Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 355
Dalam konteks perjuangan itu, Golkar Jawa Timur tidak akan
membuat putera-puterinya terlantar karena tidak punya Daerah
Pemilihan sebagaimana Perjuangan 10 November yang dipikul oleh
pemuda-pemuda dari berbagai suku dan agama. Golkar Jawa Timur
dari berbagai latar belakang telah menampilkan pemuda-pemudi dari
berbagai daerah Indonesia, anak-anaknya dari seluruh tanah air. Atas
kesediaan Ibu/Bapak menampung kami yang datang dari jauh, sekali
lagi saya ucapkan terima kasih. Golkar Menang! Golkar Menang!"
Saya teringat bulu roma saya berdiri ketika mendapat sambutan
tepuk tangan yang riuh dari hadirin. Pidato itu memang betul-betul
lahir dari lubuk hati saya. Teman-teman dari Jakarta ikut berdiri
menyalami saya dan berterima kasih. Saya memuji Tuhan dalam doa
yang terus mendampingi saya, di daerah yang paling sulit sekalipun.
Dalam penugasan operasional, saya ditempatkan di home base
Madiun dengan komandan Ketua DPD II Madiun Ir. Sujiwo
serta Ibu Hajah Sujiwo di Jl. Salak, Madiun. Saya sendiri tinggal
di sebuah tempat penginapan di sebuah jalan menuju Ponorogo
milik Bendahara Golkar Tingkat II Madiun, Ibu Sayuti. Ibu yang
ramah dan berada itu kemudian bersahabat dengan saya cukup
lama. Selama kampanye ke berbagai tempat yang notabene desa-
desa di Madiun, Bapak dan ibu Haji Sayuti membimbing, bahkan
memanjakan saya seperti putera mereka. Ibu Sayuti melihat saya
sebagai seorang pemuda yang matang yang dia simpulkan sebagai
hasil pendidikan yang saya tekuni selama di Yogya. Dia melihat saya
sebagai seorang Batak dengan perilaku Jawa yang sopan, matang
berbicara di tengah-tengah umat Islam walaupun saya seorang
Nasrani. Kemana saja Pak Sayuti membawa saya, saya patuh dan
selalu minta petunjuk. Pada suatu ketika, kami berkampanye ke
suatu daerah tanpa penjelasan lebih dulu siapa massa yang akan
menerima kami. Kami hanya membawa sejumlah lampu petromaks
sebagai oleh-oleh untuk warga.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Setelah tiba di lokasi, ternyata daerah itu adalah daerah pesantren
yang massa-nya terdiri dari ibu-ibu berkerudung. Saya harus bicara
kepada mereka, sesungguhnya tidak perlu bicara agama, namun Pak
Sayuti berpesan agar saya menjelaskan peristiwa yang baru terjadi di
Lapangan Banteng dan Ancol dan mengaitkannya dengan oknum-
oknum beragama. Mereka cukup puas atas penjelasan obyektif yang
saya kuasai. Mereka bertepuk tangan dan menyalami kami.
Kabarnya Pak Ali Murtopo pernah bergurau agar saya ditaruh
di nomor urut "pinggir" supaya saya bekerja keras untuk menang
di Pemilu. Saya tidak mengerti kerja keras yang dimaksud tetapi
memang kenyataannya saya mendapat "nomor sepatu", istilah kala
itu yang merujuk pada nomor urut 30-an lebih, seperti nomor
sepatu. Ternyata gurauan Pak Ali Murtopo itu menjadi kenyataan
pahit, karena setelah pengumuman hasil Pemilihan Umum,
kemenangan Golkar tidak mencapai nama saya. “Ya, supaya bekerja
356 keras,” kata Pak Ali kepada saya yang sudah melakukan semuanya
dengan kapasitas terbatas, khususnya soal keuangan.
Rupanya kemenangan Golkar yang tidak sampai pada nama
saya itu sedikit banyak menjadi buah bibir keluarga besar Golkar
di Jawa Timur dan DPP, karena tidak lama kemudian saya dapat
berita kalau saya akan diangkat menjadi Anggota MPR sebagai
perimbangan hasil Pemilu di Jawa Timur untuk Periode 1977/1982.
Menjelang waktu pelantikan sebagai anggota MPR, kami
harus lebih dulu mendaftarkan agama dan kepercayaan untuk
menentukan apakah kami akan mengambil sumpah atau janji.
Karena saya menganut ajaran tidak boleh bersumpah selama aktif di
Gereja dan GMKI Yogyakarta, maka saya memilih untuk berjanji.
Saya baru tahu kalau rupanya berjanji adalah pilihan untuk mereka
yang menganut Kepercayaan, dan karena saya sudah sedikit dikenal
media nasional, maka saya mendapat sorotan untuk menyatakan
janji mewakili semua penganut Kepercayaan. Lucunya, saya yang
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 357
seorang sintua HKBP memilih berjanji, sementara mantan Ephorus
HKBP Pendeta Sihombing memilih untuk disumpah, sehingga
orang bertanya-tanya kenapa kedua anggota MPR yang sama-sama
anggota Gereja HKBP ini memilih jalan yang berbeda.
Belakangan saya akhirnya paham bahwa ajaran yang kami
anut di Yogyakarta tentang sumpah dan janji itu tidak pas betul
teologisnya. Selesai pelantikan, Abdul Gafur yang melihat saya
membacakan janji di televisi berkomentar “Selama ini saya kira
kekristenanmu sudah solid,” katanya sambil menyiratkan bahwa
sumpahlah yang benar. Saat itu saya hanya menjawab, ”Yang saya
anut agar tidak sembarang bersumpah.”
Selama lima tahun sebagai Anggota MPR RI, tidak banyak yang
bisa saya lakukan kecuali menghadiri upacara-upacara seremonial.
Pemahaman Pembangunan Nasional yang sudah baku dan
Pemahaman Garis-garis Besar Haluan Negara sudah ibarat paduan
suara nasional.
Pada Pemilu berikutnya 1982/1987 saya tetap dicalonkan DPP
Golkar melalui Daerah Pemilihan Jawa Timur akan tetapi saya
sudah setengah hati mengikutinya karena saya perkirakan akan
dapat nomor sepatu lagi. Hal lain yang memberatkan langkah saya
adalah kecelakaan yang saya alami waktu olahraga di Parkir Timur
Senayan. Mungkin karena saya lari sambil ngelamun, memikirkan
dinamika kepemimpinan di kantor profesi saya di Sinar Group, di
tengah jalan saya tersandung rantai yang sedang terpasang, jadilah
kaki saya nyangkut dan saya pun jatuh tidak karuan. Akhirnya,
lengan kiri retak dan harus digips. Saya pikir akan memalukan jika
saya berkampanye dengan lengan digips, sehingga saya galau antara
berminat pergi dan terbayang akan mendapat "nomor sepatu" lagi.
Pada Pemilu 1997/2002 saya mohon bantuan Abdul Gafur,
Ketua DPP Koordinator Sumatera Utara agar saya dicalonkan
melalui Daerah Pemilihan Sumatera Utara. Dengan perhatian dan
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
usaha yang pelik, Bung Gafur yang saya bantu sejak 1978 memenuhi
permohonan saya. Nasib memang di tangan Tuhan dan perjalanan
untuk meraih sesuatu dalam hidup tidaklah selalu berjalan mulus,
kadang kita harus menghadapi soal, rintangan, serta tantangan.
Tetapi rintangan dan tantangan itulah yang mendorong saya untuk
berdoa, menyerahkannya kepada Dia yang telah mengasihi saya
dalam waktu yang panjang.
Seperti mendengar petir di siang bolong, saya mendengar kabar
penolakan akan pencalonan saya oleh HKBP yang waktu itu di
tengah kemelut pertikaian. Pertikaian ini dilatarbelakangi perebutan
kekuasaan di tubuh HKBP yang sudah berlangsung sejak 1992.
Jemaat HKBP di Tanah Air pun terbelah; satu kelompok dipimpin
oleh petahana Pendeta Dr SAE Nababan, kelompok lainnya
dipimpin Pendeta PWT Simanjuntak.
358 Pertikaian ini berdampak pada kehidupan jemaat HKBP di
seluruh Indonesia bahkan sampai HKBP luar negeri. Sebagian
jemaat bertahan di gereja lama, sebagian keluar dan membentuk
gereja darurat (disebut juga par lape-lapean). Pertikaian ini juga
sampai membawa korban karena adu fisik antar jemaat untuk
menduduki tempat ibadah yang ada. Karena sudah sampai pada
pertarungan fisik, bahkan korban jiwa (di Sumatera Utara), kasus
ini mengundang campur tangan pemerintah.
Untuk mendamaikan dua kubu ini, dibentuklah kelompok
kerja rekonsiliasi yang terdiri dari 3 unsur; yaitu pemerintah dan
perwakilan dari keduabelah pihak yang berseteru. Saya bergabung
bersama Mayjen T.B. Silalahi sebagai Ketua Tim Pendamai dan
Brigjen Christ Masengi sebagai Wakil Ketua Tim.
Kesepakatan yang dituangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara (MENPAN) T.B. Silalahi dalam bentuk Surat Keputusan
Nomor 01/Pokja HKBP/VI/1993 memutuskan, menunjuk dan
menugaskan Kelompok Kerja Rekonsiliasi HKBP untuk:
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 359
• Mendukung kelancaran pelaksanaan rekonsiliasi demi keutuhan,
persatuan dan kesatuan HKBP dan jemaatnya.
• Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di daerah, kasus
per kasus secara musyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh
kedua belah pihak.
• Melaksanakan penugasan ini dengan penuh tanggung jawab.
Keputusan ini ditetapkan di Jakarta pada 17 Juni 1993 dan
ditandatangani Ketua Kelompok T.B. Silalahi dan disetujui kedua
belah pihak yang bertikai; Pendeta DR. P.W.T. Simanjuntak dan
Pendeta DR. S.A.E Nababan, LID.
Adapun susunan keanggotaan Kelompok Kerja Rekonsiliasi HKBP
tersebut adalah:
1. T.B. Silalahi, Mediator, Ketua
2. Chris Masengi, Mediator, Wakil Ketua
3. Drs. Apul Siahaan, Mediator, Anggota
4. DR.A.C. Manullang, Mediator, Anggota
5. Drs. Sahala Siagian, Mediator, Anggota
6. St. R.M Pakpahan, Mediator, Anggota
7. Drs. Samuel Pardede, Mediator, Anggota
8. St.A.P.Situmorang, Mediator, Anggota
9. Pdt.H.Silitonga, Mediator, Anggota
10. Pdt. T.P. Simorangkir MLS, Mediator, Anggota
11. Pdt. Saut Sirait, S.Th, Mediator, Anggota
12. Luhut MP Pangaribuan, Mediator, Anggota
13. St. Amir Sirait, MBA, Mediator, Anggota
Saya setuju untuk bergabung dalam tim rekonsiliasi karena
fungsi membawa perdamaian. Sebagai seorang sintua tidak mungkin
rasanya menolak ajakan itu, karena saya percaya ajaran Alkitab yang
tertulis di Matius 5:9 yaitu Berbahagialah orang yang membawa
damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Meski begitu saya juga menyadari bahayanya dari sisi politik.
Penguasa waktu itu cenderung berpihak pada kelompok P.W.T
Simanjuntak. Tapi sebagai seorang sintua, saya harus membayar
harga untuk mengusahakan perdamaian itu. Sebenarnya HKBP
Sudirman ada di posisi netral, tapi karena saya diminta S.A.E
Nababan untuk bergabung (alasannya karena saya lebih komunikatif
ke pemerintah), maka saya dianggap seolah-olah berpihak pada
kelompok S.A.E Nababan. Pada saat itu, tidak ada yang dianggap
netral, tapi pendukung kelompok ini atau itu.
Dangkalnya pikiran beberapa Pendeta HKBP membuat mereka
secara sepihak memutuskan untuk menolak pencalonan saya
dari Sumatera Utara tanpa rasa malu. Penolakan ini pun sempat
ramai, bahkan sampai ke Presiden Soeharto dan DPP Golkar. Tapi
syukurlah, Golkar dan Pemerintah melihat penolakan itu sebagai
tindakan yang kekanak-kanakan dan tidak ada hubungannya dengan
360 HKBP. Lagi pula saya termasuk aktivis HKBP bahkan aktivis senior
pemuda dan pimpinan Jemaat HKBP Sudirman Jakarta.
Saya bersyukur kalauTuhan selalu mengirimkan orang-orang baik
ketika saya menghadapi saat-saat sulit, diantaranya Jenderal Christ
Masengi yang menerbitkan sirkuler/surat edaran tertulis khusus
untuk membela saya. Bung Abdul Gafur pun sampai menghadap
Presiden Soeharto sehingga Presiden menyatakan agar pencalonan
saya diteruskan saja. Bung Gafur jelas all out memperjuangkan
saya dan perjuangannya tidak sia-sia, karena akhirnya saya terpilih
menjadi Anggota DPR-RI dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara.
Luar biasa mujizat itu.
Namun suatu pelajaran berharga bagi HKBP sebagai sebuah
lembaga adalah agar kelak lebih pandai menggunakan "kekuasaan
rohani" dalam menangani masalah yang terkait dengaan politik.
Pertikaian HKBP berujung pada diakuinya dua Ephorus hingga
periode tertentu. Pada tahun 1996 diadakan Sinode Godang dan
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 361
tahun 1998 Pdt. J.R. Hutauruk terpilih sebagai Ephorus baru.
Waktu saya melapor kehadiran untuk kampanye kepada
Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatera Utara saat itu, beliau
menganjurkan agar saya menghiraukan konflik para pendeta itu.
Saya menghargainya sebagai nasihat orangtua, namun saya katakan
bahwa saya adalah sintua HKBP, sehingga tidak tahan melihat gereja
saya itu terpecah-pecah seperti organisasi keduniawian. Tidak ada
kepentingan bagi saya kecuali membawa damai yang diajarkan Yesus
Kristus.
Hal yang hampir sama pernah saya utarakan kepada DR.
Awaludin Jamin, Ir. Anwar Anas dan Akbar Tanjung, bahwa
batin saya tersiksa melihat kebobrokan gereja saya itu karena ulah
beberapa pendeta pimpinan yang tidak sesuai dengan fungsinya
sebagai pendeta dan berlawanan dengan ajaran Yesus tentang kasih
dan perdamaian. Mereka bertiga adalah pimpinan MPR yang saya
kenal baik. Dalam percakapan di lift di Senayan, saya usul agar
pimpinan yang bertikai ditangkap sehingga jemaat HKBP tidak
dirusak rohaninya. Prof. Dr. Awaludin Jamin adalah guru saya di
LPPM sehingga saya berani berpendapat seperti itu. Namun beliau
menjawab bahwa akan jadi persoalan besar kalau penguasa bertindak
begitu.
Akhirnya setelah saya terpilih juga menjadi anggota DPR
dan kisah penolakan yang dimentahkan itu menjadi buah bibir
di kalangan HKBP. Saya banyak menerima dukungan berbagai
pihak yang menyayangkan penolakan yang dilakukan HKBP dan
menuliskan pernyataan mereka tentang saya. Secara khusus saya
apresiasi dukungan dari Mayjen Christ Masengi, seorang prajurit
yang amat taat beragama, bahkan ia pernah menangis tidak tahan
menyaksikan perilaku dan sikap beberapa pendeta ketika kami
melakukan usaha perdamaian di Lubuk Pakan, Sumatera Utara.
Baru kali itu saya lihat seorang prajurit menangis. Apresiasi itu saya
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
nyatakan kepada keluarga beliau saat saya melayat. Saya menangis
di samping jenazah almarhum disaksikan para pelayat termasuk
pimpinan MPH-PGI yang juga hadir saat itu.
Saya ditempatkan DPP Golkar di Komisi I yang membidangi
Hankam, Luar Negeri, Pers, Kepolisian, Hukum dan lain-lain.
Seolah sudah ada firasat bahwa keanggotan DPR RI ini tidak akan
lama, saya bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh, tidak ada
satupun acara Komisi I yang terlewatkan.
Pada kesempatan pertama, saya mengunjungi Kabupaten
Dairi yang ditetapkan sebagai homebase selama kampanye. Tujuan
pokoknya adalah berterima kasih, khususnya kepada rakyat Dairi
dan Sumatera Utara yang telah memilih saya. Di tengah keluarga
besar Golkar Dairi yang menyambut saya, saya menyuguhkan
makanan pesta bernuansa tradisi Batak. Kepala sapi, bagian yang
362 terpenting, saya suguhkan kepada Bupati Dairi Pak Sihotang beserta
keluarga dan Sekda Pak R.E. Nainggolan beserta keluarga.
Kehadiran saya dan keluarga adalah bentuk rasa syukur dan
ucapan terima kasih kepada Pak Bupati dan Sekda, serta seluruh
jajaran yang telah mengantarkan saya menjadi Anggota DPR-RI
melalui kemenangan Pemilu di Dairi ini. Secara khusus saya hargai
usaha-usaha khusus Pak Sihotang dan Pak R.E. Nainggolan yang
mendinginkan hubungan saya dengan pihak HKBP yang beberapa
waktu lalu menolak pencalonan saya.
Pada saat menghadiri acara HKBP di Sidikalang, sebelum
memasuki acara resmi Gereja itu, Bupati mengundang seluruh
pejabat HKBP Pusat ke Kantor Bupati. Diplomasinya luar biasa.
Saya dipanggil Bupati dan Sekretaris Daerah agar saya memberi
salam kepada semua pejabat HKBP yang berseberangan dengan
saya. Saya turuti diplomasi Bupati ini. Kepada mereka satu persatu
saya hadiahkan pulpen berukir lambang Golkar, kemudian kami
bersama-sama menuju Gereja HKBP yang tidak jauh dari Kantor
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 363
Bupati. Pada sesi pengumpulan sumbangan, Bupati dan Sekda
menyebut nama saya dan saya sebut angka 1,5 juta rupiah yang
disambut tepuk tangan riuh jemaat. Ephorus sepihak, Pendeta
P.W.T. Simanjuntak yang juga hadir pada acara itu, ternyata
masih ada hubungan famili jauh dengan saya, maka makin cairlah
hubungan saya dengan HKBP yang Kantor Pusatnya di Tarutung,
Sumatera Utara.
Di bawah pimpinan Amirullah Ibrahim, seorang Mayor Jenderal
TNI Marinir (Purn) yang dikaryakan di DPR-RI Fraksi Partai Golkar,
kami cukup akrab dan solid. Pak Amirullah pernah mengalami
kecelakaan waktu latihan yang membuat kakinya pincang sehingga
ia harus pakai tongkat kalau berjalan. Pada waktu Fraksi kunjungan
kerja ke Singapura kami bertiga dengan perwira Polisi Kombes Drs.
Sedia Utomo berjalan kaki di Orchard Road yang ramai. Kunjungan
kami sederhana karena tidak punya dana yang cukup. Diapit saya dan
Pak Utomo, Pak Amirullah berjalan memakai tongkat dari dahan
pohon yang masih hijau dan tidak bertunas. Berjalan di tengah jalan
yang ramai itu, orang-orang kelihatannya selalu memperhatikan dia.
Pak Utomo lantas berkelakar, “Di benak mereka, kita bertiga adalah
koruptor-koruptor besar Indonesia. Lihat saja tongkatnya, pasti
harganya mahal dan sulit didapat.” Ha…Ha…Ha…
Karena situasi politik nasional yang makin memanas, akhirnya
pemerintah menetapkan untuk mempercepat Pemilu dari yang
semestinya tahun 2002 menjadi 1999. Kondisi ini membuat Undang-
Undang untuk maksud Pemilu yang dipercepat itu harus dibenahi.
Beberapa orang dari Fraksi Golkar, termasuk saya, diangkat menjadi
Panita Khusus (Pansus) yang terus dibayangi tuntutan Reformasi
yang ditinggalkan Pak Harto dan dilanjutkan Pak Habibie. Salah
satu perdebatan penting di pansus adalah tentang Daerah Pemilihan.
Menurut pengalaman saya pada Pemilu di Jawa Timur dan Sumatera
Utara ada kekurang-efisienan dan calon-calon tak dikenal dengan
baik oleh rakyat pemilih karena daerah pemilihan yang begitu luas
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
yang harus dijelajah calon. Di samping itu apa yang disebut otonomi
daerah dalam hubungan daerah pemilihan ini menurut saya kurang
klop.
Dalam hubungan itu saya mengusulkan suatu gagasan baru agar
Daerah Pemilihan ditetapkan Tingkat II sehingga rakyat pemilih
relatif lebih mengenal langsung calon-calon legislatifnya, dan dengan
begitu pemilih dan calon akan memiliki kesempatan berinteraksi.
Gagasan itu ramai diperdebatkan. Tapi namanya politik, walaupun
di jalan raya berteriak reformasi, pembaharuan dan sebagainya, pada
akhirnya yang menonjol adalah kepentingan bukan pembaharuan
politik. Saya menegaskan agar rakyat pemilih kita bebaskan dari
risiko memilih "kucing dalam karung". Menurut teman-teman di
Pansus istilah itu terlalu keras, namun menurut saya realistis.
Ketika saya melakukan lobbying dengan Fraksi PDI, dikatakan
364 bahwa ide itu cukup bagus dan demokratis, tapi mereka mengatakan
“Maaf Bung Amir, selama ini tak satu kabupaten pun pernah kami
menangkan, jadi saya tidak berani menerima ide itu,” kata salah satu
anak buah Pak Suryadi dari NTT. Akbar Tanjung setuju dengan
gagasan itu dan akan menawarkan voting apabila fraksi-fraksi tidak
sepakat. Tetapi voting harus disetujui lebih dari satu Fraksi dan
Golkar mendekati Fraksi ABRI. Macam-macam alasan menolak
gagasan Dati II hingga gugurlah konsep itu dan tentu saya kecewa.
Otonomi di Tingkat II dengan Gubernur/Dati I cukup sebagai Wakil
Pemerintah Pusat dan kita realisasikan dengan Daerah Pemilihan di
Tingkat II adalah suatu terobosan yang mirip dengan Sistem Distrik
yang pernah diusulkan TNI zaman Bapak A.H.Nasution yang tidak
diterima juga oleh partai politik.
Sejak Presiden Soeharto lengser keprabon terasa perkembangan
suasana politik dan sikap para pejabat agak lebih sejuk. Salah satu
hal menarik yang saya ingat dalam tugas Komisi I DPR-RI ialah
pembahasan Rancangan Undang-undang Repulik Indonesia tentang
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997)
Pers dengan Pemerintah. Menteri Penerangan Yunus Yosfiah hadir 365
mewakili Pemerintah. Di Komisi I terdapat 3-5 orang anggota yang
turut juga menggeluti kehidupan Pers walaupun tidak aktif betul
seperti Bambang Sadono, Anzal da Lopes, Sofyan Lubis dan saya,
sehingga cukup komunikatif dengan Menteri Penerangan yang ada
juga seorang pensiunan Perwira TN Angkatan Darat.
Gagasan-gagasan pemerintah yang disampaikan Menteri
Penerangan sepanjang hal-hal yang mengikat Pers tidak disikapi
positif oleh Komisi I, termasuk soal mendaftarkan Perusahaan Pers.
Menurut Komisi I, Departemen Penerangan bisa memperoleh hal
tersebut dari Departemen Perdagangan yang mencatat Perusahaan
Dagang. Komisi I menghargai sikap Menteri Penerangan yang cepat
reformatif tersebut.
Fraksi Partai Golkar menugaskan saya untuk menyampaikan
Pendapat akhir mini yang saya sampaikan sebagai berikut:
PENDAPAT AKHIR MINI
FRAKSI KARYA PEMBANGUNAN DPR-RI
TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERS
Disampaikan oleh : Amir L. Sirait, MBA
Anggota FKP : A-112
Yang terhormat saudara pimpinan rapat,
Yang terhormat Menteri Penerangan RI selaku wakil pemerintah
dan seluruh jajarannya
Segenap anggota Komisi I dan hadirin yang kami hormati.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera
untuk kita semua.
Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur ke hadirat Tuhan
Yang Maha Kuasa, karena setelah melalui diskusi dan perdebatan
panjang, dan kadang-kadang cukup hangat dan alot, akhirnya hari
ini sampailah kita pada tahap-tahap akhir pembahasan RUU yang
mudah-mudahan akan menjadi karya yang monumental, sebagai
manifestasi dari azas kedaulatan rakyat, demokrasi, keadilan, dan
supremasi hukum yang kita junjung tinggi.
Hadirin yang kami hormati,
Sebelum Fraksi Karya Pembangunan menyampaikan beberapa
catatan pembahasan RUU ini, kami ingin mengingatkan kembali
posisi ketika memasuki forum pembahasan yang telah berhasil kita
lewati dengan penuh semangat kebersamaan.
366 Pertama, FKP tetap tidak sependapat dengan pemerintah tentang
pengertian pers dalam RUU ini yang dimaksudkan semata-mata
hanya menyangkut media cetak. FKP berpendapat pers menyangkut
semua media, baik cetak maupun elektronik. Baik secara teori
maupun praktik, yang terjadi di Indonesia maupun di berbagai
negara lainnya, pengertian pers selalu meliputi baik media cetak
maupun elektronik.
Kedua, mengenai pendaftaran. Pada prinsipnya FKP menolak segala
bentuk pendaftaran baik perusahaan pers, termasuk kantor berita,
wartawan maupun pers asing ke Departemen Penerangan.
Ketiga, sepakat dengan prinsip supremasi hukum yang akan
menjadi acuan dalam pembicaraan RUU ini, maka pasal-pasal yang
merupakan kriminalisasi baru dalam RUU ini agar dikembalikan
dalam proporsinya, misalnya diakomodasikan dalam Kitab Hukum
Pidana. Sedangkan pasal-pasal yang merupakan kompetensi etika
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 367
baik di bidang pers maupun periklanan, tidak perlu diangkat sebagai
delik pidana dalam RUU ini. Ketentuan lain mengenai perusahaan,
permodalan, dan sebagainya sebaiknya tunduk pada peraturan yang
sudah ada, sehingga tidak perlu waktu khusus dalam RUU ini.
Keempat, FKP juga meminta perhatian untuk perlindungan
wartawan dalam arti perlindungan atas profesi yang diembannya,
bukan sekadar perlindungan terhadap fisik atau individu wartawan
seperti layaknya warga negara yang lain.
Hadirin yang kami hormati,
Dalam kesempatan ini FKP ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya baik kepada pemerintah, maupun
fraksi-fraksi lain, yang akhirnya bisa menerima gagasan FKP,
sehingga keempat masalah besar yang diajukan FKP disetujui dan
diakomodasikan dalam RUU ini.
FKP juga harus berterima kasih atas gagasan untuk menghapus Bab
mengenai penerbitan pers dan setuju untuk mengintegrasikannya ke
dalam Bab mengenai Perusahaan Pers. Usulan FKP yang disetujui
untuk menambah Bab baru mengenai wartawan, yang menurut
FKP posisinya memang sangat strategis dalam dinamika kehidupan
pers.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih secara khusus kepada
Fraksi ABRI yang secara khusus pula memberikan tambahan dan
penyempurnaan mengenai pengaturan pembagian keuntungan
(profit sharing) yang diajukan FKP, hingga pasal ini menjadi
lebih lengkap. Kepada Fraksi Persatuan Pembangunan, kami juga
berterima kasih, terutama karena perumusan ulang mengenai pasal
yang menyangkut “trial by the press”, karena sejak semula FKP
memang tidak sepakat memasukkan ketentuan mengenai hal ini.
Kepada Fraksi PDI, kami terutama merasa terbantu ketika ingin
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
memasukkan pasal baru yang menyebutkan bahwa kemerdekaan
pers merupakan turunan langsung dari kedaulatan rakyat. Jadi
kemerdekaan pers bukan hadiah dari siapa pun atau dari pihak
mana pun, tetapi merupakan amanat kedaulan rakyat yang berasal
dari hak-hak azasi manusia.
Kepada Pemerintah, FKP bukan hanya berterima kasih, tetapi juga
heran bercampur kagum, karena begitu cepat merespons segala
gagasan yang muaranya untuk kepentingkan kemerdekaan pers,
keadilan, dan supremasi hukum. Misalnya dalam hal penghapusan
pendaftaran/pelaporan, penghapusan pidana minimal. Penghapusan
sistem tanggung jawab fiktif dan sebagainya, yang direspons
pemerintah dengan sangat positif.
Yang tidak kalah penting adalah terima kasih dan rasa hormat
FKP pada pimpinan yang telah memimpin sidang-sidang dengan
368 penuh kearifan dan kesabaran, sehingga soal-soal yang krusial bisa
diselesaikan dengan penuh kelegaan semua pihak.
Akhirnya kepada semua pihak, staf dan pakar pemerintah, staf
Sekretariat Komisi I DPR-RI, serta para wartawan yang menaruh
perhatian besar terhadap RUU ini, kami sampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
Kita telah bersama-sama mengantarkan bangsa ini memasuki babak
baru dalam usaha membudayakan prinsip kedaulatan rakyat melalui
suatu rancangan undang-undang yang benar-benar mendasarkan
dirinya pada prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.
Semoga lahirnya undang-undang ini akan menggambarkan lambang
yang monumental bagi lahirnya kemerdekaan Pers Indonesia menuju
Indonesia Baru yang lebih demokratis. Saudara Ketua, Menteri dan
hadirin sekalian yang terhormat. Dengan pendapat ini berarti FKP
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997)
setuju untuk membawa RUU ini ke Pembicaraan Tingkat IV untuk
mendapatkan persetujuan.
Atas perhatian hadirin yang terhormat, kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, 9 September 1999
Fraksi Karya Pembangunan DPR-RI
SIDANG ISTIMEWA MPR-RI TAHUN 1999
Salah satu wujud penampungan aspirasi Gerakan Reformasi adalah
penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR-RI Tahun 1999. Salah
satu Komisi Sidang Istimewa MPR-RI itu adalah Komisi A yang
menyangkut tambahan dan perubahan atas Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/1998 Tentang Pemilihan Umum. Saya ditugaskan menjadi
anggota Komisi itu dan menjadi pembicara di floor.
Partai Golkar dipercayakan untuk memimpin Komisi A. 369
Kepercayaan ini dipegang DR. Marwah Daud Ibrahim yang dalam
DPP Golkar menjabat sebagai salah satu Ketua. Sebagaimana
lazimnya Ketua Komisi yang menjabat sekaligus Ketua Fraksi FKP,
ia menyampaikan pengantar Musyawarah antara lain tentang hal-hal
yang menjadi tugas Komisi A ini. Anggota Fraksi di floor bertugas
untuk melengkapi atau
menambah Penjelasan
Pengantar Musyawarah
tersebut.
Saya menyadari bahwa
Sidang MPR-RI
dalam hal ini Sidang
Komisi A adalah acara
Setelah memberi keterangan pada seorang wartawan formal dan dinotulensi
yang sedang meliput Sidang Istimewa MPR 1998.
dengan lengkap maka
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
semua yang saya sampaikan sebagai tambahan penjelasan telah saya
tulis lebih dahulu sehingga saya tinggal membacakannya dengan
sedikit selingan humor agar tidak terlalu kaku, serta diusahakan
sekomunikatif mungkin.
Berikut uraian lengkap tentang pandangan saya pada Sidang Komisi
A tersebut:
TAMBAHAN PENJELASAN ATAS PENGANTAR
MUSYAWARAH FKP MPR-RI
PADA ACARA RAPAT KOMISI A SI MPR-RI TERHADAP
RANTAP MPR-RI TENTANG PERUBAHAN DAN
TAMBAHAN ATAS KETETAPAN MPR NOMOR III/
MPR/1998 TENTANG PEMILIHAN UMUM
Oleh Amir L. Sirait, MBA
370 Anggota No. A-112
Ibu Ketua, Bapak-bapak Wakil Ketua Komisi A Yth,
Anggota Komisi A Yth, hadirin sekalian yang kami muliakan.
Assalamualaikum wr, wb, Salam sejahtera untuk kita semua, Selamat
Sore.
Ibu Ketua Yth, kami melihat acara menyangkut Pemilu ini amat
penting dan oleh sebab itu izinkanlah kami memberi penjelasan
tambahan agak lebih panjang sedikit. Dengan mengucap terima
kasih kepada Badan Pekerja MPR yang telah bekerja keras
sehingga melahirkan Rancangan Ketetatapan tentang Perubahan
dan Tambahan atas Ketetapan MPR No.III/MPR/1998 tentang
Pemilihan Umum, FKP menilai bahwa substansi Rantap ini
sangatlah penting.
Ibu Ketua Yth,
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 371
Bahkan bila dikaji mengapa sampai SI MPR ini digelar, awalnya
terkait dengan bagaimana mengubah jadwal Pemilu yang semula
Tahun 2002 kemudian kita percepat menjadi Tahun 1999
mendatang. Dan materi ini terdapat dalam Tap MPR No.III/
MPR/1998 tentang Pemilihan Umum. Karena itu dapat dikatakan,
substansi yang kita bahas ini menjadi inti materi penyelenggaraan
SI MPR kali ini yang merupakan Sidang Istimewa kedua sejak
Republik yang kita cintai ini berdiri.
Sidang Komisi Majelis yang mulia,
FKP MPR-RI adalah alat perjuangan Golkar di lembaga
permusyawaratan rakyat ini yang sejak era reformasi bertekad
membangun visi dan paradigma baru sebagai Golkar “baru”,
yaitu Golkar yang mandiri dan memiliki jati diri sebagai kekuatan
reformasi seperti ketika ia dilahirkan sebagai pembaharu pada tahun
1964 dahulu.
Tekad itu tidaklah cuma dikatakan dan dilontarkan sebagai lip
service belaka. Secara sistematis FKP melalui kader-kadernya
terus memperjuangkan implementasinya melalui penyusunan
dan pembahasan rancangan-rancangan putusan Majelis yang
telah dihasilkan oleh Badan Pekerja MPR. Salah satu rancangan
putusan SI MPR-RI yang sangat kami perhatikan adalah Rantap
tentang Perubahan dan Tambahan atas Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum. Hal itu berdasarkan
keyakinan politik kami bahwa pemilu merupakan bagian penting
agenda rehormasi yang telah disepakati seluruh bangsa kita. Pemilu
menjadi bagian dari agenda reformasi selain penyelenggaraan SI
MPR-RI November ini dan SU MPR-RI akhir tahun 1999.
Agenda Pemilu itu mendesak untuk didahulukan mengingat
bahwa melalui Pemilu, bangsa kita akan menata kembali tatanan
Negara dengan Lembaga Permusyawaratan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat serta Pemerintah yang diakui dan dipercaya
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
rakyat (legitimate). Apabila hal ini terlaksana maka kita akan dapat
membangun dalam suasana damai yang dinamis.
Ibu Ketua dan Sidang Komisi Majelis yang mulia,
Dalam hubungan itu melalui forum terhormat ini, FKP MPR-RI
menegaskan sikap politiknya yang berkaitan dengan Pemilu tersebut
sebagai berikut.
Pertama, pemilu haruslah diselenggarakan secara demokratis.
Ini tekad dan komitmen Golkar. Di era reformasi ini, hal itu harus
diwujudkan tanpa kecuali. Karena itu FKP bertekad agar pemilu
diselenggarakan secara jujur dan adil (jurdil) dan pemungutan
suara dilakukan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber).
Untuk kepentingan ini FKP mengusulkan adanya Tim Pengawas
Independen baik dari dalam, bahkan kalau perlu dari luar negeri
untuk mengawasi jalannya pemilu, selain penyelenggara pemilu oleh
372 pemerintah bersama partai politik peserta pemilu dan masyarakat
berdasar prinsip kemitraan yang sejajar.
Kedua, agar waktu penyelenggaraan pemilu dipercepat. Hal ini
sesuai dengan tuntutan reformasi yang menghendaki agar pemilu
jangan menunggu sampai tahun 2002. Pada tingkat BP MPR waktu
pemilu pada bulan Mei 1999, selambat-lambatnya bulan Juni 1999.
Tetapi FKP sesuai dangan Pemandangan Umumnya pada rapat
Paripurna ke-2 SI MPR yang baru lalu bersikap lebih progresif lagi
dengan menghendaki agar waktu penyelenggaraan pemilu benar-
benar pada bulan Mei 1999. Kita pastikan saja bulan Mei 1999.
Kehadiran puluhan partai-partai baru untuk mengikuti pemilu
harus dihargai dan dijamin oleh semua pihak. Namun tidaklah
mungkin semua partai yang kini hampir mencapai seratus partai itu
berlaga semuanya di gelanggang pemilu, untuk itu FKP mendukung
adanya proses seleksi obyektif agar hanya partai-partai yang mampu
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 373
membangun struktur kepengurusan secara luas di wilayah tanah
air atau memperoleh dukungan masyarakat secara memadai saja
yang dapat mengikuti pemilu yang akan datang yang sekarang ini
Undang-Undangnya sedang kita persiapkan.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua yang kami hormati,
Selanjutnya, FKP menyoroti pentingnya pemahaman kita bersama
tentang pentingnya pembobotan keanggotaan MPR yang merupakan
lembaga permusyawaratan. Menurut pendapat FKP, rekrutmen
anggota Majelis harus benar-benar mencerminkan kepentingan
masa depan bangsa dan kemampuan Majelis melaksanakan
tugasnya. Berkaitan dengan itu FKP berpendapat agar komposisi
keanggotaan Majelis pasca pemilu mendatang haruslah manusia
Indonesia yang terpilih karena kecerdasannya, karena kearifannya,
karena kebijakannya dan karena cara pandangnya yang jauh ke
depan dan mendalam tentang masyarakat, bangsa dan negara kita.
Mereka tidak memihak kelompok atau golongan, paham politik
maupun partai politik, dan senantiasa mengutamakan kepentingan
bangsa. Mereka mampu berperan sebagai seorang tokoh yang arif
bijaksana. Cita-cita ini akan terwujud melalui penetapan anggota
MPR dari dari Utusan Golongan-golongan sebagaimana dimaksud
dalam dalam UUD 1945 yang selanjutnya akan diatur melalui
Undang-undang.
Saudara Ketua dan Sidang yang mulia,
Kita berharap, kemajuan ini nanti akan mampu menonjolkan 2 hal:
Pertama, meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam
membangun kehidupan kebangsaan melalui Majelis yang akan
makin berkualitas.
Kedua, kehadiran utusan golongan-golongan yang non-politik
praktis akan melengkapi komposisi anggota Majelis dan Dewan hasil
Pemilu yang memiliki kader politik yang sangat kuat. Kehadiran
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
utusan golongan-golongan itu akan menutupi kemungkinan
kelemahan Majelis.
Saudara Ketua Yth, Sidang yang mulia,
Tentang kehadiran ABRI di Lembaga Permusyawaratan dan
Perwakilan dengan menyadari “long march” sejarah panjang
perjuangan bangsa kita yang mencatat terpadunya seluruh
komponen kekuatan bangsa termasuk ABRI serta dengan hasil-
hasilnya, termasuk kita yang bersidang ini, dan memahami kondisi
bangsa kita akhir-akhir ini dalam memasuki era baru abad XXI,
serta mengingat pula bahwa ABRI sebagai Warga Negara tidak
menggunakan hak pilihnya dalam Pemilian Umum maka FKP
berpendapat bahwa kehadiran ABRI di MPR-RI, DPR-RI, dan
DPRD masih diperlukan.
Saudara Ketua dan Sidang Yang Mulia,
374 Dalam pada itu FKP juga mencermati perbincangan tentang hal
ini yang marak di tengah masyarakat. FKP sangat menghargai
pendapat-pendapat dan kemampuan aspirasi yang disampaikan dan
terungkap oleh masyarakat, khususnya para mahasiswa, kalangan
Perguruan Tinggi dan para intelektual bangsa kita.
Dalam hubungan itulah FKP juga berpendapat bahwa sudah
waktunya mengadakan penyesuaian kehadiran ABRI dalam
Lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan dimaksud. Dinamika
bangsa dan dinamika global sekarang menghendaki hal demikian.
Penyesuaian yang dimaksud perlu kita lakukan secara berencana dan
berjenjang secara arif dan dan bijaksana sampai suatu saat menurut
pendapat FXP kehadiran ABRI di lembaga-lembaga tersebut cukup
di MPR saja.
Dengan demikian kepada ABRI kita berikan kesempatan yang
cukup untuk mempersiapkan diri atas peranan yang makin kurang
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997) 375
di Lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan dimaksud dalam arti
kehadiran. Kita beri waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri atas
berkurangnya kehadiran itu. Sambil berencana tidak menggunakan
hak atau menggunakan hak memilih dalam Pemilihan Umum,
ABRI harus makin profesional, efektif, efisien dan moderen dalam
pelaksanaan fungsi sosial ABRI yang cocok dengan perkembangan
zaman.
Saudara Ketua, Sidang Yang Mulia,
Kehadiran ABRI yang dimaksud menurut pendapat FKP perlu
diatur dengan Undang-undang. Dengan demikian tujuan Reformasi
di bidang ini akan dapat tercapai dengan baik.
Sidang Majelis yang kami muliakan,
Seluruh sikap yang disampaikan FKP ini merupakan hasil pemikiran
dan pembahasan yang secara sungguh-sungguh. FKP berniat untuk
tetap menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan membangun Indonesia baru yang demokratis dan moderen.
Harapan kami, hal ini memperoleh dukungan dan partisispasi aktif
seluruh Fraksi di MPR sebagai sumbangsih terbaik lembaga tertinggi
negara ini kepada bangsa tercinta.
Demikianlah tambahan penjelasan pengantar musyawarah kami.
Terima kasih atas perhatiannya. Semoga Allah SWT meridhoi
perjuangan kita semua. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Saat mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Juru Kampanye Golkar Tingkat Pusat
di Bogor, Desember 1996
376
Bersama teman-teman GAKPI Sumut (kiri ke kanan): Saya, Kemala Motik, CH Moas, dan Esan
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997)
377
Akbar Tanjung pada suatu Rapat Umum Partai GOLKAR pada tahun 1977.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
378 Bersama Agung Laksono dan kawan-kawan di RAPIM II GOLKAR, Oktober 1995
Dicalonkan Golkar Pada Pemilu Legislatif (1977, 1982, 1997)
379
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
380
z
BAB DUA PULUH SATU
Jalan Panjang Menjadi
Wakil Guru Huria
HKBP Sudirman Jakarta
Saya mengenal Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
Sudirman pada tahun 1961. Saat itu HKBP Sudirman masih
embrio, berlokasi di Gang Bek di daerah Karet. Waktu itu saya
sedang berkunjung dari Yogyakarta dan menginap di rumah
keluarga Sintua Nyonya F. Marpaung boru Sirait di Karet Belakang,
tidak jauh dari Gang Bek. Ibu ini adalah putri Ephorus pertama
HKBP, Pendeta Kasianus Sirait. Di rumahnya, saya diterima
layaknya keluarga, sehingga saya merasa at home untuk menginap
beberapa malam di situ.
Maju ke sepuluh tahun kemudian, saat itu saya sedang bekerja
di Harian Umum Sinar Harapan dan mendapat fasilitas perumahan
di daerah Pejompongan yang menjadi salah satu wijk (daerah/
wilayah Pelayanan) di antara kurang lebih 15 wijk HKBP lainnya.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Di daerah Pejompongan ini juga tinggal keluarga Guru Huria
pertama HKBP Sudirman Jakarta, yaitu Sintua S.I. Tambunan yang
dikenal luas karena beliau menjabat sebagai Guru Huria sampai 33
tahun, suatu kondisi yang jarang terjadi di HKBP. Karena sudah jadi
tetangga, melalui beliaulah saya mendaftarkan keluarga saya untuk
dicatat sebagai anggota jemaat HKBP Sudirman-Jakarta.
Tahun 1974 HKBP Sudirman mengumumkan bahwa akan ada
pemilihan calon Sintua di Wijk Pejompongan untuk menambah
Sintua yang sudah ada. Sebagai penghuni baru di daerah itu, saya
belum pernah mengikuti Kebaktian wijk Pejompongan dan belum
mengenal lingkungan atau jemaat di daerah ini. Saya pun sebenarnya
tidak berminat untuk hadir pada waktu yang telah direncanakan.
Martha, istri saya, sebelumnya sudah mengatakan kalau satu dua
hari yang lalu sekelompok ibu-ibu berkunjung ke rumah kami
di Jalan Danau Towuti, dengan maksud mengundang agar kami
382 mengikuti partangiangan wijk (kelompok doa per wilayah) kali ini
dan mendesak kami untuk hadir karena ada acara pemilihan sintua.
Acara diselenggarakan di rumah keluarga Panggabean di Jalan
Danau Limboto. Keluarga ini saya kenal sebagai mertua Drs. Muller
Sitorus, satu alumni dengan saya di Fakultas Ekonomi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
Saya sama sekali tidak menyangka kalau ternyata saya yang
anggota baru dan masih muda dipilih menjadi calon sintua malam
itu. Calon selain saya, lebih dikenal yaitu Drs. T.P. Simanjuntak,
seorang pegawai P & K yang pandai bernyanyi. Meski diketahui
bukan penghuni daerah Pejompongan/Bendungan Hilir, banyak
yang mengusulkannya. Dalam pemilihan demokratis malam itu,
pimpinan mengumumkan kemenangan Drs. T.P. Simanjuntak
dengan jumlah suara mutlak, sedangkan saya hanya mendapat
beberapa suara, demikian juga calon lain.
Tapi ada yang aneh malam itu. Walaupun sudah diumumkan,
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 383
beberapa orangtua pada kebaktian itu membujuk Drs. T.P.
Simanjuntak untuk mengundurkan diri dan mendesak saya untuk
menggantikannya. Pertemuan jadi berlangsung berlarut-larut sampai
mendekati tengah malam. Nyonya Panggabean boru Tobing sebagai
host mendekati saya dan istri, ia mengatakan pantang menolak
permintaan khalayak apalagi dalam suatu kebaktian. Dengan kata
lain, jemaat daerah ini berdoa dan memohon kesediaan saya dan
tidak ada calon lain.
Malam itu kami benar-benar bergumul, karena kegiatan saya di
tengah masyarakat khususnya kepemudaan sudah banyak menyita
waktu saya, tapi kalimat-kalimat bujukan itu menunjukkan bahwa
secara rohani, tugas ini harus saya terima karena ini pekerjaan
pelayanan yang selalu kami kumandangkan di GMKI. Ini berarti
saya menerima ajakan itu dan bersedia menjadi calon sintua/calon
Anggota Majelis dan harus mengikuti program belajar selama
dua tahun untuk bisa diangkat jadi sintua penuh. Saya ingat T.P.
Simanjuntak yang mengundurkan diri, kelak menjadi sintua juga
di daerah Mampang. Ketika berjumpa beberapa tahun kemudian,
kami berdua sudah menyandang gelar sintua penuh, bahkan selama
12 tahun T.P. Simanjuntak bersama saya menjadi paniroi (Pembina)
NHKBP (organisasi pemuda-pemudi HKBP Sudirman).
Menempuh pendidikan menjadi sintua selama 2 tahun ternyata
berat juga, karena secara standar harus mengikuti sermon (rapat
majelis) tiap Rabu malam, mengikuti berbagai kegiatan gereja
dan tidak luput dari pengamatan senior dan jemaat. Pengamatan
itu meliputi perilaku menyeluruh sebagai seorang jemaat yang
telah dipilih menjadi sintua. Panggilan jemaat pada kami yaitu
"sintuanami" (sintua kami) menambah beban psikologis yang tidak
ringan.
Salah satu bagian pelajaran selama 2 tahun itu adalah belajar
maragenda atau memimpin kebaktian di hari Minggu. Sintua berdiri
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
di sekitar altar di bawah mimbar pengkhotbah sekitar 1 jam sebelum
acara dipimpin dan ditutup pendeta yang berkhotbah. Secara teknis
psikologis, pelajaran dan latihan maragenda ini barangkali yang
terberat, tapi semua calon harus bisa sampai akhirnya dilantik
mengakhiri masa belajar 2 tahun itu.
Pada tahun 1974, jemaat HKBP Sudirman yang mengikuti
Kebaktian Minggu berkisar antara 600 – 700 orang. Bayangkan
saja, enam ratus hingga tujuh ratus pasang mata menyoroti gerak
gerik sintua yang berdiri maragenda di depan, menuntun jemaat
menjalani susunan acara demi acara kebaktian termasuk bernyanyi
bersama. Pada acara yang lebih panjang, sintua-sintua yang baru akan
tampil memimpin kebaktian, kadang sampai keringat bercucuran
walaupun di luar hujan deras. Demam panggung adalah hal biasa,
sehingga tak perlu ditakuti para sintua baru.
384
Mewakili majelis, saya menyerahkan kado berupa Alkitab kepada pasangan pengantin
setelah menerima Pemberkatan Pernikahan.
Saya termasuk yang kaku menghadapi tugas maragenda di sentral
altar gereja itu sehingga kadang-kadang sering over dosis latihan di
depan kaca di rumah. Sudah jadi kebiasaan, satu sampai dua hari
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta
Salah satu tugas seorang sintua adalah mendampingi pendeta dalam menjalankan 385
tugas pelayanan jemaat. Tampak Saya dan St. G. Lumbanbatu (kiri) mendampingi
Pdt. M.O. Tampubolon ketika melangsungkan Baptisan Kudus.
sebelum hari Minggu, saya tidak keluar rumah lagi, konsentrasi
untuk persiapan hari Minggu.
Tugas membina pemuda gereja (Paniroi Naposobulung)
bagi saya lebih menarik dan tidak terlalu asing lagi karena sudah
berpengalaman selama di GMKI maupun GAMKI. Banyak
naposobulung (pemuda) yang kami bina selama 12 tahun menjadi
aktivis NHKBP Sudirman, dan banyak di antara mereka menjadi
sintua yang meneruskan perjuangan panggilan pelayanan kami.
Berselang 3 tahun kemudian, saya terpilih menjadi Sekretaris/
Bendahara Resort setelah HKBP Sudirman menjadi Resort yang
dipimpin Pendeta B. Silalahi berpagaran (beranggotakan) HKBP
Depok I, HKBP Ciputat, HKBP Pondok Ungu dan lain-lain.
Sebagai Sekretaris/Bendahara Resort, saya sering diutus menghadiri
kegiatan-kegiatan HKBP pada tingkat Nasional seperti Sinode
Godang (Kerja) di Sipaholon, Tapanuli Utara yang dihadiri utusan-
utusan Gereja HKBP seluruh Indonesia. Sekitar 1.000 orang
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
utusan yang amat heterogen datang dari latar belakang pendidikan
dan pengalaman yang berbeda, sehingga dapat dimengerti betapa
sulitnya mengambil keputusan dan rencana kerja yang berkualitas.
Sejak 1978 saya tidak terlalu aktif terlibat di kegiatan-kegiatan
Majelis HKBP Sudirman maupun pada tingkat resort karena saya
membantu Menteri Pemuda dan Olah Raga, di samping kegiatan
profesional saya sebagai Manager Harian Umum Sinar Harapan
dan PT Sitra Expres. Di luar itu saya masih aktif dalam kegiatan
kepemudaan KNPI. Maka dengan semua kegiatan itu saya terpaksa
mengurangi kegiatan di kantor gereja. Pendeta Resort dan teman-
teman sintua nampaknya memahami kondisi saya dan memaafkan
saya yang kurang aktif di gereja, terutama setelah menjadi anggota
MPR-RI mewakili Golkar dari Daerah Pemilihan Jawa Timur
dan kemudian menjadi anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan
Sumatera Utara.
386 Setelah beberapa waktu, saya sudah kembali bisa ikut rapat-
rapat majelis seperti dulu. Saat itu gereja merencanakan pemilihan
Guru Huria yang baru untuk mengisi kekosongan sepeninggal St. J.
Naibaho yang pindah ke Los Angeles, Amerika Serikat. Sekali lagi,
saya menghadapi keadaan aneh tapi nyata. Pendeta R.T. Munthe,
pejabat Pendeta Resort mengumumkan tanggal pemilihan pada hari
Rabu yang akan datang. Dan saya hadir ibarat pendatang baru lagi
karena sudah cukup lama absen di kegiatan majelis.
Rapat Majelis dihadiri sekitar 40 orang sintua aktif pemegang
suara dan berjalan dengan demokrasi gaya gereja. Hadirin meminta
Pendeta Munthe untuk sepakat menjalankan suatu sistem agar proses
tidak bertele-tele. Sistem itu adalah dua tingkat yaitu pencalonan dan
pemilihan. Jika calon dicalonkan lebih dari 50% suara yang hadir,
maka ia dianggap telah terpilih. Semua mengatakan mendukung
sistem ini supaya cepat. Yang kedua diputuskan bahwa calon yang
mencapai lebih dari 50% suara tidak boleh mengundurkan diri.
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 387
Saya tenang-tenang saja karena saya pikir saya tidak akan
dipilih karena ada kesan ibarat "pendatang baru" itu. Jadi saya
pun mengiyakan sistem yang diajukan pendeta. Saya sempat
memperhatikan beberapa sintua kaum Ibu bisik-bisik satu sama lain
sambil mencari ballot (kertas isian).
Sambil mengingat peristiwa pemilihan calon sintua sekitar 16
tahun lalu di Pejompongan, perhitungan suara secara mengejutkan
menampilkan nama saya yang dicalonkan lebih dari 50% suara
pemilih sah, namun kelebihan 50% itu hanya lebih satu suara.
Majelis pun sementara terdiam mencerna perolehan suara; yang
bertarung hanya dua orang, dan orang yang menang hanya unggul
satu suara.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, pendeta kemudian
membacakan ulang keputusan-keputusan yang telah disahkan dan
mengetok palu menyatakan bahwa Sintua A.L.Sirait, MBA terpilih
menjadi Guru Huria yang baru dan akan segera dilantik pendeta
distrik dalam Kebaktian Minggu.
Pada 5 Maret 2000, saya dilantik sebagai Guru Huria oleh
Pendeta Hutagaol S.Th, Praeses HKBP Distrik VIII Jawa-
Kalimantan. Sementara itu, pucuk Pimpinan HKBP menempatkan
Pendeta Dr M.O Tampubolon menjadi Pendeta Resort HKBP
Sudirman Jakarta, dengan demikian berakhirlah tugas Pendeta
R.T. Munthe sebagai Pendeta Resort. Pada waktu Guru Huria yang
baru dilantik, berakhir pula tugas Pendeta R.T. Munthe sebagai
pejabat Guru Huria. Maka terbentuklah tiga serangkai pimpinan
HKBP Sudirman sebagaimana ditulis Pendeta R.T Munthe dalam
biografinya yang berjudul “Hanya Kuasa Tuhan“ tahun 2004.
Adapun pokok-pokok tugas Guru Huria (Guru Jemaat) antara
lain ditulis sebagai berikut:
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
1. Guru Huria adalah teman sekerja pendeta untuk mengamati
anggota jemaat yang ada di dalam HKBP. Teman sekerja
pendeta untuk memberitakan firman Tuhan yang tertulis di
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru di tengah jemaat
yang dipercayakan untuk dipimpin Guru Huria.
2. Guru Huria adalah pengkotbah di jemaat, karena itu Guru
Jemaat dengan segala kekuatan menggembalakan domba-
domba Tuhan, yaitu mereka yang dewasa, anak-anak, pemuda
dan orang tua, yang sakit dan yang sehat, yang jahat dan yang
baik menghibur mereka yang berduka cita dan menolong para
janda dan yatim piatu.
3. Membimbing penyembah berhala dan menasehati mereka yang
belum mengenal Tuhan serta mereka yang menjauhkan diri dari
Firman Tuhan dan dari Persekutuan Jemaatnya, supaya mereka
turut serta memperoleh bagian di dalam karya penyelamatan
388 Tuhan Yesus Kristus yang adalah iman dasar kepercayaan kita.
4. Kepada Guru Jemaat diserahkan tugas mendidik anak-anak.
Selain mata pelajaran sekolah, Guru Jemaat harus mengajarkan
firman Tuhan supaya mereka mengenal Tuhan Yesus Kristus.
5. Agar tugas – tugas tersebut di atas terlaksana, Guru Jemaat harus
memiliki cara hidup yang baik di hadapan Allah dan di hadapan
Jemaat dan menjadi teladan bagi Jemaat yang diserahkan Tuhan
kepada Guru Jemaat.
Guru Jemaat yang dilantik, apabila ikhlas, mengaku dan
berjanji di hadapan Allah dan di hadapan Jemaatnya dengan
mengatakan “Saya bersedia, kiranya Kasih Sayang Allah menyertai
saya untuk melakukan segala tugas yang dipercayakan kepada saya.”
Ketika mempelajari pokok-pokok tugas yang cukup “mengerikan“
tersebut, saya merasa terbeban, tetapi sejak lama saya diajar untuk
tidak takut karena ada janji penyertaan Tuhan seperti tertulis dalam
Amanat Agung Tuhan Yesus pada Matius 28:20 yang berbunyi
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 389
“Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada
akhir zaman.”
Namun tugas yang begitu besar dan luas itu sesungguhnya
diperuntukkan bagi Guru Huria yang mengikuti Pendidikan
Khusus Guru Huria di Pearaja Sipaholon yang intensif selama
tiga tahun. Guru Huria seperti saya, dipanggil wakil Guru Huria,
yakni mereka yang dipilih di antara sintua-sintua anggota majelis
yang disebut awam dan pada umumnya terjadi di HKBP di luar
Sumatera Utara. Tetapi bagi saya tidak ada pilihan, tidak peduli
disebut Guru Huria, Guru Jemaat, Wakil Guru Huria atau kadang
juga disebut voorhanger, dengan amanat ini berarti saya harus maju
terus, kadang-kadang dengan semangat kepemudaan GAMKI yaitu
“Berdoa dan Bekerja” (Ora Et Labora).
Dalam bekerja sama dengan kedua pendeta yang menyandang
gelar otoritas gereja dan alkitab, saya fokus kepada tugas organisasi
dan fungsi lain dari manajemen yang relatif lebih saya kuasai,
menjaga diri pada hal-hal yang berat kepada Alkitab dan kerohanian.
Menjaga keseimbangan juga salah satu prinsip tugas pokok Guru
Jemaat yang harus menjadi perhatian. Untuk memimpin sekitar 40
orang sintua di tengah – tengah kurang lebih 600 orang warga jemaat
HKBP Sudirman, saya tidak bisa hanya mengandalkan keterampilan
manajemen dan pengusaan firman Tuhan yang ala kadarnya.
Selama ini saya mendapat pengetahuan alkitabiah dari organisasi
kepemudaan GAMKI dan GMKI dan selama aktif sebagai pegawai
Dewan Gereja–Gereja di Indonesia (DGI), pengetahuan yang
sifatnya masih elementer. Maka perlahan saya mulai membangun
“perpustakaan kecil“ sebagai bagian usaha saya untuk dapat
menjawab berbagai pertanyaan jemaat yang kerap muncul karena
saya adalah Guru Jemaat.
Saya melahap sejumlah buku untuk memperluas wawasan;
Kamus Alkitab, Kamus teologi, Konkordinasi, Tafsiran Alkitab
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Masa Kini jilid I, II, dan III, Buku Alkitab Berpengharapan, serta
buku-buku generasi muda Teologi seperti P.L. Christian Barth,
Putera DR. Karl Barth, dan masih banyak lagi. Dengan kekayaan
dan keyakinan akan penyertaan Tuhan, selangkah demi selangkah
saya beranikan diri untuk membawa renungan pada acara-acara yang
relatif singkat di gereja seperti Punguan Ina (kaum ibu), Punguan
Ama dan Lansia (Lanjut Usia), serta Pertangiangan Wijk (Daerah).
Saya semakin berani kalau temanya diambil dari Perjanjian Lama,
berbeda dengan kaum muda NHKBP yang umumnya lebih tertarik
membawa tema dari Perjanjian Baru. Contohnya saja dalam rangka
Parheheon HKBP di Surabaya yang dipimpin Pendeta Sidabutar,
Alumnus NHKBP Sudirman Jakarta yang mengambil tema dari
Yakobus 2:17, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu
pada hakekatnya adalah mati."
Namun pernah juga terjadi hal yang menggetarkan, yaitu
390 ketika terdengar kritik sedikit miring tetapi membangun, yaitu
adanya gurauan yang menunggu kapan Guru Huria membawakan
khotbah pada Kebaktian Minggu. Saya tidak pernah menyangka
kalau ternyata gurauan itu terwujud tanpa persiapan di suatu Hari
Minggu.
Pada Hari Minggu itu, semua pendeta HKBP Sudirman
bertugas keluar melayani gereja HKBP lain, sementara pendeta
yang dijadwalkan bertugas di HKBP Sudirman tidak kunjung
tiba. Setelah dicek, ternyata pendeta yang bersangkutan masih
tidur! Lalu terkuaklah ternyata ada salah tangkap. Pendeta yang
semestinya bertugas mengira dia berkhotbah pada kebaktian sore.
Majelis sedikit gelisah karena kami para sintua tidak ada yang siap
berkhotbah, sementara waktu kebaktian sudah mendesak. Setelah
keadaan dikuasai, majelis memohon maaf kepada jemaat atas
ketidakhadiran pendeta (pengkhotbah) serta menyampaikan bahwa
khotbah akan diisi oleh Guru Huria sehingga meminta kesabaran
jemaat untuk memberi waktu persiapan sekitar 15 menit.
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 391
Inilah kali pertama saya melaksanakan tugas berkhotbah pada
kebaktian penuh, naik mimbar khotbah yang cukup tinggi dengan
sekitar 700 pasang mata menyorot. Saya perhatikan beberapa
teman sintua memandang saya kasihan karena mereka tahu waktu
persiapan saya kurang memadai. Namun tidak ada jalan mundur,
yang tersedia hanya jalan maju. Kami berdoa di ruang majelis dan
setelah itu beberapa sintua menyalami saya untuk maju. Saya masih
ingat doa pembukaan yang saya panjatkan sebelum khotbah, saya
minta agar Tuhan menolong saya agar terhindar dari kesalahan dan
saya percaya Tuhan mengabulkan doa saya.
Kebetulan beberapa hari lalu saya mengikuti program KNPI di
Gedung wanita Kuningan yang diisi oleh penceramah yang adalah
teman saya, DR. Mely Tan dari Universitas Indonesia, tentang
peranan wanita dan Modernisasi menuju akhir abad XX. Mely
Tan memaparkan antara lain pentingnya kesadaran agar wanita
bukan hanya secara tradisi melahirkan, akan tetapi harus dibarengi
tanggung jawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anak
sebagai seorang Ibu -- sebagai orangtua. Dalam konteks itu menurut
Mely Tan belum tentu semua wanita mampu bertanggung jawab
sebagai Ibu, sebagai orang tua dengan kesadaran, wanita seperti
itulah yang diharapkan bangsa kita untuk tumbuh dan berkembang,
tegasnya.
Pikiran dan uraian Mely Tan itu saya pinjam sebagai pengantar
khotbah dan berusaha menganalogikan wanita maju itu dengan
wanita yang dimaksud dalam teks alkitab tentang wanita dari 1
Petrus 3:3-4: "Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan
mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan
mengenakan pakaian yang indah indah, tetapi perhiasanmu ialah
manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak
binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yaitu
sangat berharga di mata Allah."
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Teks ini hendak menyarankan secara khusus kepada wanita
Kristen bahwa perhiasannya ialah manusia batiniah dan Allah
menyatakan bahwa kecantikan yang sejati adalah sifat, bukan
perhiasan, cukup relevan dengan keadaan zaman ini ketika banyak
perilaku berpusat pada perhiasan dan kebersolekan sehingga tanpa
sadar mengorbankan kesiapan rohani dan batin dalam bersekutu
dengan Tuhan. Maka teks firman hari ini meminta kita membangun
manusia batiniah/rohaniah dengan perhiasan yang tidak binasa.
Mungkin tidak semua jemaat puas mendengar khotbah dari
orang yang bukan pendeta ini, tetapi sebagai majelis saya sudah
menyelesaikan kebaktian dalam keyakinan penyertaan Allah dengan
memohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan. Usai
kebaktian, seorang sintua yang telah pensiun, St. L.T.H Tobing
datang menyalam saya, sambil bergurau dia katakan “Saya ucapkan
selamat atas persiapan 15 menit itu,”katanya bermakna pujian. Istri
392 saya, Martha pada saat yang sama juga datang ke ruang majelis
dengan wajah berseri-seri, turut gembira dia mencium saya dengan
gaya yang tidak biasa. Nampaknya peristiwa menggantikan tugas
pendeta yang berhalangan ini menjadi pelajaran bagi kami para
anggota majelis untuk siap setiap saat.
Tidak terlalu lama berselang dan seolah mendapat cobaan baru
atas jabatan Guru Huria, seorang kenalan pensiunan perwira Polisi,
Pak Hutahuruk, meninggal dunia di daerah Palmerah, Jakarta Barat.
Almarhum adalah adik ipar dari Ir Gustav Panjaitan, sahabat saya
di HKBP Sudirman di Wijk Bendungan Hilir. Soal keagamaan,
Pak Hutahuruk itu memang kurang jelas, tetapi pergaulannya
cukup luas. Di tengah tamu yang datang melayat dan persiapan
untuk membawa jenazah ke kampung halaman, mendadak Gustav
meminta saya memberikan semacam renungan singkat. Setelah
merenung sebentar, saya ingat saat itu kehidupan Kristiani masih
dalam suasana Hari Kenaikan Tuhan Yesus Ke Sorga. Hadirin yang
mayoritas anggota jemaat HKBP bernyanyi tanpa teks lagu Yesus
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 393
Ngolu ni Tondingku (buku Ende no 227:1,2) yang liriknya sebagai
berikut:
Yesus Ngolu ni Tondingku Ho do haporusanki
Gok di ho na ma diringku, ro di na sa langkangki
Lam tangkasma patuduhon to au on pangkomhop MI
Ha sa hi huhalugunhon, hot ma au di lambung MI
Setelah itu saya menguraikan sedikit tentang Yohanes 14,
ketika Yesus berkata bahwa Ia pergi untuk menyediakan tempat
bagi kita dan seterusnya, kemudian hadirin saya ajak bersama-
sama mengucapkan Doa Bapa Kami, dan saya menutupnya dengan
mengucapkan berkat. Sebagai pihak boru, Ir Gustav Panjaitan
mengucapkan syukur dan terima kasih. Bagi saya selesailah sudah
waktu yang mencekam itu dan saya memetik pelajaran kalau saya
harus selalu siap dalam setiap panggilan tugas pelayanan, tidak boleh
mundur dalam penyampaian firman Tuhan.
Di antara anggota Majelis dan aktivis HKBP Sudirman, saya
mendorong agar diadakan pengembangan organisasi dan beberapa
fungsi manajemen yang kebetulan sedikit banyak masih segar
dalam ingatan saya sebagai alumni LPPM Jakarta. Ada pemahaman
bersama bahwa jemaat HKBP Sudirman Jakarta ditempatkan
Tuhan sebagai jemaat missioner di kawasan ini sehingga majelis perlu
menggerakkan seluruh jemaat untuk tugas panggilan itu dan oleh
sebab itu semua anggota majelis dan aktivis harus berpartisipasi dan
memegang tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan tujuan
bersama itu.
Saya dan teman-teman membangun dan mendorong partisipasi
bersama itu secara demokratis dengan aksi-aksi yang didasarkan
pada putusan rapat majelis yang diambil dalam rapat sebelumnya.
Setiap anggota majelis ditetapkan tugas dan tanggung jawabnya
secara tertulis pada berbagai bidang yang dibentuk rapat majelis
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
dengan penempatan Pendeta dan Guru Huria sebagai Penasehat/
Pengarah/Penanggung Jawab.
Kami tetapkan bersama kalau sermon dijalankan setiap Rabu
mulai pukul 18.00 WIB disambung Rapat Majelis untuk membahas
berbagai isu dan program. Untuk maksud itu, pukul 15.00 sudah
tersedia snack untuk mendorong kebiasaan lobby sebelum rapat,
sedikit banyak saya menularkan beberapa hal yang saya alami di
organisasi masyarakat. Dengan metode ini ternyata jarang sekali
seorang sintua absen, karena kalau tidak datang sekali atau dua kali
pasti dia ketinggalan berita. Dinamika rapat-rapat majelis dijaga dan
sampai batas-batas tertentu diintervensi pendeta dengan alasan yang
mendidik dan kebetulan kedua pendeta kami ahli dalam bidang itu
khususnya Pendeta Dr. M.O. Tampubolon.
Tugas yang saya rasa sedikit berat mungkin membawakan
394 renungan-renungan, apakah itu di kumpulan keluarga, wijk, acara
syukuran kegembiraan maupun dukacita, dan sebagainya. Namun
kita sudah menyepakati bersama kalau kita berjalan dengan prinsip
“Tidak ada jalan mundur, yang tersedia hanya jalan maju”, jadi
setiap sintua harus bersedia kapan pun dibutuhkan. Suatu tugas
yang berat tetapi amat rohani dan alkitabiah. Dan untuk maksud
itu, dengan pimpinan kedua pendeta, setiap hari Rabu setiap sintua
bergiliran membawakan renungan berdasarkan Epistel untuk hari
Minggu depan.
Terjadilah proses pembelajaran alkitab dan latihan penyajian
yang efektif. Saya pun harus belajar untuk memimpin acara
martumpol (pranikah/pertunangan) yang secara sistematis
menanyakan kesiapan serta janji calon pengantin di hadapan jemaat
yang mengikuti kebaktian tersebut.
Dalam rangka memperluas wawasan, visi, teologis dan oikumenis
secara periodik, para anggota majelis diberikan penyegaran dari
tokoh-tokoh teologis dari STT Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia,
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta
Pendeta M.O. Tampubolon dan Pendeta Pendeta S.T.P. Siahaan, STh, MBA,
Praeses Dist. VIII Jawa-Kalimantan mengumumkan pelepasan tugas saya sebagai
Wakil Guru Huria HKBP Sudirman di hadapan jemaat dalam kebaktian Minggu,
25 Juli 2004.
395
Martha mendampingi saya saat kebaktian akhir jabatan sebagai Wakil Guru Huria
HKBP Sudirman
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Di usia 65 tahun (pada 14
Juli 2004), saya mengakhiri
tugas sebagai Wakil Guru
Huria HKBP Sudirman.
Pelepasan ini dilaksanakan
dalam Kebaktian Minggu
396 pada 25 Juli 2004.
Melayani sebagai petugas kolekte pada kebaktian perayaan Hari Ulang Tahun
Gereja HKBP Sudirman.
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta
Bersama para Ina (kaum ibu), panitia perayaan Hari Ulang Tahun HKBP
Sudirman.,
397
Merayakan Ulang Tahun ke-62 bersama teman-teman Majelis HKBP Sudirman,
Jakarta
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
dari gereja tetangga ataupun internal HKBP Distrik Jakarta – Jawa
dan Kalimantan. Acara seperti ini lebih intensif diselenggarakan bagi
calon-calon sintua sebelum menerima pelantikan. Saya terbantu
mendatangkan tokoh-tokoh teologi itu karena lembaga-lembaga
tersebut mengenal saya sebagai aktivis Gereja dan PGI serta aktivis
pemuda mahasiswa. Terkadang muncul juga masalah keuangan,
tetapi di HKBP Sudirman, kami mengembangkan prinsip pengajuan
anggaran yang perlu dan baik. Hal-hal yang menyangkut keuangan
yang besar haruslah diajukan dalam bentuk proposal dan proposal
tersebut akan dibahas secara demokratis sebelum disahkan.
Dengan basis kerohanian yang mengandung narasi bahwa uang
gereja ada di tangan jemaat dan bukan di dalam lemari Majelis,
prinsip ini berlanjut dengan baik. Majelis membuktikan bahwa
tidak ada program yang baik yang tidak berjalan karena ketiadaan
dana. Jika kita menyusun program yang baik dan yang diperlukan
398 dalam proposal, maka dana pasti tersedia. Beberapa kali hal ini telah
terbukti, salah satunya peristiwa legendaris yang beredar di kalangan
gereja HKBP Jakarta, bahwa pernah suatu saat, HKBP Sudirman
Jakarta berhasil membangun Gereja dalam "satu malam’.
Hal ini terjadi ketika HKBP Depok I, yang merupakan pagaran
HKBP Resort Sudirman, merencanakan pembangunan gereja.
Panitia pembangunan dipimpin Moxa Nadeak, seorang teman
alumni GMKI Yogya yang juga seorang wartawan Sinar Harapan.
Pada awal tahun, ia datang mengunjungi HKBP Sudirman
menjelaskan urgensi pembangunan gereja di Depok I lengkap
dengan membawa makanan besar ciri khas adat Batak dan jemaat
HKBP Sudirman disebut-sebut dengan antusiasme yang tinggi.
Tempat duduk HKBP Sudirman dipenuhi jemaat yang
menantikan kedatangan Panitia Pembangunan HKBP Depok I. Ir.
Gustav Panjaitan ketika itu adalah figur ternama di DKI Jakarta. Ia
berdiri di altar menyebutkan nama pendeta lalu nama-nama jemaat
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 399
yang duduk di bangku depan, satu per satu sampai ke belakang.
Ternyata ada jemaat yang menyanggupi untuk menyumbangkan
sejumlah bahan bangunan termasuk atap bangunan dan lantai gereja.
Acara berlangsung amat memuaskan dan panitia pembangunan
HKBP Depok sendiri mengatakan cukup dan berterimakasih.
Malam itu mereka menghitung hasil pengumpulan dana dan untuk
keperluan tukang mereka sanggupi sendiri.
Peristiwa ini kemudian menjadi cerita yang tersebar kemana-
mana, bahwa gereja HKBP Depok I selesai dibangun dalam "satu
malam". Setelah itu menyusul gereja-gereja baru yang ada di wilayah
Pondok Ungu, Depok dan Bekasi yang bergiliran datang ke HKBP
Sudirman untuk "melamar" menjadi pagaran HKBP Sudirman.
Prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang dianut HKBP
Sudirman sepanjang tahun 1970-an sampai 90-an dan beberapa
aksi yang dilaksanakan berdasar pada prinsip itu, membuat HKBP
Sudirman dikenal luas di dalam dan di luar HKBP, baik di lembaga
gereja maupun kemasyarakatan. Misalnya saja paduan suara
HKBP Sudirman “Solideo Gloria” yang dipimpin Drs. F.H. Silaen
yang mengisi acara Natal Nasional DPR-RI di Senayan, Natal &
Tahun baru GOLKAR di Gedung Tenis Indoor Senayan yang
kepanitiaannya saya ketuai. Demikian pula perayaan HUT ke-50
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), peluncuran Rencana
Sidang Raya PGI di Ambon tahun 1986 dan pelantikan Panitia
Nasional HUT ke-50 PGI tahun 2000, yang kebetulan juga saya
menjadi ketuanya.
Adakalanya saya merasa berat hati menerima undangan untuk
berbicara, khususnya pada lembaga-lembaga akademis karena adanya
tuntutan standar-standar akademis untuk satu dan lain hal. Akan
tetapi, permintaan seperti itu saya tanggapi sebagai konsekuensi
jabatan atau kegiatan yang sedang saya gumuli. Lagi pula saya tidak
mengangkat diri dalam tugas pelayanan tersebut tetapi mengangkat
nilai yang menjadi panggilan kita.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Salah satu diantaranya adalah ajakan teman untuk berbicara
di tengah mahasiswa sekolah tinggi Teologi Cipanas, Jawa Barat.
Judul ceramahnya tidak tanggung-tanggung: “Gereja dan Politik”.
Karena pimpinan STT Cipanas tersebut teman saya, maka saya bisa
memahami keperluan mahasiswinya pada masa itu yang mendekati
perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus 2011. Dengan bantuan staf
saya di Yayasan Kesehatan PGI Cikini, Mulyo Prihantono, kami
mempersiapkan bahan ceramah tersebut. Berikut ini teks ceramah
yang kami persiapkan beberapa waktu dengan ekstra hati-hati.
GEREJA DAN POLITIK
Oleh Amir L. Sirait, MBA
I. PENDAHULUAN
400 Bagi saya yang bukan teolog dan tidak
berlatarbelakang pendidikan politik, judul ini
terasa besar dan luas serta kompleks sekali. Maka
harus saya akui bahwa tulisan atau uraian ini jauh
dari memenuhi rumus-rumus tulisan akademis.
Dorongan DR. Barus dan Prof. Sularso Sopater,
D.Th, yang adalah senior saya tatkala kami
membangun pelayanan pemuda, pelajar dan
mahasiswa Kristen selama bertahun-tahun
di Yogyakarta, membuat saya memberanikan
diri untuk menyampaikan uraian ini. Saya
berusaha mempersempit pemahaman judul ini
dengan pendekatan atau penekanan akan suatu
kemungkinan bagi gereja untuk berpolitik praktis
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 401
dalam arti mempengaruhi untuk mencapai tujuan
bersama.
Khususnya di Indonesia dengan masyarakat plural/
majemuk, gereja tidak mungkin berpolitik praktis
untuk meraih suatu kekuasaan bagi kepentingannya
saja karena gereja tidak memerlukan kekuasaan
seperti itu. Diskusi seperti ini penting bagi STT
ini dalam menyongsong HUT ke-66 Proklamasi
Kemerdekaan Negara kita, dan tantangan tugas
dan tanggung jawab alumni STT ini makin berat
pada masa mendatang.
1. Umumnya diketahui bahwa kata 'politik' berasal
dari Bahasa Yunani Kuno 'polis' yang berarti 'kota'
(negara). Aristoteles (384-322 SM) merupakan
orang pertama yang memperkenalkan kata
politik itu. Pandangan Aristoteles mengatakan
bahwa hakikat kehidupan sosial sesungguhnya
merupakan politik dan interaksi satu sama lain
dari dua atau lebih orang, sudah pasti akan
melibatkan hubungan politik.
Politik yang semula diartikan mengurus kota
(negara) berkembang luas menyangkut ilmu
politik, hukum, pemerintahan seperti yang
dikembangkan Filsuf Montesquieu (1689-
1755) yang mengatakan bahwa semua fungsi
pemerintahan dapat dimasukkan ke dalam
kategori legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kini
pemahaman politik makin luas (kompleks)
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
sampai orang mengibaratkannya sebagai cuaca,
dan mengatakan “Setiap orang berbicara tentang
cuaca, tetapi tak seorang pun bisa berbuat
apapun terhadap cuaca, setiap orang tahu politik
tetapi tak seorang pun memahaminya.”
Secara umum politik dipahami sebagai seni
mengatur negara untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam pengertian ini gereja dapat
(bahkan wajib) mempengaruhi seni pengaturan
negara untuk mencapai tujuan bersama itu
atau supaya tercapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan bersama. Kadang politik
dirumuskan sebagai segala urusan dan tindakan
402 (kebijaksanaan, siasat) mengenai pemerintahaan
suatu negara. Namun apapun rumusannya,
politik selalu terkait dengan tujuan yang di dalam
hal ini adalah tujuan umum. Menurut Prof.
Miriam Budiarjo, politik selalu menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public
goal), dan bukan tujuan pribadi (private goal).
Dia mengatakan bahwa pada umumnya politik
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik (atau negara) yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu
sistem politik (atau negara) dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan
(decision making) mengenai apakah yang menjadi
tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi
Jalan Panjang Menjadi Wakil Guru Huria HKBP Sudirman Jakarta 403
antara beberapa alternatif dan penyusunan skala
prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih
itu. Untuk melaksanakan kebijaksanaan tersebut
diperlukan kekuatan (power) dan kewenangan
(authority), bila perlu untuk memaksa.
2. Gereja adalah komunitas yang didirikan oleh
Yesus Kristus dan diurapi oleh Roh Kudus
sebagai tanda terakhir kehendak Allah untuk
menyelamatkan seluruh umat manusia (lihat
kamus Teologi, terbitan Kanisius, 1996).
Komunitas itu kita artikan sebagai umat atau
persekutuan orang Kristen yang terbentuk 50
hari setelah kebangkitan Yesus Kristus pada Hari
Raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang
dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang
percaya pada Yesus Kristus.
Orang Kristen (Christians) begitu para pengikut
Kristus ini disebut untuk pertama kalinya di
Antiokia (Lih.Kis.11:26). Hal ini tentu tidak
perlu dijelaskan kepada saudara, tetapi dalam
hubungan politik ingin disampaikan tentang
orang percaya secara individual. Sebelum
peristiwa kekristenan ini, sebutlah orang percaya,
keluarga percaya ataupun bangsa terpilih pada
Kitab Perjanjian lama, yang dari sisi politik
dalam arti pengaruh cukup dikenal.
3. Akhir-akhir ini, katakanlah setelah gerakan
Reformasi yang melahirkan kebebasan yang
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
cenderung kebablasan, di kalangan umat Kristen
boleh aktif berpolitik.
Dalam waktu yang panjang pernah mayoritas
umat Kristen menganggap politik itu tabu,
kotor bahkan jahat sehingga perlu harus dijauhi.
Walaupun segera pula mencuat pertanyaan
lanjutan tentang sekotor apakah politik itu
sebagai bagian dari kehidupan masyarakat
sehingga harus dijauhi dan sebersih apakah
bidang kehidupan lainnya katakanlah bisnis dan
perdagangan dan sebagainya, sehingga boleh
digeluti.
4. Jika membaca sejarah, hubungan Gereja dan
404 Negara dari abad ke abad sedemikian kental
sampai terdapat istilah yang dikenal "Negara
Gereja" dan "Gereja Negara" mendorong
kita untuk menanggapi pertanyaan diskusi
itu sebagai pertanyaan musiman saja.
Namun begitulah nyatanya gerakan Reformasi
yang menumbangkan Orde Baru melahirkan
banyak organisasi politik atau partai, diikuti
banyak orang Kristen juga yang berpredikat
pendeta, pada hampir seluruh skala atau
tingkatan perpolitikan nasional, regional
maupun lokal. Sebelumnya agak jarang nampak
seorang teolog atau pendeta “dekat” dengan
politik (tentu dalam konteks Indonesia) atau
berbicara banyak tentang politik. Akan tetapi