|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
a. Perencanaan Pemeriksaan
Pemeriksaan menggunakan risk based audit dan/atau pendekatan penentuan area
kunci dalam pemilihan sampel/obyek pada pemeriksaan laporan keuangan. PDTT,
atau pemeriksaan kinerja beserta penentuan kriteria-kriteria yang akan disepakati.
Dalam pelaksanaannya, seringkali kegiatan pemeriksaan diselenggarakan dengan
mendasarkan pada kegiatan perencanaan yang kurang matang dan terstruktur.
Pengumpulan data dan informasi atas suatu tema pemeriksaan cenderung tidak
memadai, pemetaan dan penyusunan prioritas masalah berdasar signifikansinya
belum dilakukan dan terdokumentasikan dengan baik, serta program pemeriksaan
disusun tanpa mempertimbangkan isu-isu faktual yang berkembang di lapangan
dan menjadi perhatian utama masyarakat. Pada akhirnya, dengan perencanaan yang
kurang memadai tersebut, implementasi strategi pemeriksaan yang efisien dan/atau
efektif dalam rangka pemberian opini, rekomendasi dan simpulan hasil pemeriksaan
masih belum optimal.
Dalam tahap perencanaan, penggunaan teknologi informasi masih perlu dioptimasi
terutama re-formulasi ulang atas substansi informasi/data yang harus dikelola
Pemeiksa antara aplikasi SMP khususnya modul Data Entitas Pemeriksaan (DEP)
dan SiAP LK indeks A (file permanen). Arens dkk. (2012:190) menyatakan bahwa
permanen file antara lain berisi gambaran umum entitas, termasuk peraturan, akte
pendirian, serta pemahaman sistem pengendalian intern entitas termasuk struktur
organisasi, dan alur kerja. Re-formulasi tersebut disebabkan adanya beberapa
kesamaan mendasar dari KKP indeks A dan DEP. Saat ini DEP yang dibuat auditor juga
mencantumkan informasi/data seperti KKP indeks A tersebut. Sehubungan dengan
auditee BPK setiap tahun secara relatif tidak mengalami perubahan, optimalisasi
dokumentasi DEP yang dibuat auditor secara berkelanjutan untuk informasi tersebut
di atas lebih tepat dibanding pencatatan informasi tersebut di saat pemeriksa
melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan yakni dengan pertimbangan adanya
keterbatasan jumlah pemeriksa, anggaran, dan alokasi waktu pemeriksaan.
b. Supervisi dan Kendali Mutu
Peningkatan kualitas pelaksanaan pemeriksaan untuk setiap penugasan
memerlukan pemenuhan Sistem Pengendalian Mutu (SPM). Kegiatan pemeriksaan
harus dijalankan secara terstruktur dan terdokumentasi, serta disupervisi secara
memadai dan berjenjang, mulai ketua subtim/ketua tim, pengendali teknis dan/atau
643
Membangun BPK Paripurna
tim review serta penanggungjawab pemeriksaan.
Dalam praktiknya, pelaksanaan pemeriksaan yang memenuhi SPM masih menja-
di pekerjaan rumah di banyak unit kerja BPK. Perencanaan pemenuhan SPM tidak
diatur dan dimuat dalam Program Pemeriksaan yang merupakan panduan utama
bagi pemeriksa dalam pemeriksaan lapangan. Menurut Petunjuk Pelaksanaan SPM
(2009:8), pelaksanaan review dapat berupa hot review dan cold review. Namun, re-
viu tersebut seringkali tidak yang tidak terdokumentasi dengan baik dalam rangka
menjamin terselenggaranya quality control pada pelaksanaan pemeriksaan sehingga
fungsi supervisi tidak dapat terukur dan berimplikasi terhadap kualitas hasil pemer-
iksaan.
Supervisi kadangkala hanya dipahami pada saat ketua tim, pengendali teknis dan
pengendali mutu datang ke lapangan. Supervisi harus dimaknai sejak perencanaan,
pekerjaan lapangan dan pelaporan. Pada saat ini, supervisi dengan menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi harus lebih diintensifkan baik untuk diskusi, dis-
posisi, koreksi dan lain-lain.
BPK telah beberapa tahun menerapkan program e-Audit, mengembangkan aplikasi
kertas kerja pemeriksaan “SiAP LK”, jaringan internet di lingkungan kantor BPK, dan
secara bertahap juga melengkapi setiap auditor dengan komputer.
Menurut James Bierstaker, Diane Janvrin, dan D. Jordan Lowe (2013), kesuksesan
penerapan teknik audit berbantuan komputer sangat dipengaruhi oleh harapan
kinerja yang akan dicapai (performance expectancy), kondisi fasilitas (facilitating
conditions), usaha yang harus dilakukan (effort expectancy) dan pengaruh sosial
(social influence). Pemeriksa sebagai pelaku utama dalam penggunaan komputer
untuk mendukung pemeriksaan sangat perlu untuk dilatih dan diberdayakan dengan
secara tepat. Pemeriksa harus memiliki kesadaran bahwa teknik audit berbantuan
komputer (TABK) sangat penting dalam mendukung pemeriksaan, mudah
digunakan, dan telah diterapkan secara masif. Untuk itu diperlukan, penerapan
aplikasi SiAP LK secara bertahap sesuai dengan:
a. Kematangan budaya pemanfaatan teknologi informasi oleh auditor dalam pada
saat menjalankan tugas pemeriksaan;
b. Kualitas dan kuantitas teknologi informasi dan komunikasi yang disediakan oleh
BPK dalam mendukung dokumentasi KKP secara elektonik khususnya aplikasi
SiAP LK, infrastruktur pusat data dan jaringan.
644
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Penerapan secara bertahap tersebut diharapkan dapat menciptakan kondisi
dimana auditor mendokumentasikan pekerjaannya secara tepat waktu dan
supervisi berjenjang dapat dilakukan/didokumentasi terutama pada saat tahap
pekerjaan lapangan.
C. SIMPULAN
Peluang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi sangat potensial untuk men-
gatasi ketimpangan besarnya mandat Undang-Undang kepada BPK untuk menjalankan
tugas pemeriksaan dan tugas lainnya dibandingkan dengan kondisi jumlah dan kompe-
tensi auditor yang masih kurang. Selain itu, kualitas pemeriksaan salah satu ditentukan oleh
kelengkapan dan ketepatan dokumentasi KKP oleh pemeriksa.
Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi khususnya apliasi SiAP LK untuk pen-
dokumentasian kertas kerja audit dan supervisi diharapkan berdampak pada peningkatan
kualitas opini/simpulan audit serta nilai tambah dari rekomendasi hasil pemeriksaan dan
tumbuhnya komitmen auditee untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan. Perkembangan
implementasi dokumentasi KKP secara elektronik untuk pemeriksaan keuangan mengala-
mi perkembangan yang signifikan dalam dua tahun terakhir.
Re-formulasi KKP dan DEP sangat diperlukan sehingga mengurangi redudansi peker-
jaan (perkerjaan yang berulang) dan mengefektifkan alokasi waktu kerja auditor serta perlu
penerapan dokumentasi KKP elektronik melalui SiAP LK secara bertahap sesuai dengan
kemantangan budaya pemanfaat teknologi pada auditor dan ketersediaan kuantitas dan
kualitas aplikasi, pusat data dan jaringan di lingkungan internal BPK.
645
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., Elder, Randal J., dan Beasly, Mark S., 2012, Auditing and Assurance Services:
An Integrated Approach, Edisi 14.
Antaranews.com, BPK: Jumlah auditor sangat belum memadai, Selasa, 3 November 2015
Badan Pemeriksa Keuangan, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2019
......................., Laporan Kinerja 2018
......................., Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu, 25 Maret 2009.
Bierstaker, James, Janvrin, Diane dan Lowe, D. Jordan., What factors influence auditors’ use of
computer-assisted audit techniques?, Advances in Accounting Journal, incorporating
Advances in International Accounting, 2013.
INTOSAI & GAO, Partnering for progress-working together to Strengthen SAIs, 19 Desember
2007
Keputusan Sekjen BPK-RI, No. 375/K/X-XIII.2/8/2016 tanggal 22 Agustus 2016 tentang Ren-
cana Implementasi Rencana Strategis BPK Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Ta-
hun Anggaran 2020
UUD 1945
Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertang-
gungjawaban Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
646
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
647
Membangun BPK Paripurna
Meningkatkan Kualitas
Hasil Pemeriksaan Melalui
Optimalisasi Kegiatan
Pemerolehan Keyakinan
Mutu Pemeriksaan
Paula Henry Simatupang, S.E., M.Si., Ak., CFrA., CA., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Papua)
A. PENDAHULUAN
Dalam Pasal 23E, 23F, dan 23G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) dinyatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan satu lembaga
negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Sebagai lembaga negara, BPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga harus
seiring dengan pencapaian tujuan bernegara sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan
UUD 1945. Pencapaian tujuan bernegara dan kedudukan BPK dalam ketatanegaraan
merupakan landasan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) BPK, sehingga visi BPK
sebagaimana ditetapkan dalam Renstra BPK 2019 – 2024 adalah “Menjadi Lembaga
pemeriksa terpercaya yang berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola Keuangan
negara yang berkualitas dan bermanfaat untuk mencapai tujuan negara”.
Dalam rangka mencapai visi tersebut, telah ditetapkan misi BPK yaitu:
1. Memeriksa tata kelola dan tanggung jawab keuangan negara untuk
memberikan rekomendasi, pendapat, pertimbangan;
2. Mendorong pencegahan korupsi dan percepatan penyelesaian ganti kerugian
negara;
3. Melaksanakan tata kelola organisasi yang transparan dan berkesinambungan
agar menjadi teladan bagi institusi lainnya.
648
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Untuk memastikan tercapainya visi dan pelaksanaan misi tersebut, BPK menetapkan
tujuan: “Meningkatnya tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat.”
Tujuan tersebut membawa arti bahwa dengan melaksanakan mandat pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK harus dapat mendorong
peningkatan tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat sehingga
pelaksanaan program - program pembangunan pemerintah diimbangi dengan pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara dengan yang baik.
Peningkatan kualitas dan manfaat tata kelola keuangan negara di antaranya dapat
dilihat dari anggaran negara dikelola sudah sesuai dengan standar yang ada; sudah terdapat
sistem pengendalian internal yang memadai dalam pengelolaan anggaran negara; tujuan
dan output organisasi tercapai dengan efisien dan efektif; pelaksanaan sudah taat pada
peraturan perundang-undangan yang ada; dan sudah disajikan dengan memadai sesuai
dengan standar yang ada.
Untuk mencapai visi, misi, dan tujuannya, BPK menetapkan Sasaran Strategis
periode 2020-2024 yaitu: “Meningkatnya pemanfaatan rekomendasi, pendapat,
dan pertimbangan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta
penyelesaian ganti kerugian negara yang didukung tata kelola organisasi berkinerja
tinggi.”
Sasaran Strategis ini merupakan kondisi yang akan dicapai secara nyata BPK dengan
mencerminkan hasil program kegiatan organisasi. Hasil pemeriksaan mencakup
rekomendasi, pendapat, pertimbangan dan penyelesaian ganti rugi merupakan hasil dari
program teknis yang menjadi sebagai produk utama BPK.
Dengan Sasaran Strategis tersebut, BPK ingin memastikan bahwa entitas pemeriksaan
dan para pemangku kepentingan memanfaatkan hasil pemeriksaannya. Melalui
pemanfaatan hasil pemeriksaan oleh entitas, hasil pemeriksaan BPK diharapkan terbukti
mendorong perbaikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sehingga
dampak dari pemeriksaan BPK dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan. Atas
kondisi ini, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang sesuai standar yang ada menjadi
mutlak diperlukan.
Hasil pemeriksaan BPK akan lebih mempunyai dampak positif apabila LHP telah
dihasilkan dari proses pemeriksaan yang sesuai standar. Artinya, LHP yang telah melalui
Sistem Pengendalian Mutu (SPM) dan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM) yang
memadai diyakini akan mempunyai dampak yang besar, terutama dalam kaitan mendorong
pengelolaan keuangan negara dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
649
Membangun BPK Paripurna
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah “Bagaimana Melakukan Peningkatan
Kualitas Hasil Pemeriksaan Melalui Optimalisasi Kegiatan Pemerolehan Keyakinan Mutu
Pemeriksaan”.
C. Pembahasan
Landasan Berpikir
LHP yang berkualitas dan bermanfaat merupakan salah satu hal yang ingin dicapai
oleh seluruh pemeriksa BPK. Dalam Kerangka Konseptual Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN) atas LHP dinyatakan pentingnya Pengendalian Mutu yaitu, pertama, prinsip
- prinsip pemeriksaan keuangan negara adalah ketentuan yang harus dipahami dan
ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar pemeriksaan dan Pemeriksa dalam
melakukan pemeriksaan, yang meliputi salah satunya pengendalian mutu (Par 43).
Kedua, untuk meningkatkan kepercayaan pemangku kepentingan terhadap hasil
pemeriksaan BPK, mutlak diperlukan standar pengendalian mutu. Sistem pengendalian
mutu BPK harus sesuai dengan standar pengendalian mutu supaya kualitas pemeriksaan
yang dilakukan tetap terjaga. Sistem pengendalian mutu harus mencakup, tetapi tidak
terbatas pada, hal-hal seperti supervisi, review berjenjang, monitoring, dan konsultasi
selama proses pemeriksaan. Sistem pengendalian mutu BPK ditelaah secara intern dan juga
oleh lembaga pemeriksa keuangan negara lain yang menjadi anggota organisasi pemeriksa
keuangan sedunia (Par 49).
Ketiga, selain standar pemeriksaan, BPK juga menerbitkan kode etik, standar
pengendalian mutu, ketentuan penggunaan pemeriksa dari luar BPK, ketentuan tentang
pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, dan ketentuan-ketentuan lain (Par 67).
Dari uraian tersebut diketahui bahwa pengendalian mutu pemeriksaan merupakan
suatu keharusan, supaya kualitas pemeriksaan tetap terjaga, sehingga tujuan BPK untuk
menghasilkan LHP yang berkualitas dan bermanfaat dapat tercapai. Selain itu, dalam
Standar Pelaporan SPKN dinyatakan tentang kualitas LHP BPK yaitu: Tepat Waktu, Lengkap,
Akurat, Objektif, Meyakinkan, Jelas, dan Ringkas (Par A1-A7). BPK sangat menyadari betapa
pentingnya Penjaminan Kualitas Hasil Pemeriksaan. Hal sama juga berlaku pada lembaga
pemeriksa negara lain.
650
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Pembahasan
Dengan begitu pentingnya hasil pemeriksaan yang berkualitas, sangat diperlukan
adanya suatu garansi atau jaminan apakah kualitas pemeriksaan sudah sesuai dengan
standar. Dengan begitu, hasil pemeriksaan BPK dapat dipergunakan oleh para stakeholder
sebagai dasar pengambilan keputusan dan juga sebagai alat evaluasi apakah pengelolaan
keuangan daerah telah dilakukan secara transparan, akuntabel dan memenuhi prinsip-
prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik.
Satuan Kerja (Satker) BPK Perwakilan mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan daerah pada pemerintah provinsi (pemprov), pemerintah
kabupaten (pemkab), pemerintah kota (pemkot), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
serta lembaga terkait di provinsi.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, maka BPK Perwakilan menyelenggarakan,
antara lain, fungsi pemerolehan keyakinan mutu hasil pemeriksaan pada lingkup tugas
BPK Perwakilan. dengan demikian, Kepala Perwakilan harus menyelenggarakan fungsi atau
kegiatan pemerolehan keyakinan mutu pada semua jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK
Perwakilan tersebut.
Berdasarkan pengalaman penugasan di BPK Perwakilan, penyelenggaraan fungsi ini
tidak dilaksanakan secara optimal. Misalnya, dalam pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD), BPK hanya diberikan waktu untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan atas LKPD yang diserahkan oleh pemerintah daerah (pemda) selama dua bulan.
Karena keterbatasan sumber daya Pemeriksa, maka dalam susunan tim Pemeriksa, Kepala
Perwakilan sebagai Penanggung Jawab Pemeriksaan.
Jika Kepala Perwakilan adalah seorang Akuntan beregister maka Kepala Perwakilan
sekaligus sebagai Penandatangan Opini. Kemudian Kepala SubAuditorat atau Pejabat
Fungsional Pemeriksa (PFP) menjadi Pengendali Teknis. Sehingga, pada saat pemeriksaan
LKPD dilaksanakan, PFP, Pemberi Tugas Pemeriksaan (PTP), dan Pejabat Struktural
Pemeriksaan (PSP) seluruhnya termasuk dalam penugasan pemeriksaan.
Setelah pemeriksaan lapangan selesai dilaksanakan, maka dilanjutkan dengan
penyusunan LHP, sesuai dengan peran masing masing, maka LHP akan diselesaikan segera
supaya tidak melampaui batas akhir penyerahan LHP Pemda yang telah diaudit.
Dalam hal ini, tidak terlihat adanya kegiatan penjaminan mutu yang optimal. Padahal
sangat jelas hal tersebut adalah tugas seorang Kepala Perwakilan. Sesuai dengan Struktur
Organisasi BPK dinyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas memeriksa
pengelolaan keuangan dan tanggung jawab keuangan daerah, maka Kepala Perwakilan
651
Membangun BPK Paripurna
menyelenggarakan fungsi pemerolehan keyakinan mutu hasil pemeriksaan. Salah satu
penyebabnya adalah pemahaman konsep Quality Control dan Quality Assurance belum
memadai.
Secara konseptual pengertian Quality Control dan Quality Assurance dapat diuraikan
sebagai berikut:
Quality Control Quality Assurance
Definition from ASOSAI-IDI QUALITY Definition from ASOSAI-IDI QUALITY
ASSURANCEFA Handbook (2009): ASSURANCEFA Handbook (2009):
Quality Control (QUALITY CONTROL) is a Quality Assurance (QUALITY ASSURANCE)
process through which a SAI ensures that all is a process through which a SAI assesses that all
phases of an audit process (planning, execution, phases of audit and support process are carried
reporting and follow-up) are carried out in out in compliance with SAI standards, rules,
compliance with SAI auditing standards, rules, practices and procedures. These should be in
procedures and practices in line with the best line with best international practices as re-
international practices. flected in INTOSAI Auditing Standards and
IFAC pronouncements on auditing standards
Meaning: Meaning:
Policies and procedures used to ensure that au- Assessment of policies and procedures to ensure
dit work is of a consistently high quality and that the Quality Control system of the SAI
carried out in accordance with the INTOSAI/ meet the required international best practices.
SAI standards.
Berdasarkan pengertian diatas diketahui bahwa Quality Control adalah kebijakan dan
prosedur yang dipergunakan untuk memastikan bahwa pekerjaan pemeriksaan atau audit
dilaksanakan dengan kualitas yang tinggi secara konsisten dan patuh terhadap standar
organisasi lembaga pemeriksa keuangan internasional. Sedangkan Quality Assurance
adalah penilaian atas kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa Sistem Quality
Control dari lembaga pemeriksa sesuai dengan praktik - praktik terbaik internasional.
Dalam Keputusan BPK Nomor 03/K/I-XIII.2/03/2009 tentang Petunjuk Pelaksana Sistem
Pemerolehan Keyakinan Mutu (2009) dinyatakan:
652
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Quality Control Quality Assurance
Untuk menjamin mutu pemeriksaan keuan- Untuk memperoleh keyakinan yang memadai
gan negara, BPK menetapkan dan melak- bahwa SPM tersebut telah mengatur seluruh
sanakan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) unsur pengendalian mutu yang diperlukan
atau Quality Control System. SPM merupakan dan telah dilaksanakan secara konsisten, BPK
unsur penting dalam pemerolehan keyakinan menetapkan dan menyelenggarakan sistem
yang memadai (reliable assurance) bahwa pe- pemerolehan keyakinan mutu (SPKM) atau
meriksaan telah mematuhi ketentuan perun- Quality Assurance System.
dang-undangan serta standar pemeriksaan SPKM diperlukan untuk memperoleh keyak-
dan pedoman pemeriksaan yang ditetapkan inan memadai bagi BPK dan pimpinan sat-
BPK. ker pelaksana BPK serta pemangku kepentin-
Pedoman tersebut meliputi kode etik, mana- gan BPK bahwa pemeriksaan dan hasil kerja
jemen pemeriksaan, serta petunjuk pelaksa- BPK lainnya memenuhi mutu yang memadai
naan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) sesuai tujuan SPM. SPM BPK ditelaah oleh
pemeriksaan. BPK negara lain anggota INTOSAI. Telaah
sejawat (peer review) merupakan bagian dari
SPKM BPK.
SPM merupakan suatu sistem yang dirancang SPKM merupakan sistem yang ditetapkan
untuk memperoleh keyakinan yang mema- untuk memberikan keyakinan yang memadai
dai bahwa BPK dan pelaksananya mematuhi bahwa suatu badan pemeriksa keuangan telah
ketentuan peraturan perundang-undangan, mengatur SPM secara memadai dan menye-
standar pemeriksaan, serta laporan yang di- lenggarakannya secara efektif.
hasilkan sesuai dengan kondisi yang ditemu-
kan.
Panduan Manajemen Pemeriksaan 2015 Panduan Manajemen Pemeriksaan 2015
Keputusan BPK No 5/K/I- XIII.2/10/2015: Keputusan BPK No 5/K/I-XIII.2/10/2015:
Pengendalian Mutu dilakukan dengan tujuan Pemerolehan Keyakinan Mutu dilakukan
memastikan bahwa pemeriksaan telah dilaku- dengan tujuan untuk memperoleh hasil pe-
kan dengan mematuhi standar profesi serta meriksaan yang bermutu tinggi dalam rangka
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku memenuhi ketentuan perundang- undangan
dan LHP yang diterbitkan telah sesuai dengan dan sesuai dengan standar dan praktik terbaik
kondisinya. internasional dalam pemeriksaan, serta men-
Pengendalian Mutu akan menjamin bahwa jadi dasar penilaian atau kriteria atas mutu
seluruh tahapan pemeriksaan dilaksanakan pemeriksaan untuk kegiatan sebelum sampai
tepat waktu, secara komprehensif, terdoku- dengan setelah pemeriksaan dilakukan.
mentasi secara memadai, dilaksanakan, dan
di-review oleh Pemeriksa yang kompeten se-
cara berjenjang.
653
Membangun BPK Paripurna
Dengan demikian, SPKM dan SPM merupakan hal yang berbeda, tetapi memiliki
hubungan atau keterkaitan di antara keduanya. SPKM bertujuan untuk mengetahui
apakah SPM BPK telah meliputi semua pengendalian yang diperlukan; telah diterapkan
secara tepat; dapat memberikan keyakinan atas kualitas pemeriksaan sesuai ketentuan
perundangan dan standar pemeriksaan; serta dapat mengidentifikasi berbagai cara yang
potensial untuk memperkuat dan menyempurnakan SPM.
Berdasarkan hal tersebut sangat jelas perbedaaan antara Quality Control dan Quality
Assurance. Baik dari segi orientasi maupun tujuan serta para pihak yang melaksanakannya.
Implementasi di BPK Perwakilan bahwa Quality Control telah dilaksanakan secara berjenjang
sesuai dengan peran PFP.
Tapi, terkait dengan Quality Assurance masih belum optimal dimana Quality Assurance
selama ini hanya dilakukan oleh Inspektorat Utama (Itama) secara terbatas. Dan, itu juga
dilaksanakan setelah LHP diserahkan kepada para stakeholder.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kegiatan optimalisasi pelaksanaan Quality
Assurance sesuai dengan fungsi yang harus dilakukan Kepala Perwakilan. Permasalahannya,
kalau fungsi Quality Control dan Quality Assurance harus dilakukan sesuai dengan yang ada
dalam petunjuk pelaksana (Juklak) dan Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP), tidak
cukup tersedia sumber daya Pemeriksa di BPK Perwakilan.
Oleh karena itu, strategi yang akan dilakukan adalah, pertama, menyosialisasikan
pemahaman SPM (Quality Control) dan SPKM (Quality Assurance). Hal ini diperlukan
supaya semua pihak PFP, PSP dan PTP memahami fungsi dan tugas masing masing.
Kedua, menetapkan kebijakan bahwa harus ada review silang dalam pelaksanaan
pemeriksaan (antar SubAuditorat atau antar tim Pemeriksa). Ketiga, Kepala Perwakilan
tidak menjabat sebagai Penanggungjawab tetapi sebagai PTP.
Keempat, jika memungkinkan PFP telah tersedia secara memadai, Kepala SubAuditorat
akan melaksanakan tugas sebagai PSP. Kelima, mengusulkan kepada pimpinan agar
pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Pemeriksa dipenuhi, baik secara
kuantitas maupun kualitas.
D. Kesimpulan
Untuk memenuhi pencapaian visi dan misi BPK, maka hasil pemeriksaan yang
berkualitas menjadi suatu keharusan. Sehingga, LHP BPK dapat dijadikan sebagai dasar
untuk pengambilan keputusan, salah satu ukuran untuk menilai akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara/daerah.
654
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Dalam hal ini, peningkatan kualitas hasil pemeriksaan melalui optimalisasi kegiatan
pemerolehan keyakinan mutu di BPK Perwakilan menjadi salah satu alternatif yang
dapat dijadikan sebagai suatu jaminan bahwa LHP telah disusun sesuai dengan standar
pemeriksaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional.
Kegiatan optimalisasi pemerolehan keyakinan mutu pemeriksaan harus ditingkatkan di
setiap unit kerja, supaya LHP yang berkualitas dapat digunakan para stakeholder. Dengan
demikian BPK ikut mendorong tercapainya tujuan bernegara.
655
Membangun BPK Paripurna
Daftar Pustaka
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2007. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. BPK RI, Jakarta
. 2010. Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan
Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan. BPK,
Jakarta.
. 2015. Keputusan BPK Nomor 5/K/I-XIII.2/10/2015 tentang
Pedoman Manajemen Pemeriksaan. BPK, Jakarta.
. 2015. Keputusan BPK Nomor 7/K/I-XIII.2/12/2015 tentang
Rencana Strategis BPK Tahun Anggaran 2016 s.d. 2020. BPK, Jakarta.
. 2016. Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/3/2016 tentang Panduan
Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. BPK, Jakarta.
. 2016, Laporan Akuntabilitas Kinerja BPK RI Tahun 2015. BPK, Jakarta.
. 2019, Rancangan Teknokratik Renstra BPK) 2020-2024, BPK, Jakarta.
Asian Organization of Supreme Audit Institutions. 2009. Quality Assurance in
Financial Audit Handbook. ASOSAI.
Setyaningrum, Gani, Martani, dan Kuntadi. 2014. Pengaruh Kualitas Auditor dan
Pengawasan Legislatif terhadap Temuan Audit dengan Tindak Lanjut Rekomendasi
Hasil Pemeriksaan sebagai Variabel Intervening. Disampaikan dalam Seminar Nasional
Akuntansi ke-17 di Mataram Lombok. http://multiparadigma.lecture.ub.ac.id
656
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
657
Membangun BPK Paripurna
Peran Penanggungjawab
Dalam Melaksanakan Quality
Control Pada Pemeriksaan
LKPD Provinsi Kalimantan
Barat Tahun Anggaran 2018
Joko Agus Setyono S.E., Ak. , CSFA, CPA., CA., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat)
A. LATAR BELAKANG
Tidak terbantahkan bahwa yang paling bertanggungjawab atas penyajian laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD) adalah Gubernur/Bupati/Walikota. Namun perlu
dipahami bahwa LKPD merupakan output dari suatu sistem akuntansi yang tidak terlepas dari
siklus pengelolaan keuangan daerah mulai dari perencanaan, penganggaran, penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pelaksanaan APBD, pengawasan sampai
dengan pertanggungjawaban APBD. Sehingga, untuk menguraikan secara komprehensif
penyebab dari dihasilkannya suatu opini terhadap laporan keuangan tidak hanya dengan
menilai kesesuaiannya dengan standar akuntansi pemerintahan saja, melainkan penilaian
yang mendalam atas kepatuhan terhadap seluruh regulasi, atau ketentuan yang berlaku.
Sesuai dengan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) No. 1 Tahun 2017 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, pada pasal 1 dijelaskan bahwa pengelolaan
keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan Negara sesuai
dengan kedudukan dan kewenangannya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan
dan pertanggungjawaban. Dalam hal ini, BPK merupakan suatu institusi yang dipercaya
dapat mewujudkan good governance dan clean government dengan tugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Keberhasilan BPK dalam mengemban
misi pemeriksaan sangat bergantung dari upaya dan kualitas para auditornya. Sebagai
ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan pemeriksaan, auditor seharusnya didukung
dengan pengalaman kerja yang memadai dalam pemeriksaan, sikap independensi yang
tinggi, kompetensi serta integritas yang baik.
658
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Selain itu untuk menjamin opini yang diberiksan BPK berkualitas diperlukan tahapan
menilai sejauh mana proses pemeriksaan yang dilakukan. Sebab, walaupun peraturan
perundang-undangan telah memberikan wewenang kepada BPK untuk menentukan opini
atas LKPD, tidak dapat dipungkiri bahwa proses pemeriksaan juga sangat dipengaruhi oleh
komitmen, kompetensi dan etika para auditornya. Bentuk langkah strategis yang penting
untuk memastikan bahwa standar dan proedur audit telah dilaksanakan dengan baik
adalah penerapan quality control secara berjenjang dari ketua tim, pengendali teknis, wakil
penanggungjawab serta penenaggungjawab pemeriksaan.
B. PERMASALAHAN
Tulisan ini berkenaan dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas LKPD)
Provinsi Kalimantan Barat tahun anggara 2018. Secara khusus, membahas quality control
yang dilakukan oleh Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat atas Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) LKPD Provinsi Kalimantan Barat tahun 2018. Yang menjadi pertanyaan
adalah, apakah pemeriksaan atas LKPD Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah
dihasilkan melalui proses quality control yang baik?
C. PEMBAHASAN
Pemeriksaan atas LKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018 meliputi pemeriksaan
interim dengan Surat Tugas Kepala Perwakilan Nomor 01/ST/XIX.PNK/02/2019 tanggal 6
Februari 2019 selama 25 hari, dan pemeriksaan terinci dengan SuratTugas Kepala Perwakilan
Nomor 31/ST/XIX.PNK/04/2019 tanggal 1 April 2018 selama 35 hari. Pemeriksaan tersebut
menghasilkan:
1) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Nomor 17.A/LHP/XIX.
PNK/05/2019 tanggal 24 Mei 2019 dengan opini Wajar Dengan Pengecualian;
2) LHP atas Sistem Pengendalian Intern Nomor 17.B/LHP/XIX.PNK/05/2019 tanggal 24
Mei 2019; dan
3) LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Nomor 17.C/S-HP/
XIX.PNK/05/2019 tanggal 24 Mei 2019.
Kepala Perwakilan telah melaksanakan review Quality Control terhadap tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan, pemantauan Tindak Lanjut
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan, sebagai berikut:
659
Membangun BPK Paripurna
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pemeriksaan keuangan dilakukan terhadap tujuh prosedur, yaitu:
1) pemahaman tujuan dan harapan penugasan, 2) pemahaman entitas, 3) penilaian
risiko dan Sistem Pengendalian Internal (SPI), 4) penetapan batas materialitas awal
dan kesalahan yang dapat ditolerir, 5) penetapan metode uji petik, 6) persetujuan
penugasan, serta 7) penyusunan Program Pemeriksaan (P2) dan Program Kerja
Perorangan (PKP).
Dari tujuh prosedur tersebut, terdapat satu prosedur yang menjadi area perbaikan
sebagai adalah Penentuan Metode Sampling. Tim Pemeriksaan telah melakukan
prosedur penentuan metode uji petik dan mendokumentasikannya dalam
Kertas Kerja Pemeriksa (KKP). Tim pemeriksaan juga telah menentukan cakupan
(coverage) pemeriksaan per akun dan jumlah bukti minimal yang diuji berdasarkan
pertimbangan materialitas per akun. Hasil reviu menunjukkan bahwa:
1) Penentuan Uji Petik --tim belum menjelaskan dasar pertimbangan pemilihan
satuan kerja (satker) yang akan diuji petik;
2) Penentuan Uji Petik baru dilakukan sampai level satker yang diuji petik, belum
sampai ke unit sampel yang akan dilakukan pengujian substantif atas transaksi
dan saldo.
Penyebabnya adalah Laporan Keuangan (LK) secara lengkap diperoleh pada waktu
selesai pemeriksaan interim dan jeda waktu dengan pemeriksaan terinci hanya 4 hari
sedangkan dokumen yang disusun untuk pelaksanaan pemeriksaan terinci cukup
banyak. Hal ini akan menjadi perhatian dalam pemeriksaan LKPD tahun 2019, dalam
menyusun kebijakan pemeriksaan LKPD
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dilakukan atas sembilan prosedur, yaitu: 1) pelaksanaan
Program Pemeriksaan (P2) 2) penyelesaian penugasan, 3) penyusunan konsep
Temuan Pemeriksaan (TP) dan jurnal koreksi, 4) pemerolehan tanggapan atas TP,
5) perolehan surat representasi, 6) pelaksanaan prosedur analitis akhir, 7) penilaian
risiko dan materialitas akhir, 8) pengakhiran pelaksanaan pemeriksaan, dan 9)
penilaian kinerja Pejabat Fungsional Pemeriksa (PFP).
Dari sembilan prosedur tersebut, terdapat lima prosedur yang menjadi area
perbaikan sebagai berikut. pertama, Pelaksanaan P2 Tim melaksanakan dan
mendokumentasikan pengujian substantif dalam KKP, sebagai pelaksanaan atas P2.
Namun beberapa hal perlu diperbaiki sebagai berikut:
660
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
a) Tim belum melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo telah
dilakukan terhadap keseluruhan jumlah dan nilai uji petik yang direncanakan.
Tim menyajikan nilai dan persentase yang diperiksa per akun, namun tidak
merinci sampai dengan unit transaksi dan/atau saldo bukti yang diuji petik,
juga tidak dapat dikaitkan langsung dengan jawaban/hasil pelaksanaan
pengujian secara uji petik dalam Hasil Pelaksanaan Prosedur Pemeriksaan
(HP3).
b) HP3 akun Belanja Barang dan Jasa serta HP3 akun Kas di Kas Daerah kurang
lengkap menampilkan hasil pengujian per prosedur yang direncanakan
sebelumnya serta tidak diberi referensi silang ke bukti pemeriksaan dan bukti
pendukung.
Pengisian jawaban atas masing-masing prosedur satu per satu sulit dilakukan
mengingat keterbatasan waktu pemeriksaan sehingga beberapa hasil dan
dokumen pendukung merupakan jawaban atas gabungan beberapa prosedur
sekaligus.
Review atas prosedur sampai ke bukti pemeriksaan dan bukti pendukung,
menunjukkan penulusuran sulit dilakukan. Hal ini akan menjadi perhatian
dalam pemeriksaan LKPD tahun 2019 untuk menampilkan hasi pengujian per
prosedur dalam P2
c) Reviu atas Pendapatan (LO) dan Piutang (Neraca) terkait Dana Bagi Hasil (DBH)
belum mempertimbangkan PMK No.103/PMK.07/2018 tentang Penetapan
Kurang Bayar dan Lebih Bayar DBH menurut daerah Provinsi/Kabupaten/Kota
pada Tahun 2018.
Pengujian hanya dilakukan atas realisasi Transfer DBH (LRA) secara basis kas
(cash basis) berdasarkan Berita Acara Rekonsiliasi antara Pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat dengan Direktorat Pembiayaan dan Transfer Non Dana
Perimbangan, Ditjen Perimbangan Keuangan, Kemenkeu. Pengujian belum
meliputi pengujian atas asersi kelengkapan pendapatan DBH (LO) secara accrual
basis dan asersi kelengkapan piutang DBH, salah satunya dengan memanfaatkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.103/PMK.07/2018.
d) Pelaksanaan prosedur pemeriksaan kurang lengkap, sehingga informasi
yang diungkap dalam LHP menjadi kurang lengkap. Hal ini akan diperbaiki
661
Membangun BPK Paripurna
dalam pemeriksaan LKPD tahun 2019 untuk lebih cermat dalam menyusun
P2 dikaitkan dengan prinsip audit berbasis risiko. kedua, Penyusunan Konsep
TP dan Jurnal Koreksi Tim telah melaksanakan dan mendokumentasikan
Penyusunan Konsep TP dan Jurnal Koreksi, sebagai berikut:
a) Terdapat jurnal koreksi yang batal tetapi tidak dihapus dari Ikhtisar Jurnal
Koreksi yang ditandatangani bersama dengan entitas, yakni jurnal koreksi
nomor yakni jurnal Reklasifikasi Aset Peralatan dan Mesin dengan nilai di
bawah kapitalisasi ke Persediaan lain-lain sebesar Rp117.150.
Berdasarkan penjelasan WPJ, jurnal koreksi terlewat (tidak diposting). Tim
telah menyampaikan ke bidang akuntansi entitas agar direklasifikasi.
b) Terdapat koreksi yang kurang tepat atas Laporan Arus Kas (LAK) sebesar
Rp139.829, yakni Arus Masuk Kas dikurangi sebesar Rp229.829 (Rp120.600,00
dan Rp109.229,25) serta Arus Keluar Kas dikurangi sebesar Rp90.000,00.
Berdasarkan keterangan Tim, dasar koreksi tersebut adalah bahwa nilai yang
disajikan pada LAK adalah nilai akhir atas keluar dan masuknya uang Kas di Kas
Daerah. Nilai unaudited Kas di Kas Daerah pada LAK disajikan sesuai dengan hasil
rekonsiliasi yang seharusnya disajikan berdasarkan nilai akhir rupiah yang keluar
dan masuk pada Kas di Kas Daerah serta ada di rekening Kas Daerah, sehingga
perlu disesuaikan. Nilai Kas di Kas Daerah pada Neraca telah disajikan sesuai
dengan hasil rekonsiliasi, sehingga nilai tersebut tidak perlu utuk dikoreksi.
Seharusnya perbedaan nilai Kas di Kas Daerah antara yang tersaji dalam LAK
dengan yang tersaji dalam Neraca adalah tidak tepat. Sesuai dengan Pernyataan
Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 03 tentang Laporan Arus Kas paragraf 59
Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara kas dalam LAK yang
jumlahnya sama dengan pos terkait di Neraca. Selain itu, sesuai dengan Paragraf
8 “arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada Bendahara
Umum Negara (BUN)/Bendahara Umum Daerah (BUD)”. ketiga, Prosedur Analitis
Akhir Tim melakukan prosedur analitis akhir untuk menilai kesimpulan akhir
yang diperoleh dan dalam mengevaluasi penyajian laporan keuangan secara
keseluruhan. Namun, terdapat selisih tiga persamaan prosedur analitis akhir
tersebut dengan penjelasan yang kurang tepat sebagai berikut.
662
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
No Uraian Persamaan Selisih Penjelasan
a) Saldo Akhir Kas adalah Saldo Akhir Kas (LAK) -139.829 Pengeluaran TA 2018 yang
Saldo Akhir di BUD = Saldo Akhir di BUD baru diproses pada tahun
ditambah Saldo Akhir + Saldo Akhir Kas di anggaran 2019 sebesar
Kas di Bendahara Bendahara Pengeluaran Rp90.000,00. Kurang transfer
Pengeluaran ditambah + SaldoAkhir Kas di penerimaan TA 2018 yang
Saldo Akhir Kas Di Bendahara Penerimaan + ditransfer tahun 2019
Bendahara Penerimaan Saldo Akhir Kas di BLUD sebesar Rp120.600,00 dan
+ Saldo Akhir Kas di (Neraca) Rp109.229,25. Kondisi ini
BLUD merupakan item rekonsiliasi
dan diakumulasi kedalam
kas daerah di neraca.
b) Arus Kas Masuk dari Arus Kas Masuk Dari -229.829 Penerimaan TA 2018 yang
Aktivitas Operasi (LAK) Aktivitas Operasi (LAK) = diterima pada tahun 2019
adalah Total Pendapatan Total Pendapatan Daerah sebesar Rp120.600,00 dan
Daerah (LRA) dikurangi (LRA) – Pendapatan Asli Rp109.229,25 dan telah
Pendapatan Asli Daerah Daerah Lainnya yang diakui sebagai nilai Kas
Lainnya yang berasal Berasal dari Penjualan Daerah
dari Penjualan Aset Aset Tetap dan Aset
Tetap dan Aset Lainnya. Lainnya (LRA)
c) Arus Kas Keluar dari Arus Kas Keluar Dari 90.000 Pengeluaran pada Kas
Aktivitas Operasi harus Aktivitas Operasi (LAK) = Daerah yang baru ditransfer
adalah Belanja Operasi Belanja Operasi + Belanja pada tahun 2019 sebesar
ditambah Belanja Tak Tak Terduga (di LRA) + Rp90.000,00 dan merupakan
Terduga (di LRA) Belanja Transfer (di LRA) bagian dr item rekonsiliasi
ditambah Belanja yang telah diakumulasi ke
Transfer (di LRA). nilai Kas Daerah
Menurut WPJ, selisih tersebut muncul karena ketidaktepatan koreksi yang
dilakukan Tim atas saldo akhir kas di LAK. keempat, Perolehan Surat Representasi
Tim telah melakukan prosedur perolehan surat representasi manajemen. Surat
Representasi Manajemen yang diperoleh bertanggal 3 Mei 2019, semestinya
sama dengan tanggal penyelesaian pekerjaan lapangan 8 Mei 2019 atau tanggal
LHP 24 Mei 2019. kelima, Penilaian Materialitas Akhir Tim telah melakukan
prosedur penilaian materialitas akhir. Terdapat nilai akun pada penghitungan TM
akhir yang belum sesuai angka di LK audited dan bukan pula angka unaudited.
Berdasarkan penjelasan WPJ, untuk penghitungan PM/TM opini, Tim Pemeriksaan
diminta menggunakan angka unaudited. Namun karena ketidaktelitian tim
dalam menggunakan file, untuk pembahasan opini di Pusat masih menggunakan
file yang belum di-update. Selain itu, sebelum dan setelah pembahasan opini
663
Membangun BPK Paripurna
di Pusat, review dan koreksi masih terus berlangsung, sehingga nilai dasar TM
akhir berbeda dengan angka di LK audited. Atas masalah tersebut, TM akhir telah
diperbaiki.
c. Tahap Pelaporan
Quaity control pada tahap pelaporan pemeriksaan keuangan dilakukan dalam
lima prosedur yaitu: 1) penyusunan konsep LHP, 2) penyampaian konsep LHP
dan perolehan tanggapan dari entitas, 3) finalisasi konsep LHP, 4) persetujuan
konsep LHP dan surat keluar, dan 5) penerbitan dan penyerahan LHP.
Dari lima prosedur tersebut, terdapat tiga prosedur yang menjadi area
perbaikan sebagai berikut.
Penyusunan Konsep LHP
Penyusunan Konsep LHP telah didiskusikan berjenjang dalam Tim Audit
serta dengan Tim Review Perwakilan yang hasilnya telah dimuat dalam
risalah diskusi penyusunan konsep LHP serta didokumentasikan dalam
KKP. Hasil reviu menunjukkan sebagai berikut.
Enam temuan pemeriksaan dalam LTP yang tidak dimuat ke Konsep
Hasil Pemeiksaan (KHP) dan LHP dengan alasan bahwa atas nilai temuan
pemeriksaan telah disetorkan ke Kas Daerah, yaitu:
No. Judul Temuan Nilai
6 Kegiatan Pekerjaan Pembangunan Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus 386.577.419
Polda Kalbar tidak dilaksanakan sebesar Rp382.129.217,69 dan Kekurangan
Volume Pekerjaan sebesar Rp4.448.201,47
10 Realisasi Belanja pada Kegiatan Rehabilitasi Ruang Belajar SMA Pangudi Luhur 239.585.677
St. Yohanes Ketapang tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya
18 Kekurangan Volume Pekerjaan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 286.192.416
Provinsi Kalimantan Barat Senilai Rp286.192.416,91
19 Kekurangan Volume Pekerjaan Pengadaan Gedung Kelas III Terpadu pada 24.475.910
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Senilai Rp24.475.910,40
22 Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Gedung Poliklinik Rumah Sakit 6.179.756
Jiwa pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat Senilai Rp6.179.756,22
23 Kekurangan Volume Pekerjaan Pembangunan Mess/Asrama pada Unit Pelaksana 20.297.288
Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pertanian Provinsi Kalimantan Barat Senilai
Rp20.297.288,64
664
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Kebijakan tidak tertulis di BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat
adalah atas temuan pemeriksaan yang berimplikasi penyetoran ke Kas
Daerah telah ditindaklanjuti dengan penyetoran pada saat penyampaian
tanggapan entitas atas temuan pemeriksaan atau sebelum penyusunan
LHP, tidak diungkap dalam LHP BPK. Perwakilan tidak memiliki kebijakan
tentang batas nilai permasalahan signifikan untuk diungkap dalam LHP,
sehingga dilakukan berdasarkan judgement profesional Pemeriksa. Hal ini
akan diperbaiki dalam kebijakan pemeriksaan LKPD tahun 2019.
a) Terdapat ketidaklengkapan penyajian unsur temuan dan inkonsistensi
antar unsur temuan, yaitu sebagai berikut.
1) TP Kepatuhan No. 1 Pelaksanaan Perubahan APBD TA 2018 Tidak
Sesuai Ketentuan yang menjadi pengecualian dalam opini atas
laporan keuangan.
Kondisi
Pada kondisi, Tim mengungkapkan kronologis tidak
ditetapkannya Raperda perubahan APBD menjadi Perda.
Kronologis tersebut tidak memuat informasi mengenai deadlock
pada Raker Banggar DPRD dengan TAPD tanggal 27 September
2018 serta alasan deadlock sebagaimana terdapat dalam Surat
DPRD ke Mendagri no.903/238/DPRD tanggal 2 Oktober 2018
(poin 2) dan Surat DPRD ke BPK No.903/240/DPRD tanggal 8
Oktober 2018. LHP sudah dilengkapi dengan penjelasan alasan
terjadinya deadlock.
Sebab
Sebab yang diungkapkan, yakni Gubernur kurang optimal
dalam berkoordinasi dengan DPRD serta lalai dalam mematuhi
ketentuan perundang-undangan terkait penetapan Peraturan
Gubernur tentang Penjabaran Perubahan APBD TA 2018 belum
merupakan akar masalah/sumber perbedaan kondisi dan kriteria,
berupa alasan DPRD tidak menetapkan Raperda yang diajukan
Pemerintah Provinsi. Konflik pribadi antara gubernur dengan
sekretaris daerah kemudian gubernur menunjuk PLH sekda yang
665
Membangun BPK Paripurna
tidak diterima oleh DPRD, hal ini tidak perlu diuangkap dalam
LHP secara fulgar.
Akibat
Akibat yang diungkapkan, adalah terjadinya pelampauan
anggaran belanja sebesar Rp684.664.633.311,63. Sebagai
temuan pemeriksaan yang menjadi pengecualian dalam opini
atas laporan keuangan.
Tanggapan
Tanggapan entitas yang dimuat dalam LHP mengungkapkan
usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi yang secara
tersirat menyanggah sebab, dan sudah diperbaiki dalam LHP.
Rekomendasi
Rekomendasi lebih optimal dalam berkoordinasi semestinya
memuat tindakan spesifik bentuk koordinasi yang harus
dilakukan sehingga berdampak pada rencana aksi yang disajikan
Pemerintah Provinsi untuk menindaklanjuti rekomendasi
tersebut.
2) TP Kepatuhan No. 2 Pengelolaan Piutang Retribusi Pelayanan
Pendidikan pada Akademi Keperawatan Sintang Tidak Memadai.
Temuan tersebut pada awalnya diusulkan menjadi pengecualian
oleh Tim, Tim Review Perwakilan, dan Tim Review Pusat, karena ada
indikasi fraud dan akibat sebesar Rp945.396.000,00 melebihi TM
akun piutang.
Akibat
Akibat yang diungkapkan di LHP, yakni nilai piutang retribusi
pelayanan pendidikan pada Akper Sintang tidak menggambarkan
kondisi yang sebenarnya berimplikasi bahwa temuan tersebut
seharusnya tetap menjadi pengecualian karena nilai piutang
retribusi pada neraca Akper Sintang lebih besar dari TM akun dan
666
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
terdapat indikasi fraud.
Meskipun telah dilakukan penyetoran tetapi tidak dilakukan
jurnal koreksi sehingga asersi keberadaan Piutang pada 31
Desember 2018 yang awalnya dikecualikan, tetap terpengaruh.
Akan dibuat kebijakan pemeriksaan internal BPK perwakilan
terkait hal ini pada pemeriksaan LKPD tahun 2019.
Sebab
Sebab tidak menyinggung atas sistem pengendalian internal
yang lemah atas pengelolaan pendapatan retribusi pada Akber
Sintang.
Penjelasan Ketua Tim, secara umum sistem pengendalian
pendapatan yang tidak baik telah digambarkan dalam kondisi.
Sistem pengendalian internal yang lemah perlu diungkap pada
unsur sebab sebagai dasar rekomendasi perbaikan ke depan. Hal
ini sudah diperbaiki dalam LHP.
Rekomendasi
Tiga rekomendasi hanya memuat sanksi kepada Plt. Direktur
Akper Sintang. Tidak ada rekomendasi terkait sistem
pengendalian internal yang lemah atas pengelolaan pendapatan
retribusi pelayanan kesehatan pada Akber Sintang. Hal ini sudah
diperbaiki dalam LHP
3) TP Kepatuhan No. 3 Pengelolaan Retribusi Parkir dan Rumah Singgah
pada Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soedarso Belum Memadai
Akibat Pada kondisi, diungkapkan bahwa pendapatan Retribusi
Parkir sebesar Rp30.000.000,00 (Rp96.000.000,00 – Rp6.000.000,00 –
Rp60.000.000,00) dan pendapatan Retribusi Rumah Singgah sebesar
Rp64.170.000,00 (Rp106.950.000,00 – Rp42.780.000,00) belum
memiliki dasar hukum. Namun, akibat yang diungkapkan dalam
LHP adalah penerimaan Pendapatan Retribusi Parkir dan Rumah
Singgah pada RSUD dr. Soedarso tidak memiliki dasar hukum yang
tepat.
667
Membangun BPK Paripurna
Finalisasi Konsep LHP
Tim Pemeriksaan telah melakukan pembahasan Konsep LHP terkait
masing-masing temuan pemeriksaan termasuk perumusan opini atas LK,
bersama Pengendali Teknis (PT) dan Penanggung Jawab (PJ) dalam rangka
finalisasi konsep LHP, serta mendokumentasikannya dalam KKP. Hasil reviu
menunjukkan bahwa:
a. Surat Pernyataan Tanggung Jawab atas LK oleh Gubernur kurang pas
bukan Surat Pernyataan Tanggung Jawab atas LK Audited. Hal tersebut
terlihat dari tanggal surat tersebut, yakni Maret 2019 (tanpa tanggal).
d. Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (PTLRHP)
Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat telah melaksanakan pemantauan
TLRHP sesuai dengan tahapan dan prosedur pemantauan yang diatur
oleh BPK. LHP atas LKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018 memuat
empat belas temuan dengan 43 rekomendasi. Status pelaksanaan TLHP
berdasarkan hasil pemantauan TLRHP Semester I Tahun 2019 oleh
BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat: dari 43 rekomendasi, 24
rekomendasi telah selesai ditindaklanjuti sedangkan 19 rekomendasi
belum selesai ditindaklanjuti.
D. KESIMPULAN
Quality Control pemeriksaan LKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018 telah
dilaksanakan terhadap tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan,
pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan. Masih dijumpai beberapa
kekurangan di dalam proses pelaksanaannya. Kekurangan atau kelemahan tersebut
menurut pertimbangan penulis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap opini yang
telah diberikan dan sudah ditindaklanjuti sesuai dengan permasalahan masing-masing
kemudian didokumentasikan dalam dokumentasi KKP.
668
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN)
Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut
Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK
Keputusan BPK RI Nomor 5/KI-XIII.2/10/2015 tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan
Keputusan BPK RI Nomor 4/K/I-XIII.2/7/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)
Pemeriksaan Keuangan
Keputusan BPK RI Nomor 3/K/I-XIII.2/3/2016 tentang Panduan Pemeriksaan LKPD
Surat Edaran No. 02/SE/12/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan di Lingkungan AKN VI,
Kebijakan Pemeriksaan LKPD TA 2018
669
Membangun BPK Paripurna
Peningkatan Kualitas Lhp
Melalui Pembentukan Tim
Review Kepatuhan
M. Ali Asyhar, S.E., Ak, CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara)
A. PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) melalui Pembentukan Tim Review
Kepatuhan Perwakilan merupakan suatu pembaharuan dalam rangka mewujudkan visi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) 2016 – 2020 yaitu “Menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara
untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat”. Untuk
mencapai visi tersebut ditetapkan tujuan strategis dalam Rencana Strategis (Renstra) BPK yaitu
salah satunya “Meningkatkan Pemeriksaan yang Berkualitas dalam Mendorong Pengelolaan
Keuangan Negara untuk Mencapai Tujuan Negara”. Pencapaian tujuan strategis ini akan
diwujudkan melalui peningkatan efektivitas sistem pengendalian mutu di tingkat pemeriksaan
(audit engagement) dan kelembagaan.
Tim Review Kepatuhan yang dibentuk akan bekerja membuat semacam template untuk djadikan
panduan dalam pengungkapkan temuan pemeriksaan. Tim review juga akan melakukan review
terhadap setiap tim pemeriksa yang telah selesai melaksanakan pemeriksaan di lapangan (tahap
pelaporan pemeriksaan). Reviu dilakukan untuk memastikan adanya keseragaman pengungkapan
temuan sejenis pada aspek kriteria, sebab, akibat dan (terutama) rekomendasi. Adanya review oleh
Tim Review Kepatuhan menunjukkan bahwa sistem pengendalian kualitas (Quality Control) telah
berjalan secara memadai yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan kualitas Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) yang akan mendorong tercapainya pengelolaan keuangan yang lebih
baik.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kelola
BPK dalam Pasal 756 huruf F menyebutkan bahwa salah satu fungsi dari BPK Perwakilan Provinsi
Maluku Utara adalah menyelenggarakan fungsi pemerolehan keyakinan mutu hasil pemeriksaan
670
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
pada lingkup tugas BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara. Pemerolehan keyakinan mutu dapat
dilakukan salah satunya melalui hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam bentuk LHP. LHP berisi
hasil analisis atas pengujian bukti yang diperoleh saat pelaksanaan pemeriksaan dan digunakan
oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan daerah dalam lingkup BPK Perwakilan.
Berdasarkan Standar Umum yang tercantum dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN) pada bagian Ketentuan mengenai Independensi, Integritas, dan Profesionalisme angka
8 disebutkan bahwa Tim Pemeriksa sebagai pelaksana pemeriksaan harus menggunakan
kemahiran profesional secara cermat dan seksama, skeptisisme profesional dan pertimbangan
profesional di seluruh proses pemeriksaan. Sikap tersebut menghasilkan audit judgement yang
digunakan oleh Pemeriksa untuk menyatakan temuan pemeriksaan di lapangan dan memberikan
rekomendasi perbaikan bagi pemerintah. Dalam hal ini, audit judgement yang digunakan antara
pemeriksa yang satu dengan yang lain maupun antar tim pemeriksa bisa berbeda, ditentukan oleh
pengetahuan dan pengalaman audit yang telah diperoleh. Hal tersebut berdampak pada temuan
yang diungkapkan, memunculkan perbedaan perlakuan atas temuan pemeriksaan sejenis yang
telah ditemukan oleh pemeriksa di lapangan.
Selain itu, di lingkungan BPK RI belum ada panduan atau pedoman secara detil yang
ditetapkan dalam satu keputusan yang mengatur tentang penyeragaman pengungkapan temuan
pemeriksaan terutama pemberian rekomendasi.
Kepala BPK Perwakilan sebagai penanggung jawab atas penugasan pemeriksaan di setiap
kantor perwakilan menjadi tumpuan akhir dari sistem review berjenjang (penjaminan kualitas)
sebelum LHP diterbitkan. Begitu juga setelah LHP terbit akan dilakukan quality assurance oleh
Direktorat Evaluasi Perencanaan dan Pemeriksaan dan Inspektorat Utama (Itama). Kepala
Perwakilan harus melakukan review secara menyeluruh namun dihadapkan pada waktu yang
terbatas, kompleksitas tugas yang tinggi, jumlah temuan yang diungkapkan dalam Konsep LHP
sangat banyak.
Di sisi lain, di lingkungan BPK khususnya BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara, belum ada
panduan atau pedoman yang ditetapkan dalam keputusan yang bisa dijadikan sebagai pedoman
(rujukan) untuk mengungkapkan temuan pemeriksaan terutama rekomendasi pemeriksaan. Hal
tersebut menyebabkan Kepala Perwakilan tidak dapat melakukan fungsi quality control (secara
maksimal untuk setiap LHP yang diterbitkan oleh BPK perwakilan sehingga sangat mungkin
terjadi ketidakseragaman perlakuan (pengungkapan) temuan sejenis dalam laporan hasil
pemeriksaan. Kondisi seperti ini bisa terjadi di hampir seluruh satuan kerja pemeriksaan di BPK.
Apalagi mulai bulan Juli 2019, Kepala Subauditorat di Perwakilan Maluku Utara bertambah satu
Kepala Subauditorat sehingga menjadi dua (2) Subauditorat. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap rentang kendali karena masing-masing Kepala Subauditorat akan memiliki pendapat
671
Membangun BPK Paripurna
sendiri berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya (professional judgement).
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun
Anggaran 2018 di BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara, terdapat satu temuan yang sejenis
namun mendapatkan perbedaan dalam perlakuan.
Perbedaan Perlakuan atas Temuan Pada LHP LKPD
LHP A LHP B
A. LHP LKPD 2018 KOTA TERNATE A. LHP LKPD 2018 KAB. HALMAHERA UTARA
Temuan : KEPATUHAN Temuan: SPI
1. Penatausahaan Aset Tetap pada Lima OPD Belum 1. Penatausahaan Aset Tetap Belum Sepenuhnya
Sesuai dengan Ketentuan, yang meliputi: Tertib, yang meliputi:
a. Terdapat aset tetap perolehan Tahun Anggaran 2018 a. Terdapat 183 bidang tanah yang belum bersert-
yang belum diberikan nomor kode identitas barang; ifikat atas nama Pemerintah Kabupaten Halma-
b. Terdapat aset tetap yang tidak ditemukan hera Utara;
b. Pemanfaatan aset tetap tanah oleh instansi verti-
keberadaannya atau hilang; kal tanpa disertai perjanjian pinjam pakai;
c. Jumlah kendaraan dinas jabatan yang digunakan oleh c. Terdapat barang inventaris 198 unit kendaraan
bermotor yang tidak didukung dengan bukti
Pimpinan DPRD melebihi ketentuan; kepemilikan;
d. Penggunaan aset gedung dan bangunan yang tidak d. Terdapat pencatatan dan penggunaan barang
inventaris oleh dua UPB berbeda dan terdapat
sesuai ketentuan. barang inventaris yang digunakan oleh pihak lain;
e. Pemanfaatan gedung dan bangunan berupa Ru-
Kriteria: mah Neara tanpa disertai Surat Izin Penghunian
a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia f. Terdapat pencatatan dan penggunaan gedung
dan bangunan oleh dua UPB berbeda;
Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan g. Terdapat item dalam KIB C yang belum digabung-
Barang Milik Daerah pada: kan dengan gedung/bangunan induknya;
1) Pasal 12 ayat (3), “Pengguna Barang sebagaimana h. Penatausahaan aset tetap Jalan, Irigasi dan Jarin-
dimaksud pada ayat (1), berwenang dan dan bertang- gan belum sepenuhnya tertib.
gungjawab, antara lain:
a) Huruf c, Melakukan pencatatan dan inventarisasi ba- Kriteria:
rang milik daerah yang berada dalam penguasannya; a. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun
b) Huruf e, Mengamankan dan memelihara barang milik
daerah yang berada dalam penguasaannya; 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik
c) Huruf i, Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pen- Daerah, yaitu:
gendalian atas penggunaan barang milik daerah yang 1) Pasal 10, “Sekretaris daerah selaku Pengelola
ada dalam penguasaannya”. Barang, berwenang dan bertanggung jawab yang
2) Pasal 113 ayat (4), “Pihak lain yang dapat menyewa ba- a.l. melakukan pengawasan dan pengendalian atas
rang milik daerah, meliputi Badan Usaha Milik Negara, pengelolaan barang milik daerah.”
Badan Usaha Milik Daerah, Swata, dan Badan Hukum 2) Pasal 11:
lainnya”; a) Ayat (1), “Kepala SKPD yang mempunyai fungsi
pengelolaan barang milik daerah selaku Pejabat
Penatausahaan Barang”.
b) Ayat (3), “Pejabat Penatausahaan Barang se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai
wewenang dan tanggung jawab:
(1) mengamankan dan memelihara barang milik daer-
ah sebagaimana dimaksud pada angka 7;
672
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
3) Pasal 153 ayat (1), “Pinjam pakai barang milik daerah 2) membantu Pengelola Barang dalam pengawasan
dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
daerah atau antar pemerintah daerah dalam rangka daerah.”
penyelenggaraan pemerintahan”;
3) Pasal 43:
4) Pasal 296: Ayat (1), “Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan sta-
a) Ayat (1), “Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/
tus penggunaan barang milik daerah.”
atau kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pen- a) Ayat (2), “Gubernur/Bupati/Walikota dapat men-
gamanan barang milik daerah yang berada dalam pen-
guasaannya”; BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara; delegasikan penetapan status penggunaan atas
b) Ayat (2), “Pengamanan barang milik daerah se- barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
bagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: ayat (1) selain tanah dan/atau bangunan dengan
(1) pengamanan fisik; kondisi tertentu kepada Pengelola Barang.”
(2) pengamanan administrasi; dan 4) Pasal 44:
(3) pengamanan hukum”. a) Ayat (1), “Penggunaan barang milik daerah meli-
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun puti:
2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Da- (1) Penetapan status penggunaan barang milik daer-
lam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Standarisasi ah;
Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah (2) Pengalihan status penggunaan barang milik daer-
pada: ah;
1) Pasal 15 ayat (2), “Kendaraan dinas operasional/kend- (3) Penggunaan sementara barang milik daerah; dan
araan dinas jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Penetapan status penggunaan barang milik daerah
(1) diperuntukan bagi pimpinan Dewan Perwakilan untuk dioperasikan oleh pihak lain”.
Rakyat Daerah Provinsi, pimpinan Dewan Perwakilan b) Ayat (2), “Penetapan status penggunaan se-
Rangkay Daerah Kabupaten/Kota”; bagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan un-
2) Lampiran angka IV.B, Kendaraan dinas operasional/ tuk:
kendaraan dinas jabatan: (1) penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD; dan
(a) Ketua DPRD Kabupaten/Kota 1 (satu) Unit Sedan atau (2) dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka men-
Minibus 2.500 cc; jalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi
(b) Wakil Ketua DPRD Kabupaten/Kota 1 (satu) Unit Sedan SKPD yang bersangkutan.”
atau Minibus 2.200 cc b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994
tentang Rumah Negara jo. Peraturan Pemerintah
Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994:
1) Pasal 8 ayat (1), “Untuk dapat menghuni Rumah
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ha-
rus memiliki Surat Izin Penghunian.”
2) Pasal 8 ayat (2), “Surat Izin Penghunian sebagaima-
na dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Pejabat
yang berwenang pada instansi yang bersangku-
tan.”
Rekomendasi: Rekomendasi:
a. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada pengguna a. Memerintahkan Sekretaris Daerah selaku pengelola
barang yang lalai dalam menatausahakan pengelolaan BMD untuk lebih optimal dalam melakukan
Barang Milik Daerah yang menjadi tanggung jawabnya; pengawasan dan pemantauan pengelolaan BMD di
b. Memerintahkan TPKD untuk memproses indikasi lingkup Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara;
kehilangan Barang Milik Daerah pada Dinas Pendidikan b. Memerintahkan Kepala BKAD selaku Pejabat
dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; Penatausahaan Barang dan Kepala OPD terkait
c. Memerintahkan Sekretaris DPRD selaku pengguna selaku Pengguna Barang untuk lebih optimal
barang untuk menarik kendaraan yang dikuasai oleh dalam melaporkan, pengamanan, pengawasan
pimpinan DPRD dan menyerahkannya kepada pengelola dan pengendalian BMD yang menjadi tanggung
barang agar dapat digunakan pada satuan kerja yang jawabnya sesuai ketentuan yang berlaku; dan
membutuhkan kendaraan operasional; c. Memerintahkan Kepala Bidang Aset BKAD dan
d. Memerintahkan Sekretaris Daerah untuk melakukan Bendahara Barang pada OPD terkait selaku
pendataan Barang Milik Daerah yang digunakan oleh Pengurus Barang untuk lebih cermat dalam
BUMD dan menetapkan penggunaannya sesuai dengan mengelola data Aset Tetap pada aplikasi SIMDA
ketentuan yang berlaku. BMD.
673
Membangun BPK Paripurna
B. LHP LKPD 2017 KOTA TERNATE B. LHP LKPD 2017 KEP. SULA
Temuan: KEPATUHAN Temuan: KEPATUHAN
1. Realisasi Belanja Perjalanan Dinas pada 15 OPD Tidak Se- 1. Belanja Perjalanan Dinas pada Tiga OPD Senilai
suai Ketentuan Senilai Rp387.152.019,00 Rp333.152.200,00 Tidak Sesuai dengan Ketentuan
Kriteria: Kriteria:
a. Peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
a. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah: 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada
1) Pasal 19 yang menyatakan bahwa tahun anggaran Pasal 61 ayat
APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember; 1) “Setiap pengeluaran harus didukung oleh
2)Pasal 61 ayat (I) menyatakan bahwa setiap pengel- bukti yang lengkap dan sah mengenai hak
uaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan yang diperoleh oleh pihak yang menagih.”;
sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang
menagih. b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah se- Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
bagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri 2011 pada:
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 201 1 pada: 1) Pasal 122 ayat (9) “Setiap SKPD dilarang
1) Pasal 132 ayat (I) yang menyatakan bahwa seti- melakukan pengeluaran atas beban ang-
ap pengeluaran belanja atas beban APBD harus garan daerah untuk tujuan lain dari yang
didukung dengan bukti yang lengkap dan sah; telah ditetapkan dalam APBD.”;
2) Pasal 221 yang menyatakan bahwa dalam melaku- 2) Pasal 132 ayat (1) “Setiap pengeluaran belan-
kan verifikasi atas laporan pertanggungjawaban ja atas beban APBD harus didukung dengan
yang disampaikan, PPK SKPD berkewajiban an- bukti yang lengkap dan sah.”;
tara lain meneliti kelengkapan dokumen laporan 3) Pasal 221 “Dalam melakukan verifikasi atas
pertanggungiawaban dan keabsahan bukti-bukti laporan pertanggungjawaban yang disam-
pengeluaran yang dilampirkan. paikan, PPK SKPD berkewajiban antara lain
meneliti kelengkapan dokumen laporan
Rekomendasi: pertanggungjawaban dan keabsahan buk-
BPK merekomendasikan Walikota Ternate agar: ti-bukti pengeluaran yang dilampirkan.”;
a. Memerintahkan PPK OPD pada Dinas Koperasi dan dan
UKM, Sekretariat DPRD, dan Dinas Kelautan &. Per- c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Ta-
ikanan untuk segera menarik kelebihan pembayaran hun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Pasal
perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan senilai 3 ayat (3) “Setiap pejabat dilarang melakukan
Rp241.270.140,00 dan menyetorkannya ke Kas Daer- tindakan yang berakibat pengeluaran atas be-
ah. Salinan bukti setor disampaikan kepada BPK; ban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai
b. Memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku ke- pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak
pada Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Kepala Dinas cukup tersedia.”
Tenaga Kerja, Kepala BKPSDMD, Kepala Bapelitbangda,
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Perkim Rekomendasi:
dan Pertanahan, Kepala Dinas PUPR, Kepala Dinas Pari- BPK merekomendasikan Bupati Kepulauan Sula agar:
wisata, Sekretaris DPRD, Kepala Dinas PMPTSP, Kepala a. Memerintahkan kepada tiga Kepala OPD un-
Dinas P3A, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Dinas Ke-
lautan dan Perikanan, Kepala Dinas Kesehatan, dan tuk mempertanggungjawabkan indikasi keru-
Sekretaris Daerah yang kurang optimal dalam melaku- gian daerah dengan total keseluruhan senilai
kan pengawasan atas realisasi belanja perjalanan dinas Rp333.152.200,00 dengan menyetorkan ke Kas
yang menjadi tanggung jawabnya; dan Daerah dan menyampaikan bukti setor tersebut
kepada BPK; dan
b. Memerintahkan kepada tiga Kepala OPD un-
tuk memberikan sanksi kepada PA, Bendahara
Pengeluaran, dan PPK masing-masing OPD yang
tidak melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya.
674
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
c.Memerintahkan Kepala OPD untuk memberikan sanksi C. LHP LKPD 2010 KABUPATEN MOROTAI
sesuai ketentuan yang berlaku kepada masing-masing Temuan: SPI
PPK OPD pada Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Tenaga 1. Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai Tidak
Kerja, BKPSDMD, Bapelitbangda, Dinas Ketahanan Pan-
gan, Dinas Perkim dan Pertanahan, Dinas PUPR, Dinas Menyajikan Nilai Persediaan pada Neraca
Pariwisata, Sekretariat DPRD, Dinas PMPTSP, Dinas P3A, per 31 Desember 2010 Minimal Sebesar
Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Rp125.603.513,00 serta Penatausahaan
Kesehatan, Sekretaris Daerah yang kurang cermat da- Persediaan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai
lam melakukan veriflkasi atas pertanggunjawaban Tahun Anggaran 2010 Belum Memadai
pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Kriteria:
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:
C. LHP LKPD 2010 KAB. HALMAHERA BARAT 1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005
Temuan: SPI
1. Penatausahaan Persediaan Belum Sesuai Ketentuan tentang Standar Akuntansi Pernyataan No. 05
Akuntansi Persediaan:
dan Nilai Persediaan Sebesar Rp565.925.977,20 a. Paragraf 7 yang menyatakan bahwa
Belum Dapat Diyakini Kewajarannya
“Persediaan mencakup barang atau
Kriteria: perlengkapan yang dibeli dan disimpan
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan: untuk digunakan, misalnya barang habis
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 pakai seperti alat tulis kantor, barang tak
habis pakai seperti komponen peralatan
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; dan pipa, dan barang bekas pakai seperti
Lampiran I.06 Standar Akuntansi Pemerintahan komponen bekas”
Pernyataan Nomor 05 tentang Akuntansi Persediaan. b. Paragraf 14 yang menyatakan bahwa
a. Paragraf 13 yang menyatakan “Persediaan “Persediaan diakui pada saat potensi
manfaat ekonomi masa depan diperoleh
diakui pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya
(1) pada saat potensi manfaat ekonomi yang dapat diukur dengan andal”.
c. Paragraf 17 yang menyatakan bahwa “Pada
masa depan diperoleh pemerintah dan akhir periode akuntansi, persediaan dicatat
mempunyai nilai atau biaya yang dapat berdasarkan hasil inventarisasi fisik”.
diukur dengan andal,
(2) padasaatditerimaatauhakkepemilikannya
dan/ atau kepenguasaannya berpindah”
b. Paragraf 14 yang menyatakan “Pada akhir
periode akuntansi catatan persediaan
disesuaikan dengan hasil inventarisasi fisik”.
c. Paragraf 15 yang menyatakan “persediaan
disajikan sebesar:
(1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan
pembelian;
(2) Biaya standar apabila diperoleh dengan
memproduksi sendiri;
(3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara
lainnya seperti donasi/rampasan.”
d. Paragraf 16 yang menyatakan “Biaya perolehan
persediaan meliputi harga pembelian, biaya
pengangkutan, biaya penanganan lainnya
yang secara langsung dapat dibebankan pada
perolehan persediaan. Potongan harga, rabat
dan lainnya yang serupa mengurangi biaya
perolehan.”
e. Paragraf 20 yang menyatakan “Nilai pembelian
yang digunakan adalah biaya perolehan
persediaan yang terakhir diperoleh.”
675
Membangun BPK Paripurna
2. Peraturan Bupati Halmahera Barat Nomor 10 Tahun Rekomendasi:
2008 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah BPK RI menyarankan kepada Bupati Kabupaten Pulau
Kabupaten Halmahera Barat; Lampiran II-08: Morotai untuk:
Kebijakan Akuntansi Persediaan Kabupaten 1) Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada
Halmahera Barat yang menyatakan “Proses
pengakuan persediaan oleh Pemerintah Kabupaten Kepala SKPD yang lalai dalam melakukan kontrol
Halmahera Barat dilakukan dengan menggunakan atas persediaan yang dimiliki Pemerintah
metode periodik, artinya pencatatan dan pengakuan Kabupaten Pulau Morotai dan melaporkannya
atas jumlah persediaan yang dimiliki oleh Satuan kepada DPPKAD dalam proses penyusunan
Kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2010;
Halmahera Barat akan dilakukan pada akhir tahun 2) Menginstruksikan kepada Kepala SKPD untuk
setelah dilakukan inventarisasi fisik”. memerintahkan seluruh bendahara barang agar
menatausahakan persediaan yang meliputi
Rekomendasi: pencatatan nilai perolehan, mutasi penggunaan
BPK menyarankan kepada Bupati Halmahera Barat agar: serta inventarisasi fisik akhir tahun untuk
1) Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala dilaporkan kepada Kepala DPPKAD sebagai
bahan penyajian nilai persediaan dalam laporan
DPPKAD yang kurang melaksanakan koordinasi keuangan.
dengan para Kepala SKPD dalam menyajikan nilai
persediaan dalam Neraca Pemerintah Kabupaten
Halmahera Barat;
2) Memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan dan Dinas
Kependudukan, Catatan Sipil untuk melaporkan
persediaan yang dimiliki berdasarkan perhitungan
fisik akhir tahun dan nilai perolehan yang terakhir
kepada Kepala DPPKAD;
3) Memerintahkan Direktur RSUD Jailolo dan Pengurus
Barang agar melaksanakan perhitungan fisik
persediaan akhir tahun dalam menyajikan nilai
persediaan di Neraca.
Dari tabel ini menunjukkan bahwa terdapat perlakuan yang berbeda atas temuan
sejenis. Hal tersebut dapat dilihat dalam temuan mengenai Penatausahaan Aset di Kota
Ternate dengan Kabupaten Halmahera Utara. Perbedaan perlakuan terjadi dalam kategori
penggolongan temuan, kriteria yang digunakan serta rekomendasi yang diberikan oleh
Tim Pemeriksa untuk Pemerintah Daerah terkait. Padahal pada saat itu kepala Subauditorat
di Perwakilan Maluku Utara baru satu pejabat (belum keluar SOTK yang baru).
Pada berbagai forum pertemuan internal BPK seperti rapat koordinasi, rapat kerja,
Inspektorat Utama BPK RI yang bertugas melakukan reviu terhadap hasil pemeriksaan
satuan kerja teknis (satker pemeriksaan), sering kali menyampaikan data hasil review di mana
masih sering dan banyak ditemukan adanya ketidakkonsistenan dan ketidakseragaman
atas pengungkapan temuan yang sejenis. Demikian juga Dit.Epp yang bertugas melakukan
evaluasi terhadap LHP sebelum dimasukkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester
(IHPS), sering kali menyampaikan adanya ketidakseragaman pengungkapan temuan
pemeriksaan dalam LHP. “Mengapa di Perwakilan A, temuan ini akibatnya kerugian daerah
676
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
dan rekomendasinya megembalikan uang ke kas daerah, sementara di perwakilan B kok
tidak mengembalikan kerugian daerah”. Dari pihak eksternal BPK yaitu Dewan Perwakilan
Daerah dalam berbagai kunjungan kerja ke daerah juga menyampaikan keluhan dari
pemerintah daerah yang merasakan adanya ketidakadilan karena perlakuan BPK yang tidak
sama (tidak konsisten) dengan daerah lain padahal permasalahan yang terjadi relatif sama.
C. Solusi Permasalahan
Berdasarkan permasalahan atau kondisi tersebut, Kepala BPK Perwakilan Provinsi
Maluku Utara merancang sebuah desain untuk memperkuat fungsi quality control berupa
pembentukan tim review kepatuhan Perwakilan pada BPK Perwakilan Provinsi Maluku
Utara. Pembentukan tim tersebut bertujuan untuk melakukan evaluasi atas perlakuan
(pengungkapan) temuan pemeriksaan dalam LHP yang selanjutnya akan diikuti dengan
penyusunan panduan/template yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pemeriksa
dalam menyusun temuan pemeriksaan.
Pada akhirnya setiap selesai kegiatan pemeriksaan lapangan, tim reviu kepatuhan akan
bekerja melakukan kegiatan review untuk memastikan bahwa pengungkapan temuan
pemeriksaan antar tim sudah seragam dan konsisten mengacu pada template (panduan)
yang sudah ditetapkan. Dengan adanya keseragaman pengungkapan temuan dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan, maka kualitas LHP secara otomatis akan meningkat. Indikasi
lainnya adalah tidak ada atau berkurangnya komplain dan keluhan dari pihak stakeholders
BPK. Hal itu sejalan dengan visi BPK 2016 – 2020 yaitu “mendorong pengelolaan keuangan
negara untuk tujuan bernegara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat”.
Kegiatan review oleh tim review kepatuhan perwakilan akan bisa berjalan efektif jika
didukung komitmen dari stakeholders terutama pimpinan diperwakilan agar bisa berjalan
secara konsisten dan berkesinambungan. Di samping itu template temuan pemeriksaan
juga harus disusun secepatnya agar bisa dijadikan pedoman atau semacam panduan
bagi tim pemeriksa didalam menyusun temuan pemeriksaan khusunya terkait masalah
rekomendasi. Harapannya pembentukan tim review kepatuhan dan penyusunan template
temuan pemeriksaan bisa diimplementasikan di seluruh perwakilan BPK.
677
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Halmahera Barat. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Halmahera Selatan. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Halmahera Tengah. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Halmahera Timur. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Halmahera Utara. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Kepulauan Sula. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Pulau Morotai. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kabupaten Pulau Taliabu. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kota Ternate. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Kota Tidore. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2014-2018). Laporan Hasil Pemeriksaan
LKPD Provinsi Maluku Utara. TERNATE: BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2015). RENCANA STRATEGIS BPK 2016-2020.
Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Identifying and Analyzing Stakeholders and Their Interests. (2015). Dalam P. Rabinowitz, A
Joint Effort for Management Sciences for Health and UNICEF (hal. 27-29). New York: Dally.
Kottler, P., & Keller, K. L. (2008). Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
678
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
679
Membangun BPK Paripurna
Optimalisasi Penerapan
SPKM untuk LHP BPK yang
Berkualitas dan Bermanfaat
Agus Priyono, S.E., Ak., M.Si., CSFA., CA., csfa
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara)
A. Pendahuluan
Sistem Manajemen Mutu (SMM) memiliki peran yang sangat krusial di dalam mewujudkan
visi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pendorong pengelolaan keuangan negara
untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.
Melalui optimalisasi penerapan SMM yang meliputi pengendalian mutu (quality
control) dan pemerolehan keyakinan mutu (quality assurance) diyakini dapat menjamin
keseluruhan tahapan pemeriksaan dilaksanakan secara tepat waktu, komprehensif,
terdokumentasi secara memadai, dilaksanakan dan di-review secara berjenjang oleh
Pemeriksa yang kompeten.
Selain itu, penerapan SMM juga akan mampu menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) BPK yang bermutu tinggi sesuai standar dan praktik terbaik di bidang pemeriksaan
serta dalam rangka memenuhi ketentuan perundang-undangan. Hal ini penting untuk
dilakukan oleh BPK, mengingat kondisi saat ini keberadaan LHP BPK semakin dibutuhkan
oleh stakeholder dengan berbagai alasan dan kepentingannya.
Tren permintaan LHP BPK oleh stakeholder menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan dari waktu ke waktu. Permintaan atas LHP BPK berasal dari Institusi Penegak
Hukum, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan, instansi vertikal
pemerintahan di daerah, dan atau akademisi/mahasiswa sesuai dengan kepentingannya
masing-masing.
Institusi Penegak Hukum berkepentingan dengan LHP BPK dalam rangka memperoleh
informasi awal terkait penyimpangan pengelolaan keuangan negara/daerah yang
berindikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) untuk diproses lebih lanjut melalui
tahapan penyelidikan, penyidikan dan atau penuntutan baik oleh Komisi Pemberantasan
680
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), maupun Kejaksaan Agung
(Kejagung).
Sedangkan LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya membutuhkan LHP BPK untuk
keperluan pengawasan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara/daerah.
Sementara instansi vertikal yang ada di daerah, dalam hal ini, Kantor Wilayah (Kanwil)
Perbendaharaan, Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) berkepentingan dengan LHP BPK dalam rangka penyusunan neraca
konsolidasian untuk seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia; penentuan dasar
pemberian Dana Insentif Daerah (DID) kepada pemda; serta memperoleh informasi
perkembangan akuntabilitas pemerintahan di daerah.
Sedangkan kalangan akademisi/mahasiswa biasanya membutuhkan LHP dalam
rangka memperoleh data-data terkait pengelolaan keuangan negara/daerah untuk
pengembangan materi pembelajaran maupun menunjang kegiatan penelitian/riset.
Tingginya tingkat permintaan dan harapan stakeholder akan LHP BPK yang berkualitas
dan bermanfaat, telah membawa konsekuensi dan tanggung jawab yang besar bagi para
Pemeriksa di lingkungan BPK untuk dapat menghasilkan LHP berkualitas dan bermanfaat
sesuai dengan harapan stakeholder.
Para Pemeriksa BPK dituntut dapat menggunakan kecermatan profesionalismenya secara
optimal sehingga mampu menghasilkan LHP yang sesuai dengan standar pemeriksaan,
bermutu dan tidak terdapat kesalahan, baik dalam penyajian temuan pemeriksaan maupun
simpulan hasil pemeriksaan.
Ketidakcermatan dan ketidakprofesionalan dalam penyusunan LHP dapat memberikan
dampak negatif bagi BPK, antara lain risiko adanya gugatan/tuntutan hukum dari pihak
ketiga yang semakin meningkat dan tingkat kepercayaan stakeholder terhadap LHP BPK
semakin berkurang.
B. pembahasan
Dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan fungsi BPK Perwakilan di
bidang pemeriksaan, dapat dilakukan beberapa upaya perbaikan, salah satunya melalui
optimalisasi Penerapan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu (SPKM).
Untuk menjamin agar LHP tetap terjaga kualitasnya sekaligus juga memberikan
nilai tambah/manfaat bagi perbaikan pengelolaan keuangan negara/daerah, BPK
menerbitkan regulasi terkait sistem pengendalian mutu, antara lain Peraturan BPK RI Nomor
1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), Keputusan BPK RI
681
Membangun BPK Paripurna
Nomor 5/K/I-XIII.2/10/2015 tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan, dan Keputusan
BPK RI Nomor 03/K/I-XIII.2/03/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pemerolehan
Keyakinan Mutu (Juklik SPKM).
Regulasi tersebut mengharuskan setiap Pejabat Fungsional Pemeriksa (PFP) dan
Pejabat Struktural Pemeriksa (PSP) yang ditugaskan melaksanakan pemeriksaan agar
secara konsisten dan bersungguh-sungguh menerapkan sistem pengendalian mutu yang
meliputi pengendalian mutu dan pemerolehan keyakinan mutu sesuai peran dan tanggung
jawabnya masing- masing.
PFP secara berjenjang bertanggung jawab melaksanakan pengendalian mutu, mulai
dari Ketua Tim, Pengendali Teknis dan Pengendali Mutu pada saat tahap pemeriksaan
sebelum laporan pemeriksaan diterbitkan. Pemerolehan keyakinan mutu dilakukan guna
memastikan pemeriksaan telah sesuai dengan standar pemeriksaan dan ketentuan yang
berlaku. Proses pengendalian mutu dilakukan secara hot review oleh Tim Pemeriksa yang
bersangkutan atau Tim Pemeriksa lainnya melalui review silang.
Ketua Tim bertanggung jawab melaksanakan pengendalian mutu secara intensif
kepada Anggota Tim berdasarkan Program Kerja Perorangan (PKP). Pengendali Teknis
bertanggung jawab melaksanakan pengendalian atas pekerjaan Ketua Tim dan Anggota
Tim berdasarkan Program Pemeriksaan yang telah ditetapkan. Sementara Pengendali
Mutu bertanggung jawab melaksanakan pengendalian atas tahapan pemeriksaan guna
memastikan bahwa pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan SPKN.
PSP secara berjenjang bertanggung jawab melaksanakan pemerolehan keyakinan
mutu pada tahap pemeriksaan saat sebelum laporan pemeriksaan diterbitkan, guna
memastikan pengendalian mutu telah dilaksanakan oleh PFP secara berjenjang serta telah
sesuai dengan standar pemeriksaan dan ketentuan yang berlaku. Proses tersebut dilakukan
sebagai dasar Pemberi Tugas Pemeriksaan dalam menandatangani Surat Keluar.
Dalam praktiknya menunjukkan masih adanya kendala/kelemahan dalam implementasi
Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan (PKMP) yang menghambat upaya
dalam menghasilkan LHP BPK yang berkualitas dan bermanfaat. Hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan hasil review yang dilakukan oleh Inspektorat Utama (Itama) dan Direktorat
Evaluasi Pelaporan Pemeriksaan (Dit. EPP) serta data monitoring kasus gugatan terhadap
LHP BPK.
682
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Hasil Review Itama
Dalam rangka mengevaluasi tingkat kesesuaian atas pelaksanaan keseluruhan tahapan
pemeriksaan dengan standar pemeriksaan, Itama menyelenggarakan kegiatan review
Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan (PKMP) pada 7 Auditorat Utama Keuangan
Negara (AKN) dan beberapa BPK Perwakilan yang dilakukan secara rutin dalam setiap
tahunnya. Jumlah LHP yang disampel untuk tahun 2016, 2017 dan 2018 masing-masing
sebanyak 104 LHP, 75 LHP dan 52 LHP.
Tren Hasil Review PKMP Itama Dalam Tiga Tahun Terakhir
Periode Tahun 2016-2018
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Jml LHP Porsi
Klasifikasi Jml LHP Porsi Jml LHP Porsi
Perlu Tambahan Dukungan 6 6% 14 19% 1 2%
terhadap 82 79% 56 75% 50 96%
Sebagian Tidak Sesuai (STS) 16 15% 5 7% 1 2%
Sesuai (S) 104 100% 75
Jumlah 52
Berdasarkan hasil review atas LHP-LP tersebut, jumlah LHP dengan rating Sesuai
(S) dimana keseluruhan tahapan pemeriksaan (perencanaan, pelaksanaan, pelaporan,
pemantauan tindak lanjut dan pengendalian mutu menyeluruh) dilaksanakan sesuai
standar dan pedoman pemeriksaan di BPK, menunjukkan tren penurunan yang cukup
signifikan.
Jumlah LHP dengan rating Sesuai (S) pada tahun 2016 hanya sebanyak 16 LHP atau
15% dari 104 LHP yang disampel. Jumlah tersebut mengalami penurunan pada tahun
2017 dimana hanya 5 LHP atau 7% dari 75 LHP yang disampel yang masuk klasifikasi LHP
dengan rating Sesuai (S). Demikian halnya untuk jumlah LHP dengan rating Sesuai (S) Tahun
2018 hanya sebanyak 1 LHP atau 2% dari 52 LHP yang disampel.
Kondisi serupa juga ditemui pada BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Utara. Hasil
review yang dilakukan Itama pada tahun 2018 atas LHP tahun 2017 menunjukkan dari 4
LHP yang menjadi sampel, tidak ada LHP yang mendapatkan rating Sesuai (S).
683
Membangun BPK Paripurna
Hasil Review PKMP Itama Tahun 2018 atas LHP BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan
Utara Tahun 2017
Klasifikasi Tahun 2018 Porsi
Jml LHP 0%
Perlu Tambahan Dukungan terhadap Laporan (PTDL) - 100%
Sebagian Tidak Sesuai (STS) 4 0%
Sesuai (S) - 100%
Jumlah 4
Hal – hal tersebut mengindikasikan perlunya tindakan perbaikan pada setiap tahapan
pemeriksaan. Tujuannya, guna menjamin kesesuaian dengan standar pemeriksaan
sehingga mampu menghasilkan LHP yang berkualitas dan bermanfaat.
Selain itu, terdapat permasalahan lainnya yang ditemukan dalam review PKMP, yaitu
pelaksanaan review secara berjenjang kurang optimal, dokumentasi pemeriksaan
belum memadai, kompetensi profesional Pemeriksa perlu ditingkatkan, pelaksanaan
supervisi belum optimal, serta pemantauan atas tahapan pelaporan yang belum berjalan
sesuai harapan.
Hasil Review Direktorat EPP
Dalam rangka penyusunan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS), Direktorat
Evaluasi Pelaporan Pemeriksaan (EPP) menyelenggarakan kegatan review atas keseluruhan
LHP BPK yang diterbitkan AKN dan BPK Perwakilan yang nantinya masuk IHPS pada
semester berkenaan. Review yang dilakukan Direktorat EPP menitikberatkan pada akurasi
angka, konsistensi penyajian dan permasalahan lainnya.
Selain itu, dalam review juga memastikan ketepatan klasifikasi temuan pemeriksaan
ke dalam temuan administrasi, temuan kerugian daerah, temuan pemborosan, temuan
terkait efisiensi, serta ekonomi dan efektivitas. Review ketepatan atas klasifikasi temuan
pemeriksaan mengacu pada Keputusan BPK No. 5/K/I-XIII.2/8/2010 tanggal 27 Agustus
2018 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan.
Hasil review yang dilakukan Direktorat EPP menunjukkan masih terdapat permasalahan
terkait ketidakakuratan angka/nilai temuan, ketidakkonsistenan dalam penyajian temuan
pemeriksaan dalam LHP, kesalahan pengetikan dan ketidaktepatan klasifikasi penyajian
temuan pemeriksaan.
684
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Hasil Pemantauan atas Kasus Gugatan Pihak Ketiga terhadap LHP BPK
Risiko hukum terhadap LHP BPK adalah sebuah konsekuensi dari timbulnya akibat
hukum bagi pihak-pihak yang terkait. LHP BPK memiliki risiko dituntut/digugat secara
pidana, perdata dan Tata Usaha Negara oleh pihak ketiga.
Berdasarkan data pada Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum
Pemeriksaan Keuangan Negara (Ditama Binbangkum), diketahui bahwa sampai dengan 30
Juni 2018 terdapat 14 kasus gugatan dari pihak ketiga yang terdiri dari 8 kasus perdata
dan 6 kasus Tata Usaha Negara (TUN). Dari 14 kasus tersebut, 12 kasus di antaranya telah
memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan dimenangkan oleh BPK. Sedangkan 2 kasus
sisanya masih dalam proses persidangan.
Hal-hal yang menjadi dasar pihak ketiga mengajukan gugatan, antara lain, penggunaan
bahasa/istilah yang dapat berpotensi fitnah atau mencemarkan nama baik seseorang;
penggunaan metodologi pemeriksaan yang dinilai pihak ketiga tidak tepat; serta adanya
prosedur pemeriksaan yang tidak dilakukan seperti konfirmasi, klarifikasi, dan pengecekan
fisik.
Upaya yang dapat ditempuh guna mengatasi kendala/kelemahan, sekaligus
meminimalkan risiko tuntutan/gugatan hukum dari pihak ketiga, adalah melalui
optimalisasi penerapan Sistem PKMP dengan langkah-langkah, pertama, melakukan
sosialisasi kepada seluruh Pemeriksa untuk meningkatkan pemahaman PFP dan PSP
mengenai arti pentingnya pengendalian mutu dan pemerolehan keyakinan mutu hasil
pemeriksaan.
Diharapkan setiap PFP dan PSP dapat semakin memahami tugas dan tanggung
jawabnya dalam pengendalian mutu dan pemerolehan keyakinan mutu sehingga mampu
mengimplementasikan secara efektif pada saat penugasan pemeriksaan.
Kedua, meningkatkan kemampuan dan pengetahuan PFP dan PSP dalam menunjang
peningkatan kualitas LHP BPK melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) dan
inhouse training. Materi diklat/inhouse traning disesuaikan dengan kendala/kelemahan
berdasarkan hasil review Itama dan Direktorat EPP, antara lain terkait pendokumentasian
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), mekanisme review, supervisi, kodering temuan
pemeriksaan, teknik penulisan laporan hasil pemeriksaan, termasuk teknik choacing
kepada PFP dengan tugas limpah sebagai Ketua Tim atau Pengendali Teknis.
Ketiga, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran Tim Perencanaan dan Pengkaji
Hasil Pemeriksaan (TPP) guna memperkuat tahapan perencanaan pemeriksaan, yakni
menyusun dan menyiapkan template Program Pemeriksaan (P2) BPK Perwakilan, template
685
Membangun BPK Paripurna
pedoman penulisan laporan, dan template instrumen review yang mencakup kesesuaian
standar, konsistensi penyajian, keakuratan perangkaan, dan kecermatan penulisan sesuai
Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
Keempat, mengoptimalkan peran Ketua Tim, Pengendali Teknis, Penanggung Jawab
dalam mendorong proses pengendalian mutu pada tahap pelaksanaan pemeriksaan
dan pelaporan hasil pemeriksaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai ketentuan/
standar, melalui:
a. Menyiapkan matrik mekanisme review oleh Ketua Tim, Pengendali Teknis, Penanggung
Jawab dengan menambahkan kolom pada matrik Hasil Pelaksanaan Prosedur
Pemeriksaan (HP3) yang disediakan untuk menampung masukan/arahan dari Ketua
Tim, Pengendali Teknis, Penanggung Jawab;
b. Menyampaikan laporan progress pelaksanaan pemeriksaan secara mingguan dari
Ketua Tim kepada Pengendali Teknis dan secara dua mingguan dari Pengendali Teknis
kepada Wakil Penanggung Jawab/Penanggung Jawab, dengan melampirkan HP3 yang
didalamnya memuat hasil review dari Ketua Tim, Pengendali Teknis, Penanggung Jawab
beserta tindak lanjutnya;
c. Melaksanakan review berjenjang di dalam tim bersangkutan untuk menguji kesesuaian
dengan standar, konsistensi penyajian, keakuratan perangkaan, kecermatan penulisan
dan kesesuaian EYD dengan menggunakan template review yang disusun oleh TPP.
Pengecekan terhadap akurasi perangkaan dilakukan dengan mewajibkan tim Pemeriksa
melengkapi dengan tellstruk untuk setiap perangkaan yang dimuat dalam LHP. Dengan
instrumen yang sama juga dilakukan review silang (cross review) oleh tim pemeriksaan
lainnya guna lebih memastikan kebenaran, akurasi dan konsistensi data dan informasi
yang akan dimuat dalam LHP.
Kelima, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran PSP dalam melaksanakan
pemerolehan keyakinan mutu pemeriksaan melalui pengisian instrumen/kuesioner PKMP
guna memastikan pengendalian mutu telah dilaksanakan oleh PFP secara berjenjang serta
telah sesuai dengan standar pemeriksaan dan ketentuan yang berlaku.
Keenam, melakukan penguatan tugas, fungsi dan peran Tim Review Opini di BPK
Perwakilan dalam tahap pelaporan, dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepala
BPK Perwakilan tentang Pembentukan tim review yang di dalamnya memuat uraian tugas
dan tanggung jawab tim review beserta mekanisme kerja tim review. Personel yang masuk
dalam Tim Review Opini adalah Pengendali Teknis dan Ketua Tim Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang secara aspek kompetensi telah terpenuhi.
686
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Ketujuh, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran Subbagian Hukum BPK Perwakilan
dalam mengkaji dampak hukum dari temuan pemeriksaan yang dimuat dalam LHP
sehingga dapat meminimalkan risiko tuntutan hukum dari pihak ketiga. Misalnya, dengan
menghindari penggunaan bahasa yang multitafsir dan berpotensi menimbukan fitnah
atau pencemaran nama baik; menghindari pencantuman informasi yang tidak/belum
jelas dasarnya; dan menghindari kesalahan penggunaan kriteria; serta memastikan setiap
temuan didukung KKP yang lengkap dan absah secara hukum.
Kedelapan, mengoptimalkan fungsi staf Kepala B P K Perwakilan dalam memastikan
koreksian secara berjenjang telah ditindaklanjuti.
C. Kesimpulan
Untuk meningkatkan kinerja BPK Perwakilan di bidang pemeriksaan, dilakukan
melalui optimalisasi penerapan Sistem PKMP dalam upaya mewujudkan LHP BPK yang
berkualitas dan bermanfaat, dengan langkah- langkah, pertama, melaksanakan kegiatan
sosialisasi guna meningkatkan pemahaman PFP dan PSP mengenai arti pentingnya
pengendalian mutu dan pemerolehan keyakinan mutu hasil pemeriksaan, sehingga PFP
dan PSP mampu mengimplementasikannya secara efektif dalam penugasan pemeriksaan.
Kedua, Melaksanakan diklat dan inhouse training dengan materi sesuai dengan
kelemahan/kendala yang teridentifikasi berdasarkan hasil review Itama dan Direktorat EPP
sehingga diharapkan mampu memberikan hasil yang tepat guna dan tepat sasaran.
Ketiga, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran TPP dalam memperkuat tahapan
perencanaan pemeriksaan, melalui penyusunan dan penyiapan template terkait P2
Perwakilan, pedoman penulisan laporan dan instrumen review.
Keempat, mengoptimalkan peran Ketua Tim, Pengendali Teknis, Penanggung Jawab
dalam mendorong proses pengendalian mutu pada tahapan pelaksanaan pemeriksaan
dan pelaporan hasil pemeriksaan telah dilaksanakan secara efektif sesuai ketentuan/standar,
melalui penyiapan matrik mekanisme review, penyampaian laporan progress pelaksanaan
pemeriksaan dengan melampirkan HP3 yang di dalamnya memuat hasil review berjenjang,
serta melaksanakan review berjenjang dan revu silang antar tim Pemeriksa.
Kelima, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran PSP dalam melaksanakan
pemerolehan keyakinan mutu hasil pemeriksaan melalui pengisian instrumen/kuesioner
PKMP guna memastikan pengendalian mutu telah dilaksanakan oleh PFP secara berjenjang
serta telah sesuai dengan standar pemeriksaan dan ketentuan yang berlaku.
687
Membangun BPK Paripurna
Keenam, melakukan penguatan tugas, fungsi dan peran Tim Review Opini di
Perwakilan dalam tahapan pelaporan.
Ketujuh, mengoptimalkan tugas, fungsi dan peran Subbag Hukum B P K Perwakilan
dalam mengkaji dampak hukum dari temuan pemeriksaan yang dimuat dalam LHP
sehingga dapat memimimalkan risiko tuntutan hukum dari pihak ketiga.
Kedelapan, mengoptimalkan fungsi staf Kepala Perwakilan dalam memastikan
koreksian secara berjenjang telah ditindaklanjuti.
688
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
Daftar Pustaka
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2009. Keputusan BPK No.3/K/I-XIII.2/03/2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu.
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2015. Keputusan BPK No.5/K/I-XIII.2/10/2015 tentang
Pedoman Manajemen Pemeriksaan.
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2016. Keputusan BPK tentang Rencana Strategis BPK 2016-
2020.
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2017. Peraturan BPK No. 1 Tahun 2017 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara.
Direktorat EPP, Nota Dinas No. 78/ND/XII.2/02/2018 tanggal 14 Februari 2018 tentang
Penyampaian Matrik Hasil Evaluasi LHP IHPS II Tahun 2017
Direktorat EPP, Nota Dinas No. 99/ND/XII.2/02/2019 tanggal 15 Februari 2019 tentang
Penyampaian Matrik Hasil Evaluasi LHP Semester II Tahun 2018
Ditama Binbangkum. Bahan Paparan “Penanganan Risiko Hukum dalam LHP Sebagai
Antisipasi Gugatan Pihak III” pada BPK Perwakilan Provinsi Maluku Utara, 27 Agustus
2018.
Inspektorat Utama. Bahan Paparan “Hasil Pengawasan Itama pada Pemeriksaan Tahun 2018
yang disampaikan pada Rakor Pelaksana BPK, 1-2 April 2019.
Inspektorat Utama, Nota Dinas No.101.1/ND/XI/03/2018 tanggal 29 Maret 2018 tentang
Laporan Konsolidasi Hasil Review Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan Tahun
2017.
Inspektorat Utama, Nota Dinas No.427/ND/XI/10/2018 tanggal 29 Oktober 2018 tentang Hasil
Review Pemerolehan Keyakinan Mutu Pemeriksaan Tahun 2018 pada BPK Perwakilan
Provinsi Kalimantan Utara di Tarakan.
689
Membangun BPK Paripurna
RISK-BASED AUDIT:
HAMBATAN ATAU SOLUSI?
(Suatu Tinjauan
Praktis Untuk Solusi
Peningkatan Kualitas
Hasil Pemeriksaan LKPD)
Eydu Oktain Panjaitan, S.E., M.M.,
Ak., CA., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat)
A. PENDAHULUAN
Tujuan dari pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) adalah
memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi keuangan yang disa-
jikan dalam LKPD. Opini sebagai output pemeriksaan LKPD merupakan jaminan yang layak
(reasonable assurance) untuk menilai akuntabilitas dan transparansi kepala daerah dalam
mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Seiring dengan perkembangan dinamika sosial, ekonomi dan politik dalam bidang
keuangan negara, tuntutan akan kualitas hasil pemeriksaan keuangan khususnya pemer-
iksaan LKPD juga meningkat. Masyarakat menginginkan bahwa jika suatu entitas memper-
oleh opini WTP, maka itu merupakan petunjuk bahwa tidak ada penyalahgunaan keuan-
gan daerah seperti perbuatan tindak pidana korupsi di entitas tersebut. Namun fakta yang
kemudian bermunculan adalah banyaknya berita tentang tindak pidana korupsi yang se-
dang ditangani oleh apparat penegak hukum pada pemerintah daerah yang LKPD-nya
mendapat opini WTP dari BPK.
Selain itu, permintaan data atau permintaan perhitungan kerugian negara/daerah oleh
institusi penegak hukum kepada BPK atas suatu permasalahan yang justru tidak ditemu-
kan dalam hasil pemeriksaan BPK. Hal tersebut diperparah dengan aduan dari masyarakat
690
|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan
atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap kasus-kasus yang gagal dideteksi
dan ditemukan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Secara khusus di BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat, terdapat 12 kasus yang diadu-
kan oleh Masyarakat/LSM namun tidak ditemukan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Fakta tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan tentang kualitas hasil pemeriksaan
LKPD yang dilakukan oleh Pemeriksa BPK. Berbagai spekulasi kemudian berkembang di
masyarakat, di mana ada yang memahami kondisi tersebut sebagai bentuk ketidakmam-
puan Pemeriksa BPK dalam menemukan fakta tentang terjadinya tindak pidana korupsi, se-
mentara pemahaman yang lain mempertanyakan integritas dan independensi Pemeriksa
BPK dalam menyatakan opini atas penyajian LKPD.
Apapun tanggapan dan reaksi masyarakat atas kontroversi tersebut, BPK harus me-
mandangnya sebagai suatu tantangan. Bagaimana meningkatkan kualitas hasil pemerik-
saan di antara berbagai macam kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
tugas dan wewenangnya terhadap pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah. Meskipun
disadari bahwa pada hakikatnya opini atas kewajaran penyajian informasi keuangan dalam
LKPD tidak secara langsung dapat dikaitkan dengan perbuatan penyalahgunaan keuangan
atau korupsi.
Keinginan masyarakat sudah jelas yaitu bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
harus mencerminkan “bersihnya” pengelolaan keuangan daerah dari praktik tindak pidana
korupsi.
Tantangan tersebut kemudian diejawantahkan dalam Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN). Standar ini meminta agar Pemeriksa merancang prosedur pemeriksaan
yang dapat mendeteksi salah saji material, yang disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dan berpengaruh langsung dan material terhadap
penyajian laporan keuangan.
Selain itu, BPK menerbitkan Petunjuk Pelaksana (Juklak) Pemeriksaan Keuangan, se-
jumlah Petunjuk Teknis (Juknis) terkait pemeriksaan keuangan, dan panduan pemeriksaan
LKPD untuk mendorong peningkatan kualitas hasil pemeriksaan yang dilaksanakan oleh
para Pemeriksa BPK.
Salah satu pendekatan yang dikembangkan dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan
LKPD adalah penerapan audit berbasis risiko (Risk Based Audit/RBA). Dengan pendekatan
penilaian risiko, diharapkan pelaksanaan pemeriksaan LKPD akan berjalan lebih efektif
meskipun mencakup area pemeriksaan yang luas dan kompleks.
691
Membangun BPK Paripurna
B. Pembahasan
BPK telah menerapkan pendekatan RBA atau pendekatan pemeriksaan berbasis risiko,
yaitu pendekatan audit yang memberikan fokus pemeriksaan pada area/akun laporan
keuangan yang memiliki risiko tinggi atas terjadinya salah saji.
Pendekatan ini muncul karena adanya pemikiran atas kompleksitas dan luasnya cak-
upan entitas yang diperiksa sehingga tidak memungkinkan bagi Pemeriksa untuk melaku-
kan pemeriksaan dengan menguji keseluruhan populasi (100% testing) karena selain tidak
efektif juga tidak efisien.
Hambatan dalam pemeriksaan LKPD dan RBA
Dalam pemeriksaan LKPD, terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi BPK
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat, di antaranya, pertama, sumber daya Pemeriksa yang
terbatas.
Pemeriksaan LKPD selama ini masih mengandalkan Pemeriksa dengan jumlah terbatas.
Satu tim pemeriksaan LKPD, terutama pemerintah kabupaten/kota biasanya paling banyak
terdiri dari empat orang pemeriksa di lapangan. Ditambah masing-masing satu orang Pen-
gendali Teknis, satu orang Wakil Penanggung Jawab, dan satu orang Penanggung Jawab
pemeriksaan. Bila dibandingkan dengan ukuran lingkup pemeriksaan yaitu satu tahun an-
ggaran untuk pemerintah daerah (Pemda) dengan jumlah Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) minimal 40, maka jumlah empat orang pemeriksa tersebut tidak memadai.
Terlebih jika mempertimbangkan waktu pemeriksaan yang telah ditentukan oleh
peraturan dan bukan oleh luas lingkup pemeriksaan yang harus dilakukan.
Kedua, pengalaman dan kompetensi pegawai. Pada umumnya Pemeriksa gagal men-
deteksi risiko kecurangan karena kurangnya pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman.
Tuanakotta (2010) menjelaskan bahwa Pemeriksa harus memiliki kemampuan, pengeta-
huan dan pengalaman.
Selama bertahun-tahun, Pemeriksa yang berpengalaman lebih cenderung cepat men-
genali dan mendeteksi potensi risiko yang ada (Nerda & Martin, 2016). Tingkat Pendidikan
berdasarkan e-Bezetting Pemeriksa pada BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat Tahun
2019 menunjukkan bahwa sebanyak 8 orang Strata II dan 26 orang Strata I dengan rata-rata
pengalaman memeriksa tujuh tahun.
Ketiga, jangka waktu pemeriksaan yang singkat. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Ta-
hun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada
Pasal 17 Ayat (2) menyebutkan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPD disampaikan
692