alat penerangan, terutama di kampung                                                                         dan Hadis Nabi, tapi lebih sebagai inovasi
yang aliran listriknya belum merata. Takbir                                                                  masyarakat Islam Nusantara, terhadap seruan
keliling sebagian bertujuan agar masyarakat                                                                  untuk mengagungkan nama Allah. Improvisasi
tidak bosan dengan takbiran yang biasanya                                                                    dari seruan memperbanyak dzikir, takbir, doa
dilakukan hanya di masjid-masjid atau di                                                                     dan istighfar pada malam Id.
mushola-mushola.
                                                                                                                  Banyak literatur Islam lebih membahas
     Di Jakarta, takbir keliling menyambut                                                                   seputar shalat Id ketimbang takbiran. Baik
Hari Raya Idul Fitri adalah tradisi yang sudah                                                               seputar status shalat Id sebagai ibadah
beratus tahun berlangsung di kalangan                                                                        sunnah muakkad, pelaksanannya dengan cara
masyarakat Betawi. Malam takbiran adalah                                                                     berjamaah, sampai pembahasan tempatnya, di
budaya khas Islam di Indonesia yang tidak                                                                    masjid atau lapangan. Takbir memang identik
ditemukan di negara lain. Di Arab Saudi                                                                      dengan Id. Shalat Id takbirnya lebih banyak
dan negara Islam lain tidak ada seremoni                                                                     dari shalat lainnya. Rakaat pertama diawali
takbiran keliling. Itu ungkapan kegembiraan                                                                  dengan 7 kali takbir. Rakaat kedua dengan 5
masyarakat muslim untuk mencapai Hari                                                                        kali takbir.
Kemenangan setelah sebulan berpuasa.
                                                                                                                  Takbiran, pada sebagian kalangan, mulai
     Malam takbiran dan takbiran keliling                                                                    digelar setalah adzan maghrib, sembari
oleh seorang peneliti disebut sebagai bagian                                                                 menunggu shalat berjamaah. Ada pula yang
Pesta Lebaran. Dimulai sejak malam Idul Fitri                                                                dimulai seusai shalat maghrib pada hari terakhr
pada hari terakhir bulan Ramadhan. Ditandai                                                                  puasa, dan berakhir sampai salat Id esok
dengan semarak kumandang takbir di berbagai                                                                  harinya. Ada yang semalam suntuk takbiran di
masjid, mushalla dan titik kumpul lainnya.                                                                   masjid. Bergantian antar kelompok usia, mulai
                                                                                                             anak-anak, remaja sampai orang tua. Ada pula
     Salah satu ayat Al-Quran yang memberi                                                                   yang tak sampai semalam suntuk, berhenti
panduan mengisi malam Idul Fitri adalah                                                                      tengah malam, dan disambung kembali
Surat al-Baqarah ayat 185:                                                                                   menjelang shalat subuh.
َو ِﻛ ُﺤ ْﻜ ِﻤﻠُﻮا� �ﻟْ ِﻌ َّﺪ َة َو ِﻛ ُﺤ َﻜ ِّﺒ ُﺮوا� � َّ َﺑ َﻟ َ ٰﺒ َﻣﺎ َﻫ َﺪﯨٰ ُﻜ ْﻢ َوﻟَ َﻌ َﻠّ ُﻜ ْﻢ       Di Jawa, takbiran bisa samapai 13 jam,
                                        ﺗ َ ْﺸ ُﻜ ُﺮو َن                                                     dari jam 18.00 sampai jam 07.00 esoknya.
                                                                                                             Di Jawa, dikenal dengan sebutan Malem
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan                                                                     Takbiran. Karena malam kemenagan, takbiran
(hari terakhir Ramadan, 30 hari) dan kamu                                                                    berlangsung penuh semangat. Takbiran
mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-                                                                menjadi semacam proklamasi selesainya
Nya yang diberikankepadamu, agar kamu                                                                        puasa.
bersyukur.”
                                                                                                                  Malam Takbiran itu adalah malam
     Imam Al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’,                                                                   kebahagiaan, tapi juga sekaligus ada kesedihan,
mengatakan, “Ashhab kami (ulama Syafi’iyah)                                                                  karena Ramadhan telah berakhir dan ada
berkata, dianjurkan menghidupkan malam                                                                       perasaan belum ada jaminan akan ketemu
dua hari raya dengan shalat atau amaliyah-                                                                   Ramadhan berikutnya. Namun rasa kesedihan
amaliyah ketaatan yang lainnya. Ulama kami                                                                   itu kemudian dikalahkan oleh rasa gembira.
berhujjah dengan hadits Abi Umamah dari Nabi                                                                 Malam Takbiran juga dikenal dengan malam
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, “Barangsiapa                                                                  kemenangan.
yang menghidupkan malam hari raya, hatinya
tidak akan mati ketika matinya semua hati.”                                                                       Ada pula yang masuk Islam setelah
                                                                                                             tersentuh lantunan takbir. Seorang karyawan
Malam Lebaran Khas Nusantara                                                                                 asal Tangerang Banten masuk Islam karena
                                                                                                             sering mendengar takbir. Matanya yang
     Malam takbiran dan takbir keliling tentu                                                                tadinya minus 6 sebelah kiri dan silinder
saja tidak berasal dari pesan spesifik Al-Quran                                                              4,5 mnjadi sembuh. Ia kemudian memilih
                                                                                                             pembinaan pada seorang Kiai di Bandung.
542 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Bagi anak-anak, takbir keliling adalah       dini hari, sambil mengurusi pembagian zakat
momentum yang sangat ditunggu-tunggu              fitrah. Takbir kemudian dilanjutkan usai shalat
denga suka cita. Takbiran dinilai penting bagi    subuh sampai shalat Idul Fitri dimulai.
pembinanan anak. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) pernah minta pengurus                 Seiring berjalannya waktu dan
masjid dan mushala untuk memfasilitasi            perkembangan kepemilikan kendaraan di
kegiatan takbir keliling yang menyenangkan        pedalaman, takbir keliling juga berubah.
bagi anak-anak di sekitarnya.                     Penduduk tidak lagi berjalan kaki untuk
                                                  berkeliling kampung, mereka menggunakan
     Malam takbiran dinilai KPAI bisa             kendaraan. Luasan kawasan takbiran keliling
menjadi momentum rekreasi religi bagi anak        tidak lagi terbatas di desa-desa, mereka bahkan
untuk mengartikulasikan keberagamaan.             takbir sampai di pusat-pusat keramaian daerah
Kegiatan tersebut bagi anak-anak tetap perlu      dan perkotaan.
pendampingan orang tua agar anak dapat
melewati malam takbiran dengan khidmat                 Untuk takbiran berkeliling kota, umumnya
untuk menginternalisasi nilai-nilai Idul Fitri    warga menggunakan mobil bak terbuka.
kepada anak.                                      Karena masing-masing desa takbir keliling ke
                                                  kota, bukan lagi terbatas di desanya, maka
     Anak-anak perlu diberi ruang leluasa         kota atau pusat-pusat keramaian menjadi
untuk ikut takbir, baik di masjid maupun          penuh kendaraan berisi rombongan takbiran.
takbir keliling, sambil bermain, namun            Dari sinilah mulai ada larangan takbir keliling
tetap di bawah pengawasan, pendampingan           menggunakan mobil bak terbuka. Takbir
dan pembimbingan orang tua serta orang            keliling kemudian dianggap sebagai sumber
dewasa di sekitarnya. Pemerintah dan aparat       kemacetan di malam takbiran.
keamanan juga didorong memfasilitasi
kegiatan keagamaan di malam Idul Fitri yang            Selain dianggap sumber kemacetan,
menyenangkan bagi anak, bersifat edukatif,        di beberapa daerah takbir keliling dilarang
berciri fun, serta menjamin keamanan dan          karena disalahgunakan untuk kegiatan kurang
kenyamanan.                                       bermanfaat. Seperti di Pamekasan, Madura,
                                                  takbir keliling justru disalhgunakan sebagai
     Pembacaan takbir Idul Fitri dimulai sejak    ajang mabuk-mabukan oleh segelintir anak
matahari terbenam di hari terakhir bulan          muda. Takbir keliling yang umumnya menjadi
Ramadhan, dan terus berlangsung sepanjang         simbol semangat keagamaan ternoda oleh
malam, hingga shalat Idul Fitri dimulai pada      kericuhan dan kekurangtertiban. Kota-kota
esok harinya. Sementara waktu membaca             yang menyebut diri sebagai kota Islami pun
takbir Idul Adha lebih panjang.                   sebagian mulai menutup diri terhadap takbir
                                                  keliling. Di Jakarta, takbir keliling juga sempat
     Dimulai sejak terbenamnya matahari pada      dilarang Gubernur. Kontroversi pun meluas.
hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah sampai habis
waktu shalat ashar di akhir hari tasyrik tanggal       Di Banyuwangi Jawa Timur, ada lomba
13 Dzulhijjah. Belum ditemukan dokumen yang       takbiran pada malam Idul Fitri. Peserta lomba
menjelaskan kapan takbir keliling pertama kali    takbiran menghabiskan dana jutaan rupiah
dimulai. Warga umumnya menjelaskan, tradisi       untuk menyewa sound system dan ditaruh
ini sudah ada sejak mereka masih kecil.           di atas truk fuso. Suasana menjadi sangar
                                                  semarak. Namun ada juga efek samping
Lokasi dan Instrumen                              keresahan warga sekitar. Ada warga yang
                                                  bagian rumahnya pecah karena kerasnya
     Takbir keliling dulu dilaksanakan hanya di   frekuensi susunan speaker satu truk fuso yang
kampung dan desa. Warga, terutama anak-anak       berkeliling kampung.
dan remaja, membawa obor bambu berkeliling
kampung sambil mengucapkan takbir. Orang               Dalam sebagian momentum lebaran,
tua takbiran tetap di dalam masjid sambpai        semarak takbiran mengalami penurunan
                                                  antusiasme ketika makin sering terjadi
                                                  Edisi Budaya | 543
perbedaan penentuan Idul Fitri antar             membantu menyukseskan acara keagamaan
ormas Islam tetentu dengan Sidang Itsbat         warga lain yang berbeda agama. Ketika hari
Kementerian Agama. Persiapan takbiran pun        Paskah, giliran masyarakat muslim yang
terasa jadi terganggu.                           membantu menyiapkan beberapa keperluan.
Variasi Berbagai Daerah                               Di daerah Dompu, Nusa Tenggara Barat,
                                                 malam takbiran diperingati dengan membakar
     Beberapa insiden tersebut tidak membuat     Ilo Sangguri atau obor. Di Jawa, dinamakan
antusiasme takbiran keliling secara nasional     oncor. Pendduduk percaya, dengan adanya
terganggu. Gema takbir keliling masih            Ilo Sangguri, malaikat dan roh leluhur akan
berlangsung di berbagai daerah. Di Aceh, takbir  datang. Namun seiring maraknya penerangan
keliling didukung penuh pemerintah daerah.       listrik, Ilo Sangguri semakin jarang ditemukan.
Pemerintah Aceh menyediakan mobil-mobil
dinas untuk digunakan sebagai kendaraan               Pasa zaman penjajahan Belanda, takbir
pawai takbir keliling. Pemerintah daerah juga    keliling di Dompu digunakan sebagai sarana
menyediakan bus dalam jumlah yang tidak          mengumpulkan masa untuk melawan
sedikit.                                         Belanda. Takbir disertai tahlil dipakai untuk
                                                 mengorbankan semangat rakyat. Mereka
     Takbiran yang tidak kalah menarik ada       sekaligus bertekad untuk syahid di jalan Allah
di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi         SWT.
Kepulauan Riau. Hampir setiap kampung
di Anambas mengadakan lomba pawai                     Sedangkan Gorontalo melaksanakan
takbiran atau takbir keliling. Peserta takbiran  takbir dengan cara berbeda. Gorontalo
diharuskan berjalan kaki keliling kampung        menyambut malam takbiran sejak seminggu
dan tetap membawa obor. Prestasi kelompok        sebelumnya dengan mengadakan acara
pawai diukur dari kerapihan barisan. Semakin     tumbilotohe. Ini adalah malam pasang lampu.
rapi semakin baik.                               Tujuan awalnya untuk menerangi jalanan yang
                                                 digunakan jamaah ketika akan melaksanakan
     Takbiran serupa di Anambas juga             ibadah tarawih di malam hari.
dilaksanakan di Kabupaten Slamen, D.I.
Yogayakarta. Kompetisi takbiran di Sleman             Semakin hari tradisi ini semakin ramai.
terlaksanan belakangan. Takbiran keliling juga   Di lapangan-lapangan penuh berisi botol
dilaksanakan pada malam hari raya Idul Adha.     kecil yang berisikan minyak tanah dan ada
Warga berebutan menjadi pemenang agar            sumbunya untuk dinyalakan api. Botol inilah
mendapatkan hadiah tiga ekor kambing.            yang digunakan dalam malam tumbilotohe.
     Takbir keliling tak kalah kreatif                Salah satu tradisi takbiran yang berbeda
ditunjukkan warga muslim minoritas di Kupang     dibanding daerah lainnya ada di Muara
NTT. Mereka menjamin bahwa takbiran tidak        Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumbar.
membuat macet jalan raya. Tentu saja, karena     Bila pada daerah lain takbir keliling hanya
masyarakat muslim melaksanakan takbiran          dilaksanakan malam hari, di Seberut, takbir
di atas perahu di patai. Dinamakan Takbir        juga dilaksanakan pagi hari. Banyak muallaf di
Samudera. Rute takbir dimulai dari Masjid        sana yang antusias ikut takbiran.
Nurul Mubin di Pantai Namosain sampai
wilayah patai dekat Kelapa Lima, Kota Kupang.         Kutoarjo, Purworejo, Jateng memaknai
Jaraknya sekitar 10 kilometer.                   takbir keliling secara berbeda. Di sini,
                                                 tepatnya di Desa Wurun, takbir keliling
     Uniknya lagi, peserta takbiran itu bukan    disebut pengajian takbir keliling. Kegiatan ini
hanya warga muslim. Warga yang beragama          dilaksanakan di rumah-rumah warga secara
kristen juga ikut memeriahkan takbiran           rutin setiap malam Sabtu dua minggu sekali.
karena profesi mereka sebagai nelayan1.          Pesertanya remaja desa. Penentuan tuan
Warga Kupang memang sudah terbiasa saling        rumahnya dengan mengundi, apabila nama
                                                 yang tercantum keluar, maka nama itu wajib
544 | Ensiklopedi Islam Nusantara
menjadi tuan rumah di pengajian selanjutnya.    5 juta. Untuk membuat enam buah, maka
                                                dibutuhkan dana Rp. 30 juta. Syarat untuk
     Waktu pengajian dilaknakan setelah         mengikuti festival meriam karbit, minimal
shalat isya dengan jumlah peserta 20 orang      menggunakan lima meriam karbit.
yang terdiri dari murid tingkat SMP dan SMA.
Sebelum memulai pengajian, diadakan shalat           Salah satu meriam harus berbahan kayu.
berjamaah dengan diimami kiai desa setempat.    Meriam berasal dari kayu atau kelapa yang
                                                disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk
     Pengajian ini dimulai dengan membaca       tabung. Agar rapat, meriam tersebut dikelilingi
tahlil untuk leluhur. Kemudian dilanjutkan      dengan rotan, agar meriam tidak pecah.
simakan Al-Quran atau tadarus Al quran yang
dipimpin seorang Ustad yang bertujuan agar           Takbir keliling unik lainnya berlangsung di
usia remaja tidak melupakan kitab suci Al       Bengkulu. Kota di Sumatera bagian Selatan ini
Quran dan menambah pengetahuan dengan           memiliki tradisi khas yang diberi nama Bakar
cara yang benar serta memahami arti yang        Gunung Api. Gunung Api yang dimaksud
terkandung di dalam Al Quran.                   adalah batok kelapa yang disusun meninggi.
                                                Susunan batok kelapa itu diletakkan di depan
     Sang ustad memberikan materi berupa        rumah atau di halaman belakang masing-
fikih seperti tata cara shalat wajib, sunnah,   masing warga. Bila malam tiba, susunan itu
shalat jenazah dan lain sebagainya. Setelah     dibakar dengan api. Tradisi ini merupakan
utadz rampung, ceramah dilanjutkan dengan       wujud syukur kepada Allah SWT dan doa
wejangan kiai agar peserta remaja mendapat      kepada keluarga yang sudah wafat agar
ilmu pengetahuan agama yang mencukupi.          tenteram di kuburnya.
Tuan rumah menyediakan konsumsi sehingga
menambah kenyamanan pengajian di tempat              Suku yang melaksanakan Bakar Gunung
tersebut.                                       api adalah Suku Serawai. Suku ini merupakan
                                                suku terbesar kedua di Bengkulu. Suku
     Perayaan malam takbiran Idul Fitri dengan  ini percaya bahwa api adalah media yang
cara berbeda dilaksanakan di Pontianak,         menyambungkan diri mereka dengan arwah
Kalbar. Di kota ujung barat kalimantan ini,     yang mendahului mereka. Sayangnya,
takbiran dilaksanakan dengan meriam raksasa.    seiring berkurangnya pasokan kelapa dan
Meriam tersebut rata-rata berdiameter 80        meningkatnya aliran listrik, tradisi ini semakin
centimeter. Panjangnya mencapai tujuh meter.    sepi dan kian ditinggalkan.
Oleh warga pontianak, meriam ini dinamakan
meriam karbit.                                       Belakangan, dikarenakan sering terjadi
                                                perbedaan penentuan hari lebaran membuat
     Festival meriam karbit ini bermula sejak   semarak takbiran agak berubah. Mereka yang
zaman Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie       berbeda dengan mainstream, hanya takbiran
(1771-1808). Kala itu, sultan melontarkan dua   di masjid, tidak takbir keliling ke jalanan.
peluru meriam. Peluru pertama jatuh di tengah   Di masjid pun tidak menggunakan pengeras
hutan dan kini menjadi Istana Al Kadrie.        suara.
Peluru kedua jatuh di samping sungai yang kini
menjadi Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman.             Walhasil, ekspresi malam takbiran di
Tafsiran lain menyatakan bahwa tujuan           nusantara, berlangsung secara kreatif dan
Sultan melontarkan meriam adalah mengusir       variatif. Ragam seremoninya potensial
kuntilanak. Dulu warga menyebut kuntilanak      dikembangkan sebagai obyek distinasi wisata
dengan puntianak. Dan dari sinilah nama kota    religi. Era desantralisasi memberi peluang
Pontianak berasal.                              bagi berbagai daerah untuk berkompetisi
                                                menyajikan dan mengembangkan keunikan
     Dana meriam karbit biasanya berasal dari   masing-masing model takbiran kelilingnya.
APBD. Untuk membuat satu meriam karbit
dari bahan kayu dibutuhkan dana sekitar Rp.                                                             [Asrori S Karni]
                                                Edisi Budaya | 545
Sumber Bacaan
Abdurrohim,  http://www.madinatuliman.com/3/2/525-anjuran-menghidupkan-malam-hari-raya-dan-komentar-
ulama.html
Abidin, Mas’oed. 1997. Islam dalam pelukan Muhtadin Mentawai. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Agmasati,Silvita. http://ramadhan.kompas.com/story/read/2016/07/06/140500427/8.Festival.Unik.di.Indonesia.Saat.
Lebaran.
Andre Moller, Ramadan di Jawa: Pandangan Dari Luar, Nalar Jakarta, Sepember 2005
Budiwanti, Erni. 1995. The Crescent behind the thousand holy temples: an ethnographic study of the minority Muslims of
Pegayaman, North Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hediawati, Rini. 2009. Budaya Takbir Keliling Pada Bulan Ramdhan di Indramatu Jawa Barat. Universitas Gunadharma.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/07/05/o9ubdb280-kpai-minta-masjid-fasilitasi-takbir-
keliling-bagi-anakanak
http://www.daaruttauhiid.org/berita/read/838/mendengar-takbir-perempuan-ini-masuk-islam.html
Lubis, Firman. 2008. Jakarta 1950-an: Kenangan Masa Remaja. Jakarta: Masup Jakarta.
Madjid, Nurcholis. 2007. Renungan di Bulan Ramadlan. Jakarta: Mizan.
Maksum, Ali. 2006. Risalah Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Maruto, Riski. http://bengkulu.antaranews.com/berita/38392/bakar-gunung-semarakkan-takbiran-di-bengkulu
Ratomo, Unggul Tri. http://ramadhan.antaranews.com/berita/571547/remaja-masjid-kupang-libatkan-warga-kristen-
dalam-gema-takbiran-samudra
Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal-
muasal-kota-pontianak
Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal-
muasal-kota-pontianak
Siahaan, Daniel. 2006. Berlebaran di Kantong Kristen. Reforma Edisi 46: 16-31 Oktober.
Subky, Badruddin Hasyim. 2012. Misteri Kedua Belah Tangan dalam shalat, dzikir, dan doa.. Depok: Swadaya Group.
Wacana, Lalu dan Abdul Wahab. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusatenggara Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, Lalu. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Widiyanto, Danar. http://krjogja.com/web/news/read/9178/Unik_Di_Plosokuning_Takbiran_Berhadiah_Kambing
546 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tarekat
Jalan atau cara untuk mendekatkan diri         pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh
       kepada Allah Swt. (taqarrub ila allah)  seorang mursyid kepada muridnya. Tarekat
       berdasarkan ajaran dari para guru       disebut juga dengan ordo sufi, karena menjadi
(mursyid). Jalan ini adalah perwujudan dari    bagian penting dari ajaran-ajaran para guru
ajaran tasawuf (sufisme) dalam Islam sesuai    tasawuf.
dengan pemahamaa atas Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Di Indonesia, sejak pertama kali            Dalam kitab Kifayah al-Azkiya’, tarekat
Islam berkembang di Nusantara, tarekat telah   adalah memilih perilaku yang lebih berhati-
menjadi salah satu cara untuk berdakwah.       hati, seperti wira’i, ‘azimah (memilih hukum
Jumlah tarekat yang berkembang di Nusantara    yang utama, bukan yang gampang), dan riyadlah
sangat brragam dan sebagian memahaminya        untuk menghindari kemewahan duniawi.
dengan pendekatan aspek lokalitas. Para        Selanjutnya, tarekat juga kebergantungan
tokoh sufi di Nusantara selalu tidak tunggal   pelaku suluk pada keadaan yang berat, seperti
jenis tarekat yang diikutinya. Tidak jarang,   riyadlah yaitu meminimalisir nafsu dengan
bagi seorang mursyid mempunyai lebih dari      cara makan dan minum sedikit saja serta
satu tarekat, misalnya Abdurrauf As-Sinkili    menjauhi hal-hal yang mubah yang tidak
menjadi mursyid tarekat Syatariyah, tapi juga  bermanfaat. Adapun dalam Tanwir al-Qulub,
tarekat Qadiriyah, dan yang lainnya. Pada      tarekat adalah menjauhi hal-hal yang haram,
masa Indonesia kontemporer, tarekat-tarekat    yang makruh, dan hal-hal yang mubah yang
tersebut diseleksi oleh Nahdlatul Ulama        tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal
(NU) sebagai representasi ulama tarekat di     yang wajib, dan sekuat tenaga melaksanakan
Nusantara. Bagi tarekat yang terseleksi maka   hal-hal yang sunat, di bawah asuhan seorang
disebut tarekat muktabarah an-nahdliyyah.      mursyid yang arif yang maqamnya tinggi.
Asal Kata Tarekat                              Konteks Tarekat
     Tarekat berasal dari kata bahasa Arab,         Tarekat berasal dari suatu ajaran tasawuf
tariqah. Secara etimologis kata ini mempunyai  atau sufisme Islam tertentu. Tasawuf adalah
beberapa arti, yaitu jalan, cara (kaifiyyah),  falsafah hidup dan metode tertentu dalam suluk
metode, sistem (uslub), mazhab, aliran,        yang dilakukan manusia untuk merealisasikan
dan keadaan (halah). Secara istilah dalam      kesempurnaan akhlak, pemahaman tentang
tasawuf, tarekat juga mempunyai beberapa       hakekatnya, dan kebahagiaan ruhaninya.
definisi sesuai pendapat para tokohnya.        Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809), sufisme
Menurut Syaikh Ahmad al-Kamsyakhnawi           adalah pengetahuan yang dipelajari
an-Naqsyabandi dalam Jami’ al-Ushul, tarekat   seseorang agar dapat berlaku sesuai dengan
adalah cara tertentu yang dilakukan para       kehendak Allah melalui penjernihan hati
pelaku suluk menuju kepada Allah Swt.,         dan membuatnya riang terhadap perbuatan-
dengan menempuh beberapa pos dan maqam         perbuatan yang baik (Haeri, 2000: 4). Tasawuf
(tingkatan). Adapun secara umum tarekat        selaras dengan sufisme, nama lain dari mistik
dipahami untuk menyebut suatu bimbingan        Islam (Schimmel, 2009: 1).
                                               Edisi Budaya | 547
kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu,
                                                   silsilah (rangkaian periwayatan) juga dapat
                                                   memberikan legitimasi dan otentisitas, serta
                                                   dapat menghubungkan guru dengan murid
                                                   dalam tradisi tarekat.
     Al-Taftazani mencatat karakteristik           Latar Belakang Munculnya Tarekat
(khasa’is) tasawuf ada 5 (lima) hal: pertama, al-
taraqi al-akhlaqi (peningkatan moral); kedua,                Praktik keagamaan dalam Islam
al-fana’ fi al-haqiqah al-mutlaqah (kesirnaan      yang mengedepankan nilai-nilai zuhud dan
dalam hakekat (realitas) yang mutlak.              zikir kepada Allah Swt. merupakan bagian tak
Inilah ciri tasawuf dengan maknannya yang          terpisahkan dari ajaran tasawuf. Oleh karena
mendalam; ketiga, al-‘irfan al-zauqi al-mubasyir   itu, tidak mengherankan jika praktik tarekat
(pengetahuan intuisi langsung). Aspek ini          sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw.
pembeda secara epistemologis dengan filsafat.      Para Sahabat Nabi Saw. juga dikenal sebagai
Jika dalam filsafat realitas dipahami sesuai       orang yang sangat menjaga diri dari keduniaan.
dengan metode-metode rasional (manahij al-
‘aql), dalam tradisi suf, terdapat realitas di          Dalam suatu hadis disebutkan, pada saat
balik pengetahuan indrawi (al-hiss) yang sering    itu Islam telah berkembang luas dan umat
disebut dzauq (intuisi) ataupun kasyf, dst.        Islam tengah merasakan kemakmurannya,
Kasyf ini datangnya sangat cepat; keempat,         berkunjunglah sahabat Umar bin Khatab ke
al-tuma’ninah au al-sa’adah (ketenangan atau       rumah Rasulullah Saw. Pada saat masuk ke
kebahagiaan); dan kelima, al-ramziyah fi al-       dalam rumahnya, sahabat Umar tertegun
ta’bir (simbolisme dalam pengungkapannya).         melihat isi rumah Nabi, hanya ada sebuah
                                                   meja dan jalinan daun kurma kasar sebagai
     Dari kelima karakteristik tasawuf itulah      alasnya, lalu di dinding tergantung hanya
sesungguhnya tarekat mempunyai prinsip             sebuah griba (tempat air) yang biasa digunakan
sendiri untuk menunjukkan kemandirian              untuk berwudlu. Tanpa disadari sahabat Umar
sesuai dengan para gurunya. Dalam tradisi          terharu dan berlinang air matanya, Rasulullah
tarekat, silsilah merupakan bagian yang tak        Muhammad Saw. mendekat dan menegurnya,
terpisahkan keberadaannya. Istilah silsilah        ”Apa yang membuatmu menangis, wahai
dalam tarekat setara dengan istilah isnad          sahabatku?”, Umar menyahut, “Bagaimana aku
(rangkaian periwayatan) dalam tradisi ilmu         tidak meneteskan air mataku, ya Rasulallah,
hadis. Suatu hadis disebut sahih apabila dalam     hanya ada seperti yang kulihat dalam rumah
rangkaian periwayatannya sampai langsung           Baginda, tak ada perkakas rumah tangga
                                                   dan kekayaan kecuali sebuah meja dan griba,
                                                   padahal dalam genggaman Baginda kunci
                                                   dunia Timur dan Barat, serta kemakmuran
                                                   telah melimpah”. Rasulallah Saw. menimpali,
                                                   “Wahai Umar, aku ini Rasulallah, aku bukan
                                                   seorang kaisar dari Romawi dan bukan pula
                                                   seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya
                                                   mengejar duniawi, dan aku mengutamakan
                                                   ukhrawi”. Peristiwa-peristiwa serupa sering
                                                   terjadi pada diri Rasulullaw. yang dapat
                                                   dijadikan sumber praktik tarekat.
                                                        Pada perkembangan awalnya, dalam
                                                   tarekat belum dikenal istilah silsilah dan
                                                   tasawuf, karena langsung berguru kepada
                                                   Nabi Muhammad Saw. dan para muridnya
548 | Ensiklopedi Islam Nusantara
adalah Sahabat Nabi. Akan tetapi, seiring        fa qad tafassaq, wa man tasawwafa wa tafaqqah
dengan dinamika umat Islam, mulai dari friksi    fa qad tahaqqaq”. Pernyataan ini masih berlaku
kepemimpinan selama Khulafa’ur Rasyidin,         hingga sekarang. Kaidah itu memang hanya
Daulah Bani Umayyah, dan pemerintahan            menjelaskan tentang tasawuf, tanpa tarekat,
Daulah Bani Abbasiah, kelompok umat Islam        tetapi makna yang terkandung di dalamnya,
yang mengikuti praktik keagamaan Nabi Saw.       apa yang dilakukan berkaitan dengan tarekat
seperti di atas, disebut dengan zuhhad, nussak,  haruslah tidak melepaskan fikih. Sebab, jika
dan ubbad.                                       fikih ditinggalkan maka amaliah dalam tarekat
                                                 masuk dalam kategori zindik.
     Sejak abad ke-3-4 Hijriyah, tarekat mulai
berkembang meskipun masih sederhana,                  Sesuai dengan penjelasan di atas, tarekat
seperti Taifuriyah yang mengacu kepada           tidak dapat dilepaskan dari tasawuf dan
Abu Yazid al-Bustami, al-Khazzaziyah, yang       fikih. Sebab, pada dasarnya, tasawuf adalah
mengacu pada Abu Sa’id al-Khazzaz. Tarekat       fenomena kemanusiaan universal dalam
mengalami perkembangan pada abad ke-6-7          setiap agama dan kebudayaan. Tasawuf
Hijriyah. Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani (471-  diumpamakan sebagai filsafat kehidupan dan
561 H) dianggap sebagai peletak dasar tarekat    metode tertentu dalam perjalanan manusia
(Shihab, 2009:183-184) dengan Tarekat            untuk memperoleh hakikat kesempurnaan
Qadiriyah. Setelah itu, kelembagaan tarekat      akhlak, pengetahuan hakiki, dan kebahagiaan
berkembang terus sesuai dengan kehadiran         ruhani (Zaqzuq, 2009).
para sufi, antara lain
Tarekat Suhrawardiyah                            Berdasarkan definisi
berasal dari Syihab al-Din
Abu Hafs al-Suhrawardi                           yang disebutkan di atas,
(539-632 H), Tarekat
Rifa’iyah yang mengacu                           dan juga yang terdapat
pada Ahmad bin ‘Ali Abu
al-‘Abbas ar-Rifa’i (w. 578                      dalam        kitab-kitab
H), Tarekat Syaziliyah
yang dinisbatkan kepada                          tasawuf dan tarekat,
Abu al-Hasan bin ‘Abd
Allah asy-Syazili (593-                          seperti ditulis Syaikh
632 H), Tarekat Kubrawiyah yang mengacu
pada Najm ad-Din Kubra (540-618 H), dan          Zakaria al-Ansari, Syaikh
Tarekat Naqsabandiyah yang dinisbahkan
kepada Baha’ ad-Din an-Naqsaband (717-791        Ahmad Zaruq, dan Ibn
H). Termasuk dalam perkembangan tarekat
yang maju itu adalah Tarekat Syatariyah yang     Ajibah, dapat dirumuskan
diacu kepada ‘Abd Allah asy-Syattari (w. 890
H.). Seperti dijelaskan Trimingham (1971),       bahwa tasawuf adalah
perkembangan tarekat di belahan dunia sampai
dengan abad ke-19-20, mulai dari Mesir, Iran     ilmu untuk mengetahui
hingga ke Asia, pada dasarnya tarekat tidak
dapat dilepaskan dari silsilah dan ajaran.       pembersihan  jiwa
Tarekat, Tasawuf, dan Ruang Lingkupnya           (tazkiyat an-nufus), pensucian akhlak (tasfiyat
     Imam Ghazali pernah menyatakan, bahwa       al-akhlaq), pensucian batin (tasfiyat al-
“man tasawwafa wa lam yatafaqqah fa qad
tazandaq, wa man tafaqqaha wa lam yatasawwafa    bawatin), kedamaian hati (islah al-qulub),
                                                 memahami kebaikan tindakan (islah al-‘amal),
                                                 dan bagaimana cara-cara suluk menuju sang
                                                 raja diraja, Allah swt. untuk memperoleh
                                                 kebahagiaan abadi dan mengetahui hakikat
                                                 dengan bukti-bukti, seperti ilmu kedokteran
                                                 untuk menjaga badan. Sementara itu, sufi
                                                 adalah orang yang mensucikan hatinya
                                                 untuk Allah dan pensuciannya itu untuk
                                                 mu’amalahnya, hubungan manusia dengan
                                                 sang Pencipta yang agung. Ringkasan definisi
                                                 tasawuf tersebut tercantum dalam kitab
                                                 Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf (Isa, 2001: 17-19).
                                                      Pendapat para sufi tentang tasawuf
                                                 juga sudah dikumpulkan secara ringkas oleh
                                                 Annemarie Schimmel (2009: 15-18). Dari
                                                        Edisi Budaya | 549
berbagai pendapat tersebut, ada beberapa           Tarekat Nabawiyah dan Tarekat Salafiyah.
kutipan penting dari Kitab al-Luma’ fi at-         Tarekat nabawiyah disebut juga tarekat
Tasawwuf sebagai berikut:“Tasawuf berarti          muhammadiyah, yaitu amalan yang berlaku
tak memiliki apa pun dan tak dimiliki apa          pada masa Rasulullah Muhammad saw.
pun”. “Tasawuf adalah kebebasan dan                Sementara itu, Tarekat Salafiyah adalah cara
kedermawanan, dan tiadanya paksaan diri”.          beramal dan beribadah pada masa Sahabat
“Kaum sufi adalah orang-orang yang lebih suka      dan Tabiin dengan maksud memelihara dan
kepada Allah daripada apapun dan Allah lebih       membina syariat Rasulullah Muhammad Saw.
suka kepada mereka daripada apa pun”.              setelah abad ke-2 Hijriah, Tarekat Salafiyah
                                                   ini berbeda karena sudah dipengaruhi oleh
     Untuk sampai pada pemaknaan tentang           pemikiran filsafat dan hubungan manusia
tasawuf tersebut diperlukan beberapa cara.         dengan manusia lainnya yang berbeda bangsa
Tarekat adalah cara yang ditempuh para sufi        dan negaranya. Oleh karena itu, amalan
dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal      para sufi yang bertujuan untuk kesucian itu
dari syariat. Dalam bahasa Arab, jalan utama       dilakukan melalui empat hal, yaitu syari’at,
itu disebut syar’ , dan anak jalan disebut tariq.  tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Tujuan akhir
Dalam perjalanan pengembaraannya (suluk),          para sufi adalah mencapai ma’rifat, yakni
seorang tariq ditemani oleh salik melalui          mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan
berbagai persinggahannya (maqamat), baik           perbuatan-Nya (Said, 1999: 9-10).
cepat ataupun lambat, sehingga dia mencapai
tujuannya, yaitu tawhid sempurna.                       Mengingat tarekat sebagai cara atau jalan
                                                   menuju Allah Swt., pada dasarnya, jenis tarekat
     Menurut Schimmel, jalan tritunggal            itu tak terbatas jumlahnya. Pada prinsipnya,
kepada Allah dijelaskan dalam suatu hadis          setiap manusia semestinya harus mencari dan
Nabi. Saw., “Syariat adalah perkataanku            merintis jalannya sendiri sesuai dengan bakat
(aqwali), tarekat adalah perbuatanku (a’mali),     dan kemampuan tingkat kebersihan hatinya
dan hakikat adalah keadaan batinku (ahwali).       (Simuh, 1996:40). Akan tetapi, seiring dengan
Pernyataan serupa diungkapkan dalam Kasyful        perkembangannya, tarekat menjelma seakan-
Mahjub karya Al-Hujwiri, seperti dikutip           akan menjadi suatu kelembagaan sendiri.
Schimmel (2009: 123-4).
                                                        Dalam kitab Khazinah al-Asrar disebutkan
     “Hukum tanpa kebenaran adalah                 orang yang silsilah/sanadnya tidak
     pamer dan kebenaran tanpa hukum               bersambung ke hadirat Nabi Saw. itu terputus
     adalah kemunafikan. Hubungannya               dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris
     yang timbal balik dapat diumpamakan           Rasulullah Saw. serta tidak boleh membaiat dan
     hubungan antara tubuh dan roh; kalau          member ijazah. Dalam kitab Usul at-Tariq juga
     roh meninggalkan tubuh, tubuh hidup           dijelaskan, semua ulama salaf sepakat bahwa
     berubah menjadi mayat dan roh hilang          orang yang silsilahnya tidak bersambung
     bagaikan angin. Kesaksian iman seorang        kepada guru-guru tarekat dan tidak mendapat
     muslim mencakup keduanya: kata-               izin untuk memimpin umat di majlis tarekat,
     kata “Tiada Tuhan melainkan Allah”            tidak boleh menjadi mursyid, tidak boleh
     adalah kebenaran, sedangkan kata-kata         membaiat, tidak boleh mengajarkan zikir dan
     “Muhammad adalah utusan Allah adalah          amalan-amalan lain dalam tarekat (Masyhuri,
     Hukum. Barangsiapa mengingkari                edit. 2006: 14-15)
     Kebenaran adalah kafir dan barangsiapa
     menolak Hukum adalah penyeleweng”.                 Berkaitan dengan itu, organisasi Islam di
                                                   Indonesia yang sangat dekat dengan nuansa
     Dengan demikian, tauhid tetap menjadi         tarekatnya, Nahdlatul Ulama telah membuat
sesuatu yang sangat penting dalam tarekat,         kriteria tarekat mu’tabarah (standar) dan gairu
selain syari’at, dan hakikat. Menurut              mu’tabarah pada Muktamar ke-3 pada tahun
perkembangannya, pada permulaan Islam,             1928. Ada empat kriteria tarekat muktabarah.
tarekat terbagi dalam dua jenis, yaitu             Pertama, berdasarkan syari’at Islam dalam
550 | Ensiklopedi Islam Nusantara
pelaksanaannya. Kedua, berpegang teguh         Syatariyah Naqsabandiyah, Syatariyah
kepada salah satu dari mazhab fikih yang       Rifa’iyah, dan Syatariyah Muhammadiyah.
empat (Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali).
Ketiga, mengikuti haluan Ahlussunnah                Ajaran-ajaran tarekat secara umum, berisi
Waljama’ah. Keempat, memiliki ijazah dengan    tentang 1), istigfar; 2), shalawaat Nabi; 3), zikir;
sanad muttasil, yaitu silsilah guru yang       4), muraqabah; 5), wasilah; 6), rabithah; 7),
berkesinambungan dengan Nabi Muhammad          suluk dan uzlah; 8), zuhud dan wara’; 9), wirid;
Saw. (Shihab, 2009: 189).                      10), hizib; 11), khataman atau khususiyah;
                                               12), ataqah atau fida’; 13), istighatsah; 14),
     Di antara tarekat yang masih berkembang   manaqib, dan 15), ratib.
di dunia, antara lain tarekat Khistiyah di
India, tarekat Mawlawiyah di Turki, tarekat         Para tokoh tarekat di Nusantara sejak abad
Nikmatullah di Persia, dan tarekat Sanusiyah   ke-15/16 hingga abad ke-20 yaitu Walisongo;
di Afrika Utara. Adapun tarekat-tarekat        Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang, Sunan
yang berkembang pesat di Indonesia, antara     Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan
lain tarekat Qadiriyah, tarekat Syadziliyah,   Kudus, Sunan Muria, Sunan Drajat, dan Sunan
tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Khalwatiyah,   Gunung Jati; lalu Hamzah Fansuri, Abdurrauf
tarekat Syatariyyah, tarekat Samaniyah,        As-Sinkili, Yusuf al-Makassari, Ahmad Khatib
tarekat Tijaniyah, dan tarekat Qadriyah        Sambas, Burhanudin Ulakan, Abdul Muhyi
wa Naqsyabandiyah. Tarekat-tarekat lain        Pamijahan, Abdullah bin Abdul Qahhar, Hasan
yang juga diamalkan umat Islam antara lain     Maolani Lengkong, Ahmad Rifa’i Kalisalak,
Suhrawardiyyah, Rifa’iyyah, Naqsabandiyah      Asy’ari Kaliwungu, Muqayyim Buntet,
Haqqaniyah, Malamatiyah, Khalwatiyah,          Anwarudin Kriyani Buntet, dan Pangeran
Idrisiyah, Haddadiyah, Ghazaliyah, Dasuqiyah,  Jatmaningrat Kaprabonan Cirebon.
Aidrusiyah, Ahmadiyah Badawiyah, Alawiyah,
                                                                                                    [Mahrus el-Mawa]
                                            Sumber Bacaan
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, penterj. Farid Wajdi. Jogjakarta: Gading, 2012
‘Isa, ‘Abd al-Qadir. Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf. Suriah: Dar al-‘Irfan, 2001.
Masyhuri, Aziz. Enskiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Surabaya: Imtiyaz, 2011.
Mulyati, Sri (et.al.), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004
Said, H.A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: Alhusn Zikra, 1999.
Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penterj. Sapardi Djoko Damono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
Shihab, Alwi. al-Tasawwuf al-Islami wa Asaruhu fi al-Tasawwuf al-Indunisi al-Mu’asir. Diterjemahkan Idy Subandi Ibrahim
         dan Tholib Anis. Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Iman, 2009.
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UIP, 1988.
Al-Taftazani, Abu al-Wafa, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islami. Kairo: Dar as-Saqafah, 1983.
______. Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf. Penterj. Ahmad Rafi’ Utsman. Bandung: Pustaka,
         1985.
                                               Edisi Budaya | 551
Tarhim
Tarhim ialah              bacaan      yang      karya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy
        dikumandangkan     dari     masjid      yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah
        atau mushala    dengan     maksud       Muhammad saw. Shalawat tarhim sering di
                                                kumandangkan sepuluh menit menjelang
membangunkan kaum muslimin untuk                subuh, setelah imyak atau kadang juga
                                                berkumandang menjelang azan shalat lima
persiapan shalat Subuh. Lebih dari itu, tarhim  waktu. Tidak hanya di masjid tapi juga di radio-
                                                radio, terlebih pada bulan Ramadhan.
juga membantu membangunkan mereka yang
                                                     Shalawat tarhimnya Syaikh Mahmud
ingin menjalankan shalat tahajud, karena        Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi,
                                                memakai huruf ( ﺡtarhim) dan memakai
shalat ini dapat dikerjakan pada saat itu.      huruf ( ﺥtarkhim). Hal ini dapat dimaklumi,
                                                karena sebagian orang terutama orang Jawa
Tarhim banyak didengar terutama saat bulan      biasa mentransliterasikan huruf  ﺡmenjadi
                                                “kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga
suci Ramahan. Bacaan yang dikumandangkan        membenarkan variasi penulisan “tarkhim”
                                                sebagai transliterasi dari  ﺗﺮﺧﻴﻢyang mengacu
umumnya bervariasi, ada yang berisi seruan      pada lantunan zikir yang sama. Menurut
                                                beliau, tarkhim dengan huruf  ﺥmemiliki
agar kaum muslimin bangun dan siap              makna mengagungkan Allah Swt.
melakukan shalat shubuh, ada juga yang               Kaum muslimin yang pada
                                                memilikirkewajiban untuk mandi besar
mengingatkan pentingnya shalat tahajjud, ada    atau rutin mandi sunnah sebelum subuh
                                                diuntungkan dengan adanya tarhim, begitu
juga mengucapkan sahur... sahur… dan lain-      pula bagi mereka yang berniat puasa sunnah
                                                di hari biasa maupun puasa wajib di bulan
lain.                                           Ramadhan. Kumandang tarhim akan menjadi
                                                penanda masuknya waktu sahur dan imsak,
     Tarhim dikenal juga sebagai pembacaan      kegiatan tarhim merupakan ciri khas warga
syair yang berisi pengagungan kepada Allah      NU yang dapat dijadikan sebagai indentitas
SWt dan doa atas nikmat yang diberikan lalu     Islam Nusantara.
bersyukur. Usai pembacaan tarhim biasanya
masyarakat melaksanakan shalat tahajud               Akan tetapi akhir-akhir ini masjid dan
hingga menjelang waktu subuh. Tujuan            mushala lebih banyak memilih memutar
lain dari tarhim adalah menyerukan kaum         kaset ayat-ayat Al-Qur’an karena lebih praktis
muslimin agar mengisi sepertiga malam           ketimbang mendatangkan seseorang yang
terakhir yang banyak keutamaan di dalamnya      bersedia mengumandangkan alunanutarhim.
seperti bermunajat, shalat sunah tahajut,       Dulu, orang-orang yang mampu
shalat hajat, istikharah dan sebagainya.        mengumandangkan tarhim dapat didatangkan
     Selain itu dikenal pula istilah shalawat
tarhim. Shalawat tarhim merupakan shalawat
yang biasa didengar dari pengeras suara di
masjid-masjid atau musholla sebelum azan
Subuh dengan irama yang mendayu-dayu.
Shalawat tarhim diputar sebelum azan subuh
dikumandangkan sebagai penanda masuknya
waktu imsak. Shalawat ini sangat populer
di kalangan masyarakat muslim Indonesia,
khususnya yang tinggal di desa-desa.
       Shalawat tarhim ini merupakan puisi
552 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dari luar daerah dengan upah yang cukup,      Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk
ditambah dengan hadiah sarung atau baju                            yang terbaik
koko, Seiring perkembangan zaman,gpara
pengumandang tarhim ini pun sudah tidak                    اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ
banyak ditemui karena diganti kaset Al-
Qur’an yang diputar kurang lebih 30-60 menit              �ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﺤﻖ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ
sebelum waktu azan.
                                                 Shalawat dan salam semoga tercurahkan
Teks Shalawat Tarhim                                                 atasmu
              اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ                   Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah
          �ﺎ إﻣﺎم اﻟﻤ�ﺎ�ﺪ�ﻦ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ                     اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ
    Shalawat dan salam semoga tercurahkan                �ﺎﻣﻦ أﺳﺮى ﺑﻚ اﻟﻤ��ﻤﻦ �ﻼ
                       padamu
                                                  Shalawat dan salam semoga tercurahkan
  Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah                         padamu
              اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ               Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari,
                                                        Dialah Yang Maha Melindungi
          �ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﻬﺪى �ﺎ ﺧﻴﺮ ﺧﻠﻖ اﷲ
                                                           ﻧﻠﺖ ﻣﺎ ﻧﻠﺖ واﻷﻧﺎم ﻧ�ﺎم
    Shalawat dan salam semoga tercurahkan
                       padamu                 وﺗﻘﺪﻣﺖ ﻟﻠﺼﻼة ﻓﺼﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ اﻟﺴﻤﺎء وأﻧﺖ اﻹﻣﺎم
                                                  Engkau memperoleh apa yang kau peroleh
                                              sementara semua manusia tidurSemua penghuni
                                                langit melakukan shalat di belakangmu dan
                                                             engkau menjadi imam
                                                          وإﻟﻲ اﻟﻤﻨﺘﻬﻰ رﻓﻌﺖ ﻛﺮﻳﻤﺎ
                                                        وﺳﻤﻌﺖ اﺠﺪاء �ﻠ�ﻚ اﻟﺴﻼم
                                                Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha
                                                karena kemuliaanmuDan engkau mendengar
                                                          suara ucapan salam atasmu
                                                        �ﺎ ﻛﺮﻳﻢ اﻷﺧﻼق �ﺎ رﺳﻮل اﷲ
                                                  ﺻﻠﻲ اﷲ �ﻠ�ﻚ وﻟﺒ آﻟﻚ وأﺻﺤﺎﺑﻚ أﺟﻤﻌﻴﻦ
                                                   Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya
                                              RasulullahSemoga shalawat selalu tercurahkan
                                                 padamu, pada keluargamu dan sahabatmu
                                                                                                        [Ismail Yahya]
                                              Edisi Budaya | 553
Tasrifan
Tasrif ))ﺗﺼﺮﻳﻒ                                                      lainnya.
        dalam ilmu tata
        bahasa Arab                                                 Untuk perubahan
artinya perubahan
kata (Ar. Kalimat), dari                                            bentuk kata dengan
satu bentuk (mashdar
atau fi’l madhi) ke                                                 cara penambahan saja
berbagai bentuk lain
yang berbeda-beda                                                   masih dibagi menjadi
sehingga memiliki
makna yang bervariasi.                                              banyak ragam. Dari
Kebanyakan ulama
tidak membedakan                                                    perubahan-perubahan
antara Tasrif dan
Shorf, sehingga ilmu                                                bentuk itu, satu kata
shorf  ))ﺻﺮﻑdan ))ﺗﺼﺮﻳﻒ
dianggap sama.                                                      bisa berubah menjadi
                                                                    berpuluh-puluh
                                                                    kata turunan yang
                                                                    memiliki arti berbeda-
                                                                    beda. Demikian juga
                                                                    dengan penghapusan,
                          Isi Kitab Shorof, Amtsilah tashrifiyah.   penggantian, dan
                                                                    lain-lainnya. Seluruh
                          Sumbr: http://ilmusorrof.blogspot.co.id/
                                                   variasi perubahan di atas ini adalah perubahan
Ilmu shorf membahas tentang aturan dari segi istilahi, dan dari perubahan istilahi ini,
pembentukan kata ()ﺍﻟﺒﻨﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ. Di masing-masing dari puluhan variasi perubahan
antaranya tentang wazn atau timbangan itu masih ditasrif lagi kedalam perubahan
kata (pola). Kata yang digunakan sebagai lughowi jika ingin menggunakannya untuk
wazn dalam tata bahasa Arab adalah kata subyek-subyek yang berbeda.
yang terdiri dari huruf fa’, ‘ain, lam, ( )ﻓﻌﻞdan
berbagai bentuk perubahannya. Setiap kosa               Artinya setiap kata harus drubah lagi
kata dalam bahasa Arab kemudian dibentuk           bentuknya mengikuti wazn atau polanya
atau di-tasrif menggunakan wazn tersebut.          sesuai dengan jumlah subyeknya; satu, dua,
Kata (ﻗﺘﻞmembunuh) misalnya, jika bentuknya        atau jamak, dan apakah subyek tersebut pria
dimodifikasi dennan menambahkan alif               atau wanita, dan apakah subyek tersebut orang
setelah huruf pertama makan akan menjadi ﻗﺎ        pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
 ﺗﻞyang berarti pembunuh.                          Belum lagi jika dikaitkan dengan waktu; masa
                                                   lalu, sekarang, atau akan datang, serta bentuk
Perubahan bentuk kata ( )ﻛﻠﻤﺔdalam tata kata perintah yang juga berbeda.
bahasa Arab memiliki variasi yang sangat
banyak; ada bentuk penambahan ()ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ,                Karena sifatnya yang demikian ini, maka
penghapusan ()ﺍﳊﺬﻑ, perentangan ()ﺍﻟﺘﻄﻮﻳﻞ,         para ulama menyebut ilmu shorf atau tasrif
pemendekan ()ﺍﻟﺘﻘﺼﻴﺮ, peleburan ()ﺍﻻﺩﻏﺎﻡ,          sebagai induk atau ibunya ilmu, karena di
pembalikan ()ﺍﻟﻘﻠﺐ, penggantian ()ﺍﻻﺑﺪﺍﻝ,
pencacatan ()ﺍﻻﻋﻼﻝ, dan masih banyak lagi          dalam disiplin ilmu-ilmu ke-Islaman, terutama
                                                   yang berhubungan dengan tafsir, hadis, dan
554 | Ensiklopedi Islam Nusantara
fikih, pengetahuan tentang akar kata dalam     irama tertentu baik sendirian maupun
tatanan bahasa Arab adalah sangat penting.     bersama-sama. Tasrifan merupakan tradisi
Di dalam tradisi ilmiah di kalangan para       khas pesantren, namun demikian ada juga
ulama, pembahasan terhadap sesuatu harus       beberapa madrasah non-pesantren dan tempat-
dimulai dari definisi ( )ﺗﻌﺮﻳﻒkata, karena     tempat pengajian yang menggunakannya.
tanpa definisi yang jelas, maka pembahasan
mengenai suatu masalah bisa jadi melenceng          Keberadaan pesantren, khususnya di
dan tidak tepat sasaran, yang pada gilirannya  Jawa bisa dilacak sejarahnya hingga ke masa
bisa menyesatkan.                              Maulana Malik Ibrahim. Santri-santri yang
                                               belajar kepada Maulana Malik Ibrahim ini
     Ketika mendefinisikan suatau kata atau    kemudian menyebarkan Islam dan mendirikan
istilah tertentu, para ulama terlebih dahulu   pesantren-pesantren di beberapa tempat .
akan membahau arti kata tersebut menurut       Sejak awal keberadaanya pesantren menjadi
bahasa atau etimologi. Perbedaan pendapat      tempat menimba ilmu-ilmu ke-Islaman,
mengenai akar suatu kata sering terjadi di     selain pengetahuan-pengetahuan lainnya.
kalangan para ulama. Padahal akar kata yang    Mempelajari ilmu-ilmu Islam seperti tafsir,
berbeda—meskipun huruf dan jumlahnya           hadis, fikih, tauhid, dan lain-lainnya tidak bisa
sama—bisa mengakibatkan bentuk tasrif yang     dilakukan tanpa mempelajari bahasa Arab
berbeda dan tentu saja memiliki makna yang     beserta tata bahasanya.
berbeda pula. Biasanya para ahli yang berbeda
pendapat ini menjadikan syair-syair kuno            Pengajaran bahasa Arab dan tata
sebagai pijakan dan dalil, selain ungkapan-    bahasanya, termasuk nahwu-sharf di
ungkapan dalam bahasa Arab yang terkenal       Nusantarapun sudah mulai dilakukan sejak
dan lazim digunakan dimasyarakat. Setelah itu  lembaga-lembaga pendidikan semacam
mereka masih harus membahasnya lagi dari       pesantren berdiri.
sisi makna terminologi atau istilah.
                                                    Snouck Hurgronje menyebut ada dua
     Sebagian ulama menganggap ilmu Sharf      metode pengajaran nahwu-shorf yang
atau Tasrif merupakan bagian dari ilmu         berkembang di Nusantara. Pertama adalah
nahwu—ilmu yang mempelajari tentang            metode lokal (native method), dan yang kedua
perubahan-perubahan i’rab setiap kata, yang    adalah metode Makkah (Meccan Method). Yang
biasanya ditandai dengan perubahan harakat     dimaksud dengan gaya native oleh Hurgronje
atau huruf hidup pada akhir kata. Sebagian     adalah menulis makna gandul pada sela-sela
ulama lain membedakan antara ilmu Tasrif/      teks kitab. Menurut Hurgronje, dulu para kiyai
Sharf dengan ilmu nahwu, meskipun keduanya     tidak mengajarkan nahwu sharf dulu kepada
tidak bisa dipisahkan dalam tata bahasa Arab.  murid-muridnya ketika membacakan (mbalah)
                                               kitab kepada para santri.
     Kebanyakan ulama sepakat bahwa orang
yang pertama kali memisahkan ilmu Tasrif/           Para santri tidak harus pandai nahwu-
Sharf dari ilmu nahwu, untuk menjadi disiplin  sharf dulu untuk mengikuti pengajian kitab-
ilmu tersendiri adalah Mu’adz bin Muslim al-   kitab yang diajarkan oleh para kiyai. Para
Harra’ yang wafat di Baghdad pada tahun 87     santri menulis saja terjemahan yang diucapkan
Hijriyah.                                      oleh para kiyai dalam bentuk makna gandul.
                                               Metode ini bisa dikatakan semacam “belajar
Tasrifan Pesantren                             sambil jalan.” Dalam pengakuanya, Hurgroje
                                               bertemu dengan jamaah haji dari Ponorogo
     Tasrifan adalah istilah yang digunakan    dan Pacitan yang bisa menerjemahkan teks
di pesantren-pesantren Jawa yang artinya       kitab fikih ke dalam bahasa Jawa dengan
melakukan tasrif atas mufradat-mufradat        sangat baik. Keduanya belajar menggunakan
bahasa Arab. Untuk memudahkan menghafal,       metode native.
biasanya para santri mengucapkannya dengan
                                                    Adapun yang dimaksud dengan metode
                                               Makkah adalah mengajarkan ilmu nahwu-
                                               Edisi Budaya | 555
sharf secara terpisah sebelum mengajarkan             Sumber: https://irilaslogo.wordpress.com
kitab-kitab berbahasa Arab. Mula-mula mereka
diajarkan dulu cara mengeja atau disebut                   Syaviq Muqoffi, dalam penelitiannya
juga belajar kitab alip-alipan atau kitab abjad.      mengatakan bahwa kitab Al-Amtsilah al-
Kemudian mereka diminta menghafalkan                  Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali merupakan
mufradat-mufradat dalam tabel seperti dalam           pengembangan dari kitab Matn al-Binak dan
tabel bayanul hudud yang dilengkapi dengan            Al-Tasrif al-‘Izzi. Kitab ini sangat membantu
arti kata dalam bahasa Melayu atau Jawa.              para pelajar dalam memahami perubahan-
                                                      perubahan kata dalam bahasa Arab,
     Setelah mereka hafal mufradat-mufradat           karena dibuat dengan bentuk tabel dengan
dalam tabel, kemudian mereka diminta                  pengelompokan jenis-jenis kata dan wazn atau
menghafalkan bentuk-bentuk perubahannya,              polanya. Dalam buku ini, setiap kata disusun
juga dalam tabel. Selain menghafal perubahan          berjejer mulai dari fi’il madhi sampai isim alat,
bentuk kata, mereka juga sekaligus                    dalam tasrif istilahi. Adapun untuk tasrif
menghafalkan dan melafalkan makna dari                lughawi, tiap kata disusun dari atas ke bawah,
masing-masing kata yang berubah. Hurgronje            mulai dari bentuk kata kerja dengan subyek
misalnya menyebut bahwa ( ﻓﻌﻞartinya adalah)          orang ketiga pria tunggal sampai kata kerja
ma’nane wus agawe wong lanang siji ghoib.             dengan subyek orang pertama jamak.
     Adapun kitab-kitab sharf/tasrif yang                  Sejak abad ke-19 hampir semua tasrifan
digunakan dan dijadikan rujukan dalam                 yang dilagukan oleh para santri menggunakan
mempelajari ilmu sharf/tasrif di Nusantara            model yang ditulis oleh Kiyai Ma’shum Ali ini.
sebelum abad ke-19 adalah kitab-kitab                 Bahkan menurut penelitian Muqoffi, istilah
karangan ulama dari Timur Tengah seperti              tasrif lughawi dan tasrif istilahi adalah ciptaan
Nazm al-Maqsud, Syarh Kailani al-‘Izzi, Matn al-      Kiyai Ma’shum Ali.
Bina’, dan Talkhisu al-Asas fi ‘Ilm al-Sharf. Kitab-
kitab ini dibawa oleh para ulama Nusantara                 Selain kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah
yang belajar di Makkah dan kota-kota lain di          karya Kiyai Ma’sum Ali, di kalangan pesantren
Timur Tengah.                                         juga ada kitab lain karya ulama Nusantara yaitu
                                                      kitab Al-Sharf al-Wadih yang disusun oleh Kiyai
     Pada abad ke-19, sebagaimana dikatakan           Ali Ma’shum. Namun kitab ini kalah populer
Bruinessen, kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah          dibandingkan dengan kitab Al-Amtsilah al-
karya Kiai Ma’sum Ali menjadi sangat populer          Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali.
dan digunakan di pesantren-pesantren,
menggantikan kitab-kitab yang dibawa oleh
para ulama sebelumnya dari Timur Tengah.
Sampai hari ini, kitab ini masih menjadi buku
tabel paling diandalkan dalam pelajaran ilmu
shorf di berbagai pesantren, tidak hanya
pesantren tradisional/salaf, tetapi juga di
beberapa pesantren modern, bahkan di
beberapa lembaga pengajaran bahasa Arab
non-pesantren.
                                   Sumber Bacaan      [Ali Mashar]
Ali ibn Mu’min ibn Muhammad al-Hadromi Abu al-Hasan, Ibn Asfour, Al-Mumti’ al-Kabir fi al-Tasrif, Maktabah Lubnan,
         1996.
Martin Van Bruinese, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Gading Publishing, Yogyakarta, 2012.
Muhammad bin Makram bin Ali Jamaludin Ibn Mandhur, Lisanu al-‘Arab, Dar Shodir, Beirut, 1414 H.
G.W.J. Drewes, The Study of Arabic Grammar in Indonesia, in P.W. Pestman (ed.), Acta Orientalia Neerlandica, EJ. Brill
         Publisher, Leiden, 1971.
Syafiq Muqoffi, Saraf Tasrif Pesantren (Genealogi dan Karakteristik Kitab Tasrif karya KH. Ma’sum Ali dan KH. Ali Ma’sum),
         Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016 (tidak terbit).
556 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tawajjuh
Arti kata dan Istilah Tarekat                     rabithah, dan bagi murid yang berpengalaman,
                                                  sosok ruhani Syekh merupakan penolongnya
Istilah tawajjuh berasal dari bahasa Arab         yang efektif di kala Syekhnya tidak hadir –
    yang merupakan derivasi dari akar kata;       sama seperti ketika Syekhnya ada di dekatnya.
    tawajjaha yatawajjahu tawajjuhan yang         Tetapi, pada umumnya, tawajjuh berlangsung
bermakna menghadap. Sementara dalam               selama dilakukan dzikir berjamaah di mana
disiplin ilmu tasawuf, tawajjuh adalah sebuah     Syekh ikut serta bersama murid-nya. Di
proses spiritual dan kontemplasi di mana          beberapa daerah di Indonesia, zikir bersama
hanya mengkhususkan diri kepada Allah SWT         itu sendiri disebut tawajjuh.
(Ahmad Tarmizi Abdul Rahman, 2010: 77).
Hal ini sebagaimana firmah Allah SWT:             Tawajjuhan di Pesantren
      “Aku hadapkan wajahku kepada (Allah)             Di dalam dunia pesantren yang secara
yang menciptakan langit dan bumi dengan           umum berbasis tarekat, seringkali kita
penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang           menemukan kegiatan yang dikenal dengan
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-           istilah tawajjuhan, yaitu pertemuan langsung
orang musyrik” (Q.S. al-An’am/6: 79)              antara sang guru (Syekh) dengan sang murid
                                                  (Salik) untuk melakukan kegiatan ketarekatan.
           Menurut GF al-Haddad (2007),           Dalam tawajuhan terdapat beberapa ajaran
tawajjuh secara harfiah berarti adalah orientasi  atau materi yang diberikan oleh seorang
yang mengacu pada di balik dari hati seseorang    Syekh kepada Salik. Ajaran dan materinya
kepada Allah Yang Maha Tinggi. Dalam Tarekat      pun berbeda-beda tergantung tarekat yang
Naqsabandiyah Tawajjuh merujuk kepada             diajarkannya di masing-masing pesantren,
seorang murid dalam mendekatkan diri kepada       meski demikian pada hakikatnya, yaitu tetap
Allah SWT. Hal ini mirip dengan kewaspadaan       mengarahkan sepenuhnya kepada Allah.
(Muraqaba) atau mengacu pada panduan dari
sang Mursyid kepada murid-muridnya.                    Martin (1994: 176-177) dalam catatan
                                                  penelitiannya menyebutkan pesantren
      Sementara menurut Martin Van                Manbaul Hikam Mantenan Udanawu Blitar
Bruinessen (1994: 86) Tawajjuh adalah             merupakan salah satu pesantren yang
merupakan perjumpaan di mana seorang              telah lama melakukan kegiatan tawajjuhan.
membuka hatinya kepada Syekhnya, dan              Menurutnya, pesantren didirikan pertamakali
kemudian sang Syekh membawa hati tersebut         oleh Kiai Ghafur dan mendapatkan ijazah
ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Tawajjuh            tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai Yahya ini
ini dapat berlangsung sewaktu terjadinya          berhasil mengislamkan (“mentarekatkan”)
pertemuan pribadi antara murid dan mursyid        sebagian besar daerah yang sebelumnya
atau dikenal juga dengan istilahnya ba’iat.       dikenal sangat abangan. Ketika Kiai Ghafur
Sedang ba’iat merupakan kesempatan                wafat (1952), ia digantikan oleh putranya,
pertama dari proses tawajjuh, Meskipun            Mirza Sulaiman Zuhdi yang lebih dikenal
dalam tawajjuh sangat memungkinkan terjadi        dengan panggilan Kiai Zuhdi dan meninggal
ba’iat. Bahkan ketika sang Syekh secara fisik
tidak hadir, hubungan dapat dilakukan dengan
                                                  Edisi Budaya | 557
pada tahun 1974. Sepeninggal Kiai Zuhdi,        1. Pembukaan dan pengajian syariat
tampuk kepemimpinan pesantren dan               2. Pembacaan suarat al-Fatihah
tarekat Naqsyabandiyyah dilanjutkan oleh        3. Tahlil
adiknya yang bernama Kiai Zubaidi. Dua kali     4. Bimbingan pengamalan tarekat
dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat      5. Salat Duhur berjamaah (Panitia Perayaan
petang diadakan pertemuan zikir berjamaah
(tawajjuhan dan khataman), yang diikuti oleh         Seabad, 2001: 23)
penduduk desa Mantenan. Menurut sang Kiai,
yang hadir pada acara tersebut berkisar antara       Berbeda dengan Pesantren Futuhiyyah
500 sampai 1000 orang, baik laki-laki maupun    Mranggen Demak, Mbah Kiai Arwani
perempuan. Tiga kali dalam satu tahun (pada     Kudus, terkesan seperti memisahkan antara
bulan Suro atau Muharram), Rajab dan Puasa      pengajaran di pesantren dengan kegiatan
(Ramadhan) ada suluk Mantenan. Kegiatan ini     tarekatnya. Hal ini seperti terlihat dalam
berkisar antara 10 hingga 20 hari, bergantung   pembangunan lokasi baru di luar Pondok
pada sang murid sendiri.                        Pesantren Huffadz Yanbaul Quran (PHYQ)
                                                yang dikhususkan untuk kegiatan tarekat
     Selain di pesantren Mantenan Udanawu       pada tahun 1973. Lokasi zawiyah yang disebut
Blitar, sejumlah pondok pesantren di Indonesia  “pasulukan” berada di daerah Kwanaran desa
juga menggelar acara tawajjuhan. Salah          Kajeksan dengan luas 3.000 m2, berdampingan
satunya yang cukup terkenal adalah pesantren    dengan mushalla dan makam keramat Mbah
Futuhiyyah Mranggen Demak dengan Kiainya        Wanar, salah seorang badal Sunan Kudus,
yang kesohor akan kemursyidannya, yaitu Kiai    yang konon merupakan asset Desa (Ahmad
Muslih Abdurrahman.                             Dimyati, 2016: 54).
     Pengajian tawajjuhan di pesantren               Sejak memiliki pasulukan sendiri, jamaah
Futuhiyyah Mranggen ini merupakan kegiatan      tarekatnya juga terus bertambah. Dalam
wajib diikuti para santri. Pengajian tersebut   kegiatan suluk selama sepuluh hari yang
diadakan pada hari Senin dan Kamis. Hari        dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun,
Senin khusus bagi santri laki-laki. Sedangkan   pesertanya selalu meluber, sehingga dibatasi
hari Kamis bagi santri perempuan. Adapun        sesuai kapasitas ruangan penginapannya,
waktu pelaksanaannya adalah pada pukul          (hanya diterima sebanyak 600 jamaah pria dan
09.00 WIB dengan susunan acara sebagai          600 jamaah wanita). Waktu pelaksanaan suluk
berikut:                                        dilaksanakan pada:
                                                1. Tiap tanggal 1-10 bulan Muharram
Sumber: http://www.ahbaburrosul.org/            2. Tiap tanggal 1-10 bulan Rajab
                                                3. Tiap tanggal 1-10 bulan Ramadhan
                                                     Sedangkan dzikir tawajjuhan dilaksanakan
                                                setiap hari Selasa siang dengan susunan acara
                                                sebagai berikut:
                                                Pukul 09-10 pengajian kitab
                                                Pukul 10-11 Salat sunnah dilanjutkan dzikir
                                                tawajjuh
                                                Pukul 11-12 istirahat
                                                Pukul 12-13 Salat Dzuhur dilanjutkan dzikir
                                                     Selain kegiatan tawajjuhan yang bertempat
                                                di pasulukan dengan jumlah terbatas tersebut,
                                                kegiatan tawajjuh juga dilakukan di sejumlah
                                                cabang. Sejak tahun 1975 M mulai dibuka
                                                cabang-cabang dzikir tawajjuh. Awal pertama
                                                dibuka di Masjid Hidayatul Abidin Desa Besito
                                                kecamatan Gebog dengan jarak 7 KM dari
558 | Ensiklopedi Islam Nusantara
lokasi pusat ke arah utara. Jadwal acara dzikir         seperti khalifah atau orang yang sudah
tawajjuh di Besito ditentukan tiap hari Kamis           mencapai tingkat tahlil. Dari sepuluh buah
Legi. Artinya memiliki waktu putaran tiap 35            batu, 6 di antaranya diletakkan di sebelah
hari sekali, dan di Jawa dikenal dengan istilah         kanan Syekh, 4 buah lainnya di sebelah
“selapanan” (Ahmad Dimyati, 55).                        kirinya. Dan batu-batu kecil sebanyak 21
                                                        buah diletakkan di hadapannya.
Tawajjuhan dalam Tarekat
                                                   5. Semua peserta menutupi kepalanya
     Setiap lembaga tarekat mempunyai                   dengan sorban atau sehelai kain, tunduk
tradisi tersendiri di dalam mengarahkan                 menekurkan kepalanya ke lantai,
para murid, sebagaimana dengan apa                      memejamkan mata dengan khusyu’.
yang ada dalam tarekat Naqsyabandiyah
Kholidiyah. Mengenai kegiatan tawajuhan            6. Berkhatam tawajjuh dimulai dengan
juga ada kemungkinan perbedaan model                    ucapan “astagfirullahal azhim” sebanyak
dan juga sistem yang digunakan. Dalam                   tiga kali dan diikuti oleh para peserta,
tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah kegiatan              yang kemudian disusul dengan bacaan
tawajuhan yang dilaksanakan dengan                      berikut:
mengambil bentuk pemberian siraman rohani
dan pengarahan khusus kepada para murid                 a. Membaca al-Fatihah 10 kali. Bacaan
dengan menggunakan kitab-kitab tarekat dan                   dilakukan oleh orang yang menerima
kitab-kitab salaf sebagaimana tersebut di atas,              pembagian batu besar saja
yang intinya adalah zikir.
                                                        b. Shalawat 79 kali
     Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan
al-Khalidi Naqsybandi tuan guru Babussalam              c. Membaca surat al-Insyirah 79 kali
Langkat (1811-1926) sebagaimana dalam
Fuad Said (2007), setiap pengikut tarekat               d. Membaca surat al-Ikhlas 100 kali.
Naqsyabandiyah harus berkhatam tawajjuh,                     Dan setiap orang membacanya sesuai
baik ia sedang melakukan suluk ataupun tidak.                jumlah batu yang diterimanya
     Mengenai adab berkhatam tawajjuh,                  e. Shalawat lagi kepada Nabi
seorang pengamal tarekat Naqsyabandiyah                      Muhammad SAW bersama-sama
harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
                                                        f. Apabila Syekh menyebut Rabbal
1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar                     ‘Alamin maka seorang dari peserta
                                                             membaca sepotong ayat Alquran.
2. Duduk tawaruk kebalikan dari duduk                        Sampai di situ berakhirlah upacara
     tawaruk dalam shalat, dalam sebuah                      berkhatam tawajjuh.
     majlis dzikir yang berbentuk lingkaran
     dengan pintu tertutup                              Selesai berkhatam tawajjuh, di tempat
                                                   yang sama, dilanjutkan dengan zikir menurut
3. Syekh atau mursyid duduk menghadap              tingkat yang telah ditentukan oleh Syekh
     kiblat, didampingi khalifah-khalifah.         (mursyid). Sekurang-kurangnya 5000 kali
     Khalifah yang paling tua duduk di sebelah     dzikir ism al-dzat (menyebut asma Allah) dalam
     kanan mursyid dan khalifah-khalifah           hati dengan kaifiat sepuluh sebagaimana
     lainnya di sebelah kirinya.                   berikut:
4. Disediakan batu kerikil yang bersih             1. Menghimpun segala pengenalan dalam
     sebanyak 110 buah dan 10 buah dengan               hati
     ukuran agak besar. Batu-batu itu dibagi-
     bagikan oleh petugas kepada setiap            2. Menghadapkan diri (perhatian) kepada
     peserta. Petugas yang membagi-bagikan              Allah
     itu harus orang yang tinggi tingkat zikirnya
                                                   3. Membaca istighfar sekurang-kurangnya 3
                                                        kali
                                                   4. Membaca al-Fatihah dan Surat al-Ikhlas
                                                   Edisi Budaya | 559
5. Menghadirkan ruh Syekh Tarekat                8. Membaca shalawat 100 kali lagi
     Naqsyabandiyah
                                                 9. Membaca sebuah doa yang cukup panjang
6. Menghadiahkan pahala bacaan kepada                 untuk ruh Nabi Muhammad SAW dan para
     Syekh Tarekah Naqsyabandiyah                     Syaikh tarekat-tarekat besar, khususnya
                                                      ‘Abd Khaliq, Bahauddin, Abdullah ad-
7. Memandang Rabithah                                 Dahlawi, Maulana Khalid dan terakhir
                                                      kepada silsilah pengarang, Utsman
8. Mematikan diri sebelum mati                        Sirajuddin, Umar dan Muhammad Amin
                                                      sendiri
9. Munajat dengan mengucapkan; ilahi anta
     maqshudi wa ridhaka mathluubi               10. Membaca bagian-bagian tertentu dari
                                                      Alquran
10. Berzikir dengan mengucapkan “Allah”.
     “Allah” dalam hati, dalam keadaan mata           Adapun penjelasan berkhatam dan
     terpejam, duduk tawaruk kebalikan dari      tawajjuh dilaksanakan pada waktu berikut:
     duduk tawaruk dalam shalat, mengunci
     gigi, menongkatkan lidah ke langit-langit   1. Sesudah salat Isya dan Subuh
     mulut dan menutupi kepada dan muka
     dengan selubung. (Fuad Said, 2007: 62)      2. Sesudah salat Ashar, hanya berkhatam
                                                      saja
     Mengenai kaifiyyah atau tatacara
melakukan khatam ini terdapat sejumlah           3. Sesudah salat Duhur tawajjuh saja, kecuali
perbedaan. Berbeda dengan Syekh Abdul                 hari Jumat.
Wahab Rokhan, Syekh Muhammad Amin al-
Kurdi (520) dalam karyanya Tanwir al-Qulub,      4. Pada hari Jumat setelah salat Jumat
menjelaskan urutan khataman ini sebagai               diadakan berkahatam dan tawajjuh.
berikut:
                                                 5. Sesudah salat Magrib tidak ada
1. 15 atau 25 kali istighfar yang didahului           berkhatam dan tawajjuh. Murid-murid
     dengan sebuah doa pendek                         biasanya mendengarkan pengajian yang
                                                      disampaikan oleh Syekh sampai masuk
2. Melakukan rabithah bi al-Syaikh, sebelum           waktu Isya’.
     berzikir
                                                      Untuk melakukan khatam yang lengkap
3. Membaca surat al-Fatihah 7 kali               dibutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya
                                                 yang dilaksanakan adalah khatam dalam
4. 100 salawat, misalnya dengan                  bentuk yang sudah diringkas, atau bagian yang
     mengucapkan Allahumma Shalli ‘ala           sangat penting, yang tidak dapat ditinggalkan
     Sayyidina Muhammadin an-Nabiyyi al-         dalam keadaan apa pun, yakni adalah doa.
     Ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam  Dalam doa, setiap Syekh menyebutkan
                                                 nama-nama wali yang paling penting dalam
5. Membaca surat al-Insyirah 79 kali             silsilahnya sendiri (Martin, 1994: 86)
6. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali                                                                   [M Idris Mas’udi]
7. Membaca surat al-Fatihah 7 kali
                                         Daftar Bacaan
Ahmad Dimyathi, Dakwah Personal: Model Dakwah Kaum Naqsyabandiyyah, Yogyakarta: Deepublisher, 2016
Ahmad Tarmizi Abdul Rahman , Khalwah: A Solitary Sufi Retreat., Sabah: Universiti Malaysia Sabah, 2010
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994, cet. II
Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Kairo 1929
Panitia Perayaan Seabad, Sejarah Seabad Ponpes Futuhiyyah, Kudus: Team Panitia, 2001
http://www.livingislam.org/k/ttsr_e.html
560 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tawassuth
Secara bahasa Tawasut berarti tengah-             membantah pandangan banyak kalangan yang
       tengah/menengahi/moderasi (I’tidal         menyebut NU sebagai “kawula yang setia pada
       atau tawassath fi al-haq wa al-‘adl)       Negara patrimonial” yang oportunistik dan
dari kata dasar (a) al-wasath (sedang/pas),       akomodasionis, dan lebih tertarik kepada
misal Syai’ wasath yang artinya sesuatu yang      isu-isu yang sepenuhnya religious sehingga
sedang atau pas-pasan; (b) al-awsath (tengah-     meraih sukses besar dalam mempertahankan
tengah), missal Awsath al-syai’ yang artinya      jatidirinya. Ia menyebut empat sikap
tengah di antara sesuatu. Di dalam Alqur’an       kemasyarakatan NU yakni Tawassuth wa
terdapat ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, yang     I’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahy
menyebut kata Ummat Wasath yang berarti           munkar sebagai sikap sosial NU.
ummat penengah.
                                                       Gagasan ini lalu dikuatkan dengan
      Secara istilah kata Tawassuth dipopulerkan  Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyyah al-
pertamakali oleh Mohammad Fajrul Falach           Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 NU di Pesanten
salah seorang pengurus PBNU (1994-1999)           Lirboyo Kediri Jawa Timur 21 sampai 27
dalam tulisan-tulisanya, seperti “NU dan Cita-    Nopember 1999. Pengertian Tawassuth
cita Masyarakat Madani” dan “Pemberdayaan         secara istilah adalah sikap moderat yang
Masyarakat Madani dalam NU” sejak tahun           berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha
1996. Ia menjadikan patokan keputusan-            menghindarkan segala bentuk pendekatan
keputusan Muktamar NU baik di Situbondo           dengan tatharruf (ekstrim).
tahun 1984 maupun Cipayung tahun 1994
untuk memperkuat argumentasi “NU dan                   Apakah penggunaan istilah Tawassuth di
Cita-cita Masyarakat Madani.
      Dalam keputusan Muktamar NU ke-29 di
Cipasung, Nahdlatul Ulama telah menegaskan
hubungan antara agama dan Negara dan
memposisikan umat beragama (Islam)
dengan tanggungjawab sebagai warga Negara
(Indonesia) secara jelas dan proporsional.
Konsep kembali ke Khittah 1926, dan
pandangan Nahdlatul Ulama tentang Pancasila
serta paham tri ukhuwah secara terpadu:
Ukhuwah Islamiyyah, Ukhuwah Wathaniyyah,
dan Ukhuwah Basyariyah merupakan pedoman
dasar yang dirasakan sangat gayut atau relevan
bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama.
      Dari sini ia membaca Khittah Nahdliyyah
NU sebagai cita-cita sosial NU sekaligus untuk
                                                  Edisi Budaya | 561
lingkungan NU dipengaruhi naskah promosi         Alqur’an dan hadits. Vonis murtad dan kafir
Guru Besar ulama Mesir, Nasir Hamid Abu          diafirmasikan oleh Pengadilan sehingga Abu
Zayd yang berjudul Al-Imam al-Syafi’I wa Ta’sis  Zayd terancam pidana mati dan keharusan
al-Idiyuluji al-Wasathiyyah pada tahun 1993,     bercerai dengan istrinya.
mengingat sebelumnya belum pernah dikenal
peristilahan Tawassuth di tengah lingkungan           Istilah Tawassuth yang digunakan
Nahdlatul Ulama, termasuk di dalam Qanun         cendekiawan Nahdliyyin lebih banyak terilhami
Asasy NU?                                        dari gagasan QS. Al-Baqarah: 143, yang
                                                 menyebut kata Ummatan Wasathan yaitu umat
     Tampaknya tidak demikian! Apa yang          penengah yang moderat. Nahdlatul Ulama
diungkapkan Abu Zayd dengan al-Idiyuluji         senantiasa menghindari sikap tafrith (radikal
al-Wasathiyyah-nya itu lebih menyoroti cara      kiri) yang ingin menggulingkan kekuasaan
berpikir anologi (qiyas) yang diterapkan Imam    obsolut dalam jalur ketuhanan maupun
Syafi’I sebagai pendekatan istidlal sekaligus    kekuasaan. Begitupun Nahdlatul Ulama
istinbath hukum Islam. Sekalipun ada             menjahui sikap ifrath (radikal kanan) yang
tambahan catatan dari Abu Zayd bahwa Imam        selalu ingin mengkooptasi kebenaran dengan
Syafi’I dalam pandangan pribadi Abu Zayd lebih   memberikan cap sesat dan kafir terhadap
memepertimbangkan aspek semantik sumber          kelompok yang berseberangan.
hukum Islam sebagai jalan memperoleh alasan
(illat) di dalam peng-qiyas-an.                       Atas dasar itu, secara resmi dalam
                                                 Keputusan Musyawarah Nasional (Munas)
     Karena pemikiran kontroversialnya ini,      Alim-ulama dan Konfrensi Besar (Konbes) NU
Abu Zayd dikritik tajam dan bahkan di-takfir-    diSurabayatahun2006,Tawassuth dimasukkan
kan dengan alasan menghasut umat Islam           menjadi salah satu dari 5 (lima) fikrah ASWAJA
untuk bebas dari belenggu kekuasaan teks         al-Nahdliyyah (karakter berpikir ASWAJA NU),
              Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj membacakan deklarasi NU yang secara garis besar membawa semangat Islam
              Nusantara yang mengedapankan Tawassuth/moderat di JCC Senayan 2016.
                      Sumber : http://news.metrotvnews.com/
562 | Ensiklopedi Islam Nusantara
yang masing-masing ialah:                         senantiasa mengunakan kerangka berpikir
                                                  yang mengacu kepada manhaj yang telah
a. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat),    ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.
     artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
     bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal           Sebagai salah satu perwujudan Manhaj al-
     (moderat) dalam menyikapi berbagai           fikr, di internal NU Tawassuth selalu dijadikan
     persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa        pendekatan dalam upaya penafsiran kembali,
     menghindari sikap tafrith (radikal kiri)     penemuan kembali (recovery) dan reaktualisasi
     atau ifrath (radikal kanan);                 atas ajaran-ajaran, praktik-praktik atau
                                                  tradisi-tradisi yang memiliki relevansi dengan
b. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran),       kehidupan bermasyarakat, beragama dan
     artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup          bernegara. Misalnya bagaimana melakukan
     berdampingan secara damai dengan pihak       interpretasi terhadap konsep umat sehingga
     lain walaupun aqidah, cara pikir, dan        ia lebih inklusif. Begitu pula dengan cara
     budanya berbeda.                             pandang Tawassuth, misi Islam Rahmatan lil
                                                  ‘alamin dapat tersebar luas.
c. Fikrah Ishlahiyah (pola pikir reformatif),
     artinya Nahdlatul Ulama senantiasa                Transformasi fikrah Tawassuthiyyah
     mengupayakan perbaikan menuju ke             yang dipelopori Nahdlatul Ulama kini telah
     arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa  mengundang daya tarik masyarakat dunia
     ashlah);                                     terhadap Islam Indonesia. Sebab Muslim
                                                  Nusantara adalah laboratorium pengamalan
d. Fikrah Tathawwuriyah (pola piker               kehidupan Islam yang sesungguhnya, bahwa
     dinamis), artinya Nahdlatul Ulama            Islam merupakan agama yang cinta damai
     senantiasa melakukan kontekstualisasi        dan mampu memberikan kasih sayang kepada
     dalam merespon berbagai persoalan;           seluruh alam semesta.
     e. Fikrah Manhajiyyah (pola piker                                                                          [Isom Saha]
metodologis), artinya Nahdlatul Ulama
Sumber bacaan
Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
         Pustaka Hidayat, 1999
Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
         PERGUNU, 2012
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
         bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010
Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
         Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
         Nasyr (LTN) PBNU, 2011
                                                  Edisi Budaya | 563
Tawazun
Secara bahasa Tawazun berarti seimbang                 Pertama, adanya kekhawatiran dari
       atau keseimbangan (ta’adul) kata ini       sebagian umat Islam yang berbasis pesantren
       berasal dari kata dasar; (a) wazn (al-     terhadapgerakankaummodernisyangberusaha
mitsqal: berbobot/bernilai), misalnya Dirham      meminggirkan mereka. Kedua, sebagai respon
wazn yaitu Dirham yang bernilai; Rajul Rajih al-  ulama-ulama berbasis pesantren terhadap
wazn artinya lelaki yang berbobot pandangan       pertarungan ideologis yang terjadi di dunia
dan pikirannya. (b) Zinah/Wizan yang berarti      Islam pasca keruntuhan kekhalifahan Turki
sebanding dan seimbang dalam takaran.             Usmani, munculnya gagasan Pan-Islamisme
                                                  yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani
      Istilah Tawazun dipopulerkan pertamakali    dan gerakan Wahabi di Hijaz. Gerakan kaum
oleh Mohammad Fajrul Falach salah seorang         reformis yang mengusung isu-isu pembaruan
pengurus PBNU (1994-1999) dalam tulisan-          dan purifikasi membuat ulama-ulama yang
tulisanya, seperti “NU dan Cita-cita Masyarakat   berbasis pesantren melakukan konsolidasi
Madani” dan “Pemberdayaan Masyarakat              untuk melindungi dan memelihara nilai-nilai
Madani dalam NU” sejak tahun 1996. Hal ini        tradisional yang telah menjadi karakteristik
seperti telah dijelaskan dalam pembahasan         kehidupan mereka.
TAWASSUTH.
                                                       Dari situlah lahir misi Nahdlatul
      Pengertian Tawazun secara istilah lalu      Ulama, yakni: al-Muhafadhat al-qadim al-
ditetapkan dalam Keputusan Bahtsul Masail         shalih wa al-akhzd bi al-jadid al-ashlah atau
al-Diniyyah al-Maudhu’iyyah Muktamar ke-30        mempertahankan tradisi yang baik dan
NU di Pesanten Lirboyo Kediri Jawa Timur          mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.
21 sampai 27 Nopember 1999. Tawazun               Inilah sebenarnya landasan Tawazun yang
adalah sikap seimbang dalam berkhidmat            diperjuangkan Nahdlatul Ulama sebelum
demi terciptanya keserasian hubungan antara       ditetapkannya Tawazun sebagai bagian
sesama umat manusia dan antara manusia            Khashaish Fikrah Nahdliyyah.
dengan Allah SWT. Sebab Islam pada dasarnya
adalah agama yang menekankan spirit                    Fikrah Nahdliyyah adalah kerangka berpikir
keadilan dan keseimbangan dalam berbagai          yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah
aspek kehidupan.                                  wal Jama’ah yang dijadikan landasan berpikir
                                                  Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdliyyah) untuk
      Tawazun termasuk khashaish (ciri-ciri)      menentukan arah perjuangan dalam rangka
cara pandang NU (fikrah Nahdliyyah) yang          ishlah al-ummah (perbaikan ummat). Salah
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan        satunya ialah dengan bersikap tawazun
I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai        (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam
persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa             menyikapi berbagai persoalan, di mana
menghindari sikap tafrith (gegabah) atau ifrath   Nahdlatul Ulama senantiasa menghindari
(ekstrim). Hal ini sesuai dengan latar belakang   sikap tafrith (gegabah) atau ifrath (ekstrim).
pembentukan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama,
yang dilandasi oleh dua faktor dominan.                Dasar yang dijadikan pegangan dalam
                                                  meletakkan Tawazun ialah bahwa manusia
564 | Ensiklopedi Islam Nusantara
merupakan makhluk yang diciptakan oleh             Tawazunmerupakancirikosmopolitanisme
Allah SWT dalam bentuk yang sempurna (fii     Islam Nusantara yang punya relevansi dengan
ahsani taqwiim, QS. Al-Thin:4). Di samping    pengembangan masyarakat madani. Tawazun
itu manusia diberi akal budi dan hati nurani  juga menjadi potensi kultural umat Islam di
untuk mengembangkan fungsi kekhalifahan,      Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan
yaitu mengatur kehidupan untuk mewujudkan     tradisi civil society yang berkembang di dunia
kemakmuran di muka bumi (QS. Al-Baqarah:      Barat.
30-34 dan al-An’am: 165).
                                                   Cara pandang (Fikrah) Tawazun
     Tawazun dalam perkembangannya            diantaranya diterapkan dalam menyikapi
dijadikan sebagai prinsip dasar berpikir      masalah kesetaraan gender. Pada gelaran
ala NU dalam hal perlindungan hak-hak         Muktamar ke-30 NU di Lirboyo dibahas tema
dasar, keadilan dan sikap seimbang, yang      “Islam dan Kesetaraan Gender” yang pada
perlu diaktualisasikan dalam kondisi          pengantarnya ditulis: “Islam pada dasarnya
masyarakat plural di negeri ini. Pluralitas   adalah agama yang menekankan spirit keadilan
atau kemajemukan dalam hidup merupakan        dan keseimbangan (tawazun) dalam berbagai
rahmat yang harus dihadapi dengan sikap       aspek kehidupan. Relasi gender (perbedaan
ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog    laki-laki dan perempuan yang non kodrati)
secara kreatif untuk menjalin kerjasama dan   dalam masyarakat yang cenderung kurang adil
kebersamaan atas dasar saling menghormati     merupakan kenyataan yang menyimpang dari
dan saling membantu serta bekerjasama.        spirit Islam yang menekankan pada keadilan.”
                                                                                                            [Isom Saha]
                                             Sumber bacaan
Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
         Pustaka Hidayat, 1999
Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
         PERGUNU, 2012
Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
         bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010
Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
         Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
         Nasyr (LTN) PBNU, 2011
                                              Edisi Budaya | 565
Tembang
Tembang merupakan kesenian                      macam pupuh, yakni; Asmaradana,
        tradisional Jawa yang dalam tradisi     Dhandhanggula, Durma, Gambuh, Kinanti,
        Sunda disebut Pupuh. Tembang dalam      Maskumambang, Megatruh, Mijil, Pangkur,
bahasa Jawa berarti nyanyian atau lagu          Pocung, dan Sinom. Ciri-ciri tembang Macapat
sebagai bentuk kesantunan dan etika sekaligus   adalah; (a) Terikat dengan Guru Lagu atau
estetika berkomunikasi dalam menyampaikan       aksara vocal yang terdapat di akhir baris, Guru
pesan atau wejangan kepada orang lain, agar     Wilangan atau banyaknya kata atau ungkapan
mudah dicerna dan dipahami, serta tidak         dalam satu baris, dan Guru Gatra. Dalam
melukai hati. Secara umum Tembang Jawa          Tembang Jawa, tiap baris bait disebut Gatra.
kuno dikelompokkan menjadi 4 (empat),           Dhandhanggula terdiri dari 10 Gatra; Kinanti
yakni; Tembang Macapat, Tembang Tengahan,       terdiri dari 6 Gatra; Pangkur terdiri dari 7 gatra,
Tembang Gedhe, Tembang Dulanan.                 Gambuh terdiri dari 5 gatra; Megatuh terdiri
                                                dari 5 gatra; Sinom terdiri dari 9 gatra; (b)
     Pertama, Tembang Macapat pada mulanya      Tembang Macapat menggunakan bahasa Jawa
merupakan salah satu karya pujangga di mana     Kuno; (c) Berisi pitutur/nasehat, dongeng atau
penyebarannya melalui lisan secara turun        cerita wayang.
temurun. Macapat dalam penggunaannya lebih
menekankan unsur suara untuk menghibur               Kedua, Tembang Tengahan adalah jenis
dan maknanya hanya disampaikan sekilas          Tembang puitis Macapat yang berkembang
saja. Dengan kata lain Tembang Macapat          khusus di daerah Jawa Tengah. Oleh sebab
merupakan tradisi yang melisankan karya         itu disebut Tembang Tengahan atau Tembang
sastra yang tertulis.                           Jawa Tengah-an. Tembang Tengahan terbagi
                                                menjadi 4 (empat)), yaitu; Balabak, Girisa,
     Tembang Macapat diperkirakan lahir         Jurudemung, Wirangrong. Akan tetapi ada
pada akhir masa Majapahit dan dimulainya        yang menambahkan jenis-jenisnya, seperti;
pengaruh Walisanga. Mengenai usia Macapat       Kuswaraga, Palugon, Pangajabsih, Pranasmara,
terdapat dua versi pendapat yang berbeda,       Sardulakawekas, Sarimulat, dan Rarabentrok.
terutama yang berhubungan dengan kakawin
atau puisi tradisional Jawa Kuno. Prijohoetomo       Ketiga, Tembang Gedhe atau Kakawin
berpendapat bahwa Macapat adalah turunan        yang merupakan sajak atau puisi Jawa Kuno.
Kakawin dengan tembang Gedhe sebagai            Tembang ini biasa dipakai untuk mengiringi
perantara. Akan tetapi pendapat itu dibantah    pementasan Wayang Kulit. Tembang Gedhe
oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder yang          juga banyak dikolaborasikan dengan gendhing-
keduanya berpendapat bahwa Macapat sebagai      gendhing Jawa, khususnya untuk bawa dan
metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya   buka gendhing. Ciri-ciri Tembang Gedhe
daripada Kakawin.                               adalah; (a) Setiap bait terdiri dari 4 baris/gatra
                                                atau 4 wanda pada pala (pala lingsa); (b) Dua
     Dalam perkembangannya Tembang              gatra atau dua pala disebut satu pala dirge;
Macapat dikembangkan ke dalam berbagai          (c) Empat gatra disebut juga dengan dua pala
566 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dirge atau sapa deswara atau satu pala iswara;   Tembang Gedhe atau Kakawin. Kemudian ada
dan (d) Tiap-tiap pala atau gatra jumlah satu    Suluk Wujil yang sudah mengalami pergeseran
kata adalah sama, yang biasa disebut laku atau   dari model sajak Kakawin menjadi Macapat,
lampah.                                          yaitu menggunakan Tembang Dhandhanggula
                                                 terkecuali baris/gatra 56 yang memakai
     Tembang Gedhe sendiri memiliki banyak       Tembang Mijil dan baris/gatra 55 yang
ragam, yaitu; Lebdajiwa, Kusumawacitra,          memakai Tembang Gedhe Asyawalaita.
Basanta, Manggalagita, Sukarini, Nagabanda,
Citramengeng, Kusumastuti, Mintajiwa,                 Secara garis besar, dalam klasifikasi
Tebukasol, Merakang, Banjaransari,               antara tembang priyayi dengan tembang
Tepikawuri, Pamularsih, Bremakrasa,              rakyat jelata, tembang Macapat lebih banyak
Sudirwicitra, Madurenta, Kuswarini, Sarapada,    digunakan para penyebar agama Islam di Jawa
Candrakusuma, dan Pamularsih.                    untuk menyampaikan pesan-pesan moral,
                                                 pendidikan dan dakwah Islam. Sedangkan
     Keempat, Tembang Dolanan bersifat           model tembang rakyat jelata oleh para wali
unik karena tergolong nyanyian rakyat            digunakan untuk jenis Tembang Dolanan
yang berbeda dengan tembang Jawa pada            karena lebih sederhana dan pesannya lebih
umumnya. Pada dasarnya Tembang Dolanan           mudah dicerna.
memiliki ciri-ciri khusus, yaitu; bahasa yang
digunakan sederhana, cengkoknya sederhana,            Penggunaan Tembang Macapat dalam
jumlah baris/gatra terbatas, dan berisi hal-hal  penyampaian pesan moral dilandasi nilai
yang selaras dengan keadaan anak. Lirik dalam    filosofis yang terkandung di dalamnya. Oleh
Tembang Dolanan tersirat makna religius,         sebab itu wejangan dan pitutur tentang
kebersamaan, kebangsaan, dan nilai-nilai         kehidupan manusia yang disampaikan lewat
estetis. Sebagai contoh, Tembang Dolanan         tembang biasa disesuaikan dengan jenis
“Sluku-Sluku Bathok”, Ilir-Ilir, Padhang Bulan,  Tembang Macapat, sebagaimana berikut:
Jaranan, Gundhul-Gundhul Pacul, Dhondhong
Opo Salak, dan sebagainya.                       a. Maskumambangmenggambarkansuasana
                                                      kehidupan manusia di alam ruh atau masa
     Pada masa awal perkembangan Islam di             mengambang, di mana pada saat itu Allah
tanah Jawa, tembang menjadi media penting             bertanya kepada manusia; Apakah Aku ini
dalam strategi berdakwah para wali untuk              Tuhan-mu. Maka manusiapun menjawab;
menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat            “Benar, kami bersaksi.”
Indonesia. Penggunaan media tembang dalam
berdakwah juga mempengaruhi perkembangan         b. Mijil merupakan ilustrasi dari proses
tembang di Jawa itu sendiri. Hal ini dapat            kelahiran manusia; mijil/mborojol/keluar;
ditelusuri melalui sumber sejarah berupa
Suluk dan Serat.                                 c. Kinanthi masa pembentukan jati diri dan
                                                      meniti jalan menuju cita-cita. Kinanthi
     Pigeaud dalam bukunya, Literature of Java        berasal dari kata “kanthi” atau tuntun yang
menulis seputar sastra Jawa yang mengandung           berarti manusia membutuhkan tuntunan
nilai agama. Menurutnya, Kata “Suluk” untuk           atau jalan yang benar agar sampai pada
puisi agama di Jawa bukan berasal dari kata           tujuan yang dicita-citakan;
Arab, “suluuk”, tetapi barangkali memiliki
persamaan dengan suluk dalam wayang, yaitu       d. Asmaradana atau masa-masa manusia
puisi yang dinyanyikan pada saat-saat tertentu        dirundung asmara dan jatuh cinta. Cinta
yang ditentukan dalam cerita. Maksudnya,              sendiri adalah anugerah mulia dari sang
perkembangan sastra Suluk dan Serat ada               Khaliq kepada umat manusia agar muncul
hubungannya dengan perkembangan tembang               harmoni dan kedamaian;
di Jawa.
                                                 e. Gambuh dari kata jumbuh/bersatu yang
     Sebagai contoh Suluk Sukarsa, modelnya           berarti komitmen untuk mengikatkan
mirip dengan pakem yang dipakai dalam                 diri dalam hubungan suami-istri untuk
                                                      membina keluarga yang sakinah,
                                                 Edisi Budaya | 567
mawaddah dan rahmah;                    i. Megatruh atau megat ruh berarti
                                                  terpisahnya nyawa dari jasad manusia.
f. Dhandhanggula suatu gambaran dari              Terlepasnya ruh adalah perjalanan akhir
     kehidupan manusia yang telah mencapai        manusia menuju alam keabadian, baik
     kemapanan, melewati batas ambang hidup       abadi dalam surge atau abadi dalam
     aman karena tercukupi pangan, sandang,       neraka.
     dan papan.
                                                  Dengandemikian,tembangdapatdipahami
g. Durma sebagai wujud syukur kepada Allah   sebagai ungkapan estetis keberagamaan orang
     yang memberi kecukupan kepada manusia   Jawa khususnya dan Muslim Nusantara
     sehingga dilakukanlah amal berdarma.    umumnya, dalam hubungannya dengan sang
                                             Pencipta maupun terhadap sesama manusia
h. Pangkur atau mungkur artinya hawa nafsu   dan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
     angkara murka harus dikalahkan manusia
     dengan banyak mengingat kepada Allah                                                                  [Isom Saha]
     SWT;
                                             Sumber bacaan
Darnawi, Soesatyo, Pengantar Puisi Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1964
Endraswara Suwardi, Tradisi Lisan Jawa: warisan Abadi Budaya Leluhur, Yogyakarta: Narasi, 2005
Saputra, K.H., Pengantar Sekar Macapat, Depok: Fakultas Sastra UI, 1992
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN
         Sunan Kalijaga Press, 1988
Suwarna dan Suwardi, Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks “Tataran Wulang Basa Jawa”, Yogyakarta: Lemlit
         IKIP Yogyakarta, 1996
568 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tembang Macapat
Makna Etimologis                                 panca, dan pathokan. Dari jarwo dhosok ini
                                                 tersirat bahwa dalam dakwah permulaan yang
Secara etimologis, maca-pat berarti cara         harus diperhatikan adalah Rukun Iman, Rukun
       maca (baca) yang papat-papat (empat-      Islam, yang lima (panca) sebagai pedoman
       empat). Hal ini selaras dengan Serat      (patokan).
Mardowalagu karangan R. Ng. Ronggowarsito
(1802-1887), juga menurut Serat Centhini         Makna Terminologis
karya Paku Buwana V, yang menyatakan bahwa
di Jawa Tengah terdapat 4 (empat) macam lagu          Tembang adalah puisi atau prosa yang
sekar, yakni:                                    terdiri dan diikat oleh aturan jumlah baris
                                                 dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu
1. Maca Sa lagu, termasuk dalam Tembang          baris, dan rima tetap pada tiap ujung baris.
      Gedhe Kapisan                              Menurut Madyaratri (2001) yang merujuk
                                                 pada Darnawi (1964), tembang merupakan
2. Maca Ro lagu, dalam Tembang Gedhe             puisi klasik Jawa, tergolong puisi Jawa utama,
      Kapindo                                    karena mempunyai arti sebagai buku yang
                                                 ditulis mengenai kesusastraan, sejarah, dan
3. Maca Tri lagu, dalam Tembang Tengahan         filsafat pendidikan. Sedangkan dalam ENI
                                                 (1991), Tembang disebut tidak hanya sebagai
4. Maca Pat lagu, masuk dalam Tembang            puisi dalam kesusastraan Jawa, melainkan
      Cilik/Alit                                 juga ada dalam kesusastraan suku bangsa lain
                                                 di Indonesia, namun lebih dominan ada di
      Suwardi (2008: 19), juga menguatkan        suku-suku bangsa di kawasan Pulau Jawa dan
pandangan ini dengan menyatakan bahwa            sekitarnya.
makna kata “macapat” semula adalah
berkumpul dengan menyuarakan puji-pujian.             Menurut Setiyadi (2012), Tembang
Makna ini berasal dari jarwa dhosok (otak-       Macapat merupakan corak kesenian dalam
atik) bahwa macapat berasal dari kata ma         budaya tradisional yang secara kolektif
(menuju) dan capet (maya atau ghaib). Artinya,   dimiliki, dikenal, dan banyak mengandung
puji-pujian kepada yang ghaib, yaitu Tuhan.      pengetahuan, serta kearifan lokal (local
Makna tersebut juga relevan dengan situasi       wisdom) masyarakatnya. Selain itu, juga sarat
masyarakat Jawa ketika belum masuk agama         dengan kaidah, serta berisi petuah, nasihat,
Islam. Ada juga yang mengartikan “diwaca         dan berbagai kearifan pandangan hidup
cepet”, dengan perubahan kata capet menjadi      Jawa. Tembang Macapat adalah salah satu
cepet (cepat). Cepat yang dimaksud adalah        jenis kesenian yang memadukan antara puisi
tidak banyak luk.                                dengan musik, baik musik tradisional maupun
                                                 modern. Pilihan bentuk perpaduan antara
      Suwardi juga menambahkan bahwa
macapat dapat pula berasal dari kata
“mancapat” yang merupakan akronim dari
man, ca, dan pat. Penjelasan ini juga berangkat
dari jarwo dhosok (otak-atik) dari kata iman,
                                                 Edisi Budaya | 569
tembang dengan musik itu tidak lepas dari          yang bejumlah lima jenis, yaitu Bhâlabâk,
kesenangan nenek moyang etnik Jawa untuk           Ghâmbhu, Jurudemong, Maghâttro, dan
melantunkan tembang. Ini terbukti pula             Wirangrong. (3) Tembhâng Rajâ hanya satu,
dengan adanya berbagai alat musik tradisional      yaitu Giriso.
Jawa yang telah diciptakan oleh mereka.
                                                        Dari segi perbedaan masa dan
     Menurut Mardimin (1991), tembang              karakteristik antara tiga macam tembang di
disebut juga dengan istilah Sekar. Awal mulanya    atas, ENI (1991) menyatakan bahwa Tembang
digunakan sebagai waosan, maksudnya untuk          Gedhe berkembang pada zaman Hindu di
membaca buku-buku yang berbentuk tembang.          Jawa, zaman Mataram sampai dengan zaman
Selain itu, di lingkungan masyarakat Sunda         Majapahit, sekitar abad ke-8 sampai abad ke-16,
khususnya, tembang disebut juga dengan             sehingga bahasa yang dipakai dalam tembang
istilah Wawacan. Hal ini tidak lepas dari tradisi  ini adalah bahasa Jawa Kawi. Tembang Gedhe
masyarakat yang berbasis tradisi lisan (oral)      terdiri atas berbagai bentuk tembang, seperti
sehingga menjadi lebih menarik jika membuat        Puksara, Gurnang, Kumaralalita, Wastra,
informasi, baik yang berisi nasihat petuah         Jaraga Tatagati, Rukmarata, Rukmawati,
ataupun yang lainnya, dalam bentuk tembang.        Citrakusuma, Basanta, Patrasuratma,
                                                   Gandakusuma, dan lain-lain. Setiap bentuk
     Dengan demikian dapat disimpulkan             memiliki aturan, ciri watak atau suasana, serta
bahwa secara terminologis, Tembang Macapat         lagu-lagunya (cengkok) sendiri.
dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk puisi
Jawa Baru yang menjadi pengantar dan diikat             Adapun Tembang Tengahan yang
oleh pola persajakan yang meliputi guru gatra,     berkembang pada zaman akhir Majapahit
guru wilangan, dan guru lagu. Setiap bentuk        (sekitar abad ke-16) diciptakan dalam bahasa
Tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang        Jawa Tengahan. Bentuk tembangnya pada
suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti       saat itu lazim disebut Kidung. Tembang
bentuk tembang tersebut. Misalnya, bentuk          Tengahan juga terdiri dari berbagai bentuk
tembang Asmaradana yang mengandung                 tembang, seperti Jurudemung, Wirangrong,
suasana haru, cinta, terpikat, dan sebagainya,     Balabak, Pranasmara, Pangajapsih, Palugon,
yang berhubungan dengan suasana kasmaran.          dan sebagainya. Kemudian Tembang Macapat
                                                   muncul pada zaman berkembangnya kerajaan-
Rumpun Geneologis                                  kerajaan Islam di Jawa, sekitar awal abad ke-
                                                   17. Bahasa yang dipakai dalam tembang ini
     Dalam kebudayaan-kesusastraan Jawa,           adalah bahasa Jawa Baru. Menurut Mardimin
tembang terbagi dalam beberapa jenis atau          (1991), sebagai model kesenian yang mulai
tingkatan, yang secara umum digolongkan            berkembang di abad ke-17, Tembang Macapat
dalam tiga jenis tembang, yakni 1) Tembang         dapat dikatakan menduduki puncak tangga
Ageng atau Tembang Gedhe atau Tembang              dalam kelompok seni keraton Jawa pada kurun
Kawi, 2) Tembang Tengahan atau Tembang             waktu abad ke-18.
Dagelan atau Tembang Dolanan, dan 3)
Tembang Alit atau Tembang Cilik atau                    Selain itu, Darnawi (1982: 19) memiliki
Tembang Macapat.                                   pandangan bahwa penggunaan kata berbahasa
                                                   Jawa Kuna dalam tembang sangat penting
     Hal ini kurang lebih sama dengan yang ada     untuk memenuhi nilai estetis. Hal ini sesuai
di suku bangsa Madura, sebagaimana pendapat        juga dengan pendapat Hardjowirogo dalam
Sastrodiwirjo (2008:4) yang menyatakan bahwa       bukunya Pathokaning Nyekaraken (1952: 22),
tembang di Madura dikategorikan dalam tiga         sekar ingkang tanpa kawi punika cemplang,
jenis, yaitu : (1) Tembhâng Kènè’ (Tembhâng        tembang tanpa bahasa Kawi (Jawa Kuna)
Macapat) yang terdiri dari sembilan jenis,         itu kurang indah. Meskipun demikian,
yaitu Artatè, Dhurma, Kasmaran, Kènantè            agar tembang menjadi komunikatif dengan
(Salangèt), Maskumambang, Mèjhil, Pangkor,         pembacanya, penggunaan bahasa Kawi harus
Pucung, dan Sènom. (2) Tembhâng Tengnga’an         dibatasi pada kata-kata yang biasa atau sudah
570 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dikenal umum. Darnawi (1982: 60) juga         1. Dhandhanggula
menyebutkan pendapat Pigeaud (1967: 21),      2. Sinom
bahwa beberapa nama Tembang Macapat ada       3. Kinanthi
hubungannya dengan sejarah masa lampau        4. Asmaradana
di Jawa, seperti misalnya Dhandhanggula       5. Pangkur
yang merupakan sinonim dari kata              6. Mijil
Dhandhanggendhis, nama seorang Raja Kadiri    7. Pocung
pada awal abad ke-13.                         8. Durma
                                              9. Maskumambang
Diciptakan oleh Walisanga                     10. Megatruh
                                              11. Gambuh
     Menurut Serat Purwakanthi karya
M. Ng. Mangun Widjaja (1922), Serat Titi           Namun menurut Serat Mardowolagu
Asri karya Supardal Hardosukarto (1925),      dan menurut Serat Centhini, Tembang Cilik
dan Serat Pathokaning Nyekar karya R.         (Macapat) hanya ada 8 (delapan) macam,
Hardjowirogo (1925), Tembang Macapat ini      yakni:
diciptakan oleh para Walisanga. Contohnya,    1. Dhandhanggula
tembang Durma oleh Sunan Bonang, Pucung       2. Sinom
oleh Sunan Muryapada, Mijil oleh Sunan        3. Kinanthi
Gesang, dan Sekar Kinanthi oleh Sunan         4. Asmaradana
Pajang. Artinya, Tembang Macapat ini tumbuh   5. Pangkur
pada akhir masa Majapahit memasuki awal       6. Mijil
masa Demak.                                   7. Pocung
                                              8. Durma
     Suwardi (2008: 20), dengan merujuk pada
Salam (1960:2), menyatakan bahwa Tembang           Sedangkan 3 (tiga) selanjutnya, yakni
Asmaradana dan Pucung adalah ciptaan          Maskumambang, Megatruh, dan Gambuh
Sunan Giri. Sedangkan Tembang Sinom dan       (Kacatur atau Keempat) sebenarnya masuk ke
Kinanthi ialah ciptaan Sunan Muria. Hal ini   dalam Tembang Tengahan. Demikian menurut
sejalan dengan asumsi Hasyim (1974: 34-35),   Gunawan Sri Hastjarja, mpu tembang dari
namun ia menambahkan bahwa Tembang Mijil      Surakarta. Tembang Gambuh sendiri, terdiri
diciptakan oleh Sunan Kudus, Dhandhanggula    dari 7 (tujuh) jenis, yakni Gambuh Kapisan,
oleh Sunan Kalijaga, Durma oleh Sunan         Gambuh Kapindho, dan seterusnya hingga
Bonang, Maskumambang oleh Sunan Kudus,        Gambuh Kapitu. Ketujuh macam Tembang
Pangkur oleh Sunan Drajat, sedangkan          Gambuh itu secara umum mirip dengan Sekar
Gambuh dan Megatruh tidak dijelaskan.         atau Tembang Ageng, hanya Gambuh Kacatur
                                              atau Kapat yang mirip dengan lagu dalam
     Sedangkan Poedjosoebroto (1978: 194-     Tembang Macapat. Oleh karena itu, Gambuh
207) menjelaskan, Pocung dan Mijil ciptaan    yang nomer empat ini sering dibaurkan ke
Sunan Gunung Jati, Megatruh, Gambuh, dan      dalam Tembang Macapat.
Kinanthi ciptaan Sunan Giri. Maskumambang
ciptaan Sunan Majagung. Persamaannya               Sementara di Bali, Tembang Macapat
terletak pada Asmaradana, Durma, dan          yang lebih sering disebut dengan pupuh
Dhandhanggula.                                terbagi menjadi beberapa jenis, seperti Pupuh
                                              Sinom, Pupuh Semarandana, Pupuh Pangkur,
Klasifikasi Tembang Macapat                   Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti,
                                              Pupuh Durma, Pupuh Maskumambang,
     Berdasarkan ciri-ciri lagunya, menurut   Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Mijil. Pupuh
Mardimin (1991), Tembang Macapat dibagi       yang dirangkai dalam sebuah cerita disebut
menjadi 11 (sebelas) macam:                   geguritan. Akan tetapi, selanjutnya muncul
                                              beberapa pupuh baru yang berasal dari kidung,
                                              seperti Jurudemung (Demung), Gambuh,
                                              Edisi Budaya | 571
Magatruh, Tikus Kapanting dan Adri (Budiyasa     nanti. Gambuh, artinya tahu. Masa ini orang
dan Purnawan, 1998: 8).                          Jawa menyebut “gambuh salwiring kawruh”,
                                                 artinya sudah banyak makan garam. Oleh
Tembang Macapat sebagai Wawasan                  sebab itu ia sering “mendhita” dan banyak
Hidup                                            memberi petuah ketika “momong” anak
                                                 cucu. Durma, usia tua biasanya telah mundur
     Menurut Suwardi (2008: 21-22),              (menghindar) dari segala keinginan (nafsu)
Tembang Macapat juga dijadikan sebagai           yang kurang baik. Perhatiannya dicurahkan
wawasan hidup berdakwah yang berisi anjuran      untuk “nggayuh” kesempurnaan hidup.
tentang “metode” berdakwah, yakni: dakwah        Maskumambang, manusia sudah “ngambang”
hendaknya mengingat empan papan, hati-hati       (menjelang kematian), mungkin hidupnya
mengeluarkan (Mijil) kata, jangan menyimpang     tinggal menunggu waktu dan kurang berarti.
(pangkur) dari Alqur’an dan Hadit,               Kepasrahan pun terjadilah. Megatruh, artinya
menjaga (kinanthi) agar tidak bermusuhan,        perpisahan jiwa dan raga (mati). Pada saat
disampaikan secara enak (dhandhanggula),         ini, manusia akan ada tanda~tanda khusus
memberi harapan agar awet muda (sinom),          menjelang kematiannya. Pocung, artinya jika
mendorong agar suka mengeluarkan infak           orang telah mati akan dipocong atau dibungkus
(Asmaradana), mendorong agar menjauhkan          seperti pocongan. Pangkur, manusia telah
hawa nafsu (Megatruh), mendorong agar            “mungkur” (pergi) dari dunia. Namun, ia
menghindarkan molimo (Durma), memberi            masih harus melewati dua alam lagi, yaitu alam
pengertian agar tidak merasa berat               pangrantunan dan alam rambangan (yaumul
(Maskumambang) beribadah, menunjukkan            hisab), dan akhirnya berakhir tugas manusia
jalan mencapai kesempurnaan (Pucung).            di alam akherat.
     Selain itu, Tembang Macapat juga            Ciri-ciri Struktural Tembang Macapat
menjadi wawasan perjalanan hidup yang
mengisyaratkan bahwa hidup itu bergerak/              Ciri-ciri struktural Tembang Macapat,
berproses dari sebelum “ada” sampai “tidak       meliputi ketentuan jumlah gatra, guru
ada”. Perjalanan hidup manusia itu: Mijil hidup  wilangan (jumlah suku kata dalam tiap baris),
bermula dari pria/wanita tertarik kepada lawan   dan guru lagu (yang dalam sastra melayu
jenis), mengeluarkan ‘isi hati’, menyerahkan     lama disebut sajak). Jumlah gatra/larik/baris
segalanya, dan menanamkan benih kasih            masing-masing Tembang Macapat, menurut
sehingga terjadi kelahiran. Sinom, usia muda,    Wardimin (1991), adalah sebagai berikut:
sering mudah goyah, membutuhkan tauladan,        1. Dhandanggula sebanyak 10 gatra/larik/
dan sering berhias. Asmaradana, usia remaja
biasanya butuh hiburan, dan ingin hidup yang          baris
enak. Kinanthi, usia menginjak dewasa, ia        2. Sinom sebanyak 9 gatra/larik/baris
mulai ragu-ragu memilih jodoh, dan jika telah    3. Kinanthi sebanyak 6 gatra/larik/baris
menemukan kekasih yang seimbang, keduanya        4. Asmaradana sebanyak 7 gatra/larik/baris
akan memasuki pelaminan, menanamkan              5. Pangkur sebanyak 7 gatra/larik/baris
“rasa sejati”. Dhandanggula, masa jaya-          6. Mijil sebanyak 6 gatra/larik/baris
jayanya seseorang, ia benar-benar merasakan      7. Pocung sebanyak 4 gatra/larik/baris
manisnya (nikmat) hidup. Pada saat telah         8. Durma sebanyak 7 gatra/larik/baris
hidup berumah tangga, pasangan itu akan          9. Maskumambang sebanyak 4 gatra/larik/
bebas memadu kasih untuk mendapatkan
buah ‘asih’/anak yang mursid. Namun bukan             baris
mustahil jika saat itu pula ada gangguan         10. Megatruh sebanyak 5 gatra/larik/baris
keluarga yang menyedihkan. Situasi ini           11. Gambuh sebanyak 5 gatra/larik/baris
justru merupakan ujian bagi pasangan untuk
segera memikirkan bekal yang akan dibawa              Dan dalam masing-masing gatra/larik/
                                                 baris tersebut, terdapat aturan mengenai guru
                                                 wilangan dan guru lagu sebagai berikut:
572 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Ciri-ciri Non Struktural Tembang                     e. Pangkur; wataknya ‘sereng’ dan
Macapat                                                   ‘greget’. Cocok digunakan untuk
                                                          memberi petuah. Menurut Karsono
     Selain ciri-ciri struktural dalam Tembang            (1992: 21-43), mengandung perasaan
Macapat terdapat juga ciri-ciri non struktural            hati yang sungguh-sungguh, nasehat
sebagai berikut:                                          yang sungguh-sungguh, atau puncak
                                                          rindu dendam asmara.
1. Aspek Lagu Winengku Sastra untuk
     Tembang Macapat dan Tembang                     f. Mijil; wataknya sedih dan prihatin.
     Tengahan. Artinya aspek sastra lebih                 Cocok digunakan untuk cerita sedih
     dipentingkan dibanding aspek lagunya.                atau hal yang mengerikan. Menurut
     Dengan kata lain, lagunya lebih sederhana            Karsono (1992: 21-43), mengandung
     jika dibandingkan dengan isi atau                    nasehat, melahirkan perasaan sedih
     sastranya. Sebaliknya, untuk Tembang                 atau perasaan kasih yang sendu.
     Ageng, yang berlaku adalah Sastra
     Winengku Lagu atau aspek lagu lebih             g. Pocung; wataknya ‘sareh’, cocok
     dipentingkan daripada isinya.                        untuk cerita yang seenaknya.
                                                          Menurut Karsono (1992: 21-43),
2. Watak atau Karakter dari tiap-tiap jenis               santai dan jenaka tapi berisi untuk
     tembang dalam Macapat bervariasi:                    mengungkapkan nasehat yang
                                                          ringan.
     a. Dhandhanggula; wataknya luwes
          dan menyenangkan sehingga cocok            h. Durma; wataknya ‘sereng’, nafsu, dan
          untuk segala hal. Digunakan untuk               ‘gregetan’. Cocok untuk cerita perang.
          membuka dan menutup karangan.                   Menurut Karsono (1992: 21-43),
          Menurut Karsono (1992: 21-43),                  wacana yang bermakna keras, bengis,
          membingkai wacana yang bermakna                 kasar, atau nasehat/peringatan keras.
          pada satu harapan atau tujuan yang
          baik.                                      i. Maskumambang; wataknya sedih,
                                                          kecewa, dan mengerikan. Cocok
     b. Sinom; wataknya ‘canthas’ dan ‘ethes’,            untuk cerita kesedihan. Menurut
          cocok untuk memberi petuah dan                  Karsono (1992: 21-43), bersifat lara,
          biasa juga digunakan untuk menutup              prihatin, dan iba.
          karangan. Menurut Karsono (1992:
          21-43), berdialog dengan penuh             j. Megatruh; wataknya sedih, kecewa.
          persahabatan untuk melahirkan                   Cocok untuk menggambarkan
          cinta kasih dan untuk menyampaikan              kesedihan.
          amanat atau nasehat.
                                                     k. Gambuh; wataknya persaudaraan dan
     c. Kinanthi; wataknya ‘sumanak’ dan                  cocok untuk memberi petuah.
          menyenangkan. Cocok untuk atur
          pambagya, piwulang, atau sebagai      3. Sasmita dalam Tembang Macapat juga
          pembuka cerita. Menurut Karsono            bervariasi. Istilah sasmita ini berasal dari
          (1992: 21-43), mengandung makna            bahasa Kawi yang berarti semu, tanda,
          bercumbu rayu, memberi nasehat             atau pasemon (Wardimin, 1991: 155).
          ringan, dan membeberkan hati yang          Sasmita, selain digunakan langsung
          riang.                                     dalam lirik atau syair tembang, bisa juga
                                                     digunakan dalam wasana (suasana) cerita
     d. Asmaradana; wataknya sedih,                  yang digambaran dalam pupuh tembang
          prihatin, dan kasmaran. Cocok dan          tersebut. Variasi tersebut yakni:
          biasa digunakan untuk kisah cinta.         a. Dhandhanggula; manis, memanise,
          Menurut Karsono (1992: 21-43),                  sarkara, artati, dhandhang, dll
          mempunyai sifat sedih atau perasaan        b. Sinom; kanoman, ngenomi, taruna,
          yang mendalam karena api asmara                 weni, pangrawit, srinata, roning
          atau untuk merayu.                              kamal, dll
                                                Edisi Budaya | 573
c. Kinanthi; kanthi, kekanthen              kaprawiran dèn kèsthi | pêsunên sariranira |
          gandheng, ginandheng, dll              cêgahên dhahar lan guling ||
     d. Asmaradana; kingkin, brangta,            Asmaradana
          brangti, wuyung, asmara, kasmaran,
          dll                                         padha nêtêpana ugi | kabèh parentahing
                                                 sarak | têrusna lair batine | salat limang wêktu
     e. Pangkur; pungkur, mingkur, wuntat,       uga | tan kêna tininggala | sapa tinggal dadi
          kawuntat, wuri, dll                    gabug | yèn mingsih rêmên nèng praja ||
     f. Mijil; mijil, wijiling, mios, metu, dll  Pangkur
     g. Pocung; kaluwak, wohing pocung.
     h. Durma; ngunduri, durcara, duraka,             kang sêkar pangkur winarna | lêlabuhan
                                                 kang kanggo wong ngaurip | ala lan bêcik
          durmuka, dll                           puniku | prayoga kawruhana | adat waton
     i. Maskumambang; kentir, timbul,            puniku dipun kadulu | miwah ta ing tatakrama
                                                 | dèn kaèsthi siyang ratri ||
          kumambang
     j. Megatruh; pegat, duduk, anduduk          Mijil
     k. Gambuh; tumambuh, anggambuh,
                                                      poma kaki padha dipun eling | ing
          tambuh-tambuh, dll                     pitutur ingong | sira uga satriya arane | kudu
                                                 antêng jêtmika ing budi | ruruh sarwa wasis |
Contoh Tembang Macapat                           samubarangipun ||
     Contoh Tembang Macapat ini dikutip dari     Pocung
Sêrat Wulang Rèh yang disusun oleh Sunan
Pakubuwana IV:                                        wong sadulur nadyan sanak dipun rukun
                                                 | aja nganti pisah | ing samubarang karsane
Dhandhanggula                                    |[6] padha rukun dinulu têka prayoga ||
     pamêdhare wasitaning ati | cumanthaka       Durma
aniru pujôngga | dahat mudha ing batine
| nanging kêdah ginunggung | datan wruh               dipun sami ambanting sariranira | cêgah
yèn akèh ngèsêmi | amêksa angrumpaka |           dhahar lan guling | darapon sudaa | nêpsu
basa kang kalantur | tutur kang katula-tula      kang ngômbra-ômbra | rêrêma ing tyasirèki |
| tinalatèn rinuruh kalawan ririh | mrih         dadi sabarang | karsanira lêstari
padhanging sasmita ||
                                                 Maskumambang
Sinom
                                                      nadyan silih bapa biyung kaki nini |
     ambêke kang wus utama | tan ngêndhak        sadulur myang sanak | kalamun muruk tan
gunaning janmi | amiguna ing aguna |             bêcik | nora pantês yèn dèn nuta ||
sasolahe kudu bathi | pintêre dèn alingi |
bodhone dinèkèk ngayun | pamrihe dèn inaa |      Gambuh
mring padha-padhaning janmi | suka bungah
dèn ina sapadha-padha ||                              sêkar gambuh ping catur | kang cinatur
                                                 polah kang kalantur | tanpa tutur katula-tula
Kinanthi                                         katali | kadaluwarsa katutuh | kapatuh pan
                                                 dadi awon || (Dawam Multazam)
     padha gulangên ing kalbu | ing sasmita
amrih lantip | aja pijêr mangan nendra | ing                                                        [Dawam Multazam]
                                            Sumber Bacaan
Setiyadi, Putut. 2012. “Pemahaman Kembali Local Wisdom Etnik Jawa dalam Tembang Macapat dan Pemanfaatannya
         sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti Bangsa”, dalam Magistra No. 79 Th. XXIV Maret 2012
Sastrodiwirjo. 2008. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. Surabaya: Karunia.
Suwardi. 2008. Wawasan Hidup Jawa dalam Tembang Macapat
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16 dan 17. 1991. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Mardimin, Yohanes. 1991. Sekitar Tembang Macapat. Semarang: Penerbit Satya Wacana.
Madyaratri, Juniarti. 2001. Suntingan Teks dan Analisis Metrum Tembang Naskah Koleksi Bambang Irianto. Skripsi
         Universitas Indonesia.
Darnawi, Soesatyo. 1982. A Brief Survey of Javanese Poetics. Jakarta: PN Balai Pustaka
574 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tepung Tawar
Di beberapa daerah dalam kawasan                bulan), naik haji bahkan menyambut tamu.
          kebudayaan Melayu, istilah Tepung     Sehingga makna Tepuk Tepung Tawar yang
          Tawar ini disebut juga dengan tepuk   sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan
Tepung Tawar yang secara harfiah berarti        syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tepuk
menepuk-nepukkan bedak pada punggung            Tepung Tawar tidak lain bermakna sebagai
telapak tangan dan telapak tangan lalu          sebuah wujud doa kepada Allah Yang Maha
‘merenjis-renjiskan’ (memercikkan) air mawar    Kuasa sebagai perlambang dalam mencurahkan
pada orang yang akan dilumuri tepung tawari,    rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas
dan dilengkapi dengan menabur-naburkan          keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan
bunga rampai, beras putih, dan beras kuning     dilaksanakan.
ke seluruh badan orang yang bersangkutan
atau yang ‘ditepung tawari’, kemudian diakhiri       Dalam pelaksanaannya, bahan-bahan
dengan doa oleh alim ulama.                     yang digunakan dalam Tepung Tawar terdiri
                                                atas ramuan penabur dan ramuan perenjis:
      Dalam praktiknya, tepung tawar dilakukan
untuk mengikhlaskan bahwa semua kegiatan        1. Ramuan penabur
akan menjadi tawar dalam pengertian tidak
ada yang tidak suka, dan tidak enak, dan             Bahan-bahan yang digunakan pada
segala bentuk ketidak ridhaan lainnya. Dengan        ramuan penabur ini terdiri dari beras
demikian, kalau tepung tawar dilaksanakan            putih, beras kuning, bertih (padi
di dalam pesta perkawinan misalnya, maka             digoreng), bunga rampai, dan tepung
semua yang melakukan tepung tawar secara             beras. Bahan-bahan ini ketika proses
tulus telah ikhlas memberi restu kepada kedua        Tepung Tawar dilakukan, diletakkan di
mempelai.                                            atas pahar (dulang tinggi) dan wadah
                                                     terpisah. Secara simbolik, bahan-bahan
      Selain bermakna memohon doa restu              yang digunakan dalam ramuan penabur
dari hadirin, tepung tawar juga bermakna             ini memiliki makna sebagai berikut: beras
menghindarkan diri dan keluarga dari                 putih berarti lambang kesuburan, beras
marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau            kuning berarti suatu kemajuan yang baik,
kesenangan, serta membuang penyakit (Ishak           bunga rampai bermakna keharuman
Thaib, 2009:63 dalam Hulul Amri 4).                  nama, sedang tepung beras memiliki arti
                                                     kebersihan hati.
      Dalam masyarakat Melayu Riau, tradisi
tepung tawar begitu bermakna, karena            2. Ramuan Perenjis
dalam setiap pelaksanaan sebuah acara
yang dilakukan selalu diiringi dengan acara          Bahan-bahan yang digunakan pada
Tepuk Tepung Tawar seperti pada upacara              ramuan perincis dalam Tpung Tawar
perkawinan, khitanan, pemberian nama bayi            terdiri atas semangkuk air, segenggam
yang baru lahir, menaiki rumah baru, menaiki         beras putih dicampur jeruk purut (limau
kendaraan baru, nempah bidan (menujuh                mungkur) yang diiris-iris, ditambah
                                                     dengan satu ikat daun yang terdiri atas
                                                Edisi Budaya | 575
Sumber: http://buletinborneo.blogspot.co.id/   misalnya bahan untuk perenjis (daun setawar,
                                               daun sedingin, daun rubu-ribu, daun sepulih,
     7 macam daun yaitu: daun kalinjuhang      daun juang-juang, daun ganda rusa dan daun
     (lambang tenaga magis kekuatan ghaib),    ati-ati) diganti dengan daun pandan, daun
     daun pepulut atau pulutan (lambang        ganda rusa dan daun ribu-ribu saja.Ketiga jenis
     kekekalan sesuai sifatnya yang lengket),  daun yang terakhir ini lebih mudah ditemukan.
     daun ganada rusa (lambang perisai
     gangguan alam), daun jejeruan (lambang    Proses Pelaksanaan Tepung tawar
     kelanjutan hidup sebab sukar dicabut),
     daun sepenuh (lambang rezeki), daun            Orang yang hendak ditepung tawari
     sedingin (lambang menyejukkan,            biasanya didudukkan pada tempat khusus.
     ketenangan, kesehatan), rumput sambau     Kalau dalam prosesi pernikahan, Tepuk Tepung
     dan akarnya (lambang pertahanan karena    Tawar dilaksanakan pada saat mempelai
     akarnya sukar dicabut). Di sumber lain    duduk satu-satu dan ada pula ketika kedua
     disebutkan bahwa daun-daun yang           mempelai duduk berdua sekaligus. Dilakukan
     digunakan yaitu daun setawar, daun        dengan duduk satu-satu pertimbangannya
     sedingin, daun ribu-ribu, daun sepulih,   bahwa kedua mempelai belum melaksanakan
     daun juang-juang, daun ganda rusa dan     mahar bathin (belum bersatu), sedangkan
     daun ati-ati.                             Tepuk Tepung Tawar duduk berdua sekaligus
                                               dapat dilakukan dengan pertimbangan kedua
3. Pedupaan                                    mempelai sudah menikah.
     Dalam acara Tepung tTawar juga                 Adapun tata cara menepuk Tepung
     disediakan pedupaan (dupa) tempat         Tawar yaitu yang pertama dengan mengambil
     kemenyan atau setanggi dibakar yang       sejemput beras kunyit, beras putih dan
     tujuannya hanya untuk memberikan          bertih lalu ditaburkan melewati atas kepala,
     keharuman.                                ke bahu kanan dan kiri dan pengantin
                                               maksudnya sebagai ucapan selamat dan
     Dalam praktiknya di beberapa daerah,
karena pertimbangan ketersediaan, bahan-
bahan bisa digantikan dengan bahan lainnya,
576 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Sumber: https://www.flickr.com/photos/najeep/2151036898  bersifat ganjil contoh Asmaul Husna, jumlah
                                                         lafaz zikir. Tidak jarang lantunan salawat
gembira. Beras kunyit (beras kuning) warna               kepada Nabi Muhammad SAW dibacakan
kuning melambangkan raja/sultan, lambang                 ketika prosesi Tepung Tawar berlangsung.
kebesaran dan mempunyai makna keagungan
dan kebesaran Melayu. Pada saat ini dilafazkan                Di beberapa daerah Melayu di Riau bisa
Shalawat Nabi 1 kali, ramuan penabur boleh               ditemukan bacaan syair ketika prosesi Tepuk
ditabur satu-satu atau digabung sekaligus.               Tepung Tawar berlangsung, seperti di bawah
                                                         ini:
     Yang kedua dengan mengambil
(mencecahkan daun perenjis dalam air tepung                   Tepung tawar untuk penawar
tawar lalu ditepukkan (direnjis) di atas dahi                 Supaya hidup tidak bertengkar
(kening), maksudnya berfikirlah sebelum                       Wabah penyakit tidak menular
bertindak, bahu kanan dan kiri maksudnya                      Semua urusan berjalan lancar
memikul beban dan rasa tanggung jawab,
lalu belakang telapak tangan kanan dan kiri                   Tepung tawar berberas bertih
(dengan posisi telapak tangan pengantin                       Supaya hati menjadi pengasih
telungkup) maksudnya dalam mencari rezeki                     Tabah menahan pahit dan pedih
hendaklah berikhtiar dan berusaha dalam                       Sampai tua sayang berlebih
menjalankan bahtera kehidupan.
                                                              Tepung tawar berdaun sedingin
     Yang ketiga mengambil sebutir telur lalu                 Supaya selamat kedua pengantin
menggolekkan, meletakkan sebentar di bibir                    Imannya teguh bekerja pun rajin
pengantin dan diputar di sekitar muka (wajah)                 Mau bersusah tahan berlenjin
pengantin dan kemudian telur tersebut
diletakkan di tempatnya kembali maksudnya                     Tepung tawar berberas kunyit
meneruskan keturunan dan ketulusan hati                       Supaya menjauh segala penyakit
yang sakinah mawaddah warrahmah.                              Berlapang dada di dalam sempit
                                                              Mensyukuri nikmat walau sedikit
     Yang keempat dengan mengambil
sejumput inai yang berada pada semberip kecil                 Tepung tawar berbunga rampai
(dulang atau talam berkaki) lalu dioleskan                    Supaya niat semuanya sampai
di telapak tangan kanan dan kiri yang telah                   Dikasihi oleh sahabat handai
dialasi dengan bantal. Posisi tangan pengantin                Berumah tangga rukun dan damai
telentang maksudnya menandakan mempelai
perempuan sudah berakad nikah dan diakhiri                    Tepung tawar berbeas basuh
dengan doa selamat sebagai penutup agar                       Supaya hidup tidak berumusuh
mendapatkan berkah dari Allah SWT.                            Mana yang buruk akan menjauh
                                                              Berumah tagga takkan bergaduh
     Tepuk Tepung Tawar biasanya dilakukan
oleh 3 orang, 5 orang dan 7 orang (dalam                      Tepung tawar mengandung inai
hitungan ganjil). Makna dari hitungan ganjil                  Balak dan bala tidakkan sampai
yaitu karena Allah menyukai hal-hal yang                      Niat terkabul hajat pun sampai
                                                              Sehingga mati barulah bercerai
                                                              Tepung tawar menuruti adat
                                                              Intinya doa memohon rahmat
                                                              Kepada Allah hati bertobat
                                                              Supaya sentosa dunia akhirat
                                                         Edisi Budaya | 577
Tepung tawar kita lakukan               Supaya sejahtera suami isteri
Bersuami isteri seiring jalan           Kalau berpisah bercerai mati.
Sampai mati berkasih-kasihan
Beranak bercucu ia berkekalan           Di kebudayaan Melayu syair memegang
                                   kedudukan penting. Karena bentuk sastra
Tepung tawar banyak maknanya       ini lazim mengandung kisah-kisah yang
Doa dan restu ada di dalamnya      mengasyikkan atau mengandung nilai-nilai
Semoga bahagia rumah tangganya     nasihat dan tunjuk ajar yang kental dan bernas.
Diridhoi Allah selama-lamanya      Para orang tua Melayu masa silam menjadikan
                                   syair sebagai bacaan penting dan kebanggaan.
Tepung tawar adat sejati
Mohon rahmat Ilahi Rabbi                                                                      [Ismail Yahya]
                                            Sumber Bacaan
Pusat Rujukan Persuratan Melayu, link online di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=perenjis
Suwira Putra, Makna Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan Adat Melayu Riau di Desa Pematang Sikek, Kecamatan
         Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, e-journal Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu
         Komunikasi, FISIPOL, Universitas Riau, 2014, hlm. 3.
Ria Mustika, Analisis Tepuk Tepung Tawar pada Prosesi Pernikahab Adat Melayu Desa Dendun, Kabupaten Bintan, artikel
         e-journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung
         Pinang, 2013, hlm. 2.
Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, hlm. 15-16, http://malaycivilization.ukm.
         my/idc/groups/portal_tenas/documents/ukmpd/tenas_42867.pdf
Akmal, Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam), Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 161.
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi,
         2006) hlm. 129-135
http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten
578 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tirakat
Kata tirakat dalam bahasa Indonesia                makan selain nasi putih; puasa nglowong,
         merupakan serapan dari bahasa Arab        yaitu berpuasa pada hari tertentu menjelang
         yang berasal dari akar kata taraka. Akar  hari besar Islam menurut perhitungan Jawa
kata ini memiliki makna dasar ‘melepaskan diri     Islam, seperti bulan Bakda Besar atau bulan
dari sesuatu apa pun’. Dalam bahasa Arab, harta    Sura. Selain itu, bentuk tirakat lain yang biasa
warisan peninggalan orang yang meninggal           dijalani oleh orang Jawa adalah mengurangi
disebut dengan tirkah. Dalam bahasa Indonesia,     makan, dengan cara makan hanya sekepal
kata tirkah ini berubah bunyi menjadi tirakat.     nasi untuk jatah makan satu atau dua hari
Kata tirakat dalam bahasa Indonesia memiliki       dan puasa ngebleng, yaitu berpuasa sambil
dua makna; (1) menahan hawa nafsu, seperti         mnyendiri dalam ruangan, bahkan jika
berpuasa, berpantang, dan (2) mengasingkan         diperlukan menyendiri dalam ruangan yang
diri ke tempat yang sunyi. Kata serapan ini        gelap yang tidak terkena cahaya, atau yang
memiliki korelasi makna dengan kata asalnya        dikenal dengan patigeni.
yang berbahasa Arab. Untuk kategori makna yang
pertama, tirakat berarti menahan (melepaskan)           Adakalanya tirakat dilakukan pada waktu-
diri untuk tidak makan atau melakukan hal          waktu yang khusus, semisal menghadapi tugas
yang dipantang. Sementara itu, makna yang          berat, atau sedang mengalami krisis keluarga,
kedua dari tirakat berarti meninggalkan orang      karier, atau bahkan sedang menghadapi
terdekat untuk menyendiri di tempat yang           masalah dengan orang lain, bahkan tirakat
sunyi, sebagaimana jenazah meninggalkan            kalau diperlukan dilakukan untuk kepentingan
harta, keluarga, dan lain sebagainya. Tirakat      masyarakat atau negara. Dalam situasi seperti
juga identik (sinonim) dengan kata riadat yang     itu, tirakat merupakan laku prihatin yang
berarti ‘perihal bertapa dengan mengekang hawa     sangat penting untuk menghadapi marabahaya.
nafsu’, seperti memantang berbagai makanan
dan lain sebagainya. Kata riadat ini juga               Di samping puasa, bertapa juga merupakan
merupakan serapan dari bahasa Arab riyadhah        laku tirakat yang dianggap penting oleh
yang berarti ‘menundukkan, menjinakkan, dan        orang Jawa. Tapa ngalong, yaitu bergantung
melatih’. Ketika dikatakan radha al-syakhshu       terbalik dengan dua kaki diikat pada dahan
al-dabbata berarti ‘seseorang itu menjinakkan      sebuah pohon, tapa ngluwat, yaitu bersemadi
hewan ternaknya’.                                  di makam leluhur atau orang keramat dalam
                                                   jangka waktu tertentu, tapa bisu, menahan diri
      Dalam kebudayaan Jawa, tirakat               untuk tidak berbicara dengan orang lain, tapa
mendapat tempat sendiri sebagai bagian dari        bolot, yaitu tidak mandi dan membersihkan
upaya mencapai tujuan-tujuan keagamaan             diri untuk jangka waktu tertentu, dan tapa
dan penyelesaian berbagai problem hidup.           ngramban, yaitu menyendiri di hutan dengan
Dalam menjalani tirakat, orang Jawa mengenal       hanya makan tumbuh-tumbuhan, tapa
berbagai cara atau laku tirakat yang secara        ngambang, yaitu merendam diri di tengah
lahiriah tampak sebagai upaya secara sengaja       sungai selama beberapa waktu, tapa ngeli, yaitu
melakukan kesengsaraan. Dalam hal ini,             bersemadi di atas rakit dengan membiarkan
berbagai laku tirakat yang dikenal dalam           diri terhanyut oleh arus air, tapa tilem, yaitu
kebudayaan Jawa sebagai berikut. Puasa             tidur dalam jangka waktu tertentu tanpa
mutih, yaitu berpuasa dengan berpantang            makan apa-apa, tapa mutih, hanya makan nasi
                                                   saja tanpa lauk-pauk, dan tapa mangan, yaitu
                                                                                      Edisi Budaya | 579
laku tanpa tidur tetapi boleh makan. Semua       terhadap muridnya ini sebagimana peran
itu merupakan praktik bertapa yang dikenal       dokter terhadap pasiennya. Resep tirakat
dalam kebudayaan Jawa.                           yang diberikan mursyid kepada muridnya pun
                                                 berbeda-beda sesuai dengan hasil diagnosa
     Meskipun berbagai bentuk tirakat yang       kiai atau mursyid terhadap “gejala penyakit”
dikenal dalam kebudayaan Jawa itu sebagian       yang dialami muridnya. Untuk yang terbiasa
merupakan warisan pra-Islam, namun seiring       rakus makanan, biasanya mursyid menyuruh
dengan masuknya Islam ke Jawa dan luasnya        tirakat puasa; untuk yang suka berdebat,
penerimaan Islam di kalangan masyarakat          biasanya diperintah untuk tirakat tidak banyak
Jawa, berbagai laku tirakat tersebut tidak       berbicara; untuk yang gila harta atau jabatan
dihilangkan. Mengingat Islam yang masuk          biasanya dilakukan dengan cara mengasingkan
ke Jawa adalah Islam sufistik, berbagai          diri dan zuhud; dan untuk yang suka tidur,
laku tirakat itu justru dijadikan instrumen      biasanya dilatih untuk terbiasa melek malam.
untuk menjalani riyadhah ‘latihan rohani’
sebagaimana yang diajarkan dalam tradisi              Pada dasarnya, tirakat ini dilakukan
tasawuf. Oleh karena itu, mengingat laku         untuk mengendalikan hawa nafsu. Setelah
tirakat sifatnya hanyalah instrumen atau         melakukan tirakat, diharapkan seseorang yang
sarana belaka, maka dalam pelaksanan tirakat     melakukannya mencapai tingkatan tertinggi di
yang dijadikan acuan adalah ketentuan syariat    sisi Allah, dan terhindar dari sifat-sifat buruk
atau fikih. Dengan demikian, sepanjang           yang mengotori hati. Dalam menjalankan
laku tirakat itu tidak bertentangan dengan       tirakat, biasanya ada tempat khusus untuk
fikih, maka hukumnya juga boleh dilakukan.       para murid yang langsung dibimbing oleh
Dalam kasus puasa misalnya, selama tidak         mursyidnya. Ibnu Ajibah menyebutkan bahwa
dilakukan di waktu-waktu yang diharamkan         berkumpul bersama orang yang sama-sama
puasa, seperti dua hari raya dan hari tasyriq,   sedang tirakat dan dibimbing oleh murysid
atau selama dari sudut pandang fikih tidak       merupakan syarat utama yang paling penting.
masuk dalam kategori puasa wishal, yaitu         Hal ini karena tasawuf itu memiliki tiga
menyambung puasa dua hari atau lebih tanpa       pondasi dasar yang sangat penting, yaitu
berbuka, maka tirakat dalam bentuk puasa         berkumpul dalam satu majelis (al-ijtima’),
dengan berbagai jenisnya boleh dilakukan.        memperhatikan petuah mursyid (al-istima’),
                                                 dan meniru perilaku mursyid (al-ittiba’).
     Sebagai upaya untuk pengendalian diri,
di kalangan santri Jawa tirakat merupakan             Dalam perkembangannya, tradisi tirakat di
manifestasi lokal terhadap riyadhah yang         kalangan Muslim Jawa tidak hanya digunakan
dikenal dalam tradisi sufi. Dalam konteks        dalam konteks menjalani riyadhah sufi, tetapi
ini, laku tirakat dimaksudkan untuk              juga dilakukan untuk menjalani ilmu-ilmu
mengendalikan nafsu dan menyucikannya            hikmah, seperti untuk kesalamatan dan
dari segala sifat, perilaku, dan perbuatan yang  pemenuhan segala hajat dalam hidup, dengan
menjauhkan seorang hamba dari Allah. Oleh        mengamalkan wirid-wirid tertentu, baik yang
karena itu, formula tirakat yang dijalankan      bersumber dari Alquran maupun peninggalan
oleh santri Jawa itu mengikuti bimbingan kiai    ulama dan sufi.
atau mursyid tarekat. Peran kiai atau mursyid
                                                                                                           [Adib M Islam]
                                   Sumber Bacaan
Ana Katifah, Kepercayaan Masyarakat terhadap Upacara Tradisi Satu Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten
         Temanggung, (Semarang: UIN Walisongo, 2014).
Fahmi Kamal, Perkawinan Adat Jawa dalam Kebudayaan Indonesia, Jurnal Khasanah Ilmu, Vol V N0 2, September 2014.
Ibnu Ajibah, al-Futuhat al-Ilahiyyah, (Mesir: al-Azhar, t,th).
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H).
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
         Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://www.nu.or.id/post/read/46505/tradisi-quotmalam-tirakatanquot-tumbuhkan-semangat-persatuan
580 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Topeng
Penutup muka atau wajah disebut                  seni pahat. Terkait dengan budaya, topeng
        dengan kedok. Topeng merupakan           dapat dimaknai sebagai cerminan karakter
        salah satu ekspresi karya seni tertua    dan watak manusia. Bahkan, disebutkan,
sepanjang peradaban dunia. Topeng digambar-      sejak masa prasejarah, seni topeng sudah ada.
(menggambar)-kan sifat-sifat dan karakter        Oleh karena itu, kehadiran seni topeng sejalan
manusia, sekalipun pada umumnya, raut            dengan kehadiran umat manusia, sehingga
muka dalam topeng itu dilebih-lebihkan untuk     tradisi topeng merupakan kesenian yang ada
memperoleh citra yang berkesan. Sebagai          di belahan dunia manapun.
gambaran karakter manusia, seni topeng ada
di belahan dunia manapun. Kesenian sejenis            Dalam konteks Nusantara, sejak abad ke-
topeng di Indonesia antara lain seni buroq dan   10-11 M. telah dikenal tokoh cerita Panji atau
ondel-ondel.                                     Raja-raja pada zaman Raja Lembu Amiluhur
                                                 atau Prabu Panji Dewa di Jenggala, di mana
      Ketika Islam berkembang di Nusantara,      wilayahnya meliputi Jawa dan Bali. Topeng
topeng juga menjadi bagian dari strategi dakwah  merupakan salah satu seni yang diajarkan dan
para mubalig, terutama pada era Walisongo.       dikembangkan pada saat itu. Tidak heran jika
Untuk saat ini, pemaknaan terhadap topeng        hingga saat ini, terdapat beberapa daerah yang
dan jenis-jenisnya tidak jarang dikaitkan pula   masih mengembangkan seni topeng, seperti
dengan ajaran-ajaran tasawuf dalam Islam.        Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Malang,
Topeng bukan sekadar seni atau kebudayaan        Madura, dan Betawi.
lokal semata-mata, tetapi juga dapat dimaknai
dengan tradisi keilmuan dalam Islam.                  Cirebon merupakan salah satu daerah
                                                 penting di Indonesia saat ini terkait dengan
Asal Usul dan Jenis Topeng                       topeng dan Islam Nusantara. Pada saat
                                                 Cirebon menjadi salah satu pusat dakwah
      Secara harfiah, topeng (mask) adalah       Islam, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa
penutup muka. Dalam pandangan kesenian,          Cirebon, bersama Sunan Kalijaga menjadikan
topeng dapat disebut sebagai seni tari dan       seni wayang dan topeng sebagai tontonan di
                                                 Keraton, sekaligus juga bagian dari tuntunan
                                                 Edisi Budaya | 581
dalam dakwah Islam. Dalam Babad Cirebon               Menurut tradisi lisan, topeng Cirebon
disebutkan, Sunan Panggung adalah pelopor        dikembangkan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan
dari seni pertunjukkan topeng. Pagelaran         Panggung. Keahlian tari topeng diwariskan
topeng setelah menjadi kesenian rakyat           kepada muridnya, Pangeran Bagusan.
semarak dilakukan, seperti pada saat mapag       Selanjutnya diwariskan kepada anak-anaknya
sri, sedekah bumi, ruwatan, dst.                 yang tinggal di Bagusan, Trusmi dan Losari.
                                                 Menurut kepercayaan para ahli topeng di
     Pertunjukkan tari topeng di Cirebon         Cirebon, terdapat 4 (empat) tingkatan; syari’at,
mempunyai 5 (lima) jenis; pertama, Panji;        tarikat, hakikat dan ma’rifat. Tingkat ma’rifat
kedua, Pamindo; ketiga, Rumyang; keempat,        ini lebih dekat pada tari topeng Panji. Tingkat
Tumenggung; dan kelima, Klana atau Rahwana.      Hakikat lebih dekat kepada tari topeng Pamindo
Wajah topeng Panji berwarna putih berseri        atau Samba. Tingkat tarekat lebih dekat pada
menggambarkan kebersihan dan kesucian,           tari topeng Tumenggung atau patih. Tingkat
bagaikan bayi yang baru dilahirkan, dengan       syariat lebih dekat kepada tari topeng Kelana
karakter halus dan alim. Tarian topeng Pamindo   atau Rahwana. Bagi penari sendiri, tingkatan
menggambarkan seseorang yang memasuki            tersebut mempunyai karakter dalam dirinya.
masa remaja yang cenderung emosional.
Wajah topengnya putih berseri dihiasi rambut          Tahapan-tahapan tersebut saat ini,
keriting (ikal) pada dahinya, dengan karakter    memang tidak semua penari topeng dapat
genit dan lincah. Tarian topeng Rumyang          melakukannya. Kartini (41 tahun) sebagai
menggambarkan seseorang yang semangatnya         penari topeng dari Losari mengakui hal
selalu optimis dan percaya diri. Wajah           itu. Dirinya pernah melakukan tahapan-
topengnya berwarna orange sebagai peralihan      tahapan serupa itu dengan penghayatan yang
dari remaja ke masa dewasa dengan karakter       mendalam, hanya ada satu tahapan yang belum
agak genit bercampur alim. Tarian topeng         dilaluinya, yaitu puasa 40 hari 40 malam, tidak
Tumenggung menggambarkan seseorang               boleh berbuka puasa dan hanya berdiam diri di
yang mempunyai kedudukan dan tanggung            atas langit-langit rumah sambil memanjatkan
jawab sesuai tingkat kedewasaannya. Wajah        doa kepada Allah SWT. Tahapan-tahapan yang
topengnya berwarna merah, berkumis tipis         dimaksud; pertama, mengunjungi makam
dengan karakter gagah dan tangguh. Tarian        keramat, atau makam nenek moyang untuk
topeng Klana atau Rahwana menggambarkan          meminta restu agar dapat menari dengan
seseorang yang serakah, angkuh, murka,           baik; kedua, puasa mutih; ketiga, mandi bunga
dan tidak dapat mengendalikan diri atau          tujuh rupa, sebagai pensucian seorang penari;
gambaran manusia yang selalu berkelana           dan keempat, membaca mantra dan doa-doa.
dalam kebebasan akibat pengaruh hawa nafsu.      Kartini kini mendirikan dan mengembangkan
Wajah topeng Klana berwarna merah padam          tari topeng melalui sanggar “Purwa Bhakti
berkumis tebal menyeramkan dengan karakter       Losari” di desa Barisan Kecamatan Losari
gagah dan besar. Kelima jenis topeng tersebut    Kabupaten Cirebon.
disebut dengan “Panca Wanda”.
                                                      Tari topeng dapat dikatakan mempunyai
Topeng dan Pemaknaan Keislaman                   sifat sakral yang ditunjukkan oleh para dalang
                                                 topeng dengan mempertunjukkan tarian-
     Dalam seni tari, tari topeng juga memiliki  tariannya. Salah satu sifat sakral itu tercermin
beberapa jenis, seperti topeng Panji, topeng     dalam doa/mantra yang dibaca. Di antara doa/
Samba, topeng Rumyang, topeng Tumenggung         mantranya, sebagai berikut:
dan topeng Kelana. Jenis tari topeng lainnya
sesuai dengan asal daerahnya, seperti topeng     Sumerah maring Allah
Cirebon, topeng Bali, topeng Malang, topeng      Sakapindo maring Rasulullah
Betawi.                                          Kang anane ning wetan
                                                 Sunuhun Gunung Djati
                                                 Kang sume kang ana Gunung Djati
582 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Nyi Rangga Asmara                                                      syarat-syarat khusus yang
Kang anama Sang Hyang                                                  harus dipenuhi.
Permana
Kang ana ing kulon                                                          Topeng bagi masyarakat
Sang Tunggul Putih                                                     Cirebon merupakan kesenian
Kang anama Kesamadtullah                                               yang tak terpisahkan dari
Kula titip pandita 40                                                  seni lainnya, seperti wayang.
Kang asih nikmat ting badan                                            Oleh sebagian budayawan,
Kula titip maring Abdulmutalib                                         wayang dipahami masyarakat
Cuan lamon ora dijaga bending                                          Cirebon sebagai gambaran
Kenang bendunge Allah Ta’ala                                           sareat (syariat), sedang
Allahumma bisrokhman                                                   topeng gambaran tarekat.
Mil suci saking umat                                                   Adapun tingkat hakikat ada
Kangjeng Nabi Muhammad                                                 pada seni Barongan atau
Allahuma Sotiamin                                                      Berokan, dan makrifat ada di
Nyuwun ning Pangeran Bonang                                            ronggeng. Akan tetapi dalam
Pangeran Panggung minta diraksa                   Babad Cirebon, wayang dipahami sebagai
Sajabane sajerone panggung                        syariat, topeng sebagai hakikat, dan ronggeng
                                                  tetap makrifat.
     Di balik tari topeng yang sangat indah
dan kreatif tidak lepas dari peran seorang             Dalam perkembangan mutakhir, topeng
dalang topeng. Topeng memang tidak berbeda        juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan
dengan wayang, di mana wayang tidak mungkin       dan kesenian kontemporer, seperti ondel-
bergerak tanpa ada dalang. Begitupun dengan       ondel di Betawi dan seni buroq di Cirebon.
penari topeng, maka dalang topeng itu penari      Pertunjukkan seni buroq dalam praktiknya
sendiri. Dalang topeng dapat menjadi guru dari    mirip dengan ondel-ondel di Betawi, di mana
para penari topeng lainnnya yang belum sampai     kesenian tersebut diperagakan di tengah
pada tingkatan dalang. Oleh karena itulah         keramaian sebagai tontonan umum sambil
dalang topeng, tidak bisa dilepaskan dari musik-  mengelilingi kampung, seperti tasyakur
musik yang mengiringinnya. Dalang topeng          sunatan (khitan), 17-an, Syawalan, dst. Kedua
ini disebut juga sebagai seorang pendakwah        seni tersebut, sekalipun bukan tari topeng
Islam dalam sejarah penyebaran Islam pada         yang dikenal selama ini, tetapi menjadi
masa kewalian. Pada awalnya tidak semua           kesenian serumpun dengan topeng. Dengan
orang dapat menjadi penari topeng, karena ada     model kesenian semacam itu, topeng lebih
                                                  dikenal lagi oleh masyarakat luas dengan
                                                  keragamannya.
                                                                                                       [Mahrus el-Mawa]
                                            Sumber Bacaan
Dahuri, Rokhmin, dkk., Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: PPNRI, 2004.
Habibah, Sri. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Keseharian Penari Topeng (Studi Tokoh Ibu Kartini Penari Topeng
         Losari Cirebon Jawa Barat)”, Tesis. Cirebon: ISIF, 2014
Hamidah, Dedeh Nur. “Pengaruh Tarekat Tari Topeng Cirebon”. Laporan Hasil Penelitian. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati,
         2010.
Sumardjo, Jakob. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan
         Indonesia, Yogyakarta, Qalam: 2002.
Ross, Laurie Margot. Journeying, Adaptation, and Translation: Topeng Cirebon at the Margins. New York: New York
         University, 2002.
                                            Sumber Gambar
https://mulpix.com/post/1120225097409522423.html
https://saputra7376.wordpress.com/2014/07/18/topeng-cirebon/
http://mytopenglosari.blogspot.co.id/2015/09/mengenal-ibu-kartini.html
                                                  Edisi Budaya | 583
584 | Ensiklopedi Islam Nusantara
U
Ulih-Ulihan
Ulih-Ulihan
Mulih (pulang) adalah sesuatu yang                   Tradisi ulih-ulihan memang sangat kental
            sangat dirindukan bagi setiap       terutama bagi orang Jawa pesisiran, baik dari
            insan yang sedang mengembara.       kalangan santri maupun kejawen. Kebanyakan
Namun Ulih-ulihan bukan sekadar pulang          orang Jawa pesisiran masih sangat percaya
(mulih) dalam pengertian kembali dari suatu     dengan konsep kadang papat limo pancer (empat
perjalanan jauh lalu pulang ke rumah. Ulih-     saudara, yang kelima sebagai pusatnya).
ulihan ada hubungannya dengan prosesi           Empat saudara pancer itu adalah: (1) sirrullah
omah-omah (mendirikan rumah) impian untuk       (sir), yaitu keinginan yang kuat karena adanya
sebuah hunian jangka panjang.                   niat (sir); (2) nurullah, yakni pembimbing niat
                                                berupa wahyu, pengetahuan; (3) rohullah,
     Kata ulih-ulihan, memang berasal dari      adalah semangat jiwa yang kuat; (4) jalullah,
bahasa Jawa, mulih, yang berarti pulang.        merupakan aba-aba dalam bertindak. Keempat
Namun ulih-ulihan sudah menjadi tradisi Jawa    saudara manusia tersebut akan bergerak
sebagai prosesi upacara atau ritual budaya      tergantung pada pancer, dalam arti watak dan
yang khas bagi calon penghuni rumah yang        kepribadian (Endraswara, 2016: 17).
baru saja selesai dibangun. Ritual ini sebagai
wujud ekspresi kesiapan calon penghuni               Ritual ulih-ulihan dalam hal ini adalah
rumah ketika rumah yang dibangunnya sudah       sebagaiupayapenguatanwatakdankepribadian
siap dihuni.                                    yang tangguh dengan menggunakan sarana
                                                perabotan rumah tangga dan ubarampe
     Ulih-ulihan menjadi salah satu ritual      sesajian sebagai media komunikasi dengan
dalam tradisi Islam Nusantara terutama di       Sang Pencipta agar menjadi lebih dekat
Jawa, sebagai wujud kesadaran transendental     dan makrab dalam menyampaikan pesan
bahwa menempati sebuah hunian bukan             kepada Sang Pencipta. Semua itu merupakan
sekedar pindah lahiriah saja, namun dimensi     simbol dalam menggapai hidup sejati, dalam
batin jauh lebih penting untuk dikondisikan.    mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai
Apalagi kebanyakan orang Jawa juga sangat       tujuan akhir hidupnya.
percaya dengan adanya makhluk halus (alam
ghaib). Maka sering dikenal ada tempat wingit        Ulih-ulihan sekaligus akan mempertegas
atau angker, yaitu, suatu tempat yang diyakini  bahwa setiap saat manusia akan senantiasa
dihuni oleh makhluk ghaib (tidak tampak         memiliki kerinduan untuk mulih (kembali),
oleh mata orang biasa), tapi berpengaruh        tempat mulih yang sementara adalah rumah
pada kehidupan manusia. Maka untuk              yang akan dihuni tersebut, sedangkan mulih
mengurangi ketakutan atau menjinakkan           yang sejati adalah kembali kehadirat Allah
makhluk-makhluk halus yang mengkin              SWT untuk selama-lamnya. Inilah yang dalam
pernah menghuni tempat di mana rumah itu        pandangan hidup Jawa disebut sebagai sangkan
dibangun, maka dilakukan ritual ulih-ulihan     paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup).
dengan berbagai doa dan pujian kepada Allah     Ungkapan Jawa ini mengandung nasihat agar
SWT dengan suatu prosesi ritual yang sarat      seseorang selalu waspada, hati-hati, serta eling
dengan pesan moral (Santoso, 2000; Said,        (ingat) terhadap sangkan (asal) manusia dan
2012: 92-93).                                   paran (tujuan akhir) dari perjalanan manusia
                                                Edisi Budaya | 587
agar manusia tetap eling (ingat) dan waspadha     upaya mengaktifkan kesadaran batin dalam
(waspada) terhadap perjalanan hidupnya.           menempuh hidup baru pada hunian yang baru
Hal ini sekaligus membangun kesadaran             tersebut.
bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang
menghidupkan), urip mung mampir ngombe            Persiapan Ubarampe dalam Ulih-ulihan
(hidup hanya ibarat numpang minum) yang
bermakna hidup di dunia hanya sementara                Memang tidak secara ketat ubarampe
(Susetyo, 2016: 55).                              harus ada, tetapi setidaknya ada 2 (dua)
                                                  kelompok ubarampe yang biasanya disiapkan,
     Kesadaran mulih (pulang) juga sudah          yaitu ubarampe ketika proses boyongan pindah
terukir dalam tembang Dhandanggula warisan        dari orang tua (rumah lama) ke rumah baru dan
para leluhur yang sampai sekarang masih terus     ubarampe ketika slemetan saat sudah sampai
dilestarikan:                                     di rumah yang baru. Ubarampe yang harus
                                                  tersedia dalam prosesi boyongan biasanya
     Kawruhana sejatining urip                    berupa alat-alat rumah tangga utama yang
     Urip ana jroning alam donya                  mewakili kebutuhan hidup dalam keluarga
     Bebasane mampir ngombe                       yaitu berupa sapu lidi, lampu teplok, tikar/
     Umpama manuk mabur                           sajadah, bantal-guling, ember, wajan, serok
     Lunga saka kurungan neki                     dan sejenisnya.
     Pundi pencokan benjang
     Awja kongsi kaleru                                Ubarampe sebagaimana tersebut di atas
     Umpama lunga sesanja                         mewakili perabot dari 5 (lima) fungsi utama
     Najan-sinanjan ora wurung bakal mulih        rumah yang tidak boleh dilupakan yaitu yaitu:
     Mulih mula mulanya                           (1) palenggahan yakni tempat menerima
                                                  tamu atau sering disebut (jogo satru); (2)
     (Ketahuilah sejatinya hidup,                 pakiwan, yaitu tempat bebersih berupa
     Hidup di dalam alam dunia,                   sumur, kamar mandi, tempat wudlu dan
     Ibarat perumpamaan mampir minum,             pembuangan akhir; (3) pawon, yakni berupa
     Seumpama burung terbang,                     dapur tempat mempersiapkan makanan sehat
     Pergi dari kurungannya,                      yang dibutuhkan oleh anggota keluarga; (4)
     Di mana hinggapnya besok,                    pesholatan, yakni ruang sembahyang (sholat)
     Jangan sampai keliru,                        untuk bermunajat kepada Allah SWT; (5)
     Umpama orang pergi bertandang,               peturon, yakni kamar tidur, ruang istirahat
     Saling bertandang, yang pasti bakal pulang,  untuk memulihkan segala kepenatan yang ada.
     Pulang ke asal mulanya)
                                                       Sementara ubarampe kelompok kedua
     Sungguh indah kesadaran mulih dalam          adalah untuk kepentingan slametan atau
tradisi Islam Nusantara, yang antara lain         bancakan dengan berbagai pilihan mulai dari
dituangkan dalam berbagai karya sastra            yang paling sederhana berupa empat cawik/
tembang Jawa. Kesadaran batin yang penuh          cawan bubur merah putih atau versi yang lebih
dengan nilai-nilai Islam tersebut tidak hanya     lengkap berupa ingkung, yakni masakan opor
berhenti pada tataran ide. Ibarat iman tak        ayam jago yang masih utuh sebagai sarana
sekedar diucapkan (iqrarun billisan), tetapi      manaqiban atau rasulan setelah rombongan
dibenarkan dalam hati (tas}diqun bil qalbu) dan   boyongan sudah sampa rumah baru yang
dilakukan dengan tindakan (‘amalun bil arkan).    ditempati. Seringkali juga dilengkapi dengan
                                                  persembahan tumpeng dengan tujuh macam
     Maka sejak berhuni yakni ketika              lauk-pauk dan kuluban dari berbagai dedaunan
memulai menempati rumah baru, orang-              khas kampung.
orang Jawa ingin meneguhkan kesadaran
batin yang indah tersebut melalui suatu ritual         Empat cawan bubur merah putih
yang dikenal dengan ulih-ulihan. Dengan           diasosiakan sebagai simbol keberanian (warna
demikian ulih-ulihan bisa dikatakan sebagai
588 | Ensiklopedi Islam Nusantara
merah) dalam menegakkan kebenaran (warna        sebagai pengiring bersiap-siap untuk boyong/
putih). Sedangkan jumlah empat bubur            pindah ke rumah baru. Kalau jaraknya dekat,
sebagai wujud asosiasi atas empat sahabat       maka dilakukan dengan jalan kaki, tapi kalau
Nabi atau empat mazhab sebagai pedoman          jaraknya agak jauh, bisa diantar dengan
dan teladan dalam aqidah dan syariah Islam      kendaraan. Namun ketika sudah mau sampai
yang telah menghantarkan risalah Nabi           akan turun dan bersamarombongan berjalan
Muhammad SAW kepada umat manusia                kaki.
di dunia. Sedangkan bubur yang lengket
diharapkan bisa merekatkan persaudaraan         Dengan           iringan  bacaan
dalam keluarga hingga akhir hayat. Sedangkan
kuluban, diasosiakan dari bahasa Arab Qulubun   bismillahirrahmanirrahim atau pembacaan
jamak dari qolbun yang bermakna hati, dan
diasosiasikan agar senantiasa bisa menjaga      surat al-Fatihah, calon penghuni diiring
kesucian hati dalam hidup berumah tangga.
Dalam Islam, hati adalah kompas kehidupan,      beramai-ramai (diantarkan) oleh sanak
kalau hatinya bersih dan sehat (qalbun salim)
maka akan membuahkan perilaku yang baik.        saudara, sahabat dan tetangga dari tempat
Sebaliknya kalau hatinya kotor/sakit (qalbun
marid), maka perilaku yang bersangkutan juga    asal (orang tuannya) menuju rumah baru
menjadi jahat alias munkar,
                                                yang hendak dihuninya. Dalam tradisi ulih-
     Ingkung ayam jago diasosiakan sebagai
semangat njungkung (bersujud) dalam             ulihan ini semua anggota keluarga yang akan
beribadah kepada Allah SWT antara lain
mengubur sifat sok jagoan (takabbur)            menempati rumah tersebut harus ikut bersama
sebagaimana sifat ayam jago, yang selalu
berkokok mencari lawan. Sifat ayam jago         rombongan dengan membawa sejumlah
juga sering berganti-ganti pasangan, bahkan
ketika babon sedang mengeram juga ayam jago     barang-barang sebagai ekspresi simbolik bagi
masih mencari pasangan untuk melampiaskan
nafsunya. Sifat-sifat kebinatangan seperti      calon penghuninya. Barang-barang tersebut
itu harus dihindarkan dan dikubur jauh-jauh
agar tercipta keluarga yang harmonis, bahagia   antara lain berupa; sapu lidi, lampu teplok,
dunia dan akhiratnya.
                                                tikar/sajadah, wajan dan serok, bantal-guling
Prosesi Ritual Ulih-ulihan dan
Pemaknaannya                                    dan sejenisnya.
     Sebagaimana ritual tradisi Jawa lainnya,        Sejumlah ubarampe yang dibawa tadi
pelaksanaan ulih-ulihan juga didasarkan pada    diasosiakan bahwa setiap anggota keluarga
hari yang terpilih dan atas petunjuk dari       perlu memiliki peran sesuai ubarampe yang
sesepuh atau kiai kampung yang dianggap         dibawanya tanpa memandang jenis kelamin
memiliki pengetahuan tentang pithungan Jawa     ubarampe meliputi minimal lima fungsi
atau minimal mendapatkan restu darinya.         rumah sebagaimana disebutkan di atas yakni:
Pelaksanaannya biasa dilakukan setelah salat    (1) palenggahan, (2) pakiwan, (3) pawon, (4)
Magrib di rumah lama yakni rumah di mana        pesholatan, (5) peturon. Setiap anggota keluarga
yang semuala disinggahi sementara bersama       perlu bertanggung jawab dan memerankan diri
orang tua. Sehabis Magrib, semua anggota        sesuai tugasnya agar rumah bisa bermanfaat
keluarga shohibul hajah yakni suami, istri dan  dan berfungsi secara maksimal dengan saling
anak, yang diikuti sebagian anggota keluarga    asah, asih dan asuh.
                                                     Begitu sampai di rumah yang akan dihuni,
                                                calon penghuni langsung disambut oleh
                                                sebagian anggota keluarga lainnya yang sudah
                                                terlebih dahulu tiba di rumah tersebut. Maka
                                                dengan ucapan salam; assalamu’alaikum, calon
                                                penghuni memasuki rumah. Di teras rumah
                                                tersebut, sang ibu, bapak, kakak atau nenek
                                                yang sudah lebih awal berada di rumah baru
                                                tersebut menjawab salam dan menyapukan
                                                sapu yang dibawanya di lantai sebagai ekprresi
                                                simbolik pembersihan diri dari segala kotoran,
                                                baik lahir maupun batin. Pada rumah tradisional
                                                Jawa, ekspresi simbolik pembersihan diri dari
                                                segala kotoran dilakukan dengan cara singgah
                                                                 Edisi Budaya | 589
di pakiwan, yakni kamar mandi dan padasan        salah satu anjuran dalam doa menjelang tidur
yang biasanya terletak dekat sumur di depan      adalah: “Dengan menyebut nama-Mu, Ya Allah,
rumah sebelah kiri.                              aku hidup dan dengan menyebut Nama-Mu aku
                                                 mati.” Sementara doa setelah tidur adalah:
     Begitu jiwa dan raga dianggap suci maka     “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami
kepala keluaga dengan membawa lampu teplok       kembali setelah mematikan kami dan kepada-Nya
sebagai simbol penerang kehidupan dalam          (kami) akan dibangkitkan.”
keluarga mulai memasuki rumah. Dengan
lampu teplok tersebut diharapkan kepala               Maka ketika dalam boyongan ulih-ulihan
keluarga harus selalu ingat bahwa dirinya harus  membawa bantal guling, hal itu sesungguhnya
mampu menempatkan diri sebagai “lampu            memberi pesan kepada calon penghuni rumah
penerang” sehingga selalu mencerahkan bagi       agar sejak menempati hunian baru tersebut
keluarganya sehingga terbangun keluarga yang     seluruh keluarga justru harus menjadi keluarga
harmonis dan rukun.                              yang cerdas, yakni selalu ingat akan kematian,
                                                 itulah fungsi rumah sebagai peturon (pesarean),
     Sementara tikar dan sajadah biasanya        tempat mempersiapkan diri dengan bekal
dibawa oleh anak-anaknya yang turut serta        secukupnya, dan sebaik-baik bekal adalah
mengikuti jejak ayah ibunya pada saat mulai      taqwa.
menghuni rumah baru. Dibawanya tikar dan
sajadah adalah sebagai ekspresi simbolik              Anak-anak juga harus turut setia
bahwa di rumah tersebutlah para penghuninya      mengikuti visi kedua orang tuanya yang telah
siap menggelar pentas kehidupan dengan           memiliki landasan yang kuat. Maka semua
penuh semangat dan harapan sebagai sarana        anak juga ikut boyongan dengan membawa
untuk bersujud kepada Allah SWT. Kehidupan       perangkat rumah tangga masing-masing
di rumah laksana sajadah panjang yang digelar    sebagai bentuk dukungan dan kekompakan
oleh orang tua sehingga tiada hari tanpa sujud   dalam keluarga. Maka rumah di samping
atau ibadah kepadaNya.                           sebagai tempat memulihkan (mulih) tenaga
                                                 dan pikiran bagi keluarganya setelah seharian
     Ubarampe seperti wajan, serok (alat         menjalankan rutinitas hidup, rumah juga
penggoreng) dan ember dibawa oleh anggota        dijadikan sebagai “madrasah” (tempat belajar)
keluarga yang lain sebagai pesan bahwa sejak     untuk menemukan kesejatian hidup yang
saat menempati rumah baru maka dapur siap        hakiki.
mengepul, siap mandiri dalam mensajikan
kebutuhan makan keluarga, tidak lagi                  Begitu semua sudah hadir di rumah
menggantungkan kepada orang tua. Tekad           yang baru tersebut, maka acara dilanjutkan
sudah bulat dalam menyediakan kebutuhan          dengan do’a bersama, yang dipimpin oleh
makan dan minum secara mandiri.                  seorang kiai kampung dengan diikuti oleh para
                                                 hadirin yang ada. Sebelum berdoa terkadang
     Sedangkan anggota keluarga yang             didahului dengan pembacaan Manaqib Syekh
membawakan bantal guling memberi isyarat         Abdul Qadir Jilani, sebagai wujud cinta kepada
bahwa salah satu fungsi rumah adalah untuk       kekasih Allah SWT dan tawasul kepadanya.
peturon (tempat tidur) yang dilambangkan         Do’a yang dibacakan oleh kiai biasanya
dengan bantal guling. Tidur dalam bahasa         berbahasa Arab yang berisi harapan bersama
krama adalah sare. Paturon maknanya              agar calon penghuni tersebut diberkahi oleh
sama dengan pesarean, tempat tidur, untuk        Allah serta mendapatkan limpahan rahmat
melepaskan segala kepenatan lahir dan batin.     dan kasih sayang dari-Nya, sehingga keluarga
Pesarean juga bermaka kuburan. Tidur dalam       dan generasi yang terbangun di dalam rumah
Islam juga sering disebut sebagai kematian       tersebut menjadi sosok keluarga yang sakinah
yang menunjukkan hubungan dekat diantara         (ketenangan), mawaddah (kasih) dan rahmah
keduanya, hingga tidur seolah adalah saudara     (sayang). Keluarga demikianlah yang diidam-
kandung dari kematian. Karena saat tidur akal    idamkan bersama sehingga dari keluarga yang
dan gerakan kita hilang laksana mati. Maka       seperti itulah diharapkan tercipta tatanan
590 | Ensiklopedi Islam Nusantara
masyarakat yang sejahtera, damai dan penuh                        rumah yang sedang bersyukur
ampunan dari-Nya yang dalam bahasa Alqur’an                       atas rumah barunya.
disebut baldatun thayyibatun warabbun ghafur
(QS. Saba: 15).                                                         Pembacaan Salawat al-
                                                                  Barzanji dan juga Manaqib
     Begitu doa selesai, maka semua ubarampe                      Syekh Abdul Qodir Jilani,
yang berupa makanan dipersembahkan                                yang di dalamnya sarat
kepada semua orang yang hadir dalam ritual                        dengan kisah-kisah teladan
itu, tidak hanya kaum laki-laki tetapi juga                       Nabi Muhammad SAW,
kaum perempuan. Sebagian sajian makanan                           menunjukkan bahwa nilai-
berupa ingkung dan nasi juga dibagikan kepada                     nilai keteladanan para wali dan
tetangga sebelah sebagai wujud solidaritas                        nabi diharapkan bisa mewarnai
sosial dan terima kasih atas gotong royong                        dalam menjalani biduk rumah
dalam mendirikan rumah dari buka tableg,                          tangga di samping sebagai
munggah molo hingga siap dihuni.                                  media komunikasi dalam
                                                                  mendekatkan diri kepada
     Sementara malam harinya sehabis Isyak,                       Allah SWT. Dengan begitu
biasanya dilanjutkan dengan pembacaan          rumah yang ditempati bisa menjadi sarana
salawat al-Barzanji, yang dihadiri oleh        untuk menenteramkan hati dengan senantiasa
undangan dari tetangga terdekat dan remaja     eling lan waspada sebagaimana diteladankan
masjid atau langgar/mushalla. Biasanya yang    oleh para wali, nabi dan Rasulullah SAW.
berperan aktif dalam salawat al-Barzanji
ini adalah pemuda masjid karena memang              Dengan demikian tradisi ulih-ulihan
melibatkan beberapa orang dalam pembacaan      sebagaimana terurai di atas menunjukkan
secara bergantian. Setelah selesai diakhiri    bahwa dalam memahami keragaman bahasa
dengan doa dan dilanjutkan dengan sajian       simbolik membutuhkan kepekaan olah rasa
makan sekadarnya sebagai wujud sedekah tuan    karena bahannya masih semu (tersamar).
                                               Simbol dan ungkapan dalam tradisi Jawa
                                               Islam adalah manifestasi pikiran, kehendak
                                               dan rasa Jawa yang halus. Sebagaimana
                                               ungkapan yang populer, Wong Jawa Nggone
                                               Semu. Ungkapan ini mengandung pengertian
                                               bahwa orang Jawa dalam memandang realitas
                                               tak hanya mengandalkan yang wadhag (kasat
                                               mata), namun penuh dengan isyarat atau
                                               sasmita (Endaswara, 2016: 24). Untuk bisa
                                               memahaminya diperlukan perenungan yang
                                               mendalam dan pembelajaran kritis atas
                                               rahasia di balik bahasa simbolik dalam kultur
                                               Jawa yang merupakan bagian dari warisan
                                               budaya Islam nusantara.
                                                                                                               [Nur Said]
                                            Sumber Bacaan
Al-Qur’an al Karim
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
         Cakrawala.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media
         Utama.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Susetyo, Wawan. (2016). Empat Hawa Nafsu Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.
                                               Edisi Budaya | 591
