The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ancasnurul1, 2022-12-27 23:57:21

Analisis Karya Sastra PBSI K (2)

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Keywords: Analisis Karya Sastra

4

ANALISIS NASKAH DRAMA

Kereta Kencana
Karya : WS Rendra

Drama karya WS Rendra ini mengisahkan tentang sepasang kekasih yang sudah tua,
Kakek dan nenek. Kakek itu bernama hendry, kakek Hendry duduk dalam kegelapan dan
nenek sambil membawa lilin mendatangi kakek bertanya mengapa termenung sendirian.
Kemudian mereka mendengar suara Kereta Kencana dan sang istri menanyakan apakah ini
pertanda bahwa mereka berdua akan mati bersama dijemput dengan kereta kencana.
Sepasang suami istri ini berdialog mengisi kesepian hari tua tanpa seorang anak. Mereka
saling menghibur satu sama lain. Kakek yang sempat putus asa akan kehidupannya,
dibangkitkan kembali gairah hidupnya oleh nenek. Sampai kecerian mereka memudar,
mengingat kembali derita yang telah mereka lewati. Masa ketika mereka muda, berkeliling
dunia dan mereka mengatakan kini telah hancur. Hidup selama 200 tahun lamanya tidaklah
mudah, apalagi di masa tua mereka hanya berdua. Banyak sekali keabsurdan yang terjadi
dalam naskah drama ini. Salah satunya tamu-tamu tanpa wujud yang datang pada malam hari.
Mereka datang dengan jumlah yang banyak sehingga membuat suami istri tersebut panik.
Mereka menyambut tamu-tamu tersebut dan si kakek memberikan pidato sebentar. Hingga
terdengar ketukan pintu dari arah luar, yang datang ternyata adalah Kaisar dari kerajaan benar
dan terang. Mereka berdua merasa bahwa Kaiasr dengan kereta kencananya akan membawa
mereka berdua dan meninggalkan dunia selama-lamanya. Dialog “Perpisahan badan bukan
berarti perpisahan jiwa.” dan “Kita berdua tak akan dipisahkan.”, merupakan dialog yang
sangat mengharukan. Hampir dua abad lamanya mereka bersama, dari masa muda mereka
hingga tua renta.

Drama ini bertemakan kehidupan, hidup selama berabad-abad pun tetap memiliki
permasalahan hidup. Kesetiaan kakek nenek ini menggambarkan kisah percintaan mereka
yang romantis. Mereka saling melengkapi satu sama lain dan saling memahami. Latar tempat
pada drama ini hanya di rumah kakek nenek dan pada malam hari. Drama ini memberikan
amanat untuk tidak takut akan kematian, kita hidup berabad-abad pun kematian pastinya akan
selalu menunggu didepan pintu kehidupan dan mengantarkan kita ke alam selanjutnya. Tidak

ada yang abadi di dunia ini, segala sesuatu yang hidup pasti akan mati. Dunia merupakan
tempat yang fana, bertambahnya tahun dan semakin cepatnya waktu berjalan, semakin lama
dunia ini akan semakin hancur tanpa kita sadari.

Operasi
Karya : Putu Wijaya

Drama karya Putu Wijaya ini menceritakan tentang seorang Pasien yang datang ke tempat
dokter praktek. Awalnya ia ragu ketika hendak masuk ke tempat tersebut, dikarenakan
suasananya masih sepi, tetapi karena ia sangat butuh dokter ia pun memberanikan diri. Si
Pasien menunggu sangat lama hingga ia ketiduran dan tetiba sudah terbangun dalam ruangan
praktek. Dokter menanyakan maksud dari Pasien yang datang kemarin, si Pasien tidak
menderita suatu penyakit dan tidak minta untuk diobati, akan tetapi ia ingin operasi mukanya
yang terlihat umum, tidak ada ciri khas yang menandai mukanya. Tidak seperti orang Jepang
yang bermata sipit, orang Bule yang bermata lebar dan hidungnya yang tidak dikatakan
mancung dan juga pesek. Awalnya Dokter mengira kalau Pasien ingin diperindah mukanya,
akan tetapi Si pasien justru ingin dirusak mukanya. Dokter yang mendengarnya tentu terkejut,
karena selama ini pasien yang datang ke tempatnya ingin diperindah wajahnya, bukan
dirusak. Pasien pun merayu Dokter agar mau merusak wajahnya, dari menaikkan harga dari
dua kali lipat hingga tiga kali lipat tetapi dokter tetap menolak. Akhirnya, dokter berunding
dengan kedua asistennya, mereka berdua mengatakan bahwa terima saja permintaan sang
pasien. Namun, dokter tetap sama dengan pendiriannya untuk tidak menuruti permintaan
Sang Pasien, karena ini bukan tentang soal uang, tetapi hal itu bertentangan dengan jabatan
dan sumpah dokter. Si Pasien pun mengganti permintaannya untuk matanya diperkecil,
giginya dicabut dan hidung yang dibuat menjadi tiga lubang. Jawaban dari Dokter tetap sama,
yaitu tidak bisa, ia hanya memperbaiki yang rusak, bukan merusak yang tidak rusak. Sampai
akhirnya Si Pasien memutuskan akan merusak wajahnya sendiri dan Si dokter menyarankan
membeli silet di toko depan.

Drama ini beralur maju dan latar tempatnya hanya di sebuah tempat Dokter Praktek.
Terdapat beberapa satire dalam drama ini, ada pada dialog Asisten Dokter I, “Idealis itu
perlu, tapi ini jaman krisis dokter, krisis. Orang sudah tidak malu lagi jika berbuat sesuatu
yang tidak sesuai dengan keahlian dan jabatan sekalipun. Konstitusi Negara saja sudah
diabaikan orang apalagi Cuma sumpah jabatan sebagai seorang dokter.”. Drama ini

menggambarkan bahwa banyak orang yang telah kehilangan akal, melakukan segala sesuatu
agar tujuannya tercapai, bahkan jika melalui jalan yang tidak benar. Banyak orang yang tidak
mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan kepada mereka. Rasa tanggung jawab sangat
perlu dimiliki oleh setiap umat manusia agar tidak kehilangan akal untuk melakukan hal yang
dapat menimbulkan perkara.

RT Nol RW Nol
Karya : Iwan Simatupang

Drama ini dibagi kedalam 5 adegan, Drama dengan latar tempat di kolong suatu
jembatan ini dimulai dengan perbincangan Kakek dan Pincang mereka sedang memasak.
Mereka berbincang mengenai truk gandeng yang lewat diatas jembatan, padahal hal tersebut
dapat menyebabkan jembatan roboh. Kemudian muncullah Ani dan Ina, Kakek mengatakan
bahwa peraturan itu untuk diturut. tetapi Ani mengatakan bahwa larangan ada untuk
dilanggar. Percakapan berlanjut ketika suasana menandakan akan turun hujan, Ani dan Ina
yang bersiap untuk pergi melakukan dinasnya menjadi PSK. Mereka melakukan dinasnya
pada kali ini supaya bisa memakan nasi putih sepiring, daging rendang, telur balado, teh
manis dan pisang raja. Dalam lebatnya hujan Ani dan Ina menggunakan tikar sobek untuk
menutupi kepala mereka dan pergi. Kakek merupakan seorang mantan kelasi kapal, Pincang
merupakan orang yang memiliki kondisi fisik pincang. Kemudian, datanglah Bopeng, ia
membawa orang baru yang bernama Ati untuk tinggal sementara di Kolong jembatan itu.
Bopeng menceritakan bahwa ia mendapatkan persekotnya, tandanya ia diterima menjadi
seorang kelasi. Adegan berikutnya Ina dan Ani sempat tertangkap razia polisi, pada saat itu
pula mereka berdua memutuskan untuk menikah, Ina dengan pemilik becak dan Ani dengan
seorang lelaki yang disebut sebagai Babah. Ina memberikan salam perpisahan dan
menyebutkan bahwa kolong jembatan sebagai RT Nol RW Nol Kemudian, diakhir drama
sebetulnya Ati ingin mengajak Kakek untuk ikut bersamanya pulang ke kampungnya, tetapi
Kakek menolaknya, Kakek merasa bahwa kolong jembatan menjadi tempat yang ada dalam
kehidupannya.

Drama ini mengandung kritik sosial masyarakat dan pemerintah, naskah drama ini
menceritakan tentang kehidupan orang-orang yang tinggal di kolong jembatan. Kehidupan
mereka sangat memprihatinkan, mereka hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan bahkan
ancaman yang kapan saja bisa terjadi jika jembatan yang mereka huni itu roboh. Dalam

kependudukannya mereka tidak dianggap oleh pemerintah, terlihat pada Ina yang
menyebutnya “RT Nol RW Nol”, yang tandanya mereka tidak memiliki alamat tersendiri,
sehingga tidak medapatkan kartu kependudukan. Pada adegan pertama juga terdapat satire
yang mengatakan bahwa larangan itu ada untuk dilanggar, dalam realita dalam masyarakat
juga sama seperti itu, ada tanda larangan untuk membuang sampah saja dihiraukan, apalagi
larangan-larangan yang terdapat dalam aturan pemerintahan. Pemerintah juga sama,
seringnya mereka melakukan pelanggaran terhadap aturan yang sudah mereka buat. Amanat
yang terkandung pada naskah drama ini adalah semua manusia itu derajatnya sama,
perlakukan semua orang dengan selayaknya jangan seenaknya.

Pada Suatu Hari
Karya : Arifin C Noer

Drama ini menceritakan tentang Kakek Nenek yang sedang mengalami konflik dalam
kehidupan rumah tangganya. Suatu saat setelah acara yang mereka gelar selesai, datang
seorang janda bernama Nyonya Wenas. Nyonya Wenas datang bermaksud untuk menyatakan
maaf atas ketidakhadirannya pada acara ulang tahun pernikahan yang Kakek Nenek adakan.
Hal itu membuat nenek merasa cemburu hebat, pasalnya mereka berdua tidak ada niatan
mengundang nyonya Wenas dan nyonya Wenas merupakan mantan kekasih kakek. Apalagi
ketika itu Joni menghidangkan minuman kesukaan nyonya Wenas yaitu es susu. Terjadilah
adu mulut antara Kakek dan nenek, hingga saat itu nenek meminta cerai kepada kakek.
Kakek berusaha membujuk nenek agar menarik kembali perkataannya, akan tetapi nenek
tetap menginginkan perceraian saat ini juga. Pada saat pertengkaran terjadi, datanglah Nita,
anak tertua nenek dan kakek berkunjung ke rumah orang tuanya. Nita hanya diam
memperhatikan kedua orangtuanya bertengkar. Kemudian datanglah Novia, beserta kedua
anaknya Meli dan Feri diantarkan oleh Arba, sopirnya. Ia membawa seluruh pakaiannya,
ternyata Novia juga sudah mengajukan cerai kepada suaminya itu sebab ia sangat cemburu
dengan pasien dari suaminya. Nenek memberikan nasihat kepada Novia untuk tidak bertindak
gegabah dan mempertimbangkan kembali demi masa depan kedua anaknya. Permasalahan di
antara kakek dan nenek pun terlupakan karena cerita Novia.

Drama ini berlatar suasana tegang karena pertengkaran kakek dan nenek dan latar
tempatnya di rumah kakek dan nenek. Tema dari drama ini adalah keluarga, kehidupan
keluarga yang didalamnya terdapat konflik yang tak terduga. Amanat yang terkandung dalam

naskah drama ini ialah hendaknya jangan mengambil keputusan dalam keadaan sudah
dikuasai oleh amarah. Bisa jadi keputusan tersebut dapat merugikan diri kita sendiri.

Cermin
Karya : Nano Riantiarno

Drama ini menceritakan tentang seorang lelaki yang tengah menunggu untuk dihukum
mati. Lelaki itu bercerita kepada laki-laki yang sama persis dengannya alias ia melihat dirinya
sendiri dalam cermin. Lelaki itu berkata bahwa ia tidak percaya jika ia telah membunuh 6
orang. Ia menceritakan masa lalunya, menikahi seorang pelacur bernama Sunni, pada
awalnya ia merelakan pekerjaan Su sebagai pelacur tetap dilakukan walaupun mereka telah
menikah karena lelaki merasa Su hanya mencintai dan sayang hanya kepada si laki-laki. Si
tokoh lelaki mengharapkan kebahagian dari Su, tapi nyatanya Sun hanya memberikan anak
kepada si lelaki, bahkan si lelaki saja tidak mengetahui apakah anak-anak tersebut benar anak
dari si lelaki atau dari pelanggan Su. HIngga suatu sata, ia tidak dapat memendam semuanya,
ia marah besar dan melakukan hal yang seharusnya tidak pernah ia lakukan. Si lelaki sangat
menyesal dengan apa yang ia perbuat, ia dijauhi oleh semuanya, sekarang si Lelaki hanya
sendirian. Amanat yang terkandung dalam naskah drama ini ialah ketika kita hendak memilih
pasangan hidup,hendaknya mengetahui bibit, bobot, dan bebetnya terlebih dahulu. Terkadang
jikalau kita terlalu menaruh ekspektasi yang tinggi terhadap sesuatu dan ternyata
kenyataannya tidak seperti itu akan menimbulkan hal yang tidak kita inginkan. Serta,
sebelum bertindak sesuatu apalagi ketika dilanda amarah sebaiknya jangan memutuskan
sesuatu dan setiap perbuatan yang kita lakukan pastinya akan ada akibatnya dibelakang.

Vanny Damay Yanti Agustin
22201244068

1
ANALISIS PUISI

Puisi 06:30 karya Taufik Ismail

Di pusat Harmoni
Pada papan adpertensi
(Arloji Castell)
Tertulis begini : "Dunia Kini
Membutuhkan Waktu Yang Tepat"

Di belakangnya langit pagi
Tembok sungai dan kawat berduri
Pengawalan berjaga. Di istana

Arloji Castell
Berkata pada setiap yang lewat
"Dunia Kini
Membutuhkan Waktu Yang Tepat".

Diksi : menggunakan diksi konotatif seperti “di pusat harmoni”
Majas : menggunkan majas alegori karena menggunakan kata kiasan seperti “
Sajak : a-a-b-b
Tema : Ketepatan waktu

Citra : citra perasaan
Tipografi : baris tepi kiri semua dan memakai huruf kapital diawal kalimat
Feeling/pesan : dunia ini membutuhkan ketepatan disetiap waktunya agar tercipta keharmonian

Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono

Waktu masih kanak-kanak kau membuat perahu kertas
dan kaulayarkan di tepi kali; alirnya sangat tenang,
dan perahumu bergoyang menuju lautan.

“Ia akan singgah di Bandar-bandar besar,” kata seorang
lelaki tua. Kau sangat gembira, pulang dengan
berbagai gambar warna-warni di kepala. Sejak itu
kau pun menunggu kalau-kalau ada kabar dari
perahu yang tak pernah lepas dari rindumu itu.
Akhirnya kaudengar juga pesan si tua itu, Nuh, katanya,
“Telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah
Banjir besar dan kini terdampar di sebuah bukit.”

menjelaskan tentang jiwa anak-anak yang penuh khayalan "waktu masih kanak-kanak membuat
perahu kertas dan kau layarkan di tepi kali"
"Dan perahumu bergoyang menuju lautan" naturan symbol
Majas : metafora "telah kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini
terdampar disebuah bukit"
Tipografi mirip prosa karena di tepi kanan tidak teratur dan banyak menggunakan tanda baca.
Diawal menggunakan kapital. Diakhir menggunakan titik seperti prosa.
Feeling : tulus dan ikhlas dalam kepatuhan kpd Tuhan
Tema : pengabdian manusia kepada Tuhan harus dilakukan secara ikhlas dan Tulus

Asmaradana karya Goenawan Mohammad

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun, karena angin pada kemuning.
Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti,
yang jauh.
Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu. Ia melihat peta, nasib,
perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada
tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan
mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani lagi.
Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.

Berisi tentang kisah cinta Darma Wulan dan Anjasmara yang sayangnya berakhir tragis
Feeling : sedih karena perpisahan
Majas : personifikasi “langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti”
Citra : citraan visual “sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke
utara”
Tema : suasana perpisahan karena ditinggal perang
Tipografi : rata kiri, diawali huruf kapital diawal kalimat, terdapat titik disetiap akhir kalimat

Padamu Jua karya Amir Hamzah

Habis kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu

seperti dahulu.

Kaulah kandil kemerlap
pelita jendela di malam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu.

Satu kekasihku
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa.

Di mana engkau
rupa tiada
suara sayup
hanya kata merangkai hati.

Engkau cemburu
engkau ganas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas.

Nanar aku, gila sasar
sayang berulang padamu jua
engkau pelik menarik ingin
serupa dara di balik tirai.

Kasihmu sunyi

menunggu seorang diri
lalu waktu - bukan giliranku
mati hari - bukan kawanku...

Menurut saya menceritakan tentang cinta akan Tuhannya karena mau sejauh apapun itu pasti
akan rindu dan kembali kepada Tuhannya dalam kalimat “pulang kembali aku pada-Mu” dan
juga pada kalimat “rindu rasa” “rindu rupa”
Feeling : sedih
Majas : personifikasi “serupa darah dibalik tirai”
Simbol : konotasi positif
Tipografi : rata kiri, menggunakan huruf kapital hanya didepan paragraf
Tema : Rindu akan Tuhan

Bentangan Langit karya Emha Ainun Najib

Dari bentangan langit yang semu
Ia, kemarau itu,datang kepadamu Tumbuh perlahan.
Berhembus amat panjang Menyapu lautan.

Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu,Ia,kemarau itu dari Tuhan yang senantia diam dari tangan-Nya.

Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap.
Yang tak menoleh barang sekejap.

Tema : Ketuhanan

Pesan : Puisi ini mengajarkan tentang kebesaran-kebesaran Allah SWT dalam memberikan
segala kenikmatan-Nya kepada kita dengan gratis, akan tetapi banyak manusia yang masih
menutup mata dan hatinya untuk hanya sekedar mengucap syukur

Diksi : Puisi ini menggunakan diksi konotatif yaitu menggunakan makna yang tidak sebenarnya.
Seperti dalam kalimat "Ia, kemarau itu, datang kepadamu" dalam kata kemarau tidak memiliki
arti kemarau sesungguhnya yang akan datang

Majas Metafora : “Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa” memiliki pengertian bahwa,
penyair menggambarkan Tuhan dalam bentuk lain yang sebenarnya telah dapat kita ketahui di
kaliamat sebelumnya dari penggalan-penggalan kalimat di dalam puisi tersebut yaitu “dari
tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa”.

Majas Personifikasi : “Ia, kemarau itu, datang kepadamu

Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang

Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan

menyapu hutan!”

Mengandung arti bahwa penyair menggunakan kata “Ia” yang memiliki pegertian “kemarau itu”
yang kemudian di gambarkan seakan-akan hidup dan melakukan hal-hal seperti “datang
kepadamu”, “Tumbuh perlahan”, “Menyapu lautan”, “Mengekal tanah berbongkah” dan
“menyapu hutan”. Apabila kita ketahui bahwa musim kemarau yang notabennya adalah benda
mati akan tetapi oleh penyair digambarkan seolah-olah hidup.

Majas Hiperbola : Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan

menyapu hutan!”

Mengandung arti bahwa penyair mengambarkan sesuatu yang mampu “menyapu lautan” dan
“menyapu hutan”. Hal ini tentu tidak wajar, karena tidak ada suatu alat yang mampu melakukan
itu dalam konteks secara nyata, oleh karena itu penyair menggunakan perbandingan secara
melebih-lebihkan dalam menggambarkan saat datangnya musim kemarau tersebut.

Tipografi : rata kiri

Citraan penglihatan (visual) : “Dari bentangan langit yang semu”

Citraan Perabaan “Berhembus amat panjang”

Karawang Bekasi karya Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta

menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.................

Puisi ini berisi tentang perjuangan orang-orang di masa dulu untuk meraih kemerdekaan
Indonesia. Mereka berjuang tidak kenal lelah hingga titik darah penghabisan
Diksi : Puisi ini menggunakan kalimat konotatif seperti pada kata “tulang-tulang diliputi debu”
itu tidak benar-benar bermakna tersebut. Kata itu memiliki makna betapa kurusnya orang-orang
di masa peperangan sampai tulang-tulangnya menonjol di balik kulit
Gaya bahasa : Puisi ini menggunakan gaya bahasa repetisi yaitu mengulang-ulang, seperti pada
kata “tulang diliputi debu”, “kenang, kenanglah kami”, “menjaga Bung Karno, menjaga Bung
Hatta, menjaga Bung Sjahrir”
Majas : Di dalam puisi ini terdapat majas personifikasipada kata “jam dinding yang berdetak”
dan majas hiperbola pada kata “tulang-tulang berserakan” dan “tulang diliputi debu”
Tipografi : Puisi ini memiliki total 32 baris dengan rima campuran
Citraan : Citraan pendengaran pada kata “deru kami”, “hening di malam sepi”, “jam dinding
yang berdetak” dan citraan penciuman pada kata “mayat” dan “debu”

Pemandangan Senja karya Kuntowijoyo
Dua ekor ikan
Menutup mata
Mereka lihat tanda

Air berhenti mengalir
Maka gugurlah kepercayaan
Perempuan menangis di jendela
Menghentikan pejalan
Lelaki tidak juga datang
Merpati di pucuk atap
Kesal menunggu senja
Menahan dingin
Mengharapkan bintang turun menyapa
Jauh di langit
Kelompok pipit mencari pohonan
Adakah masih tersedia daunan
Mereka hanya berputar-putar.
Terasa juga malam ini
Lelaki tidak akan pulang
Barangkali sore harus dibatalkan
Tidak ada lagi:
Merpati harus tidur di awan
Pohonan sudah ditebang
Tidakkah kaudengar tidak ada lagi peradaban?

Mengandung tema Kesepian, menggunakan majas metafora dalam kalimat “Merpati harus tidur
di awan”. Feeling atau pesannya sedih karena seakan hidup dalam kehampaan, peradaban sudah
hilang karena banyaknya pepohonan yang ditebang. Menggunakan diksi homograf dalam kata
“peradaban” karena dapat diartikan juga sebagai kehidupan. Tipografi rata kiri.
Malam Rindu karya Joko Pinurbo

Malam Minggu. Hatiku ketar-ketir.
Ku tak tahu apakah demokrasi dapat mengantarku

ke pelukanmu dengan cara saksama
dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.

Sebelum Ahad tiba, anarki bisa saja muncul
dari sebutir dengki atau sebongkah trauma,
mengusik undang-undang dasar cinta, merongrong
pancarindu di bibirku, dan aku gagal
mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu.

Menurut saya, puisi ini menceritakan tentang cintanya kepada kekasih yang bagaikan sumpah
pemuda namun pupus sudah harapan karena penyair telat untuk mengungkapkan cinta dalam
kalimat “aku gagal mengobarkan Sumpah Pemuda di bibirmu”. Feelingnya sedih. Menggunakan
diksi polisemi contoh dalam kata “tempo-tempo sesingkat-singkatnya” itu salah satu kalimat
dalam proklamasi namun dipuisi ini memiliki arti keinginan jatuh kepelukan kekasihnya dalam
waktu singkat. Tipografi seperti paragraf, tidak selalu diawali dengan kapital dan tidak diakhiri
dengan tanda titik. Citraannya perasa dalam kalimat “sebutir dengki atau sebongkah trauma”

Makna Sebuah Titipan karya W.S Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
bahwa mobiku hanya titipan-Nya
bahwa rumahku hanya titipan-Nya
bahwa hartaku hanya titipan-Nya
bahwa putraku hanya titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua “derita” adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknya derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai
keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”

Tema : Ketuhanan
Diksi : tidak rumit
Majas : metafora dalam kalimat ‘Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti
matematika’
Tipografi : puisi bebas karena tidak terlalu menekankan keindahan bunyi namun lebih
menonjolkan maksud pesan dari penyair
Citraan :
Citra Visual dalam kalimat ‘bahwa mobilku,rumahku, putraku’. Karena seakan-akan kita melihat
mobil,rumah dan putra si penyair

Citra Perasa dalam kalimat ‘Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya’ menunjukkan perasaan berat penyair ketika titipan Tuhan diambil lagi kepada-Nya
Pesan : sebagai manusia kita hendaknya mensyukuri nikmat yang sudah diberikan oleh Tuhan.

Bunga dan Tembok karya Wiji Thukul

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak

Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun

Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak

Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun

Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang!

Tema : Penderitaan
Tipografi : center(ditengah) dan diawali huruf capital dalam setiap kalimatnya. Menggunakan
kata berulang diawal kalimat yaitu “seumpama bunga”
Diksi : sinonim, dalam frase “merampas tanah” yang berarti tanahnya dirampas ambil alih secara
paksa. Yang pengungkapan lebih halusnya adalah digusur
Majas : majas metafora dalam kalimat “seumpama bunga”
Feeling : sedih, penderitaan karena rumahnya digusur
Citraan : citra perasa dalam kalimat “dalam keyakinan kami”

2

ANALISIS NOVEL

- Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer.
● Tema : Indonesia pada saat zaman Belanda. Dimana masih banyak pribumi yang

ditindas, berkisah tentang seorang lelaki pribumi yang mencintai seorang gadis keturunan
Belanda dan perjuangannya pada masa itu.
● Alur : maju
● Tokoh :
a. Minke : seorang pria muda pribumi keturunan bangsawan yang disekolahkan di HBS agar
bisa setara dengan anak-anak belanda saat itu. Dia berjiwa bebas, cerdas, memiliki bakat
menulis dalam koran, dan tentu bisa berbahasa belanda.
b. Nyai Ontosoroh(Sanikem) : istri tidak resmi dari Herman Mellema.
c. Herman Mellema : warga belanda, suami tidak resmi Nyai Ontosoroh.
d. Annelies Mellema : Anak kedua dari Herman Mellema dan Nyai Ontosoroh alias Sanikem.
e. Robert Mellema : anak pertama dari Nyai Ontosoroh dan Herman Mellema. Sekaligus
kakak laki-laki Annelies Mellema.
f. Robert Suurhof : teman Minke sekaligus teman Robert Mellema. Keturunan
Belanda-Indonesia
● Latar : Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur.

● Isi cerita :
Menurut saya novel ini menceritakan tentang penderitaan kaum pribumi dibawah
kolonialisme Belanda di Jawa pada saat itu. Bercerita tentang Minke yang bersekolah di
HBS dan berteman baik dengan Robert Suurhof, lalu Robert Suurhof mengajak Minke
pergi kerumah temannya, Robert Mellema. Lalu disana ia bertemu Annelies Mellema dan
ia pun jatuh hati kepada gadis keturunan Belanda-Indonesia tersebut. Mereka pun
berpacaran. Namun, sayang sekali Ayah Minke tidak merestui hubungan mereka. Pada
saat itu, anak Herman Mellema dengan istri pertamanya yang di Belanda datang tiba-tiba
meminta hak-haknya yang dirasa dirampas. Lalu Herman pun berubah sejak kedatangan
anaknya itu. Ia menjadi suka mabuk dan prostitusi. Namun, ternyata Herman dijebak ia
diberi sebuah obat dan meninggal ditempat prostitusi. Nyai Ontosoroh, Annelies, dan
Minke yang berada ditempatpun dituduh membunuh Herman Mallema. Disitulah
diskriminasi terjadi. Namun, tidak lama mereka terbukti tidak bersalah. Ibunda Annelies
Nyai Ontosoroh dan Ibu dari Minke sebeneranya merestui hubungan mereka. Dan
merekapun menikah. Namun, tidak lama kebahagiaan hadir. Maurit Mellema datang lagi
meminta hak-hak dari ayahnya yang sudah tiada. Termasuk rumah dan sebagainya.
Begitupun Annelies yang hak asuhnya jatuh kepada Ibu Tirinya di Belanda karena
pernikahan Herman dan Sanikem yang tidak diakui oleh pengadilan Amsterdam. Tentu
saja hal itu membuat mereka tidak terima. Mereka pun mengaju banding disidang namun
tetap tidak berhasil. Disinilah diskriminasi terjadi, vonis keputusan akhir yang
menetapkan Annelies untuk tetap berangkat ke Amsterdam memicu pertumpahan darah
antara pengawal pemerintah Belanda dan juga pegawai Nyai Ontosoroh. Namun, mereka
kalah. Pada akhirnya Annelies tetap dipaksa berangkat ke Amsterdam dan Minke beserta
Nyai Ontosoroh harus ikhlas mengikhlaskan Annelies pergi.

● Amanat : Kalah bukan berarti kalah dari segalanya. Memang diskriminasi yang
menguasai pada saat itu. Padahal ini negeri milik pribumi tapi malah dikuasai oleh orang
luar.

- Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck Karya Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA)

● Tema : Cinta yang terhalang adat istiadat.
● Alur : maju
● Latar : Makassar, Minangkabau, Batavia
● Tokoh :

a. Zainuddin : seorang pemuda yang baik hati, alim, dan sederhana.
b. Hayati : Perempuan yang baik, lembut, ramah dan penurut adat. Seseorang yang
dicintai Zainuddin
c. Khadijah : Perempuan yang berpendidikan, berwatak keras, senang mempengaruhi
orang lain, orang kaya, penyayang teman, merupakan orang kota, memiliki keinginan
yang kuat. Istri dari Zainuddin
d. Aziz : Seorang laki-laki yang pemboros, suka berfoya-foya, tidak setia, tidak memiliki
tujuan hidup. Suami dari Hayati. Suka menganiaya istrinya.
● Isi cerita

Berkisah tentang cinta yang tidak sampai karena terhalang oleh adat istiadat yang kuat.
Zainuddin diasuh oleh Mak Base. karena orang tuanya sudah meninggal saat ia kecil.
Dan karena ibunya bukan asli Minangkabau ia tidak bisa menikah dengan Hayati. Karena
terhalang oleh adat bahwa Ibu dianggap kepala keluarga (Matrineal) dan juga Hayati
dipaksa menikah oleh keluarganya dengan seorang bangsawan asli Minangkabau
bernama Azis. Saat Zainuddin mengetahui bahwa Hayati sudah menikah ia jatuh sakit
untungnya berangsur membaik lalu pindah bersama sahabatnya Muluk ke Surabaya. Ia
menjadi pengarang terkenal disana. Bahkan seluruh Surabaya mengetahui dirinya. Lalu
saat di Surabaya lah Zainuddin malah bertemu kembali dengan Hayati. Azis jatuh miskin
lalu datang ke Surabaya dan meminta tolong kepada Zainuddin untuk menjaga Hayati.
Tidak lama Azis malah bunuh diri. Sebenarnya Zainuddin masih mencintai Hayati,
namun karena tiba-tiba ditinggal menikah. Ia masih sakit hati sehingga lebih memilih
untuk memulangkan Hayati ke Minangkabau dengan membelikannya timet kapal untuk
pulang, namun sayang kapal yang dinaiki Hayati kapal Van Der Wijck tenggelam
sehingga Hayati meninggal, tidak lama kemudianq Zainuddin juga meninggal lalu
Zainuddin dimakamkan disamping Hayati.
● Amanat : Sampaikanlah perasaanmu sebelum terlambat, jangan mau diatur dengan adat
yang mendiskriminasi

- Ronggeng Dukuh Paruh karya Ahmad Tohari

● Tema : Cinta, kebudayaan, dan sosial
● Alur : alur maju dan alur mundur (ada bagian menceritakan kisah balik 11 tahun lalu saat

kejadian tempe bongkrek)
● Latar : Dukuh Paruh pada tahun 1960
● Tokoh

- Rasus : teman kecil Srintil, baik, teguh pendirian
- Srintil : centil, suka menolong, mudah percaya, dan penyayang.
- Kartareja : licik
- Warta : teman kecil Srintil
- Darsun : teman kecil Srintil
- Isi :
Bercerita tentang Srintil yaitu bocah berusia 11 tahun. Ia sangat suka menari. Ia
diasuh oleh kakek dan neneknya, karena orang tuanya sudah meninggal saat kejadian
tempe bongkrek, orang tuanya adalah pembuat tempe bongkrek itu. Saat kecil ia
memiliki teman bernama Rasus, Warta, dan Darsun. Ketiganya sangat suka melihat
Srintil menari bak ronggeng. Pada suatu hari Srintil menarikan tari Tayub dengan
temannya mengiringi tariannya dengan tembang musik. Srintil menarikannya bak
tarian ronggeng. Hal itupun diketahui oleh kakeknya dan kakeknya memberitahu
Kertareja, seorang dukun ronggeng bahwa Srintil memiliki kemampuan menari
ronggeng. Saat itu lah Srintil menjadi di asuh oleh Kertareja dan istrinya untuk
dijadikan Ronggeng yang sesungguhnya. Warga Dukuh Paruk yang mendengar ada
ronggeng baru yang muncul lagi setelah sekian lama didesanya menjadi sangat
senang. Mereka sudah lama menantikan hal ini. Namun untuk menjadi Ronggeng

sejati harus ada tahapan ritual yang harus dilalui oleh Srintil seperti mandi kembang
di makam Ki Secamenggala yang dianggap sebagai nenek moyang dari Desa Dukuh
Paruk. Dan juga ada ritual buka kelambu yang mengharuskan Srintil menyerahkan
kesuciannya. Rasus yang mengetahui itu merasa tidak rela Srintil menyerahkan
keperawanannya begitu saja. Sebenarnya Srintil juga bimbang, ia ingin menjadi
Ronggeng sejati tapi tidak ingin melakukan ritual tersebut. Srintil disayembarakan
dan direbutkan oleh Dower dan Sulam yang memperebutkan keperawanannya
disamping rumah Kartareja. Dan Rasus yang berada dibelakang rumah Kartareja itu
sebenarnya marah melihat gadis yang dicintai diperebutkan seperti itu demi ritual.
Namun, akhirnya Srintil memberikan kesuciannya kepada Rasus secara diam-diam.
Dia lebih baik memberikannya kepada Rasus secara percuma tanpa imbalan apapun.
Walau pada akhirnya tetap ada lelaki yang memenangkan sayembara.
Setelah itu Srintil menjadi ronggeng yang semakin terkenal. Ia menjadi ronggeng
yang laris dan menjadi pembicaraan semua orang. Semua orang memujinya. Ia juga
semakin kaya setelah menjadi ronggeng. Rasus yang tak kuasa melihat Srintil
menjadi ronggeng pada akhirnya ia memilih pindah dari Dukuh Paruk ke Dawuhan.
Ia menjadi buruh pengupas ubi kayu. Suatu ketika Rasus bertemu Sersan Slamet yang
dikirim untuk mengusir perampok di desa mereka. Rasus pun akhirnya juga diangkat
menjadi seorang tentara berkat kegigihannya dan kejujurannya. Lalu setelah menjadi
Ronggeng, Srintil malah menyadari bahwa ia sebenarnya mencintai Rasus dan mulai
jenuh menjadi Ronggeng. Bahkan Srintil mengajak Rasus menikah tapi Rasus
menolak karena lebih memilih menjadi tentara. Srintil sedih karena hal itu. Srintil
yang mulai bosan menjadi seorang Ronggeng Dukuh Paruk sering menolak untuk
melayani para lelaki bahkan menolak untuk meronggeng. Sebenarnya ia ingin
memiliki hidup yang tenang seperti memiliki suami dan anak, memiliki keluarga yang
utuh. Bahkan ia masih mengharapkan Rasus. Namun tiba-tiba Dukuh Paruk terkena
musibah oleh panas dan liciknya dunia politik, Dukuh Paruk di tuduh menjadi
anggota komunis karena sebelumnya pernah terlibat dengan oknum tersebut. Srintil
dan beberapa masyarakat Dukuh Paruk menjadi ditahan. Namun, srintil menjadi
orang Dukuh Paruk yang ditahan paling lama. Lalu setelah ia dibebaskan
kehidupannya mulai berubah. Ia menjadi tertutup dengan orang lain. Pandangan
orang terhadap ny Namun, srintil menjadi orang Dukuh Paruk yang ditahan paling
lama. Lalu setelah ia dibebaskan kehidupannya mulai berubah. Ia menjadi tertutup
dengan orang lain. Pandangan orang kepadanya juga mulai berubah karena identik
dengan partai komunis setelah menjadi tahanan. Hingga ia bertemu Bajus lelaki yang
mulai dekat dengannya. Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus dan
kehidupan Srintil pun mulai membaik. Kasus yang telah lama tidak pulang akhirnya
kembali ke Dukuh Paruk untuk berlibur. Mengetahui itu hati Srintil sempat goyah.
Tapi ia juga sadar ia sedang dekat dengan Bajus. Tapi sayang sekali bahwa ternyata
bajus hanya memanfaatkannya demi bisnis. Bajus menyerahkan Srintil kepada bosnya
karena hal itu srintil mengalami gangguan jiwa dan menjadi gila. Rasus yang
mengetahui hal itu, merasa iba kepada Srintil. Lalu ia membawa Srintil ke rumah
sakit jiwa.

Amanat : jangan mudah dibodohi dan jangan mudah dihasut. Lihatlah orang dari hatinya bukan
hanya dari luarnya saja. Jangan menilai sebelah mata.

- Sang Pemimpi karya Andrea Hirata
● Tema : perjuangan dan persahabatan meraih mimpi
● Alur : alur maju
● Latar : Belitong Timur
● Tokoh :

- Arai : jenius, pemberani, kreatif, dan pandai menyelesaikan masalah.
- Ikal : watak baik hati, optimis, pantang menyerah dan penuh dengan kasih
sayang.
- Jimbron : baik, polos, suka menolong, taat beragama, dan sangat suka kuda.
• Isi : Menceritakan tentang kisah persahabatan antara Arai, Ikal, dan Jimbron. Arai
adalah seorang Yatim Piatu ia diasuh oleh orang tua Ikal. Mereka selalu bersama dari
kecil hingga SMA. Jimbron sangat menyukai kuda. Sebenarnya jarak rumah mereka
dengan SMA mencapai 30KM sehingga mereka menyewa sebuah kamar agar lebih dekat
dengan sekolahnya. Saat SMA Arai dan Ikal selalu masuk tiga dan lima besar. Namun,
Jimbron sering di peringkat bawah. Saat sudah lulus SMA Arai dan Ikal harus berpisah
dengan Jimbron ke Jakarta. Ikal melanjutkan studynya di Universitas Indonesia juga
menyambi kerja sebagai pegawai pos. Lalu Arai melanjutkan kuliahnya dan bekerja di
Kalimantan. Setelah lulus Ikal yang menjadi Sarjana Ekonomi dan Arai yang menjadi
Sarjana Biologi. Mereka kembali ke Belitung Timur. Dan menunggu surat yang mereka
nanti-nantikan. Akhirnya surat itupun datang, mereka diterima di universitas impian
mereka untuk belajar di Perguruan Tinggi, Sorbanne, Perancis.
Amanat : jangan pernah menyerah untuk mencapai mimpi.
- Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan

• Tema : perempuan, kutukan

• Latar : kuburan, Kota Halimandu
• Alur : campuran (maju-mundur)
• Tokoh : Dewi Ayu, Alamanda, Maya Dewi, Adinda, Cantik
• Isi : Berkisah tentang seorang perempuan bernama Dewi Ayu, yang tinggal di
Kota Halimunda. Perempuan ini bangkit dari kubur setelah 21 tahun dikabarkan
meninggal. Kuburnya bergoyang, tanahnya retak. Muncul gempa kecil dan badai,
nisan dan rumput melayang di udara dan dibalik tanah itu muncul sosok
perempuan tua yang sedang bersikap jengkel karena sepertinya ia dikubur
hidup-hidup oleh sekelompok orang yang tidak suka dengannya. Dahulu Dewi
Ayu adalah seorang pelacur dengan wajah yang sangat cantik. Dimasa dulu dewi
Ayu adalah pelacur yang sangat dicari oleh tentara Belanda dan Jepang. Dewi Ayu
meninggal setelah melahirkan anak ke empatnya yang berusia 12 hari. Tentu
semua anaknya adalah hasil dari pekerjaan yang dia lakukan. Ia tidak tahu siapa
ayah dari anak-anaknya tersebut. Ingatan terakhir yang dia ingat adalah anak
terakhir nya yang ia beri nama cantik. Namun ternyata fisik nya tidak sesuai
namanya. Cantik tumbuh dewasa dengan kulit hitam dan hidung besar. Padahal

tiga anak Dewi Ayu sebelumnya memiliki wajah yang sangat cantik. Hanya
Cantik sendiri yang memiliki wajah yang berbeda dari ketiga kakaknya.
Sebenarnya Dewi Ayu tidak pernah menginginkan anak-anaknya untuk lahir. Ia
selalu mencoba untuk menggugurkan janin dalam kandungannya. Kecantikan
Dewi Ayu dianggap malapetaka bagi dia dan anaknya. Tidak hanya menjadikan
Dewi Ayu sebagai pelacur namun juga membuat semua anak perempuan Dewi
Ayu mengalami patah hati. Anak perempuannya juga mengalami kutukan tersebut
seperti anak pertama Dewi Ayu yang bernama Alamanda dipaksa menikah dengan
seorang jendral yang tidak pernah dicintainya. Sebenarnya Alamanda sudah
mempunyai kekasih hati sendiri yaitu Kamerad Kliwon seorang komunis sejati.
Alamanda tidak pernah menginginkan pernikahan ini, sebagai bentuk penolakan
Alamanda memasangkan gembok di daerah kemaluannya agar tidak disetubuhi
oleh Sang Jendral. Tapi ia tetap diperkosa oleh pria yang sebenarnya adalah
suaminya sendiri. Anak kedua Ayu Dewi bernama Adinda menikah dengan pria
bernama Kliwon Kamerad, pria yang disukai Kakaknya. Sebenarnya mereka
menyukai orang yang sama, meski Adinda tahu bahwa Kliwon mencintai kakak
nya tapi ia tetap menikah dengan Kliwon. Oleh karena itu, sebenarnya itu menjadi
pernikahan yang menyakitkan bagi Adinda karena pasangannya mencintai kakak
nya sendiri. Anak ketiga Dewi Ayu bernama Maya. Ia menikah dengan preman
yang paling kuat di kota Halimunda. Preman itu pernah bersetubuh dengan
ibunya. Fakta itu sangat menyakitkan bagi Maya Dewi selama hidupnya. Anak
yang ke empat yaitu Cantik. Ia dianggap sebagai wanita yang memiliki fisik
paling jelek di kota Halimunda. Ia mendapat kutukan paling jelek dan tidak
dibayangkan oleh ibunya. Cantik tidak pernah dicintai oleh siapa pun sehingga ia
tidak pernah menikah. Ternyata dendam kutukan itu adalah dendam dari pria yang
mencintai ibu Dewi Ayu, ia sakit hati karena ibunya menikah dengan lelaki
Belanda. Oleh karena itu ia membuat kutukan yang menjadikan semua keturunan
ibunya merasakan penderitaan yang dirasakan nya selama hidup.
• Amanat : meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada orang lain agar tidak
didoakan yang jelek-jelek.

3

ANALISIS CERPEN

1. Dilarang mencintai Bunga-bunga karya Kuntowijaya

Cerpen ini bertemakan tentang laki-laki dan maskulinitas. Alurnya maju.
Latar berada di Rumah Buyung dan Rumah Kakek. Sudut pandang pengarang.
Tokohnya ada Buyung yang sangat penasaran, haus akan pengetahuan,
ayahnya kasar, berkemauan keras. Sedangkan kakek lemah lembut dan baik
hati. Bercerita tentang seorang laki-laki bernama Buyung yang di paksa untuk
mengikuti stereotip yang menempel pada laki-laki. Ayahnya tidak suka

apabila Buyung menyukai bunga. Bahkan hanya di kamar saja ayahnya marah
karena katanya laki-laki semestinya di luar kamar, seperti bekerja atau
menimba air banyak-banyak. Sebenarnya Buyung juga masih belum terlalu
dewasa. Pada suatu hari buyung penasaran dengan rumah tetangganya tersebut
yang katanya ditinggali oleh seorang kakek. Tapi rumah tersebut terlihat
sangat sepi dan seperti tidak ada penghuninya, lalu Buyung yang penasaran
pun mencoba memanjat pagar di rumahnya untuk melihat seperti apa rumah
tetangganya itu. Lalu, setelah memanjat ternyata rumah tersebut dikelilingi
oleh bunga-bunga yang sangat banyak dan Indah. Namun, ia tidak melihat
seorang kakek. Ia pun bertanya kepada orang-orang tentang kakek tapi tidak
ada satupun yang mengetahuinya. Banyak juga yang tidak peduli dan acuh
terhadap kakek tersebut. Lalu, suatu hari Buyung sedang bermain
layang-layang, ia bertemu dengan kakek secara dekat. Pada pertemuan
pertama kakek memberinya bunga yang diselipkan pada tangannya. Anehnya
ia langsung mencintai bunga itu. Tapi ayahnya tidak suka, ayahnya menentang
dan menghancurkan bunga itu. Buyung sedih dan justru sering mengunjungi
rumah kakek dan membawa bunga ke rumah. Ayahnya pun yang tahu akan hal
itu marah besar dan terjadi perang dingin, Buyung hanya akan diam saja
dikamarnya dengan melihat bunga pemberian kakek atau kadang bermain
kerumah kakek. Sampai pada waktu Buyung mengerti bahwa kakek mencari
hidup sempurna melalui bunga. Dan Buyungpun paham bahwa kakek dan
ayahnya memiliki kepribadian yang berbeda. Ayahnya sangat bekerja keras,
banyak kegiatan di luar rumah, berbadan kekar, dan bersuara keras sedangkan
kakek seorang tetangga yang lemah lembut berbicara sopan dan bekerja untuk
merawat kebun Bunga. Tentu di satu sisi buyung lebih memilih kakek, namun
tetap saja. Ia adalah anak dari Ibu dan Ayahnya. Amanat yang bisa diambil
yaitu setiap orang memiliki persepsi tersendiri akan kehidupan, oleh karena
itu kita harus tetap bertanggung jawab dengan kehidupan kita dan juga harus
seimbang dengan hidup didunia dan bekal di akhirat.
2. Robohnya surau kami karya A.A Navis
Cerpen ini memiliki tema tentang keadaan Iman seorang kakek yang tidak
seimbang akibat mendengar cerita dari Ajo Sidi. Menggunakan alur mundur.
Tokohnya terdiri dari tokoh aku, kakek, Ajo Sidi, Haji Saleh. Tokoh aku selalu
ingin tahu dan mengetahui segala aspek, tokoh kakek mudah percaya kepada
omongan orang lain dan berpikiran pendek, Ajo Sidi pembual hebat yang
telah dikenal. Latar yang digunakan yaitu di sebuah kota, di dekat pasar, di
Surau, dan rumah Ajo Sidi. Sudut pandang dilakukan oleh pengarang sebagai
tokoh utama. Bercerita tentang kakek yang merasa tersindir karena cerita Ajo
Sidi tentang Haji Saleh yang dikirim Tuhan ke Neraka akibat keegoisan nya
saat hidup hanya untuk Tuhan dan tidak mempedulikan kehidupan sekitarnya.
Kakek berpikir bahwa tak apa hidupnya miskin asal tidak miskin ibadahnya
kepada Tuhan. Akibatnya, kakek mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri. Amanat yang dapat diambil dari cerpen ini agar kita tidak takut akan

neraka sehingga hanya mementingkan untuk beribadah tanpa mempedulikan
sekitar.
3. Sungai Karya Nugroho Noto Susanto
Cerpen ini memiliki tema tentang kasih sayang seorang suami kepada istrinya,
kasih sayang bapak kepada anaknya, dan pengorbanan dari apa yang sangat
dikasihnya untuk mendapatkan sesuatu yang mulia. Berlatar di Sungai Serayu,
kaki pegunungan daerah Banjarnegara. Menggunakan alur maju. Cerpen ini
bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada saat tanah air Indonesia dalam
penguasaan penjajahan Belanda, tahun 1948. Tentara Belanda menduduki
Jogja, persetujuan telah dilanggar oleh karena itu republik merasa tidak terikat
oleh perjanjian yang ada. Sersan Kasim yang akan kembali ke daerah operasi
nya di Jawa Barat. Bersama para tentara lainnya mereka berjalan dalam jarak
Jogja-Priyangan Berjalan kaki menempuh jarak lebih dari 300 km. Akhirnya
mereka tiba ditepian sungai Serayu. Angin pegunungan yang kencang
ditambah air hujan yang mengguyur membuat mereka menggigil kedinginan.
Termasuk Acep, anak dari Sersan Kasim. Ia harus membawanya karena
ibunya meninggal saat melahirkan. Sersan Kasim dan kepala regu lainnya
menerima instruksi tentang penyeberangan. Melalui intelijen ada kabar bahwa
musuh menjaga tepian sana dengan kekuatan satu kompi. Sehingga mereka
memutuskan menyeberangi sungai lebih ke hilir, walau kemungkinan tinggi
air sungai mencapai dada. Suara tangis Acep membuat anak yang lain juga
turut menangis. Itu membuat musuh menembakkan peluru ke arah mereka.
Lalu mereka mulai menyeberangi sungai semakin ke tengah semakin dalam
mencapai perut kemudian hampir ke dada. Dan Acep semakin meronta
menangis Dan setiap saat musuh dapat menembakkan peluru dan mortir. Tapi
kemudian suara Acep meredup, tidak ada suara tangis dan tembakan pun
berhenti. Akhirnya pasukan tiba di seberang dengan selamat. Lalu keesokan
harinya prajurit menunda perjalanan untuk berbelasungkawa dalam upacara
singkat pemakaman Acep. Amanat yang dapat diambil dari cerpen ini ialah
kasih sayang, tanggung jawab sebagai Kasim dan pengorbanan yang
dilakukannya.
4. Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari
Cerpen ini mengangkat tema perjuangan. Ia sedang berjuang melangkah
membawa batu yang ia bawa, dengan keadaan kepala yang sudah mulai
pening namun ia tetap berjuang untuk mengambil lagi keranjangnya untuk
kembali berjalan menajaki tanjakan sambil melihat bekas jalanan yang
membuat ia terperosot dari tanjakan tersebut. Alur yang digunakan yaitu alur
maju. Tokoh karyamin, seseorang yang pantang menyerah dan memiliki hati
yang sabar. Tokoh Saidah, Saidah adalah pedagang nasi pecel yang memiliki
sifat baik dan peduli kepada Karyamin. Tokoh Pak Pamong, Tokoh Pak
Pamong adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat tegas, kurang baik dan
tidak mau tau keadaan seseorang. Latar cerpen ini ada di Sungai.
Menggunakan sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat. Menggunakan
majas personifikasi seperti dalam kalimat “Ada daun jati melayang, kemudian

jatuh di permukaan sungai dan bergerak menentang arus karena tertiup angin.”
Bercerita tentang
seorang pemuda yang bekerja sebagai pengangkut batu dari sungai ke
pangkalan material. Pekerjaan itu merupakan satu-satunya pekerjaan yang
Karyamin lakukan karena sangat sulit mencari pekerjaan di desanya tersebut
karena minim keahlian. Kemiskinan kian menjerat hidup Karyamin dan
keluarga. Karena pengepul batu mempermainkan harga batu tersebut.
Pengepul membeli dengan harga yang tak sesuai dan tak tepat waktu. Namun
meski begitu Karyamin tetap tersenyum menghadapi hidup yang kian sulit ini.
Karena menurut Karyamin tersenyum merupakan simbol kemenangan
terhadap tengkulak-tengkulak yang curang dan licik tersebut. Setiap hari
Karyamin mengangkut batu dari sungai ke pangkalan material. Beban batu
dipundaknya terasa begitu berat di tambah medan jalan yang licin membuat
hambatan untuk sampai ke ujung terasa semakin panjang untuk dilalui. Seperti
biasa Karyamin mengangkut batu bersama dengan teman-temannya. Namun,
Suatu hari keadaan Karyamin sedang tidak baik-baik saja. Perutnya seketika
sakit. Tubuhnya mulai tak seimbang karena beban yang ia pikul di tambah
jalan yang dilalui begitu licin. Karyamin bahkan terguling sampai dua kali dan
membuat teman-temannya tertawa terbahak-bahak saat ia jatuh. Meski
mendapat perlakuan seperti itu Karyamin tetap tersenyum menghadapinya.
Pikirannya masih terbebani karena tengkulak yang juga belum membayar
jatahnya selama setengah bulan. Padahal di rumah istrinya sedang sakit, bukan
hanya itu yang membuat Karyamin jatuh hingga dua kali saat bekerja.
Melainkan dia belum makan pada hari itu. Karena tidak adanya uang sama
sekali untuk membeli makanan. Sehingga matanya berkunang-kunang dan
telinganya berdengung dan sempoyongan karena menahan lapar sejak tadi
pagi. Kawannya yang lain menyuruhnya untuk pulang. Dan Karyamin pun
memutuskan untuk pulang untuk beristirahat dan menemani istrinya. Namun,
ketika hendak sampai di rumah Karyamin melihat 2 sepeda jenki terparkir di
depan rumahnya. Dan Karyamin tahu bahwa pemilik sepeda tersebut adalah
para penagih bank harian. Dan Karyamin pun urung untuk memasuki
rumahnya dan memilih kembali ke sungai untuk mengangkut batu. Saat
hendak kembali ke sungai Pak Pamong menghadang Karyamin guna meminta
sumbangan untuk bantuan kelaparan di Afrika.
Amanat yang dapat diambil ialah jangan pernah patah semangat meski
rintangan, cobaan terus berdatangan dan jangan sekali-kali bersenang-senang
di atas penderitaan orang lain sekalipun itu sahabatmu sendiri, dan teruslah
bersabar tetap semangat dan teruslah tersenyum apapun yang terjadi walau
dekat dengan kematian.
5. Pelajaran Mengarang Karya Seno Gumira Ajidarma
Tema yang diangkat yaitu kehidupan sosial. Alur yang digunakan alur
campuran. Latar yang digunakan ada di sekolah dan rumah. Tokohnya ada
Sandra ia adalah anak kelas 5 SD yang berumur 10 tahun yang terlahir dari
seorang pelacur, dia pendiam, lugu, sabar, dan patuh. Yang kedua yaitu Ibu

Guru Tati, guru kelas Sandra. Ibu Guru Tati pun seorang guru yang sabar,
berkacamata tebal dan belum berkeluarga. Yang ketiga ada Marti, mama
Sandra. Bekerja sebagai pelacur, cantik, suka merokok dan mabuk. Pemarah
tapi sayang kepada Sandra. Walau Mamanya tidak selalu menunjukkam rasa
sayangnya kepada Sandra. Namun mamanya juga selalu ingin membuat
Sandra menjadi wanita baik-baik agar tidak seperti mamanya. Amanat yang
bisa diambil ialah seburuk-buruknya orang tua tetap orang tua ingin
memberikan yang terbaik kepada anaknya. Dan juga merawat anak sebaik
mungkin sudah menjadi hal yang harus dilakukan orang tua.

4

ANALISIS NASKAH DRAMA

1. Pada Suatu Hari Karya Arifin C. Noer
Drama ini memiliki tema kehidupan pernikahan. Menggunakan alur maju.
Dan berlatar di rumah kakek nenek. Latar suasananya tegang. Tokohnya
kakek(romantis dan bijaksana), nenek(cemburuan, keras kepala),
nita(bijaksana), novia(cemburuan, mudah curiga), nyonya
wenas(penggoda). Drama ini berkisah tentang keadaan setelah pesta
pernikahan kakek dan nenek. Nyonya wenas yang diketahui janda seksi
sekaligus mantan dari kakek datang menghampiri kediaman kakek dan
nenek untuk meminta maaf karena tidak bisa hadir perayaan pesta
pernikahan tersebut. Lalu datanglah joni membawakan susu dingin yang
diketahui itu adalah kesukaan nyonya wenas. Nenekpun menjadi cemburu
dan meminta cerai kepada kakek tanpa berpikir panjang. Kakekpun
berusaha meminta maaf dan meminta nenek untuk menarik perkataannya.
Namun nenek tetap teguh pada pendiriannya. Lalu datanglah Nita, anak
pertama dari kakek dan nenek. Ia bingung tina-tiba melihat pertengkaran
kakek dan nenek lalu meminta nenek untuk memikirkannya kembali, lalu
novia, anak kedua nenek dan kakek turun dengan membawa pakaiannya,
ia ingin bercerai dengan suaminya karena cemburu berlebih kepada pasien
suaminya. Lalu nenekpun meminta Novia untuk memikirkannya kembali
dan menasehati Novia, seakan tidak sedang bermasalah yang sama dengan
kakek. Oleh karena itu, akhirnya masalah kakek dan nenek terhapus begitu
saja karena anaknya Novia. Amanat yang bisa diambil ialah jangan
mengambil keputusan saat dikuasai amarah.

2. Bulan Bujur Sangkar Karya Iwan Simatupang
Bertema tentang pemikiran orang masa kini yang hanya memikirkan
logika tanpa melihat realita yang terjadi. Menggunakan alur maju. Struktur
Dramatik, dimulai ketika lelaki tua sedang sibuk menyiapkan tiang
gantungan, lalu seorang pemuda datang. Awalnya mereka melakukan
percakapan tetapi percakapan tersebut tidak berlangsung lama. Kemudian

Cucung percakapan tersebut seorang pemuda itu pergi meninggalkan si
lelaki tua. Komplikasi, dimulai ketika seorang pria datang menemui lelaki
tua dan menuduh lelaki tua sebagai mata mata. Dari situ terjadi perdebatan
panjang antara tokoh pemuda dan lelaki tua mengenai kehidupan.
Klimaks, puncak klimaks terjadi ketika laki laki tua jatuh hati pada si
perempuan, tetapi tokoh perempuan kecewa kepada lelaki tua. Karena pria
yang tergantung adalah tunangan yang selama ini dicari. Kekecewaan itu
dilampiaskan dengan menuduh laki laki tua sebagai pembunuh. Resolusi,
akhir cerita ini kemudian Tokoh utama yang kematiannya dibuat
membingungkan. Laki laki tua mengakhiri hidupnya karena menganggap
tugasnya di dunia ini sudah selesai dan mati bunuh diri. Sebelum itu
ternyata perempuan juga bunuh diri setelah melihat tunangannya mati
tergantung di tiang yang dibuat oleh laki laki tua. Tokoh, orang tua
digambarkan tidak berdaya menjalani kehidupan. Perempuan,
digambarkan memiliki penuh kesabaran dalam mencari suaminya.
3. Orang-orang yang bergegas karya Puthut EA
Mengangkat tema tentang kesibukan para anggota keluarga dengan
aktivitasnya masing-masing sehingga membuat kehidupan keluarga
menjadi tidak harmonis lagi. Tokoh mama memiliki watak perhatian,
ramah, setia, mudah menyesal, bijaksana. Tokoh Ami memiliki watak
keras kepala, mudah bosan, mudah curiga, pemarah. Tokoh Anton
memiliki watak keras kepala, pengkritik, kerja keras, bandel. Tokoh Papa
memiliki watak perhatian dan berpikir kritis. Tokoh Alia memiliki watak
kekanakan dan periang, baik hati, cerewet. Tokoh Mbok Jinem memiliki
watak jujur, Lugu, polos, rendah hati dan bijaksana. Memiliki alur maju.
Latar tempat dirumah. Tipe drama problema yang membahas tentang
permasalahan keluarga.
4. Mangir karya Pramoedya Ananta Toer
Bertema tentang perebutan kekuasaan. Beralur maju dengan eksposisi
yang dibuka oleh Baru klinting yang sedang mengasah tombaknya.
Baruklinting bercakap cakap dengan Suriwang. Konflik, Suriwang
memberitahu Baruklinting tentang rencana Panembahan Senopati untuk
menguasai Mangir, Baruklinting menyatakan siap memperjuangkan
Mangir agar tetap menjadi tanah yang merdeka. Komplikasi, datang
Kimong utusan dari kerajaan Mataram setelah di interogasi akhirnya
Kimong ketahuan bahwa dia adalah antek antek Mataram. Klimaks,
datang para Demang ke Mangir lalu terjadi adu mulut antara pihak
Mataram dan Mangir dan terjadilah perkelahian. Resolusi, para Demang
kalah berdebat. Latar bertempat di Mangir. Tokoh yang bersangkutan
adapun Protagonis (Wanabaya, Baru Klintin) Tritagonis (Ki Ageng
Mangir, Suriwang) Antagonis (Panembahan Senopati, Ki Ageng
Pamanahan) Amanat yang dapat diambil keserakahan dan ambisi justru
bisa menghancurkan tujuan kita sendiri.
5. Bila Malam Bertambah Karya Putu Wijaya

Drama ini mengangkat tema perbedaan kasta. Bercerita tentang  seorang

gadis sudra bernama Nyoman. Ia hidup dan bersekolah dari seorang janda

beranak satu  bernama Gusti Biang yang

merupakan seorang  bangsawan.  Mungkin karena merasa telah

menghidupi Nyoman-lah Gusti Biang bersikap kasar dan semena-mena

kepadanya. Tidak tahan dengan perlakuan Gusti Biang, Nyoman pun

pergi. Setelah kepergian Nyoman, Wayan malah membuat situasi semakin

panas dengan memberi tahu bahwa anak dari Gusti Biang yaitu Ngurah

sudah bertunangan dengan Nyoman. Gusti Biang murka mngetahui hal

tersebut, apalagi ketika Ngurah membenarkan pernyataan Wayan,

akhirnya Gusti Biang langsung mengusir Wayang. Saat ketiganya sedang

adu mulut, Ngurah mengetahui kalau ternyata Wayan adalah ayah

kandungnya, namun Ibunya merasa malu karena Wayan berasal dari kasta

Sudra. Wayan dan Ngurah mencoba menjelaskan betapa Ngurah sangat

mencintai Nyoman. Merasa memiliki nasib yang sama yaitu cinta yang

tidak bisa bersatu karena perbedaan kasta, Gusti biang pun akhirnya

mengizinkan Ngurah untuk menyusul Nyoman. Gusti biang bersedian

menerima wayan kembali tanpa memandang dari kasta mana ia berasal.

Berlatar di rumah kediaman Gusti Biang, waktu malam hari, suasana

tegang dan penuh perdebatan. Tokoh Nyoman(Tabah dan sopan), Ngurah

(setia kepada nyoman dan jujur), Gusti Biang(pemarah, kasar, dan

perhitungan), Wayan (setia kepada Gusti Biang). Beralur maju. Eksposisi,

Adegan Nyoman sedang menyiapkan makan malam untuk Gusti Biang,

Wayan mengampelas patung. Konflik, Nyoman dimaki-maki oleh Gusti

Biang ketika terus-terusan menawarkan obat, padahal kondisi Gusti biang

memang sedang sakit. Nyoman pergi dari rumah Gusti Biang karena

sudah tidak tahan dengan perlakuan Gusti Biang. Komplikasi, Gusti

Biang marah ketika Wayan memberitahukan bahwa Nyoman adalah

tunangan anaknya dan Gusti Biang mengisir Wayan. Klimaks,

Ngurah membenarkan pernyataan Wayan bahwa ia sangat mencintai

Nyoman. Ngurah mengetahui bahwa ayahnya yang sebenarnya adalah

Wayan. Resolusi, Gusti Biang memperbolehkan menyusl Nyoman. Wayan

diterima kembali oleh Gusti Biang.

Hafid Attalahaq Yulianto Putra
22201244069

1
ANALISIS PUISI

1. Aku ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Karya : Sapardi Djoko Damono

Tipografi : terdiri dari 2 bait masing-masing memiliki 3 larik

Gaya bahasa/Majas:

1. personifikasi (kayu kepada api yang menjadikannya abu)

2. repetisi (aku ingin mencintaimu dengan sederhana)

Pencitraan : perasaan dan pengelihatan (aku ingin mencintaimu dengan sederhana

& kayu kepada api yang menjadikannya abu)

Tema : puisi aku ingin ini mengangkat tema tentang cinta

Diksi : denotatif yang digunakan seperti cinta, api, abu, hujan, awan,

sederhana, yang mengartikan hal sebenarnya didunia nyata.

Sajak : bebas dikarenakan berbeda satu dengan yang lain

Pesan : pesan yang dapat diambil dari puisi aku ingin karya Sapardi Djoko

Damono yaitu penyampaian rasa cinta seseorang yang apa adanya dan tak perlu

dibuktikan lagi dengan kata atau isyarat yang menggebu-gebu, melainkan dengan

pengorbanan besar terhadap orang yang dicintainya.

2. Menyungkat kata

Karena
kita orang Indonesia
suka
menyingkat kata wr. wb.

Maka
rahmat dan berkah Ilahi
pun
menjadi singkat
dan tak utuh buat kita.

Karya : Remy sylado

Tipografi : rata tengah,terdiri dari 2 bait masing-masing memiliki 4 larik

Gaya bahasa/majas : yang digunakan merupakan majas sindiran (kita orang

Indonesia suka menyingkat kata wr. wb.)

Pencitraan : pengelihatan (suka menyingkat kata wr. wb.)

Tema : puisi ini mengangkat tema sindiran

Diksi :

Sajak : bebas dikarenakan berbeda satu dengan yang lain

Pesan : pesan yang dapat diambil dari puisi menyingkat kaya karya Remy

Sylado kritikan terhadap orang Indonesia yang suka menyingkat salam baik dalam

tulisan maupun lisan tidak dianjurkan untuk dilakukan, hukum agama merupakan

hukum yang bersifat mutlak dan setiap yang dilakukan akan mendapatkan balasan

yang setimpal dari Tuhan.

3. Gumamku ya Allah
Angin dan langit dalam diriku,
gelap dan terang di alam raya,
arah dan kiblat di ruang dan waktu,
memesona rasa duga dan kira,
adalah bayangan rahasia kehadiran-Mu, ya Allah!

Serambut atau berlaksa hasta
entah apa bedanya dalam penasaran pengertian.
Musafir-musafir yang senantiasa mengembara.
Umat manusia tak ada yang juara.
Api rindu pada-Mu menyala di puncak yang sepi.

Semua manusia sama tidak tahu dan sama rindu.
Agama adalah kemah para pengembara.
Menggema beragam doa dan puja.
Arti yang sama dalam bahasa-bahasa berbeda.

Karya : W.S Rendra

Tipografi : terdiri dari 3 bait, bait pertama memiliki 5 larik serta bait kedua dan

ketiga memiliki 4 larik

Gaya bahas/Majas : metafora (Agama adalah kemah para pengembara) dengan

membandingkan agama dengan kemah

Pencitraan : pendengaran (Menggema beragam doa dan puja)

Tema : Toleransi (arti yang sama bahasa-bahasa berbeda)

Diksi :denotatif yang digunakan seperti angin,langit,gelap,terang yang

mengartikan hal sebenarnya didunia nyata

Sajak : bebas dikarenakan setiap sajak berbeda satu dengan yang lain

Pesan : Kesadaran manusia akan semua kehendak Allah

4. Derai-Derai Cemara
cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

Karya : Chairil Anwar

Tipografi : terdiri dari 3 bait setiap bait memiliki 4 larik

Gaya bahasa/Majas : personifikasi (pukul angin yang terpendam)

Pencitraan : gerak (Cemara menderai sampai jauh).

Tema : sedih dikarena menjelaskan perjalanan hidup manusia rapuh serta

akan berakhir

Diksi : konotatif (dipukul angin yang terpendam)

Sajak : menggunakan sajak silang dikarenakan tiap akhirannya kesesuaian

Pesan : pesan dari puisi Derai-Derai Cemara yaitu menggambarkan kesadaran

perjalanan hidup manusia yang rapuh, setiap perjalanan manusia akan berakhir.

5. Surat cinta
Bukankah surat cinta ini ditulis
Ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh ritmis.
Menyentuh arah siapa saja

Bukankah surat cinta ini berkisah
Berkisah melintas lembar Bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
Dilepas embun dan cahaya

Karya : Goenawan Mohamad

Tipografi : terdiri dari 2 bait masing-masing bait memiliki 4 larik

Gaya bahasa/Majas : hiperbola (Seperti misalnya gurun yang lelah)

Pencitraan : perasaan (Bukankah surat cinta ini berkisah)

Tema : cinta

Diksi : konotatif (Seperti hujan yang jatuh ritmis)

Sajak : menggunakan sajak silang dikarenakan tiap akhirannya kesesuaian

Pesan : pesan dari puisi surat cinta karya Goenawan Mohamad, dimana cinta

membuat senang maupun sedih dan cinta dapat membuat setiap cerita bagi setiap

orang yang mengalami rasa cinta

6. Guruku
Ketika aku kecil dan menjadi muridnya
Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar
Ketika aku besar dan menjadi pintar
Kulihat dia begitu kecil dan lugu
Aku menghargainya dulu
Karena tak tahu harga guru
Ataukah kini aku tak tahu
Menghargai guru?

Karya : Mustofa Bisri

Tipografi : terdiri dari 1 bait puisi yg memiliki 8 larik

Gaya bahasa/majas : majas yang digunakan adalah majas sindiran

Pencitraan : pengelihatan (Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar)

Tema : sindiran

Diksi : denotatif yang digunakan seperti besar,kecil yang mengartikan hal

sebenarnya didunia nyata

Sajak : bebas dikarenakan berbeda satu dengan yang lain

Pesan : pesan dari puisi guruku karya Mustofa Bisri yaitu sebagai murid kita

harus menghargai jasa jasa guru telah mendidik tanpa pamrih

7. Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli
apa gunanya banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah
kongkalikong
dengan kaum cukong
di desa-desa
rakyat dipaksa
menjual tanah
tapi, tapi, tapi, tapi
dengan harga murah
apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu

karya : Widji Thukul

Tipografi : terdiri dari 1 bait yang memiliki 15 larik, rata kiri

Gaya bahasa/majas:

1. repetisi (tapi, tapi, tapi, tapi & apa guna banyak baca buku)

2. Personifikasi (di mana-mana moncong senjata)

Pencitraan : pendengaran (kalau mulut kau bungkam melulu)

Tema : sindiran terhadap orang-orang berilmu namun menyalah gunakan

ilmu tersebut untuk hal-hal yang merugikan

Diksi : konotatif (di mana-mana moncong senjata)

Sajak : bebas dikarenakan berbeda satu dengan yang lain

Pesan : pesan dari puisi Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu karya Widji

Thukul setiap ilmu yang kita miliki ada baiknya diamalkan dan diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari sehingga ilmu yang kita miliki akan lebih bermanfaat untuk diri

sendiri maupun orang lain bukan malah disalahgunakan seperti berbohong kepada

seseorang atau bahkan membohongi orang banyak

8. Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
Duli Tuanku ?

Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.

Karya : Taufik Ismail.

Tipografi : terdiri dari 2 bait masing-masing bait 11 dan 13 larik

Gaya bahasa/Majas : repetisi (Kita harus Berjalan terus)

Pencitraan : gerakan (Kita harus Berjalan terus)

Tema : Perjuangan

Diksi : denotatif yang digunakan seperti banjir, gunung api,kutuk dan hama

yang mengartikan hal sebenarnya didunia nyata

Sajak : bebas dikarenakan berbeda satu dengan yang lain

Pesan : pesan dari puisi Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini karya Taufik

Ismail Rasa perduli kebangsaan, motivasi untuk terus menjadi bangsa yang maju dan

jangan pernah mau di jajah lagi.

9.Kepada Bunda
Terkenang di hati mengarang sari,

Yang kupetik dengan berahi

Dalam kebun jantung hatiku,

Buat perhiasan Ibunda-Ratu.

Karya : Sanusi Pane

Tipografi : terdiri dari 1 bait memiliki 4 larik

Gaya bahas/majas : majas perumpamaan (Dalam kebun jantung hatiku,Buat

perhiasan Ibunda Ratu)

Pencitraan : perasaan

Tema : kasingsayang

Diksi : denotatif yang digunakan seperti (Buat perhiasan Ibunda-Ratu)

Sajak : menggunakan sajak kembar

10. lereng merapi

Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini
Aku akan rindu balik pada semua ini
Sunyi yang kutakuti sekarang
Rona lereng gunung menguap
Pada cerita cemara berdesir
Sedu cinta penyair
Rindu pada elusan mimpi
Pencipta candi Prambanan
Mengalun kemari dari dataran ....

Dan sekarang aku mengerti
Juga di sunyi gunung
Jauh dari ombak menggulung
Dalam hati manusia sendiri
Ombak lautan rindu
Semakin nyaring menderu ....

Karya : Sitor Situmorang

Tipografi : Terdiri dari 2 bait setiap bait memiliki 9 dan 6 larik

Gaya bahas/majas : menggunkan majas perumpamaan “Ombak lautan rindu”

Pencitraan : perasaan

Tema : cinta

Diksi :diksi yang digunakan yaitu konotatif seperti “Ombak lautan rindu”

Sajak : sajak yang digunakan dalam puisi ini yaitu sajak bebas karena

berbeda satu dengan yang lain

Pesan : kerinduan yang sudah amat besar akan seseorang yang telah ditinggal

lama pergi dan

2
ANALISIS NOVEL

1. Analisis novel di kaki bukit cibalak

Buku : Di kaki bukit cibalak

Pengarang : Ahmad Tohari

Penerbit : Pustaka Jaya

Jumlah hal : 176

Tahun terbit : 1994

Latar tempat : bukit cibalak,yogya

Latar waktu : zaman tradisional menuju zaman maju

Tema : kehidupan social

Tokoh : pambudi,lurah dirga,mulyani,sanis,bambang,topo,pak danu,

mbok ralem,mbok sum,pak barkah

Komentar :

Didalam novel ini terdapat rokoh bernama pambudi ia merupakan seorang pengurus

lumbung desa tanggir, pada susatu hari pambudi kedatangan mbok ralem yang sakit ia

meminta pinjaman padi namun tidak diperbolehkan oleh lurah desa tanggir yaitu pak

dirga,singkat secita pambudi mengundurkan diri dari pekerjaannya kemudian

membawa mbok ralem ke yogya untuk berobat menggunkan biaya ia sendiri bahkan

sampe membuat iklan dengan bantuan kepala redaksinya pak barkah, tak lama mbok

ralem sembuh dari penyakitnya namun berita itu sampai di desa tanggir dan membuat

pak dirga resah dengan kabar tersebut yang membuat dirinya disalahkan kemudian

pak dirga meminta bantuan mistis dari eyang wira untuk membunuh pambudi dan

disitulah ia mengetahui pambudi menyukai perempuan bernama sanis .

Pada malam harinya pak dirga memutus bagol untuk melakukan tugas namun pada

malam itu dia gagal melaksanakan tugasnya,disitulah keluarga dari pambudi

mengetahui bahwa pak dirga memusuhi, kemudian pambudi pergi ke yogya atas

perintah sang ayah untuk mencari pekerjaan disana, setelah di yogya menemui

temannya topo dan disarankan untuk melanjutkan studinya serta bekerja untuk

membiaya studinya tersebut, pada saat itu pambudi bertemu dan berteman dekat

dengan anak majikannya yaitu mulyani, ketika masa kontrak kerjanya habis ia

berhenti bekerja kepada bu wibawa,ibunya mulyani.

Beberapa bulan setelah menyelesaikan studynya pambudi memutuskan untuk pulang

ke desa tanggir, namun saat sampai disana pambudi mengetahui bahwa ia dituduh

membawa uang lumbung desa, terus pambudi menemui sanis yang terlihat tidak mau

menemui karena yang lebih memilih bambang sumbono anak pak camat, setelah itu

dia kembali ke yogya untuk bekerja dan ia sukses, lalu ia menulis rubrik tentang

desanya, kemudian hal tersebut terdengar oleh pak camat masalah yang ada di desa

tanggir dan memecat pak dirga sebagai lurah.

Pada suatu hari pambudi menerima kabar bahwa sang ayah telah tiada pambudi pun

memutuskan untuk pulang ke desa, desa tanggir pun sudah memiliki lurah baru yang

bernama hadi yang masih muda, dan pambudi mengetahui bahwa sanis telah menjadi
janda diusia yang sangat belia setelah menikahi pak dirga, tak lama mulyani menyusul
pambudi dan menyampaikan pesan belasungkawa atas meninggalnya sang ayah,
setelah menyatakan cinta pambudi bersama mulyani kekasih pilihannya memutuskan
kembali ke yogya dan meninggalkan desa tanggir.
Kelebihan dari novel ini adalah dari novel ini memberi tahu bahwa kebenaran dan
kejujuran dapat mengalahkan ketidak beneranan,ditulis dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh pembaca , dari keseluruhan novel ini sangan bagus dan
menarik,perjuangan pambudi dapat dijadikan contoh untuk kehidupan sehari hari agar
hidup diri sediri dan orang disekitar dapat merasakan kesejahteraan.

2. Analisis Novel Bumi Manusia

Buku : Bumi Manusia

Pengarang : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : lentera dipantera

Jumlah hal : 535

Tahun terbit : 16 oktober 2010

Latar tempat : Wonokromo dekat Surabaya di Jawa Timur

Latar waktu : terjadinya yaitu sekitar tahun 1898 hingga tahun 1918.

Tema : penderitaan masyarakat pribumi di era penjajahan belanda

Tokoh : Minke, Nyai Ontosoroh, Herman Mellema, Annelies Mellema,

Robert Mellema

Komentar : Setelah membaca novel Bumi Manusia saya jadi mengerti jalan
ceritanya. Minke merupakan satu-satunya orang Indonesia di antara siswa Belanda. Ia
mendapat kesempatan dari pemerintah colonial untuk bersekolah di sana. Ia lulus HBS
dengan meraih peringkat dua di seluruh Hindia atau peringkat pertama di Surabaya. Minke
menjalin cinta dengan Annelies, putri Herman Mellema dengan Nyai Ontosuroh dan
kemudian mereka menikah. Tulisan-tulisan Minke dalam berbahasa Belanda membuat
Asisten Residen mengundangnya sebagai tamu kehormatan kemudian menjadikannya sahabat
keluarga. Di sisi lain, kondisi masyarakat Indonesia pada saat itu pun dihadapkan pada
kehidupan yang ketat dengan praktik feodalisme, termasuk keluarganya sendiri. Melalui
interaksinya dengan masyarakat colonial, termasuk hubungannya dengan Robert Mellema,
kakak Annelies, Robert Suuhorg, seorang kawannya keturunan Indo dan dirinya sendiri
sebagai keturunan pribumi membuat dia mengerti adanya sistem yang bersifat rasialis dalam
masyarakat. Puncaknya, setelah kematian Herman Mellema, keputusan pengadilan
Amsterdam untuk menyita seluruh harta kekayaan Herman Mellema di Hindia.pengadilan
Belanda pun tidak mengakui perkawinan Minke dengan Annelies secara hokum karena
Annelies masih di bawah umur. Minke dan Nyai Ontosoroh pun terus berjuang melawan
hukum kolonial meskipun pada akhirnya menemui kegagalan.

3. Analisis Novel Laut Bercerita

Buku : Novel Laut Bercerita

Pengarang : Leila S. Chudori

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Jumlah hal : 379

Tahun terbit : 2017

Latar tempat : Yogyakarta dan Solo, Jawa Timur yaitu Desa Blangguan dan
Terminal Bunguarsih, Jakarta, dan New York

Latar waktu : tahun 1991-2008

Tema : Perjuangan aktivis winatra dan wirasena melawan pemerintahan orde

baru

Tokoh : Biru Laut, Anjani, Alex, Sunu, Bima, Mas Gala

Komentar : Setelah membaca Novel Laut Bercerita saya menjadi tahu bahwa
novel ini menceritakan kekejaman yang dirasakan oleh sekelompok aktivis
mahasiswa di masa orde baru. Kemudian novel ini juga mengingatkan kembali
persoalan hilangnya 13 aktivis yang sampai saat ini belum mendapatkan
petunjuknya. Dalam novel ini diceritakan bahwa Laut dan teman-temannya
melaksanakan aksi untuk membela rakyat yang telah diambil haknya oleh
pemerintah, salah satunya Aksi Tanam Jagung Blangguan. Mereka mengalami
penganiayaan dan penyekapan untuk ditanyai siapa dalang atas aktivitas yang
mereka lakukan. Saat Laut dan teman-temannya hilang, semua kehidupan
mereka dan orang-orang terdekat mereka pun berubah. Novel ini juga
menceritakan semenjak Laut berkuliah di Yogyakarta, ia semakin jarang untuk
berkumpul bersama bapak, ibu, dan Asmara (adiknya Laut). Dan bapaknya
memutuskan hari Minggu adalah hari bersama untuk keluarga mereka, tidak
boleh ada yang mengganggu. Tidak hanya itu juga, novel ini juga
menceritakan kisah antara Laut dengan kegiatan kuliahnya, yaitu sebagai
seorang mahasiswa Sastra Inggris. Laut aktif dalam organisasi Winatra, tetapi
dia juga tidak melupakan pelajaran kuliahnya.

4. Analisis Novel Laskar Pelangi

Buku : Novel Laskar Pelangi
Pengarang : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Jumlah hal : 529
Tahun terbit : 2005

Latar tempat : Belitong

Latar waktu : 1974

Tema : Pendidikan

Tokoh : Ikal, Lintang, Mahar, Kucai, Syahdan, Bore, A Kiong, Trapani,

Harun, Sahara, Bu Muslimah sebagai guru, Pak Harfan sebagai kepala

sekolah, A Ling, Flo.

Komentar : Novel ini sangat menarik untuk dibaca karena merupakan kisah nyata dari

penulisnya. Setelah membaca novel ini, saya jadi mengetahui tentang

kehidupan yang ada di Belitong, bagaimana susahnya pendidikan di salah satu

pulau terkaya di Indonesia. Sekolah yang berada di Belitong ini merupakan

sekolah islam yang minim fasilitas. Namun dengan keterbatasan itu, mereka

tetap menempuh Pendidikan dengan penuh semangat. Kesepuluh murid ini

dikenal dengan sebutan Laskar Pelangi. Pada bagian akhir-akhir cerita,

anggota Laskar Pelangi bertambah satu anak perempuan bernama Flo. Sekolah

ini nyaris dibubarkan jika tidak mencapai siswa baru sejumlah sepuluh anak.

Saat itu, masih berjumlah sembilan anak yang menghadiri upacara

pembukaan, tetapi tepat ketika Pak Harfan, kepala sekolah hendak berpidato

menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftar di sekolah itu.

Kisah ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Lintang

untuk putus sekolah. Dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian yaitu

Ikal yang berjuang di luar Pulau Belitong kembali ke kampungnya.

5. Analisis Novel Orang-orang Bloomington

Buku : Novel Orang-orang Bloomington

Pengarang : Budi Darma

Penerbit : Noura Books

Jumlah hal : 307

Tahun terbit : 1980 terbitan pertama, terbitan ulang 2016 dan 2021

Latar tempat : jalan fess

Latar waktu : -

Tema : Absurditas

Tokoh : Ny. Macmillan, Ny. Nolan, Ny. Casper

Komentar : novel ini bercerita tentang nikah hanya untuk kesenangannya saja,orang tua
memiliki kewajiban atas mendidik dan membesarkan anak anaknya, dikarenakan orez ingin
hidup. Namun, saat bapaknya berlagak seperti Ibrahim. Orez bukan seperti Ismail yang rela
lehemya dipancung pedang Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing Anak yang kurang pintar, nakal, usil, atau apapun, harus diterima dengan

ikhlas. Dalam cerita ini dikisahkan juga bahwa masyarakat Amerika yang peradabannya
sudah maju, malah sama sekali tidak mempermasalahkan kecacatan Orez. Novel ini berisi
beberapa cerpen karya Budi Darma tentang kehidupan orang- orang yang tinggal di
Bloomington. Novel ini menceritakan tentang manusia dengan berbagai dinamikanya
Ceritan-ceritanya sederhana tetapi menggambarkan kehidupan nyata.

3

ANALISIS CERPEN

Berawal dari tokoh aku yang kedatangan seorang karibnya pada malam hari.
Ia datang dengan jalan yang terpincang-pincang, lima jari kanannya yang luka. Aku
menginginkan ia untuk bercerita tentang apa yang terjadi. Lalu ia mulai bercerita, sedan yang
disewanya menabrak tiang listrik, dan hanya ia yang selamat. Luka di kakinya disebabkan
tergores kaca belakang ketika ia berusaha lolos keluar.
“Kami baru berangkat operasi.”
“Oh, jadi begitulah kamu sekarang. Mengapa?”
“Ah, Jakarta.”
“Yah, tapi kenapa justru kamu?”
“Ah, mana koran kemarin?”
Ia meminta koran kemarin, lalu aku membacanya. Karibku itu ternyata seorang buronan. Ia
juga menceritakan bagaimana kelompoknya memulai operasi dengan pengintaian yang
bermula dari toko elektronik. Bila ada orang membeli TV warna atau video dia akan
dibuntuti sampai rumahnya.
Tengah malam ketika karibku itu sudah nyenyak dalam kamar yang disediakan, istriku
bertanya banyak tentang dia.
“Ceritanya mengesankan. Gali ya?”
“Seperti yang kamu dengar sendiri.”
Istriku tidak terima kalau ada bangkai manusia yang pernah menginap dirumah kami.
Pagi-pagi setelah subuh, aku tidak menemukan karibku di kamar. Aku menemukan bekas
bungkus rokok dengan tulisan di dalamnya: “Terima kasih. Aku segera pergi supaya tidak
merepotkan kamu.”
*
Sejak saat itu aku senang pergi ke pasar. Aku selalu mengecek berita yang ada. Dalam
seminggu sudah banyak mayat yang diperiksa. Apa yang ku khawatirkan akhirnya terjadi
juga. Karibku mengapung di kelokan kali Serayu di bawah jalan raya. Aku mengaku kalau itu
adalah karibku. Polisi menanyakan identitasnya, lalu aku pun menyebutkan identitas seenak
perutku.
Polisi pergi dengan wajah puas. Orang-orang pun mulai pergi. Lama aku berdiri bingung tak
tahu harus berbuat apa. Mayat karibku teronggok hanya dengan kawat casssanova. Ah,
Jakarta.
Bila bukan karena tempurung yang tergeletak mungkin aku masih diam. Aku mulai
memandikannya. Kemudian dengan tempurung itu pula aku menggali pasir membujur ke
utara. Mayat itu kutarik dan kumasukkan ke dalam lubang pasir sedalam lutut.
Kusembahyangkan kemudian kumiringkan ke barat. Daun-daun jati kututupkan, lalu pasir
kutimbunkan. Sebuah batu sebesar kepala aku buat sebagai nisan. Setelah itu aku tinggalkan
tepian kali Serayu. Ah, Jakarta.

1. AH JAKARTA (Ahmad Tohari)

Judul : Ah Jakarta

Pengarang : Ahmad Tohari

Tema : persahabatan

Latar tempat : rumah,pasar,sungai serayu, rumah pejabat penting,sawah

Latar waktu : malam, sore

Tokoh : aku, karib

Komentar : Dalam cepen Ah, Jakarta karya Ahmad Tohari ini menceritakan

tentang seorang pemuda yang memiliki karib seorang perampok. Dalam kehidupan

bermasyarakat sering adanya penilaian secara langsung dan tidak langsung. Kita tidaklah

boleh mengambil hak milik orang lain. Sepeti Gali yang memiliki profesi perampok. Ia

akan merampok orang yang membeli TV warna atau video. Bahkan ia juga pernah

merampok pejabat penting.

Jadi sebisa mungkin kita bertingkah laku yang mulia, dengan hati yang bersih dalam

menjalani kehidupan ini. Janganlah menjadi seseorang yang tamak, yang ingin memiliki

segalanya. Sehingga nantinya bagaimana kita pergi akan membawa amal yang baik, dan

bisa memberikan sesuatu hal yang baik untuk semua orang.

3. Peradilan Rakyat (Putu wijaya)

Di suatu tempat, seorang pengacara muda mengunjungi ayahnya,   seorang pengacara
senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. Mereka bertemu bukan sebagai anak 
dan ayah, tapi seoarang pengacara muda profesional dan pengacara senior. Ayahnya adalahdu
lu pemburu koruptor yang menghuni     
gedung bertingkat.Pengacara muda ingin berdialog dengan           
pengacara senior yaitu ayahnya sendiri, diamenceritakan negara  
menugaskan dia untuk membela seorang penjahat besar yang        
pantasnyamendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang     
dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan   
kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena   
memberikanseorang pembela kelas satu untuk mereka. Karena dia yakin, negara tidak benarb
enar menugaskan saya untuk 
membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, 
bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada        
kebangkitan baru.Pengacara muda menerima pekerjaan tersebut, 
karena dia profesional. tidak disogok dengan pundi pundi uang     
yang banyak, dia hanya menjalankan tugas dengan profesional. 
Karena dia yakin pasti menang. Sedangkan ayahnya tidak memberi komentar dan terkejutme
ndengar dia tidak menerima sogokan.    
Pengacara muda terus mengatakan bahwa dia pastimenang.          
menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau            
perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena dia ingin memburu publika
si dan bintangbintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci n
egaramu.

Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan,seak
anakan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran.

Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian   
untukmu kelak, kalau kamu mamputerus mendengarkan       
suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesionalPengacara muda pun terharu be
rdiri dan hendak memeluk     ayahnya, tapi ayahnya tidak mau, dan menyuruhnya pulang.  
Dan membisikan kepada sekertarisnya , bahwa bukti-bukti
yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesag
esa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan
ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk  
terbang lepas kembali seperti burung di udara

Judul : Peradilan Rakyat

Pengarang : Putu wijaya

Tema : keadilan di masyarakat

Latar tempat : ruangan/kantor pengacara tua

Latar waktu : malam

Tokoh : pengacara tua,pengacara muda, sekertaris

Komentar : Dalam cerpen peradilan rakyat karya putu wijaya ini mengajarkan

bahwa sebagai penegak hukum seharusnya memperhatikan kepentingan orang

banyak, jangan pernah mengorbankan kepentingan orang banyak untuk kepentingan

pribadi atau mempertahankan rasa profesional diri.

4. Sungai (Nugroho Notosusanto)

Cerpen ini mengisahkan peristiwa yang terjadi pada saat tanah air tercinta ini (Indonesia)
dalam penguasaan penjajah Belanda, pada tahun 1948. Tentara Belanda telah menduduki
Yogya, persetujuan gencatan senjata telah dilanggar, dan Republik tidak merasa terikat lagi
oleh perjanjian yang sudah ada.
Adalah Sersan Kasim, Kepala Regu 3, Peleton 2 dari kompi TNI terakhir yang akan kembali ke
daerah operasinya di Jawa Barat. Bersama para tentara lainnya, mereka berjalan dalam jarak
Yogya-Priyangan. Mereka berjalan kaki, menempuh jarak lebih dari 300 kilometer, turun
lembah, naik gunung, menyeberangi sungai kecil dan besar. Akhirnya mereka tiba kembali di
tepian Sungai Serayu. Angin pegunungan dari seberang lembah, ditambah lagi air hujan yang
mengguyur, membuat mereka menggigil kedinginan. Dengan cermat Sersan Kasim kembali
memperbaiki letak selimut berlapis dua yang menyelimuti Acep, seorang bayi mungil,
anaknya. Ibunya meninggal sehari setelah melahirkannya dalam pengungsian di Yogya. Ya,
dalam perjalanan sejauh itu Sersan Kasim membawa serta anaknya, karena ia tak mau
menitipkan pada penduduk yang asing baginya.
Dari mulut ke mulut, ada pesan dari depan, agar para kepala regu kumpul. Sersan Kasim dan
kepala regu lainnya ke depan, Komandan Peleton sudah menanti di depan Regu 1. Mereka
menerima instruksi tentang penyeberangan. Melalui intelligence, terdengar kabar bahwa
musuh menjaga tepian sana dengan kekuatan satu kompi. Karena pengawasan ketat, mereka
memutuskan untuk menyeberangi sungai lebih ke hilir, walaupun kemungkinan ketinggian air

sungai mencapai dada.
Setelah para ketua regu menuju ke anak buahnya masing-masing, Sersan Kasim merasa
pandangan komandan mengisyaratkan  kalau bayinya dapat membahayakan lebih dari
seratus prajurit, sebagaimana telah terjadi sebelumnya. Tangisan satu bayi yang kemudian
menular pada anak kecil lainnya saat dalam perjalanan, membuat musuh tahu, bahwa
sedang ada perjalanan tentara Republik dan para keluarganya. 16 prajurit dan 10 keluarganya
terkena serangan mendadak musuh, hanya karena diawali tangis seorang bayi. Bagi Sersan
Kasim tak ada pilihan lain kecuali tetap membawa bayinya.
Mereka mulai menyeberangi sungai. Semakin ke tengah semakin dalam, mencapai perut,
kemudian hampir ke dada. Mereka semakin kedinginan, terlebih Sersan Kasim. Bukan saja
karena hujan dan basah oleh air sungai, tapi karena Acep mulai gelisah dan meronta dalam
gendongannya. Tangisnya pun akhirnya memecah kesunyian. Para prajurit berdegup
jantungnya, menahan nafas, saling memandang dan terpaku di tempatnya. Di hulu sungai
sebuah peluru kembang api ditembakkan ke udara. Langit jadi terang benderang. Seluruh
kompi memandangnya; bergantung kepadanya. Nasib seluruh kompi tertimpa pada bahunya.
Tak ada yang tahu pasti, apa yang terjadi dalam beberapa menit kemudian, yang terasa
seperti berjam-jam. Juga Sersan Kasim, tak sadar. Yang ia tahu anaknya menangis, dan setiap
saat musuh dapat menumpasnya dengan menembakkan peluru dan mortir.
Sejurus kemudian suara Acep meredup. Sesaat lagi lenyap sama sekali. Tembakan berhenti
dan pasukan dapat tiba di seberang dengan selamat.
Keesokan harinya, saat fajar merekah para prajurit menunda perjalanannya untuk berbela
sungkawa dalam upacara singkat pemakaman Acep. Komandan Kompi menghampiri Kasim,
menggenggam tangannya. Dalam angannya terbayang pengorbanan Nabi Ibrahim yang siap
mengorbnkan putranya, Ismail..

Judul : Sungai

Pengarang : Nugroho Notosusanto

Tema : rela berkorban,tabah,pantang menyerah

Latar tempat : sungai Serayu Banjarnegara, Jawa barat, Yogyakarta, pinggir desa

Latar waktu : jam 1 malam, fajar merekah, 10 bulan yg lalu,

Tokoh : Kasim, Aminah, Acep, komandan pleton, pak lurah

Komentar : Dalam cerpen sungai karya Nugroho Notosusanto mengandung

pesan yang dapat diambil yaitu sebagai pemimpin harus mendahulukan kepentingan

kelompok dari pada kepentingan pribadi, seperti yang dilakukan sersan kasim yang

lebih mengutamakan nyawa prajurit yang ia pimpin dengan mengorbankan nyawa

anak semata wayangnya acep.

5. Lengtu lengmua (Triyanto triwikromo)

Tepat tengah malam celeng-celeng yang telah kerasukan ratusan iblis itu akan menyeruduk
seluruh warga dan tak memberi kesempatan mereka untuk mendengarkan lagi keributan
bangau dan gesekan daun-daun bakau dengan angin amis yang risau….

Laut tak sedang mendamparkan perahu Nuh ke kampung yang karena terlalu sunyi lebih
mirip hiu tidur itu. Laut—dalam ketenangan musim kemarau—juga tidak sedang menebarkan
kolera busuk ke tanjung tenang berpenghuni orang-orang yang teramat karib dengan lapar

dan kemiskinan. Tetapi memang ada sembilan perahu yang merapat ke ujung tanjung tak jauh
dari makam keramat. Sembilan perahu itu mengusung sembilan celeng milik Jamuri, juragan
dari kota, yang dikawal oleh sembilan cempiang atau jagoan berseragam loreng-loreng.

Tentu tak ada seorang pun di kampung itu yang ingin beternak celeng. Tak juga tetua
kampung, Kiai Siti. Apalagi Panglima Langit Abu Jenar, pemeluk teguh syariat, yang sangat
mengharamkan binatang bertaring yang menjijikkan itu. Jamuri sangat tahu hutan bakau ini
bukan habitat bagi babi-babi liar. Akan tetapi, ia harus menernakkan satwa 200 kilogram itu
di hutan ini karena tak mungkin membiakkan hewan bermoncong panjang ini di kota.

Ada banyak alasan yang menyebabkan orang kota menolak pembiakan celeng di kawasan
yang kini dipadati oleh mal dan gedung-gedung yang hendak menusuk langit itu. Mungkin
saja, mereka tidak menyukai hewan yang bisa mencapai panjang hingga 1,8 meter ini karena
tidak mau berurusan dengan sengatan bau yang menusuk hidung. Atau mereka menolak
berdekatan dengan celeng karena satwa itu dianggap sebagai simbol kerakusan dan
keserakahan. Namun, sesungguhnya mereka mengusir para celeng dari kota karena tak mau
diseruduk oleh binatang digdaya itu. Jika mereka sampai diseruduk oleh hewan-hewan itu,
ada semacam virus yang segera menyerang otak dan menyebabkan mereka merasa telah
berubah menjadi celeng.

Semua itu bermula dari Ustad Rosyid, seorang yang dianggap paling suci di kota, pingsan
setelah diseruduk celeng yang terlepas dari pusat pembiakan babi liar. Ketika siuman, dia
menguik-nguik dan menyeruduk apa pun yang berada di sekitar. Kegemparan itu tentu saja
menyebabkan orang-orang yang hendak shalat magrib di masjid kaget. Mereka terkejut bukan
sekadar mendengar suara celeng dari mulut Ustad Rosyid, tetapi lelaki kencana itu bertingkah
seperti babi liar. Ia mbrangkang dan siap menyeruduk jemaah shalat magrib. Tak pelak
jemaah pun buyar. Mereka berlari ketakutan karena Ustad Rosyid benar-benar bertabiat
seperti babi gila.

Sebenarnya tidak akan ada persoalan apa pun jika Ustad Rosyid tak menggigit salah seorang
yang paling ringkih. Sebab begitu tergigit, sang korban tiba-tiba juga bertingkah serupa Ustad
Rosyid. Ia bertabiat seperti babi liar. Ia juga berusaha menyeruduk siapa pun. Ia juga
menggigit orang lain. Begitu seterusnya hingga ada sembilan orang yang bertingkah seperti
celeng.

”Edan! Ini jelas virus sableng. Bagaimana mungkin dalam sekejap sembilan orang bertingkah
seperti celeng?” kata seorang dokter.

Tak ada waktu untuk menjawab pertanyaan itu. Wali Kota lebih memilih menangkap
sembilan orang yang kerasukan virus celeng itu dan menjebloskan ke rumah sakit jiwa.
”Hanya orang waras yang boleh tinggal di kota ini!”

Tak hanya itu. Sejak itu, Wali Kota juga melarang pembiakan celeng atau babi liar di kota.
Spanduk, baliho, dan poster bertuliskan ”Dilarang memelihara celeng!” serta ”Bunuh seluruh
celeng!” dipasang di mana-mana.

Akan tetapi Jamuri, pemilik pembiakan babi liar, tak tinggal diam. Merasa harus
menyelamatkan celeng dari amuk manusia, dia berusaha mencari lahan yang masih
memungkinkan dijadikan sebagai daerah hidup binatang-binatang itu. Tak ada tempat lain,
dia akhirnya menemukan tanah kosong di ujung tanjung.

Karena itu, setelah membeli tanah dari Lurah Lantip—yang menyerobot tanah milik sebagian
warga yang terusir ke tanah relokasi—Jamuri langsung mengusung tujuh celeng betina dan
dua celeng jantan ke tanah yang sangat diberkahi oleh Allah ini.

Tetapi menggiring sembilan celeng ke ujung tanjung dan melintasi hutan bakau pada senja
yang amis bukan perkara mudah. Jamuri dan para cempiang harus berjuang keras menghalau
celeng agar tidak berlarian ke laut. Apalagi karena satwa-satwa asing itu jadi tontonan gadis
kencur Kufah dan anak-anak kecil lain, perjalanan ke kandang agak terhambat.

Dan karena anak-anak kecil itu belum pernah melihat celeng, tak terhindarkan mereka ingin
mengelus punggung atau sekadar memegang buntut. Ini membuat para cempiang dan Jamuri
marah. Bukan hanya itu. Karena sebagian celeng betina itu sedang bunting, mereka merasa
terganggu ketika anak-anak berusaha memegang perut dan puting. Tak pelak celeng-celeng
itu pun mengasah taring dan menyeruduk anak-anak. Dengan spontan anak-anak berlari.
Dengan spontan pula celeng-celeng mengejar mereka.

”Minggir! Minggir! Kalian bisa mampus kalau keseruduk!” teriak para cempiang hampir
bersamaan.

Tetapi dasar anak-anak, tak satu pun yang mau menyingkir. Mereka malah ikut-ikutan
menghalau para celeng dan mencoba membantu menggiring ke kandang. Anak-anak itu
bersorak-sorak karena merasa mendapatkan mainan baru. Dalam bayangan mereka,
sepanjang hari mereka akan bermain seruduk-kejar dengan celeng-celeng itu.

Kufah, misalnya, berharap bisa menunggang celeng-celeng ini, membelai taring-taringnya,
dan sesekali memandikan hewan yang dia anggap lucu setengah mati itu. Jika diperbolehkan
oleh Kiai Siti, dia bahkan rela tidur bersama celeng-celeng itu di kandang. Malah, Kufah juga
yakin tepat tengah malam di kedua bahu celeng itu akan tumbuh sayap sehingga dia dan
anak-anak kecil lain bisa menunggang celeng terbang mengelilingi hutan bakau dan
mengajak bangau-bangau di kampung itu berkejaran di langit dalam cahaya bulan.

Ya, ya, di mata anak-anak, celeng adalah satwa kencana. Mainan yang indah dan sahabat tak
terpisahkan. Dalam mimpi mereka, celeng-celeng itu adalah raja imut yang sama sekali tidak
akan pernah menusukkan taring kepada satwa lunak bernama manusia.

”Kita sungguh-sungguh telah kedatangan hewan dari surga,” kata Kufah kepada anak-anak
kecil lain.

Hanya, celeng-celeng itu bukan mainan untuk orang dewasa. Ketika seorang warga tahu dan
mengabarkan betapa kampung mereka telah diserbu satwa-satwa bermoncong penuh lendir,
terjadi kegemparan.

”Ini pasti hewan dari neraka!” bisik seseorang yang sebelumnya tidak pernah melihat celeng
kepada Kiai Siti.

Tak ada reaksi yang berlebihan dari kiai santun ini. Dia justru bergegas ke masjid dan
meminta warga segera menjalankan shalat magrib. Kiai Siti—yang telah berkali-kali melihat
celeng dan tahu daging satwa itu haram jika dimakan—sebenarnya punya alasan untuk
marah. Namun, dia memilih setelah shalat isya saja akan bertemu dengan Jamuri untuk
membicarakan celeng-celeng itu.

”Allah tentu punya maksud mengapa Dia mengirim celeng-celeng itu ke sini…,” batin Kiai
Siti.

Akan tetapi Rajab, pemuda pemberang yang pernah sekolah di Kota Wali, tak sabar
menunggu shalat isya tiba. Menunda shalat magrib dia mengajak beberapa warga melabrak
Jamuri.

Rajab—karena telah membaca begitu banyak buku perihal celeng—tak ingin kampung yang
sangat dia cintai menjadi pemasok hewan yang dianggap sebagai paling rakus, suka mencuri,
gemar kawin, dan selalu berisik itu. Dan lebih dari itu, Rajab tak ingin kampung di ujung
tanjung ini, menjadi tempat pembiakan celeng. Dia khawatir celeng-celeng itu
mendengus-dengus merapalkan semacam mantra pembunuh dan tepat tengah malam
satwa-satwa yang telah kerasukan ratusan iblis itu akan menyeruduk seluruh warga dan tak
memberi kesempatan mereka untuk mendengarkan lagi keributan kicau bangau dan gesekan
daun-daun bakau dengan angin amis yang risau….

Jamuri tak tinggal diam. Dengan mengacung-acungkan parang, ia mengajak sembilan
cempiang berbaju loreng meladeni perlawanan Rajab. Perkelahian pun tak terelakkan. Rajab
dan warga yang tak bersenjata dengan cepat terusir. Meskipun terjadi adu pukul, magrib
berlalu tanpa pertumpahan darah. Magrib berlalu dalam koor nguik sembilan celeng dan
sorak-sorai cempiang berbaju loreng.

”Celeng-celeng itu akan mati kalau Allah tak menghendaki!” kata Kiai Siti sesaat setelah
Rajab melaporkan segala yang dia alami kepada tetua kampung yang hampir-hampir tak
pernah marah itu di masjid.

”Tetapi kita tetap saja harus menolak Jamuri membiakkan celeng di sini, Kiai. Di kota telah
berkembang wabah celeng loreng. Siapa pun yang diseruduk celeng akan bertabiat seperti
babi liar.”

”Kalau Allah tak menghendaki wabah itu datang, kampung kita akan aman….”

Rajab tentu saja tak terima mendengar penjelasan Kiai Siti. Ia mengira Kiai Siti telah disuap
Jamuri sehingga berkesan membiarkan pembangunan pusat pembiakan celeng di kampung
yang riuh oleh lantunan shalawat dan zikir itu.

Karena itu tanpa permisi dan tak jadi shalat isya, Rajab meninggalkan Kiai Siti. Pemberang
yang khatam syariat agama dari Kota Wali ini berusaha mencari cara mengusir para celeng,
cempiang, dan Jamuri dari tanah yang dia anggap paling suci ini

”Kiai Siti telah jadi celeng! Ia tak layak jadi panutan kita lagi!” bisik Rajab kepada hampir
semua laki-laki di kampung, suatu hari.

Dan, masya Allah, tak seorang pun merasa perlu menyangkal omongan Rajab. Mereka
menyangka wabah yang mendera Ustad Rosyid—sebagaimana diceritakan Rajab pada
penduduk—juga telah menyerang Kiai Siti.

”Jamuri ternyata juga celeng. Semalam aku melihat ia berubah jadi celeng. Mula-mula ia
merangkak ke arahku…, kemudian mulutnya memanjang berubah jadi moncong berlendir

yang menjijikkan…, dan tumbuh pula sepasang taring yang siap menghunjam perut siapa
pun…,” Rajab berbisik dengan mulut yang lebih berbusa lagi.

Dan, masya Allah, tak seorang pun berhasrat mendebat perkataan sang pemberang yang
merasa sedang melakukan pekerjaan agung untuk menyelamatkan kampung.

”Jadi tak ada alasan apa pun kita harus menyingkirkan Kiai Siti dan Jamuri. Kita harus
mengenyahkan celeng-celeng itu dari kampung ini… Ambil parang, celurit, linggis, bambu
runcing, atau apa pun…. Kita serang mereka malam ini juga….”

Lalu malam itu juga Rajab membayangkan diri menjadi Hamzah (panglima perang pasukan
Nabi Muhammad dalam Perang Uhud) yang mengomando pertempuran sengit melawan
kemungkaran. Dengan bengis dia akan segera menghunjamkan linggis ke perut celeng-celeng
itu… dengan bengis dia akan memburaikan usus hewan-hewan menjijikkan itu.

Sayang, pada saat sama Jamuri juga ingin menyingkirkan Rajab. Jamuri juga sudah
menyusun strategi untuk menghilangkan sang pemberang dari kampung. Jamuri menjebak
dan Rajab tak tahu sembilan celeng yang dikawal oleh sembilan cempiang telah
mengepungnya malam itu. Mereka bersiap-siap menyeruduk dan menancapkan taring ganas
ke tubuh rapuh Rajab yang tak berpelindung apa-apa itu. Dengan menyeruduk laki-laki
pemberang, mereka ingin Rajab menjadi celeng pertama yang berasal dari kampung penuh
harum zikir dan shalawat di kampung itu

Judul : Lengtu lengmua

Pengarang : Triyanto triwikromo

Tema : perjuangan

Layar tempat : ujung tanjung, kota, masjid

Latar waktu : malam hari

Tokoh : Jumari ,kiai siti, abu jenar, ust Rosyid, walikota, lurah lantip, kufah,

rajab

Komentar : dalam cerpen lengtu lengmua karya Triyanto triwikromo memiliki

pesan yang dapat diambil yaitu tetap waspada terhadap orang orang baru

6. Robohnya Surau Kami (A.A Navis)

Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan suatu tempat dimana ada sebuah surau tua
yang nyaris ambruk. Kemudian datanglah seseorang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan
izin dari masyarakat setempat untuk menjadi garin atau penjaga surau tersebut, dan hingga
kini surau tersebut masih tegak berdiri.

Meskipun kakek atau garin dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada hal pokok yang
membuatnya dapat bertahan, yaitu dia mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari
pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue,
atau rokok. Kehidupan kakek ini sangat monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima
imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau, dan bekerja hanya untuk

keperluannya sendiri. Hasil pekerjaannya itu tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan
istrinya yang tidak pernah terpikirkan.

Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Ajo sidi
adalah seorang pembual yang datang kepada kakek penjaga surau sebelum kakek penjaga
surau itu meninggal. Lalu, keduanya terlibat dalam sebuah perbincangan.

Pada perbincangan itu, Ajo sidi mengisahkan tentang kejadian Haji Saleh di akhirat ketika dia
dimasukkan ke dalam neraka. Haji Saleh tidak menerimanya karena Haji Saleh merasa dia
adalah seorang yang rajin beribadah. Tak sekalipun Haji Saleh meninggalkan kewajiban
Tuhan. Bahkan setiap waktunya hanya untuk menyembah Tuhan.

Kemudian Haji Saleh datang menuntut kepada Tuhan atas semua apa yang dia kerjakan.
Ternyata apa yang dikerjakan itu justru salah. Haji Saleh tidak seharusnya hanya
mementingkan dirinya sendiri untuk beribadah dan sembahyang setiap waktunya demi masuk
surga dan melupakan kewajibannya kepada anak dan isrtinya sehingga jatuh dalam
kemelaratan. Itu yang membuat Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka. Padahal di dunia ini
hidup berkaum, bersaudara, tetapi Haji Saleh tidak memedulikan mereka sedikit pun.

Sepulangnya berbincang dengan Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Dia
merasakan apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia
memang tidak pernah mengingat anak dan istrinya, tetapi dia pun tidak pernah memikirkan
hidupnya sendiri sebab memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya
lahir batin diserahkannya kepada Tuhan. Dia tak berusaha menyusahkan orang lain atau
membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada
Tuhan.Kakek penjaga surau begitu memikirkan hal itu dengan segala perasaannya. Akhirnya,
dia tertekan dan tidak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia lebih memilih jalan pintas
untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur.

Kematiannya sungguh mengenaskan dan mengejutkan masyarakat sekitar. Semua orang
berusaha mengurus jenazahnya dan menguburnya, kecuali satu orang saja yang tidak begitu
peduli atas kematian sang kakek penjaga surau. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang
mengantar jenazah penjaga surau, dia tetap pergi bekerja. Ajo Sidi yang mengetahui kematian
kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk kakek,
lalu dia pergi bekerja.

Seperti rumah yang ditinggal penghuninya, surau yang dulunya digunakan untuk beribadah
itu kini hanya dipakai untuk sekadar bermain anak-anak. Tidak ada lagi panggilan adzan,
sholat berjamaah, dan lantunan ayat-ayat suci Al-quran. Bahkan jika ada ibu-ibu yang
membutuhkan kayu bakar, tak segan-segan mengambil salah satu bagian dari tiang-tiang
surau yang mulai lapuk dan hampir roboh. Tak ada lagi yang mau peduli terhadap surau
tempat beribadah itu. Itulah pemandangan yang bisa dilihat dari surau seorang kakek setelah
dia meninggal.

Judul : Robohnya Surau Kami
Pengarang : A,A Navis
Tema : kelemahan iman
Latar tempat : sebuah kota, dekat pasar, surau,ajo sidi
Latar waktu :

Tokoh : Aku, kakek, ajo sidi, haji saleh

Komentar : dalam cerpen surau kami karya a.a navis ini memiliki pesan amanat

yaitu agar tidak takut terhadap neraka sehingga lebih cenderung beribadah terus dan

tidak memperdulikan keadaan sekitar, padahal tuhan juga menyuruh kita agar hidup

bersosialisasi namun tidak meninggalkan ibadahnya,

4
ANALISIS NASKAH DRAMA

1, Analisi drama Aduh (putu wijaya)

Judul : Aduh

Pengarang : putu wijaya

Tahun terbit : 1973

Latar tempat : pinggir jalan

Latar waktu : siang hari, senja sampai malam

Tema : keraguan yang mengakibatkan penyesalan

Tokoh : salah seorang, si sakit, si simpati, si iri, pemilik balsem, pemimpin,

perintis jalan, yang marah, yang lain, yang satu, salah satu, pemberani

Pesan : pesan yang dapat diambil dari drama “Aduh” karya putu wijaya ini

yaitu kita tidak boleh ragu dalam menolong orang yang sedang kesusahan, jika ingin

menolong orang hendaknya menolong dengan hati yang tulus dan ikhlas serta jangan

berpikiran negatif terhadap orang kecuali orang tersebut terlihat mencurigakan.

Drama “Aduh” mengisahkan sekelompok orang yang sedang bekerja kemudian
datang seseorang dengan keadaan sakit. Sekelompok orang tersebut menanyakan
keadaan orang yang sakit itu, tetapi orang sakit itu hanya diam. Salah seorang dari
kelompok pekerja itu ingin menolong, tetapi seorang yang lainnya tidak. Mereka ragu
untuk menolong orang tersebut karena takut orang yang sakit hanya berpura-pura. Hal
ini membuat sekelompok orang itu saling berdebat dan bertengkar. Kemudian orang
yang sakit itu meninggal dan membuat sekelompok orang tersebut merasa menyesal.

Dengan dipimpin oleh satu orang, sekelompok orang itu pun mencoba mengangkat
mayat itu tetapi tak bisa. Hingga malam hari mereka tetap tidak bisa mengangkat
mayat tersebut. Kemudian mereka memutuskan untuk menunggu mayat itu hingga
pagi, tetapi diantara sekelompok orang tersebut ada yang kesurupan. Sambil
menunggu mayat itu, satu per satu dari sekelompok orang tersebut merampok mayat.
Orang yang kesurupan itu mengerang karena mayat itu dirampok. Hal ini membuat
pertengkaran lagi.

Saat pagi hari sekelompok orang itu pun berhasil mengangkat mayat itu untuk
dikubur, tetapi di tengah perjalanan ada anjing yang menakuti mereka hingga


Click to View FlipBook Version