124 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Kedua kutipan di atas menun- nya. Dhialog disajikan dalam bentuk
jukkan bahwa manusia itu merupa- percakapan antara dua tokoh atau le-
kan dunia kecil yang mirip dengan bih. Dalam drama, dhialog merupa-
dunia besar karena sama-sama kera- kan bentuk mutlak yang merupakan
sukan kehalusan Batara Siwa. hakikat drama. Roman juga meng-
gunakan dhialog. Sering dijumpai se-
Dalam kitab itu terdapat kali- buah roman yang kuat dalam pelu-
mat-kalimat yang indah. Dalam ba- kisan watak, pemaparan situasi,
hasa Indonesia berbunyi sebagai be- maupun penyajian cerita, tetapi sa-
rikut. ngat canggung dalam menggunakan
dhialog. Dhialog batin adalah kata-
Kapas itu menjadi bermacam- kata yang diucapkan oleh pemain
macam barang sobek. Adanya untuk mengungkapkan pikiran atau
macam ragam itu karena dibuat perasaannya tanpa ditujukan kepada
oleh manusia, kemudian disebut pemain lain.
kain cita, lurik, sembagi, katun,
dan sebagainya. Wujudnya ma- diah hadaning (1940— )
sing-masing itulah yang kemudi-
an dipuji-puji orang: dasarnya Nama lengkapnya Sinaryu Indah
bagus, wujudnya pun bagus. Ti- Hadaning. Tetapi, ia lebih dikenal se-
dak lagi diketahui, bahwa semua- bagai Diah Hadaning atau Diha. Pe-
nya itu sebenarnya kapas juga ngarang wanita ini lahir pada 4 Mei
yang sudah dijadikan bermacam- 1940 di Jepara, sebuah kota ukir dan
macam barang oleh manusia. tempat kelahiran tokoh emansipasi
wanita, R.A. Kartini. Diha hadir da-
Nama penulis kitab Dharmacu- lam dunia kesastraan Jawa, khusus-
nya ini tidak diketahui dengan te- nya guritan, lebih awal daripada Su-
rang. Dalam kitab itu disebut-sebut di Yatmana karena ia mengawali ka-
nama Sang Malinatha (nama Indu rier kepenyairannya dalam sastra In-
asli). Dimungkinkan bahwa nama itu donesia.
merupakan guru yang menyiarkan
wejangan ini. Dharmacunya berang- Diah Hadaning lahir di tengah
ka tahun 1304 atau 1340 Caka (1382 lingkungan rakyat biasa. Ayahnya,
atau 1418 Masehi). Suratman, seorang pegawai negeri,
begitu juga dengan ibunya. Ia meni-
dhialog kah dengan Drs. Suhodo dari Yogya-
karta (putra Bapak Pratodiwiryo).
Dhialog adalah istilah serapan Dari pernikahannya itu ia dikaruniai
dari sastra Indonesia “dialog”. Oleh 3 orang anak laki-laki (Vivin Avian-
karena dipergunakan dalam sastra toro, Lilik Hernudrajanto, dan Guna-
Jawa, serapan istilah tersebut kemu- wan Andrianto) yang semua kini su-
dian disesuaikan dengan penulisan dah bekerja. Bersama keluarga, kini
ejaan bahasa Jawa dengan menam- Diha menetap di Cempaka, Blok D/
bahkan aksara h pada huruf d men- 14, Mekarsari Permai, Cimanggis
jadi dh. Dhialog adalah percakapan
pada sandiwara, cerita, dan sebagai-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 125
16952 (Jalan Raya Bogor Km. 30). Diah Hadaning adalah alumni
Di tempat ini juga Warung Sastra Sekolah Pekerja Sosial di Semarang
DIHA bermarkas. (1960). Di samping itu, ia pernah me-
ngikuti kuliah diAkademi Wartawan
Sebelum menetap di Bogor Diha sehingga dapat menjadi wartawan.
dan keluarganya lama di Jakarta. Meskipun demikian, ia juga amat se-
Kota Jakarta semula dikenalnya se- nang menulis, baik puisi, cerpen,
bagai tempat yang sangat menakut- maupun cerbung, tetapi yang utama
kan karena “ketakramahan dan ke- ialah puisi. Kreativitas seninya ber-
garangannya”. Namun, ia bersyukur kembang efektif—dan secara autodi-
karena beberapa tahun kemudian ia dak—sejak tahun 1974 hingga akhir-
dapat akrab dengan semua sifat kota nya ia menemukan gaya pengucap-
metropolitan itu dan memutuskan annya sendiri yang khas. Hal itu di-
untuk bekerja di sana. Namun, Diha buktikan melalui rubrik yang dibina
merasa lebih damai di Bogor karena di mingguan Swadesi (Srikandhi)
kota ini sejuk dan mampu memekar- berjudul “Warung Sastra Diha”, na-
kan imajinasinya. ma yang mirip dengan nama sang-
garnya di Bogor. Ia mengawali krea-
Di kota (Jakarta) yang garang tivitas menulisnya dengan sastra In-
itu Diah, begitu nama panggilannya donesia, khususnya di bidang puisi,
sehari-hari, bekerja sebagai warta- sejak tahun 1974. Kreativitasnya itu
wan tabloid Swadesi. Namun, ter- didukung oleh profesi dasarnya se-
nyata ia tidak puas dengan komuni- bagai wartawan.
kasi bersastra lewat media massa. Ia
melanjutkan kariernya dengan me- Dengan jujur ia mengaku bahwa
nulis sastra dan secara langsung me- aktivitas menulis sastra diawali dari
ngelola komunitas sastra (terutama tugasnya sebagai pengasuh rubrik
sastra Jawa) di masyarakat, melalui sastra di mingguan Swadesi. Di situ-
sanggar yang diberinya nama “Wa- lah ia menyiapkan diri dengan mem-
rung Sastra Diha” dengan subnama bina rubrik bernama “Warung Sas-
“Penggiat Sastra—Komunitas Dia- tra Diha”. Hingga 2002 Diah masih
log Jarak Jauh”. Katanya, sanggar itu mengasuh rubrik tersebut sambil
dapat diajak berdialog tentang sastra membuka diskusi tentang sastra
dari jarak jauh via sarana komunikasi Indonesia secara jarak jauh. Sambil
apa pun. Di situ ia mengundang pe- mengasuh rubrik itu Diah mengem-
cinta sastra untuk berkomunikasi de- bangkan kreativitas dirinya tentang
ngan para anggota untuk memperbin- sastra Indonesia dan Jawa. Dalam hal
cangkan sastra Indonesia dan Jawa. guritan Diah mengaku bahwa hal itu
Diah masih berobsesi untuk mendi- dianggap sebagai kewajiban sebagai
rikan padepokan di pinggiran kota se- salah seorang putra daerah. Hal itu
bagai tempat ideal untuk mengem- dibuktikan melalui perannya yang
bangkan seni sastra dan teater. Pade- total dalam berbagai aktivitas keja-
pokan itu akan diberi nama “Pade- waan (kejawen), dengan belajar sen-
pokan Gondosuli”.
126 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
diri pada hampir setiap kegiatan atau tidak sama. Pandangan hidup yang
undangan diskusi sastra Jawa di ma- demikian dapat dirunut dari substan-
na pun. Di situlah ia menyerap ba- si yang mengisi karya-karyanya, se-
nyak ajaran spiritual kejawen, hal perti pada dua buah sajaknya yang
yang dikatakannya sebagai roh bagi berjudul “Jakarta ’75", “Jakarta Ha-
kreativitasnya. ri Ini” (1975), “Jakarta diAntara Lu-
ka-luka”, “Jakarta, Kaukah Itu”, “Ja-
Di sela waktu kerja pokoknya se- karta dalam Suaraku I”, “Jakarta da-
bagai wartawan dan kolumnis, Diah lam Suaraku II”, dan “Anak Rimba
menggembleng diri menjadi penyair. Beton” (dalam kumpulan “Mozaik
Kreativitas itu dilakukan secara rutin Jakarta: Sajak-sajak 1975—2000)”.
sejak 1975 hingga 2000. Menurut
pengakuannya, sampai tahun 2003 ia Sejumlah sajak Diah yang baru
memiliki sekitar 30 buah antologi tampak lebih tegar, lebih dewasa me-
puisi dan guritan.Ada yang berwujud napaki Jakarta, dan hal itu terlihat
antologi solo (miliknya sendiri), anto- pada “Ke Jakarta Aku kan Kemba-
logi sarimbit (ditulis oleh 2 orang), li”, “Jakarta Hari Ini”, “Laut Diba-
atau antologi bersama dengan bebe- kar Matahari”, “Tentang Sebuah Ke-
rapa penyair atau penggurit lain. Be- melut”, dan “Pada Suatu Sisi Jalan
berapa antologi puisinya yang belum antara Menara Istiqlal dan Puncak
terbit, antara lain, “Mosaik Jakarta” Kathedral” (1980). Sajak-sajak itu
(berisi 50 puisi), “Jejak dari Tanah berisi pengendapan batinnya untuk
Barat” (berisi puisi-puisi yang sudah mencintai, bersahabat, dan kasih ke-
dimuat di media massa), dan “Dunia pada kota Jakarta.
Dongeng” (berisi 50 buah puisi). Ke-
tiga antologi itu menjadi saksi atas Pada tahun 1980-an ia mulai
kehadirannya di dunia perpuisian menulis guritan. Kini ia telah meng-
Indonesia sejak tahun 1970-an. hasilkan sejumlah antologi, yaitu
“Paseksen Anake Ki Suto Kluthuk”,
Secara selintas sejumlah sajak- “Kirab Anake Ki Suto Kluthuk”, dan
sajaknya yang berbahasa Indonesia “Tembang Esuk Anake Ki Suto Klu-
menggambarkan konflik batin diri- thuk”. Di samping itu, Diah juga me-
nya ketika pertama kali berkenalan miliki tiga buah antologi yang sudah
dengan Jakarta. Di satu sisi ia meli- diterbitkan sendiri (tanpa ISBN), ya-
hat kota ini sebagai kota yang sejak itu Kirab Gurit 53 (2000), berisi 53
dulu dicintainya dengan sepenuh ha- buah guritan (tahun 1982—1999);
ti.Akan tetapi, ternyata kota itu amat Tembang Esuk: Gurit Seket (1999—
tidak ramah, keras. Kalau akhirnya 2000), berisi 50 guritan yang secara
ia dapat menerima kota itu, kontras khusus disusun untuk menyambut
harapan dan kenyataan itu menjadi Milenium II, dan antologi Dongeng
gambaran paradoksal yang dalam Wanci Purnama (2000) juga berisi
artinya. Hidup itu di mana pun harus 50 buah guritan. Antologi ini berisi
dilandasi dengan kasih walaupun an- guritan-guritan yang ditulis antara
tara satu situasi dengan situasi lain tahun 2000—2002. Hingga kini Diah
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 127
tetap menulis puisi dalam dua bahasa. Djaka Lodang. Dalam kolom itu ia
Namun, dalam sastra Jawa, ia lebih menggunakan nama: Dul Purba,
banyak menulis guritan dan cerkak. Kang Bongid, Bosse, Penjorangan,
Untuk melengkapi kreativitas “Wa- atau Mas Guru.
rung Sastra Diha”-nya, ia mencoba
mengaktifkan seni drama berbahasa Didik Sedyadi terjun ke dunia
daerah di Bogor. sastra Jawa sejak SMP (1977). Ia
terjun ke dunia itu karena ia merasa
didik sedyadi (1964—) memperoleh manfaat dan terhibur
setelah membaca karya sastra Jawa.
Nama samaran yang sering di- Itu sebabnya ia lalu mencoba me-
gunakannya adalah Purbajati. Ia la- nulis dan mengirimkannya ke berba-
hir di Purbalingga, 22 Desember 1964. gai media. Tulisannya pada saat ia
Menikahi gadis bernama Kartinah, masuk kelas 2 SMP dimuat di rubrik
kelahiran Purworejo, 4 Juli 1966. Da- “Wacan Bocah” majalah Parikesit
ri pernikahan itu lahirlah seorang (1978). Selanjutnya, karya-karyanya
anak laki-laki, Burhanuddin Latif, (cerpen, cerbung atau novel) banyak
pada 4 April 1992. Bersama keluar- dijumpai di Parikesit (19 judul cer-
ga, Didik Sedyadi kini tinggal di Jalan pen, 1978—1986), Kartika Minggu
Babakan 10, RT 02, RW 01, Jatipa- (13 judul cerpen, 1985—1989), Me-
mor, Panyingkiran, Majalengka, Ja- kar Sari (1 cerpen, 17 Maret 1993),
wa Barat, telepon (0233) 284319, HP Jaya Baya (5 judul cerpen, 1986—
081 224 50 210. 1987), Panjebar Semangat (2 judul
cerpen, 1987 dan 1994), Djaka Lo-
Pendidikan formal yang telah di- dang (34 judul cerpen, 1985—
tempuhnya: SD Bobotsari 3 (lulus 2004), dan cerbung dalam Djaka
1977), SMP Negeri 1 Bobotsari (lu- Lodhang, antara lain, “Baunge Ajag
lus 1981), SMA Negeri 2 Purwokerto Pegunungan Tepus” (1991), “Teror
(lulus 1984), dan S1 Jurusan Pendi- Kembang Kanthil” (1994), dan
dikan Matematika IKIP Semarang “Ngundhuh Wohing Pangigit-igit”
(lulus 1989). Tahun 1989 hingga (2004).
1992 mengajar di SMA Muhamma-
diyah 1, Banjarnegara, Jawa Tengah. Karya-karya Didik (puisi, cer-
Selanjutnya, sejak 1993 hingga seka- pen, dan cerbung) selama ini belum
rang ia menjadi guru SMA Negeri 1 pernah diterbitkan dalam bentuk bu-
Majalengka, d.a. Jalan K.H. Abdul ku. Hanya sebagian karyanya masuk
Halim 133, Majalengka 45418, Jawa dalam beberapa antologi, misalnya
Barat. Dalam dunia tulis-menulis, Di- cerpen “Boss!” dalam Niskala
dik yang aktif di HMJ dan Pemuda (FPBS IKIP Yogyakarta, 1993), dan
Muhammadiyah Banjarnegara ini se- cerpen “Sumarah” dalam Liong
ring menggunakan dialek Banyumas- Tembang Prapatan (Taman Budaya
an. Sebagai misal, sejak 1991 hingga Yogyakarta, 1999). Karya cerpennya
sekarang ia sering mengisi “Kolom “Cubriyane Sang Profesor” pernah
Dialek Banyumasan Mendhoan” di memperoleh penghargaan sebagai pe-
128 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
menang II dalam sayembara cerkak ngarang lebih banyak, (2) kualitas
yang diselenggarakan oleh Sanggar penggarapannya kurang serius, dan
Triwida, Blitar, Jawa Timur (1989) (3) jika ada pengarang yang mencoba
dan novelnya Kyai Wulung Nagih style atau eksperimen baru, absurd
Punagi menjadi pemenang harapan misalnya, seperti yang dipelopori
I dalam sayembara novel yang dise- oleh Suwardi Endraswara, masya-
lenggarakan oleh Taman Budaya rakat awam belum siap menerima
(2000) dalam rangka menyambut dan menikmatinya.
Kongres Bahasa Jawa.
Didik Sedyadi berobsesi, suatu
Didik berpendapat bahwa menu- saat sastra Jawa dapat menjadi idola
lis sastra tidak dapat disamakan se- orang Jawa sendiri. Untuk itu, ia ber-
perti proses mesin mengerjakan sua- harap para pengambil kebijakan hen-
tu barang. Maka, karya sastra (cer- daknya mampu membuka jalan bagi
pen) tidak dapat dilahirkan berdasar- para siswa, misalnya (1) mewajib-
kan pesanan. Jika suatu saat ada kan setiap sekolah atau perpustaka-
lomba penulisan cerpen, ia lebih me- an memiliki atau berlangganan maja-
milih mengambil stok cerpen yang lah berbahasa Jawa sehingga para
sudah ada dan belum diterbitkan. siswa mengenal sastra Jawa melalui
Dalam hal penulisan, sebuah cerpen jalur perpustakaan sekolah, (2) me-
tidak dapat dipastikan kapan selesai wajibkan atau memasukkan sastra
ditulis; bisa sehari, dua hari, bahkan Jawa dalam kurikulum atau muatan
beberapa hari. Namun, katanya, da- lokal wajib dari SD sampai SMA,
lam proses penciptaan cerbung, ber- kemudian siswa diberi tugas-tugas,
beda. Sebab, cerbung umumnya le- misalnya, telaah cerkak atau guritan
bih luas batasannya, tidak terkung- atau apa pun dalam majalah berba-
kung inspirasi singkat. Cerbung bisa hasa Jawa tersebut.
diawali dengan membuat pola/kon-
sep lebih dahulu, misalnya bagaima- Ketika dimintai tanggapannya
na alur, tokoh, latar, dan sebagainya. tentang penerbit, kritik, dan pemba-
Selain itu, cerbung dapat ditulis ber- ca sastra Jawa, Didik mengemuka-
dasarkan pesanan/lomba sehingga kan, (dalam suratnya tertanggal 17
visi dan misi pemesan atau penye- Juli 2004), bahwa penerbit karya
lenggara lomba dapat dimasukkan/ sastra Jawa benar-benar merupakan
diatur. kerja sosial yang jauh dari perhitung-
an laba materi. Menerbitkan karya
Pengarang yang kini menjabat sastra saat ini rasanya seperti men-
Ketua Dewan Redaksi majalah seko- jual sesuatu yang sudah diduga ba-
lah Warta Ganesha ini lebih jauh kal tidak ada atau kurang pembeli-
mengemukakan alasan mengapa sas- nya. Sekali lagi, jika ada penerbit
tra Jawa saat ini relatif kurang me- yang telah menerbitkan karya sastra
legenda atau mudah dilupakan orang. Jawa, kerja sosial ini patut diacungi
Katanya, ada beberapa faktor penye- jempol. Bagi perkembangan karya
babnya, di antaranya (1) kuantitas pe- sastra, memang peran penerbit itu
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 129
mutlak. Yang menjadi permasalahan (4) aksara rekan ‘huruf rekaan’ (5)
awal sebenarnya bagaimana mem- sandhangan ‘pelengkap’, (6) penan-
bangun image positif orang Jawa ter- da gugus konsonan, dan (7) tanda ba-
hadap karya sastra Jawa itu sendiri. ca. Kaitannya dengan itu, istilah dir-
Jika image yang positif ini sudah ter- ga melik terdapat dalam butir keli-
bangun, pangsa pasar yang baik pun ma, yakni sandhangan. Di dalam ak-
akan mengikuti. sara Jawa, sandhangan dibagi men-
jadi dua, yakni sandhangan bunyi
Sementara itu, terhadap kebera- vokal dan sandhangan konsonan pe-
daan “kritik dan kritikus”, Didik me- nutup. Sandhangan bunyi vokal ter-
ngemukakan bahwa kehadiran kri- diri atas lima macam, yakni
tikus itu sangat mutlak, karena ulas- (1) wulu ( ) dipakai untuk me-
an-ulasannya akan membangkitkan
motivasi pengarang untuk mening- lambangkan vokal /i/ di dalam
katkan mutu karangannya. Yang per- suku kata;
lu lebih diperhatikan saat ini adalah
realitas adanya pembaca sastra Jawa (2) pepet ( ) dipakai untuk me-
yang dari hari ke hari mengalami
“kepunahan”. Pembaca utama seka- lambangkan vokal /ê/ di dalam
rang ini adalah para sepuh yang ma- suku kata;
sih sugeng yang jumlahnya tinggal
sedikit. Untuk itulah, harus dilaku- (3) suku ( ) dipakai untuk melam-
kan upaya untuk membangkitkan
kembali minat baca di kalangan ma- bangkan bunyi vokal u;
syarakat di berbagai lapisan.
(4) taling ( ) dipakai untuk me-
dirga melik
lambangkan bunyi vokal é atau
Istilah dirga melik termasuk isti- è yang tidak ditulis dengan ak-
lah yang kuna dan jarang diperguna- sara suara e, yang bergabung
kan. Istilah yang lazim dipakai se- dengan bunyi konsonan di dalam
hari-hari adalah wulu atau wulu me- suatu kata (sandhangan taling
lik. Istilah ini terdapat di dalam ak- ditulis di depan aksara yang di-
sara Jawa. Huruf Jawa memiliki ka- bubuhi sandhangan itu);
rakteristik tersendiri, antara lain, ber-
sifat scriptio Continue ‘tanpa ada (5) taling tarung ( ) dipakai
penggalan’, bersifat silabus (suku ka-
ta) dan tidak ada unit-unit kalimat. untuk melambangkan bunyi vo-
Secara garis besar, aksara Jawa dapat kal o yang tidak ditulis dengan
dibagi menjadi tujuh macam rincian,
yaitu (1) aksara carakan ‘aksara po- aksara suara , yang berga-
kok’ dan pasangannya, (2) aksara
murda ‘huruf besar’ dan pasangan- bung dengan bunyi konsonan di
nya, (3) aksara swara ‘huruf vokal’, daam suatu suku kata. Taling
tarung ditulis mengapit aksara
yang dibubuhi sandhangan itu.
Sandhangan penanda konsonan
penutup suku kata (sandhangan pa-
nyigeging wanda) terdiri atas empat
macam, yakni (1) wignyan ( ) ada-
130 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
lah pengganti sigegan ha ( ), = siwi.
yaitu sandhangan yang dipakai = bibi.
untuk melambangkan konsonan h dirga mendut
penutup suku kata (penulisan Dalam tembang Jawa setiap
akhir gatra yang bukan gatra terakhir
wignyan diletakkan di belakang memakai penanda pada lingsa atau
koma yang sering pula disebut pada
aksara yang dibubuhi sandhangan dirga. Pada dirga itu terdiri atas lima
macam, satu di antaranya bernama
itu); (2) layar ( ) adalah dirga mendut atau suku liut, yakni
pemarkah diakretik yang menunjuk-
pengganti sigegan ra ( ), yaitu kan bunyi u panjang (u). Jika pemar-
kah diakretik legena (a) disebut dir-
sandhangan yang dipakai untuk me- ga, pemarkah wulu (i) disebut dirga
lambangkan konsonan r penutup melik atau wulu melik, pemarkah bu-
suku kata (sandhangan layar ditulis nyi taling (e, ai) disebut dirga mure,
di atas bagian akhir aksara yang pemarkah diakretik bunyi o (e)
dibubuhi sandhangan itu); (3) cecak disebut dirga muthak.
( ) adalah pengganti sigegan
dirgamure
nga ( ), yaitu sandhangan
Seperti halnya dirga melik, dir-
yang dipakai untuk melambangkan ga mure termasuk bagian dari aksara
konsonan ng penutup suku kata Jawa, khususnya jenis sandhangan
(sandhangan cecak ditulis di atas ‘pakaian’ bunyi vokal. Istilah dirga
bagian akhir yang dibubuhi san- mure termasuk istilah yang kuna, ar-
dhangan itu); (4) pangkon ( ) khais, dan arang kanggone ‘jarang
dipakai’. Istilah yang lazim dipakai
dipakai sebagai penanda bahwa sehari-hari untuk menyebut dirga
aksara yang dibubuhi sandhangan mure adalah taling atau taling swa-
pangkon itu merupakan aksara mati, ra. Taling ( ) dipakai untuk melam-
aksara konsonan penutup suku kata, bangkan bunyi vokal é atau è yang
atau aksara panyigeging wanda tidak ditulis dengan aksara suara ê,
(sandhangan pangkon ditulis di yang bergabung dengan bunyi kon-
belakang aksara yang dibubuhi san- sonan di dalam suatu kata (sandagan
dhangan itu). taling ditulis di depan aksara yang
dibubuhi sandhangan itu).
Berdasarkan rincian di atas, Misalnya:
yang dimaksud dengan istilah dirga
melik adalah sandhangan bunyi vo- = dewa
kal wulu ( ). Di dalam aksara Jawa,
istilah dirga melik termasuk dalam
istilah Jawa yang arang kanggone
‘jarang dipakai’. Istilah dirga melik
juga disebut wulu melik yang ber-
fungsi untuk melambangkan bunyi
vokal i termasuk dalam suku kata.
Sandhangan wulu ( ) ditulis di atas
huruf yang dibubuhi sandhangan
itu, misalnya:
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 131
= seba. watak keras, aja dumeh, dan tepa-
slira.
djaimin k. (1939—)
Karya Djaimin tersebar dalam
Nama lengkapnya Djaimin Kari- berbagai majalah berbahasa Jawa,
yodimejo. Lahir di Yogyakarta pada seperti Panjebar Semangat, Mekar
tahun 1939. Kini tinggal di Jalan Ge- Sari, Djaka Lodang, Pagagan, dan
dongkiwa 55, Yogyakarta. Ia lebih Panakawan. Selain tersebar di ber-
banyak terobsesi dan berproses krea- bagai majalah, beberapa karya Djai-
tif di kota Yogyakarta. Karena itu, min juga termuat dalam beberapa
meskipun kerap mengembara men- antologi, terutama yang terbit di
cari tambahan penghasilan ke kota Yogyakarta; antara lain dalam Anto-
lain, Djaimin tak dapat melepaskan logi geguritan lan Crita Cekak
obsesi dan imajinasinya dengan kota (1991), Rembulan Padhang ing Nga-
Yogyakarta. Itu sebabnya mengapa yogyakarta (1992), Cakramang-
guritan dan cerkak-cerkak-nya di- gilingan (1993), Pangilon (1994),
dominasi gambaran mengenai segala Pemilihan Lurah (1997), dan Pesta
sesuatu tentang Yogyakarta. Misal- Emas Sastra Jawa (1995).
nya, itu tercermin dalam “Ing Pojok
Petenge Ibukota”, “Jalan Tol”, “Iki Kesuntukannya menekuni sastra
Tandha Apa”, dan “Wanita-Wanita Jawa mengantarkan dirinya untuk
Pinerjaya”; demikian juga dalam memperoleh beberapa penghargaan.
cerkak berjudul “Kamsa”. Buku antologi Siter Gadhing, misal-
nya, telah menyabet Hadiah Sastra
Berbeda dengan para pengarang Rancage (1995). Selain itu, ia juga
(penggurit) sastra Jawa yang seba- menerima penghargaan sebagai juara
gian besar berprofesi sebagai guru, III dalam lomba penulisan sastra oleh
Djaimin Kariyodimejo hanya bekerja Sanggar Triwida (1990), juara II da-
sebagai buruh serabutan. Tetapi itu lam lomba penulisan guritan oleh Ta-
tidak aneh karena ia hanya tamatan man Budaya Yogyakarta (1991), dan
SLTP. Namun, justru dari pekerjaan- menerima Hadiah Sastra Sinangling
nya itu Djaimin mampu menerje- berkat karya terbaiknya dalam maja-
mahkan dan merepresentasikan pe- lah Pagagan oleh Sanggar Sastra Ja-
mahamannya terhadap kehidupan wa Yogyakarta (1995).
wong cilik melalui guritan dan cer-
kak-cerkak-nya. Pembelaannya ter- djajasoekarsa
hadap wong cilik melahirkan ber-
bagai kritik sosial bagi penguasa; hal Lengkapnya L.K. (Lurah Kan-
ini setidaknya tampak dalam gurit- jeng) Djajasoekarsa. Pada masa se-
an-guritan yang terkumpul dalam belum kemerdekaan ia termasuk pe-
antologi Siter Gadhing (1995) yang ngarang yang tidak produktif. Pe-
menurut Djaimin lahir dari pemi- ngarang yang seangkatan dengan Sri
kiran watak urip samadya, adoh Koentjara ini hanya menerbitkan se-
buah novel berjudul Sri Kumenyar
(Balai Pustaka, 1938). Sejauh ini ia
132 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
juga sulit dilacak data-data mengenai pada budaya modern. Tindakan me-
jati dirinya. Akan tetapi, dengan me- ngikuti budaya modern dipandang
ngacu pada latar belakang sosial bu- olehnya sebagai tuntutan zaman. Se-
daya pada tahun ia menerbitkan kar- seorang yang telah mampu menye-
yanya, dapat diketahui bahwa ia se- lesaikan pendidikan formal dipandang
orang intelektual yang telah menge- memiliki status sosial yang baik.
nyam pendidikan modern Barat.
Bahkan, dapat diduga ia berasal dari Novel Sri Kumenyar bukanlah
keluarga priayi yang bekerja pada novel pertama yang mengangkat visi
pemerintah kolonial Belanda. pengarang terhadap kehidupan mo-
dern Barat. Pada masa sebelumnya,
Novel Sri Kumenyar agaknya tema seperti itu telah diungkapkan
dapat dikatakan sebagai novel yang oleh Jaka Lelana dalam novelnya
mewakili kepentingan pemerintah Gambar Mbabar Wewados (Balai
dalam menggiring masyarakat pri- Pustaka,1932). Selain mengangkat
bumi dalam menerima pemikiran orientasi pribumi terhadap budaya
dan budaya Barat. Pendek kata, no- Barat, novel Sri Kumenyar juga me-
vel ini menampilkan ide-ide aktual ngangkat kisah kasih tak sampai. Di-
sebagai “pencerahan” masyarakat sebutkan bahwa Sri Kumenyar ber-
dalam mengubah pandangan tradi- tunangan dengan Sumarsono. Akan
sional masyarakat pribumi menuju tetapi, pada saat menjelang akad ni-
ke kehidupan modern Barat. Hal itu kah, diketahui Sumarsono adalah ka-
menandai bahwa Djajasoekarsa ada- kak kandung Sri Kumenyar. Kedua-
lah pegawai pemerintah yang men- nya telah lama dipisahkan oleh ben-
dukung kebijakan kolonial. Selanjut- cana alam sehingga tidak lagi saling
nya, menilik singkatan nama penga- mengetahui latar belakang keluarga
rang itu (L.K. yang merupakan ke- masing-masing.
pendekan dari Lurah Kanjeng) besar
kemungkinan ia adalah cendikiawan Akhirnya keduanya sepakat un-
modern yang berasal dari keluarga tuk membatalkan pernikahannya.
priayi tradisional yang bekerja se- Untuk meyelamatkan acara pesta
bagai pegawai pangreh praja. pernikahan tersebut Sumarsono me-
ngubah acara itu menjadi syukuran
Novel Sri Kumenyar mengang- karena Tuhan telah mempertemukan
kat persoalan perubahan pola pikir dirinya dengan saudara kandungnya.
masyarakat desa menuju ke pola pi- Dengan demikian, novel ini meng-
kir masyarakat modern. Di dalam- angkat kisah kumpule balung pisah
nya diungkapkan bahwa untuk me- ‘berkumpulnya kembali anggota ke-
ningkatkan status sosial, seseorang luarga yang telah lama berpisah’. Ja-
harus menempuh pendidikan modern di, kisah ini sama dengan kisah da-
Barat. Dari perubahan perilaku dan lam novel Gambar Mbabar Wewa-
status sosial tokoh dapat diketahui dos (1932). Dari kisah tersebut da-
bahwa Djajasoekarsa memiliki visi pat diketahui bahwa Djajasoekarsa
perlunya masyarakat berorientasi adalah sosok yang sangat paham de-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 133
ngan pandangan hidup dan etika Ja- djajus pete (1948—)
wa. Orientasi modern dalam novel
itu diketahui dari himbauan penga- Pengarang yang bernama asli
rang melalui tokoh dalam memanfaat- Djajus ini lahir di Dempel, Geneng,
kan teknologi modern dalam meng- Ngawi, Jawa Timur, 1 Agustus 1948.
hadapi kemajuan. Nama Pete atau PT (Polisi Tentara)
adalah julukan dari teman-teman ka-
djaka lelana rena setelah dewasa tubuhnya dipan-
dang seperti tubuh seorang polisi
Djaka Lelana termasuk ke dalam atau tentara (ABRI). Ayahnya, se-
kelompok pengarang sastra Jawa orang petani, tinggal di Ngawi, ku-
prakemerdekaan yang tidak dapat di- rang dikenal secara baik karena se-
ungkapkan biografi atau jati dirinya. jak duduk di bangku SR (SD) ibunya
Hanya diketahui bahwa ia telah me- menikah lagi dengan seorang karya-
nulis novel Gambar Mbabar Wewa- wan perhutani di Bojonegoro. Ia pun
dos (Balai Pustaka, 1923). Melihat akhirnya ikut pindah ke Bojonegoro.
dominannya pesan edukatif dalam
Gambar Mbabar Wewados, ke- Pendidikan formal yang telah di-
mungkinan besar Djaka Lelana ber- tempuhnya, antara lain, lulus SD di
profesi sebagai guru atau pendidik. Bojonegoro (1961) dan SMP di Bo-
Dalam kaitannya dengan misi pener- jonegoro (1967). Setahun kemudian
bitan novel tersebut, dapat dikatakan (1968) ia melanjutkan ke SPG C II,
bahwa karya pantas menjadi bacaan yaitu sekolah guru setingkat SGB.
yang baik bagi masyarakat pribumi, Lalu untuk menyesuaikan pendidik-
terutama untuk lulusan sekolah ne- an agar setingkat SPG, Djajus Pete
geri. menambah pendidikannya lewat
KPG (Kursus Pendidikan Guru). Ia
Dilihat dari teknik penceritaan- diangkat sebagai guru tahun 1971,
nya, novel Gambar Mbabar Wewa- dan sejak tahun 1988 ia mengajar di
dos memiliki kelebihan tertentu di- SD Negeri Kaliombo III, Kecamatan
banding novel-novel lainnya. Sajian Purwosari. SD ini lebih dikenal
teknik kisahannya demikian memikat dengan nama SD Pamong (Pendi-
sehingga pembaca seolah terus digo- dikan Anak Masyarakat Orang Tua
da untuk membaca kisah tersebut dan Guru), yaitu sekolah yang men-
sampai akhir cerita. Novel tersebut didik kembali anak-anak putus seko-
mengangkat pelacakan kejahatan lah dasar kelas IV, V, dan VI. Djajus
dalam rangka membongkar sindikat Pete menikah setelah lulus SMP
peredaran candu gelap. Dengan de- (1967). Dari pernikahan itu ia dika-
mikian, seperti halnya Asmawina- runiai 4 orang anak (2 laki-laki, 2
ngoen dalam novelnya Mungsuh perempuan). Bersama keluarga, se-
Mungging Cangklakan, Djaka Lela- karang tinggal di Desa Tobo, Keca-
na termasuk ke dalam kelompok pe- matan Purwosari, Bojonegoro.
ngarang cerita detektif.
Sudikan dkk., (1996:15—25)
mencatat bahwa karya Djajus Pete
134 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
dalam sastra Jawa terdiri atas prosa la” (Darma Kanda, Maret 1978),
dan puisi. Pada awalnya ia memang dan lain masih banyak lagi.
menekuni puisi (Jawa), tetapi kemu-
dian ditinggalkan. Puisi pertama Sementara, cerpen Djajus Pete
yang ia tulis berjudul “Adikku” di- yang dimuat dalam media massa, di
muat majalah Panjebar Semangat, antaranya “Tatu Lawas Kambuh
25 September 1968, dan puisi yang Maneh” (Panjebar Semangat, 10
diciptakan terakhir berjudul “Wanita Mei 1971), “Erma” (Dharma Nya-
Tuna Susila” dan Kemladhehan” di- ta, September 1971), “Baladewa
muat di Darma Kandha II, Maret Ilang Gapite” (Panjebar Semangat,
1978. Hal itu membuktikan pernya- Februari 1972), “Antinen Sawatara
taan Djajus Pete, bahwa sekitar ta- Dina” (Panjebar Semangat, 24 Juli
hun 1980 ke atas, ia tidak menulis 1974), “Mancing” (Jaya Baya, 7
guritan lagi. Ia lebih cocok menulis September 1975), “Benthik” (Jaya
cerpen dan merasa tidak lagi me- Baya, 9 Mei 1976), “Ati Wadon” (Ja-
ngerti puisi. Di dalam cerpen ia me- ya Baya, 2 Januari 1977), “Bocah”
rasa bisa meleburkan diri secara pe- (Panjebar Semangat, 18 Februari
nuh. Tidak demikian halnya dengan 1978), “Suket Godhong Aja Nganti
guritan. Keterlibatannya dalam gu- Krungu” (Jaya Baya, 13 Mei 1979),
ritan agaknya tidak lebih dari seka- “Ing Sisihe Bumi kang Mubeng”
dar penjelajahan untuk menemukan (Jaya Baya, 14 September 1980),
jati diri dalam keterlibatannya de- “Blantik Rapingun” (Jaya Baya, 14
ngan sastra Jawa. Baru empat tahun September 1984), “Kreteg Emas Ju-
kemudian (1971) ia menulis cerita rang Gupit” (Jaya Baya, 26 Juli
pendek. 1986), “Kasdun” (Mekar Sari, Juni
1990), “Dasamuka” (Jaya Baya, 5
Selama ini, karya-karya Djajus Januari 1992), “Setan-Setan” (Pa-
Pete (puisi dan cerpen) banyak di- njebar Semangat, 31 Juli 1993), dan
muat di Dharma Nyata, Darma masih banyak lagi yang lain.
Kandha, Panjebar Semangat, Jaya
Baya, Djaka Lodang, dan Mekar Djajus yang sehari-hari bekerja
Sari. Puisi-puisinya (Jawa) itu, di sebagai guru ini selain dikenal seba-
antaranya “Album” (Panjebar Se- gai penulis atau pengarang, juga di-
mangat, 25 Oktober 1970), “Ijasah” kenal sebagai wartawan bebas. Tu-
(Darma Nyata, September 1971), lisan jurnalistiknya sering muncul di
“Kucing” (Djaka Lodhang, Januari harian Surabaya Post dan mingguan
1973), “Koncatan” (Jaya Baya, Fe- berbahasa Jawa Jaya Baya. Tidak
bruari 1973), “Kasetyan” (Djaka itu saja, Djajus Pete juga mempunyai
Lodang, Januari 1974), “Prawan” hobi melukis dan fotografi. Hobinya
(Jaya Baya, Maret 1974), “Panan- ini secara tidak langsung juga me-
dhang” (Panyebar Semangat, 22 nunjang kegiatannya sebagai cer-
Oktober 1975), “Wanita Tunasusi- penis, seperti yang ia lakukan pada
cerpennya “Kakus”, “Ing Sisihe Bu-
mi Kang Mubeng”, dan “Kinanti”
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 135
(ia adalah ilustratornya). Bahkan, be- tambahan penghasilan. Ia mengata-
berapa cerpen karya J.F.X. Hoery kan bahwa untuk mencari tambahan
(cerpenis yang tinggal di Padangan, penghasilan, ia menulis berita untuk
Bojonegoro) telah diberi ilustrasi oleh koran berbahasa Indonesia atau ber-
Djajus Pete. bahasa Jawa. Ia sudah merasa pas
dan kental dengan cerpen berbahasa
Selama ini, sebagian cerpennya Jawa, dan tidak perbah terlintas da-
telah dimuat dalam antologi bersa- lam pikirannya untuk menulis cerpen
ma, di antaranya “Abote Sesanggan” dalam bahasa Indonesia.
dalam Javanese Literature Since
Independence oleh J.J. Ras, Univer- Lebih jauh dikatakannya bahwa
sity Leiden, 1979; “Bedhug” dalam mengarang itu semakin lama justru
Antologi Cerkak Taman Budaya Yog- semakin sulit dan rumit. Pengarang
yakarta oleh Taman Budaya Yogya- yang baik harus bisa menghindari
karta, 1991; “Gara-gara Kagiri-gi- pengulangan-pengulangan, meng-
ri” dalam Antologi Mutiara Sage- hindari segala bentuk unsur sastra
gem oleh Suwardi Endraswara, yang telah menjadi klise. Pengarang
FPBS IKIP Yogyakarta, 1993; dan adalah pengembara, dalam pengem-
“Petruk” dalam Niskala Antologi baraan ide. Pengarang harus kuat
Cerkak Eksperimen oleh Suwardi berjalan dan berani menyusup ke
Endraswara, FPBS IKIP Yogya- tempat-tempat yang jauh untuk men-
karta, 1993. cari ide-ide yang bermanfaat dalam
perkembangan sastra meskipun ide-
Djajus Pete, yang mempunyai ide yang diungkapkan itu belum da-
konsep “pengarang harus pemikir”, pat dicerna oleh masyarakat pem-
harus bisa menyuguhkan kedalaman baca pada saat karya itu diciptakan.
isi karya-karyanya ini, dalam me-
ngarungi dunia karang-mengarang, djaka lodhang
khususnya cerpen, seperti, “Bedhug”,
pernah meraih penghargaan sebagai Majalah berbahasa Jawa ini ter-
juara II dalam lomba mengarang cer- bit di Yogyakarta, pada tanggal 1 Ju-
pen yang diselenggarakan oleh Taman ni tahun 1971, dalam bentuk koran
Budaya Yogyakarta Sementara cer- ukuran konvensional, sebanyak 4 ha-
pen “Kakus” dinyatakan sebagai cer- laman. Ketika Djaka Lodhang terbit
pen terbaik yang dimuat Panjebar Se- itu, mingguan berbahasa Jawa Kem-
mangat tahun 1993. bang Brayan masih ada. Sesudah
beberapa waktu berbentuk koran
Dikemukakan oleh Djajus Pete ukuran konvensional, sejak bulan
sendiri bahwa kegiatan mengarang Oktober 1976 Djaka Lodhang ber-
itu merupakan kerja kreatif yang me- ubah bentuk terbitannya, yaitu se-
merlukan keseriusan, perlu pencu- bagai tabloid dengan 8 halaman.
rahan hati sepenuhnya. Ia menomor- Bentuk tabloid tersebut berlanjut
duakan imbalan dari hasil karyanya. hingga tahun 1977, dan bentuknya
Menulis cerpen dianggapnya bukan kembali sebagai koran sejak bulan
sekedar hobi atau untuk mencari
136 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Juni 1977 hingga awal tahun 1978. but” dan “Pengalamanku”, “Senin-
Seperti halnya majalah-majalah ber- jong”, dan “Srumuwus”.
bahasa Jawa lainnya, majalah Djaka
Lodhang sesanti atau motto, yang Hingga sekarang, Djaka Lo-
berbunyi: “Ngesti Budi Rahayu dhang masih hadir setiap minggu,
Ngungak Mekaring Jagad Anyar” dalam bentuk majalah, meskipun se-
(‘Membangun Budi Luhur Menyi- jak awal reformasi (1997) seluruh
mak Perkembangan Dunia Baru’). tim redaksi, seperti juga para media
massa berbahasa daerah lainnya, ha-
Pada awal penerbitannya, Djaka rus berjuang keras mengatasi banyak
Lodhang bernaung di bawah sebuah halangan, terutama sejak Kusfandi
yayasan, yaitu Yayasan Kartika Sak- (Pemimpin Umum) meninggal.
ti. Majalah mingguan tersebut baru
pada tahun 1986 dikelola oleh peru- dluwang
sahaan perorangan, yaitu PT Djaka
Lodhang Pers. Yang bertindak se- Dalam bahasa Jawa, dluwang
bagai Pemimpin Utamanya ialah (ngoko) atau dlancang (krama) mem-
Kusfandi. Dan Pemimpin Redaksi punyai dua arti, yaitu klikaning wit
ialah Abdullah Purwodarsono. Pada dianggo sandhanganing para tapa
tahun-tahun awal terbitnya, Djaka ‘kulit kayu yang digunakan sebagai
Lodhang hanya mampu mencetak pakaian para pertapa’ dan barang
maksimal 5000 eksemplar. Namun, tipis kang kalumrah ditulisi, digawe
tiras majalah tersebut dari tahun ke buku lan sakpanunggalane ‘benda
tahun terus berkembang, yang me- tipis yang lazim ditulisi, dibuat buku
nandai bahwa kehadirannya berte- dan sebagainya’. Adapun pengertian
rima oleh masyarakat, lebih-lebih dluwang sebagai alas tulis yang juga
setelah berubah menjadi majalah. dikenal dengan nama “Kertas Jawa”.
Penerbit Djaka Lodhang bersifat Di Jawa Barat, dluwang disebut da-
swasta penuh, semula beralamatkan luang, kêrtas saeh, di Bali disebut
di Kompleks THR (kini Purawisata), jêluwang atau kertas ulam tagi, di
Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta. Madura disebut dhaluwang.
Selanjutnya, kantor Djaka Lodhang
bermarkas di Jalan Patehan Tengah, Dluwang merupakan kertas
sebelah barat Alun-alun Selatan. buatan tangan yang dibuat dari kulit
pohon sepukau (Broussonetia Papy-
Selain memiliki rubrik yang sa- rifera Vent). Pohon sepukau terma-
ma dengan majalah berbahasa Jawa suk pohon rimba dari suku moracea.
lainnya (misalnya, ada rubrik crita Pohon ini mungkin berasal dari Cina.
cekak, guritan, cerbung, pedha- Di Indonesia tumbuhan ini ditanam
langan, dan crita rakyat), majalah di banyak tempat, seperti di pulau
Djaka Lodhang memiliki rubrik an- Jawa, Sumatra, dan Sulawesi de-
dalan yang menjadi ciri khas keha- ngan nama yang bermacam-macam,
dirannya, yaitu “Jagading Lelem- seperti glugu (Jawa Tengah dan Ja-
wa Timur), saeh (Jawa Barat), dha-
luwang (Madura), kêmbala (Sum-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 137
ba), dan malak (Seram). Ciri tum- lan, ketika lingkar batangnya telah
buhan ini pohonnya kecil dengan sebesar ibu jari orang dewasa atau
lingkar batang yang tidak lebih besar dua jari tangan. Semakin muda umur
daripada lingkar lengan manusia de- pohon saeh akan semakin halus dan
wasa, tingginya mencapai 3—5 me- baik hasil yang diperoleh. Apabila
ter, tidak pernah berbunga dan ber- pohonnya telah berumur lebih dari
buah, dan penyebarannya melalui tu- enam bulan atau batangnya telah
nas yang keluar dari akarnya yang menjadi sebesar lengan, kulit pohon
tumbuh jauh dari induknya. Ciri lain menjadi terlalu keras dan seratnya
adalah daunnya yang berbentuk akan mudah putus. Di kampung
lekuk tiga jari dengan tangkai daun Tunggilis, Desa Tegalsari, Keca-
yang agak panjang. Helai daunnya matan Wanareja, kurang lebih tujuh
agak tebal dan permukaannya ber- kilometer dari kota Garut, Jawa Ba-
bulu. rat, terdapat seorang petani bernama
Bisri yang dapat membuat dluwang
Pusat pembuatan dluwang di dari kulit pohon saeh. Ia menjalan-
pulau Jawa di Garut (Jawa Barat), kan ‘bisnis keluarga’ warisan lelu-
Purworejo (Jawa Tengah), dan Po- hurnya yang telah berlangsung sejak
norogo (Jawa Timur). Namun, sete- lama secara turun-temurun. Seka-
lah diperiksa, pusat pembuatan dlu- rang kampung Tunggilis sudah tidak
wang yang hingga kini masih dapat termasuk Desa Tegalsari lagi, tetapi
dikatakan berjalan—artinya bahan termasuk Desa Cinunuk, karena se-
baku, alat, dan pembuatnya masih jak Desa Tegalsari mengalami per-
ada—hanya tinggal di Garut. Pusat luasan, desa tersebut dibagi dua, ya-
pembuatan dluwang di Ponorogo itu Tegalsari dan Cinunuk. Semen-
sudah tidak berproduksi lagi karena tara itu, usaha pembuatan kertas
meskipun pembuatan dan peralatan- saeh sejak Bisri meninggal pada se-
nya masih ada, tetapi bahan bakunya kitar tahun 1960, dilanjutkan oleh
sudah tidak ada lagi. Sementara itu, istrinya yang bernama Nyi Uki dan
pusat pembuatan dluwang di Purwo- ketika Nyi Uki meninggal pada tahun
rejo hingga saat ini belum diketahui 1980, usaha itu diteruskan oleh anak
apakah bahan baku, alat, dan pem- cucunya.
buatnya masih ada.
Pada masa sekarang keteram-
Di Jawa Barat pohon saeh (sê- pilan membuat dluwang atau ketas
pukau) yang kulit pohonnya meru- saeh sudah bukan lagi merupakan
pakan bahan baku kertas saeh atau keterampilan eksklusif yang hanya
dluwang banyak terdapat di daerah dikuasai oleh keturunan Bisri, me-
Leles, Lebakjero, Ngamplang, Ma- lainkan dikuasai juga oleh para te-
jalaya, Cicalengka, Parentas, dan le- tangga di sekitar keluarga tersebut.
reng gunung Galunggung. Kertas sa- Bahkan, di Bandung telah berdiri se-
eh yang paling baik mutunya adalah buah Lembaga Swadaya Masyara-
yang dihasilkan dari kulit pohon kat (LSM) ‘Bungawari’ yang berge-
yang telah berumur antara 3—6 bu-
138 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
rak dalam usaha pelestarian dlu- cm lebar permukaan atas 2 cm,
wang. Kini dluwang atau kertas dan permukaan bawah 3,5 cm.
saeh dipesan orang hanya untuk ke- Pada permukaan bawah ini, ter-
butuhan karya seni atau piranti pari- dapat sembilan buah garis yang
wisata, seperti untuk map, lapisan membentuk lekukan pada sem-
kopiah, dan tas tangan. bilan buah garis yang memben-
tuk lekukan pada logamnya. Pa-
Dalam proses pembuatan dlu- da kepala pemukul juga terdapat
wang atau kertas saeh digunakan rongga yang berfungsi sebagai
sejumlah peralatan sebagai berikut. tempat untuk memasukkan kayu
1. Golok, digunakan untuk mene- pegangan, sedangkan panjang
kayu pegangan sekitar 20 cm.
bang dahan pohon saeh yang 6. Air, digunakan untuk merendam
dikehendaki. kulit pohon sebelum dipukuli
2. Pisau yang runcing ujungnya, di- dan mencuci kulit pohon yang te-
pakai untuk mengerat kulit luar lah dipukuli, sebelum diperam
dahan pohon saeh yang akan di- (dalam bahasa Sunda dipeu-
jadikan sebagai bahan kertas. yeum) di dalam keranjang.
3. Potongan ranting pohon yang 7. Ember, digunakan sebagai wa-
runcing ujungnya digunakan se- dah untuk merendam kulit pohon
bagai alat pembelah kulit pohon yang akan dipukuli dan meren-
yang akan dikupas. dam kulit pohon yang sudah di-
4. Balok kayu berukuran tebal 20 pukuli.
cm, lebar 30 cm, dan panjang 8. Daun pisang, digunakan sebagai
100—150 cm, dipakai sebagai alat pelapis dan penutup keran-
alas pemukulan kulit pohon. Me- jang penyimpan kertas saeh se-
nurut informasi dari narasumber, lama proses pemeraman.
balok kayu yang baik adalah 9. Keranjang anyaman bambu,
yang terbuat dari batang pohon yang berfungsi sebagai tempat
nangka atau kayu jati. pemeraman kertas saeh mentah.
5. Pemeupeuh atau pangêprek: 10. Daun Ki Kandêl, benalu pohon
pemukul berbentuk palu yang cangkring yang berfungsi seba-
digunakan untuk memukul kulit gai penghalus kertas saeh sebe-
pohon. Alat pemukul itu berna- lum diperam. Kooijman mem-
ma pangêmplang dan berasal perkirakan tanaman ini sejenis
dari Kediri (Jawa Timur). Pe- tumbuhan liana, termasuk suku
meupeuh terdiri atas dua bagian: Hoya.
bagian kepala, terbuat dari lo- 11. Batang pisang yang telah di-
gam campuran perunggu dan buang lapisan luarnya, diguna-
kuningan dengan tangkai yang kan sebagai alas untuk menje-
terbuat dari bambu atau kayu. mur bahan kertas saeh di bawah
Bentuk kepala pemeupeuh be- sinar matahari.
rupa kotak persegi empat dengan
ukuran panjang 10 cm. tinggi 3
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 139
12. Kuwuk, keong besar atau mar- 30—40 cm atau sesuai dengan
mer yang digunakan untuk me- pesanan.
ratakan permukaan kertas saeh 7. Potongan kulit pohon tersebut
yang telah jadi. kemudian direndam dalam air
selama sekurang-kurangnya sa-
Adapun proses pembuatan dlu- tu malam. Semakin lama proses
wang atau kertas saeh adalah se- perendaman akan semakin lem-
bagai berikut. but seratnya sehingga mudah di-
1. Pertama-tama dalam pohon sa- pukuli dan hasilnya pun akan le-
bih baik. Apabila proses peren-
eh ditebang sesuai dengan ukur- daman berlangsung lebih dari
an kertas yang dikehendaki atau satu malam, maka air yang digu-
dipesan. Cara menebang atau nakan untuk merendam itu harus
memotong dahan yang paling diganti setiap hari.
baik adalah dari pangkal pohon 8. Langkah berikut adalah memu-
atau batangnya. kul (dalam bahasa Sunda, dikê-
2. Setelah dahan pohon ditebang, prek) seluruh permukaan kulit
kulit kedua ujungnya dikerat su- pohon yang telah direndam de-
paya kulit airnya kelak mudah ngan pameupeuh (pangêprek,
dibuang. pangêmplang) di atas balok ka-
3. Sesudah itu, kulit pohon dibelah yu. Pemukulan dilakukan secara
dengan ranting kayu yang sudah merata sehingga kulit pohon me-
diruncingkan ujungnya (seperti lebar. Satu potong kulit pohon
mengupas kulit ubi kayu). yang lebarnya 10 cm. Setelah di-
4. Kemudian, kulit pohon yang te- kêprek akan melebar menjadi le-
lah terlepas dari batangnya digu- bih kurang 30 cm. Untuk meng-
lung secara terbalik (kulit da- hasilkan satu lembar kertas yang
lamnya yang berwarna putih pa- diinginkan—apabila potongan
da posisi luar). Maksud penggu- kulit pohon tidak terlalu tebal—
lungan ini supaya kulit pohon dibutuhkan tiga lembar kulit po-
menjadi lemas dan permukaan- hon yang ditumpuk untuk dikê-
nya menjadi lebar (tidak meling- prek bersama-sama. Namun, bi-
kar lagi seperti batang pohon). la kulit pohon cukup tebal, maka
5. Setelah digulung, baru kulit ari- untuk satu helai kertas hanya di-
nya dikupas sampai bersih se- butuhkan dua lembar kulit po-
hingga yang tinggal hanya kulit hon. Cara pemukulan kulit po-
bagian dalamnya yang berwarna hon adalah sebagai berikut. Mu-
putih. la-mula satu helai potongan kulit
6. Kulit yang berwarna putih ter- pohon dikêprek, setelah melebar
sebut, kemudian dipotong-po- dilipat menjadi dua, lalu dikê-
tong menjadi 3 atau 4 potong— prek kembali. Sesudah menjadi
jumlah potongan tergantung pa- lebar, lipatan dibuka dan disisih-
da panjang dahan pohon yang
ditebang—biasanya berukuran
140 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
kan. Dilakukan hal yang sama hari, tergantung pada cuaca)
untuk helai kedua dan ketiga. sampai kertas kering dan terle-
Kemudian, helai pertama ditum- pas sendiri dari batang pisang.
buk secara menyilang dengan 13. Setelah kering, kertas lalu dira-
helai kedua dan ketiga untuk di- takan dan dihaluskan permuka-
kêprek lagi. Setelah menyatu, annya dengan kuwuk atau mar-
bahan tersebut dilipat dua dan mer.
dikêprek kembali, lalu dilipat 14. Langkah terakhir dari pembuat-
lagi menjadi lipatan seperempat an kertas ini ialah meratakan tepi
untuk dikêprek kembali. Sesu- kertas yang kurang rapi dengan
dah dirasakan cukup menyatu gunting atau pisau. Setelah itu,
baru lipatan dibuka. kertas siap untuk dipakai atau
9. Setelah pengêprekan selesai, ku- dipasarkan.
lit pohon dicelupkan ke dalam air
untuk dicuci (bahasa Sunda di- Warna dan kualitas kertas di-
seuseuh), lalu diperas. tentukan oleh umur dan besar kecil-
10. Setelah diperas, bahan kertas nya bahan baku dluwang (dahan po-
yang masih basah digosok de- hon). Jika pohon baru berumur tiga
ngan daun Ki Kandèl untuk dira- bulan atau dahan pohon baru sebesar
takan dan dirapikan. ibu jari orang dewasa, kertas yang
11. Kemudian, kertas yang masih dihasilkan akan berwarna putih, te-
basah tersebut disimpan di da- tapi bila pohon telah berumur lebih
lam keranjang yang dilapisi dan dari tiga bulan, maka kertasnya akan
ditutup dengan daun pisang un- berwarna kecoklatan. Selain itu, ker-
tuk diperam sekurang-kurang- tas yang berwarna putih juga bisa
nya selama tiga hari. Proses pe- disebabkan oleh proses pembuatan
meraman ini perlu dilakukan kertas yang langsung jadi, tanpa pro-
agar getah pohon keluar dan me- ses pemeraman. Proses ‘langsung ja-
rekatkan serat-serat kayunya de- di’ ini artinya kertas dibuat hanya da-
ngan kuat. Proses ini juga untuk lam waktu satu hari: dari mulai pe-
menimbulkan kesan mengkilat motongan dahan pohon sampai de-
pada kertas saeh. Semakin lama ngan dihaluskan dengan kuwuk atau
proses pemeraman berlangsung, marmer.
akan semakin baik kualitas ker-
tas yang dihasilkan. Teknik pembuatan dluwang Po-
12. Sesudah diperam, kertas yang norogo dan kertas saeh hampir sa-
masih lembap itu kemudian dije- ma, hanya setiap langkah dalam pro-
mur di bawah sinar matahari, ses pembuatan dluwang Ponorogo
dan kertas yang masih lembap memerlukan waktu lebih lama dari-
itu digosok dengan daun Ki Kan- pada kertas saeh. Cara-cara pem-
dèl. Penjemuran ini terus ber- buatan dluwang Ponorogo: mula-
langsung (bisa selama beberapa mula pohon glugu yang telah ber-
umur enam bulan ditebang, batang
pohon yang dikehendaki diambil dan
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 141
dikuliti. Kulitnya diambil sedangkan tas kemudian dibentangkan pada ba-
batang intinya dibuang. Kemudian, tang pisang dan dijemur di bawah si-
kulit luar pohon glugu yang disebut nar matahari. Sewaktu proses penje-
‘kulit ayam’ dibuang dan lulup-nya muran, bahan kertas digosok dengan
(kulit dalamnya yang berwarna pu- daun karet. Semakin lama kertas dije-
tih) diambil. Selanjutnya, lulup dije- mur di bawah sinar matahari akan
mur di bawah sinar matahari atau semakin baik hasil yang diperoleh.
diasapi di atas api (dalam bahasa Ja- Setelah kering (terlepas sendiri dari
wa, dilarang). Setelah kering, lulup batang pisangnya), kertas yang su-
dipotong-potong sepanjang kurang dah jadi kemudian diletakkan di atas
lebih 40 cm. Potongan tersebut ke- meja dan digosok dengan kuwuk agar
mudian direndam dalam air selama rata dan licin, kemudian dipotong
satu atau dua hari. Selama proses atau digunting agar rapi.
perendaman itu, air harus sering
diganti supaya getahnya hilang. Se- Karena proses pembuatan dan
sudah proses perendaman, potong- keadaannya, dluwang juga dikenal
an-potongan itu kemudian diletak- dengan nama yang bermacam-ma-
kan di atas meja kecil dari kayu (ba- cam; di Ponorogo dluwang dikenal
hasa Jawa dhingklik) dan dipukuli dengan nama kertas gêdhog, karena
dengan pemukul yang disebut kêm- dalam proses pembuatannya terde-
plongan. Sesudah kulit kayu dipu- ngar bunyi dhog-dhog-dhog. Se-
kuli, kulit yang semula lebarnya 10 mentara itu, karena permukaannya
cm akan menjadi 30 cm. Cara pemu- yang licin dan mengkilat banyak pe-
kulannya sama dengan cara pemu- neliti mengira bahwa dluwang dibuat
kulan pada pembuatan kertas saeh. dari singkong, sehingga menyebut-
Setelah kulit pohon menjadi lebar, nya sebagai kertas tela. Padahal, ke-
kulit pohon itu lalu direndam di da- san licin dan mengkilat itu merupa-
lam air (bahasa Jawa dikum) untuk kan akibat dari proses pemeraman
selanjutnya diperas, baru kemudian dan penjemurannya yang diletakkan
dibentangkan (bahasa Jawa dijè- di atas batang pohon pisang. Di seki-
rèng), sesudah itu diperam (bahasa tar Cirebon dan Banyuwangi, dlu-
Jawa diepep) dalam sebuah keran- wang disebut kertas kapas karena
jang dan anyaman bambu (bahasa dalam keadaan lembap dan lusuh,
Jawa: rinjing) yang dilapisi dan ditu- serat-serat kertasnya yang mengem-
tup dengan daun pisang selama 10 bang terlihat halus dan berbulu se-
sampai 15 hari. Semakin lama pro- perti kapas.
ses pemeraman, kertas yang dihasil-
kan akan semakin halus dan baik, ka- dokter soetomo (1888—1938)
rena getahnya akan semakin kuat (ba-
hasa Jawa yiyit) merekatkan serat-se- Soetomo (nama kecilnya Soe-
rat kayunya dan kertas akan menjadi broto) lahir di Ngepeh, Kabupaten
berwarna putih. Setelah diperam, ker- Nganjuk, Residensi Kediri, 30 Juli
1888. Ia berasal dari keluarga priya-
yi yang kuat mengikuti adat dan tata
142 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
cara Jawa. Hal ini terlihat dari ber- kolah Pamong Praja. Tetapi, sang
bagai peristiwa yang berlangsung ayah ingin agar Soetomo masuk Se-
dalam sejarah hidupnya. Keluarga- kolah Dokter Jawa. Akhirnya, Soe-
nya memiliki keyakinan agama yang tomo lebih tertarik masuk ke Sekolah
kuat dan latar belakang kejawen. Dokter Jawa di Batavia seperti yang
Kakek, nenek, dan ibunya melaku- disarankan oleh ayahnya. Di Sekolah
kan samadi dan upacara sesuai de- Dokter Jawa ini pun kebiasaan Soe-
ngan tradisi Jawa. Ia sendiri dibim- tomo belum hilang dan ia masih suka
bing untuk melakukan tirakat. Ia berkelahi dan suka menyontek peker-
anak paling taat di antara saudara- jaan teman-temannya sehingga se-
saudaranya. ring mendapat peringatan dan hu-
kuman.
Ayahnya bernama Soewadji, se-
orang guru SR di Jombang yang ke- Hukuman demi hukuman yang
mudian menjadi wedana di Nganjuk. diterima membuat Soetomo sadar.
Soetomo sendiri ketika kecil hidup Kesadaran inilah yang menjadikan
bersama kakek-neneknya. Kakeknya sang ayah senang. Kesadaran Soe-
bernama R.Ng. Singawidjaja. Na- tomo diketahui ayahnya melalui su-
manya berubah menjadi Kyai Haji rat-suratnya. Menurut sang ayah,
Abdoerrachman setelah naik haji. surat-surat Soetomo ‘berisi’, teruta-
Kakek-nenek sangat memanjakan ma mengenai pandangan dan perse-
Soetomo. Karena demikian sayang, tujuannya ketika diminta pendapat-
kakek-nenek itu selalu menuruti apa nya tentang pendidikan adik perem-
yang diminta Soetomo. Ketika sang puannya, Sriyati. Soetomo menye-
cucu sedih, sedih pula si kakek dan tujui apabila adiknya itu dimasukkan
nenek itu. ke sekolah Belanda. Namun, di te-
ngah hubungan batin yang sedang
Waktu menjelang umur enam ta- mekar antara ayah dan anak seperti
hun, Soetomo dijemput oleh orang itu Soetomo tiba-tiba harus kehilang-
tuanya dengan maksud untuk dise- an sesuatu yang dibanggakan. Ayah-
kolahkan. Maka, tak lama kemudian, nya meninggal pada 28 Juli 1907.
ia sekolah di Madiun. Di Madiun, Menghadapi kenyataan ini, Soetomo
ia dipondokkan di rumah R. Djojoat- sangat bersedih. Sebab, sepeninggal
modjo, seorang wedana-guru. Ko- ayahnya, ia otomatis harus ikut ber-
non, di sekolah, Soetomo dikenal sa- tanggung jawab pada ibu dan adik-
ngat bandel dan suka berkelahi. adiknya.
Meskipun demikian, ia dapat me-
nyelesaikan sekolah dengan lancar. Setelah sang ayah tiada, tabiat
Setelah pendidikan dasar dan mene- Soetomo berubah. Ia menjadi de-
ngah zaman Belanda itu berhasil di- wasa. Perubahan itu menyebabkan
lalui, orang tua dan kakek berniat maju dalam menempuh pelajaran. Ia
menyekolahkan Soetomo ke jenjang selalu berkonsentrasi terhadap tu-
yang lebih tinggi. Semula kakek ber- gas-tugas sekolah. Suasana hati
niat menyekolahkan Soetomo ke Se- yang mantap itu mendapat pence-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 143
rahan setelah ia bertemu dengan la dipandang perlu, Soetomo tidak
Dokter Wahidin akhir tahun 1907. menolak jalan kompromi dengan
Ketika itu, Dokter Wahidin ceramah lawannya dalam politik. Akibatnya,
di depan murid-murid Sekolah Dok- ia sering dituduh tidak mempunyai
ter Jawa tentang cita-cita mendirikan pendirian yang tetap. Tuduhan itu,
sebuah studifonds, suatu usaha un- antara lain, disandarkan pada
tuk menolong para pemuda Indone- kejadian pernah mogoknya Soetomo
sia agar dapat melanjutkan pendi- ketika menjadi anggota Gemeente-
dikan di perguruan tinggi. Pertemuan raad di Surabaya. Waktu itu, Soeto-
itu kemudian melahirkan sebuah ge- mo melepaskan keanggotaannya dan
rakan bernama Budi Utomo pada 20 menolak pengangkatan dirinya seba-
Mei 1908 dan Soetomo adalah bidan gai anggota Volkstrad. Akan tetapi,
yang melahirkan gerakan tersebut. di sisi lain ia menjadi ketua Partai
Tiga tahun kemudian (1911), Soeto- Indonesia Raya (Parindra). Sejak
mo lulus dari Sekolah Dokter Jawa Juli 1937 ia menyetujui duduknya
di Batavia. anggota-anggota Parindra dalam
Volksraad, Provinciale Road, Re-
Setelah lulus dari Sekolah Dok- gentschapraad, dan Gemeenteraad.
ter Jawa, Soetomo lalu bekerja di
Rumah Sakit Zending di Blora hing- Sementara itu, perkawinan
ga tahun 1917. Pada saat kerja di Soetomo dengan Bruring tidak ber-
rumah sakit itulah Soetomo meni- tahan cukup lama karena Nyonya
kahi seorang suster Belanda berna- Soetomo sakit dan meninggal pada
ma Bruring (janda). Dari tahun 1917 17 Februari 1934. Sepeninggal istri-
hingga 1919 ia pindah bekerja seba- nya, Soetomo hidup seorang diri. Da-
gai pegawai negeri di Baturaja, Su- lam kesendiriannya ia harus menjadi
matra. Pada tahun 1919 hingga 1923, pengganti ayah bagi keenam adiknya.
Soetomo melanjutkan studi ke Eropa. Sampai akhirnya Soetomo meninggal
Sepulang dari Eropa, ia diangkat pada Senin Kliwon, pukul 16.15,
menjadi guru NIAS di Surabaya dan tanggal 30 Mei 1938.
berprofesi sebagai dokter.
Satu hal yang perlu dicatat ialah
Selain mengerjakan tugasnya bahwa selain berjuang di bidang po-
sebagai dokter, Soetomo aktif pula litik, ekonomi, dan sosial, Soetomo
dalam pergerakan kebangsaan Indo- juga berjuang di bidang kebudayaan.
nesia. Pada 11 Juni 1924 ia mendiri- Dengan perjuangan itu ia berkeingin-
kan Indonesische Studi Club, yaitu an (1) memajukan kerja sama de-
kumpulan kaum terpelajar untuk ngan luar negeri dalam berbagai hal,
memberi keinsafan kepada rakyat terutama di bidang kebudayaan; (2)
terhadap pentingnya pergerakan na- mengangkat wakil-wakil di luar ne-
sional. Pada 16 Oktober 1930, per- geri untuk keperluan orang-orang
kumpulan itu berubah menjadi Par- yang tinggal atau bersekolah di ne-
tai Bangsa Indonesia dengan ketua geri itu; dan (3) memajukan penga-
Soetomo. Untuk membela rakyat, bi- jaran bahasa asing dengan mendiri-
144 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
kan klub bahasa asing. Selain itu, ia berikutnya, Suara Umum Indonesia,
memandang sangat penting peranan yang diterbitkan di Surabaya, mun-
penerangan bagi masyarakat. Untuk cul dengan dua bahasa (8 halaman
itu, ia menerbitkan beberapa surat berbahasa Indonesia dan 4 halaman
kabar dan majalah, yaitu Tempo, Sua- dalam ‘edisi populer’ bahasa Jawa).
ra Parindra, Bangun, Suara Umum, Pada September 1933, kolom baha-
Suluh Indonesia, dan Penjebar Se- sa Jawa memisahkan diri dan ber-
mangat (Scherer, 1985). Lewat me- ganti menjadi mingguan dengan na-
dia-media tersebut Soetomo mema- ma Penjebar Semangat, sedangkan
parkan berbagai pemikiran kepada Suara Umum terus menjadi koran
rakyat. Pikiran-pikiran yang dilon- berbahasa Indonesia. Dalam media
tarkannya kebanyakan berisi ajakan berbahasa Jawa itulah Soetomo me-
untuk masuk ke dalam suasana kehi- nulis beberapa artikel/esai.
dupan modern.
Perhatian Soetomo terhadap ke-
Dalam bidang kebudayaan (khu- hidupan sastra Jawa dapat dilihat da-
susnya sastra Jawa), Soetomo bukan ri perhatiannya terhadap Penjebar
hanya berjasa lewat tulisan-tulisan- Semangat. Majalah ini menjadi
nya dalam membangun dunia sastra, tonggak dalam proses kesinambung-
melainkan yang sangat penting ialah an sastra Jawa. Genre cerpen mulai
bahwa ia telah mendobrak kebekuan diperkenalkan kepada publik dengan
sistem yang melandasi perjalanan menggunakan istilah lelakon. Jadi,
sastra Jawa. Oleh sebab itu, pada ta- ringkasnya, dari Penjebar Semangat
hun 1920-1930-an gelombang tulis- hasil terbitan Soetomo, sekitar tahun
an Jawa berkembang di luar Balai 1935-1942, lahir para pengarang ba-
Pustaka dengan gaya yang bertolak ru seperti Besut, Suyani, Sambo,
belakang dengan Balai Pustaka. Ca- Prasmo, Joko Balung, A. Sakhidam,
ra lain yang ia lakukan ialah dengan Arek Nggalek, Si Culik, Silence, dan
membantu pendirian berbagai orga- sebagainya.
nisasi, terutama Budi Utomo, Indo-
nesische Studieclub, Partai Bangsa Kemampuan Soetomo dalam
Indonesia, dan Parindra. Selain itu melihat kekuatan bahasa Jawa seba-
ia juga menjadi redaktur Penjebar gai bagian strategi kebudayaan sa-
Semangat, Tempo, Suara Parindra, ngat masuk akal karena ia hidup da-
Bangun, Suara Umum, Suluh Rak- lam pergaulan masyarakat dan bu-
yat Indonesia, dan Krama Duta. daya Jawa. Kesenangannya mende-
ngarkan dongeng dari kakek-nenek-
Jurnal Krama Duta terbit setiap nya memungkinkannya mempunyai
minggu dan kemudian berubah nama latar belakang yang kuat dan berpe-
menjadi Suara Umum. Pada Okto- ngaruh terhadap perkembangan ke-
ber 1931 Suara Umum digabungkan wajibannya di kelak kemudian hari,
dengan salah satu jurnal Soetomo terutama ketika memasuki kehidup-
lain yang berbahasa Indonesia, yaitu an zaman baru. Jika hal ini dikaitkan
Suluh Rakyat Indonesia. Dua tahun dengan pernyataan Scherer yang me-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 145
nguraikan kisah sahabat dekat ke- karyanya yang sarat dengan muatan
luarga ayah Soetomo (R. Sosrosoe- sastra. Sastra Jawa bagi Soetomo me-
gondo), maka latar belakang sema- rupakan sesuatu yang mampu mem-
cam ini menjadi penguat tentang la- berikan dukungan dan semangat da-
tar belakang Soetomo terhadap ke- lam merepresentasikan berbagai pe-
sastraan Jawa. Ayah Soetomo meru- mikiran kebudayaan.
pakan keturunan salah seorang Wali
Sanga (Sunan Giri) yang mengislam- Karya-karya Soetomo dalam ba-
kan orang Jawa. Menurut Babad Ja- hasa Jawa termuat dalam antologi
wa Tradisional, Sunan Giri adalah Puspa Rinonce (1932). Buku terse-
keturunan Nabi Muhammad. Bagi but telah dicetak ulang sebanyak em-
Soetomo, cerita dari Babad Jawa ti- pat kali, yaitu cetakan kedua 1938,
dak hanya sekedar dihayati, tetapi di- cetakan ketiga 1940, dan cetakan ke-
laksanakan dalam kehidupannya se- empat 1959. Cetak ulang itu menun-
hingga benar-benar sebagai sosok jukkan bahwa Puspa Rinonce meru-
Jawa. Hal itu tampak dalam kete- pakan buku yang digemari pembaca.
kunan Soetomo dalam melakukan ti- Dalam karya-karyanya, Soetomo
rakat. memang memiliki karakter tersen-
diri. Karakter itu tampak dalam ke-
Perjuangan Soetomo melalui ke- beraniannya menggunakan dialek
budayaan, tulisan, dan penerbitan Jawa Timuran, gambaran yang ditu-
Penjebar Semangat ternyata mem- liskan bersifat merakyat, dan meng-
buahkan hasil di kelak kemudian gunakan lelucon. Dialek bahasa Ja-
hari. Semangat Soetomo yang ter- wa dilihat dan dimanfaatkan oleh
patri dalam Penjebar Semangat ti- Soetomo untuk tujuan-tujuan ke-
dak pernah pudar dan terus diingat bangsaan dalam proses penyebaran
oleh pembaca. Kecintaan pembaca pemikiran. Mencermati tulisan Soe-
terhadap Penjebar Semangat timbul tomo dalam Puspa Rinonce tampak
tidak hanya karena masalah histeris bahwa antara kenyataan hidupnya
dan ikatan emosional, tetapi juga ka- (biografi) dan karyanya terdapat hu-
rena majalah itu telah mampu mem- bungan yang sangat mendalam yang
berikan sumbangan bagi perkem- terkait dengan masalah semangat ke-
bangan kesusastraan Jawa. Di sam- bangsaan, kebatinan, dan kepriayi-
ping itu, perjalanan Soetomo ke ber- an. Bahkan, sebenarnya, karya-kar-
bagai tempat di Eropa dan India juga ya Soetomo berakar dari tradisi ke-
berpengaruh dalam penciptaan sas- jawen yang menyatu dengan kehi-
tra. Setelah kembali ke Jawa, ia dupannya.
mengekspresikan pengalamannya
dalam tulisan-tulisannya, seperti yang dongeng
dapat dibaca di Puspa Rinonce. Latar
belakang kebudayaan Jawa yang Dongeng termasuk cerita rakyat
tumbuh dan senantiasa hidup pada (folk tale), dan termasuk dalam tra-
dirinya berpengaruh dalam karya- disi lisan. Istilah ini biasa digunakan
ketika menyebut naratif tradisional,
146 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
yang di dalamnya terkandung ciri- dialog yang dipentaskan; (2) cerita
ciri spesifik, antara lain ialah men- atau kisah, terutama yang melibatkan
ceritakan mahluk-mahluk yang kha- konflik atau emosi, yang khusus di-
yali, yang sulit sekali dinalar, atau susun untuk pertunjukkan teater; (3)
dalam bahasa Jawa disebut ngaya- berasal dari bahasa Yunani, karangan
wara ‘mengada-ada’. Hal itu terlihat prosa atau puisi berupa dialog dan
pada penggambaran mahluk-mahluk keterangan waktu guna dipertunjuk-
tersebut mempunyai kekuatan luar kan di pentas. Drama di mana pun di
biasa, dapat bercakap-cakap, dan se- dunia, misalnya diYunani purba, Ero-
kaligus memiliki kebijakan untuk pa Abad Tengah, India, Cina, Jepang,
mengatur jalan hidup manusia. Se- dan Bali, lahir dari upacara agama,
lain itu, dongeng juga memiliki ciri dari pidato ganti-berganti, dari pertu-
khusus dalam tema dan struktur. Da- karan nyanyian antara pemimpin pa-
lam hal tema, dongeng selalu menun- duan suara dengan kelompok penya-
jukkan misi pendidikan sehingga se- nyi atau antara kelompok paduan
luruh unsur struktur berkait de- suara lantifonal. Unsur pokok drama
ngannya. Sifat khususnya yang ro- adalah membuat orang percaya atau
mantis dan didaktis menuntut peng- pura-pura percaya dengan ikut
gambaran unsur-unsur cerita men- mengkhayal. Sejarah drama di Indo-
jadi sangat imajiner, jauh menga- nesia tidak dapat dibicarakan lepas
wang-awang. dari pembicaraan sejarah kesusas-
traan Indonesia. Ditinjau dari peng-
Dari perwatakannya, misalnya, gunaan istilahnya secara umum di
tokoh-tokoh pilihan yang khusus Indonesia, drama mengimplikasikan
untuk tujuan didaktis itu ditempat- tari dan musik. Baru dalam perkem-
kan pada posisi sebagai tokoh sentral bangan selanjutnya, terjadi pemisah-
atau tokoh utama cerita, biasanya an dan pengkhususan. Dalam taraf
berwatak putih. Dia akan dihadap- inilah, sejarah drama erat dibicara-
kan dengan tokoh antagonis yang kan dengan kesusastraan, lebih-lebih
berwatak berlawanan untuk mencip- dalam zaman Pujangga Baru dan
takan konflik. Dalam sastra tradisio- Zaman Jepang. Dalam kedua perio-
nal, biasanya diciptakan konflik fi- de ini, drama erat bertalian dengan
sik. Cerita akan berakhir sesuai de- kesusastraan. Bahkan, dapat dikata-
ngan tema didaktis yang ditentukan, kan, drama merupakan salah satu
dan umumnya, cerita diakhiri dengan bentuk kesusastraan, yang pada ma-
kalahnya tokoh antagonis (lawan). sa itu tampil dengan nama “tonil”
atau “sandiwara”. Sejak saat itu,
drama pembicaraan sejarah kesusastraan
Indonesia mengimplikasikan pembi-
Drama memiliki beberapa pe- caraan drama. Akan tetapi, di sam-
ngertian, yaitu (1) komposisi syair ping eratnya hubungan drama de-
atau prosa yang diharapkan dapat ngan kesusastraan, perlu disadari
menggambarkan kehidupan dan wa-
tak melalui tingkah laku (akting) atau
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 147
pula kenyataan eratnya pertalian driyan berkisah tentang cerita Da-
drama dengan teater. Pada hakikat- marwulan dan Menakjingga. Ada-
nya, teater merupakan realisasi dra- pun kesenian yang ceritanya berubah-
ma. Drama tertulis (lakon) belum ubah adalah ludruk dan kethoprak.
mencapai kesempurnaan bentuk, Oleh karena itulah, kethoprak me-
bila sudah digelarkan, dipentaskan, rupakan jembatan yang menghu-
barulah drama/lakon itu mencapai bungkan drama statis dengan san-
kesempurnaannya sebagai drama, diwara modern yang bersifat dina-
sebagai salah satu bentuk sastra mis. Kesenian keraton maupun ke-
yang ditulis khusus untuk dipang- senian rakyat tersebut sebenarnya
gungkan. Dalam perkembangannya merupakan ‘drama tradisional’ ka-
kemudian, terjadilah diferensiasi da- rena drama tersebut dipertunjukkan
lam pengutamaan masing-masing orang tanpa menggunakan teks seba-
elemen drama: kesenian daerah me- gaimana biasanya yang berlaku da-
ngembangkan dan memperkaya lam drama modern. Di sini para pe-
terutama jenis-jenis tari dan perge- mainnya tidak perlu menghafalkan
larannya, sehingga terciptalah rang- teks terlebih dahulu sebelum ber-
kaian sejarah wayang kulit, wayang main drama. Para pemain mengu-
topeng, wayang golek, wayang orang, capkan dialog-dialognya secara im-
drama Langendriyan maupun drama provisasi, atau memakai pola-pola
Langenwanara. Tradisi wayang kalimat tertentu yang dikenal secara
orang yang dijajakan oleh pemrakarsa tradisi. Salah satu drama tradisional
yang berasal dari lingkungan keraton yang patut mendapat perhatian ada-
tersebut telah tersebar keluar batas- lah langendriyan. Drama ini, walau-
batas istana sebagai salah satu hi- pun diklasifikasikan sebagai drama
buran di kota-kota besar atau kecil tradisional, sebenarnya mengandung
dengan menjajakan pergelaran keli- unsur-unsur drama modern, teruta-
ling desa-desa, antara lain ande-an- ma menyangkut pemakaian teks.
de lumut, kethek ogleng, kethoprak, Teks tersebut disusun dalam bentuk
ludrug atau doger, maupun sran- tembang macapat. Teks drama ini
dhul. Dilihat dari masyarakat pendu- yang terkenal disebut Langendriyan
kungnya, kesenian tersebut dibagi Mandraswara. Dengan adanya teks
menjadi dua kelompok. Pertama, ke- maka para pemain langendriyan ti-
senian keraton dan kedua kesenian dak bebas melakukan improvisasi,
rakyat. kesenian tersebut di samping karena mereka terikat oleh hafalan.
menampilkan gerak, tari, dan ka- Dalam perkembangan selanjutnya,
dang-kadang nyanyi, juga memba- teks semacam drama langendriyan
wakan cerita. Ada yang ceritanya te- tidak pernah ditulis lagi, yang ditulis
tap, ada pula yang ceritanya ber- orang adalah teks drama modern. Pe-
ubah-ubah. Kesenian ande-ande lu- nulisan teks drama modern giat dila-
mut, srandul, dan topeng mengan- kukan orang setelah RRI Yogyakarta
dung cerita Panji. Kesenian langen- menyelenggarakan siaran ‘sandiwa-
148 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
ra radio’ berbahasa Jawa yang ke- yang dimuat secara bersambung da-
mudian ditiru oleh beberapa radio lam Dharma Nyata berjudul “Kem-
amatir. Sumardjono adalah tokoh bang-Kembang Katresnan” ‘Bunga-
yang telah banyak menulis teks san- Bunga Cinta’, No. 60—63, Desem-
diwara radio, baik asli maupun sa- ber 1973—Januari 1974. Dua dra-
duran. Sambutan baik masyarakat ma bacaan dan bukan drama pentas
terhadap acara tersebut mendorong karya St. Iesmaniasita berjudul “Wi-
Ismoe Rianto, pengarang Surabaya jiling Biyung” ‘Kelahiran Ibu’ dalam
untuk ikut menulis teks sandiwara Kunthi, No.7 1972, dan “Nyonya
radio yang disiarkan lewat radio Legawa” dalam Jaya Baya, N0. 51,
amatir Surabaya. Dalam Sarasehan Th. XXVI, 20 Agustus 1972. Mun-
Pengarang Sastra Jawa di Sala tahun cul juga kumpulan cerita sandiwara
1975, Sumardjono mengatakan bah- karangan Kussudyarsana berjudul
wa orang-orang mengenal sastra Ja- Gambare Awake Dhewe ‘Gambar
wa, baik cerita wayang maupun ba- Kita Bersama’ oleh badan penerbit
bad, sebenarnya melalui drama tra- Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.
disional, yaitu wayang orang, ketho- Seksi Dokumentasi Taman Budaya
prak, dan lain-lain, sehingga drama Jawa Tengah menerbitkan empat
tradisional dapat dipandang sebagai naskah drama karya Bambang Wi-
media untuk mengenal sastra Jawa. doyono SP berbentuk stensilan se-
Tentu saja nilai drama lisan itu ti- derhana dalam jumlah terbatas. Em-
daklah setaraf dengan drama tertulis. pat naskah drama tersebut kemudian
Oleh karena itu, kesusastraan Jawa diterbitkan dalam bentuk buku yang
yang bernilai sebaiknya juga menjadi dapat dikonsumsi oleh masyarakat
drama Jawa tertulis, artinya digubah luas oleh penerbit Bentang Yogya-
dalam bentuk teks drama. Adapun karta tahun 1998 berjudul Gapit. Se-
hubungan antara drama tradisional lanjutnya, untuk menumbuhkem-
dengan drama modern adalah pen- bangkan keberadaan drama berba-
tingnya tetap memelihara drama tra- hasa Jawa maka Pengembangan
disional karena di samping telah Kesenian Jawa Tengah (PKJT) me-
memperkembangkan sastra Jawa se- ngadakan sayembara di tahun 1979
hingga banyak dikenal masyarakat dan 1980. Sayembara tersebut ke-
secara lisan, khazanah drama tradi- mudian diikuti dengan pementasan-
sional juga dapat memperkaya ide pementasan drama berbahasa Jawa.
drama. Sedangkan dalam drama mo- Misalnya, Teater Gapit memen-
dern dapat ditemukan horizon-hori- taskan karya Bambang Widoyo Sp,
zon baru. Sayang, teks sandiwara ra- di Monumen Pers Nasional, Solo 2
dio itu belum ada yang diterbitkan November 1983. Koordinasi Grup
menjadi buku bacaan. Akan tetapi, Teater Semarang menyelenggarakan
ada usaha untuk memuatnya dalam Festival Teater bahasa Jawa pada
surat kabar. Misalnya sandiwara ra- Maret 1981 dan Agustus 1982.
dio karya Sutarno Priyomarsono
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 149
duduk wuluh ramalan raja Kediri
Sri Jayabaya ketika datang
Dalam sastra Jawa, khususnya di gunung sahara meninggal
tembang, istilah duduk wuluh ku- Ajar Subrata namanya.
rang dikenal dibandingkan dengan
istilah tembang megatruh. Sebenar- dwi sulistyorini (1974—)
nya, istilah duduk wuluh juga nama
lain dari tembang megatruh. Ada be- Pengarang wanita ini lahir di Blo-
berapa pendapat tentang duduk wu- ra, Jawa Tengah, pada 25 Maret
luh. Pendapat pertama mengatakan 1974.Ayahnya bernama El. Sulin (al-
bahwa duduk wuluh atau megatruh marhum, lahir 1942) dan ibunya ber-
termasuk dalam tembang macapat. nama Endang Siti Mulyati (lahir
Sementara itu, pendapat kedua me- 1948). Ia mengaku bersuku Jawa asli
ngatakan bahwa duduk wuluh ter- dan beragama Islam. Pada tahun
masuk dalam Tembang Tengahan 2001 ia diperistri oleh Nurhadi, S.E.,
bersama dengan Tembang Tengahan pemuda kelahiran Blora tahun 1970.
lainnya seperti balabak, gambuh, Setahun kemudian, tepatnya 21
jurudemung, dan wirangrong. Mes- Agustus 2002, ia dikaruniai seorang
kipun terdapat pendapat yang ber- putri yang diberi nama Dawaishafa
beda tentang duduk wuluh, mereka Diva Nurani.
tetap sepakat bahwa duduk wuluh
masih tergolong dalam metrum ma- Karier pendidikan Dwi Sulistyo-
capat. Jenis metrum macapat ber- rini dilalui di dua kota, yakni Blora
jumlah lima belas. Setiap jenis me- dan Malang. Masuk SD Cabak 1 ta-
trum memiliki aturan tertentu yang hun 1980 (lulus 1986); masuk SMP
disebut guru gatra, guru wilangan, Negeri 1 Jepon tahun 1986 (lulus
dan guru lagu. Adapun metrum tem- 1989); dan masuk SMA Negeri 1
bang duduk wuluh adalah terdiri atas Blora tahun 1989 (lulus 1992). Sete-
lima baris. Baris pertama 12 u, baris lah lulus SMA, ia mengambil Jurusan
kedua 8 i, baris ketiga 8 u, baris ke- Pendidikan Bahasa dan Sastra Indo-
empat 8 i, dan baris kelima 8-o. Be- nesia di Universitas Muhammadiyah
rikut contoh tembang Duduk Wuluh. Malang (UMM) (lulus tahun 1997).
Ketika menjadi mahasiswa ia aktif di
DUDUK WULUH berbagai organisasi pemuda, di an-
taranya PMII (Pergerakan Mahasis-
Ingsun tutur iku nguni wus wa Islam Indonesia), KSR (Korps
kasebut (12 u) Suka Rela), IMP (Ikatan Mahasiswa
jangkane nateng Kediri (8 i) Penulis), HMJ (Himpunan Mahasis-
Sri Jayabaya duk rawuh (8 u) wa Jurusan), dan SEMA (Senat
neng wukir padhang nelasi (8 i) Mahasiswa). Tamat dari UMM ia
Ajar Subrata kedudon (8 a) langsung mengajar di SMA 1 Jepon
walaupun menjadi guru tidak tetap.
Saya katakan itu dahulu sudah Barulah pada tahun 2003 ia menjadi
disebutkan guru tetap (pegawai negeri) dan di-
150 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
tempatkan di SMP 3 Kunduran, Blo- Berkenaan dengan keberadaan
ra, Jawa Tengah. kritik sastra, Dwi Sulistyorini me-
mandang bahwa sastra Jawa me-
Sejak tahun 1997—saat itu ma- mang belum mempunyai kritikus.
sih duduk di SMA—ia sudah mulai Padahal, menurutnya, kritik itu pen-
belajar secara autodidak untuk me- ting untuk kemajuan kreativitas sas-
nulis dalam bahasa Jawa. Cara yang tra, baik bagi perorangan maupun
dipilihnya ialah dengan membaca se- bagi sekelompok pengarang. Na-
banyak-banyaknya karya para pe- mun, sayang sekali hingga kini be-
ngarang Jawa yang dimuat di maja- lum muncul kritik sastra Jawa yang
lah-majalah berbahasa Jawa. Pada sungguh-sungguh. Yang ada barulah
awalnya ia mencoba menulis cerpen, kritik ringan dari kawan seangkatan
kemudian roman, dan mengirimkan- atau dari senior yang memberi “ma-
nya ke rubrik remaja sebuah majalah sukan” dan memotivasi kreativitas
dan ternyata dimuat. Peristiwa itulah para pengarang junior. Meskipun de-
yang seakan melecut dirinya untuk mikian, ia merasa yakin bahwa sas-
menulis dan menulis lagi. Menurut- tra Jawa akan hidup terus karena ge-
nya, jenis sastra yang digemari atau nerasi demi generasi selalu ber-
dianggap cocok untuknya adalah sambung, seperti munculnya Daniel
prosa (cerkak dan cerbung/roman/ Tito, Bonari Nabonenar, Widodo Ba-
novel). suki, dan sebagainya, yang kini me-
nyambung generasi sastrawan Jawa
Pengarang muda yang kini ber- sebelumnya (Esmiet, Suparto Brata,
sama keluarga tinggal di Cabak Lor dan lain-lain).
IV, No. 7, RT 02, RW 02, Jiken, Blo-
ra 58372 ini mengaku bahwa penga- dyah kushar
lamannya dalam menulis sastra In-
donesia belum banyak walaupun la- Nama Dyah Kushar adalah na-
tar belakang studinya adalah bahasa ma samaran dari salah seorang pe-
(dan sastra) Indonesia. Menurut ca- ngarang novel Jawa senior dari Pare,
tatannya, barulah majalah anak-anak Jawa Timur. Nama samaran tersebut
Ceria yang bersedia memuat cer- diambilnya dari nama anaknya yang
pennya. Itupun baru sekali. Hal ini kedua, anak perempuan. Nama asli-
berbeda dengan pengalamannya da- nya Santosa. Ia dilahirkan di Pare,
lam menulis sastra Jawa yang sudah Jawa Timur, pada tanggal 3 Septem-
dirintisnya sejak 1997. Kini cerpen- ber 1950. Akan tetapi, ia mengikuti
cerpennya telah banyak dimuat da- pendidikan di Surabaya, dari STM
lam berbagai majalah, terutama di hingga selesai dari PGSLP Jurusan
Jaya Baya. Seperti halnya penga- Keterampilan.
rang-pengarang lainnya, sesekali ia
juga menggunakan nama samaran— Dyah Kushar menjadi guru di
terutama sejak 1999—yaitu Alisth kota kelahirannya, mengajar bahasa
atau Alisth Sulin. Inggris. Meskipun demikian, ia ge-
mar menulis fiksi berbahasa Jawa.
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 151
Senioritasnya tampak pada awal
mulai menulis (tahun 1970-an) pi-
lihan jenis sastra fiksi jenis cerpen
(cerkak) dan novel (cerita bersam-
bung) yang semuanya dikirimkan ke
majalah bahasa Jawa di Jawa Timur,
yaitu Panjebar Semangat dan Jaya
Baya. Ia lebih banyak menulis novel
(cerbung) daripada cerpen (cerkak).
Pengarang ini mengaku pernah ab-
sen menulis selama 20 tahun (sekitar
tahun 1980-an hingga awal tahun
2000). Dalam karya-karyanya ter-
kandung gaya bercerita yang spesifik
dalam menata alur dan latar. Alurnya
amat ketat, walaupun ia bercerita
masalah cinta. Sayang sekali latar
tempat banyak berpusat di sekitar
wilayahnya, Pare dan sekitarnya.
Setelah pensiun, ia tetap mene-
tap di kotanya, bersama istrinya, se-
orang guru SD yang masih aktif be-
kerja. Sejak pensiun itulah ia mulai
menulis lagi.Alamatnya sekarang Ja-
lan Merapi No.4, Jombangan Tertek,
Pare 64215. Adapun nomor telepon
rumahnya: (0354)7011269.
152 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
e
e. suharjendra (1939—) mimpin redaksi majalah Praba. Se-
lain itu juga sebagai editor buku
Emanuel Suharjendra atau yang Panggugah (10 judul “Bunga Ram-
lebih dikenal dengan sebutan E. Su- pai Wacan Bocah”) terbitan Dinas
harjendra lahir di Jogonalan Lor, Yog- Pendidikan dan Pengajaran Yogya-
yakarta, pada 28 Desember 1939. karta (2000). Pengalaman berorgani-
Bersama keluarga kini tetap tinggal sasi yang pernah dilaluinya, antara
di Jogonalan Lor 151, Yogyakarta lain, menjadi sekretaris OPSJ
55181. Ayahnya bernama B. Widji (1966—1980), sekretaris II di Java-
Notoharsono, kelahiran Bantul, 10 nologi, Gambir Sawit (1984), sebagai
Maret 1919; sedangkan ibunya ber- ketua II Yayasan Notokarsono (Yas-
nama M. Jumilah, kelahiran Bantul, na) (1995), dan ketua I Yayasan Yas-
1 Januari 1923. Ia menikahi E. Isbar- na (1997).
yati pada 27 Juni 1970. Namun, istri
tercinta yang telah hidup bersama se- Dalam karya-karyanya, terutama
lama 19 tahun itu meninggal pada cerbung, Suharjendra sering meng-
1989. Pada tahun 1990 E. Suharjen- gunakan nama samaran, antara lain,
dra menikah lagi dengan M.E. Sri Su- Dhik Hardje pada karangannya yang
parmi. dimuat di majalah Cendrawasih, dan
E. Widji Putra atau Emmanuel pada
Suharjendra mengawali pendi- karyanya yang dimuat Kedaulatan
dikannya di SD Jarakan, Bantul, lu- Rakyat dan majalah Praba. Dalam
lus tahun 1953. SLTP Negeri II, Yog- menulis artikel, yang bernuansa aga-
yakarta, lulus tahun 1956. Sekolah mis (Katolik), ia menggunakan nama
Guru Agama (SGA) Negeri Yogya- E. Widjiputra atau Emmanuel Sj.
karta, lulus tahun 1959. Selepas SGA
ia menjadi guru di Wates, Bantul, Suharjendra mulai menekuni du-
Yogyakarta. Selama mengajar di SD nia tulis-menulis tahun 1957. Karya
ia melanjutkan kuliah program D3 di fiksi pertamanya, berupa cerita
IKIP Yogyakarta, lulus tahun 1965. anak, berjudul “Katalompen”, di-
Setahun kemudian, ia menyelesaikan muat majalah Cendrawasih (1957).
sarjana muda jurusan publisistik di Sejak itu ia banyak mengirimkan
Universitas Pejajaran Bandung karya-karyanya (cerpen, cerbung,
(1966). roman sejarah, dan artikel) ke ber-
bagai media seperti Praba, Jaya Ba-
Selain berprofesi sebagai guru, ya, Panjebar Semangat, Mekar Sa-
Suharjendra juga pernah berprofesi ri, Kedaulatan Rakyat, dan Bernas.
sebagai wartawan dan editor di se- Karyanya cukup banyak, tetapi ia
buah surat kabar harian (tahun sampai sekarang belum sempat
1966—1975). Selanjutnya, mulai ta- menginventarisasi, baik judul mau-
hun 1975, ia dipercaya menjadi pe-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 153
pun penerbitnya. Penghargaan yang dan Sastra Jawa FPBS (Fakultas
pernah ia terima di antaranya ketika Pendidikan Bahasa dan Seni) IKIP
menjadi juara II dalam Lomba Me- (Institut Keguruan dan Ilmu Kepen-
ngarang Esai Berbahasa Indonesia didikan) Surabaya. Dalam organisa-
untuk Guru SD se-DIY (1974). Sa- si kepengarangan sastra Jawa, ia
lah satu cerpennya berjudul “Ngra- pernah menjabat sebagai sekretaris
habi” masuk dalam buku Bunga II PPSJS (Paguyuban Pengarang
Rampai Sastra Jawa Mutakhir Sastra Jawa Surabaya). Saat ini Edi
(Ras, 1985), dan cerpennya berjudul Triono Jatmiko menjadi wartawan
“Paguron Telu” pernah digunakan Surabaya Post.
sebagai bahan lomba sandiwara dae-
rah untuk guru-guru SD se-DIY Selain menekuni dunia kewarta-
(1982). wanan dan kesastrawanan, Edi Trio-
no Jatmiko juga aktif di dunia seni
Sebagian karya (roman sejarah) panggung. Bahkan bersama kawan-
E. Suharjendra yang muncul di Me- kawannya mendirikan grup lawak
kar Sari, di antaranya Salatiga (Me- The Manis. Beberapa kali grup la-
kar Sari, 15 Maret 1961), Macan wak yang dipimpinnya pentas di
kang Mangsa Gogore Dewe (Mekar TVRI stasiun Surabaya. Guritan-
Sari, 15 Maret 1964), Gandrung guritannya banyak terbit di majalah
Brana Nusantara (Mekar Sari, 1 Panjebar Semangat, Jaya Baya, dan
Maret 1965), Baron Sekeber Nemu di rubrik Suket harian Surabaya
Tanding (Mekar Sari, 10 Maret Post Minggu. Guritannya yang ber-
1965), Asmara ing Randualas (Me- judul “Balada Brajangkawat” (Pa-
kar Sari, 20 Maret 1965), Sayembara njebar Semangat, 12 Mei 1990),
ing Segara Blenderan (Mekar Sari, “Balada Tukang Kentrung” (Panje-
1April 1965), Mburu Brana Kelang- bar Semangat, 31 Oktober 1987),
an Nyawa (Mekar Sari, 10 April dan “Balada Ragapadmi” (Panje-
1965). Sementara cerbung karyanya, bar Semangat, 29 Agustus 1987) di-
antara lain, Kali Praga Isih Mili antologikan oleh Suharmono Kasi-
(Praba, 1979), Kang Padha Tinim- yun dalam Kabar Saka Bendulmri-
balan (1979), dan Kembang Sepa- si: Kumpulan Guritan terbitan Pa-
sang (Asco, 1990). guyuban Pengarang Sastra Jawa
tahun 2001.
edi triono jatmiko (1964— )
effy widianing (1963— )
Edi Triono Jatmiko lahir di Mo-
jokerto, Jawa Timur, pada 24 Juli Namanya Effy Widjono Putro.
1964. Dalam karangan-karangannya Tetapi, dalam karangan-karangan-
ia sering menggunakan nama E.T. nya, ia sering menggunakan nama
Jatmiko. Pendidikan dasar dan me- Effy Widianing. Effy Widianing lahir
nengahnya diselesaikan di kota ke- diYogyakarta pada 11 Februari 1963.
lahirannya. Pendidikan terakhirnya Tahun 1986, setelah lulus SMA, ia
adalah Jurusan Pendidikan Bahasa mulai aktif terjun ke dunia sastra Ja-
154 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
wa. Karya-karyanya telah banyak STIKOSA-AWS (1993—1998) di
dimuat dalam berbagai majalah (Ja- Surabaya. Menurut pengakuannya,
ya Baya, Panjebar Semangat, Dja- dia adalah anak tunggal, dan hingga
ka Lodang, dan Mekar Sari). Kare- sekarang tetap tinggal di Dinoyo Lor
na seringnya menulis di Mekar Sari, V/31 Surabaya. Pada tahun 2001
sekarang ia menjadi staf redaksi ma- menjadi guru TK Ramawaskita, dan
jalah Mekar Sari, di samping men- sekarang menjadi guru TK Kasih
jadi wartawan/reporter harian Ke- Bunda, Surabaya.
daulatan Rakyat.
Ekapti Lenda Anita memulai ka-
Pengarang muda yang telah me- rier kepengarangannya sejak masih
nulis puluhan crita cekak, guritan, di bangku SMA, tepatnya pada ta-
dan artikel (reportase) ini juga aktif hun 1983. Karangan yang pertama
menjadi anggota Sanggar Sastra Ja- kali dimuat di media massa adalah
wa Yogyakarta (SSJY). Beberapa karangan berbahasa Indonesia, ke-
cerkak-nya antara lain telah dianto- tika itu dimuat di majalah Tom-Tom,
logikan dalam buku Rembulan Pa- dengan imbalan berupa kaos. Pada
dhang ing Ngayogyakarta (FKY IV mulanya ia hanya ingin merasakan
tahun 1992), Cakra Manggilingan: seperti apa rasanya kalau tulisannya
Antologi Geguritan dan Cerkak Pe- dimuat di media massa; dan setelah
ngarang Sastra Jawa Modern (FKY karangannya betul-betul dimuat me-
V tahun 1993), dan Pisungsung: An- dia massa dan memperoleh imbalan
tologi Geguritan lan Cerkak (Pus- (meskipun hanya berupa kaos), ia
taka Pelajar, 1997). Karena kini ter- ingin terus menulis dan bahkan ber-
ikat oleh kedudukannya sebagai re- tahan hingga sekarang. Dan dengan
daktur, ia tampaknya lebih aktif me- menulis ia merasa puas dan merasa
nulis di medianya sendiri ketimbang dapat menyampaikan pikiran dan pe-
di media lainnya. rasaannya secara lebih leluasa. Ke-
mudian, pada perkembangan selan-
ekapti lenda anita (1967— ) jutnya, ia tidak hanya menulis ba-
hasa Indonesia, tetapi juga menulis
Ekapti Lenda Anita (wanita) la- dalam bahasa Jawa.
hir di Surabaya, Jawa Timur, pada
tahun 1967. Ayahnya bernama Ka- Kalau ditanya mengapa ia me-
sipoe, seorang guru SD, berasal dari nulis dalam bahasa Jawa, ia menja-
Sidoarjo, sedangkan ibunya bernama wab bahwa menulis dalam bahasa
Louise Annette M, seorang pekerja Jawa memang berbeda jika diban-
swasta, berasal dari Malang. Pendi- dingkan dengan menulis dalam baha-
dikan formal yang telah ditempuh- sa Indonesia. Menulis dalam bahasa
nya antara lain SD (1973—1979) di Jawa, katanya, ada sentuhan halus
Surabaya, SMP Negeri XII (1980— tersendiri yang sangat mendasar.
1982) di Surabaya, SMA GIKI II Hanya saja, katanya, sayangnya me-
(1982—1985) di Surabaya, IKIP dia massa berbahasa Jawa sangat
Negeri Surabaya (1986—1993), dan terbatas jumlahnya padahal jumlah
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 155
pengarang Jawa sangat banyak jum- Grasco dan sejak tahun 2000 juga
lahnya. Oleh sebab itu, pengarang menjadi reporter majalah Lab Pres-
yang sering menggunakan nama sa- tasi. Kemampuan Ekapti menulis
maran Ela ini harus bersaing dengan sastra Jawa tidak lepas dari kebiasa-
banyak pengarang lain. annya membaca dan mengisi buku
harian sejak kecil. Menjadi penga-
Lalu prestasi apa yang telah di- rang sastra Jawa juga tidak lepas da-
raih oleh Ekapti Lenda Anita? Sejak ri peran sang ayah yang telah mem-
masih sekolah, ia memang sudah me- bantu mengenalkan sastra Jawa de-
nunjukkan prestasi yang baik. Misal- ngan cara berlangganan majalah ber-
nya, juara I Ebtanas SD tahun 1979, bahasa Jawa. Dari majalah-majalah
juara III Kelas I IPS tahun 1983, jua- berbahasa Jawa itu Ekapti belajar
ra II Kelas II IPS tahun 1984, juara menulis, antara lain roman sacuwil,
II Kelas III IPS tahun 1985. Selain prosa, artikel, liputan, dan kisah per-
itu juga pernah mendapat beasiswa jalanan. Dan kalau hingga sekarang
di Kampus STIKOSA tahun 1996. ia lebih suka menulis prosa (wacan
Sementara itu, di bidang tulis-menulis bocah, roman sacuwil, dongeng,
(kepengarangan), ia beberapa kali crita cekak, dll) karena menurutnya
memperoleh kejuaraan, yaitu juara II prosa lebih pas untuk mengekspre-
Lomba Mengarang Cerpen Bahasa sikan perasaan dan pikirannya di-
Jawa tingkat SMA se-Jawa Timur bandingkan puisi atau guritan.
yang diselenggarakan oleh Sanggar
Triwida tahun 1984, juara I Lomba Karya-karyanya yang telah ter-
Mengarang Cerpen Bahasa Jawa an- bit di media massa sudah cukup ba-
tarremaja se-Jawa Timur yang dise- nyak jumlahnya, baik dalam bahasa
lenggarakan oleh Sanggar Triwida Jawa maupun bahasa Indonesia.
di Blitar tahun 1992, juara II dalam Karyanya yang berbahasa Jawa dan
pemilihan penulis bahasa Jawa yang dipublikasikan dalam media massa
diselenggarakan oleh majalah Jaya berbahasa Jawa, antara lain, “Jagung
Baya tahun 1995, juara I Lomba ing Tegal Wis Ora Ijo Maneh” (JB,
Menulis Kisah Unik versi Radio 1994), “Dhemen Gebyar” (PS,
Mercury tahun 1995, juara harapan 1992), “Geneya Iwak Cangkeme Am-
II Lomba Menulis Surat versi Pos ba” (PS, 1994), “Merga Ora Nyu-
Indonesia di Jakarta tahun 1997, dan wek Garapanku” (JB, 1994), “Notes
juara I Lomba Menulis Kata-kata In- Cilik Iki Kanggo Ibu” (JB, 1995),
dah versi Harvest di Jakarta tahun “Boneka Watesan Buku” (JB, 1995),
1991. “Widya Rumangsa Keganggu” (JB,
1996), “Mranggas” (JB, 1996),
Prestasi yang diraihnya itu bu- “Kanggo Adhik” (JB, 1996), “Jam
kanlah suatu kebetulan karena sejak ing Mburi Banyu” (JB, 1996), “Jago
masih kuliah Ekapti sudah malang- lan Gajah Kontes Mangan” (JB,
melintang di dunia pers, di antaranya 1996), “Kolase kanggo Kiki” (JB,
menjadi penulis freelance hingga se- 1997), “Tegese Kekancan” (JB,
karang. Sejak 1999 menjadi reporter
156 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
1997), “Segara lan Pang-pang” (JB, bang lebih baik setelah ia bergabung
1997), “Anggi Lan Roti Keju” (JB, sebagai anggota dan pengurus sang-
1997), “Wis Kebacut” (JB, 1997), gar sastra Triwida.
“Simbah Sepah” (JB, 1997), “Sket-
sa” (JB, 1997), “Apa Paedahe Melu Eko Heru Saksono memang bu-
Organisasi” (PS, 1998), “Dalan Isih kan seorang dokumentator yang
Dawa” (JB, 1997), “Slamete Koh” baik. Bahkan karya-karyanya sendiri
(JB, 1997), “Cecaturan Wayah So- yang telah dimuat di media massa
re” (JB, 1998), “Geguritan Ngle- tidak pernah disimpan/didokumen-
yang” (JB, 1998), dan “Nalika Na- tasikan dengan baik. Yang jelas, se-
wang Wulang Ulang Taun” (JB, lama jadi pengarang, ia telah menulis
1999). puisi, cerpen, novel, dan buku non-
fiksi. Beberapa yang dapat dicatat,
eko heru saksono (1960— ) antara lain, cerpen “Bego” (Jaya Ba-
ya, 1980) dan “Sri Bandiyah” (Jaka
Eko Heru Saksono lahir di Tu- Lodhang, 1981), novel Digul ah Di-
lungagung, Jawa Timur, pada 27 gul (Gramedia, 1985) dan Pengor-
Agustus 1960. Pengarang dwibahasa banan (Fajar Harapan, 1989), dan
(Jawa dan Indonesia) ini tamat SD puisi “Bujangan lan Lilin” (Pustaka
tahun 1972, SLTP tahun 1975, SPG Candra, 1983). Sementara itu, buku
tahun 1979, S-1 Jurusan Kurikulum nonfiksi (bidang iptek) yang telah ia
dan Teknologi Pendidikan tahun tulis adalah Pelajaran IPS (Bina
1988, dan S-2 Manajemen Pemasar- Ilmu, 1986) dan Kue Satu (1993).
an tahun 2001. Dalam karangan-ka-
rangannya ia sering menggunakan eko margono (1971— )
nama samaran Eny Saksono. Dalam
organisasi kepengarangan, Eko Heru Eko Margono termasuk penda-
Saksono menjabat sebagai sekretaris tang baru dalam dunia kesusastraan,
II Pengurus Pusat Sanggar Sastra baik Jawa maupun Indonesia. Ia me-
Triwida di Tulungagung (sekitar mulai karier kepengarangannya pada
1984). awal dekade 1990-an melalui Jawa
Anyar, Jaya Baya, Panjebar Sema-
Karier kepengarangan Eko dite- ngat, Anita Cemerlang, Pos Kota,
kuninya secara otodidak. Mula-mu- Ceria Remaja, dan lain-lain. Bagi-
la, sekitar tahun 1980, ketika baru nya dunia karang-mengarang bukan-
saja diangkat sebagai guru SD Bulus lah tujuan utama karena ia terjun ke
1, Kecamatan Bandung, Kabupaten dunia itu hanya sebuah kebetulan:
Tulungagung, ia mencoba menulis suka menulis, misalnya, menulis su-
guritan dan cerkak dan mengirim- rat untuk kawan dan sejenisnya. Dari
kannya ke Jaka Lodhang, Mekar Sa- kesukaan menulis itu kemudian
ri, dan Jaya Baya. Setelah itu, ia ti- timbul hasrat untuk menghasilkan
dak hanya menulis sastra Jawa, te- sesuatu dari tulisannya sehingga ia
tapi juga sastra Indonesia. Karier ke- mengirimkan tulisan-tulisannya ke
pengarangan Eko kemudian berkem- media massa. Karena itu, walaupun
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 157
banyak kendala, akhirnya ia berhasil “Bantene Bayi” (1993), “Satemene
mempublikasikan karya-karyanya. Rasa Tresna Kuwi Wis Ana Wiwit Bi-
Karya-karyanya sebagian besar be- yen” (1994), dan “Dalan-Dalan Tan-
rupa cerpen dan selebihnya berupa sah Sumyak” (1994). Sedangkan cer-
artikel. Dalam karya-karyanya ia se- pen “Nalika Rajane Prasmati”
ring menggunakan nama Eko Mrg. (1997) dan “Ketut Rahayuwati”
(1997) dimuat dalam Jawa Anyar.
Pengarang beragama Islam yang Sementara itu, cerpen “Pesisir Pe-
tergabung dalam kelompok Sanggar lang” (1994), “Tumlawung” (1990),
Triwida ini lahir di Trenggalek (Jawa “Nalika Uun Entuk Edelwis” (1995),
Timur) pada 21 April 1971. Masa “Ana sing Mekar Sapinggiring Tla-
kecilnya dihabiskan bersama orang ga Lobak” (1995), “Julung Caplok”
tua di desa kelahirannya. Pendidikan (1994), “Kontrakan” (1995), “Gak
SD diselesaikan pada tahun 1984, Ana Cinta Sing Gratis” (1995), “Gri-
SMP tahun 1987, dan SMA (jurusan mis Riwis-Riwis ing Teras Kampus”
Biologi) tahun 1990 di Kecamatan (1999), “Tangane Purnanto Bing-
Panggul, Kabupaten Trenggalek, Ja- get” (1997), “Anggrek Sekar Wongu”
wa Timur. Dan alamat terakhirnya (1997), “Surat kanggo Mahmudah”
di RT IV, RW II, Wonocoyo, Pang- (1998), “Rembulan Konang” (1998),
gul, Trenggalek 66364. “Ing Pinggir Pesisir” (1999), dan
“Wong Jawa” (1998) dimuat dalam
Tidak lama setelah tamat SMA, majalah Jaya Baya. Dan salah satu
Eko Margono melanglang ke Jakarta artikelnya berjudul “Menehi Jeneng
dan mencoba mencari kerja. Pada ta- Putra” telah dimuat dalam Panjebar
hun 1993 ia diterima sebagai super- Semangat (1993).
visor housekeeping diArcadia Apar-
temen di bilangan Jakarta Selatan. Beberapa cerpennya yang ber-
Namun, di apartemen itu ia hanya bahasa Indonesia yang telah dipu-
betah sampai tahun 1997. Pada ta- blikasikan antara lain “Pada Sebuah
hun itu juga ia pindah ke Simpruk Halte” (Pos Kota, 1996), “Copet”
Teras Apartemen sebagai chief su- (Ceria Remaja, 1996), “Sang Ko-
pervisor housekeeping sampai tahun mentator” (Ceria Remaja, 1997),
2000. Pada tahun 2000 ia pindah la- “Simbah” (Pos Kota, 1997), “Pera-
gi ke Kintamani Apartemen (PT hu Kertas” (Ceria Remaja, 1998),
Dharmala) dengan jabatan yang sa- “Tak Terungkap” (Ceria Remaja,
ma di Jakarta Selatan hingga tahun 1998), “Surprise yang Tertunda”
2001. (Anita Cemerlang, 1998), dan “Ti-
dak Cuma dengan Cinta” (Anita
Di tengah-tengah kesibukan be- Cemerlang, 1998).
kerja itulah ia justru menyempatkan
diri untuk menulis sastra dan mengi-
rimkannya ke berbagai penerbitan.
Beberapa cerpen berbahasa Jawa
yang telah ia publikasikan lewat ma-
jalah Jaka Lodhang antara lain
158 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
eko nuryono (1974— ) jalah Kuntum (Yogyakarta) tahun
1990. Selanjutnya, sejak tahun 1991
Eko Nuryono adalah pengarang ia masuk sebagai anggota Sanggar
yang dikenal dengan nama samaran Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY).
EkoYepe. Ia dilahirkan di Kasongan, Berkat ketekunan dan keterlibatan-
Bantul, Yogyakarta, pada 5 April nya dalam kegiatan SSJY ia ditunjuk
1974. Ayah Eko bernama Iskandar sebagai ketua seksi proses kreatif
Hadipranoto, sedangkan ibunya ber- (2001—2003) dan sebagai pengurus
nama Sundarsih, Ia adalah anak su- bidang pembinaan (2004—2005).
lung dari tiga bersaudara. Dua adik-
nya (perempuan) mempunyai usaha Dalam perjalanannya sebagai
dagang dan keduanya kini tinggal di pengarang ia pernah menjadi juara
Yogyakarta. Eko Nuryono menga- II dalam Lomba Penulisan Puisi se-
wali pendidikannya di SD Negeri Jateng dan DIY yang diselenggara-
Kasongan (lulus 1989), SLTP Ne- kan oleh Dinas P dan K Propinsi DIY
geri 3, Bantul (lulus 1991), dan (1994). Kemudian, pada tahun yang
SMKI Negeri I, Yogyakarta (lulus sama (1994) ia berhasil meraih juara
1997). Setamat SMKI, ia melanjut- III dalam Lomba Penulisan Artikel
kan kuliah di Universitas Ahmad Pendidikan yang diselenggarakan
Dahlan, Yogyakarta, tetapi kemudi- oleh Penerbit Kanisius Yogyakarta.
an berhenti pada semester 6. Pada tahun 1995 ia pun menggondol
juara I dalam Lomba Penulisan Ce-
Sejak kecil Eko Nuryono senang rita Cekak (Puisi Jawa) yang dise-
membaca buku. Ketika SD ia me- lenggarakan oleh Kanwil Dikbud
nyukai pelajaran mengarang dan Propinsi DIY.
kesenian. Kesenangannya pada du-
nia seni itu terwujud setelah ia ma- Beberapa karya yang telah di-
suk SMKI jurusan teater. Eko yang publikasikannya, antara lain, sebagai
aktif terjun dalam berbagai organi- berikut. Puisinya (Indonesia) masuk
sasi sosial kemasyarakatan ini me- dalam antologi (1) Rumpun Bambu
mang mencintai dunia seni. Kecin- (Pusat Studi Sastra dan Teater Sila
taan dan keterlibatannya dalam bi- Bantul, 1995) dan (2) Taman Sari
dang seni menjadikan ia ditunjuk se- (Festival Kesenian Yogyakarta,
bagai sekretaris dalam Organisasi 1998). Karya guritannya berjudul
Masyarakat Seni Bantul (2000— “Gelas-Gelas ing Ndhuwur Meja”,
2002). Selain itu, pada tahun 2001— “Suluk ing Mangsa Ketiga”, dan
sekarang, ia dipercaya juga menjadi “Pasren” yang ditulis tahun 1997,
Kepala Divisi Dampingan dalamYa- masuk dalam Rembuyung: Antologi
yasan Anak Wayang Indonesia. Geguritan dan Macapat (Balai Ba-
hasa Yogyakarta, 1997). Karya dra-
Eko Nuryono mulai menulis ta- manya yang berjudul “Raja Pati”
hun 1990, setelah lulus SD Negeri yang ditulis tahun 2002 masuk dalam
Kasongan (1989). Karya pertama- Gong: Antologi Drama Jawa Mo-
nya berupa puisi (Indonesia), berju- dern (FKY, 2002).
dul “Sajak Putih”, dimuat dalam ma-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 159
Selain itu, karya cerpennya (baik Mangkunagara V (1820—1823).
Indonesia maupun Jawa) pernah ter- Buku yang tebalnya 4.000 halaman
pilih dan kemudian ditransformasi- lebih itu dapat meluluhkan hati Eli-
kan ke dalam film (CD). Cerpen itu, sabeth. Ia menganggap Serat Cen-
di antaranya, adalah (1) “Wasiat Sla- thini salah satu karya agung. Sastra
met”, ditransformasikan ke film(CD) Jawa mempunyai nilai umum dan
oleh Anak Wayang Indonesia tahun kaya akan ilmu pengetahuan.
2002, dan (2) “Gara-Gara Play Sta-
tion”, ditransformasikan ke film de- Selama 13 tahun Elisabeth D.
ngan judul “Mobil Kayu” oleh Anak Inandiak menekuni dan mendalami
Wayang Indonesia tahun 2003. Nas- Serat Centhini. Serat Centhini versi
kah film berjudul “Mobil Kayu” per- Elisabeth D Inandiak menggunakan
nah menjadi bahan diskusi di Lem- bahasa Perancis. Judulnya adalah Les
baga Kajian Ilmu Sosial Yogyakarta Chants de I’ile a dormer de bout Le
pada 5Agustus 2003. Salah satu kar- Livre de Centhini (2002), terbit di Pe-
ya cerita anak berjudul Meguru Ma- rancis. Karya saduran tersebut men-
rang Watu telah diterbitkan oleh Intan jadi karya terbaik se-Asia Tenggara.
Pariwara, Klaten, sebagai bahan pe- Tahun 2004. Wartawati Perancis ini
lajaran Bahasa Jawa untuk kelas VI menerima penghargaan Association
Sekolah Dasar. Des Ecrivains De Langue Francoise.
elisabeth d. inandiak Mulai tahun 1996, ia mulai me-
ngadakan penelitian Serat Centhini
Elisabeth D. Inandiak adalah se- dan memprosakan Serat Centhini.
orang sastrawan, wartawan, dan pe- Oleh karena itu, Elisabeth menyatu-
nulis buku dari Perancis. Ia lahir di kan lahir batinnya dan menyatukan
Lyron, Perancis pada tahun 1959. diri dengan karya sastra tersebut.
Elisabeth adalah perempuan yang Karya sastra tersebut setelah berha-
mandiri. Mulai berumur 16 tahun, ia sil diteliti mendapat sebutan sebagai
sekolah sambil mencari uang. Ia me- karya terbaik. Menurut Elisabeth,
ngembara di Jerman. Ia pernah seko- walaupun begitu karya tersebut tidak
lah di Political Science di Perancis, menjadi best seller karena masya-
tetapi tidak diselesaikan karena tidak rakat umum di dunia ini tidak semua-
senang dengan aturan-aturan yang sa- nya mengetahui adanya karya sastra
ngat ketat. Lalu, Elisabeth bekerja se- Jawa, India, Cina, dan sebagainya.
bagai asisten fotografer. Karena ber-
prestasi, ia diberi kesempatan untuk Karya sastra Jawa tersebut di-
berkeliling dunia. Pada umur 19 ta- prosakan dulu dan diterjemahkan ke
hun, ia pergi ke Amerika. Ia berpres- dalam bahasa Indonesia, lalu diter-
tasi menjadi wartawan di koran dan jemahkan ke dalam bahasa Perancis.
majalah di Perancis. Menurut Elisabeth, terjemahan kar-
ya sastra itu dapat bergeser artinya
Inandiak mencintai sastra Jawa, karena kata-kata Jawa yang indah ti-
terutama Serat Centhini, karya Sri dak dapat diterjemahkan dengan ba-
hasa lain yang artinya sama dengan
160 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
apa yang dikehendaki pengarang ahli sastra Jawa, mungkin dianggap
sastra Jawa. Hal itu dapat diatasi se- tabu atau porno. Buku ini menerang-
telah bekerja sama dengan Dra. Su- kan tentang hari yang baik untuk me-
naryati Sutanto (70 tahun), dosen lakukan sanggama, larangan, dan
Universitas Sebelas Maret Solo, akibat melakukan sanggama yang
mantan murid Zoetmulder. tanpa menggunakan aturan.
Untuk memunculkan pemikiran Serat Centhini memuat semua
barunya, selama empat tahun ia me- kenyataan hidup manusia di dunia,
nemui sumber-sumber lisan di kota- tentang hal-hal yang gaib, tentang
kota yang ditulis di Serat Centhini hal-hal yang nyata, dan hal-hal yang
di seluruh Pulau Jawa. Hal itu ber- merupakan karya pengarang atau ce-
guna untuk ngecek peristiwa sejarah, rita fiksi. Karya-karya lainnya ada-
misalnya tentang makam raja-raja di lah Centhini Kekasih yang Tersem-
Imogiri. Selain itu, ia dapat bersaha- bunyi, Empat Puluh Malam dan Sa-
bat dengan Mbah Marijan, juru kun- tunya Hujan, dan Minggatnya Ce-
ci Gunung Merapi, para dalang, sas- bolang yang diterbitkan oleh Galang
trawan, seniman, negarawan, buda- Press pada tahun 2004.
yawan, sejarahwan, petani, dan se-
bagainya. Elisabeth berhasil menemui Menurut Elisabeth, pekerjaan
Gus Dur. Menurut Gus Dur, Serat yang diselesaikan dengan ikhlas, baik,
Centhini itu tidak hanya milik orang dan jujur, pasti akan mendapat ba-
Jawa, tetapi juga milik masyarakat lasan yang baik. Hasil dari meneliti
luas. Serat Centhini dikenal di Ma- karya sastra Centhini, ia mendapat-
dura dan pesantren-pesantren di Su- kan keuntungan moral, sedangkan
menep. yang berwujud finansial belum dapat
diperolehnya. Oleh karena itu, ia ha-
Elisabeth mengakui bahwa ada rus bekerja yang lainnya.
bagian tertentu di Serat Centhini
yang sulit untuk disadur, misalnya elly
tentang persenggamaan antara Ce-
bolang dan Jayengraga. Ia kesulitan Nama pengarang ini memang
untuk menuliskan tentang pengem- menunjukkan ciri nama wanita, ter-
baraan seksual atau menggambar- utama bila ditinjau melalui kompo-
kan adegan porno dalam bentuk tu- sisi huruf yang dipilih, yaitu domi-
lisan dengan tidak menggeser mak- nannya bunyi vokal ringan e dan y
nanya. Hal tersebut sangat sulit un- yang dikombinasi dengan konsonan
tuk diterjemahkan ke dalam bahasa luncur l. Komposisi huruf tersebut se-
Perancis. cara keseluruhan menyarankan ke-
lembutan sekaligus kecekatan. Mes-
Menurut Elisabeth, Serat Cen- kipun demikian, nama ini dengan mu-
thini adalah naskah yang tidak ter- dah juga menyarankan keraguan se-
lalu suci dan tidak terlalu kotor atau bagai nama wanita, atau menimbul-
porno. Buku tersebut sama dengan kan praduga sebagai nama samaran
pelajaran Kamasutra. Menurut para pria. Praduga itu didukung oleh fak-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 161
ta bahwa pada tahun-tahun tersebut ngat sejak akhir 1930-an hingga awal
masih amat jarang wanita Jawa ter- 1940-an. Kadang-kadang nama Elly
jun dalam profesi menulis sastra. Di muncul dalam rubrik “Layang saka
samping itu, beberapa nama wanita Redaksi” ketika redaksi menanggapi
yang muncul sezaman dengannya karya-karya yang sampai di mejanya.
masih menggunakan nama-nama Misalnya, tanggapan redaksi Panje-
tradisional yang mengacu kepada ke- bar Semangat tentang cerpen-cerpen
las sosial menengah. Mereka adalah Elly pada 30 Desember 1939. Karena
Rr. Koestijah, Rr. Soeprapti, Rr. Sri itu, banyak orang menyangka penga-
Koesnapsijah, dan S.K. Trimurti. rang ini benar-benar wanita. Hutomo
dalam bukunya Sosiologi Sastra Ja-
Sejumlah nama lain yang hanya wa (1991)—juga dalam artikelnya
muncul dalam Kajawen adalah Rr. tentang pengarang wanita Jawa se-
Siti Marijam, Rr. Soebingah, dan Rr. belumnya—mengelompokkan Elly ke
Soedarmin. Begitu pula dengan na- dalam kelompok pengarang wanita
ma SitiAminah dalam Poesaka Soe- prakemerdekaan. Demikian juga Wi-
rakarta juga mengindikasikan masih dati dkk. dalam bukunya Pengarang
kuat penggunaan sistem nama tra- Wanita dalam Sastra Jawa (1986).
disional. Sistem penamaan tradisio- Barulah ketika dilakukan penelitian
nal juga masih banyak digunakan terhadap karya-karyanya dapat dita-
oleh para penyamar nama wanita rik simpulan bahwa nama Elly ada-
(pengarang pria), seperti Sri Soe- lah nama pengarang pria.
sinah (Imam Soepardi), Agrarini
(Sumardi), Sambo, Kenja Bre Tega- Dari kemunculannya yang terba-
wangi, Srikanah K, dan sebagainya. tas pada Panjebar Semangat dapat
Nama-nama itu berbeda dengan na- diasumsikan bahwa ia berpendidikan
ma-nama perempuan yang mengin- Belanda, setidaknya MULO, yang
dikasikan aspirasi modern dari Ba- beberapa kali disebut-sebut dalam
rat, juga nama-nama yang menggu- cerpen “Kang Gumebyar iku Du-
nakan sistem penamaan Cina, seperti rung Mesthi Emas” (Panjebar Se-
Liamsi, Tjak Iem, Max Moe, dan mangat, 27 Januari 1940). Hal itu
Loem Min Noe. juga didukung oleh tema-tema yang
digarap yang menekankan penting-
Menurut Hutomo, nama seperti nya memegang kepercayaan, kese-
Elly, terutama dengan penulisan hu- tiaan, dan keteladanan bagi pria mau-
ruf i dengan y pada waktu itu masih pun wanita, seperti pada cerpen “Wa-
asing bagi tradisi penamaan Jawa, tak Sinatriya Sejati Kudu Anetepi
lebih-lebih yang mengindikasikan Sumpahe” (Panjebar Semangat, 30
nama tradisi bagi perempuan Jawa. Desember 1939), “Kang Gumebyar
Nama Elly sulit diketahui identi- iku Durung Mesthi Emas” (Panjebar
tasnya karena nama itu hanya mun- Semangat, 27 Januari 1940), dan
cul di bawah sejumlah crita cekak “Main Kemidhi” (Panjebar Sema-
yang dimuat dalam majalah milik ngat, 11 Mei 1940). Di samping itu,
kaum nasionalis: Panjebar Sema-
162 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
banyaknya kosa kata Belanda yang witan, arsitektur, dan pembuat keris
digunakan dalam cerpennya juga pusaka. Mereka yang dinilai ber-
memperkuat latar pendidikan penga- prestasi dalam bidang-bidang terse-
rang yang berkawan baik dengan but mendapat gelar resmi sebagai
Loe Mien Noe ini. Karena Loe Mien “empu” dari kerajaan. Dalam ma-
Noe adalah wartawan, diduga kuat syarakat umum istilah “empu” dike-
selain sebagai pengarang Elly juga nakan bagi pembuat keris pusaka,
wartawan. seperti sebutan Empu Gandring,
Empu Supa, dan sebagainya.
Elly cukup produktif pada akhir
1930-an hingga awal 1940-an. Ia le- Namun, dalam sastra Jawa mo-
bih dikenal sebagai cerpenis karena dern, baik istilah empu maupun isti-
seluruh karyanya berupa cerpen dan lah pujangga tidak dikenal untuk me-
hanya dimuat Panjebar Semangat. nyebut seorang pengarang. Jadi, em-
Ia seangkatan dengan Loem Min Noe pu dan pujangga adalah istilah-isti-
yang pada waktu tersebut juga hanya lah khusus untuk sebutan pengarang
menulis cerpen di majalah Boedi Oe- pada kelompok pengarang pada pe-
tomo pimpinan Imam Soepardi. Mes- riode-periode tertentu. Empu, misal-
kipun demikian, di sepanjang tahun nya, istilah untuk pengarang di
1939—1940 hanya ditemukan tiga zaman klasik, atau pada zaman pra-
cerpennya, yaitu “Watak Sinatriya Islam. Orang mengenal nama-nama
Sejati Kudu Netepi Sumpahe”, seperti Empu Sedah dan Empu Pa-
“Kang Gumebyar iku Durung nuluh untuk sebutan pengarang Ki-
Mesthi Emas, dan “Main Kemidhi”. tab Baratyudha, Empu Prapanca se-
bagai pengarang Negarakertagama,
empu Empu Tantular yang mengarang Ar-
junawijaya, Empu Kanwa yang me-
Ada beberapa pengertian untuk nulis Arjunawiwaha.
istilah empu, yaitu (1) guru, pandai
besi, (2) tuan, orang yang terhormat, Seseorang disebut empu dan
atau yang memiliki nilai lebih, pu- atau pujangga harus memenuhi be-
jangga, dan (3) umbi kunyit, kencur berapa persyaratan, antara lain be-
yang besar. Dalam kaitannya dengan rikut ini.
sastra Jawa, arti yang terdekat dari 1) Paramengsastra, ahli dalam ba-
empu ialah “pujangga” atau penga-
rang, yaitu orang yang pandai atau hasa dan sastra;
memiliki nilai lebih dalam karang- 2) Paramengkawi, yaitu ahli dalam
mengarang. Bahkan, seorang yang
bergelar “empu” adalah seseorang penciptaan atau mengarang;
yang telah mampu menciptakan ma- 3) Awicarita, yaitu pandai mendo-
hakarya atau karya agung selama
pengabdiannya di bidang seni yang ngeng atau bercerita yang dapat
ditekuni. Termasuk dalam pengerti- menarik perhatian pendengarnya;
an seni di sini ialah seni sastra, kara- 4) Mardawa lagu, yaitu pandai da-
lam hal gending;
5) Mardawa basa, yaitu ahli dalam
hal mengolah bahasa;
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 163
6) Mandraguna, yaitu ahli dalam Kelurahan Bendogerit, Kecamatan
hal kesenian; Sanawetan, Kabupaten Blitar, te-
lepon (0342) 800232.
7) Nawungkridha, yaitu halus pe-
rasaan sehingga mampu menang- Meskipun tidak begitu produk-
kap kehendak orang lain, dan tif, Endang Sri Sulistyarini yang me-
niti karier kepengarangan secara oto-
8) Sambegana, yaitu berjiwa luhur. didak ini hingga sekarang terus me-
nulis, baik menulis dalam bahasa Ja-
Meskipun pada umumnya sebut- wa maupun bahasa Indonesia. Ia ti-
an atau gelar “empu” hanya diberi- dak tahu persis sudah berapa cerpen
kan kepada ahli sastra, seni, dan ke- dan puisi yang telah ia tulis dan pu-
ris, gelar itu juga diberikan kepada blikasikan. Beberapa cerpen berba-
seorang ahli kebudayaan Jawa, Prof. hasa Jawa yang sempat terdokumen-
Dr. Poerbatjaraka, di masa hidupnya. tasi, antara lain, “Ing Sasela-selaning
Kursi Perpustakaan” (Jaya Baya,
endang sri sulistyarini 1979), “Akasia-Akasia SPG” (Jaya
(1962— ) Baya, 1979), “Sawijining Dina Na-
lika Aku Kepethuk Dheweke” (Jaya
Endang Sri Sulistyarini, yang Baya, 1980), “Paraga kang Murka”
biasa menggunakan nama samaran (Jaya Baya, 1980), “Isih Ana Pa-
E.S. Listiyarini, lahir di Kediri, Jawa dhange Srengenge” (Jaya Baya,
Timur, pada 19 April 1962. Penga- 1981), “NgambahAlam Peteng” (Ja-
rang beragama Islam yang sejak 1982 ya Baya, 1982), “Kembang ing Watu
menjadi guru SD Bendogerit VI Blitar Karang” (Jaya Baya, 1983), “Bu
ini menyelesaikan pendidikan SD ta- Insinyur” (Jaya Baya, 1993), “Sing
hun 1974 di Blitar, SLTP tahun 1977 Kesisih” (Jaya Baya, 1993), “Nalika
di Blitar, SLTA tahun 1981 di Blitar, Udane Terang” (Jaya Baya, 1992),
dan S-1 tahun 1997 di IKIP Malang. “Birune Langit Esuk Iki” (Panjebar
Semangat, 1981), “Garis-Garis Sam-
Sejak SLTA Endang Sri Sulis- burining Mega” (Panjebar Sema-
tyarini telah memiliki hobi membaca ngat, 1982), “Kayu Obong” (Panje-
dan menulis. Karena itu, sejak saat bar Semangat, 1982), “Swara Suling
itu karya-karyanya, baik berupa cer- Pungkasan” (Panjebar Semangat,
pen maupun puisi, mengalir ke ber- 1983), “Nilas Crita Lawas” (Panje-
bagai media massa. Bahkan, penga- bar Semangat, 1984), dan “Putusan
rang wanita yang pernah menjabat Pungkasan” (Panjebar Semangat,
sebagai pengurus pusat (sebagai Se- 1984).
kretaris I) Sanggar Triwida ini per-
nah mendapat penghargaan sebagai Sementara itu, beberapa puisi
juara II dalam Sayembara Penulisan Indonesia yang pernah ia publikasi-
Bacaan Anak yang diselenggarakan kan, antara lain, “Sajak Gunung Ki-
dalam rangka Hari Ulang Tahun dul”, “Di Suatu Senja Bersamamu”,
GUPPI ke-44. Saat ini Endang yang dan “Sketsa yang Terluka” (Suara
suka menulis hanya untuk menyalur-
kan hobi itu bertempat tinggal di Ja-
lan Borobudur 49, RT 02 RW 10,
164 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Karya Minggu, 1983); sedangkan hasa Jawa krama. Melalui bahasa
beberapa cerpen Indonesia yang telah yang khas bersifat kewanitaan, Ibu
ia tulis dan terbitkan di media massa, Pertiwi ingin memberikan wawasan
antara lain, “Si Brandal” (Gadis, baru kepada para wanita Jawa me-
1980), “Kau yang Berlagu Malam ngenai masalah-masalah yang se-
itu” dan “Menanti Hujan Reda” (Ga- dang berkembang. Perkumpulan
dis, 1982), “Buat Kau di Sorga”, “Wanita Sedya Rahayu” berjuang
“Suatu Hari Ketika Kau Sendiri”, untuk memajukan kaum wanita de-
“Sebuah Ilusi”, “perpisahan di Awal ngan cara membuka berbagai kursus
Senja”, “Surat Cinta Pranacitra”, dan sebagai jalan menciptakan keman-
“Doa Tengah Malam” (Suara Karya dirian. Semangat untuk mandiri ini-
Minggu, 1979), “Menyerah” (Suara lah yang nantinya diharapkan dapat
Karya Minggu, 1980), “Dalam Geri- menumbuhkan semangat kebangsa-
mis”, “Hujan Lebat di Padang Ila- an, khususnya para wanita.
lang”, dan “Suatu Hari Ketika Langit
Gelap” (Suara Karya Minggu, entar
1981), dan “Sketsa Musim Kering”
(Suara Karya Minggu, 1982). Kata entar mempunyai dua
makna, yaitu (1) pinjaman, dan (2)
Selain menulis puisi dan cerpen pergi atau berangkat. Kata entar se-
Indonesia dan Jawa, Endang Sri Su- ring diartikan sebagai kata pinjaman.
listyarini juga menulis cerita anak- Artinya, kata tersebut tidak dimak-
anak berbahasa Indonesia, yaitu an- nai sesuai dengan apa adanya, tetapi
tara lain Cerita Hari Esok (1989), mengandung makna tambahan se-
Di Tengah Pekarangan Kakek hingga sering disebut dengan istilah
(1992), dan Menepis Badai (1992). arti kiasan. Contoh, kethul ‘tidak ta-
jam’ itu sering dipergunakan untuk
endang wahjoeningsih menyebut senjata tajam yang tidak
tajam lagi. Jika dipergunakan dalam
Endang Wahjoeningsih hadir ungkapan ati kethul makna yang
bersamaan (sezaman) dengan As- muncul adalah makna kiasan yaitu
mara Asri. Pengarang ini juga tidak pikiran yang tidak tajam menerima
diketahui secara pasti jati dirinya. pengetahuan atau ilmu. Pikirannya
Nama Endang Wahjoeningsih didu- sangat lamban dan tidak mudah me-
ga merupakan nama samaran. Ia me- nerima informasi keilmuan secara
nulis novel berjudul Ibu Pertiwi yang cepat dan tepat. Oleh karena itu, bia-
diterbitkan oleh Purnama, Surakar- sanya seseorang yang mempunyai
ta, tahun 1941. Maka, diduga ia ber- ati kethul akan menjadi bodoh dan
asal dari wilayah Surakarta. ketinggalan dalam menerima penge-
tahuan. Contoh tembung entar:
Novel Ibu Pertiwi berkisah ten-
tang berbagai hal yang berkaitan de- jembar segarane = suka me-
ngan pergerakan keputrian (kaum maafkan
wanita). Novel yang bernuansa Is- dawa tangane = suka mencuri
lam ini menggunakan pengantar ba-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 165
nggedhekake puluk = menguta- lulus tahun 1971. Setamat dari
makan makan dan kurang pri- PGSLTP(1971) ia menjadi guru SMP
hatin Dharma Wanita di Gedangan, Sido-
ora katon dhadhane = tidak be- arjo, hingga tahun 2000. Di tengah-
rani berhadap-hadapan tengah kesibukannya sebagai guru,
ia juga kuliah di Jurusan Adminis-
Kata-kata entar itu sering dipa- trasi Negara UT (Universitas Terbu-
kai dalam suatu tembang untuk me- ka) tetapi tidak tamat (hanya sampai
ngungkapkan makna kiasan, misal- semester 4).
nya seperti terlihat dalam tembang
Sinom berikut ini. Eny Koesdarlijah juga aktif da-
lam kegiatan kepramukaan. Bahkan,
SINOM aktivitasnya di bidang kepramukaan
sangat menonjol. Beberapa jabatan
Bener ingkang ngaranana yang pernah dipegangnya di bidang
Sepi ing yudanagari kepramukaan, antara lain, tiga tahun
Murang tata tanpa krama menjadi Pengurus Pramuka Kwar-
Watak buta buteng wengis cab Sidoarjo, selama dua periode
Tega ninggal mring siwi menjadi Ketua Harian Kwarcab Si-
Megat katresnaning kakung doarjo, sebagai Wakil Daerah Ge-
Adoh laku utama rakan Pramuka Urusan Diklat Pro-
Kadereng nuruti kapti vinsi Jawa Timur, dan sebagai Wakil
Hardaning tyas denuja Ketua Korps Pelatih Pembina Pra-
Saya andadra. muka Kwarcab Sidoarjo.
‘Benar yang mengatakan (bahwa Menurut putra bungsunya, Bek-
wanita) ti, Eny Koesdarlijah hampir tidak
Tidak tahu tata krama pernah mau diam. Selain sibuk me-
Menyimpangi tata krama ngajar dan aktif di bidang kepramu-
Wataknya suka marah kaan, Eny Koesdarlijah juga masih
Tega meninggalkan anak sempat menulis guritan. Bahkan ia
Memutus kasih sayang suami pernah menjadi pengisi tetap rubrik
Tidak melakukan tindakan yang puisi dan cerpen di Harian Bhirawa
terpuji dan Suluh Berita. Guritannya yang
Terdorong oleh keinginan berjudul “Wong Lanang Kancaku”
Kemarahan hati yang dimanja (Panjebar Semangat, 8 Desember
Tentulah makin menjadi-jadi.’ 1990), “Lelagon Mangan Apa” (Pa-
njebar Semangat, 13 Maret 1991),
eny keosdarlijah s. (1951— ) dan “Anakku Ngudarasa Neng Arep
Kaca” (Panjebar Semangat, 26 Ok-
Eny Koesdarlijah lahir di Sidoar- tober 1991) diambil oleh Suharmono
jo, Jawa Timur, pada 31 Januari Kasiyun untuk kepentingan penerbit-
1951. Setamat SD dan SMP di Si- an antologi Kabar Saka Bendulmrisi:
doarjo, Jawa Timur, ia melanjutkan Kumpulan Guritan yang diterbitkan
ke PGSLTP (Pendidikan Guru Se-
kolah Lanjutan Tingkat Pertama),
166 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
oleh Paguyuban Pengarang Sastra hanya dijalaninya sampai dengan ta-
Jawa Surabaya (PPSJS) tahun 2001. hun 2000 karena ia lebih tertarik pa-
da bidang jurnalistik. Akhirnya ia
Eny Koesdarlijah kini bertempat menjadi wartawan tabloid Posmo
tinggal bersama putra pertamanya di sampai sekarang.
Jati Asih RT 03 RW 10 Kompleks
Kebantenan, Jati Asih, Pondok Ge- Es Danar pangeran adalah anak
de, Bekasi. Semula ia tinggal di RT ketiga dari empat bersaudara, dan ia
02 RW 01, Desa Sidokerto, Budur- merupakan satu-satunya lelaki pada
an, Sidoarjo, Jawa Timur. Meskipun keluarganya (saudara perempuan-
sudah berada di Bekasi, ibu berputra nya bernama Purwanti, Supartining-
dua orang ini di samping tetap me- sih, dan Anahningsih). Kariernya di
nulis juga masih aktif di bidang ke- bidang tulis-menulis tumbuh sekitar
pramukaan di Jakarta. tahun 1985. Media yang pertama ka-
li memuat karyanya adalah Sahabat
es danar pangeran (1968— ) Pena. Karangan-karangannya beru-
pa puisi, cerpen, dan esai sastra. Ia
Nama asli pengarang ini adalah pernah mendapat penghargaan atas
Suwito Hadi. Akan tetapi, dalam karya guritan-nya dari Forum Dina-
kancah kesusastraan Jawa modern, mika Tokoh di Wonogiri dan peng-
pria kelahiran Lamongan, Jawa Ti- hargaan menulis puisi dari HP3N
mur, 14 Februari 1968 ini lebih dike- Batu, Malang. Pada awal proses
nal dengan nama samaran Es Danar kreatifnya Es Danar Pangeran me-
Pangeran. Ayahnya bernama N. ngaku memperoleh bantuan dari
Asyim dan ibunya bernama Sunarsih. orang tua, PANJEBAR SEMA-
Pendidikan dasar dan menengahnya NGATJS, Suripan Sadi Hutomo,
diselesaikan di daerah kelahirannya: dan Setya Yuwana Sudikan.
SD Plosolebak (tamat 1981), SMP
1 Lamongan (tamat 1983), dan SMA Beberapa karya guritan yang te-
1 Lamongan (tamat 1985). Setelah lah ia tulis dan publikasikan, antara
itu, ia melanjutkan studi ke IKIP Su- lain, “Elegi Panijah” (Panjebar Se-
rabaya, jurusan Bahasa dan Sastra mangat, 1986), “Gethek Siti Jenar”
Indonesia (tamat 1993). (Surabaya Post, 1994), “Lampu
Oblik” (Jaya Baya, 1995), “Aku Da-
Selama kuliah di IKIP Surabaya, di Dasamuka” (Jaya Baya, 1996),
ia juga bekerja sebagai guru SMP 2 “Samirah (Panjebar Semangat,
Surabaya (1986—1990) dan Guru 1992), “Pajine Man” (Panjebar Se-
SMP Pancasila (1990—1993). Seta- mangat, 1990), “Kinange Buyut So-
mat dari IKIP Surabaya, pengarang rah” (Surabaya Post, 1995), “Lamar-
yang pada 1993 menikah dengan an” (Karya Darma, 1992), “Balada
Hernik dan dikaruniai dua putra Sawunggaling” (Panjebar Semangat,
(Swastika S. Hayuning P. dan Tasya 1998), “Pitenah Kembang Mlathi”
Pratnya Nabilah) ini menjadi guru (Jaya Baya, 1998), “Stambul Wo-
di SMP Muhammadiyah 5 Suraba- nokromo” (Jaya Baya, 1996), “Sim-
ya. Namun, profesinya sebagai guru
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 167
bok, Udane Wis Teka” (Jaya Baya, hun Triwida. Beberapa guritan lain-
1998), “Dadi Lakon” (Panjebar Se- nya juga masuk dalam antologi
mangat, 1996), “Semut Ireng” (Pa- Kembang Saka Ketintang (IKIP
njebar Semangat, 1994), “Sepatu Surabaya,1986).
Tuwa” (Panjebar Semangat, 1994).
Sementara itu, karya cerpennya ber- esmiet (1938—2003)
bahasa Indonesia, antara lain, “Mata
Pisau” (Surya, 1990) dan “Mama Sastrawan dari tlatah Blam-
Dolly” (Surya, 1992), sedangkan bangan (Banyuwangi) ini memiliki
puisi berjudul “Hujan Jum’at Legi” nama asli Sasmito. Tetapi, dalam
dimuat Kalimas, 1998). khazanah sastra (Jawa), nama Sas-
mito tidak dikenal, yang dikenal ada-
Beberapa karyanya yang diser- lah Esmiet (eseme sak-imit, kata Do-
takan dalam berbagai buku antologi, josantoso). Esmiet lahir tanggal 20
antara lain, sebagai berikut. Guritan Mei 1938 di Kasihan, Dlanggu, Mo-
“Gethek Syeh Siti Jenar”, “Gurit Ja- jokerto, Jawa Timur, dari pasangan
go Kate”, “Duk Pager Nganggo Gen- H. Achmad Badjuri Nitihardjo de-
dera Putih”, “Semut Ireng”, “Lampus ngan Raden Nganten Sringatun. Me-
Esem”, dan “Secangkir Kopi Pait” nurut Esmiet, bapaknya yang lahir di
masuk dalam buku Ayang-Ayang Gading, Mojokerto, itu hanyalah se-
Wewayangan (Panjebar Semangat, orang petani, tetapi lulusan Kweek-
1992). Guritan berjudul “Langgea school (Sekolah Guru). Adapun ibu-
Sandhuwure Angin”, “Palagan Lan nya yang lahir di Klaten, Jawa Te-
Sesanggeman”, “Kelangan Omah La- ngah, itu juga terpelajar meski hanya
was”, “Kinangana Buyut Sorah”, dan menjadi ibu rumah tangga.
“Gojeg Pasar Pon” masuk dalam an-
tologi Pisungsung: Antologi Guritan Masa kecil Esmiet dilalui de-
6 Penyair Jawa Timur. Guritan ber- ngan keprihatinan mengingat pada
judul “Nyencang Tali Karahayon” masa itu merupakan awal Perang
(Juni 1994) masuk dalam buku Dro- Dunia II. Itu sebabnya ia baru bisa
na Gugat (Juni 1995). Sedangkan gu- masuk SR (1947) di Mojokerto da-
ritan “Lumawat ing Repat Kepanas- lam usia 9 tahun dan lulus tahun
an”, “Pitenah Saka Kembang Mela- 1952. Selepas SR Esmiet melanjut-
thi”, dan “Guritan Sambang Dalan” kan pendidikan ke SGB di Surabaya
masuk dalam antologi Kabar Saka (lulus 1957). Lulus dari SGB Esmiet
Bendulmrisi: Kumpulan Guritan mulai menapaki pekerjaan sebagai
(PPSJS, 2001). Guritan “Pakem seorang guru SR (sekarang SD) di
Pakeliran”, “Kinangane Buyut So- kota kelahirannya, Mojokerto. Na-
rah”, dan “The Diponegoro Street du- mun, beberapa saat kemudian, Es-
du Wot Sirotol Mustaqiem” masuk miet pindah ke Banyuwangi sebagai
dalam antologi Festival Penyair Sas- guru di SD Sempu, Genteng, Kali-
tra Jawa Modern (September 1995) setail, Banyuwangi. Sejak saat itu
yang diterbitkan dalam rangka 15 Ta- Esmiet menjadi warga Banyuwangi
dengan menempati sebuah rumah di
168 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Jalan Merapi 74, Genteng, Banyu- Jati Diri Sastra Daerah (Bojonegoro,
wangi, Jawa Timur. 1984), Kongres Bahasa Jawa (1991,
1996, 2001), Seminar tentang Ra-
Seiring dengan kesuksesannya, mayana di IKIP Yogyakarta (1988),
pada 20 November 1957 Esmiet me- Temu Budaya Jawa Timur dan Bali
nyunting Sulistiyana atau Sio Li Nio, (Jember, 1988), Kongres Kebudaya-
seorang gadis keturunan Tionghoa an (1991), Sarasehan Bahasa dan
beragama Islam. Sayangnya usia per- Sastra Jawa (Yogyakarta, 1994), dan
kawinan ini tidak lama. Tidak betah Seminar Kritik Sastra dan Temu
menduda, pada 21 April 1960 Es- Pengarang Sastra Jawa (1998). Se-
miet menikahi Hariwati. Dalam usia lain itu, Esmiet pun telah beberapa
perkawinan lebih dari 40 tahun, Es- kali memberikan ceramah tentang
miet dikaruniai 9 putra. Salah se- sastra Jawa di perguruan tinggi luar
orang di antaranya ada yang mewa- negeri, misalnya di Leiden (bersama
risi bakat Esmiet sebagai pengarang Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo) dan
(wartawan) sekaligus guru, yaitu di ANU, Canberra, Australia.
Suyanto (kini sekretaris Sanggar
Sastra Parikuning yang diketuai Karier Esmiet terus menanjak.
Esmiet). Ia tidak hanya menjadi guru, tetapi
juga Kepala SD Sempu I, Genteng,
Sebagai guru Esmiet memiliki Banyuwangi. Pada 1978 diangkat
keterampilan khusus dalam menyu- sebagai Penilik Kebudayaan. Pada
sun kembali gagasannya melalui ba- 1981 diangkat menjadi Penilik TK
hasa tulis. Karena itu, tidak menghe- dan SD. Selain itu juga mengajar ke-
rankan jika karya-karyanya (cerkak, senian di SMA Negeri 1 Genteng,
cerbung, artikel) sering dimuat dalam Banyuwangi. Esmiet pensiun pada
majalah berbahasa Jawa (Panjebar 1992 setelah mengabdi selama ku-
Semangat, Jaya Baya, Mekar Sari, rang lebih 35 tahun. Di samping se-
Gotong Rojong, Kekasihku, Tjan- bagai pendidik, Esmiet pernah men-
drakirana, Kumandhang, Djaka Lo- jadi redakstur Jaya Baya (1964). Se-
dang) sejak tahun 1960-an hingga se- lama menjadi redaktur, Esmiet ba-
karang. Demikian pula novel-novel- nyak membina pengarang muda dan
nya pun sudah banyak yang diterbit- memberi arah pada perkembangan
kan (dalam bentuk buku). sastra Jawa modern.
Meski telah berkeluarga, Esmiet Esmiet juga memiliki bakat di bi-
melanjutkan ke SPG di Banyuwangi dang karawitan, tari, dan dagang.
dan lulus 1971. Tidak puas dengan Bakat dagangnya dipicu oleh ke-
itu, pada 1982 Esmiet mencoba ku- inginannya memajukan sastra Jawa:
liah di IKIP Banyuwangi, meskipun mustahil sastra Jawa maju tanpa bia-
akhirnya gagal. Meski gagal, kemam- ya (jer basuki mawa bea). Karena
puan dan pengetahuannya setaraf de- itu, ia rela berdagang demi mewu-
ngan sarjana. Terbukti, ia sering di- judkan obsesi memajukan sastra. Di
minta berbicara di berbagai pertemu- samping itu, ia terlibat pula di bidang
an ilmiah. Misalnya, pada Sarasehan
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 169
politik. Pada awal 1960-an ia masuk manding” dimuat Tjrita Tjekak, No.
anggota PNI. Tahun 1962 menjadi 11. Sejak itu Esmiet yang dalam kar-
Ketua PNI Ranting Jambewangi, ya pertamanya itu menggunakan na-
Genteng, Banyuwangi. Tahun 1964 ma Esmiet Dany As Nawangkrida
menjadi Ketua Anak Cabang Genteng bagaikan ketagihan untuk terus me-
Utara. Setahun kemudian (1965) di- nulis sastra Jawa. Setelah bergelut
percaya menjadi Ketua Lembaga Ke- selama kurang lebih 45 tahun, Es-
budayaan Nasional (LKN) cabang miet mengaku telah mengetahui ken-
Genteng, Banyuwangi. Bahkan, pada thang kimpule bahasa dan sastra Ja-
1966 Esmiet diangkat menjadi ang- wa.
gota DPRD Banyuwangi. Dan karier
ini yang agaknya berpengaruh pada Esmiet merupakan pengarang
beberapa karyanya, misalnya “Wong yang inspirasinya tak pernah berhen-
Jompo iku Mati Ping Telu”, “Geter ti. Ia juga senang berkelana untuk
Desember”, dan “Sawutuhe ing Bi- menghayati cerita yang akan ditulis-
rune Langit” (ketiga novel ini belum nya. Ketika menulis Tunggak-Tung-
sempat diterbitkan), bahkan juga gak Jati, Esmiet rela berhari-hari ber-
Tunggak-Tunggak Jati (1977). ada di hutan jati di Banyuwangi dan
menggerakkan puluhan warga di se-
Selepasnya dari organisasi poli- kitarnya untuk berlatih “demonstra-
tik, Esmiet yang walaupun pasif me- si”. Bahkan, untuk menulis cerita
nguasai bahasa Inggris danArab itu, “Lintang Wengi Dadi Ati” (dimuat
mengkonsentrasikan diri pada bi- Panjebar Semangat) Esmiet rela
dang kebudayaan. Maka, terjunlah mengeluarkan uang pribadi sebesar
ia ke Organisasi Pengarang Sastra Rp5.000.000,00 guna pergi ke Suri-
Jawa (OPSJ). Esmiet dipercaya men- name. Padahal, honor yang ia terima
jadi ketua OPSJ Komda Jatim. Hanya “hanya” Rp400.000,00. Esmiet mem-
sayang, OPSJ yang diketuainya, juga punyai prinsip lebih baik “rugi” uang
OPSJ lainnya, mandul. Lalu pada 20 tetapi karya sastra yang dihasilkan
Mei 1974 Esmiet mendirikan Sang- benar-benar bermutu.
gar Parikuning bertepatan dengan ul-
tahnya ke-36. Anggotanya hanya 10 Bukti bahwa karya Esmiet rata-
orang dan kegiatannya hanya konsul- rata bermutu tampak dari seringnya
tasi penciptaan. Selain itu, dalam ia mendapat penghargaan dalam ber-
reorganisasi kepengurusan OPSJ, bagai sayembara. Beberapa karya-
Esmiet menjadi Ketua II OPSJ Pusat nya yang mendapat hadiah dalam sa-
(di Yogyakarta) dan Ketua OPSJ yembara, antara lain, cerkak “Satus
Komda Jatim diserahterimakan Pitung Puluh Lima” (juara I, 1971)
kepada Tamsir A.S. dari majalah Jaya Baya bekerja sa-
ma dengan Dewan Kesenian Sura-
Kisah perjalanan Esmiet dalam baya. Dari majalah yang sama, cer-
sastra Jawa bermula pada tahun kak Esmiet yang lain, yakni “Ka-
1956 saat masih duduk di SGB. Pa- mar” (1978), mendapat pengharga-
da saat itu (1957) cerkak-nya “Se- an serupa (juara I). Dari PKJT di
170 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
Surakarta, dua buah cerkak Esmiet pu Abang (PT Lawu, Sala, 1981),
berhasil mendapatkan penghargaan dan Jaring Kuning (PT Lawu, Sala,
(sebagai juara I), yakni “Diseblak- 1982). Adapun novel untuk orang
ake Ping Pitu” (1976) dan “Angin dewasa, antara lain Tunggak-Tung-
Puputan Kedhung Srengenge” gak Jati (Pustaka Jaya, 1977), Oyot
(1978). Di samping itu, novelnya Mimang (Malang, 1978), Gapura
“Nalika Langite Obah” (Surabaya, Putih (Cakrawala, Surabaya, 1979),
1997) mendapat Hadiah Sastra Ran- Jaring Kuning (Cakrawala, 1979),
cage pada 1998. Pada 2001 Esmiet dan Nalika Langite Obah (Jaya Ba-
kembali mendapat penghargaan be- ya, 1997). Ketika terjadi booming
rupa piagam dan uang 5 juta rupiah roman berjenis panglipur wuyung
dari yayasan itu atas jasa-jasanya pada tahun 1960-an, Esmiet pun ter-
mengembangkan bahasa dan sastra bawa arus Any Asmara. Beberapa
Jawa. novel panglipur wuyung-nya antara
lain Randha Teles, Gedhang Kepok
Meskipun lebih dikenal sebagai Gedhang Ijo, Pistule Prawan Manis
sastrawan Jawa, Esmiet juga menu- (1965), Lampu Abang (1966), dan
lis sastra bahasa Indonesia. Bebera- Notes Kuning (1966). Seiring dengan
pa cerpen dan cerbungnya dimuat di menurunnya popularitas panglipur
majalah Stop, Senang, Liberty, POP, wuyung, yang antara lain dipicu oleh
dan Detektif & Romantika. Alasan pembreidelan sejumlah roman picis-
mengapa ia menulis sastra bahasa In- an oleh Komres 951 Sala dalam
donesia adalah agar luas daerah per- Operasi Tertib Remaja II pada tahun
sebarannya. Alasan lain adalah me- 1966, para pengarang Jawa (terma-
nulis dalam bahasa Indonesia men- suk Esmiet) menurunkan minatnya
dapat honor lebih tinggi. Namun, terhadap penulisan karya picisan.
alasan terakhir ini bukan utama, se-
bab baginya menulis dalam bahasa
Indonesia hanyalah sebagai selingan.
Konon sampai tahun 1991 Esmiet te-
lah menulis 2.056 cerpen, 138 cer-
bung, dan 12 novel. Direncanakan,
hingga tahun 2001, akan tambah seki-
tar 32 novel/cerbung lagi.
Karya-karya Esmiet beragam,
baik untuk bacaan anak, remaja,
maupun dewasa. Novelnya untuk ba-
caan anak antara lain Sambung Tu-
wuh (1979). Sementara itu, beberapa
novel untuk remaja, misalnya Nra-
jang Selane Ampak-Ampak (Muria,
Jogjakarta, 1967), Pistule Prawan
Manis (PT Lawu, Sala, 1981), Lam-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 171
g
gagrag anyar ma-sama bernuansa sejarah, tetapi
novel yang pertama jauh konkret di-
Gagrag anyar adalah model sas- bandingkan dengan yang kedua da-
tra Jawa yang ditulis dalam konvensi lam menyodorkan fakta cerita. Da-
yang berbeda dengan sastra Jawa lam khazanah perpuisian, sastra Ja-
tradisional (lama). Sastra Jawa ga- wa gagrag anyar sangat menonjol
grag anyar juga disebut sebagai sas- perkembangannya jika dibandingkan
tra Jawa modern. Sastra Jawa ga- dengan jenis prosa. Kebebasan ber-
grag anyar muncul dalam dua jenis, ekspresi dan pengungkapkan benar-
yaitu prosa (gancaran) dan puisi benar menunjukkan pengaruh Barat
(geguritan). Karya sastra Jawa di- atau sastra Indonesia (lihat gegu-
ungkapkan dalam dua model atau ritan).
gagrag, yaitu model lama dan model
baru sehingga muncullah istilah sas- gagrag lawas
tra Jawa gagrag lawas ‘lama’ dan
sastra Jawa gagrag anyar ‘baru, Karya sastra Jawa diungkapkan
modern’. Sastra gagrag anyar me- dalam dua model atau gagrag, yaitu
rupakan kelanjutan dari sastra Jawa model lama dan model baru sehingga
gagrak lawas. Munculnya sastra Ja- muncullah istilah sastra Jawa ga-
wa gagrag anyar di dalam khazanah grag lawas ‘lama’ dan sastra Jawa
sastra Jawa karena pengaruh dari gagrag anyar ‘baru’. Gagrag atau
sastra Barat di penghujung abad ke- model sastra Jawa itu dapat me-
19 Masehi. Dari segi teknis penulis- nyangkut permasalahan yang diung-
an, sastra Jawa gagrag anyar sangat kapkan, teknik pengungkapan, dan
berbeda dengan sastra Jawa gagrag bahasa yang dipergunakan.
lawas. Perbedaan antara keduanya
terletak pada cara pengungkapan dan Cerita babad (genre prosa) dan
persoalan yang digarap. Cara pe- kidung (genre puisi) dimasukkan se-
ngungkapkapan gagrag anyar lebih bagai sastra Jawa gagrag lawas
bebas dibandingkan dengan sastra Ja- ‘model lama’, karena keterikatan
wa gagrag lawas. Oleh karena itu, pada permasalahan, teknik pengung-
cara pengungkapan yang cenderung kapan, dan bahasa yang diperguna-
bebas itu mendorong persoalan yang kannya. Genre cerkak ‘cerpen’, ceri-
digarap di dalam sastra Jawa gagrag ta bersambung, dan novel merupa-
anyar lebih realistis dibandingkan kan karya sastra gagrag anyar (tidak
dengan sastra Jawa gagrag lawas. terikat pada bentuk, bahasa, dan per-
Misalnya, novel Timbreng karya Sa- masalahan). Jenis tembang ada yang
tim Kadaryono jauh berbeda dengan termasuk gagrag lawas (terikat pada
Babad Tanah Jawi. Keduanya sa- masalah dan bahasa) dan ada pula
172 ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA
yang termasuk gagrag anyar (kebe- Jala tak uncalke kanthi pa-
basan pada masalah dan bahasa). ngangkah
Bisa nyekel ombak urip sing tan-
Jenis puisi bebas yaitu geguritan saya angel
juga dikelompokkan dalam gagrag Bareng laku kudu kaya meng-
lawas dan gagrag anyar. Geguritan kono, turutane Gusti
gagrag lawas selalu diawali dengan Ana ngelmu sejati
kata Sun gegurit ‘saya menulis ge-
guritan’. Pada geguritan gagrag anyar OMBAK
tidak lagi ditemukan keterikatan
dengan pemakaian kata sun gegurit. Jala telah kupasang dengan baik
Contoh geguritan gagrag lawas: Untuk mengejar hidup yang tak
dapat ditanyai lagi
JAMAN Meskipun banyak hasil yang di-
peroleh
Sun gegurit Tetapi tetap tidak kena jalaku:
Lumaksitane jaman hidup dengan angin
Kraton gung ing tanah Jawa
Majapait kang kawentar Kutebar jala dengan harapan
Gajah Mada pepatihe Dapat menangkap ombak kehi-
Wus nyawijekke tlatah Nusan- dupan yang semakin sulit
tara Ketika aku harus demikian
Geleng gilig nyawiji Ajaran Tuhan dalam ilmu sejati.
Gemah ripah gesanging pra
kawula.
Saya menggurit gambuh
Perjalanan zaman
Kerajaan besar di tanah Jawa Di dalam sastra Jawa, khusus-
Majapahit yang terkenal nya tembang Jawa, terdapat istilah
Gajah Mada sebagai patihnya gambuh. Tembang gambuh tergo-
Sudah menyatukan Nusantara long dalam tembang macapat. Akan
Sepakat bersatu tetapi, ada sebagian pendapat yang
Rakyat hidup dalam kemakmur- menggolongkan gambuh sebagai
an Tembang Tengahan seperti halnya
tembang balabak, megatruh, jurude-
Contoh geguritan gagrag anyar mung, dan wirangrong. Meskipun
OMBAK demikian, tembang gambuh tetap
Jala dak pasang kanthi setiti bermetrum macapat. Dari segi mak-
Kanggo ngoyak urip sing ora na, kata gambuh berarti ‘ronggeng,
bisa dilakoni maneh tahu, terbiasa, nama tumbuh-tum-
Sanajan akeh perangan etungan buhan’. Berkenaan dengan hal itu,
kasil dijupuk tembang gambuh biasa digunakan
Nanging meksa ora kena jalaku: dalam suasana tanpa ragu-ragu atau
urip urip karo angin pasti, wajar, dan jelas. Tembang
gambuh berfungsi untuk mengung-
ENSIKLOPEDI SASTRA JAWA 173
kapkan hal-hal yang bersifat keke- wahanane yen kalabendu nekani
luargaan, nasihat, dan menggambar- (12-I),
kan kesungguhan hati. Biasanya, tingale janma sawegung (8-u),
tembang gambuh diberi sasmita de- tan lyan arta kang katonton (8-
ngan gambuh yang berarti ‘paham’ o).
atau tandak’, sun gambuh yang ber-
arti ‘ku paham’, dan wimbuh yang Gambuh
berarti ‘tambah’.
‘Jaka Lodang menggelantung
Adapun metrum tembang gam- sampai di cabang duduk sambil
buh adalah sebagai berikut. Tem- berkata keras
bang gambuh terdiri atas lima baris artinya jika kalabendu ‘saat
atau gatra. Baris pertama 7-u, baris hukuman datang’ datang
kedua 10-u, baris ketiga 12-i, baris kelihatannya semua orang
keempat 8-u, dan baris kelima 8-o. hanya uang yang diperhatikan.’
Adapun contoh tembang gambuh
seperti berikut. Di samping bermetrum seperti di
atas, tembang gambuh memiliki me-
GAMBUH trum yang bervariasi. Setidaknya ter-
Jaka lodhang gumandhul (7-u) dapat tujuh macam metrum tembang
praptaning pang ngethengkreng gambuh seperti tabel berikut ini.
sru muwus (10- u)
No Jenis Metrum Aturan
1 2 3 4 5 67
1. Sekar gambuh 8/I 8/o 7/a 10/a 10/a 8/a
(angka) 1 8/u 8/u 12/a 8/1 8/o
8/I 12/I 6/a 7/a 7/a 8/u 8/o
2. Sekar gambuh 7/u 10/u 12/I 8/u 8/o
(angka) 2 12/u 6/a 8/I 8/u 8/I
8/u 8/a 9/I 8/u 12/e
3. Sekar gambuh 8/u 8/u 12/i 8/u 8/u
(angka) 3
4. Sekar gambuh
(angka) 4
5. Sekar gambuh
(angka) 5
6. Sekar gambuh
(angka) 6
7. Sekar gambuh
(angka) 7