The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Buku Digital, 2023-05-31 13:07:23

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

20181129101319__F__KMS_BOOK_20180723025129

Tahun 1989 tanggal 30 Oktober 1989. Ketentuan tersebut mengatur persyaratan kesehatan pengelolaan sampah mulai dari pewadahan atau penampungan awal, pemisahan sampah atau pengolahan, pengumpulan, pengangkutan ke TPS, pengangkutan dari TPS ke TPA, dan pengolahan sampah di TPA. Saran Guna meningkatkan sistem pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan serta pendayagunaan sampah, disarankan untuk menyusun sistem pengelolaan sampah yang effektif dan effisien. Enam belas kegiatan disarankan dalam meningkatkan pengelolaan dan pendayagunaan sampah. Pertama, kampanye kebersihan kota perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran warga akan kebersihan kota dan lingkungannya. Kampanye bisa dilakukan melalui radio, televisi, brosur, kerja bakti, seminar, ceramah, penyuluhan, dan kunjungan ke setiap RT, RW, dan Kelurahan. Kedua, penyebaran informasi mengenai pengelolaan sampah perlu dilakukan antara lain untuk menggugah masyarakat agar ikut mendukung upaya Pemda dalam meraih piala kebersihan Adipura 1990. Ketiga, subsidi tempat penampungan sampah, tong sampah, gerobak sampah, atau plastik kepada setiap rumahtangga. Subsidi jangan hanya diberikan kepada rumahtangga di pemukiman yang teratur, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana membantu rumahtangga di daerah kumuh dan masyarakat berpenghasilan rendah. Keempat, peraturan dan sanksi atas pelanggaran perlu ditegakkan. T ertib membuang sampah harus diipatuhi oleh setiap warga Jakarta. Peraturan persampahan perlu dibarengi dengan penyebar!uasan informasi kepada masyarakat. Kelima, perlu disediakan sistem hadiah dan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dalam penciptaan kebersihan, misalnya di tingkat RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Wilayah, pasar, perkantoran, tempat hiburan dan sarana rekreasi, serta perusahaan angkutan umum. Keenam, pungutan retribusi sampah harus masuk ke kas daerah dan dimanfaatkan untuk peningkatan pengelolaan sampah. Ketujuh, pengaturan standar bangunan di lingkungan permukiman masyarakat berpenghasilan rendah. Program perbaikan kampung perlu dibarengi dengan penerapan sistem pengelolaan sampah di kampungkampung. Kedelapan, pengelolaan sampah di kampung-kampung, perlu memperhatikan kondisi kampung. Cara-cara pengumpulan sampah di kampung-kampung seperti Kayumanis, Cikini, Pademangan, dan lain-lain dengan menggunakan plastik, tong sampah swadaya, tong sampah gavanis, dan daur ulang, bisa ditiru oleh kampung lainnya yang sejenis. Jika di Surabaya ada pasukan kuning kebersihan dan di Bandung ada kelompok surya medal, maka Jakarta perlu mengerahkan kelompok si Dul anak Betawi untuk memerangi sampah dan mewujudkan kebersihan kota. Kesembilan, perlu diberikan perhatian yang besar kepada pemulung atau laskar mandiri. Studi tentang pola kerja pemulung atau perangkas (pemungut barang bekas) akan bisa memperoleh gambaran sejauh mana peran mereka di dalam menunjang penciptaan kebersihan kota. Kesepuluh, peningkatan organisasi dan manajemen Dinas Kebersihan dan aparat kebersihan terkait. Unsur ini termasuk penataan hukum, kelembagaan, pembiayaan, dan teknis operasional (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi). Kesebelas, peningkatan sistem pengangkutan sampah melalui penambahan armada sampah, penambahan personil petugas kebersihan, pemeliharaan kendaraan, pengaturan route dan waktu pengangkutan sampah, dan mengurangi penggunaan sampah untuk keperluan penjualan sampah. Keduabelas, pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan sistem jali-jali menggunakan truk compactor perlu digalakkan. Cara ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap waktu pengumpulan dan pelayanan sampah oleh petugas kebersihan. Ketigabelas, peningkatan teknik pengelolaan sampah di TPA melalui open dumping, controlled landfill, sanitary landfill, pembakaran, pembuatan kompos, pengolahan dan pendayagunaan sampah dan reklamasi. Keempat be/as, peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah. Kelimabelas, peningkatan kesehatan masyarakat dengan memperhatikan persyaratan kesehatan pengelolaan sampah. Keenambelas, upaya-upaya lain yang mendukung perwujudan kebersihan dan kenyamanan kota, antara lain melakukan penghijauan dan membuat hutan kota. membuat taman kota, mengelola air bersih, air hujan, saluran, drainasi, dan mengendalikan banjir, menata tempat wisata dan rekreasi dengan teratur, menempatkan patung dan apotik hidup di persimpangan jalan untuk menyemarakkan kota, melakukan pembibitan dan penanaman bunga di jalur jalan tertentu, menghimbau masyarakat untuk membuat taman 267


rumah tinggal, mengatur pagar rumah bukan sekedar sarana pembatas tetapi menjadi pagar hijau berbunga. Enambelas upaya ini merupakan program dan kegiatan Pemda yang perlu didukung oleh Swasta dan warga kotanya untuk menciptakan kota metropoiitan atau megalopolitan DKI Jakarta yang BMW (bersih, manusiawi, dan berwibawa). Jangka pendek, mudah-mudahan paling sedikit salah satu Wilayah di DKI Jakarta dapat meraih piala kebersihan Adipura kota raya pada tanggal 6 Juni 1990. Semoga Jayakarta, 20 Desember 1989 Menelusuri Pengelolaan Sampah di Wilayah Kota Jakarta Penilaian Adipura 1990 tahun ini telah dilakukan tanggal 5 Juni 1990. Wilayah Kota DKI Jakarta belum berhasil meraih Adipura 1990, kecuali Jakarta Pusat yang berhasil meraih piagam kota bersih 1990 kategori kota raya. Posisi Jakarta Pusat berada di bawah Surabaya dan Bandung yang meraih Adipura dan di atas empat Wilayah Kota di DKI Jakarta, Semarang dan Medan. Walaupun penentuan pemenang Adipura 1991 masih sembilan bulan lagi, yaitu 5 Juni 1991, setiap Wilayah Kota di DKI harus lebih giat lagi mengelola kebersihan wilayahnya agar tidak menjadi kota terjorok. Pengelolaan Gambaran kota Jakarta pada akhir 1989 ditunjukkan dengan data luas (663 Km2), penduduk (tercatat 7 juta, pada kenyataannya hampir mencapai 9 juta), kepadatan penduduk (12,462 orang per Km2), 1 ,51 juta KK, 28.519 RT, 2.450 RW, 260 Kelurahan, dan 43 Kecamatan (termasuk 13 perwakilan kecamatan), produksi (timbulan) sampah 21.234 m3/hari, (terangkut 16.769 m3/hari, tidak terangkut 4.465 m3/hari). Tugas pokok Dinas Kebersihan ialah menyelenggarakan usaha-usaha kebersihan dalam rangka menciptakan Kota Jakarta yang bersih, manusiawi dan berwibawa. Dari satu segi khususnya peraturan, pengelolaan sampah di DKI Jakarta masih terpusat, tetapi dalam banyak hal diurus oleh masing-masing Wilayah Kota. Misalnya Dinas Kebersihan pada tingkat Pemda DKI dan Sudin Kebersihan dibantu para Camat, Lurah, Swasta dan Warga Kota pada tingkat Wilayah Kota sampai ke Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT. TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dipusatkan di Bantargebang Bekasi dan sebagian di Budi Dharma Cakung, sedangkan sistem pengelolaan sampah tiap Wilayah Kota disesuaikan dengan kebijaksanaan Walikotanya masing-masing. Fasilitas pengelolaan sampah di tiap Wilayah Kota DKI Jakarta dituangkan pada Tabel. Dari tabel ini terlihat bahwa fasilitas prasarana kebersihan hampir merata di tiap Wilayah Kota, padahalluas tiap Wilayah Kota berlainan satu dengan lainnya. Persoalannya adalah bagaimana Walikota merangsang kesadaran dan partisipasi warganya untuk ikut bersama-sama Pemda dan Swasta mengelola kebersihan kotanya, disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan sampah di daerahnya masing-masing. Misalnya, mengelola sampah di Jakarta Selatan seharusnya lebih mudah dibandingkan dengan Jakarta Pusat, Barat, Timur dan Utara. Tetapi kenyataannya sampah di Pasar Minggu dan Kebayoran Lama sulit diatasi. Partisipasi PKK dan warga pemukiman kumuh di Jakarta Barat yang cukup menonjol, perlu dicontoh oleh semua warga Jakarta Barat dalam mendukung upaya Pemda untuk meraih piagam kota bersih atau Adipura 1991. Sebagai pintu gerbang keluar-masuknya wisatawan macanegara, Jakarta Barat harus selalu tampak aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah dan membawa kenangan. Warga Jakarta Pusat dan mereka yang sehari-harinya di jalan protokol, gedung pusat pemerintahan, dan perkantoran mewah di pusat 268


ibukota, harus secara sadar ikut berpartisipasi menjaga kebersihan kota agar bisa mempertahankan status peraih piagam kota bersih dan berusaha untuk meraih Adipura 1991. Warga kota sangat diharapkan partisipasinya dalam pengelolaan sampah mulai dari pewadahan, pemilahan, pengumpulan, pemindahan, penyapuan, pengangkutan, pembuangan, pembakaran di tempat, pengolahan, pemusnahan, penanganan selokan, saluran, dan air kotor, mck, mengikuti kegiatan penyuluhan, mematuhi peraturan, membayar retribusi kebersihan, menata kebersihan rumah dan lingkungan, mengembangkan dan mengendalikan kebersihan, serta membudayakan hidup bersih dan sehat. Tiap Walikota di DKI telah mulai turun ke lapangan untuk membangkitkan semangat warga kota dalam meningkatkan kebersihan kota dan sekaligus mengejar Adipura 1991. Abdul Munir keliling kecamatan di Jakarta Pusat, menyampaikan duplikat piagam kota bersih Jakarta Pusat 1990 untuk selanjutnya ditunjukkan kepada warga kota sebagai bukti prestasi, mengajak warga untuk mempertahankan prestasi dan bertekad meraih Adipura. Sejalan dengan itu, pembangunan MCK untuk mengganti WC gantung (helikopter) diteruskan dan operasi yustisi kebersihan mulai diterapkan di sekitar Kali Sentiong dan Kali Hitam Cempaka Putih. Walikota Jakarta Selatan melaksanakan gerakan kebersihan terpadu (Juni-Agustus 1990) untuk menggugah warga Jaksel agar berbudaya hidup bersih dan sehat. Walikota Jakarta Timur bergelut dengan ulah pedagang kakilima di terminal bus Cililitan dan Pulogadung yang berdagang tidak teratur dan tidak menjaga kebersihan terminal. Walikota Jakarta Utara sulit menolak kiriman sampah dari Wilayah Kota lainnya melalui kali yang bermuara di bagian Utara kota Jakarta. Program Pewadahan, pemilahan dan pengumpulan sampah harus dilakukan oleh setiap warga DKI. Sampah yang dikumpulkan dalam plastik, pengki, ember, dan tong sampah, dengan menggunakan gerobak sampah dipindahkan oleh petugas di tingkat RT/RW ke TPS atau truk yang datang (sistem jali-jali). Penyapuan sampah di jalan lingkungan dilakukan oleh warga kota, di jalan umum oleh petugas dinas kebersihan, dan di jalan tertentu oleh petugas penyapu jalan dari perusahaan swasta yang ditunjuk, atau menggunakan mesin pengisap sampah (truck street sweeper). Tenaga penyapu jalan dari dinas Kebersihan ada 2.179 orang (1.200 orang produktif dan sisanya sudah berumur lanjut). Panjang jalan yang disapu sepanjang 4.000 Km memerlukan tenaga penyapu sebanyak 2.000 orang. Sampah dari TPS ke TPA diangkut oleh kendaraan Dinas Kebersihan dan Dinas Pasar. Dari produksi sampah 16.769 M3 per hari, diangkut oleh Dinas Kebersihan 15.387 m3 dan oleh PO Pasar/Swasta sebanyak 1.382 M3. Dari sekitar 700 truk sampah, hanya 519 buah yang umurnya di bawah 6 tahun, 22% berumur di atas 10 tahun, dan sebagian digunakan untuk menertibkan becak, kakilima, operasi gelandangan, dan WTS. TPA (tempat pembuangan akhir) sampah berada di Budi Dharma Cakung (Kelurahan Semper Kecamatan Cilincing) seluas 36 Ha di atas tanah milik masyarakat. TPA di Bantargebang seluas 100 Ha direncanakan dengan sistem sanitary landfill. Pemusnahan 83, bahan beracun berbahaya, dilakukan di tiga lokasi, yaitu 3 Ha (daya tampung 300 m3/hari) di Pulo Gebang Jakarta Timur, 200 M2 (menampung 60 M3) di Penas Jakarta Timur), dan 648 M2 (menampung 1.500 M3) diGudang B3 Pulogebang. Tanah seluas 3 Ha dengan daya tampung 300 M3/hari sudah dibebaskan di Duri Kosambi Jakarta Barat untuk menampung air kotor dari Jakbar, Jaksel, dan Jakut. Penanggulangan air kotor dan tinja juga dikerjakan oleh Dinas Kebersihan. Tinja penduduk ditampung dalam bentuk septic tank, cubluk, dan bak penampungan sementara. Setelah penuh, kotoran disedot dengan menggunakan kendaraan penyedot tinja. Dari perkiraan produksi tinja 530 M3/hari, Dinas Kebersihan ratarata menyedot 5.692 M3 per hari dan melayani 2.098 orang. Fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) ada 342 buah, masing-masing 162 di Jakpus, 45 di Jakut, 40 di Jakbar, 68 di Jalsel, dan 27 di Jaktim. Pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat melalui LKMD. PU sedang membangun sistem sanitasi air buangan dan pengolahan air kotor di Waduk Setia Budi dan beberapa tempat Pemda DKI menyediakan septic tanklcub/uk dengan pembayaran kredit oleh masyarakat. Di samping We cemplung diganti dengan bangunan we di tepi sungai, banyak terdapat di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat. 269


Kesejahteraan pegawai Dinas Kebersihan perlu diperhatikan, antara lain pembagian beras, pakaian dinas, gaji yang teratur, uang insentif, alat pelindung operasional, asrama pegawai dan pelayanan kesehatan. Peningkatan pengelolaan kebersihan antara lain dilakukan melalui traning karyawan (pengemudi, swastanisasi, dan kerjasama dengan konsultan), pelaksanaan studi (dengan BPPT, lnstansi lain dan konsultan), perencanaan detail, penyuluhan (PKK, P2WKSS, training kader penyuluhan, mahasiswa, pelajar, organisasi masyarakat, pembuatan film dokumenter, pameran, brosur), dan kerja bakti kebersihan. Retribusi kebersihan perlu ditingkatkan. Jakarta yang penduduknya 8 juta jiwa hanya mengumpulkan retribusi sampah Rp 1,2 miliar, padahal Medan, Bandung dan Surabaya dengan penduduknya yang di bawah setengah dari Jakarta mengumpulkan retribusi lebih banyak. Retribusi kebersihan bisa dilakukan melalui pembayaran air minum, PLN, Bank atau PKK. Peran serta swasta dapat dilakukan antara lain melalui penyelenggaraan pendidikan dan training, pemantauan, studi, swastanisasi, dan kerjasama internasional. Pengawasan perlu ditingkatkan, baik terhadap perusahaan, pasar, toko, kendaraan dan sumber penghasil sampah lainnya. Operasi yustisi kebersihan secara bertahap perlu diterapkan di beberapa bagian kota, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan. Tabel. Prasarana Kebersihan Kota di DKI Jakarta Tahun 1989 Prasarana Jakpus Jakut Jakbar Jaksel Jatim - Pencluduk (juta jiwa) 1,17 1,05 1,36 1,76 1,67 - Luas Wilayah (KM2) 49 154 126 145 187 - Kepadatan penduduk per Km2 23.741 6.779 10.782 12.142 8.867 - KK 254.379 226.910 287.518 376.032 373.800 - RT 5.052 4.569 5.658 6.545 6.695 -RW 390 380 486 575 619 - Kelurahan 44 35 52 64 65 - Kecamatan 8 7 8 10 10 - Produksi sampah per hari (M3) 3.886 3.135 4.126 5.201 4.886 - Sampah terangkut per hari (M3) 3.245 2.723 3.397 3.738 3.666 - Sisa sampah per hari (M3) 641 412 729 1.463 1.220 - Gerobak sampah, dinas (buah) 661 536 1.124 120 1.216 - Transfer depo 12 14 14 18 16 -Transite 18 41 47 14 19 - LPS terbuka 38 35 38 22 48 - Pool Gerobak 85 12 61 43 34 - Container 69 61 103 21 80 - Galvanis 590 353 786 514 770 - Container Compactor 3 3 3 5 3 Sumber: Diolah dari berbagai sumber data (Statistik Wilayah DKI1989 dan Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta 1989). Program pengelolaan sampah dapat diidentifikasikan atas peningkatan disiplin pegawai, peremajaan kendaraan angkutan sampah, peningkatan partisipasi masyarakat, peningkatan pelayanan kebersihan, penyempurnaan peralatan, peningkatan penyuluhan, efisiensi pengelolaan sampah, pemusnahan sampah, dan pemantapan sistem pengelolaan sampah termasuk di dalamnya pengendalian pemulung. Jangkauan pelayanan kebersihan oleh Pemda DKI Jakarta saat ini telah mencapai 86% dari warga kota. Walaupun pelayanan tinggi, tingkat pelayanan masih rendah, terbukti dari masih banyaknya sampah menumpuk di pinggir jalan dan angkutan sampah tidak teratur. Sistem pengumpulan sampah dengan cara swadaya 270


masyarakat, penggunaan kantong plastik, dari rumah ke rumah (door to door), jali-jali (truk sampah keliling kampung menggunakan lagu jali-jali), dan TPS yang dilengkapi container galvanis, perlu selalu dikaji kemampuannya. TPS terbuka dan bak sampah terbuka secara bertahap dihapuskan. Efisiensi pengangkutan sampah perlu ditingkatkan, container galvanis perlu ditambah, pembangunan tempat pembuangan akhir sampah di Bantargebang perlu dipercepat (baru 43 Ha dibebaskan dari rencana 108 Ha), pembangunan transfer station untuk menampung sampah sebelum dibuang ke TPA perlu segera dilaksanakan (melibatkan peran serta swasta), dan lokasi TPA di bagian Barat Jakarta perlu segera disediakan. Disiplin dan efisiensi pegawai perlu ditingkatkan melalui penataan, kursus, pengawasan, penyediaan insentif bagi pengemudi, crew truk dan tukang sapu, dan penyediaan asrama pegawai. Sistem pengelolaan kebersihan kota perlu didukung oleh keterpaduan Pemda, Swasta dan Masyarakat. Peran serta swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sampah perlu ditingkatkan. Kawasan bebas sampah di tiap kelurahan harus selalu diawasi oleh Camat, Lurah dan Sudin Kebersihan. Menata kebersihan kota jangan hanya mengacu pada keinginan memperoleh piala Adipura atau piagam kota bersih, tetapi harus dilakukan terus menerus melalui upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat bagi semua warga DKI Jakarta untuk menuju Kota Jakarta BMW. Semoga. Jayakarta, 12 September 1990 Taati Perda Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan Pada hakekatnya pengelolaan kebersihan lingkungan bukan hanya kewajiban Pemda, tetapi merupakan kewajiban masyarakat. Penanganan kebersihan tidak hanya menyangkut masalah teknis dan sistem pengelolaannya saja, tetapi menyangkut perilaku kehidupan masyarakat sehingga upaya penanggu!angan tidak akan tuntas tanpa peran serta masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungannya. Perda Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan di Wilayah DKI Jakarta (yang tidak dapat dilepaskan dari Perda Nomor 3 Tahun 1972 tentang ketertiban umum), mengatur kewajiban masyarakat untuk memelihara kebersihan lingkungan pekarangan rumah sampai ke selokan dan bahu jalan di depan pekarangan rumahnya serta kebersihan lingkungan dimanapun mereka berada. Agar Perda ini berjalan lancar, diperlukan pematangan sikap mental warga kota dan keteladanan aparat Pemda, pimpinan dan tokohtokoh panutan. Perda 5/1988 Perda ini mendefinisikan jalan (jalan dalam bentuk apapun beserta kelengkapannya antara lain selokan, bahu jalan dan sebagainya) yang terbuka untuk umum, jalur hijau (setiap jalur tanah yang terbuka sesuai rencana kota), taman (jalur hijau yang dipergunakan dan diolah untuk pertamanan), sampah (semua jenis buangan atau kotoran padat yang berasal dari rumah tempat tinggal, perkantoran, rumah penginapan, hotel, rumah makan, restoran, pasar, bangunan umum, pabrik, industri, termasuk puing-puing sisa bahan bangunan dan besi-besi tua, barang bekas kendaraan bermotor dan lainnya yang sejenis), dan air buangan (semua cairan yang dibuang yang berasal dari air domestik dan air industri). Setiap penduduk, pemilik, penghuni dan penanggung jawab bangunan wajib memelihara kebersihan lingkungan rumah dan pekarangan serta batas bahu jalan di sekitar pekarangan masing-masing. Perda 5/ 1988 paling sedikit menetapkan sepuluh larangan. 271


Pertama, mengotori dan merusak jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum kecuali oleh petugas untuk kepentingan dinas. Kedua, membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran dan tempat umum kecuali di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Ketiga, membakar sampah di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum di sekitar pekarangan, sehingga mengganggu ketertiban umum. Keempat, buang air besar (hajat besar) dan buang air kecil (hajat kecil) di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran dan tempat umum kecuali di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Kelima, menjemur, memasang, menempatkan atau menggantungkan benda-benda di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum kecuali di tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Keenam, mengeruk atau mengais sampah dari tempat penampungan sampah sementara, kecuali oleh petugas untuk kepentingan dinas. Ketujuh, menutup selokan di sekitar pekarangan tanpa ijin Gubernur. Kedelapan, membuang sampah di luar lokasi pembuangan yang telah ditetapkan tanpa ijin tertulis dari Gubernur. Kesembilan, mencoret-coret, menempel, menulis, mengotori pada dinding tembok, pilar, tiang, pohon, pagar dan jembatan kecuali dengan ijin Gubernur. Kesepuluh, setiap pemilik!penghuni rumah tinggal, kantor, rumah sakit, bangunan/sarana kepentingan umum lainnya, rumah makan, restoran, hotel, rumah penginapan, apotek, bioskop dan bangunan lain yang sejenis, dan industri/pabrik, diwajibkan menyediakan tempat untuk penampungan sampah dan air buangan. Terhadap air buangan yang melebihi ambang batas pencemaran, air buangan yang menimbulkan bau busuk, sampah dan air buangan yang mengandung bahan beracun dan atau berbahaya, sebelum dibuang ke saluran umum harus terlebih dahulu diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedagang atau penjaja diwajibkan menyediakan tempat penampungan sampah yang berasal dari kegiatan usahanya, demikian juga setiap organisasi, badan atau pengelola kompleks peru mahan, perkantoran, pertokoan, perpasaran dan bangunan sejenis lainnya wajib memelihara kebersihan atas jalan, saluran, taman dan jalur hijau yang ada di lingkungannya. Juga mereka yang menyelenggarakan kegiatan keramaian, wajib memelihara kebersihan lingkungan di daerah kegiatannya. Bentuk dan penempatan tempat sampah dan air buangan diatur dan ditetapkan oleh Gubernur. Kendaraan pengangkut sampah, tanah, pasir dan bahan bangunan lainnya harus ditutup dengan baik, agar barang-barang yang dibawa tadi tidak berserakan ke jalan umum. Pemilik atau pengemudi bertanggungjawab atas sampah-sampah yang berserakan di sepanjang jalan yang jatuh dari kendaraannya. Setiap kendaraan pribadi atau angkutan umum wajib menyediakan tempat sampah di dalam kendaraannya. Perda ini juga mengatur perijinan pengelolaan kebersihan, retribusi kebersihan, pelayanan, pembayaran, penagihan, keberatan, pembebasan, pengawasan, ketentuan pidana, dan penyidikan. Retribusi kebersihan didasarkan atas pelayanan yang meliputi pengangkutan dan pembuangan sampah dan air buangan/tinja, penyediaan lokasi pembuangan atau pemusnahan sampah dan air buangan/tinja penggunaan tempat buang air kecil atau buang air besar, dan ijin atas penyelenggaraan pengelolaan kebersihan. Besarnya retribusi berkisar dari Rp 150/hari sampai Rp 15.000/bulan, misalnya pengangkutan sampah dari rumah makan kecil sampah 0,2 M3 (Rp 600/hari), sampah melebihi 0,2 M3 (Rp 900/hari/M3), sampah industri 2,5 M3 (Rp 4.000/M3), pengangkutan sampah bangunan tempat tinggal di daerah protokol (Rp 1 0.000/bulan/kk), penggunaan tempat buang air kecil (Rp 1 00/sekali penggunaan) dan buang air besar Rp 200/sekali penggunaan). Jika terjadi pelanggaran, dilakukan penyidikan sebagai berikut, (a) penyidik menerima laporan atau pengaduan, (b) melakukan tindakan pertama di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan, (c) menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal, (d) melakukan penyitaan benda dan atau surat, (e) mengambil sidik jari dan memotret seseorang, (f) memanggil orang untuk didengar atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi, (g) mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan, tersangka, (h) mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarganya, dan (i) mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik tidak berwenang melakukan penangkapan dan atau penahanan. 272


Setiap tindakan penyidik disertai dengan Berita acara pemeriksaan tersangka, pemasukan rumah, pemeriksaan benda, surat, sakit, atau di tempat kejadian, dan mengirimkannya kepada Pengadilan Negeri melalui penyidik Polri. Penyidikan ini dilakukan sebenarnya untuk mendidik warga kota dan menumbuhkan motivasi anggota masyarakat guna meningkatkan penanaman disiplin dan kadar kesadaran serta sikap hidup dan perilaku budaya hidup bersih dan sehat, yang akhirnya diharapkan mengarah pada satu kondisi, di mana setiap orang dan anggota masyarakat dapat turut berperan serta membina anggota masyarakat lainnya dalam memelihara kebersihan lingkungan. Pelaksanaan Perda Nomor 5 Tahun 1988 tentang kebersihan lingkungan ini harus dilaksanakan oleh semua anggota masyarakat, aparat Pemda, Swasta, dan warga kota. Sejalan dengan Perda ini, Gubernur menginstruksikan Kepala Badan Pengelola Perparkiran, Kepala Wilayah Perparkiran dan Petugas Parkir untuk berperan serta dalam memelihara kebersihan lingkungan di wilayah kerjanya masing-masing. Kewajiban setiap penduduk untuk memelihara kebersihan, berlaku dimanapun tempatnya, dimanapun seseorang berada maka ia harus memelihara kebersihan, misalnya di rumah, kantor, jalan, taman, bis kota, tempat umum, dan tempat-tempat lain. Mereka harus menciptakan kebersihan kotanya yang mencerminkan keindahan, keteduhan, kenyamanan dan kelestarian lingkungan. Jika setiap warga kota mematuhi Perda 5/1988 dan aparat Pemda memberi contoh teladan yang patut ditiru warganya, niscaya upaya menciptakan Jakarta yang bersih bukanlah suatu angan-angan atau khayalan. Kebersihan Jakarta Pusat meraih piagam kota bersih 1990 kategori kota raya, perlu dipertahankan dan ditingkatkan menjadi peraih Adipura 1991, dan ditiru oleh Wilayah Kota lainnya di DKI. Harus dihindari, Wilayah Kota DKI Jakarta meraih predikat kota terjorok 1991. Mematuhi Perda 5/1988 berarti mendukung upaya meraih Adipura dan memasyarakatkan sapta pesona wisata (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramahtamah, dan kenangan). Kebersihan pengelolaan kebersihan kota DKI Jakarta dan lingkungannya, akan tergantung pada aparat Pemda yang memberi contoh, warga kota yang mentaati peraturan, peran serta PKK dalam pembudayaan hidup bersih dan sehat, dan partisipasi semua lapisan warga kota (pegawai negeri, ABRI, buruh, karyawan swasta, tukang becak, dan pemulung) di dalam sistem pengelolaan sampah kota Jakarta. Neraca, 18 Mei 1991 Jakarta, Evolusi Dari BEMO Menuju BMW T ahun 1989 penulis menyarankan agar warga DKI harus me rasa memiliki dan mencintai Jakarta (Merdeka, 4 Juni 1989). Salah satu ukuran keberhasilan Jakarta BMW hendaknya pada tahun 1990 piala Adipura dapat diraih oleh salah satu Wilayah Kota di DKI Jakarta. T em a HUT DKI Jakarta ke-463 tahun 1990, "Dengan semangat pengabdian kita bangun Jakarta bagi masa depan yang Jebih baik", perlu didukung oleh pemikiran dan tindakan warga kota sebagai jawaban atas pertanyaan apa yang dapat disumbangkan warga dalam pembangunan kota Jakarta. BEMO yang penulis maksudkan di sini bukan kendaraan angkutan umum roda tiga. Bemo, penulis artikan sebagai belum effektif mengatur orang, suatu pertanda bahwa partisipasi warga kota dalam pembangunan kota Jakarta masih perlu ditingkatkan. Kegiatan Pemda mulai dari Musyawarah Pembangunan (Musbang) Tingkat Kelurahan, Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan, Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang II), Rapat Teknis Intern Dinas, Kanwil dan Unit Tingkat Provinsi DKI Jakarta, dan Rakorbang I 273


dalam periode Juni-September setiap tahun dimaksudkan untuk menyusun usulan program/proyek pembangunan tahun berikutnya. Hasilnya berupa Rencana Umum Pembangunan Tahunan Daerah (RUPTD) yang dijadikan sebagai pedoman bagi instansi atau unit kerja di lingkungan Pemda DKI Jakarta dan dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam ikut berpartisipasi pada pembangunan kota Jakarta. RUPTD tahun 1990/1991 yang merupakan penjabaran tahun kedua Pelita V DKI Jakarta diharapkan merupakan titik temu antara pendekatan perencanaan pembangunan dari atas (top-down planning approach) dengan pendekatan dari bawah (bottom-up planning approach). RUPTD ini juga diharapkan dapat mengatasi paling sedikit em pat masalah Jakarta yang menonjol saat ini, yaitu (1) belum terkendali sepenuhnya laju pertumbuhan penduduk dan penyebarannya, (2) belum adanya keserasian dalam usaha peningkatan kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, (3) masih rendahnya pemanfaatan sumberdaya manusia dan disiplin sosial, dan (4) belum memadainya penyediaan prasarana/sarana kota dan kualitas lingkungan. Kesadaran dan partisipasi masyarakat Jakarta dalam pembangunan kota Jakarta masih rendah. Untuk menciptakan Kota Jakarta BMW masih perlu waktu dan saat ini boleh kita katakan lbukota masih Jakarta BEMO. Terbukti dari pertambahan penduduk per tahun masih tinggi, orang seenaknya migrasi masuk Jakarta, penyebaran penduduk masih mengarah ke Selatan padahal RUTR menentukan ke arah Barat-Timur. Tingkat pendapatan masyarakat, sekitar 60% berpenghasilan rendah, 30% menengah dan hanya 10% berpenghasilan tinggi. Yang berpenghasilan rendah, banyak yang tidak mampu mencicil rumah Perumnas apalagi fasilitas BTN. Sektor ekonomi lemah dan informal masih mengalami banyak hambatan (pedagang, kakilima, eceran, kios, asongan tidak tenang), sadar wisata dan sapta pesona Jakarta belum berhasil menarik wisatawan, tingkat pengangguran tinggi dan sulit memperoleh pekerjaan, dan pedagang di pasar lnpres terdesak oleh munculnya pasar swalayan. Pengamalan ajaran agama masih bersifat semu, jenis-jeins pendidikan belum mengarah pada kebutuhan, generasi muda belum berkembang ke arah pembentukan manusia yang berkualitas tinggi, kreatif, terampil, produktif, dan mandiri, derajat kesehatan masyarakat di pemukiman kumuh masih rendah, masih banyak masalah sosial kota yang sulit ditangani, kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat terhadap pembangunan masih rendah. Sarana dan prasarana kota kurang memadai, jalan lingkungan khususnya di bilangan pemukiman kumuh dan diperbatasan kota Jakarta dengan Botabek kurang baik, angkutan umum kota belum dapat menampung arus penumpang di segala penjuru kota, sanitasi lingkungan kurang memadai, pencemaran udara, air dan tanah meningkat, peremajaan lingkungan pemukiman kumuh selain masih bersifat uji coba ternyata belum dapat dinikmati oleh masyarakat, pengembangan kota ke Selatan sulit dibendung, dan tanah untuk pengembangan kota ke arah Barat-Timur sudah diserobot oleh calo tanah. Dalam situasi banyaknya permasalahan kota Jakarta, kita tidak perlu bernafsu melakukan revolusi dari BEMO ke BMW. Kebijaksanaan umum wilayah kota, pelaksanaan, pembiayaan dan anggaran pembangunan yang telah digariskan oleh Pemda DKI Jakarta perlu didukung oleh semua pihak, aparat, swasta dan warga kota dan koordinasi serta kerjasama yang harmonis antara Pemda DKI Jakarta dengan Pemda Jabar, Botabek dan Pemda lainnya yang terkait. Setahap demi setahap, lambat tapi pasti, setelah kesadaran masyarakat meningkat niscaya Jakarta BMW akan dapat diwujudkan. Terbukti misalnya Jakarta yang semula kotor, tahun ini sudah bisa bersih. Jakarta Pusat telah meraih piagam kota bersih 1990 kategori kota raya (nilainya 806 hanya terpaut sedikit di bawah Bandung yang meraih Adipura dengan nilai 817). Penggusuran becak, pengaturan kios di tepi jalan, pedagang kakilima, pedagang asongan, dan proses pembebasan tanah untuk peremajaan lingkungan sudah dilakukan lebih manusiawi. Aparat Pemda yang semula dianggap angker, sekarang sudah lebih berwibawa dan informasi perencanaan pembangunan kota lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan tahun lalu. Jakarta Menuju BMW Cukup bijaksana hasilnya jika prioritas pembangunan kota Jakarta diarahkan pada usaha peningkatan prasarana dan sarana kota serta peningkatan kualitas lingkungan. Partisipasi warga kota terhadap pembangunan kotanya, bisa diwujudkan mulai dari tahap pengumpulan data dan informasi, penentuan tujuan dan sasaran, 274


penentuan program analisis, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan. Jika RUTR dirinci ke dalam RBWK dan RTK, maka sudah sepantasnyalah jika RUPTD juga dijabarkan ke dalam RUPTD wilayah kota, kecamatan dan kelurahan sehingga potret RTK akan bisa dilihat bersama dengan RUPTD kelurahan dan swasta serta masyarakat bisa menemukan peransertanya. Mengingat potensi dan permasalahan di tiap wilayah kota berbeda-beda, maka program dan proyek pembangunan masing-masing wilayah kota (Jakpus, Jakbar, Jaksel, Jaktim dan Jakut) juga berbeda-beda. Jakarta Pusat misalnya, menonjolkan citra wisata Monas, Jalan Thamrin dan Sudirman, arena PRJ, hotel mewah dengan Sogo-nya, Lapangan Banteng, Pasar Baru, Museum, lstana Negara, Sarinah, peremajaan kota, dan upaya mengatasi kemacetan lalulintas. Jakarta Barat sebagai pintu gerbang Jakarta dan Pelud Cengkareng berusaha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kebersihan kota, meremajakan lingkungan kumuh, membuka daerah pemukiman baru sekitar Kedoya dan Kebon Jeruk, industri kecil dan kerajinan, dan pengelolaan pusat perbelanjaan. Jakarta Selatan dijaga sebagai daerah resapan, pengendalian pembangunan diperketat, produksi pertanian hortikultura dipelihara, dan jaringan jalan dan angkutan umum ke batas kota, Depok dan Tangerang diperluas. Jakarta Timur sebagai kawasan industri dikendalikan agar tidak mencemari lingkungan. Gerbang Jakarta ke bagian Timur ini didukung oleh pengembangan kota satelit di Kelapa Gading, Pula Gebang, dan daerah sekitar Bekasi. Jakarta Utara perlu menciptakan keseimbangan lingkungan, khususnya kawasan wilayah pesisir dan pantai serta Kepulauan Seribu. Pengamanan daerah dengan nilai historis seperti Sunda Kelapa, tempat rekreasi Ancol dan pembukaan daerah baru di Barat Laut dan Timur Laut diprioritaskan. Berpedoman pada tujuh be/as prioritas program RUPTD, penulis sarankan menjadi duapuluh program partisipasi warga OK/ dalam pembangunan kota Jakarta. Pertama, peningkatan prasarana dan sarana kota dengan penekanan pad a penyediaan jalan arteri, kolektor dan lokal terutama ke arah Barat-Timur. Pengembangan di Barat dipusatkan sekitar Kebon Jeruk dan Kedoya yang akan tumbuh dengan sendirinya dengan daerah pemukiman baru di Cileduk, Cipondoh, Serpong, dan Bumi Serpong Damai yang termasuk ke dalam daerah Tangerang. Di Timur, dikembangkan Pula Gebang, Kelapa Gading, Ujung Menteng, Cakung arah Babelan, dan kawasan pemukiman Pondok Gede dan sekitarnya. Daerah ini tumbuh cepat karena bersama-sama dengan pengembangan di beberapa daerah di kota Bekasi. Pengembangan kota baru Bumi Serpong Damai di Barat dan Bekasi Terpadu di Timur diharapkan dapat membendung migrasi ke Jakarta dan bahkan menyebarkan penduduk Jakarta. Kedua, pengelolaan angkutan umum kota yang tertib, lancar dan efisien. lni termasuk angkutan bis kota, Kopaja dan Metro Mini, mikrolet, bajaj dan taksi. Sementara belum ditemukan kendaraan pengganti becak, maka diharapkan agar bajaj masuk kampung. Secara bertahap diteliti kemungkinan penerapan sistem angkutan umum massal tahun 2000 yang mengkombinasikan berbagai mode angkutan modern yang ada. Ketiga, warga perlu dilibatkan dalam pengadaan perumahan khususnya bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Pekerja informal (buruh, tukang, dan pengusaha bahan bangunan) dapat berperanserta dalam membangun rumah susun sewa sederhana dan rumah-rumah sewa untuk masyarakat tidak mampu. Keempat, peningkatan upaya pengelolaan kebersihan kota dan kualitas lingkungan. Penanganan kebersihan dan sanitasi perlu ditingkatkan. Prokasih perlu dilaksanakan di seluruh Jakarta. Tidak mustahil jika sebagian dari ali ran Ciliwung di Jakarta bisa dijadikan temp at wisata perahu seperti di Amsterdam. T ekad meraih Adipura dan menghindar dari julukan kota terjorok harus ada pada setiap warga kota Jakarta. Kelima, penyediaan dan pemeliharaan taman dan ruang terbuka hijau dan pengendalian pencemaran. Taman yang terlantar segera dipelihara baik oleh pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat. Tanah terbuka diusahakan dapat ditanami pohon atau bunga agar menimbulkan kesan hijau dan tidak gersang. Keenam, peningkatan aktivitas ekonomi dan industri. Dengan deregulasi dan kebijaksanaan lainnya, diharapkan pengerahan modal untuk investasi meningkat dan penganekaragaman industri khususnya industri kecil bisa diwujudkan. Ketujuh, peningkatan peranan golongan ekonomi lemah melalui penyediaan tempat usaha, penataan pasar, dan penciptaan iklim usaha yang sehat. Peran koperasi perlu ditingkatkan dalam mendukung pengembangan golongan ekonomi lemah. Kedelapan, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas angkatan kerja sehingga dapat memenuhi persyaratan kebutuhan tenaga kerja. Dimungkinkan juga adanya 275


alih profesi seperti pengemudi becak menjadi pedagang roti dan pedagang kakilima pindah menetap di pasar lnpres. Remaja putus sekolah dan pelajar yang sedang menunggu kesempatan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi, hendaknya dapat memanfaatkan waktu luangnya dengan mengikuti berbagai kursus keterampilan seperti bahasa, komputer, tata buku, kesekretariatan, atau mengikuti kegiatan lain yang bermanfaat. Kesembilan, pengembangan pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan lokal maupun mancanegara melalui pemantapan sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah, dan kenangan). Aman, perlu diwujudkan oleh warga kota yang harus turut berpartisipasi dalam menciptakan kota yang aman (keadaan yang memberi suasana tenang, tenteram, bebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga, dan harta milik, bebas dari gangguan kekerasan dan kejahatan, dan aman dalam menikmati fasilitas perkotaan). Tertib merupakan kondisi teratur dan masyarakatnya disiplin. Tertib meliputi aspek peraturan yang konsisten, waktu yang tepat, mutu pelayanan wisatawan yang tinggi, dan informasi yang mudah diperoleh. Bersih berkaitan dengan sehat dan indah, terhindar dari bakteri dan hama penyakit. Lingkungan yang bersih harus bebas sampah, limbah, pencemaran dan kotoran. Kota yang sejuk harus berkesan segar dan nyaman yang dilengkapi dengan taman, penghijauan, ruang terbuka hijau, dan dilengkapi pot-pot tanaman atau bunga. Jakarta harus indah, teratur, tertib, dan serasi. Wajah kota, hotel, bangunan bersejarah, jalur wisata harus terkesan indah dan enak dilihat. Warga kota harus bersikap ramah. Ramah tamah warga kota perlu diwujudkan dalam tindakan yang akrab, sopan, berkomunikasi, memberikan pelayanan dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih. Kenangan artinya Jakarta nyaman, sukar dilupakan, meliputi aspek akomodasi, atraksi budaya, perilaku warga Jakarta, makanan khas daerah, dan cinderamata kota Jakarta. Upaya mewujudkan sapta pesona Jakarta perlu dilakukan secara berencana, terkoordinasi dan terarah dalam suatu pola. Langkah kampanye sadar wisata dan sapta pesona dapat dilakukan secara perorangan, kelompok masyarakat, kalangan swasta dan pemerintah. Lebih rinci lagi, langkah-langkah upaya perwujudan sapta pesona meliputi (1) kalangan pejabat pemerintah terutama yang terkait dengan kegiatan kepariwisataan (aparat harus bersikap dan bertindak memberi contoh teladan, menggerakkan, mendorong, dan mengarahkan orang disekitarnya, (2) kalangan industri pariwisata dan industri lainnya yang terkait, (3) kalangan pemuka agama, adat dan tokoh masyarakat, (4) kalangan pemuda, pelajar dan mahasiswa (5) kalangan cendekiawan dan ilmuwan, (6) masyarakat umum, khususnya yang bertempat tinggal di kawasan, obyek dan jalur wisata (7) kalangan organisasi politik, (8) kalangan organisasi kemasyarakatan termasuk LSM (9) kalangan pengelola seni budaya, dan (10) kalangan media massa dan media tradisional. Kesepuluh, pengendalian pertumbuhan penduduk dari 3,7% per tahun menjadi 3,5% (1 ,6% alamiah dan 1 ,9% migrasi). Upaya ini harus dibarengi dengan penyuluhan, pembukaan kota-kota baru dan satelit di sekitar Jakarta sebagai daerah penyangga, kerjasama dengan pemerintah Botabek, penyediaan lapangan kerja secara merata di sekitar Jakarta khususnya di batas kota, pelaksanaan program KB, menunda perkawinan usia muda, transmigrasi, pemindahan pusat perkantoran ke pinggir kota (seperti yang dilakukan oleh Mabes ABRI), memperluas jaringan angkutan umum dan Kebijaksanaan kota tertutup. Kesebelas pengendalian penyebaran penduduk ke arah Barat-Timur. Tanpa pengembangan prasarana dan sarana kota di arah Barat-Timur, pengendalian harga tanah, pengawasan pembangunan yang ketat, penyediaan angkutan umum yang memadai jangan mengharapkan kawasan Barat-Timur berkembang cepat. Keduabelas, peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan perlu ditingkatkan, kualitas guru, dosen, dan pengajar kursus juga perlu ditingkatkan, disiplin murid harus dipelihara, dan waktu luang anak sekolah harus diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Kenakalan remaja, minuman yang memabukkan, dan tempat hiburan yang kurang mendidik, perlu dihindari oleh para pemuda. Ketigabelas, pemantapan kerukunan antar umat beragama. Pembinaan mental dan moral keagamaan dapat dilakukan melalui penyuluhan, penataran, keikutsertaan dalam kegiatan pengajian dan pertemuan keagamaan, dan pengamalan ajaran agama di dalam masyarakat. Keempatbelas, pemeliharaan dan pengembangan seni-budaya agar tidak punah. Kesenian Betawi ondel-ondel yang merupakan daya tarik wisata kota Jakarta perlu dipertahankan. Pasar lkan, Sunda Kelapa, Museum, dan berbagai tempat budaya lainnya perlu dijaga dengan baik dan 276


dilestarikan. Kelimabelas, peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui tindakan promotif, preventif dan kuratif. Di samping itu juga dilakukan upaya rehabilitatif melalui peningkatan sarana puskesmas, rumah sakit dan rumah sakit pembantu, posyandu, peningkatan gizi masyarakat, pelayanan dokter 24 jam, dan pemberantasan penyakit menular. Kesemrawutan pelayanan Puskesmas dan rumah sakit terhadap peserta asuransi kesehatan pegawai negeri, perlu disederhanakan. Keenambelas, peningkatan kegiatan yang bersifat memulihkan, melayani, dan memelihara kesejahteraan sosial bagi perorangan dan keluarga penyandang masalah sosial sebagai bagian daripada upaya mewujudkan kesejahteraan sosial. Ketujuhbelas, peningkatan disiplin sosial, kesadaran masyarakat terhadap peraturan, hukum, dan perundang-undangan. Caranya dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan penerangan dan penyuluhan, pendidikan dan kursus mengenai hukum, dan penciptaan iklim yang menunjang penegakan hukum. Kedelapanbelas, penciptaan aparatur pemerintah yang berdayaguna, berhasilguna, bersih dan berwibawa. Tanpa aparat yang jujur, jangan diharapkan partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pembangunan kota akan meningkat. Tindakan aparat yang kurang terpuji dalam proses pembebasan tanah, petugas razia becak yang over-acting, pemberian informasi perencanaan ketatakotaan yang harus menggunakan uang, pengurusan izin bangunan yang berbelit-belit, dan sulitnya memperoleh data dan informasi dari pejabat, harus tidak terjadi lagi jika aparat ingin dipercaya warga kota. Keteladanan aparat Pemda sangat didambakan oleh semua warga kota, apalagi oleh masyarakat kelas terbawah di lbukota. Kesembilan belas, penanganan kegiatan yang bersifat khusus seperti peningkatan peran serta masyarakat dalam meningkatkan gotong royong, masalah peningkatan citra wisata Monas, pengelolaan kawasan Kepulauan Seribu, peningkatan pelayanan Taman Mini Indonesia lndah, operasi bebas becak, penyaluran tenaga kerja pengemudi becak, penciptaan pasar yang bersih dan pengisian pasar lnpres yang kosong, keamanan di perempatan jalan, dan partisipasi warga dalam kegiatan siskamling. Keduapuluh, penanganan permasalahan yang strategis ditinjau dari kepentingan nasional. Yang termasuk ke dalam penanganan ini antara lain kegiatan pedagang asongan, pemulung, perampokan di bis kota, taksi dan kendaraan angkutan umum lainnya, kerawanan sosial, dan berbagai kegiatan lainnya yang menyangkut aspek ipoleksosbudhankam. Target Apalah artinya program yang muluk-muluk jika tidak dilaksanakan. Sebaiknya ditentukan target RUPTD tiap wilayah secara jelas, misalnya menjelang HUT DKI ke-464 telah dilakukan peremajaan lingkungan pemukiman kumuh seluas 2.500 Ha, rumah susun sewa sederhana telah dibangun 3.000 unit, kegiatan prokasih sudah dilaksanakan di 5 sungai, stasiun transfer sampah dapat dibuang di Cakung, areal tempat pembuangan sampah akhir dengan sistem sanitary landfill di Bantar Gebang meningkat dari 48 Ha menjadi 108 Ha, Jakarta Pusat atau Jakarta Barat (atau wilayah kota Jakarta lainnya) meraih pi ala Adipura 1991, jumlah wisatawan mancanegara tahun 1991, meningkat berkat keberhasilan program sadar wisata dan sapta pesona, dan sebagainya. Jika partisipasi warga kota (yang berdomisili di Jakarta, yang penduduk musiman, penduduk nglaju, dan cendekiawan serta kalangan ilmiah dari luar Jakarta yang menjual keterampilannya di Jakarta) dapat ditingkatkan dalam berbagai bidang pembangunan kota Jakarta, maka percayalah tidak akan lama lagi BEMO Jakarta akan berubah bentuknya menjadi Jakarta BMW. Angkatan Bersenjata 28-29 Juni 1990 277


Jakarta: Dengan Teguh Beriman Mengentaskan Kemiskinan Jakarta telah berubah dari Jakarta BMW (Bersih, Manusiawi, dan ber-Wibawa) ke Jakarta Teguh Beriman (teruskan gerakan untuk hidup bersih, indah menarik, manusiawi, dan aman). Kemajuan pembangunan Jakarta yang pesat ternyata masih dibarengi oleh peningkatan luas kawasan permukiman kumuh, peru mahan penduduk yang makin sempit dan kurang nyaman, ketimpangan antara gedung perkantoran mewah dan pusat perbelanjaan yang aduhai dengan Pasar lnpres yang menyedihkan, kendaraan mewah yang selalu didekati oleh pedagang asongan, berderetnya di tepi jalan para pedagang kakilima dan pemulung. Urbanisasi terus meningkat dan sulit ditahan, kehidupan kota Jakarta makin keras, kenyamanan di perjalanan makin menurun, dan keselamatan di dalam angkutan umum makin tidak terjaga. Menghadapi ketimpangan, ketidakmerataan, kemiskinan, dan segalanya yang sebenarnya tidak diinginkan ini, memerlukan pemikiran serius, membutuhkan perumusan untuk merumuskan kebijaksanaan dan strategi Uakstra) 25 tahun dan rencana strategi/strategis (renstra) pembangunan DKI Jakarta 5 tahun (1992-1997), melalui analisis SWOT yang teliti dan akurat (SWOT adalah singkatan dari strength, weaknesses, opportunities, dan threats atau KEKEPAN (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). Renstra 1992-1997 telah menetapkan 9 sasaran prioritas yang terdiri atas sasaran strategis pembinaan aparatur, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan, pembinaan kependudukan, penanganan permukiman kumuh, kebersihan dan penghijauan, peningkatan penerimaan daerah, lalulintas dan angkutan umum, dan pembinaan sektor informal. Melalui Jakarta Teguh Beriman, diharapkan ketimpangan dan ketidakmerataan dapat ditanggulangi, setidaknya diupayakan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam kehidupan ibukota yang sedang menuju kota metropolitan. Prioritas Program Pemda DKI Jakarta ditetapkan pada empat kegiatan, yaitu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk serta penyebarannya, meningkatkan kegiatan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan disiplin sosial, dan mengembangkan prasarana dan sarana kota serta meningkatkan kualitas lingkungan. Dalam upaya mewujudkan Citra Jakarta, dari 1967 sampai dengan 1994, motto lbukota Jakarta terus disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan permasalahan yang timbul, yaitu dari Jakarta Kota Tertutup (Gubernur Ali Sadikin) 1967-1977, menjadi Jakarta Religious (Gubernur Tjokropranolo) 1977-1982, GMK3LH (Gerakan memasyarakatkan kebersihan, ketertiban, kesejahteraan dan lingkungan hidup) 1982-1987 (Gubernur Soeprapto), Jakarta BMW (bersih, manusiawi, dan berwibawa) 1987-1992 (Gubernur Wiyogo) dan Jakarta Teguh Beriman 1992-1997 (Gubernur Suryadi Sudirdja). Teguh Beriman Motto Teguh Beriman dimaksudkan sebagai pendekatan sistem (system approach), himbauan moral, ajakan berpartisipasi, dan sekaligus pedoman yang terarah kepada seluruh aparat pemerintah DKI Jakarta khususnya dan warga ibukota umumnya untuk menciptakan Jakarta sebagai kota yang bersih, indah, tertib, nyaman, aman dan sekaligus juga modern, dinamis dan religius. Dengan kata lain, Jakarta Teguh Beriman bertujuan mewujudkan masyarakat DKI Jakarta yang Pancasilais, dengan ciri sejahtera, adil dan makmur yang merata, material dan spiritual, tertib, bersih, indah, aman, dinamis, serasi, dan seimbang dengan lingkungan alam dan sekitarnya. Teguh Beriman ini juga merupakan upaya dalam rangka pembangunan kota Jakarta berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Ada enam landasan Jakarta Teguh beriman, yaitu landasan ldiil (Pancasila), konstitusional (UUD 1945), operasional (Pola Dasar Pembangunan Daerah), historis (berdirinya kota Jakarta, Proklamasi Kemerdekaan Rl), hukum (UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan DKI Negara Republik Indonesia Jakarta dan PP 278


Nom or 45 Tahun 1992 tentang Otonomi DT II), dan landasan normatif ( ajaran agama, etika, tata nilai dan tradisi luhur yang hidup dan berlaku dalam masyarakat). Motto Jakarta Teguh Beriman mencakup berbagai aspek kehidupan, moral dan institusional, individual dan sosial, kultural dan struktural, fisik dan non-fisik, memiliki muatan multidimensional: dimensi manusia, dimensi pranata sosial, dan dimensi fisik berupa tata kotanya. Yang menjadi sasaran atau obyek motto ini adalah aparat pemerintah DKI Jakarta dan warga DKI Jakarta, termasuk mereka yang tinggal di Jakarta tetapi memperoleh penghasilan dari kehidupan di ibukota. Teguh Beriman mengandung dua pengertian, yaitu pengertian umum (harfiah) dan pengertian khusus. Dari segi harfiah, teguh berarti kukuh kuat, erat kuat, tetap tidak berubah, diartikan secara psikologis sebagai orang yang berjiwa teguh, yang tidak mudah goyah dalam memegang suatu pendirian atau keyakinan. Pribadi seperti ini senantiasa bersikap konsisten, tabah, ulet dan istiqamah, tidak mudah terbawa arus yang belum jelas asal-usul dan arahnya. lman, berarti sikap percaya dan mempercayakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. lmplikasi psikologis dan praktis dari iman melahirkan pribadi yang teguh dalam prinsip, senantiasa menjaga amanah yang dipikulkan kepadanya. Orang yang teguh beriman, selalu memelihara amanah karena ia yakin apa pun yang diperbuatnya tidak pernah luput dari penglihatan Tuhan, dan lebih dari itu, hanya kepada Tuhan Maha Esalah pada akhirnya segala urusan hidup ini dimintakan ridla-Nya, Kepada-Nya kita berserah diri, dari-Nya kita berasal dan kepada-Nya kita akan kembali. Pemerintah DKI Jakarta menegaskan bahwa dalam pengertian yang luas, sikap beriman melibatkan tiga unsur yang bekerja secara terpadu, yaitu hati, lisan, dan perbuatan. Kemauan tidak cukup hanya dinyatakan dalam hati (niat, i'tiqad), tetapi harus tercermin di dalam ucapan (lisan, tutur kata) dan dipraktekkan dalam sikap dan perilaku {perbuatan). Jadi, teguh beriman mengisyaratkan suatu citra dan cita kualitas orang atau masyarakat yang senantiasa religius, pribadi yang kukuh, ulet, tahan uji dan darinya terpancar sifat-sifat mulia karena hati, pikiran, ucapan dan tindakannya senantiasa didasari niat pengabdian pada Tuhan dan wujud pengabdiannya itu adalah berupa pelayanan kepada sesama manusia serta memelihara hubungan harmonis dan santun terhadap sesama mahluk-Nya. Dalam pengertian khusus (operasional), teguh beriman merupakan kependekan dari kalimat Te (ruskan) g(gerakan) u(untuk) h(hidup ber(sih) i(indah menarik) m(anusiawi) (am)an. Maksud dari kata-kata tersebut adalah teruskan (lanjutkan, pelihara) gerakan (usaha, kegiatan, perbuatan, aktivitas), untuk (buat, bagi, menuju) hidup (bergerak, bekerya, berkreasi, tumbuh, berkembang), bersih (bebas dari kotoran dan pencemaran, baik lahir maupun batin, /ingkungan sosial maupun a/am), indah menarik (bagus, baik, penuh pesona, serasi, tidak menjemukan), manusiawi (peri/aku individu dan sosial yang senantiasa mencerminkan sifat atau kualitas nilai luhur yang senantiasa menjadi dambaan manusia yang bersifat fitri, yang se/alu berorientasi pada kebaikan, keindahan,dan kebenaran serta kesucian), dan aman (tenteram, tenang, terbebas dari rasa takut dan khawatir baik dari gangguan mental maupun fisik). Dalam penjabarannya yang lebih luas, motto teguh beriman mempunyai cakupan makna serta pesan yang dalam dan luas, mengajak warga DKI Jakarta untuk memiliki kualitas pribadi yang religius, kukuh pendirian, ulet, serta tidak mudah tergoda dan terbawa oleh perkembangan zaman dan situasi yang menjauhkan dari derajat taqwa kepada Tuhan. Lebih khusus, motto ini merupakan tiga gerakan nyata yang bersifat konkrit-operasional. Pertama, gerakan hidup bersih lahir dan batin, lingkungan pergaulan ataupun lingkungan alam, dalam kehidupan birokrasi ataupun sosial sehingga tercipta suasana yang manusiawi dan memberikan kenyamanan, serta ketenangan hidup warga DKI Jakarta. Kedua, usaha dan gerakan yang berkesinambungan dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang ideal, yang memenuhi standar internasional baik dalam kapasitasnya sebagai ibukota Rl maupun sebagai kota metropolitan yang merepresentasikan harkat dan martabat bangsa Indonesia di tengah pergaulan dunia internasional. Ketiga, kesungguhan dan keteguhan hati untuk senantiasa memelihara dan menghidupkan suasana religius sehingga warga DKI Jakarta tetap teguh beriman, tidak mudah tergoda oleh ekses-ekses negatif dari laju modernisasi dan globalisasi. Gubernur DKI Jakarta, Suryadi Sudirdja, dan Wagub Bidang Pemerintahan, ldrus, menegaskan bahwa antara pengertian umum dan pengertian khusus motto T eguh Beriman terjadi hubungan yang dialektis, yang 279


satu menjelaskan dan memperkukuh (memperkokoh) yang lain. Teguh Beriman memberikan spirit, dasar moral dan agama dan memberikan kerangka operasional yang fragmatis. lman memberikan arah, orientasi dan dimensi transendental dari kehidupan manusia. Tanpa iman, hidup tidak jelas ujung pangkalnya, dangkal dan kehilangan makna. lman tanpa amal adalah iman yang kosong, tidak berbuah dan tidak fungsional. Realisasi iman adalah hidup bersih, indah menarik, manusiawi dan aman. Bersih ditandai oleh bebas dari kotoran dan pencemaran (lahir dan batin), bebas pencemaran lingkungan, udara, air dan tanah. Bersih adalah tidak kotor, jernih, suci, murni, terbebas dari kotoran kesalahan dan dosa. Bersih dan kebersihan merupakan indikasi sikap beriman, menuju hidup sehat sejahtera lahir dan batin. Bersih meliputi kebersihan badan, pakaian, tempat tinggal, peralatan, lingkungan halaman, jalan, sekolah, tempat bekerja, tempat ibadah, kampung, dan sebagainya. Bersih batin ditandai oleh hati dan pikiran yang jernih, terhindar dari dengki, dendam, curang dan fitnah. Juga bersih dari hal-hal yang cenderung merusak mental masyarakat, seperti poster, majalah, iklan, dan film yang meracuni mental masyarakat. Bersih lingkungan psikologikal dan spiritual selalu berusaha memelihara dan menghidupkan tradisi dan ajaran keagamaan. lndah menarik diartikan sebagai elok, mempesona, peduli (mengindahkan, mempedulikan), mempunyai daya tarik mengesankan sifat serasi, selaras, dan seimbang sehingga mendatangkan rasa aman, nyaman, dan lega bagi yang melihatnya. Keindahan menyangkut karya seni, benda, pemandangan, dan kualitas pribadi seseorang serta perilaku sosial masyarakatnya. Warga Jakarta harus berusaha menjadikan kota Jakarta sebagai wilayah yang indah menarik, perlu diupayakan mulai lingkungan terkecil (keluarga, lingkungan kerja, pergaulan) melalui tutur kata, sikap, karya, dan perbuatan. Manusiawi merupakan sikap, kualitas hidup, perilaku individu maupun sosial yang ideal, yang memberikan orientasi kehidupan manusia menuju kehidupan yang bermartabat, baik di mata sesama manusia maupun menurut ajaran agama. Manusiawi merupakan perwujudan manusia religius, didasari iman yang teguh, berusaha selalu mendapatkan ridla-Nya, memelihara jaringan interaksi moral dan sosial, memperhatikan kaidah moral, bisa membedakan hak dan kewajibannya. Aman diartikan bebas dari rasa takut (gelisah, khawatir), tenteram, lepas dari bahaya (kerusuhan, kekacauan, perang), bebas dari segala jenis atau bentuk gangguan dan ancaman fisik, mental, material, sosial, dan lingkungan, bebas dari bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa bumi, angin topan), kesemuanya mendukung pertahanan keamanan yang stabil dan mantap. Dari sisi pertahanan-keamanan, perlu diperhatikan bahwa penanganan masalah keamanan dan ketertiban merupakan tanggungjawab seluruh anggota masyarakat, pemeliharaan keamanan dan ketertiban erat hubungannya dengan pembinaan stabilitas nasional, keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan salah satu tujuan pembangunan, agar rakyat merasa aman lahir dan batin, bebas dari ketakutan akan ancaman luar dan bebas dari kecemasan akan gangguan dari dalam. Kemitraan Teguh Beriman mengintegrasikan lingkungan hidup ke dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah dalam konteks pembangunan perkotaan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yang memperhatikan pengembangan dan penataan ruang, kepatuhan terhadap baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah, konsistensi terhadap analisis mengenai dampak lingkungan, pengendalian pencemaran lingkungan, rehabilitasi dan reklamasi lingkungan, program pencapaian kota bersih yang meraih Adipura dan Adipura Kencana, program kali bersih, program langit biru, program siar bersih laut (SIBELUT), dan program daur ulang Indonesia (PEDULI), konservasi sumber daya hayati, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan, dan melakukan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan Jakarta Teguh Beriman, diperlukan kemitraan (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dalam berbagai bidang pembangunan. Koordinasi pembangunan pada tingkat daerah perlu terus ditingkatkan. Peran serta masyarakat dalam pembangunan ibukota Jakarta perlu ditumbuhkembangkan. Semua aparat pemerintah DKI Jakarta harus berperan nyata dalam menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan dan menerapkan motto Jakarta T eguh Beriman. Kalangan Swasta dan Dunia Usaha perlu berperanserta dan berpartisipasi nyata dalam melaksanakan motto Jakarta Teguh Beriman. Peran serta bukan hanya dalam 280


bentuk bimbingan dan pengawasan, tetapi dalam semua tahap pembangunan, mulai dari perencanaan sampai ke pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pengendalian, dan yang tidak kalah pentingnya adalah keteladanan. Pelaksanaan motto Teguh Beriman merupakan tanggungjawab semua pihak, keluarga, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, masyarakat, swasta, dan pemerintah. Para ulama dan pemuka agama, key person, pakar, figur kunci, pemimpin opini, dituntut untuk berperan nyata dalam mewujudkan motto Teguh Beriman. Aparat Pemerintah DKI Jakarta, pada tingkat Wilayah Kota, Kecamatan, Kelurahan, bahkan sampai ke RW dan RT, perlu menjabarkan program-program motto Teguh Beriman disesuaikan dengan situasi dan kondisi wilayahnya masing-masing. Pengentasan kemiskinan Upaya mengentaskan kemiskinan di DKI Jakarta sebagai tindak lanjut lnpres Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan (Program lnpres Desa Tertinggal, IDT), perlu diarahkan untuk mengatasi ketertinggalan dan kemiskinan permukiman nelayan, permukiman wilayah yang berbatasan dengan Jabar/Botabek, permukiman kumuh, permukiman sepanjang kanal dan bantaran sungai, kiri-kanan rei kereta api, kawasan yang tinggal di taman dan ruang terbuka hijau, serta kawasan Kepulauan Seribu. Peran serta masyarakat secara sendiri-sendiri maupun berkelompok, pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, maupun pengendalian, hendaknya didayagunakan Pemda DKI Jakarta (aparat Dinas/Biro sampai ke tingkat wilayah Kota, Kecamatan, dan Kelurahan). Partisipasi berbagai kelompok LSM dan kelompok sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan perlu disalurkan ke tiap daerah. Pemerintah DKI Jakarta perlu membagi habis program pengentasan kemiskinan di tiap kampung/kelurahan, siapa melakukan apa dan dengan target yang jelas. Pokja-pokja PKK (penghayatan dan pengamalan Pancasila serta gotong royong: pendidikan, ketrampilan, dan kehidupan berkoperasi; pangan, sandang, dan papan; kesehatan, lingkungan hidup, dan perencanaan hidup bersih dan sehat), program LSM, yayasan sosial, dan organisasi kemasyarakatan/keagamaan (bimbingan, penyuluhan, dan bantuan keterampilan/sosial). UDKP (Unit Daerah Kerja Pembailgunan) dan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa: dalam hal ini Masyarakat Kelurahan), dan Koperasi perlu secara aktif melaksanakan program pengentasan kemiskinan, antara lain dalam memperbaiki lingkungan permukiman dan ikut membantu program penyediaan rumah sangat sederhana dan rumah susun sewa sederhana. Jika Jakarta berhasil dibangun menjadi service city, niscaya lambat laun kemiskinan akan berkurang, dan masyarakat Jakarta akan terbiasa hidup produktif, efisien, dan efektif, mendayagunakan waktu sebaik mungkin, hidup dinamis, dan selalu ingin maju. Perwujudan Jakarta Teguh Beriman, Jakarta service city, Jakarta Megapolitan, membutuhkan partisipasi aktif warga kotanya. Partisipasi masyarakat disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian masyarakat itu sendiri, misalnya partisipasi swasta (teknologi, percontohan, permodalan, bantuan), tenaga ahli (penelitian, bimbingan, penyuluhan, seminar, workshop, perencanaan pembangunan), tokoh masyarakat (keteladanan, rasa kebersamaan, gotong royong), tokoh keagamaan (hidup beragama, tolong menolong), PKK (pengelolaan kebersihan kota dan pembinaan ketrampilan). Departemen dan Lembaga Pemerintah Non-Departemen (penyediaan infrastruktur, tenaga instruktur, program sektoral), media massa (publikasi dan dokumentasi yang sehat), tenaga pengajar (pendidikan dan pembudayaan), generasi muda (pembinaan dan pengembangan kegiatan kepemudaan dan olahraga), dan peran wanita (peningkatan peran wanita dalam pembangunan). Partisipasi masyarakat ini bisa dilakukan secara bebas dan spontan, didorong oleh lingkungan, partisipasi umum, langsung atau tidak langsung, terorganisasi atau tidak terorganisasi, intensif atau ekstensif, lingkup terbatas atau tidak terbatas, sangat efektif atau asal ikut berpartisipasi, aktif atau pasif, pada tiap tingkatan (keluarga, lingkungan masyarakat, kelurahan, kecamatan, wilayah kota atau DKI Jakarta). Angkatan Bersenjata, 21 Juli 1994 281


Selamat Jalan Wiyogo, Selamat Datang Surjadi, Selamat Bekerja Basofi Menghadapi kepergian Wiyogo dan kehadiran Surjadi sebagai Gubernur DKI Jakarta, serta pada saat Basofi masih Wakil Gubernur DKI Jakarta, kelihatannya saat yang paling tepat untuk melihat kembali permasalahan lbu Kota dan apa yang perlu diprioritaskan oleh Gubernur baru. Rencana Umum Pembangunan Tahunan Daerah (RUPTD) DKI Jakarta 1992/1993 mengidentifikasi empat masalah pokok kota Jakarta, yaitu (1) belum terkendali sepenuhnya laju pertumbuhan penduduk dan penyebarannya, (2) belum adanya keserasian dalam usaha peningkatan kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, (3) masih rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia dan disiplin sosial, dan (4) belum memadainya penyediaan prasarana dan sarana kota serta kualitas lingkungan. Sapta Pesona Wisata dan Gerakan Sadar Wisata cukup berhasil, Prokasih dan Gerakan Ciliwung Bersih telah memasyarakat, DKI juara pertama penulisan NKLD (Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup) tahun ini, penataan taman Monas, Jakarta Pusat meraih Piala Adipura dan Jakarta Selatan meraih Piagam Kota Bersih, Stasiun Transfer Sampah di Cakung mulai beroperasi, Pemilu 1992 dan KTT Non Blok X telah berjalan lancar. Di samping itu, pembebasan lingkungan pemukiman kumuh Angke dan Tambora berjalan lancar dan pembebasan lingkungan kumuh Kampung Sawah akhirnya tuntas pada waktunya. Pembangunan Terminal Blok M dan Blok M Mall yang merupakan salah satu ciri kota metropolitan juga telah mulai digunakan. lni merupakan gambaran keberhasilan kepemimpinan Wiyogo selama masa jabatannya memimpin Jakarta BMW. Pekerjaan rumah buat Surjadi masih cukup banyak, antara lain permasalahan sosial, ketimpangan pendapatan penduduk, migrasi dan tingkat urbanisasi yang tinggi, kemacetan lalulintas, disiplin sosial, masih rendahnya tanggung jawab masyarakat, angkutan umum yang kurang aman, masih banyaknya penodongan terhadap sopir taksi, pemindahan terminal bis Cililitan ke Kampung Rambutan, dan mencari alternatif pemindahan terminal Pulogadung, pembangunan yang harus sesuai dengan tata ruang, RUTR, RWBK, dan RTK, menghindari kasus dan polemik pembangunan Pantai lndah Kapuk, dan berbagai masalah ketenagakerjaan. Tugas lain di depan mata adalah menyiapkan dan meningkatkan fasilitas olah raga menuju kemungkinan penyelenggaraan Olimpiade 2008 di Jakarta dan mendukung upaya perwujudan pengarahan Presiden pada pembukaan Raker Depparpostel 1991 agar dasawarsa 1990-an dijadikan sebagai Dasawarsa Kunjungan Indonesia. Pengarahan Presiden tersebut melibatkan Menparpostel, Meneg KLH, Menristek, Menpora. Meneg UPW, untuk bersama-sama mengkaji persiapan menghadapi tahun-tahun lingkungan hidup, telekomunikasi, 50 tahun kemerdekaan Rl, tahun bahari dan dirgantara 1996 yang diisi dengan Indonesia Air Show dan Indonesia Maritime Show 1996 (sepuluh tahun setelah Air Show 1986), tahun remaja dan olah raga, tahun peranan wanita, boga dan busana, tahun seni, karya dan rekayasa, serta tahun pemanfaatan teknologi untuk peningkatan kualitas hidup dalam periode 1993-2000. Satu hal lagi yang tidak kalah pentingnya adalah merampungkan Peraturan Pemerintah yang menjabarkan UU Nomor 11 Tahun 1990. UU Nomor 11 Tahun 1990 UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus lbukota Negara Republik Indonesia Jakarta (DKI NRI Jakarta) mempunyai arti sangat panting bagi Gubernur DKI Jakarta, karena itu di tahun 1992 ini dan dalam menyongsong RepelitaV I, PP Pemerintahan DKI NRI Jakarta harus diselesaikan. UU ini menetapkan Jakarta sebagai lbukota NRI mengemban fungsi-fungsi pusat kegiatan kehidupan ekonomi dan politik, penyelenggaraan pemerintahan Negara, penyelenggaraan acara kenegaraan dan acara resmi lainnya yang diselenggarakan Pemerintah Pusat, pusat penyelengggaraan kegiatan-kegiatan nasional, regional dan internasional di Indonesia, serta mempunyai nilai panting dalam sejarah perjuangan bangsa maupun ketatanegaraan Indonesia. 282


UU Nomor 11 Tahun 1990 betisi beberapa ketentuan penting yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam PP. Pertama, ketentuan yang cukup menarik adalah pernyataan bahwa Jakarta yang disebut sebagai DKI NRI Jakarta, mengingat pertumbuhan dan perkembangannya dapat mempunyai dalam wilayahnya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam UU ini, yang pengaturannya ditetapkan dengan UU. Penjabarannya sudah tentu harus mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan prinsip desentralisasi serta Otonomi Daerah Tingkat II. Dengan ketentuan tadi, Pemerintah DKI Jakarta dapat membentuk dan mengemban perangkat Daerah dan Wilayah yang lebih luwes dan dinamis sesuai dengan kebutuhan nyata dengan tetap memperhatikan prinsip daya guna dan hasil guna. Kedua, pengaturan tentang kedudukan, pembagian wilayah, penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaannya. Jakarta merupakan pusat kegiatan pemerintah Negara yang juga merupakan daerah khusus. Tegasnya, pemerintahan kota Jakarta berbentuk Pemerintah DKI NRI Jakarta. Ketiga, dengan UU 11/1990 ini kelihatannya terbuka peluang peninjauan kembali batas-batas wilayah lbu Kota. Tidak tertutup kemungkinan Kotip (suatu saat Kotamadya Tangerang, Bekasi, dan Depok) masuk ke dalam DKI NRI Jakarta, atau bahkan termasuk Kotamadya Bogor. Keempat, Wilayah DKI NRI Jakarta dibagi dalam Wilayahwilayah Kotamadya, Kecamatan, dan Kelurahan. Pembentukan, perubahan, nama batas, dan penghapusan Wilayah Kotamadya dan Kecamatan ditetapkan dengan PP, sedangkan pembentukan, nama dan batas Kelurahan diatur dengan Perda sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Mendagri. Kelima, Gubernur DKI NRI Jakarta di samping menyelenggarakan hak, wewenang, kewajibannya (pasal 22 dan Pasal 81 UU 5/1974), juga menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus sebagai akibat langsung dari kedudukan Jakarta sebagai lbukota Negara. Sifat khusus, ditujukkan dengan tempat penyelenggaraan Sidang Umum MPR, pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara, pusat kehidupan politik nasional, tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, tempat kedudukan kedutaan negara lain, dan tempat pengaturan dan pembinaan wilayah DKI Jakarta sehingga mencerminkan citra masyarakat Indonesia yang berkepribadian nasional. Keenam, Gubernur DKI NRI Jakarta bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan, Gubernur Kepala Daerah mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Mendagri. Dengan ketentuan ini tepat sekali pernyataan Basofi (Jayakarta, 30 September 1992) yang menyatakan bahwa Gubernur Jakarta sebaiknya dipilih dan ditentukan langsung oleh Presiden, di samping mengikuti tatacara yang berlaku tentunya. lni beralasan, karena Gubernur DKI NRI Jakarta akan selalu mendampingi kegiatan kenegaraan dan pemerintahan, bahkan akan selalu duduk di samping Presiden dalam menghadapi tamu-tamu penting dari negara lain. Ketujuh, perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan pembangunan DKI Jakarta dilaksanakan berdasarkan Rencana lnduk Pembangunan DKI Jakarta 2005, perlu segera direvisi menjadi RIK DKI NRI Jakarta Penyusunan RIK ini mempertimbangkan masukan dan bimbingan Departemen, Lembaga, dan badan-badan Pemerintah lainnya serta masukan dari hasil koordinasi dengan Pemda tetangga, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumsel dan Kalsel. Koordinasi ini penting, terutama yang menyangkut pembangunan daerah perbatasan dan pembangunan pada sektor-sektor yang saling mempengaruhi antar daerah. Kedelapan, Gubernur dibantu 5 Wakil Gubernur. Sebaiknya Basofi tetap membantu Gubernur baru, kecuali ia diberikan jabatan yang lebih tinggi, misalnya Gubernur Jawa Timur atau bahkan Gubernur Jawa Barat. Kesembilan, Wilayah Kota yang ada sekarang akan berubah menjadi Wilayah Kotamadya. Dalam menampung aspirasi masyakat dan sebagai wadah komunikasi timbal balik pada tingkat Kotamadya, dibentuk Lembaga Musyawarah Kota (LMK) yang keanggotaannya terdiri dari organisasi kekuatan sosial politik, ABRI, dan unsur Pemerintah yang selanjutnya diatur Mendagri. Kesepuluh, pembentukan dan pengembangan perangkat wilayah dan daerah di lingkungan Pemerintah DKI NRI Jakarta, dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, kedudukan dan fungsinya sebagai lbukota Negara. Pembentukan dan pengembangan perangkat wilayah dan daerah yang sesuai dengan kebutuhan, diartikan bahwa DKI Jakarta mengingat kekhususannya dapat membentuk perangkat baru dan mengembangkan perangkat yang sudah ada, untuk menampung dan mengatasi dinamika beban tugas yang demikian berat dan kompleks. Kesebelas, adanya perhatian yang besar terhadap pembangunan di daerah perbatasan yang 283


sifatnya menyangga DKI Jakarta, yaitu Boger, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Cibarusah, Tangerang, Jagakarsa, Legok, Serpong, Balaraja, Bekasi, Tambun dan Cikarang. Pemasyarakatan Menyelesaikan PP yang menjabarkan UU 11/1990 merupakan tugas Gubernur DKI Jakarta yang baru, Surjadi (Bang Yadi atau Bang Dirja, kelihatannya lebih enak didengar daripada panggilan Bang Sur). Sejalan dengan itu, UU Nom or 11/1990 perlu dimasyarakatkan, baik di kalangan aparatur pemerintah di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta maupun Departemen/LPND, Lembaga, Badan, lnstansi lainnya, dan masyarakat. Aparatur Pemerintah DKI Jakarta perlu lebih siap menyongsong posisi DKI NRI Jakarta menuju kota metropolitan. Sejalan dengan itu, segudang permasalahan lbu kota harus cepat diantisipasi upaya pemecahannya, antara lain permasalahan tanah untuk perumahan, pengelolaan air, pembangunan rumah sewa bertingkat, rumah susun sederhana/murah (sesuai Kepgub DKI Jakarta Nomor 540/1990, 354/1992, dan 640/1992), peningkatan cinta BMW dan cinta Jakarta, dorongan untuk mempertahankan dan meraih Piala Adipura, prokasih, gerakan Ciliwung bersih, dan gerakan udara bersih, pelaksanaan ketertiban umum (Perda 11/1988), menjakartakan warga ibukota, memasyarakatkan Perda, menumbuhkan budaya hidup bersih dan sehat, cinta kebersihan (Perda 5/1988), penyebarluasan dan pemasyarakatan produk perencanaan (RUTR, RBWK, RTK, dan rencana pembangunan tahunan kecamatan), mengatasi masalah transportasi, mengajak pakar kota berpikir membantu gubernur, menginformasikan organisasi dan tatalaksana pemerintahan, meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam pembangunan ibukota, meningkatkan sadar wisata dan sadar lingkungan, serta menghimbau seluruh aparat pemerintah dan warga kota untuk bekerja profesional. Jayakarta, 6 Oktober 1992 Swastanisasi Pengelolaan Sampah Perkotaan Pengelolaan sampah perkotaan di Indonesia sudah populer sejak dimulainya penilaian kebersihan kota (Adipura) pada tahun 1986. Berturut-turut tiap kota meraih Adipura dari 2 kota (1986), menjadi 4 kota (1987), 7 kota (1988), 12 kota (1989), 12 kota 1990), 16 kota (1991), 136 kota Adipura dan 18 Kencana (1996), 176 Adipura dan 24 Adipura (1997). Jika pada tahun 1996, diberikan penghargaan 18 Adipura Kencana, 136 Adipura, maka pada tahun 1997 penghargaan yang diberikan terdiri atas 24 Adipura Kencana, 176 Adipura, dan 63 Sertifikat Kota Bersih. Adapun penilaian kebersihan kota meliputi kondisi fisik kebersihan kota, manajemen dan kelembagaan, kesehatan, peran serta masyarakat umum dan PKK dan penataan ruang (penghijauan, hutan kota). Pengelolaan sampah yang efektif akan sangat membantu pemerintah kota dan masyarakatnya. Akibat dana pengelolaan sampah yang terbatas, maka belakangan ini, terdapat kecenderungan menerapkan swastanisasi pengelolaan sampah. Dengan cara yang dikenal sebagai kemitraan ini, beban pemerintah berkurang dan peran swasta meningkat, sedangkan masyarakat menikmati hasil kemitraan ini berupa penanganan dan pengelolaan sampah yang lebih baik. Kemitraan bisa dilakukan pada semua kegiatan pengelolaan sampah atau pada satu beberapa segmen pengelolaan sampah antara lain produksi atau timbulan sampah, pengumpulan sampah rumah tangga, pemindahan, pembuangan ke tempat penampungan sementara (TPS), pemindahan ke transfer depo, dan pembuangan akhir ke tempat penampungan/pembuangan akhir (TPA) sampah. Privatisasi Saat ini sudah saatnya sampah tidak hanya dilihat sebagai ancaman bagi kehidupan manusia. 284


Sampah bisa dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, antara lain melaiui pemilahan sampah yang dibuang dan yang masih bisa dimanfaatkan, daur ulang (memilah-ml!ah sampah yang masih bisa didayagunakan), dibakar menghasilkan abu untuk pupuk, sampah organik dibuat kompos dan pupuk, menggunakan cacing bisa mengubah sampah organik menjadi pupuk dan obat, menggunakan incinerator membakar sampah menjadi energi, dan memadatkan sampah menjadi elemen dan bahan bangunan. Apakah yang dimaksud dengan privatisasi? Privatisasi adalah pengurangan peranan pemerintah dalam kegiatan pengelolaan sampah, baik dalam kegiatan pelayanan atau pemilikan dalam komersialisasi pengelolaan sampah (Privatization is a reduction in government activity or ownership within a given service and industry). Kegiatan pengelolaan sampah perkotaan mulai dari pengumpulan sampah rumah tangga, pemilahan dan pemindahan, daur ulang, pemanfaatan, dan pembuangan. Kegiatan pengelolaan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, dan pembuangan sampah (rumah tangga, pabrik, rumah sakit, pasar, toko, kantor, jalan raya, dan lain-lain). Bank Dunia bekerjasama dengan UNDP dan UNHCS (1994) menyimpulkan bahwa privatisasi pengelolaan sampah umumnya mencakup kegiatan-kegiatan kontrak (contracting), konsesi (concession), zonasi dan berbagi peran (zoning, franchise), dan kompetisi bebas (open competition). Adapun isu-isu kontekstual privatisasi atau partisipasi swasta dalam pengelolaan sampah meliputi konteks-konteks pengembalian biaya (cost recovery), efisiensi (efficiency), akuntabilitas umum (public accountability), manajemen pendanaan, skala ekonomi, pengaturan, kelembagaan, dan pembiayaan. Cost Recovery Contex memperhitungkan pengembalian biaya dalam pengelolaan sampah. Misal, pembuatan kompos memanfaatkan sampah menjadi energi melalui proses incinerator dan tempat pembuangan sampah terkendali (sanitary landfill), peralatan pengumpulan sampah (gerobak, alat pengumpulan sampah dari rumah ke rumah, dan kendaraan), dan daur ulang (recycling). Penetapan pembayaran dalam pengelolaan sampah yang dikenal sebagai retribusi, disesuaikan dengan pelayanan jasa yang diberikan sehingga tidak memberatkan masyarakat. Pengelolaan sampah harus menganut asas efisiensi, misalnya terlalu banyaknya pasukan pengumuplan sampah (dikenal sebagai pasukan kuning), sementara itu tenaga supervisi dan manajer masih sedikit. Demikian pula, daerah-daerah yang dikelola swasta harus ditetapkan baik berdasarkan zonasi ataupun wilayah permukiman tertentu (kaya, menengah, miskin). Studi Bank Dunia (1991) mempertanyakan efisiensi pengelolaan sampah di Lagos (Nigeria), Bogota, Bangkok, dan Manila, sedangkan di Indonesia sejak 1986 telah dilakukan penilaian Adipura untuk mendorong kota-kota dalam meningkatkan kebersihan kota. Pengelolaan sampah pada akhirnya harus terasa sampai kepada upaya menyejahterakan masyarakat melalui kota yang bersih, semangat kerja yang meningkat, produktivitas dan efisiensi kerja meningkat. Biaya pengelolaan sampah jangan sampai mengganggu pengeluaran pembangunan di bidang-bidang lain. Peran serta swasta dan masyarakat sangat diharapkan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sampah adalah pembiayaan pemerintah yang menurun, partisipasi swasta dan masyarakat meningkat, dan swastanisasi atau privatisasi pengelolaan sampah terus bertambah. Dari aspek manajemen, harus dapat dicapai manajemen pengelolaan sampah yang efektif, keseimbangan pengelolaan aspek-aspek fisik, organisasi dan manajemen, kesehatan, kelembagaan dan peran serta atau partisipasi swasta dan masyarakat. Pertanyaan yang muncul, sejauh mana kualitas sumber daya pengelolaan sampah (pemerintah dan swasta), seberapa besar efisiensi pembiayaan, peralatan, dan pengoperasian, berapa luas wilayah yang dikelola yang dikaitkan dengan tenaga kerja dan peralatan yang digunakan, dan sebagainya. Pendanaan yang bersumber baik dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan bantuan asing, harus dihitung secara cermat dan penggunaannya haruslah seefektif mungkin. Tenaga pengelolaan kebersihan kota harus memberikan contoh keteladanan dalam mengoperasikan peralatan dan memeliharanya, aparatur pemerintah harus memberi contoh kepada masyarakat tentang bagaimana sebaiknya mengelola kebersihan kota, dan masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, baik di lingkungan perumahan dan permukiman maupun di tempat kerjanya. 285


Pengelolaan sampah harus memperhitungkan skala ekonomi, antara lain dalam menetapkan luas wilayah pengumpulan sampah bagi kelompok masyarakat (kaya,. menengah, miskin), peralatan pengelolaan sampah yang digunakan, waktu pengoperasian, penerapan lokasi stasiun transfer atau transfer depo, penetapan lokasi dan model sanitary landfill atau improved landfill, penetapan metoda kompos, daur ulang, penggunaan cacing dalam mengolah sampah organik, pengepresan sampah menjadi bahan dan elemen bangunan dan pembakaran sampah menjadi energi listrik. Aspek pengaturan memegang peranan penting dalam pengelolaan sampah. Tanpa pengaturan yang baik dan tertib hukum dalam pengelolaan sampah, jangan diharapkan disiplin masyarakat dan warga kota meningkat. Penerapan pengaturan harus dibarengi dengan uji coba, kampanye, dan penyuluhan sampah. Sejalan dengan itu, kelembagaan pengelolaan sampah perlu dimantapkan, apakah masih berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum, apakah berbentuk Dinas Kebersihan atau Perusahaan Daerah Kebersihan (BUMD) atau bentuk lain. Dari Aspek pembiayaan timbul pertanyaan, bagaimana ukuran biaya pengelolaan sampah yang murah? Biaya pengelolaan sampah mencakup biaya pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, dan pembuangan ke TPS dan TPA. Juga harus dihitung biaya organisasi dan manajemen pengelolaan sampah, uji coba, kampanye, studi perbandingan, workshop, semiloka, dan penyuluhan. Metoda Partisipasi Sektor Swasta Kontrak merupakan metoda yang sering dilaksanakan. Dalam metoda ini, perusahaan swasta diberi kewenangan antara lain dalam menangani jasa pengumpulan sampah rumahtangga atau sampah pabrik, pelayanan jasa kebersihan di jalan raya (street sweeping service), pengumpulan sampah yang bisa didaur ulang (sampah pasar dan toko), pengoperasian stasiun transfer (depo), lokasi pembuangan akhir sampah (TPA) atau armada pengelolaan sampah. Swasta menerima uang kontrak dari pemerintah dalam menangani beberapa bagian pengelolaan sainpah tersebut. Contoh-contoh kontrak antara lain kontrak studi dan kajian pengelolaan sampah pra studi kelayakan, kajian desain dasar pembangunan incinerator, kontrak pengelolaan sampah di kawasan tertentu (daerah protokol, perumahan mewah, daerah pusat perdagangan), swastanisasi di transfer depo dan TPA, kemitraan pemerintah dan swasta dalam menangani wilayah tertentu (lihat buku Solid Waste Collection Practice terbitan American Public Solid Waste Management Association, Amerika Serikat), dan leasing peralatan pengelolaan sampah, evaluasi, pemantauan, pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan sampah. Pemberian kewenangan kepada pengusaha lokal melalui sistem franchise bisa ditempuh antara lain dalam pengumpulan sampah baik di kawasan kumuh maupun di permukiman mewah, pengumpulan sampah oleh sektor informal, keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat, peranserta PKK dan Karang Taruna, dan daur ulang baik swadaya masyarakat maupun melalui kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat. Dalam model franchise, pemerintah menetapkan monopoli zonasi pengelolaan sampah. Melalui cara ini, biaya pengelolaan sampah rumahtangga diatur dan biasanya lebih mahal dari kondisi biasa, karena ditunjukkan perusahaan yang menangani pengelolaan sampah. Pemerintah melakukan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan model ini, antara lain melalui kompetisi pengelolaan sampah, pemantauan dan pengawasan, dan pengaturan harga atau tarip pengelolaan sampah (retribusi). Konsesi diberikan oleh Pemerintah kepada perusahaan swasta antara lain dalam menangani material untuk didaur ulang atau dibuang (kertas, plastik, logam, gelas) untuk dibuat kompos, energi listrik. Konsesi dilakukan dalam jangka panjang, lahan disediakan pemerintah dan swasta membangun sarana dan prasarana. Melalui cara ini dikenal dalam bentuk BOT (built, operate, transfer), BOO (built, own, operate) atau BOOT (build, own, operate, transfer). Kompetisi bebas memungkinkan persaingan sehat antar perusahaan yang melakukan kontrak pengelolaan sampah dengan pemerintah kota. Kompetisi bisa dilihat, baik dalam pengumpulan, pengangkutan, daur ulang, pemanfaatan maupun pembuangan. Suatu kota dapat memiliki lebih dari satu TPA dan melibatkan banyak perusahaan yang ingin bermitra. Selain Pemerintah memberikan lisensi, melakukan pengawasan dan pemantauan, Pemerintah berhak memberikan sanksi terhadap perusahaan yang ditunjuk tetapi lalai melaksanakan pekerjaan yang telah disepakati. 286


Penutup Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa catatan penting. Pertama, diperlukan adanya kebijaksanaan pengelolaan sampah perkotaan yang jelas mudah dimengerti dan mudah dilaksanakan. lni berarti harus dapat memperjelas pengertian pengelolaan sampah wilayah, tenaga pengelolaan sampah, biaya yang tersedia, tujuan dan sasaran pengelolaan, efisiensi dan efektivitas, kapabilitas peraturan, resiko dari pengelolaan yang kurang terarah dan terpadu, akuntabilitas dan mobilisasi sektor swasta dan masyarakat. Kedua, tahap-tahap pengelolaan sampah harus ada kaitannya dengan wilayah yang menjadi ruang lingkup pelayanan, antara lain di wilayah perumahan dan permukiman, pusat perdagangan, perkantoran, jalan protokol, dan lain-lain. Ketiga, harus cepat melihat isu-isu penting, antara lain tenaga pengelola persampahan, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja, kendala birokrasi, biaya pengelolaan sampah, resiko pengaturan dan lain-lain. Keempat, pengelolaan sampah bisa memperhitungkan cost benefit dan cost efektif, tergantung pada wilayah mana yang dilayani. Jika perlu pemerintah kota dapat mengontrak tenaga ahli perguruan tinggi atau konsultan dalam menangani kasus-kasus tertentu pengelolaan sampah (aspek sosial-budaya, sosial ekonomi, teknis dan teknologi, desain, perekayasaan, dan rancang bangun peralatan pengelolaan sampah). Kelima, sampah hendaknya tidak lagi dianggap sebagai ancaman tetapi harus sudah dilihat sebagai potensi ekonomi yang dapat diubah menjadi uang, antara lain dibuat kompos, pupuk, bahan dan elemen bangunan, energi listrik, dan bahkan dijadikan obat. Jayakarta, 11 Agustus 1997 287


Mengejar Adipura, Menghindar Jadi Kota Terjorok Bulan Juni 1988 Mendagri Rudini di Semarang mengatakan bahwa untuk tahun ini persyaratan memperoleh Adipura akan lebih diperketat. Kalau ada Bupati atau Walikota yang malas mengembalikan angket atau kuesioner Adipura, mereka akan mendapat hadiah dan predikat kota terjorok. Untuk kota terjorok, Rudini akan memberikan hadiah khusus. Dengan pernyataan Rudini tersebut, setiap Pemerintah Kabupaten dan Kotamadya tergugah untuk melakukan berbagai upaya terobosan dalam menciptakan kebersihan kota. Kota-kota di pulau Sumatera bertekad meningkatkan kebersihan kota, Banda Aceh Beriman (bersih, indah dan nyaman), Padang yang selalu bersih sepanjang tahun diikuti jejaknya oleh Bukittinggi dan Solak, Jambi Beradat (bersih, aman dan tertib), Bandar Lampung Tapis Berseri (tertib, aman, patuh, iman, sejahtera, bersih, sehat, rapih, dan indah). DKI Jakarta dengan BMW (bersih, manusiawi dan berwibawa, "bukan berani memihak wongcilik" menurut Sutjipto Wirosardjono) mulai tahun ini diwakili oleh Lima Wilayah Kewalikotaan, yaitu Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur. Jakarta Pusat mengelola sampah dengan gerakan pengelolaan sampah oleh Swasta, galvanis, daur ulang, tong fiberglas dan swadaya masyarakat, partisipasi PKK, dan penggantian we gantung (helikopter) dengan we umum. Jakarta Utara dengan ciri khasnya daerah pantai bertekad meraih Adipura. Jakarta Barat membersihkan hunian di bantaran sungai dan sepanjang rei kereta api, memasyarakatkan pembuatan pot bunga dan tanaman hijau bagi warga di lingkungan kumuh, serta partisipasi PKK. Jakarta Selatan dengan kondisi lingkungannya yang lebih baik dibandingkan empat Wilayah lainnya mengkonsentrasikan pada penciptaan pasar yang bersih. Jakarta Timur pusing dengan kebersihan di terminal eililitan, Kramat Jati, dan Polo Gadung. Bogar mengejar Adipura kelima atau Adipura Kencana, Sukabumi, eianjur, Tasikmalaya, Garut, Kuningan dan lndramayu menata kota yang bersih. Bandung Berhiber (bersih, hijau dan berbunga) berusaha mempertahankan Adipura yang diraihnya tahun lalu. Di Jawa Tengah, Surakarta peraih angka penilaian tertinggi tahun lalu berusaha tetap bersih, diikuti oleh Magelang, Temanggung, Wonosobo dan pendatang baru Banjarnegara, Tegal, Boyolali, Wonogiri, eilacap dan Karanganyar. Di Jawa Timur, Surabaya dengan gerakan kebersihan pasukan kuningnya, mengejar Adipura bersama Malang, Magetan, dan kota-kota lainnya. Di luar pulau Jawa, hendaknya Denpasar kota wisata, kota-kota di NTB, NTT dan Timor Timur bertekad juga untuk memperoleh Adipura. Di Kalimantan, Samarinda, Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin dan Samarinda perlu diperhitungkan. Manado, Gorontalo, Palu, Ujungpandang Bersinar (bersih, sehat, indah, aman dan rapih) dan kota lainnya di Sulawesi tidak boleh diabaikan. Ambon peraih Adipura tahun lalu diintip jejaknya oleh Jayapura. Kota-kota peraih Adipura kota raya (berpenduduk di atas 1 juta jiwa), kota besar (penduduk 501.000 s.d. 1 juta), kota sedang (100.001 s.d. 500.000), dan kota kecil (20.000 s.d 100.000) dapat dilihat pada Tabel. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kota peraih Adipura dan sertifikat penghargaan kota bersih baru berada di 9 propinsi, sedangkan 18 propinsi lainnya belum tergiur dengan Adipura. Di samping itu terdapat kecenderungan pengelompokan kota-kota peraih Adipura (Surakarta dan sekitarnya serta Padang dan sekitarnya) dan belum ada kejutan kota yang banyak lingkungan kumuhnya bisa meraih Adipura. Kuesioner penilaian Adipura 1990 sudah diedarkan dan waktu penilaian tinggal 4-5 bulan lagi (sampai dengan penentuan peraih Adipura tanggal 5 Juni 1990 bertepatan dengan Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia). Walikotamadya, Walikotatip, dan Bupati Kepala Daerah Tingkat II sudah pasang kuda-kuda untuk meningkatkan (a) pengelolaan sampah kota (organisasi dan manjemen) yang meliputi pemantapan kelembagaan, pelaksanaan pengaturan dan ketentuan, pengaturan pembiayaan pengelolaan, retribusi, teknis operasional (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan atas daerah dan tingkat pelayanan, pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan akhir sampah), sarana dan prasarana, serta effisiensi, (b) peran serta masyarakat umum (LKMD dan lain-lain) dan peran serta PKK, (c) 288


kebersihan fisik kota Galan umum, fasilitas umum, pemukiman berbagai tipe, pasar, sarana dan prasarana pengelolaan sampah), dan (d) kesehatan yang memperhatikan persyaratan kesehatan pengelolaan sampah. Dalam kategori kota raya, sembilan kota berusaha menghindar jadi kota terjorok, yaitu lima Wilayah di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan. Untuk kota besar, enam kota akan bersaing yaitu Surakarta, Ujung Pandang dan Bandar Lampung. Kategori kota sedang diikuti oleh kota bersih Ambon, Balikpapan, Bogar, Jambi, Pakanbaru, Samarinda, Bukittinggi, dan Magelang. Di samping itu juga akan diikuti oleh Banda Aceh, Banjarmasin, Bengkulu, Cimahi, Cirebon, Denpasar, Dili, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari, Kupang, Mataram, Manado, Palangkaraya, Palu, Pontianak, Yogyakarta, Bekasi dan Tangerang serta kota-kota lainnya yang berpenduduk 100.001 s.d. 500.000 jiwa. Kota kecil akan diwakili oleh 3 kota terbersih dari setiap propinsi. Dalam kategori ini kelihatannya Cianjur, Kuningan, dan lndramayu di Jawa Barat akan bersaing dengan Boyolali, Banjarnegara, dan Tegal di Jaw a T engah serta Magetan di Jawa Timur, serta kota-kota kecil lainnya di luar Pulau Jawa. Jika pada tahun 1989 persaingan Adipura terdiri dari 5 kota raya, 5 kota besar, 26 kota'sedang dan 54 kota kecil, maka sudah bisa diperhitungkan para pesaing Adipura 1990 terdiri atas 9 kota raya, 6 kota besar, paling sedikit 30 kota sedang (ditambah 4 kota peraih Adipura 1989 dan 3 kota peraih penghargaan kota bersih 1989), dan 78 kota kecil (ditambah 5 kota peraih Adipura 1989 dan 3 kota peraih penghargaan kota bersih 1989). Keberhasilan mewujudkan kebersihan kota sekaligus akan turut menunjang upaya peningkatan jumlah wisatawan dengan motto Visit Indonesia Year 1991. Jayakarta, 24 Januari 1990 Tabel: KOTA PERAIH ADIPURA TAHUN 1989 JENIS/KOTA 1986 1987 1988 1989 BERAPA KALI KOTA RAYA: 1. SURABAYA - 1 1 2X 2. BANDUNG - 1 - 2 2X KOTA BESAR: 1. SURAKART A - 1 1 1 3X 2. PADANG 1 - 2 2 3X KOT A SEDANG : 1. BOGOR 1 1 2 1 4X 2. JAMBI - 2 1 3 3X 3. AMBON - - - 2 1 X 4. SAMARINDA - - - 4 1 X KOTA KECIL: 1. BUKITIINGGI - - 1 2 2X 2. MAGELANG - 2 1 2X 3. TEMANGGUNG - - - 3 1 X 4. SOLOK - - - 4 1 X 5. WONOSOBO - - - 5 1 X CATATAN : Peraih sertHikat penghargaan kola bersih tahun 1989 (belum memenuhi syarat untuk meraih Adipura), terdiri dari kota·kota Semarang (kota raya), Malang (kola besar), Balikpapan, Bandar Lampung, dan Pekanbaru (kola sedang), dan Tanjung Pinang, Sukabumi, dan Tasikmalaya (kota kecil). SUMBER : Diolah dari data Tim Adipura Kantor Menneg KLH, 1989 289


Kejutan: Adipura 1990 Vs Kota Terjorok Adipura lambang kebersihan, diperebutkan oleh Walikotamadya, Walikotatif, dan Bupati sejak 1986. Jika tahun 1986 dan 1987 peraih Adipura hanyalah kota raya atau metropolitan (penduduk di atas 1 juta jiwa), kota besar (penduduk 500.001 s.d. 1 juta jiwa) dan kota sedang (1 00.001 s.d 500.000 jiwa), maka tahun 1988 dan 1989 termasuk kota kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa). Bahkan pada tahun 1989 diberikan Piagam Penghargaan Kota Bersih kepada beberapa kota yang sudah bersih tetapi belum memenuhi syarat sebagai peraih Adipura. Tahun 1990 akan ada kejutan. Adipura tidak diraih oleh kota yang itu-itu juga, tetapi muncul kota-kota muka baru yang bisa mengalahkan kota Adipura sebelumnya. Sebaliknya, bukan tidak mungkin kota yang pernah meraih Adipura, pada tahun ini akan terseok posisinya. Takut pada ancaman Mendagri, semua kota berusaha tidak menjadi kota terjorok. Kejutan Adipura Kriteria penilaian kebersihan Adipura tingkat Pusat terdiri atas pengelolaan sampah (organisasi dan manajemen), peran serta (masyarakat umum dan PKK) dalam penangulangan sampah, fisik dan kesehatan. Peraih Adipura berdasarkan tipe kota sejak 1986 adalah sebagai berikut. Adipura Kota Raya diraih masingmasing 2 kali oleh Bandung (urutan pertama tahun 1987 dan urutan kedua tahun 1989) dan Surabaya (urutan pertama tahun 1988 dan 1989). Adipura Kota Besar diraih masing-masing 3 kali oleh Surakarta (urutan pertama tahun 1987, 1988, dan 1989) dan Padang (urutan kedua tahun 1987, 1988 dan 1989). Adipura Kota Sedang diraih 4 kali oleh Boger (urutan pertama 1986, 1987, 1989, dan urutan kedua tahun 1988), 3 kali oleh Jambi (urutan kedua tahun 1987, pertama tahun 1988, dan ketiga tahun 1989), dan masing-masing 1 kali pada tahun 1989 oleh Ambon (urutan kedua) dan Samarinda (urutan keempat). Sedangkan Adipura Kota Kecil diraih masing-masing 2 kali oleh Bukittinggi (urutan pertama tahun 1988 dan urutan kedua tahun 1989) dan Magelang (urutan kedua tahun 1988 dan urutan pertama tahun 1989), dan masing-masing 1 kali pada tahun 1989 oleh Temanggung (urutan ketiga), Solok (urutan keempat) dan Wonosobo (urutan kelima). Diberikannya Piagam Penghargaan Kota Bersih kepada beberapa kota pada tahun 1989 yaitu Semarang (kota raya), Malang (kota besar), Balikpapan, Bandarlampung, dan Pakanbaru (kota sedang), dan Tanjung Pinang, Tasikmalaya, dan Sukabumi (kota kecil) semakin merangsang tiap kota untuk meningkatkan pengelolaan kebersihan kota dan berusaha meraih Adipura atau memperoleh predikat kota bersih. Yang dinilai dalam organisasi dan manajemen terdiri atas institusi atau kelembagaan pengelola kebersihan, pengaturan hukum, pembiayaan, teknis operasional pengelola sampah (perencanaan, pelaksanaan yang terdiri atas pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengawasan dan efisiensi). Peran serta masyarakat berpegang pada Keppres Nomor 28 Tahun 1980 tentang LKMD dan peran serta PKK mengikuti Kepmendagri Nomor 28 Tahun 1984, dan keputusan Rakornas serta Rakon PKK. Fisik kota termasuk kawasan permukiman, jalan, tempat umum, fasilitas umum, perairan terbuka, TPS (tempat penampungan sementara), dan TPA (tempat pembuangan akhir). Penilaian kesehatan memperhatikan SK Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Depkes No. 281 tanggal30 Oktober 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah. Setelah empat tahun berjalan (1986-1989), terlihat kecenderungan kota bersih Adipura itu-itu juga. Buktinya? Bandung (2x) dan Surabaya (2x) meraih Adipura kota raya, Surakarta (3x) dan Padang (3x) untuk kota besar, Boger (4x) dan Jambi (3x) untuk kota sedang (Ambon dan Samarinda muka baru peraih Adipura 290


1989), Bukittinggi {2x) dan Magelang {2x) untuk kota kecil (Temanggung, Solak, dan Wonosobo muka baru peraih Adipura 1989). Prestasi Ambon di urutan kedua Adipura kota sedang pada tahun 1989 cukup mengagetkan, karena bisa di atas Jambi. Bagaimana perkiraan tahun 1990? Kita coba analisis sekilas. Adipura kota raya akan diperebutkan oleh sembilan kota, yaitu Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, dan Lima Wilayah Kota di DKI Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur). Surabaya dan Bandung yang telah dua kali meraih Adipura, tidak aneh jika keduanya meraih Adipura 1990. Tetapi jika salah satu atau keduanya menjadi kota terjorok, ini baru kejutan. Semarang jangan puas dengan predikat kota bersih yang diraihnya tahun-tahun lalu. Medan perlu berpacu dan jika perlu bikin kejutan, asalkan jangan kejutan sebagai kota terjorok. Masing-masing Wilayah Kota di DKI Jakarta telah berusaha sekuat tenaga untuk bisa meraih Adipura atau predikat kota bersih, dan menghindar jadi kota terjorok. Untuk memacu tiap Wilayah, ~onon Gubernur tiap hari minggu mengecek langsung kebersihan tiap kelurahan dan menegur Lurah, Camat, dan Walikotamadya jika ditemukan daerah yang masih kotor dan semrawut. Jika satu atau lebih Wilayah Kota di DKI meraih Adipura atau predikat kota bersih, merupakan kebanggaan ibukota. Apalagi dikaitkan dengan Visit Indonesia in the Year 1991. Bandung juga berkepentingan dengan Adipura, karena keberhasilan Adipura akan banyak artinya bagi Bandung yang menjadi tuan rumah Konferensi ATF (Asean Tourism Federation 1991). Persaingan di kota besar semakin tegang. Surakarta dan Padang yang telah 3x meraih Adipura tidak akan menang dengan mudah. Mereka akan dihadang oleh Malang dan Bandarlampung yang akan bikin kejutan. Palembang dan Ujungpandang juga tidak ingin menjadi kota terjorok tentunya. Calon peraih Adipura kota sedang sangat banyak, paling tidak 30 kota atau lebih. lbarat ada juara bertahan dan penantang, maka Bogor (bertekad meraih 5x Adipura atau Adipura Kencana). Ambon, Jambi, Samarinda, Bukittinggi, dan Magelang yang kotanya bersih berusaha mempertahankan Adipura. Balikpapan sangat yakin untuk membawa piala Adipura tahun ini. Para penantang terdiri dri Banda Aceh, Banjarmasin, Bengkulu, Cimahi, Cirebon, Denpasar, Dili, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari, Kupang, Mataram, Manado, Palangkaraya, Palu, Pontianak, Yogyakarta, Purwokerto, Bekasi, dan Tangerang. Dalam kategori kota kecil, tidak aneh jika Bukittinggi, Temanggung, Solok, dan Wonosobo meraih Adipura. Kejutan akan terjadi dengan kemungkinan tampilnya Cianjur, Kuningan, lndramayu, Boyolali, Banjarnegara, Tegal, Cilacap, Wonogiri, Karanganyar, Magetan dan dua kota lainnya di Jawa Timur, serta kota-kota kecil di luar pulau Jawa sebagai calon peraih Adipura kota kecil. Tahun kuda 1990 akan membuka lembaran baru. Peraih Adipura bukan lagi kota-kota sejuk dan itu-itu juga. Kota pantai akan bikin kejutan. Jika semua kota ingin Adipura, kota mana yang terjorok? Pengalaman meraih Adipura belum menjamin mendapat Adipura lagi. Setiap kota punya peluang meraih Adipura dan harus siaga menghindar jadi kota terjorok. Jika Emil Salim menyediakan Piala Adipura dan Piagam Kota Bersih, maka Rudini telah menyiapkan hadiah istimewa untuk kota terjorok. Media Indonesia, 21 Februari 1990 Mengejar Adipura: Belajar dari Surabaya Surabaya yang penduduknya sekitar 3 juta dan kota terbesar kedua di Indonesia, pusat pengembangan ekonomi di wilayah Indonesia Timur, kota industri, maritim, perdagangan, dan pendidikan, membawa konsekuensi logis bagi kota dan warganya untuk menata kebersihan kota. Semakin sesaknya kota, terbatasnya tanah, sulitnya mengatur transportasi, adanya perubahan sikap dan perilaku budaya warganya, 291


memerlukan penanganan kebersihan kota oleh aparat Pemerintah yang didukung oleh partisipasi dan peran serta masyarakatnya. Dimulai dengan Menuju Surabaya Bersih dan kemudian dengan kebersamaan menuju cita-cita Surabaya Berseri (Walikotamadya, 1989), Surabaya berusaha sekuat tenaga untuk meraih pemenang Adipura (kelompok Kota Raya yang penduduknya di atas 1 juta jiwa). Keberhasilan Surabaya meraih piala kebersihan Adipura 1988 dan 1989 adalah berkat perjuangan dari semua lapisan masyarakat yang ikut berperan aktif dalam berbagai kegiatan kebersihan untuk mewujudkan Surabaya kota yang bersih. Adipura tak dapat diraih dengan harta atau kekayaan, tetapi dengan peran serta masyarakat dan peran Walikotanya dalam mengerahkan partisipasi warga kota dalam kegiatan pengelolaan kebersihan, keikutsertaan lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan, warga pengusaha, dan pelaksanan operasi yustisi kebersihan. lkatan Keluarga Alumni Unair, alumni UGM, Universitas Petra, Bakti Sosial Kebersihan Mahasiswa APK, dan unit-unit kegiatan kemahasiswaan lainnya mendukung dan membantu langsung pengelolaan sampah. Walikota Poernomo Kasidi tidak henti-hentinya keliling kota ke Kecamatan-kecamatan yang jumlahnya 16 untuk memberi semangat pada warga kota dalam mengelola kebersihan di lingkungannya masing-masing. Surabaya memiliki 10.000 pasukan kuning swadaya masyarakat. Walikota dan warga Surabaya melakukan berbagai upaya untuk menempatkan Adipura tetap langgeng di Surabaya dalam rangka mencapai tinggal landas menuju budaya bersih yang ditunjang oleh perilaku berbudaya bersih. Partisipasi Swasta sangat tinggi dan kaum ibu memegang peranan penting dan sangat mendasar untuk mempercepat proses budaya bersih dengan basis rumahtangga dan lingkungan. Partisipasi Masyarakat Keberhasilan Surabaya meraih Adipura diakibatkan oleh partisipasi masyarakat dan pengusaha yang sangat tinggi, terciptanya komunikasi dan pengertian yang sama di antara Pemerintah dan warganya, dan dimilikinya 10.000 pasukan kuning. Walikota Surabaya meletakkan dasar-dasar penciptaan kebersihan kota melalui lima prinsip. Pertama, penanganan kebersihan tidak hanya tergantung dari pemerintah saja, atau warga saja, tetapi harus ada kerjasama yang sederajat dan sadar akan hak dan tanggungjawab masing-masing. Kemampuan ini effektif jika masyarakat ikut aktif mengelolanya. Kedua, keikutsertaan Pemerintah dalam menggerakkan kemampuan masyarakat harus menjadi penunjang yang tidak memanjakan. Ketiga, tugas dan keempat, tanggungjawab Pemerintah terhadap kebersihan yang berskala makro terhadap kota yang memerlukan penanganan jangka panjang. Hal ini tidak dapat dibebankan kepada masyarakat, sebab untuk itu masyarakat sudah membayar retribusi kebersihan. Keempat, usaha kebersihan harus dalam wawasan menciptakan lingkungan hidup yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Usaha ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi meliputi aspek yang lebih luas. Kelima, penanganan kebersihan tidak bisa dikelola sebagai usaha sosial, tetapi prinsip ekonomi harus dikembangkan agar usaha ini bisa mandiri. Lomba puisi diselenggarakan untuk memasyarakatkan kebersihan kota. Salah satu puisi mengemukakan " .... Di antara keramaian kota, terdengar derap langkah di pembersih kota. Tampak pula wajah berseri menyambutnya, seiring hati yang sedang gembira. Di sana sini selalu ada, mengotori kotaku tercinta. Di sungai, taman, bahkan di jalan raya, engkau selalu berada di mana-mana." "Sampah, itulah pengganggu keasrian kotaku. Pergi, itulah keinginan Surabaya. Hai para masyarakat Surabaya, singkirkan lengan bajumu, besihkan alam lingkunganmu, bagi kotamu tercinta." Berkat usaha dan kesadaran masyarakat, tercapailah apa yang masyarakat dambakan, Adipura. Kebersihan lingkungan bisa diatasi melalui dua jalur. Pertama, melalui RT, RW, PKK, Karang Taruna, dan kedua, melalui Badan Pelaksana Kebersihan Warga, Paguyuban Pendidikan Cinta Bersih. Penanganan kebersihan dimulai dari pengumpulan berbagai sampah dan kotoran, lalu diangkut ke tempat-tempat yang sudah ditentukan. Penyelesaian akhirnya merupakan tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota. 292


Pengelolaan sampah perlu melibatkan partisip::1si dan peran serta masyarakat. Pembangunan yang hanya dilaksanakan oleh dana-dana Pemerintah, hasilnya kurang cepat dapat menjangkau kepentingan seluruh rakyat. Jika seluruh warga kota 1kut aktif bersama Pemerintah Daerah dalam melakukan pembangunan, maka sudah barang tentu kepentingan rakyat akan terjangkau dan kemakmuran pun akan segera dapat dinikmati warga kota seluruhnya. Motto Surabaya Berseri, yaitu hidup dalarn !ingkungan yang bersih, sehat, rapi, dan indah. Lingkungan yang memadai dan ditata rapih serta kebers1han yang terjaga dengan baik akan mampu memacu semangat warga kota, untuk tetap mempunyai tekad melaksanakan pembangunan yang sudah digalakkan oleh Pemerintah. Menciptakan kebersihan kota gampang-gampang susah. Gampangnya, sebab kesadaran masyarakat pada umumnya tinggi dan partisipasi Swasta makm meningkat. Susah, karena sampah diproduksi atau ditimbulkan setiap saat, padahal pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pengelolaan serta pembuangannya kurang lancar. Simulasi P-4 haruslah dikaitkan dengan kebersihan kota. Paguyuban fasilitator permail'lan simulasi P-4 perlu ditingkatkan aktivitasnya. Demikian juga program kerja dan belajar. Kesadaran warga yang tidak merasa ditekan atau ditakut-takuti sangat berarti dan berpengaruh di dalam pengelolaan kebersihan. Mereka berpartisipasi dan berperan serta atas kesadarannya sendiri untuk menciptakan lingkungan bersih. Bersih itu Sehat. Masyarakat perlu secara sadar membuang sampah ke tempat yang telah disediakan. Lebih baik lagi kalau sampah itu dibungkus terlebih dahulu dengan kantong plastik agar sampah tidak dikerubung lalat, dapat mengurangi bau busuk, dan memudahkan petugas dan pasukan kuning dalam mengumpulkan dan mengangkut sampah. Kebersihan meraih Adipura juga ditentukan oleh mental manusianya. Walikota memberikan contoh ironis, di mana pasukan kuning ngotot membersihkan sampah yang berserakan di jalan, di sebelahnya ada pelari pagi dekat mobil bagus yang sopirnya dengan seenaknya membuang kantong plastik bekas tempat makanan dan gelas plastik minuman. Terhadap orang seperti ini, mau diapakan? Pemda mengajak kalangan universitas dan lembaga pendidikan untuk menanggulangi kebersihan. Partisipasi telah diberikan oleh Universitas Airlangga, ITS, dan alumni Kagama yang berdomisili di Surabaya. Perda No. 6 T ahun 1986 ten tang pengelolaan kebersihan perlu dipatuhi dan ditegakkan. Setiap pelanggar dikenakan hukuman yang setimpal. Berbagai organisasi kemasyarakatan telah ikut ambil bagian di dalam pengelolaan kebersihan kota, antara lain Lions Club. Lomba Kebersihan dan Kerapihan tingkat Kecamatan selalu diselenggarakan. Lomba ini dimaksudkan untuk mendorong dan menumbuhkan pola hidup dan budaya bersih warga kota. Dharma Wanita juga berperan dalam pengelolaan kebersihan kota. Semua warga Surabaya mendukung pola hidup bersih menuju budaya bersih. Pengusaha perbankan ikut seta dalam penciptaan kebersihan kota. Bank Niaga, Bank Pemerintah dan Bank Swasta lainnya ikut berpartisipasi di dalam upaya menciptakan kebersihan kota. Pengusaha taksi, organda, pengemudi angkutan umum, warga PJKA, semua berpartisipasi dalam menciptakan kebersihan kota. Peran serta setiap warga kota di bidang kebersihan, tidak hanya terbatas pada dukungan tenaga dan moral, tetapi juga dalam bentuk material, berupa peralatan, prasarana, dan sarana kebersihan. Perda No. 6 Tahun 1986 dan Operasi Yustisi Kebersihan dimaksudkan untuk mendidik warga kota untuk mendisiplinkan diri, berlaku tertib dan bersih di manapun ia berada, di rumah, di jalan umum, mereka harus tampak bersih. Meskipun piala Adipura bukan merupakan tujuan akhir dari pembangunan bidang kebersihan, masyarakat kota Surabaya bertekad untuk mendisiplinkan diri menjaga lingkungan agar tetap bersih. Perjalanan panjang telah dilakukan oleh Pemda untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan rapih. Upaya intensifikasi, dilakukan ke dalam tubuh Pemda dan aparatnya agar diperoleh peningkatan mutu aparat. Upaya ekstensifikasi, menyangkut kegiatan intern Pemda dan inter Pemda. Di Surabaya, di samping hampir seluruh warga telah mendukung dan berpartisipasi dalam pembudayaan kebersihan, pada kenyataannya masih ada saja warga kota yang tidak mau tahu atau acuh tak acuh terhadap kondisi yang dihadapi. Membuang sampah seenaknya dari kendaraan, melalui jendela mobil ber-AC, dari becak atau sepeda motor atau kendaraan lainnya. Bahan material bekas perbaikan trotoar yang tidak diatur 293


rapih, akan memberikan kesan kotor dan semrawut. Dengan operasi Yustisi, Pemda tidak menitikberatkan pada segi menghukum yang salah, tetapi mendidik, mengingatkan, menyadarkan, dan menangkal adanya pelanggar-pelanggar kebersihan. Operasi Yustisi diberlakukan di seluruh wilayah kota, pelaksanaannya dibantu lnstansi di luar Pemda, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Korem, Garnizun, dan lain-lain. Sampai saat ini Operasi Yustisi telah berjalan untuk ke 13 kalinya, sejak 17 Januari 1989. Operasi Yustisi terdiri atas tahapan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi, dan pelaksanaan sanksi atas pelanggar mengikuti ketetapan lnstruksi Walikotamadya No. 22 Tahun 1988. Semua usaha ini, mulai dari program Pemda, partisipasi masyarakat, pengusaha, dan Swasta, serta operasi yustisi, diarahkan untuk menciptakan kota Surabaya yang berseri, bersih, sehat, rapi dan indah. Jika tahun 1988 Walikotamadya Surabaya menerbitkan buku Menuju Surabaya Bersih, maka tahun 1989 telah menerbitkan buku Dengan Kebersamaan Menuju Cita-cita Surabaya Berseri yang be.risi berbagai kegiatan di bidang kebersihan kota, antara lain (a) kunjungan Walikotamadya ke Kecamatan, Kelurahan, AW, dan AT, (b) bentuk partisipasi masyarakat, (c) partisipasi warga kota di 16 Kecamatan, (d) peran serta lembaga pendidikan, (e) partisipasi organisasi kemasyarakatan, (f) keikutsertaan warga pengusaha, dan pelaksana operasi Yustisi kebersihan. Neraca, 13 Desember 1989 Kebersamaan Menuju Surabaya Berseri Pemilihan kota terbersih di Indonesia ditandai dengan pemberian piala kebersihan Adipura setiap tanggal 5 Juni bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang dibagi atas kota raya (penduduk di atas 1 juta), kota besar (500.000- 1 juta), kota sedang (1 00.000- 500.000) dan kota kecil (20.000- 1 00.000). Sejak tahun 1986, terdapat tigabelas kota yang telah meraih Adipura, yaitu Surabaya ( dua kali, 1988 dan 1989) dan Bandung ( dua kali, 1987 dan 1989) untuk kota raya, Surakarta (tiga kali, 1987, 1988 dan 1989) dan Padang (tiga kali, 1986, 1988 dan 1989) untuk kota besar, Boger (4 kali, 1986 s.d 1989), Jambi (3 kali, 1987, 1988 dan 1989), Ambon (satu kali, 1989) dan Samarinda (satu kali 1989) untuk kota sedang, Bukittinggi (dua kali, 1988 dan 1989), Magelang (dua kali, 1988 dan 1989), Temanggung, Solak dan Wonosobo (masingmasing satu kali, 1989). Di samping itu, terdapat kota-kota yang belum meraih Adipura, tetapi kotanya sudah bersih, sehingga memperoleh sertifikat penghargaan, yaitu Semarang untuk kota raya, Malang untuk kota besar, Balikpapan, Bandarlampung dan Pakanbaru untuk kota sedang, Tanjungpinang, Sukabumi dan Tasikmalaya untuk kota kecil. Sebagai kota raya peraih Adipura, Surabaya berusaha terus sekuat tenaga menciptakan Kota Pahlawan menjadi kota yang bersih dan berseri, melalui pengelolaan sampah kota yang baik, meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan kebersihan kota, mengajak lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan dan warga pengusaha untuk mewujudkan kebersihan kota. Partisipasi Berbagai kegiatan partisipasi masyarakat telah terus dilakukan di setiap AT, AW, kelurahan di enambelas kecamatan di Surabaya, yaitu Wonokromo, Krembangan, Gubeng, Sukolilo, Tegalsari, Tambaksari, Genteng, Sawahan, Simokerto, Benowo, Tandes, Kenjeran, Karangpilang, Aungkut, Bubutan, dan Wonocolo. Sepuluh ribu pasukan kuning kebersihan merupakan ujung tombak penciptaan kebersihan kota. Partisipasi masyarakat antara lain dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan Iomba kebersihan, Iomba paduan suara dan baca puisi kebersihan, swadaya pembangunan jalan lingkungan, penyediaan bingkisan untuk pasukan kuning, sumbangan pakaian seragam kebersihan dan jas hujan, sumbangan kantong plastik sampah, 294


penyelenggaraan seminar dan sarasehan persampahan, sumbangan gerobak sampah, tong sampah, kontainer mini, ceramah Adipura dan pelestarian, kebersihan kota, bantuan sarana kebersihan, sapu lidi, tanaman dan bibit penghijauan, penyebarluasan pembudayaan hidup bersih, sekop, helm, sepatu, ganco atau garu, keranjang sampah, penyuluhan terpadu, obat pembunuh jentik-jentik demam berdarah, dan gerakan kerja bakti masyarakat untuk membersihkan lingkungan pemukimannya. Walikotamadya DT II Surabaya, Poernomo Kasidi, bersama para aparat pembantunya tidak hentihentinya keliling ke pelosok kota untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat akan pentingnya kebersihan kota. Di Wonokromo, walikota menegaskan bahwa kebersihan kota jangan hanya tergantung pada pemerintah atau warga saja, tetapi harus dikelola secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah merencanakan pengelolaan sampah secara makro, tidak memanjakan masyarakat, dan menciptakan wawasan lingkungan hidup yang aman, nyaman dan menyenangkan, serta pengelolaan sampah harus diartikan sebagai kegiatan ekonomi (bukan sebagai usaha sosial semata-mata). Bakti sosial dilakukan di mana-mana. Di Krembangan, warga dengan cara swadaya membangun jalan lingkungan sepanjang 3 km, taman kota, dan saluran pembuangan air. Masyarakat membentuk Paguyuban Pendidikan Cinta Bersih dan Kerukunan Cinta Bersih, di samping partisipasi LKMD, RW, RT, Karang Taruna dan PKK. Di Gubeng dilakukan penghijauan kota. Warga Sukolilo membangun balai RW berkat peranserta masyarakat dan gema Adipura disebarluaskan ke setiap RT. Warga Tegalsari yang tinggal di kawasan strategis kota dan kantong elite pemukiman, dituntut untuk selalu menjaga kebersihan. Mantan Gubernur Jatim, Mochammad Noer berpartisipasi aktif dalam mewujudkan kebersihan Tegalsari. Tambaksari berusaha sekuat tenaga menciptakan daerahnya agar tetap berseri (bersih, sehat, rapidan indah). Mewujudkan kebersihan di pusat pertokoan dan perbelanjaan Genteng gampang-gampang susah. Susahnya, timbulan atau produksi sampah di daerah tersebut sangat melimpah. Gampangnya, peranserta dan partisipasi masyarakat dan swasta dalam penciptaan kebersihan kota sangat tinggi. Dengan kebersamaan, niscaya Surabaya Berseri bisa diwujudkan. Dengan bantuan swasta, camat Sawahan menyelenggarakan Iomba kebersihan antar kelurahan dan RW untuk mengukur sejauh mana perbuatan nyata dan karya masyarakat dalam memelihara kebersihan kota sudah merupakan bagian hidupnya sehari-hari. Pasukan kuning Kecamatan Simokerto berbahagia dengan diterimanya sumbangan kontainer mini dan jas hujan dari swasta. Di Kecamatan Benowo, walikota menegaskan bahwa bukan karena Adipura warga Surabaya berupaya hidup bersih, tetapi pola hidup bersih merupakan satu tuntutan hidup yang harus dilaksanakan secara total. Adipura berfungsi sebagai perangsang warga kota untuk berbudaya bersih dan sehat. Di Tandes, simulasi P-4 dimanfaatkan untuk menyebarluaskan pentingnya kebersihan kita yang memerlukan koordinasi yang baik dari semua pihak. Kegiatan lawak juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebersihan kota. Warga Kenjeran sudah sadar bahwa bersih itu sehat. Pembuatan jalan dengan swadaya masyarakat, neonisasi dan bantuan pakaian seragam pasukan kuning menandai tingginya kesadaran warga. Peran pemuda dalam kebersihan kota dengan budaya bersih dan budaya tertibnya sangat menonjol di Karangpilang. Swasta membantu kontainer mini, gerobak sampah, pakaian, tong sampah, sekop, tas plastik, helm, sepatu, garu, keranjang sampah, dan jas hujan untuk menciptakan Karangpilang yang bersih. Di Rungkut dilakukan rehabilitasi saluran dengan cara padat karya dan pemugaran perumahan dan lingkungan desa secara terpadu. Warga Bubutan merelakan sebagian tanah halaman rumahnya untuk keperluan SUTP (Surabaya Urban Transportation Project). Operasi Yustisi Kebersihan didukung oleh semua lapisan masyarakat, tokoh masyarakat, RW, RT, Karang Taruna, Remaja Masjid, alim ulama, PKK dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Wonocolo sebagai pintu gerbang Surabaya dari Selatan dijaga kebersihannya dan aparat pemerintah tidak henti-hentinya memotivisir warga untuk menciptakan kebersihan kota. Mengikutsertakan lembaga pendidikan dalam penataan kebersihan kota, dimaksudkan untuk mempercepat pembentukan sikap mental manusia yang berbudaya bersih. Pakar universitas diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada warga Surabaya, seperti telah dilakukan oleh Rektor Unair dan lkatan Alumni Unair dan Kagama se Jawa Timur. Kesan walikota selalu ngomef tentang sampah, sebenarnya merupakan perwujudan keinginan walikota agar Piala Adipura selalu diraih oleh Surabaya. Bakti kebersihan 295


mahasiswa dan pelajar juga sangat membantu perwujudan kebersihan kota, demikian pula peran organisasi Lions Club. Swasta dan kalangan dunia usaha dihimbau dan diajak berpartisipasi dalam kebersihan kota. Beberapa perusahaan ikut serta menata taman kota. Pengusaha taksi dan para pengemudinya ikut menjaga kebersihan dalam kedaraannya, demikian juga di lapangan terbang, Pelabuhan T anjung Perak, stasiun kereta api, dan terminal bus. Kendaraan menyediakan tong sampah di dalam kendaraannya dan pengemudi dapat mengingatkan penumpang agar tidak membuang sampah ke jalan melalui jendela mobil. Rencana Operasi Yustisi Perda No. 6 Tahun 1986 tentang Penyelenggaraan Kebersihan Kotamadya DT II Surabaya, ditetapkan oleh walikota pada tanggal 9 Januari 1989. Pelaksanaan Operasi Yustisi Kebersihan dilakukan di seluruh kawasan kota, didahului oleh tahap persiapan (pemantapan personil dan sarana serta usaha memasyarakatkan isi Perda), tahap pelaksanaan (operasi preventif, represif, non-yustisi, represif yustisi, sasaran terhadap anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pelanggar kebersihan yang membuang sampah di sungai, selokan, got, rial, jalan umum dan tujuh jalur utama dan sekitarnya), dan tahap evaluasi melalui penyelenggaraan rapat melibatkan berbagai unsur pemerintahan. Pelaksanaan sanksi Perda No.6 Tahun 1986 dituangkan melalui lnstruksi Walikotamadya No. 22 Tahun 1988 dan Tenaga Operasional Tim Operasi Yustisi ditetapkan melalui Keputusan Walikotamadya No. 13 Tahun 1989 tanggal 16 Januari 1989, dan Operasi Yustisi telah dimulai tanggal17 Januari 1989. Dengan memperbaiki aspek organisasi dan manajemen, teknis operasional, pelayanan, peraturan perundang-undangan, fisik, peranserta masyarakat dan PKK, dan kesehatan masyarakat serta pelaksanaannya yang serasi, seimbang, terpadu dan berkelanjuan, warga Surabaya menanti Piala Adipura 1990. Semoga. Angkatan Bersenjata, 9 Maret 1990 Bandung Bersih, Hijau Dan Berbunga Menuju Kota ldaman Upaya mengembalikan citra kota Bandung sebagai kota kembang dalam rangka mewujudkan kondisi Bandung Atlas (aman, tertib, lancar, dan sehat) memerlukan peran serta secara aktif seluruh warga kota Bandung. Walikotamadya DT II Bandung, Ateng Wahyudi, telah mencanangkan gerakan berhiber (bersih, hijau, dan berbunga) melalui Surat Edaran Nomor 48 Tahun 1983 dan mengajak semua warga kota untuk berperan serta dalam gerakan kebersihan. Salah satu hasil gerakan berhiber yang tidak dapat dilepaskan dari tibmanra (ketertiban, keamanan, dan kesejahteraan) Pemda Tingkat I Jawa Barat, Bandung Atlas, Opsih I, II, dan Ill, dan K3 (ketertiban, kebersihan, dan keindahan) adalah diraihnya penghargaan Adipura tipe kota raya pada tahun 1988 dan 1989 yang merupakan perwujudan kota yang bersih, suatu prestasi yang juga dicapai oleh Surabaya. Gerakan Berhiber saat ini sasarannya antara lain untuk menciptakan kebersihan kota dan meraih Adipura ketiga kalinya serta mewujudkan Bandung sebagai kota wisata. Berhiber Bersih diartikan sebagai perwujudan kebersihan mulai dari halaman rumah, saluran atau drainase, gorong-gorong (berm), selokan dan sungai, taman, pasar, fasilitas umum, dan kegiatan usaha. Hijau dimaksudkan agar setiap rumahtangga yang mempunyai halaman dan yang halaman rumahnya luas, menanam pohon-pohon tanaman keras, pohon hias atau buah-buahan. Juga diminta agar masyarakat ikut bertanggungjawab memelihara dan mengamankan pohon-pohon yang ditanam oleh Pemda, Swasta, atau Swadaya Masyarakat. Peran serta masyarakat dan gotong royong hendaknya sejauh mungkin melibatkan 296


RW, AT, Pokja Gerakan Kebersihan Melati, Organisasi Kepemudaan (FKPPI, KNPI, AMPI, BKTK atau Taruna Karya, AMS, Wirakarya), Organisasi Pencinta Lingkungan, Pramuka, dan sejenisnya. Peran serta LKMD dan peran bantu PKK sangat diperlukan dalam mewujudkan kebersihan lingkungan. Berbunga adalah upaya menciptakan Bandung sebagai kota kembang yang segar dan asri. T anah hal am an dan pekarangan diusahakan dapat ditanami bunga sehingga kesan kota kembang seperti Keukenhof di Negeri Belanda dapat diwujudkan. Setelah meraih Adipura dua kali, program Bandung Berhiber diikuti gerakan Sapta Krida Pasca Adipura dengan tujuan jangka pendek meraih Adipura ketiga kalinya dan jangka panjang melestarikan kebersihan kota dan lingkungan serta menarik minat wisatawan asing dan domestik untuk berkunjung ke kota kembang Bandung. Butir pertama, penyempurnaan produk hukum yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup. Kedua, peningkatan profesionalisme perangkat kerja yang secara substantif menangani kebersihan kota. Ketiga, peningkatan peran serta masyarakat umum. Keempat, peningkatan peran bantu PKK sampai ke pospos terdepan. Kelima, peningkatan gerak dan kegiatan jajaran perangkat kerja kesehatan di bidang sanitasi lingkungan. Keenam, percepatan proses dan peningkatan kualitas pelayanan di bidang kebersihan fisik melalui Proyek Pengembangan Kota Bandung Dewi Sartika. Ketujuh, peningkatan pelaksanaan Operasi Bersih yang diharapkan menjadi pendorong. Tatangan yang dihadapi dalam menciptakan kebersihan kota antara lain kota yang perlu dihijaukan, taman kota yang langka, pembibitan tanaman yang kurang memadai, kurang diperhatikannya pertamanan di daerah pemukiman baru, kurang teraturnya penataan kota, kurang lancarnya media promosi kebersihan, pembinaan petugas kebersihan dan penyuluhan kepada masyarakat dan masyarakat yang kurang teratur. Menyadari adanya permasalahan ini, maka Pemerintah Kotamadya DT II Bandung berusaha sekuat tenaga melaksanakan lima be/as program yang berkaitan dengan Bandung Berhiber. Pertama, membuat taman swadaya masyarakat yang dilakukan dengan melakukan penanaman pohon di ruas jalan dan ruang terbuka kota. Lamtoro gung ditanam di pinggir kali Citepus, taman Cibeunying ditata kembali, taman Sukajadi - Cipaganti diisi dengan patung konstruksi besi dan tanaman rambat, taman sepanjang rei kereta api Braga dipelihara, taman Cilaki diatur dengan swadaya masyarakat, dan taman Pajajaran diatur dengan melibatkan peran serta masyarakat dan PKK. Kedua, mengembalikan Bandung menjadi kota kembang dan Parijs van Java. Jika sekitar tahun 1896 Asisten Residen Kota Bandung, R.A.A. Martanegara sudah menghimpun wadah partisipasi masyarakat yang juga didukung oleh Pieter Sijthoff dengan nama Vereeniging tot nut van Bandoeng en Omstreken (Perkumpulan Kesejahteraan Masyarakat Bandung dan Sekitarnya), maka alangkah tidak terpujinya jika pada tahun 1989/ 1990 ini warga kota Bandung tidak ikut berperan serta dalam mewujudkan kebersihan kotanya. Kahumas Kodya Bandung, Nooryakin Kusumahatmadja, menegaskan bahwa mengembalikan citra Bandung Kota Kembang tidaklah terlalu sukar asalkan kita mampu mengobarkan kembali semangat menghijaukan kota bagaikan mengobarkan semangat Bandung Lautan Api dan setiap warga Bandung menjiwai keinginan penciptaan Bandung yang bersih, hijau, dan berbunga. Ketiga, Pemda meningkatkan penyediaan dan pelayanan air bersih, memperbaiki kampung, mengelola sampah, memanfaatkan air hujan dan mengendalikan banjir, mengatur sanitasi dan drainasi, dan mengatur transportasi kota. Keempat, menanam pohon-pohon pelindung di sepanjang jalan seperti kenari (Canarium commune), mahoni (Switenia mahagoni), dan pohon trembesi atau kihujan (Samanea saman) yang indah dan kokoh. Penempatan pohon memperhatikan shift dan fungsi pohon, Iebar jalan, instalasi yang ada baik di atas maupun di bawah tanah, jarak penanaman, dan arah cahaya matahari, pemeliharaan, penyuluhan, penebangan atau pemangkasan, dan pengamanan pohon. Kelima, menata taman hutan raya dan kebon penelitian lr. H. Djuanda sebagai tempat rekreasi seperti Kebun Raya Bogar dan Cibodas. Di kawasan ini juga terdapat peninggalan sejarah berupa gua Jepang, gua Belanda, dan kolom rekreasi Dago seluas 1 ,8 Ha sebagai sumber tenaga listrik. Keenam, menanggulangi sampah dalam menuju Bandung bersih. Jika di Surabaya dikenal pasukan kuning tenaga kebersihan, maka Bandung memiliki kelompok Surya Medal. PO Kebersihan bersama lnstansi Pemerintah terkait lainnya, Swasta dan Masyarakat bersama-sama menanggulangi permasalahan sampah. 297


Tempat sampah 40 liter dan 120 liter, gerobak sampah ukuran 120 liter, kontainer 10 m3, truck load haul untuk mengangkut kontainer, dan tempat pembuangan akhir di lima lokasi (8 Ha di Leuwigajah sebelah Barat Bandung, Cieunteung di Selatan, Cisurupan Dago di Utara yang sekarang sudah ditutup, Cicabe di Timur, dan 14 Ha di Pasir lmpun sebelah Timur Laut), kesemuanya mendukung penciptaan Bandung Berhiber. Daerah pelayanan diklasifikasikan atas tiga jenis, yaitu daerah pelayanan tinggi, sedang, dan rendah. Kelompok tenaga kebersihan penyapu jalan bekerja 4 shift, yaitu Surya Medal, Surya Terang, Sandhya Kala, dan Embun Pagi masing-masing bekerja pada pagi hari, siang dan sore, malam, dan menjelang subuh. Pengelolaan sampah dari pemukiman (61%) melibatkan peran serta Swasta dan Masyarakat, sampah pasar (8%), pusat perdagangan (4%), sepanjang jalan (5%), dan industri (2%) dibersihkan dan diangkut oleh petugas PO Kebersihan bekerjasama dengan petugas kebersihan setempat. Peralatan kebersihan yang terdiri dari 7 buldozer, 1 kendaraan penyapu jalan, 4 loader, 83 truk, 7 compact truck, bak sampah di jalan umum dan tempat umum, container, gerobak sampah, tong sampah, kesemuanya didayagunakan agar kebersihan kota dapat diwujudkan. Lomba K3 diselenggarakan tiap tahun untuk merangsang dan meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab aparat Pemda dan warganya terhadap kebersihan kotanya. Ketujuh, mengembangkan dan memperluas kota Bandung dari 8.098 Ha menjadi 17.000 Ha akan menambah beban pemikiran Pemda. Foto Ateng Wahyudi yang bingung menandakan betapa sukarnya mengelola Bandung, sebaliknya fotonya dalam keadaan tertawa menandakan Bandung bahagia meraih Adipura. Kedelapan, mengembangkan Bandung menjadi tempat wisata dan rekreasi. Perhatian yang besar Walikota terhadap pengembangan pusat jeans Cihampelas yang memberi lapangan kerja kepada 2.000 tenaga muda dan menarik wisatawan asing serta pengembangan Cibaduyut sebagai pusat industri kerajinan sepatu dengan merk Oval dan Diana sampai ke Bally Cibaduyut benar-benar telah menjadikan dua kawasan ini menjadi daerah bisnis-wisata. T ari jaipongan sebagai nilai seni, sebenarnya perlu dikembangkan dan disebarluaskan sebagai salah satu daya tarik wisatawan. Kesembilan, mengembangkan kota Bandung melalui proyek BUDP (Bandung Urban Development Project) yang mengatur perbaikan kampung, persampahan, pembuangan air hujan dan pengendalian banjir, pembuangan air kotor, penyediaan tanah matang dan rumah inti, perbaikan prasarana kota kecil, penyediaan air bersih, dan pengembangan daerah metropolitan. Kepadatan rata-rata penduduk Bandung yang 188 jiwa per Ha dan hanya kalah padat oleh Jakarta Pusat yang 238 jiwa per Ha, mengakibatkan Pemda harus memutar otak bagaimana mengatur pemukiman mereka dan menyediakan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai. Kesepuluh, mengembangkan kota Bandung melalui proyek BUTP (~andung Urban Transporation Project) yang menambah jaringan jalan, pembangunan koridor, peningkatan jalan di pusat kota, penataan sebelas persimpangan, perbaikan jalan lingkungan, pengadaan peralatan pemeliharaan jalan, penggantian traffic light, dan pengaturan sistem angkutan kota, diarahkan untuk menciptakan sistem angkutan kota yang teratur. Kesebelas, melestarikan patung sebagai karya seni untuk menyemarakkan kota. Patung yang indah telah berdiri di lingkungan perumahan Sumbersari, patunglolypop di jalan Pajajaran, patung Dasa Sila Bandung di Prapatan Lima, dan patung konstruksi besi yang semarak, mencerminkan nilai seni-budaya Indonesia yang tinggi menambah daya tarik kota Bandung sebagai kota wisata. Keduabelas, melakukan pembibitan untuk menghijaukan Bandung yang dilakukan di lima tempat seluas 5 Ha, yaitu jalan Seram, Sumbawa, Cibeunying, Ciumbulleuit, dan Surapati. Pembibitan meliputi tanaman pelindung mahoni, angsana, kirai payung, bungur, tanaman hias, dan tanaman berbunga seperti bugenvile. Di samping dilakukan oleh Pemda, pembibitan juga dilakukan oleh masyarakat seperti terlihat di sepanjang jalan terusan Pasteur. Ketigabelas, menganjurkan setiap warga kota agar membuat taman rumah tinggal bukan sedekar bercocok tanam secara indah, tetapi merupakan penataan dan pemanfaatan halaman sebagai ruang gerak di luar rumah sesuai dengan kebutuhan penghuni, pemeliharaan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Keempatbelas, membuat pagar rumah bukan sekedar sarana pembatas, tetapi merupakan pagar hidup yang 298


hijau, sebagai peredam suara, penahan debu, penambah oksigen atau berfungsi sebagai apotik hidup. Kelimabelas, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemikiran, perencanaan, pelaksanaan, tanggungjawab, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan kebersihan kota. Bandung ldaman Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemda dalam melaksanakan program Bandung Berhiber menuju kota Bandung ldaman, antara lain peningkatan penyuluhan, peningkatan penyediaan dana (APBD Murni, peran serta Swasta dan Masyarakat), dan peningkatan partisipasi masyarakat. Dinas Pertamanan Kodya Bandung menegaskan bahwa menuju Bandung ldaman yang Berhiber bukanlah hanya sekedar ceritera menggantang asap. Semuanya memerlukan perjuangan, dedikasi, dan bekerja tanpa patah semangat. Walikotamadya Bandung telah menetapkan berbagai kerangka rencana dan pelaksanaan kegiatan terpadu dari seluruh aparatnya dalam mencapai Kota Bandung ldaman, antara lain kerja bakti KORPRI, generasi muda, LKMD dan UDKP, PKK, dan Iomba-Iomba kebersihan antar Kecamatan dan Kelurahan. Hasil yang diharapkan dari semua upaya di atas adalah diraihnya Adipura untuk ketigakalinya pada bulan Juni 1990, perwujudan kebersihan dan keindahan kota, bertambahnya wisatawan asing dan domestik, dan diwujudkannya kota Bandung ldaman yang Berhiber dalam kondisi Atlas. Merdeka, 19 Desember 1989 HUT ke-377 Manado: Meraih Adipura Dan Melestarikan Bunaken Menado Bersehati (bersih, sehat, aman, tertib, dan indah), salah satu kota dari IBT atau INTIM (Indonesia Bagian Timur), atau KTI (Kawasan Timur Indonesia), merupakan muka baru peraih Adipura 1990 (kota sedang) di samping Magetan dan Tanjung Pinang (keduanya kota kecil). Keberhasilan Walikota Menado, lr. NH Eman, meraih Pataka Anugerah Parasamya Purnakarya Nugraha Pelita IV dan Adipura 1990 merupakan modal besar untuk bersaing meraih jabatan Wa/ikota Manado Periode Kedua. Tantangan berikutnya akan muncul, yaitu bagaimana melestarikan taman laut Bunaken yang indah. Lampu bertuliskan Selamat Adipura 1990 yang terpampang di atas Balai Kota Manado merupakan lambang keberhasilan Pemda Tingkat II Walikotamadya Manado bersama warganya dalam menata kebersihan kota. Manado bersih, terbukti mulai dari bandara Sam Ratulangi sampai batas kota Manado sulit dijumpai sampah. Memasuki kota Manado juga tetap bersih, kecuali di daerah pelabuhan, jalan sepanjang pantai yang sedang dibangun, lokasi pasar senggol, dan sekitar jalan Lembong. Dibandingkan dengan kota Manado keseluruhan, daerah-daerah yang kotor ini relatif kecil. Walikota Eman telah berhasil mengelola kebersihan kota melalui partisipasi dan kesadaran masyarakat yang tinggi, retribusi kebersihan kota, peran serta PKK, derajat kesehatan yang baik, dan fisik kota yang bersih. Kesan sepintas, kotanya hampir mirip Bogar. Bedanya Bogar di perbukitan sedangkan Manado di daerah pantai. Jika Eman ingin meraih Adipura kedua kalinya tahun 1991 (tidak seperti Ambon yang hanya meraih sekali tahun 1989) dan tidak ingin kalah oleh Magelang dan Bogar, serta tidak ingin dikejar oleh Tegal, Cianjur, Jambi, Pekanbaru, Pontianak, Samarinda, Ambon dan kota-kota sedang lainnya (penduduk 100.000- 500.000 jiwa), maka sejak sekarang harus sudah mulai menata kembali kebersihan kotanya. Bunaken Manado terdiri dari lima kecamatan, yaitu Wenang (19 kelurahan), Sario (12 kelurahan), Malalayang (5 kelurahan), Mapanget (1 0 desa), dan Molas (21 desa/kelurahan). Penggunaan tanahnya, 63,6% sawah, 299


ladang dan perkebunan, 20,73% ruang terbuka, 13,20% perumahan, dan 1,89% daerah perdagangan, industri dan rekreasi. Penduduknya 278.074 jiwa, Wenang penduduknya paling banyak tetapi Sario paling padat. Penduduk kotamadya sebagian besar pegawai negeri, ABRI dan pensiunan dan warganya paling banyak beragama Kristen Protestan. Manado dan sekitarnya termasuk ke dalam salah satu Daerah Tujuan Wisata di Sulut, memiliki beberapa lokasi strategis yang berhubungan dengan taman laut, yaitu (1) Manado sebagai pusat wisata, (2) Tanjung Pisek, Tongkeina, Meras, Molas, Lima Pulau yang indah (Bunaken, Manado Tua, Mantehage, Siladen, dan Nain), dan (3) Tasik Ria dan Malayang yang merupakan kawasan wisata bahari atau wisata pantai (seperti Bin a Ria di Jakarta). Tiga lokasi ini bisa kita sebut sebagai Segitiga Emas atau Segitiga Wisata. Pengembangan segitiga wisata ini sejalan dengan survai pasar yang dilakukan oleh Ditjen Pariwisata, konsep Rencana Teknik Ruang Pemukiman oleh Ditjen Cipta Karya, dan survai UNDP tentang pengembangan Molas dan Meras untuk mendukung Bunaken. Tanjung Pisok!Tongkeina berada 10 Km Barat Daya Manado dan Bunaken berada 20 Km di Utara T asik Ria. Di kawasan Tasik Ria sedang dibangun hotel dengan 200 kamar yang diharapkan bisa menampung wisatawan mancanegara dan penumpang transit di Manado setelah bandara Sam Ratulangi dibuka sebagai jalur langsung ke luar negeri. Tasik Ria dengan pantainya yang indah diharapkan menjadi Ancolnya Manado. Dari Tasik Ria, kita akan bisa menggunakan perahu bermotor ke Bunaken, Tanjung Pisek dan Manado. Pantai di dekatnya, Kelase, yang juga tidak kalah indahnya, saat ini dikelola oleh PKK Tingkat Kecamatan. Molas, Meras dan Tongkeina saat ini dijadikan sebagai pangkalan diving club, seperti NDC (Nusantara Diving Club) dan Barracuda. Dari Molas dan Meras kita hanya membutuhkan waktu setengah jam untuk mencapai taman laut Bunaken. Tanjung Pisok!Tongkeina merupakan daerah belum terbangun, kecuali jalan raya yang baru dibangun. Konen di sekitar Tanjung Pisok dan Tongkeina ini akan dikembangkan menjadi pusat rekreasi pantai/laut, puslit kelautan, perkemahan, kegiatan olahraga !aut termasuk golf, hotel dan penginapan, dan dermaga. Bunaken tidak dibangun, karena dikawatirkan dapat mengganggu kelestarian lingkungan dan ekosistem yang ada. Tetapi pemukiman penduduk akan ditata kembali dengan memindahkannya ke lokasi di tengah pulau yang dilengkapi dengan kerajinan pembuatan tepung ikan dan pembuatan perahu. Jadi di Tasik Ria sedang dibangun hotel dengan 200 kamar atas biaya Pemda dan MTDC (Manado Tourist Development Center) Ditjen Pariwisata, maka kawasan Tanjung Pisok!Tongkeina dan Wori (sekitar 5- 10 Km di Utara Tanjung Pisek) seluas 215 Ha lebih telah direncanakan untuk juga dibangun hotel dan sarana serta prasarana pendukung wisata lainnya. Ada sedikit perbedaan antara Tasik Ria dengan Tongkeina, Tasik Ria pantainya landai tidak ditumbuhi tanaman bakau sedangkan pantai T ongkeina dikelilingi tan am an bakau. Dengan demikian timbul pertanyaan apakah pembangunan fasilitas pariwisata di sekitar Tanjung Pisek/ T ongkeina tidak akan mengganggu kelestarian alam dan lingkungan hidup? Demikian pula, dengan akan dibangunnya dermaga ijetty, perahu motor dan tempat penyewaan peralatan selam) di Tanjung Pisek, apakah tidak mencemari !aut sekitar Bunaken yang jaraknya hanya sekitar 4-5 Km? Rencana Teknik Ruang yang sedang disusun oleh Cipta Karya dan pengamatan Pemda Tingkat I Sulut sendiri, kelihatannya cenderung memprioritaskan pemeliharaan taman !aut sekitar Bunaken, pembangunan hotel sekitar Tanjung Pisok tanpa mengganggu kelestarian lingkungan, perlindungan dan pembatasan/ pengketatan pembangunan fisik di Pulau Bunaken, pembangunan pusat penelitian kelautan, pembangunan fasilitas rekreasi sekitar Tanjung Pisek dan Tongkeina, pembangunan sarana perkemahan, dermaga perahu motor, dan rehabilitasi serta peremajaan pohon kelapa. Gambaran di atas memperlihatkan pada kita betapa panting artinya Adipura bagi Manado untuk menciptakan kota Bersehati (bersih, sehat, aman, tertib, dan indah) dan sekaligus melestarikan lingkungan dan menekan pencemaran terhadap kawasan wisata !aut Bunaken. Pemda, Swasta dan warga kota Manado harus bertekad meraih Adipura 1991. Sungai Tondano yang airnya jernih dari Danau Tondano, tidak lagi jernih setelah memasuki kota Manado, apalagi sungai Tikala yang agak kotor sejak aliran dari Banjer. Bagaimana pengaruh kota Manado, teluknya yang indah, dan kawasan wisata bahari Tasik Ria, Tanjung Pisok!Tongkeina pada tahun 2000 terhadap kawasan taman !aut Bunaken? Jika kualitas lingkungan Manado dan sekitarnya tidak dikelola dengan baik 300


sedini mungkin, kita kawatirkan ikan-1kan aneka warga di taman laut Bunaken akan kabur mencari tempat yang lebih nyaman untuk hidupnya. lni berarti Bunaken yang kita banggakan sebagai salah satu kekayaan nasional, akan tiada lagi menjelang tahun 2005 nanti. Kita semua harus berusaha menjaga kelestarian kawasan wisata laut Bunaken dan pulau-pulau sekitarnya. Pengembangan marina sekitar T anjung Pisok jangan sampai merusak hutan bakau dan biota I aut. Tampaknya perencanaan pembangunan di kawasan ini masih berjalan sendiri-sendiri, tumpang tindih, pengembangan pemukiman di T ongkeina tidak nyambung dengan pengembangan kawasan wisata Mol as dan Meras, dan nelayan di pulau-pulau Bunaken, Manato Tua, Mantechage, Siladen, dan Nain semakin sempit daerah usahanya. Pekerjaan rumah buat Pemda tingkat I Sulut, Kabupaten DT II Minahasa dan Kotamadya DT II Manado serta pakar-pakar pariwisata, pakar lingkungan hidup, dan perencana kota. Pada peringatan HUT Kota Manado ke 377 pantas dicanangkan Gerakan Matarpinaken Bersih (Manado-Tasik Ria-Tanjung Pisok-Bunaken) di samping Manado Bersehati. Pengembangan kota Manado dan kawasan segitiga wisata ·(Manado-Tasik Ria-Tanjung Pisok/Bunaken) dan sekitarnya harus menyatukan kepentingan pelestarian hutan, pengembangan pariwisata, perikanan, pemukiman, pengembangan kota Manado, pengendalian pertambahan penduduk, penataan kawasan industri, pembangunan tanpa mengusir penduduk, pengelolaan sampah dan kebersihan kota, proyek kali bersih Tondano, dan pelestarian lingkungan hidup. Neraca, 11 Juli 1990 Jakarta Pusat Mengejar Piala Adipura Sampah, tidak menarik untuk dilihat tetapi telah menarik perhatian warga DKI. Pemerintah DKI Jakarta yang mencanangkan program kotanya menuju kota BMW (bersih, manusiawi, dan wibawa) telah menempatkan penanggulangan sampah sebagai salah satu prioritas pembangunan. Setiap walikota di lima wilayah diminta menanggulangi sampah untuk menciptakan kota yang bersih. Bahkan semua kelurahan di Jakarta Pusat diwajibkan melaksanakan sistem daur ulang sampah. Masalah sampah di Jakarta Pusat sangat kompleks, ada sampah rumahtangga, pasar, industri, komersial atau pertokoan, jalan, dan sampah campuran. Melalui penanganan sampah yang bersistem, Jakarta Pusat berusaha meraih piala Adipura tahun 1990 yang merupakan lambang kota bersih. Pengelolaan Sampah Dengan asumsi 2,5 liter atau 0,5 Kg sampah/orang/hari, produksi sampah di DKI Jakarta tahun 1981 adalah 1 ,2 juta ton per tahun, sedangkan untuk tahun yang sama produksi sampah Jakarta Pusat 270.000 ton per tahun. Produksi sampah Jakarta Pusat tahun 1985 dan perkiraan tahun 1995 dan 2005 adalah 300.000, 400.000, dan 470.000 ton. Sampah di Jakarta Pusat dikumpulkan mulai dari sumbernya baik dari rumahtangga, pasar, daerah perdagangan, industri rumahtangga dan jalan, kemudian ditampung dalam tong sampah atau karung plastik yang beraneka ragam bentuknya. Sebagian besar dari tong sampah ini tidak bertutup. Di beberapa daerah dapat kita lihat sampah dibuang di tempat terbuka atau di sungai. Sampah dikumpulkan dan diangkut dari sumbernya dengan menggunakan gerobak menuju lokasi penampungan sementara (LPS) dan selanjutnya diangkut dengan truk sampah yang berbeda-beda tipenya menuju ke lokasi pembuangan akhir (LPA). Di samping itu masih ada juga cara pengumpulan dan pengangkutan sampah lainnya, yaitu yang dilakukan dari rumah ke rumah dengan menggunakan truk compactor yang langsung dibuang ke LPA. Cara yang terakhir ini yang dilaksanakan di Jakarta Pusat dapat melayani sekitar 7% penduduk Jakarta. Studi yang dilakukan oleh Kelompok Pengelolaan Sampah BPP T eknologi tahun 1982 telah memberikan 301


gambaran sampah Jakarta Pusat. Komposisi sampah terdiri atas sampah organik, kertas, kayu, kain dan tekstil, karet, kulit tiruan, plastik, logam, gelas dan kaca, tanah, batu, pasir, dan lain-lain. Produksi sampah Jakarta Pusat yang banyaknya 868 ton/hari, oleh Sudin Kebersihan Jakarta Pusat dan PD Pasar Jaya hanya terangkut 490 ton/hari (56,6%). Dari 143 truk yang beroperasi tahun 1982 hanya 15% saja yang umurnya kurang dari 5 tahun dan selebihnya truk tua. Dari waktu kerja 8 jam per hari, armada truk sampah hanya dapat beroperasi rata-rata 1,75 rit per hari. Hal ini disebabkan oleh kondisi jalan dan lalulintas yang padat serta route dari LPS ke LPA yang tidak pasti. Sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah belum optimal. Penyebabnya antara lain peralatan yang digunakan belum memadai, jumlah tenaga dinas kebersihan terbatas, dan kesadaran serta partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah. Dengan dicanangkannya kota Jakarta yang BMW, maka sistem pengelolaan sampah disusun ke dalam berbagai sub-sistem yang ada. Antara lain pengumpulan sampah yang dilakukan oleh rumahtangga dengan menggunakan plastik, fiberglass, tong sampah terbuka atau tertutup, dan galvanis. Petugas kebersihan menggunakan truk compactor, 'container, dan disertai lagu Betawi (sistem jali-jali) pada saat mMgumpulkan sampah. Perencanaan sistem pengelolaan sampah harus mencakup subsistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan. Perencanaan sistem pengelolaan sampah memerlukan data produksi sampah saat ini, sebelumnya, dan proyeksinya. Pengumpulan sampah merupakan subsistem terdepan yang sangat menentukan kelancaran sistem secara keseluruhan. Subsistem pengumpulan sampah langsung berhubungan dengan masyarakat, sehingga keberhasilannya dipengaruhi oleh perilaku masyarakat. Sampah rumahtangga ditampung dalam tong sampah atau dimasukkan ke dalam kantong plastik. Sampah kemudian diangkut atau dipindahkan ke bak-bak sampah, kontainer, atau langsung dimasukkan ke dalam truk sampah compactor. Proses pengumpulan dan pengangkutan ini harus berjalan periodik agar penumpukan sampah bisa dihindari. Pengelolaan sampah perlu memperhatikan segmentasi penghasil sampah, misalnya rumahtangga di gedongan Menteng, rumahtangga di pemukiman MHT, rumahtangga di kompleks pemukiman rumah susun mewah, menengah, dan sederhana, pasar, bioskop, pertokoan dan swalayan, perkantoran, dan pemukiman kumuh. Pengelolaannya perlu melibatkan partisipasi masyarakat, RT dan RW, serta swasta. Kesemuanya perlu memiliki ciri-ciri pengumpulan dan pengangkutan sampah yang tentu ada perbedaannya satu dengan yang lainnya. Walikota Jakarta Pusat telah melaksanakan uji coba tiga model pengelolaan sampah, yaitu dengan sistem galvanis di Cikini, tong sampah fiberglass di Petojo Utara, dan daur ulang di Bungur. Di daerah Cikini sampah rumahtangga dikumpulkan di sebuah galvanis yang diletakkan di ujung gang. Pada jam-jam tertentu galvanis diangkut ke LPS, dipadatkan dengan compactor, kemudian dijual ke para lapak (penampung sampah dari pemulung), dibuang ke LPA di lokasi gali urug (sanitary landfill) di Bantar Gebang Bekasi atau tempat terbuka (open dumping) di Cakung atau Srengseng. Di Petojo Utara dipasang 32 bak fiberglass. Dengan sistem fiberglass, jenis-jenis sampah mudah dilihat sehingga pembuangannya juga mudah. Sistem daur ulang melibatkan pemulung. Dengan sistem ini setiap rumahtangga memilih sampah yang masih bisa dijual seperti kertas dan majalah, botol, kaleng, plastik. Dengan daur ulang, plastik bisa dijual Rp 250 per kg, koran dan kaleng Rp 350/kg, dan majalah Rp 150/kg. Bila memungkinkan, sampah dibakar dan sampah yang akan dibuang dibungkus plastik. Adipura Jakarta Pusat pantas menargetkan piala Adipura. lstana Negara, Balai Kota, Monas, Kedutaan, dan Perkantoran harus bersih. Swasta sudah diikutsertakan mengatur sampah di sembilan kelurahan. Kriteria penilaian Adipura yang terdiri atas kebersediaan sistem pengelolaan sampah, peran serta masyarakat dan swasta, PKK, kesehatan, dan kondisi kebersihan kota sudah lebih baik. Untuk menciptakan Jakarta Pusat yang bersih perlu dilakukan penyuluhan, dipasang spanduk himbauan pentingnya kebersihan dan keindahan kota, dan ditingkatkan pengawasan kebersihan di sepanjang jalan. Tong sampah perlu dipasang di sepanjang jalan dan petugas mengangkut sampah secara periodik sepanjang hari. Sungai-sungai dibersihkan dari sampah. Camat dan Lurah diwajibkan mengawasi kebersihan daerahnya dari sepanjang masih tersedia tanah disediakan LPS di setiap kelurahan. 302


Harapan Jakarta Pusat yang terdiri atas 7 kecamatan, yaitu Tanah Abang, Menteng, Senen, Cempaka Putih, Sawah Besar, Gambir, dan Kemayoran, dan 41 kelurahan bukan tidak mungkin untuk meraih piala Adipura 1990. Syaratnya perlu ditanggulangi bersama. Aparat Sudin Kebersihan harus bekerja dengan baik, armada sampah harus memadai dan jumlah petugas yang memelihara kebersihan perlu ditingkatkan. Perkantoran dan tempat hiburan harus memelihara kebersihan. Pertokoan seperti Tanah Abang, Senen, dan Pasar Baru harus mengelola kebersihan dengan baik. Retribusi sampah harus dibayar oleh setiap rumahtangga. Sistem daur ulang yang melibatkan para pemulung perlu dilaksanakan secara serentak di tiap kelurahan sampah ke RW dan RT. Lomba kebersihan antar kelurahan di Jakarta Pusat perlu diselenggarakan. Kelurahan terbersih menerima hadiah dan Kelurahan terkotor menerima peringatan. Lurah memegang komando kebersihan di daerahnya dibantu oleh para RW, RT, ibu-bu PKK, Karang Taruna dan warganya untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Jayakarta, 20 Juli 1989 Menumbuhkan Cinta Kebersihan Warga DKI Kota Jakarta berpacu pesat dalam berbagai bidang pembangunan, namun di balik itu Jakarta dihadapkan pada permasalahan yang rumit, antara lain sampah dan limbah. Untuk dapat mengatasi masalah pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan sampah, perlu dimantapkan organisasi Dinas Kebersihan ditingkatkan koordinasi antar instansi yang ditugaskan ikut mengelola kota, penyuluhan dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam penataan kebersihan, penanganan kebersihan secara terpadu, menuju pada perwujudan Kota Jakarta BMW (Bersih, Manusiawi, dan Wibawa). Kendala Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Budihardjo, menegaskan, paling sedikit ada tujuh kendala dan permasalahan sampah di ibukota. Pertama, peran serta dan disiplin masyarakat di dalam penanganan kebersihan masih kurang memadai dan perlu ditingkatkan. Kedua, jumlah LPA masih terbatas dan sistem pengelolaan LPA masih jauh dari norma-norma sanitasi lingkungan. lni mengakibatkan inefisiensi pengoperasian di LPA, sehingga berpengaruh terhadap jumlah ritasi pengangkutan dari LPS (Lokasi Penampungan Senentara) ke LPA (rata-rata 1,6 rit/hari). Ketiga, akibat terbatasnya dana, maka sarana dan personil kebersihan hanya mencakup sebagian areal DKI. Di beberapa tempat tertentu, pengelolaan sampah masih dilakukan oleh masyarakat sendiri. Sarana truk angkutan sampah yang efektif hanya 645 buah, sedangkan kebutuhan ideal untuk seluruh DKI 1,064 buah. Keempat, berkembang pesatnya areal pemukiman baru yang tidak dilengkapi fasilitas penampungan sampah yang memenuhi persyaratan, menambah beban Dinas Kebersihan DKI. Kelima, retribusi sampah masih sangat rendah disebabkan mekanisme penarikan dan data wajib retribusi kurang mendukung. Keenam, pengangkutan sampah dari LPS ke LPA masih rendah ritasinya, disebabkan kemacetan jalan, jauhnya jarak dari LPS ke LPA, kendaraan truk yang sudah tua, transfer station sebagai stasiun antara sebelum sampah dibuang ke LPA, belum bisa diwujudkan. Ketujuh, organisasi Dinas Kebersihan sesuai Perda No. 15 Tahun 1981, sudah menuntut penyesuaian. Terbatasnya dana mengakibatkan pengelolaan sampah dengan cara open dumping masih dilakukan, antara lain di LPA Srengseng Kelapa Dua (menampung sampah 2.500 m3/hari), Kapuk Kamal (3.000 m3/hari), dan Budi Dharma Cakung (8.800 m3/hari). Penyuluhan pengelolaan sampah diprioritaskan dan intensifikasi pengelolaan sampah di tiap kelurahan makin berkembang, dari 140 kelurahan (1989) berkembang menjadi 170 kelurahan (1990) dan 200 kelurahan (1991), dan akan dikembangkan menjadi 230 kelurahan (1992) dari 261 kelurahan yang ada di DKI. 303


Pengelolaan Din as Kebersihan OKI Jakarta dibentuk berdasarkan SK Gubernur OKI Jakarta No. Ob.4/1 /7/1967 jo. Keputusan Gubernur No. B.VIII-1498/a/1/1976 dalam rangka pemberian pelayanan masyarakat di bidang kebersihan. Oganisasi dan Tatakerja Dinas Kebersihan ditetapkan berdasarkan Perda No. 15 Tahun 1981. Dinas Kebersihan bertanggungjawab secara teknis administratif kepada Gubernur KDKI Jakarta atas terselenggaranya pengelolaan kebersihan di seluruh wilayah kota. Walikota mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan operasional pengangkutan sampah dari LPS ke LPA di wilayah kota masing-masing dan dibantu Kepala Suku Dinas Kebersihan sebagai penanggungjawab harian. Camat mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan operasional pengumpulan sampah dari tiap wilayah kelurahan ke LPS serta dari LPS ke LPA, dibantu Kepala Seksi Kebersihan Kecamatan sebagai pelaksana harian. Lurah bertanggungjawab atas terselenggaranya kebersihan di wilayah kelurahan yang meliputi pelaksanaan pengumpulan sampah dari tiap RT/RW ke LPS baik secara swadaya maupun dilaksanakan oleh Sub Seksi Kebersihan Kelurahan. Penanganan sampah perlu dimulai dari sumbernya, yaitu pembuang sampah yang berada di lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, perdagangan, dan pendidikan. Pengelolaan sampah menuntut koordinasi antar instansi, keterlibatan masyarakat dan swasta agar berperan-serta dalam mewujudkan kebersihan lingkungannya, dan perlu program penanganan kebersihan terpadu, dilaksanakan secara bertahap, berlanjut dan berkesinambungan. Masyarakat harus dilihat tidak lagi sebagai objek, tetapi sebagai subjek penanganan kebersihan. Dinas Kebersihan DKI (1990) menginformasikan bahwa produksi (timbulan) sampah di Jakarta sebesar 2,67 ltr/kapita/hari, terdiri atas 73,99% sampah organik dan 26,01% sampah non-organik yang meliputi sampah (8,28%), kayu (3,77%), kain-kainan (3, 16%), karet, kulit dan sejenisnya (0,56%), plastik (5,44%), logam/metal (2,08%), kaca/gelas (1 ,77%), dan lain-lain (0,95%). Volume sampah setiap hari 21.671 M3. Yang tertanggulangi per hari 17.331 M3 (79%) dan sisanya digunakan oleh masyarakat untuk menguruk tanah legok atau empang, pupuk, terserap alam, dan berserakan. Jumlah kendaraan pengangkut sampah pada tahun 1990 ada 736 buah dan yang efektif beroperasi ada 645 buah (87,6%). Sarana LPS yang telah ada di DKI meliputi 74 dipo, 272 pool gerobak, 187 transito, 188 bak container, 1.220 galvanis, dan 474 LPS terbuka berupa bak sampah dari beton. Sarana pengumpulan tinja/air kotor dan sampah, terdiri atas 7.231 gerobak sampah, 810 gerobak celeng, 98 gerobak lumpur, 111 truk tinja air kotor, 2 gerobak dorong tinja, 6 mobil toilet, dan 5 truk tangki air. Alat-alat besar yang dimiliki terdiri atas 12 buldozer, 20 shovel dozer, 33 whee/loader, 3 transh master, 1 vibration roller, 1 derek, 1 trailler, 5 excavator, dan 25 street sweeper. Jumlah pegawai Dinas Kebersihan menurun dari 6.804 orang (1986) menjadi 5.989 orang (1990). T enaga lapangan penyapu jalan sebagian besar adalah pekerja swasta dan tenaga swadaya masyarakat. Dari 5.989 orang, terbagi atas 3.014 orang (golongan 1), 2.829 orang (golongan II), 141 orang (golongan Ill), dan 5 orang (golongan IV). Mereka tersebar 1.262 orang (Kantor Dinas Kebersihan), 1.573 orang (Sudin Kebersihan Jakpus), 580 orang (Sudin Kebersihan Jakut), 790 orang (Sudin Kebersihan Jakbar), 871 orang (Sudin Kebersihan Jaksel), dan 913 orang (Sudin Kebersihan Jaktim). Selain Kantor Dinas dan Suku Dinas Kebersihan, juga dimiliki 24 Kantor Penilik Kebersihan Tingkat Kecamatan, 2 Oxidation Pond, 6 bengkel, tempat pencucian kendaraan dan laboratorium kebersihan. Realisasi retribusi telah meningkat dari Rp 600 juta (1988) menjadi Rp 1,2 milyar (1989) dan Rp 1,3 milyar (1990), dan realisasi anggaran pada tahun 1990 mencapai Rp 13,6 milyar (DKI) dan Rp 10,9 milyar (01 P). Dari segi peraturan perundang-undangan, telah ditetapkan Perda No. 3 Tahun 1972 tentang Ketertiban Umum dalam Wilayah DKI Jakarta (disempurnakan menjadi Perda No. 7 tahun 1977), Perda No. 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan, Keputusan Gubernur DKI No. 559 Tahun 1988 tentang Pelaksanaan Pelayanan dan Pungutan Retribusi Kebersihan, lnstruksi Gubernur DKI No. 298 Tahun 1987 tentang Pengendalian dan Pengawasan Kebersihan, dan lnstruksi Gubernur DKI No. 8 Tahun 1988 tentang Peningkatan Program Kebersihan, serta Keputusan Gubernur No. 1 042 Tahun 1985 tentang Pola Perlombaan Pembinaan Wilayah Kecamatan dan Kota di DKI Jakarta. Penanganan kebersihan oleh swasta pada tahun 1988 telah dilakukan di delapan Kelurahan (Pasar 304


Baru, Kebon Sirih, Gondangdia, Menteng, Sunter Jaya, Mangga Besar, Melawai, Bali Mester, Monas dan sekitarnya), tahun 1989 di sembilan Kelurahan (Gambir, Kebon Kelapa, Pegangsaan, Kelapa Gading Timur, Jelambar, Selong, Palmeriam, Rawa Bunga, dan Kramat Jati), tahun 1991 di sepuluh Kelurahan (Pejagalan, Sunter Agung, Kemanggisan, Jati Pula, Roa Malaka, Kramat Pela, Cipete Utara, Gunung, Cipulir, dan Klender). Pentingnya penyehatan lingkungan pemukiman, menyebabkan dikeluarkannya Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 281-IIIPD.03.04.LP tanggal 30 Oktober 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah. Keputusan ini menetapkan persyaratan kesehatan pengelolaan sampah di tempat penampungan atau pewadahan sampah, pengelolaan sampah setempat {pola individual), pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, dan pembuangan akhir sampah, termasuk pemeriksaan secara reguler kesehatan petugas pengelola sampah. Gambaran umum pengelolaan sampah antara lain meliputi aspek pembiayaan dalam PSP, evaluasi sosial ekonomi konsep pengelolaan sampah kota, peran pemerintah, swasta dan LSM, penir'lgkatan institusi dan model organisasi pengelolaan sampah, peran serta masyarakat, kerjasama dan pendidikan yang mendukung kebijaksanaan PSP dan perspektif perencanaan sebagai bagian dari PSP terpadu. Studi kasus PSP mengetengahkan PSP di beberapa kota metropolitan dan kota besar di dunia, antara lain Delhi, Tokyo, Beijing, Seoul, Bangkok, Kuala Lumpur, Manila, Kitakyushu, Kathmandu, Nagoya, Surabaya, Jakarta dan Bandung. Pengelolaan sampah harus memperhitungkan kembali biaya operasi dan investasi peralatan, memprioritaskan pelayanan pada masyarakat miskin (yang didukung oleh inovasi, partisipasi masyarakat, sumberdaya masyarakat dan pengelolaan sampah yang berkelanjutan), privatisasi melalui kontrakting atau subkontrakting, franchise, dan kompetisi bebas, dan daur ulang (recycling). Sejalan dengan RUTR Jakarta 2005 yang mengembangkan pembangunan poros Barat-Timur Jakarta, maka di Tangerang dan Bekasi perlu dibangun Lokasi Pembuangan Akhir (LPA) sampah. Di Bekasi sudah dibangun LPA dengan sistem Sanitary Landfill di Bantar Gebang. Bahkan telah dilengkapi dengan tempat penampungan Bahan Buangan Beracun dan Berbahaya (B3). Sistem pembuangan dan pemusnahan sampah yang lain perlu dikembangkan, yaitu pemusnahan dengan sistem incinerator, pemanfaatan sampah sebagai kompos, dan rekalamasi !aut (di Marunda). Pada prinsipnya dalam pengelolaan sampah, perlu dikembangkan sistem manajemen, peran serta masyarakat, kesehatan, dan penataan fisik kota. Cinta Kebersihan Mengacu pada Perda No. 5 tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan di Wilayah DKI Jakarta, warga kota Jakarta dihimbau untuk menanamkan Aku Cinta Kebersihan Kota. Perda tersebut mewajibkan setiap penduduk dan pemilik/penghuni/penanggungjawab bangunan, rumah makan, restoran, hotel, penginapan, apotek, bioskop dan pembangunan sejenis, industri/pabrik, untuk memelihara kebersihan lingkungan, menyediakan tempat untuk penampungan sampah dan air pembuangan. Ditetapkan juga larangan mengotori dan merusak serta membuang dan menumpuk sampah, membakar sampah, buang air besar, buang air kecil, menjemur, memasang, menempatkan atau menggantungkan benda-benda, di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum. Juga dilarang mengeruk atau mengais sampah dari tempat penampungan sampah sementara, menutup selokan di sekitar pekarangan tanpa izin gubernur, membuang sampah sembarangan, mencoretcoret, menempel, menulis, mengotori dinding tembok, pilar, tiang, pohon, pagar dan jembatan, kecuali izin gubernur. Pengelola komplek perumahan, perkantoran, pertokoan, dan perpasaran wajib memelihara kebersihan lingkungan, jalan, saluran, taman dan jalur hijau di lingkungannya. Penyelenggaraan keramaian wajib memelihara kebersihan di tempat diadakannya keramaian. Kendaraan pengangkut sampah, tanah, pasir dan bahan bangunan jangan mengotori jalan dan lingkungan. Pemilik dan atau pengemudi kendaraan umum dan perorangan wajib menyediakan satu atau lebih tempat penampungan sampah di dalam kendaraannya. Pelayanan kebersihan bukanlah semata-mata tugas pemerintah, tetapi juga masyarakat dan swasta. Kebijaksanaan peningkatan pengelolaan sampah perlu memadukan berbagai subsistem yang antara lain terdiri atas keterpaduan antar-instansi, pengumpulan sampah di rumah-rumah (pemilahan sampah dan daur ulang), pengangkutan ke LPS, pemilahan sampah di LPS, pemanfaatan di LPS, pengangkutan ke LPA, 305


pemilahan di LPA, pembuangan, penghancuran dan pemanfaatan sebagai kompos maupun pemanfaatan lainnya, serta peningkatan sistem manajemen operasional yang efisien. Lokasi LPA selain Bantar Gebang, perlu dicari lokasi lainnya di arah Barat Jakarta dengan luas sekitar 1 00 Ha. Pembuangan transfer station perlu diprioritaskan, sebagai stasiun antara sebelum sampah dibawa ke LPA dengan kendaraan berkapasitas besar (trailler). Selain pembuangan sampah dengan sanitary landfill, perlu dipertimbangkan sistem reklamasi, komposting, dan pembakaran dengan sistem incinerator. Penanggulangan sampah dalam mendukung Jakarta BMW dan meningkatkan cinta warga kota terhadap Jakarta, bisa dilakukan dengan menambah armada truk sampah, memperluas areal swastanisasi kebersihan, menyediakan tempat pembakaran sampah di tiap kecamatan, menyediakan tong sampah fiberglas dan gerobak sampah, meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan (oleh PKK, tokoh masyarakat, dan instansi terkait), membentuk kelompok pengawas kebersihan kota, melaksanakan kerja bakti berkala dan massal, melakukan tindakan preventif (publikasi, penyuluhan, peran serta, Iomba kebersihan, sarana dan prasarana) dan represif (operasi bersih, kerja bakti berkala, pembudidayaan hidup bersih dan sehat, satgas kebersihan, dan operasi yustisi), penataan kebersihan pasar, terminal, shelter, stasiun bis dan kereta, sungai, penghijauan, penertiban taman, Iomba pidato mengenai kebersihan, aksi sosial, posyandu, diskusi, tatap muka, anjangsana, sarasehan, silaturahmi, dan aksi kebersihan door to door. Beberapa kesimpulan dapat ditarik dalam pengelolan sampah di DKI, antara lain perlunya keterpaduan pengelolaan sampah (Pemda, instansi terkait, swasta dan masyarakat), retribusi sampah perlu ditinjau kembali (ditingkatkan), peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah perlu ditingkatkan, dan aparat Dinas Kebersihan perlu meningkatkan semangat kerjanya. Dengan jiwa dan semangat kebersamaan, peran serta masyarakat dalam menangani kebersihan kota, motivasi untuk meningkatkan semangat kerja, kemampuan dan keterampilan petugas pengelola kebersihan (melalui penataran, kursus, latihan workshop, diklat dan kunjungan ke luar negeri), kita tingkatkan kecintaan warga kota terhadap kebersihan dan keindahan kota yang sedang menuju Jakarta BMW. Angkatan Bersenjata, 8 Juli 1991 Antara Adipura Dan Adipura Kencana Penilaian kota terbersih Adipura telah dilakukan enam kali, dari 1986 ke 1991, oleh Menteri Negara KLH (dan Kepala BAPEDAL mulai tahun 1991) bekerjasama dengan beberapa lnstansi, antara lain Depdagri, Deppu, Depkes, BPPT, dan Tim Penggerak PKK Pusat. Jenis kota dibagi atas kota raya (penduduknya di atas 1 juta jiwa), kota besar (500.001 sampai 1 juta jiwa), kota sedang (1 00.001 sampai 500.000 jiwa), dan kota kecil (20.000 sampai 100.000 jiwa). Cara penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar isian (kuesioner) dan peninjauan lapangan untuk melihat kebenaran angka di dalam kuesioner dan fisik kebersihan kota. Kuesioner berisi unsur-unsur manajemen (kelembagaan, hukum, pembiayaan, dan teknis operasional), peran serta masyarakat umum dan PKK, fisik kebersihan kota, dan kesehatan. Kepada kota terbersih diberikan Piala Adipura dan kepada kota bersih diberikan sertifikat kota bersih. Satu lagi piala yang paling menarik adalah Adipura Kencana. Adipura Peraih Adipura dan Sertifikat Kota Bersih sejak 1986 berturut-turut: 2 Adipura (1986), 4 Adipura (1987), 7 Adipura (1988), 13 Adipura dan 8 Sertifikat (1989), 12 Adipura dan 9 Piagam (1990), serta 18 Adipura dan 13 Piagam, termasuk di dalamnya 2 Adipura Kencana, masing-masing untuk Solo dan Padang (1991). Pada tahun 1991 (lihat Tabel), Jawa Tengah menggondol piala terbanyak (7 Adipura dan 4 Sertifikat), Jawa Timur (3 Adipura dan 2 Sertifikat), Sumatera Barat (2 Adipura dan 3 Sertifikat). Jawa Barat (2 Adipura dan 1 Sertifikat), disusul Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Jambi (masing-masing 1 Adipura) serta DKI Jakarta, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan (masing-masing 1 Sertifikat). 306


Dari tabel terlihat bahwa pada 1991 banyak peraih Adipura muka baru. Dari 18 Adipura, ada 8 muka baru yaitu Semarang, Malang, Bandarlampung, Cianjur, Balikpapan, Cirebon, Boyolali, dan Kudus. Padahal tahun 1990, dari 12 Adipura hanya ada tiga muka baru yaitu Manado, Magetan dan Tanjungpinang, Prestasi yang patut dibanggakan dicapai oleh Semarang, Cirebon, dan Kudus, yang meraih Adipura tanpa harus meraih Sertifikat lebih dulu. Sebaliknya Bogar, Bandung, Ambon, Samarinda, Solak, dan Tanjungpinang prestasinya menurun. Sedangkan kota-kota Cilacap, Purwokerto, Pematangsiantar, Bangii/Pasuruan, Pare-pare, dan Batusangkar bisa menjadi kuda hitam untuk tahun 1992. Secara umum terlihat bahwa peraih Adipura kebanyakan pernah satu atau dua kali meraih Sertifikat. Misalnya Malang, Bandarlampung, Cianjur, Balikpapan, Boyolali. Sukabumi dan Tasikmalaya yang pernah meraih sertifikat pada tahun 1989, kurang berprestasi pada tahun 1990 dan 1991. Kota peraih Adipura enam kali berturut-turut, Bogar, pada tahun 1991 prestasinya dinilai anjlok, yaitu tidak berhasil meraih Adipura Kencana, tidak berhasil mempertahankan Piala Adipura, dan juga tidak meraih Sertifikat Kota Bersih. Sudah demikian jelekkah prestasi kota Bogar? Penilaian kota terjorok yang telah dicanangkan oleh Mendagri pada tahun 1990 rupanya karena suatu dan lain hal, belum bisa dilaksanakan. Dalam kelakarnya sebenarnya sudah ada tanda-tanda kota-kota mana saja yang harus hati-hati untuk tidak menjadi kota terjorok atau kota belum bersih. Adipura Kota Raya: 1. Surabaya 2. Bandung 3. Semarang Kota Besar: 1 . Surakarta 2. Padang 3. Bandarlampung 4. Malang Kota Sedang : 1. Bogor 2. Jambi 3. Ambon 4. Samarinda 5. Manado 6. Magelang 7. Cianjur 8. Balikpapan 9. Cirebon Kota Kecil: 1. Bukittinggi 2. Magelang 3. Temanggung 4. Solok 5. Wonosobo 6. Magetan 7. Tanjungpinang 8. Boyolali 9. Kudus Catatan : Tabel: Peraih Adipura dan Piagam Kota Bersih Tahun 1986-1991 1986 1987 1 2 1988 1 2 2 1 1 2 1989 1 2 1 2 1 2 3 4 2 1 3 4 5 1990 1 2 1 2 3 1 2 1 5 3 2 4 1991 2 1 2 4 3 5 2 1 3 4 6 3 2 4 5 6 Piagam Kota Bersih: 1989 (8 kota: Semarang, Malang, Balikpapan, Bandarlampung, Pakanbaru, Tanjungpinang, Sukabumi, dan Tasiklamaya), 1990 (9 kota: Jakarta Pusat, Bandarlampung, Tegal, Cianjur, Banjarnegara, Bukittinggi, Padangpanjang, Boyolalli, dan Situbondo, dan 1991 (13 kota: Bandung, Jakarta Pusat, Tegal, Cilacap, Purwokerto, Pematangsiantar, Bangli/Pasuruan, Padangpanjang, Solok, Situbondo, Banjarnegara, Parepare, dan Batusangkar). 307


Adipura Kencana Piala Adipura Kencana disediakan bagi kota terbersih yang telah beberapa kali meraih Adipura dengan nilai tinggi. Pada mulanya persyaratan beberapa kali berturut-turut meraih Adipura, sangat ditekankan sebagai syarat meraih Adipura Kencana. Menjelang Juni 1991, semua kota berusaha meraih Adipura atau sertifikat Kota Bersih, dan beberapa kota mengincar Adipura Kencana. Konon pada 1990, Bogor yang telah empat kali berturut-turut meraih Adipura (1986 sampai 1989) dan lima kali meraih Adipura (1986 sampai 1990), mengincar Adipura Kencana. Tapi rupanya Bogor hanya bisa kembali meraih Adipura 1990. Kriteria penilaian Adipura Kencana 1991 kelihatannya sudah disempurnakan atau mungkin diperlunak. Akibatnya timbul sedikit kekeliruan-informasi yang ditunjukkan oleh dua informasi berikut. Pertama, Bapak Emil Salim, maupun Bapak Presiden dalam sambutannya pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tanggal 4 Juni 1991 di lstana Negara, menyatakan bahwa pada tahun 1991 disediakan Piala Adipura Kencana bagi kota yang lima kali berturut-turut meraih Adipura. Kutipan dari Laporan Emil Salim kepada Presiden adalah sebagai berikut: "... Kemudian perkenankan say a laporkan bahwa untuk pertama kali telah berhasil direbut Adipura Kencana, sebagai lambang kegigihan masyarakat dalam meningkatkan kebersihan kota selama lima tahun berturut-turut, oleh Kotamadya Surakarta dengan angka 846 dan Kotamadya Padang dengan angka 839". Jika ketentuan ini diikuti, Padang rasanya tidak memenuhi persyaratan Adipura Kencana (lihat tabel: Padang meraih Adipura tahun 1986, 1988, 1990, dan 1991 ). Kedua, buku Peringatan Hari Lingkungan Hidup 1991 yang dibagikan kepada para undangan yang hadir di lstana Negara tanggal 4 Juni 1991 halaman 33) menyebutkan sebagai berikut: " ... Selain Adipura, pada tahun 1991 Pemerintah memberikan penghargaan Adipura Kencana dengan kriteria sebagai berikut : sudah 4 (em pat) kali meraih Adipura, setiap aspek dan Manajemen dan Peran Serta Masyarakat (termasuk PKK dan Kesehatan) harus mempunyai nilai 80 persen dari nilai maksimum setiap aspek tersebut, dan Nilai Fisik harus lebih besar atau sama dengan 80 persen dari nilai maksimum". Adanya perbedaan dari dua pernyataan tersebut tampak dalam "lima kali berturut-turut" dan "sudah empat kali". Melihat Solo (sudah empat kali berturut-turut meraih Adipura) dan Padang (sudah empat kali meraih Adipura) tahun 1991 meraih Adipura Kencana, berarti persyaratan lima kali berturut-turut meraih Adipura ini digunakan. Kriteria penilaian juga belum menjelaskan apakah persyaratan yang ketat (angka penilaian dan kuestioner dan fisik kota) ini setiap tahun selama lima tahun penilaian atau hanya tahun terakhir saja. Menyongsong penilaian Adipura 1992, sangat mudah diduga bahwa Surabaya punya peluang besar meraih Adipura Kencana 1992. Bandung kehilangan peluang meraih Adipura Kencana 1992, Bogor walaupun sudah lima kali meraih Adipura dan mengincar Adipura Kencana 1992, amat perlu diteliti lagi angka-angka yang telah dicapainya. Jambi walaupun telah empat kali Adipura, jangan harap bisa meraih Adipura Kencana 1992 karena persyaratan nilai yang ketat tadi. Yang paling menarik adalah apakah Jakarta Pusat yang telah dua kali meraih Sertifikat Kota Bersih bisa meraih Adipura 1992? Kita tunggu hasilnya. Merdeka, 26 Juni 1991 Peraih Adipura 1986 - 1997 Penghargaan kota terbersih dalam bentuk Adipura (sertifikat Adipura, Piala Adipura, dan Adipura Kencana) yang bermakna kota indah dan agung telah diberikan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kota (kota rayalmetropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil) sejak tahun 1986. Klasifikasi kota tersebut didasarkan atas jumlah penduduk, yaitu penduduk di atas 1 juta jiwa (kota raya), penduduk 500.001 - 1 juta jiwa (kota besar), penduduk 100.001-500.000 jiwa (kota sedang), dan penduduk 20.000-100.000 jiwa (kota kecil). 308


Sertifikat Adipura diberikan kepada Pemerintah Kota yang belum mencapai angka minimum persyaratan Adipura, sedangkan Adipura Kencana diberikan setiap aspek manajemen dan peran serta masyarakat (termasuk PKK dan Kesehatan) di atas 80% dari nilai maksimum setiap aspek tersebut dan nilai Fisik harus lebih besar atau sama dengan 80% dari nilai maksimum (81% untuk Adipura Kencana). Yang bertanggung jawab dalam penilaian kota bersih adalah Kantor Menneg Lingkungan Hidup/ Bapedal, dibantu instansi terkait, yaitu Depdagri, Deppu, Depkes, Kantor Menneg Ristek/BPP Teknologi, dan Tim Penggerak PKK Pusat. Aspek-aspek penilaian meliputi kelembagaan, hukum, pembiayaan, teknis operasional, peran serta masyarakat umum peran serta PKK, tata ruang. Tim Penggerak PKK Pusat. Aspekaspek penilaian meliputi kelembagaan, hukum, pembiayaan, teknis operasional, peran serta masyarakat umum peran serta PKK, tata ruang. Penghargaan diberikan bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada akhir minggu pertama bulan Juni. Bertepatan dengan pemberian penghargaan Adipura, juga diberikan penghargaan kalpataru, perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, pembina lingkungan, penulisan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup (NKLD), Prokasih dan program peringkat kinerja perusahaan (proper). Adipura 1986-1991 Pada kategori kota raya, Surabaya, Bandung dan Semarang berlomba meraih Adipura. Surabaya meraih Adipura pada tahun 1988, 1989, 1990 dan 1991, Bandung meraih pada tahun 1987, 1989 dan 1990, sedangkan Semarang mulai meraih pada tahun 1991. Kota-kota yang bersaing pada kategori kota besar adalah Bogar, Jambi, Ambon, Samarinda, Manado, Magelang, Cianjur, Balikpapan, dan Cirebon. Bogar meraih Adipura mulai tahun 1986 sampai 1990, gagal tahun 1991, Jambi berhasil pad a tahun 1987, 1988, 1989, dan 1991. Ambon dan Samarinda berhasil tahun 1989, Magelang tahun 1990 dan 1991, Manado, Cianjur, Balikpapan, dan Cirebon meraih pada tahun 1991. Pada kategori kota-kota kecil, Bukittinggi meraih Adipura (1988, 1989, dan 1991), Magelang (1988 dan 1989), Temanggung (1989, 1990 dan 1991), Solo (1989 dan 1990), Wonosobo (1989, 1990 dan 1991), Magetan (1990 dan 1991), Tanjungpinang (1990), Boyolali dan Kudus (1991). Adipura 1992-1996 Pada tahun 1992 sampai dengan 1996 peraih Adipura klasifikasi kota raya menurut urutan perolehan angka terbaik adalah sebagai berikut: Surabaya (1, 1, 3, Kencana, Kencana), Semarang (2, 2, 1, Kencana, Kencana), Bandung (3, 4, -, -, 3), Jakarta Pusat (4, 3, 2, 1, Kencana), Jakarta Barat (-, -, -, 2, 5), Jakarta Timur (-, -, -, 3, 6), Jakarta Selatan (·, -, -, 4, 7), Ujungpandang (-, -, -, 5, 8), Medan (-, -, -, -, 1), Palembang (-, -, -, -, 2), dan Jakarta Utara (-, -, -, -, 4). Empat kota Besar peraih Adipura pada tahun 1992-1996 terdiri atas Surakarta (1, 1, 2, Kencana, 1 ), Malang (2, 2, 1, Kencana, 2), Padang (3, 4, Kencana, Kencana, Kencana) dan Bandarlampung (4, 3, 3, Kencana, Kencana). Ada 60 kota sedang yang memperoleh Adipura pada tahun 1992 sampai dengan 1996. Delapan kota meraih Adipura pada tahun 1992, yaitu Magelang, Manado, Tegal, Jambi, Purwokerto, Cirebon, Balikpapan, dan Cianjur. Pada tahun 1993 peraih Adipura meningkat menjadi 19 kota, yaitu delapan kota tersebut ditambah Pematang Siantar, Blitar, Sidoarjo, Banyuwangi, Sukabumi, Jember, Tasikmalaya, Pontianak, Cilacap, Pekanbaru dan Metro. Pada tahun 1994, tiga kota meraih Adipura Kencana, yaitu Magelang, Manado dan Jambi, sedangkan peraih Adipura ada 29 kota, yaitu 19 kota di atas minus Pontianak dan Pekanbaru yang gagal, ditambah Batu, Mojokerto, Yogyakarta, Denpasar, Tulungagung, Tebingtinggi, Ambon, Banjarmasin, Jombang, Madiun, Pemalang, Mataram, Probolinggo, Gresik, Klaten, dan Cimahi. Tahun 1995, Magelang, Jambi, Cirebon, dan Cianjur meraih Kencana, Pontianak, Pekanbaru, Madiun, dan Probolinggo gagal peraih Adipura mencapai 38 kota dengan munculnya muka-muka baru peraih Adipura, yaitu Nganjuk, Bengkulu, Lubuklinggau, Kediri, Samarinda, Ngawi, Salatiga, Kupang, Binjai, Gorontalo, Pekalongan, Palangkaraya, dan Bogar. Pada tahun 1996, Kencana diraih oleh Magelang, Purwokerto, Cirebon, Balikpapan dan Cianjur, kota-kota yang gagal adalah Manado, Ambon, Probolinggo, Cimahi, 309


Sertifikat Adipura diberikan kepada Pemerintah Kota yang belunt m(mc;:tpai angka minimum persyaratan Adipura, sedangkan Adipura Kencana diberikan setiaJ:~ aspek manajemf!n dan peran serta masyarakat (termasuk PKK dan Kesehatan) di atas 80% dari nilai ma:.;simum F-iGt:ap a~;jek tersebut dan nilai Fisik harus lebih besar atau sama dengan 80% dari nilai maksimum {81% untuk. Adip1..1ra Kencana). Yang bertanggung jawab dalam penilaian kota bP.rsih adalah Kantor Menneg Lingkungan Hidup/ Bapedal, dibantu instansi terkait, yaitu Depdagri, Deppu, Depkes, Kantor Menneg Ristek!BPP Teknologi, dan Tim Penggerak PKK Pusat. Aspek-aspek penilaian meliputi kelembagaan, hukum, pembiayaan, teknis operasional, peran serta masyarakat umum peran serta PKK, tata ruang. Tim Penggerak PKK Pusat. Aspekaspek penilaian meliputi kelembagaan, hukum, pembiayaan, tekni~ operasional, peran serta masyarakat umum peran serta PKK, tata ruang. Penghargaan diberikan bertepatan dengan peringatan Hari Lmgkungan Hidup yang jatuh pada akhir minggu pertama bulan Juni. Bertepatan dengan pemberian penghargaan Adipura, juga diberikan penghargaan kalpataru, perintis lingkungan, pengabdi lingkungan, pembina lingk•Jnga:'l, penulisan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup (NKLD), Prokasih dan program peringkat kinerja parusahaan (proper). Adipura 1986·1991 Pada kategori kota raya, Surabaya, Bandung dan Semarang berlr)mba meraih Adipura. Surabaya meraih Adipura pada tahun 1988, 1989, 1990 dan 189 i, Bandung rneraih pada tahun 1987, 1989 dan 1990, sedangkan Semarang mulai meraih pada tahun 1991. f·:ota-kota yang bersaing pada kategori kota besar adalah Bogar, Jambi, Ambon, Samarinda, Manado, MaQelang, Ci;:v1jt:··, Ba!ikpapan, dan Cirebon. Bogar meraih Adipura mulai tahun 1986 sampai 1990, gagal tahun 1991, Jambi bmhasil pada tahun 1987, 1988, 1989, dan 1991. Ambon dan Samarinda berhasil tahun 1989, M:~jelang !ahun 1990 dan 1991, Manado, Cianjur, Balikpapan, dan Cirebon meraih pada tahun 1991. Pada kategori kota-kota kecil, Bukittinggi meraih Ajipl~ia (1988, 1989, dan 1991), Magelang (1988 dan 1989), Temanggung (1989, 1990 dan 1991), Solo (1989 dan 1990), Wonosobo (1989, 1990 dan 1991), Magetan (1990 dan 1991), Tanjungpinang (1990), Boyolali dan Kudus (1991). Adipura 1992·1996 Pada tahun 1992 sampai dengan 1996 peraih Adipura klasifikasi kota raya menurut urutan perolehan angka terbaik adalah sebagai berikut: Surabaya (1, 1, 3. Kencana, Kencana), Semarang (2, 2, 1, Kencana, Kencana), Bandung (3, 4, -, -, 3), Jakarta Pusat (4, 3, 2, 1, Kenc::,na), Jakarta Barat (-, -, -, 2, 5), Jakarta Timur (-, -, -, 3, 6), Jakarta Selatan (-, -, -, 4, 7), Ujungpandang (-, -, -, 5, 8), Medan (-, -, -, -, 1), Palembang (-, -, -, -, 2), dan Jakarta Utara (-, -, -, -, 4). Empat kota Besar peraih Adipura pada tahun 1992-1996 terdiri atas Surakarta (1, 1, 2, Kencana, 1 ), Malang (2, 2, 1. Kencana, 2), Padang (3, 4, Kencana, Kencana, Kencana) dan Bandarlampung (4, 3, 3, Kencana, Kencar.a). Ada 60 kota sedang yang memperoleh Adipura pada tahun 1392 sc-,mpai dengan 1996. Delapan kota meraih Adipura pada tahun 1992, yaitu Magelang, M~nado, Tegal, vambi ?urwokerto, Cirebon, Balikpapan, dan Cianjur. Pada tahun 1993 peraih Adipura meninijkat meniadi 19 kota, yaitu delapan kota tersebut ditambah Pematang Siantar, Blitar, Sidoarjo, Banyuw'-t:,gi, Sukabumi. Jernber, Tasikmalaya, Pontianak, Cilacap, Pekanbaru dan Metro. Pada tahun 1994, tiga kota meraih Adipura Kencc:, ·!a, yaitu '.:,,gelancJ Man ado dan Jambi, sedangkan peraih Adipura ada 29 kota, yaitu 19 kota di atas minus P;.ntiana:~ Jan Pel:.::tni.Jaru yang gagal, ditambah Batu, Mojokerto, Yogyakarta, Denpasar, Tulungagung, Teb:n~':nggi, ;\!·.1bon, Banjarmasin, Jombang, Madiun, Pemalang, Mataram, Probolinggo, Gresik, Klaten, dan C11~1ahi. Tahun 1995, Magelang, Jambi, Cirebon, dan Cianjur meraih Kencana, Pontianak, Pekanbaru, Madiun, dan Probolinggo gagal peraih Adipura mencapai 38 kota dengan mu.·,culnya muka-muka baru peraih Adipura, yaitu Nganjuk, Bengkulu, Lubuklinggau, Kediri, Samarinda, Ngaw:. Saiatiga, Kupang, Binjai, Gorontalo, Pekalongan, Palangkaraya, dan Bogar. Pada tahun 1896, Kenca:1a diraih oleh Magelang, Purwokerto, Cirebon, Balikpapan dan Cianjur, kota-kota yany gaQal adalah Mllnado, Ambon, Probolinggo, Cimahi, 310


Dl Yogyakarta meraih 5 Adipura yaitu Yogyakarta, Sleman, Bantu!, Wates, dan Wonosari. Jawa Timur meraih 7 Kencana (Surabaya, Malang, Blitar, Lumajang, Situbondo, Jombang, Batu, Sumenep, Pamekasan, Gresik, Nganjuk, Tulungagung, Ponorogo, Kendiri, Mojokerto, Pasuruan, Madiun, Ngawi, Probolinggo, Caruban, Pacitan, Kraksaan, Mojosari, Sampang, Pare, dan Bangkalan. Propinsi Bali meraih 3 Kencana (Tabanan, Negara, Bangli), dan 10 Adipura (Denpasar, Gianyar, Kuta, Amlapura, Singaraja, Semarapura, Tampaksiring, Ubud, Mengwi, dan Kintamani). Nusa Tenggara Barat meraih 2 Adipura (Mataram, Sumbawabesar) dan 5 sertifikat (Raba, Praya, Selong, Gerung, Dompu). Nusa Tenggara Timur hanya meraih 2 Adipura, yaitu Kupang dan So'e dan Timor-Timur hanya meraih 1 Adipura yaitu Dili. Kalimantan Barat meraih 2 Adipura (Pontianak, Mempawah) dan 4 sertifikat (Sanggau, Singkawang, Sintang, Ketapang). Kalimantan Tengah memperoleh 2 Adipura (Palangkaraya, Sampit) dan 2 sertifikat (Pangkalan Bun, Muarateweh). Kalimantan Selatan meraih 9 Adipura yaitu, Banjarmasin, Tanjung, Barabai, Tabel 1. Kota-kota Peraih Adipura Kencana K ~ '86 '87 '88 '89 '90 '91 '92 '93 '94 '95 '96 '97 Kota Raya: 1. Surabaya - - A A A A A A A KEN KEN KEN 2. Semarang - - - s - A A A A KEN KEN KEN 3. Jakarta Pusat - - - - s s A A A A KEN KEN Kota Besar: 1. Surakarta - A A A A A A A A KEN A A 2. Malang - - - s - A A A A KEN A KEN 3. Padang A - A A A A A A KEN KEN KEN A 4. Bandarlampung - - - s s A A A A KEN KEN KEN Kota Sedang : 1. Magelang - - A A - - A A KEN KEN KEN KEN 2. Manado - - - - - A A A KEN A s s 3. Jambi - A A A - A A A KEN KEN A A 4. Purwokerto - - - - - s A A A A KEN KEN 5. Cirebon - - - - - A A A A KEN KEN KEN 6. Balikpapan - - - s - A A A A A KEN KEN 7. Cianjur - - - - s A A A A KEN KEN KEN 8. Sragen - - - - - s A A A A A KEN 9. Blitar - - - - - - A A A A A KEN Kota Kecil: 1 . Magetan - - - - A A A A KEN A KEN KEN 2. Banjarnegara - - - - s s A A A A KEN KEN 3. Bukittinggi - - A A s A A A KEN A A A 4. Kudus - - - - - A A A A A KEN KEN 5. Situbondo - - - - s s A A A A KEN KEN 6. Wonosobo - - - A A A A A KEN A KEN A 7. Boyolali - - - - s A A A A KEN A A 8. Padangpanjang - - - - s s A A A A KEN A 9. Tabanan - - - - - - A A A A KEN KEN 10. Temanggung - - - A A A A A KEN KEN KEN KEN 11. Wonogiri - - - - - - A A A A A KEN 12. Negara - - - - - - - - A A A KEN 13. Bangli - - - - - s - A A A A KEN 14. Lumajang - - - - - - - A A A A KEN 15. Kuningan - - - - - s - A A A A KEN 16. Tub an - - - - - - - A A A A KEN Keterangan : Data diolah dari Data Peraih Adipura 1986 s.d. 1997 KEN = Adipura Kencana; A = Adipura; S = Sertifikat adipura Amuntaim, Kandangan, Marabahan, Banjarbaru, Rantau, dan Pelaihari. Kalimantan Timur memperoleh 1 Kencana (Balikpapan), 1 Adipura (Tenggarong) dan 4 sertifikat (Samarinda, Tarakan, Tanjungselor, Bontang). 311


Sulawesi Utara memperoleh 4 Adipura (Gorontalo, Bitung, Tondano, Tabuna) dan 5 sertifikat (Manado, Tomohon, Limboto, Amurang, dan Kawangkoan). Sulawesi Tengah meraih 1 Adipura (Luwuk) dan 3 sertifikat (Palu, Tolitoli, Poso). Sulawesi Selatan meraih 9 Adipura (Ujungpandang, Parepare, Watansopeng, Enrekang, Pangkajene, Palopo, Sangguminasa, Pinrang, dan Watampone) dan 4 sertifikat (Sengkang, Majene, Bantaeng, Pangkajene). Sulawesi Tenggara memperoleh 2 Adipura (Unaha, Baubau) dan 1 sertifikat (Kolaka). Maluku hanya memperoleh 2 Adipura (Ambon, dan Ternate) dan Irian Jaya meraih 2 Adipura (Jayapura dan Fakfak) dan 1 sertifikat (Manokwari). Adipura 1998 Kriteria dan persyaratan penilaian Adipura 1998 perlu diperketat, sehingga diperlukan upaya besar untuk meraih piala Adipura, apalagi Adipura Kencana. Kota yang telah berhasil 5 kali meraih Adipura Kencana, apakah terus-menerus harus mengejar atau mempertahankan Adipura Kencana? Barangkali perlu dibuat penilaian yang lain, misalnya Super Kencana atau Kencana Lestari. Mungkin perlu ditambah kriteria keterlibatan dana swasta (BOT, BOO dan lain-lain) dan swastanisasi, pengelolan kebersihan kota. Demikian pula perlunya dicantumkan visi kota bersih, pelestarian atau konservasi bangunan tua, koordinasi pelaksanaan pembangunan (galian saluran air, listrik, drainase), dan profesionalisme penduduk kota. T entang gapura Adipura dan gapura Adipura Kencana, perlu dievaluasi sejauh mana manfaatnya dalam meningkatkan pengelolaan kebersihan kota. Selamat kepada kota-kota peraih Adipura Kencana, Adipura, dan muka-muka baru peraih piala kebersihan Adipura. Kota-kota yang semua pernah meraih Adipura dan bahkan Adipura Kencana, tetapi gaga! pada tahun 1997, hendaknya sedini mungkin bangkit sehingga pada tahun 1998 nanti kembali masuk ke dalam jajaran kota-kota peraih Adipura dan Adipura Kencana. Jayakarta, 11 Juni 1997 Setelah Adipura Kencana, Adipura Lestari? Kata Adipura berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna "kota indah dan agung". Adipura merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan Pemerintah kepada kota-kota yang berprestasi dalam pengelolaan kebersihan kota sejak tahun 1986. Kota-kota yang berprestasi lebih baik dari kriteria Adipura, memperoleh penghargaan Adipura Kencana, sedangkan kota-kota yang hampir mendekati Adipura, memperoleh penghargaan Sertifikat Kota Bersih. Kota-kota tersebut dikategorikan atas "kota raya" (penduduk > 1 juta jiwa), "kota besar" (500.001-1 juta), "kota sedang" (100.001-500.000), dan kota kecil (s.d.100.000 jiwa). Penanggungjawab dalam penentuan peraih Adipura adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup/Ketua Bapedal, melibatkan beberapa instansi, yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan PKK. Penghargaan Adipura diberikan kepada kota yang masyarakatnya mampu membina lingkungan kota menjadi bersih, sehat, dan indah. Empat aspek yang dinilai, yaitu (1) manajemen (kelembagaan, hukum, pembiayaan, dan teknis operasional), (2) peranserta masyarakat (umum dan PKK), (3) fisik (kebersihan dan penghijauan/keteduhan), (4) kesehatan, dan (5) tata ruang dan penghijauan/keteduhan. Untuk memperoleh Adipura Kencana, kriterianya adalah (a) sudah empat kali berturut-turut meraih Adipura atau dalam lima tahun hanya sekali tidak mendapat Adipura, dan (b) setiap aspek yang dinilai harus mempunyai nilai minimum 80 persen dari nilai maksimum yang harus dicapai. 312


Adipura Kencana Peraih Adipura Kencana terus berkembang, dari dua kota pada tahun 1991 (Surakarta, Padang), menjadi 3 kota pada tahun 1992 (Surabaya, Surakarta, Magelang), 5 kota tahun 1993 (Surabaya, Surakarta, Bukittinggi, Wonosobo, Temanggung), 7 kota tahun 1994 (Padang, Magelang, Manado, Jambi, Magetan, Wonosobo, Temanggung), 12 kota tahun 1995 (Surabaya, Semarang, Surakarta, Malang, Padang, Bandarlampung, Magelang, Jambi, Cirebon, Cianjur, Boyolali, Temanggung), 18 kota tahun 1996 (Surabaya, Semarang, Jakarta Pusat, Padang, Bandarlampung, Magelang, Purwokerto, Cirebon, Balikpapan, Cianjur, Magetan, Banjarnegara, Kudus, Situbondo, Wonosobo, Padang Panjang, Tabanan, Temanggung). Dari data tersebut terlihat bahwa peraih terbanyak Adipura Kencana adalah Temanggung (5x berturutturut), Surabaya dan Magelang (Sx terputus), disusul peraih 4x (Surakarta, Padang), 3x (Semarang, Bandarlampung, Cirebon, Cianjur, Magetan, Wonosobo), 2x (Jakarta Pusat, Balikpapan, Malang, Jambi, Purwokerto, Banjarnegara, Kudus, Situbondo, Tabahan), dan 1x (Manado, Sragen, Blitar, Bukittinggi, Boyolali, Padang Panjang, Wonogiri, Negara, Bangli, Lumajang, Kuningan, dan Tuban). Berdasarkan klasifikasi kota, perolehan Adipura Kencana adalah 32 kota dalam periode 1991-1997, yaitu 3 kota raya (Surabaya, Semarang, dan Jakarta Pusat), 4 kota besar (Padang, Surakarta, Bandar Lampung, dan Malang), 9 kota sedang (Magelang, Cianjur, Cirebon, Purwokerto, Jambi, Balikpapan, Manado, Sragen, dan Blitar), dan 16 kota kecil (Temanggung, Wonosobo, Magetan, Banjarnegara, Kudus, Situbondo, Tabanan, Bukittinggi, Boyolali, Padang Panjang, Wonogiri, Negara, Bangli, Lumajang, Kuningan, dan Tuban). Adipura per Propinsi Perolehan penghargaan kota bersih yang diberikan pada bulan Juni 1997 mencapai 263, terdiri atas 24 Adipura Kencana, 176 Adipura, dan 63 Sertifikat Kota Bersih. Enam propinsi memperoleh 24 Piala Adipura Kencana (18 Adipura Kencana tahun sebelumnya), terbanyak diraih Jawa Timur (8), disusul Jawa Tengah (7), Jawa Barat dan Bali (masing-masing 3), serta DKI Jakarta dan Lampung (masing-masing 1). Dari 176 Piala Adipura, peraih terbanyak adalah Jawa Timur (30), Jawa Tengah (26), dan Jawa Barat (20), dan paling sedikit diraih oleh Propinsi Timor Timur, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tengah (masing-masing 1 Adipura). Kota-kota peraih Sertifikat (Piagam) Kota Bersih mencapai 63, diraih terbanyak oleh Jawa Barat (1 0) dan Sumatera Utara (6). Berdasarkan jumlah perolehan penghargaan (Adipura Kencana, Adipura, dan Sertifikat Kota Bersih), peraih terbanyak adalah Jawa Timur (37, terdiri atas 7 Kencana dan 30 Adipura), Jawa Tengah (35: 8 Kencana, 26 Adipura, dan 1 Sertifikat), Jawa Barat (33: 3 Kencana, 20 Adipura, dan 10 Sertifikat), Bali (13: 3 Kencana, 10 Adipura), Sumatera Utara (17: 11 Adipura, 6 Sertifikat), Sumatera Barat 1 (3: 11 Adipura, 2 Sertifikat), dan Sulawesi Selatan (9 Adipura, 4 Sertifikat). Kota-kota peraih Adipura Kencana tersebut adalah 8 di Jawa T engah (Semarang, Magelang, Purwokerto, Sragen, Banjarnegara, Kudus, Temanggung, Wonogiri), 7 di Jawa Timur (Surabaya, Malang, Blitar, Magetan, Situbondo, Lumajang, Tuban), 3 di Jawa Barat (Cirebon, Cianjur, Kuningan), dan Bali (Tabanan, Negara, Bangli), dan masing-masing 1 di Lampung (Bandar Lampung), DKI Jakarta (Jakarta Pusat), dan Kalimantan Timur (Balikpapan). Surakarta, Padang, Jambi, Manado, Bukittinggi, Wonosobo, Boyolali, dan Padangpanjang, yang sebelumnya pernah berhasil meraih Adipura Kencana, pada tahun 1997 prestasinya menurun. Bahkan Manado yang pernah meraih Kencana pada tahun 1994, prestasinya anjlok, meraih Adipura 1995 dan hanya meraih Sertifikat Kota Bersih pada tahun 1996 dan 1997. Daftar peraih penghargaan kota bersih tahun 1997 dapat dilihat pada tabel terlampir. Prestasi Kota Dalam Kebersihan Pada tahun 1997 ini, ada 24 kota peraih Adipura Kencana (18 pada tahun 1996), 38 kota peraih Adipura yang pertama kali (tahun 1996 ada 43 kota), dan 140 kota peraih Adipura kedua kalinya atau lebih (tahun 1996 ada 89 kota) dan 63 kota peraih Sertifikat Adipura. Kota-kota peraih Adipura terus meningkat dari 160 kota (1995) menjadi 176 kota (1996) dan 200 kota (1997). 313


label1. Peraih Adipura 1997 Berdasarkan Propinsi label 2. Kota-kota Peraih Adipura Kencana 1991-1997 NO. PRIPINSI KENCANA ADIPURA SERTIF. JUMLAH Tahun '86 '87 '88 '89 '90 '91 '92 '93 '94 '95 '96 '97 Kola 1. ACEH 2 3 5 Kota Raya: 2. SUMUT 11 6 17 1. Surabaya A A A A KEN KEN A KEN KEN KEN 3. SUM BAR 11 2 13 2. Semarang s A A A A KEN KEN KEN 4. RIAU 4 4 8 3. Jakarta Pusat s s A A A A KEN KEN 5. JAMB! 4 6 6. SUMSEL 5 3 8 Kota Besar: 7. BENGKULU 3 1 4 I. Surakarta A A A A KEN KEN KEN A KEN A A 8. LAMPUNG 2 2 5 2. Malang s A A A A KEN A KEN 9. DKI JAKARTA 4 5 3. Padang A A A A KEN A A KEN KEN KEN A 10. JABAR 3 20 10 33 4. Bandar!ampung s s A A A A KEN KEN KEN 11. JATENG 8 26 35 12. Dl YOGYA 5 5 Kota Sedang : 13. JATIM 7 30 37 1. Magelang A A A A KEN A KEN KEN KEN KEN 14. BALl 3 10 13 2. Manado A A A KEN A 5 5 15. NTB 2 5 7 3. Jambi A A A A A A KEN KEN A A 16. NTI 2 2 4. Purwokerto 5 A A A A A KEN KEN 17. TIMTIM 1 1 5. Cirebon A A A A KEN KEN KEN 18. KALBAR 2 4 6 6. Balikpapan s A A A A A KEN KEN 19. KALTENG 2 2 4 7. Cianjur s A A A A KEN KEN KEN 20. KALSEL 9 9 8. Sragen s A A A A A KEN 21. KALTIM 1 4 6 9. Blitar A A A A A KEN 22. SULUT 4 5 9 23. SULTENG 1 3 4 Kota Keel!: 24. SULSEL 9 4 13 1. Magetan A A A A KEN A KEN KEN 25. SULTRA 2 1 3 2. Banjarnegara s s A A A A KEN KEN 26. MALUKU 2 2 3. BukiHinggi A A s A A KEN A A A A 27. IRJA 2 3 4. Kudus A A A A A KEN KEN 5. Situbondo 5 s A A A A KEN KEN JUMLAH 24 176 63 263 6. Wonosobo A A A A KEN KEN A KEN A 7. Boyolali s A A A A KEN A A 8. Padangpanjang s s A A A A KEN A 9. Tabanan A A A A KEN KEN 10. Temanggung A A A A KEN KEN KEN KEN KEN 11. Wonogiri A A A A A KEN 12. Negara A A A KEN 13. Bangli s A A A A A A KEN 14. Lumajang A A A A KEN 15. Kuningan s A A A A KEN 16. Tuban A A A A KEN Keterangan : Data dioolah dari Data Peraih Adipura 1986 s.d. 1997 KEN = Adipura Kencana; A= Adipura; S = Sertifikat Adipura Kota-kota Bojonegoro, Cilacap, legal, Banyuwangi, lasikmalaya, Padang, Sukabumi, Sidoarjo, Boyolali, Wonosobo, Padangpanjang, Jember, Bangil, Pematang Siantar, Metro, Blora, Surakarta, Solok, Bukittinggi, Sleman, Jambi, Batusangkar, dan Muara Enim, hendaknya makin gigih lagi pada tahun 1998 agar prestasinya meningkat dari Adipura ke Adipura Kencana. Sedangkan kota-kota yang turun dari peraih Adipura (1996) menjadi Sertifikat (1997), yaitu Padang Sidempuan, Sengkang, dan Sintang, dan kota-kota yang turun dari Adipura Kencana (1996) ke Adipura (1997) adalah Padang, Wonosobo, dan Padangpanjang, harus berusaha sekuat tenaga agar kembali meraih Adipura 1998. Beberapa penyebab ketidakberhasilan pencapaian prestasi Adipura maupun Adipura Kencana, antara lain kurang bersihnya pasar, terminal, saluran, gorong-gorong, perumahan dan permukiman (kumuh atau tidak adanya fasilitas penampungan sampah) lPS (tempat pembuangan sementara sampah) dan lPA (tempat pembuangan akhir sampah) yang belum berfungsi dengan baik. Unsur ketidak berhasilan ini secara keseluruhan menyangkut aspek-aspek pengelolaan kebersihan kota (bersih, indah, sehat, aman, nyaman) menuju manajemen pengelolaan kebersihan kota yang efektif, yaitu manajemen (kelembagaan, hukum, pembiayaan, teknis operasional), peranserta masyarakat (Umum dan PKK), fisik kota (kebersihan dan keindahan, penghijauan, keteduhan), kesehatan, dan penataan ruang kota (perencanaan, penataan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan). 314


Catatan Penutup Gubernur, Bupati, dan Walikotamadya berlomba mewujudkan kota bersih. Berbagai usaha dilakukan agar kota meraih Sertifikat Kota Bersih, meningkat menjadi Adipura dan Adipura Kencana. Sejalan dengan itu, untuk makin memacu pengelolaan kota bersih, setiap kota berusaha mempunyai motto kota yang dikaitkan dengan visi kota bersih, antara lain Bertaqwa, Bertauhid, Berhias, Teguh Beriman, Tegar Beriman, Suroboyo-ku Hijau dan Bersih, Berseri, Berintan, Asri, Berhiber, dan sejenisnya. Salah satu manfaat meraih Adipura Kencana dan Adipura, barangkali sebagai catatan positip untuk berpeluang menjabat pada periode berikutnya. ldealnya, perolehan penghargaan kota bersih juga sejalan dengan perolehan piagam lainnya, antara lain Upakarti, kota dengan penataan transportasi terbaik, kota dengan penataan ruang terbaik, kota dengan pengendalian penduduk terbaik, dan kota yang dibangun dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pertanyaan muncul, piala apa yang patut diberikan setelah beberapa kali (4-5 kali) memperoleh Piala Adipura Kencana? Beberapa pemikiran muncul, antara lain kriteria penilaian harus diperketat, perlu dimasukkan unsur penilaian kegiatan pembinaan pengusaha kecil (industri kecil), dikaitkan dengan penyediaan fasilitas olahraga, dikaitkan dengan penataan lingkungan hidup (penanaman sejuta pohon), dikaitkan dengan program/proyek kali bersih (prokasih), dikaitkan dengan pengendalian pencemaran udara dan emisi gas buangan kendaraan dan pabrik, dan bahkan penataan lingkungan pemukiman kumuh. Kota-kota terbersih ini kemudian perlu memperoleh Piala Adipura Kencana Plus (Adipura Kencana Lestari, Adipura Kencana Super, atau sebutan lain). Hal ini tidak mudah dilakukan, karena selama ini pelaksanaan pembangunan lebih kuat aspek regional (wilayah)nya. Tim Pengarah Penilaian Adipura dan Tim T eknis Adipura perlu segera menyempurnakan kuesioner penilaian, dan masukan pemikiran dari Tim Penilai Lapangan serta dari instansi terkait Pemerintah Pusat dan dari Pemerintah Daerah sangat diharapkan. Sebagai catatan -tambahan, perbandingan perolehan penghargaan di KBI dan KTI menunjukkan angka sebagai berikut, 24 Adipura Kencana (23 KBI, 1 KTI), 176 Adipura (137 KBI, 39 KTI), dan 63 Sertifikat Kota Bersih (34 KBI, 29 KTI), dan total 263 penghargaan (194 KBI, 69 KTI). KTI adalah 13 propinsi di luar Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali, yaitu propinsi-propinsi NTB, NTT, Timtim, Maluku, lrja, 4 propinsi di Sulawesi, dan 4 propinsi di Kalimantan. Dari data ini terlihat bahwa propinsi dan kota-kota di KTI perlu melipatgandakan upayanya untuk mewujudkan kota bersih. Herman Latif, menyarankan penilaian kota bersih di Kota Baru dan Kota Mandiri Yang Berwawasan Lingkungan, seperti Bumi Serpong Damai, Lippo Karawci, Lippo Cikarang, Driorejo Gresik-Surabaya, dan kota-kota baru yang lain. Johan Silas menyarankan perlunya konsistensi program, pengembangan cara-cara pengelolaan lingkungan dalam menuju kota bersih dan kota idaman, menuju kualitas hidup yang lebih baik (better quality of life) sesuai Agenda Habitat dan Deklarasi Istanbul, menyangkut mutu lingkungan yang baik, tersedianya sarana dan prasarana yang layak, dan terwujudnya pengelolaan kota yang berkelanjutan. Dengan kata lain, proses urbanisasi yang terkendali, ekosistem yang mantap, dan kesempatan yang merata bagi wargakota dalam menikmati pekerjaan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Banyak pakar perkotaan beranggapan, suatu saat kelak, Adipura tidak perlu lagi dilombakan. Kota Bersih diciptakan oleh aparat pemerintah dan warga kotanya, tidak didasarkan atas penilaian dan penghargaan, tetapi atas kesadaran bersama untuk menciptakan kotanya yang bersih, indah, sehat, aman, dan nyaman. Angkatan Bersenjata, 27 Agustus 1997 315


Menjakartakan Warga lbukota Warga DKI, cintailah Jakarta. Sejalan dengan menikmati hak sebagai warga ibukota, kita berkewajiban menanamkan rasa cinta terhadap Jakarta BMW, memantapkan, dan meningkatkannya. Dalam beberapa artikel menyambut HUT DKI ke-462 tahun 1989 yang bertemakan Dengan tekad, semangat dan kerja keras, Jakarta siap melaksanakan Pelita V, penulis mengajak warga ibukota untuk menanamkan rasa memiliki dan mencintai Jakarta, memahami soal pembangunan kota, siap melaksanakan Pelita V, mengejar Piala Adipura, menelusuri permasalahan DKI dan mencari cara pemecahannya, melihat perkembangan pembangunan rumah sederhana, melihat pembangunan rumah susun, dan menyusun konsep pembangunan perumahan terpadu. Menyongsong HUT DKI ke-463 tahun 1990 yang bertemakan Dengan semangat pengabdian kita bangun Jakarta bagi masa depan yang lebih baik, penulis menekankan pentingnya partisipasi warga kota dalam pembangunan kota, pengabdian masyarakat kunci keberhasilan pembangunan, mengajak warga DKI meraih Adipura, mengupas pembangunan Jakarta (evolusi dari Bema, belum efektif mengatur orang, menuju BMW, bersih, manusiawi, dan wibawa), membangun Jakarta dengan sadar wisata dan sadar lingkungan, menjakartakan warga ibukota, dan mewujudkan pengabdian warga Jakarta dengan menaati peraturan, menjaga dan memelihara hasil pembangunan, dan melaksanakan pembangunan Jakarta yang berwawasan lingkungan. Peringatan HUT DKI ke-464 tahun 1991 yang bertemakan dengan semangat pengabdian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan, Jakarta siap menuju tinggallandas, seyogyanyalah semua warga DKI ikut merasa memiliki Jakarta, menanamkan, memantapkan, meningkatkan cinta kita terhadap Jakarta BMW, berperan serta dan berpartisipasi dalam pembangunan Jakarta BMW menyongsong tinggal landas, didukung oleh pemantapan pendayagunaan aparatur negara. Menjakartakan warga ibukota diartikan sebagai upaya mengajak dan mendorong semua warga ibukota untuk mencintai Jakarta. RUTR 2005 Warga DKI perlu mengetahui Pola Dasar Pembangunan Daerah dan RUTR 2005 yang menggambarkan perencanaan umum tata ruang ibukota dalam periode 1985-2005. Dari RUTR bisa diketahui permasalahan pokok Jakarta, antara lain masalah perkembangan regional, perkembangan penduduk dan lapangan pekerjaan, arah dan perkembangan fisik kota, lahan untuk pembangunan, perumahan, transportasi umum dan jaringan jalan, penyebaran pusat-pusat kegiatan, fasilitas umum, dan air minum. RUTR ini juga berisi tujuan, sasaran, dan landasan pengembangan tata ruang serta rencana dan pelaksanaan umum tata ruang itu sendiri. Setelah RUTR, warga DKI harus mengetahui RBWK (Rencana Bagian Wilayah Kota) yang merupakan rencana peruntukan tanah, RTK (Rencana Terinci Kota) sebagai rencana detail, dan RUKT (Rencana Unsur Kota T erperinci) yang merupakan elemen detail rencana kota. Perencanaan pembangunan tahunan dituangkan ke dalam RUPTD (Rencana Umum Pembangunan Tahunan Daerah) sebagai acuan bagi setiap aparat pemerintahan dan warga kota di dalam menyusun rencana pembangunan tahun yang akan datang. Sekarang sedang disusun RUPTD 1992/1993 yang kelihatannya tidak banyak berbeda dengan RUPTD 1991/1992 dan RUPTD 1990/1991. Mengacu pada RUPTD, warga kota perlu mengetahui mekanisme perencanaan pembangunan tahunan dari bawah ke atas (bottom up) dan dari arah atas ke bawah (top down) yang dimulai dari Musbang (Musyawarah Pembangunan di Tingkat Kelurahan, diselenggarakan sebelum Juni), Temu Karya Pembangunan Tingkat Kecamatan (JuniJuli), Rakorbang II (Rapat Koordinasi Pembangunan di Tingkat Wilayah Kota, Juli-Agustus), Rapat Teknis Intern Dinas/Kanwii/Unit Propinsi DKI Jakarta (Agustus), Rakorbang I di Tingkat Propinsi DKI Jakarta (September), Rapat Konsultasi Regional Pembangunan (sekitar Oktober), dan Rapat Konsultasi Nasional Pembangunan (Oktober-Nopember). Warga ibukota diminta untuk berperanserta dan berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, dan evaluasi pembangunan kota Jakarta, baik dalam proses bottom up maupun top down. 316


Click to View FlipBook Version