The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN MAN 2 CIAMIS, 2022-02-14 20:52:11

Ensiklopedi Islam Nusantara

Ensiklopedi Islam Nusantara

merupakan susastra yang ditulis pada pencipta seni memandang seni Rampak Bedug
masa pemerintah-an Majapahit. Jika benar sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai
demikian, berarti bedug telah ada sejak masa (Muna Zakiah, 2014)
Majapahit (XIV-XVI Masehi) (Mudzakkir,
2008). Fungsi Rampak bedug:

Seni Rampak Bedug Rampak Bedug sebagai sebuah seni
Dalam perkembangan selanjutnya, bedug bukan hanya sekadar hiburan yang menjadi
tontonan warga masyarakat, lebih dari itu
yang wujudnya dapat kita temukan di hampir seni Rampak Bedug memiliki fungsi dan nilai
setiap masjid dan digunakan sebagai media yang terkandung di dalamnya, fungsi dan nilai
informasi masuknya waktu shalat ini kemudian tersebut antara lain adalah:
dijadikan sebagai salah satu model kesenian.
Salah satunya adalah kesenian Rampak Bedug. • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan
Kesenian Rampak Bedug adalah kesenian suci Ramadhan dengan alat-alat yang
yang menggunakan media bedug yang ditabuh memang dirancang para ulama pewaris
secara serempak. Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan
juga sebagai pengiring Takbiran dan
Kata “Rampak” mengandung arti Marhabaan.
“Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni
bedug dengan menggunakan waditra berupa • Nilai rekreasi/hiburan.
“banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak”
sehingga menghasilkan irama khas yang enak • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni
didengar. Rampak bedug hanya terdapat di yang layak jual. Masyarakat pengguna
daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya sudah biasa mengundang seniman
Banten (Muna Zakiah, 2014). rampak bedug untuk memeriahkan acara-
acara mereka.
Pada mulanya seni Rampak Bedug
dimaksudkan untuk menyambut bulan suci • “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis pengembangan dari seni bedug atau
seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan
karena merupakan suatu kreasi seni yang oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug”
genial dan mengundang perhatian penonton, hanya bisa dimainkan oleh para pemain
maka seni Rampak Bedug ini berubah menjadi profesional. Rampak bedug bukan hanya
suatu seni yang “layak jual”, sama dengan dimainkan di bulan Ramadhan, tapi
seni-seni musik komersial lainnya. Walau para dimainkan juga secara profesional pada
pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan)
motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan dan hari-hari peringatan kedaerahan
bahkan nasional. Rampak bedug
Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kesenian-rampak-bedug-dari-banten/ merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan,
Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar),
dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.

• Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri
dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang
sama halnya dengan banyak seni lainnya
terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mungkin demikian karena seni rampak
bedug mempertunjukkan tarian-tarian
yang terlihat indah jika ditampilkan oleh
perempuan (selain tentunya laki-laki).
Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki
5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun

42 | Ensiklopedi Islam Nusantara

fungsi masing-masing pemain adalah pelestarian tradisi khas Indonesia. Biasanya
sebagai berikut pemain laki-laki sebagai festival ini diadakan di malam hari raya Idul
penabuh bedug dan sekaligus kendang Fitri dan diadakan di alun-alun kota atau
sedangkan pemain perempuan sebagai kabupaten. Selain sebagai sebuah lomba
penabuh bedug, baik pemain laki-laki yang diikuti oleh masyarakat, festival bedug
maupun perempuan sekaligus juga sebagai juga merupakan bagian dari upaya menjalin
penari (Muna Zakiah, 2010). ukhuwah islamiyyah dan mengandung nilai
dakwah.
Sejarah Rampak Bedug
Bedug Terbesar di Dunia
Tahun 1950-an merupakan awal mula
diadakannya pentas rampak bedug. Pada Bedug Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo
waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada adalah bedug salah satu bedug peninggalan
khususnya, sudah diadakan pertandingan bersejarah yang cukup terkenal. Bedug yang
antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak berada di dalam masjid Darul Muttaqien
bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis Purworejo ini merupakan bedug terbesar di
ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di dunia. Bedug ini merupakan karya besar umat
Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini Islam Indonesia. Pembuatan bedug ini atas
menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga perintah dari Adipati Cokronegoro I, bupati
ke Kabupaten Serang. Purworejo pertama yang terkenal sangat
peduli terhadap perkembangan agama Islam.
Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji
Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam Pada awal mulanya, ia ingin mempunyai
seni rampak bedug. Rampak bedug yang sebuah bangunan masjid agung yang terletak
berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai di pusat kota alun-alun purworejo. Maka dari
hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian itu kemudian di bangunlah sebuah masjid
dikembangkan oleh berempat yaitu: Haji Ilen, di sebelah barat alun alun purworejo pada
Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian tanggal 16 april 1834 M dan tepatnya hari
Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang minggu. Bupati Cokronagoro I memerintahkan
dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak pembuatan Bedug dengan ukuran yang luar
bedug. Dari mereka berempat itulah seni biasa besar dengan tujuan supaya dentuman
rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun bunyi bedug tersebut terdengar sejauh
2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok mungkin sebagai panggilan waktu shalat
pemain rampak bedug (Muna Zakiah, 2014) umat Islam untuk berjamaah di masjid agung
tersebut.
Sebagai sebuah kesenian daerah, tradisi
rampak bedug merupakan bagian dari upaya Raden Patih Cokronagoro bersama
pelestarian terhadap tradisi dan kebudayaan Raden Tumenggung Prawironagoro yang juga
daerah setempat. Di tengah gempuran merupakan adik dari Cokronagoro I menjadi
modernisasi ini seni Rampak Bedug harus terus pelaksana tugas membuat Bedug besar itu.
melakukan inovasi-inovasi dalam mengemas Sama seperti bahan pembuatan masjid
seni pertunjukannya agar tetap diminati oleh yang menggunakan kayu jati pilihan, bedug
masyarakat sembari tetap mempertahankan besar ini pun juga disepakati untuk dibuat
nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dari pangkal kayu jati bang bercabang lima.
dalamnya. Daerah tempat asal pohon jati tersebut adalah
Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan
Festival Bedug Purwodadi.

Di sejumlah daerah di Indonesia, festival Bedug yang mempunyai nama bedug
bedug diselenggarakan di setiap tahun. Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo tersebut
Festival bedug merupakan bagian dari upaya mempunyai panjang sekitar 282 cm garis
tengah depan 194 cm garis tengah belakang

Edisi Budaya | 43

180 cm keliling bagian dan dirawat untuk

depan 601 cm keliling mengenang para

bagian belakang 564 pembuatnya juga

cm dengan jumlah paku perkembangan Islam

depan 120 buah dan di tanah Bagelen

jumlah paku belakang atau Purworejo nama

98 buah dan lulangnya kabupaten saat ini.

dari kulit banteng, Bedug yang sudah

menjadikan bedug berusia 177 tahun

ini termasyhur dan kini menjadi ikon

terkenal di Asia dan Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendowo) kebanggan umat Islam

Dunia. Sumber: Koleksi Foto Drs. Eko Riyanto, Widiharto di wilayah Purworejo

Sampai sekarang dan akan menjadi saksi
bedug pendowo menjadi cagar budaya atau sejarah perkembangan Islam di daerah selatan
peninggalan budaya yang harus di jaga wilayah Jawa Tengah.

[Jamaluddin Muhammad]

Sumber Bacaan

Hery Nuryanto, Sejarah Perkembangan Teknologi dan Informasi, Jakarta: Balai Pustaka, 2012
http://www.telusurindonesia.com/menengok-bedug-terbesar-purworejo.html#
Hendri F Isnaeni, Tak-Tak-Tak, Dung, Ini Sejarah Bedug, Dung, 2010 http://historia.id/budaya/taktaktak-dung-ini-

sejarah-bedug
Mudzakkir Dwi Cahyono, Waditra Bedug dalam Tradisi Jawa, 2008 http://nasional.kompas.com/

read/2008/09/24/18422736/waditra.bedug.dalam.tradisi.jawa
http://banjarkab.go.id/festival-bedug-tahun-ini-lebih-meriah/
Muna Zakiah, Kesenian Rampak Bedug dari Banten, 2014, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1439/kesenian-

rampak-bedug-dari-banten

44 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Berjanjen

Istilah Kata kaum Muslim adalah sesuatu yang utama.
Bentuk-bentuk bacaan pelantunan shalawat
Pada umumnya, hari kelahiran Nabi kepada Nabi Muhammad SAW juga beraneka
Muhammad SAW disebut Mawlid, sebuah ragam. Bahkan bukan hanya shalawat-
istilah kata yang juga sering berarti shalawat yang dilantunkan, melainkan juga
peringatan-peringatan yang diselenggarakan pembacaan biografi beliau. Salah satu bentuk
pada hari kelahiran Nabi Muhammad, tanggal pembacaan shalawat dan biografi serta sifat-
12 Rabiul Awwal. Di Jawa, bulan Rabiul Awwal sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW
dinamakan bulan mulud (diambil dari kata dikenal dengan istilah barzanjian.
maulid, sebuah nama yang menunjukkan
bulan kelahiran Nabi). Istilah lain dari Maulid Istilah barzanjian sendiri merujuk kepada
adalah milad (hari kelahiran, ulang tahun) dan seorang pengarangnya bernama Syaikh Ja’far
partisip pasif mawlud, dari akar kata bahasa bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad
Arab walada. (Annemarie Schimmel, 1995: Al-Barzanji. Jadi, barzanjen adalah sebuah
200) tradisi pembacaan sirah atau biografi Nabi
Muhammad SAW serta sifat dan prilakunya
Masyarakat Muslim di berbagai Negara dan disertai dengan pelantunan shalawat-
memberikan penghormatan kepada Nabi shalawat dengan menggunakan kitab yang
Muhammad SAW dengan beragam cara. Salah disusun oleh Syaikh Ja’far al-Barzanji.
satunya adalah dengan memperingati hari
kelahiran Nabi yang kemudian di Indonesia Kitab Maulid Al-Barzanji karangan Syaikh
dikenal dengan istilah muludan (dari akar kata Ja’far al-Barzanji ini termasuk salah satu kitab
mawlid). maulid yang paling populer dan paling luas
tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik
Menurut Schimmel, di Mesir, tradisi Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan
Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan
mawlid terus berlangsung dari zaman mereka membacanya dalam acara-acara
keagamaan yang sesuai. Kandungannya
Fathimiyyah hingga dinasti-dinasti merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah
Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran
berikutnya. Para penguasa Mamluk pada abad beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah,
akhlaq, peperangan hingga wafatnya.
ke-14 dan 15 biasa memperingati mawlid (pada
Keturunan Barzanji (Barzinji) yang
umumnya bukan pada tanggal 12 rabiul awwal, menjadikan nama keluarga tersebut menjadi
nama yang dikenal luas di Indonesia adalah
tetapi tanggal 11) dengan penuh kebesaran di cicitnya, Ja’far Ibn Hasan Ibn Abd al-Karim
Ibn Muhammad (1690-1764), yang lahir di
pelataran benteng Kairo. (Schimmel, 1995: Madinah dan menghabiskan seluruh usianya
di sana. Dia menulis sejumlah karya tentang
201-202) ibadah yangmenjadi sangat populer di dunia
Islam pada saat itu, dan di Indonesia sampai
Sementara di Indonesia, tradisi peringatan sekarang ini. (Martin, 2015: 31)
Nabi Muhammad SAW atau mawlid ini biasanya
dengan membaca dan melantunkan shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW dilakukan secara
individual maupun berjamaah (komunal).
Pembacaan dan pelantunan shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW bagi kaum Muslim yang
menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah
adalah sunnah. Oleh karena itu, pembacaan
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW bagi

Edisi Budaya | 45

Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan Selain kitab barzanji, beberapa kitab
untuk meningkatkan kecintaan kepada serupa lainnya yang juga cukup populer di
Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah tengah masyarakat Indonesia dan dibaca dalam
umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW SAW kegiatan-kegiatan adalah diba’ (yang kemudian
dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam popular dengan istilah diba’an), simtuddurar,
bentuk puisi dan prosa (nasar lawan dari dliya’ al-lami’, dan kitab-kitab serupa lainnya
nadzam) dan kasidah yang sangat menarik. yang berisi tentang shalawat kepada Nabi
Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat Muhammad sekaligus biografi sang Nabi dari
diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi lahir sampai wafatnya.
adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Definisi, Cakupan dan Kompleksitas
Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik Istilah
bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2)
Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa Istilah barzanjen (pembacaan maulid
pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) barzanji) ini kemudian pada gilirannya
ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. merujuk pada sebuah kegiatan pembacaan
(4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 maulid Nabi dengan menggunakan kitab
tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia barzanji. Sebenarnya tidak hanya kitab ini
40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak yang dijadikan pedoman atau kitab yang
saat itu hingga umur 62 tahun. dibaca dalam maulid. Terdapat kitab-kitab
lain dengan isi yang hampir serupa dengannya
Tradisi Barzanjian di Nusantara seperti Diba’, Simtuddurar, atau Syaraf al-Anam,
dan kitab-kitab yang berisi sirah dan pujian-
Menurut Martin, teks keagamaan yang pujian kepada Nabi Muhammad SAW lainnya.
paling populer di seluruh Nusantara, yang
hanya kalah populer dengan al-Qur’an, adalah Di Indonesia, pembacaan maulid barzanji
karya yang dikenal sebagai barzanji. Sebuah ini dilakukan oleh masyarakat Islam yang sering
kitab mawlid yang dibaca oleh masyarakat disebut kelompok tradisionalis. Kalangan
Nusantara tidak hanya di sekitar tanggal pesantren dan masyarakat-masyarakat yang
12 Rabi’ al-Awwal, hari kelahiran Nabi masih memegang tradisi yang diwariskan
Muhammad SAW., tetapi juga pada banyak leluhurnya masih berpegang teguh melakukan
upacara yang lain: pada berbagai upacara yang pembacaan maulid Nabi, meski kalangan lain
mengikuti daur kehidupan manusia seperti yang sering disebut modernis dan puritan
pemotongan rambut seorang bayi untuk menganggap pembacaan maulid Nabi dalam
pertama kalinya (aqiqah), dalam situasi krisis, segala bentuknya adalah sesuatu yang
sebagai bagian dari ritual untuk mengusir dianggap mereka sebagai bid’ah. Sesuatu yang
setan, atau secara rutin dijadikan sebagai bukan saja tidak boleh dilakukan, melainkan
bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan harus dibuang-buang jauh.
secara rutin. (Martin, 2015: 22)
Perdebatan-perdebatan sunnah vis a
Masih menurut Martin, tradisi pembacaan vis bid’ah dalam tradisi pembacaan barzanji
dan popularitas kitab barzanji ini merupakan ini hingga kini masih berlangsung. Bahkan
sebuah bukti bahwa Islam di Nusantara bisa jadi tidak akan pernah selesai. Sebab
memiliki hubungan atau bahkan bisa dikatakan kedua kelompok ini di samping memiliki cara
terpengaruh oleh tradisi Kurdi, Irak. Sebab, pandang sendiri juga mempunyai dalil dan
tidak pernah diperhatikan sebelumnya bahwa argumentasi yang lain. Di sisi lain, terdapat
barzanji (lebih tepatnya: barzinji) adalah nama ruang yang harus dipahami oleh terutama
dari keluarga ulama dan syekh-syek tarekat kelompok yang menganggap bahwa tradisi
yang paling berpengaruh di daerah Kurdistan barzanji ini adalah sebuah perbuatan bid’ah
bagian Selatan. (Martin, 22) adalah bahwa pembacaan barzanji memiliki
nilai dakwah yang cukup efektif. Ia secara tidak

46 | Ensiklopedi Islam Nusantara

langung merupakan bagian dari sebuah sarana Aspek Keberlangsungan (continuity) dan
mendakwahkan akhlak, sifat, dan perilaku Perubahan (change) Istilah
Nabi Muhammad SAW.
Tradisi pembacaan barzanji yang esensinya
Ta’rifin sebagaimana dikutip oleh Wasisto, adalah sebentuk pujian yang ditujukan kepada
mengatakan bahwa dalam pembacaan Nabi Muhammad SAW sebenarnya telah ada
maulid barzanji atau berzanjen ini paling semenjak rasulullah SAW masih hidup. Hal ini
tidak memiliki nilai-nilai kebaikan berupa: sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibrahim al-
Pertama, meningkatkan semangat kecintaan Bajuri yang mengatakan bahwa tiga sahabat
dan pengamalan nilai kesalehan kepada Nabi Nabi yang merupakan seorang penyair,
Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah yaitu Hasan Ibnu Tsabit, Abdullah Ibnu
yang patut dicontoh oleh masyarakat masa Rawahah, dan Ka’ab Ibnu Malik. Ketiganya
kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai adalah sahabat-sahabat Nabi yang pernah
luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi sendiri membacakan puisi-puisi tentang pujian Nabi.
untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Kedua, merekatkan ukhuwah islamiyah Sedangkan berkenaan dengan tradisi
diantara umat Islam karena pergelaran bazanji perayaan maulid nabi sendiri telah dirayakan
sendiri selalu melibatkan banyak orang dan oleh masyarakat Muslim sejak abad kedua
massa melihatnya juga banyak sehingga hijriah. Hal ini berdasarkan pada apa yang ditulis
disamping mendapatkan nilai edukasi dari oleh Nuruddin Ali dalam kitabnya berjudul
pembacaan tradisi barzanji serta meningkatkan Wafaul Wafa bi Akhbar Dar al-Musthafa,
interaksi antar sesama masyarakat. Ketiga, dikatakan bahwa Khaizuran (170 H/ 786 M),
meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi ibu Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-
individu yang senantiasa membaca barzanji Rasyid, datang ke Madinah dan memerintahkan
di setiap waktu senggangnya karena barzanji kepada penduduk untuk mengadakan Maulid
secara langsung menuntun seseorang untuk Nabi SAW di Masjid Nabawi. Kemudian beliau
mengamalkan salah satu poin dalam rukun ke Mekkah dan memerintahkan agar penduduk
iman yakni kepada Rasul dan Nabi Allah. Mekkah juga menyelenggarakan Maulid di
(Wasisto, 2012) rumah-rumah mereka.

Edisi Budaya | 47

Khairuzan merupakan sosok yang memiliki Oleh karena itulah, tradisi barzanji ini
pengaruh cukup besar di masa pemerintahan kemudian berkembang pesat di kalangan
tiga khalifah Dinasti Abbasiyyah. Yaitu pada pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa
masa pemerintahan khalifah al-Mahdi bin Tengah maupun Jawa Timur. Nahdlatul
Manshur al-Abbas, Khalifah al-Hadi dan Ulama (NU) yang notabene dianggap sebagai
Khalifah al-Rasyid. Melalui “pengaruh”-nya ini, pesantren besar dianggap sebagai organisasi
Khairuzan menginstruksikan perayaan hari pelestari tradisi ini. Hal ini dikarenakan
lahir Nabi SAW. Al-Azraqi mengatakan bahwa pengaruh Syi’ah di NU sangat besar dan
kota Mekah memiliki satu sudut istimewa yang mendalam. Kebiasaan membaca
sangat dianjurkan dijadikan tempat shalat.
Tempat itu adalah rumah Rasulullah SAW barzanji atau Diba’i yang menjadi ciri
dilahirkan. Tempat itu, menurut al-Azraqi, khas masyarakat NU berasal dari tradisi
kemudian dialih-fungsikan menjadi masjid Syi’ah. Makanya kemudian Kiai Abdurrahman
oleh Khairuzan. (Tsauri, 2015: 37) Wahid atau Gus Dur pernah menyebut
bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah
Sementara proses transmisi tradisi dalam corak keislaman di Indonesia adalah
perayaan maulid di Indonesia tentu tidak praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian)
bisa dilepaskan dengan proses islamisasi menjelang shalat yang biasa dipraktikkan di
yang terjadi di negeri ini. Para penyebar dan kalangan warga nahdliyyin (NU). Nyanyian itu
pendakwah Islam di Nusantara menjadikan berisi pujian untuk “ahl albait” atau keluarga
tradisi maulid ini sebagai media dakwah. Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan
Bahkan dikatakan memiliki dampak yang Syiah maupun nahdliyyin. Bunyi nyanyian itu
cukup baik. ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al Waba’
al Hathimah, al Mushthafa wa al Murtadla, wa
Bersamaan dengan masuk dan Ibnuahuma wa al Fathimah. Terjemahannya:
berkembangnya Islam di Nusantara serta Aku memiliki lima “jimat” untuk memadamkan
dijadikannya maulid sebagai bagian dari epidemi yang mengancam; mereka adalah
dakwah yang dilakukan oleh para penyebar al Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al
ajaran Islam di negeri ini, peringatan maulid Murtadla (yakni Ali Ibnu Abi Talib, menantu
Nabi dalam bentuk pembacaan barzanji dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan
ini juga berlangsung. Hal ini sebagaimana dan Husein), dan Fatimah (istri Ali). Gus Dur
dikatakan oleh Suparjo, bahwa masuknya menyebut gejala ini sebagai “Syiah kultural”
tradisi barzanji ke Indonesia tidak terlepas atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan
dari pengaruh orang-orang Persia yang pernah dari segi akidah. (Wasisto Raharjo Jati, 2012)
tinggal di Gujarat yang berpaham Syiah yang
pertama kali menyebarkan Islam di Indonesia. Pembacaan barzanji dilakukan oleh
Pendapat ilmiah yang lain mengatakan bahwa masyarakat Nusantara memiliki beragam
tradisi barzanji sendiri dibawa oleh ulama tradisi dan kekhasan di setiap daerah
bermahzab Syafii terutama Syekh Maulana masing-masing. Sebagian besar masyarakat
Malik Ibrahim yang dikenal gurunya Wali Songo Islam Nusantara membacakan naskah kitab
berasal kawasan Hadramaut (Yaman) dalam barzanji ini pada bulan mulud (Rabiul Awwal)
menyebarkan Islam di daerah pesisir Sumatera bulan dimana Nabi Muhammad SAW lahir
Timur maupun Pantai Utara Jawa yang dikenal sebagai bagian dari rangkaian peringatan
amat toleran dan moderat dalam berdakwah kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pembacaan
dengan mengasimilasikannya dengan tradisi ini biasanya dilakukan di masjid-masjid atau
maupun kultur lokal. Seni barzanji kemudian mushalla. Jadi, pembacaan barzanji ini tidak
turut menginsipirasi Sunan Kalijaga untuk bisa dilepaskan dari tradisi maulid Nabi
menciptakan lagu li-ilir maupun tombo ati Muhammad SAW.
yang sangat familiar di kalangan pesantren
dalam melakukan dakwahnya di kawasan Selain dilakukan di masjid dan mushala-
pedalaman Jawa (Suparjo, 2008: 180). mushala, pembacaan barzanji juga diadakan
di rumah-rumah masyarakat. Biasanya, orang

48 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Para santri Babakan Ciwaringin dalam Pementasan Teater Permata Kalung
Barzanji di TIM, Jakarta

(Sumber foto: http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/ detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji)

yang menjadi tuan rumah pengajian barzanji maulid barzanji yang dilakukan oleh
ini memiliki hajat baik berbentuk tasyakuran masyarakat Islam di Bugis adalah tradisi
atas kelahiran anak dan hal lainnya. Mereka pembacaan barzanji di daerah-daerah lain
mengundang tetangga-tetangganya untuk seperti Cirebon. Selain dilakukan di Masjid
turut serta dalam pembacaan maulid barzanji dan mushala, masyarakat Muslim yang
di rumahnya. Tuan rumah akan menyediakan memiliki hajat baik berupa tasyakuran dalam
hidangan makan dan menyiapkan “berkat” segala bentuknya juga melakukan pembacaan
(makanan yang dibungkus dengan sebuah maulid ini di rumahnya masing-masing. Di
wadah atau plastik) untuk dibagikan kepada sebuah desa di Cirebon misalnya, masyarakat
para jamaah yang datang mengikuti pembacaan yang telah melakukan walimah ursy atau
barzanji. khitan, esok hari setelah acara walimah
akan mengundang tetangga-tetangganya
Dalam tradisi masyarakat Muslim Bugis, untuk membacakan maulid barzanji secara
tuan rumah yang mengadakan pembacaan berjamaah. Penduduk sekitar diundang
barzanji di rumahnya terlebih dahulu membuat untuk turut mendoakan acara walimah yang
sebuah hidangan yang akan dibawa keluar dan dilakukan sehari sebelumnya sekaligus sebagai
diletakkan di depan Imam (seorang ulama yang bentuk tasyakuran.
memimpin pembacaan barzanji). Hidangan
yang dalam bahasa Bugis dinamakan “nanre Dalam pembacaan barzanji ini ada sebuah
barzanji” (makanan barzanji) ini kemudian istilah lain yang merujuk pada sebuah waktu
didoakan oleh sang Imam agar menjadi saat pembacaan naskah barzanji telah sampai
berkat bagi tuan rumah dan para jamaah yang pada kalimat “asyraqal badru ‘alaina” yang
mengikuti pembacaan barzanji. (M. Junaid, kemudian diikuti dengan tindakan berdiri
2005) oleh para peserta atau jamaah. Berdirinya
para jamaah ini sebagai bentuk penghormatan
Hampir sama dengan tradisi pembacaan

Edisi Budaya | 49

terhadap Nabi Muhammad SAW yang diyakini di kalangan santri atau masyarakat Islam di
turut hadir dalam pembacaan barzanji. Istilah pedesaan-pedesaan. Ia bahkan sejak lama
lain untuk menyebut hal ihwal ini adalah telah merambah ke dalam panggung teater.
marhabanan atau mahallul qiyam (posisi Barzanji di pentaskan secara teatrikal oleh para
berdiri). seniman dan pegiat kebudayaan. Adalah WS
Rendra, seniman yang dikenal sebagai “burung
Pada saat mahallul qiyam ini kemudian merak” menampilkan teater kasidah barzanji.
pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad Pementasan Shalawat Barzanji beranjak
dilantunkan. Pujian-pujian berbentuk puisi dari naskah terjemahan Syubah Asa yang
Arab ini dibacakan oleh seorang Imam yang sebenarnya merupakan sequel dari Kasidah
diikuti oleh para jamaah dengan khusyuk. Barzanji yang pernah menghebohkan jagad
Syair-syair indah dibacakan dengan nada-nada perteateran nasional pada tahun 1970. Sekuel
tertentu dan pilihan serta terkadang diiringi ini kali pertama dimainkan di Taman Ismail
dengan tabuhan rebana. Marzuki Jakarta, yang pada waktu itu berhasil
menyedot penonton paling banyak sepanjang
Pembacaan barzanji atau barzanjen sejarah pertunjukan teater di Indonesia.
adalah salah satu tradisi yang memiliki akar
yang kuat dan bertahan hingga sekarang. Ken Zuraidah, istri dari WS Rendra,
Sebuah pembacaan sirah atau biografi, sifat- sepeninggal suaminya mencoba melakukan
sifat, prilaku, dan puisi-puisi yang berisi pujian sosialisasi teater barzanji ini ke pesantren-
kepada Nabi Muhammad SAW yang umumnya pesantren. Hasilnya, ia berhasil menarik
dilaksanakan pada bulan mulud (rabiul awwal), simpati kalangan pesantren. Bahkan ia
serta bulan-bulan lainnya, diadakan di masjid- melakukan kolaborasi dengan pesantren
masjid, mushala bahkan di rumah-rumah Babakan Ciwaringin Cirebon melakukan
penduduk sebagai bentuk penghormatan pementasan Kasidah Barzanji ini di Taman
kepada Nabi Muhammad SAW. Ismail Marzuki Jakarta dan tiga kota lainnya.
Pementasan teater barzanji ini menarik
Dari Masjid-Masjid ke Pangung Teater simpati banyak kalangan.

Barzanji tidak hanya menjadi daya tarik [Muhammad Idris Mas’udi]

Sumber Bacaan

Ahmad Tsauri, Sejarah Maulid Nabi; Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khairuzan (173 H) Hingga
Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan: Menara Publisher, 2015

A. Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, penterjemah Astuti

dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1998) cet. V
Martin Van Bruinessen, Pesantren, Kitab Kuning dan Tarekat (Jogjakarta: Gading Publishing, 2015) Cet. II
M. Junaid, Tradisi Barzanji Sya’ban Masyarakat Bugis Wajo Tanjung Jabung Timur, Jurnal Kontekstualita Jurnal Penelitian

Sosial Keagamaan Vol. 20 No. 1 tahun 2005
Ta’rifin, Tafsir Budaya atas Tradisi barzanji dan Manakib, Jurnal Penelitian Vol. 7 No. 2 tahun 2010
Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah, dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies, Jurnal el Harakah Vol.

14 No. 02 Tahun 2012
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji

50 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Basapa

Sebagaimana kesulitan menentukan melahirkan konflik antara penganut ajaran
kapan awal pertama kali Islam masuk lslam yang taat dan kelompok masyarakat yang
ke Nusantara, begitu pula yang terjadi masih ingin mempertahankan tradisi tersebut,
dengan daerah Minangkabau. Secara umum yang kemudian di Minangkabau dikenal
sebagaimana diyakini oleh para sarjana Barat dengan nama Perang Paderi. Di beberapa
bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 daerah di Nusantara, ketegangan seperti ini
masehi. Sementara di Minangkabau agama juga bisa ditemukan, walau tetap diakui oleh
lslam mulai berpengaruh pada abad ke-14 para ahli bahwa Islam di Nusantara pada
yang dibawa oleh para mubaligh dan pedagang. umumnya disebarkan dengan jalan damai.

Dengan masuknya agama lslam ke Namun tetap tidak dapat dihindari bahwa
Minangkabau, hal tersebut memberikan pertemuan ajaran Islam dengan budaya lokal
pengaruh besar kepada masyarakat melahirkan suatu bentuk wujud adaptasi dan
Minangkabau sehingga Islam menjadi bagian adopsi, terlebih dengan kuatnya pengaruh
yang tidak terpisahkan dari adat Minangkabau. aspek esoterik ajaran Islam yaitu tasawuf yang
Sejarahwan, Taufik Abdullah, bahkan pernah ikut secara massif berpartisipasi di dalam
mengatakan bahwa, “Minangkabau merupakan penyebaran Islam di Nusantara. Salah satu
salah satu daerah yang mengalami proses bentuk adaptasi dan adopsi ajaran Islam dan
lslamisasi yang sangat dalam dan agama lslam budaya lokal ini di dalam tradisi orang Minang
telah menyatu dengan kehidupan masyarakat. adalah basapa.

Begitu kuatnya pengaruh Islam ke dalam Ucapan orang Minang dengan istilah
kehidupan masyarakat Minang sehingga basapa sebenarnya berasal dari kata bersafar
dikenal suatu pepatah yang sangat populer yang tidak lain adalah gabungan antara kata
bahwa di Minang “Adat basandi sarak, ber dan kata Safar. Kata Safar merupakan bulan
sarak basandi Kitabulla” yang mengandung kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah. Pada
pengertian bahwa setiap orang Minang adalah
penganut Islam, dan jika tidak lslam berarti Makam Syekh Burhanuddin Ulakan.
hilanglah keminangannya, karena adatnya
yang bersendikan Kitabullah (Al Qur’an). Sumber: http://jalan2.com/

Sebagaimana pola umum yang berlaku
tentang masuknya Islam ke Nusantara
dengan jalan damai (peaceful penetration)
yang mengakibatkan terjadinya proses
harmonisasi antara adat istiadat dan ajaran
Islam, masyarakat Nusantara pada umumnya
dapat menerima ajaran Islam karena dianggap
tidak bertentangan dengan hukum adat yang
mereka miliki. Walaupun pada sedikit kasus
ditemukan ketegangan antara ajaran Islam
dan adat lokal yang masih dijalani masyarakat
seperti kebiasaan berjudi. Ketegangan ini

Edisi Budaya | 51

bulan Safar sebagian umat Islam berziarah ke Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan.
komplek makam Syekh Burhanuddin yang
terletak di Ulakan, Pariaman, pada hari Rabu Sumber: http://jalan2.com/
setelah tanggal 10 pada bulan Safar. Tradisi
berziarah ke makam Syekh Burhanuddin itu sangat dalam, yang telah dipakai bertahun-
pada bulan Safar ini yang dikenal dengan tahun. Tuan Syekh berkata: “Siapa di antara
nama bersafar yang dalam ucapan lidah orang murid-muridku yang sudi membersihkan
Minang kemudian menjadi basapa. Menurut kakus untuk mengambil tempat kapur sirihku
Fathurahman, penentuan acara basapa setelah yang jatuh ke dalamnya?” Murid-murid
tanggal 10 Safar berkaitan dengan hari yang yang banyak merasa keberatan, lantas Pono
diyakini sebagai tanggal wafatnya Syekh berkata bahwa ia sanggup mengambilnya dan
Burhanuddin Ulakan, yaitu 10 Safar 1111 mulailah Pono bekerja membersihkan sumur
H/1691 M. hingga tempat kapur sirih itu didapatnya,
sehingga bertambah yakinlah Syekh Abdul
Syekh Burhanuddin dikenal sebagai Rauf. Selanjutya Syekh Abdul Rauf berdoa
penyebar tarekat Syattariyah di Minangkabau. dan berkata, tanganmu akan dicium oleh
Namun meskipun Syekh Burhanuddin Ulakan Raja, penghulu, orang-orang besar dan murid-
adalah tokoh ulama tarekat Syattariyyah, muridmu tidak akan putus-putusnya sampai
tetapi dalam acara basapa ini, mereka yang akhir zaman dan ilmu kamu akan memberkati
hadir tidak saja berasal dari penganut tarekat dunia ini.
Syattariyyah, melainkan juga masyarakat
Muslim pada umumnya. Ritual basapa Dalam cerita lain disebutkan saat Syekh
ini dilakukan untuk menghormati Syekh Burhanuddin menyelesaikan studinya:
Burhanuddin yang dianggap telah berjasa
dalam penyebaran tarekat Syattariyyah Setelah ujian tersebut dilaluinya, dan
khususnya, dan Islam pada umumnya. ilmu yang diberikan oleh Syekh Abdul
Rauf sudah semuanya dipahami, maka
Dengan demikian tradisi basapa terkait Syekh Abdul Rauf merasa bahwa Pono
erat dengan Syekh Burhanuddin penyebar sudah benar-benar mantap keimanannya
tarekat Syattariyah di Minangkabau yang sehingga digantilah nama Pono menjadi
juga merupakan murid dari Syekh Abdurrauf Burhanuddin yang berarti penyuluh
Singkel. Berdasarkan sumber-sumber yang agama, dan diberi gelar Syekh. Nama ini.
ada dilaporkan bahwa Burhanuddin dilahirkan diberikan pada saat Syekh Burhanuddin
di Padang Panjang pada abad ke-17 M yang akan kembali ke Minangkabau dan beliau
memiliki nama kecil Pono. Setelah belajar juga memberikan sebuah buku tuhfah
Islam kepada seorang ulama terkenal di Lubuk dan empat lembar jubah, ikat pinggang
Alung, Tuanku Madinah, maka atas saran dan sebuah kopiah dari negeri Yaman.
gurunya tersebut Burhanuddin kecil diminta
meneruskan menuntut ilmu kepada Syekh
Abdurrauf Singkel di Aceh, seorang mursyid
tarekat Syattariyah di Nusantara. Setelah
belajar selama 13 tahun, Burhanuddin kembali
ke Minangkabau, berlabuh di Pariaman.

Dalam berguru kepada Syekh Abdurrauf,
Burhanuddin alias Pono mengalami ujian-ujian
bagi ketinggian dan kebersihan ruhaninya,
diceritakan:

Pada suatu hari Syekh Abdul Rauf
memakan sirihnya, tiba-tiba tempat kapur
sirihnya jatuh ke dalam kakus yang mana kakus

52 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Semua pemberian ini melambangkan Burhanuddin di dalam penyebaran Islam ini,
tanda kebesaran dengan ilmu yang sudah para pengikutnya kemudian menghormatinya
penuh di dalam hati. Syekh Burhanuddin dengan melakukan tradisi basapa.
diminta kembali ke Minangkabau untuk
megamalkan dan mengembangkan Dalam praktiknya, pelaksanaan tradisi
semua ilmu yang telah diperolehnya basapa dilakukan dua kali yang dikenal
selama berguru di Aceh. Mulai saat itu dengan istilah sapa gadang (Safar besar) dan
resmilah Syekh Burhanuddin diangkat sapa ketek (Safar kecil). Sapa gadang adalah
sebagai kalifah Syekh Abdul Rauf untuk upacara basapa pertama yang dilakukan
daerah Minangkabau. setelah tanggal 10 bulan Safar yang diikuti
oleh peziarah dalam jumlah yang besar yang
Sekembalinya Syekh Burhanuddin berasal dari berbagai daerah di Sumatera
ke Minangkabau, bersama sahabat- Barat serta provinsi lainnya seperti Riau dan
sahabatnya mereka menyebarkan Islam Jambi. Sementara sapa ketek adalah tradisi
dengan menekankan bahwa ajaran Islam basapa yang dilakukan seminggu setelah sapa
tidak bertentangan dengan adat istiadat gadang dilakukan untuk menampung peziarah
Minangkabau. Kesepakatan ini dibuat dari daerah Padang Pariaman dan masyarakat
dengan menemui Yang Dipertuan Agung perantau dari Padang Pariaman, sekaligus
Raja Pagaruyung yang kemudian melahirkan menujuh hari dari hari wafatnya sang Syekh.
keputusan Marapalam. Sejak itu Syekh Dalam kenyataannya pada sapa ketek peziarah
Burhanuddin secara leluasa menyebarkan yang datang juga berasal dari luar daerah
Islam di ranah Minang yang sejak saat itu Padang Pariaman.
lahirlah pepatah: “Adat basandi Syara’, Syara’
basandi Kitabullah, Syara’ mangato, Adat nan Dalam aktivitas berziarah atau basapa ini
mamakaikan, Syara’ mandaki, Adat manurun.” banyak peziarah yang melakukan aktivitas-
Sebagai balas budi atas jerih payah Syekh aktivitas yang berhubungan dengan ajaran
agama lslam seperti: pertama, ziarah dan

Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan.

Sumber: http://jalan2.com/

Edisi Budaya | 53

berdoa; kedua, shalat, baik shalat wajib maupun kompleks makam yang diberi dengan tanda
sunnat; dan ketiga, dzikir. tertentu ataupun yang tidak diberi tanda serta
surau-surau yang ada di sekeliling makam.
Namun ada juga praktik-praktik yang Peziarah lain ada yang memanfaatkan rumah-
masih dipengaruhi dari kepercayaan dan rumah penduduk dan daerah terbuka untuk
budaya lokal seperti mengambil pasir makam melaksanakan basapa.
Syekh Burhanuddin, mengambil air sumur
di komplek makam dengan tujuan-tujuan Tujuan utama para peziarah umumnya
tertentu, meletakkan ramuan obat-obatan dan selain untuk melakukan ziarah ke makam
kemenyan di atas makam, mengambil air di Syekh Burhanuddin, juga untuk menunaikan
kimo (kulit-kulit kerang besar), mengambil air atau melepas nazar, memperoleh kesehatan
batu ampa (batu pipih berwarna hitam yang dan ketenangan.
terus disirami air pada saat basapa), membawa
dan meletakkan hewan peliharaan seperti Tradisi basapa dilaksanakan dimulai pada
ayam dan kambing, atau meletakkan sesajen. malam hari setelah shalat Maghrib sampai
Pada tahun-tahun sebelumnya bahkan, makam shalat Subuh besok paginya, baik pada basapa
Syekh Burhanuddin yang ditutupi dengan kain gadang maupun ketek. Ritual keagamaan
tirai makam diambil oleh sebagian peziarah yang dilaksanakan mulai dari shalat wajib,
dengan jalan disobek sebahagiannya untuk shalat sunnah, dzikir, berzanji, shalawat Nabi,
tujuan-tujuan tertentu. dan pengajian agama dilaksanakan sesudah
shalat Isya. Sementara aktivitas-aktivitas
Dalam praktiknya basapa dapat dilakukan “tambahan” lain yang mengikuti ritual agama
secara individual ataupun berkelompok: seperti mengambil pasir kubur, mengambil
untuk yang melakukannya secara individual, air sumur dan air kimo, mengambil air batu
tempat pelaksanaan dilakukan di lapangan ampa dilakukan sesudah shalat Maghrib dan
di sekeliling makam dan di dalam masjid sebelum shalat Isya. Dengan masuknya waktu
Syekh Burhanuddin. Sedang untuk yang shalat Subuh besok harinya berakhirlah tradisi
melakukannya secara berkelompok, tempat basapa.
pelaksanaan basapa di lapangan di dalam
[Ismail Yahya]

Sumber Bacaan

Adri Febrianto, Sinkretisme dalam Upacara Basapa di Makam Syekh Burhanuddin, Laporan Penelitian, Jurusan Sejarah,
Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, 2000

Oman Fathurahman http://oman.uinjkt.ac.id /2007/03/ritual-basapa-di-minangkabau.html

54 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Berkah/Berkat/Barokah

Kata “berkah” atau “berkat” atau digunakan dalam ragam cakap.
“barokah” berasal dari bahasa arab al-
barakah (‫)ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ‬. Di dalam kamus-kamus Sedangkan kata “berkat” yang kedua yang
Arab, al-barakah memiliki arti pertumbuhan, terdapat dalam KBBI berkedudukan sebagai
pertambahan, kebaikan. Jika mengkaji konteks partikel yang searti dengan karena dan akibat
makna berkah yang ada di dalam Al-Qur’an (2008:180). contoh: berkat bantuannya kami
dan hadits, maka berkah mengandung makna dapat pulang segera, sama dengan karena
“manfaat” atau inti dari kebaikan sesuatu. bantuannya kami dapat segera pulang.
Ar-Râghib al-Asfihânî mendefinasikan al-
barakah sebagai “tsubût al-khair al-ilâhî fî syai’ Dalam ragam cakap (Jawa khususnya),
(tetapnya kebaikan Tuhan di dalam sesuatu).” lebih sering diucapkan berdasarkah pelafalan
(al-Asfihânî, 2000:87). Sementara dalam bahasa Arab /barokah/. Kata barokah yang
kamus Al-Munawwir, kata ini diterjemahkan digunakan dalam bahasa Indonesia merujuk
sebagai nikmat (Munawwir, 1997:78). Dengan pada rahmat/nikmat dari tuhan. Selain itu,
demikian, apabila sesuatu dikatakan berkah, juga merujuk pada berkah yang bermakna doa
artinya sesuatu itu memiliki banyak kebaikan restu orang suci. Akan tetapi, pada dasarnya
dan kenikmatan yang bersifat tetap, karena keduanya merupakan hal yang sama. Barokah
dijadikan demikian oleh Allah Swt. dari kiai misalnya, merupakan berkah dari
Tuhan. Mendapat berkah (barokah) dari Tuhan
Kata berkah diserap ke dalam bahasa karena didoakan oleh orang yang suci. Jadi,
Indonesia menjadi dua bentuk yang berbeda, pada dasarnya rahmat dan nikmat tetaplah
yaitu “barokah” dan “berkat”. Keduanya dari Tuhan. Selain berkah dan barokah, kata
memiliki makna yang serupa tapi tak berkat juga sering digunakan dalam ragam
sama. “Berkah” dalam Kamus Besar Bahasa tutur (khususnya Jawa) yang sama persis
Indonesia (2008:179) yang masuk dalam kelas artinya dengan arti yang ketiga dalam KBBI,
kata nomina memiliki makna ‘karunia Tuhan yaitu makanan yang dibawa sepulang kenduri.
yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan
manusia’. Sedangkan kata “berkat” dalam Dalam masyarakat tutur Jawa yang suka
KBBI Pusat Bahasa, memiliki dua makna otak-atik-gathuk (cara mencari asal-usul dari
yang berbeda (homonim). Kata berkat yang yang sudah ada), berkat (biasa juga dilafalkan
pertama memiliki empat makna, yaitu: 1. /brekat/) memiliki arti mari dibrekno diangkat,
karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam setelah diletakkan kemudian diangkat.
hidup manusia; 2. doa restu dan pengaruh baik Memang dalam kenduri yang berlaku dalam
dari orang yang dihormati (guru); 3. makanan masyarakat begitu adanya. Makanan yang
dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis telah dibungkus dalam kotak atau wadah lain,
kenduri; 4. mendatangkan kebaikan atau dibagikan dengan cara diletakkan di hadapan
bermanfaat (2008:179-180). Berdasarkan peserta kenduri kemudian diangkat oleh
kelas katanya, kata berkat dalam arti 1, 2, dan masing-masing peserta untuk dibawa pulang.
3 berkedudukan sebagai nomina. Sedangkan
arti yang keempat merupakan verba yang Oleh karena sangat luasnya makna kata
berkah tersebut, dalam Tesaurus Alfabetis
Bahasa Indonesia (TABI), kata berkah memiliki

Edisi Budaya | 55

Ribuan warga memadati sebidang tanah lapang di samping kompleks
makam Ki Ageng Wonolelo, di Dukuh Pondok, Widodomartani, Ngemplak.

Sumber http://jogja.tribunnews.com/

sinonim yang tidak sedikit. Dalam TABI Pusat Nusantara kerap melakukan kegiatan mencari
Bahasa, berkah bersinonim dengan bantuan, keberkahan hidup yang biasa dikenal dengan
berkat, hidayah, hidayat, inayat, karunia, istilah ngalap berkah (jawa). Ngalap berkah
kebahagiaan, kurnia, pangestu, pertolongan, adalah suatu kegiatan untuk mencari manfaat
rahmat, restu, sempena, dan tuah (2009:83). dan kebaikan dari suatu Dzat, benda, manusia
Kata berkah ini berantonim dengan musibah. atau sesuatu yang dianggap memiliki manfaat
dan kebaikan yang dicari manusia tersebut.
Pada dasarnya, hidayah dan hidayat; Dalam bahasa Arab ngalap berkah dapat disebut
kurnia dan karunia; bantuan dan pertolongan; dengan istilah tabarruk yang kemudian di Jawa
rahmat, hidayah dan inayah; memiliki makna dikenal dengan tabarukan. Bertabarruk dengan
yang sama, dan sudah sering didengar oleh sesuatu berarti mencari berkah (manfaat/
masyarakat luas. Yang terasa masih asing kebaikan) dengan perantaraan sesuatu
adalah tuah dan sempena. Sempena dalam tersebut. (Ibnu al-Atsîr, 1/120).
KBBI diberi label (kl) yang berarti kata yang
digunakan dalam ragam melayu klasik, suah Secara sosiologis, manusia, bahkan
jarang digunakan dalam percakapan dewasa ini makhluk yang lain, memang mempunyai
dan searti dengan kata tuah. Kata tuah selain hasrat yang sama untuk menginginkan
memiliki arti berkat (berkah) juga memiliki keberkahan hidup, baik dalam bentuk materi,
arti keramat dan sakti. kesehatan atau hal-hal lain yang dibutuhkan
makluk tersebut. Nah, untuk mendapatkan
Dari sekian banyak pengertian barokah, berkah tersebut, manusia akan berusaha
berkah, dan berkat di atas, maka hidup sekuat tenaga walaupun usaha tersebut
seseorang akan indah bila digunakan untuk belum tentu masuk akal atau baik bagi orang
mencari berkah. Dengan kata lain, agar lain. Karenanya, praktik ngalap berkah dapat
kehidupan dapat dinikmati dengan penuh dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang
kebahagiaan, maka seyogianya digunakan dianggap keramat (suci dan bertuah yang dapat
untuk mencari nikmat yang berasal dari memberikan efek magis), seperti kuburan para
Tuhan, bukan nikmat duniawi semata. wali, pohon-pohon yang dianggap keramat
atau bangunan-bangunan tua. Kegiatan
Dalam perkembangannya, umat Islam

56 | Ensiklopedi Islam Nusantara

tersebut biasanya juga dilakukan pada waktu- barokah, dan tabarruk yang dikategorikan
waktu tertentu seperti, selasa kliwon, jumat salah kaprah karena bertentangan dengan
kliwon atau hari-hari yang dianggap keramat. ajaran Islam. Baik tabrruk kategori pertama
dan kedua mencakup beberapa bentuk, bias
Seiring dengan masuknya Islam ke tabarruk dengan perkataan dan perbuatan,
Nusantara, tradisi ngalap berkah yang tempat, waktu, makanan atau minuman dan
demikian itu “diislamisasi” dengan merubah dengan Nabi Saw.
orientasi dan tujuan ritualnya, bahkan ada
juga yang dirubah bentuk ritusnya. Para Contoh tabarruk kategori pertama
pendakwah Islam awal seperti wali songo di misalnya membaca Al-Qur’an, berdzikir,
Jawa, telah berhasil menyuntikkan nilai-nilai belajar ilmu agama dan mengajarkannya,
Islam dalam tradisi ngalap berkah, sehingga ia makan dengan berjamaah dan menjilati jari
menjadi aktifitas yang dilakukan dengan cara sesudah makan (perkataan & perbuatan),
berdoa dan munajat yang ditujukan hanya i’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah
kepada Allah Swt, Dzat yang Maha Pemberi atau Syam (tempat), beribadah di malam
barakah. Cara lain untuk mendapatkan berkah Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu
misalnya adalah dengan bekerja keras, karena sahur, shalat di sepertiga malam terakhir
bekerja juga merupakan kegiatan untuk (waktu), meminum madu dan air zam-zam,
mencari keberkahan atau kebermanfaatan. memakai minyak zaitun, mengonsumsi jintan
Dengan demikian ngalap berkah tidak lagi hitam (makanan & minuman), dan berebut
berkaitan dengan sesuatu yang mistis (magis), ludah Nabi Saw, mengambil keringatnya,
tapi menjadi ritual yang ditujukan dan mengumpulkan rontokan rambutnya ketika
dipersembahkan untuk Allah Swt. beliau masih hidup, dan berziarah ke makan
beliau.
Dalam perkembangannya kemudian,
ngalap berkah (tabbaruk) dikategorikan oleh Adapun contoh tabarruk kategori kedua
para ulama menjadi dua macam yaitu; tabarruk (terlarang) adalah meminta kekayaan kepada
yang diketahui secara pasti atau ada dalilnya Nyai Roro Kidul (penjaga laut selatan) di
bahwa sesuatu tersebut mendatangkan Yogyakarta, berobat dengan benda-benda
keramat seperti keris dan semacamnya tanpa
Gambar berkat. meminta pertolongan kepada Allah, berebut
kotoran “Kyai Slamet” yang biasa dilakukan
Sumber: http://sugitcakgit.blogspot.co.id/ di Surakarta dan lain-lain. Kehadiran Islam
di Nusantara telah berhasil memberikan
warna profetik-monoteistik terhadap ritus
keagamaan ngalap berkah yang telah menjadi
tradisi dan diwarisi dari generasi ke generasi.

[M. Ulinnuha]

Sumber Bacaan:

Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
Sugono, Dendy (peny.), Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa edisi keempat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2008)
Sugono, Dendy (peny.), Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Mizan, 2009).
Ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, (Kairo: Bab el-Halabi, t.th.), Juz, 1

Edisi Budaya | 57

Bisyaroh

Pengertian tidak menghapkannya, dalam arti, tanpa
bisyaroh pun mereka akan tetap melakukan
Bisyaroh secara bahasa berasal dari kata hal tersebut.
Bahasa Arab Bisya<rah yang berarti
kabar gembira, dalam arti sebuah kabar Penulis juga menjumpai atau menemukan
gembira yang Allah turunkan kepada umatnya, istilah bisyaroh dalam masyarakat kususnya
baik melalui al-Qur’an maupun ucapan rasul. di daerah Indramayu. Istilah Bisyaroh yang
Umumnya dalam masyarakat Indonesia, penulis temukan di masyarakat Indramayu
istilah bisyaroh merupakan tanda terima adalah untuk menunjukkan tanda terima
kasih atas jasa yang telah dilakukan seseorang kasih atas jasa seseorang yang telah melakukan
yang diminta untuk melakukan sesuatu dalam sesuatu dalam hal ibadah, seperti; bisyaroh
hal ibadah. Istilah Bisyaroh, lebih sering untuk mubaliq (penceramah), bisyaroh untuk
kita dengar dalam dunia Pondok Pesantren, pemimpin tahlil, dan bisyarah untuk para
dibandingkan dengan yang ada di masyarakat. pemimpin dalam acara-acara keagamaan yang
Makna Bisyaroh dalam pondok pesantren lainnya. Penulis juga menjumpai penggunaan
adalah pesangon atau insentif. Pergeseran istilah tersebuat dalam masyarakat Cirebon,
makna Bisyaroh dari “kabar gembira” menjadi Jombang, dan Kediri. Hasil wawancara penulis
“pesangon atau insentif”, tidak terlepas dari di daerah Indramayu, menunjukkan bahwa
tradisi dan kebudayaan yang ada di dalam istilah bisyaroh berasal dari kalangan pondok
Pondok Pesantren. pesantren, yang kemudian digunakan dalam
masyarakat. Menurut penulis, ini merupakan
Pada saat ini, kususnya di kalangan salah satu contoh terjadinya komunikasi atau
pesantren, Istilah Bisyaroh (pesangon) hubungan pesantren dengan masyarakat
digunakan untuk sebutan gaji atau bayaran sekitarnya.
terhadap para pengurus atau ustad atas
dasar jasa layanan, atau jasa pengajaran di Bentuk Bisyaroh
podok pesantren. Pemahaman ini, bisa anda
jumpai dalam pondok pesantren salaf, seperti; Jenis dari Bisyaroh yang diberikan kepada
Pondok pesantren Kempek, Babakan, Lirboyo, seseorang sangat beragam, sesuai dengan
Sarang, dan sebagainya. Secara keumuman apa yang dimiliki dan kegiatannya. Bisyaroh
dalam pesantren, jumlah Bisyaroh itu tidak tersebut, ada yang berbentuk barang kebutuhan
besar, tidak seperti gaji atau honor yang biasa sehari-hari, (besar, pakaian, peralatan mandi,
diterima oleh para pekerja pada umumnya. dan lain-lain) dan ada juga yang berbentu
Hal ini di karenakan, mereka tidak bertujuan uang, sesuai dengan kebiasaan dari masing-
untuk berkerja, melainkan untuk tujuan masing daerah. Biasanya bentuk bisyaroh
mulia, yaitu mengharap barokah (berkah) dan di pondok pesantren yang diberikan kepada
khidmah (pengabdian) terhadap kiai. Bisyaroh para pegaiwainya, berupa; beras, peralatan
dalam dunia pesantren, lebih pada sikap mandi, dan uang, yang cukup dalam waktu
penghargaan kiai terhadap para pembantunya satu bulan dengan hidup yang sederhana. Hal
(pengajar dan pegaiwai yang lain) atas sesuatu ini berbeda, dengan bisyaroh yang di terima
yang mereka kerjakan, walaupun, mereka

58 | Ensiklopedi Islam Nusantara

oleh para mubalig (penceramah). Para mubalig komunikasi seperti ini, akan melahirkan sikap
menerima bisyarah dalam bentuk makanan keseganan santri kepada kiai, dan model
dan uang. komunikasi ini, akan lebih mudah dalam
proses transfer of knowledge, serta dipandang
Tradisi Bisyaroh cukup ideal dalam pendidikan akhlak.

Kita sepakat bahwa pondok pesantren Penjelasan di atas, menunjukkan adanya
adalah lembaga pendidikan keagamaan yang hubungan (komunikasih) timbal-balik antara
mandiri, baik dari segi materi (kebutuhan kiai dan santri dalam mengembangkan
keluarga dan operasional pesantren), maupun pendidikan dan perekonomian pesantren, yang
non materi (kulikulum pesantren). Hal ini, bersifat kelembagaan dan personal. Hubungan
dapat dilihat dari segi masih tetap eksisnya ini, bukan hanya hubungan antara guru dan
lembaga tersebut dalam kurun waktu yang murid, tetapi juga hubungan kemitraan dalam
panjang. Pondok pesantren dengan sosok membangun dan mengembangkan pondok
figure besar seorang kiai akan terus mengelola pesantren. Penulis berpendapat bahwa
pondok pesantrennya agar tetap eksis, baik hubungan kemitraan dan kebaikan kiai ini,
dari segi kurikulum, peekonomian dan lulusan yang memunculkan sejarah adanya istilah
yang diinginkan, serta mempertahankan bisyaroh dalam pondok pesantren.
pesantrennya agar tetap menjadi pilihan
ditengah-tengah lembaga-lembaga pendidikan Manajemen unik yang ada di pondok
yang lain. pesantren, akan susah bahkan mustahil
untuk di praktikkan ke dalam lembaga-
Salah satu kontrol kiai dalam memenuhi lembaga pendidikan yang lain, di luar pondok
kebutuhan materi, baik untuk kepentingan pesantren. Lembaga pendidikan di luar
keluarga ataupun pesantrennya, dengan cara pesantren akan kesusahan dalam menjaring
membuat usaha. Usaha yang biasa digeluti oleh tenaga handal, bila menggunakan system
para kiai adalah pertanian dan perdagangan. bisyaroh dalam menggaji karyawannya. Ada
Kiai dalam memenej usahanya, butuh terhadap beberapa penelitian bahwa system bisyaroh
para pegawai yang keumuman adalah para adalah salah satu dari kelemahan pondok
santrinya, yang dianggap memiliki kapasitas pesantren, dengan alasan minimnya bisyaroh
atau dengan pertimbangan-pertimbangan lain. yang diterima pegawai. Hal ini akan berdampak
Disisi lain, kedewasaan santri dan kemauan pada sebagian pegawai yang kurang puas
mereka untuk mandiri (tidak bergantung lagi dengan minimnya insentif, atas dasar tesebut,
pada orang tua) serta keinginan mereka untuk kemudian pegawai akan bercabang dengan
meringankan beban orang tua, ada beberapa mencari pekerjaan lain agar dapat mencukupi
santri yang ikut serta mengabdi di pesantren kebutuhan hidupnya. Penulis tidak sependapat
sebagai dewan asatidz dan khodim. Hal ini, dengan kesimpulan tersebut. Hemat penulis,
akan terjadinya komunikasih antara kiai dan hal tersebut, kemungkinan besar ada
santri lebih inten. dilembaga pendidikan yang lain, bukan pondok
pesantren, dengan alasan, tujuan para pegawai
Menurut Mansur Hidayat dalam di pondok pesantren bukan untuk bekerja,
penelitiannya tentang, Model Komunikasi Kyai berbeda dari lembaga-lembaga yang lain.
dengan Santri di Pesantren Raudhatul Qur’an An-
nasimiyyah, menyatakan bahwa komunikasi Pada awalnya, masyarakat Indonesia juga
antara kiai dengan santri terjadi sangat inten, memiliki tradisi yang menyerupai system
baik melalui lembaga yaitu pesantren, maupun bisyaroh, yang kita kenal dengan gotong-
secara langsung. Lebih lanjut ia menyatakan royong. Kita masih menjumpai, masyarakat
bahwa sifat komunikasi kiai ke santri adalah dengan inisiatifnya sendiri akan membantu
intruksi yang mutlak, sedangkan model tetangganya yang sedang memiliki hajat atau
komunikasi santri kepada kiai adalah terbatas musibah, tetapi tradisi ini, lama kelamaan
dalam lingkup persoalan tertentu. Menurutnya sudah mulai luntur, seiring dengan perubahan
social budaya masyarakat.

Edisi Budaya | 59

Kesimpulan pesantren.

Model penggajian bisyaroh (pesangon) 2. Para pegawai di pondok pesantren
hanya dapat di praktikkan dalam dunia keumumannya adalah para santri (murid)
pesantren, dan akan kesulitan jika dipraktikkan pondok tersebut.
pada lembaga-lembaga yang lain. Hal yang
membedakan hal tersebut yaitu; 3. Para pegawai di pondok pesantren
keumumannya belum menikah, sehingga
1. Tujuan pegawai (khodim) di pondok kebutuhan materi masih relative minim.
pesantren bukan untuk bekerja, tetapi
pengabdian (mencari berkah/barokah), 4. Kaderisasi atau regenerasi para pegawai di
berbeda dari tujuan para pegawai pada pondok pesantren berjalan dinamis.
lembaga-lembaga lain, di luar pondok
[Ayatullah]

Sumber Bacaan

M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakrta: Forum Pesantren, 2007)
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, esai-esai pesantren, (yogyakarta: LKiS, 2001)
Abdurrahman Wahid, Prolog, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ed. Marzuki

Wahid dkk. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Mansur Hidayat, Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 6,

Januari 2016

60 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Buka Tableg

Dalam Islam nusantara, rumah (Jawa: Fondasi rumah (Tableg)
Omah) adalah bagian dari proses
meneguhkan sikap mental keislaman Sumber: desainrumahmini.com
dalam keluarga. Rumah disamping sebagai
tempat berlindung dari dingin, panas dan Kesadaran akan pentingnya fondasi
mara bahaya dari luar, juga sebagai media rumah juga dibarengi dengan kesadaran
pemagangan budaya berbasis nilai-nilai Islam eksistensi adanya situasi dan kondisi dimana
baik dalam hubungan dengan Allah Swt, rumah itu dibanguan. Si calon penghuni
sesama manusia, dan juga sekaligus dengan sebagai pribadi yang beragama Islam sangat
lingkungannya menuju kebahagian hidup sadar akan adanya dunia lahir dan dunia
dunia dan akhirat. Maka proses mendirikan batin. Fondasi rumah adalah aspek lahir dalam
rumah di nusantara merupakan salah satu memperkuat struktur bangunan, sementara
momentum penting yang diawali dengan terhindarnya dari gangguan “dunia lain” serta
persiapan lahir maupun batin yang bersih dan dimensi etik dan estetik dalam fondasi rumah
suci melalui ritual khusus yang disebut dengan adalah aspek dunia batin yang tak tampak,
buka tableg. namun bisa dirasakan dan dihayati.

Buka tableg atau sering disebut buka Kesadaran diri batiniah inilah yang dalam
pandeman merupakan prosesi ritual yang tradisi Jawa disebut pramana, sehingga bagi
diselenggarakan sebelum penggalian tableg umat Islam hal sebagai wujud kewaspadaan
atau pandeman (fondasi) rumah. Kata Buka dalam menjalani hidup termasuk ketika akan
tableg dari bahasa Jawa buka berarti membuka mendirikan rumah, buka pandeman. Pramana
atau memulai, dan tableg berarti fondasi. Maka muncul apabila jiwa manusia dalam keadaan
buka tableg bermakna membuka atau memulai nglilir (bangkit). Sementara kebangkitan
pembangunan fondasi rumah yang sangat jiwa akan memupuk nurani yang terang
penting bagi ketahanan sebuah rumah. (Endraswara, 2016: 242).

Fondasi rumah memiliki fungsi sangat Ritual buka tableg adalah bagian dari upaya
penting, yaitu untuk menahan beban berat membangikutkan jiwa batin calon penghuni
dari semua komponen di atasnya. Sebuah rumah agar rumah yang akan dibangun ini
bangunan yang baik untuk rumah, baik bisa megantarkan penghuninya mendapatkan
itu bangunan bertingkat tinggi ataupun
berukuran kecil, kekuatan utamanya terletak
pada fondasinya. Karena itu dalam membuat
fondasifondasi perlu mempertimbangkan
jumlah konstruksi yang akan berada di atas
fondasifondasi tersebut. Pertimbangan
ini selain untuk memastikan kekuatan
fondasifondasi bangunan di atasnya, efisensi
biaya juga sebagai dasar estetika sebuah
rumah.

Edisi Budaya | 61

pepadhang (cahaya penuntun) sehingga anugerah, keinginan terpenuhi dan menanam
tercipta keluarga harmonis (sakinah mawaddah berhasil; (5) Jumadilawal, prihatin, hati gelap,
wa rahmah). kekurangan rezeki; (6) Jumadilakir, banyak
rezeki, tetapi tidak bermanfaat, kecurian,
Persiapan Ritual Buka Tableg sering kena denda; (7) Rejeb, sering sedih,
menanam tidak jadi, sering kisruh; (8) Sakban,
Waktu pelaksanaan ritual buka tableg banyak, rezeki, apa yang dicita-citakan tercapai;
bukanlah sembarangan, tetapi merupakan (9) Ramelan, selalu sengsara, banyak orang iri,
hari tertentu yang didapatkan dari “orang dan kena masalah; (10) Sawal, prihatin, orang
pintar” yang biasanya adalah kiai sepuh lain iri, sering kena masalah; (11) Dulkangidah,
yang dianggap memiliki kelebihan secara selalu dikasihi sanak saudara dan orang tua;
spiritual. Ada perhitungan khusus untuk (12) Besar, banyak rezeki. Selain bersasarkan
mengawali mendirikan rumah atau buka bulan, penentuan pendirian awal pendirian
tableg. Mengapa perhitungan atau dalam Jawa rumah juga sering berdasarkan pertimbangan
disebut pèthungan Jawa dianggap penting, hari kelahiran melalui suatu perhitugan
hal ini tak lepas dari alam pikiran Jawa yang khusus (Endraswara, 2016: 132-133).
selalu asosiatif. Meskipun setiap hari adalah
sebagai hari yang berpotensi untuk melakukan Sekali lagi itu semua berdasarkan ngelmu
kebaikan, namun dunia diciptakan selalu titin Jawa. Namun begitu Islam sudah mulai
berpasangan, misalnya ada laki-laki dan masuk di nusantara, terutama di Jawa melalui
perempuan, ada baik dan buruk, ada swarga kiprah para Walisongo, sedikit mengalami
dan ada neraka. Swarga diasosiakan sebagai pergeseran. Ngelmu titen tetap dimanfaatkan,
tempat yang enak membahagiakan, sementara namun diiringi dengan ritual doa dan
neraka sebagai tempat yang tidak enak ketulusan niat dalam mendirikan rumah.
menyengsarakan. Ngelmu titen adalah bagian dari kearifan lokal
namun perlu “disyahadatkan” bahwa kebaikan
Seperti dimaklumi bersama bahwa dunia sebuah hunian tidak semata-mata ditentukan
Jawa memiliki ngelmu titen, maka segala oleh bulan atau hari, tetapi faktor anugerah
sesuatu harus diupayakan benar-benar cocog dari Sang Pencipta, Allah Awt.
(cocok, sesuai). Prinsip cocog dalam tradisi
Jawa inilah sebagai buah dari ngelmu titen, Maka pola akulturasi tradisi dan Islam
yaitu ilmu yang berlandaskan kebiasaan dalam mendirikan rumah itulah yang kemudian
yang berulang-ulang, dicatat, direnungkan, diwujudkan dalam bentuk ritual buka tableg
dan diamalkan (Endraswara, 2016: 27). yang dimulai pada hari-hari yang terpilih tadi,
Orang Jawa dan beberapa suku di nusantara meskipun tidak terlalu kaku. Hari apa pun
berpegang pada prinsip cocog dan ngelmu titen prinsipnya bisa saja mendirikan rumah atau
sebagai salah satu rujukan dalam meniti arah buka tableg, namun yang terpenting adalah
hidupnya termasuk dalam mendirikan rumah. diringi dengan doa sebagaimana tertuang
dalam prosesi buka tableg.
Maka dalam mendirikan rumah,
orang Jawa umumnya menggunakan Prosesi Ritual Buka Tableg
perhitungan memet (sungguh-sungguh)
dengan memperhatikan baik buruknya bulan Ritual ini dilakukan dengan menggelar
menurut ngelmu titen, meski hal ini tidak bancakan atau slametan yang biasanya
sebagai sebuah kemutlakan. Pertimbangan diiringi dengan doa rasulan (doa dengan
bulan tersebut antara lain: (1) Muharram atau wasilah Kanjeng Rasul Muhammad SAW)
Suro biasanya akan mendapatkan kesusahan, atau manaqiban (doa dengan wasilah
sakit susah obatnya: (2) Sapar menunjukkan Waliyyulah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani)
sakit-sakitan, namun tidak sampai mati; (3) di tempat yang akan didirikan rumah itu.
Rabingulawal, menanam tidak jadi, mandeg Untuk memeriahkan acara tersebut, biasanya
di tengah jalan; (4) Rabingulakir, mendapat shāhibul hājat (yang punya gawe) mengundang

62 | Ensiklopedi Islam Nusantara

saudara/keluarga dan tetangga sebelah yang kuluban urap sayur alami dari kebun.
dipimpin oleh kiai langgar atau kiai kampung Tumpeng yang terbuat dari nasi kuning
untuk berdoa dengan maksud agar semua dengan dibuat meninggi sebagai wujud
rencana pembangunan rumah bisa berjalan kepasrahan total kepada Dzat Yang Maha
lancar, tidak ada halangan serta mendapatkan Tinggi (al-Aliy) dan pemberi rizki (al-
kemudahan dalam menyelesaikan rumah Razaq) serta harmoni dalam mambangun
tersebut. Keterlibatan keluarga dan tetangga relasi sesama manusia dan dengan
sebelah dalam bancakan buka tableg tersebut lingkungan sekitar. Sementara lauk-
sebagai wujud kesadaran sosial calon pemilik pauk dan kluban urap sebagai pengingat
rumah bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa pentingnya menjaga kesimbangan
orang lain, maka dalam mengawali pendirian lingkungan semesta alam baik dari
rumah tersebut juga tak lepas dari peran orang dunia binatang (fauna) maupun dunia
lain. tetumbuhan (flora).

Namun sebelum acara buka tableg dimulai Nasi Tumpeng dan seperangkat kuluban/
ada ubarampe yang dipersiapkan sebagai wujud lauk yang biasa digunakan untuk pelengkap
sesajian yang akan dipersembahkan untuk para ritual buka tableg
hadirin yang budiman. Simbol-simbul ritual
yang diwujudkan dalam bentuk bermacam- Gambar 2 (Koleksi Nur Said):
macam ubarampe merupakan ekspresi
atau pengejawentahan dari penghayatan d. Jadah pasar atau jajan pasar, yaitu
dan pemahaman akan “realitas yang tak belanjaan jajan yang dibeli dari pasar
terjangkau” sehingga menjadi “sangat dekat”. tradisional. Jajan pasar adalah lambang
dari sesrawungan (hubungan kemanusiaan,
Dengan berbagai simbul-simbul dalam silaturrahim) dan sekaligus lambang
ritual dan ubarampe tersebut terasa bahwa kemakmuran. Hal ini diasosiasikan
Allah SWT selalu hadir dan terlibat dan bahwa pasar pusat bertemunya berabagai
“menyatu” dalam dirinya (manunggaling kawulo lapisan masyarakat dan sekalgus tempat
Gusti). Hal ini juga sebagai kesadaran manusia bermacam-macam barang hasil pertanian
bahwa dirinya adalah tajalli, atau bagian yang dan juga jajan tardisional yang khas
tak terpisahkan dari Sang Pencipta (Sholikhin, nusantara. Di pasar inilah setiap orang
2010: 49; Endraswara, 2016: 230). Beberapa bisa menemukan apa saja dan semua
ubarampe untuk ritual buka tableg tersebut kebutuhan akan terpernuhi.
antara lain:
e. Kembang setaman, yaitu bermacam-
a. Bubur abang-putih (merah-putih) sebagai macam bunga (setaman, satu taman)
perlambang mengingatkan kejadian yang biasanya terdiri dari lima atau tujuh
manusia yang terdiri dari darah merah dan macam kemudian dicampur dalam air di
darah putih dan sekaligus sebagai lambang baskom juga sebagai wujud persembahan
keberanian (merah) dalam menegakkan kepada Yang Maha Indah. Tujuh bunga
kebenaran dalam berkeluarga (putih). dalam bahasa Jawa (pitu), harapannya
mendaptkan pitulungan (pertolongan)
b. Ingkung ayam jantan, yaitu daging ayam
jago matang yang diikat masih utuh
seperti sedang bersujud, diasosiasikan
agar manusia selalu njungkung (bersujud).
Ingkung jago juga sebagai lambang
pentingnya menghilangkan nafsu sok
jagoan dalam hidup sehingga yang tersisa
adalah rasa empati, ramah dan cinta kasih.

c. Nasi tumpeng dan lauk-pauk secukupnya
yang dihias mengitari tumpeng dilengkapi

Edisi Budaya | 63

dari Allah SWT dalam menggapai cita-cita kepada Allah Swt.
dan harapan yang mementaskan nilai-nilai
rukun Islam yang lima (dilambangkan Semua itu dilakukan sebagai tawasul
dengan lima warna bunga). Bunga adalah kepada kekasih Allah yaitu para nabi dan
simbol keindahan dengan harapan agar juga para waliyyullah yang diyakini memiliki
kehidupan yang akan dilalui melalui keberkahan atas ridla Allah Swt.
rumah tersebut bisa dinikmati dengan
indah baik dalam keluarga, dengan Begitu doa selesai, maka dilanjutkan
tetangga maupun dalam masyarakat makan bersama atas sesajian yang telah
yang lebih luas (Said, 2012: 89; Triyanto, dipersiapkan sebelumnya. Sebagian sajian
2001: 186-187; Santoso, 2001). Di dimakan oleh khalayak yang hadir di tempat
harapkan rumah yang sedang dibangun ritual, namun sebagian yang lain juga dibagikan
ini nantinya bisa menjadi tempat hunian kepada tetangga sebelah yang terdekat dan
yang menenteramkan sehingga para sekaligus sebagai penanda dan kulo nuwun
penghuninya selalu betah di rumah bagai (mohon permisi) bahwa segera akan ada warga
di taman yang selalu membuat siapa pun baru yang menghuni di lingkungan itu yakni
betah berlama karena keindahannya tadi. yang sedang buka tableg.

Begitu sarana atau ubarampe sudah Pemaknaan dan Kontekstualisasi
disiapkan, maka seorang kiai kampung
yang dipasrahi untuk mewakili tuan ramah, Mencermati prosesi dalam ritual buka
mengantarkan atau menyampaikan tujuan tableg yang berkembang dalam tradisi Islam
dari ritual tersebut kepada masyarakat atau di Jawa menunjukkan bahwa pengaruh Islam
tetangga sebelah yang hadir untuk ikut sangat kuat meskipun aspek kejawaannya juga
sambatan, yaitu gotong royong menggali tanah kental. Do’a yang dipanjatkan semua tujuan
untuk buka pandeman/tableg. akhirnya adalah kepada Allah Swt. Kalau dalam
praktikpraktiknya dengan menghadirkan
Acaranya biasanya diselenggarakan di shalawat dan pembacaan manaqib Syaikh
hamparan tanah terbukayang akan didirikan Abdul Qodir Jilani, hal itu sebagai ikhtiar
rumah dengan menggelar tikar secukupnya. dalam memperkuat komunikasi dengan Allah
Rentetan acara antara lain diawali pembukaan SWT melalui orang yang dicintaiNya yakni
dengan membaca surat al-Fatihah yang para Nabi dan para wali.
pahalanya disampaikan kepada Nabi terpilih,
Muhammad Saw, para sahabat, dan juga Terlihat juga dalam mengawali ritual buka
keluarganya. Juga disampaikan kepada para tableg didahului dengan doa-doa khusus serta
wali, ulama dan guru-guru yang telah wafat pembacaan Surat al-Fatihah yang ditujukan
yang berperan dalam menyampaikan ajaran kepada para Nabi, keluarga dan sahabatnya.
Islam masuk dalam diri yang punya hajat Juga ditujukan kepada para wali, para guru,
dan manusia pada umumnya. Hadiah surat serta para leluhur yang telah wafat, khususnya
al-Fatihah juga ditujukan secara khusus kepada orang tua, keluarga dan orang-orang
kepada orang tua, sanak saudara serta semua saleh (shālihin), serta kaum Muslimin dan
kaum Muslimin dan Muslimat yang telah Muslimat. Kesadaran ini menunjukkan bahwa
mendahului menghadap Sang Pencipta. ritual buka tableg sebagai momen untuk selalu
mengingat asal-usulnya (sangkan paraning
Setelah pembukan dengan hadlrah dumadi), dengan mengingat para leluhur
atau tawasul tersebut sudah lengkap, maka yang sudah meninggal sebagai isyarat rumah
dilanjutkan doa rasulan atau sebagian dengan hanyalah sebagai tempat singgah sementara.
pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir Karena itu kesadaran dan niat yang bulat bahwa
Jilani. Doa rasulan memang doa khusus rumah sebagai media dalam memerankan
yang isinya banyak pujian-pujian terhadap diri sebagai hamba dan khalifatullah di bumi
Nabi Muhammad SAW atas kemuliaan dan menjadi fondasi dalam menempuh hidup di
keteladanannya sebagai wasilah dalam berdoa rumah baru yang akan dibangun itu.

64 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Maka ketika rumah sudah jadi, harus tetap
memiliki kesalehan sosial terutama kepada
kepada tetangga sebelah dengan selalu berbagi
kebaikan sebagaimana ketika buka tableg
juga berbagi dengan sedekah makan bersama
dan sambatan, gotong royong buka tableg.
Momentum buka tableg mengingatkan diri
betapa menusia sebagai makhluk sosial tidak
akan bisa hidup tanpa partisipasi orang lain.
Tetapi semakin kerja sama yang kuat maka
fondasi rumah juga akan kuat, sebagaimana
tableg yang terdiri dari pasir, batu, kapur, air
serta para tukang batu yang menyatu akhirnya
terciptalah fondasi rumah yang kokoh sehingga
membuat rumah nantinya tetap tegak berdiri
meskipun hujan, angin dan panas akan selalu
menerpanya. Inilah indahnya kebersamaan
dalam buka tableg.

[Nur said]

Sumber Bacaan

Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup
Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat
Jawa. Yogyakarta: Cakrawala.

Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam
Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus:
Brillian Media Utama.

Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna
Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.

Sholikhin, Muhammad, KH. (2010). Ritual dan Tradisi
Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.

Triyanto. (2001). Makna Ruang & Penataannya dalam
Arsitektur Rumah Kudus.Semarang: Kelompok
Studi Mekar.

Teks Doa Rasul/Rasulan

Dokumen Nur Said

Edisi Budaya | 65

66 | Ensiklopedi Islam Nusantara

C

Cigawiran
Cium Tangan



Cigawiran

(Garut, Jawa Barat)

Cigawiran adalah seni tarik suara Islam mengasuh sebuah pesantren di sana. Raden
Nusantara yang berasal dari desa Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu-
Cigawir, Garut, Jawa Barat (Sunda). ilmu agama Islam, tetapi juga mahir dalam
Tembang Cigawiran berbeda dengan tembang- kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang.
tembang khas Sunda lainnya, seperti Cianjuran
dan Ciawian, karena selain memiliki cengkok Ia pun mulai menggunakan seni tembang
dan karakter yang khas, Cigawiran juga sangat Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesan-
kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran pesan luhur ajaran agama Islam mudah diteri-
bisa dikatakan salah satu produk seni-budaya ma semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan-
hasil akulturasi antara agama Islam dengan pesan luhur ajaran agama Islam dituangkan
budaya lokal. dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau
pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan
Cigawiran menjadi jenis seni tembang dan dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi.
budaya Islam Sunda yang unik karena berasal Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan
dan lahir dari rahim pesantren yang notabena suara yang indah dan nada yang khas. Maka
adalah basis utama perkembangan dakwah terciptalah tembang langgam Cigawiran yang
agama Islam di Nusantara. .masyhur itu

Dalam sejarahnya, tembang Cigawiran Selain menyampaikan pesan-pesan
dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada
tahun 1823 M. Beliau adalah salah seorang luhur ajaran agama Islam, Cigawiran juga
ulama dari desa Cigawir, Garut, yang juga
menyampaikan nilai-nilai budaya dan tata
Sumber: http://www.kangkamal.com/
karama Sunda yang khas, petuah-petuah yang

berkaitan dengan aspek-aspek kebenaran

dalam kehidupan,

termasuk di dalamnya

tentang keindahan alam

Sunda yang tiada banding.

Pada perkembangannya,
tradisi Cigawiran kemudian
diteruskan, dilestarikan,
dan dikembangkan oleh
panerus H. Djalari dari
generasi ke generasi, mulai
dari Raden Hadji Abdullah
Usman, Raden Muhammad
Isa, hingga pada generasi
kontemporer yang diampu
oleh Raden Agus Gaos,

Edisi Budaya | 69

Raden Muhammad Amin dan Raden Iyet Aya naon di jerona
Dimyati. Sihoreng ujudna seni

Salah satu contoh dari syair tembang Nu dicandak
Cigawiran adalah syair tembang “Bubuka Lagu Ku para alim ulama
Ela-Ela” (Sinom);
Tembang Sunda Cigawiran biasanya
Bismillah wiwitan kedah dilantunkan oleh penembang lelaki atau
Muji ka Gusti Hyang Widi perempuan secara perorangan. Cigawiran
Salawat sinareng salam dilantunkan dalam majlis pengajian, acara-
Mugi tetep ka kanjeng Nabi acara keagamaan, atau bahkan perayaan
Miwah ka sakumna jalmi upacara tradisional dan hajatan. Termasuk
yang membedakan Cigawiran dengan tembang
Anu turut sarta tumut Sunda lainnya, adalah Cigawiran dapat
Kana pilacak anjeuna dinyanyikan secara berjamaah, yang biasanya
Kukuh pengkuh teu (tur?) gumingsir dilakukan pada acara-acara pengajian.
Deungdeung mayeuh
Dugi ka poe kiamat Hingga saat ini, wilayah perkembangan
Cigawir ma’na nu asan (?) Cigawiran masih berada di sekitaran pesantren
Cai nu ngalir na gawir di Cigawir, dan belum meluas ke luar wilayah
Dugi ka yaumal jaza tersebut. Pesantren-pesantren di Cigawir lah
Mugi ulah saat deui yang menjadi media yang mewadahi, menjaga,
Urang sungsi tur pilari melestarikan, dan mengembangkan tradisi
Pibekeleun geusan hirup seni khas Islam Sunda-Nusantara ini.

[A. Ginanjar Sya’ban]

Bahan Bacaan:

Budiwati, D.S. 2003. Tembang Sunda Cigawiran: Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya dan Fungsi Tembang Sunda Cigawiran
Pada Kehidupan Masyarakat Cigawir. Bandung. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia.

Cigawiran. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Garut. www.pariwisata.garutkab.go.id
Rahmi, Isna Asri (2015). Rumpaka Tembang Pesantren Hariring Dangding Cigawiran Karya K.R. Iyet Dimyati: Kajian

Struktural dan Semiotik. Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.

70 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Cium Tangan

Budaya merupakan kristalisasi nilai dan KH. Mustofa Bisri, salah satu kiai panutan
pola hidup yang dianut suatu komunitas. masyarakat Muslim di tanah Jawa.
Budaya tiap komunitas tumbuh dan
berkembang secara unik, karena perbedaan Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017
pola hidup komunitas itu. Salah satu sumber
terbentuknya budaya dalam suatu komunitas ungkapan permohonan maaf kepada orang
adalah agama. Sebagai agama mayoritas yang tua, dan meminta doa restunya.
dianut oleh bangsa Indonesia, sedikit banyak
ajaran Islam membentuk kebudayaan bangsa Di Indonesia, instensitas pelaksanaan
Indonesia, salah satunya adalah tradisi cium majelis pengajian, ditambah ketokohan dan
tangan. keluasan ilmu pimpinan menjelis seperti kyai,
ustaz, atau habib, lambat laun menimbulkan
Tradisi cium tangan lazim dilakukan sikap hormat jamaah kepada pimpinan majelis.
sebagai bentuk penghormatan dari seorang Sikap hormat tersebut lahir dengan sendirinya
anak kepada orang tua, dari seorang awam sebagai sebagai bentuk hormat murid kepada
kepada tokoh masyarakat atau agama, dari gurunya. Oleh karena itu praktik mencium
seorang murid ke gurunya. Untuk yang terakhir tangan (muqbil) kepada para pimpinan majelis
ini menjadi trend tersendiri terlebih menjelang oleh jamaahnya bukanlah bentuk kultus
dilaksanakannya ujian nasional (UN) di sekolah kepada manusia seperti yang dituduhkan
atau madrasah. Tidak jelas dari mana tradisi sebagian orang.
ini berasal, namun ada dugaan kebiasaan
ini berasal dari pengaruh budaya Arab yang Majelis khotmil Qur’an Al-Hidayah di
tentunya berasal dari ajaran Islam. Di Eropa Surakarta dalam buletinnya menyinggung
lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi masalah ini ketika ada jamaah yang bertanya:
sebagai penghormatan seorang pria terhadap “Bagaimana pula hukum mencium tangan
seorang wanita yang bermartabat sama atau ulama?”
lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi,
cium tangan merupakan tradisi yang dilakukan
dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus,
Kardinal).

Di Indonesia, selain cium tangan dikenal
juga tradisi sungkem. Tradisi sungkem lazim
di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin
tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan
sebagai tanda bakti seorang anak kepada
orang tuanya, seorang murid kepada gurunya.
Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak
akan melangsungkan pernikahan, atau saat
hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai

Edisi Budaya | 71

Dengan mengutip Hadis dalam Sunan Abi Tamu yang berkunjung mencium
Daud hadis no. 4548 dari Zari’ ra. Ketika beliau tangan KH. Maimun Zubair Sarang.
menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais,
beliau berkata, “Kemudian kami bersegera Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017.
turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup
tangan dan kaki Nabi saw.” tangan Kyai ditarik sedikit ke atas agar dalam
posisi yang tidak melebihi posisi rukuk tadi.
Kalau mengecup tangan dan kaki Nabi Tetapi tidak semua orang memahami teknik
saw dianggap sebagai bentuk kultus dan itu seperti ini seperti orang awam, mereka hanya
dilarang, tentu Nabi akan melarang para meniru amaliah yang dilakukan para santri
sahabatnya mengecup tangan dan kaki beliau. tanpa mengetahui duduk persoalannya.
Sementara ulama merupakan pewaris para Mereka mencium setiap tangan orang yang
Nabi, yang dengan ilmu dan akhlaknya umat sudah lanjut, bolak-balik, dengan melebihi
memberikan penghormatan kepada mereka, batas rukuk.
salah satunya dengan mencium tangan mereka.
Dilarangnya mencium tangan melebihi
Teknik berjabat tangan secara umum diwali batas rukuk alasannya karena tidak seorang
dengan ucapan salam, kemudian maju sambil pun pantas disembah kecuali Allah. Toleransi
mengulurkan tangan, disertai engan wajah berjabat tangan hanya sebatas mencium
berseri-seri dan senyum menyungging di tangan dan itu hanya kepada orang tua dan
sudut bibir. Menjabat tangan kawan dengan guru atau orang alim atau orang saleh. Hal
sekali ayun dan mantap itu tidak perlu diikuti ini berdasarkan: “disunahkan mencium tangan
dengan mencium tangan kawan. Mencium orang saleh, orang alim, orang zuhud” (HR.
tangan biasanya dilakukan kepada orang tua Usamah bin Syuraih, Abu Dawud mengtakan
atau kepada guru atau kepada orang saleh. sanadnya kuat. Usamah mengatakan: kami
Bagian yang dicium adalah telapak tangan berdiri lalu mencium tangan Nabi).
bagian luar, tetapi sebagian santri ada yang
mencium bolak balik tangan kiainya. Alasan [Ismail Yahya]
yang dikemukakan adalah bagian di luar saja
dicium apalagi yang dalam. Maka cara yang
paling sempurna haruslah mencium luar
dalam.

Bila berjabat tangan, apalagi dalam posisi
mencium tangan tidak diperbolehkan melebihi
posisi orang yang sedang rukuk. Oleh karena itu
jika seorang Kyai duduk, santri berdiri, supaya
tidak melebihi batas rukuk, santri hendaknya
jongkok atau bila tidak memungkinkan maka

Sumber Bacaan

Novi Andari, Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang (Tinjauan Tradisi Penamaan dan Gerak Isyarat Tubuh), Jurnal
Parafrase Vol. 09, No. 02 September 2009, hlm. 27-28.

Majlis Khotmil Qur’an Al-Hidayah, Anda Bertanya Kami Menjawab II. Website: http://mkqalhidayah.co.cc
Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 214-216.

72 | Ensiklopedi Islam Nusantara

D

Dayah
Diniyah
Dungo



Dayah

Dayah di Aceh merupakan sebutan mendiskusikan permasalahan-permasalahan
untuk lembaga pendidikan semacam yang timbul yang berkaitan dengan ajaran
pesantren di Jawa atau surau di Padang. Islam lazim disebut zawiyah. Dari zawiyah-
Secara bahasa, kata dayah diserap dari bahasa zawiyah semacam itu muncul lembaga
Arab zawiya yang berarti ‘sudut’, mengacu pendidikan di Aceh yang dinamakan Dayah.
pada tempat-tempat di sudut masjid Madinah Melalui lembaga ini Islam mengakar kuat di
sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam Aceh.
pada masa Nabi Muhammad saw. Kehadiran
dayah sebagai lembaga pendidikan Islam dan Lembaga dayah diperkirakan telah ada
pengkaderan ulama di Indonesia diperkirakan di Aceh pada sekitar tahun 840 M. (225 H.),
setua hadirnya Islam di Nusantara. dimulai sejak Islam datang pertama kali ke
daerah tersebut. Sultan Karajaan Peureulak
Sejarah mendirikan lembaga pendidikan Islam di Aceh
dengan mendatangkan para pengajar dari
Sejarah tumbuhnya dayah di Aceh erat Arab, Persia, dan Gujarat. Dayah ini disebut
kaitannya dengan perjalanan dakwah Islam di Dayah Cot Kala, disandarkan kepada nama
daerah tersebut. Tome Pires mencatat bahwa tokoh ulama yang memegang kendali dayah
pada sekitar abad ke-14 di Samudra Pasei telah tersebut, yaitu Teungku Chiek Muhammad
terdapat kota-kota besar yang di dalamnya Amin (Teungku Chik Cot Kala).
terdapat pula orang-orang yang berpendidikan.
Hal ini diperkuat oleh Ibnu Batutah yang Dayah Cot Kala pada masa itu telah
menyebutkan bahwa pada saat itu Pasei sudah menjadi pusat pendidikan Islam pertama
merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara di Asia Tenggara. Lembaga ini dipandang
dan di sini banyak berkumpul ulama-ulama berjasa dalam menyebarkan Islam dengan
dari negeri-negeri Islam. Ibnu Batutah juga banyaknya lulusan yang menjadi ulama
menyebutkan bahwa Sultan Malikul Zahir dan pendakwah Islam ke berbagai penjuru
(1297-1326) adalah orang yang cinta kepada kepulauan Nusantara. Dakwah ini merangsang
para ulama dan ilmu pengetahuan. Ketika lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai
hari Jumat tiba, Sultan melaksanakan salat daerah, seperti Kerajaan Islam Samudera
di Mesjid dengan mengenakan pakaian ulama Pasai, Kerajaan Islam Benua, Kerajaan Islam
dan setelah itu mengadakan diskusi dengan Lingga, Kerajaan Islam Darussalam, dan
para ulama. Ulama-ulama terkenal pada waktu Kerajaan Islam Indra Jaya. Kerajaan-kerajaan
itu antara lain Amir Abdullah dari Delhi, Kadhi ini kemudian melebur pada awal abad ke-16
Amir Said dari Shiraz, Tajuddin dari Isfahan. menjadi Kerajaan Aceh Darussalam dengan
Teungku Cot Mamplam dan Teungku Cot raja pertama bernama Ali Mughayatsyah yang
Geureudong. memerintah pada 916-936 H./1511-1530 M.

Perkumpulan (halaqah) semacam itu, Kehadiran Dayah Cot Kala kemudian diikuti
yang dilakukan di sudut-sudut bagian masjid oleh dayah-dayah lainnya, antara lain Dayah
untuk menyampaikan ajaran Islam atau Seureuleu di Kerajaan Lingga (Aceh Tengah) di
bawah pimpinan Syekh Sirajuddin, didirikan

Edisi Budaya | 75

antara tahun 1012-1059; Dayah Blang Peria 1) Dayah Tgk. Chiek Tanoh Abee, terletak
di Kerajaan Samudra Pasei (Aceh Utara) di di dekat Selimeum (Aceh Besar). Dayah
bawah Pimpinan Teungku Chiek Biang Peuria ini diperkirakan berdiri pada sekitar
(Teungku Ja’kob), didirikan antara tahun awal abad ke-19 oleh seorang ulama
1155-1233; Dayah Batu Karang di Kerajaan yang datang dari Bagdad, Syekh Idrus
Tamiyang di bawah pimpinan Teungku Ampon Bayan (Teungku Chiek Tanoh Abee), atas
Tuan; Dayah Lamkeneeun di Kerajaan Lamuria permintaan Sultan Muhammad Syah
Islam (Aceh Besar) di bawah pimpinan Teungku (1824-1836). Dayah ini termasuk Dayah
Syekh Abdullah Kan’an, didirikan antara tahun yang besar dan paling berpengaruh selama
1196-1225; Dayah Tanoh Abee juga di Aceh abad ke-19. Sampai sekarang daya yang
Besar, didirikan antara tahun 1823-1836. ini mempunyai khazanah yang lengkap
Selain itu juga ada Dayah Tiro di Pidie yang dengan buku-buku hasil karya para ulama
didirikan antara 1781-1795. terkenal masa lampau, ada di antaranya
yang berumur lebih 400 tahun.
Dengan dukungan sultan, lembaga-lembaga
pendidikan agama Islam terus menyebar 2) Dayah Tgk. Chiek Kuta Karang (Dayah
hingga ke daerah di pedalaman. Meunasah, Ulee Susu). Dayah ini diperkirakan berdiri
mesjid, rangkang dan dayah sebagai lembaga pada sekitar paruh kedua abad ke-19 oleh
pendidikan Islam di Samudra Pasei pada waktu Syekh Abbas Ibnu Muhammad (Teungku
itu telah memegang peranan penting dalam Chiek Kuta Karang) yang pada waktu itu
mencerdaskan rakyat ketika itu, sama halnya menjadi Kadi Malikul Adil Sultan Ibrahim
juga di kemudian hari pada masa kerajaan Mansyur Syah (1857 - 1870).
Aceh Darussalam.
3) Dayah Lam Birah. Dayah ini diperkirakan
Ketika Malaka ditaklukkan Portugis berdiri pada akhir abad ke-18 oleh dua
(tahun 1511 M), perkembagangan dayah di bersaudara yaitu: Ja Meuntroe dan
Aceh justru bertambah dengan hijrahnya Bendahara yang keduanya kemudian
beberapa ulama dan mubaligh Islam Malaka ke digelari dengan Teungku Chiek Lam Birah.
Aceh. Di sana mereka juga turut serta dalam Mereka hidup sekitar masa pemerintahan
menyiarakan agama Islam dengan mendirikan Sultan Johan Syah (1735-1960) dan masa
dayah. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh pemerintahan Sultan Mahmud Syah atau
ini mengalami zaman keemasan pada masa Tuanku Raja (1760-1781). Setelah itu
Kerajaan Aceh Darussalam dipegang oleh selama abad ke-19 dayah ini dipimpin
Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kemajuan oleh Teungku Chiek Cot Keupeung dan
pendidikan pada waktu itu ditandai oleh Teungku Chiek Lam Baro.
banyaknya ahli ilmu pengetahuan (ulama)
yang berkumpul terutama di ibu kota kerajaan 4) Dayah Lam Nyong. Dayah ini diperkirakan
dan usaha pembangunan lembaga-lembaga berdiri pada masa pemerintahan Sultan
pendidikan di seluruh wilayah kerajaan. Di Mahmud Syah (1870-1874), didirikan
antara yang sangat masyhur adalah Syekh oleh Teungku Syekh Abdussalam (Teungku
Nurrudin Arraniri, Syekh Ahmad Khatib Chiek Lam Nyong).
Langin, Syekh Syamsuddun al-Sumatrani,
Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf, dan 5) Dayah Lam Krak. Dayah ini diperkirakan
Syekh Burhanuddin yang kemudian menjadi berdiri masa pemerintahan Sultan
ulama besar di Minangkabau. Sulaiman Syah (1836-1857). Didirikan
oleh Datu Muhammad (seorang pejabat
Pembangunan dayah tidak hanya terjadi tinggi pemerintahan pada waktu itu).
pada masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam,
tetapi juga pada masa kemundurannya (akhir 6) Dayah Lam Pucok di Aceh Besar. Dayah
abad ke-18 dan ke-19). Sejumlah dayah yang ini diperkirakan berdiri pada waktu yang
diperkirakan didirikan dan berkembang relatif bersamaan dengan pendirian Dayah
selama abad ini antara lain ialah: Lam Krak, yaitu pada masa pemerintahan
Sultan Sulaiman Syah (1836-1857).

76 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Didirikan oleh Teungku Muhammad Sa’ad lebih dikenal sebagai Teungku Chiek
(Teungku Chiek Lam Pucok). Pantee Geulima ialah anaknya Teungku
Chiek Haji Ismail. Selama perang ulama
7) Dayah Lam U di Aceh Besar. Dayah ini ini turut aktif melawan Belanda dengan
diperkirakan berdiri relatif bersamaan mengerahkan sebagian besar murid
dengan berdirinya Dayah Lam Nyong, (santri)-nya ke medan pertempuran
yaitu pada masa pemerintahan Sultan sampai ke Aceh Besar. Pada Februari
Mahmud Syah (1870-1874). Diridikan 1901 Teungku Chiek Haji Ismail gugur
oleh Teungku Syekh Umar (Teungku Chiek dalam pertempuran mempertahankan
Di Lam U). Kuta Batee Iliek (Samalanga) bersama
dengan para ulama pemimpin dayah di
8) Dayah Rumpet di Kuala Daya, pantai sekitar benteng pertahanan itu (antara
barat Aceh. Dayah ini diyakini masyarakat lain Teungku Chiek Lueng Keubeu dan
setempat telah berdiri sejak masa Teungku Chiek Kuta Glee).
Poteumeureuhom Daya, salah seorang raja
yang terkenal Lamho Daya. Namun dayah Selain itu masih ada sejumlah sejumlah
ini diperkirakan mencapai kemajuan dayah lainnya yang didirikan dan/atau
selama abad ke-19, terutama pada masa berkembang pada sekitar akhir abad ke-18
pimpinan Teungku Muhammad Yusuf hingga awal abad ke-19, yaitu: Dayah Lam
(Teungku Chiek Di Rumpet). Bhuk dan Dayah Krueng Kalee di Aceh Besar,
Dayah Meunasah Biang di Samalanga, serta
9) Dayah Teungku Chiek Di Tiro, terletak beberapa Dayah di sekitar kuta pertahanan
di daerah Pidie. Dayah ini merupakan Batee Iliek yang memegang peranan penting
salah satu dayah yang cukup terkenal di selama perang Belanda, antara lain: Dayah Cot
daerah IX Mukim Keumangan. Dayah Meurak dan Dayah Pulo Baroh di Aceh Utara.
ini mencapai kemajuan pesat pada masa
Teungku Muhammad Saman atau yang Selama perang kolonial Belanda, dayah
masyhur dengan sebutan Teungku Chiek memegang peranan penting dalam pengerahan
Di Tiro (1836-1891), seorang ulama tenaga pejuang (murid) ke medan pertempuran
penggerak Perang Sabi melawan Belanda maupun dalam menumbuhkan semangat juang
yang sangat terkenal (sekarang telah rakyat secara masal. Sejak Belanda menyatakan
diangkat sebagai Pahlawan nasional). perang kepada Kesultanan Aceh pada tanggal
Sebelum kepemimpinannya, dayah ini 26 Maret 1873 keberadaan ulama dayah selalu
terdiri dari dua dayah yaitu: menjadi ujung tombak dalam pertahanan
dan perlawanan. Contoh mencolok misalnya
(1) Dayah Tiro Keumangan, dipimpin ketika agresi pertama Belanda ke Aceh pada
oleh Teungku Dhiek Muhammad tahun 1873. Belanda mengalami kesulitan
Amin atau yang dikenal juga dengan mengetahui letak keraton tempat kediaman
sebutan Teungku Chiek Dayah Cut sultan karena pusat perlawanan berasal dari
(guru Tgk. Muhammad Saman), dan Masjid Raya di Kutaraja. Demikian kerasnya
perlawanan sehingga masjid itu dianggap
(2) Dayah Tiro Cumbok, berada di sebagai benteng keraton. Butuh waktu
sebelah Dayah Tiro Keumangan sekitar sepuluh bulan bagi Belanda untuk
dengan dibatasi oleh sungai. Dayah dapat benar-benar menguasai Masjid Raya
ini dipimpin oleh Teungku Chiek Übet tersebut dari tangan kaum muslimin pejuang
(paman Tgk. Muhammad Saman). Aceh. Dengan telah dikuasainya Masjid Raya
Kutaraja, pertahanan keraton pun semakin
10) Dayah Tgk. Chiek Pantee Geulima, di lemah. Selanjutnya, hanya butuh 18 hari bagi
Aceh Pidie. Dayah ini didirikan pada masa Belanda untuk dapat menguasai Keraton.
pemerintahan Sultan Muhammad Syah
(1870-1874) oleh Teungku Chiek Pantee Meskipun pada saat itu Belanda
Ya’cob, seorang ulama yang dianggap memproklamirkan kejatuhan Aceh, tetapi
sebagai pengarang hikayat terkenal,
Hikayat Malem Dagang. Namun yang

Edisi Budaya | 77

perjuangan para ulama dan santri dayah terus ulama - dengan menawarkan “pemerintahan
berlanjut, baik melalui gerilya maupun perang sendiri” bagi para uleebalang dengan cara
terbuka, yang berlangsung hingga sekitar korteverklaring (deklarasi singkat) pada tahun
tahun 1912. Peran ulama dayah benar-benar 1874. Cara ini menghasilkan hubungan yang
jelas terlihat setelah pemimpin-pemimpin tidak harmonis antara uleebalang dan ulama
pemerintahan adat, yaitu raja-raja kecil hingga memunculkan konflik berdarah di
yang disebut uleebalang makin banyak yang antara mereka pada selang beberapa waktu
mengakui kedaulatan Belanda, para pemimpin setelah Indonesia Merdeka.
agama tidak mengikuti langkah para pemimpin
adat itu. Sebagian besar dari pemimpin agama Dengan cara tersebut Belanda berhasil
menempuh jalan meneruskan perlawanan memecah belah persatuan rakyat Aceh
bersenjata, bahu-membahu bersama-sama yang pada gilirannya menyebabkan konflik
dengan para uleebalang dan keluarga mereka berkepanjangan antara kelompok pendukung
yang anti Belanda untuk mengeluarkan uleebalang dengan pendukung sultan. Di antara
Belanda dari tanah Aceh. para uleebalang ada yang telah mempersiapkan
deklarasi dan ada pula yang masih setia pada
Sejalan dengan itu muncullah tipe sultan. Dalam keadaan demikian, sultan
kepemimpinan kharismatik dari para ulama. mendapatkan dukungan yang sangat kuat
Rakyat Aceh yang sebagian terbesar adalah dari para ulama, mereka sangat anti terhadap
petani dan tidak semua sanggup mengikuti Belanda. Mereka memimpin perlawanan
pendidikan agama untuk mampu mendalami terhadap Belanda. Bersama para petinggi
kitab-kitab agama, menumpukkan harapan istana yang tetap setia kepada sultan, para
mereka kepada para ulama dan teungku- ulama ikut berperang dengan berlandaskan
teungku lainnya tidak saja sebagai orang yang ajaran agama. Dengan strategi gerilya mereka
dapat memberi petunjuk dan bimbingan terus berjuang menghalangi Belanda.
tentang bagaimana seharusnya bersikap dan
bertindak dalam menghadapi agresi Belanda, Selama perang kolonial Belanda,
tetapi juga sebagai orang yang mampu dayah memegang peranan penting dalam
menimba dari kitab suci al-Qur’än dan sunah pengerahan tenaga pejuang (murid) ke medan
Nabi dalam menghadapi krisis. Para ulama pertempuran maupun dalam menumbuhkan
tampil sebagai pemberi arahan dengan antara semangat juang rakyat secara masal, terutama
lain menggubah hikayat perang sabil untuk melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi di
mengerahkan rakyat dan mengumpulkan dana dayah-dayah, rangkang, meunasah dan mesjid;
untuk melawan musuh. dan bahkan ada dayah seperti dayah di sekitar
Batee Iliek - yang langsung menjadi pusat
Pada bulan Desember 1877, misalnya, pertahanan. Karena itu tidak mengherankan
Teungku Muhammad Amin Dayah Cut Tiro apabila selama akhir abad ke-19 banyak dayah
menyerukan agar barang siapa yang yakin akan yang terbengkalai atau langsung diserang oleh
Allah dan Rasul-Nya hendaklah berperang tentara Belanda karena dianggap sebagai basis
sabil ke Aceh Besar. Rakyat dianjurkannya konsentrasi kekuatan pejuang rakyat.
untuk berpuasa tiga hari, membaca Qur’an
dan mengadakan kenduri, memberi sedekah Perkembangan
untuk menolak bala serta bertobat jika telah
melanggar syariat Islam. Peperangan dahsyat antara Aceh dan
Belanda yang terjadi hingga memasuki abad
Kegigihan para ulama dayah dalam bertahan ke-20 menyebabkan banyak tempat pengajian
atau melawan ketika kesultanan Aceh diserang agama atau dayah yang digunakan sebagai
Belanda digambarkan Amiruddin sbb: pusat kegiatan perlawanan luluh lantak. Hal
ini terjadi misalnya pada dayah di Lembada
Dalam usaha mereka untuk menguasai yang terbakar bersama koleksi kitabnya yang
Aceh, Belanda mencoba memisahkan kekuatan- sangat banyak.
kekuatan tradisional - sultan, uleebalang, dan

78 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Tidak banyak yang diketahui perihal dan Dayah Teupin Raya yang didirikan oleh
proses pendidikan dayah waktu itu, kecuali Teungku Chiek Teupin Raya sedang di Aceh
sebagai pusat motivasi sekaligus kekuatan Utara antara lain: Dayah Tanjungan, Dayah
perlawanan terhadap Belanda. Barulah setelah Mesjid Raya, Dayah Kuala Biang, Dayah Biang
perang rakyat semesta berhenti (lebih kurang Bladeh, Dayah Cot Meurak, Dayah Juli, Dayah
tahun 1904; meskipun perlawanan secara Pulo Kiton yang didirikan oleh Teungku Chiek
bergerilya tetap berlangsung) para ulama Pulo Kiton dan masih banyak lagi.
(Teungku Chiek) kembali memperhatikan
nasib pendidikan rakyat mereka. Dayah-dayah Di daerah Aceh Barat, selain dibangun
dan rangkang yang selama ini ditinggalkan kembali Dayah Rumpet oleh keturunan
kembali dibangun. Tampaknya, sejak waktu Teungku Chiek Muhammad Yusuf, pada
itu untuk menyebut dayah atau rangkang perempatan pertama abad ke-20 juga didirikan
kadang-kadang digunakan juga Pasantren beberapa pesantren. Di antaranya, yaitu di
sebagaimana di Jawa. Bahkan, di daerah Aceh Ujung Kalak dan Biang Meulaboh; di Paya
Barat dan Selatan istilah ini lebih populer bila Lumpai Samatiga dipimpin oleh Teungku
dibandingkan dengan dayah dan rangkang. Syekh Abu Bakar (sampai tahun 1936).
Sebelum membangun pesantren ini Syekh Abu
Dayah atau pesantren yang didirikan Bakar memperoleh pendidikan di Dayah Lam
atau dibangun kembali pada pertengahan Bhuk, Aceh Besar. Jumlah santri pada masing-
pertama abad ke-20, antara lain di Aceh masing pesantren tersebut dalam ukuran
Besar: Dayah Tanoh Abee, Dayah Lam Birah puluhan orang. Selain itu di Kuala Bhee Woyla
oleh Teungku H. Abbas (Teungku Chiek Lam terdapat juga pesantren di bawah pimpinan
Birah) sementara adiknya Teungku H. Jakfar Teungku Ahmad; di Peureumeu di bawah
(Teungku Chiek Lam Jabad) mendirikan pimpinan Teungku Ahmad; di Peureumbeu di
Dayah Jeureula; selanjutnya Dayah Lam bawah pimpinan Teungku Di Tuwi. Pesantren
Nyong, Dayah Lam U, Dayah Lam Bhuk, ini juga menampung santri adalah jumlah
Dayah Ulee Susu, Dayah Indrapuri didirikan puluhan orang.
oleh Teungku Chiek Indrapuri, Dayah Lam
Seunong oleh Teungku Chiek Lam Seunong, Di daerah Aceh Selatan, sejak perempatan
Dayah Ulee U oleh Teungku Chiek Ulee U, pertama abad ke 20 juga berdiri beberapa
Dayah Krueng Kalee, Dayah Montasik. Dayah dayah/pesantren. Di antaranya, Dayah Teungku
Piyeurig, Dayah Lam Sie dan masih banyak Syekh Mud di Biang Pidie. Teungku Syekh Mud
lagi. Sedang Teungku Fakinah, seorang pejuang memperoleh pendidikan di Dayah Lam Bhuk
wanita, setelah berhenti berjuang pada tahun
1910, mendirikan Dayah Lam Diran sebagai Dayah Umi Rawiyah.
kelanjutan dayah neneknya di Lam Krak dan di
Lam Pucok. Suatu keistimewaan dari dayah ini Sumber: http://www.wikiwand.com/ace/Dayah
adalah, kepada santri wanita selain diajarkan
ilmu agama juga diajarkan berbagai jenis
ketrampilan, seperti menjahit, menyulam dan
sebagainya.

Di daerah Aceh Pidie dibangun kembali
atau didirikan dayah-dayah antara lain:
Dayah Tiro, Dayah Pantee Geulima, Dayah
Cot Plieng, Dayah Biang, Dayah Leupoh Raya,
Dayah Garot/Gampong Aree, Dayah Ie Leubeu
yang didirikan oleh Teungku Muhammad
Arsyad (Teungku Chiek Di Yan), Dayah
Meunasah Raya oleh Teungku Muhammad
Yusuf (Teungku Chiek Geulumpang Minyeuk)

Edisi Budaya | 79

dan Dayah Indrapuri, Aceh Besar. Setelah mereka mendirikan pesantren di kampung
kemerdekaan Dayah Teungku Syekh Mud halamannya.
bernama Pesantren Bustanul Huda. Di Suak
Samadua berdiri pula pesantren dengan nama Setelah Indonesia merdeka lembaga-
Islahul Umam di bawah pimpinan Teungku Abu lembaga pendidikan Islam tradisional di Aceh,
dan Teungku M. Yasin. Di Terbangan berdiri sebagaimana halnya di daerah-daerah lain,
Pesantren Al-Muslim di bawah pimpinan tampaknya dapat hidup dan berkembang
Teungku H. M. Di Tapaktuan berdiri Pesantren terus berdampingan dengan lembaga-lembaga
Al-Khairiyah di bawah pimpinan Teungku pendidikan modern, seperti madrasah,
Zamzami Yahya dan Labuhan Haji berdiri sekolah dan sebagainya yang didirikan oleh
pesantren yang juga disebut Al-Khairiyah; di pemerintah dan badan-badan swasta lainnya.
bawah pimpinan Teungku Mohammad Ali Pada era pembangunan, dayah/pasantren tetap
Lampisang. Perlu dijelaskan ketiga pesantren difasilitasi untuk tumbuh dan berkembang.
yang disebutkan terakhir kemudian sistemnya Sebagaimana layaknya pendidikan formal,
diubah menjadi sistem madrasah (sistem pendidikan non-formal dayah/pesantren juga
klasial), sehingga sejak saat itu pesantren dilindungi dan diberi bantuan. Dalam kaitan
tersebut tidak dapat lagi digolongkan ke dalam ini, pada tahun 1968, Presiden Soeharto hadir
lembaga pendidikan tradisional. Semua tenaga meresmikan sebuah Dayah Teungku Chiek di
pengajar di pesantren-pesantren tersebut Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam Banda
memperoleh pendidikan di salah satu dayah/ Aceh yang diberi nama Dayan Teungku Chiek
pesantren yang terdapat di Aceh Besar. Bahkan Pante Kulu, diambil dari nama seorang ulama
Teungku Syekh Mud dan Teungku Mohammad pejuang, pengarang Hikayat Perang Sabi,
Ali Lampisang sendiri berasal dari Aceh Besar. Teungku Haji Muhammad yang digelar dengan
Teungku Chiek Pante Kulu.
Selain itu, pada permulaan pendudukan
militer Jepang tahun 1942 di Aceh Selatan Dayah-dayah terus tumbuh dan
juga didirikan sebuah pasantren yang berkembang dengan dinamikanya masing-
sampai sekarang terkenal di seluruh Aceh, masing. Kemampuan dan kesediaan dayah
yaitu: Pasantren Darussalam Labuhan Haji. untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat
Pasantren telah ini membuka sistem madrasah modernisasi, menjadikan dayah berkembang
(sekolah), di samping jalur pendidikan dari yang tradisional ke modern. Beberapa
tradisional dayah/pasantren. Sistem madrasah dayah, seperti telah disebutkan, mampu
tetap mempelajari kitab-kitab sebagaimana bersaing di tengah kebutuhan zaman, tetapi
dayah/pasantren. Tiga jenjang pendidikan tidak sedikit pula justru tenggelam. Namun
yang ditawarkan di Pasantren Darussalam, demikian, lembaga pendidikan dayah tetap
yaitu: tingkat Subiah (pendahuluan, 3 terpelihara dengan sistemnya yang khas,
tahun), tingkat Ibtidaiyah (dasar, 7 tahun), meskipun selalu saja ada perubahan untuk
dan tingkat Bustanul-Muhaqqiqin (mahir, 3 mendukung eksistensinya.
tahun). Sejak tahun 1968, jenjang pendidikan
tersebut mengalami perubahan, yaitu: tingkat Pembelajaran
Ibtidaiyah (4 tahun), Tsanawiyah (3 tahun),
Aliyah (3 tahun) dan Bustanul Muhaqqiqin (3 Pada dasarnya di Aceh terdapat dua jenis
tahun). Pada tahun pertama didirikan, dayah/ dayah, yaitu: dayah biasa dan dayah teungku
pesantren ini telah memiliki 60 santri dan 125 chiek. Dibedakan dengan dayahpada umumnya,
pengikut tarekat. Jumlah tersebut meningkat dayah teungku chiek dipimpin oleh oleh seorang
drastis pada 20 tahun berikutnya. Pada ulama besar. Teungku Chiek merupakan gelar
tahun 1962 jumlah santrinya mencapai 1839 bagi seorang ulama besar yang luas kajiannya
orang dengan pengikut tarikat 1900 orang. dalam berbagai cabang ilmu Islam. Hal ini
Lulusannya banyak yang telah menjadi ulama yang menyebabkan dayah teungku chiek
tersebar di hampir seluruh Aceh, bahkan ada dipandang memiliki kedudukan lebih tinggi
juga yang di luar daerah. Sebagian besar dari dibandingkan dayah-dayah lainnya, meskipun

80 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dayah yang lain juga tetap lebih tinggi tingkat seorang Teungku Chiek. Meskipun demikian,
pembelajarannya dibandingkan dengan di ada pula dayah yang menyediakan tiga jenjang
rangkang atau masjid. sekaligus, yaitu rangkang (tingkat dasar),
balee (tingkat menengah), dan dayah manyang
Dalam melaksanakan tugasnya pemimpin (tingkat lanjut) sebagaimana telah berlangsung
dayah selalu dibantu oleh beberapa orang sejak Kesultanan Aceh.
santri senior yang dipandang lebih luas
pengetahuannya. Guru bantu ini biasa disebut Dengan kata lain, mereka yang belajar di
Teungku di Rangkang, sedang pemimpin dayah -munkin juga di rangkang- biasanya
dayah itu sendiri disebut Teungku Di Balee adalah aneuk dara dan aneuk muda yang
(harus dibedakan dengan teungku balee yang telah memiliki dasar, setidaknya telah
statusnya sama dengan teungku meunasah). mampu membedakan huruf-huruf Arab yang
Dalam proses pembelajaran, teungku di merupakan modal dasar untuk keberhasilan
rangkang belajar pada teungku di balee; proses belajar mengajar di dayah. Karena di
sedangkan para santri yang baru datang dayah mereka akan belajar ilmu agama yang
mereka belajar pada teungku di rangkang. Di lebih luas dan lebih mendalam. Meskipun
samping itu para santri yang sudah agak lama demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan
di sana, meskipun belum menjadi teungku di adanya ureung ciek, yaitu orang-orang dewasa
rangkang juga langsung belajar pada teungku yang telah berumur sekitar 25 tahun ke atas,
di balee. untuk menimba ilmu di sana. Demikian
juga tidak menutup kemungkinan adanya
Para santri dayah pada dasarnya tidak orang yang sudah berkeluarga meninggalkan
dibatasi usia. Tetapi secara tradisional keluarganya di gampong pergi merantau, yang
masyarakat Aceh mengenal tingkatan disebut jak meudagang atau jak beut ke suatu
pembelajaran bagi usia-usia tertentu. Anak- dayah teungku chiek untuk memperdalam
anak pada usia dini, baik aneuk miet ineung ilmunya.
(anak wanita, umur sekitar 5—13/14 tahun)
juga aneuk miet agam (anak laki-laki, umur Kegiatan pembelajaran di dayah biasanya
sekitar 5-14/15 tahun) belajar di rumoh kepada berlangsung pada malam hari, yaitu setelah
Teungku di Rumoh, baik kepada Teungku salat Magrib, sekitar jam 19.30-22.00 WIB;
Inoung (wanita) ataupun kepada Teungku Agam kadang-kadang juga pada pagi hari setelah
(laki-laki), yaitu suami-isteri yang mendiami salat Subuh sampai jam 09.30 WIB dan sore
rumah tersebut. Setelah munculnya lembaga hari setelah salat Asar, sekitar jam 16.00
meunasah, anak laki-laki, baik anouk miet agam sampai pukul 17.30 WIB (waktu disesuaikan
ataupun aneuk muda pindah ke meunasah, dengan sekarang). Kegiatan belajar itu
belajar pada teungku meunasah; sedangkan berlangsung sepanjang minggu, kecuali malam
anak perempuan, baik anouk miet inoung Jumat yang umumnya digunakan untuk acara
maupun aneuk dara tetap belajar di rumoh pada kesenian yang bernafaskan Islam, seperti
teungku inoung yang biasanya adalah isteri qasidah, dalael, meureukon yaitu semacam
dari teungku meunasah. Di tempat tersebut diskusi kelompok membahas masalah agama;
mereka belajar dasar-dasar ilmu agama Islam, pesertanya dibagi dalam dua kelompok dan
khususnya membaca Alquran. Selain belajar tanya-jawab berlangsung dengan dilagukan
di Rumoh atau meunasah, di antara anak usia dan sebagainya.
dini juga ada yang belajar di mesjid. Beberapa
meunasah atau masjid juga mengadakan Di samping memperdalam Alquran dan
pengajian umum rutin untuk pengenalan bahasa Arab, mata pelajaran utama yang
agama Islam lebih lanjut. Pendidikan Islam diajarkan di lembaga pendidikan dayah
selanjutnya, di tingkat menengah, adalah meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan
Rangkang, gurunya disebut Teungku Di Islam yang pada waktu itu sedang berkembang
Rangkang. Barulah setelah itu mereka dapat di dunia Islam. Cabang-cabang ilmu
belajar di dayah teungku chiek di bawah asuhan pengetahuan tersebut, antara lain ialah: ilmu
fiqh (hukum Islam), ilmu tafsir, ilmu hadits,

Edisi Budaya | 81

ilmu tasawuf, etika/akhlak, ilmu tauhid, rasa bertanggung jawab terhadap ilmu yang
ilmu mantiq (logika), ilmu hisab/astronomi dimiliki. Melalui metode itu para santri
dan masih banyak lagi. Kitab-kitab yang dayah diharapkan dapat termotivasi untuk
dipergunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu mengembangkan pengetahuannya, karena
itu semuanya dalam bahasa Arab, seperti untuk menurut tradisi dayah, pengetahuan seseorang
ilmu fiqh, kitab-kitab Bajuri, Matan Minhaj, diukur oleh jumlah buku yang telah dipelajari
Fathul mu’min, Fathul wahab, al-Mahalli dan dan kepada teungku dayah mana ia telah
lain-lain; untuk ilmu tafsir; Al-Jalalain, Shawi berguru.
dan lain-lain; sedang untuk ilmu tasawuf, kitab
standar yang dinilai cukup baik ialah kitab Ihya Fungsi Sosial
‘ulumiddin karangan Imam Ghazali.
Dayah merupakan lembaga otonom
Kitab-kitab klasik tersebut dipelajari yang bergerak di bidang pembelajaran dan
secara berjenjang berdasarkan tingkatan pendidikan agama. Sebagai lembaga otonom,
kelas keahlian. Pembelajaran dimulai dengan dayah berada di bawah kendali penuh Sang
kitab-kitab yang sederhana, biasanya berupa Teungku Chik, baik pembangunan maupun
kitab jawoe (kitab Arab Melayu) kemudian kegiatannya. Sebuah dayah pada dasarnya
dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih didirikan atas inisiatif ulama (Teungku atau
tinggi atau mendalam isinya yang murni Teungku Chiek), baik inisiatif itu muncul atas
berbahasa Arab. Dengan demikian tingkatan dorongan cita-citanya sendiri, maupun karena
suatu dayah sebenarnya dapat diketahui dari permintaan uleebalang, imeum mukim,
jenis kitab-kitab yang diajarkan/dipelajari. atau pemuka masyarakat setempat yang
menghendaki. Lahan yang digunakan untuk
Pada masa perang kolonial Belanda di membangun dayah berstatus wakaf, baik
Aceh, para santri yang sedang belajar di dayah, diberikan oleh masyarakat umum maupun
selain belajar ilmu agama juga selalu dibekali milik pribadi teungku pimpinan. Pada masa
dengan semangat “ajaran perang sabi” sehingga lalu, masyarakat sekitar membantu aktif
pada waktunya kelak, setelah meninggalkan pembangunan fisik sarana dan prasarana
rangkang atau dayah, mereka rela terjun ke dayah secara gotong royong dan memberikan
kancah peperangan untuk mempertahankan sebagian hasil pertanian mereka untuk
agama dan negara dari penjajahan kaphee mencukupi kebutuhan dayah. Atas dasar
Belanda. Akan tetapi, pada zaman modern hal keterkaitan antara ulama dan masyarakat
ini sudah jarang dilakukan. itulah kehadiran dayah tidak dapat lepas dari
fungsi sosialnya bagi masyarakat.
Tuntutan zaman modern adalah
kemandirian. Lembaga dayah dituntut Nuraini menyebutkan adanya empat
mampu membina para santrinya untuk dapat fungsi signifikan dayah, yaitu sebagai: (1)
membina diri dan berdiri sendiri agar tidak pusat belajar agama dan cendekiawan, (2)
menggantungkan sesuatu kepada orang lain benteng terhadap kekuatan melawan serangan
kecuali kepada Tuhan. Oleh sebab itu, para penjajah, (3) agen pembangunan, dan (4)
teungku dayah selalu menaruh perhatian dan sekolah bagi masyarakat.
mengembangkan watak pendidikan. Murid
dididik sesuai dengan kemampuannya. Anak- 1) Dayah sebagai Pusat Belajar Agama dan
anak yang cerdas dan memiliki kelebihan Cendekiawan
kemampuan dibandingkan yang lain, diberi
perhatian istimewa dan selalu didorong Seperti telah diungkapkan, dayah
untuk mengembangkan diri. Untuk membina merupakan lembaga pendidikan pertama
kemandirian dan pengembangan diri itu, di Aceh. Lembaga ini telah banyak
metode pembelajaran pada kelas yang lebih dikunjungi oleh para cendekiawan yang
tinggi dapat dilakukan melalui diskusi atau kemudian tersohor pada zamannya.
berdebat (meudeubat). Metode ini dipandang Beberapa ulama terkemuka yang
efektif untuk membentuk kepribadian dan pernah belajar di Aceh antara lain Syekh

82 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Muhammad Yusuf al-Makkasari (1626- atau tidak sanggup menjalankan roda
1699), dari Makasar, Syekh Burhanuddin kepemimpinan. Tokoh ulama dayah yang
dari Minangkabau yang kemudian aktif melakukan perlawanan terhadap
menyebarkan Islam di Ulakan. Selain itu, Belanda ketika itu antara lain: Teungku
Daud al-Fatani dari Pattani (sekarang Abdul Wahab Tanoh Abee (Tgk. Chik
satu wilayah di Thailand), yang kemudian Tanoh Abee), Teungku Chik Dayah Cut,
dikenal di Mekkah sebagai Murid Teungku Muhammad Saman (Teungku
Muslim dari Asia Tenggara juga pernah Chik Di Tiro), Teungku Chik Kuta
mengunjungi Aceh sekitar tahun 1760-an. Karang, Teungku Dayah Krueng Kale,
Tgk. Chik Pante Kulu, dsb. Di samping
Sejak sejak Hamzah Fansuri sampai seruan para ulama dayah secara lisan,
kedatangan Belanda, ada 13 ulama dayah pembacaan Hikayat Prang Sabi di dayah-
yang menulis kitab; karya yang ditulis dayah membangkitkan motivasi dari para
jumlahnya 114 kitab. Dari kitab-kitab pasukan santri.
tersebut terdiri dari berbagai subjek,
seperti tasawuf, kalam, logika, filsafat, 3) Dayah sebagai Agen Pembangunan
fiqh, hadits, tafsir, akhlaq, sejarah, tauhid,
astronomi, obat-obatan, dan masalah Pada kenyataannya dayah, khususnya di
lingkungan. era pembangunan saat ini, tidak hanya
penting dalam pembinaan bidang agama.
2) Peran Dayah dalam Melawan Penetrasi Tuntutan dunia modern merupakan
Penjajah tantangan yang harus dihadapi lembaga
dayah. Untuk menghadapi tantangan
Pada saat perang Aceh melawan Belanda, itu, saat ini dayah-dayah melengkapi
keterlibatan para ulama dayah dalam lulusannya dengan berbagai keahlian
pertahanan dan perlawanan jelas terlihat. praktis. Dalam hal ini, apa yang terjadi
Terlebih ketika banyak uleebalang di Dayah Darussalihin Lam Ateuk, Aceh
yang memilih tunduk kepada Belanda Besar, dapat dijadikan contoh. Para santri

Dayah MUDI Mesra berada di Desa Mideuen Jok,
Kemukiman Mesjid Raya Samalanga, Bireuen Aceh

Sumber: http://ulama-aceh.blogspot.co.id/

Edisi Budaya | 83

di sana dibekali keterampilan menjahit. 4) Dayah sebagai Sekolah bagi Masyarakat

Anak laki-laki diajarkan menjahit Belajar di dayah tidak membutuhkan
kopiah sementara murid perempuan banyak uang. Umumnya, dayah-dayah
diajarkan menjahit pakaian wanita. tidak membebankan murid-murid
Di beberapa dayah, kegiatan koperasi untuk membayar uang pendidikan.
juga digalakkan hal ini bertujuan untuk Sebagaimana dilaporkan oleh Kustadi
membina kemandirian ekonomi santri. Suhendang, 47 persen dayah-dayah
Hal semacam ini sebenarnya bukan hal tidak memungut uang pendidikan; 20
baru, karena sebelum kedatangan Belanda persen memberlakukannya, tetapi tidak
ke Aceh, beberapa ulama yang tamat dari mewajibkan dengan jumlah tertentu.
dayah juga aktif dalam bidang ekonomi, Bagi murid yang fakir miskin, dayah
khususnya bidang pertanian. Sebagai dengan sendirinya menyediakan makan,
contoh, Teungku Chik di Pasi memimpin yang diberikan oleh Teungku (pimpinan
masyarakat membangun sistem irigasi, dayah) atau dari masyarakat yang selalu
seperti yang dilakukan oleh Tgk. Chik di siap membantu. Mengajar dipandang
Bambi dan Tgk. Chik di Rebee. Demikian sebagai ibadah, keadaan ini menjadikan
pula pada sekitar tahun 1963, Teungku agak mudah bagi masyarakat untuk
Daud Beureueh menjadi motor penggerak memperoleh kesempatan belajar. Sebagai
pembuatan jalan-jalan, pengadaan guru, teungku bukan hanya bertanggung
jembatan, membangun jaringan irigasi jawab dalam hal mengajar, namun juga
dan pembersihan irigasi yang telah lama. berfungsi sebagai penasehat, pelatih,
Para ulama Dayah juga mempunyai pembimbing dan penolong. Hubungan
kemampuan mendorong masyarakat antara murid dan guru lebih pada
untuk berpartisipasi dalam proses hubungan personal ketimbang hubungan
pembangunan yang dapat meningkatkan birokrasi.
nilai-nilai kemanusiaan.

Sumber Bacaan [A. Ginanjar Sya’ban]

Amirudin, “Ulama Dayah” dalam Dody S. Truna, dan Ismatu Ropi (ed.), Pranata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2002).

Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, Sejarah Pendidikan... (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984)
Amiruddin, The Response of The Ulama Dayah (McGill University, 1994), hlm. xx; Amirudin, op.cit.
Tome Pires, The Suma Oriental..., Vol I translated and edited by Armando Cortesao, Printed for the Hakluyt-Cociety,

London. 1944.
Ibnu Batuttah, Travel in Asia and Afrika, translated and edited by H.A. R. Gibb, George Routledge & Son, Ltd., London,

dst.; T. Iskandar, Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Prasasaran pada Seminar Kebudayaan dalam rangka PKA II. Banda
Aceh 1972, hlm. x
Zainudin, Tarich Atjeh dan Nusantara (Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961), hlm. xx.; Bustamam-Ahmad, Islam Historis
(Yogyakarta: Galang Press, 2002)
Arnold, The Preaching of Islam (Jakarta: Widjaya, 1979)
Ali Hasjmy. “Pendidikan Islam... ”, Sinar Darussalam, no 63 (1975), hlm. x-x; lihat juga Tim Peneliti DEPDIKBUD RI,
op.cit.,
Tim Badan Pendidikan dan Pembinaan Dayah, Dayah: Sejak Sultan Hingga Sekarang. http://archive.is/bppd.acehprov.
go.id (Selasa, 08 Januari 2013 M | 26 Safar 1434 H) diakses melalui laman (xxxxx) pada September 2016.
Ali Hasjmy, op.cit., hlm. x-x; Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, op.cit., hlm. 14; Lihat juga Snouck Hurgronje, Aceh: Rakyat dan
Adat Istiadatnya (Jakarta: INIS, 1997) II,.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995),.
Muhammad Amin Dayah Cut Tiro pada Teungku di Dalam, 3 Zulkaedah 1294 [9 Desember 1877], Cod. Or.
Baihaqi, “Ulama dan Madrasah Aceh” dalam Taufik Abdullah (ed.), Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996),
Ali Hasjmy, “Srikandi Teungku Fakinah,” Sinar Darussalam, no. 66, Pebruari 1976,; H.M. Zainuddin, Srikandi Atjeh,
Iskandar Muda, Medan, 1965;
Rusdi Sufi, Pandangan dan Sikap Ulama di Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: LIPI, 1987),
Alyasa’ Abubakar, Manuskripsi Dayah Tanoh Abee: Kajian Keislaman di Aceh pada masa Kesultanan, Kajian Islam (Banda
Aceh: Ar-Ranirry Press, 2000)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999),
Nuraini, “Potret Islan Tradisional Dayah dan Ulama Aceh Abad ke-20 dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Mudarrisuna, vol.
4 No. 2 (Juli-Desember, 2014)

84 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Diniyah

Kata diniyah berasal dari Bahasa arab kemudian berkembang, dengan lahirnya
yang berarti keagamaan, dari akar kata madrasah, PTAI (Perguruan Tinggi Agama
din yang memiliki arti; pasrah, tunduk, Islam), Madrasah Diniyah dan seterusnya.
patuh, tingkah laku, kebiasaan, kepercayaan,
tauhid, ibadah. Umumnya kata din bermakna Masa Awal
agama. Kata din dalam al-qur’an diulang
sebanyak 101 kali, dan memiliki makna yang Pendidikan keagamaan dalam tradisi Islam
bermacam-macam. Menurut Harun Nasution, memiliki model yang beragam, terlebih setelah
paling tidak ada empat unsur yang terkandung umat Islam yang hampir ada diseluruh penjuru
dalam agama yaitu; percaya terhadap dunia. Pendidikan keagamaan Islam memiliki
keagungan hal gaib, dengan percaya terhadap pola yang berbeda-beda, baik pendidikan yang
yang gaib manusia akan bahagia dunia akhirat, ada di berbagai wilayah. Model dan kurikulum
rasa takut terhadap hal gaib, dan menyakini pendidikan keagamaan yang berada di Arab
kesucian hal gaib. Menurut Atho Mudhar Saudi, bisa jadi berbeda dengan yang ada di
istilah “agama” dan “keagamaan” memiliki Iran, Turki, Mesir, Maroko, Tunis atau wilayah-
pemahaman yang berbeda. Kajian agama Islam wilayah yang lainnya, termasuk di Indonesia.
adalah kajian yang membahas agama Islam itu
sendiri, sedangkan kajian keagamaan Islam Madrasah telah muncul sebagai lembaga
meliputi seluruh kajian yang berhubungan Pendidikan di dunia sejak abad 11 M dan telah
dengan Islam, dan dapat didekati dari berbagai tumbuh berkembang pada masa kejayaan
aspek. Islam. Di antaranya yang terkenal adalah
Madrasah yang dibangun oleh perdana menteri
Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa Nizham Al-Mulk, yang populer dengan nama
pengertian diniyah adalah pembahasan Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah
tentang keagamaan dari berbagai aspek. Kata ini telah memperkaya khasana lembaga
diniyah dalam tradisi Indonesia, umumnya pendidikan di lingkungan masyarakat Islam,
bersandingan dengan istilah madrasah. Kata karena pada masa sebelumnya masyarakat
“madrasah” juga berasal dari bahasa Arab yang Islam hanya mengenal pendidikan tradisional
berarti tempat belajar. Kata “madrasah” berasal yang diselenggarakan di masjid-masjid, pada
dari akar kata “darasa” (telah belajar). Jadi saat itu Islam telah berkembang secara luas
pengertian madrasah diniyah adalah tempat dalam berbagai macam ilmu pengetahuan,
(lembaga pendidikan) yang mengkaji agama dengan berbagai macam aliran atau madzab
dari berbagai sudut pandang atau pendekatan. dan pemikirannya. Pembidangan ilmu
pengetahuan tersebut bukan hanya meliputi
Pergeseran makna diniyah sebagai lembaga ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-
pendidikan, akan terus berubah, seiring qur’an dan Hadis, tetapi juga bidang-bidang
dengan perkembangan pendidikan keagamaan filsafat, astronomi, kedokteran, matematika
yang ada di Indonesia. Pada awalnya dan ilmu kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah
pendidikan diniyah di Indonesia hanya dikenal di dunia Islam pada dasarnya merupakan
pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren,

Edisi Budaya | 85

usaha pengembangan

dan penyempurnaan

zawiyah-zawiyah dalam

rangka menampung

pertumbuhan dan

perkembangan ilmu

pengetahuan dan jumlah

pelajar yang semakin

meningkat.

Pada abad ke 14

Ibnu Batuta pernah

menjadi guru hadis di

lembaga pendidikan Siswa Madrasah Diniyah Nidhomiyah Putra, Kencong.
Al-Mansur di Baghdad.
Pada masa Al-Maghrizi Sumber: ARRAHMAH.CO.ID

di mushalla ‘Amr dibuka 8 kelas dalam bidang kedokteran, falaq, dan lain lain. Tradisi
ilmu fiqih. Pada abad ke 14 di Al-Azhar, banyak keilmuan di madrasah dapat dilihat dari tiga
lembaga pendidikan madrasah didirikan aspek. Pertama, aspek transformasi madrasah.
diantaranya di mushalla Al-Hakim. Madrasah Dilihat dari sisi keilmuan, ilmu yang diajarkan
Naysabur adalah lembaga pendidikan yang di madrasah masih merupakan kelanjutan
memfokuskan pada kajian fiqh Syafii. dari yang diselenggarakan di masjid. Kedua,
Salahuddin adalah raja yang pertama kali aspek aliran agama. Madrasah merupakan
memperkenalkan madrasah di Yerussalem. lembaga sunni atau aliran fiqh dan hadits dan
Beliau telah mendirikan 31 madrasah yang madrasah menolak filsafat dan mantiq Yunani
khusus kajian ilmu yang berkaitan dengan al- karena mantiq merupakan pintu menuju
qur’an dan al-hadist. Perkembangan lembaga filsafat dan kesesatan. Hal ini mengakibatkan
pendidikan madrasah di wilayah Spanyol, madrasah kurang memperhatikan ilmu-ilmu
Persia, dan Tunisia tergolong sangat banyak, yang berbasis logika dan filsafat kuat seperti
di antaranya madrasah al-Ma’rad, al-Saffarin, ilmu kimia, fisika, kedokteran dll. Apalagi
al-Halfa’iyyah, dan sebagainya.
metode yang dominan di madrasah adalah

Pada perkembangan berikutnya yang iqra’ (ceramah) dan imla’ (dikte) sehingga
dipelopori oleh Dahhâk bin Muzâhim lebih merangsang budaya menghafal dari pada
berkembang pendidikan ke arah yang memahmi. Ketiga, Aspek politik pemerintah.

lebih sistematik, dan ditambahkan disiplin

pengetahuan yang lain. Pada waktu itu murid Masa Perkembangan
beliau mencapai 3.000 siswa.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia
Pembelajaran di Madrasah yang paling telah muncul dan berkembang seiring dengan
utama adalah kajian al-qur’an dan al-hadist, masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
dengan dukungan bahasa Arab, serta kajian Lembaga pendidikan Islam telah mengalami
kajian yang lain, di ataranya, ilmu yang perkembangan jenjang dari jenisnya. Seirama
berkaitan dengan al-qur’an (tafsir, dan qira’ah dengan perkembangan bangsa Indonesia
al-sabah), ilmu yang berkaitan dengan hadits sejak masa kesultanan, masa penjajahan dan
(al-nasikh al-mansukh, dan musthalah hadits), masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut
kajian teologi, filsafat, fiqh, tasawuf, faraid. telah mengubah pendidikan dari bentuk
Ilmui-lmu tersebut tergolong dalam ulum tradisional menjadi lembaga pendidikan
naqliyahyangtermaktubdalamMukaddimanya formal dengan landasan pendidikan nasional
Ibn Khaldun. Sedangkan yang tergolong seperti Madrasah yang saat ini kita kenal
ulum aqkliyyah, yaitu; mantiq, aritmatika, bersama, Madrasah merupakan fenomena
geometri, astronomi, musik, tarbiyyah,

86 | Ensiklopedi Islam Nusantara

modern yang muncul pada awal abad ke- 20 sangat bersifat lokal, pemberian pembelajaran
dengan sebutan mengaca kepada lembaga tidak seragam, sering tidak ujian untuk
pendidikan yang memberikan pelajaran mengetahui keberhaasilan siswa.
agama Islam tingkat dasar, menenga, dan atas.
Perkembangan lembaga pendidikan Islam Dengan demikian kehadiran Madrasah
merupakan reaksi terhadap faktor-faktor yang dalam perkembangannya penuh dinamika
berkembang dari luar lembaga pendidikan yang sangat kompleks. Pendidikan Islam
yang secara taradisional sudah ada, terutama setidaknya mempunyai latar belakang:
sejak munculnya pendidikan modern.
Dengan kata lain perkembangan Madrasah 1. Sebagai manifestasi dan realisasi
adalah hasil tarik menarik antara pesantren pembaharuan sistem pendidikan Islam
sebagai lembaga pendidikan asli yang sudah
ada dengan pendidikan modern. Madrasah 2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem
merupakan perkembangan lebih lanjut pendidikan pesantren ke arah suatu sistem
dari pesantren, suatu lembaga pendidikan pendidikan yang lebih memungkinkan
keagamaan yang konon bentuknya sudah untuk menempuh jenjang yang lebih
dikenal penduduk nusantara sejak zaman tinggi.
hindu budha, di masa lalu pesantren hanya
mengajarkan pengetahuan agama. 3. Sebagai upaya menjembatani antara
sistem pendidikan tradisional yang
Dengan perkembangan yang sangat dilakukan pesantren dengan sistem
pesat, dalam hal ini pendidikan di Madrasah pendidikan modern.
sudah seharusnya menjadi perioritas dalam
mencerdaskan pengembangan pengetahuan, Menulusuri sejarah pertumbuhan dan
dan mampu menghadapi tantangan zaman perkembangannya, Madrasah ternyata
dan bangsa. Madrasah merupakan hasil tidak dapat dipisahkan dari perkembagan
perkembanan modern dari pendidikan masyarakat atau tegasnya seluruh kehidupan
pesantren. Menurut sejarah bahwa sebelum masyarakat. Di antara aspek yang menonjol
Belanda menjajah Indonesia, lembaga dalam mempengharuhi perkembangan
pendidikan Islam yang ada adalah pesantren Madrasah itu sejak klasik ialah aspek politik
yang memusatkan kegiatannya untuk dan pemikiran. Hanon mengatakan bahwa
mendidik siswanya untuk mendalami ilmu Madrasah pada permulaan perkembangannya
agama. Ketika Belanda membutuhkan tenaga merupakan lembanga pendidikan yang mandiri
terampil untuk membantu administrasi (swadana dan swakelola), tanpa bimbingan
pemerintah jajahannya di Indonesia, maka dan bantuan materil dari pemerintah. Kini
diperkenalkannya jenis-jenis pendidikan Madrasah di Indonesia sudah mendapatkan
yang berorientasi pada pekerjaan. Proklamasi perhatian pemerintah dan ditetapkan
Kemerdekaan pada tahun 1945 ternyata sebagai model sumber pendidikan nasional.
melahirkan kebutuhan banyak tenaga pendidik Selanjutnya seiring dengan perkembangan
yang terampil untuk menangani administrasi zaman dan peta politik bangsa, Madrasah
pemerintah dan untuk membangun negara dengan berbagai kebijakan pemerintah
dan bangsa. Untuk mengimbangi kemajuan semakin mendapat pengakuan dan menempati
zaman, di kalangan umat Islam, timbul posisi yang strategis karena peranannya dalam
keinginan untuk memodernkan lembaga mencerdaskan kehidupan bangsa (cerdas
pendidikan mereka dengan pendidikan intelektual cerdas emosional dan cedas
Madrasah. Perbedaan Madrasah dengan spiritual) terasa semakin dibutuhkan.
pesantren terletak pada sistem pendidikannya.
Madrasah menganut sistem pendidikan formal Madrasah Diniyah adalah salah satu
dengan pemberian ujian yang terjadwal dan lembaga pendidikan keagamaan pada jalur
segala proses belajar seperti halnya sekolah. luar sekolah yang diharapkan mampu secara
Sedangkan pesantren dengan kurikulum yang menerus memberikan pendidikan agama
Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi
pada jalur sekolah yang diberikan melalui
sistem klasikal serta menerapkan jenjang

Edisi Budaya | 87

pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah, lembaga-lembaga pendidikan agama, maka
dalam menyelenggarakan pendidikan agama penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat
Islam tingkat dasar selama selama 4 tahun dan bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu; Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah Wustho menyelenggarakan yang di dalamnya terdapat sejumlah mata
pendidikan agama Islam tingkat menengah pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah.
pertama sebagai pengembangan pengetahuan
yang diperoleh pada Madrasah Diniyah Jenis Pendidikan Diniyah
Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua)
tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam Pendidikan Diniyah (keagamaan) di
pelajaran seminggu; dan Madrasah Diniyah Indonesia ada beberapa macam, seperti;
Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan majlis ta’lim, pondok pesantren, madrasah,
agama Islam tingkat menengah atas dengan madrasah diniyah, perguruan tinggi dan
melanjutkan dan mengembangkan pendidikan univesitas di bawah naungan Kementrian
Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2 Agama. Model pendidikan diniyah dilihat dari
(dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam diakuinya ijazah (syahadah) oleh pemerintah
per minggu. dapat dibagi menjadi dua.

Dalam perkembangan berikutnya, Pendidikan Keagamaan formal
pendidikan di Madrasah ini juga beradaptasi
dengan perkembangan zaman dan mengambil Pendidikan Keagamaan Formal adalah
bentuk-bentuk lembaga pendidikan modern. lembaga pendidikan keagamaan yang
Hal ini diperkuat dengan di undangkannya legalitas ijazahnya diakui oleh pemerintah
UU Sistem Pendidikan Nasional yang Indonesia. Model pendidikan ini, terdapat dua
ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. macam yaitu; Pendidikan Keagamaan yang
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama kurikulumnya diatur oleh pemerintah dan
dan keagamaan memang menjadi babak baru Pendidikan Keagamaan yang kurikulumnya
bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan diatur sendiri.
di Indonesia, diakuinya adanya sekolah umum
yang berciri khas keagamaan yang merupakan a) Pendidikan Keagamaan yang
pengakuan atas keberadaan Madrasah dan kurikulumnya diatur pemerintah
sekolah Islam. Karena itu berarti negara telah • Madrasah (Madrasah Ibtidaiyah,
menyadari keanekaragaman model dan bentuk Madrasah Tsanawiyah, dan
pendidikan yang ada di Indonesia. Madrasah Aliyah)
• Pendidikan Tinggi Agama Islam
Keberadaan peraturan perundangan (PTAI)
tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” • Univesitas Islam (UI)
bagi Madrasah Diniyah. Karena selama
ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah b) Pendidikan Keagamaan yang
ini tidak banyak diketahui bagaimana pola kurikulumnya diatur sendiri
pengelolaannya. Tapi karakteristiknya • Pondok Pesantren Mu’adalah
yang khas menjadikan pendidikan ini layak (disamakan)
untuk dimunculkan dan dipertahankan • Ma’had ‘Ali
eksistensinya. • Madrasah Diniyah

Sebagian Madrasah Diniyah khususnya Pendidikan Keagamaan non formal
yang didirikan oleh organisasi-organisasi
Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic Pendidikan Keagamaan non-Formal adalah
School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah lembaga pendidikan keagamaan yang legalitas
Indonesia merdeka dan berdiri Departemen ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah
Agama yang tugas utamanya mengurusi Indonesia. Keterangan lebih lanjut mengenai
pelayanan keagamaan termasuk pembinaan Pendidikan Keagamaan Non Formal telah
dijelaskan secara rinci dalam PP no. 55 tahun
2007tentangpendidikanagamadankeagamaan

88 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pasal 22 yaitu bahwa “Pendidikan diniyah Islam Nusantara.
nonformal diselenggarakan dalam bentuk
pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al- Pesantren bukan hanya sebagai pusat
Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain lembaga pendidikan yang konsen dalam
yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal mengkaji pengetahuan keagamaan (diniyah),
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tetapi juga menjadi sumber pemahaman
berbentuk satuan pendidikan. Pendidikan keagamaan masyarakat sekitarnya. Hubungan
diniyah nonformal yang berkembang menjadi timbal balik antara pesantren dan masyarakat
satuan pendidikan wajib mendapatkan izin lambat laun tidak bisa dipisahkan dan saling
dari kantor Departemen Agama Kabupaten/ mempengarugi. Atas dasar ini, pesantren
Kota setelah memenuhi ketentuan tentang merupakan bagian dari budaya setempat.
persyaratan pendirian satuan pendidikan”,
seperti; Kesimpulan
• Pondok Pesantren
• Majlis Ta’lim Diniyah (keagamaan) dalam tradisi
• Madrasah Diniyah Takmiliyah. pendidikan Islam memiliki pemahaman yang
luas, disebabkan seluruh pendidikan yang telah
Titik singgung Diniyah dengan Islam berkembang sekarang dapat dihubungkan
Nusantara dengan agama. Universitas Islam Negeri
Jakarta program pasca sarjana misalnya, telah
Pendidikan Diniyah, kususnya pesantren membuka studi Islam. Ia menyakini bahwa
di Indonesia memiliki keunikan dari berbagai ajaran agama dapat dilihat dari berbagai aspek,
hal. Perkembangan tradisi keilmuan dan termasuk dalam bidang pengetahuan. Hal
pengetahuan Islam Nusantara tidak bisa ini menunjukkan bahwa pendidikan diniyah
dilepaskan dari sejarah perkembangan mengalami kemajuan yang luar biasa, yang
pensantren. Hal ini dapat kita lihat dalam awalnya hanya mengkaji permasaalan ibadah
beberapa karya sarjana, yang konsen terhadap saja.
perkembangan keilmuan dan pengetahuan
[Ayatullah]

Sumber Bacaan

M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren,
Sa’dullah Affandy, Menyoal Status Agama-Agama Pra Islam (Bandung: Mizan, 2015).
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid 1, 3.
H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
Haidar Putra Dauly, Pendidikkan Islam dalam System Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta; Pranada Media, 2004),
Hasbullah, Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan dan Perkembangan, (Jakarta; LKiS, 2004),
Akmal Hawi, Otonomi Pendidikan dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1,

(Sulsel; MDC, 2006),
Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004),
Ari Furchan, Tranformasi Pendidikan Islam Indonesia, (Bandung: CV. Bumi Aksara, 2005),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),
Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009),
H. Amin Haedari, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara, 2006),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),

30, Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan, (Bandung: FokusMedia, 2008), 2. Lihat juga
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Affandi Mochtar, Pendidikan Islam; Tradisi Keilmuan dan Modernisasi, (Yogyakarta: Pustaka Isfahan, 2008),
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2001),

Edisi Budaya | 89

Dungo

Dungo (bahasa Jawa) berasal dari Illustrasi santri sedang berdoa.
kata do’a yang diambil dari bahasa
Arab yaitu al-du’a berarti memanggil, Sumber http://www.andikafm.com/news/detail/2036/1
mengundang, meminta tolong, memohon,
dan sebagainya. Do’a dalam al-Qur’an memiliki perubahan. Islam datang ke Nusantara dan
banyak arti, diantaranya al-Nida’ (panggilan), mengubah tradisi dungo menjadi dungo yang
al-Thalab (permintaan), al-Qaul (perkataan/ bernafas Islam.
ucapan), al-‘Ibadah (ibadah), al-Isti’anah
(minta pertolongan). Dungo dapat diartikan, Datangnya tokoh Wali Songo di bumi
permintaan seorang hamba kepada Tuhan. Nusantara memiliki jasa besar dalam
mengislamkan Nusantara, khususnya Jawa.
Istilah Dungo berakar pada Bahasa Arab Wali Songo memiliki metode dakwah dan
yaitu Do’a Istilah tersebut kemudian dijawakan pengajaran Islam yang unik, sehingga Islam
menjadi Dungo. Kata dungo dalam masyarakat dengan cepat menyebar di belahan pelosok
Islam Jawa memiliki kemiripan dengan kata Nusantara. Wali Songo menyebarkan ajaran
jampi. Dalam masyarakat Indramayu terdapat Islam dengan tanpa membrangus tradisi yang
istilah “dungo sholat, dungo zakat, dungo ada di Nusantara. Mereka memberi ruh ajaran
puasa” atau “jampi sholat, jampi zakat, jampi Islam pada tradisi tersebut.
puasa”, dan sebagainya. Persamaan makna dua
istilah itu, masih ditemukan sampai sekarang. Masyarakat Nusantara boleh melakukan
ritual mapag sri (ritual yang dilakukan
Fungsi Dungo masyarakat Jawa menjelang musim tanam
padi), tetapi ritual tersebut kemudian diisi
Masyarakat Nusantara, khususnya Jawa dengan dzikir dan tahlil bersama. Ketika
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu salah satu keluarga hamil, masyarakat Jawa
mengaturkan do’a. Dungo memiliki beberapa biasanya mengadakan ritual, tetapi ritual itu
fungsi, di antaranya: tidak dihilangkan oleh Wali Songo, cuma ritual
1. Sebagai bentuk penghambaan makhluk itu diisi dengan membaca al-qur’an, biasanya
membaca surat Muhammad, al-Rahman,
pada sang Khaliq2. Sebagai amal ibadah Maryam, dan Yusuf.
3. Sebagai solusi dalam permasalahan dunia
Tradisi yang dibangun Wali Songo masih
dan akhirat dapat dijumpai hingga sekarang, khususnya
4. Sebagai media untuk meningkatkan dalam masyarakat Jawa.

dimensi spritual. Sumber Bacaan

Titik singgung Istilah Dungo dengan Syukriadi Sambas dan Tata Sukayat, Epistimologi Doa,
Islam Nusantara (Bandung: TPK Warois, 2002).

Praktek dungo dalam masyarakat
Nusantara, sebelum datangnya Islam itu
memiliki dua bentuk: pertama, ritual dengan
mengucapkan jampi; dan kedua, hanya
mengucapkan jampi. Dungo ditunjukkan
pada roh nenek moyang dan dewa-dewa
(dalam tradisi Hindu-Bhuda). Seiring dengan
berjalanya waktu, tradisi itu mengalami

90 | Ensiklopedi Islam Nusantara

E

Ela-Ela dan Kolano Uci Sabea


Click to View FlipBook Version