The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ancasnurul1, 2022-12-27 23:57:21

Analisis Karya Sastra PBSI K (2)

E-Book ini berisi kumpulan analisis karya sastra berupa puisi, novel, cerpen, dan naskah drama mahasiswa PBSI kelas K. E-Book ini disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Membaca Sastra yang diampu oleh Prof. Dr. Drs. Suroso, M.Pd.

Keywords: Analisis Karya Sastra

selesai dan 4-5 ribu nyawa yang telah berkorban. Walaupun kini mereka telah tiada, mereka
akan tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak akan pernah padam. Seperti pada
kalimat “Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian,” agar para pemuda tidak
lengah dan tetap mengobarkan semangat perjuangan untuk memperoleh dan mempertahankan
kemerdekaan.

Analisis :

● Puisi ini memiliki tema mengenai perjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam
medan perang dan terbaring antara Kota Krawang sampai Kota Bekasi.

● Diksi dalam puisi ini terdapat pada kalimat “Kami yang kini terbaring antara
Karawang-Bekasi”, khususnya pada kata terbaring memiliki makna konotatif yaitu
tidak sebenarnya atau kiasan dari kata meninggal. Selanjutnya pada kalimat “Kami
cuma tulang-tulang berserakan, tapi adalah kepunyaanmu, kaulah lagi yang tentukan
nilai tulang-tulang berserakan”. Pada pemilihan kata tulang-tulang berserakan juga
memiliki makna konotatif dari gambaran perjuangan para pahlawan yang telah gugur
dimedan perang.

● Tipografi puisi ini terdiri atas sembilan bait. Bait paling sedikit berisi dua baris,
sedangkan paling banyak berisi lima baris. Baris paling panjang berisi 12 kata, yang
terletak pada bait ketiga. Sementara baris paling pendek terdiri atas tiga kata.

● Persajakan puisi ini dapat dilihat pada kalimat “Kami yang kini terbaring antra
Karawang-Bekasi, tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah
yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?”pada
bait tersebut mengguankan rima mutlak ataupun sama (a-a-a-a) yaitu Bekasi, lagi,
kami, hati. Dan juga pada “Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan,
kemenangan dan harapan, atau tidak untuk apa-apa. Kami tidak tahu, kami tidak lagi
bisa berkata, kaulah sekarang yang berkata” : pada bait tersebut juga memggunakan
pola rima akhiran sama (a-a-a-a) yaitu apa-apa, berkata, dan berkata.

● Gaya bahasa puisi ini menggunakan majas ironi dalam kalimat, “Kami bicara padamu
dalam hening di malam sepi”. Bicara dalam hening menjadi ironi karena keduanya
bertentangan. Sedangkan majas eufimisme ditemukan dalam kalimat, “Kami cuma
tulang-tulang berserakan”. Majas ini berfungsi untuk menghaluskan makna kata
sehingga dapat menggantikan atau menutupi kata dan ungkapan lain. Pada kata
tulang-tulang berserakan memiliki arti tubuh yang sudah meninggal sebagai mayat

atau jenazah. Kemudian majas metafora terdapat pada kalimat, “Atau jiwa kami
melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan”. Majas Kata jiwa melayang
memiliki arti jiwa yang telah meniggalkan raga dan sudah tidak lagi bisa berbuat
apa-apa.
● Citraan puisi ini ditandai pada kaimat “Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang
berdetak” yang mengandung citraan pendengaran ataupun audio imagery pada jam
dinding yang berdetak, pada kalimat “Beribu kami terbaring antara
Karawang-Bekasi” terdapat citraan pengelihatan ataupun visual imagery, dan juga
pada “tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi” terdapat citraan gerak atau
kinestetic imagery pada angkat senjata lagi.

2. Pada suatu hari nanti, Sapardi Djoko Damono

pada suatu hari nanti

jasadku tak akan ada lagi

tapi dalam bait-bait sajak ini

kau takkan kurelakan sendiri

pada suatu hari nanti

suaraku tak terdengar lagi

tapi di antara larik-larik sajak ini

kau akan tetap kusiasati

pada suatu hari nanti

impianku pun tak dikenal lagi

namun di sela-sela huruf sajak ini

kau takkan letih-letihnya kucari

Isi dan pesan :

Puisi tersebut bercerita meskipun seseorang akan tiada atau menghadapi kematian.
Maka sosok “Ku” tidak akan membiarkan sosok “Kau” kesepian tanpa kehadirannya, kelak
nanti ketika hari itu akan tiba, sebab sosok “Ku” telah menyisipkan dirinya dalam “bait-bait
sajak”, pada “diantara larik-larik sajak” dan juga “di sela-sela huruf sajak”. Sehingga
nantinya sosok “Ku” tak akan pernah menghilang dan akan tetap dikenang sepanjang masa.
Puisi ini menggambarkan secara jelas tentang kesetiaan. Selain itu puisi ini juga
menceritakan sosok seorang penulis yang tidak akan hilang karena karyanya akan selalu ada.

Analisis :

● Puisi ini bertemakan kesetiaan. Kesetian dari sudut pandang tokoh “Ku” pada tokoh
“Kau” yang bisa berarti pembaca. Walaupun “Ku” dalam puisi ini sudah tidak ada
lagi, tetapi dia akan tetap setia ada bagi pembaca.

● Puisi ini banyak menggunakan diksi bermakna denotatif ataupun bermakna
sebenarnya yaitu pada kalimat “Pada suatu hari nanti” pada setiap awal bait yang
menceritakan suatu saat yang akan datang dan juga pada kalimat “Jasadku tak akan
ada lagi” yang berarti suatu saat nanti tokoh “Ku” tidak akan ada lagi di dunia ini.

● Tipografi puisi terdiri dari tiga bait. Setiap bait pada puisi ini terdapat empat baris.
Tiap-tiap baris pada puisi ini mempunyai jumlah kata yang berbeda sehingga
menimbulkan tampilan yang tidak rata kana-kiri, melainkan hanya rata kiri saja.
Antara bait satu dan yang lainnyan diberi jeda (spasi). Hal itu sebagai
penandaperpindahan bait.

● Persajakkan keseluruhan puisi menggunakan rima mutlak ataupun sama (a-a-a-a)
yaitu nanti, lagi, ini, sendiri, siasati, kucari.

● Gaya bahasanya mengguanakan kalimat repetisi “Pada suatu hari nanti” pada setiap
awal bait sebagai penegas isi puisi. Selain itu terdapat majas metafora ataupun bahasa
kiasan seperti perbandingan, hanya tidak menggunakan kata-kata perbandingan
terdapat pada kalimat, “tapi dalam bait-bait sajak ini, kau takkan kurelakan sendiri”,
“tapi diantara larik-larik sajak ini, kau akan tetap kusiasati”, dan “namun disela-sela
huruf sajak ini kau takkan letih-letihnya kucari” sebab mengumpamakan sesuatu
dengan larik, bait dalam sajak.

● Citraan puisi “Pada suatu hari nanti, jasadku takakan ada lagi” berupa citraan
pengelihatan atau visual imagery. Juga terdapat di kalimat “Pada suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi” berupa citraan pendengaran ataupun audiory imagery.

3. Sajak Rajawali - W.S Rendra
Sebuah sangkar besi
tak bisa mengubah seekor rajawali
menjadi seekor burung nuri.
Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti.
Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali.
Tujuh cakrawala, tujuh pengembara.
Rajawali terbang tinggi
memasuki sepi
memandang dunia.
Rajawali di sangkar besi
duduk bertapa

mengolah hidupnya.

Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan

yang terjadi dari keringat matahari.

Tanpa kemantapan hati rajawali

mata kita hanya melihat fatamorgana.

Rajawali terbang tinggi

membela langit dengan setia.

Dan dia akan mematuk kedua matamu,

wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka!

Isi dan pesan :

Pesan dari puisi tersebut adalah rajawali yang berjiwa bebas dan pemberani, meskipun
terjebak didalam sangakar yang tidak akan berubah jadi burung nuri yang menggambarkan
sosok yang berhati lunak dan menerima apa adanya. Langit tanpa rajawali hanyalah
hamparan luas tanpa jiwa, sebab jika rajawali hanya di sangkar ia hanya duduk mengolah
hidupnya. Seseorang yang memiliki jiwa bebas akan selalu berkeinginan untuk tetap
melakukan apa saja dengan berani. Ia akan berusaha untuk bebas dari jeratan sangkar yang
mengurungnya.

Analisis :

● Tema dari puisi ini adalah tentang kebebasan.
● Pemilihan diksi rajawali mewakili isi keseluruhan yang membicarakan tentang

kebebasan dan berani. Sedangkan burung nuri menggambarkan sosok yang berhati
lunak dan menerima apa adanya. Sangkar besi melambangkan keadaan terkurung dan
dibatasi akan dunia luar yang bebas dan berani.

● Tipografi puisi ini terdiri atas tujuh bait. Setiap bait terdiri atas 3-4 baris, berjumlah
25 baris. Puisi ini juga menggunakan huruf kapital (huruf besar) dalam mengawali
setiap kalimat puisi. Juga terdapat baris yang pendek dan sebaliknya ada juga baris
panjang.

● Persajakkan pada bait pertama yaitu “Sebuah sangkar besi tak bisa mengubah seekor
rajawali menjadi seekor burung nuri” mengandung rima mutlak atau sama (a-a-a-a)
yaitu besi, rajawali dan burung nuri. Selebihnya puisi ini memiliki sajak yang tidak
memiliki kesamaan atau tidak beraturan.

● Gaya bahasa pusi ini memiliki pengulangan kata atau repetisi pada kata Rajawali
sebanyak 9 kali, langit sebanyak 5 kali, dan tujuh sebanyak 4 kali. Juga terdapat majas
personifikasi ataupun membandingkan manusia dan benda mati yang seolah-olah
bersikap selayaknya manusia dalam bait kedua yaitu “Rajawali adalah pacar langit”,
dan pada bait ke empat yaitu “Rajawali di sangkar besi, duduk bertapa, mengolah
hidupnya.”

● Citraan puisi pada kalimat “Rajawali terbang tinggi, memasuki sepi, memandang
dunia” dan “Tanpa kemantapan hati rajawali, mata kita hanya melihat fatamorgana” :
terdapat citraan pengelihatan atau visual imagery. Kemudian pada “Hidup adalah
merjan-merjan kemungkinan, yang terjadi dari keringat matahari” : terdapat citraan
penciuman seakan-akan dapat mencium aroma dari keringat yang dihasilkan akibat
panasnya matahari. Selanjutnya pada kalimat “Rajawali terbang tinggi, membela
langit dengan setia. Dan ia akan mematuk kedua matamu” : pada kalimat tersebut
mengandung pencitraan gerak yaitu pada terbang tinggi dan juga mematuk.

4. Di laut mana tenggelamnya - Taufik Ismail

Aku berjalan mencari kejujuran

Tak tahu di mana alamatnya

Aku pergi mencari kesederhanaan

Tak tahu aku di mana sembunyinya

Aku bertanya di mana tanggung jawab
Di laut manakah tenggelamnya?
Aku berjalan mencari ketekunan
Di rimba manakah dia menghilangnya?
Aku berjalan mencari keikhlasan
Rasanya sih ada, tapi di mana, ya?
Aku berjalan mencari kedamaian
Di langit manakah dia melayangnya?
Wahai kejujuran dan kesederhanaan
Wahai tanggung jawab dan ketekunan
Wahai keikhlasan dan kedamaian
Di mana gerangan kini kalian
Zaman ini sangat merindukan kalian.
Zaman ini sangat merindukan kalian.

Isi dan pesan :
Puisi tersebut bercerita tentang sosok “aku” yang yang mencari dimana kejujuran,

kesederhanaan, tanggung jawab, ketekunan, keikhlasan, dan kedamaian. Ia mencarinya
kemanapun namun ia tak kunjung mendapatkan jawabannya dimanapun. Ia benar-benar
mencarinya karena zaman ini membutuhkan sifat tersebut untuk terus membangun kehidupan
yang aman, tentram dan damai.
Analisis :

● Tema dari puisi tersebut adalah mencari nilai-nilai kebaikan yang sudah jarang
ditemukan di zaman ini.

● Diksi dalam kalimat “Aku berjalan mencari kejujuran, kesederhanaan, tanggung
jawab, ketekunan, dan keikhlasan” memiliki diksi makna konotatif ataupun tidak
sebenarnya, karena saat berjalan tidak bisa mencari kejujuran, kesederhanaan,
tanggung jawab, ketekunan, dan keikhlasan.

● Tipografi puisi ini mempunyai 9 bait dengan masing-masing bait memiliki dua baris.
Puisi ini menggunakan huruf kapital pada setiap walan kata.

● Persajakkan pada bait “Aku berjalan mencari kejujuran, tak tahu di mana alamatnya.
Aku pergi mencari kesederhanaan, tak tahu aku di mana sembunyinya” memiliki rima
silang (a-b-a-b) yaitu kejujuran, alamatnya, kesederhanaan, dan sembunyinya.
Sedangkan pada bait “Wahai kejujuran dan kesederhanaan. Wahai tanggung jawab
dan ketekunan. Wahai keikhlasan dan kedamaian. Di mana gerangan kini kalian.
Zaman ini sangat merindukan kalian. Zaman ini sangat merindukan kalian”
mengandung rima mutlak atau sama (a-a-a-a) yaitu kesederhanaan, ketekunan,
kedamaian, dan kalian.

● Gaya bahasanya menggunakan kata repetisi tidak serupa namun memiliki arti yang
sama, seperti dalam kalimat “Aku berjalan mencari kejujuran. Tak tahu di mana
alamatnya” dengan kalimat “Aku pergi mencari kesederhanaan. Tak tahu aku di mana
sembunyinya.” Terdapat juga majas personifikasi ataupun membandingkan manusia
dan benda mati yang seolah-olah bersikap selayaknya manusia, ditandai dalam
kalimat “Wahai keikhlasan dan kedamaian. Di mana gerangan kini kalian”. Padahal
keikhlasan dan kedamaian tidak bisa dicari. Juga pada kalimat “Aku bertanya di mana
tanggung jawab. Di laut manakah tenggelamnya?”. Sebab tanggung jawab tidak bisa
tenggelam.

● Citraan puisi pada kalimat “Aku berjalan mencari kejujuran. Tak tahu di mana
alamatnya” dan “Aku berjalan mencari kedamaian. Di langit manakah dia
melayangnya?” : terdapat citraan pengelihatan ataupun visual imagery. Seakan bisa
melihat dan mencari alamat dari kejujuran dan kedamaian yang melayang di langit.

5. Cahaya dalam kelam - sutarji calzoum bachri

Di ulangtahun proklamasi
memandang bukit, laut, langit, matahari yang retak
menatap malam, bulan, jiwa yang tercabik terbenam kelam
Ketika para remaja kuyuh, layu, termangu, teler membeku
Padahal topan telah bersiap mengamuk menggasak seantero jagat
tersembelih oleh sedih, pedih lebih terkoyak koyak perih,
angan angan mendaki langit pun runtuh, patah pecah terbelah amarah parah semangat rebah
terburai darah triliunan impian punah kita menyerah kala laut pasrah,
tetapi tiba tiba terdengar suara,
kenapa matamu berdarah hanya lantaran kala tak kau percaya ada gelombang perkasa
mengendap dalam siksa.
angkat nasib itu untuk senjata
busungkan darah di kubangan luka bertempur lah kian gila
Diatas air mata,
Tulis nasib itu tulis riwayat negeri mu sendiri sejarah baru bukan ulangan masa lalu
Bila kau percaya pada percaya, bila kau setia pada setia, asal kau tetap kau
Akan terbit cahaya didalam kelam

Isi dan pesan :
Puisi ini menggambarkan Indonesia yang tidak dalam keadaan baik-baik saja, namun

para pemuda hanya diam, tidak memiliki semangat dan keinginan untuk memperbaikinya,
hanya bisa menerima keadaan buruknya saja. Namun itu semua bisa diatasi dengan perasaan

termotivasi akibat adanya nasib buruk yang menimpa, jadikan hal itu menjadi pemicu
kobaran semangat untuk mengembalikan keadaan menjadi lebih baik lagi. Dengan cara
berjuang sekuat tenaga, sehingga nantinya mampu mendapatkan hasil yang membanggakan.
Asal ada keinginan dan tindakan, akan selalu harapan dalam kegelapan.

Analisis :

● Tema dari puisi ini adalah harapan dalam keterpurukan.
● Diksi atau pemilihan kata “Angan angan mendaki langit pun runtuh” memilki diksi

makna konotatif atau bermakna tidak sebenarnya yaitu berhenti dalam mengejar
impian. Juga pada kalimat “Angkat nasib itu untuk senjata” memiliki makna
konotatif, yang sebenarnya terjadi ialah memotivasi diri dengan nasib yang menimpa
sedemikian rupa.
● Tipografi puisi ini berbentuk menjadi kesatuan dan tidak memiliki spasi pada tiap
baris yang berfungsi memisahkan antar baris untuk menjadi suatu bait.
● Persajakkan pada kalimat “patah, pecah, terbelah, amarah, parah, semangat, rebah,
terburai darah, triliunan impian punah, kita menyerah kala laut pasrah” memiliki suku
kata akhir yang sama yaitu -ah berpola a-a-a-a. Sedangkan pada kalimat “tetapi tiba
tiba terdengar suara, kenapa matamu berdarah hanya lantaran kala tak kau percaya,
ada gelombang perkasa mengendap dalam siksa. angkat nasib itu untuk senjata,
busungkan darah di kubangan luka, bertempur lah kian gila” terdapat rima mutlak
atau sama (a-a-a-a) pada suara, percaya, siksa, senjata, luka dan gila.
● Gaya bahasanya menggunakan banyak majas hiperbola ataupun mengungkapkan
suatu hal secara berlebihan. Bahkan, tidak jarang pada kalimat ungkapan majas
hiperbola ini tidak masuk akal. Seperti pada kalimat “matahari yang retak”, “jiwa
yang tercabik terbenam kelam”, “padahal topan telah bersiap mengamuk menggasak
seantero jagat”, “tersembelih oleh sedih, pedih lebih terkoyak koyak perih”, “angan
angan mendaki langit pun runtuh, patah pecah terbelah amarah parah semangat rebah
terburai darah triliunan impian punah kita menyerah kala laut pasrah”.

● Citraan puisi terdapat pada kalimat “Di ulangtahun proklamasi, memandang bukit,
laut, langit, matahari yang retak, menatap malam, bulan, jiwa yang tercabik terbenam
kelam” : terdapat citraan pengelihatan atau visual imagery yaitu pada kata
memandang. Juga pada kalimat “Ketika para remaja kuyuh, layu, termangu, teler

membeku” : pada kalimat tersebut menagndung citraan penciuman atau Olfactory
imagery yaitu sekan-akkan bisa mencium aroma air kencing dan juga citraan
pengelihatan atau visual imagery dengan seakan-akan mampu melihat remaja yang
berada dalam keadaan lemas tidak berdaya. Dan juga pada kalimat “angkat nasib itu
untuk senjata” : pada kalimat tersebut memiliki citraan Gerak atau Kinestetic imagery.

6. Sepisaupi - Sutardji Calzoum Bachri
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupoi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi

Isi dan pesan :

Sepisaupi menceritakan luka yang teramat dalam, yang bisa menciptakan luka dari
luka setajam duri akibat dosa yang pernah dilakukan. Sepusaupi juga menceritakan penulis
yang berduka dan menyesal terhadap diri yang lukanya makin terasa saat sepi. Semua luka ia
pikul sendiri tanpa ada satupun orang yang akan membantu. Maka luka yang membawa
kesepian yang mendalam dapat mengantarkan seseorang untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan.

Analisis :

● Bertemakan luka yang mengantarkan pada kesepian.
● Puisi tersebut merupakan puisi kontenporer atau puisi bebas bermain diksi dan tidak

beraturan, hanya sesuai keinginan penyair pada ketidak laziman menggunakan
pasangan kata. Pada tiga baris pertama, kata sepisau luka, sepikul dosa, dan serisau
diri dapat dimaknai sebagai bentuk introspeksi diri terhadap dosa-dosa dan luka-luka
yang membawa kerisauan pada diri kita Sementara itu, pada baris terakhir,
kata pisauNya adalah kata kunci sehingga kita tahu bahwa pengarang ingin
mengingatkan kita kepada Tuhan.
● Tipografi puisi terdiri dari tiga bait, masing - masing bait terdiri dari empat baris.
Pada awal baris puisi ini menggunakan huruf konsonan “S” dan di akhiri dengan
vokal “I”. Selain itu pada puisi ini juga terdapat pengulangan kata yang terdapat pada
hampir di semua baitnya.
● Persajakkan keseluruhan puisi menggunakan rima mutlak ataupun sama (a-a-a-a)
yaitu duri, sepi, diri, dan nyanyi.
● Gaya bahasanya menggunkan kalimat repetisi pada sepi yang disisipkan dalam kata
lain, seperti sepisau atau sepikul yang membuat kita tahu bahwa subjek yang
dibicarakan dalam puisi di atas adalah sepi. Kalimat repetisi juga terdapat pada
“sepisaupa sepisaupi” yang bermakna penegasan terhadap perasaan tentang kesepian.

● Citraan puisi pada “sepisau luka sepisau duri” terdapat citraan perabaan atau tactile
imagery yang mengambarkan tajamnya duri hingga mampu membuat luka. Dan juga
pada kalimat “sepikul dosa sepukau sepi” dan “sepisau sepi sepisau nyanyi” yang
mengandung citraan pendengaran atau auditory imagery pada kata sepi dan juga
nyanyi.

7. Aku tidak pernah betul-betul pulang - Aan Mansyur di buku Kumpulan Puisi Tidak
Ada New York Hari Ini
Aku tidak pernah betul-betul pulang. Tidak
bisa. Ke semua tempat kuseret tubuh sendiri
sebagai petualang tersesat - bahkan di negeri
jauh tempat aku lahir dan seorang perempuan
mengajariku tersenyum kepada diri
sendiri.
Tidak pernah ada rumah. Tidak ada.
Cuma ada mimpi buruk yang sekali waktu
terburu-buru membangunkan dan meminta
aku pergi. Membelahku. Mengubah ingatan
jadi hukuman. Meletakkan jiwaku di antara
keinginan dan keengganan kembali, di antara
perkara-perkara yang mungkin dan tidak
mungkin selesai.
Kulihat diriku tertimbun reruntuhan masa
remajaku di kota yang mencintai para pembenci.
Kulihat ayah di pekarangan memasukkan serpihan-
serpihan kaca jendela ke saku celana. Ibu tidak ada
di dapur dan di mana-mana. Tetapi, di jalan-jalan,

negara melintas sebagai perayaan ringkasan hura-hura yang tidak pernah tuntas.

Setiap hari tumbuh retakan baru di tubuhku.

Kuterima seluruh seolah kelak terbit matahari

lain dari sana. Ribuan matahari.

Isi dan pesan :

Puisi ini menceritakan tokoh “Aku” yang tak pernah betul-betul memiliki tempat
untuk pulang ataupun tempat untuk bisa mencurahkan segala pikiran dan isi hatinya bahkan
kepada sosok ibunya. Ia tak pernah punya sosok rumah atau seseorang yang dapat menjadi
tempatnya terbuka dan mendapatkan rasa nyaman. Sebab yang ada selama ini hanya mimpi
buruk, yang mengubah ingatan jadi hukuman, yang meletakan jiwa diantara perkara-perkara
yang mungkin dan tidak mungkin selesai. Ia melihat dirinya pada masa remaja masih terjebak
pada kenangan masa lalu, tentang sosok ayahnya yang menyedihkan dan ibunya yang tak
pernah berperan apa pun dihidupnya. Dan dissat semua kejadian buruk itu terjadi, semua
yang ada didunia seakan tetap baik-baik saja, yang merasakan kesedihan hanya dirinya saja.
Maka dari itu, ia memilih untuk menerima itu semua. Ia yakin bahwa suatu saat nanti ia akan
mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya.

Analisis :

● Bertemakan tentang penerimaan bahwa tidak ada tempat untuk kembali dan tak ada
satupun yang dapat memahami.

● Diksi kalimat “Kulihat diriku tertimbun reruntuhan masa remajaku di kota yang
mencintai para pembenci” memiliki makna konotataif ataupun tidak sebenarnya
,sebab kota tidak mungkin mencintai pembenci dan juga maksud diri terimbun
reruntuhan masa remaja adalah diri yang masih terjebak pada kenangan masa lalu.

● Tipografi puisi tersebut memiliki 4 bait. Tiap-tiap bait puisi tersebut berbentuk satu
kesatuan tanpa dipisahkan spasi, sehingga tidak memiliki baris secara langsung.
Ditulis dengan bentuk rata kiri dan menggunakan huruf kapital untuk setiap awalan
kata.

● Sajak dalam puisi ini tidak memiliki kesamaan atau tidak beraturan.
● Gaya bahasa terdapat majas repetisi pada kalimat “Aku tidak pernah betul-betul

pulang. Tidak bisa.” sebagai penegasan bahwa memang sudah tidak ada celah untuk
pulang. Juga terdapat majas repetisi juga terdapat pada kalimat “Tidak pernah ada
rumah. Tidak ada.” yang berfungsi menggambarkan penekanan terhadap tidak pernah
ada rumah sama sekali.

● Citraan puisi “Ke semua tempat kuseret tubuh sendiri sebagai petualang tersesat”
memiliki citraan gerak atau kinestetic imagery yaitu kuseret. Sedangkan pada kalimat
“Kulihat ayah di pekarangan memasukkan serpihan-serpihan kaca jendela ke saku
celana.” terdapat citraan pengelihatan ataupun visual imagery yang mebuat pembaca
seakan-akan mampu melihat ayah di pekarangan.

8. Peringatan - Wiji Tukhul

jika rakyat pergi

ketika penguasa pidato

kita harus hati-hati

barangkali mereka putus asa

kalau rakyat sembunyi

dan berbisik-bisik

ketika membicarakan masalahnya sendiri

penguasa harus waspada dan belajar mendengar

bila rakyat tidak berani mengeluh

itu artinya sudah gawat

dan bila omongan penguasa

tidak boleh dibantah

kebenaran pasti terancam

apabila usul ditolak tanpa ditimbang

suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

dituduh subversif dan mengganggu keamanan

maka hanya ada satu kata: lawan!

Isi dan pesan :

Puisi yang ditulis pada masa reformasi ini menceritakan mengenai perlawanan
terhadap ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah. Orde baru menggulingkan segala
bentuk perlawanan dan sewenang-wenang bertindak. Dalam puisi ini menjelaskan bahwa
banyak hal yang terjadi pada pihak pemerintahan pada saat itu. Jika kondisi rakyat acuh dan
tidak mendengar pemerintah, bila pemerintah mengrampas hak bicara, dan ketika kebenaran
tidak bisa diperoleh dimanapun. Hal itu nantinya yang akan membawa Indonesia dalam
keterpecah belahan, cerai-berai, dan tak memilki tujuan bernegara lagi. Maka yang perlu
dilakukan adalah dengan melawan dan menentang tindakan yang menghalangi kebebasan
tersebut.

Analisis :

● Tema mengenai perlawanan rakyat terhadap penguasa yang zalim, terdapat pada bait
terakhir.

● Diksi keseluruhan puisi ini menggunakan makna denotatif yaitu bermakna
sebenarnya. Penggunaan kata ditimbang pada klimat “apabila usul ditolak tanpa
ditimbang”, memiliki arti bahwa apabila usul ditolak tanpa dipertimbangkan terlebih
dahulu. Kata “subversif” meiliki arti yaitu gerakan dalam usaha atau rencana
menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan menggunakan cara di luar undang-undang.
Makna kata lawan pada terakhir puisi tersebut adalah menentang tindakan yang
menghalangi kebebasan berpendapat.

● Tipografi puisi ini memiliki bentuk tiga bait. Pada bait pertama terdapat 4 baris. Pada
bait kedua terdapat 9 baris. Dan pada bait ketiga terdapat 4 baris. Puisi ini ditulis rata
kiri dan tidak menggunakan huruf kapital pada awal kalimat.

● Sajak dalam puisi ini tidak memiliki kesamaan atau tidak beraturan.
● Gaya bahasa terdapat majas personifikasi atau pun majas yang mengibaratkan sifat

manusia ke dalam benda-benda atau makhluk di luar manusia pada kalimat “apabila
usul ditolak tanpa ditimbang”
● Citraan puisi terdapat pada kalimat “jika rakyat pergi, ketika penguasa pidato” dan
“kalau rakyat sembunyi dan berbisik-bisik” mengguanakan citraan penglihatan atau
visual imagery pada kata pergi dan sembunyi, sedangkan pada kata pidato dan
bisik-bisik menggunakan citraan pendengaran atau audio imagery.

9. Tuhan, Kita Begitu Dekat - Abdul Hadi WM

Tuhan

Kita begitu dekat

Sebagai api dengan panas

Aku panas dalam apimu

Tuhan

Kita begitu dekat

Seperti kain dengan kapas

Aku kapas dalam kainmu

Tuhan

Kita begitu dekat

Seperti angin dengan arahnya

Kita begitu dekat

Dalam gelap

Kini aku nyala

Pada lampu padammu.

Isi dan pesan :

Puisi tersebut menceritakan penulis yang merasa dekat dengan Tuhan dan tak
terpisahkan sebab memiliki iman. Pesan yang terdapat pada puisi tersebut ialah hendaknya
kita selalu meningkatkan rasa keimanan kepada Tuhan sebab hanya rasa keimananlah yang
mampu mendekatkan hubungan antara manusia dengan Tuhan.

Analisis :

● Tema puisi adalah mengenai ketuhanan, menggambarkan betapa dekatnya hubungan
penyair dengan Tuhannya. Kata “Tuhan, kita begitu dekat” yang disebutkan beberapa
kali memperkuat bukti tersebut, bahwa penyair seperti sudah menyatu dengan Tuhan.

● Pemilihan kata “Tuhan, kita begitu dekat” menggambarkan betapa dekatnya
hubungan penulis dengan Tuhannya. Dan juga kedekatannya dengan Tuhan sampai
membuat jalan hidupnya lurus di jalan Tuhan. Seperti dalam larik ketiga yang
berbunyi, “Seperti angin dengan arahnya”.

● Tipografi puisi tersebut memiliki 4 bait dengan masing-masing bait memiliki 3 baris
pada bait pertama hingga ketiga, sedangkan pada bait keempat memiliki 4 baris. Puisi
ini berbentuk rata kiri dengan huruf kapital pada setiap awal kalimat.

● Sajak dalam puisi ini tidak memiliki kesamaan atau tidak beraturan.
● Gaya bahasa puisi ini memiliki majas metafora ataupun analogi yang membandingkan

dua, seperti pada kalimat “Sebagai api dengan panas. Aku panas dalam apimu” yang
menggambarkan hubungan erat antara api dengan panas yang merupakan
perbandingan hubungan kedekataan antara manusia dengan Tuhan. Majas ini juga
ditemukan pada kalimat “Seperti kain dengan kapas. Aku kapas dalam kainmu.
Seperti angin dan arahnya” yang menunjukkan perbandingan hubungan antar

amanusia dengan Tuhan yang telah menyatu dan sulit untuk dipisahkan, sebab
tuhanlah yang memberikan arah yang dituju manusia. Selain itu, terdapat majas
personifikasi ataupun kiasan yang menggambarkan baramg atau benda mati yang
seolah-olah memiliki sifat-sifat manusia. Seperti pada kalimat “Dalam gelap. Kini aku
nyala. Pada lampu padammu”. Dalam kalimat ini lampu memiliki arti menyalanya
rasa kepercayaan atau iman kepada Tuhan.

● Citraan puisi terdapat pada kalimat “Tuhan. Kita begitu dekat. Sebagai api dengan
panas. Aku panas dalam apimu” memiliki citraan perabaan atau tactile imagery,
seakan-akan kita bisa merasa panas karena api yang bermakna dekat dengan tuhan.
Juga pada kalimat “Tuhan. Kita begitu dekat. Seperti angin dan arahnya. Aku arah
dalam anginmu” memiliki citraan pengelihatan atau visual imagery, yaitu seolah-olah
mampu melihat arah.

10. Dari Bentangan Langit - Emha Ainun Najib

Dari bentangan langit yang semu

Ia, kemarau itu, datang kepadamu

Tumbuh perlahan. Berembus amat panjang

Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan

menyapu hutan !

Mengekal tanah berbongkahan !

datang kepadamu, Ia, kemarau itu

dari Tuhan, yang senantia diam

dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap. Yang tak menoleh
barang sekejap.

Ia, kemarau itu,datang kepadamu

Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang

Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan !

Mengekal tanah berbongkahan !

datang kepadamu, Ia, kemarau itu

dari Tuhan yang senantia diam dari tangan-Nya.

Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap.

Yang tak menoleh barang sekejap.

Isi dan pesan :

Isi puisi tersebut ialah Tuhan yang telah memberi banyak sekali nikmat yang tiada
tara jumlah dan banyaknya, oleh karena itu sudah kewajiban kita untuk bersukur atas segala
apa yang telah dilimpahkan oleh-Nya tentunya bagi orang-orang yang berfikir.

Analisis :

● Tema tentang nikmat yang telah dilimpahkan-NYa.
● Diksi memuat “-Nya” yang merujuk pada Tuhan. Juga pada kata “kemarau” dalam

puisi ini dapat menggambarkan cobaan yang datang di hidup manusia, sebab kemarau
identik dengan kekeringan, kelangkaan, dan kesulitan-kesulitan lain yang terjadi.
● Tipografi dalam puisi ini berbentuk satu kesatuan tanpa spasi yang memisahkan antar
bait. Rata kiri dan menggunakan huruf kapital pada awal kalimat.
● Sajak dalam puisi ini tidak memiliki kesamaan atau tidak beraturan.
● Gaya bahasa majas personifikasi ataupun majas yang megatributkan perilaku manusia
pada objek yang bukan manusia, yaitu pada kalimat “kemarau itu, datang kepadamu”.
Padahal pada kenyataannya kemarau tidak bisa ‘datang’ seperti datangnya manusia ke
suatu tempat.

● Citraan puisi pada kalimat “datang kepadamu, Ia, kemarau itu” dan “Yang tak
menoleh barang sekejap” memiliki citraan peneglihatan ataupun visual imagery.
Kemudian kalimat “Dari Tangan yang dingin” merupakan citraan perabaan atau
tactile imagery. Sedangkan kalimat “dan tak menyapa yang senyap” termasuk dalam
citraan pendengaran ataupun audio imagery.

2

ANALISIS NOVEL

1. Judul : Entrok

● Halaman : 288
● Pengarang : Okky Madasari
● Tokoh dan penokohan :

o Marni : kerja keras, berkemauan keras, religius
o Orang tua Tinah : Sombong, Jahat
o Teja : Tidak tahu untung, pemalas
o Rahayu : pemberani, keras kepala
o Nyai Wedana, Pak Guru Dukun, dan Istri Lurah Singget : murah hati, penolong
● Tema : sosial
● Jalan cerita : campur (maju-mundur)
● Latar : desa
● Respon :

o tidak menghakimi orang lain
o bertoleransi pada perbedaan yang dimiliki sesama
o kita harus melawan dan jangan mau ditindas
o jangan takut bermimpi
o kita harus berusaha dan pantang menyerah sampai kapan pun
o bijaksana lah, jangan hanya memandang sesuatu dan satu sisi
o jangan menganggap materi sebagai segalanya dan mau diperbudak
● Isi cerita :

➢ Sumarni, seorang perempuan Jawa lahir di tengah keluarga miskin. Marni
yang hanya tinggal berdua dengan ibu atau simboknya mengalami masalah
saat masuk masa pubertas. Ia merasa mringkili (payudara mulai tumbuh)ada
yang tumbuh di dadanya, yaitu payudara yang membesar. Marni merasa
terganggu dengan payudara yang mulai muncul dan membuat ia tidak bebas
bergerak. Marni pun menginginkan entrok (BH atau bra), seperti milik
sepupunya, Tinah. Namun, entrok pada masa itu termasuk barang yang mewah
dengan harga cukup mahal. Simbok yang tiap hari pekerjaannya hanya dibayar
dengans ingkong tentu saja tidak dpat membelikan Marni entrok. Dari
keinginannya untuk memiliki entrok, mulailah Marni memutar otaknya,
bagaimana agar dia mendapatkan entrok. Setiap hari Marni yang masih belia
menjadi kuli angkat barang di Pasar Ngranget hingga memiliki uang untuk
membeli entrok. Meskipun ia menyadari bahwa tak banyak yang
menggunakan jasanya karena tenaga yang ia miliki kalah dengan laki-laki,
namun Nyai Wedana, Pak Guru Dukun, dan Istri Lurah Singget tetap
mengguanakn jasanya. Suatu malam, Marni bermimpi memiliki entrok yang
terbuat dari sutra, dihiasi intan dan pertama yang bisa dipamerkan di
sepanjang jalan ke pasar. Semua perempuan yang milihat entrok itu takjub dan
iri pada Marni. Inilah yang membuat Marni termotivasi untuk bekerja apa pun.
Ia ingin mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya agar dapat memiliki entrok
seperti itu. Dari uang tabungan Marni yang sedikit, ia menganti pekerjaannya.
Ia membeli sayuran dan menjualnya ke rumah-rumah warga desa sebagai
pedagang sayur keliling. Setelah itu Marni menikah dengan Teja, seorang kuli
angkut di pasar. Waktu berjalan dan hasil Marni menjual sayur semakin
banyak dan laris. Perlahan-lahan ekonomi Marni terangkat hingga ia menjadi
berjualan perabotan rumah tangga yang bisa dicicil. Tetangga-tetangga Marni
pun mulai meminjam uang padanya dan Marni meminjamkan mereka degan
niat membantu. Tetapi karena mereka selalu meminjam, maka Marni pun
menetapkan peraturan bunga pinjaman ditetapkan 10%. Namun, pembayaran
utang dan bunganya boleh dikredit. Setiap hari Marni melakukan pekerjaannya
dengan ulet dan bersemangat. Berbeda dengan suaminya yang hanya
manut-manut dan suka mabuk-mabukan. Teja juga suka main perempuan.
Rahayu, anak Marni pun tidak pernah mendukung ibunya. Ia membenci
ibunya dan selalu melawan sebab menganggap ibunya sebagai orang berdosa.

Rahayu mendengar dari warga sekitar dan gurunya, bahwa ibu Rahayu adalah
seorang yang menyembah leluhur, memberi makan setan, dan memelihara
tuyul. Inilah yang membuat Marni yang dulunya tidak punya apa-apa sekarang
menjadi salah satu orang kaya di Singget. Marni yang menyembah Mbah Ibu
Bumi Bapa Kuasa disalahkan oleh anaknya, sebab seharusnya yang disembah
adalah Gusti Allah. Marni yang tidak mengenal Gusti Allah pun tidak dapat
menyembah kepada-Nya dan Rahayu tidak mau mengenalkan-Nya pada
ibunya. Orang-orang di desa Marni pun selalu mencaci Marni di depan atau di
belakang Marni, menganggap Marni rentenir dan hanya seorang lintah darat,
walau mereka tak henti meminjam uang Marni. Bukan hanya warga desa,
aparat pun selalu memeras Marni dengan setoran. Tentara atau polisi
menjadikan uang sebagai kunci keamanan. Marni juga dipaksa menjadi
penyumbang rutin tiap kali kampanye partai kuning milik pemerintah. Suatu
hari saat periode pemilu, Marni meminjamkan mobil dan supirnya untuk
kampanye, yang berakhir dengan kecelakan. Mobil rusak masih harus kena
uang keamanan, dan selanjutnya kematian supir yang terkabar sebagai tumbal
pesugihan. Rahayu menuntut ilmu di Yogykarta dengan restu orang tuanya
yang rela melakukan apa saja untuk pendidikan anaknya, agar anaknya dapat
menjadi sarjana pertama di desa mereka, agar Rahayu dapat menjadi pegawai,
tidak seperti kedua orang tuanya yang buta huruf. Marni yang menyimpan
semua harapan pada anaknya satu-satunya harus dikecewakan dengan
keinginan Marni untuk dinikahkan dengan Amri, seorang dosennya yang
sudah memiliki istri. Marni yang awalnya tidak menyetujui akhirnya member
kebebasan pada anaknya yang keras kepala. Rahayu pun meninggalkan
desanya. Ia pun kini memiliki usaha lain yaitu sebagai juragan tebu. Kemudian
suaminya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan Teja meninggal.
Seorang teman Marni yaitu Koh Cahyadi, seorang pengusaha cina yang
mengajarinya menyembah Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa, datang kerumahnya.
Ia menjadi seorang buronan karena bketahuan menyumbang sejumlah uang
pada latihan tari naga di klenteng yag ada di Surabaya, yang tampil di
lapangan saat tahun baru padahal hal itu dilarang oleh aparat. Kemudian ia
harus menyetor ke aparat agar tidak dimasukkan ke penjara karena telah
menyebuyikan singkek dirumahnya, namun Koh Cahyadi tetap harus masuk
dipenjara. Saat slametan tujuh ratus harian Teja, seorang perempuan dan

anaknya datang pada Marni. Endang Sulastri bilang bahwa anaknya adalah
anak Teja yang seharusnya mendapat jatah atau warisan. Pak Lurah
menyatakan bahwa anak laki-laki itu berhak menerima warisan, maka dari itu
marni membawa Komandan Sundi, seorang petinggi aparat yang akan
membantunya untuk menuntut keadilan karena harta yang ia punya sekarang
bukan hasil Teja yang bisa dibagi dengan orang lain. Kemudian Marni
bertemu dengan Marijo, pegawai pembayaran pabrik gula. Ia sering menginap
dan menjadi teman ngobrol Marni yang kesepian. Rahayu dan Amri tinggal di
tempat Kyai Habsi untuk mengajarkan agama. Suatu hari mereka pergi ke
daerah Merapi yang tengah terkena musibah, terjadi kekeringan dan mereka
dipaksa unuk pindah oleh aparat karena akan dijadikan waduk. Mereka
memabntu warga untuk menentang terkait penggusuran tersebut, hingga Amri
menjadi korban penembakan dari aparat dan meninggal dunia. Rahayu tetap
membantu warga hingga dirinya harus ditahan di Semarang karena
perbuatannya. Marni mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Suaminya,
Teja telah meninggal dalam sebuah kecelakaan, sementara usahanya bangkrut.
Tebu yang ia tanam tidak laku karena pabrik gula yang bangkrut, tanahnya
nyaris habis karena diperas tentara, sedangkan usaha kreditnya mati sebab
orang desa mendapat kredit dari bank. Ia dikejutkan lagi dengan kabar bahwa
anaknya, Rahayu ada di penjara. Marni menebus Rahayu dengan satu-satunya
tanah yang miliki hingga ia tak punya apa-apa lagi. Namun, Marni tetap
bersyukur karena masih memiliki Rahayu. Rahayu yang sekarang bukan
Rahayu yang dulu. Sekarang ia pendiam, penurut, dan hanya mau tinggal di
rumah. Hidupnya seperti tidak ada artinya lagi. Ternyata, Rahayu dicap PKI,
ia pernah dipenjara. Marni tetap ingin membahagiakan anaknya. Ia mencari
pemuda yang mau menikah dengan anaknya. Setelah mendapatkan Sutomo,
anak tukang andong di dekat pasar, Marni menyiapkan semua persiapan
pernikahan. Namun, tiba sehari sebelum menikah, Sutomo dan ayahnya datang
ke rumah Marni dan meminta pembatalan pernikahannya dengan Rahayu
sebab baru tahu bahwa calon istrinya PKI. Ia tidak mau dan merasa tertipu.
Saat itu juga, Marni seketika menjadi gila, ia mulai meranacu bahwa putrinya
akan menikah dan ia akan segera punya cucu.. Sementar Rahayu sudah
menerima nasib, bahwa tak ada yang mau dengannya, seorang korban yang
di-PKI-kan.

2. Judul : Di Tanah Lada

● Halaman : 244
● Pengarang : Ziggy Zezyazeoviennazabrizkie
● Tokoh dan penokohan :

o Ava : pintar, ingin tahu, jujur dan apa adanya, penurut
o Mama Ava : mengalah pada suami, penyayang
o Papa Ava : menakutkan, pemarah, kasar, tidak menghargai orang lain, egois
o Kakek Kia : baik, pintar
o Tante Lisa dan Om Ari : pemurah, baik
o P (prince, pepper, patibrata praharsa) : skeptis dan pesimis, tegar, dan baik hati
o Kak Suri : peduli, memiliki pergaulan bebas
o Mas Alri : penyayang, perhatian
● Tema : sosial
● Jalan cerita : campur (maju-mundur)
● Latar : rusun nero, tempat judi, hotel kristal, rumah sakit, rumah bapak dan ibu tukang
sate, stasiun dekat monas, pelabuhan dan kapal, pantai,
● Respon : jangan melakukan kekerasan kepada anak dan istri karena bisa membuat
keharmonisan keluarga berkurang. Selain itu, kita akan belajar bahwa kasih sayang
kepada anak penting untuk diberikan
● Isi cerita :
➢ Salva atau Ava adalah seorang anak berusia 6 tahun yang suka membaca kamus

Bahasa Indonesia pemberian Kakeknya sejak umue 3 tahun. Ia akan membawa kamus
itu kemana pun ia pergi, tiap kali ada kosa kata yang tidak diketahui dia akan mencari
maknanya dikamus tersebut, walaupun tidak semua kosakata dapat dia pahami,
namun Ava tumbuh menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia. Kepergian Kakek
Kia membuat Ava dan keluarganya harus pindah ke sebuah rusun kumuh yang berada
cukup jauh dari perkotaan bernama Rusun Nero. Hal tersebut disebabkan oleh
keegoisan ayahnya yang suka berjudi dan tidak menyukai Ava, bahkan dulu Ava
hendak dinamai Saliva karena Ayahnya menganggap dirinya tidak berguna. Rusun
jelek itu berada didekat kasino favorit si tokoh ayah. Setelah mendapatkan warisan

dari Kakek Kia, perilaku ayah Salva semakin menggila. Ia menjadi semakin kasar dan
semakin giat berjudi. Setiap hari ia akan pergi berjudi dan Ibu Ava harus ikut
menemaninya. Namun Ibunya lupa untuk memberikan kunci agar Ava bisa masuk ke
kamar, ia harus menunggu di koridor yang banyak kecoannya. Di wargteg yang
berada di rusun Nero, Ava bertemu P. Anak anak pengamen laki-laki berusia 10 tahun
yang membantunya memotong ayam. Menurut P, Ava aneh karena menggunakan kata
yang yang terkesat sangat formal ketika berbicara. Menurut Ava, P aneh karena
namanya hanya terdiri dari satu huruf. Keanehan yang dimiliki keduanya membuat
mereka ingin lebih mengenal satu sama lain hingga mereka suka bermain bersama
karena ternyata mereka tinggal di tempat yang sama. Selain tempat tinggal, ternyata
mereka memiliki sifat ayah yang sama, kasar dan suka menyiksa anak mereka. Ava
dan mamanya sering mengalami kekerasan yang dilakukan oleh Papanya, saat
keluarga Ava baru pindah ke Rusun Reno, di ruang yang mereka tempati hanya ada 1
kamar tidur dan 1 kamar mandi dan Ava tidak diperbolehkan tidur dikamar, karena itu
kamar Papanya dan juga Papanya tidak mau tidur dengan Ava. Maka diri itu di hari
pertama setelah pindah ke rusun Reno Ava gadis kecil ber-umur 6 tahun tidur dikamar
mandi sedangkan mamanya tidak bisa berbuat banyak karena Papa Ava akan
melakukan kekerasan jika tidak menuruti perintahnya, alhasil Mama Ava hanya bisa
menangis, diam, dan hanya bisa merawat Ava jika Papa Ava tidak berada dirumah.
Suatu hari Ava sedang tidur dikoper yang penuh dengan baju, yang disarankan oleh P,
karena Ava tau kamar tidur yang ada hanya 1 di rusun itu, dan hanya boleh ditempati
oleh Papanya saja maka dia tidur dikoper dari pada harus tidur di kamar mandi lagi.
Kemudian Papa Ava melihat Ava tidur di koper alhasil Papa Ava marah besar dan
hendak mengunci Ava didalam koper. Mama Ava tentu marah, mereka bertengkar
hebat hingga tetangga berusaha merelai, tapi yang namanya pasti selalu menang
dalam pertarungan, Papa Ava mengganggap orang-orang terlalu mencampuri urusan
keluarganya. Hari itu juga Mama pergi meninggalkan Papa dan berniat untuk tinggal
bersama Tante Lisa dan Om Ari. P juga sering kali mengalami kekerasan yang di
lakukan oleh Papanya, karena Papa P ini tidak suka melihatnya, sehingga P membuat
tempat tinggal sendiri di dalam rumah dengan beberapa tumpukan kardus hingga
membentuk rumah dan sering mengganti bentuknya agar tidak ketahuan kalau P
bersembunyi didalamnya. Selain tidak dicintai dan sering diperlakukan kasar, P yang
masih kecil juga dipaksa untuk menjadi tulang punggung bagi dirinya sendiri, ia
membeli sendiri sepeda dan ponselnya, serta membayar biaya sewa rusun Nero. Hari

itu, P mengunjungi Ava yang masih berada dihotel untuk segera pindah ke rumah
Tante Lisa dan Om Ari. P bersama Kak Alri mengantarkan Ava ke rusun nero untuk
mengambil kamusnya yang tertinggal. Kemudian mereka bermain di tumpukan
kardus tempat P tidur, namun ayah P pulang dan langsung marah hingga menyetrika
lengan P. Kak Suri dan Alri langsung membawa P ke rumah sakit. Selesai diobati, P
dan Ava keluar jalan-jalan. Disana P resah karena tau papanya akan dipenjara dan ia
tak lagi punya siapa-siapa. Maka dari itu Ava P kabur berniat kabur, Ava mengajak P
untuk tinggal dirumah neneknya di Tanah Lada dan menjanjikan bahwa hidupnya
akan lebih bahagia. Sebab disana terdapat bintang tidak seperti di ibu kota, sehingga
harapan mereka pasti akan dikabulkan. Mereka pergi menjual hp dan membeli sepeda.
Mereka berniat untuk tidur di masjid, namun saat mereka makan sate. Ibu dan Bapak
Sate menawarkan untuk menginap dirumah mereka. Kemudian paginya, mereka pergi
ke stasiun untuk membeli tiket. Namun saat disana, Mas Arli menemukan mereka dan
berniat menemani mereka untuk bisa ke rumah Nenek Ava. Mama Ava juga ikut
menyusul mereka. Diperjalanan diperjalan menuju rumah nenek Ava, P menemukan
fakta bahwa Papa yang selama ini tinggal bersamanya bukan Papa kandungnya,
melainkan orang lain. Sedangkan yang dia anggap kakak-kakak baik yang merupakan
tetangganya, ternyata mereka adalah Papa dan Mama kandung P. Kak Suri dan Mas
Arli adalah orang tua kandung P, yang dimana saat mereka masih berumur tujuh belas
tahun. P kecewa karena menurutnya Papanya dan juga Mas Arli dan Kak Suri sama
jahatnya karena telah menyakiti dirinya. TApi dari hati terdalamnya, ia merasa sedih
karena Papa, Mas Arli dan Kak Suri bukan orang tua yang baik. Pun begitu juga
dengan Ava. Rombongan Mas Arli menginap didekat pantai. Malamnya, Ava dan P
berbincang-bincang dan Ava memberikan nama untuk P yaitu Patibrata Praharsa yang
berarti sehidup semati. Lalu P mengajak Ava untuk pulang dan mengajaknya untuk
pergi ke bintnang dan terbang. Mereka bedua lompat dari ujung jembatan kayu yang
berhadapan langsung dengan permukaan laut.

3. Judul : Gadis Kretek

● Halaman : 274
● Pengarang : Ratih Kumala
● Tokoh dan penokohan :

o Lebas : berjiwa seni, cuek, jujur, mau berisiko, bicara ceplas-ceplos, apa adanya,
tetapi memiliki kepedulian pada orang lain terutama kepada mereka yang memang
perlu dibantu.

o Tegar :sebagai anak pertama yang dipercaya oleh keluarga untuk mengelola rokok
kretek Djagad Raja dia bersikap tegas dan punya prinsip yang kuat serta
mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pabriknya serta sosok pemimpin
yang tahu diri.

o Karim : memiliki sifat dewasa dan selalu melerai ketika Tegar dan Lebas bertikai
o Soedjagad : pembohong
o Idroes Moeria : pekerja keras, tekun, ulet, tidak mudah menyerah, dan berprinsip

kuat
o Roemaisa : pendiam, ramah dan santun. Ia patuh danhormat pada orang tua serta

bertanggung jawab. Sebagai seorang istri, Roemaisa sosok istri yang setia pada
suami dan tegas bertindak, sekalipun pada saatnya bisa emosional.
o Dasiyah (Jeng Yah): anak pertama Idroes Moeria dan Roemaisa. Dasiyah
digambarkan sebagai seorang gadis cantik, ceria, dan ramah.
o Soeraja: pemuda yang rajin, pintar, berkemauan keras sekalipun pada akhirnya ia
akan menjadi orang yang tidak bertanggung jawab.
o Purwanti : pencemburu dan sensitif

● Tema : sosial
● Jalan cerita : campur (maju-mundur)
● Latar : Kota M, Kudus, Jakatra
● Respon : serapi apa pun rahasia disimpan pada saatnya akan terbongkar, kerja keras

akan berbuah kesuksesan, kebaikan dan kejujuran seseorang akan membuahkan
kedamaian dan kegembiraan,
● Isi cerita :
➢ Kondisi kesehatan Pak Soeraja, pemilik kretek nomor 1 di Indonesia yang terus

menurun. Dalam keadaan sekarat, ada satu nama perempuan yang selalu ia
sebut-sebut. Dan sayangnya itu bukan nama istri beliau, melainkan Jeng Yah. Ketiga
putranya, pewaris Kretek Djagad Raja yakin kalau permintaan terakhir romonya
adalah bertemu dengan Jeng Yah. Lebas (anak terakhir), Karim (anak kedua), dan
Tegar (anak pertama), hendak mewujudkan permintaan romonya itu. Akan tetapi,
mengingat penyakit strok yang berhasil membuat romonya susah berbicara dan hanya

mengatakan Kota Kudus membuat mereka kesusahan menggali informasi siapa dan di
mana Jeng Yah kini berada. Sementara jika bertanya dengan ibunya, Purwanti,
mereka takut membuat ibunya meradang sebab tanpa disangka di usia senjanya nama
Jeng Yah sukses membuat ibu mereka termakan api cemburu. Berpacu dengan
malaikat maut, berbekal dengan secuil informasi dari romonya, mereka pun pergi ke
pelosok Jawa untuk menemukan Jeng Yah. Setting cerita mundur ke masa sebelum
kemerdekaan, dengan seorang tokoh bernama Idroes Moeria, seorang pemuda yang
bekerja sebagai pelinting rokok di pabrik milik Pak Trisno. Dari Pak Trisno inilah
Idroes Moeria belajar banyak tentang pembuatan rokok dan banyak hal. Ia memiliki
teman sebaya yang bernama Soedjagad. Idroes muda ini diam-diam menyukai
seorang gadis, anak Juru Tulis bernama Roemaisa. Namun ternyata, diam-diam
Soedjagad juga menyukai gadis itu dan Idroes mengetahuinya. Soedjagad melamar
gadis itu terlebih dahulu, namun ditolak, karena Juru Tulis ingin suami anaknya bisa
membaca, seperti Roemaisa. Karena rupanya Roemaisa mencintai pemuda lain, yakni
Idroes, maka diberitahukannya kepada Idroes Moeria dengan dua kata, "Belajar
membaca." Idroes mengikuti petunjuk itu. Situasi politik saat peristiwa itu terjadi
adalah, Jepang datang untuk menjajah kota M, setting di mana cerita ini digelar.
Pabrik Pak Trisno bangkrut, semua hartanya diambil oleh Jepang. Sisa tembakau
milik Pak Trisno dibeli oleh Idroes dengan uang yang dikumpulkannya, dan dengan
itu ia memulai sendiri pabrik rokoknya dengan merek dagang Klobot Djojobojo,
ditulis tangan dengan tulisan yang tidak rapi. Namun ternyata, Soedjagad pun
melakukan hal yang sama dengan Idroes Moeria, membuat rokok sendiri dengan
nama Klobot Djagad. Idroes memiliki pesaing baru, yakni temannya sendiri. Bersama
ibunya, Idroes Moeria melamar gadis itu dan tak lama keduanya akhirnya
menikah.Usahanya pun semakin lancar, apalagi saat mengetahui dua bulan kemudian
bahwa istrinya tengah mengandung. Idroes ingin mengembangkan usahanya dengan
mencetak desain untuk etiketnya. Saat hendak mencetak itulah, sebuah kejadian tak
terduga terjadi. Idroes diangkut oleh Jepang dan dibawa ke Soerabaia. Istrinya
dirundung kesedihan, sehingga tidak ada yang bisa dilakukannya selain menangis dan
dirundung kemalangan hingga bayi yang dikandungnya meninggal. Pada satu titik,
saat Roem mengisap rokok suaminya, ia merasakan titik kebangkitannya. Sejak itulah
Roemaisa menjelma menjadi seorang yang baru, dengan upayanya kembali
menghidupkan usaha rokok yang dirintis oleh suaminya sambil mengharapkan
kehadiran Idroes Moeria kembali. Soedjagad kembali mendekati Roem, pantang

menyerah, seolah mendapatkan kembali peluang setelah Idroes Moeria tidak ada
kabarnya. Namun Roem bersikeras untuk menunggu suaminya kembali. Saat Jepang
menyerah kepada sekutu, tak lama Indonesia memproklamirkan dirinya. Semua
tahanan Jepang kembali, tak terkecuali Idroes Moeria. Ia kembali kepada istrinya, dan
melanjutkan usaha rokoknya. Selama ditawan di Soerabaia, Idroes mengamati pasar
rokok di sana, dan sekembalinya, ia mengembangkan rokoknya. Idroes tidak lagi
menggunakan nama Djajabaia, melainkan sekarang menggunakan nama baru, dengan
mengusung semangat kemerdekaan, Roko Kretek Merdeka!. Pesaingnya, mengikuti
jejak Idroes, juga membuat saingan dengan membuat rokok dengan nama Proklamasi.
Tak lama kemudian, istrinya kembali hamil dan melahirkan, seorang anak perempuan.
Namun, ari-arinya dicuri orang. Menurut 'orang pintar', konon katanya yang mencuri
itu adalah pesaingnya, yang akan digunakan untuk menjatuhkan usahanya. Anak
perempuannya cantik, bernama Dasiyah, yang kelak dikenal dengan sebutan Jeng
Yah. Tak lama, adiknya pun lahir dengan nama Rukiyah. Soedjagad menikah dengan
seorang perempuan kaya dari Madura, dan juga akhirnya memiliki lima orang anak.
Dasiyah tumbuh dekat dengan pabrik rokok. Kegiatan melinting, dan sejenisnya
dilakoni Dasiyah sejak kecil. Dari tangan Dasiyah, ia membuat rokok spesial dari sari
tembakau yang berasal dari tangannya saat melinting. Dan dengan jilatannya, ia
melem rokok itu dan memberikan kepada sang ayah. Ayahnya memercayai bahwa
gadis ini adalah titisan Roro Mendut yang dengan idu-nya bisa menghasilkan rokok
yang nikmat. Dari racikan saus Dasiyah pulalah lahir merk dagang rokok bernama
Kretek Gadis. Dasiyah jatuh cinta dengan seorang pemuda bernama Soeraja, pemuda
pengelana yang singgah di kota M saat digelar pasar malam tahunan. Dasiyah jatuh
cinta pada Soeraja, mempekerjakannya. Soeraja menyadari bahwa dirinya seolah
tidak mempunyai harga diri karena hidup dari keluarga Idroes, lantas meminta izin
pada Dasiyah untuk bisa membuka usaha rokoknya sendiri. Akhirnya Soeraja
dikenalkan oleh PKI dan membuat rokok dengan dibiayai oleh PKI. Beberapa hari
sebelum pernikahan keduanya, Soeraja dan antek PKI lainnya dicari. Beruntung
Soeraja berhasil melarikan diri. Ia pergi ke kota Kudus, memutus hubungan karena
dia termasuk orang yang dicari oleh TNI. Malang nasib keluarga Dasiyah, ia dan
ayahnya ditangkap dan dipenjara karena berhubungan dengan oknum PKI. Akhirnya
Soeraja menikah dengan Puwanti, seorang anak juragan kretek yang
memperkerjakannya. Dihari pernikahannya Jeng Yah datang untuk memukul jidat
Soeraja dengan semprong petromaks, diketahui perbuatan tersebut bukan didasari rasa

kesal pada Soeraja yang menikah dengan perempuan lain namun karena Soeraja telah
mencuri resep saus yang terdapat pada kretek miliknya. Diakhir cerita mereka
membeli secara resmi formula saus tersebut pada keluarga Kretek Gadis.

4. Laut Bercerita

● Halaman : 380
● Pengarang : Leila S. Chudori
● Tokoh dan penokohan :

○ Biru Laut : partiotisme, pemberani, penyayang, teguh, tenang, pemalu,
pendiam, gemar baca buku dan diskusi

○ Sang Penyair : pemberani, pendengar yang baik
○ Kasih kinanti : tenang, lembut, cerdas, dan realistis
○ Naratama : suka mencela dan mencemooh.
○ Gusti : dingin dan pengkhianat
○ Alex : baik dan sopan
○ Daniel : manja dan cerewet
○ Sunu : bijaksana, pendiam dan suka membantu
○ Bapak : penyayang, lembut dan pemberani
○ Asmara : penyayang, kritis dan realistis
○ Gala Pranaya : pemberani, tidak mudah putus asa, dan bijaksana
○ Ibu : lembut dan penyayang
○ Bram : pemberani dan memiliki semangat yang tinggi
○ Empat sekelompok penjahat : kejam dan licik.
● Tema : Perjuangan aktivis di era Orde Baru
● Alur : Alur campuran (maju dan mundur)
● Latar :
○ Latar tempat :Seyegan, Blagguan, Terminal Bungurasih, Rumah susun

Klender, sel bahah tanah, kediaman Laut
○ Latar waktu : 1991, 1993, 1996, 1998, 2007
○ Latar suasana : menegangkan dan menyedihkan
● Respon :

● Isi cerita
➢ Cerita dibagi menjadi dua sudut pandang dan pada bagian awal akan
diceritakan melalui sudut pandang Biru Laut, seorang mahasiswa Sastra
Inggris UGM. Ia memulai cerita dengan bercerita tentang dirinya yang dibawa
menuju sebuah tebing tinggi dengan mata tertutup, tangan terikat dan kaki
yang terpasang beban, sebelum akhirnya ditembak dan dibuang ke laut. Dia
menceritakan apa yang terjadi pada dirinya saat kematian berada didepan
matanya. Dia mulai bercerita tentang dirinya yang bertemu dengan Kasih
Kinanti di tempat fotokopi buku-buku yang dianggap terlarang, langganan
berbuat dosa, katanya kala itu mahasiswa membawa buku karya Pramoedya
Ananta Toer sama saja dengan menenteng bom, dianggap berbahaya dan
pengkhianat bangsa, sehingga mereka harus menyembunyikanya. Kinan
mengajak Laut untuk mendatangi forum diskusi membahas buku-buku karya
Ernesto Laclau dan Ralph Milibard, mendiskusikan pemikiran mereka. Lalu
dia diperkenalkan kepada Arifin Bramantyo, mahasiswa yang cukup terkenal
menyuarakan pendapat, mendampingi para buruh dan petani untuk menuntut
hak mereka. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Biru Laut untuk bergabung
dengan Winatra dan Wirasena, Laut merasa berada di tempat yang tepat,
bersama dengan orang-orang yang memiliki misi yang sama, ingin Indonesia
burubah. Bersama anggota lain di Rumah Seyegan yang dijadikan mereka
berdiskusi. Orang-orang yang ingin menggugat dan melawan Orde Baru yang
nyaris tanpa demokrasi, orang-orang yang inggin menggulingkan Presiden
-orang yang membuat Indonesia menjadi negara yang gelap dan kelam.
Mereka membela petani dan buruh, membela semua rakyat Indonesia yang
miskin, berdiskusi dan merancang unjuk rasa di berbagai daerah. Pada tahun
1996, Winatra dan Wirasena dianggap organisasi terlarang, orang-orang yang
kritis terhadap pemerintahan dianggap membahayakan kedudukan Presiden.
Banyak dari mereka diburu dan diciduk oleh lalat hijau, mereka diambil secara
paksa. Dua tahun Biru Laut menjadi buron bersama dengan Alex dan Daniel,
mereka bergerak lewat bawah tanah, selokan, mencoba tak terlihat. Tidak
hanya berganti-ganti posisi di Pulau Jawa, mereka juga merambah ke luar
Pulau Jawa, dua tahun harus memendam keinginan untuk berkumpul dengan
keluarga, hanya dengan lewat pesan yang dikirimkan dari orang ke orang.
Maret 1996 mereka bertiga berhasil diringkus pada saat peristiwa Belangguan

yang terjadi pada 1993, dan proses gagalnya prosesi tanam Jagung, setelah
gagalnya aksi di Belangguan, mereka memindahkan protes ke DPRD Jatim.
Mereka di sekap di tempat yang tak bercahaya, tidak tahu tanggal dan hari.
Saat itu mereka Dipukuli, disundut, disetrum dengan tongkat listrik, diletakkan
di atas balok es, direndam ke dalam bak, mereka interogasi dengan cara
disiksa agar membuka mulut siapa yang mendalangi aksi heroik melawan
Presiden. Mereka pun diminta kejelasan mengenai maksud dan tujuan
Wirasena dan Winarta. Ada sembilan kawan yang kembali, seperti sunu yang
dibawa keluar tahanan, dan 13 orang sisanya entah ke mana, tak jelas
nasibnya. Didalam tahanan Laut menyadari bahwa Gusti adalah orang yang
berkhianat di dalam tubuh organisasi, ia pun menceritakan kilas balik
kehidupan nomaden Alex, Julius, Daniel, dan Laut di Jakarta. Setelah itu Laut
dibawa keluar sel tahanan bersama dengan Julius dan Dana, untuk dibawa ke
tebing untuk tembak dan di buang ke laut. Kemudian cerita berpindah melalui
sudut pandang adiknya, Asmara. Hari-hari berjalan sama dan masih terasa
hampa. Ibu dan Bapak masih menyiapkan makan dan menyisakan satu piring
untuk Laut, berharap bahwa Laut kelak akan pulang ke rumah dan kembali
makan bersama, meskipun kenyataannya hal itu tidak akan pernah terjadi.
Asmara Jati saat itu telah menjadi seorang dokter memutuskan untuk
memberntuk Komisi Orang Hilang, sebuah lembaga khsusus menangani orang
hilang seperti kakaknya. Ia mendapatkan informasi dari warga lokal yang
melihat sebuah kapal membuang benda ke tengah laut. Hingga informasi
mengenai ditemukannya tulang belulang manusia di Kepulauan Seribu,tulang
tersebut ada yang dikubur dan sebagian lainya diteliti oleh alhi forensik.
Asmara pun menceritakan mengenai kilas balik kisahnya dengan Alex dan
cintanya yang kembali bersemi setelah semua kejadian itu. Ia pun menggelar
pleno Komisi Sosial, Kebudayaan dan Hak Asasi Manusia PBB di Amerika.
Diceritakan pula bahwa Ibu akhirnya mau mengikuti aksi kamisan, dengan
artian menerima kenyataan bahwa Laut mungkin tidak akan kembali namun
apa yang terjadi padanya haruslah disuarakan. Cerita pun diakhiri dengan surat
harapan dari Asmara Jati pada Biru Laut.

5. Di Kaki Bukit Ciladak

● Halaman : 176
● Pengarang : Ahmad Tohari
● Tokoh dan penokohan :

o Pambudi: baik hati, memiliki keteguhan, rela berkorban, tidak mudah putus asa,
dan bijaksana

o Mbok Ralem: kekurangan, menerima dan tabah dalam menghadapi cobaan
o Pak Dirga: lurah desa yang angkuh, curang, licik dan seenaknya
o Sanis: cantik dan memikat
o Mulyani: anak pemilik toko jam tangan yang cantik

● Tema : Kehidupan Sosial
● Alur : Maju
● Latar :

o Latar tempat: kaki Bukit Cibalak, balai desa, kantor Pak Dirga, rumah sakit,
kediaman Mbok Rolem, Yogyakarta

o Latar waktu: pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.
o Latar suasana: bahagia, sedih, ketakutan, ketegangan.

● Respon : Novel ini sangat relevan dengan keadaan saat ini karena seperti Pak Dirga,
banyak sekali seorang pejabat yang menyalahgunakan jabatannya dan semena-mena
pada masayarakat khususnya masyarakat kecil. Kita pun bisa meneladani Prambudi
yang memiliki sikap peduli terhadap sekitar.

● Isi Cerita :
➢ Novel ini menceritakan tentang seorang pemuda desa Tanggir yang bernama
Pambudi. Pambudi berusia sekitar 24 tahunan dan bekerja sebagai pengurus
lumbung padi desa Tanggir. Pada saat itu terjadi pergantian lurah bermana Pak
Dirga, beliau sama seperti lurah-lurah seblumnya yaitu hanya orang yang
melakukan kecurangan dan menyalah gunakan pangkatnya. Mbok Ralem
datang pada Pambudi agar diberikan pinajaman padi dengan tujuan untuk
berobat keluar kota. Namun Pambudi yang tengah juga mengalami
kekurangan tidak dapat meminjamkannya dah hanya mengantarkan Mbok

Rolem ke kantor lurah supaya ia bisa menghadap Pak Lurah dan mendapatkan
pinjaman. Namun Mbok Rolem tidak mendapatkan pinjaman dari lurah,
karena setelah diselidiki dua tahun silam ia pernah meminjam padi dan belum
diganti baik itu berupa pinjaman dan bunganya hingga saat ini Pambudi terus
berusaha membujuk Pak Dirga agar memberikan pinjaman pada Mbok Rolem
agar dapat berobat dan menyemb uhkan penyakit yang dideritanya. Namun
ternyata Pak Dirga teguh pendiriannya dengan tidak mau memberi pinjaman.
Dengan tangan kosong, Prambudi datang ke rumah Mbok Rolem yang malah
disalahartikan oleh Mbok Rolem karena ia takut Pambudi membawa perintah
lurah untuk menghukum Mbok Rolem. Padahal, maksud Pambudi datang
karena ingin mengajak Mbok Rolem berobat ke Yogyakarta dengan syarat
Mbok Rolem harus meminta surat keterangan miskin dan tidak mampu
membayar pengobatannya. Tanpa mengulur waktu mereka yang telah
mendapat surat keterangan akhirnya pergi ke Yogyakarta. Sesampainya disana
Mbok Rolem diperiksa. Pak mantri menjelaskan apabila hasil pemeriksaan
benjolan tersebut berupa kanker maka ia tidak dapat mendapatkan pengobatan
secara gratis. Pambudi dan Mbok Ralem pun menginap di salah satu
penginapan sembari menunggu hasil pemeriksaan tersebut keluar. Setelah
menunggu, ternyata hasil benjolan tersebut merupakan kanker dan harus
segera di operasi. Dan diperlukan beberapa hari untuk dapat mengembalikan
kekuatan tubuh Mbok Rolem yang juga menderita kekurangan gizi. Biaya
oprasi diperkirakan sebesar Rp. 500.000 dan Pambudi berniat ingin melunasi
biaya tersebut dengan menjual sepedanya dan ditambah dengan menjual
sepedanya karena ia telah bertekad untuk menemani Mbok Ralem dan
membuatnya sembuh dari penyakit tersebut. Namun ternyata uang tersebut
tidak cukup sehingga ia pun harus memasang iklan dompet sumbangan
penghimpunan dana untuk biaya perawatan. Tidak disangka ia mendapat total
49 orang yang ikut membantu dan dapat terkumpul uang sekitar Rp.
2.162.376. Kemudian setelah itu Pambudi bertemu dengan seorang gadis
cantik dan muda bernama Sanis. Prambudi tidak bisa menyangkal perasaanya,
namun Pak Dirga yang masih memiliki dendam kepadanya tak akan
membiarkan ia berbahagia. Dengan mengirimkan hal-hal buruk, Pambudi
dibuatnya kesusahan dan dijauhkan dari Sanis yang akhirnya dinikahi oleh Pak
Dirga. Atas usul serorang temannya, Topo, Pambudi akhirnya memutuskan

untuk tinggal di Jogja dan meneruskan pendidikannya. Sebelum diterima
sebagai mahasiswa, Pambudi bekerja di toko jam tangan milik Nyonya
Wibawa dan ternyata anak dari Nyonya Wibawa menyukainya. Setelah lulus
sebagai sarjana muda ia malah mendapat kabar buruk bahwa ayahnya
meninggal karena terjatuh di dekat sumur.

3

ANALISIS CERPEN

1. Sungai - Nugroho Notosusanto

Cerpen yang mengisahkan tentang tokoh utama bernama Kasim seorang kepala regu 3
pleton 2 TNI yang hendak menyebrangi sungai Serayu untuk kembali ke Jawa Barat karena
Belanda sudah menduduki Jogja. Berlatarkan waktu jam satu malam yang gelap gulita dan
turun hujan. Setiap kali menyebrangi sungat ia seolah-olah merasa akan berpisah dengan
sesuatu. Sepuluh bulan yang lalu Feb 1948, Kasim juga menyebrangi sungai Serayu, katrena
persetujuan Renville ditandatangani dan TNI harus menjuju wilayah de facto Belanda. Saat
itu ia membawa istrinya, Aminah, yang tengah lima bulan mengandung karena ia tidak mau
dititipkan ke Pager Ageung Dua bulan kemudian di Jogja, anak mereka lahir namun istrinya
tidak dapat terselamatkan. Kini mereka harus menuruni bukuit curam dan terus menggigil.
Kasim membawa Acep di dekapnnya dengan senjata disampirkan dibahunya. Sebelum
menyebrang, Komandan Pleton mengadakan kumpul untuk para kepala regu. Kasim sadar
bahwa Komandan mengkhawatirkan keselamatan prajurit jika nanti Acep tiba-tiba menangis
dan mengundang serangan musuh. Namun, Kasim ingin tetap membaca Acep bersamanya.
Tiba-tiba saat air sudah sebatas dada, Acep menangis karena kedinginan. Di hulu sungai ada
sebuah tembakan ke udara. Namun tangisan itu berangsung reda. Esok harinya saat fajar,
mereka memutuskan untuk menunda perjalananya karena hendak memakamkan Acep. Kasim
hanya diam dilanda kesedihan, seperti Nabi Ibrahim yang mengorbankan anaknya. Setengah
jam kemudian, mereka melanjutkan perjalanannya. Mengorbankan Acep demi
menyelamatkan prajuritnya.

Dari cerpen ini kita mampu belajar tentang sebuah perjuangan dan pengorbanan serta
rasa sayang yang amat besar hingga harus belajar tentang merelakan.

2. Robohnya Surau Kami - Ali Akbar Navis

Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang
yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu
hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini
disebut sebagai Garin. Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada
yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai
pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang,
makanan, kue-kue atau rokok. Kehidupan orang ini hanya mengasah pisau, menerima
imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk
keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak
untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika
datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya
terlibat perbincangan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau yang kerap disapa
Kakek itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu
sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Ajo Sidi bercerita sebuah kisah tentang Haji saleh.
Haji saleh adalah orang yang rajin beribadah menyembah Tuhan. Ia begitu yakin ia akan
masuk ke surga. Namun Tuhan Maha Tau dan Maha Adil, Haji Saleh yang begitu rajin
beribadah di masukan ke dalamma neraka. Kesalahan terbesarnya adalah ia terlalu
mementingkan dirinya sendiri. Ia takut masuk neraka, karena itu ia bersembahyang. Tapi ia
melupakan kehidupan kaumnya, melupakan kehidupan anak isterinya, sehingga mereka
kocar-kacir selamanya. Ia terlalu egoistis. Padahal di dunia ini kita berkaum, bersaudara
semuanya, tapi ia tidak memperdulikan itu sedikit pun. Crita ini yang membuat kakek
tersindir dan merasa dirinya murung. Kakek memang tak pernah mengingat anak dan istrinya
tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau
membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak
berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud,
bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya
semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata
manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke
dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya.
Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk
menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Surau itu

akhirnya ditinggalkan dan hanya berbentuk suatu kesucian yang mengenaskan. Hingga
digunakan untuk anak-anak bermain dan para perempuan yang kehabisan kayu bakar akan
mencopoyi perkayuannya. Surau itu akan secepatnya roboh.

Dari cerpen ini kita bisa belajar untuk tidak mendengarkan orang lain dan tidak
berbuat hal buruk seperti berkata jahat karena bisa saja berdampak buruk bagi orang lain,

3. Belati dan Hati - Chairil Gibran Ramadhan

Ada malaikat dikedua sisi tokoh Aku, yang sebelah kanan semenjak hari kelahiran,
hanya mengharapkan melakukan kebaikan, lalu menuliskan semua kebaikan itu di dalam
jutaan lembar kulit kambing berbungkus kain sutra putih yang selalu didekapnya, dan
kulit-kulit itulah yang nanti akan ia bangga-banggakan kepada penciptanya. Sedang malaikat
diseblah kiri, hingga hari kematian, tidak pernah mengharapkan melakukan kejahatan, meski
yang ia lakukan hanya menuliskan kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dalam jutaan
lembar kulit kambing berbungkus kain lusuh hitam yang selalu didekapnya, dan kulit-kulit
itulah nanti yang akan ia perlihatkan kepada penciptanya. Demi cintanya pada seseorang,
sang tokoh aku dalam cerpen ini merelakan dirinya berubah. Ia rela memotong dan mencuci
rambut panjang yang menyentuh bumi dan juga kuku di tangan kanan dan kirinya. Hal ini
menunjukkan rasa cinta yang sungguh-sungguh. Meski tanpa alas kaki, tidak ada mahkota
berlian dan tidak ada kerta kuda yang menggambarakan kesederhanaan yang ia miliki Ia rela
merobek dadanya dengan untuk menggambil hatinya untuk diperlihatkan kepada sesorang
yang dicintainya sebagai bentuk kerelaanya. Ia bawakan belati bukan untuk mengancam,
melukai ataupun membunuh, melainkan untuk melindunginya. Baginnya, kematian orang
yang ia cintai adalah kematiannya. Ia berharap bahwa hati dan belati yang dibawanya dapat
diterima karena hanya ini satu-satunya hal yang ia punya. Ia tidak akan pernah berniat
membeli tubuh orang yang ia cintai dengan sebongkah besar berlian atau sebuah istana
berpintu seribu menghadap laut, karena ia tidak memilikinya dan ia bukan lelaki yang akan
menyimpan perempuan-perempuan mereka di dalam kamar-kamar rahasia dan
menyetubuhinya siang dan malam dengan kerakusan. Ia akan mengaguminya saat orang yang
dicintainya terbangun saat pagi karena meski rambutnya yang panjang dan berantakan tetapi
wajahnya tetap indah. Ia akan hadiahi ciuman dikening setiap malam dan pagi, bukan bentuk
nafsu sebab ia amat mencintainya. Namun ia tak akan memaksa,ia kaan menunggu satiap hari
sampai hari ke 365 ia akan berhenti, karena orang yang dicintainya memang tidak berkenan.

Ia sadar bahwa tubuhnya terlalu bau dan kotor, sadar bahwa ia tidak akan membawa orang
yang dicintainya ke atas menara emas. SEdangkan orag yang dicintainya mengharapkan
seorang lelaki akan membeli tubuhnya dengan sebongkah besar berlian atau sebuah istana
berpintu seribu menghadap laut, meski dia tahu akan disimpan bersama
perempuan-perempuan lain di dalam kamar-kamar rahasia dan akan disetubuhinya siang dan
malam dengan kerakusan semata. Dengan kerakusan. Semata. Jadi, tokoh aku hanya akan
menunggu sosok yang dicintainya di gerbang ruh-ruh abadi.

Tokoh aku sangatlah rendah hati dan tidak menyombongkan dirinya. Ia sabar dan rela
menunggu Wanita yang ia cintai, ia pun bahkan rela memberikan hatinya meski perasaanya
tidak terbalas, ia pun akan menunggu Wanita tersebut agar kelak bisa bersama.

Sedangkan tokoh wanita bersifat gila harta, wanita itu tidak bisa menerima tokoh aku
dan lebih mengharapkan orang lain yang punya harta banyak,

4. Wakyat - Putu Wijaya

Bu Amat tiba-tiba memberikan pertanyaan pada Amat tentang siapa itu Wakyat.
Namun Pak Amat menjawabnya bercanda. Namun ia jadi teringat orang itu, yang sempat
dipilih pengurus lingkungan untuk mengaspal ulang jalan di seluruh komplek yang rusak
tergerus hujan. Dia menawarkan prosoal yang terbilang paling murah, namun bersyarat
sebelum jalan diaspal, selokan air hrus segera diperbaiki. Katanya tidak ada guannya apabla
mengaspal namun sedang hujan dan berujung banjir, dan nantinya akan merusak kredibilitas
dirinya sebagai pelaksana proyek. Pada awal mulanya Wakyat membebaskan siapaun yang
mempu memperbaiki selokan asal benar-benar bisa mengurus dengan baik. Warga
mengadakan rapat dan memutuskan untuk mempercayakan perbaikan selokan juga akan
dipercayakan pada Wakyat sendiri. Semuanya profesional, namun biayanya sangat tinggi
sehingga warga memilih untuk mengadakan rapat lagi. Mereka beranggapan bahwa hal ini
lebih baik ditolak, namun salah satu warga beranggapan bahwa hal itu lebih baik tetap
dilakukan karena menyangkut nyawa orang banyak, katanya sambil menangis lalu pingsan.
Kemudian pada bulan ketika merka menyetujui proposal soal pembangunan got dan renovasi
jalan. Namun Wakyat menghilang dan warga yang cemas pun menggelar rapat lagi, mereka
berusaha untuk mencari pemborong baru. Namun warga yang sama, kembali

mempertahankan Wakyat. Sehingga masyarakat memutuskan membatalkan tender baru dan
memanggil Wakyat. Lalu Wakyat datang dan berkata sedang ada proyek denan investor asing
sehingga mereka akan mengkontrak orang untuk mengawasi proyek itu dan akan menggarap
proyek warga jika sudah tersedia dana. Mereka pun mengirim uang pada Wakyat dan sejak
itu Wakyat menghilang. Namun mereka hanya bisa diam karena merasa maulu sudah
dibohongi. Jadi Bu Amat mencoba megorek lagi, karena baginya malu harus ditinggalakn dan
harus mengusut kriminal karena mereka tinggal dinegara hukum. Mendengar hal tersebut Pak
Amat pun baru tersadar bahwasannya kaum perempuan selalu jadi pelopor kebangkitan. Ia
pun baru mengetahui bahwa Wakyat sudah ditangkap melalui Ami, anaknya. “Habis, Wakyat
itu kan sejatinya wakil rakyat, wakil seluruh rakyat! Rapi kenapa prakteknya hanya wakil
partai, wakil kelompok yang kurang pedulu nasib rakyat keseluruhannya?!” Amat terpukau.

Dari cerpen ini kita bisa memetik pelajaran untuk tidak mempercayai orang tanpa
bukti terlebih dahulu, lalu janganlah diam saja membiarkan orang yang salah diam saja, kita
harus melawannya dan memberikannya hukuman.

5. Ibu Yang Anaknya Mau Diculik Itu – Seno Gumira Ajidarma

Seorang Ibu yang terkulai di ruangan yang isinya masih sama seperti dulu, meski
sudah sepuluh tahun berlalu. Telepon berdering dan ternyata yang menelpon adalah Ibu
Saleham, Ibunya Si Saras, pacar anaknya yang masih tidak bisa lepas sejak sepuluh tahun
lalu. Ia melihat sekeliling dan mulai berbiacara pada kursi yang biasanya Bapak duduki, yang
kini hanya tinggal jalinan rotan yang sudah lepas dan ujungnya mencuat sana-sini. Ia
berbiacar sendiri mengenai penantiannya menunggu Satria pulang kerumah. Ia pun bercerita
tentang Bapak yang memaksanya untuk percaya bahwa Satria sudah pergi. ’Satria sudah
mati,’ katanya!. Ia pun menangis, ia sudah merima kalau Satria memang mati sekarang. Tapi
Ibu tidak terima kalau Satria itu boleh diculik, dianiaya, dan akhirnya dibunuh. Ia kembali
bermonolog, Sudah sepuluh tahun. Satria sudah mati. Bapak sudah mati. Munir juga sudah
mati. Ibu bertanya pada Bapak tentang apakah ia sudah bertemu dengan anaknya. Dan
bertanya apa salahnya Ibu tetap menganggap mereka berdua ada di dalam hatinya? Apakah
mereka berdua selalu menertawakannya dan menganggap Ibu konyol kalau berpikiran seperti
itu? Namun, bagaimana bisa ia merasa perlu melupakan semuanya, jika kemarahan belum
juga hilang atas perilaku kurangajar semacam itu, prilaku menculik anak orang dan
membunuhnya. Ibu masih sering merasa bahwa Satria masih disana, di kursi membaca koran

dan berkomentar tentang negri ini. Baginya Satria masih ada meski sekarang Ibu sudah mulai
tua dan pelupa. Ia kembali bicara pada Bapak untuk datang dimimpinya dan bicara tentang
Satria. Telepon Ibu kembali berdering dari Si Saras yang mengabarkan kalau para pembunuh
sekarang mau jadi presiden.

Setelah membaca, kita bisa merasakan kesedihan seorang ibu yang ditinggal mati
anaknya karena ketidakadilan negara meski sudah bertahun-tahun lamanya. Hal ini
menggambarkan bahwa kasih sayang ibu selamanya.

4
ANALISIS NASKAH DRAMA

1. Kereta Kencana - Euene Lonesco (diterjemahkan oleh WS Rendra)

● Tema : Kehampaan dan kematian
● Alur : Maju
● Tokoh dan penokohan :

o Kakek : pintar merayu, setia, dan putus asa
o Nenek : perhatian, setia, suka menghibur, dan bijaksana

● Latar : tempat : kursi goyang kediaman kakek dan nenek

Drama ini mengisahkan sepasang suami istri yang telah berusia dua abad yang
menunggu kereta kencana datang menemui mereka. Sementara suara-suara yang
mengatakan bahwa mereka akan segera dijemput oleh kereta kencana terus
bermunculan. Sepasang suami istri ini tidak memiliki keturunan, kehidupan tua
sepasang suami istri ini mereka lalui dengan bosan. Dua orang yang masa lalunya
memiliki masa kejayaan namun di hari tua mereka sangat kesepian dan hanya bisa
berkhayal agar kematian segera menjemput mereka berdua. Dalam keseharian,
mereka menghabiskan waktu dengan duduk disebuah kursi goyang dan bercanda
tawa, bersenda gurau tapi tidak jarang mereka mengalami pertengakaran. Sungguh hal
tersebut mereka lalui dengan penuh kebosanan. Selalu kejadian tersebut diulang-ulang
sampai akhirnya kereta yang mereka tunggu adalah sebuah ilusi atau khayalan orang
tua yang sedang menunggu ajalnya yang belum pastikapan datang.

Dari cerpen tersebut saya dapat belajar mengenai kesetian terhadap pasangan,
hal tersebut terlihat dari umur para tokoh yang sangat tua tetapi mereka tetap hidup
bersama dan saling mengasihi walaupun mereka tidak diberikan keturunan. Mereka
tetap saling mencintai hingga akhir hidup mereka.

2. Pada suatu hari - Arifin C. Noer

● Tema : Keluarga
● Alur : Maju
● Tokoh dan penokohan ;

o Kakek (Jujur, Bijaksana, Romantis, penyayang dan sulit ditebak)
o Nenek (Romantis, Pencemburu, keras kepala)
o Novia (Pencemburu, mudah curiga, keras kepala)
o Nita (Bijaksana)
o Nyonya Wenas (Penyindir, Penggoda)
o Pesuruh (Amanat, Jujur, Lalai)
o Arba, Sopir (amanat dan jujur)

● Latar

o Tempat : Di rumah kakek Nenek
o Waktu : Setelah pesta pernikahan kakek-nenek usai
o Suasana : Tegang penuh perdebatan dan sindiran

Drama ini bercerita tentang sepasang kakek-nenek yang mengalami konflik
dalam kehidupan rumah tangga. Suatu ketika setelah acara ulang tahun mereka
digelar, Datang Nyonya Wenas seorang janda seksi berkunjung ke kediaman pasangan
itu, nyonya Wenas datang berkunjung bermaksud untuk meminta maaf kepada kakek
dan nenek karena tidak bisa hadir diacara yang mereka gelar itu. Nenek seketika
marah dan merasa kesal, karena yang nenek tahu nyonya Wenas tidak diundang oleh
nenek dan kakek untuk hadir ke acara ulang tahun pernikahan mereka. Nyonya Wenas
yang ternyata adalah mantan kekasih kakek menjadi penyebab utama kemarahan
nenek kepada kakek. Nenek yang saat itu sedang merasa kesal, bertambah kesal

karena seketika Joni menghidangkan minuman susu dingin yang diketahui bahwa
minuman itu adalah kesukaan Nyonya Wenas. Tanpa pikir panjang, nenek saat itu
juga meminta bercerai kepada kakek. Dengan segala cara kakek memohon agar
dimaafkan dan agar nenek menarik kembali perkataannya tapi nenek tetap kuat
dengan apa yang telah dilontarkannya. Nenek dan kakek bertengkar hebat, tiba-tiba
datang Nita yang merupakan anak tertua nenek dan kakek berkunjung menemui kedua
orang tuanya. Nita hanya terdiam mendengar dan melihat pertengkaran nenek dan
kakek. Dan Novia adik Nita datang dengan membawa pakaian-pakaiannya. Novia
yang ternyata juga sudah meminta cerai kepada suaminya karena cemburu berlebih
kepada pasien suaminya itu. Karena, tidak mau rumah tangga anaknya rusak. Nenek
mengingatkan Novia untuk tidak mengambil keputusan secara tiba-tiba, dan
memikirkan kembali demi masa depan anak-anaknya. Seolah tidak ada masalah
apapun nenek menasehati Novia agar tidak bercerai dengan kakek. Akhirnya masalah
di antara nenek dan kakek terhapus begitu saja karena anaknya Novia. Dan di akhir
cerita, anak-anak novia di bawa pergi oleh vita ketika anak-anaknya sedang bermain
di kolam bersama Joni.

Drama ini mempunyai pesan moral tentang perceraian bukanlah hal sepele
dalam rumah tangga, sebab suatu pernikahan tentunya memiliki keseriusan dalam
menjalaninya. Jika ada perasaan tidak menyenangkan seperti kecemburuan, maka
haruslah disikapi dengan kepala dingin. Dengan ini diharapkan munculnya kesadaran
dari dari tentang cara untuk menanggapi sebuah permasalahan dalam rumah tangga,
harus dengan pemikiran tanpa emosi semata sebelum memutuskan suatu
keputusan,namun juga memikirkan konsekuensi yang mungkin didapatkan.

3. Bila malam bertambah malam - Putu Wijaya

● Tema : Persoalan perbedaan status sosial
● Alur : maju
● Tokoh dan penokohan :

o Gusti Biang (sombong, perhitungan, keras, pemarah, angkuh, dan egois)
o Nyoman (rela, sabar, sopan)

o Ngurah (jujur, bijaksana, setia)
o Wayan (baik, penyayang, dan selalu membela kebenaran)

● Latar :

o Tempat : rumah kediaman Gusti Biang
o Waktu : malam dan sore
o Suasana : tegang, penuh perdebatan

Drama ini bercerita tentang tentang seorang janda yang begitu membanggakan
kebangsawanannya. Ia hidup di rumah peninggalan suaminya. Gusti Biang adalah
janda almarhum I Gusti Rai seorang bangsawan yang dulu sangat dihormati
karena dianggap pahlawan kemerdekaan. Gusti Biang hanya tinggal bersama
dengan Wayan, seorang lelaki tua yang merupakan kawan seperjuangan I Gusti
Ngurah Rai dan Nyoman Niti, seorang gadis desa yang selama kurang lebih 18
tahun tinggal di purinya. Sementara putra semata wayangnya Ratu Ngurah telah
lima tahun meninggalkannya karena sedang menuntut ilmu di pulau Jawa. Sikap
Gusti Biang yang masih ingin mempertahankan tatanan lama yang menjerat
manusia berdasarkan kasta, membuatnya sombong dan memandang rendah orang
lain. Nyoman Niti yang selalu setia melayani Gusti Biang, harus rela menelan pil
pahit akibat sikap Gusti Biang yang menginjak-injak harga dirinya. Nyoman Niti
sebenarnya ingin meninggalkan puri itu karena ia sudah tidak sanggup menahan
radang kemarahan terhadap Gusti Biang. Namun, niatnya selalu urung manakala
Wayan yang selalu baik, menghiburnya dan membujuknya untuk bersabar dan
tetap setia menjaga Gusti Biang demi cintanya pada Ratu Ngurah. Nyoman Niti
tak kuasa lagi menahan emosi yang bertahun-tahun ia pendam manakala Gusti
Biang benar-benar menindasnya. Gusti Biang menuduh Nyoman akan
meracuninya dengan obat-obatan. Akhirnya Nyoman Niti pun bergegas
meninggalkan puri itu. Wayan pun mencoba menahan kepergiannya tapi alangkah
terkejutnya Nyoman ketika Gusti Biang membacakan hutang alias biaya yang
dikeluarkannya membiayai Nyoman selama kurang lebih 18 tahun. Nyoman tidak
menyangka Gusti Biang setega itu padanya hingga akhirnya Nyoman pergi dengan
berurai air mata dalam suasana malam yang sunyi. Wayanpun akhirnya juga diusir
oleh Gusti Biang setelah bertengkar sengit tentang persoalan Nyoman dan Ratu
Ngurah; dan suami Gusti Biang. Setelah kejadian itu, Ratu Ngurah datang dan

bertengkar dengan Gusti Biang begitu mengetahui Nyoman telah pergi. Konflik
semakin tajam mengenai persoalan bedil. Ngurah dan Gusti Biang meminta
Wayan mengembalikan bedil yang akan dibawanya pergi, karena bedil itu adalah
peluru yang bersarang di tubuh Gusti Ngurah. Wayan akhirnya mengungkapkan
bahwa dialah yang menembak Gusti Ngurah yang menjadi pengkhianat. Wayan
juga mengemukakan kenyataan bahwa dialah ayah kandung Ratu Ngurah.
Wayanlah yang selalu memenuhi tugas sebagai suami bagi istri-istri I Gusti
Ngurah Ketut Mantri yang berjumlah lima belas karena Gusti Ngurah seorang
wandu. Wayan pun menyuruh Ngurah pergi mengejar cintanya yaitu Nyoman Niti.
Ia juga mengingatkan cinta yang tak sampai antara dirinya dan Gusti Biang hanya
karena perbedaan kasta yang membuat keduanya begitu menderita. Hubungan
Ratu Ngurah dan Nyoman akhirnya direstui oleh Gusti Biang.

Hal yang dapat saya pelajari setelah membaca naskah ini adalah kita haruslah
bersikap baik kepada semua makhluk hidup tanpa membedakan status sosial yang
dimiliki seseorang, sebab sebagai makhluk sosial kita tidak akan bisa hidup tanpa
orang lain. Jangan pernah memandang rendah ataupun menganggap remeh
terhadap orang lain. Selain itu apabila seseorang menyimpan rahasia, suatu saat
pasti akan terungkap hal yang sebenarannya, dan apabila seseorang dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan dalam melakukan sesuatu maka orang tersebut juga
akan mendapatkan balasan yang baik

4. Cermin – Nano Riantiarno

● Tema : Kisah asmara yang dipenuhi kekecewaan
● Alur : Mundur
● Tokoh dan penokohan :

o Laki-laki (setia dan pendendam)
o Sunni (tidak setia, tidak tahu malu, dan tidak menghargai suaminya)

● Latar

o tempat : penjara

o Suasana : ketakutan, gelap, pengap, mencekam, sepi dan sunyi

Drama ini menceritakan sesorang didalam penjara yang bercerita tentang
hidupnya pada sesorang laki-laki lain didepannya. Meskipun sosok itu hanya diam
saja, namun si laki-laki terus bercerita. Cerita bermula dari si laki-laki menikah
dengan seorang perempuan bekas pelacur bermana Sunni. Namun, ternyata istrinya
masih bekerja sebagai pelacur meskipun sudah menikah. Su terus melakukan
kegiatan tersebut bukan hanya satu orang saja, namun lebih. Ia melakukannya
bukan karena cinta, sebab cintanya hanya ditujukan untuk si tokoh laki-laki. Awal
mula tokoh laki-laki memang menerima kenyataan yang dilakukan istrinya itu
bahwa ia tidak bisa memenuhi dan membahagiakan istrinya, tak mampu berbuat
lebih. Bahkan tokoh laki-laki berpendapat bahwa anak yang dilahirkan istrinya itu
bukan anaknya karena bukan hanya dia yang menanam benih pada rahim istrinya.
Hal itu dapat terlihat dari perbedaan paras dan ciri-ciri fisik dari ketiga anaknya.
Setelah memendam semua amarah itu bertahun-tahun, tokoh laki-laki tersebut
akhirnya tidak dapat menahan semua apa yang ia rasaan. Akibat perlakuan istrinya
yang seperti tidak menganggap dirinya, memperlakukannya seperti bukan manusia,
itu membuat geram dan memunculkan kemarahan pada tokoh laki-laki dan
akhrirnya si tokoh laki-laki menghabisi istri dan anak-anaknya. Maka dari itu, dapat
diketahui bahwa cermin dalam cerita ini dimaksudkan dengan si tokoh laki-laki
yang berperan ganda sebagai cerminan dirinya sendiri atau dengan kata lain hanya
bayangan/khayalan si tokoh laki-laki. Selain itu cerita ini mengisahkan seorang
laki-laki yang akan mengakami hukuman mati setelah peristiwa yang telah ia
lakukan.

Pesan yang saya dapatkan setelah membaca naskah tersebut adalah ketika
menikah hendaknya kenalilah pasangan dengan baik terlebih dahulu sebab
pernikahan bukan hanya sesaat, carilah pekerjaan yang dapat bermanfaat dan tidak
menimbulkan permasalahan, harus bisa menghargai satu sama lain dalam hubungan
sehingga tercipta keharmonisan dan juga kerukunan, selain itu jika ingin melakukan
suatu hal haruslah dipikir dengan baik-baik dan secara matang agar tidak terjadi
penyesalan yang begitu mendalam sebab hendaknya dalam sebuah hubungan perlu
menjaga yang namanya komunikasi agar sama-sama mengetahui apa yang disukai
dan tidak disukai oleh pasangan kita.

5. RT Nol RW Nol - Iwan Simatumpang

● Tema : Realita sosial mengenai perjuangan hidup
● Aur : Maju
● Tokoh dan penokohan :

o Kakek (bijaksana dan penyabar)
o Pincang (penuh emosi, selalu mengambil keputusan tanpa berpikir panjang, dan

pemarah)
o Ani (penuh semangat, pantang menyerah, berusaha mencari dan mendapatkan apa

yang seharusnya ia miliki, keraas kepala, tidak mau mendengarkan saran dari orang
yang mengkhawatirkannya)
o Bopeng (penolong dan pantang menyerah)
o Ati (lemah lembut dan penurut)
o Ina (baik hati, lemah lembut dan pantang menyerah)

● Latar

o tempat : di bawah kolong jembatan (rt 0 rw 0).
o Waktu : malam hari
o Suasana : marah, suasana sedih, suasana tegang, dan suasana haru

Drama ini menceritakan tentang kehidupan orang-orang yang tinggal di
kolong jembatan. Hidup terlilit kemiskinan dan kesengsaraan mereka lalui di bawah
beton jembatan. Suara-suara kendaraan berat lalu lalang di atas mereka, seperti
guntur yang menandakan akan turunya hujan. Tidak tahu bahwa maut selalu
mengancam mereka kapan saja, bila mereka berada di kolong jembatan dan suatu
waktu jembatan itu rubuh karena tidak kuat menahan beban kendaraan yang lalu
lalang melewati jembatan itu. Cerita diawali oleh tokoh Ani dan Ina yang ingin
keluar untuk mencari uang dari laki-laki dan membeli makanan dari uang tersebut.
Kemudian Pincang bercerita pada Kakek kalau dia tidak bisa mendapatkan
perkerjaan karena stigam orang terhadap gelandangan sepertinya. Datanglah
Bopeng bersama Ati yang kehilangan suaminya di pelabuhan, Bopeng membawa
kabar apabila dirinya telah mendapat perkerjaan sebagai kelasi kapal. Ani kembali

ke kolong jembatan dan juga membawa kabar bahwa Ati akan menikah dengan
salah satu langgananya. Ani pun juga memberitahukan bahwa ia telah menerima
lamaran tukang becak. Ani memberikan uang pada Ati untuk ia bisa kembali ke
kampung halamannya, Bopeng juga memberikan uang pada pada Bopeng untuk
mengantar Ati dan mampir untuk mencari pekerjaan disana. Mereka ingin megajak
kakek pergi bersama, namun Kakek menolak ajakan mereka. Terjadilah perpisahan
mengharukan diantara mereka.

Naskah ini mengajarkan untuk kita selau berusaha dan berjuang dalam
menjalani hidup tanpa ada keputusasaan dalam hidup. Di mana disaat kita sudah
mengambil keputusan, maka jalani lah keputusan yang sudah diambil itu dengan
melakukan sebaik-baiknya tanpa mengenal seberapa besar resiko yang akan kita
peroleh. Karena keputusan yang kita ambil pasti merupakan keputusan yang terbaik
dari pilihan-pilihan yang ada.

Annisa Laila Gustiavani

22201241078

1

ANALISIS PUISI

Aku Ingin
Karya : Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Puisi “Aku Ingin” karya sapardi djoko damono tersebut berisi tentang sebuah penyataan atau
penyampaian cinta kepada seseorang yang dibuktikan dengan apa adanya, tanpa kata dan isyarat
yang menggebu, dan ditunjukkan dengan pengorbanan yang besar terhadap orang yang
dicintainya.
Puisi ini bertema cinta yang diperjelas dengan kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan
sederhana” pada larik pertama. Diksi yang digunakan pada puisi tersebut sangat lugas dan
banyak menggunakan kata metafora. Selain itu Gaya Bahasa yang digunakan yaitu menggunakan
majas personifikasi. Dituliskan pada kalimat “dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada”. Puisi tersebut rimanya yaitu abc-abd. Imaji yang
digunakan pada puisi tersebut yaitu imaji pendengaran (Auditory) yang dicantumkan pada
kalimat “dengan kata yang tak sempat diucapkan”.

Saat membaca puisi ini, saya bisa merasakan suasana romantis dan emosional yang dikandung
oleh sang penyair. Suasana yang tergambar juga terdapat kesedihan karena terkandung arti
sebuah kasih yang tak sampai.

Mata Hitam
Karya : W.S. Rendra
Dua mata hitam adalah matahari yang biru
dua mata hitam sangat kenal bahasa rindu.
Rindu bukanlah milik perempuan melulu
dan keduanya sama tahu, dan keduanya tanpa malu.

Dua mata hitam terbenam di daging yang wangi
kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi.

Dua mata hitam adalah rumah yang temaram
secangkir kopi sore hari dan kenangan yang terpendam.
Puisi ini berisi tentang gambaran sebuah perasaan rindu yang terpendam yang diungkapkan oleh
seorang laki-laki terhadap wanita pujaan hatinya yang juga merindukannya. Mereka sadar jika
mereka saling rindu, tetapi mereka juga sama-sama malu untuk saling mengungkapkan.
Diksi yang digunakan banyak menggunakan kata kiasan yang memiliki makna, seperti pada bait
pertama, yang dimaksud “dua mata hitam” adalah sepasang mata kita. Sepasang mata seseorang
yang sangat mengenal bahasa rindu dan memancarkan sebuah kerinduan yang mendalam. Lalu
Pada bait kedua terdapat kalimat :

Dua mata hitam


Click to View FlipBook Version