|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Informasi yang tersedia dalam menu tersebut, selain judul berita, adalah tanggal keja-
dian, halaman pemuatan berita, ringkasan berita, narasumber dalam berita beserta per-
nyataannya, analisis atas berita, entitas yang terkait dengan berita, konteks penyebutan
BPK dalam berita (jika ada), wartawan, dan jenis tulisan.
Dengan “Pojok Berita”, hasil analisis berita dari media cetak dapat lebih dimanfaatkan
oleh para pemeriksa. “Pojok Berita” diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan
bagi pemeriksa dalam penentuan perencanaan pemeriksaan dan pengambilan sampel, se-
hingga dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan.
Manfaat “Pojok Berita” dirasakan secara nyata oleh pegawai BPK Perwakilan Provinsi
Aceh. Dalam aspek SDM, “Pojok Berita” meningkatkan pengetahuan terkini pejabat struk-
tural dan fungsional tentang kasus-kasus yang berkembang di Provinsi Aceh, dan mening-
katkan pemahaman entitas bagi para pejabat fungsional pemeriksa yang berhubungan
langsung dengan entitas. Selain itu, dari “Pojok Berita”, pegawai BPK juga dapat mengeta-
hui citra BPK di masyarakat Aceh dari berita-berita yang berkaitan dengan BPK.
Dari aspek biaya, laman ini tidak memerlukan pemeliharan khusus dan menghapus bi-
aya percetakan, penggandaan, dan penjilidan laporan kliping media cetak. “Pojok Berita”
juga sangat efisien mengingat mobilitas pegawai BPK yang tinggi. Pegawai BPK Perwakilan
Provinsi Aceh dapat mengakses laman “Pojok Berita” ini dimana dan kapan saja sehingga
informasi pun lebih cepat diterima.
2. Sistem Monitoring Tagihan/SPJ
Pengelolaan keuangan yang baik adalah bagian dari keberhasilan pelaksanaan suatu
kegiatan. Penggunaan dana dalam setiap kegiatan, baik kegiatan pemeriksaan maupun
kegiatan penunjang dan pendukung pemeriksaan, harus dapat dipertanggungjawabkan
secara administratif dalam bentuk Surat Pertanggungjawaban (SPJ) pengeluaran.
BPK Perwakilan Provinsi Aceh sebagai sebuah lembaga negara menggunakan Sistem
Informasi Pengendalian Tagihan (SINTAG) dalam melaksanakan operasional layanan pen-
gelolaan keuangan. Penggunaan SINTAG bertujuan untuk meningkatkan efisiensi layanan
pengelolaan keuangan. Namun Sistem Informasi ini hanya dapat dioperasikan pada kom-
puter (desktop/laptop) pengelola keuangan di kantor-kantor di lingkungan BPK, yang tidak
praktis.
Mengingat banyaknya jumlah SPJ dan tingginya mobilitas di BPK Perwakilan Provinsi
Aceh, maka sangat dibutuhkan sebuah monitoring tagihan/SPJ yang dapat diakses oleh
pengelola keuangan di mana dan kapan saja, terutama yang belum dapat difasilitasi oleh
SINTAG. Oleh Karena itu, BPK Perwakilan Provinsi Aceh mengembangkan sebuah sistem
743
Membangun BPK Paripurna
monitoring tagihan/SPJ tersebut, yang dikenal dengan Sistem Monitoring Tagihan (SIMON-
TAG). SIMONTAG merupakan aplikasi berbasis smartphone menggunakan native android
dengan bahasa kotlin. Pengguna aplikasi ini adalah Kepala Subbagian Keuangan, staf Sub-
bagian Keuangan, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) beserta staf PPK.
SIMONTAG menyediakan menu input SPJ, daftar SPJ, dan pencarian SPJ. Menu input
SPJ digunakan untuk memasukkan SPJ ke dalam aplikasi. Menu daftar SPJ memuat daftar
seluruh SPJ yang telah dimasukkan ke dalam aplikasi. Pada menu pencarian SPJ, hanya den-
gan memasukkan nomor registrasi SPJ pada menu pencarian SPJ, pengguna dapat meng-
etahui posisi status SPJ.
Selain menyediakan menu di atas, SIMONTAG juga dilengkapi dengan layanan pem-
beritahuan/notifikasi yang akan muncul pada smartphone pengguna aplikasi. Notifikasi ini
muncul pada hari ketiga setelah SPJ diinput ke aplikasi. Notifikasi ini berisikan informasi po-
sisi status tagihan dan keterangan SPJ yang bersangkutan. Notifikasi ini bertujuan sebagai
monitoring SPJ sehingga saat alur SPJ tidak berjalan sebagai mana mestinya, pengguna
dapat mengontrol hal tersebut.
Dengan SIMONTAG, pengelola keuangan dapat meminimalisir terhambatnya alur SPJ.
Dengan tidak terhambatnya alur SPJ, baik SPJ kegiatan pemeriksaan maupun SPJ penun-
jang pendukung pemeriksaan, pemeriksa dapat memiliki sumber daya yang memadai se-
lama melaksanakan pemeriksaan dengan tepat waktu, sehingga dapat menunjang terwu-
judnya pemeriksaan yang berkualitas.
3. Peminjaman BMN
Penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) merupakan rangkaian kegiatan pembukuan,
inventarisasi, dan pelaporan BMN. Penatausahaan BMN harus dapat dipertanggungjawab-
kan oleh lembaga/kementerian dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik.
Di antara tiga kegiatan penatausahaan BMN, inventarisasi merupakan hal yang kom-
pleks karena berkaitan dengan banyak kegiatan, yaitu penggunaan, pemanfaatan, pe-
mindahtanganan, dan penghapusan BMN. Penggunaan BMN merupakan kegiatan yang
dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai
dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.
Dalam kegiatan penggunaan BMN, khususnya peminjaman, BPK Perwakilan Provin-
si Aceh kini dibantu oleh Sistem Informasi Peminjaman Aset yang dinamakan SIPINSET.
Sistem ini merupakan replikasi dari best practice yang dilakukan di BPK Provinsi Sumatera
744
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Barat. SIPINSET dirancang untuk memudahkan pemeriksa dalam memenuhi kebutuhan
sumber daya/BMN selama pemeriksaan dan pegawai lainnya dalam memenuhi kebutuhan
operasional layanan penunjang dan pendukung pemeriksaan.
Sebelum adanya SIPINSET, BPK Perwakilan Provinsi Aceh menggunakan formulir pemin-
jaman BMN secara manual. Sistem peminjaman BMN secara manual tergolong sulit dipan-
tau. Pemeriksa dan pegawai memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengetahui ket-
ersediaan BMN yang dapat dipinjam. Selain itu, prosedur peminjaman sulit untuk didoku-
mentasikan.
SIPINSET hadir untuk mengatasi permasalahan tersebut. SIPINSET menyediakan infor-
masi akurat mengenai BMN yang sedang dipinjam dan BMN yang tersedia untuk dipinjam
oleh pegawai. Dengan adanya SIPINSET, peminjam BMN juga lebih terdata dengan baik.
Dari segi efisiensi waktu, SIPINSET membuat proses peminjaman BMN lebih cepat. Calon
peminjam BMN hanya perlu mengisi form peminjaman melalui browser jaringan intranet
BPK, memasukkan Nomor Induk Pegawai (NIP), dan memasukkan data BMN yang ingin
dipinjam. Data peminjaman BMN dilengkapi dengan perkiraan waktu pengembalian BMN
yang bersangkutan. Calon peminjam dapat melihat persetujuan peminjaman pada aplikasi
tersebut.
Pemeriksa sebagai salah satu calon peminjam BMN kini tidak perlu bersusah payah
mengisi form peminjaman secara manual. Dengan SIPINSET, pemeriksa tidak lagi membu-
tuhkan banyak waktu dalam melakukan peminjaman. Waktu yang awalnya pemeriksa gu-
nakan untuk melakukan peminjaman secara manual, dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa
untuk lebih fokus pada pemeriksaan. Lebih fokusnya pemeriksa dalam pemeriksaan dapat
menunjang terwujudnya pemeriksaan yang lebih berkualitas.
Selain itu, dengan adanya SIPINSET, pengelola BMN dapat mengetahui data pemin-
jam suatu BMN dengan akurat lengkap dengan perkiraan waktu pengembalian sehingga
memudahkan pengelola BMN dapat menginventarisir BMN. Selain itu, pengelola BMN juga
dapat meminimalisir risiko kehilangan BMN dan kemudahan dalam melacak keberadaan
BMN.
4. Sistem Informasi Pencarian BMN
BPK Perwakilan Provinsi Aceh dilengkapi dengan fasilitas rumah dinas untuk para peja-
bat dan mess untuk para pegawai. Setiap unit kerja, rumah dinas, dan mess pegawai dileng-
kapi dengan BMN yang dibutuhkan oleh pegawai dalam rangka memudahkan pekerjaan
demi tercapainya visi dan misi BPK.
745
Membangun BPK Paripurna
Seperti yang telah diketahui, inventarisasi BMN merupakan hal yang cukup kompleks
dalam penatausahaan BMN. Mengingat banyaknya BMN dan keadaan BMN yang tersebar
ke setiap unit kerja, rumah dinas, dan mess pegawai, BPK Perwakilan Provinsi Aceh mem-
buat daftar manual BMN yang dikenal dengan istilah Daftar Barang Ruangan (DBR) pada
setiap ruangan. Daftar itu untuk memudahkan proses inventarisasi BMN. Namun, tidak ja-
rang BMN tersebut berpindah dari suatu ruangan ke ruangan yang lain demi pemenuhan
kebutuhan kerja. Selain itu, kondisi BMN pada DBR tidak dapat diperbarui secara otomatis.
Untuk mempermudah proses pembaruan informasi posisi dan kondisi fisik BMN, BPK
Perwakilan Provinsi Aceh mengembangkan Sistem Informasi Pencarian Aset (SIPA). Sistem
informasi ini dirancang agar pencarian BMN tidak memakan waktu yang lama sehingga pe-
natausahaan BMN di BPK Perwakilan Provinsi Aceh semakin tertib. Pengembangan sistem
informasi ini menggunakan PHPMyAdmin. Pengelola BMN sebagai admin dapat masuk ke
SIPA melalui browser, kemudian login dengan username dan password. Dalam pengoper-
asiannya, SIPA memiliki dua menu, yaitu admin dan BMN. Pada menu admin, admin dapat
mengubah username dan password. Sedangkan pada menu BMN dibagi menjadi dua ba-
gian yaitu menu daftar BMN yang menampilkan BMN yang telah didaftarkan ke dalam SIPA
dan menu tambah daftar BMN untuk menambahkan daftar BMN.
Pada menu daftar BMN ditampilkan informasi BMN lengkap dengan kode barang, nama
barang, merk, tahun perolehan, posisi, dan gambar BMN. Selain itu, pada setiap nama BMN
juga disediakan tombol edit yang dapat digunakan oleh admin untuk memperbarui posi-
si BMN, sehingga sewaktu-waktu jika admin ingin melacak posisi BMN, posisi BMN telah
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
SIPINSET dengan bantuan SIPA dapat menyediakan pemenuhan kebutuhan bagi pe-
meriksa yang sewaktu-waktu membutuhkan BMN (misalnya, alat ukur untuk cek fisik in-
frastruktur) dalam mendukung terwujudnya pemeriksaan yang berkualitas. Saat pengelola
BMN memperoleh form permintaan peminjaman BMN dari pemeriksa sementara posisi
BMN tidak dapat diketahui dengan pasti, pengelola BMN dapat dengan mudah melacak
posisi BMN tersebut melalui SIPA dengan waktu yang sangat singkat. Hal tersebut akan
mempermudah pengelola BMN dalam memenuhi kebutuhan pemeriksa akan BMN.
5. Permintaan Barang Persediaan Secara Online
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimak-
sudkan untuk mendukung kegiatan operasional, dan barang-barang yang dimaksudkan
untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal
746
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
ini, barang persediaan di BPK merupakan barang yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional kantor. Barang tersebut pada umumnya adalah barang habis pakai yaitu alat
tulis kantor.
Barang persediaan merupakan kebutuhan pegawai dalam bekerja. Tanpa adanya alat
tulis kantor, kinerja pegawai akan terhambat. Pemeriksa yang ditugaskan ke lapangan un-
tuk melakukan pemeriksaan perlu membawa persiapan alat tulis kantor yang cukup agar
pekerjaannya lebih cepat selesai serta meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan.
Subbagian Umum dan TI sebagai subbagian yang bertanggungjawab atas pengelolaan
BMN dituntut harus bisa memenuhi kebutuhan alat tulis para pegawai demi kelancaran
kerja pegawai. Dalam pemeriksaan, pada tahap pemenuhan kebutuhan pemeriksa, pemer-
iksa akan menyerahkan daftar kebutuhannya termasuk kebutuhan akan alat tulis kantor
kepada Subbagian Umum dan TI.
Prosedur permintaan barang persediaan harus dirancang sedemikian rupa agar mem-
percepat proses pemenuhan kebutuhan pemeriksa. Proses permintaan secara manual
membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang apabila dibandingkan dengan proses
permintaan yang terkomputerisasi. Atas dasar hal tersebut, BPK Perwakilan Provinsi Aceh
melakukan optimalisasi permintaan barang persediaan secara online melalui penyediaan
formulir permintaan barang pada Portal BPK. Formulir online ini selain mempermudah unit
kerja lain yang meminta barang persediaan, juga mempermudah Subbagian Umum dan TI
dalam menindaklanjuti permintaan barang persediaan tersebut.
Dengan adanya formulir online ini, pemeriksa dapat dengan mudah melakukan per-
mintaan barang persediaan kepada Subbagian Umum dan TI. Pemeriksa tidak perlu lagi
menghabiskan banyak waktu untuk mengantarkan formulir kepada Subbagian Umum
dan TI dan dapat memanfaatkan waktu yang ada untuk lebih berfokus pada persiapan pe-
meriksaan yang akan dilakukan sehingga perencanaan pemeriksaan lapangan dapat lebih
matang dan meningkatkan kualitas pemeriksaan.
Selain formulir, BPK Perwakilan Provinsi Aceh juga menyediakan rekapitulasi online atas
permintaan barang persediaan. Rekapitulasi ini menyediakan informasi permintaan barang
persediaan dari setiap unit kerja di BPK Perwakilan Provinsi Aceh. Data awal rekapitulasi
ini adalah formulir online yang telah diisi oleh setiap unit kerja. Rekapitulasi ini kemudian
dapat digunakan sebagai bahan rancangan anggaran dan belanja barang persediaan.
747
Membangun BPK Paripurna
D. KESimpulan
Dalam rangka meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan seiring dengan semakin ber-
tambahnya jumlah entitas pemeriksaan dan terbatasnya sumber daya manusia, BPK Per-
wakilan Provinsi Aceh telah mengembangkan beberapa sistem informasi. Sistem informasi
dapat membantu BPK Perwakilan Provinsi Aceh dalam menyimpan, mengolah, dan menye-
barkan informasi dalam kecepatan tinggi. Sistem informasi yang dikembangkan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pojok Berita sebagai pendukung kegiatan pemeriksaan melalui penyediaan informasi
terkini mengenai kasus-kasus yang berkembang di Provinsi Aceh dari berbagai media
cetak secara cepat.
2. Sistem Monitoring Tagihan (SIMONTAG), aplikasi berbasis smartphone yang dapat diak-
ses di mana dan kapan saja oleh pengelola keuangan untuk mengetahui informasi ter-
kini mengenai posisi status SPJ.
3. Optimalisasi peminjaman BMN melalui SIPINSET sehingga pemenuhan kebutuhan
BMN/peminjaman BMN dapat dilakukan secara cepat serta status peminjaman BMN ter-
dokumentasi dengan baik.
4. Peningkatan sistem informasi pencarian BMN melalui Sistem Informasi Pencarian Aset
(SIPA) yang menyediakan informasi mengenai posisi dan kondisi fisik BMN dalam waktu
yang relatif singkat.
5. Permintaan barang persediaan secara online untuk mempermudah proses pemenuhan
kebutuhan alat tulis pemeriksaan.
Adanya pemanfaatan dan pengembangan sistem informasi di atas telah menunjang ak-
tivitas pemeriksaan dan aktivitas penunjang pemeriksaan di BPK Perwakilan Provinsi Aceh.
Manfaat pengembangan sistem informasi tersebut telah dirasakan oleh pejabat dan pega-
wai BPK Perwakilan Provinsi Aceh baik secara langsung maupun tidak langsung.
748
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
DAFTAR PUSTAKA
Forbes Insight & KPMG, The Future is Now, New Jersey: Forbes Insight, 2014.
Peraturan perundang-undangan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam
Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Keputusan BPK Nomor 3/K/I-XIII.2/7/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK
Rencana Strategis Teknokratik BPK Tahun Anggaran 2020 Sampai Dengan Tahun Anggaran
2024 (Renstra Teknokratik BPK 2020 – 2024)
749
Membangun BPK Paripurna
Meningkatkan Kualitas
dan Manfaat Pemeriksaan
Keuangan
Dwi Setiawan Susanto, S.E., M.Si., Ak., CSFA
(Kepala Direktorat Penelitian dan Pengembangan)
A. PENDAHULUAN
Selaras dengan konsep teknokratik Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa
Keuangan ( BPK) 2019-2024 yang dinyatakan dalam visi BPK yaitu Berperan Aktif dalam
Mencapai Tujuan Bernegara denganMeningkatkanKualitasdan Manfaat Hasil Pemeriksaan,
maka inovasi dalam meningkatkan nilai tambah pemeriksaan menjadi suatu strategi dan
harus dituangkan dalam kerangka pengembangan metodologi pemeriksaan. Tujuannya
adalah agar LHP Keuangan BPK dapat dimanfaatkan dengan nilai tambah tidak
hanya penyajian laporan keuangannya, akan tetapi juga manajemen keuangan yang
lebih efektif, efisien dan ekonomis. Setelah BPK berhasil mendorong peningkatan jumlah
Opini WajarTanpa Pengecualian (WTP) baik pada Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam
satu dekade terakhir ini, selanjutnya bagaimana peningkatkan kualitas dan manfaat
menjadi penting untuk dikaji dan dikembangkan.
Pemeriksaan keuangan dapat dikembangkan secara lebih komprehensif dengan
meningkatkan metodologi pemeriksaan laporan keuangan. Dalam hal ini digunakan
analisis data keuangan dengan pendekatan value for money audit yang meliputi
pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja dalam konteks value for money,
yakni bagaimana meningkatkan nilai manfaat laporan keuangan untuk manajemen
keuangan yang lebih efektif, efisien dan ekonomis. Proses pemeriksaan ditingkatkan nilai
tambahnya dalam analisis data keuangan. Yang dihasilkan tidak h a n y a assurance berupa
opini atas laporan keuangan, aspek kepatuhan, penilaian efektivitas SPI dan kecukupan
pengungkapan. Pada pada saat yang sama BPK juga memberikan penilaian atas
manajemen keuangan dalam tata kelola yang lebih memberikan nilai manfaat keuangan
(valuefor money).
750
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Dengan cara demikian, pengelolaan keuangan negara memberikan outcome dan
dampak yang lebih bermanfaat untuk mencapai tujuan bernegara dan keberhasilan
instansi pemerintah. Sehingga, yang didapat tidak hanya perolehan opini WTP, namun
juga pencapaian peningkatan tata kelola keuangannya. Jika dalam pemeriksaan
keuangan, BPK memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan, maka dengan
menilai value for money nilai manfaat manajemen keuangan, dapat dinilai dan diberikan
rekomendasi pada aspek ekonomis, efisiensi dan efektivitasnya.
Melalui pemeriksaan komprehensif keuangan tersebut, BPK dapat memberikan
penilaian secara lebih utuh mengenai kualitas pelaporan keuangan dan pengelolaan
manajemen keuangannya. Selain itu, pengguna laporan hasil pemeriksaan keuangan
BPK juga mendapat simpulan yang lebih berkualitas dan memberikan manfaat
bagi para pemangku kepentingan dalam akuntabilitas dan pengambilan keputusan.
Tulisan ini bertujuan:
1. Memberikan metodologi pemeriksaan keuangan yang lebih komprehensif
dikaitkan dengan penerapan penilaian kinerja manajemen keuangan value for
money keuangan negara.
2. Menjadi landasan bagi pengembangan Juklak, Juknis, dan Panduan Pemeriksaan
Keuangan di BPK.
Paparan ini ditulis dengan metode studi pustaka dan analisis secara praktikal penerapan
pemeriksaan keuangan di sektor keuangan negara dan best practice secara internasional
sesuai International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI).
B. KERANGKA TEORETIS DAN YURIDIS
1. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP)
Setiap entitas pelaporan diharuskan menyajikan CaLK sebagai bagian yang tak
terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. CaLK dimaksudkan agar
laporan keuangan dapat dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas
hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas pelaporan. Laporan
Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi
kesalahpahaman di antara pembacanya. Oleh karena itu, untuk menghindari
kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan Keuangan
751
Membangun BPK Paripurna
yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami laporan
keuangan. (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan/PSAP 04, Paragraf 8-9)
Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari pembaca laporan
keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran mempunyai potensi
kesalahpahaman dalam memahami konsep akuntansi akrual. Pembaca yang
terbiasa dengan laporan keuangan sektor komersial cenderung melihat laporan
keuangan pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. Pembahasan umum
dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan
keuangan. Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang
diterapkan akan dapat membantu pembaca menghindari kesalahpahaman dalam
memahami laporan keuangan (PSAP 04, Paragraf 10-11 ).
2. ISSAI 12: The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions - Making a Difference
to the Lives of Citizens (Nilai dan Manfaat dari SAI - Membuat Perubahan pada
Kehidupan Warga Negara)
Prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam ISSAl 12 dibangun berdasarkan harapan
bahwa SAi dapat membuat perbedaan bagi kehidupan masyarakat. Sejauh mana
SAi mampu membuat perbedaan bagi kehidupan warga negara tergantung pada
bagaimana SAl:
• Memperkuat akuntabilitas, transparansi dan integritas entitas pemerintah dan
sektor publik;• Mendemonstrasikan relevansi yang berkelanjutan dengan
warga negara, parlemen dan pemangku kepentingan lainnya; dan
• Menjadi model organisasi melalui memimpin dengan memberi contoh
(leading by example).
Salah satu prinsip dalam ISSA I 12 ini yakni Prinsip I: Menjaga Independensi .;AI, memiliki
salah satu poin yang berbunyi “SAi harus memiliki kebebasan untuk menentukan konten
laporan yang dihasilkan dan waktu penerbitan laporan tersebut.” Hal ini sejalan dengan
ketentuan yang umum dijumpai dalam standar pemeriksaan bahwa format laporan hasil
pemeriksaan memang menjadi ranah wewenang dari masing-masing SAi.
752
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Kerangka Yuridis
1. Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004, laporan hasil pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah memuat opini. Selanjutnya dalam paragraf
penjelas dinyatakan bahwa opini merupakan pernyataan profesional Pemeriksa
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
yang didasarkan pada kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP), kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni opini
Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion), opini Wajar Dengan Pengecualian
(qualified opinion), opini Tidak Wajar (adversed opinion), dan Pemyataan Menolak
Memberikan Opini (disclaimer of opinion).
2. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, BAB VIII tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Presiden (Pemerintah
Pusat) menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (Pasal 30), dan
Gubemur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) menyampaikan rancangan
peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) (Pasal 31 ), berupa laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh BPK, selambat-Iambatnya enam bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD,
Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya untuk Pemerintah
Pusat, dan laporan keuangan perusahaan daerah untuk Pemerintah Daerah.
Selanjutnya dalam paragraf penjelasan dari kedua pasal di atas dinyatakan bahwa
Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja,
juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga dan satuan
kerja perangkat daerah.
753
Membangun BPK Paripurna
Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 9 huruf g dinyatakan bahwa penyusunan
dan penyajian laporan keuangan pemerintah adalah dalam rangka akuntabilitas
dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk prestasi
kerja yang dicapai dalam penggunaan anggaran.
3. Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara (SPKN)
Dalam Kerangka Konseptual SPKN Paragraf 39 dinyatakan bahwa Pemeriksa
membuat Laporan Hasil Pemeriksaan ( LHP) berupa laporan tertulis yang
berisi suatu kesimpulan yang diperoleh tentang informasi hal pokok. LHP
berisi hasil analisis atas pengujian bukti yang diperoleh saat pelaksanaan
pemeriksaan. Struktur dan format LHP ditetapkan lebih lanjut dalam standar
pelaporan. LHP digunakan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
perbaikan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Selanjutnya dalam Standar Pelaporan SPKN Paragraf 2 dinyatakan bahwa LHP
berfungsi untuk:
a. mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. menghindari kesalahpahaman atas hasil pemeriksaan;
c. membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan
oleh pihak yang bertanggung jawab; dan
d. memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan
perbaikan yang semestinya dilakukan. Kemudian pad a Paragraf 7 diatur
bahwa Pemeriksa harus menyusun LHP secara tepat waktu, lengkap, akurat,
objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas.
Dengan demikian, SPKN tidak mengatur secara spesifik mengenai bentuk
dan format LHP yang harus disusun oleh BPK sehingga hal ini bisa menjadi
pilihan kebijakan dari BPK selaku pemeriksa pengelolaan dan tanggungjawab
keuangan negara.
4. Dalam Kerangka Konseptual SAP Paragraf 25 huruf e dinyatakan bahwa
setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-
upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
754
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan
untuk kepentingan: Evaluasi Kinerja; yakni mengevaluasi kinerja entitas
pelaporan, terutama dalam penggunaan somber daya ekonomi yang
dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
lnformasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh berguna
dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran. Namun apabila dicermati dalam seluruh konten SAP,
pengaturan mengenai evaluasi kinerja ataupun penilaian prestasi kerja
pemerintah juga belum ada.
C. ALTERNATIF PENERAPAN
Kemungkinan PemeriksaanLaporan Kinerja
Idealnya, ada dua syarat pelaporan keuangan untuk memenuhi amanah Undang•
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara terkait informasi kinerja
layanan entitas:
1) adanya pelaporan informasi kinerja layanan entitas, dalam hal uu seharusnya
tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2) adanya standar akuntansi mengenai pelaporan informasi kinerja demi keseragaman
bentuk dan isi.
Proses birokrasi menjadi tantangan tersendiri demi terwujudnya dua syarat tersebut
dalam waktu dekat. Sembari memulai perubahan, BPK dapat berupaya aktif mendorong
pemerintah agar merealisasikan dua prasyarat tersebut sebagai amanah Undang-Undang
Keuangan Negara.
Keberadaan dua prasyarat itu akan memberikan nilai tambah berupa informasi
pencapaian kinerja pemerintah dalam mengelola dana publik. LRA yang diamanatkan
Undang-Undang Keuangan Negara bukanlah sebuah laporan yang hanya berisi realisasi
penyerapan anggaran semata, melainkan juga menitikberatkan pada pencapaian kinerja/
prestasi kerja atas penggunaan anggaran tersebut.
Bentuk dan isi LRA yang demikian itu dipengaruhi oleh standar akuntansi yang
mengaturnya. Saat ini, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 2 (PSAP
02) tentang LRA Berbasis Kas belum menekankan pencapaian kinerja organisasi.
Demikian pula dengan PSAP 04 tentang CaLK yang merupakan tempat penyajian
755
Membangun BPK Paripurna
dan pengungkapan segala informasi yang dibutuhkan oleh pengguna untuk memahami
laporan keuangan, ternyata juga belum memberikan pengaturan yang menekankan
pada pencapaian kinerja organisasi.
PSAP 02 dan PSAP 04 baru sebatas memberikan penekanan pada kinerja keuangan,
belum pada pencapaian kinerja organisasi dalam bentuk keluaran (output), hasil (outcome),
efisiensi dan efektivitas. Public Financial Management (PFM)
Pemeriksaan keuangan dengan penekanan pada aspek kinerja dapat diarahkan dan
diutamakan pada permasalahan yang menjadi temuan berulang ataupun berlarut-larut
penyelesaiannya, khususnya dalam ranah PFM, seperti:
• Permasalahan manajemen kas, misalnya adanya ketekoran kas yang berlarut-larut
penyelesaiannya.
• Pengelolaan piutang, misalnya tingginya angka piutang yang tidak tertagih.
• Investasi nonpermanen, misalnya pengelolaan dana bergulir yang memiliki
kolektibilitas rendah.
• Pengelolaan utang belanja, misalnya adanya utang belanja kepada rekanan dari
tahun ke tahun.
• Permasalahan manajemen aset, misalnya adanya aset yang tidak diketahui
keberadaannya, dikuasai pihak ketiga, pemanfaatan aset yang tidak optimal.
• Pengelolaan pendapatan, misalnya penetapan target pendapatan yang tidak
terpenuhi (berulang), atau wajib pajak tidak terkelola dengan baik.
• Pengelolaan belanja, misalnya kinerja penyerapan anggaran yang rendah,
kegiatan pengadaan barang jasa yang tidak efektif Untuk entitas yang belum
memperoleh Opini WTP, pemeriksaan dapat diarahkan pada hal-hal yang
menyebabkan pengecualian pada Opini LK, dengan harapan rekomendasi
perbaikan dapat meningkatkan opini di tahun berikutnya, misalnya:permasalahan
manajemen aset tetap atau manajemen kas. Rekomendasi diupayakan bersifat
operasional, dapat dilakukan entitas, dan efektif menyelesaikan masalah.
Untuk entitas yang sudah memperoleh Opini WTP, pemeriksaan diarahkan pada
peningkatan 3E (Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas) pada sektor-sektor tertentu yang dinilai perlu
untuk dibenahi, dengan harapan hal tersebut nantinya dapat meningkatkan kinerja entitas
secara keseluruhan, misalnya tentang pemanfaatan aset atau pengelolaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang belum maksimal. Permasalahan yang diungkap tidak mendegradasi
756
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
opini yang diberikan. Misalnya opini sudah WTP, namun pemeriksaan atas area tertentu
ini ditujukan untuk pengelolaan keuangan yang lebih baik, jangan sampai membuat
pembaca LK mempertanyakan kewajaran opini yang diberikan. Dengan demikian
sangatlah perlu dilakukan sosialiasi sebelum praktik ini berjalan agar entitas
memperoleh pemahaman yang jelas mengenai manfaat dari dilakukannya
pemeriksaan pada area tertentu ini.
D. Kesimpulan
Dalam meningkatkan kualitas dan nilai manfaat laporan hasil pemeriksaan keuangan
BPK, ada beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan, yaitu arahan dari pimpinan,
kondisi pemeriksaan BPK saat ini dengan keterbatasan waktu pemeriksaan dan sumber
daya yang ada, faktor cost and benefit, sehingga penilaian atas pemanfaatan laporan
keuangan untuk manajemen keuangan yang memperhatikan 3E menjadi alternatif yang
dapat memberikan nilai manfaat yang lebih baik.
Hal ini memberikan pola insight dan bahkan foresight yg lebih baik dengan
pemanfaatan informasi laporan keuangan untuk tujuan akuntablitas keuangan dan
pengambilan keputusan dalarn manajemen keuangan entitas pernerintahan.
Saran
Apabila BPK menghendaki Pemerintah untuk menambahkan informasi mengenai
prestasi kerja atau kinerja layanan masing-masing entitas pelaporan dalam LK yang disusun,
BPK dapat memberikan pendapat kepada Pemerintah agar Pemerintah melakukan
penyesuaian pada SAP yang ada saat ini.
Jika di kemudian hari ternyata sulit mengharapkan adanya perubahan dari SAP untuk
mengatur mengenai pelaporan informasi prestasi kerja dalam LK Pemerintah namun
BPK ingin segera memberikan nilai tam bah dalam pemeriksaan keuangan, BPK bisa
memulainya dengan pengujian aspek manajemen keuangan value for money nya
dan mewajibkan pengujian atas kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
dalam CaLK.
757
Membangun BPK Paripurna
DAFTAR PUSTAKA
CIPFA. 2016. Public Financial Management: A Whole System Approach. Vol. l. The
Approach. CIPFA
CoA. (2017). https://www.coa.gov.ph/index.php/reports/annual-audit-report
IFAC. (2009). lSSAI 12: The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions - Making a
Difference to the Lives of Citizens. Vienna: IAASB
IFAC. (2009). ISSA! 1700 Financial Audit Guideline: Forming an Opinion and Reporting on
Financial Statements. Vienna: IAASB
IPSASB. (2015). Recommended Practice Guideline: Reporting Service Performance
Information. New York: IFAC
Konsep Kajian Litbang tentang LFAR (2019) Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
Public Finance Act 1989 New Zealand
PWC. (2012). The Use of the Long-Form Audit Report as a Tool for Communicating with
The German Financial Supervisors.
Syamsudin. (2018). Pelaporan Aspek Kinerja Dalam LHP LKPD. Kajian Staf Ahli BPK Bidang
Keuangan Pemerintah Daerah
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang Undang Nomor l Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan
Pengelolaan Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
World Bank. (2018). INDONESIA: Public Expenditure and Financial Accountability
(PEFA) Assessment Report 2017. Jakarta: The World Bank Office Jakarta
758
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
759
Membangun BPK Paripurna
Mengawal Visi Bpk Ri
Dengan Pemeriksaan Yang
Memberi Efek Jera
Arman Syifa, SST, M.Acc., Ak., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat)
A. PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dibentuk untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara yang seiring dengan
berjalannya waktu telah mengalami beberapa kali perubahan. BPK merupakan satu-satunya
lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan memiliki peran sebagai lembaga yang
independen dan profesional. Hal tersebut dimaksudkan agar BPK dapat melaksanakan
tugasnya secara obyektif dengan memeriksa dan melaporkan hasil pemeriksaannya
sebagai mana adanya.
Visi BPK adalah menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong terwujudnya
tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Dengan menjadi lembaga
pemeriksa keuangan negara yang kredibel, BPK memiliki tujuan strategis yang harus dicapai
yang salah satunya adalah terwujudnya pemeriksaan yang bermutu untuk menghasilkan
laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemangku
kepentingan (BPK, 2019).
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai
dengan kewenangannya. Hasil pemeriksaan tersebut juga disampaikan kepada pemerintah
dan pimpinan pihak yang diperiksa untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan
untuk dilaksanakan dan diperbaiki sesuai dengan rekomendasi BPK. Berdasarkan Undang-
Undang, BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaannya. BPK dapat
menyampaikan kepada instansi yang berwenang terhadap pihak yang bertanggung jawab
apabila temuan yang disampaikan tidak ditindaklanjuti.
760
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Daftar rekapitulasi hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK
pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester (IHPS) I tahun 2018 disajikan pada tabel berikut.
Daftar Rekapitulasi Hasil Pemantauan
Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK IHPS I 2018
No. Keterangan Pemerintah Pusat Pemerintah
1 REKOMENDASI Daerah
Jumlah
67.641 421.535
Nilai
2 TL Sesuai Dengan Rekomendasi
46.617 306.691
Jumlah 35.556.940.011.655,90 24.801.742.328.886,60
68,92% 72,76%
Nilai
44,37% 37,39%
Persentase TL atas jumlah temuan
terhadap rekomendasi (%)
Persentase TL atas nilai temuan
terhadap rekomendasi (%)
3 TL Belum Sesuai Dengan Rekomendasi
Jumlah 14.038 85.434
Nilai 38.990.399.221.274,20 25.599.266.182.342,40
Persentase TL atas jumlah temuan 20,75% 20,27%
terhadap rekomendasi (%) 38,59%
Persentase TL atas nilai temuan 48,66%
terhadap rekomendasi (%)
761
Membangun BPK Paripurna
4 TL Belum Ditindaklanjuti
Jumlah 6.145 25.912
Nilai 4.096.433.960.437,91 14.535.862.759.612,90
9,08% 6,15%
Persentase TL atas jumlah temuan 5,11% 21,92%
terhadap rekomendasi (%)
Persentase TL atas nilai temuan
terhadap rekomendasi (%)
5 TL Tidak Dapat Ditindaklanjuti
Jumlah 841 3.498
Nilai 1.487.285.775.679,00 1.391.447.302.856,83
Persentase TL atas jumlah temuan 1,24% 0,83%
terhadap rekomendasi (%) 2,10%
Persentase TL atas nilai temuan 1,86%
terhadap rekomendasi (%)
Sumber: bpk.go.id/tlrhp# (diolah)
Data di atas menunjukkan bahwa dalam menjalankan perannya sebagai penjaga harta
negara, BPK telah menghasilkan cukup banyak rekomendasi sebagai hasil pemeriksaan
yang dilakukan. Sampai dengan semester I tahun 2018, BPK telah memberikan sebanyak
489.176 (67.641 + 421.535) rekomendasi dengan nilai sebesar Rp146.45 triliun (Rp80.1Triliun
+ Rp66.32 trlliun). Rekomendasi tersebut harus segera ditindaklanjuti oleh para pihak yang
bertanggung jawab.
Peran BPK di atas masih belum diiringi dengan tanggung jawab entitas untuk
menyelesaikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan BPK secara tepat waktu. Tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaan BPK, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, memiliki tingkat rata-rata penyelesaian kurang dari 75%. Jika mengacu pada nilai
rekomendasi, tindak lanjut yang sesuai dengan rekomendasi masih berada di bawah 45%.
Selain itu sampai saat ini masih banyak temuan yang berulang dari tahun ke tahun. Untuk
762
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
itu, BPK perlu mendorong para pihak yang bertanggung jawab untuk menindaklanjuti
rekomendasi dan mencegah adanya pengulangan kesalahan yang sama di kemudian hari.
B. PERMASALAHAN
Kondisi di atas menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas BPK belum selesai pada saat
pemeriksaan berakhir, BPK juga sangat berkepentingan untuk mendorong penyelesaian
tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaannya. Atas kondisi tersebut, beberapa
permasalahan yang memerlukan alternatif solusi antara lain:
1. Bagaimana strategi BPK untuk mendorong percepatan penyelesaian tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaannya;
2. Mengurangi timbulnya temuan berulang dengan hasil pemeriksaan yang
memberikan efek jera;
3. Langkah BPK jika pihak yang bertanggung jawab belum menindaklanjuti
rekomendasi lebih dari 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterima.
Strategi BPK untuk Mendorong Percepatan Penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi
Rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dapat ditindaklanjuti dengan tindakan administratif
yang antara lain dapat berupa sanksi, teguran, dan peringatan kepada para pihak yang
bertanggung jawab dan/atau pihak yang melaksanakan kegiatan. Selain itu, tindak
lanjut tersebut juga dapat berupa penyetoran uang/barang dan melengkapi pekerjaan
yang kurang/belum dikerjakan. Tindak lanjut tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
rekomendasi yang diberikan.
Pada umumnya tindak lanjut berupa tindakan administratif cenderung lebih cepat
dapat ditindaklanjuti, namun terkadang juga masih banyak yang belum ditindaklanjuti
sesuai rekomendasi. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
a. Rekomendasi mengandung unsur perbaikan yang bersifat sistemik
Selain berupa sanksi, teguran, dan peringatan, tindak lanjut berupa tindakan
administrasi juga dapat berupa tindakan koreksi atas penatausahaan keuangan dan
perbaikan sistem, yang pada kenyataannya memerlukan waktu yang lebih panjang
dan upaya perbaikan yang tidak sederhana. Dalam hal ini BPK harus memberikan
waktu yang cukup bagi entitas untuk merancang dan mengimplementasikan
perubahan yang harus dilakukan. Namun demikian tetap harus dalam kerangka
waktu yang disepakati.
763
Membangun BPK Paripurna
b. Temuan yang belum dan/atau sulit untuk ditindaklanjuti
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, rekomendasi berupa tindakan administrasi
cenderung lebih mudah untuk ditindaklanjuti. Tetapi kecenderungan ini menjadi
tidak berlaku untuk beberapa temuan lama dengan kondisi: tidak adanya informasi
yang memadai mengenai siapa yang memberikan dan menerima rekomendasi
berupa tindakan administrasi, perubahan struktur organisasi, sudah tidak adanya
informasi mengenai penanggung jawab kegiatan atau temuan, dan hal terkait
lainnya.
Strategi sederhana yang dapat dilakukan BPK adalah berkoordinasi aktif dengan
entitas yang diperiksa. Pemeriksa dan wakil dari entitas yang diperiksa mendata
semua rekomendasi berupa tindakan administrasi. Dari data tersebut akan diperoleh
gambaran umum mengenai rekomendasi, tindak lanjut seperti apa yang dilakukan,
dan kesulitan apa yang dihadapi dalam menindaklanjuti rekomendasi. Strategi ini
menurut hemat penulis dapat mendorong percepatan tindak lanjut rekomendasi
hasil pemeriksaan BPK.
Temuan Berulang Dan Pelaksanaan Pemeriksaan Yang Memberikan Efek Jera
Pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan memiliki tujuan yang salah satunya adalah
memastikan bahwa temuan yang diperoleh dalam pemeriksaan sebelumnya tidak dijumpai
lagi dalam pemeriksaan yang sedang dilaksanakan (Astriani, 2013). Temuan pemeriksaan
berasal dari perbedaan antara kondisi yang terjadi dengan kriteria yang disyaratkan yang
mengungkapkan akibat yang tejadi karena perbedaan itu beserta dengan penyebab
terjadinya. Saat ini, BPK masih sering mendapati temuan berulang dalam pemeriksaannya.
Temuan berulang dapat didefinisikan sebagai temuan yang diidentifikasi pada saat
pemeriksaan independen yang tindakan perbaikannya belum diselesaikan sesuai rencana
dan/atau temuan yang secara substansi serupa dengan temuan pada pemeriksaan
independen sebelumnya (Cahill, 2012).
BPK perlu memperkuat penanganan terhadap temuan berulang (Qosasi, 2019). Temuan
berulang dari hasil audit keuangan kementerian/lembaga merupakan aspek krusial yang
menjadi salah satu pekerjaan rumah BPK yang perlu diselesaikan. Salah satu solusi untuk
menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut adalah dengan melaporkan temuan berulang
tersebut ke penegak hukum jika terdapat adanya indikasi kesengajaan.
Selama ini, penyelesaian kerugian negara/daerah diharapkan dapat menjadi pelajaran
dan memberikan efek jera bagi bendahara maupun pengelola keuangan. Namun hal
764
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
tersebut dinilai belum cukup. Masih saja terdapat temuan berulang dan perlu juga suatu
kegiatan pemeriksaan yang memberikan efek jera, tidak hanya kepada bendahara dan
pengelola keuangan, tetapi juga kepada pihak ketiga.
Secara umum, efek jera dapat diartikan sebagai kesan atau pengaruh yang
mengakibatkan seseorang atau banyak orang tidak mau berbuat lagi (KBBI, diolah).
Jika dikaitkan dengan temuan pemeriksaan, efek jera dapat diartikan sebagai sifat tidak
berani dari para penanggung jawab temuan untuk melakukan kembali perbuatan yang
mengakibatkan adanya temuan BPK. Magnitude efek jera terbesar dalam sistem peradilan
pidana Indonesia berada pada subsistem kepolisian, yang diikuti oleh subsistem pengadilan,
dan kemudian subsistem lembaga permasyarakatan (penjara). Efek jera dari penangkapan
oleh pihak kepolisian merupakan efek jera yang paling besar pengaruhnya (Hendri, 2019).
Dengan adanya informasi ini, alternatif dan perspektif pemeriksaan yang memberikan
efek jera dan untuk mengurangi munculnya temuan berulang dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Melaksanakan pemeriksaan investigatif jika terdapat adanya indikasi kesengajaan
yang bersifat sistemik;
b. melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana ke aparat
penegak hukum;
c. melakukan pemeriksaan dengan pendekatan proses.
d
Jika Belum Ditindaklanjuti Lebih Dari 60 Hari
Menurut amanat undang-undang, pejabat wajib untuk menindaklanjuti rekomendasi
dalam laporan hasil pemeriksaan BPK. Hal tersebut juga diatur dalam Peraturan BPK.
Tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan wajib disampaikan kepada BPK paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Selain itu, Menteri/
pimpinan lembaga/gubernur/bupati /walikota/direksi perusahaan negara dan badan-
badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/
daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah diketahui terjadinya
kerugian negara/daerah dimaksud. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
tersebut Pejabat tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa adanya alasan yang sah, BPK
dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang.
Dengan amanat yang diberikan ini, BPK perlu menyampaikan rekomendasi yang belum
ditindaklanjuti selama lebih dari 60 hari kepada pihak yang berwenang. Hal ini diharapkan
mampu mempercepat penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dan
765
Membangun BPK Paripurna
memberikan efek jera sebagaimana yang telah disampaikan pada poin 2 di atas.
Hal di atas sejalan dengan penelitian dan opini yang menyatakan bahwa akan lebih
baik jika terdapat peraturan atau sanksi yang lebih tegas terkait pelaksanaan hasil tindak
lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK oleh auditee (Lukfiarini, 2018). Hasil penelitian
Lukfiarini tersebut menunjukkan bahwa:
a. Opini pemeriksaan tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi;
b. Temuan pemeriksaan atas kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) tidak
berpengaruh terhadap tingkat korupsi;
c. Temuan pemeriksaan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan tidak berpengaruh terhadap tingkat korupsi;
d. Tindak lanjut pemeriksaan berpengaruh dan signifikan terhadap tingkat korupsi.
Empat buah poin yang diuji pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa makalah
yang dibuat oleh penulis yang salah satunya berfokus pada tindak lanjut hasil pemeriksaan
memiliki keterkaitan dan manfaat yang besar atas pencapaian visi BPK. Pengaruh yang
signifikan antara tindak lanjut hasil pemeriksaan dengan tingkat korupsi memberikan
informasi penting bahwa BPK diharapkan dapat meningkatkan pementauan tindak lanjut
hasil pemeriksaannya.
Peningkatan koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum merupakan hal yang penting
dalam peningkatan kepatuhan entitas dalam menindak lanjuti rekomendasi BPK. Selain
itu, BPK juga perlu untuk lebih mensosialisasikan ketiga poin tersebut kepada internal BPK
maupun eksternal (auditee), sehingga diharapkan dapat menjadi langkah yang bersifat
preventif, yang dapat mengurangi temuan berulang, dan mempercepat tindak lanjur
rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
C. PENUTUP
BPK berwenang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
yang memuat rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh pejabat yang diperiksa dan/
atau yang bertanggung jawab. BPK memiliki pekerjaan rumah terkait dengan munculnya
temuan berulang dalam hasil pemeriksaannya dan dalam meningkatkan kepatuhan
penanggung jawab untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
Makalah ini memuat 3 poin alternatif untuk menyelesaikan pekerjaan rumah
tersebut. Hal utama yang dapat diambil dari ketiga poin tersebut adalah perlunya untuk
766
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
meningkatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan sosialisasi atas pelaksanaan
langkah-langkah tersebut kepada pihak internal maupun eksternal BPK. Hal ini berkaitan
erat dengan pencapaian visi BPK dalam mendorong terwujudnya tata kelola keuangan
negara yang akuntabel dan transparan.
Makalah ini merupakan usulan yang perlu untuk diuji efektivitasnya dengan langkah
yang konkret atas pelaksanaannya. Tulisan ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan usulan
alternatif dengan pendekatan yang berbeda sehingga dapat memberikan perspektif
lainnya untuk perbaikan kinerja dan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK.
767
Membangun BPK Paripurna
daftar pustaka
Astriani, Devi. 2013. The Influence Resolution Of Audit Findings On The Quality Of Local
Government Finance (Survey on Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Representative West Java Province). Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama
Bandung.
Badan Pemeriksa Keuangan. 2018. Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan. http://
www.bpk.go.id. (diakses tanggal 8 November 2019).
Cahill, Lawrence B. 2012. Repeat Versus Recurring Findings in EHS Audits. Pratical Solutions for
Environmental, Health and Safety Professionals. EHS Journal, category: Auditing.
Hendri, Davy. 2019. Prinsip Joint Probability dan Criminogenic Effect Sistem Peradilan Pidana
Indonesia. https://www.feb.ui.ac.id/blog/2019/07/17/davy-hendri-kaji-efektivitas-
efek-jera-sistem-peradilan-pidana/. (diakses tanggal 8 November 2019).
____________, 2017. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 2017 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. Jakarta.
____________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
____________, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Lukfiarini, Riski. 2018. Pengaruh Hasil Audit BPK RI Terhadap Tingkat Korupsi di Indonesia
[skripsi]. Bandar Lampung (ID): Universitas Lampung.
Qosasi, Achsanul. 2019. BPK Perlu Perkuat Penanganan Terhadap Temuan Berulang. ddtc.
co.id. diambil dari https://news.ddtc.co.id/bpk-perlu-perkuat-penanganan-terhadap-
temuan-berulang-16964?page_y=61.
768
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
769
Membangun BPK Paripurna
Pengembangan Kompetensi
Pemeriksa BPK Melalui
Penyelenggaraan Diklat
di Badiklat PKN
Rio Tirta S.E., M.Acc., CSFA
(Kepala Pusat Perencanaan dan Penyelenggaraan Badiklat PKN)
A. Pendahuluan
Rancangan teknokratik Rencana Strategis (Renstra) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
2020-2024 menyatakan bahwa Visi BPK 2020-2024 adalah “Menjadi Pemeran Aktif Ter-
percaya dalam Memujudkan Tata Kelola Keuangan Negara yang Berkualitas dan Ber-
manfaat untuk Mencapai Tujuan Negara.” Visi tersebut dijabarkan dalam Misi BPK 2020-
2024 yakni:
1. Memeriksa Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara secara Independen,
Berintegritas, dan Profesional;
2. Memberikan rekomendasi, pendapat, dan pertimbangan yang bersifat insight dan
foresight tanpa menghilangkan peran oversight untuk mencegah penyalahgunaan
dan penyelewengan keuangan negara;
3. Melaksanakan fungsi kuasi yudisial dalam penyelesaian ganti kerugian negara;
4. Melaksanakan tata kelola organisasi yang menjadi teladan bagi instansi/lembaga
lain.
Untuk memastikan tercapainya visi dan pelaksanaan misi tersebut, BPK menetapkan tu-
juan: “Meningkatnya kepercayaan publik atas kualitas dan manfaat hasil pemeriksaan
BPK atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, fungsi kuasi yudisial da-
lam penyelesaian ganti kerugian negara, serta tata kelola organisasi yang baik.”
Untuk mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan tersebut, BPK menetapkan
Sasaran Strategis periode 2020-2024 yaitu: “Meningkatnya kualitas dan manfaat atas re-
komendasi/pendapat hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuan-
770
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
gan negara, penyelesaian ganti kerugian negara, serta tata kelola organisasi yang
bersih, akuntabel dan berkinerja tinggi.”
Sasaran strategis dicapai melalui beberapa strategi yang dikelompokkan dalam dua
arah kebijakan yang disusun dengan menyelaraskan program penganggaran BPK. Arah
kebijakan pertama adalah Peningkatan sinergi dan kolaborasi dalam pemeriksaan dan
penyelesaian ganti kerugian negara secara berkelanjutan.
Arah kebijakan kedua adalah Peningkatan sinergi dan kolaborasi dalam tata kelola or-
ganisasi. Arah kebijakan ini memiliki strategi untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber
daya dan kerja sama dengan pemangku kepentingan.
Salah satu strategi dari arah kebijakan 1 dalam sasaran strategis BPK 2020-2024 yakni
Strategi 4 – Mewujudkan Pusat Unggulan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan
Negara merupakan tugas utama Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan
Negara BPK RI.
Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan Negara (Badiklat PKN) BPK be-
rusaha mewujudkan suatu center of excellence dalam pengelolaan pendidikan dan pelati-
han (diklat), sertifikasi keahlian, dan akreditasi pendidikan pemeriksaan keuangan negara
yang berlaku untuk internal organisasi dan eksternal, baik skala nasional maupun global.
Center of excellence tersebut akan menghasilkan ahli pemeriksaan keuangan negara dan
memberikan akreditasi bagi lembaga pendidikan keuangan negara yang lain.
Keberhasilan strategi ini diharapkan mampu mewujudkan suatu pusat unggulan diklat
Pemeriksaan Keuangan Negara (PKN) yang memiliki karakteristik- karakteristik, pertama,
terciptanya kepuasan dan kepercayaan para pemangku kepentingan atas proses dan ha-
sil diklat, sertifikasi serta akreditasi. Kepuasan akan tercapai bila peserta merasa harapan
serta kebutuhan terpenuhi setelah mengikuti diklat. Selain itu, untuk meningkatkan ke-
percayaan para pemangku kepentingan, BPK akan memastikan semua lembaga diklat PKN
yang telah diakreditasi dapat memberikan kepuasan yang sama.
Kedua, fasilitator yang kompeten dan manajemen yang profesional. BPK akan memas-
tikan fasilitator yang ada sudah memenuhi persyaratan untuk memberikan materi pada
organisasi diklat. Personel pada organisasi diklat akan mengikuti aturan tata kelola yang
berlaku untuk memastikan tingkat layanan yang dapat memuaskan semua pihak.
Ketiga, tersedianya media, kurikulum dan metode pembelajaran yang komprehensif
sesuai kebutuhan pengembangan kompetensi. Semua aspek pembelajaran di organisasi
diklat dirancang untuk dapat memberikan pengetahuan seluas mungkin kepada peserta
diklat sehingga mereka akan memiliki pemahaman dari berbagai sisi.
771
Membangun BPK Paripurna
Keempat, terciptanya tata kelola organisasi diklat yang menunjang peningkatan kap-
asitas organisasi. Peningkatan kapasitas organisasi diklat bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dalam rangka kinerja organisasi.
Kelima, tersedianya sarana dan prasarana yang dapat mendukung proses diklat. Dalam
hal ini, BPK akan memastikan ketersediaan perangkat yang dapat meningkatkan kualitas
diklat sesuai harapan para pemangku kepentingan (stakeholder).
B. Pengembangan Kompetensi Pemeriksa
Sesuai regulasi terkait Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dituangkan dalam undang-un-
dang, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birorasi (PermenPANRB), dan regulasi internal BPK terkait dengan kompetensi,
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Pemeriksa di antaranya adalah kompetensi
teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosio kultural.
Saat ini, BPK telah memiliki kompetensi teknis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
tugas dan pengembangan kompetensi tersebut melalui Keputusan Sekretaris Jenderal
Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 335 /K/X-XIII.2/7/2011 tentang Standar Kompetensi
Teknis Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara kompetensi manajerial dan kom-
petensi sosio kultural tertuang dalam PermenPANRB Nomor 38 tahun 2017 tentang Stan-
dar Kompetensi Jabatan Aparatus Sipil Negara.
Berdasarkan regulasi tersebut, BPK telah menyusun dokumen panduan arah dan ke-
giatan pengembangan kompetensi pegawai yang diselaraskan dengan tujuan strategis
organisasi dalam Human Capital Development Plan (HCDP). Dokumen ini senantiasa akan
selalu diperbarui sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan dinamika organisasi.
HCDP memberikan gambaran pengembangan kompetensi mulai dari kegiatan pendi-
dikan gelar, diklat atau kursus singkat, pendidikan dan sertifikasi profesi, dan magang. Do-
kumen ini memuat peta kebutuhan perencanaan kegiatan diklat dalam periode 5 tahun.
Dengan dokumen ini, maka arah kebijakan dan pengembangan kompetensi dapat terukur
dan termonitor dengan jelas.
C. Diklat untuk Pemeriksa di BPK
Pada tahun 2014, pemerintah melalui Undang Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 ten-
tang Aparatur Sipil Negara mengeluarkan regulasi yang mengatur mengenai ASN. Dalam
regulasi tersebut, ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi,
yang di antaranya melalui diklat, seminar, kursus, dan penataran.
772
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Menindaklanjuti UU Nomor 5Tahun 2014, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dalam peraturan ini
dikemukakan mengenai pengembangan kompetensi sebagai bagian dari manajemen karier
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang harus dilakukan dengan menerapkan prinsip sistem merit.
Pengembangan kompetensi menurut PP Nomor 11 tahun 2017 dilakukan pada ting-
kat instansi dan nasional. Demikian juga diwajibkan bahwa setiap PNS harus melakukan
pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam pelajaran dalam satu tahun.
Pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan dilakukan melalui jalur pelatihan
klasikal dan nonklasikal. Yang dimaksud jalur pelatihan klasikal adalah proses pembelajaran
tatap muka di dalam kelas, paling kurang melalui pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Sementara itu pengembangan kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal dilakukan
paling kurang melalui e-learning, bimbingan di tempat kerja, pelatihan jarak jauh, magang,
dan pertukaran antara PNS dengan pegawai swasta.
Struktur organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pelaksana BPK terakhir telah ditetapkan dengan
Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2019. Untuk memastikan keterterapan tugas dan fungsi da-
lam SOTK tersebut, dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara berkala. Hasil moni-
toring dan evaluasi menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melakukan pengemban-
gan organisasi.
BPK sedang menyiapkan penyempurnaan SOTK Pelaksana BPK untuk meningkatkan
kapasitas organisasi pada fungsi pemeriksaan, kesetjenan, penunjang dan pendukung.
Saat ini, fungsi sertifikasi pemeriksa keuangan negara, akreditasi unit penyelenggara
diklat di bidang pemeriksaan keuangan negara, dan evaluasi diklat pada Badiklat PKN dilak-
sanakan oleh unit yang sama.
Pemisahan fungsi evaluasi dari fungsi sertifikasi dan akreditasi pada unit organisasi
tersendiri akan memastikan efektivitas pencapaian tujuan pelaksanaan kegiatan yang lebih
fokus dan independen.
Selain itu, pengembangan balai diklat dilakukan dengan mengalihkan fungsi penyeleng-
garaan diklat yang selama ini dilakukan oleh Pusat Perencanaan dan Penyelenggaraan Diklat
menjadi Balai Diklat PKN Jakarta untuk menciptakan efisiensi penggunaan sumber daya se-
bagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mandiri.
Lebih lanjut, kesiapan prasarana dan sarana yang telah dimiliki BPK untuk menyeleng-
garakan diklat akan mendorong dibentuknya Balai Diklat PKN Bali di Pering. Harapannya,
Badiklat PKN BPK menjadi pusat rujukan diklat pemeriksaan keuangan negara di Indonesia
dan diakui secara internasional.
773
Membangun BPK Paripurna
D. Penyelenggaraan Diklat
Untuk mewujudkan karakteristik-karakteristik seperti yang telah diuraikan sebelumya,
BPK perlu melakukan langkah-langkah, pertama, melakukan sinergi dengan pemangku
kepentingan terkait, termasuk penyelenggara diklat PKN di lembaga lainnya, dalam kegia-
tan diklat, sertifikasi dan akreditasi.
Melalui penyusunan pedoman in house training dan Memorandum of Understanding
(MoU) kerja sama diklat. Hal ini adalah prasyarat bagi proses akreditasi untuk calon lemba-
ga-lembaga diklat yang akan melaksanakan Pendidikan Tanggung Jawab Keuangan Neg-
ara (PTJKN). Keberadaan calon lembaga diklat menjadi penting sebagai partner BPK dalam
melayani peserta diklat PTJKN yang jumlahnya semakin banyak. Akreditasi lembaga diklat
memberikan jaminan bahwa lembaga tersebut sudah memiliki standar diklat yang mema-
dai dalam hal sarana prasarana serta kurikulum.
Kedua, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Sumber Daya Manusia (SDM) Fasilitator
dan Pelaksana. Meningkatkan kapasitas SDM Fasilitator dengan menghadirkan fasilitator
dari unsur akademisi serta profesional. Kehadiran fasilitator dari pihak eksternal sangat ber-
manfat bagi peserta diklat karena dapat memberikan sudut pandang baru dalam proses
pembelajaran materi PTJKN.
Ketiga, menyempurnakan media, kurikulum, dan metode pembelajaran yang selaras
dengan kebutuhan dan perkembangan organisasi (link and match). Menyusun metode dan
kurikulum yang link and match dengan menerapkan kegiatan community of practice dan
benchmarking.
BPK melalui Badiklat PKN akan merancang kegiatan diklat yang melibatkan kepala satu-
an kerja (satker) pemeriksaan atau Pemeriksa senior berpengalaman. Di samping itu, diklat
yang ditawarkan belum sinkron dengan gap kompetensi yang ada dan menjawab kebutu-
han program pengembangan individu berdasarkan hasil asesmen.
Keempat, menyempurnakan proses bisnis diklat PKN. Sebagai langkah penyempur-
naan proses bisnis diklat PKN, maka akan dilakukan langkah penyempurnaan SOTK. Kondi-
si SOTK yang ada saat ini belum dapat mengakomodasi proses bisnis dan unit kerja yang
baru. Koordinasi antar fungsi yang ada saat ini masih belum berjalan optimal sehingga ber-
potensi menghambat alur proses kerja dari perencanaan, penyelenggaraan dan monitor-
ing/evaluasi bagi kediklatan, sertifikasi, dan akreditasi.
Penguatan SOTK Badiklat meliputi pembentukan satu eselon II baru yaitu Pusat Data,
Evaluasi, dan Pengembangan. Eselon II mempunyai dua eselon III yaitu: bidang data dan
pelaporan kinerja serta bidang evaluasi dan pengembangan.
774
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Selain itu, dalam rangka menghadapi beban peserta diklat yang semakin meningkat,
BPK akan membuat dua balai diklat baru di Jakarta dan Pering, Gianyar, Bali. Setiap balai
diklat nantinya juga akan diperkuat dengan keberadaan subbagian keuangan sehingga
pembagian beban kerja antar subbagian menjadi lebih merata.
Kelima, memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana untuk mendukung kebutuhan
diklat. Pemenuhan sarana dan prasarana diarahkan untuk meningkatkan kualitas diklat dan
kualitas kerja pegawai. Hal ini juga selaras dengan pengembangan struktur organisasi di
Badiklat.
Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana di antaranya gedung, ruang kelas, labora-
torium, rumah dinas, teknologi informasi dan komunikasi, perlengkapan untuk pengajaran,
alat transportasi, dan lain-lain.
Keberhasilan BPK dalam mewujudkan pusat unggulan pendidikan dan pelatihan pe-
meriksaan keuangan negara ini diukur dengan indikator, pertama, persentase alumni
pelatihan yang meningkat kinerjanya. Indikator ini adalah mengukur keberhasilan program
pelatihan untuk meningkatkan kompetensi peserta pelatihan yang nantinya berdampak
pada peningkatan kinerja individu.
Kedua, tingkat kepuasan pemangku kepentingan atas kinerja alumni diklat. Indikator
ini dihitung dari kepuasan atasan langsung atas kinerja bawahan yang telah mengikuti
diklat. Lulusan pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi sesuai kebutuhan adalah lulu-
san yang mampu mengaplikasikan dengan baik hasil pembelajaran sesuai dengan kebutu-
han organisasi.
Ketiga, persentase lulusan diklat dengan predikat minimal baik. Indikator ini bertujuan
untuk memastikan kegiatan pendidikan dan pelatihan dapat mewujudkan pegawai yang
kompeten melalui standar nilai kelulusan.
Keempat, tingkat pemenuhan standar fasilitator. Indikator ini bertujuan untuk memas-
tikan fasilitator memenuhi standar yang telah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kelima, tingkat pemenuhan implementasi program sertifikasi dan akreditasi. Indikator
ini bertujuan untuk memastikan capaian sertifikasi dan akreditasi telah sesuai dengan kebi-
jakan pengembangan SDM BPK.
Indikator lainnya, indeks kepuasan pemangku kepentingan atas kualitas pelayanan,
komunikasi, dan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan diklat, sertifikasi dan akreditasi.
Indikator ini bertujuan untuk memastikan tersedianya sarana dan prasarana, pelayanan,
komunikasi, dan koordinasi yang baik dalam pelaksanaan kegiatan diklat, sertifikasi dan
akreditasi.
775
Membangun BPK Paripurna
E. Tantangan Diklat ke Depan
Untuk mewujudkan center of excellence sesuai dengan rencana strategis organisasi,
Badiklat PKN BPK menghadapi tantangan-tantangan, pertama, diklat dan sertifikasi terkait
pemeriksaan keuangan negara lebih fokus untuk kebutuhan internal dan Kantor Akuntan
Publik (KAP), sedangkan akreditasi terhadap penyelenggara diklat PKN belum dilakukan.
Saat ini sebagian besar pegawai dikerahkan untuk penyusunan kurikulum sebagai
dampak perubahan struktur Jabatan Fungsional Pemeriksa (JFP). Fungsi sertifikasi dan
akreditasi menjadi belum optimal akibat kurangnya jumlah pegawai yang bisa diberdayakan.
Kedua, kapasitas dan kapabilitas SDM fasilitator maupun Pelaksana belum sepenuhnya
memadai. Kurangnya jumlah widyaiswara akan menyebabkan target mengajar yang
melebihi kapasitas normal maupun kompetensi penguasaan atas mata diklat tertentu.
Akibatnya, kesempatan widyaiswara untuk memutakhirkan pemahaman tentang
metodologi pemeriksaan dan subtansi tata kelola menjadi terbatas.
Ketiga, media, kurikulum, dan metode pembelajaran diklat belum sepenuhnya
terintegrasi dan komprehensif dengan kebutuhan pengembangan kompetensi. Kurikulum
dan metode diklat yang diselenggarakan saat ini masih belum sepenuhnya menitikberatkan
pada praktik.
Pembelajaran berbasis praktik dimungkinkan namun dengan proporsi yang lebih sedikit
dibandingkan dengan transfer of knowledge tentang konsep dan teori. Sebagai disiplin ilmu
yang bersumber dari praktik, peran senior/leader dalam mentransfer ilmunya kepada junior
menjadi penting.
Keempat, tata kelola organisasi diklat belum optimal. Saat ini struktur organisasi
Badiklat dalam kondisi ramping setelah mengalami peningkatan dari eselon II ke eselon I.
Struktur ramping dapat meningkatkan efisiensi dan agility organisasi dalam menghadapi
perubahan, akan tetapi hal itu berhadapan dengan beban kerja yang semakin meningkat.
Salah satu penumpukan beban kerja adalah kondisi kasubag tata usaha di balai diklat yang
harus menyusun laporan keuangan balai diklat karena ketiadaan kasubag keuangan.
Jumlah balai diklat yang ada saat ini juga dirasa masih kurang mencukupi untuk
menampung peminat diklat keuangan negara dari pihak eksternal yang semakin meningkat.
Kelima, fasilitas sarana dan prasarana diklat belum dapat memenuhi kebutuhan. Saat
ini, masih diperlukan pemenuhan sarana dan prasarana yang dapat meningkatkan kualitas
diklat. Selain itu, pengembangan struktur organisasi dan penambahan lingkup tugas dan
fungsi juga diperlukan tambahan sarana dan prasarana yang memadai.
776
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
F. Penutup
Sesuai dengan Rancangan Teknokratik Renstra BPK 2020-2024, Badiklat PKN BPK
berusaha mewujudkan suatu center of excellence dalam pengelolaan diklat, sertifikasi
keahlian, dan akreditasi pendidikan pemeriksaan keuangan negara yang berlaku untuk
internal organisasi dan eksternal baik skala nasional maupun global yang diharapkan
mampu mewujudkan suatu pusat unggulan pendidikan dan pelatihan PKN.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan adanya gambaran pengembangan
kompetensi mulai dari kegiatan pendidikan gelar, diklat, atau kursus singkat, pendidikan
dan sertifikasi profesi, magang yang telah tertuang dalam HCDP yang akan senantiasa
diperbarui sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan dinamika organisasi. Hal
tersebut juga harus disesuaikan dengan regulasi ASN yang terkait dengan kompetensi, baik
kompetensi teknis, kompetensi manajerial dan kompetensi sosio kultural.
777
Membangun BPK Paripurna
Daftar Pustaka
. Keputusan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan No 335/K/X-
XIII.2/7/2011 Tentang Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa Badan Pemeriksa
Keuangan
. Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
. Keputusan Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan No 349/K/X-
XIII.2/8/2016 Tentang Human Capital Developmen Plan BPK RI Periode 2016-2020
. Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil
. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 38
Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan Aparatur Sipil Negara
. Rencana Strategis BPK RI 2020-2024, Rancangan Teknokratik
778
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
779
Membangun BPK Paripurna
Peningkatan Kualitas LHP
atas Laporan Keuangan
Melalui Optimalisasi SDM
di BPK Perwakilan
Andri Yogama, SE., MM., Ak., CSFA
(Kepala BPK Perwakilan Provinsi DI Yogyakarta)
A. PENDAHULUAN
Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 memberi kewenangan Badan Pemeriksa
(BPK) untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemberian
kewenangan itu diikuti dengan tanggungjawab untuk melaksanakan penugasan dengan
cermat agar terwujud kualitas audit yang baik yang dijabarkan dalam visi dan misi BPK.
Suatu pemeriksaan memiliki kualitas yang baik bila bermanfaat bagi entitas yang
diperiksa maupun bagi para pengguna laporan. Untuk dapat memanfaatkan hasil audit,
tentunya para pengguna laporan harus memperoleh informasi yang valid dan terpercaya.
Informasi tersebut tentunya akan diperoleh pengguna laporan dari Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP). LHP yang berkualitas akan memberikan jaminan bahwa informasi yang
disampaikan akan diterima dan direspon dengan baik oleh pengguna laporan.
Sebagai konsekuensinya, BPK harus menyediakan LHP yang berkualitas. Laporan
yang berkualitas merupakan kebutuhan bagi pengguna laporan agar dapat mengambil
keputusan dengan cepat dan tepat. Pada saat ini menyediakan laporan yang berkualitas
bagi BPK merupakan tantangan tersendiri. Hal ini mengingat semakin terbukanya jalur
informasi di masyarakat dan semakin kritisnya para pengguna laporan.
Semakin banyaknya informasi terjadinya penyimpangan penggunaan keuangan negara
di media massa yang ditangani oleh penegak hukum membuat masyarakat dan pengguna
laporan banyak mencari informasi dari LHP BPK. Di sisi internal, kekurangan jumlah dan
kompetensi auditor merupakan salah satu alasan klasik yang sering didengungkan oleh
pihak intern BPK. Belum lagi adanya kebutuhan para pengguna untuk memperoleh laporan
780
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
hasil pemeriksaan dalam waktu yang cepat agar tidak kehilangan momentum. Kondisi
tersebut ditambah dengan kondisi-kondisi lainnya membuat tekanan pada BPK untuk
menghasilkan LHP yang berkualitas semakin menguat.
B. PEMBAHASAN
Dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara, BPK diberi kewenangan untuk melakukan tiga jenis pemeriksaan, yaitu
pemeriksaan atas laporan keuangan, pemeriksaan kinerja dan Pemeriksaan Dengan Tujuan
Tertentu. (LPDT) Dari tiga jenis pemeriksaan yang diberikan kewenangannya kepada
BPK, pemeriksaan atas laporan keuangan atas instansi pemerintah yang menggunakan
APBN dan APBD merupakan pemeriksaan mandatory. Dalam melaksanakan kewenangan
tersebut BPK memiliki visi dan misi yang dituangkan dalam renstra 2016 s.d 2020. Visi
BPK adalah menjadi pendorong pengelolaan keuangan negara untuk mencapai tujuan
negara melalui pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Sedangkan misi BPK adalah:
memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara secara bebas dan mandiri
serta melaksanakan tatakelola organisasi yang berintegritas, independen dan professional.
Jumlah entitas pemerintah daerah yang laporan keuangannya harus diaudit oleh BPK
sebanyak 542 pemerintah daerah yang terdiri dari 34 provinsi, 415 kabupaten dan 93
kota. Tujuan dari pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah daerah adalah untuk
memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Dalam pemeriksaan
laporan keuangan tersebut BPK menerbitkan LHP yang berisi tiga buku yaitu buku satu
berisi tentang opini atas laporan keuangan pemerintah daerah, buku dua berisi hasil
pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan buku tiga yang berisi hasil pemeriksaan
atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan kualifikasi opini atas LKPD keuangan
pemerintah daerah. Beberapa pemerintah daerah telah memperoleh opini WTP dari BPK.
Atas opini WTP ini publik masih belum percaya terhadap hasil pemeriksaan BPK. Muncul
penilaian baru bahwa laporan keuangan yang dinilai kewajarannya tidak mencerminkan
keadaan sesungguhnya pada pemerintah daerah dengan opini WTP (Pamungkas, Ibtida, &
Avrian, 2018)
Secara umum LHP adalah laporan tertulis yang berisi suatu kesimpulan yang diperoleh
tentang informasi hal pokok. LHP berisi hasil analisis atas pengujian bukti yang diperoleh
saat pelaksanaan pemeriksaan (SPKN; 2017).
Menurut De Angelo (1981), kualitas audit adalah kemungkinan (joint probality) di mana
781
Membangun BPK Paripurna
seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem
akuntansi kliennya. Kualitas audit adalah karakteristik atau gambaran praktik dan hasil
audit berdasarkan standar pemeriksaan dan standar pengendalian mutu yang menjadi
ukuran pelaksanaan tugas dan tanggung jawab profesi seorang auditor. Kualitas audit
berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Kualitas audit merupakan segala kemungkinan (probability)
di mana auditor pada saat mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan
pelanggaran yang terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan
keuangan auditan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut auditor berpedoman pada
standar pemeriksaan dan kode etik akuntan publik yang relevan.
Dari beberapa jurnal dan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa faktor
yang memengaruhi kualitas audit. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah kompetensi
auditor, tekanan waktu, pengalaman kerja, etika dan independensi. Yang, Brink, & Wier
(2017) menyatakan tekanan waktu/time pressure merupakan sumber tekanan serta
dapat berdampak pada kecenderungan menurunkan kinerja auditor. Dengan demikian,
jika kondisi tersebut terus menerus terjadi atau mendapatkan keterbatasan waktu akan
berdampak pada proses perumusan pertimbangan audit juga akan menurun. Hal ini akan
berdampak pada opini atas audit laporan keuangan.
Untuk memperoleh kualitas audit yang baik, BPK telah menetapkan beberapa kriteria
yang menjadi prasyarat penyusunan LHP. Kriteria tersebut telah ditetapkan dalam
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang menjadi pedoman pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan. Kriteria-kritera tersebut adalah sebagai berikut (SPKN; 2017):
1. Tepat Waktu
LHP harus diselesaikan dan disajikan tepat waktu agar informasi yang disampaikan
bermanfaat secara maksimal.
2. Lengkap
HP harus lengkap memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk
memenuhi tujuan pemeriksaan.
3. Akurat
LHP harus akurat dalam menyajikan informasi, didukung oleh bukti yang cukup dan
tepat.
4. Obyektif
LHP harus disajikan secara seimbang dan tidak memihak serta sesuai dengan fakta
782
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
yang ditemui di lapangan
5. Meyakinkan
LHP harus menyajikan hubungan logis antara tujuan pemeriksaan, kriteria, temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi (bila ada). Informasi yang disajikan harus cukup
meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui validitas temuan tersebut dan
manfaat penerapan rekomendasi.
6. Jelas
LHP harus jelas yaitu mudah dibaca dan dipahami serta ditulis dengan bahasa yang
jelas, tidak ambigu, sederhana, dan sedapat mungkin menghindari penggunaan
istilah-istilah teknis.
7. Ringkas
LHP harus ringkas yaitu tidak memuat informasi yang tidak perlu atau tidak sesuai
dengan tujuan pemeriksaan.
LHP digunakan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan perbaikan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah. Karena peran LHP BPK yang
sangat penting dalam pengelolaan keuangan, maka kualitas LHP menjadi hal yang perlu
menjadi perhatian. Untuk memperoleh LHP yang berkualitas maka LHP minimal harus
berisi informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan. Akurat, berarti informasi harus
bebas dari kesalahan dan tidak menyesatkan bagi penerima informasi. Informasi harus
mencerminkan maksudnya dengan jelas. Tepat waktu, berarti informasi yang diterima tidak
boleh terlambat. Sedangkan relevan, berarti informasi harus bermanfaat bagi penerima
informasi sesuai dengan kebutuhannya.
LHP yang berkualitas bermanfaat bagi entitas yang diperiksa untuk melaksanakan
tindak lanjut sesuai rekomendasi yang diberikan BPK. Bagi para pengguna laporan, LHP
yang berkualitas akan memberikan kesempatan untuk mendorong perbaikan dalam
pengelolaan keuangan. Selain itu LHP yang berkualitas akan meminimalkan risiko tuntutan
baik dari entitas yang diperiksa, pengguna laporan maupun pihak lain yang terkait. Lebih
lanjut, peningkatan kualitas LHP akan memberikan dampak positif bagi nama baik BPK
di masyarakat. Sedangkan LHP yang kualitasnya rendah dapat memberikan informasi
yang bias sehingga dapat membuat pengguna laporan salah dalam menyimpulkan dan
mengambil keputusan.
783
Membangun BPK Paripurna
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh pihak Inspektorat Utama (Itama), diketahui
terdapat beberapa hal yang masih perlu mendapatkan perhatian dan perbaikan, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Penyusunan dan finalisasi konsep LHP belum sepenuhnya didukung risalah,
2. Penyajian temuan kurang informatif,
3. Unsur temuan pemeriksaan belum sepenuhnya relevan dan konsisten satu sama lain
4. Penyajian kriteria belum relevan,
5. Ketidakakuratan angka yang signifikan dalam LHP, dan
6. Kesalahan pengetikan.
Selain itu berdasarkan data Itama, diketahui terdapat beberapa gugatan dari pihak
yang merasa dirugikan dengan terbitnya LHP BPK. Masih diperlukan upaya-upaya yang
sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas LHP. Untuk memperoleh gambaran yang
lebih lengkap mengenai upaya peningkatan kualitas LHP maka perlu dilakukan identifikasi
melalui analisis SWOT sebagai berikut.
1. Kekuatan
a. Jumlah pegawai yang semakin banyak
Jumlah pegawai di BPK meningkat dengan adanya penerimaan pegawai baru.
Pegawai tersebut dengan berbagai latar belakang pendidikan yang kemudian
menjadi auditor atau pegawai penunjang/pendukung. Penambahan pegawai
baru tersebut dapat mengisi sebagian kekurangan auditor untuk melaksanakan
pemeriksaan.
b. Penggunaan IT dalam pemeriksaan
Penggunaan baik software yang update maupun hardware yang bagus
memudahkan dalam menjalankan tugas pemeriksaan dan memperpendek waktu
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemeriksaan. Diharapkan dengan semakin
meningkatnya penggunaan IT akan mengurangi beban pekerjaan administrasi
bagi pemeriksa di lapangan
2. Kelemahan
a. Jumlah auditor masih belum mencukupi dan auditor yang tersedia yang
kompetensinya belum memadai
Jumlah auditor yang ada masih belum berbanding lurus dengan kompetensi
yang dimiliki. Kondisi ini terjadi hampir merata di semua perwakilan. Sering terjadi
kesulitan dalam menyusun tim untuk memperoleh perimbangan kekuatan yang
784
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
memadai. Hal ini membuat semakin beratnya tekanan tugas yang diterima akibat
tidak seimbangnya antara beban kerja dengan jumlah auditor yang tersedia.
Apabila hal ini tidak diatasi dikhawatirkan akan menjadi salah satu penyebab
menurunnya motivasi auditor dalam melaksanakan pemeriksaan.
b. IIP masih rendah
Masih ada beberapa orang auditor yang memiliki masalah dengan integritas,
independensi dan profesionalisme. Kasus yang terkait dengan pegawai BPK
yang tersangkut masalah kasus hukum pernah menjadi perhatian masyarakat
beberapa waktu yang lalu.
3. Peluang
a. Komitmen pimpinan instansi semakin meningkat
Semakin banyak pimpinan daerah yang memiliki komitmen bagus terkait
penyajian laporan keuangan daerahnya.
b. Kompetensi auditee makin meningkat
Semakin banyak pegawai berlatang belakang pendidikan akuntansi yang
ditempatkan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menangani laporan
keuangan. Dengan bertambahnya pegawai entitas yang mengerti tentang
akuntansi akan memudahkan auditor dalam melakukan komunikasi audit.
4. Ancaman
a. Pengguna laporan semakin kritis
Beberapa entitas dan pengguna laporan sering mengkritisi hasil pemeriksaan
BPK, di antaranya bahkan ada yang mengajukan gugatan atas hasil pemeriksaan
ke pengadilan.
b. Peraturan pemerintah yang sering berubah dan tidak segera didukung dengan
juknis yang jelas dan rinci.
Banyak peraturan mengenai ketentuan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara dan daerah sering berubah. Beberapa peraturan yang terbit
juga tidak langsung diikuti dengan terbitnya peraturan di bawahnya mengenai
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang rinci dan jelas.
c. Batasan waktu penyelesaian laporan dalam undang-undang tanpa
memperhitungkan kompleksitas entitas.
Batasan penyelesaian pemeriksaan selama dua bulan sejak diterima oleh BPK berlaku
umum untuk semua entiitas. Di lapangan, ukuran entitas pemerintah daerah dan
785
Membangun BPK Paripurna
permasalahan yang dihadapi sangat bervariasi dan berpotensi memengaruhi penyelesaian
pemeriksaan. Untuk perwakilan dengan jumlah entitas yang banyak, hal ini dapat menjadi
ancaman jika entitas secara bersamaan menyelesaikan dan menyerahkan laporan keuangan
unaudited dalam waktu yang hampir bersamaan.
Mengingat kondisi di atas, maka perlu adanya strategi untuk menghadapi kelemahan
dan ancaman yang ada. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan
seluruh sumber daya manusia yang ada di perwakilan untuk membantu pelaksanaan
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Optimalisasi dapat dilakukan
dengan cara peningkatan kompetensi auditor dan penggunaan pegawai yang ada
di penunjang/pendukung. Untuk melaksanakan strategi tersebut dapat dilakukan
beberapa langkah di antaranya: pertama, meningkatkan kompetensi pemeriksa. Upaya
meningkatkan kompetensi pemeriksa dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan latihan,
pemberian pengarahan secara berkelanjutan, knowledge transfer forum (KTF), dan kegiatan
lain sehingga dapat mengasah keterampilan dan keahlian auditor dalam melakukan
pemeriksaan. Kedua, membentuk kelompok kerja yang terdiri dari auditor dengan
kompetensi khusus. Pembentukan kelompok kerja ini untuk mengatasi permasalahan
khsusus yang terjadi di lapangan. Sebagai contoh adalah pembentukan kelompok kerja
dengan kompetensi di bidang belanja modal. Anggota kelompok ini adalah auditor dengan
kompetensi di bidang teknik dan di bidang pengadaan barang dan jasa. Untuk membentuk
unit ini sebelumnya harus dilakukan penilaian kinerja auditor tersebut di lapangan. Auditor
ini tidak bertugas melakukan audit hanya pada satu entitas, tetapi melakukan pemeriksaan
atas entitas yang memiliki permasalahan di pengadaan barang dan jasa yang signifikan.
Auditor ini hanya bertugas secara khusus menangani masalah pengadaan barang dan
jasa saja, tetapi harus diselesaikan secara tuntas. Jadi kelompok secara individu ini dapat
diberikan surat tugas untuk memeriksa lebih dari satu entitas. Apabila tugas dengan tim
audit di satu entitas selesai, maka mereka dapat ditugaskan membantu tim audit di entitas
lainnya. Ketiga, membentuk tim helpdesk yang terdiri dari pegawai dengan berbagai
kompetensi ilmu.Untuk mengatasi permasalahan di lapangan yang dihadapi auditor,
perlu dibentuk tim helpdesk. Tim ini beranggotakan seluruh kasubaud dan pengendali
teknis dibantu oleh pegawai subag hukum, keuangan, umum dan TI. Tim ini tidak
hanya melakukan bantuan atas permasalahan substansi audit, tetapi masalah lain yang
dihadapi oleh tim audit di lapangan, antara lain masalah pertanggungjawaban keuangan.
Keempat, membentuk tim reviu yang melibatkan pegawai penunjang. Pembentukan tim
review terkait dengan pelaksanaan pelaporan. Tim ini terdiri dari para kasubaud, seluruh
786
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
pengendali teknis dan pegawai penunjang. Pelaksanaan review dibagi dua. Pertama
terkait substansi yang melibatkan kasubaud dan pengendali teknis. Untuk substansi yang
terkait dengan permasalahan hukum bisa dilibatkan pegawai dari subag hukum. Kedua
terkait kecermatan angka dan ketepatan penulisan yang melibatkan pegawai penunjang.
Pengecekan atas kecermatan angka dan ketepatan penulisan dilakukan oleh tim sebelum
KHP masuk ke penanggung jawab pemeriksaan atau pemberi tugas.
Selain langkah-langkah di atas, tentu tidak dapat diabaikan juga langkah-langkah
yang terkait dengan perbaikan kualitas audit sebagai berikut, pertama, memperbaiki
perencanaan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan menggunakan pendekatan risk based
audit. Untuk memperoleh gambaran risiko yang akan diadapi auditor, maka perlu dibuatkan
gambaran umum setiap entitas secara lengkap dan memadai. Pembuatan gambaran
umum tersebut dilakukan menggunakan database yang selalu dimutakhirkan sesuai
kondisi terakhir. Hasil dari database tersebut harus sudah dianalisis oleh tim perencanaan
pemeriksaan yang juga melibatkan sub bagian hukum untuk memberikan gambaran
kondisi risiko audit dan risiko permasalahan hukum yang ada. Dengan gambaran umum
yang lengkap, maka penugasan dapat disesuaikan antara kompetensi auditor, jumlah
auditor dan waktu penugasan dengan risiko yang dimiliki masing-masing entitas. Kedua,
memastikan pemenuhan prosedur pemeriksaan. Dalam melaksanakan pemeriksaan
mulai dari perencanaan sampai dengan penerbitan laporan, seluruh prosedur yang ada
tetap harus dijalani dengan benar sesuai dengan Pedoman Manajemen Pemeriksaan
dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Salah satu cara untuk memastikan bahwa
prosedur telah terpenuhi, maka sebelum Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (KLHP)
masuk ke Kepala Perwakilan, diberikan formulir check list mengenai kegiatan yang harus
sudah diselesaikan oleh tim. Dengan menggunakan strategi dan langkah-langkah di atas
diharapkan bahwa semua pihak di BPK perwakilan akan terlibat dan saling mendukung
dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan. Untuk memperoleh hasil yang baik maka perlu
diperhatikan upaya meningkatkan koordinasi dan hubungan kerja yang semakin kondusif
antara auditor dan pegawai penunjang. Perlu dilakukan pendekatan personal kepada
seluruh pegawai untuk menyadarkan kepada mereka bahwa seluruh pegawai memiliki
tujuan dan kontribusi yang sama untuk memajukan BPK.
787
Membangun BPK Paripurna
C. KESIMPULAN
Kualitas LHP atas laporan keuangan merupakan suatu hal yang tak bisa ditawar. Kualitas
LHP yang baik akan meningkatkan kepercayaan pengguna laporan dan masyarakat luas
atas kredibilitas BPK. Untuk memperoleh kualitas yang baik tentu tidak mudah, apalagi
dengan berbaagi macam hambatan diantaranya jumlah dan kompetensi auditor yang
masih belum memadai. Dengan memperhatikan hambatan tersebut, sebagai upaya
meningkatkan kualitas laporan maka perlu menerapkan strategi untuk melibatkan seluruh
sumber daya manusia di BPK Perwakilan.
Dengan melibatkan seluruh pihak di lingkungan BPK Perwakilan, diharapkan agar LHP
yang dihasilkan akan semakin meningkat kualitasnya. Substansi yang disajikan dalam LHP
terjaga dengan adanya masukan dari pegawai BPK Perwakilan sesuai dengan kompetensi
mereka. Kecermatan angka dan ketepatan penulisan diharap juga semakin membaik
karena dicek oleh pegawai yang tidak terlibat langsung dengan pemeriksaan. Selain itu
pelibatan seluruh pegawai non Pemeriksa akan mengurangi beban tugas dari auditor
tanpa mengambil alih tanggungjawab dari auditor yang bersangkutan.
788
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
Daftar Pustaka
_ , Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014, Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara, _
_ , Peraturan BPK Nomor 1 tahun 2017, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, _
De Angelo, L.E. 1981, Auditor Size and Audit Quality, Journal of Accounting & Economic,
Pamungkas, B., Ibtida, R., & Avrian, C. (2018), Factors Influencing Audit Opinion of
the Indonesian Municipal Governments’ Financial Statements, Cogent Business &
Management,
Yang, L., Brink, A. G., & Wier, B. (2017), The Impact of Emotional Intelligence on Auditor
Judgment, International Journal of Auditing,
789
Membangun BPK Paripurna
Membangun Sistem Manajemen
Integritas BPK Dalam Rangka
Peningkatan Kepatuhan
Terhadap Kode Etik
Etty Herawati, S.H., M.H., C.L.A., CSFA
(Inspektur Penegakan Integritas)
A. Latar Belakang
Sebagai lembaga negara yang diberi tugas konstitusional untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki peran
yang sangat penting agar keuangan negara dikelola secara transparan, akuntabel, dan
bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat.
Sejalan dengan perintah pertama dalam 7 Perintah Presiden Untuk Kabinet Indonesia
Maju, yakni “jangan korupsi, ciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi”, maka
integritas menjadi nilai yang sangat sentral dan strategis karena sifat dari kegiatan bisnis
utama BPK yang berkaitan dengan keuangan negara akan berdampak pada kesejahteraan
masyarakat.
Hingga saat ini, tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah masih rendah
meskipun sudah mulai ada peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,
sebagaimana dapat dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis oleh Transparency
International Indonesia dari tahun ke tahun.
790
|Bagian 9 Memperkuat Tata Kelola Pemeriksaan dan SDM
CPI Indonesia dalam Satu Dekade
Pada Tahun 2018 Indonesia berhasil meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi tersebut
dengan menduduki peringkat ke-89 dari 180 negara atau peringkat ke-4 dari negara-
negara Association of South East Asian Nations (ASEAN), dengan score 38.
Peningkatan tersebut merupakan upaya kerja keras berupa perbaikan terus-menerus
oleh pemerintah di semua lini, antara lain perijinan, pelayanan publik, keterbukaan
informasi, dan penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan lain-lain.
Upaya perbaikan di bidang pencegahan dan pemberantasan korupsi telah lama
dilakukan semenjak ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai program dan terobosan telah dilakukan,
antara lain penyusunan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas)1, Sistem Integrasi
1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang memberi arah kebljakan
nasional tentang fokus dan sasaran pencegahan korupsi sebagai acuan bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah
dan pemangku kepentingan lainnya. Ada tiga fokus atau prioritas pencegahan korupsi yang dicanangkan di dalam
Perpres Stranas PK 2018, yaitu: 1) Perizinan dan Tata Niaga, 2) Keuangan Negara, 3) Penegakan Hukum dan Reformasi
Birokrasi.
791
Membangun BPK Paripurna
Nasional (SIN)2 dan Rencana Aksi Nasional (RAN)3 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), program Reformasi Birokrasi
(RB)4 dan Pembangunan Zona Integritas (ZI)5 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).
Terkait dengan hal tersebut, di BPK sendiri, khususnya penegakan integritas dan
kepatuhan terhadap kode etik, dari Laporan Tahunan Inspektorat Utama (Itama) Tahun
2018 serta berdasarkan pengalaman di lapangan saat melaksanakan kegiatan penegakan
nilai-nilai dasar BPK, diketahui kondisi sebagai berikut:
1. Pelanggaran kode etik dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan cenderung meningkat6;
2. BPK belum memiliki instrumen pengukuran yang menunjukan tingkat kepatuhan
individu maupun satuan kerja (satker) terhadap implementasi nilai-nilai dasar BPK;
3. Masih terdapat multi interpretasi atas penerapan norma Kode Etik BPK;7
4. Pelaksanaan pencegahan pelanggaran kode etik belum diintegrasikan dalam
kegiatan pemeriksaan;
5. Pengelolaan database kasus pelanggaran etik masih dilakukan secara manual
sehingga menimbulkan kesulitan dalam monitoring eksekusi dan penyediaan data.
B. Nilai-Nilai Dasar dalam Rancangan Teknokratik Renstra BPK
Sejalan dengan program-program pemerintah yang telah diuraian sebelumnya, BPK
telah menyusun kerangka teknokratik Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024 sebagai
lanjutan dari Renstra 2016-2020. Dalam Kerangka Teknokratik Resntra 2020-20248 tersebut
BPK telah menetapkan visi, misi, tujuan, sasaran strategis, dan arah kebijakan.
2 Konsep SIN dilatar-belakangi oleh tiga hal yang urgen, yakni kurangnya interdependensi antarpilar dalam upaya
pemberantasan korupsi, perlunya peningkatan komitmen pimpinan di setiap level, dan pemberantasan korupsi
terlalu mengandalkan penegakan hukum.
3 Rencana Aksi Nasional (RAN) merupakan turunan dari Perpres Stranas PK 2018 dan diikuti Rencana Aksi Daerah
Pencegahan Korupsi (RAN dan RAD PK), sehingga Strategi Nasional yang sudah dirancang dapat dijalankan oleh
kementerian dan kelembagaan baik di tingkat pusat maupun pemerintah daerah.
4 Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur.
5 . Program Zona Integritas pada prinsipnya merupakan inti dari Program Reformasi Birokrasi.
6 Laporan Tahunan Inspektorat Utama Tahun 2018 menunjukan jumlah pelanggaran etik meningkat.
7 Dari beberapa kasus yang ditangani Inspektorat Penegakan Integritas, multi interpretasi ini muncul antara lain
terkait pengertian “memberikan konsultasi” terhadap K/L yang bukan entitasnya.
8 Bahan paparan Kepala Direktorat Utama Revbang dalam Raker Pelaksana BPK 7-8 Oktober 2019.
792