TATA GEREJA
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT
(GPIB)
BUKU IV
Hal. 1
KATA PENGANTAR
Rasa Syukur dan Pujian dengan segala hormat layak diberikan kepada
Tuhan Yesus Sang Kepala Gereja karena Persidangan Sinode XXI
GPIB Tahun 2021 yang berlangsung pada tanggal 26 – 31 Oktober
2021 secara daring dengan titik pusat di Surabaya, Dyandra
Convention Center dan diterangi tema: “Menguatkan tatanan
bergereja agar mendatangkan berkat bagi masa depan umat dan
masyarakat” (Ibrani 11:8-10) dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
Selanjutnya menjadi tugas Majelis Sinode XXI menerbitkan seluruh
dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI Tahun 2021 tersebut ke
dalam buku-buku Hasil Persidangan Sinode XXI GPIB Tahun 2021.
Karena itu sebagai bagian dari Dokumentasi naskah hasil Sidang
Paripurna yang telah diselesaikan oleh Majelis Sinode XXI, Sekretaris
Persidangan Sinode XXI, Majelis Ketua selaku pimpinan Sidang, serta
dibantu oleh beberapa nara sumber yang terkait, Adapun Dokumentasi
Hasil Persidangan Sinode XXI sebagai berikut:
1. Daftar Berita Acara Persidangan Sinode XXI GPIB :
NO BERITA ACARA PS XXI TENTANG
1 Nomor: 01/BA/PS.XXI/2021 Roll Call Peserta PS XXI
2 Nomor: 02/BA/PS.XXI/2021 Agenda Sidang PS XXI
3 Nomor: 03/BA/PS.XXI/2021 Majelis Ketua
4 Nomor: 04/BA/PS.XXI/2021 Penetapan dan Pengesahan PS XXI
Secara Daring
Hal. 2
5 Nomor: 05/BA/PS.XXI/2021 Penetapan dan Pengesahan Aplikasi
E-Vote Pemilihan FMS dan FBPPG
GPIB
6 Nomor: 06/BA/PS.XXI/2021 Penetapan dan Pengesahan Petunjuk
Pelaksana
7 Nomor: 07/BA/PS.XXI/2021 Penetapan Tata Tertib PS XXI
8 Nomor: 08/BA/PS.XXI/2021 Penetapan Panitia Kredensi dan
Panitia Pemilihan
9 Nomor: 09/BA/PS.XXI/2021 Penetapan Panitia Pengarah
10 Nomor: 10/BA/PS.XXI/2021 Laporan Pertanggungjawaban MS
XX
11 Nomor: 11/BA/PS.XXI/2021 Pemahaman Iman
12 Nomor: 12/BA/PS.XXI/2021 PKUPPG
13 Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021 Tata Gereja
14 Nomor: 14/BA/PS.XXI/2021 Akta Gereja
15 Nomor: 15/BA/PS.XXI/2021 Tata Ibadah
16 Nomor: 16/BA/PS.XXI/2021 Kurikulum
17 Nomor: 17/BA/PS.XXI/2021 Keputusan Lainnya
18 Nomor: 18/BA/PS.XXI/2021 Bakal Calon FMS dan BPPG XXI
19 Nomor: 19/BA/PS.XXI/2021 Tahap Pencalonan FMS XXI
20 Nomor: 20/BA/PS.XXI/2021 Tahap Pemilihan FMS XXI
21 Nomor: 21/BA/PS.XXI/2021 Pemilihan BPPG XXI
22 Nomor: 22/BA/PS.XXI/2021 Tempat Pst 2021 dan PSR
23 Nomor: 23/BA/PS.XXI/2021 Pesan Persidangan Sinode XXI
Tahun 2021
24 Nomor: 24/BA/PS.XXI/2021 Penghapusan Data Pemilihan FMS
Dan BPPG XXI
2. Daftar Ketetapan Persidangan Sinode XXI GPIB :
NO KETETAPAN PS XXI TENTANG
Hal. 3
1 Nomor: I/PS.XXI.GPIB/2021 Laporan Pertanggungjawaban MS
2 Nomor: II/PS.XXI.GPIB/2021 XX
Pemahaman Iman
3 Nomor: III/PS.XXI.GPIB/2021 PKUPPG
4 Nomor: IV/PS.XXI.GPIB/2021 Tata Gereja
5 Nomor: V/PS.XXI.GPIB/2021 Akta Gereja
6 Nomor: VI/PS.XXI.GPIB/2021 Tata Ibadah
7 Nomor: VII/PS.XXI.GPIB/2021 Kurikulum
8 Nomor: Keputusan Lainnya
VIII/PS.XXI.GPIB/2021
9 Nomor: IX/PS.XXI.GPIB/2021 Pengakhiran FMS dan BPPG
Periode XX
10 Nomor: X/PS.XXI.GPIB/2021 Penetapan FMS dan BPPG XXI
11 Nomor: XI/PS.XXI.GPIB/2021 Tempat PST 2022 dan PSR
12 Nomor: XII/PS.XXI.GPIB/2021 Pesan Persidangan
Adapun Hasil Persidangan Sinode XXI didokumentasikan dalam
beberapa buku :
1. Buku I : Ketetapan Nomor: II dan Nomor: V tentang
Naskah Pemahaman Iman dan Naskah Akta
Gereja.
2. Buku II : Ketetapan Nomor: VI tentang Naskah Tata
Ibadah.
3. Buku III : Ketetapan Nomor III dan Nomor VII tentang
Naskah PKUPPG dan Naskah Kurikulum.
4. Buku IV : Ketetapan Nomor IV tentang Naskah Tata
Gereja.
Hal. 4
5. Buku V : Ketetapan-ketetapan lainnya yaitu Nomor I, VIII,
IX,X, XI dan XII.
Seluruh dokumentasi Hasil Persidangan Sinode XXI GPIB Tahun
2021 ini sekaligus menjadi dasar dan pedoman pelaksanaan Kebijakan
Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja Jangka Pendek IV tahun
2022 s.d 2026. Dalam kerangka pikir inilah diharapkan semua pihak
yang terkait yaitu Jemaat, Mupel serta Sinode dapat menjadikan Buku-
Buku Ketetapan Hasil PS XXI Tahun 2021 ini dengan baik dan
bertanggungjawab. Tuhan Yesus memberkati.
MAJELIS SINODE GPIB,
Pdt. Drs. P. K. Rumambi, M.Si Pdt. Elly D. Pitoy-de Bell, S.Th
Ketua Umum Sekretaris Umum
Hal. 5
DAFTAR ISI
Isi
KATA PENGANTAR ................................................................................ 2
DAFTAR ISI ............................................................................................... 6
BERITA ACARA PERSIDANGAN SINODE XXI GPIB 2021 Nomor:
13/BA/PS.XXI/2021 ..................................................................................10
KETETAPAN PERSIDANGAN SINODE XXI GEREJA
PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT NOMOR:
IV/PS.XXI.GPIB/2021 ............................................................................ 122
NASKAH PEMAHAMAN LATAR BELAKANG PENYUSUNAN
TATA GEREJA GPIB ...........................................................................176
TATA DASAR .............................................................................................376
Pembukaan.......................................................................................... 376
Bab I Pengakuan dan Pemahaman Iman.........................................387
Bab II Wujud, Bentuk dan Kelembagaan, Warga, Logo dan
Hubungan dengan Gereja lain ..........................................................409
Bab III Panggilan dan Pengutusan ..................................................454
BAB IV Penatalayanan Gereja ........................................................465
Bab V Perlengkapan Penatalayanan ...............................................487
Bab VI Penggembalaan.......................................................................50
Bab VII Perubahan Tata Dasar .........................................................51
BAB VIII Ketentuan Penutup ..........................................................532
PERATURAN POKOK I TENTANG JEMAAT ..............................543
PERATURAN POKOK II TENTANG PERSIDANGAN SINODE 765
PERATURAN POKOK III TENTANG MAJELIS SINODE..........976
Hal. 6
PERATURAN NOMOR 1 TENTANG PRESBITER,
PEMENDETAAN DAN TATA CARA PEMILIHAN DIAKEN DAN
PENATUA ........................................................................................... 12423
PERATURAN NOMOR 2 TENTANG MAJELIS JEMAAT ......15453
PERATURAN NOMOR 3 TENTANG UNIT-UNIT MISIONER
.............................................................................................................. 16968
PERATURAN NOMOR 4 TENTANG PENGGEMBALAAN
KHUSUS.............................................................................................. 17978
PERATURAN NOMOR 5 TENTANG MEKANISME
PERSIDANGAN SINODE.................................................................18685
PERATURAN NOMOR 6 TENTANG PERBENDAHARAAN GPIB
.............................................................................................................. 22019
PERATURAN NOMOR 7 TENTANG BADAN PEMERIKSA
PERBENDAHARAAN DI GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA
BAGIAN BARAT ...................................................................................244
PERATURAN NOMOR 8 TENTANG PENDEWASAAN,
PELEMBAGAAN, PENGGABUNGAN, PENURUNAN STATUS,
PENGAKTIFAN KEMBALI DAN PENGHAPUSAN JEMAAT......259
PERATURAN NOMOR 9 TENTANG STRUKTUR DAN TATA
KERJA MAJELIS SINODE..............................................................27069
PERATURAN NOMOR 10 TENTANG KEPEGAWAIAN GPIB
.............................................................................................................. 28786
PERATURAN NOMOR 11 TENTANG KANTOR ...........................319
PERATURAN NOMOR 12 TENTANG BADAN HUKUM / BADAN
USAHA / UNIT KERJA GPIB..........................................................32726
PERATURAN NOMOR 13 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN
MAJELIS SINODE ............................................................................34948
Hal. 7
PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 A TENTANG
MUSYAWARAH PELAYANAN GEREJA PROTESTAN DI
INDONESIA BAGIAN BARAT........................................................35352
PERATURAN PELAKSANA NOMOR 3 B TENTANG
PELAYANAN KATEGORIAL.........................................................36665
PERATURAN PELAKSANA NOMOR 10 A TENTANG
KEPEGAWAIAN GPIB ....................................................................37978
Hal. 8
BERITA ACARA
PERSIDANGAN SINODE XXI GPIB 2021
Nomor: 13/BA/PS.XXI/2021
Pada hari – Rabu, 27 Oktober 2021 dan Kamis, 28 Oktober 2021
setelah mendengar laporan Komisi Tata Gereja GPIB serta
tanggapan peserta sidang, maka hasil pembahasan Komisi pada sidang
paripurna diputuskan:
DITERIMA
Dengan catatan perubahan sesuai usul-usul dari peserta sidang
sebagai berikut :
1. Perubahan syarat bagi anggota fungsionaris BPPG yang
masih memenuhi syarat untuk menjadi bakal calon
fungsionaris Majelis Sinode tidak perlu mendapatkan
rekomendasi dari Majelis Jemaat .
2. Perubahan syarat bagi anggota Fungsionaris Majelis
Sinode yang masih memenuhi syarat untuk menjadi bakal
calon fungsionaris BPPG tidak perlu mendapatkan
rekomendasi dari Majelis Jemaat
3. Perubahan batas usia Diaken / Penatua yang dapat dipilih
sebagai Fungsionaris Majelis Sinode GPIB adalah belum
mencapai usia 60 tahun.
4. Tata Gereja yang diputuskan diberlakukan sejak tanggal
penetapannya.
Hal. 9
5. Masa tugas MS XXI dan BPPG GPIB berdasarkan PS XXI
menjadi empat tahun dengan periodesasi tahun 2021-2025.
dan catatan rekomendasi sebagai berikut :
1. Peraturan Pelaksana 10 A tentang Kepegawaian GPIB, masih
bisa dilakukan penyempurnaan pada PST 2022 sebelum
diminta pengesahan ke Kemenaker RI. Karena di dalam
ketentuan penutup Peraturan Pelaksana 10 A maksimal dalam
kurun waktu 2 tahun bisa dilakukan penyesuaian kembali.
Demikian Berita Acara ini dibuat dan ditetapkan dalam Paripurna III
Persidangan Sinode XXI GPIB 2021 yang dilaksanakan secara daring
dengan titik pusat di Surabaya Dyandra Convention Center.
Majelis Ketua
Hal. 10
Hal. 11
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT
KETETAPAN
PERSIDANGAN SINODE XXI
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT
NOMOR: IV/PS.XXI.GPIB/2021
TENTANG
TATA GEREJA GPIB
DENGAN KASIH KARUNIA TUHAN YESUS KRISTUS
KEPALA GEREJA
PERSIDANGAN SINODE XXI
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT
MENIMBANG : 1. Bahwa Tata Gereja disusun
berdasarkan Alkitab dan
Pemahaman Iman GPIB;
2. Bahwa pemberlakuannya adalah
dalam rangka memelihara
ketertiban kehidupan bergereja dan
berjemaat ;
Hal. 12
MENGINGAT : 1. Tata Gereja GPIB tahun 2010 revisi
tahun 2015:
a. Tata Dasar;
b. Peraturan Pokok II Pasal 3 ayat
1;
MEMPERHATIKAN: 1. Laporan Berita Acara Persidangan
Sinode XXI GPIB Nomor:
13/BA/PS.XXI/2021;
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KETETAPAN PERSIDANGAN
SINODE XXI GEREJA
PROTESTAN di INDONESIA bagian
BARAT TENTANG TATA GEREJA
GPIB
Pasal 2
Menugaskan Majelis Sinode XXI GPIB
masa tugas 2021 – 2025 untuk :
1. Melakukan penyempurnaan
Peraturan Pelaksana 10 A tentang
Kepegawaian GPIB, pada PST
2022 sebelum diminta pengesahan
ke Kemenaker RI.
Pasal 3
Hal. 13
Berita Acara tersebut pada pasal 1,
terdapat dalam naskah terlampir sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari
Ketetapan ini;
Pasal 4
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 28 Oktober 2021
PERSIDANGAN SINODE XXI
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT
MAJELI S KETUA
Hal. 14
Hal. 15
Hal. 16
NASKAH PEMAHAMAN LATAR BELAKANG
PENYUSUNAN TATA GEREJA GPIB
PENDAHULUAN
1. Pembahasan Tata Gereja ini dimaksudkan sebagai inventarisasi
pemikiran dan pengalaman, baik di lingkup Jemaat maupun
Sinodal dalam menggumuli organisasi dan penatalayanan GPIB.
Hal ini merupakan refleksi, pemahaman mengenai dasar dan latar
belakang penyusunan Tata Gereja GPIB untuk memenuhi
kebutuhan GPIB dalam pelayanannya di tengah masyarakat.
2. Naskah Latar Belakang ini bertujuan untuk memberikan suatu
pemerataan pemahaman mengenai Konsep Tata Gereja yang
dipersembahkan agar dibahas dalam Persidangan Sinode XXI.
Kiranya tujuan ini mencapai harapan kita bersama untuk
perelevansian Tata Gereja GPIB.
3. Hasil Persidangan Sinode XX tahun 2015 tentang Tata Gereja
dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang tidak bersesuaian
(sinkron), antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain,
karena itu Majelis Sinode XX menugaskan Panitia Materi untuk
melakukan penyesuaian guna dibahas dan ditetapkan dalam
Persidangan Sinode XXI tahun 2021
4. Pembahasan ini diuraikan dalam beberapa pokok sebagai berikut:
a. Permasalahan
b. Pemahaman Tentang Eklesiologi GPIB
1) Hubungan Gereja dan Jemaat.
Hal. 17
2) Sistem Pemerintahan Gereja.
3) Unsur-unsur penting dari Presbiterial Sinodal.
c. Kerangka dan Jenjang Tata Gereja.
d. Kesimpulan
I. Permasalahan
Untuk mengerti pasal-pasal yang terdapat dalam satu Tata gereja, kita
tidak cukup hanya menyelidiki ayat-ayat dalam pasal-pasal tersebut.
Tetapi kita harus menyelidiki bagaimana proses terjadinya rumusan-
rumusan itu serta suasana yang melatarbelakangi rumusan-rumusan
itu.
Kita perlu mengerti suasana dan jiwa Tata Gereja itu dan bagaimana
kehidupan gereja dalam praktek pelaksanaan peraturan-peraturan
sekarang.
1. Bila kita mempelajari keputusan-keputusan Persidangan Sinode,
Seperti misalnya keputusan-keputusan Persidangan Sinode sejak
Persidangan Sinode X/1970 di Bandungan / Ambarawa,
Persidangan Sinode Istimewa 1972 di Effatha Jakarta, Persidangan
Sinode XI / 1974 di Waru / Surabaya sampai Persidangan Sinode
XII / 1978 di Kuningan / Jakarta jelas bahwa GPIB telah pernah
memiliki Tata Gereja dan ordonansi serta peraturan lainnya.
Persoalan yang dihadapi bukan saja menyangkut susunan dan
hubungan Pranata yang belum selaras, misalnya dalam hal urutan
dan jenjang, tetapi ada persoalan hakiki yang perlu dipahami
secara luas, yaitu : “Bagaimana sesungguhnya pemahaman GPIB
mengenai sistem Presbiterial Sinodal baik yang tertuang dalam
Tata Gereja, Ordonansi dan Peraturan-Peraturan, maupun dalam
praktek pelaksanaannya.
Hal. 18
2. Tidak hanya keseragaman pemahaman itu menyebabkan
penyimpangan yang mengakibatkan ketidakserasian dalam
pelayanan. Misalnya gagasan “Otonom” yang hendak
menekankan kedaulatan Jemaat-jemaat lebih penting dari
kebersamaan. Gagasan ini telah melemahkan posisi Persidangan
Sinode dan peranan Majelis Sinode. Kedudukan Majelis Sinode
sebagai lembaga penggalang kebersamaan Gereja (GPIB) menjadi
kabur.
3. Permasalahan ini makin mempunyai pengaruh, sehingga Majelis
Sinode XI membentuk satu Panitia Perelevansian Tata Gereja dan
Ordonansi GPIB (PPTGO) yang telah menghasilkan beberapa
konsep. Bila diteliti, bentuknya sangat sederhana, diusahakan
singkat dan luwes dengan tidak meninggalkan prinsip yang telah
diletakkan oleh Tata Gereja yang berlaku.
4. Persidangan Sinode ke-XII 1978 di Kuningan / Jakarta, kembali
meneliti masalah-masalah di atas dan selanjutnya menegaskan
agar perelevansian Tata Gereja, Ordonansi dan Peraturan GPIB
dikerjakan secara lebih terarah dan berkesinambungan. Majelis
Sinode XII segera menyiapkan Materi-materi Persidangan di
antaranya yang menyangkut perelevansian Tata Gereja GPIB,
yang dengan sendirinya membaharui seluruh Pranata GPIB.
Dalam Persidangan Sinode XII, tahun 1982 ditetapkanlah Tata
Gereja GPIB yang utuh dan menyeluruh (Komprehensif), yang
dikenal dengan istilah Tata Gereja 1982.
5. Persidangan Sinode XVI tahun 1995, memberi amanat kepada
Majelis Sinode GPIB XVI melaksanakan Persidangan Sinode
Istimewa pada tahun 1996, untuk membahas Perelevansian Tata
Hal. 19
Gereja 1982, secara utuh dan menyeluruh. Namun PSI 1996 hanya
menetapkan Tata Gereja GPIB, yang terdiri atas : Tata Dasar,
Peraturan Pokok (PP I tentang Jemaat , PP II tentang Persidangan
Sinode dan PP III tentang Majelis Sinode), serta Peraturan Nomor.
4 tentang Kepegawaian Pendeta dan Pegawai GPIB. Sedangkan
peraturan lainnya masih tetap menggunakan Peraturan yang belum
direlevansikan dalam Tata Gereja 1982.
6. Persidangan Sinode XVII tahun 2000, kembali memberi amanat
kepada Majelis Sinode GPIB XVII melaksanakan PSI pada tahun
2002, untuk membahas Peraturan-peraturan dari Tata Gereja 1982
yang belum direlevansikan. PSI 2002 pun hanya menetapkan
beberapa peraturan, yaitu Peraturan Nomor 1 tentang Pemilihan
Diaken dan Penatua, Peraturan Nomor 2 tentang Tata Tertib
Persidangan Sinode, Peraturan Nomor 5 tentang Perbendaharaan
dan Peraturan Nomor 6 tentang Badan Pemeriksa Perbendaharaan
GPIB.
7. Kemudian dalam Persidangan Sinode XVIII tahun 2005, Majelis
Sinode mengajukan Rancangan Ketetapan Tata Gereja yang utuh
dan menyeluruh, namun pembahasannya tidak terlaksana dengan
baik dalam komisi oleh karena materi tidak melalui randas dan
ranum, sehingga Persidangan Sinode XVIII tahun 2005
menetapkannya sebagai “Catatan Awal” Tata Gereja.
8. Belajar dari Perjalanan Sejarah Tata Gereja, sejak ditetapkannya
Tata Gereja GPIB 1982 yang komprehensif, Majelis Sinode XVIII
telah membentuk Panitia Materi yang mempersiapkan Tata Gereja
yang lengkap. Tata Gereja tersebut terdiri atas : Tata Dasar,
Peraturan Pokok (I, II dan III) serta Peraturan-peraturan (15
Hal. 20
Peraturan) dan ditetapkan dalam Persidangan Sinode XIX tahun
2010 menjadi Tata Gereja GPIB 2010.
9. Majelis Sinode XIX kemudian membentuk Panitia Materi yang
meneliti dan melakukan perubahan redaksional Tata Gereja GPIB
2010 tanpa mengubah sistematika Tata Gereja dan ditetapkan
dalam Persidangan Sinode XX tahun 2015 sebagai Tata Gereja
GPIB 2015.
10. Persidangan Sinode XX di Balikpapan menetapkan perlunya
perelevansian Pemahaman Iman GPIB yang menjiwai proses
perelevansian PKUPPG, Tata Gereja dan Perangkat Teologi GPIB
lainnya, dengan membentuk Panitia Materi oleh Majelis Sinode
XX berdasarkan kajian teologis atas konteks pelayanan GPIB di
Indonesia yang berubah.
11. Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG) adalah acuan jangka panjang di GPIB untuk
pelaksanaan Persekutuan, Pelayanan dan Kesaksian Gereja.
PKUPPG ini ditetapkan untuk kurun waktu 20 (dua puluh) tahun
dalam sebuah persidangan sebagai pilihan yang diputuskan
berdasarkan pertimbangan konteks sosial – kultural yang ada
dalam terang tema Firman Allah. Arah misi GPIB di tengah
konteks pelayanan ini tampak dalam rumusan sasaran dan strategi
baik pada fungsi utama maupun fungsi penunjang PKUPPG dan
KUPPG.
Panduan arah jangka panjang untuk mencapai Visi GPIB ini dibagi
ke dalam empat tahap jangka pendek berlaku lima tahunan yang
disebut dengan KUPPG (Kebijakan Umum Panggilan dan
Hal. 21
Pengutusan Gereja). KUPPG lima tahunan dalam terang tema
Firman Allah dijabarkan ke dalam tema tahunan serta rumusan
sasaran dan strategi lima tahunan. Pada saat ini GPIB berada pada
tahap PKUPPG Jangka Panjang II dan KUPPG jangka Pendek
IV.2021-2026.
KUPPG keempat harus dilihat sebagai mata rantai keempat untuk
pencapaian PKUPPG II. Kegiatan tidak lagi di tataran konsep
tetapi implementasi sehingga yang dioptimalkan adalah relasi
internal dan eksternal GPIB, termasuk di dalamnya relasi
intergenerasional dengan penekanan pilihan pada budaya digital.
12. Perelevansian Tata Gereja tersebut kemudian ditetapkan dalam
Persidangan Sinode XXI tahun 2021 menjadi Tata Gereja GPIB
2021.
II. Pemahaman Tentang Eklesiologi GPIB
1. Gereja
GPIB memahami dirinya terhisap dalam gereja universal, karena
mengakui identitas dirinya sebagai Umat Allah, Tubuh Kristus,
dan Bait Roh Kudus. Ini terlihat dari 4 sifat dasar yang melekat
pada gereja, yakni: esa, kudus, am, dan rasuli. Dalam sejarah dan
konteks keberadaannya di Indonesia, GPIB mengakui
keunikannya yang berbasis pada keberagaman jemaat secara
personal dan sosial.1 Sehingga secara alamiah, GPIB memahami
1 H.Ongirwalu & C.Wairata, Sejarah Perjalanan 70 tahun GPIB (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2020), 211-217.
Hal. 22
eklesiologinya sebagai gereja multikultur. Gambaran Bahtera
menjadi rumusan sistematik-teologis secara eklesial dan
kontekstual pada masa itu, yang menekankan GPIB sebagai gereja
yang mesti satu dan setara dalam keberagaman, agar dapat
bergerak maju atau berlayar melaksanakan amanat rasuli.2
Pada perkembangannya, GPIB mengakui dirinya sebagai jemaat
misioner, yang mengakui misi Allah sebagai hakikat dan tujuan
gereja. Dengan mengakui Missio Dei sebagai hakikat gereja,
maka pengakuan dan pemahaman eklesiologi yang telah ada,
diletakkan dalam kerangka Missio Dei. Dalilnya adalah bahwa
gereja ada karena karya (misi) Allah di dunia dan hadir bersekutu
di dalam Allah dan karya keselamatan-Nya atas dunia.
Pemahaman tentang gereja sebagai Bahtera dan gereja yang
Misioner termaktub pada motto GPIB yang menegaskan
identitasnya sebagai gereja yang berpartisipasi pada persekutuan
Allah Tritunggal. Pada Injil Lukas 13:29, yang menjadi motto
GPIB, yang menyatakan “Dan orang akan datang dari Timur dan
Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan
di dalam Kerajaan Allah”, tergambar dengan jelas sasaran atau
alamat keselamatan Allah Tritunggal adalah dunia ini. Karya
keselamatan-Nya berlangsung di dalam realitas keberagaman.
Oleh karena itu, “Timur-Barat dan Utara-Selatan” merupakan
cerminan dari keberagaman tersebut. Perjamuan sebagai metafora
keselamatan hendak menunjukkan partisipasi gereja kepada karya
Allah yang mengundang setiap orang untuk hadir di dalam
2 Ibid, 274-277.
Hal. 23
suasana damai sejahtera dengan nilai-nilai kesetaraan,
persahabatan, dan penghargaan atas ciptaan lainnya. Perjamuan
bersama Allah Tritunggal itu adalah wujud pemenuhan dari
Kerajaan Allah. Pemahaman inilah yang disebut sebagai
Eklesiologi Perjamuan.
Eklesiologi Perjamuan tampak jelas dalam penerjemahan Missio
Dei dalam terang Firman Allah berdasarkan konteks yang dimiliki
Gereja. Missio Dei itu terwujud dalam tugas panggilan dan
pengutusan Gereja. Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan
misi Allah itu, Gereja menyelenggarakan pemerintahan-Nya.
Penyelenggaraan pemerintahan gereja dipimpin oleh Kristus,
yang disebut sebagai Kristokrasi. Pemberitaan Firman Allah
adalah bentuk manifestasi kepemimpinan Kristus bagi Gereja-
Nya. Kristus, yang adalah Pribadi Kedua Allah Tritunggal, terus
berkarya mewujudkan Keselamatan Allah juga melalui Gereja-
Nya sampai akhir jaman, walaupun masih banyak realitas yang
merupakan misteri bagi manusia. Oleh karena itu, kuasa yang ada
dalam Gereja adalah Kuasa Kristus yang memimpin Gereja-Nya
dalam situasi apapun. Kekuasaan itu mutlak atas Gereja melalui
firman-Nya, dan tidak dapat diwakilkan kepada seseorang atau
beberapa orang, karena Kristus tetap bekerja. Pelayan-pelayan
yang dipanggil-Nya adalah orang-orang yang hanya melayani
Kristus dengan misi yang ditugaskan kepadanya masing-masing.
Karena hanya ada satu tubuh, maka gereja pun satu adanya.
Gereja merupakan kesatuan yang sesungguhnya sejak semula
sudah ada dalam diri Yesus Kristus dan bukan kesatuan yang
dibentuk atau terjadi oleh kehendak banyak orang. Dengan
demikian, kesatuan Gereja itu tercermin pada lembaga gereja
Hal. 24
sebagai satu kesatuan Jemaat dalam melaksanakan misi Allah.
Penampakan itu lebih jelas dalam kehidupan jemaat-jemaat, di
mana Jemaat-jemaat tersebut harus dipahami sebagai bagian yang
utuh dari GPIB dan sekaligus merupakan wujud dari Gereja
Kristus yang esa, kudus, am dan rasuli itu.
2. Hubungan antara Gereja dan Jemaat.
Dari pengertian di atas terlihat adanya hubungan timbal-balik
antara Jemaat dan Gereja. Hubungan ini ditandai dengan satu
garis dinamis yang tidak dapat dihalangi oleh apa dan siapapun
juga. Hubungan ini sekaligus merupakan gerakan yang hidup
untuk melaksanakan misi itu. Sistem penatalayanan yang
dibentuk sebagai konsekuensi terhadap hubungan ini adalah
Sistem Presbiterial Sinodal (Yun.: Presbiter = tua-tua = Penatua;
Sun = bersama; hodos = jalan).
Cirinya antara lain adalah memberikan tekanan kepada peranan
para presbiter yang terpanggil untuk melayani dan memimpin
gereja. Untuk menentukan arah – kebijaksanaan gereja, kita
melakukannya bersama-sama melalui Majelis Jemaat,
Persidangan Sinode dan Majelis Sinode. Kebersamaan itu lebih
praktis, nampak dalam Kepemimpinan Gereja Jemaat sehari-hari.
Sistem ini ingin menghidupkan hubungan timbal balik antara
Jemaat (Majelis Jemaat) dengan pimpinan Gereja (Majelis
Sinode). Gereja bukan federasi dari Jemaat-jemaat, tetapi
keduanya mempunyai hubungan yang dinamis, kaitan yang hidup
dan kepentingan timbal-balik untuk melaksanakan misi Kristus.
Hal. 25
3. Unsur-unsur penting dari Presbiterial Sinodal
Sistem ini sesungguhnya berasal dari tradisi Calvinis yang sangat
mewarnai kehidupan GPIB.
Ada beberapa hal yang sangat menonjol sebagai berikut :
a. Peranan para Presbiter yang terpanggil untuk melayani dan
memimpin Gereja.
1) Para Presbiter mendapat peranan penting.
Dalam Gereja mula-mula, setelah para rasul tidak ada,
maka para Penatua (Presbiter) memegang peranan penting
dalam mengelola kehidupan gereja. Jabatan Diaken telah
terbentuk segera setelah Pentakosta dan mula-mula sangat
berperan bersama para rasul. Dalam perjalanan GPIB,
pengertian presbiter telah mengalami tekanan yang sangat
berarti di mana yang dimaksud adalah Diaken, Penatua,
Pendeta dan Penginjil untuk daerah-daerah Pekabaran
Injil / Pelkes. Namun, jabatan Penginjil tidak diadakan
lagi, sejak tahun 1992, karena para Penginjil telah
dialihkan menjadi Pendeta. Hal ini tentu bukan saja
menyangkut pergeseran pengertian tetapi juga ingin
memberikan bobot dan peranan yang lebih luas untuk
mengelola kehidupan gereja, sebab pada dasarnya tiap
jabatan tersebut mempunyai hubungan erat satu dengan
yang lain untuk menjabarkan pelayanan gereja.
2) Teologi Reformasi menegaskan bahwa panggilan dan
pengutusan itu berasal dari dua pihak.
Yang pertama : panggilan batin, oleh kuasa Roh Kudus
dalam diri seseorang. Panggilan batin ini menyangkut
kesadaran dan kemampuan seseorang untuk
melaksanakan tugas dengan kuasa Roh Kudus.
Hal. 26
Yang Kedua : panggilan lahir, yaitu seseorang dipanggil
dan diutus oleh gereja. Melalui pemilihan oleh warga
gereja, Roh Kudus memanggil dan mengurapi seseorang
untuk melayani dan memimpin jemaat-Nya.
Panggilan lahir inilah yang dilaksanakan oleh Gereja
(GPIB) dewasa ini melalui Pemilihan Diaken dan
Penatua. Melalui proses pemilihan, pembinaan dan
peneguhan oleh penumpangan tangan Pendeta di jemaat
di mana peneguhan tersebut dilaksanakan. Peneguhan
Diaken dan Penatua diartikan sebagai penguatan atas
panggilan batin dan kesediaannya melayani atas pilihan
jemaat. Tetapi hal itu tidak dapat diartikan bahwa Diaken
dan Penatua itu menjadi wakil jemaat karena terpilih oleh
jemaat hingga ia harus bertanggung jawab (secara
organisatoris) kembali kepada jemaat tetapi kepada
Tuhan.
Bagi Pendeta yang dipanggil oleh Tuhan melalui gereja-
Nya harus menjalani pendidikan teologi dan vikariat serta
ditahbiskan bersama-sama oleh Gereja dengan
penumpangan tangan para pendeta di Ibadah Penahbisan
dan Sakramen Perjamuan di dalam Ibadah Pembukaan
Persidangan Sinode dan merupakan rangkaian kegiatan
Persidangan Sinode. Mereka adalah orang yang sadar
akan panggilan Tuhan untuk melayani umat-Nya secara
penuh waktu dan karena itu dididik pada lembaga
Pendidikan Teologi yang diakui gereja. Pendidikan
tersebut membuatnya memahami Alkitab dengan baik dan
memaknainya secara kontekstual, mampu memberitakan
Firman Allah dan melayani sakramen, melayani dengan
memberi teladan, mengajar, memimpin dan
Hal. 27
menggembalakan. Oleh sebab itu mereka mewakili Tuhan
di hadapan jemaat dan mewakili jemaat di hadapan Tuhan
(bdk. Keluaran 29:1-18, Matius 10:1-4). Secara moral ia
terikat pada jemaat karena kepercayaan dan hubungan
penggembalaan.
Para Presbiter terikat dalam Majelis Jemaat dan bersama-sama
melayani dan memimpin jemaat. Kepada badan itu pula para
Presbiter mempertanggungjawabkan pelayanan dan
kepemimpinannya (secara organisatoris). Demikian
selanjutnya pada ruang lingkup berikutnya yaitu Sinodal.
b. Pengelolaan secara bersama dan sehidup sepelayanan
Para Presbiter dipanggil dan diutus untuk melayani dan
memimpin gereja secara bersama. Kebersamaan itu bukan atas
dasar sukarela atau terpaksa, tetapi karena misi Kristus itu yang
satu dan mempersatukan Presbiter. Kebersamaan itu harus
terwujud dalam tindakan, yaitu : berjalan, bergumul,
bermusyawarah, bekerja dan berbuat serta mempunyai
pengalaman bersama dalam mengisi persekutuan untuk
melayani dan bersaksi. Kebersamaan seperti inilah bentuk
konkrit dari Eklesiologi Perjamuan. Tegasnya, dengan
mengakui kebersamaan itu, ikrar untuk sehidup-sepelayanan
dalam gereja dihayati dalam tugas dan tanggung jawab yang
berbeda pada masing-masing jabatan. Perjalanan kebersamaan
itu nampak melalui Persidangan-persidangan Sinode yang
dihadiri - dalam berbagai bentuk pelaksanaannya- oleh para
presbiter dari jemaat-jemaat. Mereka hadir dalam persidangan
itu bukan sebagai wakil jemaat, tetapi sebagai presbiter gereja
yang menentukan arah kebijaksanaan pelayanan dan
Hal. 28
kepemimpinan di bawah terang Firman Tuhan (contoh,
dipancarkan melalui Tema dan Sub-Tema). Dengan Tema dan
Sub-Tema itu perjalanan gereja dicegah dari kesimpangsiuran
pemahaman maupun tindakan yang merugikan pelaksanaan
panggilan gereja. Anggota-anggota dari badan itu dipilih dari
antara para presbiter yang adalah Utusan Jemaat dan peserta
Persidangan Sinode itu. Sesuai prinsip kebersamaan di mana
para presbiter bertanggung jawab kepada lembaga
kebersamaan di lingkup Jemaat (Majelis Jemaat) yang
bertindak sebagai Pimpinan jemaat, maka kepada Majelis
Sinode (lembaga yang secara permanen menggalang
kebersamaan) itulah Majelis-Majelis Jemaat
menginformasikan pelayanan dan kepemimpinannya.
Selanjutnya Majelis Sinode itu sendiri
mempertanggungjawabkan pelayanan dan kepemimpinannya
kepada Persidangan Sinode yang dihadiri oleh presbiter dari
jemaat-jemaat. Sehubungan dengan itu maka pengelolaan
secara bersama itu harus selalu terkendali melalui persidangan-
persidangan presbiter (lingkup Jemaat dan sinodal). Arah
program yang jelas harus ditetapkan melalui persidangan-
persidangan untuk diberlakukan bagi seluruh jajaran-
pelayanan gereja.
c. Hubungan yang dinamis antara Majelis Jemaat dan Majelis
Sinode
Dalam kerangka penjelasan di atas maka hubungan Majelis
Jemaat dan Majelis Sinode adalah hubungan yang hidup. Yang
terlihat disini bukanlah garis linier atau komando, atasan
kepada bawahan, tetapi hubungan timbal balik dimana misi
gereja berlangsung dan berkembang.
Hal. 29
Jemaat disebut sebagai “jantung” gereja yang berdenyut dan
bergerak sedemikian rupa sehingga “darah keselamatan” itu
dipancarkan. Lembaga Sinode disebut sebagai “otak” yang
berfungsi mengatur semua bagian bergerak bersama dan
harmonis, sehingga tubuh gereja berfungsi dengan baik.
Dengan demikian kebersamaan memegang peranan penting
dimana kepentingan sendiri-sendiri selalu ditaruh dalam
kerangka kebersamaan. Kepentingan persekutuan harus
senantiasa mewarnai kepentingan perorangan.
III. Kerangka dan Jenjang Tata Gereja
1. Tata Gereja adalah himpunan dan susunan semua penataaturan
gereja yang teranyam dan terurai dengan serasi, seimbang dan
selaras untuk mengatur agar PKUPPG yang merupakan arah bagi
seluruh kegiatan persekutuan, pelayanan dan kesaksian GPIB
dapat terwujud.
2. Peraturan-peraturan gereja bertumpu pada Tata-Dasar, karena di
dalam Tata-Dasar tertampung semua Gagasan Dasar Perlengkapan
GPIB.
Tata Dasar ini terdiri atas 2 (dua) bagian utama yang mempunyai
kedudukan hukum yang sama, yaitu:
a. Pembukaan, yang merupakan landasan ideal
b. Batang Tubuh, yang merupakan landasan operasional, disertai
Penjelasan-penjelasan secukupnya.
Melalui sistem Presbiterial Sinodal yang tertuang dalam Tata
Dasar, maka ada 3 (tiga) komponen yang sesungguhnya menata
panggilan dan pengutusan gereja:
Hal. 30
Tiga Komponen itu ialah :
a. Jemaat
b. Persidangan Sinode
c. Majelis Sinode
Dengan demikian, disusunlah Peraturan Pokok GPIB No. 1
tentang Jemaat, Peraturan Pokok GPIB No. II tentang Persidangan
Sinode dan peraturan Pokok GPIB No. III tentang Majelis Sinode.
Pada jenjang berikutnya Tata Dasar dan Peraturan-Peraturan
Pokok dijabarkan ke dalam 15 Peraturan.
Selanjutnya dari Peraturan-Peraturan ini diuraikan Peraturan
Pelaksanaan, yaitu mengenai teknik dan mekanisme kerja dalam
lembaga GPIB sesuai kebutuhan masing-masing:
Lingkup Sinodal yang diatur oleh Majelis Sinode.
Lingkup Jemaat yang diatur oleh Majelis Jemaat (setelah
mendapat persetujuan Majelis Sinode).
3. Jenjang Tata Gereja GPIB
Hal. 31
4. Walaupun dalam jenjang Tata Gereja tidak terlihat Pemahaman
Iman GPIB, namun Pemahaman Iman GPIB menjadi landasan
atau nilai-nilai yang menjiwai seluruh pelaksanaan Tri Dharma
Gereja yang secara strategis dijabarkan dalam PKUPPG, Tata
Gereja dan Akta Gereja GPIB.
IV. Kesimpulan
1. Umum
Presbiterial Sinodal merupakan sistem bagi cara pengelolaan
lembaga GPIB harus dilihat sebagai mekanisme untuk
menentukan arah kebijakan dalam pola kepemimpinan GPIB.
Sistem ini bukan dasar dan juga bukan tujuan gereja. Yang
berkuasa dalam Gereja adalah Yesus Kristus. Kuasa-Nya tidak
diwakilkan kepada seseorang atau lembaga, tetapi tetap hidup dan
berkuasa melalui Firman dan Roh-Nya dalam kehidupan gereja.
Di situlah semua Presbiter harus berorientasi dalam melaksanakan
peranannya masing-masing.
Sistem ini memiliki kebaikan-kebaikan tertentu yang hendaknya
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan gereja untuk
melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya, dan sekaligus
memperhitungkan segala kemungkinan akibat kelemahan-
kelemahannya. Presbiterial Sinodal GPIB tidak dapat disamakan
atau dibandingkan dan diukur dengan sistem-sistem lain.
Pengertian Presbiterial Sinodal GPIB harus dipahami dengan:
a. Menggali sejarah pembentukan dan berdirinya GPIB serta
mempelajari proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Hal. 32
b. Menghayatinya sebagaimana disepakati oleh presbiter-
presbiter GPIB dengan kesadaran dan tanggung jawab ber-
GPIB dan hidup beriman.
2. Khusus
Bertolak dari pemahaman di atas, maka dirumuskanlah Tata Dasar
yang mencakup hal-hal berikut :
a. Kristokratis
GPIB menyadari bahwa Yesus Kristus adalah dasar dan
Kepala Gereja sekaligus pusat pemberitaan dan pelayanan
gereja (dirumuskan dalam Pembukaan).
b. Pengakuan dan Pemahaman Iman
GPIB dalam keesaan dengan gereja dari segala abad dan
tempat mengakui Pengakuan Iman Gereja sekaligus
memahami masalah-masalah konkrit yang dihadapi dari sudut
iman yang dirumuskan dalam bentuk Pemahaman Iman GPIB.
Pemahaman iman adalah pernyataan dari sudut pandang iman
yang menjawab tantangan yang dihadapi GPIB di masa kini.
Pemahaman iman GPIB dirumuskan dan disusun, pertama-
tama dipahami sebagai respon terhadap penyataan diri Allah,
yang diekspresikan lewat tanggung jawab untuk setia dan taat
kepada Allah. Dengan demikian, Pemahaman iman GPIB
adalah pengakuan (Confession) yang menjawab beberapa
persoalan yang sedang dihadapi GPIB pada masa kini yang
sifatnya tambahan (Addendum) terhadap pengakuan Iman
(Credo). Oleh karena itu pemahaman iman GPIB memang
berbeda dengan Pengakuan Iman, tetapi keduanya tidak dapat
dipisahkan. Atas dasar itu, Pengakuan Iman menjadi salah satu
referensi penting dalam penyusunan Pemahaman Iman.
Hal. 33
c. Wujud dan bentuk gereja
Bahwa gereja yang Kudus dan Am itu nampak dan berwujud
dalam dan melalui GPIB yang diakui eksistensinya sebagai
lembaga gerejawi di Indonesia (Lembaran Negara tahun 1948,
No. 305), mempunyai wilayah pelayanan, Jemaat-jemaat,
anggota-anggota, serta memelihara keesaan Tubuh Kristus itu
(dirumuskan dalam Bab II).
d. Panggilan dan Pengutusan
GPIB menyadari kehadirannya untuk melaksanakan Panggilan
dan Pengutusan Kristus melalui Misi untuk menghadirkan
Kerajaan Allah dibumi ini dan damai sejahtera Allah bagi
segenap ciptaan-Nya (dirumuskan dalam Bab III)
e. Visi :
GPIB menjadi Gereja yang mewujudkan damai sejahtera
bagi seluruh ciptaan-Nya.
f. Misi :
Menjadi Gereja yang terus menerus diperbarui dengan
bertolak dari Firman Allah, yang terwujud dalam perilaku
kehidupan warga gereja, baik dalam persekutuan, maupun
dalam hidup bermasyarakat
Menjadi Gereja yang hadir sebagai contoh kehidupan yang
terwujud melalui inisiatif dan partisipasi dalam
kesetiakawanan sosial serta kerukunan dalam masyarakat,
dengan berbasis pada perilaku kehidupan keluarga yang
kuat dan sejahtera.
Menjadi Gereja yang membangun keutuhan ciptaan yang
terwujud melalui perhatian terhadap lingkungan hidup,
semangat keesaan dan semangat persatuan dan kesatuan
warga Gereja sebagai warga masyarakat.
g. Motto :
Hal. 34
“Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara
dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan
Allah” (Lukas 13:29).
h. Cara Penatalayanan Gereja :
GPIB melaksanakan misinya dipimpin oleh Yesus Kristus
melalui kuasa Firman dan Roh dengan mempergunakan cara
kerja yang dikembangkan dari sistem Presbiterial Sinodal
(dirumuskan dalam Pembukaan dan Bab IV).
i. Perlengkapan :
Untuk melaksanakan penatalayanan dengan sistem presbiterial
sinodal perlu dipilih sejumlah presbiter yang harus bekerja
secara tertib dan teratur serta ditunjang oleh penatalayanan
dengan segala pengawasannya supaya bermanfaat bagi
kehidupan persekutuan, pelayanan dan kesaksian gereja
(dirumuskan dalam Bab V).
j. Penggembalaan :
Untuk memelihara kehidupan spiritual yang Kristiani dari
warga jemaat agar dapat melaksanakan panggilan dan
pengutusan-Nya, maka dilaksanakan penggembalaan dalam
pelayanan (dirumuskan dalam Bab VI).
Tata Dasar ini merupakan Dasar Hukum, dimana di atasnya
dibangun semua Peraturan Pokok dan Peraturan-Peraturan
selanjutnya.
3. Pengaturan mengenai Presbiter
Telah diuraikan di atas bahwa adanya Presbiter itu karena
panggilan, maka hal tersebut perlu dirumuskan dengan jelas dalam
Hal. 35
peraturannya supaya para Presbiter menghargai tugasnya sebagai
panggilan Tuhan.
Hal. 36
TATA DASAR
Pembukaan
Keselamatan merupakan Anugerah Allah bagi seluruh ciptaan.
Keselamatan itu memuncak pada kedatangan, kehidupan, kematian,
kebangkitan dan kenaikan Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah. Dengan
kuasa Roh Kudus, Ia memanggil dan menghimpun orang dari Timur,
Barat, Utara dan Selatan menjadi satu persekutuan dalam Kerajaan
Allah. Roh Kudus itu juga yang menyertai dan membimbing orang-
orang percaya, yang dipersekutukan dalam suatu Gereja.
Gereja sebagai persekutuan orang percaya adalah Tubuh Kristus yang
Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Gereja hadir untuk mewujudkan kasih
Allah di dunia ini pada segala waktu dan tempat. Dasar dan Kepala
Gereja adalah Tuhan Yesus Kristus.
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) lahir dari
kesepakatan persekutuan 19 (sembilan belas) Jemaat yang berdiri
sendiri dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan di Indonesia (GPI)
yang hadir dalam Proto Sinode tanggal 25 sampai dengan 30 Oktober
1948 di Nassau Kerk (Gereja Paulus) yang dihadiri dan didukung
GMIM, GPM dan GMIT. Ibadah peresmian Gereja Keempat (GPIB)
berlangsung di Willems Kerk (Gereja Immanuel) pada tanggal 31
Oktober 1948 dan sejak itu GPIB menjadi Gereja yang berdiri sendiri
sebagai wujud anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia dengan wilayah
pelayanan di sebelah barat dari GMIM, GPM dan GMIT.
Selaras dengan pengakuannya GPIB adalah bentuk nyata dari Gereja
Kristen Yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli. Kehadirannya di Indonesia
untuk mengemban tugas mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah
yaitu kasih, keadilan, kebenaran dan keutuhan ciptaan.
Hal. 37
GPIB terpanggil untuk mewujudkan kebaikan Allah dalam
masyarakat Indonesia yang majemuk, dengan ikut membangun nilai –
nilai kehidupan yang berkeadaban, inklusif, adil, damai dan
demokratis (”Civil Society”) dengan melaksanakan fungsi kenabian di
tengah simpul-simpul kekuasaan yang ada. Dalam rangka itu, GPIB
memperjuangkan nilai kemanusiaan, keadilan dan lingkungan hidup
serta masalah-masalah yang berhubungan dengan dampak negatif dari
globalisasi dan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
ini dilakukan baik secara individual, parokial, regional, sinodal,
maupun ekumenikal, dengan merangkul berbagai pihak yang
mempunyai keinginan-keinginan yang sama untuk berpartisipasi
dalam perjuangan mewujudkan masyarakat adil, makmur, damai dan
sejahtera di bumi Indonesia.
Untuk menumbuhkan dan mengembangkan persekutuan, pelayanan
dan kesaksian di tengah masyarakat, GPIB menata kehidupannya
dengan bersumber dari Firman Allah. Penataan itu dilakukan dengan
memberdayakan warga gereja berdasarkan Imamat Am dalam
ketaatan kepada Yesus Kristus yang menghendaki segala sesuatu rapi
tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagian dan
perangkat, baik warga, wilayah, kepemimpinan dan tata aturan dengan
sistem Presbiterial Sinodal.
Demi menata kehidupan bergereja untuk melaksanakan pelayanan
yang tertib, teratur dan dinamis maka digariskan Tata Dasar GPIB
sebagai berikut :
Bab I
Pengakuan dan Pemahaman Iman
Hal. 38
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat mengaku bahwa Allah
menyelamatkan umat manusia dan alam semesta ciptaan-Nya dalam
karya Tuhan Yesus Kristus Anak Allah, yang berlanjut dalam
kehidupan secara kontekstual melalui Roh Kudus-Nya.
Pasal 1
Pengakuan Iman
1. Bersama Gereja dari segala abad dan tempat GPIB mengaku bahwa
keselamatan hanya oleh Iman, hanya oleh Anugerah dan hanya oleh
Firman Sola Fide, Sola Gratia, Sola Scriptura;
2. Bersama Gereja dari segala abad dan tempat GPIB mengikrarkan
Pengakuan Imannya sebagaimana nyata dalam :
a. Pengakuan Iman Rasuli;
b. Pengakuan Iman “Nicea-Konstantinopel”;
c. Pengakuan Iman “Athanasius”.
Pasal 2
Pemahaman Iman
1. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat merumuskan
Pemahaman Imannya berdasarkan: Firman Allah, tradisi gereja
calvinis, pengakuan-pengakuan iman ekumenis dan keindonesiaan;
2. Pemahaman Iman GPIB berisikan pemahaman tentang pokok-
pokok pergumulan yang dihadapi sesuai dengan tantangan zaman
dalam kebersamaan dengan seluruh warga masyarakat dan bangsa
Indonesia.
Hal. 39
Bab II
Wujud, Bentuk dan Kelembagaan,
Warga, Logo dan Hubungan dengan Gereja lain
Pasal 3
Wujud
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat sebagai gereja
multikultural adalah persekutuan warga dalam wujud jemaat-jemaat
yang berada di Indonesia, meliputi wilayah pelayanan mulai dari
Sabang di bagian Barat sampai dengan Raha di bagian Timur, mulai
dari Nunukan di Utara sampai dengan Nusakambangan di bagian
Selatan. Pelayanan di luar wilayah dilakukan melalui pengiriman
tenaga utusan gerejawi GPIB, berdasarkan kesepakatan kerja dengan
gereja/mitra kerja GPIB.
Pasal 4
Bentuk
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah kesatuan dari
persekutuan Jemaat-jemaat :
1. Yang telah ada pada waktu GPIB didirikan;
2. Yang dilembagakan berdasarkan pengembangan jemaat-jemaat;
3. Yang bertumbuh berdasarkan hasil Pelayanan dan Kesaksian.
Pasal 5
Kelembagaan
GPIB diakui oleh Negara dengan dasar hukum dan diatur sebagai
berikut :
a. Dasar Hukum GPIB sebagai Lembaga:
Hal. 40
1. Staatsblad Hindia Belanda S 1927 Nomor 156 Tanggal 29 Juni
1925. Gereja menurut hukum memiliki sifat sebagai Badan
Hukum.
2. Staatsblad Hindia Belanda S 1927 nomor 155. Diterbitkan 10
Mei 1927 Gereja Protestan di Hindia Belanda beserta jemaat-
jemaat Eropa maupun Bumiputera akan dipandang sebagai
gereja atau bagian yang berdiri sendiri daripadanya.
3. Staatsblad Hindia Belanda S 1948 Nomor 305 GPIB sebagai
bagian yang berdiri sendiri.
4. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
Protestan. Departemen Agama RI No. 35 Tahun 1988 Tanggal
6 Februari 1988 Pernyataan GPIB sebagai lembaga
keagamaan yang bersifat gereja.
b. Dasar Hukum kepemilikan GPIB pada hak atas Tanah:
1. Keputusan Direktur Djenderal Agraria No. :
SK22/DDA/1969 Tentang penundjukan GPIB sebagai badan
hukum yang dapat memiliki Tanah dengan hak milik.
2. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
SK.22/DDA/1969/D/13 Menunjuk GPIB sebagai Badan
hukum yang dapat memiliki Tanah dengan hak milik.
Pasal 6
Warga
1. Warga GPIB, adalah orang percaya yang melaksanakan misi Allah
dan terdaftar di jemaat-jemaat, yaitu:
a. Lahir dari keluarga GPIB;
b. Menerima Baptisan di GPIB;
c. Mengaku percaya dan diteguhkan sebagai warga sidi GPIB;
Hal. 41
d. Dibaptis di Gereja-gereja lain di Indonesia, maupun luar
Indonesia dan mendaftarkan diri menjadi warga GPIB dengan
surat atestasi;
e. Terdaftar sebagai warga GPIB yang sedang berada di luar
Indonesia;
f. Belum dibaptis tetapi sedang mengikuti katekisasi untuk
diteguhkan sebagai Warga Sidi GPIB.
Pasal 7
Logo GPIB
1. Logo GPIB terlukiskan : Alkitab (terbuka) Lukas 13 : 29, salib,
cawan dan roti, puncak bangunan / gereja / kota, pedataran /
pedesaan, gunung dan lembah, orang-orang, sinar dan awan, tiga
lingkaran yang mengapit tulisan : * GEREJA PROTESTAN di
INDONESIA bagian BARAT * GPIB. Dari logo tersebut jelas
menunjukkan tugas dan pengutusan GPIB di mana Yesus Kristus
sebagai Kepala Gereja.
2. Penjelasan Logo GPIB adalah :
a. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) lahir dari
kesepakatan persekutuan 19 (sembilan belas) Jemaat yang
berdiri sendiri dalam wilayah pelayanan Gereja Protestan di
Indonesia (GPI) yang hadir dalam Proto Sinode tanggal 25
sampai dengan 30 Oktober 1948 di Nassau Kerk (Gereja Paulus)
yang dihadiri dan didukung GMIM, GPM dan GMIT. Ibadah
peresmian Gereja Keempat (GPIB) selain GMIM, GPM dan
GMIT dalam lingkungan GPI berlangsung di Willems Kerk
(Gereja Immanuel) pada tanggal 31 Oktober 1948 dan sejak itu
GPIB menjadi Gereja yang berdiri sendiri sebagai wujud
anugerah Tuhan bagi Bangsa Indonesia dengan wilayah
pelayanan di sebelah barat dari GMIM, GPM dan GMIT.
Hal. 42
b. Alkitab terbuka bermakna GPIB menjadi surat Kristus yang
terbuka dalam panggilan dan pengutusan-Nya. Kehadiran GPIB
dapat dibaca, dipahami, dimengerti bagi setiap makhluk yang
ada disekitarnya.
c. Lukas 13 : 29 merupakan Motto GPIB yaitu “Dan orang akan
datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan
dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah”.
d. Salib, melambangkan Pengorbanan Kristus dan kemenangan-
Nya yang menghapus dosa umat manusia dan menjadi
Juruselamat bagi dunia.
e. Roti dan Cawan : Roti melambangkan Tubuh Kristus dan Cawan
berisi anggur melambangkan Darah Kristus. Selain berdimensi
kasih dan pengorbanan Kristus, Roti dan Cawan juga berdimensi
eskatologis dan misional yang mengundang orang datang dari
timur dan barat, dari utara dan selatan datang duduk makan
bersama untuk menikmati kasih karunia Allah. Dalam hal itu
mereka sekaligus menjadi pelaksana misi Allah bagi dunia yang
menderita.
f. Kota dan Desa, Gunung dan Lembah melambangkan kehadiran
dan wilayah pelayanan GPIB yang tersebar di semua medan
kehidupan.
g. Orang-orang melambangkan warga GPIB yang datang dari
berbagai latar belakang : suku, budaya, generasi, pendidikan,
status sosial, gender, ekonomi, dll. Menjadi pelaksana misi
Allah bagi gereja dan dunia.
h. Sinar dalam bentuk garis melambangkan terang Allah yang
menerangi arah misi GPIB.
i. Awan melambangkan Kasih Allah yang tetap menaungi dan
memberikan kesejukan dalam melaksanakan misi-Nya.
Hal. 43
j. Lingkaran luar menunjukkan keutuhan pelayanan GPIB di
lingkup sinodal, lingkaran dalam menunjukkan keutuhan
pelayanan GPIB di lingkup jemaat/parokial.
k. Dasar logo berwarna netral, tulisan & simbol logo warna biru
(kode warna : biru #0000FF , C;100 –M;100).
l. 2 (dua) Lingkaran di sisi luar mengapit tulisan Gereja Protestan
di Indonesia bagian Barat melingkar dari kiri - atas - kanan dan
di sisi lingkar bawah kata GPIB, 1 lingkaran mengapit simbol-
simbol / lukisan / gambar logo.
3. Bentuk Logo
Pasal 8
Hubungan dengan Gereja lain
1. Dalam memenuhi panggilan dan pengutusan Allah serta keesaan
Tubuh Kristus, maka GPIB menjalin hubungan dengan gereja-
gereja lain di Indonesia dan di seluruh dunia, dengan semangat
saling menerima dan mengakui serta memenuhi kewajiban-
kewajiban ekumenisnya.
2. Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat adalah anggota dari :
a. GPI : Gereja Protestan di Indonesia;
Hal. 44
b. PGI : Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia;
c. CCA : Christian Conference of Asia;
d. WCC : The World Council of Churches;
e. WCRC : The World Communion of Reformed Churches.
Bab III
Panggilan dan Pengutusan
GPIB adalah Gereja Misioner yang dipanggil oleh Anugerah Allah
dan diutus untuk melaksanakan amanat Tuhan Yesus Kristus melalui
Visi dan Misinya dalam rangka menghadirkan tanda-tanda Kerajaan
Allah di bumi khususnya Indonesia.
Pasal 9
Panggilan
1. Setiap warga yang berada di dalam persekutuan GPIB dipanggil
oleh Anugerah Allah yang disambut dengan iman dan diwujudkan
di dalam kesalehan hidup sehari-hari.
2. Sebagai gereja GPIB mewujudkan panggilan warganya melalui
Sakramen yaitu Baptisan dan Perjamuan dan dipersiapkan untuk
hidup sesuai panggilan Allah.
3. GPIB secara berkala melaksanakan pemilihan sebagai sarana untuk
menguji panggilan batin setiap warga untuk mewujudkan fungsi
pelayanan memberitakan injil Yesus Kristus melalui persekutuan,
pelayanan dan kesaksian.
Pasal 10
Pengutusan
Hal. 45
1. GPIB dan warganya diutus ke dalam dunia untuk melanjutkan
Karya Keselamatan Allah dalam Yesus Kristus oleh Karya Roh
Kudus di tengah dan bersama masyarakat secara khusus di
Indonesia.
2. GPIB memperlengkapi warganya melalui berbagai bentuk
pembinaan yang berkesinambungan untuk mempersiapkan warga
dalam rangka melaksanakan pengutusan gereja.
3. GPIB mendampingi warganya untuk melaksanakan tugas dan
pekerjaannya di dalam masyarakat sebagai wujud pengabdiannya
bagi masyarakat dan bangsa.
Pasal 11
Pokok-Pokok Kebijakan Umum
Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG)
GPIB melaksanakan panggilan dan pengutusan-Nya melalui
persekutuan, pelayanan dan kesaksian yang dituangkan dalam Pokok-
Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG)
BAB IV
Penatalayanan Gereja
Pasal 12
Sistem Penatalayanan
1. GPIB dalam rangka menata dan mengembangkan panggilan dan
pengutusannya didasarkan pada sistem Presbiterial Sinodal;
2. Di dalam sistem Presbiterial Sinodal, para presbiter menata dan
mengembangkan persekutuan, pelayanan dan kesaksian;
Hal. 46
3. Dalam mewujudkan panggilan dan pengutusan Allah sebagai
Gereja Misioner, GPIB melalui upaya pembinaan dan pendidikan
memberdayakan warga agar berperan dalam persekutuan,
pelayanan dan kesaksian.
Pasal 13
Presbiter
1. Untuk memperlengkapi warga dalam melaksanakan panggilan dan
pengutusannya, GPIB mempunyai tanggung jawab atas pengadaan,
pendidikan, pemendetaan, pembinaan para Presbiter dalam
pelayanan;
2. GPIB menetapkan para Presbiter yang menjalankan panggilan dan
pengutusan-Nya secara kolektif kolegial;
3. Para Presbiter dalam pelayanan adalah Diaken, Penatua dan
Pendeta.
Pasal 14
Sidang Presbiter
1. Sidang Presbiter adalah wadah pengambilan keputusan para
presbiter GPIB tentang pelaksanaan panggilan dan pengutusan
Gereja.
2. Sidang Presbiter terdiri atas :
a. Persidangan Sinode
1). Persidangan Sinode Raya (sekali dalam 5 tahun);
2). Persidangan Sinode Tahunan (sekali dalam setahun);
3). Persidangan Sinode Istimewa;
b. Sidang Majelis Sinode
c. Sidang Majelis Jemaat.
Hal. 47
Pasal 15
Musyawarah Pelayanan
1. Musyawarah Pelayanan disingkat MUPEL adalah wadah
kebersamaan Jemaat-jemaat di Wilayah;
2. Musyawarah Pelayanan dibentuk oleh Jemaat-jemaat sewilayah
untuk menjembatani kepelbagaian Jemaat-jemaat dalam
melaksanakan panggilan dan pengutusan Gereja;
3. Musyawarah Pelayanan secara bertanggung-jawab menjabarkan
dan mengkoordinasikan hasil Persidangan Sinode dan kebijakan-
kebijakan Sinode menyangkut hal tersebut di wilayah
pelayanannya.
Bab V
Perlengkapan Penatalayanan
Perlengkapan Penatalayanan adalah alat untuk mendorong agar
penatalayanan berjalan dengan teratur, tertib, berdayaguna dan
berhasilguna.
Pasal 16
Pimpinan
1. Majelis Jemaat adalah pimpinan GPIB pada lingkup Jemaat.
2. Majelis Sinode adalah pimpinan GPIB pada lingkup Sinodal;
Pasal 17
Unit-unit Misioner
Hal. 48
1. Unit-unit Misioner adalah wadah pembinaan dan pelaksana misi
GPIB dalam rangka Pembangunan Jemaat secara
berkesinambungan.
2. Unit-unit Misioner adalah :
a. Pelayanan Kategorial;
b. Komisi;
c. Panitia;
d. Kelompok Kerja;
e. Musyawarah Pelayanan (Mupel);
f. Kelompok Fungsional-Profesional (KFP);
g. Badan Usaha Milik Gereja (BUMG);
h. Unit-unit Usaha Milik Gereja (UUMG);
i. Departemen;
j. Unit Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (UP2M).
k. Unit Penanggulangan Bencana (Crisis Centre).
l. Pelayanan Masyarakat Kota dan Industri (PMKI).
m. Yayasan (khusus yayasan hubungan koordinatif dengan GPIB).
n. Dana Pensiun.
o. Sesuai kebutuhan.
3. Unit – unit misioner dibentuk pada lingkup Jemaat dan Sinode
sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 18
Perbendaharaan
Perbendaharaan GPIB, baik pada lingkup Jemaat, maupun Sinode
adalah milik dan anugerah Tuhan untuk menunjang pelaksanaan
panggilan dan pengutusan Gereja; karena itu harus dikelola secara
bertanggung jawab.
1. Perbendaharaan GPIB meliputi penatalayanan :
a. Anggaran, keuangan dan Pencatatan Pembukuan;
Hal. 49
b. Harta GPIB, baik bergerak maupun tidak bergerak baik yang
belum maupun yang sudah bersertifikat, baik di lingkup jemaat
maupun di lingkup Sinodal adalah milik GPIB.
2. Pengelolaan perbendaharaan dilakukan secara terpusat, terpadu
dan terbuka;
3. Pemanfaatan dan pengalihan harta-milik tidak bergerak hanya
dapat dilakukan atas persetujuan Persidangan Sinode;
4. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pengelolaan
perbendaharaan dilakukan secara berkala dan terus menerus.
Pasal 19
Pengawasan dan Pemeriksaan Perbendaharaan GPIB
1. Pengawasan
a. Untuk menegakkan dan meningkatkan ketertiban untuk
menegakkan dan meningkatkan ketertiban perbendaharaan dan
pendayagunaan sumber daya gereja secara benar, tepat dan
cermat, dilakukan pengawasan.
b. Tindakan pengawasan dilakukan secara melekat oleh para ketua
di Majelis Sinode pada lingkup Sinode dan para Ketua di Majelis
Jemaat pada lingkup Jemaat.
2. Pemeriksaan
a. Untuk memperoleh hasil guna yang tepat dan optimal atas
pengelolaan perbendaharaan gereja yang selanjutnya digunakan
secara benar dan sah dalam pelaksanaan tugas dan panggilan,
dilaksanakan pemeriksaan;
b. Persoalan-persoalan yang timbul di dalam Jemaat berhubungan
dengan pemeriksaan diselesaikan oleh Majelis Jemaat dan bila
tidak berhasil hal itu diserahkan kepada Majelis Sinode;
Hal. 50