The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-05-31 13:07:23

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

RUTR, ROTA, RBWK, RTK, RUPTD, dan Program/proyek Pembangunan di DKI Jakarta jangan disembunyikan, tetapi harus disebarluaskan dan dimasyarakatkan. Pemasyarakatannya bisa dilakukan melalui berbagai cara, antara lain brosur, informasi sejenis koran, radio, tv, dan buletin, dibarengi penyuluhan oleh aparat Pemda kepada masyarakat ibukota mengenai berbagai program pembangunan dan informasi hasil-hasil pembangunan. RUT PO Untuk menanamkan, memantapkan dan meningkatkan cinta warga Jakarta terhadap Kota Jakarta, RUPTD perlu disebarluaskan kepada masyarakat agar mereka bisa berpartisipasi memberikan pemikiran dan masukan dalam musyawarah Pembangunan Tingkat Kelurahan dan musyawarah atau rapat koordinasi lainnya. Ruang lingkup RUPTD berupa penjabaran Repelita V DKI Jakarta yang memuat pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan sebagai kerangka umum pembangunan tahun berikutnya. RUPTD dimaksudkan untuk memberikan pedoman pada lnstansi dan Unit perangkat jajaran Pemda DKI dan masyarakat ibukota di dalam menyusun usulan program/proyek dan kegiatan tahun yang akan datang. RUPTD bertujuan menciptakan keterpaduan perencanaan dan ketajaman prioritas pembangunan. Pada dasarnya program Pemda DKI dalam Repelita V mengacu pada empat masalah pokok pembangunan, yaitu (1) belum terkendali sepenuhnya laju pertumbuhan penduduk dan penyebarannya sebagaimana ditetapkan dalam RUTR 2005, (2) belum adanya keserasian dalam usaha peningkatan kegiatan ekonomi dan perluasan serta pemerataan kesempatan kerja, (3) masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan disiplin sosial, dan (4) belum memadainya penyediaan prasarana dan sarana kota serta kualitas lingkungan. Dalam hal kependudukan walaupun Sensus Penduduk 1990 menunjukkan pertambahan penduduk rata-rata per tahun dalam periode 1980-1990 hanya 2,41% (penduduk meningkat dari 6,48 juta menjadi 8,2 juta jiwa), pada kenyataannya migrasi sulit ditekan, sehingga jumlah penduduk 8,2 juta ini masih ditambah lagi dengan penduduk musiman dan yang tidak terdaftar sehingga bisa mencapai 10 juta jiwa. Berdasarkan evaluasi tahunan pembangunan di DKI yang dilakukan oleh Bappeda DKI Jakarta bekerjasama dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat ITS (1991), permasalahan pembangunan di DKI dikelompokkan atas empat bidang yaitu sosial budaya, ekonomi, fisik lingkungan (ekosistem) dan aparatur (institusi). Pertama, ada tiga masalah pokok sosial budaya yang menonjol, yaitu kependudukan, kerawanan sosial, dan kualitas manusia. Pertambahan penduduk relatif masih tinggi, penyerahannya belum me rata, dan pengembangan poros Barat-Timur ban yak mengalami hambatan (terutama karena banyaknya calo tanah di Kedoya dan Pula Gebang mengakibatkan harga tanah melonjak). Kerawanan sosial nampak meningkat, misalnya disiplin sosial masyarakat yang rendah, banyaknya pelanggaran atas peraturan, perkelahian pelajar, pelanggaran perijinan, tertib lalulintas yang rendah, pelanggaran terhadap Perda dan ketertiban umum, banyaknya penodongan, dan perkosaan. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berakibat produktivitas kerja pun rendah. Dari aspek mental, terlihat kurangnya prasarana dan sarana pendidikan, kurang guru, bangunan sekolah tidak layak, dan semangat juang murid yang rendah. Aspek fisik dan jasmani, tercermin oleh prasarana dan saran a kesehatan dan olahraga yang belum memadai, pelayanan kesehatan masih kurang memuaskan dan belum merata di tiap Wilayah Kota, pelayanan akses pegawai negeri kurang manusiawi, serta pembinaan dan pengembangan olahraga masih belum berjalan lancar. Kedua, masalah bidang ekonomi yang meliputi ketimpangan pendapatan, kesempatan kerja yang langka, pembinaan dan pengembangan industri kecil yang tersendat-sendat. Ketiga, banyaknya permasalahan bidang fisik lingkungan, seperti pencemaran, kemacetan lalulintas, pemukiman yang tidak dapat dinikmati orang miskin, banjir tahunan yang selalu mengancam, pusat kegiatan (perkantoran, perdagangan dan jasa) masih terkonsentrasi, dan pembangunan tata ruang tidak sesuai dengan rencana. Keempat, masalah aparatur dan institusi tercermin pada pelayanan masyarakat yang minim, pengetahuan dan keterampilan aparat yang masih rendah, dan aparat yang tidak wibawa, serta delapan program pemacu pendayagunaan aparatur negara berjalan lancar (pengawasan melekat, analisis jabatan, jabatan fungsional, mutu kepemimpinan aparatur, prosedur kepegawaian, pelayanan umum, sistem informasi administrsi pemerintahan, dan penitikberatan otonomi di DT II). 317


Menjelang tahun terakhir Repelita V beberapa peristiwa penting dapat mendukung atau mempengaruhi jalannya pembangunan, antara lain Pemilu 1992 (membutuhkan kondisi aman, tenteram, tertib dan tenang), menurunnya fasilitas sanitasi lingkungan, fasilitas umum, dan kualitas lingkungan, tertib hukum yang jangan hanya dikenakan pada kelompok miskin (penarik becak, kaki lima, dan pedagang asongan), tetapi harus diterapkan pada semua lapisan masyarakat. Pekan Raya 1992 di Kemayoran akan membuka suasana baru bagi warga ibukota. Tahun Kunjungan Wisata ASEAN akan berpengaruh terhadap daerah tujuan wisata DKI Jakarta. Program kali bersih (Ciliwung, Cipinang dan Kali Mookervaart) perlu diprioritaskan dan program udara bersih perlu dilaksanakan untuk menekankan polusi. Keterkaitan industri besar, sedang, dan kecil masih belum dapat diwujudkan. Pelaksanaan pembangunan Jakarta masih perlu difokuskan pada usaha peningkatan prasarana dan sarana kota serta peningkatan kualitas lingkungan yang lebih lanjut dapat mendorong upaya menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat. Pengendalian laju pertambahan penduduk, keluarga berencana, kerjasama Jabotabek dan Bakoppur (Badan Koordinasi Penertiban dan Pengendalian Urbanisasi), upaya menekan migrasi, peningkatan mutu pendidikan, pemantapan wajib belajar tingkat SD dan perintisan wajib belajar tingkat SLTP, pemantapan kerukunan beragama, peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, kegiatan pemulihan, pelayanan, dan pemeliharaan kesejahteraan sosial, peningkatan disiplin sosial, pembangunan politik, dan peningkatan peran wanita dalam pembangunan, perlu dilaksanakan di seluruh Wilayah Kota. Di bidang ekonomi, perlu ditingkatkan kegiatan perdagangan dan jasa serta penciptaan iklim yang mendukung perkembangan industri, keterkaitan industri kecil, sedang dan besar, pembinaan usaha koperasr, peningkatan ekspor non-migas, pengembangan pariwisata (untuk meningkatkan jumlah, lama tinggal, dan belanja wisatawan), penataan ruang terbuka hijau, taman, perluasan kesempatan kerja, peningkatan mutu diklat, dan peningkatan produktivitas kerja, etos kerja, dan perlindungan serta pengendalian pekerja sektor informal. Di bidang lingkungan, perlu diprioritaskan pembangunan jalan, kereta api, jalan layang (khususnya menghindari persimpangan) jalan arteri, kolektor dan lokal, penyusunan sistem transportasi terpadu, pembangunan terminal, penyediaan angkutan umum yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan, keterpaduan stasiun kereta api dan terminal bis, penanganan kebersihan dan keindahan kota, penciptaan kelestarian lingkungan, penyediaan air bersih, pengelolaan sanitasi, dan penerangan jalan umum secara merata. Di bidang aparatur, perlu diarahkan pada pelaksanaan delapan program pemacu pendayagunaan aparatur negara, peningkatan kualitas dan disiplin, dan peningkatan pelayanan pada masyarakat. Mencintai Jakarta Warga DKI tidak akan mencintai kotanya jika mereka tidak mengenal dan memahami pembangunan kota, serta tidak mempunyai rasa memiliki segala persoalan kotanya. Setelah mengenal, mengerti, memahami, memiliki dan tumbuh kesadaran, maka lambat laun tetapi pasti, warga ibukota akan mencintai kota Jakarta. lni memerlukan proses yang cukup panjang, membutuhkan kesabaran aparat pemerintahan kota, keteladanan dan perilakunya yang penuh wibawa untuk dicontoh oleh warga kota. Rasa memiliki dan mencintai Jakarta perlu dimulai dari aparat Pemda DKI sebagai pelopor keteladanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Wagub DKI Bidang Ekbang, lr. Herbowo, menyatakan bahwa untuk menciptakan aparat Pemda DKI Jakarta yang bersih dan berwibawa perlu diawali dengan sikap mental yang bersih serta memelihara moral aparat pelaksana secara konsisten. Untuk itu perlu dilanjutkan dengan kebijaksanaan pembangunan yang manusiawi. Sejalan dengan upaya menuju perwujudan Jakarta BMW, mantan Wagub Bidang Ekbang (Bunyamin Ramto, 1991) yang baru menyelesaikan program doktornya dengan predikat cum laude, menekankan pentingnya sistem pengambilan keputusan kebijaksanaan publik yang integralistik. Lima butir penting dapat dikutip dari disertasinya. Pertama, hakekat kebijaksanaan yang arif adalah kebijaksanaan yang menggunaan ketiga perangkat lunak (akal, kalbu dan nafsu) dan kedua perangkat keras (kata dan karya) manusia secara integralistik. Kedua, interaksi antara sistem sosial dengan sistem lingkungan pada umumnya menimbulkan berbagai ketegangan kepentingan dan berbagai masalah, sehingga memerlukan kebijaksanaan publik yang integralistik untuk meredakan ketegangan atau menyelesaikan masalahnya secara optimal pada waktu itu. 318


Ketiga, kebijaksanaan publik yang integralistik dapat dihasilkan dalam sistem pengambilan keputusan kebijaksanaan yang mengakomodasikan unsur-unsur domain dan waktu secara konsisten pada perumusan, pelaksanaan, dan penilaian kembali kebijaksanaan. Keempat, kebijaksanaan publik umumnya dirumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan dapat distratifikasikan menu rut hierarki abstraksinya, mulai dari kebijaksanaan puncak, umum, khusus, teknis, sampai pada tata-laksana operasional. Kelima, suatu negara (atau kota) ibarat sebuah kebun yang indah yang diisi oleh lima jenis pepohonan yang serasi, yaitu ilmu pengetahuan para pakar yang bermanfaat, pemimpin yang adil, pedagang yang jujur, karyawan yang berdisiplin, dan rakyat yang taat. Dalam pembangunan kota Jakarta, Bunyamin Ramto menyarankan adanya perpaduan esensi pemikiran (akal) perasaan (kalbu) dan kehendak (nafsu) pada setiap aktor pembangunan sebagai abdi atau hamba Allah, khalifah (pemimpin) dan pemikul amanah (tanggungjawab) untuk mengakomodasikan kebenaran, keadilan, kemudahan, kemakmuran, dan kebahagiaan dalam pengambilan keputusan kebijaksanaannya. Pendekatan pengambilan keputusan yang integralistik di atas bisa kita terapkan dalam upaya menjakartakan warga ibukota. Beberapa ajakan agar warga ibukota mencintai Jakarta, antara lain meningkatkan kesadaran bermasyarakat, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan, ikut berperanserta dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, mematuhi peraturan daerah, dan menjaga hasil-hasil pembangunan. Sedangkan agar warga ibukota cinta Jakarta dilakukan antara lain dengan memasyarakatkan cinta Jakarta pada seluruh warga ibukota melalui penyuluhan dan penerangan pembangunan di tiap Kelurahan di seluruh DKI. Penyuluhan dilakukan bukan hanya dilakukan Pemerintah Daerah, tetapi di seluruh lnstansi Pemerintah dan Swasta, Perguruan Tinggi, Sekolah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan berbagai Yayasan. Meningkatkan cinta warga ibukota terhadap Kota Jakarta, sebaiknya dimulai dari tingkat terkecil, yaitu rumahtangga. Tim Penggerak PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dan LSM akan bisa banyak berperan dalam mengajak warga ibukota untuk mencintai DKI Jakarta. Sesuai dengan Pokja-pokja yang ada, PKK dapat berperan dalam pembinaan, penghayatan dan pengamalan P4, pendidikan dan keterampilan serta pengembangan koperasi, program pangan, sandang, perumahan d~n tatalaksana rumahtangga, kesehatan, kelestarian lingkungan dan perencanaan hidup dan rumah sehat. Program-program yang menumbuhkan cinta warga kota terhadap Jakarta BMW, antara lain penyuluhan, tatap muka, kerja bakti, penghijauan, perlombaan kebersihan, Iomba pidato dan cerdas cermat, aksi sosial, posyandu, anjangsana, sarasehan, silaturahmi, dan aksi kebersihan dari rumah ke rumah (door to door) menggunakan lagu Jakarta BMW atau Aku Cinta Jakarta BMW. Program yang lebih manusiawi sekaligus meningkatkan cinta warga kota antara lain penataan pedagang kakilima, pedagang asongan, pedagang-pedagang di pinggir jalan dan trotoar, pengamen, penjual jasa (tukang parkir, kenek dan kondektur cadangan, tukang semir sepatu, tukang bawa barang belanjaan di dalam pasar, tukang buah di areal pasar, dan sejenisnya), agar mereka menata kebersihan dan keindahan tempat usaha a tau kerjanya. Pedagang kakilima dan warung-warung T egal sebaliknya dianjurkan untuk mengecat bangunannya seragam (merah untuk Jakarta Pusat, kuning Jakarta Barat, hijau Jakarta Selatan, biru Jakarta Timur dan Oranye Jakarta Utara). Dengan cara ini terlihat warna mana yang jorok dan warna mana yang selalu bersih. Lingkungan kumuh perlu menata kebersihannya dengan swadaya masyarakat misalnya dengan penyediaan pot bunga di setiap rumah, taman bunga mini di Kantor RT dan RW, dan pintu gerbang yang menarik di jalan masuk Kelurahan atau RW. Penataan lingkungan kumuh yang hijau dan menarik dapat kita jumpai di Manggadua, Kebon Kelapa, Kampung Bali, Matraman dan Cideng. Tempat-tempat pelayanan umum sebaiknya dapat disediakan dalam jumlah yang memadai, misalnya telepon umum dan kantor pos pembantu. Kurangnya tanggungjawab sebagian warga kota, mengakibatkan rusaknya fasilitas pelayanan umum. Misalnya dari empat fasilitas telepon umum di Jalan Kebayoran Lama dekat Kantor Cabang Telkom Sukabumi llir, hanya sebuah yang normal tetapi tidak bisa digunakan. Tiga lainnya, masing-masing gagang telepon lenyap, tinggal box-nya saja, dan tidakbisa digunakan. Masih untung bangunan telepon umum tersebut tidak diangkut untuk dijadikan tempat berdagang rokok atau dikilo untuk dijual. Tim Khusus Walikota, misalnya Kamtibsihdu (Jakarta Pusat) dan Pokdarsih (Jakarta Barat), perlu bekerja terus menerus dalam membina masyarakat setempat untuk semakin sadar meningkatkan peran-serta dan partisipasinya dalam pembangunan wilayah kota. Walikota, camat, dan lurah, harus keliling daerahnya 319


untuk menggerakkan kerja bakti massal, melakukan sarasehan, diskusi dan silaturahmi dengan warga kotanya, sekaligus menampung aspirasi mereka. Tumbuhnya rasa memiliki dan mencintai Jakarta pada tingkat kelurahan, kecamatan dan wilayah kota, pada akhirnya akan menumbuhkan cinta pada kota Jakarta BMW. Jakarta BMW Bagaimanapun pesatnya perkembangan pembangunan kota, daerah dan masyarakat, lebih-lebih masyarakat daerah metropolitan Jakarta (menuju megapolitan atau mega city), senantiasa menghadapkan pemerintah dan aparatnya serta warga kotanya terhadap berbagai macam masalah, kendala, dan tantangan yang semakin berkembang rumit dan kompleks yang penanganannya perlu didukung oleh segenap aparatur pemerintahan daerah dan seluruh lapisan masyarakat DKI Jakarta, mengacu pada Jakarta BMW (BersihManusiawi-Wibawa). Agar warga kota Jakarta semakin mencintai kotanya, dirasakan perlu bagi segenap jajaran Pemerintah DKI Jakarta, khususnya jajaran Pemerintah Wilayah Kota, kecamatan, dan kelurahan untuk senantiasa menumbuh-kembangkan suasana keterbukaan, kebersamaan, dan ketaatan atas asas tugas dan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, sehingga sesuai dengan Sapta Prasetya Korpri, pada gilirannya akan menghasilkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Kepala Wilayah Kota berkewajiban memimpin penyelenggaraan pembangunan, mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta membina kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Aparat harus mengerti tugas dan kewajiban serta kebijaksanaan yang telah ditetapkan, antisipatif terhadap permasalahan, kendala dan tantangan yang kian tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Walikota dan aparatnya dituntut untuk memanfaatkan potensi wilayah seoptimal mungkin, mengutamakan kemandirian daerah, efisiensi dan efektiitas anggaran, prioritas dan disiplin anggaran, dan mengacu pada Program Sapta Matra, yaitu mengarahkan program-program yang mempunyai pengaruh besar pada perekonomian, mendorong sektor swasta, memperluas lapangan kerja, upaya pemerataan, pembinaan pengusaha ekonomi lemah, penggunaan produksi dalam negeri, komoditi ekspor dan pariwisata. Kesadaran warga kota ditumbuhkan melalui penyuluhan dan penyediaan brosur, informasi pembangunan, ringkasan RUTR, RBWK, RTK, RUPTD, dan program-program di setiap Unit Kerja di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta yang disebarluaskan kepada masyarakat. Kesadaran warga ibukota yang semakin tinggi, akan meningkatkan peranserta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta memahami misi Pemda dalam menyelenggarakan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan. Sejalan dengan RUPTD 1992/1993 dan upaya menciptakan Jakarta BMW, kerjasama internasional perlu ditangani serius. Antara lain belajar dari Tokyo dalam transportasi kota, pembakaran sampah (incinerator), dan rumah susun; Kitakyushu dalam pengelolaan sampah; Rotterdam dalam pengembangan pelabuhan dan pengelolaan limbah; Singapura dalam transportasi dan kebersihan kota; Amsterdam dan Paris dalam pengelolaan pelabuhan udara; Los Angeles dalam penataan transportasi kota; New York City dalam pengembangan kota dan daerah sekitarnya (menuju megacity Jabotabek); dan Mexico City sebagai kota terpadat di dunia. BKS AKSI (Badan Kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia) akan sangat besar peranannya dalam menyusun program kerjasama internasional Kota Jakarta dan kota-kota tersebut. Jakarta BMW jangan hanya slogan. BMW harus dijabarkan arti dan tujuannya. Melalui brosur singkat mengenai Jakarta BMW yang dibagikan kepada seluruh penduduk DKI (penduduk menetap, musiman, nglaju, dan pendatang yang numpang cari nafkah di Betawi) serta melalui kaset lagu Jakarta BMW yang diputar di dalam bis umum dan tempat-tempat umum, akan banyak membantu dalam menumbuhkan cinta warga kota terhadap Jakarta. Di lingkungan pemukimannya masing-masing, secara fisik dan sosial warga kota harus menata rumah dan lingkungannya agar hijau dengan tanaman dan bunga, bersih selokannya, toleransi tinggi sesama anggota masyarakat, patuh pada berbagai peraturan daerah, dan berperan-serta dalam pembangunan wilayah. Aparat pemerintah harus menegakkan disiplin kerja dan mewujudkan kewibawaan dalam tindakannya serta manusiawi dalam pelaksanaan tugasnya. Dengan semangat kebersamaan dan semangat berperanserta dalam pembangunan, kita tingkatkan cinta warga ibukota terhadap pembangunan Jakarta BMW. Menyongsong 1992, Jakarta harus menargetkan Juara I penilaian NKLD (Norma Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah) dan meraih Piala Adipura, lambang kota terbersih. Semoga. Angkatan Bersenjata, 4-5 Juli 1991 320


Memfungsikan Forum Komunikasi Lingkungan Akhir-akhir ini semakin dirasakan pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) berwawasan lingkungan. Biro Bina Lingkungan Hidup, semula Biro Bina Kependuduikan dan Lingkungan Hidup sebagai perpanjangan tangan Kantor Menneg KLH atau mitra kerja Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan) di tingkat Propinsi, Pusat Studi Lingkugnan (PSL), dan Forum Komunikasi Lingkungan, merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu, peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup perlu makin ditumbuhkan, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Forum Pasal5 sampai dengan Pasal10 Bab Ill UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan hak, kewajiban, dan wewenang setiap warga negara dalam pengelolaan lingkungan hidup. Setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Setiap orang juga mempunyai hak dan kewajibannya untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, diatur dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya ketentuan UU Nomor 24 Tahun 1992 Pasal 4, 5, dan 6 menetapkan bahwa setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang dan setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang, berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang dan berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah (1) tercapainya keselarasan hubungan antara man usia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya, (2) terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana, (3) terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup, (4) terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang, dan (5) terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha, wajib memelihara kelestarian lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Kewajiban tersebut diwujudkan dalam setiap ijin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan ketentuannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian kemampuan lingkungan hidup, berkewajiban menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggungjawabnya dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyuluhan, bimbingan pendidikan, dan penelitian tentang lingkungan hidup. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang merupakan organisasi yang tumbuh secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, serta berminat dan bergerak dalam bidang lingkungan hidup, berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan lingkungan hidup. Dalam menjalankan peranannya sebagai penunjang, lembaga swadaya masyarakat mendayagunakan dirinya sebagai sarana untuk mengikutsertakan sebanyak mungkin anggota masyarakat dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan 321


hidup. LSM mencakup antara lain, kelompok profesi (tergerak menangani masalah lingkungan), kelompok hobi (mencintai kehidupan alam dan terdorong melestarikannya), dan kelompok minat (berminat untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan lingkungan hidup). Pengalaman di lapangan dengan berbagai kasus penyimpangan dalam pengelolaan lingkungan hidup, menuntut adanya wadah komunikasi antara pemerintah, swasta/industri, dan masyarakat. Forum ini yang kita sebut sebagai Forum Komunikasi Lingkungan (FKL) berperan menjembatani kepentingan Pemerintah, kalangan Swasta/lndustri, dan Masyarakat. Forum ini hendaknya dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur, dengan tugas antara lain memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah tentang berbagai upaya pengelolaan lingkungan hidup. Fungsi forum ini sebagai think-thank Gubernur, seyogianya berada dalam lingkup Bappeda atau Biro Bina LH. Gubernur atau Wagub berfungsi sebagai pengarah, Ketua Bappeda sebagai Koordinator, Kepala Biro BLH sebagai Sekretariat, dan para pengusaha serta tokoh lingkungan hidup menjadi Anggota. Dana kesekretariatan diusahakan secara swadaya dan mandiri, dari perusahaan dan sponsor. PSL harus dilibatkan dalam Forum ini. Pakar PSL perlu diikutsertakan, misalnya dalam diskusi kasus pencemaran dan perumusan bahan penyuluhan lingkungan hidup. Melalui forum, para pakar lingkungan bisa menyarankan antara lain penggunaan teknologi, efisiensi biaya, dan penataan administrasi lingkungan dalam pengelolaan tata ruang. FKL menjadi perantara Pemerintah, PSL, dan kalangan Swasta/lndustri. lsu-isu penanganan Andal juga bisa dibahas dalam forum ini. Harus dihindari jangan sampai PSL yang bikin Andal juga menilai Andal. PJP II Daerah misalnya, bisa diseminarkan oleh FKL. FKL juga dapat berperan dalam menyusun Garis Besar Haluan Daerah Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, membantu memberikan penyuluhan lingkungan, dan sekaligus berperan menangani law enforcement atas pelanggaran norma-norma lingkungan hidup. Sekretariat berada di Biro BLH gunanya antara lain, agar kegiatan FKL selalu terkait dengan kegiatan Biro BLH. Rapat FKL tidak selalu harus diselenggarakan di kantor, tetapi bisa diselenggarakan di tempat perusahaan yang punya masalah, bahkan di lapangan. Biro BLH juga perlu selalu memantau pergerakan organisasi FKL. Sekretariat FKL berkewajiban menyusun notulen rapat, melaporkan hasil kegiatan kepada Gubernur dan menyebarluaskan informasi hasil-hasil yang dicapai FKL kepada kalangan industri dan masyarakat. Yang masih perlu dipikirkan adalah bagaimana mekanisme yang baik supaya tujuan FKL bisa tercapai. Bagaimana juknis dan juklak FKL. Walaupun Menteri Negara LH menganjurkan pendirian FKL, mengenai juklak dan juknis diserahkan kepada daerah yang bersangkutan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing daerah. FKL harus ada di setiap propinsi untuk menangani berbagai permasalahan tentang pengelolaan lingkungan. Terutama di propinsi-propinsi yang sudah terancam ancaman pelestarian dan degradasi lingkungan, seperti DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan Lampung. FKL haruslah benar-benar dapat berfungsi dengan baik. FKL hendaknya bisa merupakan wadah penyaluran atau aspirasi masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Forum ini diharapkan dapat menumbuhkan, mengembangkan atau menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan lingkungan hidup. FKL jangan hanya berbentuk wadah organisasi, tetapi harus benar-benar berfungsi. FKL harus rapat sedikitnya sekali dalam seminggu, rapat rutin terus menerus, dan para pakar bertemu untuk mengidentifikasi permasalahan serius lingkungan hidup di daerah. FKL harus memiliki potret kependudukan dan lingkungan hidup daerah. FKL juga perlu berperan dalam meningkatkan penulisan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD). Bappeda harus memback-up kegiatan FKL dan FKL harus memanfaatkan organisasi yang telah ada seperti Pusat Studi Kependudukan, Pusat Studi Lingkungan, Kadin, Lembaga Konsumen, dan Pers. Lahirnya FKL diharapkan dapat menekan sengketa hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup, menumbuhkan kesadaran masyarakat, dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Peranan pers sangat penting dalam menyebarluaskan kegiatan FKL dan mengajak masyarakat untuk mencintai lingkungan. Acara-acara di televisi dan RCTI yang selama ini diisi dengan berbagai kuiz Lifebouy, diskusi ekonomi dan teknologi, perlu ditambah dengan kuiz dan diskusi lingkungan hidup dan penyebarluasan FKL. Selain melalui televisi, penyebarluasan FKL juga bisa melalui RRI, radio (Prambors) majalah, surat kabar, brosur dan melalui temu muka dengan masyarakat. 322


Harus dihindari agar FKL tidak menjadi pressure power dan arena tuding menuding. FKL perlu diarahkan agar menjadi wadah komunikasi timbal balik di antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Pak Emil minta agar potensi masyarakat yang besar digerakkan melalui FKL dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. FKL hendaknya harus lebih berfungsi dalam menyadarkan masyarakat, seperti halnya Jakarta Promotion Board, Lembaga Konsumen, Gerakan Swadaya Masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Pada tahap awal pembentukannya, FKL harus memprioritaskan konslidasi organisasi, pemanfaatan pers dalam menyebarluaskan informasi FKL dan kegiatannya, serta memperkuat unit kehumasan FKL. Langkah berikutnya mengidentifikasi permasalahan daerah yang diikuti dengan upaya mencari pemecahannya. Selanjutnya, disusun prioritas penanganan masalah lingkungan hidup. Kesemuanya ini tidak dapat dilepaskan dari Kebijaksanaan dan Strategi (Jakstra) dan Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Daerah. Pola Dasar Pembangunan Daerah, Repetada (Rencana Pembangunan Lima Tahun Deaerah), dan Rencana Umum Pembangunan Tahurian Daerah. Adanya FKL diharapkan semakin meningkatkan mutu pembuatan NKLD (Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah), dan buku serta informasi KLH lainnya, seperti SNPPTR (Strategi Nasional Pembangunan Pola Tata Ruang), RSTRP (Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi), ANDAL, AMDAL, SEMDAL (Studi Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan), PIL (Penyajian lnformasi Lingkungan), PEL (Penyajian Evaluasi Lingkungan). SEL (Studi Evaluasi Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan), RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan), RUTR, RUTRD, RUTRP, RUTRK, RUTRW, RDTRK, dan LKKLD (Laporan Kualitas Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah). Memfungsikan Keberadaan FKL di Jakarta Teguh Beriman (Teruskan, Gerakan Untuk Hidup Bersih lndah Menarik, Manusiawi, dan Aman) sangat penting artinya. FKL mengidentifikasi jumlah industri yang ada di DKI, yang patuh, yang mencemari lingkungan, dan yang harus diberi peringatan. Saran pemikiran FKL disampaikan kepada Gubernur untuk selanjutnya diteruskan kepada Menteri KLH dan lnstansi terkait lainnya Jika perlu, dilaporkan kepada Presiden (sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Pemerintahan lbukota). FKL merupakan think-thank Gubernur di bidang kependudukan dan lingkungan hidup, merupakan data-base kependudukan dan lingkungan hidup daerah. FKL juga merupakan interface, pertemuan antara model pembangunan dari atas (top down) dengan pembangunan dari bawah (bottom up). FKL akan menampung pemikiran dan aspirasi swasta dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup untuk diteruskan kepada pemerintah melalui Gubernur. FKL juga menjadi perantara dalam penyelenggaraan musyawarah antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat dalam mengatasi kasus lingkungan hidup. Akhirnya, selamat datang FKL sebagai salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup di daerah di samping Bappeda, BKLH, PSK, PSL. dan Bapedalda. FKL pulalah yang mencatat terus menerus segala permasalahan lingkungan termasuk penataan ruang di Daerah, menyangkut pembinaan daerah pantai, pembinaan dan pengelolaan lingkungan hid up, penyelamatan hutan, tanah, dan air, rehabilitasi lahan kritis, pengendalian pencemaran lingkungan hidup, inventarisasi dan evaluasi sumber daya darat, penataan ruang (perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang) wilayah Nasional, Propinsi DT I, Kabupaten/Kotamadya DT II, kawasan lindung, kawasan budi daya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu serta penataan pertanahan. Jayakarta, 17 Maret 1994 323


Mengintegrasikan Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan Nasional lndustrialisasi dan lntegrasi Lingkungan Hidup dalam PJP II dan Pelita VI merupakan salah satu topik bahasan dalam Seminar Ekonomi Menyongsong Pelaksanaan PJP II yang diselenggarakan oleh Suara Pembaruan di Jakarta pada tanggal 18-19 Januari 1994. Masalah industrialisasi dibahas oleh Menko lndag Hartarto, sedangkan masalah lingkungan hidup dikupas oleh Menneg LH Sarwono Kusumaatmadja. Tulisan ini berusaha mengangkat butir-butir penting yang telah dilontarkan oleh dua orang pakar, bidang industri dan lingkungan. lndustrialisasi Menurut Hartarto, tinggal landas adalah saat yang kritis, karena jika berhasil maka bangsa Indonesia akan dapat mencapai kemajuan yang pesat, namun kalau gagal, kita akan menghadapi kesulitan yang berkepanjangan. Berkat prestasi di bidang industri yang telah dicapai pada Pelita V, maka menyongsong Pelita VI, industri sudah siap tinggallandas untuk menjadi penggerak utama pembangunan. Produk-produk manufaktur Indonesia telah semakin didorong daya saingnya tidak saja pada keunggulan komparatif, melainkan lebih pada keunggulan kompetitif baik di pasar dalam negeri maupun pasar global. Penciptaan iklim usaha yang kondusif ditempuh melalui rangkaian langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang dilaksanakan secara dinamis mencakup kebijaksanaan fiskal, moneter dan perbankan, kepabeanan dan tata niaga, tata ruang, perijinan dalam arti luas, dan standarisasi. Pengembangan ekspor non-migas sebagai penggerak utama pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan momentum yang tepat, yaitu memanfaatkan hasil putaran Uruguay, secara kontinu mendorong deregulasi sehingga daya saing semakin kuat, mengembangan industri yang berdaya saing kuat dengan memanfaatkan teknologi yang tepat (industri yang mengolah sumber daya alam dengan peningkatan nilai tambah, industri yang memanfaatkan sumber daya manusia, gabungan industri keduanya dan industri yang memanfaatkan dukungan teknologi canggih, antara lain mesin-mesin elektronika, alat angkut, pabrik secara utuh dan lain-lain), serta mendorong tumbuh dan berkembangnya Indonesia sebagai trading nation. Di samping mendorong ekspor non-migas juga dikembangkan upaya penting dan strategis berupa pengembangan usaha kecil dan koperasi, pengembangan industri barang modal dan industri hulu, pengembangan kemampuan penguasaan teknologi dalam arti luas (rancang bangun, perekayasaan industri, dan litbang terapan) dan pengembangan sumber daya manusia. Dengan laju pertumbuhannya yang tinggi, peranan industri pada PDB pad a Pelita V mencapai 21% dan diharapkan pad a akhir Pel ita VI mencapai 25% serta peranan ekspornya sangat dominan. Kondisi ini memperlihatkan industri telah siap tinggal landas, menjadi penggerak utama pembangunan yang menghela sektor ekonomi lainnya dan pada gilirannya berdampak luas pada pembangunan nasional pada umumnya. Lingkungan Hidup Menurut Sarwono, kondisi dan kecenderungan lingkungan saat ini mengarah pada tiga kesimpulan dasar. Pertama, pertumbuhan dan pembangunan masa depan, termasuk proses industrialisasi akan sangat bergantung kepada cadangan sumber daya alam utama Indonesia (tanah, air dan energi) dan keberlanjutan tatanan lingkungan yang strategis (termasuk sumber air tanah di daerah perkotaan dan ekosistem pantai dan lautan). Kedua, pertumbuhan sektor industri akan terus berlanjut terkonsentrasi di daerah perkotaan, khususnya di Pulau Jawa. Jika kurang hati-hati melakukan pengawasan, maka pencemaran industri sulit dicegah, kemacetan lalulintas hampir merata, efisiensi dan efektivitas pengelolaan perkotaan rendah, investasi asing sulit ditingkatkan dan ketimpangan antar daerah sulit dihindari. Ketiga, akibat dari pertumbuhan ekonomi yang cepat, konflik pada penggunaan tanah dan akses pada sumber daya lainnya akan terus meningkat dibarengi dengan meningkatnya jumlah masyarakat yang terkena pencemaran lingkungan, sehingga mempengaruhi upaya peningkatan kualitas hidupnya. 324


Sebagai obat dari penyakit ini, maka perencanaan pembangunan jangka panjang dan perencanaan program Pelita VI serta pelaksanaan tahunannya haruslah dilandasi oleh konsep Pembangunan Berkelanjutan Yang Berwawasan Lingkungan (PBBL) yang bertumpu pada kondisi sumber daya alam, kualitas lingkungan dan faktor kependudukan. PBBL menurut Soeriaatmadja, mempunyai ciri pertumbuhan ekonomi yang mempunyai pembangkitan (penduduk yang masih miskin perlu disentuh), pertumbuhan ekonomi yang menuju perubahan kualitas pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan dasar akan lapangan kerja, air (sumber daya), pangan, energi, dan kesehatan lingkungan, pelestarian dan pendayagunaan sumber daya alam (pelestarian sumber alam, energi berkelanjutan, dan daya serap biosfera) pendayagunaan iptek yang mampu mengelola dan mengendalikan resiko, dan keterpaduan pertimbangan ekonomi dan ekologi dalam proses pengambilan keputusan. Soeriaatmadja juga menyodorkan asas PBBL, yaitu keterkaitan dan ketergantungan antara manusia dan lingkungan serta sumber daya alam di dalamnya menuntut perlunya keserasian dan keselarasan dalam pendayagunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, kemitraan global dan nasional diperlukan untuk mendorong PBBL atas dasar kepentingan bersama, diperlukan perubahan gaya hidup, pola konsumsi dan pola produksi untuk menjamin kehidupan berkelanjutan, diperlukan pembinaan sistem kelembagaan untuk keberhasilan PBBL, dan produk hijau adalah tujuan industrialisasi PBBL. lntegrasi Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Nasional menurut pemikiran Sarwono adalah upaya melibatkan delapan unsur dan melaksanakannya dalam pembangunan nasional, yaitu pengembangan tata ruang, penetapan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah, analisis mengenai dampak lingkungan, pengendalian pencemaran lingkungan, rehabilitasi dan reklamasi lingkungan, konservasi sumber daya hayati melalui pendekatan ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup (menginternalkan eksternalitas, peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan pendekatan ekonomi, retribusi untuk biaya sosial, yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional peraturan pemerintah tentang kualitas, mengeliminasikan distorsi harga, serta analisis manfaat dan biaya). Pengembangan tata ruang mengacu pada UU Nomor 24 tahun 1992 tentang T ata Ruang yang ditindaklanjuti oleh Keppres Nomor 75 Tahun 1993 tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) yang dipimpin oleh Menneg PPN/ Ketua Bappenas, Ginanjar Kartasasmita. Keppres Nomor 75 Tahun 1993 ini merupakan pembaruan (penyempurnaan) dari Keppres Nomor 57 tahun 1989 tentang Tim Tata Ruang Nasional. Hirarki rencana tata ruang terdiri atas Strategi Nasional Pembangunan Tata Ruang (SNPPTR), Rencana Struktur Ruang Propinsi (RSTRP) dan Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten/Kota/Wilayah (RUTRKJW), masing-masing berdimensi waktu 25, 15 dan 10 tahun. Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan (batas atau kadar yang diperbolehkan bagi zat a tau bahan pencemar terdapat dalam media lingkungan sehingga dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya) dan baku mutu limbah (cair, bahan beracun dan berbahaya, 83) ditetapkan melalui PP, Keppres, atau Kepgub, dimaksudkan untuk menghindari pencemaran dalam upaya pelestarian lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. AMDAL yang diatur melalui PP nomor 51 Tahun 1993 (pengganti PP Nomor 29 Tahun 1986), memuat ketentuan analisis mengenai dampak lingkungan kegiatan terpadu/multisektor, analisis mengenai dampak lingkungan kawasan, analisis mengenai dampak lingkungan regional. AMDAL, adalah hasil studi mengenai dampak panting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. Baku mutu limbah ditetapkan dalam upaya pengendalian pencemaran dan industri yang membuang limbahnya ke media lingkungan harus di bawah baku mutu limbah yang telah ditetapkan. Penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan penanggulangan bahan beracun dan berbahaya agar limbah dapat dikendalikan dan tidak membahayakan masyarakat serta penanggulangan limbah padat terutama di kota-kota agar tidak mengganggu kesehatan lingkungan. Sarwono menegaskan bahwa upaya pengendalian pencemaran lingkungan diikuti oleh penaatan (complience, upaya agar ketetapan tentang baku mutu lingkungan, baku mutu limbah dan pengendalian pencemaran dilaksanakan) dan melakukan audit lingkungan bagi kegiatan pembangunan yang dianggap melanggar ketentuan baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah. 325


Di samping penataan ruang yang merupakan kebijaksanaan proaktif, dianut kebijaksanaan reaktif berupa rehabilitasi dan reklamasi, yaitu pengendalian setelah timbul pencemaran lingkungan, antara lain program reboisasi, Adipura (dengan lambang-lambang kota Teguh Beriman, Bersinar, Berseri dan sebagainya) program kali bersih, program langit biru, program sinar bersih !aut (Sibelut) dan program daur ulang Indonesia (Peduli). Konservasi sumber daya alam yang hidup (tumbuhan, binatang dan mikroorganisme, serta unsurunsur non hayati dari lingkungan yang menjadi sandarannya), sangat panting bagi pembangunan. Taman nasional, reboisasi, konservasi alam, penataan hutan tropik, merupakan upaya-upaya dalam mewujudkan pembagunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Peran serta masyarakat dalam konservasi sangat diperlukan. Pembagian tugas dan tanggungjawab kepada berbagai instansi dan institusi, sistem manajemen sumber daya alam berbasis komunitas, dan pengelolaan lingkungan bertumpu pada masyarakat dan koordinasi antar instansi dan institusi, akan mendukung keberhasilan upaya pelestarian lingkungan. Peran serta masyarakat dibutuhkan tidak hanya untuk konservasi, tetapi lebih luas lagi, peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Di samping peran serta masyarakat, sangat diperlukan ditumbuhkembangkannya kemitraan (pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam pengelolaan lingkungan. Peraturan pemerintah tentang peran serta masyarakat, sebagai tindak lanjut UU Penataan Ruang, diharapkan dapat secara jelas dan tegas bentuk-bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Berdasarkan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup, maka diupayakan pendayagunaan sumber daya, diberikan perhatian terhadap mekanisme pasar, diupayakan pencegahan eksploitasi, penekanan ongkos dan biaya pengelolaan lingkungan, efisiensi dan efektivitas organissi, dalam rangka pengelolaan mutu lingkungan (environmental quality management). Langkah-langkah yang ditempuh antara lain menginternalkan externality (memasukkan biaya yang timbul untuk memperkecil dampak lingkungan), retribusi untuk biaya sosial (retribusi limbah, retribusi sampah), Peraturan Pemerintah tentang kuantitas (pelepasan limbah, ekstraksi sumber daya alam), mengelliminasikan distorsi harga (penetapan kebijaksanaan yang mempertimbangkan aspek lingkungan hidup), serta analisis manfaat dan biaya (benefit-cost analysis, pada tingkat proyek, sektoral, regional, dan nasional). Berwawasan Lingkungan Keberhasilan pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam akan menjadi kunci untuk terpenuhinya harkat hidup seluruh masyarakat dan pelestarian kualitas lingkungan sangat ditentukan oleh pelestarian kualitas tata air, tata udara, serta ketersediaan kebutuhan dasar, meliputi pelestarian kawasan fungsi lindung, pelestarian hutan tropis atau keberadaan tegakan pohon (canopy), pelestarian hutan bakau, dan usaha swasembada pangan (Surna T. Djajadiningrat, 1992) serta penataan kawasan lahan pertanian, hubungan struktural pola tata ruang perkotaan dan pedesaan, perwilayahan pembangunan sarana dan prasarana. Halhal yang perlu diperhatikan antara lain kepekaan masyarakat terhadap aspek lingkungan fisik dan lingkungan sosial, lemahnya kemampuan perencanaan perkotaan, lemahnya gerakan yang memihak pada kepentingan masyarakat dan lemahnya fungsi pengawasan. Strategi pengelolaan lingkungan hidup yang terintegrasi dalam pembangunan nasional memperhatikan elemen-elemen lingkungan alam dan lingkungan buatan, pemantauan lingkungan hidup (berdasarkan indikator, kriteria, dan daya dukung lingkungan), persepsi dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, pelanggaran (menghambat pembangunan, melampaui batas toleransi, dan timbulnya bencana), baku mutu lingkungan hidup dan hukum lingkungan. Bertolak dari kenyataan bahwa pembangunan ekonomi telah menimbulkan perubahan secara dinamis terhadap hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan (perubahan alami dan perubahan antropogenik), Soeriaatmadja menekankan pentingnya dinamika pembangunan ekonomi yang menuntut pembangunan ekonomi berimbang, pemenuhan kebutuhan pokok dan peningkatan kualitas hidup, dan pemerataan, sebagai upaya perwujudan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (pasca KIT Bumi Rio de Janeiro 1992). Pakar LSM, M.S. Zulkarnaen (Direktur Eksekutif Walhi) mengingatkan pentingnya kekuatan rakyat dan daya dukung lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. Menurut pandangannya, pembangunan berkelanjutan memuat tiga aspek demokrasi (politik, budaya, dan ekonomi) dan dua aspek etika (ekologi dan 326


kemanusiaan). Dalam konteks ini, pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan harus dilandaskan pada gagasan lokal (karakter demokrasi dan etika harus sesuai dengan kondisi lokal), gagasan sesuai dengan sumber daya alam yang tersedia baik kualitas dan kuantitas (sifat daur ulang) dan gagasan merupakan karya sumber daya manusia pada tingkat lokal dan sesuai dengan sumber daya alamnya (pemanfatan sumber daya lokal). Angkatan Bersenjata, 25 Maret 1994 Menuju Warga DKI yang Berbudaya Kerja dan Disiplin T ahun 1996 merupakan tahun keberhasilan pemerintah DKI Jakarta, karen a pad a tahun inilah untuk pertama kalinya lima wilayah kota di DKI Jakarta meraih Piala Adipura dan Jakarta Pusat lebih berhasil lagi dengan meraih Piala Adipura Kencana. Tugas berikutnya adalah bagaimana mempertahankan dan meningkatkan prestasi kota Jakarta sebagai kota bersih atau kota Adipura. Tidaklah ringan tugas mempertahankan prestasi kota bersih dan bahkan meningkatkan prestasi agar lebih dari satu wilayah kota dapat meraih Piala Adipura Kencana. Beberapa cara dapat ditempuh untuk mempertahankan status kota bersih, antara lain pemantapan dan peningkatan budaya disiplin kerja serta peningkatan upaya pemeliharaan keindahan dan kebersihan lingkungan. Dalam menciptakan ibukota Jakarta menjadi kota modern dan kota metropolitan, telah diperkenalkan berbagai motto DKI Jakarta oleh Gubernur pada masa jabatannya. Mulai dari Jakarta Religius ke Jakarta BMW (bersih, manusiawi, wibawa) sampai ke Jakarta Teguh Beriman (teruskan gerakan untuk hidup bersih, indah, menarik dan aman). Budaya Kerja Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 1991 memperkenalkan Budaya Kerja, yaitu sikap hidup yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang telah menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong yang membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat/ organisasi, yang kemudian tercermin dalam perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai "kerja" atau "bekerja". Landasan budaya kerja adalah Pancasila dan UUD 1945 serta budaya-budaya kreatif yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Budaya kerja dalam aparatur pemerintah adalah budaya pengelolaan administrasi pemerintah dan administrasi pemerintahan dan administrasi pembangunan yang menghasilkan pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomis, bermanfaat dan memuaskan. Pengertian budaya kerja dalam kehidupan masyarakat mengandung makna upaya peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas kerja sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan berdaya saing. Budaya kerja mempunyai arti panting, terutama bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong era perdagangan bebas ASEAN (AFTA) tahun 2003, negara maju di Asia Pasifik tahun 2010, dan semua negara di kawasan Asia Pasifik tahun 2020. Pemantauan budaya kerja perlu dimulai dengan Kelompok Budaya Kerja didukung program budaya kerja yang nyata, siklus pengendalian mutu, aktualisasi kehidupan dalam pekerjaan, dan perwujudan nilainilai luhur (gotong royong, musyawarah, mufakat, kebersamaan, keterbukaan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keteladanan, kreativitas, partisipasi, tanggung jawab, ikut memiliki, mawas diri, dan berani mengambil risiko untuk kebenaran. Melalui program budaya kerja akan ditumbuhkan pengakuan dan penghargaan serta kebanggaan kerja, peran serta aktif, aktualisasi diri, rasa ikut memiliki, tanggung jawab, berorientasi keberhasilan, dorongan ke~asama, bekerjasama, bekerja dalam kelompok, mendorong kemampuan 327


bekerja mandiri dan profesional, mempererat hubungan bawahan-atasan, dan selalu berusaha bekerja selaras-serasi-seimbang. Gerakan disiplin nasional mulai dicanangkan Presiden Republik Indonesia pada tahun 1995. Tahap pertama difokuskan pada budaya tertib, budaya bersih dan budaya kerja. Hal-hal yang menyangkut budaya tertib, antara lain tertib hukum, tertib di lingkungan kerja, tertib di jalan raya, tertib di tempat umum, dan tertib mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang berlaku. Budaya bersih, meliputi segala tindakan yang menyangkut kebersihan pribadi, dalam keluarga, lingkungan, tempat kerja dan dalam kehidupan bermasyarakat. Budaya kerja adalah sikap hidup menepati waktu, bekerja menggunakan perencanaan, dan berorientaasi pada hasil yang produktif, efisien dan efektif. Tidak mudah menanamkan gerakan disiplin kepada warga DKI Jakarta yang heterogen (berbagai keahlian, berbagai jenis pendapatan, berbagai tingkat pendidikan, dan berbagai suku bangsa), agar mereka dengan sadar mencintai kota Jakarta (Aku Cinta BMW, Aku patuh pada motto Teguh Beriman). Diperlukan kerja keras dalam menanamkan budaya disiplin kerja, bekerja tepat waktu, bekerja produktif dan berbudaya memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan. Kota Bersih Setiap warga DKI Jakarta diharapkan mengerti bahwa sampah yang dihasilkan dari aktivitas penduduk apabila tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang pada gilirannya akan merugikan kesehatan manusia. Karena itu harus ditempuh berbagai cara pengelolaan kebersihan kota, yaitu pengelolaan sampah (pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan sampah), penyediaan tempat sampah dan alat pengolahan sampah, penyiapan perangkat kelembagaan, peraturan, tenaga operasional, pembiayaan dan dukungan (peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, dan lain-lain yang berkaitan dengan pengelolaan sampah). Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, pengelolaan lingkungan hidup, hak dan kewajiban memelihara lingkungan hidup, serta berbagai hallainnya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup. Kota bersih sebagai salah satu perwujudan undang-undang tersebut, mengandung makna penciptaan lingkungan hidup yang berkualitas, lingkungan permukiman yang bersih dan sehat, peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, peningkatan kesehatan masyarakat, serta peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah dan terwujudnya pola hidup bersih, indah, aman, nyaman dan sehat. Dalam upaya mempertahankan Jakarta Kota Bersih, banyak tantangan dihadapi, antara lain pemantapan sistem kebersihan kota (dikelola oleh Dinas Kebersihan atau PO Kebersihan, dibantu Swasta dan Masyarakat), kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat, prioritas program pengelolaan kebersihan kota, penerapan dan pengembangan program minimisasi sampah (pengurangan sampah, penggunaan kembali dan pemanfaatan sampah, daur ulang sampah, dan perolehan kembali sampah (menjadi barang yang bermanfaat, menjadi energi dan lain-lain), kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan sampah, pengkajian dan penerapan teknologi pengelolaan sampah (incinerator, sanitary landfill), pelaksanaan hukum di bidang pengelolaan sampah, dan "cost recovery" pengelolaan sampah. Tantangan masa depan bagi DKI Jakarta adalah bagaimana meningkatkan peran serta/partisipasi swasta dalam pengelolaan sampah. Agar status Kota Bersih bisa dipertahankan, elemen kebersihan kota perlu terus menerus dipantau penanganannya, yaitu manajemen (kelembagaan, hukum, pembiayaan, dan teknis operasional), peran serta masyarakat (umum, PKK), fisik kota (kebersihan, penghijauan, keteduhan kota, taman), kesehatan, dan penataan ruang dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sejalan dengan itu, enam elemen fisik kota perlu ditingkatkan keberhasilannya. Pertama, kawasan permukiman mewah, sedang dan rendah, perumahan kompleks, rumah susun, rumah dinas, rumah kost, asrama dan lain-lain. Kedua, tempattempat umum, meliputi pasar, terminal, stasiun, pelabuhan (udara, laut), pertokoan, taman kota dan alunalun, rumah sakit, restoran/warung makan, tempat hiburan, kolam renang, hotel, motel, losmen dan penginapan, tempat ibadah, serta sarana dan prasarana pendidikan (sekolah, perguruan tinggi). 328


Ketiga, perairan terbuka yang meliputi saluran pembuangan (pabrik, perkantoran, perumahan), selokan, sungai, anak sungai, jembatan, gorong-gorong, danau dan kolam pantai. Keempat, jalan-jalan protokol (utama), kolektor (penghubung), dan lokal (lingkungan). Kelima, sarana dan prasarana persampahan yang meliputi transfer dipo, tempat pewadahan, penampungan sementara, dan penampungan/pembuangan akhir. Keenam, tatalaksana keindahan yang meliputi papan reklame, poster, papan nama, rambu-rambu, lampu dan penerangan jalan, serta pemanfaatan lahan. Untuk meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota, perlu diinformasikan kepada mereka bagaimana upaya pemerintah DKI Jakarta meraih Adipura sejak 1986, bertahap dari meraih sertifikat kota bersih, kemudian meraih Adipura (tipe kota raya atau sering disebut kota metropolitan yang penduduknya di atas 1 juta jiwa) dan Adipura Kencana. Wilayah Kota DKI Jakarta mulai meraih sertifikat kota bersih pada tahun 1990, Adipura tahun 1992, dan Adipura Kencana tahun 1996 (Lihat Tabel). Di sisi lain, jika pada tahun 1990 dan tahun 1991 diberlakukan penilaian "kota terjorok", maka diduga Tabel : Prestasi Kota Bersih Kategori Kota Raya Panilaian Tahun Adipura Kancana Adipura Sartifikat Kola Barsih 1986 - - - 1987 - Bandung - 1988 - Surabaya - 1989 - Surabaya Semarang Bandung 1990 - Surabaya Jakarta Pusat Bandung 1991 - Surabaya Bandung Semarang Jakarta Pusat 1992 - Surabaya Jakarta Selatan Semarang Palembang Bandung Jakarta Pusat 1993 Surabaya Semarang Palambang Jakarta Pusat Jakarta Selatan Bandung Jakarta Barat Madan Ujungpandang (Kola besar) 1994 - Samarang Jakarta Selatan Jakarta Pusat Jakarta Timur Surabaya Medan Palembang Bandung Ujung Pandang Jakarta Barat Jakarta Utara 1995 Samarang Jakarta Pusat Bandung Surabaya Jakarta Barat Madan Jakarta Timur Palembang Jakarta Salatan Jakarta Utara 1996 Semarang Madan Surabaya Palambang Jakarta Pusat Bandung Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Salatan Ujungpandang Sumber: Diolah dari Buku Peringatan Lingkungan Hidup Tahun 1994, 1995 dan 1996 serta berbagai informasi lainnya. 329


Jakarta Utara dan Jakarta Timur akan termasuk ke dalam kelompok kota terjorok di samping Palembang dan Ujungpandang. Sumbang Saran Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan Jakarta sebagai Kota Adipura, membudayakan disiplin kerja tepat waktu, memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, berikut ini penulis sampaikan sumbang saran. Wadah Perlaspi (Persatuan Pengelola Sampah Perkotaan Indonesia) yang dibentuk pada tahun 1991 perlu difungsikan dan dibangkitkan kembali, sehingga mempunyai arti dalam pembinaan kota bersih. Pengelolaan sampah hendaknya diintegrasikan dengan pengelolaan lingkungan permukiman kumuh (lnpres Nomor 5 Tahun 1990), sehingga lambat-laun lingkungan permukiman makin indah dan bersih. Penataan Ruang Wilayah Kota harus dipatuhi agar penggunaan ruang kota dapat tertata dengan baik. Administrasi pengelolaan lingkungan perkotaaan haruslah dimulai dari tingkat kelurahan sampai ke kecamatan dan wilayah kota (bottom up). Pengelolaan air perkotaan perlu ditingkatkan agar pemanfaatan dapat dilakukan secara efektif, pencemaran air bisa ditekan, dan banjir bisa dikendalikan. Motto cinta kota dan upaya menjakartakan warga Jakarta harus digalakkan, yaitu Aku dukung Jakarta Teguh Beriman, gerakan disiplin warga kota harus dibarengi dengan keteladanan pejabat, percontohan, bimbingan dan penyuluhan. Budaya tertib umum (Perda Nomor 11 Tahun 1988) perlu ditegakkan, dalam upaya menuju kota Jakarta yang tertib, teratur, nyaman, dan tenteram (tertib di jalan raya, tertib jalur hijau dan taman, tertib sungai, saluran dan kolam, tertib menangkap atau memburu binatang tertentu, tertib usaha, tertib bangunan, tertib pemilikan rumah, tertib sosial, dan tertib kesehatan). Sejalan dengan itu, budaya iptek dan budaya imtaq (iman-taqwa) perlu dimantapkan secara bersamaan. Gubernur dan aparatnya harus terbuka terhadap saran dan kritik warga ibukota. Ajaklah pakar kota berpikir membantu Gubernur. Tumbuhkan jiwa wirausaha warga ibukota dan dorong mereka agar siap menghadapi persaingan dengan bangsa-bangsa tetangga dalam era perdagangan bebas nanti. Undangundang nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Negara Republik Daerah Khusus lbukota Jakarta perlu secepatnya ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah, peraturan pelaksanaan dan petunjuk pelaksanaan, agar Jakarta sebagai kota pemerintahan, kota bisnis, kota jasa, kota pariwisata, makin terlihat jelas. Pembangunan mega proyek seperti Saumaja (sistem angkutan umum masal Jakarta) terminal terpadu Manggarai, jalan tiga tingkat (triple-decker) yang menggabungkan jalan raya, jalan tol, dan jalan kereta rei ringan, pembangunan pantai utara Jakarta (pantura, Jakarta Waterfront City), jalan layang, kota baru dalam kota, kawasan pusat bisnis, kawasan pusat perdagangan, kawasan pusat pariwisata, kawasan pusat industri kecil dan lain-lain, perlu dikoordinasikan dan diintegrasikan secara terarah dan terpadu, sehingga memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat ibukota. Sejalan dengan itu, perlu secepatnya diupayakan bimbingan dan penyuluhan yang menyangkut kedisiplinan kehidupan masyarakat perkotaan, antara lain budaya antri, budaya tidak corat-coret di sembarang tempat, budaya tidak merusak telepon umum, budaya tidak merokok di tempat umum, budaya mendahulukan penyeberang jalan, budaya mematuhi peraturan lalu lintas, dan berbagai bentuk kedisiplinan lainnya. Semua budaya kerja ini secara langsung atau tidak langsung akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan daya saing. Harapan kita, megacity Jakarta pada tahun 2000-an nanti akan makin modern, tetapi bersih, indah, aman, nyaman dan aman. Semoga. Angkatan Bersenjata, 2 September 1996 330


Budaya Bersih Dan Gerakan Disiplin Nasional Warga DKI Jakarta Pada tahun 1996, lima wilayah kota di lbukota Jakarta meraih piala Adipura, lambang kebersihan kota. Bahkan Jakarta Pusat meraih Adipura Kencana. Ada pepatah, merebut itu mudah, tetapi mempertahankan jauh lebih sulit. Untuk mempertahankan Jakarta sebagai kota Adipura, maka pada tahun 1996 dan menyosong tahun 1997 ini, harus dilakukan berbagai kegiatan dalam rangka membudayakan disiplin, kerja tepat waktu, memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan. Kegiatan berupa pemantapan budaya bersih yang merupakan salah satu bagian dari disiplin nasional, perlu ditanamkan dan dimasyarakatkan ke seluruh warga ibukota. Kebersihan Kota Dalam upaya mempertahankan Adipura, Pemerintah Wilayah Kota haruslah melakukan penyuluhan ke setiap kecamatan dan kelurahan, tentang pengelolaan persampahan, penghijauan dan keteduhan kota. Penyuluhan ini meliputi lima aspek kebersihan kota, yaitu pengelolaan persampahan (kelembagaan, hukum, pembiayaan dan teknis operasional), peran serta masyarakat, kesehatan, PKK, serta tata ruang dan penghijauan/keteduhan kota. Rincian lima hal dalam pengelolaan persampahan tersebut, meliputi pelaksanaan pengelolaan sampah, struktur organisasi dan personil pengelola, instansi yang berperan dalam pengelolaan, instansi yang berperan dalam pengelolaan sampah, dasar hukum, penerapan sanksi, sarana penerapan hukum, perysaratan kesehatan pengelolaan sampah, perda pembakaran sampah, sumber dana pembiayaan pengelolaan sampah, bantuan hibah atau pinjaman luar negeri, dana pembangunan sarana dan prasarana, bantuan pemerintah pusat, perencanaan dan peningkatan pelayanan, pengumpulan dan pengangkutan, pengolahan, pembuatan sampah, perairan terbuka, serta pengawasan dan pengendalian. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota, meliputi bentuk usaha, sarana penyuluhan, pemasyarakatan peraturan-peraturan daerah kebersihan kota, partisipasi masyarakat di luar retribusi sampah, pengaduan masyarakat, jenis Iomba kebersihan lingkungan, lokasi percontohan kebersihan lingkungan, dan kelurahan bebas sampah, serta penataan bantaran sungai. Aspek kesehatan meliputi penyakit menular yang berkaitan dengan kebersihan, pemantauan pengelolaan sampah, tingkat kepadatan lalat, angka bebas jentik, pengelolaan sampah rumah sakit, fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja, dan hasil laboratorium kualitas air sungai dekat tempat pembuangan akhir sampah (TPA), pemeriksaan laboratorium kualitas air, dan hasil pemeriksaan kualitas udara dan debu di permukiman dekat TPA. Aspek PPK meliputi sasaran budaya hidup bersih, sehat dan indah, pola hidup bersih, rumah sehat, pewadahan sampah rumahtangga, kesehatan lingkungan, Iomba kebersihan antar kelurahan dan kecamatan, gerakan dasawisma dalam pengelolaan sampah, tanaman penghijauan, pemasyarakatan teknologi pengelolaan sampah, pemanfaatan tanaman penghijauan, pemasyarakatan teknologi pengelolaan sampah, barang bekas atau daur ulang sampah, pemasyarakatan teknolgi dan pengelolaan air bersih, pelestarian lingkungan pemukiman, dan budaya hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. Penataan Ruang, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian RUTR, RDTR, atau RDTRK, penyebarluasan informasi produk perencanaan, penghijauan, penataan lingkungan, peran instansi pemerintah dan swasta, jenis tanaman yang ditanam, gerakan sejuta pohon, dan hutan kota. Pemerintah Daerah harus secara rutin mengawasi pelaksanaan hukum pengelolaan kebersihan kota, memeriksa sarana dan prasarana kebersihan kota (tong sampah, bin untuk pewadahan, tempat pemindahan, pengangkutan, pemeliharaan sarana persampahan, lokasi yang tepat untuk depo, penampungan sampah, 331


dan pembuangan akhir, pengomposan, instalasi pembakaran, metoda pembuangan sampah (open dumping, sanitary landfill, improved landfill), sarana dan prasarana di tempat pembuangan akhir, dan fasilitas pengelolaan air kotor. Pesan Serta Masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota harus dilihat mulai skala terkecil di rumahtangga, di tempat kerja, di pasar, di tempat umum, dan di berbagai sarana dan prasarana kota. Dari sisi kesehatan, perlu dilihat jumlah timbulan sampah, tempat pembakaran, pembuangan dan pengelolaan limbah cair. Melalui program PKK, kelompok dasawisma harus secara aktif berperan mendorong peran serta aktif ibu-ibu dan anggota masyarakat dalam gerakan kebersihan kota. Dari aspek tata ruang, diharapkan adanya keseimbangan peruntukan, antara lain pejalan kaki, penyeberangan, halte bis, terminal, pertokoan, pasar, ruang terbuka hijau dan lain-lain. Pengelolaan kebersihan kota ini haruslah dilakukan melalui suatu sistem pengelolaan sampah secara terpadu, mulai dari pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan, yang menuuntut disiplin masyarakat di rumahnya, di lingkungan kerjanya, dan di dalam kehidupan sehari-hari di ibukota tercinta Jakarta Teguh Beriman (teruskan gerakan untuk hidup bersih, indah, menarik dan aman). Disiplin Nasional Sikap dan perilaku yang baik dan benar dari para penyelenggara negara dan masyarakat DKI Jakarta dalam mematuhi dan melaksanakan hukum serta norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, mempunyai peranan panting dalam pewujudan kebersihan kota. Disiplin adalah kesadaran untuk menaati atau mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gerakan Disiplin Nasional telah dicanangkan pada bulan Mei 1995 oleh Presiden Rl dan Presiden telah menunjuk Menko Polkam (Keppres Nomor 33 tahun 1995) sebagai Ketua Panitia Disiplin Nasional, beranggotakan 13 Menteri dan Pangab, dengan sekretarisnya adalah Sesmenkopolkam. Pada tingkat DKI Jakarta, diharapkan dapat diikuti pola nasional ini, di mana Panitia Disiplin bertugas merumuskan konsepsi, rencana dan program gerakan disiplin nasional secara terpadu, serentak dan komprehensif, menyampaikan usulan kebijaksanaan dan saran tindak, mengkoordinasikan rencana, menggerakkan seluruh potensi masyarakat serta mengawasi dan mengendalikan rencana program dan pelaksanaan gerakan disiplin nasional di DKI Jakarta. Budaya Bersih dan Disiplin Nasional Sejak 1986 telah dilakukan penilaian kebersihan kota yang dikenal sebagai penilaian Adipura, berbagai kegiatan yang dikenal antara lain Iomba kebersihan kelurahan, kerja bakti masyarakat, pencanangan motto kota bersih, gerakan hidup sehat, gerakan keluarga sejahtera, gerakan hatinya PKK, dan gerakan Jum'at bersih. Jika budaya bersih dimaksudkan untuk memacu kehidupan yang bersih dan sehat bagi seluruh warga (dalam hal ini DKI Jakarta) dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia yang mandiri dan produktif, maka disiplin nasional dimaksudkan untuk mewujudkan kadar disiplin warga yang handal dan mantap sehingga pembangunan dapat berjalan lancar, aman dan sukses, serta kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berlangsung lebih baik, tertib dan sejahtera. Budaya bersih dan Gerakan Disiplin Nasional, dimaksudkan agar mencakup aspek kejiwaan yang tumbuh dari dalam diri manusia, yang mendasari tingkah laku dan kebiasaan (psikologis), aspek perbuatan nyata atau tingkah laku dan perbuatan yang tampak di permukaan (kinetis) dan aspek hasil kerja nyata dalam bentuk materiil. Dari uraian tersebut, yang dimaksudkan dengan Budaya Bersih adalah keseluruhan cara hidup seseorang dan atau masyarakat yang mendasari sikap, pandangan dan nilai-nilai yang tinggi dan layak, yang diwujudkan dalam perbuatan, tingkah laku dan kebiasaan, serta hasil perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari di bidang kebersihan. Budaya bersih ini mengandung tiga hal, yaitu pemahaman dan kesadaran terhadap nilai-nilai kebersihan, adanya pembuatan dan tingkah laku serta kebiasaan sehari-hari yang merupakan perwujudan hidup bersih dan sehat, serta adanya hasil kerja dalam bentuk materiil di bidang kebersihan. Pengertian ini telah ditegaskan oleh Menteri Kesehatan pada tahun 1995, diintegrasikan dengan Gerakan Jum'at Bersih yang 332


dicabangkan oleh Menko Kesra. Terkait dengan itu adalah lnstruksi Presiden Nomor 1 tentang perbaikan dand peningkatan mutu pelayanan aparat pemerntah kepada masyarakat. Budaya bersih yang dilakukan oleh perorangan, keluarga dan masyarakat, termasuk pengelolaan kebersihan, perlu diwujudkan di lingkungan rumahtangga, sekolah dan madrasah, tempat kerja, tempattempat umum, tempat ibadah, lingkungan permukiman jalan umum, perairan terbuka (sungai, anak sungai, selokan, laut, pantai, kolam dan danau), angkutan umum, asrama, pondok, panti, dan lain-lain. Budaya bersih dan Disiplin Warga lbukota, perlu ditanamkan melalui tatap muka, penggunaan media elektronika dan televisi, media cetak, bersama tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh orsospol, yang intinya mengajak masyarakat untuk berbudaya bersih dan disiplin. Perlu dibentuk kader penggerak budaya bersih dan disiplin. Kader adalah seseorang yang diakui di dalam kelompok yang dapat memberikan ketauladanan dan dorongan pada lingkungannya untuk bersamasama berusaha mencapai tujuan kelompok, sedangkan penggerak adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelompoknya dalam upaya pengelolaan kebersihan dan penanaman disiplin. Menghadapi era globalisasi atau perdagangan bebas pada tahun 2003 (Asean), 2010 (anggota negara maju Asia Pasifik), dan 2020 (negara-negara Asia Pasifik), Jakarta sebagai ibukota negara Rl menjadi incaran berbagai bangsa dalam kegiatan bisnisnya. Hal ini menuntut pelayanan yang baik dari berbagai sarana dan prasarana perkotaan. Dalam mengelola sampah, perlu diupayakan penerapan teknologi pengelolaan sampah yang dibarengi dengan penelitian persampahan (produksi, komposisi dan karakteristik sampah, sosial budaya, sistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir serta penelitian manajemen yang meliputi teknis operasional, finansial dan hukum). Sejalan dengan itu, perlu diterapkan konsep sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Dalam memilih teknologi, perlu dilakukan seleksi obyektif terhadap jenis teknologi yang akan diterapkan. Sebagai contoh, sampah dapat dikelola melalui kombinasi teknologi pengelolaan dengan kompos, daur ulang, incinerator dan sanitary landfill. Sistem pengelolaan sampah terpadu antara sistem pembakaran, pengkomposan dan daur ulang, secara teoritis akan memberikan hasil yang optimal. Misalnya dari 100 ton sampah, 80 ton organik dan 20 ton non organik. Pengkomposan dilakukan terhadap sampah organik (48 ton menguap, 20 ton kompos, 12 ton sisa), sedangkan dari 20 ton sampah non organik, 6 ton sisa dan 14 ton daur ulang. Sisa sampah sebanyak 18 ton (12 ton dari sampah organik dan 6 ton dari non-organik) dibakar dan dari pembakaran, ternyata 14,4 ton dapat dibakar dan 3,6 ton masih menjadi sisa yang juga masih bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Disiplin pada umumnya dimulai dari diri sendiri, merupakan cermin kepribadian, kunci keberhasilan, disiplin lemah kita musnah, adalah disiplin untuk semua orang, orang disiplin berbudaya malu, orang disiplin tidak banyak bicara. Pada tahap awal, disiplin dapat kita lihat dalam bentuk budaya tertib, budaya bersih dan budaya kerja. Contoh-contoh budaya tertib, antara lain hidup tertib bagian dari iman, antri itu sopan, agama mengajari hidup tertib, lingkungan tertib dambaan keluarga, suasana tertib terwujud dari perilaku warga, tertib lalulintas menjamin keselamatan bersama, tidak tertib-konyol semua, sudah tertibkah saya, sopan di jalanan selamat sampai tujuan, tertib hukum merupakan kebutuhan bersama. Disiplin aparatur pemerintah, swasta dan masyarakat dalam proses administrasi pemerintahan dan pembangunan, perlu diwujudkan dalam konteks penerapan budaya kerja dan sistem manajemen modern, di mana pemerintah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat (lnpres Nomor I Tahun 1996), sedangkan masyarakat berperan aktif dalam pembangunan. Contoh-contoh slogan budaya bersih, antara lain hidup bersih-sebagian dari iman, bersih cermin budaya keluarga, tertib dan bersih awal keluarga sejahtera dan bahagia, kebersihan simbol keteraturan, bersih cermin manusia berbudaya. Dalam budaya kerja, dapat dikenal pesan atau slogan tepatilah rencana waktu anda, jangan tunda pekerjaan tanpa alasan yang jelas, jangan tunda kerjakan sekarang, dengan kerja keras hari esok lebih baik, bekerjalah dengan benar walau sekecil apapun, bekerja adalah ibadah, tiada hari tanpa prestasi kerja, apakah prestasi kerja anda hari ini, hargailah waktu, ingin sukses-kerja keras, dan 333


profesionalisme kunci keberhasilan. Gerakan Disiplin Nasional yang dicanangkan Presiden Rl pada tanggal 20 Mei 1995, merupakan program Nasional yang perlu dijabarkan lebih rinci pada setiap pola pikir-pola sikap-pola tindak warga negara Indonesia. Di DKI Jakarta, gerakan disiplin ini hendaknya dilakukan melalui pendekatan komunikatif, pendekatan dari atas dan dari bawah, menggunakan metode edukatif, persuasif, praktis, pragmatis, kuratif, dan represif atau representatif, untuk mengupayakan perubahan sikap, perilaku dan kesadaran masyarakat guna meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kepedulian terhadap perwujudan suasana dan kondisi disiplin nasional. Gerakan Budaya Bersih sebagai bagian dari Gerakan Disiplin Nasional, perlu dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat DKI Jakarta, khususnya dalam mempertahankan Adipura dan umumnya dalam menciptakan hidup bersih dan sehat. Agar gerakan budaya bersih dapat ditanamkan pada seluruh warga ibukota, maka perlu ditegaskan secara jelas tujuan dan sasaran, kebijaksanaan, strategi dan pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan budaya bersih, pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pengendalian. Tujuannya adalah mewujudkan budaya bersih bagi seluruh warga ibukota, dengan memacu pertumbuhan sikap dan perilaku masyarakat serta suasana dan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat, untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang mandiri dan produktif. Sasarannya adalah kegiatan perorangan dan masyarakat yang didasari kesadaran dan disiplin terhadap kebersihan diri dan lingkungan, pemanfaatan sarana dan prasarana kebersihan, dan tegaknya peraturan perundang-undangan tentang pembudayaan hidup bersih dan sehat di masyarakat. Jayakarta, 11 September 1996 Jakarta: Kota Bersih Metropolitan Indonesia Tujuh tahun lalu, penulis membuat artikel berjudul "Jakarta Pusat Mengejar Piala Adipura" (Jayakarta, 20 Juli 1989). Walikota Jakarta Pusat saat itu Bapak Abdul Munir, memfotocopy artikel tersebut dan memberikannya kepada para Camat dan Lurah se Jakarta Pusat. Antara percaya dan tidak, tinggal menunggu waktu, Jakarta Pusat meraih sertifikat kota bersih dan kemudian disusul Piala Adipura dan Adipura Kencana. Untuk mewujudkan motto kota Jakarta adalah kota BMW (bersih, manusiawi dan wibawa), maka sistem pengelolaan sampah dibagi ke dalam sub-sub sistem pengumpulan sampah, mulai dari pengumpulan sampah di rumahtangga (menggunakan plastik, fiberglass, tong sampah terbuka atau tertutup, dan galvanis). Petugas kebersihan menggunakan truk sampah (compactor, container) diiringi lagu Betawi (sistem Jali-jali), sampai ke pembuangan air. Tepatnya, perencanaan sistem pengelolaan sampah mencakup subsistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. Abdul Munir melakukan uji coba tiga model pengelolaan sampah, yaitu dengan sistem galvanis di Cikini, tong sampah fiberglass di Petojo Utara, dan daur ulang di Bungur. Sampah yang dikumpulkan di galvanis diangkut ke lokasi penampungan sementara, dipadatkan menggunakan compactor, kemudian dijual ke para lapak (penampungan sampah dan pemulung), di buang ke lokasi pembuangan akhir di lokasi gali urug (sanitary landfill) di Bantar Gebang Bekasi atau ke tempat terbuka di Cakung dan Srengseng. Melalui tulisan yang lain berjudul "Mengajak Warga DKI Meraih Adipura" (Jayakarta, 25 Juni 1990), penulis mengamati sistem pengelolaan sampah di lima wilayah kota Jakarta. Dengan adanya sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang tersedia di Dinas Kebersihan dan Suku Dinas Kebersihan, disertai tekad aparatur kebersihan, didukung partisipasi masyarakat dan peran serta swasta atau dunia usaha, kesemuanya menyatu pada satu tujuan untuk menciptakan kota Jakarta yang bersih, indah, manusiawi, dan berwibawa. Model-model partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah bermunculan, antara lain pot 334


bunga di depan rumah warga, pengelolaan taman kota olah Swasta, gerakan kebersihan lingkungan melalui majelis taklim, dan sebagainya. Setelah meniadakan becak, saat itu Pemerintah DKI Jakarta mulai bertekad mengelola sampah sebaik mungkin (pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangaan, pembakaran, pemusnahan, dan pemanfaatan), melakukan sistem daur ulang, sisa sampah yang tidak diolah diupayakan sesedikit mungkin, drainase teratur kasus penyakit menular rendah, derajat kesehatan masyarakat meningkat, lingkungan kota semakin sejuk, indah, bersih, nyaman, tertib dan aman. Apakah hasil jerih payah warga DKI tersebut? Tahun 1990, Jakarta Pusat baru meraih sertifikat kota bersih (belum dapat meraih Adipura), tahun 1991 Jakarta Pusat juga baru mampu meraih sertifikat kota bersih. Tahun 1992, saat Jakarta Pusat meraih Adipura, Jakarta Selatan meraih sertifikat kota bersih, dan pada tahun 1993 sertifikat kota bersih diraih Jakarta Selatan dan Jakarta Barat). Buah jerih payah Walikota Abdul Munir dan aparatnya benar-benar dirasakan pada tahun 1992 dan 1993, saat Jakarta Pusat dipimpin Walikota Abdul Kahfi dengan gigih bersama warganya bekerja siang malam membersihkan lingkungan kumuh, pasar kotor, dan jalan lingkungan yang tidak teratur. Tahun-tahun berikutnya, persaingan positip antar walikota se-DKI Jakarta dalam pengelolaan sampah makin tajam dan hasilnya, pada tahun 1996 lima wilayah kota DKI Jakarta meraih Adipura dan salah satu di antaranya meraih Adipura Kencana. Prestasi 1994, 1995 dan 1996 Prestasi Jakarta Pusat sebagai peraih Adipura pada tahun 1992, walaupun berada pada urutan keempat di bawah Surabaya, Semarang, dan Bandung, sudah patut dibanggakan. Tahun 1993, Jakarta Pusat menyalib Bandung, yaitu menempati urutan ketiga, masih di bawah Surabaya dan Semarang. Prestasi ini ditiingkatkan terus dan terbukti pada tahun 1994 menempati urutan kedua di bawah Semarang dan tahun 1995 menempati urutan teratas dan puncaknya lagi, tahun 1996 meraih Piala Adipura Kencana (Lihat Tabel I). Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan tidak mau ketinggalan, demikian pula si buncit Jakarta Utara (yang medannya terlalu berat untuk ditangani), kesemuanya berjaya pada tahun 1996. Pada tahun 1994, pada saat Jakarta Pusat sudah meraih Adipura, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara meraih sertifikat kota bersih. Pada tahun 1995, empat wilayah kota DKI Jakarta, yang Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan meraih Adipura, sementara si Buncit masih meraih sertifikat kota bersih. Rupanya di buncit tidak mau ketinggalan pada tahun 1996, meraih Adipura untuk pertama kalinya. Keberhasilan meraih Adipura, belum dapat diikuti oleh keberhasilan meraih piala Kalpataru (perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, dan penyelamat lingkungan), tetapi masih cukup baik dalam pembuatan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah. Sebagai contoh, pada tahun 1994, 1995, dan 1996, dalam penulisan NKLD, DKI Jakarta menempati lima besar di antara 27 propinsi se Indonesia. Disiplin Kerja Dicanangkannya Gerakan Disiplin Nasional pada tahun 1995 ternyata belum menggugah aparatur pegawai negeri, dalam hal ini dilingkungan jajaran Pemerintah DKI Jakarta. Saat ini masih terlihat PNS yang disiplin kerjanya rendah, kurang memperhatikan pelayanan umum, bekerja tidak tepat waktu (datang terlambat dan pulang cepat), kurang baik dalam memberikan pelayanan umum dan bahkan terkesan minta dilayani, serta belum menjiwai sepenuhnya budaya tertib, budaya bersih, dan budaya kerja. Walaupun demikian, PNS Pemerintah DKI Jakarta tidak terlalu cemas, karena berbagai kelemahan ini juga tampak pada sebagian besar PNS lainnya, termasuk juga di kantor di mana penulis bekerja. Budaya disiplin kerja, budaya bekerja tepat waktu, dan budaya memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, masih perlu terus menerus ditanamkan kepada setiap warga ibukota, baik melalui bimbingan, penyuluhan, penataran, dan jika perlu melalui pendidikan dan pelatihan. Perda Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan, kelihatannya perlu ditinjau kembali, diperbaiki dan disempurnakan, disesuaikan 335


dengan perkembangan ibukota itu sendiri. Pembangunan yang berjalan cepat dan modernisasi di sana-sini (pertokoan modern, jalan tol, kereta layang, transportasi kota yang cepat), menuntut kesiapan warga ibukota berupa disiplin kerja dan budaya kerja untuk mematuhi segala ketentuan yang berlaku. Menyongsong perdagangan be bas khususnya kawasan Asean (AFT A) tahun 2003, DKI Jakarta akan siap dengan berbagai gedung untuk konvensi (termasuk berbagai jenis kondominium di segitiga-segitiga pertumbuhan pusat kota), berbagai jenis hotel mewah, lapangan terbang yang nyaman, jalan tol dan jalan layang digabung kereta rei ringan yang diharapkan dapat "diintegrasikan" dengan kereta bawah tanah serta sarana dan prasarana transportasi lainnya, terminal terpadu Manggarai yang "aduhai" (kombinasi pelayanan kereta dengan angkutan bus umum, taksi, industri kecil, pengusaha lemah, dan pertokoan, hotel, serta kondominium). Sejalan dengan itu, kawasan Pantai Utara Jakarta (Pantura) akan segera selesai menyongsong era perdagangan bebas tadi, didukung kesiapan warga ibukota dalam berbagai jenis pekerjaan (perhotelan, hubungan masyarakatlpublik relations, penterjemah, ahli komunikasi, ahli komputer, dan dunia usaha). Tabel : Peraih Adipura dan Sertifikat Kota Bersih, serta peningkatan penulisan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah, Tahun 1994, 1995 dan 1996 PENILAIAN 1994 1995 1996 Adipura Kencana Semarang Semarang Surabaya Surabaya Jakarta Pusat Adipura Semarang Jakarta Pusat Medan Jakarta Pusat Jakarta Barat Palembang Surabaya Jakarta Timur Bandung Jakarta Selatan Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Selatan Ujung Pandang Sertifikat Kota Bersih Jakarta Selatan Bandung Jakarta Timur Medan Medan Palembang Palembang Jakarta Utara Bandung Ujung Pandang Jakarta Barat Jakarta Utara NKLD Jabar Jabar Bali Jateng Jatim DKI Jakarta Sumatera Utara Sumatera Utara Sumatera Utara DKI Jakarta Bali Dl Yogyakarta Bali DKI Jakarta Jambi Sumatera Barat Kalimantan Timur Kalimantan Timur Bengkulu Jawa Tengah Lampung Kalimantan Barat Sumatera Barat Jawa Tengah Kalimantan Timur Nusa Tenggara Barat Jawa Barat Maluku Nusa Tenggara Timur Jawa Timur dst dst dst Sumber : Buku Perolehan ........... . 336


Apa yang digambarkan di atas menuntut disiplin kerja warga ibukota, disiplin kerja dalam berbagai kehidupan bermasyarakat. Disiplin kerja yang dimaksud, termasuk kemauan untuk menuntut ilmu, bekerja keras, dan berusaha meningkatkan penguasaan, pengembangan, dan penerapan serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Melalui sentuhan teknologi, akan dapat ditingkatkan mutu produksi dan peningkatan daya saing, dan dibarengi dengan penguasaan pemasaran dan jiwa bisnis, maka tidaklah berlebihan bahwa warga DKI Jakarta khususnya dan bangsa Indonesia umumnya, siap menghadapi persaingan dalam perdagangan bebas Asean (AFT A) di tahun 2003 nanti. Baik untuk mempertahankan dan meningkatkan Jakarta sebagai kota Adipura (perlunya penerapan iptek dan pengelolaan sampah, antara lain incinerator, compactor, dan penerapan teknologi lainnya) maupun untuk memantapkan Jakarta Teguh Beriman (teruskan gerakan untuk hidup bersih, indah, manusiawi, dan aman), dibutuhkan disiplin kerja dan budaya kerja penguasaan iptek. Pentingnya iptek dalam menyongsong perdagangan bebas ini, telah ditegaskan oleh Bapak Presiden Soeharto, antara lain pada bulan Januari 1995 dan pada saat membuka acara peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional tanggal10 Agustus 1996. Pertama, mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, bangsa Indonesia telah masuk ke dalam sistem perdagangan bebas dunia. Sikap kita terhadap arus keterbukaan dunia itu harus positif. Kedua, bangsa kita harus dapat mengembangkan kemampuannya dan harus dapat menjawab tantangan dan peluang yang terbuka dihadapannya. Ketiga, memasuki era tinggal landas pada PJP II, dalam abad ke-21, nanti hanya bangsa yang menguasai iptek yang akan dapat mengikuti kemajuan zaman dan memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka. Bangsa-bangsa yang tidak mampu menguasai ilmu pengetahuan dan memanfaatkan teknologi, akan tertinggal dan sulit menghadapi tantangan zaman. Karena itu, kita harus berusaha sekuat tenaga untuk menjadi bangsa yang menguasai iptek demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Dalam upaya mempertahankan Jakarta sebagai kota bersih, ada baiknya agar aparatur pemerintah daerah memelopori perwujudan motto-motto lingkungan hidup, antara lain motto tiga tahun terakhir yang menegaskan "bumi adalah satu keluarga besar" kemitraan dalam kebersamaan menuju ekosistem lestari", "kita umat manusia bersatu padu untuk membangun tanpa merusak lingkungan hidup," dan "bumi kita merupakan tempat hidup dan rumah kita". lni semua dipadukan dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sebagai catatan penutup, Pemerintah DKI Jakarta bersama Masyarakat dan Swasta/Dunia Usaha harus bekerjasama berusaha mempertahankan dan meningkatkan Jakarta sebagai Kota Adipura, kota bersih, membudayakan disiplin kerja (budaya tertib. budaya bersih, dan budaya kerja) dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di kantor, dan di dalam kehidupan bermasyarakat, bersama-sama memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan (perumahan, RT, RW, kelurahan, kecamatan, wilayah kota, dan DKI Jakarta), untuk menciptakan Jakarta sebagai Kota Bersih Metropolitan Jakarta, sebagai salah satu bentuk pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Negara Republik Indonesia Daerah Khusus lbukota Jakarta. Dirgahayu Kota Jakarta. Jayakarta, 8 Agustus 1996 Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana yang ditetapkan oleh Menteri PU memuat empat ketentuan, yaitu ketentuan umum (pengertian, maksud, tujuan, ruang lingkup, dan persyaratan umum), lingkungan perumahan sangat sederhana (umum, kriteria pemilihan lokasi, persyaratan teknis kapling, 337


prasarana lingkungannya, dan fasilitas sosial), rumah sangat sederhana, (umum dan persyaratan teknis rumah), dan ketentuan penutup. Perumahan Sangat Sederhana (PSS/RSS) adalah sekelompok tempat kediaman yang pada tahap awalnya dibangun dengan menggunakan bahan bangunan berkualitas sangat sederhana dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial. Lingkungan Perumahan Sangat Sederhana (LPSS) merupakan sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas, di mana diatasnya dibangun rumah sangat sederhana, termasuk prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial, yang seeara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman. Pedoman ini dimaksudkan sebagai landasan pereneanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta memudahkan proses pengadaan dan pembangunan perumahan sangat sederhana beserta lingkungannya. Tujuan pedoman ini adalah untuk menjadi ukuran dan batasan penentuan kebutuhan sekurang-kurangnya dalam rangka usaha pembangunan rumah sangat sederhana, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan sangat rendah, dan selanjutnya dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi rumah sederhana. Pembangunan RSS harus memperhatikan persyaratan lingkungan. RSS harus dibuat pada daerah yang dalam jangka menengah dapat dikembangkan sebagai lingkungan perumahan sederhana dan atau perumahan yang mempunyai tingkat lebih tinggi sehingga dapat membentuk satu kesatuan lingkungan atau kawasan yang utuh. Dalam suatu kawasan industri atau kawasan lainnya yang memerlukan RSS dapat dibangun lingkungan RSS yang prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosialnya menjadi satu kesatuan dengan kawasan yang didukungnya. Pereneanaan dan pengembangan lingkungan RSS harus selalu mempertimbangkan kemungkinan penggabungan dan pemanfaatan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial kawasan yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan kawasan seeara menyeluruh, serta mempertimbangkan kesempatan untuk membina individu dan keluarga sejahtera. Lokasi RSS harus berada pada daerah yang peruntukannya dapat dikembangkan sebagai lingkungan perumahan sederhana sesuai dengan reneana tata ruang yang berlaku. Luas tanah yang tersedia harus cukup bagi pembangunan RSS sekurang-kurangnya 50 unit rumah dan dilengkapi prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial. Lokasi RSS harus bebas dari peneemaran air, udara dan gangguan suara atau gangguan lainnya, baik yang ditimbulkan sumberdaya buatan manusia maupun sumberdaya alam. Menjamin tereapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan individu dan masyarakat penghuni, mempunyai kondisi bebas dari banjir dan memiliki kemiringan tanah 0-15%, dan menjamin adanya kepastian hukum atas status penguasaan tanah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Luas kapling tidak boleh kurang dari 54 M2 dan tidak lebih dari 200 m2. Penggunaan kapling diperhitungkan sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang berlaku pada daerah setempat. Jalan lingkungan untuk kendaraan harus berfungsi sebagai jalan kendaraan roda empat yang dapat masuk ke tempat pemberhentian yang menyatu dengan tempat parkir di lokasi khusus atau dengan perkerasan di sisisisi jalan, berfungsi sebagai jalan umum kendaraan dalam keadaan darurat (mobil pemadam kebakaran), mempunyai daerah manfaat jalan (damaja) dengan Iebar penampang maksimum 6 meter yang mempunyai Iebar perkerasan sekurang-kurangnya 3 meter dengan konstruksi dari bahan bangunan lokal yang layak sebagai jalan lingkungan (menggunakan jenis batuan, kerikil, pasir batu) sehingga tidak beeek. Lebar penampang bahu jalan sekurang-kurangnya 40 em yang dapat digunakan untuk penempatkan tiang listrik, jaringan prasarana dan utilitas umum lainnya. Jalan lingkungan untuk pejalan kaki harus berfungsi sebagai tempat pejalan kaki (antar rumah atau dari rumah ke jalan lingkungan kendaraan), berfungsi sebagai jalan untuk kendaraan pengangkut (gerobak sampah, gerobak sayur, dan gerobak roti), dan mempunyai daerah manfaat jalan dengan Iebar penampang 280-360 em), Iebar perkerasan 120-200 em dengan konstruksi dari bahan bangunan lokal. Lebar penampang bahu jalan sekurang-kurangnya 40 em dan dapat digunakan untuk penempatan tiang listrik, jaringan utilitas dan prasarana lainnya. Sistem pembuangan air limbah lingkungan mengikuti ketentuan pedoman teknik pembangunan perumahan sederhana tidak bersusun. Saluran pembuangan air hujan dibuat sehingga meneegah genangan air, sekurang-kurangnya Iebar atas 30 em, Iebar bawah 20 em dan tinggi 30 em. Saluran harus dibuat di sepanjang jalan, di satu tepi sisi atau di kedua tepi sisi jalan. Air bersih sekurang-kurangnya dari sumur untuk 338


umum dengan kran umum, sebelum ada sambungan ke rumah-rumah. Sistem pembuangan sampah lingkungan mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku. Jaringan listrik harus disediakan sampai masuk dalam lingkungan dan sambungan ke rumah dapat diberikan pada setiap rumah atau setiap kelompok rumah. Fasilitas MCK harus memenuhi persyaratan pada tahap awal sekurang-kurangnya seeara terpusat untuk umum, untuk 50 unit rumah paling sedikit harus ada 8 kakus, 4 kamar mandi dan 4 tempat euci, dibuat dengan dinding setinggi 150 em tanpa atap. Tempat bermain anak-anak harus direneanakan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin keselamatan bagi anak-anak, berfungsi sebagai tempat rekreasi dan tempat komunikasi antar masyarakat. Fasilitas lain dapat disediakan sesuai kebutuhan penghuni dan sejauh mungkin memanfaatkan fasilitas yang telah ada. RSS harus memenuhi persyaratan kesehatan. lni berarti RSS harus merupakan rumah sehat. Spesifikasi bahan bangunan harus memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI). Ukuran vertikal maupun horizontal harus berpedoman kepada Koordinasi Modular. Luas bangunan yang disediakan sekurangkurangnya 12 m2 dan seluas-luasnya 36 m2. Ventilasi harus menjamin sirkulasi udara bersih dan penerangan alami dan buatan harus disediakan sesuai kebutuhan. Pembuangan air limbah keluarga tidak boleh meneemari yang lain dan harus menyambung ke pembuangan air limbah lingkungan. Setiap rumah harus menyediakan tempat sampah rumahtangga. Bahan bangunan lokal digunakan untuk konstruksi. Permukaaan lantai harus rata dan lebih tinggi 20 em dari halaman tertinggi, kering, mudah dibersihkan, tidak menimbulkan debu dan dapat diperkeras (tanah dilapisi air semen atau soil cement dan tras). Dinding dapat dibuat agar melindungi penghuni dari terik matahari, antara lain anyaman bambu yang dipasang 90 em di atas dinding dengan bahan tembok. Tinggi dinding dapur, kamar mandi dan kakus dengan bahan tembok sekurang-kurangnya 150 em. Kerangka atap harus mempunyai kekuatan menahan beban sendiri dan beban lain, didukung antara lain dari bahan kayu atau bambu. Penutup atap disesuaikan dengan kekuatan kerangka atapnya, antara lain genteng plentong, keramik rakyat, seng gelombang atau asbes gelombang. Langit-langit dapat ditiadakan dengan membuat kerangka atap dan penutupnya lebih rapi. Prospek Prospek pembangunan RSS eerah. Tahun 1991, Perumnas telah menjual 160 unit RSS di Karawaei, disusul pembangunan 500 unit. Di Bekasi dibangun RSS dalam jumlah yang banyak. Di Yogyakarta dibangun Tabel1. Tabel 2. Ketentuan Kredit berdasarkan SK Menpera Nomor 05/KPTS/1993 Rencana Pembangunan RS dan RSS dalam Pelita VI Maximum Harga Suku Jatra KP-KSB, KP-RSS Asal (Rp juta) Uang Wila KP-RS dan KP-Rusun Muka Bunga Mulia Minimum (Rp juta) WiL Wil Wil Land I II Ill % % (Tx) WiLl WiLli WiLIII RS/RSS Pelita VI 1994/1995 - 1998/1999 dan Jumlah PELAKSANA 1994/95 1995196 1996/97 1997/98 1998199 RSS KSB: 54m2 2,45 2,20 2,00 10 10 20 2,20 1,98 1,80 60m2 2,70 2,40 2,20 10 10 20 2,43 2,16 1,98 Perum Perumnas 40.000 44.000 48.000 52.000 56.000 240.000 Swasta Developer 32.000 35.200 38.400 41.600 44.800 192.000 Koperasi 8.000 8.800 9.800 10.400 11.200 48.000 72m2 3,30 3.06 2,80 10 10 20 2,97 2,75 2,52 Jumlah 80.000 88.000 96.000 104.000 112.000 480.000 RSS: RS 18 3,70 3,80 3,80 10 10 20 3,33 3,40 3,40 Perum Perumnas 10.000 11.000 12.000 13.000 14.000 60.000 21 4,50 4,60 4,60 10 10 20 4,05 4,14 4,14 27 4,90 5,50 5,50 10 10 20 4,91 4,95 4,95 36 6,10 6,40 6,40 10 10 20 5,49 5,76 5,76 Swasta Developer 8.000 8.800 9.600 10.400 11.00 48.000 Koperasi 2.000 2.200 2.400 2.600 2.800 12.000 Jumlah 20.000 22.000 24.000 26.000 282.000 10.000 RS: T-12 10 12 20 5,20 5,50 7,60 RS dan RSS 100.000 110.000 120.000 130.000 140.000 600.000 T-15 10 12 20 6,30 6,60 9,10 T-18 10 12 20 7,50 7,90 10,90 T-21 10 12 20 8,50 9,00 12,50 RUSUN: T-12 10 12 20 6,08 6,90 11,40 T-15 10 12 20 7,28 8,10 12,60 T-18 10 12 20 8,48 9,30 13,80 T-21 10 12 20 9,68 10,50 15,00 339


100 unit. lnduk Koperasi Karyawan (lnkopkar) membangun ASS di enambelas lokasi di seluruh Indonesia dan mencapai 15.844 unit. Pemda Kotamadya Semarang dan Koperasi Karyawan PT Djarum Kudus telah membangun ASS untuk karyawannya. REI pada dasarnya sudah menyatakan minatnya untuk berpartisipasi dalam pembangunan ASS, tetapi masalahnya adalah sulit memperoleh tanah yang murah harganya. Koperasi Binakarya di Bandung telah membangun 1.400 unit rumah sejenis ASS. Sejak diperkenalkannya ASS pada bulan Agustus 1991, ternyata banyak diminati oleh pegawai negeri golongan I dan II, anggota ABRI, pensiunan pegawai negeri dan ABRI, karyawan pabrik, dan golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan sangat rendah lainnya. Pada Repelita VI Kantor Menpera memrogramkan pembangunan 480.000 unit ASS. 5.000 unit Kapling Siap Bangun, dan 115.000 unit RS, dengan total kebutuhan dana Rp 5 triliun. Masalah yang dihadapi adalah kesulitan mendapatkan tanah dengan harga Rp 5.000 per m2 yang bisa digunakan untuk pembangunan rumah sangat sederhana. Target pembangunan 600.000 unit ini akan dibangun oleh Perum Perumnas (300.000 unit). Swasta/Developer (240.000 unit), dan Koperasi (60.000 unit). Berdasarkan target ini penulis mencoba menjabarkan rencana pembangunan rumah per tahun (Lihat Tabel 2). Adanya dana Taperum PNS (tabungan permahan Pegawai Negeri Sipil) yang dikumpulkan mulai Januari 1993 memberikan dukungan bagi pegawai negeri golongan I dan II berupa bantuan uang muka atau bantuan sebagian biaya pembangunan perumahan sederhana dan perumahan sangat sederhana. Sejalan dengan penyebarluasan pembangunan rumah sangat sederhana, kiranya perlu dilakukan penelitian dan pengkajian bahan bangunan yang dipergunakan untuk membangun rumah sangat sederhana, disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah, sehingga terjadi penurunan harga bahan bangunan tetapi kualitasnya tetap bisa dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Juga perlu terus dilakukan persyaratan rumah sehat dalam lingkungan yang sehat, aman, nyaman, serasi, dan seimbang, melalui Gerakan Nasional Perumahan dan Pemukiman Sehat yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Nopember 1992 bertepatan dengan pembukaan Seminar Nasional Perumahan dan Permukiman 1992. Suara Pembaruan, 1 Juli 1994 SKB TIGA MENTERI : Pedoman Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang Menjelang akhir tahun 1992 ditandai oleh berbagai kebijaksanaan tentang peru mahan dan permukiman serta kegiatan yang terkait. Antara lain UU Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, digalakkannya pembangunan Rumah Sangat Sederhana. SKB Tiga Menteri (Mendagri, Menpu, dan Menpera) Nomor 648-384 Tahun 1992, Nomor 739/Kpts/1992, dan Nomor 09/Kpts/1992 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang. SKB Tiga Menteri ini merupakan tindak lanjut dari hasil kesepakatan dalam Sidang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN) tanggal 24 September 1992 mengenai Pembangunan Permukiman Dengan Lingkungan Hunian Yang Berimbang. SKB Tiga Menteri didasarkan atas Lima Pertimbangan. Pertama, bahwa pembangunan perumahan dan permukiman bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Mewujudkan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi 340


dan teratur, memberi arah pada pertumbuhan wilayah. Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang-bidang lain, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kedua, bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan perumahan dan permukiman yang serasi seperti tersebut di atas, perlu diwujudkan lingkungan perumahan yang penghuninya terdiri dari berbagai profesi. Tingkat ekonomi dan status sosial yang saling membutuhkan dengan dilandasi oleh rasa kekeluargaan, kebersamaan dan kegotongroyongan, serta menghindari terciptanya lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunian yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial. Ketiga, bahwa pembangunan perumahan dan permukiman pada hakekatnya adalah pemanfaatan tanah yang berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang. Keempat, bahwa pelaksanaan pembangunan perumahan dan permukiman perlu terus didorong dengan dilandasi kesetiakawanan sosial di antara berbagai kelompok masyarakat di mana yang lebih mampu membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu. Kelima, bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, perlu diatur pedoman pembangunan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang, dikaitkan dengan ketentuan perijinan penggunaan tanah bagi keperluan badan usaha di bidang pembangunan perumahan. SKB Tiga Menteri SKB Tiga Menteri tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dengan Lingkungan Hunian yang Berimbang diputuskan mengacu pada beberapa Undang-undang (Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Pokok-pokok Pemerintah di Daerah, Rumah Susun, Perumahan dan Permukiman, Penataan Ruang). Peraturan Pemerintah (Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah di Bidang PU Kepada Daerah, Rumah Susun, Koordinasi Kegiatan lnstansi Vertikal di Daerah, Penyelenggaraan Otonomi Daerah Dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II). Keppres (Tentang Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional, Pembentukan Kabinet Pembangunan V), Permendagri (Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, Penyediaan dan Pemberian Hak Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, Pembangunan Perumahan Sederhana/Perumahan Murah Yang Diselenggarakan Dengan Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah dari BTN, serta Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan). Permenpu (Tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sangat Sederhana, Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun, Pedoman Teknik Pembangunan Rumah Susun, Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, dan Pedoman Teknik Pembangunan Kaveling Siap Bangun atau KP-KSB, Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana atau KP-RSS, Kredit Pemilikan Rumah Sederhana atau KP-RS, dan Kredit Pemilikan Rumah Susun Sederhana atau KP-RUSUN). Dan lnmendagri (Tentang Pengaturan dan Pengendalian Secara Proporsional Pembangunan Rumah Tinggal di Wilayah Perkotaan). SKB Tiga Menteri menegaskan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang, meliputi rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu, sehingga dapat menampung secara serasi antara kelompok masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial. Kawasan perumahan dan permukiman adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. Sedangkan lingkungan perumahan dan permukiman adalah kawasan perumahan dan permukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur. Perbandingan dan kriteria tertentu yang dimaksudkan di atas adalah sebagai berikut. Perbandingan tertentu adalah perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah, sebesar 6 (enam) atau lebih, berbanding 3 (tiga) atau lebih, berbanding 1 (satu). Kriteria tertentu, menyangkut empat hal. Pertama, Rumah Sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku. Kedua, rumah menengah 341


adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C sampai kelas A yang berlaku. Ketiga, rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku. Keempat, dalam hal luas kaveling atau harga satuan pembangunan per m2 masing-masing memenuhi kriteria yang berlainan, sebagaimana dimaksud di atas, maka kualitas ditentukan sesuai dengan kriteria yang tinggi. Pernbangunan suatu kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman oleh badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, wajib diselenggarakan untuk mewujudkan permahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dengan perbandingan seperti tersebut di atas. Halhal khusus untuk mendorong badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman dalam membangun rumah sederhana dan memenuhi ketentuan di atas sepanjang berdasarkan rencana tata ruang, dapat diijinkan apabila, (a) pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut diwujudkan seluruhnya melalui pembangunan rumah sederhana pada satu lokasi, dan (b) pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut diwujudkan seluruhnya melalui pembanguan rumah susun. Pembangunan lingkungan perumahan dan permukiman tersebut hanya diperuntukkan bagi lingkungan hunian dengan tipe rumah menengah dan atau tipe rumah mewah dengan batasan. (a) pembangunan tipe rumah menengah saja sebanyak-banyaknya 900 unit pada setiap lokasi dianjurkan membangun 2 (dua) tipe n.~11ah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah menengah di lokasi lain, (b) pembangunan tipe rumah mewah saja sebanyak-banyaknya 100 unit pada satu lokasi, dan (c) pembangunan tipe rumah mewah antara 100 unit sampai dengan 300 unit pada satu lokasi diwajibkan membangun 6 (enam) tipe rumah sederhana untuk setiap 1 (satu) tipe rumah mewah, dan dianjurkan membangun 3 (tiga) tipe rumah menengah di lokasi lain. Pelaksanaan pembangunan rumah sederhana tersebut, dapat dilakukan secara mandiri oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman atau bekerjasama dengan badan usaha lain dan atau Perum Perumnas, dengan dukungan kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dari BTN dan atau lembaga keuangan lainnya. Pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dapat dilakukan oleh satu badan usaha dibidang pembangunan perumahan oleh beberapa badan usaha di bidang pembangunan perumahan dalam ikatan kerja sama operasi (kso). Pemberian ijin lokasi untuk pembangunan kawasan atau lingkungan perumahan dan permukiman dilakukan oleh kepala daerah yang bersangkutan sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan dalam SKB ini. Koordinasi pengendalian pelaksanaan SKB ini secara nasional dilakukan oleh Menpera. Gubernur Kepala DT I, Bupati/ Walikotamadya Kepala DT II secara berjenjang melakukan koordinasi, pengendalian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan dari Surat Keputusan Bersama ini di wilayah masing-masing. Ketentuan-ketentuan dalam SKB wajib digunakan sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah DT I maupun DT II. Hal-hal yang belum diatur dalam SKB secara nasional akan ditetapkan lebih lanjut oleh para Menteri yang bersangkutan, sedangkan ketentuan-ketentuan operasional di tingkat daerah akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala DT I dan/atau Bupati/Walikotamadya Kepala DT II masing-masing sesuai dengan kebutuhan. Harapan Masyarakat mengharapkan agar SKB ini dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dalam pembangunan perumahan dan permukiman. Ditetapkannya SKB Tiga Menteri ini diharapkan agar pembangunan perumahan dan permukiman terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana dan berkesinambungan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman dapat makin ditingkatkan dan dikembangkan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, melalui suatu lingkungan perumahan dan 342


permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur, berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup, sesuai dengan isi UU Tentang Perumahan dan Pemukiman. Angkatan Bersenjata, 9 Desember 1992 Perlu Gerakan Nasional Untuk Memasyarakatkan Rumah Susun Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat telah dicanangkan oleh Bapak Presiden Soeharto pada saat membuka Lokakarya Nasional Perumahan dan Pemukiman tanggal 16 Nopember 1992. Tahun-tahun berikutnya disusul gerakan nasional pengentasan kemiskinan (lnpres 5 Tahun 1993) dan pembangunan keluarga sejahtera dalam rangka peningkatan penanggulangan kemiskinan (lnpres 3 Tahun 1996), gerakan disiplin nasional (Keppres 33 Tahun 1995), gerakan nasional memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan (lnpres 4 Tahun 1995), perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat (lnpres 1 Tahun 1995), peningkatan peranan wanita dalam pembangunan daerah (lnpres 5 Tahun 1995), dan hari kebangkitan teknologi nasional (Keppres 71 Tahun 1995). Khususnya di kota-kota besar yang cenderung berkembang menjadi kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Palembang, Medan dan Ujung Pandang, sudah saatnya dicanangkan Gerakan Nasional Pemasyarakatan Rumah Susun, mengingat lahan metropolitan tidak lagi mampu mendukung pembangunan rumah biasa (tunggal) yang membutuhkan lahan cukup luas. Pembangunan Rumah Susun Pembangunan Rumah Susun mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 T a hun 1985 tentang Rumah Susun, Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun, mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Perumahan dan Permukiman, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Di samping itu pembangunan rumah susun juga terkait dengan lnpres 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh yang berada di Atas Tanah Negara, Peraturan Menteri PU Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan teknis Pembangunan perumahan, Keputusan Menteri Agraria/Kepala BPN tentang Hak Milik Atas Sarusun, berbagai Keputusan Menpera tenang pembangunan perumahan sederhana dan sangat sederhana serta rumah susun, dan berbagai Keputusan Gubernur dan Bupati!Walikotamadya pada tingkat wilayah propinsi dan kotamadya/kabupaten. Pembangunan rumah susun di DKI Jakarta, bagi masyarakat berpendapatan menengah ke atas dilaksanakan oleh Swasta, Yayasan Pulo Mas dan Pluit (contohnya Rumah Susun dalam bentuk apartemen dan kondominium yang bertebaran di lima wilayah kota, Rumah Susun Pulo Mas, Rumah Susun Pluit), dan Dunia Usaha, untuk masyarakat berpendapatan menengah bawah dan sedang, dilaksanakan oleh Perum Perumnas (Kiender, Kebon Kacang, Tanah Abang, Kemayoran, Cengkareng), sedangkan pembangunan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan sangat rendah dibangun oleh PO Pembangunan Sarana Jaya dan melibatkan Dinas Perumahan DKI Jakarta. Paling sedikit ada lima ·ketetapan Gubernur pada tingkat DKI Jakarta yang merupakan dasar pembangunan rumah susun. Pertama Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 1991 tentang Rumah Susun di DKI Jakarta. Kedua, Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 540 Tahun 1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan (SP3L) Atas Bidang Tanah Untuk Pembangunan Fisik Kota di DKI Jakarta. Ketiga, Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 924 Tahun 343


1991 tentang (Petunjuk Teknis Rumah Susun). Keempat, Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 354 Tahun 1992 tentang Petunjuk T eknis Pelaksanaan Pembangunan Rumah Susun Sederhana/Murah bagi pemegang SP3L di wilayah DKI Jakarta. Kelima, Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 640 tahun 1992 tentang Ketentuan Terhadap Pembebasan Lokasi/Lahan Tanpa ljin dari Gubernur KDKI Jakarta. Dinas Perumahan DKI Jakarta telah menganalisis keterbatasan lahan untuk perumahan di ibukota. Dari luas DKI Jakarta 660 Km2 (600 Km2) di luar kepulauan Seribu), 55% (33.000 Ha) Peruntukan perumahan dan 45% untuk lain-lain. Dari 33.000 Ha tersebut 40% sarana dan prasarana, hanya 60% (19.800 Ha) yang efektif untuk perumahan. Dari 19.800 Ha lahan ini, KDB hanya 60% (11.880 Ha) dan 40% untuk halaman dan taman. Perhitungan selanjutnya memperlihatkan angka-angka, rata-rata jumlah lantai adalah 1,52 lantai, kebutuhan luas bangunan 12 M2, penduduk Jakarta pada tahun 2005 mencapai 12 juta jiwa dan kebutuhan luas bangunan 18.000 Ha. Kebutuhan rumah 64.500 unit/tahun (RUTR DKI Jakarta 1985-2005), dapat dibagi menjadi 70% rumah tinggal atau 49.000 unit (landed houses) dan 30% rumah susun/flat/apartemen atau 21.000 unit. Dengan asumsi 50% untuk masyarakat berpenghasilan rendah, maka diperoleh angka 10.500 unit/tahun. Pembangunannya 70% a tau 7.350 unit/tahun dilaksanakan oleh Swasta, sedangkan 30% atau 3.150 unit/ tahun diharapkan dapat dibangun oleh Pemerintah Daerah. Pelaksanaan pembangunan rumah susun diprioritaskan di daerah-daerah lingkungan perumahan dan permukiman kumuh yang luasnya mencapai 446,19 Ha, yaitu 21,37 Ha di Jakarta Pusat, 206,31 Ha di Jakarta Utara, dan 24,39 Ha di Jakarta Timur, menyangkut 291.003 penduduk atau 63.163 rumah tangga (Kepala Keluarga). Penanganan perumahan mengacu pada Peraturan Perundangan yang ada, Kebijaksanaan Pemerintah Pusat, dan Kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang dituangkan ke dalam Kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang dituangkan ke dalam Kebijaksanaan Umum dan Khusus serta petunjuk teknis pelaksanaan pembangunan perumahan baik rumah tunggal maupun rumah susun. Program pembangunan perumahan dilaksanakan berupa program khusus di atas lahan terkena bencana banjir, gempa, kebakaran dan program pembangunan perumahan dan permukiman di lokasi yang peruntukannya telah disediakan di dalam RUTR, RDTR, dan RBWK. Pembangunan perumahan dan permukiman termasuk pengendalian dan pendukung dilaksanakan antara lain dalam bentuk-bentuk pembangunan rumah sederhana, menengah dan mewah, relokasi pemanfaatan Taperum PNS, pembangunan perumahan terpadu, penanganan dan penertiban lingkungan permukiman kumuh, pengembangan kota secara terpadu, pembangunan perumahan model pusat pertumbuhan (segitiga Kuningan, segitiga Semanggi/Sudirman, kawasan Pluit), penanganan perijinan pembangunan perumahan (1MB), penertiban bimbingan dan penyuluhan, studi perencanaan, penelitian dan pengembangan serta pengkajian perumahan dan permukiman kajian aspek legalitas dan peraturan perundang-undangan, kajian tentang perumahan yang dimiliki/sewa-beli dan rumah sewa, koordinasi pembangunan perumahan dan pembinaan aparatur pemerintah di bidang perumahan dan permukiman. Rumah Susun baik yang dibangun Yayasan (Pula Mas dan Pluit) Perum Perumnas maupun PO Pembangunan Sarana Jaya bekerjasama dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta, pada umumnya berusaha memanfaatkan tanah negara, mengganti lingkungan permukiman kumuh dengan rumah susun sederhana, dan membangun di atas lahan kosong atau lahan yang selama ini kurang difungsikan pemanfaatannya. Di atas lahan permukiman kumuh yang lokasinya sesuai dengan rencana kota, dibedakan atas lokasi strategis (peremajaan permukiman kumuh melalui lnpres 5 Tahun 1990, Kepgub Nomor 540 Tahun 1990, dan pembangunan rumah susun dan Perum Perumnas), lokasi kurang strategis (perbaikan kampung, pembangunan perumahan terpadu, pemugaran ABRI Masuk Desa, Hari Kesetiakawanan Sosial), dan lokasi yang berbahaya di bantaran sungai atau bawah jaringan listrik (penataan lahan, pembuatan taman kota). Pada tiga segmen ini diperlukan upaya pembinaan, bimbingan dan penyuluhan agar perilaku masyarakat bisa berubah dari kebiasaan hidup di rumah kumuh dan liar ke budaya hidup di rumah susun. Di atas lahan permukiman kumuh yang lokasinya tidak sesuai dengan rencana kota, baik di lokasi strategis, kurang strategis maupun berbahaya, kegiatan pembinaan, bimbingan, dan penyuluhan perlu lebih ditingkatkan intensitasnya, disertai penegakan dan tertib hukum (law enforcement), menuju pada relokasi, penyesuaian dengan rencana kota, dan pengakuan hak atas tanah jika memungkinkan, dan penduduknya 344


pengentasan kemiskinan dan pembangunan keluarga dari pra sejahtera, keluarga I, II dan Ill ke sejahtera plus dan keluarga mandiri. Juga perlu dimasyarakatkan peristilahan yang muncul di rumah susun, antara lain rancang bangun rumah susun, lingkungan rumah susun, satuan rumah susun, rumah susun, prasarana dan sarana lingkungan rumah susun tempat parkir dan fasilitas umum, utilitas umum, fasilitas lingkungan, rumah susun hunian, rumah susun bukan hunian, rumah susun campuran pertelaan, dan nilai perbandingan proporsional. Aspek teknis pembangunan rumah susun harus diketahui masyarakat calon penghuni, yaitu ruang, struktur, komponen dan bahan bangunan, kelengkapan rumah susun, satuan rumah susun, bagian bersama dan benda bersama, kepadatan dan tata letak bangunan, prasarana lingkungan dan fasilitas lingkungan. Ruang menyangkut penghawaan alami dan buatan, pencahayaan alami dan buatan suara dan bau (sedap dan tidak sedap). Struktur, komponen dan bahan bangunan harus mempunyai ketahanan baik terhadap beban mati, beban bergerak, beban gempa, beban angin, beban tambahan, pengaruh hujan, maupun banjir, ancaman kebakaran, daya dukung tanah, dan gangguan lain. Kelengkapan rumah susun haruslah memadai yaitu alat transportasi bangunan (tangga, lift, eskalator), pintu dan tangga darurat kebakaran, alat dan sistem alarm kebakaran, alat pemadam kebakaran, penangkal petir, jaringan air bersih, saluran pembuangan air hujan, saluran pembuangan air limbah, tempat untuk memungkinkan pemasangan jaringan telepon dan alat komunikasi lainnya sesuai tingkat keperluan. Alat dan sistem alarm kebakaran harus tersedia dan dapat difungsikan, detektor kebakaran spring ker, hidran gedung, hidran halaman, pemadam api ringan, penangkal petir konvensional dan non konvensional, tangki penampungan, rumah pampa, saluran pembuangan air hujan dan air limbah, tempat pewadahan sampah dan sistem pembuangan sampah, tempat jemuran, jaringan listrik, generator listrik, harus dapat mengakomodasikan kepentingan penghuni rumah susun yang banyak jumlahnya. Satuan Rumah Susun harus mempunyai ukuran standar dan kebutuhan ruang minimum 18 M2 dengan Iebar muka 3 meter, kamar mandi, dapur, permukaan atas lantai struktur, bagian dalam dinding pemisah, bagian bawah langit-langit struktur, koridor, selasar, ruang tangga jangan sampai menimbulkan masalah bagi para penghuni. Tempat parkir dan atau tempat penyimpanan barang, fasilitas perniagaan (misalnya untuk waserda, warung, tempat perbelanjaan), lapangan terbuka, fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan (fungsi Badan Pengelola sebagai pengganti RW dan RT), fasilitas pelayanan umum, serta ruang serbaguna (tempat penyimpanan sementara untuk mayat, acara perkawinan/pernikahan) dan taman, harus tersedia disesuaikan dengan keperluan minimal para penghuni. Melalui gerakan nasional memasyarakatkan rumah susun, penyediaan rumah susun di metropolitan Jakarta makin cepat dan permukiman kumuh terus berkurang, selain dengan upaya pengentasan kemiskinan dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Gerakan nasional ini akan menunjang landasan pembangunan rumah susun yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yaitu asas kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan, serta asas penataaan perumahan dan permukiman (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman), yaitu asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup. Jayakarta, 29 Juli 1997 Memasyarakatkan Rumah Susun Secara Terpadu di Metropolitan Jakarta Peringatan HUT ke-470 Kota Jakarta dan HUT ke 52 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1997, ditandai dengan motto "Dengan semangat Jayakarta serta motto Teguh Beriman, kita rayakan Jakarta 470 347


tahun dengan terus kembangmantapkan persatuan, kesatuan dan kekeluargaan untuk sukseskan Pemilu 1997, Sea Games dan Sidang Umum MPR 1998". Sejalan dengan motto tersebut, khususnya dalam membangun hunian modern warga metropolitan Jakarta, sangatlah tepat jika dicanangkan Gerakan Memasyarakatkan Rumah Susun Secara Terpadu. Bahkan gerakan ini penulis sarankan bisa dilaksanakan secara nasional, yaitu berupa "Gerakan Nasional Memasyarakatkan Rumah Susun Secara Terpadu Bagi Kota Besar dan Metropolitan". Contoh gerakan nasional sudah ada, antara lain Gerakan Disiplin Nasional (1995) yang diisi Budaya Tertib, Budaya Bersih, dan Budaya Kerja, Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat (1992), Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, dan Gerakan Nasional Memasyarakatkan Jiwa Kewirausahaan (1995). Tulisan ini difokuskan pada upaya memasyarakatkan rumah susun secara terpadu bagi warga metropolitan Jakarta. Perkembangan Kota Jakarta Kota Jakarta berkembang pesat dari tahun ke tahun. Pada usianya ke 470 tahun 1997 ini, jumlah penduduknya mendekati 1 0 juta jiwa dan sudah bisa kita sebut kota metropolitan a tau megacity. Menu rut perhitungan pakar perkotaan Richard Dunn dan Stanley Brunn (1993), penduduk Jakarta tahun 2000 akan mencapai 13-14 juta (urutan 11 terbesar di dunia), padahal RUTR DKI 1985-2005 memperkirakan penduduk Jakarta 12 juta pada tahun 2005. Dengan penduduk di atas 10 juta orang ini, luas kota tidak berubah yaitu 660 Km persegi, gedung perkantoran dan pusat perdagangan terus dibangun, lahan kota makin sempit, dan orang sulit membangun rumah tunggal yang perlu lahan luas. Akibatnya banyak penduduk Jakarta pindah ke pinggiran kota, ke Botabek atau hidup di pusat kota berhimpitan satu sama lain dengan kepadatan sangat tinggi. Ketidakmampuan membeli rumah, mengakibatkan bermunculannya rumah-rumah kumuh dan liar hampir di tiap wilayah kota. Saat ini dapat dicatat 2.885 Ha lingkungan perumahan dan permukiman kumuh di kota Jakarta, dihuni 1,5-2 juta orang. Melalui lnpres Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh Yang Berada Di atas Tanah Negara, Presiden menginstruksikan Menpera dan beberapa Menteri lain, Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya, untuk meremajakan lingkungan kumuh dengan membangun rumah susun. Setelah tujuh tahun berjalan, ternyata sudah cukup banyak rumah susun sederhana yang dibangun, antara lain di Penjaringan, Pulo Gadung, dan Pejompongan (Jakarta), Sarijadi dan Jalan lndustri Dalam (Bandung), Pekunden dan Sekayu (Semarang), Mananggal, Dupak dan Sombo (Surabaya), llir Barat (Palembang), dan Sukarame (Medan). Perum Perumnas dan SUMO menjadi pelaksana atau penyelenggara pembangunan rumah susun sederhana tersebut. Pola pembangunannya mengacu pada prinsip "membangun tanpa menggusur". Di samping rumah susun sederhana yang disewakan, disewa-beli, dan dibeli (dimiliki), masih terdapat segmen rumah susun yang lain di perkotaan, yaitu rumah susun/apartemen kelas menengah (contohnya Pulo Mas, Pluit, dan Kemayoran di Jakarta), apartemen kelas menengah atas (Park Royale, Kemayoran), dan apartemen/kondominium mewah. Masyarakat metropolitan Jakarta yang berpenghasilan per bulan di bawah Rp 250.000,- saat ini tidak mampu tinggal di rumah susun yang dibangun Perum Perumnas. Mereka hanya mampu tinggal di rumah susun sederhana/murah yang dibangun BUMD/PD Pembangunan Sarana Jaya yang dikenal sebagai Rumah Sewa Bertingkat. Mengingat keterbatasan lahan di ibukota dan sangat mahalnya harga tanah, maka tidak dapat dihindari pilihan rumah bagi warga kota Jakarta, tidak lagi rumah tunggal yang membutuhkan lahan luas, tetapi beralih ke rumah susun dengan hunian kepadatan tinggi. Pembangunan rumah susun di ibukota sudah semarak dan hampir menyebar di seluruh pelosok kota. Walaupun demikian masih belum tampak tumbuhnya kemauan dan keinginan warga ibukota untuk tinggal di rumah susun dan juga belum tumbuh budaya hidup di rumah susun. Mereka yang sudah tinggal di rumah susun terkesan karena terpaksa tidak ada alternatif lain untuk tempat tinggalnya. Untuk meningkatkan kecintaan warga ibukota terhadap rumah susun dan untuk mengggalakkan pembangunan rumah susun di metropolitan Jakarta, maka perlu segera dilakukan "pemasyarakatan rumah susun secara terpadu bagi warga metropolitan Jakarta". 348


Memasyarakatkan Rumah Susun Pemasyarakatan Rumah Susun adalah upaya menyampaikan atau menyebarluaskan informasi tentang rumah susun kepada seluruh warga ibukota Jakarta. Pemasyarakatan bisa dilakukan dalam bentuk brosur, leaflet, penerangan, sinetron, diskusi, penyuluhan, pameran, peragaan, dan lain-lain. Maksud pemasyarakatan adalah menumbuhkan minat warga ibukota untuk tinggal di rumah susun. Tujuannya adalah agar sebagian besar penduduk kota Jakarta dapat tinggal di rumah susun. Adapun sasarannya adalah agar masyarakat ibukota, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dapat berubah huniannya dari tinggal di rumah kumuh dan liar yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, beralih ke rumah susun sederhana yang bersih, indah, aman, nyaman, dan sehat. Kegiatan pemasyarakatan rumah susun secara terpadu, dipersiapkan dengan baik, dikoordinasikan secara terarah dan terpadu, dilaksanakan secara teratur, mengenai kelompok sasaran yang tepat, didukung peralatan yang sesuai dan dana yang memadai, serta dipantau dan dievaluasi untuk melihat perkembangannya dan umpan balik, dan dicari upaya-upaya perbaikan pelaksanaan pemasyarakatan. "Membangun Tanpa Menggusur", kasus Pulo Gadung dan Angke!Tambora. Masyaraka~ berpenghasilan rendah di Pulo Gadung yang lingkungan perumahannya akan dipugar atau diremajakan menjadi permukiman rumah susun, dipindahkan sementara ke lokasi yang berdekatan. Pada saat rumah susun selesai dibangun, maka kelompok masyarakat tadi pindah ke rumah susun. Proses ini berjalan terus sehingga makin banyak lingkungan permukiman kumuh yang ditata dan diremajakan, dan rumah susun yang dibangun terus bertambah. Elemen kegiatan memasyarakatkan rumah susun secara terpadu yang penulis sarankan terdiri atas tiga belas butir indikator, yaitu pengertian rumah susun (rusun), pelaku, materi, kelompok sasaran, mekanisme koordinasi, waktu pelaksanaan, tatacara, tempat pemasyarakatan, peralatan pendukung, riset serta kegiatan penelitian dan pengembangan, pemantauan dan evaluasi, dan pembiayaan. Pertama, pengertian tentang rumah susun (rusun) dan yang terkait dengan itu menurut UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Beberapa pengertian tersebut, yaitu Rusun, Satuan Rumah Susun (Sarusun), lingkungan, bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, hipotik, fidusia, pemilik, penghuni, perhimpunan penghuni, badan pengelola, penyelenggara pembangunan, akta pemisahan, kesatuan sistem pembangunan, persyaratan teknis, persyaratan administratif, nilai perbandingan proporsional. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Sarusun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Kedua, pelaku pemasyarakatan, yaitu Aparatur Pemerintah (Pusat dan Daerah), Lembaga Litbang, Swasta, Yayasan, LSM, Organisasi Kemasyarakatan, dan PKK. Koordinasi pemasyarakatan rumah susun di tingkat Pusat dilakukan oleh Kantor Menpera!BKP4N (Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional), di tingkat propinsi oleh BP40 Tingkat I dan di tingkat kabupaten/ kotamadya oleh BP40 Tingkat II dengan motornya adalah Dinas Perumahan dan Perum Perumnas. PKK sesuai tugas dan fungsinya, ikut berperan dalam memberikan penyuluhan dan pemasyarakatan rumah susun, dikaitkan dengan pelaksanaan 10 Program PKK, meliputi gotong royong, kebersamaan, dan kepedulian, serta pembinaan mental spiritual dan sikap perilaku penghuni rumah susun; pendidikan, keterampilan, dan pengembangan kehidupan berkoperasi (pemasyarakatan Waserda sebagai prioritas program Pemerintah DKI Jakarta di samping motto Jakarta Teguh Beriman); penanganan pangan, sandang, dan papan dalam kehidupan di rumah susun; peningkatan peran ibu dan wanita dalam keluarga, pemasyarakatan teknologi tepat guna, hemat air bersih dan hemat energi, pembinaan industri rumahtangga dan kerajinan, pemantapan posyandu, serta pembudayaan hidup bersih dan sehat. Ketiga, materi pemasyarakatan atau penyuluhan, meliputi isi UU 16/1985 tentang Rumah Susun, PP 4/ 349


1988 tentang Rumah Susun, UU 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman, UU 24/1992 tentang Penataan Ruang, lnpres 5/1990 tentang Peremajaan Permukiman Kumuh Yang Berada Di Atas Tanah Negara, Keputusan Menteri, lnstruksii Menteri, Perda, Kepgub, Keputusan Bupati/Walikotamadya, persiapan, penghunian dan pengelolaan, rumah sehat, kebijaksanaan pembangunan rumah susun, pertanahan, pembiayaan, kelembagaan, perilaku, disiplin, kebersamaan, dan kepedulian. Juga perlu dibuat Buku Panduan Pemasyarakatan Rumah Susun, yang berisi Pendahuluan (latar belakang, dasar pemikiran, tujuan dan sasaran program, ruang lingkup, pendekatan, dan organisasi pelaksana program), Koordinasi dan Keterpaduan Program (program pembangunan rusun, unsur-unsur program, kepedulian dan komitmen pemasyarakatan, mekanisme koordinasi dan keterpaduan, dan keterpaduan kebijaksanaan), Kelompok Sasaran (perorangan, keluarga, masyarakat, pegawai negeri dan swasta), Perencanaan Kegiatan (prinsip dasar, jenis kegiatan, rincian kegiatan), Pembiayaan (dana Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat), Pelaporan, Pemantauan, dan Evaluasi. Contoh Buku Panduan, antara lain Buku Panduan Program lOT (lnpres 5/1993) dan Buku Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera (lnpres 3/ 1996). Mengingat pentingnya pemasyarakatan rumah susun, maka dapat diusulkan untuk ditetapkan lnpres tentang Pemasyarakatan Rumah Susun Secara T erpadu di Kota Besar dan Metropolitan. Keempat, kelompok sasaran, terdiri atas perorangan, kepala keluarga, masyarakat, pegawai negeri, pegawai swasta, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, ibu-ibu, pemuda, RT, RW, warga permukiman kumuh, dan penghuni baru rusun. Kepada warga permukiman kumuh perlu diyakinkan bahwa lingkungan permukiman mereka yang kumuh akan diremajakan menjadi permukiman rumah susun, dengan menggunakan "pola pembangunan tanpa menggusur". Kelima, mekanisme koordinasi, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan, pengawasan/pengendalian, dan evaluasi. Koordinasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip hubungan organisasi vertikal, horizontal, dan diagonal, baik sektoral maupun fungsional. Keenam, waktu pelaksanaan penyuluhan dan pemasyarakatan, yaitu pagi, siang, sore, atau malam, baik pada hari kerja maupun hari libur, jam kantor maupun di luar jam kantor. Waktu yang digunakan untuk melakukan penyuluhan sebaiknya dalam suasana santai, relaks, dan tidak tegang. Jika waktu memungkinkan, sebaiknya dilakukan kunjungan ke lokasi rumah susun untuk melihat dengan jelas situasi dan kondisi hunian di rumah susun. Ketujuh, tatacara pemasyarakatan, bisa dilakukan melalui penyajian materi, pameran, peragaan, diskusi, percontohan, dan kunjungan lapangan. Kedelapan, tempat pemasyarakatan, dapat dilakukan di ruang terbuka, ruang tertutup, aula, lapangan, gedung serbaguna, halaman masjid, dan lain-lain. Lingkup penyuluhan dapat dilakukan pada tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, maupun Kabupaten, Kotamadya, dan Wilayah Kota. Kesembilan, peralatan yang digunakan dalam kegiatan pemasyarakatan dapat terdiri atas overhead projector, transparan sheet, brosur, leaflet, film, kaset video, radio dan televisi, multi media, dan lagu. Juga dapat dilakukan melalui sinetron dan · menggunakan pelawak. Kesepuluh, riset dan litbang, antara lain bahan bangunan, elemen, dan komponen bangunan, koordinasi modular, sosial-ekonomi, sosial-budaya, sosio-psikologis, hukum, kelembagaan, sewa-beli, pengelolaan sampah, lingkungan, teknologi tepat guna, dan teknik produksi pembangunan rumah susun. Kesebelas, persiapan dan pelaksanaan pemasyarakatan, disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi waktu, tenaga, dan pembiayaan. Keduabelas, kegiatan pemantauan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi, untuk melihat sejauh mana pelaksanaan pemasyarakatan rumah susun sehingga dapat diketahui keberhasilan atau kekurangberhasilan pemasyarakatan rumah susun. Dengan demikian dapat diupayakan perbaikan pemasyarakatan berikutnya. Melalui pemantauan dan evaluasi, dapat diketahui jumlah rumah susun sederhana yang sudah dibangun di DKI Jakarta (8.734 unit), yang sedang dibangun (2.687 unit), dan yang akan dibangun sampai dengan tahun 2000 (27.568 unit), dengan target pembangunan tahunan sebanyak 10.500 unit (7.350 unit oleh Swasta dan 3.150 unit oleh Pemerintah Daerah). Demikian pula lokasi-lokasi permukiman kumuh yang membutuhkan peremajaan segera, yaitu Tanah Tinggi, Bendungan Hilir, Karet Tengsin, dan Jati Bunder di Jakarta Pusat, Angke Tambora, Kali Anyar, Jembatan Besi, Duri Utara, Pekojan, Meruya Selatan, dan Cengkareng Barat·di Jakarta Barat, Papanggo, Semper, Lagoa, Sukapura, Tugu Utara, dan Cilincing di 350


Jakarta Utara, Bidaracina, Rawa Bunga, Pisangan Baru, dan Pondok Bambu di Jakarta Timur, serta Tebet Barat, Pela Mampang, dan Mampang Prapatan di Jakarta Selatan. Ketigabelas, pembiayaan pemasyarakatan rumah susun, baik yang menggunakan dana lnpres Dati I, lnpres Dati II, lnpres Pemasyarakatan Rumah Susun, APBN dan APBD, dana Swasta, mobilisasi dana masyarakat, dan sumber dana lainnya. lnpres tentang Pemasyarakatan Rumah Susun seyogyanya dikeluarkan. lnpres ini sebagai kelanjutan dari lnpres 5/1990 yang menugaskan Menpera, Men-PPN/Ketua Bappenas, Men-LH, Mendagri, Men-PU, Mensas, Menkeu, Kepala BPN, para Guberur dan para Bupati/Walikotamadya, untuk melaksanakan kegiatan sesuai tugas dan fungsinya dalam rangka peremajaan permukiman kumuh di atas tanah negara. Peremajaan Permukiman Kumuh (dilakukan dengan menerapkan sistem subsidi silang antara pembangunan rumah susun dengan areal komersial yang berada di kawasan yang diremajakan) adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan rumah susun serta bangunan lainnya sesuai rencana tata ruang kota. Ada tiga tujuan peremajaan permukiman kumuh. Pertama, meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat dan martabat masyarakat penghuni permukiman kumuh terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah dengan memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan permukiman yang sehat dan teratur. Kedua, mewujudkan kawasan kota yang ditata secara lebih baik sesuai dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota yang bersangkutan. Ketiga, mendorong penggunaan tanah yang lebih efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan, memudahkan penyediaan prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni dari berbagai kawasan di daerah perkotaan. Catatan penutup Pembangunan kota metropolitan Jakarta harus mengacu pad a UU 11/1990 tentang Susunan Negara Republik Indonesia DKI Jakarta, PP, Keppres, lnpres, Kepmen, lnmen, Perda, RUTR 1980-2005 (revisi), RBWK, Juklak, Juknis, Jakstra, Renstra (1992-1997,1998-2003), dan memperhatikan motto "Jakarta Teguh Beriman". Dalam membangun rumah susun, harus mengacu pada Pola lnduk Pembangunan Rumah Susun. Pembangunan Rumah Susun hendaknya terintegrasi dengan berbagai megaproyek Jakarta, yaitu TripleDecker, Subway, Pantura Jakarta, Terminal Terpadu Manggarai, Segitiga Kuningan dan Sudirman, dan Pusat Pertumbuhan Lima Wilayah Kota Metropolitan Jakarta. Bagi kota Jakarta, lahan sulit diperoleh dan harganya sangat mahal. Akibatnya, rumah susun merupakan kebutuhan mendesak. Permukiman kumuh seluas 2.885 Ha dihuni oleh sekitar 1,5 juta penduduk, dari 9-10 juta penduduk ibukota. Pembangunan rumah susun skala besar (1 0.500 unit per tahun), merupakan 30% dari kebutuhan rumah 70.000 unit per tahun) di metropolitan Jakarta, perlu dibarengi dengan kegiatan "pemasyarakatan rumah susun". Pelaksanaan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 540/1990 sebagai kelanjutan lnpres 5/1990, pelaksanaannya belu efektif. Subsidi silang belum berjalan lancar. Pembangunan kondominium dan apartemen mewah menjamur, sementara itu pembangunan rumah susun sederhana tersendat. Sebenarnya, prinsip hun ian berimbang 1:3:6 untuk rumah tunggal, bisa diterapkan dalam kehidupan di rumah susun. Pemasyarakatan dan pembudayaan rumah susun secara komprehensif dan terpadu perlu dilaksanakan lebih intensif dan berkelanjutan, dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melibatkan semua pihak, didukung prinsip kemitraan (pemerintah, swasta, masyarakat luas, pengembang, pengelola), agar warga ibukota suka, senang, cinta, menerima, menyukai, terbiasa, tertarik pada rumah susun, dan berminat tinggal di rumah susun. Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (BP4D) di DKI Jakarta perlu difungsikan, sebagai perpanjagan tangan BKP4N. BP4D perlu mendorong dan memacu pembangunan rumah susun dan memasyarakatkannya. Perlu diupayakan penerapan teknologi tepat guna dalam pembangunan rumah susun. Dinas Perumahan mengawasi dan mengendalikan pembangunan perumahan dan permukiman, dan koordinasi dengan instansi terkait terus ditingkatkan. Akhirnya, melalui hunian di rumah susun, penduduk metropolitan Jakarta dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerjanya, dan siap menghadapi perdagangan be bas 2003, 2010, dan 2020 pada era globalisasi. Gerakan Nasional Perumahan dan Permukman Sehat (1992) perlu disusul dengan Gerakan Nasional 351


Memasyarakatkan Rumah Susun, seperti juga Gerakan Disiplin Nasional, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh, serta Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, dalam upaya memacu pembangunan rumah susun di metropolitan Jakarta. Angkatan Bersenjata, 25 Agustus 1997 Perumahan: Agenda Habitat Dan Deklarasi Istanbul Pertemuan HABITAT II diselenggarakan pada tanggal 3-14 Juni 1996 di Istanbul, duapuluh tahun setelah HABITAT I di Vancouver. Dua ide yang dibahas, yaitu "pembangunan bersama" dan "ide inovatif". Konperensi ini menyepakati mekanisme formal antar aktor perumahan dan kerjasamanya dengan pemerintah. Sekitar 800 orang dari 2400 organisasi menghadiri pertemuan Forum NGO yang dilaksanakan berkaitan dengan HABITAT II dan 2500 representatif NGO menghadiri pertemuan HABITAT II. Visi HABITAT II telah dilontarkan oleh Boutros-Ghali, Sekjen PBS, yang pernyataan aslinya sebagai berikut : "We hava come a long way from Vancouver and the first United Nations Conference on Human Settlements. In the last 20 years, the world has changed in dramatic ways. But the problems we faced in the 1970s have not disapeared. Poverty, hunger, disease, population imbalances, the lack of equity are still with us .. . Human settlements, and especially cities, are a key factor in the complex equations of growth and development, environment issues, human rights and of the radication of poverty ... Our Collective response, the Habitat Agenda, embodies our vision of human settlements for cities, towns and villages that are viable, safe prosperous, healthy and equitable. This is our vision of the common future, this must be the spirit of Istanbul". Tujuan HABITAT II dikumandangkan melalui dua tema, yaitu "kecukupan rumah untuk semua orang" dan "pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan di dunia yang terus berkembang" (rumah sehat dan produktif dalam kehidupan harmonis dengan alam sekitar). Ketidakcukupan sanitasi, drainase, air bersih, infrastruktur, dan pengelolaan sampah terus diupayakan perbaikannya. Keputusan The UN Conference on Human Settlements (HABITAT I) di Vancouver, 1976, dan Agenda 21 yang diputuskan The UN Conference on Environment and Development (The Earth Summit, Rio de Janeiro, Brazil, 1992) dijadilan acuan. The Global Startegy for Shelter to the Year 2000 (1988) yang menekankan kebutuhan peningkatan produksi dan penyebaran perumahan, revisi kebijaksanaan nasional perumahan, strategi pemberdayaan, merupakan acuan dalam mewujudkan keinginan menyediakan rumah untuk semua orang pada abad 21. Konferensi terkait setelah itu, tentang Wanita (Beijing, 1995), Pembangunan Kepulauan Kecil Yang Berkelanjutan (Barbados, 1994), Penanganan Bencana Alam (Yokohama, 1994), Hak Asasi Manusia (Vienna, 1993) Anak (New York, 1994), Pendidikan Untuk Semua (Jomtien Thailand, 1990), juga dijadikan acuan HABITAT II. Di samping itu, hasil persidangan perumahan dan permukiman dalam rangka peringatan Hari Habitat Sedunia juga dijadikan pegangan, antara lain "kebijaksanaan perumahan" (Nairobi, 1979)", pendanaan, perumahan perdesaan, perbaikan permukiman kumuh" (Mexico City, 1980), "industri konstruksi dalam perumahan", (Manila, 1981 ), "transportasi yang mendukung peru mahan" (Moskow, 1982), "pendekatan sistematik dan informasi perumahan" (Libneville, 1984), "perumahan di kota kecil, sedang, dan pusat pertumbuhan" (Kingston, 1985), "peran serta masyarakat dan produksi bahan bangunan" (Istanbul, 1986), "perspektif masa depan" dengan tema Tahun Papan lnternasional (Nairobi, 1987), "berbagi peran" (New Delhi, 1988), "The Global Strateg for Shelter to the Year 2000" (Cartagena, 1989), "Shelter, Health and the Family" (Jakarta, Oktober 1989), dan tahun-tahun berikutnya sampai dengan 1995. 352


Lima Belas Butir Deklarasi Limabelas butir merupakan hasil HABITAT II. Pertama, tujuan umum untuk menyediakan rumah bagi semua orang untuk membuat permukiman lebih aman, sehat, manusiawi (liveable), seimbang (equitable), berkelanjutan (sustainable), dan produktif. lni menyangkut upaya pada tingkat nasional, regional, dan lokal untuk memperbaiki kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan. Kedua, menyadari penurunan kondisi peru mahan dan permukiman pada saat kota besar dan kota kecil berkembang pesat dan perlunya perhatian masalah sosial, ekonomi, budaya, spiritual serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, komitmen terhadap standar peru mahan yang lebih baik, sesuai kesepakatan International Year of Shelter for the Homeless dan The Global Strategy for Sheller to the Year 2000. Keempat, untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di perkotaan dan perdesaan, perlu ditempuh upaya komprehensif penanganan hal-hal yang diharapkan tidak berkelanjutan (unsustainable), antara lain pola konsumsi dan produksi, perubahan penduduk (struktur, distribusi, konsentrasi, homelessness, kemiskinan, pengangguran, masalah sosial, ketidakstabilan keluarga, ketidakcukupan sumber daya, ketidcrktersediaan infrastruktur dan jasa, ketidaksiapan perencanaan, pertumbuhan yang tidak aman dan keberingasan (violence), degradasi lingkungan, dan ketidakseimbangan atau ketidakstabilan yang mengakibatkan kerugian. Kelima, kebutuhan pembangunan yang lebih intensif dan kerjasama semua aktor pembangunan perumahan di kota besar, kota kecil, pedesaan, melalui globalisasi dalam proses pembangunan, menghindari resiko dan ketidakpastian, dan upaya pencapaian tujuan Agenda Habitat melalui aksi positif dalam pembiayaan, pinjaman, perdagangan internasional dan alih teknologi. Keenam, pembangunan perdesaan dan perkotaan saling terkait, karena itu harus diciptakan keseimbangan penyediaan infrastruktur, pelayanan umum dan kesempatan kerja agar pembangunan perumahan lebih atraktif, jaringan informasi perumahan lebih terintegrasi, migrasi desa-kota dapat diminimumkan, serta pembangunan kota menengah dan kecil diprioritaskan. Ketujuh, disadari kebutuhan lingkungan perumahan yang aman nyaman, dan sehat bagi keluarga, bapak, ibu, wanita, anak, dan remaja, dibarengi pengentasan kemiskinan, kebersamaan, kepedulian, keterbukaan, dan tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan, serta kecukupan rumah untuk keluarga. Kedelapan, komitmen pada penyediaan rumah secara progresif dengan menumbuhkan kemitraan pemerintah, swasta, masyarakat, dan LSM, dalam pemilikan rumah, keterjangkauan, dan kelayakan jenis dan tipe rumah untuk keluarga. Kesembilan, penyediaan rumah besar-besaran yang layak secara ekonomis, sosial dan lingkungan di samping kelayakan lainnya. Kesepuluh, keberlanjutan pola produksi, konsumsi, transportasi dan pengembangan perumahan skala besar, pencegahan polusi, dan perhatian terhadap ekosistem. Juga perlu diwujudkan perumahan sehat di dalam lingkungan hidup yang sehat, khususnya melalui penyediaan air bersih yang mencukupi dan manajemen pengelolaan sampah yang efektif. Kesebelas, memperhatikan konservasi, rehabilitasi dan pemeliharaan bangunan, monumen ruang terbuka, landscape dan pola permukiman gedung bersejarah, bernilai budaya dan arsitektur tinggi, alami, agamis, dan bernilai spiritual. Keduabelas, penekanan pada strategi pemberdayaan (enabling strategy), kemitraan, dan partisipasi (peran serta) aktif, meningkatkan peran lokal dan desentralisasi, transparancy, pembiayaan yang mendukung, dan responsif. Sejalan dengan itu ditingkatkan kerjasama pada tingkat pemerintahan dan organisasi internasional serta peningkatan peran wanita dalam pembangunan perumahan. Ketigabelas, mobilisasi sumber-sumber pembiayaan pada skala nasional dan internasional, serta sumber-sumber pembiayaan lainnya (multilateral dan bilateral, pemerintah dan swasta). Juga perlu didorong penerapan teknologi tepat guna di bidang perumahan dan komitmen terhadap Agenda 21 untuk mendukung pembiayaan dan alih teknologi. Keempatbelas, pendefinisian yang baik tentang tujuan, sasaran dan langkah-langkah konkrit pemecahan masalah perumahan dan permukiman. Motto "berfikir global dan bertindak lokal" (think globally, act locally), 353


perlu diimplementasikan. Kelimabelas, kesepakatan tentang era baru kerjasama dan era budaya solidaritas. Menyongsong abad 21, semua negara mempunyai visi positif tentang pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan, harapan pada permukiman nyaman, semua orang dapat menikmati bangunan perumahan yang aman dan nyaman, bersih, sehat, tenang, membahagiakan dan memberi harapan pada kesejahteraan lahir dan batin. Agenda Aksi Limabelas deklarasi HABITAT II di atas diikuti Rencana Global Aksi dan Strategi lmplementasi yang meliputi kecukupan rumah untuk semua orang, pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan dalam dunia yang terus berkembang, pengembangan kapasitas dan institusi koordinasi dan kerjasama internasional serta implementasi dan tindak lanjut Agenda HABITAT II. Walaupun pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir bisa ditekan, antara lain dengan program keluarga berencana, kenyataannya penduduk berkembang dari 4,2 miliar menjadi 5,7 miliar, sepertiga penduduk berumur 15 tahun ke bawah dan makin banyak orang tinggal di perkotaan akibat migrasi desa-kota yang tinggi. · Pada abad ke 21, diperkirakan penduduk perkotaan dan pedesaan berimbang atau 50% penduduk akan bermukim di perkotaan, kota mega, kota metropolitan, kota besar, kota menengah dan kecil. Pemerintah pada semua tingkatan bersama Swasta dan Masyarakat, berusaha mencapai dua tujuan, yaitu ''Adequate shelter for all" dan "Sustainable human settlements development in an urbanizing world". Strategi perencanaan global berdasarkan atas pemberdayaan transparancy dan partisipasi yaitu peran pemerintah didasarkan atas pemantapan kerangka legislatif, eksekutif, yudikatif, institusi dan pembiayaan yang memberdayakan sektor swasta, LSM dan komunitas (masyarakat) agar berkontribusi penuh untuk mencapai dua tujuan di atas. Pemerintah pada semua tingkatan menetapkan visi dan missi, tujuan dan sasaran, nilai-nilai dasar dan nilai operasional, lingkungan strategis, kebijaksanaan dan strategis, rencana strategis serta upaya dan langkah-langkah pencapaian tujuan. Pemberdayaan menciptakan situasi yang mendorong pemanfaatan potensi dan sumberdaya aktor pembangunan perumahan ke dalam proses produksi dan distribusi serta perbaikan perumahan, peningkatan peran serta wanita sebagai mitra sejajar pria dalam pembangunan perumahan, peran serta dan partisipasi aktif semua aktor dalam menciptakan perumahan dan permukiman sehat dalam lingkungan yang bersih dan sehat, kondisi organisasi dan institusi yang mantap, jaringan informasi yang kuat, kemitraan yang berkelanjutan, menumbuhkan pembangunan perumahan bertumpu pada masyarakat dan menumbuhkan kerjasama internasional dan regional dalam pembangunan dan permukiman. Deklarasi lstanbul1996 yang mengandung limabelas butir, diprioritaskan pada upaya pemecahan tujuh prioritas yaitu (1) ketidakberlanjutan pola konsumsi dan produksi khususnya di negara-negara industri, (2) ketidakberlanjutan perubahan penduduk yang pesat, (3) orang yang tidak memiliki rumah homelessness termasuk rumah kumuh dan liar atau slums and squatters settlements, (4) pengangguran, (5) ketidakcukupan infrastruktur dan pelayanan umum, (6) timbulnya ketidakamanan dan kebringasan dan (7) ketidakpastian dan ketidakpercayaan diri yang dapat membahayakan. Pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap pertumbuhan kota (mega, metropolitan, besar, menengah, kecil) menggerakkan ekonomi perkotaan memperhatikan aspek sosial, budaya, spiritual dan ilmiah (scientific). Sembilan (tujuan dan prinsip) HABITAT merupakan tujuan, prinsip dan komitmen HABITAT II yang perlu ditindaklanjuti secara operasional di tiap negara, yaitu (1) keseimbangan peru mahan permukiman di mana semua orang berhak atas kesamaan perolehan rumah, ruang terbuka, pelayanan pendidikan dan kesehatan, (2) pengentasan kemiskinan dalam konteks pembangunan berkelanjutan, (3) pentingnya kualitas hidup (kondisi fisik dan karakteristik khusus kota besar, kota kecil dan perdesaan), (4) kebutuhan penekanan keluarga sebagai unit dasar kehidupan masyarakat, (5) hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban (6) kemitraan di antara semua negara dan semua aktor dalam pembangunan perumahan dan permukiman, (7) solidaritas terhadap kelompok yang tidak berkesempatan dan tidak siap, (8) peningkatan sumber-sumber pembiayaan dan (9) pelayanan kesehatan, termasuk reproduktif dan pelayanan yang terkait 354


dengan upaya peningkatan kualitas hidup. Kecukupan Perumahan Untuk Semua Orang (Adequate shelter for all) selagi kelanjutan dari Deklarasi HAM (Declaration of Human Rights 1948) untuk mengatasi rumah substandar, tidak cukup air bersih, sanitasi miskin, listrik kurang, dan sampah menumpuk. Komitmen kesepakatan meliputi penyediaan dan kemudahan dalam perolehan bukti pemilikan rumah dan tanah untuk semua orang, penyediaan air bersih dan siap diminum dan kecukupan sanitasi dan drainase, penyediaan perumahan, ukuran rumah yang luasnya manusiawi dan peningkatan penyediaan rumah yang harganya terjangkau. lni sesuai dengan hasil Seminar Nasional Perumahan dan Permukiman di Jakarta 16-18 Nopember 1992, yaitu mencakup pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan didukung pemantapan kebijaksanaan umum, pertanahan, pembiayaan serta kelembagaan dan peraturan perundang-undangan. Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan, menyangkut kualitas air dan udara, pengelolaan sampah yang efektif (sudah kita buktikan dengan penilaian kota bersih Adipura sejak 1986), konsumsi energi (listrik), dan kecukupan cahaya. Saat ini 600 juta penduduk di Asia, Afrika dan Amerika Latin tinggal di rumah-rumah yang belum bersih, sehat, aman dan nyaman. Komitmen HABITAT II meliputi penciptaan pemberdayaan lingkungan untuk pengembangan ekonomi dan sosial serta proteksi lingkungan yang atraktif untuk investasi, mendorong potensi sektor informal dan swasta dalam penciptaan kesempatan kerja, promosi perbaikan rumah bertumpu pada komunitas, penanganan rumah kumuh dan liar, peningkatan akses ke pekerjaan, perolehan barang dan jasa, serta pelayanan umum meliputi promosi pembangunan kota yang efisien dan efektif didukung transportasi kota yang berwawasan lingkungan dan eliminasi dampak penggunaan bahan bakar kendaraan (emisi gas). Partisipasi dan Pemberdayaan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan meliputi promosi kebersamaan, kepedulian dan keterbukaan dalam mewujudkan manajemen perkotaan yang efektif, desentralisasi otoritas (sejalan dengan perwujudan Otonomi Daerah) dan mobilisasi sumber-sumber yang tersedia (sumber daya manusia, sumber daya alam dan manajemen modern), dan peningkatan fasilitas pendidikan formal dan nonformal (ketrampilan). Gender atau Wanita Sebagai Mitra Sejajar, didukung bimbingan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan serta keterkaitan wanita dalam penerapan teknologi pembangunan perumahan dan permukiman, penguatan kebijaksanaan, strategi, dan tindaklanjut praktis yang makin mendorong peran serta dan partisipasi aktif gender/wanita dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pembiayaan Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan komitmen penguatan manajemen pembiayaan pada semua tingkat pembangunan perumahan dan permukiman serta promosi akses yang seimbang dalam memperoleh kredit bagi semua orang atau lapisan masyarakat. Kerjasama lnternasional, dengan komitmen partisipasi dalam program multilateral, bilateral dan regional untuk mencapai tujuan dan sasaran HABITAT II, promosi pertukaran teknologi tepat guna di bidang perumahan dan permukiman (koordinasi modular, bahan bangunan, konstruksi) dorongan untuk mencapai 0, 7% GNP dari negara maju untuk bantuan terhadap negara berkembang, dan promosi kerjasama internasional di antara unsur pemerintah, swasta, non-profit, LSM/NGO, dan berbagai organisasi internasional yang perhatiannya besar terhadap pembangunan perumahan dan permukiman. Untuk mewujudkan Deklarasi HABITAT II ke dalam bentuk operasional pembangunan perumahan dan permukiman di tiap negara, telah disepakati bahwa implementasi Deklarasi HABITAT II di tiap negara didukung pemantauan dan evaluasi terus menerus serta sistem informasi dan pengumpulan data yang menggunakan berbagai metoda aktual, dan pengkajian terus menerus sejalan dengan upaya revitalisasi organisasi HABITAT, UNCHS atau United Nations Centre for Human Settlements yang berkantor pusat di Nairobi Kenya. Strategi pelaksanaan Agenda 15 Deklarasi HABITAT II mencakup lima butir. Pertama, aksi perlu diambil untuk meningkatkan penyediaan rumah yang cukup dan pembangunan perumahan dan permukiman di dunia ·yang berkembang pesat, cara-cara mempromosikan pasar tanah dan tata guna tanah yang berkelanjutan, cara-cara mobilisasi pembiayaan dan fasilitas akses pada tanah dan pemilikan, aksi peningkatan sistem penyediaan dan penyaluran perumahan pada tiap kelompok pendapatan masyarakat (keterjangkauan), dan aksi bahwa pemerintah dapat mengintegrasikan kebijaksanaan perumahan skala makro ekonomi dengan 355


kebijaksanaan pembangunan sosial-ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Catatan Penutup Penerapan Deklarasi HABIT AT II di Indonesia, khususnya pad a Repelita VII diharapkan agar penyediaan perumahan dan permukiman khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (RS dan RSS) makin ditingkatkan. Target Pelita VI hanya 500.000 unit perlu ditingkatkan menjadi "Program Penyediaan Sejuta Rumah" (seperti Program Sejuta Pohon, Program Penerapan Listrik Tenaga Surya Untuk Sejuta Rumah, dan Program Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar Untuk Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah). Peran swasta dalam pengadaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah terus ditingkatkan, rumah sewa khususnya diperkotaan makin diperhatikan, rumah susun khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah makin banyak dibangun, proses perijinan dan pemilikan makin disederhanakan, harga rumah dan tanah terus ditekan, penataan ruang makin diperhatikan, pembangunan perumahan dengan pola hunian berimbang makin dimantapkan, kelembagaan perumahan (Kantor Mennegpera barangkali menjadi Menneg Permukiman dan lnfrastrukrur, BKP4N dan BP4D makin mantap, Dinas Perumahan makin berperan), peraturan perundang-undangan makin mendukung. Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nemer 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman diharapkan segera dapat ditetapkan. Ketetapan tentang Kasiba dan Lisiba (Kawasan Siap Bangun, Lingkungan Siap Bangun) perlu ditetapkan, pembiayaan diperoleh dari berbagai sumber koordinasi di Tingkat Pusat dan Daerah makin terarah dan terpadu pembangunan infrastruktur makin terintegrasi, serta pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat diwujudkan. Jayakarta, 8 Agustus 1997 Mendorong Tumbuhnya Pasar Perumahan Judul : Housing Enabling Market To Work with Technical Supplements; Penulis: Stephen K. Mayo; Penerbit: Bank Dunia; Tahun : Penerbitan pertama, April1993; Halaman : 159. Buku baru tentang perumahan yang diterbitkan oleh Bank Dunia ini, membahas empat butir panting, yaitu tinjauan tentang sektor perumahan, pengertian tentang bagaimana kerjasama sektor perumahan, strategi pendorong dalam perumahan (enabling strategy), dan peranan Bank Dunia. Ia mengupas kebijaksanaan Bank Dunia dalam sektor perumahan, dalam tahun 1980-an dan 1990-an, antara lain menyangkut tanah, pembiayaan, bahan bangunan, infrastruktur, dan peraturan perundang-undangan. Pemerintah harus menyusun kebijaksanaan yang mendorong bekerjanya pasar perumahan. Ada tujuh instrumen kebijaksanaan pendorong tumbuhnya pasar perumahan, tiga dari sektor permintaan, tiga dari penyediaan, dan satu dari aspek manajemen. Tiga sektor permintaan adalah property rights, mortage finance, dan rationalizing subsidies. Unsur panting aspek penyediaan infrastruktur untuk permukiman, pengaturan tanah untuk perumahan, dan dorongan terhadap industri bahan bangunan. Aspek manajemen berupa pemantapan kelembagaan yang mendorong koordinasi, mendayagunakan berbagai lembaga yang terkait dengan perumahan dan permukiman, meningkatkan partisipasi sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LPSM), pembangunan bertumpu pada komunitas (community based organizations), perhatian yang besar terhadap masyarakat miskin dan meningkatkan partisipasi kelompok ini dalam pembangunan perumahan yang bertumpu pada kemandirian masyarakat. Bagian pertama, membahas sektor perumahan. Pada bagian ini dibahas perumahan sebagai sektor ekonomi, dimensi demografis, sektor perumahan sebagai pasar, dan fungsi-fungsi sektor perumahan. Pada bagian ini diperlihatkan model sektor perumahan yang terdiri atas empat elemen, yaitu housing demand, housing 356


supply, housing outcomes dan socio-economic impacts. Berfungsinya sektor perumahan dengan baik, perlu diwujudkan dalam bentuk sejauh mana perumahan memberi manfaat bagi yang membutuhkan, bagi penyedia, bagi kelembagaan perumahan, bagi pemerintah lokal, dan bagi pemerintah pusat. Bagian kedua, berisi pengertian bagaimana bekerjanya sektor perumahan. Dibahas permintaan dan penyediaan, kualitas, kuantitas, dan harga rumah, perumahan dan kemiskinan di perkotaan, perumahan dan makro ekonomi, serta biaya-biaya yang harus dipikul atas kegagalan kebijaksanaan perumahan. Pembangunan perumahan di negara-negara berkembang mulai tumbuh sejak 1970-an dan 1980-an. Pada tahun 1988, UN Centre for Human Settelements memperkenalkan Global Strategy for the Year 2000. Strategi ini mengandung dua tujuan kunci, yaitu meningkatkan kinerja sektor perumahan dan membatasi peran pemerintah dalam pembangunan perumahan atau dengan kata lain mendorong partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pembangunan perumahan. Bagian ketiga, menguraikan instrumen operasional dari kebijaksanaan perumahan dan prioritas strategis kebijaksanaan perumahan pada beberapa negara berkembang. Bagian ini berisi contoh-contoh pembangunan perumahan informal di Bela Horizonte Brazil, Cote d'ivoire Abidjan, lingkungan kumuh Kalkuta, program MHT di Jakarta, penyediaan kredit perumahan di Bangkok Thailand, dan Meksiko City. Bagian keempat, peranan Bank Dunia dalam pembangunan perumahan suatu negara, yang diuraikan atas evolusi kebijaksanaan perumahan, pelajaran utama yang harus diperhatikan, peranan Bank dalam sektor perumahan, prioritas pemberian kredit, dan prioritas riset perumahan. Sejak 1972 sampai dengan 1990, Bank Dunia telah terlibat dalam 116 proyek perumahan di 55 negara, dengan rata-rata biaya per proyek sebesar US$ 26 juta. Dalam masa sekitar 20 tahun tersebut, kebijaksanaan Bank Dunia pun terus diperbaharui. Kebijaksanaan tahun 1970-an adalah penyediaan tanah dan rumah yang terjangkau oleh orang miskin (affordable), pengembalian biaya (cost recovery), penciptaan sistem berantai atau replicability, penekanan pada penyediaan langsung tanah dan perumahan untuk mendorong pembangunan yang bertumpu pada kemandirian (progressive development of housing conditions by project beneficiaries), dan proyek percontohan (sites and services). Tahun 1980-an, kebijaksanaan difokuskan pada self-supporting financial, penyediaan kredit, restrukturisasi subsidi, peningkatan kesiapan bank, dan penekanan pada interest rate reform. Kebijaksanaan tahun 1990-an ditekankan pada upaya memfungsikan sektor perumahan dan menumbuhkan pasar peru mahan yang melibatkan penyedia, pembeli, penyedia biaya, serta pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka memacu pembangunan, mengentaskan kemiskinan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan, yang melestarikan lingkungan, meningkatkan koordinasi, pemantapan mekanisme, dan meningkatkan sistem pengelolaan sektor perumahan yang komprehensif dan terintegrasi. Jayakarta, 11 Nopember 1993 Gerakan Kembali ke Desa di Jawa Timur Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur memperkenalkan program Gerakan Kembali ke Desa (GKD) pada tahun 1995. Program ini kelihatannya mirip dengan program One Village, One Product yang dilaksanakan oleh Gubernur Hiramatsu di Propinsi Oita (Oita Prefecture, Jepang) sejak 30 tahun yang lalu. GKD didukung Tim Pelaksana dan Tim Satuan Tugas. GKD secara spesifik berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi disertai peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam rangka penanggulangan (pengentasan) kemiskinan melalui pengembangan komoditas andalan (unggulan) sehingga tercapai peningkatan pertumbuhan desa, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta tumbuhnya ciri khas daerah. Secara singkat GKD mengandung unsur-unsur pengusaha masuk desa atau pengembangan perekonomian desa, pasar desa, teknologi masuk desa dan industrialisasi perdesaan. 357


Keberhasilan GKD perlu didukung perwujudan lng Ngarso Sung Tulodo (masyarakat hendaknya diberikan wawasan dan tuntutan apa perlunya teknologi tepat guna di perdesaan), lng Madya Mangunkarso (berusaha mencari dan memberi teknologi yang diharapkan), dan Tut Wuri Handayani (keteladanan). T eknologi yang akan diterapkan dalam rangka memacu Pembangunan Daerah ( di samping ekonomi) yang menggerakkan Pembangunan Daerah, adalah teknologi yang bercirikan mudah untuk mendukung produk unggulan di daerah, dapat mendukung teknologi penguatan dan kelestarian sumber bahan baku, mampu meningkatkan pemasaran produk unggulan, dan mudah mendukung peningkatan sumber daya manusia (Basofi Sudirman, 1995). Kegiatan Forum Orientasi· Penerapan dan Pengembangan T eknologi untuk Pembangunan Daerah (FOPPTPD) di Daerah Tingkat I dan Fasilitas Teknologi Pembangunan Daerah (Fastekbangda) yang dilakukan Ditjen Pembangunan Daerah bekerjasama dengan Kedeputian Bidang Analisis Sistem BPP Teknologi dan Pemerintah DT I dan Pemerintah DT II, diharapkan dapat memilih produk unggulan apa yang diandalkan di daerah masing-masing, apakah itu industri, pertanian atau lain-lain, teknologi apa yang sekarang dipakai, indikator teknologi yang diperlukan, indikator penyediaan bahan baku dan prospek pemasaran. Dari kegiatan FOPPTD dan Fastekbangda di Jawa Timur pada tahun 1995 dan 1996, telah dapat diidentifikasi produk-produk unggulan dari industri, pertanian dan pariwisata, yaitu mangga (Probolinggo), rambutan (Biitar), tasbeh, tenun sutera dan kopi racik (Kediri), songkok dan bandeng asap (Gresik), kerajinan kulit dan bandeng (Sidoarjo), cor logam dan sarang burung (Pasuruan), krupuk ikan dan tempe (Probolinggo), meubel rotan dan tempe (Malang), sambel pecel dan krupuk lempeng (Madiun), pisang Cavendish (Mojokerto), tenun gedog (Tuban), bawang merah dan alat perontok padi (Nganjuk), kulit dan susu sapi (Magetan), pisang agung dan nangka (Lumajang), kerajinan kerang dan ikan (Situbondo), pande besi dan tape (Bondowoso), tenun gedog dan mete (Bangkalan), tembakau dan sapi (Sumenep), tembakau (Pamekasan), serta jambu air dan mete (Sampang), pariwisata (Sarangan, Pandaan, Pacet, Batu, dan Bromo, senibudaya Ponorogo dan Madura). Teknologi Masuk Desa Berbicara teknologi masuk desa tidak dapat dipisahkan dari istilah teknologi tepat guna. Menurut Habibie (1996), teknologi tepat guna (approproate technology) adalah hasil penerapan gabungan multidisiplin ilmu dasar dan ilmu terapan, spektrumnya multidisiplin, didukung kualitas sumberdaya manusia. Penjabaran dari pendapat tersebut, menurut Depdikbud (1985), teknologi tepat guna adalah teknologi yang dapat dioperasikan dengan mudah oleh anggota masyarakat yang masih rendah tarat pendidikan dan ketrampilannya, dapat dengan mudah merangsang pertumbuhan ketrampilan masyarakat yang bersangkutan, sarana dan prasarana pendukung bagi pengoperasian teknologi dapat disediakan dengan mudah dan dalam · penerapannya sangat memperhatikan keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan, serta ekonomi masyarakatnya. Muhamadi Siswosoedarmo (1985) menyatakan bahwa teknologi tepat guna memenuhi empat syarat, yaitu dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, dapat dimanfaatkan dan dikelola secara ekonomis, dapat diterima oleh masyarakat, dan serasi dengan lingkungan masyarakat. T eknologi tepat gun a di perdesaan harus sesuai dengan kondisi setempat, tidak rumit pengoperasiannya, murah pendanaannya, menyerap banyak tenaga kerja, mudah disebarluaskan, paling tepat digunakan untuk memecahkan masalah, teknologi dapat bersifat sederhana maupun teknologi maju (canggih). Penerapan teknologi tepat guna harus memperhatikan persyaratan kelayakan ekonomi, kelayakan teknis, dukungan pembiayaan, serta penerimaan masyarakat sosial-budaya masyarakat. Definisi teknologi tepat guna menurut OECF (1983) appropriate technology is related to low investment cost per work-place simplicity, high adaptability to a particular social or cultural environment, sparing use of natural resources, low cost of final product or high potential for employment, sedangkan menurut Hisashi Ogawa (UNCRD, 1989) appropriate techniology is defined as hardware or software or a combanination of both which provides a socially, environmentally, politically, and economically acceptable level of service to communities, Technology 358


appropriate to an urban/rural setting will most probably be a combination of hardware/sofware, which planners and decision makers in the cities/villages have to balance carefully in order that an optimal services is provided. Dalam melihat teknologi, harus dilihat kesatuan dari empat elemen atau sub-sistem, yaitu technoware, humanware, inforware, orgaware (UNESCAP, Bangkok, 1989). Technoware menyangkut peralatan atau mesin yang merupakan perwujudan fisik dari teknologi (peralatan manual), penggunaan sumberdaya penggerak, fasilitas automatik, penggunaan kontrol komputer, dan fasilitas yang terintegrasi). Humanware, merupakan ketrampilan dan pengetahuan yang merupakan perwujudan yang melekat pada manusia yang terkait dengan teknologi (kemampuan, mengoperasikan, memasangflnstalasi, memelihara, memproduksi, adaptasi, memperbaiki dan inovasi). Infoware, informasi dan fakta yang merupakan perwujudan yang melekat pada dokumen yang relevan dengan pengoperasian teknologi. Orgaware, pengoperasian dan keterkaitan sistem sistem yang memungkinkan pengaturan ketiga komponen di atas secara efektif melaksanakan fungsi transformasi. Program penerapan teknologi perdesaan dapat dilihat berupa rangkaian kegiatan (umumnya mendapat dukungan dari luar desa atau desa tetangga), berkesinambungan dan bersifat pemicu pembangunan swadaya masyarakat dan kemandirian, perlu ditunjang akar yang kuat dan kondisi lingkungan yang mendukung (antara lain komitmen Pemerintah Daerah dan adanya kesiapan masyarakat). Dalam memacu penerapan teknologi perdesaan, dimulai dengan melihat potensi desa (hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, hutan, hasil industri dan pertambangan, hasil pariwisata, menetapkan tujuan dan sasaran penerapan teknologi, mengidentifikasi sarana dan prasarana yang tersedia, menyiapkan sumberdaya manusia, kemudian berusaha melihat kemungkinan kemitraan (Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta sebagai mitra usaha, Koperasi Unit Desa, Pengusaha Menengah, Pengusaha Kecil, Petani sebagai anggota Koperasi). Pemikiran berikutnya adalah pengolahan produk antara dari bahan baku menjadi barang setengah jadi, dan dilanjutkan dengan proses pengolahan menjadi produk akhir, didukung pengemasan dan penyimpanan. Hasil akhir yang diharapkan adalah produk berdaya saing tinggi yang siap diekspor dan dinikmati konsumen. Grosir, distributor serta pedagang besar dan pedagang kecil/eceran, mempunyai andil yang besar dalam penyaluran di samping Koperasi. Produksi yang berdaya saing tinggi hanya bisa dicapai melalui penerapan teknologi sebagai kelanjutan dari proses penelitian, pengembangan dan pengkajian, pendidikan dan pelatihan, bimbingan dan penyuluhan. Bagaimana penerapannya dalam program GKD? GKD memadukan pendekatan "dari atas" dengan "dari bawah" (top-down and bottom up approach), didukung Tim Pelaksana GKD dan Tim Satuan Tugas. GKD mengandung empat unsur, yaitu membangun dan memantapkan perekonomian desa (pengusaha masuk desa, menumbuhkan pengusaha desa), pasar desa, satu desa satu produk unggulan, teknologi masuk desa, dan industrialisasi perdesaan. GKD merupakan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, memanfaatkan sumberdaya alam, mengembangkan komoditas unggulan di kawasan andalan, meningkatkan pertumbuhan desa, menumbuhkan dan mengembangkan ciri khas daerah, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penerapan teknologi dalam program GKD diupayakan agar mudah untuk mendukung pengembangan produk unggulan, memanfaatkan bahan baku yang tersedia, mendukung pengembangan sumberdaya manusia, dan mampu meningkatkan pemasaran produk unggulan. Koordinasi antar berbagai unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur sampai ke tingkat Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan, dengan berbagai lnstansi Vertikal yang ada di Jawa Timur, serta instansi Penelitian dan Pembangunan Pemerintah dan Swasta (Lembaga Riset, Universitas, Swasta, LSM, PKK) perlu dibina dan dikembangkan. lndustrialisasi Perdesaan lndustrialisasi Perdesaan adalah industri (bermuatan iptek) berbasis pada pengolahan dan pemanfaatan hasil sumberdaya alam (pertanian, perkebunan, hasil hutan, dan/atau ketrampilan sumberdaya manusia 359


setempat, kerajinan rakyat dan kerajinan (rumah tangga), teknologi sangat sederhana (umumnya industri rumah), bersifat padat karya dan menggunakan tenaga kerja setempat dan sekitarnya, pemasaran bisa skala lokal, wilayah, nasional, bahkan internasional, dikerjakan sendiri atau bermitra, modal terbatas dan manajemen masih lemah. Sasaran industrialisasi perdesaan adalah pengembangan industri kecil dan menengah yang sudah ada, penerapan dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan nilai tambah, mengembangkan kualitas sumberdaya manusia setempat, meningkatkan efisiensi dan efektivitas, motivasi dan inovasi masyarakat setempat, sejauh mungkin menggunakan bahan baku lokal dan sumberdaya manusia setempat, terjadi penyerapan tenaga kerja setempat, penggunaan teknologi yang sudah ada atau dengan cara mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan, menghemat atau mendatangkan devisa, dan memungkinkan kemitraan dengan BUMN, BUMD, lndustri Besar dan Menengah. lndustrialisasi Perdesaan didukung penerapan teknologi tepat guna di perdesaan yang berkelanjutan, perlu ditunjang oleh "pohon kesinambungan" yang mengandung tujuh elemen. Pertama, iklim yang mendukung (stabilitas, kondisi sosial ekonomi yang menguntungkan, peraturan yang mendukung, (paling tidak kestabilan skala desa/kecamatan dan kabupaten). · Kedua, dukungan dari luar desa (banuan keuangan, keteknikan, supervisi, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, bimbingan, pendampingan, kesemuanya merupakan pupuk yang menyuburkan penerapan teknologi perdesaan. Ketiga, pemanfaatan sumberdaya lokal, yaitu pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam semaksimal mungkin, dan menumbuhkan kegiatan perekonomian perdesaan. Keempat, kontribusi masyarakat yang kuat meliputi keswadayaan, peran serta dan partisipasi aktif masyarakat. Ke/ima, mempunyai akar yang kuat, berupa motivasi, evaluasi diri, percaya diri, mengacu pada pengalaman, menumbuhkan kreativitas, inovasi, serta kemandirian. Keenam, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (penerapan teknologi tepat guna di perdesaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara lingkungan hidup, dan selalu berusaha melestarikan lingkungan. Ketujuh, merupakan enam butir cabang pohon kesinambungan. Pertama, orientasi pada masyarakat kelompok sasaran (penerapan teknologi harus merupakan bagian dari kehidupan sosial-ekonomi dan sosialbudaya masyarakat). Kedua, mempunyai kemampuan organisasi (penerapan teknologi dikelola oleh organisasi lokal desa yang mengerahkan potensi sumberdaya manusia yang ada, melalui kelembagaan tingkat desa). Ketiga, biaya dan keuntungan yang memadai (biaya operasi dan perawatan serta biaya-biaya lainnya) tidak memberatkan atau mengakibatkan kerugian. Keempat, penyesuaian dan ketepatan teknologi (teknologi yang diterapkan secara sosial/material cocok dengan kondisi setempat secara ekonomis layak, secara politis menguntungkan dan secara ekonomis bisa dipertanggungjawabkan. Kelima, penyesuaian dengan kebijaksnaan pembangunan (penerapan teknologi perdesaan harus sesuai dengan pola dasar serta kebijaksanaan dan strategi pembangunan desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan nasional). Keenam, perumusan program yang realistis (program penerapan teknologi harus direncanakan dengan tepat, baik pada konsep awal maupun tahap pelaksanaan, adanya peranserta dan partisipasi aktif masyarakat, serta dilakukannya pemantauan, evaluasi pengendalian dan pengawasan secara regular dan terus menerus. Penutup T eknologi tepat gun a di perdesaan adalah teknologi yang secara ekonomis layak, secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, adanya dukungan pembiayaan, penerimaan sosial budaya masyarakat, sesuai dengan kondisi setempat, tidak rumit pengoperasiannya, mudah merangsang ketrampilan masyarakat, mudah menyediakan sarana dan prasarana pendukung, memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, berkelanjutan dan berwawaasan lingkungan. T eknologi T epat Gun a secara kesehatan aman (tidak menimbulkan penyakit, mempromosikan budaya hidup sehat, mencegah bibit penyakit, dan layak ergonomik), secara teknis dan ilmiah layak (mudah dioperasikan, diperbaiki, dan dipelihara, secara teknis efisien dan efektif, bebas dari kecelakaan, fleksibel, dan mudah dilakukan perubahan atau modifikasi), secara sosial dan budaya diterima (memenuhi kebutuhan 360


masyarakat, padat karya tenaga lokal, meningkatkan kualitas tenaga kerja lokal, secara estetis memadai), secara lingkungan, layak (mencegah polusi, tidak menimbulkan gangguan ekologis, melestarikan lingkungan, ekonomis menggunakan sumberdaya tidak terbarukan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan), secara ekonomis viable (efektif biaya, biaya rendah, layak pendanaan, mendorong industri lokal, menggunakan bahan baku lokal, hemat energi). GKD di Jawa Timur merupakan contoh kegiatan memacu pembangunan desa melalui pemantapan perekonomian desa, menciptakan pasar desa, penerapan teknologi perdesaan, dan pengembangan industri perdesaan. Melalui GKD, akan ditemukan produk unggulan yang diolah dan dipasarkan pada skala lokal, wilayah regional, nasional, dan bahkan internasional. Dengan tumbuhnya kegiatan ekonomi di perdesaan, maka niat masyarakat untuk migrasi dari desa ke kota menurun dan dengan demikian urbanisasi bisa ditahan. Jawa Timur dan propinsi lainnya di Indonesia perlu banyak belajar dari pengalaman Oita Prefecture dekat Fukuoka Jepang dalam menerapkan program One Village, One Product. Program ini diperkenalkan di Oita tahun 1979. Ide pasar adalah perubahan lokal tetapi global, tidak tergantung pada pihak lain dan mandiri, kreatif, dan ide orisinil membantu masyarakat untuk membangun komunitasnya. Program ini mempromosikan produk pertanian, industri, pariwisata dan sektor pembangunan lainnya, termasuk budaya dan berbagai kegiatan tahunan. Oita meningkatkan kepercayaan diri masyarakatnya dalam berhubungan orang dengan orang, desa dengan kota, dan kota dengan luar negeri. Penduduk, kota dan negara mempertukarkan ide. Kontak ini membawa keberhasilan dalam bentuk peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan. Setiap orang harus menyadari pentingnya hubungan bisnis desa dengan pihak luar, melalui motto membawa spirit desa ke kota (bringing the spirit of the village into the city). Jayakarta, 5 September 1997 Pemberdayaan Waserda-KSU di DKI Jakarta Waserda-KSU (Warung Serba Ada - Koperasi Serba Usaha) sebagai Unit Usaha yang dimiliki warga Kelurahan mempunyai fungsi dan peranan panting dalam menciptakan ketahanan ekonomi Kelurahan dan ketahanan ekonomi Jakarta pada umumnya. Perkembangan dan pertumbuhan Waserda-KSU di DKI Jakarta dirasakan masih lambat. Penyebabnya ada empat faktor, yaitu belum terlibatnya warga elit kota dalam Waserda-KSU, masih lemahnya manajemen Waserda-KSU, masih lemahnya kemitraan Waserda-KSU dengan para Distributor dan belum efektifnya peranan Badan Pembimbing dan Pelindung KSU. Untuk menumbuhkembangkan Waserda-KSU perlu dilakukan upaya terpadu baik oleh Warga Kelurahan, para Pengusaha dan Pemerintah, yang disusun dalam suatu program terpadu yang disebut Program Pemberdayaan Waserda-KSU. Berdasarkan kondisi tersebut, Gubernur DKI Jakarta menetapkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1462 tahun 1996 tanggal 15 Oktober 1996 tentang Pedoman Pemberdayaan Warung Serba Ada (Waserda) Koperasi Serba Usaha (KSU) di Wilayah DKI Jakarta. Keputusan Gubernur ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus lbukota Negara Republik Indonesia Jakarta, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan lnstansi Vertikal di Daerah (serta lnmendagri Nomor 18 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaannya), lnstruksi Presiden Nomor 4 tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, Kepmenkop dan PPK Nomor 63/Kep/IV/1994 tentang Pembinaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil dalam Repelita VI, Kepmendagri Nomor 13 tahun 1994 tentang Sepuluh Sukses, Perda DKI Jakarta Nomor 361


10 Tahun 1993 tentang Pol a Dasar Pembangunan Daerah DKI Jakarta tahun 1994/1995·1998/1999, Kepgub KDKI Jakarta Nomor 444 Tahun 1985 tentang Pedoman Kerja Badan Pembimbing dan Pelindung Koperasi Serba Usaha (BPP-KSU) di DKI Jakarta dan lnstruksi Gubernur KDKI Jakarta Nomor 159 Tahun 1996 tanggal 6 Mei 1996 tenta[1g Pembentukan Warung Serba Ada di Lingkungan Rukun Warga (RW). Keputusan Gubernur KDKI Jakarta ini juga memperhatikan Surat Menkop dan PPK Nomor 179/M/IX/1994 tanggal 30 September 1994 perihal Koordinasi Pelaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil dalam Repelita VI di Daerah oleh Gubernur KDH Tingkat I dan lnstruksi Gubernur KDKI Jakarta tanggal 29 September 1995 pada Sambutan Peresmian 11 Gedung Waserda KSU bertempat di KSU Sinar Jaya Cipinang Jakarta Timur, tentang Perluasan dan Penyebaran Waserda KSU sampai ke tingkat Rukun Warga. Pemberdayaan Waserda-KSU Waserda-KSU adalah Warung Serba Ada milik Koperasi Serba Usaha (KSU) yang berdomisili di Kelurahan. Waserda KSU berfungsi (1) melayani kebutuhan barang primer dan sekunder para anggota dan warga Kelurahan dan (2) sebagai sub-grosir, sedangkan Waserda milik anggota KSU, baik yang berupa warung maupun gerobak dorong, berfungsi sebagai pengecer. Waserda-KSU berkedudukan di Kelurahan, sedangkan Waserda di Kelurahan milik anggota KSU berada di RW dan RT. KSU adalah badan hukum berbentuk koperasi primer yang berkedudukan di Kelurahan. KSU dapat melakukan usaha-usaha di bidang perdagangan (Waserda), produksi, jasa dan simpan pinjam. Program pemberdayaan Waserda-KSU dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan memperkuat fungsi dan peranan Waserda-KSU, dengan melibatkan elit kota dalam kegiatan Waserda-KSU dan meningkatkan kemitraan antara Waserda-KSU dan para distributor dan pemasok. Ada tiga tujuan program pemberdayaan Waserda-KSU. Pertama, menciptakan sistem jaringan distribusi barang kebutuhan masyarakat sampai ke tingkat RW dan RT. Kedua, menciptakan kepedulian aparat dan warga masyarakat untuk memajukan Waserda· KSU. Ketiga, menciptakan wahana untuk berkomunikasi antara warga dan warga, antara warga dan aparat Pemerintah, untuk memelihara semangat persatuan dan kesatuan serta suasana paguyuban. Waserda-KSU dikembangkan dalam satu kesatuan sistem. Antara satu Waserda-KSU dengan Waserda· KSU lainnya disusun jaringan usaha koperasi. Hubungan antara Waserda-KSU dan para distributor atau pemasok dibangun dengan semangat kemitraan, saling menguntungkan dan saling memperkuat, sehingga terjadi sinergi bisnis. Hubungan antara Waserda-KSU dan para pemilik warung dan gerobak dorong disusun dalam suasana ekonomi kekeluargaan. Pemberdayaan Waserda-KSU dilakukan secara terpadu melalui Tiga Strategi. Pertama, penggerakan peranserta masyarakat (community based development). Kedua, pembaharuan manajemen Waserda-KSU. Ketiga, pengembangan pusat distribusi melalui kemitraan. Dalam memberdayakan Waserda-KSU di wilayahnya pemerintah DKI Jakarta mempunyai empat tugas pokok. Pertama, memberikan himbauan dorongan dan panutan agar elit kota dan warga Kelurahan menjadi · anggota KSU, sehingga terkumpul modal untuk membangun Waserda-KSU. Kedua, memberikan bimbingan dan perlindungan agar Waserda-KSU dapat dikelola secara modern dan profesional, serta disenangi oleh anggotanya dan warga lainnya. Ketiga, berperan sebagai fasilitator dalam membangun kemitraan dengan para pemasok atau distributor, sehingga terwujud sinergi bisnis. Keempat, meningkatkan kemampuan aparat wilayah dan stat teknis untuk memberdayakan Waserda-KSU. Penggerakan peran serta masyarakat mencakup tiga kegiatan, yaitu mendorong dan menghimbau, sosialisasi dan membangkitkan semangat. Pemerintah DKI Jakarta (bersama warga Jakarta) mendorong dan menghimbau elit kota dan kelompok menengah untuk ikut serta dalam Waserda-KSU sehingga mencapai jumlah yang cukup banyak. Kegiatan ini merupakan kegiatan gerakan masyarakat yang dikenal sebagai Gerakan Sejuta Anggota Waserda-KSU. Dapat juga dibandingkan dengan Gerakan Sejuta Pohon, Pembangunan Lahan Sejuta Hektar untuk Tanaman Pangan di Kalimantan Tengah, Gerakan Pembangkit Listrik Tenaga Sqrya Sejuta Rumah, Gerakan Orang Tua Asuh, Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat, Gerakan Nasional Desa Cerdas Teknologi, dan barangkali memasuki Repelita VII akan ada Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah Untuk Keluarga Miskin, Pra Sejahtera dan Sejahtera I. Sosialisasi Waserda-KSU perlu dilakukan di tingkat Kelurahan bagi aparat dan anggota KSU. 362


Membangkitkan semangat komunitas, dilaksanakan antara lain dengan menyelenggarakan Iomba WaserdaKSU dan memberikan hadiah atau penghargaan (Social Reward) untuk elit kota yang berjasa memajukan Waserda-KSU. Pembaharuan manajemen Waserda-KSU mencakup kegiatan analisis profil Waserda-KSU dan menyusun program pemberdayaan, pelatihan bagi pengurus Waserda-KSU dan menyusun program pemberdayaan, pelatihan bagi Waserda-KSU dan KSU, standarisasi pembangunan gedung Waserda-KSU dan standarisasi Logo dan peningkatan organisasi, tata laksana dan modal kerja serta perluasan unit usaha. Pengembangan pusat distribusi melalui kemitraan dilakukan melalui upaya menciptakan kerjasama Pemerintah DKI Jakarta dan para distributor dan pemasok untuk mendukung dan melaksanakan program pemberdayaan Waserda-KSU dalam jangka panjang dan membangun pusat distribusi yang diwakili WaserdaKSU secara bertahap. Pembinaan Program Waserda-KSU dilakukan oleh BPP-KSU. Gubernur KDKI Jakarta membentuk Badan Pembimbing dan Pelindung KSU dan BPP-KSU di tingkat Kelurahan, Walikota dan Propinsi masing-masing diketuai oleh Kepala Kelurahan, Walikotamadya dan Gubernur. Pertanyaan muncul, bagaimana fungsi Camat dalam mendukung kelancaran tugas Badan Pembimbing dan Pelindung? Anggota BPP-KSU adalah para elit kota di masing-masing tingkat wilayah. Gubernur KDKI Jakarta membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang tugasnya mengkoordinasikan dan mengendalikan Program Pemberdayaan Waserda-KSU sampai dengan BPP-KSU mampu berfungsi dan mandiri. Penanggungjawab Program adalah Wakil Gubernur Bidang Ekonomi dan Pembangunan, sedangkan sub-program dikoordinasikan oleh para Asisten Sekwilda dan Kakanwil Koperasi. lni mencakup Sub-Program Penggerakan Masyarakat (dikoordinasikan oleh Asisten Tatapraja), Sub-Program Pembaharuan Manajemen Waserda-KSU (dikoordinasikan oleh Kakanwil Koperasi dan PKK), dan Sub-Program Distribusi dan Kemitraan (dikoordinasikan oleh Asisten Administrasi Pembangunan). Sekretariat Pokja Program dilakukan oleh Bappeda (Tingkat I danTingkat 11/Wilayah Kota) dan Kantor Pembangunan Masyarakat Desa. Di Tingkat Kotamadya, Walikotamadya membentuk Pokja yang melibatkan antara lain Asko dan Bagian Perekonomian Kotamadya, Bappekotamadya, PMD Kotamadya, Kakandep Koperasi dan PPK, dan Kecamatan. Para Walikotamadya menyampaikan laporan kepada Gubernur KDKI Jakarta setiap bulan, tentang kemajuan dan hasil-hasil pemberdayaan Waserda-KSU. Sebelum Waserda-KSU mampu memiliki sendiri gedung, maka Pemerintah DKI Jakarta dapat meminjamkan assetnya atas dasar ikatan pinjam atau sewa menyewa dalam waktu terbatas. Pembiayaan para Pengusaha dan Waserda-KSU dilakukan bersama oleh Pemerintah DKI Jakarta, para Pengusaha dan Waserda-KSU sendiri. Pernbiayaan pembangunan Waserda-KSU dilakukan dari modal KSU sendiri, dan simpanan sukarela dan penyertaan modal para anggotanya, khususnya anggota elit kota, dari pinjaman lunak yang diberikan oleh para pengusaha dan perusahaan ventura capital, dan dari dana program sosial kemasyarakatan yang disinkrokan dengan program pemberdayaan Waserda-KSU, misalnya dana lOT (lnpres 5 Tahun 1993), MHT Ill, Takesra/Kukesra (lnpres 3 Tahun 1996), Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) dan UEP. Memacu Waserda-KSU Gubernur KDKI Jakarta bersama jajarannya terus-menerus berusaha memacu pembangunan pembinaan dan pengembangan Waserda-KSU di DKI Jakarta. Brosur-brosur dan informasi Waserda-KSU disebarluaskan dan masyarakat DKI Jakarta dihimbau untuk berpartisipasi dan berperan serta aktif dalam menumbuhkembangkan Waserda-KSU. Gubernur KDKI Jakarta, Surjadi Soedirdja berusaha memasyarakatkan Waserda-KSU, antara lain melalui pembuatan brosur dan pengiriman blanko keanggotaan. Kenalilah dan Cintailah Komunitas Anda! Anda warga Jakarta, dibutuhkan untuk membangun Komunitas Anda! Maju bersama Waserda-KSU. WaserdaKSU: Jalan Untuk Maju Bersama. Bergabunglah dan Nikmati Keuntungannya. Demikian ajakan dan anjuran kepada warga Jakarta untuk bersama-sama membangun Waserda-KSU. Bila anda termasuk warga Jakarta yang terkemuka berpendidikan, maju, sukses dan cukup.berpengaruh, jadilah pelopor pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan anda. Komunitas anda perlu keteladanan dan uluran tangan anda supaya menjadi komunitas yang aman, tenteram, sejahtera dan akrab. 363


Perekonomian Jakarta tumbuh dan berkembang dengan amat pesat. Pembangunan berlangsung di seluruh pelosok kota. Gedung pencakar langit bertebaran mempercantik wajah ibukota. Kota megapolitan Jakarta merupakan gelar yang sudah sewajarnya disandang Jakarta. Jakarta telah makin maju dan semarak, serta makin penuh dengan pusat perdagangan, pertokoan, mal, hotel dan berbagai sarana lain yang canggih dan modern. Fasilitas ini meningkatkan gengsi dan citra kota serta dimanfaatkan dan dinikmati oleh sebagian warga Jakarta. Jumlah penduduknya terus meningkat, tetapi tidak semua warga kota Jakarta menikmati hasil-hasil pembangunan kota Jakarta. Masih banyak penduduk Jakarta yang belum dapat menikmati sarana dan prasarana kota yang serba mewah ini. Mereka harus bekerja keras untuk mendapatkan uang yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan pendidikan dasar anak-anaknya. Sebagian lagi bahkan masih belum mempunyai kesempatan bekerja dan lapangan usaha tetap. Keadaan yang tidak seimbang ini dapat menciptakan kesenjangan sosial yang pada gilirannya akan menghambat kemajuan kita bersama. Ketertinggalan menuntut upaya untuk maju bersama. Untuk menghindari maka sebagai salah satu atau seorang tokoh masyarakat atau terkemuka di lingkungan anda, bantulah komunitas Anda untuk dapat maju meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian anda akan menjadi pelopor pembangunan dan pelaku ekonomi yang turut menciptakan keberhasilan, keamanan dan kemajuan komunitas Anda. Jakarta akan bertambah indah, aman dan nyaman .bila warganya punya semangat kebersamaan komunitas yang tinggi dan saling membantu mengatasi berbagai permasalahan. Warga yang mampu dan berkecukupan harus membantu meningkatkan keberdayaan warga yang lain, untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan memupuk solidaritas sosial. Pada akhirnya suasana harmonis dan semangat kebersamaan ini dapat meningkatkan produktivitas semua pihak. Jakarta akan menghadapi tantangan ekonomi global dan arus perdagangan dan investasi luar negeri yang tak terbendung di abad 21. Gejolak sosial dan ekonomi serta dinamika masyarakat di masa mendatang harus dihadapi dengan kesiapan matang. Masalah yang dihadapi Jakarta, tidak bisa diselesaikan oleh Pemerintah saja, tetap harus diatasi bersama oleh warganya secara bersama-sama. Bila warga Jakarta mempunyai semangat gotong-royong dan mempunyai solidaritas komunitas yang tinggi. Jakarta akan mampu mengatasi berbagai gelombang dan dinamika kemajuan zaman yang seperti apapun, dan warga Jakarta akan senantiasa berhasil mengatasi kesulitan komunitasnya secara mandiri. Untuk itu Jakarta perlu banyak penggerak yang mempunyai kecintaan komunitas, kemampuan ekonomi dan jiwa kepeloporan. Anda adalah salah satu penggerak tersebut. Untuk menjawab tantangan arus globalisasi memasuki abad 21. Jakarta memiliki dua potensi ekonomi, yaitu anda dan Waserda-KSU. KSU adalah badan usaha milik masyarakat yang beranggotakan warga kelurahan dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, berazas kekeluargaan. Permodalan KSU diperoleh dari simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela anggota serta modal hibah dan pinjaman. Unit Usaha KSU terdiri atas Waserda, Simpan Pinjam, Jasa dan Produksi. Waserda-KSU adalah Warung Serba Ada untuk Koperasi Serba Usaha yang ada di setiap komunitas anda, yang bergerak di bidang pedagang eceran dan sub-grosir dalam rangka menyediakan kebutuhan primer dan sekunder dan atau kebutuhan lain yang dibutuhkan oleh anggota Waserda-KSU dalam unit usaha Warung Serba Ada. Waserda-KSU bukan hanya berfungsi sebagai tempat pemenuhan hasil produk masyarakat sekitarnya. Anda dan Waserda-KSU adalah kunci kekuatan ekonomi ibukota Jakarta menghadapi abad 21. Banyak keuntungan yang Anda peroleh dari keanggotaan Waserda-KSU. Pertama, pelayanan dan mutu barang yang memuaskan. Waserda-KSU memberikan pelayanan dan menyediakan barang kebutuhan rumahtangga bermutu dengan harga murah dan terjamin. Kedua, lokasi Waserda-KSU mudah dijangkau, karena 364


berada di lingkungan sekitar rumah warga (Waserda-KSU didirikan di setiap kelurahan diseluruh wilayah DKI Jakarta). Ketiga, potongan harga bagi setiap anggota KSU untuk semua produk yang ditawarkan. Keempat, setiap anggota KSU berhak mendapatkan pelayanan simpan pinjam dengan bunga rendah dan mudah prosedurnya. Kelima, setiap tahun anggota KSU berhak mendapatkan Sisa Hasil Usaha (SHU). Semakin banyak belanja di Waserda-KSU semakin besar SHU yang diperoleh. Persyaratan menjadi anggota KSU adalah warga Jakarta yang memiliki KTP DKI, mengajukan permohonan keanggotaan KSU, membayar simpanan pokok dan simpanan wajib (dan membayar simpanan sukarela) dengan nilai nominal yang telah ditentukan, dan sanggup melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota KSU. Hak dan Kewajiban anggota KSU meliputi: mematuhi dan melaksanakan AD-ART dan Keputusan Rapat Anggota, aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan, menghadiri dan menyatakan pendapat serta memberikan suara dalam rapat anggota, memilih dan atau dipilih menjadi pengurus atau pengawas, meminta diadakan rapat anggota sesuai dengan AD-ART, serta memanfaatkan dan mendapatkan pelayanan yang sama. Anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan. Peresmian "Gerakan Sejuta Anggota KSU dan Gelar Logo Waserda-KSU" dilakukan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 1997. Pada saat ini jumlah anggotanya baru mencapai 47.583 sehingga belum memperlihatkan kekuatan ekonomi yang nyata untuk dapat menjadi kekuatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di Jakarta telah memperlihatkan kemajuan nyata. Peranan sektor swasta sangat menonjol, sedangkan sektor koperasi masih ketinggalan. Koperasi di komunitas Anda juga masih ketinggalan. Pada 265 Kelurahan yang ada di Jakarta terdapat 269 Unit Koperasi Serba Usaha. Sayangnya jumlah anggotanya hanya 47.583, sehingga sangat sulit dikembangkan menjadi pusat gerakan masyarakat. Maka langkah pertama untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun ekonomi Jakarta adalah dengan memberdayakan koperasi serba usaha yang ada di kelurahan-kelurahan. Caranya adalah dengan meningkatkan jumlah anggotanya meningkatkan profesionalisme pengelolaan dan meningkatkan kepedulian komunitas di Kelurahan seluruh wilayah Jakarta. Upaya memberdayakan Waserda-KSU di ibukota DKI Jakarta kini dilakukan secara all out oleh Pemerintah DKI Jakarta, dalam upaya memperkokoh ekonomi kelurahan Jakarta. Kemajuan Waserda-KSU di Jakarta diyakini akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus perekonomian tingkat kelurahan makin kokoh. Ketua Bappeda DKI Jakarta, Budihardjo Soeksmadi menegaskan, Pemerintah DKI Jakarta sangat serius mengembangkan Waserda-KSU. Jayakarta, 11 September 1997 Petunjuk Bagi Calon Penulis llmiah Populer Menjadi penulis ilmiah populer sebenarnya mudah. Pekerjaannya hanya mengumpulkan, menyusun bahan, membaca, mengerti, menceritakan dan mengedit. Bahkan menulis ilmiah populer lebih gampang ketimbang menulis ilmiah murni. Mengapa? Karena sifatnya hanya mengubah ilmiah murni agar bisa dimengerti khalayak. Tampak di sini, posisi ilmiah murni sebagai hulu dan ilmiah populer sebagai hilirnya. Menulis ilmiah populer di koran harus bisa mengajak pembaca untuk memperhatikan dan membaca tulisan tersebut. Selain memberikan informasi, tulisan di koran harus berisi interpretasi, promosi, menghibur dan membangkitkan minat pembaca atas isi tulisan. Sepuluh Casar Carl Geuller dalam bukunya How to Communicate (dikutip oleh Umar Hasan Basri, Harian Neraca, 1988), merumuskan 10 dasar yang perlu diikuti oleh penulis, yaitu (1) adanya bah an untuk diceritakan, (2) mengetahui siapa yang akan menjadi pembaca, (3) mempelajari penerbit, (4) membuat outline/planning, (5) merencanakan 365


lead yang afdol, terkuat pengaruhnya, (6) menentukan bidang yang akan diliput, (7) menyiapkan ilustrasi, contoh, anekdot, foto, grafik, karikatur, dan lain-lain, (8) mengusahakan penuturan conversational dan intelektual, (9) aline a penting, dan (1 0) editing yang seksama. Sepuluh dasar patokan penulis diuraikan sebagai berikut. Pertama, harus ada bahan untuk diceritakan. Gunakan metoda gunung es dalam menulis, yaitu : dari 100 materi hanya 10 saja yang dimunculkan ke permukaan. Jadi, tulislah apa yang perlu saja. Jangan serakah untuk menuliskan segalanya sehingga tidak karuan isinya. Kedua, siapa pembacanya? Tiap tulisan mempunyai audiensinya sendiri-sendiri. Tulisan untuk rakyat umum akan lain dengan untuk kelompok intelektual tinggi. Tingkat intelektual pembaca akan menentukan pula tingkat readibilitas tulisannya. Dengan mengetahui budaya dan kebutuhan pembaca yang jadi sasaran, pendekatan penulis akan lebih tepat. Ketiga, mengenal penerbitan. Tiap media massa, koran dan majalah mempunyai kebutuhan sendiri dalam usahanya melayani kepentingan pembaca secara eksklusif. Kompas, Suara Pembaruan, Republika, Media Indonesia, Angkatan Bersenjata, Bisnis Indonesia, Neraca, Merdeka, Tempo, Editor, Kartini, Pos Kota dan Jayakarta, masing-masing mempunyai ciri tulisan. Tetapi secara umum, tulisan yang aktual dan memenuhi syarat, akan Welcome di setiap media publikasi. Keempat, membuat outline. Untuk tulisan sepanjang 4-8 halaman folio atau kuarto ketik dua spasi, isinya perlu dibagi-bagi atas heading dan sub-heading, pembuka, isi dan penutup. Menulis, seperti juga yang dilakukan pedagang kakilima yang harus mengatur barang dagangannya, cara penyimpanan, tempat penyimpanan, dan bagaimana menjajakan dagangan. Kelima, menulis lead. menurut Peter Farago dalam bukunya Science and the Media, suatu lead harus memuaskan selera intelektual dan emosional pembaca, terhindar dari menjemukan. Leads harus mendorong minat pembaca. Paradigma penulisan popular harus cukup readable, understandable, simpati, persuasif hingga kemajuan ilmu mendapat perspektif yang layak di mata pembaca. Kalau bisa, lead hendaknya semudah, seindah dan senikmat membaca tulisan novel romantis. William Zinser dalam bukunya On Writing Well: An Informal Guide to Writing Nonfiction, menyarankan lima metoda penulisan lead, yaitu (1) pilihlah fakta yang paling menarik yang bisa dilihat secara visual oleh pembaca, (2) gunakan pengalaman pribadi Anda, (3) jalinlah cerita ilmiah di seputar seseorang lain, (4) hubungkan fakta ilmiah tak popular dengan fakta popular, hingga ilmiah tidak populer itu berkesan popular di mata pembaca, dan (5) menulis sebagai orang non-ilmiah. PWI menegaskan pentingnya fakta yang paling menarik, mencolok, paling bernilai. Sebaliknya Carl Gueller menyarankan ABC, yaitu accuracy (terjamin kebenarannya), brevity (singkat dan padat), dan clarity Uelas dan jernih). Sejalan dengan itu lima hal perlu diperhatikan, yaitu timelines (bertepatan waktu), proximity (dekatnya dengan peristiwa), prominence (akibat berita bagi pembaca), dan human interest (kebutuhan visual manusia). Subagyo dalam Sinar Harapan (1970) mendefinisikan be rita yang bernilai adalah berita yang memenuhi kebutuhan dan selera masyarakat terbanyak. Berita itu harus beraspek future oriented yang bermanfaat bagi pembaca. Tanpa ini koran tak akan mendapat banyak pembaca dan ia akan bangkrut. Keenam, menentukan bidang-bidang liputan. Bidang apapun yang akan diliput, harus memperhatikan data masa lampau, masa kini dan perkiraan yang akan datang. Bahan bisa diperoleh dari survai, interviu kepada para ahli, majalah, publikasi, koran, dan sumber-sumber lainnya. Data yang digunakan hanyalah yang secara langsung menunjang lead tulisan Anda. Ketujuh, menyediakan contoh dan ilustrasi. Untuk tulisan ilmiah populer non-opini, ilustrasi berupa toto, grafik atau kartun amat dibutuhkan. Untuk tulisan beropini, tidak harus menggunakan toto. Alternatif pengganti toto, misalnya penyajian tabel atau grafik. Kedelapan, menulis dengan teknik percakapan. Menulis dengan teknik percakapan (conversational) umumnya dilakukan penulis yang menggunakan metoda narrative yang menceritakan peristiwa menu rut urutan kejadiannya. Dr. Rudolf Flesch memberikan 12 resep bahasa informasi, yaitu (1) gunakan kata saya di mana mungkin, (2) sebutlah nama-nama, tanggal dan tempat, rinci, ilustrasi dan kutip beberapa kasus, (3) gunakan kalimat pendek, (4) garisbawahi atau cetak tebal kata panting, (5) gunakan angka agar singkat, (6) hindari penggunaan kama yang berlebihan, (7) gunakan tandatanya atau tandaseru, (8) gunakan tanda kurung untuk persamaan arti, (9) gunakan singkatan kata, (1 0) gunakan sebanyak mungkin dialog, (11) gunakan alinea singkat, dan (12) gunakan simbol seperti $ dan %. Kesembilan, alinea penutup yang berimpresi dominan. Kalimat penutup hendaknya berkesan kuat dan 366


lama, didukung data yang akurat. Sebagai calon penulis jempolan, lebih baik Anda melatih diri dalam bentuk analisis yang akurat diakhiri penutup yang tepat. Kesepuluh, editing yang seksama. Editing perlu dilakukan agar tulisan readable, more accurately, greater brevity, dan clearer, serta lebih informal dan conversational. Editing sifatnya mencari kesalahan, membetulkan, memotong, menambah, membegal kalimat atau alinea yang terlalu panjang, menerjemahkan kata asing agar mudah dimengerti oleh orang awam. Tulisan harus . ringkas, padat, ekonomis, dan mudah dimengerti. Dalam dunia penulisan dikenal adanya unique sophisticated journalism (USJ). Untuk menciptakan tulisan bermutu, diperlukan 6 persyaratan, yaitu (1) bebas kejahatan atau cacat (zero defect), (2) ketepatan memilih bentuk tulisan yang sesuai dengan sasaran dan materi (analisis atau feature), (3) berbobot emas dan komprehensif didukung data mutakhir, andal dan lengkap, (4) organisasi dan sistematika penulisan teratur, (5) bahasanya mudah dimengerti (readibilitas), dan (6) berunsur seni atau estetis. Tulisan yang banyak cacatnya adalah tulisan yang (1) panjang Iebar tetapi hampa, (2) gagah-gagahan, berlagak sok pintar dengan banyaknya kata-kata asing tetapi sulit dimengerti, (3) tulisan meinbuta tuli tanpa memperhatikan sasaran pembaca, (4) gaya bahasa kedodoran, menjemukan, jauh dari gaya yang lincah sesuai dengan percakapan sehari-hari, (5) kurang memperhatikan kondisi lingkungan, dan (6) tersebarnya pemikiran negatif yang meracuni pembaca. Agar tulisan cukup efektif dan bermanfaat bagi pembaca, maka tulisan haruslah (1) mampu membangkitkan semangat pembaca, (2) gaya bahasa segar, lincah, singkat, dan padat, (3) jelas urutan masalah dan pemecahannya, (4) jangan menulis yang tidak perlu ditulis, (5) tulisan harus ringkas, (6) kalimat harus pendek, dan (7) sebelum tulisan dikirim ke media massa, hendaknya dikoreksi 4-5 kali dan diskusikan dengan teman terdekat. Bentuk Tulisan Tulisan bisa berbentuk spot/straight news, hardnews, depthnews, atau comprehensive. Ada 6 teknik tulisan feature, yaitu teknik narasi (disusun berdasarkan urutan peristiwa), deskripsi (melukiskan peristiwa dengan fakta), dialog (materi diuntaikan dengan tanya jawab), interior monolog (si pelaku berbicara sendiri tentang apa yang dialaminya), teknik berdasarkan kesan orang lain, dan teknis aksi (menceritakan sebanyak mungkin aksi seseorang dalam suatu peristiwa yang diliputi. Dalam membuat lead feature itu sendiri, dikenal adanya the summary lead (sama dengan bentuk lead ilmiah murni, hipotesa atau premise), the narrative lead (berdasarkan urutan peristiwa), the descriptive lead (melukiskan peristiwa), the quotation lead (dimulai dengan kalimat kutipan), the question lead (dimulai dengan kalimat tanya), the direct address lead (langsung menyapa pembaca), the teaser lead (sinis, mengejek dan bergurau), the freak lead (menampilkan hal aneh, ajaib atau ganjil), dan the combination lead (gabungan dari semua lead tersebut). Penutup tulisan bisa berbentuk the summary ending (ringkasan), the stinger (diakhiri tibatiba secara mengejutkan), the climax (klimaks), dan the un-ending (masalah yang perlu dijawab). Saran Menjadi Penulis Pembaca koran umumnya orang sibuk, sebab itu penulisan harus singkat, mudah dan enak dibaca serta menarik. Sepuluh persen perlu diperhatikan untuk menjadi penulis yang baik, yaitu : (1) Manfaatkanlah kata sandang, depan dan kata penghubung untuk memudahkan pembaca membaca cepat, (2) Gunakan kata ganti nama, mengganti kata benda. Contohnya: Peristiwa Bintaro yang mengerikan .... dig anti dengan .... Musibah itu ...... , (3) Jangan menggunakan kata berulang. Contoh: hasil operasi dan biaya operasi ... ditulis ... hasil dan biaya operasi, (4) Gunakan kata kerja, Contoh: kita harus melaksanakan perjuangan mati-matian ... ditulis ... kita harus berjuang mati-matian, (5) Gunakan singkatan. Contoh: ABRI, Mendikbud, Golkar, Menristek, (6) Gunakan nama singkat. Contoh: Emil, bukan Prof. Dr. Emil Salim (7) Gunakan angka, simbol dan singkatan, (8) Manfaatkan penggunaan tanda baca seperti koma, kurung, tanda kutip, seperlunya, (9) Potong kata-kata yang tidak perlu. Hindari repetisi penggunaan kata, dan (1 0) Utamakan penggunaan bentuk aktif ketimbang pasif. Setelah tulisan selesai, lalukanlah editing seteliti dan seksama mungkin. Dengan mengikuti saran tersebut, hasilnya akan banyak menolong Anda untuk bisa menulis secara cepat, tepat dan memenuhi syarat. 367


Bagi calon penulis yang masih berstatus pemula, jangan malu-malu untuk konsultasi pada yang sudah menjadi penulis. Setelah bisa menulis, selalu ingin menulis, seperti air mengalir. Demikianlah petunjuk singkat ini. Siapa saja yang mau dan ingin menulis, menulis itu tidak sukar. Bahkan sangat mudah. Yang penting, mulailah praktek. Tulislah apa yang ingin ditulis. Baca kembali, perbaiki, dan benahi kelemahannya. Lama kelamaan Anda akan bisa menulis. Latihan, latihanlah secukupnya bila Anda ingin menjadi penulis. Praktek, praktek dan praktek terus. Untuk menjawab pertanyaan How to Write? Carl Gueller menjawab, Write, write, and write anything. Jayakarta, 3 Nopember 1993 368


Click to View FlipBook Version