Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Tak keberatan kalau kubawa jaksa ke situ?”
“Tidak, asal kauingat janji kita Ebook by : Hendri Kho by
Dewi KZ http://kangzusi.com/.”
“Tentu. Sampai besok.”
Nick Pappas beserta tim ahli tiba keesokan paginya.
Letnan Ingram menemani mereka ke dermaga keluarga
Blackwell, tempat Corsair bersandar. Dua jam kemudian,
tim ahli dari kejaksaan mengatakan, “Nampaknya kita bakal
berhasil, Nick. Ada bekas darah di bagian bawah terali
pagar dek ini.”
Siang harinya, laboratorium kepolisian memastikan,
bahwa bercak darah itu sama dengan golongan darah
George Mellis.
Kantor polisi seksi daerah mewah Manhattan sedang
sibuk luar biasa. Pengguna obat terlarang narkotika yang
semalam tertangkap mengisi penjara melebihi kapasitas.
Sementara sel tahanan dipenuhi oleh pelacur, pemabuk,
dan pemerkosa. Keributan dan bau busuk berlomba
mendapatkan perhatian Peter Templeton sementara lelaki
itu lewat menuju ruang kantor Letnan Detektif Nick Pappas.
“He, Peter. Kok tumben mampir?”
Beberapa saat sebelumnya Pappas berkata lewat
telepon, “Ada yang kaurahasiakan terhadapku, Sobat.
Datanglah ke kantorku sebelum jam enam. Kalau tidak,
terpaksa kukirim pasukan buat memaksamu kemari.”
Ketika mereka sudah berdua saja di ruang kerja Nick,
Peter bertanya, “Ada apa sih, Nick?”
“Baiklah. Sekarang hendak kuceritakan yang bikin aku
pusing. Ada orang yang cerdik. Kau sudah dengar hasil
penemuan barusan? Mayat lelaki yang dinyatakan hilang
dari pulau yang tidak dikunjunginya.”
“Itu tak masuk akal.'
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Maka itu. Petugas feri dan lapangan terbang merasa
pasti tidak melihat George Mellis petang itu—sebelum dia
dinyatakan hilang. jadi, satu‐satunya kemungkinan dia ke
Dark Harbor naik perahu motor. Kami sudah periksa semua
operator perahu motor di sekitar situ. Nihil.”
“Mungkin saja dia memang tidak berada di Dark Harbor
malam itu,”
“Kesimpulan yang diambil laboratorium kejaksaan
menunjukkan hal yang berbeda. Mereka mendapatkan
bukti bahwa Mellis singgah ke rumah dan mengganti
pakaian resmi yang dia kenakan dengan pakaian santai
yang membalut tubuhnya pada saat mayatnya ditemukan.”
“Jadi, dia dibunuh di rumah?”
“Di kapal pesiar keluarga Blackwell. Tubuhnya
digulingkan dari dek ke air. Pelaku pembunuhan itu
mengira mayat Mellis bakal terbawa arus menyeberang ke
Cina.”
“Bagaimana‐?”
Nick Pappas memberi isyarat agar dia tak disela. “Biar
kuselesaikan dulu. Mellis pasienmu. Dia pasti pernah
menceritakan tentang istrinya.”
“Apa hubungannya dengan ini semua?”
“Banyak. Buatku, dia kemungkinan pertama, kedua, dan
ketiga.”
“Gila kau.”
“He. Kukira orang seperti kau tak suka mengucapkan
kata gila.”
“Nick, apa sebabnya kau menduga Alexandra Mellis
membunuh suaminya?”
“Dia ada di sana, dan dia punya motif. Dia tiba di pulau
sudah larut malam dengan alasan yang sukar dimengerti—
menunggu kakaknya di lapangan terbang yang salah.”
“Apa kata kakaknya?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Jangan persulit aku. Apa yang kauharapkan dikatakan
kakaknya? Mereka kembar. Kita tahu George Mellis berada
di rumah malam itu. Tapi, istrinya bersikeras tidak melihat
suaminya di sana. Rumah itu memang besar, Peter, tapi toh
tidak sebegitu besarnya. Lalu, Nyonya Mellis menyuruh
pelayan mereka pergi berakhir pekan. Ketika kutanya
mengapa, dia berkata, itu gagasan George. Tapi,
kebenarannya tentu saja tak bisa dibuktikan, karena mulut
George sudah terkunci.”
Peter duduk termangu. “Katamu tadi dia punya motif.
Apa motifnya?”
“Ternyata kau berpikiran sempit. Kau sendiri yang
melibatkan aku dalam urusan mereka. Perempuan itu
bersuamikan lelaki yang punya kelainan kejiwaan—suka
menyiksa siapa saja agar mendapatkan kepuasan seks.
Siapa tahu istrinya sering disiksa. Misalkan saja si istri
sudah memutuskan tak mau diperlakukan begitu lagi. Dia
minta cerai. Suaminya tak mau. Dan itu bisa dimengerti.
Mellis sudah berhasil mendapatkan masa depan cerah
dengan kawin dengan istrinya itu. Si istri tak berani
membawa urusan mereka ke pengadilan, karena cuma akan
bikin kisah skandal. Dia tak punya pilihan. Membunuh
suaminya merupakan cara, satu‐satunya yang bisa membe‐
baskan dia dari penderitaan itu.” Nick Pappas bersandar di
kursinya.
“Apa yang kauperlukan dariku?” Peter bertanya.
“Informasi. Kau makan siang bersama istri George Mellis
kira‐kira, sepuluh hari yang lalu. Bagaimana tingkah laku
Alexandra, Mellis? Tegang? Kagok? Marah? Histeris?”
“Nick, terus terang, aku belum pernah melihat seorang
istri yang begitu santai dan tampak bahagia dalam
perkawinannya.”
Nick Pappas mendelik dan mematikan mesin
perekamnya. “Jangan membohongiku, Kawan. Aku bertemu
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dengan Dr. John Harley pagi tadi. Dia mengatakan,
Alexandra Mellis diberinya obat penenang agar keinginan
bunuh diri yang selama beberapa waktu belakangan ini dia
rasakan bisa hilang.”
Dr. John Harley sangat dibuat pusing oleh pertemuannya
dengan Letnan Pappas. Detektif itu langsung menuju
sasaran tanpa berbasa‐basi. “Apakah baru‐baru ini Nyonya
Mellis berkonsultasi dengan Anda?”
“Maaf,” sahut Dr. Harley. “Aku tidak berhak
membicarakan pasienku. Kurasa, aku tak bisa membantu,
Letnan.”
“Baiklah, Dok. Aku mengerti. Kau sahabat baik mereka.
Dan kau ingin agar segala sesuatu yang berhubungan
dengan mereka tersimpan kerahasiaannya, Aku tak punya
masalah dengan itu.” Detektif itu berdiri dari kursinya. “Ini
kasus pembunuhan. Sejam lagi aku akan kembali meme‐
riksa buku tamu Anda. Kalau sampai kutemukan yang ingin
kuketahui, beritanya pasti kusampaikan pada wartawan.”
Dr. Harley mengamati detektif di depannya.
“Kita bisa pilih. Aku melakukan itu atau kauberi tahu aku
sekarang juga tentang hal‐hal yang perlu kuketahui. Aku
akan berusaha, menyimpan kerahasiaannya. Bagaimana?”
“Duduklah,” Dokter Harley akhirnya berkata.
Nick Pappas duduk lagi. “Alexandra punya masalah
emosional akhir‐akhir ini.”
“Masalah emosional. bagaimana?”
“Dia mengalami depresi berat. Selalu berkecenderungan
melakukan bunuh diri.”
“Apakah dia menyebutkan bunuh diri dengan pisau
sebagai alat?”
“Tidak. Dia sering bermimpi mengerikan—tenggelam di
laut. Dia kuberi resep Wellbutrin. Dia darang kembali dan
mengatakan obatnya tidak menolong. Lalu kuberi dia
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nomifensine. Aku belum tahu apakah obat yang belakangan
itu menolong atau tidak.”
Nick Pappas duduk diam. Pikirannya sibuk
menghubung‐hubungkan fakta yang didengarnya. Dia
kemudian memandang dokter di depannya. “Ada lagi yang
lain?”
“Cuma itu, Letnan. Tak ada lagi lainnya.”
Ada yang lain, sebenarnya. Dokter John Harley merasa
tak enak. Dia sengaja tidak menyebut‐nyebut tentang kasus
penganiayaan Eve Blackwell oleh George Mellis. Salah satu
sebabnya, karena seharusnya dia melapor pada polisi
begitu hal itu terjadi. Tapi, yang terutama, karena John
Harley ingin melindungi keluarga Blackwell. Dia tak tahu
apakah kasus penganiayaan Eve ada hubungannya dengan
kematian George Mellis. Tapi, firasatnya mengatakan, lebih
baik tak menyebut‐nyebut tentang kejadian itu. Dia
bermaksud melakukan apa saja buat melindungi Kate
Blackwell.
Seperempat jam kemudian, perawatnya mengatakan,
“Dr. Keith Webster ingin bicara dengan Anda, Dokter. Di
saluran dua.”
Sepertinya rasa bersalah dalam hatinya menjadi semakin
dalam.
Keith Webster berkata, “John, aku ingin mampir ke
tempatmu sore nanti. Ada waktu?”
“Diusahakan ada, dong. Jam berapa?”
“Jam lima, bagaimana?”
“Baik, Keith. Sampai nanti.”
Jadi, masalahnya ternyata tak bisa dibuat diam dengan
gampang.
Jam lima sore, Dr. Harley mempersilakan Keith Webster
masuk ke ruang kerjanya. “Mau minum apa?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Tak usah. Terima kasih, John. Aku tak biasa minum.
Maafkan aku mengganggumu begini.”
John Harley merasa Keith Webster selalu minta maaf
kapan saja bertemu dengannya. Lelaki itu memang lembut,
tak suka menyakiti hati orang dan sebaliknya, selalu
berusaha menyenangkan orang lain. Seperti anjing mungil
yang menanti ditepuk‐tepuk kepalanya oleh majikannya.
Melihat penampilannya, sulit orang percaya bahwa Keith
Webster seorang ahli bedah terkemuka.
“Ada apa, Keith?”
Keith Webster menghela napas. “Anu—kasus
penganiayaan Eve Blackwell oleh George Mellis.”
“Ya. Mengapa?”
“Kau masih ingat, kan, Eve hampir kehilangan nyawa.”
'Ya.”
“Kasus itu belum pernah dilaporkan kepada polisi. Kalau
melihat yang terjadi sekarang ini—pembunuhan atas diri
Mellis dan lain‐lain—apakah tidak sebaiknya memberi tahu
mereka?”
Itu lagi. Rasanya tak ada jalan keluar dari kemelut ini.
“Kita mesti melakukan yang menurut kita paling baik,
Keith.”
Dengan muram Keith Webster berkata, “Aku tahu. Cuma
saja, aku tak mau Eve Blackwell jadi korban lagi. Dia orang
yang istimewa.”
Dr. Harley mengamati rekannya. “Ya. Eve memang
istimewa.”
Keith Webster mengeluh. “Ada satu yang mesti diingat,
John. Kalau aku diam‐diam saja sekarang, dan kelak polisi
tahu, akibatnya bisa buruk buatku.”
Buat kita berdua, pikir John Harley. Terlintas dalam
benaknya suatu kemungkinan. Dengan nada wajar, katanya,
“Kurasa polisi takkan tahu. Eve tentu takkan pernah
menyinggung‐nyinggung kejadian itu. Kau telah begiru
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
hebat mengembalikan keelokan parasnya. Kalau tak ada
goresan merah tipis di keningnya itu, orang takkan
menduga dia pernah luka parah.”
Keith Webster berkedip. “Goresan merah apa
maksudmu?”
“Itu Iho... bekas operasi di keningnya. Dia bilang kau
akan menghilangkan goresan itu dalam tempo satu‐dua
bulan.”
Mata Dokter Webster berkedip‐kedip lebih cepat.
Pertanda kegugupan, pikir Dr. Harley.
“Aku tak—kapan kau terakhir kali bertemu Eve?”
“Kira‐kira sepuluh hari yang lalu dia datang ke sini,
menceritakan masalah yang dihadapi adiknya.
Terus‐terang, goresan di dahinya itu yang membuat aku
bisa membedakan Eve dan Alexandra. Keduanya
betul‐betul kembar.”
Keith Webster mengangguk perlahan. “Ya. Kulihat potret
adik Eve di koran. Kemiripan mereka sangat menakjubkan.
Dan kaubilang barusan satu‐satunya yang bisa
membedakan keduanya goresan di kening bekas
operasiku?”
“Betul.”
Lama Dr. Keith Webster duduk termangu sambil
menggigit bibir. Akhirnya dia berkata, “Mungkin sebaiknya
aku tak melapor dulu pada polisi. Aku perlu berpikir‐pikir
dulu.”
“Terus terang, kukira itu yang paling bijaksana, Keith.
Mereka sama‐sama muda dan cantik. Berita di surat kabar
seolah menuduh Alexandra yang membunuh George.
Padahal, itu tak mungkin. Aku ingat betul, semasa kecil
mereka...”
Dr. Webster tak mendengarkan lagi.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Meninggalkan tempat praktek Dr. Harley, Keith Webster
tak habis‐habisnya berpikir. Dia yakin benar, bahwa tak ada
setitik noda pun yang membekas pada wajah jelita Eve
Blackwell. Tapi, John Harley menyebutkan dia melihat
sendiri bekasnya. Mungkin saja Eve mengalami kecelakaan
lagi sehabis kecelakaan sebelumnya yang menyebabkan
adanya goresan di keningnya. Tapi, mengapa Eve
berbohong? Tak masuk akal.
Keith mencoba menilik masalah itu dari berbagai segi
serta menelusuri berbagai kemungkinan. Ketika akhirnya
dia mencapai suatu kesimpulan, pikirnya, Seandainya
perkiraanku ini benar, ini bisa mengubah bidupku....
Pagi‐pagi sekali esok harinya, Keith Webster menelepon
Dr. Harley. “John,” mulainya, “maaf aku teypaksa
mengganggumu lagi. Kaubilang kemarin, Eve Blackwell
menemuimu dan menceritakan masalah adiknya—
Alexandra?”
“Ya. Betul. “
“Setelah kunjungan Eve, apakah kebetulan Alexandra
datang berkonsultasi padamu?”
“Betul. Alexandra datang kemari sehan sesudahnya.
Mengapa?”
“Cuma ingin tahu saja. Boleh aku tahu mengapa adik Eve
berkonsultasi?”
“Alexandra mengalami depresi hebat. Eve berusaha
menolongnya.”
Eve dianiaya sampai hampir mati oleh suami Alexandra.
Sekarang lelaki itu sudah mati—di‐bunuh—dan Alexandra
yang dituduh sebagai pembunuhnya.
Keith Webster menyadari bahwa otaknya tidak begitu
cemerlang. Di sekolah, dia mesti belajar keras agar bisa
memperoleh angka pas‐pasan untuk naik kelas. Dia selalu
jadi bulan‐bulanan kawan‐kawan sekelasnya. Olahraga tak
bisa, hampir bodoh dalam pelajaran, dan kaku bergaul.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Hampir bisa dikatakan dia itu tak ada. Orang
terheran‐heran waktu tahu dia diterima di sekolah
kedokteran. Yang paling keheranan bahkan keluarganya
sendiri. Waktu dia memilih jurusan khusus ilmu bedah, tak
seorang pun kawan atau gurunya mengira dia bakal jadi
ahli bedah kompeten, apalagi kawakan. Tapi, Keith Webster
berhasil membuat mereka semua tercengang. Ada bakat
terpendam dalam dirinya yang bisa dikatakan jenius.
Seperti pemahat patung, dia mampu melakukan mukjizat
pada daging manusia—bukan pada batu‐batuan. Dalam
waktu singkat reputasinya tersebar. Walau mendapat
sukses luar biasa, Keith Webster tak bisa melepaskan diri
dari trauma masa keciinya. Jauh dalam hatinya, Keith masih
merasa dirinya anak kecil yang membosankan semua orang
dan yang selalu ditertawakan cewek.
Ketika akhirnya dia berhasil mendapatkan Eve, tangan
Keith basah oleh keringat. Eve mengangkat telepon begitu
alat itu berdering. “Rory ?” Suaranya mendesah.
“Bukan. Ini Keith Webster.”
“Oh. Halo.”
Terdengar nada suaranya berubah.. “Bagaimana
kabarmu?” tanya Keith.
“Baik Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/.”
Keith merasa Eve tak sabar. “Aku—aku perlu ketemu
kau.”
“Aku tak mau ketemu siapa pun. Kalau baca koran, kau
pasti tahu kakak iparku mati terbunuh. Aku sedang
berkabung.”
Keith mengeringkan tangan dengan celananya. “Justru
karena itulah aku perlu ketemu kau, Eve. Ada satu
informasi yang menurutku kau perlu tahu. “
“Informasi apa itu?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Sebaiknya kita tidak mendiskusikan lewat telepon.”
Keith rasanya mendengar otak Eve bekerja.
“Baiklah, kalau begitu. Kapan?”
“Sekarang, kalau bisa.”
Setengah jam kemudian, Keith Webster sampai ke
apartemen Eve. Eve sendiri yang membukakan pintu.
“Sebetulnya aku sedang sibuk sekali. Apa yang perlu
kaubicarakan denganku?”
“Ini,” Keith Webster berkata dengan nada menyesal. Dia
membuka amplop manila yang dibawanya, lalu
mengeluarkan potret yang kemudian dia berikan pada Eve.
Potret Eve sendiri.
Dengan keheranan Eve mengamati potret itu.
“Mengapa?”
“Itu potretmu”
“Aku tahu,” Eve menyahut ketus. “Mengapa potret ini?”
“Potret itu diambil setelah selesai operasi.”
“Jadi?”
“Tidak ada sedikit pun bekas goresan pada keningmu,
Eve.”
Tampak oleh Keith perubahan raut mukanya.
“Duduklah, Keith.”
Keith duduk di seberangnya. Pantatnya di pinggiran
kursi. Dia tak kuasa mengalihkan pandang dari wajah jelita
di depannya. Sudah banyak perempuan cantik yang
ditemuinya dalam praktek. Tapi, yang satu ini seperti
punya kekuatan sihir dalam dirinya. Belum pernah Keith
bertemu dengan wanita seperti dia.
“Sekarang ceritakan semuanya.”
Keith memulai dari awal. Diceritakannya kunjungannya
ke Dr. Harley serta goresan bekas operasi di kening Eve
yang misterius. Sambil bicara, Keith Webster menatap mata
Eve. Tak ada ekspresi di sana.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Setelah Keith selesai, Eve mengatakan, “Aku tak
mengerti jalan pikiranmu. Semuanya ini cuma
membuang‐buang waktuku. Tentang goresan itu, aku
bercanda—mencandai adikku. Cuma itu. Kalau sudah,
masih banyak yang mesti kuselesaikan hari ini.”
Keith tak bergeming. “Maaf aku mengganggu jadwalmu.
Aku cuma ingin bicara sebelum melapor ke polisi.” Keith
merasa Eve sekarang betul‐betul menaruh perhatian.
“Ada apa sih kau pakai mau ke kantor polisi segala?”
“Aku merasa wajib melaporkan kasus penganiayaan
yang dilakukan George Mellis terhadap dirimu. Lalu,
kudengar cerita bohong tentang goresan di keningmu itu.
Aku tidak mengerti. Tapi, kurasa itu bisa kaujelaskan pada
mereka.”
Rasa takut menembus dada Eve. Lelaki dungu di
depannya ini tidak tahu yang sebenarnya telah terjadi. Tapi,
dia bisa bikin polisi mengajukan pertanyaan‐pertanyaan
yang menjerumuskan.
George Mellis sering bertandang ke apartemennya.
Sangat mungkin polisi bisa mencari saksi yang pernah
melihatnya. Dia berbohong mengatakan sedang berada di
Washington pada malam terbunuhnya George. Tapi, dia tak
punya alibi. Dia sama sekali tidak mengira bakal perlu allbi.
Seandainya polisi tahu bahwa George hampir saja
membuatnya mati, mereka pasti segera menangkap adanya
motif. Lalu, satu per satu peristiwanya akan terbuka. Dia
harus membungkam Keith Webster.
“Apa yang kaumaui, Keith? Uang?”
“Bukan!”
Eve melihat rasa rendah diri di wajah lelaki itu. “Lalu,
apa?”
Dr. Webster menundukkan kepala. Wajahnya merah
kemalu‐maluan. “Aku‐aku sangat suka padamu, Eve. Aku
tak tega kalau sampai terjadi sesuatu denganmu.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Eve memaksakan satu senyuman. “Percayalah. Aku
takkan mengalami yang jelek‐jelek, Keith. Aku tak bersalah
apa‐apa. Semuanya ini tak ada sangkut‐pautnya dengan
pembunuhan George Mellis.” Eve merengkuh lengan lelaki
itu, lalu memegang tangannya. “Lupakan saja semuanya ini.
Oke?”
Keith Webster menggenggam tangan Eve dan
meremasnya. “Aku ingin begitu, Eve. Percayalah, aku mau
berdiam diri seandainya mereka tak mengadakan
pemeriksaan mayat Sabtu mendatang buat memastikan
penyebab kematiannya. Aku seorang dokter. Aku merasa
wajib memberitahukan segala sesuatu yang kuketahui
dalam pemeriksaan nanti.”
Mata Eve memancarkan rasa takut.
“Tidak ada yang mengharuskan kau melakukan itu!”
Keith membelai tangan Eve. “Ada, Eve. Sumpahku
sendiri. Cuma ada satu hal yang bisa mencegahku berterus
terang.” Tampak olehnya Eve melonjak bergairah
mendengarnya.
“Apa itu, Keith?”
Suaranya sangat lembut ketika mengatakan, “Seorang
suami takkan dipaksa memberi kesaksian tentang istrinya.”
35
PERNIKAHAN itu dilangsungkan dua hari menjelang
pemeriksaan mayat. Mereka dinikahkan oleh seorang
hakim di kantornya. Membayangkan dirinya kawin dengan
Keith Webster membuat Eve bergidik. Tapi, dia tak punya
pilihan lain. Si Dungu ini mengira aku bakal bertahan terus
jadi istrinya. Begitu pemeriksaan sebab‐sebab kematian
selesai, dia akan mengajukan permintaan cerai. Dan,
tamatlah semuanya ini.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Detektif Letnan Nick Pappas punya masalah. Dia merasa
pasti tentang siapa pembunuh George Mellis, tapi dia tak
punya bukti. Dia dihadapkan pada kebisuan yang
melingkupi keluarga Blackwell dan tak berhasil
menembusnya. Masalahnya dia bicarakan dengan
atasannya, Kapten Harold Cohn, polisi jalan raya yang
berhasil meniti karir sampai pada kedudukannya yang
sekarang ini.
Cohn mendengarkan semua yang diucapkan Pappas
dengan penuh perhatian. Katanya, “Semuanya itu masih
merupakan asap, Nick. Kau belum punya bukti sedikit pun.
Orang pasti menertawakanmu di pengadilan nanti.”
“Itulah,” desah Letnan Pappas. “Tapi, aku pasti teoriku
ini benar.” Dia duduk diam beberapa saat lamanya,
berpikir. “Bagaimana kalau aku bicara dengan Kate
Blackwell? Kau keberatan?”
“Astaga! Buat apa?”
“Yah, buat sekadar memancing‐mancing. Begitulah. Dia
yang mengepalai keluarga itu. Siapa tahu dia punya
informasi yang tanpa sadar sebenarnya dia miliki.”
“Kau mesti hati‐hati.”
“Tentu.”
“Jangan terlalu mendesaknya, Nick. Ingat. Dia sudah tua.”
“Justru itu yang kuperhitungkan,” sahut Detektif Pappas.
Pertemuannya berlangsung siang itu di ruang kerja Kate,
di kantornya. Nick Pappas mengira‐ngira Kate sudah
berusia delapan puluhan. Tapi, buat orang seusianya,
perempuan itu luar biasa mengagumkan. Ketegangannya
menghadapi detektif itu hampir tak kelihatan sama sekali.
Orangnya sangat tertutup. Selama ini dia terpaksa menjaga
nama baik keluarga Blackwell agar tak dijadikan sumber
spekulasi dan skandal oleh masyarakat.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Sekretarisku mengatakan Anda perlu bertemu
denganku sehubungan dengan masalah yang sangat
mendesak, Letnan.”
“Betul, Nyonya. Besok akan ada pemeriksaan mayat
menyangkut kematian George Mellis. Kami punya alasan
kuat mencurigai cucu Nyonya terlibat dalam kasus ini.”
Kate mendadak kaku. “Aku tak percaya.”
“Dengar dulu yang kukatakan, Nyonya Blackwell. Setiap
penyelidikan yang dilakukan polisi dimulai dengan
pencarian motif. George Mellis diketahui sebagai lelaki yang
mengejar kekayaan dan berjiwa sadis.” Tampak olehnya
perubahan raut wajah Kate Blackwell. Tapi, dia tak peduli
dan meneruskan, “Dia kawin dengan cucu Anda. Mendadak
dia tahu dirinya kaya‐raya. Kubayangkan dia kerap
menyiksa Alexandra. Ketika cucu Anda minta diceraikan,
dia menolak. Satu‐satunya cara buat melepaskan diri
darinya adalah membunuh suaminya.”
Kate melongo. Wajahnya pucat.
“Aku mulai mencari bukti untuk mengukuhkan teoriku.
Kami tahu George Mellis berada di Cedar Hill House
sebelum dia menghilang. Cuma ada dua jalan mencapai
Dark Harbor dari sebeang—menumpang pesawat terbang,
atau feri. Menurut kantor polisi setempat, George Mellis tak
menggunakan pesawat maupun feri. Aku tak percaya akan
adanya kekuatan gaib. Lagi pula, George Mellis bukan tipe
manusia yang bisa berjalan di atas air. Satu‐satunya
kemungkinan yang tertinggal adalah George Mellis
membawa perahu motor dari suatu tempat di seberang
pulau. Aku sudah mencari informasi dari tempat tempat
penyewaan perahu motor. Di Gilkey Harbor kudengar,
bahwa pada kira‐kira jam empat sore pada hari kematian
George Mellis ada seorang perempuan menyewa selancar
motor. Perempuan itu mengatakan, bahwa kawannya akan
datang mengambil perahu motor itu beberapa jam lagi. Dia
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
membayar tunai. Tapi, dia diminta menandatangani lembar
bukti menyewa. Dia, memakai nama Solange Dunas. Anda
kenal nama itu.
“Ya. Dia—dia pengasuh cucu‐cucuku waktu mereka
masih kecil. Tapi, setahuku dia sudah pulang ke Prancis
bertahun‐tahun yang lampau.”
Pappas mengangguk. Raut wajahnya menunjukkan
kepuasan. “Di tempat penyewaan lain tak jauh dari sana,
perempuan yang sama menyewa satu perahu motor lagi.
Dia membawa perahu motor yang ini pergi dan
mengembalikan kira‐kira tiga jam kemudian. Di tempat
penyewaan yang ini pun dia menggunakan nama Solange
Dunas. Kepada kedua petugas di tempat penyewaan perahu
motor kutunjukkan potret Alexandra. Mereka memastikan,
bahwa dialah yang datang menyewa motor. Yang membuat
ragu cuma satu, perempuan yang datang menyewa perahu
motor berambui merah.”
“'Lalu, mengapa Anda— “
“Dia mengenakan rambut palsu, tentu.”
Dengan kaku Kate berkata, “Aku tak percaya Alexandra
membunuh suaminya.”
“Aku juga tidak, Nyonya Blackwell,” kata Letnan Pappas.
“Yang membunuh Eve, kakaknya.
Kate Blackwell membisu seperti batu.
“Dan lagi, Alexandra tak mungkin menjadi pelakunya.
Aku sudah menyelidiki apa saja yang dilakukan Alexandra
pada hari nahas itu. Pagi sampai siang hari dia berada di
New York bersama seorang kawan. Lalu dia terbang lang‐
sung dari New York menuju ke pulau. Pasti bukan dia yang
menyewa kedua perahu motor itu.” Detektif Nick Pappas
maju sedikit. Lanjutnya, “Jadi kemudian aku mencoba
mencari siapa yang mirip dengan Alexandra dan mengaku
namanya Solange Dunas. Cuma ada satu kemungkinan. Eve.
Aku lalu mencari latar belakang yang mungkin menjadi
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
penyebab tindakkannya itu. Potret George Mellis
kutunjukkan pada beberapa tetangga Eve, dan mereka
mengatakan, bahwa George Mellis memang sering bertamu
ke tempat Eve. Pengawas gedung apartemennya malah
menceritakan, bahwa Eve pernah mengalami penganiayaan
hebat ketika George Mellis sedang berada di sana. Anda
pernah mendengar tentang itu?”
“Tidak.” Suara Kate tak lebih dari satu bisikan.
“Mellis penganiayanya. Itu memang kebiasaannya. Dan,
kukira, itulah yang menjadi motit. Eve balas dendam. Eve
mengikuti George Mellis ke Dark Harbor dan membunuh
lelaki itu di sana.” Nick Pappas memandang Kate. Dia
merasa bersalah memanfaatkan perempuan tua ini. “Eve
punya alibi yang mengatakan dia berada di Washington D.C.
hari itu. Dia memberi sopir taksi yang membawanya ke
lapangan terbang selembar uang ratusan dollar hingga
supir itu ingat betul padanya dan bisa memberi kesaksian
bahwa dia terlambat mengejar pesawat yang berangkat ke
Washington. Kukira, dia tidak ke Washington sama sekali.
Dia mengenakan rambut palsu warna gelap dan terbang
dengan pesawat komersial ke Maine. Di situ dia menyewa
dua perahu motor. Dia membunuh Mellis, lalu mence‐
burkan tubuhnya ke laut. Sehabis itu, dia merapatkan
kembali kapal pesiar keluarga ke dermaga, dan
mengembalikan perahu motor sewaannya. Tempat
penyewaan perahu sudah tutup ketika itu.
Lama Kate menatap Nick Pappas. Lalu, katanya, sangat
perlahan, “Semuanya itu belum terbukti, kan?”
“Anda benar,” sahut Nick Pappas. “Aku butuh bukti
kongkret buat pemeriksaan yang akan datang. Andalah
yang paling mengenal cucu‐cucu Anda di dunia ini, Nyonya
Blackwell. Kuminta, sudilah Anda memberi tahu apa saja
tentang mereka yang mungkin bisa membantu.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Perempuan tua itu duduk tenang, menimbang‐nimbang
keputusan yang hendak diambil. Akhirnya dia mengatakan:,
“Mungkin aku bisa memberi Anda beberapa informasi yang
berguna untuk pemeriksaan itu.”
Jantung Nick Pappas berdetak keras. Usahanya
berpayah‐payah menjelaskan ternyata membuahkan hasil.
Dia berhasil menembus Kate Blackwell. Tanpa sadar,
detektif itu maju. “Ya, Nyonya Blackwell?”
Kata‐kata Kate Blackwell diucapkan dengan pelan dan
jelas. “Pada hari kematian George Mellis, Letnan, cucuku
Eve dan aku sedang bersama di Washington D.C.”'
Kate Blackwell melihat Nick Pappas terkejut.
Tolol kau. Kaupikir aku mau mengorbankan keturunanku
buat memuaskan kau? Buat menggembirakan pembaca
koran? Tidak. Eve akan kuhukum dengan caraku sendiri.
Keputusan yang keluar dari hasil pemeriksaan, kematian
itu disebabkan oleh pembunuh tak dikenal.
Alexandra terkejut bercampur lega melihat Peter
Templeton hadir dalam pemeriksaan kasus kematian
suaminya di ruang pengadilan.
“Aku di sini cuma buat memberi dukungan moril,” ujar
lelaki itu kepadanya. Peter melihat Alexandra menguasai
situasi dengan mengagumkan. Dia cuma tampak capek dan
sedih. Pada saat reses, Peter mengajak Alexandra makan
siang di Lobster Pound—sebuah restoran kecil yang
menghadap ke Teluk Lincolnville.
“Sesudah semuanya ini selesai,” tukas Peter, “yang
terbaik, kau ambil cuti dan berlibur ke tempat jauh
beberapa lama.”
“Ya. Eve mengajakku pergi bersamanya.” Mata Alexandra
memancarkan kepedihan. “Rasanya aku belum bisa percaya
George sudah mati. Aku tahu itu sudah terjadi. Tapi, buatku
rasanya belum nyata.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Itu memang bantuan alam—supaya kesadaran akan
yang telah terjadi baru datang setelah pedihnya di hati
tidak terlalu hebat lagi.”
“Tak masuk akal. Dia orang baik.” Alexandra memandang
Peter. “Kau beberapa kali berbincang‐bincang dengan
suamiku. Baik kan, orangnya ?”
“Ya,” sahut Peter pelan. “Dia memang baik.”
Eve berkata, “Aku minta cerai, Keith.”
Keith Webster berkedip‐kedip, memandang istrinya
dengan rupa tak percaya. “Mengapa?”
“Oh, ayolah, Keith. Masa iya sih kau berpikir aku akan
jadi istrimu seterusnya?”
“Tentu dong. Kau istriku, Eve.”
“Apa sih yang sebenarnya kaucari? Kekayaan keluarga
Blackwell?”
“Aku tak butuh uang, Sayang. Penghasilanku sudah
besar. Apa pun yang kauinginkan, aku bisa membelinya.”
“Sudah kukatakan, aku kepingin cerai.”
Keith menggeleng dengan wajah penuh sesal. “Yang itu
rasanya tak bisa kuberikan, Eve.”
“Kalau begitu, aku yang akan mengajukan permintaan
cerai ke pengadaan.”
“Sebaiknya jangan. Keadaannya belum sebegitu berubah,
Eve. Polisi belum menemukan pembunuh adik iparmu. Jadi,
masalahnya masih belum ditutup. Kalau kau
menceraikanku, aku akan dipaksa memberi kesaksian. “
Keith Webster mengangkat tangan tak berdaya.
“Kau bicara sepertinya aku yang membunuhnya.
“Memang kau yang membunuh, Eve.”
Suaranya marah. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Kalau tidak, kau tak bakal mau kawin denganku.”
Eve memandang Keith dengan benci. “Bajingan!
Mengapa kaulakukan semuanya ini padaku?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Sebabnya sangat sederhana. Aku mencintaimu, Eve.”
“Aku benci kau. Mengerti! Aku jijik melihatmu!”
Keith tersenyum. Sedih. “Aku sangat mencintaimu.”
Perjalanan pesiar dengan Alexandra akhirnya
dibatalkan. “Aku hendak ke Barbados—berbulan madu,”
ujar Eve kepadanya.
Barbados merupakan pilihan Keith.
“Aku tak mau ikut,” kata Eve datar. Membayangkan
dirinya berbulan madu dengan Keith membuatnya merasa
jijik.
“Kelihatannya aneh kalau kita sampai tak berbulan
madu,” ucap Keith malu‐malu. “Lagi pula, kita tak kepingin
orang menanyakan hal‐hal yang sukar dijawab, kan?”
Alexandra mulai sering bertemu dengan Peter
Templeton. Mereka jumpa buat makan siang bersama
sekali sepekan. Mulanya karena Alexandra ingin bicara
tentang George dan tak ada orang lain yang bisa diajak
mendiskusikan mendiang suaminya. Tapi, setelah.
beberapa bulan, Alexandra mengakui, bahwa dia merasa
senang bersama Peter Templeton. Orangnya teguh,
Alexandra bisa menggantungkan diri padanya. Itulah yang
amat dibutuhkan oleh Alexandra. Peter Templeton sangat
peka terhadap perasaan dan emosinya. Di samping itu,
lelaki itu sangat cerdas dan bisa menghibur.
“Waktu aku baru lulus dan mulai bertugas di rumah
sakit,” ujarnya pada Alexandra, “kunjungan ke rumah
pasien yang pertama kulakukan di tengah‐tengah musim
salju. Pasien itu seorang lelaki tua—terbaring di ranjang
menderita batuk hebat. Aku hendak memeriksa dadanya
dengan stetoskop. Tapi, aku takut dia terkejut oleh
dinginnya alat itu. Kucoba untuk menghangatkan dulu
stetoskopku. Alat itu kutaruh di atas radiator sementara
aku memeriksa tenggorokan dan matanya. Lalu kuambil
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
stetoskopku dan kutaruh di dadanya. Mendadak lelaki itu
melompat dari tempat tidur seperti kucing disiram air
panas. Batuknya sembuh. Tapi, luka bakarnya baru sembuh
sesudah dua minggu.”
Alexandra tertawa tergelak‐gelak. Baru sekali ini dia
tertawa begitu selama beberapa bulan terakhir.
“Kita ketemu lagi minggu depan?” tanya Peter.
“Ya.”
Bulan madunya ternyata jauh lebih menyenangkan dari
yang diperkirakan Eve semula. Kulit Keith pucat dan sangat
peka. Karena itu dia takut terialu banyak kena matahari.
Eve pergi ke pantai sendirian tiap hari. Setiap kali, dia tak
pernah lama seorang diri. Sebentar saja sudah dikelilingi
oleh berbagai lelaki yang mengaguminya: penjaga pantai,
orang‐orang pengangguran yang seharian bersantai‐santai
di pantai, usahawan kaya‐raya yang sedang berlibur, dan
cowok‐cowok nakal. Seperti berpesta—tiap hari Eve
memilih menu yang berbeda. Petualangan seksnya menjadi
semakin nikmat, karena dia tahu suaminya sedang menanti
di kamar mereka. Keith tak bisa memuaskan dia. Caranya
memperlakukan seperti anjing jinak. Senantiasa menunggu
diperintah. Kalau Eve menyatakan keinginannya, dengan
serta‐merta dituruti. Berbagai hal telah dilakukan Eve agar
dia merasa terhina, marah, dan akhirnya memperbolehkan
Eve pergi meninggalkannya. Tapi, cintanya tak
tergoyahkan. Membiarkan Keith mencumbunya membuat
Eve muak. Untunglah nafsu seks Keith tidak menggebu.
Aku mulai dikejar oleb tahun, pikir Kate Blackwell. Sudah
begitu banyak tahun dia lalui. Dan, masing‐masing tahun itu
penuh berisi. Kruger‐Brent, Ltd. membutuhkan sepasang
tangan yang kuat buat mengendalikannya. Perusahaan itu
membutuhkan seorang keturunan Blackwell. Takkan ada
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang meneruskan kalau aku pergi, pikir Kate. Segala
jerihpayah telah kulakukan buat kepentingan perusahaan.
Akhirnya, buat apa? Buat orang asing yang mengambil alih
kelak? Sialan! Tidak! Aku takkan membiarkan begitu.
Seminggu setelah kembali dari bulan madunya, Keith
berkata dengan nada menyesal, “Kurasa, aku harus kembali
ke pekerjaanku, Sayang. Jadwal operasiku penuh. Kau tak
apa‐apa kan, kutinggal seharian?”
Eve hampir tak bisa menyembunyikan kegirangan
hatinya. “Akan kucoba.”
Keith bangun dan pergi pagi‐pagi sekali‐berjam‐jam
sebelum Eve bangun. Kalau Eve melangkah ke dapur,
terlihat olehnya Keith sudah sarapan. Piring dan gelas
sudah disiapkan di meja buat Eve sarapan. Keith membuka
rekening di bank atas nama Eve. Rekeningnya selalu diisi
sebanyak‐banyaknya. Uang Keith dihamburkan seenaknya
oleh Eve. Asal Eve bisa merasa senang Keith puas. Eve
membelikan perhiasan mahal buat Rory. Hampir setiap
siang dihabiskan Eve bersamanya. Rory jarang bekerja.
“Aku tak bisa menerima setiap tawaran,” tuturnya pada
Eve. “Bikin jatuh nama saja.”
“Aku mengerti, Sayang.”
“Oh, ya? Apa yang kauketahui tentang bisnis
pertunjukan? Kau dilahirkan bergelimang kekayaan.”
Eve lalu membelikan benda‐benda mahal buat Rory agar
pemuda itu berbaik kembali dengannya. Eve membayarkan
uang sewa apartemen Rory, membelikan baju‐baju mahal
buat wawancara, membayar makan malamnya di restoran
mahal agar dia terlihat oleh produser penting. Eve ingin
bersamanya dua puluh empat jam sehari. Tapi, dia punya
suami. Eve pulang menjelang jam tujuh atau jam delapan
petang. Keith pasti sudah sibuk di dapur menyiapkan
makan malam mereka—mengenakan “Kecuplah Sang Koki”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
—celemek kesayangannya. Dia tak pernah sekali pun
menanyakan ke mana saja Eve seharian.
Tahun berikutnya, Alexandra dan Peter Templeton
makin sering bertemu dan berkencan. Masing‐masing
menjadi bagian kehidupan pasangannya yang penting.
Peter menemani Alexandra pergi menjenguk ayahnya di
sanatorium. Berdua menghadapi kenyataan pahit
mengurangi sakitnya hati.
Peter bertemu dengan Kate pada suatu petang, ketika
dia datang menjemput Alexandra. “Jadi, kau ini dokter, ya?
Sudah selusin dokter meninggal dan kukuburkan, tapi aku
masih hidup. Kau tahu sesuatu tentang bisnis?”
“Tidak terlalu banyak, Nyonya Blackwell.”
“Badan hukum?”
“Tidak.”
Kate mendengus. “Ah! Kalau begitu kau memang tak
tahu apa‐apa. Kau butuh penasihat pajak yang ahli. Biar
nanti kubuatkan janji dengan ahli pajak yang kupakai. Yang
pertama‐tama dia lakukan pasti menyatukan kau dan—”
“Terima kasih, Nyonya Blackwell. Praktekku selama ini
sudah berjalan baik.”
“Suamiku dulu juga keras kepala,” tutur Kate. Dia lalu
menoleh dan berkata pada Alexandra. “Undang dia makan
malam. Siapa tahu aku bisa bikin dia sadar.”
Di luar, Peter mengucapkan, “Nenekmu tak suka
padaku.”
Alexandra tertawa. “Dia suka sama kau. Kau belum tahu
bagaimana kelakuan Nenek terhadap orang yang
dibencinya.”
“Bagaimana tanggapannya kalau nenekmu tahu aku
ingin memperistri kau, Alex ... ?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Alexandra mendongakkan kepala. Wajahnya berseri
memandang Peter. “Kami berdua tentu sangat gembira,
Peter!”
Selama ini Kate mengamati perkembangan hubungan
Alexandra dan Peter Templeton dengan penuh perhatian.
Diam‐diam dia menyukai lelaki muda yang dokter itu, dan
memutuskan bahwa lelaki itu calon suami yang baik buat
Alexandra. Namun, Kate berjiwa pengusaha. Duduk
menghadapi mereka berdua di muka perapian, perempuan
tua itu berbohong,
“Rasanya aku mesti berterus terang,” katanya. “Ini
semua merupakan kejutan besar buatku. Selama ini aku
mengharapkan Alexandra dapat suami seorang pengusaha
yang kelak bisa mengambil‐alih kendali‐Kruger‐Brent.”
“Ini tidak ada hubungannya dengan bisnis, Nyonya
Blackwel Alexandra dan aku ingin menikah.”
“Sebaliknya,” lanjut Kate seperti tak disela, “kau seorang
dokter jiwa. Kau mengerti jalan pikiran dan emosi orang
lain. Siapa tahu kau bisa jadi ahli negosiasi. Aku ingin kau
melibatkan diri dengan perusahaan kami. Kau bisa‐“
“'Tidak,” tukas Peter tegas. “Aku dokter. Aku tidak
tertarik berpindah profesi menjadi pengusaha.”
“Yang kita bicarakan ini bukan pengusaha biasa,” Kate
kedengaran jengkel. “Yang kita bicarakan bukan usaha toko
kecil. Kau akan jadi bagian keluarga kami. Dan, aku butuh
orang yang bisa dipercaya mengelola—”
“Maaf.” Suara Peter kedengaran mantap. “Aku tak punya
hubungan apa pun dengan Kruger‐Brent. Kurasa Anda
perlu cari orang lain untuk itu…”
Kate menoleh pada Alexandra. “Apa pendapatmu?”.
“Apa saja yang bisa bikin Peter bahagia, Nek.”
“Tak tahu terima kasih,” gerutu Kate, “Kalian memang
orang muda yang cuma mementingkan diri sendiri.” Dia
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mengeluh. “Ya, sudahlah! Siapa tahu kelak kau punya
pendirian lain.” Kemudian, dengan polos dia
menambahkan, “Kalian punya rencana cepat mendapat
anak?”
Peter tertawa. “Wah, itu hal yang sangat pribadi. Aku
punya perasaan Anda ini seorang manipulator, Nyonya
Blackwell. Tapi, kami ingin menjalani hidup kami sendiri.
Dan kalau kami dikaruniai anak suatu hari nanti, mereka
pun harus bebas memilih kehidupan masing‐masing.”
Senyum Kate manis. “Aku takkan mengubah semuanya
itu, Peter. Prinsip yang telah kuanut sepanjang hidupku
adalah tidak mencampuri urusan orang lain.”
Dua bulan kemudian, ketika Alexandra dan Peter pulang
dari bulan madu mereka, Alexandra sudah hamil.
Mendengar berita itu, Kate berpikir, Bagus. Pasti lelaki
anaknya.
Eve berbaring di tempat tidur, memperhatikan Rory
keluar dari kamar mandi dengan tubuh tanpa busana.
Tubuh lelaki itu bagus‐tegap dan ramping. Eve sangat
senang dicumbu lelaki itu. Rasanya tak ada puas‐puasnya.
Eve curiga dia punya kawan ranjang lain. Tapi, dia tak
berani bertanya. Takut Rory marah kalau merasa ter‐
singgung. Sesampai di dekat tempat tidur, Rory membelai
kulit Eve—tepat di bawah matanya. Katanya, “He, kau
mulai keriput. Lucu kelihatannya.
Kata‐kata itu bagai menghunjam di hatinya,
mengingatkan Eve pada perbedaan usia di antara mereka,
dan bahwa dia sudah dua puluh lima tahun sekarang.
Mereka bercumbu lagi. Tapi, baru sekali ini Eve tidak
memusatkan pikiran pada yang sedang mereka lakukan.
Pikirannya menerawang jauh.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sudah hampir jam sembilan malam waktu Eve pulang.
Keith sedang membakar daging di oven.
Dia mengecup pipi istrinya. “Halo, Sayang. Kau
kubuatkan makanan kesukaanmu. Kita—”
“Keith, aku ingin kaubuang keriputku ini.”
Mata suaminya berkejap. “Keriput mana?”
Eve menunjuk daerah di sekitar matanya. “Ini.”
“Ah, itu garis tertawa, Sayang. Aku justru suka
melihatnya.”
“Aku tidak! Aku benci punya keriput begini!” pekik Eve.
“Percayalah, Eve, garis‐garis itu bukan—”
“Peduli setan! Aku ingin kau menghilangkannya. Itu
memang pekerjaanmu, kan?”
“Ya, tapi—Baiklah,” ujar Keith menyenangkan, “kalau itu
memang akan membuatmu senang, Sayang.”
“Kapan?”
“Enam minggu lagi, ya. Jadwal operasiku sedang penuh
saat—”
“Aku bukan pasienmu,” bentak Eve. “Aku istrimu. Aku
ingin kau menghilangkan keriputku besok.”
“Kliniknya tutup hari Sabtu.”
“Kau bisa membukanya!” Tolol betul orang satu ini. Oh,
Tuhan, sudah tak sabar rasanya dia ingin melepaskan diri
dari lelaki ini. Dia akan berusaha. Entah dengan cara apa.
Pasti. Dan itu tak lama lagi.
“Masuklah ke kamar sebelah sana sebentar.” Keith
membimbing istrinya ke ruang rias.
Dia didudukkan di kursi, lalu Keith mengamati kulit
wajahnya dengan lampu terang. Dalam sekejap dia berubah
dari lelaki kecil tak percaya diri menjadi ahli bedah
kawakan. Eve merasakan perubahannya. Teringat olehnya
karya besar Keith pada wajahnya. Buat Keith operasi kali
ini mungkin tak ada artinya. Tapi, dugaannya salah. Operasi
ini sangat penting. Eve takut kehilangan Rory.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keith mematikan lampu. “Tak ada masalah,” katanya
meyakinkan. “Kukerjakan besok pagi.”
Esok paginya, mereka berdua pergi ke klinik. “Biasanya
selalu ada perawat yang membantuku,” ujar Keith, “tapi,
operasi kecil begini bisa kulakukan sendiri.”
“Sekalian kerja, bagaimana kalau kaumuluskan sekaligus
yang ini,” Eve menunjuk kulit di lehernya.
“Kalau kau memang ingin, Sayangku. Kuberi kau sedikit
obat bius agar kau tertidur. Jadi, kau takkan merasa sakit
sama sekali. Aku tak mau istriku tercinta menderita.”
Eve memperhatikan suaminya mengisi suntikan dan
kemudian dengan cekatan menyuntikkan obat kepadanya.
Sebetulnya, sakit pun tak apa‐apa. Eve mau melakukan
segalanya demi Rory. Ah, Rory sayang. Terbayang olehnya
bentuk tubuh Rory yang memikat serta pandang di
matanya kalau dia merindukan Eve... Tak lama kemudian,
Eve pun terlelap.
Ketika sadarkan diri, dia berada di ruang belakang klinik.
Keith sedang duduk di samping tempat tidurnya.
“Bagaimana operasinya?” tanya Eve. Suaranya masih
kedengaran mengantuk.
“Lancar,” Keith tersenyum.
Eve mengangguk, lalu terlelap lagi.
***
Keith masih di sana waktu Eve terbangun lagi.
“Perbannya mesti dibiarkan beberapa hari lamanya.
Sebaiknya kau dirawat di sini saja supaya perawatannya
intensif.”
“Ya.”
Keith memeriksa istrinya setiap hari, mengamati
wajahnya sambil manggut‐manggut. “Bagus.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Kapan aku boleh lihat?”
“Hari Jumat nanti pasti sudah sembuh bekasnya,” ujar
Keith menghibur.
Dia minta agar perawat memberi sambungan telepon
pribadi di kamarnya. Yang pertama‐tama ditelepon Eve
adalah Rory.
“He, ke mana saja kau?” tanyanya. “Aku kangen.”
“Aku juga, Sayang. Tapi, aku terjebak di konvensi
kedokteran di Florida ini. Mungkin baru minggu depan aku
bisa pulang.”
“Cepatlah pulang.”
“Kau kehilangan aku, ya?”
“Kaya orang gila rasanyaa.
Eve mendengar bisikan di ujung sebelah sana. “Ada
orang lain di situ?”
“Yeah! Kami mau pesta.” Rory memang suka bercanda.
“Pergi dulu, ya!” Sambungan telepon putus.
Eve menelepon Alexandra. Dengan bosan dia
mendengarkan adiknya bercerita tentang kehamilannya.
“Aku sudah tak sabar menunggu,” ujarnya. “Sudah lama
ingin jadi tante.”
Eve jarang bertemu dengan neneknya. Sikap neneknya
mendadak dingin. Eve tak mengerti apa sebabnya. Nanti
juga baik lagi, pikir Eve.
Kate tak pernah menanyakan tentang Keith. Dan Eve tak
menyalahkan neneknya, Keith memang bukan apa‐apa.
Mungkin suatu hari kelak dia bisa minta bantuan Rory buat
melepaskan dia dari Keith. Dengan begitu, Rory bisa jadi
pasangannya selamanya. Eve merasa hebat dia bisa
bermain dengan lelaki lain di belakang suaminya setiap
hari tanpa suaminya curiga atau peduli. Untunglah, Keith
punya keahlian khusus. Perbannya akan dibuka hari Jumat
mendatang.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Eve terbangun pagi‐pagi sekali pada hari Jumat. Dia tak
sabar menunggu kedatangan Keith.
“Sudah hampir tengah hari,” gerutunya. “Dari mana saja
kau?”
“Maafkan aku, Sayang,” ujar Keith. “Sepagian aku di
ruang operasi dan—”
“Aku tak peduli. Cepat lepas perban ini. Aku ingin
melihat hasilnya.”
“Baik.”
Eve duduk tenang sementara Keith dengan cekatan
melepas perban dari wajahnya. Dia berdiri mundur,
mengamati wajah istrinya. Pancaran rasa puas nampak
pada sinar matanya. “Hm, sempurna.”
“Beri aku cermin.”
Keith buru‐buru keluar dari kamar istrinya dan kembali
beberapa menit kemudian membawa cermin tangan.
Dengan senyum bangga, diberikannya cermin itu pada
istrinya.
Eve mengangkat cermin itu perlahan‐lahan. Ketika
melihat pantulan wajahnya di sana, dia menjerit.
EPILOG
KATE
1982
36
KATE merasakan perputaran waktu makin cepat dan
cepat setiap hari. Tanpa terasa musim dingin sudah
berubah menjadi musim semi, lalu musim panas menjadi
musim gugur. Akhirnya, semua musim dan tahun yang
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dilaluinya seperti berbaur menjadi satu. Dia sudah hampir
sembilan puluh tahun. Delapan puluh berapa, ya?
Terkadang dia lupa berapa tepatnya umurnya sendiri.
Menghadapi ketuaan dia bisa mengatasi. Tapi, dia tak mau
kelihatan tua dan ringkih. Itu sebabnya Kate sangat
memperhatikan penampilannya. Kalau bercermin, dia
melihat pantulan dirinya sebagai perempuan yang tegap
dan rapi, anggun dan pantang menyerah.
Dia masih pergi ke kantor setiap hari. Tapi, itu cuma
sebagai isyarat—cara menunda kematian. Dia masih
menghadiri setiap rapat direksi, namun masalah yang
dibicarakan tak lagi jelas seperti dulu. Rasanya orang di
sekitarnya bicara terlalu cepat. Yang paling menjengkelkan
Kate, pikirannya sering kacau. Dulu dan sekarang seolah
berbaur selalu. Dunianya tertutup dan makin hari makin
terasa sempit.
Satu‐satunya tali tempatnya bergantung dan dorongan
buat bertahan adalah cita‐citanya mendapatkan keturunan
keluarga yang kelak bisa menjalankan Kruger‐Brent. Kate
tak punya niatan membiarkan orang luar mengambil alih
semuanya yang dirintis oleh Jamie McGregor dan Margaret
dan kemudian diteruskan dengan susah payah dan banyak
pengorbanan oleh David dan dirinya. Eve, yang menjadi
harapannya, ternyata seorang pembunuh. Dia tak normal!
Kate belum menghukum Eve. Baru sekali dia ketemu Eve
lagi. Nasibnya sekarang sudah merupakan hukuman yang
setimpal.
Pada hari Jumat waktu Eve melihat pantulan wajahnya
di cermin itu, dia berusaha bunuh diri. Dia menelan sebotol
obat tidur. Tapi Keith cepat memompa isi perutnya dan
membawa Eve pulang. Di situ dia menunggui istrinya terus.
Kalau dia harus ke rumah sakit, selalu dipastikan ada
perawat khusus yang menunggui istrinya.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Biarkan saja aku mati,” pintanya pada Keith. “Biarkan
saja aku mati, Keith. Aku tak mau hidup begini.”
“Sekarang kau jadi milikku seutuhnya,” kata Keith. “Dan,
aku akan tetap mencintaimu.”
Eve tak bisa melupakan pantulan wajahnya yang dia
lihat di cermin waktu itu. Sudah berkali‐kali dia menyuruh
Keith memulangkan perawat yang menungguinya. Dia tak
mau dilihat siapa‐siapa.
Alexandra berkali‐kali menelepon. Tapi, Eve bersikeras
tak mau bertemu. Semua pengiriman barang dibiarkan
tergeletak di muka pintu. Jadi, tak seorang pun bisa melihat
rupanya. Satu‐satunya orang yang melihatnya Keith.
Akhirnya, memang cuma Keith yang dia miliki. Dialah satu‐‐
satunya yang menghubungkan Eve dengan kehidupan di
dunia luar. Eve jadi takut ditinggalkan suaminya. Kalau
sampai itu terjadi, dia akan sendirian bersama wajahnya
yang rusak dan jelek. Ya, wajahnya sangat jelek dan
menjijikkan.
Setiap pagi, jam lima subuh, Keith sudah bangun dan
pergi ke rumah sakit atau kliniknya. Eve selalu bangun
lebih pagi dari suaminya, menyiapkan sarapan. Setiap
malam dia menyiapkan makan malam. Kalau Keith
terlambat datang, dia kuatir. Bagaimana kalau Keith
menemukan perempuan lain? Bagaimana kalau suaminya
tidak pulang lagi?
Kalau terdengar kunci pintu diputar dari luar, cepat Eve
berlari membukakan dan menghambur ke pelukan
suaminya. Eve tak pernah berani mengajak suaminya
bercumbu, sebab dia takut ditolak. Kalau atas kemauannya
sendiri suaminya mencumbunya, Eve merasa bersyukur,
karena dia merasakan kebaikan hati yang dilimpahkan
Keith kepadanya.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sekali Eve pernah bertanya dengan malu‐malu, “Keith,
belum cukupkah hukumanku? Kau mau membetulkan
rupaku, kan?”
Suaminya memandang. Lalu dengan bangga, katanya,
“Tidak bisa dibetulkan lagi.”
Makin hari, Keith semakin banyak menuntut—makin
menentukan. Akhirnya Eve betul‐betul menjadi budaknya,
memenuhi apa saja yang dikehendaki suaminya. Rupanya
yang buruk ternyata membuat dia lebih terikat pada suami‐
nya, melebihi kuatnya ikatan rantai besi.
Alexandra dan Peter punya anak lelaki, Robert. Cerdas
dan tampan. Robert mengingatkan Kate pada Tony semasa
kecilnya. Robert sudah hampir delapan tahun sekarang.
Buat usianya, anak itu tampak sangat dewasa. Sangat
dewasa, pikir Kate. Dia anak hebat.
Semua anggota keluarga menerima undangan pada hari
yang sama. Undangannya berbunyi:
NYONYA KATE BLACKWELL MENGUNDANG ANDA
MENGHADIRI PERAYAAN ULANG TAHUNNYA YANG
KESEMBILAN PULUH DI CEDAR HILL HOUSE, DARK
HARBOR, MAINE, PADA TANGGAL 24 SEPTEMBER, 1982,
JAM DELAPAN PETANG. PAKAIAN RESMI, DASI HITAM.
Ketika menerima dan membaca undangannya, Keith
memandang Eve. Katanya, “Kita pergi.”
“Jangan! Aku tak mau ikut! Kau saja yang pergi. Aku
akan—”
“Kita berdua pergi,” ucapnya tegas.
Tony Blackwell sedang melukis di halaman sanatorium.
Perawatnya menghampiri. “Ada surat buatmu, Tony.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tony membuka amplopnya. Seulas senyum melintas di
wajahnya. “Asyik,” ucapnya. “Aku senang datang ke pesta
ulang tahun.”
Peter Templeton mengamati undangan itu. “Rasanya tak
percaya—dia sudah sembilan puluh tahun. Luar biasa
perempuan itu.”
“Hebat, ya Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/?” dukung Alexandra. Lalu dia
menambahkan, “Kau tahu, Peter? Robert menerima
undangan juga—ditujukan pada anak itu sendiri. Manis,
ya?”
37
TAMU‐TAMU sudah pulang menumpang feri atau
pesawat. Keluarga Blackwell berkumpul di ruang
perpustakaan Cedar Hill House. Kate mengamati mereka
yang ada di situ satu per satu. Masing‐masing masih bisa
dia amati dengan jelas sekali. Tony yang kini seperti
tumbuhan jinak, selalu tersenyum. Dia pernah menjadi
tumpuan harapannya walau akhirnya mencoba menghabisi
nyawa ibunya. Eve, si pembunuh—sebetulnya dia bisa jadi
perempuan berkuasa yang dikagumi dunia seandainya tak
ada benih kejahatan dalam hatinya. Ironisnya, pikir Kate,
hukuman luar biasa yang dideritanya justru datang dari
suaminya yang lemah dan bukan apa‐apa. Alexandra. Dia
cantik, hangat, dan berbudi—kekecewaan paling pahit. Dia
justru mementingkan kebahagiaan sendiri ketimbang
kelanggengan perusahaan. Dia tak tertarik pada
Kruger‐Brent. Suami yang dipilihnya pun menolak terlibat
dalam perusahaan. Pengkhianat—kedua mereka itu.
Apakah segala jerih‐payahnya selama ini tak ada artinya?
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tidak, pikir Kate. Aku takkan membiarkan begini akhirnya.
Sudah kubangun sebuab dinasti besar dan terhormat. Ada
rumah sakit yang diberi nama sama dengan namaku di Cape
Town. Tak sedikit sekolah dan perpustakaan yang telah
kudirikan buat bangsa Banda. Kepalanya mulai terasa sakit.
Perlahan‐lahan ruangan itu seolah dipenuhi arwah‐arwah.
Jamie McGregor dan Margaret—Oh, cantiknya dia—juga
Banda. Mereka semua tersenyum kepadanya. Dan, ah,
David sayang—dia mengulurkan tangan. Kate mengge‐
leng‐gelengkan kepala, berusaha menghilangkan semua
bayang‐bayang yang dilihatnya. Tidak. Dia belum siap
bergabung dengan mereka. Sebentar lagi, pikirnya.
Sebentar lagi.
Ada satu anggota keluarga lagi dalam ruangan itu. Kate
menoleh, memandang buyutnya yang tampan. Katanya,
“Kemarilah, Nak.”
Robert melangkah menghampiri neneknya, lalu
memegangi tangan perempuan itu.
“Pesta ulang tahunnya hebat, Nek!”
“Terima kasih, Robert. Syukurlah kau senang. Bagaimana
sekolahmu?”
“Dapat A semua. Kan Nenek menyuruhku mendapatkan
A sebanyak‐banyaknya? Aku juara satu di kelas.”
Kate memandang Peter. “Sekolahkan Robert di Wharton
kelak kalau umurnya sudah cukup. Sekolah itu terkenal
paling—”
Peter tertawa. “Astaga, Kate! Belum juga menyerah?
Robert biar memilih sendiri yang dia sukai. Dia punya bakat
musik yang menonjol. Katanya dia kepingin jadi musisi
klasik. Biarlah dia memilih jalan hidupnya sendiri.”
Kau benar, desah Kate. “Aku sudah tua, tak berhak
mencampuri urusan kalian. Kalau memang dia kepingin
jadi musisi, ya jadilah dia musisi.” Kate berpaling pada
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
buyutnya. Ada pancaran kasih sayang di matanya. “Ingatlah,
Robert, aku tak bisa menjanjikan apa‐apa. Tapi, aku akan
berusaha membantumu. Aku kenal kawan dekat Zubin
Mehta.”
TAMAT
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ