1. TEMA: MASALAH SOSIAL POLITIK
2. Persajakan:
    Sajak a-a-a-a, a-b-a-b, a-a-b-b.
    Sajak i-a-i-a-a seperti tembang macapat Maskumambang
3. Diksi:
    Melelehkan air mata: menangis
    Pongah: angkuh, sombong
    Membaca tata buku masa lalu: mengatur negara
    Membaca tata buku masa kini: mengatur negara
    Lesu dipangku batu: terhenti atau tidak terlaksana
    Comberan peradaban: peradaban yang tidak beradab, rusak
4. Gaya Bahasa:
    Perumpamaan:
    Bangsa kita kini seperti dadu
    Personifikasi:
    Matahari yang merayap
    Udara yang ramah menyapa tubuhku
5. Pencitraan:
         a. Penglihatan:
         Ia melihat pipiku basah oleh air mata.
         b. Pendengaran:
         Sssh, diam! Bisik istriku.
6. Isi Puisi:
    Puisi karya W.S. Rendra yang berjudul “Maskumambang” menceritakan tentang generasi
    tua yang kecewa dengan dirinya sendiri karena telah mewariskan zaman ‘edan’ kepada
generasi muda. Puisi ini juga menceritakan tentang zaman ‘edan’ di mana negara menjadi
    kacau karena masalah politik, agama, dan kebijakan negara.
4. “Aku Ingin”
Karya Sapardi Djoko Damono
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
1. TEMA: ASMARA
2. Persajakan:
         a. Sajak a-a-u, a-a-a
         b. Sajak mutlak:
         aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
         dengan kata yang tak sempat diucapkan
         kayu kepada api yang menjadikannya abu
         aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
         dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
         awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
3. Gaya Bahasa:
    Repetisi:
    aku ingin mencintaimu dengan sederhana
    dengan...
    aku ingin mencintaimu dengan sederhana
    dengan...
4. Isi Puisi:
    Puisi “Aku Ingin” karangan Sapardi Djoko Damono menggambarkan rasa cinta seseorang
    yang tidak perlu diucapkan dengan kata-kata manis namun dibuktikan dengan aksi yang
    nyata, pengorbanan yang besar.
5. “Asmaradana”
(Karya Goenawan Mohamad)
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun, karena
angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika
langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh. Tapi di
antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta, nasib,
perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi
pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan
mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.
Anjasmara, adikku, tinggallah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku,
kulupakan wajahmu.
1. TEMA: ASMARA
2. Persajakan:
    Asonansi:
Ia dengar kepak sayap kelelawar
    Ia dengar resah kuda serta langkah pedati
3. Diksi:
    Bimasakti: bintang
4. Gaya Bahasa:
5. Tipografi:
    Tipografi prosa
6. Pencitraan:
    ● Pendengaran:
             - Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun
             - Ia dengar resah kuda serta langkah pedati
7. Isi Puisi:
    Puisi “Asmaradana” karangan Goenawan Mohamad menceritakan tentang keikhlasan
    Anjasmara yang ditinggal mati oleh Damar Wulan karena pergi berperang. Puisi ini tidak
    hanya berbicara tentang asmara. Puisi ini juga berbicara tentang kehidupan. Puisi ini
    mendorong seorang lelaki untuk gagah berani maju berperang guna membela negara
    walaupun ia harus tewas dan meninggalkan keluarganya.
6. “Padamu Jua”
Karya Amir Hamzah
Habis kikis
Segera cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara dibalik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Matahari – bukan kawanku.
1. TEMA: RELIGI
2. Persajakan:
    Sajak a-a-a-a, a-b-a-b, a-a-b-b
3. Diksi:
    Kandil: lilin
    Pelita: cahaya
4. Gaya Bahasa:
    Repetisi:
    Rindu rasa
    Rindu rupa
    Engkau cemburu
    Engkau ganas
5. Pencitraan:
    Pendengaran:
    Suara sayup
6. Isi Puisi:
    Puisi “Padamu Jua” karangan Amir Hamzah menggambarkan hubungan manusia dengan
    Tuhannya. Bait pertama menggambarkan aku yang khilaf lalu kembali mengingat
    Tuhannya. Bait keempat mengindikasikan bahwa kekasih yang dimaksud adalah Tuhan,
    dilihat dari lirik “Rupa tiada”.
7. “Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari”
Karya Sitor Situmorang
Sederhana dan murni
Impian remaja
Hikmah kehidupan
bernusa
berbangsa
berbahasa
Kewajaran napas
dan degup jantung
Keserasian beralam
dan bertujuan
Lama didambakan
menjadi kenyataan
wajar, bebas
seperti embun
seperti sinar matahari
menerangi bumi
di hari pagi
Kemanusiaan
Indonesia Merdeka
17 Agustus 1945.
1. TEMA: PERJUANGAN
2. Persajakan:
    Sajak tidak beraturan, karena puisinya hanya satu bait namun banyak barisnya.
    Huruf vokal e dan a mendominasi, seperti dalam kata merdeka.
3. Diksi:
    Kewajaran napas: lega karena sudah merdeka dari penjajah
    Kemanusiaan: rasa derita akibat penjajahan hilang karena datang kemerdekaan
4. Gaya Bahasa:
    Repetisi:
    ● Bernusa
         Berbangsa
         Berbahasa
    ● Seperti embun
         Seperti sinar matahari
Perumpamaan:
    ● Seperti embun
    ● Seperti sinar matahari
5. Pencitraan:
    Penglihatan:
    Seperti sinar matahari
    menerangi bumi
6. Isi Puisi
    Puisi “Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari” karya Sitor Situmorang menggambarkan tentang
    rasa bahagia dan rasa syukur atas kemerdekaan Indonesia. Betapa leganya hati dan napas
    mendengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka.
8. “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini”
Karya Taufik Ismail
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
(1966)
1. TEMA: PERJUANGAN
2. Persajakan:
    Sajak dua baris a-a, b-b,
    Sajak a-b-a-b
    Sajak a-b-b-a
3. Diksi:
    Hancur: kalah
    Dipukul banjir,...: dilanda musibah
    Para pembunuh tahun lalu: para penjajah
4. Gaya Bahasa:
    Repetisi:
         Tiada pilihan lain
         Kita harus
         Berjalan terus
    Lirik diulang 3 kali
Personifikasi:
    Dipukul banjir,...
5. Pencitraan:
    Penglihatan:
    Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
    Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
6. Isi Puisi
    Puisi berjudul “Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini” karya Taufik Ismail
    menggambarkan tentang keinginan bangsa Indonesia untuk maju, bangkit dari penjajahan
    dan memperjuangkan harga diri sebagai bangsa Indonesia.
9. “KATA”
Karya Subagio Sastrowardoyo
Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi
Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata
Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri tanpa sisa
1. TEMA: PSIKOLOGI
2. Persajakan:
    ● Sajak a-a-a-a
    ● Aliterasi:
         Kita takut kepada momok karena kata
3. Diksi:
    Menggunakan kata denotatif yang mudah dipahami
4. Gaya Bahasa:
    Repetisi:
         Kita takut kepada momok karena kata
         Kita cinta kepada bumi karena kata
         Kita percaya kepada Tuhan karena kata
5. Pencitraan:
    -
6. Isi Puisi
    Puisi berjudul “Kata” karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan betapa kuatnya
    kata-kata sehingga bisa membuat kita tergerak untuk melakukan sesuatu. “Kita percaya
    kepada Tuhan karena kata.” Liriknya memang terlihat sederhana tapi maknanya sangat
    dalam.
10. “Ibu”
Karya Mustofa Bisri
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
sekian lama
Kaulah kawah
darimana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amanat-Mu
menyampaikan kasih sayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin)
1. TEMA: KASIH SAYANG IBU
2. Persajakan:
Sajak a-a-b-b, a-b-a-b
3. Diksi:
    Gua teduh: tempat berlindung, tempat yang aman
    Nestapa: rasa sedih
    Puisi “Ibu” karya Mustofa Bisri menggunakan kata benda alam seperti gua, kawah, bumi,
    telaga, laut, langit, mentari, rembulan, dan lainnya yang bermakna sesuatu yang indah,
    luas, besar, dan dalam untuk mengungkapkan betapa besarnya kasih sayang yang ibu
    berikan ke ‘aku’.
4. Gaya Bahasa:
    Perumpamaan:
         - Kaulah gua teduh
         - Kaulah kawah
         - Kaulah bumi
5. Pencitraan:
    Perabaan:
         - Yang tergelar lembut bagiku
         - Membasahi dahagaku
6. Pesan/Amanat:
    Kita harus menghormati dan berbakti kepada orang tua terutama ibu karena jasa beliau
    yang telah merawat dan mendidik kita dari kita lahir hingga sekarang.
7. Isi Puisi
    Puisi “Ibu” karya Mustofa Bisri menggambarkan tentang kasih ibu yang begitu besarnya,
    sehingga aku berdoa agar Tuhan juga mengasihi ibu sebagaimana Tuhan mengasihi para
    kekasih-Nya (rasul).
2
                                 ANALISIS NOVEL
1. “Bumi Manusia”
    Karya Pramoedya Ananta Toer
    a. TEMA: PERJUANGAN
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Minke: protagonis
         2. Ayah Minke: figuran
         3. Ibu Minke: figuran
         4. Kakak Minke: figuran
         5. Robert Suurhof: tritagonis
         6. Annelies Mellema: protagonis
         7. Robert Mellema: antagonis
         8. Nyai Ontosoroh/Sanikem: protagonis
         9. Ayah Sanikem: figuran
         10. Ibu Sanikem: figuran
         11. Darsam: sidekick
         12. Herman Mellema: tritagonis
         13. Jean Marais: sidekick
         14. May Marais: sidekick
         15. Mevrow Telinga: sidekick
         16. Magda Peters: sidekick
         17. Herbert de la Croix: figuran
         18. Miriam de la Croix: sidekick
         19. Sarah de la Croix: sidekick
         20. Jan Dapperste: figuran
         21. Maurits Mellema: figuran
         22. Ah Tjong: antagonis
         23. Maiko: antagonis
c. Sudut pandang:
         Orang pertama
    d. Latar:
         a. Tempat: Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur
         b. Waktu: tahun 1889-an
         c. Suasana: senang, sedih, haru, tegang
    e. Amanat:
    Novel “Bumi Manusia” mengajarkan pembaca untuk menjadi orang yang memiliki
    semangat belajar dan semangat juang yang tinggi. Selain itu, novel ini mengajarkan
    pembaca untuk menjadi orang yang berilmu, berakal, dan berbudaya. Kita harus
    menjadi orang yang sabar, tegar, dan pantang menyerah. Kita juga tidak boleh
    membiarkan nafsu menguasai diri kita.
2. “Kubah”
    Karya Ahmad Tohari
    a. TEMA: KEINSAFAN
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Karman: protagonis
         2. Haji Bakir: sidekick
         3. Rifah: sidekick
         4. Marni: sidekick
         5. Rudio: figuran
         6. Tini: sidekick
         7. Tono: figuran
         8. Triman: antagonis
         9. Margo: antagonis
         10. Gigi Baja: antagonis
         11. Komandan: figuran
         12. Ajudan: figuran
13. Parta: figuran
         14. Birin: figuran
         15. Asep: figuran
         16. Kapten Somad: figuran
         17. Mayor Darius: figuran
         18. Gono: figuran
         19. Bu Gono: figuran
         20. Jabir: sidekick
         21. Paman Hasyim: sidekick
         22. Bu Mantri: figuran
         23. Pak Mantri: figuran
         24. Bu Haji Bakir: figuran
         25. Pohing: figuran
         26. Kinah: figuran
         27. Abdul Rahman: figuran
         28. Suti: figuran
         29. Kastagethek: figuran
    c. Sudut pandang:
         Orang ketiga serba tahu
    d. Latar:
         1. Tempat: Desa Pegaten, Pulau B, Kota Kabupaten
         2. Waktu: tahun 1965-an atau masa orde baru
         3. Suasan: sedih, haru, tegang, senang
    e. Amanat:
         Novel “Kubah” karya Ahmad Tohari mengajarkan kita untuk tidak menyimpan
         dendam kepada orang yang bersalah kepada kita. Novel ini juga mengajak kita
         agar tidak meninggalkan kepercayaan/agama kita hanya karena dendam kepada
         seseorang. Jangan melupakan ibadah dan jangan meninggalkan Tuhan serta
         jangan lupa bersyukur.
3. “Laskar Pelangi”
Karya Andrea Hirata
a. TEMA: PERJUANGAN
b. Tokoh dan Penokohan:
    1. Ikal: protagonis
    2. Lintang: protagonis
    3. Sahara: protagonis
    4. Mahar: protagonis
    5. A Kiong: protagonis
    6. Syahdan: protagonis
    7. Kucai: protagonis
    8. Borek: protagonis
    9. Trapani: protagonis
    10. Harun: protagonis
    11. Bu Muslimah: figuran
    12. Pak Harfan: sidekick
    13. A Ling: figuran
    14. Flo: figuran
c. Sudut pandang:
    orang pertama (Ikal sebagai tokoh ‘aku’)
d. Latar
    ● Tempat: Kampung Gantung, di Bangka Belitung
    ● Waktu: pagi, siang, sore, malam
    ● Suasana: haru, senang, bahagia
e. Amanat:
    Novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata mengajarkan kita untuk tekun dalam
    belajar. Novel ini juga mengajarkan kita untuk pantang menyerah. Seberapa pun
    beratnya cobaan hidup ini, kita harus menghadapinya. Kita tidak boleh patah
    semangat untuk menuntut ilmu demi mewujudkan impian dan cita-cita.
4. “Orang-Orang Bloomington”
    Karya Budi Darma
    a. TEMA: LIKA-LIKU KEHIDUPAN
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Aku: protagonis
         2. Ny. Macmillan: figuran
         3. Ny. Casper: figuran
         4. Ny. Nolan: figuran
         5. Joshua Karabish: sidekick
         6. Mark: figuran
         7. Martin: figuran
         8. Melvin Meek: figuran
         9. Marion: figuran
         10. Orez: figuran
         11. Yorrick: figuran
         12. Ny. Elberthart: sidekick
         13. Charles Lebourne: figuran
    c. Sudut pandang:
         orang pertama
    d. Latar
         ● Tempat: Bloomington
         ● Waktu: pagi, siang, sore, malam
         ● Suasana: tegang
    e. Amanat:
         Novel “Orang-orang Bloomington” karya Budi Darma mengajarkan kita untuk
         bisa menghargai kehidupan. Seberat apapun masalah yang dihadapi, kita harus
         bisa melaluinya. Novel ini mengingatkan kita untuk selalu bersabar menjalani
         kehidupan dan masalah di dalamnya.
5. “Anak Rantau”
    Karya Ahmad Fuadi
    a. TEMA: PERJUANGAN
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Hepi: protagonis
         2. Martiaz (ayah Hepi): sidekick
         3. Datuk Marajo (kakek Hepi): sidekick
         4. Nenek Salisah (nenek Hepi): sidekick
         5. Attar: sidekick
         6. Zen: sidekick
         7. Panduko Luko: figuran
         8. Bang Lenon: figuran
         9. Ispektur Saldi: figuran
         10. Datuk Sinayan: figuran
         11. Datuk Mudo: figuran
    c. Sudut pandang:
         Orang ketiga serba tahu
    d. Latar:
         Tempat: Jakarta, Tanjung Durian, sekolah, rumah Datuk Marajo, hutan
         Waktu: pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari
         Suasana: marah, sedih, lelah, bahagia
    e. Amanat:
         Novel “Anak Rantau” karya Ahmad Fuadi mengajarkan pembaca agar menjadi
         pribadi yang jujur, tolong menolong, sabar, dan tanggung jawab. Novel ini sarat
         akan pesan moral sehingga cocok dibaca terutama untuk anak muda.
3
                                    ANALISIS CERPEN
Daftar 5 Cerpen:
1. Secarik Surat (Budi Darma)
2. Tawa Gadis Padang Sampah (Ahmad Tohari)
3. Anjing-anjing Menyerbu Kuburan (Kuntowijoyo)
4. Robohnya Surau Kami (A.A. Navis)
5. Guru (Putu Wijaya)
    1. “Secarik Surat”
         Karya Budi Darma
         f. TEMA: PERJUANGAN
         g. Tokoh dan Penokohan:
                      1. Prajurit muda: protagonis
                      2. Jenderal: sidekick
         h. Sudut pandang:
             orang ketiga serba tahu
         i. Latar
                  ● Tempat: ruangan megah, medan perang
                  ● Waktu: masa perang dunia
         j. Amanat: Kita harus menjadi orang yang amanah. Apabila diberi tugas harus
             dikerjakan sesuai instruksi yang diberikan. Kita harus mensyukuri pekerjaan yang
             kita miliki. Dijalani, disyukuri, dinikmati.
    2. “Tawa Gadis Padang Sampah”
         Karya Ahmad Tohari
a. TEMA: PERJUANGAN HIDUP
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Carmi: protagonis
         2. Korep: protagonis
         3. Sopir Dalim: sidekick
    c. Sudut pandang:
         orang ketiga serba tahu
    d. Latar:
         ▪ Tempat: padang pembuangan sampah
         ▪ Waktu: siang hari
    e. Amanat:
         Kita harus bersyukur bagaimana pun keadaan kita, entah miskin atau kaya. Karena
         dengan bersyukur, hidup akan terasa lebih indah. Jangan pula menyerah untuk
         menggapai apa yang kita inginkan.
3. “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan”
    Karya Kuntowijoyo
    a. TEMA: BUDAYA
    b. Tokoh dan Penokohan
         1. Ia: vilain protagonis
         2. Istri ia: figuran
         3. Anjing: antagonis
    c. Sudut pandang:
         Orang ketiga serba tahu
d. Latar:
             ● Tempat: kuburan
             ● Waktu: malam hari
    e. Amanat:
         Cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” mengajarkan kita untuk mencari
         rezeki dengan cara yang baik, bukan dengan cara yang buruk. Bagaimana pun
         latar belakang kita, kita tetap harus mencari rezeki dengan cara yang baik.
4. “Robohnya Surau Kami”
    Karya A.A. Navis
    a. TEMA: RELIGI
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Aku: sidekick
         2. Kakek: protagonis
         3. Ajo Sidi: tritagonis
         4. Haji Saleh: figuran
    c. Sudut pandang:
         Orang pertama serba tahu
    d. Latar:
         ● Tempat: desa
         ● Waktu: pagi, siang, sore, malam
    e. Amanat:
         Jangan lupa beribadah, namun jangan lupakan juga sanak saudara dan keluarga.
         Menjaga silaturahmi itu penting. Tugas dan kewajiban sebagai anggota keluarga
         entah sebagai kepala keluarga, ibu rumah tangga ataupun seorang anak jangan
         ditinggalkan.
5. “Guru”
    Karya Putu Wijaya
    a. TEMA: PENDIDIKAN
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Taksu: protagonis
         2. Ayah Taksu: antagonis
         3. Ibu Taksu: antagonis
    c. Sudut pandang:
         Orang pertama
    d. Latar:
         ● Tempat: kos Taksu
         ● Waktu: -
         ● Suasana: tegang, haru
    e. Amanat:
         Jangan memaksakan kehendak kepada orang lain. Itu tidak baik. Apalagi jika kita
         menjadi orang tua lalu memaksakan anak untuk menjadi seperti ini atau itu. Kita
         harus memberi kebebasan kepada orang lain untuk memilih hidup seperti apa.
         Tidak ada hak untuk kita mencampuri urusan atau pilihan orang lain.
4
                             ANALISIS NASKAH DRAMA
1. “Pada Suatu Hari”
    Karya Arifin C. Noer
         a. TEMA: KELUARGA
         b. Tokoh dan Penokohan:
             1. Nenek: protagonis
             2. Kakek: protagonis
             3. Pesuruh: figuran
             4. Janda (Nyonya Wenas): figuran
             5. Arba (Sopir): figuran
             6. Novia: protagonis
             7. Nita: sidekick
             8. Pesuruh (Joni): figuran
             9. Meli: figuran
             10. Feri: figuran
             11. Vita: figuran
         c. Latar:
             ● Tempat: rumah kakek dan nenek
             ● Waktu: -
             ● Suasana: tegang
         d. Amanat:
             Naskah drama “Pada Suatu Hari” karya Arifin C. Noer memiliki pesan moral
             yang sangat dalam. Perceraian bukanlah hal yang bisa dianggap remeh, bukanlah
             hal yang bisa ditentukan tanpa berpikir panjang. Pernikahan adalah hal yang
             serius. Bukan hanya menyangkut soal perasaan melainkan juga tanggung jawab.
             Kita tidak boleh asal seenaknya ingin cerai dengan pasangan tanpa alasan yang
             jelas atau serius. Harus ada pemikiran yang matang sebelum hendak menentukan
untuk bercerai. Secara umum, naskah drama ini mengajarkan kita untuk berpikir
             kritis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, bukan memakai emosi saja.
2. “Orang-orang di Tikungan Jalan”
    Karya W.S. Rendra
         a. TEMA: PERMASALAHAN HIDUP
         b. Tokoh dan Penokohan:
             1. Sri: protagonis
             2. Djoko: protagonis
             3. Botak: protagonis
             4. Surati: figuran
             5. Surya: figuran
             6. Narko: figuran
             7. Tarjo: figuran
             8. Tukang Wedang: figuran
         c. Latar:
             Tempat: tikungan jalan kecil
             Waktu: malam
             Suasana: haru, sedih
         d. Amanat:
             Naskah drama “Orang-orang di Tikungan Jalan” karya W.S. Rendra mengajarkan
             kita untuk mencintai orang apa adanya. Drama ini juga mengingatkan kita untuk
             tidak menilai seseorang dari tampilan luarnya saja melainkan dari dalam diri
             mereka juga. Kita tidak bisa menilai kebaikan atau keburukan seseorang dari
             tampilan luar mereka.
3. “Lautan Bernyanyi”
    Karya Putu Wijaya
         a. TEMA: KETEGUHAN HATI
         b. Tokoh dan Penokohan:
                           1. Kapten Leo: protagonis
                           2. Comol: sidekick
                           3. Panieka: figuran
                           4. Adenan: sidekick
5. Rubi: figuran
                           6. Dayu Sanur: figuran
                           7. Dukun: sidekick
         c. Latar:
             Tempat: geladak kapal Harimau Laut
             Waktu: pagi, siang, sore, malam
             Suasana: tegang, gelisah, panik, takut, senang
         d. Amanat:
             Naskah drama “Lautan Bernyanyi” karya Putu Wijaya mengajarkan kita untuk
             menjadi orang yang teguh pendirian. Dengan keteguhan, apa yang akan dilakukan
             menjadi jelas dan tegas tanpa keraguan.
4. “Malam Jahanam”
    Karya Motinggo Boesje
         a. TEMA: SIFAT MANUSIA
         b. Tokoh dan Penokohan:
             1. Mat Kontan: vilain protagonis
             2. Paijah: protagonis
             3. Soleman: antagonis
             4. Utai: figuran
             5. Tukang pijat: figuran
         c. Latar:
             Tempat: kampung nelayan
             Waktu: malam hari
             Suasana: tegang
         d. Amanat:
             Drama “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje mengingatkan kita untuk
             menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Kita tidak boleh lari dari masalah.
             Masalah harus dihadapi bukan dihindari. Drama ini juga mengajarkan kepada kita
             untuk saling menghormati satu sama lain. Selain itu, kita juga harus setia kepada
             pasangan sebagai bentuk penghormatan dan tanggung jawab.
5. “Jalan Asmarandana”
Karya Kuntowijoyo
    a. TEMA: SOSIAL
    b. Tokoh dan Penokohan:
         1. Pak Kusnadi: protagonis
         2. Bu Kusnadi: sidekick
         3. Pak Ahmad: sidekick
         4. Pak Rusman: sidekick
         5. Said: sidekick
         6. Dwiyatmo: sidekick
    c. Latar:
         Tempat: di Jalan Belimbing/Asmaradana, Perumnas
         Waktu: pagi, siang, sore, malam
         Suasana: bising
    d. Amanat:
         Kita sebagai manusia harus saling menghargai menghormati satu sama lain. Kita
         harus membina hubungan yang baik dengan orang lain. Kita juga harus menjadi
         orang yang bertanggung jawab.
Arinda Ulis Rozikhah
                               22201241075
                                                   1
                                      ANALISIS PUISI
PADA SUATU PAGI HARI
Karya : Sapardi Djoko Damono
Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali
menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu.
Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi
agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.
Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak
mengamuk memecahkan cermin membakar tempat tidur.
Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong
pada suatu pagi hari.
Analisis unsur intrinsik
    1. Tema: kesedihan dan kesendirian
    2. Majas: Hiperbola
    3. Diksi: konotatif
    4. Tipografi: beberapa awal kalimat tidak menggunakan huruf kalimat, pada setiap
         kalimat tidak diakhiri tanda baca titik, penulisan puisi ditulis rata pinggir kiri.
    5. Sajak: sajak berselang dan sajak akhir.
    6. Pencitraan: pendengaran, penglihatan
Analisis puisi Pada Suatu Pagi Hari karya Sapardi Djoko Damono
Dalam puisi tersebut menceritakan tentang seseorang yang seakan sedang dalam suatu
kondisi yang lemah dan tengah menghadapi suatu masalah. Masalah yang dihadapinya pun
sepertinya bukan masalah sepele. Seakan suatu masalah besar tengah menimpanya. Ia ingin
meluapkan segala rasa yang mengganjal dihatinya. Bukan dengan amarah, dia hanya ingin
menangis karena baginya hal itu cukup membuat ia merasa lebih baik. Ia tak ingin banyak
orang mengetahui apa yang sedang dihadapinya. Cukup dia yang merasakan pahitnya kondisi
saat itu sehingga dia meminta agar disuatu pagi hari di lorong yang sepi disertai rintik hujan
dia bisa mengeluarkan segala keluh kesahnya tanpa ada satupun manusia yang
mengetahuinya.
Pada puisi tersebut pemilihan kata atau diksi tidak terlalu rumit. Kata-kata yang dipilih masih
mudah untuk dipahami dan cenderung sering dijumpai sehingga dalam proses pemaknaan
puisi lebih mudah dilakukan. Puisi Pada Suatu Pagi Hari karya Sapardi Djoko Damono
tersebut terdapat repetisi atau pengulangan kata, yaitu pada kata “hujan rintik-rintik dan di
lorong”. Pencintraan pada puisi tersebut yaitu citra peraba dimana tokoh dalam puisi tersebut
ingin merasakan rintik-rintik hujan. sa
Sendiri 
Karya: Chairil Anwar
Hidupnya tambah sepi, tambah hampa
Malam apa lagi
Ia memekik ngeri
Dicekik kesunyian kamarnya
Ia membenci. Dirinya dari segala
Yang minta perempuan untuk kawannya
Bahaya dari tiap sudut. Mendekat juga
Dalam ketakutan-menanti ia menyebut satu nama
Terkejut ia terduduk. Siapa memanggil itu?
Ah! Lemah lesu ia tersedu: Ibu! Ibu!
Analisis puisi Sendiri karya Chairil Anwar
    1. Tema : Penyesalan dan ketakutan
    2. Majas : personifikasi
    3. Diksi : konotatif
    4. Tipografi : puisi ini ditulis dengan rata kiri.
    5. Sajak : sajak berselang sajak akhir, dan sajak mutlak.
    6. Pencitraan : pendengaran, perasaan
Puisi sendiri karya Chairil Anwar menceritakan tentang seseorang yang merasa kesepian.
Hidupnya terasa hampa tanpa sosok hebat disisinya. Sosok itu adalah ibunya. Sosok manusia
kuat yang senantiasa berusaha memberikan yang terbaik bagi setiap anaknya. Namun, kini
sosok itu tak lagi hadir. Penyeselan kini yang menjadi teman setianya. Hal ini dilihat dari
diksi bahwa ia membenci dirinya sendiri seakan ada kesalahan yang telah ia lakukan dan ia
menyesal telah melakukannya. Penyesalan itu membuat ia dihantui oleh sosok yang bernama
ketakutan. Ia ingin agar ibunya bisa kembali di dekatnya.
Dalam puisi tersebut, Chairil Anwar memilih diksi yang menarik. Banyak pemilihan kata
yang unik dan butuh ilmu juga pemahaman untuk mengerti apa makna dibalik karyanya
tersebut. Repetisi pada puisi tersebut terdapat pada kata “tambah sepi, tambah hampa”.
Dalam puisi tersebut terdapat majas personifikasi yang diluhat dari diksi “Dicekik kesunyian
kamarnya” dan diksi “ Ia memekik ngeri”. Puisi ini memberikan pesan kepada para
pembacanya untuk berpikir sebelum bertindak agar tidak terjadi penyesalan yang
menyakitkan.
Ketika Engkau Bersembahyang
Karya Emha Ainun Najib
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan.
Analisis puisi Ketika Engkau Bersembahyang karya Emha Ainun Nadjib
    1. Tema : keagamaan
    2. Majas : personifikasi, hiperbola.
    3. Diksi : konotasi
    4. Tipografi : puisi ini ditulis rata kiri dengan penulisan tiap baitnya terdiri dari 4 sampai
         8 baris.
    5. Sajak : semua bait memiliki sajak paruh. Pada bait pertama dan kedua terdapat sajak
         merata yang berakhiran a-a-a-a. Pada bait ketiga terdapat sajak berpeluk yaitu
         i-i-i-i-u-u-i-i. Pada bait keempat terdapat pula sajak berpeluk yaitu i-i-a-a-a-a-a-u,
         sedangkan pada bait kelima terdapat sajak merata yaitu a-a-a-a.
    6. Pencitraan : pendengaran, peraba.
Puisi yang diciptakan oleh salah satu tokoh hebat Indonesia memiliki makna yang
mengagumkan sekaligus sebagai suatu nasehat bagi mereka yang membaca puisi tersebut.
Dalam puisi tersebut, sosok yang lebih dikenal denga panggilan Cak Nun itu ingin
mengingatkan kita bahwa sehebat apapun manusia, ia akan redup dan kembali ke pangkuan
Yang Maha Kuasa. Beliau ingin mengigatkan kita, sesibuk apapun aktivitas dunia, jangan
pernah tinggalkan sembahyang karena disaat itu adalah momen petemuan antara manusia
sebagai makhluk yang diciptakan bertemu dengan Dia yang menciptakan. Cak Nun ingin
memberi tahu bahwa disetiap gerakan sholat yang kita lakukan ada rasa lemah, rendah, dan
tak berdaya tanpa-Nya. Setiap sujud yang dilaksanakan menandakan bahwa kita bukan
apa-apa tanpa-Nya. Sujud yang membuat kita kembali memiliki energi saat tubuh dan jiwa
merasa lelah. Sebagai balasannya, Dia jadikan kita manusia yang kuat, teguh, dan senantiasa
menebarkan kebaikan pada manusia di sekitarnya.
Dalam puisi tersebut, pemilihan kata sangat menarik. Kata-kata yang dipilih masih cukup
mudah untuk dipahami maknanya. Tidak memerlukan kamus untuk bisa mengerti maksud
yang ingin disampaikan. Pencitraan yang terdapat dalam puisi tersebut yaitu citra raba karena
seseorang yang melakukan sembahyang merasakan proses dari ibadah tersebut. Selain itu,
terdapat citra pendengaran dari bacaan alfatihah dan surah.
HARI MENUAI
Puisi karya: Amir Hamzah
Lamanya sudah tiada bertemu
tiada kedengaran suatu apa
tiada tempat duduk bertanya
tiada teman kawan berberita lipu aku diharu sendu
samar sapur cuaca mata
sesak sempit gelanggang dada
senak terhentak raga kecewa
Hibuk mengamuk hati tergari
melolong meraung menyentak rentak
membuang merangsang segala petua
tiada percaya pada siapa
Kutilik diriku kuselam tahunku
timbul terasa terpancar terang
istiwa lama merekah terang
merona rawan membunga sedan
Tahu aku
kini hari menuai api
mengetam ancam membelam redam
ditulis dilukis jari tanganku.
Analisis unsur intrinsik
    7. Tema: Kesendirian
    8. Majas: Hiperbola
    9. Diksi: konotatif
    10. Tipografi: beberapa awal kalimat tidak menggunakan huruf kalimat, pada setiap
         kalimat tidak diakhiri tanda baca titik, penulisan puisi ditulid rata pinggir kiri.
    11. Sajak: sajak akhir
    12. Pencitraan: pendengaran, penglihatan
Komentar puisi
Pada puisi tersebut menggambarkan seseorang yang sedang merindukan seseorang yang
dahulu sering bersamanya. Dahulu yang selalu berbincang bersama, bertanya, berdiskusi,
tetapi kini hal itu tidak bisa lagi dilakukan. Puisi ini juga menggambarkan tentang kesibukan
si tokoh yang membuat ia melupakan segalanya. Ia juga menyampaikan dalam puisi itu
bahwa ia merasa panas dengan hari-hari yang dilaluinya. Tak ada lagi kepercayaan dalam
dirinya. Namun, hari yang ditunggu tiba. Menuai apa yang telah dinanti.
Nada Awal
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Tugasku hanya menterjemah
gerak daun yang bergantung
di ranting yang letih. Rahasia
membutuhkan kata yang terucap
di puncak sepi. Ketika daun
jatuh tak ada titik darah. Tapi
di ruang kelam ada yang merasa
kehilangan dan mengaduh pedih.
Analisis unsur intrinsik
    1. Tema: Kesedihan
    2. Majas: metafora, personifikasi
    3. Diksi: konotatif
    4. Tipografi: Puisi nada awal ditulis rata pinggir kiri. Setiap akhir kalimat berakhiran
         titik dan penulisan kalimat tidak dibuat paragraf.
    5. Sajak: sajak akhir dan sajak berselang.
    6. Pencitraan: pendengaran,yang si penglihatan
Komentar Puisi
Puisi ini menggambarkan sosok manusia yang tengah menjalani lika-liku kehidupanya.
Seperti layaknya sebuah nada yang akan mengalunkan naik turun iramanya, manusia juga
akan mengalami suka duka dalam menjalani kehidupannya. Gerak daun di ranting yang letih
seakan menggambarkan sosok manusia yang menggantungkan harapannya pada sesuatu yang
tidak pasti, rapuh, dan bisa saja tumbang karena angin atau tidak lagi mampu bertahan pada
dahan pohon. Hal ini juga menggambarkan manusia yang hampir putus asa dan memasrahkan
hidupnya. Namun, dibalik kepasrahannya, ia menyimpan suatu rahasia dalam kesendiriannya.
Jatuh bangun ia hadapi. Berusaha terlihat kuat dan tegar di depan orang, tetapi lemah dikala
sendiri.
SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Karya: W.S. Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.
Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Analisis unsur intrinsik
1. Tema: Sosial
    2. Majas: Hiperbola, personifikasi
    3. Diksi: Konotatif
    4. Tipografi: Pada puisi tersebut, penulisan puisi ditulis rata kiri, terdapat tanda baca titik
         disetiap akhir kalimat, tidak semua kalimat di awal kalimat menggunakan huruf
         kapital.
    5. Sajak: sajak akhir dan sajak berselang.
    6. Pencitraan: penglihatan, perasa.
Komentar:
Puisi yang berjudul Sajak widuri Untuk Joki Tobing merupakan puisi yang menggambarkan
mengenai kehidupan sosial masyarakat. Dalam puisi tersebut digambarkan kehidupan
masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang berjuang memenuhi kebutuhan
hidupnya. Mereka bekerja keras agar bisa bertahan hidup dan lepas dari kemelaratan. Widuri
merupakan sosok teman untuk Joki Tobing. Mereka tengah menyaksikan bagaimana kerasnya
kehidupan orang-orang yang tidak terpenuhi haknya. Namun, perlahan, kesengsaraan yang
dirasakan oleh masyarakat itu sirna. Mulailah adanya harapan-harapan baru untuk menikmati
hidup yang lebih layak. Rasa ingin menyerah dari orang-orang itu kian hilang dan akan
berganti dengan kebahagiaan.
Jakarta, 17 Agustus Dini Hari
Karya: Sitor Situmorang
Sederhana dan murni
Impian remaja
Hikmah kehidupan
berNusa
berBangsa
berBahasa
Kewajaran napas
Dan degub jantung
Keserasian beralam
Dan bertujuan
Lama didambakan
Menjadi kenyataan
Wajar, bebas
Seperti embun
Seperti sinar matahari
Menerangi bumi
Di hari pagi
Kemanusiaan
Indonesia Merdeka
17 Agustus 1945
Analisis unsur intrinsik
    1. Tema: Kemerdekaan
    2. Majas: Alegori (kiasan atau penggambaran)
    3. Diksi: Konotatif
    4. Tipografi: Pada puisi tersebut, penulisan puisi ditulis rata kiri, pada setiap kalimat
         tidak diakhiri tanda baca titik, awal kalimat diawali huruf kapital kecuali pada kata
         “berNusa, berBangsa, berBahasa”, penulisan puisi tersebut hanya sekitar dua sampai
         tiga kata dalam setiap baris.
    5. Sajak: sajak awal pada kata kewajaran dan keserasian.
    6. Pencitraan: penglihatan, perasa.
Komentar:
Puisi yang berjudul Jakarta, 17 Agustus Dini Hari karya Sitor Situmorang ini seakan
mengajak kita untuk kembali mengingat bagaimana perjuangan para golongan muda yang
begitu menggebu untuk segera bebas dan merdeka dari para perusak keutuhan bangsa dan
negara. Para remaja atau golongan muda ini memiliki impian dan tujuan yang sederhana,
murni tanpa hasutan dari pihak lain. Mereka hanya ingin kehidupan yang berbangsa,
bernegara, berbahasa satu yaitu Indonesia yang telah lama didambakan. Kini, tepat di tanggal
17 Agustus menjadi peristiwa epik, peristiwa yang begitu mengguncang seluruh penjuru
Indonesia, peristiwa dimana Indonesia bisa membuktikan bahwa dia adalah sebuah negara
kesatuan yang bisa merdeka. Selayaknya sinar matahari yang terbit dipagi hari membawa
cahaya terang dari gelap dan kejamnya malam, tanggal itu menjadi saksi munculnya cahaya
terang untuk Indonesia. Selayaknya embun yang menyejukkan, di tanggal itu tersebar kabar
bahagia bagi mereka semua yang telah lama menantikan kesejukan dari panasnya kobaran api
kekejaman. Dipagi itu, Indonesia MERDEKA.
Doa Seorang Pesolek
Karya: Joko Pinurbo
Tuhan yang cantik,
temani aku
yang sedang menyepi
di rimba kosmetik.
Nyalakan lanskap
pada alisku yang gelap.
Ceburkan bulan
ke lubuk mataku yang dalam.
Taburkan hitam
pada rambutku yang suram.
Hangatkan merah
pada bibirku yang resah.
Semoga kecantikanku
tak lekas usai dan cepat luntur
seperti pupur.
Semoga masih bisa
kunikmati hasrat
yang merambat pelan
menghangatkanku
sebelum jari-jari waktu
yang lembut dan nakal
merobek-robek bajuku.
Sebelum Kausenyapkan warna.
Sebelum Kauoleskan
lipstik terbaik
di bibirku yang mati kata.
Analisis unsur intrinsik
    1. Tema: Kemanusiaan
    2. Majas: Hiperbola, personifikasi,
    3. Diksi: Konotatif
    4. Tipografi: Pada puisi tersebut, penulisan puisi ditulis rata kiri, terdapat tanda baca titik
         disetiap akhir kalimat, tidak semua kalimat di awal kalimat menggunakan huruf
         kapital.
    5. Sajak: sajak sempurna pada kata cantik dan kosmetik yang terdapat di bait pertama.
         Sajak akhir pada kata lanskap dan gelap bait kedua.
    6. Pencitraan: penglihatan, perasa.
Puisi ini menggambarkan kehidupan seorang pesolek yang meminta kepada Tuhannya
kehidupan yang membahagiakan. Sosok pesolek yang diceritakan dalam puisi tersebut tengah
mengalami kesepian. Kehidupannya sebagai seorang penghibur menuntutnya untuk menjadi
orang lain dengan riasannya. Sosok pesolek dengan rupa yang cantik ini tak mampu
membuatnya bahagia dengan kecantikannya. Ia meminta cahaya kehidupan yang mampu
menerangi jalan hidupnya. Ia menginginkan kehidupan yang tenang. Ia berharap agar masih
memiliki waktu dalam hidupya untuk mendapatkan dan menikmati kebahagiaan yang
sempurna. Kebahagiaan untuk menjadi dirinya sendiri tanpa harus ditutupi untuk memenuhi
harapan orang lain.
Doa
Karya: Taufik Ismail
Tuhan kami,
Telah nista kami dalam dosa bersama,
Bertahun membangun kultus ini,
Dalam pikiran yang ganda…
Dan menutupi hati nurani,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…
Tuhan kami,
Telah terlalu mudah kami,
Menggunakan asmamu,
Bertahun di negeri ini,
Semoga…
Kau rela menerima kembali,
Kami dalam barisanmu,
Ampunilah kami,
Ampunilah,
Amin…
Analisis unsur intrinsik:
    1. Tema : kegamaan
    2. Majas :
    3. Diksi : denotatif dan konotatif
    4. Tipografi : puisi ini ditulis dengan penulisan rata kiri,, terdiri dari dua bait yang setiap
         barisnya diakhiri dengan tanda baca.
5. Sajak : sajak mutlak yang terdapat pada kata kami di baris sembilan dan sepuluh.
         Sajak mutlak juga ditemukan pada kata ampunilah di baris enam dan tujuh serta baris
         empat belas dan lima belas.
    Puisi karya Taufik Ismail dengan judulnya yang singkat dan jelas yaitu Doa,
    menggambarkan tentang doa manusia yang meminta ampun atas dosa dan kesalahan yang
    ia perbuat. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang tak luput dari kesalahan dan dosa.
    Namun, manusia yang memiliki iman akan menyadari kesalahan yang diperbuatnya dan
    segera memohon ampun kepada Tuhannya. Dalam puisi ini, sosok kami memohon ampun
    atas kesalahannya yang membuat hati nuraninya tertutup. Menggunakan dan
    mengatasnamakan agama serta Tuhan untuk mencapai apa yang dikehendakinya. Ia
    berharap Tuhan akan memaafkannya dan mampu menerima kembali dirinya menjadi
    hambaNya.
Kelahiran
Karya: Kuntowijoyo
Setelah benih disemaikan
Di pagi pupus menggeliat
Bayi meninggalkan rahim
Memaklumkan kehadiran
Cempaka di jambangan
Menyambut bidadari
Turun memandikan
Bahkan hari menanti
Sampai selesai ia mengeluskan jari
Merestu kelahiran
Membungkus dengan sari
Mendendangkan kehidupan
Para perempuan
Berdandan serba kuning
Pucuk mawar di tangan
Duduk bersila
Menggumam doa-doa
Hari yang semalam dikuburkan
sudah tiba kembali
Selalu kelahiran baru.
Analisis unsur intrinsik
    1. Tema : Kelahiran
    2. Majas : personifikasi
    3. Diksi : konotatif
4. Tipografi : penulisan puisi ditulis dengan rata kiri, terdiri atas lima bait dengan jumlah
         baris tiap bait yang berbeda-beda.
    5. Sajak : sajak awal terdapat pada kata “Di pagi” dan “Bayi’ pada baris kedua dan
         ketiga, sajak dalam pada kata “Memaklumkan kehadiran”, dan sajak akhir pada kata
         “Duduk bersila” dan “Menggumam doa-doa”.
    6. Pencitraan : peraba
Puisi ini menggambarkan tentang kelahiran manusia yang telah dinantikan. Manusia lahir dan
keluar dari rahim yang penuh kasing sayang. Dunia menyambut dengan suka cita setiap
kelahiran yang ada. Dibasuhnya manusia itu hingga ia bersih dari noda merah. Sosok
perempuan yang berjuang melahirkan, senantiasa mencurahkan segenap cinta dan kasih
sayang kepada buah hatinya. Pakaian serba kuning memberikan makna keceriaan yang
tengah menyelimuti hati dengan hadirnya manusia baru di dunia. Diletakkannya manusia itu
di tangan dan dibacakanlah doa-doa sebagai ungkapan terima kasih dan permohonan pada
Tuhan Yang Maha Kuasa.
                                                   2
                                     ANALISIS NOVEL
Judul: Pudarnya Pesona Cleopatra
Tema: kecantikan bukan segalanya.
novel mini dengan judul Pudarnya Pesona Cleopatra menceritakan tentang seseorang yang
sangat memuja kecantikan gadis-gadis Mesir yang bagaikan titisan Cleopatra. Ia begitu
terpesona hingga ingin memiliki seorang istri yang berasal dari tanah Mesir.
Tokoh dan penokohan:
    1. Aku, merupakan tokoh utama. Tokoh aku memiliki karakter teguh pendirian. Hal ini
         dapat diungkapkan melalui sebuah narasi yang menyatakan “Dan aku selalu menolak
         jika orang mengatakan gadis Mesir banyak yang gembrot. Aku justru melihat jika ada
         delapan gadis Mesir maka yang cantik ada enam belas karena bayangannya juga
         cantik”. Selain itu, tokoh Aku memiliki karakter yang berbakti pada orang tua. Hal ini
         dapat dilihat dari narasi, “Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku
         pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin
         menjadi mentari pagi di hatinya, meskipun untuk itu harus mengorbankan diriku”.
         Tokoh aku juga memiliki karakter melihat sesuatu hanya dari fisiknya. Hal ini banyak
         diungkapkan dalam cerita tersebut bahwa tokoh Aku sangat memuja gadis Mesir yang
         memiliki kecantikan paripurna dan tidak memerdulikan bagaimana karakter gadis
         tersebut. Ia hanya berpikir bahwa jika menikah dengan gadis mesir bak titisan
         Cleopatra yang memiliki kesempurnaan fisik, maka hidupnya akan bahagia. Salah
         satu pernyataan yang diungkapkan adalah, “Aura pesona kecantikan gadis-gadis
         Mesir titisan Cleopatra sedemikian kuat mengakar dalam otak, perasaan, dan hatiku,”
         serta sebuah percakapan antara tokoh Aku dengan Pak Qalyubi
“Aku melakukan langkah yang salah. Aku mengambil pilihan yang keliru.” Ungkap
    Pak Qalyubi.
    “Maksud Bapak?”
    “ Seandainya aku tidak menikah dengan gadis Mesir itu tentu batinku tidak akan
    merana seperti sekarang.”
    “Istri Bapak orang Mesir?”
    “Ya”
    “Dan Bapak menderita?”
    “Benar.”
    “Bagaimana itu bisa terjadi?”
    “Itulah yang terjadi. Kau tentu tahu seperti apa gadis Mesir itu. Cnatik tidak
    menurutmu rata-rata gadis sana?”
    “Oh cantik-cantik, Pak. Bahkan jika ada delapan gadis Mesir maka yang cantik itu
    enam belas sebab bayangannya ikut cantik.”
    Tokoh Aku juga memiliki karakter yang tidak bisa menghargai istri. Hal ini juga
    banyak diungkapkan melalui banyak dialog antara tokoh Aku dengan istrinya maupun
    melalui pernyataan narasi, salah satunya yaitu sikapnya yang dingin serta acuh tak
    acuh dengan istrinya.
2. Raihana. Tokoh Raihana merupakan istri dari tokoh Aku dalam novel mini Pudarnya
    Pesona Cleopatra. Raihana merupakan sosok istri yang bisa dikatakan sempurna.
    Dalam novel mini dijelaskan bahwa Raihana merupaka sosok perempuan cantik,
    pintar, sholehah, sabar, sangat memuliakan suami, berpendidikan, serta sangat setia
    dengan sosok suaminya. Penulis menggambarkan bahwa Raihana adalah sosok yang
    sangat ideal untuk menjadi seorang istri. Terdapat banyak dialog maupun pernyataan
    yang mengunkapkan hal tersebut, diantaranya,
         ● Percakapan antara tokoh Aku dengan adiknya yang bernama Aida, “Mbak
             Raihana itu orangnya bik kok, Kak. Dia Ramah, halus budi, sarjana
             pendidikan, penyabar, berjilbab dan hafal Al quran lagi. Pokonya cocok deh
             buat Kakak,” komentar adikku, si Aida tentang calon istriku. “Orangnya
             cantik nggak?” selidikku. “ Lumayan, delapan koma limalah,” jawab adikku
             enteng.
         ● Percakapan antara tokoh Aku dengan Pak Hardi
             “Dan kau sungguh termasuk orang yang beruntung. Kata teman-teman dosen
             kau mendapatkan istri yang sangat ideal. Cantik, pintar karena dia terbaik di
             kampusnya, penurut, kelihatannya sangat setia karena dai kalau memandang
             pasti menunduk, tidak pernah memandang ke depann melihat lelaki lain, dan
             hafal Al Quran. Kau sungguh beruntung.” Kata pak Hardi.
         ● Pernyataan tokoh Aku yang mengatakan, “Perempuan berjilbab yang satu ini
             memang luar biasa, ia tetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku dingin dan
             acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang
             wajah masam atau tidak suka. Kalau wajah sedihnya, ya, tetapi wajah tidak
             sukanya sama sekali belum pernah.”
3. Ibu dari tokoh Aku
    Sosok ibu dari tokoh Aku memiliki karakter yang Amanah. Hal ini dapat dilihat dari
    pernyataan bahwa ia ingin menepati janjinya dengan teman karibnya saat menjadi
santri di Mangkuyudan Solo. Beliau berjanji jika dikarunai anak berlainan jenis akan
         besanan untuk memperteguh tali persaudaraan.
    4. Aida, adik dari tokoh Aku.
         Aida memiliki karakter yang ceria. Ia juga memiliki karakter yang sama seperti
         kakaknya yaitu berbakti pada ibunya. Hal ini diungpan melalui sebuha percakapa
         antara Aida dengan tokoh Aku yang sedang menjelaskan karakter Raihana.
    5. Pak Qalyubi.
         Pak Qalyubi merupkan rekan dari tokoh Aku saat sedang pelatihan di Jawa Barat. Ia
         menceritakan tentang kisah rumah tangganya bersama wanita Mesir yang justru
         berakhir dengan kekecewaan. Dalam novel ini karakter pak Qalyubi digambarkan
         menjadi seseorang yang buta akan cinta karena kesempurnaan fisik. Ia hanyut dalam
         keindahan pesona gadis Mesir yang begitu rupawan sampai-sampai tak mengindahkan
         nesehat-nasehat dari rekan-rekannya. Hingga akhirnya pak Qalyubi tetap menikahi
         wanita Mesir itu walaupun berbeda budaya, karakter, dan masih awam akan ilmu
         agama. Hal ini diungkapkan dalam percakapan antara pak Qalyubi dengan tokoh Aku.
         “Dan karena terpesona oleh kecantikan gadis Mesir itulah saya menderita sampai saat
         ini.”
    6. Yasmin, istri pak Qalyubi
         Yasmin merupakan salah satu gadis kelahiran Mesir yang memiliki pesona sangat
         indah dan karena keindahannya itu membuat pak Qalyubi jatuh hati hingga
         membutakan hati dan pikirannya. Namun, dalam novel mini tersebut digambarkan
         bahwa sosok Yasmin memiliki karakter yang sangat tidak sesuai jika dijodohkan atau
         menikah dengan lelaki asal Indonesia. Karakter Yasmin digambarkan bahwa ia adalah
         sosok yang materialistik. Ia ingin segala keinginan materinya terpenuhi, mulai dari
         peralatan rumah tangga yang mewah, perhiasan, hingga rumah mewah. Hal ini
         diungkapkan melalui cerita yang disampaikan pak Qalyubi pada tokoh Aku.
Latar
    1. Latar tempat
         Terdapat beberapa latar tempat yang diceritakan dalam novel mini Pudarnya Pesona
         Cleopatra, diantaranya:
             ● Kontrakan tokoh Aku dan istrinya yang bernama Raihana. Hal ini
                  diungkapkan melalui sebuah pernyataan tokoh Aku, “Tepat dua bulan setelah
                  pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir kota Malang.”
             ● Rumah Yu Imah. Terdapat dalam percakapan antara tokoh Aku dengan
                  Raihana. “Mas, nanti sore ada acara aqiqah-an di rumah Yu Imah. Semua
                  keluarga akan datang, termasuk ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita
                  datang bareng. Tidak enak kalau kita yang dielu-elukan keluarga tidak
                  datang.”
             ● Rumah ibunda Raihana. Terdapat dalam sebuah pernyataan tokoh Aku,
                  “Setelah Raihana tinggal di tempat ibunya, aku merasa sedikit lega.”
             ● Kampus. Latar tempat kampus diceritakan dalam novel mini tersebut melalui
                  sebuah pernyataan dari tokoh Aku yaitu, “Sampai akhirnya suatu hari di
                  kampus ada berita yang cukup mengagetkan sesame dosen.”
             ● Puncak, Jawa Barat. Terdapat dalam pernyataan yang disampaikan oleh tokoh
                  Aku, “Apalagi ketika aku mendapat tugas dari universitas untuk mengikuti
pelatihan peningkatan mutu dosen mata kuliah bahasa Arab selama sepuluh
             hari yang diadakan oleh Depag di puncak.”
2. Latar waktu
    Terdapat beberapa latar waktu yang diceritakan dalam novel mini Pudarnya Pesona
    Cleopatra, diantaranya:
         ● Sore hari. Latar waktu sore hari terdapat pada pernyataan tokoh Aku, “Suatu
             sore aku pulang dari mengajar dan kehujanan di jalan.”
         ● Pagi hari. Terdapat dalam percakapan antara tokoh Aku dengan Raihana.
             “Mas, bangun Mas, sudah jam setengah empat! Kau belum shalat isya.”
         ● Satu tahun yang lalu. Terdapat dalam dialog tokoh Aku dengan pak Qalyubi.
             “Puncak penderitaan saya dimulai satu tahun yang lalu.”
         ● Satu minggu yang lalu. Latar waktu tersebut terdapat dalam percakapan antara
             tokoh Aku dengan ibu mertuanya. “Istrimu telah meninggal, satu minggu yang
             lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan
             bayinya tidak selamat. Sebelum meninggal dia berpesan untuk memintakan
             maaf kepadamu atas segala kekurangan dan khilafnya selama menyertaimu.
             Dia minta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia minta maaf telah
             tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhainya.”
3. Latar suasana
         ● “Dan dengan mata berkaca-kaca Raihana diam, menunduk, tak lama kemudian
             ia menangis terisak-isak sambil memeluk kedua kakiku”. Pernyataan tersebut
             menggambarkan latar suasana yang menyedihkan. Raihana sosok istri yang
             dari tokoh Aku berusaha membuat suaminya yang sebenarnya tak
             mencintainya itu untuk bisa menerima dia dengan setulus hati.
         ● Latar suasana dari tokoh Aku yang jengkel kepada istrinya, Raihana, karena
             telah membangunkannya dari mimpi indah tidurnya. Hal ini terdapat dalam
             sebuah pengungkapan perasaan tokoh Aku dalam novel mini tersebut.
             “Raihana mengguncang tubuhku. Aku terbangun dengan perasaan kecewa luar
             biasa. Tidak jadi menyunting Mona Zaki, keponakan Cleopatra. Aku menatap
             Raihana dengan perasaan jengkel dan tidak suka.”
         ● Suasana hangat ditunjukkan saat acara pengajian dan aqiqah-an putra ketiga
             Yu Fatimah, kakak sulung Raihana. Tokoh Aku dan istrinya, Raihana,
             disambut hangat oleh keluarga, penuh cinta dan bangga.
         ● Suasana gembira ditunjukkan saat tokoh Raihana hamil. Semua sanak
             keluarga bergembira.
         ● Dalam novel mini yang berjudul Pudarnya Pesona Cleopatra ini ditunjukkan
             banyak suasana yang menyedihkan. Salah satunya ketika tokoh Aku
             mengetahui isi surat istrinya yang begitu sabar dan memuliakannya. Hal ini
             terdapat dalam pernyataan tokoh Aku, “Tak terasa air mataku mengalir,
             dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam isak
             tangisku semua kebaikan Raihana selama ini terbayang.”
         ● Kesedihan yang mendalam juga dirasakan kembali oleh tokoh Aku saat
             mengetahui bahwa istrinya telah meninggal satu minggu yang lalu. “Aku
             menangis tersedu-sedu. Hatiku sangat pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku sedang
             merasakan cinta yang membara pada Raihana, ia telah tiada.”
Sudut pandang: sudut pandang pada novel tersebut menggunakan sudut pandang orang
pertama yang ditandai adanya tokoh Aku sebagai tokoh utama pada novel tersebut.
Amanat: novel “Pudarnya Pesona Cleopatra” ini merupakan salah satu karya best seller milik
Habiburrahman El Shirazy yang telah memberikan begitu banyak pesan kepada para
pembaca. Meskipun ini merupakan novel mini, tetapi banyak pelajaran yang dapat dipetik
oleh para pembaca. Novel ini mengingatkan sekaligus memberi tahu kepada pembaca bahwa
kecantikan bukan segalanya. Kecantikan fisik tidak disertai dengan perangai yang baik,
hanyalah sebatas keindahan semu belaka karena manusia tidak dinilai dari bagaimana
fisiknya, tetapi bagaimana karakter dan sikapnya terhadap sesame manusia.
Komentar: Novel ini merupakan salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Karya dari
kang Abik memang tidak pernah mengecewakan karena alur cerita yang diceritakan
senantiasa memuat pesan-pesan tersirat yang kaya akan makna dan hikmah kehidupan. Salah
satunya ialah novel yang berjudul “Pudarnya Pesona Cleopatra” yang mengingatkan para
pembaca bahwa akhlak lebih utama dibandingkan dengan penampilan fisik. Pada zaman ini,
kebanyakan orang menilai hanya dari penampilan fisik. Mereka mudah menghakimi bahkan
memihak pada hanya karena keindahan rupa. Bahkan tak jarang dengan keindahan fisik yang
dimiliki, manusia saat ini mudah untuk menghina atau merendahkan orang lain. Dalam novel
ini menjadi pelajaran penting untuk kita semua agar lebih membuka mata hati dan melihat
kebaikan serta ketulusan.
Judul: Di Kaki Bukit Cibalak
Tema: Kemanusiaan, kejujuran, dan keadilan.
         Tokoh dan penokohan
    1. Pambudi. Pambudi merupakan tokoh utama dalam novel karya Ahmad Tohari yang
         berjudul “Di Kaki Bukit Cibalak”. Pambudi merupakan tokoh yang digambarkan
         memiliki karakter yang jujur, teguh pendirian, serta mau bekerja keras. Hal ini
         dibuktikan dari banyaknya dialog dan juga pernyataan dalam novel tersebut yang
         menggambarkan bahwa tokoh pambudi memiliki karakter tersebut. Contohnya pada
         kalimat yang menyatakan bahwa Pambudi merasa lega karena telah menuruti hati
         nuraninya untuk tidak turut dalam melakukan kecurangan bersama pak Dirga. Selain
         itu, karakter Pmabudi juga digambarkan memiliki jiwa sosial tinggi karena
         kepeduliannya pada mbok Ralem untuk membantu pengobatan penyakit wanita tua
         tersebut.
    2. Mbok Ralem. Mbok Ralem merupakan salah satu tokoh yang memiliki peran penting
         dalam alur cerita. Mbok Ralem digambarkan sebagai sosok perempuan tua yang lugu
         dan miskin. Hal ini diungkapkan dalam kalimat “Perempuan lugu yang amat miskin
         itu terharu.”
    3. Pak Dirga, merupakan tokoh antagonis yang menjadi bumbu pelengkap cerita. Dalam
         novel ini, sosok pak Dirga digambarkan memiliki watak yang licik. Hal ini
         disimpulkan dari pernyataan bahwa dengan mudahnya pak Dirga menyusutkan dana
         darurat desa untuk biaya pelantikan sebesar Rp125.000,00, sedangkan untuk memberi
         pinjaman pengobatan kepada mbok Ralem tidak diberikan. Pernyataan lain juga
         diungkapkan melalui kalimat, “Senyumnya terkembang, ramah tetapi jelas licik.”
4. Pak Barkah merupakan pemilik harian kalawarta yang memiliki karakter jujur. Hal ini
         terlihat dari kalimat yang menyatakan bahwa tidaklah terpuji mengumpulkan
         sumbangan masyarakat melebihi keperluan.
    5. Sanis merupakan sosok gadis muda yang masih dibawah umur namun memiliki
         kecantikan yang mampu membuat banyak lelaki terpikat padanya. Gadis ini memiliki
         karakter yang lugu karena usianya yang baru menginjak kata remaja.
    6. Bambang sumbodo merupaka anak dari Pak Dirga yang memiliki karakter yang
         peduli dengan masyarakat sekitar. Hal ini diungkapkan melalui kalimat “Dalam
         banyak segi sebenarnya mereka mempunyai kesadaran yang sama, terutama yang
         menyangkut nilai-nilai kemasyarakatan”. Meskipun ia merupakan anak dari seorang
         lurah yang bejat, tetapi hati nuraniya mampu menuntunnya untuk tetap menjunjung
         kebenaran walaupun belum sepenuhnya ia mampu lakukan. Hal ini terlihat dari
         kalimat yang menyatakan bahwa ia tidak setuju dengan sikap ibunya yang seakan
         menjadi orang kedua dikampungnya, yang bisa menyuruh siapa saja untuk mengikuti
         keinginannya. Bambang juga merupakan sosok yang cerdas. Terbukti dari
         pendidikannya yang mampu ia tempuh di APDN Semarang serta ketika ia
         menafsirkan makna berita yang ditulis Pambudi untuk Pak Dirga, ayahnya.
    7. Bu Runtah merupakan istri Pak Dirga yang memiliki karakter tak jauh berbeda
         dengan suaminya, Pak Dirga, suka memberikan perintah seakan yang paling berkuasa.
         Bu runtah juga memiliki karakter yang ambisius. Saat diadakan lomba merias, Bu
         Runtah mengikuti pembelajaran mengenai tata rias agar bisa memenangkan
         perlombaan tersebut dan mendapat perhatian dari istri camat Kalijambe. Akan tetapi,
         dibalik karakternya tersebut, Bu Runtah masihh tetap memiliki hati yang bersih
         dengan menolak ajakan dukun yang ia datangi untuk berzina.
    8. Mulyani merupakan sahabat Pambudi yang tak lain adalah anak dari pemilik toko
         arloji tempat Pambudi bekerja. Mulyani memiliki karakter yang ambisius untuk
         mencapai apa yang diinginkannya salah satunya untuk memiliki cinta dari Pambudi.
Latar
    1. Latar tempat
             ● Desa Tanggir. Terdapat dalam kalimat, “Di desa Tanggir kicau burung telah
                  diganti dengan suara motor dan mobil, radio dan kaset, atau disel penggerak
                  gilingan padi.
             ● Rumah mbok Ralem. Terdapat dalam kalimat, “Tidak ada bilik-bilik dalam
                  rumah mbok Ralem.”
             ● Bukit Cibalak. Terdapat dalam kalimat “Mobil itu berbalik, kembali ke timur.
                  Bukit Cibalak ada di samping kanan mereka”.
             ● Rumah sakit. Terdapat dalam kalimat “Dari rumah sakit mbok Ralem berdua
                  dengan Pambudi menuju ke kantor kalawarta”.
             ● Kantor redaksi Kalawarta. Terdapat dalam kalimat “Kemudian dari ruang
                  kantor redaksi Kalawarta itu terdengar isakan”.
    2. Latar waktu
             ● Pagi hari. Kalimat yang menyatakan latar waktu pagi hari diantaranya,
                  a. Di pagi itu baik mereka yang keturunan kawula maupun yang mengaku
                      keturunan kerabat ningrat sudah berkumpul di halaman Balai Desa.
                  b. Pambudi tidak bisa mengatakan, mengapa pagi itu ia merasa tenteram.
c. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Mbok Ralem tampak berdua dengan
                  Pambudi di depan pasar desa Tanggir.
             d. Pukul sepuluh pagi hari berikutnya, Pambudi menjadi tamu Pak Barkah,
                  pemimpin redaksi dan pemilik penerbitan kalawarta.
         ● Siang hari. Kalimat yang menyatakan latar waktu siang hari diantaranya,
             a. Ia lupa, pada siang hari seperti itu semua laki-laki ingin dikatakan “Tidak
                  pernah kenal dengan seorang germo”.
             b. “Besok pagi kira-kira pukul sebelas siang Anda sudah dapat mengambil
                  hasil pemeriksaan laboratorium.”
             c. “Terima kasih. Lain kali sajalah. Siang ini aku harus kembali ke Yogya”.
             d. Biasanya balai desa Tanggir sudah tutup pukul dua siang.
             e. “Wah tawaran yang sangat mendadak. Tetapi tak pantas ku tolak.
                  Masalahnya hari sudah terlalu siang, Mul, pulangnya malam”.
         ● Malam hari. Kalimat yang menyatakan latar waktu malah hari diantaranya,
             a. Malam-malam ia sering menyusul ke kantor redaksi kalawarta.
             b. Pada malam kedua, Pak Dirga masuk perangkap.
             c. “Dik Pambudi,” kata Pak Barkah pada suatu malam dirumahnya.
3. Latar suasana
    a. Suasana menegangkan terjadi ketika Pambudi dan Mbok Ralem menunggu hasil
         pemeriksaan laboratorium. Ketika ia mengetahui bahwa Mbok Ralem mengidap
         kanker, wajahnya menjadi tegang.
    b. Suasana menyenangkan terjadi ketika Bu Runtah mendengar uraian suaminya
         yang menaruh minat pada ujian yang akan ditempuhnya.
    c. Suasana yang menimbulkan kemarahan terjadi ketika ayah Pambudi mengetahui
         ada yang menaruh jimat di atas kamar pambudi. Ayah Pambudi bertanya dengan
         nada yang mengisyaratkan kemarahan kepada bagol yang meletakkan jimat itu.
Sudut pandang : sudut pandang yang diceritakan dalam novel ini menggunakan sudut
pandang orang ketiga yang diperankan Pambudi sebagi tokoh utamanya.
Amanat  : Novel karya Ahmad Tohari ini memberikan begitu banyak pelajaran
kehidupan yang sangat patut untuk diterapkan. Apalagi perkembangan dunia yang semakin
kejam, tak adanya lagi sikap saling menghormati dan rendahnya kepedulian pada sesame
sangat perlu untuk diangkat kembali. Melalui novel ini sangat kental disampaikan kepada
pembaca agar menjadi manusia yang memiliki rasa empati pada sesame, memiliki sikap
tanggung jawab, serta menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran. Menjadi seorang wakil
rakyat, bukan berarti menjadi penguasa rakyat, bukan berarti hak-hak rakyat dirampas dan
menanggalkan kewajiban yang harus dijalankan, tetapi memberikan kesejahteraan pada
rakyat menjadi tujuan utama adanya para wakil rakyat.
Komentar : novel ini merupakan novel yang sangat wajib untuk dibaca. Berbeda dengan
novel pada umumnya yang menyajikan kisah percintaan, novel ini memberikan kisah
perjuangan seorang pemuda yang teguh pendirian dan memiliki prinsip untuk menjunjung
keadilan. Novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari ini sangat sesuai dengan kehidupan yang
terjadi saat ini. Kejujuran, kebaikan, keadilan semakin hilang bak ditelan bumi. Manusia kini
lebih mementingkan egonya, nafsu duniawinya, gengsinya, ketimbang keadilan dan
kejujuran. Inilah yang perlu kembali dipupuk dan ditanamkann kepada para generasi muda
khususnya agar mampu membawa perubahan pada dunia yang mencintai sesame dan
memiliki rasa empati memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial.
Judul : Ketika Cinta Bertasbih
Karya : Habiburrahman el Shirazy
Tokoh dan penokohan
    a. Khairul Azzam merupakan tokoh utama yang diceritakan dalam novel ini. Azzam
         memiliki karakter yang sangat sempurna. Sosok laki-laki yan sholeh, berbakti pada
         orang tuanya, menyayangi keluarganya, ulet dan pekerja keras, dan tak lupa prestasi
         hebat yang sudah tidak diragukan lagi.
    b. Anna Althafunnisa sosok wanita sholehah nan anggun yang juga memiliki karakter
         sederhana dan cerdas.
    c. Furqon merupakan teman Azzam di Kairo yang berasal dari kalangan orang
         terpandang dan tak kalah cerdas dengan Azzam.
    d. Ayatul Husna, Lia, dan Sarah merupakan adik Azzam yang juga memiliki sifat sangat
         berkati pada kedua orang tuanya. Sikap sopan santun, sederhana, juga sholehah sangat
         menggambarkan diri mereka.
    e. Eliana, sosok wanita muda nan cantik yang juga tak kalah cerdas. Dibuktikan dengan
         ia mampu lulus dari EHESS Perancis dan melanjutkan S2 di Cairo.
Latar tempat
    a. Mesir, terdapat pada pernyataan yang menyatakan kota Alexandria, kota Cairo,
         Universitas Al Azhar, Hotel Al Haram, dan lain-lain.
    b. Hotel Al Haram. Terdapat pada pernyataan Dari jendela kamarnya yang terletek di
         lantai lima Hotel Al Haram, ia menyaksikan sihir itu.
Latar waktu
    a. Siang hari. Terdapat pada kalimat “Siang itu, Cairo ia rasakan tidak seperti biasanya”.
    b. Pagi hari. Terdapat pada kalimat “Usai shalat Shubuh, Azzam tetap di masjid,
         demikian juga Hafez”.
    c. Malam hari. Terdapat pada kalimat “ Jam setengah tiga Purnama bulat sempurna.
         Bintang-bintang bertaburan menghias angkasa. Malam itu kota Cairo teras sejahtera”.
Alur : maju
Sudut Pandang : orang ketiga
Amanat : novel ini merupakan novel epik dan telah banyak dibaca. Menjadi novel yang telah
difilmkan berarti memiliki nilai yang sangat patut untuk disampaikan kepada semua orang.
Melalui kisah yang diceritakan, pesan yang didapatkan ialah bekerja keras, berjuang, dan
berkorban untuk memperjuangkan kehidupan merupakan jalan yang memang sudah
semestinya dirasakan. Tak ada hasil tanpa usaha. Azzam yang merupakan tokoh utama dalam
novel ini mengajarkan untuk menjadi manusia yang mampu menyeimbangkan antara perkara
dunia dan akhirat. Dalam hal dunia ia sangat berprestasi dibuktikan dengan predikat Jayyid
Jiddan yang ia terima ketika pengumuman kelulusan. Tak ketinggalan ibadah yang sangat
peripurna dan sosoknya yang rendah hati menjadi tokoh dengan karakter yang sangat perlu
untuk ditiru. Sosok Anna Althafunnisa juga mengajarkan kepada para pembaca untuk
menjadi sosok wanita yang menjaga dirinya dengan ilmu dan amal kebaikan. Novel ini juga
mengajarkan untuk bertawakkal atas usaha yang telah dilakukan. Manusia memang ranahnya
berusaha, tetapi mengenai hasil hanya Allah yang berkehendak dan pastinya takdir yang
Allah tetapkan itu adalah yang terbaik. Sabar dan menerima menjadi kunci kebahagiaan
dalam menikmati kehidupan.
Komentar : novel ini sangat menyentuh hati. Setiap alur kisah yang disampaikan memberikan
makna dan pesan moral yang harus diterapkan serta ditanamkan dalam pembentukan karakter
diri sendiri.
Nahdiyati, Zidti Hilma. 2013. “Analisis Novel Ketika Cinta Bertasbih 1”.
https://zidtihilma.blogspot.com/2013/10/analisis-novel-ketika-cinta-bertasbih-1.html. Diakses
pada 23 Desember 2022.
Judul : Lingkar Tanah Lingkar Air
Karya : Ahmad Tohari
Tokoh dan penokohan
a. Amid memiliki karakter cinta tanah air, tetapi mengalami kebimbangan karena
    gerakan yang ia ikuti menentang adanya Republik. Ia juga memiliki hati yang lembut.
    Hal ini terlihat ketika Amid menemukan tasbih dan Quran yang ia ambil dari saku
    celana orang yang ia tembak.
b. Kiram memiliki karakter yang ambisisus. Ia ingin merasakan bagaimana berperang
    dengan mengangkat senjata yang sebenarnya.
Latar tempat
a. Purwokerto. Terdapat pada kalimat “Sampai di Purwokerto kami dihimpun di sebuah
    gedung madrasah milik Al Irsyad”.
Latar waktu
a. Malam hari. Terdapat pada kalimat “Tadi malam, aku, kiram, Jun, dan Kang Suyud
    berada dalam satu rumah ilalang itu”.
Latar suasana
a. Suasana menegangkan terjadi ketika Amid, Kiram, dan Jun tengah menjenguk Kang
    Suyud tiba-tiba datang serbuan.
Sudut pandang : orag pertama
Amanat         : patuh kepada pemimpin memang sudah seharusnya, tetapi jika apa yang
diperintahkan tidak sesuai dengan prinsip, nilai,, dan norma kebenaran melalui akal sehat
manusia bahkan siap menghabisi nyawa sesame, maka kepatuhan itu tak sepatutnya
dilakukan.
3
                               ANALISIS CERPEN
1. Judul    : Seribu Kunang-Kunang di Manhattan
     Karya  : Umar Kayam
     Tokoh  :
                ● Jane : cantik, memiliki karakter layaknya orang Barat yang senang
                     mengalihkan permasalahan yang dihadapi dengan minum-minuman
                     beralkohol dan melakukan hubungan bebas.
                ● Marno : orang Indonesia yang teguh pendirian, halus, serta sangat menjaga
                     perasaan lawan bicaranya.
Latar
            ● Latar tempat : Apartemen Jane di kota Manhattan, Amerika Serikat.
            ● Latar waktu : malam hari
            ● Latar sosial : kehidupan masyarakat modern di Manhattan.
Alur : campuran
Sudut pandang : orang ketiga.
            Cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan merupakan salah satu cerpen karya
Umar Kayam yang telah banyak dibaca oleh para pembaca. Cerpen ini mengisahkan dua orang
tokoh yang memiliki latar belakang berbeda. Tokoh tersebut ialah Jane yang memiliki latar
belakang budaya Eropa dan Marno yang memiliki latar belakang budaya Indonesia. Cerpen ini
mengisahkan dua tokoh tersebut yang bertempat di kota Manhattan, Amerika Serikat, dengan
latar waktu terjadinya dimalam hari, dan latar sosial yang menceritakan kehidupan masyarakat
modern di Manhattan. Alur campuran menjadi urutan peristiwa yang disajikan dalam cerpen
tersebut dengan memanfaatkan flashback untuk memperkuat cerita.
            Kisah ini diawali dengan adanya perbincangan antara kedua tokoh tersebut yang
sedang duduk di sofa sambil memegang segelas Martini atau jenis minuman beralkohol. Jane
menceritakan banyak pengalaman hidupnya kepada Marno. Marno berusaha menanggapi setiap
cerita yang disampaikan Jane dengan rasa hati-hati. Lalu Marno yang awalnya duduk bersama
Jane di sofa, sejenak berdiri di dekat jendela untuk melihat pemandangan. Jane kemudian
menghampiri Marno dan mereka kembali memulai perbincangan. Ketika mereka tengah
berbincang, tanpa sadar Jane mengatakan hal yang menyinggung hati Marno. Ia mengatakan
bahwa Marno adalah anak desa yang sentimental. Lalu Marno membalas pernyataan tersebut
dengan nada yang sedikit tinggi. Akan tetapi, jiwa budaya Indonesia yang melekat pada dirinya
membuat Marno merasa tak enak hati karena telah berkata dengan nada agak tinggi kepada Jane.
Perasaan bersalahnya membuat Marno harus meminta maaf kepada Jane. Jane yang memahami
hal tersebut lantas menerima permintaann maaf itu dan kembali memulai percakapan dengan
Marno. Disaat perbincangan usai, Jane memberikan piyama berukuran medium-large untuk
dikenakan oleh Marno. Penanaman norma dan nilai yang dibawa dari tanah leluhur Indonesia
membuat Marno menolak ajakan Jane untuk bermalam di apartemennya. Kemudian Marno
berpamitan dari apartemen Jane.
Cerpen ini mengisahkan tentang konflik psikologis antara Jane dan Marno yang
sama-sama merasa kesepian karena ditinggalkan oleh kekasih mereka. Jane yang masih teringat
dengan mantan suaminya dan Marno yang juga masih teringat dengan istri serta anak-anaknya.
Mereka menjalin hubungan hanya sebatas untuk menghilangkan kejenuhan dan kesepian yang
mereka rasakan. Akan tetapi, ternyata hubungan itu tak lantas membuat mereka mampu
menghapuskan kenangan-kenangan indah bersama pasangan mereka dahulu. Dalam cerpen ini
juga disajikan penyampaian perbedaan dua budaya yang sangat kental. Jane merupakan orang
Eropa dan Marno merupakan orang Asia atau lebih tepatnya orang Indonesia. Hal ini membuat
adanya perbedaan latar belakang budaya yang disajikan dalam satu cerita. Seperti yang telah
diketahui, negara-negara di benua Eropa memiliki kebudayaan suka dengan minum-minuman
beralkohol, mudah berbaur bahkan tak jarang mereka bisa mengundang lawan jenis untuk
bermalam di rumah mereka. Berbeda 180 derajat dengan budaya Indonesia yang sangat menjaga
norma dan etika dalam pergaulan. Marno menolak tawaran Jane untuk mengenakan piyama
yang telah disediakan. Secara tidak langsung hal tersebut merupakan ajakan Jane untuk
bermalam dengan Marno di apartemennya. Akan tetapi, Marno yang masih menjunjung etika
dan norma yang telah ia pahami sejak dini, ia menolak ajakan tersebut.
Cerpen ini sangat menarik dan memberikan makna tersirat di dalamnya. Melalui
peristiwa yang dikisahkan di dalam cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan ini
memberikan gambaran mengenai bagaimana kehidupan sosial budaya yang terjadi di
negara-negara barat seperti di kota besar Manhattan, Amerika Serikat. Melalui cerpen ini penulis
dapat mengetahui dan memahami bagaimana penyelesaian masalah yang dilakukan oleh orang
Barat. Mereka akan menyalurkan emosinya dengan meminum minuman beralkohol atau
menjalin hubungan bebas. Tak ketinggalan budaya Indonesia yang disajikan sangat
mengedepankan nilai, norma, dan etika yang tertanam sejak dini untuk diterapkan dimanapun,
kapanpun dan kepada siapapun dengan cara yang sesuai.
2. Judul : Robohnya Surau Kami
Karya : A.A. Navis
Tokoh :
● Kakek             : religius, mudah terhasut.
● Ajo Sidi          : pembual
● Aku               : tokoh penengah yang memiliki kedekatan dengan tokoh
Kakek.
● Haji Saleh : sombong, merasa dirinya pantas di surga.
Latar :
● Latar tempat : surau tua disebuah desa
● Latar waktu : pagi hari
● Latar sosial : kehidupan masyarakat di pedesaan.
Alur : maju
Sudut pandang : orang pertama
Robohnya surau kami merupakan cerpen yang ditulis oleh A.A. Navis. Cerpen ini
memiliki pesan religi yang ingin disampaikan penulis kepada para pembaca. Tokoh
kakek yang memiliki peran sebagai penjaga surau dengan ketaatan dan keteguhan
ibadahnya menjadi kisah utama yang akan diceritakan dalam cerpen ini. Kakek
memiliki karakter yang sangat religius. Hidupnya ia habiskan untuk beribadah dan
mengabdikan diri untuk Tuhan. Akan tetapi, sikapnya yang terlalu fokus pada urusan
    kehidupan setelah kematian membuat ia abai dengan lingkungan sekitarnya. Tokoh
    lainnya yang menjadi bumbu cerita dalam cerpen ini ialah Ajo sidi. Ia merupakan
    seorang pembual yang disenangi banyak orang. Akan tetapi, di suatu masa, Ajo Sidi
    datang kepada Kakek dan memberitahukan sesuatu yang membuat Kakek menjadi
    gelisah. Peristiwa ini terjadi di sebuah desa yang memiliki surau tua yang senantiasa
    dijaga oleh Kakek.
             Kisah ini bermula ketika Kakek yang merupakan penjaga surau tua di sebuah
    desa bertemu dengan Aji Sodo si pembual yang terkenal di desa tersebut. Kakek yang
    senantiasa mengabdikan hidupnya untuk sembahyang kepada Tuhan, tiba-tiba
    dikejutkan dengan perkataan Aji Sodo bahwa ia adalah manusia terkutuk yang akan
    dimasukkan ke dalam neraka. Hal ini dikarenakan Kakek dianggap terlalu sibuk
    memikirkan urusan akhirat dan mengabaikan urusan lingkungan sosial disekitarnya.
    Kakek menceritakan apa yang disampaikan Ajo Sidi kepada tokoh Aku. Dalam kisah
    yang diceritakan terdapat seorang hamba yang mengabdikan hidupnya untuk
    beribadah kepada Tuhan. Hamba teserbut Bernama Haji Saleh. Ia merasa sangat yakin
    bahwa nantinya ia akan dimasukkan ke dalam surga. Akan tetapi, saat penentuan akan
    ditempatkan di surga atau neraka, Haji Saleh justru dilemparkan ke dalam neraka. Ia
    bingung dan bertanya-tanya mengapa ibadahnya selama di dunia tak membuat ia
    dimasukkan ke dalam surga. Lalu Haji Saleh mengadu dan bertanya kepada Tuhan.
    Seketika Tuhan menjawab bahwa Haji saleh terlalu sibuk dengan amalan akhiratnya
    sehingga mengabaikan keluarganya dan mengalami kesulitan dalam mencukupi
    kebutuhan hidupnya.
             Usai mendengar cerita Kakek, pagi harinya tokoh Aku mendapat kabar bahwa
    Kakek telah meninggal dunia dengan menggoroh lehernya menggunakan pisau cukur
    di surau. Tanpa pikir panjang, tokoh Aku langsung mencari Ajo Sidi. Ia yang
    menyebabkan Kakek melakukan perbuatan terlarang itu. Ketika sampai di rumah Ajo
    Sidi, hanya pesan yang ia dapatkan. Ajo sidi telah pergi dan memberikan pesan untuk
    membelikan kain kafan tujuh lapis untuk Kakek.
             Melalui judulnya, makna dari kata Robohnya Surau Kami ialah hilangnya
    penjaga surau yang telah mengabdikan hidupnya untuk menjaga surau dan beribadah
    kepada Tuhan. Surau yang dahulu digunakan sebagai tempat bersembahyang, kini
    hanyalah sebatas tempat yang digunakan untuk bermain. Kayu dan papan dinding pun
    telah banyak diambil oleh para perempuan yang kehabisan kayu bakar.
             Cerpen ini memberikan pesan kepada para pembaca untuk bisa
    menyeimbangkan mengenai urusann dunia dan urusan akhirat. Dunia dicari untuk
    memenuhi kebutuhan hidup sebagai manusia, tetapi tidak boleh mengabaikan perkara
    akhirat yang nantinya dimintai pertnggungjawaban. Kita tidak boleh terlalu fokus
    pada satu hal karena sejatinya kita diciptakan untuk menyembah Tuhan Yang Maha
    Esa dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai salah satu makhluk-Nya.
    Menjadi manusia juga berarti harus siap untuk menerima kritik dan saran dari orang
    lain. Melalui kisah Kakek tersebut pembaca juga diajarkan untuk tidak mudah percaya
    dengan orang lain. Jika suatu perkara atau yang disampaikan merupakan suatu
    kebenaran, maka sebaiknya kita merenungi diri untuk mengevaluasi dan memperbaiki
    diri untuk menjadi lebih baik lagi.
3. Judul : Maling
