The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN MAN 2 CIAMIS, 2022-02-14 20:52:11

Ensiklopedi Islam Nusantara

Ensiklopedi Islam Nusantara

alat penerangan, terutama di kampung dan Hadis Nabi, tapi lebih sebagai inovasi
yang aliran listriknya belum merata. Takbir masyarakat Islam Nusantara, terhadap seruan
keliling sebagian bertujuan agar masyarakat untuk mengagungkan nama Allah. Improvisasi
tidak bosan dengan takbiran yang biasanya dari seruan memperbanyak dzikir, takbir, doa
dilakukan hanya di masjid-masjid atau di dan istighfar pada malam Id.
mushola-mushola.
Banyak literatur Islam lebih membahas
Di Jakarta, takbir keliling menyambut seputar shalat Id ketimbang takbiran. Baik
Hari Raya Idul Fitri adalah tradisi yang sudah seputar status shalat Id sebagai ibadah
beratus tahun berlangsung di kalangan sunnah muakkad, pelaksanannya dengan cara
masyarakat Betawi. Malam takbiran adalah berjamaah, sampai pembahasan tempatnya, di
budaya khas Islam di Indonesia yang tidak masjid atau lapangan. Takbir memang identik
ditemukan di negara lain. Di Arab Saudi dengan Id. Shalat Id takbirnya lebih banyak
dan negara Islam lain tidak ada seremoni dari shalat lainnya. Rakaat pertama diawali
takbiran keliling. Itu ungkapan kegembiraan dengan 7 kali takbir. Rakaat kedua dengan 5
masyarakat muslim untuk mencapai Hari kali takbir.
Kemenangan setelah sebulan berpuasa.
Takbiran, pada sebagian kalangan, mulai
Malam takbiran dan takbiran keliling digelar setalah adzan maghrib, sembari
oleh seorang peneliti disebut sebagai bagian menunggu shalat berjamaah. Ada pula yang
Pesta Lebaran. Dimulai sejak malam Idul Fitri dimulai seusai shalat maghrib pada hari terakhr
pada hari terakhir bulan Ramadhan. Ditandai puasa, dan berakhir sampai salat Id esok
dengan semarak kumandang takbir di berbagai harinya. Ada yang semalam suntuk takbiran di
masjid, mushalla dan titik kumpul lainnya. masjid. Bergantian antar kelompok usia, mulai
anak-anak, remaja sampai orang tua. Ada pula
Salah satu ayat Al-Quran yang memberi yang tak sampai semalam suntuk, berhenti
panduan mengisi malam Idul Fitri adalah tengah malam, dan disambung kembali
Surat al-Baqarah ayat 185: menjelang shalat subuh.

‫َو ِﻛ ُﺤ ْﻜ ِﻤﻠُﻮا� �ﻟْ ِﻌ َّﺪ َة َو ِﻛ ُﺤ َﻜ ِّﺒ ُﺮوا� � َّ َﺑ َﻟ َ ٰﺒ َﻣﺎ َﻫ َﺪﯨٰ ُﻜ ْﻢ َوﻟَ َﻌ َﻠّ ُﻜ ْﻢ‬ Di Jawa, takbiran bisa samapai 13 jam,
‫ﺗ َ ْﺸ ُﻜ ُﺮو َن‬ dari jam 18.00 sampai jam 07.00 esoknya.
Di Jawa, dikenal dengan sebutan Malem
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan Takbiran. Karena malam kemenagan, takbiran
(hari terakhir Ramadan, 30 hari) dan kamu berlangsung penuh semangat. Takbiran
mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk- menjadi semacam proklamasi selesainya
Nya yang diberikankepadamu, agar kamu puasa.
bersyukur.”
Malam Takbiran itu adalah malam
Imam Al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’, kebahagiaan, tapi juga sekaligus ada kesedihan,
mengatakan, “Ashhab kami (ulama Syafi’iyah) karena Ramadhan telah berakhir dan ada
berkata, dianjurkan menghidupkan malam perasaan belum ada jaminan akan ketemu
dua hari raya dengan shalat atau amaliyah- Ramadhan berikutnya. Namun rasa kesedihan
amaliyah ketaatan yang lainnya. Ulama kami itu kemudian dikalahkan oleh rasa gembira.
berhujjah dengan hadits Abi Umamah dari Nabi Malam Takbiran juga dikenal dengan malam
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, “Barangsiapa kemenangan.
yang menghidupkan malam hari raya, hatinya
tidak akan mati ketika matinya semua hati.” Ada pula yang masuk Islam setelah
tersentuh lantunan takbir. Seorang karyawan
Malam Lebaran Khas Nusantara asal Tangerang Banten masuk Islam karena
sering mendengar takbir. Matanya yang
Malam takbiran dan takbir keliling tentu tadinya minus 6 sebelah kiri dan silinder
saja tidak berasal dari pesan spesifik Al-Quran 4,5 mnjadi sembuh. Ia kemudian memilih
pembinaan pada seorang Kiai di Bandung.

542 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Bagi anak-anak, takbir keliling adalah dini hari, sambil mengurusi pembagian zakat
momentum yang sangat ditunggu-tunggu fitrah. Takbir kemudian dilanjutkan usai shalat
denga suka cita. Takbiran dinilai penting bagi subuh sampai shalat Idul Fitri dimulai.
pembinanan anak. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) pernah minta pengurus Seiring berjalannya waktu dan
masjid dan mushala untuk memfasilitasi perkembangan kepemilikan kendaraan di
kegiatan takbir keliling yang menyenangkan pedalaman, takbir keliling juga berubah.
bagi anak-anak di sekitarnya. Penduduk tidak lagi berjalan kaki untuk
berkeliling kampung, mereka menggunakan
Malam takbiran dinilai KPAI bisa kendaraan. Luasan kawasan takbiran keliling
menjadi momentum rekreasi religi bagi anak tidak lagi terbatas di desa-desa, mereka bahkan
untuk mengartikulasikan keberagamaan. takbir sampai di pusat-pusat keramaian daerah
Kegiatan tersebut bagi anak-anak tetap perlu dan perkotaan.
pendampingan orang tua agar anak dapat
melewati malam takbiran dengan khidmat Untuk takbiran berkeliling kota, umumnya
untuk menginternalisasi nilai-nilai Idul Fitri warga menggunakan mobil bak terbuka.
kepada anak. Karena masing-masing desa takbir keliling ke
kota, bukan lagi terbatas di desanya, maka
Anak-anak perlu diberi ruang leluasa kota atau pusat-pusat keramaian menjadi
untuk ikut takbir, baik di masjid maupun penuh kendaraan berisi rombongan takbiran.
takbir keliling, sambil bermain, namun Dari sinilah mulai ada larangan takbir keliling
tetap di bawah pengawasan, pendampingan menggunakan mobil bak terbuka. Takbir
dan pembimbingan orang tua serta orang keliling kemudian dianggap sebagai sumber
dewasa di sekitarnya. Pemerintah dan aparat kemacetan di malam takbiran.
keamanan juga didorong memfasilitasi
kegiatan keagamaan di malam Idul Fitri yang Selain dianggap sumber kemacetan,
menyenangkan bagi anak, bersifat edukatif, di beberapa daerah takbir keliling dilarang
berciri fun, serta menjamin keamanan dan karena disalahgunakan untuk kegiatan kurang
kenyamanan. bermanfaat. Seperti di Pamekasan, Madura,
takbir keliling justru disalhgunakan sebagai
Pembacaan takbir Idul Fitri dimulai sejak ajang mabuk-mabukan oleh segelintir anak
matahari terbenam di hari terakhir bulan muda. Takbir keliling yang umumnya menjadi
Ramadhan, dan terus berlangsung sepanjang simbol semangat keagamaan ternoda oleh
malam, hingga shalat Idul Fitri dimulai pada kericuhan dan kekurangtertiban. Kota-kota
esok harinya. Sementara waktu membaca yang menyebut diri sebagai kota Islami pun
takbir Idul Adha lebih panjang. sebagian mulai menutup diri terhadap takbir
keliling. Di Jakarta, takbir keliling juga sempat
Dimulai sejak terbenamnya matahari pada dilarang Gubernur. Kontroversi pun meluas.
hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah sampai habis
waktu shalat ashar di akhir hari tasyrik tanggal Di Banyuwangi Jawa Timur, ada lomba
13 Dzulhijjah. Belum ditemukan dokumen yang takbiran pada malam Idul Fitri. Peserta lomba
menjelaskan kapan takbir keliling pertama kali takbiran menghabiskan dana jutaan rupiah
dimulai. Warga umumnya menjelaskan, tradisi untuk menyewa sound system dan ditaruh
ini sudah ada sejak mereka masih kecil. di atas truk fuso. Suasana menjadi sangar
semarak. Namun ada juga efek samping
Lokasi dan Instrumen keresahan warga sekitar. Ada warga yang
bagian rumahnya pecah karena kerasnya
Takbir keliling dulu dilaksanakan hanya di frekuensi susunan speaker satu truk fuso yang
kampung dan desa. Warga, terutama anak-anak berkeliling kampung.
dan remaja, membawa obor bambu berkeliling
kampung sambil mengucapkan takbir. Orang Dalam sebagian momentum lebaran,
tua takbiran tetap di dalam masjid sambpai semarak takbiran mengalami penurunan
antusiasme ketika makin sering terjadi

Edisi Budaya | 543

perbedaan penentuan Idul Fitri antar membantu menyukseskan acara keagamaan
ormas Islam tetentu dengan Sidang Itsbat warga lain yang berbeda agama. Ketika hari
Kementerian Agama. Persiapan takbiran pun Paskah, giliran masyarakat muslim yang
terasa jadi terganggu. membantu menyiapkan beberapa keperluan.

Variasi Berbagai Daerah Di daerah Dompu, Nusa Tenggara Barat,
malam takbiran diperingati dengan membakar
Beberapa insiden tersebut tidak membuat Ilo Sangguri atau obor. Di Jawa, dinamakan
antusiasme takbiran keliling secara nasional oncor. Pendduduk percaya, dengan adanya
terganggu. Gema takbir keliling masih Ilo Sangguri, malaikat dan roh leluhur akan
berlangsung di berbagai daerah. Di Aceh, takbir datang. Namun seiring maraknya penerangan
keliling didukung penuh pemerintah daerah. listrik, Ilo Sangguri semakin jarang ditemukan.
Pemerintah Aceh menyediakan mobil-mobil
dinas untuk digunakan sebagai kendaraan Pasa zaman penjajahan Belanda, takbir
pawai takbir keliling. Pemerintah daerah juga keliling di Dompu digunakan sebagai sarana
menyediakan bus dalam jumlah yang tidak mengumpulkan masa untuk melawan
sedikit. Belanda. Takbir disertai tahlil dipakai untuk
mengorbankan semangat rakyat. Mereka
Takbiran yang tidak kalah menarik ada sekaligus bertekad untuk syahid di jalan Allah
di Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi SWT.
Kepulauan Riau. Hampir setiap kampung
di Anambas mengadakan lomba pawai Sedangkan Gorontalo melaksanakan
takbiran atau takbir keliling. Peserta takbiran takbir dengan cara berbeda. Gorontalo
diharuskan berjalan kaki keliling kampung menyambut malam takbiran sejak seminggu
dan tetap membawa obor. Prestasi kelompok sebelumnya dengan mengadakan acara
pawai diukur dari kerapihan barisan. Semakin tumbilotohe. Ini adalah malam pasang lampu.
rapi semakin baik. Tujuan awalnya untuk menerangi jalanan yang
digunakan jamaah ketika akan melaksanakan
Takbiran serupa di Anambas juga ibadah tarawih di malam hari.
dilaksanakan di Kabupaten Slamen, D.I.
Yogayakarta. Kompetisi takbiran di Sleman Semakin hari tradisi ini semakin ramai.
terlaksanan belakangan. Takbiran keliling juga Di lapangan-lapangan penuh berisi botol
dilaksanakan pada malam hari raya Idul Adha. kecil yang berisikan minyak tanah dan ada
Warga berebutan menjadi pemenang agar sumbunya untuk dinyalakan api. Botol inilah
mendapatkan hadiah tiga ekor kambing. yang digunakan dalam malam tumbilotohe.

Takbir keliling tak kalah kreatif Salah satu tradisi takbiran yang berbeda
ditunjukkan warga muslim minoritas di Kupang dibanding daerah lainnya ada di Muara
NTT. Mereka menjamin bahwa takbiran tidak Siberut, Kepulauan Mentawai, Sumbar.
membuat macet jalan raya. Tentu saja, karena Bila pada daerah lain takbir keliling hanya
masyarakat muslim melaksanakan takbiran dilaksanakan malam hari, di Seberut, takbir
di atas perahu di patai. Dinamakan Takbir juga dilaksanakan pagi hari. Banyak muallaf di
Samudera. Rute takbir dimulai dari Masjid sana yang antusias ikut takbiran.
Nurul Mubin di Pantai Namosain sampai
wilayah patai dekat Kelapa Lima, Kota Kupang. Kutoarjo, Purworejo, Jateng memaknai
Jaraknya sekitar 10 kilometer. takbir keliling secara berbeda. Di sini,
tepatnya di Desa Wurun, takbir keliling
Uniknya lagi, peserta takbiran itu bukan disebut pengajian takbir keliling. Kegiatan ini
hanya warga muslim. Warga yang beragama dilaksanakan di rumah-rumah warga secara
kristen juga ikut memeriahkan takbiran rutin setiap malam Sabtu dua minggu sekali.
karena profesi mereka sebagai nelayan1. Pesertanya remaja desa. Penentuan tuan
Warga Kupang memang sudah terbiasa saling rumahnya dengan mengundi, apabila nama
yang tercantum keluar, maka nama itu wajib

544 | Ensiklopedi Islam Nusantara

menjadi tuan rumah di pengajian selanjutnya. 5 juta. Untuk membuat enam buah, maka
dibutuhkan dana Rp. 30 juta. Syarat untuk
Waktu pengajian dilaknakan setelah mengikuti festival meriam karbit, minimal
shalat isya dengan jumlah peserta 20 orang menggunakan lima meriam karbit.
yang terdiri dari murid tingkat SMP dan SMA.
Sebelum memulai pengajian, diadakan shalat Salah satu meriam harus berbahan kayu.
berjamaah dengan diimami kiai desa setempat. Meriam berasal dari kayu atau kelapa yang
disusun sedemikian rupa sehingga berbentuk
Pengajian ini dimulai dengan membaca tabung. Agar rapat, meriam tersebut dikelilingi
tahlil untuk leluhur. Kemudian dilanjutkan dengan rotan, agar meriam tidak pecah.
simakan Al-Quran atau tadarus Al quran yang
dipimpin seorang Ustad yang bertujuan agar Takbir keliling unik lainnya berlangsung di
usia remaja tidak melupakan kitab suci Al Bengkulu. Kota di Sumatera bagian Selatan ini
Quran dan menambah pengetahuan dengan memiliki tradisi khas yang diberi nama Bakar
cara yang benar serta memahami arti yang Gunung Api. Gunung Api yang dimaksud
terkandung di dalam Al Quran. adalah batok kelapa yang disusun meninggi.
Susunan batok kelapa itu diletakkan di depan
Sang ustad memberikan materi berupa rumah atau di halaman belakang masing-
fikih seperti tata cara shalat wajib, sunnah, masing warga. Bila malam tiba, susunan itu
shalat jenazah dan lain sebagainya. Setelah dibakar dengan api. Tradisi ini merupakan
utadz rampung, ceramah dilanjutkan dengan wujud syukur kepada Allah SWT dan doa
wejangan kiai agar peserta remaja mendapat kepada keluarga yang sudah wafat agar
ilmu pengetahuan agama yang mencukupi. tenteram di kuburnya.
Tuan rumah menyediakan konsumsi sehingga
menambah kenyamanan pengajian di tempat Suku yang melaksanakan Bakar Gunung
tersebut. api adalah Suku Serawai. Suku ini merupakan
suku terbesar kedua di Bengkulu. Suku
Perayaan malam takbiran Idul Fitri dengan ini percaya bahwa api adalah media yang
cara berbeda dilaksanakan di Pontianak, menyambungkan diri mereka dengan arwah
Kalbar. Di kota ujung barat kalimantan ini, yang mendahului mereka. Sayangnya,
takbiran dilaksanakan dengan meriam raksasa. seiring berkurangnya pasokan kelapa dan
Meriam tersebut rata-rata berdiameter 80 meningkatnya aliran listrik, tradisi ini semakin
centimeter. Panjangnya mencapai tujuh meter. sepi dan kian ditinggalkan.
Oleh warga pontianak, meriam ini dinamakan
meriam karbit. Belakangan, dikarenakan sering terjadi
perbedaan penentuan hari lebaran membuat
Festival meriam karbit ini bermula sejak semarak takbiran agak berubah. Mereka yang
zaman Sultan Syarif Abdurrahman Al Kadrie berbeda dengan mainstream, hanya takbiran
(1771-1808). Kala itu, sultan melontarkan dua di masjid, tidak takbir keliling ke jalanan.
peluru meriam. Peluru pertama jatuh di tengah Di masjid pun tidak menggunakan pengeras
hutan dan kini menjadi Istana Al Kadrie. suara.
Peluru kedua jatuh di samping sungai yang kini
menjadi Masjid Jami’ Sultan Abdurrahman. Walhasil, ekspresi malam takbiran di
Tafsiran lain menyatakan bahwa tujuan nusantara, berlangsung secara kreatif dan
Sultan melontarkan meriam adalah mengusir variatif. Ragam seremoninya potensial
kuntilanak. Dulu warga menyebut kuntilanak dikembangkan sebagai obyek distinasi wisata
dengan puntianak. Dan dari sinilah nama kota religi. Era desantralisasi memberi peluang
Pontianak berasal. bagi berbagai daerah untuk berkompetisi
menyajikan dan mengembangkan keunikan
Dana meriam karbit biasanya berasal dari masing-masing model takbiran kelilingnya.
APBD. Untuk membuat satu meriam karbit
dari bahan kayu dibutuhkan dana sekitar Rp. [Asrori S Karni]

Edisi Budaya | 545

Sumber Bacaan

Abdurrohim, http://www.madinatuliman.com/3/2/525-anjuran-menghidupkan-malam-hari-raya-dan-komentar-
ulama.html
Abidin, Mas’oed. 1997. Islam dalam pelukan Muhtadin Mentawai. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Agmasati,Silvita. http://ramadhan.kompas.com/story/read/2016/07/06/140500427/8.Festival.Unik.di.Indonesia.Saat.
Lebaran.
Andre Moller, Ramadan di Jawa: Pandangan Dari Luar, Nalar Jakarta, Sepember 2005
Budiwanti, Erni. 1995. The Crescent behind the thousand holy temples: an ethnographic study of the minority Muslims of
Pegayaman, North Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hediawati, Rini. 2009. Budaya Takbir Keliling Pada Bulan Ramdhan di Indramatu Jawa Barat. Universitas Gunadharma.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/07/05/o9ubdb280-kpai-minta-masjid-fasilitasi-takbir-
keliling-bagi-anakanak
http://www.daaruttauhiid.org/berita/read/838/mendengar-takbir-perempuan-ini-masuk-islam.html
Lubis, Firman. 2008. Jakarta 1950-an: Kenangan Masa Remaja. Jakarta: Masup Jakarta.
Madjid, Nurcholis. 2007. Renungan di Bulan Ramadlan. Jakarta: Mizan.
Maksum, Ali. 2006. Risalah Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Maruto, Riski. http://bengkulu.antaranews.com/berita/38392/bakar-gunung-semarakkan-takbiran-di-bengkulu
Ratomo, Unggul Tri. http://ramadhan.antaranews.com/berita/571547/remaja-masjid-kupang-libatkan-warga-kristen-
dalam-gema-takbiran-samudra
Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal-
muasal-kota-pontianak
Shafa, Faela. http://travel.detik.com/read/2015/08/27/072331/3002465/1519/kuntilanak--meriam-begini-asal-
muasal-kota-pontianak
Siahaan, Daniel. 2006. Berlebaran di Kantong Kristen. Reforma Edisi 46: 16-31 Oktober.
Subky, Badruddin Hasyim. 2012. Misteri Kedua Belah Tangan dalam shalat, dzikir, dan doa.. Depok: Swadaya Group.
Wacana, Lalu dan Abdul Wahab. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusatenggara Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, Lalu. 1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Widiyanto, Danar. http://krjogja.com/web/news/read/9178/Unik_Di_Plosokuning_Takbiran_Berhadiah_Kambing

546 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tarekat

Jalan atau cara untuk mendekatkan diri pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh
kepada Allah Swt. (taqarrub ila allah) seorang mursyid kepada muridnya. Tarekat
berdasarkan ajaran dari para guru disebut juga dengan ordo sufi, karena menjadi
(mursyid). Jalan ini adalah perwujudan dari bagian penting dari ajaran-ajaran para guru
ajaran tasawuf (sufisme) dalam Islam sesuai tasawuf.
dengan pemahamaa atas Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Di Indonesia, sejak pertama kali Dalam kitab Kifayah al-Azkiya’, tarekat
Islam berkembang di Nusantara, tarekat telah adalah memilih perilaku yang lebih berhati-
menjadi salah satu cara untuk berdakwah. hati, seperti wira’i, ‘azimah (memilih hukum
Jumlah tarekat yang berkembang di Nusantara yang utama, bukan yang gampang), dan riyadlah
sangat brragam dan sebagian memahaminya untuk menghindari kemewahan duniawi.
dengan pendekatan aspek lokalitas. Para Selanjutnya, tarekat juga kebergantungan
tokoh sufi di Nusantara selalu tidak tunggal pelaku suluk pada keadaan yang berat, seperti
jenis tarekat yang diikutinya. Tidak jarang, riyadlah yaitu meminimalisir nafsu dengan
bagi seorang mursyid mempunyai lebih dari cara makan dan minum sedikit saja serta
satu tarekat, misalnya Abdurrauf As-Sinkili menjauhi hal-hal yang mubah yang tidak
menjadi mursyid tarekat Syatariyah, tapi juga bermanfaat. Adapun dalam Tanwir al-Qulub,
tarekat Qadiriyah, dan yang lainnya. Pada tarekat adalah menjauhi hal-hal yang haram,
masa Indonesia kontemporer, tarekat-tarekat yang makruh, dan hal-hal yang mubah yang
tersebut diseleksi oleh Nahdlatul Ulama tidak berguna, serta melaksanakan hal-hal
(NU) sebagai representasi ulama tarekat di yang wajib, dan sekuat tenaga melaksanakan
Nusantara. Bagi tarekat yang terseleksi maka hal-hal yang sunat, di bawah asuhan seorang
disebut tarekat muktabarah an-nahdliyyah. mursyid yang arif yang maqamnya tinggi.

Asal Kata Tarekat Konteks Tarekat

Tarekat berasal dari kata bahasa Arab, Tarekat berasal dari suatu ajaran tasawuf
tariqah. Secara etimologis kata ini mempunyai atau sufisme Islam tertentu. Tasawuf adalah
beberapa arti, yaitu jalan, cara (kaifiyyah), falsafah hidup dan metode tertentu dalam suluk
metode, sistem (uslub), mazhab, aliran, yang dilakukan manusia untuk merealisasikan
dan keadaan (halah). Secara istilah dalam kesempurnaan akhlak, pemahaman tentang
tasawuf, tarekat juga mempunyai beberapa hakekatnya, dan kebahagiaan ruhaninya.
definisi sesuai pendapat para tokohnya. Menurut Syekh Ibn Ajiba (1809), sufisme
Menurut Syaikh Ahmad al-Kamsyakhnawi adalah pengetahuan yang dipelajari
an-Naqsyabandi dalam Jami’ al-Ushul, tarekat seseorang agar dapat berlaku sesuai dengan
adalah cara tertentu yang dilakukan para kehendak Allah melalui penjernihan hati
pelaku suluk menuju kepada Allah Swt., dan membuatnya riang terhadap perbuatan-
dengan menempuh beberapa pos dan maqam perbuatan yang baik (Haeri, 2000: 4). Tasawuf
(tingkatan). Adapun secara umum tarekat selaras dengan sufisme, nama lain dari mistik
dipahami untuk menyebut suatu bimbingan Islam (Schimmel, 2009: 1).

Edisi Budaya | 547

kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu,
silsilah (rangkaian periwayatan) juga dapat
memberikan legitimasi dan otentisitas, serta
dapat menghubungkan guru dengan murid
dalam tradisi tarekat.

Al-Taftazani mencatat karakteristik Latar Belakang Munculnya Tarekat
(khasa’is) tasawuf ada 5 (lima) hal: pertama, al-
taraqi al-akhlaqi (peningkatan moral); kedua, Praktik keagamaan dalam Islam
al-fana’ fi al-haqiqah al-mutlaqah (kesirnaan yang mengedepankan nilai-nilai zuhud dan
dalam hakekat (realitas) yang mutlak. zikir kepada Allah Swt. merupakan bagian tak
Inilah ciri tasawuf dengan maknannya yang terpisahkan dari ajaran tasawuf. Oleh karena
mendalam; ketiga, al-‘irfan al-zauqi al-mubasyir itu, tidak mengherankan jika praktik tarekat
(pengetahuan intuisi langsung). Aspek ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw.
pembeda secara epistemologis dengan filsafat. Para Sahabat Nabi Saw. juga dikenal sebagai
Jika dalam filsafat realitas dipahami sesuai orang yang sangat menjaga diri dari keduniaan.
dengan metode-metode rasional (manahij al-
‘aql), dalam tradisi suf, terdapat realitas di Dalam suatu hadis disebutkan, pada saat
balik pengetahuan indrawi (al-hiss) yang sering itu Islam telah berkembang luas dan umat
disebut dzauq (intuisi) ataupun kasyf, dst. Islam tengah merasakan kemakmurannya,
Kasyf ini datangnya sangat cepat; keempat, berkunjunglah sahabat Umar bin Khatab ke
al-tuma’ninah au al-sa’adah (ketenangan atau rumah Rasulullah Saw. Pada saat masuk ke
kebahagiaan); dan kelima, al-ramziyah fi al- dalam rumahnya, sahabat Umar tertegun
ta’bir (simbolisme dalam pengungkapannya). melihat isi rumah Nabi, hanya ada sebuah
meja dan jalinan daun kurma kasar sebagai
Dari kelima karakteristik tasawuf itulah alasnya, lalu di dinding tergantung hanya
sesungguhnya tarekat mempunyai prinsip sebuah griba (tempat air) yang biasa digunakan
sendiri untuk menunjukkan kemandirian untuk berwudlu. Tanpa disadari sahabat Umar
sesuai dengan para gurunya. Dalam tradisi terharu dan berlinang air matanya, Rasulullah
tarekat, silsilah merupakan bagian yang tak Muhammad Saw. mendekat dan menegurnya,
terpisahkan keberadaannya. Istilah silsilah ”Apa yang membuatmu menangis, wahai
dalam tarekat setara dengan istilah isnad sahabatku?”, Umar menyahut, “Bagaimana aku
(rangkaian periwayatan) dalam tradisi ilmu tidak meneteskan air mataku, ya Rasulallah,
hadis. Suatu hadis disebut sahih apabila dalam hanya ada seperti yang kulihat dalam rumah
rangkaian periwayatannya sampai langsung Baginda, tak ada perkakas rumah tangga
dan kekayaan kecuali sebuah meja dan griba,
padahal dalam genggaman Baginda kunci
dunia Timur dan Barat, serta kemakmuran
telah melimpah”. Rasulallah Saw. menimpali,
“Wahai Umar, aku ini Rasulallah, aku bukan
seorang kaisar dari Romawi dan bukan pula
seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya
mengejar duniawi, dan aku mengutamakan
ukhrawi”. Peristiwa-peristiwa serupa sering
terjadi pada diri Rasulullaw. yang dapat
dijadikan sumber praktik tarekat.

Pada perkembangan awalnya, dalam
tarekat belum dikenal istilah silsilah dan
tasawuf, karena langsung berguru kepada
Nabi Muhammad Saw. dan para muridnya

548 | Ensiklopedi Islam Nusantara

adalah Sahabat Nabi. Akan tetapi, seiring fa qad tafassaq, wa man tasawwafa wa tafaqqah
dengan dinamika umat Islam, mulai dari friksi fa qad tahaqqaq”. Pernyataan ini masih berlaku
kepemimpinan selama Khulafa’ur Rasyidin, hingga sekarang. Kaidah itu memang hanya
Daulah Bani Umayyah, dan pemerintahan menjelaskan tentang tasawuf, tanpa tarekat,
Daulah Bani Abbasiah, kelompok umat Islam tetapi makna yang terkandung di dalamnya,
yang mengikuti praktik keagamaan Nabi Saw. apa yang dilakukan berkaitan dengan tarekat
seperti di atas, disebut dengan zuhhad, nussak, haruslah tidak melepaskan fikih. Sebab, jika
dan ubbad. fikih ditinggalkan maka amaliah dalam tarekat
masuk dalam kategori zindik.
Sejak abad ke-3-4 Hijriyah, tarekat mulai
berkembang meskipun masih sederhana, Sesuai dengan penjelasan di atas, tarekat
seperti Taifuriyah yang mengacu kepada tidak dapat dilepaskan dari tasawuf dan
Abu Yazid al-Bustami, al-Khazzaziyah, yang fikih. Sebab, pada dasarnya, tasawuf adalah
mengacu pada Abu Sa’id al-Khazzaz. Tarekat fenomena kemanusiaan universal dalam
mengalami perkembangan pada abad ke-6-7 setiap agama dan kebudayaan. Tasawuf
Hijriyah. Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani (471- diumpamakan sebagai filsafat kehidupan dan
561 H) dianggap sebagai peletak dasar tarekat metode tertentu dalam perjalanan manusia
(Shihab, 2009:183-184) dengan Tarekat untuk memperoleh hakikat kesempurnaan
Qadiriyah. Setelah itu, kelembagaan tarekat akhlak, pengetahuan hakiki, dan kebahagiaan
berkembang terus sesuai dengan kehadiran ruhani (Zaqzuq, 2009).
para sufi, antara lain
Tarekat Suhrawardiyah Berdasarkan definisi
berasal dari Syihab al-Din
Abu Hafs al-Suhrawardi yang disebutkan di atas,
(539-632 H), Tarekat
Rifa’iyah yang mengacu dan juga yang terdapat
pada Ahmad bin ‘Ali Abu
al-‘Abbas ar-Rifa’i (w. 578 dalam kitab-kitab
H), Tarekat Syaziliyah
yang dinisbatkan kepada tasawuf dan tarekat,
Abu al-Hasan bin ‘Abd
Allah asy-Syazili (593- seperti ditulis Syaikh
632 H), Tarekat Kubrawiyah yang mengacu
pada Najm ad-Din Kubra (540-618 H), dan Zakaria al-Ansari, Syaikh
Tarekat Naqsabandiyah yang dinisbahkan
kepada Baha’ ad-Din an-Naqsaband (717-791 Ahmad Zaruq, dan Ibn
H). Termasuk dalam perkembangan tarekat
yang maju itu adalah Tarekat Syatariyah yang Ajibah, dapat dirumuskan
diacu kepada ‘Abd Allah asy-Syattari (w. 890
H.). Seperti dijelaskan Trimingham (1971), bahwa tasawuf adalah
perkembangan tarekat di belahan dunia sampai
dengan abad ke-19-20, mulai dari Mesir, Iran ilmu untuk mengetahui
hingga ke Asia, pada dasarnya tarekat tidak
dapat dilepaskan dari silsilah dan ajaran. pembersihan jiwa

Tarekat, Tasawuf, dan Ruang Lingkupnya (tazkiyat an-nufus), pensucian akhlak (tasfiyat

Imam Ghazali pernah menyatakan, bahwa al-akhlaq), pensucian batin (tasfiyat al-
“man tasawwafa wa lam yatafaqqah fa qad
tazandaq, wa man tafaqqaha wa lam yatasawwafa bawatin), kedamaian hati (islah al-qulub),

memahami kebaikan tindakan (islah al-‘amal),

dan bagaimana cara-cara suluk menuju sang

raja diraja, Allah swt. untuk memperoleh

kebahagiaan abadi dan mengetahui hakikat

dengan bukti-bukti, seperti ilmu kedokteran

untuk menjaga badan. Sementara itu, sufi

adalah orang yang mensucikan hatinya

untuk Allah dan pensuciannya itu untuk

mu’amalahnya, hubungan manusia dengan

sang Pencipta yang agung. Ringkasan definisi

tasawuf tersebut tercantum dalam kitab

Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf (Isa, 2001: 17-19).

Pendapat para sufi tentang tasawuf
juga sudah dikumpulkan secara ringkas oleh
Annemarie Schimmel (2009: 15-18). Dari

Edisi Budaya | 549

berbagai pendapat tersebut, ada beberapa Tarekat Nabawiyah dan Tarekat Salafiyah.
kutipan penting dari Kitab al-Luma’ fi at- Tarekat nabawiyah disebut juga tarekat
Tasawwuf sebagai berikut:“Tasawuf berarti muhammadiyah, yaitu amalan yang berlaku
tak memiliki apa pun dan tak dimiliki apa pada masa Rasulullah Muhammad saw.
pun”. “Tasawuf adalah kebebasan dan Sementara itu, Tarekat Salafiyah adalah cara
kedermawanan, dan tiadanya paksaan diri”. beramal dan beribadah pada masa Sahabat
“Kaum sufi adalah orang-orang yang lebih suka dan Tabiin dengan maksud memelihara dan
kepada Allah daripada apapun dan Allah lebih membina syariat Rasulullah Muhammad Saw.
suka kepada mereka daripada apa pun”. setelah abad ke-2 Hijriah, Tarekat Salafiyah
ini berbeda karena sudah dipengaruhi oleh
Untuk sampai pada pemaknaan tentang pemikiran filsafat dan hubungan manusia
tasawuf tersebut diperlukan beberapa cara. dengan manusia lainnya yang berbeda bangsa
Tarekat adalah cara yang ditempuh para sufi dan negaranya. Oleh karena itu, amalan
dan digambarkan sebagai jalan yang berpangkal para sufi yang bertujuan untuk kesucian itu
dari syariat. Dalam bahasa Arab, jalan utama dilakukan melalui empat hal, yaitu syari’at,
itu disebut syar’ , dan anak jalan disebut tariq. tarekat, hakikat, dan ma’rifat. Tujuan akhir
Dalam perjalanan pengembaraannya (suluk), para sufi adalah mencapai ma’rifat, yakni
seorang tariq ditemani oleh salik melalui mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan
berbagai persinggahannya (maqamat), baik perbuatan-Nya (Said, 1999: 9-10).
cepat ataupun lambat, sehingga dia mencapai
tujuannya, yaitu tawhid sempurna. Mengingat tarekat sebagai cara atau jalan
menuju Allah Swt., pada dasarnya, jenis tarekat
Menurut Schimmel, jalan tritunggal itu tak terbatas jumlahnya. Pada prinsipnya,
kepada Allah dijelaskan dalam suatu hadis setiap manusia semestinya harus mencari dan
Nabi. Saw., “Syariat adalah perkataanku merintis jalannya sendiri sesuai dengan bakat
(aqwali), tarekat adalah perbuatanku (a’mali), dan kemampuan tingkat kebersihan hatinya
dan hakikat adalah keadaan batinku (ahwali). (Simuh, 1996:40). Akan tetapi, seiring dengan
Pernyataan serupa diungkapkan dalam Kasyful perkembangannya, tarekat menjelma seakan-
Mahjub karya Al-Hujwiri, seperti dikutip akan menjadi suatu kelembagaan sendiri.
Schimmel (2009: 123-4).
Dalam kitab Khazinah al-Asrar disebutkan
“Hukum tanpa kebenaran adalah orang yang silsilah/sanadnya tidak
pamer dan kebenaran tanpa hukum bersambung ke hadirat Nabi Saw. itu terputus
adalah kemunafikan. Hubungannya dari pancaran rohani dan ia bukanlah pewaris
yang timbal balik dapat diumpamakan Rasulullah Saw. serta tidak boleh membaiat dan
hubungan antara tubuh dan roh; kalau member ijazah. Dalam kitab Usul at-Tariq juga
roh meninggalkan tubuh, tubuh hidup dijelaskan, semua ulama salaf sepakat bahwa
berubah menjadi mayat dan roh hilang orang yang silsilahnya tidak bersambung
bagaikan angin. Kesaksian iman seorang kepada guru-guru tarekat dan tidak mendapat
muslim mencakup keduanya: kata- izin untuk memimpin umat di majlis tarekat,
kata “Tiada Tuhan melainkan Allah” tidak boleh menjadi mursyid, tidak boleh
adalah kebenaran, sedangkan kata-kata membaiat, tidak boleh mengajarkan zikir dan
“Muhammad adalah utusan Allah adalah amalan-amalan lain dalam tarekat (Masyhuri,
Hukum. Barangsiapa mengingkari edit. 2006: 14-15)
Kebenaran adalah kafir dan barangsiapa
menolak Hukum adalah penyeleweng”. Berkaitan dengan itu, organisasi Islam di
Indonesia yang sangat dekat dengan nuansa
Dengan demikian, tauhid tetap menjadi tarekatnya, Nahdlatul Ulama telah membuat
sesuatu yang sangat penting dalam tarekat, kriteria tarekat mu’tabarah (standar) dan gairu
selain syari’at, dan hakikat. Menurut mu’tabarah pada Muktamar ke-3 pada tahun
perkembangannya, pada permulaan Islam, 1928. Ada empat kriteria tarekat muktabarah.
tarekat terbagi dalam dua jenis, yaitu Pertama, berdasarkan syari’at Islam dalam

550 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pelaksanaannya. Kedua, berpegang teguh Syatariyah Naqsabandiyah, Syatariyah
kepada salah satu dari mazhab fikih yang Rifa’iyah, dan Syatariyah Muhammadiyah.
empat (Maliki, Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali).
Ketiga, mengikuti haluan Ahlussunnah Ajaran-ajaran tarekat secara umum, berisi
Waljama’ah. Keempat, memiliki ijazah dengan tentang 1), istigfar; 2), shalawaat Nabi; 3), zikir;
sanad muttasil, yaitu silsilah guru yang 4), muraqabah; 5), wasilah; 6), rabithah; 7),
berkesinambungan dengan Nabi Muhammad suluk dan uzlah; 8), zuhud dan wara’; 9), wirid;
Saw. (Shihab, 2009: 189). 10), hizib; 11), khataman atau khususiyah;
12), ataqah atau fida’; 13), istighatsah; 14),
Di antara tarekat yang masih berkembang manaqib, dan 15), ratib.
di dunia, antara lain tarekat Khistiyah di
India, tarekat Mawlawiyah di Turki, tarekat Para tokoh tarekat di Nusantara sejak abad
Nikmatullah di Persia, dan tarekat Sanusiyah ke-15/16 hingga abad ke-20 yaitu Walisongo;
di Afrika Utara. Adapun tarekat-tarekat Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang, Sunan
yang berkembang pesat di Indonesia, antara Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan
lain tarekat Qadiriyah, tarekat Syadziliyah, Kudus, Sunan Muria, Sunan Drajat, dan Sunan
tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Khalwatiyah, Gunung Jati; lalu Hamzah Fansuri, Abdurrauf
tarekat Syatariyyah, tarekat Samaniyah, As-Sinkili, Yusuf al-Makassari, Ahmad Khatib
tarekat Tijaniyah, dan tarekat Qadriyah Sambas, Burhanudin Ulakan, Abdul Muhyi
wa Naqsyabandiyah. Tarekat-tarekat lain Pamijahan, Abdullah bin Abdul Qahhar, Hasan
yang juga diamalkan umat Islam antara lain Maolani Lengkong, Ahmad Rifa’i Kalisalak,
Suhrawardiyyah, Rifa’iyyah, Naqsabandiyah Asy’ari Kaliwungu, Muqayyim Buntet,
Haqqaniyah, Malamatiyah, Khalwatiyah, Anwarudin Kriyani Buntet, dan Pangeran
Idrisiyah, Haddadiyah, Ghazaliyah, Dasuqiyah, Jatmaningrat Kaprabonan Cirebon.
Aidrusiyah, Ahmadiyah Badawiyah, Alawiyah,
[Mahrus el-Mawa]

Sumber Bacaan

Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat, penterj. Farid Wajdi. Jogjakarta: Gading, 2012
‘Isa, ‘Abd al-Qadir. Haqa’iq ‘an at-Tasawwuf. Suriah: Dar al-‘Irfan, 2001.
Masyhuri, Aziz. Enskiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, Surabaya: Imtiyaz, 2011.
Mulyati, Sri (et.al.), Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004
Said, H.A. Fuad. Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah. Jakarta: Alhusn Zikra, 1999.
Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penterj. Sapardi Djoko Damono, dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009.
Shihab, Alwi. al-Tasawwuf al-Islami wa Asaruhu fi al-Tasawwuf al-Indunisi al-Mu’asir. Diterjemahkan Idy Subandi Ibrahim

dan Tholib Anis. Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia. Depok, Iman, 2009.
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu Studi Terhadap Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UIP, 1988.
Al-Taftazani, Abu al-Wafa, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islami. Kairo: Dar as-Saqafah, 1983.
______. Sufi dari Zaman ke Zaman: Suatu Pengantar tentang Tasawuf. Penterj. Ahmad Rafi’ Utsman. Bandung: Pustaka,

1985.

Edisi Budaya | 551

Tarhim

Tarhim ialah bacaan yang karya Syaikh Mahmud Khalil al-Khusshariy
dikumandangkan dari masjid yang berisi puji-pujian kepada Rasulullah
atau mushala dengan maksud Muhammad saw. Shalawat tarhim sering di
kumandangkan sepuluh menit menjelang
membangunkan kaum muslimin untuk subuh, setelah imyak atau kadang juga
berkumandang menjelang azan shalat lima
persiapan shalat Subuh. Lebih dari itu, tarhim waktu. Tidak hanya di masjid tapi juga di radio-
radio, terlebih pada bulan Ramadhan.
juga membantu membangunkan mereka yang
Shalawat tarhimnya Syaikh Mahmud
ingin menjalankan shalat tahajud, karena Khalil al-Khusshariy disebut dalam dua versi,
memakai huruf ‫( ﺡ‬tarhim) dan memakai
shalat ini dapat dikerjakan pada saat itu. huruf ‫( ﺥ‬tarkhim). Hal ini dapat dimaklumi,
karena sebagian orang terutama orang Jawa
Tarhim banyak didengar terutama saat bulan biasa mentransliterasikan huruf ‫ ﺡ‬menjadi
“kh”. Namun, Kyai Mathari Mansur juga
suci Ramahan. Bacaan yang dikumandangkan membenarkan variasi penulisan “tarkhim”
sebagai transliterasi dari ‫ ﺗﺮﺧﻴﻢ‬yang mengacu
umumnya bervariasi, ada yang berisi seruan pada lantunan zikir yang sama. Menurut
beliau, tarkhim dengan huruf ‫ ﺥ‬memiliki
agar kaum muslimin bangun dan siap makna mengagungkan Allah Swt.

melakukan shalat shubuh, ada juga yang Kaum muslimin yang pada
memilikirkewajiban untuk mandi besar
mengingatkan pentingnya shalat tahajjud, ada atau rutin mandi sunnah sebelum subuh
diuntungkan dengan adanya tarhim, begitu
juga mengucapkan sahur... sahur… dan lain- pula bagi mereka yang berniat puasa sunnah
di hari biasa maupun puasa wajib di bulan
lain. Ramadhan. Kumandang tarhim akan menjadi
penanda masuknya waktu sahur dan imsak,
Tarhim dikenal juga sebagai pembacaan kegiatan tarhim merupakan ciri khas warga
syair yang berisi pengagungan kepada Allah NU yang dapat dijadikan sebagai indentitas
SWt dan doa atas nikmat yang diberikan lalu Islam Nusantara.
bersyukur. Usai pembacaan tarhim biasanya
masyarakat melaksanakan shalat tahajud Akan tetapi akhir-akhir ini masjid dan
hingga menjelang waktu subuh. Tujuan mushala lebih banyak memilih memutar
lain dari tarhim adalah menyerukan kaum kaset ayat-ayat Al-Qur’an karena lebih praktis
muslimin agar mengisi sepertiga malam ketimbang mendatangkan seseorang yang
terakhir yang banyak keutamaan di dalamnya bersedia mengumandangkan alunanutarhim.
seperti bermunajat, shalat sunah tahajut, Dulu, orang-orang yang mampu
shalat hajat, istikharah dan sebagainya. mengumandangkan tarhim dapat didatangkan

Selain itu dikenal pula istilah shalawat
tarhim. Shalawat tarhim merupakan shalawat
yang biasa didengar dari pengeras suara di
masjid-masjid atau musholla sebelum azan
Subuh dengan irama yang mendayu-dayu.
Shalawat tarhim diputar sebelum azan subuh
dikumandangkan sebagai penanda masuknya
waktu imsak. Shalawat ini sangat populer
di kalangan masyarakat muslim Indonesia,
khususnya yang tinggal di desa-desa.

Shalawat tarhim ini merupakan puisi

552 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dari luar daerah dengan upah yang cukup, Duhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk
ditambah dengan hadiah sarung atau baju yang terbaik
koko, Seiring perkembangan zaman,gpara
pengumandang tarhim ini pun sudah tidak ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬
banyak ditemui karena diganti kaset Al-
Qur’an yang diputar kurang lebih 30-60 menit ‫�ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﺤﻖ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬
sebelum waktu azan.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan
Teks Shalawat Tarhim atasmu

‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ Duhai penolong kebenaran, ya Rasulullah

‫�ﺎ إﻣﺎم اﻟﻤ�ﺎ�ﺪ�ﻦ �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬ ‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬

Shalawat dan salam semoga tercurahkan ‫�ﺎﻣﻦ أﺳﺮى ﺑﻚ اﻟﻤ��ﻤﻦ �ﻼ‬
padamu
Shalawat dan salam semoga tercurahkan
Duhai pemimpin para pejuang, ya Rasulullah padamu

‫اﻟﺼﻼة واﻟﺴﻼم �ﻠ�ﻚ‬ Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari,
Dialah Yang Maha Melindungi
‫�ﺎ ﻧﺎﺻﺮ اﻟﻬﺪى �ﺎ ﺧﻴﺮ ﺧﻠﻖ اﷲ‬
‫ﻧﻠﺖ ﻣﺎ ﻧﻠﺖ واﻷﻧﺎم ﻧ�ﺎم‬
Shalawat dan salam semoga tercurahkan
padamu ‫وﺗﻘﺪﻣﺖ ﻟﻠﺼﻼة ﻓﺼﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ اﻟﺴﻤﺎء وأﻧﺖ اﻹﻣﺎم‬

Engkau memperoleh apa yang kau peroleh
sementara semua manusia tidurSemua penghuni

langit melakukan shalat di belakangmu dan
engkau menjadi imam

‫وإﻟﻲ اﻟﻤﻨﺘﻬﻰ رﻓﻌﺖ ﻛﺮﻳﻤﺎ‬

‫وﺳﻤﻌﺖ اﺠﺪاء �ﻠ�ﻚ اﻟﺴﻼم‬

Engkau diberangkatkan ke Sidratul Muntaha
karena kemuliaanmuDan engkau mendengar

suara ucapan salam atasmu

‫�ﺎ ﻛﺮﻳﻢ اﻷﺧﻼق �ﺎ رﺳﻮل اﷲ‬

‫ﺻﻠﻲ اﷲ �ﻠ�ﻚ وﻟﺒ آﻟﻚ وأﺻﺤﺎﺑﻚ أﺟﻤﻌﻴﻦ‬

Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya
RasulullahSemoga shalawat selalu tercurahkan

padamu, pada keluargamu dan sahabatmu

[Ismail Yahya]

Edisi Budaya | 553

Tasrifan

Tasrif ‫))ﺗﺼﺮﻳﻒ‬ lainnya.
dalam ilmu tata
bahasa Arab Untuk perubahan
artinya perubahan
kata (Ar. Kalimat), dari bentuk kata dengan
satu bentuk (mashdar
atau fi’l madhi) ke cara penambahan saja
berbagai bentuk lain
yang berbeda-beda masih dibagi menjadi
sehingga memiliki
makna yang bervariasi. banyak ragam. Dari
Kebanyakan ulama
tidak membedakan perubahan-perubahan
antara Tasrif dan
Shorf, sehingga ilmu bentuk itu, satu kata
shorf ‫ ))ﺻﺮﻑ‬dan ‫))ﺗﺼﺮﻳﻒ‬
dianggap sama. bisa berubah menjadi

berpuluh-puluh

kata turunan yang

memiliki arti berbeda-

beda. Demikian juga

dengan penghapusan,

Isi Kitab Shorof, Amtsilah tashrifiyah. penggantian, dan
lain-lainnya. Seluruh
Sumbr: http://ilmusorrof.blogspot.co.id/

variasi perubahan di atas ini adalah perubahan

Ilmu shorf membahas tentang aturan dari segi istilahi, dan dari perubahan istilahi ini,
pembentukan kata (‫)ﺍﻟﺒﻨﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻴﻐﺔ‬. Di masing-masing dari puluhan variasi perubahan
antaranya tentang wazn atau timbangan itu masih ditasrif lagi kedalam perubahan

kata (pola). Kata yang digunakan sebagai lughowi jika ingin menggunakannya untuk

wazn dalam tata bahasa Arab adalah kata subyek-subyek yang berbeda.
yang terdiri dari huruf fa’, ‘ain, lam, (‫ )ﻓﻌﻞ‬dan
berbagai bentuk perubahannya. Setiap kosa Artinya setiap kata harus drubah lagi
kata dalam bahasa Arab kemudian dibentuk bentuknya mengikuti wazn atau polanya
atau di-tasrif menggunakan wazn tersebut. sesuai dengan jumlah subyeknya; satu, dua,
Kata ‫(ﻗﺘﻞ‬membunuh) misalnya, jika bentuknya atau jamak, dan apakah subyek tersebut pria
dimodifikasi dennan menambahkan alif atau wanita, dan apakah subyek tersebut orang
setelah huruf pertama makan akan menjadi ‫ﻗﺎ‬ pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
‫ ﺗﻞ‬yang berarti pembunuh. Belum lagi jika dikaitkan dengan waktu; masa
lalu, sekarang, atau akan datang, serta bentuk
Perubahan bentuk kata (‫ )ﻛﻠﻤﺔ‬dalam tata kata perintah yang juga berbeda.
bahasa Arab memiliki variasi yang sangat
banyak; ada bentuk penambahan (‫)ﺍﻟﺰﻳﺎﺩﺓ‬, Karena sifatnya yang demikian ini, maka
penghapusan (‫)ﺍﳊﺬﻑ‬, perentangan (‫)ﺍﻟﺘﻄﻮﻳﻞ‬, para ulama menyebut ilmu shorf atau tasrif
pemendekan (‫)ﺍﻟﺘﻘﺼﻴﺮ‬, peleburan (‫)ﺍﻻﺩﻏﺎﻡ‬, sebagai induk atau ibunya ilmu, karena di
pembalikan (‫)ﺍﻟﻘﻠﺐ‬, penggantian (‫)ﺍﻻﺑﺪﺍﻝ‬,
pencacatan (‫)ﺍﻻﻋﻼﻝ‬, dan masih banyak lagi dalam disiplin ilmu-ilmu ke-Islaman, terutama

yang berhubungan dengan tafsir, hadis, dan

554 | Ensiklopedi Islam Nusantara

fikih, pengetahuan tentang akar kata dalam irama tertentu baik sendirian maupun
tatanan bahasa Arab adalah sangat penting. bersama-sama. Tasrifan merupakan tradisi
Di dalam tradisi ilmiah di kalangan para khas pesantren, namun demikian ada juga
ulama, pembahasan terhadap sesuatu harus beberapa madrasah non-pesantren dan tempat-
dimulai dari definisi (‫ )ﺗﻌﺮﻳﻒ‬kata, karena tempat pengajian yang menggunakannya.
tanpa definisi yang jelas, maka pembahasan
mengenai suatu masalah bisa jadi melenceng Keberadaan pesantren, khususnya di
dan tidak tepat sasaran, yang pada gilirannya Jawa bisa dilacak sejarahnya hingga ke masa
bisa menyesatkan. Maulana Malik Ibrahim. Santri-santri yang
belajar kepada Maulana Malik Ibrahim ini
Ketika mendefinisikan suatau kata atau kemudian menyebarkan Islam dan mendirikan
istilah tertentu, para ulama terlebih dahulu pesantren-pesantren di beberapa tempat .
akan membahau arti kata tersebut menurut Sejak awal keberadaanya pesantren menjadi
bahasa atau etimologi. Perbedaan pendapat tempat menimba ilmu-ilmu ke-Islaman,
mengenai akar suatu kata sering terjadi di selain pengetahuan-pengetahuan lainnya.
kalangan para ulama. Padahal akar kata yang Mempelajari ilmu-ilmu Islam seperti tafsir,
berbeda—meskipun huruf dan jumlahnya hadis, fikih, tauhid, dan lain-lainnya tidak bisa
sama—bisa mengakibatkan bentuk tasrif yang dilakukan tanpa mempelajari bahasa Arab
berbeda dan tentu saja memiliki makna yang beserta tata bahasanya.
berbeda pula. Biasanya para ahli yang berbeda
pendapat ini menjadikan syair-syair kuno Pengajaran bahasa Arab dan tata
sebagai pijakan dan dalil, selain ungkapan- bahasanya, termasuk nahwu-sharf di
ungkapan dalam bahasa Arab yang terkenal Nusantarapun sudah mulai dilakukan sejak
dan lazim digunakan dimasyarakat. Setelah itu lembaga-lembaga pendidikan semacam
mereka masih harus membahasnya lagi dari pesantren berdiri.
sisi makna terminologi atau istilah.
Snouck Hurgronje menyebut ada dua
Sebagian ulama menganggap ilmu Sharf metode pengajaran nahwu-shorf yang
atau Tasrif merupakan bagian dari ilmu berkembang di Nusantara. Pertama adalah
nahwu—ilmu yang mempelajari tentang metode lokal (native method), dan yang kedua
perubahan-perubahan i’rab setiap kata, yang adalah metode Makkah (Meccan Method). Yang
biasanya ditandai dengan perubahan harakat dimaksud dengan gaya native oleh Hurgronje
atau huruf hidup pada akhir kata. Sebagian adalah menulis makna gandul pada sela-sela
ulama lain membedakan antara ilmu Tasrif/ teks kitab. Menurut Hurgronje, dulu para kiyai
Sharf dengan ilmu nahwu, meskipun keduanya tidak mengajarkan nahwu sharf dulu kepada
tidak bisa dipisahkan dalam tata bahasa Arab. murid-muridnya ketika membacakan (mbalah)
kitab kepada para santri.
Kebanyakan ulama sepakat bahwa orang
yang pertama kali memisahkan ilmu Tasrif/ Para santri tidak harus pandai nahwu-
Sharf dari ilmu nahwu, untuk menjadi disiplin sharf dulu untuk mengikuti pengajian kitab-
ilmu tersendiri adalah Mu’adz bin Muslim al- kitab yang diajarkan oleh para kiyai. Para
Harra’ yang wafat di Baghdad pada tahun 87 santri menulis saja terjemahan yang diucapkan
Hijriyah. oleh para kiyai dalam bentuk makna gandul.
Metode ini bisa dikatakan semacam “belajar
Tasrifan Pesantren sambil jalan.” Dalam pengakuanya, Hurgroje
bertemu dengan jamaah haji dari Ponorogo
Tasrifan adalah istilah yang digunakan dan Pacitan yang bisa menerjemahkan teks
di pesantren-pesantren Jawa yang artinya kitab fikih ke dalam bahasa Jawa dengan
melakukan tasrif atas mufradat-mufradat sangat baik. Keduanya belajar menggunakan
bahasa Arab. Untuk memudahkan menghafal, metode native.
biasanya para santri mengucapkannya dengan
Adapun yang dimaksud dengan metode
Makkah adalah mengajarkan ilmu nahwu-

Edisi Budaya | 555

sharf secara terpisah sebelum mengajarkan Sumber: https://irilaslogo.wordpress.com
kitab-kitab berbahasa Arab. Mula-mula mereka
diajarkan dulu cara mengeja atau disebut Syaviq Muqoffi, dalam penelitiannya
juga belajar kitab alip-alipan atau kitab abjad. mengatakan bahwa kitab Al-Amtsilah al-
Kemudian mereka diminta menghafalkan Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali merupakan
mufradat-mufradat dalam tabel seperti dalam pengembangan dari kitab Matn al-Binak dan
tabel bayanul hudud yang dilengkapi dengan Al-Tasrif al-‘Izzi. Kitab ini sangat membantu
arti kata dalam bahasa Melayu atau Jawa. para pelajar dalam memahami perubahan-
perubahan kata dalam bahasa Arab,
Setelah mereka hafal mufradat-mufradat karena dibuat dengan bentuk tabel dengan
dalam tabel, kemudian mereka diminta pengelompokan jenis-jenis kata dan wazn atau
menghafalkan bentuk-bentuk perubahannya, polanya. Dalam buku ini, setiap kata disusun
juga dalam tabel. Selain menghafal perubahan berjejer mulai dari fi’il madhi sampai isim alat,
bentuk kata, mereka juga sekaligus dalam tasrif istilahi. Adapun untuk tasrif
menghafalkan dan melafalkan makna dari lughawi, tiap kata disusun dari atas ke bawah,
masing-masing kata yang berubah. Hurgronje mulai dari bentuk kata kerja dengan subyek
misalnya menyebut bahwa (‫ ﻓﻌﻞ‬artinya adalah) orang ketiga pria tunggal sampai kata kerja
ma’nane wus agawe wong lanang siji ghoib. dengan subyek orang pertama jamak.

Adapun kitab-kitab sharf/tasrif yang Sejak abad ke-19 hampir semua tasrifan
digunakan dan dijadikan rujukan dalam yang dilagukan oleh para santri menggunakan
mempelajari ilmu sharf/tasrif di Nusantara model yang ditulis oleh Kiyai Ma’shum Ali ini.
sebelum abad ke-19 adalah kitab-kitab Bahkan menurut penelitian Muqoffi, istilah
karangan ulama dari Timur Tengah seperti tasrif lughawi dan tasrif istilahi adalah ciptaan
Nazm al-Maqsud, Syarh Kailani al-‘Izzi, Matn al- Kiyai Ma’shum Ali.
Bina’, dan Talkhisu al-Asas fi ‘Ilm al-Sharf. Kitab-
kitab ini dibawa oleh para ulama Nusantara Selain kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah
yang belajar di Makkah dan kota-kota lain di karya Kiyai Ma’sum Ali, di kalangan pesantren
Timur Tengah. juga ada kitab lain karya ulama Nusantara yaitu
kitab Al-Sharf al-Wadih yang disusun oleh Kiyai
Pada abad ke-19, sebagaimana dikatakan Ali Ma’shum. Namun kitab ini kalah populer
Bruinessen, kitab Al-Amtsilah al-Tasrifiyyah dibandingkan dengan kitab Al-Amtsilah al-
karya Kiai Ma’sum Ali menjadi sangat populer Tasrifiyyah karya Kiyai Ma’sum Ali.
dan digunakan di pesantren-pesantren,
menggantikan kitab-kitab yang dibawa oleh
para ulama sebelumnya dari Timur Tengah.
Sampai hari ini, kitab ini masih menjadi buku
tabel paling diandalkan dalam pelajaran ilmu
shorf di berbagai pesantren, tidak hanya
pesantren tradisional/salaf, tetapi juga di
beberapa pesantren modern, bahkan di
beberapa lembaga pengajaran bahasa Arab
non-pesantren.

Sumber Bacaan [Ali Mashar]

Ali ibn Mu’min ibn Muhammad al-Hadromi Abu al-Hasan, Ibn Asfour, Al-Mumti’ al-Kabir fi al-Tasrif, Maktabah Lubnan,
1996.

Martin Van Bruinese, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Gading Publishing, Yogyakarta, 2012.
Muhammad bin Makram bin Ali Jamaludin Ibn Mandhur, Lisanu al-‘Arab, Dar Shodir, Beirut, 1414 H.
G.W.J. Drewes, The Study of Arabic Grammar in Indonesia, in P.W. Pestman (ed.), Acta Orientalia Neerlandica, EJ. Brill

Publisher, Leiden, 1971.
Syafiq Muqoffi, Saraf Tasrif Pesantren (Genealogi dan Karakteristik Kitab Tasrif karya KH. Ma’sum Ali dan KH. Ali Ma’sum),

Tesis, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016 (tidak terbit).

556 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tawajjuh

Arti kata dan Istilah Tarekat rabithah, dan bagi murid yang berpengalaman,
sosok ruhani Syekh merupakan penolongnya
Istilah tawajjuh berasal dari bahasa Arab yang efektif di kala Syekhnya tidak hadir –
yang merupakan derivasi dari akar kata; sama seperti ketika Syekhnya ada di dekatnya.
tawajjaha yatawajjahu tawajjuhan yang Tetapi, pada umumnya, tawajjuh berlangsung
bermakna menghadap. Sementara dalam selama dilakukan dzikir berjamaah di mana
disiplin ilmu tasawuf, tawajjuh adalah sebuah Syekh ikut serta bersama murid-nya. Di
proses spiritual dan kontemplasi di mana beberapa daerah di Indonesia, zikir bersama
hanya mengkhususkan diri kepada Allah SWT itu sendiri disebut tawajjuh.
(Ahmad Tarmizi Abdul Rahman, 2010: 77).
Hal ini sebagaimana firmah Allah SWT: Tawajjuhan di Pesantren

“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) Di dalam dunia pesantren yang secara
yang menciptakan langit dan bumi dengan umum berbasis tarekat, seringkali kita
penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang menemukan kegiatan yang dikenal dengan
benar, dan aku bukanlah termasuk orang- istilah tawajjuhan, yaitu pertemuan langsung
orang musyrik” (Q.S. al-An’am/6: 79) antara sang guru (Syekh) dengan sang murid
(Salik) untuk melakukan kegiatan ketarekatan.
Menurut GF al-Haddad (2007), Dalam tawajuhan terdapat beberapa ajaran
tawajjuh secara harfiah berarti adalah orientasi atau materi yang diberikan oleh seorang
yang mengacu pada di balik dari hati seseorang Syekh kepada Salik. Ajaran dan materinya
kepada Allah Yang Maha Tinggi. Dalam Tarekat pun berbeda-beda tergantung tarekat yang
Naqsabandiyah Tawajjuh merujuk kepada diajarkannya di masing-masing pesantren,
seorang murid dalam mendekatkan diri kepada meski demikian pada hakikatnya, yaitu tetap
Allah SWT. Hal ini mirip dengan kewaspadaan mengarahkan sepenuhnya kepada Allah.
(Muraqaba) atau mengacu pada panduan dari
sang Mursyid kepada murid-muridnya. Martin (1994: 176-177) dalam catatan
penelitiannya menyebutkan pesantren
Sementara menurut Martin Van Manbaul Hikam Mantenan Udanawu Blitar
Bruinessen (1994: 86) Tawajjuh adalah merupakan salah satu pesantren yang
merupakan perjumpaan di mana seorang telah lama melakukan kegiatan tawajjuhan.
membuka hatinya kepada Syekhnya, dan Menurutnya, pesantren didirikan pertamakali
kemudian sang Syekh membawa hati tersebut oleh Kiai Ghafur dan mendapatkan ijazah
ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Tawajjuh tarekat Naqsyabandiyah dari Kiai Yahya ini
ini dapat berlangsung sewaktu terjadinya berhasil mengislamkan (“mentarekatkan”)
pertemuan pribadi antara murid dan mursyid sebagian besar daerah yang sebelumnya
atau dikenal juga dengan istilahnya ba’iat. dikenal sangat abangan. Ketika Kiai Ghafur
Sedang ba’iat merupakan kesempatan wafat (1952), ia digantikan oleh putranya,
pertama dari proses tawajjuh, Meskipun Mirza Sulaiman Zuhdi yang lebih dikenal
dalam tawajjuh sangat memungkinkan terjadi dengan panggilan Kiai Zuhdi dan meninggal
ba’iat. Bahkan ketika sang Syekh secara fisik
tidak hadir, hubungan dapat dilakukan dengan

Edisi Budaya | 557

pada tahun 1974. Sepeninggal Kiai Zuhdi, 1. Pembukaan dan pengajian syariat
tampuk kepemimpinan pesantren dan 2. Pembacaan suarat al-Fatihah
tarekat Naqsyabandiyyah dilanjutkan oleh 3. Tahlil
adiknya yang bernama Kiai Zubaidi. Dua kali 4. Bimbingan pengamalan tarekat
dalam seminggu, pada hari Selasa dan Jumat 5. Salat Duhur berjamaah (Panitia Perayaan
petang diadakan pertemuan zikir berjamaah
(tawajjuhan dan khataman), yang diikuti oleh Seabad, 2001: 23)
penduduk desa Mantenan. Menurut sang Kiai,
yang hadir pada acara tersebut berkisar antara Berbeda dengan Pesantren Futuhiyyah
500 sampai 1000 orang, baik laki-laki maupun Mranggen Demak, Mbah Kiai Arwani
perempuan. Tiga kali dalam satu tahun (pada Kudus, terkesan seperti memisahkan antara
bulan Suro atau Muharram), Rajab dan Puasa pengajaran di pesantren dengan kegiatan
(Ramadhan) ada suluk Mantenan. Kegiatan ini tarekatnya. Hal ini seperti terlihat dalam
berkisar antara 10 hingga 20 hari, bergantung pembangunan lokasi baru di luar Pondok
pada sang murid sendiri. Pesantren Huffadz Yanbaul Quran (PHYQ)
yang dikhususkan untuk kegiatan tarekat
Selain di pesantren Mantenan Udanawu pada tahun 1973. Lokasi zawiyah yang disebut
Blitar, sejumlah pondok pesantren di Indonesia “pasulukan” berada di daerah Kwanaran desa
juga menggelar acara tawajjuhan. Salah Kajeksan dengan luas 3.000 m2, berdampingan
satunya yang cukup terkenal adalah pesantren dengan mushalla dan makam keramat Mbah
Futuhiyyah Mranggen Demak dengan Kiainya Wanar, salah seorang badal Sunan Kudus,
yang kesohor akan kemursyidannya, yaitu Kiai yang konon merupakan asset Desa (Ahmad
Muslih Abdurrahman. Dimyati, 2016: 54).

Pengajian tawajjuhan di pesantren Sejak memiliki pasulukan sendiri, jamaah
Futuhiyyah Mranggen ini merupakan kegiatan tarekatnya juga terus bertambah. Dalam
wajib diikuti para santri. Pengajian tersebut kegiatan suluk selama sepuluh hari yang
diadakan pada hari Senin dan Kamis. Hari dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun,
Senin khusus bagi santri laki-laki. Sedangkan pesertanya selalu meluber, sehingga dibatasi
hari Kamis bagi santri perempuan. Adapun sesuai kapasitas ruangan penginapannya,
waktu pelaksanaannya adalah pada pukul (hanya diterima sebanyak 600 jamaah pria dan
09.00 WIB dengan susunan acara sebagai 600 jamaah wanita). Waktu pelaksanaan suluk
berikut: dilaksanakan pada:
1. Tiap tanggal 1-10 bulan Muharram
Sumber: http://www.ahbaburrosul.org/ 2. Tiap tanggal 1-10 bulan Rajab
3. Tiap tanggal 1-10 bulan Ramadhan

Sedangkan dzikir tawajjuhan dilaksanakan
setiap hari Selasa siang dengan susunan acara
sebagai berikut:
Pukul 09-10 pengajian kitab
Pukul 10-11 Salat sunnah dilanjutkan dzikir
tawajjuh
Pukul 11-12 istirahat
Pukul 12-13 Salat Dzuhur dilanjutkan dzikir

Selain kegiatan tawajjuhan yang bertempat
di pasulukan dengan jumlah terbatas tersebut,
kegiatan tawajjuh juga dilakukan di sejumlah
cabang. Sejak tahun 1975 M mulai dibuka
cabang-cabang dzikir tawajjuh. Awal pertama
dibuka di Masjid Hidayatul Abidin Desa Besito
kecamatan Gebog dengan jarak 7 KM dari

558 | Ensiklopedi Islam Nusantara

lokasi pusat ke arah utara. Jadwal acara dzikir seperti khalifah atau orang yang sudah
tawajjuh di Besito ditentukan tiap hari Kamis mencapai tingkat tahlil. Dari sepuluh buah
Legi. Artinya memiliki waktu putaran tiap 35 batu, 6 di antaranya diletakkan di sebelah
hari sekali, dan di Jawa dikenal dengan istilah kanan Syekh, 4 buah lainnya di sebelah
“selapanan” (Ahmad Dimyati, 55). kirinya. Dan batu-batu kecil sebanyak 21
buah diletakkan di hadapannya.
Tawajjuhan dalam Tarekat
5. Semua peserta menutupi kepalanya
Setiap lembaga tarekat mempunyai dengan sorban atau sehelai kain, tunduk
tradisi tersendiri di dalam mengarahkan menekurkan kepalanya ke lantai,
para murid, sebagaimana dengan apa memejamkan mata dengan khusyu’.
yang ada dalam tarekat Naqsyabandiyah
Kholidiyah. Mengenai kegiatan tawajuhan 6. Berkhatam tawajjuh dimulai dengan
juga ada kemungkinan perbedaan model ucapan “astagfirullahal azhim” sebanyak
dan juga sistem yang digunakan. Dalam tiga kali dan diikuti oleh para peserta,
tarekat Naqsyabandiyah Kholidiyah kegiatan yang kemudian disusul dengan bacaan
tawajuhan yang dilaksanakan dengan berikut:
mengambil bentuk pemberian siraman rohani
dan pengarahan khusus kepada para murid a. Membaca al-Fatihah 10 kali. Bacaan
dengan menggunakan kitab-kitab tarekat dan dilakukan oleh orang yang menerima
kitab-kitab salaf sebagaimana tersebut di atas, pembagian batu besar saja
yang intinya adalah zikir.
b. Shalawat 79 kali
Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan
al-Khalidi Naqsybandi tuan guru Babussalam c. Membaca surat al-Insyirah 79 kali
Langkat (1811-1926) sebagaimana dalam
Fuad Said (2007), setiap pengikut tarekat d. Membaca surat al-Ikhlas 100 kali.
Naqsyabandiyah harus berkhatam tawajjuh, Dan setiap orang membacanya sesuai
baik ia sedang melakukan suluk ataupun tidak. jumlah batu yang diterimanya

Mengenai adab berkhatam tawajjuh, e. Shalawat lagi kepada Nabi
seorang pengamal tarekat Naqsyabandiyah Muhammad SAW bersama-sama
harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
f. Apabila Syekh menyebut Rabbal
1. Suci dari hadas kecil dan hadas besar ‘Alamin maka seorang dari peserta
membaca sepotong ayat Alquran.
2. Duduk tawaruk kebalikan dari duduk Sampai di situ berakhirlah upacara
tawaruk dalam shalat, dalam sebuah berkhatam tawajjuh.
majlis dzikir yang berbentuk lingkaran
dengan pintu tertutup Selesai berkhatam tawajjuh, di tempat
yang sama, dilanjutkan dengan zikir menurut
3. Syekh atau mursyid duduk menghadap tingkat yang telah ditentukan oleh Syekh
kiblat, didampingi khalifah-khalifah. (mursyid). Sekurang-kurangnya 5000 kali
Khalifah yang paling tua duduk di sebelah dzikir ism al-dzat (menyebut asma Allah) dalam
kanan mursyid dan khalifah-khalifah hati dengan kaifiat sepuluh sebagaimana
lainnya di sebelah kirinya. berikut:

4. Disediakan batu kerikil yang bersih 1. Menghimpun segala pengenalan dalam
sebanyak 110 buah dan 10 buah dengan hati
ukuran agak besar. Batu-batu itu dibagi-
bagikan oleh petugas kepada setiap 2. Menghadapkan diri (perhatian) kepada
peserta. Petugas yang membagi-bagikan Allah
itu harus orang yang tinggi tingkat zikirnya
3. Membaca istighfar sekurang-kurangnya 3
kali

4. Membaca al-Fatihah dan Surat al-Ikhlas

Edisi Budaya | 559

5. Menghadirkan ruh Syekh Tarekat 8. Membaca shalawat 100 kali lagi
Naqsyabandiyah
9. Membaca sebuah doa yang cukup panjang
6. Menghadiahkan pahala bacaan kepada untuk ruh Nabi Muhammad SAW dan para
Syekh Tarekah Naqsyabandiyah Syaikh tarekat-tarekat besar, khususnya
‘Abd Khaliq, Bahauddin, Abdullah ad-
7. Memandang Rabithah Dahlawi, Maulana Khalid dan terakhir
kepada silsilah pengarang, Utsman
8. Mematikan diri sebelum mati Sirajuddin, Umar dan Muhammad Amin
sendiri
9. Munajat dengan mengucapkan; ilahi anta
maqshudi wa ridhaka mathluubi 10. Membaca bagian-bagian tertentu dari
Alquran
10. Berzikir dengan mengucapkan “Allah”.
“Allah” dalam hati, dalam keadaan mata Adapun penjelasan berkhatam dan
terpejam, duduk tawaruk kebalikan dari tawajjuh dilaksanakan pada waktu berikut:
duduk tawaruk dalam shalat, mengunci
gigi, menongkatkan lidah ke langit-langit 1. Sesudah salat Isya dan Subuh
mulut dan menutupi kepada dan muka
dengan selubung. (Fuad Said, 2007: 62) 2. Sesudah salat Ashar, hanya berkhatam
saja
Mengenai kaifiyyah atau tatacara
melakukan khatam ini terdapat sejumlah 3. Sesudah salat Duhur tawajjuh saja, kecuali
perbedaan. Berbeda dengan Syekh Abdul hari Jumat.
Wahab Rokhan, Syekh Muhammad Amin al-
Kurdi (520) dalam karyanya Tanwir al-Qulub, 4. Pada hari Jumat setelah salat Jumat
menjelaskan urutan khataman ini sebagai diadakan berkahatam dan tawajjuh.
berikut:
5. Sesudah salat Magrib tidak ada
1. 15 atau 25 kali istighfar yang didahului berkhatam dan tawajjuh. Murid-murid
dengan sebuah doa pendek biasanya mendengarkan pengajian yang
disampaikan oleh Syekh sampai masuk
2. Melakukan rabithah bi al-Syaikh, sebelum waktu Isya’.
berzikir
Untuk melakukan khatam yang lengkap
3. Membaca surat al-Fatihah 7 kali dibutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya
yang dilaksanakan adalah khatam dalam
4. 100 salawat, misalnya dengan bentuk yang sudah diringkas, atau bagian yang
mengucapkan Allahumma Shalli ‘ala sangat penting, yang tidak dapat ditinggalkan
Sayyidina Muhammadin an-Nabiyyi al- dalam keadaan apa pun, yakni adalah doa.
Ummiyyi wa ‘ala alihi wa shahbihi wasallam Dalam doa, setiap Syekh menyebutkan
nama-nama wali yang paling penting dalam
5. Membaca surat al-Insyirah 79 kali silsilahnya sendiri (Martin, 1994: 86)

6. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali [M Idris Mas’udi]

7. Membaca surat al-Fatihah 7 kali

Daftar Bacaan

Ahmad Dimyathi, Dakwah Personal: Model Dakwah Kaum Naqsyabandiyyah, Yogyakarta: Deepublisher, 2016
Ahmad Tarmizi Abdul Rahman , Khalwah: A Solitary Sufi Retreat., Sabah: Universiti Malaysia Sabah, 2010
H. A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiah, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2007
Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan, 1994, cet. II
Muhammad Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Kairo 1929
Panitia Perayaan Seabad, Sejarah Seabad Ponpes Futuhiyyah, Kudus: Team Panitia, 2001
http://www.livingislam.org/k/ttsr_e.html

560 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tawassuth

Secara bahasa Tawasut berarti tengah- membantah pandangan banyak kalangan yang
tengah/menengahi/moderasi (I’tidal menyebut NU sebagai “kawula yang setia pada
atau tawassath fi al-haq wa al-‘adl) Negara patrimonial” yang oportunistik dan
dari kata dasar (a) al-wasath (sedang/pas), akomodasionis, dan lebih tertarik kepada
misal Syai’ wasath yang artinya sesuatu yang isu-isu yang sepenuhnya religious sehingga
sedang atau pas-pasan; (b) al-awsath (tengah- meraih sukses besar dalam mempertahankan
tengah), missal Awsath al-syai’ yang artinya jatidirinya. Ia menyebut empat sikap
tengah di antara sesuatu. Di dalam Alqur’an kemasyarakatan NU yakni Tawassuth wa
terdapat ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, yang I’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahy
menyebut kata Ummat Wasath yang berarti munkar sebagai sikap sosial NU.
ummat penengah.
Gagasan ini lalu dikuatkan dengan
Secara istilah kata Tawassuth dipopulerkan Keputusan Bahtsul Masail al-Diniyyah al-
pertamakali oleh Mohammad Fajrul Falach Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 NU di Pesanten
salah seorang pengurus PBNU (1994-1999) Lirboyo Kediri Jawa Timur 21 sampai 27
dalam tulisan-tulisanya, seperti “NU dan Cita- Nopember 1999. Pengertian Tawassuth
cita Masyarakat Madani” dan “Pemberdayaan secara istilah adalah sikap moderat yang
Masyarakat Madani dalam NU” sejak tahun berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha
1996. Ia menjadikan patokan keputusan- menghindarkan segala bentuk pendekatan
keputusan Muktamar NU baik di Situbondo dengan tatharruf (ekstrim).
tahun 1984 maupun Cipayung tahun 1994
untuk memperkuat argumentasi “NU dan Apakah penggunaan istilah Tawassuth di
Cita-cita Masyarakat Madani.

Dalam keputusan Muktamar NU ke-29 di
Cipasung, Nahdlatul Ulama telah menegaskan
hubungan antara agama dan Negara dan
memposisikan umat beragama (Islam)
dengan tanggungjawab sebagai warga Negara
(Indonesia) secara jelas dan proporsional.
Konsep kembali ke Khittah 1926, dan
pandangan Nahdlatul Ulama tentang Pancasila
serta paham tri ukhuwah secara terpadu:
Ukhuwah Islamiyyah, Ukhuwah Wathaniyyah,
dan Ukhuwah Basyariyah merupakan pedoman
dasar yang dirasakan sangat gayut atau relevan
bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan
bernegara bagi warga Nahdlatul Ulama.

Dari sini ia membaca Khittah Nahdliyyah
NU sebagai cita-cita sosial NU sekaligus untuk

Edisi Budaya | 561

lingkungan NU dipengaruhi naskah promosi Alqur’an dan hadits. Vonis murtad dan kafir
Guru Besar ulama Mesir, Nasir Hamid Abu diafirmasikan oleh Pengadilan sehingga Abu
Zayd yang berjudul Al-Imam al-Syafi’I wa Ta’sis Zayd terancam pidana mati dan keharusan
al-Idiyuluji al-Wasathiyyah pada tahun 1993, bercerai dengan istrinya.
mengingat sebelumnya belum pernah dikenal
peristilahan Tawassuth di tengah lingkungan Istilah Tawassuth yang digunakan
Nahdlatul Ulama, termasuk di dalam Qanun cendekiawan Nahdliyyin lebih banyak terilhami
Asasy NU? dari gagasan QS. Al-Baqarah: 143, yang
menyebut kata Ummatan Wasathan yaitu umat
Tampaknya tidak demikian! Apa yang penengah yang moderat. Nahdlatul Ulama
diungkapkan Abu Zayd dengan al-Idiyuluji senantiasa menghindari sikap tafrith (radikal
al-Wasathiyyah-nya itu lebih menyoroti cara kiri) yang ingin menggulingkan kekuasaan
berpikir anologi (qiyas) yang diterapkan Imam obsolut dalam jalur ketuhanan maupun
Syafi’I sebagai pendekatan istidlal sekaligus kekuasaan. Begitupun Nahdlatul Ulama
istinbath hukum Islam. Sekalipun ada menjahui sikap ifrath (radikal kanan) yang
tambahan catatan dari Abu Zayd bahwa Imam selalu ingin mengkooptasi kebenaran dengan
Syafi’I dalam pandangan pribadi Abu Zayd lebih memberikan cap sesat dan kafir terhadap
memepertimbangkan aspek semantik sumber kelompok yang berseberangan.
hukum Islam sebagai jalan memperoleh alasan
(illat) di dalam peng-qiyas-an. Atas dasar itu, secara resmi dalam
Keputusan Musyawarah Nasional (Munas)
Karena pemikiran kontroversialnya ini, Alim-ulama dan Konfrensi Besar (Konbes) NU
Abu Zayd dikritik tajam dan bahkan di-takfir- diSurabayatahun2006,Tawassuth dimasukkan
kan dengan alasan menghasut umat Islam menjadi salah satu dari 5 (lima) fikrah ASWAJA
untuk bebas dari belenggu kekuasaan teks al-Nahdliyyah (karakter berpikir ASWAJA NU),

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siraj membacakan deklarasi NU yang secara garis besar membawa semangat Islam
Nusantara yang mengedapankan Tawassuth/moderat di JCC Senayan 2016.

Sumber : http://news.metrotvnews.com/

562 | Ensiklopedi Islam Nusantara

yang masing-masing ialah: senantiasa mengunakan kerangka berpikir
yang mengacu kepada manhaj yang telah
a. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal Sebagai salah satu perwujudan Manhaj al-
(moderat) dalam menyikapi berbagai fikr, di internal NU Tawassuth selalu dijadikan
persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa pendekatan dalam upaya penafsiran kembali,
menghindari sikap tafrith (radikal kiri) penemuan kembali (recovery) dan reaktualisasi
atau ifrath (radikal kanan); atas ajaran-ajaran, praktik-praktik atau
tradisi-tradisi yang memiliki relevansi dengan
b. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), kehidupan bermasyarakat, beragama dan
artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup bernegara. Misalnya bagaimana melakukan
berdampingan secara damai dengan pihak interpretasi terhadap konsep umat sehingga
lain walaupun aqidah, cara pikir, dan ia lebih inklusif. Begitu pula dengan cara
budanya berbeda. pandang Tawassuth, misi Islam Rahmatan lil
‘alamin dapat tersebar luas.
c. Fikrah Ishlahiyah (pola pikir reformatif),
artinya Nahdlatul Ulama senantiasa Transformasi fikrah Tawassuthiyyah
mengupayakan perbaikan menuju ke yang dipelopori Nahdlatul Ulama kini telah
arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa mengundang daya tarik masyarakat dunia
ashlah); terhadap Islam Indonesia. Sebab Muslim
Nusantara adalah laboratorium pengamalan
d. Fikrah Tathawwuriyah (pola piker kehidupan Islam yang sesungguhnya, bahwa
dinamis), artinya Nahdlatul Ulama Islam merupakan agama yang cinta damai
senantiasa melakukan kontekstualisasi dan mampu memberikan kasih sayang kepada
dalam merespon berbagai persoalan; seluruh alam semesta.

e. Fikrah Manhajiyyah (pola piker [Isom Saha]
metodologis), artinya Nahdlatul Ulama

Sumber bacaan

Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
Pustaka Hidayat, 1999

Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
PERGUNU, 2012

Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010

Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,

Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) PBNU, 2011

Edisi Budaya | 563

Tawazun

Secara bahasa Tawazun berarti seimbang Pertama, adanya kekhawatiran dari
atau keseimbangan (ta’adul) kata ini sebagian umat Islam yang berbasis pesantren
berasal dari kata dasar; (a) wazn (al- terhadapgerakankaummodernisyangberusaha
mitsqal: berbobot/bernilai), misalnya Dirham meminggirkan mereka. Kedua, sebagai respon
wazn yaitu Dirham yang bernilai; Rajul Rajih al- ulama-ulama berbasis pesantren terhadap
wazn artinya lelaki yang berbobot pandangan pertarungan ideologis yang terjadi di dunia
dan pikirannya. (b) Zinah/Wizan yang berarti Islam pasca keruntuhan kekhalifahan Turki
sebanding dan seimbang dalam takaran. Usmani, munculnya gagasan Pan-Islamisme
yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani
Istilah Tawazun dipopulerkan pertamakali dan gerakan Wahabi di Hijaz. Gerakan kaum
oleh Mohammad Fajrul Falach salah seorang reformis yang mengusung isu-isu pembaruan
pengurus PBNU (1994-1999) dalam tulisan- dan purifikasi membuat ulama-ulama yang
tulisanya, seperti “NU dan Cita-cita Masyarakat berbasis pesantren melakukan konsolidasi
Madani” dan “Pemberdayaan Masyarakat untuk melindungi dan memelihara nilai-nilai
Madani dalam NU” sejak tahun 1996. Hal ini tradisional yang telah menjadi karakteristik
seperti telah dijelaskan dalam pembahasan kehidupan mereka.
TAWASSUTH.
Dari situlah lahir misi Nahdlatul
Pengertian Tawazun secara istilah lalu Ulama, yakni: al-Muhafadhat al-qadim al-
ditetapkan dalam Keputusan Bahtsul Masail shalih wa al-akhzd bi al-jadid al-ashlah atau
al-Diniyyah al-Maudhu’iyyah Muktamar ke-30 mempertahankan tradisi yang baik dan
NU di Pesanten Lirboyo Kediri Jawa Timur mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.
21 sampai 27 Nopember 1999. Tawazun Inilah sebenarnya landasan Tawazun yang
adalah sikap seimbang dalam berkhidmat diperjuangkan Nahdlatul Ulama sebelum
demi terciptanya keserasian hubungan antara ditetapkannya Tawazun sebagai bagian
sesama umat manusia dan antara manusia Khashaish Fikrah Nahdliyyah.
dengan Allah SWT. Sebab Islam pada dasarnya
adalah agama yang menekankan spirit Fikrah Nahdliyyah adalah kerangka berpikir
keadilan dan keseimbangan dalam berbagai yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah
aspek kehidupan. wal Jama’ah yang dijadikan landasan berpikir
Nahdlatul Ulama (Khittah Nahdliyyah) untuk
Tawazun termasuk khashaish (ciri-ciri) menentukan arah perjuangan dalam rangka
cara pandang NU (fikrah Nahdliyyah) yang ishlah al-ummah (perbaikan ummat). Salah
senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan satunya ialah dengan bersikap tawazun
I’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam
persoalan. Nahdlatul Ulama senantiasa menyikapi berbagai persoalan, di mana
menghindari sikap tafrith (gegabah) atau ifrath Nahdlatul Ulama senantiasa menghindari
(ekstrim). Hal ini sesuai dengan latar belakang sikap tafrith (gegabah) atau ifrath (ekstrim).
pembentukan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama,
yang dilandasi oleh dua faktor dominan. Dasar yang dijadikan pegangan dalam
meletakkan Tawazun ialah bahwa manusia

564 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tawazunmerupakancirikosmopolitanisme
Allah SWT dalam bentuk yang sempurna (fii Islam Nusantara yang punya relevansi dengan
ahsani taqwiim, QS. Al-Thin:4). Di samping pengembangan masyarakat madani. Tawazun
itu manusia diberi akal budi dan hati nurani juga menjadi potensi kultural umat Islam di
untuk mengembangkan fungsi kekhalifahan, Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan
yaitu mengatur kehidupan untuk mewujudkan tradisi civil society yang berkembang di dunia
kemakmuran di muka bumi (QS. Al-Baqarah: Barat.
30-34 dan al-An’am: 165).
Cara pandang (Fikrah) Tawazun
Tawazun dalam perkembangannya diantaranya diterapkan dalam menyikapi
dijadikan sebagai prinsip dasar berpikir masalah kesetaraan gender. Pada gelaran
ala NU dalam hal perlindungan hak-hak Muktamar ke-30 NU di Lirboyo dibahas tema
dasar, keadilan dan sikap seimbang, yang “Islam dan Kesetaraan Gender” yang pada
perlu diaktualisasikan dalam kondisi pengantarnya ditulis: “Islam pada dasarnya
masyarakat plural di negeri ini. Pluralitas adalah agama yang menekankan spirit keadilan
atau kemajemukan dalam hidup merupakan dan keseimbangan (tawazun) dalam berbagai
rahmat yang harus dihadapi dengan sikap aspek kehidupan. Relasi gender (perbedaan
ta’aruf, membuka diri dan melakukan dialog laki-laki dan perempuan yang non kodrati)
secara kreatif untuk menjalin kerjasama dan dalam masyarakat yang cenderung kurang adil
kebersamaan atas dasar saling menghormati merupakan kenyataan yang menyimpang dari
dan saling membantu serta bekerjasama. spirit Islam yang menekankan pada keadilan.”

[Isom Saha]

Sumber bacaan

Baso, Ahmad, Civil Soceity versus Masyarakat Madani: Arkeologi Pemikiran “Civil Society” dalam Islam Indonesia, Jakarta:
Pustaka Hidayat, 1999

Chalim, Asep Saifuddin, Membumikan ASWAJA Pegangan Para Guru NU, Surabaya: Khalista bekerjasama dengan PP
PERGUNU, 2012

Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan, Antologi NU: Sejarah, Istilah, Amaliah, dan Uswah Surabaya: Khalista
bekerjasama dengan LTN-NU, Jawa Timur, 2010

Mahluf, Louis, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Libanon, Dar El-Machreq Sarl Publishers, 1994
PBNU, Tim Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN), Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,

Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2010 M), Surabaya: Khalista bekerjasama dengan Lajnah Ta’lif wan
Nasyr (LTN) PBNU, 2011

Edisi Budaya | 565

Tembang

Tembang merupakan kesenian macam pupuh, yakni; Asmaradana,
tradisional Jawa yang dalam tradisi Dhandhanggula, Durma, Gambuh, Kinanti,
Sunda disebut Pupuh. Tembang dalam Maskumambang, Megatruh, Mijil, Pangkur,
bahasa Jawa berarti nyanyian atau lagu Pocung, dan Sinom. Ciri-ciri tembang Macapat
sebagai bentuk kesantunan dan etika sekaligus adalah; (a) Terikat dengan Guru Lagu atau
estetika berkomunikasi dalam menyampaikan aksara vocal yang terdapat di akhir baris, Guru
pesan atau wejangan kepada orang lain, agar Wilangan atau banyaknya kata atau ungkapan
mudah dicerna dan dipahami, serta tidak dalam satu baris, dan Guru Gatra. Dalam
melukai hati. Secara umum Tembang Jawa Tembang Jawa, tiap baris bait disebut Gatra.
kuno dikelompokkan menjadi 4 (empat), Dhandhanggula terdiri dari 10 Gatra; Kinanti
yakni; Tembang Macapat, Tembang Tengahan, terdiri dari 6 Gatra; Pangkur terdiri dari 7 gatra,
Tembang Gedhe, Tembang Dulanan. Gambuh terdiri dari 5 gatra; Megatuh terdiri
dari 5 gatra; Sinom terdiri dari 9 gatra; (b)
Pertama, Tembang Macapat pada mulanya Tembang Macapat menggunakan bahasa Jawa
merupakan salah satu karya pujangga di mana Kuno; (c) Berisi pitutur/nasehat, dongeng atau
penyebarannya melalui lisan secara turun cerita wayang.
temurun. Macapat dalam penggunaannya lebih
menekankan unsur suara untuk menghibur Kedua, Tembang Tengahan adalah jenis
dan maknanya hanya disampaikan sekilas Tembang puitis Macapat yang berkembang
saja. Dengan kata lain Tembang Macapat khusus di daerah Jawa Tengah. Oleh sebab
merupakan tradisi yang melisankan karya itu disebut Tembang Tengahan atau Tembang
sastra yang tertulis. Jawa Tengah-an. Tembang Tengahan terbagi
menjadi 4 (empat)), yaitu; Balabak, Girisa,
Tembang Macapat diperkirakan lahir Jurudemung, Wirangrong. Akan tetapi ada
pada akhir masa Majapahit dan dimulainya yang menambahkan jenis-jenisnya, seperti;
pengaruh Walisanga. Mengenai usia Macapat Kuswaraga, Palugon, Pangajabsih, Pranasmara,
terdapat dua versi pendapat yang berbeda, Sardulakawekas, Sarimulat, dan Rarabentrok.
terutama yang berhubungan dengan kakawin
atau puisi tradisional Jawa Kuno. Prijohoetomo Ketiga, Tembang Gedhe atau Kakawin
berpendapat bahwa Macapat adalah turunan yang merupakan sajak atau puisi Jawa Kuno.
Kakawin dengan tembang Gedhe sebagai Tembang ini biasa dipakai untuk mengiringi
perantara. Akan tetapi pendapat itu dibantah pementasan Wayang Kulit. Tembang Gedhe
oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder yang juga banyak dikolaborasikan dengan gendhing-
keduanya berpendapat bahwa Macapat sebagai gendhing Jawa, khususnya untuk bawa dan
metrum puisi asli Jawa yang lebih tua usianya buka gendhing. Ciri-ciri Tembang Gedhe
daripada Kakawin. adalah; (a) Setiap bait terdiri dari 4 baris/gatra
atau 4 wanda pada pala (pala lingsa); (b) Dua
Dalam perkembangannya Tembang gatra atau dua pala disebut satu pala dirge;
Macapat dikembangkan ke dalam berbagai (c) Empat gatra disebut juga dengan dua pala

566 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dirge atau sapa deswara atau satu pala iswara; Tembang Gedhe atau Kakawin. Kemudian ada
dan (d) Tiap-tiap pala atau gatra jumlah satu Suluk Wujil yang sudah mengalami pergeseran
kata adalah sama, yang biasa disebut laku atau dari model sajak Kakawin menjadi Macapat,
lampah. yaitu menggunakan Tembang Dhandhanggula
terkecuali baris/gatra 56 yang memakai
Tembang Gedhe sendiri memiliki banyak Tembang Mijil dan baris/gatra 55 yang
ragam, yaitu; Lebdajiwa, Kusumawacitra, memakai Tembang Gedhe Asyawalaita.
Basanta, Manggalagita, Sukarini, Nagabanda,
Citramengeng, Kusumastuti, Mintajiwa, Secara garis besar, dalam klasifikasi
Tebukasol, Merakang, Banjaransari, antara tembang priyayi dengan tembang
Tepikawuri, Pamularsih, Bremakrasa, rakyat jelata, tembang Macapat lebih banyak
Sudirwicitra, Madurenta, Kuswarini, Sarapada, digunakan para penyebar agama Islam di Jawa
Candrakusuma, dan Pamularsih. untuk menyampaikan pesan-pesan moral,
pendidikan dan dakwah Islam. Sedangkan
Keempat, Tembang Dolanan bersifat model tembang rakyat jelata oleh para wali
unik karena tergolong nyanyian rakyat digunakan untuk jenis Tembang Dolanan
yang berbeda dengan tembang Jawa pada karena lebih sederhana dan pesannya lebih
umumnya. Pada dasarnya Tembang Dolanan mudah dicerna.
memiliki ciri-ciri khusus, yaitu; bahasa yang
digunakan sederhana, cengkoknya sederhana, Penggunaan Tembang Macapat dalam
jumlah baris/gatra terbatas, dan berisi hal-hal penyampaian pesan moral dilandasi nilai
yang selaras dengan keadaan anak. Lirik dalam filosofis yang terkandung di dalamnya. Oleh
Tembang Dolanan tersirat makna religius, sebab itu wejangan dan pitutur tentang
kebersamaan, kebangsaan, dan nilai-nilai kehidupan manusia yang disampaikan lewat
estetis. Sebagai contoh, Tembang Dolanan tembang biasa disesuaikan dengan jenis
“Sluku-Sluku Bathok”, Ilir-Ilir, Padhang Bulan, Tembang Macapat, sebagaimana berikut:
Jaranan, Gundhul-Gundhul Pacul, Dhondhong
Opo Salak, dan sebagainya. a. Maskumambangmenggambarkansuasana
kehidupan manusia di alam ruh atau masa
Pada masa awal perkembangan Islam di mengambang, di mana pada saat itu Allah
tanah Jawa, tembang menjadi media penting bertanya kepada manusia; Apakah Aku ini
dalam strategi berdakwah para wali untuk Tuhan-mu. Maka manusiapun menjawab;
menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat “Benar, kami bersaksi.”
Indonesia. Penggunaan media tembang dalam
berdakwah juga mempengaruhi perkembangan b. Mijil merupakan ilustrasi dari proses
tembang di Jawa itu sendiri. Hal ini dapat kelahiran manusia; mijil/mborojol/keluar;
ditelusuri melalui sumber sejarah berupa
Suluk dan Serat. c. Kinanthi masa pembentukan jati diri dan
meniti jalan menuju cita-cita. Kinanthi
Pigeaud dalam bukunya, Literature of Java berasal dari kata “kanthi” atau tuntun yang
menulis seputar sastra Jawa yang mengandung berarti manusia membutuhkan tuntunan
nilai agama. Menurutnya, Kata “Suluk” untuk atau jalan yang benar agar sampai pada
puisi agama di Jawa bukan berasal dari kata tujuan yang dicita-citakan;
Arab, “suluuk”, tetapi barangkali memiliki
persamaan dengan suluk dalam wayang, yaitu d. Asmaradana atau masa-masa manusia
puisi yang dinyanyikan pada saat-saat tertentu dirundung asmara dan jatuh cinta. Cinta
yang ditentukan dalam cerita. Maksudnya, sendiri adalah anugerah mulia dari sang
perkembangan sastra Suluk dan Serat ada Khaliq kepada umat manusia agar muncul
hubungannya dengan perkembangan tembang harmoni dan kedamaian;
di Jawa.
e. Gambuh dari kata jumbuh/bersatu yang
Sebagai contoh Suluk Sukarsa, modelnya berarti komitmen untuk mengikatkan
mirip dengan pakem yang dipakai dalam diri dalam hubungan suami-istri untuk
membina keluarga yang sakinah,

Edisi Budaya | 567

mawaddah dan rahmah; i. Megatruh atau megat ruh berarti
terpisahnya nyawa dari jasad manusia.
f. Dhandhanggula suatu gambaran dari Terlepasnya ruh adalah perjalanan akhir
kehidupan manusia yang telah mencapai manusia menuju alam keabadian, baik
kemapanan, melewati batas ambang hidup abadi dalam surge atau abadi dalam
aman karena tercukupi pangan, sandang, neraka.
dan papan.
Dengandemikian,tembangdapatdipahami
g. Durma sebagai wujud syukur kepada Allah sebagai ungkapan estetis keberagamaan orang
yang memberi kecukupan kepada manusia Jawa khususnya dan Muslim Nusantara
sehingga dilakukanlah amal berdarma. umumnya, dalam hubungannya dengan sang
Pencipta maupun terhadap sesama manusia
h. Pangkur atau mungkur artinya hawa nafsu dan seluruh makhluk ciptaan-Nya.
angkara murka harus dikalahkan manusia
dengan banyak mengingat kepada Allah [Isom Saha]
SWT;

Sumber bacaan

Darnawi, Soesatyo, Pengantar Puisi Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1964
Endraswara Suwardi, Tradisi Lisan Jawa: warisan Abadi Budaya Leluhur, Yogyakarta: Narasi, 2005
Saputra, K.H., Pengantar Sekar Macapat, Depok: Fakultas Sastra UI, 1992
Steenbrink, Karel A., Mencari Tuhan dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia, Yogyakarta: IAIN

Sunan Kalijaga Press, 1988
Suwarna dan Suwardi, Integrasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Buku Teks “Tataran Wulang Basa Jawa”, Yogyakarta: Lemlit

IKIP Yogyakarta, 1996

568 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tembang Macapat

Makna Etimologis panca, dan pathokan. Dari jarwo dhosok ini
tersirat bahwa dalam dakwah permulaan yang
Secara etimologis, maca-pat berarti cara harus diperhatikan adalah Rukun Iman, Rukun
maca (baca) yang papat-papat (empat- Islam, yang lima (panca) sebagai pedoman
empat). Hal ini selaras dengan Serat (patokan).
Mardowalagu karangan R. Ng. Ronggowarsito
(1802-1887), juga menurut Serat Centhini Makna Terminologis
karya Paku Buwana V, yang menyatakan bahwa
di Jawa Tengah terdapat 4 (empat) macam lagu Tembang adalah puisi atau prosa yang
sekar, yakni: terdiri dan diikat oleh aturan jumlah baris
dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu
1. Maca Sa lagu, termasuk dalam Tembang baris, dan rima tetap pada tiap ujung baris.
Gedhe Kapisan Menurut Madyaratri (2001) yang merujuk
pada Darnawi (1964), tembang merupakan
2. Maca Ro lagu, dalam Tembang Gedhe puisi klasik Jawa, tergolong puisi Jawa utama,
Kapindo karena mempunyai arti sebagai buku yang
ditulis mengenai kesusastraan, sejarah, dan
3. Maca Tri lagu, dalam Tembang Tengahan filsafat pendidikan. Sedangkan dalam ENI
(1991), Tembang disebut tidak hanya sebagai
4. Maca Pat lagu, masuk dalam Tembang puisi dalam kesusastraan Jawa, melainkan
Cilik/Alit juga ada dalam kesusastraan suku bangsa lain
di Indonesia, namun lebih dominan ada di
Suwardi (2008: 19), juga menguatkan suku-suku bangsa di kawasan Pulau Jawa dan
pandangan ini dengan menyatakan bahwa sekitarnya.
makna kata “macapat” semula adalah
berkumpul dengan menyuarakan puji-pujian. Menurut Setiyadi (2012), Tembang
Makna ini berasal dari jarwa dhosok (otak- Macapat merupakan corak kesenian dalam
atik) bahwa macapat berasal dari kata ma budaya tradisional yang secara kolektif
(menuju) dan capet (maya atau ghaib). Artinya, dimiliki, dikenal, dan banyak mengandung
puji-pujian kepada yang ghaib, yaitu Tuhan. pengetahuan, serta kearifan lokal (local
Makna tersebut juga relevan dengan situasi wisdom) masyarakatnya. Selain itu, juga sarat
masyarakat Jawa ketika belum masuk agama dengan kaidah, serta berisi petuah, nasihat,
Islam. Ada juga yang mengartikan “diwaca dan berbagai kearifan pandangan hidup
cepet”, dengan perubahan kata capet menjadi Jawa. Tembang Macapat adalah salah satu
cepet (cepat). Cepat yang dimaksud adalah jenis kesenian yang memadukan antara puisi
tidak banyak luk. dengan musik, baik musik tradisional maupun
modern. Pilihan bentuk perpaduan antara
Suwardi juga menambahkan bahwa
macapat dapat pula berasal dari kata
“mancapat” yang merupakan akronim dari
man, ca, dan pat. Penjelasan ini juga berangkat
dari jarwo dhosok (otak-atik) dari kata iman,

Edisi Budaya | 569

tembang dengan musik itu tidak lepas dari yang bejumlah lima jenis, yaitu Bhâlabâk,
kesenangan nenek moyang etnik Jawa untuk Ghâmbhu, Jurudemong, Maghâttro, dan
melantunkan tembang. Ini terbukti pula Wirangrong. (3) Tembhâng Rajâ hanya satu,
dengan adanya berbagai alat musik tradisional yaitu Giriso.
Jawa yang telah diciptakan oleh mereka.
Dari segi perbedaan masa dan
Menurut Mardimin (1991), tembang karakteristik antara tiga macam tembang di
disebut juga dengan istilah Sekar. Awal mulanya atas, ENI (1991) menyatakan bahwa Tembang
digunakan sebagai waosan, maksudnya untuk Gedhe berkembang pada zaman Hindu di
membaca buku-buku yang berbentuk tembang. Jawa, zaman Mataram sampai dengan zaman
Selain itu, di lingkungan masyarakat Sunda Majapahit, sekitar abad ke-8 sampai abad ke-16,
khususnya, tembang disebut juga dengan sehingga bahasa yang dipakai dalam tembang
istilah Wawacan. Hal ini tidak lepas dari tradisi ini adalah bahasa Jawa Kawi. Tembang Gedhe
masyarakat yang berbasis tradisi lisan (oral) terdiri atas berbagai bentuk tembang, seperti
sehingga menjadi lebih menarik jika membuat Puksara, Gurnang, Kumaralalita, Wastra,
informasi, baik yang berisi nasihat petuah Jaraga Tatagati, Rukmarata, Rukmawati,
ataupun yang lainnya, dalam bentuk tembang. Citrakusuma, Basanta, Patrasuratma,
Gandakusuma, dan lain-lain. Setiap bentuk
Dengan demikian dapat disimpulkan memiliki aturan, ciri watak atau suasana, serta
bahwa secara terminologis, Tembang Macapat lagu-lagunya (cengkok) sendiri.
dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk puisi
Jawa Baru yang menjadi pengantar dan diikat Adapun Tembang Tengahan yang
oleh pola persajakan yang meliputi guru gatra, berkembang pada zaman akhir Majapahit
guru wilangan, dan guru lagu. Setiap bentuk (sekitar abad ke-16) diciptakan dalam bahasa
Tembang memiliki jenis lagu tersendiri yang Jawa Tengahan. Bentuk tembangnya pada
suasana lagunya sesuai dengan kandungan arti saat itu lazim disebut Kidung. Tembang
bentuk tembang tersebut. Misalnya, bentuk Tengahan juga terdiri dari berbagai bentuk
tembang Asmaradana yang mengandung tembang, seperti Jurudemung, Wirangrong,
suasana haru, cinta, terpikat, dan sebagainya, Balabak, Pranasmara, Pangajapsih, Palugon,
yang berhubungan dengan suasana kasmaran. dan sebagainya. Kemudian Tembang Macapat
muncul pada zaman berkembangnya kerajaan-
Rumpun Geneologis kerajaan Islam di Jawa, sekitar awal abad ke-
17. Bahasa yang dipakai dalam tembang ini
Dalam kebudayaan-kesusastraan Jawa, adalah bahasa Jawa Baru. Menurut Mardimin
tembang terbagi dalam beberapa jenis atau (1991), sebagai model kesenian yang mulai
tingkatan, yang secara umum digolongkan berkembang di abad ke-17, Tembang Macapat
dalam tiga jenis tembang, yakni 1) Tembang dapat dikatakan menduduki puncak tangga
Ageng atau Tembang Gedhe atau Tembang dalam kelompok seni keraton Jawa pada kurun
Kawi, 2) Tembang Tengahan atau Tembang waktu abad ke-18.
Dagelan atau Tembang Dolanan, dan 3)
Tembang Alit atau Tembang Cilik atau Selain itu, Darnawi (1982: 19) memiliki
Tembang Macapat. pandangan bahwa penggunaan kata berbahasa
Jawa Kuna dalam tembang sangat penting
Hal ini kurang lebih sama dengan yang ada untuk memenuhi nilai estetis. Hal ini sesuai
di suku bangsa Madura, sebagaimana pendapat juga dengan pendapat Hardjowirogo dalam
Sastrodiwirjo (2008:4) yang menyatakan bahwa bukunya Pathokaning Nyekaraken (1952: 22),
tembang di Madura dikategorikan dalam tiga sekar ingkang tanpa kawi punika cemplang,
jenis, yaitu : (1) Tembhâng Kènè’ (Tembhâng tembang tanpa bahasa Kawi (Jawa Kuna)
Macapat) yang terdiri dari sembilan jenis, itu kurang indah. Meskipun demikian,
yaitu Artatè, Dhurma, Kasmaran, Kènantè agar tembang menjadi komunikatif dengan
(Salangèt), Maskumambang, Mèjhil, Pangkor, pembacanya, penggunaan bahasa Kawi harus
Pucung, dan Sènom. (2) Tembhâng Tengnga’an dibatasi pada kata-kata yang biasa atau sudah

570 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dikenal umum. Darnawi (1982: 60) juga 1. Dhandhanggula
menyebutkan pendapat Pigeaud (1967: 21), 2. Sinom
bahwa beberapa nama Tembang Macapat ada 3. Kinanthi
hubungannya dengan sejarah masa lampau 4. Asmaradana
di Jawa, seperti misalnya Dhandhanggula 5. Pangkur
yang merupakan sinonim dari kata 6. Mijil
Dhandhanggendhis, nama seorang Raja Kadiri 7. Pocung
pada awal abad ke-13. 8. Durma
9. Maskumambang
Diciptakan oleh Walisanga 10. Megatruh
11. Gambuh
Menurut Serat Purwakanthi karya
M. Ng. Mangun Widjaja (1922), Serat Titi Namun menurut Serat Mardowolagu
Asri karya Supardal Hardosukarto (1925), dan menurut Serat Centhini, Tembang Cilik
dan Serat Pathokaning Nyekar karya R. (Macapat) hanya ada 8 (delapan) macam,
Hardjowirogo (1925), Tembang Macapat ini yakni:
diciptakan oleh para Walisanga. Contohnya, 1. Dhandhanggula
tembang Durma oleh Sunan Bonang, Pucung 2. Sinom
oleh Sunan Muryapada, Mijil oleh Sunan 3. Kinanthi
Gesang, dan Sekar Kinanthi oleh Sunan 4. Asmaradana
Pajang. Artinya, Tembang Macapat ini tumbuh 5. Pangkur
pada akhir masa Majapahit memasuki awal 6. Mijil
masa Demak. 7. Pocung
8. Durma
Suwardi (2008: 20), dengan merujuk pada
Salam (1960:2), menyatakan bahwa Tembang Sedangkan 3 (tiga) selanjutnya, yakni
Asmaradana dan Pucung adalah ciptaan Maskumambang, Megatruh, dan Gambuh
Sunan Giri. Sedangkan Tembang Sinom dan (Kacatur atau Keempat) sebenarnya masuk ke
Kinanthi ialah ciptaan Sunan Muria. Hal ini dalam Tembang Tengahan. Demikian menurut
sejalan dengan asumsi Hasyim (1974: 34-35), Gunawan Sri Hastjarja, mpu tembang dari
namun ia menambahkan bahwa Tembang Mijil Surakarta. Tembang Gambuh sendiri, terdiri
diciptakan oleh Sunan Kudus, Dhandhanggula dari 7 (tujuh) jenis, yakni Gambuh Kapisan,
oleh Sunan Kalijaga, Durma oleh Sunan Gambuh Kapindho, dan seterusnya hingga
Bonang, Maskumambang oleh Sunan Kudus, Gambuh Kapitu. Ketujuh macam Tembang
Pangkur oleh Sunan Drajat, sedangkan Gambuh itu secara umum mirip dengan Sekar
Gambuh dan Megatruh tidak dijelaskan. atau Tembang Ageng, hanya Gambuh Kacatur
atau Kapat yang mirip dengan lagu dalam
Sedangkan Poedjosoebroto (1978: 194- Tembang Macapat. Oleh karena itu, Gambuh
207) menjelaskan, Pocung dan Mijil ciptaan yang nomer empat ini sering dibaurkan ke
Sunan Gunung Jati, Megatruh, Gambuh, dan dalam Tembang Macapat.
Kinanthi ciptaan Sunan Giri. Maskumambang
ciptaan Sunan Majagung. Persamaannya Sementara di Bali, Tembang Macapat
terletak pada Asmaradana, Durma, dan yang lebih sering disebut dengan pupuh
Dhandhanggula. terbagi menjadi beberapa jenis, seperti Pupuh
Sinom, Pupuh Semarandana, Pupuh Pangkur,
Klasifikasi Tembang Macapat Pupuh Pucung, Pupuh Ginada, Pupuh Ginanti,
Pupuh Durma, Pupuh Maskumambang,
Berdasarkan ciri-ciri lagunya, menurut Pupuh Dandanggula, dan Pupuh Mijil. Pupuh
Mardimin (1991), Tembang Macapat dibagi yang dirangkai dalam sebuah cerita disebut
menjadi 11 (sebelas) macam: geguritan. Akan tetapi, selanjutnya muncul
beberapa pupuh baru yang berasal dari kidung,
seperti Jurudemung (Demung), Gambuh,

Edisi Budaya | 571

Magatruh, Tikus Kapanting dan Adri (Budiyasa nanti. Gambuh, artinya tahu. Masa ini orang
dan Purnawan, 1998: 8). Jawa menyebut “gambuh salwiring kawruh”,
artinya sudah banyak makan garam. Oleh
Tembang Macapat sebagai Wawasan sebab itu ia sering “mendhita” dan banyak
Hidup memberi petuah ketika “momong” anak
cucu. Durma, usia tua biasanya telah mundur
Menurut Suwardi (2008: 21-22), (menghindar) dari segala keinginan (nafsu)
Tembang Macapat juga dijadikan sebagai yang kurang baik. Perhatiannya dicurahkan
wawasan hidup berdakwah yang berisi anjuran untuk “nggayuh” kesempurnaan hidup.
tentang “metode” berdakwah, yakni: dakwah Maskumambang, manusia sudah “ngambang”
hendaknya mengingat empan papan, hati-hati (menjelang kematian), mungkin hidupnya
mengeluarkan (Mijil) kata, jangan menyimpang tinggal menunggu waktu dan kurang berarti.
(pangkur) dari Alqur’an dan Hadit, Kepasrahan pun terjadilah. Megatruh, artinya
menjaga (kinanthi) agar tidak bermusuhan, perpisahan jiwa dan raga (mati). Pada saat
disampaikan secara enak (dhandhanggula), ini, manusia akan ada tanda~tanda khusus
memberi harapan agar awet muda (sinom), menjelang kematiannya. Pocung, artinya jika
mendorong agar suka mengeluarkan infak orang telah mati akan dipocong atau dibungkus
(Asmaradana), mendorong agar menjauhkan seperti pocongan. Pangkur, manusia telah
hawa nafsu (Megatruh), mendorong agar “mungkur” (pergi) dari dunia. Namun, ia
menghindarkan molimo (Durma), memberi masih harus melewati dua alam lagi, yaitu alam
pengertian agar tidak merasa berat pangrantunan dan alam rambangan (yaumul
(Maskumambang) beribadah, menunjukkan hisab), dan akhirnya berakhir tugas manusia
jalan mencapai kesempurnaan (Pucung). di alam akherat.

Selain itu, Tembang Macapat juga Ciri-ciri Struktural Tembang Macapat
menjadi wawasan perjalanan hidup yang
mengisyaratkan bahwa hidup itu bergerak/ Ciri-ciri struktural Tembang Macapat,
berproses dari sebelum “ada” sampai “tidak meliputi ketentuan jumlah gatra, guru
ada”. Perjalanan hidup manusia itu: Mijil hidup wilangan (jumlah suku kata dalam tiap baris),
bermula dari pria/wanita tertarik kepada lawan dan guru lagu (yang dalam sastra melayu
jenis), mengeluarkan ‘isi hati’, menyerahkan lama disebut sajak). Jumlah gatra/larik/baris
segalanya, dan menanamkan benih kasih masing-masing Tembang Macapat, menurut
sehingga terjadi kelahiran. Sinom, usia muda, Wardimin (1991), adalah sebagai berikut:
sering mudah goyah, membutuhkan tauladan, 1. Dhandanggula sebanyak 10 gatra/larik/
dan sering berhias. Asmaradana, usia remaja
biasanya butuh hiburan, dan ingin hidup yang baris
enak. Kinanthi, usia menginjak dewasa, ia 2. Sinom sebanyak 9 gatra/larik/baris
mulai ragu-ragu memilih jodoh, dan jika telah 3. Kinanthi sebanyak 6 gatra/larik/baris
menemukan kekasih yang seimbang, keduanya 4. Asmaradana sebanyak 7 gatra/larik/baris
akan memasuki pelaminan, menanamkan 5. Pangkur sebanyak 7 gatra/larik/baris
“rasa sejati”. Dhandanggula, masa jaya- 6. Mijil sebanyak 6 gatra/larik/baris
jayanya seseorang, ia benar-benar merasakan 7. Pocung sebanyak 4 gatra/larik/baris
manisnya (nikmat) hidup. Pada saat telah 8. Durma sebanyak 7 gatra/larik/baris
hidup berumah tangga, pasangan itu akan 9. Maskumambang sebanyak 4 gatra/larik/
bebas memadu kasih untuk mendapatkan
buah ‘asih’/anak yang mursid. Namun bukan baris
mustahil jika saat itu pula ada gangguan 10. Megatruh sebanyak 5 gatra/larik/baris
keluarga yang menyedihkan. Situasi ini 11. Gambuh sebanyak 5 gatra/larik/baris
justru merupakan ujian bagi pasangan untuk
segera memikirkan bekal yang akan dibawa Dan dalam masing-masing gatra/larik/
baris tersebut, terdapat aturan mengenai guru
wilangan dan guru lagu sebagai berikut:

572 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Ciri-ciri Non Struktural Tembang e. Pangkur; wataknya ‘sereng’ dan
Macapat ‘greget’. Cocok digunakan untuk
memberi petuah. Menurut Karsono
Selain ciri-ciri struktural dalam Tembang (1992: 21-43), mengandung perasaan
Macapat terdapat juga ciri-ciri non struktural hati yang sungguh-sungguh, nasehat
sebagai berikut: yang sungguh-sungguh, atau puncak
rindu dendam asmara.
1. Aspek Lagu Winengku Sastra untuk
Tembang Macapat dan Tembang f. Mijil; wataknya sedih dan prihatin.
Tengahan. Artinya aspek sastra lebih Cocok digunakan untuk cerita sedih
dipentingkan dibanding aspek lagunya. atau hal yang mengerikan. Menurut
Dengan kata lain, lagunya lebih sederhana Karsono (1992: 21-43), mengandung
jika dibandingkan dengan isi atau nasehat, melahirkan perasaan sedih
sastranya. Sebaliknya, untuk Tembang atau perasaan kasih yang sendu.
Ageng, yang berlaku adalah Sastra
Winengku Lagu atau aspek lagu lebih g. Pocung; wataknya ‘sareh’, cocok
dipentingkan daripada isinya. untuk cerita yang seenaknya.
Menurut Karsono (1992: 21-43),
2. Watak atau Karakter dari tiap-tiap jenis santai dan jenaka tapi berisi untuk
tembang dalam Macapat bervariasi: mengungkapkan nasehat yang
ringan.
a. Dhandhanggula; wataknya luwes
dan menyenangkan sehingga cocok h. Durma; wataknya ‘sereng’, nafsu, dan
untuk segala hal. Digunakan untuk ‘gregetan’. Cocok untuk cerita perang.
membuka dan menutup karangan. Menurut Karsono (1992: 21-43),
Menurut Karsono (1992: 21-43), wacana yang bermakna keras, bengis,
membingkai wacana yang bermakna kasar, atau nasehat/peringatan keras.
pada satu harapan atau tujuan yang
baik. i. Maskumambang; wataknya sedih,
kecewa, dan mengerikan. Cocok
b. Sinom; wataknya ‘canthas’ dan ‘ethes’, untuk cerita kesedihan. Menurut
cocok untuk memberi petuah dan Karsono (1992: 21-43), bersifat lara,
biasa juga digunakan untuk menutup prihatin, dan iba.
karangan. Menurut Karsono (1992:
21-43), berdialog dengan penuh j. Megatruh; wataknya sedih, kecewa.
persahabatan untuk melahirkan Cocok untuk menggambarkan
cinta kasih dan untuk menyampaikan kesedihan.
amanat atau nasehat.
k. Gambuh; wataknya persaudaraan dan
c. Kinanthi; wataknya ‘sumanak’ dan cocok untuk memberi petuah.
menyenangkan. Cocok untuk atur
pambagya, piwulang, atau sebagai 3. Sasmita dalam Tembang Macapat juga
pembuka cerita. Menurut Karsono bervariasi. Istilah sasmita ini berasal dari
(1992: 21-43), mengandung makna bahasa Kawi yang berarti semu, tanda,
bercumbu rayu, memberi nasehat atau pasemon (Wardimin, 1991: 155).
ringan, dan membeberkan hati yang Sasmita, selain digunakan langsung
riang. dalam lirik atau syair tembang, bisa juga
digunakan dalam wasana (suasana) cerita
d. Asmaradana; wataknya sedih, yang digambaran dalam pupuh tembang
prihatin, dan kasmaran. Cocok dan tersebut. Variasi tersebut yakni:
biasa digunakan untuk kisah cinta. a. Dhandhanggula; manis, memanise,
Menurut Karsono (1992: 21-43), sarkara, artati, dhandhang, dll
mempunyai sifat sedih atau perasaan b. Sinom; kanoman, ngenomi, taruna,
yang mendalam karena api asmara weni, pangrawit, srinata, roning
atau untuk merayu. kamal, dll

Edisi Budaya | 573

c. Kinanthi; kanthi, kekanthen kaprawiran dèn kèsthi | pêsunên sariranira |
gandheng, ginandheng, dll cêgahên dhahar lan guling ||

d. Asmaradana; kingkin, brangta, Asmaradana
brangti, wuyung, asmara, kasmaran,
dll padha nêtêpana ugi | kabèh parentahing
sarak | têrusna lair batine | salat limang wêktu
e. Pangkur; pungkur, mingkur, wuntat, uga | tan kêna tininggala | sapa tinggal dadi
kawuntat, wuri, dll gabug | yèn mingsih rêmên nèng praja ||

f. Mijil; mijil, wijiling, mios, metu, dll Pangkur
g. Pocung; kaluwak, wohing pocung.
h. Durma; ngunduri, durcara, duraka, kang sêkar pangkur winarna | lêlabuhan
kang kanggo wong ngaurip | ala lan bêcik
durmuka, dll puniku | prayoga kawruhana | adat waton
i. Maskumambang; kentir, timbul, puniku dipun kadulu | miwah ta ing tatakrama
| dèn kaèsthi siyang ratri ||
kumambang
j. Megatruh; pegat, duduk, anduduk Mijil
k. Gambuh; tumambuh, anggambuh,
poma kaki padha dipun eling | ing
tambuh-tambuh, dll pitutur ingong | sira uga satriya arane | kudu
antêng jêtmika ing budi | ruruh sarwa wasis |
Contoh Tembang Macapat samubarangipun ||

Contoh Tembang Macapat ini dikutip dari Pocung
Sêrat Wulang Rèh yang disusun oleh Sunan
Pakubuwana IV: wong sadulur nadyan sanak dipun rukun
| aja nganti pisah | ing samubarang karsane
Dhandhanggula |[6] padha rukun dinulu têka prayoga ||

pamêdhare wasitaning ati | cumanthaka Durma
aniru pujôngga | dahat mudha ing batine
| nanging kêdah ginunggung | datan wruh dipun sami ambanting sariranira | cêgah
yèn akèh ngèsêmi | amêksa angrumpaka | dhahar lan guling | darapon sudaa | nêpsu
basa kang kalantur | tutur kang katula-tula kang ngômbra-ômbra | rêrêma ing tyasirèki |
| tinalatèn rinuruh kalawan ririh | mrih dadi sabarang | karsanira lêstari
padhanging sasmita ||
Maskumambang
Sinom
nadyan silih bapa biyung kaki nini |
ambêke kang wus utama | tan ngêndhak sadulur myang sanak | kalamun muruk tan
gunaning janmi | amiguna ing aguna | bêcik | nora pantês yèn dèn nuta ||
sasolahe kudu bathi | pintêre dèn alingi |
bodhone dinèkèk ngayun | pamrihe dèn inaa | Gambuh
mring padha-padhaning janmi | suka bungah
dèn ina sapadha-padha || sêkar gambuh ping catur | kang cinatur
polah kang kalantur | tanpa tutur katula-tula
Kinanthi katali | kadaluwarsa katutuh | kapatuh pan
dadi awon || (Dawam Multazam)
padha gulangên ing kalbu | ing sasmita
amrih lantip | aja pijêr mangan nendra | ing [Dawam Multazam]

Sumber Bacaan

Setiyadi, Putut. 2012. “Pemahaman Kembali Local Wisdom Etnik Jawa dalam Tembang Macapat dan Pemanfaatannya
sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti Bangsa”, dalam Magistra No. 79 Th. XXIV Maret 2012

Sastrodiwirjo. 2008. Tembhȃng Macapat Madhurȃ. Surabaya: Karunia.
Suwardi. 2008. Wawasan Hidup Jawa dalam Tembang Macapat
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16 dan 17. 1991. Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka.
Mardimin, Yohanes. 1991. Sekitar Tembang Macapat. Semarang: Penerbit Satya Wacana.
Madyaratri, Juniarti. 2001. Suntingan Teks dan Analisis Metrum Tembang Naskah Koleksi Bambang Irianto. Skripsi

Universitas Indonesia.
Darnawi, Soesatyo. 1982. A Brief Survey of Javanese Poetics. Jakarta: PN Balai Pustaka

574 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tepung Tawar

Di beberapa daerah dalam kawasan bulan), naik haji bahkan menyambut tamu.
kebudayaan Melayu, istilah Tepung Sehingga makna Tepuk Tepung Tawar yang
Tawar ini disebut juga dengan tepuk sesungguhnya adalah rasa terima kasih dan
Tepung Tawar yang secara harfiah berarti syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tepuk
menepuk-nepukkan bedak pada punggung Tepung Tawar tidak lain bermakna sebagai
telapak tangan dan telapak tangan lalu sebuah wujud doa kepada Allah Yang Maha
‘merenjis-renjiskan’ (memercikkan) air mawar Kuasa sebagai perlambang dalam mencurahkan
pada orang yang akan dilumuri tepung tawari, rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas
dan dilengkapi dengan menabur-naburkan keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan
bunga rampai, beras putih, dan beras kuning dilaksanakan.
ke seluruh badan orang yang bersangkutan
atau yang ‘ditepung tawari’, kemudian diakhiri Dalam pelaksanaannya, bahan-bahan
dengan doa oleh alim ulama. yang digunakan dalam Tepung Tawar terdiri
atas ramuan penabur dan ramuan perenjis:
Dalam praktiknya, tepung tawar dilakukan
untuk mengikhlaskan bahwa semua kegiatan 1. Ramuan penabur
akan menjadi tawar dalam pengertian tidak
ada yang tidak suka, dan tidak enak, dan Bahan-bahan yang digunakan pada
segala bentuk ketidak ridhaan lainnya. Dengan ramuan penabur ini terdiri dari beras
demikian, kalau tepung tawar dilaksanakan putih, beras kuning, bertih (padi
di dalam pesta perkawinan misalnya, maka digoreng), bunga rampai, dan tepung
semua yang melakukan tepung tawar secara beras. Bahan-bahan ini ketika proses
tulus telah ikhlas memberi restu kepada kedua Tepung Tawar dilakukan, diletakkan di
mempelai. atas pahar (dulang tinggi) dan wadah
terpisah. Secara simbolik, bahan-bahan
Selain bermakna memohon doa restu yang digunakan dalam ramuan penabur
dari hadirin, tepung tawar juga bermakna ini memiliki makna sebagai berikut: beras
menghindarkan diri dan keluarga dari putih berarti lambang kesuburan, beras
marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau kuning berarti suatu kemajuan yang baik,
kesenangan, serta membuang penyakit (Ishak bunga rampai bermakna keharuman
Thaib, 2009:63 dalam Hulul Amri 4). nama, sedang tepung beras memiliki arti
kebersihan hati.
Dalam masyarakat Melayu Riau, tradisi
tepung tawar begitu bermakna, karena 2. Ramuan Perenjis
dalam setiap pelaksanaan sebuah acara
yang dilakukan selalu diiringi dengan acara Bahan-bahan yang digunakan pada
Tepuk Tepung Tawar seperti pada upacara ramuan perincis dalam Tpung Tawar
perkawinan, khitanan, pemberian nama bayi terdiri atas semangkuk air, segenggam
yang baru lahir, menaiki rumah baru, menaiki beras putih dicampur jeruk purut (limau
kendaraan baru, nempah bidan (menujuh mungkur) yang diiris-iris, ditambah
dengan satu ikat daun yang terdiri atas

Edisi Budaya | 575

Sumber: http://buletinborneo.blogspot.co.id/ misalnya bahan untuk perenjis (daun setawar,
daun sedingin, daun rubu-ribu, daun sepulih,
7 macam daun yaitu: daun kalinjuhang daun juang-juang, daun ganda rusa dan daun
(lambang tenaga magis kekuatan ghaib), ati-ati) diganti dengan daun pandan, daun
daun pepulut atau pulutan (lambang ganda rusa dan daun ribu-ribu saja.Ketiga jenis
kekekalan sesuai sifatnya yang lengket), daun yang terakhir ini lebih mudah ditemukan.
daun ganada rusa (lambang perisai
gangguan alam), daun jejeruan (lambang Proses Pelaksanaan Tepung tawar
kelanjutan hidup sebab sukar dicabut),
daun sepenuh (lambang rezeki), daun Orang yang hendak ditepung tawari
sedingin (lambang menyejukkan, biasanya didudukkan pada tempat khusus.
ketenangan, kesehatan), rumput sambau Kalau dalam prosesi pernikahan, Tepuk Tepung
dan akarnya (lambang pertahanan karena Tawar dilaksanakan pada saat mempelai
akarnya sukar dicabut). Di sumber lain duduk satu-satu dan ada pula ketika kedua
disebutkan bahwa daun-daun yang mempelai duduk berdua sekaligus. Dilakukan
digunakan yaitu daun setawar, daun dengan duduk satu-satu pertimbangannya
sedingin, daun ribu-ribu, daun sepulih, bahwa kedua mempelai belum melaksanakan
daun juang-juang, daun ganda rusa dan mahar bathin (belum bersatu), sedangkan
daun ati-ati. Tepuk Tepung Tawar duduk berdua sekaligus
dapat dilakukan dengan pertimbangan kedua
3. Pedupaan mempelai sudah menikah.

Dalam acara Tepung tTawar juga Adapun tata cara menepuk Tepung
disediakan pedupaan (dupa) tempat Tawar yaitu yang pertama dengan mengambil
kemenyan atau setanggi dibakar yang sejemput beras kunyit, beras putih dan
tujuannya hanya untuk memberikan bertih lalu ditaburkan melewati atas kepala,
keharuman. ke bahu kanan dan kiri dan pengantin
maksudnya sebagai ucapan selamat dan
Dalam praktiknya di beberapa daerah,
karena pertimbangan ketersediaan, bahan-
bahan bisa digantikan dengan bahan lainnya,

576 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Sumber: https://www.flickr.com/photos/najeep/2151036898 bersifat ganjil contoh Asmaul Husna, jumlah
lafaz zikir. Tidak jarang lantunan salawat
gembira. Beras kunyit (beras kuning) warna kepada Nabi Muhammad SAW dibacakan
kuning melambangkan raja/sultan, lambang ketika prosesi Tepung Tawar berlangsung.
kebesaran dan mempunyai makna keagungan
dan kebesaran Melayu. Pada saat ini dilafazkan Di beberapa daerah Melayu di Riau bisa
Shalawat Nabi 1 kali, ramuan penabur boleh ditemukan bacaan syair ketika prosesi Tepuk
ditabur satu-satu atau digabung sekaligus. Tepung Tawar berlangsung, seperti di bawah
ini:
Yang kedua dengan mengambil
(mencecahkan daun perenjis dalam air tepung Tepung tawar untuk penawar
tawar lalu ditepukkan (direnjis) di atas dahi Supaya hidup tidak bertengkar
(kening), maksudnya berfikirlah sebelum Wabah penyakit tidak menular
bertindak, bahu kanan dan kiri maksudnya Semua urusan berjalan lancar
memikul beban dan rasa tanggung jawab,
lalu belakang telapak tangan kanan dan kiri Tepung tawar berberas bertih
(dengan posisi telapak tangan pengantin Supaya hati menjadi pengasih
telungkup) maksudnya dalam mencari rezeki Tabah menahan pahit dan pedih
hendaklah berikhtiar dan berusaha dalam Sampai tua sayang berlebih
menjalankan bahtera kehidupan.
Tepung tawar berdaun sedingin
Yang ketiga mengambil sebutir telur lalu Supaya selamat kedua pengantin
menggolekkan, meletakkan sebentar di bibir Imannya teguh bekerja pun rajin
pengantin dan diputar di sekitar muka (wajah) Mau bersusah tahan berlenjin
pengantin dan kemudian telur tersebut
diletakkan di tempatnya kembali maksudnya Tepung tawar berberas kunyit
meneruskan keturunan dan ketulusan hati Supaya menjauh segala penyakit
yang sakinah mawaddah warrahmah. Berlapang dada di dalam sempit
Mensyukuri nikmat walau sedikit
Yang keempat dengan mengambil
sejumput inai yang berada pada semberip kecil Tepung tawar berbunga rampai
(dulang atau talam berkaki) lalu dioleskan Supaya niat semuanya sampai
di telapak tangan kanan dan kiri yang telah Dikasihi oleh sahabat handai
dialasi dengan bantal. Posisi tangan pengantin Berumah tangga rukun dan damai
telentang maksudnya menandakan mempelai
perempuan sudah berakad nikah dan diakhiri Tepung tawar berbeas basuh
dengan doa selamat sebagai penutup agar Supaya hidup tidak berumusuh
mendapatkan berkah dari Allah SWT. Mana yang buruk akan menjauh
Berumah tagga takkan bergaduh
Tepuk Tepung Tawar biasanya dilakukan
oleh 3 orang, 5 orang dan 7 orang (dalam Tepung tawar mengandung inai
hitungan ganjil). Makna dari hitungan ganjil Balak dan bala tidakkan sampai
yaitu karena Allah menyukai hal-hal yang Niat terkabul hajat pun sampai
Sehingga mati barulah bercerai

Tepung tawar menuruti adat
Intinya doa memohon rahmat
Kepada Allah hati bertobat
Supaya sentosa dunia akhirat

Edisi Budaya | 577

Tepung tawar kita lakukan Supaya sejahtera suami isteri
Bersuami isteri seiring jalan Kalau berpisah bercerai mati.
Sampai mati berkasih-kasihan
Beranak bercucu ia berkekalan Di kebudayaan Melayu syair memegang
kedudukan penting. Karena bentuk sastra
Tepung tawar banyak maknanya ini lazim mengandung kisah-kisah yang
Doa dan restu ada di dalamnya mengasyikkan atau mengandung nilai-nilai
Semoga bahagia rumah tangganya nasihat dan tunjuk ajar yang kental dan bernas.
Diridhoi Allah selama-lamanya Para orang tua Melayu masa silam menjadikan
syair sebagai bacaan penting dan kebanggaan.
Tepung tawar adat sejati
Mohon rahmat Ilahi Rabbi [Ismail Yahya]

Sumber Bacaan

Pusat Rujukan Persuratan Melayu, link online di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=perenjis
Suwira Putra, Makna Upacara Tepuk Tepung Tawar pada Pernikahan Adat Melayu Riau di Desa Pematang Sikek, Kecamatan

Rimba Melintang, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, e-journal Jurusan Ilmu Komunikasi, Program Studi Ilmu
Komunikasi, FISIPOL, Universitas Riau, 2014, hlm. 3.
Ria Mustika, Analisis Tepuk Tepung Tawar pada Prosesi Pernikahab Adat Melayu Desa Dendun, Kabupaten Bintan, artikel
e-journal, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjung
Pinang, 2013, hlm. 2.
Tenas Effendy, Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu, hlm. 15-16, http://malaycivilization.ukm.
my/idc/groups/portal_tenas/documents/ukmpd/tenas_42867.pdf
Akmal, Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam), Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 4, Desember 2015: 161.
Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen; sinkritisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya Spiritual Jawa (Jogjakarta, Narasi,
2006) hlm. 129-135
http/www.insklopedia.com/Pemkab Klaten

578 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tirakat

Kata tirakat dalam bahasa Indonesia makan selain nasi putih; puasa nglowong,
merupakan serapan dari bahasa Arab yaitu berpuasa pada hari tertentu menjelang
yang berasal dari akar kata taraka. Akar hari besar Islam menurut perhitungan Jawa
kata ini memiliki makna dasar ‘melepaskan diri Islam, seperti bulan Bakda Besar atau bulan
dari sesuatu apa pun’. Dalam bahasa Arab, harta Sura. Selain itu, bentuk tirakat lain yang biasa
warisan peninggalan orang yang meninggal dijalani oleh orang Jawa adalah mengurangi
disebut dengan tirkah. Dalam bahasa Indonesia, makan, dengan cara makan hanya sekepal
kata tirkah ini berubah bunyi menjadi tirakat. nasi untuk jatah makan satu atau dua hari
Kata tirakat dalam bahasa Indonesia memiliki dan puasa ngebleng, yaitu berpuasa sambil
dua makna; (1) menahan hawa nafsu, seperti mnyendiri dalam ruangan, bahkan jika
berpuasa, berpantang, dan (2) mengasingkan diperlukan menyendiri dalam ruangan yang
diri ke tempat yang sunyi. Kata serapan ini gelap yang tidak terkena cahaya, atau yang
memiliki korelasi makna dengan kata asalnya dikenal dengan patigeni.
yang berbahasa Arab. Untuk kategori makna yang
pertama, tirakat berarti menahan (melepaskan) Adakalanya tirakat dilakukan pada waktu-
diri untuk tidak makan atau melakukan hal waktu yang khusus, semisal menghadapi tugas
yang dipantang. Sementara itu, makna yang berat, atau sedang mengalami krisis keluarga,
kedua dari tirakat berarti meninggalkan orang karier, atau bahkan sedang menghadapi
terdekat untuk menyendiri di tempat yang masalah dengan orang lain, bahkan tirakat
sunyi, sebagaimana jenazah meninggalkan kalau diperlukan dilakukan untuk kepentingan
harta, keluarga, dan lain sebagainya. Tirakat masyarakat atau negara. Dalam situasi seperti
juga identik (sinonim) dengan kata riadat yang itu, tirakat merupakan laku prihatin yang
berarti ‘perihal bertapa dengan mengekang hawa sangat penting untuk menghadapi marabahaya.
nafsu’, seperti memantang berbagai makanan
dan lain sebagainya. Kata riadat ini juga Di samping puasa, bertapa juga merupakan
merupakan serapan dari bahasa Arab riyadhah laku tirakat yang dianggap penting oleh
yang berarti ‘menundukkan, menjinakkan, dan orang Jawa. Tapa ngalong, yaitu bergantung
melatih’. Ketika dikatakan radha al-syakhshu terbalik dengan dua kaki diikat pada dahan
al-dabbata berarti ‘seseorang itu menjinakkan sebuah pohon, tapa ngluwat, yaitu bersemadi
hewan ternaknya’. di makam leluhur atau orang keramat dalam
jangka waktu tertentu, tapa bisu, menahan diri
Dalam kebudayaan Jawa, tirakat untuk tidak berbicara dengan orang lain, tapa
mendapat tempat sendiri sebagai bagian dari bolot, yaitu tidak mandi dan membersihkan
upaya mencapai tujuan-tujuan keagamaan diri untuk jangka waktu tertentu, dan tapa
dan penyelesaian berbagai problem hidup. ngramban, yaitu menyendiri di hutan dengan
Dalam menjalani tirakat, orang Jawa mengenal hanya makan tumbuh-tumbuhan, tapa
berbagai cara atau laku tirakat yang secara ngambang, yaitu merendam diri di tengah
lahiriah tampak sebagai upaya secara sengaja sungai selama beberapa waktu, tapa ngeli, yaitu
melakukan kesengsaraan. Dalam hal ini, bersemadi di atas rakit dengan membiarkan
berbagai laku tirakat yang dikenal dalam diri terhanyut oleh arus air, tapa tilem, yaitu
kebudayaan Jawa sebagai berikut. Puasa tidur dalam jangka waktu tertentu tanpa
mutih, yaitu berpuasa dengan berpantang makan apa-apa, tapa mutih, hanya makan nasi
saja tanpa lauk-pauk, dan tapa mangan, yaitu

Edisi Budaya | 579

laku tanpa tidur tetapi boleh makan. Semua terhadap muridnya ini sebagimana peran
itu merupakan praktik bertapa yang dikenal dokter terhadap pasiennya. Resep tirakat
dalam kebudayaan Jawa. yang diberikan mursyid kepada muridnya pun
berbeda-beda sesuai dengan hasil diagnosa
Meskipun berbagai bentuk tirakat yang kiai atau mursyid terhadap “gejala penyakit”
dikenal dalam kebudayaan Jawa itu sebagian yang dialami muridnya. Untuk yang terbiasa
merupakan warisan pra-Islam, namun seiring rakus makanan, biasanya mursyid menyuruh
dengan masuknya Islam ke Jawa dan luasnya tirakat puasa; untuk yang suka berdebat,
penerimaan Islam di kalangan masyarakat biasanya diperintah untuk tirakat tidak banyak
Jawa, berbagai laku tirakat tersebut tidak berbicara; untuk yang gila harta atau jabatan
dihilangkan. Mengingat Islam yang masuk biasanya dilakukan dengan cara mengasingkan
ke Jawa adalah Islam sufistik, berbagai diri dan zuhud; dan untuk yang suka tidur,
laku tirakat itu justru dijadikan instrumen biasanya dilatih untuk terbiasa melek malam.
untuk menjalani riyadhah ‘latihan rohani’
sebagaimana yang diajarkan dalam tradisi Pada dasarnya, tirakat ini dilakukan
tasawuf. Oleh karena itu, mengingat laku untuk mengendalikan hawa nafsu. Setelah
tirakat sifatnya hanyalah instrumen atau melakukan tirakat, diharapkan seseorang yang
sarana belaka, maka dalam pelaksanan tirakat melakukannya mencapai tingkatan tertinggi di
yang dijadikan acuan adalah ketentuan syariat sisi Allah, dan terhindar dari sifat-sifat buruk
atau fikih. Dengan demikian, sepanjang yang mengotori hati. Dalam menjalankan
laku tirakat itu tidak bertentangan dengan tirakat, biasanya ada tempat khusus untuk
fikih, maka hukumnya juga boleh dilakukan. para murid yang langsung dibimbing oleh
Dalam kasus puasa misalnya, selama tidak mursyidnya. Ibnu Ajibah menyebutkan bahwa
dilakukan di waktu-waktu yang diharamkan berkumpul bersama orang yang sama-sama
puasa, seperti dua hari raya dan hari tasyriq, sedang tirakat dan dibimbing oleh murysid
atau selama dari sudut pandang fikih tidak merupakan syarat utama yang paling penting.
masuk dalam kategori puasa wishal, yaitu Hal ini karena tasawuf itu memiliki tiga
menyambung puasa dua hari atau lebih tanpa pondasi dasar yang sangat penting, yaitu
berbuka, maka tirakat dalam bentuk puasa berkumpul dalam satu majelis (al-ijtima’),
dengan berbagai jenisnya boleh dilakukan. memperhatikan petuah mursyid (al-istima’),
dan meniru perilaku mursyid (al-ittiba’).
Sebagai upaya untuk pengendalian diri,
di kalangan santri Jawa tirakat merupakan Dalam perkembangannya, tradisi tirakat di
manifestasi lokal terhadap riyadhah yang kalangan Muslim Jawa tidak hanya digunakan
dikenal dalam tradisi sufi. Dalam konteks dalam konteks menjalani riyadhah sufi, tetapi
ini, laku tirakat dimaksudkan untuk juga dilakukan untuk menjalani ilmu-ilmu
mengendalikan nafsu dan menyucikannya hikmah, seperti untuk kesalamatan dan
dari segala sifat, perilaku, dan perbuatan yang pemenuhan segala hajat dalam hidup, dengan
menjauhkan seorang hamba dari Allah. Oleh mengamalkan wirid-wirid tertentu, baik yang
karena itu, formula tirakat yang dijalankan bersumber dari Alquran maupun peninggalan
oleh santri Jawa itu mengikuti bimbingan kiai ulama dan sufi.
atau mursyid tarekat. Peran kiai atau mursyid
[Adib M Islam]

Sumber Bacaan

Ana Katifah, Kepercayaan Masyarakat terhadap Upacara Tradisi Satu Sura di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten
Temanggung, (Semarang: UIN Walisongo, 2014).

Fahmi Kamal, Perkawinan Adat Jawa dalam Kebudayaan Indonesia, Jurnal Khasanah Ilmu, Vol V N0 2, September 2014.
Ibnu Ajibah, al-Futuhat al-Ilahiyyah, (Mesir: al-Azhar, t,th).
Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979).
Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1414 H).
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://www.nu.or.id/post/read/46505/tradisi-quotmalam-tirakatanquot-tumbuhkan-semangat-persatuan

580 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Topeng

Penutup muka atau wajah disebut seni pahat. Terkait dengan budaya, topeng
dengan kedok. Topeng merupakan dapat dimaknai sebagai cerminan karakter
salah satu ekspresi karya seni tertua dan watak manusia. Bahkan, disebutkan,
sepanjang peradaban dunia. Topeng digambar- sejak masa prasejarah, seni topeng sudah ada.
(menggambar)-kan sifat-sifat dan karakter Oleh karena itu, kehadiran seni topeng sejalan
manusia, sekalipun pada umumnya, raut dengan kehadiran umat manusia, sehingga
muka dalam topeng itu dilebih-lebihkan untuk tradisi topeng merupakan kesenian yang ada
memperoleh citra yang berkesan. Sebagai di belahan dunia manapun.
gambaran karakter manusia, seni topeng ada
di belahan dunia manapun. Kesenian sejenis Dalam konteks Nusantara, sejak abad ke-
topeng di Indonesia antara lain seni buroq dan 10-11 M. telah dikenal tokoh cerita Panji atau
ondel-ondel. Raja-raja pada zaman Raja Lembu Amiluhur
atau Prabu Panji Dewa di Jenggala, di mana
Ketika Islam berkembang di Nusantara, wilayahnya meliputi Jawa dan Bali. Topeng
topeng juga menjadi bagian dari strategi dakwah merupakan salah satu seni yang diajarkan dan
para mubalig, terutama pada era Walisongo. dikembangkan pada saat itu. Tidak heran jika
Untuk saat ini, pemaknaan terhadap topeng hingga saat ini, terdapat beberapa daerah yang
dan jenis-jenisnya tidak jarang dikaitkan pula masih mengembangkan seni topeng, seperti
dengan ajaran-ajaran tasawuf dalam Islam. Cirebon, Jogjakarta, Surakarta, Malang,
Topeng bukan sekadar seni atau kebudayaan Madura, dan Betawi.
lokal semata-mata, tetapi juga dapat dimaknai
dengan tradisi keilmuan dalam Islam. Cirebon merupakan salah satu daerah
penting di Indonesia saat ini terkait dengan
Asal Usul dan Jenis Topeng topeng dan Islam Nusantara. Pada saat
Cirebon menjadi salah satu pusat dakwah
Secara harfiah, topeng (mask) adalah Islam, Sunan Gunung Jati sebagai penguasa
penutup muka. Dalam pandangan kesenian, Cirebon, bersama Sunan Kalijaga menjadikan
topeng dapat disebut sebagai seni tari dan seni wayang dan topeng sebagai tontonan di
Keraton, sekaligus juga bagian dari tuntunan

Edisi Budaya | 581

dalam dakwah Islam. Dalam Babad Cirebon Menurut tradisi lisan, topeng Cirebon
disebutkan, Sunan Panggung adalah pelopor dikembangkan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan
dari seni pertunjukkan topeng. Pagelaran Panggung. Keahlian tari topeng diwariskan
topeng setelah menjadi kesenian rakyat kepada muridnya, Pangeran Bagusan.
semarak dilakukan, seperti pada saat mapag Selanjutnya diwariskan kepada anak-anaknya
sri, sedekah bumi, ruwatan, dst. yang tinggal di Bagusan, Trusmi dan Losari.
Menurut kepercayaan para ahli topeng di
Pertunjukkan tari topeng di Cirebon Cirebon, terdapat 4 (empat) tingkatan; syari’at,
mempunyai 5 (lima) jenis; pertama, Panji; tarikat, hakikat dan ma’rifat. Tingkat ma’rifat
kedua, Pamindo; ketiga, Rumyang; keempat, ini lebih dekat pada tari topeng Panji. Tingkat
Tumenggung; dan kelima, Klana atau Rahwana. Hakikat lebih dekat kepada tari topeng Pamindo
Wajah topeng Panji berwarna putih berseri atau Samba. Tingkat tarekat lebih dekat pada
menggambarkan kebersihan dan kesucian, tari topeng Tumenggung atau patih. Tingkat
bagaikan bayi yang baru dilahirkan, dengan syariat lebih dekat kepada tari topeng Kelana
karakter halus dan alim. Tarian topeng Pamindo atau Rahwana. Bagi penari sendiri, tingkatan
menggambarkan seseorang yang memasuki tersebut mempunyai karakter dalam dirinya.
masa remaja yang cenderung emosional.
Wajah topengnya putih berseri dihiasi rambut Tahapan-tahapan tersebut saat ini,
keriting (ikal) pada dahinya, dengan karakter memang tidak semua penari topeng dapat
genit dan lincah. Tarian topeng Rumyang melakukannya. Kartini (41 tahun) sebagai
menggambarkan seseorang yang semangatnya penari topeng dari Losari mengakui hal
selalu optimis dan percaya diri. Wajah itu. Dirinya pernah melakukan tahapan-
topengnya berwarna orange sebagai peralihan tahapan serupa itu dengan penghayatan yang
dari remaja ke masa dewasa dengan karakter mendalam, hanya ada satu tahapan yang belum
agak genit bercampur alim. Tarian topeng dilaluinya, yaitu puasa 40 hari 40 malam, tidak
Tumenggung menggambarkan seseorang boleh berbuka puasa dan hanya berdiam diri di
yang mempunyai kedudukan dan tanggung atas langit-langit rumah sambil memanjatkan
jawab sesuai tingkat kedewasaannya. Wajah doa kepada Allah SWT. Tahapan-tahapan yang
topengnya berwarna merah, berkumis tipis dimaksud; pertama, mengunjungi makam
dengan karakter gagah dan tangguh. Tarian keramat, atau makam nenek moyang untuk
topeng Klana atau Rahwana menggambarkan meminta restu agar dapat menari dengan
seseorang yang serakah, angkuh, murka, baik; kedua, puasa mutih; ketiga, mandi bunga
dan tidak dapat mengendalikan diri atau tujuh rupa, sebagai pensucian seorang penari;
gambaran manusia yang selalu berkelana dan keempat, membaca mantra dan doa-doa.
dalam kebebasan akibat pengaruh hawa nafsu. Kartini kini mendirikan dan mengembangkan
Wajah topeng Klana berwarna merah padam tari topeng melalui sanggar “Purwa Bhakti
berkumis tebal menyeramkan dengan karakter Losari” di desa Barisan Kecamatan Losari
gagah dan besar. Kelima jenis topeng tersebut Kabupaten Cirebon.
disebut dengan “Panca Wanda”.
Tari topeng dapat dikatakan mempunyai
Topeng dan Pemaknaan Keislaman sifat sakral yang ditunjukkan oleh para dalang
topeng dengan mempertunjukkan tarian-
Dalam seni tari, tari topeng juga memiliki tariannya. Salah satu sifat sakral itu tercermin
beberapa jenis, seperti topeng Panji, topeng dalam doa/mantra yang dibaca. Di antara doa/
Samba, topeng Rumyang, topeng Tumenggung mantranya, sebagai berikut:
dan topeng Kelana. Jenis tari topeng lainnya
sesuai dengan asal daerahnya, seperti topeng Sumerah maring Allah
Cirebon, topeng Bali, topeng Malang, topeng Sakapindo maring Rasulullah
Betawi. Kang anane ning wetan
Sunuhun Gunung Djati
Kang sume kang ana Gunung Djati

582 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Nyi Rangga Asmara syarat-syarat khusus yang
Kang anama Sang Hyang harus dipenuhi.
Permana
Kang ana ing kulon Topeng bagi masyarakat
Sang Tunggul Putih Cirebon merupakan kesenian
Kang anama Kesamadtullah yang tak terpisahkan dari
Kula titip pandita 40 seni lainnya, seperti wayang.
Kang asih nikmat ting badan Oleh sebagian budayawan,
Kula titip maring Abdulmutalib wayang dipahami masyarakat
Cuan lamon ora dijaga bending Cirebon sebagai gambaran
Kenang bendunge Allah Ta’ala sareat (syariat), sedang
Allahumma bisrokhman topeng gambaran tarekat.
Mil suci saking umat Adapun tingkat hakikat ada
Kangjeng Nabi Muhammad pada seni Barongan atau
Allahuma Sotiamin Berokan, dan makrifat ada di
Nyuwun ning Pangeran Bonang ronggeng. Akan tetapi dalam
Pangeran Panggung minta diraksa Babad Cirebon, wayang dipahami sebagai
Sajabane sajerone panggung syariat, topeng sebagai hakikat, dan ronggeng
tetap makrifat.
Di balik tari topeng yang sangat indah
dan kreatif tidak lepas dari peran seorang Dalam perkembangan mutakhir, topeng
dalang topeng. Topeng memang tidak berbeda juga tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan
dengan wayang, di mana wayang tidak mungkin dan kesenian kontemporer, seperti ondel-
bergerak tanpa ada dalang. Begitupun dengan ondel di Betawi dan seni buroq di Cirebon.
penari topeng, maka dalang topeng itu penari Pertunjukkan seni buroq dalam praktiknya
sendiri. Dalang topeng dapat menjadi guru dari mirip dengan ondel-ondel di Betawi, di mana
para penari topeng lainnnya yang belum sampai kesenian tersebut diperagakan di tengah
pada tingkatan dalang. Oleh karena itulah keramaian sebagai tontonan umum sambil
dalang topeng, tidak bisa dilepaskan dari musik- mengelilingi kampung, seperti tasyakur
musik yang mengiringinnya. Dalang topeng sunatan (khitan), 17-an, Syawalan, dst. Kedua
ini disebut juga sebagai seorang pendakwah seni tersebut, sekalipun bukan tari topeng
Islam dalam sejarah penyebaran Islam pada yang dikenal selama ini, tetapi menjadi
masa kewalian. Pada awalnya tidak semua kesenian serumpun dengan topeng. Dengan
orang dapat menjadi penari topeng, karena ada model kesenian semacam itu, topeng lebih
dikenal lagi oleh masyarakat luas dengan
keragamannya.

[Mahrus el-Mawa]

Sumber Bacaan

Dahuri, Rokhmin, dkk., Budaya Bahari: Sebuah Apresiasi di Cirebon. Jakarta: PPNRI, 2004.
Habibah, Sri. “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Keseharian Penari Topeng (Studi Tokoh Ibu Kartini Penari Topeng

Losari Cirebon Jawa Barat)”, Tesis. Cirebon: ISIF, 2014
Hamidah, Dedeh Nur. “Pengaruh Tarekat Tari Topeng Cirebon”. Laporan Hasil Penelitian. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati,

2010.
Sumardjo, Jakob. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan

Indonesia, Yogyakarta, Qalam: 2002.
Ross, Laurie Margot. Journeying, Adaptation, and Translation: Topeng Cirebon at the Margins. New York: New York

University, 2002.

Sumber Gambar

https://mulpix.com/post/1120225097409522423.html
https://saputra7376.wordpress.com/2014/07/18/topeng-cirebon/
http://mytopenglosari.blogspot.co.id/2015/09/mengenal-ibu-kartini.html

Edisi Budaya | 583

584 | Ensiklopedi Islam Nusantara

U

Ulih-Ulihan



Ulih-Ulihan

Mulih (pulang) adalah sesuatu yang Tradisi ulih-ulihan memang sangat kental
sangat dirindukan bagi setiap terutama bagi orang Jawa pesisiran, baik dari
insan yang sedang mengembara. kalangan santri maupun kejawen. Kebanyakan
Namun Ulih-ulihan bukan sekadar pulang orang Jawa pesisiran masih sangat percaya
(mulih) dalam pengertian kembali dari suatu dengan konsep kadang papat limo pancer (empat
perjalanan jauh lalu pulang ke rumah. Ulih- saudara, yang kelima sebagai pusatnya).
ulihan ada hubungannya dengan prosesi Empat saudara pancer itu adalah: (1) sirrullah
omah-omah (mendirikan rumah) impian untuk (sir), yaitu keinginan yang kuat karena adanya
sebuah hunian jangka panjang. niat (sir); (2) nurullah, yakni pembimbing niat
berupa wahyu, pengetahuan; (3) rohullah,
Kata ulih-ulihan, memang berasal dari adalah semangat jiwa yang kuat; (4) jalullah,
bahasa Jawa, mulih, yang berarti pulang. merupakan aba-aba dalam bertindak. Keempat
Namun ulih-ulihan sudah menjadi tradisi Jawa saudara manusia tersebut akan bergerak
sebagai prosesi upacara atau ritual budaya tergantung pada pancer, dalam arti watak dan
yang khas bagi calon penghuni rumah yang kepribadian (Endraswara, 2016: 17).
baru saja selesai dibangun. Ritual ini sebagai
wujud ekspresi kesiapan calon penghuni Ritual ulih-ulihan dalam hal ini adalah
rumah ketika rumah yang dibangunnya sudah sebagaiupayapenguatanwatakdankepribadian
siap dihuni. yang tangguh dengan menggunakan sarana
perabotan rumah tangga dan ubarampe
Ulih-ulihan menjadi salah satu ritual sesajian sebagai media komunikasi dengan
dalam tradisi Islam Nusantara terutama di Sang Pencipta agar menjadi lebih dekat
Jawa, sebagai wujud kesadaran transendental dan makrab dalam menyampaikan pesan
bahwa menempati sebuah hunian bukan kepada Sang Pencipta. Semua itu merupakan
sekedar pindah lahiriah saja, namun dimensi simbol dalam menggapai hidup sejati, dalam
batin jauh lebih penting untuk dikondisikan. mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai
Apalagi kebanyakan orang Jawa juga sangat tujuan akhir hidupnya.
percaya dengan adanya makhluk halus (alam
ghaib). Maka sering dikenal ada tempat wingit Ulih-ulihan sekaligus akan mempertegas
atau angker, yaitu, suatu tempat yang diyakini bahwa setiap saat manusia akan senantiasa
dihuni oleh makhluk ghaib (tidak tampak memiliki kerinduan untuk mulih (kembali),
oleh mata orang biasa), tapi berpengaruh tempat mulih yang sementara adalah rumah
pada kehidupan manusia. Maka untuk yang akan dihuni tersebut, sedangkan mulih
mengurangi ketakutan atau menjinakkan yang sejati adalah kembali kehadirat Allah
makhluk-makhluk halus yang mengkin SWT untuk selama-lamnya. Inilah yang dalam
pernah menghuni tempat di mana rumah itu pandangan hidup Jawa disebut sebagai sangkan
dibangun, maka dilakukan ritual ulih-ulihan paraning dumadi (ingat asal dan tujuan hidup).
dengan berbagai doa dan pujian kepada Allah Ungkapan Jawa ini mengandung nasihat agar
SWT dengan suatu prosesi ritual yang sarat seseorang selalu waspada, hati-hati, serta eling
dengan pesan moral (Santoso, 2000; Said, (ingat) terhadap sangkan (asal) manusia dan
2012: 92-93). paran (tujuan akhir) dari perjalanan manusia

Edisi Budaya | 587

agar manusia tetap eling (ingat) dan waspadha upaya mengaktifkan kesadaran batin dalam
(waspada) terhadap perjalanan hidupnya. menempuh hidup baru pada hunian yang baru
Hal ini sekaligus membangun kesadaran tersebut.
bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang
menghidupkan), urip mung mampir ngombe Persiapan Ubarampe dalam Ulih-ulihan
(hidup hanya ibarat numpang minum) yang
bermakna hidup di dunia hanya sementara Memang tidak secara ketat ubarampe
(Susetyo, 2016: 55). harus ada, tetapi setidaknya ada 2 (dua)
kelompok ubarampe yang biasanya disiapkan,
Kesadaran mulih (pulang) juga sudah yaitu ubarampe ketika proses boyongan pindah
terukir dalam tembang Dhandanggula warisan dari orang tua (rumah lama) ke rumah baru dan
para leluhur yang sampai sekarang masih terus ubarampe ketika slemetan saat sudah sampai
dilestarikan: di rumah yang baru. Ubarampe yang harus
tersedia dalam prosesi boyongan biasanya
Kawruhana sejatining urip berupa alat-alat rumah tangga utama yang
Urip ana jroning alam donya mewakili kebutuhan hidup dalam keluarga
Bebasane mampir ngombe yaitu berupa sapu lidi, lampu teplok, tikar/
Umpama manuk mabur sajadah, bantal-guling, ember, wajan, serok
Lunga saka kurungan neki dan sejenisnya.
Pundi pencokan benjang
Awja kongsi kaleru Ubarampe sebagaimana tersebut di atas
Umpama lunga sesanja mewakili perabot dari 5 (lima) fungsi utama
Najan-sinanjan ora wurung bakal mulih rumah yang tidak boleh dilupakan yaitu yaitu:
Mulih mula mulanya (1) palenggahan yakni tempat menerima
tamu atau sering disebut (jogo satru); (2)
(Ketahuilah sejatinya hidup, pakiwan, yaitu tempat bebersih berupa
Hidup di dalam alam dunia, sumur, kamar mandi, tempat wudlu dan
Ibarat perumpamaan mampir minum, pembuangan akhir; (3) pawon, yakni berupa
Seumpama burung terbang, dapur tempat mempersiapkan makanan sehat
Pergi dari kurungannya, yang dibutuhkan oleh anggota keluarga; (4)
Di mana hinggapnya besok, pesholatan, yakni ruang sembahyang (sholat)
Jangan sampai keliru, untuk bermunajat kepada Allah SWT; (5)
Umpama orang pergi bertandang, peturon, yakni kamar tidur, ruang istirahat
Saling bertandang, yang pasti bakal pulang, untuk memulihkan segala kepenatan yang ada.
Pulang ke asal mulanya)
Sementara ubarampe kelompok kedua
Sungguh indah kesadaran mulih dalam adalah untuk kepentingan slametan atau
tradisi Islam Nusantara, yang antara lain bancakan dengan berbagai pilihan mulai dari
dituangkan dalam berbagai karya sastra yang paling sederhana berupa empat cawik/
tembang Jawa. Kesadaran batin yang penuh cawan bubur merah putih atau versi yang lebih
dengan nilai-nilai Islam tersebut tidak hanya lengkap berupa ingkung, yakni masakan opor
berhenti pada tataran ide. Ibarat iman tak ayam jago yang masih utuh sebagai sarana
sekedar diucapkan (iqrarun billisan), tetapi manaqiban atau rasulan setelah rombongan
dibenarkan dalam hati (tas}diqun bil qalbu) dan boyongan sudah sampa rumah baru yang
dilakukan dengan tindakan (‘amalun bil arkan). ditempati. Seringkali juga dilengkapi dengan
persembahan tumpeng dengan tujuh macam
Maka sejak berhuni yakni ketika lauk-pauk dan kuluban dari berbagai dedaunan
memulai menempati rumah baru, orang- khas kampung.
orang Jawa ingin meneguhkan kesadaran
batin yang indah tersebut melalui suatu ritual Empat cawan bubur merah putih
yang dikenal dengan ulih-ulihan. Dengan diasosiakan sebagai simbol keberanian (warna
demikian ulih-ulihan bisa dikatakan sebagai

588 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merah) dalam menegakkan kebenaran (warna sebagai pengiring bersiap-siap untuk boyong/
putih). Sedangkan jumlah empat bubur pindah ke rumah baru. Kalau jaraknya dekat,
sebagai wujud asosiasi atas empat sahabat maka dilakukan dengan jalan kaki, tapi kalau
Nabi atau empat mazhab sebagai pedoman jaraknya agak jauh, bisa diantar dengan
dan teladan dalam aqidah dan syariah Islam kendaraan. Namun ketika sudah mau sampai
yang telah menghantarkan risalah Nabi akan turun dan bersamarombongan berjalan
Muhammad SAW kepada umat manusia kaki.
di dunia. Sedangkan bubur yang lengket
diharapkan bisa merekatkan persaudaraan Dengan iringan bacaan
dalam keluarga hingga akhir hayat. Sedangkan
kuluban, diasosiakan dari bahasa Arab Qulubun bismillahirrahmanirrahim atau pembacaan
jamak dari qolbun yang bermakna hati, dan
diasosiasikan agar senantiasa bisa menjaga surat al-Fatihah, calon penghuni diiring
kesucian hati dalam hidup berumah tangga.
Dalam Islam, hati adalah kompas kehidupan, beramai-ramai (diantarkan) oleh sanak
kalau hatinya bersih dan sehat (qalbun salim)
maka akan membuahkan perilaku yang baik. saudara, sahabat dan tetangga dari tempat
Sebaliknya kalau hatinya kotor/sakit (qalbun
marid), maka perilaku yang bersangkutan juga asal (orang tuannya) menuju rumah baru
menjadi jahat alias munkar,
yang hendak dihuninya. Dalam tradisi ulih-
Ingkung ayam jago diasosiakan sebagai
semangat njungkung (bersujud) dalam ulihan ini semua anggota keluarga yang akan
beribadah kepada Allah SWT antara lain
mengubur sifat sok jagoan (takabbur) menempati rumah tersebut harus ikut bersama
sebagaimana sifat ayam jago, yang selalu
berkokok mencari lawan. Sifat ayam jago rombongan dengan membawa sejumlah
juga sering berganti-ganti pasangan, bahkan
ketika babon sedang mengeram juga ayam jago barang-barang sebagai ekspresi simbolik bagi
masih mencari pasangan untuk melampiaskan
nafsunya. Sifat-sifat kebinatangan seperti calon penghuninya. Barang-barang tersebut
itu harus dihindarkan dan dikubur jauh-jauh
agar tercipta keluarga yang harmonis, bahagia antara lain berupa; sapu lidi, lampu teplok,
dunia dan akhiratnya.
tikar/sajadah, wajan dan serok, bantal-guling
Prosesi Ritual Ulih-ulihan dan
Pemaknaannya dan sejenisnya.

Sebagaimana ritual tradisi Jawa lainnya, Sejumlah ubarampe yang dibawa tadi
pelaksanaan ulih-ulihan juga didasarkan pada diasosiakan bahwa setiap anggota keluarga
hari yang terpilih dan atas petunjuk dari perlu memiliki peran sesuai ubarampe yang
sesepuh atau kiai kampung yang dianggap dibawanya tanpa memandang jenis kelamin
memiliki pengetahuan tentang pithungan Jawa ubarampe meliputi minimal lima fungsi
atau minimal mendapatkan restu darinya. rumah sebagaimana disebutkan di atas yakni:
Pelaksanaannya biasa dilakukan setelah salat (1) palenggahan, (2) pakiwan, (3) pawon, (4)
Magrib di rumah lama yakni rumah di mana pesholatan, (5) peturon. Setiap anggota keluarga
yang semuala disinggahi sementara bersama perlu bertanggung jawab dan memerankan diri
orang tua. Sehabis Magrib, semua anggota sesuai tugasnya agar rumah bisa bermanfaat
keluarga shohibul hajah yakni suami, istri dan dan berfungsi secara maksimal dengan saling
anak, yang diikuti sebagian anggota keluarga asah, asih dan asuh.

Begitu sampai di rumah yang akan dihuni,
calon penghuni langsung disambut oleh
sebagian anggota keluarga lainnya yang sudah
terlebih dahulu tiba di rumah tersebut. Maka
dengan ucapan salam; assalamu’alaikum, calon
penghuni memasuki rumah. Di teras rumah
tersebut, sang ibu, bapak, kakak atau nenek
yang sudah lebih awal berada di rumah baru
tersebut menjawab salam dan menyapukan
sapu yang dibawanya di lantai sebagai ekprresi
simbolik pembersihan diri dari segala kotoran,
baik lahir maupun batin. Pada rumah tradisional
Jawa, ekspresi simbolik pembersihan diri dari
segala kotoran dilakukan dengan cara singgah

Edisi Budaya | 589

di pakiwan, yakni kamar mandi dan padasan salah satu anjuran dalam doa menjelang tidur
yang biasanya terletak dekat sumur di depan adalah: “Dengan menyebut nama-Mu, Ya Allah,
rumah sebelah kiri. aku hidup dan dengan menyebut Nama-Mu aku
mati.” Sementara doa setelah tidur adalah:
Begitu jiwa dan raga dianggap suci maka “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami
kepala keluaga dengan membawa lampu teplok kembali setelah mematikan kami dan kepada-Nya
sebagai simbol penerang kehidupan dalam (kami) akan dibangkitkan.”
keluarga mulai memasuki rumah. Dengan
lampu teplok tersebut diharapkan kepala Maka ketika dalam boyongan ulih-ulihan
keluarga harus selalu ingat bahwa dirinya harus membawa bantal guling, hal itu sesungguhnya
mampu menempatkan diri sebagai “lampu memberi pesan kepada calon penghuni rumah
penerang” sehingga selalu mencerahkan bagi agar sejak menempati hunian baru tersebut
keluarganya sehingga terbangun keluarga yang seluruh keluarga justru harus menjadi keluarga
harmonis dan rukun. yang cerdas, yakni selalu ingat akan kematian,
itulah fungsi rumah sebagai peturon (pesarean),
Sementara tikar dan sajadah biasanya tempat mempersiapkan diri dengan bekal
dibawa oleh anak-anaknya yang turut serta secukupnya, dan sebaik-baik bekal adalah
mengikuti jejak ayah ibunya pada saat mulai taqwa.
menghuni rumah baru. Dibawanya tikar dan
sajadah adalah sebagai ekspresi simbolik Anak-anak juga harus turut setia
bahwa di rumah tersebutlah para penghuninya mengikuti visi kedua orang tuanya yang telah
siap menggelar pentas kehidupan dengan memiliki landasan yang kuat. Maka semua
penuh semangat dan harapan sebagai sarana anak juga ikut boyongan dengan membawa
untuk bersujud kepada Allah SWT. Kehidupan perangkat rumah tangga masing-masing
di rumah laksana sajadah panjang yang digelar sebagai bentuk dukungan dan kekompakan
oleh orang tua sehingga tiada hari tanpa sujud dalam keluarga. Maka rumah di samping
atau ibadah kepadaNya. sebagai tempat memulihkan (mulih) tenaga
dan pikiran bagi keluarganya setelah seharian
Ubarampe seperti wajan, serok (alat menjalankan rutinitas hidup, rumah juga
penggoreng) dan ember dibawa oleh anggota dijadikan sebagai “madrasah” (tempat belajar)
keluarga yang lain sebagai pesan bahwa sejak untuk menemukan kesejatian hidup yang
saat menempati rumah baru maka dapur siap hakiki.
mengepul, siap mandiri dalam mensajikan
kebutuhan makan keluarga, tidak lagi Begitu semua sudah hadir di rumah
menggantungkan kepada orang tua. Tekad yang baru tersebut, maka acara dilanjutkan
sudah bulat dalam menyediakan kebutuhan dengan do’a bersama, yang dipimpin oleh
makan dan minum secara mandiri. seorang kiai kampung dengan diikuti oleh para
hadirin yang ada. Sebelum berdoa terkadang
Sedangkan anggota keluarga yang didahului dengan pembacaan Manaqib Syekh
membawakan bantal guling memberi isyarat Abdul Qadir Jilani, sebagai wujud cinta kepada
bahwa salah satu fungsi rumah adalah untuk kekasih Allah SWT dan tawasul kepadanya.
peturon (tempat tidur) yang dilambangkan Do’a yang dibacakan oleh kiai biasanya
dengan bantal guling. Tidur dalam bahasa berbahasa Arab yang berisi harapan bersama
krama adalah sare. Paturon maknanya agar calon penghuni tersebut diberkahi oleh
sama dengan pesarean, tempat tidur, untuk Allah serta mendapatkan limpahan rahmat
melepaskan segala kepenatan lahir dan batin. dan kasih sayang dari-Nya, sehingga keluarga
Pesarean juga bermaka kuburan. Tidur dalam dan generasi yang terbangun di dalam rumah
Islam juga sering disebut sebagai kematian tersebut menjadi sosok keluarga yang sakinah
yang menunjukkan hubungan dekat diantara (ketenangan), mawaddah (kasih) dan rahmah
keduanya, hingga tidur seolah adalah saudara (sayang). Keluarga demikianlah yang diidam-
kandung dari kematian. Karena saat tidur akal idamkan bersama sehingga dari keluarga yang
dan gerakan kita hilang laksana mati. Maka seperti itulah diharapkan tercipta tatanan

590 | Ensiklopedi Islam Nusantara

masyarakat yang sejahtera, damai dan penuh rumah yang sedang bersyukur
ampunan dari-Nya yang dalam bahasa Alqur’an atas rumah barunya.
disebut baldatun thayyibatun warabbun ghafur
(QS. Saba: 15). Pembacaan Salawat al-
Barzanji dan juga Manaqib
Begitu doa selesai, maka semua ubarampe Syekh Abdul Qodir Jilani,
yang berupa makanan dipersembahkan yang di dalamnya sarat
kepada semua orang yang hadir dalam ritual dengan kisah-kisah teladan
itu, tidak hanya kaum laki-laki tetapi juga Nabi Muhammad SAW,
kaum perempuan. Sebagian sajian makanan menunjukkan bahwa nilai-
berupa ingkung dan nasi juga dibagikan kepada nilai keteladanan para wali dan
tetangga sebelah sebagai wujud solidaritas nabi diharapkan bisa mewarnai
sosial dan terima kasih atas gotong royong dalam menjalani biduk rumah
dalam mendirikan rumah dari buka tableg, tangga di samping sebagai
munggah molo hingga siap dihuni. media komunikasi dalam
mendekatkan diri kepada
Sementara malam harinya sehabis Isyak, Allah SWT. Dengan begitu
biasanya dilanjutkan dengan pembacaan rumah yang ditempati bisa menjadi sarana
salawat al-Barzanji, yang dihadiri oleh untuk menenteramkan hati dengan senantiasa
undangan dari tetangga terdekat dan remaja eling lan waspada sebagaimana diteladankan
masjid atau langgar/mushalla. Biasanya yang oleh para wali, nabi dan Rasulullah SAW.
berperan aktif dalam salawat al-Barzanji
ini adalah pemuda masjid karena memang Dengan demikian tradisi ulih-ulihan
melibatkan beberapa orang dalam pembacaan sebagaimana terurai di atas menunjukkan
secara bergantian. Setelah selesai diakhiri bahwa dalam memahami keragaman bahasa
dengan doa dan dilanjutkan dengan sajian simbolik membutuhkan kepekaan olah rasa
makan sekadarnya sebagai wujud sedekah tuan karena bahannya masih semu (tersamar).
Simbol dan ungkapan dalam tradisi Jawa
Islam adalah manifestasi pikiran, kehendak
dan rasa Jawa yang halus. Sebagaimana
ungkapan yang populer, Wong Jawa Nggone
Semu. Ungkapan ini mengandung pengertian
bahwa orang Jawa dalam memandang realitas
tak hanya mengandalkan yang wadhag (kasat
mata), namun penuh dengan isyarat atau
sasmita (Endaswara, 2016: 24). Untuk bisa
memahaminya diperlukan perenungan yang
mendalam dan pembelajaran kritis atas
rahasia di balik bahasa simbolik dalam kultur
Jawa yang merupakan bagian dari warisan
budaya Islam nusantara.

[Nur Said]

Sumber Bacaan

Al-Qur’an al Karim
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:

Cakrawala.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus: Brillian Media

Utama.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Susetyo, Wawan. (2016). Empat Hawa Nafsu Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi.

Edisi Budaya | 591


Click to View FlipBook Version