The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-05-31 13:07:23

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

• PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERWAWASAN LINGKUNGAN • •


C' C; .) f)"::? II , - / ,---------------------------------------------~1 PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERWAWASAN LINGKUNGAN Penulis: Komarudin Penyunting : Komarudin Widya Alfisa Endang Setyaningrum DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Bekerjasama dengan DEPUTI BIDANG PENGKAJIAN KEBIJAKSANAAN TEKNOLOGI BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 1999


Sambutan Direktur J enderal Cipta Karya ;}) engan mengucap syukur Alhamdulillah Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyampaikan penghargaan atas prakarsa diterbitkannya buku " Pembangunan Perkotaan Berwawasan Lingkungan " yang merupakan kumpulan tulisan saudara Drs Komarudin MA, Ahli Peneliti Utama Bidang Perumahan dan Permukiman, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Diharapkan melalui buku ini dapat disampaikan informasi pembangunan perkotaan seperti pemanfaatan ruang, keterpaduan pembangunan kota dan desa, peningkatan investasi pembangunan sistem perkotaan, peningkatan prasarana dan saran a pengelolaan sampah, yang akan mendorong/menyangkut keserasian kehidupan masyarakat perkotaan. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa untuk mewujudkan pembangunan perkotaan yang efisien, efektif, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, diperlukan informasi yang cukup memadai untuk menyusun kebijaksanaan dan strategi serta pelaksanaan pembangunan perkotaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah. Maka buku ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna, bagi seluruh pelaku pembangunan perkotaan baik dari pemerintah, swasta/dunia usaha dan masyarakat, dan merupakan catatan pelajaran yang kiranya akan bermanfaat bagi pembangunan perkotaan dimasa mendatang. Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rakhmatNya guna suksesnya pembangunan perkotaan dimasa mendatang. Jakarta, 12 Juli 1999 Direktur J enderal Cipta Karya Departemen Peker jaan Umum . ~' ; ~::_7~~;:, . ~-·· .. .::) ~-\ ~ I •, ~. · .. , ) ~~ ! __ '. :~-zL~ ....... ·-~~ : ,· ... ' ~ . '-. .., ""' ,'( ·: ··.~·,/ ~-----<~1 ......... , ... , : c ,\ '?--:::~"' ~ ... ·.:.:.;..~ .. i


Kata Pengantar 'P embangunan perkotaan berwawasan lingkungan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah, memerlukan pemanfaatan ruang perkotaan secara efisien dan efektif, penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, serta jasa perdagangan yang andal dan terjangkau masyarakat. Pembangunan perkotaan yang pesat menuntut pengelolaan kota yang efektif, peningkatan perekonomian perkotaan, membangun kota menuju modern metropolis, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam upaya memacu pembangunan perkotaan, penulis merangkaikan tulisan-tulisan dalam konteks pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan, meliputi manajemen dan strategi, penataan ruang, penataan perumahan dan permukiman kumuh, rumah susun, pemasyarakatan rumah sehat, pariwisata, pasar dan taman, pemulung, kesehatan lingkungan, peran PKK dalam kebersihan kota, pengelolaan sampah perkotaan, kota bersih Adipura, budaya bersih, disiplin nasional, dan pengentasan kemiskinan. Tulisan-tulisan ini merupakan artikel penulis yang telah diterbitkan di surat kabar pad a tahun 1 989- 1998. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan kepada Menteri Pekerjaan Umum atas dukungan beliau sehingga penerbitan buku ini dapat diwujudkan, kepada Direktur Jenderal Cipta Karya, De parte men Pekerjaan Umum, atas bantuan dalam membiayai penerbitan, dan kepada lbu Endang Setyaningrum dan Bapak Widia Alfisa, atas kerjasama yang baik. Semoga buku ini bermanfaat untuk masyarakat luas, khususnya mereka yang bertugas dan pekerjaannya terkait dengan pembangunan perkotaan. Jakarta, Juli 1 999 Penulis, Drs. Komarudin, M.A iii


DAFTAR lSI Halaman Kata Sambutan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v I. II. III. IV. V. VI. VII. Manajemen dan Strategi Pembangunan Perkotaan ...... . Penataan Ruang dan Pembangunan Kota ............... . Pembangunan Perkotaan Berwawasan Lingkungan ....... . Penanganan Perumahan dan Permukiman Kumuh ......... . Rumah Susun dan Pemasyarakatan Rumah Sehat ........ . Pariwisata, Pasar, dan Taman ...................... . Pemberdayaan Pemulung dan Kesehatan Lingkungan .... . VIII. Peran PKK dalam Pengelolaan Kebersihan Kota ....... . IX. Pengelolaan Sampah Perkotaan ...................... . X. Penghargaan Kota Bersih: Adipura .................. . XI. Budaya Bersih dan Disiplin Nasional Menuju Kota 1 33 65 98 128 162 192 218 247 288 Bersih . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 316 XII. Pengentasan Kemiskinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 369 v


I Manajemen Dan Strategi Pembangunan Perkotaan Halaman 1. Menyorot UU Nomor 11 Tahun 1990: Susunan Pemerintahan OK/ NRI Jakarta. Jayakarta, 19 Mei 1992. 1 2. Visi Kota Indonesia Masa Depan. Jayakarta, 5 Juli 1997. 3 3. Jakarta Tahun 2005, Kendala dan Masalah. Jayakarta, 16 Desember 1989. 7 4. Tahun 2005, Jakarta Kota Metropolitan?. Jayakarta, 7 Juli 1992. 9 5. Manajemen Kota Metropolitan Jakarta. Jayakarta, 22 Juli 1993. 12 6. Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan. Jayakarta, 27 Juli 1993. 15 7. Manajemen Pembangunan Perkotaan. Suara Karya, 22 Juni 1993. 16 8. Pembiayaan Pembangunan Perkotaan. Jayakarta, 27 Mei 1993. 19 9. Strategi Pembangunan Perkotaan. Angkatan Bersenjata, 29 September 1993. 21 10. Pengembangan Kota Baru di Indonesia. Suara Pembaruan, 22 Oktober 1993. 25 11. Merencanakan Kota Baru. Angkatan Bersenjata, 26 Januari 1994. 28 12. Upaya Meningkatkan Cinta Jakarta. Neraca, 22 Juni 1991. 30


II Penataan Ruang Dan Pengembangan Kota Halaman 1. Mempertahankan Habitat Kampung. Angkatan Bersenjata, 14 Agustus 1993. 33 2. Menelusuri Butir-butir Penataan Ruang. Angkatan Bersenjata, 19 Januari 1993. 35 3. Koordinasi Pengembangan Kota Mandiri Jonggol. Jayakarta, 3 Juli 1997. 38 4. Penataan Kawasan Pantai OK/ Jakarta. Merdeka, 14 Juli 1994. 42 5. Penataan Ruang Wilayah Pesisir. Angkatan Bersenjata, 24 Januari 1994. 45 6. Pengelo/aan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Jayakarta, 7 Oktober 1997. 47 7. Penataan Kawasan Pantai, Tepian Sungai dan Tepian Danau. Angkatan Bersenjata, 18 Maret 1994. 50 8. Penataan Ruang "Conurbation" Antara Jakarta - Bandung. Suara Pembaruan, 8 Juli 1994. 52 9. Pembangunan Kota dan Wilayah Masa Mendatang. Angkatan Bersenjata, 19 Agustus 1993. 56 10. Perencanaan dan Transportasi Kota Menu rut Ciputra. Jayakarta, 11 Oktober 1993. 58 11. Keterkaitan Kota Mega dan Kota Kecil. Suara Pembaruan, 14 Januari 1994. 61


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. III Pembangunan Perkotaan Berwawasan Lingkungan Halaman Pasca Musyawarah Antarkota Seluruh Indonesia. Kompas, 1 Agustus 1994. 65 Menyongsong Seminar Proyek Megacity. Jayakarta, 2 Agustus 1993. 67 UDKP, Model Pembangunan Kecamatan Terpadu. Angkatan Bersenjata, 16 Juli 1991. 72 Jakarta Tempo Ooeloe dan Tahun 2003. Jayakarta, 28 Agustus 1997. 74 Mengenal UU No. 4/1982: Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Neraca, 12 juni 1991. 78 BAPEDAL : Tugas Berat Kendalikan Lingkungan Hidup. Jayakarta, 11 Juni 1991. 80 Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Angkatan Bersenjata, 5 Januari 1994. 83 Mengintegrasikan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Nasional. Angkatan Bersenjata, 25 Maret 1994. 86 Teknologi Berwawasan Lingkungan, Antara Arif Lingkungan dan Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. Angkatan Bersenjata, 13 Juli 1992. 89 Administrasi Lingkungan Dalam Pengelolaan Tata Ruang. Angkatan Bersenjata, 5 Juni 1991. 91 Menyorot Pembangunan Berkelanjutan. Angkatan Bersenjata, 28 Februari 1994. 94


IV Penanganan Perumahan Dan Permukiman Kumuh Halaman 1. Peremajaan Permukiman Kumuh (Studi Kasus Angke, Pulogadung, dan Kampung Sawah). Suara Karya, 15 Juli 1992. 98 2. Potret Lingkungan Kumuh di OK! Jakarta. Merdeka, 16 Agustus 1992. 100 3. Peremajaan Lingkungan Permukiman Kumuh: Studi Perbandingan Jakarta dan Semarang. Jayakarta, 27 Nopember 1993. 103 4. Masa/ah dan Penanganan Kawasan Kumuh. Suara Pembaruan, 6 Januari 1993. 105 5. Profit dan Alternatif Perbaikan Lingkungan Kumuh. Pelita, 30 Juli 1990. 107 6. Meremajakan Lingkungan Kumuh Tanpa Menggusur Warganya. Pelita, 31 Agustus 1990. 110 7. Koordinasi Penanganan Permukiman Kumuh. Suara Pembaruan, 4 Februari 1994. 112 8. Relokasi Permukiman Kumuh Nelayan. Angkatan Bersenjata, 13 Nopember 1992. 116 9. Ungkungan Kumuh Menanti Peranserta Swasta. Angkatan Bersenjata, 14 Mei 1990. 118 10. Pemasyarakatan: Dari Permukiman Kumuh ke Rusun. Angkatan Bersenjata, 8 Agustus 1997. 121 11. Penanganan Terpadu Perumahan dan Permukiman Kumuh. Suara Pembaruan, 25 Maret 1994. 124


v Rumah Susun dan Pemasyarakatan Rumah Sehat Hal am an 1. Memacu Pembangunan Rumah Susun. Suara Pembaruan, 31 Desember 1993. 128 2. Menelusuri Pembangunan Rumah Susun di OK/ Jakarta. Jayakarta, 3 - 4 September 1993. 132 3. Bagaimana Tinggal di Rumah Susun. Angkatan Bersenjata, 29 Agustus 1997. 135 4. Sulit, Membangun Dan Memasyarakatkan Rumah Susun. Angkatan Bersenjata, 7 Agustus 1997. 138 5. Memasyarakatkan Rusun di Jakarta. Terbit, 29- 30 Juli 1997. 143 6. Memasyarakatkan dan Membudayakan Rumah Susun di Kota Metropolitan. Jayakarta, 30 Juli 1997. 146 7. Sampah di Rumah Susun. Neraca, 18 April 1990. 149 8. Memasyarakatkan Rumah Sehat. Angkatan Bersenjata, 6 Agustus 1992. 150 9. lndikator Rumah Sehat di Perkotaan. Angkatan Bersenjata, 13 Januari 1993. 152 10. Perlu Redefinisi Pengertian Rumah Sehat. Suara Pembaruan, 21 Januari 1994. 155 11. Kampanye Gerakan Nasional Rumah Sehat. Suara Pembaruan, 28 Januari 1994. 158


VI Pariwisata, Pasar, dan Taman Halaman 1. Oekade Kunjungan Indonesia. Angkatan Bersenjata, 18 Desember 1992. 162 2. Kampanye Sadar Wisata Perlu Merakyat. Angkatan Bersenjata, 26 September 1992. 164 3. Membangun Jakarta Melalui Sadar Wisata dan Sadar Lingkungan. Merdeka, 4-5 Juli 1990. 166 4. Bogar Menyambut Kunjungan Wisata Tahun 1991. Neraca, 4 Oktober 1990. 170 5. Program Pengembangan Potensi Wisata Bogar Secara Terpadu. Merdeka, 6 Oktober 1990. 173 6. Peran Arsitek Oalam Pembangunan Pariwisata. Angkatan Bersenjata, 23 Februari 1994. 176 7. Ciptakan Pasar lndaman Yang Bersih, Aman dan Nyaman. Neraca, 13 Januari 1990. 178 8. Warga OK/, Cintailah Pasar. Pelita, 19 Januari 1990. 181 9. Teknologi, dari Pencemar ke Arif Lingkungan. Neraca, 14 Juli 1992. 183 10. Taman-taman di OK/ Jakarta Akan Habis?. Jayakarta, 4 Agustus 1992. 186 11. Pengelolaan Pertamanan di OK/ Jakarta. Pelita, 4 Agustus 1990. 188


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. VII Pemberdayaan Pemulung Dan Kesehatan Lingkungan Hal am an /ntegritas Pembinaan Pemulung. Jayakarta, 12 Oktober 1990. 192 Pengendalian Pemulung di OK/. Jayakarta, 2 April 1990. 194 Upaya Penanganan Pemulung di Surabaya. Surya, 17 Mei 1990. 196 Menangani Pemulung Oengan Metoda ZOPP. Neraca, 21 Juli 1990. 198 Persyaratan Baku Mutu Air Sungai dan Limbah OK/ Jakarta. Jayakarta, 14 Maret 1990. 201 Penge/olaan Air di OK/ Jakarta. Merdeka, 15 Juni 1991. 203 Prokasih Per/u Peranserta Masyarakat dan Swasta. Angkatan Bersenjata, 25 Agustus 1992. 205 Pengelolaan Baku Mutu Udara Emisi Kendaraan Bermotor di OK/ Jakarta. Angkatan Bersenjata, 8 Juli 1992. 207 Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah. Jayakarta, 20 Maret 1990. 210 Penyuluhan Kesehatan Lingkungan Menuju Keluarga Sehat. Neraca, 1 0 April 1990. 212 Koordinasi Program Penyehatan Lingkungan Perlu Oitingkatkan. Pelita, 11 April 1990. 214


VIII Peran PKK Dalam Pengelolaan Kebersihan Kota Hal am an 1. Mengenal Pokja-pokja Dalam PKK. Merdeka, 21 Desember 1989. 218 2. Bagaimana Mengelola PKK Yang Baik. Pelita, 28 Desember 1989. 220 3. Peranserta PKK Dalam Menciptakan Kebersihan Kota. Neraca, 8 Januari 1990. 222 4. Peran PKK Surakarta Dalam Kebersihan Kota. Merdeka, 16 Januari 1990. 225 5. Gerakan PKK Perlu Dimasyarakatkan. Angkatan Bersenjata, 30 April 1990. 227 6. Peran PKK dan Dharma Wanita Dalam Pembangunan. Angkatan Bersenjata, 17 September 1993. 230 7. Peran Wanita Dalam Mengentaskan Kemiskinan di OK/ Jakarta. Angkatan Bersenjata, 23 September 1993. 233 8. Arah Kegiatan Dharma Wanita Dalam Repelita VI. Angkatan Bersenjata, 4 Oktober 1993. 235 9. Program Dharma Wanita 1993-1998. Jayakarta, 22 Oktober 1993. 238 10. PKK OK/ Jakarta Mengentaskan Kemiskinan Daerah Tertinggal. Jayakarta, 22 Juli 1994. 241 11. KISS Menuju Keluarga Sehat Sejahtera. Angkatan Bersenjata, 2 Oktober 1992. 244


IX Pengelolaan Sampah Perkotaan Hal am an 1. Tokyo, Sebuah Refleksi Penanganan Sampah Untuk Jakarta. Jayakarta, 29 Mei 1990. 247 2. Persatuan Pengelola Sampah Perkotaan Indonesia, Dari Kitakyushu ke Perlaspi. Jayakarta, 26 Februari 1991. 249 3. Sistem Pengelolaan Persampahan di Perkotaan. Jayakarta, 21 Februari 1990. 251 4. Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Efisien. Gala, 6 Februari 1991. 254 5. Mengenal Peralatan Sampah di Kota Bandung. Angkatan Bersenjata, 3 April 1991. 256 6. Mengatasi Sampah Dengan Sistem Modul, Kasus Bogar. Merdeka, 28 Nopember 1989. 7. Pengelo/aan Sampah Kota Surabaya. Merdeka, 21 Februari 1990. 8. Sampah Jakarta Tahun 2000. Jayakarta, 28 April 1990. 9. Pengelolaan dan Pendayagunaan Sampah OK/ Jakarta. Jayakarta, 20 Desember 1989. 10. Menelusuri Pengelolaan Sampah di Wit ayah Kota Jakarta. Jayakarta, 12 September 1990. 11. Taati Perda 5 Tahun 1988 Tentang Kebersihan Lingkungan. Neraca, 18 Mei 1991. 258 260 263 265 268 271 12. Jakarta, Evolusi Dari BEMO Menuju BMW. Angkatan Bersenjata, 28-29 Juni 1990. 273 13. Jakarta: Dengan Teguh Beriman Mengentaskan Kemiskinan. Angkatan Bersenjata, 21 Juli 1994. 278 14. Selamat Jalan Wiyogo, Selamat Datang Surjadi, Selamat Bekerja Basofi. Jayakarta, 6 Oktober 1992. 282 15. Swastanisasi Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jayakarta, 11 Agustus 1997. 284


X Penghargaan Kota Bersih : Adipura Hal am an 1. Mengejar Adipura, Menghindar Jadi Kota Terjorok. Jayakarta, 24 Januari 1990. 288 2. Kejutan: Adipura 1990 Vs Kota Terjorok. Media Indonesia, 21 Februari 1990. 290 3. Mengejar Adipura, Be/ajar Oari Surabaya. Neraca, 13 Desember 1989. 291 4. Kebersamaan Menuju Surabaya Berseri. Angkatan Bersenjata, 9 Maret 1990. 294 5. Bandung Bersih, Hijau dan Berbunga Menuju Kota ldaman. Merdeka, 19 Desember 1989. 296 6. HUT ke-377 Manado: Meraih Adipura dan Melestarikan Bunaken. Neraca, 11 Juli 1990. 299 7. Jakarta Pusat Mengejar Pia/a Adipura. Jayakarta, 20 Juli 1989. 301 8. Menumbuhkan Cinta Kebersihan Warga OK/ Jakarta. Angkatan Bersenjata, 8Juli1991. 303 9. Antara Adipura dan Adipura Kencana. Merdeka, 26 Juni 1991. 306 10. Peraih Adipura 1986-1997. Jayakarta, 11 Juni 1997. 308 11. Setelah Adipura Kencana, Adipura Lestari? Angkatan Bersenjata, 27 Agustus 1997. 312


XI Budaya Bersih dan Disiplin Nasional Menuju Kota Bersih Halaman 1. Menjakartakan Warga lbukota. Angkatan Bersenjata, 4-5 Juli 1991. 316 2. Memfungsikan Forum Komunikasi Lingkungan. Jayakarta, 17 Maret 1994. 321 3. Mengintegrasikan Ungkungan Hidup Oalam Pembangunan Nasional. Angkatan Bersenjata, 25 Maret 1994. 324 4. Menuju Warga OK/ yang Berbudaya Kerja dan Oisiplin. Angkatan Bersenjata, 2 September 1996. 327 5. Budaya Bersih dan Gerakan Oisiplin Nasional Warga OK/ Jakarta. Jayakarta, 11 September 1996. 331 6. Jakarta: Kota Bersih Metropolitan Indonesia. Jayakarta, 28 Agustgus 1996. 334 7. Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana. Suara Pembaruan, 1 Juli 1994. 337 8. SKB Tiga Menteri: Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman Oengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang. Angkatan Bersenjata, 9 Desember 1992. 340 9. Perlu Gerakan Nasional Untuk Memasyarakatkan Rumah Susun. Jayakarta, 29 Juli 1997. 343 10. Memasyarakatkan Rumah Susun Secara Terpadu di Metropolitan Jakarta. Angkatan Bersenjata, 25 Agustus 1997. 347 11. Perumahan :Agenda Habitat dan Oeklarasi Istanbul. Jayakarta, 8 Agustus 1997. 352 12. Mendorong Tumbuhnya Pasar Perumahan. Jayakarta, 11 Nopember 1993. 356 13. Gerakan Kembali ke Oesa di Jawa Timur. Jayakarta, 5 September 1997. 357 14. Pemberdayaan Waserda-KSU di OK! Jakarta. Jayakarta, 11 September 1997. 361 15. Petunjuk Bagi Caton Penulis 1/miah Populer. Jayakarta, 3 Nopember 1993. 365


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. XII Pengentasan Kemiskinan Hal am an Benang Merah Upaya Pengentasan Kemiskinan. Jayakarta, 9 September 1993. 369 Evolusi Pengentasan Kemiskinan di DKI Jakarta. Angkatan Bersenjata, 26 Juli 1993. 373 Peran Wanita Dalam Mengentaskan Kemiskinan di DKI Jakarta. Angkatan Bersenjata, 23 Seeptember 1993. 376 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengentasan Kemiskinan. Angkatan Bersenjata, 23 September 1993. 379 Partisipasi Masyarakat OK/ Jakarta Dalam Mengentaskan Kemiskinan. Angkatan Bersenjata, 31 Juli 1993. 382 Menelusuri Partisipasi Masyarakat Jakarta Dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jayakarta, 28 Juli 1993. 385 Partisipasi Swasta Dan Masyarakat Dalam Pengentasan Kemiskinan di OK/ Jakarta. Angkatan Bersenjata, 29 Juli 1993. 388 Pengentasan Kemiskinan Dan Partisipasi Masyarakat (Kasus OK/ Jakarta). Angkatan Bersenjata, 4 Agustus 1993. 392 Dari Renstra ke Pengentasan Kemiskinan di DKI Jakarta. Angkatan Bersenjata, 20 Juli 1994. 395 Ketenagakerjaan: Perspektif Pengentasan Kemiskinan Di Perkotaan. Angkatan Bersenjata, 27 Juli 1994. 399 Mengentaskan Kemiskinan Melalui Program MPMK. Jayakarta, 15 September 1997. 402 Menuju Gerakan Nasional De sa Cerdas Teknologi. Jayakarta, 29 Desember 1997. 406 Menumbuhkan Partisipasi Swasta Dalam Pembangunan Kota. Jayakarta, 20 Nopember 1997. 411 Seminar Nasional Perumahan dan Permukiman Menyongsong Abad 21. Jayakarta, 19 Desember 1997. 413 Perumahan Rakyat Untuk Kesejahteraan dan Pemerataan. Jayakarta, 6 Januari 1998. 418


Menyorot UU Nomor 11 Tahun 1990 : Susunan Pemerintahan DKI NRI Jakarta UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus lbukota Negara Republik Indonesia Jakarta (DKI NRI Jakarta) sebagai pengganti UU Nomor 2 Pnps Tahun 1961 dan UU Nomor 10 Tahun 1964 yang ditetapkan tanggal 14 Nopember 1990, merupakan upaya untuk mewujudkan Jakarta sebagai lbukota Negara Republik Indonesia (NRI) yang mengemban beberapa fungsi, yaitu pusat kegiatan kehidupan ekonomi dan politik, penyelenggaraan pemerintahan Negara, penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat (Pempus), pusat penyelenggaraan kegiatan nasional di Indonesia, serta mempunyai peranan penting baik dalam sejarah perjuangan bangsa maupun dalam ketatanegaraan Indonesia. UU Nomor 11 Tahun 1990 ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 197 4 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang menyatakan bahwa lbukota Negara Republik Indonesia mengingat pertumbuhan dan perkembangannya dapat mempunyai dalam wilayahnya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam UU ini, yang pengaturannya ditetapkan dengan UU. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah DKI Jakarta dapat membentuk dan mengembangkan perangkat Daerah dan Wilayah yang lebih luwes dan dinamis sesuai dengan kebutuhan nyata dengan tetap memperhatikan prinsip daya guna dan hasil guna. Ketentuan Susunan Pemerintahan DKI NRI Jakarta diatur dan dilaksanakan sesuai UU Nomor 5 Tahun 1974, kecuali hal-hal yang diatur tersendiri dalam UU Nomor 11 Tahun 1990, yang meliputi kedudukan, pembagian Wilayah, penyelenggaraan pemerintahan, perangkat pemerintahan, dan pembiayaannya. Jakarta sebagai lbukota NRI, merupakan tempat kedudukan pusat pemerintahan Negara, lbukota DKI Jakarta. lni berarti, DKI Jakarta dapat diartikan sebagai DKI NRI Jakarta. DKI Jakarta yang merupakan Daerah Tingkat I, mempunyai batas-batas wilayah: sebelah Utara dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan Kabupaten DT II Bekasi, sebelah Selatan dengan Kabupaten DT II Boger, sebelah Barat dengan Kabupaten DT II Tangerang, dan Kotip Depok, atau ditambah beberapa Kelurahan di Botabek yang letaknya berbatasan dengan DKI Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta berkedudukan di Jakarta. Wilayah DKI Jakarta dibagi dalam Wilayah-wilayah Kotamadya, Wilayah Kotamadya dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan, dan Wilayah Kecamatan dibagi dalam Wilayah-wilayah Kelurahan. Pembentukan, perubahan, nama batas, dan penghapusan Wilayah Kotamadya dan Wilayah Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP), sedangkan pembentukan, nama, dan batas Kelurahan diatur dengan Perda sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Mendagri. Gubernur Kepala Daerah di samping menyelenggarakan hak, wewenang, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 81 UU Nomor 5 Tahun 1974, juga menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus, sebagai akibat langsung dari kedudukan Jakarta sebagai lbukota Negara. Bersifat Khusus, terlihat dari fungsi Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan Sidang Umum MPR, pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara, pusat kegiatan kehidupan politik nasional, tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, tempat kedudukan kedutaan negara lain, dan tempat pengaturan dan pembinaan wilayah DKI Jakarta sehingga mencerminkan citra masyarakat Indonesia yang berkepribadian nasional. Gubernur Kepala Daerah (Gubernur Kepala DKI NRI Jakarta) bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan, Gubernur Kepala Daerah mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Mendagri. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan DKI Jakarta dilaksanakan berdasarkan Rencana lnduk Pembangunan DKI Jakarta yang disetujui Presiden. lni berarti RUTR Jakarta 2005 (1985- 2005) perlu ditinjau kembali dan dibuat suatu Rencana lnduk yang disetujui Presiden. Penyusunan rencana


induk, pelaksanaan pembangunan dan pengembangan DKI Jakarta dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan dan bimbingan Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya serta adanya koordinasi dengan Daerah sekitarnya. Sebaliknya, Departemen, lembaga dan Badan-badan pemerintah lainnya menyesuaikan perencanaannya dengan pembangunan DKI Jakarta. Koordinasi, lebih ditegaskan lagi sebagai kegiatan kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan pemerintah DT I Jawa Barat mengenai pengaturan pembangunan di daerah yang berbatasan, yaitu Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) untuk mencapai keselarasan, keserasian dan keseimbangan yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, Gubernur Kepala Daerah dibantu Wakil Gubernur Kepala Daerah, sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, yang bertanggungjawab kepada Gubernur. Pembidangan tugas Wakil Gubernur diatur dengan Keputusan Gubernur sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Mendagri. Untuk melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat yang bergerak dalam bidang legislatif, di DKI Jakarta disusun DPR DT I sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keanggotaan DPR DT I ditetapkan dengan memperhatikan kekhususan lbukota Negara sebagai DT I, yaitu dalam menentukan jumlah keanggotaan DPRD Tingkat I DKI Jakarta yang kompleks. Wilayah Kotamadya dikepalai oleh Walikotamadya yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Kepala Daerah. Walikotamadya dibantu seorang Wakil Walikotamadya yang bertanggungjawab langsung kepada Walikotamadya. Dengan UU ini, Wilayah Kota berubah menjadi Wilayah Kotamadya. Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat dan sebagai wadah komunikasi timbal balik pada tingkat Kotamadya, dibentuk Lembaga Musyawarah Kota (LMK) yang keanggotaannya terdiri dari organisasi kekuatan sosial politik, ABRI, dan unsur Pemerintah yang selanjutnya diatur oleh Mendagri. Organisasi kekuatan sosial politik ialah Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golongan Karya. Pembentukan dan pengembangan perangkat Wilayah dan Daerah di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta, dilaksanakan sesuai kebutuhan, kedudukan dan fungsinya sebagai lbukota Negara. Pembentukan dan pengembangan perangkat Wilayah Daerah sesuai dengan kebutuhan, diartikan bahwa DKI Jakarta mengingat kekhususannya, dapat membentuk perangkat baru dan mengembangkan perangkat yang sudah ada untuk menampung dan mengatasi dinamika beban tugas yang demikian berat dan kompleks sesuai dengan prinsip dayaguna dan hasilguna. Pembiayaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan (dan pembangunan) yang bersifat khusus dibebankan pada APBN dan untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tugas tersebut, Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana dari APBD. Pembiayaan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus ini termasuk pembangunan di daerah perbatasan yang bersifat menyangga DKI Jakarta, yaitu Bogor, Tangerang dan Bekasi, dan penyelenggaraan Lembaga Musyawarah Kota di setiap Wilayah Kotamadya dalam DKI Jakarta. Harapan Kehadiran UU Nomor 11 Tahun 1990 diharapkan segera disusul dengan PP yang menjabarkan petunjuk pelaksanaan dari ketentuan dalam UU tersebut. Munculnya UU ini diharapkan dapat mempercepat penanganan masalah kompleks ibukota seperti luas wilayah yang sempit, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan segala dampaknya, permukiman, penataan wilayah, transportasi, komunikasi, pedagang informal, urbanisasi/migrasi yang tinggi, serta masalah-masalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian, menuju pada pelayanan kota yang cepat, terpadu dan terkendali. PP sebagai tindak lanjut UU Nomor 11 Tahun 1990, perlu disiapkan segera untuk memenuhi tuntutan pertumbuhan dan perkembangan Jakarta sebagai lbukota Negara. UU Nomor 11 Tahun 1990 merupakan dasar hukum bagi DKI Jakarta dalam membentuk dan mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan, terutama di bidang kelembagaan, pendanaan, hubungan kerja antara Gubernur dengan Presiden, para Menteri, pimpinan Lembaga dan Badan-badan Pemerintah lainnya di Tingkat Pusat. Sejalan dengan itu, perlu ditumbuhkembangkan mekanisme koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan DKI Jakarta, baik antara Gubernur Kepala Daerah dan aparatnya dengan pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah sekitarnya, khususnya Pemerintah 2


Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Lampung. Pengembangan dan pembentukan perangkat Daerah dan Wilayah harus memperhatikan asas fleksibilitas dalam memenuhi kebutuhan nyata dan tetap memperhatikan prinsip dayaguna dan hasilguna, dalam suatu perkembangan ibukota yang dinamis. Kekhususan Pemerintah DKI Jakarta, perlu didukung oleh tersedianya aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa, pelayanan umum yang baik, administrasi pemerintahan dan pembanguan yang teratur, dan peran serta masyarakat ibukota dalam pembangunan. Tim Jabotabek serta Sekretariat Bersama Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah DT I Jawa Barat, perlu lebih dikembangkan kegiatannya, khususnya dalam meningkatkan pembangunan di daerah perbatasan DKI Jakarta dengan daerah Botabek. Kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Propinsi DT I Jabar, Jateng, 01 Yogyakarta, dan Jatim yang sudah ada, perlu segera diwujudkan pelaksanaannya, misalnya dalam menangani urbanisasi/migrasi yang tinggi, pembangunan kawasan industri, permukiman, dan penyediaan tenaga kerja sektor informal. Jayakarta, 19 Mei 1992 VISI KOTA INDONESIA MASA DEPAN Penduduk perkotaan di Indonesia berkembang pesat, dari 22,3% (1980) menjadi 31,1% (1990), 34,0% (akhir Pelita V), diperkirakan menjadi 40,3% (akhir Pelita VI) dan 56,7% (akhir PJP II). Kota Indonesia Masa Depan adalah kota bersih di mana ekonomi berperan sebagai penggerak pembangunan dan iptek memacu pembangunan perkotaan. Kota masa depan tersebut adalah kota yang manusiawi dan berkeadilan sosial, yang memanfaatkan seoptimal mungkin potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, melakukan pendekatan sistem dalam penataan ruang, dan mengambil manfaat dari lingkungan strategis, untuk meningkatkan ketahanan nasional. Telah banyak seminar yang membahas pembangunan kota dan salah satunya adalah "Seminar 10 Tahun Adipura - Menciptakan Visi Kota Indonesia Masa Depan" yang diselenggarakan di Jakarta oleh BAPEDAL pada 10 Oktober 1996. Melalui seminar ini diharapkan dapat dihasilkan "visi kota masa de pan" (perumusan konsep kota bersih, Visi Kota Indonesia Masa Depan dan Program Adipura ke depan), sebagai peningkatan dari Kota Adipura, Kota Adipura Kencana, barangkali berbentuk Kota Lestari atau Kota Super Adipura Kencana. Tidak dapat disangkal bahwa peran teknologi semakin penting di dalam pembangunan. GBHN 1993 menegaskan, "ekonomi adalah penggerak pembangunan dan teknologi merupakan pemacu pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan". Habibie (1982) menegaskan bahwa ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi merupakan kunci keberhasilan pembangunan bangsa dalam proses transformasi suatu masyarakat menjadi bangsa berteknologi serta industri maju. Memasuki era tinggallandas pada PJP II, dalam abad ke-21 nanti, hanya bangsa yang menguasai iptek yang akan dapat mengikuti kemajuan zaman dan memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka. Pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tanggal 10 Agustus 1996 (Keppres Nomor 71 Tahun 1995), Bapak Presiden Soeharto menegaskan, "bangsa-bangsa yang tidak mampu menguasai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi, akan tertinggal dan sulit menghadapi tantangan zaman. Karena itu, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjadi bangsa yang menguasai iptek demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Kebutuhan penerapan teknologi tepat guna dalam pengembangan kota masa depan makin dirasakan, mengingat perkembangan kota yang makin pesat dan menuntut manajemen perkotaan yang efektif serta pelayanan kota yang efisien dan efektif. Pengelolaan Sampah Perkotaan Daerah perkotaan diklasifikasikan menjadi kota raya (penduduk di ats 1 juta jiwa), kota besar (500.000 - 1 juta jiwa), kota besar (1 00.000 - 500.000), dan kota kecil (20.000 - 1 00.000). Contoh perkembangan kota yang pesat dapat dilihat kota Jakarta yang bekembang dari urutan ke 33 (tahun 1950) menjadi urutan ke 19 (tahun 1985) dan diperkirakan menempati urutan ke-11 di dunia pada tahun 2000. Perkembangan kota yang 3


pesat dan pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan mengakibatkan peningkatan produks1 (timbulan) sampah. Sampah adalah limbah padat yang merupakan sisa kegiatan manusia/masyarakat yang tidak terpakai, baik bersifat organik maupun non-organik. Jika sampah tidak dikelola dengan baik, maka sampah akan mengganggu kenyamanan hidup, kesehatan manusia, dan menimbulkan dampak lingkungan. Pengelolaan sampah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penghasil (produksi/timbulan) sampah, pewadahan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan (ke tempat pembuangan sementara atau pembuangan akhir), pengolahan dan pemanfaatan, dan pembuangan sampah. Penanganan atau pengelolaan sampah (di daerah perkotaan), meliputi kegiatan: a) pewadahan sampai ke pembuangan akhir sampah (aspek organisasi/manajemen dan teknis operasional); b) penyediaan tempat sampah dan alat pengelolaan/ pengolahan sampah (aspek peralatan teknis operasional); c) penyiapan perangkat kelembagaan dan hukum/ peraturan perundang-undangan (aspek hukum dan institusi); d) penyediaan tenaga operasional pengelolaan kebersihan kota (aspek sumber daya manusia); e) penyediaan dana pengelolaan kebersihan kota (aspek pembiayaan); f) peran serta/partisipasi swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah (aspek peranserta masyarakat); g) persyaratan kesehatan pengelolaan sampah mengacu pada Kepdirjen PPM-PLP Depkes Nomor 281-II/PD-03.04LP Tanggal 30 Oktober 1989 dan ketentuan terkait lainnya (aspek kesehatan); h) budaya hid up bersih dan sehat yang didorong oleh PKK (aspek budaya dan perilaku masyarakat); i) penataan ruang dan penghijauan/keteduhan kota dikaitkan dengan upaya perwujudan kota bersih dan pelestarian lingkungan (aspek penataan ruang dan lingkungan hidup); j) lain-lain yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang ditetapkan oleh pemerintah dan melibatkan partisipasi swasta/masyarakat. Walaupun telah ditetapkan standarisasi peralatan pengelolaan sampah perkotaan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan sampah tiap kategori kota berbeda, sehingga penanganan sampah perkotaan perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi kota yang bersangkutan. Sistem pengelolaan sampah (perkotaan) mengandung sub-subsistem penampungan, pemilahan sampah kering/basah, organik/ an-organik, penggunaan wadah sampah); pengelolaan sampah setempat secara individual (pembakaran dan pemadatan), pengumpulan sampah (penggunaan tempat penampungan sementara sampah, TPS, transfer depo), pengangkutan (perorangan, petugas dinas kebersihan), pengolahan sampah (pembakaran, daur ulang, pembuatan kompos/pupuk, pembuatan menjadi komponen dan elemen bangunan rumah), dan pembuangan akhir sampah {TPA, sanitary landfill, controlled landfill, modified landfill, improved landfill, reklamasi, pemadatan sampah, daur ulang, penggunaan cacing, dan harmoni pemulung-sapi-sampah). Pengelolaan sampah perkotaan dihadapkan pada permasalahan ketidakcukupan pembiayaan, keterbatasan industri lokal dalam menyediakan peralatan persampahan, sumber daya manusia dan tenaga kerja persampahan yang kurang profesional, manajemen yang kurang efektif dalam mendayagunakan segera sumber daya yang tersedia, lemahnya partisipasi swasta dan masyarakat, kelembagaan yang kurang efektif, peraturan perundang-undangan yang kurang mendukung, sarana dan prasarana perkotaan yang kurang teratur (jalan, aturan traffic, perumahan, sanitasi dan drainase), aparatur pemerintah yang kurang menjadi panutan (keteladanan), dan masih rendahnya disiplin warga kota (budaya bersih, budaya tertib, dan budaya kerja). Sejak tahun 1986, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (sekarang dengan Bapedal) bekerjasama dengan Depdagri, Dep-PU, Depkes, BPPT, dan Tim Penggerak PKK Pusat menyelenggarakan penilaian kota bersih (bersih, sehat, indah, nyaman) yang dikenal sebagai penilaian Adipura (kota indah dan agung). Penghargaan Adipura (Adipura Ken can a sejak 1991) didasarkan atas empat aspek penilaian, yaitu (1) manajemen (kelembagaan, hukum, pembiayaan, dan teknis operasional), (2) peranserta masyarakat (umum dan PKK), (3) fisik (kebersihan), (4) kesehatan, dan (5) tata ruang dan penghijauan/keteduhan. Dari data peraih Adipura (1986-1996), penulis dapat menarik beberapa kesimpulan pengelolaan sampah sebagai berikut : Pengelolaan Sampah Kotamadya Bandung kurang stabil; Manado dan Bogor membutuhkan penanganan serius; Ambon perlu merintis lagi dari bawah; Samarinda perlu belajar dari Balikpapan; Semarang dan Surabaya patut dicontoh;. Surakarta, Padang, Ban dar Lampung, dan Malang terus bersaing; Magelang, Purwokerto, Cirebon, Balikpapan, dan Cianjur patut ditiru; Kebersihan Temanggung, Magetan, Banjarmasin, Kudus, Situbondo, Wonosobo, dan Tabanan, dan Temanggung patut dibanggakan. Khusus tahun 1997, 4


prestasi kota-kota Bojonegoro, Cilacap, Tegal, Tasikmalaya, Banyuwangi, Padang, Sukabumi, Sidoarjo, Wonosobo, dan Boyolali hampir mencapai Adipura Kencana 1997. Visi Kota Indonesia Masa Depan Mengacu pada pendapat dan pandangan para pakar perkotaan, maka Visi Kota Indonesia Mas Depan hendaknya mengandung unsur-unsur berikut : (1) adanya sentuhan teknologi (technoware, humanware, orgaware, inforware) di dalam berbagai aspek subsistem pengembangan kota, sehingga diwujudkan "pembangunan lingkungan" (penerapan teknologi tepat guna yang layak, tepat, bisa diterima secara sosial dan budaya, lingkungan, politis, teknis, dan ekonomis); (2) tumbuhnya kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat; (3) pendekatan sistem dalam Penataan Ruang Kota (proses penerapan metode ilmiah dalam pemecahan masalah berdasarkan pemikiran sistemik, yang memandang segala sesuatu bersegi banyak (multi dimensi), penuh kompleksitas dan selalu merupakan bagian dari sistem yang lebih luas atau lebih besar; dan (4) keterpaduan perencanaan, orientasi dan motivasi perencanaan, kemitraan, peranserta/ partisipasi masyarakat, ketergantungan antar daerah, keterkaitan transportasi dan infrastruktur, penataan lahan, memperhatikan kendala (keterbatasan kewenangan Pemda, kemampuan aparat, pendanaan, manajemen, dan mekanisme pengendalian) dan peluang (peraturan perundang-undangan, ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia, keberagaman potensi kota, peran swasta, keterkaitan dan kesepadanan). Rahardi Ramelan (1996) mengingatkan pentingnya Mempertahankan ldentitas Kota: fungsi kota sebagai pusat kegiatan, budaya versus kualitas lingkungan, nilai-nilai tradisional versus modernisasi, pembangunan perkotaan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, arsitektur kota, keseimbangan kotadesa, ukuran luas kota (megaurban, konurbasi perkotaan), konservasi dan pertumbuhan kota, nilai estetik, pendekatan komprehensif, perencanaan ruang/spasial, pembangunan infrastruktur yang memadai, pembangunan kota yang terintegrasi, kualitas warga kota, kemitraan (public-private partnership), dan peningkatan partisipasi swasta. Habibie (1996) menyarankan agar kota memiliki dinamika tinggi dan mengandung unsur-unsur berikut: kota industri dan kota sejarah, mengaitkan makro dan mikro ekonomi perkotaan, visi berdasarkan realitas, pusat keunggulan dan pusat atraksi (center of excellence, center of atraction), pengembangan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan sumber daya alam, aspek sosial budaya, produktivitas, kemudahan transportasi dan komunikasi, diversifikasi tanggung jawab, aman-bersih-menarik (safe, clean, nice), disiplin masyarakat, hunian berimbang, teknologi tepat guna (appropriate technology, low cost technology), dan aman selama 24 jam. Radinal Moochtar: hemat energi, hemat lahan, sarana dan prasarana untuk mendukung pemerataan pembangunan, kemitraan, penataan kawasan kumuh dan rawan bencana, koordinasi-integrasi-sinkronisasi, penataan kota dan pelestarian lingkungan, pemantapan kelembagaan, perencanaan yang matang dan akurat, kualitas hunian yang layak, sehat, bersih, aman dan nyaman, perencanaan yang memenuhi tuntutan pengembangan iptek, dan pembentukan manajer perkotaan yang profesional, Sarwono Kusumaatmadja (1994) mengingatkan pentingnya penanganan limbah rumahtangga/sampah dapur, pendekatan perilaku dan budaya masyarakat, limbah transportasi, dan limbah industri. Visi Kota Indonesia Megacity Masa Depan: warga kota dinamis, tantangan degradasi dan kerusakan lingkungan, kemandirian golongan bawah, penerapan teknologi tepat guna (canggih dan sederhana), cara kreatif mendayagunakan sumber-sumber, penggalakan pasar lokal di samping pasar regional, nasional, dan internasional, penanganan energi perkotaan, pembangunan bertumpu pada komunitas, desentralisasi manajemen perkotaan, peningkatan produktivitas sektor informal, penanganan terpadu berbagai subsistem perkotaan. Pemerintah kota harus dapat mencanangkan arah pengembangan kota tersebut, misalnya kota industri, perdagangan, jasa, pariwisata, budaya, pendidikan, dan pertanian modern. Pengembangan kota haruslah menerapkan kriteria evaluasi suatu inovasi, yaitu meningkatkan nilainilai (secara sosial equitable, ekonomi viable, politik participatory, ecologically berkelanjutan, dan culturally adaptable (think globally, act locally), Tujuh kebijaksanaan pengembangan perkotaan harus diperhatikan, yaitu (1) pengembangan dan pemantapan sistem perkotaan yang diarahkan untuk memantapkan fungsi kota (fungsional, spasial) agar dapat berfungsi optimal dalam pelayanan sosial ekonomi dalam kota dan kawasan 5


sekitarnya; (2) peningkatan produktivitas kota; (3) peningkatan kemampuan sumber daya manusia; (4) pemantapan kelembagaan; (5) melembagakan/memfungsikan berbagai kelembagaan pengelolaan pembangunan; (6) pemantapan perangkat peraturan perundang-undangan; dan (7) peningkatan kualitas lingkungan fisik sosial ekonomi. Kota Masa Depan memiliki program pembangunan dan kegiatan usaha yang mampu memberikan lapangan kerja bagi warga kota, mengembangkan potensi sektor unggulan yang produknya berorientasi ekspor, menyebarkan kegiatan sektor unggulan ke kawasan penyangga, mendorong pengembangan kota menengah dan kecil, mendorong program teknologi masuk desa dan industrialisasi di perdesaan, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan efisiensi produksi pertanian dan mengurangi ketergantungan pada luar negeri, memantapkan sistem transportasi dan komunikasi yang andal, sistem penggajian yang seimbang, terciptanya hidup layak, jaminan sosial dan rasa tentram, diklat, jaminan sosial dan rasa tentram, diklat yang berkesinambungan, dan mendorong peranserta aktif swasta dalam berbagai kegiatan pembangunan. Perlu adanya transformasi individu (Mathias Aroef, 1990) dari suka santai ke suka kerja keras, irama hidup petani ke irama hidup perkotaan yang bergerak cepat, suka pesta panjang ke acara seperlunya saja, mengagungkan formalitas ke menghargai prestasi riil, boros memakai sumber-sumber ke irit memakai sumber-sumber. Sejalan dengan itu, diperlukan transformasi kontra produktif ke produktif, dengan ciri-ciri perubahan dari keterkaitan pada peraturan ke kultur inovator, organisasi sangat terpusat menjadi desentralisasi wewenang untuk memutuskan, keterkaitan pada struktur berubah menjadi budaya operasi yang responsif, semula berpegang pada nilai-nilai masa lalu berubah ke berorientasi pada masa depan, dari maksimisasi proses ke maksimisasi keluaran. Penutup Butir-butir pemikiran tentang Visi Kota Indonesia Masa Depan diatas masih harus diteliti dan dikaji kembali dalam konteks pembangunan kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, dengan memperhatikan lingkungan strategis yang dianggap mempengaruhi perkembangan kota, dikaji melalui analisis kedepan (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman atau SWOT, strength, weaknesses, opportunities, threats). Dalam konteks kebersihan kota, perlu terus dikaji aspek-aspek kelembagaan, fisik, peran serta masyarakat, kesehatan, penataan ruang dan konservasi, teknis, penonjolan fungsi kota, dan peningkatan pendapatan asli daerah. Sampah jangan dianggap sebagai masalah, tetapi harus dilihat sebagai potensi ekonomi yang bisa menghasilkan uang. Contohnya, sampah bisa dijadikan kompos dan tenaga listrik, didaur ulang, dan sampah organik dapat diubah oleh cacing menjadi pupuk dan obat. Pengembangan kota-kota di Indonesia hendaknya belajar dari perkembangan kota-kota terkenal di dunia. Paris, London, Tokyo, dan New York sebagai kota wisata, Rotterdam kota dagang dan pelabuhan, San Francisco terkenal dengan Golden Gate-nya, Singapura kota transit, belanja dan wisata internasional, Sydney terkenal waterfront city Darling Harbournya (patut ditiru Jakarta yang membangun pantura dan Tangerang yang akan memiliki pantura Teluknaga dan Kapuknaga), Bangkok sebagai kota konvensi dan wisata (UNESCAF, UNDP, dan lain-lain), Kyoto kota budaya (kota wisata Yogyakarta dan Denpasar harus makin memikat). Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, dan Ujung Pandang berpotensi sebagai kota wisata belanja, dagang, pelabuhan dan konvensi, Bandung sebagai kota pegunungan, dan Yogyakarta-Solo sebagai kota seni-budaya. Terlepas dari pengembangan kota menjadi kota pemerintahan, industri, bisnis, wisata, konvensi, pendidikan, atau seni-budaya, kebersihan kota tersebut perlu diutamakan. Kota-kota Adipura Kencana yang memang sudah sangat bersih (lihat tabel), berpotensi dikembangkan menjadi kota bersih dan sehat yang mempunyai ciri khusus dan pada akhirnya kota tersebut berkembang mandiri didukung sumber daya manusia terampil, dibangun dalam konteks pembangunan kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jayakarta, 5 Juli 1997 6


Kota-kota Peraih Adipura Kencana Kola Tahun '86 87 '88 '89 '90 '91 '92 '93 '94 '95 '96 '97 +Kola ___ Tahun '86 87 ------------· ------~---· Kola Raya: 1. Surabaya A A A A KEN KEN A KEN KEN KEN ,9. Blitar 12. Semarang s A A A A KEN KEN KEN 3. Jakarta Pusat s s A A A A KEN KEN i Kola Kecil : 1. Magetan '88 '89 '90 '91 '92 '93 '94 '95 '96 "97 A A A A A KEN A A A A KEN A KEN KEN KEN Kola Besar: 2. Banjarnegara S A A A A KEN KEN KEN 1. Surakarta A A A A KEN KEN KEN A KEN A A 3. Bukininggi A A S A KEN KEN A A A A 2. Malang s A A A A KEN A KEN 4. Kudus A A A A A KEN KEN 3. Padang A A A A KEN A A KEN KEN KEN A 5. Situbondo 4. Banda~ampung s s A A A A KEN KEN KEN 6. Wonosobo A A A A A KEN KEN A A A A KEN KEN A KEN A 7. Boyolali S A A A A KEN A A Kola Sedang : 8. Padangpan1ang S A A A A A KEN A 1. Magelang A A A A KEN A KEN KEN KEN KEN 9. Tabanan A A A A A KEN A 2. Manado A A A KEN A s s 10. Temanggung A A A KEN KEN KEN KEN A KEN 3. Jambi A A A A A A KEN KEN A A 111. Wonogiri 4. Purwokerto s A A A A KEN KEN 12. Negara 5. Cirebon s A A A A KEN KEN 13. Bangli A A A A A A KEN A A A KEN A A A A A A KEN i 6. Balikpapan s A A A A KEN KEN KEN 14. Lumajang 7. Cianjur s A A A A KEN KEN KEN 15. Kuningan 8. Sragen s A A A A A KEN 16. Tuban Keterangan : Data diolah dari Data Peraih Adipura 1996 s.d 1997 KEN = Adipura Kencana; A • Adipura; S • Sertifikat Kola Bersih A A A A A KEN i A A A A A KEN I A A A A A KEN ----------- - -- -I ---------------·-------------···-----------·----··--· ·-· ·----·· Jakarta Tahun 2005, Kendala dan Masalah RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) DKI Jakarta 1985-2005 berusaha mengendalikan penduduk Jakarta agar pada tahun 2005 tidak melebihi 12 juta jiwa, mengatur perkembangan kota ke arah Barat (Kebon Jeruk dan sekitarnya) dan Timur (Pule Gebang dan sekitarnya). Pengalaman mengelola kota Jakarta selama ini memperlihatkan adanya kendala dana dan institusi. Terbatasnya dana memerlukan penentuan prioritas program-program pembangunan. Kendala institusi antara lain kelemahan dalam perspektif jangka panjang kota metropolitan, administrasi pemerintahan dan birokrasi perkotaan, pembangunan sosial dan politik, ketidakpastian perkembangan kota, dan adaptasi perspektif baru. Enam masalah dan tantangan telah diidentifikasikan oleh Alan M. Strout, ahli perencanaan dan studi perkotaan pada Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, yaitu masalah ukuran luas kota (urutan terbesar ke 13 di dunia pada tahun 2005), pengelolaan kota, sumber daya alam dan manusia, arah pertumbuhan kota, penunjang, dan bagaimana menjadikan Jakarta menjadi kota metropolitan. Pentingnya riset dan evaluasi pembangunan kota juga telah ditegaskan oleh ahli perkotaan tersebut. Kendal a Jakarta, dari urutan terbesar ke 19 pada tahun 1985 akan menempati urutan ke 13 pada tahun 2005. Perubahan Jakarta dari kota yang luas (large) ke kota besar, metropolitan, dan megapolitan atau megalopolitan (great) akan menimbulkan berbagai konsekuensi dari pertumbuhan tersebut. Sivaramakrishnan dan Leslie Green dalam bukunya, Metropolitan Management: The Asian Experience (1986) menyatakan bahwa masalah paling mendasar bagi kota-kota besar di Asia adalah kendala dana: dari mana sumberdana pembangunan kota, bagaimana memobilisasi dan mengalokasikan dana, bagaimana effisiensi diciptakan, dan sejauh mana pengembalian modal (cost recovery) bisa diciptakan? Sebagai ibukota, kota terbesar, dan pusat perdagangan di Indonesia, Jakarta diharapkan pada tantangan bagaimana mengelola kota yang mempunyai bermacammacam permasalahan. Di samping kendala dana, kendala institusi atau kelembagaan sangat menonjol. Pengembangan kota Jakarta tidak dapat dilepaskan dari hubungan timbal balik dengan Pemda Jawa Barat. Pengembangan Jakarta harus ditunjang oleh perspektif jangka panjang kota metropolitan dan didukung oleh pengembangan 7


Boger, Tangerang, dan Bekasi, serta kota-kota satelit, kota kecil, dan kota baru di sekitarnya. Pengendalian penduduk DKI tahun 2005 menjadi 12 juta haruslah dibarengi prasarana dan sarana kota-kota sekitar Jakarta, agar migran dapat menyebar dan tidak menumpuk ke kota Jakarta. Administrasi pembangunan dan birokrasi perkotaan berkaitan dengan fakta bahwa administrasi pemerintahan tradisional difokuskan pada penerapan legislasi dan regulasi pengoperasian rutin, pemeliharaan, dan peningkatan parsial dari pelayanan, serta pengawasan atas kegiatan pemerintah dan swasta. Kebalikannya, administrasi pembangunan adalah proses siklus, perencanaan proyek, pemrograman dan implementasi yang difokuskan terutama pada pengenalan dan penyelesaian masalah skala besar pertumbuhan kota dan perubahan yang terjadi (Goodman dan N.L. Ralph, The Integrated Project Planning and Management Cycle, 1979). Alan Stroutmenyarankan agar Bappeda DKI Jakarta tidak berfungsi sebagai traditional public administration, tetapi menjadikan dirinya sebagai development administration. Ditinjau dari segi pembangunan sosial dan politis, keefektifan pengelolaan kota metropolitan harus dinilai oleh tanggungjawab terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakatnya. Green mengatakan bahwa management must be able to identify the changing physical, socio-economic, and political problems accompanying progressive urbanization. Gubernur Wiyogo yang mantan duta besar Indonesia di Jepang akan membawa pengalaman kota metropolitan Tokyo dan menerapkannya pad a situasi dan kondisi kota Jakarta dan Jabotabek. Pembangunan yang telah ditetapkan dalam GBHN, Pelita V DKI, dan Pembangunan Tahunan Pemerintah DKI Jakarta (pembangunan dari atas atau top down planning), harus dipadukan dengan pembangunan dari bawah, dari masyarakat di tingkat rumahtangga, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, dan Kewalikotaan dengan peran serta dan partisipasi semua lapisan masyarakat (bottom up planning). Tanpa RUTR, RBWK (Rancangan Bagian Wilayah Kota), RTK (Rencana Tata Kota) dan berbagai perencanaan kota lainnya, mustahil suatu kota dapat dikelola dengan baik. Tetapi tujuan, prioritas, kebijaksanaan, dan berbagai bentuk perencanaan yang telah dibuat, haruslah dimasyarakatkan dan terbuka untuk warga Jakarta agar ada umpan balik penyempurnaannya. Pengelolaan kota metropolitan hendaknya merupakan proses belajar aktif di mana pemerintah kota secara terus menerus menyempurnakan programprogramnya dan menghindari ketidakpastian. Kota metropolitan harus menganut penyerapan perspektif baru dalam perencanaan dan pengadministrasian pembangunan kota. Secara teori dan praktek, pengelolaan pertumbuhan kota dikonsentrasikan pada perencanaan kota dan regional yang dinamik, penentuan tujuan dan sasaran yang pasti dan menghindari suasana ketidakpastian. Kelurahan sebagai ujung tombak pembangunan kota, harus dilengkapi dengan aparat trampil, prasarana, dan sarana pemerintahan yang memadai. Untuk meningkatkan pelayanan informasi, setiap Kecamatan dan Kelurahan harus memiliki komputer dan tidak lagi mesin tik yang hurufnya lompat-lompat. Apalah artinya uang Rp 2 juta untuk satu unit komputer dibandingkan dengan informasi yang dapat disediakan oleh komputer tersebut. Masalah Alan M. Strout mengindentifikasikan enam masalah DKI yang menonjol, yaitu (1) luas kota, (2) pengelolaan kota metropolitan, (3) sumberdaya pertumbuhan kota, (4) arah spasial pertumbuhan, (5) penunjang popular, dan (6) pendefinisian kota yang besar. Luas kota dikaitkan dengan daya dukung Jakarta terhadap 12 juta penduduk, padahal banyak studi yang memproyeksikan penduduk Jakarta akan melebihi 15 juta pada tahun 2005. Jika pertambahan penduduk ingin terus ditekan, diperlukan berbagai kebijaksanaan pengendalian penduduk, antara lain menekan migrasi dan urbanisasi, penyebaran migrasi, pelaksanaan transmigrasi, keluarga berencana, dan percepatan pertumbuhan kota-kota kecil, baru, dan terpadu di sekeliling Jakarta, dan industri perdesaan. Dengan atau tanpa upaya-upaya ini, tidak dapat dihindari perkembangan Jakarta menjadi kota metropolitan, megapolitan/megalopolitan, atau mega-city (Herbowo, 1989). Masalah pengelolaan kota metropolitan memerlukan redistribusi penduduk agar tidak menumpuk di pusat kota. Pembangunan perumahan dan permukiman baru di daerah Botabek seperti di Karawaci, Serpong, Cileduk, Ciputat, Pondok Gede, dan Bekasi sampai ke Tambun dan Cikarang akan memudahkan pengelolaan kota. Penyebaran pusat-pusat pertumbuhan dan perkotaan akan memudahkan pengelolaan perkotaan. Bersama dengan Botabek, penduduk Jabotabek tahun 2005 akan menjadi sekitar 25 juta, 8


mendekati Mexico City atau Beijing dan kota-kota metropolitan lainnya di dunia. Masalah sumberdaya untuk pertumbuhan menyangkut kesehatan dan tingkat penghasilan warga kotanya. Dalam posisinya sebagai ibukota dan pusat berbagai kegiatan ekonomi, Jakarta dihadapkan pada permasalahan bagaimana memobilisasi dana, mengalokasikannya, dan memanfaatkan sumberdaya, sumberdana, dan sumberdaya penduduk kota. Masalah arah perkembangan fisik kota ke arah Barat dan Timur memerlukan pengendalian yang ketat atas pembangunan ke arah Selatan. Kurangnya prasarana dan sarana pada jalur Barat-Timur, kemacetan lalulintas setiap saat, kenyamanan lingkungan yang sukar diperoleh, menyebabkan orang enggan tinggal di Barat-Timur Jakarta. Akibatnya pembangunan ke Selatan tetap berjalan. Padahal daerah Selatan Jakarta sebagai daerah konservasi tanah dan air untuk ibukota. Jika pembangunan ke Selatan tetap saja berlangsung, bisa diperkirakan pada tahun 2005 nanti penduduk Jakarta akan kekurangan air bersih dan air minum. Pembangunan jalan baru, pengendalian tataguna tanah, pengetatan perijinan mendirikan bangunan, akan mendorong pengembangan Jakarta sesuai dengan RUTR. Tumbuh pesatnya pusat-pusat kota kecil di sekitar Tangerang dan Bekasi dan tersedianya lapangan kerja, akan dapat menarik penduduk untuk tinggal di sana (pull factor dan push factor). Masalah penunjang popular menyangkut perubahan tingkat sosial berbagai tingkatan penghasilan penduduk. Perbedaan penghasilan kaya dan miskin perlu ditekan. Prinsip subsidi silang, kaya menolong miskin dalam berbagai jenis pembangunan perlu diciptakan. Masalah perkembangan Jakarta menjadi kota yang sangat besar memerlukan pengendalian program pembangunan kota yang efektif dan efisien. Jakarta harus mempunyai ciri khusus, BMW (bersih, manusiawi, dan berwibawa) menurut pak Wiyogo, dapat juga sebagai city of diversity, city of trees, city of the future, ataukah city-city yang lain. Jakarta harus belajar dari perkembangan kota-kota metropolitan di dunia agar pertumbuhannya dapat dikendalikan dengan baik. Perlu Riset dan Evaluasi Menyadari banyaknya kendala dan masalah pembangunan kota, mengharuskan aparat Pemda agar mau bel ajar terus dan meningkatkan keterampilan serta profesionalisme kerjanya. Administrasi pemerintahan, proses perencanaan pembangunan, pelaksanaan, dan pengawasannya harus dipantau dan dievaluasi secara teratur dan berkesinambungan. Riset dan evaluasi harus benar-benar diarahkan untuk memecahkan persoalan mendasar, baik sosial, ekonomi, dan politik, dalam konteks daerah, regional, nasional, dan internasional. Pemerintah DKI harus lebih flexible, mau mengoreksi dan dikoreksi, melakukan pendekatan kerja yang berorientasi pada pengembangan, membudayakan aparat dalam proses belajar, menekan ketimpangan aparat dan cendekiawan, melibatkan peran serta dan partisipasi aktif warganya, dan meningkatkan pelayanan informasi kepada masyarakat. Studi perbandingan ke kota-kota metropolitan seperti Mexico City, Tokyo, New York, Los Angeles, Sao Paulo, Shanghai, Bombay, dan Calcutta, rasanya perlu dilakukan. Jayakarta, 16 Oesember 1989 Tahun 2005, Jakarta Kota Metropolitan? Pakar pembangunan perkotaan, Alan Strout (Januari 1989) yang menegaskan pentingnya pelaksanaan riset dan evaluasi pembangunan kota, telah mengidentifikasi enam masalah dan tantangan kota Jakarta, yaitu masalah ukuran dan luas kota (Lihat Tabel : urutan ke 13 pada tahun 2000), pengelolaan pertumbuhan kota, sumber alam dan sumber daya manusia, arah pertumbuhan kota, prasarana dan fasilitas penunjang perkotaan, serta proses menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan. Keberhasilan mengatasi enam permasalahan utama kota Jakarta, sekaligus akan turut mengatasi permasalahan sosial dan permasalahan pembangunan lbukota. 9


Ditetapkannya UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Negara Republik Indonesia Daerah Khusus lbukota Jakarta (DKI NRI Jakarta) pada tanggal14 Nopember 1990 menuntut penyelenggaraan pemerintahan umum dan pembangunan yang fleksibel, rasional, dan dinamis. Gubernur DKI NRI Jakarta yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, bekerjasama dengan para Menteri dan Ketua LPND, serta Gubernur daerah sekitarnya (Jabar, Jateng, Jatim, 01 Yogyakarta, Lampung dan Kalsel), bersama-sama merencanakan, melaksanakan pembangunan, dan mengembangkan Jakarta berdasarkan Rencana lnduk Pembangunan DKI NRI Jakarta yang disetujui Presiden. Penyelenggaraan pemerintahan DKI NRI Jakarta yang bersifat khusus, terkait dengan Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan Sidang Umum MPR, pusat kegiatan pemerintahan negara, pusat kegiatan kehidupan politik nasional dan internasional (misalnya penyelenggaraan KTI Nonblok), tempat penyelenggaraan acara kenegaraan, dan tempat kedudukan kedutaan negara lain. Sesuai dengan UU ini, perwilayahan kota dibagi ke dalam Wilayah Kotamadya, Kecamatan, dan Kelurahan. Sejalan dengan itu, PP sebagai penjabaran UU No. 11 Tahun 1990 perlu segera ditetapkan. Metropolitan Masalah paling mendasar bagi kota-kota metropolitan Asia adalah dana (KG Sivaramakrishnan dan Leslie Green dalam bukunya Metropolitan Management, The Asian Experience, 1986). Masalah dana menyangkut dari mana diperoleh, bagaimana memobilisasi dan mengalokasikan, efisiensi, dan sejauh mana pengembalian modal (cost recovery) bisa diciptakan? Kotamadya di DKI Jakarta (sekarang Lima Wilayah Kota) ditambah Kotamadya Boger, Tangerang, dan Bekasi (pada tahun 2005) dituntut kemandiriannya. Kelembagaan dan institusi juga merupakan masalah menonjol. Hubungan timbal balik Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Daerah sekitarnya akan semakin penting pada PJP II. Pengembangan kota Jakarta dalam menuju kota metropolitan haruslah didasarkan atas perspektif kota masa depan yang menyatu dengan Botabek. Metropolitan Jakarta tidak akan ada artinya tanpa berkembangnya wilayah Botabek. Dengan penduduk 8,2 juta sekarang, 16,8 juta bersama Botabek, pada tahun 2005 penduduk Jakarta paling sedikit mencapai 12 juta dan Jabotabek menjadi 25 juta. Administrasi pemerintahan dan administrasi pembangunan harus inovatif dan berorientasi ke masa depan sebagai development agent, berpendekatan lingkungan, berorientasi kepada kegiatan, dan bersifat pemecahan masalah. Pakar administrasi pembangunan seperti Hiram Philips, Esman, Montgomery, Siagian, Weidner dan Bintoro (dalam Drs. Soeharto Rijoatmodjo, LAN, 1992) menegaskan bahwa administrasi pembangunan harus berorientasi modernitas dalam berbagai aspek kehidupan bangsa serta mewujudkan pelaksanaan pembangunan secara efektif. Pengelolaan kota metropoolitan harus memperhatikan kebutuhan dan keinginan masyarakat (Baca Green: Management must be able to identify the changing physical, socio-economic, and political problems accompanying progressive urbanization). Perencanaan pembangunan bukanlah semata-mata merupakan perpaduan pendekatan dari bawah dan dari atas (bottom up and top down approach), tetapi lebih merupakan proses yang teratur dan berencana yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, didukung partisipasi aktif masyarakat dan swasta. RUTR OKI Jakarta 2005 disertai RBWK dan RTK, perlu dimodifikasi menjadi Rencana lnduk Pembangunan Kota sebagai hasil pembahasan dengan pada Menteri dan Ketua LPND serta Pemda tetangga, dan disetujui Presiden. Kerjasama dengan Kantor Menristek!BPP Teknologi dan LIPI, perlu dikhususkan pada kegiatan riset dan evaluasi pembangunan kota, baik yang menyangkut aspek ekonomis, teknis, sosial, budaya, maupun aspek hukum dan peraturan perundang-undangan. Kelurahan dan kecamatan di setiap Kotamadya DKI Jakarta akan merupakan ujung tombak pembangunan Metropolitan Jakarta. Aparat tram pi I kelurahan, administrasi yang teratur disertai komputerisasi, sarana dan prasarana yang menunjang, diperlukan dalam mewujudkan kemandirian kelurahan. Lembaga Musyawarah Kota harus jeli membaca prioritas pembangunan kota dan memanfaatkan sumber alam dan sumber day a manusia yang tersedia. Kerjasama dengan kota-kota metropolitan di dunia seperti Tokyo, Amsterdam, Rotterdam, Los Angeles dan kota-kota lainnya, perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam membangun dan mengembangkan kota Jakarta. Pembangunan kota Jakarta dengan menutup sebagian pantai (reklamasi) dan pemantapan Jakarta sebagai kota pelabuhan internasional, pasti akan banyak belajar 10


dari Amsterdam dan Rotterdam. Pembentukan dan pengembangan perangkat Wilayah dan Daerah sesuai dengan kebutuhan karena kekhususan DKI NRI Jakarta, dilakukan untuk menampung dan mengatasi dinamika beban tugas ibukota yang demikian berat dan kompleks. Richard Batley dan Nick Devas (1988) menyodorkan konsensus baru pengelolaan kota metropolitan yang memprioritaskan keseimbangan dan efisiensi, efektivitas, keseimbangan antara target kebutuhan dan target kepentingan masyarakat, aksesibilitas kota, antisipasi program pemecahan masalah urbanisasi yang tinggi, penyederhanaan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, deregulasi, pengutamaan pengerahan sumber daya daripada sekedar pelayan masyarakat, pembentukan kerangka institusi untuk pembangunan kota yang berintegrasi, pengutamaan peran administrasi lokal, mobilisasi dana dan sumber daya, responsif, serta pengelolaan jasa dan pemeliharaan fasilitas kota. Menyongsong era globalisasi, khususnya di kawasan Pasifik, Harry W. Richardson (The Development Issues in the Pacific Rim 1989), menegaskan bahwa pada tahun 2005 Jakarta akan bersaing ketat dengan kota-kota Los Angeles, San Francisco, Seattle, San Diego, Tokyo, Osaka, Kitakyushu, Nagoya, Seoul, Pusan, Singapura, Hongkong, Taipei, Shanghai, Beijing, Vancouver, Sydney, Melbourne, Wellington, Manila, Kuala Lumpur, Bangkok, Port Moresby, Mexico City, Quito, Santiago, Lima, dan Panama City. Menuju Profesionalisme Pemecahan masalah sosial dan permasalahan pembangunan di DKI Jakarta tidaklah dapat dilakukan secara parsial dalam skala mikro. Pemecahan masalah perlu diusahakan secara konsepsional dalam lingkup Tabel. Duapuluh Kota Terpadat Penduduknya di Dunia Tahun 1950 dan 2000 (dalam jutaan) No. Nama Kota 1950 Nama Kota 2000 1. New York 12,4 Mexico City 26,3 2. London 10,4 Sao Paulo 24,0 3. Shanghai 10,3 Tokyo 17,1 4. Rhein-Ruhr 6,9 Kalkuta 16,6 5. Tokyo 6,7 Bombay 16,0 6. Beijing 6,7 New York 15.5 7. Paris 5,5 Seoul 13,5 8. Tianjin 5,4 Shanghai 13,5 9. Buenos Aires 5,3 Rio de Janeiro 13,5 10. Chicago 5,0 Delhi 13,3 11' Moskwa 4,8 Buenos Aires 13,2 12. Kalkuta 4,4 Kairo 13,2 13. Los Angeles 4,1 Jakarta 12,8 14. Osaka 3,8 Bagdad 12,8 15. Milan 3,6 Teheran 12,7 16. Rio de Janeiro 3,5 Karachi 12,2 17. Mexico City 3,1 Istanbul 11 ,9 18. Philadelphia 3,0 Los Angeles 11,2 19. Bombay 2,9 Dhaka 11,2 20. Detroit 2,8 Manila 11 '1 Catatan : Perhitungan PBB, kota terpadat pada tahun 2000 adalah Mexico City (31,0 juta), Sao Paulo (25,8), Tokyo (24,2), New York (22,8), Shanghai (22,7), Beijing (19,9), Rio de Janeiro (19,0), Bombay (17,1), Kalkuta (16,7), Jakarta (16,6), Seoul (14,2), Los Angeles (14,2), Kairo (13,1), Madras (12,9), dan Manila (12,3). Sumber: Sivaramakrishnan dan Leslie Green, "Metropolitan Management, The Asian Experience", Economic Development Institute, Washington D. C., 1986. 11


pengelolaan kota metropolitan. Berdasarkan pengalaman melakukan survai dan analisis di delapan kota Asia, yaitu Bangkok, Bombay, Kalkuta, Kolombo, Jakarta, Karachi, Madras, dan Manila, Sivaramakrishnan dan Leslie Green (1986), menyarankan perlunya aparat Pemda meningkatkan profesionalisme agar dapat diciptakan pengelolaan kota metropolitan yang efisien dan efektif. Aparat Pemda harus mengerti tugas-tugas kota metropolitan, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional, maupun internasional. Kendala permasalahan kota metropolitan seperti pendanaan, institusional, pemilihan berbagai alternatif, pengembangan sumber daya manusia, dan pengelolaan kota metropolitan yang kompleks, perlu diupayakan pemecahannya melalui perencanaan yang komprehensif dan pelaksanaan pembangunan yang terintegratif. Masyarakat Jakarta, baik penduduk ibukota maupun mereka yang mencari nafkah di Jakarta, juga harus bekerja secara profesional, mempunyai sikap hidup dinamis dan berorientasi pada peningkatan kualitas. Aparat Pemda, Swasta, dan Masyarakat Jakarta harus menciptakan mekanisme kerja yang harmonis, bekerja profesional dalam mengelola kota metropolitan Jakarta, menumbuhkan partisipasi, mau belajar terus menerus, berorientasi pengembangan, fleksibel, dinamis, dan mau dikoreksi, untuk bersama-sama mewujudkan JAKARTA METRO BMW. Jayakarta, 7 Juli 1992 Manajemen Kota Metropolitan Jakarta Ahli pembangunan perkotaan dari Amerka Serkat, Prof. Alan Strout, pada ceramahnya di depan para pejabat Pemerintah DKI Jakarta bulan Januari 1989 menyatakan bahwa pada abad 21 Jakarta akan luas dan besar (Jakarta in the 221st century; large, yes; great, why not). Inti ceramahnya menjelaskan masalah, tantangan dan kendala biaya, institusi, ukuran luas kota, manajemen kota metropolitan, sumber daya manusia, pertumbuhan menjadi kota-mega, (megacity) atau metropolitan, megapolitan, atau megalopolitan, dan faktor pendukung, merupakan kendala utama kota Jakarta. Ditegaskan pula pentingnya riset dan evaluasi dalam memacu pambangunan kota. Ceramah tersebut mengacu pada hasil survai Economic Development Institute (ED I)/Bank Dunia yang dituangkan ke dalam buku berjudul Metropolitan Management- The Asian Experience dibuat oleh K.C. Sivaramakrishnan dan Leslie Green (1986). Kendala dan Masalah Permasalahan dan tantangan kota raya Jakarta yang sedang menuju metropolitan, tidak jauh berbeda dengan permasalahan tujuh kota sejenis di Asia yang telah diteliti Sivaramakrishnan dan Leslie Green, yaitu Bangkok, Bombay, Kalkuta, Kolombo, Karachi, Madras, dan Manila. Jakarta dihadapkan pada luasnya yang hanya 665 km, tetapi dihuni oleh 8,2 juta jiwa sekarang, dan 12 juta jiwa tahun 2005. Penduduk Jabotabek pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 25 juta, akan berkembang lagi menjadi 30-35 juta pada tahun 2025. Jumlah penduduk yang tinggi dan kota yang luas, memerlukan pengelolaan kota metropolitan yang serba komputerisasi, tidak lagi bisa hanya mengandalkan mesin tik manual. Sumber-sumber perkotaan, sumber alam dan sumber daya manusia perlu makin didayagunakan dan penghasilan masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kurang lancarnya koordinasi antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Lembaga Pemerintah Non-Departemen, sering menimbulkan tumpang tindih program dan proyek pembanguan. Masalah arah pertumbuhan fisik masa datang yang diinginkan untuk mengembangkan poros Barat-Timur dan pertumbuhan kota-kota kecil sekitar Jakarta, ternyata hasilnya belum memuaskan. Demikian pula pengembangan pusat-pusat industri kecil, kegiatan usaha dan perdagangan, perumahan, dan permukiman, masih belum sesuai dengan rencana tata ruang kota. Kepadatan penduduk yang san gat tinggi di beberapa bagian wilayah kota, masih adanya ketimpangan antar wilayah kota, dan kesenjangan penghasilan warga kota, mengakibatkan adanya ketidak-seimbangan regional (regional inequalities). Dalam menuju pada perwujudan megacity, megapolitan, megalopolitan, 12


metropolis atau metropolitan, ukuran Jakarta yang besar dan luas hendaknya jangan dijadikan masalah, bahkan harus makin bisa menarik investor dan wisatawan mancanegara, menjadikan Jakarta kota internasional (city of diversity, city of trees, and city of the future). Kendala finansial terutama menyangkut pemanfaatan sumber-sumber, mobilisasi, alokasi, efisiensi dan efektivitas, serta pengembalian biaya (cost recovery). Kendala institusi mencakup keterbatasan perspektif metroplitan jangka panjang, birokrasi perkotaan dan administrasi pembangunan, masalah politik, sosialekonomi, dan fisik-urbanisasi, ketidakpastian, dan sistem informasi manajemen. Untuk mengatasi kendala tadi, riset, evaluasi, pendidikan dan pelatihan perlu diprioritaskan. Riset yang difokuskan pada ramalan Jakarta tahun 2005, harus menyangkut transportasi dan infrastruktur, perumahan dan permukiman, tata ruang, tanah, kependudukan, air bersih, pengelolaan sampah, lingkungan hidup, pertumbuhan kota, dan pertumbuhan regional. Manajemen Metropolitan Metropolis atau metropolitan sering diartikan sebagai lbukota Negara, tempat berkumpulnya kantorkantor pemerintahan, kota berpenduduk satu juta jiwa ke atas atau kota dengan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Dilihat dari jumlah penduduk, Sivaramakrishnan telah meneliti 35 kota terpadat di dunia secara periodik lima tahunan sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 2000. Tahun 2000, Jakarta berada pada urutan ke 13 dengan jumlah penduduk di atas 13 juta, sedangkan Mexico City mencapai 30 juta. Tugas-tugas manajemen metropolitan mencakup aspek-aspek ekonomi dari pengembangan kota, aspek spasial, sosial, organisasi, dan pelayanan umum. Tugas-tugas manajemen kota metropolitan dihadapkan pada bermacammacam perilaku, pola hidup terlalu dinamis, kegiatan ekonomi terlalu cepat berkembang, jumlah penduduk terlalu banyak, ketidakpastian, terlalu ketat birokrasi, terlalu banyak program yang harus ditangani, kota tumbuh terlalu cepat, dan terlalu banyak masalah sosial. Dalam konteks pembangunan ekonomi, manajemen metropolitan harus bisa mewujudkan koordinasi pembangunan pada tingkat lokal, regional, nasional, dan internasional (Metropolitan Management should be able to identify a city's economic ills, research its economic advantages and opportunities, and formulate relevant action programs that can be incorporated, in whole or in part, in national and regional development plans). Di samping kendala dana dan kelembagaan, lima kendala administratif juga menghambat keberhasilan manajemen metropolitan, yaitu ketidakmampuan mengendalikan jumlah penduduk dan faktor-faktor sosialekonomi, ketidakmampuan meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam mengejar perkembangan iptek, birokrasi, dan belum padunya penerapan berbagai perspektif jangka panjang mengenai perencanaan kota. Perspektif jangka panjang yang dimaksudkan adalah penerapan model-model manajemen, antara lain PPBS (Planning, Programming, and Budgeting System), MBO (Management by Objectives), Pendekatan Sistem (System Approach), Analisa Sistem dan Riset Operasi (Operation Research and Systems Analyses), PIP (Performance Improvement Planning), 0& M (Organization and Management), POAC (Planning, Organizing, Actuating, and Controling), dan KEKEPAN (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, yang berasal dari SWOT, strength, weaknesses, opportunities, and threats). Manajemen metropolitan yang efektif perlu mengacu pada konseptual model. Jumlah organisasi harus minimum tetapi produktif, yang selalu memfokuskan pada dua hal, yaitu proses pembuatan keputusan dalam usaha mencapai target yang rasional dan konsentrasi pada program dan proyek yang akan dan bisa dilaksanakan. Pemerintah DKI Jakarta patut bangga, karena pada tahun 1990 ditetapkan UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus lbukota Negara Republik Indonesia Jakarta (DKI NRI Jakarta). Dengan UU ini, Gubernur bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Bisa ditafsirkan, Gubernur akan selalu duduk di samping Presiden, terutama akan selalu mendampingi Presiden dalam menerma kunjungan pejabat tertinggi negara asing. Posisi Gubernur hampir sama (atau sedikit di atas Menteri?), karena Gubernur selalu mengkoordinasikan program pembangunan, pelaksanaan, dan pengawasannya dengan para Menteri dan Ketua LPND, serta Gubernur daerah tetangga DKI. Dengan UU ini juga terbuka peluang perluasan kota Jakarta, kelihatannya bisa menjadi Jabotabek. Bukan tidak mungkin Kotamadya Bogor, Tangerang, dan Bekasi (sekarang masih Kotif) pada tahun 2000 atau 2005 akan masuk ke dalam wilayah NRI DKI Jakarta. DKI juga harus mempunyai 13


Rencana lnduk Pembangunan Kota yang harus disetujui Presiden. lni berarti pemerintah DKI Jakarta ·bersifat khusus, baik sebagai propinsi maupun ibukota negara. Bagaimana menciptakan manajemen metropolitan yang efektif? Pertama-tama, sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 1990, Pemerintah DKI Jakarta harus mempunyai Rencana lnduk Pembangunan Kota (merupakan penyempurnaan dari RUTR 2005 yang sudah dimiliki). RIPK ini merupakan hasil koordinasi dengan para Menteri (Pimpinan Departemen), Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan para Gubernur daerah tetangga yang pengaruhnya besar terhadap DKI Jakarta, khususnya Jawa Barat. Koordinasi intern dan ekstern dilaksanakan dalam rangka memadukan, menyerasikan, menyelaraskan, dan mengintegrasikan program dan pelaksanaannya serta berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah, dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih, benturan, kesimpangsiuran dan kekakuan. Selanjutnya pelaksanaan tahunan RIPK yang dijabarkan ke dalam perencanaan tingkat Kotamadya (sekarang wilayah kota), Kecamatan (Rencana Bagian Wilayah Kota, RBWK), dan Kelurahan (Rencana Terinci Kota, RTK), harus dilakukan secara terpadu oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan lnstansi terkait. Musyawarah Pembangunan tingkat Kelurahan, Temu Karya Pembangunan tingkat Kecamatan, Rakorbang II tingkat Kotamadya dan Rakorbang I tingkat Propinsi, perlu dilaksanakan secara teratur, tepat, dan melibatkan sebanyak mungkin pihak Swasta dan Masyarakat. Pakar-pakar perkotaan perlu secara regular dilibatkan dalam diskusi, simposium, seminar dan sarasehan pembangunan kota. Masukan sarana dan pemikiran mengenai RBWK dan RTK perlu diperhatikan dalam menentukan penyempurnaan RBWK dan RTK itu sendiri. Lembaga Musyawarah Kota pada tingkat Kotamadya (seperti LKMD pada tingkat Kelurahan dan UDKP pada tingkat Kecamatan) harus bisa memberikan masukan kepada Pemerintah, pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi, dalam berbagai bidang pembangunan baik yang dibiayai oleh negara maupun swadaya masyarakat. Pemerintah DKI Jakarta perlu mengambil manfaat dari kerjasama antar kota, misalnya Jakarta dengan Amsterdam, Rotterdam, London, Paris, Tokyo, Los Angeles, New York, Shanghai, dan Mexico City. Dari Amsterdam kita belajar mengelola limbah industri dan pelabuhan, dari Rotterdam bisa belajar reklamasi pantai T eluk Jakarta, dari Tokyo bisa belajar mengelola sampah kota, dan dari Mexico City juga bisa membandingkan cara mengelola kota yang penduduknya di atas 20 juta. Fungsi utama dari organisasi pemerintah adalah pendayagunaan masukan (inputs) dan sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan keluaran (outputs) produk dan/atau jasa dalam suatu lingkungan sosialekonomi, politik, hukum, dan bidang-bidang lainnya melalui proses pembuatan keputusan yang rasional (perumusan masalah, penentuan tujuan, penentuan/perubahan model, parameter masukan, kendala, pembentukan model, penilaian indikator kinerja, penyusunan alternatif, dan pembuatan keputusan). Agar fungsi ini berjalan lancar, pendekatan sistem (kerangka konseptual untuk menunjukkan dan menggeneralisasikan masalah keputusan dalam cara-cara yang obyektif dan rasional) perlu sering dilakukan untuk menentukan keputusan dalam suatu organisasi yang kompleks seperti Pemerintah DKI Jakarta. Manajemen pemerintahan DKI Jakarta yang efektif harus diciptakan secara merata pada semua tingkatan, mulai dari tingkat propinsi, kotamadya, kecamatan, dan kelurahan. Aparatur Pemerintah DKI Jakarta harus selalu mau belajar terus menerus, mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam usaha mengejar penciptaan pelayanan pemerintah yang tepat (yang diberikan dan dilakukan, sesuai dengan kebutuhan), cepat (pemenuhan kebutuhan dilakukan cepat), murah (biaya pelayanan murah), dan ramah (hubungan pejabat dengan masyarakat dilakukan dengan sopan dan bersahabat). Manajemen Kota Metropolitan Yang Efektif akan bisa menekan permasalahan sosial dan permasalahan pembangunan ibukota, menempatkan aparat dan masyarakat pada perannya masing-masing dalam pembangunan kotanya, dan dapat mempercepat perwujudan Daerah Khusus lbukota Negara Republik Indonesia Jakarta (DKI NRI Jakarta), menjadi JAKARTA METRO BMW. Jayakarta, 22 Juli 1992 14


Judul Editor Penerbit Buku Untuk Para Perencana : Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan; lr. Nana Rukmana D.W., Dr. Florian Steinberg, dan lr. Robert van der Haft; USES, cetakan pertama tahun 1993; Halaman : xii, 289 halaman. Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) telah dilaksanakan di Indonesia sejak 1985, dengan mengubah prinsip sektoral terpusat menjadi terpadu dan mendaerah (desentralisasi). lsi buku ini dipilih dari makalah-makalah yang disajikan pada seminar internasional perkotaan Planning and Managing of Urban Infrastructure yang diselenggarakan di Jakarta pada Desember 1990 oleh Unit Pengembangan Program Latihan P3KT (UP2L-P3KT) Direktorat Bina Program, Ditjen Cipta Karya, Departemen PU. Rincian uraian terdiri atas enam bagian, yaitu pendahuluan, prinsip-prinsip dasar pendekatan, penyiapan dan pelaksanaan program, upaya peningkatan kemampuan teknis dan manajerial Pemda Tingkat II, pelibatan swasta dan masyarakat, dan tantangan masa depan. Bagian Pertama membahas pendekatan inovatif dalam manajemen pembangunan perkotaan. Bagian ini menjelaskan pendekatan, pengalaman, tujuan dan prinsip pendekatan P3KT, program jangka menengah dan beberapa hal penting dari P3KT. Prinsip P3KT adalah optimasi, mobilisasi, desentralisasi dan dekonsentrasi, kesepakatan dan keterpaduan, serta keseimbangan. Pola yang diikuti yaitu keterjangkauan (affordability) dan pembangunan dari bawah (bottom up) yang meliputi komponen perencanaan tata ruang kota, air bersih, air limbah, persampahan, drainase, pengendalian banjir, jalan kota, dan perumahan. Beberapa hal penting yang bisa ditarik dari P3KT antara lain manajemen perkotaan dan pelatihan, manajemen keuangan Pemda Tingkat II, manajemen kerjasama Pemerintah-Swasta (public private partnership), dan manajemen peran serta masyarakat. P3KT menuju manajemen pembangunan kota terpadu, menciptakan produktivitas dan sustainabilitas kota, dengan mempertimbangkan sumber daya alam/geografi, sumber daya manusia, tata ruang, permukiman, sarana dan prasarana, kegiatan ipoleksosbudhankam, serta aspek pengaturan, kelembagaan dan keuangan. Bagian Kedua, prinsip-prinsip dasar pendekatan. Pada bagian ini dibahas konsep P3KT, desentralisasi penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan dan penyusunan rencana tindakan peningkatan kelembagaan, serta pembiayaan P3KT. P3KT merupakan suatu pendekatan guna merencanakan dan menyusun program prasarana kota secara terpadu yang bergantung pada kemampuan keuangan dan kelembagaan Pemda Tingkat II. Maksud P3KT adalah mengoptimasikan penggunaan dana yang diperuntukkan bagi pembangunan prasarana dan sarana perkotaan melalui proses keterpaduan program lintas sektoral yang didasarkan atas prioritas daerah. Sejak awal disadari bahwa desentralisasi pelayanan perkotaan merupakan proses politis, bukan semata-mata proses teknis. Desentralisasi dapat dilihat sebagai arahan atau kerangka bagi pelaksanaan, bukan kegiatan pasti dengan jadual pelaksanaan yang kaku. Seluruh proses P3KT bersifat evolusi yang tergantung pada tepat tidaknya desentralisasi penyediaan prasarana kota tertentu, kemampuan teknis dan keuangan Pemda Tingkat II guna menerima tanggungjawab tersebut, dan keberhasilan mengatasi masalah birokrasi dan kepentingan kelompok. Pembiayaan P3KT diambil dari (1) penyaluran dana dari pusat ke daerah, termasuk hibah untuk belanja pembangunan dan rutin, dan pendapatan pusat yang diserahkan seluruhnya atau sebagian kepada Pemda, (2) pendapatan asli daerah, termasuk pajak dan retribusi daerah, dan (3) pinjaman Pemda. Dapat disimpulkan bahwa kemajuan pelaksanaan P3KT sangat ditentukan oleh kemantapan sistem keuangan pemerintah daerah. Bagian Ketiga, penyiapan dan pelaksanaan program. Pemda perlu menyusun rencana investasi multitahunan untuk P3KT. Pelaksanaan investasi P3KT dapat dipercepat melalui perencanaan dan pengelolaan yang sistematis. Kelemahan penerapan P3KT di beberapa daerah disebabkan programnya masih mengcopy dari daerah lain tanpa mempertimbangkan prioritas daerah tersebut. Hal yang belum dilakukan Pemda adalah 15


memadukan P3KT ke dalam kegiatan rutin Pemda Tingkat II, padaha! dengan P3KT pada sub-subsektor tertentu, akan menekan dana pembangunan. Demikian pula, Pemda Tingkat II belum menerapkan P3KT pada sub-subsektor yang lain dan belum meningkatkan kemampuan keuangan Pemda. Penilaian proyek harus dilakukan atas dasar segi teknis, keuangan dan ekonom1s dengan memperhatikan aspek-aspek komposisi program, pendanaan, kemampuan kelembagaan, operasi dan pemeliharaan, serta partisipasi masyarakat dan swasta. Keberhasilan pelaksanaan P3KT banyak ditentukan oleh kepemimpinan Bupati/ Walikotamadya DT II dalam mendayagunakan sumber-sumber daya di daerahnya. Kegiatan Keempat, upaya peningkatan kemampuan teknis dan manajerial Pemda Tingkat II. Pelatihan dalam P3KT terdiri atas empat jenis, yaitu program inti, kursus-kursus pendukung, kursus pengelolaan perkotaan, serta seminar dan lokakarya di tingkat pusat. Menyadari pentingnya operasi dan pemeliharaan prasarana kota, maka telah disusun langkah-langkah dalam penyiapan program dan investasi perkotaan untuk operasi dan pemeliharaan prasarana kota. Bagian Kelima, pelibatan swasta dan masyarakat. Saat ini makin disadari pentingnya keterlibatan swasta dalam pembangunan perkotaan. Partisipasi swasta dapat diidentifikasikan ke dalam 6 jenis, yaitu konsep built. operate, and transfer (BOT), konsep divestitute, konsep leasing, konsep contract operations, penerapan konsep kerjasama pemerintah-swasta yang meliputi kegiatan pembangunan kota yang kompleks, dan peran serta sektor informal dalam pembangunan kota. Ada tiga keuntungan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembangunan kota, yaitu (1) memberikan kontribusi pada upaya pemanfaatan sebaik-baiknya sumber dana yang terbatas, (2) membuka kemungkinan keputusan yang diambil didasarkan pada kebutuhan, prioritas dan kemampuan masyarakat, dan (3) menjamin penerimaan dan apresiasi yang lebih besar terhadap segala sesuatu yang dibangun. Partisipasi masyarakat masih banyak hambatannya, antara lain belum tumbuh rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat, masyarakat di tingkat RW dan RT masih menjumpai kesulitan dalam berpartisipasi, dan anggota masyarakat belum mempunyai keahlian yang sesuai dengan kebutuhan. Bagian Keenam, tantangan masa depan. P3KT merupakan program pembangunan kota yang menyeluruh dalam menuju pembangunan kota terpadu. Pembangunan kota terpadu, suatu alternatif program yang selektif, membutuhkan data, informasi dan komunikasi yang baik, didukung pelatihan yang baik. Pelatihan informasi dan komunikasi P3KT dilakukan berupa kursus operasional di tingkat daerah, lokakarya tingkat wilayah, dan ketrampilan khusus. Buku ini baik untuk dibaca oleh para perencana, manajer kota, pejabat instansi pusat dan daerah, swasta, para konsultan, mahasiswa, serta masyarakat yang ingin mendalami masalah manajemen prasarana perkotaan. Jayakarta, 27 Juli 1993 Manajemen Pembangunan Perkotaan Jumlah penduduk perkotaan di Indonesia terus meningkat dari 24 juta (20%} tahun 1970 menjadi 52 juta (30%) tahun 1990, dan diperkirakan mencapai 52% pada tahun 2020. Kompleksnya permasalahan perkotaan pada masa datang menuntut manajemen perkotaan yang efektif. Beberapa pakar perkotaan menyorot masalah perkotaan dan tantangan mewujudkan pengelolaan kota dengan memperhatikan sumber-sumber yang tersedia di kota tersebut. Edisi khusus Jurnal Perencanaan Wilayah Kota (Februari 1993) yang diterbitkan oleh Jurusan Planologi ITB juga khusus menyorot pentingnya manajemen perkotaan. Tulisan ini berusaha mengangkat berbagai aspek yang terkait dengan manajemen perkotaan, antara lain pembiayaan, sumber daya manusia, penyatuan beberapa wilayah, dan sistem informasi geografis. Manajemen Perkotaan Menurut pakar perkotaan Kusbiantoro (1993), sistem wilayah perkotaan terdiri atas tiga komponen, 16


Click to View FlipBook Version