baris)
tiap bait tidak tertentu, tetapi biasa-
‘Jam empat menyalakan kompor
menyalakan kompor menyiap-
kan sarapan

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 181

nya paling sedikit berjumlah empat munculah geguritan modern dengan
gatra; (2) jumlah suku kata tiap baris aturan yang jauh berbeda dengan ge-
sama; (3) tiap akhir baris memiliki guritan tradisional. Geguritan mo-
bunyi yang sama; (4) pada awal kar- dern mula-mula ditulis sekitar tahun
ya selalu dibuka dengan kalimat sun 1929. Majalah Kejawen adalah ma-
nggegurit (aku bersyair/aku menulis jalah yang memelopori kemunculan
geguritan); dan (5) mengekspresikan geguritan modern lewat karya ber-
persoalan kotemporer yang sedang judul “Madusita”, Th.IV/77, 25 Sep-
berlangsung di sekitar. Berikut con- tember 1929; “Panglipur Manah”,
toh geguritan tradisional. Th.IV/79, 2 Oktober 1929; “Atur
Saleresipun”, Th. IV/81, 9 Oktober
Sun nggegurit: 1929. Antara tahun 1930—1940,
I. Kaanan jaman saiki geguritan modern hanya muncul
sipat pemudha-pemudhi dalam 7 (tujuh) judul di majalah
srawungane saya ndadi Kejawen. Dua di antara tujuh judul
raket wewekane sepi tersebut berupa geguritan anak-
tan kadi duk jaman nguni anak. Penulis geguritan biasanya se-
srawung sarwa ngati-ati. bagian tidak mencantumkan nama-
nya (anonim) atau memakai nama
II. Yen manut wasiteng kuna samaran, misalnya Pak Djaja dan
priya srawung lan wanita Pak Gangok. Akan tetapi, sebagian
gampang ketaman panggodha lainnya menuliskan nama dirinya da-
nerak ing laku susila lam karya-karyanya, misalnya “Ti-
temah darbe jeneng ala nimbang Nganggur” (parikan) (Ka-
wasanane tibeng papa. jawen, 28 April 1939), “Lelagon”
(parikan) (Kajawen, 8 Desember
‘Aku menulis syair: 1939), “Madu Sita”(gurindam) (Ka-
I. Keadaan zaman sekarang jawen, 25 September 1929), “Sinten
sifat pemuda-pemudi ingkang Wajib Kantun” (syair) (Ka-
pergaulannya semakin tak karu- jawen, 23 Juli 1930), dan “Tresna”
an (syair) (Kajawen, 28 Maret 1939).
intim kurang berhati-hati Memasuki tahun 1940, penyair selalu
berbeda dengan zaman dahulu menuliskan namanya dalam setiap
pergaulan selalu berhati-hati. karyanya.

II. Kalau menurut pesan kuna Geguritan modern bukanlah pe-
hubungan priya dan wanita nerusan tradisi yang ada, tetapi me-
mudah terkena godaan rupakan pengembangan lebih lanjut
melanggar kesusilaan dari puisi Indonesia modern yang di-
kemudian nama menjadi terce- pelopri olehAngkatan Pujangga Ba-
mar ru. Berikut adalah contoh puisi se-
akhirnya jatuh menderita.’ rapan, berbentuk soneta, berjudul

Ketika geguritan tradisional su-
dah tidak lagi ditulis. Selanjutnya

182 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

“Dayaning Sastra” (Kajawen, 1 Hasil perbuatan, pikir, dan rasa,
April 1941) gubahan Intojo. Para empu, pujangga, dan sar-
jana.
DAYANING SASTRA

Tembung-tembung kang ginan- Tersimpan, terangkum dalam gu-
tha lelarikan, bahan,
Tinata binaris kadya bata, Berwindu-windu jadilah haluan.’
Sinambung pinetung manut
ukuran, Geguritan terus tumbuh dan ber-
Dene banjur kasinungan daya. kembang dengan menunjukkan ciri-
ciri inovatif sesuai dengan perkem-
Kumpule bata dadi yayasan, bangan zaman. Penyair-penyair baru
Aweh nggon apik, brukut, sen- bermunculan, misalnya Edy D.D.,
tosa, Merdian Suharjono, Anie Sumarno,
Ngepenakake wong urip bebra- Priyangggana, Trilaksita S., Suyono,
yan, S. Noto Hadisuparno, Iwan Respati,
Semono dayane bata tinata. Prajna Murti, Moch. Nursyahid Pur-
nomo, Dananjaya S. Sastrawardoyo,
Gegedhongan tembung kang Hartono Kardarsono, Maryunani
mawa isi, Purbaya, dan lain-lain. Kemampuan
Katiyasane ngungkul-ungkuli, mereka bertahan dimungkinkan oleh
Wohing laku, pamikir, lan pang- kecintaannya terhadap sastra Jawa.
rasa, Di samping itu, pada karya-karya me-
Para empu, pujangga, sarjana. reka cenderung menjadi sarana untuk
mengekspresikan keadaan kehidupan
Simpen, ginebeng ing gegu- yang berjalan dengan tidak semes-
bahan, tinya. Bentuk-bentuk geguritan karya
Mawindu-windu dadi turutan. Moch. Nursyahid Purnomo dapat di-
bagi menjadi dua golongan, yaitu go-
DAYA SASTRA longan puisi panjang dan golongan
geguritan pendek (epigram). Produk
Kata yang disusun berlarikan, kepenyairan Moch. Nursyahid Pur-
Diatur urut sebagai bata, nomo ialah puisi-puisi panjang.Akan
Disambung, dihitung berdasar tetapi, didalam perkembangan selan-
ukuran, jutnya, ia banyak menulis geguritan
Lalu memiliki daya. epigram, misalnya “Mripat”, “Jam
Témbok”, “Angin”, dan sebagainya.
Bata berkumpul berwujud Penyair Herdian Suharjana merupa-
bangunan, kan penyair yang berbakat, Akan te-
Memberi tempat baik, aman, tapi, penyair yang berasal dari Sala
sentosa, yang pernah menjadi redaksi majalah
Membahagiakan orang hidup Jaya Baya telah meningggal dunia.
bermasyarakat,
Begitulah daya bata ditata.

Bangunan kata yang berisi,
Keunggulan tiada yang melebihi,

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 183

Geguritan yang ditulisnya umumnya “Ballada Jaka Lodhang” (Mekar
bernada liris romantis. Sari, No.15, 1967), dan sebagainya.
Dari segi strukturnya, unsur-unsur
Geguritan yang muncul sekitar kepuitisan geguritan modern telah
tahun enam puluhan akhir sangat mengalami perubahan. Geguritan di-
beraneka ragam, baik dalam bentuk warnai oleh irama batiniah. Irama ba-
maupun dalam isi. Ada akhir dekade tiniah sangat berkaitan dengan sua-
tersebut terlihat adanya usaha peng- sana hati, situasi, dan materi yang di-
galian cerita rakyat yang diangkat tampilkan oleh geguritan modern.
oleh penyair dalam bentuk puisi ba- Dari pola eufoni, puisi-puisi Jawa
lada, misalnya Lesmanadewa Pur- modern dekade pertengahan hingga
bakusuma, Suripan Sadi Hutomo, akhir 1960 banyak dijumpai rima
Poer Adhie Prawoto, Jokolelono, dan akhir yang didominasi rima bebas (a
sebagainya. Hal ini adalah pengaruh b c d – dan seterusnya). Unsur ke-
puisi-puisi balada W.S. Rendra dari puitisan yang dipergunakan untuk
Angkatan ‘66 dari kesusasteraan In- mendapatkan kepuitisan adalah tata
donesia. bait, bait disusun berseling menjorok
ke dalam dan ke depan/luar (bentuk
Geguritan berjenis balada ter- ini banyak dipergunakan oleh para
nyata digemari oleh penyair sastra penyair dalam karya-karyanya). Un-
Jawa modern, misalnya karya Joko- tuk mendapatkan irama pada pem-
lelono yang berjudul “Balada Sarip bacaan dan mendapat perhatian tiap
Tambakyasa” (Dharma Nyata, No. kelompok kata atau kata, penyair
86, 1973), karya Suripan Sadi Hu- membuat bentuk visual dengan su-
tomo yang berjudul “Panji Klan- sunan baris atau huruf (tipografi).
thung” (Jaya Baya, No. 49, 1972), Gejala ini muncul sekitar tahun 1975,
karya Lesamanadewa Purbakusuma misalnya pada puisi “Kucing” dan
yang berjudul “Balada Sulini Bocah “Potret”(Taman Sari, 1975: 55).
Gunung” (Jaya Baya, No. 40, 1973),
karya Danandjaja SS yang berjudul

KUCING

Nong. kucing kuwuk
Lung. Kucing gandhik
Bing. Kucing laki
huurrahh. Mbribeni bayi.
siji
loro
telu
o, kucinge tanggaku.

184 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Di dalam perpuisian Jawa juga Omah Lawas (1979), terbitan PKJT
ditemukan puisi yang suku katanya Surakarta (kumpulan puisi ini berisi
dipotong-potong, misalnya “Nora puisi-puisi lima penyair Blora yang
Jodho” (Jaya Baya, No. 20, 1974) dipentaskan di Pusat Pengajian Ke-
karya Carita JS berikut ini. budayaan Jawa Tengah, Surakarta).

NORA JODHO gendon humardani

Wa Ra Ha Ga Da Gendon (Sedyana Jajakartika)
Ja Ka Ha Ma Ra Humardani lahir di Surakarta 30 Ju-
ni 1923, meninggal dunia Agustus ta-
Wa Ra Na La hun 1983. Ia adalah seorang buda-
—Se Je— yawan, seniman, dan intelektual yang
Ja Ka Ra Ga mempunyai peranan penting dalam
membina kesenian di Jawa Tengah,
Sa Da Ya Ma Da khususnya sastra Jawa. Pada tahun
Ha Da Ya Ma La. 1970-1983 ia menjabat sebagai pe-
mimpin Pusat Kebudayaan Jawa Te-
Geguritan modern, ternyata ti- ngah (PKJT, 1979-1983) dan Ketua
dak hanya terbit lewat majalah ka- Akademi Seni Karawitan Indonesia
rena ditemukan pula puisi-puisi yang Surakarta (ASKI, 1975-1983). Di
dimuat di dalam antologi, baik an- bawah kepemimpinan Gendon Hu-
tologi khusus puisi maupun yang be- mardani PKJT dan ASKI mampu
rupa campuran atara puisi dan cerita melahirkan karya-karya seni tradisi
pendek Jawa. Pada tahun 1975 terbit yang inovatif. Bahkan, PKJT pada
sebuah kumpulan cerpen dan puisi tahun 1970-an dan 1980-an menjadi
Jawa yang berjudul Taman Sari, di- salah satu orientasi aktivitas sastra
terbitkan oleh Pusat Kebudayaan Ja- Jawa di tanah Jawa. Lembaga itu da-
wa Tengah. Di dalam antologi itu ter- lam periode tertentu mengadakan
muat 36 puisi Jawa yang sebagian pertemuan dan sarasehan sastra Ja-
besar merupakan puisi-puisi terbitan wa dengan menghadirkan para pe-
tahun 1970 dan sebagian kecil puisi ngarang dari berbagai kota. Bahkan,
yang pernah terbit sebelum tahun PKJT juga mengadakan sayembara
1970; Kalimput ing Pedhut (1976) penulisan novel, cerita pendek, puisi,
karya St. Iesmaniasita, diterbitkan dan naskah drama berbahasa Jawa.
oleh Balai Pustaka; 15 Guritan Beberapa capaian PKJT tersebut da-
(1975) karya Poer Adhie Prawoto pat berjalan karena dorongan, dona-
dkk; Lukisan Tanpa Pigura (1975) si, dan ide dari Gendon Humardani.
karyaArdian Samsudin (keduanya di-
pentaskan dalam acara “Pentas Ke- Gendon Humardani menyelesai-
cil” Pusat Pengkajian Kebudayaan kan studi kedokteran di Universitas
Jawa Tengah, Surakarta); Geguritan Gajah Mada dengan gelar sarjana
Sajak-Sajak Jawi (1975) karya St. kedokteran/Drs. Med pada tahun
Iesmaniasita (ed.), terbitan Pustaka 1959. Ia kemudian melanjutkan Stu-
Sasana Mulya; Tetepungan Karo

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 185

di Anatomi (S-2) pada ‘Anatomy sur-unsur ekspresi dalam pake-
Department Guys Hospital Medical liran Wayang Kulit Purwa, de-
School’ di London (1960-1961) dan ngan konsep-konsep estetikanya.
studi tentang balet dan tari modern (1960)
di New York dan di University of Ca- 3. Pakeliran Wayang Kulit Baru,
lifornia Los Angeles (1961-1963). tentang pembaruan seni peda-
Pada tahun 1942-1943, ia aktif seba- langan yang mengutamakan un-
gai pengurus dan sutradara perkum- sur ekspresi. (1957)
pulan ‘Seni Anggana Raras’ di Su- 4. Pakeliran Wayang Kulit Jawa
rakarta. Ketika masih menjadi ma- dan Kabuki Jepang, mengenai
hasiswa, ia mendirikan perkumpulan perbedaan dan persamaan kedua
Seni Mahasiswa HSB (Himpunan jenis drama itu. (1969)
Siswa Budaya) pada tahun 1952. 5. Dasar-dasar Pengembangan Se-
Hasil garapan HSB antara lain: ga- ni Tradsisi, mengenai konsep-
rapan dramatari tanpa dialog dengan konsep dasar seni tradisi (1972)
iringan karawitan yang terus-me-
nerus (tahun 1953); Tari Klana As- gerongan
mara dan Tari Pagi; Pakeliran Wa-
yang Kulit Baru, yang dipentaskan Nyanyian bersama dalam musik
pada tahun 1955 di Universitas Ga- gamelan. Pada jenis musik tertentu
jah Mada; Coret-coret Gatotkaca yang tergolong klasik, antara lain di-
Gandrung (1959); Gandrung Jawa iringi seperangkat gamelan kecil me-
dengan iringan gamelan Bali (1960); makai kemanak gerong dapat diga-
Pentul Temben. Garapan seni atau bungkan dengan pesinden.
karya-karya tersebut menunjukkan
sifatnya yang avant garde. ghatotkacasraya kakawin

Selama memimpin Himpunan Ghatotkacasraya kakawin
Siswa Budaya (1951-1960). Gendon digubah oleh Empu Panuluh. Untuk
Humardani juga aktif menulis tidak menentukan tanggal Ghatotkacasra-
kurang dari 30 artikel budaya. ya ditulis, dapat mengandalkan na-
Umumnya artikel berupa esai, ka- ma-nama raja yang disebut dalam ki-
dang-kadang bersifat kritik. tab itu. Raja yang disebut adalah sri
bhupala Jayakrta dan sri Madaharsa
Tulisan-tulisannya yang me- (mapanji Madaharsa). Nama terse-
nyangkut pewayangan, di antaranya: but tidak terdapat dalam prasasti,
1. Kongres Pedalangan Indonesia tetapi disebut di antara para raja di
kerajaan Kadiri. Jayakrta dan Krta-
di Surakarta 1958, yang isinya jaya adalah tokoh yang sama. Srng-
mempertanyakan keberadaan ga Krtajaya adalah raja Kadiri yang
Lembaga Pedalangan bagi man- memerintah pada tahun 1194—1205
faat seni pedalangan dan para (?). Krtajaya adalah inkarnasi Dewa
dalang. Wisnu (Triwikramawatara).
2. Renungan tentang Pakeliran Wa-
yang Kulit, yang memerinci un-

186 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Di dalam kitab ini disebut nama gubah oleh penyair yang sama. Hal
raja Prabu Jayakreta. Menurut tu- itu dapat dilihat dari kemiripan cara
lisan dalam prasasti, pada zaman menguraikan temanya. Misalnya, hu-
Kadiri ada seorang raja yang berna- bungan antara puteri raja dan abdi-
ma Prabu Kretajaya yang bertahta nya, perasaan sang puteri yang silih
sekitar tahun 1110 Caka (1188 tahun berganti, dan cara si abdi bereaksi.
Masehi). Prabu Kretajaya mungkin Ghatotkacasraya menyebutkan bah-
ia raja itu pengganti Prabu Jayabaya. wa raja memeriksa dengan teliti karya
sastra para pujangganya. Pujangga
Ketika menggubah kitab ini, keraton menempati kedudukan yang
Empu Panuluh sudah tua. Hal itu tinggi dalam pemerintahan. Sejak
tampak dalam tulisannya yang me- berkembangnya kesusastraan Jawa
nyatakan tentang kebosanannya un- Kuna di abad ke-9 Masehi, pujangga
tuk hidup di dunia. Untuk lebih jelas- dan citralekha memegang peranan
nya akan dikutipkan sebagai berikut. yang penting dalam pemerintahan.
Di keraton mereka menjadi seorang
Manggeh sadhana Sang Ka- pejabat religius, petugas, dan hamba
wicwaran asadhya kelepasani yang dekat dengan raja. Posisi se-
sandhining mango. orang pujangga mungkin dapat dise-
jajarkan dengan purohita atau pena-
‘Sudah patut menjadi alat Sang sihat raja.
Kawicwara (Empu Panuluh) da-
lam tujuannya melepaskan diri Dr. Van Stein Callenfels menya-
dari ikatan kesenangan.’ takan bahwa Ghatotkacasraya ada-
lah lakon wayang yang dibentuk
Mon cenggan apa denyadonika menjadi syair. Ceritanya dimulai ke-
silunglungani humu liheng tika para Pandawa menjalani hu-
smaralaya. kuman buang 12 tahun, maka Sang
Abhimanyu dititipkan ke Dwarawa-
‘Kalau dicela, ya apa boleh buat, ti. SangAbhimanyu pandai mengab-
maksudnya hanya untuk bekal di dan sangat berbakti kepada pa-
pulang ke sorga Batara kama.’ mannya, Prabu Kresna. Sang Prabu
juga sayang kepada Raden Abhima-
Antuknya mrih amoh manah nyu. Walaupun Raden Abhimanyu
mara silunglungan iki muliheng akan menikah dengan Dewi Ksiti
anangga-bhawana, ri nglihnya Sundari, maka ia tetap senang juga.
lewas ing lango. Namun, Dewi Ksiti Sundari sudah
terlanjur dipertunangkan dengan
‘Saya berusaha memeras hati itu Raden Laksana. Kumara, putera
hanyalah untuk dipakai sebagai Ngastina. Raden Abhimanyu sangat
bekal pulang ke dunia Sang jatuh cinta kepada Dewi Ksiti Sun-
Anangga ‘tanpa badan atau ma- dari. Untuk menghibur hatinya, ia
ti’ karena sudah bosan terlalu la- berjalan-jalan di dalam hutan.
ma hidup dalam keramaian.’

Ghatotkacasraya dan Hari-
wangsa adalah karya sastra yang di-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 187

Pada suatu hari, Dewi Ksiti Sun- sembahkan kepada Batari Durga.
dari ingin pergi ke hutan. Setelah di- untuk dijadikan mangsanya.
beri izin ayahnya, ia berangkat ke
hutan bersama pengiring-pengiring Mereka dibawa terbang oleh ke-
perempuan. Di hutan, Raden Abhi- dua raksasa itu. Setelah sampai di
manyu bertemu dengan Dewi Ksiti hadapannya, Batari Durga tidak jadi
Sundari, yang menyebabkan nafsu memangsanya karena Raden Abhi-
birahinya bangkit. Setelah sampai di manyu bakti sekali kepadanya.
istana Dewi Ksiti Sundari mengirim Akhirnya, Raden Abhimanyu disu-
surat kepada RadenAbhimanyu. Su- ruh pergi ke istana Raden Ghatot-
rat itu menerangkan bahwa Dewi Ksi- kaca, istana Purbaya. Mereka diba-
ti Sundari tidak mau dinikahkan de- wa terbang oleh kedua raksasa tadi.
ngan Laksana Kumara. Surat itu di- Ia ditempatkan di Taman Purbaya.
lampiri sirih masak dan bedak. Sang Oleh karena itu, raksasa yang ber-
Abhimanyu mencari akal supaya ber- tugas sebagai juru taman, marah.
temu agak lama dengan Dewi Ksiti Kemarahan raksasa itu reda karena
Sundari. Kemudian Raden Abhima- ia diberi tahu bahwa Raden Abhi-
nyu bersamadi. Dalam samadinya itu manyu tidak akan mengganggu ke-
ia kedatangan Batara Kamajaya de- amanan dan hanya ingin menghadap
ngan permaisurinya. Mereka mem- Raden Ghatotkaca saja. Setelah ber-
beri bunga kepada Raden Abhima- temu Raden Ghatotkaca, maka Ra-
nyu. Bunga itu dapat menjaga kese- den Ghatotkaca mau memberi perto-
lamatan selama Raden Abhimanyu longan kepada Raden Abhimanyu.
bertemu dengan Dewi Ksiti Sundari.
Ketika Sang Hyang Kamajaya akan Para Korawa mengiringi teman-
menghilang, RadenAbhimanyu lupa ten putera ke Dwarawati. Dewi Ksiti
tidak bersujud kepada Dewi Ratih. Sundari bingung, hampir bunuh diri,
Oleh karena itu, Dewi Ratih mengu- tetapi tidak jadi karena mendapat il-
tuk RadenAbhimanyu. RadenAbhi- ham dari dewa bahwa ia akan meni-
manyu mohon maaf dan Dewi Ratih kah dengan Raden Abhimanyu. Se-
pun memaafkannya. mentara itu, Raden Ghatotkaca de-
ngan bala tentaranya berangkat ke
Raden Abhimanyu berhasil ma- Dwarawati. Mereka berhenti di hu-
suk istana dan bertemu dengan Dewi tan dekat negeri itu. Raden Ghatot-
Ksiti Sundari, tetapi mereka keta- kaca dan RadenAbhimanyu naik ke-
huan. Prabu Baladewa tahu hal itu, reta terbang dan langsung ke taman.
maka marahlah ia. Raden Abhima- Mereka bertemu dengan Dewi Ksiti
nyu diusir. Oleh karena itu, Raden Sundari. Raden Abhimanyu dan
Abhimanyu pergi. Ia diantar oleh ju- Dewi Ksiti Sundari diperintahkan
rudyah dan bermalam di sebuah naik kereta terbang untuk mening-
Candi Siwa. Di situ mereka keda- galkan istana. Raden Ghatotkaca ti-
tangan dua raksasa. RadenAbhima- dak pergi karena akan membunuh
nyu ditangkap dan akan diper- Laksana Kumara. Ia menyamar se-
bagai Dewi Ksiti Sundari.

188 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Raksasa Brajadanta, anak rak- gotong royong
sasa Baka, yang dibunuh Sang Bima
hendak membalas dendam. Akal Ra- Majalah Gotong Royong adalah
den Ghatotkaca diadukan kepada salah satu majalah berbahasa Jawa
Prabu Kurupati. Brajadanta menya- yang terbit di Surabaya pada pasca-
mar sebagai Laksana Kumara. Mem- kemerdekaan pada tahun 1963. Ma-
pelai laki-laki palsu diarak ke tempat jalah berbahasa Jawa tersebut meru-
mempelai perempuan palsu. Setelah pakan majalah umum sehingga pe-
bertemu mereka berpeluk-pelukan. nayangan sastra Jawa di dalamnya
Mereka saling ingin membunuh. hanya merupakan bagian dari ru-
Mempelai perempuan yang menang. brik-rubrik sastra. Rubrik sastra ter-
Ia menjelma menjadi Raden Ghatot- sebut adalah “Guritan” dan “Crita
kaca, terus terbang. Para Korawa lari Cekak”. Salah satu guritan yang di-
semuanya. muat dalam majalah tersebut ialah
“Lonceng Sejarah” (Gotong Royong
Prabu Kurupati dan bala tenta- No. 1, Th. II, Januari 1964). Majalah
ranya dibantu oleh Prabu Baladewa Gotong Royong tidak lama terbit, ha-
berperang melawan kaum Dwara- nya sekitar 2 tahun, seperti halnya
wati yang dibantu oleh Raden Gha- majalah Kekasihku dan Cendera-
totkaca. Para Korawa terdesak. Oleh wasih.
karena itu, Prabu Baladewa triwi-
krama, tombak nenggalanya dipu- greget
kulkan ke sana kemari dan muncul-
lah berbagai macam danawa ‘rak- Istilah greget secara harafiah
sasa’ dan sebagainya. Batara Narada berarti bernafsu atau semangat. Isti-
mengunjungi Prabu Kresna yang lah ini biasanya dipergunakan dalam
masih di hutan. Prabu Kresna diti- dunia tari dan karawitan. Dalam kar-
tahkan pulang. Akhirnya Prabu ya sastra Jawa modern, istilah greget
Kresna berhasil membujuk kakak- diadopsi untuk menggambarkan kar-
nya sehingga kemarahan Prabu Ba- ya sastra yang memiliki nilai dan bo-
ladewa reda. Berarti tidak ada perse- bot. Novel-novel atau cerita pendek
lisihan lagi. Oleh karena itu, Raden karya PoerwadhieAtmodihardjo me-
Abhimanyu jadi menikah dengan miliki greget karena di dalamnya me-
Dewi Ksiti Sundari, tetapi Dewi Ksi- miliki nilai dan bobot yang mampu
ti Sundari tidak menjadi permaisuri menggambarkan suasana masyara-
RadenAbhimanyu. Ia hanya sebagai kat pedesaan Jawa dengan stratifi-
istri kedua. Setelah Prabu Yudhistira kasi sosialnya, misalnya Gumuk
naik ke sorga, ia diganti oleh Prabu Sandi (1953), Birua Kaya Mangsi
Parikesit, putra Dewi Uttari, permai- (1987), Ibu (1989), dan sebagainya.
suri Raden Abhimanyu.
grup diskusi sastra blora

Grup Diskusi Sastra Blora ada-
lah organisasi pengarang sastra Jawa
yang pertama kali lahir di Jawa Te-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 189

ngah. Berdiri pada tahun 1975. Ke- tra Jawa yang tangguh, misalnya
tua Grup Diskusi Sastra Blora terse- J.F.X. Hoery, berkembang menjadi
but waktu itu, antara lain, Ngalimu penyair dan cerpenis Jawa modern
Anna Salim (Blora, lahir tahun yang andal. Bahkan, di kota tempat
1939); anggotanya adalah Poer Adhie tinggalnya, Bojonegoro, mendirikan
Prawoto (Ledok, Blora, lahir tahun grup diskusi sendiri di kotanya, de-
1950), J.F.X. Hoery (Padangan, ngan nama Pamarsudi Sastra Jawa
Bojonegoro, lahir di Pacitan, 1945), Bojonegoro (PSJB).
Sri Setya Rahayu (Bojonegoro, lahir
tahun 1949), Jayus Pete (Purwosari, Grup Diskusi Sastra Blora meng-
Bojonegoro), Anjrah Lelonobroto hasilkan dua judul antologi puisi,
(Kunduran, Blora, lahir tahun 1947), yaitu Napas-napas Tlatah Cengkar
Suripan Sadi Hutomo (lahir di Blora, (Blora, 1973) dan Tetepungan karo
tahun 1940), dan Sukarman (Purwo- Omah Lawas (Blora, 1979). Pada
dadi, lahir tahun 1946). awal tahun 1980, setelah satu demi
satu anggotanya keluar dari Blora un-
Motor atau penggerak Grup Dis- tuk bekerja atau meninggal (Ngalimu
kusi Sastra Blitar ialah Poer Adhie Anna Salim), grup ini pun mati kare-
Prawoto dan Ngalimu Anna Salim na Poer Adhie Prawoto sendiri pindah
(meninggal tahun 1976). Mereka ber- mengajar di Sala.
dua itulah yang paling produktif me-
nulis, baik puisi maupun esai sastra gugon-tuhon
Jawa. Bahkan, keduanya aktif menu-
lis di Panjebar Semangat atau di Ja- Gugon-tuhon adalah kata yang
ya Baya. bermakna watak atau sikap sese-
orang yang mudah sekali percaya ke-
Metode atau cara pembinaan pada perkataan atau dongeng yang
anggota Grup Diskusi Sastra Blora sebenarnya tidak perlu dipercaya.
itu bermacam-macam, antara lain Gugon-tuhon juga dapat bermakna
dengan pertemuan diskusi dan berla- lain yaitu perkataan atau dongeng
tih menulis. Kedua tokoh itu juga yang oleh orang-orang dianggap me-
membuka pintu ruumahnya lebar-le- miliki kekuatan tertentu. Jika kata-
bar untuk tempat bertemu para ang- kata atau dongeng yang bersifat gu-
gota (yang disebut dengan istilah gon-tuhon itu tidak dilaksanakan
“kanca” atau teman). Kedua tokoh atau tidak diikuti akan menimbulkan
itu juga yang rajin mengajak kawan- akibat buruk bagi mereka. Gugon-
kawannya itu hadir di berbagai per- tuhon dibedakan atas tiga macam ya-
temuan budaya dan sastra, baik sas- itu (a) Gugon-tuhon kang salugu
tra Jawa maupun sastra Indonesia. ‘Gugon-tuhon yang bersahaja’; (b)
Selanjutnya, sepulang mengikuti dis- Gugon–tuhon kang isi wasita si-
kusi itu, mereka lanjutkan dengan nandhi ‘Gugon-tuhon yang berisi pe-
diskusi intern. Oleh karena itu, se- san tersamar’; dan (c) Gugon-tuhon
bagian besar anggotanya berkem- kang kalebu pepali utawa wewaler
bang menjadi pengarang muda sas-

190 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

‘Gugon-tuhon yang termasuk larang- sarimpi: anak empat perempuan
an’. semua; jika laki-laki semua dise-
(a) Gugon-tuhon kang salugu but saramba; (10) pancagati:
anak lima perempuan semua; ji-
‘Gugon-tuhon yang bersahaja’. ka laki-laki semua disebut pan-
Yang termasuk gugon tuhon je- dhawa; (11) ipil-ipil atau pipil-
nis ini adalah anak atau orang an: anak lima seorang prianya;
yang menjadi jatah mangsa jika wanitanya seorang disebut
Batara Kala. Mereka itu terma- padhangan; (12) kembar: dua
suk kelompok anak sukreta dan orang anak yang lahir dalam wak-
orang yang termasuk dalam pa- tu yang sama baik leleki semua
nganyam-anyam. Anak sukreta atau wanita semua; jika laki-laki
ialah anak yang menurut keper- dan perempuan atau sebaliknya
cayaan dapat lestari hidup jika disebut dhampit; (13) julung sa-
diruwat dengan pertunjukan wa- rab: anak yang lahir ketika ma-
yang kulit yang mengambil ceri- tahari hampir terbenam; (14) ju-
ta Amurwa Kala. Peruwatan itu lung sungsang: anak yang lahir
akan menempatkan si anak lepas pukul dua belas siang (tengah ha-
dari incaran Batara Kala sehing- ri); (15) julung caplok: anak yang
ga akan lestari hidupnya. Anak- lahir bertsamaan dengan teng-
anak yang masuk dalam kelom- gelamnya matahari; dan (16) ju-
pok sukerta itu adalah (1) on- lung kembang: anak yang lahir-
tang-anting: anak tunggal laki- nya bersamaan dengan terbitnya
laki; (2) unting-unting: anak tung- matahari.
gal perempuan; (3) anggana: Ada sejumlah akibat tindakan ma-
anak satu-satunya yang tersisa nusia yang menjadi panganyam-
karena saudara-saudaranya me- anyam ‘incaran dimangsa’ Batara
ninggal dunia’; (4) kedhana-ke- Kala. Tindakan itu dapat dilaku-
dhini: dua orang anak laki-laki kan oleh laki-laki maupun wa-
dan perempuan; jika dua orang nita. Akibat tindakan yang dila-
anak itu yang tua perempuan di- kukan oleh lelaki dapat dijelas-
sebut kedhini-kedhana; (5) kem- kan sebagai berikut (1) keyong
bang sepasang: dua orang anak mlompong: membuat rumah su-
perempuan semua’; (6) uger-uger dah diberi atap tetapi belum di-
lawang: dua orang anak laki-laki beri penutup samping di bawah
semua; (7) pancuran kapit sen- bubungan; (2) omah maga-sesa:
dhang: tiga orang anak yang laki- mengatapi rumah yang tidak di-
laki di urutan tengah; jika yang di lanjutkan sampai selesai; (3)
urutan tengah itu perempuan di- omah bubrah: membuat rumah
sebut sendhang kapit pancuran; belum sampai selesai sudah ro-
(8) cukit-dulit: tiga orang anak boh; dan (4) pasangan putung:
laki-laki semua; jika perempuan orang yang sedang membajak
semua disebut gotong-mayit; (9)

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 191

atau menggaru, tiba-tiba pasang- hon yang termasuk larangan’.
an untuk ternak penariknya pa- Contoh:
tah.
Kecuali akibat tindakan laki-laki (1)Wong-wong Banyumas ora
ditemukan pula akibat tindakan kena lelungan ing dina Setu
wanita yang menjadi incaran Paing ‘Orang Banyumas di-
mangsa Batara Kala. Tindakan larang bepergian pada Sabtu
tersebut misalnya (1) Orang me- Pahing’. Larangan tersebut
mipis sampai mematahkan gan- terjadi setelah Adipati Ba-
dhik ‘alat penggilasnya’, dan (2) nyumas mendapat kecelaka-
Orang menanak nasi yang mero- an ketika bepergian pada ha-
bohkan dandang atau periuk ri Sabtu Pahing.
besar.
(b) Gugon–tuhon kang isi wasita (2)Anak keturunan Panembah-
sinandhi ‘Gugon-tuhon yang an Senapati dilarang naik ku-
berisi pesan tersamar’. da bathilan ‘kuda yang bulu
Jenis gugon-tuhon semacam ini ekornya dipotong’ jika se-
sering disebut aradan yang se- dang berperang. Larangan
ring disertai dengan kata ora ilok itu dikeluarkan karena Pa-
‘tidak baik’. Contoh: (1) Ora ilok nembahan Senapati hampir
kekudhung kukusan ‘Tidak baik saja menemui kecelakaan fa-
berkerudung kukusan’.Kukusan tal tatkala beliau naik kuda
itu kotor sehingga tidak baik jika bathilan ketika berperang
dipakai sebagai kerudung kepala; melawan Arya Penangsang.
(2) Ora ilok sumur ing ngarepan
‘Tidak baik sumur di depan ru- gumregah
mah’. Sumur di depan rumah da-
pat membahayakan keselamatan Majalah berbahasa Jawa Gu-
manusia; (3) Ora ilok nyapu ing mregah berdiri setelah Sarasehan
wayah bengi ‘Tidak baik me- Pengarang Sastra Jawa di Yogyakar-
nyapu pada malam hari karena ta. Majalah itu berukuran setengah
gelap sehingga sapuannya tidak folio, diterbitkan oleh Penerbit Fajar,
dapat bersih; dan (4) Aja lungguh Solo, pada tahun 1967. Dalam ca-
ing bantal mundhak wudunen tatan kecil “Beras Kencur”, dalam
‘Jangan duduk di bantal karena terbitan kedua (Gumregah No.2, Ta-
dapat berbisul’. Bantal itu diper- hun I, 1967) disebutkan bahwa Gu-
gunakan untuk meletakkan ke- mregah No.1 terbit pada tanggal 31
pala jika seseorang sedang tidur Januari 1967, di Solo, dengan tebal
sehingga tidak etis jika bantal itu halaman majalah 32 lembar.
diduduki.
(c) Gugon-tuhon kang kalebu pe- Majalah tersebut memiliki bebe-
pali utawa wewaler ‘Gugon-tu- rapa rubrik penting, yaitu “Crita Ce-
kak”, “Leladi Budi” (budi pekerti),
“Puspita Wanodya” (Dunia Wanita),
“Crita Rinonce” (cerita bersam-
bung), “Wara-wara” (pengumum-

192 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

an), “Puspita Mudha” (Pembinaan Marga Pengarang’. Para redaktur
Pemuda), “Paniti Pustaka” (kritik), media massa berbahasa Jawa ba-
dan “Langen Puspita” (ruang puisi/ nyak yang memberikan tanggapan
guritan). Bila dilihat dari rubrik-ru- terhadap terbentuknya OPSJ, antara
brik di dalam majalah tersebut, atas lain Mekar Sari membuka rubrik ba-
dasar rubrik-rubrik di dalamnya, se- ru, khusus untuk guritan bernama
harusnya Gumregah digemari pem- “Gupita Sari”. Keputusan musya-
baca. Bahkan, pada terbitan kedua- warah pengarang Jawa di Solo itu
nya, tebal halaman Gumregah men- juga dimuat dalam rubrik “Gupita
capai 36 halaman, 4 halaman lebih Sari” (Mekar Sari, No. 22, Th. X,
banyak dari terbitan pertama. Na- 15 Januari 1967). Di samping me-
mun, pada kenyataannya, majalah munculkan rubrik “Gupita Sari” da-
tersebut hanya bertahan satu tahun lam Mekar Sari, OPSD (atau OPAJ)
(1967) atau dua kali terbit. juga mendorong munculnya rubrik
bahasa Jawa dalam mingguan ber-
Beberapa orang pengarang yang bahasa Indonesia Andika (Solo), de-
muncul dalam Gumregah, antara lain ngan nama rubrik “Pisungsung”,
ialahAnyAsmara (cerpen), Arswen- yang dibina oleh N. Sakdani dan Hu-
do Atmowiloto (cerpen), Yu Wida doyo M.Z.
(Widi Widayat) (dunia wanita), MT
Supardi (cerita sambung/novel), dan Rubrik “Gupita Sari” menun-
Anjar Any (pembinaan pemuda). jukkan perannya sebagai media pem-
binaan positif atas penulisan gurit-
gupita sari an. Semua guritan yang dimuat da-
lam rubrik tersebut mendapat ko-
“Gupita Sari” adalah salah satu mentar dari pembinanya, Sudarma
nama dari rubrik khusus untuk puisi K.D. Namun, setelah Sudarma K.D.
(guritan) dalam majalah berbahasa meninggal dunia, rubrik itu kemu-
Jawa Mekar Sari. Rubrik tersebut dian dilanjutkan oleh Prof. Dr. Su-
muncul pertama kali pada tahun ripan Sadi Hutomo. Adapun motto
1967. Kehadiran rubrik itu berkait de- dari rubrik “Gupitasari” berbunyi:
ngan semangat Organisasi Penga- Ajanging Pradapa Sastra.
rang Sastra Djawa/Jawa (OPSD/J)
yang berdiri pada tahun 1966, di guru lagu
Yogyakarta. Organisasi itu lahir
setelah diadakan pertemuan sastra Ja- Guru lagu adalalah pola tentang
wa diYogyakarta pada 24—27Agus- selang-seling vokal akhir setiap larik
tus 1966. Pertemuan itu atas prakasa pada suku kata tembang macapat.
Sanggar Bambu pimpinan Sunarto Misalnya, pola guru lagu Kinanthi,
Pr. 1–u, 2-i, 3-a, 4-i, 5-a, 6-i. Guru lagu
dapat dipersamakan dengan persa-
Pertemuan OPSJ berikutnya di- jakan akhir.
lanjutkan di Solo, pada 19—20 Ok-
tober 1966 yang melahirkan, antara
lain, Kode Etik Pengarang, dan ‘Sad

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 193

Contoh tiap bait ‘pupuh’. Dari diskripsi guru
KINANTHI wilangan tembang Maskumambang
kocapa ing lereng gunung itu terinformasikan juga bahwa tem-
wonten pandhita sawiji bang tersebut terdiri atas 4 gatra, de-
ya Bagawan Wismamitra ngan tatanan guru lagunya: i/ a/ i/ a.
kang dedukuh aneng ardi
lagya tindakan priyangga Tentang guru wilangan, pada se-
tan wonten ingkan kinanti tiap jenis Tembang Macapat (9 je-
nis), Tembang Tengahan (5 jenis),
‘Tersebutlah di lereng gunung maupun Tembang Gedhe (1 jenis),
ada seorang pendeta masing-masing memiliki tatanan
yaitu Begawan Wismamitra yang berbeda-beda, begitu juga de-
yang bertempat tinggal di gunung ngan guru gatra dan guru lagunya.
sedang pergi sendirian Adapun guru wilangan pada setiap
tidak ada yang diikuti.’ jenis tembang, yaitu (1) Asmarada-
na 8/i, 8/a, 8/e/o, 8/a, 7/a, 8/u, 8/a;
guru wilangan (2) Balabak 4/a, 4/e, 4/e, 3/e, 4/i, 4/
i, 4/a, 4/a, 4/e, 3/e; (3) Durma: 4/a,
Istilah guru wilangan mengacu 8/a, 7/i, 6/a, 7/a, 8/i, 5/a, 7/i; (4)
kepada jenis sastra tembang (puisi), Dhandhanggula: 4/a, 6/i, 4/a, 6/a, 8/
yaitu mengenai ketentuan banyaknya e, 7/u; (5) 4/i, 5/i, 7/a, 6/u, 8/a, 4/u,
suku kata pada tiap-tiap baris dalam 8/i, 7/a; (6) Gambuh: 7/u, 4/o, 6/u,
tembang. Seperti diketahui bahwa 4/u, 8/i, 8/u, 8/o; (7) Girisa: 8/a, 8/a,
setiap tembang memiliki tatanan sen- 8/a, 8/a, 8/a, 8/a, 8/a, 8/a; (8) Juru-
diri-sendiri, yaitu tatanan guru ga- demung : 8/a, 8/u, 8/u, 8/a, 8/u, 8/a,
tra, guru wilangan, dan guru lagu. 8/u; (9) Kinanthi: 8/u, 8/i, 8/a, 8/i, 8/
Kekhususan tatanan tersebut men- a, 8/i; (10) Maskumambang : 4/a, 8/
ciptakan irama, suasana yang khas, i, 6/a, 8/i, 8/a; (11) Megatruh: 4/a,
yang menyebabkan watak atau ka- 8/u, 8/i, 8/u, 8/a, 8/o; (12) Mijil: 4/a,
rakter tembang yang satu berbeda 6/i, 6/o, 4/i, 6/e, 4/a, 6/i, 6/i, 6/u; (13)
dengan tembang yang lain. Guru wi- Pangkur: 8/a, 4/a, 7/i, 8/u, 7/a, 4/u,
langan biasanya berkaitan dengan 8/u, 8/a, 8/i; (14) Pucung: 4/u, 8/u,
guru lagu (persajakan akhir), dan gu- 6/a, 8/i, 4/u, 8/a; (15) Sinom: 8/a, 8/
ru gatra suatu jenis tembang. De- i, 8/a, 8/i, 7/i, 8/u, 7/a, 8/i, 4/u, 8/a;
ngan demikian, mendeskripsi guru dan (16) Wirangrong: 8/i, 8/o, 10/u,
wilangan suatu jenis tembang, seca- 6/i, 7/a, 8/a.
ra implisit juga mendeskripsi guru
gatra dan guru lagu. Misalnya, des-
kripsi guru wilangan Maskumam-
bang ialah: 12-i, 6-a, 8-i, 8-a. Des-
kripsi guru wilangan itu secara im-
plisit menunjukkan guru gatra dan
guru lagu jenis tembang itu pada se-

194 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

h

handung kussudyarsana dari satu tempat ke tempat lain. Ke-
(1933—1991) ahliannya mengelola pementasan ke-
toprak keliling secara tidak langsung
Handung Kussudyarsana, yang diwarisi oleh anak-anaknya.
bergelar kebangsawanan R.M. (Ra-
den Mas), lahir di Yogyakarta pada Dari perkawinannya dengan Su-
30 Desember 1933. Ia berasal dari radjilah, Handung Kussudyarsana
keluarga priayi dan keluarga seni- dikaruniai lima orang putra, yaitu (1)
man. Ia adalah putra R.B. (Raden Bambang Sutrisno, (2) Heru Kesa-
Bendara) Puratmaja Candrasentana, wa Murti, (3) Heru Handana Wari,
cucu Gusti Djuminah, keturunan Sri (4) Heru Pradapa Murti, dan (5) Nila
Sultan HB VII. Pendidikan formal- Prabaningrum Sugandi. Putra ke-
nya ditempuh di Yogyakarta: SD duanya, Heru Kesawa Murti, dike-
(1949), SLTP (1955), dan SLTA nal sebagai tokoh Pak Bina dalam
(1959). Dia bertempat tinggal di Si- “Sandiwara Bangun Desa” yang di-
ngasaren Lor 9, Yogyakarta, dan ke- siarkan TVRI Stasiun Yogyakarta.
mudian pindah di Notoyudan GT V/ Heru Handana Wari bekerja di Ta-
317, Yogyakarta, bersama istri dan man Budaya Yogyakarta, sedangkan
anaknya. Ia meninggal dunia pada Heru Pradapa Murti bekerja di De-
tahun 1991. partemen Penerangan Propinsi DIY.

Ayahnya, R.B. Puratmaja Can- Dalam menulis karya sastra,
drasentana, adalah bangsawan kera- Kussudyarsana sering menggunakan
ton yang menekuni sastra Jawa. Oleh nama anak-anaknya sebagai nama
karena itu, tidak mengherankan ka- samaran, seperti Heru Kesawa Mur-
lau beliau melahirkan putra-putra ti, H.P. Murti (singkatan dari Heru
yang juga seniman: Handung Kussu- Pradapa Murti), dan Nila Prabaning-
dyarsana (seniman sastra dan teater), rum. Dalam pandangan anak-anak-
Kuswadji Kawindrasusanta (seni- nya, Handung Kussudyarsana me-
man lukis), Kusmaerah Purwahadi- rupakan sosok ayah yang memiliki
seputra (seniman lukis dan tari), dan pandangan demokratis. Selain itu,
Bagong Kussudiardja (seniman tari). dalam rubrik “Cacala” di Mekar
Sari, misalnya, ia sering mengguna-
Sejak remaja, Handung Kussu- kan nama samaran NK (singkatan
dyarsana, yang biasa disebut Rama Ndung Kussudyarsana), NKS (sing-
Ndung, sering mengikuti kegiatan- katan Ndung Kus Sudyarsana, dan
kegiatan kesenian di berbagai tem- K (singkatan dari Kussudyarsana).
pat. Bahkan juga menekuni dunia pe-
mentasan ketoprak keliling yang se- Handung Kussudyarsana dibe-
ring disebut kethoprak tobong yang sarkan dalam masyarakat Jawa. Dia
pementasannya berpindah-pindah memiliki pengetahuan budaya Jawa

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 195

yang cukup baik. Penguasaannya pa- juga ditetapkan sebagai Ketua II Ya-
da bahasa, sastra, dan seni Jawa men- yasan Budaya Nusantara.
dorong dirinya untuk menggeluti du-
nia penerbitan. Pada 1954—1959 Selama ini Handung Kussudyar-
menduduki jabatan sebagai sekretaris sana telah menulis sekitar 30 buah
majalah berbahasa Jawa Ngayogya- cerkak, 4 buah novel, 123 buah nas-
karta. Tahun 1959—1969 sebagai kah sandiwara, dan 40 buah naskah
anggota redaksi majalah Mekar Sari. ketoprak. Karya yang telah diterbit-
Tahun 1969—1986 sebagai pemim- kan, antara lain, 3 novel Jawa, 8 nas-
pin redaksi majalah Mekar Sari. Ta- kah ketoprak, 5 naskah sandiwara,
hun 1986 hingga akhir hayatnya men- dan 4 buku tentang ketoprak. Karya
jadi Wakil Pemimpin Umum Mekar yang telah direkam terdiri atas 18
Sari dan wartawan Kedaulatan Rak- naskah ketoprak dan 4 naskah san-
yat. Dunia yang digelutinya semakin diwara. Karyanya (50 naskah keto-
mendorong bakat Kussudyarsana prak dan 147 naskah sandiwara) te-
dalam berolah sastra, khususnya lah ditayangkan oleh TVRI Yogya-
sastra Jawa. Berkat kegigihannya karta dan Jakarta. Cerpen karyanya,
itu, lahirlah dari tangannya cerpen, yang berjudul Den Ayune Mantri, te-
novel, naskah sandiwara, ketoprak, lah difilmkan. Karya dramanya, yang
esai, dan sebagainya. Bahkan, ia ju- berjudul “Golek Sewan Omah”, di-
ga pengisi rubrik “Ruwet Renteng- muat dalam antologi Javannese Li-
ing Urip” ‘Suka Duka Kehidupan’, terature Since Independence: An An-
sebuah rubrik konsultasi masalah tology (1979) karya J.J. Ras. Selain
keluarga di majalah Mekar Sari. itu, ia juga sering menulis esai, baik
Jawa maupun Indonesia, di Jaya Ba-
Seperti telah disebutkan, Han- ya, Ngayogyakarta, Mekar Sari, Be-
dung Kussudyarsana dikenal sebagai rita Nasional, Bali Post, Buana
seniman sastra dan ketoprak. Sejak Minggu, dan Kedaulatan Rakyat.
tahun 1950-an hingga menjelang
akhir hayat dia aktif dalam kegiatan Pada tahun 1974 Handung Kus-
seni. Sejak tahun 1958, dia mengelola sudyarsana menerima penghargaan
Pusat Latihan Tari Bagong Kussudi- sebagai pembina seni di Yogyakarta
ardja yang dipimpin Bagong Kussu- dari Walikota Yogyakarta. Pada ta-
diardja, saudara kandungnya sendiri. hun 1987 dia juga menerima peng-
Sejak tahun 1972 ia sebagai Ketua hargaan yang sama (dari Walikota
II Yayasan Kebudayaan Tegalrejo/ Yogyakarta) sebagai seniman sastra
Kodam IV/Dipanegara dan Ketua Jawa dan ketoprak. Keberhasilannya
Pelaksana Ketoprak Mataram Sapta itu, konon, bermula dari kegemaran-
Mandala Kodam IV Dipanegara. Se- nya membaca (apa saja) sebagai be-
lain itu, sejak tahun 1974, Kussu- kal memperluas cakrawala dan pe-
dyarsana diangkat sebagai Pimpinan ngetahuan sehingga tulisan-tulisan-
“Jenaka KR”. Sejak tahun 1979 dia nya yang berupa sastra dan non-sas-
tra banyak memberikan manfaat ba-
gi banyak orang.

196 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Berkat bakatnya dalam berolah runan, tetapi ditentukan oleh moral/
sastra itulah, sejak 1960-an hingga perilaku dalam kehidupan.
1980-an, ia diminta untuk menjadi
redaktur Mekar Sari. Di majalah Kussudyarsana juga dibesarkan
Mekar Sari itu bakat kepengarang- di lingkungan keraton Yogyakarta
annya semakin berkembang dan pe- sehingga memahami tradisi istana
ngetahuan seni dan budayanya se- seperti yang tertulis dalam buku-bu-
makin luas. Akhirnya, dia diserahi ku babad. Oleh karena itu, ia banyak
tugas mengisi rubrik opini atau Ce- menulis naskah ketoprak yang ber-
cala yang mengupas masalah aktual kaitan dengan aspek sejarah istana.
yang meliputi keluarga, sosial, pen- Dalam menulis Bedah Madiun, mi-
didikan, budaya, olah raga, politik, salnya, ia menceritakan peristiwa
dan sebagainya. Di samping itu, ia pemberontakan Madiun terhadap pe-
mengasuh rubrik konsultasi “Ngrem- merintahan pusat. Dia juga meng-
bug Ruwet Rentenging Ngaurip” dan angkat cerita misteri yang dianggap
“Obralane Rama Ndung”. sebagai kebenaran bagi pemerintah-
an tradisional Jawa, yaitu hubungan
Karya-karya Rama Ndung yang misterius antara raja Keraton Nga-
membahas masalah kehidupan pria- yogyakarta dan penguasa laut sela-
yi, antara lain, cerpen “Den Bei Man- tan atau Ratu Kidul; ini tampak da-
tri” dan sandiwara “Golek Omah lam naskah ketoprak berjudul Ratu
Kontrakan”. Dalam karyanya ini, Kidul. Kendati demikian, ia juga me-
Kussudyarsana agaknya berpegang nulis karya yang mempersoalkan
teguh pada etika priayi karena ia le- kehidupan sosial sehari-hari, misal-
bih mementingkan harmoni daripada nya, “Tamu” (Mekar Sari, April
kejujuran. Hal itu tampak jelas da- 1967), “Lantap” (Mekar Sari, 1967),
lam cerpennya yang menampilkan “Layang” (Mekar Sari, April 1967),
kehidupan wong cilik. Hal itu terlihat “Lelucon Buntut” (Mekar Sari, Juli
pula dalam cerpennya “Jarit Teja- 1969), “Si Belo”, dan sebagainya.
tirta”. Sementara itu, karya cerpen-
nya yang mengangkat dunia kehi- hardjawiraga (1885—1963)
dupan priayi modern, antara lain ber-
judul “Layang” (Mekar Sari, April Hardjawiraga (R. Hardjawira-
1967) dan “Gawane Jabang Bayi” ga) telah memulai karier kepenga-
(Mekar Sari, Oktober 1964). Dalam rangannya sejak zaman Belanda.
karya ini diungkapkan adanya pem- Hardjawiraga dilahirkan di Sala (Su-
berontakan terhadap budaya priayi rakarta) pada 18 Agustus 1885. Dia
dan lebih berpikir realistik sesuai de- adalah cucu Ki Padmasoesastra, pe-
ngan tuntutan hidup modern. Ung- ngarang Jawa yang namanya sudah
kapan yang dapat ditangkap ialah sangat terkenal (di Jawa). Ia mening-
bahwa harga diri seseorang tidak di- gal pada tahun 1963 di Sala, kota
tentukan oleh status atau asal ketu- kelahirannya.

Pendidikan yang pernah diikuti-
nya adalah ELS (Europjeesche La-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 197

gere School). ELS adalah sekolah lam berbagai surat kabar berbahasa
dasar Eropa di Hindia Belanda pada Jawa. Ras menyatakan bahwa Har-
masa pemerintahan Belanda. Pendi- djawiraga adalah seorang penulis
dikan dasar pada masa itu dibedakan yang subur. Buku yang telah lahir dari
menjadi dua, yaitu untuk anak-anak tangannya antara lain kisah perja-
Eropa dan untuk anak-anak pribumi lanan berjudul Kesah Lelayaran
sehingga dikenal Lagere Orderwijs Dhateng Pulo Papuwah (1930), bu-
en Lagere School voor Europeanen ku anak-anak berjudul Bangun Nak-
(sekolah dasar untuk anak-anak Ero- Nik (1930), dua buku anak dan atau
pa) dan Lagere Onderwijs en Lagere remaja dalam tembang macapat ber-
School voor Inheensen (sekolah da- judul Sapu Ilang Suhe (1931) dan
sar untuk anak-anak pribumi). Akan Kepaten Obor (1931), roman berju-
tetapi, Hardjawiraga hanya sampai dul Dhendhaning Angkara (1952),
tingkat tiga karena kemudian oleh Badan Sapata (1931), Srikuning
ayahnya dikirim ke Batavia untuk (1953), dan Putri Menurseta (1978).
mengikuti kakaknya, Hendranata, Buku terakhir ini telah ditranskrip
dan masuk ke Stovia. Dia ke Sala lagi oleh A. Hendrata. Selain itu, ia juga
dan bermaksud kembali ke ELS. Na- menulis karangan yang berisi aturan-
mun, ELS sudah tidak bersedia mene- aturan persajakan dalam tembang
rimanya sehingga pendidikan formal- macapat dengan judul Patokaning
nya terhenti sampai di sini. Nyekaraken (1952).

Setelah dewasa, Hardjawiraga Di samping menghasilkan karya-
magang dan kemudian diterima se- karya asli, Hardjawiraga juga sem-
bagai sekretaris desa di daerah Kla- pat melakukan penyaduran/pener-
ten. Selama itu Hardjawiraga sudah jemahan, di antaranya novel berjudul
mulai menulis cerita bersambung di Sawitri yang kemudian diterbitkan
berbagai penerbitan berbahasa Jawa oleh Balai Pustaka pada tahun 1932.
seperti Djawi Kanda dan Djawi His- Novel tersebut merupakan hasil sa-
wara. Ketika itu Hardjawiraga per- duran/terjemahan dalam bentuk tem-
nah memenangkan sayembara me- bang macapat dari cerita klasik India.
ngarang yang diselenggarakan oleh
Komisi Bacaan Rakyat. Karena itu, Novel Srikuning termasuk novel
ketika Balai Pustaka dibuka (1917), terakhir yang ditulis dalambahasa Ja-
ia kemudian diterima sebagai redak- wa krama. Isinya berkaitan dengan
tur bahasa Jawa di badan penerbit kehidupan orang-orang desa dan
milik pemerintah kolonial tersebut. pemberontakan generasi muda terha-
dap persoalan kawin paksa. Novel ini
Hardjawiraga, yang kadang mengandung aspek didaktik (pelajar-
menggunakan nama samaran Jitna an) yang dapat diteladani. Di dalam
Sastra, merupakan pengarang yang novel ini diutarakan bahwa perjodoh-
produktif. Karya-karyanya sudah di- an tidak dapat dipaksakan. Di sini ter-
kenal oleh masyarakat luas sejak za- jadi pertentangan antara anak dengan
man Belanda. Karyanya dimuat da- orang tua dalam hal perjodohan. To-

198 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

koh Srikuning secara tegas menolak dalam kategori novel panglipur wu-
tradisi lama (kawin paksa) itu. Se- yung, di antaranya Ditinggal ing
mentara itu, novel Sapu Ilang Suhe Perbatasan (1966), Udan Barat Sa-
berisi nasihat, peringatan-peringat- lah Mangsa, Kesandhung Putri Sa-
an, dan sebagainya. Di dalam novel la, Pahlawan Putri, Liburan Pe-
ini diungkapkan bahwa pertikaian nganten Anyar, Tibaning Katres-
kadang-kadang tidak hanya dilukis- nan, Prawan Ungaran, Kanggo Bu-
kan pengarang dengan perdebatan mi Pertiwi, Bebantening Persatuan,
atau dalam pikiran, tetapi juga de- Seniorita Hertiyanti, Villa Putri Da-
ngan pertikaian fisik. mayanti, dan Lagune Putri Kasma-
ran. Buku-buku tersebut diterbitkan
hardjono h.p. oleh Burung Wali Sanga, Berdikari,
Sinta Riskan, Muria, Rini, dan Mu-
Hardjono H.P., lengkapnya Har- tiara, pada sekitar tahun 1966.
djono Hadipranoto, lahir di Kediri, Ja-
wa Timur, pada tanggal 9 Juli 1939. Sebagian karya Hardjono H.P.
Pendidikan terakhirnya di Jurusan antara lain menarik perhatian para
Ilmu Publisistik, Fakultas Ilmu So- ahli. Subalidinata, misalnya, pernah
sial dan Politik, Universitas Gadjah meneliti karya-karyanya dengan ju-
Mada, Yogyakarta (tamat 1966). dul “Sekelumit Tinjauan Novel Jawa
Karier kepengarangannya dimulai Modern” (Proyek Javanologi, 1983).
sejak ia masih menjadi mahasiswa. Dalam penelitian itu karya-karya
Selain menulis karya sastra, ia juga yang dibahas antara lain Liburan
menulis esai dan artikel budaya. Se- Penganten Anyar, Kanggo Bumi
belum menjadi tenaga pengajar (do- Pertiwi, Bebantening Persatuan,
sen) di Jurusan Sastra Nusantara, Seniorita Hertiyanti, Villa Putri Da-
Fakultas Sastra (sekarang Fakultas mayanti, dan Lagune Putri Kasma-
Ilmu Budaya), Universitas Indone- ran.
sia, pengarangAngkatan 1950-an ini
menekuni bidang jurnalistik. Selain Akibat kesibukannya Hardjono
bekerja di TVRI, ia juga menjadi H.P. termasuk pengarang yang ja-
wartawan di majalah (berbahasa In- rang hadir dalam sarasehan atau per-
donesia) Caraka, Viva, Flamboyan, temuan para pengarang sastra Jawa.
dan Contessa. Di tengah kesibukan- Namun, itu tidak berarti dia tidak
nya menjadi dosen, ia juga merang- pernah hadir. Beberapa sarasehan
kap menjadi redaktur Balai Pustaka. yang pernah ia hadiri di antaranya
di Rawamangun (Jakarta), Bojone-
Karya-karyanya, baik cerpen goro (Jawa Timur, 1984), Semarang,
maupun cerbung, banyak dimuat di Ungaran, dan Surakarta. Walaupun
majalah Jaya Baya, Gotong Royong, bertempat tinggal di kota metropoli-
Panjebar Semangat, Candrakirana, tan Jakarta, perhatiannya terhadap
Mekar Sari, Waspada, Kuman- bahasa dan kesusastraan Jawa tetap
dhang, dan sebagainya. Buku-buku besar. Perhatian tersebut ia tunjuk-
novelnya banyak yang masuk ke kan ketika bersama Budya Pradipta

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 199

(dan istri), Soesilomoerti, Trim Su- didirikan setelah mingguan Jenggala
tidjo, Rahadi Jakaria, Todi Sunarno, mati, dan setelah Ajat pulang di Su-
dan lain-lain mendirikan paguyuban rabaya, dari perantauannya ke Deli.
pengarang Jawa bernama “Himpun- Selain mendirikan Harian Express
an Pamarsudi Sastra Jawa”. Meski- itu, di Surabaya Ajat juga mendiri-
pun sudah tidak produktif lagi, hing- kan sebuah sekolah untuk pribumi.
ga kini dia tetap menjadi warga sas-
trawan Jawa zaman kemerdekaan. Harian Express adalah harian
umum yang berisi berbagai berita dari
Di samping berkarya dalam ba- dalam dan luar negeri. Rubrik sastra
hasa Jawa, ia juga berkarya dalam belum ada di dalamnya. Nama harian
bahasa Indonesia. Karangan-ka- tersebut berkali-kali berubah, tetapi
rangannya, lebih banyak berupa esai perubahannya tidak prinsipial, yaitu
atau artikel kebudayaan, banyak di- dari Express berganti menjadi Eks-
publikasikan lewat Sinar Harapan, pres, pernah juga bernanti lagi men-
Kompas, Tempo, Kartini, Sarinah, jadi Espres. Pemimpin Redaksi hari-
dan sebagainya. Sebagai pengarang, an tersebut dipegang oleh Ajat, se-
ia lebih bersifat netral, dalam arti ti- dangkan wakil Pemimpin Redaksi di-
dak banyak terlibat dalam masalah pegang olehAsal (adik kandungAjat).
politik. Hanya saja, karya-karyanya
yang berbahasa Jawa, ada yang ber- haricraya
sangkut-paut dengan masalah per-
juangan, di antaranya Kanggo Bumi Kitab Haricrya bukan kitab pe-
Pertiwi (1965), Ditinggal Ing Per- lajaran. Kitab ini berbeda dengan ki-
batasan (1966), Jaya Patria, dan tab Nitisastra, kitab Nirarthapra-
Pahlawan Putri (1966). kreta, dan kitab Dharmacunya. Ki-
tab ini menceritakan tentang cerita
Novel Ditinggal ing Perbatasan lakon yang diambil dari kitab Utara-
(1966), misalnya, merupakan novel kanda. Kitab Haricrya berangka ta-
yang erat berhubungan dengan ge- hun sengkalan sebagai berikut. Sad
rakan emansipasi wanita di abad ke- Sanganjala Candra atau 1496 Caka
20. Di dalamnya digambarkan kebe- atau 1574 Masehi. Penulis kitab ini
saran dan ketabahan hati seorang tidak diketahui.
istri. Gambarannya penuh dengan
lukisan realistis, sementara masalah Ringkasan ceritanya sebagai be-
perang hanya menjadi lukisan verbal rikut. Tiga orang raksasa bernama
belaka. Hal yang tidak jauh berbeda Mali, Sumali, dan Malyawan bertah-
terlihat pula dalam novel Pahlawan ta sebagai raja yang sangat kuasa.
Putri. Balatentaranya selalu merusak per-
tapaan-pertapaan. Mereka akan me-
harian express naklukkan keinderaan. Batara Indra
dan para dewa bingung. Mereka mo-
Harian Express diterbitkan oleh hon pertolongan kepada Batara Si-
penerbit mingguan bahasa Jawa Jeng- wa, tetapi Batara Siwa tidak dapat
gala pimpinan Ajat. Harian tersebut memberi pertolongan. Para dewa di-

200 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

suruh mohon pertolongan kepada ngabdikan diri kepada puisi juga. Ia
Batara Wisnu. Batara Wisnu berha- berkelana di pegunungan. Akhirnya
sil mengusir musuh. Akhirnya bina- ia dapat mempersembahkan hasil
salah Mali dan Malyawan di medan karyanya kepada sang raja, tetapi
peperangan. Sumali melarikan diri. hasilnya belum memuaskan. Na-
Ia bersembunyi di dasar samudera. mun, hasil yang demikian tidak men-
jadi halangan untuk memuliakan Sri
hariwangsa kakawin Baginda. Ia menulis kisah tentang
Dewa Wisnu.
Kitab Hariwangsa Kakawin di-
gubah oleh Empu Panuluh pada za- Masa pemerintahan Prabu Jaya-
man pemerintahan Prabu Jayabaya. bhaya belum diketahui. Pada masa
Ceritanya hampir sama dengan kitab itu terjadi konflik-konflik dan pepe-
Kresnayana, perbedaannya hanya rangan. Keterangan ini terdapat da-
sedikit. Setelah melanjutkan kitab lam prasasti tahun 1135. Dalam ka-
Bharatayuddha, Empu Panuluh ba- kawin Hariwangsa dan prolog Bha-
ru menggubah kitab Hariwangsa ratayuddha terdapat keterangan ten-
Kakawin. Menurut Empu Panuluh tang puji-pujian karena kemenangan
pada akhir kitab Hariwangsa Ka- Prabu Jayabhaya dan tunduknya pa-
kawin, kitab ini adalah tambenyan ra musuhnya. Hariwangsa dikarang
pangiketkw apet laleh ‘kemudian oleh Empu Panuluh. Karya ini digu-
gubahan saya itu akan mencari le- bah atas desakan Prabu Jayabhaya.
lah’. Empu Panuluh masih muda. Hal itu dapat diketahui berdasarkan
Hal itu dapat diketahui bahwa ia ma- nama-namanya yang selalu disebut.
sih mengaku murid sang prabu. Ha- Nama lain yang disebut-disebut ada-
riwangsa Kakawin sudah dicetak de- lah Jayasatru. Hariwangsa merupa-
ngan huruf Latin disertai terjemahan kan karya perdana yang berbentuk
dalam bahasa Belanda dan tafsiran puisi. Menurut Zoetmulder (1985:
kata oleh A. Teeuw. 344) menerangkan bahwa kakawin
ini ditulis sebelum Bharatayuddha.
Pada zaman Kali dunia menga- Keterangan mengenai Dewa Wisnu
lami bahaya dan Pulau Jawa kehi- pulang ke surga dan turunnya ke bu-
langan kecemerlangannya. Para de- mi menjelma dalam diri Prabu Jaya-
wa memohon agar Dewa Wisnu bhaya pada zaman Kali untuk me-
membantu untuk menyelamatkan du- nyelamatkan Pulau Jawa. Hal itu mi-
nia. Dewa Wisnu menjelma sebagai rip sekali dengan epilog Bharatayud-
raja Jayasatru, sedangkan Sang dha.
Agastya yang bijak menjadi patih
dan gurunya. Di bawah pemerintah- Ciri khas Hariwangsa terlihat pa-
annya yang bijaksana kesejahteraan- da keterangan yang menyebut bah-
nya kembali. Para raja penyair me- wa sang dewa ditemani olehAgastya
nulis syair-syair pujian baginya dan yang menitis dalam diri pendeta ke-
mereka mendapat anugerah. Oleh pala Brahmin serta penasihat raja.
karena itu, Empu Panuluh ingin me- Mungkin ia menjabat sebagai patih

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 201

kerajaan. Dalam prolognya Hari- cul dari laut (Zoetmulder, 1985:200,
wangsa Empu Panuluh mengatakan Rochkyatmo, 2001: 103).
bahwa ia mempersembahkan syair
itu sebagai sajian bunga di kaki Pra- Ringkasan ceritanya sebagai be-
bu Janardana atau Dewa Wisnu atau rikut. Pertama-tama adalah pelukis-
Prabu Jayabhaya. Hal itu merupa- an keindahan negeri Dwarawati. Ba-
kan bukti hasil pendidikan yang per- tara Narada mendatangi Prabu Krs-
nah diterimanya dari Sri Baginda na yang sedang di taman. Beliau me-
Sang Mekar Keindahan. Hariwang- nitahkan bahwa Dewi Sri sudah me-
sa dan Ghatokacasraya merupakan nitis di negeri Kundina, bernama De-
karya dari seorang pujangga. Hal itu wi Rukmini, puteri Prabu Bismaka.
dapat terlihat dengan adanya kemi- Prabu Jarasanda ingin menganuge-
ripan hubungan antara puteri raja rahkan Dewi Rukmini kepada Sang
dengan abdinya yang setia, perasaan Cedya, raja di Cedi.
sang puteri dan cara si abdi bereaksi.
Prabu Krsna ingin melarikan
Seorang raja yang berkuasa pa- Dewi Rukmini. Oleh karena itu, ia
da waktu itu berfungsi sebagai pem- menyuruh seorang hamba yang ber-
bimbing atau guru dan sebagai pem- nama Priyambada untuk mengusut
baca yang pertama yang memberi- di Kundina. Dewi Rukmini pun de-
kan tanggapan atau kritik. Hal itu ter- mikian juga. Ia mengharapkan dapat
lihat dalam Hariwangsa. Kakawin itu menikah dengan titisan Batara Wis-
disimak, dibaca, dan diberi tanggapan nu. Ia bersedih hati. Seorang dayang-
oleh Prabu Jayabhaya dari Kadiri, se- dayang yang bernama Kesari bingung
belum Empu Panuluh meneruskan dibuatnya. Pada suatu hari Kesari
untuk menulis karya sastranya. Da- menengok orang tuanya di luar kera-
lam Hariwangsa Empu Panuluh me- ton. Ia bertemu dengan Priyambada,
ngatakan bahwa kakawin tersebut di- saudaranya. Kesari pulang ke keraton
karang olehnya atas perintah Prabu dengan membawa bunga pemberian
Jayabhaya. Hariwangsa ditulis oleh Priyambada. Bunga itu dipersembah-
Empu Panuluh atau Empu Sedah kan kepada Dewi Rukmini karena
(Zoetmulder, 1985:344 dan Rochkyat- pemberian dari Prabu Krsna. Bunga
mo, 2001:47). itu dilampiri gubahan syair. Oleh ka-
rena itu, seketika itu juga Dewi Ruk-
Untuk mencari ilham, para kawi mini jatuh cinta kepada Prabu Krs-
‘pujangga’ mengembara di tengah na. Ia selalu menghibur sakit asma-
keindahan alam, mendaki gunung- ranya di taman, tetapi sakit asmara-
gunung dengan lerengnya yang ber- nya semakin menjadi-jadi.
hutan, turun ke jurang-jurang yang
dalam serta pemandangan yang luas, Pada suatu hari, Batara Narada
menyusuri sungai-sungai di lembah- memberi tahu kepada Prabu Jara-
lembah, ke pesisir-pesisir, yang di- sanda bahwa Prabu Krsna akan me-
perhatikan adalah panorama pantai larikan Dewi Rukmini. Oleh karena
dengan batu-batu karang yang mun- itu, Prabu Jarasanda cepat-cepat me-
manggil Prabu Bismaka untuk mem-

202 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

beritahukan hal itu. Prabu Bismaka Prabu Krsna tahu bahwa ia akan
berpendapat bahwa sebaiknya Dewi diserang oleh para raja yang banyak
Rukmini cepat-cepat dinikahkan de- sekali. Oleh karena itu, Patih Udawa
ngan Prabu Cedya. maka Prabu Ce- diutus ke Ngamarta untuk mohon
dya dititahkan agar cepat-cepat me- pertolongan. Prabu Yudistira tidak
nikahi Dewi Rukmini. Prabu Cedya sanggup karena telah menyanggupi
pun melaksanakan titah itu. permohonan Prabu Jarasanda. Na-
mun, Prabu Yudistira berpesan bah-
Dewi Rukmini kebingungan ha- wa Prabu Krsna tidak usah khawatir
tinya. Priyambada diutus untuk me- karena kesaktiannya luar biasa. Lalu
manggil Prabu Krsna. Tugas itu di- pihak Prabu Jarasanda menyerang
laksanakan dengan sebaik-baiknya. ke Dwarawati.
Prabu Krsna segera datang ke negeri
Kundina bersama pengiringnya, ya- Tak lama kemudian terjadilah
itu Priyambada dan Prawira. Pri- peperangan yang sengit. Prabu Ba-
yambada diutus menyampaikan pe- ladewa memihak Prabu Krsna. Ia sa-
san Prabu Krsna, yaitu Dewi Ruk- ngat sakti sehingga sebagian besar
mini agar menyambut Prabu Krsna Pandawa pada gugur. Akhirnya, Pra-
pada malam hari nanti. bu Krsna bertempur melawan raden
Arjuna. Mereka memperlihatkan
Pada waktu itu di istana Kundi- wujud aslinya sebagai Batara Wisnu.
na orang-orang sedang sibuk untuk Maka turunlah para dewa untuk
mempersiapkan keperluan pernikah- menghadap Batara Wisnu. Prabu Yu-
an Dewi Rukmini dengan Prabu Ce- distira juga menghadap dan memohon
dya. Pada malam itu Dewi Rukmini agar mereka yang gugur dalam pe-
melarikan diri dari istana. Ia disam- perangan itu dihidupkan kembali.
but oleh Prabu Krsna dan dilarikan- Batara Wisnu berkenan hatinya.
nya. Hilangnya Dewi Rukmini ini di- Akhirnya mereka pergi ke Dwarawati
laporkan kepada Prabu Bismaka. untuk menghadiri pernikahan Prabu
Prabu Bismaka murka, kemudian Krsna dengan Dewi Rukmini.
menitahkan untuk mengejar mereka,
tetapi Prabu Krsna sudah jauh. hartono kadarsono (1939— )

Sementara itu, para tamu raja-ra- Hartono Kadarsono lahir di
ja sudah lengkap. Mereka tahu bah- Kampung Prajuritan, Madiun, pada
wa Prabu Krsna itu amat sakti. Oleh 17 Oktober 1939. Putra kelima dari
karena itu, mereka mencari akal un- enam bersaudara dari pasangan
tuk menghadapi Prabu Krsna. Prabu Kartodarsono dan Rr. Soelastri ini
Jarasanda menyarankan agar memo- berpendidikan SR tahun1953, SMP
hon pertolongan kepada para Panda- tahun 1956, dan SMA di Madiun ta-
wa. Prabu Yudistira menyanggupi hun 1960. Setelah tamat SMA, tepat-
untuk membantu mereka walaupun nya sejak 20 Oktober 1961, ia diteri-
Raden Bima dan RadenArjuna tidak ma bekerja di PN Pertani Wilayah
setuju. Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Ti-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 203

mur. Pada Juli 1965 ia minta pindah Minggu IV, Maret 1975), “Potret
di kota Tuban. Selanjutnya, pada Jaman Saiki” (Dharma Nyata, Ma-
November 1968, ia berhenti dari PN ret 1977), “Jakarta” (Kumandhang,
Pertani atas permintaan sendiri. Se- Minggu II, Mei 1975), “Ing Pucuk-
karang ia bersama keluarga bertem- Pucuk Wengi” (Mekar Sari, 15 Juli
pat tinggal di Prajuritan, Gang SD, 1983), “Angendanu” (Mekar Sari,
No.17, RT 04, RW02, Madiun 63122. 1 Februari 1987), “Ing Stasiun” (Ja-
ya Baya, 8 November 1998), dan
Nama kecilnya adalah Hartono. “Saka Pusara” (Panjebar Sema-
Dalam karya-karya kreatifnya, ter- ngat, 12 Februari 2000), dan lain se-
utama guritan (Jaya Baya, 1963) ia bagainya. Sedangkan karyanya yang
sering mencantumkan nama ayah di berupa cerpen, antara lain, “Rembu-
belakang namanya. Tetapi, sejak ta- lan” (Jaya Baya, 13 Maret 1967),
hun 1964, ia mulai menggunakan na- “Udan Esuk-Esuk” (Jaya Baya, 21
manya sendiri, yaitu Hartono Kadar- Mei 1967), “Wasiyate Bapak” (Jaya
sono (Kadarsono merupakan nama Baya, 23 Agustus 1968), “Angin La-
tua setelah menikah). Laki-laki peng- ut” (Dharma Nyata, Januari 1976),
gurit ini mulai menyukai dunia tulis- “Album” (Dharma Nyata, Desem-
menulis (karang-mengarang) sejak ber 1976) “Sing Ora Tinulis” (Jaya
tamat SLTA. Ini bermula dari hobi Baya, 17 Agustus 1997), dan “Ba-
membaca berbagai jenis bacaan dan rang Titipan” (Jaya Baya, 12 Maret
sering melihat teman yang sedang 1998). Karyanya yang berupa esai,
menulis untuk majalah anak-anak antara lain, “Ngrembakane Sastra
Taman Putra. Sejak itulah ia tertarik Jawa” dimuat Dharma Kandha, Ju-
untuk menulis/mengarang. ni 1971.

Karya pertama yang dipublika- Perjalanan kepengarangan Har-
sikan berupa guritan, berjudul “Tu- tono Kadarsono sudah cukup lama.
kang Mbarang”, dimuat di majalah Sejak tahun 1960 ia telah menulis se-
Panjebar Semangat, Februari 1960. kitar 150-an judul guritan dan 10-an
Sejak itu nama Hartono Kadarsono judul cerkak. Ia lebih banyak menulis
banyak menghiasi berbagai media puisi karena puisi dipandang lebih
massa cetak, seperti Dharma Nyata, mudah karena dapat langsung menuju
Kumandhang, Mekar Sari, Panje- titik persoalan dan tidak diributkan
bar Semangat, Panakawan, dan oleh pembuatan tema, plot, dan se-
Jaya Baya. Karya-karyanya yang bagainya. Sampai saat ini pengarang
berupa guritan di antaranya “Tu- yang sejak 1983 menjadi anggota
kang Mbarang” (Panjebar Sema- OPSJ Komisariat Jawa Timur ini be-
ngat, Februari 1960), “Wengi” (Ja- lum pernah menerbitkan buku. Ha-
ya Baya, Mei 1963), “Pethilan” (Jaya nya beberapa karyanya (berupa puisi
Baya, 25 Oktober 1964), “Penyair” dan cerpen) masuk dalam antologi
(Jaya Baya, 6 November 1966), “Pra- bersama, di antaranya dalam (1)
wan Tuwa” (Jaya Baya, 28 April Pustaka Sasanamulya Taman Sari:
1968), “Cuwilan” (Dharma Nyata,

204 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Kumpulan Cerkak dan Geguritan menulis untuk majalah berbahasa Ja-
(Pusat Kebudayaan Jawa Tengah, wa, terutama Mekar Sari. Pada awal
1975), (2) Dongeng Katresnan: proses kreatifnya, ia merasa terpacu
Kumpulan Cerkak Pilihan (Koperasi oleh keberadaan Sanggar Sastra Ja-
Adi Jaya Majalah Kumandang Jakar- wa Yogyakarta (SSJY) yang didiri-
ta, 1975), (3) Kembang Saka Kethin- kan oleh Balai Penelitian Bahasa
thang: Antologi Penyair Jawa Ang- Yogyakarta.
katan 1980 (HMJ PBSJ, FPBS IKIP
Surabaya, 1990), dan (4) Antologi Karier Harwi Mardiyanto pada
Sastra Jawa: Kumpulan Geguritan akhirnya berkembang ketika (sejak
(Taman Budaya Jawa Timur, 1997). tahun 1990 hingga 1992) ia dipercaya
menjadi redaktur pelaksana majalah
harwi mardiyanto (1965— ) Mekarsari. Selepas dari Mekar Sari,
ia menjadi wartawan lepas (freelan-
Harwi Mardiyanto, yang di da- ce) hingga tahun 1994. Tidak berse-
lam tulisan-tulisannya sering meng- lang lama Harwi diterima sebagai gu-
gunakan nama Harwi M., lahir di ru (PNS) di SMK Negeri Surabaya.
Yogyakarta pada 2 Juli 1965. Ia ada- Bersama istrinya, Winartiningsih,
lah putra pertama dari empat bersau- S.Pd., Harwi Mardiyanto kini ber-
dara pasangan Daliyah dan Sastra tempat tinggal di Jalan Siwalankerto
Maryono. Ketiga saudaranya berna- Selatan I /48, RT 01, RW 06, Sura-
ma Herlan Mardiyanto, Tri Hardjan- baya, telepon (031) 8412481.
to, dan Aris Nurlato. Di Yogyakarta
ia tinggal bersama orang tua di Ka- Karya-karya Harwi Mardiyanto
ranganyar MG III/1296 Yogyakarta mencakupi puisi, cerpen, artikel, dan
55153. Pendidikan formal diselesai- drama baik berbahasa Jawa maupun
kan di Yogyakarta: SD Panembahan Indonesia. Karya-karya itu baginya
3 (lulus 1980), SMP 2 (lulus 1983), digunakan sebagai media ekspresi
SMA 3 (lulus 1986), Institut Seni In- diri dan penalaran. Sebagai orang Ja-
donesia (lulus 1993), dan Akta IV wa, ia menganggap bahwa sastra Ja-
IKIPYogyakarta (1994). Pada tahun wa adalah nadi kehidupannya se-
1994 Harwi Mardiyanto menikah de- hingga meskipun ia merasakan ken-
ngan Winartiningsih, S.Pd. dala terbatasnya media dan komu-
nitas sastra Jawa, ia akan terus me-
Karier kepengarangan Harwi nulis sastra Jawa. Harapannya ter-
Mardiyanto tumbuh sejak masih ku- hadap sastra Jawa cukup sederhana
liah. Tulisan pertamanya terbit di tetapi mengandung arti yang men-
majalah anak-anak Gatotkaca (Ke- dalam yakni agar sastra Jawa tidak
daulatan Rakyat Group) pada tahun dianggap sebagai sastra murahan.
1980-an. Ketika itu ia menulis dalam
bahasa Indonesia karena belum me- Pada awal 1980-an karya-karya
ngenal majalah berbahasa Jawa. Na- Harwi yang berupa puisi anak-anak
mun, setelah mengenal majalah ber- banyak terbit di majalah Gatot Ka-
bahasa Jawa, ia kemudian juga rajin ca; sedangkan artikel sastra dan seni
budaya banyak terbit di Mekar Sari

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 205

sekitar tahun 1985 hingga 1990-an. sebagai guru, juga sebagai anggota
Beberapa guritannya banyak terbit di masyarakat, di tengah-tengah kesi-
majalah Mekar Sari dan Pagagan ta- bukannya menjadi guru sekolah da-
hun 1990-an. Karya berjudul “Per- sar Harwimuka juga melanjutkan
ban” (Mekar Sari, 1990-an) dan studi ke sebuah perguruan tinggi di
“Win Win” (MS, 1990-an) merupa- Blitar dan memperoleh gelar sarjana
kan hasil adaptasi dari karya Afrisal muda (jurusan bahasa Inggris) tahun
Malna. Dua naskah dramanya, yakni 1987. Belum puas dengan itu, ia ke-
“Dhuwit” dan “Racun”, pernah di- mudian meneruskan studinya ke jen-
siarkan melalui televisi pada tahun jang S-1 (jurusan Bahasa dan Sastra
1992. Untuk sementara, sekarang ini, Indonesia) di Universitas Wisnuwar-
ia berhenti menulis sastra dan banyak dhana, Malang, dan lulus pada awal
menulis naskah drama untuk dipen- tahun 1990-an.
taskan oleh murid-murid asuhannya,
bukan untuk dipublikasikan di media Dalam kancah kesusastraan Ja-
masa. wa modern, Harwimuka mengawali
karier kepengarangannya sejak ta-
harwimuka (1960— ) hun 1979, tidak lama setelah lulus
dari SPG (Sekolah Pendidikan Gu-
Harwimuka lahir di Blitar, Jawa ru). Akan tetapi, kerja kepengarang-
Timur, tanggal 22 Oktober 1960. Se- annya itu baru menampakkan hasil
jak kecil hingga sekarang ia tetap agak lumayan pada tahun 1980-an,
tinggal di Blitar. Pendidikan SD (Se- terutama dalam bentuk puisi (gurit-
kolah Dasar) diselesaikan di daerah an) dan cerita pendek (crita cekak).
kelahirannya dan lulus pada tahun Hanya saja, pada tahun 1980-an itu
1972. Setelah tamat SD, ia melan- Harwimuka tidak begitu produktif.
jutkan ke SLTP (Sekolah Lanjutan Hal itu disebabkan oleh kesibukan-
Tingkat Pertama), tamat pada tahun nya mengajar di sekolah dasar, di
1975. Setelah itu, pendidikan SLTA- samping kesibukan mengikuti kuliah
(Sekolah Lanjutan TingkatAtas)-nya di Blitar (sampai sarjana muda) dan
ditempuh di Kabupaten Blitar dan di Malang (sampai sarjana). Barulah
lulus pada tahun 1979. Dua tahun pada pertengahan tahun 1990-an, ia
kemudian, yakni pada tahun 1981, menunjukkan produktivitasnya, ti-
ia diangkat menjadi guru, tepatnya dak hanya menulis puisi dan cerpen,
guru SD Sukasewa 4, Kecamatan tetapi juga novel (cerita bersam-
Gandusari, Kabupaten Blitar, dan bung).
profesinya sebagai guru ini masih di-
tekuni hingga sekarang. Saat ini ia Kalau ditanya mengapa dan un-
tinggal di Desa Butun, RT 03, RW tuk apa terjun ke dunia tulis-menulis
04, Kecamatan Gandusari, Kabupa- (mengarang), terutama tulis-menulis
ten Blitar, Propinsi Jawa Timur. berbahasa Jawa, Harwimuka akan
mengatakan tidak mempunyai tujuan
Dengan maksud untuk menam- yang muluk-muluk; dan itu dilaku-
bah pengetahuan dan wawasannya kan hanya sekadar untuk

206 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

menyalurkan hobi dan kegemaran- tahui apakah ia juga menulis drama
nya menulis dan rekreasi. Hanya sa- (sandiwara) atau tidak.
ja, dengan mengarang itu ia berharap
apabila karangannya berhasil dimuat Beberapa di antara karyanya
di media massa akan dapat menjadi yang sudah dipublikasikan baik di
orang terkenal, di samping akan dalam media massa cetak (majalah
memperoleh honor (sekadar untuk dan tabloid berbahasa Jawa) mau-
menambah penghasilannya sebagai pun buku antologi ialah sebagai beri-
guru SD). Itulah sebabnya, penga- kut. Karya yang berupa puisi (gurit-
rang yang kadang-kadang menulis an), antara lain, “Wiwit Donya Ana”
dengan nama samaran Hariwisnu, ‘Mulai Dunia Ada’ (Jaya Baya,
Harwi M., Diansasi, dan Astika itu 1979), “Dhokterku” ‘Dokterku’ (Ja-
kemudian rajin menulis dan mengi- ya Baya, 1980), “Jam Jaman Jam”
rimkan tulisannya ke media-media dan “Duplikat” ‘Tiruan’(Mekar Sari,
massa berbahasa Jawa, di antaranya 12 Juli 1989), “Panglong Wengi Ba-
Penjebar Semangat, Jaya Baya, nyuwangi” (Mekar Sari, 2 Agustus
Mekar Sari, Jawa Anyar, dan Djaka 1989), “Kamuflase” ‘Kamuflase’
Lodang. (1995), “Ngambah Dalan Padhang”
‘Merambah (Melewati) Jalan Terang’
Berdasarkan pengamatan terha- (1995), dan “Memori ing Pesisir Ca-
dap sejarah perjalanan Harwimuka mar” ‘Memori di Pesisir Camar’
dalam khazanah sastra Jawa mo- (1995), ketiganya dimuat dalam buku
dern, dapat dinyatakan bahwa ia ter- antologi Festival Penyair Sastra
masuk pengarang (penulis) serba Jawa Modern (1995) yang diterbit-
bisa. Artinya, ia (yang juga aktif se- kan dalam rangka Peringatan 15 Ta-
bagai pembantu umum kepengurus- hun Triwida, 2 September 1995, oleh
an Sanggar Sastra Triwida komisa- Sanggar Triwida, Depen Kodya Bli-
riat Blitar) tidak hanya menekuni tar, BSP Magang, dan Barisan Seni-
(menulis) salah satu bidang atau je- man Muda Blitar.
nis (genre) sastra saja, tetapi juga
beberapa jenis sekaligus. Buktinya, Karya-karyanya yang berupa ce-
ia tidak hanya menulis puisi atau cer- rita pendek (cerkak), antara lain,
pen, tetapi juga novel (cerita bersam- “Konslet” (Jaya Baya, 1982), Ilange
bung), roman sejarah, dan esai atau Sunar” ‘Hilangnya Sinar’ (Panjebar
kritik baik dalam rubrik “Sastra” Semangat, 1982), “Trubus saka
maupun rubrik lain seperti “Warung Pang Garing” ‘Bersemi dari Ranting
Cengir” (dalam Mekar Sari). Bah- Kering’ (Jaya Baya, 1983), “Susi S.”
kan, sebagaimana umumnya para (Jaya Baya, 1984), “Isih Bapakku”
pengarang Jawa lainnya, Harwimu- ‘Masih Ayahku’ (Panjebar Sema-
ka juga cenderung menulis apa saja ngat, 1985), “Pasien Pungkasan”
sesuai rubrik yang ada di dalam ma- ‘Pasien Terakhir’ (Panjebar Sema-
jalah-majalah berbahasa Jawa. Ha- ngat, 1985), “Traktiran Setan” (Jaya
nya saja, sampai kini belum dike- Baya, 1986), “Anakku” (Jaya Baya,
1987), “Asu-Asu Ajag” ‘Anjing-An-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 207

jing Liar’ (Panjebar Semangat, Sinar Wijaya, Surabaya, 1993, seba-
1987), “Sandiwara Minggu Sore” gai seri PUSPUS No. 004, bersa-
(Jaya Baya, 1988), “Gengsi To, maan dengan diterbitkannya novel
Mas!” (Jaya Baya, 1 Januari 1988), “Kembang Alang-Alang” karya Mar-
“Kudhup ing Gagang Garing” ‘Kun- gareth Widhy Pratiwi, “Nalika Prau
tum Bunga di Ranting Kering’ (Me- Gonjing” ‘Ketika Kapal Oleng’ karya
kar Sari, 9 Agustus 1989), “Kristal Ardini Pangastuti, “Sintru Oh Sintru”
Biru” (Jaya Baya, 19 November karya Suryadi WS, dan “Kubur Nge-
1989), “Utangku Rung Iso Nyaur, mut Wewadi” ‘Makam Menyimpan
Yu!” ‘Aku Belum Bisa Bayar Utang, Rahasia’ karya AY Suharyono. Se-
Yu! (Jaya Baya, 1991), “Bumi, La- benarnya, jauh sebelum menulis dan
ngit” (Jaya Baya, 23 Juni 1991), “Be- menerbitkan cerbung-cerbung dan
bek Manuri” (Mekar Sari, No. 11, atau novel tersebut, Harwimuka juga
1992), “Kadho Ulang Taun” ‘Kado telah menulis novel berjudul “Ku-
Ulang Tahun’ (Jawa Anyar, 1993), walat” ‘Terkena Tuah’. Novel ini di-
“Slamet Theot” (Panjebar Sema- tulis ketika ia mengikuti kegiatan
ngat, 1995), “Upeti” (Mekar Sari, bengkel penulisan kreatif yang dise-
1996), “Memedi” ‘Hantu’ (Panjebar lenggarakan oleh Sanggar Triwida,
Semangat, 2000), “Mung Kangen tahun 1984, dengan tutor Suripan
Pawitane” ‘Hanya Bermodal Rindu’ Sadi Hutomo. Hanya saja, novel ter-
(Jaya Baya, 2002), “Nemu Kamuk- sebut hingga kini tidak diketahui apa-
ten” (cerita wayang) ‘Menemukan kah sudah diterbitkan atau belum.
Kebahagiaan’ (Jaya Baya, 2002).
Di samping menulis puisi, cer-
Sementara itu, karya-karyanya pen, dan cerbung atau novel, Har-
yang berupa cerita bersambung (cri- wimuka juga menulis roman sejarah,
ta landhung) yang dimuat dalam di antaranya “Ngoyak Kemben Wu-
media massa, antara lain, “Rebutan dhar” ‘Mengejar Pakaian Lepas’
Pacar” ‘Berebut Pacar’ (Mekar Sa- (Mekar Sari, 10 Mei—24 Mei 1989).
ri, 1989), “Nglasi Senglehe Pang Sementara itu, kritik atau esai sastra
Garing” ‘Merekatkan Patahnya Ca- yang telah ditulisnya, antara lain “Un-
bang Kering” (Mekar Sari, 1990), sur Crita Duwe Sipat Absolut-Relatif
“Njepat Karengat” (Jawa Anyar, Marang Karya Sastra” ‘Unsur Ce-
1994), “Sigar Tatu Malang” ‘Ter- rita Memiliki Sifat Absolut-Ralatif
belah Luka Melintang’ (Djaka Lo- pada Karya Sastra’ (Mekar Sari, 17
dang, 1996), “Kesandhung” ‘Ter- Januari 1990), “Semprite Tukang
sandung’ (Panjebar Semangat, 12 Semprit Digugu Kena, Ora Ya Kena”
September—26 Desember 1998), ‘Peluit Wasit Dipatuhi Boleh, Tidak
“Miyak Pedhut Giri” ‘Menyibak juga Boleh’ (Mekar Sari, 21 Februari
Awan Gunung’ (Jaya Baya, 2002). 1990), “Sastra Jawa Sastra Elit”
Salah satu novelnya yang berjudul (Mekar Sari, 6 Juni 1990), dan “Kri-
“Kerajut Benang Ireng” ‘Terjaring teria Porno Iku Priye” ‘Kriteria Por-
Benang Hitam’ telah diterbitkan oleh no itu Bagaimana?’ (Mekar Sari, 18

208 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Juli 1990), semuanya dimuat dalam dari pernikahannya dengan seorang
rubrik “Bina Basa Bina Sastra”, se- guru SD itu ia dikaruniai tiga orang
dangkan esai-esai yang dimuat da- anak, yaitu Radite Erlangga Adipal-
lam rubrik “Warung Cengir”, di an- guna (1988), Nur Jannati Kallista
taranya, “Kontes Raja lan Ratu Mla- Putri (1990), dan Sazma Aulia Al-
rat” ‘Kontes Raja dan Ratu Miskin’ Kautsar (1998). Hingga kini ia ting-
(Mekar Sari, 8 Maret 1989), “Sing gal di Perumahan Made, Jalan Ma-
Takon Mbayar” ‘Yang Bertanya dedadi VI/36, Lamongan, Jawa Ti-
Bayar’ (Mekar Sari, 29 November mur.
1989, “Tamu Konglomerat” (Mekar
Sari, 14 Maret 1990), “Seminar Le- Dalam dunia tulis-menulis (ke-
bar” ‘Seusai Seminar’ (Mekar Sari, pengarangan), baik tulis-menulis
16 Mei 1990), dan “Ke-Ema, Rik-Ki- sastra, terutama puisi (Indonesia dan
rik” (Mekar Sari, 30 Mei 1990). Dan Jawa), maupun tulis-menulis yang
terakhir, sesuai dengan profesi uta- lain, Herry Lamongan mengawali
manya sebagai guru sekolah dasar, kariernya sejak tahun 1983 melalui
Harwimuka juga menulis buku pela- media massa cetak baik berbahasa
jaran SD 4 judul, terdiri atas 15 jilid. Jawa maupun berbahasa Indonesia.
Karyanya yang pertama berupa puisi,
herry lamongan (1959— ) dipublikasikan lewat koran mingguan
Eksponen di Yogyakarta; hanya saja
Herry Lamongan (nama aslinya puisi ini tidak mendapatkan fee atau
adalah Djuhaeri) lahir di Bondowo- honorarium. Demikian juga dengan
so, Jawa Timur, pada tanggal 8 Mei karya berikutnya yang dimuat di ko-
1959. Ayahnya bernama Ismail, se- ran Karya Bakti, Denpasar. Meski-
orang POLRI, berasal dari daerah pun karya-karyanya yang telah di-
Lamongan, dan ibunya bernama Su- muat di media massa itu tidak diberi
karsih, berasal dari daerah Jember, honor, ia tidak surut untuk berkarya;
Jawa Timur. Herry Lamongan ada- dan hingga kini ia terus menulis, ter-
lah anak pertama dari sembilan ber- utama puisi dan guritan, meskipun
saudara; dan adik-adiknya bernama tidak begitu produktif. Hingga kini
S. Widodo, Hendrik Ispamudji, W. guritan-guritan-nya telah tersebar di
Astuti, Unang HP, Hariyadi, Hariyan- berbagai majalah dan surat kabar
to, Mariono, dan Nurhayati. Pendi- berbahasa Jawa, seperti Panjebar
dikan SD diselesaikan di Bondowo- Semangat, Jaya Baya, Mekar Sari,
so (1972), SLP di Lamongan (1975), Djaka Lodang, Jawa Anyar, dan se-
SPG di Tuban (1979), dan sejak ta- bagainya. Sementara itu, karya-kar-
hun 2000 masuk ke perguruan tinggi ya puisinya telah banyak terpubli-
(lulus?). Sejak tahun 1979 ia diangkat kasi melalui berbagai koran dan ma-
menjadi guru tetap SD di Lamongan. jalah, baik daerah maupun nasional,
seperti Swadesi, Karya Bakti, Ming-
Pada tahun 1987 Herry Lamo- guan Guru, Nusa Tenggara, Simpo-
ngan menikah dengan seorang gadis ni, Mimbar Masyarakat, Suara Mer-
bernama Ashabul Maimanah; dan

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 209

deka, Surabaya Post, Pelita, Kedau- Kendati demikian, Herry Lamo-
latan Rakyat, Bali Post, Yogya Post, ngan bertekad untuk tidak akan ber-
Singgalang, Horison, dan sebagai- henti menulis sastra (puisi, cerpen)
nya. Jawa karena khazanah filsafat Jawa
dalam sejumlah kitab kuna, dalam
Cita-cita awalnya Herry La- tembang, tata laku, klenik, tapa bra-
mongan ingin menjadi seorang pe- ta, dan sebagainya belum tuntas di-
lukis, tetapi cita-cita awal ini kandas gali dan diungkapkan. Berkat tekad
karena kemudian ia suntuk menekuni ini pula ia berkeyakinan bahwa sas-
bidang tulis-menulis (mengarang). Ia tra Jawa tidak akan pernah mati se-
mengaku bahwa dalam hal menga- lama orang Jawa masih ada. Sebagai
rang ia banyak belajar dari kawan- pengarang Jawa ia berharap dapat
kawan pengarang (penyair) baik In- (1) mempunyai beberapa antologi
donesia maupun Jawa. Pengarang guritan tunggal, (2) selalu mengha-
Jawa yang menurutnya telah mem- diri event sastra Jawa di mana pun
bangkitkan semangatnya menulis diselenggarakan, (3) menyelengga-
guritan, di antaranya, adalah Suri- rakan pentas baca guritan baik di
pan Sadi Hutomo, Diah Hadaning, tingkat daerah maupun nasional, (4)
Setyo Yuwono Sudikan, dan Jayus berkunjung ke rumah para pakar dan
Pete. Sementara itu, pengarang Indo- praktisi sastra Jawa, dan (5) mati di
nesia yang menurutnya telah mem- pentas pembacaan guritan dengan
berikan banyak hal kepadanya, di iringan syahdu tembang megatruh
antaranya, adalah Putu Arya Tirta- maupun gambuh palastra.
wirya, Redi Panuju, Isbedy Setiawan
ZS, Wahyu Prasetya, dan lain-lain. Selain itu, penggurit yang me-
ngaku ingin jadi orang terkenal lewat
Mengapa Herry Lamongan me- dunia tulis-menulis ini menganggap
nulis/mengarang dalam dua bahasa bahwa guritan baginya sudah seperti
(Jawa dan Indonesia)? Menurutnya, sebuah urat nadi karena mengeks-
bahasa Jawa memberikan nuansa ke- presikan sesuatu ke dalam guritan
lembutan dalam rasa, baik saat di- sama dengan sebuah pengembaraan
ucapkan maupun ketika dituliskan, tanpa akhir yang penuh liku dan tan-
sedangkan bahasa Indonesia menjadi tangan mengasyikan. Oleh sebab itu,
sarana untuk berkomunikasi dengan penggurit (penyair) yang tidak ha-
dunia yang lebih luas. Hanya saja, nya menulis guritan (puisi) tetapi ju-
ia mengaku bahwa apabila diperban- ga cerpen, drama, dan esai tersebut
dingkan, ia lebih mudah menulis semakin mantap dengan dunia yang
puisi Indonesia daripada menulis gu- digelutinya (walaupun dunia kepe-
ritan. Sebab, menurutnya, selain ti- nyairan ini hanyalah menjadi profesi
dak atau kurangnya kawan atau ahli sampingan karena profesi utamanya
yang dapat diajak berdiskusi, ia juga adalah guru yang masih harus terus
merasa sulit mengekspresikan ga- aktif mengajar). Dan berkat keman-
gasannya ke dalam bahasa yang di- tapan itu pula agaknya ia berhasil
tuntut harus nges dan njawani.

210 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

memperoleh penghargaan (1) seba- Sementara itu, beberapa karya-
gai penulis puisi terbaik bersama nya juga telah dimuat dalam ber-
sembilan penyair lain dari Sanggar bagai buku antologi puisi dan gurit-
Minum Kopi, Denpasar, Bali, pada an bersama para penyair dan peng-
tahun 1989, dan (2) sebagai peng- gurit lain. Barangkali ada sekitar 25
gurit terbaik dari Sanggar Sastra buah guritan dalam berbagai judul
Triwida pada tahun 1995. Berkat be- antara tahun 1987 hingga 2002 di
berapa penghargaan ini, di samping berbagai kota, seperti Surabaya, Ja-
kemudian aktif dalam Himpunan Pe- karta, Lampung, Mataram, Denpa-
nulis, Pengarang, dan Penyair Nu- sar, Solo, Lamongan, Gresik, Bang-
santara (HP3N), ia semakin aktif kalan, dan lain-lain. Di antara karya-
dan kreatif menulis dan mempubli- karya itu ialah “Jejak Lukisan” dan
kasikan karya-karya puisi atau gu- “Sejuta Bayonet” dimuat dalam
ritan-nya. Omonga Apa Wae: Antologi Puisi
dan Guritan terbitan Festival Cak
Beberapa di antara ratusan gu- Durasim Taman Budaya Jawa Ti-
ritan yang telah ia tulis dan publi- mur tahun 2000; “Memanggil Nama
kasikandalammedia massa berbahasa Laut”, “Catatan Kaki Sebuah La-
Jawa, antara lain, “Gurit Lemah ku”, “Kabar Merdu Sejauh Waktu”
Cengkar” ‘Puisi Tanah Tandus’ dan dimuat dalam antologi Negeri Ba-
“Saben Mangsa” ‘Setiap Musim’ yang-Bayang terbitan Festival Seni
(Panjebar Semangat, 1987), “Layang Surabaya Taman Budaya Jawa Ti-
Kegem Bapa” ‘Surat dari Ayah’, mur tahun 1996; “Mampir Ngombe”
“Arum Kusuma”, “Nalika Surya Ma- ‘Singgah Minum’, “Gurit Kagem
dal Pasilan” ‘Ketika Matahari Ter- Ibu” ‘Puisi untuk Ibu’, dan “Alamat”
benam’, “Abad Eda” (Jaya Baya, dimuat dalam antologi Festival Pe-
1990), “Bawana Tatu” ‘Bumi Luka’, nyair Sastra Jawa Modern terbitan
“Sakedhep Netra” ‘Sekejap Mata’, Sanggar Sastra Triwida tahun 1995;
“Nggunggung Kahanan” ‘Menghi- “Latar Ngarep”, “Ora Rumangsa
tung Keadaan’ dan “Tembang Pung- Rosa” ‘Tidak Merasa Kuat’, dan
kasan” ‘Lagu Terakhir’(Mekar Sari, “Lelakon Awak” ‘Riwayat Badan’di-
23 Mei 1990), “Mangsa Sesinglon” muat dalam antologi Tes……: Anto-
‘Musim Samar-Samar’ (Panjebar logi Sastra Jawa terbitan Taman Bu-
Semangat, 1990), “Menyang Ngen- daya Jawa Timur tahun 1997; “Mar-
di Lungane” ‘Ke Mana Perginya’ gana Kasetyan” ‘Karena Ada Kese-
(Jaya Baya, 1991), “Serat-Serat tiaan’ dimuat dalam Drona Gugat
Udan” ‘Serat-Serat Hujan’ (Jawa terbitan Bukan Panitia Parade Seni
Anyar, 1993), dan “Lelabuhan”, WR Supratman tahun 1995; “Doa
“Latar Ngarep” ‘Halaman Depan’, Kecil Menjelang Subuh” dan “Susut
“Lurung Kulon”, “Lorong Barat’, Kecil Sebuah Mimpi” dimuat dalam
“Layang Wulung” ‘Surat Ungu’(Ja- Luka Waktu: Antologi Puisi Penyair
ya Baya, 1993). Jawa Timur; “Kwatrin Parak

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 211

Esuk” Untaian Pagi Hari’, “La- “Angin”, “Dalam Sunyi Katulisti-
wang” ‘Pintu’, “Nalika Surya Madal wa”, “Di Kios Ujung Jalan” (Sing-
Pasilan”, dan “Dak Timba Banyu galang, 1985); “Sajak Sehari”
Menep” ‘KuambilAir Jernih’ dimuat (Minggu Merdeka, 1985); “Sepucuk
dalam Ayang-Ayang Wewayangan: Surat” (Simponi, 1985); “Suatu Be-
Kumpulan Puisi Jawa Modern ter- nua Tanda Tanya” (Eksponen, 1986);
bitan PPSJS 1992; “Ngelingi Tla- “Dalam dada” (Nusa Tenggara,
tah” ‘Ingat Tanah Kelahiran’, “Ben- 1987); “Kupandangi Hidup”, “Gang-
dulmrisi Awan-Awan” ‘Bendulmrisi Gang Lumutan”, “Laut Menguasai
Suatu Siang’, dan “Mangga Sesing- Ombak” (Surabaya Post, 1988);
lon” ‘Mari Menyamar’dimuat dalam “Menyampaikan Diam” (Bali Post,
Kabar Saka Bendulmrisi: Kumpulan 1989); “Pengembaraan Burung”
Guritan terbitan PPSJS tahun 2001; (Hai, 1989); “Nafas Jam”, “Kupe-
“Gurit Kagem Ibu”, “Gendhing Se- luk Belantara” (Kedaulatan Rakyat,
gara” ‘Lagu laut’, dan “Tawang 1990); “Bulan Gerhana” (Berita
Kampungku” dimuat dalam Pa- Buana, 1990); “Hujan Senantiasa
ngastawa terbitan Dewan Kesenian Turun (Yogya Post, 1990); “Ngiang
Surabaya tahun 1990; Lambaian Lebah” (Wawasan, 1990); “Kunik-
Muara diterbitkan sendiri secara ter- mati Beritamu”, “Hujan Jatuh di Ko-
batas di Lamongan pada tahun 1998. lam” (Horison, 1991); “Bayangan
di Latar” (Pelita, 1991); “Sunyi di
Selain karya-karya di atas, se- Jalan-Jalan” (Salam, 1992); “Dingin
jumlah puisi Indonesia karya Herry Pekarangan” (Mimbar Umum,
Lamongan juga tersebar dalam ber- 1993); “Rembulan Langit Septem-
bagai media massa berbahasa Indo- ber” (Horison, 1994); “Sayap Pena”
nesia, di antaranya adalah “Laguku (Analisa, 1993); dan “Kembang Sa-
Lagu Rakyat” (Eksponen, 1983); tu Kelopak” (Cempaka Minggu,
“Gadis Dusun Bersama Bulan”, 1990).
“Menghadang di Hadap Waktu”,
“Senja”, “Tentang Palestina” “Rak- Sementara itu, beberapa cerpen
yat” (Eksponen, 1984); “Sajak dari yang telah ia tulis dan terbitkan, an-
Dusun” (Karya Bakti, 1983), “Sebe- tara lain, “Sepucuk Surat” (Minggu
lum Batas Malam”, “Menuju Pa- Merdeka, 1985), “Sahabat” (Ming-
dang Kemilau” (Swadesi, 1984); guan Guru, 1986), “Kekhawatiran
“Hayat Kandungan Tubuh”, “Nya- Prabuwisma” (Minggu Merdeka,
nyian” (Mingguan Guru, 1984); 1985), “Koran” dan “Paku” (Akca-
“Dalam Sunyi Malam”, “Hari-Hari- ya, 1989), “Sang Sutradara” (Surya,
ku” (Nusa Tenggara, 1984), “Der- 1990), “Lampor” (Karya Darma,
maga Lembar Suatu Pagi” “Awan, 1991), dan “Doa dalam Surat” (Bali
Ladang dan Seorang Kelana” “Se- Post, 1993). Karyanya yang berupa
gala Angin Menjadi Kendara” (Kar- esai, di antaranya, “Tentang Seper-
ya Bakti, 1984); “Hujan Sepanjang cik Kepengarangan” (Minggu Mer-
Jalan” (Mimbar Masyarakat, 1984); deka, 1985) dan “Penyair dengan

212 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Renungan dan Karyanya” (Minggu gunakan nama samaran ini terus
Merdeka, 1986). Adapaun karya aktif berkarya.
naskah dramanya adalah “Harapan-
harapan” (Dokumentasi, 1984).

husen kertanegara (1960— )

Husen Kertanegara lahir di
Sleman, Yogyakarta, pada 16 Maret
1960. Pendidikan terakhirnya SPG.
Setelah tamat SPG, pengarang ini
menjadi guru SD. Tetapi, ia tidak be-
tah menjadi guru, hanya sekitar tiga
tahun (1980—1983). Kemudian,
pernah pula menjadi kepala dusun.
Tetapi, ia tidak betah pula, hanya se-
kitar tiga tahun (1985—1988). En-
tah kenapa Husen begitu. Yang jelas,
ia kemudian punya pilihan: menjadi
petani, mengolah sawah dan beter-
nak ikan. Barangkali profesi terakhir
inilah yang membuat ia bebas dan
bebas pula dalam menggeluti dunia
tulis-menulis. Karena itu, hobinya
menulis yang telah ia bangun sejak
lama terus ia kembangkan.

Sebagai penulis, Husen telah
menulis ratusan karya (artikel, cer-
pen, dan cerita anak-anak), baik ba-
hasa Indonesia maupun bahasa Ja-
wa, dan telah mengirimkan dan mem-
publikasikan karya-karya itu ke
berbagai majalah di Jawa Tengah,
DIY, Jawa Timur, dan Jakarta. Be-
berapa cerkak-nya banyak pula
menghiasi majalah Panjebar Se-
mangat, Jaya Baya, Djaka Lodang,
Mekar Sari, Jawa Anyar, dan Kan-
dha Rahardja. Dan sambil bertani,
di kediamannya (Gatak, Sidoluhur,
Godean, Sleman, Yogyakarta 55564)
penulis yang kadang-kadang meng-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 213

i

imam sardjono (1926—) kaan Universitas Pembangunan Na-
sional di Surabaya.
Imam Sardjono lahir di kota ke-
cil pesisir selatan Jawa Timur, Pa- Sebagai pengarang, Iman Sar-
citan, pada tanggal 26 Desember djono telah menulis dan menerbitkan
1926. Akan tetapi, pendidikan seko- dua buah buku sastra, yaitu kum-
lah lanjutan diikutinya berpindah- pulan cerpen Kridhaning Ngaurip
pindah. Pertama ia mengikuti SMT/ dan novel Trajumas, keduanya di-
SMA bagian B (Paspal) di Yogya- terbitkan oleh Balai Pustaka tahun
karta. Kemudian, ia pindah ke SMT/ 1986. Buku yang pertama, kumpul-
SMA bagian B (Paspal) Peralihan/ an cerpen Kridhaning Ngaurip, se-
Pejuangan Semarang, di Salatiga, lu- mula telah dimuat dalam majalah
lus tahun 1948. Panjebar Semangat dan Jaya Baya
antara tahun 1952 hingga 1954. Se-
Seperti halnya riwayat pendi- mentara, buku kedua, novel Traju-
dikannya, karier pekerjaannya pun mas, berkisah tentang sebuah keluar-
berpindah-pindah. Semula (1945— ga (Prawiradirja) di Purwanggan
1948) ia bekerja sebagai Staf Yon Yogyakarta yang berusaha mencoba
Supardi di Pacitan tetapi bertugas di untuk mengatasi berbagai masalah
Yogyakarta dan Semarang Pada ta- yang dihadapinya.
hun 1949 hingga 1950 menjadi pem-
bantu Letnan Komandan S 1 MPPS imam supardi (1904—1963)
4000 Pacitan. Kemudian, karena ter-
tarik pada bidang pendidikan ke- Imam Supardi lahir di Lumajang,
bangsaan, ia pindah bekerja ke Per- Jawa Timur, pada 10 Mei 1904. Ia
guruan Taman Siswa Cabang Paci- lahir dan berasal dari keluarga biasa.
tan. Pada perguruan itu ia berkedu- Akan tetapi, sejak kecil ia tampak gi-
dukan sebagai Ketua Umum. Peker- gih dan ulet sehingga membuat di-
jaan itu dijalaninya dari tahun 1951 rinya sukses di bidang sastra dan jur-
hingga 1959. Selanjutnya ia bekerja nalistik. Imam Supardi menempuh
sebagai Kepala Bagian Pendaftaran pendidikan Normaal School di Pro-
Pendidikan Penyaluran di Kantor bolinggo, Jawa Timur. Pendidikan-
Urusan Veteran Pacitan dari tahun nya itu telah mengantarkannya men-
1958 hingga 1959. Pada tahun jadi seorang guru (1925—1930) di
1960—1969 ia menjabat Wakil Ke- wilayah Puger, Jember. Setelah be-
pala Kantor Urusan Veteran dan De- kerja sebagai guru, kariernya pada
mobilisasi Kotamadya Surabaya. bidang jurnalistik dan pers semakin
Akhirnya, sejak tahun 1970 ia men- menonjol. Sayang sekali pengarang
jadi Wakil Kepala Bagian Perpusta- yang satu ini keburu dipanggil Tuhan
pada hari Kamis, 25 Juli 1963, di

214 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Surabaya, dan jenazahnya dima- rangkap Kepala Bagian Penerangan
kamkan di Ngagelreja, Jawa Timur. Devisi VII Surapati di Malang. Ta-
hun 1947 hingga 1949 ia menjabat
Imam Supardi termasuk pe- sebagai Kepala Bagian Penerangan
ngarang Jawa yang dibesarkan lewat Devisi Narotama dan menerbitkan
jalur guru dan media massa. Ia me- majalah Menara Merdeka. Sejak
nekuni bidang sastra dan jurnalistik 1950 hingga menjelang wafat, ia
sejak sebelum hingga pada massa tetap memimpin majalah Penjebar
kemerdekaan. Dalam karangan-ka- Semangat di Surabaya dan majalah
rangannya ia sering menggunakan Tanah Air sebagai penjelmaan ma-
nama samaran perempuan, seperti jalah Terang Bulan. Berkat jasa-jasa
Endang Wahyuningsih, Pangripta, Imam Supardi majalah Panjebar Se-
Sri Susinah, Cak Im, dan sebagai- mangat tumbuh dan berkembang
nya. Sebagai kaum berpendidikan, menjadi majalah yang kuat dan me-
Imam Supardi tidak dapat melepas- miliki persebaran ke seluruh tanah
kan diri dari hiruk-pikuk perjuangan air.
bangsa. Berkat kedekatannya de-
ngan Dokter Sutomo, ia dipercaya Karier kepengarangan Imam Su-
untuk membantu pengelolaan maja- pardi tidak dapat dilepaskan dari la-
lah nasionalis berbahasa Jawa, yakni tar belakang pendidikan dan peker-
Panjebar Semangat di Surabaya. jaannya. Sebagai murid Normaal
Pada waktu itu, Penjebar Semangat School, Imam Supardi sudah pasti
merupakan media massa yang turut akrab dengan bacaan sastra, terutama
aktif mendorong semangat perjuang- sastra (Indonesia dan Jawa) terbitan
an bangsa Indonesia untuk mencapai Balai Pustaka yang dikelola oleh pe-
kemerdekaan. merintah Belanda melalui Taman
Pustaka. Pada waktu itu, untuk men-
Pada waktu menjadi guru Imam ciptakan situasi asosiatif antara ma-
Supardi telah nyambi menjadi kores- syarakat pribumi dan penjajah, Be-
ponden harian Bintang Timur dan landa memanfaatkan bacaan, terma-
Suara Umum dan sejak tahun 1933 suk bacaan sastra.
ia dipercaya menjadi redaktur Suara
Umum. Di tengah kesibukannya itu Sebagai guru, Imam Supardi
ia juga mengajar pada Mulo Persa- tentu dituntut berpengetahuan luas,
tuan Bangsa Indonesia. Kemudian, tidak terkecuali pengetahuan tentang
ketika masih menjadi pemimpin re- sastra. Itulah sebabnya, bakat kepe-
daksi Penjebar Semangat, pada ta- ngarangan Imam Supardi semakin
hun 1939 ia juga ditugasi menjadi berkembang. Ia juga bekerja sebagai
pemimpin redaksi Terang Bulan. Se- pengelola berbagai penerbitan ber-
jak tahun 1942—1945 (zaman Je- bahasa Melayu, seperti Bintang Ti-
pang) menjabat sebagai redaktur mur, Suara Asia, Terang Bulan, Ta-
Suara Asia di Surabaya. Pada masa nah Air, dan Suara Umum. Sebagai
kemerdekaan (1947) ia menjabat se- orang yang malang-melintang me-
bagai redaksi majalah Prajurit me- ngelola sejumlah penerbitan, Imam

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 215

Supardi memiliki kesempatan terbu- Imam Supardi adalah Sri Panggung
ka dalam menyampaikan pemikiran Kethoprak dan Sri Panggung Wa-
dan pandangan-pandangannya kepa- yang Wong dalam majalah Panye-
da masyarakat luas. Hal itu dapat bar Semangat. Kedua cerita bersam-
diketahui dari sejumlah novel atau bung tersebut mengangkat persoalan
cerbungnya yang dimuat dalam Pa- pendidikan budi pekerti bagi kaum
njebar Semangat, seperti Sri Pang- muda.
gung Kethoprak dan Sri Panggung
Wayang Wong, yang ditulisnya de- Selama ini, Imam Supardi dike-
ngan nama samaran Sri Susinah. nal sebagai pejuang pers, terutama
karena jasa dan dedikasinya dalam
Dalam dunia sastra Jawa, Imam mendorong kemajuan beberapa pe-
Supardi dikenal sebagai penulis dan nerbitan. Selain itu, ia juga duduk
sekaligus kritikus sastra. Ia hidup sebagai pengelola atau redaksi ber-
dalam masa transisi, yaitu antara bu- bagai media massa, seperti Panjebar
daya tradisional dan modern. Karya- Semangat (sejak 1933 sampai dengan
karyanya yang ditulis dengan meng- menjelang akhir hidupnya, 1963),
gunakan nama samaran Sri Susinah Suara Umum (1931—1933), Terang
banyak mengangkat persoalan per- Bulan (sejak 1939), Suara Asia
paduan budaya (Barat dan Timur). (1945—1947), Prajurit (1942—
Pandangannya itu dimaksudkan se- 1947), dan Menara Merdeka
bagai pencerahan pemikiran masya- (1947—1949). Berkat keuletan dan
rakat menuju kehidupan modern semangatnya, Imam Supardi berhasil
yang tidak tercerabut dari akar bu- membawa Panjebar Semangat men-
daya sendiri. jadi media yang terkenal dan memiliki
oplah cukup tinggi.
Beberapa karya Imam Supardi
yang dapat dicatat, antara lain, cerita Sebagai sosok yang telah me-
bersambung “Sandhal Jinjit ing Se- ngenyam pendidikan modern Barat,
katen Solo” (Panjebar Semangat, Imam Supardi termasuk dalam de-
1935). Cerbung ini bertema kebe- retan kaum intelektual modern. Oleh
basan kaum muda dalam menentu- sebab itu, dalam setiap karya-kar-
kan pilihan pasangan hidup. Sikap yanya, Imam Supardi selalu me-
(pilihan) itu diperjuangkan, antara nuangkan pemikiran-pemikirannya
lain, oleh tokoh seperti M.R. Widati, untuk mendorong masyarakat menu-
Suwarno, R.A. Suwarni, dan R.M. ju kehidupan modern, tanpa mele-
Suwardi. Sementara itu, karyanya paskan diri pada nilai-nilai tradisio-
yang berbentuk drama ialah Ken nal. Ia ingin mengedepankan pen-
Angrok Sri Rejasa. Karya ini meru- tingnya masyarakat berpikir modern,
pakan karya saduran dari cerita tra- tetapi dengan tetap dilandasi oleh
disional Jawa. Karya ini dimaksud- etika dan moral kejawaan. Oleh se-
kan sebagai buku petunjuk bagi pe- bab itu, dalam berkesenian dan ber-
mentasan drama ketoprak. Di sam- sastra ia konsisten mengolah aspek-
ping itu, beberapa cerbung karya aspek cerita tradisional dengan

216 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

sentuhan penggarapan dan pemikir- dicambuk agar “menjadi pandai.”
an modern, seperti yang dituangkan Ketika anak seusianya riang bermain
dalam cerbung Sri Panggung Ke- bola di alun-alun, Iman justru diha-
thoprak, Sri Panggung Wayang ruskan ikut kursus mengetik yang ti-
Wong, dan drama Ken Angrok Sri dak lazim bagi anak seusianya. Ti-
Rejasa dak heran jika hingga kini kerapian
hasil ketikan manualnya serapi hasil
iman budhi santosa (1948— ) ketikan komputer.

Iman Budhi Santosa adalah pe- Ketika kelas 6 SD, ibunya dini-
ngarang dua bahasa (Jawa dan In- kahi oleh sastrawan Jawa terkenal,
donesia). Darah kepengarangannya Any Asmara. Saat itu ia merasa ter-
tidak ada hubungannya dengan jen- pukul karena ibunya yang menjadi
jang pendidikannya. Pendidikan ter- pujaannya “dirampas” orang lain. Ia
akhir Iman Budhi Santosa di bidang merasa kasih sayang ibu akan ter-
perkebunan (Akademi Farming). Se- bagi dua. Namun, pada masa-masa
jak kecil, ia suka berpikir dan mere- selanjutnya, entah apa yang dirasa-
nung mengenai apa saja yang dili- kan ia sulit menggambarkan karena
hatnya. Setelah dewasa ia berke- bagaimana pun semua peristiwa ada
inginan melebihi keahlian menulis baik dan buruknya.
ayah tirinya, Any Asmara.
Pada usia 23 tahun (September
Iman Budhi Santosa lahir pada 1971) Iman Budhi Santosa memi-
Minggu Kliwon, 28 Maret 1948, di nang seorang gadis dari Purworejo
Kauman, Magetan, Jawa Timur. bernama Sri Maryati. Pasangan ini
Ayahnya, Iman Sukandar, dari Ke- dikaruniai 4 orang anak (Wisang
bumen, Jawa Tengah, sedangkan ibu- Prangwadani, Pawang Surya Ken-
nya, Hartijatim, dari Magetan, Jawa cana, Risang Rahjati Prabowo, dan
Timur. Sejak kecil, ia tidak hidup ber- Ratnasari Devi Kundari). Dalam
sama ayah kandungnya karena ketika waktu lebih kurang 7 tahun, perka-
berumur 1,5 tahun ayah dan ibunya winan Iman Budhi Santosa dengan
bercerai. Atas kejadian itu ia tinggal Sri Maryati kandas. Keduanya me-
bersama ibu di tempat kakek-nenek- milih jalan hidup sendiri-sendiri. Sri
nya di Magetan. Ia sangat soliter da- Maryati pulang ke orang tua di Pur-
lam hidup sehingga hidupnya di- worejo, sedangkan ia sendiri memilih
anggap sebagai “Dunia Semata Wa- mengelana di kota gudeg. Tempat
yang.” tinggalnya pun berpindah-pindah.
Saat ini, ia tinggal di Jalan Bakung
Masa kecil Iman Budhi Santosa 11, Baciro, Yogyakarta.
penuh kenangan. Kakeknya, pensiun-
an kepala SR zaman Belanda, dan Iman Budhi Santosa lulus SD
ibunya menginginkan kelak Iman jadi tahun 1960 dan SMP tahun 1963 di
orang sukses. Maka, jika ia tak me- Magetan, Jawa Timur. Setelah ber-
nuruti nasihat dan anjurannya, dihu- sama orang tua pindah ke Yogyakar-
kum cambuk. Maksudnya, ia ta, ia masuk ke Sekolah Perkebunan

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 217

Menengah Atas (SPbMA) Yogya- Klub). PSK eksis pada akhir dekade
karta dan lulus tahun 1968. Sekolah 1960-an hingga pertengahan 1970-
ini sekarang menjadi SMK YDPP an. PSK berafiliasi dengan Minggu-
MM 52 (Sekolah Menengah Keju- an Pelopor Yogya yang bermarkas
ruan Yayasan Dana Pendidikan Per- di Jalan Malioboro 175. Dengan
kebunan Muja-Muju 52) di Jalan PSK iklim berkesenian di Malioboro
Kenari 65, Yogyakarta. Ketika be- semarak. Banyak kaum muda ber-
kerja di Dinas Perkebunan Propinsi gabung, berproses, dan kemudian
Jawa Tengah, ia berkesempatan me- menjadi sastrawan. Emha Ainun
lanjutkan studinya di Akademi Far- Nadjib, Ahmad Munif, Faisal Ismail,
ming, Semarang, dan lulus tahun Linus SuryadiA.G., F. Rahardi, Kor-
1983. rie Layun Rampan, Agnes Yani Sar-
jono, Atas Danusubroto, Bambang
Sejak 1971 Iman bekerja di Per- Indra Basuki, Darwis Khudori, Fau-
kebunan Teh Medini di lereng zi Absal, Joko S. Passandaran, dan
Ungaran. Dari tenaga honorer akhir- masih banyak lagi adalah orang-
nya menjadi sinder perkebunan. Na- orang yang semula aktif di PSK.
mun, pada 1975 ia keluar dan pindah
ke pabrik gula Cepiring, Kendal, Ja- Pernah suatu ketika, akibat ga-
wa Tengah. Belum sampai tiga bulan gal menerima hadiah (juara I) yang
bekerja, lamarannya ke Dinas Per- dijanjikan panitia lomba mengarang,
kebunan Propinsi Jawa Tengah dite- Iman Budhi Santosa kecewa sehing-
rima. Pabrik gula Cepiring lalu di- ga mendorongnya untuk mengubah
tinggalkan. Sebagai pegawai negeri haluan dari seniman jalanan menjadi
di Dinas Perkebunan itu ia bertugas orang kantoran (di perkebunan teh).
membina teh rakyat Jawa Tengah di Maka, ketika selama beberapa tahun
Boyolali, Banjarnegara, Pemalang, ia menghilang tanpa pamit, komu-
Tegal, dan Brebes. nitas seniman di Yogyakarta sempat
merasa kehilangan. Di perkebunan
Karier menulis Iman Budhi San- teh, ia bekerja sebagai sinder kebun
tosa dimulai sejak masih duduk di di perusahaan perkebunan teh dan
kelas 4 SD. Tulisannya waktu itu ba- berpindah-pindah dari Ungaran,
nyak dimuat di rubrik Taman Putra Kendal, Semarang, Boyolali. Na-
majalah Panjebar Semangat. Di mun, dunia kepenyairan yang telah
Yogyakarta, saat itu masih SMAdan lekat dalam dirinya seolah memang-
tinggal bersama ibu dan ayah tirinya gilnya untuk “kembali.” Tahun
(Any Asmara), ia menemukan ber- 1987, di kantor terjadi kesalahpa-
aneka ragam buku dan segera mela- haman antara dirinya dengan rekan
hapnya. Sementara itu, di luar ru- sejawat. Sikapnya sebagai “pembe-
mah, ia bergaul dengan komunitas rontak” kambuh. Tanpa banyak per-
seniman. Bersama Umbu Landu Pa- timbangan, ia mengundurkan diri,
ranggi, Ragil Suwarna Pragolapati, meletakkan NIP-nya sebagai pega-
dan Teguh Ranusastra Asmara, ia wai negeri. Selanjutnya, ia pulang ke
mendirikan PSK (Persada Studi

218 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

Yogyakarta, memilih menjadi sastra- pen, 2003). Puisinya terdapat dalam
wan. banyak antologi, misalnya Tugu
(1996), Tonggak 3 (1987), Zamrud
Iman mengaku, ketika masih be- Khatulistiwa (1997), Gerbong
kerja di perkebunan, ia pernah ber- (1998). Esai tentang kenangan kota
temu dengan seorang kakek. Ia dita- kelahirannya diterbitkan Puspa Swa-
nya “mengapa orang diberi Allah ra dalam antologi Senandhung Ru-
dua kaki?” Beberapa saat, ia berpi- mah Ibu (1993). Cerpennya masuk
kir, tetapi tidak dapat memberi ja- dalam antologi “Lukisan Matahari”
waban yang memuaskan. Selanjut- (Bernas, 1993).
nya, ia menanyakan perihal “werdi”
pertanyaan itu. Si Kakek kemudian Dalam rangka Festival Kesenian
menjelaskan bahwa Tuhan mencip- Yogyakarta, ia mengedit antologi pui-
takan manusia untuk bertumpu pada si Sembilu (1991), Ambang (1992),
dua kaki, jika suatu saat kaki yang antologi esei Begini, Begini, dan Be-
satu sakit maka kaki yang lain dapat gitu (1997), dan Tamansari (1998).
menutup kekurangannya. Iman me- Tulisan dan puisinya pernah dipubli-
nangkap makna pertanyaan kakek kasikan di majalah Horison, Kalam,
itu menyangkut nasibnya (melepas- Basis, Citra Yogya, Antologi PPIA
kan NIP dan keluar sebagai pegawai Surabaya, dan di media massa pusat
negeri).Akan tetapi, nasi sudah men- dan daerah. Cerbernya Dorodasih
jadi bubur. Bagi Iman tidak ada arti- dan Pertiwi diangkat menjadi telesi-
nya menyesali diri. Maka, ia akhir- nema oleh sebuah rumah produksi di
nya memusatkan perhatian pada du- Jakarta. Selain itu, ia juga pemenang
nia sastra yang sejak lama telah di- Lomba Penulisan Puisi Taman Bu-
geluti. Ia menganggap dunia sastra daya Yogyakarta (“Lirik-Lirik Keme-
adalah jalan yang benar karena jauh nangan”, 1994) dan Lomba Penu-
dari masalah materi. Ia juga menga- lisan Cerkak Taman Budaya Yogya-
ku, dari tempat kerja itu ia banyak karta (“Liong Tembang Prapatan”,
mendapatkan pengalaman yang ti- 1999). Selain itu, Iman pernah men-
dak habis-habisnya untuk ditulis. jabat ketua seksi Sastra Indonesia pa-
da Festival Kesenian Yogyakarta
Sebagai sastrawan ia telah meng- (1995, 1997, 1998).
hasilkan banyak karya, di antaranya
Ranjang Tiga Bunga (novel, 1975), Sekalipun secara batin tidak me-
Barong Kertapati (novel silat, 1976), rasa ‘berpisah’ dengan istri dan keti-
Tiga Bayangan (puisi, 1970), Pesta ga anaknya, Iman Budhi Santosa ki-
Api (puisi, 1989), Dunia Semata Wa- ni memutuskan untuk hidup sendiri
yang (puisi, 1996), Profesi Wong Ci- sembari terus menulis dan berproses
lik (esai, 1999), Kisah Polah Tingkah kreatif. Ketika ditanya mengapa le-
(esai, 2001), Matahari-Matahari Ke- bih banyak menulis sastra Indonesia
cil (puisi, 2002), Dorodasih (novelet, dibanding sastra Jawa, secara jujur
2002), Kalimantang (cerpen, 2003), ia menjawab, “Saya tidak suka sas-
Kalakanji (esai, 2003), Talipati (cer- tra Jawa tapi senang dengan nilai-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 219

nilai yang dikandung di dalamnya.” dan diterbitkan oleh Pustaka Sastra
Maka benar, karyanya, meski berba- LKiS dengan judul Dorodasih
hasa Indonesia, banyak mengandung (2002).
nilai-nilai budaya Jawa. Terlebih la-
gi, ia tidak mau dicatat sebagai orang Karya-karyanya yang berbentuk
yang “dialiri” oleh darah ayah tiri guritan, antara lain “Kaki-Nini Juru
yang dikenal sebagai plagiator. Ia Kunci Candhi Gedhong Songo”
ingin menunjukkan jati dirinya se- (1989), “Pasarehan Gunung Tugel”
bagai sastrawan asli yang ide-idenya (1984), “Bulak Bubat” (1986), “Da-
mengalir alami. Ia mengaku proses nau Salak 1982” (1987), “Tanjung
kreatif kepengarangannya merupa- Mas Wangi Tengahe” (1990),
kan hasil didikan dari kakek, nenek, “Oleh-Oleh saka Mataram Ma-
dan ibunya, bukan dari ayah tirinya. ranginan” (1983), “Sanggar Pamu-
Sebab, setiap malam mereka selalu jan” (1984), “Ketiga Ngerak ing
memberi petuah lewat tembang Ja- Tlatah Tembarak” (1987), “Mangsa
wa yang mengandung ajaran moral Kepitu ing Perenging Merbabu”
dan nilai-nilai budaya Jawa yang adi (1982), “Prambanan” (1990), “Ga-
luhung. rit Guriting Katuranggan” (1988),
“Kebetheng Grimis Dawa” (1989),
Sebagai sastrawan Jawa, Iman “Luwangan Sadedeg Sapengawe”
menghasilkan beberapa karya, an- (1988), “Ngayogyakarta Hadining-
tara lain crita cekak berjudul “Klika rat” (1990), “Kebun Teh Medini
Sapala Tinggalane Landa”, “Abdi 1975” (1985), “Blandhong Jati Gu-
Sengkeran dalam Wirojayan”, “Da- nung Putri” (1985), “Tembang Saka
lang Malaria’, dan “Jangka Ngun- Sabrang” (1993), dan masih banyak
da Prahara.” Naskah crita cekak ter- lagi.
sebut ditulis untuk kampanye pence-
gahan malaria, disiarkan melalui ra- indriyasiwi a.r. (1962—)
dio, hasil kerja sama antara Koalisi
untuk Yogyakarta Sehat (KuYS) dan Indrasiwi A.R., lengkapnya In-
Koperasi SenimanYogyakarta (KSY) drasiwi Arwiyani, lahir di Kweni,
pada Juni 2001. Cerpen tersebut ke- Bantul, Yogyakarta, pada 3 Agustus
mudian dialihbahasakan ke dalam 1962. Ayahnya bernama Suparman,
bahasa Indonesia dan diterbitkan ber- kelahiran Klaten, 2 Agustus 1935,
sama kumpulan cerpen Iman Budhi lulusan SGB, seorang guru dan pa-
Santosa yang lain berjudul Kaliman- mong desa, sedangkan ibunya ber-
tang (Jendela, 2003). Adapun yang nama Sundari, lahir di Klaten, 20
berbentuk novel, antara lain berjudul Oktober 1932, juga lulusan SGB, se-
“Warakasih”. Novel ini merupakan orang guru SD. Hanya sayang ibu-
pemenang harapan dalam Lomba nya meninggal pada 12 Mei 1997.
Penulisan Novel Jawa yang diseleng- Indriyasiwi menempuh pendidikan
garakan Taman Budaya Yogyakarta SD Jarakan I, Bantul, Yogyakarta
(2000). Novel ini lalu diindonesiakan (lulus 1976); Taman Dewasa I Putri
Taman Siswa, Yogyakarta (lulus

220 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

1979); SMA Muhammadiyah II Indriyasiwi menulis fiksi tanpa
Yogyakarta (lulus 1982); dan ter- menganut teori tertentu. Ia menulis
akhir di FISIP Jurusan Ilmu Komu- karena ada sesuatu yang mengganjal
nikasi Universitas Sebelas Maret Su- di hati dan ingin dituangkan dalam
rakarta (lulus 1989). Meski seorang fiksi. Jadi, persoalan yang dituang-
sarjana, Indrasiwi tergolong sebagai kan dalam karya-karyanya tidak
wanita Jawa yang sederhana dan jauh dengan pengalaman pibadinya.
berpenampilan prasaja. Dan sejak Ia butuh suasana yang sepi untuk
lahir hingga sekarang, pengarang menulis. Malam hari adalah waktu
wanita beragama Islam ini tetap yang tepat untuk menuangkan ide ke
tinggal di daerah kelahirannya, tepat- dalam tulisan. Jika semua penghuni
nya di Kweni RT 03, RW 34, No. rumah sudah tidur, itulah saat yang
76, Jalan Bantul Km 5, Yogyakarta tepat untuk menulis. Dibuka catatan-
55188. Indriyasiwi dinikahi Arief nya dan mengalirlah kalimat demi
Suwandi, S.E. pada 23 Oktober kalimat sehingga jadilah cerita. Na-
1985. mun, proses ini tidak selalu lancar.
Sebab, ia juga sibuk dan harus me-
Indriyasiwi mulai menulis pada ngurus rumah tangga.
tahun 1980. Karya-karyanya seba-
gian besar berupa cerita remaja, se- Indrasiwi semula ingin menjadi
bagian untuk pembaca dewasa, dan penari profesional. Dia belajar me-
sebagian untuk anak-anak. Dalam nari sejak kelas 4 SD. Ia pernah me-
karangan-karangannya ia kadang merankan Srikandi dalam lakon Sri-
memakai nama samaran, di antara- kandi Ngedan ketika diadakan per-
nya Innar. Ia lebih banyak mengolah tunjukan wayang anak dalam rangka
peristiwa-peristiwa yang terjadi di ultah sanggar tari di desanya. Maka,
lingkungannya dalam setiap karya ia masuk SMP Taman Siswa (Ta-
yang ditulisnya. Sejak tahun 1994 man Dewasa Ibu Pawiyatan) karena
Indriyasiwi bekerja sebagai warta- menari merupakan pelajaran wajib
wan dan redaksi majalah Djaka Lo- bagi siswa putri. Namun, nasib baik
dang. Ia pernah menerima penghar- agaknya belum berpihak padanya
gaan dalam bidang seni tari (1975), karena ketika hendak masuk Konser-
penulisan esai Wayang di Abad ke- vatori Surakarta ia jatuh sakit dan
20 (1994), dan penulisan Pikiran tidak dapat mengikuti ujian seleksi.
Pembaca Antar-Wartawan (1995).
Ia berhasil menjadi juara III (juara I Bagi Indrasiwi menjadi penga-
tidak ada) dalam lomba penulisan rang itu mengasyikkan, bahkan me-
cerpen yang diselenggarakan oleh mabukkan. Ia dapat meninggalkan
Bakopa Daerah Istimewa Yogyakar- dunianya dan masuk ke dunia lain,
ta. Indrasiwi juga pernah menjadi dunia yang diciptakan sendiri. Ia
nominator dalam lomba penulisan menciptakan karakter, mengatur alur
cerkak yang diselenggarakan oleh cerita, dan menyudahi lakon seke-
tabloid Jawa Anyar. hendak hatinya. Ia sering hanyut da-
lam cerita yang ditulis sendiri. Se-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 221

mentara itu ia suka menggarap tema- Lodhang), “Isih Durung Telat” (Dja-
tema persahabatan. Sesuai dengan ka Lodang), “Lho…,” (Djaka Lo-
kesehariannya, ia suka bergaul de- dang), “Kanca Lawas” (Djaka Lo-
ngan siapa saja. Jika ada teman yang dang, 1993), “Lurung Njembrung”
berselisih, dia selalu ingin jadi pene- (Djaka Lodang), “Wurung” (Jawa
ngah. Semangat seperti itulah yang Anyar, 1995), “Episode Ungu” (Dja-
diusung dalam fiksi-fiksinya. Ia tidak ka Lodang), “Piala Eropa” (Djaka
suka konflik, dan fiksinya pun tidak Lodang), “Riyaya Taun Iki” (Djaka
banyak menggambarkan konflik. Lodang), “Eseme Eti” (Djaka Lo-
Apalagi konflik yang berdarah-darah. dang), “Kidung Asmara Jingga”
(cerkak terjemahan dalam Djaka Lo-
Tema-tema keluarga, perseling- dang, 2001), “Idham-Idhamane
kuhan, atau kejahatan tidak menarik Gundhul” (cerbung dalam Djaka Lo-
minatnya. Tema percintaan masih dang), dan masih banyak lagi. Dan
menarik baginya meskipun hampir saat ini ia tengah menyelesaikan cer-
semua fiksinya yang mengusung te- bung “Ilustrasi Gianni”, sebuah ce-
ma itu selalu tidak happy-end. Selalu rita remaja dengan tema persahabatan
saja hanya kegetiran yang disuguh- yang manis.
kan kepada pembaca. Mungkin ini
cerminan dari kondisi kejiwaannya is sarjoko (1939—)
yang selalu kecewa dalam bercinta
di kala remaja. Siapa yang mendo- Is Sarjoko (nama aslinya Istuti)
rong Indriyasiwi menjadi penga- adalah salah seorang pengarang wa-
rang? Mungkin juri yang memenang- nita yang menulis pada usia tua. Ia
kannya ketika ia mengikuti lomba/ seangkatan dengan Suci Hadi Su-
sayembara. Orang tuanya tidak per- wito. Ia lahir di Janturan, Tirtoadi,
nah secara khusus memberi dorong- Sleman, Yogyakarta, pada 25 No-
an, tapi ikut senang ketika anaknya vember 1939, dari pasangan Amir
berprestasi. Suaminya pernah me- Martoharyono dan Welas (almar-
ngikuti jejaknya dengan ikut-ikutan hum). Ia lulus SR Susteran Boro ta-
belajar mengarang, tetapi tak dite- hun 1956, SKP Marsudi Rini tahun
ruskan. Pria pendamping hidupnya 1960, dan terakhir SGTK. Menikah
itu justru memberikan dorongan ke- dengan Fx. Sarjoko pada 12 Februari
padanya untuk tetap berkarya. 1961 sehingga kemudian ia memakai
nama Is Sarjoko. Kini penganut Kris-
Sejumlah karya Indriyasiwi yang ten yang taat ini tinggal di Gabahan,
telah dipublikasikan, antara lain, Sumberadi, Mlati, Sleman, Yogya-
“Pak Guru Fisika” (Djaka Lodhang, karta.
17 Juli 1993), “Aku Geli Aku Wedi”
(Djaka Lodhang, 31 Desember Is Sarjoko sudah gemar memba-
1994), “Arisan” (Djaka Lodhang, 4 ca dan mengarang sejak kelas 3 SR.
Desember 1993), “Prasetyadi” (Dja- Kegemaran itu muncul karena ka-
ka Lodhang, 1994), “Yu Paikem” keknya sering mendongenginya men-
(Swadesi, 1987), “Resepsi” (Djaka jelang tidur. Ia masih ingat betul do-

222 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA

ngeng kakeknya. Kakeknya juga hobi menulis. Namun, karena hobi
mahir menembang dhandhanggula itu sudah lama terkubur, ia pun sulit
yang antara lain dipetik dari Serat memulainya. Karena itu ia terus
Wedhatama. Ia juga masih ingat na- mencoba dan bahkan tak segan-se-
sihat ayahnya tentang laku utama, gan bertanya dan belajar pada pe-
selain ingat pula janji ayah (menon- nulis-penulis muda. Bukan suatu ke-
ton sekaten di alun-alun utara Kera- betulan, ketika mendapat undangan
ton Yogyakarta) yang belum terlak- ulang tahun Djaka Lhodang, ia ber-
sana hingga saat ini. Selain itu, ia temu dengan M. Widhy Pratiwi, se-
juga banyak membaca majalah Pra- orang penulis cerkak dan novel Jawa
ba. Namun, sayang kemauan menu- berbakat. Tanpa malu-malu ia ber-
lis jadi terhenti karena tidak punya tanya bagaimana cara menulis yang
mesin tik. Pupus sudah keinginan baik. Sejak itulah Is Sarjoko rajin
untuk menulis di majalah. Sebagai menulis. Ternyata Tuhan mende-
pelampiasan hasratnya, ia hanya se- ngarkan dan mengabulkan segala ke-
nang menulis surat kepada teman- inginannya. Di dalam penderitaan-
teman. Setelah dewasa, kemauan un- nya ia menulis guritan, macapat,
tuk menulis terus ada, tetapi semua- dan cerita anak baik dalam bahasa
nya jadi terhenti total setelah ia me- Jawa maupun Indonesia. Dan hingga
nikah dan punya anak. kini karangan-karangannya telah
muncul dalam Panjebar Semangar,
Waktu berjalan terus dan tak ada Jaya Baya, Mekar Sari, Jawa Anyar,
kesibukan lain selain urusan rumah Djaka Lodhang, dan Pagagan.
tangga dan tanggung jawabnya ter-
hadap adik-adiknya. Sampai tahun Mengarang bagi Is Sarjoko ha-
1980 jumlah anaknya sembilan orang nyalah merupakan kesenangan, sa-
(6 putra dan 3 putri). Mungkin sam- ma sekali bukan karena honor. Kalau
pai di sini ia harus istirahat karena dimuat, ada kepuasan batin tersen-
kanker ganas menyerang lehernya diri. Ia tidak kecewa tatkala karang-
(kanker theroid). Dia harus menjalani an tidak terbit di media massa. Na-
operasi dan penyinaran (bestral). mun, ia tetap menulis dan menga-
Oleh dokter dianjurkan untuk istira- rang. Sejumlah guritan karya sastra
hat total. Selama menjalani terapi pe- Is Sarjoko antara lain “Jaman Kala-
ngobatan ia tak pernah menjamah bendu” (Pagagan, 18 Mei 2003),
pekerjaan rumah (memasak, mencu- “Wuyung”(Pagagan, 18 Mei 2003),
ci, dan lain-lain). Jadi, jadwal kese- “Bancike Bethara Kala”(Pagagan).
hariannya: pagi diantar suami ke ru- Dan dalam menulis ia sesekali juga
mah sakit untuk terapi, kemudian menggunakan nama samaran.
pulang dan istirahat.
ismiyati
Pada suatu hari, suaminya pu-
lang dari kantor membawa sebuah Nama pengarang Ismiyati mun-
mesin ketik bekas. Sang suami tahu cul secara tiba-tiba pada tahun awal
bahwa istrinya (Is Sarjoko) memiliki 1960-an, dalam rubrik cerkak ma-

ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 223

jalah Jaya Baya, ketika majalah ter- tetapi didorong oleh rasa benci dan
sebut mengumumkan hasil lomba ingin membalas dendam kepada man-
penulisan cerkak yang diselenggara- tan suami yang telah menyakiti ha-
kan oleh majalah tersebut pada No- tinya. Dalam suratnya kepada redak-
mor: 19, Th. XVII, 29 Desember si majalah Jaya Baya, ia juga me-
1963. Dalam pengumuman tersebut ngatakan bahwa uang penghargaan
disebutkan bahwa cerpen karya Is- sebagai pemenang tidak akan diteri-
miyati termasuk salah sebuah peme- manya, tetapi dengan ikhlas diberi-
nang, bersama dengan 4 cerkak kar- kan kepada redaksi untuk membeli
ya pengarang laki-laki terkenal. Ke- makanan ketika melembur pekerjaan.
lima cerkak pemenang tersebut, ya-
itu (1) “Slendhang Bang-bangan” Cerkak “Sura Dira Jayaningrat
karya Suparto Brata, (2) “Godha- Lebur dening Pangastuti” itu me-
ning Katresnan” karya AnyAsmara, narik karena memberikan sebagian
(3) “Satus patang puluh lima” karya dari pengalaman pribadinya tentang
Esmiet, (4) “Kang Dadi Wadal” kar- nasib seorang perempuan yang se-
ya Tamsir AS, dan “Sura Dira Ja- cara diam-diam dimadu suaminya.
yaningrat, Lebur dening Pangas- Hal itu, sebenarnya hal itu bukan ra-
tuti”, karya Ismiyati. Selain nama hasia lagi bagi lingkungan di sekitar
kelima pemenang tersebut tadi, dua perumahan mereka karena para te-
cerpen lain menjadi penerima hadiah tangga dan keluarga sudah tahu.
hiburan, yaitu “Ing Swan Nio” karya Akan tetapi, ketika kedua perempu-
karya Hardjana HP, dan “Ketiban an tersebut diundang dalam Kongres
Pulung”, karya karya A.M. Soekam- Wanita di suatu kota, keduanya tan-
to. pa diduga datang. Secara tidak dise-
ngaja juga, kehadiran mereka me-
Nama Ismiyati penting dicatat nimbulkan kegaduhan dalam perte-
bukan hanya karena ia salah seorang muan tersebut ketika nama “Bu
cerkakis wanita yang baru tampil Marno” dipanggil tampil karena ke-
dalam penulisan cerkak, dan yang duanya tampil bersama! Di situlah
secara langsung menarik perhatian Bu Marno I baru tahu siapa “saingan-
juri sebagai salah satu pemenang ha- nya” (Bu Marno I) itu, yang ternyata
diah lomba dari majalah Jaya Baya, lebih muda, lebih cantik, lebih mon-
tetapi lebih dikarenakan profesinya tok, dan bertahi lalat di sebelah mata
sebagai pelacur dan mucikari dari kanan. Kejadian membingungkan
Malang. Fakta itu menunjukkan bah- para hadirin itu berakhir ketika Bu
wa sastra Jawa amat terbuka, yang Marno II segera mendekati Bu Mar-
dibuktikan dengan profesi sebagai no I dan menyerahkan hak untuk tam-
pengarang sastra Jawa yang dapat pil ke depan kepadanya. Kebijakan
disandang oleh siapa pun. Bu Marno II itu mendapat tepukan
meriah dari para hadirin, sebaliknya
Secara jujur Ismiyati mengakui memerahkan wajah Pak Marno yang
bahwa profesinya sebagai pelacur juga hadir pada pertemuan tersebut.
dan mucikari itu bukan karena nafsu,


Click to View FlipBook Version