|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Kajian Praktik
Terdapat beberapa organisasi profesi yang dibentuk oleh Instansi Pembina jabatan
fungsional, antara lain Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) bagi Analis Kebijakan,
Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia (AAIPI) bagi Auditor, Ikatan Widyaiswara
Indonesia (IWI) sebagai wadah para Widyaiswara, dan Pranata Humas yang tergabung
dalam Ikatan Pranata Humas (IPrahumas). Selain itu juga terdapat Ikatan Pranata Komputer
(IPrakom), Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI), Perhimpunan Perancang Peraturan Perundang-
undangan Indonesia (P4I), Himpunan Peneliti Indonesia (HIMPENINDO), Asosiasi Perencana
Pemerintah Indonesia (AP2I), dan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI).
AAKI adalah singkatan dari Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia atau dalam bahasa
Inggris Association of Indonesian Policy Analysts (AIPA). Merupakan organisasi profesi
yang menjadi wadah para analis kebijakan di Indonesia untuk “bekerja sama” dan untuk
mengembangkan “kapasitas” serta “peran” yang lebih berguna dan berkualitas. AAKI
dibentuk pada 2016 dan sebagai Instansi Pembina Jabatan Fungsional Analis Kebijakan
adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN). Keanggotaan AAKI bersifat terbuka.
Organisasi profesi di kalangan auditor diberi nama Asosiasi Auditor Intern Pemerintah
Indonesia (AAIPI) merupakan amanat PP Nomor 60Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah. Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pelaksanaan audit intern
di lingkungan instansi pemerintah oleh pejabat yang mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan dan yang telah memenuhi syarat kompetensi keahlian sebagai auditor.
Selanjutnya dalam Pasal 52 ayat (1) dan (3) disebutkan, bahwa untuk menjaga perilaku
pejabat auditor disusun kode etik aparat pengawas intern pemerintah. Kode etik tersebut
disusun oleh organisasi profesi auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Organisasi profesi yang lain adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mewadahi para
akuntan di Indonesia. IAI bertujuan mengembangkan dan mendayagunakan potensi
Akuntan Indonesia sehingga terbentuk suatu cipta dan karya Akuntan Indonesia untuk
didarmabaktikan bagi kepentingan bangsa dan Negara.
IAI berfungsi sebagai wadah komunikasi yang menjembatani berbagai latar belakang
tugas dan bidang pengabdiannya untuk menjalin kerjasama yang bersifat sinergi secara
serasi, seimbang dan selaras. Saat ini IAI merupakan satu-satunya wadah yang mewakili
profesi akuntan Indonesia secara keseluruhan.
843
Membangun BPK Paripurna
Kajian Hukum
Pembentukan Organisasi Profesi untuk Jabatan Fungsional (JF) didasari oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Pada Pasal 99 menyebutkan
bahwa instansi pembina memiliki tugas antara lain: memfasilitasi pembentukan organisasi
profesi JF; memfasilitasi penyusunan dan penetapan kode etik profesi dan kode perilaku
JF; dan menyampaikan secara berkala setiap tahun hasil pelaksanaan tugas pengelolaan
JF yang dibinanya sesuai dengan perkembangan pelaksanaan JF kepada Menteri dengan
tembusan Kepala BKN.
Pasal 101 menyebutkan bahwa: setiap JF yang telah ditetapkan wajib memiliki 1
(satu) organisasi profesi JF dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
tanggal penetapan JF; setiap pejabat fungsional wajib menjadi anggota organisasi profesi
JF; pembentukan organisasi profesi JF difasilitasi instansi Pembina; organisasi profesi
JFwajib menyusun kode etik dan kode perilaku profesi; kode etik dan kode perilaku profesi
ditetapkan oleh organisasi profesi JF setelah mendapat persetujuan dari pimpinan instansi
Pembina; serta organisasi profesi JF mempunyai tugas: menyusun kode etik dan kode
perilaku profesi, memberikan advokasi, serta memeriksa dan memberikan rekomendasi
atas pelanggaran kode etik dan kode perilaku profesi.
D. Pembentukan Organisasi Profesi Pemeriksa Keuangan Negara
Pembentukan organisasi profesi Pemeriksa Keuangan Negara memberikan manfaat
baik untuk internal BPK maupun eksternal BPK. Manfaat internal untuk meningkatkan
profesionalisme pemeriksa melalui pendidikan profesi yang berkelanjutan, berbagi
pengetahuan dan pengalaman, seminar, workshop, dan lain-lain; memberikan advokasi
kepada pemeriksa yang menghadapi permasalahan hukum; melindungi pemeriksa
dari intervensi politik atau kekuasaan yang dapat mempengaruhi independensi;
memperjuangkan kesejahteraan pemeriksa; dan menjaga profesionalisme anggota melalui
penjagaan dan penindakan atas pelanggaran kode etik profesi.
Manfaat eksternal adalah untuk meningkatkan koordinasi dan pengembangan kualitas
pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara bekerja sama dengan profesi akuntan dan
auditor internal pemerintah; dan meningkatkan kualitas pemeriksaan sehingga mampu
mengamankan penggunaan keuangan negara untuk kesejahteraan rakyat.
Uraian di atas menunjukkan adanya alasan yang kuat perlunya pembentukan Organisasi
Profesi Pemeriksa Keuangan Negara. Ada beberapa alternatif nama organisasi ini, misalnya
menggunakan nama “ikatan”, “perkumpulan”, “asosiasi”, atau “institute”. Beberapa organisasi
844
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
profesi juga menggunakan nama-nama tersebut.
Untuk organisasi pemeriksa keuangan negara diusulkan menggunakan nama“institute”.
Menurut KBBI, pengertian kata institut /in·sti·tut/ n adalah: 1) organisasi, badan, atau
perkumpulan yang bertujuan melakukan suatu penyelidikan ilmiah: 2) organisasi,
badan, atau perkumpulan yang bertujuan menyelenggarakan usaha pendidikan,
kebudayaan, sosial, persahabatan (antarbangsa), rehabilitasi, dan sebagainya. Beberapa
organisasi yang menggunakan kata ini antara lain Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
dan Institut Internal Auditor (IIA).
Organisasi profesi pemeriksa keuangan negara diusulkan namanya Institut Pemeriksa
Keuangan Negara (IPKN) atau Institute of State Finance Auditor dengan status sebagai
Badan Hukum Perkumpulan.
Visi IPKN adalah menjadi organisasi profesi terdepan dalam membentuk pemeriksa
yang profesional untuk memajukan bangsa dan negara. Sedang misi IPKN adalah:
a. Meningkatkan profesionalisme pemeriksa;
b. Meningkatkan peran pemeriksa sebagai agen perubahan dalam mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik.
c. Menjembatani berbagai latar belakang pemeriksa untuk menjalin kerjasama yang
bersifat sinergi secara serasi, seimbang, dan selaras.
d. Menjembatani kepentingan antara pemeriksa keuangan negara dengan instansi BPK
dan organisasi profesi lainnya.
Tujuan pembentukan IPKN adalah menghimpun potensi pemeriksa untuk menjadi
penggerak pembangunan nasional dalam mewujudkan tujuan bernegara berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan IPKN adalah:
a. Mengembangkan dan mendayagunakan potensi pemeriksa bagi kepentingan bangsa
dan negara.
b. Membantu instansi BPK dalam mewujudkan peran BPK sesuai amanat konstitusi.
Tugas dan Fungsi IPKN:
a. Memberi masukan dalam pengembangan kode etik pemeriksa;
b. Memberi masukan dalam pengembangan standar pemeriksaan;
c. Memberi masukan dalam pengembangan metodologi, teknik, dan pendekatan-
pendekatan pemeriksaan serta praktik pemeriksaan yang baik di lingkungan BPK
dengan mengacu pada praktik internasional;
845
Membangun BPK Paripurna
d. Memberi masukan dalam mewujudkan integritas, independensi, dan profesionalisme
dalam pemeriksaan keuangan negara;
e. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan profesi bagi anggota dan kegiatan
edukasi bagi masyarakat; dan
f. Melakukan kerjasama dengan organisasi profesi lain dalam lingkup nasional dan
internasional.
Keanggotaan organisasi pemeriksa sebagai berikut:
a. Anggota Biasa: Pejabat Fungsional Pemeriksa (PFP) dan Pejabat Struktural Pemeriksa
(PSP).
b. Anggota Luar Biasa: Anggota yang memiliki kompetensi yang diperlukan yang
berasal dari kalangan akademisi, praktisi, anggota profesi lain yang relevan, Akuntan
Publik (AP), Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), masyarakat yang memiliki
minat tinggi terhadap pengembangan profesi pemeriksa keuangan negara.
c. Anggota Kehormatan: tokoh masyarakat, tokoh nasional dan internasional yang
layak menjadi anggota.
Pendanaan organisasi profesi berasal dari:
a. Iuran Anggota;
b. Sumbangan lain yang tidak mengikat; dan
c. Sumber usaha lain yang sah dan tidak melanggar hukum.
Kepengurusan organisasi profesi terdiri dari Dewan Pembina, Dewan Pengurus Nasional,
Direktur Eksekutif, Perwakilan Wilayah. Dewan Pembina terdiri dari Ketua BPK, Wakil Ketua
BPK, dan para Anggota BPK. Dewan Pengurus Nasional terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua
Umum, dan Komite. Komite terdiri dari Komite Pengembangan Profesi, Komite Standar dan
Etika, dan Komite Kerja Sama dan Edukasi.
Untuk menjalankan kegiatan sehari-hari dibentuk Direktur Eksekutif yang dibantu oleh
Sekretariat dan Perwakilan Wilayah Barat dan Timur. Struktur Organisasi dapat dilihat pada
gambar berikut:
846
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
E. KESimpulan
Berdasarkan kajian akademis serta analisis, maka merupakan keharusan untuk dibentuk
organisasi profesi bagi pemeriksa keuangan negara. Organisai profesi pemeriksa dapat
meningkatkan pengendalian mutu pemeriksaan melalui penguatan nilai-nilai dasar
sehingga kinerja pemeriksaan dapat ditingkatkan dan pelanggaran kode etik/disiplin
pegawai semakin berkurang.
Manfaat lebih lanjut yang diharapkan dari organisasi profesi ini adalah dapat
meningkatkan profesionalisme pemeriksa, memberikan advokasi kepada pemeriksa yang
menghadapi permasalahan hukum, melindungi pemeriksa dari intervensi politik atau
kekuasaan yang dapat mempengaruhi independensi, memperjuangkan kesejahteraan
pemeriksa, serta menjaga profesionalisme anggota melalui penjagaan dan penindakan
atas pelanggaran kode etik profesi.
Selain itu, adanya organisasi profesi pemeriksa ini koordinasi dan pengembangan
kualitas pemeriksaan dan pengawasan keuangan negara, peningkatan kualitas pemeriksaan
sehingga mampu mengamankan penggunaan keuangan negara untuk kesejahteraan
rakyat dapat lebih mudah tercapai.
847
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
http://aai.or.id/
http://aaipi.or.id/
http://aaki.or.id/
http://ap2i-nasional.or.id/.
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/kegiatan-umum/2151-forum-konsultasi-perancang
peraturan -perundang-undangan.html
https://jdih.bapeten.go.id/index.php/site/artikel/id/144
http://ikatanwidyaiswaraindonesia.blogspot.com/
https://ikatanpustakawanindonesia.wordpress.com/
https://iprakom.id/about/
http://himpenindo.lipi.go.id/
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/5840/Siaran+Pers+No.69-PIH-KOMINFO-08
2015 +tentang+Lahirnya+Iprahumas/0/siaran_pers
http://pusaka.lan.go.id/
http://www.ip3i.org/
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 66/KEP/M.PAN/7/2003 tentang
Jabatan Fungsional Pranata Komputer dan Angka Kreditnya.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 41/KEP/M.PAN/12/2000 tentang
Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan dan Angka Kreditnya
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/128/M.PAN/9/2004 Tentang
Jabatan Fungsional Peneliti dan Angka Kreditnya
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16/Kep/M.Pan/3/2001
Tentang Jabatan Fungsional Perencana dan Angka Kreditnya
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
848
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka
Kreditnya.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 48 Tahun 2014
tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/220/M.PAN/7/2008
tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya
Permenpan RB Nomor 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan
Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan
Masyarakat dan Angka Kreditnya
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar
Perkumpulan
Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2016 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 17 Tahun 2010 tentang Jabatan
Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
849
Membangun BPK Paripurna
Partisipasi
Elemen Masyarakat
dalam Tugas
Pemeriksaan BPK
Drs. Johanes Hario Widodo Mumpuni, M.B.A., Ak.,
CFrA., CA., CSFA
(Purnabhakti)
A. Pendahuluan
Partisipasi elemen masyarakat merupakan salah satu unsur good governance. Termasuk
elemen masyarakat dalam hal ini adalah lembaga-lembaga profesi, civitas akademika, dan
lembaga-lembaga masyarakat lainnya.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang paling berkepentingan dalam
penegakan good govenance harus mendorong partisipasi tersebut dalam kontribusinya
untuk menjaga dan meningkatkan kualitas manajemen keuangan dan kinerja pembangunan
nasional oleh pemerintah.
BPK sebetulnya sudah memfasiltasi partisipasi tersebut dengan melibatkan Kantor
Akuntan Publik (KAP) dalam memeriksa laporan keuangan entitas pemerintah pusat/
pemerintah daerah. Bahkan Rencana Strategis (Renstra) BPK tahun 2016 – 2020 menyatakan
bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan strategi pemeriksaan dan dalam rangka
pengelolaan strategi pemeriksaan untuk setiap jenis pemeriksaan akan dilaksanakan,
salah satunya, dengan memperhatikan pemanfaatan akuntan publik pada KAP, Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta Pemeriksa dan/atau Tenaga Ahli dari luar BPK
yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
BPK perlu untuk melakukan itu karena BPK menyadari dan memperhatikan bahwa
dengan arah pemeriksaan BPK ke depan, khususnya yang telah ditetapkan dalam Renstra
2016 - 2020 akan terjadi kesenjangan antara sumber daya pemeriksaan yang tersedia
dengan cakupan dan kompleksitas entitas/program/kegiatan yang akan diperiksa dalam
mengawal. Di pihak lain, BPK juga harus tetap menjaga kualitas pemeriksaannya sehingga
850
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
manfaat hasil pemeriksaannya dapat dirasakan oleh para pemangku kepentingan.
Menurut statistik pegawai BPK RI per 1 September 20161, jumlah Pemeriksa BPK sebanyak
3.303 orang, dengan jumlah entitas yang diperiksa sebanyak 85 kementerian/lembaga, 551
pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota), dan 119 BUMN, belum termasuk anak
perusahan.
Jumlah Pemeriksan pada Satker Pemeriksa BPK dan Laporan Keuangan Entitas yang
Diperiksa
Unit Kerja Induk Jumlah LK yang Jumlah Pemeriksa
Diperiksa
Auditorat Keuangan Negara I - VII 103 1265
Kantor Perwakilan: 24 70
• Prov. Aceh 20 67
• Prov. Sumatera Barat 18 75
• Prov. Sumatera Selatan 34 104
• Prov. Sumatera Utara 13 61
• Prov. Riau 8 40
• Prov. Kep. Bangka Belitung 8 35
• Prov. Kep. Riau 12 48
• Prov. Jambi 11 31
• Prov. Bengkulu 16 62
• Prov. Lampung 9 42
• Prov. Banten 1 136
• Prov. DKI Jakarta 28 116
• Prov. Jawa Barat 36 138
• Prov. Jawa Tengah 39 152
• Prov. Jawa Timur
1 Data di atas adalah data pegawai terakhir yang penulis bisa akses. Memang ada penambahan pegawai (pemeriksa)
selama tiga tahun terakhir, namun data penambahan pemeriksa tersebut tidak bisa penulis dapatkan. Walaupun
demikian, penulis yakin bahwa penambahan itu tidak berpengaruh signifikan terhadap kebutuhan pemeriksa BPK.
851
Membangun BPK Paripurna
• Prov. D.I Yogyakarta 6 35
• Prov. Kalimantan Barat 15 57
• Prov. Kalimantan Selatan 14 58
• Prov. Kalimantan Tengah 15 52
• Prov. Kalimantan Timur 11 44
• Prov. Kalimantan Utara 6 28
• Prov. Bali 10 49
• Prov. NTB 11 40
• Prov. NTT 23 50
• Prov. Sulawesi Barat 7 24
• Prov. Sulawesi Selatan 25 102
• Prov. Sulawesi Tengah 14 43
• Prov. Sulawesi Tenggara 18 39
• Prov. Sulawesi Utara 16 42
• Prov. Gorontalo 7 30
• Prov. Maluku 12 36
• Prov. Maluku Utara 11 25
• Prov. Papua 30 70
• Prov. Papua Barat 14 37
645 3.303
Jumlah
Pada setiap semester I, hampir semua Pemeriksa akan terserap untuk memeriksa
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga
(LKKL), serta Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Pada semester tersebut, BPK banyak
memanfaatkan KAP untuk melakukan pemeriksaan keuangan untuk dan atas nama BPK.
Sedangkan pada setiap semester II praktis BPK baru bisa melaksanakan Pemeriksaan
Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) maupun pemeriksaan kinerja. Pada semester II tidak
ada pemanfaatan KAP. BPK lebih banyak memanfaatkan tenaga ahli, khususnya untuk
852
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
membantu dalam pemeriksaan kinerja.
Pemanfaatan KAP dan atau tenaga ahli sangat dimungkinkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan BPK. Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa
dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau
tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
Penjelasan ayat (3) tersebut menyatakan bahwa penggunaan pemeriksa dan atau
tenaga ahli dari luar dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa
dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan.
Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dalam bidang tertentu dari luar BPK dimaksud adalah
Pemeriksa di lingkungan APIP, Pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh BPK. Sedangkan penggunaan Pemeriksa yang berasal
dari APIP merupakan penugasan pimpinan instansi bersangkutan.
Dengan kondisi yang ada, khususnya pada semester I, dan tidak menutup kemungkinan
pada semester II, BPK perlu meningkatkan partisipasi elemen masyarakat dalam tugas
pemeriksaan BPK. Kajian ini akan membahas mengenai partisipasi elemen masyarakat
dalam scope yang lebih luas, kemungkinan implementasinya dengan segala keterbatasan
dan hambatan yang ada.
Namun demikian sebelum membahas implementasi partisipasi tersebut di BPK, kajian
ini akan membahas pengalaman lembaga pemeriksa Filipina (Commission on Audit of the
Philippines/COA) yang menerapkan program partisipasi elemen masyarakat dalam tugas-
tugas pemeriksaannya.
B. Pengalaman COA
Lembaga pemeriksa Filipina atau Commission on Audit of the Philippines (COA)
meluncurkan program partisipasi masyarakat dalam tugas pemeriksaan yang disebut
dengan Citizen Participatory Audit (CPA).
CPA merupakan suatu program yang memfasilitasi hak rakyat terutama hak untuk
ikut menjaga dan memiliki pemerintahan yang bersih, yang memanfaatkan sumber daya
masyarakat dengan hati-hati. Program ini dibentuk dengan asumsi bahwa akuntabilitas
publik hanya dapat berhasil baik apabila masyarakat ikut mengawasi dan terlibat di
dalamnya. Ini semua demi untuk mencapai transparansi dan efektivitas yang diharapkan.
Program CPA sebetulnya merupakan suatu mekanisme partnership strategis dan
merupakan suatu cara sharing aspirasi antara COA dan masyarakat. CPA juga merupakan
853
Membangun BPK Paripurna
suatu model pemeriksaan dengan melibatkan masyarakat sebagai partner dalam berbagai
macam area pemeriksaan dan mendudukan mereka bersama dengan para Pemeriksa
dalam suatu tim pemeriksaan.
Program tersebut memanfaatkan pendekatan kebersamaan yang konstruktif antara
masyarakat dan pemerintah dalam mengawasi penggunaan sumber daya milik rakyat
untuk memperbaiki pelayanan, menjaga hak-hak rakyat, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Dengan program CPA ini diharapkan pemerintah akan lebih efektif, lebih transparan, dan
lebih akuntabel, dan yang tidak kalah penting adalah lebih memasyarakatkan pemeriksaan
keuangan negara dengan cara menciptakan partnership dan menyajikan informasi yang
mudah dipahami.
Proses CPA
Tahap pertama pelaksanaan CPA adalah pengembangan yang berupa pengenalan ide-ide
CPA ini kepada masyarakat (citizen buy-in and shared agenda building). Pada tahap ini, mulai
terbentuk suatu partnership antara COA dengan masyarakat atau organisasi kemasyarakatan.
COA mulai memperkenalkan ide-ide utama diluncurkannya CPA. Kemudian secara bersama-
sama mereka mengidentifikasikan area-area yang mereka inginkan untuk diperiksa.
Tahap kedua adalah langkah pengembangan kompetensi (competency building). Tahap
ini berupa pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) oleh COA kepada masyarakat atau
organisasi kemasyarakatan yang akan terlibat dalam pemeriksaan. Diklat ini berupa diklat
mengenai program CPA, konsep-konsep dan prosedur-prosedur pemeriksaan.
Tahap ketiga adalah penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA). Tahap ini
merupakan tahap untuk memformalkan kerja sama tersebut. Memorandum juga berisi
petunjuk-petunjuk operasional yang disusun bersama-sama antara COA dengan masyarakat
atau organisasi kemasyarakatan yang terlibat.
Tahap keempat adalah penunjukkan wakil-wakil dari masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan sebagai partner (Citizen Partner Nomination). Wakil-wakil masyarakat atau
organisasi kemasyarakatan yang ditunjuk sebagai oleh COA sebagai partner akan diangkat
sebagai Pemeriksa setelah melalui proses formal.
Setelah proses formal sebagai Pemeriksa selesai, tahap berikutnya adalah penunjukkan
secara formal wakil-wakil masyarakat sebagai anggota-anggota tim Pemeriksa (citizen
authorization as audit team member). Penunjukkan formal ini ditandai dengan penerbitan
surat tugas oleh COA. Susunan tim Pemeriksa terdiri dari Pengendali Teknis, Ketua Tim, dan
854
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Anggota Tim, yang sebagian berasal dari masyarakat. Tim ini mempunyai wewenang untuk
menyusun program pemeriksaan, mengidentifikasikan tugas-tugas dan tanggung jawab
masing-masing anggota tim (Audit Team Planning). Sedangkan supervisi terhadap tim secara
keseluruhan tetap dilakukan oleh seorang Direktur dari COA.
Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan melalui suatu auditteamwork. Dalam hal ini pemeriksa
dari COA bersama-sama dengan Pemeriksa yang berasal dari masyarakat mengumpulkan
data dan menganalisisnya, serta kemudian menyusun laporannya.
Namun demikian, sebagai bagian dari fungsinya, para pemeriksa dari COA memonitor
tindak lanjut hasil pemeriksaan dan menetapkan status tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan. Masyarakat hanya ikut berpartisipasi dalam proses validasinya. Selain itu,
masyarakat juga ikut berperan didalam mendesain strategi-strategi untuk lebih meyakinkan
bahwa rekomendasi memang betul akan dilaksanakan dan hasilnya akan dapat dicapai.
Peran Masyarakat
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka peran masyarakat yang utama dalam
program ini adalah:
1. Memberikan masukan dalam penyusunan petunjuk operasional
2. Bersama-sama selama dengan COA, ikut berpartisipasi dalam capacity building
workshop
3. Bersama-sama dengan COA, mengidentifikasikan tujuan pemeriksaan, luas
lingkup pemeriksaan, dan metodologi pemeriksaan pada saat menyusun rencana
pemeriksaan.
4. Bersama-sama dengan COA, mengumpulkan data pada saat pemeriksaan di
lapangan
5. Bersama-sama dengan COA, mendesain survey tool
6. Bersama-sama dengan COA mengakses dan menganalisis data results
7. Bersama-sama dengan COA, menyusun draft laporan pemeriksaan
C. Penerapan Di BPK
Partisipasi elemen masyarakat dimungkinkan dalam tugas pemeriksaan BPK. Hal ini
dinyatakan secara jelas dalam UU Nomor 15 tahun 2004. Pada Pasal 9 ayat (3), undang-
undang tersebut menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat
menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas
nama BPK.
855
Membangun BPK Paripurna
Penjelasan ayat (3) tersebut menyatakan bahwa penggunaan pemeriksa dan atau
tenaga ahli dari luar BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki
pemeriksan dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan. Pemeriksa
dan/atau tenaga ahli dalam bidang tertentu dari luar BPK dimaksud adalah pemeriksa di
lingkungan APIP, Pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh BPK. Sedangkan penggunaan Pemeriksa yang berasal dari APIP merupakan
penugasan pimpinan instansi bersangkutan.
Penjelasan undang-undang tersebut memungkinkan BPK untuk memanfaatkan
Pemeriksa, selain Pemeriksa dari lingkungan APIP dan/atau tenaga ahli apabila pemeriksa
dan/atau tenaga ahli tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPK.
Hal tersebut menegaskan bahwa pemeriksa dan/atau tenaga ahli dimaksud dapat
sebagai orang perseorangan maupun lembaga dari luar BPK, KAP, atau dari civitas
akademika. Namun demikian hal itu juga memunculkan pertanyaan:
Siapa yang dimaksud dengan pemeriksa, khususnya yang perseorangan2 dan bukan
dari lingkungan APIP?
Apakah civitas akademika yang dimaksud adalah tenaga pengajar (para dosen, para
guru besar yang memang ahli dalam bidangnya) sebagai tenaga ahli, atau bisa juga para
mahasiswa/mahasiswi yang direkrut sebagai pemeriksa setelah melalui proses perekrutan
dan pelatihan yang kemudian dikukuhkan sebagai pemeriksa BPK (bersertifikat sebagai
pemeriksa)?
Apakah peraturan mengenai pengadaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada
memungkinkan untuk pengadaan seperti itu, yaitu pengadaan pemeriksa secara
perseorangan, yang bahkan pemeriksa dimaksud masih harus mengikuti proses di BPK
untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan BPK, dan mereka tidak bisa disebut sebagai
tenaga ahli?
Beberapa pertanyaan tersebut harus dijawab dengan jelas lebih dulu. Karena, hal itu
akan memengaruhi pelaksanaan program peningkatan partisipasi elemen masyarakat
dalam tugas pemeriksaan BPK.
Telah beberapa tahun ini BPK merekrut KAP untuk memeriksa beberapa LKKL serta LKPD
untuk dan atas nama BPK. Namun demikian KAP tersebut direkrut sebagai suatu lembaga
pemeriksa, bukan sebagai perseorangan. Pengadaan KAP dalam hal ini ada aturan dan
prosedurnya.
2 Sebagai contoh adalah Audit New Zealand. BPK New Zealand ini sering merekrut pemeriksa perseorangan, bukan
pegawai tetap, untuk masuk dalam tim pemeriksa, khususnya dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan. Mereka
berasal dari New Zealand sendiri, Australia, Malaysia, Thailand, Inggris, Irlandia. Khusus pemeriksa dari BPK, mereka
direkrut melalui suatu kerjasama antara BPK dengan Audit New Zealand.
856
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
UU Nomor 15 tahun 2004 memang menjamin penerapan program partisipasi elemen
masyarakat dalam tugas pemeriksaan BPK. Walaupun untuk pelaksanaannya masih sulit
karena beberapa kendala seperti yang telah disampaikan sebelumnya.
Selanjutnya apabila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah terjawab dengan baik, maka
sebetulnya program seperti program CPA oleh COA akan lebih mudah untuk dilaksanakan.
BPK bisa mengambil hal-hal yang sesuai dengan kondisi dan situasi BPK terutama mengenai
peran masyarakat dalam program tersebut.
Hal-hal lain yang juga perlu dilakukan selanjutnya oleh BPK, terutama adalah
memberikan pelatihan mengenai keuangan negara/daerah dan mengenai pemeriksaan,
dan memberikan pemahaman mengenai kedudukan, tugas dan fungsi BPK, serta mengenai
program peningkatan partisipasi masyarakat itu sendiri.
Namun demikian, apabila program ini berhasil dilaksanakan, beberapa manfaat akan
diperoleh. Pertama, bagi masyarakat. Masyarakat akan lebih sadar mengenai proses
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara karena ikut terlibat juga di dalam
proses tersebut, dan oleh karenanya akan lebih paham mengenai masalah keuangan
negara dengan segala macam persoalannya.
Selain itu, masyarakat akan merasa bahwa hak mereka untuk ikut menjaga dan memiliki
pemerintahan yang bersih, transparan dan efektif yang memanfaatkan sumber daya
masyarakat dengan hati-hati telah dipenuhi.
Kedua, BPK akan terbantu dalam pelaksanaan tugas-tugas pemeriksaan. Khususnya,
untuk menyelesaikan masalah kekurangan Pemeriksa. Dengan demikian BPK akan bisa
lebih fokus ke pemeriksaan-pemeriksaan lainnya yang lebih strategis, menjadi perhatian
publik dan urgent.
Ketiga, pemerintah akan lebih sadar akan pentingnya pengelolaan keuangan negara
yang transparan, bertanggungjawab dengan prinsip hemat, efisien, dan efektif.
D. Kesimpulan dan Saran
Dengan segala hambatan yang ada, berupa kejelasan mengenai mekanisme pengadaan
seperti yang telah dibahas, sebetulnya program peningkatan partisipasi elemen masyarakat
dalam tugas pemeriksaan BPK masih mungkin untuk dilaksanakan. Memang pelaksanaan
program ini harus dengan sangat hati-hati, karena pekerjaan pemeriksaan oleh BPK akan
menyangkut juga masalah rahasia negara, masalah politik, hukum, keamanan, dan masalah-
masalah lainnya yang mungkin sensitif.
Namun demikian, dengan melihat manfaat yang lebih besar, terutama dalam rangka
857
Membangun BPK Paripurna
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya hak mereka untuk menjaga dan
memiliki pemerintahan yang bersih, transparan dan efektif, partisipasi masyarakat dalam
hal ini perlu untuk difasilitasi, walaupun pemberian fasilitas ini harus dilakukan dengan
sangat hati-hati.
Beberapa hal yang harus diperhatikan jika program ini dilaksanakan. Pertama, pemilihan
elemen masyarakat yang akan mengikuti program ini harus dilakukan dengan sangat
cermat dan hati-hati. Hal ini penting, karena salah memilih elemen ini bisa berakibat fatal
bagi BPK, atau bahkan bagi negara. Oleh karena itu, elemen masdyarakat yang dipilih harus
benar-benar elemen masyarakat yang bisa dipercaya, bisa menjaga kerahasiaan informasi
yang diperoleh.
Kedua, dalam pelaksanaannya, pengendalian/pengawasan harus dilakukan secara
ketat, agar tidak terjadi kebocoran informasi, baik sejak saat perencanaan sampai saat
penyusunan pelaporan.
Ketiga, program ini bisa dilaksanakan untuk semua jenis pemeriksaan, walaupun
pemeriksaan kinerja adalah jenis pemeriksaan yang paling sesuai untuk program ini, karena
sesuai dengan tujuan semula, bahwa partisipasi masyarakat terutama adalah untuk ikut
menjaga agar pengelolaan keuangan negara hemat, efisien dan efektif. Objek pemeriksaan
yang dipilih jangan objek-objek pemeriksaan yang berisiko tinggi, misalnya menyangkut
masalah keamanan negara, menjadi perhatian publik, sangat politis, dan sebagainya.
Keempat, pelaksanaan yang paling mudah adalah melalui kerja sama dengan universitas-
universitas, yaitu dengan melibatkan mahasiswa-mahasiswa yang bersangkutan, khususnya
mahasiswa-mahasiswa semester terakhir. Mereka ini akan lebih mudah untuk dididik dan
diajak diskusi serta mempunyai kemampuan analisis.
Pelibatan mereka sejak saat perencanaan, pelaksanaan maupun saat penyusunan
laporan pemeriksaan. Bagi mereka, menjadi bagian dari tim pemeriksa BPK dan ikut
melakukan pemeriksaan adalah suatu pengalaman yang sangat membanggakan dan
berharga.
858
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Daftar Pustaka
Badan Pemeriksa Keuangan, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2016, Jakarta:
BPK, 2016.
----------, Rencana Strategis 2016 – 2020, Jakarta: BPK, 2015.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
-----------------------, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
-----------------------, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
-----------------------, Undang-undang No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Philippine Commission on Audit, Citizen Participatory Audit: An Approach for Account-
ability in the Philippines, Manila, 2015.
859
Membangun BPK Paripurna
Meningkatkan Kualitas
Komunikasi untuk
Pencapaian Visi dan Misi BPK
Dr. Juska Meidy Enyke Sjam, S.E., M.M, CSFA
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional
A. Latar Belakang
Berdasar Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2016-2020,
BPK memiliki visi menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai
tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Dengan misi a.
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri;
b. melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen, dan profesional.
Dalam memastikan tercapainya visi dan misi, maka ditetapkan dua tujuan strategis
yaitu meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan serta meningkatkan pemeriksaan yang
berkualitas. Dalam rangka meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan serta meningkatkan
pemeriksaan yang berkualitas harus selalu menjalin komunikasi yang efektif dengan
stakeholder BPK yang meliputi lembaga perwakilan dhi. DPR, DPD dan DPRD, pemerintah,
entitas/auditee yang diperiksa, instansi yang berwenang/ instansi penegak hukum,
lembaga lain yang dibentuk berdasarkan undangundang, organisasi kemasyarakatan dan
profesi, warga negara Indonesia, lembaga-lembaga internasional dan lainnya.
Para pemangku kepentingan tersebut dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
(1) yang berpengaruh langsung terhadap keberadaan BPK, seperti DPR, DPD, DPRD dan
pemerintah (instansi pemerintah yang diperiksa dan instansi yang berwenang/ instansi
penegak hukum, lembaga lain yang dibentuk berdasar undangundang); (2) yang terkait
langsung dalam pelaksanaan tugas pokok BPK, seperti manajemen entitas yang diperiksa,
Kepala Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/ BUMD); dan (3) pemangku
kepentingan lainnya, seperti media massa, lembaga profesi, lembaga pendidikan, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga internasional.
Berpijak pada identifikasi kelompok pemangku kepentingan BPK tersebut, Biro
Humas dan KSI telah mengoperasionalisasikan ke dalam tugas dan fungsi Biro Humas
860
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
dan KSI dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan para pemangku kepentingan
terhadap keberadaan dan peran BPK dalam upaya pencapaian tujuan negara. Dengan
telah memahami para pemangku kepentingannya beserta dengan ragam kebutuhan
dan harapannya, Biro Humas dan KSI dapat menetapkan sasaran strategis dan strategi
pelaksanaannya dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan harapan para pemangku
kepentingan hal ini memerlukan pola komunikasi yang berbeda-beda bagi tiap pemangku
kepentingan.
B. Permasalahan
Menurut Alwi Dahlan dalam Ngurah Putra (2004), hampir setiap instansi pemerintah pada
tahun 1970-an memasukan humas dalam struktur organisasinya, namun tugas pokok dan
fungsinya masih beragam, sehingga peran humas tidak maksimal, tidak jarang dalam sebuah
instansi humas hanya merupakan seksi dibawah bagian lain dengan tugas yang sangat
terbatas dan tidak mempunyai akses terhadap pimpinan langsung.
Tugas-tugas yang dijalankan lebih bersifat klerikal dan sangat terbatas seperti untuk urusan
protokoler, dokumentasi kegiatan instansi, kegiatan penerangan, penyebaran informasi, yang
dalam beberapa hal belum dilaksanakan secara maksimal. Melihat kedudukan dan wewenang
formal yang tidak cukup memadai ini, peran dan fungsi yang dijalankan oleh para staf humas
pada sektor publik menjadi tidak maksimal. Seperti yang dikemukakan Grunig dalam Ngurah
Putra (1999) Ini biasanya terjadi karena praktek public relations dalam sebuah organisasi
antara lain dipengaruhi oleh pemegang kekuasaan dalam lembaga, profesionalisme pejabat
humas yang ada, gaya manajemen atau budaya organisasi yang ada dan lingkungan yang
dihadapi organisasi.
Lebih lanjut Ngurah Putra (2004) menuturkan dengan gaya manajemen yang otoritarian,
pemimpin cenderung menganggap apa yang dilakukan tidak akan pernah salah. Mereka
merasa sebagai orang-orang yang ditakdirkan menjadi sumber kebenaran, sehingga tidak
penting bagi mereka untuk menggali masukan dari publik.
Pada saat ini komunikasi pemerintahan di Indonesia mempunyai 2 tatangan besar,
yaitu : 1. Demokrasi dan 2. Internet / media sosial yang semakin mudah dan murah diakses
masyarakat.
Pada zaman rezim media dan pemilik media, terutama pemilik media besar (konglomerasi
media) dapat dikekang dan bisa diatur oleh pemerintah dengan senjata dan tentara, namun
pada zaman reformasi ini media menjadi bebas lepas dari kekangan, media di Indonesia pada
saat ini hampir bisa memberitakan segalanya, mulai dari menyerang kebijakan pemerintah
sampai menyerang kepala pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
861
Membangun BPK Paripurna
Pada sisi masyarakat pada saat ini tidak bisa dipungkiri bahwa internet menjadi tulang
punggung komunikasi di masyarakat Indonesia, menurut Eriyanto (2011) Deloitte Access
Economics memperkirakan terdapat 260 ribu warung internet di Indonesia. Lebih lanjut
Eriyanto (2011) memperkirakan pada tahun 2010 terdapat 220 juta ponsel yang digunakan,
atau 92 telepon seluler per 100 penduduk. Mengingat adanya pemilik ponsel ganda, ini
menunjukkan bahwa sebanyak 85% penduduk dewasa atau 65% dari jumlah penduduk
memiliki akses terhadap telepon seluler. Saat ini sebagian besar telepon seluler sudah bisa
digunakan untuk akses internet. Dengan memperhitungkan akses internet lewat fasilitas
internet umum (warung internet) dan telepon seluler, akses internet lebih tinggi dari
perkiraan ITU, APJII atau Gartner.
Data terbaru dari situs wearesocial.com memperlihatkan bagaimana penetrasi internet
dan media social pada tahun 2019 sudah sangat luas di Indonesia, pada saat ini ada 355.5
juta telepon genggam di Indonesia artinya jumlah jumlah telepon genggam di Indonesia
melebih jumlah penduduk Indonesia sebanyak 133%, pada jumlah pengguna internet ada
150 juta atau 56% dari jumlah penduduk di Indonesia menggunakan internet, pada sisi
kepemilikan social media seperti facebook, twiter, instragram dan sebagainya sebesar 56%
dari jumlah populasi penduduk atau sekitar 150 juta jiwa, untuk sosial media yang berbasis
telepon gengam seperti watsApp (WA), kakaotalk, line, dan sebagainya ada 130 juta jiwa
atau 48% dari seluruh penduduk Indonesia.
Dari data media social atau internet di atas terlihat bagaimana perkasanya social media
dalam mempublikasikan dan membagikan informasi kepada hampir seluruh penduduk di
Indonesia, dan pada zaman Orde Baru semua informasi yang berkaitan dengan lembaga
pemerintah akan disaring dahulu oleh Departemen Penerangan, namun pada zaman ini
semua orang bisa menyebarkan informasi tanpa perlu ada saringan, saringan informasi ada
pada setiap individu pemilik gaawai (gadget) maka tidak heran pada pemilu kali ini banyak
sekali informasi yang tidak benar (hoax) masuk dalam ruang-ruang publik di masyarakat,
karena semua dapat dan berlomba-lomba menjadi pencari berita dan penyebar berita
tidak perduli berita yang di dapat adalah berita yang benar atau salah tanpa dicek dahulu
kebenarannya.
Dengan dua fenomena di atas lalu bagaimana sebaiknya strategi pemerintah
berkomunikasi dengan rakyatnya, dalam hal ini BPK dengan para pemangku kepentingannya
(Kita analogikan pemerintah adalah BPK dan rakyat adalah para pemangku
kepentingan BPK) ?
862
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
C. Pembahasan
Pada tulisan ini penulis menggunakan teori komunikasi pemerintahan yang diajukan
oleh Ndraha (2013), menurut Ndraha (2003:51) komunikasi pemerintahan adalah ”Meru-
pakan proses timbal balik penyampaian informasi dan pesan antara pemerintah dengan
yang diperintah, pihak yang satu mengguna-kan frame of reference pihak yang lain, pada
posisi dan peran tertentu, sehingga perilaku dan sikap pihak yang lain terbentuk, berubah
atau terpelihara, berdasarkan kesaling-menger-tian dan saling kepercayaan antara kedua
belah pihak”, dari uraian Ndraha di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemerin-
tahan adalah komunikasi yang berjalan atara pemerintah dengan yang diperintah serta
apa efek atau hasil dari komunikasi tersebut, lebih tanjut Ndraha (2003:52) membuat
diagram komunikasi pemerintahan sebagai berikut :
DIAGRAM KOMUNIKASI PEMERINTAHAN
(VERSI TALIZIDUHU NDRAHA, 2003)
pada diagram di atas terlihat bagaimana arti pentingnya frame of reference (for)
antara BPK dan pemangku kepentingan BPK, dengan frame of reference yang sama
maka noise (hambatan) dapat ditekan seminimal mungkin, dengan hambatan yang
863
Membangun BPK Paripurna
ditekan seminimal mungkin maka diharapkan response atau feedback dari pemangku
kepentingan BPK akan sama dengan pesan yang diinginkan BPK, bukankah inti dari
komunikasi adalah kata communist yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah
sama makna.
Permasalahanya adalah bahasa antara BPK dengan pemangku kepentingan BPK tidak
sama, mereka seakan dalam dunia yang berbeda, frame of reference (kerangka acuan),
sehingga gelombang pesan yang dikirimkan oleh BPK tidak sama dengan gelombang
pesan yang ada pada pemangku kepentingan BPK, untuk itu perlu diketahui hambatan-
hambatan apa yang biasanya terjadi dalam komunikasi pemerintahan, sehingga pesan
yang dikirim oleh BPK kepada yang pemangku kepentingan BPK dapat diterima dan
dipahami dengan noise yang sekecil mungkin.
Teori komunikasi pemerintahan versi Ndraha (2003) terlihat lebih condong kepada
bagaimana pemerintah berkomunikasi kepada rakyatnya atau komunikasi dari humas
lembaga pemerintah ke pada publik di luar lembaga pemerintah, sedangkan komunikasi
antara lembaga pemerintah dan antar lembaga di dalam institusi pemerintahan dapat
dibedah dengan menggunakan Teori Strategic Contingency Model for Government
Communication yang diperkenalkan oleh James L. Garnet (1992:36), dalam bukunya
Garnet (1992) secara detail menerangkan ada tiga (3) hal penting yang harus dikerjakan
untuk menghasilkan komunikasi pemerintahan yang baik, yaitu : pertama Situasion
Factor, kedua Strategy Design factor dan ketiga Government Result, secara detail dapat
digambarkan dalam gambar sebagai berikut:
864
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
SITUASIONAL FACTORS STRATEGY DESIGN FACTOR GOVERNMENT
RESULTS:
Objective for Choice of Media
Communicating Letter Communication and
Memo Management
To inform Report Outcomes
To influence Proposal
To Affect Behavior Cable
Release
Audience Newsletter
Meeting
Position Briefing
Background Telephone
Role Body Language
Interests Computer
Knowledge Social Media
Needs Internet
Impacts
Message
Management Situation Content
Organization
Organizational Strategy Tone
Nature of Routine Analysis
Organizational Climate Style
Organizational State Length
Leadership Style Timing
Mission & Culture
Political Enviromnet
Technological Capability
Organizational
Caommunication
Sender
Position
Abilities
Credibility
Interrest
Influence
Background
Preference
Gambar 2
Dari model strategis komunikasi pemerintahan versi Garnet (1992) di atas terlihat be-
gitu kompleksnya komunikasi yang berjalan dalam suatu organisasi pemerintah1an, mu-
lai dari faktor situasional, strategi desain komunikasi sampai akhirnya hasil dari komuni-
865
Membangun BPK Paripurna
kasi pemerintahan itu sendiri melewati berbagai macam tahapan yang begitu kompleks
dan rumit, sehingga sangat diperlukan ahli komunikasi professional yang menjalankan
bidang komunikasi pemerintahan. Dalam diagram strategis di atas juga diperlihatkan
tidak saja bagaimana organisasi pemerintah berkomunkasi ke luar dengan masyarakat
namun juga pentingnya komunikasi kedalam antar bagian dalam organisasi yang juga
harus dikerjakan oleh biro humas suatu lembaga pemerintah.
Lebih lanjut hasil penelitian Kawuryan (2016, 2018, 2018) menunjukkan bahwa biro
humas di pemerintah mempunyai kelemahan pada: 1. Aspek Kewenangan / Kelem-
bagaan, 2. Aspek Pengolahan Informasi / Strategi Kehumasan, 3.Aspek Administratif.
1. Pada aspek kewenangan, hasil penelitian di atas menemukan bahwa biro humas
masih belum dianggap sebagai bagian penting. Permasalahan kewenangan ini ber-
imbas pada tugas, pokok, dan fungsi bagian humas, dimana biro humas tidak dapat
menjalankan tugas-tugas maksimal karena terbentur oleh birokrasi yang ada. Akibat
dari kurangnya kewenangan biro humas ada dua hal yang penting yaitu pertama
kewenangan keluar dan kedua kewenangan kedalam. Idealnya seperti teori yang
dikemukakan oleh Ndraha (2003) dan Garnet (1992) biro humas diberi kewenangan
penuh untuk mengatur dan menjalankan komunikasi ke luar dan kedalam lembaga,
komunikasi keluar seperti pelayanan informasi terhadap pers, pemangku kepent-
ingan, dan masyarakat, serta komunikasi kedalam yaitu biro humas dituntut untuk
mengembangkan dan membangun hubungan yang baik antara berbagai unsur ba-
gian dan departemen dalam lembaga pemerintah. Tujuanya membentuk good will,
toleransi (Tolerance), saling kerja sama (mutual symbiosis), saling mempercayai (mutu-
al confidence), saling pengertian (mutual understanding) dan saling menghargai (mu-
tual appreciation), serta untuk memperoleh opini public yang diandalkan serta image
yang tepat berdasarkan prinsip-prinsip hubungan yang harmonis, baik hubungan ke
dalam (internal relations) maupun hubungan keluar (eksternal relations).
2. Aspek Pengolahan Informasi / Strategi Kehumasan. Untuk aspek pengolahan infor-
masi dan strategi kehumasan, yang merupakan jantung dari sebuah lembaga humas
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Strategi dan kapanye kehumasan di pemer-
intah masih banyak mengunakan cara-cara lama (business as usual), misalnya untuk
menjaring informasi tentang berbagai masalah dan isu yang terjadi di masyarakat,
humas pemerintah masih mengandalkan media massa dan turun ke masyarakat
langsung, baik melalui opinion leader yaitu tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat
umum dengan cara dialog langsung. Padahal zaman sudah berubah pada saat ini in-
866
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
ternet sudah menjadi tulang punggung komunikasi modern, harusnya pemerintah
lebih banyak melakukan kampanye dan berkomunikasi kepada masyarakatnya lewat
media sosial.
3. Aspek Administratif, menurut pemetaan penulis paling tidak ada 3 (tiga) macam
hambatan internal yaitu : 1. sumber daya manusia, 2. kurangnya sarana dan prasa-
rana yang mendukung, 3. serta aspek keuangan yang tidak memadai. Tiga hal di-
atas cukup mengganggu tugas biro humas dalam menjaankan tugasnya. Sumber
daya manusia pada bagaian humas menunjukkan hal yang kurang maksimal, kare-
na biro humas yang idealnya diisi oleh orang-orang yang mempunyai pengetahuan
dan kecakapan dalam bidang media dan publisistik, atau berlatar belakang sarjana
komunikasi ternyata menunjukkan hal yang sebaliknya. Selain langkanya sarjana
yang berlatar belakang komunikasi ini humas pemda juga kurang didukung oleh pe-
latihan-pelatihan dibidang kehumasan, dan IT. Selain hal diatas aspek administrasi
yang akan digali adalah masalah keuangan, dimana tidak dapat dipungkiri bahwa
dana merupakan masalah yang utama dari tiap organisasi, secara garis besar temu-
an penelitian dilapangan, biro humas belum mendapatkan dana yang cukup layak
untuk menjalankan program-program kehumasan.
Aspek kewenangan kelembagaan merupakan isu yang kruisal yang harus segera
dibenahi di berbagai lembaga humas pemerintah, riset dari Kawuryan (2016, 2018,
2018) menunjukkan bahwa lembaga humas di pemerintah belum mempunyai
kewenangan yang cukup kuat untuk menjadi sektor utama (leading sector) sebagai
komandan dalam mengatur informasi di dalam. Untuk itu perlu suatu solusi dengan
memperkuat biro humas untuk menjadi sektor utama (leading sector) dalam komu-
nikasi antara masyarakat dan antar lembaga pemerintah, dan biro humas diberi
kewenangan yang nyata untuk mengumpulkan semua informasi pada setiap satuan
kerja, serta perlu ada penguatan struktural di biro humas dan tentunya didukung
oleh pendanaan yang mencukupi.
BPK sebagai lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sesuai un-
dang-undang memiliki wewenang dan tanggung jawab memeriksa pengelolaan
keuangan negara. Sebelum era reformasi dalam UUD Tahun 1945 BPK RI hanya diatur
dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5), setelah era reformasi untuk memperkuat kelem-
bagaan BPK dalam memeriksa keuangan negara maka dalam amandemen ketiga
UUD Tahun 1945 untuk BPK dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A)
867
Membangun BPK Paripurna
dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat. Lebih lanjut untuk menunjang
tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuan-
gan Negara, yaitu;
• UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
• UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
• UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara
Tentunya penguatan kelembagaan BPK ini perlu ditunjang oleh biro humas yang handal
untuk mengomunikasikan berbagai capaian kinerja BPK kepada masyarakat dan pemangku
kepentingan sehingga citra yang muncul BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan yang
handal dan terpercaya, citra yang baik ini tentunya membuat kepercayaan di masyarakat
terhadap BPK menguat, sehingga kerja-kerja BPK akan selalu di dukung masyarakat dan
pemangku kepentingan.
Kerja biro humas yang handal tidak terlepas dari asupan berbagai bahan dan materi
dari semua lini organisasi BPK, menurut Garnett (1992) humas pemerintah harus menjadi
semacam penjaga gawang (gatekeeper) arus informasi di dalam lembaga pemerintah, se-
cara garis besar dapat dilihat dalam gambar berikut :
Relating to
Administrative
Superiors and
Elacted Official
Improving GCIO Communicating with
Relationship with (Goverment Chief Government’s
Colleagues and Publics
Other Agencies Information
Officer)
Strengthening
Exchanges with
Subordinates
Dari bagan di atas terlihat pentingnya keberadaan humas sebagai sekor utama (leading
sector) dalam mengolah, mengatur dan mengarahkan informasi ke berbagai departemen
868
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
baik itu secara vertical dan horisontal tentu untuk itu Biro dan Kerja Sama Internasional
BPK perlu mendapat kewenangan yang cukup kuat dari pimpinan untuk dapat mengakses
informasi dari berbagai lini organisasi di dalam BPK, untuk dapat mengejawantahkan visi,
misi dan arahan dari pimpinan serta aspirasi dan kehendak dari berbagai satuan kerja dan
staff di dalam organisasi di BPK, jika sinergitas ini muncul dan dapat diatur dengan baik
oleh Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK maka keniscayaan kinerja dan citra BPK
akan semakin baik dan mendapat dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan.
D. Kesimpulan dan Saran
Komunikasi pada dasarnya terjadi secara internal dan eksternal tidak terkecuali di suatu
organisasi pemerintahan. Komunikasi internal dan eksternal sama pentingnya dan harus
dijaga dengan baik, karena komunikasi dalam internal organisasi akan mempengaruhi
komunikasi keular organisasi, dalam suatu organisasi pemerintahan yang besar dan
kompleks seperti BPK perlu adanya penjaga gawang untuk mengatur aliran komunikasi
kedalam dan keluar orgainsasi tersebut. Pejaga gawang (gatekeeper) informasi dalam suatu
organisasi adalah biro humas, sebagai GCIO (goverment chief information officer) Biro Humas
dan Kerja Sama Internasional BPK dituntut untuk dapat menjawab tantangan zaman yang
sangat dinamis.
Munculnya internet sebagai tulang pungung komunikasi saat ini melahirkan berbagai
macam paltform dan kanal informasi, jika dahulu komunikasi dapat dijalankan dengan cara
memiliki hubungan baik dengan media massa besar dan ternama namun pada saat ini
tantangan biro humas semakin dinamis karena dengan berbagai macam platform dan kanal
informasi yang tersedia di internet maka siapapun dapat menjadi wartawan dan penyiar
berita secara masif dan cepat tanpa ada penyaringnya. Viralkan pada saat ini merupakan
mantra sakti untuk membuat suatu isu menjadi besar dan menarik perhatian publik.
Tantangan ini tentunya tidak dapat dijawab dengan cara yang biasa-biasa saja (bussines
as ussual), harus ada kebijakan dari pimpinan untuk memperkuat biro humas, memperkuat
dari Aspek Kewenangan / Kelembagaan, Aspek Pengolahan Informasi / Strategi Kehumasan,
Aspek Administratif, terutama dari aspek kewenangan biro humas harus benar-benar diberi
kewenangan penuh dalam mengakses, mendapatkan, mengelola, dan mempublikasikan
informasi, baik itu ke dalam organisasi maupun ke luar organisasi, dan jika itu dilaksanakan
niscaya citra BPK akan terangkat baik dan akhirnya segala kegiatan BPK akan dipercaya dan
mendapatkan dukungan dari masyarakat dan pemangku kepentingan.
869
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
BPK RI, 2015, Rencana Strategis 2016-2020.:
Alfian.1991. Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Budiman, Arief. 1997. Teori Negara, Negara, Kekuasaan, dan Ideologi. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Effendy, Onong Uchjana. 2002. llmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Garnett, James L. 1992. Communicating for Result in Government. San Francisco : Jossey-
Bass Publishers.
Hamdi, Muchlis. 2002. Bunga Rampai Pemerintahan. Jakarta : Yarsif Watampone.
Ndraha, Taliziduhu. 2003.Kybenology (llmu Pemerintahan Baru). Jilid 1 dan 2. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nimmo, Dan. 1993. Komunikasi Politik: Komunikasi, Pesan, dan Media. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Putra, I Gusti Ngurah. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta : Universitas
Atmajaya Yogyakarta Press
Rauf, Maswadi. 1993. Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta : Gramedia.
Sulivan, Marguerite H. 2002. A Responsible Press Office : An Insider’s Guide. US info State
Government.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Grasindo. 2000.
BPK RI, 2015, Rencana Strategis 2016-2020.
Jurnal dan Makalah:
Assuncao, Simao. 2003. Selayang Pandang Tentang Komunikasi Pemerintahan. Makalah
untuk Jurnal Ilmu Pemerintahan Widya Praja.
Institut Ilmu Pemerintahan. Kawuryan, Megandaru Widhi. 2016. Peran Humas Pemerintah
Daerah Kabupaten Sumedang Propinsi Jawa Barat Dalam Mendukung Citra Pemerintah
870
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Daerah. Riset IPDN
_______________________2018 Peningkatan Kualitas Komunikasi Organisasi dan
Komunikasi Publik Berbasis It Melalui E-RKPD Di Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Riset
IPDN
_______________________2018 Pengembangan Teknologi Informasi (Website) Dalam
Mendukung Komunikasi Pemerintahan Di Kota Depok Provinsi Jawa Barat. Riset IPDN
Menayang, Victor. 2002. Perkembangan llmu-llmu Komunikasi : Antara Konflik dan Maturitas.
Seminar Temu Alumni Jurusan Ilmu komunikasi UGM
Putra, I Gusti Ngurah. 2004. Publik relations untuk Pemerintah Daerah: Tantangan Baru dalam
Alam Demokratis. Jurnal Ilmu Pemerintahan WidyaPraja. Institut Ilmu Pemerintahan.
Siregar, Ashadi. 2002. Pendidikan Ilmu Komunikasi di Indonesia. . Seminar Temu Alumni
Jurusan Ilmu komunikasi UGM.
871
Membangun BPK Paripurna
Meningkatkan Manfaat
Hasil Pemeriksaan Melalui
Komunikasi dengan
Stakeholder dalam
Perencanaan Pemeriksaan
Didik Julianto, S.E., M.Sc., Ak., CA., CSFA
(Kepala Auditorat KN VII.B)
A. Pendahuluan
Perkembangan lingkungan akhir-akhir ini menuntut peningkatan peran Supreme Audit
Institution untuk bisa lebih berkontribusi dan memberi manfaat bagi masyarakat luas. Hal
ini pula yang mendasari terbitnya Internastional Standard of Supreme Audit Institution (ISSAI)
No 12 tentang The Value and Benefitsof Supreme Audit Institutions– makinga differenceto the
livesof the citizen. Dalam salah satu paragrafnya disebutkan”...to serve as a credible voice for
beneficial change, it is important that SAIs have a good understanding of developments in the
wider public sector and undertake a meaningful dialogue with stakeholders about how the
SAI’s work can facilitate improvement in the public sector”.
BPK dalam rencana strategis telah menetapkan visinya untuk berperan aktif mendorong
pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang
berkualitas dan bermanfaat. Pencapain visi tersebut dilakukan dengan dua tujuan strategis,
salah satunya adalah meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong
pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara
BPK menyadari bahwa pencapaian visi memerlukan kontribusi dan keterlibatan dari
para pemangku kepentingan. Setiap pemangku kepentingan memiliki tugas, kewenangan,
kebutuhan, dan peran yang berbeda dalam mewujudkan tujuan negara. Selain itu, hasil
pemeriksaan BPK tidak akan bermanfaat jika tidak ada para pemangku kepentingan yang
memanfaatkannya. Oleh karena itu, BPK akan memastikan bahwa seluruh produk yang
dihasilkan relevan dengan harapan dan kebutuhan para pemangku kepentingan karena
872
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
keberadaan BPK dan kelancaran pelaksanaan mandat BPK sangat dipengaruhi oleh para
pemangku kepentingan tersebut.
Berkenaan dengan hal ini, arah kebijakan rencana strategis BPK adalah untuk
meningkatkan relevansi fokus pemeriksaan dengan kebutuhan dan harapan para
pemangku kepentingan (stakeholder) melalui pelaksanaan tugas dan kewenangan BPK.
Oleh karena itu, efektivitas komunikasi dengan para pemangku kepentingan yang
paham dengan tugas dan peran BPK ditunjukkan dari kemampuan BPK dalam mengelola
kebutuhan dan harapan pemangku kepentingannya.. Hasil dari pelaksanaan strategi ini
akan menjadi input bagi peningkatan pengelolaan strategi pemeriksaan.
B. Pembahasan
Dalam upaya peningkatan peran dan manfaat BPK dalam mencapai tujuan program
kementerian yang pada akhirnya mencapai tujuan pembangunan nasional, ada dua
upaya yang dapat dilakukan, yaitu meningkatkan komunikasi dengan stakeholder dan
menetapkan rencana pemeriksaan yang mengakomodir program kerja kementerian/
rencana pembangunan.
Peningkatan Komunikasi dengan Stakeholder
Komunikasi dengan stakeholder, khususnya auditee/kementerian, sangat diperlukan
agar pemeriksaan nantinya sejalan dengan tujuan program yang disusun oleh kementerian
yang juga sekaligus penjabaran dari program pembangunan nasional. Namun demikian
perlu ditegaskan bahwa komunikasi ini dilakukan tanpa harus mengganggu independensi
BPK. Penetapan obyek dan sasaran pemeriksaan tetap saja dilakukan oleh BPK secara
bebas dan mandiri. Komunikasi perlu dilakukan pada setiap tahapan pemeriksaan mulai
dari perencanaan hingga pelaporan.
Tahap Perencanaan
Komunikasi dengan stakeholder diperlukan antara lain untuk mengetahui program
kerja kementerian dan kebutuhan mereka akan audit dalam rangka pencapaian tujuan
kementerian. Hasil komunikasi tersebut kemudian dapat ditindaklanjuti dengan pemetaan
kegiatan ataupun program yang nantinya akan dijadikan fokus/sasaran pemeriksaan.
Komunikasi menjadi hal yang mutlak khususnya pada saat perencanaan pemeriksaan
kinerja. Dikarenakan pemeriksaan kinerja nantinya diharapkan akan memberi nilai tambah
atau memberikan improvement, maka komunikasi diperlukan untuk mengetahui kegiatan
apa yang selama ini belum optimal dan masih mungkin dilakukan improvement
873
Membangun BPK Paripurna
Tahap Pelaksanaan
Komuniksi dalam pelaksanaan pemeriksaan diperlukan tidak hanya terkait pengumpu-
lan bukti pemeriksaan dan penyampaian temuan. Komunikasi akan lebih bermanfaat jika
diarahkan pada penyampaian akar permasalahan untuk kemudian mendiskusikan solusi
penyelesaian agar hal tersebut tidak terjadi lagi. Strategi pemeriksaan tidak diorientasikan
pada mencari temuan/kesalahan namun lebih kepada mencari penghambat pencapaian
tujuan dari program kerja kementerian dengan harapan hambatan tersebut tidak terjadi
lagi atau minimal dapat diminimalisasi.
Rekomendasi yang dihasilkan tidak sekedar memerintahkan untuk menyetor kelebihan
pembayaran, kekurangan penerimaan denda ataupun kerugian negara. Sebelum mem-
berikan rekomendasi harus terlebih dahulu melihat apakah permasalahan diakibatkan se-
mata-mata karena kesengajaan atau karena kelemahan sistem. permasalahan yang terjadi
karena kesalahan sistem tidak akan pernah selesai hanya dengan meminta auditee melaku-
kan penyetoran ke kas negara melainkan harus dengan perbaikan dari sistem tersebut. Re-
komendasi harus disampaikan dengan jelas dan bersifat implementable (dapat diterapkan).
Dengan komunikasi yang baik dan strategi pemeriksaan yang memadai diharapkan audit
yang dihasilkan akan memberi nilai tambah bagi kementerian.
Tahap Pelaporan
Laporan Hasil Pemeriksaan merupakan salah satu bentuk komunikasi antara BPK den-
gan stakeholder. Audit yang berorientasi pada kebutuhan stakeholder akan memprediksi
dari awal seperti apa bentuk dan informasi yang akan di deliver kepada stakeholder. Lapo-
ran yang baik adalah yang dapat memenuhi harapan dari stakeholder. Laporan yang jelas
dan tepat waktu dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, sebagai alat evaluasi dan
pada akhirnya akan memperbaiki kinerja kementerian dalam rangka pencapaian tujuan
atas progam kerja mereka.
Penyusunan Strategi/Rencana Pemeriksaan
Sebagaimana dijelaskan di atas, setelah dipahaminya kebutuhan stakeholder maka
tahapan selanjutnya adanlah menyusun strategi pemeriksaan. Strategi pemeriksaan yang
mungkin selama ini dilakukan hanye dengan pendekatan mandat dan kewenangan harus
mulai diubah dengan memperhatikan tujuan pelaksanaan program dan kebutuhan stake-
holder.
874
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Strategi pemeriksaan dapat disusun sejalan dengan rencana pembangunan nasional
(RPJMN), sehingga diharapkan apa yang dihasilkan dalam 5 tahun ke depan dapat membe-
natu pemerintah mencapai tujuannya atau paling tidak dapat menjadi bahan evaluasi un-
tuk perencanaan dan pelaksanaan progran periode berikutnya. Strategi pemeriksaan terse-
but kemudian harus dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemeriksaan yang disusun per tahun
yang di dalamnya termasuk penentuan obyek-obyek pemeriksaan yang akan diperiksa dan
sasaran pemeriksaan.
Rencana Kerja Pemeriksaan yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan dan tu-
juan program kerja kementerian meliputi ketiga jenis pemeriksaan, yaitu keuangan, PDTT
dan Kinerja
Pemeriksaan LK
Laporan merupakan salah satu sarana dalam rangka terciptanya akuntabilitas dan trans-
paransi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. Transparansi dan akunt-
abilitas merupakan salah satu persyaratan agar tercipta good goverment dan good gover-
nance dalam setiap pelaksanaan program pemerintah.
Salah satu sarana pelaporan tersebut adalah Laporan Keuangan yang harus disusun
oleh satker/Kementerian setiap tahunnya. Pemeriksaan LK yang akan dilaksanakan dititik-
beratkan pada kesesuain terhadap Standar Akuntansi dan kebijakan akuntansi yang telah
ditetapkan. Temuan temuan kepatuhan dan SPI diarahkan kepada kepatuhan kemente-
rian terhadap standar yang berlaku dan kebijakan yang telah ditetapkan. jika ditemukan
indikasi fraud maka hal ini perlu diungkap dan diusulkan dilakukan pemeriksaan terpisah
(PDTT). Demikian pula dengan temuan SPI diarahkan pada keandalan SPI Kementerian un-
tuk menghasilkan kewajaran angka angka yang disajikan dalam LK Satker/Kementerian
Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja yang akan dimasukkan dalam RKP ditujukan untuk “mengawal”
agar program kerja yang dilaksanakan kementerian dapat tercapai secara efisien dan efektif
antara lain dengan mengevaluasi program sejenis pada tahun sebelumnya maupun pada
perencanaan dan pelaksanaan program yang saat ini sedang berjalan.
Berdasarkan komunikasi yang dilaksanakan sebelumnya diharapkan dapat membantu
dalam menetukan kegiatan/program apa dari kementerian yang akan dijadikan obyek pe-
meriksaan dan dimasukkan dalam RKP.
875
Membangun BPK Paripurna
PDTT
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) nantinya ditujukan untuk mambantu me-
mastikan bahwa pencapaian program dilaksanakan dengan memperhatikan kepatuhan
terhadap ketentuan berlaku. Tidak semata mata mencari kesalahan namun mencari solusi
agar kesalahan tersebut tidak terjadi lagi. Seandainya ditemukan masalah penyimpangan
yang harus terjadi karena sistem maka dipertimbangkan untuk merubah sistem tersebut
Untuk kasus kasus tertentu perlu pula dilaksanakan pemeriksaan investigastif sebagai
tindak lanjut bila dalam pemeriksaan LK maupun PDTT ditemukan indikasi fraud namun
tetap dengan semangat bukan untuk memenjarakan orang namun untuk menjaga agar
program dapat terlaksana tanpa digerogoti oleh tindakan-tindakan yang memanfaatkan
kelemahan sistem. Ini juga untuk mendukung program pemerintah terkait pencegahan
dan pemberantasan korupsi. Penemuan dan pengungkapan fraud diharapkan dapat mem-
beri efek jera agar hal tersebut tidak terjadi lagi
Hambatan
Dalam pelaksanaan program kerja sebagaimana diuraikan di atas tentu saja bukanlah
hal yang mudah mengingat adanya beberapa hal yang mungkin saja menjadi kendala atau
bahkan menghambat dalam implementasinya. Beberapa hambatan tersebut antara lain :
Mindset yang belum berubah, RKP yang ada belum mengakomodir keterlibatan satker lain
lintas auditorat/AKN dan keterbatasan SDM bila dibandingkan dengan program/kegiatan
yang ada pada kementerian.
RKP yang ada saat ini sangat mungkin masih disusun berdasarkan pendekatan mandat
dan disusun hanya dengan melakukan “copas” dari RKP tahun lalu dengan anggaran biaya
yang “dinaikkan” 10 s.d. 15%. Belum seluruh obyek yang dimasukkan dalam RKP didasarkan
atas dasar kebutuhan stakeholder dan disusun sejalan dengan program kerja kementerian
maupun program pembangunan nasional.
Mindset yang masih nyaman dengan pemeriksaan seperti biasanya (business as ussual)
merupakan salah satu penghambat dalam menerapkan program kerja yang berorientasi
pada kebutuhan stakeholder. Pemeriksaan dianggap hanya sebagai “watchdog” dimana tu-
gas utamanya adalah mencari temuan/penyimpangan dan memberikan punishment atas
kesalahan tersebut. Pemeriksaan dengan mindset seperti inilah yang pada akhirnya hanya
menemukan kesalahan yang berulang dari tahun ke tahun karena rekomendasi yang diber-
ikan tidak ditujukan untuk menyelesaikan masalah utama penyebab terjadinya kesalahan.
Bisa jadi penyebab sebenarnya adalah adanya kelemahan sistem sehingga siapapun yang
876
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
berada pada jabatan itu akan melakukan kesalahan yang sama pula.
Pemeriksaan yang berorientasi pada kebutuhan stakeholder dan tujuan pembanguna
nasional sangat mungkin tidak saja melibatkan kementerian yang ada dalam auditrorat
yang menjadi tanggung jawab kita. Sangat mungkin suatu program pemnbangunan na-
sional melibatkan beberapa kementerian dan diantaranya kementerian yang berada pada
auditorat ataupun AKN di luar auditorat kita. Hal ini bisa saja menjadi hambatan karena
sangat mungkin auditorat/AKN tidak memiliki orientasi/visi yang sama dengan kita. Diper-
lukan koordinasi dan komunikasi lintas auditorat/lintas AKN untuk dapat membantu agar
apa yang kita programkan dalam RKP dapat terlaksana dan mencapai tujuan
Permaslahan lainnya adalah masalah klasik yaitu keterbatasan SDM. Jumlah SDM yang
dimiliki auditorat bisa jadi sangat timpang bila dibandingkan dengan besarnya/banyakn-
ya kegiatan yang dilaksanakan dalam program pembangunan. Auditorat. RKP yang telah
tersusun dengan baik bisa jadi tidak efektif ketika pemeriksaan tidak dapat dilaksanakan
secara memadai dikarenakan terbatasnya auditor.
Mengatasi Hambatan
Meskipun bukan sesuatu yang mudah, pelaksanaan program kerja dapat dilaksankan
dengan mengatasi beberapa hambatan tersebut. Hambatan tersulit dan harus pertama kali
dilakukan adalah merubah mindset yang ada selama ini. Interaksi/komunikasi dengan au-
ditee selama ini dianggap akan mengganggu independensi bahkan ada yang mencurigai
akan berpengaruh pula terhadap integritas pemeriksa. Demikian pula dalam hal perenca-
naan pemeriksaan. RKP yang selama ini mungkin masih disusun dengan meng copas RKP
tahun lalu, mengedepankan ego sektoral dan berorientasi pada mencari temuan.
Perubahan mindset dapat dilakukan melalui sosialisasi yang disertai dengan con-
toh-contoh konkrit. Dijelaskan pula alasan perencanaan pemeriksaan dihubungkan den-
gan tujuan program kementerian dan program pembangunan nasional, Dengan demikian
diharapkan mindset pemeriksa tidak lagi sekedar mencari kesalahan namun berorientasi
pada bagaimana mendukung kementerian mencapai tujuannya. Seandainya pun terdapat
kesalahan yang ditemukan dalam pemeriksaan nantinya hal tersebut harus disertai solusi
agar tidak terjadi lagi dan menghambat pencapaian tujuan kementerian. Dengan penjela-
san tersebut diharapkan pemeriksa menyadari bahwa BPK dapat berperan dan memberi
manfaat bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Apabila RKP telah tersusun, maka langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan eval-
uasi atas RKP tersebut. Untuk obyek pemeriksaan-obyek pemeriksaan yang sejalan dengan
877
Membangun BPK Paripurna
program kerja kementerian maka dipertahankan namun perlu dipastikan bahwa tujuan pe-
meriksaan nantinya dapat mengarah/sejalan dengan tujuan program kementerian/pem-
bangunan nasional. Jika ada obyek pemeriksaan yang tidak sejalan, maka diusulkan untuk
direvisi,
Sebagaimana dijelaskan di atas adakalanya pencapaian tujuan pembangunan nasional
harus melibatkan kementerian/satker yang tidak saja berada dalam kewenangan audito-
rat yang menjadi tanggung jawab kita namun juga melibatkan kementerian/satker yang
menjadi tanggung jawab auditorat lain atau bahkan AKN lain. Untuk itu perlu dilakukan ko-
monikasi dan koordinasi yang intensif dengan auditorat/AKN terkait sehingga dapat bersa-
ma-sama mencapai tujuan pemeriksaan yang mendukung tujuan program pembangunan
nasional. Dapat pula diusulkan adanya pemeriksaan tematik terkait suatu program tertentu
yang melibatkan beberapa kementerian. Jika memang kementerian yang berada di bawah
tanggung jawab saya merupakan leading sector untuk salah satu program pembangunan
nasional maka saya akan menawarkan kepada auditorat/AKN lain agar auditorat saya men-
jadi leading sector pemeriksaan tematik tersebut.
Jumlah SDM, khususnya pemeriksa yang dimiliki auditorat sangat mungkin tidak men-
cukupi bila dibandingkan dengan banyaknya/besarnya program yang akan dilaksankan
oleh kementerian. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan reviu program-pro-
gram apa saja yang merupakan program inti (core business) dari kementerian sehingga pe-
meriksaan nantinya difokuskan pada program tersebut.
C. Kesimpulan
Perubahan lingkungan baik nasional maupun internasional menuntut BPK untuk leb-
ih berperan dalam pelaksanaan program pembangunan nasional. Kegiatan pemeriksaan
yang merupakan core business BPK diharapkan dapat terhubung dan bermanfaat bagi ter-
capainya tujuan program pembangunan nasional.
Salah satu upaya meningkatkan peran dan manfaat BPK bagi pembangunan nasional
dapat dimulai dengan memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan stakeholder yang me-
liputi lembaga perwakilan, institusi pemerintah dan masyarakat. Kebutuhan stakeholder
dapat diperoleh melalui komunikasi yang memadai pada setiap tahapan pemeriksaan yang
kemudian diikuti dengan strategi pemeriksaan BPK.
Dengan komunikasi tersebut diharapkan strategi pemeriksaan BPK dapat sejalan dan
bahkan membantu pelaksanaan program kerja kementerian yang pada akhirnya dapat
memberi dampak bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional.
878
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
Strategi pemeriksaan yang bersifat jangka menengah selanjutnya harus dapat dijabar-
kan dalam Rencana Kerja Pemeriksaan Tahunan yang berisi kegiatan/program/pos yang
akan dijadikan obyek pemeriksaan.
Dalam pelaksanaan program kerja/RKP sebagaimana diuraikan di atas tentu saja bukan-
lah hal yang mudah mengingat adanya beberapa hal yang mungkin saja menjadi kendala
atau bahkan menghambat dalam implementasinya. Beberapa hambatan tersebut antara
lain adalah mindset yang belum berubah, RKP yang ada belum mengakomodir, keterli-
batan satker lain lintas auditorat/AKN dan keterbatasan SDM bila dibandingkan dengan
program/kegiatan yang ada pada kementerian.
Hambatan-hambatan tersebut harus diantisipasi dan diatasi agar RKP dapat dilak-
sanakan secara efektif. Hal yang paling penting adalah merubah mindset tentang orientasi
pemeriksaan dan bagaimana strategi pemeriksaan disusun. Dengan perubhana mindset ini
diharapkan masalah lainnya akan dengan lebih mudah diatasi.
879
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
ISSAI 12 tentang The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions – making a difference to
the lives of the citizen, INTOSAI 2013;
Rencana Strategis BPK RI 2016 -2020
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Tahun 2007
Panduan Manajemen Pemeriksaan Tahun 2015
880
|Bagian 10 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dan Komunikasi dalam Pemeriksaan
881
ABSTRAK
Perkembangan pengelolaan keuangan negara semakin pesat seiring dengan
perkembangan negara Indonesia. Baik volume keuangan negara, tantangan
penggunaan, pengelolaan, dan pertanggungjawabannya semakin kompleks. Fakta
banyaknya penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara menjadi bukti
kompleksnya pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Fakta tersebut menegaskan
perlunya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
BPK bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
BPK harus memastikan keuangan negara dikelola dan dipertanggungjawabkan
secara transparan dan akuntabel, serta mencapai tujuan negara yaitu mewujudkan
kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, pemeriksaan BPK tidak saja terkait dengan
upaya memberantas korupsi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta
meningkatkan ekonomi, efisiensi, dan efektifitas (peran oversight), namun BPK juga
harus mendalami kebijakan dan masalah publik (insight), serta membantu masyarakat
dan pengambil keputusan untuk memilih alternatif masa depan negara (foresight).
Buku dengan judul “Membangun BPK Paripurna” merupakan kumpulan tulisan
dari para pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) yang telah
menyandang gelar profesi pemeriksa keuangan negara (certified state finance auditor).
Melalui buku ini para pemeriksa BPK memberikan pemikiran mengenai peningkatan
kelembagaan BPK dan tugas pemeriksaannya untuk memberikan arah bagi kemajuan
masa depan negara (foresight).
Buku ini memuat pemikiran besar membangun BPK yang paripurna, yaitu BPK yang
lengkap secara kelembagaan dan organisasi, serta berkualitas dalam pemeriksaannya.
BPK paripurna dalam melaksanakan amanah konstitusi makin meningkat kualitas
pemeriksaan dan hasil pemeriksaannya, sehingga makin bermanfaat untuk memajukan
negara.
Buku ini juga menjadi sumbangan BPK dalam rangka menyebarluaskan pemahaman
dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya akuntabilitas (akuntabilitas untuk
semua/accountability for all).
Badan Pendidikan dan Pelatihan
Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI
Jl. Bina Warga II, Kalibata Raya, Jakarta Selatan 12750
Telp. 021.79190864 / Fax. 021. 79190867
Email: [email protected]
Website: http://badiklatpkn.bpk.go.id