martabatnya. Dengab dibangunnya kubah itu mebjadikan karman lebih dekat lagi dengan
        Tuhan yang Maha Esa.
      ● Penokohan
            1. Karman
        Pada novel ‘Kubah’ ini, Karman merupakan tokoh utama. Watak Karman antara lain kurang
        percaya diri, rendah diri, cerdik, namun mudah terpengaruh.
            2. Marni
        Selain Karman, tokoh lainnya adalah Marni. Marni adalah istri Karman yang sangat
        dicintainya. Marni adalah sosok wanita yang tabah dan penyayang.
            3. Haji Bakir
        Watak Haji Bakir baik terhadap Karman.
            4. Tini
        Tini adalah anak dari Karman dan Marni. Tini bersifat cepat gugup dan mudah tersinggung..
            5. Triman, Margo, dan Gigi Baja
        Ketiganya adalah tokoh yang bersifat antagonis dalam novel ini. Mereka merupakan anggota
        PKI yang berwatak licik dan jahat
● Setting
    Setting dalam novel Kubah ini menggambarkan suasana pada saat PKI sedang menguasai
    Indonesia yang dimana pada saat itu suasananya sangat mencekam.
● Amanat
    Dalaman Novel Kubah mengandung Amanat religious yang dimna kita sebagai manusia tidak
    boleh meninggalkan Tuhan dan memilih jalan yang baik dan benar serta jangan mudah terhasu
    oleh orang lain.
BUMI MANUSIA
Judul: Bumi Manusia
Tahun terbit: 1980
Pencipta: Pramoedya Ananta Toer.
Tema: Kondisi Eropa, Surabaya dan Wonokromo pada tahun 1898
Bumi Manusia ini menceritakan tentang seorang lelaki yang menempuh pendidikan pada
tahun 1898 di Netherland, Hindia Belanda.
Tokoh ini selanjutnya mendedikasikan dirinya di wilayah Surabaya. Anak muda tersebut
memakai nama samaran sebagai Minke. Oleh pelayannya bernama Darman diperlakukan
sangat istimewa, kerena ternyata Minke seorang Raden Mas.
Minke yang memiliki kepandaian di atas rata-rata saat menempuh pendidikan di H.B.S tidak
disukai oleh teman – teman Eropanya.
Alasan utamanya yakni karna Minke ini seorang Pribumi. Namun pada akhirnya Minke
memiliki teman dekat bernama Robbert Suurhof.
Minke sebagai pendatang tentu bersikap baik kepada Suurhof, hingga diajak main ke rumah
salah satu pembesar Eropa bernama Tuan Mellema.
Saat bertamu ke rumah Mellema, mereka berkenalan dengan gadis cantik berdarah
Jawa-Eropa bernama Annelis Mellema dan Nyai Ontosoroh yang merupakan seorang wanita
Pribumi. Beliau mahir bahasa Eropa dan merupakan ibu dari Annelis.
Dari sini, kisah percintaan Minke dan Annelis dimulai. Minke yang merupakan seorang
pelajar cerdas, sering diundang oleh keluarga Mellema untuk makan siang.
Awalnya, Minke terpesona oleh kepribadian Nyai Ontosoroh, tetapi hatinya memilih Annelis
sebagai pasangannya. Suatu hari, Annelis mengungkapkan sebuah kejujuran yang membuat
Minke kaget.
Saudaranya bernama Robbert Mellema melakukan pemerkosaan kepada Annelis demi
menguasai harta keluarganya.
Minke yang memiliki pemikiran visioner dan geram melihat ketidakadilan yang dilakukan
       Robbert. Ia lalu mencari bukti untuk memenjarakan Robbert.
       Nyai Ontosoroh yang melihat kegigihan Minke, akhirnya belajar sungguh-sungguh dan
       akhirnya menjadi seorang guru di HBS.
● Penokohan
          A. Minke
              Minke merupakan orang yang mempunyai kepandaian yang luar biasa, pintar
              berargumen, dan penuh kehormatan.
          B. Robert Suurhof
              Robert suurhof menurupakan tokoh antagonis yang dimna dia gemar merendahkan
              orang, menghina, dan suka jahat terhadap orang lain.
          C. Annelies Mellema
              Annelies merupakan gadis yang lugu.
          D. Nyai Ontosoroh
              Nyai Ontosoroh merupakan seorang Nyai yang cerdas, bijaksana, mempunyai adab
              baik, pintar dalam bahasa Belanda.
          E. Robert Mellema
              Seorang yang kaya namun memiliki sifat yang sopan.
          F. Darsam
              Seorang pelayang dari Raden Mas Sinyo Minke.
          G. Juffrow Magda Peters
              Salah satu sahabat dari minke yang gemar membaca buku.
● Setting
     Novel ini menggunakan setting pada tahun 1918 yang dimana pada saat itu Belanda masih
     menajajah Indonesia. Latar tempat Novel ini terjadi di Wonokromo, Jawa Timur. Novel ini
     menggunakan Alur Maju.
● Amanat
     Seorang terpelajar harus sudah berpelaku adil, sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.
RONGGENG DUKUH PARUK
Judul: Ronggeng Dukuh Paruk
Tahun terbit: 1982
Pencipta: Ahmad Tohari
Tema: budaya, adat istiadat dan cinta
Srinthil adalah bocah berusia 11 tahun yang berprofesi sebagai ronggeng. Dia dianggap
keturunan Ki Secamenggala yang diyakini dapat mengembalikan citra pedukuhan.
Masyarakat setempat meyakini kehadiran Srinthil menjadi pelengkap. Mereka meyakini
kelengkapan dukuh terdiri dari keramat Ki Secamenggala, seloroh cabul, sumpah serapah,
dan ronggeng bersama perangkat calungnya.
Srinthil adalah anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal bersama 16 penduduk lain
yang mengalami keracunan tempe bongkrek. Kedua orang tua Srinthil merupakan pembuat
tempe itu.
Srinthil yang kala itu masih bayi, lalu dirawat kakek-neneknya. Kakeknya meyakini Srinthil
sudah kerasukan indang ronggeng dan dilahirkan sebagai ronggeng dengan restu arwah Ki
Secamenggala.
Karena anggapan seperti itulah, Srinthil digembleng menjadi ronggeng. Kartareja, sang
dukun ronggeng, mengajak Srinthil mengikuti tahapan sebagai ronggeng sesungguhnya.
Sebagai awalan, Srinthil mandi kembang di depan cungkup makam Ki Secamenggala.
Tahapan lain yang dilalui Srinthil adalah buka kelambu. Dirinya tidak tidak bisa memungut
bayaran saat berpentas jika belum melalui tahapan ini.
Di lain sisi, ada Rasus yang keberatan jika Srinthil harus melalui semua syarat tersebut. Dia
adalah teman main Srinthil sejak kecil. Rasus merasa sakit hati dan cemburu karena Srinthil
menjadi ronggeng.
Profesi ronggeng artinya Srinthil menjadi milik umum. Kegadisan Srinthil disayembarakan.
Rasus makin marah saat dirinya yang berusia 14 tahun itu tidak bisa berbuat banyak pada
gadis yang dicintainya.
Hingga suatu hari, terjadi pertengkaran antara Dower dan Sulam di emper samping rumah
    Kertareja untuk memperebutkan keperawanan Srinthil.
    Rasus yang juga berada di sisi lain rumah tersebut, tidak bisa melakukan apa pun. Kartareja
    menyaratkan seringgit uang emas untuk nilai keperawanan Srinthil.
    Tapi, Srinthil mendadak muncul dari belakang rumah Kartareja dan mendatangi Rasus. Dia
    meminta Rasus untuk menggaulinya. Srinthil lebih suka kehilangan keperawanan karena
    Rasus, ketimbang dengan dua orang yang sedang memperebutkannya.
    Rasus mengiyakan permintaan Srinthil. Setelah itu, giliran Dower dan Sulam. Sementara
    Kartareja menikmati hasil menjadi mucikari berupa seringgit uang emas dari Sulam, lalu
    seekor kerbau dan dua keping perak dari Dower.
    Meski bisa mendapatkan keperawanan Srinthil, Rasus justru makin benci padanya karena
    pekerjaan ronggeng itu. Rasus pergi meninggalkan Dukuh Paruk dan meninggalkan sosok
    Srinthil sebagai bayang-bayang ibunya yang telah pergi entah ke mana. Srinthil sempat
    menawarkan dirinya pada Rasus untuk dinikahi. Namun, Rasus sudah yakin dengan
    keputusan untuk menolaknya.
● Penokohan
       1. Srintil
           Tokoh utama yang dewasa, agrsif, dan juga penyanyang
       2. Rasus
           Tokoh utama yang pemberani, penyanyang namun pendendam.
       3. Warta
           Seorang penghibur dan penuh perhatian
       4. Sakarya
           Seorang yang penyayang namun Tega
       5. Nenek Raus
           Seorang yang sifat linglung
       6. Ki Kertareja dan Nyi Kertareja
           Kedua orang ini mempunyai sifat yang egois.
       7. Sukum
           Hebat
       8. Istri santayib
           Berjiwa keibuan dan penuh perhatian
9. Santayib
           Bertanggung jawab namun keras kepala
       10. Sulam
           Sombong
       11. Dowes
           Gigih dalam bekerja
       12. Siti
           Bertaqwa kwpada Tuhan dan sangat alim.
       13. Sersan Slamet
           Tegas
       14. Kopral Pujo
           Pemberani dan seorang yang hebat
       15. Tampi
           Seorang yang sangat sabar.
       16. Masusi
           Pendemdam dan juga sangat jahat.
● Setting
    Novel ini menggunakan latar tempat berada du desa kecil yang disebut Desa Dukuh Paruk,
    kemudia latar waktu di novel ini pada tahun 1960 an yang dimana suasana pada saat itu
    penuh dengan gejolak politik. Laur cerita yang digunakan yanitu alur campuran.
● Amanat
    Jangan mudah percaya kepada orang lain dan cintailah satu orang dengan sepenuh hati.
                            ANAK SEMUA BANGSA
    Judul: Anak Semua Bangsa
    Tahun terbit: 1980
    Pencipta: Ananta Toer
    Tema: budaya, ekonomi dan politik
    Sinopsis: Cerita diawali dengan kisah Annelis yang harus pergi ke negeri Belanda atas
    perintah pengadilan berdasarkan tuntutan Ir. Ia merasa tak berkembang di hadapan seorang
wanita luar biasa yang menjadi mertuanya itu. Ia menyindir Minke yang hanya mau menulis
    dengan Bahasa Belanda dan tak mau menulis dalam Bahasa Melayu. Jean yang dulunya
    serdadu kumpeni itu balik menanyakan pada Minke mengenai perlakuan Belanda pada
    dirinya. Apalagi saat koran Belanda tempatnya menulis mempublikasikan tulisan palsu yang
    menyerang seorang China yang ia kagumi, Kow Ah Soe. Kow Ah Soe adalah seorang
    pejuang kemerdekaan China yang pergi ke Indonesia untuk menghimpun peranakan China
    supaya bangkit melawan penjajahan di negaranya, la ingin China meniru Jepang yang saat itu
    mulai bangkit dan mampu duduk sama setara dengan bangsa kulit putih. Rupanya, hal ini
    dibenci pemerintah kolonial Belanda termasuk medianya karena dianggap akan
    memprovokasi pribumi melakukan hal yang sama.
    Tulisan wawancara Minke pada Ah Soe diubah total oleh S.N vid D menjadi pemberitaan
    yang sangat mendiskreditkan pejuang dari negeri tirai bambu tersebut. Minke kecewa, dan
    pandangannya bahwa Belanda adalah bangsa yang beradab mulai goyah. Ia sadar akan status
    dirinya sebagai anak priyayi pengagum Belanda yang lupa akan dirinya sebagai kaum
    terjajah. Ia mendapati ada seorang petani yang sedang mengamuk. Pelan-pelan, Minke
    mendekatinya dan mencoba mencari tahu apa yang membuat petani Jawa yang biasanya
    ramah dan nrimo menjadi beringas seperti itu. Rupanya, akar permasalahannya terjadi tatkala
    si petani yang bernama Trunodongso hendak digusur sawah dan rumahnya oleh pabrik gula.
    Uang gantinya juga sangat sedikit dan tak sepadan dengan tanah yang harus diserahkan. la
    pun menjadi satu-satunya petani yang bertahan di antara teman-temannya yang akhimya
    menyerah.
    Dan ternyata, Truno yang datang dengan luka menganga di tubuhnya akibat bentrok dengan
    pabrik gula Belanda. Nyai Ontosoroh berpikir bahwa pabrik tersebut berhutang pada semua
    petani yang digusur suaminya saat menjabat menjadi pimpinan pabrik Tulangan. Ketika yang
    bersangkutan datang, Minke, Nyai, sampai Jean mengkonfrontir orang tersebut. Ia pun
    meninggalkan Wonokromo untuk sementara waktu sembari diiringi tangis May yang baru
    tahu bahwa Annelis telah mati di Belanda.
● Penokohan
Tokoh utama di novel ini adalah Minke. Minke adalah seorang yang nasionalis dan peduli
    dengan rakyat golongan bawah.
● Setting
    Novel ini menggunakan setting pada tahun 1918 yang dimana pada saat itu Belanda masih
    menajajah Indonesia. Latar tempat Novel ini terjadi di Wonokromo, Jawa Timur. Novel ini
    menggunakan Alur Maju.
         ● Amanat
             Kita harus bisa memanusiakan manusia selepas dari warna kulit, ras, agama, suku,
             dan latar belakang Pendidikan.
                                      SANG PEMIMPI
  Judul: Sang Pemimpi
  Penulis: Andrea Hirata
  Tahun terbit: 2006
  Tema: persahabatan dan perjuangan dalam mengarungi kehidupan serta kepercayaan terhadap
  kekuatan sebuah mimpi atau pengharapan.
  Ada 3 seorang pemimpi, yaitu Ikal salah satu nya, yang ke-2 Arai, dan selanjutnya Jimbron,
  anak angkat seorang pendeta, yatim piatu sejak kecil. Ikal dan Arai begitu pintar di
  sekolahnya, sedangkan Jimbron, si penggemar kuda ini biasa- biasa saja. Aral dan Ikal selalu
  menduduki rangking 3 & 5 besar, sedangkan Jimbron menduduki rangking 78 dari 160 siswa.
  Mimpi mereka sangat tinggi, karena bagi Arai org susah seperti mereka tdk akan berguna tanpa
  mimpi. Arai dan Ikal mempunyai mimpi yg sangat tinggi yaitu, melanjutkan study ke
  Sarbonne Prancis. Mereka terpukau dgn cerita guru kesenian nya yaitu. Pak Beia yang selalu
  menyebut-nyebut indahnya kota itu. Setelah selesai SMA. Ari dan Ikal merantau ke bogor.
  Sedangkan Jimbron lebih memilih untuk menjadi pekerja ternak kuda di Belitung. Jimbron
  mengadiahkan kedua celengan nya selama ini, kepada Ikal dan Arai. Dia yakin kalau Arai dan
  Ikal sampai di Prancis, maka jiwa Jimbron pun akan selalu bersama Ikal dan Arai
  Berbulan-bulan di Bogor untk mencari perkerjaan untuk bertahan hidup susahnya minta
  ampun. Akhirnya Ikal pun diterima untk menjadi tukang pos dan Arai memutuskan merantau
  di Kalimantan dan berikutnya Ikal memutuskan untk kuliah di Ekonomi UI dan setelah lulus,
  ada lowongan untk mendapatkan beasiswa S2 ke Eropa. Beribu-ribu pesaing berhasil ia
singkirkan dan akhimya ia lolos. Bertahun-tahun tanpa kabar berita, akhirnya Ikal dan Arai
  dipertemukan dalam suatu forum. yg begituindah dan terhormat. Arai yg sebelum nya tanpa
  kabar, ternyata ia kuliah di Unniverstins Mulawarman dan mengambil jurusan biologi Ketika
  mereka mendapatkan sebuah surat, mereka berdebar-debar, setelah membuka nya isi surat itu
  menyatakan bahwa ia mendapatkan beasiswa keopa.Dan akhirnya mereka berdua diterima di
  Universitas yg sama di Sarbonne Prancis. Dan disinilah perjuangan dari mimpi-mimpi mereka
  dimulai."
● Penokohan /perwatakan:
       A. Ikal:
           baik hati, optimistis, pantang menyerah, penyuka.
       B. Bang Rhoma; Arai
            pintar, penuh inspirasi/ide baru, gigih, rajin, pantang menyerah:.
       C. Jimbron:
            polos, gagap bicara, baik, sangat antusias pada kuda
       D. Pak Balia:
            baik. bijaksana, pintar
       E. Pak Mustar
           galak, pemarah, berjiwa keras
● Setting
    Latar dalam novel ini terjadi ditempat dermaga pulau Belitung, dan Gedung bioskop kemudia
    di Bugor yang meliputi terminal Bogor, kios Fotocopy, Kantor Pos. latar waktu novel ini pad
    tahun 198o an sampai 1990an. Novel ini menggunakan alur gabungan (alur maju dan
    mundur).
● Amanat
    Amanat yang disampaikan dalam Sang Pemimpi ini adalah jangan berhenti bermimpi.
3
                                         ANALISISCERPEN
                               SENYUM KARYAMIN
    Pencipta: Ahmad Tohari
    Tahun terbit:1989
    Tema: Ironi kehidupam perdesaan
    Cerpen dalam Senyum Karyamin kebanyakan berlatar belakang pedesaan dengan kehidupan
    yang sangat sederhana tapi penuh dengan ironi. Salah satunya adalah cerpen berjudul
    Senyum Karyamin itu sendiri.
    Senyum Karyamin bercerita tentang Karyamin, seorang buruh pengangkut batu kali.
    Karyamin yang sedang kelaparan karena tidak punya uang untuk membeli makan, tetap
    memaksa untuk bekerja keras meskipun dirinya sudah sempoyongan. Matanya
    berkunang-kunang dan telinganya berdengung.
    Karyamin tetap bekerja keras bolak-balik antara sungai dan pangkalan batu. Atas usulan
    beberapa rekannya, Karyamin akhirnya pulang untuk istirahat, namun di rumah dia melihat
    dua sepeda jenki terparkir di depan rumahnya. Sepeda itu milik para penagih bank harian.
    Karyamin memutuskan untuk kembali ke sungai. Saat hendak balik ke sungai untuk yang
    kesekian kalinya, Pak Pamong menghadang Karyamin guna meminta sumbangan untuk
    bantuan kelaparan di Afrika. Karyamin yang kelaparan dan tidak punya uang hanya bisa
    tersenyum getir, senyum tersebut kemudian berubah menjadi tawa terbahak-bahak dan tubuh
    Karyamin pun ambruk
    Dari kisah Karyamin ini kita bisa melihat ironi yang mungkin benar-benar terjadi, terutama di
    pedesaan. Ketika mereka yang kelaparan jauh di benua seberang lebih mendapat perhatian
    daripada tetangga kita sendiri.
    Berbuat baik memang tidak pandang buluh, namun alangkah baiknya jika tetangga kita juga
    kita perhatikan sehingga kita tidak menjadi tetangga yang dzolim. Bukankah agama juga
    memerintahkan kita agar baik terhadap tetangga?
● Penokohan
Tokoh utama
         A. Karyamin
             Merupakan sosok yang penyabar, pekerja keras, dan juga selalu ramah.
    Tokoh tambahan:
    Pak Pamong, teman temannya Karyamin, istri Karyamin, Sarji, Sidah, dan penagih bank
    harian
● Setting
    Cerpen ini berlatar tempat di sungai, pangkalan material, rumah, dan jalan menuju sungai.
    Latar waktu novel ini diceritakan terjadi di siang hari. Alur yang digunakan yaitu maju
● Amanat
         A. Harus bersabar akan semua masalah yang dilalui.
         B. pantang menyerah terus berjuang untuk merubah nasib yang sedang dihadapi
               SERIBU KUNANG KUNANG DIMANHATTAN
    Pencipta: Umar Kayam
    Tahun Terbit: 1972 & 2003
    Tema: Percintaan
    cerpen ini berawal dari sepasang manusia yang saling menyayangi tetapi tidak bisa
    meninggalkan keegoisan masing-masing. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri, dimana
    tokoh wanita dalam cerpen ini (Jane) masih tidak bisa melupakan masa lalunya bersama
    mantan suaminya (Tommy) dan tokoh pria (Marno) yang terus membayangkan desanya di
    Indonesia. Hubungan mereka yang dianggap tidak benar oleh Marno menimbulkan konflik
    batin yang menyebabkan Mamo harus meninggalkan Jane.
● Penokohan
A. Marno
             Seorang yang memegang teguh budaya Timur, sentimentil, dan terikat pada norma
             budaya Timur.
         B. Jane
             Seorang yang bepegang dengan budaya Barat. Dia melakukan apa yang bagi budaya
             Barat sudah biasa lakukan.
● Seting
    Cerpen ini mengisahkan citra masyarakat modern di Manhattan, di New York, Amerika.
    Ketika itu penulis memang bermukim di sana, sebagai pengamat sastra dan budaya. laia
    mencoba merekam situasi masyarakat ber modern di sana. Cerpen ini menggunakan alur
    maju progresif dalam ceritanya.
● Amanat
    meskipun tinggal di negeri orang hendaknya kita tetap menjaga adat istiadat dan budaya
    timur. Menahan diri agar tidak terpengaruh budaya dan kebiasaan- kebiasaan yang buruk
    dimana tidak sesuai dnegan budaya kita.
                ANAK INI MAU MENGENCINGI JAKARTA?
    Pencipta: Ahmad Tohari
    Tahun diterbitkan 1948
    Tema: Realitas kehidupan
    "Anak ini uktif untuk menggambarkan warga masyarakat miskin yang tersisih dan tidak
    mendapat kesempatan di ibu kota. Di situ bercampur-baur antara harapan dan kenyataan di
    dalam satu helaan napas. "Mengencingi" di dalam cerpen ini tumbuh menjadi perlambang
    dari kemarahan terselubung dari kalangan wong cilik yang sadar akan posisinya, sadar akan
    kemampuannya yang sangat terbatas dibanding dengan pihak-pihak yang menjadi alamat
    kemarahannya. Isi Cerpen ini memuat kritik terhadap kemiskinan yang masih dirasakan oleh
    masyarakat kalangan bawah di negeri ini. Ahmad Tohari memilih kelompok masyarakat yang
    tinggal di pinggiran rel kereta api di Stasiun Senin Jakarta. Jakarta sebagai ibukota negara,
    tidak hanya tempat gedung-gedung megah tetapi juga tempat berkumpulnya orang-orang
miskin seperti gelandangan. Kemiskinan digambarkan dengan gubug-gubug dari kardus
    sebagai tempat tinggal para gelandangan, mi instan sebagai makanan mewah, serta prostitusi
    sebagai pekerjaan. Tokoh Laki-laki, anak laki-laki dan perempuan atau apanya menjadi
    gambaran hal tersebut.
    "Kereta itu berhenti di wilayah kehidupan orang-orang pinggir rel. Kehidupan yang sungguh
    merdeka dan berdaulat, sedang bergerak. Tetapi, sebagian besar mereka masih terbaring
    dalam gubug-gubug kardus yang menyandar ke tembok pembatas jalur jalur rel Ada yang
    tampak kaki, di balik semak yang meranggas dan berdebu, seorang lelaki dan anak kecilnya
    sudah bangun. Di dekat mereka ada perempuan masih tertidur, berbantal buntalan kain
    melingkar di atas gelaran kardus. Wajah perempuan yang masih lelap itu tampak lelah. Tetapi
    gincu bibir dan bedak pipinya tebal. Entahlah, mungkin perempuan itu tadi malam berjualan
    berahi sampai pagi." Penggunaan kata-kata "bedak", "gincu" dan "berjualan dipakai oleh
    Ahmad Tohari untuk mewakili profesi si perempuan atau apanya sebagai seorang pramuria.
    Kehidupan yang keras dari tokoh perempuan tersebut dianalogikan sebagai Dan kehidupan
    yang amat berdebu dan jauh dari air membuat perempuan itu sewarna dengan sekelilingnya
    yang juga penuh debu Debu adalah kotoran yang sering kali mengganggu keberadaannya.
    Seperti juga profesi pramuria yang dianggap kotor oleh masyarakat.
● Penokohan
       A. Laki-laki
       B. Anak laki-laki
       C. Perempuan/apanya
● Setting
    Cerpen ini berlatarbelakang di IbuKota Jakarta.
● Amanat
    Sebenarnya cerpen ini dimaksudkan untuk menjadi kritik sosial terhadap kemiskinan dinegeri
    ini.
EYANG
    Pencipta: Putu Wijaya
    Tahun Terbit:
    Tema: Ketidaktahanan ekonomi dan tingginya kesombongan keluarga
    Pada suatu hari di bulan Ramadhan, ada sebuah keluarga yang tidak mudik karena tidak
    memiliki uang. Kemudian bos dari tokoh utama ini datang menitipkan ibunya (yang disebut
    eyang di cerpen ini), karena Eyang tidak mau ikut anaknya pergi ke China dan hanya ingin
    dititipkan di rumah keluarga itu. Tak lupa, si bos memberikan uang untuk merawat Eyang
    Eyang pun disambut oleh keluarga itu. Eyang yang memiliki kepribadian fleksibel ini pun
    mengajak keluarga ini jalan-jalan.
    Setibanya supir Eyang datang. Eyang kembali menjadi sosok yang dingin. Setelah Eyang
    pergi, istri tokoh utama bilang kalau eyang memberikan amplop yang ketika dibuka ternyata
    berisi 500 juta. Tokoh utama pun meminta istrinya untuk mengembalikan uang tersebut.
    Istrinya pun berkata bahwa amplop tersebut ditukar dengan amplop lain. Namun ketika
    dibuka, tokoh utama marah. Karena isinya hanya 300 ribu saja, dimana uang tersebut itu
    adalah upah menjaga Eyang
         ● . Penokohan:
              A. Aku
                  seorang kepala keluarga yang memiliki sifat yang buruk, yakni tidak bersyukur
                  dan sombong.
                  B. Istri:
                      seorang istri yang perhatian, suka menduga- duga, dan jujur,
                  C. Eyang
                      Baik,Haru dan mudah tersentuh perhatian dan humoris,heboh,dermawan,baik
                      dan akrab dengan orang tua.
● .Setting
Latar: Latar tempat : depan rumah,kamar,pangkalan ojck.ruang makan ruang depan,teras
    rumah; Latar waktu: pada pukul 22.00 WIB,pukul 19.00 WIB 3. Alur: Dengan dilihat dari
    sekuen cerita yang mengalir dan runtut serta tersusun secara kronologis maka cerpen ini
    termasuk beralur maju. Selain itu, pada bagian awal hingga akhir cerpen tersusun urut mulai
    latar, permasalahan, konflik, dan berakhir dengan pemecahan masalah dan tidak ditemukan
    kilas balik.
● Nilai moral
    suka menolong menghargai satu sama lain jangan menyakiti orang lain. Bersyukurlah atas
    apa yang dimiliki janganlah membedakan orang lain hanya berdasarkan
    kekayaannya.pedulilah kepada sesame,hormati orang lebih tua dan sayangi orang yang lebih
    muda,jangan menyakiti orang lain.
                       MAAF
Pencipta: Putu Wijaya
Tahun Terbit:
Tema: . Kesadaran
Cerpen ini menceritakan tentang kisah dua keluarga pada hari raya yang berusaha bermaaf-
maafan satu sama lain karena faktor pencerahan yang Pak Amat dapat dari seseorang yang tak ia
kenal karena hasil berbincang dalam waktu yang cukup lama. Pak Amat tersadar bahwa momen
lebaran ini adalah saat yang tepat untuk melepaskan segala dendamnya pada Pak Bimantoro.
Begitu pula dengan Pak Bimantoro yang dulu pernah memfitnah Pak Amat. Akhimya Pak Amat
pun berkunjung kerumah Pak Bimantoro yang ternyata sosok yang ia cari tak ada dirumah
bahkan ia sampai rela menunggu berjam-jam dan hampir habis kesabarannya hingga ia hampir
berniat mengurungkan permintaan maafnya. Akhimya Pak Amat dan istrinya memutuskan untuk
pulang karena sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Namun ternyata Pak Bimantoro juga
tengah menunggu dirumah Pak Amat hendak bersillaturrahmi. Pak Amat telah salah
berprasangka pada Pak Bimantoro dan keluarga yang pada akhirnya mereka saling memaafkan
dan melupakan segala dendam dimasa lalu.
● Penokohan
A. Pak Amat
             mudah terpengaruh dan bijaksana Estri: mudah marah, pendendam dan mudah
             tersinggung
         B. Tamu:
              tritagonis dan berwawasan luas
         C. Pak Bimantoro
              egois, ingin menang sendiri dan tidak tahu malu tetapi baik
         D. Taksu
             orang yang sigap Pelayan: memiliki watak yang baik
● Setting
    Latar menyangkut ruang dimana peristiwa itu berlangsung, oleh karena itu latar tidak hanya
    merupakan bentukan sebuah tempat yang diciptakan melainkan raung waktu dan suasana.
    Latar tempat cerpen itu ada di rumah Pak Amat, di rumah Pak Bimantoro, di terah rumah dan
    di depan pintu rumah. Waktu siang hari dan larut malam. Suasana tegang, tenang dan curiga
● Amanat
    Jangan berburuk sangka terhadap orang agar terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan,
    karena dengan tidak berburuk sangka akan mendapatkan hubungan yang harmonis maupun
    bahagia.
3
                                     ANALISIS DRAMA
                                   Pagi Bening
Pencipta: Serafin dan Joaquin Alvarez Guintero ( diterjemahkan oleh Sapardi Djoko
Pranomo)
Tema: Komedi dan romantis
Tahun Pembuatan: 1964
Dikisahkan bahwa Donna Laura adalah seorang nenek yang kerap kali pergi dan duduk di
taman. Setiap hari, ia duduk di tempat duduk yang sama sehingga menganggap tempat duduk
itu seolah-olah miliknya. Ia duduk di bangku taman sambil memberikan remah roti kepada
merpati-merpati di taman.
Sementara itu, datanglah Don Gonzalo yang tampak bingung karena bangku taman yang
biasa ia tempati telah diduduki oleh tiga orang pendeta. Karena tidak ada pilihan lain,
Gonzalo duduk disamping Laura. Pembicaraan dimulai disini. Dari mulai
mempermasalahkan hal kecil hingga sampai pada pembicaraan tentang Villa Maricella.
Keduanya tampak membicarakan dua orang, Laura membicarakan Laura Liorento “Perawan
Bagai Perak” dan Gonzalo menceritakan Gonzalo.
Mereka mencoba flashback. Namun, tak disangka ternyata mereka berdua membicarakan diri
mereka sendiri. Laura menceritakan masa mudanya Laura dulu, dan Gonzalo menceritakan
masa mudanya. Sejatinya, mereka berdua adalah dua orang yang saling mencintai. Mereka
berdua mencoba mengatakan isi hati mereka walaupun sebenarnya mereka masing-masing
telah menikah dengan orang lain. 
    ● Penokohan
  A. Gonzalo
       Sebagai tokoh Protagonis
  B. Petra dan Juanito
       Sebagai tokoh tritagonist
  C. Donna Laura
Sebagai tokoh yang menjadi pusat konflik
● Latar
    Naskah ini terjadi di sebuah taman di daerah Madrid, Spayol pada waktu pagi hari
    dengan suasana yang romantic
● Amanat
    Bersikaplah jujur dengan diri sendiri.
                               Ayahku Pulang
    Pencipta: Karya Usmar Ismail
    Tema: Penyesalan
    Tahun ditulis: 1950
    Kisah ini berawal dari sebuah keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi keluarga
    setelah ditinggal pergi ayahnya. Tini sebagai istri selalu menunggu kedatangan
    suaminya kembali setelah dua puluh tahun kebergiaannya. Pada saat yang sama yaitu
    bertepatan hari raya lebaran. Saat itu Gunarto dan ibunya sedang mengobrol tentang
    permasalahan pernikahan adiknya yaitu Mintarsih. Pada saat sedang menobrol
    mencari jodoh adiknya, Gunarto meminta persetujuan ibunya untuk calon adiknya
    menikahi seorang hartawan agar hidupnya bisa berubah daripada sekarang. Namun,
    ibunya menyetujui anaknya yang bungsu menikahi seoraang laki-laki yang memiliki
    budi pekerti. Karena ibunya akan mengingat mantan suaminya yaitu Raden Saleh
    yang meninggalkannya tepat pada saat hari menuju lebaran dan tepat saat bedug
    dibunyikan menandakan takbiran. Raden Saleh dulunya merupakan seorang yang
    hartawan dan dikenal masyarakat desa karena sering mengasihani orang yang
    meminjam uang kepadanya. Kehidupan keluarga tini mengalami perubahan ketika
    Raden Saleh pergi ke singapur demi pekerjaannya dan rela meninggalkan
    anak-anaknya yang masih kecil. Waktu Tini menceritakan kembali tentang ayahnya
    membuat Gunarto kesal dan menyuruh ibunya berhenti menceritakan hal tesebut. Tak
    lama kemudian, Maimun anak kedua dari Raden Saleh dan Tini datang setelah
bekerja. Maimum memiliki kecerdasan yang amat baik. Namun, karena kekurangan
    biaya untuk menyekolahkan Maimun dan bisa mendorong Maimun agar
    bersungguh-sungguh dalam pekerjaanya. Dengan kedatangannya Maimun
    mengatakan bahwa tadi ia sempat bertemu seorang lakilaki tua dengan pakaiannya
    kusut dan ternyata orang itu dikenal oleh salah satu 52 warga dikampung mereka.
    Wajah dari laki-laki tua itu tidak asing bagi mereka. Tak selang lama, Mantarsih
    memberitahukan ibunya dan kakak-kakaknya bahwa ada laki-laki tua yang terus
    memperhatikan rumahnya dari jembatan dekat kediaman mereka. Maimun pun
    bertanya “Bagaimana penampilan laki-laki tua itu?” Mantarsih menjawab bahwa
    laki-laki tua mnggunakan peci yang sudah berubah warna. Maimun pun memeriksa
    keluar namun laki-laki tua itu sudah tidak ada. Tiba-tiba ada seorang bertamu di
    rumah mereka dan Tini pun langsung menghampiri tamu tersebut dan
    mempersilahkan masuk. Ternyata dia adalah Raden Saleh ayah mereka. Tini sebagai
    mantan istrinya pun mempersilahkan duduk dengan membersamai mereka makan.
    Maimun dan Mantarsih sangat senang atas kedatangan ayah kandungnya. Bebrda
    dengan Gunarto yang menolak kedatangan ayahnya dengan mengungkit masa lalu
    mengapa ayahnya meninggalkan mereka selama dua puluh tahun. Apa yang dikatakan
    Gunarto membuat Raden Saleh tidak ada gunanya lagi dan bergegas pergi dari rumah
    mereka. Karena kedatangannya tidak membawa kebahagiaan keluarga mereka.
    Setelah kepergiaan Raden Saleh, Maimun tidak rela dan memarahi kakaknya karena
    sebagaimanapun perilaku ayahnya di masa lalu tetap dia adalah darah dagingnya.
    Mantarsih meneriaki anyahnya karena sedang hujan di luar sana. Dengan berteriak
    Ayah Pulang, Ayah Pulang. Setelah Maimun memeriksa keadaan di laur dan di sebuah
    jembatan hanya tersisa peci. Ternyata ayahnya buduh diri dengan terjun ke sungai.
● Penokohan
A. Raden Saleh (Ayah) : kaya
B. Tini (Istri) : Sabar dan Baik
C. Gunarto (Anak Pertama) :Pekerja Keras dan ngeyel/ keras kepala
D. Maimun (Anak Kedua) : Pintar dan Baik
E. Mintarsih (Anak Terakhir) : Penyayang dan Baik Hati
● Latar
A. Latar tempat: Rumah Raden Saleh atau Rumah Tini
B. Latar suasana: Sedih, Terharu, dan tegang/emosional
● Amanat
Jangan salah paham dengan kedatangan seseorang membawa petaka,
Sebagaimanapun kelakuaan ayah kandung tetaplah darah dagingmu, Jadilah anak
yang berbakti kepada kedua orang tua.
                                       RT Nol RW Nol
Pencipta:Iwan Simatupang
Tema: realita sosial perjuangan hidup
Tahun Pembuatan:
Dalam naskah drama ini menceritakan bagaimana kehiduapan itu sesungguhnya. Jika
kita membaca dan memaknai arti dalam naskah ini, yaitu kehidupan yang selama ini kita
anggap bukan hidup, namun mereka tetap menjalaninya. Bukan karena tidak ada pilihan
dan bukan pula karena mereka yang memilih dan mau akan semua itu, tapi itulah yang
harus mereka jalani selama ini menerima tidaknya semua itu harus tetap dijalani. Drama
ini menceritakan kehidupan orang-orang yang tinggal di kolong jembatan. Hidup terlilit
kemiskinan dan kesengsaraan mereka lalui di bawah beton jembatan. Suara-suara
kendaraan berat lalu lalang di atas mereka, seperti guntur yang menandakan akan turunya
hujan. Tidak tahu bahwa maut selalu mengancam mereka kapan saja, bila mereka berada
di kolong jembatan dan suatu waktu jembatan itu rubuh karena tidak kuat menahan beban
kendaraan yang lalu lalang melewati jembatan itu. Dalam cerita naskah ini juga
menceritakan tentang jenuh dan kebosanan para penghuni akan kehidupan yang selalu
mereka jalani selama ini. mereka ingin merasakan sesuatu yang berbeda, seperti makan
enak hidup enak dan lainnya yang selama ini orang gedongan rasakan. Apapun mereka
lakukan untuk mendapatkan dan merasakan semua itu, meski itu mesti menyewakan
maartabat mereka pada laki-laki yang mencari pemuas nafsunya.
● Penokohan
A. Kakek : bijaksana dan penyabar.
B. Pincang    : emosi, selalu mengambil keputusan tanpa berpikir panjang lagi,
mudah marah.
C. Ani : penuh semangat, pantang menyerah, keras kepala, tidak mau
mendengarkan saran dari orang yang mengkhawatirkannya
● Latar
    Latar yang terdapat pada drama ini terdapat latar tempat dan latar waktu. Latar tempat
    yang terdapat pada drama ini berlatar dibawah jembatan besar yang tempat itu
    kemudian mereka namai Rt 0 Rw 0
● Amanat
         Jangan memandang seseorang hanya dari satu sudut pandang dan Perlakukan semua
         orang layaknya manusia pada umumnya
                       Orang-orang di Tikungan Jalan
Pencipta: WS Rendra
Tema: problematika kehidupan yang di latar belakagi oleh masalah cinta.
Tahun Pembuatan: 1954
Dalam naskah drama Orang-orang di Tikungan Jalan ini menceritakan tentang beragam
permasalahan yang dimiliki setiap tokohnya yang bertemu tepat di tikungan jalan, banyak
permasalahan yang ada dan tentu dengan konflik yang berbeda-beda, namun semua
permasalahan selesai pada malam pertemuan itu juga. Di dalam drama ini, Sri adalah seorang
wanita jalang, Sri mengajarkan pembaca bahwa seburuk-buruknya moral seorang Pekerja
Seks Komersial tetap memiliki pearasaan dan rasa sayang pada seseorang layaknya manusia
biasa. Joko yang sedang memiliki masalah dan merasa gundah dengan masa lalunya,
mengajak Sri untuk bercinta dan meringankan bebannya, awalnya Sri mau melayani Joko,
namun Sri berubah pikiran karena ada seorang lelaki tua yang mau menikahinya dan mau
menerima Sri apa adanya dan Sri cukup merasa terharu dengan apa yang telah dilakukan
lelaki tua itu, akhirnya Sri memutuskan meninggalkan pekerjaannya karena Sri merasa
setelah menikah dengan lelaki tua itu, segala kebutuhan hidupnya akan ditanggung dan
dijamin. Tentu Joko cukup kecewa karena sebenarnya Joko menyukai Sri meskipun Sri
seorang wanita jalang, dan Joko semakin depresi, hingga akhirnya mantan kekasih Joko
kembali dan meminta Joko menikahinya, namun Joko menolak karena Joko merasa sudah
terlalu sakit, hingga akhirnya Joko lebih memilih untuk sendiri. Lalu adapula kisah seorang
yang mengakunya Anak Jaddah yang menurut orang setempat sedikit gila karena mencari
seorang ayah, dia selalu menyebut dirinya sebagai Anak Jaddah karena dia tak tahu dimana
keberadaan ayahnya namun ayahnya tahu keberadaannya, ibunya meningal sudah cukup
lama, sedangkan ayahnya seorang pemabuk berat, menurut ayah Anak Jaddah ini, dengan
bermabuk semua masalah hilang, namun Anak Jaddah yang memiliki sakit jiwa ini tak mau
mengakui ayahnya sebagai ayah kandungnya, hingga pada akhirnya ayah dan anak jaddah
sama-sama meninggal karena bunuh diri. Setelah itu ada pula masalah si Botak, Botak disini
sebagai seseorang pendatang baru, yang belum pernah ke tikungan jalan sebelumnya, namun
ketika dia mengajak bicara pada Joko yang baru kenal malam itu juga, si botak cukup
mengarahkan dan menyadarkan Joko bahwasanya semua masalah bisa diselesaikan denganm
cara yang benar tanpa mabuk-mabukan, tanpa mencari seorang pelarian, dan Botak
menunjukan pada Joko cara Botak menyelesaikan masalah dnegan cara sehat dan relaksasi,
yaitu menenangkan diri dengan memangcing di alam bebas. Pada saat itu masalah selesai
pada malam itu juga tepat di tikungan jalan.
● Penokohan
    A. Sri : Seorang pelacur yang mempunyai kepedulian tinggi terhadap teman dan
         keluarganya, serta mempunyai cinta yang tulus. Seperti cerita dan akhir yang terjadi
         pada drama tersebut, Sri melacur demi keluarga, dan ahirnya ia menikah dengan Tarjo
         yang usianya jauh lebih tua darinya
    B. Djoko : Seorang laki-laki yang mengharapkan dan setia pada kekasihnya, dan dia
         mempunyai ketertarikan nama pada setiap orang baru yang ia jumpai. Hal ini dapat
dilihat dari kutipan : Sri “Djoko selalu tertarik kepada soal nama. Tadi waktu kami
    mula-mula berjumpa, ia juga sangat ingin tau namaku.
C. Botak : Seorang laki-laki yang tegar dan selalu menjadi penengan dan berusaha
    menyadarkan orang-orang yang ada disekitarnya ketika mereka terjerumus ke hal
    yang buruk.
D. Surya : Seorang pemabuk yang mudah putus asa, tergambar pada drama tersebut
    bahwa ia meninggal karena bunuh diri
● Latar
    Latar dalam drama ini dispesifikasikan terhadap latar tempat saja, dimana terdapat
    disebuah tikungan jalan tempat para pelacur berada, kursi tukang wedang, sebelah
    kanan dan kiri jalan tersebut
● Amanat
    -
                               Malam Jahanam
    Pencipta: Mottinggo Boesje
    Tema: sisi buruk dan baik manusia
    Tahun Pembuatan: 1958
    Drama berjudul “Malam jahanam” ini menceritakan tentang keluarga yang hidup
    dengan berbagai konflik-konflik yang dialaminya. Mat Kontan dan istrinya yang
    bernama Paidjah dan anaknya (Mat Kontan Kecil) tinggal perkampungan nelayan.
    Mereka memiliki tetangga bernama Soleman yang juga dianggap Mat Kontan sebagai
    sahabatnya. Malam itu, seisi kampung menghampiri pertunjukan ubrug yang
    berlangsung di sebelah timur. Namun, Paidjah dan Soleman duduk di ambin rumah
    mereka dan saling bertukar cerita. Paidjah mengeluh, khawatir dan gelisah karena
    anaknya sakit dan suaminya tak kunjung pulang, sedangkan Soleman sedang tidak
    enak hati karena kalah bermain judi dari Mat Kontan pada malam waktu itu.
    Tak lama kemudian, Mat Kontan pulang ke rumahnya membawa seekor burung
    perkutut. Dia berbicara dengan Soleman dan menyombongkan istri, anak, serta
    burung perkututnya. Kesal dengan kesombongan Mat Kontan itu, Soleman
    mengungkit peristiwa saat Mat Kontan hampir kehilangan nyawanya karena
    terperosok ke dalam pasir boblos. Mat Kontan yang trauma kejadian itu, ia langsung
    berbaik hati kepada Soleman. Namun, dia kembali menyombongkan diri dan
    menyindir Soleman yang belum beristri. Soleman kesal dan meminta Mat Kontan
    bercerita tentang burung beonya. Mat Kontan tersadar kalau telah dua hari dia tidak
dapat menemukan burung beonya. Utai, ajudan Mat Kontan yang setengah pandir,
berkata bahwa dia melihat bangkai burung beo itu di dekat sumur dengan leher
tergorok. Mat Kontan marah lalu mengajak Utai ke tukang nujum karena ingin
mengetahui siapa pembunuh burungnya. Paidjah yang ketakutan lalu bertanya kepada
Soleman tentang jawaban dan sikapnya, bila Mat Kontan menanyakan siapa
pembunuh burung beo kepadanya. Soleman mengaku pada Paidjah kalau dialah
pembunuh burung beo karena burung tersebut mengolok-oloknya saat dia mendatangi
rumah Paidjah. Mengetahui hal tersebut, Paidjah semakin takut, tetapi Soleman
berjanji akan melindunginya dari kemarahan Mat Kontan. Mat Kontan kembali ke
rumahnya dengan amarahnya yang meluap karena tukang nujum kepercayaannya
telah meninggal, Paidjah pun terus didesaknya untuk berkata tentang kematian dan
pelaku pembunuh burung beo. Namun, Paidjah marah karena tanggapan Mat Kontan
terhadap kematian burung beo berbanding terbalik dengan sikapnya terhadap Mat
Kontan Kecil yang sedang sakit. Soleman hanya bergeming menyaksikan
pertengkaran tersebut. Pada akhirnya Soleman mengakui perbuatannya yang telah
membunuh burung beo Mat Kontan. Dia juga mengakui perzinaannya dengan Paidjah
hingga membuahkan Mat Kontan kecil, anak yang selama ini dibangga- banggakan
oleh Mat Kontan. Mat Kontan semakin marah dan mengeluarkan goloknya. Paidjah
mengira Mat Kontan akan membunuh anaknya, tetapi Soleman meluluhkan Mat
Kontan dengan mengingatkan kembali tentang peristiwa pasir boblos. Mat Kontan
pun memutuskan untuk pergi dan menyerahkan Paidjah serta anaknya kepada
Soleman.
Soleman merasa bersalah dan ingin mengejar sahabatnya itu. Akan tetapi, Mat Kontan
kembali ke rumahnya bersama dengan Utai. Soleman pun melarikan diri dari
kepungan tersebut lalu dikejar oleh Mat Kontan dan Utai. Mat Kontan kembali ke
rumahnya, berkata kepada Paidjah bahwa Soleman berhasil kabur dengan menaiki
kereta api dan Utai meninggal karena ditendang oleh Soleman. Menyadari kondisi
Mat Kontan Kecil yang sakit, Mat Kontan pergi mencari dukun untuk menyembuhkan
anaknya itu. Namun, malam itu nyawa si bayi tidak dapat tertolong lagi. Paidjah yang
sangat terpukul atas kematian Mat Kontan Kecil berlari ke arah Mat Kontan.
Tema yang diangkat dalam naskah drama ini adalah sisi buruk dan baik manusia.
Tokoh dalam naskah drama ini yaitu Mat Kontan yang memiliki watak angkuh, egois,
sombong, emosional dan suka lari dari kenyataan. Tokoh selanjutnya yaitu Paijah
yang memiliki watak tidak setia dan mudah cemas. Tokoh selanjutnya Soleman yang
memiliki watak pengecut dan pembual. Tokoh selanjutnya Utai yang memiliki watak
    setia dan suka berharap. Tokoh yang terakhir yaitu tukang pijat yang memiliki watak
    selalu ingin tahu. Latar tempat dalam drama ini yaitu di ambin rumah. Latar waktu
    dalam drama ini yaitu pada malam hari. Latar suasana yang tergambar dalam drama
    ini yaitu kesedihan, menegangkan. Alur yang digunakan dalam drama ini yaitu alur
    maju, yaitu peristiwa yang dialami oleh tokoh cerita tersusun menurut urutan waktu
    terjadinya secara berurutan.
● Penokohaan
A. Mat Kontan,
B. Paijah, Soleman,
C. Utai dan
D. Tukang Pijat.
● Latar
     Latar sosial dalam Malam Jahanam yaitu lingkungan para pelayan yang hidup dalam
    kemiskinan. Latar fisik dalam drama Malam Jahanam yaitu di sebuah perkampungan
    nelayan. Penggambaran latar fisik dalam drama ini sangat jelas dan mendetail, seperti
    yang dicirikan dalam sebuah karya drama realis.
● Amanat
    Kita harus dapat menghargai orang lain.
Shabrina Indriani Labibah
                               22201244067
                                                   1
                                      ANALISIS PUISI
    1. Senja di Pelabuhan Kecil
oleh Chairil Anwar
Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada melaut.
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Keterangan : Pada puisi ini, saya tertarik dengan gaya bahasa yang digunakan oleh penyair.
Pada bagian "Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang, menyinggung muram,
desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan", gaya bahasa yang digunakan untuk
menggambarkan suasana sendu yang sedang dihadapi penulis bisa tersampaikan dengan baik
hingga terasa larut dalam perasaan penyair. Ada beberapa majas yang digunakan oleh
penyair, yaitu personifikasi, hiperbola dan metafora. Pesan yang dapat diambil dari puisi ini
adalah jangan terlalu berlarut di dalam kesedihan, karena manusia akan datang dan pergi.
Puisi ini memiliki makna tentang seseorang yang sedang merasakan kesedihan karena telah
ditinggal oleh orang yang dicintainya.
    2. Dengan Puisi, Aku
oleh Taufik Ismail
Dengan puisi,aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti.
Dengan puisi,aku bercinta
Berbatas cakrawala.
Dengan puisi,aku mengenang
Keabadian yang akan datang.
Dengan puisi,aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris.
Dengan puisi,aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk.
Dengan puisi,aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Keterangan : Dari puisi diatas kita dapat mengetahui bahwa selain menjadi sebuah karya,
puisi bisa menjadi tempat untuk mencurahkan isi hati. Gaya bahasa yang dominan adalah
repetisi, penyair berulang kali menyebutkan kata "Dengan puisi". Diksi pada puisi ini
menyeluruh untuk menggambarkan isi puisi. Gambaran puisi yang menjadi wadah
mengekspresikan apa yang dirasakan oleh seorang penulis. Entah dikala sedih, senang,
bahagia, puisi menjadi wadah yang tepat. Puisi tidak hanya sebagai karya sastra yang
diapresiasi, tetapi juga bisa menjadi media penghubung seorang penyair dengan pembacanya.
Dari puisi, bisa jadi seorang pembaca mengetahui karakteristik dari penyair.
    3. Subuh
oleh Amir Hamzah
Kalau subuh kedengaran tabuh
semua sepi sunyi sekali
bulan seorang tertawa terang
bintang mutiara bermain cahaya
Terjaga aku tersentak duduk
terdengar irama panggilan jaya
naik gembira meremang roma
terlihat panji terkibar di muka
Seketika teralpa;
masuk bisik hembusan setan
meredakan darah debur gemuruh
menjatuhkan kelopak mata terbuka
Terbaring badanku tiada berkuasa
tertutup mataku berat semata
terbuka layar gelanggang angan
terulik hatiku di dalam kelam
Tetapi hatiku, hatiku kecil
tiada terlayang di awang dendang
menanggis ia bersuara seni
ibakan panji tiada terdiri.
Keterangan : Pada puisi ini tergambarkan bagaimana ketika realita suasana ketika waktu
subuh, penggambaran mata yang masih ingin ditutup. Diksi yang dipakai menggunakan diksi
konotatif, penggambaran azan dengan frasa "panggilan jaya". Pada puisi ini, penyair
menggunakan majas hiperbola dan personifikasi, dapat dibuktikan pada larik, "Terbaring
badanku tiada berkuasa" dan "bulan seorang tertawa terang". Pencitraan yang digunakan oleh
penyair di dominasi oleh citraan perasaan dan pengelihatan. Kemudian majas yang digunakan
ada personifikasi dan hiperbola, bisa dilihat pada bait pertama baris terakhir, "bintang mutiara
bermain cahaya", dan bait kedua pada baris pertama, "Terjaga aku tersentak duduk". Puisi ini
menjadi realitas bagi kaum muslim yang hendak melaksanakan sholat subuh akan tetapi
masih terasa berat ketika hendak terbangun dari tidur. Hanya mendengar azan tetapi tidak
mengambil air wudlu kemudian melanjutkan tidurnya.
    4. Si Anak Hilang
oleh Sitor Situmorang
Pada terik tengah hari
Titik perahu timbul di danau
Ibu cemas ke pantai berlari
Menyambut anak lama ditunggu.
Perahu titik menjadi nyata
Pandang berlinang air mata
Anak tiba dari rantau
Sebaik turun dipeluk ibu.
Bapak duduk di pusat rumah
Seakan tak acuh menanti
Anak di sisi ibu gundah
- Laki-laki layak menahan hati -
Anak duduk disuruh bercerita
Ayam disembelih nasi dimasak
Seluruh desa bertanya-tanya?
Sudah beristri sudah beranak?
Si anak hilang kini kembali
Tak seorang dikenalnya lagi
Berapa kali panen sudah
Apa saja telah terjadi?
Seluruh desa bertanya-tanya?
Sudah beranak sudah berapa?
Si anak hilang berdiam saja
Ia lebih hendak bertanya.
Selesai makan ketika senja
Ibu menghampiri ingin disapa
Anak memandang ibu bertanya
Ingin tahu dingin Eropa.
Anak diam mengenang lupa
Dingin Eropa musim kotanya
Ibu diam berhenti berkata
Tiada sesal hanya gembira.
Malam tiba ibu tertidur
Bapa sudah lama mendengkur
Di pantai pasir berdesir gelombang
Tahu si anak tiada pulang.
Keterangan : Puisi ini menggambarkan angan-angan akan kepulangan “anak hilang” yang
diadakan secara meriah. Puisi ini mengandung repetisi yaitu pada bagian “Seluruh desa
bertanya-tanya?, Sudah beristri sudah beranak?”. Pertanyaan yang dilontarkan sangat related
dengan masyarakat kita, pertanyaan yang sering diucapkan ketika ada seseorang yang
merantau kemudian pulang ke kampung halamannya dan diberikan pertanyaan retoris. Puisi
ini mengandung makna bahwa sesuatu yang sudah hilang atau seseorang yang telah pergi
bisa jadi ia tidak akan pernah kembali lagi. Pada bait awal, menggambarkan orang tua ketika
anaknya pulang dari rantauan, merindukan anaknya yang telah lama berjauhan dengan orang
tuanya. Ibu yang sangat memperlihatkan betapa bahagianya ketika anaknya pulang dan
bapak yang terlihat gengsi melihat kepulangan anaknya ke rumah.
    5. Surat Cinta
Oleh Goenawan Mohamad
Bukankah surat cinta ini ditulis
ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh ritmis
menyentuh arah siapa saja
Bukankah surat cinta ini berkisah
berkisah melintas lembar bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
dilepas embun dan cahaya
Keterangan : Puisi dengan tema romansa ini memiliki gaya bahasa personifikasi, yang dapat
dilihat dari larik, “Seperti misalnya gurun yang lelah”. Diksi yang digunakan juga mudah di
pahami seperti pada larik, “berkisah melintas lembar bumi yang fana”, frasa “bumi yang
fana” dapat dimaknai dengan bumi tempat kita tinggal hanya sementara. Kemudian citraan
pada puisi tersebut ada citraan perasa yang terdapat pada larik, “Seperti misalnya gurun yang
lelah” dan larik tersebut juga memiliki gaya bahasa personifikasi, ditunjukkan pada frasa
“gurun yang lelah”. Amanat yang didapat dari puisi ini, bahwa cinta merupakan salah satu
anugerah Tuhan yang telah diberikan kepada kita, siapapun berhak mendapatkan rasa cinta,
akan tetapi jangan sampai terlena karenanya dan kita juga patut mensyukurinya.
6. Dewa Telah Mati
oleh Subagio Sastrowardoyo
Tak ada dewa di rawa-rawa ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengitari bangkai
pertapa yang terbunuh dekat kuil
Dewa telah mati di tepi-tepi ini
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
pelacur yang tersenyum bayang sendiri
Bumi ini perempuan jalang
yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
ke rawa-rawa mesum ini
dan membunuhnya pagi hari
Keterangan : Puisi ini banyak menggunakan makna kias dalam diksinya, Dewa diartikan
dengan Tuhan kemudian gagak dimaknai dengan orang jahat. Puisi ini memiliki citraan
penglihatan dan pendengaran. Bisa dilihat pada, "pertapa yang terbunuh dekat kuil" dan
"Hanya ular yang mendesir dekat sumber". Majas yang digunakan pada puisi ini ada majas
metafora, yang dapat dilihat pada baris, "Bumi ini perempuan jalang". Makna dari puisi ini
menggambarkan tentang manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Bisa kita liat pada
larik,“ Mereka semena-mena dan semaunya dalam melakukam sesuatu.
    7. Kita Masuki Pasar Riba
oleh Emha Ainun Najib
Kita masuki pasar riba
Medan perang keserakahan
Seperti ikan dalam air tenggelam
Tak bisa ambil jarak
Tak tahu langit
Ke kiri dosa ke kanan dusta
Bernapas air
Makan minum air
Darah riba mengalir
Kita masuki pasar riba
Menjual diri dan tuhan
Untuk membeli hidup yang picisan
Terlanjur jadi uang recehan
Dari putaran riba politik dan ekonomi
Sistem yang membunuh sebelum mati
Siapakah kita?
Wajah tak menentu jenisnya
Tiap saat berganti nama
Tergantung kepentingannya apa
Tergantung rugi atu laba
Kita pilih kepada siapa tertawa
Keterangan : Puisi ini menggambarkan betapa serakahnya seorang manusia, manusia yang
menjabat sebagai seorang pemimpin, tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku. Pada puisi
ini banyak menggunakan diksi konotatif, dimana manusia digambarkan dengan ikan. Majas
yang digunakan pada puisi ini adalah personifikasi, terdapat pada baris, “Tak tahu langit”.
Kemudian terdapat juga majas metafora, yang ada pada larik, “Menjual diri dan tuhan”.
Amanat yang didapatkan dari puisi ini adalah betapa pentingnya seorang pemimpin memiliki
rasa tanggung jawab terhadap tugasnya, agar yang dipimpin berjalan dengan baik.
8. Doa Serdadu Sebelum Perang
oleh WS Rendra
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
Keterangan : Puisi ini menceritakan tentang seorang serdadu (prajurit) yang sebelum
melakukan perang ia berdoa kepada Tuhan terlebih dahulu. Majas yang mendominasi pada
puisi ini adalah repetisi, dimana penyair berulang kali menyampaikan, "Perkenankan aku
membunuh, Perkenankan aku menusuk sangkurku", hal ini juga memperlihatkan bahwa si
serdadu masih berada di dalam kegelisahannya, apalagi ia akan membunuh orang yang
bersalah maupun tidak bersalah.Selain itu, juga terdapat majas metafora, penyair
menyamakan "malam" dan "wajah" dalam kata satu warna, yang artinya gelap. Citra yang
paling dominan adalah citra perasaan, hal ini membuat larut dalam perasaan si prajurit yang
sedang berpasrah kepada Tuhannya. Puisi ini mengajarkan kita bahwa dalam keadaan apapun
jangan pernah melupakan Tuhan, terutama ketika kita merasa melakukan suatu dosa.
    9. Bunga dan Tembok
oleh Wiji Thukul
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kau kehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kau kehendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi
seumpama bunga
kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri
jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau harus hancur!
dalam keyakinan kami
di mana pun - tirani harus tumbang!
Keterangan : Puisi ini menggambarkan keadaan rakyat yang menjadi korban kebijakan
pemerintahan. Diksi dominan yang dipakai pada puisi bermakna konotasi. Dimana “bunga”
menggambarkan rakyat kecil dan “tembok” merupakan sesuatu yang membatasi gerak. Gaya
bahasa metafora juga digunakan oleh penyair, dapat dilihat pada larik, “engkau adalah
tembok”. Terdapat juga gaya bahasa ironi yang ada pada larik. “engkau lebih suka
membangun rumah dan merampas tanah”. Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah
sebagai seorang manusia, patutlah kita seharusnya senantiasa memperjuangkan hak yang
seharusnya kita dapatkan. Keserakahan yang dilakukan seseorang dapat memberikan
malapetaka untuk orang yang berada disekitarnya.
    10. Sajak Putih
oleh Sapardi Djoko Damono
Beribu saat dalam kenangan
surut perlahan
kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh
sewaktu detik pun jatuh
kita dengar bumi yang tua dalam setia
Kasih tanpa suara
sewaktu bayang-bayang kita memanjang
mengabur batas ruang
kita pun bisu tersekat dalam pesona
sewaktu ia pun memanggil-manggil
sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil
di luar cuaca.
Keterangan : Diksi yang dipakai pada puisi ini sangat sederhana dan mudah dipahami.
Contohnya pada larik, “kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh”, bisa diartikan
dengan mudah bahwa bumi menerima perlakuan manusia yang merusak alam tanpa
mengeluh. Citraan yang menonjol pada puisi ini adalah citraan pendengar dan citraan perasa.
Citraan pendengar dapat dilihat pada larik, “kita dengar bumi yang tua dalam setia, Kasih
tanpa suara”, kemudian untuk citraan perasa terdapat pada larik, “kita dengarkan bumi
menerima tanpa mengaduh”. Gaya bahasa yang digunakan dalam puisi ini adalah
personifikasi dan hiperbola. Majas personifikasi dapat dilihat pada larik, “kita dengar bumi
yang tua dalam setia” dan majas hiperbola terdapat pada larik, “kita pun bisu tersekat dalam
pesona”. Tema puisi ini adalah tentang alam. Pesan yang dapat diambil pada puisi, bahwa
manusia dan alam hidup berdampingan, sebaiknya menjaga bumi dan menghindari sifat
keserakahan dalam pemanfaatan sumber daya alam.
2
                                     ANALISIS NOVEL
                                         Ronggeng Dukuh Paruk
                                            Karya Ahmad Tohari
Novel ini menceritakan mengenai Dukuh Paruk yang sudah lama tidak memiliki Ronggeng.
Sampai suatu saat Srintil, cucu dari Sakarya, ia dipercaya telah dirasuki oleh indang
ronggeng. Sehingga ia telah menjadi seorang ronggeng kita usianya belasan tahun. Semua
warga memberikan respon baik terhadap kejadian ini. Padahal usia Srintil masih terhitung
usia anak yang akan memasuki masa remaja. Dimana pada usia tersebut sewajarnya mereka
masih bersekolah, bermain dan dilindungi bahkan masih sangat perlu dibimbing agar tidak
terjerumus kedalam hal-hal yang negatif. Tetapi berbeda dengan Srintil, ia berlenggok menari
secara erotis dengan tatapan yang menggoda layaknya seorang ronggeng. Dari novel ini dapat
diketahui bahwa sebagian besar warga dukuh memiliki pemikiran skeptis terhadap ronggeng.
Apalagi keperawanan seorang ronggeng dijadikan sebuah sayembara. Hal itu adalah suatu hal
yang sangat tabu.
         Diksi pada novel ini mudah dipahami, tema yang terkandung pada novel tidak jauh
dari kebudayaan. Sebuah budaya yang dinamakan ronggeng dipunyai oleh Dukuh Paruk.
Tokoh utama pada novel ini adalah Srintil, yaitu seorang ronggeng dan Rasus yang juga
sebagai orang pertama serba tahu dalam sudut pandang novel Ronggeng Dukuh Paruk. Latar
tempat novel ini adalah di perkampungan. Alur yang digunakan pada novel ini adalah alur
campuran (maju mundur). Dimulai dari Rasus yang masih belasan tahun usianya, bagaimana
cerita srintil yang menjadi seorang ronggeng. Kemudian Rausu dewasa yang sudah menjadi
tentara, lalu ada kilas balik kisah kedua orang tua Srinti dulu ketika Srintil masih menjadi
bayi. Latar sosial yang membuat keterbukaan pemikiran pada masa itu sangat minim.
Perempuan terlihat seperti tidak dihormati oleh masyarakat, walaupun seorang Ronggeng
merupakan hal yang sangat dibanggakan, tetapi tidak dengan perlakuannya terhadap sang
Ronggeng. Amanat yang didapatkan dari novel ini, sebagai perempuan hendaknya kita lebih
menjaga diri. Terkadang orang terdekatlah yang dapat menjadi sesuatu yang disebut
membahayakan diri kita.
Cantik Itu Luka
                                          Karya : Eka Kurniawan
         Novel dengan latar masa kolonial belanda ini terbit pada tahun 2015, novel ini
merupakan karya dari seorang penulis bernama Eka Kurniawan. Secara singkat novel ini
mengisahkan tentang seorang wanita pelacur bernama Dewi Ayu. Ia merupakan anak dari
Henri Stammler dn Aneu Stammler, ya, keduanya adalah saudara beda ibu tetapi satu ayah.
Dimana Aneu Stamler merupakan anak dari wanita gelap. Dewi Ayu semasa kecilnya
ditinggal kedua orang tuanya dan dititipkan ke Ted Stammler dan istrinya. Kala itu, ketika
Jepang menjajah, mereka menangkap orang-orang yang pro dengan Belanda. Termasuk Dewi
Ayu, ia juga ditangkap oleh penjajah Jepang. Orang-orang yang ditangkap tersebut
diasingkan di Bloedenkamp. Penjajah Jepang sangatlah kejam dan mereka sangat haus akan
seksual. Oleh karena itu, Dewi Ayu memutuskan untuk menjadikan dirinya sebagai pemuas
nafsu bagi para tentara Jepang. Para wanita yang dijadikan tawanan, termasuk Dewi Ayu.
Mereka dimasukkan kedalam rumah bordil milik Mama Kalong di Halimunda. Di tempat
itulah Dewi Ayu juga sempat disemayamkan. Dewi Ayu memiliki empat anak yang tidak
diinginkannya, yaitu Alamanda, Adinda, Maya Dewi dan Si Cantik. Novel ini memiliki alur
maju mundur yang terkadang membuat bingung pada bagian sudut pandangnya. Diksi yang
dipilih bahasanya sangatlah vulgar. Penokohannya detail, tiap tokoh memiliki
permasalahannya sendiri. Terkadang itu membuat konflik pada novel ini terlalu kompleks.
         Dari novel ini banyak hal yang dapat kita ambil, dimulai dari memiliki hubungan
terlarang dengan saudara seayah melahirkan suatu karma berkepanjangan yang
mengakibatkan perjalanan hidup menjadi lebih rumit, karena yang menanggung akibat tidak
hanya dari dua belah pihak yang bersangkutan, akan tetapi juga anaknya. Seperti Dewi Ayu,
bisa-bisanya ia ditinggal oleh kedua orang tuanya yang egois itu. Tidak semua pelacur
benar-benar ingin melakukan hal yang menjadi pekerjaannya itu. Keadaanlah yang membuat
mereka terpaksa mengambil keputusan untuk menjadi seseorang yang dianggap hina oleh
sebagian besar masyarakat. Cantik tidak selamanya membawa sebuah keberuntungan.
Perempuan zaman sekarang mengagungkan kecantikan dibandingkan kepribadian yang apik.
Dan terlalu memanfaatkan sebuah kecantikan hanya untuk menarik perhatian lawan jenis.
Laut Bercerita
                                          Karya : Leila S. Chudori
         Laut Bercerita merupakan novel yang terbit pada tahun 2017 yang ditulis oleh Leila S.
Chudori. Novel dengan latar belakang masa orde baru ini mengisahkan tentang Biru Laut,
sebagai tokoh utama ia menceritakan perjalanan hidupnya semasa mengikuti organisasi
winatra dan wirasena. Winatra yaitu yang merata dan wirasena yaitu para pemberani. Kedua
organisasi tersebut berjalan sesuai dengan namanya. Mereka memiliki misi untuk melawan
orde baru, membantu para petani untuk meraih hak-haknya yang sempat di ambil oleh
pemerintah untuk sebuah proyek pembangunan. Perjuangan mereka sangatlah complicated,
dimulai dari sering berpindah tempat untuk menghindari para intelejen, kemudian mereka
sempat tertangkap dan disiksa berkali-kali. Siksaan yang sadis, diikat terbalik, disetrum, tidur
diatas balok es dan lain sebagainya. Mereka selalu berpindah ketika daerah yang mereka
tempati dirasa sudah terdeteksi oleh para intelijen, musuh mereka.
         Biru Laut merupakan anak pertama dari dua bersaudara, nama adiknya adalah
Asmara, seorang mahasiswi kedokteran kala itu dan telah menjadi dokter. Hubungan keluarga
Laut sangatlah harmonis, ayahnya adalah seorang wartawan dari Koran Harian Jakarta dan
ibunya adalah seseorang yang pandai memasak, diceritakan bahwa masakan ibu Laut
sangatlah enak. Tentang Asmara, adik dari Laut, ia adalah anak yang sangat perhatian dengan
kakaknya, dikala ia sedang sibuk kuliah ia tetap memikirkan skripsi dari kakaknya. Ketika
Laut hilang, ia selalu datang ke sekretariat Komisi Orang Hilang setelah ia bekerja di RS
Cikini. Ayah dan Ibu Laut, ketika Laut dinyatakan menghilang, mereka selalu beranggapan
bahwa ia akan datang ke rumah, maka karena itu ibu selalu menyiapkan makanan di bagian
meja yang menjadi tempat Laut duduk. Bahkan ketika harapan akan Laut yang kembali sudah
menjadi sebuah khalayan pun, Ayah dan Ibu Laut masih berat untuk menerima kenyataan
tersebut dalam jangka waktu yang lama.
         Teman-teman terdekat Laut, yaitu Sunu Dyantoro, Daniel Tumbuan, dan Alex
Parazon yang memiliki sifat yang berbeda-beda Daniel dengan sifat yang terkadang sedikit
aleman, Sunu yang menjadi tempat bertukar pendapat dan Alex dengan kameranya.
Kemudian ada Kasih Kinan, Bram, Naratama, Narendra, Julius, Dana, Gusti dan Widi yang
menjadi teman seorganisasi di Winatra dan wirasena. Awalnya saya kira pengkhianat adalah
Naratama, karena Laut selalu menyatakan kecurigaannya kepada Naratama yang selalu
selamat dari tangkapan para Intelijen dan Naratama yang selalu mengomentari sebuah
keputusan. Mungkin karena Anjani, kekasih Laut, yang terkadang membicarakan Naratama,
jadi ada sedikit kecemburuan antara Laut kepada Naratama. Tapi ternyata, Gusti, yang
diceritakan ayahnya pegawai BUMN ialah yang menjadi pengkhianat, paman Gusti adalah
seorang jendral Polisi. Laut mengetahui hal tersebut ketika ia tengah disiksa dipaksa untuk
tiduran diatas balok es dan blitz kamera yang menjadi andalan Gusti ketika memotret sesuatu
menyilaukan matanya.
         Alur cerita ini cukup kompleks, terkadang membuat saya bingung, alur yang maju
mundur dengan tahun yang berbeda dan di latar tempat yang berbeda. Bagian yang saya sukai
adalah kisah dari Laut dan Anjani, apalagi ketika Laut yang malu-malu menyatakan
perasaannya kepada Anjani. Bagian yang paling menegangkan adalah ketika para mahasiswa
yang tertangkap disiksa, ketika Laut yang disiksa dengan mata yang dibiarkan terbuka dan
semut yang berada diatasnya. Tidak terbayang bagaimana tersiksanya mereka kala itu. Hal
yang membuat saya terenyuh adalah pada bagian akhir, ketika keluarga terdekat dari para
mahasiswa yang hilang itu saling menguatkan dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi.
Tokoh favorit saya adalah Asmara, sebagai seorang adik ia tidak dimanjakan dengan label
anak terakhir, ia anak yang mandiri hingga berada dititik kesuksesannya menjadi seorang
dokter.
         Dari Novel ini banyak sekali hal yang dapat kita ambil, dari makna keluarga yang
sebenarnya, tentang jangan berprasangka buruk terhadap seseorang, selalu berhati-hati dan
waspada karena bisa jadi orang yang berada didekat kita akan menusuk dari belakang dan arti
mengikhlaskan ketika orang yang kita sayangi telah tiada.
Negeri 5 Menara
                                           Karya : Ahmad Fuadi
         Novel yang diterbitkan pada tahun 2009 ini merupakan novel pertama dari trilogi
negeri 5 Menara, yang kedua adalah Ranah 3 Warna dan yang ketiga adalah Rantau 1 Muara.
Kisah ini berawal dari tokoh Alif Fikri yang setelah lulus ingin melanjutkan pendidikannya
dengan merantau, pergi dari kampungnya, Maninjau, Bukittinggi, Sumbar. Hal ini
bertentangan dengan keinginan orang tuanya, hingga akhirnya impian Alif tercapai, akan
tetapi ia akan dimasukkan ke Pondok Pesantren. Nama pondok pesantren tersebut adalah
Pondok Madani (PM) yang terletak di Jawa Timur. Pada awalnya ia sangat berat hati dalam
menjalani kehidupan di pesantren akan tetapi seiring berjalannya waktu ia mulai bisa
menerima. Di pondok tersebut ia berteman dengan Raja Lubis yang berasal dari Medan, Said
Jufri yang berasal dari Surabaya, Baso Salahuddin yang berasal dari gowa, Dulmajid yang
berasal dari Madura dan Atang yang berasal dari Bandung. Mereka berlima sering disebut
sebagai Sahibul Menara. Mengapa Begitu? karena mereka sering berkumpul menghabiskan
waktu di kaki menara, mereka saling bercerita tentang impian-impian mereka, membahas
pelajaran ditemani kacang sukro. Mahfudzot, “Man Jadda Wa Jadda” menjadi kata motivasi
terbesar Alif untuk meraih mimpinya. makna dari “Man Jadda wa Jadda’ sendiri adalah
barangsiapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Kalimat ini menjadi penyemangat Alif
dalam kesehariannya terutama ketika ia mendapatkan suatu masalah. Ia mendapatkan mantra
tersebut dari ustad Salman, wali kelas Alif.
         Novel ini beralur campuran, Latar tempatnya dominan berada di Pondok Madani.
Banyak hal yang dapat dikagumi dari novel ini, dimulai dari kisah persahabatan mereka
berenam, sahibul menara hingga hasil akhir dari perjuangan mereka, yaitu dapat mewujudkan
mimpi. Bagian novel yang membuat saya terharu adalah ketika Baso memutuskan untuk
mengundurkan diri dari Pondok Madani. Betapa terpukulnya mereka ketika mengetahui salah
satu sahabat terdekat mereka akan meninggalkan tempat yang menjadi awal dari pertemanan
mereka berenam. Dan dari novel ini dapat kita ketahui bahwa nothing is impossible, dengan
segala kegigihan, kesungguhan dan ikhtiar yang kita lakukan dalam meraih mimpi pasti
semua itu akan terwujud. Jangan mudah menyerah dan berputus asa ketika dalam proses
perjalananya terdapat halang rintang yang menyerang.
                                                    Pulang
                                              Karya : Tere Liye
         Novel karangan tere liye ini terbit pada tahun 2015. Menceritakan tentang Bujang,
yang dijuluki Si Babi Hutan. Bermula dari tauke Muda yang datang ke kampung ayah
Bujang, kemudian berburu di hutan. Pada saat memburu mereka dikejutkan dengan babi yang
perawakannya besar alias monster babi. Babi tersebut berhasil dikalahkan oleh Bujang.
sehingga ia mendapatkan julukan Si Babi Hutan. Ia tak mengenal kata takut. Bapaknya
bernama Samad dan mamaknya bernama Midah. Bapaknya merupakan mantan jagal yang
sohor dan mamaknya merupakan anak dari seorang pemuka agama. Bapaknya mendidik
Bujang dengan keras, sedangkan mamaknya kebalikannya. Mamaknya yang selalu
mengajarinya ngaji dan sholat. Hingga suatu ketika Bujang, dibawa oleh Tauke Muda untuk
dipekerjakan. Sebelum Bujang pergi, Mamaknya kembali mengingatkan Bujang untuk tidak
memakan babi dan tuak (minuman beralkohol). Kemudian ia mengenal Basyir teman pertama
Bujang, Frans, Kopong,dan guru Bushi merekalah yang menjadi pengajar bagi Bujang.
Hingga bertahun-tahun kemudian, ia menjadi jagal nomor 1 yang jenius dan tak mengenal
rasa takut. Ia telah menjadi bagian dari keluarga Tong yang merupakan salah satu keluarga
penguasa shadow economy.
         Alur dari novel ini adalah alur campuran, dari kilas balik Bujang yang diajak oleh
Tauke Muda hingga ia menjadi Jagal yang ternama. Konflik yang dihadapkan cukup
kompleks, terutama permasalahan yang dialami oleh Bujang. Tentang masa lalunya,
perlakuan keras yang dilakukan ayahnya, rindu akan ibunya semua itu bisa ia lewati meski ia
terikat dengan masa lalunya. Yang saya kagumi dari bujang ini, ia merupakan orang yang
gigih, teguh dalam pendiriannya. Isi nasehat dari ibunya saja tidak pernah ia lupakan. Ia
sangat bengoh dalam menggapai yang diinginkannya. Dapat dilihat pada bagian ketika ia
mengikuti ritual tukang pukul, walaupun ia diambang kematiannya ia tetap bersusah payah
menghadapi usuhnya. Bujang juga sangatlah setia dengan keluarga Tong, kesetiaannya itu
membawanya menjadi jagal yang ternama dan itu juga menjadi salah satu bentuk balas budi
Bujang terhadap keluarga Tong. Bagian yang saya sukai adalah ketika tokoh Yuki dan Kiko
muncul, di tengah hiruk pikuk pertempuran mereka sempat-sempatnya bertengkar sambil adu
mulut. Pulang yang dimaksud dalam novel ini adalah tidak melulu makna pulang kembali
kerumah tetapi pulang kembali ke jalan yang benar. Part ini terlihat pada bagian ketika
Bujang ditolong oleh Tuanku Imam, kakak dari Mamak Bujang. Kefanaan duniawi terkadang
tanpa kita sadari menjadi sebuah hal yang kita anggap itu adalah hal yang terpenting dalam
kehidupan kita. Sehingga, terkadang kita lupa dan lalai akan tujuan hidup yang sebenarnya.
3
3
ANALISIS CERPEN
1. Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (Umar Kayam)
         Pada bagian awal cerpen “Seribu Kunang-Kunang di Manhattan” ini
diceritakan mereka berdua, Jane dan Marno tengah mabuk bersama dan mengutarakan
tentang banyak hal. Mereka berdebat tentang waran Bulan. Jane menganggap bulan
yang ia lihat pada malam itu berwarna ungu. Namun, Marno tidak. Jane terus
bersikeras meyakinkan Marno bahwa bulan yang ia lihat berwarna ungu. Kemudian
Jane teringat dengan Tommy, mantan suaminya dulu. Marno yang terbayang dengan
istrinya yang berada di beda negara sana. Percakapan yang bahasannya tidak tentu ini
diakhiri dengan Jane yang memberikan piyama kepada Marno, yang dimaknai Jane
mengajak Marno untuk tidur bersama, akan tetapi Marno menolaknya.
Dalam cerpen ini dapat kita lihat bahwa kedua tokoh memiliki latar belakang sosial
yang berbeda. Dapat kita lihat pada penggalan cerpen berikut
         Dan Jane, seperti seekor kijang yang mendapatkan kembali kekuatannya
         sesudah terlalu lama berteduh, melompat-lompat masuk ke dalam kamarnya.
         Beberapa menit kemudian dengan wajah berseri dia keluar kembali dengan
         sebuah bungkusan ditangan.
         “Aku harap kausuka pilihanku.”
         Dibukanya bungkusan itu dan dibeberkannya piyama itu di dadanya.
         “Kausuka dengan pilihanku ini?”
         “Ini piyama yang cantik, Jane.”
         “Akan kaupakai saja malam ini. Aku kira sekarang sudah cukup malam untuk
         berganti dengan piyama.”
         Dari penggalan cerpen tersebut dapat kita lihat bahwa Jane merupakan orang
dengan berkebudayaan Barat. Dimana ia memberikan piyama kepada Marno, yang
dapat diartikan bahwa Jane mengajak Marno untuk tidur bersama padahal mereka
hanya sepasang kekasih yang belum menikah. Bertentangan dengan Jane, Marno
merupakan orang dengan berkebudayaan Timur, ia menolak Jane untuk tidur bersama.
2. Bengawan Solo (Danarto)
                            ‘
Cerpen karya Danarto ini mengangkat tema sosial yang berkaitan dengan
realita kehidupan masyarakat. Cerpen ini dimulai dengan tokoh Saya, Pak Totok,
yang terluka akibat berkelahi dengan Pak Darkin, ayah tiri dari Nining. Sekilas
tentang Nining, gadis kecil hitam manis yang sering ditempeleng oleh ayah tirinya
ketika marah. Pak Totok merupakan seorang tukang sapu pasar. Ia hidup di Rumah
Kita, tempat mangkal anak-anak gelandangan, pengamen, pengemis, pemulung,
anak-anak baik yang tidak betah dirumah karena suatu alasan. Di malam hari, mereka
menerima bantuan kebutuhan hidup dari seseorang yang tidak diketahui identitasnya.
Pada pagi harinya sumbangan itu dibagi rata untuk anak-anak yang tinggal disana.
Pada suatu malam, Pak Darkin datang dengan penuh amarah menanyakan keberadaan
Nining. Pak Totok yang tidak mengetahui keberadaannya dicekik dan diseret keluar
dibawa ke sebuah perkuburan yang gelap gulita. Ia dipaksa untuk melakukan sumpah
pocong. Ketika Pak Darkin pergi, tiba-tiba ada suara yang memanggil Pak Totok, itu
adalah Nining. Ia diantar oleh Kiai Kintir yang setelah mengantar Nining akan
menghanyutkan diri di Sungai Bengawan Solo. Mengetahui hal tersebut mereka
berdua bergegas pergi ke Jurug yang biasanya menjadi tempat Kiai Kintir
menghanyutkan tubuhnya. Sekilas tentang Kiai Kintir, beliau tidak diketahui nama
aslinya. Dan diketahui bahwa beliau memberikan sumbangan kepada orang-orang
yang tinggal di Rumah Kita. Warga Solo ada yang mengolok-oloknya sebagai Kiai
Kenthir alias Kiai Sinting. Apabila beliau mulai menghanyutkan diri di Bengawan
Solo, itu menjadi pertanda bahwa di Solo akan terjadi sesuatu. Benar saja, pada akhir
cerita banjir terjadi dan melahap seluruh kota Solo.
         Dari cerpen tersebut bisa kita ketahui ada beberapa fenomena sosial yang
realitanya banyak terjadi pada masyarakat kita. Yang pertama adalah krisis ekonomi,
diceritakan bahwa Rumah Kita merupakan tempat berkumpulnya anak jalanan.
Mereka dalam kesehariannya bekerja sebagai pengamen, pemulung, pengemis,
bahkan mereka yang gelandang dan anak-anak baik yang tidak betah dirumah. Yang
kedua adalah Kiai Kintir, beliau yang dengan baik hatinya mau membantu dan
menolong orang-orang yang tinggal dalam Rumah Kita tersebut. Bantuan berupa
sembako biasanya juga dilakukan oleh pemerintah kita. Walaupun,bantuan tersebut
belum merata dan menyeluruh dan bisa jadi salah sasaran. Yang ketiga, ayah tiri
Nining, Pak Darkin, beliau menyiksa anak tirinya sendiri. Tindakan kekerasan dalam
rumah tangga sangatlah tidak dibenarkan. Apalagi terhadap anak dibawah umur yang
dalam proses pertumbuhannya masih membutuhkan kasih sayang, perhatian dan
    bimbingan dari orang tuanya. Yang keempat, Para warga yang mengolok-olok Kiai
    Kintir, sama seperti dalam realita kehidupan ketika seseorang melakukan hal yang
    diluar nalar, pastilah kebanyakan dari masyarakat adalah mengolok-oloknya. Dari
    cerpen ini yang saya dapatkan adalah sebagai manusia, kita perlu untuk mengenal
    karakteristik seseorang. Jangan menjustifikasi seseorang hanya karena satu perbuatan
    yang menurut kita itu abnormal.
3. Guru (Putu Wijaya)
             Tokoh ayah Taksu, yang sangat menginginkan anaknya untuk menjadi
    seseorang yang profesinya menjamin kehidupannya. Taksu sangat bersikeras untuk
    menjadi seorang guru. Berbulan-bulan kedua orang tua Taksu membujuk, tetapi ia
    tetap teguh dengan jawabannya. Ia sudah diimingi dengan kerupuk kesukaannya,
    laptop dan mobil BMW tetapi ia tetap dengan jawabannya, ingin menjadi guru. Orang
    tua Taksu menganggap Ia telah terpengaruh dengan pujian guru pahlawan, guru itu
    berbakti kepada nusa dan bangsa yang merupakan bahasa pemerintah. Keteguhan
    Taksu akan jawabannya ingin menjadi guru tersebut juga membuat kedua orang
    tuanya menjadi bertengkar keras. Di akhir cerita, ayah Taksu bercerita bahwa Taksu
    menjadi seorang pengusaha yang mengimpor barang mewah dan mengekspor
    barang-barang kerajinan serta ikan segar ke berbagai wilayah mancanegara. Taksu
    menjadi guru bagi 10.000 orang pegawainya.
             Cerpen ini memberikan makna bahwa guru tidak hanya seorang tenaga
    pengajar yang mengajar di kelas memberikan materi mengenai pelajaran yang sesuai
    dengan kurikulum. Tidak hanya seseorang yang akan mendapatkan gaji kecil, tetapi
    makna guru tidak hanya itu. Guru sendiri orang yang memberikan ilmu kepada orang
    lain. Ilmu sendiri banyak cabangnya dan tidak hanya berpatok dengan pembelajaran
    dalam sekolah formal. Kita diajari memasak, itu sudah termasuk dalam kita
    mendapatkan ilmu, ilmu memasak. Menjadi guru masih sering diremehkan oleh orang
    lain, padahal ketika kita berbagi ilmu pengetahuan, bisa jadi itu memiliki
    kebermanfaatan bagi orang lain dan menjadi amal jariyah bagi kita.
4. Tangan Tangan Buntung (Budi darma)
             Cerpen ini mengisahkan tentang Nirdawat, yang dipercaya masyarakat untuk
    menjadi pemimpin untuk mengganti kepresidenan sebelumya. Setelah pelantikannya,
    Negara yang Ia pimpin berganti nama menjadi Negara Republik Nirdawat. Nirdawat
    berkata dalam hati bahwa ia akan bekerja dengan sebaik-baiknya, dan sebelum masa
    jabatannya berjalan satu tahun, ia tidak akan pergi keluar negeri dengan alasan
    apapun. Akan tetapi, karena desakan para menteri, atas balas budi kunjungan para
    pimpinan dari negara lain, akhirnya Nirdawat pun juga pergi ke luar negeri. Tentang
    Negara Republik Nirdawat, pada awal mulanya bernama Republik Demokratik
    Dobol, lalu berubah nama menjadi Republik Demokratik Abdul Jedul, lalu disusul
    nama baru, yaitu Republik Demokratik Jiglong. Mengapa begitu? Sebab dalam aturan
    pemerintahannya ketika masih kerajaan dan tidak mempunyai undang-undang dasar,
    terdapat kebiasaan untuk menamakan negara tersebut dengan nama rajanya,
    benderanya pun juga disesuaikan dengan wajah raja yang memimpin. Kemudian
    ketika masa kerajaan sudah lengser, menjadi Negara Demokratik, dalam penamaan
    dan bendera Negara masih sama. Bahkan, untuk lagu kebangsaan negaranya terdapat
    puja-puji nama pemimpinnya. Tidak ada batasan periode bagi presiden yang
    memimpin, hanya hingga presiden wafat barulah masa periode berakhir. Dalam
    pemilihannya pun nepotism, walaupun dalam pemilihannya Si Calon merupakan
    warga Negara yang sesuai dengan kualifikasi, tetapi tetap saja merupakan anak dari
    presiden sebelumnya. Hingga masa Nirdawat pun datang. Banyak peraturan yang
    diubah. Dimulai dari nama Negara yang menjadi, Republik Demokratik Nusantara
    dan tidak boleh diubah-ubah kembali. Benderanya dan lagu kebangsaannya juga
    diganti. Jabatan presiden dibatasi paling banyak dua periode, masing-masing periode
    5 tahun.
             Hubungan diplomatik dengan negara lain, semakin luas. Akan tetapi, terdapat
    salah satu negara yang belum terjamah oleh Republik Demokratik Nusantara, padahal
    negara ini terkenal dengan makmur dan pemimpin-pemimpinnya hebat-hebat,
setidaknya berdasarkan catatan-catatan resmi. Hingga suatu saat Nirdawat pergi ke
    negara tersebut, sayang seribu sayang dibalik kemakmuran dan keindahan negara
    tersebut ternyata banyak pemimpin bertangan buntung, alias pemimpin yang korupsi.
    Tetapi itu hanya sebuah istilah saja, walau tercantum dalam aturan bahwa orang yang
    korupsi akan dipotong tangannya, tetapi itu hanyalah ukiran tinta diatas kertas.
    Mereka berbangga dengan sebutannya sebagai tangan buntung. Sama seperti yang
    terjadi dalam realitas dalam suatu negara. Nepotisme menjadi salah satu masalah yang
    masih sering dijumpai dalam dunia politik. Tidak hanya dunia politik tetapi juga pada
    organisasi di bidang tertentu. Ketika salah satu anggota keluarga mendapatkan jabatan
    tinggi, pastinya akan mendapatkan perlakuan yang istimewa. Contohnya saja dalam
    birokrasi, ketika terdapat saudara yang hendak masuk kedalam suatu perusahaan dan
    memiliki anggota keluarga yang didalamnya memiliki jabatan yang tinggi, tentunya
    presentase ia akan diterima akan semakin tinggi atas bantuan anggota keluarganya
    tersebut. Kemudian korupsi, Bukan hanya sekedar korupsi uang yang bernominal
    besar, tetapi korupsi berupa suap-menyuap antar teman sepejabat yang ingin
    diringankan hukumannya. Bisa juga dengan sogokan bantuan uang, sembako, kaos
    partai dengan harapan menang dalam suatu pemilihan pemimpin daerah. Atau bahkan
    pemerasan dengan mengatakan bahwa ini adalah sumbangan. Tidak asing jika kita
    melihat koruptor yang tetap memperlihatkan senyum manisnya dihadapan kamera
    tanpa adanya rasa malu. Rasa bersalah sepertinya tidak mereka rasakan. Bahkan
    mungkin bisa jadi mereka merasa aman dengan jabatan yang dipegangnya dan backup
    yang selalu siap sedia mengekorinya dibelakang. Tidak ada negara yang
    sebenar-benarnya negara makmur, dibalik semua yang positif itu pasti terdapat
    negatifnya, hanya saja dari mana kita melihat sudut pandangnya.
5. Cinta di Atas Perahu Cadik (Seno Gumira Ajidarma)
             Berpasrah bukanlah penyelesaian dari sebuah permasalahan. Cerpen karya
    Seno Gumira ini menceritakan sepasang kekasih yang masing-masing sudah memiliki
    suami-istri. Hayati dan Sukab, yang berani berselingkuh dihadapan pasangan mereka.
    Kala itu, mereka hendak berlayar menggunakan perahu cadik. Ada nenek, Mak
    Dullah, yang berada diddepan pintu gubuk melihat keduanya pergi berlayar.
    Setelahnya, terdapat seorang lelaki yang keluar dari gubuk, Dullah, suami Hayati,
    menanyakan kepergian Hayati. Setelah mengetahui bahwa hayati pergi bersama
Sukab, ia hanya pasrah dengan itu. Nenek memerintah Dullah supaya mengejar
Hayati, namun ia tetap pasrah dan mengatakan bahwa mereka, Hayati dan Dullah,
saling mencintai dan ia akan bercerai dengan hayati. Hingga angin bertiup sangat
kencang, tetapi Sukab dan Hayati masih berlayar di atas laut sana. Nenek menanyakan
dari satu gubuk ke gubuk lain, perihal apakah mereka melihat perahu Sukab atau
tidak. Jawaban mereka hampir sama, melihat perahu tetapi tidak melihat orang
diatasnya atau ada juga yang sama sekali tidak melihat perahu sukab. Tibalah Nenek
di satu gubuk, itu adalah gubuk milik Sukab, ia melihat Walleh, istri Sukab tengah
terbaring sakit malaria dan anak Sukab yang bisu. Bertanya Nenek kepada Walleh
mengenai Sukab dan Hayati. Walleh sama seperti Dullah hanya bisa pasrah dan tidak
berbuat apa-apa atas tingkah suaminya itu. Kapal cadik milik Sukab tidak kunjung
pulang hampir selama seminggu Dullah dan Walleh beserta anaknya menunggu
kedatangan perahu milik Sukab. Sampai pada hari ke tujuh, kapal Sukab datang
dengan keadaan yang memprihatinkan. Kapal milik Sukab ternyata terombang
ambing di atas laut, berkat bantuan ikan besarlah mereka bisa kembali. Hayati yang
tampak lebih kurus dan Sukab yang terlihat lemas di atas kapal. Di akhir, diceritakan
perceraian di antara mereka, Dullah dan Hayati tidak dapat terelakkan.
         Dari ringkasan cerpen di atas bisa kita lihat kalau kisah cinta antara Hayati dan
sukab penuh dengan kesalahan. Cinta yang tumbuh di antara mereka berdua saja
sudah salah apalagi perbuatan yang mereka lakukan ketika berlayar diatas perahu itu.
Cerpen ini mengajarkan kita untuk jangan terlalu berputus asa ketika menghadapi
permasalahan. Permasalahan itu perlu dihadapi dan diselesaikan dengan adanya aksi
dari kedua belah pihak. Setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan ada akibatnya
di akhir (karma).
