Tiraikasih Website http://kangzusi.com
belum cukup. Ia mengundang orang tuanya datang dan
hidup bersamanya, tapi mereka tak mau meninggalkan
Skotlandia. Kakak dan adiknya sudah berkeluarga. Jamie
mengirimi orang tuanya uang banyak sekali. Ini membuat
hatinya puas. Tapi, hidupnya sendiri tak bergejolak lagi
sekarang. Beberapa tahun sebelumnya banyak naik‐turun
dia alami. Itu membuatnya merasa hidup. Ya, ia merasa
hidup ketika bersama Banda berlayar melewati daerah
berkarang Sperrgebiet. Ia merasa hidup kala merayap
melintasi padang pasir beranjau. Sudah lama betul ia tak
hidup. Ia tak mau mengakui bahwa sebetulnya ia kesepian.
Sekali lagi diraihnya botol brandy. Sudah kosong.
Mungkin ia sudah minum kebanyakan. Atau, mungkin pula
Nyonya Talley teledor—lupa menaruh yang penuh. Jamie
bangkit, mengambil brandy lagi dari pantry. Dia sedang
membuka sumbat botol waktu terdengar suara bayi. Dia!
Pasti Nyonya Talley menaruhnya di kamarnya, dekat dapur.
Perintah Jamie betul‐betul dipatuhi perempuan itu. Dua
hari ini belum pernah bayi itu tampak atau kedengaran
suaranya. Terdengar oleh Jamie Nyonya Talley mengajak
bayi itu bicara dengan nada manis seperti yang biasa
dilakukan perempuan kalau mengajak bayinya mengobrol.
“Gantengnya, kamu,'* Nyonya Talley berkata. “Dan manis
benar. Betul, Sayang, kau manis sekali.”
Bayi itu berbunyi lagi. Jamie melangkah ke pintu kamar
Nyonya Talley yang terbuka, lalu melihat ke dalam. Entah
dari mana, Nyonya Talley sudah mendapatkan boks bayi.
Bayi itu terbaring di dalamnya. Nyonya Talley bersandar
pada pinggir boks. Bayi itu menggenggam jari Nyonya
Talley.
“Kuat betul kau, Jamie. Kalau besar nanti, pasti kau
jadi—” Nyonya Talley mendadak berhenti, kaget. Tiba‐tiba
saja majikannya sudah berdiri di pintu.
“Oh,” ucapnya gugup. “Cari apa, Tuan McGregor?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Tidak cari apa‐apa.” Jamie melangkah mendekati boks.
“Aku terganggu bunyi dari sini.” Dan Jamie pun memandang
darah dagingnya buat pertama kalinya. Bayi itu ternyata
lebih besar dari yang dia kira. Dan, tampan. Nampaknya
bayi itu tersenyum kepada Jamie.
“Oh, maaf, Tuan McGregor. Dia bayi manis luar biasa.
Sehat lagi. Coba berikan jari Tuan. Pasti dicengkeram
kencang.”
Tanpa sepatah kata pun, Jamie nyelonong pergi.
Jamie McGregor punya lebih dari lima puluh pegawai
yang bekerja pada berbagai perusahaannya. Semua
pegawainya, dari pengantar surat sampai pimpinan
tertinggi, tahu dari mana asal‐usul nama Kruger‐Brent Ltd.
dan mereka bangga bekerja untuk Jamie McGregor. David
Blackwell belum lama ini diterima bekerja pada salah satu
perusahaannya. Ia anak lelaki enam belas tahunan, putra
salah seorang mandor tambang Jamie—pendatang dari
Oregon, Amerika Serikat, yang bertujuan mencari berlian.
Anak itu pernah bekerja pada satu musim panas di
perusahaan Jamie. Melihat kerjanya yang memuaskan,
Jamie menawari David Blackwell pekerjaan tetap. David
Blackwell masih muda, cerdas, dan menarik. Jamie tahu
anak muda itu bisa menyimpan rahasia. Itu sebabnya Jamie
menyerahkan tugas khusus ini kepadanya.
“David, pergilah ke rumah pemondokan Nyonya Owens.
Ada perempuan bernama Margaret van der Merwe tinggal
di sana.”
Kalaupun sebetulnya ia tahu, David Blackwell tak
menunjukkan tanda‐tanda ia tahu siapa perempuan itu.
“Baik, Tuan.”
“Bicaralah dengan dia saja. Dia menitipkan bayinya pada
Nyonya Talley, pengurus rumah tanggaku. Katakan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kepadanya, agar hari ini juga ia jemput bayi itu dan bawa
pergi dari rumahku.”
“Baik, Tuan McGregor.”
Setengah jam kemudian David Blackwell kembali. Jamie
mengalihkan perhatian dari atas meja kerjanya.
“Tuan, maaf. Saya tak berhasil.”
Jamie bangkit. “Mengapa?” tanyanya. “Tugas segampang
itu tak bisa?”
“Nona van der Merwe tidak ada di sana, Tuan.”
“Kalau begitu, cari dia.”
“Dia pergi meninggalkan Klipdrift dua hari yang lalu.
Katanya, dia akan pulang lima hari lagi. Kalau Tuan
menghendaki aku—”
“Tidak.” Jamie tak mau punya kesan mencari Margaret.
“Lupakan saja, David.”
“Baik, Tuan.” Anak itu keluar dari ruang kerja Jamie.
Kurang ajar perempuan itu! Dia bakal dapat kejutan,
kalau kembali nanti. Bayinya akan kembali kepadanya.
Malam itu Jamie makan sendirian di rumahnya. Ia
sedang minum brandy di ruang kerjanya, di rumah, waktu
Nyonya Talley datang untuk membicarakan urusan rumah
tangga. Di tengah‐tengah pembicaraan, mendadak ia diam,
pasang telinga. Lalu katanya,
“Maaf sebentar, Tuan McGregor. Kudengar Jamie
menangis.” Ia tergopoh‐gopoh meninggalkan ruang kerja
Jamie.
Jamie membanting gelas brandy‐nya. Isinya tumpah.
Sialan bayi itu! Ibunya beraniberani lagi kasih nama Jamie.
Ia tak mirip Jamie. Tak mirip siapasiapa.
Sepuluh menit kemudian Nyonya Talley datang lagi.
Terlihat olehnya tumpahan brandy.
“Perlu diambilkan brandy lagi, Tuan?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Tak usah,” sahut Jamie dingin. “Yang perlu kauingat
cuma satu, siapa majikanmu. Aku tak. mau terganggu oleh
anak jadah itu. Jelas, Nyonya Talley?”
“Ya, Tuan.”
“Makin cepat bayi itu pergi dari sini, makin bagus.
Mengerti?”
Nyonya Talley menggigit bibir. “Ya, Tuan. Ada yang lain
lagi?”
“Tidak.”
Nyonya Talley beranjak pergi.
“Nyonya Talley.”
“Ya, Tuan McGregor?”
“Katamu dia menangis. Tidak sakit, kan, dia?”
“Tidak, Tuan. Cuma ngompol minta diganti popok.”
Jijik Jamie mendengarnya. “Sudah.”
Jamie pasti marah kalau saja dia tahu pelayan di
rumahnya tak henti‐hentinya mengobrolkan dia dan bayi
itu. Mereka semua berpendapat tingkah laku Jamie tak
masuk akal. Tapi, semuanya sadar, bahwa sepatah kata saja
mereka ucapkan tentang hal itu, maka mereka akan dipecat
pada saat itu juga. Jamie McGregor bukan tipe orang yang
mau menerima saran orang lain.
Esok harinya Jamie McGregor rapat sampai malam. Ia
menanam uang untuk pembuatan jalur kereta api baru.
Bukan jalur besar. Cuma dari Padang Namib ke De Aar. Dari
sana bersambung ke jalur Cape Town—Kimberley.
Sekarang, lebih murah mengangkut berlian dan emasnya
langsung ke pelabuhan. Jalur kereta api pertama di Afrika
Selatan dibuka pada tahun 1860, menghubungkan Dunbar
dan Point. Sejak itu jalur‐jalur baru dibuat menghubungkan
Cape Town dan Wellington. Rel kereta akan menjadi urat
nadi yang dengan cepat bisa mengalirkan manusia dan
hasil tambang melintasi bentangan daratan Afrika Selatan.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Jamie berniat mengambil bagian dalam perkeretaapian itu.
Itu baru permulaan rencananya. Sesudah itu, pikir Jamie,
usaha angkutan laut. Kapalku sendiri kelak yang membawa
hasil tambang menyeberangi samudra.
Ia sampai ke rumah sudah lepas tengah malam, langsung
melepas pakaian, dan merebahkan diri ke ranjang. Ruang
tidurnya ditata perancang interior dari London. Tempat
tidurnya luas, sandaran kepalanya diukir di Cape Town. Di
sudut ada laci‐laci gaya Spanyol dan dua lemari pakaian
besar berisi lebih dari lima puluh setel jas serta tiga puluh
pasang sepatu. Sebetulnya Jamie bukan tipe orang yang
senang berpakaian perlente. Tapi ia merasa puas punya
pakaian banyak. Terlalu banyak sudah ia mengenakan
pakaian gombal compang‐camping.
Jamie hampir terlelap ketika tiba‐tiba terdengar tangis.
Jamie bangkit, memasang telinga. Tak kedengaran apa‐apa.
Tangis bayikah yang terdengar tadi? Jangan‐jangan terjatuh
dari boksnya. Jamie tahu Nyonya Talley kalau sudah tidur
tak dengar apa‐apa. Bisa celaka kalau sampai terjadi
sesuatu dengan bayi itu ketika tinggal di rumahnya. Bisa‐
bisa ia dituntut bertanggung jawab. Kurang ajar perempuan
itu, pikir Jamie.
Cepat ia meraih jas kamar dan memakai sandal. Lalu
bergegas Jamie menuju ke kamar Nyonya Talley. Di pintu ia
pasang telinga. Tak ada suara apa‐apa. Perlahan‐lahan ia
mendorong pintu itu. Nyonya Talley tidur lelap—
meringkuk di balik selimut. Jamie melangkah ke dekat boks.
Bayi itu terbaring. Matanya terbuka. Jamie lebih mendekat
lagi, memperhatikan. Ada kemiripan! Astaga! Mulut dan
dagunya mirip betul dengan mulut dan dagu Jamie.
Matanya biru. Tapi, semua bayi memang lahir bermata biru.
Melihat gelagatnya, Jamie yakin kelak mata anak itu kelabu.
Bayi itu menggerak‐gerakkan tangannya sambil tersenyum
pada Jamie. Suara lucu dari mulutnya keluar—seperti
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mengajak bercanda. Anak pemberani, pikir Jamie. Kalau
bayi lain pasti nangis berteriak‐teriak. Jamie mengamati
lebih dekat lagi. Betul. Ia bayi McGregor.
Akhirnya Jamie memberikan jari tangannya kepada si
bayi. Bayinya segera memegang jari Jamie dan
menggenggamnya—kuat sekali. Wah, kuat betul, pikir
Jamie. Mendadak wajah bayi itu berubah. Lalu tercium bau
pesing.
“Nyonya Talley!”
Perempuan itu terlonjak, kaget. “Ada‐apa? Ada apa?”
“Bayinya dijaga yang betul dong. Masak mesti aku yang
jaga?”
Jamie lalu nyelonong pergi.
“David, tahu apa kau tentang bayi?”
“Maksudnya, apanya, Tuan?” David Blackwell kembali
bertanya.
“Yah, misalnya saja sukanya main apa? Hal‐hal seperti
itulah.”
Pemuda Amerika itu menjawab, “Kalau masih kecil
sekali, sukanya main giring‐giring, Tuan McGregor.”
“Tolong belikan selusin,” perintah Jamie.
“Baik, Tuan.”
Tak sepatah pertanyaan pun dilontarkan anak muda itu.
Jamie suka sikap seperti itu. Pasti banyak yang bisa diraih
David Blackwell dalam hidupnya.
Petang harinya, Jamie pulang membawa bungkusan
mungil berwarna coklat. Nyonya Talley langsung berkata,
“Maafkan saya semalam, Tuan McGregor. Biasanya saya tak
tertidur selelap itu. Pasti keras jerit bayinya—sampai Tuan
mendengar dari kamar Tuan.”
“Tidak apa‐apa, jangan dipikirkan, Nyonya Talley,” Jamie
menyahut, berbaik hati. “Asal satu di antara kita dengar
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
saja.” Jamie menyerahkan bungkusan yang dia bawa.
“Berikan ini kepadanya. Giring‐giring untuk bermain.
Kasihan, seharian dikurung di boks terus.”
“Oh, tidak dikurung terus. Saya ajak dia keluar juga kok,
Tuan.”
“Kaubawa ke mana saja dia?”
“Ah, cuma ke halaman. Pokoknya yang bisa kelihatan
sambil kerja.”
Dahi Jamie berkerut. “Semalam nampaknya dia kurang
sehat.”
“Masak iya, Tuan?”
“Pucat. Jangan sampai dia sakit sebelum ibunya datang
menjemput.”
“Oh, tidak, Tuan.”
“Sebaiknya kulihat lagi dia.”
“Silakan. Boleh saya ambil dia kemari?”
“Ya, Nyonya Talley. Ambil dia dan bawa kemari.”
“Baik, Tuan McGregor.”
Dalam sekejap perempuan itu sudah kembali. Jamie kecil
dalam gendongannya. Tangan mungil bayi itu
menggenggam giring‐giring biru. “Ah, dia tak kelihatan
pucat, Tuan.”
“Mungkin aku salah lihat. Coba berikan dia kepadaku.”
Hati‐hati, Nyonya Talley menyerahkan bayi yang ia
gendong kepada Jamie. Jamie pun menggendong anaknya
buat pertama kali. Ia kaget merasakan perasaan yang tiba‐
tiba merambati dirinya. Seolah, tanpa ia sadari, saat inilah
yang selama ini ia tunggu‐tunggu. Yang digendongnya ini
darah dagingnya sendiri—Jamie McGregor, Jr. Apa artinya
memiliki tambang berlian, emas, dan perusahaan kereta
api, kalau kelak tak ada yang meneruskan? Tolol betul aku
ini! Jamie berpikir. Selama ini dia tak pernah menyadari
kekurangannya. Ia dibutakan oleh nafsunya untuk
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
membalas dendam. Memandang bayi dalam gendongannya,
batu keras dalam hatinya pun lumer.
“Pindahkan boks Jamie ke kamarku, Nyonya Talley.”
Tiga hari kemudian ketika Margaret datang menjemput
Jamie kecil, Nyonya Talley yang membukakan pintu
berkata, “Tuan McGregor sedang ke kantor, Nona van der
Merwe. Tapi, beliau minta dikabari kalau Nona datang.
Katanya beliau perlu bicara dengan Anda.”
Margaret menunggu di ruang keluarga sambil mendekap
Jamie kecil. Betapa kangennya dia pada bayi itu. Entah
berapa kali ia hampir tak tahan ingin cepat‐cepat kembali
ke Klipdrift. Ia takut sesuatu terjadi pada diri bayinya—
sakit atau jatuh. Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/ Tapi Margaret menguat‐nguatkan
diri dan rencananya berhasil. Jamie kepingin bicara dengan
dia! Ah, akhirnya tercapai juga cita‐citanya. Mereka bertiga
akan bersatu.
Saat Jamie melangkah masuk, Margaret mendadak
dilanda emosi lama. Ya, Tuhan, pikirnya. Aku masih begitu
mencintai dia.
“Halo, Maggie.”
Margaret tersenyum—hangat dan bahagia. “Halo, Jamie.”
“Aku ingin memiliki anakku.”
Hati Margaret bernyanyi riang. “Tentu saja, Jamie. Aku
tak pernah meragukan itu.”
“Aku berjanji mengusahakan anak itu hidup layak dan
memanfaatkan segala fasilitas yang bisa kuberikan
kepadanya. Tentu saja dengan sendirinya kau pun tak akan
terlantar.”
Margaret memandang Jamie. Bingung. “Aku tak mengerti
maksudmu.”
“Kubilang, aku ingin memiliki anakku.”
“Kupikir, maksudmu—kau dan aku—”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Tidak. Aku cuma ingin anak itu.”
Perasaan marah luar biasa timbul dalam hati Margaret.
“Oh, begitu? Aku tak mau melepaskan anak ini, Jamie.”
Jamie mengamati Margaret sesaat. “Baiklah. Kita
kompromi saja. Kau boleh tinggal di sini bersama Jamie.
Kau jadi—pengasuhnya.” Melihat wajah Margaret, Jamie
menambahkan, “Maumu apa?”
“Aku ingin anakku punya nama,” balasnya tajam. “Nama
ayahnya.”
“Baik. Nanti kuadopsi dia.”
Margaret mendelik. “Mengadopsi anakku? Tidak! Kau
takkan memiliki anakku, Jamie. Iba aku melihat kau. Jamie
McGregor—kaya dan berkuasa, tapi sebenarnya tak punya
apa‐apa yang berarti. Kau perlu dikasihani, Jamie.”
Jamie berdiri terpaku menyaksikan Margaret pergi
membawa bayinya.
Keesokan harinya Margaret bersiap‐siap untuk
berangkat ke Amerika.
“Melarikan diri tidak akan menyelesaikan persoalan,”
debat Nyonya Owens.
“Aku bukan melarikan diri. Aku cuma mencari tempat
baru—tempat aku dan bayiku bisa memulai hidup baru.”
Margaret tak mau ia dan anaknya dijadikan bulan‐
bulanan Jamie McGregor.
“Kapan kau berangkat?”
“Secepatnya. Kami naik cikar ke Worchester, lalu dari
sana naik kereta api ke Cape Town. Tabunganku cukup
membawa kami berdua sampai ke New York.”
“Jauh lho, perjalanannya.”
“Tak apa‐apa. Orang bilang Amerika itu negeri penuh
kesempatan. Itulah yang kami butuhkan.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejauh ini Jamie selalu merasa bangga karena selalu bisa
tenang dalam menghadapi tekanan apa pun. Kali ini setiap
orang dibentak. Suasana di kantornya tak tenang. Apa saja
yang dilakukan orang dianggap salah. Sedikit‐sedikit
suaranya melengking. Ini—itu dipermasalahkan. Pendek
kata, Jamie tak bisa menguasai diri. Tiga malam ia tak bisa
tidur. Terngiang terus di telinganya pembicaraan dengan
Margaret tempo hari. Kurang ajar! Mestinya Jamie harus
tahu Margaret akan memaksa Jamie mengawini dia. Licik.
Persis ayahnya. Jamie salah bicara. Ia cuma mengatakan
Margaret tak akan terlantar, tapi tidak secara spesifik
menyebutkan uang. Ya, uang! Mestinya ia menawari
Margaret uang. Seribu pound—sepuluh ribu pound—atau
lebih.
“Aku punya tugas yang sensitif buat kau,” ujar Jamie
kepada David Blackwell.
“Ya, Tuan.”
“Temui Nona van der Merwe. Katakan, kutawari dia uang
dua puluh ribu pound. Pasti dia tahu apa yang kuminta
sebagai gantinya.” Jamie menulis cek. Punya uang itu enak.
“Nih, berikan kepadanya.”
“Baik, Tuan.”
David Blackwell pun pergi.
Lima belas menit kemudian pemuda itu kembali,
menyerahkan ceknya kepada majikannya. Cek itu telah
robek jadi dua. Jamie merasa wajahnya merah padam.
“Terima kasih, David. Cukup.”
Rupanya Margaret minta tambah. Baik. Cuma kali ini dia
sendiri yang akan menyerahkan uangnya.
Sorenya Jamie McGregor pergi ke tempat Nyonya Owens.
“Boleh bertemu Nona van der Merwe?” tanya Jamie.
“Wah, maaf,” Nyonya Owens menyahut. “Dia sudah
berangkat ke Amerika.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Jamie merasa perutnya ditinjui Tak mungkin! Kapan
berangkatnya?”
“Dia dan anaknya naik kereta yang berangkat siang ke
Worchester.”
Kereta api di Worchester dijejali penumpang. Kursi dan
jalan di antara kursi‐kursinya terisi semua. Ada pedagang
dengan istri mereka, tukang jualan, pencari mutiara,
penduduk asli, tentara, pelaut... semuanya hendak ke Cape
Town. Kebanyakan baru sekali itu naik kereta api.
Suasananya jadi riang‐gembira. Margaret berhasil
mendapat tempat duduk dekat jendela. Di sana Jamie kecil
aman, takkan terjepit orang banyak. Ia duduk mendekap
bayinya. Tak ia hiraukan hiruk‐pikuknya manusia di
sekitarnya. Pikirannya melayang ke kehidupan baru yang
akan mereka hadapi di negeri baru sana. Bukan sesuatu
yang gampang. Ke mana pun ia menuju, tetap saja ia
perempuan tak kawin dan punya anak. Masyarakat mana
pun akan memandangnya hina. Pokoknya, tekadnya bulat:
mencari jalan buat menghidupi anaknya dengan memadai.
Terdengar olehnya kondektur berteriak, “Penumpang cepat
naik semua!”
Margaret mengangkat wajahnya yang sejak tadi
tertunduk. Jamie berdiri di depannya. “Bawa semua
barangmu,” perintahnya. “Turun dari kereta.”
Dia masih berpikir aku bisa dibeli, pikir Margaret.
“Berapa banyak yang kautawarkan kali ini, Jamie?”
Jamie memperhatikan anaknya yang tidur nyenyak
dalam gendongan Margaret. “Aku menawarimu
perkawinan.”
9
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
TIGA hari kemudian mereka menikah. Upacaranya
sangat singkat. Satu‐satunya saksi David Blackwell.
Jamie McGregor diliputi emosi campur aduk sepanjang
upacara perkawinannya. Ia sudah terbiasa menguasai
orang lain, memanipulasi mereka. Kali ini, ia yang
dimanipulasi. Diliriknya Margaret. Cantik. Berdiri di
sampingnya. Terkenang Jamie akan nafsu dan penyerahan
diri perempuan ini tempo hari. Tapi, cuma sekadar
kenangan. Birahi‐nya tak timbul lagi. Margaret telah ia
manfaatkan sebagai alat pembalas dendam. Dan ia telah
memberikan keturunan buat Jamie. Ahli warisnya.
Pendeta mengatakan, “Dengan ini kunyatakan kalian
sebagai suami‐istri. Kau boleh mencium istrimu.”
Jamie membungkuk sedikit, sekilas menyentuh pipi
Margaret dengan bibirnya.
“Kita pulang,” ajak Jamie. Anaknya sudah menunggunya.
Sesampai di rumahnya, Jamie memberi tahu Margaret
kamar yang ia peruntukkan buat Margaret. Letaknya di
bangunan sayap.
“Ini kamarmu,” ujar Jamie.
“Oh.”
“Aku akan cari pengurus rumah tangga lain. Biar Nyonya
Talley yang merawat Jamie. Kalau perlu apa‐apa, beri tahu
saja David Blackwell.”
Margaret merasa ditampar. Perlakuan Jamie
terhadapnya tak ubahnya perlakuan majikan terhadap
pelayannya. Tapi, itu tak penting. Anakku sekarang punya
nama. Itu sudah cukup buatku.
Jamie tidak pulang makan malam. Margaret mula‐mula
menunggu. Akhirnya dia makan sendiri. Malam itu ia tak
bisa memejamkan mata. Setiap bunyi‐bunyian terdengar
olehnya. Baru jam empat subuh ia tertidur. Gadis Madam
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Agnes yang mana yang dipilih Jamie? Itu yang terakhir
terlintas dalam pikiran Margaret sebelum ia terlelap.
Hubungan Margaret dan Jamie tak berubah sejak
perkawinan mereka. Tapi, hubungan Margaret dengan
penduduk Klipdrift berubah seratus delapan puluh derajat.
Mendadak Margaret menjadi tokoh terkemuka yang
disegani. Sebagian besar penduduk kota itu secara langsung
maupun tidak punya ketergantungan pada Jamie McGregor
serta Kruger‐Brent Ltd. Mengetahui Margaret van der
Merwe cukup berharga dijadikan istri Jamie McGregor,
mereka akhirnya memutuskan bahwa ia pun patut mereka
hargai. Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/ Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/ Sekarang, jika Margaret membawa
Jamie berjalan‐jalan, ia selalu disapa orang dengan ramah‐
tamah. Berbagai undangan dikirim kepadanya. Undangan
menghadiri acara minum teh, makan siang, makan malam,
malam dana, dan sebagainya. Ia malah diminta menjadi
ketua komite. Sekali Margaret menata rambut dengan gaya
baru, keesokan harinya berpuluh‐puluh perempuan lain di
kota itu mengikuti. Margaret membeli gaun kuning. Gaun
kuning pun menjadi mode. Seperti dulu, ketika mereka
bersikap acuh tak acuh dan mencacinya, kini pun Margaret
menanggapi mereka dengan sikap yang sama—tenang dan
anggun.
Jamie pulang cuma buat bermain dengan anaknya.
Sikapnya terhadap Margaret tetap jauh dan sopan. Setiap
pagi Margaret berpura‐pura sebagai istri yang bahagia di
hadapan pelayan‐pelayan mereka, walau suaminya dingin
dan tak acuh. Begitu Jamie berangkat, Margaret lari ke
kamarnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia benci
akan dirinya. Ke mana harga dirinya? Margaret tahu betul
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ia masih mencintai Jamie dengan segenap hatinya. Cintaku
kepadanya takkan pernah luntur. Oh, Tuhan, tolonglah aku.
***
Jamie sedang berkunjung ke Cape Town dalam rangka
bisnis. Ketika keluar dari Hotel Royal, seorang sais Negro
menyapa, “Sado, Tuan?”
“Tak perlu,” sahut Jamie. “Jalan saja.”
“Kata Banda, mungkin Anda perlu kendaraan. Mendadak
Jamie berhenti. Ia pandangi sais d depannya. “Banda?”
“Ya, Tuan McGregor.”
Jamie langsung melompat ke sado yang ditawarkan.
Saisnya mengayun pecut dan sadonya pun melaju. Jamie
duduk bersandar. Ia memikirkan Banda, sahabatnya yang
setia dan pemberani. Sudah berkali‐kali Jamie mencoba
mencarinya selama dua tahun terakhir ini, tapi belum
pernah berhasil. Sekarang ia akan bertemu dengan
kawannya itu.
Sais membelokkan sadonya ke arah pantai. Jamie segera
tahu ke mana mereka menuju. Kira‐kira seperempat jam
kemudiam sado yang ia tumpangi berhenti di depan gudang
terbengkalai, tempat ia dan Banda membuat rencana pergi
ke Gurun Namib dulu. Sembrono betul aku dan dia waktu
itu, pikir Jamie. Ia melangkah turun, lalu menuju ke gudang.
Banda menunggunya di sana. Rupanya masih persis seperti
tempo hari. Bedanya, pakaiannya sekarang rapi: jas dan
hem lengan panjang berdasi.
Sejenak keduanya berdiri berhadap‐hadapan, saling
pandang. Senyum lebar tersungging di wajah masing‐
masing. Lalu mereka berpelukan.
“He, perlente kau, ya?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Jamie tersenyum. Banda manggut‐manggut. “Nasibku
lumayan. Aku jadi beli peternakan yang pernah kusebut
dulu. Aku sudah beristri. Anakku dua. Lelaki semua.
Ladangku kutanami gandum. Dan, kami beternak burung
unta.”
“Burung unta?”
“Bulunya mahal.”
“Ah. Aku ingin ketemu keluargamu, Banda.”
Jamie terkenang akan keluarganya sendiri di Skotlandia.
Betapa rindu ia pada mereka. Sudah empat tahun ia
meninggalkan kampung halaman.
“Sudah lama aku mencari kau.”
“Aku sibuk selama ini, Jamie.” Banda bergeser. “Aku
sengaja mencari dan menemui kau untuk memberi
peringatan. Nampaknya kau akan menghadapi masalah,
kawan.”
Jamie mengamati Banda. “Masalah apa?”
“Pengurus Gurun Namib—Hans Zimmerman —dia jahat,
Jamie. Buruh di sana benci betul pada lelaki itu. Mereka
sudah mulai bicara tentang minggat. Kalau sampai terjadi,
petugas keamananmu pasti mencegat dan akan terjadi
keributan.”
Jamie menatap wajah kawannya tanpa berkedip.
“Kau ingat lelaki yang pernah kusebut‐sebut dulu—John
Tengo Javabu?”
“Ya. Dia pimpinan partai politik. Sudah beberapa kali
kubaca berita tentang dia. Dia banyak bikin donderstorm.”
“Aku pengikutnya.”
Jamie manggut‐manggut. “Oh. Baiklah, Banda, akan
kucari jalan terbaik buat menyelesaikan masalah itu,” janji
Jamie.
“Bagus. Kau sekarang sudah jadi orang kuat, Jamie. Aku
bangga.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Terima kasih, Banda.”
“Dan, anakmu tampan.”
Jamie kaget bukan main. “Kok tahu?”
“Aku selalu cari berita tentang sobat lamaku.” Banda
bangkit. “Aku harus menghadiri rapat sekarang, Jamie.
Akan kusampaikan kepada mereka, bahwa kau akan
bereskan masalah Gurun Namib.”
“Betul. Akan kutangani sendiri.” Jamie mengikuti Banda
menuju ke pintu. “Kapan kita ketemu lagi?”
Banda tersenyum. “Aku takkan jauh dari sekitar sini.
Menyingkirkan aku tidak gampang, Jamie.”
Banda pun pergi.
Ketika kembali ke Klipdrift, Jamie memanggil David
Blackwell.
“Akhir‐akhir ini, adakah masalah di Gurun Namib,
David?”
“Setahuku tidak, Tuan McGregor.” Ia ragu. “Tapi, dengar‐
dengar mereka akan berontak.”
“Pengurusnya Hans Zimmerman. Coba cari tahu, apakah
betul ia memperlakukan buruh dengan tak, patut. Kalau
benar, hentikan segera. Aku ingin kau sendiri yang ke sana.”
“Baik, Tuan McGregor. Besok pagi aku berangkat.”
Setibanya di padang berlian di Namib, diam‐diam David
Blackwell mengobrol dengan petugas keamanan dan buruh
di sana. Mendengar yang mereka ceritakan, David
memendam marah luar biasa. Setelah mendengar semua
yang ingin dia dengar, David Blackwell bergegas menemui
Hans Zimmerman.
Perawakan Zimmerman mirip raksasa. Beratnya kira‐
kira seratus lima puluh kilogram dengan tinggi hampir dua
meter. Wajahnya bengis, berkeringat. Matanya merah.
Belum pernah David Blackwell bertemu dengan orang
sejelek itu. Sayangnya, ia termasuk salah seorang mandor
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
paling hebat yang dimiliki oleh Kruger‐Brent Ltd. Ia sedang
sibuk di balik meja kerjanya ketika David datang. Ruang
kantor yang kecil itu jadi seperti ruang liliput dengan
adanya Zimmerman di sana.
Zimmerman bangkit, menjabat tangan David. “Selamat
datang, Tuan Blackwell. Mendadak betul kedatangan Anda.”
David yakin Zimmerman sudah mendengar berita
tentang kedatangannya.
“Mau minum wiski?”
“Tak usah. Terima kasih.”
Zimmerman bersandar di kursinya. Senyum lebar
menghias wajah lelaki itu. “Apa yang bisa kulakukan buat
Anda, Tuan Blackwell? Masih kurang banyakkah berlian
yang kami keduk buat Bos?”
Keduanya tahu betul bahwa hasil berlian dari Gurun
Namib sangat memuaskan. “Buruh di sini kupaksa
menghasilkan jauh lebih banyak dari buruh di tempat Jain,”
Zimmerman membanggakan diri.
“Kami mendengar buruh di sini mengeluh,” ujar David.
Senyum di wajah Zimmerman mendadak padam.
“Keluhan macam apa itu?”
“Katanya orang‐orang di sini diperlakukan buruk dan—”
Zimmerman melonjak berdiri. Wajahnya membara.
“Mereka bukan orang. Mereka kaffir, penduduk asli. Kalian
memang enak—cuma duduk‐duduk di kantor pusat—”
“Dengar dulu,” putus David. “Tak ada—”
“Kau yang dengar aku! Aku menghasilkan berlian jauh
melebihi mandor mana pun di perusahaan ini. Tahukah kau
kenapa aku berhasil? Kubikin buruh‐buruh itu takut pada
Tuhan.”
“Di tambang berlian kita yang lain,” sela David, “buruh
dibayar lima puluh sembilan shilling sebulan, plus
mendapat makan. Di sini, kau cuma bayar mereka lima
puluh shilling sebulan.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Oh, jadi kau tak terima usahaku mendatangkan lebih
banyak keuntungan buat perusahaan?”
“Jamie McGregor tak setuju dengan cara ini,” sahut
David. “Naikkan upah mereka, Tuan Zimmerman.”
Zimmerman gondok. “Oke. Toh uang bos juga.”
“Kudengar, buruh‐buruh sering dicambuk.”
Zimmerman mendengus. “Astaga! Penduduk pribumi tak
merasa apa‐apa, Tuan! Kulit mereka tebal. Cambuk takkan
melukai mereka. Cuma menakut‐nakuti mereka.”
“Kalau begitu, tiga buruh mati Anda takut‐takuti, Tuan
Zimmerman.”
Zimmerman mengangkat bahu. “Gantinya banyak. Tak
perlu dirisaukan.”
Binatang buas, lelaki ini, pikir David. Dan berbahaya. Ia
menatap mandor raksasa itu. “Kalau kami dengar ada yang
tak beres di sini, kami takkan ragu‐ragu mengganti Anda,
Tuan Zimmerman.” David bangkit. “Mulai sekarang, kami
minta Anda memperlakukan buruh sebagai manusia. Tak
ada lagi penyiksaan. Sudah kulihat sendiri bedeng mereka.
Seperti kandang babi. Lakukan sesuatu agar keadaannya
lebih baik.”
Hans Zimmerman mendelik pada David, menahan
marah. “Ada yang lain lagi?” tanya lelaki itu akhirnya.
“Ya. Tiga bulan lagi aku kembali. Kalau yang kulihat tak
memuaskan, kami persilakan Anda mencari pekerjaan di
perusahaan lain. Permisi.”
Hans Zimmerman lama berdiri terpaku di situ. Hatinya
mendidih. Tolol, pikirnya. Uitlander, sih. Zimmerman orang
Boer. Ayahnya orang Boer juga. Mereka beranggapan tanah
Afrika itu milik mereka. Bangsa Negro dianugerahkan
kepada mereka buat mengabdi. Kalau Tuhan menghendaki
orang‐orang itu diperlakukan sebagai manusia, tentu
kulitnya takkan hitam begitu. Jamie McGregor tak mengerti
semua ini. Tapi, namanya juga uitlander, pencinta pribumi!
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Hans Zimmerman tahu ia mesti lebih hati‐hati. Tapi, ia akan
tunjukkan siapa yang lebih berkuasa di Namib.
Kruger‐Brent Ltd, semakin berkembang. Jamie McGregor
sering sekali bepergian. Ia mengambil alih pabrik kertas di
Kanada, dan perusahaan pelayaran di Australia. Jika
kebetulan di rumah, Jamie menghabiskan waktunya
bermain dengan Jamie kecil. Makin hari Jamie kecil makin
mirip ayahnya. Jamie bangga melihat pertumbuhan anak
itu. Ingin ia mengajaknya bepergian jauh. Tapi, Margaret
tak membolehkan.
“Dia masih terlalu kecil. Nanti kalau sudah agak besar,
boleh kaubawa pergi ke tempat jauh. Kalau kau kangen dia,
dia ada di sini.”
Tanpa terasa Jamie kecil sudah merayakan ulang tahun
pertama, lalu kedua. Jamie heran waktu begitu cepat
berlalu. Ketika itu tahun 1887.
Buat Margaret, dua tahun terakhir berjalan teramat
lambat. Sekali seminggu Jamie mengundang orang makan
malam di rumahnya. Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/ Margaret selalu berperan sebagai
nyonya rumah yang anggun. Banyak lelaki kagum pada
Margaret. Ia lincah, cerdas, dan menyenangkan sebagai
kawan bicara. Margaret sadar, bahwa beberapa di antara
mereka itu juga terpesona oleh penampilan dan
keanggunan sikapnya. Walaupun begitu, tak ada yang
berani mendekat, karena mereka tahu ia istri Jamie
McGregor.
Kalau tamu sudah pulang semual Margaret suka
bertanya pada Jamie, “Bagaimana? Segalanya memuaskan?”
Jawaban Jamie selalu, “Bagus. Selamat malam.” Lalu ia
bergegas mendapatkan Jamie kecil. Tak lama kemudian
terdengar pintu depan ditutup. Jamie keluar lagi.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Setiap malam Margaret McGregor gelisah memikirkan
hidupnya. Ia tahu banyak perempuan iri melihat statusnya
sekarang. Hatinya pedih. Kalau saja mereka tahu, betapa
miskin dia sebenarnya. Hidupnya cuma sebagai topeng.
Suaminya memperlakukan dia seperti orang asing. Ah,
seandainya Jamie McGregor memperhatikan dia! Apa yang
akan dilakukan lelaki itu kalau suatu pagi mangkuk bubur
havermoth yang khusus diimpor dari Skotlandia mendadak
ia tumpahkan di kepalanya? Ah, Margaret bisa
membayangkan bagaimana rupa Jamie kalau itu dia
lakukan. Ia jadi geli dan tertawa sendiri. Tetapi kemudian
tawanya berubah menjadi tangis. Aku tak mau mencintai
dia lagi. Tidak. Aku harus menghentikan cinta ini. Ya!
Sebelum cinta ini menghancurkanku...
Menjelang 1890, Klipdrift sudah berubah melebihi yang
diharapkan Jamie. Selama tujuh tahun ia di sana, Klipdrift
semakin banyak didatangi orang dari segala penjuru dunia.
Ceritanya sama saja seperti dulu. Mereka datang jalan kaki,
naik cikar, atau kereta. Mereka datang cuma berpakaian
gombal. Mereka perlu makan dan alat‐alat.
Mereka perlu tempat tinggal, dan modal. Jamie
menyediakan semuanya itu buat mereka. Saham Jamie
tersebar pada berbagai tambang emas dan berlian. Nama
dan reputasinya terus menanjak. Suatu pagi, ia menerima
pengacara De Beers, perusahaan besar yang menguasai
tambang berlian raksasa di Kimberley.
“Apa yang bisa kulakukan buat kalian?” tanya Jamie.
“Kami datang buat mengajukan tawaran kepada Anda,
Tuan McGregor. De Beers berniat mengambil alih
perusahaan Anda. Sebut saja nilainya.”
Jamie merasa melayang‐layang. Ia tersenyum. Katanya,
“Sebut nilai perusahaan Anda.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
David Blackwell menjadi orang yang semakin penting
buat Jamie McGregor. Dalam diri pemuda Amerika itu Jamie
melihat dirinya sendiri ketika muda dulu. Ia jujur, cerdas,
dan setia. Jamie menjadikan David sekretarisnya. Kemudian
mengangkat dia jadi asisten pribadi. Ketika usia David
Blackwell mencapai dua puluh satu, Jamie mengangkatnya
jadi general manager perusahaannya.
Untuk David Blackwell, Jamie bagai pengganti ayah. Ia
teringat waktu ayahnya dapat serangan jantung beberapa
waktu yang lalu. Jamie sendiri yang mengurus rumah sakit
dan menyelesaikan segala macam biayanya. Lalu, ketika
ayahnya meninggal, Jamie McGregor pula yang mengurus
penguburannya. Lima tahun bekerja di Kruger Brent Ltd,
David Blackwell makin mengenal Jamie McGregor. Ia sangat
mengagumi pria itu. Ia sadar bahwa di antara Jamie dan
Margaret ada masalah. David sangat menyayangkan hal ini,
sebab ia suka pada keduanya. Tapi, itu bukan urusanku, ujar
David kepada dirinya sendiri. Tugasku membantu Jamie
sebisaku.
Makin hari makin banyak Jamie menghabiskan waktu
bermain dengan anaknya. Jamie kecil sudah lima tahun
sekarang. Ketika pertama kali diajak Jamie ke tambang,
seminggu lamanya Jamie kecil tiada henti‐hentinya
menceritakan pengalamannya itu. Berdua mereka
berkemah, tidur dalam tenda di kolong langit berbintang.
Jamie McGregor sangat mengenal posisi bintang‐bintang di
langit Skotlandia. Di Afrika Selatan sini gugus‐gugus
bintangnya agak membingungkan. Pada bulan Januari,
Canopus bersinar cemerlang tepat tegak lurus di atas,
sementara pada bulan Mei Salib Selatan yang mendekati
Zenith. Bulan Juni merupakan musim dingin di Afrika.
Gugus Skorpio menghiasi angkasa. Betul‐betul
membingungkan. Jamie tak peduli. Ia merasa puas—
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
berbaring di tanah hangat berdampingan dengan anaknya,
memandang angkasa tak berbatas. Ia dan Jamie kecil
merupakan bagian dari semuanya itu.
Subuh mereka bangun, lalu berburu untuk sarapan:
kalkun, ayam pegar, dan kelinci. Jamie kecil punya kuda
sendiri. Kuda poni mungil. Ayah dan anak menunggang
kuda berdampingan, menjelajah padang, menghindari
lubang‐lubang dalam. Lubang buatan beruang bisa menelan
kuda dan penunggangnya. Lubang‐lubang kecil di pasir,
hasil galian sejenis kucing.
Di padang pasir banyak bahaya mengintai. Suatu kali
Jamie dan anaknya sedang berkemah di tepi sungai. Hampir
saja keduanya mati dilanda segerombolan rusa yang sedang
pindah. Mula‐mula gejala yang kelihatan hanya sekadar
kepulan debu di cakrawala. Lalu binatang padang tampak
buru‐buru pergi, sementara ular mencari batu untuk
sembunyi. Jamie melempar pandang ke cakrawala lagi.
Kepulan asap semakin dekat.
“Ayo, kita cepat pergi dari sini,” ajaknya pada Jamie kecil.
“Kemahnya—”
“Tinggal saja!?
Keduanya cepat melompat ke punggung kuda dan
memacunya ke bukit yang cukup tinggi. Terdengar oleh
mereka derap kaki binatang berlari. Lalu, rusa di barisan
terdepan muncul. Lebar barisannya hampir tiga mil. Jumlah
rusa dalam gerombolan itu pasti tak kurang dari setengah
juta ekor. Apa saja yang menghadang jalan mereka,
diterjang. Pepohonan tumbang. Rumpun semak hancur.
Terwelu, ular, jakal, dan unggas padang yang tak sempat
lolos menghindar, remuk terinjak oleh tapak gerombolan
rusa itu. Udara penuh debu dan gelegar. Ketika gerombolan
sudah lewat semua, Jamie mengira‐ngira mereka sudah tiga
jam di sana.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pada ulang tahun Jamie kecil yang keenam, ayahnya
mengatakan, “Kau akan kuajak ke Cape Town minggu
depan, Nak. Biar tahu bagaimana rupanya kota besar.”
“Ibu boleh ikut, Yah?” tanya Jamie kecil. “Ibu tak senang
berburu. Tapi, kalau jalan‐jalan di kota suka.”
Ayahnya mengusap‐usap rambut anak itu. “Ibumu sibuk
di sini, Nak. Kita pergi berdua saja, ya!”
Jamie kecil mulai merasakan hubungan kedua orang
tuanya jauh sekali. Tapi ia tak mengerti apa‐apa.
Mereka berangkat naik kereta api pribadi Jamie
McGregor. Pada tahun 1891 kereta api menjadi semakin
besar artinya bagi Afrika Selatan. Kereta api merupakan
sarana angkutan murah, nyaman, dan cepat. Kereta api
pribadi Jamie McGregor dibuat khusus memenuhi
pesanannya. Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/ Panjangnya dua puluh satu setengah
meter, terbagi menjadi empat ruangan yang bisa memuat
dua belas orang, sebuah salon yang bisa dijadikan ruang
kantor, dan sebuah ruang makan dan bar dilengkapi
dengan dapur. Keempat ruangan utamanya masing‐masing
dilengkapi tempat tidur berangka logam mengkilap
keemasan, lampu gas, dan jendela lebar.
“Mana penumpang lainnya?” tanya Jamie kecil.
Ayahnya terbahak. “Cuma kita berdua. Ini kereta
pribadimu, Nak.”
Jamie kecil asyik memperhatikan pemandangan dari
jendela hampir sepanjang perjalanan.
“Ini tanah Tuhan, Nak,” Jamie McGregor berkata. “Tuhan
mengisinya dengan berbagai mineral berharga buat kita.
Semuanya terkandung dalam tanah, menunggu digali. Yang
telah ditemukan orang selama ini barulah permulaannya.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Jamie kecil terpesona melihat banyaknya manusia dan
gedung‐gedung besar di Cape Town. Jamie mengajak
anaknya ke dok kapal McGregor. Ia menunjuk ke arah
setengah lusin kapal laut besar yang sedang berlabuh. Kuli‐
kuli sibuk membongkar dan menaikkan muatan. “Kaulihat
kapal‐kapal itu, Jamie?” tanya ayahnya. “Semuanya milik
kita.”
Sekembali mereka ke Klipdrift, Jamie kecil ribut
bercerita,
“Ayah punya segalanya di kota itu! Kalau Ibu ke sana,
pasti senang deh, Bu. Lain kali, kalau sudah tidak sibuk,
pasti Ibu diajak Ayah.”
Margaret memeluk anak itu. “Ya, sayang.”
Malam hari Jamie tak pernah di rumah. Margaret tahu
suaminya di rumah bordil Madam Agnes. Ia mendengar
berita Jamie membeli rumah untuk salah seorang anak
buah Madam Agnes, agar bisa dikunjungi secara pribadi
setiap saat. Margaret tak tahu betul‐tidaknya kabar burung
itu. Yang diketahuinya cuma: siapa pun perempuan itu, ia
ingin membunuhnya.
Untuk mempertahankan akal sehatnya, Margaret
mencurahkan perhatiannya pada tugas‐tugas sosial di
Klipdrift. Ia mempelopori pengumpulan dana untuk
pembangunan gereja dan misi penolong keluarga pencari
berlian yang masih hidup berkekurangan. Ia minta agar
Jamie memperbolehkan pencari berlian dibebaskan naik
kereta api dengan gratis pulang ke Cape Town kalau
mereka kehabisan uang dan tak punya harapan lagi.
“Yang kauminta ini bukan sesuatu yang murah, Nyonya!”
gerutunya. “Biar saja mereka pulang jalan kaki—seperti
ketika datang.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Kondisi mereka tak memungkinkan berjalan balik ke
Cape Town, Jamie,” bantah Margaret. “Kalau mereka tinggal
pun, Klipdrift terpaksa mesti menyokong mereka—kasih
makan, kasih pakaian.”
“Baiklah,” Jamie akhirnya setuju. “Meskipun menurutku
ini gagasan tolol.”
“Terima kasih, Jamie.”
Jamie McGregor memperhatikan istrinya melangkah
keluar dari kantornya. Bagaimanapun perasaannya
terhadap Margaret, ada kebanggaan di hatinya beristrikan
perempuan seperti itu. Buat seseorang, dia bisa jadi istri
yang baik, pikir Jamie.
Nama perempuan yang dibelikan rumah oleh Jamie
adalah Maggie. Dia pelacur cantik yang tempo hari duduk di
sisi Margaret, ketika makan siang dalam rangka
menyambut kedatangan bayinya. Buat Jamie situasinya
ironis: namanya sama dengan nama istrinya. Padahal,
keduanya bagai siang dan malam. Maggie yang pelacur ini
usianya dua puluh satu. Rambutnya pirang. Wajahnya nakal
dan tubuhnya montok. Di ranjang, tingkahnya bukan main.
Jamie membayar banyak kepada Madam Agnes supaya
Maggie boleh dibawa. Uang saku yang diberikannya kepada
Maggie lebih dari cukup. Jamie sangat hati‐hati bila
berkunjung ke rumah mungil yang ditempati Maggie.
Hampir selalu malam hari, jika ia merasa yakin tak ada
yang melihat. Pada kenyataannya, banyak sekali orang yang
memperhatikan, walau tak seorang pun berani
berkomentar. Klipdrift milik Jamie McGregor. Ia punya hak
buat melakukan apa saja yang ia maui.
Malam itu Jamie tak menemui kepuasan. Ia ke rumah itu
mencari kesenangan, tapi Maggie sedang tak enak hati.
Terlentang di ranjang, daster merah mudanya tak
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menyembunyikan buah dadanya yang montok serta
kerimbunan di pangkal pahanya.
“Aku bosan dikurung di rumah gila ini,” ucap Maggie.
“Kayak budak saja! Di tempat Madam Agnes masih banyak
variasi. Kenapa sih kau tak pernah mengajakku kalau
bepergian?”
“Sudah kujelaskan hal itu berkali‐kali, Maggie. Aku tak
bisa—”
Maggie melompat turun dari ranjang, lalu berdiri
berkacak pinggang di hadapan Jamie. Dasternya terbuka
lebar. “Omong kosong! Anakmu kaubawa ke mana‐mana.
Kurang apa aku? Aku kan sama saja dengan anakmu?”
“Tidak,” sahut Jamie. Tenang, menantang. “Sama sekali
tidak!”
Ia melenggang ke bar, menuang brandy. Sudah gelas
keempat—ia minum melebihi yang biasa diminumnya.
“Jadi, aku tak punya arti buatmu, ya?” pekik Maggie. “Aku
cuma sampah. Begitu?” Maggie mendongakkan kepala, lalu
tertawa terbahak‐bahak. “Dasar lelaki Skot sok alim.”
“Skotlandia—bukan Skot.”
“Kenapa sih kalau tidak mengkritik terus? Semua‐semua
yang kulakukan ada saja cacatnya. Memangnya siapa kau?
Ayahku?”
Kesabaran Jamie habis. “Besok kau boleh kembali ke
tempat Madam Agnes. Nanti dia kukabari kau akan
kembali.” Jamie mengambil topinya, lalu nyelonong ke
pintu.
“Kau tak bisa menyingkirkanku begitu saja, bajingan!”
Maggie membuntuti Jamie. Amarahnya meledak‐ledak.
Jamie berhenti di pintu. “Aku baru saja melakukannya.”
Ia lalu menghilang dalam kegelapan malam.
Jamie heran, jalannya mendadak seperti terhuyung.
Pikirannya tak jelas. Mungkin terlalu banyak minum.
Berapa gelas tadi? Entahlah! Terbayang olehnya tubuh
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Maggie di ranjang tadi—menantang dan menggoda, tapi
mengelak dan menolaknya sehabis merangsangnya hingga
gairahnya bangkit dan membutuhkan pelampiasan.
Perempuan itu lalu meninggalkannya begitu saja—
membiarkan nafsu yang telah ia bangkitkan tak terpuaskan.
Sesampai di rumahnya, Jamie langsung menuju ke
kamar. Tapi terlihat kamar Margaret masih terang. Cahaya
dari dalam tampak dari kolong pintu kamarnya yang
tertutup. Mendadak Jamie membayangkan Margaret
berbaring, mengenakan gaun tidur tipis, atau, bahkan tak
mengenakan apa‐apa. Teringat ia geliat tubuh Margaret
yang montok di pinggir Sungai Oranye dulu. Alkohol dalam
tubuhnya mendorong Jamie membuka pintu kamar
istrinya.
Margaret sedang duduk membaca bersandar bantal di
tempat tidur. Ia kaget melihat Jamie. “Jamie... mengapa
kau?”
“Memang salah masuk kamar istri sendiri?” kata‐katanya
tak jelas.
Gaun tidur yang dikenakan Margaret memang tipis. Buah
dadanya membayang jelas dan montok. Ah, indahnya tubuh
istriku! Jamie mulai menanggalkan pakaiannya.
Margaret melompat turun. Matanya terbeliak. “Mau apa
kau, Jamie?”
Jamie menyepak pintu hingga menutup, lalu mendatangi
Margaret. Dalam sekejap Margaret sudah ia bawa ke
tempat tidur. Jamie berbaring di sisinya, tanpa busana. “Oh,
aku kangen kau, Maggie.”
Dalam keadaan mabuk, tak jelas lagi Maggie mana yang
dia kangeni. Perempuan dalam pelukannya meronta! Ya, ini
memang kucing liarnya. Jamie tertawa waktu akhirnya
berhasil menjinakkannya. Tangan dan kakinya terbuka—
menyambut dan memeluk Jamie.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Oh, Jamie‐ku, sayang. Kau tak tahu betapa aku butuh
kau.”
Jamie berpikir, Mestinya aku tak sekeji itu kepadamu.
Besok pagi akan kuberi tahu—kau tak usah kembali ke
tempat Madam Agnes...
Ketika bangun esok paginya, Margaret sendirian di
tempat tidurnya. Masih terasa olehnya pelukan hangat
Jamie semalam. Terngiang lagi kata‐katanya: Oh, aku
kangen kau Maggie! Betapa bahagia hati Margaret. Jadi, ia
tak salah. Jamie betul mencintai dirinya. Tak sia‐sia
menunggu selama bertahun‐tahun dibarengi kepedihan,
kesepian, dan perasaan terhina.
Kegembiraan meluap‐luap memenuhi hati Margaret
sehari itu. Ia mandi, mencuci rambut, lalu entah berapa kali
ganti baju—yang kira‐kira disukai Jamie. Koki disuruhnya
pulang. Ia sendiri yang memasak makanan kesukaan Jamie.
Meja makan ditatanya berulang kali sampai ia merasa puas
akan letak lilin dan jambangan bunganya. Margaret ingin
malam nanti segalanya sempurna.
Jamie tidak pulang malam itu. Margaret duduk‐duduk di
ruang perpustakaan—menunggu sampai pukul tiga pagi.
Lalu ia pergi tidur, sendirian.
Ketika Jamie pulang malam berikutnya, ia Cuma
mengangguk sopan ke Margaret, lalu nyelonong ke kamar
Jamie kecil. Margaret melongo. Bingung dan heran.
Kemudian ia berbalik, bercermin. Belum pernah ia melihat
pantulan wajahnya begitu cantik. Tapi, ketika ia
memperhatikan lebih dekat—mata di cermin itu bukan
matanya. Mata orang asing.
10
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“NAMPAKNYA, ada kabar gembira buat Anda, Nyonya
McGregor.” Wajah Dr. Teeger berseri. “Anda hamil.”
Margaret kaget bukan main mendengar kata‐kata dokter
itu. Ia tak tahu ingin tertawa atau menangis. Kabar
gembira? Melahirkan seorang anak lagi dan membawanya
dalam kehidupan rumah tangga tanpa cinta rasanya
mustahil. Margaret tak sanggup menahan malu. Ia harus
cari jalan keluar. Baru berpikir saja, rasa mual mulai
melanda. Keringat dingin merembes di sekujur tubuhnya.
“Mual?” tanya Dr. Teeger.
“Sedikit.”
Dokter itu memberi Margaret pil. “Minum ini. Untuk
mengurangi mual. Kesehatan Anda dalam kondisi baik
sekali, Nyonya McGregor. Tak perlu ada yang dikuatirkan.
Nah, sekarang Anda boleh pulang dan menyampaikan
kabar bahagia ini pada suami.”
“Ya,” sahut Margaret berbasa‐basi.
Keduanya sedang makan malam bersama. Margaret
nyeletuk,
“Aku ke dokter tadi. Katanya aku hamil.”
Tanpa berkata sepatah pun, Jamie melempar serbet,
bangkit dan bergegas meninggalkan ruang makan. Saat itu
Margaret baru tahu, bahwa ia bisa begitu membenci Jamie
McGregor dengan kekuatan yang sama dengan cintanya.
Kehamilan kali ini sama sekali berbeda dengan yang
pertama. Margaret hampir tak pernah turun dari tempat
tidur. Tubuhnya lemah dan cepat lelah. Tak henti‐hentinya
ia membayangkan Jamie berlutut di dekatnya, minta maaf
lalu mencumbunya lagi dengan nafsu membara. Tapi,
semuanya itu cuma angan‐angan. Kenyataannya, ia terjerat.
Ia tak bisa ke mana‐mana. Seandainya pun ia bisa pergi dari
situ, Jamie takkan memperbolehkannya membawa Jamie
kecil.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Anak itu sudah tujuh tahun sekarang. Sehat, tampan,
cerdas, dan periang. Makin hari ia makin dekat pada
ibunya, seolah merasakan ketidakbahagiaan perempuan
itu. Ia sering membuat hadiah untuk ibunya, yang ia
berikan waktu pulang sekolah. Margaret suka tersenyum
penuh haru, bilang terima kasih, dan berusaha melupakan
tekanan batinnya. Kalau Jamie kecil bertanya mengapa
ayahnya sering tidak pulang dan tak pernah mengajak
ibunya ke mana‐mana, jawab Margaret, “Ayahmu orang
penting, Jamie, ia sibuk sekali.”
Masalah antara ayahnya dan aku itu urusanku, pikir
Margaret, takkan kubiarkan Jamie membenci ayahnya gara
gara ini.
Perut Margaret semakin besar. Kalau ia pergi berjalan‐
jalan dan bertemu kenalan, mereka berhenti dan berkata,
“Tak lama lagi ya, Nyonya McGregor? Pasti lelaki lagi,
setampan Jamie kecil. Ah, bahagia betul suami Anda.”
Di belakang Margaret, mereka berkata lain, “Kasihan
nasibnya. Ia kelihatan sedih. Pasti mendengar tentang
simpanan suaminya....”
Margaret mempersiapkan Jamie kecil, memberi tahu
anak itu bahwa ia akan punya adik. “Kau akan punya adik,
Jamie sayang. Tak lama lagi kau punya teman bermain.
Asyik, kan?”
Jamie memeluk ibunya. “Adik biar menemani Ibu saja,
Bu.”
Margaret berusaha membendung air matanya.
***
Margaret mulai merasakan mulas pukul empat subuh.
Nyonya Talley cepat‐cepat memanggil Hannah. Bayinya
lahir tengah hari. Bayi perempuan sehat. Mulutnya mirip
mulut ibunya. Dagunya persis dagu ayahnya. Rambutnya
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
hitam keriting. Margaret memberi nama bayinya: Kate.
Nama itu manis tapi mencerminkan kekuatan, pikir
Margaret. Ia butuh kekuatan. Semua orang butuh. Aku harus
membawa anakanak pergi dari sini. Entah bagaimana
caranya. Tapi, harus.
David Blackwell nyelonong masuk ke ruang kerja Jamie
McGregor tanpa mengetuk pintu. Jamie mendelik, “Apa
ma—?”
“Mereka berontak di Namib!”
Jamie bangkit. “Apa? Ada apa?”
“Ada yang tertangkap menyelundup berlian. Ketiaknya
dilubangi, lalu berliannya ditaruh di situ. Untuk memberi
pelajaran, Zimmerman menghajar anak itu di depan buruh
lainnya. Anak itu mati. Baru dua belas tahun umurnya.”
Jamie kalap. “Ya, Tuhan! Kan sudah kuperintahkan agar
tak ada hajar‐menghajar di tambang mana pun.”
“Zimmerman sudah kuberi tahu.”
“Keluarkan setan keparat itu!”
“Dia menghilang. Belum ketemu.”
“Cari!”
“Beritanya, dia ditawan penduduk pribumi. Situasinya
gawat.”
Jamie menyambar topinya. “Kau tinggal di sini dan urus
segala sesuatu sampai aku kembali.”
“Jangan ke sana, Tuan McGregor. Situasi sedang tak
aman. Anak yang mati disiksa Zimmerman itu berasal dari
suku Barolong. Mereka, bukan pemaaf. Mereka tak pernah
lupa. Biar—”
Tapi, Jamie sudah pergi.
Dari jarak kira‐kira sepuluh mil dari padang berlian itu,
Jamie melihat asap mengepul. Semua gubuk dan bedeng di
Padang Namib dibakar habis. Tolol! pikir Jamie. Kan itu
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
rumah merekamereka juga! Ketika kereta kudanya
semakin dekat ke sana, terdengar bunyi mendentum dan
teriakan manusia. Dalam kekacaubalauan itu, polisi
berseragam sibuk menembaki orang‐orang berkulit hitam
yang berusaha lari. Yang kulit putih kalah banyak
dibanding yang kulit hitam, tapi mereka bersenjata.
Melihat kedatangan Jamie McGregor, komandan
polisinya, Bernard Sothey, buru‐buru menyambut. “Jangan
kuatir, Tuan McGregor. Akan kami tangkap semua
bajingannya.”
“Suruh anak buahmu berhenti menembak!” seru Jamie.
“Apa! Kalau kami‐”
“Lakukan perintahku!” Kemarahan Jamie membubung
melihat seorang perempuan Negro roboh terkena peluru.
“Panggil semua anak buahmu!”
“Baik, Tuan.” Komandan polisi itu memberi perintah
kepada ajudannya. Tiga menit kemudian bunyi tembakan
tak terdengar lagi.
Di sana‐sini tergeletak mayat manusia. “Kalau Tuan
berkenan mengikuti saran kami,” kata Sothey, “Sebaiknya—
”
“Aku tak butuh saran. Bawa pimpinan pemberontak
menghadapku.”
Dua polisi menggiring seorang pemuda Negro ke
hadapan Jamie. Tangannya diborgol. Tubuhnya berlumuran
darah. Tapi tak sedikit pun anak muda itu nampak takut.
Berdirinya tegap. Matanya menyala‐nyala. Jamie teringat
semboyan kebanggaan suku Bantu: isiko...
“Aku Jamie McGregor.”
Pemuda itu meludah.
“Yang terjadi di sini sama sekali bukan perbuatanku,
atau perintahku. Aku ingin minta maaf pada kawan‐
kawanmu.”
“Bilang saja sama janda mereka.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Jamie menoleh kepada Sothey. “Mana Hans
Zimmerman?”
“Sedang dicari, Tuan.”
Jamie menangkap kilatan pada mata pemuda di
depannya dan ia tahu, bahwa Hans Zimmerman takkan
pernah ditemukan lagi.
Jamie lalu berkata kepada pemuda itu, “Kalian kuberi
libur tiga hari. Pulanglah kau, dan berundinglah dengan
kawan‐kawanmu. Buat daftar tentang keluhan‐keluhan
kalian. Aku berjanji akan kuperhatikan, dan kalian akan
kuperlakukan dengan adil. Aku akan mengubah segala
sesuatu yang tak beres di sini.”
Si pemuda Negro menatap Jamie. Nyata ia meragukan
kata‐kata yang didengarnya.
“Akan kutunjuk mandor baru di sini. Dan kujanjikan
kondisi kerja yang layak. Tapi, aku betul‐betul
mengharapkan kalian kembali bekerja tiga hari lagi.”
Komandan polisi gusar. “Anda biarkan orang itu pergi
begitu saja? Anak buahku banyak yang mati. Dia—”
“Nanti akan diadakan pemeriksaan yang—”
Mendadak terdengar derap kaki kuda mendekati
mereka. David Blackwell. Jamie terperanjat. Firasat buruk
segera timbul.
David melompat turun. “Tuan McGregor, putra Anda
hilang.”
Dunia mendadak dingin dan gelap.
Separuh penduduk Klipdrift ikut mencari. Mereka
menjelajah daerah pinggiran kota: di antara semak‐semak,
di lembah, di bukit. Jejak Jamie kecil tak mereka temukan.
Jamie seperti orang gila. Ah, palingpaling dia ngeluyur.
Sebentar lagi juga pulang, hiburnya pada diri sendiri.
Ia masuk ke kamar Margaret. Istrinya sedang menyusui
bayinya.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Ada kabar?” tanya Margaret.
“Belum. Tapi aku akan pergi mencari.” Jamie
memperhatikan bayi perempuannya sejenak, lalu ngeloyor
keluar tanpa berkata sepatah kata pun.
Nyonya Talley masuk, memuntir‐muntir jarinya di balik
celemek. “Tak perlu kuatir, Nyonya McGregor. Jamie sudah
besar. Dia sudah bisa menjaga diri.”
Margaret bersimbah air mata. Tak ada yang akan
menjahati Jamie kecil, kan? Tentu saja tidak.
Nyonya Talley membungkuk, mengambil alih Kate dari
gendongan Margaret. “Tidurlah, Nyonya.”
Perempuan itu membawa Kate ke kamar bayi. Lalu
menidurkannya dalam boks bayi. Bayi itu memandang
Nyonya Talley, tersenyum.
“Kau juga sebaiknya bobo, sayang. Uh, hidupmu kelak
pasti sibuk.”
Nyonya Talley keluar. Pintu kamar bayi ditutup.
Tengah malam, jendela kamar bayi dibuka pelan‐pelan.
Seorang lelaki memanjat masuk. Ia melangkah mendekati
boks, lalu melempar selimut ke kepala bayi dan
menggendongnya pergi.
Secepat kedatangannya, Banda cepat pula menghilang.
Nyonya Talley‐lah yang mula‐mula tahu Kate tak ada.
Yang pertama terpikir olehnya, Nyonya McGregor
mengambil bayinya dan membawa ke kamarnya. Ia
langsung ke kamar Margaret dan bertanya, “Mana
bayinya?”
Melihat wajah Margaret, baru perempuan itu menyadari
apa yang sebenarnya terjadi.
Sehari lagi lewat tanpa ada kabar berita tentang Jamie
kecil. Jamie sudah mendekati putus asa. Dihampirinya
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
David Blackwell. “Bagaimana menurutmu? Celaka tidak
anakku?” suaranya tak lagi terkontrol.
David berusaha menyahut dengan nada yakin. “Ah,
kurasa tidak, Tuan McGregor.”
Padahal, dalam hatinya ia merasa pasti. Jamie McGregor
sudah ia peringatkan. Suku Bantu tak pernah memberi
maaf atau melupakan kesalahan orang. Dan yang mati di
tangan Zimmerman itu anak suku Bantu. David merasa
yakin akan satu hal: kalau Jamie kecil diculik suku Bantu,
anak itu pasti mati secara mengerikan. Suku Bantu
membalas perbuatan orang dengan perbuatan serupa.
Jamie pulang menjelang subuh. Tubuhnya capek bukan
main. Dia sendiri memimpin rombongan pencari Jamie
kecil hari itu. Segala penjuru sudah mereka jelajah. Tapi
Jamie kecil tak juga ketemu.
David sedang menunggu di ruang perpustakaan ketika
Jamie masuk ke sana. “Tuan McGregor, bayi Anda diculik
orang.”
Jamie melongo. Wajahnya pucat‐pasi. Ia berba‐lik.
Melangkah ke kamar tidurnya.
Sudah empat puluh delapan jam Jamie tak tidur,
kecapekan luar biasa membuatnya tidur seketika. Rasanya
ia sedang berada di bawah pohon rindang. Dari seberang
padang luas, seekor singa melangkah mendekat. Jamie kecil
mengguncang‐guncang tubuhnya. Bangun, Yah. Ada singa
datang. Binatang buas itu berlari mendekati mereka
sekarang. Jamie kecil mengguncangnya keras‐keras.
Bangun!
Jamie membuka mata. Banda berdiri di dekatnya. Jamie
membuka mulut hendak bicara. Banda menutup mulut
Jamie dengan tangannya.
“Sst. Diam‐diam!”
Jamie bangkit, duduk di ranjangnya. “Di mana anakku?”
“Anak lelakimu mati.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kamarnya seolah berputar.
“Maafkan aku, Jamie. Aku terlambat. Anak buahmu
membunuh suku Bantu. Sukuku membalas dendam.”
Jamie menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Ya, Tuhan! Apa yang mereka perbuat pada anakku?”
Suara Banda sedih sekali ketika berkata, “Dia mereka
tinggalkan di padang pasir. Tubuhnya kutemukan. Sudah
kukubur dia, Jamie.”
“Oh, tidak! Tidak! Tidak!”
“Aku mencoba menyelamatkan dia, Jamie.”
Jamie mengangguk pelan—akhirnya menerima
kenyataan.
“Lalu, anak perempuanku?”
“Dia kuambil sebelum mereka culik. Sekarang dia sudah
kembali di boksnya. Tidur. Bayimu takkan diapa‐apakan
asal kaupenuhi janjimu pada mereka.”
Jamie menengadah. Kebencian dan amarah mewarnai
wajahnya.
“Janjiku akan kupenuhi. Tapi, aku ingin ketemu dengan
orang yang membunuh anakku. Mereka harus bayar
perbuatan mereka.”
Pelan, Banda berkata, “Kalau begitu, seluruh bangsaku
mesti kaubunuh, Jamie.”
Banda lalu pergi.
Itu cuma mimpi buruk. Margaret memejamkan mata
erat‐erat. Ia tahu, begitu membuka mata, semuanya akan
berubah menjadi kenyataan. Anak‐anaknya mati. Itu
sebabnya Margaret berpura‐pura. Ia akan terus
memejamkan mata sampai tangan mungil Jamie kecil
membelainya dan terdengar suara anak itu berkata, “Sudah,
Bu! Sudah! Kami ada di sini, kok. Jamie dan Adik tak apa‐
apa.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sudah tiga hari ia berbaring, tak mau bicara atau
bertemu dengan siapa pun. Dr. Teeger datang berkali‐kali,
tapi Margaret tak tahu. Tengah malam, Margaret masih
berbaring dengan mata terpejam ketika mendadak ada
suara keras dari arah kamar Jamie kecil. Matanya terbuka.
Ia memasang telinga. Kedengaran suara lagi. Ah, Jamie kecil
pulang!
Cepat Margaret turun dari tempat tidur dan berlari ke
sana. Pintu kamar Jamie kecil tertutup. Dari pintu,
kedengaran bunyi binatang aneh di dalam sana. Hatinya
berdebar keras. Pintu ia dorong pelan‐pelan.
Suaminya tergeletak di lantai. Rupanya aneh. Sebelah
matanya tertutup, yang satu lagi membeliak. Ia mencoba
bicara, tetapi suaranya kedengaran seperti suara binatang.
Margaret berbisik. “Oh, Jamie—Jamie!”
Dr. Teeger berkata, “Keadaannya jelek, Nyonya
McGregor. Harapan hidupnya lima puluh persen. Suami
Anda dapat serangan otak hebat. Seandainya dia bisa
bertahan hidup pun, dia akan jadi invalid. Akan saya
daftarkan dia ke rumah perawatan khusus agar bisa
mendapat perawatan sempurna.”
“Jangan.”
Dr. Teeger kaget. “Lho... kenapa jangan?”
“Suamiku tak perlu dibawa ke rumah sakit. Aku ingin dia
di sini saja bersamaku.”
Dr. Teeger mempertimbangkan sejenak. “Baiklah. Kalau
begitu Anda perlu juru rawat. Nanti
“Tidak. Aku tak butuh perawat. Biar Jamie kurawat
sendiri.”
Dr. Teeger geleng‐geleng kepala. Anda takkan bisa,
Nyonya McGregor. Anda tak tahu keadaannya. Suami Anda
bukan manusia wajar lagi. Ia lumpuh sama sekali, dan akan
begitu terus sampai akhir hayatnya.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Margaret bersikeras, “Aku akan merawatnya sendiri.”
Sekarang, akhirnya, Jamie betul‐betul jadi miliknya —
seutuhnya!
11
JAMIE MCGREGOR bertahan hidup selama persis
setahun sejak hari dia jatuh sakit. Waktu setahun itu
merupakan tahun paling membahagiakan bagi Margaret.
Jamie tergantung penuh pada kasih sayangnya. Ia tak bisa
bicara. Tak bisa pula bergerak. Margaret merawat
suaminya. Segala kebutuhannya ia layani. Siang dan malam
hampir tak pernah ia beranjak dari sisi suaminya. Siang
hari, Jamie ia dudukkan di kursi roda, lalu ia bawa ke ruang
menjahit. Sambil merajut, Margaret tak henti‐hentinya
mengajak Jamie bicara. Ada saja topik pembicaraannya.
Masalah sepele rumah tangga yang biasanya tak pernah
sempat didengar Jamie, pertumbuhan si kecil Kate. Malam
hari, dengan lembut Margaret membopong tubuh kurus tak
berdaya itu ke kamar tidurnya, lalu ia baringkan suaminya
di ranjang sebelum Margaret sendiri naik ke tempat tidur
itu. Di situ pun cerita Margaret masih berlanjut, hingga ia
mengantuk.
Kruger‐Brent Ltd, dikendalikan oleh David Blackwell.
Sesekali ia datang membawa surat‐surat yang memerlukan
tanda‐tangan Margaret. David sangat prihatin menyaksikan
ketidakberdayaah Jamie. Aku banyak berutang budi pada
lelaki ini, pikir David.
“Pilihanmu hebat, Jamie,” ucap Margaret pada suaminya.
“David Blackwell orang baik sekali.” Ia menaruh rajutan di
pangkuannya. Senyumnya tulus. “Terkadang anak muda itu
mengingatkanku pada kau dulu. Tapi, tak ada orang lain
yang sepandai kau, sayangku. Dan, takkan pernah ada. Kau
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tampan, baik, dan kuat, Jamie. Kau tak pernah takut
bermimpi, berangan‐angan. Sekarang, semua angan‐
anganmu telah tercapai. Perusahaanmu makin hari makin
besar dan kuat.” Margaret melanjutkan rajutannya. “Kate
sedang belajar bicara. Tadi pagi yakin betul aku, Kate
memanggilku, 'Mama'....”
Jamie duduk diam di kursi rodanya. Sebelah matanya
menerawang jauh ke depan.
“Mata dan mulut Kate mirip betul dengan mata dan
mulutmu. Kalau besar nanti, pasti cantik dia....”
Keesokan paginya, ketika Margaret bangun, Jamie
McGregor sudah tak bernyawa. Direngkuhnya tubuh
suaminya, lalu dipeluknya.
“Beristirahatlah dengan damai, suamiku. Aku sangat
mencintaimu, Jamie. Mudah‐mudahan saja kau bisa
merasakannya, Selamat tinggal, kasihku.”
Ia sendirian sekarang. Anak lelaki dan suaminya telah
tiada. Margaret melangkah ke kamar bayi. Dipandangnya
Kate. Bayi itu sedang tidur lelap dalam boksnya. Katherine.
Kate. Nama itu berasal dari Yunani. Artinya jernih atau
murni. Nama itu biasanya diberikan kepada orang suci,
biarawati, atau ratu.
Keras Margaret berkata, “Akan jadi yang mana kau kelak,
Kate?”
Ketika itu sedang zaman ekspansi besar‐besaran di
Afrika Selatan. Sekaligus juga zaman pertentangan antar
golongan. Sejak lama kaum Boer di Transvaal berselisih
dengan bangsa Inggris. Perselisihan itu makin memuncak.
Pada tanggal 12 Oktober 1899, bertepatan dengan ulang
tahun Kate yang ketujuh, Inggris menyatakan perang
terhadap kaum Boer. Tiga hari kemudian wilayah Oranye
merdeka diserbu. David membujuk Margaret agar mau
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
membawa Kate perigi meninggalkan Afrika Selatan. Tapi
Margaret menolak.
“Suamiku di sini,” katanya.
Tak satu pun dari sekian banyak alasan yang diajukan
David mampu menggoyahkan pendirian Margaret.
“Aku hendak bergabung dengan kaum Boer,” ucap David,
“Anda bisa kutinggal sendiri?”
“Tentu saja,” jawab Margaret. “Akan kuusahakan
perusahaan tetap berjalan.”
Esok harinya David pergi.
Inggris mengira perangnya akan cepat berakhir—
sekadar operasi pembersihan. Mereka maju dengan penuh
keyakinan dan gembira. Di London, di Barak Hyde Park,
diadakan jamuan makan malam untuk pasukan yang
hendak diberangkatkan. Menunya memperlihatkan gambar
seorang tentara Inggris menyajikan kepala seorang Boer di
nampan. Isi menunya:
Jamuan Makan
Malam Selamat Jalan
Untuk Skuadron Cape
27 November 1899
MENU
Tirem—Bintik Biru
Sup campur
Kodok
Ikan Lidah
Daging Domba Mafeking
Lobak Transvaal, Saos Cape
Ayam Pretoria
Saos Putih
Tinker Taters
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Puding Perdamaian, Es Massa
Keju Belanda
Hidangan Penutup
(Dimohon tidak membuang kulit tiram ke kolong meja)
Boer Whines‐Long Tom
Hollands‐in‐skin
Orange Wine
Bangsa Inggris akan mendapat kejutan. Bangsa Boer
berada di wilayah mereka sendiri, dan mereka itu keras
penuh tekad. Pertempuran pertama pecah di Mafeking—
sebuah kota kecil, tak melebihi ukuran suatu kampung. Di
sanalah bangsa Inggris menyadari buat pertama kalinya,
bahwa ini bukan main‐main. Tambahan tentara
didatangkan dari Inggris. Mereka mengepung Kimberley.
Baru setelah melalui pertarungan hebat berdarah mereka
bisa meneruskan penyerbuan ke Ladysmith. Meriam orang‐
orang Boer berjarak tembak melebihi meriam tentara
Inggris. Meriam‐meriam berjarak tembak jauh pun dicopoti
dari kapal perang dan dipindahkan ke darat, untuk
mempersenjatai angkatan laut yang bertugas jauh dari
kapal perang mereka.
Di Klipdrift, Margaret dengan bersemangat menunggu
berita dari setiap pertempuran yang berlangsung. Ia dan
orang‐orang di sekitarnya tak henti‐hentinya
membicarakan pertempuran‐pertempuran itu. Suasana hati
mereka berganti‐ganti: gembira, dan putus asa; tergantung
dari kabar yang sampai. Pada suatu pagi, seorang karyawan
datang berlari‐lari masuk ke ruang kerja Margaret. Katanya,
“Baru kudengar berita Inggris bergerak ke Klipdrift. Kita
bisa mati semua!”
“Omong kosong. Mereka takkan berani mengusik kita.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Lima jam kemudian, Margaret McGregor meringkuk
sebagai tawanan perang. Margaret dan Kate dibawa ke
Paardeberg, salah satu penjara perang yang mendadak
menjamur di kawasan Afrika Selatan. Para tahanan
dikumpulkan di lapangan terbuka yang dipagari kawat duri
serta dijaga serdadu Inggris bersenjata di sekelilingnya.
Keadaannya sangat memprihatinkan.
Margaret memeluk Kate. Katanya, “Jangan takut, anakku.
Kau pasti selamat.”
Tapi keduanya tak begitu yakin. Setiap hari yang lewat
merupakan tanggal mengerikan. Berpuluh, bahkan beratus
manusia di sekeliling mereka mati ketika kamp mereka
dilanda wabah. Dokter dan obat‐obatan tidak tersedia.
Makanan pun merupakan sesuatu yang langka. Mimpi
buruk seperti itu berlanjut dari hari ke hari hingga hampir
tiga tahun lamanya. Yang paling tak menyenangkan: orang
merasa sama sekali tak berdaya! Nasib Margaret dan Kate
seratus persen ada ditangan penawan mereka. Makan,
minum, dan tempat berteduh penyambung nyawa—
semuanya tergantung pada belas kasihan mereka. Kate
tumbuh dalam cekaman kengerian. Ia menyaksikan anak‐
anak di sekelilingnya mati. Ia begitu ketakutan giliran
berikutnya ia yang mati. Tapi, ia sama sekali tak berdaya
untuk menyelamatkan diri serta ibunya. Pengalaman ini
membekas dalam, dan takkan pernah terlupakan.
Kekuasaan. Ya, jika orang mempunyai kekuasaan, ia bisa
makan. Ia bisa mendapat obat. Ia merdeka. Orang‐orang di
sekelilingnya jatuh sakit lalu mati. Kate menyimpulkan:
bertahan hidup artinya berkuasa. Kelak, pikir Kate, aku
akan berkuasa. Takkan pernah lagi ada orang yang
memperlakukanku begini.
Pertempuran hebat berlajut di Belmont, Graspan,
Stormberg dan Spioenkop – tapi, akhirnya kaum Boer yang
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
gagah berani tak mampu menghadapi kekuatan Kerajaan
Inggris. Pada tahun 1902, setelah tiga tahun berperang
dengan mengorbankan banyak nyawa, bangsa Boer
menyerah. Lima puluh lima ribu orang Boer maju ke medan
perjuangan, tiga puluh empat ribu tentara, perempuan, dan
anak‐anak mati. Yang paling memprihatinkan mereka yang
selamat adalah kenyataan bahwa dua puluh delapan ribu di
antaranya mati di kamp konsentrasi Inggris.
Pada hari pertama gerbang kamp‐kamp semacam itu
dibuka, Margaret dan Kate kembali ke Klipdrift. Beberapa
minggu kemudian, pada suatu hari Minggu, David Blackwell
datang. Perang membuat pemuda itu lebih matang, tetapi ia
tetap David yang pendiam dan bijaksana—orang yang
diam‐diam menjadi kepercayaan dan tempat bersandar
Margaret. Tiga tahun lamanya David berperang dengan
gelisah, memikirkan nasib Margaret dan Kate. Mendapati
keduanya selamat di rumah, kegembiraan hatinya tak
terlukiskan.
“Betapa ingin aku melindungi kalian berdua,” ucap David
kepada Margaret.
“Yang sudah lewat biarlah lewat, David. Masa depan
sajalah yang kita pikirkan.”
Dan masa depan adalah Kruger‐Brent Limited.
Tahun 1900 lembaran polos tempat sejarah akan ditulis
‐ suatu era yang menjanjikan perdamaian dan harapan tak
berbatas buat siapa saja. Abad baru dimulai, ditandai
dengan serangkaian penemuan yang mengubah bentuk
kehidupan di bola bumi. Kendaraan bermesin uap dan
listrik digantikan oleh mesin yang digerakkan oleh
pembakaran. Kapal selam dan pesawat terbang mulai
dibuat orang. Penduduk dunia mencapai satu setengah
milyar jumlahnya. Saat itu merupakan era buat
berkembang dan melebarkan sayap. Dalam enam tahun,
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Margaret dan David berhasil mengambil keuntungan dari
setiap peluang yang ada.
Selama itu Kate tumbuh hampir tanpa pengawasan
orang tuanya. Ibunya terlalu sibuk mengurus perusahaan
dengan David. Tak ada lagi waktu tersisa untuk
memperhatikan Kate. Kate tumbuh jadi gadis liar, keras
kepala, mau menang sendiri, dan tak bisa diatur. Suatu
siang, ketika Margaret pulang ke rumah sehabis menghadiri
rapat, ia melihat anak gadisnya yang berusia empat belas
tahun sedang berkelahi dengan dua anak lelaki di lapangan
berlumpur. Margaret cuma bisa melongo, kaget dan tak
percaya.
“Astaga!” desisnya. “Gadis itulah kelak yang akan
menjadi pimpinan Kruger‐Brent Limited! Ya, Tuhan,
bantulah kami semua!”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
BUKU KE DUA
MASTER OF THE GAME
by Sidney Sheldon
Copyright © 1982 by Sheldon Literary Trust
All rights reserved including the rights of reproduction in whole or
in part in any form.
RATU BERLIAN
Alihbahasa: Indri K. Hidayat
GM 402 89.615
Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ http://kangzusi.com/
Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia,
Jl. Palmerah Selatan 22, Jakarta 10270
Sampul dikerjakan oleh David
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia,
anggota IKAPI, Jakarta, Oktober 1989
Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)
SHELDON, Sidney/
Ratu Berlian: I / oleh Sidney Sheldon ; alihbahasa,
Indri K. Hidayat. — Jakarta : Gramedia Pustaka Utama/1989.
232 hal.; 18 cm.
Judul asli: Master of the Game
ISBN 979‐403‐614‐5 (No. Jil. lengkap).
ISBN 979‐403‐616‐3 (Jil. 2).
1. Fiksi Amerika. I. Judul. II. Hidayat, Indri K.
8XQ3
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
DUA
KATE dan DAVID
1906-1914
12
SUATU malam pada musim panas tahun 1914, Kate
McGregor sedang bekerja sendirian di ruang kantornya, di
Kantor Pusat Kruger Brent, Ltd. —sebuah gedung baru di
Johannesburg, Mendadak terdengar deru beberapa mobil
mendekat. Ia meletakkan kertas‐kertas yang sedang ia
pelajari. Lalu, berjalan ke jendela—melihat ke luar. Dua
mobil polisi dan sebuah mobil patroli berhenti persis di
muka gedung kantornya. Kate memperhatikan. Dahinya
berkerenyit melihat enam polisi melompat ke luar dan
serta‐merta memblokir kedua pintu masuk dan keluar
gedung itu. Hari sudah larut, jalanan sepi. Kate menangkap
bayangan dirinya pada kaca jendela. Ia cantik. Matanya
abu‐abu muda seperti mata ayahnya. Tubuhnya montok
mirip ibunya.
Terdengar ada yang mengetuk pintu ruang kantornya.
Kate berseru, “Masuk.”
Pintu dibuka. Dua orang berseragam masuk. Seorang di
antaranya mengenakan tanda pangkat inspektur polisi.
“Ada apa?” tanya Kate.
“Maafkan kami mengganggu Anda malam‐malam begini,
Nona McGregor. Saya Inspektur Cominsky.”
“Ada masalah apa, Inspektur?”
“Kami dapat laporan, bahwa seorang pembunuh yang
kabur terlihat masuk ke sini beberapa waktu yang lalu.”
Wajah Kate menunjukkan rasa terkejut.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Masuk ke gedung ini?”
“Ya, Nona. Dia membawa senjata. Orangnya berbahaya.”
Dengan suara ketakutan, Kate berkata,
“Kalau begitu, Inspektur, tolonglah cari dan bawa keluar
orang itu dari sini.”
“Itulah maksud kami kernari ini, Nona McGregor. Apakah
Anda beberapa waktu yang lalu mendengar bunyi‐bunyi
yang mencurigakan?”
“Tidak. Tapi, aku sendirian di sini. Lagi pula, banyak
tempat bersembunyi di sini. Tolonglah kerahkan anak buah
Anda memeriksa seluruh pelosok gedung ini, Inspektur.”
“Kami lakukan segera, Nona.”
Inspektur itu berbalik, memanggil anak buahnya.
“Menyebar! Mulai dari ruang bawah tanah, dan telusuri
sampai ke atap.” Inspektur lalu menoleh kepada Kate. “Ada
ruang yang dikunci?”
“Rasanya tidak,” sahut Kate. “Tapi, seandainya ada, nanti
kubukakan supaya bisa diperiksa.”
Inspektur Cominsky melihat betapa gugup dan
ketakutannya perempuan itu, tapi itu wajar mengingat
situasinya. Kalau tahu berapa putus asanya lelaki yang
sedang diburu polisi‐polisi itu, tentu bertambah gugup Kate
jadinya.
“Akan kami cari,” Inspektur menghibur Kate.
Kate mengambil kembali laporan yang tadi sedang
dibacanya. Tapi pikirannya tak bisa dipusatkan ke sana.
Terdengar olehnya langkah polisi kian kemari—keluar‐
masuk ruang‐ruang digedung itu. Bisakah mereka
menemukannya? Kate bergidik.
Polisi bergerak perlahan, tapi pasti—dengan sistematis
memeriksa setiap tempat yang mungkin dipergunakan
untuk bersembunyi, dari bawah hingga ke atap. Kira‐kira
tiga per empat jam kemudian Inspektur Cominsky kembali
ke ruang kerja Kate.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate menatap wajah lelaki itu.
“Tak ketemu, ya?”
“Belum, Nona. Tapi, jangan kuatir‐”
“Aku kuatir sekali, Inspektur. Kalau di gedung ini ada
pembunuh kabur bersembunyi, aku minta dengan sangat
agar Anda mencarinya sampai ketemu.”
“Akan kami cari sampai ketemu, Nona McGregor. Kami
bawa anjing pelacak.”
Dari koridor terdengar salak anjing. Tak lama kemudian
seorang petugas masuk membawa dua ekor anjing pelacak
terlatih.
“Anjing‐anjing ini sudah mencari ke seluruh penjuru
gedung ini, Tuan.”
inspektur memandang Kate.
“Apakah selama satu‐dua jam ini Anda meninggalkan
tempat, Nona McGregor?”
Ya. Aku pergi ke ruang arsip, mencari catatan lama.
Mungkinkah dia‐?” Kate gemetar. “Tolonglah, Pak
Inspektur, periksalah lagi semua tempat di gedung ini
dengan teliti.”
Inspektur memberi isyarat kepada petugas yang
membawa anjing. Petugas itu kemudian memerintah,
“Cari!”
Anjing‐anjing itu seperti kehilangan akal. Keduanya
memburu ke arah sebuah pintu tertutup, lalu menyalak‐
nyalak liar.
“Ya, Tuhan!” pekik Kate. “Dia di sana, rupanya!”
Inspektur menarik senjatanya. “Buka,” perintahnya.
Kedua petugasnya bergetak ke arah pintu tadi, senjata
mereka siap. Pintu pun dibuka. Kosong. Seekor anjing lari
ke pintu lain, lalu menggaruk‐garuk pintu itu dengan
kukunya.
“Menuju ke mana pintu ini?” tanya Inspektur Cominsky.
“Kamar mandi.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Anak buah Inspektur Cominsky mendorong pintu itu.
Kosong.
Petugas pembawa anjing keheranan.
“Anjing‐anjing ini belum pernah begini.” Anjing yang
dibicarakan berlari kebingungan di ruangan itu. “Baunya
tercium, Tapi, di mana orangnya?”
Kedua anjing pelacak tadi lalu menyeruduk laci meja
kerja Kate sambil terus menyalak‐nyalak.
“Itu dia jawabnya,” Kate mencoba tertawa. “Orangnya
bersembunyi di laciku.”
Inspektur Cominsky malu.
“Maafkan kami mengganggu Anda begini, Nona
McGregor.” Ia lalu memerintahkan anak buahnya
membawa anjing‐anjing itu ke luar.
“Anda mau pergi?” suara Kate terdengar kurang senang.
“Nona McGregor, percayalah—Anda aman.
Petugas telah memeriksa dengan teliti semua sudut
gedung ini. Secara pribadi saya bisa pastikan bahwa orang
itu tak ada di sini. Mungkin informasi yang kami dapat tidak
benar. Maafkan kami.”
Kate menelan ludah.
“Rupanya Anda tahu betul bagaimana membuat seorang
perempuan ketakutan, Inspektur.”
Kate berdiri—memandang ke luar jendela. Dilihatnya
mobil polisi yang terakhir meninggalkan gedung kantornya.
Ketika mereka sudah tak kelihatan, ia membuka laci
mejanya. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sepasang sepatu
kanvas bernoda darah. Sepatu itu dibawanya ke koridor,
lalu masuk ke pintu bertuliskan Pribadi. Yang tidak
berkepentingan dilarang masuk. Ruangan di balik pintu itu
kosong. Hanya ada lemari yang dibuat menyatu dengan
dinding‐tempat menyimpan berlian sebelum dikapalkan.
Cepat Kate memutar nomor kombinasi pembuka lemari pe‐
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ