The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-05-31 13:07:23

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

contoh makanan, (b) pemeriksaan kadar residu pestisida, (c) pemeriksaan sanitasi industri dan pemantauan limbah industri, (d) pemantauan pencemaran di kota-kota besar dan kawasan industri, dan (e) pengawasan sampah dan pengendalian vektor. Ketiga, pengembangan sarana penunjang yang mencakup (a) pemantapan sistem informasi kesehatan lingkungan, (b) pembinaan dan pengembangan sumberdaya melalui peningkatan diklat (c) pemenuhan peralatan teknis di DT II dan Puskesmas, (d) pemanfaatan iptek tepat guna, dan (e) pemantapan kerjasama lintas program sektoral serta peran serta aktif masyarakat Kesimpulan Keterlibatan masyarakat dalam program PLP (persampahan, drainase dan air limbah), sangat diperlukan. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan perlu dilakukan secara nasional, melalui kampanye kebersihan kota dan lingkungan. Sangat diharapkan adanya partisipasi Pemda Tingkat I dan II dalam pemeliharaan fasilitas penyehatan lingkungan pemukiman, perlu ditingkatkan perencanaan terpadu antar sektor pembangunan dengan memperhatikan dampak lingkungan. Kemampuan managerial dan profesionalisme para pengelola sangat menentukan keberhasilan program penyehatan lingkungan pemukiman untuk lebih berdaya guna, berhasil guna dan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat luas. Pelita, 11 April 1990 217


Mengenai Pokja-pokja Dalam PKK Gerakan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dengan 10 Program PKK (penghayatan dan pengamalan Pancasila, gotong royong, pangan, sandang, perumahan dan tata laksana rumahtangga, pendidikan, kesehatan, pengembangan kehidupan dan berkoperasi, pelestarian lingkungan hidup, dan perencanaan sehat), senantiasa disesuaikan dengan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat setempat, baik di perkotaan maupun di pedesaan, mendasarkan pada azas musyawarah dan mufakat disesuaikan dengan program Pemerintah yang berkaitan dalam Pelita V. Pedoman Pelaksanaan tentang Peningkatan Kegiatan Pokja I, II, Ill, dan IV merupakan pemikiran lanjutan dari Rakernas II PKK 1984, Rakon PKK 1986, dan Rakernas Ill PKK 1988. Melalui Surat Keputusan Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat, Ny. Rudini, No. 05/SK/PKK.PST/ Vlll/89 tanggal 28 Agustus 1989 ditetapkan Pedoman Pelaksanaan Hasil Keputusan Rakernas Ill PKK Tahun 1988 yang meliputi Pedoman Pelaksanaan tentang (1) Peningkatan Kegiatan Pokja, I, II, Ill, dan IV, (2) Peningkatan Jumlah dan Mutu Kader PKK, (3) Peningkatan Pemasyarakatan Gerakan PKK, (4) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga, (5) Pembudayaan Hidup Bersih dan Sehat. Di samping itu juga ditetapkan petunjuk pelaksanaan administrasi PKK. Tulisan ini akan membahas Pokja dan tugas-tugasnya dalam Pelita V. Pokja-pokja PKK Pokja PKK yang jumlahnya empat, bertugas merencanakan, melaksanakan dan menentukan kegiatan pelaksanaan program yang menjadi tanggungjawabnya sesuai dengan maksud dan tujuan dari program yang bersangkutan dengan berpedoman pad a 10 Program Pokok PKK. Kegiatan pelaksanaan 10 Program PKK merupakan upaya untuk membangun masyarakat dari bawah agar mampu mewujudkan kesejahteraan keluarganya. Setiap kegiatan pelaksanaan 10 Program Pokok PKK ditujukan untuk meningkatkan sasaran pembangunan PKK, yaitu (a) mental spiritual (sikap perilaku hidup sebagai insan hamba Tuhan dan warga masyarakat atau negara yang bermanfaat berdasarkan Pancasila, dan (b) fisik material (pangan, sandang, perumahan dan tata laksana rumah tangga, kesehatan, kehidupan berkoperasi, lingkungan hidup yang lestari, melalui peningkatan pendidikan dan ketrampilan serta perencanaan sehat). Urutan 10 Program Pokok PKK tidak merupakan urutan prioritas, tetapi satu kesatuan sebagai pola kehidupan kesejahteraan keluarga. Pelaksanaan program harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi setiap desa dan disesuaikan serta diserasikan dengan program Pemerintah, mendukung dan membantu program Pemerintah serta LKMD setempat. Kita bisa melihat pendekatan PKK sebagai perencanaan pembangunan dari bawah (bottom up planning) yang digabungkan dengan program Pemerintah yang besifat dari atas (top down planning). Pokja I menangani penghayatan dan pengamalan Pancasila serta gotong royong. Tugasnya meningkatkan mental sriritual serta perilaku hidup keluarga berdasarkan Pancasila dan melestarikan budaya Bangsa Indonesia. Pokja II yang menangani pendidikan, ketrampilan, dan pengembangan kehidupan berkoperasi, bertugas meningkatkan pengetahuan atau ketrampilan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, kerjasama dalam bentuk usaha bersama (koperasi) untuk mencukupi kebutuhan keluarga sejahtera. Masalah pangan, sandang, dan papan dikerjakan oleh Pokja Ill. Pokja ini berusaha meningkatkan mutu gizi makanan keluarga, pembuatan dan pemakaian sandang yang serasi, pengaturan rumah yang rapi dan nyaman. Prioritas kegiatan PKK dalam Pel ita V yang berkaitan dengan pelaksanaan 10 Program Pokok PKK adalah upaya meningkatkan (1) jumlah, jenis dan mutu kader PKK, (2) pendapatan keluarga, (3) dan menciptakan pembudayaan hidup sehat dan bersih, (4) penerapan Pancadharma Wanita, dan (5) pelayanan dan pengadaan Posyandu. Keterpaduan antar Pokja semakin ditingkatkan dan pelaksanaan program disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah setempat. Peningkatan peran bantu PKK telah menentukan prioritas kegiatan, antara lain menurunkan angka kelahiran dan kematian bayi serta balita, menurunkan angka kematian ibu bersalin dan nifas, meningkatkan kualitas manusia Indonesia (bina keluarga dan balita), 218


kemampuan dan kemandirian wan ita, pendapatan keluarga, ekspor non-migas termasuk pariwisata, perbaikan menu makanan rakyat, mendukung terciptanya iklim yang mendorong peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat, penanganan remaja sedini mungkin, penanggulangan kenakalan remaja dalam keluarga, dan pelaksanaan PKK di daerah transmigrasi. Masing-mang Pokja berusaha menyerasikan 1 0 Program PKK dengan prioritas program tersebut dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah yang be rsang kutan. · Peningkatan dan pengembangan Pokja-Pokja, terlihat sebagai berikut: Pokja I meliputi peningkatan peranan lbu atau Wanita dalam keluarga dan rumahtangga, meningkatkan pengetahuan wanita tentang hukum dan peraturan perundang-undangan, pemahaman gerakan PKK, dan penanganan remaja sedini mungkin serta penanggulangan kenakalan remaja dalam keluarga. Tugas Pokja II ditingkatkan untuk meningkatkan UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga) melalui pendidikan dan ketrampilan, meningkatkan jumlah, jenis dan mutu kader PKK, dan menanamkan pengetahuan BKB (Bina Keluarga dan Balita). Pokja Ill bertugas memasyarakatkan teknologi tepat guna dalam rangka pengadaan air bersih dan hemat energi, meningkatkan pembinaan industri rumahtangga, dan menggalakkan produksi khas daerah untuk mendukung usaha pariwisata. Tugas Pokja IV ditingkatkan untuk menciptakan pemerataan pengadaan dan pemantapan Posyandu, meningkatkan kesejahteraan ibu hamil atau nifas, memasyarakatkan penggunaan ASI, dan pembudayaan hidup bersih dan sehat. Pelita Kegiatan Pokja I dalam Pelita V antara lain (a) menyelenggarakan permainan simulasi P4, (b) menyelenggarakan kelompok pengajian, kerokhanian, majelis ta'lim, (c) menggalakkan hidup gotong royong dan tolong menolong, (d) mengkoordinasikan dan membina kelompok sosial (arisan, kematian, dan jimpitan), (e) menyelenggarakan ceramah tentang pengetahuan umum dan peraturan perundang-undangan (UU Perkawinan) dan pemahaman gerakan PKK, (f) membudayakan Pancadharma Wanita bagi ibu rumahtangga, dan (g) melakukan pembinaan remaja sedini mungkin dan penanggulangan kenakalan remaja dalam keluarga. Tujuh kegiatan Pokja II, yaitu (a) menyelenggarakan Kejar Paket A, (b) menyelenggarakan kursus ketrampilan yang berguna bagi UP2K, (c) menyelenggarakan kursus dan latihan kader PKK, (d) membentuk . dan mengelola prakoperasi dan koperasi, (e) membina Kelompok UP2K dan Kelompok Bel ajar Usaha, (f) membina taman bacaan dan perpustakaan PKK Desa/Kelurahan, dan (g) membudayakan Bina Keluarga dan Balita. Enam kegiatan Pokja Ill dalam Pelita V terdiri dari upaya-upaya (a) menggalakkan dan memantau pemanfaatan tanah pekarangan (tanaman dan ternak dalam rangka meningkatkan mutu gizi dengan keluarga), (b) menggalakkan dan memantau peningkatan tata laksana rumahtangga (rumah sehat), (c) menggalakkan pembuatan dan pemakaian sandang produksi dalam negeri sesuai dengan kepribadian bangsa, (d) membina kelompok-kelompok usaha rumahtangga (konfeksi, jasa boga atau catering, pertanian, peternakan, kerajinan dan sebagainya), (e) memasyarakatkan teknologi tepat guna dalam rangka usaha pengadaan air bersih dan hemat energi, dan (f) menggalakkan produksi khas daerah untuk mendukung usaha pariwisata. Kegiatan Pokja IV dalam Pelita V, yaitu (a) mengelola dan menyelenggarakan Posyandu (KIA, lmunisasi, gizi, penanggulangan diare, dan KB), (b) melakukan penyuluhan kesehatan dalam keluarga (perawatan keluarga, Balita, ibu hamil, P3K, pengetahuan obat tradisional dan sebagainya, (c) meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya program keluarga berencana dan arti NKKBS (Norma Keluarga Kecil, Bahagia, dan Sejahtera), (d) membudayakan hidup bersih dan sehat, (e) meningkatkan kesadaran wanita untuk memiliki sikap hidup berencana, hemat, dan menabung, dan (f) meningkatkan kesehatan ibu hamil dan nifas serta pembudayaan penggunaan ASI. Masing-masing Pokja memberikan petunjuk dan pembinaan terhadap Pokjanya masing-masing ke bawah berdasarkan Juklak atau Pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat, disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah setempat serta diserasikan dengan program Pemerintah. Pemantauan dan penilaian pelaksanaan program juga harus dilakukan oleh setiap Pokja untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program-program PKK Pelaporan disampaikan secara berkala sesuai dengan 219


bidang tugas masing-masing Pokja dengan merinci ura:an dan laporan kegiatan agar diketahui perkembangannya. Dana yang digunakan Pokja untuk melaksanakan pembinaan dan pemantauan program PKK, diperoleh dari ganjaran yang ada pada tiap-tiap jenjang kepengurusan PKK Pusat sampai dengan Kecamatan dan dari sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Kegiatan di Desa/Kelurahan, menggunakan Dana lnpres Bantuan Desa dan Swadaya Masyarakat, sedangkan dana untuk melaksanakan kegiatan peran bantu terhadap program-program Pemerintah diperoleh dari lnstansi yang bersangkutan. Keberhasilan Pokja-Pokja dalam melaksanakan kegiatannya, banyak ditentukan oleh koordinasi yang baik antar Pokja dan kerjasama Pokja dengan kepengurusan PKK di Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, Kecamatan, dan Kelurahan. Di tingkat Kelurahan, perpanjangan tangan atau kegiatan Pokja harus tercermin dalam kerjasama yang baik di antara Kelompok PKK, RW, RT, dan Dasa Wisma. Merdeka, 21 Oesember 1989 Bagaimana Mengelola PKK yang Baik Pola Umum Pembinaan Gerakan PKK yang merupakan gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dan telah mampu menggugah kreativitas masyarakat, memerlukan pemantapan dalam usaha menumbuhkan kesadaran lbu atau Wanita untuk mewujudkan keluarga sejahtera. Gerakan PKK yang semakin mengakar dalam masyarakat dan berkembang di seluruh Indonesia, masih belum dilakukan secara merata dan mendasar sehingga masih diperlukan upaya-upaya pembentukan Kelompok PKK tingkat RW, RT, dan Dasa Wisma (1 0-20 kepala keluarga) di tiap daerah secara me rata. Pengelolaan Tim Penggerak PKK Pusat telah mengidentifikasi de Iapan permasalahan PKK, yaitu (1) pengertian peran bantu PKK, (2) pembentukan Kelompok PKK Dusun/Lingkungnan, RW, RT, dan Dasa Wisma, (3) batas waktu Kepengurusan Tim Penggerak PKK, (4) Jabatan Ketua Tim Penggerak PKK, (5) Kewajiban pembuatan memori kegiatan dalam rangka akhir masa jabatan, (7) serah terima jabatan Ketua Tim Penggerak PKK kepada lsteri Pejabat sementara Kepala Daerah!Wilayah, dan (8) pembentukan Kelompok Khusus UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga). Untuk menjawab permasalahan tersebut, Rakernas Ill PKK pada tanggal 18 Februari 1988 menetapkan Penyempurnaan Pedoman Pengelolaan Gerakan PKK melalui SK No. 02/Rakernas Ill PKK/11/1988. Peran Bantu PKK adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh Tim Penggerak PKK atau Kader PKK yang sifatnya membantu pelaksanaan program atau tugas pihak lain (yang menunjang pelaksanaan 10 Program PKK), sesuai dengan peranannya sebagai motivator dan penggerak. Tanggungjawab terhadap pembiayaan dan keberhasilan program, tetap berada di tangan lnstansi yang dibantu. Tim Penggerak PKK atau Kader PKK mempunyai enam tugas, yaitu pertama, memberikan informasi tentang kegiatan atau program yang akan dilaksanakan. Kedua, membantu memberikan penyuluhan tentang manfaat program atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Ketiga, menggerakkan masyarakat agar mau melaksanakan program yang bersangkutan. Keempat, membantu menghimpun data serta mengindentifikasikan masalah yang dihadapi oleh keluarga sasaran kegiatan program dan memberikan informasi kepada lnstansi Pemilik Program. Kelima, pembuatan laporan atau pengisian format laporan mengenai pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan tetap menjadi tanggungjawab lnstansi pemilik program. Keenam, Tim Penggerak PKK atau Kader PKK yang melaksanakan peran bantu tersebut hanya membuat laporan kepada Tim Penggerak PKK di atasnya sesuai jalur yang telah ditentukan. Urutan Kelompok PKK di bawah Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan adalah Kelompok PKK Dusun/ 220


Lingkungan, Kelompok PKK RW, Kelompok PKK RT, dan Kelompok PKK Dasa Wisma yang dibentuk berdasarkan pendekatan Kewilayahan. Di daerah tertentu yang situasi dan kondisi wilayahnya spesifik, setelah Kelompok PKK Dusun/Lingkungan dapat langsung ke Kelompok PKK Dasa Wisma (tanpa tingkat RW dan RT) atau setelah Ke!ompok PKK Dusun/Lingkungan. Wanita atau laki-laki tidak!belum beristeri, maka penunjukan Ketua Tim Penggerak PKK diserahkan kepada Pembina yang bersangkutan. Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah suatu kegiatan lintas sektoral dalam lingkup LKMD dengan mengikutsertakan PKK dalam rangka menurunkan angka kematian bayi dan menurunkan tingkat kelahiran untuk mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga Kecil, Bahagia, dan Sejahtera). Kegiatan Posyandu adalah mengadakan pelayanan kesehatan paripurna sebagai peningkatan fungsi Pos Timbang Balita, Pos Vaksinasi, Pos Oralit, Pos KB Desa, dengan rincian kegiatan KIA, pelayanan KB, penyuluhan gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare. Kewajiban membuat Memori, ditugaskan kepada Ketua Tim Penggerak PKK dalam rangka akhir masa jabatannya. Memori kegiatan diatur atas susunan sebagai berikut : pendahuluan, maksud dan tujuan, program kerja selama masa jabatan, pelaksanaan kegiatan (di tingkat yang bersangkutan dan di wilayah bawahannya), hal-hal yang belum terselesaikan, hambatan, kesimpulan usul dan saran, dan penutup disertai lampiran (keadaan keuangan, neraca keuangan, dan inventaris). Memori kegiatan disampaikan kepada Pembina yang bersangkutan (baru), Tim Penggerak PKK setingkat lebih atas, dan Ketua Tim Penggerak PKK yang baru (apabila diganti). Apabila ada pergantian Kepala Daerah/Wilayah, maka jabatan Ketua Tim Penggerak PKK diserahterimakan kepada lsteri Pejabat Sementara Kepala Daerah/Wilayah yang bersangkutan. Pembentukan Kelompok Khusus UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga) dilakukan mulai tingkat Desa/Kelurahan sampai dengan tingkat Pusat. Di tingkat Desa/Kelurahan, tugasnya membentuk kelompok pelaksana UP2K, membimbing, mengarahkan, mengaktifkan dan dukungan langsung ke Kelompok PKK RT dan kemudian Kelompok PKK Dasa Wisma (tanpa tingkat RW). Batas waktu penugasan Tim Penggerak PKK di tiap tingkatan Pemerintahan adalah 5 tahun terhitung dari tanggal Surat Keputusan. Jika masih diperlukan, dapat diangkat kembali sesuai dengan kesanggupan yang bersangkutan. Selesai masa penugasan, Ketua Tim Penggerak PKK, Wakil Ketua, dan Ketua Pokja wajib membuat Memori pelaksanaan tugas selama masa tugasnya. Jika ada penggantian personalia sebelum habis masa jabatannya, dilakuknan serah terima yang disaksikan oleh Ketua Tim Penggerak PKK setempat. Masa tugas yang menggantikan disesuaikan dengan sisa masa tugas kepengurusan yang digantikannya. Jika terjadi penggantian Ketua Tim Penggerak PKK sebelum berakhir masa jabatannya, harus diadakan serah terima dan pelantikan bagi Ketua yang baru oleh Ketua Tim Penggerak PKK setingkat di atasnya, sedangkan bagi pengurus lain tetap melaksanakan tugas sampai berakhir masa jabatannya. Sesuai dengan Pasal13 Kepmendagri No. 28 Tahun 1984 tentang PKK, Ketua Umum Tim Penggerak PKK Pusat adalah isteri Mendagri. Ketua Tim Penggerak PKK di Daerah adalah isteri Kepala Daerah/Wilayah yang bersangkutan dan Ketua Tim Penggerak PKK Desa/Kelurahan adalah isteri Kepala Desa/Kelurahan. Apabila terjadi sesuatu hal, misalnya isteri Pejabat yang dimaksud dalam Pasal 13 tadi tidak dapat melaksanakan tugas karena sesuatu hal, (sakit yang tidak sembuh-sembuh atau sakit jiwa, dinyatakan dengan Surat Keterangan Dokter), maka Ketua Tim Penggerak PKK bersangkutan diwajibkan menunjuk salah seorang dari Anggota Tim Penggerak PKK untuk melaksanakan tugas sebagai Ketua atas persetujuan Pembina bersangkutan. Di tingkat Kecamatan, Kelompok Khusus UP2K membina dan memantau pelaksanaan UP2K, mengadakan konsultasi bersama Lembaga Masyarakat melalui Tim Pembina LKMD, memberikan penyuluhan dan pendidikan kewiraswastaan, membantu mempromosikan dan memasarkan hasil usaha. Di Kabupaten/ Kotamadya, tugasnya adalah membina dan memantau pelaksanaan UP2K, mengadakan koordinasi dengan lntansi terkait melalui Tim Pembina LKMD, membantu mempromosikan dan memasarkan hasil usaha. Di tingkat Propinsi, tugas Kelompok Khusus UP2K adalah membina dan memantau pelaksanaan UP2K, mengadakan koordinasi dengan lnstansi atau lembaga Swadaya Masyarakat terkait melalui Tim Pembina LKMD. Di tingkat Pusat, kelompok ini merencanakan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan UP2K, mengusahakan bantuan dana dari lnstansi Pemerintah atau Lembaga-lembaga Luar Negeri, menyusun pedoman dan petunjuk pelaksanaan UP2K, dan membuat laporan kepada Pemerintah atau Lembagalembaga Luar Negeri yang menjadi sumber dana. 221


Untuk pelaksanaan UP2K di tingkat Desa/Kelurahan, dibentuk Kelompok Pelaksana UP2K yang terdiri dari Keluarga-keluarga yang melaksanakan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga dengan bantuan Dana Pemerintah atau Lembaga-lembaga Luar Negeri. Kepengurusan Kelompok Pelaksana UP2K terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara yang dipilih dari Anggota Kelompok tersebut. Di samping Surat Keputusan tentang Penyempurnaan Pengelolaan Gerakan PKK, juga ditetapkan Penyempurnaan Administrasi PKK melalui Surat Keputusan No. 03/Aakernas Ill PKK/11/1988. Penyempurnaan Administrasi PKK meliputi data umum dan data kegiatan pokja-pokja (data umum, Pokja I sampai dengan IV), 12 buku administrasi PKK, buku-buku administrasi Kelompok PKK Dusun/Lingkungan, AW, AT, dan Dasa Wisma yang terdiri dari buku data Keluarga setiap warga Dasa Wisma, buku catatan data dan kegiatan warga serta buku catatan kelahiran/kematian untuk Kelompok PKK Dusun/Lingkungan, AW, AT, dan Dasa Wisma, dan administrasi Posyandu yang terdiri dari data penunjang Posyandu Uumlah Balita, lbu hamil, dan lain-lain) dan data hasil kegiatan Posyandu (imunisasi, KB, dan lain-lain). Bersamaan dengan dua Surat Keputusan tersebut, juga ditetapkan Surat Keputusan tentang Prioritas Kegiatan PKK yang terdiri dari sembilan kegiatan, yaitu (1) peningkatan jumlah dan mutu Kader PKK, (2) peningkatan pendapatan keluarga, (3) pembudayaan hidup sehat dan bersih, (4) peningkatan peranan ibu/ wanita dalam keluarga dan masyarakat, (5) pemerataan pembentukan Dasa Wisma, (6) pemerataan dan pemantapan pelaksanaan Posyandu, (7) peningkatan kegiatan Pokja I, II, Ill, dan IV, (8) pemantapan administrasi PKK, dan (9) pemasyarakatan gerakan PKK. Penutup Dengan adanya tiga Surat Keputusan yang dikeluarkan secara bersamaan, masing-masing mengenai prioritas kegiatan PKK, penyempurnaan pedoman pengelolaan gerakan PKK, dan penyempurnaan administrasi PKK, diharapkan gerakan PKK semakin cepat berkembang dan menumbuhkan kesadaran lbu dan Wanita untuk mewujudkan Keluarga Sejahtera. PKK dituntut untuk terus menerus melakukan penilaian terhadap tananan organisasi dan pola pendekatan yang luwes dalam mendekatkan program kepada tujuan yang hendak dicapai. Pelita, 28 Desember 1989 Peranserta PKK Dalam Menciptakan Kebersihan Kota Salah satu ketetapan dalam Surat Keputusan Ketua Tim Penggerak Penggerak PKK Pusat No. 05/SK/ PKK.PSTNIII/89 tanggal28 Agustus 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Hasil Keputusan Aapat Konsultasi Ill PKK Tahun 1989 adalah ditetapkannya Pedoman Pelaksanaan tentang Pembudayaan Hidup Bersih dan Sehat. Pembudayaan hidup bersih dan sehat adalah upaya secara terus menerus dan berkesinambungan untuk menjadikan hidup bersih dan sehat sebagai budaya bangsa. Sasarannya adalah individu sebagai anggota keluarga dan masyarakat agar terbentuk sikap mental yang positip terhadap hidup dan perikehidupan yang bersih dan sehat lahir-batin, makin tebalnya iman dan ketaqwaan, serta makin tumbuhnya kecintaan pada lingkungan yang bersih dan sehat. Tim Penggerak PKK Jakarta Pusat membantu Pemerintah dalam mengajak peran serta masyarakat untuk mengisi pembangunan, khususnya dalam menciptakan kebersihan dan keindahan kota serta masyarakat yang sehat. 222


Peran PKK Pokja I (penghayatan dc.n pengamalan Pancasila serta gotong royong telah secara aktif membina warga dalam meningkatkan penghayatan dan pengamalan Pancasila dan program gotong royong. Pembentukan kader khusus PKK yang bermutu, benman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa semakin ditingkatkan. Kelompok permainan simulasi P4 eli tiap RW dimanfaatkan untuk menyebarluaskan penyuluhan kebersihan lingkungan. Pengarahan dan bimbingan mental kepada kelompok pengajian kaum wanita di tiap kelurahan dikaitkan dengan pembentukan kader khusus PKK. Pokja II (pendidikan dan ketrampilan, serta pengembangan kehidupan berkoperasi) telah berusaha meningkatkan pengetahuan dan pendapatan keluarga serta kegiatan koperasi. Sejalan dengan itu, ketrampilan yang dimiliki dapat dilibatkan pu!a dalam menunjang kegiatan kebersihan. Pokja Ill (pangan, sandang, dan papan) berusaha menigkatkan gizi keluarga, penggunaan sandang produksi dalam negeri, dan pengaturan rumah yang rapi dan nyaman. Kegiatan papan, berkaitan dengan penataan kebersihan rumah, pekarangan, dan lingkungannya. Pokja IV (kesehatan, lingkungan hidup, dan perencanaan sehat) bertanggung jawab atas upaya peningkatan derajat kesehatan keluarga/balita, kesehatan lingkungan hidup dan suasana. hid up yang aman, tenang, dan tentram, membiasakan hidup berencana, menabung, melaksanakan KB dan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera). Tim Penggerak PKK Jakarta Pusat melakukan bimbingan yang terus menerus dalam mensukseskan program pemerintah di bidang kebersihan dan kesehatan, melalui perbaikan gizi keluarga, pemberantasan penyakit menular, penyuluhan air bersih dan mck. Warga lingkungan kumuh dan MHT dirangsang untuk menggalakkan penghijauan dan menjaga kebersihan. Dalam salah satu laporan kebersihan kota pada bulan Oktober 1989, Walikota menegaskan sembilan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh PKK dalam menangani masalah kebersihan. Pertama, mengadakan penyuluhan kebersihan kepada masyarakat, khususnya kaum wanita di kelurahan-kelurahan untuk meletakkan dasar-dasar kesadaran yang kuat akan arti penting kebersihan bagi kehidupan kota dan lingkungan hidup. Kedua, melaksanakan cara membuang sampah dengan sistem daur ulang pada setiap rumah tangga yang dilakukan oleh ibu rumah tangga. Daur ulang maksudnya adalah memisahkan atau memilah sampah sehingga ada bagian sampah yang bisa dimanfaatkan (dijual) dan sampah yang benar-benar harus dibuang. Ketiga, menganjurkan dan mengusahakan dengan sungguh-sungguh agar setiap anggota masyarakat, khususnya ibu rumah tangga untuk dapat menyediakan tempat sampah di rumah masing-masing menggunakan plastik atau fiberglass. Keempat, memasyarakatkan kebersihan lingkungan melalui Iomba kebersihan antar Posyandu, antar dasa wisma (kelompok 10-20 kk dalam kegiatan PKK) yang dititikberatkan kepada usaha peningkatan kebersihan dan penghijauan di lingkungan masing-masing. Kelima, mengadakan Iomba cerdas cermat masalah kebersihan bagi kader dan anggota PKK. Keenam, mengadakan Iomba pidato kebersihan antar kader dan anggota PKK secara berjenjang, mulai tingkat Kelurahan, Kecamatan, dan Wilayah Kota. Ketujuh, menyisihkan dana PKK untuk membeli peralatan kebersihan seperti sapu, pengki, tong sampah, gerobak sampah dan lain-lain untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Kedelapan, ikut dalam setiap kegiatan kerja bakti yang diadakan di tiap RT, RW, dan Kelurahan. Kesembilan, ikut serta dalam sukarelawan kebersihan untuk memasyarakatkan budaya kebersihan dan menegur orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Banyak hambatan yang dijumpai di lapangan. Masalah intern PKK antara lain masih kurangnya tenaga kader PKK, kesibukan anggota PKK sebagai ibu rumahtangga, terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki PKK, dan kurangnya dana pembinaan dan penyuluhan. Masalah ekstern organisasi PKK antara lain kurangnya kesadaran masyarakat akan makna kebersihan, banyaknya (35%) daerah kumuh yang penduduknya pada umumnya sulit diajak membudayakan hidup bersih dan sehat, kurangnya sarana dan prasarana kebersihan kota, kurangnya dana operasional PKK untuk mendukung program kebersihan lingkungan, dan mobilitas penduduk dan aktivitasnya yang sangat tinggi pada siang hari sehingga menambah volume sampah. 223


Berdasarkan pengalaman dan hambatan d1 atas, Tim Penggerak PKK perlu melakukan pertemuan periodik bersama dengan tokoh masyarakat, LKMD, RW, RT dan generasi muda dalam suatu forum komunikasi tingkat Kelurahan dan Kecamatan untuk mengevaluasi dan memecahkan masalah atau hambatan dalam penanggulangan kebersihan lingkungan. Di samping itu dimaksudkan agar upaya penciptaan kota yang bersih sebagai perwujudan BMW dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain penyelenggaraan seminar, lokakarya, dan peragaan kebersihan yang melibatkan unsur Pemerintah, Swasta, llmuwan, dan tokoh Masyarakat. Program Tim Penggerak PKK Wilayah Kota Jakarta Pusat telah menentukan tigabelas program penanggulangan kebersihan. Pertama, penyuluhan untuk memantapkan arti kebersihan yang lebih mendasar bagi segenap pengurus dan anggota PKK di tingkat Wilayah, Kecamatan, dan Kelurahan yang dilakukan melalui tatap muka dan pembuatan brosur. Kedua, kerja bakti yang dilakukan oleh kelompok PKK Dasa Wisma (1 0-20 kk) dan 3 kelompok dasa wisma di tiap RT untuk berperan serta dalam pembuatan sarana kebersihan lingkungan. Ketiga, penghijauan untuk menjadikan gedung, kantor, lokasi posyandu, dan kondisi lingkungan lebih sejuk dan nyaman. Keempat, perlombaan kebersihan di tiap Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT untuk membudayakan budaya hidup bersih dan sehat serta memperebutkan piala dan piagam kebersihan Walikota dan Ketua Tim Penggerak PKK Jakarta Pusat. Kelima, perlombaan pidato kebersihan dan cerdas cermat untuk mengevaluasi sejauh mana peningkatan mutu kader PKK dan penyuluh kebersihan. Di samping itu dilakukan pengobatan cuma-cuma dan kerja bakti masyarakat. Keenam, pelaksanaan aksi sosial untuk mengubah pemukiman kumuh menjadi bersih, indah, dan nyaman malalui penyediaan bantuan sarana kebersihan (cat, kwas, sapu) dan kerjasama dengan LKMD serta Swasta. Ketujuh, peingkatan pelayanan Posyandu untuk menanamkan arti kebersihan bagi Balita/lbu melalui peragaan dan simulasi. Kedelapan, penyelenggaraan diskusi, anjangsana, dan tatap muka agar dapat diciptakan keterbukaan dan timbal balik di antara berbagai unsur sehingga ditemukan pemecahan masalah sampah dengan baik. Kesembilan, pemisahan sampah dengan cara daur ulang dan pembuatan kompos untuk digunakan sebagai pupuk tanaman pekarangan dan tanaman lainnya. Kesepuluh, pengawasan untuk melihat kelancaran pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan sampah. Pengawasan meliputi sejauh mana keberhasilan proses daur ulang, pengumpulan sampah dari rumah ke rumah, sistem jali-jali, pemindahan, pengangkutan ke TPS, dan pengangkutan ke TPA. Kesebelas, peningkatan pengumpulan dana dan swadaya masyarakat melalui pengumpulan sumbangan barang bekas, botol, jimpitan beras, dan bazaar. Keduabelas, penyelenggaraan silaturahmi kekeluargaan antara LKMD, PKK, dan petugas kebersihan (sopir dan crew) untuk mengenal lebih dekat dan saling membantu, terutama di tingkat Kelurahan sebagai ujung tombak penanggulangan kebersihan kota. Ketigabelas, peningkatan aksi kebersihan di tingkat rumahtangga (penggunaan kantong plastik, pemisahan dan pemilahan sampah, partisipasi warga, sistem jali-jali, door to door, penyuluhan kepada kelompok PKK Dasa Wisma, dan penanganan sampah kakilima) yang dilaksanakan oleh LKMD, PKK, Karang Taruna, Organisasi Kepemudaan secara terpadu. Tim Penggerak PKK Jakarta Pusat dengan berbagai kelompok kegiatannya (Pokbang, Posyandu, UPGK, P2K, P2WKSS, Kelompok Arisan, Dasa Wisma, dan sebagainya) khususnya dan warga Jakarta Pusat pada umumnya, setelah berusaha sekuat tenaga membersihkan kotanya, mengharapkan agar Jakarta Pusat pada bulan Juni 1990 bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia dapat meraih lambang kebersihan kota, yaitu piala Adipura. Neraca, 8 Januari 1990 224


Peran PKK Surakarta Dalam Kebersihan Kota Surakarta yang dibangun melalui program Tri Krida Utama (kota budaya, pariwisata, dan olah raga), oleh Walikota Hartomo bersama masyarakatnya telah dibuktikan dengan keberhasilan tiga kali meraih Adipura sebagai lambang kebersihan kota dan meningkatkan jumlah wisatawan. Di bidang olahraga, salah satu prasarana dan sarana kegiatan renang dan loncat indah telah disiapkan untuk digunakan sebagai tempat pemusatan latihan nasional. Program Surakarta Berseri (Bersih, Sehat, Rapi, dan lndah), sebagai sasaran antara sebelum mencapai sasaran akhir Tri Krida Utama, mengandung aspek-aspek kebersihan, kesehatan, kerapihan, dan keindahan yang harus dilaksanakan oleh setiap warga kota Surabaya atau juga dikenal sebagai kota Sala (lnstruksi Walikotamadya Kepala DT. II Surakarta No. 660/8/3/1985 tanggal 4 Maret 1985 tentang Pedoman Pelaksanaan Kota Surakarta Berseri). Dalam menuju kota Berseri, Hartomo setiap Jum'at malam mengunjungi Kelurahan untuk melakukan sarasehan kebersihan kota sehingga dalam setahun 51 Kelurahan yang ada di Sala habis dikunjunginya. Kota Sala yang luasnya 40 km2, penduduknya 511.585 jiwa, kepadatan 11.616 jiwa per km2, 5 Kecamatan (Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres dan Banjarsari), 51 Kelurahan (beberapa diantaranya mempunyai lingkungan kumuh), 558 RW, 2.496 RT, 111.742 kk, 200 jiwa tiap RW dan 45 jiwa tiap RT, sudah didatangi oleh Hartomo sampai ke pelosok-pelosok kampungnya. Lurah dan warga kota Solo mudah menemui Walikotanya tanpa harus melalui berbagai birokrasi. Peran serta PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) dalam pogram Berseri sangat besar dan hasilnya terbukti dari tingginya partisipasi masyarakat dan meningkatnya retribusi. Peran PKK Ketua Tim Penggerak PKK Kotamadya DT II Surakarta, Siti Wuryani Hartomo, sejak 1985 telah berusaha meningkatkan Peran Serta PKK dalam program Berseri yang dituangkan ke dalam lima program. Pertama, pemantapan kesekretariatan yang meliputi pembuatan jadwal kerja tahunan, triwulanan dan bulanan, penyelenggaraan rapat rutin pleno dan rapat inti, penerbitan administrasi yang meliputi penertiban papan nama, pengisian buku wajib dan buku khusus, monografi PKK, peningkatan mutu siaran PKK di RRI dan Radio Swasta, pembuatan dokumentasi, pemanfaatan surat kabar dan media lainnya dalam menyebarluaskan program PKK, inventarisasi jumlah PKK kelompok Dusun/Lingkungan, RW, RT dan Dasa Wisma. Kedua, pemantapan bidang keuangan yang meliputi penertiban buku administrasi keuangan PKK, petunjuk teknis pelaksanaan proyek dan peran serta PKK serta sistem pelaporan, pemantauan dan evaluasi kegiatan yang tertib. Ketiga, peningkatan kegiatan di empat Pokja PKK. Pokja I (penghayatan dan pengamalan Pancasila dan program gotong royong) melaksanakan pembinaan, menyelenggarakan simulasi, temu remaja, dan kelompok pengajian serta kebaktian, memasyarakatkan P-4 melalui seni budaya, olahraga dan pembudayaan hidup bersih, dan sehat, meningkatkan gerakan gotong royong melalui kegiatan produktif warga, peran bantu remaja, jimpitan, dan menyelenggarakan Iomba-Iomba. Pokja II (pendidikan dan ketrampilan, serta pengembangan kehidupan berkoperasi) meningkatkan pembinaan, menyediakan beasiswa, mengembangkan perpustakaan desa dan merangsang minat baca, meningkatkan kader PKK, orangtua asuh, dan membentuk koperasi serta mengusahakan kelancaran UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga). Pokja Ill (pangan, sandang, perumahan dan tatalaksana rumahtangga) berusaha meningkatkan mutu pangan dan menganekaragamkan makanan non-beras, meningkatkan kesadaran penggunaan produksi dalam negeri, air bersih, dan menciptakan rumah bersih dan sehat. Pokja IV (kesehatan, lingkungan hidup, dan perencanaan sehat) berusaha membudayakan hidup bersih dan sehat dalam suatu lingkungan yang nyaman melalui penyuluhan, Iomba penanggulangan penyakit menular, kegiatan kelestarian lingkungan hidup, dan pemanfaatan pekarangan dengan pembuatan taman. 225


Keempat program terpadu P2WKSS (Peningkatan Peran Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) dilaksanakan melalui keterpaduan program sektoral, peningkatan pengetahuan anak balita dan remaja, penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta turunnya angka kelahiran. Sasaran yang terutama diarahkan kepada wan ita berusia 10-45 tahun diusahakan pencapaiannya melalui pembentukan kelompok kegiatan dasar (pemberantasan buta huruf, penyuluhan pertanian, pemasyarakatan P-4, penyuluhan dan pelayanan KB, peningkatan swadaya, gotong royong dan pemeliharaan kesehatan lingkungan), kelompok kegiatan lanjutan (peningkatan berbagai kegiatan), dan kegiatan penunjang (kursus, penataran, temu wicara, sarasehan). Kelima, program lain-lain yaitu BKB (Bina Keluarga dan Balita) dan penataran pendayagunaan ASI (Air Susu lbu). Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan PKK dibagi atas kegiatan di tingkat Kotamadya dan di tingkat Daerah. Di tingkat Kotamadya meliputi kegiatan umum, khusus, dan pelaksanaan 10 Program Khusus PKK. Rapat Kerja PKK tingkat Kotamadya diselenggarakan sekali dalam setahun yang diikuti oleh semua Tim Penggerak PKK Kecamatan dan semua Kepala Urusan Bangdes Kecamatan. Program Tim Penggerak PKK Provinsi dijabarkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi Sala. Rapat koordinasi dengan instansi sektoral dan terkait diselenggarakan periodik triwulanan. Penataran, kursus, latihan, temu wicara, temu remaja, sambung rasa, bimbingan, bulan bakti LKMD, Iomba-Iomba dilaksanakan secara teratur. Penyelenggaraan penataran P-4 yang dilakukan bekerjasama dengan BP-7 telah menatar 5.156 orang (program pola pendukung 17 jam), 5.363 orang (pola pendukung 25 jam), dan 1.534 orang (pola pendukung 45 jam) di lima Kecamatan dan 51 Kelurahan yang ada di kota Sala. Simulasi, kunjungan rutin ke lokasi dilakukan secara bergiliran ke kelompok ibu warga PKK, generasi muda, karang taruna, dan kelompok pembauran. Materi penataran antara lain mengenai P-4, UU Perkawinan, Panca Dharma Wanita, pengajian dan kebaktian, upaya-upaya peningkatan gerakan gotong royong (jimpitan beras, pengumpulan koran bekas, uang, kaleng bekas, pembuatan taman lingkungan, RW dan RT). Di bidang pangan, sandang dan perumahan diupayakan peningkatan motivasi warga atas makanan yang sehat dan penyelenggaraan ceramah penggunaan pewarna makanan. Di bidang pemukiman, dianjurkan pemanfaatan halaman dalam meningkatkan produktivitas pekarangan, pengawetan makanan, Iomba memasak kue, dan demonstrasi pembuatan kue, dan aneka ragam makanan dari tahu dan tempe, kursus jahit menjahit, penyuluhan berbusana yang baik, pengembangan industri kecil dan rumahtangga, peragaan busana, dan penataan rumah serta tatalaksana rumahtangga. Pendidikan dan peningkatan ketrampilan, dilaksanakan secara berjenjang yang meliputi pelajaran 10 Program Pokok PKK, kursus administrasi dan perpustakaan, Iomba kliping, kejar Paket A dan Kejar Usaha, satgas pendidikan, dan peningkatan kader (42.798 orang kader umum, 45.615 kader khusus, 37 Uper SO pada tahun 1989, 339 kelompok Kejar Paket A, 1.410 warga belajar pria, 2.256 warga bel ajar wan ita, 717 kelompok Kejar Usaha, dan 78 kelompok paguyuban aksara). Untuk menunjang kegiatan kesehatan, dilakukan Iomba-Iomba Desa, UPGK, Balita, Kader UPGK, UKS, Dokter Kecil, PKB dan KB Perusahaan. Di bidang perkoperasian, telah dibentuk 1.454 pra koperasi, 109 warung PKK, 105 kelompok usaha yang bersifat UP2K, dan 1.271 kelompok industri rumahtangga. Kelestarian lingkungan hidup diupayakan melalui pembudayaan hidup bersih dan sehat, Iomba Berseri dan Iomba taman swadaya masyarakat, Perencanaan sehat dilakukan melalui pemanfaatan halaman dan pekarangan, pemasyarakatan gerakan menabung, kegiatan KB dan perwujudan NKKBS. Di tingkat Daerah, dilaksanakan keterpaduan program sampai ke tingkat Dusun/Lingkungan, RW, RT dan Dasa Wisma menuju peningkatan peran wanita dalam mewujudkan keluarga sehat dan sejahtera. Hasil yang sangat n~tnonjol antara lain terlihat dalam bentuk tertib administrasi PKK, penciptaan kebersihan kota dan lingku"gan pemukiman, peningkatan kader kesehatan PKK, peran serta PKK dalam peningkatan kerapian dan keindahan, peningkatan retribusi kebersihan kota. Peran serta PKK dalam penarikan RKK (retribusi kebersihan kota) dilakukan melalui langkah-langkah berikut: (a) pilot proyek dimulai di Kelurahan Baluwarti, (b) PKK membantu menarik RKK (Retribusi Kebersihan Kota) di seluruh wilayah, (c) pengumpul RKK adalah Kelompok PKK RT dibantu oleh Kelompok Dasa Wisma dan dikoordinasikan oleh 226


PKK Kelompok RW, (d) uang RKK disetorkan kepada petugas Dispenda yang ada di Kelurahan, (e) pengaturan insentif (1 0%) dibagikan 8% kepada PKK Kelompok RT, 1% PKK RW, 0,8% PKK Kelurahan, dan 0,2% PKK Kecamatan. Gerakan PKK mendapat dukungan yang besar dari pihak ketiga, pengusaha sebagai dermawan, organisasi wanita dan masyarakat, sehingga berbagai upaya penciptaan kebersihan kota dan lingkungan berjalan lancar. Ide penataan lingkungan kumuh, model tong sampah, peran serta masyarakat, pembuatan kantong (dompet) semacam asbak untuk abu rokok, pemilihan kota terbersih, sampai ke pembuatan monumen Adipura di pintu gerbang kota Sala dari lapangan terbang, semuanya lahir di Sala. Program P2WKSS secara umum telah meningkatkan kebersihan dan keindahan rumah, kelangsungan hidup anak balita, menurunnya kenakalan remaja, meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan dan ketrampilan warga, tumbuhnya usaha industri rumahtangga dan kerajinan serta peningkatan status sosialekonomi warga binaan. Secara khusus, warga Kelurahan Tipes, Bondakan, Jajar, Gilingan menikmati manfaat industri kecil konveksi, usaha batik, penataan, penataan rumah sub-inti bagi warga berpendapatan sangat rendah, dan penataan bantaran Kali Anyar. Hasilnya menggembirakan, Juara I Tingkat Karesidenan, Harapan II Tingkat Provinsi, hadiah pompa air dari Depkes dan bangunan WC umum dari Ditjen Cipta Karya, dan kesempatan mempresentasikan kegiatan penataan rumah dan lingkungan kumuh dihadapan Bapak Presiden dan lbu. Pelaksanaan program PKK bukan tidak ada masalah, di sana sini masih dijumpai permasalahan seperti kemandirian yang masih perlu ditingkatkan, kebun gizi yang belum selesai pembangunannya, dan Iomba komplencapir yang belum lancar. Hambatan yang dijumpai antara lain urbanisasi dan migrasi yang tinggi, hasil kursus belum memuaskan, kesulitan pemasaran industri rumahtangga, dan PKK Dasa Wisma belum semuanya aktif. Prospek Pelaksanaan program PKK 1985-1990 telah meletakkan landasan yang kuat dalam upaya meningkatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam penataan kebersihan lingkungan, pelaksanaan 10 Program PKK secara utuh dan terpadu, dan koordinasi yang baik di antara semua pihak yang terlibat dalam program kota bersih, pariwisata, dan budaya. Jangka pendek, Surakarta menargetkan untuk meraih piala kebersihan Adipura keempat tahun 1990, kelima tahun 1991 sehingga bisa meraih piala tetap Adipura Kencana, dan meningkatkan jumlah wisata dalam rangka Visit Indonesia Year 1991. Jangka panjang, menjadi kota bersih teladan di Indonesia. Semoga. Merdeka, 16 Januari 1990 Gerakan PKK Perlu Dimasyarakatkan Dicantumkannya PKK dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978, TAP MPR No. 11/MPR/1983, dan TAP MPR No. 11/MPR/1988 membuktikan bahwa PKK telah mendapat kepercayaan dan diakui sebagai gerakan nasional untuk meningkatkan peranan wanita menuju terwujudnya keluarga sejahtera. PKK sebagai gerakan pembangunan masyarakat dari bawah yang dimotori oleh ibu atau wanita, perlu diketahui dan dipahami oleh masyarakat luas, termasuk instansi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, bahkan lembaga-lembaga luar negeri, agar terdapat keserasian gerak dan dapat berpartisipasi dalam gerakan PKK (Ny. Rudini, Agustus 1989). Perlu digarisbawahi bahwa gerakan PKK sesungguhnya adalah untuk keluarga dan masyarakat. Pemasyarakatan Tujuan dan sasaran gerakan PKK adalah mengubah masyarakat yang tidak sejahtera menjadi suatu masyarakat yang terdiri dari keluarga sejahtera. Wadah organisasi Tim Penggerak PKK dibentuk pada setiap 227


tingkatan pemerintahan dari pusat sampai ke desa kelurahan. Administrasi dan pengaturannya diseragamkan di seluruh Indonesia. Manajemen atau pengelolaan PKK diisi oleh tokoh-tokoh atau pemuka-pemuka masyarakat setempat secara perorangan, sukarela dan disetujui pembina. Kepemimpinan dijabat secara fungsional oleh isteri Mendagri, isteri KDH DT I, DR II, kecamatan dan desa/kelurahan. Kepengurusan Tim Penggerak PKK terdiri atas ketua dan wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan em pat Pokja. Pokja I menangani bidang (1) penghayatan dan pengamalan Pancasila, dan (2) gotong rayon g. Pokja II menangani bidang (1) pendidikan dan ketrampilan, dan (2) pengembangan kehidupan berkoperasi. Pokja Ill menangani bidang (1) sandang (2) pangan, dan (3) perumahan dan tata laksana rumahtangga. Pokja IV menangani bidang (1) kesehatan, (2) kelestarian lingkungan hidup, dan (3) perencanaan sehat. Mekanisme pembinaan PKK memperhatikan hubungan yang tegas berupa garis pembinaan, bimbingan, laporan, dan konsultasi di antara LKMD dan PKK dengan Mendagri sampai ke kepala desa atau lurah. Pemasyarakatan gerakan PKK dimaksudkan untuk menyebarluaskan dan menanamkan pengertian yang benar tentang PKK kepada masyarakat luas, sesuai dengan Kepmendagri No. 28 Tahun 1984 dan ketentuan-ketentuan lainnya sesudah itu yang dikeluarkan oleh Tim Pengg.erak PKK Pusat, antara lain Rakernas II PKK 1984, Rakon PKK 1986, Rakernas Ill PKK 1988, serta Pedoman Pelaksanaan Hasil Keputusan Rakon Ill PKK 1989 (SK No. 05/SK/PKK.PSTNIII/89). PKK atau Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (bukan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga), merupakan gerakan pembangunan masyarakat dari bawah dengan wanita sebagai motor penggeraknya. Menyebarluaskan hasil kegiatan gerakan PKK akan menunjukkan sudah sejauh mana peran PKK dalam pembangunan nasional. Memasyarakatkan gerakan PKK dapat dilakukan melalui komunikasi langsung, media masa, dan macam-macam Iomba. Komunikasi langsung dapat dilakukan melalui tatap muka, penyuluhan atau penerangan langsung, ceramah, panel diskusi, simposium, lokakarya, simulasi, dan membawa missi PKK dalam kegiatan dinas lainnya. Media Massa untuk memasyarakatkan gerakan PKK, antara lain media cetak (koran, majalah, tabloid, koran dinding, leaflet, brosur, buku), media elektronik (tv, radio, video, kaset, film, dan iklan di bioskop), media panggung (wayang, teater, kesenian daerah, kreasi gerak, tari, puisi, dan seni suara). Lomba-lomba dapat dilakukan di tingkat pelajar, mahasiswa, dan umum atau masyarakat. Materi penyuluhan dalam memasyarakatkan gerakan PKK, antara lain tentang peranan wanita dalam pembangunan (TAP MPR No. 11/MPR/1988), penyempurnaan dan peningkatan LSD menjadi LKMD (Keppres No. 28 Tahun 1980), pembinaan kesejahteraan keluarga (Kepmendagri No. 28 Tahun 1984), Keputusan Rakernas II PKK di Jakarta, Pedoman Pelaksanaan Hasil Rakon PKK Tahun 1986, Keputusan Rakernas Ill PKK di Jakarta tahun 1988, Pedoman Pelaksanaan Hasil Keputusan Rakernas Ill PKK, semua keputusan ketua umum PKK, mekanisme gerakan PKK, kepengurusan Tim Penggerak PKK, Pokja-pokja dalam PKK, upaya-upaya peningkatan jumlah dan mutu kader PKK, Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2K),· pembudayaan hidup bersih dan sehat, administrasi PKK, mekanisme pembinaan PKK, gerakan PKK di desa/ kelurahan, dan pelaksanaan gerakan PKK mulai tingkat pusat sampai ke desa/kelurahan, kelompok PKK RW, RT, dan dasa wisma. Memasyarakatkan gerakan PKK harus dapat menyebarluaskan 10 program pokok PKK dan kegunaannya. Sepuluh program pokok PKK ini terdiri dari (1) penghayatan dan pengamalan Pancasila, (2) gotong royong, (3) pendidikan dan keterampilan, (4) pengembangan kehidupan berkoperasi, (5) pangan, (6) sandang, (7) papan, (8) kesehatan, (9) lingkungan hidup, dan (10) perencanaan sehat. Tugas-tugas Pokja adalah sebagai berikut : (a) Pokja I bertugas meningkatkan mental spiritual dan perilaku hidup keluarga berdasarkan Pancasila dan melestarikan budaya bangsa Indonesia, (b) Pokja II, bertugas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, kerjasama dalam bentuk usaha bersama (koperasi) untuk mencukupi kebutuhan keluarga sejahtera, (c) Pokja Ill bertugas meningkatkan mutu gizi makanan keluarga, pembuatan dan pemakaian sandang yang serasi, pengaturan rumah yang rapi dan nyaman, dan (d) Pokja IV bertugas meningkatkan derajat kesehatan keluarga/balita, kesehatan lingkungan hidup dan suasana hidup yang aman, tenang, tenteram, serta membiasakan hidup berencana, menabung, mengikuti program KB (keluarga berencana) dan NKKBS (Norma Keluarga Kecil, Bahagia, dan Sejahtera). Prioritas kegiatan gerakan PKK perlu dimasyarakatkan, yaitu meningkatkan jumlah, jenis dan mutu 228


kader PKK, meningkatkan pendapatan keluarga, membudayakan hidup sehat dan bersih, meningkatkan penerapan pancadharma wanita (wanita sebagai pendamping suami, pengeloia rumahtangga, penerus keturunan dan ibu pendidik anak. pencari natkah, tambahan, dan warga masyarakat), dan meningkatkan pelayanan dan pengadaan Posyandu. Di samping itu juga perlu dimasyarakatkan peran bantuan PKK dalam usahanya untuk menurunkan angka kelahiran dan kematian bayi/balita, menurunkan angka kematian ibu bersalin/nifas, meningkatkan kuaiitas manusia Indonesia, meningkatkan kemampuan dan kemandirian wanita, meningkatkan pendapatan keluarga, meningkatkan ekspor non-migas termasuk menunjang kegiatan pariwisata, meningkatkan perbaikan menu makanan rakyat, mendukung terciptanya iklim yang mendorong peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat, menangani permasalahan remaja sedini mungkin dan menanggulangi kenakalan remaja dalam keluarga, dan melaksanakan kegiatan PKK di daerah transmigrasi. Cara pemasyarakatan gerakan PKK hendaknya dilakukan secara luwes dengan memanfaatkan media massa, media elektronik, atau media panggung. Melalui kegiatan seni-budaya, juga bisa dilakukan pemasyarakatan gerakan PKK. Dengan memasyarakatkan gerakan PKK diharapkan adanya persepsi tentang PKK yang benar, menumbuhkan pengertian dan pemahaman serta rasa memiliki sehingga dapat menggerakkan peranserta masyarakat untuk mengikuti gerakan PKK dalam upaya mencapai kesejahteraan keluarga. Memasyarakatkan gerakan PKK dapat menggunakan kader PKK umum atau khusus. Kader PKK umum adalah relawan yang memiliki pengetahuan ke-PKK-an yang mau dan mampu mengabdikan dirinya untuk pembangunan di bidang PKK. Kader PKK khusus adalah kader PKK umum yang mendapat tambahan pengetahuan khusus dan bertugas mengelola kegiatan pelaksanaan 10 program PKK, misalnya kader kesehatan, tutor, fasilitator P4, dan sebagainya. Di sampiing itu ada kader PKK, yaitu kader kelompok PKK RW, RT, dan dasa wisma. Kelompok PKK dasa wisma dibentuk di lingkungan tempat tinggal penduduk yang berjumlah 10-20 kepala keluarga di dalam suatu wilayah RT. Kelompok ini dipimpin oleh seorang kader dasa wisma dan apabila perlu dapat dibantu oleh sekretaris dan bendarara. Pelaksanaan gerakan PKK adalah keluarga dalam rumahtangga, baik di pedesaan maupun perkotaan, agar dapat mewujudkan keluarga sejahtera. Peserta kegiatan pelaksanaan 10 program khusus PKK terdiri dari warga masyarakat yang masih perlu dikembangkan pengetahuan dan kemampuannnya agar dapat mewujudkan keluarga sejahtera. Penggerak dan pengurus gerakan PKK serta pembina pelaksanaan 10 program khusus PKK adalah Tim Penggerak PKK yang ketentuan dan pengaturannya ditetapkan dengan Kepmendagri No. 28 Tahun 1984. Keberhasilan pemasyarakatan gerakan PKK akan turut mendukung peningkatan peran wanita dalam pembangunan, yang dalam GBHN 1988 telah disebutkan antara lain berperan aktif di berbagai bidang pembangunan mewujudkan keluarga sejahtera, dan membina generasi muda. Wanita perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan Pancadharma Wanita dalam rumah dan masyarakat. Perlu dukungan Memasyarakatkan gerakan PKK tidak dapat dilakukan oleh PKK sendiri. Tim Penggerak PKK Pusat sampai ke Tim Penggerak PKK di tingkat daerah, sampai ke kelompok PKK RW, RT, dan dasa wisma harus bekerjasama dengan aparat pemerintah di tingkat kepengurusannya dan swasta dalam berbagai kegiatan PKK, khususnya dalam hal ini adalah pemasyarakatan kegiatan PKK. Pengertian PKK harus dipahami oleh semua pihak, yaitu gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor penggeraknya untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat guna menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan, dan membina keluarga guna mewujudkan keluarga sejahtera. Tujuan pemasyarakatan gerakan PKK diarahkan pada tumbuhnya pengertian, kesadaran, dan pemahaman akan manfaat gerakan PKK dengan 10 program pokoknya, prioritas kegiatannya, dan peran bantunya sebagai wahana dan sarana untuk mencapai kesejahteraan keluarga dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera berdasarkan Pancasila. Untuk mencapai tujuan ini, Tim Penggerak PKK di semua tingkatan kepengurusan harus melakukan pemasyarakatan gerakan PKK secara terpadu, minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerakan PKK, baik sebagai obyek (sasaran) maupun subyek (penggerak atau kader PKK) semakin tinggi, dan materi kegiatan PKK yang diinformasikan dan dimasyarakatkan harus benar. Angkatan Bersenjata, 30 Apri/1990 229


Peran PKK dan Dharma Wanita Dalam Pembangunan Gerakan PKK dengan pelaksanaan 1 0 Program PKK senantiasa disesuaikan dengan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat, baik di perkotaan maupun perdesaan. Di samping berorientasi dari bawah (bottom up planning), kegiatan PKK juga seirama dengan program Pemerintah (top down planning) dan bersifat mendukung serta membantu LKMD. Sepuluh Program PKK dikelompokkan ke dalam empat kelompok kerja, yaitu Pokja I (penghayatan dan pengamalan Pancasila, gotong royong), Pokja II (pendidikan dan ketrampilan, pengembangan kehidupan berkoperasi), Pokja Ill (pangan, sandang, papan atau perumahan dan tatalaksana rumahtangga), dan Pokja IV (kesehatan, kelestarian lingkungan hidup, perencanaan sehat). Dharma Wanita selaku organisasi istri pendamping suami, ibu, pendidik patra-putrinya, dan warga negara berjiwa Pancasila yang berdayaguna bagi pembangunan bangsa dan negara, berusaha melaksanakan program kerja organisasi (konsolidasi, pengembangan, dan pembinaan), kesejahteraan (pembinaan mental agama, kesejahteraan sosial, dan sosial budaya), pendidikan (non-formal dan formal), penerangan (penerangan dan humas, penerbitan, dokumentasi, dan perpustakaan), umum (pemupukan dana, manajemen usaha, kewiraswastaan, pemasaran, dan koperasi), kependudukan dan keluarga berencana (pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, NKKBS, perluasan jangkauan program KB Nasional, pembinaan program KB Nasional), pendidikan dasar, bantuan susu bagi anak sekolah, pembinaan penghayatan dan pen gam alan Pancasila, dan konsultasi pelaksanaan PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang perkawinan. Jika diteliti secara detail, akan terlihat banyak kesamaan program kerja PKK dan Dharma Wanita, walaupun pendekatannya dilakukan dari sisi yang agak berbeda. Orang puncak Dharma Wanita, adalah lbu Soepardjo Rustam, isteri Menko Kesra, dan orang puncak PKK adalah lbu Rudini, isteri Mendagri. Hirarki organisasi Dharma Wanita berlanjut ke instansi-instansi pemerintah, sedangkan PKK digerakkan oleh Depdagri khususnya Ditjen Bangdes dengan segala aparatnya. PKK dan Dharma Wanita, masing-masing telah menyusun Program Kerja Pelita V. Menjelang tahun kelima saat ini tepat waktunya untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijaksanaan dalam Repelita VI dan PJPT II. Untuk keperluan tersebut, Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita serta Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, sebenarnya diharapkan peran koordinasinya agar program kerja yang komprehensif bisa dirumuskan. PKK Program penghayatan dan pengamalan Pancasila dimaksudkan untuk meningkatkan mental spiritural bagi perilaku hidup keluarga berdasarkan Pancasila dan melestarikan budaya Bangsa Indonesia yang mulia. Pendidikan dan ketrampilan serta pengembangan kehidupan koperasi, diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam meningkatkan pendapatan keluarga, kerjasama dalam bentuk usaha bersama (koperasi) untuk mencukupi kebutuhan keluarga sejahtera. Kegiatan pangan, sandang, dan papan, diarahkan untuk meningkatkan mutu gizi makanan keluarga, pembuatan dan pemakaian sandang yang serasi, serta pengaturan rumah yang rapi dan nyaman. Kegiatan kesehatan dan lingkungan hidup berusaha meningkatkan derajat kesehatan keluarga dan balita, kesehatan lingkungan hidup dan suasana hidup yang aman, tenang dan tenteram. Melalui perencanaan sehat diharapkan dapat membiasakan hidup berencana, menabung, melaksanakan keluarga berencana, dan mewujudkan NKKBS. Prioritas 10 Program Pokok PKK ialah meningkatkan jumlah dan jenis serta mutu kader, meningkatkan pendapatan keluarga, membudayakan hidup sehat dan bersih, meningkatkan penerapan Pancadharma wanita (isteri sebagai pendamping suami, pengelola rumahtangga, penerus keturunan dan ibu pendidik anak, pencari nafkah tambahan, dan warga masyarakat), serta meningkatkan pelayanan dan pengadaan posyandu). Sepuluh Program PKK perlu dibarengi oleh Sepuluh Peran Bantu PKK, yaitu menurunkan angka kelahiran dan kematian bayi/balita, menurunkan angka kematian ibu bersalin/nifas, meningkatkan kualitas manusia 230


Indonesia melalui program bina keluarga dan balita, kemampuan dan kemandirian wanita, pendapatan keluarga, ekspor non-migas termasuk pariwisata, perbaikan menu makanan rakyat, mendukung terciptanya iklim yang mendorong peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat, menangani remaja sedini mungkin dan menanggulangi kenakalan remaja dalam keluarga dan melaksanakan kegiatan PKK di daerah transmigrasi. Selama Pelita V, telah diupayakan peningkatan dan pengembangan kegiatan Pokja-pokja PKK, antara lain meningkatkan peranan ibu dan wanita dalam keluarga dan rumahtangga, pengetahuan wanita tentang hukum dan perundang-undangan, penanganan masalah remaja, meningkatkan UP2K (usaha peningkatan pendapatan keluarga) melalui pendidikan dan ketrampilan, meningkatkan jumlah dan jenis serta mutu kader PKK, menanamkan pengetahuan bina serta membudayakan hidup bersih dan sehat. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui penyelenggaraan permainan simulasi P4, kelompok pengajian, kerohanian, majelis taqlim, tolong menolong, gotong royong, pembinaan kelompok sosial, arisan, kematian, dan jimpitan, penyelengggaraan ceramah pengetahuan umum, ketrampilan, peraturan dan perundangundangan, kejar Paket A, kursus ketrampilan, latihan dan kursus kader, kelompok pra koperasi dan koperasi, kelompok belajar usaha, taman bacaan dan perpustakaan PKK Desa dan Kelurahan, pembudayaan bina keluarga balita, pemanfaatan tanah pekarangan, peningkatan tatalaksana rumahtangga, penggalakan pembuatan sandang produksi rumahtangga, pembinaan kelompok usaha rumahtangga, pemasyarakatan teknologi tepat guna, pengelolaan posyandu termasuk kegiatan kesehatan ibu dan anak, imunisasi, gizi, penanggulangan diare, dan keluarga berencana, penyuluhan kesehatan keluarga, kesadaran KB dan NKKBS, kesadaran wanita untuk memiliki sikap hidup berencana, hemat dan menabung, serta peningkatan kesehatan ibu hamil dan nifas serta pembudayaan penggunaan ASI. Sejalan dengan itu dilakukan peningkatan pembinaan (supervisi), pemantauan, penilaian, dan pelaporan. Pemasyarakatan gerakan PKK dilakukan melalui komunikasi langsung antara lain tatap muka, penyuluhan, penerangan, ceramah, panel diskusi, simposium, lokakarya, simulasi, dan membawa misi PKK dalam sambutan-sambutan resmi, komunikasi lewat media massa antara lain media cetak berupa koran, majalah, tabloid, koran dinding, leaflet, buku, dan brosur, media elektronika berupa televisi, radio, video, kaset, film, dan multi media, media panggung seperti wayang, teater, kesenian daerah, tari, puisi, dan seni suara, serta macam-macam Iomba dan pameran. Kelompok PKK RW, kelompok PKK RT, dan kelompok dasawisma (10-20 kepala keluarga di lingkungan tempat tinggal yang berdekatan di wilayah RT), merupakan ujung-ujung tombak gerakan PKK. Pemerintah Daerah perlu mendayagunakan Gerakan PKK terutama dalam menggalang gotong royong dan rasa kebersamaan, menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat, peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di tingkat lokal, antara lain dalam gerakan kebersihan lingkungan dan kebersihan kota, pemupukan dana masyarakat, Iomba anak dan remaja. Keputusan Rakernas Ill PKK Nomor 01/Rakernas Ill PKK/11/1988 tentang Prioritas Kegiatan PKK Untuk Kurun Waktu Rakernas Ill PKK Rakernas IV PKK merupakan titik tolak perumusan Program PKK Pelita V. Pokok-pokok yang dibahas dalam Rakernas Ill ini banyak tertampung dalam perumusan Program PKK Pelita V. PKK mulai dari tingkat Pusat, Regional, Lokal, sampai ke Kelompok PKK RW, Kelompok PKK RT, dan Kelompok Dasa Wisma dituntut profesionalisme gerakannya. Dharma Wanita Para isteri pegawai negeri sebagai anggota Dharma Wanita dituntut menciptakan suasana keluarga yang harmonis, mendorong suami menjadi aparatur negara yang bersih dan berwibawa, menciptakan suasana yang menunjang pertumbuhan anak secara wajar dan terarah, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri sendiri, panutan dan keteladanan dalam membentuk ahlak dan moral yang baik, meningkatkan kesadaran organisasi, menggalang persatuan dan kesatuan yang mantap, meningkatkan pengabdian dalam pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila, menata organisasi dan administrasi Dharma Wanita secara mantap, mengembangkan organisasi Dharma Wanita sesuai dengan pengembangan struktur 231


kedinasan dan peraturan yang bc:·!ai'.L:. oerr~b:1:aan, pemantauan dan evaluasi secara periodik, pendidikan kepemimpinan secara berkesinarnbur~~an. pemhinaan mental dan agama, kesejahteraan sosial, kegotong royongan, meningkatkan tarat ke~;enatan umum dan peningkatan mutu gizi keluarga dan masyarakat, membudayakan pelestarian lingk:.mgan hid·~rp, meningkatkan peran serta dalam pendidikan formal dan nonformal, penerangan dan kehumasan. pemupukan dana dan r.·anaJemen usaha, kewiraswastaan, pemasaran dan koperasi, perluasan jangkauan program KB Nasional melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), pasangan usia subur (PUS), Bakti Kencana Dharma Wanita, program KB kesehatan terpadu, pemantapan dan pemerataan posyandu, pelembagaan dan pembudayaan NKKBS melalui pelestarian akseptor, pengembangan KB Mandiri, pembinaan pendidikan dasar, pemasyarakatan P4 dan konsultasi tentang Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan pelaksanaannya. Melalui Dharma Wanita, isteri dituntut selaku pendamping suami agar mampu menunjang tugas suami dengan menciptakan suasana keluarga yar.g harmonis, menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan ideologi Pancasila dan turut membentuk suami menjadi aparatur negara yang bersih dan berwibawa. lbu diharapkan menjadi pendidik utama di lingkungan keluarga, menciptakan suasana keluarga yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar dan terarah, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mempunyai tanggungjawab yang besar dan menjadi generasi penerus yang tangguh, ibu hendaknya meningkatkan peran sebagai pengendali unit terkecil dalam masyarakat, merupakan wadah pembentukan pribadi, ahlak dan moral sejak din1 sehingga tampil menjadi suri teladan dan panutan masyarakat sekitarnya, meningkatkan kesadaran organisasi dan menjadi kekuatan besar dalam mendukung program pemerintah, serta meningkatkan pengabdian dan pelaksanaan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Keputusan Musyawarah Nasionallll Dharma Wanita Nomor Kep.04/MN Ill DW/IV/1988 tanggal 7 April 1988 tentang Program Kerja Nasion a! iII Dharma Wan ita dan Petunjuk Pelaksanaan Nomor 01 /Juklakl Pres.DWNII/1988 tanggal 30 Juli 1988 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Kerja Dharma Wanita Tahun 1988-1993 merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan dan program Dharma Wanita selama Pelita V. Acuan seperti ini perlu segera dirumuskan secepatnya dalam menyongsong Pelita VI dan PJPT II. Evaluasi Baik dalam kegiatan PKK maupun Dharma Wanita, disadari berbagai kesulitan dan hambatan, antara lain rendahnya pendidikan dan pengetahuan, penghasilan keluarga, belum memasyarakatnya budaya hidup bersih dan sehat, belum mantapnya Pancadharma Wanita, sulitnya komunikasi, belum meratanya posyandu, dan belum dipahaminya secara transparan gerakan PKK dan kegiatan Dharma Wanita. Pengertian konsep diri, konsep diri ibu, dan konsep d1ri ibu menuju keluarga sejahtera perlu dipahami dulu, sebelum melakukan kampanye ibu sehat sejahtera (KISS) menuju Keluarga Sehat Sejahtera (KSS), demikian pula dalam mewujudian NKKBS. Peningkatan jumlah, jenis dan mutu kader, pendapatan keluarga, budaya hidup bersih dan sehat, peran ibu/wanita dalam keluarga dan masyarakat, kelompok dasa wisma, pemerataan dan pemantapan posyandu, peningkatan kegiatan pokja-pokja dalam PKK, pemantapan administrasi dan pemasyarakatan gerakan PKK. perlu dipadukan dan diselaraskan dengan program-program Dharma Wanita yang meliputi program umum dan program khusus yang meliputi program organisasi, kesejahteraan, pendidikan, penerangan, usaha, kependudukan dan keluarga berencana, pembinaan pendidikan dasar, bantuan susu bagi anak sekolah, pembinaan pengamalan dan pengamanan Pancasila, serta konsultasi PP Nomor 10 Tahun 1983 mengenai UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Evaluasi pelaksanaan program perlu dilakukan melalui penanganan khusus, evaluasi sarana, dan evaluasi penanganan kasus, sebagai masukan dalam perumusan program ke-PKK-an, ke-Dharmawanitaan, keibuan, dan kewanitaan dalam Pelita VI dan PJPT II yang ditujukan pada pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya man usia didukung kemampuan dan ketrampilan di bidang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok-kelompok PKK RW, RT, Dasa Wisma, dan Kelompok PKK lainnya dalam masyarakat dan pemerintah, serta 3,95 juta isteri pegawai negeri yang tergabung dalam Dharma Wanita, yaitu 614.021 isteri-isteri PNS golongan I, 2,66 juta golongan 11, 639.809 golongan Ill, dan 35.371 golongan IV, merupakan tenaga penggerak pembangunan dan diharapkan peranserta dan partisipasinya dalam mewujudkan kemitraan (partnership) pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pembangunan nasional. Angkatan Bersenjata, 17 September 1993 232


Peran Wanita Dalam Mengentaskan Kemiskinan Di DKI Jakarta GBHN 1993 menyebutkan bahwa pembinaan peran wanita untuk meningkatkan peran serta aktif dalam proses pembangunan nasional sesuai dengan kodrat serta harkat dan martabatnya sebagai mitra sejajar pria, telah berhasil menjangkau sebagian besar kaum wanita. Tetapi masih perlu diperhatikan peningkatan kualitasnya dan iklim sosial budaya yang lebih mendukung bagi wanita untuk mengembangkan diri dan perannya dalam berbagai dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam era tinggal landas, wanita sebagai mitra sejajar pria harus lebih dapat berperan dalam pembangunan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta ikut melestarikan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu perlu terus dikembangkan iklim sosial budaya yang mendukung agar mereka dapat menciptakan dan memanfaatkan seluas-luasnya kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui peningkatan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan dengan tetap memperhatikan kodrat serta harkat dan martabat kaum wanita. Jika diteliti dengan seksama, dalam GBHN 1993 ada sebelas butir penting peranan wanita dalam pembangunan bangsa, yaitu wanita sebagai warganegara dan sumberdaya insani pembangunan, mitra sejajar dengan pria dalam pembanguan, mewujudkan keluarga sehat, sejahtera dan bahagia: mengembangkan anak, remaja dan pemuda dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya:· meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan serta ketahanan mental dan spiritual: mampu menghadapi perubahan di dalam masyarakat dan di dunia internasional, mengembangkan iklim sosial budaya, menggalakkan kegiatan PKK dan gerakan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (NKKBS): menangani berbagai masalah sosial dan ekonomi dalam rangka pemerataan hasil pembangunan, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas, dan pemeliharaan lingkungan: dan meningkatkan keterampilan, produktivitas, kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja wanita, termasuk yang bekerja di luar negeri, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja, perkembangan karier serta jaminan pelayanan sosial bagi tenaga kerja wanita dan keluarganya. Partisipasi Dalam upaya mewujudkan setiap warga negara memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasil-hasil pembangunan secara adil dan merata sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga tidak ada lagi kemiskinan, peran serta wanita sangat penting artinya. Wanita bisa berperan serta aktif paling sedikit dalam tujuh bidang pembanguan, yaitu ekonomi: kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan: agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa: iptek; hukum; politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi dan media massa, serta pertahanan keamanan. Khususnya dalam bidang iptek, wanita pada masing-masing tempat kerjanya dan keahliannya bisa berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan teknik produksi (meningkatkan penguasaan proses produksi, produktivitas, kemampuan, keterampilan, serta kemampuan rancang bangun dan perekayasaan), teknologi budaya iptek, program konkrit, alih teknologi, integrasi dan penciptaan teknologi baru), ilmu pengetahuan terapan (litbang, pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, kreatif dan inovatif), ilmu pengetahuan dasar (mendukung peningkatan mutu dan kemampuan sumberdaya manusia), dan kelembagaan iptek (kemitraan pemerintah swasta dan masyarakat, produktif, kreatif, inovatif, penyediaan informasi, dan penghargaan). Jika dalam olahraga dikenal motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, maka dalam kegiatan wanita, juga bisa diwujudkan kegiatan mempartisipasikan wanita dan mewanitakan partisipasi dalam mengentaskan kemiskinan. Mempartisipasikan wanita dalam mengentaskan kemiskinan adalah mengikutsertakan dan memeransertakan wanita dalam berbagai kegiatan pembangunan dalam rangka turut mengentaskan kemiskinan, misalnya partisipasi dalam pengelolaan kebersihan lingkungan, penataan rumah sehat dan lingkungan sehat, gerakan keluarga berencana, dan kesetiakawanan sosial. Sedangkan mewanitakan partisipasi adalah menumbuhkan partisipasi pada kaum wanita, agar tumbuh 233


pembangunan yang partisipatif. Untuk ukuran Jakarta yang akan berkembang menjadi megacity pada tahun 2000, partisipasi wanita haruslah ditandai dengan penguasaan iptek, yaitu bekerja dengan menggunakan pendekatan ilmiah, berpikir logis, kreatif, rasional, dan obyektif. Upaya meningkatkan kecintaan wanita terhadap iptek bisa didukung oleh keingintahuan, minat dan perhatian wanita terhadap kegiatan-kegiatan iptek. lptek diharapkan dapat memecahkan permasalahan kaum wanita/ibu seperti persamaan hak, harkat, martabat, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria dalamberbagai bidang pendidikan dan lapangan kerja. Banyak cara meningkatkan peran wanita dalam pembangunan perkotaan, antara lain melalui seminar peranan wanita dalam pembangunan, peran serta wanita dalam manajemen, dan partisipasi wanita/ibu dalam berbagai kegiatan iptek. Tingginya peran serta wanita dalam penguasaan iptek dan peran sertanya dalam pembangunan, terlihat dari telah banyaknya jabatan pemimpin perusahaan, kegiatan antariksa, Perdana Menteri, Presiden, dan berbagai pimpinan kegiatan ilmiah lainnya yang dipegang oleh kaum wanita. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam menerapkan iptek kaum wanita. Pertama, pemilihan bentuk teknologi yang diperlukan haruslah diputuskan oleh para warga desa sendiri. Kedua, adat, kebiasaan, agama dan sosial budaya wanita pedesaan harus diperhatikan. Jika teknologi yang diperkenalkan bertentangan dengan tata nilai yang berlaku, kemungkinan kaum wanita tidak akan menggunakannya. Ketiga, perlu diperhatikan pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin dan biasanya sukar diubah baik oleh kaum ibu. Keempat, pemilihan teknologi yang diperkenalkan haruslah ditentukan dengan memperhatikan keadaan lingkungan masyarakat yang akan menggunakannya. Kelima, terjaminnya perlengkapan yang diperlukan, jasa perawatan, penyediaan suku cadang dan pengawasan terhadap pengoperasiannya. Keenam, para perencana dan pelaksana tidak boleh terlalu cepat kecewa seandainya wanita atau ibu-ibu tidak begitu menghargai bantuan teknologi yang diperolehnya. Ketujuh, perlu ada jaminan kesinambungan alat agar dapat menjamin peningkatan produksi dan memberi kemungkinan komersial. Kedelapan, keselamatan wanita/ibu-ibu yang mengoperasikan teknologi harus terjamin sehingga keselamatan kerja dapat dijaga. Kesembi/an, memperbaiki alat-alat dengan melibatkan peranan wanita sebesar-besarnya sehingga keterampilannya dapat ditingkatkan. Kesepuluh, teknologi yang telah diperkenalkan kepada wanita di suatu desa hendaknya dapat disebarluaskan ke desa-desa lainnya (sistem berantai, seperti yang terjadi pada program P2LDT, pembangunan perumahan dan lingkungan desa secara terpadu). Teknologi tepat guna diartikan sebagai teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bersifat dinamis, sesuai dengan kemampuan, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah. Memasyarakatkan teknologi tepat guna akan membantu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat pedesaan melalui pengembangan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dengan memperhatikan kelestariannya. Kegiatan memasyarakatkan teknologi tepat guna dapat ditempuh melalui lima cara. Yang pertama, inventarisasi berbagai jenis dan bentuk teknologi tradisional yang bisa ditingkatkan dan memberi nilai tambah kepada usaha perekonomian masyarakat serta perbaikan kualitas kehidupan. Kedua, mempersiapkan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan yang dapat meningkatkan ketrampilkan dan wawasan teknologi tepat guna kepada aparatur, petugas lapangan, dan kelompok masyarakat. Ketiga, mempersiapkan pelatihan keliling teknologi tepat guna yang berasal dari tenaga lokal atau melalui Kader Pembangunan. Tenaga Kerja Sukarela Terdidik, dan Sarjana Penggerak Pembangunan. Keempat, mengembangkan keanekaragaman atau diversifikasi usaha masyarakat dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri kerajinan tangan, bahan bangunan, perbengkelan, dan sektor penunjang kebutuhan dasar manusia. Kelima, melaksanakan pelayanan berbagai jenis teknologi tepat guna melalui media komunikasi, media cetak, media elektronika, pameran dan peragaan pembangunan sesuai dengan tipologi wilayah dan permasalahannya. Aspek koordinasi memegang peranan penting. Agar koordinasi yang terarah dan terpadu bisa diwujudkan, para Bupati!Walikotamadya hendaknya memperhatikan PP Nomor 6 Ta.,!Jun 1988 dan lnmendagri Nomor 18 Tahun 1989 tentang Koordinasi Kegiatan lnstansi Vertikal di Daerah. Jika ketentuan peraturan perundang-undangan ini dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat, maka pembangunan daerah, dalam hal ini pembangunan pedesaan, pasti akan lancar. Naluri kewanitaan akan memperkuat kaum wanita dan ibu-ibu 234


dalam memasyarakatkan informasi iptek kepada masyarakat, antara lain melalui perpustakaan keliling, pameran lptek, pusat rekreasi iptek, Iomba penulisan dan karya cipta iptek, pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan kemampuan Bahasa Indonesia yang benar, dan karyawisata iptek. Partisipasi kaum wanita dalam kegiatan iptek perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, antara lain adanya museum iptek, publikasi iptek, brosur. leaflet, booklet, informasi teknologi canggih, penyelenggaraan ceramah iptek, peragaan dan pameran iptek, workshop iptek, penghargaan prestasi ilmiah, bimbingan teknis, dan penyuluhan iptek. PKK dengan Dasa Wismanya merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat yang bisa menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan, dan membina keluarga guna mewujudkan keluarga sejahtera. Kampanye lbu Sehat Sejahtera yang dipopulerkan oleh BKKBN, diarahkan pada perwujudan keluarga sehat sejahtera dan keluarga kecil sejahtera. Pembinaan lptek bagi kaum wanita dapat dilakukan melalui penyebarluasan iptek, koordinasi iptek dan penyiapan tenaga terampil bidang iptek. Pembinaan dan pengembangan wanita serta peningkatan peranannya dalam pembangunan nasional dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan penguasaan di bidang iptek. Dengan iptek, tenaga kaum wanita dapat ditingkatkan menjadi suatu sumber daya yang bernilai tinggi dan keterbukaan. Sesuai dengan GBHN 1993, ekonomi berperan sebagai penggerak pembangunan, sedangkan iptek merupakan pemacu pembangunan bangsa. DKI Jakarta Penduduk Jakarta sebanyak 8.222.525 jiwa (Sensus Penduduk 1990), terdiri atas 4.150.055 laki-laki dan 4.072.460 perempuan. lni berarti jumlah wanita sebagai potensi pembangunan sangat besar. Wanita dimanapun dia berada, bisa didayagunakan sebagai subyek pembangunan. Dalam membentuk kelompokkelompok kegiatan bersama masyarakat, peran wanita sangat menonjol. Demikian juga dalam menumbuhkan gerakan kesenian dan olahraga, serta upaya-upaya menumbuhkembangkan kegotongroyongan masyarakat. Dalam kegiatan Posyandu, pengumpulan dana sosial masyarakat, kesetiakawanan sosial, kebersihan kampung, penerangan kampung, perbaikan jalan kampung, kursus-kursus penyuluhan, pendidikan dan pelatihan singkat, dan sejenisnya, banyak diperankan oleh wanita. Wanita melalui berbagai organisasi kemasyarakatan hendaknya berperan serta dalam proses perencanaan pembangunan di DKI Jakarta mulai temu karya di tingkat kelurahan, sampai ke kecamatan, wilayah kota, dan tingkat DKI Jakarta. Cara seperti ini akan menumbuhkan pembangunan dari bawah (bottom up approach) yang benar-benar menyalurkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat. Cara lain, wanita pada tingkat kemampuannya yang lain, juga diharapkan berpartisipasi mulai dari atas (top down approach), yaitu mereka yang duduk dalam DPRD, Pemerintah DKI Jakarta, serta lnstansi Pemerintah dan swasta lainnya. Pendekatan dari bawah dan dari atas masih perlu didukung oleh adanya kemitraan pemerintah swasta masyarakat, sehingga masing-masing secara bersama-sama mengusulkan, merencanakan, melaksanakan, membiayai, berpartisipasi dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berhasilguna dan berdaya guna. Angkatan Bersenjata, 23 September 1993 Arah Kegiatan Dharma Wanita Dalam Repelita VI Dharma Wanita selaku isteri pendamping suami, ibu, pendidik putra-putrinya, dan warga negara berjiwa Pancasila. Ia berdayaguna bagi pembangunan bangsa dan negara. Berusaha melaksanakan program kerja organisasi (konsolidasi, pengembangan dan pembinaan), kesejahteraan (pembinaan mental agama, kesejahteraan sosial, dan sosial budaya), pendidikan (non-formal dan formal), penerangan (penerangan dan 235


humas, penerbitan, dokumentas1. dan perpustakaan). umum (pemupukan dana, manajemen usaha, kewiraswastaan, pemasaran, dan kc1perasi). kependudukan dan keluarga berencana (pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, NKKBS, perluasan jangkauan program KB Nasional, pembinaan program KB Nasional), pendidikan dasar, bantuan susu bagi anak sekolah, pembinaan penghayatan dan pengama!an Pancasila, dan konsultasi pelaksanaan PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Perkawinan. Orang puncak Dharma Wan ita adalah lbu Soepardjo Rustam, istri Menko Kesra ·dan hirarki organisasi Dharma Wanita berlanjut ke instansi-instansi pemerintah. Dharma Wanita telah menyusun Program Kerja Pelita V dan sekarang sedang menyusun Program Kerja Repelita VI. Menjelang tahun kelima saat ini tepat waktunya untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi pelaksanaan program kerja sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijaksanaan dalam Repelita VI dan PJPT II. Untuk keperluan tersebut. Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita serta Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, diharapkan peran koordinasinya agar program kerja yang komprehensif bisa dirumuskan. Baik dalam kegiatan PKK maupun Dharma Wanita, disadari berbagai kesulitan dan hambatan, antara lain rendahnya pendidikan dan pengetahuan, penghasilan keluarga, belum memasyarakatnya budaya hidup bersih dan sehat, belum mantapnya Pancadharma Wanita, sulitnya komunikasi, belum meratanya posyandu, dan belum dipahaminya secara transparan gerakan PKK dan kegiatan Dharma Wanita. Pengertian konsep diri, konsep diri ibu, dan konsep diri ibu menuju keluarga sejahtera perlu dipahami dulu, sebelum melakukan kampanye ibu sehat sejahtera (KISS) menuju Keluarga Sehat Sejahtera (KSS), demikian pula dalam mewujudkan NKKBS. Peningkatan jumlah, jenis dan mutu kader, pendapatan keluarga, budaya hidup bersih dan sehat, peran ibu/wanita dalam keluarga dan masyarakat, kelompok dasa wisma, pemerataan dan pemantapan posyandu, peningkatan kegiatan pokja-pokja dalam PKK, pemantapan administrasi dan pemasyarakatan gerakan PKK, perlu dipadukan dan diselaraskan dengan program-program Dharma Wanita yang meliputi program umum dan program khusus yang meliputi program organisasi, kesejahteraan, pendidikan, penerangan, usaha, kependudukan dan keluarga berencana, pembinaan pendidikan dasar, bantuan susu bagi anak sekolah, pembinaan penghayatan dan pengamalan Pancasila, serta konsultasi PP Nomor 10 Tahun 1983 mengenai UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menuju Repelita VI Menyongsong Repelita VI, Dharma Wanita telah siap dengan pemikiran baru yang menyangkut dua hal, yaitu Kebijaksanaan Umum dan Program Kerja. Kebijaksanaan Umum pada prinsipnya mengacu pada GBHN 1993 dan Repelita VI yang disusun oleh Bappenas. Program Umum Dharma Wanita Tahun 1993/1998 terdiri dari tujuh bidang, yaitu sekretariat umum, bendahara, organisasi, kesejahteraan, pendidikan, ekonomi, dan khusus. Program ini menunjukkan adanya upaya peningkatan manajemen organisasi Dharma Wanita. Program ini merupakan penyederhanaan dari program umum sebelumnya, yaitu Program Umum Dharma Wanita Pelita V Tahun 1988-1993 yang terdiri dari sembilan bidang, yaitu organisasi, kesejahteraan, pendidikan, penerangan, usaha, BKKB, BPPD, BP4, dan BKP PP 10 Tahun 1983. Untuk mendukung kelancaran penyusunan dan pelaksanaan tujuh program kerja ini telah disiapkan pedoman sekretariat umum (Administrasi umum, penerangan yang terdiri dari humas, dokumentasi, dan penerbitan), organisasi (pembinaan organisasi dalam dan pembinaan hubungan keluar), pendidikan (pembinaan tenaga kependidikan dan perpustakaan, kesejahteraan (agama, mental, sosial, norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. NKKBS, lingkungan hidup sehat, dan konsultasi keluarga), pendidikan dan pelatihan sesuai dengan keperluan seksi lain), ekonomi (usaha dan koperasi), dan khusus (generasi penerus, pembinaan warakawuri dan istri pensiunan Korpri, kegiatan-kegiatan di luar program Dharma Wanita). Pedoman program tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam merancang program kerja Dharma Wanita Tahun 1993-1998 di semua instansi. Rancangan Program Kerja harus memperhatikan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut: Sekretariat Umum terdiri atas administrasi umum dan penerangan. Administrasi Umum mencakup manajemen, administrasi organisasi, pengadaan dan pemeliharaan. Penerangan terdiri 236


atas humas yang meliputi informasi kegiatan organisasi dan kerjasama dengan media massa elektronik dan media cetak, dokumentasi kegiatan Dharma Wanita, dan penerbitan dalam bentuk bulletin, leaflet, edaran, peragaan, dan sejenisnya. Program kerja bendahara terutama menyangkut pengelolaan keuangan organisasi. Program Kerja Organisasi mencakup pembinaan organisasi ke dalam dan pembinaan hubungan keluar. Ke dalam, mencakup penataan organisasi, peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, pendidikan pendahuluan bela negara, peningkatan kesadaran hukum, dan kaderisasi, sedangkan ke luar, meliputi peningkatan dan pemeliharaan hubungan dengan organisasi lain yang sehaluan. Program kerja Kesejahteraan meliputi empat hal. Pertama, agama, mental dan sosial yang meliputi program kerja mental keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melestarikan nilai-nilai luhur bangsa, serta meningkatkan kepedulian dan kesejahteraan sosial. Kedua, NKKBS, melalui upaya pembinaan KB, meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak (KIA), komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang KB Kesehatan Terpadu, memantau peserta KB anggota pasangan usia subur (PUS), kampanye ibu sehat sejahtera (KISS), meningkatkan bina keluarga balita (KB), dan menyelenggarakan tempat penitipan anak (TPA). Ketiga, lingkungan hidup sehat, melalui upaya memasyarakatkan kesadaran akan pentingnya keseimbangan lingkungan hidup yang sehat dengan menggunakan teknologi tepat guna. Keempat, konsultasi keluarga dengan cara memberi penyuluhan dan menyediakan pelayanan konsultasi bagi anggota-anggota keluarganya untuk mendapatkan pengayoman dan pemecahan masalah, yang perlu didukung oleh pembinaan, konsultasi, dan evaluasi. Program Kerja Pendidikan meliputi upaya pembinaan tenaga kependidikan sekolah dan luar sekolah, perpustakaan (meningkatkan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan serta minat baca), serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan keperluan seksi-seksi lain. Program kerja Ekonomi menyangkut usaha dan koperasi. Program Usaha antara lain mengusahakan dana yang tidak mengikat, meningkatkan pengelolaan UUPK, menyediakan atribut orang dan barang-barang lain, menampung dan memasarkan hasilhasil ketrampilan anggota, serta meningkatkan dan mengembangkan kejar usaha. Program koperasi dilakukan dengan memasyarakatkan kehidupan berkoperasi di kalangan anggota. Program Khusus mencakup generasi penerus, warakawuri dan istri pensiunan Korpri, dan kegiatan di luar program Dharma Wanita. Program generasi penerus berupa pembinaan dan peningkatan wawasan di semua bidang kehidupan ibu (orang tua efektif, menciptakan suasana keluarga yang mendukung perkembangan potensi anak), kehidupan anak, remaja dan pemuda (meningkatkan kualitas generasi penerus dalam kehidupan beragama, berbudipekerti dan cinta tanah air, disiplin, hidup sehat dan berprestasi, tanggungjawab, dan percaya diri sendiri), serta membina kegiatan (kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, orientasi jenis peluang pekerjaan di masa yang akan datang, dan menumbuhkan kesetiakawanan sosial dan kepedulian terhadap lingkungan). Pembinaan warakawuri dan istri pensiunan Korpri diarahkan agar mereka berprestasi dan ditumbuhkannya kegotongroyongan dan kesetiakawanan, kegiatan yang mendukung peningkatan kesejahteraan, serta peningkatan pengetahuan dan pengalaman. Kegiatan di luar program kerja Dharma Wanita sifatnya selektif, sepanjang menyangkut kepentingan umum dan berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penutup Kebijaksanaan Umum dan Program Kerja Dharma Wanita pada Repelita VI yang merupakan penyederhanaan dan penajaman pemikiran program umum dan program kerja Dharma Wanita dalam Pelita V, diharapkan lebih cepat mencapai sasaran. Tujuh Program Kerja Dharma Wanita Tahun 1993-1998 yang mengacu pada GBHN 1993 dan Repelita VI, merupakan perwujudan peran wanita dalam pembangunan bangsa. Jika ekonomi merupakan penggerak pembangunan bangsa, maka penguasaan iptek di kalangan kaum wanita akan merupakan pemacu pembangunan bangsa Indonesia dalam menuju era tinggal lantas. Angkatan Bersenjata, 4 Oktober 1993 237


Program Dharma Wanita 1993-1998 Musyawarah Nasional IV Dharma Wanita (DW) dengan tema Dilandasi semangat persatuan dan kesatuan, Dharma Wanita siap menyongsong Pembangunan Jangka Panjang Tahap II dengan turut serta meningkatkan kualitas manusia Indonesia, telah diselenggarakan di Jakarta 12-14 April 1993, yang dihadiri oleh 350 orang, yaitu Presidium Lama dan Baru (70 orang), pengurus harian (80), utusan Unit tingkat Pusat (75), dan utusan Daerah (135 orang), telah berhasil menyusun Program Kerja Dharma Wanita Tahun 1993- 1998. Berdasarkan Keputusan Munas IV Dharma Wanita Nomor Kep. 04/MN IV DW/IV/1993, Rencana Program Dharma Wanita Tahun 1993-1998 terdiri atas pendahuluan, kebijaksanaan umum, pembidangan program kerja, dan penutup. Program Kerja ini dijadikan pedoman bagi Dharma Wanita untuk melakukan kegiatan selama tahun 1993-1998. Program Kerja Sebagai warganegara, wanita mempunyai kemampuan dan potensi bagi pembangunan, mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang kehidupan. Anggota Dharma Wanita pasangan muda semakin banyak yang meniti karir untuk menampilkan jati dirinya serta mampu berkarya sejajar dengan pria dan meningkatkan keadaan ekonomi keluarga. Kebijaksanaan Umum Dharma Wanita mengandung dua hal. Pertama. mengacu pada GBHN 1993, bahwa berhasilnya pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila tergantung pada peran aktif masyarakat serta sikap mental, tekad dan semangat serta ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara serta seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan itu, organisasi kemasyarakatan Dharma Wanita perlu menyusun program dalam rangka melaksanakan GBHN 1993. Program Dharma Wanita 1993-1998 secara bertahap menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian, meningkatkan kualitas kesejahteraan lahir batin bagi anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. Program Kerja ini dituangkan dalam kegiatan sesuai situasi dan kondisi kepengurusan dan daerah masing-masing. Pembidangan Program Kerja terdiri dari tujuh unsur, yaitu sekretariat umum, bendahara, seksi organisasi, seksi kesejahteraan, seksi pendidikan, seksi ekonomi, dan seksi khusus. Seketariat Umum mencakup administrasi umum (pelaksanaan manajemen dan pelayanan administrasi organisasi, pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan administrasi umum, serta pengadaan dan pemeliharaan aset/barang milik organisasi) dan penerangan (humas, menyebarluaskan informasi mengenai kegiatan organisasi dan penyelenggaraan kerjasama dengan mass media elektronik dan cetak; dokumentasi kegiatan organisasi Dharma Wan ita; dan penerbitan, (menerbitkan buletin, brosur, leaflet tentang kegiatan organisasi). Bendahara bertugas mengelola keuangan organisasi. Seksi organisasi bertugas meningkatkan kesadaran, kemampuan berorganisasi dan meningkatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta mempersiapkan kader organisasi, meliputi pembinaan ke dalam (pembinaan anggota, penataan struktur dan tatakerja organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, peningkatan kesadaran hukum, dan kaderisasi) dan pembinaan hubungan ke luar (peningkatan dan pemeliharaan hubungan dengan organisasi yang sehaluan). Seksi Kesejahteraaan melaksanakan usaha-usaha menuju terwujudnya peningkatan kesejahteraan anggota beserta keluarganya dan masyarakat, melalui empat kegiatan. Pertama, agama, mental dan sosial, dengan cara meningkatkan keimanan dan ketaqwan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan meningkatkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Kedua, Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahera (NKKBS) melalui pembinaan Keluarga Berencana, peningkatan pembinaan dan pelaksanaan bina keluarga balita (BKB), dan penyelenggaraan tempat penitipan anak. Ketiga, lingkungan hidup sehat dengan cara memasyarakatkan kesadaran akan pentingnya kebersihan dan penggunaan sumberdaya alam secara efisien dengan menggunakan teknologi tepat guna dan 238


mengendalikan pencemaran lingkungan. Keempat, konsultasi keluarga dengan cara memberikan penyuluhan dan pelayanan konsultasi bagi anggota dan keluarganya untuk mendapatkan pengayoman dan pemecahan permasalahan. Seksi Pendidikan melaksanakan peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental anggota dalam segala segi kehidupan, dengan cara menyelenggarakan pendidikan dan latihan dalam hal pembinaan tenaga kependidikan (peningkatan kemampuan tenaga kependidikan bagi pendidikan sekolah dan luar sekolah) dan peningkatan pengelolaan perpustakaan/sudut baca (mendidik tenaga pengelola perpustakaan dan sudut baca, meningkatkan minat baca, dan mengembangkan perpustakaan agar dapat menjadi pusat dokumentasi dan informasi), dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan sesuai dengan kebutuhan bidang lain. Seksi Ekonomi, melaksanakan usaha untuk mendapatkan dana bagi organisasi dan peningkatan pengetahuan serta ketrampilan anggota untuk menambah penghasilan keluarga serta memasyarakatkan kehidupan berkoperasi melalui dua kegiatan. Pertama, usaha, (mengusahakan dana yang tidak mengikat bagi kepentingan kegiatan organisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anggota dalam pengelolaan suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga, menyediakan barang-barang berupa atribut organisasi maupun barang-barang lainnya, menampung dan memasarkan hasil ketrampilan anggota, serta mengembangkan dan meningkatkan pembinaan kejar usaha). Kedua, memasyarakatkan Koperasi, dengan cara memasyarakatkan kesadaran berkoperasi di kalangan anggota. Pekerjaan rumah bagi Pengurus Dharma Wanita periode 1993-1998 adalah hal-hal yang belum terselesaikan selama periode berikutnya, antara lain program penyuluhan penggunaan kartu asuransi kesehatan bagi peserta Askes (Keluarga PNS dan ABRI), penyuluhan hemat energi rumahtangga bagi anggota dalam rangka konservasi penggunaan energi rumahtangga, penyuluhan hukum dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota, kursus kepemimpinan di seluruh jajaran Dharma Wanita dengan modul kursus kepemimpinan yang sudah tersedia, dan berperan nyata dalam pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya. Beberapa Pandangan Dharma Wanita sebagai organisasi kemasyarakatan yang merupakan wadah perhimpunan para istri Pegawai Rl, harus menyadari sepenuhnya akan tanggungjawab dalam ikut serta menyukseskan pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Munas IV Dharma Wanita memutuskan lkrar Dharma Wanita berdasarkan Kepmunas Nomor Kep. 06/MN IV DW/IV/1993, yang isinya memasyarakatkan hasil-hasil Sidang Umum MPR 1993, menyukseskan peran serta Dharma Wanita dalam pembangunan sumberdaya manusia dengan menggalakkan peran serta keluarga dalam pendidikan dan berkepribadian nasional serta membina lingkungan sosial yang bertanggungjawab, dan menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Pada pembukaan Munas IV Dharma Wanita, Presiden Soeharto menegaskan ada paling tidak tiga hal yang bisa dilakukan Dharma Wanita dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pertama, meningkatkan kualitas anggota-anggotanya sehingga dapat memberi sumbangan yang makin besar bagi kelanjutan pembangunan. Kedua, sebagai pimpinan masyarakat di lingkungan perumahannya, Dharma Wan ita diharapkan menjadi panutan dalam berpartisipasi dalam pembangunan serta dalam mengikuti perkembangan dan kemajuan jaman, dan membangkitkan disiplin masyarakat sekitarnya. Ketiga, kerjasama dengan organisasiorganisasi wanita lainnya dalam rangka mendukung pembangunan, perlu makin ditingkatkan. lbu Tien Soeharto mengatakan bahwa setiap perubahan dalam pembangunan membawa pengaruh. Yang harus dijaga adalah agar arah pembangunan masyarakat tetap menuju pada terbentuknya masyarakat yang maju, sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, masyarakat yang berkepribadian Indonesia. Dharma Wanita bisa berperan melalui pendidikan dalam rangka meningkatkan kecerdasan anak dan para remaja, generasi bangsa yang sedang tumbuh. Dharma Wanita hendaknya berperan lebih nyata, yang benarbenar dirasakan manfaatnya oleh anggotanya, didukung ketekunan dan keikhlasan, serta perlu menggalang kerjasama dengan berbagai organisasi wanita dan organisasi kemasyarakatan lain. Mendagri Yogie SM menghimbau agar terjadi mekanisme Munas yang menjunjung tinggi semangat 239


kekeluargaan dan kebersamaan yang efektif, rr:engutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan, dan memegang teguh konstitusi organisasi dan kesepakatan yang telah ditetapkan. Dharma Wanita harus lebih berperan dalam membangun kemitraan dengan pemerintah dalam rangka melancarkan dan mempercepat pelaksanaan pembangunan. Menneg UPW Mien Sugandhi mengingatkan bahwa kerjasama yang baik yang didasari oleh saling pengertian antara suami-istri akan menolong anak dalam membentuk pribadinya. Dalam mengasuh dan membimbing anak supaya berkembang menjadi pribadi yang tangguh, mandiri dan berkualitas, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu dukungan dalam menjaga kebutuhan semangat anak, jangan terlalu banyak menuntut, pengakuan terhadap pribadi anak yang khas dan menerima keadaan anak seperti adanya, berikan kesempatan yang cukup untuk berkembang, berikan rasa aman dan dorongan agar anak bersikap mandiri, dan berikan pujian dan teguran serta hukuman tanpa rasa dendam. Tantangan kemajuan ke arah modernisasi mengharuskan kita semua untuk melihat peranan pria dan wanita dalam satu tatanan kemitraan sejajar yang saling melengkapi. Meneg UPW juga menyatakan pentingnya peranan orang tua dan keluarga dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Perlu lebih mendapat perhatian kita semua upaya untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan orang tua, suami dan istri, dalam hal yang berkaitan dengan pembangunan keluarga sejahtera. Sebagai wahana strategik, Dharma Wanita haruslah berperan dalam meningkatkan ketahanan keluarga terhadap berbagai pengaruh dari pergeseran nilai budaya bangsa serta perubahan dalam kehidupan masyarakat. Penutup Menurut Ketua Umum Presidium Dharma Wanita Pusat, Ny. Soepardjo Rustam, saat ini 60% dari anggota Dharma Wanita belum berpeluang untuk memaksimalkan partisipasinya dalam pembangunan. Sebagai anggota Dharma Wanita, mereka diharapkan untuk lebih mandiri, dapat memenuhi kedudukan sebagai istri pendamping suami, dan sebagai ibu pendidik putra-putrinya. Selaku istri, mereka diharapkan dapat menjadi pendorong dan penopang semangat pengabdian suami sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai pendidik, mereka diharapkan mampu menyiapkan putra-putrinya menjadi generasi penerus yang bersemangat tinggi, siap serta mampu menyongsong masa depan yang lebih maju, modern dan serba canggih. Dari luar organisasi Dharma Wanita, tidak jarang ada komentar sinis terhadap Dharma Wanita dan adanya beberapa ungkapan yang tidak menyenangkan seperti Dharma Wanita adalah organisasi elit, organisasi wanita kurang kerja, menjadi boss suami di kantor, lebih galak dari bapaknya di kantor, dan sebagainya. Untuk menangkal pandangan tersebut, anggota Dharma Wanita perlu meningkatkan partisipasinya dalam pembangunan pada Repelita VI dan PJP-11 ini dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, khususnya peningkatan kualitas anggota Dharma Wanita sebagai pendamping suami, pendidik dalam keluarga dan masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dharma Wanita hendaknya benar-benar bisa berperan membentuk keluarga bahagia, sehat, sejahtera dan kekal, didukung pendidikan dan pembinaan kehidupan beragama. Pembinaan ketahanan keluarga yang dilakukan oleh suami istri, perlu diarahkan pada terbinanya ketenangan lahir batin, kerukunan, tenteram, bahagia dan kasih sayang. Dharma Wanita haruslah bisa berperan dalam mewujudkan keharmonisan keluarga yang merupakan refleksi dari kemitraan sejajar pria dan wanita dan kemitraan dengan pemerintah. Sesuai dengan amanat GBHN 1993, wanita berhak dan wajib berpartisipasi dalam pembangunan bangsa, sebagaimana halnya dengan pria. Untuk itu, perlu diciptakan kerjasama pria-wanita dalam upaya menciptakan kondisi yang menguntungkan dalam keluarga dengan kerjasama yang saling menghargai. Semoga. Jayakarta, 22 Oktober 1.993 240


PKK DKI Jakarta Mengentaskan Kemiskinan Daerah Tertinggal Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) besar peranannya dalam membangun suatu wilayah kota. Ditetapkannya lnpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulagnan Kemiskinan (lnpres Desa Tertinggal), makin mendorong PKK untuk berperan dalam mengentaskan kemiskinan masyarakat, antara lain melalui program Dasa Wisma PKK. Untuk lebih mengenal PKK dan program-programnya terutama dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan di ibukota, maka tulisan ini akan diawali dengan melihat sejarah PKK. Sejarah PKK PKK merupakan gerakan pembangunan masyarakat, bermula dari Seminar Home Economic di Bogor tahun 1957, yang menghasilkan rumusan 10 Segi Kehidupan Keluarga yang kemudian ditetapkan sebagai kurikulum Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang diajarkan di sekolah-sekolah dan pendidikan masyarakat pad a Kementerian P & K. Pad a tahun 1967, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dilaksanakan secara intensif di Jateng dalam upaya menanggulangi keterbelakangan dan kesengsaraan masyarakat dengan jalan meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dari keberhasilan di Jateng, Presiden Soeharto menganjurkan kepada Menteri Dalam Negeri agar PKK dilaksanakan di daerah-daerah seluruh Indonesia dengan nama Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Anjuran tersebut dituangkan dalam Surat Kawat Mendagri Nomor SUS.3/6/1 tanggal 27 Desember 1972. Sejak itu dilaksanakanlah Gerakan PKK di seluruh Indonesia dengan nama yang seragam. Selanjutnya gerakan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) diatur dan dibina oleh Depdagri dan dikaitkan dengan pembinaan Lembaga Sosial Desa. Pada tahun 1978 gerakan PKK di Jateng mulai diperkenalkan di luar negeri, yaitu pada Konperensi International Council of Woman di Seoul. Dan sejak itu, PKK Jateng selain menjadi pusat percontohan PKK juga mendapat kunjungan tamu-tamu luar negeri. Dengan ditetapkannya Peranan Wan ita dalam Pembangunan pada GBHN (Tap MPR No. IV Tahun 1978), maka Mendagri mengeluarkan lnstruksi Nomor 10 Tahun 1980 agar dibentuk Tim Penggerak PKK pada setiap jenjang Pemerintahan, guna meningkatkan peranan PKK yang dikaitkan dengan ketetapan MPR tersebut. Setelah terbentuk di semua daerah, baru dibentuk tim Penggerak PKK di Pusat. Sejak itu gerakan PKK di seluruh Indonesia mendapatkan pembinaan yang seragam dari Tim Penggerak PKK dengan sistem rentang kendali. Kemudian pada Sidang Umum MPR Tahun 1983, PKK ditetapkan dalam GBHN (Tap MPR No. II Tahun 1983), sebagai salah satu wahana untuk meningkatkan Peranan Wanita dalam Pembangunan Bangsa. Guna meningkatkan pembinaan warga dalam melaksanakan 10 Program Pokok PKK, maka pad a tahun 1987 atas restu Bapak Presiden, dibentuk kelompok-kelompok PKK Dusun/Lingkungan, RW, RT, dan Dasawisma di Desa/Kelurahan seluruh Indonesia. Duapuluh satu tahun sudah, Gerakan PKK dilaksanakan secara nasional di seluruh Indonesia, dengan tanpa terasa PKK telah sampai ke penghujung REPELITA V dan memasuki REPELITA VI dan siap memasuki Era PJP II. Repelita VI Sampai saat ini telah dua dasawarsa lebih gerakan PKK setia berdharmabakti di seluruh pelosok tanah air, ikut mewujudkan kesejahteraan keluarga dan mewujudkan keluarga sejahtera. Kualitas keluarga sangat penting artinya dalam meletakkan landasan yang kuat bagi keluarga dalam memasuki PJP II. Gerakan PKK telah memperlihatkan keberhasilan, antara lain 2.216.113 kelompok dasawisma, 281.404 tutor, 729.892 kader khusus, 754.440 kader umum, 370.000 kelompok simulasi P4, dan 21.002 kelompok BKB (Bina Keluarga Balita). Angka kematian bayi menurun, juga diakibatkan peran serta PKK. Penghargaan banyak diterima, antara lain Maurice Pare Award dari PBB, Sasakawa Health Prize dari WHO, Asian Management Award dan 241


Penghargaan Program Lingkungan PBB. Walaupun demikian masih banyak masalah yang dijumpai PKK, antara lain adanya keluarga yang kebutuhan pokoknya belum terpenuhi, pengetahuan dan ketrampilkan relatif masih rendah serta masih belum cukupnyaa kader PKK yang memiliki kualitas yang memadai. Memasuki Repelita VI, beberapa prioritas program PKK adalah sebagai berikut : (1). Pembudayaan P4, peningkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kepedulian dan kesetiakawanan sosial, serta pola asuh anak dalam keluarga; (2). Meningkatkan pendidikan melalui pelatihan, kursus, peningkatan pendapatan keluarga, dan home industry, dalam menunjang pariwisata; (3). Memasyarakatkan pemanfaatan tanah pekarangan, rumah layak huni, makanan yang bergizi, pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga, serta hemat energi; dan (4). Meningkatkan kesehatan keluarga, kualitas posyandu, dan perencanaan sehat untuk mewujudkan kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa. Hari PKK 27 Desember 1993 sangat penting artinya, karena pada acara peringatan ini Presiden Rl Soeharto ditetapkan sebagai Bapak Gerakan PKK dan tanggal 27 Desember ditetapkan sebagai Hari Kesatuan gerak PKK. Dalam pidato sambutannya, Presiden Soeharto menegaskan bahwa pelaksanaan lnpres Desa Tertinggal (lnpres 5 Tahun 1993), peran PKK, dan LKMD sangat penting. lni berarti bahwa PKK dengan 10 Program Pokoknya, dinilai perlu ditingkatkan. Dusun/lingkungan sampai dasawisma diharapkan mampu dan serasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di segala aspek kehidupan dalam melaksanakan pembangunan. Amanat Presiden tersebut perlu diwujudkan dengan pengabdian yang dinyatakan bahwa Tim Penggerak PKK tidak hanya sekadar berperan bantu, tetapi sebagai mitra kerja pemerintah di baris depan. Untuk itu PKK perlu menumbuhkan sikap dan tekad mandiri dalam meningkatkan sumber daya manusia, untuk mewujudkan keluarga sejahtera, berpedoman pada kaidah penuntun, sebagai pedoman penentuan kebijakan. Dengan usaha ini tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kekuatan yang utuh, mudah-mudahan tercapai. Juga dicanangkannya Gerakan HATINYA PKK (halaman, asri, teratur, indah dan nyaman), dengan tujuan agar tercipta kegotongroyongan, disiplin, meningkatnya pendapatan, makanan bergizi bagi keluarga serta hidup bersih dan sehat yang membudaya. Untuk melengkapinya, segera akan diterbitkan buku Sejarah Gerakan PKK. Pada peringatan ini pula, PKK mempersembahkan Lencana Agung PKK dari Tim Penggerak PKK seluruh Indonesia kepada Bapak Soeharto, Presiden Rl, sebagai tanda bahwa Bapak Soeharto adalah Bapak Gerakan Pembina Kesejahteraan Keluarga. Penanggulangan Kemiskinan Gerakan PKK dengan 1 0 programnya senantiasa disesuaikan dengan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Di samping berorientasi dari bawah (bottom up) gerakan PKK juga seirama dengan program Pemerintah dari atas (top down) dan bersifat mendukung serta membantu LKMD. Sepuluh Program PKK dikelompokkan ke dalam empat Pokja, yaitu Pokja I (penghayatan dan pengamalan Pancasila, gotong royong), Pokja II (pendidikan dan ketrampilan, pengembangan kehidupan berkoperasi), Pokja Ill (pangan, sandang, papan atau perumahan dan tatalaksana rumahtangga), dan Pokja IV (kesehatan, kelestarian lingkungan hidup, perencanaan sehat). Kegiatan PKK berusaha meningkatkan pendapatan keluarga, membudayakan hidup bersih dan sehat, menerapkan Panca Dharma wanita (isteri sebagai pendamping suami, pengelola rumah tangga, penerus keturunan dan ibu pendidik anak, pencari nafkah tambahan, dan menjadi anggota masyarakat yang baik), PKK mendukung dan mendorong peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong serta kesetiakawanan masyarakat, menangani remaja sedini mungkin dan menanggulangi kenakalan remaja, menangani remaja putus sekolah, dan juga berperan nyata dalam pembinaan kehidupan masyarakat daerah transmigrasi. Melalui program usaha peningkatan pendapatan keluarga dalam bentuk kegiatan pendidikan dari keterampilan (UP2K), posyandu, bina keluarga balita (BKB), PKK terus berjuang mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS), melakukan kampanye ibu sejahtera (KISS), dalam menuju keluarga sehat sejahtera (KSS). Kelompok Dasa Wisma (10-20 kepala keluarga yang tinggal di lingkungan berdekatan dalam wilayah RT) merupakan pendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat, peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada tingkat lokal, antara lain dalam gerakan kebersihan 242


lingkungan, penciptaan lapangan kerja, pemupukan dana masyarakat, serta Iomba anak dan remaja. Daerah Tertinggal DKI Jakarta yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin, antara lain di lingkungan permukiman kumuh, permukiman nelayan dan wilayah pesisir, Kepulauan Seribu, kampung-kampung daerah perbatasan DKI Jakarta dengan Botabek, perkampungan di belakang gedung-gedung bertingkat jalan Jenderal Sudirman, permukiman liar di sekitar stasiun kereta api, dan sebagainya, memerlukan sentuhan ibuibu dalam menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan kegotong royongan. Di wilayah-wilayah seperti inilah peran PKK tampak menonjol, melakukan kunjungan kepada setiap keluarga, memberikan bimbingan dan penyuluhan, dan menggerakkan rasa kebersamaan. Melalui gerakan dari RT ke RT dan kampung ke kampung, kelompok Dasa Wisma PKK terus menumbuhkan kegotongroyongan penduduk dan mengangkat mereka agar tidak terus hidup dalam kemiskinan. Bantuan dana dan peralatan dari atas tidaklah ada artinya bagi masyarakat, jika tidak dilakukan pemantauan terus menerus. Mengatasi kemiskinan haruslah sampai ke akarnya, mengatasi penyebab kemiskinan itu sendiri. Masalah pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, keahlian dan keterampilan, kesemuanya saling terkait dalam suatu kehidupan masyarakat lapisan bawah. Penghasilan kelompok miskin yang sangat rendah, tinggal di rumah-rumah kecil yang dihuni sangat padat, pengap tanpa fasilitas pertukaran udara sehingga menjadikan rumah tidak sehat, masih dihadapkan pada pengeluaran untuk membeli air bersih, membersihkan saluran pembuangan air kotor, dan ancaman terhadap kebakaran. Masalah yang mendasar adalah sempitnya lapangan kerja, sehingga para migran yang berdatangan ke kota besar dengan tingkat pendidikan yang rendah, harus tahan hidup berbulan-bulan menganggur sebelum mereka memperoleh penghasilan. Urbanisasi yang tinggi ke DKI Jakarta, misalnya tinggal menumpuk di Pondok Gede, perbatasan dengan Bekasi dan Tangerang, di kawasan industri, di pusat-pusat kota mengadu nasib, adalah contoh masyarakat ibukota yang miskin. Data masyarakat miskin yang tercatat di BPS, masih perlu diteliti kembali di lapangan karena masyarakat miskin di ibukota ternyata hampir merata tersebar di seluruh kota. Program-program pengentasan kemiskinan baik yang direncanakan dari atas (Pemerintah) maupun diusulkan dari bawah (swadaya masyarakat), perlu dipadukan dengan program pendidikan anak sedini mungkin. PKK berperan nyata dalam mendidik anak untuk mewujudkan Asta Citra Anak Indonesia, delapan pembinaan, yaitu rajin beribadat, hormat dan berbakti kepada orang tua dan guru, jujur dan cakap dalam membawakan diri serta peka akan seni, pandai membaca dan menulis serta rajin belajar dan bekerja, terampil dan penuh prakarsa, rajin berkarya mengejar prestasi dan berjiwa gotong royong, mandiri penuh semangat dan berdisiplin serta bertanggung jawab, sehat dan berhati riang, penuh keyakinan dan usaha menghaapi masa depan, dan cinta tanah air. lbu-ibu tidak henti-hentinya berpartisipasi dalam pembinaan dan pembudayaan hidup bersih dan sehat, menjadi pelopor pembangunan lingkungan, melakukan penyuluhan rumah sehat, membudayakan hidup bersih dan sehat, dan menumbuhkan kesetiakawanan sosial dan kegotong royongan. Dalam mewujudkan kebersihan kota misalnya, ibu-ibu berperan nyata dalam menciptakan kebersihan lingkungan sehingga Jakarta Pusat meraih Piala Adipura. Tahun depan wilayah kota ini diharapkan bisa meraih Adipura Kencana, lambang kebersihan kota terbersih. PKK berperan mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat miskin, antara lain melalui kegiatan rumahtangga, arisan, penciptaan lapangan kerja, pemanfaatan barang bekas, kerajinan, usaha warung dan barang-barang keperluan rumahtangga, dan kegiatan lainnya pada tingkat lingkungan RT. Kegiatan PKK yang telah tumbuh, disuntik dengan bimbingan dan penyuluhan oleh Pemerintah, diharapkan bisa memacu perkembangan lingkungan permukiman miskin. Berkat dorongan ibu-ibu PKK, lingkungan kumuh menjadi bersih, indah dan nyaman, hijau dan asri. Kombinasi antara kegiatan PKK dengan program Pemerintah, program-program LSM, lembaga sosial kemasyarakatan dan lembaga keagamaan, akan secara bertahap meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin sehingga pada akhirnya akan menekan jumlah anggota masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Peran serta masyarakat di semua lapisan sangatlah dibutuhkan dalam membangun suatu kawasan daerah tertinggal, baik yang letaknya di pusat kota maupun di daerah-daerah tertinggal ibukota. Yang harus dihindari adalah jangan sampai program pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal 243


justru dinikmati bukan oleh kelompok miskin itu sendiri, tetapi dinikmati oleh kelompok menengah dan kaya. Sebagai contoh, perbaikan kampung dan lingkungan, yang sebenarnya diarahkan untuk memperbaiki perumahan dan permukiman kelompok miskin, ternyata pada beberapa lokasi, sebagian besar dinikmati oleh kelompok pemilik rumah yang bukan miskin. Program-program pengentasan kemiskinan hendaknya perlu dibarengi dengan pencatatan detail tentang lingkungan miskin itu sendiri. Data masyarakat miskin sebelum menerima program pengentasan kemiskinan perlu dicatat, demikian pula selama dan sesudah program ini diterapkan. Dengan demikian melalui pelaporan yang baik, pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pengendalian yang ketat, maka program pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal baik melalui tindak lanjut pelaksanaan lnpres Nomor 5 Tahun 1993 (lnpres Desa T ertinggal) maupun program lainnya berdasarkan swadaya dan peran serta masyarakat, khususnya PKK, kelompok masyarakat miskin di DKI Jakarta akan terus berkurang jumlahnya dan kota metropolitan Jakarta Teguh Beriman bisa diwujudkan menjadi ibukota idaman yang kita dambakan bersama. Jayakarta, 22 Juli 1994 KISS Menuju Keluarga Sehat Sejahera Gerakan Keluarga Berencana Nasional telah memberikan hasil yang menggembirakan, baik ditinjau dari aspek kuantitas maupun kualitas. Dalam memantapkan landasan pembangunan Keluarga Sejahtera, mulai digalakkan Kampanye lbu Sehat Sejahtera (KISS) dalam menuju Keluarga Sehat Sejahtera (KSS). Deputi Bidang Pembinaan Operasional Program BKKBN telah menyusun Kebijaksanaan dan Strategi KISS yang memuat pengertian, tujuan, kebijaksanaan, strategi, pokok-pokok kegiatan dan langkah pelaksanaan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi. Persoalan kemudian adalah bagaimana menerjemahkan Kebijaksanaan dan Strategi KISS ini agar mudah dicerna oleh remaja, ibu dan wanita, sehingga mereka dapat berperan dalam membangun diri dan potensi keluarganya menuju terciptanya Keluarga Kecil Sejahtera dalam upaya mempercepat proses pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). KISS BKKBN menegaskan bahwa tujuan tindak lanjut Gerakan KB Nasional perlu diperhatikan. Pertama, kita harus memelihara dan bahkan mengembangkan komitmen yang tinggi dari semua pihak secara lebih berkelanjutan sampai dengan tingkat terbawah, bahkan sampai pada tingkat anggota keluarga. Kedua, kita harus tetap membina organisasi manajemen yang semakin handal, profesional, fleksibel dan akomodatip terhadap berbagai inovasi disertai dengan mutu yang semakin ditingkatkan. Ketiga, semangat, membangun masyarakat yang semakin berbentuk Gerakan KB, perlu ditingkatkan dengan pengelolaan yang bersemangat tinggi, serba siap dan mulai mampu menerima informasi yang semakin dinamis dan global sesuai dengan dinamika masyarakat dan kemajuan teknologi yang ada, tetapi harus tetap diupayakan agar memiliki daya tahan yang mantap tangguh terhadap kemungkinan pengaruh budaya asing. Keempat, gerakan harus menghidupkan jalur dan arus informasi timbal balik yang sehat, sehingga anggota masyarakat dan pengelola serta pelaksana semakin menyatu menjadi satu jajaran dalam melaksanakan kegiatan gerakan serta menerima tanggung jawabnya. Kelima, pelayanan yang dijamin oleh dukungan jaringan logistik yang dinamis, baik berasal dari bantuan pemerintah maupun hasil swadaya dan swadana masyarakat sendiri. Keenam, tingkat partisipasi masyarakat harus dapat ditingkatkan secara akrab dan penuh rasa kekeluargaan menjadi gerakan dengan saling memberikan penghargaan dan penuh pengertian. Ketujuh, umpan balik yang jujur untuk dijadikan pegangan dalam membangun keluarga serta sebagai upaya menghilangkan kekurangan yang masih ada. Kesejahteraan lbu (safe motherhood), merupakan upaya untuk mencegah terjadinya berbagai resiko 244


kesakitan dan kematian pada lbu-ibu hami!, me!at:irk':!,, cn1 ;-. da r'l.'lS2 nifas (WHO: safe motherhood iniciative is all effort to help women particularly mother 1o 'X:'ierstar;c. .!17l' IJ'mrrehend it's own condition and risk they face evety time they are pregnant). Pengert1an !<er~ra'ga i<E<: Sr~Jahtera (KKS) mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kcperducuhan dan h:r·bar1gunan Keluarga Sejahtera. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdi~i dan suatT: ·'·:,tr: 11?:: suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Kelua·g2 Ssj::Jhter'e . 'u keiL:arga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup so:r1tual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi. saiaras. dan seimbang antar anggota keluarga dan antara keluarga dengan masyarakat dan l!ngku;lgan. Keluarga Sejahtera terkait erat dengan !<eluarga E>:Hencana. Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melo.lui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga peningkatar kese;ahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. KKS merupakan SIJatu bx,gJ,lan :,eluarga kecil (nuc/eous family) yang mempunyai 2 anak yang hubungan antara anggota kelua~ganya ma 1pun hubungan antar keluarga kecil tersebut menganut norma dan tata nilai keluarga luas (extended family). Tujuan khusus KISS adalah menumbuhkan dan meningk.atkan kesadaran anggota masyarakat khususnya anggota keluarga untuk membangun KKS, meningkatKan kesehatan dan kemandirian ibu, meningkatkan pendapatan keluarga dalam membangun KKS dan NKKf3S, memberikan pendidikan dan keterampilan kepada para ibu dan kaum wanita untuk meningkatkan prod~ktivitas keluarga dan meningkatkan kepedulian serta peran serta masyarakat dalam menuJu KKS dan ~·JKKB.3. Sasaran KISS ditujukan pada daerah dengan pencapaian kesertaan KB rendah, tingkat fertil1tas tingg1. l!r1gkat laJU pertumbuhan penduduk tinggi, pasangan usia subur muda yang belum ber-KB, usia 15 34 t~1hun dan pendidikan rendah, para pengelola dan pelaksana Gerakan KB Nasional, dukun beranak dar kaner pembangunan desa, pelaksana pembangunan lintas sektoral terkait, serta institusi pemenntah, SIJ.'c,sta d.:.~1 r-nasyarakat luas. Ruang lingkup KISS mencakup hal-hai yang bukaltan dengan ibu, kesehatan, dan keluarga, yaitu Pasangan Usia Subur Muda Usia Dengan Pantas Rerda:l ~~)USMUPAR), generasi siap kawin, keterpaduan kegiatan yang spesifik terhadap kelompok lbu hai ·~:: muJa., hami! tua, dengan balita, dan ibu menyusui, dukungan lnstansi Pemerintah terkait, swasta dan masyarakat. pemanfaatan Posyandu, perilaku reproduksi sehat, peningkatan dan Penggunaan ASI (PP-ASI), Bina Keluarga Balita (BKB), dan Usaha Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK), khususnya bagi lbu hamil, lbu menyusu1, serta bayi dan balitanya. Dari segi isi atau substansinya, KISS meliputi kegiatan-kegiatan pendewasaan usia perkawinan, pendidikan reproduksi sehat, penyuluhan dan pelayanan sebelum dan sesudah (pre dan pasca) persalinan, pelayanan kontrasepsi, immunisasi, PP-ASI, UPGK, gerakan Bina Keluarga Bal:ta (BKB), peningkatan pendidikan dan keterampilan lbu, peningkatan peran ganda Bapak!Pria, usaha penirgkatan pendapatan keluarga akseptor (UPPKA), serta peningkatan dan pemantapan kelembagaan KB. Kualitas keluarga mencerminkan kondis1 keluarga vang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial-budaya, kemandirian, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera. Delapan Dimensi. dikembangkan dalam KISS. Pertama, Pendidikan, meliputi aspek pengajaran, pendidikan keterampilan dan pendidikan kepribadian sesuai dengan dasar negara Pancasila. Kedua, Kesehatan, meliputi aspek-aspek sehat Jasmani, rohani, sosial dan kemampuan untuk berkembang dan meningkatkannya. Ketiga, Ekonom1. d1faktualisasikan dalam aspek-aspek mempunyai mata pencaharian, hidup berkecukupan secara layak. produkt1f dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya sendiri, keluarganya maupun masyarakat. Keempat, Sosial Budaya, diwujudkan oleh kri'.iarga yang mengerti, menghargai dan memperhatikan kaidah-kaidah nilai sosial dan norma sosial yang berlakL' pada masyarakat dan negara serta mampu memanfaatkan teknologi tepat guna bagi keluarga, masvarakat dan bangsanya. Kelima, Psikologis yang dalam kehidupan keluarga dan kehidupan masyarakat tercerm:n da!am aspek-aspek keharmonisan, kerukunan dan keakraban, tenggang rasa, bertanggungjawab, dinamis. kr~atif dan inovatif serta kekeluargaan dengan menerapkan azas musyawarah dan mufakat. Keenam Kemaqdirian. baik kemandirian fisik, material maupun psikis dan mental. Contoh kemandirian psikis antara la~n akt;~alisasi diri, percaya diri, ketergantungan pada 245


diri sendiri, bertanggung jawab terhadap diri sendiri, menilai diri sendiri dan inkuiri (aktif menanyakan atau memeriksa sesuatu). Ketujuh, Agama, difaktualisasikan ke dalam keimanan, ketaqwaan dan perwujudan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana diajarkan oleh agama dan kepercayaannya masing-masing. Kede/apan, Ketahanan, yaitu kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan, ketegaran, keteguhan, serta ketangguhan fisik materiil dan psikis spiritual untuk selalu mampu mengatasi berbagai hambatan agar dapat berkembang secara harmonis, dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin keluarga. Sejalan dengan Gerakan KB Nasional, kebijaksanaan KISS adalah mengarahkan berbagai kegiatan dalam meningkatkan serta memperluas komitmen politis dan operasional untuk bersama-sama berupaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan keluarganya, meningkatkan dan memantapkan kesadaran dan perbaikan kesehatan ibu serta keluarganya, meningkatkan pendapatan keluarga, dan memantapkan gerakan masyarakat secara terpadu dalam berbagai bidang guna memperkokoh pembangunan keluarga kecil sejahtera serta mandiri. Strategi KISS adalah peningkatan kualitas, koordinasi, dan keterpaduan. Perangkat dan instrumen pemantauan (monitoring) dan evaluasi disiapkan untuk melihat dan menganalisis sejauh mana keberhasilan pelaksanan program KISS, antara lain menyangkut indikator perubahan sikap dan perilaku masyarakat terhadap KISS, dukungan dan partisipasi masyarakat, peningkatan kesehatan ibu dan keluarga, pendapatan keluarga, proporsi wanita yang dapat membaca dan menulis, serta yang terlibat dalam kegiatan kerajinan dan keterampilan di rumah. Sebelas Langkah Ada sebelas langkah pelaksanaan KISS yang perlu diketahui oleh lbu-ibu, yaitu (1) pendewasaan usia perkawinan, (2) pendidikan perilaku reproduksi sehat, (3) pelayanan pemeliharaan pre, ante dan post natal, (4) pelayanan kontrasepsi, (5) pelayanan immunisasi dan penanggulagnan diarhea, (6) peningkatan penggunaan AS!, (7) UPGK, (8) BKB, (9) pendidikan keterampilan ibu dan wan ita, (1 0) peningkatan peran ganda Bapakl pria, dan (11) peningkatan dan pemantapan kelembagaan KB. KISS merupakan upaya untuk membantu para ibu/wanita (dan potensi remaja) dalam mengatasi hambatan di dalam maupun di luar dirinya agar bisa berperan aktif membangun diri dan potensi keluarganya dalam mewujudkan Keluarga Kecil Sejahtera (KKS) dan untuk mempercepat pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Melalui penyuluhan KISS diharapkan kesadaran masyarakat dalam membangun KKS dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan, juga dapat dikembangkan suasana kekeluargaan yang semakin akrab dan kondusif dalam membentuk kemandirian, ibu sehat dan keluarga sehat, diciptakan keterpaduan gerak dan langkah, diberikan pendidikan dan keterampilan kepada para ibu-ibu agar dapat meningkatkan produktivitas kerja, diciptakan peluang peningkatan pendapatan keluarga dan pada akhirnya Keluarga Kecil Sejahtera dapat diwujudkan. Angkatan Bersenjata, 2 Oktober 1992 246


Tokyo, Sebuah Refleksi Penanganan Sampah Untuk Jakarta Tokyo dan Jakarta yang telah membentuk suatu tali persahabatan, sewajarnya saling tukar informasi mengenai penanganan berbagai masalah yang ada. Salah satunya adalah masalah sampah, di mana di Jakarta masih merupakan sesuatu yang masih belum terselesaikan. Sosial budaya masyarakat masih merupakan kendala untuk antisipasi masalah sampah, menjadi kendala yang belum berakhir. Sampah selalu berkonotasi kurang baik. Karena sampah merupakan hasil samping yang kurang bermanfaat dari suatu produk. Dan keberadaannya bukan menjadi monopoli negara berkembang yang memacu proses pembangunan dengan industrialisasi, tetapi negara maju pun mengalami "perang" untuk mengantisipasi masalah sampah. Pertambahan penduduk yang kurang terkontrol, faktor sosial budaya masyarakat setempat pun menjadi sebab masalah sampah makin menumpuk. Seperti halnya Tokyo sebagai salah satu kota terpadat di dunia, masih mempunyai masalah pertambahan timbulan sampah, karena keterbatasan lahan pembuangan sampah (sanitary landfill). Akan tetapi masalah tersebut justru menjadikan Tokyo dikenal sebagai kota yang bersih, jalan-jalan bebas sampah. Hal ini wajar terjadi, karena Tokyo telah menemukan suatu sistem pengelolaan sampah yang sangat efektif. Seperti apa yang dikatakan oleh Masaru Tanaka, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah pada lnstitut Kesehatan Masyarakat Departemen Teknik Penyehatan bahwa Tokyo telah berbuat banyak dalam mengelola sampah kota (Majalah Look Japan, Maret 1990). Gambaran tentang usaha mengantisipasi masalah sampah di Tokyo ada baiknya untuk dikaji, sebagai bahan acuan penanggulangan masalah sampah yang makin meningkat di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta yang mempunyai kedudukan sebagai sister city dari Tokyo. Volume Sampah Seperti halnya manusia, untuk hajat hidupnya memerlukan sesuatu untuk mendapatkan dan menikmati produk dengan hasil buangan yang lazim disebut sampah. Karena itu tidak mengherankan kalau dalam kenyataannya, mereka menghasilkan sampah dalam jumlah yang besar. Setiap hari rata-rata rumah tangga di Tokyo menghasilkan 1 kg sampah per orang, yang akhir-akhir ini cenderung meningkat. Selama empat tahun terakhir, volume sampah di 23 kecamatan di Tokyo telah naik 1 juta ton, cukup untuk mengisi 3 bangunan Tokyo Dome (Senayan-nya Tokyo). Sedangkan, rumah tangga modern Tokyo menghasilkan 1.600 gram sampah per orang per hari, sehingga 4,8 juta ton sampah dikumpulkan di kota setiap tahun. Tempat penampungan dan pengelolaan sampah (Incineration Plant) yang ada tidak dapat menampung atau mengolah produksi sampah yang terus meningkat. Sebagai akibatnya, pertumbuhan jumlah sampah yang dibuang ke tempat penampungan sampah telah menjadi masalah dalam penyediaan lahan. Di samping masalah tersebut di atas, tingginya tingkat pendapatan per kapita penduduk Tokyo, ikut menjadi sebab makin menumpuknya sampah. Keadaan ini menurut Tanaka mempunyai dampak terhadap perubahan nilai dan cara hidup masyarakat konsumtif yang terus meningkat, sehingga produksi sampah ikut pula meningkat. Sebagai akibatnya adalah upaya-upaya mengurangi volume sampah melalui daur ulang (recycling) mengalami penurunan, sehingga pendaurulangan sampah yang kurang berhasil menyebabkan biaya pengelolaan sampah meningkat. Masalah Sampah Ada beberapa masalah sampah yang menonjol, antara lain fasilitas incinerator yang tidak mampu mengimbangi peningkatan produksi sampah. Kedua lokasi sanitary landfill/ cukup jauh dari pusat kota dengan daya tampung yang hampir habis, sehingga alternatif tempat pembuangan yang baru perlu dibangun. 247


lronisnya, pemerintah kota sendiri menghadapi kesulitan dalam memperoleh lahan untuk sanitary landfill. Sebagai contoh adalah fasilitas pengelolaan kebersihan kota di Chiba tidak dapat menanggulangi seluruh sampah kota. Pemerintah Chiba mencoba membuang sampah kota sejauh 600 km di wilayah Tago (Aomori Prefecture), akan tetapi penduduk setempat tidak menyetujui pembuangan sampah dari kota lain. Prospek Prioritas tertinggi adalah mengusahakan agar masyarakat mengurangi produksi sampah secara drastis. Kampanye kebersihan kota dengan tema Slim 90 ditujukan untuk mengurangi sampah kota melalui peningkatan kerjasama antar masyarakat dengan pemerintah dan berbagai organisasi sosial. Kampanye kebersihan kota yang didukung oleh dana 530 juta yen dilakukan melalui penulisan yel-yel, go-mi-zero (5-3-0; gomi juga berarti sampah) mempunyai arti bahwa dengan dana 530 juta yen, harus dapat mewujudkan kawasan bebas sampah garbage zero. Demikian juga halnya dengan Jakarta, di mana terdapat beberapa kelurahan yang memproklamirkan Kelurahan Bebas Sampah. Perjalanan sampah sebelum dikumpulkan oleh petugas kebersihan kota, dilakukan dengan berbagai cara dan petunjuk pemerintahan. Cara dan petunjuk harus diterapkan oleh rumahtangga, asosiasi masyarakat perkotaan, kelompok anak dan remaja, perkumpulan orang tua dan organisasi lainnya untuk memisah-misahkan sampah rumah tangga. Kemudian pengumpul dan pemisah sampah swasta mendatangi rumah-rumah penduduk mengumpulkan bekas koran dan majalah. Kelompok lainnya juga ada yang mengumpulkan aluminium, besi, baja, gelas, kertas dan fiber. Taksiran 10 juta ton kertas atau 50% dari sampah kertas dan 200.000 ton sampah fiber dikumpulkan setiap tahun. Banyak cara pengolahan kembali sampah diterapkan sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan akhir. Seperti halnya, pendaur-ulangan sampah merupakan salah satu cara mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang. Pemerintah lokal mendaurulang logam dan barang-barang yang masih berharga lainnya seperti material yang dapat digunakan untuk bahan pembuat kompos dan makanan ternak. Botol kosong dan kontainer LPG bekas juga ditampung oleh para petugas untuk diolah kembali dan dimanfaatkan untuk keperluan yang sama. Pengumpul memperoleh 90% botol bekas yang akan digunakan kembali untuk industri bir dan minuman karbon at dan 10 juta ton gel as kontainer kosong dikumpulkan tiap tahun. Demikian juga 40% dari kaleng minuman kosong dikumpulkan dan didaurulang. Lemari es (refrigerator) dan peralatan elektronik yang tidak diperlukan lagi, dapat ditampung oleh dealer. Kegiatan daur ulang dan pemanfaatan sampah serta barang bekas, ini bisa mencapai hampir 50% (40 juta ton), sehingga dari produksi sampah 1.600 gram per orang per hari, hanya 1 kg saja yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (setengah dari Amerika Serikat). Plastik, kulit, karet, kaleng minuman dan kontainer gelas adalah contoh sampah yang tidak layak dibakar (incombustible). Barang bekas ini dikumpulkan sekali dalam seminggu. Taksiran kasar, 40% dari sampah jenis ini diangkut ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan sampah khusus besi dan baja masih dapat dimanfaatkan. Untuk mengurangi volume plastik dilakukan proses penghancuran dan kemudian dibakar, sisanya 60% dibakar tanpa treatment, sementara itu cara pembakaran yang lebih efektif sedang diteliti. Incinerator khusus sedang dibangun untuk mengatasi jenis sampah kalori tinggi. Sampah besar (bulky) seperti kursi, televisi, radio, lemari es dikumpulkan, dipilih dan dibuang ke lokasi pembuangan akhir sampah khusus untuk dihancurkan. Besi dan baja dapat dijual kembali, sampah yang bisa dibakar (combustible) dilakukan di incinerator dan sampah yang tidak layak untuk dibakar, dibuang dan dibakar di sanitary landfill. Incinerator sangat populer di Jepang, karena dapat menekan volume sampah 5% dan menurunkan berat sampah menjadi 85-90%. Sedangkan pembakaran merupakan suatu cara yang efektif untuk mengeliminaasi bakteri dan pencemaran bau busuk. Pemerintah Jepang memberikan subsidi konstruksi fasilitas incenerator baru sebesar 70 miliar yen setiap tahun. Dari produksi sampah 120.000 ton setiap hari, 75% (90.000 ton) dibakar di incinerator. Jepang mempuyai 1.900 incineration plants dan 29 fasilitas pembuat kompos. Jepang boleh berbangga, karena sampah saat ini Jepang mempunyai angka penggunaan incinerator tertinggi di dunia, sehingga layaklah bila Jakarta menengok penggunaan alat ini guna menanggulangi masalah sampah. 248


Dalam pembangunan tempat pembuangan akhir sampo.b. perhatian khusus diberikan terhadap dampak lingkungan dari lokasi pembuangan akh1r sarnpah, karE,flc1 seb3gian besar lokasinya masih berdekatan dengan pemukiman. Dalarr. mendesain dan mengorerosikan incineration plants, pandangan dan saran penduduk setempat sangat diperhatikan. Bahaya po!usi udma. ka.ndungan dari nitrogin dioksida, sulfur oksida, hydrogen oksida, dioxinx dan bahasa kimia lainnya per 1u dipertimbangkan secara matang. Berbagai jenis sampah mempengaruhi mutu lingkungar: dan set1ap pemba~·gunan baru incinerator perlu menganalisis penilaian risiko secara kualitatif dan kuantitatif. Suatu kearifan tersendiri guna terwujudnya suatu tata lingkungan yang bersih dan sehat Sistem pengelolaan sampah Tokyo te!ah dapat berialan lancar, sebagai hasil kesadaran masyarakat tentang cara-cara membuang sampah sudah tinggi. Mulai dan jenis sampah yang akan dibuang, kapan dibuangnya, daur ulang atau pemisahan kertas koran dan rnajalah, bekas radio, ac, lemari es dan sejenisnya telah merupakan bagian daripada budaya hidup masyarakat Tokyo. Kesadaran yang telah menciptakan budaya masyarakat tersebut didasari oleh semakin meningkatnya produksi sampah, serta perluasan pembangunan fasilitas incinerator yang tida.k mudah dilakukan. maka penduduk lokal diajak berperan serta untuk membangun fasilitas pembuangan sampah di lingkungan pemukimannya. Nampak banyak kesamaan antara Tokyo dan Jakarta dalam penanganan sampah, akan tetapi perbedaan yang mencolok pun bisa kita temukan. Misalnya kesadaran masyarakat yang tinggi akan masalah sampah yang dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan, keterbatasan lahan untuk tempat pembuangan akhir, seharusnya dapat menciptakan kesadaran masyarakat Jakarta untuk membuang sampah pada waktu dan tempat-tempat yang telah disediakan. Tanpa kesadaran yang tinggi dari masyarakat, usaha-usaha Pemerintah DKI menyediakan tempat penampungan awal sampai penampungan akhir akan mubazir, karena penanganan sampah tidak dapat hanya ditangani oleh Pemerintah DKI secara terpisah, tetapi merupakan suatu usaha terpadu antara masyarakat, pemerintah, dan organisasi-organisasi sosial. Jayakarta, 29 Mei 1990 Persatuan Pengelola Sampah Perkotaan Indonesia Dari Kitakyushu ke Perlaspi Seminar lnternasional Peningkatan Pengelolaan Sampah Perkotaan (International Expert Group Seminar on Policy Responses Towards Improving Solid Waste Management in Asian Metropolises) yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 6-8 Februari 1991 mempunyai arti penting bagi Indonesia. Pada seminar tersebut, para pengelola sampah perkotaan di Indonesia menyepakati dukungan pembentukan Perlaspi, singkatan dari Persatuan Pengelola Sampah Perkotaan Indonesia. Pembentukan Perlaspi didorong oleh keinginan mengikuti keberhasilan pemerintah kota-kota metropolitan di Asia dalam pengelolaan sampah, antara lain Tokyo, Nagoya, Kitakyushu, Seoul, Beijing dan Kuala Lumpur. Pengelolaan Sampah Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan paling sedikit terdiri atas lima subsistem, yaitu organisasi (bentuk, struktur, person alia, tatalaksana kerja, pendidikan dan latihan), teknis operasional (tingkat pelayanan, daerah pelayanan, pengumpulan, pemindahan, pemilahan, pengangkutan, pembuangan akhir, dan pemanfaatan), pembiayaan (sumber pendanaan, struktur pembiayaan, pola dan prosedur retribusi), pengaturan hukum (pedoman pembentukan Perda, pembentukan organisasi pengelola, aturan ketertiban umum, dan struktur tarif), dan partisipasi masyarakat (aspek kesehatan, bentuk partisipasi, peranan anak, remaja dan wanita, metode dan program penyuluhan, pemantauan, evaluasi dan pemeliharaan). lstilah retribusi masih selalu diperdebatkan, apakah sekadar iuran atau penggantian biaya (The American Heritage Dictionary 249


menyebutkan bahwa retribution is something given or demanded in repayment). UNCRD (United Nations Centre for Regional Development) di Nagoya Jepang, telah menyusun suatu model pengelolaan sampah kota metropolitan negara-negara Asia. Model tersebut dibagi atas dua elemen. Pertama, tinjauan atas masalah dan kendala pengelolaan sampah. Latar belakang sosial-ekonomi penduduk tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan adanya peningkatan volume timbulan (produksi) sampah dan diversifikasi komposisi sampah perkotaan, serta berbagai masalah perkotaan seperti kekurangan rumah, kepadatan lalu lintas, sanitasi, polusi, banjir, dan penurunan efisiensi pengelolaan limbah. lni semua turut mempengaruhi penurunan pelayanan pengelolaan sampah, degradasi lingkungan hidup perkotaan, khususnya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan sangat rendah yang lebih dikenal sebagai lingkungan pemukiman kumuh (slums and squatters). Kedua, menuju kebijakan peningkatan pengelolaan sampah perkotaan. Kebijakan bersifat komprehensif yang terbentuk dalam suatu kerangka kebijakan pengelolaan (peran pemerintah, swasta dan partisipasi masyarakat, mengandung aspek pembiayaan, personalia, organisasi, institusi, status, dan litbang). Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan nasional, usaha untuk meningkatkan pengelolaan sampah pada tingkat lokal khususnya kota metropolitan, mengikutsertakan peran swasta dan pengusaha serta masyarakat. Kerangka kebijakan pengelolaan sampah kota metropolitan tersebut telah dibahas dalam seminar UNCRD di Jepang tahun 1989 yang menghasilkan Deklarasi Kitakyushu. Masalah dan issu pengelolaan sampah perkotaan, perlu dilihat dalam konteks urbanisasi yang cepat dan keterkaitannya dengan sektor pembangunan perkotaan lainnya. Peningkatan pelayanan pengelolaan sampah perkotaan, perlu dipelajari oleh pemerintah kota-kota menengah dan kota kecil, dengan memperhatikan implikasi potensi daerah dan lingkungan sosial. Sejalan dengan upaya penciptaan pengelolaan sampah perkotaan yang efektif, efisien dan seimbang diperlukan pola hidup yang kondusif untuk menekan timbulan sampah, memperkenalkan sistem daur ulang (recycling) dan pemanfaatan sampah. Tujuh butir Deklarasi Kitakyushu dijadikan acuan Seminar Sampah di Bandung. Pertama, sistem pengelolaan sampah harus fleksiblel untuk mengakomodasikan dan mengatasi kondisi sosial ekonomi lokal yang berkembang pesat. Kedua, pengelolaan sampah harus melayani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pemukiman yang tidak teratur, memperhatikan keterjangkauan (affordability) dan subsidi silang. Ketiga, pengelolaan sampah perkotaan harus efisien dan efektif, sistematis dan merupakan penjabaran dari kebijaksanaan nasional. Keempat, pemerintah harus memperhatikan efek pengembalian biaya (cost recovery). Kelima, pemerintah harus mempromosikan keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan melaksanakan program yang berkelanjutan antara lain melalui penyediaan fasilitas dan pendidikan masyarakat dalam pengelolaan sampah, proteksi lingkungan, kesehatan masyarakat, pengurangan timbulan sampah, dan pemasyarakatan daur ulang. Keenam, peran serta swasta dan sektor informal perlu ditingkatkan khususnya dalam kegiatan daur ulang sampah. Ketujuh, kerjasama teknis pengelolaan sampah perlu dilakukan di antara kota-kota metropolitan Asia. Perlaspi Perlaspi, suatu organisasi yang merupakan wadah pengelolaan sampah perkotaan Indonesia perlu segera dibentuk. Perlaspi beranggotakan badan, lembaga, organisasi, asosiasi dan perorangan yang menu rut tugas, fungsi, keahlian, profesi dan pekerjaannya erat hubungannya dengan pengelolaan sampah. Direktorat Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP), Ditjen Cipta Karya, berinisiatif mengumpulkan Dirut PO Kebersihan dan Kepala Dinas Kebersihan di Indonesia, serta menyusun konsep anggaran dasar dan anggaran rumahtangga. Konsep ini diharapkan cepat digodok dan disetujui oleh Menteri sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pelaksanaannya. Tugas Perlaspi antara lain (a) menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan hubungan serta kerjasama antar anggota, (b) mengembangkan kemampuan anggota untuk meningkatkan pengelolaan sampah perkotaan, (c) melakukan penelitian dan pengkajian di bidang persampahan, (d) menyelenggarakan pertemuan, seminar, simposium, lokakarya, presentasi, percontohan, pendidikan dan latihan di bidang persampahan, dan (e) membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam usaha meningkatkan 250


peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah perkotaan. Dikaitkan dengan ukuran peraih piala kebersihan Adipura, maka kota-kota raya seperti DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan, perlu secepatnya memikirkan mekanisme kerja Perlaspi agar kehadiran perkumpulan ini cepat membawa manfaat. Kota-kota besar Padang, Solo, Bandarlampung, Malang, dan Ujungpandang perlu mengantisipasi pengelolaan sampah kotanya agar efektif dan efisien. Kotakota sedang seperti Bogor, Manado, Magelang dan lain-lain juga perlu meningkatkan pengelolaan sampah disesuaikan dengan kondisi daerahnya masing-masing. Kehadiran Perlaspi pasti dinanti-nantikan oleh kota-kota di seluruh Indonesia. Melalui Perlaspi, para ahli persampahan bisa menyumbangkan pemikirannya baik melalui tulisan, artikel, kegiatan percontohan, penyuluhan maupun diskusi. Melalui wadah ini pula bisa dijalin kerjasama dan hubungan kerja antar kota khususnya dengan kota-kota metropolitan di Asia, antara lain Tokyo, Nagoya, Kyoto, Kitakyshu, Seoul, Fusan, Beijing, Hong Kong, Manila, Bangkok, New Delhi, Kuala Lumpur, dan Singapura. Perlaspi akan turut membantu upaya peningkatan pengelolaan kebersihan kota agar terhindar jadi kota terjorok, bertujuan membantu dan mengembangkan anggota di dalam memperbaiki sistem pengelolaan kebersihan kota (aspek teknis, hukum administrasi, keuangan, kesehatan, peran serta masyarakat, pengusaha dan swasta). Perlaspi, wadah tukar menukar informasi kegiatan persampahan, termasuk penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi persampahan dengan segala dampaknya. Jayakarta, 26 Februari 1991 Sistem Pengelolaan Persampahan di Perkotaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman bertujuan meningkatkan derajat kesehatan lingkungan permukiman penduduk baik di daerah perkotaan maupun pedesaan melalui penanganan air limbah, persampahan dan drainase. Penanganan persampahan meliputi kegiattan pengumpulan (pewadahan dan pemilahan), pemindahan (dari sumber sampah ke TPS, Tempat Penampungan Sementara atau transferdepo) pengangkutan (dari transfer depo atau TPS ke TPA), pengolahan (daur ulang, pembakaran, pembuatan kompos), dan pembuangan (ke TPA, Tempat Pembuangan Akhir). Dalam Pelita V, penanganan persampahan akan diprioritaskan pada 450 kota dan pembuangan akhir persampahan disarankan tidak lagi menggunakan lokasi pembuangan terbuka (open dumping), tetapi menggunakan metoda controlled landfill (gali uruk terkendali), sanitary landfill (gali uruk), improved sanitary landfill (gali uruk yang ditingkatkan), pengelolaan sampah guna dibuat kompos, daur ulang, dan pembakaran. Pengelolaannya melibatkan Pemda, Swasta dan Masyarakat, sedangkan Pemerintah Pusat memberi bantu an teknis dan perintisan. Pengelolaan Kota-kota besar di Indonesia saat ini memprioritaskan program pengelolaan atau penanggulangan persampahan. Ditjen PPM & PLP (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman) Depkes telah menetapkan Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah melalui SK Nomor 281-II/PD.03.04.LP tanggal 30 Oktober 1989 yang meliputi persyaratan kesehatan pengelolaan sampah dalam (a) penampungan atau pewadahan, (b) pengelolaan sampah setempat dengan pola individual, (c) pengumpulan sampah, (d) pengangkutan sampah, (e) pengolahan sampah, dan (f) pembuangan akhir sampah. Ditjen Cipta Karya De parte men PU juga telah menyusun Petunjuk Penyusunan Perencanaan T eknis Persampahan yang meliputi pendekatan sistem, komponen pengelolaan, pola pemecahaan masalah, strategi dan pendekatan perencanaan, analisa dan pengembangan sub-sub sistem (organisasi, operasional, pembiayaan dan retribusi, serta pengaturan atau aspek hukum) serta aspek peran serta masyarakat. Diinformasikan pula data dasar 251


yang diperlukan dalam menyusun Perencanaan Teknis Persampahan Kota. PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) guna meningkatkan peran bantunya dalam pembangunan juga telah menyusun Pedoman Pelaksanaan Tentang Pembudayaan Hidup Bersih dan Sehat. Persyaratan kesehatan pengelolaan sampah dimaksudkan melindungi masyarakat terhadap gangguan kesehatan seperti merosotnya mutu lingkungan (banyak lalat, tikus, nyamuk, kecoa, pencemaran udara, tanah dan air, dan rendahnya nilai estetika) dan menghindar dari penyakit menular (diare, kulit, tipus scrub, demam berdarah dengue, typhoid, dan cacingan). Penampungan sampah harus menggunakan plastik atau tempat sampah, kantong plastik harus kedap air dan diikat buat menghindari bau busuk. Tempat sampah dibuat dari bahan kedap air dan bertutup, tutupnya mudah dibuka dan ditutup atau mudah diisi atau dikosongkan. Tempat sampah sebaiknya mudah dipindahkan dan bak beton permanen di daerah pemukiman tidak dianjurkan. Pewadahan sampah di tempat sampah tidak boleh melebihi 3 x 24 jam, meniadakan serangga, lalat dan tikus. Pengolahan sampah di tempat dapat dilakukan dengan pemisahan sampah, pembakaran sepanjang asap dan debunya tidak mengganggu tetangga, ditimbun atau ditanam (paling dekat 10 m dari sumber air), dan memisahkan sampah beracun pada tempat khusus). Pengumpulan sampah mulai dari rumah-rumah, pengumpulan dan pemindahan oleh rumahtangga atau petugas kebersihan ke truk kompaktor atau TPS yang berbentuk bak beton atau kontainer. TPS harus kedap air, bertutup dan mudah dibersihkan. Penempatannya tidak menjadi sumber bau dan lalat, tidak terkena luapan air, menghindari sampah masuk got, dan pengosongan satu kali sehari. Pengangkutan sampah harus teratur, menghindari sampah berserakan, dan petugasnya berpakaian khusus dengan masker, sarung tangan, topi pengaman, dan sepatu boot. Pengolahan sampah dilakukan di lokasi yang tidak cemar air, tidak banjir, dan tidak menimbulkan asap, bau, debu dan mencegah kehidupan lalat dan tikus. Teknik pengolahan bisa dilakukan dengan pembakaran (incinerator), daur ulang, kompos, dan pemanfaatan lainnya. Pembuangan akhir sampah memilih lokasi yang tidak mencemari sumber air, tidak banjir, muka air tanah cukup dalam, jenis tanah cukup kedap air, permukaan tanah rendah, paling dekat 5 km dari bandar udara dan di luar rencana perluasan, kurang lebih 3 km dari pemukiman, estetis, dilindungi tanaman pelindung, dilengkapi prasarana pendukung antara lain bangunan untuk petugas termasuk kamar mandi dan we, masker, topi pengaman, sarung tangan, sepatu kerja, pakaian kerja khusus, alat pemadam kebakaran, P3K, cuci kendaraan. Petugas harus diperiksa kesehatannya secara berkala. Subdit Persampahan Direktorat PLP (Penyehatan Lingkungan Pemukiman) Ditjen Cipta Karya telah membuat pedoman pendekatan pengelolaan sampah yang bersifat multi aspek dengan menganalisis dan mengembangkan subsistem dan interaksinya, melihat multi parameter, dan menerapkan dua pendekatan (dari atas atau top down approach dan dari bawah atau bottom up approach). Komponen sistem pengelolaan sampah terdiri dari subsistem organisasi dan manajemen, operasional, pembiayaan dan retribusi, dan pengaturan hukum ditambah satu aspek komponen lingkungan internal peran serta masyarakat. Subsistem organisasi dan manajemen terdiri atas bentuk organisasi, struktur organisasi dan manajemen, kuantitas dan kualitas personalia, organisasi dan tatalaksana kerja, dan diklat. Subsistem operasional meliputi tingkat dan daerah pelayanan, penampungan dan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan akhir (termasuk di dalamnya pewadahan dan pengolahan). Subsistem pembiayaan dan retribusi mencakup sumber pendanaan, struktur pembiayaan, pola atau prosedur retribusi. Subsistem pengaturan hukum terdiri dari Perda dan produk pengaturan lainnya, ketertiban umum, dan struktur tarif. Aspek peran serta masyarakat antara lain bentuk partisipasi masyarakat, metode pembinaan masyarakat di bidang kebersihan, program penyuluhan, dan pemeliharaan kondisi lingkungan. Pola pemecahan masalah persampahan didasarkan atas penentuan sasaran, identifikasi masalah, penentuan kriteria desain atau perancangan, penanggulangan, dan pemantauan serta evaluasi pengelolaan. Beberapa analisis bisa digunakan, misalnya masukan-keluaran (input-output analysis), hubungan sebab-akibat, SWOT (Strength - Weakness - Opportunity - Threat atau kekuatan - kelemahan - peluang - ancaman), deskripsi, dan metoda lainnya yang cocok. Strategi dan pendekatan perencanaan memperhatikan deskripsi objektif, pencapaian sasaran secara berjenjang, pembinaan sistem tertutup, pembobotan prioritas, penentuan kuantitas yang diikuti kualitas, desentralisasi dengan pola rumah tumbuh, penentuan lokasi pelayanan, 252


penyederhanaan proses, peningkatan peran serta masyarakat dan swasta, setiap subsistem diarahkan pada pencapaian sasaran, cara pengelolaan fleksibel, aplikatif dan mudah dipahami, dan diakhiri dengan pemantauan dan evaluasi. Analisis organisasi meliputi ruang lingkup kegiatan, kendala, organisasi yang ada, aspek dan jenjang strategis, jenjang manajerial dan operasional, struktur organisasi, personalia, organisasi dan tatalaksana, dan diklat. Bentuk organisasi pengelola sampah di kota besar sebaiknya berbentuk Dinas atau Perusahaan Daerah kota sedang 1 (penduduk 250.000-500.000 jiwa) diarahkan berbentuk Perusahaan Daerah, kota sedang 2 (100.000-250.000), Dinas tersendiri, dan kota kecil ditangani Unit di bawah Dinas PU yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab memadai. Operasional menyangkut tingkat pelayanan (100 persen daerah komersial dan pasar dan 50 persen daerah pemukiman yang secara bertahap akan ditingkatkan menjadi 100 persen) dan daerah pelayanan (pemukiman, komersial, fasilitas umum, penyapuan jalan, pembersihan saluran). Langkah-langkah perancangan operasional persampahan mulai dari penentuan sasaran, kriteria, pengembangan sistem, ruang lingkup daerah pelayanan, pendataan daerah, pemilihan pola pengelolaan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, prasarana dan sarana, uji coba, pemantauan dan evaluasi, penyempurnaan perancangan, dan implementasi. Pengumpulan dilakukan secara individual dan komunal, pemindahan sampah merupakan kegiatan antara pengumpulan dan pengangkutan, stasiun pemindahan yang luasnya 50 m2 dan 200 m2 merupakan tempat penyimpanan alat kebersihan, bengkel sederhana, dan kantor pengendali. Pengangkutan terdiri dari tiga jenis yaitu dari lokasi pemindahan ke TPA, dari grup lokasi pemindahan ke TPA, dan pengangkutan langsung dari sumber sampah atau rumah-rumah ke TPA. TPA di darat dapat berbentuk tempat pembuangan terbuka (open dumping), gali uruk terkendali (controlled landfill), gali uruk (sanitary landfill), gali uruk yang disempurnakan (improved sanitary landfill), pembuangan di laut dilakukan di dekat pantai (reklamasi) dan di tengah laut. Dana pengelolaan sampah berkisar sekitar 5-10 persen dari APBD, sebagian besar atau 80 persen diharapkan diperoleh dari masyarakat, dan biaya pengelolaan sampah kota berkisar antara Rp 1.500,- dan Rp 2.000,- per orang per tahun. Retribusi merupakan bentuk konkrit partisipasi masyarakat dalam membiayai program pengelolaan persampahan. Pengaturan dan Perda dimaksudkan buat memperlancar pengelolaan persampahan. Peran serta swasta dan masyarakat sangat membantu kelancaran pengelolaan sampah. Tokoh masyarakat, LKMD, generasi muda, organisasi pemuda, Karang Taruna, PKK perlu menanamkan dan menyebarluaskan budaya hidup bersih dan sehat, aktif dalam penanganan kebersihan, menuju perwujudan kota yang bersih, indah dan nyaman. Pembuatan perencanaan teknis persampahan kota perlu memperhatikan data dan informasi yang menyangkut gambaran umum kondisi kota, aspek fisik (geografi, topografi, hidrologi, klimatologi, geologi, dan peta orientasi kota sampai ke batas kelurahan), aspek sosial-ekonomi (pemerintahan, penduduk dan tenaga kerja, karakteristik kota yang menonjol, pelayanana umum, industri, anggaran, dan pendapatan per kapita penduduk), aspek penyehatan lingkungan pemukiman (air limbah, air bersih, persampahan, air minum, dan perbaikan kampung), rencana induk kota (rencana umum tata ruang, rencana bagian wilayah kota, dan rencana terinci kota), kondisi pengelolaan sampah saat ini (aspek kelembagaan, operasional pembiayaan dan retribusi, peraturan dan perundang-undangan, peran serta masyarakat), dan program pembangunan persampahan. Kota Bersih Kota yang bersih dapat diciptakan dengan memadukan semua komponen sistem pengelolaan sampah, yaitu organisasi dan manajemen, teknik operasional (pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, pembuangan), pembiayaaan dan retribusi, hukum, peran serta masyarakat (umum dan peran bantu PKK), dan kesehatan. Salah satu tolok ukur kota bersih adalah keberhasilan suatu kota dalam meraih piala kebersihan Adipura, antara lain Surabaya dan Bandung (kota raya), Surakarta dan Padang (kota besar), Bogor, Jambi, Ambon, dan Samarinda (kota sedang), dan Bukittinggi, Magelang, Temanggung, Solok dan Wonosobo (kota 253


kecil). Contoh kota-kota lainnya yang sudah bersih tetapi belum meraih Adipura (baru memperoleh sertifikat penghargaan kota bersih) antara lain Balikpapan, Bandarlampung, Pekanbaru, Tanjungpinang, Sukabumi, dan T asikmalaya. Jayakarta, 21 Februari 1990 Pengelolaan Sampah Perkotaan Secara Efisien UNCRD (United Nations Centre for Regional Development) telah dua kali menyelenggarakan Seminar Menuju Kebijaksanaan Pengelolaan Sampah Perkotaan Negara-negara Asia. Pertama, September 1988 di Beijing, Cina, membahas masalah dan isu pengelolaan sampah sejalan dengan proses urbanisasi yang cepat, kendala dan peluang penanganan sampah, pengembangan sumberdaya manusia, dan sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah. Kedua, Oktober 1989 di Kitakyushu Jepang, membahas kebijakan pengelolaan sampah kota metropolitan sebagai bagian dari pembangunan kota, peran pemerintah dan non-pemerintah, peran pemerintah lokal dan peran serta masyarakat. Seminar ketiga di Bandung tanggal 4-8 Februari 1991 bekerjasama dengan Departemen PU (International Expert Group Seminar on Policy Responses Towards Improving Solid Waste Management in Asian Metropolises), membahas aspek ekonomi, pembiayaan, dalam konteks administrasi pemerintahan kota, institusi baik pemerintah maupun non-pemerintah, peran serta masyarakat, sikap masyarakat, pendidikan dan penyuluhan dalam pengelolaan sampah kota-kota metropolitan negara-negara Asia, seperti Tokyo, Nagoya, Seoul, New Delhi, Manila, Kuala Lumpur dan kota-kota lainnya seperti Surabaya; Bandung, dan Kitakyushu. Lima belas makalah dari sepuluh negara, akan dibahas dan tiga tema telah dipilih dalam seminar ini, yaitu (1) aspek ekonomi dan pembiayaan, (2) aspek pendekatan hukum, dan (3) aspek peran serta masyarakat dan pendidikan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Deklarasi Kitakyushu Seminar para ahli persampahan kota-kota metropolitan yang diselenggarakan di Kitakyushu telah membahas berbagai masalah, isu, kendala, dan peluang pengelolaan sampah perkotaan. Tujuh butir temuan pada seminar Kitakyushu akan dijadikan acuan bagi seminar di Bandung kali ini. Masalah dan isu pengelolaan sampah perkotaan, dilihat dalam konteks urbanisasi yang cepat dan keterkaitannya dengan sektor pembangunan perkotaan lainnya. Peningkatan pelayanan pengelolaan sampah perkotaan di kota-kota metropolitan Asia, telah diperkenalkan untuk diperhatikan oleh kota-kota besar dan sedang serta kota kecil, dengan memperhatikan implikasi potensi daerah dan lingkungan sosial. Perlu adanya komitmen untuk melaksanakan pengelolaan sampah perkotaan dalam upaya menciptakan pelayanan yang efisien, efektif dan seimbang. Dirasakan adanya kebutuhan untuk menciptakan pola hidup yang kondusif untuk menekan timbulan (produksi) sampah, memperkenalkan sistem daur ulang (recycling) dan pengendalian sumber-sumber yang ada. Pemerintah kota merasakan adanya kebutuhan untuk memperkenalkan pemanfaatan yang seimbang dari sumber dan penggunaan teknologi antarnegara dan antardaerah dalam suatu negara. Juga kebutuhan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyusun kebijaksanaan dan program penunjang pelayanan pengelolaan sampah perkotaan. Di samping itu juga dirasakan adanya kebutuhan bagi masyarakat untuk menghargai nilai jasa yang disediakan oleh tenaga kerja pengelolaan sampah perkotaan dan kegiatan pendaurulangan sampah. Bertolak dari temuan seminar, para ahli persampahan sepakat menyusun tujuh butir Deklarasi Kitakyushu. Pertama, sistem pengelolaan sampah perkotaan harus dibangun fleksibel untuk mengakomodasikan atau mengatasi kondisi sosio-ekonomi lokal di kota-kota negara Asia yang berkembang sangat pesat. Kedua, 254


pengelolaan sampah perkotaan yang merupakan suatu pelayanan penting harus diperluas ke masyarakat berpenghasilan rendah, pemukiman masyarakat yang tidak teratur dan tidak mampu dengan melihat aspek keterjangkauan ( affordability) dan status hukum dari pemilikan tanah 'dan rumah serta lingkungannya. Ketiga, pemerintah negara-negara Asia harus lebih terikat kepada upaya pengelolaan sampah yang sistematis dan perlu adanya formulasi program kegiatan pengelolaan sampah secara nasional untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Keempat, pemerintah suatu negara harus menjamin kecukupan dari basis finansial dari otoritas metropolitan dan ketersediaan hukum untuk mengatur masyarakat dan memperhatikan efek pengembalian biaya pengelolaan sampah (cost recovery). Kelima, pemerintah harus mempromosikan keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan melaksanakan program yang berkelanjutan untuk menyediakan fasilitas pendidikan masyarakat dalam pengelolaan sampah perkotaan, proteksi lingkungan, kesehatan masyarakat, pengurangan timbulan sampah, daur ulang dan pengendalian sumber-sumber daerah. Keenam, pemerintah kota metropolitan Asia harus mengakui adanya kebutuhan daur ulang untuk mengurangi jumlah timbulan sampah yang dihasilkan dan secara aktif menyediakan fasilitas serta mengusahakan berbagai upaya pendaurulangan sampah yang dikerjakan oleh sektor informal perkotaan. Ketujuh, kerjasama teknis dalam pengelolaan sampah perkotaan harus dilakukan di antara pemerintah kota metropolitan dan kota besar di Asia yang didukung oleh pemerintah pusat masing-masing negara dan badan-badan pembangunan multilateral serta bilateral. Kesepakatan Bandung Seminar lima hari pengelolaan sampah kota metropolitan negara-negara Asia yang diselenggarakan di Bandung diharapkan menghasilkan kesepakatan yang lebih rinci dan operasional dibandingkan dengan Deklarasi Kitakyushu. Seminar di Bandung yang juga diisi dengan kunjungan lapangan ke lokasi pembuangan sampah akhir dengan sistem sanitary landfill (gali uruk) di Sukamiskin, tempat transfer depo dan daur ulang sampah di Nyengseret, dan pembuangan sampah dengan sistem komposting di Leuwigajah Cimahi, ditujukan untuk dapat menyusun formulasi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang memperhatikan berbagai aspek, seperti dana, hukum, partisipasi masyarakat, dan pemanfaatan sumber serta penggunaan teknologi. Seminar ini juga merupakan arena pertukaran informasi pengelolaan sampah kota metropolitan negaranegara Asia seperti Beijing, Tokyo, Seoul, New Delhi, Manila, dan Kuala Lumpur serta kota-kota besar lainnya. Dari seminar ini, diupayakan pembentukan jaringan informasi pengelolaan sampah antar kota-kota metropolitan negara-negara Asia, dapat disusunnya kerangka kebijakan operasional yang didahului dengan tersusunnya garis besar petunjuk operasional (guideline), menuju pada peningkatan pengelolaan sampah perkotaan yang efisien dan efektif. Harapan penyelenggara seminar dan harapan kita semua, memuat tiga hal. Pertama, kerangka isu dan identifikasi prospek peningkatan pengelolaan sampah perkotaan yang disusun berdasarkan saran-saran seminar. Kedua, pendekatan komprehensif dan strategi pemantapan kemampuan pemerintah kota dan masyarakat pada setiap tahap pengelolaan sampah, mulai dari pengumpulan sampah, pemilahan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, daur ulang, pembakaran dan pembuangan akhir sampah. Ketiga, analisis dan sintesis temuan seminar dan penyusunan rekomendasi dalam bentuk petunjuk garis besar kebijakan dan strategi pengelolaan sampah perkotaan negara-negara Asia yang merupakan kelanjutan dan penjabaran tujuh butir Deklarasi Kitakyushu. Bagi masyarakat Bandung khususnya, seminar pengelolaan sampah perkotaan negara-negara Asia yang merupakan kelanjutan dan penjabaran tujuh butir Deklarasi Kitakyushu, hendaknya semakin mendorong pemerintah daerah bersama warga kotanya untuk terus berupaya menciptakan Bandung Berhiber, kota yang bersih, hijau dan berbunga, semakin memiliki daya tarik bagi wisatawan mancanegara. Gala, 6 Februari 1991 255


Mengenal Peralatan Sam·pah di Kota Bandung Jenis-jenis peralatan persampahan di daerah perkotaan dapat disesuaikan dengan keperluannya atas sub-sub sistem pengelolaan sampah, yaitu penyimpanan di tempat, penyapuan dan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan dan pengolahan. PO Kebersihan Kotamadya Bandung yang telah membawa kotanya tiga kali ( 1987, 1989 dan 1990) meraih pial a kebersihan kota Adipura kategori kota ray a (penduduk di atas 1 juta jiwa) telah mencoba mengumpulkan data dan informasi peralatan sampah sebagai bahan standarisasi peralatan sampah di perkotaan. Peralatan Sampah Peralatan pengelolaan persampahan dapat dibagi menjadi 6 jenis. Pertama, alat penyimpanan di tempat antara lain container plastik 40 liter. Kedua, alat penyapu dan pengumpulan yaitu sapu lidi, bin plastik 30 ltr, container fibreglass 120 ltr, gerobak berisi container sebanyak 8 x 120 ltr, dan gerobak biasa 1 ,50 ltr. Ketiga, alat pemindahan sampah berupa container sites dan container 10 m3 serta transfer depot. Keempat, alat pengangkutan sampah yang terdiri dari divisional depot, sub districk depot, armroll truck, dump truck, standard truck, dan compactor truck. Kelima, alat pembuangan sampah antara lain wheellloader dan bulldozer. Keenam, alat pengolahan sampah yang terdiri atas peralatan teknologi canggih dan sederhana. Data pengelolaan sampah Kotamadya Bandung tahun 1987 memperlihatkan gambaran sebagai berikut. Sapu lidi yang harganya Rp 300 digunakan oleh ibu rumahtangga atau petugas kebersihan di jalan raya. Bin plastik 40 ltr bertutup (jumlahnya mencapai 64.287 buah) yang harganya Rp 3.500 per buah disimpan di halaman rumah. Lebih praktis jika di bagian dalamnya dilapisi kantong plastik sebagai penampung sampah. Bin plastik tetap 30 ltr seharga Rp 52.000 konstruksi permanen yang dipasang di trotoar, khusus disediakan untuk sampah pejalan kaki. Contohnya lebih dari 50 buah berterbaran di sepanjang jalan perdagangan sepatu Cibaduyut. Rendahnya kesadaran masyarakat menyebabkan banyaknya bin yang tetap kosong, sementara sampah tetap bertebaran di sekitar bin. Bin plastik 120 ltr beroda dan bertutup seharga Rp 43.000 jumlahnya mencapai 1.217 buah, dipasang permanen di tepi jalan protokol. Kurangnya kesadaran masyarakat, terbukti dari adanya beberapa penutup bin yang dicuri orang. Gerobak sampah dengan bin 8 x 120 ltr yang harganya Rp 502.000,- dan jumlahnya mencapai 211 buah digunakan di lingkungan pemukiman yang tanahnya datar. Petugas menarik gerobak sampah yang isinya delapan buah bin untuk menampung sampah rumahtangga. Gerobak tarik biasa volume 1.250 ltr, harganya Rp 385.000 digunakan ditiap RW secara swadaya. Kesan kurang sehat dan kurang nilai estetika dapat diatasi dengan mengecat gerobak dan petugas menggunakan pakaian seragam. Container yang harganya Rp 2,5 juta dengan volume 10.000 ltr mencapai 78 buah ditempatkan di pinggir jalan besar dengan radius tertentu terhadap container lainnya, dibuat dari konstruksi besi dan baja. Alat ini dapat menampung sampah dari 5.000 jiwa/unit/rit. Transfer depot seluas 200 m2 yang harganya Rp 28 juta telah dipasang di delapan tempat, dapat dibangun di daerah pemukiman yang tanahnya memungkinkan untuk penempatan peralatan ini. Konstruksi dari beton, batu bata, dan kayu. Satu unit transfer depot dapat melayani sampah 30.000 jiwa atau sampah dari sekitar satu kelurahan. Bandung telah memiliki dua buah divisi depot yang lebih luas dari transfer depot, harganya mencapai Rp 160 juta per buah dan dapat melayani sampah 500.000 jiwa/hari. Fasilitas ini dapat melayani perbaikan dan perawatan kendaraan operasi, truk, loader dan menyediakan bengkel. Delapan subdistrict yang masing-masing harganya Rp 30 juta dibangun di lahan terdekat dengan daerah pelayanan sampah dan dapat melayani sampah 84.000 jiwa/hari serta menyediakan fasilitas perbaikan dan perawatan kecil alat-alat operasi kebersihan. Duapuluh lima container truck (arm-roll) volume .1 0.000 ltr dan harga perbuahnya Rp 23 juta merupakan 256


truck pengangkut container secara hidraulis. Truk mudah dioperasikan, praktis dan cepat bergerak, bersih dan sehat, dan estetika tinggi. Cocok digunakan pada lokasi penduduk padat dan produksi sampah tinggi. Dump truck volume 8.000 ltr seharga Rp 7,5 juta jumlahnya ada 35 buah adalah truk yang baknya dapat digerakkan, tetapi kurang praktis dibandingkan dengan arm-roll truck. Truk standar seharga Rp 9,7 juta dengan volume 6.000 ltr jumlahnya 37 buah merupakan truk dengan bak konstruksi kayu atau plat besi. Kurang sehat karena sampah sering berserakan, waktu pengoperasian lama dan estetika kurang. Tetapi karena anggaran terbatas, maka truk jenis ini masih banyak digunakan. En am buah compactor truck volume 11.500 ltr yang harganya per buah Rp 32 juta ini dilengkapi dengan alat pemadat sampah, lebih bersih dan hygienis, estetis, praktis dalam pengoperasian dan cocok untuk pengumpulan sampah dan pengangkutan secara komunal. Sembilan buah whee/loader tipe 60 kw dengan harga Rp 50 juta/buah dan em pat buah bulldozer tipe 104 kw yang masing-masing harganya Rp 180 juta, digunakan di lokasi pembuangan akhir (LPA) Cicabe, Cieunteung, Cisurupan Oago, Pasir lmpun dan Leuwigajah. LPA ini menampung sampah kota Bandung yang komposisinya terdiri dari 75,5% sayuran, 8,8% kertas, 4,8% plastik atau karet, 4,6% sampah sukar terbakar, 3,8% sampah mudah terbakar dan 2,5% tekstil. Jika penduduk Bandung pada tahun 1989 adalah 1,8 juta dan produksi (timbulan) sampah adalah 4.500 m3/hari, maka diproyeksikan pada tahun 1995 adalah 2,5 juta penduduk dan 6.000 m3/hari timbunan sampah. Alokasi anggaran pengelolaan sampah saat ini digunakan untuk gerobak dorong (38,2%), domestic container (7,7%), loader (3,1 %), bulldozer (1 0,5%), disposal site (11,1 %), load truck (14,5%), load container (5, 1 %) dan load site (9,8%). Oi sam ping itu biaya rutin pengelolaan sampah terdiri dari belanja pegawai (49,3%), belanja bbm (11,8%), reparasi dan pemeliharaan (6,6%), alat-alat penyapuan (1,4%), administrasi dan umum (11,2%), asuransi (3,8%), cicilan utang dan bunga (14,5%), dan pengeluaran untuk investasi (1,4%). Anggaran PO Kebersihan terhadap APBO dari tahun 1982 sampai dengan 1987 berkisar antara 5 dan 7%, mendekati standar nasional 10%. Pendayagunaan Peralatan pengelolaan persampahan PO Kebersihan Kotamadya Bandung digabung dengan personil yang tersedia dan partisipasi masyarakat serta swasta diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan sampah sehingga berdayaguna dan berhasilguna. Pengelolaan personil secara kuantitatip (jumlah dan penugasan karyawan) dan kualitatip (disiplin pegawai dan hasil yang dicapai), pengelolaan material, pengelolaan finansial atau keuangan, dan peningkatan pengawasan merupakan aspek-aspek pengelolaan sampah yang tidak boleh diabaikan. Oi luar itu sangat diperlukan sekali tingginya partisipasi dan peran serta masyarakat dalam mengelola kebersihan kota. Pelajar dan mahasiswa, pemuda, pegawai negeri, pegawai perusahaan swasta, ABRI, ibu rumahtangga melalui PKK dan berbagai organisasi kemasyarakatan dituntut untuk membantu pemeliharaan dan pencapaian perwujudan kebersihan kota. Kelompok petugas kebersihan Surya Medal di pagi hari dan Embun Pagi yang bekerja di tengah kelelapan warga kota Bandung yang tidak kenai Ieiah selalu menjaga kebersihan di jalan-jalan umum, haruslah dibantu oleh kesadaran warga untuk selalu turut menjaga kebersihan kota dan lingkungan permukimannya. Jika Walikota Bandung, Ateng Wahyudi, sudah berhasil mengajak warga kota Bandung untuk meraih Juara Sepakbola Perserikatan Tahun 1990 dan warga kotanya sadar mendukung Persib kesayangannya, membangun pertokoan jeans Cihampelas, dan mengembangkan pertokoan sepatu Cibaduyut, tidaklah mustahil jika Pak Ateng pun bisa mengajak warga kota Bandung untuk segera bekerja bakti massal membersihkan kota Bandung menyongsong Adipura 1991, meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara, serta mewujudkan Bandung sebagai kota ldaman yang bersih, hijau dan berbunga (BERHIBER). Standarisasi Berbagai jenis peralatan sampah di kota Bandung yang disebutkan tadi ditambah peralatan sampah 257


yang digunakan di kota raya sejenis seperti Surabaya, lima Wilayah Kota di DKI Jakarta, Semarang dan Medan, dapat dikaji untuk dijadikan standar peralatan pengelolaan sampah. Dari berbagai peralatan sampah tersebut, juga akan dapat dikenal peralatan mana yang juga dapat dijadikan standar bagi kota-kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Standarisasi ini penting untuk melihat sejauh mana efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, setelah dikaitkan dengan jumlah personil pengelola sampah, dana yang digunakan, dan waktu kerja, serta unsur-unsur lain yang terlibat dalam sistem pengelolaan sampah. Angkatan Bersenjata, 3 Apri/1991 Mengatasi Sampah Dengan Sistem Modul: Kasus Bogor Sistem pengelolaan sampah saat ini dapat dibagi ke dalam subsistem teknis operasional, organisasi, dan manajemen, pembiayaan dan retribusi, peraturan, dan peran serta masyarakat. Sebagai peraih empat kali piala kebersihan Adipura, wajarlah jika Boger berusaha terus memperbaiki sistem pengelolaan sampah. Salah satu cara dilakukan dengan melakukan perintisan persampahan dengan sistem modul. Penerapan sistem ini diharapkan dapat meningkatkan sistem pengumpulan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dan LKMD, pemindahan sampah dari transfer depo ke tempat pembuangan akhir (TPA), penggantian bak sampah rangka kayu dengan gerobak sampah rangka besi, dan mengganti truk biasa dengan dump truk. Gambaran Kota Kotamadya Boger luasnya 2.156,2 Ha (akan diperluas menjadi 10.550 Ha) terdiri dari 5 kecamatan dan 22 kelurahan. Penduduknya pada tahun 1987 adalah 262.213 jiwa dengan pertambahan per tahunnya 2,2 persen. Kepadatan penduduk rata-rata 121 jiwa/Ha. Prasarana dan sarana kota relatif cukup memadai. Panjang jalan 130 km, kapasitas air bersih 420 liter per detik dengan jumlah konsumen 19.228 sambungan. Penduduk sebagian besar menyalurkan limbah ke saluran-saluran atau drainase, sedangkan untuk pengelolaan kotoran manusianya digunakan septic tank atau cubluk. Tingkat pelayanan persampahan saat ini mencapai 84 persen, yaitu sampah terangkut per hari 1.024 m3 dari produksi sampah 1.128 m3. Daerah pelayanan pengelolaan persampahan kota saat ini mencapai 78 persen dari wilayah administratif yang meliputi daerah komersial, pemukiman, kantor, jalan, dan tempat umum. Pendapatan per kapita penduduknya adalah Rp 360.000, sebagian besar pegawai negeri dan swasta, dengan komposisi 14 persen berpenghasilan tinggi, 60 persen menengah, dan 26 persen rendah. APBD Kodya Boger tahun 1987/88 besarnya Rp 7,2 milyar, terdiri dari Rp 1,7 milyar anggaran pembangunan dan Rp 5,5 milyar anggaran rutin. Anggaran untuk pengelolaan kebersihan adalah Rp 670 juta atau 9,3 persen dari APBD. Sistem pengelolaan sampah saat ini dapat dibagi ke dalam sub-sistem teknis operasional, organisasi dan manajemen, pembiayaan dan retribusi, peraturan, dan peran serta masyarakat. Dalam segi teknis operasional, kita kenai proses pengelolaan sampah mulai dari membagi daerah pelayanan, tingkat pelayanan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir. Daerah pelayanan mencapai 78 persen dari wilayah administratif kota yang meliputi daerah komersial, pemukiman, kantor, jalan, tempat umum, dan lain-lain. Tingkat pelayanan menunjukkan 84 persen dari jumlah penduduk, artinya dari total sampah 1.128 m3/hari dapat terangkut 1.024 m3/hari. 258


Pewadahan dilakukan antara lain dengan menggunakan bin (40 liter), bak sampah permanen, tong sampah, keranjang sampah, kantong plastik bekas, kotak kayu, dan lain-lain. Pengumpulan sampah dilakukan secara individual dan komunal. Pengumpulan sampah secara individual diterapkan di daerah pemukiman teratur, kantor, hotel, dan pasar yang dilayani secara door to door baik dengan menggunakan gerobak ataupun truk untuk kemudian dibawa ke TPS (tempat penampungan sementara) atau dibawa langsung ke TPA (tempat pembuangan akhir). Pengumpulan secara komunal dilakukan di daerah pemukiman yang tidak teratur, misalnya di daerah terjal dan tidak dapat dilalui gerobak, masyarakat membuang sendiri sampahnya ke TPS-TPS terdekat a tau ke gerobak yang lewat di jalan-jalan tertentu. Pengumpulan sampah di daerah pemukiman sebagian besar dilakukan oleh swadaya masyarakat (80 persen), sedangkan 20 persen sisanya dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Di daerah pasar, pengumpulan dan pengangkutan sampah dilakukan oleh IKWP. Pengangkutan sampah dilakukan dengan truk biasa yang ditinggikan baknya, sehingga mencapai volume 10 m3 dengan frekuensi 2-3 rit/hari. Lokasi pembuangan akhir terletak di daerah Rancamaya, di sebelah Selatan ujung jalan tol Jagorawi, cukup untuk menampung selama 15 tahun, letaknya cukup jauh dari pemukiman dan ali ran sungai. Metoda yang digunakan adalah controlled landfill, yaitu setelah sampah mencapai tinggi tertentu, diratakan atau dipadatkan oleh buldozer dan kemudian ditutup dengan lapisan tanah. Dinas Kebersihan sebagai Organisasi Pengelola Kebersihan, terdiri dari Kasubag Tata Usaha dan lima seksi, yaitu perencanaan, pengangkutan dan pembuangan akhir, kebersihan dan pengumpulan, retribusi, dan pembinaan masyarakat. Personalia sebanyak 538 orang, masing-masing terdiri dari 61 staf dan 303 ienaga operasional Dinas Kebersihan dan Pasar, dan 174 orang tenaga swadaya masyarakat yang bertugas sebagai tenaga pengumpul sampah mencapai 80 persen dari subsistem pengumpulan. Biaya pengelolaan sampah pada tahun 1987/88 mencapai Rp 790 juta, masing-masing Rp 670 juta dari APBD dan Rp 120 juta biaya swadaya masyarakat. Dari segi operasi dan pemeliharaan, penggunaannya 16 persen gaji stat, 72 persen operasi dan pemeliharaan, 12 persen investasi/depresiasi, sedangkan persubsistem pengelolaan menunjukkan 46 persen pengumpulan dan penyapuan jalan, 45 persen pengangkutan, dan 9 persen TPA. Biaya satuan memperlihatkan Rp 970,-/m3 pengumpulan, Rp 950,-/m3 angkutan. dan Rp 190,-m3 TPA. Dari aspek pendanaan, retribusi sampah yang diterima oleh Dinas Kebersihan telah mencapai 70 persen dari target yang telah ditetapkan. Pembayaran retribusi dilakukan dengan menitipkan pembayarannya bersama-sama dengan pembayaran di PDAM dan PLN. Walaupun penerapan sanksi masih sangat terbatas, tapi menekankan kesadaran masyarakat, beberapa Perda telah ditetapkan yaitu Pembentukan Dinas Kebersihan, Struktur Organisasi Dinas Kebersihan, dan Penetapan Tarif Retribusi No. 7 Tahun 1981. Peran serta masyarakat dalam kebersihan cukup tinggi yang diperlihatkan oleh penerimaan retribusi sampah mencapai 70 persen dan kegiatan pengumpulan sampah 80 persen dilakukan oleh swadaya masyarakat. lni bisa terjadi berkat adanya penyuluhan secara intensif ke tiap kelurahan dan diselenggarakannya perlombaan kebersihan antar RW, Kelurahan, Kecamatan, dan antar organisasi kemasyarakatan. Perintisan Beberapa permasalahan telah terjadi sebelum diterapkannya perintisan dengan sistem modul, antara lain kualitas pelayanan masih kurang walaupun tingkat pelayanan mencapai 89 persen, pola operasional individual dan komunal masih menjumpai hambatan, pewadahan kurang dipatuhi masyarakat sepenuhnya, pelayanan door to door tidak teratur, frekuensi pengangkutan sampah dengan menggunakan truk tidak tetap, dan sampah di TPA tidak teratur pembuangannya. Di samping itu, masyarakat dan petugas kurang disiplin, sehingga bak sampah TPS selalu penuh dan tidak terangkut, sampah rumahtangga kotor dan mengganggu lingkungan serta estetika, dan kondisi truk tidak terawat serta aparat Dinas Kebersihan kurang bertanggungjawab. Perintisan dengan sistem modul memilih lokasi di Kelurahan Cibogor seluas 53 Ha, daerahnya cukup 259


landai sehingga mudah dilalui gerobak sampah. Jumlah pendud'Jknya 8.848 jiwa atau 1 .922 kepala keluarga, kepadatan 167 jiwa per Ha, dan sebagian besar penduduknya berpenghasilan menengah ke atas. Dengan sistem modul ini, tingkat pelayanan mencapai 100 persen, dan tirnbunan sampah 16 m3. Sistem individual dilakukan pada jalan atau gang yang dapat dilalui gerobak, dan bin 40 liter di halaman rumah. Sampah dari rumah dibawa ke dump truk untuk selanjutnya diangkut ke TPA. Sistem komunal dilakukan di lokasi terjal, dan bin 40 liter secara kelompok. Sampah dibawa ke dump truk dan selanjutnya diangkut ke TPA. Sampah yang terkumpul setiap hari diangkut, sehingga transfer depo tidak ada sampahnya. Di transfer depo juga dilakukan perbaikan ringan gerobak atau truk dan penyelesaian administrasi retribusi. Peralatan yang tersedia terdiri dari 655 unit pewadahan masing-masing bin 40 liter, 10 unit gerobak 1 m3, 1 unit transfer depo ukuran 200 m2, dan 1 unit dump truk dengan volume 7 m3. Organisasi pengelola, merupakan gabungan dari RW, LKMD, dan Dinas Kebersihan. Tenaga kerja terdiri atas 1 orang koordinator, 1 orang pengemudi, 11 orang penarik gerobak, dan 3 orang kru kendaraan. Tarif retribusi dibagi menjadi dua bagian, yaitu retribusi pengumpulan sampah yang ditarik melalui LKMD atau RW dan retribusi pengangkutan dan TPA yang ditarik oleh Dinas Kebersihan melalui PDAM. Manfaat Empat manfaat telah dirasakan dengan penerapan perintisan persampahan sistem modul. Pertama, kegiatan pengumpulan sampah yang dilakukan oleh LKMD lebih teratur, tertib, dan mudah diawasi. Kedua, kegiatan pemindahan dan pengangkutan sampah dari transfer depo ke TPA yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan lebih mudah dan praktis, sehingga tidak ada sampah tercecer atau tersisa di transfer depo. Ketiga, TPS lama yang dibuat dari gerobak kayu yang sering mengganggu kenyamanan lingkungan diganti dengan gerobak rangka besi dan truk biasa yang sulit dalam pemuatan dan pembongkaran sampah diganti dengan dump truk yang lebih praktis. Keempat, sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah yang baru lebih teratur, tertib, mudah diawasi, praktis lebih higienis, dan lebih murah. Merdeka, 28 Nopember 1989 Pengelolaan Sampah Kota Surabaya Pengelolaan sampah kota Surabaya memperhatikan dua aspek, yaitu budaya dan kesehatan. Aspek budaya menyangkut masalah disiplin warga kota, rasa cinta dan senang untuk tinggal di lingkungan yang bersih serta malu terhadap kehadiran dan keberadaan masyarakat di sekitar yang selalu mengamati perilaku kita. Aspek kesehatan meliputi rasa bersih itu sehat dan bersih menciptakan keindahan. Surabaya walaupun telah dua kali meraih Adipura Kota Raya, masih dihadapkan pada permasalahan kebersihan, antara lain daerah pertokoan kurang menghargai kebersihan, pengusaha rumah makan membuang sampah seenaknya, kontraktor bangunan dan masyarakat seenaknya membuang sisa-sisa bangunan di jalan umum, pedagang kakilima mengotori jalan, dan angkutan umum tidak menyediakan tempat sampah. Pengelolaan Pemda Tingkat II Kotamadya Surabaya telah menentukan enam target pengelolaan sampah. Pertama, mempertahankan dan meningkatkan kebersihan daerah-daerah yang sudah ditata rapih dan indah. Kedua, mengubah daerah pemukiman yang tidak teratur menjadi teratur rapih, indah dan layak huni. Ketiga, menjaga daerah-daerah yang sudah bersih terhadap gangguan banjir dan sejenisnya. Keempat, menciptakan budaya 260


bersih dan sehat. Kelima, menciptakan Surabaya Berseri (bersih, sehat, rapih, dan indah). Keenam, mencari upaya dan terobosan dalam penanggulangan sampah di TPA (tempat pembuangan akhir). Kebijaksanaan Pengelolaan Sampah memperhatikan en am langkah, yaitu (1) perlu adanya lembaga atau institusi Dinas Kebersihan yang mandiri, (2) perlu adanya penyempurnaan peraturan yang menyangkut kedisiplinan masyarakat dan retribusi sampah, (3) perlu adanya peningkatan prestasi kerja aparat Dinas Kebersihan, (4) perlu adanya kampanye kebersihan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan, (5) perlu menggalang sumber dana, dan (6) perlu kerjasama yang baik dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian. Pengelolaan sampah juga perlu memperhatikan penataan perangkat lunak (kerjasama antar aparat Pemda), penataran dan peningkatan sarana dan prasarana (perhitungan timbulan sampah, cara pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, penyapuan jalan, pengolahan, dan pembuangan akhir), dan peningkatan peran serta masyarakat (kampanye melalui media massa, majalah, radio, televisi, dan selebaran, penerangan di pasar, pusat perbelanjaan dan pertokoan, temu muka langsung, mobil unit penerangan, dan pendidikan formal/informal). Sistem Pengelolaan kebersihan kota Surabaya dapat dibagi atas tiga sub-sistem, yaitu manajemen dan organisasi (pola kebijaksanaan, aspek perundang-undangan, kelembagaan, organisasi dan tatalaksana kerja, anggaran pembiayaan, pendapatan, dan belanja), operasional teknik (pewadahan, pengumpulan. pemindahan, pengangkutan, perawatan kebersihan jalan, daerah pelayanan, tingkat pelayanan, pengawasan, pengolahan, dan pembuangan akhir), dan peran serta masyarakat (aspek-aspek dan program peran serta masyarakat). Perda Nomor 4 Tahun 1980 tentang Dinas Kebersihan merupakan penyempurnaan SK Walikotamadya DT II Surabaya Nomor 476/K Tahun 1972. Pedoman pelaksanaan operasionalisasi pengelolaan kebersihan diatur melalui Perda Nomor 6 Tahun 1986. Aspek perundang-undangan yang diatur dalam Perda yang terakhir ini terdiri atas ketentuan pemeliharaan kebersihan, ketentuan pembuangan sampah (pewadahan, pengumpulan dan pemindahan sampah ke TPS - tempat penampungan sementara dilakukan oleh warga dan pengangkutan dari TPS ke TPA - tempat pembuangan akhir dilakukan oleh Pemda), ketentuan larangan (dilarang membakar sampah di pekarangan atau di tempat yang bisa menimbulkan kebakaran), retribusi kebersihan, pembebasan atau keringanan retribusi, ketentuan pidana, penyidikan, dan penjelasan tentang Perda mengenai kebersihan. Aspek kelembagaan Dinas Kebersihan terdiri atas Kepala Dinas, Kepala Sub-Bagian Tata Usaha dan Kepala-kepala Seksi sebagai unsur pelaksana. Di samping itu perkantoran dibagi atas Kantor Pusat, rayon Utara, rayon Timur, rayon Selatan yang membawahi cabang-cabang, dan Bidang Khusus yang membawahi Unit Angkutan, Unit Bengkel, dan LPA di Asemrowo, Keputih, Kenjeran, dan Lakarsantri. Karyawan Dinas Kebersihan pada tahun 1988 sebanyak 1.851 orang, terdiri dari 939 pegawai negeri sipil, 55 PP 31/54, 13 honor ABRI, 1 honor Sipil, 403 Honor Daerah, dan 440 tenaga harian lepas. Tatalaksana kerja menyangkut penyelenggaraan tugas pokok Dinas Kebersihan. Pembiayaan pengelolaan sampah diperoleh sebagian besar dari anggaran rutin dan sebagian kecil dari anggaran pembangunan. Penarikan retribusi sampah pada tahun 1988/1989 melampaui target sebagai akibat dari kesadaran masyarakat yang semakin tinggi. Pewadahan sampah sebagai salah satu kegiatan dalam teknik operasional sampah, dilakukan oleh kepala keluarga di rumahnya masing-masing dengan menggunakan tong sampah, keranjang sampah atau kantong plastik bekas. TPS disediakan oleh Pemda. Sarana pengumpulan sampah yang disediakan oleh Pemda antara lain sebuah tong sampah untuk setiap rumahtangga yang tidak mampu, kereta dorong untuk setiap RW, lahan TPS berupa depo sampah 200-300 m2 untuk melayani 30.000 penduduk dan 2 petugas Dinas Kebersihan, dan landasan kontainer. Pengangkutan sampah rumahtangga ke TPS menggunakan kereta dorong yang dikelola oleh warga dan pasukan kuning kebersihan. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dilakukan oleh petugas Dinas Kebersihan dengan menggunakan truk hidrolik (untuk mengangkut kontainer sampah), dump truk (untuk mengangkut sampah dari TPS ke TPA yang tidak dilengkapi dengan kontainer sampah), compactor truck 261


(untuk mengangkut kontainer 1 m3), dan truk bak (dengan menggunakan crew pasukan kuning). Armada Dinas Kebersihan menangani 2.400 m3 setiap harinya. Di samping itu Swasta atau Rekanan membantu pengangkutan sampah dengan menggunakan dump truck dan truk bak terbuka (bertutup terpal) yang dapat mengangkut sampah rata-rata 2.000 m3 per hari. Perusahaan atau industri yang menghasilkan sampah 2,5 m3 atau lebih setiap harinya berkewajiban membuang sendiri sampahnya ke TPA. Sampah yang dibuang oleh perusahaan atau industri mencapai 400 m3 per hari. Sampah bahan buangan berbahaya (8-3) dilarang dibuang ke TPA. Pemeliharaan kebersihan jalan dilakukan dengan penyapuan jalan yang dilakukan di jalan primer kota, jalan arteri primer dan sekunder, jalan konektor atau penghubung kota, jalan lokal kota, wilayah pusat perbelanjaan, pertokoan dan perkantoran, terminal, pasar dan pusat keramaian lainnya. Penyapuan jalan dilakukan dalam empat gelombang, yaitu pukul 06.00-12.00, 12.00-18.00, 18.00-24.00, dan 01.00-06.00. Sistem pembuangan akhir sampah dilakukan dengan cara open dumping (hampar padat) dan uncontrolled sanitary landfill. TPA terdapat di empat tempat, yaitu 40,5 Ha di Keputih (menampung 2.000 m3 sampah per hari), 30 Ha di Kenjeran (menampung 2.000 m3 sampah perhari), 11,7 Ha di Asemrowo (awal tahun 1990 diperkirakan sudah penuh sampah), dan 6 Ha di Lakarsantri (akan diperluas menjadi 9 Ha) dengan sistem controlled landfill (gali urug) menampung 1.000 m3 sampah per hari. Tingkat pelayanan mengangkut kualitas dan kuantitas, fasilitas umum dan pasar ( 1 00%) dan daerah pemukiman (70%). Jumlah penduduk Surabaya pada tahun 1988 sebanyak 1,5 juta. Sampah yang ditangani pada tahun 1988 adalah 6.295 m3 per hari yang terdiri dari 2.400 m3 diangkut Dinas, 2.000 m3 oleh Swasta atau Rekanan, 650m3 sampah pasar, 200m3 dari Pusat Perdagangan dan Pertokoan, dan 400m3 sampah Perusahaan atau lndustri. Daerah pelayanan meliputi 19 kecamatan seluas 21.954 Ha (75,6%) dari luas kota Surabaya dengan tingkat pelayanan kebersihan 80%. Pengawasan dilakukan secara administratif bagi petugas kebersihan, fisik teknis meliputi pemeriksaan kebersihan di jalan, saluran, riol, selokan, taman, tempat umum, pasar, pusat perdagangan, pertokoan, pasar, daerah perbelanjaan, perkantoran, dan daerah pemukiman. Cara pengawasan dilakukan secara incognito oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, secara teratur oleh Kepala-kepala Seksi pada Dinas Kebersihan, dan tidak langsung oleh masyarakat melalui surat, telepon, atau media massa. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, dilakukan penyuluhan kebersihan, dibuat proyek percontohan, dan diselenggarakan Iomba kebersihan antar Kelurahan. Peran serta masyarakat yang telah berjalan saat ini adalah adanya 10.000 pasukan kuning kebersihan di masing-masing RW dan RT, membuang sampah ke tempat yang disediakan, membayar retribusi sampah, memberikan sumbangan peralatan kebersihan, mengikuti kegiatan kerja bakti, menyebarluaskan budaya bersih dan sehc:t menuju kota berseri (bersih, sehat, rapih dan indah). Program peningkatan peran serta masyarakat dilakukan melalui pola pendekatan persuasif dan edukatif, polisional non-yustisi, dan pendekatan polisional yustisi. Harapan Pengelolaan kebersihan kota Surabaya dengan motto aku berkarya bukan untuk sebuah nama, bukan pula hanya untuk bergaya, namun ini adalah panggilah hatiku, karena berseri adalah gaya hidupku telah diresapi oleh warga Surabaya sebagai salah satu kebutuhan hidupnya. Hasil nyata, Surabaya telah meraih Adipura tahun 1987 dan 1989 dalam kategori kota raya (penduduk di atas 1 juta jiwa). Memasuki pemilihan Adipura tahun 1989/1990, Surabaya bersaing dengan Semarang, Bandung, Lima Wilayah Kota di DKI Jakarta, dan Medan. Harapan Walikotamadya DT II Surabaya dan warganya tidaklah berlebihan, yaitu terciptanya kota Surabaya Berseri dalam jangka pendek, meraih Adipura pada bulan Juni 1990. Merdeka, 21 Februari 1990 262


Sampah Jakarta Tahun 2000 Sampah saat ini merupakan salah satu masalah di DKI. Di tiap kelurahan, sela!u dijumpai masalah sampah. Pelayanan sampah oleh Dinas Kebersihan belum mencapai seluruh daerah di DKI. Dari produksi atau timbulan sampah 2.950 ton/hari dapat diangkut 2.160 ton/hari. Pengumpulan sampah saat ini, 85% menggunakan handcart (gerobak dorong) dan 15% sistem jali-jali atau dari rumah ke rumah. Sampah dengan menggunakan Handcart diangkut ke LPS yang berbentuk handcart pool, communal concrete bin, bak terbuka, communal container, dan depot. Sampah di daerah tertentu atau jalan protokol disapu dengan tangan atau diisap dengan menggunakan truck sweeper (kendaraan pengisap sampah dan mencapai panjang jalan 751 km). TPA (lokasi atau tempat pembuangan akhir sampah) berada di Srengseng, Kapuk Kamal, dan Cakung dan kondisinya masih merupakan open dumping (tempat pembuangan sampah terbuka). Sampah yang terkumpul di DKI sangat beragam. Ada sampah rumah tangga, pasar, industri, komersial, jalan, dan sampah campuran. Studi BPP Teknologi tahun 1982 menunjukkan bahwa berdasarkan volumenya, jumlah sampah di DKI pada tahun 1981 adalah 6 juta m3/tahun dan proyeksinya pada tahun 1995 dan 2005 mencapai 10,4 dan 13,9 juta m3/tahun. Berdasarkan beratnya, pad a tahun-tahun terse but be rat sampah naik dari 1 ,2 ke 1 ,9 dan 2,3 juta ton/tahun. Khusus di Jakarta Pusat, sebagian besar sampahnya berupa sisa makanan atau bahan organik dengan karakteristik kadar air 63%, kadar abu 9% dan nilai kalor 4.500 kilo Joule/kg di musim hujan, dan kadar air 58%, kada.r abu 12%, dan nilai kalor 6.152 kilo Joule/kg di musim kemarau. Karakteristik ini sangat menentukan dalam penanganan selanjutnya. Yaitu apakah sampah tersebut memenuhi syarat atau tidak untuk dibakar di dalam suatu incinerator (mesin pembakar sampah). Pengangkutan Komposisi sampah terdiri atas sampah organik, kertas, kayu, kain dan tekstil, karet dan kulit tiruan, plastik, logam, gelas dan kaca, batu, pasir, tanah, dan lain-lain. Tempat penampungan sampah rumah tangga atau pewadahan pada umumnya berupa tong sampah atau bak sampah, sebagian tidak tertutup dan terbuat dari bermacam-macam bahan seperti logam, kayu, karton, drum, atau keranjang. Ada juga rumah tangga yang membuang sampah di atas tanah terbuka, pojok jalan, saluran air, selokan atau sungai di dekat rumahnya. Sampah pasar dikumpulkan dalam bak sampah terbuka atau container (bak sampah tertutup dari baja), sampah perkantoran diangkut dengan menggunakan compactor (kendaraan pemadat sampah), sampah rumahtangga diangkut dengan menggunakan gerobak sampah, compactor, atau truk terbuka, dan sampah jalan kumpulkan dalam gerobak atau diisap dengan menggunakan truck sweeper (truk pengisap sampah). Berbagai macam cara pengumpulan sampah telah dikenal saat ini, antara lain sistem jali-jali (menggunakan musik jali-jali pada saat petugas pengumpul sampah mendatangi rumah-rumah penduduk yang dilalui kendaraan), door to door (mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dengan menggunakan gerobak sampah), daur ulang (memilah sampah menjadi kumpulan kaca, kaleng, plastik, kertas koran, dan lain-lain), galvanis (tong sampah yang diletakkan di ujung gang, contohnya di Cikini), tong sampah fiberglass (terutama di daerah elite dan di jalan-jalan protokol). Sampah diangkut ke TPS (tempat penampungan sementara) dan kemudian ke TPA (tempat pembuangan akhir) menggunakan kendaraan truk terbuka atau compactor. Pada tahun 1988 di DKI ada 738 truk sampah, masing-masing 130 di Jaksel, 124 di Jaktim, 199 di Jakpus, 132 di Jakbar, 94 di Jakut, dan 59 di Dinas Kebersihan. TPS terdiri atas 74 bak sampah, 205 pool gerobak sampah, 310 bak terbuka, 625 bak container, 117 transite, 74 depo, dan 2.930 galvanis (container 1 m3). Berkaitan dengan pengelolaan sampah, saat ini ada 7.245 gerobak sampah, 1.058 gerobak celeng, 301 gerobak lumpur, 100 truk tinja, 48 gerobak dorong tinja, 6 mobil toilet, dan 3 truk tangki air. 263


Alat-alat besar yang dikelola Di11as Kebersihan terdiri atas 13 bulldozer, 27 soveldizer dan swampsovel loader, 34 whee/loader, 3 trans mastar. 1 vibration rolies, 1 derek, 1 trailer, 3 excavator, dan 22 street sweeper (kendaraan penyapu jalan). Persentase komposisi sampah terdiri atas 74% sampah organik, 8% kertas, 5% plastik, 4% kayu, 3% kain, dan sisanya adalah karet. logam, kulit tiruan, gelas, kaca, dan lain-lain. Perkiraan volume sampah pada tahun 1988 adalah 7,338 juta m3. Tahun 2005 Perkiraan timbulan sampah dan pengelolaannya pada tahun 2005 dapat dilakukan dengan menghitung kondisi sampah saat ini, proyeksi penduduk, dan timbulan sampah per orang per hari. Sistem pengelolaan sampah akan merupakan kombinasi dari berbagai subsistem antara lain ja/i-jali, container kecil, container depo, handcart, pengumpulan sampah dari rumah ke rumah, stasiun transfer besar, sanitary landfill (gali uruk terkendali), pengolahan untuk leachate, open dumping (pembuangan terbuka), dan incinerator (pembakaran sampah). Studi PU dan JICA (Japan International Cooperation Agency), memperkirakan proyeksi sampah tahun 2005 (satuan ton/hari) yang harus diangkut adalah 10.220 terdiri atas 5.110 sampah rumahtangga (3.540 diangkut ke LPS dan 1.570 ke transfer dengan sistem jali-jali), 620 sampah pasar sementara (semuanya diangkut ke LPS), 1.090 sampah pasar resmi (diangkut ke transfer), 1.790 sampah komersial (960 diangkut keLPS dan 830 diangkut ke stasiun transfer), 1.510 sampah industri (450 keLPS, 130 ke transfer, dan 930 ke pengolahan khusus), dan 100 sampah jalan. Sampah di transfer 9.290 diangkut ke TPA sanitary landfill, masing-masing 4.080 di Tangerang dan 5.210 di Bantar Gebang Bekasi. Dengan memperhitungkan jumlah penduduk di tiap wilayah, asumsi timbunan sampah per penduduk, dan sumber-sumber sampah, dihasilkan perhitungan timbulan sampah di DKI tahun 1984, 1985 dan 2005 masing-masing 4.930, 7.360, dan 10.200 ton/hari. Studi JICA juga menyimpulkan bahwa pada tahun 2005 diperlukan 2.852 tenaga Dinas Kebersihan profesional dan kebutuhan peralatan pengumpulan dan pengangkutan sampah yang terdiri dari 1.138 unit communal container 10 m2, 57 4 unit large arm roll, 6.582 unit communal conainer 1 m3, 176 unit kendaraan compactor 4 m3, 36 unit tipper 6 m3, 2.491 unit handcart, dan 162 unit depo. Untuk itu, Stasiun transfer perlu dibangun sebanyak 13 buah, masing-masing di Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur. Rencana penyapuan jalan sepanjang 1.693 km yang menggunakan truck sweeper akan dilakukan di jalan protokol dan daerah tertentu dengan 23 unit truck sweeper dan 2.753 petugas kebersihan profesional. Sampah yang dibuang ke TPA di Bekasi dan Tangerang masing-masing 6.050 ton/ hari dan 5.380 ton/hari. Di samping sistem pengumpulan dan pengangkutan, perlu dilakukan perbaikan sistem organisasi dan manajemen antara lain pemeliharaan, penyempurnaan organisasi, peningkatan biaya pengelolaan, kelengkapan hukum dan kelembagaan, dan peningkatan pelayanan. Dalam periode 1989-1995 disarankan peningkatan sistem pengumpulan sampah di kampung-kampung dengan berbagai cara, melaksanakan pengumpulan sampah di daerah pemukiman baru, membangun stasiun pemindahan sampah di Sunter, membangun lokasi gali uruk di Bekasi dan Tangerang, mempromosikan retribusi sampah, dan memasyarakatkan gerakan kebersihan. Tahap selanjutnya, 1996-2000 dan 2001-2005 dilakukan penyempurnaan sistem pengelolaan sampah yang ditunjang oleh peran serta dan partisipasi masyarakat yang tinggi dan penciptaan kelancaran pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan serta kemungkinan pembakaran sampah dengan menggunakan incinerator. Jaringan pelayanan dan pengelolaan sampah akan diperluas ke setiap pelosok kota dan persentase sampah yang terangkut terhadap timbulan sampah akan ditingkatkan. Saran Upaya mengatasi masalah persampahan di DKI Jakarta haruslah dimulai dengan meningkatkan sistem pengumpulan, pengolahan, dan pembuangan sampah ke TPA, meningkatkan pembiayaan dan peran serta masyarakat. Gerakan kebersihan harus dilaksanakan secara merata di setiap RT, RW, dan Kelurahan di DKI 264


dan cara-cara pengelolaan sampah disesuaikan dengan kond1s1 dan kemampuan masyarakat. Pengumpulan sampah rumahtangga, penggunaan tong galvanis, fiberglass atau plast1k. gerobak sampah dari kayu atau dari rangka besi, dan keterpaduan antara pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah perlu diwujudkan, serta upaya pengamanan terhadap persyaratan kesehatan pengeloiaan s&mpah perlu dilakukan. Pengoperasian kendaraan sampah Dinas Kebersihan, kewalikotaan, kecamatan, dan kelurahan perlu ditingkatkan. Personil Dinas Kebersihan perlu ditambah jumlahnya dan ditingkatkan kemampuannya. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah akan menentukan keberhasilan penciptaan kota yang bersih. Partisipasi pihak swasta dalam pengelolaan sampah juga perlu ditingkatkan, terutama di daerah-daerah tertentu di mana pihak swsta tersebut memang mempunyai minat. Pengelolaan sampah yang baik dan teratur dimulai dari tingkat rumahtangga, RT, RW, kelurahan, kecamatan, dan kewalikotaan. Sampah pasar, pabrik, industri, perkantoran, pertokoan, taman, tempat rekreasi dan sejenisnya, dikelola oleh unit kerja di lingkungan kerja yang bersangkutan dan pengangkutannya ke TPS atau TPA dilakukan oleh Dinas Kebersihan. Gubernur dan Walikota perlu terus menerus menggalakkan gerakan kebersihan kota, memantau dan mengevaluasi kemajuan pengelolaan persarnpahan dan kebersihan kota di tiap wilayah, kecamatan, dan kelurahan, serta meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam menciptakan kebersihan kota. Upaya semua ini akan mempercepat perwujudan kota Jakarta yang BMW (bersih, manusiawi, dan berwibawa). Salah satu alat ukur kebersihan kota dalam jangka pendek adalah keberhasilan dari salah satu atau lebih kewalikotaan di DKI Jakarta. Kalau upaya ini dapat tercapai, maka dampak yang pasti akan terwujud. Yaitu dapat meraih piala kebersihan Adipura yang pengumuman pemenangnya dilakukan setiap tanggal 6 Juni bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup. Semua warga DKI tentu mendukung aktif Pemerintah Daerahnya untuk melaksanakan berbagai upaya penciptaan kebersihan kota dan mengharapkan agar DKI meraih piala Adipura 1990 tanpa satupun wilayah di DKI Jakarta yang dinilai sebagai kota terjorok. Semoga. Jayakarta, 28 April 1990 Pengelolaan dan Pendayagunaan Sampah DKI Jakarta Langkah-langkah pengelolaan sampah dimulai dari pewadahan menggunakan kantong plastik atau bak sampah, pemisahan sampah menjadi bagian yang bisa dimanfaatkan dan yang dibuang, pengumpulan sampah baik oleh warga maupun petugas kebersihan Pemda atau swadaya masyarakat, pengangkutan ke TPS (tempat penampungan sementara) menggunakan gerobak sampah, pengangkutan ke TPA (tempat pembuangan akhir) dengan menggunakan truk terbuka, tertutup, atau truk kontainer. Di samping itu juga digunakan truk compactor untuk menghancurkan dan memadatkan sampah. TPA bisa berbentuk tempat terbuka (open dumping), lokasi pembuangan sampah terkendali (controlled landfill), lokasi gali uruk (sanitary landfill). Sampah juga bisa diangkut ke tempat pembuatan kompos dan dibakar di dalam suatu mesin pembakar sampah (incinerator). Menjelang pemilihan kota terbersih yang ditandai dengan piala Adipura bulan Juni 1990, lima Walikota di DKI Jakarta didukung oleh Swasta dan warga kotanya sudah berusaha sekuat tenaga menciptakan kebersihan kotanya agar dapat meraih Adipura atau meraih sertifikat penghargaan kota bersih karena belum memenuhi syarat memperoleh Adipura, dan menghindar dari julukan terjorok. Pengelolaan dan Pendayagunaan Masalah pengelolaan dan pendayagunaan sampah dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu pengumpulan, 265


pengangkutan, dan pembuangan akhir. Timbulnya masalah pengumpulan diakibatkan oleh produksi sampah yang semakin meningkat, kurangnya kesadaran warga kota akan kebersihan lingkungan, tidak dipatuhinya peraturan persampahan, dan kurang lancarnya pembayaran retribusi sampah. Terbatasnya Ia han mengakibatkan kurang memadainya TPS (tempat pembuangan sementara) sehingga banyak sampah tidak terangkut dan berceceran, armada truk sampah belum effektif pengoperasiannya, dan pelayanan oleh Dinas Kebersihan masih belum menjangkau semua bagian kota. Masalah di TPA dirasakan terutama di lokasi pembuangan terbuka (open dumping) berupa bau busuk dan pencemaran lingkungan, jumlah TPA terbatas, dan lokasinya yang jauh dari kota. TPA di Bantar Gebang Bekasi dan yang direncanakan di Tangerang, selain menimbulkan masalah biaya transportasi dan waktu angkut juga perlu dijaga agar tidak mengotori lingkungan sekitarnya. Bertolak dari permasalahan tersebut dan dikaitkan dengan pembangunan di sektor lainnya, sistem pengelolaan sampah di DKI Jakarta berusaha memadukan berbagai subsistem antara lain sumber dan tipe sampah, lokasi sumber sampah, pewadahan dan penampungan awal, pengolahan sebelum pembuangan dengan melakukan pemisahan sampah, pengumpulan, pengangkutan ke TPS, pengangkutan dari TPS ke TPA, dan pengolahan akhir atau pendayagunaan sampah dengan sistem daur ulang, pembuatan kompos, maupun membakarnya menjadi energi. Di samping itu koordinasi di antara berbagai kelembagaan seperti Dinas Kebersihan dan Sub-sub Dinasnya, PO Pasar Jaya, Dinas PU, Dinas Pertamanan dan lnstansi terkait lainnya perlu ditingkatkan. Peran serta Swasta dan swadaya masyarakat mulai dari tingkat Wilayah, Kecamatan, Kelurahan, RW, RT, Organisasi Kepemudaan dan Wanita, LKMD, PKK, LSM, dan Organisasi Kemasyarakatan lainnya akan menentukan keberhasilan penciptaan kebersihan kota. Pendayagunaan sampah dengan sistem daur ulang dibagi atas daur ulang sampah organik dan anorganik. Sampah organik dapat dijadikan kompos atau biogas. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana memanfaatkan dan memasarkan kompos (seperti yang dialami oleh pabrik kompos di Lenteng Agung/Pasar Minggu) serta menemukan teknologi yang tepat untuk membuat biogas. Sampah anorganik yang berupa barang bekas dan masih bisa dimanfaatkan, dapat diolah dengan re-use (proses perolehan kembali sampah menjadi produk yang sama, misalnya barang-barang plastik dan kertas) atau recycling (sampah diolah kembali menjadi barang baru yang lain, misalnya botol atau piring). Sampah juga dapat diubah menjadi energi, antara lain melalui pembakaran biasa (sampah sebagai bahan bakar ketel dapat menghasilkan uap pemutar turbin yang selanjutnya diubah menjadi tenaga listrik misalnya pada incinerator atau mesin pembakaran sampah), melalui proses pirolisa (sampah dibakar pada suhu dan tekanan tinggi yang menghasilkan gas atau senyawa hidrokarbon dan selanjutnya diubah menjadi bahan bakar cair), dan melalui proses degradasi atau peruraian secara bakteriologi yang menghasilkan gas metan (bahan bakar gas). Beberapa studi telah dan sedang dilakukan oleh BPP T eknologi mulai tahun 1981 sampai dengan 1989, antara lain Pengelolaan dan Pendayagunaan Sampah, Karakteristik dan Komposisi Sampah, Pengumpulan Sampah di Kampung-kampung, Studi Pra-Kelayakan Incineration Plant, dan Pengumpulan Sampah di Rumah Susun Kebon Kacang, kesemuanya dimaksudkan membantu dan memberikan masukan kepada Pemerintah DKI Jakarta dalam menyusun kebijaksanaan pengelolaan sampah jangka pendek dan jangka panjang. Produksi sampah DKI sekitar 20.000 m3 per hari menuntut sistem pengumpulan yang baik, jumlah TPS yang memadai, pengangkutan yang lancar, TPA yang layak, organisasi dan manajemen yang mendukung, dan peningkatan peran serta Swasta dan Masyarakat. Sistem pengumpulan sampah rumahtangga perlu disesuaikan dengan kondisi perumahan dan pemukiman. Cara pengumpulan di daerah Menteng dan jalan protokol akan lain dengan yang harus dilakukan di pemukiman kumuh. Sistem daur ulang, tong sampah galvanis, tong sampah fiberglass, gerobak kayu, dan gerobak celeng hendaknya diterapkan di daerah yang sesuai. Tersedianya tong-tong sampah fiberglass di sepanjang jalan protokol harus ditunjang oleh pengangkutan sampah yang teratur. Stasiun transfer sampah yang akan dibangun di Sunter diperlukan untuk mengepres atau memadatkan sampah sebelum dibuang ke TPA. lni dimaksudkan mereduksi sampah sehingga sampah yang dibuang ke TPA berkurang atau sekecil mungkin. Setiap Kelurahan hendaknya memiliki satu atau lebih TPS yang memenuhi persyaratan fisik dan kesehatan pengelolaan sampah. Persyaratan kesehatan pengelolaan sampah harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes melalui SK No. 281 266


Click to View FlipBook Version