Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sebesar kira‐kira empat puluh ribu dollar. Kita coba
mengumpulkan sisanya.”
“Aku punya sepuluh ribu dollar,” Tim O'Neil bersuara.
“Dan, saudara kandungku bersedia memberi pinjaman lima
ribu dollar.”
“Jadi kita kekurangan dua puluh lima ribu,” tegas David.
“Kita coba pinjam dari bank.”
“Baiklah. Kalau begitu, sebaiknya kami segera pulang ke
San Francisco,” kata O'Neil. “Menyiapkan segala sesuatu
buat kau nanti.”
Dua hari berikurnya Josephine dan ayahnya pulang ke
San Francisco.
“Suruh orang menyiapkan gerbong pribadiku buat
mengantar mereka ke Cape Town, David,” usul Kate.
“Kau baik sekali, Kate.”
Sepeninggal Josephine, David merasa sebagian dirinya
dibawa pergi. Ia tak sabar menunggu saat ia bisa
berkumpul kembali dengan Josephine di San Francisco.
Beberapa minggu setelahnya, mereka sibuk mencari tim
manajemen yang akan ditugaskan membantu Brad Rogers.
Calon yang mungkin ditunjuk dimasukkan dalam suatu
daftar. Kate, David, dan Brad mendiskusikannya berjam‐
jam setiap hari.
“... Taylor memang teknisi hebat, tapi manajemennya
lemah.”
“Bagaimana kalau Simmons?”
“Calon bagus. Tapi, dia belum siap,” putus Brad. “Dia
perlu pengalaman kira‐kira lima tahunan lagi.”
“Babcock?”
“Tidak jelek. Coba kita bicarakan dia.”
“Peterson—bagaimana?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Bukan tipe pengusaha,” cetus David. “Terlalu
mementingkan diri sendiri.” Sambil mengatakan itu, ia
merasa bersalah karena telah memutuskan hendak
meninggalkan Kate.
Mereka melanjutkan diskusi, membicarakan satu per
satu orang yang namanya terdapat dalam daftar. Menjelang
akhir bulan, mereka telah mempunyai empat calon
pembantu Brad Rogers. Keempatnya bekerja di luar negeri.
Mereka dipanggil untuk wawancara. Dua wawancara
pertama berjalan lancar.
“Aku puas. Salah satu dari mereka berdua bisa kita
andalkan,” ucap Kate kepada David dan Brad.
Pada pagi yang telah ditentukan untuk wawancara
ketiga, David masuk ke ruang kerja Kate.
Wajahnya pucat. “Masih terbukakah lowongan buatku,
Kate?”
Kate mernandang wajah lelaki itu, lalu bangkit kaget.
“Ada apa, David?”
“Aku—aku...” David menjatuhkan diri pada salah satu
kursi. “Ada kejadian.”
Kate melangkah dari balik meja kerjanya, dan bergegas
menghampiri David. “Ceritakanlah, David.”
“Aku baru dapat surat dari Tim O'Neil. Usahanya dia
jual.”
“Apa maksudmu?!”
“Persis seperti yang kukatakan barusan. Dia menerima
tawaran dua ratus ribu dollar dengan royalti buat
patennya. Three Star Meat Packing Company yang membeli
paten itu. Sebuah perusahaan di Chicago.” Suara David
terdengar pahit. “Perusahaan itu menawariku pekerjaan
buat mengelola bisnis itu. O'Neil minta maaf kepadaku.
Tapi, katanya, dia tak bisa menolak tawaran yang sebagus
itu.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate memperhatikan. David sepenuhnya. “Lalu,
bagaimana dengan Josephine? Bilang apa dia? Pasti dia
marah besar sama ayahnya.”
“Ada surat dari dia juga. Kami akan menikah secepatnya
aku sampai ke San Francisco.”
“Dan kau tetap akan ke sana?”
“Tentu saja tidak!” David meledak. “Sebelumnya, aku
bersedia pergi karena aku ditawari masa depan. Aku bisa
mendirikan perusahaan sendiri. Tapi, mereka terlalu buru‐
buru ingin mendapatkan uang.”
“David, tak adil kau menyebut‐nyebut 'mereka'. Yang—”
“O'Neil takkan menjual paten itu. kalau. Josephine tidak
setuju.”
“Aku tak tahu mesti bilang apa lagi, David.”
“Memang tak ada yang mesti kaukatakan. Cuma satu
yang patut kusebut, hampir saja aku bikin kesalahan fatal
buat diriku.”
Kate melangkah mendekati mejanya. Lalu, dipungutnya
daftar calon yang hendak diwawancara. Perlahan‐lahan ia
merobek‐robek kertas itu.
Minggu‐minggu berikutnya, David mencurahkan segala
perhatiannya pada pekerjaannya—berusaha melupakan
kepahitan dan sakit hatinya. Beberapa kali ia menerima
surat dari Josephine O'Neil. Tapi, semuanya ia lemparkan
ke keranjang sampah tanpa dibaca. Walaupun begitu David
tak bisa membuang Josephine dari ingatannya. Menyadari
perasaan David, Kate mengingatkan David bahwa ia selalu
siap setiap saat David membutuhkannya.
Enam bulan telah lewat sejak David menerima surat dari
Tim O'Neil. Selama itu Kate dan David melanjutkan kerja
sama mereka seerat sebelumnya. Keduanya bepergian
bersama dan sering berdua saja. Kate berusaha
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menyenangkan David dalam segala hal. Ia berpakaian rapi
untuk David, merencanakan hal‐hal yang akan
menggembirakan lelaki itu. Pendek kata, ia bersusah‐payah
membuat David merasa bahagia. Tetapi, sejauh ini
nampaknya semua itu tak ada hasilnya. Kate mulai
kehilangan kesabaran.
Dia dan David sedang berkunjung ke Rio de Janeiro,
melihat daerah pertambangan yang baru saja ditemukan.
Sehabis makan malam bersama di hotel, keduanya bekerja
mempelajari angka‐angka di kamar Kate. Hari sudah larut.
Kate sudah mengganti pakaian, dan mengenakan kimono
santai serta sandal jepit. Seusai bekerja, David menggeliat.
Katanya, “Cukup dulu ah, malam ini. Ngantuk!”
Perlahan sekali Kate berkata, “Sudah cukup dong, David‐
jangan bersedih terus‐terusan.”
“Bersedih?” David memandangnya keheranan.
“Ya. Bersedih karena Josephine O'Neil.”
“Dia sudah pergi dari hidupku.”
“Maka itu, jangan dipikirkan terus.”
“Maumu apa sih, Kate?” tanya David ketus.
Kate jadi marah. Ia marah karena David buta, karena
semua usaha dan penantiannya yang sia‐sia.
“Baiklah, akan kukatakan yang kumaui—ciumlah aku.”
“Apa?”
“Persetan, David! Aku majikanmu!” Kate mendekati
lelaki itu. “Ciumlah aku.” Lalu ia menempelkan bibirnya
pada bibir David serta memeluknya. Kate merasa David
menolak, lalu undur. Tetapi, perlahan‐lahan lengan David
melingkar di tubuhnya dan ia mencium Kate.
“Kate…”
Kate berbisik di bibir David, “Kukira kau tak bakal
mendahului...”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Mereka menikah enam minggu kemudian. Pesta
perkawinan mereka merupakan pesta terbesar yang
pernah diselenggarakan di Klipdrift. Upacara
pernikahannya diadakan di gereja terbesar di sana.
Resepsinya di balaikota. Semua penduduk diundang.
Makanan menggunung. Berpeti‐peti bir, wiski, dan
sampanye dipesan. Musik dimainkan hingga subuh.
Menjelang fajar, Kate dan David menyelinap pergi.
“Aku pulang dulu menyelesaikan koperku,” ucap Kate.
“Jemput aku kira‐kira sejam lagi.”
Pagi buta, Kate masuk ke rumahnya yang besar lalu naik
ke kamar tidurnya. Ia melangkah mendekati lukisan di
dinding. Ditekannya pigura lukisan itu. Lukisannya pun
membalik. Di baliknya, di dinding, nampak semacam lemari
dinding. Kate membuka, lalu mengeluarkan sebuah
kontrak. Kontrak pembelian Three Meat Packing Company
di Chicago oleh Kate McGregor.
Bersamaan dengan kontrak itu ada satu kontrak lain.
Kontrak pembelian hak paten Tim O'Neil senilai dua ratus
ribu dollar. Kate ragu sejenak, lalu mengembalikan kertas‐
kertas itu kembali ke tempatnya dan menguncinya. David
sudah jadi miliknya sekarang. Sejak dulu ia miliknya.
Seperti juga Kruger‐Brent, Ltd. Bersama, mereka berdua
akan menjadikan perusahaan itu perusahaan terbesar dan
terkuat di dunia.
Ya, persis seperti yang dicita‐citakan Jamie dan Margaret
McGregor.
TIGA
KRUGER-BRENT, LTD.
1914-1945
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
16
MEREKA sedang di ruang perpustakaan, tempat Jamie
dulu suka duduk‐duduk sambil minum brandy. David
bersikeras mengatakan tak ada waktu untuk benar‐benar
berbulan madu.
“Harus ada orang yang memikirkan perusahaan, Kate.”
“Betul, Tuan Blackwell, Tapi, siapa yang akan
memikirkanku?” Kate meringkuk di pangkuan David.
Kehangatan tubuhnya dirasakan David lewat gaun tipis
yang dikenakan istrinya. Kertas‐kertas yang sedang ia baca
terjatuh ke lantai. Lengan Kate merangkul tubuhnya. David
merasakan sentuhan tangan Kate mengembara turun ke
bagian bawah tubuhnya. Kate merapatkan pinggulnya pada
David sembari melakukan gerakan halus berputar‐putar.
Kertas‐kertas di lantai pun terlupakan. Kate merasakan
suaminya membalas. Cepat ia bangkit dan menanggalkan
gaunnya. David memperhatikan dia, kagum akan keindahan
tubuhnya. Ia heran bisa buta selama ini. Kate mulai
menanggalkan pakaian suaminya. Mendadak gairah David
meluap‐luap. Mereka berdua tanpa busana—tubuh mereka
bertaut erat. David membelai Kate. Jemarinya lembut
menyentuh wajah, leher, lalu turun ke dada Kate. Kate
mengeluh. Tangan David bergerak terus turun.
Kate pun berbisik, “Sekarang, David.”
Keduanya berguling ke karpet tebal yang halus di situ.
Kate merasakan kekuatan tubuh suaminya di atas
tubuhnya. David menyatu dengannya, mengisi relung
tubuhnya. Ia pun bergerak mengikuti irama gerak David.
Gelombang yang datang mengayunnya tinggi... tinggi sekali,
sampai Kate tak kuasa membendung ledakan indah yang
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menggebu bertalu‐talu dalam tubuhnya. Aku sudah mati
dan pindah ke surga, pikirnya.
Keduanya melawat ke seluruh dunia. Paris, Zurich,
Sydney, dan New York dalam rangka usaha. Namun, setiap
kesempatan mengizinkan, mereka selalu menyisihkan
waktu buat mereka nikmati berdua. Hingga larut malam
mereka mengobrol, bercumbu, menjelajah pikiran dan
tubuh pasangannya. Kate menjadi sumber kesenangan yang
tak habis‐habisnya buat David. Pagi‐pagi Kate
membangunkannya lalu mencumbu dan mengagumi
tubuhnya dengan liar dan menggairahkan. Beberapa jam
kemudian, ia duduk di sampingnya dalam konferensi—
otaknya bekerja hebat melebihi orang lain. Ia mempunyai
otak pengusaha yang jarang ditemui. Pikirannya kadang‐
kadang tak bisa ditebak. Masih sedikit perempuan yang
menduduki eselon tertinggi dalam dunia bisnis. Semula
Kate diperlakukan penuh toleransi. Tetapi, sikap mitra
usahanya dengan cepat berubah menjadi rasa hormat. Kate
merasa senang melihat bagaimana segala sesuatu bisa
dibuat membalik demikian. David memperhatikan Kate
berdebat dengan lelaki pengusaha yang berpengalaman
jauh lebih banyak dari Kate. Tapi, Kate memang dilahirkan
dengan bakat menjadi pemenang. Ia tahu apa yang dia
inginkan dan bagaimana mendapatkannya. Kekuasaan.
Mereka mengakhiri bulan madu dengan menghabiskan
seminggu penuh di Cedar Hill House, di Dark Harbour.
Pada tanggal 28 Juni 1914, desas‐desus tentang perang
mulai terdengar. Kate dan David sedang menjadi tamu di
rumah peristirahatan di Sussex. Ketika itu zaman orang
menyukai kehidupan di pedesaan. Setiap akhir minggu
orang‐orang kaya mengundang tamu buat berakhir minggu
di tempat peristirahatan mereka di luar kota. Tamu‐tamu
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pria berpakaian rapi buat sarapan, lalu mereka berganti
pakaian buat acara minum teh pagi hari, berganti pakaian
lagi buat makan siang, buat minum teh sore hari, dan
akhirnya, mengenakan jas resmi buat makan malam.
“Astaga,” protes David kepada Kate. “Rasanya aku jadi
burung merak dungu.”
“Kau merak tampan, sayangku,” Kate meyakinkan David.
“Sekembali kita ke rumah nanti, kau boleh keluyuran tanpa
sehelai pakaian pun, David.”
David memeluk Kate. “Sudah tak sabar aku.”
Pada acara makan malam, mereka mendengar bahwa
Francis Ferdinand, putra mahkota penerus tahta Austria‐
Hongaria, beserta istrinya, Sophie, dibunuh.
Tuan rumah mereka, Lord Maney, berkata, “Bisnis
jahat—menembak wanita? Tapi, kurasa takkan ada yang
berperang demi negeri Balkan yang sekecil itu.”
Pembicaraan pun beralih ke permainan cricket.
Malamnya, di tempat tidur, Kate berkata, “Akan pecah
perangkah menurutmu, David?”
“Gara‐gara penerus tahta kerajaan kecil begitu dibunuh
orang? Tidak.”
Dugaannya meleset. Austria‐Hongaria mencurigai
Serbia, negeri tetangganya, sebagai otak pembunuhan
Ferdinand. Mereka menyatakan perang terhadap Serbia.
Pada bulan Oktober, sebagian besar kekuatan utama dunia
berperang. Peperangan itu bergaya baru. Untuk pertama
kalinya kendaraan bermesin dipergunakan—pesawat
udara, kapal, dan kapal selam.
Pada hari Jerman menyatakan perang, Kate berkata,
“Kesempatan bagus ini buat kita, David.',
Dahi David berkerut. “Ngomong apa kau, Kate?”
“Banyak bangsa butuh senjata dan amunisi. Juga –”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Mereka takkan mendapatkan benda‐benda itu dari
perusahaan kita,” sela David tegas. “Usaha kita sudah
cukup, Kate. Tak perlu kita menambah keuntungan dengan
mengorbankan darah orang.”
“Kau terlalu mendramatisir. Faktanya jelas: harus ada
yang memproduksi senjata.”
“Sepanjang aku bekerja di perusahaan ini, senjata
macam itu takkan kita produksi. Kita tak perlu
membicarakannya lagi, Kate. Buatku ide itu sudah
tertutup.”
Kate marah. Untuk pertama kalinya sejak perkawinan
mereka, keduanya tidur terpisah. Kate berpikir, Kok bisa
David jadi sok ideal begitu?
Sementara itu David berpikir, Kok bisa Kate berdarah
dingin begitu? Rupanya bisnis telah mengubah dia. Hari‐hari
menyusul pembicaraan itu sangat tak menyenangkan buat
keduanya. David menyesalkan pertengkaran mereka, tetapi
tak tahu bagaimana menjembatani perbedaan pendapat di
antara mereka. Kate terlalu gengsi dan keras kepala. Ia
yakin ia benar.
Presiden Woodrow Wilson berjanji Amerika Serikat
takkan ikut campur dalam peperangan. Tetapi, ketika
kapal‐kapal selam Jerman mulai melepaskan torpedo pada
kapal‐kapal penumpang tak bersenjata serta tersiar kabar
tentang kekejaman Jerman, Amerika pun mulai terdesak
untuk membantu Sekutu.
“Buatlah dunia aman buat berdemokrasi,” begitu
slogannya.
David belajar menerbangkan pesawat terbang pribadi di
daerah bersemak di Afrika Selatan. Ketika dibentuk
Lafayette Escadrille di Prancis dengan penerbang‐
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
penerbang Amerika, David menjumpai Kate. “Aku harus
mendaftar.”
Kate terperangah. “Tidak! Ini bukan perang negerimu!”
“Sebentar lagi akan jadi urusan negeriku,” ucap David
tenang. “Amerika Serikat takkan bisa berdiam lebih lama.
Aku warga Amerika. Aku kepingin menyingsingkan lengan
baju buat negeriku. “
“Kau sudah empat puluh enam tahun!”
“Aku masih bisa menerbangkan pesawat, Kate. Mereka
butuh tenaga sebanyak‐banyaknya.”
Kate tak berhasil membujuk David. Keduanya
menghabiskan hari‐hari terakhir sebelum keberangkatan
David. Perselisihan di antara mereka terlupakan. Mereka
saling mencintai. Itu yang terpenting sekarang.
Malam sebelum keberangkatannya, David berkata, “Kau
dan Brad Rogers pasti bisa mengelola perusahaan sebagus
aku mengelolanya. Siapa tahu bahkan lebih bagus lagi.”
“Bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu, David? Aku
takkan mampu menghadapinya.”
David memeluk Kate. “Aku takkan apa‐apa, Kate. Aku
akan pulang membawa berbagai medali.”
Keesokan paginya David berangkat ke Prancis.
Kepergian David menjadi semacam kematian buat Kate.
Begitu lama ia menunggu untuk mendapatkan David.
Sekarang, setiap hari terasa mengerikan—ia selalu dihantui
ketakutan akan kehilangan David. David selalu
membayanginya. Kate seolah menjumpai David dalam
irama suara orang asing, tawa, mendadak di jalan sepi,
kata‐kata mutiara, aroma, lagu. Ia ada di mana‐mana. Setiap
hari Kate menulis surat buat David. Kalau ia menerima
surat dari David, suratnya dia baca berulang‐ulang sampai
kertasnya compang‐camping. Aku baik‐baik saja, begitu
bunyi surat David. Jerman mempunyai pasukan udara yang
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
paling hebat saat itu, tetapi takkan lama. Ada kabar
Amerika Serikat akan segera membantu. Dia akan menulis
surat lagi selekas keadaan mengizinkan. Dia sangat cinta
pada Kate.
Jangan biarkan dirimu diancam bahaya, Sayangku. Aku
akan membencimu selamalamanya kalau sampai terjadi
sesuatu padamu.
Kate mencoba melupakan kesepian dan kesedihannya
dengan menceburkan diri pada pekerjaan. Pada permulaan
perang, Prancis dan Jerman mempunyai angkatan udara
paling hebat di Eropa. Tapi, negara‐negara sekutu
mempunyai lebih banyak tenaga, sumber, dan materi. Rusia
yang pasukannya paling besar sangat jelek persenjataannya
dan tidak berpemimpin ulung.
“Mereka semua butuh bantuan,” ujar Kate kepada Brad
Rogers. “Mereka butuh tank, senjata, dan amunisi.”
Brad Rogers merasa tak enak.
“Kate, David tak sependapat—”
“David tidak ada di sini, Brad. Segala keputus an ada
padamu dan aku.”
Tapi, Brad Rogers tahu, maksud Kate adalah: Segala
keputusan ada di tanganku.
Kate tak mengerti sikap David yang anti pada produksi
persenjataan. Sekutu membutuhkan senjata. Kate merasa
bahwa tugas utamanya adalah mencukupi kebutuhan itu. Ia
mengadakan pertemuan dengan setengah lusin negeri
sahabat. Dalam waktu setahun Kruger‐Brent, Ltd. sudah
memproduksi senjata, tank, bom, dan amunisi. Perusahaan
itu juga memenuhi kebutuhan kereta, api, tank, seragam,
dan senjata. Kruger‐Brent dengan cepat berkembang
menjadi salah satu perusahaan raksasa yang berkembang
paling pesat di dunia. Melihat laporan pendapatan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
perusahaan yang terakhir, Kate berkata kepada Brad
Rogers,
“Sudah kaulihatkah angka‐angka ini, Brad? David pasti
mengakui bahwa dia salah.” '
Sementara itu keadaan di Afrika Selatan sangat kacau.
Pimpinan partai menyatakan dukungan mereka pada
Sekutu dan menerima tanggung jawab buat
mempertahankan Afrika Selatan dari Jerman. Tetapi,
kebanyakan penduduk asli Afrika menentang dukungan
terhadap Inggris. Mereka belum lupa akan masa lalu.
Di Eropa peperangan tak menguntungkan Sekutu.
Pertempuran di front barat terhenti. Kedua pihak terpaksa
menggali lubang perlindungan dengan berjas hujan.
Pasukan tentara kedua pihak bermuram. Hujan deras
membuat lubang perlindungan yang mereka gali terendam
dan berlumut. Tikus menyerbu ke mana‐mana. Kate
bersyukur David bertempur di udara.
Pada tanggal 6 April 1917, Presiden Wilson mengumumkan
perang. Ramalan David menjadi kenyataan. Amerika mulai
mengadakan gerakan.
Ekspedisi Udara Amerika yang pertama mendarat di
Prancis di bawah pimpinan Jenderal John J. Pershing pada
tanggal 26 Juni 1917. Nama‐nama tempat baru menjadi
bagian dari perbendaharaan kata orang: Saint‐Michiel...
ChateauThierry ... Meuse‐Argonne... Belleau Wood... Verdun
... Sekutu menjadi kekuatan besar. Pada tanggal 11
November 1918 perang berakhir. Dunia menjadi aman buat
berdemokrasi.
David dalam perjalanan pulang.
Ketika David dibebaskan dari kapal perang di New York,
Kate berada di sana menyambutnya. Keduanya berdiri
berpandang‐pandangan lama sekali. Bising dan kerumunan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
orang tak menjadi penghalang buat mereka. Kate berada
dalam pelukan David. David tampak kurus dan capek, pikir
Kate. Oh, Tuhan, betapa rindunya aku pada David. Berebut
pertanyaan ingin dilontarkan oleh Kate, tapi semuanya bisa
menunggu.
“Kita ke Cedar Hill House,” ujar Kate. “Tempat paling
cocok buat kau beristirahat.”
Sudah banyak yang dilakukan Kate di Cedar Hill House
dalam rangka menyambut kedatangan David. Ruang duduk
luas yang segar telah dilengkapi dengan sofa kembar
bersarung bahan merah jambu dan hijau dengan motif
bunga. Kursi‐kursi yang cocok diatur di sekelifing perapian.
Di atas perapian tergantung lukisan bunga Valminck. Dua
pasang pintu lebar terbuka ke arah teras yang memanjang
di ketiga sisi rumah dinaungi awning bergaris‐garis. Semua
kamarnya cerah dan segar. Pemandangan ke pantai bukan
main indahnya.
Kate mengajak David berkeliling. Suaranya renyah dan
gembira. David agak pendiam. Setelah selesai berkeliling,
Kate bertanya, “Kau suka kan, pada semuanya yang telah
kulakukan pada rumah ini?”
“Cantik sekali semuanya, Kate. Nah, sekarang duduklah.
Aku perlu bicara.”
Mendadak Kate ketakutan. “Ada sesuatu yang tak
beres?”
“Tampaknya kita sudah menjadi pemasok senjata bagi
lebih dari separuh dunia.”
“Tunggulah sampai kaulihat sendiri pembukuan kita,
David,” mulai Kate. “Keuntungan kita telah—”
“Yang kubicarakan masalah lain. Seingatku, keuntungan
kita sudah bagus sekali sebelum kutinggalkan. Kupikir, kita
sudah setuju bahwa kita takkan melakukan kegiatan dalam
produksi persenjataan perang.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate merasa amarahnya timbul dan mendidih. “Kau
sendiri yang setuju begitu. Aku tidak.” Ia berusaha
mengendalikan emosinya. “Waktu mengubah segalanya,
David. Kita juga mesti berubah bersama waktu.”
David memandang Kate. “Kau juga berubah?” tanyanya
pelan.
Berbaring di tempat tidur malam harinya, Kate
bertanya‐tanya: diakah yang berubah, atau David? Diakah
yang menjadi semakin kuat, atau David yang jadi lemah?
Kate mengingat‐ingat alasan David untuk tidak
memproduksi perkakas perang. Argumennya lemah.
Akhirnya toh akan ada yang menjadi pemasok senjata buat
Sekutu. Dan, keuntungannya besar. Apa yang terjadi pada
otak dagang David? Selama ini Kate menghormati David
sebagai lelaki paling pandai. Tapi, sekarang mendadak ia
merasa ia lebih bisa mengelola perusahaan dibanding
David. Malam itu Kate tak bisa tidur.
Pagi harinya Kate dan David sarapan, lalu berjalan‐jalan
di halaman.
“Indah betul pemandangan di sini,” kata David. “Aku
senang berada di sini.”
“Tentang pembicaraan kita semalam, David,” ujar Kate.
“Sudah selesai. Aku pergi jauh. Kau melakukan apa yang
kaupikir paling betul buat dilakukan.”
Kalau kau di sini, akankah aku melakukannya? pikir Kate.
Tapi, itu cuma dia ucapkan dalam hati. Dia telah melakukan
yang bisa dia lakukan buat perusahaan mereka. Apakah
perusahaan lebih penting bagiku ketimbang perkawinan
kami? Kate takut menjawab pertanyaan itu.
17
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
LIMA tahun menyusul berakhirnya perang merupakan
masa perkembangan yang luar biasa. Kruger Brent, Ltd.
yang semula didirikan dalam usaha berlian dan emas telah
berkembang dan melebarkan sayap ke hampir seluruh
penjuru dunia. Afrika Selatan bukan lagi merupakan pusat
kegiatan perusahaan itu. Beberapa waktu yang lalu, Kruger
Brent, Ltd. mendapatkan perusahaan penerbitan raksasa,
perusahaan asuransi, serta ratusan hektar hutan kayu.
Suatu malam, Kate membangunkan David. “David, kita
pindahkan saja kantor pusat kita, yuk,” ucapnya.
David berusaha duduk, bingung. “A—apa?”
“Pusat dunia usaha sekarang ini New York. Di sanalah
mestinya kantor pusat perusahaan kita berada. Afrika
Selatan terlalu jauh dari jangkauan. Selain itu, sekarang
sudah ada telepon dan telegram. Kita bisa berhubungan
dengan setiap kantor cabang dalam sekejap.”
“Betul juga, ya. Mengapa tak terpikir olehku lebih dulu?”
David bergumam. Ia lalu kembali tidur.
New York tempat yang menggairahkan. Pada beberapa
kunjungannya ke sana pada waktu yang lalu, Kate telah
merasakan cepatnya detak jantung kota itu. Namun, tinggal
di situ bagai terjebak di pusat suatu matriks. Dunia
berputar lebih cepat, dan segala sesuatu bergerak lebih
cepat dibanding di tempat lainnya.
Kate dan David memilih lokasi baru kantor pusat mereka
di Wall Street. Arsitek pun mulai sibuk bekerja. Arsitek lain
lagi dipilih Kate untuk mendisain rumah bergaya
Renaissance dari abad keenam di Fifth Avenue.
“Kota ini terlalu hiruk pikuk,” keluh David.
Betul. Bangunan pencakar langit sedang didirikan di
berbagai sisi kota. New York berkembang menjadi pusat
perdagangan dunia dan merupakan tempat kedudukan
kantor‐kantor pusat berbagai usaha perkapalan, asuransi,
komunikasi, dan transportasi. Sebuah kota yang berderap
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dengan irama menggairahkan. Kate menyukai suasana itu,
tetapi ia merasa David tidak bahagia di sana.
“David, ini kota masa datang. Ia akan terus berkembang.
Dan, kita akan berkembang bersamanya.
“Astaga, Kate. Berapa banyak lagi yang kau inginkan?”
Tanpa berpikir, Kate menyahut, “Semuanya yang ada.”
Kate tak mengerti mengapa David bertanya begitu. Nama
permainannya adalah “menang”. Orang cuma bisa menang
jika berhasil mengalahkan lainnya. Itu sangat jelas terpateri
di benak Kate. Mengapa David tak bisa melihat hal itu?
David seorang pengusaha hebat. Tapi, rasanya ada
kekurangan padanya: kehausan, dorongan buat
mengalahkan dan menjadi yang terbesar dan terbaik. Ayah
Kate mempunyai semangat itu. Juga Kate. Kate tak
menyadari sejak kapan, tapi pada suatu ketika dalam
hidupnya, perusahaan telah menjadi tuannya dan ia budak
perusahaan itu. Perusahaan memiliki Kate lebih daripada
Kate memiliki perusahaan itu.
Kate berusaha menjelaskan perasaannya kepada David.
David tertawa. “Kau bekerja terlalu keras.” Persis betul anak
ini dengan ayahnya, pikir David. Entah mengapa, David
merasa agak kurang enak.
Kerja tak pernah terlalu keras, pikir Kate. Tak ada
kesenangan yang lebih memuaskan dalam hidup ini selain
bekerja. Ketika bekerja, hidup terasa paling nikmat. Setiap
hari membawa seperangkat problema baru. Masing‐masing
problem merupakan tantangan teka‐teki yang perlu
dipecahkan, permainan baru yang bisa dimenangkan. Kate
merasa dirinya ahli dalam hal itu. Ia terjebak dalam suatu
keadaan yang tak bisa dimengerti oleh akal sehat.
Semuanya itu bukan berlatar‐belakang keinginan akan
menambah uang atau mencapai sesuatu; tapi ada
hubungannya dengan kekuasaan. Kekuasaan yang
mengatur dan menjadi gantungan hidup beribu‐ribu orang
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
di berbagai pelosok dunia. Persis seperti dulu hidupnya
pernah diatur dan tergantung pada yang berkuasa.
Sepanjang ia memiliki kekuasaan, ia bisa bilang ia tak butuh
siapa pun. Kekuasaan bagaikan senjata yang
berkeampuhan luar biasa.
Kate diundang bersantap malam oleh raja‐raja dan ratu,
presiden semuanya mencari bantuan dan kerja samanya.
Pabrik baru Kruger Brent bisa merupakan awal
kesejahteraan bagi daerah miskin. Keputusannya untuk
mendirikan pabrik itu merupakan penentu perubahan
keadaan. Kekuasaan. Perusahaan merupakan kehidupan
yang terus berkembang menjadi raksasa. Ia butuh makan.
Terkadang pengorbanan perlu dilakukan agar perusahaan
terlepas dari belenggu. Kate telah menjiwai semua falsafah
itu kini. Perusahaan mempunyai ritme, denyut jantung, dan
identik dengan. dirinya.
Pada bulan Maret, setahun setelah mereka pindah ke
New York, Kate merasa tak sehat. David membujuknya agar
berkonsultasi dengan dokter.
“Namanya John Harley, dokter muda bereputasi
terpercaya.”
Enggan, Kate menemui dokter itu. John Harley
berperawakan kurus. Wajah pemuda dua puluh enam
tahunan itu nampak serius. Dokter asli Boston itu lima
tahun lebih muda dari Kate.
“Supaya kau tahu saja,” ucap Kate. “Aku tak punya waktu
buat sakit.”
“Akan kuingat itu baik baik, Nyonya Blackwell. Coba kita
periksa dulu sekarang Ebook by : Hendri Kho by Dewi KZ
http://kangzusi.com/.”
Dr. Harley memeriksa Kate dan melakukan beberapa tes.
Katanya,
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Aku yakin ini bukan sesuatu yang serius. Hasilnya bisa
kita lihat dalam sehari dua hari ini. Bagaimana kalau
Nyonya meneleponku hari Rabu nanti?”
Pagi pagi sekali hari Rabu‐nya, Kate menelepon Dr.
Harley. “Kabar gembira buat Anda, Nyonya Blackwell,”
ucapnya ceria. “Anda mengandung.”
Itu merupakan salah satu saat paling menggairahkan
dalam hidup Kate. Tak sabar ia menunggu saat
menyampaikan beritanya kepada David.
Belum pernah David tampak segembira itu.
Kate digendongnya, lalu katanya, “Pasti perempuan. Dan,
rupanya persis kau.”
David berpikir, Inilah yang sebenarnya dibutuhkan Kate.
Sekarang dia akan terpaksa tinggal di rumah lebih banyak.
Dia akan lebih mirip istri.
Sementara itu Kate berpikir. Pasti lelaki. Kelak ia akan
jadi penerus Kruger Brent.
Makin mendekati saat kelahiran bayinya, Kate masih
terus ke kantor setiap hari meskipun kerjanya tak selama
biasa.
“Lupakan kerjaan. Usahakan lebih santai,” nasihat David.
Ia tak menyadari bahwa buat Kate bekerja sama saja
dengan bersantai.
Bayinya diperkirakan lahir pada bulan Desember.
“Kuusahakan dia lahir tanggal dua puluh lima,” janji Kate
kepada David. “Bayi ini akan jadi hadiah Natal kita.”
Natal nanti pasti sempurna, pikir Kate. Ia memimpin
perusahaan raksasa, punya suami yang ia cintai, dan
sebentar lagi akan melahirkan bayinya. Kate tak menyadari
bahwa urut‐urutan hal yang dianggapnya penting dalam
hidup ini sedikit ironis buat orang lain.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tubuhnya semakin membengkak dan jelek. Pergi ke
kantor makin susah buatnya. Tetapi, setiap kali David atau
Brad Rogers menganjurkan agar ia tinggal saja di rumah,
jawabnya selalu, “Otakku masih tetap bekerja.” Dua bulan
menjelang kelahiran bayinya, David melawat ke Afrika
Selatan memeriksa tambang yang terletak di Pniel. Menurut
rencana, ia akan kembali ke New York seminggu kernudian.
Kate sedang duduk di balik meja kerjanya waktu
mendadak Brad Rogers masuk. Wajahnya suram. Katanya,
“Bisnis Shannon gagal?”
“Bukan. Aku oh, Kate, aku baru dapat kabar. Ada
kecelakaan. Tambang kita meledak.”
Mendadak hatinya terasa sakit. “Di mana? Gawat
sekalikah? Ada korban?”
Brad menarik napas.
“Enam meninggal. Kate—David salah satu korbannya.”
Kata‐kata itu bagai mengisi seluruh ruangan lalu
bergema dan kedengaran makin keras dan makin keras
sampai akhirnya seperti berteriak di telinganya. Kate
merasa dirinya di tengah tengah jeram Niagara. Tubuhnya
terasa disedot ke tengah, makin lama makin dalam sampai
dadanya sesak dan tak bisa bernapas.
Sekitarnya menjadi gelap dan sunyi.
***
Bayinya lahir dua jam kemudian. Prematur dua bulan.
Kate memberinya nama Anthony James Blackwell, seperti
nama ayah David. Aku akan mencintaimu, Nak, karena kau
anakku. Tapi cintaku akan lebih lagi karena aku begitu
mencintai ayahmu.
Sebulan setelahnya, rumah baru di Fifth Avenue selesai
dan siap ditimpati. Kate, bayinya, serta beberapa pelayan
pindah ke sana. Dua istana kuno Italia dikosongkan buat
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mengisi perabot rumah itu. Rumah itu mirip ruang pamer,
dilengkapi dengan perabot ukir abad keenam belas dari
Italia, dan lantai marmer. Ruang perpustakaannya
berdinding panel. Perapian di situ anggun, perapian model
abad delapan belas. Di atasnya tergantung lukisan Holbein.
Ada ruangan piala tempat disimpan koleksi senjata David.
Ruang karya seni diisi Kate dengan. berbagai lukisan karya
Rembrandt dan Vermeer, Velazqueze, dan Bellini. Ada
ruang dansa, ruang makan pagi, dan ruang makan resmi.
Kamar bayi terletak bersebelahan dengan kamar tidur Kate.
Kamar tidur lainnya tak terhitung banyaknya. Di
halamannya yang luas dan teratur apik berdiri patung
karya Rodin, Augustus Saint Gaudens, dan Maillol. Tempat
tinggal itu cocok ditinggali seorang raja. Putra Mahkota
sedang dibesarkan disini, pikir Kate gembira.
Pada tahun 1928, ketika usia Tony menginjak empat,
Kate memasukkan anak itu ke taman kanak kanak. Tony
tampan, berpembawaan serius. Matanya kelabu seperti
ibunya, dan dagunya mencuat. Ia diberi pelajaran musik.
Pada usia lima tahun, ia juga disekolahkan menari. Waktu
yang paling menggembirakan adalah liburan bersama di
Cedar Hill House di Dark Harbor. Kate membeli kapal
pesiar yang dinamainya Corsair. Ia dan Tony sering
berlayar menyusur Pantai Maine. Tony sangat mengagumi
kapal pesiar itu. Tetapi buat Kate, pekerjaannya tetap
menjadi sumber kebahagiaan yang utama.
Ada sesuatu yang mistik pada perusahaan yang didirikan
oleh Jamie McGregor. Perusahaan itu hidup dan selalu haus.
Perusahaan itu menjadi kekasih Kate, kekasih yang takkan
pernah mati pada musim dingin serta meninggalkannya
sendirian. Perusahaan itu akan hidup selamanya. Ya, Kate
akan berusaha agar perusahaan itu tetap hidup. Pada suatu
hari kelak, ia akan menurunkannya kepada putranya.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Satu satunya faktor yang mengganggu perasaan Kate
adalah negeri asalnya. Ia sangat mencintai Afrika Selatan.
Masalah ras di sana makin meruncing. Kate gelisah. Ada
dua kamp politik di sana: kaum verkramptes—yang
berpandangan sempit dan merupakan penganjur
perbedaan warna kulit—serta kaum verligtes—yang ingin
memperbaiki posisi kaum hitam. Perdana Menteri James
Hertzog dan Jan Smuts telah membentuk suatu koalisi dan
menggabungkan kekuatan mereka untuk memberlakukan
Undang undang Tanah Baru. Orang orang berkulit hitam
dipindahkan dari daftar dan tak diperbolehkan lagi
bersuara atau memiliki tanah. Berjuta‐juta orang dari
berbagai kelompok minoritas sangat terguncang oleh
keluarnya undang‐undang baru tersebut. Daerah yang tidak
mengandung mineral dan bukan merupakan pusat industri
atau pelabuhan diberikan kepada kaum kulit berwarna.
Kate merencanakan suatu rapat di Afrika Selatan yang
dihadiri oleh beberapa pejabat tinggi pemerintah. “Ini
merupakan bom waktu,” ujar Kate kepada mereka. “Anda
sekalian mencoba mempertahankan delapan juta orang
dalam dunia perbudakan.”
“Bukan perbudakan, Nyonya Blackwell. Kami melakukan
semua ini demi kebaikan mereka sendiri.”
“Betul? Coba jelaskan.”
“Masing masing ras mempunyai sumbangan yang
berbeda. Kalau orang kulit berwarna dibiarkan bercampur
dengan kaum berkulit putih, mereka akan kehilangan
individualitas mereka. Kami justru berusaha melindungi
mereka.”
“Omong kosong,” ujar Kate. “Afrika Selatan sekarang ini
menjadi neraka buat orang kulit berwarna. “
“Itu tidak benar. Beribu‐ribu orang berkulit hitam dari
negeri lain berdatangan ke negeri ini. Mereka harus
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
membayar lima puluh enam pound jaminan sebelum masuk
kemari. Tempat ini menjanjikan keadaan yang lebih
menguntungkan buat orang kulit berwarna dibanding
dengan negeri lainnya.”
“Aku merasa iba melihat nasib mereka,” kata Kate.
“Mereka itu anak‐anak primitif, Nyonya Blackwell.
Percayalah, semuanya ini demi kebaikan mereka sendiri.”
Kate meninggalkan rapat itu dengan perasaan frustrasi
dan gelisah akan nasib negerinya.
Kate juga gelisah memikirkan Banda. Ia banyak
diberitakan. Harian Afrika Selatan menyebutnya pimpernel
merah. Komentar tentangnya luar biasa. Ia lolos dari
kejaran polisi dengan menyamar sebagai buruh, sopir, atau
satpam. Ia mengorganisir suatu pasukan gerilya dan
menuju ke tempat‐tempat yang disebut dalam daftar polisi.
Cape Times memberitakan Banda diusung penuh
kemenangan melalui jalan jalan perkampungan kaum hitam
oleh para demonstran. Ia berkunjung dari desa ke desa,
memberi ceramah kepada kelompok pelajar. Setiap kali
polisi terkecoh. Banda selalu menghilang begitu polisi
datang. Menurut berita, ia mempunyai pengawal pribadi
terdiri dari beratus‐ratus sahabat dan pengikut. Setiap
malam ia tidur di tempat yang berbeda. Kate tahu, tak ada
satu pun yang bisa menghentikan usaha Banda selain
kematian.
Ia harus menghubungi orang itu. Kare memanggil salah
seorang bekas mandornya. Seorang kulit hitam yang bisa
dipercaya. “William, bisakah kau mencari Banda?”
“Bisa, kalau memang Banda mau ditemui.”
“Cobalah. Aku ingin bertemu dengan dia.”
“Akan kucoba.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keesokan paginya mandor itu berkata, “Kalau Anda
punya waktu petang ini, ada mobil yang akan membawa
Anda ke pinggiran kota.”
Kate dibawa ke perkampungan kecil kira‐kira tujuh
puluh mil di utara Johannesburg. Sopirnya berhenti di
depan rumah mungil. Kate masuk ke dalamnya. Banda
sudah menunggu di sana. Rupanya masih persis seperti
tempo hari. Padahal, umurnya sudah enam puluhan, pikir
Kate. Ia sudah bertahun‐tahun menjadi buron. Walau
begitu, lelaki itu tetap tenang.
Banda memeluk Kate. “Kau makin cantik saja, Kate.”
Kate tertawa. “Aku sudah tua. Beberapa tahun lagi
umurku akan jadi empat puluh.”
“Kau awet muda, Kate.”
Mereka masuk ke dapur. Sementara Banda menyiapkan
kopi, Kate berkata, “Aku tak suka melihat yang terjadi
sekarang ini, Banda. Ke mana arahnya semua ini”“
“Makin jelek,” sahut Banda singkat. “Pemerintah takkan
mengizinkan kami bicara dengan mereka. Orang kulit putih
telah meleburkan jembatan yang ada di antara kami dan
mereka. Suatu hari kelak mereka akan sadar, bahwa
mereka butuh jembatan itu untuk meraih kami. Kami punya
pahlawan sekarang, Kate. Nehemiah Tile, Mokone, Richard
Msimang. Orang kulit putih menggiring kami sepertinya
kami ini ternak.”
“Tidak semua orang kulit putih berpikir begitu,” Kate
meyakinkan Banda. “Kawan‐kawanmu ada yang berjuang
buat mengubah keadaan. Walaupun makan waktu, pasti
bakal terjadi, Banda.”
“Waktu tak ubahnya pasir dalam gelas bolong. Lama‐
lama habis.”
“Banda, bagaimana Ntame dan Magena?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Istri dan anakku bersembunyi, “ ucap Banda sedih.
“Polisi masih sibuk mencariku.”
“Bisa bantu apa aku? Rasanya aku tak bisa berdiam diri
tanpa melakukan apa‐apa. Apakah uang bisa membantu?”
“Uang sih selalu membantu.”
“Baiklah. Kuusahakan. Apa lagi?”
“Doa, Kate. Doakan kami semua.”
Esok harinya, Kate kembali ke New York.
Ketika Tony sudah cukup besar buat diajak bepergian
jauh, Kate sering membawanya waktu liburan sekolah.
Tony sangat menyukai museum. Ia tahan berdiri berjam‐
jam memperhatikan lukisan dan patung‐patung karya
seniman besar. Di rumah, Tony mencoba membuat sketsa
dari lukisan‐lukisan yang tergantung di dinding. Tapi, ia
merasa malu memperlihatkan hasil karyanya kepada
ibunya.
Anak itu manis, cemerlang, dan menyenangkan dalam
pergaulan. Sifatnya yang sedikit malu‐malu justru menarik
buat kebanyakan orang. Kate sangat membanggakan
putranya. Di kelas, Tony selalu jadi juara pertama. “Kau
mengalahkan teman‐temanmu ya, Sayang?” Kate lalu
tertawa dan memeluk Tony erat‐erat.
Si kecil Tony pun akan berusaha lebih keras buat
menyenangkan ibunya.
Pada tahun 1936, pada hari ulang tahun Tony yang
keduabelas, Kate pulang dari lawatannya ke Timur Tengah.
Kate kangen betul dan sudah tak tahan ingin cepat bertemu
anak itu. Tony di rumah menunggu kedatangannya. Serta
merta Kate memeluknya.
“Selamat ulang tahun, Sayang! Bagaimana? Senang kau
hari ini?”
“Y—Ya, B—Bu. S—s senang sekali.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate mundur, memperhatikan anak itu. Belum pernah
Tony gagap begitu. “Kau tidak apa apa kan, Tony?”
“A—aku b—baik baik, B—Bu.”
“Jangan gagap begitu dong,” ujar Kate. “Pelan‐pelan saja
kalau bicara.”
“Y—ya, B—Bu.”
Beberapa minggu kemudian keadaannya lebih buruk.
Kate memutuskan hendak berkonsultasi dengan Dr. Harley.
Sesudah selesai memeriksa, John Harley berkata, “Fisiknya
baik. Apakah dia tidak tertekan, Kate?”
“Anakku” Tentu saja tidak. Mengapa kau bertanya
begitu?”
“Tony anak yang sensitif. Gagap umumnya merupakan
gejala frustrasi, perasaan tak mampu.”
“Kau salah, John. Tony selalu menjadi juara pertama di
sekolah. Semester lalu ia bahkan mendapat tiga hadiah.
Juara olahraga, juara dalam pelajaran, dan murid terbaik
dalam karya seni. Masakan begitu itu tak mampu?”
John Harley manggut manggut. “Apa yang kaulakukan
kalau Tony menggagap, Kate?”
“Membetulkannya, tentu.”
“Sebaiknya jangan. Itu akan membuatnya lebih tegang. “
Kate jadi marah. “Kalau Tony mempunyai masalah
kejiwaan, seperti yang kaukira, itu bukan gara gara ibunya.
Aku sangat menyayangi dan mengagumi dia. Ia sadar
bahwa buatku dia adalah anak paling hebat di dunia.”
Itu akar masalahnya. Tak ada seorang anak pun yang
bisa menjadi anak paling hebat. Dr. Harley mengamati
kertas‐kertas di hadapannya. “Umur Tony sekarang dua
belas?”
“Ya.”
“Mungkin ada baiknya dia pergi untuk beberapa saat.
Sekolah pribadi di negeri lain mungkin solusi yang
terbagus.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate melongo.
“Kita perlu membiarkan dia sendirian untuk beberapa
saat. Sampai ia menamatkan sekolah lanjutan. Di
Switzerland banyak sekolah bagus.”
Switzerland! Bayangan bahwa Tony akan berada di
tempat yang begitu jauh darinya menakutkan buat Kate.
Tony masih terlalu muda. Dia belum siap. Dia Dr. Harley
memperhatikan Kate.
“Baiklah. Akan kupikirkan,” Kate berkata kepadanya.
Siang itu ia membatallkan rapat direksi, dan langsung
pulang. Tony sedang di kamarnya, mengerjakan pe‐er.
Tony berkata, “A—aku dapat A— semua tadi, Bu—Bu.”
“Tony, kau senang tidak kalau disekolahkan di
Switzerland?”
Matanya bersinar sinar. Anak itu berkata, “B—Boleh, B—
Bu?”
Enam minggu sesudah itu, Kate mengantar Tony ke
kapal yang hendak membawa anak itu ke Eropa. Institut Le
Rosey di Rolle, sebuah kota keca di pantai Danau Jenewa
adalah sekolah yang dituju Tony. Kate berdlri di dermaga
New York, mengamati kapal itu sampai dilepaskan dari
perahu penariknya. Aku pasti kehilangan dia! pikirnya. Kate
berbalik, melangkah ke mobil limousine yang telah siap
membawanya kembali ke kantor.
Kate senang bekerja dengan Brad Rogers. Umur lelaki itu
empat puluh enam. Dua tahun lebih tua dari Kate.
Keduanya bersahabat baik melalui kerja sama selama
bertahun‐tahun. Kate sangat menyukai pengabdian Brad
pada KrugerBrent. Brad belum kawin. Teman kencannya
banyak. Semuanya menarik. Lambat‐laun Kate menyadari,
Brad setengah jatuh cinta padanya. Bukan cuma sekali dua
kali lelaki itu berkomentar nyata tentang perasaannya.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tapi, Kate memilih membiarkan hubungan mereka tetap
cuma dalam taraf bisnis. Cuma sekali saja Kate
melanggarnya.
Brad mulai berkencan dengan seseorang secara Orutin.
Kencannya sampai larut malam. Esok paginya, Brad muncul
di kantor kecapekan. Pikirannya melayang ke mana‐mana
dan tak terkonsentrasi pada masalah bisnis. Keadaan
seperti itu merugikan perusahaan. Sebulan lewat, dan
situasinya makin memburuk. Kate mernutuskan dia harus
berbuat sesuatu. Ia ingat betul David pernah hampir
meninggalkan perusahaan gara‐gara seorang perempuan.
Kate takkan membiarkan hal itu terjadi pada Brad.
Kate merencanakan hendak pergi ke Paris sendirian,
untuk membeli sebuah perusahaan impor‐ekspor. Pada
derik‐detik terakhir, ia mengajak Brad menemaninya.
Mereka menghabiskan hari kedatangan mereka di ruang
rapat. Malamnya, mereka makan malam di Grand Vefour.
Setelahnya, Kate mengusulkan agar Brad ikut ke kamar
Kate di George V buat mempelajari beberapa laporan
mengenai perusahaan baru mereka. Ketika Brad tiba, Kate
telah menanti‐mengenakan daster tipis.
“Aku bawa penawaran yang sudah diubah,” mulai Brad,
“jadi kita—”
“Itu bisa menunggu,” Kate berucap lembut.
Ada semacam undangan dalam suaranya yang membuat
Brad kembali mengarnati Kate. “Aku ingin kita berdua‐dua,
Brad.”
“Kate
Kate melangkah mendekati Brad lalu merangkulnya.
“Ya, Tuhan!” ucap Brad. “Sudah begitu lama aku kepingin
kau, Kate.”
“Aku juga ingin kau, Brad.”
Keduanya lalu pindah ke kamar tidur.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate penuh nafsu. Tetapi, selama ini nafsu seksualnya
tersalur pada saluran lainnya. Ia sudah puas dengan
pekerjaannya. Ia butuh Brad untuk hal lain.
Brad menindihnya. Kate membuka paha dan merasakan
kerasnya Brad dalam dirinya. Semuanya ia rasakan biasa‐
biasa saja. Enak, tidak‐tak enak pun tidak.
“Kate, sudah lama aku jatuh cinta padamu....”
Brad menembus dalam‐dalam, lalu memompa keluar‐
masuk penuh nafsu. Sementara itu Kate berpikir, Sial!
Tinggi betul harga yang mereka tawarkan buat perusahaan
itu. Celakanya, mereka tahu betul aku kepingin memiliki.
Jadi, pasti harganya akan mereka pertahankan.
Brad membisikkan kata‐kata mesra ke telinga Kate.
Biar kubatalkan saja negosiasinya. Cepat atau lambat,
mereka pasti kembali menghubungiku. Tapi, bagaimana
kalau tidak? Beranikah aku mengorbankan kesempatan buat
memiliki perusahaan itu?
Brad memompa makin cepat. Kate mengangkat
pinggangnya, merengkuh Brad lebih dalam lagi.
Tidak. Mereka bisa cari pembeli lain dengan gampang.
Lebih baik menerima saja tawaran mereka. Kalau salah satu
anak perusahaan itu kujual, uangku pun bisa kembali.
Brad mengeluh‐penuh kenikmatan. Kate menggerakkan
tubuhnya dengan cepat hingga Brad mencapai puncak.
Akan kukatakan kepadanya, bahwa aku sudah mengambil
keputusanmenerima tawarannya.
Brad bergidik dan terengah.
“Oh, Kate, bukan main. Kau puas?”
“Luar biasa.”
Kate berbaring dalam rangkulan lengan Brad malam itu.
Otaknya tidak berhenti berpikir dan membuat rencana
sementara Brad tertidur lelap. Pagi harinya, ketika Brad
bangun, Kate berkata,
“Brad, cewek teman kencanmu itu—”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Astaga! Kau cemburu rupanya!” Brad tertawa riang.
“Lupakan dia. Aku berjanji takkan menemui dia lagi.”
Kate tak pernah tidur bersama Brad lagi. Brad tak
mengerti mengapa Kate selalu menolaknya. Yang dikatakan
Kate selalu saja, “Kau tak tahu betapa kepinginnya aku,
Brad. Tapi, nanti kita jadi tak bisa kerja sama. Kita berdua
harus mengorbankan keinginan ini, demi keberhasilan
perusahaan.”
Dan, Brad pun dipaksa hidup dengan kenyataan itu.
Perusahaan semakin besar dan tak henti‐hentinya
berkembang. Kate mendirikan beberapa yayasan sosial
yang menyokong sekolah, gereja, dan perguruan tinggi. Ia
juga memperbanyak koleksi karya seninya. Kate membeli
karya‐karya seniman kenamaan zaman Renaissance dan
sesudah Renaissance, seperti karya‐karya Raphael dan
Titian, Tintoretto dan El Greco; serta karya‐karya pelukis
Rubens, Caravaggio, dan Vandyck. Koleksi keluarga
Blackwell terkenal sebagai koleksi pribadi paling berharga
di dunia. Tak seorang pun selain tamu yang diundang
diperbolehkan melihatnya. Kate tak mengizinkan
koleksinya dipotret, dan tak mau pula membicarakannya
dengan wartawan. Dalam hal menghadapi wartawan, Kate
punya aturan yang sangat ketat. Masalah pribadi keluarga
Blackwell tak pernah keluar. Pelayan maupun karyawan
perusahaan tidak diperkenankan mengobrolkan keluarga
Blackwell. Mencegah desas‐desus dan spekulasi memang
sukar. Masalahnya, Kate Blackwell merupakan teka‐teki
yang menggiurkan: salah seorang wanita paling kaya dan
berkuasa di dunia. Pertanyaan orang tentangnya beribu‐
ribu, tetapi jawabnya hanya sedikit.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kate menelepon Kepala Sekolah Le Rosey. “Saya ingin
tahu keadaan Tony, Bu.”
“Ah, baik sekali, Nyonya Blackwell. Putra Nyonya
sungguh‐sungguh hebat. Dia—”
“Oh, bukan pelajarannya yang kumaksudkan, tapi—”
Kate ragu‐ragu, enggan mengakui bahwa ada kelemahan
dalam keluarga Blackwell. “Maksudku, apakah dia masih
gagap?”
“Nyonya, sama sekali tak ada gejala gagap pada putra
Nyonya. Dia tak bercela.”
Kate menarik napas lega. Ia tahu sejak lama, bahwa itu
cuma sementara—semacam masa transisi. Dasar dokter!
Tony pulang empat minggu kemudian. Kate
menjemputnya di bandar udara. Ia tampak segar dan
tampan. Perasaan bangga terbersit di hati Kate. “Halo,
Tony. Apa kabar?”
“A‐ku b‐baik‐baik saja, B‐bu. Ibu b‐b‐bagaimana?”
Selama liburan di rumah, Tony sangat bergairah
mengamati lukisan‐lukisan baru yang dibeli ibunya selama
ia bersekolah di Switzerland. Ia sangat terpesona dan
kagum menyaksikan karya‐karya impresionis Prancis:
Monet, Renoir, Manet, dan Morisot. Mereka seolah
menciptakan dunia ajaib buat Tony. Ia membeli satu set cat
lukis dan kuda‐kuda, lalu mulai mencorat‐coret.
Menurutnya, lukisan‐lukisan yang ia hasilkan masih sangat
jelek. Tony belum mau memperlihatkan lukisannya kepada
siapa pun. Bagaimana kalau mereka membandingkan
dengan karya‐karya besar itu?
Kate mengatakan, “Suatu hari kelak, semua lukisan ini
akan jadi kepunyaanmu, Sayang.”
Membayangkan hal itu, membuat hati bocah tiga belas
tahun itu merasa tak enak. Ibunya tidak mengerti. Mana
mungkin semuanya itu akan jadi miliknya? Dia takkan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pernah bisa melakukan sesuatu yang menjadikannya
berhak atas semuanya itu. Walaupun begitu, dengan
caranya sendiri, Tony mempunyai tekad untuk
memperoleh yang memang merupakan haknya. Berada
jauh dari ibunya menimbulkan dua perasaan yang saling
bertentangan pada dirinya. Soalnya, segala sesuatu di
sekitar ibunya selalu menggairahkan. Ibunya merupakan
sumbu gasing yang senantiasa berputar: memberi perintah,
berunding, mengambil keputusan besar, mengajak Tony ke
tempar‐tempat asing, memperkenalkan dia kepada orang‐
orang kenamaan. Ibunya betul‐betul merupakan figur yang
mengagumkan. Tony sangat bangga akan ibunya. Buat
Tony, ibunya adalah wanita paling mempesona di dunia. Ia
merasa bersalah, karena ia jadi gagap jika berada dekat
ibunya.
Tadinya Kate sama sekali tak punya bayangan tentang
betapa takjub anaknya pada dia. Suaru hari Tony bertanya,
“'B‐bu, Ibu itu yang mengatur d‐dunia, ya?”
Kate tertawa. Katanya, “Tentu saja bukan. Mengapa kau
bertanya begitu?”
“Semua kawanku di sekolah selalu membicarakan Ibu.
Wah, Ibu hebat deh, Bu!”
“Tentu saja. Kan ibumu!” goda Kate.
Yang paling diinginkan Tony adalah menyenangkan
Kate. Tony tahu betul betapa besar arti perusahaan buat
ibunya. Ia tahu ibunya bercita‐cita, kelak ialah yang akan
menjadi penerusnya—menjalankan perusahaan. Tony
merasakan penyesalan yang luar biasa, karena ia tahu ia tak
bakal bisa memenuhi harapan itu. Bukan itu yang ia cita‐
citakan sebagai pengisi hidupnya.
Pernah Tony mencoba menjelaskan hal itu pada ibunya.
Ibunya tertawa. “Omong‐kosong, Tony. Kau masih terlalu
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
muda. Belum tahu betul apa yang sebenarnya kaucita‐
citakan buat masa depanmu.”
Tony pun akan mulai gagap lagi.
Tony bercita‐cita menjadi pelukis. Ia kepingin bisa
menangkap dan mengabadikan keindahan. Ia berharap bisa
belajar melukis di Paris. Tapi, ia tahu—mengemukakan
masalah ini kepada ibunya harus ia lakukan dengan sangat
hati‐hati.
Banyak waktu luang mereka habiskan dengan berusaha
saling menyenangkan yang lain. Kate telah menjadi pemilik
beberapa tanah dan rumah luas. Ia mempunyai beberapa
rumah di Palm Beach dan Carolina Selatan, peternakan di
Kentucky. Bersama Tony, ia mengunjungi tempat‐tempat
itu pada waktu liburan sekolah. Mereka menonton pacuan
piala Amerika di Newport. jika sedang berada di New York,
mereka bersantap siang di Delmonico, minum teh sore hari
di Plaza dan makan malam di Luchow's. Kate menggemari
pacuan kuda. Istal kudanya merupakan salah satu istal
terbagus di dunia. Kalau salah seekor kuda Kate berpacu
dan Tony kebetulan sedang di rumah, pasti Kate
mengajaknya ke tempat pacuan. Keduanya duduk di tempat
yang khusus disiapkan buat Kate. Di sana Tony
menyaksikan ibunya memekik memberi semangat sampai
suaranya serak. Tony tahu semangat ibunya di arena pacu
sama sekah tak ada hubungannya dengan uang.
“Pasti menang kuda kita, Tony. Ingat kata‐kataku.
Menang merupakan sesuatu yang teramat penting.”
Mereka bermalas‐malasan di Dark Harbor. Berbelanja di
Pendleton dan Coffin. Minum es krim soda di Toko Dark
Harbor. Pada musim panas keduanya berlayar, mendaki
gunung, atau mengunjungi galeri seni. Pada musim dingin,
bermain ski atau berkendara kereta es. Malam harinya
duduk‐duduk di depan perapian di ruang perpustakaan. Di
sana Kate menceritakan kepada putranya semua cerita
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
keluarga mereka: tentang kakeknya, tentang Banda,
tentang pesta penyambutan bayi yang diadakan Madam
Agnes, serta hadiah‐hadiah yang diberikan kepada nenek
Tony oleh Madam Agnes dan anak semangnya. Keluarga
mereka adalah keluarga penuh warna, keluarga yang patut
dibanggakan dan dipertahankan.
“Kruger‐Brent, Ltd. kelak akan jadi milikmu, Tony. Kau
akan jadi pengendalinya, dan—”
“Aku tidak kepingin mengendalikan perusahaan, Bu. Aku
tak tertarik pada bisnis raksasa dan k—kekuasaan.”
Kate meledak. “Tolol! Apa yang kauketahui tentang
bisnis raksasa dan kekuasaan? Kaupikir aku mondar‐
mandir mengelilingi dunia menyebar kejahatan? Menyakiti
orang? Kaupikir Kruger‐Brent itu perusahaan tak
berperikemanusiaan yang rela menggilas apa pun demi
uang? Dengarlah aku, Nak. Perusahaan kita adalah yang
terbaik setelah Kristus. Kita adalah yang menghidupkan
kembali banyak hal di dunia ini, Tony. Kita menyelamatkan
hidup beratus ribu manusia. Kalau kita buka pabrik di
daerah yang minus, orang di sana jadi bisa mendirikan
sekolah, perpustakaan, dan bahkan gereja. Mereka jadi bisa
memberi anak‐anak mereka makanan bergizi, pakaian, dan
fasilitas rekreasi yang memadai.” Napas Kate terengah oleh
amarah yang menggelora. “Kita mendirikan pabrik di
tempat‐tempat yang penduduknya kelaparan dan tak
punya kerja. Karena kitalah mereka sekarang hidup
memadai dan menjadi masyarakat terpandang. Kita adalah
penyelamat mereka. Jadi, jangan sampai kudengar lagi kau
mencibir terhadap bisnis raksasa dan kekuasaan.”
Tony cuma bisa bilang, “M‐maafkan a‐aku, Bb‐bu.”
Dalam hatinya, ia bersikeras, Aku hendak jadi pelukis.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ketika Tony berusia lima belas, Kate menganjurkan agar
anak itu berlibur ke Afrika Selatan pada musim panas. Tony
belum pernah ke sana.
“Aku belum bisa pergi sekarang, Tony. Tapi, aku percaya
kau akan senang di sana. Afrika Selatan adalah tempat yang
sangat menarik. Akan kuatur perjalananmu ke sana.”
“S‐sebetulnya, a‐aku k‐kepingin berlibur di Dark Harbor,
B‐bu.”
“Nanti saialah, liburan berikutnya,” tegas Kate. “Aku
ingin liburan ini kauhabiskan di Johannesburg.”
Kate mendikte pengawas perusahaan di Johannesburg.
Mereka berdua merencanakan jadwal kegiatan Tony
selama liburan di sana nanti. Setiap hari direncanakan
dengan satu tujuan: agar Tony merasa senang dan
menyadari, bahwa hari depannya ada bersama perusahaan.
Kate menerima laporan harian tentang kegiatan
putranya sehari‐hari. Dia dibawa ke tambang emas. Dua
hari dia lewatkan di padang berlian. Dia melakukan tur
terpandu ke berbagai pabrik Kruger‐Brent, dan pergi
bersafari di Kenya.
Beberapa hari sebelum liburan Tony berakhir, Kate
menelepon manajer kantor Johannesburg. “Bagaimana
Tony?”
“Oh, senang sekalli nampaknya, Nyonya Blackwell. Tadi
pagi malah ia menanyakan kalau‐kalau ia bisa tinggal lebih
lama.”
Kate merasa senang. “Bagus! Terima kasih.”
Ketika liburannya habis, Tony menuju South‐ampton di
Inggris, tempat ia kemudian menumpang pesawat Pan Am
yang akan membawanya ke Amerika Serikat. Kate selalu
terbang menumpang pesawat perusahaan penerbangan
Pan American di mana memungkinkan. Pelayanan yang
diberikan oleh perusahaan penerbangan itu jauh lebih
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dibandingkan dengan pelayanan perusahaan penerbangan
lainnya.
Kate meninggalkan pertemuan bisnis penting buat
menjemput putranya ke terminal Pan American di Bandara
La Guardia yang baru saja dibangun di New York. Wajahnya
yang tampan tampak penuh antusiasme.
“Senang liburannya, Tony?”
“Afrika Selatan b‐betul‐betul menakjubkan, B‐bu. A‐aku
diajak terbang ke Padang Namib ttempat kakek m‐mencuri
berlian v‐van der Merwe.”
“Kakekmu bukan mencuri, Tony, “ Kate membetulkan.
“Dia cuma mengambil haknya.”
“B‐betul, “ kata Tony. “Pokoknya, aku s‐sudah ke sana.
Sedang tak ada kabut laut waktu itu, B‐bu. Tapi, penjaga
bersenjatanya dengan anjing‐anjing pemburu mereka
masih ada.” Tony tersenyum lebar. “A‐aku tak
diperbolehkan ambil contoh berlian, masa?”
Kate tertawa tiang. “Tak perlu, Nak. Kelak, semuanya
akan jadi milikmu.”
“K‐kasih tahu dong, mereka! Tak ada yang mau
mendengar kalau a‐aku yang bicara.”
Kate memeluk putranya. “Kau betul‐betul senang
berlibur di sana, kan?” Lega hati Kate. Akhimya Tony
bangga akan asal‐usulnya.
“C‐coba tebak apa yang paling k‐kusukai!”
Kate tersenyum, penuh rasa sayang. “Apa?”
“Warnanya. Aku m‐melukis banyak pemandangan di‐di
sana. Enggan rasanya pergi dari sana. Aku ingin kembali ke
sana buat me‐melukis.”
“Melukis?” Kate berusaha kedengaran antusias.
“Kedengarannya hobi menarik itu, Tony.”
“Bukan. Buatku, itu bukan hobi, B‐bu. Aku bercita‐cita
jadi p‐pelukis. Sudah lama aku mempertimbangkan ini. Aku
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ingin belajar melukis di P‐paris. K‐kurasa, aku punya bakat
dalam bidang itu, B‐bu.”
Kate merasakan ketegangan dalam dirinya.
“Masakan seumur hidup akan kauhabiskan buat
melukis?”
“Kenapa tidak, B‐bu? Cuma itu satu‐satunya yang
kuinginkan.”
Kate tahu, ia kalah.
Dia punya hak untuk hidup sendiri, pikir Kate. Tapi, mana
mungkin aku membiarkannya bikin kesalahan sebesar itu?
Pada bulan September, keputusan diambil dari tangan
keduanya. Pecah perang di Eropa.
“Aku ingin kau mendaftarkan diri ke Sekolah Ilmu
Keuangan dan Perdagangan Wharton,” ujar Kate pada Tony.
“Kalau dua tahun lagi kau masih bercita‐cita menjadi
pelukis, cita‐citamu itu pasti kurestui.” Kate merasa pasti
bahwa dalam dua tahun mendatang Tony akan berubah
pendapat. Bahwa putra tunggalnya memilih buat
menghabiskan hidupnya bermain‐main dengan cat di atas
kanvas padahal dia bisa memilih menjadi pengendali
perusahaan raksasa yang begitu menggairahkan—sama
sekali tak masuk di akalnya. Bagaimanapun, anak itu adalah
anaknya!
Bagi Kate Blackwell, Perang Dunia II merupakan peluang
besar lagi. Berbagai negara di dunia kekurangan peralatan
perang, dan Kruger‐Brent bisa memasok semua yang
diperlukan. Satu divisi perusahaan menjadi pemasok
persenjataan, sementara divisi lainnya minyediakan
kebutuhan kaum sipil. Pabrik‐pabrik Kruger‐Brent bekerja
dua puluh empat jam sehari.
Kate merasa pasti Amerika Serikat takkan bisa tinggal
jadi pihak netral. Presiden Franklin D. Roosevelt
menyerukan agar negaranya menjadi gudang demokrasi.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pada tanggal 11 Maret 1941, Faktur Sewa‐Pinjam diajukan
ke Kongres. Kapal Sekutu yang menyeberang Atlantik
diancam oleh blokade Jerman. Kapal selam Jerman
menggempur dan menenggelamkan kapal‐kapal Sekutu.
Keganasan Jerman seperti tak bisa dihentikan. Sebagai
sikap menantang terhadap Pakta Versailles, Adolf Hitler
membuat mesin perang terbesar dalam sejarah. Dengan
teknik baru blitzkrieg, Jerman menyerang Polandia, Belgia,
dan Negeri Belanda dengan cepat. Mesin Jerman
menggempur Denmark, Norwegia, Luxemburg, dan Prancis.
Kate mengambil tindakan begitu mendengar berita
bahwa orang Yahudi yang bekerja di perusahaan‐
perusahaan Kruger‐Brent, Ltd. yang diambil‐alih oleh Nazi
ditahan dan dideportasikan ke kamp konsentrasi. Ia dua
kali menelepon. Minggu berikutnya Kate terbang ke Swiss.
Setibanya Kate di Baur au Lac Hotel di Zurich, ia menerima
pesan, bahwa Kolonel Brinkmann ingin bertemu dengan
dia. Brinkmann tadinya manajer Kruger‐Brent Ltd. cabang
Berlin. Ketika pabriknya diambil‐alih oleh pemerintah Nazi,
Brinkmann diberi pangkat kolonel dan diberi tugas
mengawasi perusahaan itu.
Ia datang menemui Kate di hotel. Lelaki itu
berperawakan kurus. Rambutnya yang pirang disisir rapi
menyilang pada batok kepalanya yang membotak.
“Senang sekali aku bisa bertemu dengan Anda, Frau
Blackwell. Ada pesan pemerintahku yang harus
kusampaikan pada Anda. Aku diperintahkan untuk
meyakinkan Anda, bahwa begitu kami memenangkan
peperangan, semua pabrik‐pabrik Anda akan dikembalikan.
Jerman akan menjadi kekuatan industri paling besar di
dunia. Dan, kami menyambut kerja sama orang‐orang
seperti Anda.”
“Bagaimana kalau jerman kalah?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kolonel Brinkmann memainkan senyum tipis di
bibirnya.
“Kita sama‐sama tahu, bahwa itu tak mungkin terjadi,
Frau Blackwell. Sikap Amerika Serikat tidak ikut campur
dengan urusan Eropa sangatlah bijaksana. Mudah‐mudahan
saja sikap itu bisa dipertahankan seterusnya.”
“Kudengar desas‐desus bahwa orang Yahudi dikirim ke
kamp konsentrasi buat dimusnahkan. Betulkah itu?”
“Ah, itu cuma propaganda Inggris. Memang betul die
Juden dikirim buat bekerja di beberapa kamp, tapi, sebagai
opsir kujanjikan, mereka diperlakukan sebagaimana
seharusnya.”
Kate bertanya‐tanya, apa maksud kata‐kata itu
sebenarnya. Dia berkeras hendak mencari jawabnya.
Keesokan harinya, Kate membuat janji bertemu dengan
pedagang besar Jerman bernama Otto Bueller. Bueller
berumur lima puluhan. Wajahnya tampan dan simpatik.
Sinar matanya memancarkan pengetahuannya atas arti
penderitaan yang dalam. Keduanya bertemu di kafetaria
kecil dekat bahnhof. Herr Bueller memilih meja di pojok
yang sepi.
“Katanya,” Kate berbisik lembut, “Anda sedang memulai
usaha bawah tanah buat menyelundupkan orang Yahudi ke
negeri netral. Betulkah itu?”
“Itu tidak benar, Nyonya Blackwell. Tindakan semacam
itu melanggar undang‐undang.”
“Kudengar juga, Anda sangat membutuhkan dana untuk
melaksanakannya.”
Herr Bueller mengangkat bahu.
“Karena tak ada kegiatan bawah tanah, aku tak butuh
dana untuknya. Jelas, kan?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pandang matanya gelisah melirik ke sekeliling kafetaria.
Lelaki itu bernapas dan tidur dengan bahaya setiap hari
dalam hidupnya.
“Tadinya aku berharap bisa membantu,” Kate berkata
hati‐hati. “Kruger‐Brent, Limited punya banyak pabrik di
berbagai negeri netral dan Sekutu. Kalau ada yang
mengungsi ke sana, aku bisa mengatur dengan mudah agar
mereka diberi pekerjaan.”
Herr Bueller duduk, meneguk kopi pahit.
Akhirnya dia berkata,
“Aku tak tahu apa‐apa tentang hal‐hal ini. Politik sangat
berbahaya hari‐hari belakangan ini. Tapi, kalau Anda
berminat menolong orang yang sedang kesusahan, aku
punya paman di Inggris yang menderita sakit berat. Biaya
dokternya sangat tinggi.”
“Setinggi apa?”
“Lima ribu dollar sebulan. Mesti diatur sedemikian rupa
agar uangnya disetor untuk keperluan pengobatannya di
London dan dananya ditransfer ke salah satu bank Swiss.”
“Bisa diatur.”
“Pamanku pasti gembira.”
Kira‐kira delapan minggu setelahnya, sedikit demi
sedikit namun secara teratur, pengungsi Yahudi mulai
berdatangan ke negeri‐negeri sekutu dan diterima bekerja
di pabrik‐pabrik KrugerBrent.
Tony meninggalkan sekolah pada akhir tahun kedua. Ia
bergegas ke kantor Kate menyampaikan kabar itu. “A‐aku
sudah berusaha, B‐bu. Sungguh, aku berusaha. Tapi,
keputusanku s‐sudah bulat. A‐aku ingin belajar m‐melukis.
Kalau perang sudah selesai, aku akan pergi ke P‐paris.”
Setiap kata yang diucapkan Tony serasa pukulan palu di
kepala Kate.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Aku t‐tahu Ibu kecewa. T‐tapi, a‐aku i‐ingin hidup
dengan c‐caraku sendiri. K‐kupikir, aku bisa jadi orang
baik‐p‐pelukis baik.” Tony bisa membaca wajah ibunya. “A‐
aku sudah mencoba melakukan yang Ibu minta. S‐sekarang
I‐bu yang mesti me‐memberiku kesempatan. A‐aku
diterima di I‐institut Seni di Chicago.”
Kate kebingungan. Yang diinginkan Tony itu sesuatu
yang sia‐sia. Ia cuma bisa mengatakan, “Kapan rencananya
kau pergi?”
“Pendaftaran ulangnya mulai tanggal lima belas. “
“Sekarang tanggal berapa?”
“E‐enam Desember.”
Hari Minggu, tanggal 7 Desember 1941, skuadron
pembom Nakajima dan pesawat‐pesawat tempur Zero
Kekaisaran Jepang menyerbu Pearl Harbor. Esok harinya,
Amerika Serikat berperang. Siang itu Tony didaftar sebagai
anggota Korps Angkatan Laut Amerika Serikat. Ia dikirim
ke Quantico, Virginia, tempatnya dididik sebagai opsir. Dari
sana ia dikirim ke Pasifik Selatan.
Kate merasa dirinya hidup di ujung tanduk. Hari‐harinya
disibukkan dengan pengelolaan perusahaan, tetapi, setiap
saat di belakang otaknya bertengger rasa takut menerima
berita mengerikan tentang Tony—berita bahwa Tony
celaka atau mati.
Perang dengan Jepang makin buruk. Pesawat pembom
Jepang menyerang pangkalan Amerika di Guam, Midway,
dan Kepulauan Wake. Mereka merebut Singapura pada
bulan Februari 1942, dan dalam waktu singkat menguasai
Britania Baru, Irlandia Baru, serta Kepulauan Admiralty
dan Solomon. Jenderal Douglas MacArthur dipaksa mundur
dari Filipina. Kekuatan raksasa negara‐negara As perlahan‐
lahan menaklukkan dunia. Setiap tempat dibayangi
kegelapan. Kate kuatir Tony ditawan dan disiksa. Dengan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
segala kekuasaan dan pengaruh yang ia miliki Kate tak
mampu berbuat apa pun kecuali berdoa. Setiap pucuk surat
yang diterimanya dari Tony merupakan harapan baru‐
bukti bahwa beberapa minggu berselang anak itu masih
hidup.
“Kami di sini tak tahu apa‐apa,” tulis Tony. “Masihkah
Rusia bertahan? Tentara Jepang memang brutal. Tapi, patut
dihormati. Mereka tak takut mati...”
“Bagaimana di Amerika Serikat? Apakah buruh pabrik
masih mogok, minta upah lebih besar?...”
“Kapal‐kapal PT hebat. Mereka semua pahlawan... “
“Ibu punya koneksi orang‐orang penting, Bu. Tolong
kirim kami beberapa pesawat tempur baru F4U. Kangen...”
Pada tanggal 7 Agustus 1942, Sekutu memulai aksi
serangan mereka di Pasifik. Kapal‐kapal Amerika Serikat
mendarat di Guadalcanal di Kepulauan Solomon. Dari sana
mereka bergerak merebut kembali pulau‐pulau yang telah
diduduki Jepang.
Di Eropa, Sekutu menang terus‐menerus. Pada tanggal 6
Juni 1944 invasi Sekutu di Eropa Barat dimulai dengan
pendaratan pasukan Amerika, Inggris, dan Kanada di
pantai‐pantai Normandy. Setahun kemudian, pada tanggal
7 Mei 1945, Jerman menyerah tanpa syarat.
Di Jepang, pada tanggal 6 Agustus 1945, bom atom
berkekuatan melebihi dua puluh ribu ton TNT dijatuhkan di
Hiroshima. Tiga hari kemudian, bom atom lain
menghancurkan kota Nagasaki. Pada tanggal 14 Agustus,
Jepang menyerah. Perang berdarah yang berkepanjangan
itu. pun akhirnya berhenti.
Tiga bulan kemudian, Tony pulang. Dia dan Kate duduk‐
duduk di teras rumah mereka di Dark Harbor, mengamati
debur ombak di teluk yang dihiasi titik‐titik putih kapal
layar di sanasini.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Perang telah mengubah Tony, pikir Kate. Tony nampak
lebih dewasa. Kumisnya sudah tumbuh. Kulitnya
kecoklatan, anak itu. Tampak sehat dan tampan. Ada garis‐
garis baru di sekitar matanya. Kate merasa pasti, bahwa
beberapa tahun berada di luar negeri telah membuat Tony
mempertimbangkan kembali keputusannya tentang
niatnya meninggalkan perusahaan.
“Apa rencanamu sekarang, Nak?” tanya Kate.
Tony tersenyum. “Seperti yang kukatakan tempo hari,
waktu mendadak kita dipotong oleh perang... aku ingin ke
P‐paris, Bu.”
EMPAT
TONY
1946-1950
18
SEBELUMNYA, Tony sudah pernah mengunjungi Paris.
Tapi, keadaannya sekarang berbeda. Kota Cahaya itu
diredupkan oleh pendudukan Jerman, tetapi lolos dari
kehancuran ketika dinyatakan sebagai kota terbuka.
Penduduknya banyak menderita, dan walau kaum Nazi
merampas banyak pajangan kota, buat Tony Paris bisa
dikatakan hampir tak terjamah. Lagi pula, kali ini Tony
datang ke sana untuk menetap. Bukan cuma sebagai turis.
Kate mempunyai apartemen mewah di Avenue du
Mardchal Foch. Tempat itu beruntung tidak terusakkan
oleh pendudukan Jerman. Tony memilih tidak tinggal di
sana. Ia malah menyewa pondokan kecil di rumah kuno di
belakang Grand Montparnasse. Ruang pondokannya
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kosong, tidak berperabot, dan terdiri dari sebuah ruang
duduk dengan perapian, sebuah kamar tidur, dapur dan
kamar mandi sempit dengan bak berkaki dan kakus retak.
Waktu pernilik rumah minta maaf atas keadaan itu, Tony
cepat‐cepat berkata, “Lebih dari cukup.”
Hari Sabtu ia habiskan di pasar loak. Senin dan Selasa ia
berkeliling di toko barang‐barang bekas di sepanjang Left
Bank, hari Rabu ia sudah mendapatkan semua perabotan
dasar yang dibutuhkan. Dipan, sofa, meja penuh goresan,
dua kursi yang joknya diisi kepenuhan, lemari pakaian
berukir, beberapa lampu, meja dapur reyot, dan kursi
makan. Ibu pasti bergidik, pikir Tony. Bisa saja ia memenuhi
apartemennya dengan perabotan antik yang mahal, tapi itu
namanya jadi seniman muda Amerika yang main‐main di
Paris. Tony berniat hidup sebagai seniman yang
sebenarnya.
Langkah berikut adalah mendaftar pada sekolah seni
yang berbobot. Sekolah seni paling prestis di Prancis adalah
Ecole des Beaux‐Arts di Paris. Standarnya tinggi, dan cuma
sedikit murid Amerika yang diterima. Tony mendaftarkan
diri di sana. Pasti tak keterima, pikimya. Tapi, siapa tahu!
Yang jelas, ia harus menunjukkan kepada ibunya, bahwa
pilihannya betul. Tony menyerahkan tiga lukisan karyanya
dan menunggu empat minggu untuk mendengar hasilnya.
Pada akhir minggu yang keempat, tukang jaga
menyerahkan sepucuk surat dari sekolah. Ia diminta datang
melapor hari Senin berikutnya.
Ecole des Beaux‐Arts menempati gedung besar terbuat
dari batu. Gedungnya bertingkat dua, dengan kelas‐kelas
yang berisi murid. Tony melapor ke kantor kepala sekolah,
Maître Gessand, seorang lelaki jangkung berwajah pahit.
Lehemya hampir tak tampak, dan bibirnya teramat tipis.
“Lukisanmu lukisan amatir,” ucap lelaki itu kepada Tony.
“Tapi, menjanjikan sesuatu. Dewan penerima murid baru
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memutuskan menerima kau bukan karena yang kelihatan
pada lukisan itu, tetapi lebih karena yang tidak kelihatan di
sana. Mengerti?”
“Kurang, Maître.”
“Nanti juga kau akan mengerti. Gurumu Malitre Cantal.
Dialah yang akan mengajarmu selama lima tahun
mendatang—kalau kau betah tinggal selama itu.”
Tentu saja betah. Tony berjanji pada dirinya sendiri.
Maître Cantal bertubuh pendek. Kepalanya botak total,
ditutup dengan baret ungu. Matanya coklat tua, hidungnya
besar gemuk, dan bibirnya tebal seperti sosis. Sapanya
pada Tony,
“Anak Amerika cuma penggemar karya seni. Bukan
seniman. Mereka biadab. Kenapa kau masuk sini?”
“Belajar, Maître.”
Maître Cantal menggerutu.
Ada dua puluh lima murid di kelas. Sebagian besar
berkebangsaan Prancis. Kuda‐kuda terpasang di sekeliling
ruang kelas. Tony memilih satu yang terletak dekat jendela,
mengarah ke kedai kaum buruh. Di mana‐mana tercecer
potongan patung tubuh manusia dari patung Yunani. Tony
mengedarkan pandang berkeliling, mencari model. Tak
seorang pun kelihatan.
“Nah, sekarang kalian mulai,” ucap Maître Cantal kepada
murid‐muridnya.
“Maaf,” kata Tony. “Aku tidak bawa cat.”
“Kau tak perlu cat. Setahun pertama hanya pelajaran
menggambar yang diberikan.”
Maître Cantal menunjuk pada patung Yunani. “Kalian
gambar itu. Kalau kalian menganggap ini terlalu sederhana,
baiknya kuingatkan: separuh dari kalian akan tersingkir
sebelum tahun pertama berakhir. Tahun pertama ini kalian
akan belajar anatomi. Tahun kedua—mereka yang naik
kelas akan belajar menggambar dengan model hidup dan
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mulai menggunakan cat minyak. Tahun ketiga—jumlah
kalian pasti sudah banyak berkurang lagi—kalian akan
melukis bersamaku, menurut gayaku dan memperdalam
teknik melukisnya. Tahun keempat dan kelima, kalian akan
mendapatkan gaya kalian sendiri, suara kalian sendiri. Nah,
sekarang kita mulai.”
Murid‐murid mulai bekerja.
Maître Cantal berkeliling kelas, berhenti pada setiap
kuda‐kuda—mengritik atau memberi komentar. Ketika
sampai ke tempat Tony bekerja, ia berkata ketus, “Tidak!
Bukan begitu. Itu bagian luar tangan. Yang kuingin kau
gambar bagian dalamnya. Otot, tulang, persendian. Aku
kepingin melihat darah mengalir di dalamnya. Tahu?”
“Ya, maître. Pikir, lihat, rasakan, baru gambar.”
Kalau tidak berada di kelas, biasanya Tony ada di
apartemennya, membuat sketsa. Ia bisa melukis dari subuh
sampai subuh lagi. Melukis memberinya perasaan bebas
dan merdeka yang belum pernah ia rasakan. Duduk di
depan kuda‐kuda dengan kuas di tangan membuatnya
merasa sebagai dewa. Dengan satu tangan dia bisa
mencipta dunia. Dia bisa membuat pohon, bunga, manusia,
alam semesta. Pengalaman yang sangat memuaskan. Dia
memang dilahirkan buat semua itu. Kalau tidak melukis,
Tony menelusuri jalan‐jalan kota Paris yang hebat.
Sekarang Paris adalah kotanya, tempat karya seninya
dilahirkan. Kota Paris terbagi dua oleh Sungai Seine: daerah
Left Bank dan Right Bank. Kedua daerah itu mempunyai
dunia yang saling bertentangan. Right Bank adalah daerah
kaya, tempat tinggal orang‐orang yang sudah jadi dan
berhasil. Left Bank milik pelajar, seniman, mereka yang
masih berjuang. Montparnasse, Boulevard Raspail, dan
Saint Germain‐des‐Pres. Cafe Flore, Henry Miller, dan Elliot
Paul. Buat Tony, itu rumahnya. Ia sering duduk‐duduk di
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Boule Blanche atau La Coupole dengan teman‐teman
sekelasnya, membicarakan dunia seni mereka.
“Kudengar direktur seni Museum Guggenheim sedang
berada di Paris, memborong apa saja yang kelihatan. “
“Suruh dia menungguku!”
Mereka membaca majalah‐majalah yang sama. Satu
majalah biasanya dibaca beramai‐ramai atau
dipertukarkan, karena mahal harganya. Studio, Cahiers d
Art, Formes et Comleurs, dan Gazette des BeauxArts.
Tony telah belajar bahasa Prancis di Le Rosey. Itu
sebabnya ia gampang bergaul dengan kawan‐kawan
sekelasnya. Rata‐rata semuanya punya cita‐cita sama.
Mereka tak tahu keluarga Tony. Karenanya, Tony diterima
sebagai satu di antara mereka: seniman miskin yang sedang
berjuang—memperjuangkan nasib, yang suka kumpul‐
kumpul di Cafe Flore dan Les Deux Magots di Bouleyard
Saint‐Germain dan makan di Le Pot d'Etian di Rue des
Canettes atau Rue de I'Universite. Tak seorang pun di
antara mereka pernah masuk ke Lasserre atau Maxim's.
Pada tahun 1946, pelukis‐pelukis besar mempraktekkan
seni mereka di Paris. Sesekali Tony melihat Pablo Picasso.
Dia dan seorang temannya pernah bertemu sepintas
dengan Marc Chagall, seorang lelaki berumur lima puluhan,
bertubuh besar dan berwajah menarik. Rambutnya acak‐
acakan dan mulai memutih. Chagall sedang duduk di
sebuah kafe, asyik mengobrol dengan sekelompok orang.
“Kita beruntung bertemu dia,” bisik kawan Tony. “Jarang
dia datang ke Paris. Rumahnya di Vence, dekat pantai
Mediterania.”
Ada Max Ernst sedang menyedot minuman di kafe
pinggir jalan, Alberto Giacometti sedang berjalan di Rue de
Riyoli—tampangnya mirip patung pahatannya, tinggi,
kurus, dan kuning langsat. Tony kaget memperhatikan dia
berkaki pengkor. Pernah Tony bertemu dengan Hans
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Belmer yang jadi tenar oleh lukisan erotik: gadis muda
menjelma jadi boneka‐boneka tak beranggota badan. Yang
paling mendebarkan adalah saat Tony diperkenalkan pada
Braque. Seniman itu. ramah, tapi Tony kehilangan kata‐
kata.
Para calon jenius memburu galeri‐galeri seni baru,
mempelajari karya kompetisi mereka. Galeri Drouant‐
David memamerkan karya artis tak dikenal bernama
Bernard Buffet yang bekas siswa Ecole des Beaux‐Arts,
Soutine, Utrillo dan Dufy. Murid berkumpul di Salon
d'Automne dan Galeri Charpentier serta Galeri Mlle. Roussa
di Rue de Seine. Waktu luang mereka habiskan buat bergo‐
sip tentang rival mereka yang berhasil.
Kate terpana ketika pertama kali menyaksikan
apartemen Tony. Tetapi, dengan bijaksana ia memilih tidak
memberi komentar. Dalam hati ia mengumpat, Sialan!
Bagaimana bisa anakku tinggal di tempat jorok begini? Yang
terlontar dari mulutnya, “Menarik sekali, Tony. Tapi, mana
lemari esnya? Di mana kausimpan makanan?”
“Di luar, di b—bingkai jendela.”
Kate melangkah ke jendela, membuka jendela itu dan
memilih apel dari birai jendela sebelah luar. “Yang
kumakan ini bukan model lukisanmu, kan?”
Tony tertawa. “B—bukan, Bu.”
Kate menggigit apelnya. “Nah,” katanya, “sekarang
ceritakan tentang lukisanmu.”
“Belum b—banyak yang b—bisa di—diceritakan,
Tony mengaku. “Tahun ini kami b—baru belajar
menggambar.”
“Kau suka Maître Cantal?”
“Dia hebat. Yang lebih penting adalah apakah dia suka
aku. Cuma sepertiga kelas yang bisa naik kelas.”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tak sepatah kata pun diucapkan Kate tentang
keinginannya agar Tony bergabung dengan perusahaan.
***
Maître Cantal bukan orang yang gampang memuji.
Pujian paling hebat yang pernah diterima Tony paling‐
paling gumaman tak jelas, “Rasanya aku pernah melihat
yang lebih jelek dari ini,” atau, “Aku hampir bisa melihat
dalamnya.”
Pada akhir tahun pelajaran, Tony termasuk salah
seorang dari delapan murid yang naik ke kelas dua. Buat
merayakan hal itu, Tony dan teman‐temannya yang naik
kelas pergi ke kelab malam di Montmartre‐mabuk dan
bermalam dengan gadis‐gadis Inggris yang sedang
berwisata di Prancis.
Ketika sekolah dibuka lagi, Tony mulai bekerja dengan
cat minyak dan model hidup. Rasanya seperti lulus dari
taman kanak‐kanak. Setelah setahun berlatih membuat
sketsa bagian dari anatomi, Tony merasa kenal setiap otot,
saraf, dan kelenjar dalam tubuh manusia. Bukan
menggambar. Itu namanya menjiplak. Sekarang, dengan
kuas di tangan dan model hidup di mukanya, Tony mulai
berkreasi. Maître Cantal pun terkesan.
“Kau punya perasaannya,” gumam lelaki itu. “Sekarang
kita harus kembangkan tekniknya.”
Ada kira‐kira selusin model yang suka duduk buat
dilukis di kelas‐kelas sekolah itu. Yang sering dipakai oleh
Maître Cantal adalah Carlos, mahasiswa fakultas
kedokteran; Annette‐perempuan montok berambut merah
di atas dan di bawah, serta berpunggung penuh jerawat;
Dominique Masson, gadis cantik berambut pirang dengan
tulang pipi menonjol dan bermata hijau tua. Dominique
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sering berpose untuk beberapa pelukis kenamaan. Dia
merupakan favorit semua murid. Setiap hari, seusai
pelajaran, murid‐murid lelaki selalu berkumpul
mengelilinginya—berusaha bikin janji.
“Aku tak pernah mencampur bisnis dan kesenangan,”
ujarnya kepada mereka. “Tapi,” godanya, “itu tidak adil.
Kalian semua sudah tahu yang bisa kutawarkan.
Sebaliknya, aku tak tahu yang bisa kalian tawarkan.”
Obrolan cabul pun mereka teruskan. Walau begitu,
Dominique tak pernah berkencan dengan seorang pun dari
sekolah.
Suatu siang, ketika murid lainnya sudah pulang dan
Tony sedang menyelesaikan lukisan Dominique, gadis itu
mendadak datang mendekati Tony. “Hidungku
kepanjangan.”
Tony bingung. “Oh, maaf. Nanti kuperbaiki.”
“Jangan, jangan. Di lukisan itu hidungku kelihatan bagus.
Hidungku yang sesungguhnya yang kepanjangan.”
Tony tersenyum. “Yah, kalau itu sih aku tak bisa bikin
apa‐apa.”
“Kalau lelaki Prancis, dia akan berkomentar, 'Hidungmu
tak bercela, Manis.”'
“Aku suka hidungmu. Tapi, aku bukan orang Prancis.”
“Ketahuan. Kau belum pernah mengajakku kencan.
Kenapa sih?”
Tony terperangah. “Entah. Mungkin, karena yang lain
pernah mengajakmu tapi kau tak pernah pergi dengan
siapa pun.”
Dominique tersenyum. “Setiap orang pasti punya teman
kencan. Permisi.”
Gadis itu pergi.
Tony memperhatikan, setiap kali ia pulang lambat,
Dominique berpakaian lalu kembali berdiri di belakangnya,
memperhatikan dia melukis.
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
“Kau hebat,” komentarnya suatu siang. “Kelak pasti kau
jadi pelukis penting.”
“Terima kasih, Dominique. Mudah‐mudahan yang
kaukatakan itu betul.”
“Melukis sangat penting buatmu, oui?”
“Oui.”
“Apa mau calon pelukis besar macam kau mengajakku
makan malam?” Dominique melihat pancaran rasa terkejut
di wajah Tony. “Jangan kuatir. Makanku tidak banyak. Aku
mesti menjaga agar tubuhku tetap langsing.”
Tony tertawa. “Tentu saja. Wah, senang kalau bisa
makan bersama kau.”
Keduanya lalu makan di warung dekat SacreCoeur.
Mereka mengobrol tentang para pelukis dan karya mereka.
Tony tertarik mendengar cerita Dominique tentang
pelukis‐pelukis kenamaan yang sering menggunakan gadis
itu sebagai model. Waktu mereka sedang menikmati cafe au
lait, Dominique berkata, “Menurutku, kau tak kalah dengan
mereka.”
Tony girang bukan main. Tapi, yang ia katakan hanya,
“Perjalananku masih jauh.”
Di luar kafe, Dominique bertanya, “Kau tak
mengundangku ke apartemenmu?”
“Kalau kau suka. Apartemenku biasa‐biasa saja.”
Setibanya di sana, Dominique memperhatikan ruangan
dalam apartemen Tony yang sempit aan acak‐acakan. Gadis
itu menggoyangkan kepalanya. “Kau benar. Apartemenmu
biasa‐biasa saja. Siapa yang mengurus?”
“Ada yang suka datang membersihkan seminggu sekali.”
“Jangan pakai orang itu lagi. Kerjanya jorok. Kau tak
punya cewek, ya?”
“Tidak.”
Dominique mengamati Tony sejenak. “Kau lelaki wajar,
kan?”
Ebook by Hendri Kho & Dewi KZ