Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 205
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
Setelah mendengar berbagai ceramah serta berbagai pendapat
pada diskusi yang bersifat umum, Panitia Pelaksana yang dipimpin
Mayjend. Raja Kami Sembiring Meliala mengumumkan 6
Seksi Diskusi dan mempersilakan peserta memasuki seksi yang
diminatinya.
SEKSI VI Politik dan Ketahanan Nasional memilih Ketua
Seksi Dr. Peter Sumbung, mantan Pembantu Menteri Kesehatan
yang juga senior saya di GMKI. Posisi Sekretaris Seksi jatuh kepada
saya. Seksi sepakat untuk menugaskan Raja Kami Sembiring, Peter
Sumbung dan Amir Sirait untuk bertanggungjawab atas rumusan
Hasil Diskusi Seksi VI yang akan dipaparkan pada Pleno KGM dan
hanya tersedia waktu semalam.
Lucunya, pada sore hari menjelang malam perumusan Akhir
Sidang Seksi, Peter Sumbung ke Jakarta dan baru nongol esok
harinya, setelah selesai perumusan. Sedangkan Raja Kami harus
keliling seluruh Seksi sebagai penanggung jawab keseluruhan. Dalam
waktu yang sempit saya terlebih dahulu menyepakati sistematika
dan gaya laporan seksi yang pada dasarnya berupa “pointers” bergaya
statement dengan mengangkat poin-poin penting dari ceramah
-ceramah yang telah tersusun lengkap di tangan saya. Saya teringat
wajah Raja Kami berbinar-binar setelah membaca sketsa yang saya
susun.
Di benak saya ada dua hal penting yang menggoda, pertama
agar rumusan ini memadai di hadapan bos saya, Pak Simatupang.
Kedua, saya ingin memupuk persahabatan dengan Raja Kami
Sembiring yang nampaknya kurang yakin akan kemampuan kami
menyajikan rumusan.
Beberapa makalah disampaikan pada konferensi itu, namun
harus diakui makalah Pak T.B. Simatupang yang dominan. Setelah
mendengar dan membahas makalah-makalah tersebut khususnya
makalah Pak Simatupang, tibalah pada suatu rumusan panjang yang
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
dirumuskan seksi 6 Konferensi Gereja Masyarakat tersebut.
Pada waktu yang cukup sempit, saya yang saat itu menjadi
sekertaris seksi 6, menyusun rumusan tersebut. Beberapa poin
penting dari rumusan ini, melalui berbagai pihak, tercantum dalam
GBHN hasil Sidang Umum MPR-RI 1993.
Rumusan tersebut dalam garis besar adalah sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
1. Pembangunan kita artikan sebagai suatu proses upaya bangsa
untuk mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam
Pembukaan UUD1945. Tujuan nasional itu adalah melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
206 melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2. Dalam proses upaya dimaksud berbagai segi kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara harus dibangun agar bertumbuh
dan berkembang, termasuk segi politik dan ketahanan nasional.
Pembangunan politik berarti pembangunan dan pengembangan
kondisi kehidupan politik. Bangsa berlandaskan Demokrasi
Pancasila yaitu demokrasi yang makin mampu memelihara
stabilitas nasional yang makin dinamis, mengembangkan
kesadaran akan tanggungjawab politik setiap warganegara,
makin mampu menyalurkan serta mengupayakan aspirasi
masyarakat luas bagi perwujudan demokrasi ekonomi dan
demokrasi sosial budaya secara mendasar serta bergairahnya
rakyat dalam proses politik dalam demokrasi politik.
Pembangunan ketahanan nasional berarti penumbuhan dan
pengembangan kondisi dinamik bangsa agar makin ulet dan
tangguh menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 207
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
mencapai tujuannya. Ketangguhan itu meliputi keseluruhan
segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
baik segi idiologis, politik, ekonomi, sosial budaya maupun
pertahanan keamanan. Setiap segi yang menyangkut pembahasan
pembanguan politik, menyangkut pembahasan pembangunan
Ketahanan Nasional. Itulah pula maksudnya dikatakan bahwa
Ketahanan Nasional yang tangguh akan menopang suksesnya
Pembangunan Nasional dan Pembangunan Nasional yang sukses
akan lebih mempertangguh Ketahanan Nasional. Oleh sebab itu,
KGM VI mencatat, bagian bagian judul ini saling terkait satu
sama lain (built in).
3. Bangsa kita sedang bersiap-siap memasuki era Pembangunan
Jangka Panjang 25 tahun Kedua (PJPT II) yang akan berlangsung
pada akhir abad XX dan permulaan abad XXI yang akan datang.
Dalam hubungan ini KGM VI berpendapat bahwa kondisi
kehidupan politik dan ketahanan nasional yang bertumbuh dan
berkembang amat penting dan sangat diperlukan bahkan menjadi
prasyarat suksesnya upaya bangsa kita dalam PJPTII dimaksud.
Oleh sebab itu pembangunan segi politik dan ketahanan nasional
memerlukan perhatian utama dan harus menjadi bagian penting
dalam proses pembangunan Bangsa Indonesia.
4. Banyak kemajuan yang telah kita capai pada PJPT I yang
akan segera berakhir termasuk kemajuan dalam segi politik
dan ketahanan nasional. Kemajuan itu antara lain berupa
perkembangan pembangunan segi politik kita yang bergerak
dengan bergairah dan segar sehingga mengantarkan bangsa ini
pada taraf kemajuannya sampai hari ini.
5. Pada PJPT II nanti Pembangunan Nasional kita akan memasuki
tinggal landas pada akhir abad XX dan permulaan abd XXI
yang akan datang. Pertanyaannya adalah apakah bangsa kita
akan berhasil memasuki tinggal landas tersebut, menjadi negara
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
industri yang maju dan modern berdasarkan Pancasila? Pertanyaan
itu perlu diresapi dengan belajar dari sejarah yang menunjukkan
kepada kita bahwa lebih banyak negara yang gagal memasuki
pembangunan era tinggal landas daripada yang berhasil. Jawaban
kita ialah bahwa kita telah bertekad untuk berhasil.
Presiden Suharto pernah berkata: ”Ibarat perjalanan panjang,
saya telah memimpin bangsa ini mendaki gunung-gunung dan
menuruni lembah-lembah dan mengarungi lautan-lautan, kadang-
kadang cuacanya cerah, tidak jarang badai menerpa.”
KGM VI menyadari ungkapan itu karena akibat-akibat yang
timbul dari perubahan negara agraris menjadi negara industri,
pengaruh globalisasi dunia serta persoalan-persoalan yang belum
teratasi selama PJPT I, seperti kesenjangan antara kaya dan miskin,
belum berfungsinya lembaga-lembaga negara secara penuh, birokrasi
208 yang belum efisien, masih terpusatnya pengambilan keputusan dalam
soal Pusat dan Daerah, nilai-nilai kemanusiaan, dan tersumbatnya
saluran aspirasi masyarakat. Bisa saja masyarakat kita harus mendaki
gunung-gunung yang lebih terjal dan lembah-lembah yang lebih
curam seta lautan yang yang bergelombang lebih besar dan keras.
Dengan kata lain, penumbuhan dan pengembaangan politik dan
ketahanan nasional yang bagaimanakah yang memungkinkan kita
meraih sukses dengan prestasi tinggi pada PJPT II nanti?
Dalam hubungan itulah KGM VI memberi perhatian khusus
pada beberapa elemen-elemen pokok dari politik dan ketahanan
nasional yakni Persatuan dan Kesatuan, Kelestarian Pancasila, serta
Demokrasi Pancasila baik yang menyangkut demokrasi ekonomi,
demokrasi sosial budaya maupun demokrasi politik, serta perlunya
gereja dan segenap warganya berjalan lebih keras menjalankan
partisipasinya.
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 209
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
II. PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
KGM VI mengungkapkan kesan bahwa sadar atau tidak sadar,
kita sedang menghadapi persoalan kecenderungan berkembangnya
kembali primordialisme baik yang bersifat etnis, kedaerahan, bahkan
primordialisme keagamaan yang kalau terus berkembang pasti akan
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita.
Sementara itu ada persoalan yang berkaitan dengan
berkembangnya dualisme, seperti antara strata masyarakat
golongan kecil yang kaya dan makin kaya raya dan golongan besar
masyarakat yang tetap miskin bahkan ada yang makin miskin.
Dualisme antar wilayah seperti soal wilayah Barat Indonesia yang
sedang dibangun dengan wilayah Timur Indonesia yang belum
tersentuh pembangunan, wilayah Pulau Jawa yang sudah berat
pembangunannya dan luar Pulau Jawa yang masih sedikit. Dualisme
antar sektor seperti industri dan pertanian, serta dualisme antar
kota dan desa, dan sebagainya, cenderung mengerosi semangat dan
esensi persatuan dan kesatuan bangsa kita yang sebenarnya yakni
kekeluargaan.
Apabila masalah-masalah tersebut tidak kita atasi secara dini
maka bukan mustahil akan mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa kita. Terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa kita
bukan saja mengancam berhasilnya kita dalam PJPT II yang sudah
menjadi tekad kita, akan tetapi dapat pula mengancam hasil-hasil
pembangunan PJPT I dan sebelumnya yang dengan susah payah
dan yang telah kita bayar dengan harga mahal, bahkan sangat mahal.
Dalam perjuangan nasional kita, Persatuan dan Kesatuan bangsa
adalah modal yang paling berharga dan menjadi kunci kemenangan
perjuangan. Sejarah telah mencatat keberhasilan perjuangan nasional
kita manakala persatuan dan kesatuan nasional kita terbentuk dan
kokoh, tetapi juga mencatat kegagalan dan keterlambatan manakala
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
persatuan dan kesatuan itu belum terbentuk dan pada waktu
mengalami kegoncangan.
”Tergambar di mukaku perjuanganku yang lebih dari 25 tahun
lamanya, dengan melalui bui dan pembuangan untuk mencapai
Indonesia Merdeka yang baru saja dibentuk, akan pecah kembali
dan mungkin terjajah lagi karena suatu hal yang sebenarnya dapat
diatasi”, kata Proklamator/Wakil Presiden RI Pertama Moh.Hatta
(Moh.Hatta, Memoir, Jakarta 1979, hal.159).
Dalam hubungan itu, kita catat pepatah nenek moyang kita
yang mengatakan: ”Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”, telah
terbukti kebenarannya baik dalam proses panjang perjuangan
bangsa kita selama merebut kemerdekaan maupun dalam proses
panjang dalam mempertahankan kemerdekaan serta dalam mengisi
kemerdekaan tersebut.
210 Oleh sebab itu menurut KGM VI, tugas utama pembangunan
politik dan ketahanan nasional bangsa haruslah menjaga dan
mengembangkan persatuan dan kesatuan nasional kita tanpa
mengabaikan kebhinnekaan yang merupakan aset nasional, dengan
semaksimal mungkin mewujudkan esensinya yang paling pokok
yakni kekeluargaan dan semaksimal mungkin makin menampilkan
pokok pikiran tentang Negara Persatuan yang meliputi segenap
Bangsa Indonesia; melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia; mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia; mengatasi segala paham golongan dan
paham perseorangan.
KGM VI menyadari bahwa usaha-usaha untuk memelihara
dan memperkokoh persatuan dan kesatuan itu sesungguhnya telah
berkembang walaupun masih secara formal seperti digariskan berupa
petunjuk-petunjuk yang jelas dan nyata pada Ketetapan MPR-RI
No.II /MPR/1978 (Eka Prasaetia Pancakarasa) dalam usaha kita
mengamalkan Pancasila khususnya Sila Persatuan, yakni;
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 211
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
• Menempatkan persatuan dan kesatuan, dan kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
• Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
• Cinta Tanah Air dan Bangsa
• Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
• Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa
yang Bhinneka Tunggal Ika.
Kelima butir tersebut menurut KGM VI harus makin nyata dan
dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
kita bukan hanya sebagai rumusan formal demi kokohnya persatuan
dan kesatuan bangsa. Usaha mewujudnyatakan itu haruslah
dilakukan secara sungguh-sungguh dan terus menerus oleh setiap
warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga negara
dan setiap lembaga masyarakat. Jika demikian halnya, niscaya
perilaku yang menjurus ke primordialisme keagamaan, kesukuan,
kedaerahan dan sebagainya akan semakin lenyap dan sekaligus akan
memperkokoh Ketahanan Nasional.
“Kaum muda harus mencegah primordialisme dan Sektarianisme
yang dapat menyebabkan Bangsa Indonesia kembali terkotak-
kotak. Primordialisme dan Sektarianisme terbukti melemahkan
dan membatasi wawasan kebangsaan yang telah diperjuangkan dan
diwujudkan dengan susah payah oleh angkataan terdahulu,”kata
Gus Dur (Ketua PB NU kepada DPP KNPI, Media Indonesia 23
Juli 1993).
Sesungguhnya sentimen primordial, baik primordialisme yang
bersifat etnis dan kedaerahan maupun primordialisme keagamaan
telah berakhir dalam perjuangan mencapai kemerdekaan dengan
tonggak sejarah persatuan dan kesatuan bangsa ketika kita bersumpah
pada 28 Oktober 1928 yang diperkukuh pada 17 Agustus 1945 dan
dipatrikan lagi pada 18 Augustus 1945 (dalam UUD 1945). Hanya
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
kemunafikan dan kepicikan serta kekerdilan kenegarawanan yang
akan menghembuskan sentimen primordialisme kembali.
Menurut KGM VI, arti persatuan dan kesatuan pada perjuangan
kemerdekaan adalah bahwa seluruh kekuatan di dalam masyarakat
bersatu pada perjuangan dalam semangat kebangsaan yang menyala
nyala mengusir kekuatan imperialisme dan kolonialisme untuk
mengemban amanat penderitaan rakyat. Itu berarti bahwa perjuangan
Bangsa Indonesia tidak dimenangkan oleh sekelompok/segolongan
tertentu saja melainkan oleh seluruh kekuatan masyarakat kita dari
berbagai suku, agama, dan beberapa suku yang menjadi keluarga
besar Bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu kemenangan mencapai Indonesia Merdeka dan
berdaulat dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, haruslah berarti dan
nyata bahwa kemenangan itu mengabdi kepada kepentingan seluruh
212 masyarakat, kemenangan yang menyerukan Amanat Penderitaan
Rakyat. Kemenangan itu harus menciptakan kemakmuran seluruh
masyarakat, bukan kemakmuran orang per orang.
Dengan jiwa dan semangat itulah kita melihat arti Kebangkitan
Nasional Kedua dalam Pembangunan Naasional sebagai Pengamalan
Pancasila pada PJPT II yang pada satu sisi harus berarti meletakkan
kembali rakyat dan kepentingan rakyat serta aspirasi rakyat sebagai
tumpuan (pimpinan) seluruh keprihatinan, orientasi dan tindakan
kita dan pada sisi lain untuk mencapai tingkat kemajuan dan
kesederajadan dunia (yang juga menjadi bagian tuntutan dari
Amanat Penderitaan Rakyat) dimana segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia makin terlindungi, dimana kesejahteraan
umum makin maju, kehidupan bangsa makin cerdas berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial makin nyata
dan terasa dan dimana bangsa kita makin setara dan makin sederajad
dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
Apabila sejarah perjuangan bangsa kita telah menunjukkan
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 213
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
bahwa kunci keberhasilan dan ketidakberhasilan adalah sejauh
mana persatuan dan kesatuan bangsa berkembang dimana
terpelihara unsur-unsur perasaan senasib dan sepenanggungan dan
bersatupadunya seluruh kekuatan masyarakat dengan semangat
yang menyala nyala , maka dalam memasuki era perjuangan baru
dalam PJPT II yang akan datang persatuan dan kesatuan itu harus
terpelihara dan ditingkatkan.
Menurut KGM VI hal itu berarti bahwa unsur-unsur senasib
dan sepenanggungan, kekeluargaan dan kegotongroyongan harus
terpelihara dan meningkat dan dengan motivasi yang diperbaharui
yang dinyatakan dalam wujud nyata kebersamaan dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembangunaan serta dibuktikan dalam wujud
nyata hasil pembangunan yang dinikmati seluruh masyarakat
sebagai keluarga besar Bangsa Indonesia.
Dalam hubungan itu KGM VI mengutip pikiran Proklamator
Kemerdekaan RI, Bung Karno: ”Kita hendak mendirikan suatu
negara Semua buat Semua, bukan buat satu orang atau satu
golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya,
tetapi semua buat semua.”
“Bangsa ditentukan oleh keinsyafan sebagai suatu persekutuan
yang tersusun jadi satu, yaitu suatu keinsyafan yang terkait karena
percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang bertambah
besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita,
mujur yang didapat oleh karena jasa bersama, pendeknya oleh karena
peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan
otak. Dengan kriteria ini dapat dipertahankan juga cita persatuan
Indonesia”, kata Bung Hatta pada 1 Juni 1977.
Amanat para pendiri republik ini serta suasana kebatinan
yang amat jelas dan amat teguh atas persatuan, kebersamaan dan
kekeluargaan serta sangat bijak dan melihat jauh ke depan yaitu
bahwa stabilitas dan persatuan hanya mungkin terjaga dan terpelihara
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
apabila upaya stabilitas persekutuan itu berdasar atas “persatuan dan
kesatuan seluruh rakyat Indonesia“ dan stabilitas serta persatuan
dan kesatuan itulah yang memungkinkan terselenggaranya
pembangunan.
Apabila gerakan Kebangkitan Nasional pertama telah
mempersatukan kita sebagai bangsa dengan modal persatuan
yang didasarkan pada kekeluargaan, kesetiakawanan, senasib dan
sepenanggungan karena kesan pengalaman dalam penderitaan,
kehinaan serta ketidakadilan dari kekuatan penjajah, kita berhasil
merdeka, bebas dan berdaulat, maka dengan motivasi kebangsaan
yang diperbaharui dan dengan semangat Nasionalisme Baru
(dengan redefenisi dan revitalisasi perjuangan), dalam Kebangkitan
Nasional kedua pada PJPT II, hendaknya makin memperkokoh
persatuan dan kesatuan yang menjadi modal utama kita itu, dan
dengan persatuan dan kesatuan yang makin kokoh itu kita bangkit
214 membebaskan bangsa kita dari kemiskinan dan kita muncul sebagai
bangsa yang makmur dan bermartabat tinggi, bangsa yang setara
dan sederajad dengan negara-negara industri maju lainnya di atas
dasar kekeluargaan dalam kebersamaan yang kokoh berdasarksan
Pancasila.
III. KELESTARIAN PANCASILA
KGM VI mengingatkan bahwa dalam perjuangan merebut
kemerdekaan, mempertahankan, serta mengisi kemerdekaan dengan
rangkaian Pembangunan Nasional, Pancasila telah membuktikan
peranannya yang sangat penting. Tanpa Pancasila, masyarakat kita
tidak akan pernah mencapai kekukuhannya seperti sekarang. Oleh
sebab itu memasuki PJPT II kita perlu menyadari arti penting dari
Kelestarian Pancasila karena masyarakat yang akan kita bangun dalam
PJPT II itu haruslah masyarakat Pancasila, sekalipun kita memahami
teori Pembangunan Lepas Landas dalam artinya yang umum. Itu
berarti bahwa lepas landas kita harus berdasar Pancasila dan dalam
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 215
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
kerangka Pancasila yang akan menghasilkan masyarakat Pancasila
yang maju dan modern. Tanpa kesadaran itu maka pembangunan
kita akan berjalan dan menghasilkan keadaan dan masyarakat yang
tidak sesuai lagi dengan Pancasila, tidak sesuai dengan cita-cita kita.
Maka kelestarian Pancasila itu sendiri adalah jaminan keberhasilan
kita dalam PJPT II itu, dan keberhasilan pembangunan PJPT II itu
sendiri akan melestarikan Pancasila dan Ketahanan Nasional kita.
Dalam rumusan formal tekad bangsa kita untuk melestarikan
Pancasila antara lain dapat kita lihat dengan adanya :
• Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menegaskan antara
lain bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
dan bahwa UUD 1945 harus dilaksanakan secara murni dan
konsekuen.
• Ketetapan MPR No. I/MPR /1978 tentang Peraturan Tata Tertib
MPR dalam pasal 115 berketetapan untuk mempertahankan
UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan
perubahan terhadapnya.
• Ketetapan MPR No.II /MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). P-4 itu diperlukan
karena Pancasila perlu dihayati dan diamalkan secara nyata
untuk menjaga kelestariannya demi terwujudnya cita-cita bangsa
seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Disamping
P-4 diperlukan demi kesatuan bahasa, kesatuan pandangan dan
kesatuan gerak langkah maka harus ditanyakan dulu kepada
rakyat.
• Undang-Undang No.8 tahun 1985 tentang Asas Organisasi
Politik dan Organisasi Masyarakat bahwa Pancasila adalah
satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
Akan tetapi kitapun menyadari bahwa rumusan formal itu
adalah statis, padahal pembangunan itu menuntut dinamika
dan pertumbuhan dalam arti bahwa makna kelestarian Pancasila
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
itu sendiri harus mempunyai arti memberikan sumbangan bagi
proses keberhasilan pembangunan dimaksud dan nyata dalam
pembangunan dan hasil-hasilnya, sebagai hasil operasionalisasi
idiologi Nasional dan satu-satunya itu.
Itu berarti bahwa Pancasila itu harus dipahami, dihayati dan
diamalkan dalam segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Tanpa itu maka Pancasila hanya akan merupakan
rangkaian kata-kata indah yang terlukis dalam Pembukaan UUD
1945 yang merupakan rumusan yang baku serta tidak mempunyai
arti bagi kehidupan bangsa kita dan oleh sebab itu mengancam
kelestariannnya.
Mengutip Buku Penataran P-4 (hal 9), KGM VI mengatakan,
”Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita
rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun
216 pengertiannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan
luntur. Mungkin Pancasila akan tinggal dalam buku-buku sejarah
Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan
melekat pada kita yang hidup pada masa kini, pada generasi yang
telah begitu banyak berkoban untuk menegakkan dan membela
Pancasila.
Kita mengetahui dan mengakui karena telah terbukti dalam
sejarah bahaya laten komunis yang kejam sebagai ancaman potensial
terhadap Pancasila. Demikian pula ancaman golongan ekstrim
lainnya baik kiri maupun kanan seperti liberalisme yang pada
hakekatnya, sama jahatnya dengan komunisme.
Oleh sebab itu KGM VI menggugah dan mendorong semua
pihak untuk mewaspadai semua ancaman ancaman itu. Ekses yang
dapat kita katakan dalam perwujudan paham liberalisme adalah
sikap-sikap eksklusif, sikap-sikap yang mementingkan golongan,
kedaerahan dan sebagainya yang sangat melemahkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 217
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
Akan tetapi sesungguhnya semua ancaman tersebut akan makin
tidak berdaya apabila kita konsekuen dan konsisten melaksanakan
rumusan formal yang telah ada berupa aktualisasi dan operasionalisasi
Pancasila dalam kehidupan nyata bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dalam hubungan itulah kita harus konsekuen dan konsisten
melaksanakan Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila
sebagai konsekuensi logis dari penciptaan Pancasila untuk Dasar
Negara dan sekaligus sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
yang kemudian berkembang fungsi dan peranannya sebagai idiologi
bangsa, idiologi nasional satu-satunya. Idiologi nasional yang
merupakan keseluruhan ide atau gagasan yang bersumber dan
berdasar pada prinsip-prinsip pemikiran Pancasila yang termaktub
di dalam Pembukaan UUD 1945 itu.
Pancasila yang diciptakan sebagai Dasar Negara telah dijabarkan
sebagai pedoman juridis konstitusional dalam batang tubuh UUD
1945 untuk mencapai cita-cita dan nilai-nilai yang terkandung
di dalamnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa idiologi
Pancasila (yang dibaca sebagai Pembangunan Nasional, sebagai
Pengamalan Pancasila dan sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara) terus beroperasi dan
mengarah kepada cita-cita Bangsa Indonesia yang tercantum pada
alinea kedua pembukaan UUD1945 yaitu negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; secara kosekuen dan
konsisten berusaha mencapai Tujuan Nasional sebagai penjabaran
cita-cita tadi, yakni melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, seperti tersebut dalam alinea ke IV Pembukaan
UUD 1945 dan selanjutnya secara konsekuen dan konsisten
Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila itu berusaha
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional yang adalah jabaran
Tujuan Nasional tadi yang dicantumkan dalam GBHN.
Itu berarti setiap warga negara, setiap penyelenggara negara,
setiap lembaga negara dan lembaga masyarakat harus menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila baik dalam perencanaan
maupun pelaksanaan pembangunan termasuk pengawasannya. Dan
itu berarti bahwa semua perangkat dan piranti pembangunan harus
sesuai dan berdasarkan Pancasila.
Oleh sebab itu KGM VI menghimbau dan mendorong agar
“Undang -Undang yang tidak bersumber dari Pancasila, Undang-
Undang yang tidak cocok lagi baik dari zaman kolonial, Orde Lama
maupun Orde Baru agar dihapus.” Dengan demikian pembangunan
Nasional kita benar-benar menempatkan Pancasila sebagai dasar,
tujuan dan pedomannya. Peraturan Perundang-undangan harus
218 memberi jaminan terselenggaranya maksud itu.
Pembangunan demikianlah yang akan menghasilkan
masyarakat Pancasila yang makin merasakan kehidupan
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan yang makin
berspiritual, bermoral dan beretika, makin merasakan kehidupan
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, di mana makin dirasakan
kesetiakawanan yang makin kuat dalam rangka persatuan bangsa,
kehidupan politik yang makin demokratis, makin berkehidupan
sosial yang adil dan merata dengan kemakmuran bersama. Itulah
masyarakat Pancasila hasil Pembangunan Nasional Sebagai
Pengamalan Pancasila.
Itu pula yang dimaksud dengan Pancasila yang menyentuh
kehidupan nyata, model Pembangunan Nasional Indonesia yang
mengamalkan Pancasila yang berhasil, sehingga rakyat tidak akan
berpaling pada idiologi lain, melainkan sekaligus menjadikan
Pancasila sebagai etos Pembangunan Nasional, karena terbukti
nyata membawa kemakmuran dan kesejahteraan bersama yang lebih
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 219
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
baik. Itulah jaminan akhir dan terpenting atas kelestarian Pancasila
sekaligus jaminan peningkatan ketahanan nasional di bidang idiologi
nasional dan persatuan serta kesatuan bangsa yakni hasil nyata yang
dirasakan dan dinikmati seluruh rakyat Indonesia.
IV. DEMOKRASI PANCASILA
1. KGM VI mendorong untuk menyadarkan kita dengan menunjuk
sejarah bahwa bisa saja pembangunan suatu negara berhasil
di berbagai bidang tetapi kemudian gagal total karena gagal
membangun demokrasinya. Pembangunan yang diselenggarakan
menjadi pincang karena aspirasi rakyatnya tidak tertampung dan
tidak tersalurkan. Menurut KGM VI kita harus menghindari
pembangunan seperti itu.
2. Kehidupan demokrasi pada dasarnya berkembang sendiri-sendiri
pada setiap negara, tergantung atau paralel dengan perkembangan
pembangunan negaranya. Perkembangan demokrasi di
negara-negara bekas Uni Soviet misalnya, menghasilkan
kehancuran berkeping-keping, perkembangan demokrasi di
Barat menghasilkan kehidupan yang makin individualistik
yang memungkinkan berkembangnya ketidakadilan, sedang
perkembangan Demokrasi Pancasila 25 tahun terakhir telah
menghasilkan keadaan yang stabil dinamis sehingga bangsa kita
berkesempatan melaksanakan pembangunan. Kita menyadari
bahwa Demokrasi Pancasila yang sudah dan sedang berlangsung
bukanlah suatu yang baku bahkan barangkali tidak akan pernah
baku. Oleh sebab itu Demokrasi Pancasila harus terus dibangun
dan dikembangkan sehingga kita makin berkemampuan
menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat dalam
pembangunan. Dengan memasukkan segi-segi kesinambungan,
koreksi dan pembaruan dan pembangunan Demokrasi Pancasila,
maka kemerdekaan, kedaulatan, serta keadilan sosial akan makin
nyata dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Dalam proses panjang pembangunan, setiap warga negara akan
makin menyadari hak dan kewajibannya, dan makin menghargai
nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini KGM VI berpendapat
bahwa terbentuknya Komisi HAM adalah sebuah langkah maju
Bangsa Indonesia. Pembangunan Demokrasi Pancasila yang
berkesinambungan berarti bahwa demokratisasi tidak boleh
mengorbankan eksistensi bangsa dan menghilangkan yang
telah dicapai perjuangaan bangsa dan berarti tidak melemahkan
Ketahanan Nasional di bidang politik. Orientasi Demokrasi
Pancasila harus makin merakyat, dan pembaharuan dimaksudkan
agar Demokrasi Pancasila dikembangkan secara kreatif dalam
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila agar
aspirasi rakyat tertampung dan tersalurkan secara transparan.
Maksud orientasi Demokrasi Pancasila yang makin merakyat
adalah bahwa Demokrasi Pancasila harus konsekuen dan konsisten
220 meningkat dan berkembang di atas nilai utama paradigma
Demokrasi Pancasila itu sendiri yakni rasa kebersamaan,
kekeluargaan, kegotongroyongan, atau kolektivisme yang
memungkinkan lahir dan berkembangnya Demokrasi Pancasila,
baik demokrasi Ekonomi, demokrasi Sosial Budaya maupun
Demokrasi Politik. Dengan demikian dalam perjalanan Panjang
pembangunan bangsa kita dan dengan perkembangan kehidupan
Demokrasi Pancasila, rakyat harus semakin bisa merasakan
adanya kesamarataan, kesamarasaaan, kebersamaan, dan makin
nyatanya penghargaan atas hak-hak dan kewajiban setiap warga
negara yang mengabdi kepada kepentingan umum, sehingga
pembangunan itu sendiri menjadi wujud dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat. Tidak ada anggota atau golongan yang tersisih
dan tertinggal, atau adanya kelompok yang berkelebihan namun
di lain pihak ada kelompok yang kekurangan, sehingga benar-
benar merupakan kemakmuran keluarga.
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 221
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
KGM VI menyadari bahwa untuk mewujudkan pengertian
Demokrasi Pancasila menjadi kenyataan tidak akan tercipta
dengan sendirinya, juga tidak akan terjadi otomatis kalau
sudah tercipta kemakmuran ekonomi. Kita harus secara sadar
dan bersemangat membangun Demokrasi Pancasila kita untuk
mencapai keadaan yang makin demokratis.
Kesadaran dan semangat yang dimaksud telah dipesankan para
pendahulu pendiri negara kita ini pada penjelasan UUD 1945:
”…yang sangat penting dalam pemerintahan negara adalah
semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat
para pemimpin pemerintahan.“ Hal ini juga berlaku untuk
pembangunan Demokrasi Pancasila agar makin demokratis.
Dalam hubungan semangat penyelenggara negara tersebut,
KGM VI melihat betapa besar dan pentingnya tanggung jawab
dan peran elit politik bangsa kita yang harus mempunyai visi
yang jelas dan tuntas tentang substansi demokrasi.
Memang sejak semula para pendiri negara kita telah menggariskan
demokrasi kita bukan dengan paham liberal dan bukan dengan
paham komunis, melainkan dengan paham Demokrasi Pancasila.
Akan tetapi bagaimana persisnya dan bentuk idealnya yang
makin demokratis sesuai dengan Pancasila diserahkan para
pendiri negara kepada kita untuk mengembangkannya sesuai
dengan keadaan dan tantangan yang kita hadapi.
Oleh sebab itu itu demi keberhasilan Pembangunan Nasional
sebagai Pengamalan Pancasila dalam era PJPT II yang akan
datang, kita semua khususnya penyelenggara negara, pimpinan
pemerintahan dan elit bangsa, dituntut kesadaran dan
semangatnya untuk mengembangkan kehidupan Demokrasi
Pancasila sehingga bangsa kita berkehidupan yang makin
demokratis baik dalam arti ekonomi (Demokrasi Ekonomi),
sosial budaya (Demokrasi Sosial Budaya) dan arti politik
(Demokrasi Politik).
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Elit bangsa yang dimaksud bukan saja yang berada pada
suprastruktur tetapi juga yang berada pada infrastruktur politik,
bukan saja yang ada di Pusat tetapi juga yang di daerah, bukan
saja yang ada pada lembaga pemerintahan, tetapi juga yang
berada pada lembaga masyarakat.
Dalam hubungan itu, KGM VI melihat betapa pentingnya
Dwifungsi ABRI dalam menciptakan kondisi dan iklim yang
lebih kondusif untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila yang
diharapkan makin demokratis. Demikian pula Pers Nasional,
Perguruan Tinggi dan Universitas, serta lembaga masyarakat
lainnya perlu berkontribusi mewujudkan Demokrasi Pancasila
yang makin demokratis tersebut. Pembangunan perangkat
komunikasi dalam masyarakat, dari pusat sampai seluruh
pelosok tanah air serta pembangunan yang lebih terdesentralisasi,
diharapkan akan menopang kehidupan yang lebih demokratis
222 itu. Tidak terlepas dari pembangunan Demokrasi Pancasila itu
adalah pembangunan budaya politik yang menjunjung tinggi
semangat moral serta etika politik yang bersumber pada nilai-nilai
Pancasila dan sikap kenegarawanan di dalam perilaku politik.
V. a. DEMOKRASI EKONOMI
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan nasional
Indonesia dalam PJP I adalah tingkat pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi, yaitu pada 1968-1991, rata-rata di atas 6% per tahun.
Seperti disebutkan di atas, pertumbuhan itu merupakan prestasi
yang gemilang. Akan tetapi sebagai negara berkembang dan negara
dengan populasi terbesar kelima di dunia, Indonesia menghadapi
beragam masalah ekonomi yang menantang dan harus dipecahkan
secara dini kalau kita mau berhasil untuk tinggal landas dalam PJPT
II yang akan datang.
Seperti telah disinggung di muka, masalah-masalah itu antara
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 223
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
lain adalah masalah kemiskinan, ketimpangan dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan antar kelompok masyarakat dan antar
daerah, keterbatasan kesempatan kerja dan lain sebagainya.
Kalaupun kita telah berhasil menurunkan angka penduduk
miskin, masih terdapat sekitar 27,2 juta orang yang hidup di bawah
garis kemiskinan (Penduduk Indonesia yang berpendapatan lebih
kecil atau sama dengan Rp.14,999,- per bulan atau Rp.500 per hari).
Sungguh bukan persoalan kecil. Jika kita bandingkan penduduk
Malaysia hanya 17,4 juta dan Australia 16,8 juta jiwa pada tahun
yang sama, sementara Indonesia 180 juta).
Sementara itu sekitar 117,698 juta (sekitar 66%) penduduk
Indonesia masih tergolong miskin (Susenas 1990). Sungguh kondisi
yang tidak menggembirakan bahkan meresahkan kalau dikatakan
bahwa sekitar 20% penduduk terkaya bangsa kita menikmati sekitar
40% pendapatan negeri ini dan sebaliknya sekitar 40% warga
termiskin hanya kebagian sekitar 21 % dari pendapatan tersebut.
Ketimpangan ini berpotensi untuk menjadi sumber kerawanan sosial,
politik dan idiologi, persatuan dan kesatuan bangsa dan keamanan
dan sekaligus akan dapat melemahkan Ketahanan Nasional
karena akan menjadi tempat yang subur bagi berkembangnya
primordialisme keagamaan dan kecemburuan sosial. Ketimpangan
itu terjadi baik secara struktural (antar golongan masyarakat)
maupun spasial (antar daerah). Sekarang diperkirakan hanya 20%
dari pendapatan nasional yang dinikmati 51% penduduk Indonesia
yang hidup di desa/sektor pertanian. Pengangguran terbuka di kota-
kota serta kaum urban miskin yang cenderung menumpuk dengan
kualitas tenaga kerja yang lebih kurang 77% adalah orang orang
paling tinggi diperhadapkan dengan sekelompok kecil yang tangguh.
Ketimpangan atau kesenjangan yang bersifat spasial seperti
kesenjangan fasilitas transportasi, telekomunikasi dan komunikasi
antar Indonesia bagian Timur dan bagian Indonesia lainnya adalah
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
salah satu contoh masalah kesenjangan spasial yang berat. Walaupun
di daerah yang lebih maju seperti Jawa Timur masih ada kecamatan
miskin, tetapi kecamatan miskin jauh lebih banyak di luar Jawa.
Data Bappenas menunjukkan bahwa 34% atau 136 dari total 3.625
kecamatan di Indonesia dalam Peta Bappenas itu tergolong miskin.
Kalau dilihat jumlah kecamatan miskin di beberapa tempat,
akan makin terlihat ketimpangan antar daerah itu. Kecamatan
miskin di Aceh, Sulawesi Tengah dan Timor Timur misalnya, masing
masing menunjukkan 49%, 44% dan 74%. Semakin nampaknya
kecenderungaan monopoli dan oligopoli dari kelompok ekonomi
kuat bukan saja akan mematikan daya saing masyarakat kecil tetapi
juga akan dapat menimbulkan keresahan sosial pada tingkat yang
lebih luas. Masalah ini sudah barang tentu akan sangat meresahkan.
Adanya pertumbuhan ekonomi yang baik pada satu pihak dan
224 berkembangnya masalah pada pihak lainnya sesungguhnya telah
memberikan gambaran kepada kita bahwa perkembangan ekonomi
kita belum bertumbuh dalam tatanan sistem dan struktur ekonomi
yang secara fundamental kuat. Tatanan yang dimaksud adalah sistem
dan struktur ekonomi yang disusun dan dikelola berdasarkan dan
sesuai dengan Pancasila dan UUD1945. Apabila prinsip ini yang
terjadi maka landasan hukum dari sistem ekonomi Indonesia adalah
Pasal 33 UUD1945 dan didukung pasal-pasal 23, 27 ayat 2, 34 serta
penjelasan Pasal (2) UUD 1945.
Melihat perkembangan ekonomi kita seperti diuraikan
diatas, maka KGM VI berpendapat bahwa untuk mewujudkan
Demokrasi Ekonomi perlu langkah terobosan berupa perubahan
yang fundamental pada sistem dan struktur ekonomi Indonesia.
Perubahan itu paling tidak secara bertahap berusaha mengakhiri
sistim ekonomi kita yang dualistis, yaitu ketetapan berlakunya Pasal
33 UUD 1945 berhadapan dengan kenyataan legal yang masih
memperlakukan KUHD sebagai produk kolonial.
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 225
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
Sistem ekonomi dalam KUHD mengandung sistem perseorangan
(individualisme) sedang pasal 33 UUD 1945 mengandung
asas kebersamaan dan kekeluargaan yang sangat bertentangan
dengan asas perseorangan /individualisme tersebut. Hakekat asas
individualisme itu adalah liberalisme yang dalam perkembangannya
melahirkan kapitalisme dan bertentangan dengan Demokrasi
Ekonomi (Pancasila). Oleh sebab itu perlu dibuat penjabaran yang
jelas dan pasti atas Pasal 33 UUD1945 serta penjelasan tentang arti
dan makna asas kekeluargaan agar tidak menimbulkan kerancuan
dalam pelaksanaan di lapangan.
KGM VI berpendapat bahwa perkembangan masyarakat yang
semakin maju dan profesional tidak dapat disandarkan hanya
pada suatu sistem perekonomian yang berasas kekeluargaan dalam
sifat-sifat “tradisional agraris“, melainkan suatu asas kekeluargaan
yang lebih bermakna memberi peluang sama pada semua orang
namun memihak, melindungi dan mendorong kemajuan kelompok
ekonomi lemah. Tanpa pembenahan yang sungguh-sungguh maka
Demokrasi Ekonomi tidak akan terwujud dan kesenjangan akan
terus melebar yang pada gilirannya akan mengancam keutuhan
bangsa.
PASAL 33 UUD 1945 berbunyi:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Pasal 33 UUD 1945 ini konsisten dengan sistem pemerintahan
negara yang menganut cara pandang integralistik dan merupakan
manifestasi cara pandang integralistik dalam Demokrasi Pancasila,
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
termasuk demokrasi ekonomi. Ini berarti bahwa dalam kehidupan
ekonomi nasional, paradigma integralistik Indonesia harus lebih
terwujud nyata. Itu berarti pula bahwa asas kebersamaan dan asas
kekeluargaan harus dimasukkan secara integrative ke dalam semua
bentuk perusahaan ekonomi. Dan oleh sebab itu perekonomian
sesuai dengan Pasal 33 (termasuk koperasi) harus disusun sesuai
dengan pemahaman itu.
Dalam konteks itu, KGM VI berpendapat bahwa tekad kita
untuk menegaskan dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen termasuk pelaksanaaan Pasal 33 UUD
1945 ini, menuntut kita dalam memasuki PJPT II nanti untuk segera
melakukan restrukturisasi dan reformasi ekonomi nasional sehingga
perwujudan keadilan dan pemerataan ekonomi dapat diharapkan.
Hal itu berarti harus “mem-pasal 33-kan” semua peraturan
226 perekonomian dan bentuk-bentuk usaha ekonomi yang ada, baik
yang berasal dari produk kolonial, produk Orde Lama maupun
produk Orde Baru yang tidak sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945
itu. Dengan demikian pembangunan demokrasi ekonomi kita
berkelanjutan dan meningkat dengan memasukkan unsur-unsur
koreksi dan pembaharuan yang akan menghasilkan keadaan
ekonomi nasional kita yang makin demokratis dan menggambarkan
kedaulatan ekonomi yang makin berada di tangan rakyat banyak
dan hasilnya pun dinikmati secara merata oleh rakyat banyak.
Dengan sistim dan struktur ekonomi baru tersebut harus
terjamin suasana yang memungkinkan seluruh rakyat dapat
mencari hasil yang layak melalui pekerjaan yang baik; tidak boleh
ada golongan yang tertinggal dalam masyarakat dan tidak boleh ada
golongan yang menguasai sebagian besar sumber kekayaan negara.
Untuk itu perlu ditegakkan hukum dan undang-undang yang
menguntungkan semua pihak, semua rakyat, tidak menguntungkan
segolongan saja, serta meningkatkan pendidikan rakyat banyak
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 227
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
agar dapat meningkatkan bakat-bakatnya dan budaya ekonominya.
Harus dibangun kesadaran sosial dalam diri sendiri dan dengan
demikian berani memperjuangkan kesejahteraan bersama dan
melaksanakan kewajibannya sebaik mungkin sebagai warga negara
yang bertanggungjawab.
Hal ini berarti pembangunan demokrasi ekonomi untuk
kehidupan “ekonomi baru” dalam PJPT II yang akan datang
bukan hanya menegakkan dan menegaskan referensi dasar tetapi
juga menuntut jaminan hukum dengan seperangkat undang-
undang sebagai sarana restrukturisasi dan reformasi ekonomi yang
makin sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 serta menuntut
pembangunan perangkat sosial budaya dan kelembagaan yang
meliputi tuntutan perubahan sikap mental, orientasi dan komitmen
para pelaku ekonomi dan penyelenggara negara. Tuntutan-tuntutan
itu merupakan tantangan yang maha berat yang harus kita jawab
untuk meluruskan jalan meraih sukses dalam PJPT II nanti.
Sementara itu kita sedang menyaksikan dan mengalami apa
yang sedang berkembang sekarang sebagai konglomerasi. Hendaklah
dari awal kita sadar jangan sampai konglomerasi itu berkembang
menjadi tidak ataupun kurang sesuai dengan Demokrasi Ekonomi
Pancasila yang kita harapkan. Memasuki PJPT II kita harus tetap
“siuman” bahwa pembangunan nasional yang akan kita laksanakan
adalah Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila dalam
semua bidang termasuk bidang ekonomi yang berasaskan Demokrasi
Ekonomi Pancasila. Artinya menurut KGM VI Pembangunan
Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila dalam bidang ekonomi
yang berasaskan demokrasi ekonomi tersebut harus menghasilkan
keadaan perekonomian bangsa kita yang makin bermoral dan beretik
serta berspiritual, bukan materialisme yang mutlak (Pengamalan
Sila Pertama), perekonomian kita yang tidak mengenal pemerasan/
exploitasi manusia (Pengamalan Sila Kedua, perekonomian kita akan
berwajah dan berisi kebersamaan, kekeluargaan nasionalisme dan
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
patriotisme ekonomi (Pengamalan Sila Ketiga), Perekonomian kita
yang makin mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang
banyak (Pengamalan Sila Keempat), serta dalam perekonomian kita
itu terdapat persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama bukan
kemakmuran orang seorang (Pengamalan Sila Kelima).
KGM VI menekankan bahwa melaksanakan tugas yang amat
berat itu tidak cukup hanya memiliki keterampilan di bidang
ekonomi tapi jauh lebih mendasar, harus memiliki semangat dan
kesadaran kebangsaan dan kenegaraan yang tinggi, semangat yang
dipesankan para pendiri negara ini yang khususnya dialamatkan
kepada para penyelenggara negara kepada pemimpin pemerintahan.
V. b. DEMOKRASI SOSIAL BUDAYA
1. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama yang beriman
228 dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tingkah
lakunya diwarnai oleh keimanan dan ketakwaannya itu juga
dalam partisipasinya dalam pembangunan nasional. Oleh sebab
itu kepada setiap penduduk harus tersedia kebebasan memeluk
agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaan yang
diyakininya dan dalam hubungan itu harus dibangun suasana
yang menunjang kerukunan, ketenangan dan ketentraman
dalam menjalankan kehidupan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi semua umat beragama dan
berkepercayaan kepada Tuhan Yanag Maha Esa di manapun dia
berada dan agama apapun yang dianut dalam bumi Pancasila kita.
Dalam keadaan demikian KGM VI meyakini akan lahirnya
manusia Indonesia yang bermoral, beretik, berspiritual yang
tinggi sebagai bagian dari masyarakat Pancasila dan yang sangat
diperlukan pembangunan bangsa.
2. Hendaknya seluruh masyarakat memiliki kesempatan yang sama
untuk mengikuti pendidikan dan mengembangkan kegiatan
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 229
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
kebudayaan yang mengarah pada perwujudan kemajuan
peradaban, kecerdasan, penguasaan pengetahuan, ilmu dan
teknologi termasuk bahasa dan seni, baik bahasa dan seni daerah
maupun bahasa nasional.
KGM VI berpendapat bahwa pembangunan demokrasi sosial
budaya harus meliputi pembangunan iklim yang sehat sehingga
seluruh masyarakat berkesempatan berkreasi dan berprakarsa serta
memungkinkan berkembangnya budaya politik yang demokratis,
berbudaya nasional yang menghargai kualitas dan prestasi
sehingga tercipta masyarakat Pancasila yang modern, professional,
masyarakat yang berbudaya prestasi berdasarkan Pancasila.
Seluruh kebudayaan daerah adalah kekayaan kebudayaan nasional
kita oleh sebaab itu tanpa kecuali seluruh kebudayaan daerah
yang mendukung kebudayaan Pancasila harus dipelihara dan
diberi kesempatan yang sama untuk berkembang.Kebudayaan-
kebudayaan daerah itu adalah sumber nilai-nilai yang telah
mengkristal dalam Pancasila sehingga nilai nilai budaya yang
positip untuk pembangunan yang terkandung dalam kebudayaan
daaerah harus dilestarikan sebagaimana kita melestarikan
Pancasila.
Sebaliknya, pembudayaan Pancasila kepada seluruh masyarakat
harus merata di semua daerah sehingga akan mempercepat
terciptanya perilaku Pancasila oleh semua rakyat Indonesia
dimanapun berada sebagai kebudayaan nasional di tengah-tengah
kebudayaan bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika.
Perilaku Pancasila itu antara lain akan ditunjukkan melalui
kehidupan yang menghormati Piranti kenegaraan serta kehidupan
yang demokratis, berkeadilan sosial, berperikemanusiaan yang
bersendikan rasa keadilan, berbudi pekerti luhur, kebersamaan
dan kekeluargaan serta perasaan senasib sepenanggungan dan
oleh sebab itu mampu melihat dan memperlakukan bangsanya
sebagai keluarga besar Bangsa Indonesia.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Dalam hubungan itu, negara wajib memelihara dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur dan menyediakan
kesempatan kepada setiap warganegara untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
sebagai bagian dari kesejahteraan yang meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai manusia dalam kesetaraan dan kesederajatan
dengan manusia lainnya.
Penerapan teknologi canggih harus menjadi perhatian yang
amat sungguh-sungguh sebab pada satu segi bisa membawa
kemajuan dan kemakmuran tetapi pada segi lain dapat membawa
kehancuran. Kerangka dasar dari sosial budaya kita harus dibangun
cukup kokoh untuk mendukung teknologi canggih dimaksud.
Dengan Demokrasi Sosial Budaya masyarakat diharapkan tidak
akan dikelas-kelaskan melainkan dipandang dan diperlakukan
sebagai suatu keluarga besar yang setara dan sederajat. Tidak
230 ada kelompok kuat dan lemah, terdidik dan tidak terdidik dan
sebagainya yang mengkapling-kaplingkan masyarakat.
Dalam menghadapi tantangan global dan perkembangan
internasional, aspek kebudayaan national dan setiap kebudayaan
Bangsa Indonesia sangat menentukan secara langsung gerak
dan arah kelangsungan hidup bangsa secara menyeluruh.
Oleh karena itu secara sadar dan dini kita perlu kembali
memahami diri sendiri yang dalam konteks budaya ini berarti:
Menghayati dan melihat makna dan hakekat dan kebudayaan
bangsa secara baru, tanpa kehilangan jati diri yang berkepribadian
Indonesia di tengah-tengah modernitas. Dengan pemahaman
demikian kebudayaan bangsa justru akan berkembang, mengakar
dan semakin kokoh.
Warisan luhur tradisi itu harus kita kembangkan sedemikian
rupa dapat lebih mendorong kita dalam mengamalkan semua
sila Pancasila demi bakti kepada sesama, nusa dan bangsa. Kita
tidak saja harus mampu mereinterpretasi budaya serta situasi
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 231
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
baru pada kurun waktu tertentu demi kebutuhan bangsa, tetapi
juga memberikan sumbangsih bagi keluarga bangsa-bangsa di
dunia. Perlunya perubahan pandangan, sikap dan perilaku, agar
mengacu pada pola pikir yang manusiawi, integratif dan inklusif.
V. c. DEMOKRASI POLITIK
Demokrasi Pancasila menurut rumusannya adalah demokrasi
yang universal yang disesuaikan dengan pandangan hidup dan
kepribadian Bangsa Indonesia, yaitu “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
yang dalam bermusyawarah mencapai mufakat, selalu memohon
rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan menjunjung tinggi kemanusiaan
yang adil dan beradab, memelihara dan meningkatkan persatuan
serta berjuang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.“
Demokrasi politik adalah bagian dari Demokrasi Pancasila yang
dijabarkan dalam sistem serta mekanisme politik tersebut. Dalam
memasuki PJPT II nanti, KGM VI memandang perlunya Demokrasi
Politik kita untuk makin menghargai hak-hak asasi manusia serta
makin menjamin tegaknya keadilan sosial politik. Untuk mendorong
percepatan demokrasi politik tersebut, diperlukan pembuatan dan
penyempurnaan instrumen hukum sebagai bagian dari kehidupan
kebangsaan yang beralaskan kepastian hukum. Dengan demikian
demokrasi politik harus juga mampu mewujudkan pemberlakuan
hukum yang berwibawa, adil dan mengayomi.
Dengan tekad melaksanakan demokrasi politik sebagai bagian
dari Demokrasi Pancasila, para penyelenggara negara dengan
konsekuen akan mewujudkan pula jiwa yang terkandung dalam
UUD 1945, sehingga mekanisme kepemimpinan nasional lima
tahunan dapat berjalan dengan baik melalui Pemilihan Umum yang
langsung, umum, bebas dan rahasia, merata dan adil.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Dengan Pemilihan Umum tersebut wakil-wakil rakyat dipilih
untuk duduk dalam MPR/DPR/DPRD. Seterusnya MPR memilih
Presiden dan Wakil Presiden dan menetapkan GBHN. Presiden
sebagai mandataris MPR melaksanakan GBHN/Pembangunan
Sebagai Pengamalan Pancasila untuk mencapai cita-cita dan Tujuan
Nasional.
KGM VI meyakini dengan Pemilu yang makin teratur,
makin tertib dan terbuka serta makin berkualitas akan semakin
mendewasakan sistem politik bangsa kita dan akan mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan demokrasi politik kita. Salah satu
yang selalu diharapkan dalam rangka peningkatan dan pengembangan
kehidupan Demokrasi Politik dalam Demokrasi Pancasila itu adalah
meningkatnya peranan efektif suprastruktur politik seperti fungsi
MPR,DPR,BPK, demikian pula fungsi Mahkamah Agung sebagai
pengayom peradilan terutama pengawasan terhadap pelaksanaan
232 perundang-undangan serta fungsi efektif DPA. Dalam hubungan
pengawasan ini, KGM VI menghargai sikap Presiden Soeharto yang
telah berulangkali meminta pengawasan karena menurut beliau
pengawasan itu justru akan mencegah kekeliruan yang tidak perlu.
Peranan efektif itu makin menuntut keterbukaan dan
demokratisasi. Keterbukaan dalam masalah korupsi dan
penyalahgunaan wewenang yang ditemukan BPK misalnya,
diharapkan akan mengurangi perbuatan tidak terpuji itu. Tindakan
yang lebih mengefektifkan peranan suprastruktur ini harus dapat
kita pahami sebagai amanat rakyat yang kedaulatannya didelegasikan
kepada suprastruktur itu.
Di samping suprastruktur, amanat rakyat juga disalurkan
melalui infrastruktur politik. Dalam UU No.3 tahun 1985 tentang
Partai Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi dibentuk:
• oleh anggota masyarakat warganegara RI
• atas dasar persamaan kehendak
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 233
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
• mempunyai kedudukan, fungsi, hak dan kewajiban yang sama
dan sederajat sesuai dengan UU ini
• kedaulatannya berada di tangan anggota.
Pasal 7 ayat 2 UU tersebut menegaskan salah satu kewajiban
Parpol dan Golkar adalah memelihara persatuan dan kesatuan bangsa
serta memelihara stabilitas nasional yang tertib dan dinamis sebagai
prasyarat mutlak untuk berhasilnya pelaksanaan pembangunan
bangsa di segala bidang. Kewajiban ini juga merupakan amanat
rakyat berdasarkan kedaulatan anggota. Dalam melaksanakan
kewajibannya tersebut, sangat diperlukan peningkatan kemampuan
dalam wujud kemandirian dan kebudayaan.
Dalam demokrasi politik kita, Pemilu adalah proses pemilihan
perwakilan, memilih wakil agar kedaulatan dapat didelegasikan
untuk mencapai tujuan yang dikehendaki baik berupa kepentingan
pribadi, golongan, daerah, bangsa dan negara. KGM VI menekankan
agar kita menyadari sepenuhnya bahwa Pemilu adalah bagian
penting atau salah satu mekanisme politik sehingga harus sungguh-
sungguh mencerminkan dan mewujudkan esensi kedaulatan rakyat
dalam asas perwakilan.
Agar kedaulatan rakyat yang akan diwakilkan itu dirasakan
menyentuh hati nurani rakyat, maka pemilihan perwakilan itu
harus jauh dari tekanan, manipulasi, ancaman maupun penipuan.
Oleh karena itu pemilihan harus langsung, umum, bebas dan
rahasia, merata dan adil, sehingga setiap orang, golongan, organisasi,
dan daerah, dapat diwakili. Dari rangkaian Pemilu yang telah
berlangsung, bangsa kita telah mencatat berbagai kemajuan tetapi
juga berbagai kelemahan. Oleh sebab itu dalam PJPT II nanti,
Pemilu harus menampakkan tindakan yang semakin menjamin
kualitas, menjamin hak-hak politik rakyat sebagai bagian dari Hak
Asasi Manusia yang sangat mendambakan keadilan dan kebenaran
serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang penuh
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
kebebasan dan ketenangan.
Tingkatan-tingkatan pembangunan dan kelanjutan perjuangan
bangsa serta keberhasilan pembangunan itu sendiri justru menuntut
adanya suatu sistim Pemilu yang semakin menjamin pelaksanaan
hak politik rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang berkualitas,
mampu memperjuangkan dan menyuarakan aspirasi rakyat,
mengemban tugas kedaulatan rakyat yang didelegasikan kepadanya.
Dalam rangka memilih wakil yang berkualitas, maka sistem pemilu
kita perlu dikembangkan di antara memilih partai/Golkar, memilih
orang dan atau memilih orang dan partai/Golkar sehingga sistem
tersebut harus menampilkan calon pilihan yang dikenal dan diyakini
pemilih sebagai calon berkualitas.
Untuk meningkatkan kualitas dan sistem pemilu ini, KGM VI
berpendapat agar dalam pengembangan sistem Pemilu pada PJPT II
234 nanti sebaiknya -- kecuali yang diperuntukkan bagi ABRI-- semua
anggota MPR, DPR dan DPRD dipilih melalui Pemilihan Umum.
KGM VI menggugah semua pihak bahwa sebagaimana dalam
demokrasi ekonomi dan sosial budaya, maka dalam Demokrasi
Politik memasuki PJPT II, soal kerakyatan harus makin kita pahami
dan kita hayati secara tuntas dan lugas sehingga Demokrasi Pancasila
kita benar-benara nyata sebagai demokrasi rakyat.
Dalam UUD 1945 dengan tegas dikatakan bahwa negara kita
adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Dalam hubungan itu ada
baiknya kita perhatikan ulang pikiran yang jauh sebelumnya ditulis
Moh.Hatta yang antara lain mengatakan: ”Kita harus melanjutkan
‘demokrasi asali’ menjadi Kedaulatan Rakyat supaya terdapat
peraturan pemerintahan rakyat untuk Indonesia umumnya. Pendek
kata, Daulat Tuanku tidak lagi seorang bangsawan, bukan pula
seorang sekutu, melainkan rakyat sendiri yang menjadi raja atas
dirinya. Sebab rakyat semuanya terlalu banyak dan tidak dapat
menjalankan pemerintahan, maka pemerintahan negeri diatur
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 235
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
dengan cara perwakilan, dengan perantaraan rapat-rapat dan dewan-
dewan, berjonjong-jonjong (bersusun-susun) dari bawah ke atas,
dari yang sekecil-kecilnya di desa sampai yang sebesar-besarnya,
yaitu Dewan Rakyat Indonesia, badan perwakilan rakyat Indonesia
umumnya. Demikianlah susun demokrasi Indonesia, menurut dasar
Kedaulatan Rakyat.“
Dengan pemahaman kedaulatan rakyat ini maka tingkah
laku birokrasi yang memperoleh limpahan kekuasaan formal yang
masih mengesankan feodalisme ataupun neofeodalisme dalam
bentuk kecongkakan dan sebagainya sesungguhnya tidak perlu dan
tidak boleh ada lagi. Dalam rangka kemandirian dan kebudayaan
infrastruktur politik khususnya Parpol dan Golkar, kemurnian
kedaulatan rakyat haruslah berkembang dan semakin nampak. KGM
VI menegaskan hendaknya semua pihak menyadari bahwa tuntutan
demokratisasi bukan hanya terarah kepada suprastruktur tetapi
juga kepada infrastruktur baik organisasi politik maupun organisasi
sosial kemasyarakatan, baik pada eksekutif maupun legislatif, baik
di pemerintahan umum maupun swasta, baik di Pusat maupun di
daerah-daerah karena bukan saja karena kebutuhan pembangunan
kita melainkan menyangkut jenis manusia beradab.
Sebab itu demokrasi politik sebagai bagian dari Demokrasi
Pancasila harus dimulai dan berlangsung serta membudaya dalam
tubuh infrastruktur itu sendiri sebelum dia berbicara atas hal
yang sama pada suprastruktur dan masyarakat. Pengembangan
pelaksanaan Demokrasi Pancasila pada infrastruktur haruslah dalam
rangka pemurnian kedaulatan anggota dalam rangka kedaulatan
rakyat. Di tengah-tengah iklim sehat yang perlu diciptakan
pemerintah dan masyarakat perkembangan kemandirian dan
kemantapan infrastruktur, maka infrastuktur yang menjalankan
kedaulatan anggota dalam kedaulatan rakyat itulah yang akan
mampu menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Dalam Demokrasi Pancasila yang berkembang seperti itulah
terjadi kemurnian kedaulatan rakyat yang hidup dan berkembang.
Maka struktur organisasi supra dan infrastruktur politik kita tidak
terkesan “struktur jenggot” dan kader-kader bangsa yang lahir pun
tidak “kader jenggot” melainkan kader yang lahir dan muncul karena
Amanat Penderitaan Rakyat dan dalam rangka Amanat Penderitaan
Rakyat itu.
Demokrasi politik seperti itulah yang memungkinkan lahir dan
tampilnya pemimpin pemimpin rakyat yaitu mereka yang mengerti
dan memahami aspirasi rakyat, mengerti amanat penderitaan rakyat
karena dia tampil sebagai pemimpin dan wakil dari tengah-tengah
rakyat karena keterikatan kepada Amanat Penderitaan Rakyat dan
dia dipilih sebagai pemimpin dan wakil rakyat karena keterikatannya
itu.Pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat seperti itulah yang
diharapkan mengisi infrastruktur politik dan organisasi masyarakat
236 yang menjadi elit bangsa kita. Mereka hanya bisa muncul dari
tengah-tengah rakyat apabila Demokrasi Politik itu berkembang
lebih maju sebagai demokrasi yang makin memurnikan Kedaulatan
Rakyat.
Diyakini oleh KGM VI bahwa perkembangan dan pertumbuhan
Demokrasi Politik yang demikian akan sangat menentukan
perkembangan dan pertumbuhan serta makin terwujudnya
Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial Budaya kita yang
berdasarkan Pancasila.
Itulah harapan yang dijanjikan Proklamasi 17 Agustus 1945
dan itulah yang diharapkan mayoritas rakyat Indonesia yang sampai
sekarang belum beruntung dan lebih mengharapkan dalam kurun
waktu PJPT II mendatang. Dan harapan itu dari segi perjuangan
(baik historis, sosiologis dan idiologis) tidak mungkin dipenuhi
dengan charity (kebaikan hati saja) tetapi sebuah keharusan untuk
dipenuhi karena hal itu adalah hak rakyat, hak dari bagian terbesar
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 237
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
rakyat kita yang masih kurang beruntung.
Dalam hubungan kedaulatan rakyat tersebut, KGM VI
menggarisbawahi usul Persekutuan Gereja-gererja di Indonesia (PGI)
dalam rangka penyusunan GBHN 1993 yang lalu yang menyatakan
upaya untuk mengembangkan sistem Demokrasi Pancasila yang
peka dan tanggap terhadap aspirasi rakyat banyak, sebagai syarat
mutlak bagi stabilitas politik yang dinamis dan ketahanan nasional,
maka MPR perlu menetapkan agar;
Pemegang hak pengambilan keputusan pada Lembaga-lembaga
pengambilan keputusan tertinggi baik organisasi politik maupun
organisasi kemasyarakatan pada tingkat nasional hendaknya
hanyalah utusan cabang dan/atau utusan daerah. Pada tingkat
daerah, pemegang kedaulatan dan hak mengambil keputusan
hanya pada utusan cabang-cabang dan seterusnya. Kecuali yang
diperuntukkan bagi ABRI, maka semua anggota MPR, DPR dan
DPRD haruslah dipilih melalui Pemilihan Umum. Dalam hal wakil
Golongan supaya dipilih daerah yang bersangkutan.
Dalam hubungan azas kerakyatan dalam proses demokratisasi
politik, KGM VI berpendapat bahwa hendaknya hal itu terwujud
pula dalam konteks serta pelaksanaan Otonomi Daerah. Menurut
KGM VI, perkembangan global yang disertai semakin rumitnya
tantangan yang harus dihadapi oleh bangsa dan negara, tidak
mungkin dapat diatasi hanya oleh pemerintah saja tetapi harus
bersama seluruh unsur masyarakat bangsa dan negara. Dalam
gambaran dan jiwa itulah pelaksanaan distribusi dan delegasi
kekuasan dari Pusat ke Daerah perlu lebih ditingkatkan, sebab tidak
mungkin semua masalah bangsa dan negara dipecahkan dalam
format kekuasaan sentral.
Demokrasi Pancasila yang mengandung esensi kemurnian
kedaulatan anggota dalam rangka kedaulatan rakyat harus
berlangsung dan berkembang pula pada seluruh organisasi
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
masyarakat. Dalam hubungan itu diperlukan perangkat perundang-
undangan, sebagai salah satu jaminan hukum akan terselenggaranya
kehidupan demokrasi politik kita yang makin demokratis yang pada
gilirannya kita harapkan akan menjadi budaya politik bangsa kita.
Akan tetapi jaminan terakhir dan terpenting tetap kembali
kepada semangat para penyelenggara negara kita, pemimpin-
pemimpin pemerintahan, elit bangsa kita, baik pada suprastruktur
maupun infrastruktur politik dan khususnya pada ABRI dengan
Dwifungsinya yang bukan saja sebagai stabilisator dan dinamisator
tetapi juga demokratisator dan "Pancasilator" kehidupan politik
yang sekaligus menjamin ketahanan nasional di bidang politik demi
kelangsungan Pembangunan Nasional kita dengan prestasi tinggi
pada PJPT II dimaksud.
Demikian pula kepada elit bangsa kita yang berada pada
238 organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi keagamaan,
semangat itu juga dituntut, untuk memurnikan kedaulatan anggota
dalam rangka kedaulatan rakyat.
VI. PERANAN GEREJA
1. KGM VI menegaskan bahwa walaupun tugas panggilan gereja
akan berlangsung di semua tempat dan pada sepanjang masa,
namun sebagai bagian integral dari Bangsa Indonesia dalam
memasuki PJPT II nanti, KGM VI mendorong agar gereja juga
terpanggil untuk melakukan partisipasi dengan upaya yang
ekstrem dan sungguh-sungguh.
Hal itu dikatakan karena memasuki PJPT II itu pembangunan
bangsa kita akan tinggal landas. Walaupun kita bertekad akan
berhasil, namun kita juga was-was karena kenyataan sejarah
yang menunjukkan lebih banyak negara berkembang yang
gagal daripada yang berhasil mencapai tinggal landas tersebut.
Kita bertekad dan berpengharapan untuk masuk di antara
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 239
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
negara-negara yang berhasil walaupun kita mencatat beberapa
kelemahan seperti telah diutarakan di muka. Memasuki PJPT II
tersebut kita juga akan menghadapi berbagai perubahan penting
dan tantangan berat.
Menurut KGM VI, tahun 2000 adalah suatu peristiwa besar. Ada
3 pergantian yang sekaligus terjadi pada tahun tersebut. Pertama,
pergantian dasawarsa yang senantiasa menimbulkan harapan
baru. Kedua, pergantian abad XX ke abad XXI yang mengandung
arti penting bagi Indonesia karena pada awal abad XX (1900)
terjadi Kebangkitan Nasional sehingga dengan pergantian
abad tersebut diharapkan terjadi Kebangkitan Nasional Kedua.
Ketiga, pergantian millenium. Pergantian tahun yang juga
merupakan pergantian dasawarsa dan abad dan millennium
itu, bagi Indonesia mengandung arti penting karena pada saat
itu diharapkan perekonomian Indonesia akan memasuki tahap
tinggal landas, untuk menjadi anggota negara industri baru.
2. Pada saat itu pula diperkirakan akan terjadi pergantian dalam
generasi kepemimpinan nasional. Generasi 1945 akan mundur
total karena usia, bahkan generasi Orde Baru junior mungkin
juga sudah harus diganti karena telah termasuk generasi
senja. Generasi baru yang yang akan muncul pada abad ke-21
merupakan generasi yang memiliki asas sosial karena dibesarkan
dalam situasi yang amat berbeda. Apa yang disebut sebagai
“nilai-nilai 45” yang tumbuh dalam suasana nasionalisme politik
mungkin akan dirasakan usang sebagai akibat dari pengaruh
globalisasi dunia.
Semua hal itu menuntut kesungguhan bangsa termasuk
kesungguhan gereja dan seluruh warganya untuk makin
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, kesungguhan
untuk lebih mengoperasionalkan Pancasila dan sekaligus
melestarikannya serta kesungguhan gereja meningkatkan
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
partisipasinya mewujudkan Demokrasi Pancasila sebagai
peningkatan kehidupan politik dan ketahanan nasional yang
lebih baik bagi semua orang. Kesungguhan tersebut akan menjadi
wujud kepedulian gereja dalam ikut serta memikirkan dan
memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan dan kebangsaan
serta kenegaraan sebagai pelaksanaan fungsi dan panggilan
kenabian.
3. KGM VI mengingatkan bahwa keterlibatan gereja dalam
pembangunan Politik dan Ketahanan Nasional bukan berarti
gereja berpolitik dalam artian politik praktis, tetapi juga tidak
melihat politik itu kotor, tabu, atau perlu dijauhi. Pemahaman
iman Kristen adalah bahwa negara Indonesia yang merdeka
dan berdaulat ini adalah anugerah Tuhan, dan kemerdekaan
Bangsa Indonesia adalah karya pembaharuan Tuhan. Karena itu
gereja-gereja terpanggil untuk berperan di dalam pembangunan
240 nasional bangsa dan negara kita termasuk pembangunan politik
dan ketahanan nasionalnya. Dengan demikian KGM VI merasa
bahwa tugas gereja dalam pembangunan politik dan ketahanan
nasional jelas sekali adalah turut membangun dan dengan
demikian secara positif, kreatif, kritis dan realistis berpartisipasi
mengusahakan politik agar menjadi politik yang baik bagi semua
orang.
Gereja tidak boleh berada di luar masalah-masalah kebangsaan,
dan perlu memiliki wawasan dan pemahaman atas sistem politik
yang berlaku meskipun tidak ikut berpolitik praktis. Peran aktif
masyarakat Kristen dalam proses pembuatan Undang-Undang
serta pengambilan keputusan yang menentukan perjalanan hidup
bangsa harus terus ditingkatkan. Gereja dan semua warga gereja
harus terus berjuang dalam ikut mewujdkan Masyarakat Pancasila,
untuk itu kita harus memperluas dan mengembangkan sikap
kemitraan melalui komunikasi, interaksi dan bekerjasama dengan
seluruh masyarakat sesama Bangsa Indonesia. Sikap kemitraan
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 241
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
ini perlu kita lancarkan secara aktif sambil memasyarakatkan
visi dan pemahaman wawasan kebangsaan kita ke tengah-tengah
masyarakat.
Ke dalam, gereja perlu melakukan konsolidasi wawasan untuk
menyamakan persepsi serta memungkinkan warga gereja mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Peningkatan kualitas warga gereja baik di bidang ekonomi, politik
dan sosial budaya apalagi peningkatan kualitas iman memerlukan
pemikiran yang amat sungguh-sungguh. Oleh karena itu
KGM VI menekankan perlunya dan pentingnya kaderisasi dan
peningkatan kualitas warga gereja agar mereka mampu menjadi
“garam” dan “terang” di tengah-tengah masyarakat sebagai wujud
kesadaran untuk membangun bangsa. Keikutsertaan kita dalam
membentuk jati diri dan identitas bangsa juga dirasa amat penting
terutama dikaitkan dengan perjuangan membentuk Masyarakat
Pancasila dengan Demokrasi Pancasilanya.
Dalam hubungan ini KGM VI menegaskan bahwa sungguh
tidak tepat kalau gereja hanya berkotbah tentang demokratisasi.
Yang paling tepat menurut KGM VI adalah kalau gereja lebih
dahulu memulai peningkatan kehidupan yang demokratis itu
dalam dirinya sehingga tiap warga gereja dalam pelayanannya
diterangi iman kristiani dan menjadi demokrat-demokrat yang
berkotbah. Kita tidak dapat membayangkan suatu kehidupan
yang demokratis akan diciptakan oleh orang yang bukan
demokrat.
TB Simatupang pernah mengatakan bahwa gereja selalu hidup
secara simbiosis dengan suatu kebudayaan. Maka KGM VI melihat
analogi ini dengan kehidupan gereja dan politik di Indonesia
dimana iman Kristen itu harus menjadi garam dan terang juga
dalam politik, agar politik itu menjadi politik yang menghormati
kemanusiaan dan menjamin keadilan, persaudaraan, perdamaian
dan kesejahteraan semua orang.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
4. Dengan gambaran itu jelaslah kita melihat bahwa tantangan
yang dihadapi bangsa termasuk tantangan pembangunan
politik dan ketahanan nasional adalah tantangan bagi gereja
juga. Oleh sebab itu menurut KGM VI, gereja-gereja harus
memahami dengan cermat segi politik dan ketahanan nasional
dari kehidupan berbangsa dan bernegara agar dapat berperan
nyata dan tepat berdasarkan terang iman kita. Tugas panggilan
gereja dengan ketiga seginya itu harus dapat dijalankan dengan
cara sebaik-baiknya dan dengan bentuk yang paling tepat bagi
tiap tempat dan zaman. Untuk itu gereja harus selalu berusaha
untuk memahami lingkungan dimana gereja ditempatkan dan
melaksanakan tugas panggilannya itu, serta dengan jelas melihat
tanda-tanda zaman dan memuji roh zaman tersebut.
KGM VI menekankan bahwa gereja-gereja melalui semua
warganya menjadi pelayan pada lembaga-lembaga pelayanan
242 politik pada infra maupun suprastruktur politik serta lembaga-
lembaga masyarakat lainnya baik sebagai pegawai negeri, anggota
ABRI, ataupun penyelenggara negara. Warga gereja juga harus
bekerja keras untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa,
terus meningkatkan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
dalam rangka melestarikan Pancasila untuk mengembangkan
kehidupan politik, kehidupan ekonomi dan sosial budaya
bangsa yang lebih demokratis berdasarkan Demokrasi Pancasila
yang akan sekaligus meningkatkan Ketahanan Nasional yang
diperlukan bagi penyelenggaraan pembangunan selanjutnya.
Demokratisasi pada bidang politik, ekonomi dan sosial budaya
harus kita dorong dengan keyakinan dalam terang iman bahwa
demokratisasi akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran
bagi semua orang.
5. KGM VI menyadari bahwa kerja keras gereja melalui warga-
warga gereja tersebut di atas bukanlah tugas yang ringan
Konsultasi Nasional Gereja dan Masyarakat PGI 243
Untuk Persiapan Sidang Raya PGI Di Surabaya 1989
melainkan tugas yang amat berat dengan berbagai pergumulan.
Namun kita penuh dengan keyakinan bahwa Roh Kudus akan
memberi kuasa kepada yang bekerja keras dalam pergumulan itu.
Untuk itu kita berdoa seperti Doa Santo Fransiskus Asisi:
Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai-Mu.
Bila terjadi kebencian
Jadikanlah aku pembawa cinta kasih
Bila terjadi penghinaan
Jadikanlah aku pembawa pengampunan
Bila terjadi perselisihan
Jadikanlah aku pembawa kerukunan
Bila terjadi kebimbangan
Jadikanlah aku pembawa kepastian
Bila terjadi kesesatan
Jadikanlah aku pembawa kebenaran
Bila terjadi kecemasan
Jadikanlah aku pembawa harapan
Bila terjadi kegelapan
Jadikanlah aku pembawa terang;
Tuhan, semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
memahami daripada dipahami;
mencintai daripada dicintai;
Sebab dengan memberi aku menerima,
dengan mengampuni aku diampuni,
dengan mati suci aku bangkit kembali
untuk hidup selama-lamanya.
(Bosko Beding, Ibu Teresa: Karya dan Orang-orangnya, 1989)
Di dalam kepercayaan kita tidak ada tempat bagi kekhawatiran,
sehingga betapapun keadaan dunia ini termasuk keadaan politik
bangsa kita kini dan masa mendatang, kita tetap dipanggil untuk
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
bersekutu, bersaksi dan melayani.
Kinasih, 4-8 Agustus l993
a/n SEKSI VI:
POLITIK DAN KETAHANAN NASIONAL
Amir L. Sirait, MBA
Sekretaris.
VII. PENUTUP
Seperti diutarakan pada pendahuluan tulisan ini, masih banyak
hal penting yang perlu dibahas dengan cakupan judul Pembangunan
Politik dan Ketahanan Nasional memasuki PJPT II ini.
244 Yang disajikan ini hanya beberapa elemen yang dari kacamata
tertentu melihat sejarah, keadaan sekarang dan membayangkan
yang akan datang, menganggap hal-hal yang disajikan ini lebih
penting memerlukan perhatian. Oleh sebab itu perlu dipertajam
dan disempurnakan agar menjadi lebih berguna.
z
BAB LIMA BELAS
Menghidupkan GAMKI
Yang Mati Suri
Menjelang dekade 60-an, khususnya setelah terbitnya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, usaha mempersatukan Bangsa
Indonesia makin kencang. Dengan tingkatan perjuangan bangsa
yang memasuki revolusi, dikobarkan semangat membangun dan
mempersatukan seluruh kekuatan bangsa. Samen building van alle
karachteh, seperti yang dikatakan Bung Karno.
Ajakan itu membuat kelompok yang terpencar merasa malu dan
bangkit bersatu. Pemuda Kristen, dalam sejarah panjang terdiri dari
beberapa organisasi dan yang paling tidak menggembirakan adalah
seolah ada pemisahan antara “pemuda intra gereja” dan “pemuda
ekstra gereja” yang sebenarnya tidak dikehendaki zaman lagi.
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
Para pemuda intra gereja terhimpun dalam Majelis Pemuda
Kristen Oikumenis (MPKO) dan ekstra gereja berhimpun dalam
Persatuan Pemuda Kristen Indonesia (PPKI). Keduanya mengambil
bagian dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa dan sejarah
gerakan Oikumene Gereja-gereja di Indonesia. Lebih lengkap
tentang hal ini dapat dibaca pada buku “Gerak Ganda, Sejarah
Pergerakan Pemuda Kristen Indonesia” (Padmono, 1988).
Angin baru bagi kehidupan penyatuan organisasi pemuda
Kristen Indonesia ini berhembus kencang tatkala wakil-wakil dari
berbagai organisasi kepemudaan berkumpul dan melahirkan suatu
tekad untuk bersatu padu dalam wujud satu organisasi.
Tekad bersama ini ditandatangani antara lain oleh: Mr. JCT
Simorangkir (PPKI), Subagyo Pr (PPKI), Sophie Patty (MPKO),
Pendeta Lee Suan Hui (MPKO), Pdt. A.A. Rotte (YMCA)/IMKA
246 Indonesia), E. Supit (YMCA/IMKA Indonesia), Alexander C.
Soh (PPKI), C.I. Pangemanan (MPKO), Gow Kim An (MPKO),
J.L. Tobing (PPKI), E. Dance (PPKI), L.N Singarimbun (PPKI),
Sarwoko (PPKI), Alexander Wenas (PPKI), Binsar Siburian
(GMKI) dan J.E. Tulung (Komisi Pemuda Dewan Gereja-Gereja di
Indonesia).
Dengan semangat kebersamaan
dan semangat Oikumene, pemuda
Kristen bersatu padu dalam Kongres
Pertama pada 23 April 1962, di Pasar
Minggu menyatakan terbentuknya
suatu organisasi yang dicita-citakan
yakni Gerakan Angkatan Muda Kristen
Indonesia (GAMKI).
Pembukaan Anggaran Dasar GAMKI dan bidang pelayanan
organisasi yang dirumuskan sebagai berikut:
Menghidupkan GAMKI yang Mati Suri 247
• Kegerejaan
Memperdalam hidup kerohanian anggota-anggota dengan
sadar untuk turut dalam usaha gerejanya, serta menghidupkan
keinsyafan sebagai satu gereja yang am (Yohanes 17:21)
• Kenegaraan
Membimbing para anggotanya dalam rangka usaha dan satu
tindakan di bidang kenegaraan sebagai saksi-saksi Kristus dan
warga Negara Indonesia yang bertanggung jawab.
• Kemasyarakatan
Membimbing para anggotanya dalam rangka usaha serta
tindakannya sebagai saksi-saksi Kristus dan Warga Negara
Indonesia, agar dengan sadar ikut serta menyumbangkan darma
baktinya demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.
Pada masa itu, semangat Oikumene (semangat persatuan orang
Kristen) kaum muda banyak dipengaruhi teolog oikumene kelas
dunia seperti Pdt. Richard Davidson. Seperti dituliskannya dalam
The Story of WCC, yang dikutip di buku Revitalisasi Gerakan Ekumene
di Indonesia (Penyunting Pdt. Robert P Borrong dan Supardan, serta
Pengantar oleh Amir L.Sirait, MBA), Richard Davidson menyatakan
antara lain:
“Melalui baptisan saya, saya tidak lagi mengakui hukum lokal
atau aturan-aturan setempat. Tujuan baptisan adalah membuat
saya menjadi anggota Tubuh Kristus. Sebagai anggota gereja yang
universal, perwakilan kekristenan di setiap waktu dan tempat,
saya terikat pada gereja yang besok itu, lebih jauh dari denominasi
khusus atau gereja lokal dimana saya menjadi bagiannya. Saya
adalah alat bagi persatuan orang Kristen, pelayan seluruh warisan
spiritual gereja bagi seluruh visi gereja tentang kebenaran dan tugas
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
dan seluruh sumber gereja, dalam perawatan jiwa-jiwa, dan seluruh
upaya memperlengkapi gereja untuk menjadi saluran rahmat Allah.
Saya harus menyukainya, jika hal itu tidak dikatakan sombong
untuk menggemakan ucapan Santo Agustinus: ”Saya menerima
Kristus seutuhnya untuk menjadi penyelamat saya. Saya menerima
seluruh isi Alkitab untuk memperlengkapi diri saya; saya menerima
seluruh gereja demi persekutuan saya.”
Semua merindukan adanya sebuah gerakan yang dinamis
dari apa yang disebut Oikoumene itu. Sementara itu hampir
setiap hari kita mendengar pidato Bung Karno tentang esensi atau
perlunya persatuan dari segenap kekuatan untuk memenangkan
revolusi, Samen Building Van Alle Krahten, kata pemimpin besar
revolusi itu. Maka tanpa mengurangi atau mengecilkan peran
kelompok-kelompok pemuda Kristen pada era yang lalu, arus
deras menginginkan persatuan pemuda Kristen yang lebih erat dan
248 dinamis sehingga melahirkan GAMKI baik kelompok lama seperti
PPKI maupun MPKO dan kelompok pemuda-pemuda Kristen
lainnya, berhimpun menyatu dan menjawab tantangan revolusi.
Itulah Kongres Pertama GAMKI yang diselenggarakan di Pasar
Minggu 23 April 1962 dan organisasi ini segera merambah ke
seluruh penjuru tanah air. Mungkin Sularso Sopater (Mantan Ketua
PGI) sependapat dengan Richard Davidson yang melihat gereja
secara universal sehingga mereka yang tidak selalu berada dalam
struktur gereja tetapi siap melayani sebagai seorang abdi Kristus.
Sejak 23 April 1962, secara verbal seluruh pemuda Kristen telah
bergabung bersatu menjawab tantangan zaman. Terintegrasilah dua
kutub Pemuda Intra Gereja yang diwakili MPKO dengan yang
Extra gereja yang diwakili PPKI. GAMKI ditetapkan berdasarkan
kesaksian Kitab Kudus, bahwa Yesus Kristus ialah Anak Allah dan
Juruselamat Dunia. Sedangkan tujuannya ditetapkan untuk berbakti
kepada Tuhan dengan jalan memenuhi panggilannya dalam gereja,
Menghidupkan GAMKI yang Mati Suri
negara dan masyarakat.
Semangat mewujudkan panggilan GAMKI dalam gereja,
Negara dan masyakat tersebut digelorakan dengan MARS GAMKI
yang teks dan lagunya sebagai berikut:
MARS GAMKI
Cepat – gembira Lagu/Syair/Arr.:
1 = g 4/4 R. Dirman Sawmokoadi
Hidup muda hidup gembira penuh segala harapan 249
Cita cita tinggi nan bahagia berjuang membakti Tuhan
Baktilah dasar setiap langkah suka membri pantang minta
Korban sejati mulya abadi bri jalan bnar kepada sesama atas
Yesus Maha Kasih
GAMKI kita pusat usaha menyusun perjuangan
Membentuk masyarakat nan bahagia bebas dari penghinaan
Cinta Tuhan cinta nusa bangsa dengan bukti kerjasama
Korban sejati mulya abadi bri jalan bnar kepada sesama atas
Yesus Maha Kasih
Akan tetapi semangat “hidup muda hidup gembira” itu tidak
bergelora lama. "Saya kira pertama-tama karena pengaruh keadaan
politik yang menimpa bangsa, suasana politik yang amat mencekam,"
demikian tulis Binsar Siburian dalam biografinya. Pada halaman
75, ia mengatakan, “Pada 30 September 1965, Aidit dan Biro
Khusus-nya mempersiapkan pemberontakan berdarah. Pada hari
Jumat, 1 Oktober 1965, pukul 04.00 dini hari, PKI melancarkan
perebutan kekuasaan dengan diawali penculikan dan pembunuhan
enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama. Jenazah korban
penculikan PKI (mereka kemudian disebut Pahlawan Revolusi)
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
ditemukan oleh Tim Pencari dari pasukan RPKAD yang dipimpin
Kolonel TNI Sarwo Edhi Wibowo di Lubang Buaya pada tanggal 2
Oktober 1965. Pasukan RPKAD bertindak menaklukkan pasukan
G.30.S/PKI dan berupaya mengamankan Ibukota Jakarta, atas
perintah Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad)
Mayjend TNI Soeharto,
Untuk memulihkan keadaan akibat peristiwa G.30.S/PKI,
Mayjen. Soeharto ditunjuk Presiden Soekarno untuk menjadi
Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib). "Adapun tugas-tugas operasional keamanan dan
ketertiban yang diemban Kopkamtib meliputi operasi pengerahan
pasukan untuk menumpas secara fisik pemberontakan G.30.S/PKI,
operasi intelejen, operasi teritorial, operasi sosial dan operasi justisi,"
kata Binsar Siburian yang mantan Ketua Umum PP-GMKI itu.
250 Cepatnya pudar penampilan GAMKI tidak lepas pula dari
mundurnya (matinya) lembaga-lembaga persatuan pemuda/
mahasiswa seperti Front Pemuda, PPMI maupun Front Nasional.
Sebagian besar anggota DPP-GAMKI hasil Kongres II Sukabumi
Tahun 1969 dengan berbagai alasan menghilang, bahkan
Ketua Umum Pontas Nasution pergi sekolah ke Jenewa tanpa
meninggalkan pesan apapun untuk jangka waktu yang tidak jelas.
Yang pegawai negeri beramai-ramai angkat kaki dari kepengurusan
DPP dan DPD dalam rangka politik kepegawaian single loyality.
Keadaan politik ini seolah menghidupkan kembali pemahaman
lama bahwa politik itu kotor tatkala berbagai usaha dilakukan untuk
menyatukan pemuda Kristen intra gereja dengan pemuda Kristen
extra gereja. "Kondisi seperti ini membawa kemunduran dalam
kehidupan GAMKI sehingga organisasi ini tenggelam dan tidak
menampakkan aktivitasnya," tulis Padmono dalam Gerak Ganda
(GAMKI 1988; 163)
Menurut pendapat saya, keengganan psikologis untuk
Menghidupkan GAMKI yang Mati Suri 251
meneruskan keaktifan dalam pelayanan GAMKI setelah 1965 itu
terlalu berlebihan. Pertama, karena khususnya sejak 23 April 1962
GAMKI sudah menampakkan kemandiriannya karena tidak pernah
menjadi underbow suatu partai politik termasuk Partai Politik
Parkindo yang hubungannya hanya sekadar seasas dan bekerja
sama bila diperlukan. Kedua, seperti tertera tegas dan jelas pada
Anggaran Dasar, bahwa GAMKI terpanggil melayani dalam Bidang
Kegerejaan, Kenegaraan, Kebangsaan dan Kemasyarakatan.
Setelah begitu lama terbenam tanpa kegiatan, sekelompok
sisa aktivis GAMKI tanpa rencana bertemu di Sekretariat PGI Jl.
Salemba Raya 10 , tanpa tempat duduk. Mereka adalah Soebagyo
Pr (Pemimpin Sinar Harapan), Sucipto (Pejabat di Departemen
Penerangan RI) -- keduanya dalam sejarah adalah mantan tokoh
PPKI yang telah punya nama dan pengaruh sejak 1945 berdirinya
PPKI-- lalu ada Pdt. Eddy Raintung (GPIB) kemungkinan tokoh
MPKO, dan saya sendiri alumni GMKI/GAMKI Yogyakarta “anak
semua gereja”. Mereka berempat masih menempati daftar anggota
DPP GAMKI hasil Kongres II Sukabumi.
Mereka merenungi jalan panjang dan harga mahal Kongres
GAMKI 1962 dan merenungi di dalam doa apa yang salah dalam
rumusan panggilan pelayanan mengabdi pada Gereja, Negara, dan
Masyarakat Pancasila yang dicintai bersama. Mereka merenungi
perasaan Anggota GAMKI di dalam persaudaraan di seluruh
Nusantara yang ibarat ayam kehilangan induk dalam kondisi
kepemudaan dan politik nasional yang berkembang dengan cepat.
Seingat saya Subagio Pr memimpin doa memohon petunjuk, berkat
serta kekuatan Roh Kudus untuk menghidupkan kembali GAMKI
yang dicintai anak gereja dan anak bangsa ini.
Ketika kami sepakat untuk berusaha menghidupkan kembali
GAMKI yang telah terbenam, Subagio Pr dan Sucipto menyatakan
tidak mungkin memegang Jabatan Ketua Umum, karena berbagai
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
alasan jabatan. Demikian pula dengan Pak Eddy Raintung yang
tidak bersedia sebagai Ketua Umum karena jabatan yang berat
melayani di GPIB. Mereka bertiga akhirnya mendesak saya untuk
menjadi Ketua Umum dari organisasi yang sudah tidak "laku" itu,
dengan janji mereka tetap membantu.
Karena dorongan sahabat-sahabat itu, saya merasa kurang
bermoral jika menolak. Lagi pula mereka bertiga kalau tidak salah
masih lebih senior daripada saya dalam organisasi dan kegerejaan
kami. Eddy Raintung bersedia menjadi Sekretaris Jenderal, asal
bukan Ketua Umum.
Kami sepakat meminta PPGMKI agar bersedia melepas ‘dapur’
PPGMKI di Salemba 10 Flat 21 untuk menjadi tumpangan
sementara Sekretariat DPP GAMKI. Sempat juga saya ragu, karena
teringat pengalaman kalau saya sering dihadapkan dengan pengaruh
252 yang kadang menyudutkan saya ketika menghadapi situasi sulit,
yang dihindari banyak orang kecuali urusan ‘pembagian rezeki’.
Biasanya dalam pembagian rezeki, saya tidak ada dalam daftar
prioritas, namun batin saya mendorong agar berani tampil memikul
tanggung jawab gerakan Angkatan Muda Kristen ini dan melihat
tidak ada alasan untuk menolaknya. Perkembangan kehidupan
politik bangsa khususnya di bidang kepemudaan ditandai dengan
terbenamnya “organisasi forum persatuan” yang lama seperti Front
Pemuda untuk kepemudaan dan PPMI untuk kemahasiswaan
demikian pula Front Nasional. Timbul kekuatiran akan hilangnya
peranan dan fungsi organisasi-organisasi kepemudaan lama.
Di tengah kegalauan isu politik yang mengancam eksistensi
organisasi kepemudaan tokoh-tokoh "sisa" GAMKI yang disebut
di atas menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya perkembangan
politik yang bagaimanapun tidak relevan menenggelamkan GAMKI
mengingat dasar dan alasan, visi dan misi GAMKI yang jelas sejak
berdirinya untuk Gereja Bangsa dan Negara serta tidak berafiliasi
Menghidupkan GAMKI yang Mati Suri 253
dengan salah satu Partai Politik apalagi yang disebut dengan
“underbow” partai politik tertentu. GAMKI adalah pembawa nilai,
lihatlah secara singkat pada Mars serta semboyannya Ora Et Labora
untuk Negara dan Bangsa dan Masyarakat serta Gereja.
Kita menyadari bahwa posisi organisasi pemuda seperti ini
tidak mudah untuk bergerak dan berkembang mewujudkan
panggilannya. Namun kita berpandangan bahwa justru itulah yang
membedakannya dengan organisasi kepemudaan lainnya. Banyak
orang berpendapat bahwa menggariskan visi dan misi GAMKI
seperti itu terlalu utopis bagi pemuda masa itu. Pada pihak lain
perkembangan situasi politik dan kemasyarakatan umumnya telah
menuntut sikap praktis atau yang disebut pragmatisme.
Ketika itu, Dr. Midian Sirait seorang tokoh GOLKAR dan
salah satu penggagas berdirinya KNPI mengatakan secara pribadi
kepada saya sebagai “abang-adik Sirait” agar saya tegas saja memilih
ke sana atau ke situ dengan nada ajakan yang tersirat. Pada waktu itu
saya jawab bahwa saya menginginkan GAMKI berpartisipasi dalam
pembangunan nasional khususnya pembangunan kepemudaan dan
untuk itu saya akan membangun GAMKI menjadi ‘pabrik kader’
yang akan digunakan oleh semua kekuatan politik bangsa yang
memerlukannya. Sebagai bagian dari pembaharuan politik dan
kemasyarakatan termasuk kehidupan organisasi kepemudaan, saya
dan Eddy Raintung sebagai eksponen GAMKI serta Binsar Sianipar
sebagai eksponen GMKI bersama eksponen-eksponen organisasi
pemuda dan mahasiswa lainnya diundang untuk menandatangani
Deklarasi Pemuda Indonesia. Kehadiran setiap orang dicatat sebagai
eksponen, berarti tidak ada mandat resmi dari organisasi, latar
belakang masing-masing.Tapi pada sisi lain ini permainan kata
dalam politik.
Hari itu tanggal 23 Juli 1973 kami menandatangani Deklarasi
Pemuda Indonesia sebagai berikut:
Hanya Karena Kasih Karunia - Sebuah Memoar, Amir L. Sirait
DEKLARASI PEMUDA INDONESIA
Pemuda Indonesia adalah ahli waris cita-cita bangsa
yang sah dan sekaligus adalah generasi penerus, yang
telah ikut meletakkan dasar-dasar kemerdekaan Bangsa
Indonesia, dengan melewati suatu simponi perjuangan
yang panjang.
Tapak-tapak sejarah di belakang kami, adalah
kesaksian yang paling nyata dan tonggak kebenaran,
tentang usaha dan pengorbanan yang tiada taranya,
telah memberikan kesadaran dan tanggung jawab pada
kami untuk kami teruskan sebagai pesan suci.
Kami Pemuda Indonesia menyadari sepenuhnya
254 dan dengan khidmat menangkap getaran Sumpah
Pemuda yang menggariskan dan mengejawantahkan
tekad satu bangsa satu tanah air satu bahasa dan piranti
kesatuan dan persatuan lainnya: Sang Saka Merah
Putih, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Bhineka
Tunggal Ika.
Kami bertekad untuk mengarahkan seluruh upaya
dan kemampuan guna menumbuhkan, meningkatkan
dan mengembangkan kesadaran kami sebagai suatu
bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945; dengan menjaga dan ikut serta
melaksanakan Haluan Negara yang menjadi panutan
bagi langkah-langkah kemudian.
Oleh sebab itu pengabdian yang menjadi tanggung