The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ancasnurul1, 2022-12-27 23:57:21

Analisis Karya Sastra PBSI K (2)

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Keywords: Analisis Karya Sastra

Karya : Putu Wijaya
Tokoh :

● Maling : penyayang, penipu.
● Pak Muin : baik hati, memiliki empati pada sesame, mudah percaya dengan

orang lain.

Latar :

● Latar tempat : Rumah Pak Muin
● Latar Waktu : pagi hari

Alur : maju

Sudut pandang : orang ketiga

Cerpen ini mengisahkan tentang seorang maling yang tengah mencuri barang milik warga
ditengah malam. Ketika maling tersebut hendak kabur membawa barang curiannya, maling
tersebut terpesona dengan sebuah lukisan bergambar seorang anak kecil yang sedang
memegang es lilin. Maling itu teringat dengan sosok anaknya yang bernama Dul yang pergi
menghilang ketika usia 4 tahun. Saat itu si maling tengah bersama anaknya. Ketika maling
tersebut kembali setelah membeli rokok, anaknya menghilang entah kemana. Dicarinya anak
itu namun tak kunjung ditemukan. Lalu, si maling itu tanpa sadar tertidur di ruang tamu
pemilik rumah yang ia curi barangnya hingga pagi. Ketika pagi hari, pembantu dari pemilik
rumah itu melihat ada orang asing yang tertidur di ruang tamu dan langsung memberi tahu
sang majikan bahwa ada orang asing di ruang tamu. Majikan tersebut bernama Pak Muin.
Kemudian maling itu terbangun dan kebingungan karena ia tidak tahu sedang berada dimana.
Saat melihat lukisan anak kecil itu, ia tersadar bahwa dia berada di rumah yang ia curi
barangnya. Kemudian Pak Muin, pemilik rumah itu, datang dan memberi tahu sang istri
untuk melaporkan bahwa ada pencurian di rumahnya kepada satpam setempat. Tanpa berpikir
panjang sang istri berangkat dan melaporkan kejadian tersebut kepada satpam. Bersama
warga, satpam tersebut datang ke rumah Pak Muin dan mengintrogasi si maling. Saat ditanya
oleh satpam, maling itu bercerita mengenai hidupnya yang kehilangan anak dan ditinggalkan
oleh istrinya. Warga terenyuh dan merasa iba dengan kisah hidupnya sehingga mereka
menyumbangkan sebagian hartanya untuk si maling tersebut. Kemudian maling tersebut
disuruh untuk kembali pulang. Saat pak Muin dan warga menurunkan barang curiannya,
mereka terkejut karena isinya hanya sampah dan barang curiannya sudah dibawa kabur.

Cerpen ini memberikan pesan kepada para pembaca untuk tidak mudah percaya kepada orang
lain. Meskipun orang tersebut terlihat menyedihkan, tetapi kita tetap harus berhati-hati karena
kita tidak tahu niat seperti apa yang hendak dilakukan oleh orang tersebut. Namun, cerpen ini
juga mengajarkan kepada para pembaca untuk memiliki rasa empati dengan mereka yang
membutuhkan. Seperti yang terlihat saat para warga membantu si maling karena merasa iba
dengan kehidupannya, sebagai manusia yang memiliki hati nurani kita juga harus memiliki
sikap peduli kepada sesame.

4. Judul : Menunggu
Karya : Seno Gumira Ajidarma

Tokoh :

● Kakek : setia, tulus, dan sangat mencintai istrinya


● Pemuda : kurang memiliki sopan santun dengan orang tua.
● Wanita muda : senang memberi pertolongan pada orang lain.

Latar :

● Latar tempat : rumah kakek, bus.
● Latar waktu : dua hari setelah penguburan istrinya.
● Latar sosial : masyarakat perkotaan.

Sudut pandang: orang ketiga

Cerpen ini mengisahkan tentang seorang kakek tua yang sedang menunggu
kematiannya. Setelah ditinggal oleh sang istri tercinta, ia merasa hidupnya sudah tidak
memiliki tanggung jawab apapun. Ia sudah siap untuk kembali ke hadapan Sang
Kuasa. Selama hidupnya setelah ditinggal sang istri, ia merasa banyak orang yang
membicarakannya. Saat sedang berjalan di depan anak muda yang tengah bermain
gitar di pos ronda, mereka membicarakan si Kakek tersebut. Saat tepat di depannya,
pemuda itu menyapa si kakek seolah sangat ramah dengan si kakek. Lalu Kakek
tersebut terus berjalan tanpa tujuan hingga ia tak sadar berada di tengah jalan. Saat itu,
lampu lalu lintas menunjukkan warna hijau yang berarti kendaraan tengah banyak
berlalu lalang hingga datang pemuda yang meneriakki kakek itu dan berkata kasar
padanya. Lalu kakek itu kembali melanjutkan perjalananya hingga sampai di Jalan
Penyebrang Orang atau JPO. Ketika di JPO kakek tersebut dituntun oleh wanita muda
yang membawanya ke halte bis. Bus datang dan kakek itu menaiki bus tanpa adanya
tujuan. Di dalam bus tersebut kakek tertawa dan menangis karena teringat momen
indah bersama istrinya. Para penumpang menertawakan kakek itu karena si kakek
tertawa dan menangis sendiri, dianggapnya sebagai orang gila. Namun, ketika si
kakek sampai di depan pintu rumahnya, ia melihat ada cahaya terang. Ia heran
mengapa tetangganya tidak bisa melihat cahaya itu. Ketika ia buka pintunya,
terdengar suara yang sedang bertanya padanya. Ia seperti mengenal suara itu dan ya,
itu adalah suara istrinya. Setelah itu dikabarkan bahwa kakek tersebut telah pergi
menyusul sang istri ke hadapan Sang Kuasa.

Cerpen karya Seno Gumira Ajidarma ini memberikan banyak pesan melalui
kisah yang diceritkan. Cerpen ini memberikan pesan agar sebagai manusia tidak perlu
memikirkan sesuatu secara berlebihan. Ada kalanya kita perlu acuh tak acuh dengan
apa yang dikatakan orang lain kepada kita. Ada kalanya pula kita berterima kasih atas
saran dan kritik yang diberikan kepada kita. Sebagai manusia hal penting yang perlu
dilakukan ialah bersyukur dengan kehidupan yang telah Tuhan berikan. Menjalankan
kehidupan dengan menerima setiap takdir yang sudah ditetapkan. Akan tiba masanya
manusia akan gugur dan kembali ke hadapan pemiliknya. Sembari menunggu waktu
itu datang, kita perlu mempersiapkan diri untuk memperbaiki dan memperbanyak
amal yang nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan Yang
Maha Kuasa. Melalui cerpen ini juga memberikan pesan kepada pembaca untuk
bersikap sopan santun kepada orang tua, senantiasa membantu mereka yang
membutuhkan pertolongan, dan tidak membicarakan keburukan orang lain.

5. Judul : Anak kebanggaan
Karya : A.A. Navis


Tokoh :
● Ompi : ambisius, angkuh, mudah tersinggung, keras kepala.
● Indra Budiman : tidak Amanah, tidak bertanggung jawab, suka berbohong.
● Aku : tokoh tritagonis yang menjadi penenang bagi Ompi dikala sedih.

Latar

● Latar tempat : kampung tempat tinggal ompi dan anaknya, Jakarta, kamar
Ompi.

● Latar waktu : setiap sore antara jam empat hingga lima sore, jam sebelas
siang.

● Latar sosial : kehidupan kota Jakarta, kehidupan masyarakat di sebuah
kampung dimana berita mudah tersebar dari mulut ke mulut.

Sudut pandang : orang pertama.

Cerpen karya A.A. Navis yang berjudul anak kebanggan ini mengisahkan tentang seorang
lelaki tua yang memiliki kecukupan harta yang berlimpah dan dikaruniai seorang anak
laki-laki. Lelaki tua itu bernama Ompi. Dua belas tahun yang lalu, sang istri pergi
meninggalkannya dan menyisakan ia dengan anaknya. Setelah kepulangan istrinya itu, semua
kasih sayang ia berikan untuk sang anak satu-satunya. Anaknya bernama Indra Budiman. Ia
begitu mengharapkan sang anak menjadi seorang dokter atau insinyur yang merupakan
cita-cita Ompi sejak lama. Ia tak peduli berapa banyak harta yang harus dikeluarkan demi
membiayai anaknya untuk menjadi orang yang memiliki title dokter. Ompi senantiasa
mengrimkan surat kepada anaknya yang bersekolah di Jakarta. Tak lupa ia pun mengirimkan
uang untuk memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Tiba suatu masa dimana anaknya
mengrimkan hasil belajarnya selama menjadi siswa di SMA dengan hasil yang sangat
membanggakan. Ompi senangnya bukan main dengan prestasi anaknya itu. Akan tetapi, satu
kampung telah mengetahui bahwa itu hanyalah sebuah kebohongan semata. Apa yang dikirim
oleh Indra tak sesuai dengan kenyataan hidupnya di Jakarta. Para warga di kampung telah
memberi tahukan realita yang sebenarnya terjadi dengan Indra di Jakarta, tetapi Ompi tak
percaya. Ia teguh pendirian dengan harapannya bahwa sang anak adalah siswa berprestasi
yang sebentar lagi akan mewujudkan harapannya untuk menjadi dokter dan akan
membungkam mulut para tetangganya itu.

Tiba suatu masa ketika tokoh Aku akan melaksanakan pernikahan, ia memberiathukan kabar
gembira itu kepada Ompi. Terbersit dipikiran Ompi agar anaknya juga segera bertunangan.
Ompi membuat sandiwara bahwa banyak gadis di desanya yang ingin meminangnya. Indra
yang sebelumnya membohongi sang ayah, kini justru ia yang menjadi korban penipuan
ayahnya sendiri. Pada suatu hari, Ompi menunggu surat dari Indra. Namun, apa yang
ditunggunya tak kunjung datang. Berbulan-bulan ia menunggu tukang pos berharap ada surat
yang datang untunya. Hingga tiba suatu masa dimana pada jam sebelas siang ada telegram
yang dikirimkan untuk Ompi. Tokoh Aku berusaha untuk membuka telegram itu terlebih
dahulu karena ia telah mengetahui relaita yang sebenarnya. Namun, sayang seribu sayang,
Ompi telah berada di belakangnya dan meminta agar tokoh Aku membacakan isi telegram
tersebut. Sebelum membacakan isi dari telegram tersebut, Ompi meminta untuk dipanggikan
dokter. Lalu, telegram itu dibawa ke bibirnya, diciumnya dengan mesra, seraya memicingkan
matanya. Selama tangannya sampai terkulai dan matanya terbuka setelah kehilangan cahaya,
telegram itu jatuh dan terkapar di pangkuannya.


Melalui cerpen ini kita dapat belajar untuk tidak perlu menyebarkan atau memberitahukan
orang lain tentang rencana yang akan kita lakukan. Tidak perlu menyombongkan hal yang
belum tentu terjadi. Jika rencana itu tidak terwujud, hanya rasa malu yang akan kita dapatkan.
Cerpen ini juga mengajarkan kepada kita untuk tidak memamerkan apa yang menjadi milik
kita. Tak lupa melalui cerpen ini, secara tidak langsung kita diajarkan untuk mampu mendidik
anak dengan baik. Tidak memanjakan anak dengan berlebihan memberikan perhatian dan
mengabulkan setiap apa yang menjadi keinginannya. Hal ini akan berdampak pada anak yang
merasa memiliki kekuasaan dan berperilaku sewenang-wenang. Menjadi orang tua juga tetap
memerlukan ketegasan pada anak agar anak bisa memahami tanggung jawab dan amanah
dengan tanggung jawab yang diberikan.

4

ANALISIS NASKAH DRAMA

1. Judul : Kisah Perjuangan Suku Naga
Karya : W.S. Rendra
Dalam Naskah drama tersebut menceritakan tentang perjuangan melawan
kediktatoran, kekuasaan, dan kesewenang-wenangan pemerintah yaitu Ratu dan
perdana menteri terhadap rakyatnya. Kampung Suku Naga yang memiliki kekayaan
alam yang melimpah menjadi sasaran dari penguasa Astinam untuk mengeruk
sedalam-dalamnya kekayaan yang ada di kampung tersebut. Di tempat sebelumnya, ia
pun melakukan hal yang sama. Membuat banyak pembangunan yang merugikan
rakyat, melakukan korupsi, dan mengabaikan kesejahteraan rakyat. Bagi siapa saja
yang tidak sesuai dan tidak setuju denga napa yang menjadi kebijakannya, akan
mudah untuk dilenyapkan. Akan tetapi, terdapat dua orang pemuda yaitu Abivara
yang merupakan anak kepala Suku Naga dan temannya Charlos yang bersekolah di
luar negeri. Mereka sangat memahami betul rencana yang akan dilakukan oleh Ratu
Astinam. Pembangunan tidak akan membuat rakyat menjadi makmur atau negara
menjadi maju, tetapi justru akan mematikan sumber penghasilan rakyat karena
pembagunan itu dilakukan dengann mengambil lahan miliki rakyat.

Melalui naskah drama tersebut dapat diketahui tema yang terkandung didalamnya
ialah mengenai sosial politik. Melalui naskah drama tersebut, terdapat amanat dan
pesan penting yang sangat sesuai dengan kenyataan yang terjadi hingga hari ini. Hari
ini bahkan detik yang kita lewati, masih ada pemerintah yang tidak amanah dengan
apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Pemerintah hanya ingat kepada
rakyatnya ketika masa pemilihannya saja, selebihnya hilang entah kemana membawa
harapan-harapan yang entah akan terwujud atau tidak. Pemerintah kini semakin
menjadi-jadi. Membuat peraturan yang hanya akan menguntungkan mereka dan tak
peduli akan nasib rakyatnya. Rakyat melakukan aksi pembelaan, tetapi tak satupun
yang ditanggapi. Bertindak sewenang-wenang,, tetapi membutuhkan rakyat demi
tujuannya.


Priatama, Radius. 2014. Kisah Perjuangan Suku Naga.
https://aceh.tribunnews.com/amp/2014/01/12/kisah-perjuangan-suku-naga. Diakses
pada 22 Desember 2022.
2. Judul : Matahari Di Sebuah Jalan Kecil
Karya : Aridfin C. Noor

Naskah drama ini mengisahkan sebuah kehidupan yang berada di sebuah jalanan.
Jalanan kecil yang menjadi tempat lalu-lalang kendaraan dan dekat dengan berdirinya
pabrik es. Di jalanan tersebut, terdapat seorang penjual pecel yang senantiasa
dikerumuni oleh para pekerja pabrik untuk menyantap pecel buatannya sebagai
hidangan lezat nan murah. Sembari menikmati pecel yang dibelinya, para pembeli
berbincang mengenai kerasnya kehidupan saat ini. Dimulai dengan keluhan mengenai
harga bahan pokok yang semakin meningkat, bekerja untuk memenuhi kebutuhan,
pembahasan mengenai korupsi, kejahatan yang merajalela, hingga tikus-tikus besar
yang berani berkeliaran di depan mata pada siang bolong. Konflik mulai terjadi ketika
seorang pemuda yang sudah selesai menghabiskan pecel Simbok lupa tidak membawa
uang untuk membayar. Pemuda itu hendak mengambil uang yang tertinggal di
rumahnya, tetapi simbok tidak mengijinkannya pergi. Kemudian mulailah
berdatangan para pekerja yang tadi membeli pecel simbok melihat kejadian antara
simbok dengan pemuda itu. Mereka meminta agar pemuda itu segera membayar pecel
yang telah habis dimakannya. Namun, pemuda itu tetap mengatakan bahwa uangnya
tertinggal di rumahnya. Salah satu warga meminta kepada pemuda itu untuk
melepaskan bajunya sebagai jaminan. Lalu dilepaskannya baju pemuda itu dan
diberikan kepada simbok. Ketika para pekerja kembali melanjutkan aktivitasnya,
pemuda itu mengatakan bahwa ia adalah orang baru di desa tersebut dan sedang
mencari pekerjaan. Ia berasal dari gunung kidul, wonogiri yang tanahnya tandus. Ia
berniat untuk mecari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Simbok merasa
kasihan dengan pemuda itu. Lalu dikembalikannya baju pemuda tersebut. Saat sudah
dikembalikan salah seorang penjaga mengatakan bahwa pemuda itu sebelumnya juga
telah menipu sebuah warung di pasar kauman.

Naskah drama ini memiliki tema mengenai kejujuran dengan latar waktu siang hari di
sebuah jalanan. Pesan yang dapat diambil dari kisah ini ialah berhati-hati dengan
orang yang baru dikenal. Jangan mudah percaya hanya karena rasa belas kasihan.
Melalui naskah drama tersebut juga disampaikan mengenai kritik sosial yang
menceritakan kerasnya kehidupan karena hak-hak yang sudah sepatutnya didapatkan,
diambil dan dinikmati oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.

3. Judul : Pagi yang Bening
Karya : Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero. Diterjemahkan oleh Sapardi Djoko
Damono

Pagi yang Bening merupakan naskah drama yang menceritakan pertemua dua
manusia yang telah berusia lebih dari setengah abad yang merupakan mantan kekasih
mereka. Kisah ini diceritakan di Madrid, Spanyol, tepatnya di sebuah taman terbuka.
Tokoh yang menjadi pengisi cerita daintaranya Donna Laura yang merupakan Wanita


tua berusia 70 tahun, Don Gonzalo yang merupakan lelaki tua yang berusia lebih dari
70 tahun, Petra gadis pembantu Laura, dan Juanito pemuda pembantu Gonzalo. Kisah
ini bermula ketika Laura tengah asyik menikmati suasana di taman, duduk di salah
satu bangku kosong yang ada di taman, memberi makan burung merpati, dalam
kesendirian. Ketika tengah asyik dengan aktivitasnya, datang Gonzalo bersama
pembantunya dan ingin duduk di taman. Ia melihat kursi yang biasa ia tempati di
taman telah diduduki oleh orang lain. Ia mencari lagi kursi yang lainnya. Namun,
karena tidak ada Gonzalo terpaksa duduk di dekat Laura. Ketika Gonzalo menyapa
Laura, sapaannya disambut dengan pertanyaan. Sebelum duduk di samping Laura,
Gonzalo telah lebih dulu menghalau merpati-merpati yang sedang bermain dengan
Laura. Ia pun jengkel dengan tindakan yang dilakukan oleh lelaki tua itu. Gonzalo
mencoba berbincang dengan Laura. Perbincangan terus belanjut hingga mereka
menceritakan kisah masa lalu mereka. Melalui kisah itu mereka menyadari bahwa
orang yang ada di hadapan adalah masa lalu mereka yang sebenarnya masih
sama-sama saling menyukai.
Naskah drama ini memberikan suatu pesan untuk memiliki sikap jujur kepada diri
sendiri, tidak menutupi kebenaran dan mengakui perasaan yang dirasakan.

Renita. 2014. “Analisis Naskah Drama Pagi Bening”.
https://renitawidiastuti.blogspot.com/2014/12/analisis-naskah-drama_11.html.
Diakses pada 23 December 2022.

4. Judul : Aduh
Karya : Putu Wijaya

Naskah drama yang memiliki permasalahan mengenai sosial politik ini bercerita
tentang seorang perempuan yang datang dari sebuah desa ke kota untuk mengadu dan
menemui para wakil rakyat. Akan tetapi, ketika sampai di kota, ia tak menemukan
alamat dari para wakil rakyat itu hingga ia tiba di suatu tempat yang tengah
mengerjakan proyek. Disana wanita itu bertemu pengamen dan pengamen itu
mengatakan agar wanita tersebut pulang saja. Tidak ada gunanya menunggu dan
bertemu wakil rakyat karena hal itu tak akan pernah ditanggapi. Wanita itu tetap
menunggu sambil membuka surat yang ditulis oleh para warga di kampungnya. Pada
surat terakhir yang ia baca, tenyata telah terjadi kasus korupsi oleh bupati di
kabupatennya. Mengetahui hal itu, wanita tersebut langsung kembali ke kampung
halamannya. Pada suatu hari, para pekerja yang akan bekerja di suatu proyrk
dikejutkan dengan adanya suara mengaduh dari dalam sumur tua. Tanpa berpikir
anjang mereka langsung membantu orang yang terjebak dalam sumur itu untuk keluar.
Ketika sudah dangkat, orang itu terus saja mengaduh. Entah apa yang menjadi
penyebabnya. Ternyata “Aduhan” yang terus ia ucapkan merupakan representasi
Tanah Air Indonesia yang terlupakan.

Naskah drama ini memiliki tema sosial politik dengan alur maju sebagai
urutan peristiwanya. Latar tempat terjadi di kota tepatnya di tempat proyrk. Kejadian
berlangsung di sore menjelang malam hari dengan suasana para pekerja yang tengah
sibuk bekerja. Amanat yang dapat diambil dari naskah drama ini ialah agar para wakil
rakyat mampu memperhatikann nasib para rakyatnya dengan tidak mengambil hak


rakyat. Kisah ini juga memberikan amanat agar kita sebagai warga negara peka
terhadap permasalahan negara dan mampu menjadi solusi atas permasalahan tersebut
demi terwujudnya Indonesai yang sejahtera.
Firmanto, Aprilif. 2013. “Sinopsis Naskah Drama Aduh Karya Putu Wijaya”.
https://rumahsangkala.blogspot.com/2013/03/sinopsis-dan-unsur-intrinsik-naskah.htm
l. Diakses pada 23 Desember 2022.


Alya Khairunnisa

22201241076

1

ANALISIS PUISI

Kenangan Karya Sapardi Djoko Damono

/1/

Ia meletakkan kenangannya
dengan sangat hati-hati
di laci meja dan menguncinya
memasukkan anak kunci ke saku celana
sebelum berangkat ke sebuah kota
yang sudah sangat lama hapus
dari peta yang pernah digambarnya
pada suatu musim layang-layang.
/2 /

Tak didengarnya lagi
suara air mulai mendidih
di laci yang rapat terkunci.
/3 /

Ia telah meletakkan hidupnya
di antara tanda petik.
Analisis :
Tema dari puisi “Kenangan” karya Sapardi Djoko Damono ini yaitu masa lalu dan
keikhlasan. Puisi ini menceritakan tentang seseorang yang berusaha mengubur masa
lalunya rapat-rapat. Kenangan karya Sapardi Djoko Damono ini memiliki tempat
sendiri di hati saya. Sedikit terdengar berlebihan, namun saya pernah ada di posisi itu
dan merasakan bagaimana sulitnya melupakan kenangan masa lalu saya. Sakitnya


kehilangan dan pahitnya melupakan berpadu indah dalam rangkaian kata-kata karya
Sapardi Djoko Damono ini. Namun, perjuangan beliau mengikhlaskan seseorang
tidak semata menjadi luka, melainkan juga menjadi sebuah karya yang juga dapat
dirasakan khalayak umum bahkan hingga saat ini, dimana penulis karya ini sudah
lebih dulu meninggalkan penggemarnya dan dunianya.
Penggunaan diksi yang mudah dipahami bagi seorang awam seperti saya membuat
puisi ini memiliki kesan yang lebih dalam lagi. Diksi-diksi yang dipilih memuat
tentang sesuatu yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Penambahan
majas metafora pada kalimat “Di laci meja dan menguncinya” mempercantik kiasan
puisi ini. Puisi ini menggunakan sajak jenis patah yaitu dimana sajak disusun
berdasarkan letak kata-kata dalam setiap baris dan pada setiap baitnya memiliki sajak
yang berbeda dengan bait lainnya. Seperti pada bait pertama, sajak yang digunakan
yaitu berbunyi a-i-aa-a-s-a-g. Selain sajak, kita juga dapat menemukan citraan gerak
pada kalimat “memasukkan anak kunci ke saku celana”, dan citraan pendengaran
pada kalimat “suara air yang mulai mendidih”. Tipografi pada puisi tersebut yaitu
adanya awalan “/angka/” di setiap baitnya.
Pesan yang dapat saya ambil dari puisi ini adalah, semua yang tidak menyenangkan
memang butuh usaha dan waktu yang lebih, akan tetapi percayalah pada proses.

1. Sajak Matahari Karya W.S. Rendra
Matahari bangkit dari sanubariku.
Menyentuh permukaan samodra raya.
Matahari keluar dari mulutku,
menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,
wahai kamu, wanita miskin !
kakimu terbenam di dalam lumpur.
Kamu harapkan beras seperempat gantang,
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul
keluar dari hutan belantara,
tubuh mereka terbalut lumpur


dan kepala mereka berkilatan
memantulkan cahaya matahari.

Mata mereka menyala
tubuh mereka menjadi bara
dan mereka membakar dunia.

Matahari adalah cakra jingga
yang dilepas tangan Sang Krishna.
Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,

ya, umat manusia !

Analisis :

Tema dari puisi ini yaitu kemanusiaan. Jika dipersempit lagi, puisi “Sajak Matahari”
ini bercerita tentang akhlak dan moral seseorang. Puisi ini memiliki isi tentang suatu
kejadian dan masalah yang melingkupi dunia, keduanya terjadi secara bebarengan
namun tidak ada satu orang pun yang menyadari keberadannya. Selain itu, puisi ini
juga menceritakan tentang pejabat negara yang ingin merampas seluruh kekayaan
dunia menggunakan berbagai macam cara kotornya. Kemudian dalam kalimat
“Kakimu terbenam di dalam lumpur” yang memiliki arti seorang wanita yang
hidupnya susah dan sengsara namun sulit untuk dapat bangkit kembali. Bukan hanya
menggambarkan wanita, puisi ini juga menggambarkan masyarakat yang hidup dalam
kesusahan harus semakin merasa kesusahan ketika melihat banyaknya pohon yang
ditebang sembarangan oleh penguasa negara, seolah mereka, penguasa negara,
menginginkan dunia hancur saat itu juga.

Diksi yang digunakan pada puisi ini cenderung berani dan emosional seperti pada
kalimat “wahai kamu, wanita miskin !”. Tidak hanya itu, beberapa dari diksi diatas
merupakan kata kiasan seperti “terbenam” yang sebenarnya bermakna terjebak dan
“lumpur” yang menggambarkan kesengsaraan hidup. Terdapat beberapa gaya bahasa
yang dikelompokkan berdasarkan majas, yang pertama yaitu adanya majas
personifikasi pada kalimat pertama bait kedua yang berbunyi “Wajahmu keluar dari
jidatku,”. Kemudian yang kedua adanya majas sarkasme pada kalimat “wahai kamu,
wanita miskin !”.


Sajak pada puisi ini berbeda-beda di setiap baitnya atau bisa disebut sajak patah. Pada
bait pertama sajak yang digunakan berupa, a-b-a-b. Selanjutnya, pada puisi ini juga
terdapat citraan penglihatan pada kalimat “Matahari keluar dari mulutku, menjadi
pelangi di cakrawala”, citraan perabaan pada kalimat “Menyentuh permukaan
samodra raya”, citraan gerak pada kalimat “Matahari bangkit dari sanubariku”, dan
citraan perasaan pada kalimat “Kamu harapkan beras seperempat gantang, dan di
tengah sawah tuan tanah menanammu !”. Puisi ini melambangkan bahwa kejadian
dalam puisi tersebut akan terus terjadi bahkan hingga sekarang dibuktikan dengan
tipografi pada puisi tersebut yang hanya berupa bait yang disusun lurus dalam satu
bait tanpa ada alinenya.

Pesan yang dapat saya ambil dari puisi ini yaitu jangan serakah terhadap sesuatu tanpa
memikirkan banyaknya orang yang sengsara dengan keserakahan kita, selain itu juga
jangan ragu untuk keluar dari zona nyaman meskipun itu sulit, namun jika tidak
dilakukan, kita hanya akan terjajah selamanya. Tetapi meskipun merdeka nantinya,
jangan melupakan jati diri kita.

2. Ibuku Dehulu Karya Amir Hamzah

Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata
aku pun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi.

Matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak
mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku.

Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar cedera.


Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikucupnya serta
dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu.

Demikian engkau;
Ibu, bapa, kekasih pula
berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.
Analisis :
Tema dari puisi ini yaitu penyesalan. Penyesalan Amir Hamzah kepada ibunya hanya
dapat beliau tumpahkan melalui puisinya sekaligus mengenang sang ibu yang telah
tiada. Puisi ini membuktikan bahwa memang kasih ibu sepanjang masa. Tidak peduli
sebesar apa kesalahan dan kenakalan anaknya yang telah diperbuat, ibu akan
menyambut pulang anaknya kedalam dekapanya, seperti yang digambarkan pada bait
ke-4. Tidak hanya menceritakan tentang kasih sayang ibu, Amir Hamzah juga
menggambarkan kasih sayang ayahnya dalam puisi ini.
Puisi yang emosional dan menyedihkan ini berisikan diksi-diksi sederhana namun
terasa nyata. Ditambah dengan objek yang dipilih penulis yaitu, penyesalan terhadap
ibunya, membuat puisi ini semakin terasa menyedihkan bagi pembacanya. Terdapat
beberapa kata kiasan dalam puisi ini seperti “neraka” yang berarti kemarahan sang
anak, serta kata “sedan” yang memiliki arti menahan isak. Gaya bahasa pada puisi ini
menggunakan majas metafora yaitu pada kalimat “sejuk sentosa turun ke kalbu”.
Pada bait pertama sajak yang digunakan yaitu a-b-a-c, bait kedua a-b-b-a, sehingga
dapat disimpulkan bahwa setiap baitnya memiliki sajak yang berbeda. Dalam puisi ini
terdapat citraan perasaan dan pengelihatan sekaligus yang dibuktikan pada kalimat
“dirangkumnya serta dikucupnya aku”, serta citraan perasaan sendiri pada bait
terakhir. Tipografinya yaitu terdapat tanda baca titik koma (;) pada bait terakhir.
Pesan dari puisi ini yaitu, janganlah durhaka kepada orang tua terutama ibu, jika tidak
ingin menyesal nantinya. Puisi ini begitu terasa bagi saya yang tak jarang durhaka
kepada orang tua saya. Saya dengan segala keegoisannya yang tak jarang membuat
orang tua saya sedih. Meskipun begitu, mereka tetap menyayangi saya.

3. Tak Sepadan Karya Chairil Anwar


Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahgia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros[1].

Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.
Analisis :
Tema yang diangkat pada puisi di atas yaitu tentang patah hati. Puisi ini saya ketahui
ketika mata kuliah Apresiasi Budaya pada hari Senin, kemarin. Dosen pengampu
mata kuliah tersebut, yaitu Bapak Nurhadi yang menceritakan sosok Ahasveros,
manusia yang tak akan mati sepanjang hidupnya namun dipenuhi dengan siksaan.
Setelah mengetahui puisi ini, saya sangat menyukai puisi “Tak Sepadan” karya Chairil
Anwar ini. Rasa sedih, sengsara, kasih, dan keikhlasan dikemas dengan apik. Puisi ini
bercerita tentang sepasang kekasih yang tidak dapat bersatu di dunia, dengan pemeran
laki-laki yang hidup sengsara sedang pemeran wanitanya berbahagia. Lagi,
mengikhlaskan adalah hal tertinggi dalam fase mencintai, begitulah yang dilakukan
pemeran laki-laki dalam puisi ini.
Diksi pada puisi ini memang sedikit asing, namun unik dan menarik. Perumpamaan
‘Ahasveros’ yang asing ditelinga masyarakat awam menjadi kesan baru ketika
membaca puisi ini. Penggambaran rasa sakit pemeran laki-laki juga digambarkan
dengan jelas tanpa bertele-tele. Penggunaan majas simile pada kalimat “Sedang aku
mengembara serupa Ahasveros” dimana terdapat pada kata serupa. Tidak hanya itu,
pada puisi ini juga terdapat majas personifikasi yaitu pada kalimat “Aku merangkaki
dinding buta”. Dan yang terakhir, dalam puisi ini juga terdapat majas hiperbola pada
kalimat “Aku terpanggang tinggal rangka”. Sajak puisi ini mengalami pengulangan,
seperti sajak bait pertama sama dengan sajak bait ketiga. Puisi ini mengandung citraan
pengelihatan pada kalimat “Kau kawin, beranak, dan bahagia” serta kalimat


“Unggunan api ini”. Juga mengandung citraan perasaan pada kalimat “Aku
terpanggang tinggal rangka” yang mana menyatakan perasaan sedih dan pasrah.
Tipografi pada puisi ini berupa perbedaan jumlah baris pada tiap baitnya serta
penggunaan huruf capital dan tanda baca petik satu (‘) yang membedakan nada
pembacaanya.
Pesan yang dapat saya ambil dari puisi ini adalah, apa yang menjadi milik kita akan
tetap menjadi milik kita, pun sebaliknya. Meskipun usaha dan perjuangan yang sudah
saya lakukan itu besar, namun jika takdir berkata lain, apa yang bisa saya lakukan?
Menerima. Mencintai seseorang memang mengasyikkan, namun tidak perlu
berlebihan, karena sesuatu yang berlebihan tidak baik dalam hal apapun.

4. Alam Sedang Berdandan Karya Kuntowijoyo
Tangan yang tak tampak
menjentikkan kasih ke pohonan
semi di cabang-cabang
adapun di rumputan
seribu warna jambon
memberikan madunya
pada lebah dan kupu-kupu

Wahai yang menghias diri di air sungai
simpanlah senja di bawah batu-batu
angsa putih ingin mencelupkan bulu
menuai ikan-ikanmu

Perawan mencuci mukanya
masih tertinggal wangi kulitnya di permukaan
ketika burung mandi dan menyanyi

Terdengar bagai engkau bangkit kembali
tangan yang tak tampak
mendandani.
Analisis :


Tema puisi "Alam Sedang Berdandan" ini yaitu tentang kebahagiaan dan alam. Pada
bait pertama diceritakan bahwa pohon-pohon tumbuh subur karena hujan turun, serta
bunga yang baru mekar berwarna merah muda yang dihinggapi lebah dan kupu-kupu.
Diksi yang digunakan pada puisi di atas menurut saya cukup rumit. Memang
kebanyakan dari diksinya tidak asing di telinga kita, hanya saja penggabungan setiap
diksinya menjadi sebuah kalimat yang menghasilkan makna baru, merupakan hal
yang cukup rumit bagi saya. Butuh berulang kali membaca puisi ini sampai saya tau
apa yang diceritakan pada puisi "Alam Sedang Berdandan". Ada satu kata yang
menunjukkan unsur ke-daerahan yaitu "jambon" diambil dari istilah bahasa jawa yang
berarti "merah muda".
Pada puisi ini, tipografinya berupa rata kiri dan tidak diakhiri titik di setiap akhir
kalimat, serta hanya menggunakan huruf kapital pada kata pertama baris pertama di
setiap baitnya. Citraan yang digunakan pada puisi ini berupa citraan pengelihatan
pada kalimat “Wahai yang menghias diri di air sungai”, dan citraan gerak pada
kalimat “Tangan yang tak tampak, menjentikkan kasih ke pohonan”. Puisi ini
mengandung sajak berupa a-a-a-a-a-a-u. Gaya bahasa yang ada pada puisi ini berupa
majas personifikasi yaitu tampak pada kalimat “simpanlah senja di bawah batu-batu”.

5. Surat Cinta Karya Goenawan Mohamad
Bukankah surat cinta ini ditulis
ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh ritmis
menyentuh arah siapa saja

Bukankah surat cinta ini berkisah
berkisah melintas lembar bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
dilepas embun dan cahaya
Analisis :
Tema dari puisi diatas yaitu cinta. Namun, berbeda dari puisi sebelumnya, cinta pada
puisi ini diceritakan dengan lebih mendetail dengan kata-kata kiasan yang
memperindah puisinya. Puisi ini menceritakan seseorang yang sedang jatuh cinta dan
menuliskan surat cinta entah untuk siapa. Yang jelas, menurut saya, penulis ingin
menggambarkan bahwa kita bebas untuk jatuh cinta dan mengungkapkan cinta kepada


siapa saja. Dalam arti lain, kita bebas berekspresi, terutama dalam hal
mengekspresikan cinta. Namun, menurut saya cinta pada puisi ini merupakan cintah
yang menyedihkan, seperti ditulis pada kalimat “berkisah melintas lembar bumi yang
fana. Seperti misalnya gurun yang lelah”. Bumi yang fana menurut saya memiliki arti
bahwa cintanya, hanya cinta sementara, sedang gurun yang lelah memiliki arti cinta
akan membuat kita sedih.
Penggunaan diksi pada puisi ini cukup rumit menurut saya, namun indah di waktu
yang bersamaan. Dengan pemilihan diksinya, tentu puisi ini membutuhkan waktu
lebih dari satu kali baca. Karena puisinya yang pendek yaitu hanya dua bait, yang
mana pada bait bertama mengandung saja a-b-a-b dan pada bait kedua mengandung
sajak a-a-a-a, membantu pembaca dalam membaca dan mengartikan puisi ini. Gaya
bahasa yang terdapat pada puisi ini yaitu berupa majas personifikasi pada kalimat
“Seperti misalnya gurun yang lelah”, karena pada kenyatannya, gurun tidak mungkin
lelah. Tipografi yang terkandung dalam puisi ini yaitu penggunaan huruf kapital pada
setiap baris, ada yang diawali dengan menggunakan huruf kapital, namun ada juga
yang tidak menggunakan huruf kapital. Citraan pada puisi ini yaitu citraan perasaan
yang diungkapkan melalui kalimat “Bukankah surat cinta ini ditulis, ditulis ke arah
siapa saja”.
Pesan yang dapat saya rasakan dari puisi ini adalah, sebagai perempuan saya juga
memiliki perasaan yang diperbolehkan bahkan dibebaskan kepada siapa dan untuk
dinyatakan kepada seorang tersebut.

6. Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu Karya Wiji Thukul
apa guna punya ilmu
kalau hanya untuk mengibuli
apa gunanya banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
di mana-mana moncong senjata
berdiri gagah
kongkalikong
dengan kaum cukong
di desa-desa
rakyat dipaksa
menjual tanah


tapi, tapi, tapi, tapi
dengan harga murah
apa guna banyak baca buku
kalau mulut kau bungkam melulu
Analisis :
Tema puisi di atas yaitu sindiran. Sindiran yang diperuntukkan kepada petinggi dan
penjabat negara yang tidak menggunakan ilmunya dengan baik. Puisi tersebut juga
menjadi sebuah pengingat bagi kita, generasi penerus bangsa yang harus bisa
menggunakan akal dengan baik dan sesuai tempatnya tanpa merugikan orang lain.
Menurut saya, diksi pada puisi ini mengandung sarkasme seperti pada kata, “cukong”
dan “moncong” disertai dengan sindiran dalam kalimatnya. Namun diluar itu, puisi
ini merupakan puisi yang cocok jika dikaitkan dengan keadaan negara di zaman
sekarang. Gaya bahasa pada puisi ini tentu menggunakan majas sarkasme, pada
kalimat “kongkalikong, dengan kaum cukong”. Sajak dalam puisi ini menurut saya
tidak beraturan dan tidak terikat dengan aturan puisi lama. Citraan pada puisi ini yaitu
perasaan, perasaan emosional memang terasa jelas ketika saya membaca puisi ini,
seperti pada kalimat “apa guna punya ilmu, kalau hanya untuk mengibuli”. Penulisan
yang tidak menggunakan huruf kapital merupakan tipografi puisi di atas.

7. Rumah Karya Sitor Situmorang
Laut dan darat tak dapat lagi didiami
Benahilah kamar di hatimu
Atau - mari diam dalam rumahku,
Bumi yang tak berumah satu

Atau - tahanlah sendiri
(Lama sudah)
Di rumah-rumah sepi
Tiada laki

Lampu setia
Yang menunggui diri
Serta kursi-kursi
Dan jam di malam tua.


Analisis :
Tema puisi “Rumah” karya Sitor Situmorang ini yaitu kesepian. Kesepian dalam puisi
ini menceritakan tentang penulis yang menanti pasangannya untuk menemaninya
sehidup semati. Penulis begitu merasa kesepian sehingga menuangkannya ke dalam
bentuk tulisan. Juga, sejauh apapun penulis pergi, ia akan kembali, ke rumahnya.
Menggambarkan makna rumah yang sebenarnya.
Menurut saya, pemilihan diksi yang digunakan indah hanya saja sedikit asing bagi
saya yang baru mempelajari sastra. Sajak yang digunakan yaitu berupa a-b-a-b dan
a-b-b-a. Gaya bahasa dalam puisi ini berupa majas personifikasi yaitu pada kalimat
“Lampu setia. Yang menunggui diri”. Citraan pada puisi ini berupa citraan perasaan
yaitu pada kalimat “Di rumah sepi. Tiada laki”. Puisi ini menggunakan tipografi yang
tidak macam-macam selayaknya puisi pada umumnya yaitu dengan empat baris di
setiap baitnya.
Pesan yang dapat saya ambil setelah membaca puisi tersebut yaitu sejauh apapun
nantinya kita akan pergi, akan ada seseorang yang rela berbagi rumahnya untuk kita
pulang.

8. Dengan Puisi, Aku Karya Taufiq Ismail

Dengan puisi aku bernyanyi,

Sampai senja umurku nanti,

Dengan puisi aku bercinta,

Berbatas cakrawala…

Dengan puisi aku mengenang,

Keabadian Yang Akan Datang,

Dengan puisi aku menangis,

Jarum waktu bila kejam mengiris…

Dengan puisi aku mengutuk,

Nafas zaman yang busuk,

Dengan puisi aku berdoa,


Perkenankanlah kiranya…

Analisis :

Puisi ini bertemakan tentang hidup. Perjalanan hidup yang disampaikan penulis dari
berbagai keadaan dengan puisi sebagai objeknya. Mulai dari masa kecil yang ditandai
dengan kata “bernyanyi”, kemudian beranjak dewasa dengan sudah mengenal cinta
pada kata “bercinta”, sampai waktu senja yang memanjatkan doa. Taufiq Ismail, ingin
menyampaikan bahwa kita bisa menuangkan apa yang kita rasa mengunakan puisi.

Puisi “Dengan Puisi, Aku” memiliki diksi yang sederhana, meski begitu, saya belum
bisa menangkap maksud dari puisi tersebut jika hanya membaca satu kali. Sajak yang
diguanakan berupa sajak yang diulang yaitu i-i-a-a-a-a-i-i-u-u-a-a. Selanjutnya yaitu
gaya bahasa, pada puisi tersebut penulis menggunakan gaya bahasa berupa majas
metafora pada kalimat “Jarum waktu bila kejam mengiris…”. Tidak hanya itu, pada
puisi ini juga terdapat gaya bahasa repetisi atau pengulangan, yaitu berupa kalimat
“Dengan puisi aku bernyanyi,”. Puisi ini mengandung beberapa citraan di dalamnya,
seperti citraan gerak pada kalimat “Dengan puisi aku bernyanyi,” dan citraan
perasaan pada kalimat “Dengan puisi aku mengenang,”. Serta tidak lupa, tipografi.
Puisi “Dengan Puisi, Aku” ini menggunakan tipografi berupa tanda baca koma (,)
pada setiap akhir kalimat di setiap barisnya yang berarti butuh jeda di setiap
kalimatnya, namun ada juga kalimat yang menggunakan titik-titik pada akhir kalimat
yang mengakhiri setiap kalimatnya.

9. Monginsidi Karya Subagio Sastrowardoyo
Aku adalah dia
yang dibesarkan dengan dongeng
di dada bunda.

Aku adalah dia
yang takut gerak bayang
di malam gelam.

Aku adalah dia
yang meniru bapak


mengisap pipa dekat meja.

Aku adalah dia
yang mengangankan jadi seniman
melukis keindahan.

Aku adalah dia
yang menangis terharu
mendengar lagu merdeka.

Aku adalah dia
yang turut dengan barisan pemberontak
ke garis pertempuran.

Aku adalah dia
yang memimpin pasukan gerilya
membebaskan kota.
Aku adalah dia
yang disanjung kawan
sebagai pahlawan bangsa.

Aku adalah dia
yang terperangkap siasat musuh
karena pengkhianatan.

Aku adalah dia
yang digiring sebagai hewan
di muka regu eksekusi.

Aku adalah dia
yang berteriak ‘merdeka’
sebelum ditembak mati.

Aku adalah dia,


ingat, aku adalah dia.
Analisis :
Puisi ini bertemakan tentang curahan hati. Pada puisi ini, penulis ingin membawa
pembaca merasakan apa yang ia alami dan mengenalkan “siapa dia”. Penulis
menceritakan asal-usul serta sifatnya melalui kalimat “Aku adalah dia yang”. Penulis
menggambarkan bahwa ia bukan sosok yang mudah menyerah dan takut dengan
hal-hal baru, juga tidak takut menerima konsekuensi atas perbuatannya.
Saya suka dengan pemilihan diksi dan penggambaran tokoh “aku” pada puisi ini.
Kesederhanaan diksinya membuat saya benar-benar terbawa masuk ke dalam kisah
penulis. Gaya bahasa pada puisi ini menggunakan majas personifikasi yaitu pada
kalimat “Aku adalah dia yang dibesarkan dengan dongeng di dada bunda”. Sajak
pada puisi ini menggunakan sajak a-b-a secara teratur di setiap baitnya. Tipografi
yang terkandung dalam puisi ini yaitu penggunaan huruf kecil di setiap baris kedua di
setiap baitnya. Pada puisi ini juga terdapat gaya bahasa repetisi atau pengulangan,
yaitu berupa kalimat “Aku adalah dia”.
Pesan yang dapat saya ambil dari puisi “Monginsidi” yaitu, berani bertanggung jawab
atas apa yang sudah saya pilih, berani keluar dari zona nyaman untuk menjadi
seseorang lebih berkembang.


2

ANALISIS NOVEL

Di Kaki Bukit Cibalak Karya Ahmad Tohari

Sinopsis:
Novel ini menceritakan tentang seorang pemuda desa Tanggir yang bernama

Pambudi. Pambudi berusia sekitar 24 tahunan dan bekerja sebagai pengurus lumbung
padi desa Tanggir. Pada waktu itu, terjadilah pergantian lurah, namun seperti yang
sebelumnya, lurah kali ini juga merupakan orang yang curang dan salah dalam
menggunakan pangkatnya. Lurah tersebut bernama Dirga. Konflik cerita ini dimulai
ketika Mbok Rolem datang kepada Pambudi untuk meminjam padi yang akan
digunakannya untuk berobat ke kota. Namun Pambudi belum dapat meminjamkannya
karena pada saat itu ia pun sedang kekurangan. Pambudi mengantarkan Mbok Rolem
ke kantor lurah supaya ia mendapatkan pinjaman. Keadaan yang membuat Mbok
Rolem tidak mendapatkan pinjaman dari lurah, karena ternyata pada dua tahun lalu ia
juga meminjam padi dan belum dikembalikan hingga sekarang.

Pambudi terus berusaha membujuk Pak Dirga, agar Mbok Rolem
mendapatkan pinjaman. Namun sayangnya, Pak Dirga tetap pada pendiriannya yang
tidak mau memberi pinjaman. Awalnya Pambudi menyerah, namun ketika sampai di
rumah ia terus memikirkan keadaan Mbok Rolem dan anak-anaknya. Dalam hati
kecilnya, Pambudi ingin sekali menolong Mbok Rolem. Hatinya membawanya ke
rumah Mbok Rolem, kedatangan tersebut sempat disalahartikan oleh Mbok Rolem
karena ia takut Pambudi membawa perintah lurah untuk menghukum Mbok Rolem.
Padahal, Pambudi datang karena ingin mengajak Mbok Rolem berobat ke Yogyakarta
dengan syarat Mbok Rolem harus meminta surat keterangan miskin dan tidak mampu
membayar pengobatannya.


Setelah mendapatkan surat tersebut, keduanya bergegas pergi ke Yogyakarta
untuk berobat menggunakan bis dengan bekal uang yang tak seberapa milik Pambudi.
Sesampainya di Jogja, Mbok Rolem diperiksa, hasilnya jika benjolan tersebut
merupakan kanker maka ia tidak dapat mendapatkan pengobatan secara gratis, namun
jika bukan ia masih memungkinkan untuk mendapat biaya pengobatan gratis. Dokter
memintanya menunggu satu hari untuk dapat mengetahui hasilnya. Ia dan Pambudi
pun menginap di salah satu penginapan yang tidak dapat dikatakan layak. Setelah
menunggu sembari berdoa, hasil yang mereka tunggu pun keluar, sayang seribu
sayang, doa Mbok Rolem belum dikabulkan. Benjolan tersebut merupakan kanker dan
harus segera di operasi. Perlu beberapa hari untuk dapat melakukan tindakan operasi,
karena Mbok Rolem harus mengembalikan kekuatan Mbok Rolem.

Jika semua ditotal, butuh sekitar Rp 500.000 untuk dapat berobat hingga
sembuh. Awalnya, Pambudi ingin melunasi biaya tersebut dengan tabungannya,
namun ternyata tidak cukup. Ia pun berusaha dengan mencoba datang ke kantor
Kalawarta untuk dapat bertemu langsung dengan penulis berita harian tersebut yaitu
Pak Barkah. Ketika bertemu, Pambudi menceritakan kisah Mbok Rolem secara
keseluruhan dengan harapan ia dapat memasang iklan di koran untuk mencari
sumbangan. Penulis kalawarta tersebut takjub dengan kebaikan hati Pambudi, ia
merasa malu bila mana tak menolong Mbok Rolem, akhirnya ia mengizinkan
Pambudi untuk membuat iklan tersebut dan menamainya dengan Dompet Mbok
Rolem. Iklan tersebut dipasang selama kurun waktu 14 hari, dengan total 49
penyumbang dan hasil ± Rp 2.000.000. Pambudi hanya mengambil sesuai yang ia
butuhkan dan memberikan sisanya kepada pak Barkah. Setelah seluruh proses
pengobatan Mbok Rolem selesai dan Mbok Rolem dinyatakan sembuh, mereka
kembali ke Desa Tanggir untuk bertemu anak-anak Mbok Rolem. Ternyata, kabar
tentang 'Dompet Mbok Rolem' sudah tersebar luas hingga ke telinga Pak Dirga, ia
murka karena ia merasa Pambudi lah yang menyebabkannya mendapat teguran sebab
membiarkan warganya mencari sumbangan. Di sisi lain, Pambudi kembali bertemu
dengan seorang gadis yang jauh lebih muda daripada dirinya, gadis itu bernama Sanis.
Tak dapat dipungkiri bahwa Pambudi menyukainya, namun karena dendam yang
dimiliki Pak Dirga, Pambudi dibuat sengsara dan dijauhkan dari Sanis. Pak Dirga
pernah mencoba mengirim santet untuk Pambudi, agar Pambudi mati. Namun, gagal.

Pambudi bertemu dengan Topo, teman lamanya. Karena Topo pula ia
memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta dan meneruskan pendidikannya. Di


Yogyakarta. Sebelum diterima sebagai mahasiswa, Pambudi bekerja dengan Nyonya
Wibawa yang memiliki toko jam. Diceritakan bahwa Nyonya Wibawa memiliki
seorang anak gadis, yang tanpa disangka ia justru menyukai Pambudi. Menjadi
mahasiswa perantauan memang bukan hal yang mudah bagi Pambudi, ditambah
dengan ia yang meninggalkan gadis yang dicintainya yang ternyata kini justru
menikah dengan lurah desa Tanggir, Pak Dirga. Lama ia tak kembali ke kampung
halamannya, ketika ia sudah menjadi sarjana dan memutuskan untuk kembali ia justru
mendapat kabar bahwa ayahnya sudah tiada karena terjatuh di dekat sumur.
Analisis:

Novel ini memiliki tema kehidupan sosial karena konflik dalam novel ini
merupakan konflik yang cukup kompleks dan seluruhnya berpengaruh terhadap
kehidupan sosial para tokohnya, mulai dari konflik sosial, percintaan, dan batin.
Novel ini memiliki tokoh yang cukup banyak dengan watak yang berbeda-beda, yaitu:
a. Pambudi: pemuda berusia 24 tahun yang berperan sebagai pemeran utama, cakap,

baik hati, berprinsip, rela berkorban, tidak mudah putus asa, dan bijaksana.
b. Mbok Ralem: janda miskih, menerima dan tabah
c. Pak Dirga: Lurah desa Tanggir, angkuh, curang, licik, gemar berganti pasangan,

relasinya luas
d. Sanis: kembang desanya desa Tanggir, cantik, dan menawan
e. Pak Barkah: bijaksana dan suka menolong serta merupakan pemimpin dari redaksi

Kalwarta
f. Mulyani: anak pemilik toko arloji tempat Pambudi bekerja, cantik, dan berkulit

putih
g. Tokoh pembantu: Bu Lurah/Bu Runtah, Eyang Wira, Bambang Sembrodo, Topo,

dan Poyo
Latar pada novel ini terdiri dari:
a. Latar tempat: kaki Bukit Cibalak, halaman balai desa, kantor Pak Dirga, rumah

sakit, rumah Mbok Rolem, Yogyakarta, kantor Kalawarta, losmen, di depan pasar
Desa Tanggir.
b. Latar waktu: pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
c. Latar suasana: bahagia, sedih, ketakutan, ketegangan.

Novel Di Kaki Bukit Cibalak, memiliki alur progresif atau alur maju. Alur ini
dibuktikan dengan tokoh Pak Dirga yang awalnya menjadi Lurah desa Tanggir,


kemudian mundurnya Pambudi dari kepengurusan koperasi desa hingga pada
akhirnya Pak Dirga mundur dari jabatannya sebagai Lurah desa. Pada novel ini
digunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.

Menurut saya, novel ini sangat sesuai dengan kehidupan dan sifat manusia di
zaman sekarang ini. Banyak petinggi negara yang menyalahgunakan jabatannya
dan rakyat yang serba kekurangan. Pemuda seperti Pambudi juga sudah sangat
jarang ditemukan sekarang ini, sekalipun saya juga seorang pemuda saya tidak
munafik bahwa memang pemuda zaman sekarang ini sudah luput dari tata krama,
tidak peduli terhadap sekitar, dan tidak mementingkan harta. Pesan dari novel ini
yaitu tetap berbuat baiklah disaat semua orang menjadi jahat, karna Tuhan tidak
pernah tidur.
1. Anak Rantau Karya Ahmad Fuadi

Sinopsis:
Novel ini berkisah tentang seorang remaja SMP bernama Hepi yang hidup

merantau bersama ayahnya Martiaz dan kakaknya. Martiaz, ayah Hepi berasal dari
tanah Minang yang kemudian merantau bersama kedua anaknya ke Jakarta. Pada saat
pembagian rapor, Martiaz kecewa melihat rapor milik anaknya, Hepi kosong dan
tidak memiliki nilai. Kekecewaan tersebut berakhir membawa Hepi pulang ke
kampung halamannya. Rencana yang Hepi kira liburan semester sebenarnya
merupakan hukuman bagi Hepi karena nilai rapornya yang kosong.

Hepi ditinggal oleh ayahnya yang kembali ke Jakarta untuk bekerja dengan
keadaan yang kacau hingga ia bertekad untuk membeli tiket yang dapat membawanya
kembali ke Jakarta unttuk bertemu dengan ayah dan kakaknya. Di kamping itu,
Tanjung Durian, Hepi tinggal bersama Datuk Marajo dan Nenek Salisah yang
memberikan peraturan yang cukup ketat kepada Hepi yang berkaitan dengan


pendidikannya. Di kampung halaman ayahnya itu, Hepi memiliki dua sahabat
bernama Attar dan Zen. Demi membeli tiket untuk kembali ke Jakarta, Hepi rela
menjadi pegawai cuci piring di luko Mak Tuo Ros, menjadi marbot masjid, dan
menjadi kurir Bang Leon, uang yang ia dapatkkan ia simpan di dalam celengan
bambunya.

Tidak hanya mendapatkan ilmu di bidang pendidikan saja, Hepi menjadi lebih
tau tentang banyak hal selama tinggal di kampung halaman ayahnya itu. Hepi juga
menggunakan waktunya untuk belajar dengan alam dengan cara berpetualang.
Petualangan tersebut dilakukannya bersama kedua sahabatnya, mulai dari mendatangi
sarang jin, hingga menyusup ke markas narkoba.

Penyelesaian pada novel ini yaitu ketika Hepi menemukan apa arti kehidupan
yang sesungguhnya, kehidupan yang dikelilingi dengan perasaan marah, dendam,
senang, sedih, dan lainnya. Hepi merasa bahwa pilihan ayahnya untuk
meninggalkannya dahulu benar, meskipun ia sempat dendam kepada ayahnya akan
hal tersebut, namun kini Hepi tumbuh menjadi remaja SMP yang paham tentang arti
kehidupan.
Analisis:

Tema pada novel ini yaitu tentang kehidupan. Kehidupan yang dimaksud di
sini ialah kehidupan milik Hepi. Hepi yang hidup tanpa seorang ibu, tumbuh menjadi
anak yang sulit diatur sehingga ayahnya, Martiaz merasa gagal menjadi seorang ayah
sekaligus ibu bagi Hepi. Sebagai bentuk penyesalannya, Martiaz membawa Hepi
pergi merantau ke kampong halamannya bertemu dengan kakek dan neneknya. Dari
situ lah kehidupan Hepi yang sebenarnya dimulai. Ia mulai merasakan kerasnya
hidup.
Tokoh dan penokohan:
a. Hepi: tokoh utama, pemberani, pantang menyerah, rajin ibadah
b. Martiaz: ayah Hepi, peduli
c. Datuk Marajo: kakek Hepi, pemarah, egois
d. Nenek Salisah: nenek Hepi, penyayang, peduli, ikhlas
e. Attar: teman dekat Hepi, suka menolong, setia kawan
f. Zen: sahabat Hepi, penolong, pandai bergaul, rendah hati, setia kawan
g. Panduko Luko: tokoh pendukung, murung
h. Bang Lenon: tokoh pendukung, bandar narkoba, egois, tidak mau salah
i. Ispektur Saldi: Polisi Kampung Minang, pantang menyerah


j. Datuk Sinayan: penentang debat antara datuk Malano dengan datuk Pamenan,
keras kepala

k. Datuk Mudo: tokoh tambahan, diam-diam menghanyutkan, baik hati
Latar:
a. Latar tempat: Jakarta, Tanjung Durian, sekolah, rumah Datuk Marajo, hutan
b. Latar waktu: pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari
c. Latar suasana: marah, sedih, lelah, bahagia

Alur pada novel ini yaitu alur maju atau progresif. Alur tersebut dibuktikan
dengan peristiwa yang berurutan mulai dari nilai Hepi yang kosong hingga ia bisa
memaknai apa arti hidup dan belajar untuk lebih menghargai hidup serta kemudian
memaafkan ayahnya atas apa yang dulu pernah ia perbuat yaitu meninggalkan Hepi
sendirian di kampong asalnya. Novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga
serba tahu.

Menurut saya, novel ini merupakan novel yang sederhana namun berkesan.
Penggambaran seorang remaja yang mencari tahu arti hidup yang sesungguhnya
membuat saya terkesan. Tidak mudah untuk menyesuaikan diri di sebuah lingkungan
baru ditambah dengan tanpa adanya orang tua atau orang terdekat. Pesan dari novel
ini yaitu jauhi sesuatu yang dapat merugikan kita nantinya.
2. Edensor Karya Andrea Hirata

Sinopsis:
Novel karya Andrea Hirata ini menceritakan tentang sebuah kehidupan yang

berubah 180 derajat hanya karena cinta. Hal tersebut dialami oleh Ikal sebagai
pemeran utama. Tak ingin berlarut, Ikal mendaftarkan diri untuk mengikuti program
beasiswa ke Uni Eropa. Tanpa disangka-sangka, Ikal berhasil mendapatkan beasiswa


tersebut. Di sana, Ikal bertemu dengan seorang gadis bernama A Ling yang ia anggap
sebagai cinta pertamanya. Ia bertemu A Ling di sebuah desa yang bernama Edensor.
Analisis:

Novel ini memiliki tema yang tentang pendidikan dan juga kerja keras. Tema
tersebut dibuktikan oleh Ikal (tokoh utama) yang berusaha untuk mendapatkan
beasiswa hingga ke Eropa. Terdapat delapan tokoh pokok dalam novel ini tentu
dengan penokohan yang berbeda, yaitu:
a. Ikal: seorang anak laki-laki, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, keras kepala,

pemberani, dan jahil.
b. Weh: pemula pribumi, cerdas, dan gagah
c. Ayah: peduli
d. Mak Birah: dukun beranak, bijaksana
e. Arai: sepupu Ikal, pandai, pantang mmenyerah, berjiwa besar, dan optimis
f. Michaellla: doctor ekonomi, cerdas, idealism
g. Maurent LeBlanch: ibu muda berusia 30 tahun, cerdas, dan glamour
h. Alessandro D’Archy: teman sekelas Ikal, playboy, licik, dan matre

Untuk latar sendiri, novel ini menggunakan latar:

a. Latar tempat: Indonesia, Eropa
b. Latar waktu: pagi hari, siang hari, dan malam hari
c. Latar suasana: sedih, senang, kesal

Alur yang membungkus cerita ini merupakan alur campuran. Terdapat beberapa
bagian yang memperlihatkan penggunaan alur maju, begitu juga dengan alur
mundurnya. Sudut pandang pada novel ini yaitu menggunakan sudut pandang orang
pertama.

Menurut saya novel ini cukup banyak memberikan pesan-pesan positif kepada
membacanya. Mulai dari meyakinkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia
ini asal memiliki kemauan dan keyakinan, juga tentang agama dan kepercayaan yang
membawa hidup menjadi lebih sukses. Namun, saya sebagai pembaca sedikit
kesulitan untuk memahami arti judul novel itu sendiri. Kata “Edensor” yang terletak
di akhir cerita membuat sebagian besar pembaca termasuk saya penasaran tentang arti
kata itu sendiri. Pesan yang dapat kita ambil dari novel ini tidak lain dan tidak bukan
adalah jika ingin melakukan sesuatu, kita harus yakin dengan diri kita sendiri.


3. Laut Bercerita Karya Leila S. Chudori

Sinopsis:
Novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori ini menceritakan tentang seorang

mahasiswa yang bernama Biru Laut dan ketiga temannya diculik oleh sekelompok
orang asing pada tahun 1998. Mereka disekap selama berbulan-bulan di sebuah
tempat yang tidak mereka kenali. Ketika disekap, mereka diperlakukan secara kasar,
dipukul, ditendang, digantung, dan diestrum karena mereka tidak bersedia di introgasi
mengenai dalang dibalik gerakan aktivis dan mahasiswa pada saat itu. Kemudian di
tahun yang sama, sebuah keluarga sedang menanti kedatangan anaknya yaitu Biru
Laut. Keluarga dengan kepala keluarga Arya Wibisono itu mempersiapkan masakan
kesukaan anaknya untuk menyambutnya. Hingga pada tahun 2000 keluarga Biru Laut
mencari keberadaan Biru Laut dan teman-temannya yang hilang dua tahun silam.
Pencarian tersebut dilakukan oleh adik dari Biru Laut sendiri yaitu Asmara Jati
bersama dengan Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin oleh Aswin Pradana.
Anjani, kekasih Biru Laut menuntut kejelasan atas aoa yang terjadi. Beberapa aktivis
yang kembali, memberika kejelasannya untuk mempermudah tim dalam mencari
keberadaan aktivis yang lain.
Analisis:
Novel ini memiliki tema tentang kehilangan dan perjuangan. Perjuangan tersebut
digambarkan ketika masa orde yang diperjuangkan oleh Laut dan teman-temannya
yang lain. Dalam novel ini terdapat lumayan banyak tokoh yang muncul, yaitu:
a. Biru Laut Wibisono: tokoh utama, suka membaca
b. Kinan: tokoh yang menceritakan Laut dalam cerita akan organisasi Winatra dan

Wirasena
c. Asmara: adik Biru Laut, bekerja keras mencari kakanya
d. Bapak dan Ibu: keluarga Biru Laut, sabar, tabah, pantang menyerah


e. Anjani: kekasih Laut
f. Sunu, Alex, Daniel, Gala, Ahmad, Coki, Naratama: anggota Winatra dan

Wirasena

Berbeda dari novel fiksi pada umumnya yang lebih sering menggunakan alur
maju atau progresif, novel ini justru sebaliknya, menggunakan alur campuran.
Alur mundur dibuktikan dengan adanya cerita tentang kilas balik kisah Laut. Serta
alur maju yang dibuktikan ketika menceritakan sosok Asmara Jati, adik Laut.
Penggunaan latar dalam novel ini pun beragam yaitu:
a. Latar tempat: Jawa Timur, Jakarta, New York
b. Latar waktu: pagi hari sampai malam hari, tahun 1991 hingga tahun 2008
c. Latar suasana: sedih, menegangkan, gelisah

Menurut saya, novel Laut Bercerita ini merupakan novel yang cukup berat
karena didalamnya menceritakan tentang perjuangan para aktivis di kala itu.
Novel Ini memang berbeda dengan novel lainnya. Pemilihan tema yang cukup
jarang digunakan penulis lainnya membuat novel ini istimewa. Penggambaran
tokoh dan penokohan dalam novel ini terlihat nyata dan dapat dirasakan
pembacanya. Meskipun novel ini merupakan novel fiksi, namun novel ini tetap
bersifat edukatif karena terdapat pengetahuan sejarah orde baru. Ketika membaca
novel ini, kita memerlukan fokus tingkat tinggi karena alur yang digunakan alur
campuran sehingga perlu pemahaman yang lebih agar dapat memahami alur novel
ini. Pesan dari novel ini yaitu jangan mudah menyerah, jagalah bangsa dan negara
karena itu merupakan hasil kerja keras pejuang di masa lampau.
4. Jalan Tak Ada Ujung Karya Mochtar Lubis

Sinopsis:


Pada suatu pagi disaat para serdadu sedang berpatroli, warga Gang Jaksa
bersembunyi dan bersiap-siap untuk lari. Pada saat itu, Guru Isa sedang jalan menuju
ke sekolah di Tanah Abang. Ia terpaksa berlindung di rumah warga yang ia lewati.
Memikirkan keadaan anak istrinya yang berada di rumah. Samedi, pemilik rumah
yang Isa tumpangi untuk bersembunyi mempersilahkan Isa masuk. Di dalamnya, Isa
menyaksikan banyaknya orang Tionghoa yang tertembak dengan luka parah dan
darah segar yang terus mengalir. Ketika sudah mereda, Isa melanjutkan perjalanannya
menuju sekolah. Perasaan takut masih menghantuinya, tidak hanya tentang para
serdadu namun juga tentang kehidupan dan keselamatan anak istrinya. Ia memikirkan
tentang kebutuhan yang semakin mahal sedang gajinya tidak cukup untuk memenuhi
itu.

Isa memiliki teman bernama Hazil. Mereka dipertemukan dalam ikatan
persahabatan oleh musik. Hazil merupakan anak seorang pensiunan pegawai negeri.
Mr. Kamaruddin, ayah Hazil tidak menginginkan anaknya turut ikut dalam revolusi,
namun Hazil melawan ayahnya. Lama bersahabat, Isa mulai merasakan kejanggalan
terhadap sahabatnya, Hazil. Isa mengalami impotensi yang hanya dapat diobati oleh
jiwanya sendiri. Karena impotensi tersebut, istri Isa menjauh dari suaminya namun
tetap tidak memutuskan untuk bercerai. Anak yang dimaksud Isa sejak tadi ialah anak
angkat yang diambil Fatimah, istri Isa. Isa sadar bahwa ia tidak dapat memberi
Fatimah keturunan. Anak angkat dari Isa dan Fatimah bernama Salim.

Awalnya Fatimah setia pada suaminya, Isa. Namun dengan datangnya Hazi
sebagai sahabat suaminya, ia mulai berubah. Diam-diam Hazil dan Fatimah
berselingkuh di belakang Isa. Perselingkuhan itu terjadi saat Isa sedang sakit dan
ketika Isa sedang mengajar, Hazil datang ke rumah Isa untuk bertemu dengan
Fatimah.

Isa terpaksa mengikuti rapat revolusi karena takut dikira seorang penguntit. Ia
ikut andil dalam pengiriman senjata di setiap daerah yang membutuhkan. Profesinya
sebagai seorang guru membuat masyarakat sekitar bahkan musuh tidak akan curiga
dengan Isa. Pengiriman senjata ini diketuai oleh sahabatnya sendiri, Hazil. Turut
bergabung dalam revolusi membuat Isa tidak dapat keluar, perjalanan ini tak ada
ujungnya.
Analisis:

Novel karya Mochtar Lubis ini mengusung tema ketakutan dalam diri
seseorang. Tema tersebut dibuktikan dengan isi cerita nove tersebut yang


menceritakan ketakutan seseorang dapat mengubah kehidupannya serta ketakutan
setiap manusia itu berbeda dan tidak bisa disamaratakan. Terdapat 10 tokoh dalam
novel ini, yaitu:
a. Guru Isa: penakut, penyayang, pelupa, tidak berprinsip
b. Hazil: pemberani, pelupa, pengkhianat, keras kepala
c. Mr. Kamaruddin: pemarah, penyayang, patuh, sering mengeluh
d. Fatimah: perhatian, penyayang
e. Salim: penakut
f. Tuan Hamidy: pelit
g. Dullah: pemberani
h. Si Ontong: kasar, pemberani
i. Rakhmat: penakut
j. Saleh: penakut
k. Polisi Militer: tegas

Alur pada novel Jalan Tak Ada Ujung ini menggunakan alur maju atau progresif.
Alur tersebut dibuktikan dengan bagaimana Isa mendapatkan ketakutannya hingga
bagaimana Isa berdamai dengan ketakutannya. Novel ini menggunakan sudut
pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang tersebut dibuktikan dengan
penggunaan kata ganti “ia”, “dia”, atau bahkan nama tokoh. Latar pada novel ini
yaitu:
a. Latar tempat: Jakarta, kamar, bioskop REX, sekolah, Gang Jaksa, Gang Sirih
Wetan, warung, restoran, Pasar Senen, Jalan Asam Lama, Jalan Kebon Sirih,
Tanah Abang, Kantor Polisi, penjara, rumah Isa, rumah Tuan Hamidy
b. Latar waktu: pagi hari, malam hari, tahun 1946
c. Latar suasana: menegangkan, sepi, panik, ramai, takut

Menurut saya, novel ini memberikan banyak pelajaran bagi pembacanya
terutama untuk melawan rasa takut. Ketakutan seseorang yang berbeda-beda tidak
bisa menjadikan tolak ukur keberhasilan seseorang tersebut. Pesan yang dapat
saya ambil dari novel ini adalah tidak apa-apa untuk takut, namun kita harus
berusaha melawan rasa takut itu.


3

ANALISIS CERPEN

Dilarang Mencintai Bunga-Bunga Karya Kuntowijoyo

Cerpen ini menceritakan tentang satu keluarga yang pindah dari rumahnya
yang dulu. Keluarga tersebut terdiri dari seorang anak laki-laki yang disebut dengan
Buyung, Ayah, Ibu, dan Kakek. Buyung selalu penasaran dengan rumah di seberang
rumahnya. Rumah dengan pagar tinggi dan selalu tertutup. Berulang kali ia mencari
tahu tentang pemilik dari rumah tersebut namun tetap tidak menemukan jawabannya.
Hingga suatu ketika ia nekat memanjat rumah tersebut dan jatuh tepat di dalam rumah
tersebut. Kejadian tersebut membuatnya bertemu dengan pemilik rumah dengan pagar
tinggi itu. Penghuni yang awalnya ia pikir sosok menyeramkan ternyata hanya
seorang kakek.

Rumah tersebut dikelilingi oleh berbagai macam bunga yang tumbuh dengan
indah. Buyung terkagum, ia tak menyangka bahwa seorang kakek tua dapat merawat
bunga dengan sangat banyak ini. Mulai saat itu ia rajin berkunjung ke rumah kakek
itu, dan setiap pulang ke rumah ia selalu membawa bunga baru yang ia rawat di
kamarnya menggunakan panci milik ibunya. Ketika ayah Buyung tau tentang hal itu,
beliau marah besar dan tidak terima anak laki-lakinya bermain dengan bunga.
Baginya, anak laki-laki harus berani kotor bukan bermain bunga seperti wanita.
Namun di sisi lain kakek selalu menasehati bahwa hidup akan tenang ketika kita
berteman dengan bunga-bunga. Akhir cerita Buyung sadar bahwa setiap orang
memiliki porsinya masing-masing dalam kesuksesan, dan setiap orang berhak
menentukan kesuksesannya sendiri.

Cerpen karya Kuntowijoyo ini memiliki tema yang tersirat dalam setiap dialog
antar-tokohnya. Dan dapat disimpulkan bahwa tema dari cerpen tersebut ialah
mengenai filosofi kehidupan, yang mana akan berbeda di setiap orangnya. Jalan cerita
cerpen ini terlihat jelas meskipun tersirat yaitu menggunakan alur maju. Tokoh yang
terdapat dalam cerpen tersebut ialah Buyung, Ayah, Ibu, dan Kakek. Buyung sebagai
tokoh utama yang haus akan pengetahuan dan penuh dengan rasa penasaran mencoba
berteman dengan Kakek yang sangat menyukai bunga-bunga dan kedamaian, namun
kesenangan Buyung harus terhenti akibat Ayahnya tidak menyukai jika anak lelakinya


bermain bunga, baginya anak laki-laki harus mampu bekerja tidak hanya berdiam di
rumah, karakter ayah yang tegas dan tentunya bertolak belakang dengan Kakek
menyebabkan Buyung melakukan kesenangannya secara sembunyi-sembunyi dan
hanya diketahui oleh Ibu, Ibu yang penyabar dan mendukung apapun yang membuat
anaknya senang.

Dalam cerpen ini masih belum terlihat adanya emansipasi. Buyung sebagai
anak laki-laki dilarang bermain dengan bunga yang notabenenya mainan anak
perempuan, begitu kata ayah Buyung. Padahal, menurut saya tidak ada salahnya
seorang laki-laki bermain bunga, dengan kita mencoba merawat bunga itu juga
melatih tanggung jawab seorang anak terhadap apa yang ia miliki. Walaupun
sebenarnya, ayah Buyung hanya ingin yang tebaik bagi anaknya, tetap saja caranya
salah. Melarang kesenangan anak apalagi bukan dalam hal kejahatan dapat merusak
kepercayaan yang ada dalam diri anak. Selain itu, dalam cerpen ini saya melihat
bahwa memang tingkat kedamaian dan kesuksesan seseorang itu tidak bisa dipukul
rata. Ada yang bahagia hanya dengan diam di rumah bersama bunga-bunganya, ada
pula yang ketika ia mendapat kerja baru ia merasakan bahagia.
1. Seribu Kunang-Kunang di Manhattan Karya Umar Kayam

Cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan ini mengisahkan tentang dua
orang manusia dengan kepribadian yang berbeda. Jane yang merupakan wanita
metropolis dan Marno seorang laki-laki yang masih kolot. Keduanya seolah terjebak
pada hubungan tanpa kejelasan. Marno yang masih memiliki pendamping sedang Jane
yang kesepian dan belum bisa melupakan mantan suaminya. Meski Marno memiliki
pendamping ia tetap berhubungan dengan Jane, berkunjung ke apartemen milik janda
muda itu. Jane yang memang kesepian tentu senang dengan kehadiran Marno di
sisinya, ia menceritakan segala hal tentang dirinya dan mantan suaminya. Marno
dengan sabar mendengarkan Jane yang asyik bercerita meski tak jarang ia muak


dengan cerita Jane yang sebenarnya sudah berulang kali wanita itu ceritakan. Pada
akhir cerita, Jane memberikan hadiah kepada Marno sekaligus mengajak Marno untuk
menginap. Namun, Marno teguh pada pendiriannya, ia tak menerima hadiah itu dan
pergi meninggalkan Jane yang sedih.

Cerpen ini diterbitkan pada tahun 1972. Di dalam cerpen tersebut terdapat
pesan tersirat yaitu berupa kekosongan jiwa dari manusia metropolis atau manusia
modern. Tema cerpen ini yaitu tentang kesepian, bagaimana digambarkan tokoh
utama laki-laki yang mencari pelarian dari keluarga kecilnya di rumah kepada seorang
janda yang masih belum melupakan mantan suaminya. Tokoh utama perempuan yaitu
Jane dengan wataknya yang periang dan murung di waktu yang bersamaan, ceriwis,
dan modern. Sedangkan tokoh utama laki-laki yang digambarkan oleh laki-laki kolot
bernama Marno yang mencoba kabur dari kehidupannya namun tetap tidak bisa kabur
dengan tenang, Marno merupakan seorang pendengar yang baik, sabar, dan teguh
pendirian. Dalam cerpen ini menggunakan jenis alur campuran, namun campuran
yang digambarkan secara tersirat yaitu ketika Jane menceritakan kepada Marno
tentang mantan suaminya. Cerpen ini berlatar tempat di kediaman milik Jane, pada
waktu malam hari, dengan suasana yang campur aduk, sedih, bahagia, cemas, dan
kecewa karena Marno tidak dapat memenuhi keinginan Jane.

Menurut saya, cerpen ini sedikit berbeda dari yang lain. Dalam cerpen ini
disuguhkan perselingkuhan walaupun tidak secara tersurat namun saya sebagai
pembaca menangkap maksud itu. Marno yang diam-diam kabur dari istri sahnya
kemudian datang bertemu dengan Jane yang juga sedang kesepian. Melalui cerpen ini
saya jadi mengetahui bahwa memang kehidupan itu keras dan bebas. Bagaimana
Marno yang meninggalkan Jane begitu saja ketika Jane memberikannya sebuah
hadiah. Meskipun Jane masih sering menceritakan mantan suaminya, saya menangkap
adanya cinta dari Jane untuk Marno.
2. Senyum Karyamin Karya Ahmad Tohari

Senyum Karyamin menceritakan tentang kisah hidup Karyamin seorang buruh
yang setiap harinya bekerja mengangkut batu-batu di kali. Karyamin hidup serba
kekurangan. Ia kerap kali hutang kepada pedagang pecel hanya untuk makan.
Karyamin merupakan sosok pekerja keras yang tetap bekerja meskipun ia tidak dalam
keadaan sehat, badan sempoyongan, mata berkunang-kunang, bahkan telinganya
berdengung. Teman Karyamin yang sadar akan kondisinya memaksa Karyamin untuk
pulang dan beristirahat. Karyamin pulang ke rumah dengan niat untuk beristirahat


sejenak. Namun sesampainya di rumah, Karyamin justru melihat sepeda milik
penagih bank harian yang terparkir di depan rumahnya.

Melihat keadaan tersebut Karyamin memutuskan untuk kembali ke sungai. Ia
tak sanggup menemui penagih bank harian tersebut karena ia memang tak memiliki
uang, bahkan hanya untuk makan. Namun, di tengah perjalanan Karyamin kembali ke
sungai, ia bertemu dengan Pak Pamong. Pak Pamong menghalangi jalan Karyamin
guna meminta sumbangan yang akan disalurkan kepada masyarakat Afrika yang
kelaparan. Karyamin terdiam, ia hanya bisa tersenyum getir melihat dirinya yang
kelaparan, sakit, dan tidak memiliki uang, justru dimintai sumbangan untuk orang
lain. Pada akhir cerita, Karyamin tertawa terbahak-bahak kemudian ia jatuh pingsan.

Cerpen ini menceritakan tentang ironi kehidupan pedesaan dan juga tentang
perjuangan hidup. Karyamin sebagai tokoh utama yang merupakan seorang penyabar,
pekerja keras, dan ramah kepada orang lain, teman-teman Karyamin yang juga
merupakan pekerja keras dan ceria, dengan istri Karyamin yang sabar menunggu
nafkah dari Karyamin sendiri, Pedagang pecel yang berjualan di tempat kerja
Karyamin yang dengan baik hatinya memberikan Karyamin kesempatan untuk
berhutang serta tokoh tambahan, Pak Pamong, penagih bank, dan Sarji. Alur pada
cerpen ini tergolong ke dalam alur maju digambarkan dengan peristiwa yang terjadi
secara beruntun berurutan. Latar tempat ppada cerpen ini yaitu berada di sungai,
rumah, pangkalan material, dan jalan menuju sungai. Sedangkan latar waktu pada
cerpen ini yaitu hanya saat pagi hari sampai siang hari. Cerpen ini didukung dengan
suasana yang ceria, menegangkan, juga sedih.

Membaca kisah milik Karyamin ini membuat saya ikut tersenyum. Tersenyum
getir. Posisi Karyamin yang bahkan untuk sekedar makan saja tidak bisa masih
dimintai sumbangan. Sulit rasanya menjadi Karyamin, mengedepankan dirinya atau
rasa kemanusiaannya. Belum lagi Karyamin yang sudah memiliki keluarga tentunya
sangat sulit untuk menjalankan hidupnya. Namun semangat Karyamin dalam
menjalankan pekerjaannya patut diapresiasi. Ia rela berkorban, bekerja dengan kondisi
tubuh yang tidak sehat demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga juga
menjalani kewajibannya sebagai kepala rumah tangga.

3. Gerobak Karya Seno Gumira A.


Cerpen ini diterbitkan pada sekitar tahun 2005-2006. Cerpen ini merupakan
cerpen karya Seno Gumira Ajidarma yang menceritakan keheranan tokoh “aku”
karena gerobak yang ia lihat di depan rumahnya. Gerobak-gerobak tersebut berisikan
manusia yang merantau dari daerahnya setiap jelang lebaran Idul Fitri. Namun pada
tahun itu, ada yang berbeda dari gerobak-gerobak itu yang biasanya menghilang
setelah lebaran, kini justru bertambah semakin banyak. Kemunculan gerobak-gerobak
itu merupakan dampak dari kesalahan penggunaan kekuasaan orang-orang kota
sehingga mereka yang berada di desa harus merelakan desanya terendam lumpur.

Tema cerpen ini yaitu tentang kesenjangan sosial antara masyarakat kota
dengan masyarakat desa. Tokoh utama pada cerpen ini digambarkan oleh sosok “aku”
yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta polos. Tokoh “aku” selalu bertanya
pada kakeknya yang digambarkan dengan seorang pekerja keras dan sibuk. Lalu
kemudian terdapat tokoh nenek yang dengan baik hatinya memberi sedekah kepada
manusia yang berada di dalam gerobak, namun tetap dengan sikap sombongnya. Dan
manusia gerobak yang digambarkan sebagai manusia miskin dengan visual dekil, baju
compang-camping, dan bau.

Latar pada cerpen ini yaitu berada disebuah perumahan milik orang-orang
kaya yang berada di kota. Cerpen ini membawa kita, pembacanya kembali ke tahun
2006 saat menjelang hari raya. Suasana pada cerpen ini yaitu sedih, bahagia, dan
cemas. Pada cerpen ini, alur maju atau alur progresif lah yang membawa kita larut
dalam membaca cerpen karya Seno Gumira A. ini. Tokoh aku sudah menggambarkan
bahwa cerpen ini menggunakan sudut pandang orang pertama. Pesan yang dapat saya
ambil setelah membaca cerpen ini adalah, setinggi apapun kita, kita tetap harus ingat
bahwa masih ada yang di bawah kita dan jangan egois demi kepentingan sendiri.

4. Sungai Karya Nugroho Notosusanto

Cerpen “Sungai” ini menceritakan tentang kondisi tanah air Indonesia yang
pada saat itu masih dalam kuasa penjajah Belanda sekitar pada tahun 1948. Meskipun
pada tahun itu Indonesia telah merdeka namun tetap mengalami penjajahan.

Tema pada cerpen ini yaitu perjuangan. Perjuangan seorang sersan Kasim
yang membawa anaknya menyebrangi sungai Serayu dan perjuangan melawan
penjajah Belanda demi mempertahankan tanah air tercinta. Tokoh utama pada cerpen
ini yaitu sersan Kasim dengan sifatnya yang sabar, perasa, bertanggung jawab, rela


berkorban, dan pantang menyerah. Sersan Kasim merupakan tokoh protagonis
bersama satu tokoh lainnya yaitu Acep, anak dari sersan Kasim yang manja.
Sedangkan Aminah, istri sersan Kasim justru merupakan tokoh antagonis pada cerpen
ini, ia merupakan sosok yang keras kepala namun di sisi lain ia tetap setia pada
suaminya. Komandan peleton juga sebagai tokoh antagonis yang bersifat bijaksana,
demokratis, namun beliau merupakan sosok yang berempati. Tidak lengkap bila suatu
cerita tidak memiliki tokoh tritagonis, pada cerpen ini Pak Lurah dan penduduk desa
sebagai tokoh tritagonis yang simpati dan ramah.

Alur cerpen ini berupa alur lurus atau alur maju atau alur progresif. Meskipun
terdapat kilas balik ketika sersan Kasim mengingat istrinya yang sedang mengandung
anaknya, namun itu hanya bagian kecil dan disambung dengan anak sersan Kasim
yang telah lahir. Latar tempat pada cerpen ini yaitu berada di sungai, Jawa Barat,
Yogyakarta, dan pinggir desa. Sedangkan latar waktu pada cerpen ini yaitu mulai dari
dini hari, pagi hari, siang hari, dan waktu lampau yang digambarkan dengan “sepuluh
bulan yang lalu”. Suasana pada cerpen ini cenderung menegangkan dan sedih. Cerpen
ini menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Cerpen ini mengajarkan saya tentang pengorbanan seorang ayah terhadap
tanah airnya yang rela meninggalkan calon anaknya beserta istrinya di rumah. Melalui
cerpen ini, saya dapat memperoleh pesan bahwa kita harus percaya dan bergantung
pada Tuhan, karena tidak ada lagi yang mampu menyelamatkan kita selain Tuhan.
Juga kita harus selalu berusaha selagi memiliki kesempatan.


4

ANALISIS NASKAH DRAMA

Kereta Kencana Karya W.S. Rendra

Drama ini menceritakan tentang sepasang suami istri yang umurnya sudah
menginjak dua abad dan sedang menunggu kematian menjemput keduanya. Pasangan
itu hidup berdampingan tanpa seorang anak. Setiap menjelang malam, keduanya
seperti mendengar suara-suara yang mengatakan bahwa ajal mereka sudah dekat,
hingga keduanya menunggu tanpa lelah. Pasangan yang merasa kesepian ini saling
menghibur satu sama lain, saling mengisi satu sama lain, dan saling mengasihi satu
sama lain. Kakek yang bersedia mendengarkan nenek bercerita, Kakek yang masih
kerap merayu Nenek dan Nenek yang masih berbakti kepada suaminya. Hari-hari tua
mereka hanya seputar itu.

Hingga pada suatu ketika, mereka bosan karena terlalu lama menunggu ajal
datang. Ajal pada drama ini digambarkan dengan sebuah kereta kencana yang
memiliki sepuluh ekor kuda. Kebosanan itu membawa pasangan tersebut kepada
sebuah konflik. Mereka bertengkar, mencerca satu sama lain, saling menyalahkan
hingga Kakek mendadak terkena serangan jantung. Nenek terpukul dan meminta
segera dijemput untuk dapat menyusul Kakek. Namun tak berapa lama, Kakek
tersadar dan kembali mengulang kegiatan-kegiatan keseharian mereka dengan terus
menanti kereta datang menjemput mereka.

Tema dari drama ini yaitu tentang kesetiaan. Naskah drama dengan alur yang
cukup absurd karena hanya menceritakannya secara berulang kali. Kesetiaan ini
dibuktikan dengan umur mereka yang sudah sangat tua dan masih menjalin hubungan
suami istri dengan baik bahkan tanpa kehadiran seorang anak sekalipun. Selain
kesetiaan, naskah ini juga mengangkat tema kesabaran. Kesabaran kedua tokoh dalam
menanti ajal yang tak kunjung datang di umurnya yang sudah sangat tua itu.

Naskah ini hanya memiliki dua orang tokoh yaitu Kakek dan Nenek, keduanya
sama-sama setia dengan pasangannya. Kakek yang sabar dan penuh kasih sayang
dalam menghadapi istrinya yaitu Nenek. Sedangkan Nenek yang ceria ditengah
kebosanan mereka menanti ajal dengan terus menceritakan masa mudanya ketika awal
menjadi pasangan suami istri bersama Kakek. Kakek dan Nenek juga merupakan
seseorang yang ikhlas menerima keadaan, ketika mereka belum dipanggil ajal dan


mereka yang tak memiliki seorang anak pun. Keduanya saling melengkapi satu sama
lain.

Alur pada naskah ini selain absurd yaitu menggunakan alur maju atau alur
progresif. Alur ini dibuktikan dengan Kakek yang terkena serangan jantung hingga
kemudian terbangun lagi dan kembali bercengkrama dengan Nenek. Meskipun pada
naskah ini Nenek kerap membahas masa muda mereka ketika menjadi pasangan
dahulu, itu hanya berupa dialog nostalgia.

Latar tempat pada naskah ini hanya terdapat satu yaitu di rumah Kakek dan
Nenek. Sedangkan latar waktunya cukup beragam, mulai dari pagi hari sampai malam
hari, karena naskah tersebut menceritakan keseharian pasangan suami istri yang sudah
berumur dua abad itu. Suasana yang terasa pada naskah ini yaitu bahagia, bahagia
ketika terbawa dialog Nenek yang bernostalgia, dan Kakek yang sangat menyayangi
Nenek. Selain bahagia, sedih juga terasa pada naskah ini yaitu ketika Kakek yang
hampir meninggalkan Nenek.

Menurut saya, naskah ini naskah yang sangat sederhana karena hanya
memiliki dua tokoh di dalamnya dan pada beberapa dialog ada percakapan yang
diulangi. Meskipun sederhana, euphoria pasangan suami istri, Kakek dan Nenek ini
sangat terasa. Betapa beruntungnya mereka memiliki pasangan yang setia dan selalu
ada dalam keadaan apapun serta saling menghargai. Pesan yang dapat saya simpulkan
dari naskah drama ini adalah kesetiaan itu merupakan sesuatu yang mahal. Tak hanya
itu, saya juga menyimpulkan bahwa setiap manusia memiliki waktunya
masing-masing untuk hidup di dunia.
1. Bila Malam Bertambah Malam Karya Putu Wijaya

Drama karya Putu Wijaya ini mengisahkan seorang Janda yang sangat bangga
akan gelar bangsawan yang dimilikinya. Ia mengangung-agungkan kebangsawanan
tersebut. Janda itu berna Gusti Biang. Gusti Biang memiliki seorang anak bernama
Ratu Ngurah yang sedang merantau demi menuntut ilmu. Ia tinggal di kediaman milik
mendiang suaminya, I Gusti Rai seorang bangsawan yang dulunya merupakan
pahlawan kemerdekaan. Mendiang I Gusti Rai sangat dihormati oleh masyarakat
sekitar. Gusti Biang tidak tinggal sendiri, ia tinggal bersama Wayan yang merupakan
teman mendiang suaminya dan Nyoman Niti, seorang gadis desa yang mengabdikan
dirinya pada Gusti Biang selama 18 tahun.


Gusti Biang yang merasa seorang bangsawan kerap kali memandang rendah
orang lain, ia termasuk orang yang sombong. Gusti Biang tak pandang bulu ketika
merendahkan orang yang berbeda kasta dengannya, sekalipun itu Nyoman Niti yang
sudah bertahun-tahun bekerja bersamanya. Tak jarang Nyoman Niti ingin
meninggalkan pekerjaannya dan kembali ke desanya, namun selalu ia urungkan
kembali karena ia bertahan demi Ratu Ngurah, putra Gusti Biang yang dicintainya.
Wayan yang selalu menyemangati Nyoman Niti agar tetap mau bekerja bersama Gusti
Biang meskipun sering kali merasa sakit hati.

Namun satu kejadian yang membuat Nyoman Niti tidak kuat lagi untuk terus
bekerja dengan Gusti Biang sekalipun ia bertahan demi cintanya. Gusti Biang dengan
tanpa rasa bersalahnya menuduh Nyoman Niti meracuninya dengan obat-obatan.
Tidak sampai di situ, Gusti Biang juga menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkannya untuk memenuhi kebutuhan Nyoman selama 18 tahun terakhir dan
menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar. Tak tahan dengan kelakuan
majikannya, tidak hanya Nyoman Niti yang pergi, namun juga dengan Wayan. Ratu
Ngurah yang mengetahui kejadian ini marah besar dan bertengkar dengan ibunya,
Gusti Biang.

Drama ini semakin menegangkan ketika Wayan mengaku bahwa ia lah ayah
kandung dari Ratu Ngurah. Wayan dan Gusti Biang dulunya merupakan seorang
kekasih yang tak direstui karena perbedaan kasta antara keduanya. Mengetahui bahwa
anaknya juga mengalami kisah yang sama dengannya dan Gusti Biang dahulu, ia
meminta Ratu Ngurah untuk mengejar cintanya, yaitu Nyoman Niti. Meskipun Gusti
Biang tidak merestui hubungan keduanya, Ratu Ngurah tetap berjuang untuk
mendapatkan cinta dan restu dari ibunya. Wayan merasa bahwa kasih tak sampai
hanya karena perbedaan kasta memang sangat menyakitkan dan membuat keduanya
menderita. Pada akhirnya, hubungan Ratu Ngurah dan Nyoman Niti direstui oleh
Gusti Biang.

Naskah drama karya Putu Wijaya ini bertemakan tentang status sosial. Dalam
drama ini menceritakan perbedaan kasta di mana tokoh Gusti Biang yang hanya
mempersoalkan tentang harta tahta tanpa menghargai perasaan anaknya, Ngurah yang
mencintai perempuan tanpa memperdulikan status dan derajat sosialnya.

Tokoh pada naskah ini cukup banyak, yaitu:


a. Gusti Biang: merupakan seorang janda sekaligus pemeran utama dalam
naskah ini. Gusti Biang sendiri memiliki watak yang sombong, pemarah,
angkuh, egois, dan keras.

b. Nyoman: gadis yang mengabdi pada Gusti Biang. Ia disekolahkan dan
dicukupi kebutuhannya oleh Gusti Biang. Nyoman bertahan selama kurang
lebih 18 tahun meskipun Gusti Biang selalu menginjak harga dirinya.
Nyoman dengan wataknya yang sabar dan kuat masih bersedia mengabdi
pada Gusti Biang.

c. Ngurah: anak dari Gusti Biang yang berjenis kelamin laki-laki. Ngurah
merupakan anak yang bijaksana, ikhlas, dan baik pada semua orang tanpa
memandang kasta. Kekasih dari Nyoman ini dengan tegas
mempertahankan cintanya pada Nyoman sekalipun mereka dari kasta yang
berbeda.

d. Wayan: seorang abdi Gusti Biang sekaligus ayah kandung Ngurah. Wayan
merupakan sosok yang baik, lucu, dan setia. Ia rela mengorbankan
hidupnya menjadi seorang abdi sebagai bukti cinta terhadap Gusti Biang
dan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah dari Ngurah.

Alur pada naskah ini menggunakan alur maju. Digolongkan ke dalam alur
maju karena naskah ini menceritakan kejadian-kejadian yang ada di dalamnya
secara runtut dari awal sampai akhir. Latar pada naskah ini yaitu:

a. Latar tempat: rumah Gusti Biang
b. Latar waktu: malam hari
c. Latar suasana: menegangkan, sedih

Menurut saya naskah ini luar biasa. Bagaimana ketika seorang ibu yang
angkuh, melindungi anaknya dari kejadian masa lampau hanya karena ia tidak ingin
anaknya harus berpisah seperti dia. Karena naskah ini berlatar belakang pada
kehidupan masyarakat Bali yang memang masih kental akan budaya terutama kasta,
saya juga mungkin akan bertindak sama ketika menjadi Gusti Biang. Dibalik
wataknya yang sombong, sebenarnya ia menyimpan luka yang begitu dalam sehingga
ia bingung bagaimana mengekspresikan luka tersebut agar anaknya mengerti. Yang
menjadi fokus saya yang lain yaitu tokoh Wayan. Ia berani mempertaruhkan hidupnya


menjadi seorang abdi demi melihat anak dan mantan kekasihnya. Pengorbanan
seorang ayah yang harus terpisah karena kasta.

Pesan dari naskah ini yaitu tentang kesabaran dan keikhlasan. Kita harus sabar
dan ikhlas ketika kita menginginkan sesuatu. Dalam naskah ini saya juga memetik
pesan bahwa, semua manusia memiliki status sosial yang sama di mata Tuhan, oleh
karena itu kita sebagai manusia tidak boleh membedakan status sosial juga jangan
merasa paling tinggi diantara yang lainnya.

2. Senja Dengan Dua Kelelawar Karya Kirdjomulyo

Drama ini menceritakan tentang seorang perempuan yang tinggal berdekatan
dengan stasiun kecil. Perempuan itu bernama Ismiyati. Ketika senja tiba, Ismiyati
sedang berbincang hangat dengan sang ayah, Marsudi. Ayahnya menyanyikan
beberapa lagu untuk mencairkan suasana. Tak hanya itu, Marsudi juga membicarakan
Suwarto, teman kecil Ismiyati yang sampai saat ini masih dicintai anaknya itu.
Ismiyati setia dengan perasaannya meskipun Suwarto sudah berkeluarga. Sempat
beberapa kali ia berusaha membunuh Mursiwi, istri Suwarto agar ia bisa bersanding
dengan Suwarto. Ayahnya mengetahui niat jahatnya, Mursidi sudah mencurigai gerak
gerik anaknya. Hingga ketika Mursiwi sedang akan menjemput suaminya. Mursiwi
tertabrak kereta akibat orang suruhan Ismiyati yang memintanya untuk mendorong
Mursiwi.

Sejak kematian istrinya, Suwarto terpukul. Ia sering melempar batu kea rah rel
kereta sebagai pelampiasan emosinya. Suwarto berkata kepada kepala stasiun bahwa
ia akan membalas perbuatan pembunuh yang membunuh istrinya itu. Tak tinggal
diam, kepala stasiun, Mardikun menasehati Suwarto agar tidak melakukan niat balas
dendamnya. Namun Suwarto tidak mempedulikannya hingga ia bertemu dengan
Tomokaryo dan Siswo. Keduanya membantu Suwarto mengalihkan pikirannya dari
mendiang istrinya dengan membicarakan peringatan 17 Agustusan. Suwarto terpilih
menjadi ketua panitia dengan Ismiyati yang menjadi wakilnya.

Ismiyati kembali bertemu Suwarto setelah kejadian beberapa waktu lalu. Ia
mengaku bahwa ia masih menyayangi Suwarto, namun Suwarto hanya menganggap
Ismiyati sebagai adiknya. Ismiyati mulai menaruh hati kepada Suwaro sejak mereka
duduk di sekolah, di mana keduanya berangkat menggunakan kereta yang sama
menuju ke sekolahnya. Ismiyati kemudian mengakui perbuatannya, bahwa ia yang


menyuruh orang untuk mendorong Mursiwi agar Suwarto dapat menerima orang baru
di hidupnya. Suwarto pun murka dan berniat mendorong Ismiyati kea rah suara kereta
api. Namun datanglah Sulaiman, orang suruhan Ismiyati yang tanpa diminta
mengakui bahwa ia lah pembunuh Mursiwi dengan alasan penipuan. Sejak saat itu,
Ismiyati dan Suwarto dapat bersatu.

Drama Senja Dengan Dua Kelelawar ini memiliki tema kesetiaan dan
pengorbanan. Kesetiaan Ismiyati menunggu cinta nya, Suwarto berpisah dari istrinya
meski kesetiaan tersebut dibarengi bersamaan dengan pengorbanan yang salah.
Ismiyati yang menyuruh orang untuk membunuh Mursiwi. Dalam drama ini terdapat
tiga tokoh utama dan 3 tokoh tambahan atau pendukung, yaitu:

a. Ismiyati: pemeran utama perempuan, setia, licik
b. Suwarto: pemeran utama laki-laki, setia, pendendam
c. Marsudi: ayah Ismiyati, bijaksana
d. Sulaiman, Siswo, dan Tomokaryo

Alur dalam drama ini menggunakan alur lurus atau bisa juga dikatakan dengan
alur maju. Penggunaan alur maju ini karena dalam drama Senja Dengan Dua
Kelelawar kejadian yang terjadi merupakan sebuah urutan dari A sampai Z. Ketika
Ismiyati yang membunuh Mursiwi secara tidak langsung hingga kemudian ia
mengakuinya pada Suwarto. Sampai pada Suwarto dan Ismiyati yang bersatu.
Pemaparan latar pada drama ini yaitu:

a. Latar tempat: di dekat stasiun kecil di luar Yogyakarta, sekitar rel kereta
dekat stasiun

b. Latar waktu: senja atau petang, agak malam, dua minggu kemudian
c. Latar suasana: sepi, sedih, mencekam, bahagia

Melalui drama ini saya jadi mengetahui bahwa cinta dapat merubah seseorang
menjadi orang lain. Ismiyati yang mungkin sebenarnya tidak memiliki niat untuk
membunuh Mursiwi terpaksa melakukan hal tersebut karena cintanya kepada Suwarto
yang begitu besar. Walaupun bukan sesuatu yang dapat dibenarkan bahkan dimaafkan,
saya terkesan dengan cinta yang dimiliki Ismiyati. Tidak hanya tentang tokoh utama,
saya juga cukup terkesan dengan Sulaiman yang menyelamatkan Ismiyati ketika ia
akan didorong ke arah datangnya kereta oleh Suwarto. Pengakuan mendadak
Sulaiman yang berhasil menyelamatkan Ismiyati dari kematian bahkan membuat


keduanya, Ismiyati dan Suwarto bersatu. Terkadang, cinta memang dapat bertindak di
luar nalar manusia.

3. RT Nol RW Nol Karya Iwan Simatupang

Drama ini menceritakan tentang kehidupan yang sesungguhnya. Orang-orang
yang tinggal di kolong jembatan, yang menjalani hidup yang penuh dengan
kesengsaraan di bawah jembatan. Setiap harinya mereka mendengarkan suara
kendaraan berlalu-lalang di atasnya. Mereka seolah pasrah dengan kehidupannya,
tidak menyadari bahwa maut bisa menghampirinya kapan saja. Jembatan yang
mungkin bisa roboh tiba-tiba, atau suara petir terus berdatangan ketika akan turun
hujan.

Tak jarang mereka bosan dengan kehidupannya yang monoton. Ingin rasanya
mereka keluar dari lingkaran kemiskinan dan kesengsaraan itu, merasakan makan
enak, tidur di sebuah rumah yang layak. Semua hal mereka lakukan demi
mendapatkan kehidupan yang mereka inginkan. Tak terkecuali menjual dirinya
kepada laki-laki yang haus akan nafsu.

Terlihat dari garis besar cerita, drama ini mengangkat tema tentang kehidupan.
Perjuangan yang dilakukan demi mendapatkan kehidupan yang layak, dan dapat
keluar dari kolong jembatan itu. Dalam drama ini kita bisa merasakan kerasnya hidup,
seseorang harus bekerja keras demi dapat bertahan hidup sekalipun dengan cara yang
kotor.

Drama ini tak memiliki banyak tokoh, hanya tiga tokoh yaitu Kakek, Pincang
dan Ani. Kakek merupakan seorang yang sabar dan bijaksana. Ia dapat melerai
pertengkaran tanpa menggunakan kekerasan, hanya menggunakan kalimat. Pincang,
seseorang yang mudah tersulut emosi dan gegabah karena ia berulang kali mengambil
keputusan ketika ia sedang marah. Dan yang terakhir adalah Ani, wanita yang pantang
menyerah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, namun ia juga merupakan seorang
yang keras kepala. Ia tidak mau mendengarkan kekhawatiran orang lain terhadap
dirinya sekalipun itu untuk kebaikannya sendiri.

Latar pada drama ini digambarkan dengan jelas oleh penulisnya. Naskah
drama ini berlatar belakang di bawah kolong jembatan besar yang diberi nama RT 0
RW 0. Latar tempat itu didukung dengan suasana yang tegang karena terdapat


beberapa pertengkaran antar tokoh. Latar waktu pada naskah ini sendiri yaitu dari
pagi hari hingga malam hari.

Drama ini menggunakan alur maju yang dibuktikan dengan permulaan sebuah
keluarga yang tinggal di kolong jembatan dengan kehidupan yang jauh dari kata
layak. Kemudian di sambung dengan mereka yang bekerja dengan harapan dapat
membeli nasi. Hingga ketika mereka dapat berpindah dari kolong jembatan menuju
hunian yang lebih jelas serta mereka yang sudah memiliki KTP dan dianggap menjadi
bagian dari Indonesia.

Menurut saya drama ini sangat sesuai dengan apa yang saya lalui. Banyak
orang yang rela menjadi apa saja demi memenuhi gaya hidupnya yang tinggi
sekalipun pekerjaan itu adalah pekerjaan yang kotor. Meski dalam drama ini
diceritakan bahwa mereka memang sangat kekurangan, saya tetap tidak setuju dengan
wanita yang menjual dirinya. Menurut saya masih banyak cara yang dapat dilakukan
tanpa harus merendahkan harga dirinya sebagai perempuan. Namun di sisi lain saya
salut karena ia gigih dalam mempertahankan hidupnya, agar keturunannya dapat
hidup dengan lebih layak.

4. Matahari di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C. Noer

Matahari di Sebuah Jalan Kecil karya Arifin C. Noer ini mengisahkan
kehidupan masyarakat ditengah ketidakstabilan ekonomi. Banyak masyarakat yang
melakukan hal-hal keji demi menutup kebutuhannya. Kejadian itu terjadi pula di
sebuah jalan kecil yang dilalui kendaraan. Di samping jalan itu terdapat pabrik es tua
yang digunakan Simbok menjual dagangannya yaitu pecel. Ketika pekerja pabrik
memasuki waktu istirahatnya kemudian mereka mendatangi warung milik Simbok
untuk mengisi perutnya. Begitupun dengan seorang Pemuda yang juga ikut bergabung
bersama dengan pekerja pabrik. Simbok yang hafal muka-muka pelanggannya merasa
asing dengan Pemuda itu, ia merasa harus berhati-hati dengan kehadiran Pemuda itu.

Kampung Pegulen tempat Simbok biasa menjajakan dagangannya baru saja
kemalingan. Ditambah maling itu berhasil lolos dari para penjaga dan warga. Hal itu
membuat Simbok semakin was-was. Ketika pekerja pabrik selesai dengan jam
istirahatnya, Pemuda itu nampak kebingunan dan berpura-pura merogoh sakunya,
mencari dompetnya. Ia meminta Simbok untuk memberikannya kesempatan
berhutang dengan alasan dompetnya tertinggal. Simbok yang tidak percaya karena


Pemuda tersebut merupakan pelanggan barunya tanpa sadar membuat keributan
hingga terdengar oleh pekerja pabrik.

Pekerja pabrik pun menghampiri keributan itu kemudian mengintrogasi
Pemuda yang sedang berpura-pura tidak membawa dompet itu. Pemuda itu tetap
keukeuh dengan alasannya yang tidak membawa dompet. Pekerja pabrik yang tidak
terima tetap memaksa Pemuda untuk membayar makanannya. Karena Pemuda ini
memang tidak memiliki uang dan tidak dapat membayar makanannya, ia diminta
melepas pakaiannya sebagai jaminan atas makanannya. Namun pemuda menolak
hingga kemudian juragan batik menghampiri keributan tersebut. Dengan baiknya,
perempuan yang merupakan juragan batik itu membayar makanan milik Pemuda.
Namun niat baik itu ditentang oleh pekerja pabrik.

Mau tidak mau, akhirnya Pemuda itu terpaksa melepas pakaiannya sebagai
jaminan. Setelah ia melepas pakaiannya, pekerja pabrik pun kembali pada
pekerjaannya. Melihat tak ada lagi massa yang akan menyerangnya, ia kemudian
mengaku pada Simbok bahwa ia benar-benar tidak memiliki uang dan tidak
bermaksud menipu. Ia merupakan Pemuda yang sedang merantau demi mendapat
kehidupan yang layak. Simbok pun merasa iba dan mengembalikan baju milik
Pemuda tersebut kemudian membiarkannya pergi. Namun tak sampai satu hari,
setelah ia menceritakan kejadian tersebut kepada penjaga malam, penjaga malam pun
mengatakan bahwa ciri-ciri yang disebutkan Simbok sama dengan maling yang lolos
dari penjagannya. Pada akhirnya Simbok sadar bahwa ia telah ditipu lagi oleh
pelanggannya.

Drama ini mengangkat tema tentang kehidupan sosial yang ada di masyarakat.
Dalam naskah ini, menceritakan tentang seorang pemuda yang lihai berbohong,
dihakimi oleh masyarakat sekitar. Semakin lama, kebohongan-kebohongan itu
tersebar di telinga masyarakat hingga banyak dari mereka mempercayai hal tersebut.

Naskah drama ini memiliki beragam tokoh. Terdapat sekitar sepuluh tokoh
yang bermain dalam naskah ini. Tokoh-tokoh tersebut ialah:

a. Simbok: penjual pecel, baik hati, sabar dalam menghadapi permasalahan
b. Pemuda: perantau dari kota Gunung Kidul, pembohong
c. Si Peci: tokoh tambahan yang ikut menyalahkan pemuda
d. Si Kuris: bijaksana, berani mengambil keputusan


e. Si Sopir: tokoh paling tua, bijaksana, sempat mendekam di penjara
f. Penjaga malam: senang mengeluh
g. Si Pendek: bijaksana
h. Si Tua: lugu, polos, pasrah
i. Si Kacamata: egois, abai atau cuek
j. Perempuan: terkesan cuek namun sebenarnya peduli

Latar pada drama ini memuat ketiga dimensi latar, yaitu:

a. Latar tempat: Kendal, Warung pecel
b. Latar waktu: Pagi hari menjelang siang hari
c. Latar suasana: sibuk

Alur yang disuguhkan penulis naskah ini yaitu berupa alur maju. Adanya alur
maju dibuktikan dengan kejadian yang terjadi secara runtut dan berkesinambungan.
Mulai dari kegiatan jual beli pecel di depan pabrik es, para pekerja pabrik itu
menikmati sebungkus pecelnya sembari berbincang mengenai gaji mereka yang tak
kunjung naik. Kemudian dilanjutkan dengan datangnya seorang Pemuda yang ikut
makan, Pemuda yang merupakan tokoh utama dalam cerita ini pura-pura tidak
membawa dompet dan mengatakan kepada penjual pecel, Simbok untuk
menunggunya mengambil dompet. Simbok yang tidak percaya terus memaksa
pemuda tersebut untuk membayar makanannya. Kejadian berikutnya yaitu datangnya
pekerja pabrik yang membela Simbok dan memojokkan pemuda. Drama ini diakhiri
dengan pengakuan pemuda tersebut tentang apa yang ia lakukan.

Menurut saya drama ini cukup mengesankan. Bagaimana pemuda menurunkan
ego dan mengalahkan rasa malunya mengaku di hadapan penjual pecel bahwa ia
memang berbohong. Namun meski begitu saya tidak membenarkan tindakan yang
dilakukan pemuda tersebut. Dari kisah tersebut, dapat saya petik bahwa kita tidak
boleh berbohong kepada siapapun karena selain merugikan diri sendiri juga pasti
merugikan orang lain. Juga tentang pertanggung jawaban. Ketika kita berencana
melakukan sesuatu, tentu kita harus siap bertanggung jawab atas apa yang akan kita
lakukan.


Shofia Utomo
22201241077

1
ANALISIS PUISI

1. Karawang-Bekasi, Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda.
Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan


Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Isi dan Pesan :

Puisi tersebut bercerita tentang pahlawan yang mati muda dan tidak bisa berperang
untuk merebut kemerdekaan lagi. Mereka kini digambarkan hanya tinggal tulang yang berarti
tidak lagi bisa melakukan apa-apa. Namun, mereka berharap jiwa perjuangan mereka akan
tetap dilanjutkan kepada pemuda yang akan memberikan arti pada perjuangan yang belum


Click to View FlipBook Version