The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Teguh Siswanto, 2020-02-19 09:28:49

BUKU 2 - MEMBANGUN BPK PARIPURNA

BUKU 2 - MEMBANGUN BPK PARIPURNA

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Keuangan Negara yang Berkualitas dan Bermanfaat untuk Mencapai Tujuan Negara”.
Melalui visi ini, BPK akan menunjukkan perannya secara aktif dalam pencapaian tujuan
negara melalui pemeriksaan sebagai bentuk pelaksanaan mandat konstitusionalnya.

Dalam rangka mencapai visi tersebut, BPK menyusun beberapa misi yakni (1) Memeriksa
tata kelola dan tanggung jawab keuangan negara untuk memberikan rekomendasi,
pendapat, pertimbangan; (2) Mendorong pencegahan korupsi dan percepatan penyelesaian
ganti kerugian negara; dan (3) Melaksanakan tata kelola organisasi yang transparan dan
berkesinambungan agar menjadi teladan bagi institusi lainnya.

Pencapaian visi dan pelaksanaan misi tersebut dilakukan dengan tujuan strategis
“Meningkatnya tata kelola keuangan negara yang berkualitas dan bermanfaat”. Tujuan yang
telah ditetapkan, akan dicapai melalui pelaksanaan sasaran strategis, yaitu “Meningkatnya
pemanfaatan rekomendasi, pendapat, dan pertimbangan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara serta penyelesaian ganti kerugian negara yang didukung tata
kelola organisasi yang berkinerja tinggi”.

Penetapan tema, tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan ditetapkan langsung
oleh Badan. Tema dan tujuan pemeriksaan ini diselaraskan dengan agenda pembangunan
dan ditetapkan minimal satu agenda setiap tahun, melalui pemeriksaan tematik nasional
dengan pendekatan kinerja.

Tujuan pemeriksaan yang telah ditetapkan tersebut akan dilaksanakan oleh seluruh
Satuan kerja (satker) pemeriksaan di BPK secara independen. Seluruh satker berkewajiban
terlibat dalam pemeriksaan tematik nasional sesuai dengan portofolionya masing-masing.
Khusus untuk satker perwakilan, selain melaksanakan pemeriksaan tematik nasional, juga
berkewajiban melaksanakan pemeriksaan tematik lokal, dengan memperhatikan rencana
pembangunan daerah serta isu strategis yang berkembang di wilayahnya masing-masing.

Selain itu, satker perwakilan juga dimungkinkan untuk melakukan pemeriksaan
signifikan lainnya atas isu di luar tematik nasional sesuai dengan portofolio masing-
masing satker. Namun, harus diperhatikan ketersediaan sumber daya yang dimiliki dan
perkembangan pemeriksaan tematik nasional yang sedang dilaksanakan.

Dengan alur pikir penentuan kebijakan pemeriksaan dalam Renstra 2020 – 2024
tersebut di atas maka perlu upaya yang sungguh-sungguh dari unit kerja perwakilan dalam
memahami Tema dan Fokus Pemeriksaan. Pemahaman itu yang dinyatakan dalam renstra,
agenda pembangunan yang digariskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) dan isu strategis yang berkembang di wilayahnya dan pada gilirannya
menerapkannya dalam perencanaan pemeriksaan tahunannya.

593

Membangun BPK Paripurna

Saat ini, unit kerja BPK Perwakilan belum memiliki tim yang ditugaskan secara khusus
untuk memahami tema dan fokus pemeriksaan dalam renstra, dan menerapkannya
dalam perencanaan operasional pemeriksaannya. Hal ini menyebabkan sering terjadinya
revisi Rencana kerja Pemerintah (RKP) oleh unit kerja perwakilan karena terlambat
mengantisipasi pemeriksaan tematik yang sudah direncanakan. Juga, hal itu dapat pula
menyebabkan penentuan obyek dan sasaran pemeriksaan kinerja dan / atau Pemeriksaan
Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dalam pemeriksaan tematik lokal maupun pemeriksaan
yang akan dilaksanakan secara mandiri oleh BPK Perwakilan tidak sejalan dengan tema
dan fokus pemeriksaan yang telah ditentukan oleh BPK dalam renstra. Jika ini terjadi,
maka dampak manfaat yang diharapkan dari hasil pemeriksaan BPK terhadap perbaikan
kinerja pemerintah dalam mencapai tujuan negara akan sulit tercapai. Oleh karena itu, BPK
Perwakilan perlu memiliki tim yang secara khusus ditugasi menyusun RKP tahunan dan
Prognosa berdasarkan tema dan fokus Pemeriksaan dalam Renstra BPK serta isu strategis di
luar tematik nasional sesuai dengan portofolio satker perwakilan.

B. DESKRIPSI PROGRAM KERJA
Program kerja yang menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah pembentukan

Tim Pengelolaan Fokus Pemeriksaan (TPFP) di BPK Perwakilan yang bertugas menyusun
RKP dan Prognosa RKP berdasarkan Kebijakan Pemeriksaan BPK dalam Renstra BPK. TPFP
ini harus memahami Tema dan Fokus Pemeriksaan beserta dengan simpulan sementara
yang diharapkan dan tentative strategic audit objective (TSAO)-nya, serta menerapkannya
dalam perencanaan operasional pemeriksaan sesuai konteks pada unit kerja pemeriksa.

Tujuan
Tujuan program kerja ini adalah agar BPK Perwakilan dalam menentukan obyek dan

sasaran pemeriksaan kinerja dan PDTT sejalan dengan kebijakan pemeriksaan BPK RI yang
telah digariskan dalam Renstra BPK. Kesesuaian penentuan obyek dan sasaran pemeriksaan
kinerja dan PDTT di unit kerja perwakilan dengan tema dan fokus pemeriksaan BPK RI
akan meningkatkan kemanfaatan laporan hasil pemeriksaan BPK bagi pemerintah dalam
upayanya mencapai tujuan bernegara yaitu masyarakat sejahtera.

594

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Manfaat
Program kerja ini diharapkan memberikan manfaat untuk BPK Perwakilan agar menjadi

lebih intens dalam mengimplementasikan tema dan fokus pemeriksaan dalam perencanaan
pemeriksaannya. Pemeriksaan tematik yang sudah direncanakan untuk dilakukan oleh
AKN yang membidangi, dapat direspon dalam RKP dengan lebih baik oleh BPK Perwakilan,
sehingga mengurangi terjadinya revisi RKP. Selain itu TPFP dapat membantu Kalan BPK
Perwakilan dalam menentukan obyek dan sasaran pemeriksaan kinerja dan PDTT yang
dilakukan secara mandiri terhadap program-program atau kegiatan di wilayah kerjanya
sesuai dengan tema dan fokus pemeriksaan yang sudah digariskan oleh pimpinan, yang
diturunkan dari Renstra BPK, serta isu-isu signifikan yang menjadi perhatian publik maupun
permintaan stakeholder di wilayah BPK Perwakilan. Perencanaan yang demikian akan
menjamin bahwa pemeriksaan akan mengarah pada program unggulan pemerintah yang
menyangkut hajat hidup masyarakat di wilayah BPK perwakilan.

Selain itu, TPFP juga dapat mengusulkan kepada Kepala BPK Perwakilan untuk
mengambil tindakan pemenuhan sumber daya pemeriksa, misalnya dengan mengusulkan
peminjaman tenaga pemeriksa dari unit kerja perwakilan atau auditorat lain, ataupun
sumber yang lain, jika diperkirakan terdapat kekurangan sumber daya pemeriksa untuk
pelaksanaan RKP yang telah direncanakan.

c. Ruang Lingkup
Dalam rangka mencapai tujuan dan memperoleh manfaat sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya, program kerja ini dirancang setingkat kebijakan dalam lingkup unit kerja
perwakilan sebagai terobosan untuk menjamin kesesuaian perencanaan pemeriksaan
kinerja dan PDTT di BPK Perwakilan dengan tema dan fokus pemeriksaan yang telah
digariskan pimpinan BPK dalam renstra.

Program kerja ini dijabarkan pada beberapa kegiatan penting yaitu:
1) Program Peningkatan Kompetensi melalui kegiatan:

a) Pembentukan tim Pengelola Fokus Pemeriksaan unit kerja BPK perwakilan
b) Penguatan wawasan tentang RJPMN dan RJPMD, Kebijakan Pemeriksaan, Renstra

BPK RI 2020 – 2024, Rencana Implementasi Renstra (RIR), dan Business Case BPK.

595

Membangun BPK Paripurna

2) Program Penyempurnaan Metodologi melalui kegiatan:
a) Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal yang mengatur
mekanisme kerja tim Pengelola Fokus Pemeriksaan unit kerja BPK perwakilan
b) Mengembangkan metode analisis terhadap isu-isu signifikan pengelolaan
keuangan daerah yang muncul baik di media masa lokal maupun nasional.

3) Program Penjaringan Isu Penting dan harapan Pemangku Kepentingan melalui
kegiatan:
a) Focus Group Discussioan (FGD) dengan stakeholder BPK terkait isu-isu penting dan
harapan stakeholder

Tahapan Kegiatan
Untuk mencapai tujuan program kerja secara efisien dan efektif, maka diperlukan suatu

kerangka milestone yang secara jelas menggambarkan inovasi dan hasil yang diharapkan.
Milestone ini meliputi bentuk tahapan capaian yang dihasilkan serta perkiraan waktu yang
dibutuhkan, dengan uraian sebagai berikut.

Tahapan Program Kerja

No. Program/Kegiatan Output Tahapan Jangka Waktu

1. Pembentukan Tim Kerja 2019 Terbentuknya Tim 3 hari
a. Penyusunan draft SK Tim Kerja Kerja dengan SK Kepala
b. Perumusan pembagian tugas Tim Perwakilan (Kalan)
c. Penyusunan jadwal kegiatan Tim
d. Perumusan mekanisme kerja Tim

2. FGD dengan pihak terkait Terselenggaranya FGD 2 hari
a. Perencanaan materi diskusi dan yang dibuktikan dengan
peserta Laporan Penyelenggaraan
b. Pelaksanaan FGD dengan stakeholder FGD
internal BPK
c. Pembahasan hasil FGD di internal tim

3. Penyusunan RKP, Prognosa dan Monitoring & Tersusunnya Rencana Kerja 3 hari
Evaluasi Pemeriksaan Tahun X dan
Prognosa RKP Tahun X+1
a. Rapat koordinasi penyusunan RKP
Perwakilan Tahun X dan Prognosa RKP
Tahun X+1

b. Evaluasi untuk feedback penyempurnaan

596

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Tata Kelola Program Kerja
1) Struktur Tata Kelola Program Kerja
Program Kerja ini akan di bawah kendali langsung Kalan BPK. TPFP terdiri dari
Sekretariat dan beberapa subtim kerja yang bertanggung jawab atas program dan
kegiatan masing-masing.
2) Pembentukan TPFP
Untuk menjamin terlaksananya berbagai program dan kegiatan dalam proyek kerja
ini, Ketua TPFP dibantu oleh tim kerja dengan pembagian tugas dan kewenangan
sebagai berikut:

Tugas dan Kewenangan Tim Kerja

No. Anggota Tim Tugas dan Kewenangan
Kerja
n Mengoordinasikan tim TFP;
1. Ketua TPFP n Melaporkan secara periodik kepada kepala perwakilan.

2. Bidang Teknis n Menentukan obyek dan sasaran pemeriksaan berdasarkan Tema dan Fokus
Pemeriksaan serta hasil inventarisir dan analisis isu-isu penting pengelolaan
keuangan daerah di wilayah kerja BPK perwakilan;

n Menyusun kebutuhan sumber daya dan tim pemeriksaan;
n Bekerja sama dengan unit kerja terkait: strategi, metode, kajian dan isu

potensial;

3. Bidang Keuangan n Menghitung anggaran pemeriksaan dari jenis, obyek dan sasaran pemeriksaan
4. Bidang Humas yang dipilih

n Menginventarisir, menganalisis dan melaporkan isu-isu penting menyangkut
pelaksanaan APBD di wilayah kerja unit kerja perwakilan yang beredar di
media masa baik lokal maupun nasional.

5. Bidang Hukum/ n Menyusun SOP mekanisme kerja Tim Pengelolaan Fokus Pemeriksaan unit
Metodologi kerja Perwakilan.

n Menyelenggarakan FGD dengan stakeholder

TPFP dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala Perwakilan BPK Perwakilan dengan masa
berlaku sejak tanggal 1 Januari s.d. 31 Desember 20XX. Untuk menjamin keberlangsungan
pengelolaan fokus pemeriksaan, TPFP akan dibentuk kembali dengan SK Kepala Perwakilan
dengan modifikasi uraian tugas dan komposisi tim sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan situasi.

Untuk kelancaran pelaksanaan proyek perubahan, diatur mekanisme sebagai berikut:

597

Membangun BPK Paripurna

1) Untuk memudahkan koordinasi, TPFP beranggotakan pelaksana di Perwakilan,
melibatkan para pemeriksa dan personel sekretariat perwakilan.

2) Dalam pelaksanaan kegiatan, tim kerja berpedoman pada jadwal yang telah disusun
bersama dan menerapkan budaya kerja antara lain kerja cerdas dan disiplin.

3) Rapat koordinasi tim kerja minimal dilaksanakan satu bulan sekali untuk membahas
perkembangan program kerja serta hambatan dan kendala di lapangan

4) Kebutuhan biaya untuk mendukung program kerja akan dikoordinasikan oleh TPFP
kepada Kepala BPK Perwakilan dan selanjutnya akan dilaksanakan sesuai dengan
tata kelola keuangan yang ada.

1. Potensi Kendala Dan Strategi Mitigasi
Beberapa potensi kendala yang akan menghambat kelancaran pelaksanaan, dan

risiko yang harus diantisipasi bagi keberhasilan pencapaian target dan tujuan proyek
perubahan sesuai target waktu yang telah ditetapkan serta strategi mengatasi kendala dan
mengantisipasi risiko adalah sebagai berikut.

Potensi Kendala, Antisipasi Risiko dan Strategi Mitigasi

No Potensi Kendala Risiko Strategi Mitigasi

1. Adanya penolakan Pembentukan TPFP Memberikan motivasi kepada
pemeriksa dan penunjang terlambat dari jadwal yang pemeriksa tentang manfaat yang
untuk bergabung dalam direncanakan akan diterima mereka dengan
TPFP bergabung di TPFP

2. Adanya kekhawatiran Subtim kerja tidak bekerja Mensinkronkan kegiatan yang
unit teknis dan sekretariat optimal dan cenderung dibutuhkan dalam program kerja
perwakilan bahwa program fokus pada target IKU TPFP dengan kegiatan yang
kerja akan mengganggu rutin daripada peran di tersedia di Rencana Kerja awal
kinerja TPFP

C. KESIMPULAN
Dalam Renstra BPK, Kebijakan Pemeriksaan BPK selama lima tahun dituangkan dalam

bentuk Tema dan Fokus Pemeriksaan. TPFP perlu dibentuk agar unit kerja BPK Perwakilan
dapat mengimplementasikan Tema dan Fokus Pemeriksaan tersebut secara efektif dalam
penentuan obyek dan sasaran pemeriksaan pada saat penyusunan RKP maupun Prognosa.
Hal tersebut untuk menjamin kesesuaian RKP dan Prognosa yang disusun sejalan dengan

598

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Tema dan Fokus Pemeriksaan dalam Restra BPK. Dengan demikian diharapkan manfaat
hasil pemeriksaan kinerja dan PDTT dapat diperoleh pemerintah dalam upayanya mencapai
tujuan bernegara yaitu masyarakat sejahtera. TPFP akan beranggotakan pelaksana di
Perwakilan yaitu para pemeriksa dan personel sekretariat perwakilan.

Kegiatan penting yang perlu dilakukan antara lain kegiatan peningkatan kompetensi
TPFP berupa penguatan wawasan tentang RPJMN, RPJMD, serta Renstra BPK 2020-2024;
Kegiatan Penyempurnaan Metodologi berupa penyusunan SOP internal dan metode analisis
isu-isu pengelolaan keuangan negara/daerah yang beredar di masyarakat; serta kegiatan
FGD dengan stakeholder terkait permasalahan signifikan yang dihadapi masyarakat.
Kendala-kendala yang mungkin terjadi antara lain penolakan pemeriksa dan penunjang
untuk bergabung dalam TPFP, serta kekhawatiran unit teknis dan sekretariat perwakilan
bahwa program kerja TPFP akan mengganggu kinerja tugas pokok keseharian personil yg
ditunjuk menjadi TPFP. Hal tersebut bisa dimitigasi dengan memberikan motivasi kepada
pemeriksa tentang manfaat yang akan diterima mereka dengan bergabung di TPFP, serta
sinkronisasi kegiatan program kerja TPFP dengan kegiatan reguler di unit teknis dan
sekretariat perwakilan.

599

Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
Materi Raker Pelaksana BPK 2019: Konsep 2 Rancangan Teknokratik Rencana Strategis

BPK 2020-2024, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2019.
Materi Raker Pelaksana BPK 2019: Agenda 6. Rancangan Teknokratik Rencana Strategis

BPK 2020-2024, Slide Paparan oleh Kaditama Revbang.
Rencana Implementasi Renstra (RIR) 2016-2020, Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia, 2016
Business Case Fokus Pemeriksaan, Direktorat PSMK, Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia, 2017.

600

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

601

Membangun BPK Paripurna

Strategi Akselerasi
Penyelesaian TLHP

Yuan Candra Djaisin, S.E., MM., Ak., CPA., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta)

A. Pendahuluan
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) dan Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana
Badan Pemeriksa Keuangan, BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta bertugas memeriksa penge-
lolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakar-
ta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan lembaga terkait di lingkungan entitas. Termasuk
melaksanakan pemeriksaan yang ditugaskan oleh Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN)
dan Auditorat Utama Investigasi.

Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), di dalamnya
terdapat rekomendasi BPK yang harus ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Hasil pe-
meriksaan tersebut diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan guber-
nur untuk keperluan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP). BPK memantau pelaksanaan
tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan tersebut.

Dalam UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara dijelaskan bahwa rekomendasi adalah saran dari Pemeriksa berdasarkan
hasil pemeriksaannya. Ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk
melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

Selanjutnya, pejabat yang bersangkutan wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam Lapo-
ran Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dengan memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK
tentang tindak lanjut. Selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diteri-
ma.

Rekomendasi BPK disampaikan agar entitas dapat memperbaiki kelemahan- kelemahan
dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Oleh karena itu, tindak lanjut atas
rekomendasi hasil pemeriksaan sangat penting. Sebab, menunjukkan sejauh mana entitas

602

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

melakukan upaya perbaikan atas kelemahan yang ditemukan terkait pengelolaan dan tang-
gung jawab keuangan negara.

Semakin rendah tingkat penyelesaian TLHP menunjukkan semakin rendahnya capaian
entitas dalam upaya perbaikan atas kelemahan yang ada. Tingkat penyelesaian tindak lanjut
atas rekomendasi BPK merupakan salah satu bukti bahwa kualitas pemeriksaan BPK dinilai
dan diapresiasi oleh entitas. Selain itu, tingkat tindak lanjut atas rekomendasi juga akan men-
jadi salah satu penentu keberhasilan upaya BPK untuk memperbaiki pengelolaan keuangan
negara.

Hal tersebut selaras dengan Rencana Strategis (Renstra) BPK 2016-2020. Dalam renstra
tersebut telah ditetapkan Visi BPK yaitu menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara
untuk mencapai tujuan negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.

Dari visi tersebut, maka kondisi yang diinginkan adalah meningkatnya manfaat hasil pe-
meriksaan bagi para pemangku kepentingan (stakeholder). Salah satu ukuran dimanfaatkan-
nya hasil pemeriksaan tersebut adalah tingkat penyelesaian TLHP. Semakin tinggi tingkat
penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan menunjukkan pemangku kepentingan, khu-
susnya entitas yang diperiksa, telah memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk melakukan per-
baikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Dalam Renstra BPK telah ditetapkan target penyelesaian TLHP untuk Tahun 2019 sebesar
75% dan diharapkan pada tahun 2020 akan mencapai 80%. Kondisi yang ada pada saat ini,
belum optimalnya pemanfaatan hasil pemeriksaan BPK oleh pemangku kepentingan, khu-
susnya entitas yang diperiksa.

Hal tersebut tampak dari rendahnya persentase penyelesaianTLHP di mana dalam periode
dua semester terakhir: Semester II tahun 2018 (70,84%) dan Semester I tahun 2019 (72,99%).
Capaian ini menunjukan persentase yang masih di bawah target yang ditetapkan dalam Ren-
stra BPK yakni 75% pada tahun 2019. Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan hasil pe-
meriksaan BPK, maka diperlukan suatu strategi untuk mengakselerasi penyelesaian TLHP.

Dalam Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2019, fungsi BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta
terkait dengan penyelesaian TLHP, pertama, pembahasan TLHP pada lingkup tugas BPK Per-
wakilan Provinsi DKI Jakarta dengan aparat pengawasan internal pada entitas terperiksa, da-
lam hal ini inspektorat daerah. Kedua, pemantauan pelaksanaan TLHP pada lingkup tugas
BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.

Dari fungsi tersebut, diketahui bahwa BPK hanya melakukan pembahasan TLHP dengan
inspektorat daerah, bukan dengan unit kerja atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang
diperiksa. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga pemeriksa BPK dari gangguan independensi

603

Membangun BPK Paripurna

dan integritas.
Selain itu, berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan

Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan, BPK telah me-launching Sistem Informasi Pe-
mantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Sistem ini merupakan suatu sistem yang mendokumenta-
sikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pemantauan pelaksanaan tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.

SIPTL tersebut menghubungkan BPK dengan entitas yang diperiksa. Dalam menyam-
paikan data pelaksanaan tindak lanjut, pihak entitas yang diperiksa menginput data atau do-
kumen ke dalam sistem informasi tersebut dan secara otomatis data atau dokumen tersebut
akan diterima BPK.

Peranan inspektorat daerah sangat dibutuhkan dalam kaitannya melakukan input dan
verifikasi data/dokumen ke dalam SIPTL tersebut. Di sinilah peran pentingnya dalam penyele-
saian TLHP pemeriksaan. Sebab, inspektorat daerah merupakan pihak yang berkomunikasi
dengan BPK, sebagai pihak yang melakukan pemantauan tindak lanjut.

Untuk meningkatkan penyelesaian TLHP, BPK perlu bekerja sama dengan inspektorat
daerah dan memberdayakan inspektorat daerah untuk mengoordinir dan mengakselerasi
pelaksanaan penyelesaian tindak lanjut oleh para OPD di lingkup pemerintah daerah, serta
menerapkan SIPTL yang sudah dimiliki BPK.

B. Permasalahan
Rendahnya tingkat penyelesaian TLHP BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta disebabkan

belum optimalnya pembahasan dan pemantauan pelaksanaan TLHP. Belum optimalnya
penyelesaian TLHP tersebut, ditunjukan dengan beberapa permasalahan, pertama, belum
adanya tim pemantau tindak lanjut hasil pemeriksaan untuk masing-masing satuan kerja (sat-
ker) entitas pemeriksaan (auditor in charge). Selain itu, belum ada prosedur atau mekanisme
kerja untuk tim tersebut.

Kedua, data tindak lanjut yang tidak bergerak (stagnan), yang statusnya tidak selesai atau
belum sesuai rekomendasi, belum terinventarisasi. Padahal data tersebut diharapkan bisa di-
komunikasikan kepada entitas yang diperiksa melalui inspektorat dan dibahas penyelesaian-
nya.

Ketiga, SIPTL yang telah disiapkan oleh Biro Teknologi Informasi BPK belum sepenuhnya
diterapkan oleh BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dan entitas yang diperiksa.

Keempat, kurang intensifnya komunikasi BPK dengan inspektorat daerah dalam rangka
pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

604

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

C. Strategi Akselerasi Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan
Untuk mempercepat penyelesaian TLHP perlu disusun suatu strategi yang dapat men-

gatasi permasalahan yang ada dengan melakukan beberapa pendekatan, yaitu

Membentuk Tim Pemantau TLHP
Kepala Perwakilan BPK perlu membentuk beberapa Tim Pemantau TLHP yang anggot-

anya adalah para pemeriksa untuk melaksanakan pemantauan TLHP. Setiap Tim Pemantau
TLHP terdiri dari ketua dananggota tim yang akan menangani pemantauan tindak lanjut un-
tuk beberapa satker Pemprov DKI Jakarta.

Sebagai contoh, Tim Pemantau TLHP 1 menangani SKPD Badan Pajak dan Retribusi
Daerah (BPRD), Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) dan Badan Pengelolaan
Aset Daerh (BPAD). Tim Pemantau TLHP 2 menangani BUMD, seperti PT Bank DKI, PT Pem-
bangunan Jaya Ancol, dan PT Jakarta Tourisindo, dan BUMD lainnya.

Tim Pemantau TLHP tersebut bersifat tetap dan berkelanjutan. Baru berubah jika ada
mutasi pegawai. Hal ini dimaksudkan agar komunikasi dengan inspektorat daerah dapat
berjalan lebih efektif karena Pemeriksa yang menangani pemantauan tindak lanjut tidak
berubah sehingga dapat memahami perkembangan tindak lanjut pada satuan kerja entitas
terkait. Tim tersebut akan selalu berkoordinasi dengan inspektorat daerah dalam peman-
tauan TLHP.

Nama-nama Pemeriksa untuk setiap Tim Pemantau TLHP tersebut diberitahukan kepa-
da gubernur. Dengan begitu, nantinya diharapkan inspektorat daerah, setiap kepala satker,
atau direksi BUMD di Pemprov DKI Jakarta dapat mengetahui siapa Pemeriksa yang akan
melakukan pemantauan atas tindak lanjut dan berkoordinasi dengan satkernya.

Membuat Kesepakatan Bersama dengan Gubernur untuk Percepatan Penyelesaian
TLHP

Untuk mendorong pelaksanaan tindak lanjut oleh Pemprov DKI Jakarta, maka Kepala
BPK Perwakilan perlu membuat suatu kesepakatan bersama dengan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta yang isinya mengatur beberapa hal yang perlu dilaksanakan, baik oleh BPK Per-
wakilan Provinsi DKI Jakarta maupun oleh Pemprov DKI Jakarta.

Hal-hal penting yang perlu disepakati bersama, yakni:
1. Kepala BPK Perwakilan menunjuk secara tetap satu atau lebih Pemeriksa untuk sela-

lu berkoordinasi dengan inspektorat dalam melaksanakan pemantauan penyelesaian
tindak lanjut.

605

Membangun BPK Paripurna

Dalam hal ini, Kepala BPK Perwakilan membentuk Tim Pemantau TLHP sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya. Tim Pemantau TLHP tersebut bertindak sebagai peng-
hubung (liaison officer) antara BPK Perwakilan dengan inspektorat daerah dalam hal
pemantauan TLHP.

2. Gubernur menunjuk inspektorat daerah sebagai pihak yang dapat berkoordinasi
secara langsung dengan Tim Pemantau TLHP dalam rangka penyelesaian tindak lan-
jut. inspektorat daerah sekurang-kurangnya memiliki lima peran, pertama, mendis-
tribusikan hasil pemeriksaan BPK kepada pejabat yang harus menindaklanjuti re-
komendasi BPK setelah penyerahan LHP BPK kepada DPRD dan gubernur.
Kedua, memonitor penyelesaian TLHP BPK oleh pejabat yang harus menindaklanjuti
rekomendasi BPK dalam kurun waktu 60 hari setelah LHP diterima. Hasil monitoring
penyelesaian TLHP BPK disampaikan kepada gubernur secara berkala.

Ketiga, mengumpulkan dan memverifikasi jawaban atau penjelasan (bukti pelak-
sanaan) TLHP BPK dari pejabat yang harus menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk
disampaikan kepada BPK Perwakilan.

Keempat, mengumpulkan alasan yang sah dari pejabat yang harus menindaklan-
juti rekomendasi BPK yang dalam jangka waktu 60 hari tidak melaksanakan tindak
lanjut. Alasan yang sah disampaikan oleh inspektorat daerah kepada BPK Perwakilan
untuk dibahas.

Kelima, memberikan asistensi kepada pejabat yang harus menindaklanjuti re-
komendasi BPK dalam hal pejabat tersebut belum memahami atau mengalami kesu-
litan dalam melaksanakan tindak lanjut.

3. Inspektorat daerah dapat berkoordinasi dengan Tim Pemantau TLHP BPK jika ter-
dapat kendala atas pelaksanaan penyelesaian TLHP. Tim Pemantau TLHP dapat mem-
berikan masukan kepada inspektorat dalam mengatasi kendala atas pelaksanaan
penyelesaian TLHP tersebut.

4. Inspektorat daerah dan Tim Pemantau TLHP BPK berkoordinasi secara intensif untuk
membahas cara menyelesaikan rekomendasi hasil pemeriksaan yang belum selesai
ditindaklanjuti. Tim Pemantau TLHP dapat memberikan masukan atau pemahaman
kepada inspektorat apabila terdapat rekomendasi yang belum dipahami oleh entitas.

5. Kegiatan percepatan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan dilakukan secara
manual dan/atau secara online menggunakan SIPTL. Secara bertahap, BPK Perwakilan

606

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Provinsi DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta melaksanakan pemantuan dan penyele-
saian tindak lanjut secara online melalui SIPTL.

6. Pemprov DKI Jakarta agar menyusun Standard Operating Procedure (SOP) yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penyelesaian TLHP di lingkungan kerja
Pemprov DKI Jakarta. SOP tersebut sebaiknya ditetapkan dengan peraturan guber-
nur (pergub). SOP yang diterbitkan Pemprov DKI Jakarta sekurang-kurangnya men-
gatur tentang peran inspektorat dan pengangkatan dan penggantian administrator
dan inputer SIPTL.

7. BPK Perwakilan dan Pemprov DKI J a k a r t a berkoordinasi dalam rangka peng-
gunaan SIPTL guna mewujudkan percepatan penyelesaian TLHP, melalui:

a. Transfer of knowledge penggunaan aplikasi SIPTL kepada Pemprov DKI Jakarta;
b. Sosialisasi, bimbingan, dan pendampingan dalam rangka penggunaan aplikasi

SIPTL kepada Pemprov DKI Jakarta secara bersama-sama atau sendiri-sendiri;
c. Penyiapan teknologi informasi oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mendukung

pelaksanaan pemantauan secara online melalui SIPTL;
d. P e n u n j u k a n beberapa personel pegawai dari inspektorat daerah oleh Pem-

prov DKI Jakarta sebagai administrator dan sekurang-kurangnya satu orang
pegawai di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai inputer pelaksa-
na pemantauan secara online melalui SIPTL.

Implementasi akselerasi penyelesaian TLHP
Setelah dibentuk tim pemantauan TLHP dan dibuat kesepakatan bersama antara Kepa-

la BPK Perwakilan dengan Gubernur DKI Jakarta, maka tahap selanjutnya adalah melaku-
kan implementasi akselerasi penyelesaian TLHP. Implementasi tersebut dalam bentuk:

1. Tim Pemantau TLHP Melakukan Inventarisasi atas Tindak Lanjut yang Stag-
nan

Penugasan pertama yang perlu dilakukan oleh setiap Tim Pemantau TLHP adalah
melakukan inventarisasi atas tindak lanjut yang stagnan (tidak bergerak). Kriteria
TLHP yang masuk dalam kategori stagnan, yakni merupakan rekomendasi dari LHP
tahun-tahun sebelumnya, sebelum tahun berjalan; masih Status 2, tindak lanjut be-
lum sesuai dengan rekomendasi; dan Status 3, rekomendasi belum ditindaklanjuti.

Dalam proses inventarisasi tersebut, setiap Tim Pemantau TLHP melakukan identi-
fikasi penyelesaian tindak lanjut atas masing-masing rekomendasi dengan pen-

607

Membangun BPK Paripurna

gelompokkan, pertama, rekomendasi dengan Status 2 dan 3 yang masih dapat
ditindaklanjuti. Untuk kelompok rekomendasi ini, setiap Tim Pemantau TLHP perlu
mengidentifikasi kegiatan atau bukti tindak lanjut apa yang perlu dipenuhi oleh sat-
uan kerja entitas agar dapat menyelesaikan rekomendasi tersebut, untuk selanjutnya
dikomunikasikan kepada satuan kerja entitas melalui inspektorat.

Kedua, rekomendasi yang dapat diusulkan menjadi Status 1, tindak lanjut telah ses-
uai rekomendasi, yakni setiap Tim Pemantau TLHP perlu mengidentifikasi adanya re-
komendasi yang berulang pada LHP terkini. Atas adanya rekomendasi yang berulang,
maka rekomendasi yang sama pada LHP sebelumnya perlu dimutakhirkan men-
jadi Status 1 dan diberikan penjelasan bahwa rekomendasi telah dimutakhirkan
sesuai dengan temuan dan rekomendasi LHP yang terkini.

Rekomendasi yang dapat diusulkan menjadi Status 1 lainnya, setiap Tim Pemantau
TLHP perlu mengidentifikasi rekomendasi yang sebenarnya secara substansi sudah
selesai ditindaklanjuti, namun dari hasil pemantauan sebelumnya, dinyatakan belum
selesai. Dengan kondisi ini, rekomendasi dapat diusulkan menjadi status 1.

Ketiga, rekomendasi yang dapat dipertimbangkan/diusulkan menjadi Status 4,
rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti. Tim Pemantau TLHP perlu mengidentifi-
kasi rekomendasi yang memenuhi persyaratan untuk menjadi status 4. Kriteria tin-
dak lanjut yang diusulkan Status 4 mengikuti Petunjuk Teknis (Juknis) Pemantauan
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan terakhir dan Nota Dinas Anggota V Nomor 34/ND/
VII/11/2016 tanggal 30 Nopember 2016 tentang Kebijakan Penyelesaian Tindak Lan-
jut Hasil Pemeriksaan di Lingkungan AKN V.

Hasil inventarisasi TLHP yang stagnan yang telah dibuat oleh Tim Pemantau TLHP
selanjutnya disampaikan kepada Kepala Subauditorat dan Kepala BPK Perwakilan
untuk di-review secara berjenjang.

2. Pembahasan Hasil Inventarisasi Dengan Inspektorat Daerah

Menindaklanjuti hasil inventarisasi oleh Tim Pemantau TLHP, selanjutnya dilak-
sanakan rapat pembahasan tindak lanjut antara Tim Pemantau TLHP BPK dengan
inspektorat daerah. Rapat pembahasan ini meliputi dua hal: pembahasan atas hasil
inventarisasi TLHP yang stagnan dan pembahasan pelaksanaan tindak lanjut rutin
tahun berjalan.



608

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Dalam pelaksanaan pembahasan atas hasil inventarisasi TLHP yang stagnan, hal-hal
yang dilakukan Tim Pemantau TLHP, pertama, atas tindak lanjut rekomendasi yang
masih status 2 dan 3, Tim Pemantau TLHP menyampaikan kepada inspektorat daer-
ah, langkah dan dokumen apa saja yang diperlukan agar tindak lanjut dapat sesuai
dengan rekomendasi. Jika ada kendala pelaksanaan tindak lanjut yang disampaikan
inspektorat, maka Tim Pemantau TLHP memberikan masukan untuk mengatasi ken-
dala tersebut.

Kedua, Tim Pemantau TLHP menyampaikan kepada inspektorat daerah bahwa ber-
dasarkan hasil inventarisasi terdapat pelaksanaan tindak lanjut oleh entitas yang se-
cara substansi telah sesuai rekomendasi (status 1), namun masih tercatat status 2.
Status tersebut akan direvisi.

Ketiga, terdapat beberapa rekomendasi yang diindikasikan sudah tidak dapat ditin-
daklanjuti sehingga dapat diusulkan menjadi status 4, namun inspektorat daerah
diminta untuk melengkapi dokumen yang diperlukan dan dokumen tersebut agar
disampaikan kepada Kepala Perwakilan BPK melalui surat dari Kepala Daerah.

Hasil pembahasan dengan inspektorat daerah dari ketiga hal yang dilakukan Tim
Pemantau TLHP tersebut selanjutnya didokumentasikan dalam bentuk Berita Acara
Pembahasan Tindak Lanjut.

3. Implementasi Kesepakatan Bersama

Sebagaimana telah uraikan sebelumnya, perlu dibuat suatu kesepakatan bersama
antara Kepala BPK Perwakilan dengan gubernur terkait percepatan penyelesaian
TLHP. Dalam kesepakatan bersama tersebut terdapat hal-hal yang perlu disepakati
bersama dalam rangka percepatan penyelesaian TLHP. Butir-butir kesepakatan terse-
but perlu direalisasikan baik oleh BPK Perwakilan maupun Pemprov DKI Jakarta.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, implementasi akselerasi penyelesaian TLHP
dimulai dengan dilaksanakannya inventarisasi atas tindak lanjut yang stagnan oleh
Tim Pemantau TLHP BPK.

Hasil inventarisasi tersebut kemudian dibahas dengan inspektorat daerah. Hasil
pembahasan perlu ditindaklanjuti oleh inspektorat daerah untuk melakukan lang-
kah-langkah yang diperlukan dalam rangka penyelesaian tindak lanjut. Khususnya,
berkoordinasi dan mendorong para kepala satker di lingkungan Pemprov DKI Jakar-
ta untuk melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi.

609

Membangun BPK Paripurna

Dalam rangka koordinasi dan mendorong satker-satker untuk melaksanakan tindak
lanjut atas rekomendasi BPK, inspektorat daerah perlu melaksanakan perannya
sebagaimana telah diatur dalam kesepakatan bersama.

Jika terdapat kendala atau permasalahan, maka sesuai kesepakatan bersama,
inspektorat daerah dapat berkoordinasi dengan Tim Pemantau TLHP BPK sehing-
ga dapat ditemukan solusi dalam penyelesaian tindak lanjut rekomendasi. Dengan
adanya pelaksanaan atau realisasi butir-butir kesepakatan bersama, diharapkan re-
komendasi dapat segera diselesaikan tindak lanjutnya.

D. Penutup
Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya dalam tulisan ini, dapat disimpulkan bahwa

terdapat dua pihak yang mempunyai peranan penting dalam percepatan penyelesaian
TLHP, yaitu: Tim Pemantau TLHP BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta dan Inspektorat Daer-
ah Provinsi DKI Jakarta.

Tim Pemantau TLHP BPK dapat bertindak lebih proaktif untuk mendeteksi kendala/per-
masalahan yang dihadapi entitas dalam penyelesaian TLHP. Selain itu, dapat memberikan
masukan/usulan kepada entitas melalui inspektorat daerah mengenai langkah yang harus
diambil entitas untuk menyelesaikan kendala/permasalahan penyelesaian TLHP.

Tim Pemantau TLHP juga bertindak sebagai lialison officer bagi inspektorat daerah atau
tempat berkonsultasi dan berkoordinasi bagi inspektorat daerah dalam hal penyelesaian
TLHP dan penerapan SIPTL.

Di sisi lain, inspektorat daerah menjadi koordinator dan motor pendorong bagi satker
entitas yang diperiksa -termasuk BUMD- dalam upaya percepatan penyelesaian TLHP. Ins-
pektorat daerah memfasilitasi distribusi temuan pemeriksaan yang berisi rekomendasi da-
lam LHP kepada satker-satker serta memantau dan mengkooridinir tindak lanjut rekomen-
dasi satker-satker setelah 60 hari menerima LHP.

Selain itu, inspektorat daerah juga bertindak sebagai konsultan bagi satker dalam hal
terdapat kendala penyelesaian TLHP serta membantu memperlancar penerapan SIPTL
di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Dengan adanya peran kedua belah pihak, baik Tim Pemantau TLHP BPK dan inspektorat
daerah, diharapkan penyelesaian TLHP akan lebih efektif dan cepat diselesaikan.

610

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Daftar Pustaka

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggu-
ng Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2012). Keputusan Badan Pemeriksa Keuan-

gan Republik Indonesia Nomor 1/K/I-XIII.2/3/2012 tentang Petunjuk Teknis Pemantauan
Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. Jakarta. Badan Pemerik-
sa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2015). Keputusan Badan Pemeriksa Keuan-
gan Republik Indonesia Nomor 7/K/I-XIII.2/12/2015 tentang Rencana Strategis Badan
Pemeriksa Keuangan Tahun Anggaran 2016 Sampai Dengan Tahun Anggaran 2020. Ja-
karta. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Badan Pemeriksa Keuan-
gan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak
Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Badan Pemeriksa Keuan-
gan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksa-
na BPK. Jakarta. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Anggota V BPK. (2016). Nota Dinas Anggota V Nomor 34/ND/VII/11/2016 tanggal 30 Novem-
ber 2016 tentang Kebijakan Penyelesaian Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan di Lingkun-
gan AKN V. Jakarta.

611

Membangun BPK Paripurna

Optimasi Pemantauan
Tindak Lanjut Hasil
Pemeriksaan dengan

Pemanfaatn Aplikasi Smp dan
Siptl pada Auditorat Iv.c

Muhamad Toha Arafat, S.E., Ak., M.Si., Ak., CA., CSFA
(Kepala Auditorat IV.C)

A. PENDAHULUAN
Rencana Strategis (Renstra) BPK 2016—2020 memuat visi yang dirumuskan sebagai

berikut:
”Menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan negara

melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.” Untuk mencapai visi tersebut, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) mempunyai misi yaitu: (1) Memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri; (2) Melaksanakan tata kelola organisasi
yang berintegritas, independen, dan profesional.

Pencapain visi dan pelaksanaan misi tersebut dilakukan dengan dua (2)Tujuan Strategis
(TS) sebagai berikut.

1. Meningkatkan manfaat hasil pemeriksaan dalam rangka mendorong pengelolaan
keuangan negara untuk mencapai tujuan negara

Pencapaian TS ini akan diwujudkan melalui peningkatan kualitas hasil pemeriksaan
dan tingkat pemanfaatannya oleh para pemangku kepentingan untuk pengambilan
keputusan sesuai tugas dan kewenangannya. Untuk mencapaiTS ini, BPK memfokuskan
pada peningkatan pengelolaan strategi pemeriksaan dan peningkatan penyelesaian
tindak lanjut hasil pemeriksaan.

2. Meningkatkan pemeriksaan yang berkualitas dalam mendorong pengelolaan
keuangan negara untuk mencapai tujuan negara

Pencapaian TS ini akan diwujudkan melalui peningkatan efektivitas sistem
pengendalian mutu di tingkat pemeriksaan (audit engagement) dan kelembagaan.

612

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan Rencana Strategis BPK 2016 - 2020 Rekomendasi hasil pemeriksaan BPK
yang telah mencapai 55,14% dari target dan diharapkan 65%. Tingkat tindak lanjut
atas rekomendasi BPK merupakan salah satu bukti bahwa kualitas pemeriksaan BPK
dinilai dan diapresiasi oleh entitas pemeriksaan BPK. Selain itu, tingkat tindak lanjut atas
rekomendasi BPK juga akan menjadi salah satu penentu keberhasilan upaya BPK untuk
memperbaiki pengelolaan keuangan negara. Dengan tingkat penyelesaian tindak lanjut
atas hasil pemeriksaan BPK oleh pihak yang diperiksa tersebut, maka pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara menjadi lebih transparan dan akuntabel.

Tingkat tindak lanjut atas rekomendasi BPK oleh para pengelola keuangan negara.
Sampai dengan laporan terakhir (2014), tingkat tindak lanjut atas rekomendasi

BPK belum menunjukkan capaian yang baik, baru berkisar pada angka 50-60%.
Peningkatan tingkat tindak lanjut atas rekomendasi.

Sejak tanggal 6 Januari 2017, BPK secara bertahap telah menerapkan Sistem Informasi
Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL). Sistem ini dapat dimanfaatkan oleh entitas untuk
menyampaikan dokumen bukti pendukung tindak lanjut atas rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK secara lebih cepat dan terdokumentasi dengan baik. Bagi BPK, aplikasi
SIPTL ini diharapkan dapat mempercepat proses penetapan status rekomendasi. Selain itu,
penggunaan aplikasi SIPTL ini, dapat menghasilkan data Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil
Pemeiksaan (TLRHP) yang lebih mutakhir, akurat dan informatif.

Hasil pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (tlhp) BPK secara keseluruhan sejak
2005 sampai dengan 30 Juni 2019 dengan status sesuai dengan rekomendasi telah mencapai
74,6%, hampir mencapai target tahunan sebesar 75%. Hasil pemantauan tindak lanjut di
lingkungan Auditorat IV.C baru mencapai 63,94%. Pelaksanaan pemantauan tindak lanjut
pada Auditorat IV.C sendiri dilaksanakan secara manual memang belum memanfaatkan
aplikasi SIPTL.

B. POKOK MASALAH
Permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan SIPTL ini terkait dengan data hasil pe-

meriksaan yang diambil dari aplikasi Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP). Pada Au-
ditorat IV.C masih terdapat ketidaksesuaian informasi yang terdapat dalam aplikasi SMP
dengan yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemantauan TLRHP. Laporan Hasil Pemantauan
TLRHP ini merupakan dokumen otentik yang sudah ditandatangani pejabat berwenang
yang seharusnya menjadi dokumen sumber.

613

Membangun BPK Paripurna

C. PEMBAHASAN
Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan men-

gamanatkan tugas BPK antara lain meliputi:
1. menyerahkan hasil pemeriksaan secara tertulis kepada presiden, gubernur, bupati/

walikota sesuai dengan kewenangannya untuk keperluan tindak lanjut hasil pemerik-
saan (Pasal 8 ayat (1);
2. memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1), dan memberitahukan hasilnya secara tertulis kepa-
da DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah (Pasal 8 ayat (5).

Pemangku kepentingan BPK meliputi lembaga perwakilan dhi. DPR, DPD dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pemerintah, entitas/ auditee yang diperiksa, instansi
yang berwenang, lembaga lain yang dibentuk berdasarkan undang- undang, organisasi
kemasyarakatan dan profesi, warga negara Indonesia, dan lembaga- lembaga internasional.
Pemangku kepentingan tersebut memanfaatkan hasil BPK sesuai dengan tugas dan
wewenangnya dalam ketentuan perundang-undangan.

Hasil BPK dimaksud merupakan pelaksanaan tugas dan wewenang BPK sesuai dengan
peraturan perundang-undangan antara lain sebagai berikut: pertama, Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) merupakan hasil pemeriksaan BPK berdasarkan pelaksanaan mandat
tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. LHP BPK meliputi
LHP atas laporan keuangan, LHP kinerja, dan LHP dengan tujuan tertentu termasuk dhi. LHP
investigatif. LHP BPK disampaikan kepada lembaga perwakilan dhi. DPR, DPD, dan DPRD serta
presiden/gubernur/bupati/walikota untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.
LHP yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan terbuka untuk umum, kecuali LHP
investigatif. kedua, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) IHPS merupakan
hasil BPK yang menggambarkan ringkasan menyeluruh hasil pemeriksaan BPK dalam satu
semester serta hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK, penyelesaian kerugian
negara dan temuan yang mengandung unsur pidana. IHPS disampaikan kepada lembaga
perwakilan maupun presiden/ gubernur/bupati/walikota selambat- lambatnya 3 (tiga) bulan
sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan untuk digunakan sesuai dengan tugas
dan kewenangannya. ketiga, Hasil Pemantauan TLRHP merupakan hasil BPK yang
menggambarkan kondisi/status tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK. Hasil pemantauan
TLRHP disampaikan BPK dalam IHPS kepada lembaga perwakilan serta presiden/gubernur/
bupati/walikota untuk digunakan sesuai tugas dan kewenangannya.

614

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan pelaksanaan Renstra 2011—2015, hal-hal yang perlu menjadi perhatian
pada Renstra 2016— 2020 meliputi tingkat tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK,
peningkatan kualitas hubungan dengan para pemangku kepentingan, peningkatan kualitas
pemeriksaan, peningkatan kompetensi pemeriksa, pemanfaatan teknologi informasi dalam
tata kelola organisasi, serta pengembangan budaya organisasi untuk penguatan nilai-nilai
dasar.

Kondisi yang diharapkan dalam Renstra BPK 2016—2020 terkait dengan peningkatan
peran BPK dalam mendorong pengelolaan keuangan negara untuk pencapaian tujuan
negara. Peningkatan peran tersebut dilakukan dengan peningkatan kualitas dan manfaat
hasil pemeriksaan serta peningkatan mutu kelembagaan BPK modern yang memanfaatkan
sistem dan teknologi informasi.

Secara keseluruhan sejak tahun 2005-30 Juni 2019, BPK telah menyampaikan 545.995
rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp305,66 triliun.

Hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi tersebut sebagai berikut:
- Telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak 406.495 rekomendasi (74,6%)
sebesar Rp179,53 triliun.
- Belum sesuai dengan rekomendasi sebanyak 106.657 rekomendasi (19,5%)
sebesar Rp99,16 triliun.
- Rekomendasi belum ditindaklanjuti sebanyak 27.659 rekomendasi (5,0%) sebesar
Rp13,03 triliun.
- Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 5.184 rekomendasi (0,9%)
sebesar Rp13,94 triliun.

Rekapitulasi hasil pemantauan TLRHP atas LHP yang diterbitkan dari tahun 2005-30 Juni
2019 dikelompokkan menurut periode RPJMN, yaitu RPJMN 2005- 2009, RPJMN 2010-
2014 dan RPJMN 2015-2019. Secara kumulatif sampai dengan 30 Juni 2019, rekomendasi
BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-30 Juni 2019 telah ditindaklanjuti entitas dengan
penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/ daerah/perusahaan adalah
sebesar Rp105,99 triliun.

Berdasarkan Peraturan BPK Nomor, 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelaksana BPK Pasal 388 Auditorat IV.C mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara pada Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan
dan Perikanan, serta lembaga terkait di lingkungan entitas. Pasal 389 Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388, Auditorat IV.C menyelenggarakan fungsi

615

Membangun BPK Paripurna

antara lain:
a. pembahasan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup tugas Auditorat IV.C
dengan aparat pengawasan intern pada entitas terperiksa;
b. pemantauan pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada lingkup tugas
Auditorat IV.C.

Hasil pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan pada Auditorat IV.C sampai dengan
semester I 2019 untuk status sesuai dengan rekomendasi secara keseluruhan baru mencapai
63,94% .

Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan ini dilakukan secara manual belum
sepenuhnya memanfaatkan aplikasi SMP maupun SIPTL. Untuk memanfaatkan aplikasi
SMP dan SIPTL secara optimal, Auditorat IV.C telah melakukan beberapa upaya antara
lain:

a. Melakukan rekonsiliasi data pemantauan TLRHP dalam rangka single database
pengelolaaan data TLRHP dengan Direktorat EPP;

b. Berkonsultasi intensif dengan Biro TI terkait keunggulan dan kendala pemanfaatan
aplikasi SIPTL;

c. Tetap melaksanakan pemantauan TLRHP dengan entitas serta menjaga komunikasi
yang konstruktif terkait konsolidasi data dalam rangka pemanfaatan SIPTL.

C. SIMPULAN
Pemantauan TLRHP dengan memanfaatkan aplkasi SMP dan SIPTL dapat optimal

dilakukan bila didukung single database yang memadai yang diambil langsung dari dari
aplikasiSMP;Sinergitas antar satker pengampu data (AKN), pemegang mandat pengelola

Aplikasi (Direktorat EPP) dan fasilitator (Biro TI); serta. Koordinasi yang intensif antara
AKN dengan entitas pemeriksaan (KL) selaku pihak yang menindaklanjuti rekomendasi
BPK.

616

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Republik Indonesia, 2006, Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan

Pemeriksa Keuangan.
BPK, 2019, Peraturan BPK No. 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana

BPK. BPK, 2016, Peraturan BPK No. 7/K/I-XIII.2/12/2016 tentang Rencana Strategis
Badan Pemeriksa
Keuangan Tahun Anggaran 2016 sampai dengan Tahun Anggaran 2020. BPK, 2019, Ikhtisar
Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2019

617

Membangun BPK Paripurna

Percepatan Penyelesaian
Tindak Lanjut Rekomendasi

Hasil Pemeriksaan Bpk

Harry Purwaka S.E., MSF., Ak. , CA., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur)

A. PENDAHULUAN
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang berwenang untuk

melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara
bebas dan mandiri. Dalam Rencana Strategi (Renstra) BPK 2016-2020, BPK menetapkan visi
yaitu “Mendorong Pengelolaan Keuangan Negara untuk mencapai Tujuan Negara Melalui
Pemeriksaan yang Berkualitas dan Bermanfaat.” Misi yang ditetapkan untuk mencapai visi
tersebut adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara
bebas dan mandiri dan melaksanakan tata kelola organisasi yang berintegritas, independen,
dan profesional.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan keuangan negara
yang dilakukan oleh BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Pengelolaan Keuangan Negara adalah
keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Sedangkan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban
Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Hasil dari pemeriksaan yang dilaksanakan
oleh BPK adalah sebagai berikut:

1. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
Selain laporan yang memuat opini, juga terdapat laporan atas sistem pengenda-

618

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

lian intern dan laporan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
memuat temuan dan rekomendasi
2. Laporan Hasil Pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi.
3. Laporan hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu memuat temuan, kesimpulan,
dan rekomendasi.

Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang di-
tujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/
atau perbaikan.

Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan dengan
memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi
dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau penjelasan tersebut disampaikan kepada
BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Pejabat yang
diketahui tidak melaksanakan kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP
BPK dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan di bidang kepegawaian.

Pada Tahun 2017, BPK meluncurkan Aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lan-
jut (SIPTL). SIPTL merupakan suatu sistem dokumentasi, administrasi dan pengolahan
data pemantauan pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan (TLRHP)
BPK. SIPTL menghubungkan sistem (database) yang dimiliki oleh BPK dengan sistem (data-
base) yang dimiliki oleh entitas yang diperiksa. Hal ini akan mendorong pemutakhiran data
tindak lanjut menjadi lebih cepat, akurat, dan real time.

Dalam pelaksanaannya, rekomendasi yang disampaikan oleh BPK di dalam laporan hasil
pemeriksaannya tidak serta merta dapat segera ditindaklanjuti oleh entitas sesuai dengan
rencana aksi dan waktu yang ditentukan. Terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh pe-
merintah daerah pada saat melakukan tindak lanjut rekomendasi BPK, ataupun dihadapi
oleh BPK pada saat melaksanakan pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemerik-
saan. Sehingga pencapaian persentase status Rekomendasi Selesai Ditindaklanjuti belum
sesuai harapan. Sebagai contoh, kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam
menindaklanjuti rekomendasi adalah: rekomendasi salah sehingga tidak dapat ditinda-
klanjuti, dokumen pendukung tindak lanjut tidak dinyatakan jelas, dan kepala organisasi
pemerintah daerah (OPD) terkait merasa tidak bertanggung jawab karena temuan tersebut
terjadi bukan pada periode yang bersangkutan menjabat.

619

Membangun BPK Paripurna

Dalam penerapan SIPTL juga ditemui kondisi yang mengakibatkan kendala dalam
melakukan penelaahan tindak lanjut. Sebagai contoh, pemerintah daerah sering meng-
ganti administrator SIPTL sehingga administrator yang baru tidak mengetahui password
yang digunakan, dan auditor penelaah tindak lanjut kesulitan untuk mengidentifikasi do-
kumen tindak lanjut terkait satu temuan karena penamaan file yang tidak jelas dan ban-
yak dokumen tindak lanjut digabungkan dalam satu file. Kondisi tersebut mengakibatkan
penyelesaian penetapatan status tindak lanjut rekomendasi suatu temuan tidak dapat
dilaksanakan.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka rumusan permasalahan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan BPK dapat diim-
plementasikan dan entitas diperiksa memahami dokumen yang diperlukan untuk
mendukung tindak lanjut yang dilaksanakan?

2. Apakah entitas diperiksa memahami mekanisme kerja dan jenis dokumen yang
harus di upload dalam SIPTL sehingga dapat dimengerti oleh penelaah di BPK?

3. Apakah penelaah memahami field (kolom) apa yang harus dilengkapi sehingga
mempermudah reviu yang dilakukan oleh penelaah berikutnya?

B. PEMBAHASAN
Rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dapat diimplementasikan dan dokumen
pendukung tindak lanjut sesuai dengan yang diperlukan

Berdasarkan hasil pemantauan tindak lanjut diketahui banyak tindak lanjut yang
dilakukan entitas diperiksa belum sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Bah-
kan, ada rekomendasi yang belum ditindaklanjuti. Kendala yang dihadapi oleh en-
titas dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK di antaranya adalah: rekomendasi
tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi (rekomendasi salah) sehingga tidak dapat
ditindaklanjuti, dokumen pendukung tindak lanjut tidak dinyatakan jelas, dan kepa-
la organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait merasa tidak bertanggung jawab kare-
na temuan tersebut terjadi bukan pada periode yang bersangkutan menjabat.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Peman-
tauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan, dalam Bab Pelaporan Pemeriksaan telah mengatur Pejabat Struktural Pe-
meriksa (PSP) menyampaikan secara tertulis konsep LHP (KHP) kepada pimpinan
entitas yang diperiksa untuk memperoleh tanggapan. Tanggapan entitas dimuat
dalam formulir Rencana Aksi sebagai bentuk rencana tindak lanjut entitas dan PSP

620

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

menetapkan batas waktu penyampaian tanggapan tertulis oleh entitas diperiksa
dengan mempertimbangkan waktu penerbitan LHP.

Setelah menerima tanggapan dari entitas, PSP menyampaikannya kepada Pejabat
Fungsional Pemeriksa (PFP) untuk ditelaah lebih lanjut. Dalam hal tanggapan yang
diperoleh dari entitas yang diperiksa dianggap belum memadai atau memerlukan
penjelasan lebih lanjut, PFP dapat mengusulkan pembahasan dengan entitas yang
diperiksa kepada Pemberi Tugas Pemeriksaan (PTP) melalui PSP. Mekanisme terse-
but memungkinkan adanya pembahasan apabila tanggapan dari entitas diperiksa
tidak memadai sehingga diperlukan pendalaman lebih lanjut. Dengan mekanisme
demikian, seharusnya rekomendasi dipahami oleh pihak entitas dan dapat dilak-
sanakan sesuai rencana aksi yang disampaikan.

Pada kenyataannya, Inspektorat sebagai pihak yang ditunjuk sebagai penghubung
oleh kepala daerah tidak melibatkan OPD dalam pembahasan rekomendasi hasil pe-
meriksaan. Inspektorat menyetujui rekomendasi Tim BPK yang dituliskan dalam KHP
agar proses penyelesaian laporan hasil pemeriksaan bisa berjalan sesuai target.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya kondisi yang de-
mikian adalah Tim BPK mengadakan pembahasan terhadap tanggapan dan rencana
aksi yang disampaikan entitas diperiksa. Pembahasan dilakukan dengan melibatkan
pimpinan tinggi daerah (kepala daerah atau sekretaris daerah), inspektorat
dan kepala OPD yang terkait dengan temuan pemeriksaan.

Pelibatan pimpinan tinggi daerah dalam pembahasan tersebut bertujuan agar mer-
eka memahami permasalahan yang terjadi di entitas yang mereka pimpin dan un-
tuk mendapatkan komitmen atas penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pe-
meriksaan termasuk target waktu penyelesaiannya. Sedangkan pelibatan kepala
OPD dalam pembahasan adalah untuk mendapatkan komitmen kepala OPD dalam
melaksanakan tindak lanjut, dan kepala OPD memahami tindakan yang harus
dilaksanakan dan jenis dokumen pendukung yang diperlukan untuk menyelesaikan
tindak lanjut. Inspektorat turut dilibatkan agar dapat melakukan pemantauan terha-
dap tindak lanjut yang akan dilakukan oleh entitasnya.

Dengan demikian formulir rencana aksi akan berisi tindakan yang akan dilaku-
kan untuk menindaklanjuti rekomendasi, siapa yang bertanggung melakukan tindak
lanjut, nama dokumen pendukung tindak lanjut, dan kapan tindak lanjut ditargetkan
selesai. Formulir rencana aksi tersebut akan menjadi lampiran LHP, sehingga siapap-

621

Membangun BPK Paripurna

un pelaksana dari entitas diperiksa dan siapapun auditor yang menelaah mema-
hami kegiatan tindak lanjut dan dokumen tindak lanjut yang dibutuhkan. Sehingga
apabila tindak lanjut atas suatu rekomendasi baru dilakukan lima tahun kemudian,
maka baik pelaksana di entitas diperiksa maupun auditor yang melakukan peman-
tauan, memahami jenis dokumen tindak lanjut apa yang harus disertai agar dapat
dinyatakan status Tindak Lanjut Sesuai Rekomendasi.

Mekanisme Kerja dan Dokumen yang Harus di Upload Dalam Siptl

Aplikasi SIPTL diharapkan dapat mempercepat proses penyelesaian tindak lanjut re-
komendasi hasil pemeriksaan. SIPTL juga diharapkan dapat mengurangi intensitas
pertemuan antara auditor dan auditee dalam melakukan pembahasan tindak lan-
jut. Namun, kondisi yang terjadi belum sesuai dengan yang diharapkan. Selain per-
masalahan jaringan internet yang mengakibatkan lamanya waktu yang diperlukan
untuk mengupload sebuah file dokumen, terdapat permasalahan lain yang menye-
babkan Aplikasi SIPTL belum berjalan dengan efektif. Sebagai contoh, administrator
pengelola SIPTL di lingkungan pemerintah daerah sering diganti, sehingga pegawai
yang baru ditunjuk sebagai administrator belum mengetahui pola kerja SIPTL dan ti-
dak memiliki password untuk mengakses SIPTL. Selain itu, administrator SIPTL hanya
meneruskan file dokumen tindak lanjut untuk diupload ke SIPTL. Administrator SIPTL
tidak mengkomunikasikan file dokumen-dokumen tersebut ke OPD terkait. Misalnya:

a. Penulisan nama file tidak disesuaikan dengan temuan terkait, sehingga auditor
yang menelaah tindak lanjut kesulitan (memerlukan waktu lebih lama) untuk me-
mahami file dokumen yang diupload untuk temuan yang mana. Misalnya, dalam
temuan berisi rekomendasi setoran ke kas daerah dari beberapa pihak, sementa-
ra nama file yang diupload tidak dapat diidentifikasi setoran dari siapa, atau dalam
beberapa kasus tidak dapat diketahui apakah file tersebut berisi informasi setoran
atau surat teguran atau surat perintah.

b. File dokumen tindak lanjut digabungkan dalam satu file, sehingga menyulitkan
auditor penelaah untuk mencari dengan cepat dokumen pendukung untuk suatu
temuan. Sebagai contoh, dokumen tindak lanjut setoran dari beberapa pihak
atau dokumen surat teguran kepada beberapa pihak digabungkan dalam satu
file. Penelaah memerlukan waktu lebih lama untuk mengidentifikasi siapa saja
yang sudah melakukan setoran atau siapa saja yang sudah diberikan teguran.

622

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Sehubungan dengan hal tersebut perlu disusun mekanisme bagi administrator dan
pelaksana di pemerintah daerah sebelum mereka mengupload dokumen ke Aplikasi SIPTL.
Mekanisme proses input di pemerintah daerah (entitas) yang perlu diatur agar memper-
mudah penelaahan dokumen tindak lanjut oleh auditor penelaah adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah melakukan input pemantauan tindak lanjut (PTL) dengan:
1) menulis narasi atas usulan TL secara lengkap dan informatif. Seluruh dokumen
pendukung yang dicantumkan dalam narasi TL, dilampirkan sebagai dokumen
pendukung dalam File TL. Penulisan narasi minimal mencantumkan informasi se-
bagai berikut:
a) Dokumen berupa surat:
 tanggal, nomor, dan perihal surat;
 pengirim dan penerima surat; dan
 penjelasan ringkas atas isi surat.
b) Dokumen berupa surat setoran/STS:
 tanggal dan nomor STS;
 nilai yang disetorkan; dan
 nama-instansi-jabatan yang menyetorkan.
2) penamaan File TL diseragamkan, dengan menyebutkan nama entitas_Jenis
Pemeriksaan_Tahun_Nomor Temuan.Nomor Rekomendasi_Jenis File.
3) Contoh: Kab.Pasuruan_LKPDTA2017_4.a_Surat Teguran
4) mengunggah softcopy dokumen tindak lanjut per dokumen, tidak digabung men-
jadi satu dan diberi nama sesuai dokumen yg diunggah.
5) jika terkait dengan TL pemulihan kerugian, dokumen yang dilampirkan mini-
mal berupa: STS dan rekening koran kas daerah.

b. Pemerintah daerah menyampaikan/menginformasikan kepada BPK melalui
Pemegang Dosir apabila selesai meng-input File TL ke dalam Aplikasi SIPTL.
c. Pemegang Dosir menyampaikan kepada Kepala Subauditorat/pemeriksa yang

mendapat disposisi dari Kepala Subauditorat bahwa Pemerintah daerah telah
meng-input File TL ke dalam Aplikasi SIPTL.
d. Pemerintah daerah segera menindaklanjuti apabila ditemukan kekurangan ba-

han/keterangan atas Bahan TL (baik salah input nilai TL maupun File TL yang belum
di-upload) yang disampaikan.

623

Membangun BPK Paripurna

Auditor Penelaah Memahami Field / Kolom Siptl yang Harus Dilengkapi
Auditor penelaah melakukan telaahan atas dokumen tindak lanjut yang dikirimkan

oleh pemerintah daerah. Auditor penelaah harus menginput kolom (field) seperti
Hasil Telaah, Nilai Telaah, Nilai Penyerahan Aset, Kategori Nilai dan Kategori Sifat, Usu-
lan Status dan lain-lain. Apabila auditor tidak mengisi kolom- kolom tersebut maka
dapat menimbulkan kesulitan bagi Kepala Auditorat dan Kepala Perwakilan yang
melakukan reviu atas telaahan yang dibuat.

Sebagai contoh, Auditor penelaah tidak memperhatikan formulir rencana aksi pada
saat melakukan telaahan, sehingga auditor penelaah dapat mengusulkan status Re-
komendasi Selesai Ditindaklanjuti, meskipun tindak lanjut yang dilakukan oleh enti-
tas tidak sesuai dengan Rencana Aksi yang disepakati sebelumnya. Contoh lain-
nya, Auditor penelaah tidak menginput nilai setoran yang sudah disetor sebelum LHP
terbit. Penelaah hanya menginput nilai setoran dari tindak lanjut entitas. Hal tersebut
mengakibatkan status rekomendasi menjadi Rekomendasi Belum Selesai Ditindak-
lanjuti, meskipun seharusnya Rekomendasi Telah Selesai Ditindaklanjuti.

Kondisi-kondisi tersebut diatas dapat terjadi karena Auditor penelaah tidak lengkap
meng-input kolom-kolom yang ada dalam aplikasi SIPTL. Hal tersebut dapat menga-
kibatkan pe-reviu (kepala Sub Auditorat atau kepala auditorat) menjadi salah persep-
si. Suatu rekomendasi dapat disetujui untuk diusulkan status Rekomendasi Belum
Selesai Ditindaklanjuti, meskipun sebenarnya statusnya adalah Tindak Lanjut Telah
Sesuai Rekomendasi.

Dengan demikian perlu dibuatkan suatu prosedur, di mana Auditor penelaah per-
lu melakukan langkah-langkah berikut pada saat melaksanakan telaahan terhadap
dokumen tindak lanjut yang disampaikan oleh pelaksana entitas. Langkah- langkah
yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: pertama, Penelaahan dapat dilaku-
kan oleh Perorangan maupun oleh Tim yang ditunjuk. kedua, Penelaahan dilakukan
dengan mengisi kolom yang tersedia, dengan uraian:

1) Uraian Tindak Lanjut, diisi sesuai dengan Tindak Lanjut yang disampaikan oleh
Auditee.
a) hanya diisi dengan Tindak Lanjut/Dokumen yang relevan dengan
Rekomendasi;
b) pengisian “Uraian Tindak Lanjut” bukan salinan atas uraian dalam “Tin-
dak Lanjut” Auditee namun analisa atas perkembangan tindak lanjut yang
telah dilakukan entitas;

624

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

c) dalam menelaah memedomani dokumen Rencana Aksi (yang terlampir
dalam LHP);

d) apabila terdapat beberapa setoran, dicantumkan nilai total atas setoran
sesuai surat tanda setoran (STS) kemudian diikuti dengan rincian per STS.

e) Jika sebelumnya telah ada setoran, disebutkan juga tindak lanjut setoran
sampai semester sebelumnya adalah sebesar sekian baru dilanjutkan den-
gan penyetoran pada periode PTL.

2) Hasil Telaah diisi kesimpulan atas Tindak Lanjut yang disampaikan oleh
Auditee.
3) Nilai telaah diisi dengan Tindak Lanjut yang disampaikan oleh pemerintah

daerah pada periode penyampaian TL.
4) Nilai Penyetoran Aset diisi sebesar nilai yang disetorkan sesuai dengan TL
yang disampaikan.

a) Apabila Penyetoran Aset sebagian telah disetorkan sebelum LHP terbit dan
sudah di-input di Sistem Manajemen Pemeriksaan (SMP), tidak perlu
lagi di-input melalui SIPTL.

b) Apabila Penyetoran Aset sebagian telah disetorkan sebelum LHP terbit
maka informasi atas hal tersebut dicantumkan dalam kolom “Uraian Tin-
dak Lanjut”.

c. Memastikan apakah pemerintah daerah menyampaikan tambahan TL
melalui menu Susulan.

d. Melakukan input Sifat Rekomendasi, berupa: Kategori Nilai dan Kate-
gori Sifat.

e. Memastikan nilai rekomendasi sesuai dengan Nilai TL dan Nilai Telaah.
f. Usulan Status TL dan Hasil Telaah relevan dengan File TL.
g. Hasil isian Penelaah divalidasi oleh Ketua Tim atau Pengendali Teknis den-

gan memastikan kembali ketepatan isian oleh Penelaah.

Dengan penyusunan prosedur tersebut diharapkan pe-reviu (kepala subauditorat dan
kepala perwakilan) mendapatkan informasi yang benar dan tepat sebelum menetapkan
usulan status tindak lanjut.

625

Membangun BPK Paripurna

C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pembahasan rekomendasi perlu dilakukan antara tim pemeriksa dengan pimpinan
tinggi daerah (kepala daerah atau sekretaris daerah), Inspektorat dan kepala OPD
terkait temuan. Pembahsan tersebut dilakukan agar entitas mengetahui tindakan dan
jenis dokumen yang perlu dilakukan agar rekomendasi dinilai telah selesai ditinda-
klanjuti. Selain itu, pembahasan untuk mendapatkan komitmen dari entitas untuk
melaksanakan tindak lanjut sesuai rencana aksi yang disepakati.
2. Prosedur penginputan SIPTL bagi pelaksana di entitas yang diperiksa diperlukan
agar memudahkan auditor yang menelaah segera mengenali jenis dokumen pen-
dukung tindak lanjut, sehingga proses penelaahan menjadi lebih cepat dan mu-
dah. Selain itu prosedur penelaahan juga perlu disusun agar kepala sub auditorat
dan kepala perwakilan yang melakukan reviu atas telaahan yang dibuat auditor
mendapatkan informasi yang benar dan tepat dalam menetapkan usulan status tin-
dak lanjut.

626

|Bagian 7 Mengoptimalkan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang No-

mor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Badan Pemeriksa Keuan-

gan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tin-
dak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2019). Peraturan Badan Pemeriksa Keuan-
gan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelaksana BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2015). Keputusan Badan Pemerikssa
Keuangan No. 5/K/I-XIII.2/10/2015 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2015). Keputusan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 7/K/I-XIII.2/12/2015 tentang Rencana Strategis
Badan Pemeriksa Keuangan Tahun Anggaran 2016-2020.

627

Membangun BPK Paripurna
628

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

Bagian 8
Memperkuat
Pengendalian
Pemeriksaan

629

Membangun BPK Paripurna

Peningkatan Kualitas KKP
Melalui Peningkatan Kualitas

Pengendalian Mutu

Ahmad Adib Susilo, S.E., M.Sc., Ak., CA., CSFA
(Kepala Auditorat III.A)

A. Pendahuluan
Latar Belakang
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), merupakan lembaga negara yang diberi amanat oleh

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri. Berdasarkan Undang-Undang
(UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara, BPK dapat melakukan tiga jenis pemeriksaan: pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT).

Dalam menjalankan tugasnya, BPK dibantu oleh para pelaksana yang berada pada
auditorat dan BPK Perwakilan. Auditorat dan BPK Perwakilan memiliki tugas untuk
melaksanakan pemeriksaan atas entitas yang berada di wilayahnya masing-masing
serta melakukan pemeriksaan lainnya yang ditugaskan oleh pimpinan.

Pemeriksaan yang dilakukan para Pemeriksa BPK harus memenuhi Sistem Pengendalian
Mutu (SPM) yang telah ditetapkan. SPM memiliki sembilan unsur, salah satunya, kinerja
pemeriksaan. Unsur kinerja pemeriksaan meliputi tahapan-tahapan pada pemeriksaan
yaitu perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, supervisi dan review, pelaporan
hasil pemeriksaan, pemantauan tindak lanjut, serta evaluasi pemeriksaan.

Alat ukur yang digunakan untuk menilai efektivitasnya adalah Sistem Pemerolehan
Keyakinan Mutu (SPKM). Untuk mencapai hal itu, telah disusun Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang menyatakan bahwa dokumentasi pemeriksaan adalah
dokumentasi atas prosedur pemeriksaan yang telah dilakukan, bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat yang diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik oleh Pemeriksa. Dokumentasi
ini yang dinamakan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

630

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

BPK telah dan terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas KKP. BPK telah
menerbitkan Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP) yang terakhir direvisi pada tahun
2015 dan Petunjuk Teknis (Juknis) Penyusunan KKP yang menjadi acuan bagi Pemeriksa
dalam menyusun KKP.

Selain itu, BPK telah mendidik para Pemeriksa untuk memahami ketentuan-ketentuan
tersebut melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang diselenggarakan Badan Pendidikan
dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN). BPK juga telah mengirimkan
cukup banyak Pemeriksa untuk melakukan pelatihan di beberapa lembaga pemeriksa
negara lain melalui program secondment yang antara lain belajar melakukan dokumentasi
pemeriksaan.

Di sisi lain, mutu pemeriksaan di-review oleh Inspektorat Utama melalui review
pemerolehan keyakinan mutu pemeriksaan. Hasil review menunjukkan bahwa masih
terdapat permasalahan dalam pendokumentasian pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja
pemeriksaan (KKP) baik tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan yang dilakukan
oleh para pemeriksa BPK.

Permasalahan yang ditemukan oleh Inspektorat Utama (Itama), antara lain, tidak adanya
dokumentasi kertas kerja penilaian risiko dan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam
pemeriksaan laporan keuangan dan tidak dilakukannya referensi silang (cross reference)
dalam KKP serta review berjenjang tidak dilaksanakan secara optimal.

Itama telah memberikan rekomendasi perbaikan kepada auditorat dan BPK Perwakilan
yang di-review. Rekomendasi yang diberikan oleh Itama, antara lain: meningkatkan
pemahaman Pemeriksa terhadap pedoman serta petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Juknis
melalui d i k l a t atau melalui in house training serta meningkatkan review berjenjang
sampai dengan level Penanggung Jawab untuk memastikan bahwa semua langkah telah
dilaksanakan dan didokumentasikan.

Meskipun rekomendasi telah dilaksanakan oleh auditorat dan BPK Perwakilan dan
selanjutnya diberikan status telah sesuai dengan rekomendasi oleh Itama, pada review
selanjutnya seringkali temuan – temuan review Itama tersebut masih terulang kembali baik
di satuan kerja (satker) yang sama atau di satker lainnya.

BPK dituntut untuk menjadi lembaga yang kredibel dan dipercaya masyarakat. Salah
satu tolok ukur kredibilitas BPK adalah hasil pemeriksaan BPK yang bermanfaat didukung
dengan dokumentasi KKP yang baik.

Dalam beberapa tahun terakhir, BPK telah menghasilkan pemeriksaan yang menjadi
perhatian masyarakat misalnya pemeriksaan atas kasus Bank Century, kasus Hambalang,

631

Membangun BPK Paripurna

kasus Simulator Surat IjinnMengemudi (SIM), kasus RS Sumber Waras. Namun di lain pihak,
beberapa hasil pemeriksaan BPK juga digugat baik oleh entitas terperiksa maupun oleh
pihak ketiga ke pengadilan.

Hasil pemeriksaan tersebut harus didukung dengan KKP yang baik. Apalagi hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum atau digugat ke
pengadilan oleh pihak – pihak yang merasa dirugikan.

Dengan demikian, terkait permasalahan tersebut, auditorat dan BPK Perwakilan memiliki
tantangan dan kewajiban untuk menjamin mutu hasil pemeriksaan dengan menyiapkan
dokumentasi KKP yang baik. Mengingat kegiatan diklat terkait dengan penyusunan
KKP telah sering dilakukan, tetapi hasil review Inspektorat Utama masih menunjukkan
kelemahan penyusunan KKP, maka tulisan ini mengangkat judul “Peningkatan Kualitas
KKP melalui Peningkatan Kualitas Pengendalian Mutu”

Tujuan Penulisan
Tulisan ini dimaksudkan untuk menganalisis kebutuhan peningkatan kualitas KKP

melalui peningkatan kualitas pengendalian mutu, mengusulkan program kerjanya, serta
menjelaskan manfaatnya bagi BPK.

B. Pembahasan Masalah
Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa rumusan masalah yang terdiri dari

kepentingan BPK dan manfaat yang diperoleh, rencana kerja program, kemungkinan
hambatan, strategi mengatasi hambatan, dan hal – hal lain yang berpengaruh pada
implementasi rencana kerja.

Kepentingan BPK dan Manfaat yang Diperoleh
Sebagaimana telah diuraikan dalam sebelumnya, BPK bertugas untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dengan cara melakukan pemeriksaan
baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan PDTT. Dalam pelaksanaan
pemeriksaan, BPK menggunakan standar yaitu SPKN yang ditetapkan melalui Peraturan
BPK Nomor 1 Tahun 2017.

The International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) pada 2014 menerbitkan
A Framework for Audit Quality yang menyatakan bahwa kualitas pemeriksaan dapat dicapai
oleh tim pemeriksa, pertama, menunjukkan sikap, etika dan nilai-nilai yang pantas.

632

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

Kedua, memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan berpengalaman serta memiliki
waktu yang cukup untuk melakukan pekerjaan pemeriksaan. Ketiga, menerapkan proses
pemeriksaan secara ketat dan prosedur pengendalian mutu sesuai ketentuan dan standar
yang berlaku.

Keempat, menyediakan laporan yang bermanfaat dan tepat waktu. Lima, berinteraksi
secara baik dengan pemangku kepentingan terkait

Kerangka Konseptual SPKN menjelaskan bahwa dokumentasi pemeriksaan yang memadai
memberikan pemahaman yang jelas atas prosedur pemeriksaan yang dilakukan, bukti yang
diperoleh, dan kesimpulan. Dokumentasi pemeriksaan dapat berupa dokumen fisik maupun
dokumen elektronis.

Dokumentasi menyediakan informasi bagi Pemeriksa yang berpengalaman dan tanpa
pengetahuan sebelumnya mengenai pemeriksaan tersebut, untuk dapat memahami sifat,
saat, lingkup, dan hasil dari prosedur yang dilakukan; bukti yang diperoleh untuk mendukung
kesimpulan pemeriksaan; alasan di balik semua hal signifikan yang memerlukan pertimbangan
professional; dan kesimpulan. Dokumentasi pemeriksaan harus dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan dokumentasi pemeriksaan yang aman, tidak cepat rusak, teratur, efisien, dan
efektif.

Dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan (PSP) 100, Standar Umum, dinyatakan bahwa
dokumentasi pemeriksaan adalah dokumentasi atas prosedur pemeriksaan yang telah
dilakukan, bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat yang diperoleh, dan kesimpulan yang
ditarik oleh Pemeriksa.

Pemeriksa harus menyusun dokumentasi pemeriksaan guna memberikan informasi yang
jelas dan memadai. Melalui dokumentasi tersebut, Pemeriksa lain yang tidak memiliki latar
belakang pengetahuan atas pemeriksaan tersebut dapat memahami sifat, waktu, lingkup, dan
hasil dari prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan, bukti yang diperoleh dalam mendukung
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksaan, serta alasan dibalik semua hal signifikan
yang dibutuhkan dalam mengambil pertimbangan profesional dan kesimpulan terkait.

Komponen SPM kinerja pemeriksaan meliputi perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan
pemeriksaan, supervisi dan review, pelaporan hasil pemeriksaan, pemantauan tindak lanjut
pemeriksaan, dan evaluasi pemeriksaan.

Hal-hal tersebut menjadi tolok ukur atau indikator pencapaian kualitas pemeriksaan yang
harus diperhatikan dalam proses pengendalian mutu pemeriksaan (audit quality control) oleh
Pejabat Fungsional Pemeriksa (PFP) dan pemerolehan keyakinan mutu (audit quality assurance)
oleh Pejabat Struktural Pemeriksa (PSP), Pemberi Tugas Pemeriksaan (PTP), dan Itama.

633

Membangun BPK Paripurna

Dengan adanya pengaturan mengenai dokumentasi pemeriksan tersebut, maka
kemampuan Pemeriksa dalam melakukan dokumentasi pemeriksaan menjadi hal penting
bagi BPK. Kemampuan melakukan dokumentasi pemeriksaan dijadikan sebagai salah satu
standar kompetensi Pemeriksa BPK.

Standar kompetensi ini wajib dimiliki oleh seluruh Pemeriksa BPK, mulai dari AnggotaTim
sampai dengan Pengendali Mutu. Dalam klaster teknik pemeriksaan, standar kompetensi
Pemeriksa BPK adalah pengumpulan data pemeriksaan, pengolahan data pemeriksaan dan
dokumentasi pemeriksaan.

Rencana kerja program
Program peningkatan kualitas dokumentasi pemeriksaan, dalam hal ini KKP, dapat

dilakukan dengan meningkatkan kualitas pengendalian mutu. Program tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa kegiatan, pertama, lomba penulisan teknik dan metodologi
pengendalian mutu. Kepala auditorat atau BPK Perwakilan dapat melaksanakan lomba
penulisan makalah tentang pelaksanaan pengendalian mutu, dengan topik, antara lain,
bagaimana menyusun KKP yang baik, bagaimana metode dan teknik review berjenjang
yang efektif, dan bagaimana menyusun KKP yang rapi dan mudah di-review. Lomba dapat
diikuti oleh seluruh pemeriksa yang ada di Auditorat atau Perwakilan baik individu maupun
kelompok.

Dengan dilaksanakannya lomba seperti ini, diharapkan seluruh Pemeriksa dapat
melakukan knowledge sharing, meningkatkan kesadaran (awareness) akan pentingnya
pengendalian mutu sehingga memiliki kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan
pengendalian mutu yang berkualitas sebagai dukungan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP). Penilaian lomba ini dapat dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari, Anggota BPK,
Auditor Utama (Tortama), Inspektur Utama (Irtama), serta pihak berkompeten dari luar BPK,
misalnya akademisi atau praktisi. Pemenang lomba ini dapat diminta untuk memaparkan
teknik dan metodologi pengendalian mutu kepada seluruh Pemeriksa pada satkernya.

Kedua, coaching dan mentoring review berjenjang. Auditorat atau BPK Perwakilan dapat
mengadakan program coaching dan mentoring dalam pelaksanaan pengendalian mutu
pemeriksaan dengan menetapkan dua Pemeriksa pada masing-masing level untuk menjadi
coach dan mentor bagi Pemeriksa lain dalam melakukan pengendalian mutu. Para pemenang
lomba pada program sebelumnya dapat ditunjuk untuk menjadi coach dan mentor.

Untuk level Pemeriksa Ahli Muda yang berperan sebagai Ketua Tim, maka satker melakukan
penilaian dengan menggunakan beberapa parameter yang dapat dipertanggungjawabkan

634

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

untuk menentukan dua orang Pemeriksa Muda yang dapat ditunjuk menjadi Coach dan
Mentor bagi para Pemeriksa Muda lainnya dalam satuan kerja tersebut.

Hal yang sama dapat dilakukan untuk level Pemeriksa Ahli Madya yang berperan sebagai
Pengendali Teknis dalam pemeriksaan serta untuk level Pemeriksa Ahli Utama yang berperan
sebagai Penanggung Jawab dalam pemeriksaan.

Coaching dan mentoring dapat dilaksanakan untuk satu periode pemeriksaan dan per
jenis pemeriksaan. Misalnya, pemeriksaan atas Laporan keuangan yang bisanya dilaksanakan
pada semester satu setiap tahun.

Pelaksanaan coaching dan mentoring dilakukan dengan metode yang telah ditetapkan
pimpinan satker sehingga para coach dan mentor melakukan coaching dan mentoring
dengan prosedur yang seragam. Dengan begitu, hasil program ini dapat diukur dan
diperbandingkan.

Pada akhir kegiatan coaching dan mentoring, coach dan mentor membuat laporan hasil
coaching dan mentoring yang berisi evaluasi terhadap Pemeriksa yang mengikuti program
dan hasil pencapaian target program untuk diserahkan kepada kepala satker.

Kemungkinan Hambatan
Dalam pelaksanaan program ini, terdapat kemungkinan beberapa hambatan,

pertama, renahnya keterlibatan aktif Pemeriksa. Keberhasilan program ini akan sangat
tergantung dengan keterlibatan aktif pemeriksa untuk mengikuti program, baik program
lomba penulisan teknik dan metodologi pengendalian mutu, serta program coaching dan
mentoring.

Pengamatan secara umum terhadap Pemeriksa, terdapat Pemeriksa yang lebih senang
dengan status quo dan sudah merasa berada pada zona nyaman dengan kondisi saat ini.
Pemeriksa seperti ini tetap akan mengikuti kegiatan-kegiatan, seperti lomba serta coaching
dan mentoring, namun hanya sekedar sebagai peserta untuk memperoleh sertifikat yang
berkaitan dengan perolehan angka kredit Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP).

Kedua, anggaran tidak tersedia. Keberhasilan program ini juga bergantung kepada
tersedianya anggaran. Meski mungkin tidak terlalu besar, program ini tetap memerlukan
biaya, antara lain, biaya hadiah lomba, biaya pelaksanan lomba, biaya konsumsi, serta biaya
honorarium juri lomba. Kemungkinan biaya-biaya tersebut belum ada dalam anggaran
satker.

635

Membangun BPK Paripurna

Strategi mengatasi hambatan
Dalam menyikapi kemungkinan-kemungkinan hambatan tersebut, maka kepala

auditorat atau BPK Perwakilan dapat melakukan beberapa langkah untuk mengatasi
hambatan, pertama kepala auditorat atau BPK Perwakilan memberikan diseminasi secara
utuh kepada para Pemeriksa mengenai pentingnya dan manfaat program ini kepada para
Pemeriksa di berbagai kesempatan, misalnya pada saat rapat atau saat pelaksanaan upacara
hari besar.

Kedua, kepala auditorat atau BPK Perwakilan menghadirkan seorang role model yang
telah memiliki pengalaman terkait substansi program, untuk membagikan pengalaman
(experience sharing), misalnya role model dari satuan kerja yang KKP-nya pernah di-
review oleh lembaga pemeriksa negara lain atau yang KKP-nya pernah dijadikan bukti di
persidangan pengadilan.

Ketiga, kepala auditorat atau BPK Perwakilan mendiskusikan penyediaan anggaran
dengan pejabat yang mengelola anggaran untuk memastikan ketersediaan anggaran
sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Hal – hal lain yang berpengaruh
Kesuksesan program ini juga bergantung pada beberapa hal yang di luar kendali

pimpinan satker, antara lain, kesibukan narasumber atau role model yang kompeten. Hal ini
dapat terjadi karena kegiatan Pemeriksa atau pelaksana di BPK telah disusun dalam Sasaran
Kerja Pegawai selama setahun, sehingga terdapat kemungkinan waktu luang narasumber
atau role model yang akan diundang tidak sinkron dengan waktu luang para Pemeriksa di
auditorat atau BPK Perwakilan.

C. Kesimpulan
Dari pembahasan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

disimpulkan terkait peningkatan kualitas KKP melalui peningkatan kualitas pengendalian
mutu, sebagai berikut.

Pertama, peningkatan kualitas KKP bagi BPK adalah sangat penting karena KKP
atau dokumentasi pemeriksaan merupakan salah satu hal yang diatur dalam SPKN. Kedua,
peningkatan kualitas KKP memberikan manfaat kepada BPK dalam rangka memenuhi
ekspektasi masyarakat dan stakeholder lainnya akan hasil pemeriksaan yang berkualitas.

636

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

Ketiga, peningkatan kualitas KKP melalui peningkatan kualitas pengendalian mutu
dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu lomba pembuatan makalah teknik dan
metodologi pengendalian mutu serta kegiatan coaching dan mentoring.

Keempat, kemungkinan hambatan utama adalah tingkat partisipasi Pemeriksa
yang rendah sehingga perlu dilakukan sosialiasi, diseminasi dan experience sharing untuk
meningkatkan motivasi pemeriksa.

637

Membangun BPK Paripurna
Daftar Pustaka
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara
Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara, Jakarta, 2017
Keputusan BPK RI Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Organisasi dan Tata

Kerja Pelaksana BPK, Jakarta, 2016
Keputusan BPK RI Nomor 5 tahun 2015 tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan,

Jakarta, 2015
The International Auditing and Assurance Standards Board, A Framework for Audit Quality, 2014

638

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

639

Membangun BPK Paripurna

Penyelesaian KKP Secara
Lengkap, Tepat Waktu dan

Berdaya Guna Melalui
Penerapan Bertahap
atas Aplikasi SIAP dalam
Pemeriksaan Keuangan

Jariyatna, S.E., M.M., Ak., CPA., CPSAK, CSFA
(Kepala Biro Teknologi Informasi)

A. LATAR BELAKANG
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor. 15 tahun 2006, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

menerima mandat untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab
keuangan negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Mandat tersebut
dijalankan melalui tiga jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja dan pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Hal ini semata-mata ditujukan untuk
mendorong pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara serta mewujudkan akuntabilitas
dan transparansi pengelolaan keuangan negara.

Berdasarkan Laporan Kinerja BPK Tahun 2018, jumlah pemeriksaan dalam setahun
sebanyak 1.086 pemeriksaan dengan proporsi 653 Pemeriksaan Keuangan, 230 Pemeriksaan
Kinerja, dan 203 Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Dengan jumlah audit yang demikian
besar, BPK belum didukung dengan jumlah auditor yang memadai. Hal ini antara lain
disampaikan oleh pimpinan BPK pada berbagai kesempatan. Dalam pelaksanaan pada
setiap penugasan, Sumber Daya Manusia (SDM) pemeriksa BPK RI dengan latar belakang
multidisiplin ilmu dituntut untuk mampu menangani seluruh jenis pemeriksaan.

Selain itu, Ketua BPK Harry Azhar Azis (http://www.antaranews.com) mengatakan
jumlah auditor yang dimiliki lembaganya masih sangat belum memadai. Adanya mandat
Undang-Undang kepada BPK dan kondisi jumlah dan kompetensi auditor yang masih
kurang memberikan tantangan tersendiri bagi manajemen BPK dalam menjalankan tugas
pemeriksaan dan tugas lainnya.

640

|Bagian 8 Memperkuat Pengendalian Pemeriksaan

Di sisi lain, pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi hasil pemeriksaan sebagaimana
diungkapkan pada Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2019 menunjukkan bahwa
BPK telah menyampaikan 183.093 rekomendasi atas hasil pemeriksaan periode 2015-
30 Juni 2019 kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp130,76 triliun dengan status
penyelesaian tindak lanjut dari auditee yang telah sesuai rekomendasi baru mencapai
60% atau 109.674 rekomendasi. Secara kumulatif, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan
periode 2015-30 Juni 2019 yang telah ditindaklanjuti dengan penyerahan aset dan/atau
penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan adalah sebesar Rp18,41 triliun.

Sebagaimana dimuat dalam Renstra BPK 2016-2020, BPK memiliki tekad kuat untuk
mengoptimalkan peran BPK melalui peningkatan kualitas dan manfaat hasil pemeriksaan
serta peningkatan mutu kelembagaan BPK melalui pemanfaatan sistem dan teknologi
informasi. Salah satu prasyarat untuk mewujudkan hasil pemeriksaan yang berkualitas dan
bermanfaat adalah melalui pengembangan kapasitas/kompetensi sumber daya manusia
(SDM) yang ditunjang dengan pemanfaatan teknologi informasi dan sarana prasarana
dalam tata kelola organisasi yang optimal, budaya berintegritas, independen, dan
profesional yang tumbuh berkembang secara kondusif dan implementasi praktik-praktik
terbaik yang semakin luas.

Bagaimana dukungan teknologi informasi metode kerja bagi peningkatan kinerja
auditor dalam melaksasanakan tugas pemeriksaan?

B. PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat dalam penyelenggaraan pemerin-

tahan merupakan sasaran utama yang hendak dicapai BPK selama lima tahun ke depan.
Sasaran itu menjadi bagian dari misi mendorong pengelolaan keuangan negara untuk
mencapai tujuan negara sebagaimana dimuat dalam Renstra BPK 2016-2020. Hasil pemer-
iksaan BPK yang bermanfaat juga untuk mendorong terwujudnya tuntutan transparansi
dan akuntabilitas yang diminta publik kepada penyelenggara negara. Termasuk di dalamn-
ya semangat reformasi birokrasi dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan bernegara
yang bersih dan terbebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana dinyatakan pada
Accountability Organization Maturity Model (GAO sebagaimana dikutip Intosai).

Renstra BPK 2016-2020 mengukur peningkatan manfaat berdasarkan pemanfaatan
hasil pemeriksaan oleh para pemangku kepentingan yang ditentukan oleh antara lain,
bagaimana pengelolaan strategi pemeriksaan dilaksanakan. Salah satu permasalahan yang
signifikan dalam pengelolaan pemeriksaan adalah dokumentasi kerja kerja pemeriksaan

641

Membangun BPK Paripurna

(KKP). Menurut Arens dkk. (2012:188) menyatakan bahwa “...The overall objective of audit
documentation is to aid the auditor in providing reasonable assurance that an adequate audit
was conducted in accordance with auditing standards.” KKP menjadi basis dari perencanaan
audit, pencatatan bukti audit yang dikumpulkan dan hasil pengujian, dan dasar penentuan
simpulan/tipe laporan audit serta basis reviu bagi supervisi.

BPK telah menerapkan sistem informasi/aplikasi untuk KKP dalam beberapa tahun ter-
akhir sejak diinisiasi dokumentasi elektronik sejak tahun 2011. Namun demikian, perkem-
bangan implementasi dokumentasi KKP secara elektronik untuk pemeriksaan keuangan
tersebut baru mengalami perkembangan yang signifikan dalam dua tahun terakhir se-
bagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.

Implementasi SiAP LK Tahun 2018 dan 2019

Gambar tersebut menunjukkan peningkatan kuantitas dan kualitas auditor BPK untuk
mendokumentasikan KKP secara elektronik. Itu terlihat antara lain pada: penambahan
jumlah tim pemeriksa sebanyak 75 tim (dari 412 tim menjadi 487 tim), penambahan jumlah
pemeriksa yang menggunakan aplikasi sebanyak 351 auditor (dari 2.298 auditor menjadi
2.649 auditor), dan kenaikan jumlah tim dengan rasio relatif antara jumlah prosedur dan
file pendukung yang diunggah ke dalam aplikasi (rasio 100% bertambah 9 tim, dari 23 tim
menjadi 32 tim).

Namun demikian beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian dalam
implementasi aplikasi Sistem Aplikasii Pemeriksaan Laporan Keuangan (SiAP) LK agar
tujuan dokumentasi KKP dapat tercapai secara optimal.

642


Click to View FlipBook Version