The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN MAN 2 CIAMIS, 2022-02-14 20:52:11

Ensiklopedi Islam Nusantara

Ensiklopedi Islam Nusantara

Hasbullah (1996 : 206) memberikan rincian di tengah-tengah masyarakat yaitu antara
peranan majelis ta’lim adalah sebagai lain sebagai wadah untuk membina dan
berikut: 1) Membina dan mengembangkan mengembangkan kehidupan beragama dalam
ajaran Islam dalam rangka membentuk rangka membentuk masyarakat yang bertakwa
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, kepada Allah SWT, taman rekreasi rohaniah,
2) Sebagai teman rekreasi rohaniah, karena karena penyelenggaraannya bersifat santai,
penyelenggaraannya bersifat santai, 3) Sebagai wadah silaturahmi yang menghidup suburkan
ajang berlangsungnya silaturrahmi massal syiar Islam, dan media penyampaian gagasan-
yang dapat menghidupkan dan menyuburkan gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan
dakwah dan ukhuwah Islamiah, 4) Sebagai umat dan bangsa.
sarana dialog berkesinambungan antara
ulama dan umara serta umat, 5) Sebagai Secara strategis majelis-majelis talim
media penyampaian gagasan yang bermanfaat menjadi sarana dakwah dan tabligh yang
bagi pembangunan umat dan bangsa pada berperan sentral pada pembinaan dan
umumnya. peningkatan kualitas hidup umat agama Islam
sesuai tuntunan ajaran agama. Majelis ini
Strategi dan Kiprah Majelis Taklim menyadarkan umat Islam untuk, memahami
dan mengamalkan agamanya yang kontekstual
Majelis taklim bila dilihat dari struktur di lingkungan hidup sosial budaya dan alam
organisasinya, termasuk organisasi pendidikan sekitar masing-masing, menjadikan umat
luar sekolah yaitu lembaga pendidikan yang Islam sebagai ummatan wasathan yang
sifatnya non formal, karena tidak di dukung meneladani kelompok umat lain. Untuk
oleh seperangkat aturan akademik kurikulum, tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan
lama waktu belajar, tidak ada kenaikan sebagai penunjuk jalan ke arah kecerahan sikap
kelas, buku raport, ijazah dan sebagainya hidup Islami yang membawa kepada kesehatan
sebagaimana lembaga pendidikan formal yaitu mental rohaniah dan kesadaran fungsional
sekolah. Dilihat dari segi tujuan, majelis talim selaku khalifah dibuminya sendiri.
termasuk sarana dakwah Islamiyah yang secara
self standing dan self disciplined mengatur dan Materi yang pelajari dalam majelis
melaksanakan berbagai kegiatan berdasarkan talim mencakup pembacaan Al-Quran serta
musyawarah untuk mufakat demi untuk tajwidnya, tafsir bersama ulum Al-Quran,
kelancaran pelaksanaan talim Islami sesuai hadits dan Fiqih serta ushul fiqh, tauhid, akhlak
dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari ditambah lagi dengan materi-materi yang
aspek sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia dibutuhkan para jamaah misalnya masalah
sampai sekarang banyak terdapat lembaga penanggulangan kenakalan anak, masalah
pendidikan Islam memegang peranan sangat Undang-Undang. Perkawinan dan lain-lain.
penting dalam penyebaran ajaran Islam di Majelis talim di kalangan masyarakat Betawi
Indonesia. Di samping peranannya yang ikut biasanya memakai buku-buku berbahasa
menentukan dalam membangkitkan sikap Arab atau Arab Melayu seperti Tafsir Jalalain,
patriotisme dan nasionalisme sebagai modal Nail Nautar dan lain-lain. Pada majelis talim
mencapai kemerdekaan Indonesia, lembaga lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa
ini ikut serta menunjang tercapainya tujuan Indonesia sebagai pegangan misalnya fiqih
pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk Islam, karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa
dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga buku terjemahan.
pendidikan Islam tersebut ada yang berbentuk
langgar, suarau, rangkang. Ada berbagai metode yang digunakan
di majelis talim, yaitu Metode Ceramah
Meskipun bukan organisasi massa yang dimaksud adalah penerangan dengan
atau organisasi politik. Namun, majelis penuturan oleh guru terhadap peserta.
talim mempunyai kedudukan tersendiri Metode Tanya Jawab, metode ini membuat
peserta lebih aktif. Keaktifan dirangsang
melalui pertnyaan yang disajikan. Metode

242 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Latihan, metode ini sifatnya melatih untuk ikhlas, jelas dalam berbicara, dan mengajak
menimbulkan keterampilan dan ketangkasan. pada kebenaran.
Metode Diskusi, metode ini akan dipakai harus
ada terlebih dahulu masalah atau pertanyaan Hasil observasi data dari majelis-majelis
yang jawabannya dapat didiskusikan. ta’lim menunjukkan tujuan keimanan
mendominasi pencapaian tujuan kegiatan.
Dewasa ini metode ceramah sudah Maka kontribusi pendidikan majelis ta’lim
membudaya, seolah-olah hanya metode itu adalah menanamkan keimanan dalam keluarga
saja yang dipakai dalam majelis talim. Dalam islami. Karenanya, proses pendidikan yang
rangka pengembangan dan peningkatan mutu dilaksanakan di majelis ta’lim dimaksimalkan
Majelis Talim dapat digunakan metode yang terutama dari sisi pemateri (mu’allim). Mu’allim
lain, walaupun dalam taraf pertama mengalami sebagai pendidik di majelis ta’lim hendaknya
sedikit keanehan. memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
sosial, dan kompetensi profesional. Kemudian,
Dr Helmawati dalam disertasi yang pengadaan penilaian (evaluasi) kegiatan guna
dibimbing oleh Prof Didin Hafidhuddin, Prof mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan
Ahmad Tafsir, dan Prof Endin Mujahidin yang telah dicapai oleh jamaah. Selain itu,
menyatakan bahwa kontribusi pendidikan di untuk melihat tingkat keberhasilan mu’allim
majelis ta’lim menghasilkan jamaah (pendidik/ dalam proses pengajaran, mengetahui tingkat
orangtua) yang memiliki keimanan. Keimanan keberhasilan pengurus dalam memberi
tersebut diperoleh lewat pengetahuan agama pelayanan kepada jamaah. Juga sebagai
seperti, tafsir, fiqh, tauhid, ibadah dan akhlak, pedoman untuk memperbaiki program atau
dan keterampilan.Helma juga menambahkan tata kerjanya.
bahwa majelis ta’lim telah berkontribusi
besar dalam membentuk sifat mulia bagi para [Zainul Milal Bizawie]
pendidik dalam keluarga. Antara lain, sifat
takwa, shaleh, amanah, tanggung jawab, sabar,

Sumber Bacaan

Muhsin MK, Manajemen Majelis Taklim, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009
Tutty Alawiyah, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, Bandung: Mizan, 1997
Arifin, M., H., Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. Ke-3
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), cet. Ke 14
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka

Utama, 2008), cet. Ke-4
Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang,CV.Toha Putra Semarang,1989, hal. 421
Enung K. Rukiati,Dra.,Hj. dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006

), Cet. 1
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, ( Bandung, 1996, )
Hasbullah,Kapita Selekta Pendidikan Islam,Rajawali Pers,Jakarta,1995,
Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). hal. 102.

Edisi Budaya | 243

Majzub

Istilah jazab untuk orang yang belum waham, gangguan kepribadian dissosial,
mengetahui dunia tasawuf atau belum gangguan kepribadian emosional tak stabil
belajar tasawuf sama sekali (orang atau skizofrenia. Akan tetapi secara hakikat
awam), pasti sangatlah asing dengan istilah sangatlah berbeda Majzub dengan orang yang
ini. Sebenarnya orang awam sering melihat sedang terkena gangguan kejiwaan secara
fenomena ataupun bersinggungan langsung umumnya, jika ditinjau dari berbagai aspeknya.
dengan istilah atau pelaku jazab, sering
orang awam mengatakan,” kyai koyok wong Definisi dan Bentuknya
edan (bahasa Jawa yang artinya kyai seperti
orang gila)”, atau “wah, wong ka’e kakean ilmu Majzub berasal dari sebaran kata Jazab,
(agama), trus durung wayahe ngamalke malah di dalam istilah tasawuf adalah suatu maqom
diamalke dadine edan (bahasa jawa yang artinya atau keadaan di luar kesadaran seseorang,
wah, orang itu terlalu banyak ilmu (agama), atau bahkan, sudah tidak tertaklif secara
belum saatnya diamalkan, justru diamalkan, syariat. Dalam kamus bahasa arab asal dari
jadinya gila)”. Fenomena-fenomena itulah JAZAB adalah – Jazaba-Yajzibu-Jazban –
yang disebut dengan jazab. yang berarti mempunyai makna ”menarik”,
sementara obyek atau maf ’ulnya adalah majzub
Orang yang jazab disebut majzub. Pada yang berarti mengandung makna tertarik, di
umumnya majzub adalah para sufi atau para dalam istilah sufi, biasanya jazab di gunakan
praktisi taswuf, atau didalam dunia tasawuf terhadap situasi bagi seseorang yang sedang
disebut dengan orang salik dalam menempuh mengalami (khoriqul adat) atau jenis yang lain,
thariqah. Jazab jika diistilahkan ke dalam seperti nyleneh, keluar dari adat kebiasaan
bahasa Indonesia adalah wali gila. Dimana wali umum, atau mungkin bisa di kategorikan
gila ini bertingkah laku seperti orang gila, dan orang gila yang berkeramat, dikatakan gila
tidak sering melakukan hal-hal yang sering sebab munculnya pemahaman bahwa jazab
bertentangan dengan syariat agama Islam, adalah hilangnya keumuman secara manusia,
seperti meminum-minuman keras, berjudi, tentu beda dengan arti dari gila sendiri, sebab
bergaul (melakukan hubungan suami-istri) gila di dalam bahasa arabnya adalah Junna-
dengan para WPS (wanita pekerja seks) akan Junuunan – gila- atau, Janna-Yajunnu-Jannan
tetapi pada hakikatnya perilaku para Majzub – yang artinya menutup. Istilah Jazab ditulis
ingin memberikan suatu pesan tertentu oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul
kepada seseorang atau kepada masyarakat. Karim bin Athoillah Assakandari (658 H/1259
Dan Perilaku tersebut sering menimbulkan M –709 H/1309 M) dalam kitab Al-Hikam.
perdebatan para ulama, ada yang menentang
dengan keras karena dapat menyesatkan umat, Secara etimologis, jazab adalah bentuk
dan ada yang memaklumi karena dianggap superlatif (mubalaghah) dari kata jazaba, yang
sebagai anugerah langsung dari Allah. artinya “menarik”, dan dalam format superlatif
dapat diartikan “sangat menarik”. Dalam
Jika dipandang dari dunia psikologi, terminologi pesantren, ia sering digunakan
maka jazab hampir sama dengan gangguan dalam konteks pengalaman batin dan
buatan (malingering), stres, depresi, gangguan

244 | Ensiklopedi Islam Nusantara

pemahaman seseorang yang dimanifestasikan minnah dan masyi’ah-Nya, sebagai bentuk cara
dalam perbuatan dan kata yang kurang dapat menjadi wali lebih cepat, ia juga mempunyai
dipahami oleh publik. pengalaman keberagaman, yang secara
otomatis mempunyai kesadaran mistis.
Jazab adalah suatu istilah dalam dunia
tasawuf yang berarti suatu keadaan di luar Kesadaran Spiritual Kesadaran batin yang
kesadaran. Kaum sufi mengatakan bahwa paling dalam merupakan perkembangan jiwa
Jazab adalah suatu keadaan dimana seseorang manusia yang sempurna. Dimana seorang sufi
benar-benar mampu untuk menyingkap mampu melihat Allah melalui Allah, dan hanya
dan melihat dengan nyata sifat-sifat Allah Allah-lah yang merupakan kesadarannya yaitu
dalam alam sadar dan mampu merasakan hal berisi pengetahuan tentang realitas-realitas
tersebut. Menurut mayoritas kaum sufi, jazab yang berlapis-lapis, yang terangkum dalam ke-
disebabkan oleh rasa keimanan pada Allah Esaan Allah SWT. Kesadaran batin terdalam
yang sangat kuat, sehingga mereka yang Jazab ini yang juga aspek terdalam hikmah, yaitu
akan diberikan sesuatu yang tidak akan bisa sebuah kesadaran dimana para sufi merasakan
dilihat, tidak bisa didengar, dan tidak akan dan mendapat kenikmatan di dalamnya. Dan
bisa dirasakan oleh manusia lain. Selain itu, dengan kondisi itu, mereka menjadi bahagia,
orang yang mengalami Jazab akan senantiasa yang tidak dapat dilihat oleh akal. Menurut
berdoa pada Allah dengan tetak khouf (takut Al-Ghozali, kesadaran hati manusia ada dua.
pada adzab Allah) dan thoma’ (keinginan untuk Pertama yaitu kesadaran terhadap alam malakut
melihat Allah). (berhubungan dengan al-lawh al-mahfuzh dan
alam malaikah). Alam ini hanya dapat dipelajari
Eksistensi Jazab dalam Tasawuf Jazab dengan penuh keyakinan, dengan mengangan-
sebagai jalan spiritual seorang salik, menuju angan pada aja’ib al-ru’ya (keajaiban mimpi).
pengalaman rohani yang lebih tinggi Kedua, yaitu kesadaran terhadap alam empiris,
ketimbang melalui jalur tarekat. Jazab maksudnya bahwa hati mampu memahami
merupakan keniscayaan yang harus dijalani dan merespon terhadap semua informasi yang
manusia, artinya bukan pilihan hidup. Kata diberikan oleh panca indera.
Jazab berasal dari kata kerja Jazaba, yang
berarti menarik, memikat, dan menawan Wali Majzub, jika dilihat dari
(hati), memindah dari suatu tempat, cepat, kesadarannya, mereka ada yang masih sadar
atau sebuah jarak. Dalam al-Qur’an terdapat dengan eksistensi dirinya, dan ada yang
dalam surat Al-Syura’13 yang sering digunakan kehilangan control kesadaran normalnya. Bagi
sebagai argumentasi oleh para ulama. Para wali Majzub yang masih mempunyai kesadaran
ulama sering mendifinisikan Jazab dengan dan kekuatan mental serta kesiapan menerima
tarikan Ilahiyah pada seorang hamba yang Jazab, maka dia akan tetap sadar terhadap
Dia kehendaki, agar hamba itu lebih dekat eksistensi ciptaan Allah dan dirinya, mampu
kepada-Nya dengan mendapat pertolongan- berpikir secara rasional, dan mempunyai
Nya secara langsung tanpa ada usaha atau mukasyafah (terbukanya rahasia-rahasia
susah payah (anugerah/minnah) dan kehendak Ilahiyyah) baginya. Berbeda dengan wali
(masyi’ah). Bentuk Jazab ada dua, yakni yang Majzub yang kehilangan control kesadarannya,
sadar dan tidak sadar artinya ada Jazab yang yang sudah tidak sadar terhadap fenomena
dirasakan dalam batin dan tidak nampak, dan sosial yang ada di sekitarnya, kesadaran
adapula yang terlihat dari luar. Jazab dalam mereka lebih condong dan didominasi oleh
tasawuf, secara umum, ada yang muktasab alam malakut, yang tidak diketahui oleh
(dapat diusahakan atau diperoleh) dengan banyak orang. Oleh karena itu, tidaklah
jalan mujahadah dan ada yang ghayr muktasab mengherankan jika ada wali majzub yang tidak
(tidak dapat diusahakan) atau merupakan puasa di bulan Ramadhan atau meninggalkan
minnah dan masyi’ah langsung dari Allah. shalat fardhu. Menurut al-Dabusi, kondisi
Berkaitan dengan wali Majzub-yaitu seorang seperti ini merupakan tingkatan yang terakhir
wali yang mendapat tarikan Ilahiyyah dengan yang menyebabkan linglung-bingung dengan

Edisi Budaya | 245

mabuk, yaitu sakrah li al-mahabbah (mabuk dibenarkan ataupun dimaklumi karena dapat
cinta yang berasal dari ma’rifat Allah yang menyesatkan umat Islam yang masih awam.
sejati), sakrah al-khasyyah (mabuk karena
takut, yang timbul dari pengetahuan hamba Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Abdul Rahman
tentang dirinya dengan sifat-sifat-Nya), Abdul Khaliq beranggapan bahwa seorang wali
sakrah al-humiyyah (mabuk karena semangat seharusnya konsisten dengan ajaran syari’at
yang menggelora yang berasal dari keyakinan Islam. Seseorang yang perbuatannya bertolak
kewajiban taat terhadap perintah dan belakang dengan ajaran Rasulullah Saw, dia
larangan Allah), dan sakrah al-minnah (mabuk bukanlah seorang wali. Kalaupun dia memiliki
karena anugerah, yang berasal dari keyakinan kelebihan-kelebihan yang di luar nalar, itu
bahwa berbuat baik adalah dari Allah SWT). bukanlah karamah, merupakan pemberian
Kemudian jika mereka telah kembali dari yang diberikan setan.
alam kesatuan menuju alam eksistensi ciptaan
dan sadar terhadap eksistensi dirinya, maka Haji Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-
seluruh perbuatan mereka bisa dipertanggung Samarani yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat
jawabkan dan ajara-ajaran syariat yang ada menyatakan jangan mudah tertipu dengan
juga kembali berlaku pada mereka. orang yang mengaku mempunyai ilmu haqiqat,
akan tetapi meninggalkan shalat, menjalankan
Pandangan Ulama terhadap Wali Majzub ma’siat atau melanggar syari’at Islam. Orang
yang paling utama disisi Allah adalah para nabi,
Para ulama yang menentang para Wali baru kemudian para wali-Nya. Apakah pantas
Majzub diantaranya al-Junayd, Abu al-Abbas seorang wali meninggalkan atau melanggar
Sayyari, Abu Bakar Wasithi, Ibn al-Jawzi al- perintah Allah, sedangkan para nabi itu tidak
Baghdadi, Ibn Taimiyah, al-Syawkani, Haji pernah meninggalkan perintah Allah.
Muhammad Shalih Ibn ‘Umar al-Samarani
yang dikenal sebagai Kiai Saleh Darat, Abdul Sedangkan para tokoh yang memandang
Rahman Abdul Khaliq. Al-Junayd (w. 297 wali madjzub penuh dengan kearifan,
H atau 910 M), Abu al-Abbas Sayyari, Abu diantaranya Ibn’ Atha’ Allah, al-Hakim al-
Bakar Wasithi, memiliki pendapat, bahwa Tirmidzi, J. Spencer Trimingham, Mihrabi.
karamah (keajaiban-keajaiban spiritual) para Tokoh-tokoh ini mampu memahami kondisi
wali seharusnya diaplikasikan dalam keadaan spiritual yang sedang menimpa para wali
sadar, tenang tidak dalam keadaan ”mabuk”. Majzub, yang berperilaku seperti orang “gila”.
Mereka menyatakan bahwa awliya’ Allah adalah
para penguasa dan pengawas alam semesta Ibn ‘Atha’ Allah berpendapat (w 674 H
beserta isinya, yang telah dititipkan oleh Allah atau 1309 M), para wali majzub berperilaku
kepada para awliya’ Allah, sehingga tidaklah seperti orang gila dikarenakan dia kehilangan
pantas orang-orang yang dalam keadaan tidak kesadaran yang disebabkan, ditariknya
sadar atau “mabuk” itu menjadi penguasa dan kesadaran wali Majzub olh Allah. Ibn ‘Atha’
pengawas alam semesta beserta isinya. Allah juga berpendapat pada hekekatnya para
wali majdub itu masih sadar dengan realitas
Ibn al-Jawzi al-Baghdadi menyatakan yang terjadi disekitarnya.
para sufi yang berperilaku menyimpang dari
syari’at Islam, seperti tidak makan dan tidak Al-Hakim al-Tirmidzi menyatakan untuk
minum sehingga menimbulkan keburukan, mendapatkan derajat al-wilayah , seseorang
suka mendengarkan lagu dan gendang disertai dapat menempuh dengan jalan jazab. Jika
dengan tepuk tangan, yang diiringi dengan seseorang benar-benar mengalami jazab, maka
perasaan taubat seperti yang dilakukan oleh bisa dikatakan dia telah mendapatkan derajat
para wali Majzub merupakan bagian dari seorang wali. Dengan berjazab, dia memperoleh
rayuan setan yang merasuki jiwa para sufi pengetahuan tentang realitas superior secara
tersebut. Sehingga perbuatan itu tidak dapat tiba-tiba dan memiliki banyak keajaiban
dari kata-kata atau ilmunya. J. Spencer
Tirmingham menjelaskan, sesungguhnya wali
Majzub telah kehilangan kesadaran personal

246 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dalam keesaan Ilahi. Maka dari itu, wali Majzub Sedangkan Majzub awalnya dapat tarikan
tidak dikenakan sangsi atas segala ucapan langsung dari Allah dan dikenalkan hakikat
dan perbuatanya, meskipun perkataan dan kesempurnaan Zat yang suci, kemudian
perbuatannya menyimpang dianggap orang daripadanya dialihkan kepada musyahadah
lain sebagai penyimpangan atas norma yang sifat, dan dikembalikan kepada pergantungan
berlaku. Sedangkan, Mihrabi berpendapat kepada asma, kemudian meeaka diturunkan
yang pendapatnya dinyatakan oleh Jean Aubin, kepada penyaksian syuhud af ’al. Dalam hal
beliau melihat wali Majzub dari segi positifnya. ini mereka tanazzul (turun perlahan-lahan,
Yang mana keberadaan para wali Majzub dapat setingkat-demi setingkat) dari yang tertinggi
menimbulkan kemakmuran dan kesejahteraan menuju yang paling rendah. Majzub adalah hal
pada masyarakat disekitarnya. yang jarang sekali terjaya.

Perbedaan Antara Majzub Dan Salik Perjalanan salik adalah menyaksikan
bekas-bekas yang merupakan kesudahan bagi
Dalam terjemah Al Hikam juga orang-orang majzub, dan awal perjalanan
menyebutkan bahwa orang yang dapat diberi orang-orang majzub adalah tersingkapnya
kedekatan kepada Allah itu ada dua macam hakikat zat kepadanya, lalu turun ke bawah
Salik dan Majzub. Salik yaitu perjalanan yang merupakan kesudahan orang-orang salik.
usaha memperoleh dapat dekat kepada
Allah mencapai ma’rifatullah, dengan cara Apa yang dikehendaki salik ialah
meningkatkan dan mengembangkan iman menyaksikan segala sesuatu bagi Allah (ILAH),
dengan menghilangkan akhlaq tercela sedangkan apa yang dikehendaki orang-orang
menggantinya dengan akhlak yang terpuji, majzub ialah menyaksikan segala sesuatu
seperti halnya akhlak imaniyah ataupun dengan Allah (BILLAH). Salik ialah orang yang
ijtimaiyyah (kemasyarakatan). beramal atas jalan fana (hilang) dan orang-
orang majzub yang dijalaninya ialah jalan baqo’.
Majzub yaitu orang yang ditarik ke
hadirat Allah; dengan kehendak Allah, tanpa Sebagai pendekatan, salik mencari air
melewati urutan suluk dalam thariqat. Jika dengan menggali sumur hingga keluar airnya,
salik dapat menguasai akal sedang majzub sedangkan orang yang majzub itu seperti orang
tidak bisa menguasai akal sebab tertutup oleh yang mencari air, maka tiba-tiba turun hujan.
Nur Ilahiyyah, maka terkadang majzub sering Perlu diketahui perumpamaan ini hanya
meninggalkan kewajiban agama, dan menurut pendekatan dan dibedakan menjadi dua hanya
syar’i tidak berdosa sebab seperti orang gila. untuk mempermudah pemahaman, sebab
Sedang majnun hilang akal / gila sebab tertutup salik satu dengan yang lainnya perjalanan
oleh Nur Syayatiin. rohaninya tidak harus sama, demikian pula
para majzub juga tidak harus sama, semuanya
Salik Allah yang mengkhususkan diri berdasar ketentuan dan kehendakNya.
untuk mencapai kehampiran/kedekatan
dengan Allah dan sampai kepadaNya ada dua Secara syar’i orang Jazab dan Majnun
yaitu orang-orang salik dan orang-orang yang mungkin memiliki persamaan yaitu hilang
majzub. Salik mengambil langkah dengan akal dan dikatakan sebagai orang gila,
segala sesuatu untuk sampai kepadaNya. dihukumi sama dalam arti tidak berkewajiban
Merekalah orang-orang yang berkata, Tiada menjalankan syariat sebagaimana mestinya
kami melihat sesuatu, melainkan kami sebab hilang akalnya (‘Udzur). Jika Allah
melihat Allah sebelumnya. Awalnya tiada ragu menghendaki untuk menyempurnakan Majzub
menjalankan syariat, setelah itu mereka naik maka akan diberi kesadaran akal. Jika salik
setingkat demi setingkat dari satu anak tangga berawal memahami Af ’al Allah -Asma-asma
ke satu anak tangga yang lebih tinggi. Dari Allah -Sifat-sifat Allah (Hayat, Ilmu, Irodat,
af ’al, kemudian dengan af ’al ke asma, dengan Qudrat, Sama’, Basor, dan Kalam)- kemudian
asma ke sifat,dan dengan sifat ke wujud Zat. mengerti Dzat Allah, jadi salik naik secara
sedikit-sedikit.

Edisi Budaya | 247

Majzub langsung menyaksikan Sufi, beliau mengatakan bahwa, hal-hal seperti
fana’, wahdatul wujud (termasuk juga Jazab)
kesempuraan Dzat Allah menuju Sifat-sifat sudang melenceng dari agama Islam, sebab
hal itu merupakan kepercayaan-kepercayaan
Allah -menuju kejadian makhluk dengan dari agama Hindu, Budha Zoroaster. Di
samping iut, menurut Aly Awajiy, hal yang
asma-asma Allah, menuju perubahan semua dikemukakan oleh ahli sufi bahwa saat dia
mengalami Jazab tidak tertatklif, hanya sebuah
makhluk. Contoh Tokoh Tasawuf Falsafi (Yang bentuk kemalasan untuk thoat pada perintah
agama, dan pendapat ini juga didukung oleh
mengalami Jazab / ekstase) antara lain Abu guru besar kaum sufi, imam sya’roni, beliau
mengatakan bahwa para wali-wali ahli sufi pun
Yazid Thaifur bin Isa Al-Bustami lahir 188 H, tetap terkena hukum taklif dari syariat.

Abul Mughits Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj Sedangkan menurut Syekh Muhammad
bin Sulaiman al Baghdadi, beliau mengatakan
lahir di Baiha Persia, Abu Bakar Muhammad bahwa sesungguhnya Jazab tanpa adanya
ketaqwaan atau menjalankan perintahNya
Muhyidin bin Arabi Hatimi Al-Thai, lahir tak akan ada artinya , begitu juga jika hanya
melakukan syariat tanpa adanya Jazab, karena
di Mursieh, Spanyol bagian selatan 570 H tidak akan menghasilkan apapun, kecali
menjadi golongan ulama yang cenderung
/1165 M, dan Dan masih banyak lagi tokoh- dzohiriyah atau tekstual.

tokoh sufi yang pernah mengalami JAZAB. Syekh Ismail Haqqi menyatakan, bahwa
orang jazab tidak terkena khithab aturan
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH syariat, karena akal mereka sudah hilang
disebabkan pengalaman agung bersama
Hamim Djazuli (Gus Miek) diyakini termasuk Allah yang mereka alami. Ulama fikih pun
juga memaklumi hal itu. Imam as-Suyuthi
diantaranya yang pernah mengalami Jazab. dalam al-Hâwi lil-Fatâwa menyatakan bahwa,
cara paling elegan dalam menyikapi ucapan-
Tanda-Tanda Jazab dan Hukumnya ucapan nyeleneh yang muncul dari kalangan
sufi semisal “Aku adalah Allah” adalah dengan
Ketika mengalami Jazab, seseorang menyatakan bahwa hal itu mereka lakukan
akan mengalami khudur atas menyatunya dalam keadaan sakar dan tenggelam dalam
jiwa dengan Allah (fana’). Selain itu, tanda- akalnya yang menghilang. Atau, mereka
tanda Jazab yang lain adalah bertingkah laku menyatakan hal itu atas dasar hikâyah
seperti orang gila, namun dia tidaklah gila, (menceritakan firman Allah). Sikap semacam
karena sebenarnya orang yang sedang Jazab ini perlu diambil jika ucapan atau tindakan
sedang menyatu, dalam penjelasan ulama sufi, aneh itu muncul dari orang yang memang
dikatakan bahwa Gila yang dialami orang yang masyhur memiliki ilmu yang tinggi, amal yang
sedang Jazab adalah karena mereka sedang baik, tekun mujahadah, dan patuh terhadap
asyik larut ke dalam kecintaan mereka kepada syariat. Lain halnya jika muncul dari orang
Allah. Menurut salah satu ulama tasawuf yang bodoh atau orang-orang yang fasiq.
mashur, Syekh Abdul Aziz bin Muhammad Ad
Dibaghu (1094H-1132H), beliau mengatakan Namun demikian, perlu juga diketahui
bahwa sesungguhnya Allah tidak akan bahwa penyimpangan yang dilakukan oleh
mencintai seorang hamba, sebelum orang orang-orang wali tidak semuanya dilakukan
tersebut diangkat derajatnya sebagai manusia dalam keadaan tidak sadar. Ada pula yang
yang ma’rifat billah, dan hal inilah yang melakukannya dalam keadaan sadar. Dengan
menyebabkan seseorang mengalami fenomena demikian berarti dia melakukan maksiat.
Jazab.

Hukum orang yang sedang Jazab, ada
beberapa pendapat ulama tasawuf yang
bertentangan dalam hal ini. Menurut Al
Burhami, orang yang sedang Jazab tidak
terkena taklif dari syariat, dan dia tidak
berkewajian mengerjakan hal-hal yang
diperintahkan oleh Allah atas hambanya,
karena saat seseorang mengalami Jazab dia
seperti orang gila dan hilang kesadarannya.

Namun pendapat di atas dibantah oleh
Abu Qosim al Amidi. Dalam kita Tholai’ul A

248 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Syekh Zarruq dalam kitab an-Nashîhah al- dia normal, tapi batinnya sedang terpukau dan
Kâfiyah menyatakan, “Mengenai perbuatan terkesima.
(orang-orang sufi) yang harus diingkari (secara
syariat), maka harus diingkari, tapi dengan Ketiga, pengalaman metafisis itu tidak
tetap meyakini bahwa mereka adalah orang- bertahan lama menguasai dirinya. Jazabnya
orang baik. Sebab, seorang wali tidak mustahil cuma sebentar. Dia segera kembali normal,
melakukan kesalahan. Mereka cuma mahfûzh hidup wajar, menyadari segala ucapan
(dijaga, tapi tidak maksum). Orang mahfûzh dan rangsangan di sekelilingnya, disertai
masih mungkin melakukan maksiat. dengan tadbîr (perencanaan yang disadari
sepenuhnya) seperti manusia pada umumnya.
Kondisi jazab yang menyebabkan seorang Di kalangan sufi, ini disebut Shâhibul-Qadam
sufi terlepas dari akalnya, menurut Syekh al-Muhammadi atau orang yang menapaki
Ismail Haqqi ada tiga tingkat. Pertama, jejak Nabi Muhammad. Pada detik-detik
pengalaman metafisisnya bersama Allah (al- sedang menerima wahyu, Rasulullah seperti
wârid) jauh lebih tinggi daripada kekuatan terlepas dari kemanusiaannya dengan tubuh
yang ada dalam dirinya. Pengalaman itu gemetar dan tidak menghiraukan apa yang
menguasai dirinya secara penuh, sehingga dia ada di sekelilingnya. Setelah selesai, beliau
tidak bisa mengendalikan diri sendiri. Akalnya langsung kembali ke dalam keadaan sediakala,
hilang sama sekali. menyampaikan wahyu tersebut kepada para
Sahabat seperti biasa. Jazab ada yang mirip
Kedua, akalnya masih ada dan perasaan dengan kondisi itu. Dan, inilah tingkat jazab
kemanusiaannya masih tersisa. Dia masih yang paling sempurna, jazab yang disertai
makan, minum, dan hidup wajar secara keseimbangan antara rangsangan fisik dan
lahiriah, tapi tidak disertai tadbîr (perencanaan tarikan metafisik.
yang disadarinya secara penuh). Merekalah
yang disebut uqalâ’ul-majânîn atau orang- [Zainul Milal Bizawie]
orang waras yang gila, karena secara lahiriah

Sumber Bacaan

Abu Khalid, MA, “Kisah Teladan dan Karomah Para Sufi“, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, th 1998.
Davison, Gerald C., John M. Naele, Ann M. Kring. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Rajawali Press,.
Drs. Imron abu amar “Disekitar masalah Thariqat”, Menara Kudus,1980.
Drs.H.M. Laily Mansur,L.PH, “Ajaran dan teladan para sufi”,PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta,1999
H.Alim Bahreisy, “TerjemahAl-Hikam”, Madya,Surabaya, th 1984.
Kartono, Kartini. 1986. PatologiSosial 3: Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: Raja Wali.
Kyai Misbah bin Zainal Mustofa, “Tarjamah Matan Khikam “, Wisma pustaka, Surabaya,Tt.
Masyhudi, In’amuzzahidin. 2007. Dari Waliyullah Menjadi Wali Gila: Antara Tasawuf dan Psikologi. Semarang: Syifa Press.
Minister Supply and Service Canada. 2005. Schizophrenia: Sebuah Panduan Bagi Keluarga Penderita Skizofrenia. Yogyakarta:

DOZZ.
Muhammad Zaki Ibrahim, “Tasawuf Hitam Putih“, Tig sSerangkai,Solo, th 2004.
Reber, Arthur S. dan Emily S. Reber. 2010. Kamus Psikologi, penterj: Yudi Santoso. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Edisi Budaya | 249

Makan Bedulang

Makan Bedulang secarasebagai harfiah Belitung. Cara penyajian makanannya, 7
diartikan “makan piring berisi makanan dihidangkan dalam satu
Makan nampan besar yang disebut “dulang.” Nampan
menggunakan dulang”. itu diletakkan di atas meja. Di dalamnya
tersuguh sayur ikan dalam mangkuk model
bedulang adalah makan sesuatu yang disajikan kuno, ikan nila goreng garing, oseng-oseng,
sate ikan (mirip pepes), ayam ketumbar,
diatas dulang, biasanya terdiri dari 4 (empat) sambal serai, dan lalapan (daun singkong da
+timun). Sumber daya alam yang tersedia
orang duduk dilantai, duduk berhadapan diolah menjadi makanan-makanan lezat dan
menyantapnya pun dilakukan secara bersama.
dan ditengah-tengahnya ada dulang. Makan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
bedulang merupakan tradisi orang Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang
terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau
secara turun temurun. “Makan Bedulang” Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau
kecil seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau
berasal dari kata “makan” yang berarti Mendanau dan Pulau Selat Nasik, total pulau
yang telah bernama berjumlah 470 buah dan
memasukan sesuatu ke dalam mulut kemudian yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka
Belitung terletak di bagian timur Pulau
dikunyah dan ditelan. Dan dari kata “dulang”, Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera
Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai
yaitu sebangsa tulam yang biasanya berbibir daerah penghasil timah, memiliki pantai yang
indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota
pada tepinya, serta terbuat dari kayu. provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan
provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari
“Makan Bedulang” adalah prosesi makan 2001. Selat Bangka memisahkan Pulau
bersama yang dilakukan menurut adat Belitung Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat
dengan tata cara dan etika tertentu. Satu dulang Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau
diperuntukan bagi empat orang yang duduk Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat
bersila dilantai, saling berhadapan. Dalam Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut
tradisi ini disajikan berbagai makanan khas Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur
Belitung dalam seperangkat piranti Makan yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh
Bedulang, yang mencerminkan keterkaitan Selat Karimata. Provinsi Kepulauan Bangka
erat antara sistem sosial dan ekologi pulau Belitung sebelumnya adalah bagian dari
Belitung. Salah satu makna fisolofis yang Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi
terkandung dalam Makan Bedulang adalah
rasa kebersamaan dan saling menghargai
antara anggota masyarakat. Duduk sama
rata, berdiri sama tinggi. Biar tambah ramai,
biasanya tradisi bedulang dilakukan di masjid
dan balai desa sehingga bisa disantap lebih
meriah.

Makna filosofis yang terkandung di
dalamnya adalah tentang rasa kebersamaan
dan saling menghargai antara anggota
masyarakat yang menjadi cermin keterkaitan
erat antara sistem sosial dan ekologi Pulau

250 | Ensiklopedi Islam Nusantara

sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tuan rumah yang dilatih sebaik mungkin untuk
tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka memberi suguhan kepada tamunya.
Belitung didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Umumnya bedulang disesuaikan dengan
Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka kemampuan tuan rumah dan ketersediaan
Belitung tanggal 21 November 2000 yang bahan makanan di suatu wilayah. Kuliner
terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten pesisir akan berbeda dengan kuliner
Belitung dan Kota Pangkalpinang. pedalaman namun tetap diracik dengan
citarasa khas Belitung. Beberapa menu khas
Sejarah dan Prosesi yang bisa dinikmati adalah gangan darat yaitu
sup daging ayam atau daging sapi, serati atau
“Dulang” bagi masyarakat Belitung adalah cumi yang dimasak dengan ketumbar, sate
sebidang nampan besar berbentuk bundar. ikan, sambal, dan kuliner khas lainnya.
Mulanya yang digunakan adalah dulang kayu,
dulang seng yang hingga kini masih dipakai Setelah mak panggong selesai membawa
baru diperkenalkan pada 1950. Diperkirakan seluruh keperluan bedulang ke hadapan
munculnya tradisi makan bedulang berkaitan tamu, kini giliran tamu yang melakukan
dengan masuknya tradisi Islam ke tanah etika bedulang. Tamu paling muda bertugas
Belitung. Prosesi makan bersama akan mengambil piring dan memberikannya pada
melibatkan empat orang yang mengelilingi tamu yang lebih tua. Umur tidak hanya
dulang. Mereka duduk bersila untuk menikmati patokan satu-satunya untuk menentukan ini,
dulang dengan tata cara tertentu. Bukan hanya status sosial pun menjadi ukuran. Sebelum
menjadi bagian upacara adat seperti syukuran makan tangan terlebih dahulu dicuci. Lalu
kelahiran, pernikahan, ataupun sunatan, lauk pauk baru bisa diambil dan tentunya
bedulang juga merupakan sarana komunikasi dengan cara yang tertib. Makanan yang sudah
informal antar anggota keluarga. Secara tidak diambil harus dihabiskan agar tidak mubazir,
langsung, orang tua mengajarkan etika kepada sedangkan makanan yang masih ada di dalam
anak-anaknya melalui prosesi makan bersama. bedulang tidak boleh dikotori agar dapat
dikembalikan ke dapur.
Seperangkat “dulang” terdiri dari lauk-
pauk khas Belitung yang disediakan di dalam Kemudian bagi yang merasa paling muda
piring-piring kecil, semua piring diletakkan dalam kelompok itu seharusnya membagikan
di dalam nampan dulang. Dulang ditutup nasi ke ketiga teman lainnya. Setelah itu bagi
dengan tudung saji yang disebut mentudong. yang merasa paling tua boleh mengambil lauk
Nasi disajikan terpisah, demikian pula dengan pauknya terlebih dahulu kemudian diikuti oleh
air minum, buah-buahan, dan panganan yang lainnya secara bergiliran. Tata cara makan
pencuci mulut. Untuk membersihkan tangan adat ini saat ini dilestarikan oleh restaurant-
disediakan kobokan dan serbet yang dilipat restaurant kuliner Belitung dengan penyajian
empat. makan dalam dulang untuk satu keluarga.

Uniknya, tamu yang hendak santap “Makan Bedulang” tidak boleh
bedulang tidak serta-merta melayani diri menggunakan sendok, maka diwajibkan untuk
sendiri. Ada seseorang yang disebut “mak mencuci tangan terlebih dahulu. Karena hanya
panggong” untuk membantu pelaksanaan satu “kobokan” sehingga mencuci tangan juga
makan bedulang. Mak panggong tidak ada aturan sendiri yakni orang paling tua harus
sendirian dalam memasak, menata bedulang, mendapat urutan pertama dan yang muda
menuangkan air minum, menyiapkan kue, mendapat giliran paling akhir. Satu bedulang
dan piranti lainnya. Ia berkoordinasi dengan berisi berbagai lauk pauk menggugah selera
empat petugas yang disebut tukang rage, lengkap dengan nasi merah, buah dan jus.
tukang perikse, tukang isi aik dan tukang angkat
dulang. Biasanya petugas-petugas ini adalah “Makan bedulang” menggambarkan
kebersamaan, toleransi, menghargai yang lebih
tua, rasa syukur dan persatuan. Duduk bersila

Edisi Budaya | 251

Makan Bedulang pada Acara Halal Bihalal di Rumah Adat Belitung.

Sumber: http://portal.belitungkab.go.id/news-photo-index/1113

dinilai menjadi posisi duduk yang paling baik, maafan, tradisi bedulang yang masih dilakukan
menyehatkan dan sempurna saat makan hingga sekarang selalu identik dengan makan-
bedulang. Dalam tradisi ini, terjadi transfer makan.
kearifan lokal, pengetahuan dan keterampilan
dari generasi ke generasi. Tradisi ini pun dianggap menjadi salah
satu alternatif untuk memanfaatkan potensi
“Bedulang” kini tidak hanya bisa dinikmati alam serta mengurangi ketergantungan
oleh warga asli Belitung. Seiring dengan produk dari luar karena apa yang dikeluarkan
meningkatnya pariwisata, Bedulang bisa oleh perut bumi, itulah yang nanti akan diracik
dicicipi wisatawan di Rumah Adat Belitung dan dimasak menjadi sajian lezat dalam tradisi
namun tetap mentaati peraturan yang ada. bedulang.
Selain satu bedulang hanya bisa dinikmati oleh
empat orang, juga hanya tersedia untuk makan Karena itulah kenapa tradisi bedulang
siang dan makan malam. erat kaitannya dengan ungkapan rasa syukur
dengan hasil bumi yang diperoleh sehingga
“Makan bedulang” disebut juga Makan hanya produk dari daerahlah yang tersaji
Bagawai. Makan Bagawai masih sering dalam nampan bedulang. Mungkin kalau di
dijumpai dalam acara acara pernikahan di Jawa lebih dikenal dengan istilah gunungan
Belitung. Makan Begawai artinya makan di yang menjadi simbol rasa syukur dari hasil
tempat orang begawai atau hajatan. Cara bumi yang dipanen.
makan ini adalah dengan menaruh nasi dan
lauk pauknya ke dalam “Dulang”. Sebenarnya ada dua kesempatan untuk
menikmati meriahnya tradisi Bedulang, yaitu
Tradisi ini selalu membuat para perantau saat hari raya Idul Fitri dan saat Maulud Nabi
kangen ingin mudik lebaran. Kumpul bareng Muhammad SAW. Biasanya, makan bedulang
keluarga, ketemu dengan sobat lama, dan juga dilakukan di Balai Desa atau masjid saat hari
bisa bersilaturahmi dengan tetangga. Kalau di raya umat Muslim. Makan bersama dilakukan
tempat lain momen lebaran orang-orang saling usai berdoa bersama atau mengaji.Tradisi
berkunjung ke rumah kerabat untuk bermaaf- “Makan Bedulang” biasanya dilaksanakan

252 | Ensiklopedi Islam Nusantara

untuk menyambut/menghi-dangkan tamu- Pada puncak perayaan, acara dibuka
tamu undangan dalam acara adat seperti dengan lagu dan tari Maras Taun yang
perkawinan adat, selamat kampong dsbnya. dibawakan oleh dua belas gadis remaja, yang
menggunakan kebaya khas petani perempuan,
Makan Bedulang dalam Tradisi Maras lengkap dengan topi capingnya. Lagu yang
Taun dinyanyikan oleh para remaja ini merupakan
lantunan ucapan syukur atas hasil bumi yang
“Maras Taun” pada awalnya merupakan mereka dapatkan. Sementara itu, gerak dalam
acara peringatan hari panen bagi para petani tarian ini menyimbolkan para petani yang
padi ladang di Desa Selat Nasik, Pulau bekerja sama saat memanen padi ladang.
Mendanau Kabupaten Belitung. Padi ladang
hanya dapat dipanen setelah masa tanam Usai tarian dipentaskan, acara dilanjutkan
sembilan bulan, oleh karena itulah perayaan dengan Kesalan. Kesalan sendiri merupakan
panen ini hanya dilaksanakan satu tahun haturan doa syukur atas panen yang telah
sekali. Pada perkembangannya, pesta rakyat ini dilewati dan permohonan berkah untuk masa
berubah, tidak sekadar untuk memperingati depan, yang dipimpin oleh dua orang tetua
panen padi, melainkan juga sebagai ungkapan adat Selat Nasik. Usai doa dipanjatkan, kedua
syukur semua penduduk pulau, baik petani tetua adat ini menyiramkan air yang telah
maupun nelayan. Jika petani merayakan hasil dicampur dengan daun Nereuse dan Ati-ati.
panen padi, maka para nelayan merayakan Penyiraman air ini merupakan simbol untuk
musim penangkapan ikan tenggiri serta membuang kesialan bagi warga desa.
keadaan laut yang tenang.
Suasana perayaan Maras Taun akan
Maras sendiri berarti memotong, dan taun semakin meriah ketika lepat (makanan dari
berarti tahun. Makna dari nama ini adalah beras ladang berwarna merah, yang diisi
semua penduduk meninggalkan tahun yang potongan ikan atau daging), diperebutkan
lampau dengan ucapan syukur dan memohon oleh masyarakat. Dalam upacara Maras Taun,
untuk semua yang baik di tahun selanjutnya. akan disajikan dua macam lepat, yakni sebuah
Peristiwa Maras Taun ini, sebenarnya tidak lepat berukuran besar dengan berat sekitar 25
hanya dilakukan oleh masyarakat Selat Nasik kilogram, dan lepat berukuran kecil berjumlah
saja, namun juga oleh beberapa desa di Pulau 5.000 buah. Lepat besar akan dipotong
Belitung, Pulau Mendanau, dan pulau-pulau oleh pemimpin setempat ataupun tamu
kecil lain yang termasuk dalam Kabupaten kehormatan, yang kemudian dibagi-bagikan
Belitung. Kendati demikian, perayaan Maras kepada warga setempat.
Taun di Selat Nasik merupakan perayaan
pertama yang dijadikan agenda wisata dan Pemotongan dan pembagian lepat ini
telah didukung oleh pemerintah Provinsi merupakan simbol dari seorang pemimpin
Bangka Belitung. yang harus melayani warganya. Setelah itu,
masyarakat setempat akan berebut untuk
Rangkaian perayaan Maras Taun dapat mengambil lepat-lepat kecil. Berebut lepat
berlangsung selama tiga hari, dengan hari merupakan simbol kegembiraan warga atas
terakhir sebagai puncak perayaan. Sebelum hasil panen dan tangkapan ikan yang baik.
puncak perayaan, masyarakat yang hadir
disuguhi beragam pertunjukan kesenian dari Tradisi ini bertujuan untuk mencari
Desa Selat Nasik maupun dari daerah-daerah keselamatan kampung. Dalam tradisi yang
lainnya. Beragam kesenian seperti Stambul diadakan setiap tahun ini seluruh warga
Fajar khas Belitung, Tari Piring khas Minang, berkumpul di rumah seorang tokoh atau bisa
dan Teater Dulmuluk dipertontonkan. Selain dibilang dukun yang dihormati di seluruh
kesenian tradisional, pentas musik organ kampung untuk didoakan bersama-sama.
tunggal juga turut menambah kemeriahan Inilah tradisi marastaun yang masih dianggap
pesta rakyat ini. sakral di negeri Belitung.

Tradisi yang biasanya diadakan setiap

Edisi Budaya | 253

bulan Mei ini diawali dengan sambutan dari Makan Bedulang Dalam Iringan Gambus
dukun yang dianggap tokoh di kampung.
Selanjutnya, ritual dilanjutkan dengan doa- Dalam acara tersebut juga diiringi alat
doa yang dipimpin oleh sang dukun. Dalam musik gambus. Gambus adalah alat musik
memanjatkan doa, seluruh warga secara tradisional yang umum ditemukan dalam
khusyuk mengikuti rangkaian doa dan masyarakat Melayu. Alat musik ini dimainkan
permohonan kepada Tuhan. Setelah doa-doa dengan cara dipetik seperti kecapi atau gitar.
selesai dipanjatkan, acara diakhiri dengan Bagian badan gambus berbentuk seperti
makan bersama yang dilakukan seluruh warga labu yang dibelah dua dengan tiga hingga 12
kampung. senar. Susunan senarnya ada yang berupa
senar tunggal dan ada pula yang memiliki
Makan bersama ini dilakukan dengan cara senar ganda. Di Nusantara, gambus datang
tradisional Belitung yakni makan Bedulang. bersama syiar Islam dari Semenanjung Arab.
Setiap warga membentuk lingkaran dan Penggunaan alat musik ini terus berkembang
menikmati sajian makanan khas yang hanya dalam kebudayaan Melayu hingga saat ini.
ada saat tradisi marastaun yakni berupa Lepat, Gambus dapat ditemukan dalam kesenian-
gula aren cair, ikan, ketan, dan ayam. kesenian tradisional di berbagai daerah di
Sumatera. Beberapa daerah yang diketahui
Ada yang unik dari tradisi Maras Taun menggunakan alat musik gambus antara lain
yakni sebelum pulang seluruh warga diberikan Aceh, Deli, Belitung, dan Lampung.
bedak tepung yang sudah diberikan bacaan-
bacaan oleh sang dukun. Bedak tepung ini Alat musik gambus juga digunakan sebagai
wajib dipakai di wajah dan seluruh badan guna hiburan dalam masyarakat Melayu Belitung,
mendapatkan keselamatan harta benda dan antara lain dalam tradisi makan bedulang.
dijauhkan dari segala mara bahaya. Sedangkan dalam kesenian masyarakat Melayu
Deli, gambus menjadi bagian dari aransemen
Di Belitung sendiri perayaan tradisi pengiring tari zapin. Di Lampung, gambus
Maras Taun biasanya dilakukan selama satu juga digunakan sebagai aransemen dalam
minggu penuh. Perayaan ini selalu diisi dengan berbagai tarian, baik tari tradisional maupun
hiburan-hiburan tradisional seperti menggelar tari kreasi khas Lampung. Gambus juga
sandiwara Dul Mulok dan Beripat Beregong, menjadi instrumen utama dalam musik orkes
sebuah tradisi adu ketangkasan dua orang pria gambus bersama seruling, biola, gendang, dan
dengan menggunakan cambuk. tabla yang masih tetap lestari dalam budaya
tradisional masyarakat Betawi.

[Zainul Milal Bizawie]

Sumber Bacaan

Alfonso, 2014, Jhon, “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/makalah-seni-budaya-
belitung.html,

Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung,
Dudung, 2013, ”Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/2013/06/ maras-taun-tradisi-

budaya-belitung.html,
Belitung Info, 2015 , “Kebudayaan Masyarakat Belitung”, http://belitunginfo.com/kebudayaan-masyarakat-belitung,
Dudung, 2013, ” Maras Taun Tradisi Budaya Belitung”, http://dudung30.blogspot.co.id/ 2013/06/maras-taun-tradisi-

budaya-belitung.html,
Jhon Alfonso, 2014 , “Makalah Seni Budaya Belitung”, http://cekouff.blogspot.co.id/2014/01/ makalah-seni-budaya-

belitung.html,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung, Jalan Depati Gegedek No.17, Tanjung Pandan, Belitung.

254 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Makna Gandul

Pesantren sebagaimana dikatakan oleh terjemahannya tepat di bawah teks Arab
Abdurrahman Wahid adalah sebuah dengan menggunakan huruf Arab. Sementara
sub-culture. Ia adalah komunitas yang tulisan hasil kegiatan ngesahi, ngapsahi,
memiliki banyak keunikan berbentuk tradisi maknani, ataupun ngalogat ini dinamakan
yang tidak dijumpai di tempat lain. Salah satu dengan makna gandul. Dinamakan demikian
keunikan dalam pesantren adalah “ngapsahi” karena bentuk dari tulisan ini menggantung
“ngesahi” atau “maknani” (Ensiklopedi NU, (nggandul, jawa) di dalam teks utama.
163) (Jawa) dan “ngalogat” (Yahya, 363)
(Sunda), yaitu memberi makna dalam di Melalui proses ini, pemahaman terhadap
bagian bawah teks atau kalimat yang terdapat sebuah teks berbahasa Arab menjadi lebih
dalam kitab kuning dengan menggunakan mudah didapatkan. Pemberian makna
huruf pegon jawa. Ngesahi, ngapsahi, maknani, dengan cara ini dilakukan kata per kata dan
maupun ngalogat merupakan sebuah praktik sesuai dengan kedudukannya dalam bahasa
memberikan arti bahasa Arab yang terkandung Arab (I’rab-nya). Dengan demikian, proses
dalam sebuah kitab dengan menuliskan pemberian makna ini sedapat mungkin bisa

Edisi Budaya | 255

sesuai dengan struktur dan gramatika bahasa dimaknai dengan utawi (jawa) atau ari (sunda),
Arab. Sehingga kesalahan dalam memahami khabar dengan iku (jawa) atau eta (sunda).
teks asli sangat tipis. Hal ini membuktikan bahwa proses ngesahi
sangat rinci dan detail. Ia bukan hanya proses
Sejarah Makna Gandul menerjemah dari bahasa sumber (Arab) tapi
juga memberikan penjelasan tentang tarkib
Sebagaiman dijelaskan di atas, bahwa atau susunan gramatikal sebuah kalimat.
“makna gandul” adalah hasil kegiatan tulis-
menulis yang dilakukan para santri di Untuk dapat memahami bagaimana cara
pesantren dengan membubuhkan makna di kerja dan praktik makna gandul ini dapat
bawah teks aslinya (Arab) yang dinamakan diperhatikan dalam contoh berikut:
dengan istilah ngesahi, ngapsahi, maknani, atau
ngalogat. Dengan demikian menilik sejarah 1. Contoh makna gandul berbentuk jumlah
makna gandul sama halnya dengan menilik fi’liyyah (Kata Kerja ):
sejarah aktivitas ngesahi.
Dharaba Zaidun Amran
Sejauh ini diskusi mengenai asal usul
tradisi makna gandul serta siapa penggagas Dalam makna gandul bahasa Jawa kalimat
pertama tradisi ini masih menjadi perdebatan. tersebut dibaca: (Dharaba) wis nabok , sopo
Sebagian kalangan mengatakan bahwa tradisi (Zaidun) zaid, (Amran) ing Amar.
makna gandul pertama kali dipelopori oleh
Raden Rahmat alias Sunan Ampel. Sebagai Lafadz dharaba dalam kalimat tersebut
pendiri pesantren Ampel Denta, menurut adalah berbentuk fiil madhi (sebuah
pendapat ini, Sunan Ampel telah mengajarkan pekerjaan yang telah lampau), oleh karena
kitab dengan menggunakan makna gandul. itu dalam makna gandul diberi makna wis
Sementara menurut Iip Dzulkifli Yahya, nabok (telah memukul). Sedangkan lafadz
apabila merujuk pada keberadaan sebuah Zaidun adalah fa’il (pelaku atau subyek),
sekolah agama di Jawa Barat, pesantren Quro dalam makna gandul di atas diberi tanda
di Pura Karawang, yang didirikan oleh Syekh (sopo/siapa) sebagai penunjuk bahwa kata
Hasanuddin pada awal abad ke-15 maka bisa itu adalah fa’il. Dan Amran dalam tata
jadi bukan warisan dari Ampel. Menurutnya, bahasa Arab adalah maf ’ulun bih (obyek).
bukanlah hal yang mustahil bila Syekh Sehingga makna gandulnya adalah ing
Hasanuddin alias Syekh Quro inilah perintis (terhadap).
tradisi ngalogat (makna gandul) sebagai media
pengajaran kitab-kitab berbahasa Arab kepada Kalimat di atas dalam bahasa Indonesia
masyarakat setempat. (lihat Pegon) diterjemah menjadi Zaid telah memukul
Amar.
Praktik Ngesahi, Ngapsahi, Maknani,
Ngalogat: Ngesahi sebagai sebuah tradisi 2. Contoh makna gandul berbentuk jumlah
khas pesantren ismiyyah (kebendaan):

Cara ngesahi ini sama dengan penulisan Zaidun Qaimun
dalam huruf Arab, dari kanan ke kiri. Salah
satu fungsinya adalah untuk memudahkan Dalam makna gandul bahasa Jawa,
para santri dalam memahami teks sumber kalimat tersebut dibaca: (Zaidun) utawi
(bahasa Arab). Sebab, ngesahi bukan Zaid, iku (Qaimun) ngadeg.
menerjemahkan teks sumber secara bebas. Ia
justru sangat rigid. Struktur dan kedudukan Lafadz Zaidun dalam kalimat di atas
kalimat bahasa Arab yang terdapat dalam teks dalam tata bahasa Arab kedudukannya
sumber juga diberi makna. Misalnya, Mubtada sebagai mubtada. Oleh karena itu dalam
makna gandulnya diberi makna utawi Zaid
(Adapun Zaid). Sedangkan lafadz qaimun
posisinya sebagai khabar. Sehingga makna
gandulnya adalah iku (qaimun), ngadeg
(berdiri).

256 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Kalimat di atas apabila diterjemahkan ke Di samping rumus-rumus singkatan
dalam bahasa Indonesia akan menjadi: Zaid dari kedudukan atau tarkib seperti di atas,
berdiri. makna gandul juga memiliki rumus lain untuk
menyingkat sebuah makna yang kembali
Sementara dalam makna gandul bahasa kepada kata sebelumnya (dalam bahasa
sunda (ngalogat sunda), perubahan serta pesantren disebut marji’). Hal ini hanya ada
perbedaan dengan makna gandul jawa dalam kata-kata bahasa Arab yang berbentuk
sebagaimana contoh di atas hanya terletak dhamir (kata ganti). Dalam penulisan ini, tidak
dari segi bahasa. Artinya, pada titik ini, baik ada standar tetap. Para santri memiliki kreasi
makna gandul jawa maupun ngalogat sunda sendiri-sendiri. Sebab, yang terpenting dari
sebenarnya sama. Yang membedakan hanyalah hal ini di samping mempersingkat waktu juga
bahasanya saja. Utawi sebagai makna tarkib bisa dibaca sendiri oleh masing-masing santri.
mubtada dalam bahasa Jawa diganti menjadi
ari dalam bahasa Sunda. Iku sebagai makna 1. Ari/Utawi/Adapun, digunakan untuk
dari tarkib khabar dalam bahasa Jawa, diganti menunjukan kalimat yang berkedudukan
menjadi eta dalam bahasa Sunda. sebagai mubtada.

Selain pemberian makna terhadap susunan 2. Eta/Iku/Adalah, digunakan untuk
gramatikal Arab ke dalam bahasa lokal, dalam menunjukan kalimat yang berkedudukan
penulisannya makna gandul juga memiliki sebagai khobar.
rumus yang digunakan untuk mempersingkat
dan memangkas waktu agar tidak tertinggal 3. Saha/Sopo/Siapa, digunakan untuk
dari kyai yang sedang membacakan kitabnya menunjukan kalimat yang berkedudukan
serta menyiasati dari ruang penulisan dalam sebagai fail/naibul fail yang berakal.
kitab yang cukup sempit. Rumus-rumus
tersebut seperti huruf mim sebagai pengganti 4. Naon/Opo/Apa, digunakan untuk
dan sekaligus tanda mubtada. Huruf kha menunjukan kalimat yang berkedudukan
menunjukkan kedudukan sebagai khabar. sebagai fail/naibul fail yang tidak berakal
Fa’ sebagai fa’il. Mim Fa’ sebagai Maf ’ul Bihi,
Mim Tha’ sebagai tanda maf ’ul mutlaq, dan 5. Kana/Ing/Kepada, digunakan untuk
seterusnya (lihat dalam gambar) menunjukan kalimat yang berkedudukan
sebagai maf ’ul bih.

Edisi Budaya | 257

6. Kalayan/Kalawan/Dengan, digunakan gambar kitab “pethuk”
untuk menunjukan kalimat yang
berkedudukan sebagai maf ’ul muthlaq. dilakukan untuk mengoreksi kitab-kitab milik
para santri apakah semua kitab yang dipelajari
7. Dina/Ingdalem/Di, digunakan untuk mereka sudah penuh dengan makna gandul
menunjukan kalimat yang berkedudukan atau belum. Bila penuh maka para santri akan
sebagai dharaf zaman. mendapatkan salah satu syarat mengikuti
ujian. Bila tidak, maka harus mengikuti ujian
Sedangkan dalam hal penulisan “makna ulang serta diwajibkan menyetorkan kitab dan
gandul,” para santri biasanya menggunakan dikoreksi kembali.
pena yang runcing (ada yang terbuat dari
bambu maupun besi) dan juga tinta cina. Dalam memenuhi keperluan komunitas
Pena yang runcing (disebut pentul alias masyarakat pesantren terhadap kitab kuning
bolpen tutul) agar mendapatkan tulisan yang dengan makna gandul, beberapa pesantren
tipis sehingga tidak melebar dan meluber ke mulai menerbitkan kitab-kitab yang dikaji di
teks asli serta bisa terbaca di antara baris- pesantren lengkap dengan makna gandulnya.
baris teks kitab kuning yang rata-rata ditulis Sejumlah pesantren di Kediri seperti
dalam ukuran satu spasi. Sementara tinta Pesantren Petuk dan Kwagean Pare Kediri
cina (sebagian pesantren mengistilahkannya mulai memproduksi kitab-kitab dengan makna
dengan tinta bak) yang digunakan sebagai pesantren. Penggandaan kitab dengan makna
medium penulisan makna gandul ini dianggap gandul ini kemudian dipasarkan di sejumlah
lebih awet dan bertahan cukup lama. Sebagai toko di pesantren-pesantren di Jawa dan luar
wadah dari tinta ini, para santri menggunakan Jawa. Selain produksi di dalam pesantren
wadah yang terbuat dari besi atau sebuah sendiri, terdapat sejumlah penerbit yang juga
wadah bekas yang terbuat dari plastik seperti turut memproduksi kitab makna gandul ini.
balsem. Seperti penerbit Menara Kudus, Penerbit
Bungkul Indah Surabaya, dan lain sebagainya.
Sebagian santri (bisa jadi mayoritas)
sekarang lebih suka dengan penggunaan Kitab-kitab yang dijual lengkap dengan
ballpoint sebagai pengganti dari pentul. “makna gandul”nya ini kemudian terkenal
Meski demikian, tidak semua ballpoint dengan sebutan “Kitab Petuk”. Nama ini
digunakan oleh para santri. Biasanya mereka
menggunakan ballpoint yang tintanya tidak
meluber dan tipis.

Perkembangan Makna Gandul: Produksi
Kitab

Sampai saat ini, praktik pemberian
makna gandul terhadap kitab kuning masih
berlangsung di pesantren-pesantren salaf
(tradisional). Bahkan beberapa pesantren
seperti pondok pesantren hidayatul mubtadiin
Lirboyo Kediri, mewajibkan para santrinya
untuk memberikan makna gandul di setiap
kitab yang dipelajarinya. Untuk mengawasi
praktik “makna gandul” ini dilakukan oleh
para santrinya, pesantren lirboyo Kediri
menjadikan salah satu syarat mengikuti
ujian ganjil maupun genap semesternya. Di
setiap menjelang ujian semester diadakan
ujian “tam-taman” koreksian kitab. Hal ini

258 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merujuk pada pesantren Pethuk Kediri lulus dan dianggap telah mampu membaca
yang merupakan salah satu pesantren yang kitab kuning tanpa makna. Jadi, kitab petuk
memproduksi kitab kuning lengkap dengan ini hanya dijadikan sebagai “muqabalah” atau
makna gandulnya. Proses penerbitan kitab perbandingan dari kitab yang telah diberikan
petuk ini dimuali dengan penulisan makna oleh makna gundul milik para santri sendiri.
santri-santri senior yang tulisannya bagus. Meski demikian, kitab petuk ini juga tidak
Mereka bertugas mencatat semua makna mudah dibaca bagi mereka yang tidak pernah
yang dibacakan oleh Kiainya. Setelah selesai mengenyam pendidikan di pesantren.
pemaknaannya, lalu hasilnya diselaraskan lagi
dengan isi kitab. Setelah dikoreksi berulang- Dari sini terlihat dengan jelas bahwa
ulang maka kitab ini siap diproduksi secara proses pemberian makna gandul masih
massal. banyak dilakukan di sejumlah pesantren.
Hal ini membuktikan bahwa tradisi makna
Menurut KH. Yasin Asymuni, pengasuh gandul masih lestari di tengah gempuran arus
Pondok Pesantren Petuk yang sering modernisasi.
memimpin proses pemaknaan kitab kuning,
dengan penggunaan kitab petuk maka kitab Kontribusi Makna Gandul Merawat
kuning akan lebih mudah dipahami oleh para Bahasa Lokal
pembacanya. Waktu belajar para santri juga
menjadi lebih efektif. Menurutnya, selama Makna gandul kiranya memiliki peranan
ini target kurikulum pesantren sering tidak yang cukup penting sebagai salah satu cara
tercapai karena para santri terlalu lama melestarikan bahasa Arab Pegon yang kini
mempelajari kitab kuning yang rumit. posisinya tergantikan dengan aksara latin.
Pada titik ini aksara pegon dan makna gandul
Meski demikian, sejumlah pesantren ada berkait kelindan. Dan pesantren adalah tempat
yang melarang menggunakan kitab ini bagi persemaian keduanya. Hal ini menunjukkan
para santrinya. Para santri tetap diharuskan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan
mengikuti pengajian dan memberikan makna tradisional masih setia merawat tradisi lokal
gandul dengan tulisannya sendiri. Hal ini ini dengan baik.
konon agar tetap mendapatkan keberkahan.
Memang, pada dasarnya kitab petuk ini hanya [M Idris Mas’udi]
diperuntukkan bagi para santri yang telah

Sumber Bacaan

IIP D Yahya, “Ngalogat di Pesantren Sunda Menghadirkan yang dimangkirkan.” Dalam Henri Chambert-Loir, Sadur Sejarah
Terjemahan di Indonesia dan Malaysia,

Edisi Budaya | 259

Manaqiban

Tradisi Manaqiban begitu populer moral (Fadeli dan Subhan, 2007: 131). Dalam
di sebagian masyarakat Islam di Kamus Al Munawwir (hlm. 1451) dicontohkan
Nusantara, terutama dalam kalangan faakhrojahu bilmanaqib, diartikan berlomba-
umat Islam tradisional atau di kalangan kultur lomba dalam kebaikan. Kamus Al-Munjid
pesantren. Selain memiliki aspek seremonial (hlm. 829) menjelaskan manaqibul al insan
dan mistikal, Manaqiban juga merupakan ma‘urifa bihi minal khishali al hamidah wal
modal sosial dan kultural. Hal ini ditunjukkan akhlaqi al jamilah , manaqib seseorang adalah
dengan adanya prosesi khusus yang melibatkan apa yang diketahui dari orang tersebut terkait
relasi sosial dan kultural baik berupa bacaan- kepribadiannya yang terpuji dan akhlaknya
bacaan khusus dan rentetan kegiatan yang di yang mulia. Secara khusus manaqib juga bisa
dalamnya sarat nilai-nilai spiritual. diartikan riwayat hidup atau biografi seorang
tokoh teladan seperti para nabi, tabi’in,
Hingga sekarang tradisi manaqiban masih tabi’ittabi’in, waliyyullah dan ulama’ (Tim Nurul
hidup dan berlangsung dalam kehidupan Huda, 1996: 2). Dengan pengertian tersebut
masyarakat Islam Nusantara meskipun berarti pula bahwa manaqib merupakan
seiring dengan perkembangan sosial, ilmu bagian dari sejarah atau tarikh, di dalamnya
pengetahuan dan teknologi mengalami menyangkut peristiwa masa lalu yang benar
pergeseran pola, namun tetap masih ada adanya (z|i haqqin haqqahu) dan terdapat
substansi yang sama. Lebih-lebih setelah sejumlah keteladanan berbagai perilaku yang
terjadinya fenomena Islamophopia dalam baik untuk diambil pelajaran (Musthofa, 1952:
media, sebagai dampak dari gerakan sosial i).
Islamis atau fundamentalis, maka tradisi
ritual kolektif semacam manaqiban akan Namun dalam perkembangan berikutnya
memupuk kepekaan perasaan dan pengalaman kata “manaqib” sudah menjadi istilah populer,
atas kompleksitas kehidupan sosial sehingga sebagai bagian dari terminologi khas dari
tumbuh rasa saling pengertian dan juga Islam nusantara. Di kalangan nahdhiyyin,
keterbukaan. Dalam konteks inilah tradisi yakni warga ahlisunnah wal jama’ah (aswaja)
manaqiban menjadi tetap penting untuk yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU),
dipahami lebih mendalam baik oleh orang manaqib adalah sebuah buku yang berisi kisah,
dalam sendiri (insider) maupun orang luar sejarah dan biografi Syekh Abdul Qodir Jilani.
komunitas (outsider). Beliau adalah Sayyid Abu Muhammad Abdul
Qodir Jilani dilahirkan di Jilani, Irak, pada
Pelacakan Istilah Manaqiban tanggal 1 bulan Romad}on, tahun 470 Hijriyah
(versi lain 471 Hijriyah), bertepatan dengan
Kata manaqiban berasal dari kata bahasa 1077 Masehi. Beliau wafat pada tanggal 11
Arab ‘manaqib’ ditambah akhiran –an, yang Rabi’ul Akhir tahun 561 Hijriyah bertepatan
merupakan jamak dari kata manqobah yang dengan 1166 Masehi, pada usia 91 tahun.
berarti beberapa kebaikan atau keindahan. Beliau dikebumikan di Bagdad, Irak (Manaqib,
Bisa juga bermakna sifat yang baik, etika dan bagian 1). Maka setiap tanggal 11 Rabi’ul
Akhir di berbagai penjuru nusantara, umat

260 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Kitab Induk Manaqib yang menjadi salah satu rujukan aksara Latin dengan dikombinasi bahasa
utama Manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani di Nusantara aslinya yaitu bahasa Arab.

Koleksi Nur Said Kitab-kitab tersebut seperti kitab
Annurul al Burhani, terjemahan Manaqib
Islam aswaja banyak yang menyelenggarakan Syekh Abdul Qadir Jilani memakai bahasa
haul, peringatan wafat Syekh Abdul Qodir Jawa dengan aksara pegon, disusun oleh Abi
Jilani dengan berbagai acara pengajian dan Luthfi Al Hakim Muslih bin Abdurrahman,
pembacaan manaqib sebagai puncaknya. Mranggen, Demak, Jawa Tengah. Jawahirul
Ma’ani, dilengkapi kaifiyah dan penjelasan
Seputar Kitab manaqib dan Keteladanan faedah dengan bahasa Jawa, aksara Pegon,
Syekh Abdul Qodir Jilani disusun oleh Syaikh KH. Ahmad Jauhari
Umar, Tanggulangin, Kejayan, Pasuruan, Jawa
Kitab manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani Timur. Ada juga dalam bentuk Buku Pelajaran
yang berkembang di nusantara cukup beragam. Nurul Huda seri 1 sampai 6 Yayasan Nurul Huda,
Hal itu tergantung pada pemberi ijāzah atau memakai bahasa Indonesia yang disusun oleh
seorang guru yang memiliki sanad keilmuan KH. Machmudi dan Tim Yayasan Nurul Huda,
dalam menjalankan ritual pembacaan manaqib. Keleng Kelet, Jepara, Jawa Tengah. Ada juga
dalam bentuk Penjelasan Manqobah (Kisah
Kitab-kitab Manaqib Syekh Abdul Qadir tentang keshalehan dan keutamaan ilmu)
Jilani yang banyak beredar di nusantara dari Syekh Abdul Qodir Jilani yang disadur
pada umumnya disusun oleh penulis-penulis dari Tafrikhul Khothir fi Manaqibisy Syaikh
Indonesia sendiri yang maraji’ (sumber Abdul Qodir dan kitab ‘Uqudul Laili fi Manaqibil
rujukan) dari kitab-kitab berbahasa Arab yang Jaili seperti dilakukan di Pondok Pesantren
dipandang mu’tabar, terutama kitab Lujainud- Suryalaya, Jawa Barat, di bawah asuhan KH.
Dani karangan Sayyid Syaikh Ja’far bin Hasan A. Shohibulwafa Tadjul Arifin yang dikenal
al Barzanzy yang kemudian diterjemahkan ke dengan Abah Anom semasa hidupnya.
dalam bahasa Jawa, aksara Pegon. Sebagian
lagi ditulis memakai bahasa Indonesia dengan Seluruh kitab-kitab manaqib tersebut,
berisi berbagai kisah keteladanan antara lain
berupa keteladanan perilaku moral (akhlak
mulia), kedalaman ilmu dan berbagai kejadian
keluarbiasaan (khawariqul’adah) yang dipercaya
sebagai “karamah” (kekeramatan) dari Syekh
Abdul Qadir Jilani. Secara lebih rinci beberapa
manqobah dalam manaqib Syekh Abdul Qadir
Jilani antara lain:

1) Manqobah pertama: Menerangkan
tentang nasab keturunan Syekh Abdul
Qodir Jaelani.

2) Manqobah kedua: Beberapa macam tanda
kemuliaan pada waktu Syaikh Abdul Qodir
dilahirkan.

3) Manqobah ketiga : Kecerdasan Syekh
Abdul Qodir dalam waktu menuntut ilmu.

4) Manqobah keempat : Kepribadian dan
budi pekerti Syekh Abdul Qodir.

5) Manqobah kelima : Pakaian Syekh Abdul
Qodir dan ujian yang beliau terima.

Edisi Budaya | 261

6) Manqobah keenam : Syekh Abdul Qodir Qodir, lalu jatuh dan mati.
bersama Nabi Khidhir di Iraq.
21) Manqobah kedua puluh satu : Syekh Abdul
7) Manqobah ketujuh : Kebiasaan Syekh Qodir mengusap burung elang yang
Abdul Qodir setiap malam digunakan terputus kepalanya dan terbang kembali.
untuk ibadah sholat dan dzikir.
22) Manqobah kedua puluh dua : Syekh Abdul
8) Manqobah kedelapan : Berlaku benar Qodir tiap tahun membebaskan hamba
dan jujur adalah pandangan hidup Syekh sahaya dari perbudakan, serta nilai
Abdul Qodir. busana.

9) Manqobah kesembilan: Syekh Abdul Qodir 23) Manqobah yang kedua puluh tiga : Syekh
untuk pertama kalinya memberikan Abdul Qodir menerima makanan yang
ceramah pengajian di hadapan para ulama turun dari langit.
Baghdad.
24) Manqobah keduapuluh empat : Masyarakat
10) Manqobah kesepuluh : Para ulama yang menderita penyakit tho’un/kolera
Baghdad berkumpul di madrasah Syekh sembuh dengan rumput dan air madrasah
Abdul Qodir dengan membawa masalah Syekh Abdul Qodir.
yang berbeda.
25) Manqobah kedua puluh lima : Tulang
11) Manqobah kesebelas : Telapak kaki Nabi belulang ayam hidup kembali berkat
Muhammad Saw. memijak pundak Syekh karomah Syekh Abdul Qodir.
Abdul Qodir pada malam Mi’raj.
26) Manqobah kedua puluh enam: Anjing
12) Manqobah kedua belas: Para wali penjaga istal (kandang kuda) Syekh Abdul
menyaksikan peringkat ketinggian Syekh Qodir membunuh seekor harimau.
Abdul Qodir.
27) Manqobah kedua puluh tujuh : Syekh
13) Manqobah ketiga belas: Kerusakan orang- Abdul Qodir membeli empat puluh ekor
orang yang menyebut Syekh Abdul Qodir kuda untuk cadangan obat orang sakit.
tanpa berwudlu.
28) Manqobah kedua puluh delapan : Jin dan
14) Manqobah keempat belas : Orang yang syetan di bawah kekuasaan Syekh Abdul
membaca hadiah bertawasul kepada Qodir.
Syekh Abdul Qodir akan hasil maksudnya.
29) Manqobah kedua puluh sembilan :
15) Manqobah kelima belas: Nama Syekh Mengampuninya raja jin kepada orang
Abdul Qodir seperti ismu al a’z}om yang telah membunuh anaknya.

16) Manqobah keenam belas: Syekh Abdul 30) Manqobah ketiga puluh : Berkat karomah
Qodir menghidupkan orang yang sudah Syekh Abdul Qodir bisa menolak gangguan
mati dalam kubur. jin dan orang jahat.

17) Manqobah ketujuh belas : Syekh Abdul 31) Manqobah ketiga puluh satu : Syekh Abdul
Qodir merebut ruh dari malakul maut. Qodir berziarah ke makam Rosululloh Saw
dan mencium tangan beliau.
18) Manqobah kedelapan belas: Berkat
karomah Syekh Abdul Qodir bayi 32) Manqobah ketiga puluh dua: Syekh
perempuan menjadi bayi laki-laki. Abdul Qodir berbuka puasa di rumah
murid-muridnya pada satu waktu yang
19) Manqobah kesembilan belas : bersamaan.
Diselamatkannya orang yang fasiq karena
menjawab Syekh Abdul Qodir kepada 33) Manqobah ketigapuluh tiga :
malaikat Munkar Nakir. Menyelamatkan seorang perempuan
muridnya syekh abdul qodir dari
20) Manqobah kedua puluh : Seekor burung khianatnya seorang lelaki fasik.
pipit terbang di atas kepala Syekh Abdul

262 | Ensiklopedi Islam Nusantara

34) Manqobah ketiga puluh empat: Syekh Abdul Qodir duduk di atas sejadah
Abdul Qodir memberikan pertolongan melayang-layang di atas sungai Dajlah.
kepada seorang wali yang telah dilepas
pangkat kewaliannya. 44) Manqobah Keempat puluh empat : Berkat
syafa’at Syekh Abdul Qodir, wali yang
35) Manqobah ketigapuluh lima : Syekh mardud (ditolak) dapat diterima kembali
Ahmad Kanji menjadi murid Syekh Abdul menjadi wali maqbul (diterima).
Qodir atas petunjuk gurunya.
45) Manqobah keempat puluh lima: Syekh
36) Manqobah ketiga puluh enam : Syekh Abdul Qodir menyelamatkan muridnya
Ahmad Kanji menjunjung kayu bakar dari api dunia dan akhirat.
diatas kepalanya.
46) Manqobah keempat puluh enam :
37) Manqobah ketiga puluh tujuh : Berkat do’a Keberadaan, perwujudan, Syekh Abdul
Syekh Abdul Qodir seorang perempuan Qodir adalah wujud Nabi Muhammad
mempunyai tujuh anak laki-laki. Saw.

38) Manqobah ketiga 47) Manqobah keempat

puluh delapan : puluh tujuh: Syekh

Syekh Abdul Qodir Abdul Qodir tak tergoda

menyelamatkan oleh tipu daya syetan.

muridnya dari 48) Manqobah keempat
puluh delapan : Syekh
siksaan malaikat Abdul Qodir menampar

Munkar dan Nakir.

39) M a n q o b a h dan mengusir syetan.

ketigapuluh 49) Manqobah keempat

sembilan : Setiap puluh sembilan : Raja

datang tahun baru Baghdad memberi

tahun itu memberi hadiah uang kepada

tahu kepada Syekh Syekh Abdul Qodir, uang

Abdul Qodir itu berubah menjadi

peristiwa yang akan darah.

terjadi pada tahun
ini. 50) Manqobah keempat
kelima puluh: Syekh
40) Manqobah keempat Kitab Manaqib Jawahirul Ma’ani, Pegangan Tradisi Abdul Qodir diminta
puluh : Syekh memberikan buah apel
Abdul Qodir diberi oleh Raja Baghdad bukan
buku, daftar untuk pada musim berbuah.
mencatat murid-
Manaqiban di Pasuruan Jawa Timur dan sekitarnya 51) Manqobah kelima
muridnya sampai puluh satu : Wasiat
hari kiamat. Gambar 3 (Koleksi Nur Said)

41) Manqobah Keempatpuluh satu: Salah Syekh Abdul Qodir
seorang murid Syekh Abdul Qodir tidak kepada putranya Abdul Rozak.

merasa lapar dan haus setelah menghisap 52) Manqobah kelima puluh dua; Keutamaan
praktek sholat hajat dan tawasul kepada
jari tangan Syekh Abdul Qodir.
Syekh Abdul Qodir.
42) Manqobah Keempat puluh dua : Syekh
Son’ani karena tidak taat kepada 53) Manqobah kelima puluh tiga: Tanda-tanda
keistimewaan Syekh Abdul Qodir ketiaka
Syekh Abdul Qodir nasibnya menjadi
menjelang wafat wafat.
penggembala babi.

43) Manqobah Keempat puluh tiga Syekh 54) Manqobah kelima puluh empat: Syekh

Edisi Budaya | 263

Suasana Manaqiban Suryalaya Kuno, Tasikmalaya, Jawa Barat

Gambar 4 (Sumber: suryalaya.com)

Abdul Qodir bertemu dengan wali ini seorang mursyid boleh memodifikasi atau
pembimbing Syekh Hamad wali besar memadukan dengan aliran thariqah lain yang
pada zamannya beliau. dianggap cocok sebagaimana terbentuknya
Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah yang
55) Manqobah Kelima Puluh Lima : Syekh banyak diikuti oleh jama’ah manaqib dari
Abdul Qodir dengan latihan-latihan berbagai kota di Indonesia.
rohaninya.
Hal ini bisa dicermati dari jama’ah manaqib
56) Manqobah kelima puluh enam: Syekh yang berpusat di Pondok Pesantren Futuhiyyah
Abdul Qodir tekun dan istiqomah Mranggen Demak, dengan perintisnya Rama
membaca wirid asmul husna dan asmuun KH. Muslih Abdurrahman; juga di Pondok
Nabi serta jiwa sosialnya yang tinggi. Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah
dengan tokoh sentralnya Rama KH. M. Arwani
57) Manqobah kelima puluh tujuh : Syekh Amin serta Pondok Pesantren Suryalaya,
Naqsyabandi menerima talqin z|ikir Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah bimbingan
Ismuz|z|at dari Syekh Abdul Qodir Abah Anom.
yang telah wafat jauh sebelumnya
(Fafirruuilalloh, 2016). Thariqah Qadiriyyah Naqsabandiyyah
merupakan perpaduan dari dua buah thariqah
Dari beberapa manqobah yang penuh (tarekat) besar, yaitu Thariqah Qadiriyyah dan
dengan kemuliaan dan keluarbiasaan tersebut Thariqah Naqsabandiyyah. Pendiri tarekat ini
mencerminkan keluhuran akhlak dan pancaran adalah seorang Sufi Syekh besar Masjid Al-
Cahaya Ilahi yang melekat pada diri Syekh Abdul Haram di Makkah al-Mukarramah bernama
Qodir yang dikenal sebagai pendiri Thariqah Syaikh Ahmad Khatib Ibn Abd. Ghaffar al-
Qadiriyyah yang dikenal luwes. Salah satu Sambasi al-Jawi (w.1878 M.). Beliau adalah
keluwesannya adalah bahwa murid yang sudah seorang ulama besar dari Indonesia yang
mencapai derajat gurunya (mursyid) dianggap tinggal sampai akhir hayatnya di Makkah.
sudah mandiri sebagai Syekh bisa langsung Syaikh Ahmad Khatib adalah Mursyid dari
menjadikan Allah sebagai walinya. Dalam hal

264 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Thariqah Qadiriyyah dan juga sebagai Mursyid Islam sufistik adalah Islam pertama yang
atas Thariqah Naqsabandiyyah. Sebagai berpengaruh di Indonesia bahkan hingga
seorang Mursyid Thariqah Qadiriyyah, beliau sekarang (Mas’ud, 2004: 64-65; Said, 2010:
memiliki kewenangan untuk memodifikasi 54; Shihab, 2004). Tanpa sufisme, Islam tidak
atas thariqah yang dipimpinnyan, maka beliau akan pernah menjadi “Agama Jawa” atau
menggabungkan inti ajaran kedua tarekat sufisme Islam Jawa dengan cirinya antara lain
tersebut, yaitu Thariqah Qadiriyah dan Thariqah dominasi sifatnya yang sarat dengan nilai-nilai
Naqsabandiyah dan mengajarkannya kepada toleransi dan akomodatif terhadap tradisi Jawa
murid-muridnya terutama dari Indonesia yang yang antara lain mewujud tradisi manaqiban
berkembang hingga sekarang. yang berkembang hingga sekarang.

Sejarah dan Keberlansungan Manaqiban Seperti di singgung di atas bahwa thariqah
Qadiriyyah Naqsabandiyyah yang banyak
Kalau dicermati betul manaqib dalam diikuti oleh jamaah manaqib berkembang
pengertian kisah, sejarah atau biografi di nusantara pada pertengahan abad XIX,
sosok-sosok panutan sudah ada sejak Nabi tepatnya dibawa oleh Syaikh Ahmad Khatib
Muhammad Saw lahir, selama hidup maupun Ibn Abd. Ghaffar al-Sambasi al-Jawi yang
setelah wafat. Bahkan manaqiban terkait wafat tahun 1878 M. Maka diduga kuat tradisi
kisah-kisah teladan juga banyak disinggung manaqiban juga berkembang sejak tahun itu,
dalam Al Qur’an dan Hadis. Misalnya saja meskipun manaqib itu sendiri sudah ada jauh
manaqib Maryam, Ashhabul Kahfi, Zulqornain, sebelumnya.
Abu Bakar as-Sidiq, Umar bin Khatab, Ali bin
Abi Thalib, dan juga para Walisongo di Jawa Dalam perkembangan sejak akhir abad
termasuk Syekh ‘Abdul Qodir Jilani. Karya XX dan awal abad XXI tradisi manaqiban
manaqib seperti itu mengalami perkembangan mengalami dinamika yang cukup menarik.
yang cukup dinamik yang sebagian memang Dari segi penyelenggaraannya, paling tidak
telah dikisahkan dalam Al Qur’an, namun dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pola
sebagian yang lain memang belum tertulis unik:
(QS. Al-Mu’min: 78; An Nisa’: 164).
1) Manaqiban Berbasis Kekeluargaan (MBK)
Untuk yang belum tertulis atau belum
terdokumentasi tugas generasi penerus Pola MBK ini biasanya diselenggarakan
Islam nusantara segera bangkit bergerak untuk memenuhi kepentingan individu
mengadakan penelitian sejarah, baik dari atau keluarga ketika sedang memiliki
sumber al-Qur’an, Hadis atau juga sumber- hajat tertentu, misalnya mau mendirikan
sumber lain yang dapat dipercaya sehaingga rumah, khitanan, pernikahan atau
terlahir berbagai kitab manaqib berbagai tokoh berbagai hajat lain yang bersifat mendesak.
teladan yang darinya bisa diambil pelajaran Dalam pelaksanaannya terkadang
dan hikmahnya. dilakukan dengan menggabungkan dalam
bentuk nazar (janji seseorang kepada Allah
Khusus manaqib Syekh Abdul Qodir Jilani untuk melakukan sesuatu hal jika apa yang
yang berkembang di nusantara memang diharapkan terpenuhi atau terkabulkan).
memiliki sejarah tersendiri yang sangat erat Hal ini seperti sering dilakukan sebagian
kaitannya dengan jejak sufisme Jawa pada umat Islam dalam momen ziarah ke
periode kewalian (Walisongo) sejak abad makam Kangjeng Sunan Muria Kudus
XV-XVI. Dalam sejarahnya Walisongo telah atau ziarah para auliya yang lainnya.
berperan sebagai agen perubahan yang unik
di Jawa sehingga mampu mengawinkan aspek Figur kunci sebagai agen penguatan tradisi
spiritual yang sakral dengan aspek sekuler dalam MBK adalah para kiai kampung
yang profan dalam menyemaikan Islam di atau kiai langgar/masjid yang sudah
Jawa dalam bentuk sufisme Islam Jawa. mendapatkan ijazah manaqib dari dari kiai-
kyai sepuh atau mursyid yang memiliki
sanad keilmuan. Figur kunci kelompok

Edisi Budaya | 265

MIBK ini terkadang juga dari kepala Jama’ah Manaqiban K.H. Ahmad Asrori Utsman Al-Ishaqi,
keluarga sendiri yang kebetulan sudah Kedinding, Surabaya
mendapatkan ijazah manaqib. Sementara
pesertanya adalah para anggota keluarga Gambar 7 (Sumber: google.com)
yang sedang memiliki hajat (nduwe gawe)
dengan mengundang sejumlah kerabat utamanya adalah Abah Anom atau KH.A.
atau tetangga dekat yang biasanya Shohibulwafa Tadjul Arifin secara terinci
terdiri dari sekitar 5 sampai 10 orang menjelaskan 57 (lima puluh tujuh)
untuk kelompok kecil atau 10 sampai 20 manqobah (kisah tentang keshalehan dan
orang ukuran keluarga besar. Pesertanya keutamaan ilmu) dari Syekh Abdul Qodir
bisa dari kaum laki-laki maupun kaum Jilani dengan merujuk dari beberapa kitab
perempuan, masing-masing yang memiliki menggunakan bahasa Indonesia dan juga
waktu boleh mengikuti sesuai kesepatan bahasa Sunda.
keluarga.
Legitimasi karya-karya berupa kitab
Bermacam-macam hajat yang sering terjemahan atau penjelasan (syarah)
didahului dengan Manaqiban antara dari manaqib Syekh Abdul Qodir al-
lain: khitanan, pernikahan, membangun Jilany didukung dengan sanad keilmuan
rumah (mbuka pandeman), ulih-ulihan yang jelas menjadi daya tarik tersendiri
(menempati rumah baru), memiliki bagi jamaah manaqib di tiga pesantren
kendaraan baru, menempati kios/ tersebut. Namun faktor utamanya adalah
pertokoan baru, selametan weton (hari kebesaran dan kharisma guru/mursyid
lahir) seseorang, mengawali awal di masing-masing pesantren seperti KH
pendidikan dan kegiatan lain yang Muslih Abdurrahman, Mranggen, Demak;
diharapkan membawa kebaikan. K.H. Ahmad Asrori Utsman Al-Ishaqi,
Kedinding, Surabaya; KH. Ahmad Jauhari
2) Manaqiban Berbasis Pesantren (MBP) Umar, Pasuruan; KH. A. Shohibulwafa
Tadjul Arifin atau yang terkenal dengan
Pola ini biasanya berkembang di pesantren Abah Anom, Tasikmalaya dan tokoh-
yang dikelola oleh kyai yang memiliki tokoh lainnya. Beberapa hal itulah yang
kewenangan memberi ijazah dan atau antara lain menjadi faktor pengiring
mursyid. Beberapa kyai yang menjadikan berkembangnya jama’ah manaqib hingga
pondok pesantrennya sebagai pusat jutaan jamaah dari berbagai propinsi di
pengembangan dan penyebaran ritual Indonesia dan juga dari manca negara.
manaqiban biasanya memiliki karya kitab
karangan khas baik berupa penerjemahan 3) Manaqiban Berbasis Jam’iyyah (MBJ)
atau penjelasan (syarah) kitab manaqib
yang secara khusus diperuntukkan Pola ini berkembang diawali dengan
kepada para anggota jamaahnya. adanya figur kunci seorang guru atau pembina
Misalnya kitab Jauharul Ma’ani, disusun
oleh Syaikh KH. Ahmad Jauhari Umar,
dengan Pondok Pesantren Darus Salam
Tanggulangin, Kejayan, Pasuruan, Jawa
Timur sebagai pusat dan kedudukan guru
atau mursyidnya. Ada juga kitab Annurul
al Burhani karangan Abi Luthfi Al Hakim
Muslih bin Abdurrahman, Mranggen,
Demak, Jawa Tengah dengan Pondok
Pesantren Futuhiyyah sebagai sentral
pemberian ijazah dan kegiatan jamaah.
Sementara di Pondok Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya, Jawa Barat dengan tokoh

266 | Ensiklopedi Islam Nusantara

utama yang memiliki pengalaman spiritual “Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda iku #
tingkat tinggi sebagai cikal bakal berdirinya Kang diamalake kabeh ana telu
Jam’iyyah Manaqib. Hal ini sebagaimana Maca tahlil, maca manāqib kanthi saestu
dialami oleh KH. Machmudi di Keleng # Maiz}ah h}asanah amalan kang kaping
Kelet, Jepara yang awalnya mendalami dan telu”
mengamalkan bacaan manaqib sejak tahun (Jam’iyah Manaqib Nurul Huda itu # Yang
1993 dan dirasakan besar karomahnya. Suatu diamalkan semua ada tiga
saat ketiak menunaikan ibadah haji tahun (1) Membaca tahlil, (2) membaca
1995, sempat bermimpi bebera kali ditemui Manaqib dengan sungguh# (3) Nasehat
Syekh Abdul Qodir Jilani sejak di tanah suci utama itu amalan yang ketiga)
hingga bahkan hingga kembali ke tanah air. Tempat pertemuan selapanan (35 hari)
Dengan pertimbangan pengikutnya semakin sekali diselenggarakan di rumah masing-
banyak dan dari berbagai daerah akhirnya masing anggota NH secara bergantian. Setiap
tahun 1996, mendirikan Yayasan Jam’iyyah kali putaran selesai, semua rumah anggota
Manaqib Nurul Huda (JMNH). Strategi sudah ditempati, maka Pembina Utama yakni
pengembangannya adalah dengan membentuk KH Macmudi biasanya hadir langsung dalam
kelompok di berbagai kota bahkan hingga forum pertemuan kelompok. Kepentigannya
manca negara. adalah disamping untuk membangun
silaturrahim dan kedekatan emosional, juga
Setiap kelompok terdiri dari 15 sampai 20 memberikan bimbingan secara langsung
orang boleh dari kalangan muslimin maupun kepada anggota kelompok termasuk dalam
muslimat. Masing-masing kelompok disebut merespon berbagai masalah anggota NH.
kelompok Nurul Huda (NH). Di seluruh Dalam hal ini, setiap kelompok NH disamping
Indonesia ada seribu lebih kelompok NH atau memiliki fungsi solutif atas permasalahan
terdiri dari NH1, NH2, NH3 dan seterusnya hidup umat, cinta kepada waliyyullah dan
hingga seribu lebih. taqarrub ila Allah juga memiliki nilai-nilia
pendidikan tasawuf yang lebih sistematis dan
Secara nasional Jam’iyyah Manaqib NH terarah.
menyelenggarakan mu’tamar setiap lima tahun
sekali dan setahun sekali menyelenggarakan Prosesi Ritual Manaqiban
pertemuan dengan pembina utama Sebelum ritual manaqiban diselenggarakan
(tawajjuhan) yang bertempat di kota tertentu
secara bergantian. ada persyaratan khsuus yang harus dipenuhi.

Sisi lain dari pola MBJ adalah, setiap Peserta Muktamar Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda
kelompok NH bukan sekedar menjalankan asuhan KH. Machmudi Jepara, Jawa Tengah
pertemuan rutin ritual manaqiban, tetapi juga
ada pendampingan dan pendalaman materi Gambar 8 (Sumber: google.com)
berhubungan dengan tasawuf yang dipimpin
langsung oleh pembina kelompok. Disamping
itu juga disediakan modul atau buku pelajaran
seri satu hingga enam yang dapat dijadikan
sebagai sumber materi belajar (mengaji).

Untuk memudahkan pendalaman dan
penyerapan materi JMNU juga menggunakan
pendekatan syi’iran yang berisi materi
terkait tasawuf dan nilai-nilai utama dalam
JMNU. Pada intinya orientasi materi yang
dikembangkan dalam JMNI ada 3 (tiga)
sebagaimana disampaikan dalam syi’iran
Nurul Huda:

Edisi Budaya | 267

Setiap jamaah dianjurkan dalam keadaan kepada kyai kampung atau modin (bagian
suci lahir maupun batin, bebas dari najis dan kesejahteraan rakyat) dari aparat desa.
berwudlu. Bersaaan dengan itu, sejumlah
sarana pelengkap juga dipersiapkan antara Di tengah proses pembacaan Manaqib,
lain: (1) nasi, diutamakan nasi uduk kuning; (2) setiap kali nama Syekh Abdu Qodir Jilani
ingkung ayam jago 1 (satu) ekor; (3) satu kendi disebut, maka jamaah Manaqib yang hadir
atau botol air putih; (4) bunga sembilan jenis; menjawab dengan bacaan Al Fatihah atau
(5) empat cawik (cawan) bubur merah putih; membaca doa radliyallahu anhu (semoga Allah
(6) dua lirang pisang raja (Versi JMNU). mencurahkan rida kepadanya). Selama bacaan
Manaqib dibacakan sebagian jamaah juga ada
Dalam menjalankan proses ritual yang terus membaca shalawat kepada Nabi
manaqiban masing-masing jamaah manaqib, Muhammad Saw. Ada juga yang membaca zikir
terkadang memang ada sedikit perbedaan. “lailaha illah, Muhammadurrasulullah, Syaikh
Hal ini sesuai petunjuk guru, pembina utama Abdul Qodir waliyyullah” (tiada Tuhan selalin
atau mursyid. Namun pada umumnya prosesi Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
Manaqiban meliputi acara pokok antara Syaikh Abdul Qodir wali Allah).
lain: (1) Pembukanaan (iftitahul majlis) yang
diawali dengan pembacaan Surat Al Fatihah. Pada bagian penutupan bacaan Manaqib
(2) Pembacaan hadhrah atau tawas}s}ul yang biasanya dilanjutkan dengan doa istigoshah
dilanjutkan tahlil dan doanya. Sebagian ada yang isinya berupa tawashshul melalui Syaikh
yang diselingi dengan pembacaan tanbih Abdul Qodir Jilani dalam mengantarkan doa-
(peringatan) dan pembacaan manqobah (kisah doa khusus kepada Allah Swt. Para jamaah
tentang keshalehan dan keutamaan ilmu) Manaqib ini memiliki keyakinan teologis
Syekh Abdul Qodir Jilani. (3) Pembacaan dalam bahwa bertawasul kepada waliyullah
Manaqib yang dipimpin oleh sesepuh jamaah; sebagaimana kepada Syaikh Abdul Qodir Jilani
(4) Istirahat (5) Mauidzah Hasanah (pengajian); adalah dianjurkan dan tidak bertentangan
(6) Pesan-pesan dari anggota jamaah; (7) do’a dengan akidah Islam Kalaupun ini tergolong
penutup. bagian dari bid’ah, namun tergolong bid’ah
mahmudah atau bid’ah yang membawa berkah
Namun untuk ritual manaqiban yang (Muslih, 2013: 83).
diselenggarakan oleh individu atau keluarga
tertentu karena memiliki hajat tertentu, Apalagi begitu prosesi manaqiban selesai
maka biasasanya proses acara lebih simpel. beberapa sarana manaqiban seperti nasi,
Sebelum upacara manaqiban dimulai terlebih bubur, ingkung ayam berikut air berkah yang
dahulu diberi penjelasan terkait maksud bertabur doa juga dibagikan kepada jama’ah
diselenggarakan manaqiban oleh orang yang dan tetangga sebelah sebagai wujud sedekah
ditunjuk sebegai juru bicara mewakili tuan dan syukur kepada Sang Maha Rahmah.
rumah dan sekaligus sebagai pembawa acara. Dengan manaqiban, Islam justru terasa lebih
indah.
Acara diawali dengan pembacaan surat
Al Fatihah yang ditujukan pahalanya kepada Manaqiban, Jalan Cinta Insan Beriman
Nabi Muhammad SAW, para nabi dan rasul,
para syuhada, para wali, ulama dan kaum Semarak manaqiban di kalangan umat
muslimin, muslimin yang sudah wafat. Pahala Islam nusantara ini, tidak menunjukkan bahwa
bacaan surat Al Fatihah juga secara khusus itu sebagai tujuan hidup. Manaqiban hanyalah
dihadiahkan kepada orang tua, leluhur dan sebagai bagian dari alat atau media dalam
sanak saudara yang sudah meninggal dimana menempuh jalan cinta kepada Yang Maha
data nama-namanya sudah dipersiapkan lebih Rahmah dengan mencintai para kekasihnya
awal oleh tuan rumah. Begitu pembacaan surat (waliyyullah).
Al Fatihah selesai secara berjamaah, maka
dilanjutkan pembacaan Manaqib oleh salah Meskipun dalam upacara manaqiban
seorang yang ditunjuk, biasanya diberikan ada perlengkapan yang disiapkan, namun

268 | Ensiklopedi Islam Nusantara

itu tidaklah baku. Yang lebih utama perlu tambahan bacaan tertentu. Antara lain bisa
diperhatikan adalah memperkuat robithoh mendapatkan ‘ilmu ladunni, keluasan rezeki,
(ikatan batin) kepada Guru atau Mursyidnya. Di dagangan menjadi laris, cepat tercapai hajat
sampung itu di tengah manaqiban para jamaah pembangunan, banyak murid, kanuragan,
mengkondisikan situasi dan kondisi agar tetap cepat memperoleh jodoh dan lainnya (Umar,
tenang dan fokus sebagaimana sedang wukuf tt: 34-36).
dalam ibadah haji. Wukuf adalah diam penuh
kesadaran untuk mengaktifkan kepekaan 7 Dari beberapa uraian di atas dapat
(tujuh) indra dari anggota badan sekaligus, dipahami bahwa tradisi manaqiban sebagai
yaitu; (1) telinga tidak mendengarkan suara bagian dari warisan budaya Islam nusantara
kecuali suara dari bacaan-bacaan yang tereproduksi dalam relasi sosial dan kontestasi
dibacakan dalam manaqib; (2) mata dipejamkan tanda budaya yang dibalut dalam kesadaran
untuk membantu bisa fokus; (3) keluar dan keislaman yang kuat sehingga di dalamnya
masuk nafas hidung diiringi dengan zikir khofi; sarat dengan modal sosial, kultural dan
(4) mulut tidak bersuara, kecuali ketika sedang sekaligus modal spiritual.
membacakan bacaan-bacaan dalam manaqib;
(5) tangan tidak memegang kecuali alat-alat Kekayaan modal sosial dalam tradisi
manaqib; (6) perut tidak diisi oleh makanan manaqiban dapat dicermati adanya rasa saling
atau minuman ketika manaqib sedang dibaca; percaya (trust), tepo sliro (toleransi), dan
(7) kaki dalam posisi diam, baik dengan duduk tolong menolong (kooperasi). Maka adanya
ataupun berdiri. kesadaran untuk mengundang sanak saudara
dan tetangga sebelah dalam manaqiban adalah
Diamnya tujuh indra seperti di atas masih wujud nguwongke (menghargai) sebagai bagian
didukung dengan kesadaran batin yakni yang penting dalam kehidupan sosial. Yang menarik
paling utama adalah hati yang harus dalam ketika prosesi manaqiban selesai juga ada
bertawajuh (berdzikir kepada Allah swt). ruang untuk ramah tamah, makan bersama
Melalui olah batin dengan penuh “diam” dan yang diselingi berbagai cerita hidup untuk
keheningan tersebut diyakini akan menjadikan saling memperkaya pengalaman. Pengalaman
manaqib bisa berfungsi sebagai 3 (tiga) alat adalah guru yang terbaik. Suasana seperti itu
sekaligus yaitu: (1) alat untuk menebus dosa; hanya bisa ditemukan dalam relasi sosial yang
(2) alat untuk menerima dan mengumpulkan dialogis sebagaimana dalam tradisi manaqiban.
kucuran Rohmat Allah swt.; (3) Alat untuk
menghasilkan suatu berkah dan jalan keluar Kekayaan modal kultural dapat dicermati
bagi berbagai masalah (Fafirruuilalloh, 2016). dalam berbagai sarana manaqiban yang
disiapkan seperti nasi kuning, ingkung ayam
Hal ini juga disadari secara ekplisit dalam jago yang masih utuh, empat bubur merah
panduan manaqib Nurul Huda (NH) Jepara putih, satu kendi air putih dan warna-warni
diantara tujuan manaqiban adalah antara lain: sembilan bunga, semua itu adalah bagian dari
(1) memupuk rasa cinta kepada z|urriyyah bahasa simbol yang sarat makna. Simbol dan
Nabi Saw.; (2) Memperkuat cinta kepada ungkapan dalam tradisi Jawa Islam adalah
para salihin (orang-orang shaleh) dan para manifestasi pikiran, kehendak dan rasa Jawa
auliya; (3) Memperoleh berkah dan syafa’at yang halus. Maka ada istilah Wong Jawa Nggone
dari Syekh Abdul Qodir Jilani; (4) Bertawasul Semu, yang bermakna bahwa orang Jawa dalam
kepada Syekh Abdul Qodir Jilani hanya karena memandang realitas tak hanya menampilkan
Allah semata; (5) Ada juga sebagian orang yang wadhag (kasat mata), namun penuh dengan
menjalankan ritual manaqib untuk memenuhi isyarat atau sasmita (Endaswara, 2016: 24).
nazar karena Allah.
Hal ini juga berlaku dalam memahami
Sementara dalam kitab Manaqib Jauharul modal kultural dalam media ritual manaqiban.
Ma’ani disebutkan secara eksplisit paling tidak Nasi yang ditampilkan dalam manaqiban
ada 20 (dua puluh) faedah ‘az}imah (manfaat diupayakan harus kuning. Warna kuning
agung) dari bacaan manaqib dengan beberapa adalah simbol kemakmuran sebagaimana para

Edisi Budaya | 269

petani ketika padi sudah menguning akan Terkait sajian ingkung ayam jago yang
melahirkan kebahagiaan karena sebentar lagi masih utuh, hal ini tak lepas dari kisah dalam
akan panen. manaqib yang termasuk paling kontroversial
karena ini bagian dari keluarbiasan. Diceritakan
Demikian juga adanya bubur merah putih suatu ketika Syekh Abdul Qadir Jilani pernah
sebagai wujud simbol keberanian (merah) “menghidupkan” tulang-belulang ayam atas
dalam membela yang benar (putih). Dalam izin Allah. Begitu ayam hidup ternyata ayam
keadaan apapun hidup harus dilalui penuh tersebut langsung berzikir mengucapkan:
dengan keberanian, optimisme selagi dilalui “Lailaha illallah, Muhammadurrasulullah, Syekh
dengan jalan yang benar. Ibarat pepatah Jawa, Abdul Qadir waliyyullah” (Tiada Tuhan selain
becik ketitik ala ketara (yang baik dikenang, Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
yang buruk jelas dipandang). Syekh Abdul Qadir wali Allah) (Hasan Al
Barzanzy, tt: 23).
Sedangkan penggunaaan pisang raja
dalam sarana manaqiban adalah wujud Peristiwa seperti di atas kalau dilihat
penegasan bahwa dalam tradisi manaqiban dengan paradigma sain maupun paradigma
Syekh Abdul Qadir Jilani adalah rajanya filsafat tentu akan tertolak. Namun dalam
para wali sehingga dikenal dengal Sulthanul epistemologi ilmu disamping ada paradigma
Auliya, yang tentu memiliki kelebihan dan sain yang mengedepankan kriteria rasional
keistimewaan di antara para wali Allah yang empiris dan paradigma filsafat dengan
lain sehingga jamaah manaqib diharapkan kriterianya adalah rasional murni. Maka
semakin semangat dalam meneladaninya. Hal paridigma mistik dengan kriteria kepekaan
ini termasuk dalam meneladani para Walisongo rasa, iman, logis dan kadang empiris lebih
yang telah berjasa mengenalkan Islam di tanah cocok dalam mencermati peristiwa itu (Tafsir,
Jawa. Maka adanya bunga sembilan macam 2004: 11).
(kembang sangang werno) adalah sebagai
simbol pengingat peran Walisongo sebagai Pengalaman Syekh Abdul Qadir
auliyaillah yang harus dingat dan senantiasa menghidupkan tulang-tulang ayam mati
didoakan kerana perannya dalam Islamisasi menjadi hidup kembali atas ijin Allah dalam
Jawa dengan penuh ramah dan damai. paradigma mistik termasuk logis meskipun
tidak rasional. Harus dibedakan antara logis
Sementara penyedian air kendi atau dan rasional. Sesuatu yang rasional itu sesuai
wadah yang tanpa tutup ketika pembacaan hukum alam. Rasionalitas ternyata begitu
manaqib berlangsung diharapkan bacaan- sempit hanya dibatasi oleh kesesuainnya
bacaan kalimah thayyibah bisa dengan mudah dengan hukum alam yang empirik. Misalnya
menyerap dalam air itu. Di mana ada air di tulang belulang ayam yang remuk bisa hidup
situ ada kehidupan. Maka air perlu dirawat kembali itu tidak rasional, namun dalam
antara lain dengan tetap selalu ingat asal paradigma mistik, peristiwa itu bisa saja
sumber air adalah dari bumi (tanah) yang terjadi karena persoalan hidup dan mati itu
diwujudkan dengan kendi yang terbuat dari atas kehendak dari Sang Maha Menghidupkan
tanah. Penggunaan media air juga wujud yaitu Allah Swt. Kalau Allah menghendaki
tafa’ulan (mengikuti perbuatan), ketika tulang-tulang ayam itu hidup kembali itu
suatu ketika Syekh Abdul Qodir, warganya masuk akal (logis). Logis itu melampoi
banyak terjangkit wabah penyakit tho’un/ rasional, karena termasuk logis adalah sesuatu
kolera sehingga ratusan ribu orang yang yang masuk akal meskipun dalam obyek
meninggal dunia. Berkat karomahnya, air yang abstrak supra rasional. Maka metode yang
berasal dari madrasahnya bisa sebagai sarana cocok untuk memahami fenomena tersebut
penyembuhan berbagai penyakit waktu itu. dengan menggunakan metode intuisi atau
Maka menyediakan air dalam ritual manaqib dalam istilah epietemologi mistik disebut akal
sebagai wujud tabarrukan agar bisa menjadi mustafad atau qalb atau zauq (Tafsir, 2004: 12-
media penyembuh dari segala macam penyakit 13). Maka dengan paradigma mistik, berbagai
bagi yang meminumnya.

270 | Ensiklopedi Islam Nusantara

kejadian keluarbiasaan (khawariqul’adah) spirital, ritual manaqib yang paling menonjol
yang dialami oleh Syekh Abdul Qadir menjadi adalah sarat dengan nilai-nilai spiritual menuju
bagian dari pengetahuan yang bisa diterima ma’rifat kepada Allah. Seperti ditegaskan di
dalam epistemologi ilmu. awal, manaqiban bukanlah tujuan tetapi sebagai
sarana atau alat, yaitu alat untuk menebus dosa
Adanya ingkung ayam jago dalam ritual dengan mencintai para kekasih Allah dan juga
manaqiban mengingatkan akan kisah luar biasa sebagai upaya mendapatkan kucuran Rohmat
tentang “ayam berdzikir”, sehingga kepada Allah swt dengan berwasilah kepada orang-
jama’ah manaqib agar tak henti-hentinya orang yang jelas-jelas menjadi kekasih Allah.
selalu mengingat Allah (zikrullah) baik dalam Mengambil i’tibar (pelajaran) atas kehidupan
hati, pikiran maupun tindakan. Ingkung ayam para wali Allah adalah anjuran Islam dan
jago sebagai wujud penghormatan yang tinggi semua itu adalah sebagai upaya menempuh
kepada tamu antara lian dengan suguhan jalan cinta sejati kepada Allah Swt yang dalam
yang terbaik apalagi dan sekaligus wujud tasawuf disebut dengan ma’rifatullah. Maka
cinta kepada auliya Allah yang ramah kepada tak berlebihan kalau dikatakan bahwa ritual
kehidupan. Salah satu tanda cinta adalah manaqiban adalah bagian dari jalan cinta bagi
mempersembahkan yang terbaik. insan-insan beriman.

Disamping modal sosial dan modal [Nur Said]

Sumber Bacaan

Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubzati
min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 1). Semarang: Thoha Putra.

Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Annurul al Burhani, fi Tarjamati Al Lujaini al Dani fi Zikri Nubz|ati
min Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani. (Juz 2). Semarang: Thoha Putra.

Abi Luthfi Al Hakim wa Hanif Muslih bin Abdurrahman, Yawaqitu al Asani fi Manaqibi al Syaikhi Abdil Qadir al Jilani. (Juz
1). Semarang: Thoha Putra.

Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat Jawa. Yogyakarta:
Cakrawala.

Fafirruuilallah, (2016). “Manaqiban”, dalam http://fafirruuilalloh.com/blog/2016/11/01/manaqiban-pengertian-
manaqib/ (diakses 1 Desember 2016).

Machmudi, KH. dan tim, (1998). Buku Pelajaran Nurul Huda ke-2 Yayasan Nurul Huda, Jepara: Nurul Huda.
Mas’ud, Abdurrahman, (2004). Intelektual Pesantren; Perhelatan Agama dan Tradisi. Yogyakarta: LKIS, 2004.
Hanif, Muhammad, KH. (2013). Bid’ah Membawa Berkah, Semarang: Ar-Ridha (Thoga Putra).
Musthofa, Bisri. (1952), Tarikhul Auliya, Tarikh Wali Sanga, Kudus: Menara Kudus.
Said, Nur. (2005). Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Brillian Media Utama.
Shihab, Alwi. (2001). Islam Sufistik; IslamPertama dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia, Bandung: Mizan.
Tafsir, Ahmad. (2004). Filsafat Ilmu, Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Rosda.
Umar, Ahmad Jauhari, Al Syekh, Al Hajj. (tt). Jawahirul Ma’ani fi Manaqibi al Syekh Abdil Qadir al Jilani Radiyallahu Anhu,

Pasuruan: PP Darussalam.
Yayasan Jam’iyyah Manaqib Nurul Huda. (1998). Kitabul Manakib Lujainuddani fi Manaqibi Sayyidi al Syekh Abdil Qadir

al-Jilani, Jepara: Nurul Huda.

Edisi Budaya | 271

Manganan

Manganan adalah kegiatan berkumpul perasaan ragu atau malu dengan apa yang
yang digelar di sebuah tempat di dibawa oleh orang lain. (Okyana R Siregar & FX
desa yang dianggap paling baik atau Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan
sakral. Mulai dari sendang yang memiliki dalam Pembentukan Karakter Masyarakat
pohon besar dengan air yang melimpah, Desa Sugihwaras, 2013: 202 )
di area pemakaman leluhur yang dituakan
atau dan tak jarang “Manganan” juga digelar Prosesi pertama, adalah dengan menggelar
di balai desa atau rumah Ketua Kampung, tahlil, ngaji dan doa bersama yang dipimpin
seorang Kamituwo atau di rumah Kepala desa sorang ulama setempat. Sementara penduduk
setempat. desa yang laki-laki melakukan prosesi ngaji
dan doa bersama, penduduk perempuan,
Istilah yang serupa dengan tradisi mulai ibu-ibu, nenek-nek dan para remajanya
“manganan” adalah sedekah bumi. Di Cirebon, berdatangan, dengan membawa bakul berisi
“tradisi sedekah bumi” juga dilangsungkan jajan dan makanan.
di tempat-tempat tertentu. Biasanya
kepala desa dan perangkat desa lainnya Acara ngaji dan doa bersama diikuti
mengkoordinir acara tersebut. Pada intinya, dengan sangat khidmat mereka tertata rapi
acara “manganan” adalah sebuah tradisi yang memanjang dengan saling berhadapan.
berkembang dan bertahan di masyarakat Penduduk wanita terus berdatangan dengan
dengan tujuan memperoleh keselamatan membawa jajan dan makanan khas desa.
(selametan). Adapun ragam dan proses Jajan dan makanan di keluarkan dari bakul
ritual atau penamaannya berbeda antar satu ibu-ibu. Dikelompokkan pada jenis makanan
daerah dengan daerah lainnya, diantaranya yang sama, digelar di atas daun pisang untuk
Botram di Sunda, Bajamba di Minangkabau kemudian dibagi lagi dengan rata.
dan Bukittinggi, ada juga yang menggunakan
dengan istilah munjung, biasanya untuk tukar Do’a adalah ritual penting dalam tradisi
menukar makanan yang kemudian dimakan “manganan” perahu yang menyimbolkan
bersama. keberadaan Islam, hal ini dikarenakan do’a
yang dilakukan adalah do’a Islami yakni
Pada hakikatnya, masyarakat memaknai memanjtakan puja syukur kepada Allah.
tradisi manganan dengan memandang status Dipimpin oleh tokoh agama masyarakat desa
sosial seseorang dalam memabawa makanan Panyuran. Berdo’a kepada Allah sebagai bentuk
ke acara manganan. Orang yang memiliki ucapan syukur atas nikmat yang diberikan dari
status sosial yang tinggi mewujudkan hasil laut serta sebagai bentuk permintaan
makanan tersebut dengan lauk-pauk yang kepada Nya untuk diberikan kemudahan
mencerminkan kondisi ekonomi dirinya. dalam mencari rejeki. (DS Utami, Upacara
Meski demikian, jika dilihat dari fakta yang Ritual Sunan Andong Willis di Desa Panyuran,
ada di lapangan, status sosial ini tidak menjadi skripsi UIN SBY, 2016, h.70 )
sekat yang memberi jarak antara status sosial
yang tinggi dan status sosial di bawahnya. Setelah melakukan doa secara bersama-
Buktinya, mereka tidak memiliki rasa iri atau sama kemudian mereka melakukan tradisi
makan bersama dengan guyub. Mereka
memakan dari hasil makanan yang

272 | Ensiklopedi Islam Nusantara

dikumpulkan bersama kemudian dimakan pengajian tersebut. Beliau mendeskripsikan
secara bersama-sama pula. perlunya mendoakan orang tua yang telah
meninggal. Sopone wong sing ora seneng
Di daerah Tuban Jawa Timur, tepatnya ndungakno marang wong sing wis mati, sesuk yen
di desa Gesikharjo, upacara “manganan” mati ora bakal didungakno wong sing sik urip,
dilakukan setiap hari Senin Kliwon bulan artinya, siapa pun yang tidak suka mendoakan
Maulid pada setiap tahun. Jadi patokannya orang yang telah mati, nanti ketika dia mati,
bukan tanggal tetapi hari sekaligus maka tidak akan didoakan oleh orang lain.
pasarannya. Pelaksanaan ritual “manganan,” (Nur Syam, hal. 209)
dengan demikian bergantung kepada hari
yang bertepatan dalam bulan Mulud tersebut. Dalam upacara manganan tak ada
Tidak diketahui secara pasti, siapa yang hingar bingar festival yang bernuansa dan
memulai menggunakan hari itu untuk upacara dikonstruksi oleh kaum elit. Oleh karena itu,
manganan, tetapi hal itu telah dilakukan secara tradisi manganan berbeda dengan tradisi
turun temurun. ( Nur Syam, hal. 208) lain seperti haul yang lebih sering hanya
dikhususkan sebagai bagian dari acara orang
Dahulu, acara manganan dilakukan elit. Tradisi ini hanya khusus dihadiri oleh
disertai dengan sindiran pada malam hari. orang lokal, tokoh lokal dengan kesederhanaan
Semenjak tahun 1980-an tradisi mengundang khas pedesaan. Upacara manganan meskipun
sindir (tayuban) dihilangkan dan diganti tidak bisa dilepaskan dengan tradisi orang
dengan pengajian. Hari Ahad malam Senin besar berupa wasilah kepada para awliya (wali-
Kliwon di halaman kompleks Masjid Ibrahim wali) dan Nabi, akan tetapi pada hakikatnya
Asmaraqandi telah disiapkan tempat ditujukan kepada masyarakat desa- terutama
pengajian umum dalam rangkaian manganan. yang telah meninggal- dengan harapan akan
Kiai Maimun Jakfar dari Bojonegoro sengaja memperoleh ampunan dan kebahagiaan di
diundang untuk memberikan siraman alam kubur dan akhirat. (Nur Syam, hal. 206)
rohani pada pengajian tersebut. Beliau
mendeskripsikan siraman rohani pada

Para Ibu Yang Sibuk Tengah Mempersiapkan Jajanan Sedekah Bumi.

Courtesy : http://blokbojonegoro.com

Edisi Budaya | 273

Nilai-Nilai Filosofis dan Sosiologis membangun kebersamaan masyarakat dari
Tradisi Manganan segala lapisan. Bila tradisi ini dilakukan
oleh para petani, maka tradisi manganan
Tradisi manganan bukan hanya tradisi dapat menambah informasi mengenai dunia
yang diwariskan dari leluhur yang tanpa nilai- pertanian melalui acara manganan. Selain
nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. para petani, tradisi manganan juga diikuti oleh
Justru dalam tradisi ini terdapat nilai- masyarakat non petani. Pedangang misalnya.
nilai filosofis. Pertama, membangun ikatan Acara manganan dapat mempertemukan
emosional dengan alam sekitar. Warga desa semua kelompok masyarakat dengan berbagai
yang melakukan tradisi manganan ini tengah jenis pekerjaan. Kedua, berbagi. Sebagaimana
mewujudkan ungkapan rasa syukur kepada diketahui, acara manganan ini mereka saling
Allah SWT atas karunia hasil panen yang membawa makanan dari rumah kemudian
melimpah. Kedua, menghargai lingkungan. membagikannya kepada yang lain. Lalu mereka
Hal ini didasarkan pada rasa takut akan juga menerima hasil bawaan orang lain yang
dampak perusakan terhadap lingkungan yang juga turut dikumpulkan dalam acara manganan.
akan berdampak pada hasil panen yang tidak Apapun yang mereka terima tetaplah
sesuai harapan. Mereka berharap agar hasil menunjukkan rasa kebahagiaan. Bukan
panen ke depan lebih baik dan melimpah. perasaan menggerutu terhadap makanan
(Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan tersebut karena mereka merasa kemampuan
Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan orang berbeda dalam mewujudkan makanan
Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras, 2013: untuk ditukarkan dalam acara manganan.
206) (Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan
Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan
Selain nilai filosofis, manganan Karakter Masyarakat Desa Sugihwaras, 2013:
juga memiliki nilai-nilai sosiologis 208)
(kemasyarakatan). Pertama, membangun
kebersamaan. Tradisi manganan mampu [Saifuddin Jazuli]

Sumber Bacaan

Okyana R Siregar & FX Sri Sadewo, Kearifan Lokal Tradisi Manganan dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Desa
Sugihwaras, 2013

Nur Syam, Islam Pesisir, Jogjakarta: LKiS, 2005
http://www.eastjavatraveler.com/limpah-ruah-manganan/

274 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Mbangun Nikah

Di Betahwalang, sebuah desa di hal yang merusak pernikahan sebelumnya tapi
kabupaten Demak, masyarakatnya karena faktor lain yang mempengaruhinya
memiliki sebuah tradisi unik terkait seperti perselisihan dalam rumah tangga.
masalah perceraian yang dikenal dengan
nama “mbangun nikah”. Dalam praktiknya, Dalam bahasa fikih mbangun nikah
tradisi mbangun nikah di desa ini mempunyai sering disebut dengan istilah tajdidun nikah.
dua makna. Pertama bahwa mbangun nikah Secara etimologi tajdidun nikah berasal
itu dilakukan apabila dalam kehidupan dari kata jaddada-yujaddidu-tajdidan yang
rumah tangga terjadi ketidak harmonisan, artinya memperbaharui atau pembaharuan.
perselisihan dan sering terjadi pertikaian yang Sedangkan nikah berasal dari kata nakaha-
terus menerus sehingga mengakibatkan suami yankih}u-nikahan yang artinya menikah.
mengucapkan kata talak kepada istrinya. Jadi secara umum tajdidun nikah adalah
Untuk kembali kepada isterinya, berbeda pembaharuan akad nikah atau mengulang
dengan ketentuan dalam fiqh Islam, suami nikah atau menjadi baru lagi.
harus melakukan mbangun nikah dengan akad
baru. Kedua, mbangun nikah dilakukan apabila Mbangun nikah atau tajdidun nikah} yang
pada saat terjadi pernikahan antara pasangan terjadi di masyarakat Desa Betahwalang adalah
calon suami istri tersebut, hari pasaran antara melakukan akad baru yang dilakukan oleh
calon pasangan suami istri kurang baik atau suami terhadap isteri yang secara syar’i selama
rizkinya kurang lancar. nikah atau akad yang pertama masih (belum
batal) dan tidak ada hal-hal yang merusak akad
Walaupun dibedakan dalam sebelumnya atau dengan kata lain seorang
suami menikahi lagi isterinya yang sah dengan
pemaknaannya, namun dalam pelaksanaan akad baru sedangkan akad yang sebelumnya
tidaklah rusak. Hal inilah yang biasanya
tradisi mbangun nikah, baik dalam pemaknaan dipakai oleh masyarakat Betahwalang dalam
hal memperbaharui nikah atau mbangun nikah,
yang pertama dan yang kedua, adalah sama yang dalam istilah bahasa Jawa disebut dengan
“nganyar-nganyari nikah”.
persis dengan pelaksanaan nikah pada
Tujuan diadakannya tajdīdun nikāh}
umumnya, yang mana rukun-rukunnya harus yaitu yang pertama, untuk memperbaiki
atau memperbaharui nikah; kedua, untuk
terpenuhi semuanya seperti yang ada dalam memperoleh kebahagiaan dan keselamatan
dalam hidup berumah tangga; ketiga,
Kompilasi Hukum Islam (KHI). untuk memperoleh kelapangan rizki dalam
rumah tangga; keempat untuk menghindari
Istilah lain untuk menyebut mbangun keturunan mereka yang seterusnya supaya
nikah adalah istilah nganyar-nganari nikah yang tidak menjadi “anak haram” (menjaga
berarti memperbarui nikah. Dalam kamus kemurnian dalam berhubungan suami istri).
Jawa-Indonesia kata “bangun” mempunyai
arti membangun, memperbaiki, sementara Dari beberapa penjelasan diatas dapat
“nikah” mempunyai arti kawin atau menikah. disimpulkan bahwa dalam tradisi mbangun
Apabila kata tersebut dirangkai secara
bahasa, mbangun nikah mempunyai makna
memperbaiki nikah atau membangun nikah.
Dalam masyarakat desa Betahwalang mbagun
nikah dipahami sebagai melakukan akad baru
antara suami isteri bukan karena adanya hal-

Edisi Budaya | 275

nikah di desa Betahwalang yang dilakukan suatu hal yang lumrah terjadi dalam rumah
oleh laki-laki dan perempuan yang menikah tangga. Akan tetapi ketika perselisihan-
sebenarnya masih memiliki ikatan pernikahan perselisihan dan permasalahan-
yang sah sebagai suami isteri. Sehingga tujuan permasalahan tersebut tidak kunjung
dari mbangun nikah atau tajdīdun nikāh} dapat diselesaikan, maka perselisihan
tidak hanya untuk menghalalkan hubungan dan permaslahan tersebut akan menjadi
kelamin antara keduanya saja, karena secara semakin besar dan kemudian bisa
hukum mereka masih halal dalam melakukan berlanjut dengan perselisihan fisik, maka
hubungan kelamin, melainkan karena keadaan kemudian munculah kekerasan dalam
rumah tangga yang tidak harmonis lagi, sering rumah tangga. Hubungan semakin tidak
terjadi kesialan dalam rumah tangganya, jelas, tidak saling peduli, salah satu dari
rizkinya kurang lancar dan lama belum mereka pulang ke rumah orang tuanya.
dikarunia keturunan dalam rumah tangganya.
Masyarakat percaya bahwa setelah melakukan 2. Adanya ketidak cocokan hitungan weton
mbangun nikah kehidupan rumah tangganya atau pasaran pasangan suami istri.
akan kembali harmonis dan menjadi lebik baik
lagi. Ada juga pasangan suami isteri yang
melakukan mbangun nikah ini disebabkan
Sejarah tradisimbangunnikah sendiri susah karena sering terjadi musibah. Maka oleh
dicari dari mana tradisi itu bermula. Tidak Kiai atau orang yang dituakan dalam desa
satupun dari masyarakat desa Betahwalang tersebut disarankan untuk memperbarui
mengetahui dari mana istilah mbangun nikah kembali pernikahannya, dimungkinkan
berasal, baik orang yang melakukan tradisi karena hari dan pasaran pada waktu nikah
mbangun nikah, atau orang yang memberikan yang terdahulu tidak cocok dan harus
anjuran untuk melakukannya, atau orang yang dilakukan mbangun nikah agar kembali
menikahkan lagi. Dalam melakukan mbangun harmonis kehidupan rumah tangganya.
nikah sendiri tidak ada batasannya, jadi Hal ini pernah dialami oleh pasangan
pasangan suami istri yang pernah melakukan suami isteri yang melakukan mbangun
mbangun nikah bisa melakukannya lagi, sampai nikah karena setelah mereka berdua
pasangan suami istri tersebut sadar dengan melakukan pernikahan, kehidupan
sendirinya. rumah tangganya dilanda musibah yang
beruntun. Kemudian setelah melakukan
Terjadinya fenomena tradisi mbangun mbangun nikah ini kehidupan rumah
nikah pada masyarakat desa Betahwalang tangga mereka semakin membaik.
tidak terlepas dari adanya penyebab yang
mempengaruhi terlaksananya tradisi tersebut. 3. Dihawatirkan ada perkataan yang
Berdasarkan pengamatan dan wawancara menjurus pada talak
yang penulis lakukan, ada beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya tradisi mbangun Pasangan suami isteri yang melakukan
nikah ini yaitu: mbangun nikah karena faktor ini
yaitu pasangan yang dalam rumah
1. Ketidak harmonisan hubungan suami tangganya sering terjadi perselisihan
isteri dan pertengkaran kemudian ketika
perselisihan dan pertengkaran telah
Hubungan suami dan isteri dalam sebuah berlangsung berulang kembali, mereka
rumah tangga tidak selamanya berjalan mulai menyadari kesalahan mereka
dengan aman, tenteram, bahagia atau masing-masing dan sudah saling
pun harmonis, adakalanya terdapat memaafkan. Biasanya mereka merasa agak
perselisihan-perselisihan, perbedaan ragu-ragu untuk memulai lembaran baru
pendapat serta permasalahan yang dengan pasangan mereka masing-masing
lainnya. Perselisihan kecil maupun besar karena mereka takut apa yang telah
dan perbedaan pendapat merupakan mereka perbuat secara tidak langsung

276 | Ensiklopedi Islam Nusantara

merusak pernikahan mereka, sehingga tidak menjadi anak haram.
kemudian mereka melakukan mbangun
nikah untuk memantapkan keyakinan 6. Rumah tangga yang dibina belum
mereka. mendapatkan keturunan

4. Faktor Ekonomi Ada pasangan suami isteri yang sudah
lama menikah tetapi belum dikaruniai
Mereka melakukannya lebih dikarenakan keturunan. Mereka merasakan kehidupan
melihat orang yang melakukan bangun rumah tangga menjadi hambar dan
nikah ini yang tidak hanya rumah kurang sempurna,sehingga pasangan
tangganya kembali berjalan harmonis suami istri tersebut berinisiatif untuk
tetapi juga kehidupan perekonomiannya melakukan mbangun nikah, karena mereka
ikut membaik. Oleh karenanya ada berkeyakinan bahwa setelah melakukan
sebagian orang yang memandang bahwa mbangun nikah rumah tangga mereka
membaiknya kehidupan ekonominya menjadi lebih baik lagi dan terhindar dari
lebih disebabkan karena apa yang telah keburukan sehinga mereka bisa segera
dilakukan oleh pasangan yang melakukan mendapatkan keturunan.
mbangun nikah tersebut sehingga ada saja
pasangan yang secara ekonomi kurang atau Tempat dan Pelaksanaan
kehidupan perekonomiannya kurang baik
ikut melakukan mbangun nikah ini dengan Pasangan suami istri melakukan mbangun
harapan kehidupan perekonomiannya nikah dengan harapan bahwa kehidupan rumah
menjadi lebih baik. tangga mereka akan menjadi lebih baik lagi.
Mereka biasanya melakukan mbangun nikah di
Tetapi tidak banyak masyarakat yang kediaman pasangan suami isteri sendiri atau
melakukan mbangun nikah karena faktor di rumah orang tua salah satu pasangan suami
ini. Lebih banyak masyarakat melakukan istri. Mereka biasanya mengundang keluarga
bangun nikah ini karena faktor mereka atau kerabat dekat dari pasangan suami
perselisihan dalam rumah tangga yang istri yang jumlahnya tidak begitu banyak.
menimbulkan hubungan rumah tangga
yang tidak harmonis lagi. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam
prosesi mbangun nikah seperti pernikahan pada
5. Atas petunjuk ustad atau kyai umumnya. Hanya saja pelaksanaan mbangun
nikah ini tidak dicatat dan hanya disaksikan
Banyak orang melakukan mbangun nikah oleh kerabat dekat atau hanya beberapa
atas petunjuk para tokoh agama dalam orang saja. Hal inilah yang menyebabkan
masyarakat seperti ustad atau kyai. tidak ditemukannya bukti tertulis tentang
Mereka pergi ke ustad atau kyai tersebut terjadinya pelaksanaan mbangun nikah ini.
untuk mengkonsultasikan masalah dalam
rumah tangga mereka dan atas anjuran Dalam pelaksanaan tradisi mbangun
ustad atau kyai untuk melaksanakan nikah ini prosesi akad nikah juga sama dengan
mbangun nikah agar mereka terbebas dari pernikahan pada umumnya yaitu biasanya
masalah dan beban yang mereka alami yang menikahkan adalah ustad, kiai atau
dalam rumah tangga. Seperti yang terjadi modin (orang yang mengurus pekerjaan yang
pada satu pasangan suami istri dimana bertalian dengan agama Islam di Dusun atau
mereka melakukan hubungan suami istri kampung) desa tersebut. Kadang juga modin
di luar nikah dan sang wanita kemudian sebelum menikahkan ulang masyarakat yang
hamil, maka demi nama baik keluarga saat melakukan mbangun nikah, modin memberikan
hamil mereka melangsungkan pernikahan. wejangan-wejangan kepada kedua pasangan
Setelah selang beberapa bulan sampai tersebut tentang bagaimana membina rumah
sang istri melahirkan, mereka melakukan tangga yang sakinah, mawadah, warahmah,
mbangun nikah demi untuk menghidari
keturunan mereka yang seterusnya supaya

Edisi Budaya | 277

dan manfaat atau hikmah pada pelaksanaan ingkung ayam Jawa, pisang raja, jenang merah
mbangun nikah ini. putih (bubur tolak balak), dengan tujuan ngalap
(mencari) berkah semoga setelah melakukan
Setelah itu prosesnya sama dengan mbangun nikah rumah tangganya menjadi
pernikahan pada umumnya diawali dengan selamet dan terhindar dari mara bahaya.
syahadat yang kemudian diakhiri dengan
doa bersama yang dipimpin oleh orang yang Mengenai masalah pemberian mahar
menikahkan meraka untuk mendoakan pelaksanaan mbangun nikah ini juga ada
agar pernikahan mereka lebih baik lagi dan pemberian mahar dari suami kepada isterinya.
diberkahi oleh Allah. Tidak ketinggalan pula Karena pada pernikahan pada umumnya ada
bahwa pelaksanaan mbangun nikah biasanya pemberian mahar maka pada pelaksanaan
disertai dengan pembacaan manaqib syaikh mbangun nikah ini juga ada mahar sesuai
Abdul Qadir al-Jailani serta beberapa makanan dengan kesepakatan suami isteri tersebut.
yang menjadi uborampe dalam prosesi tersebut,
biasanya jenis makanan itu adalah: satu [Ismail Yahya]

Sumber

Wawancara dengan Bapak Sho’im
Kompilasi Hukum Islam pasal 14.
Wawancara dengan Bapak Waselam.
Wawancara dengan Bapak Abdul Fatah.
Wawancara dengan Bapak Sholikhin.
Wawancara dengan Ibu Khoifah
Wawancara Bapak Sholikhin.

278 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Mandi Belimau

Mandi Belimau adalah tradisi mensucikan diri secara lahir dan batin.
menyambut bulan Ramadhan oleh
masyarakat Melayu khususnya Pelaksanaan Mandi Belimau ini bertujuan
masyarakat Bangka Belitung dan Riau. untuk membersihkan diri menjelang Bulan
Tradisi mandi Belimau merupakan tradisi Ramadhan, Perayaan upacara Mandi Belimau
yang dilaksanakan turun-temurun hingga dilakukan 1 (satu) minggu sebelum puasa
saat ini. Mandi Belimau artinya pencucian bulan Ramadhan.
atau pensucian lahir dan batin menggunakan
air limau. Di Bangka Belitung, tradisi mandi Selanjutnya pelaksanaan mandinya
Belimau sudah ada sekitar 300 tahun yang dimulai dengan membasahi telapak tangan
lalu dan sempat berhenti. Tradisi mandi dari kanan dan kiri, kemudian kaki kanan
Belimau dimulai dengan ziarah ke makam dan kiri yang diteruskan dengan membasahi
tokoh masyarakat atau ke pahlawan yang ubun-ubun dan seluruh anggota tubuh dengan
sangat dihormati. Selepas melakukan ziarah, siraman air yang dicampur dengan jeruk limau
masyarakat pergi ke tempat acara mandi yang disimpan dalam gentong air. Masyarakat
Belimau. Tepat di panggung disiapkan air yang ingin dimandikan sebelumnya dianjurkan
yang diisi dalam sebuah guci besar yang terlebih dahulu berdoa apa saja untuk kebaikan
bertuliskan kalimat Arab. Air limau dibuat mereka. Selain itu banyak masyarakat yang
dengan beberapa bahan yang ditentukan oleh juga membawa pulang air yang digunakan
para kaum pandai dan kaum ulama terdahulu. pada ritual Mandi Belimau ini karena mereka
Bahan-bahan untuk membuat air limau antara meyakini bahwa air ini mempunyai khasiat
lain daun pandan wangi, daun serai wangi, tertentu.
mayang pinang, daun limau, daun soman, daun
liman, daun mentimun, akar siak-siak, daun Ritual adat Mandi Belimau ini adalah
limau purut, dan buah limau purut. Bahan- simbol-simbol tradisi yang baik untuk
bahan tersebut dipilih karena keharumannya. perenungan dan pensucian diri baik lahir
Keharuman bahan-bahan tersebut baik maupun batin. Diharapkan simbol-simbol
untuk penyambutan bulan Ramadhan dan Mandi Belimau ini dapat membekas bagi
pembersihan diri. masyarakat untuk kehidupan selanjutnya dan
bukan hanya prosesi saja.
Sebelum air limau disiram ke seluruh
badan, masyarakat menguatkan niat dalam Sejarah dan Aneka Ragam Nama
rangka menyambut dan menjalani kewajiban
puasa nantinya. Setelah air limau membasahi Tradisi Mandi Belimau merupakan ritual
seluruh badan, tidak perlu dibilas dengan air turun temurun. Diperkirakan kegiatan ini
biasa. Hal ini dimaksudkan agar keharuman sudah ada sejak 300 tahun lalu, dan kepercayaan
menyatu dengan badan. Setelah mandi masyarakat setempat tradisi ini diperkenalkan
Belimau, sanak keluarga beserta tetangga pertama kali oleh Depati Bahrin, bangsawan
bersalam-salaman, dan meminta maaf antara keturunan kerajaan Mataram, Jogyakarta dan
sesama. Hal ini yang dimaksudkan dengan dan para pejuang lain di antaranya seperti Akek
Jok, Akek Pok, Akek Daek. Menurut cerita

Edisi Budaya | 279

masyarakat setempat, adat ini dimulai saat Nganggung adalah suatu tradisi turun
Depati Bahrin dikejar pasukan Belanda hingga temurun yang hanya bisa dijumpai di
sampai ke Pulau Bangka. Ketika itu pula, Depati Bangka. Karena tradisi nganggung merupakan
Bahrin melakukan ritual mandi pertaubatan identitas Bangka, sesuai dengan slogan
atau lebih dikenal dengan sebutan Mandi Sepintu Sedulang, yang mencerminkan
Belimau. Masyarakat dan petinggi pemerintah sifat kegotong royongan, berat sama dipikul
terlihat menyatu dalam acara adat ini. Ritual ringan sama dijinjing. Nganggung atau yang
tahunan ini berlangsung seminggu sebelum dikenal masyarakat Bangka dengan Sepintu
Ramadan. Adapun lokasi pelaksanaan berada di Sedulang merupakan warisan nenek moyang
tepi Sungai Limbung, Desa Limbung, Kecamatan yang mencerminkan suatu kehidupan
Merawang, Kabupaten Bangka. Masyarakat sosial masyarakat berdasarkan gotong-
desa meyakini dengan menyelenggarakan royong. Setiap bubung rumah melakukan
upacara adat Mandi Belimau, ibadah puasa kegiatan tersebut untuk dibawa kemasjid,
akan berjalan lancar dan segala yang diinginkan surau atau tempat berkumpulnya warga
tercapai. Keinginan dapat terwujud dengan kampung. Adapun nganggung merupakan
lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat
melalui salat dan dzikir serta bersalawat. Selain dalam rangka memperingati hari besar agama
itu melakukan sunah yang dilakukan Nabi Islam, menyambut tamu kehormatan, acara
Muhammad SAW selama Ramadan. Tanamkan selamatan orang meninggal, acara pernikahan
semangat dan ikhlas dalam menjalankan atau acara apapun yang melibatkan orang
ibadah kepada Allah SWT, niat yang tulus agar banyak. Nganggung adalah membawa makanan
kita termasuk orang bertaqwa. di dalam dulang atau talam yang ditutup
tudung saji ke masjid, surau, atau balai desa
Ada enam unsur yang digunakan dalam untuk dimakan bersama setelah pelaksanaan
mandi Belimau yaitu Kunyit, Bonglai, Pinang, ritual agama.
Mata Mukor, Arang Usang, Bawang Merah,
dan Jeruk nipis ke dalam dua buah gentong Dalam acara ini, setiap kepala keluarga
bertuliskan aksara Arab. Enam unsur itu membawa dulang yaitu sejenis nampan bulat
perlambang pertaubatan. Tujuh jeruk nipis sebesar tampah yang terbuat dari aluminium
yang mensyaratkan untuk dapat menguasai dan ada juga yang terbuat dari kuningan.
ilmu panglima Sayidina Usman dan kesaktian Untuk yang terakhir ini sekarang sudah agak
Akek Pok. Tujuh butir Pinang mensyaratkan langka, tapi sebagian masyarakat Bangka
kesucian Nabi Muhammad SAW, dan juga masih mempunyai dulang kuningan ini. Di
kesucian Batin seorang pendekar Depati dalam dulang ini tertata aneka jenis makanan
Bahrin. Tujuh iris Bonglai kering mensyaratkan sesuai dengan kesepakatan apa yang harus
keberanian Syaidina Ali dan kesaktian Akek dibawa. Kalau nganggung kue, yang dibawa
Jok mengusir jin iblis. Tujuh mata kunyit kue, nganggung nasi, isi dulang nasi dan lauk
mensyaratkan untuk rajin bekerja dihiaskan pauk, nganggung ketupat biasanya pada saat
pada sosok Syaidina Umar dan tauladan Akek lebaran. Dulang ini ditutup dengan tudung saji
Sak. Mata Mukot tujuh jumput dan bawang yang dibuat dari daun, sejenis pandan, dan di
merah tujuh biji mensyaratkan sosok Akek cat, tudung saji ini banyak terdapat di pasaran.
Daek dengan kepribadian penurut serta Dulang ini dibawa ke masjid, atau tempat acara
mendengar dan menerima nasehat serta Arang yang sudah ditetapkan, untuk dihidangkan dan
Usang mensyaratkan agar sabar dan bersatu dinikmati bersama. Hidangan ini dikeluarkan
dalam jihad Fisabilillah. Prosesnya dilakukan dengan rasa ikhlas, bahkan disertai dengan
dengan membasahi telapak tangan dari yang rasa bangga. Namun dalam perkembangannya
kanan, lalu telapak kiri, kemudian kedua sekarang kegiatan nganggung yang masih eksis
kaki kanan dan kiri diteruskan membasahi dipertahankan hanya pada saat memperingati
ubun-ubun dan kepala keseluruhan. Ritual hari besar agama Islam, dan menyambut tamu
diakhiri dengan kegiatan Nganggung di masjid kehormatan.
Limbung.

280 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Manfaat diadakannya Mandi Belimau memasuki bulan puasa. Sebenarnya upacara
ini antara lain untuk meningkatkan nilai bersih diri atau mandi menjelang masuk bulan
silaturahmi, sebab acara ini diikuti oleh ramadhan tidak hanya dimiliki masyarakat
keluarga Depati Amir yang berada di Kupang Kampar saja. Kalau di Kampar upacara ini
Nusa Tenggara Timur dan yang terpenting sering dikenal dengan nama Balimau Kasai,
adalah melepaskan diri dari pada azab. maka di Kota Pelalawan lebih dikenal dengan
nama Balimau Kasai Potang Mamogang.
Di masyarakat Jambi dikenal Mandi Di Sumatera Barat juga dikenal istilah yang
Belimau Gedang sedangkan di Riau dikenal hampir mirip, yakni Mandi Balimau. Khusus
Balimau Kasai yang berasal dari India yaitu untuk Kota Pelalawan, tambahan kata potang
umat hindu di India. Balimau kasai ini dianggap mamogong mempunyai arti menjelang petang
mirip dengan Makara Sankranti, yaitu saat karena menunjuk waktu pelaksanaan acara
umat Hindu mandi di Sungai Gangga untuk tersebut.
memuja dewa Surya pada pertengahan Januari,
kemudian ada Raksabandha sebagai penguat Tradisi Balimau Kasai di Kampar, konon
tali kasih antar sesama yang dilakukan pada telah berlangsung berabad-abad lamanya sejak
bulan Juli-Agustus, lalu Vasanta Panchami daerah ini masih di bawah kekuasaan kerajaan.
pada bulan Januari-Februari sebagai penyucian Upacara untuk menyambut kedatangan bulan
diri untuk menyambut musim semi. Penyucian Ramadan ini dipercayai bermula dari kebiasaan
disini maksudnya dengan mandi balimau kasai Raja Pelalawan. Namun ada juga anggapan lain
dosa-dosa mereka hilang bersama mengalirnya yang mengatakan bahwa upacara tradisional
air sungai tersebut dan kemudian agama itu ini berasal dari Sumatera Barat. Bagi
berkembang di Indonesia hingga sampai ke masyarakat Kampar sendiri upacara Balimau
pelosok negeri yang ada di nusantara dan sungai Kasai dianggap sebagai tradisi campuran
di kampar. Ini membuktikan bahwa adanya Hindu- Islam yang telah ada sejak Kerajaan
agama hindu sampai di kampar.apalagi dengan Muara Takus berkuasa.
ditemukannya gugusan candi di muara takus
yang terletak di XIII Koto Kampar. Dan setelah Keistimewaan Balimau Kasai merupakan
masuk di daerah pelalawan berkembangnya acara adat yang mengandung nilai sakral
Budaya dan Tradisi dan budaya itupun masih yang khas. Wisatawan yang mengikuti acara
berkembang hingga sekarang ini. ini bisa menyaksikan masyarakat Kampar
dan sekitarnya berbondong-bondong menuju
Balimau Kasai adalah sebuah upacara pinggir sungai (Sungai Kampar) untuk
tradisional yang istimewa bagi masyarakat melakukan ritual mandi bersama. Sebelum
Kampar di Provinsi Riau untuk menyambut masyarakat menceburkan diri ke sungai, ritual
bulan suci Ramadan. Acara ini biasanya mandi ini dimulai dengan makan bersama
dilaksanakan sehari menjelang masuknya yang oleh masyarakat sering disebut makan
bulan puasa. Upacara tradisional ini selain majamba..
sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan
memasuki bulan puasa, juga merupakan Di samping sebagai luapan gembira,
simbol penyucian dan pembersihan diri. upacara ini merupakan simbol pembersihan
Balimau sendiri bermakna mandi dengan diri. Balimau kasai itu sendiri adalah mandi
menggunakan air yang dicampur jeruk yang dengan menggunakan air yang dicampur
oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk dengan limau atau jeruk. Limau yang digunakan
yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk bermacam-macam kadang limau purut,limau
nipis, dan jeruk kapas. nipis atau limau kapas. Balimau kasai/Mandi
potang diwarnai dengan upacara adat yang
Sedangkan kasai adalah wangi-wangian mengandung nilai sakral yang unik. (Dinas
yang dipakai saat berkeramas. Bagi masyarakat Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata,2006)
Kampar, pengharum rambut ini (kasai)
dipercayai dapat mengusir segala macam Balimau Kasai bagi masyarakat Riau
rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum mempunyai makna yang mendalam yakni

Edisi Budaya | 281

bersuci sehari sebelum Ramadhan. Biasanya penguasaan terhadap ilmu sakti sebagai
dilakukan ketika petang sebelum Ramadhan mana penguasaan Akek Pok.
berlangsung. Dari kaum yang tua sampai kaum
yang muda turun ke sungai dan mandi bersama. o Pinang 7 Butir. Melambangkan kesucian
Balimau sendiri berasal dari bahasa ocu batin pendekar, sebagaimana Depati
(bahasa Kampar ). Balimau artinya membasuh Baherein
diri dengan ramuan rebusan limau purut atau
limau nipis. Sedangkan kasai yang bermakna o Bonglai kering 76 iris. Melambangkan
lulur dalam bahasa Melayu adalah bahan sikap pemberani, pemberantas jin dan
alami seperti beras, kunyit, daun pandan dan iblis, serta ahli politik sebagaimana sifat
bunga bungaan yang membuat wangi tubuh. dan keahlian Akek Jok.
Tradisi ini berlangsung secara turun temurun
di kalangan Melayu Riau. Tradisi dilakukan o Kunyit 7 mata. Benda ini mempunyai
hampir di seluruh kabupaten/kota yang ada, arti bahwa orang yang rajin musuhnya
dengan nama berbeda satu sama lain iblis, dan orang malas kawannya iblis
sebagaimana yang ditujukkan oleh Akek
Di Pekanbaru, tradisi ini dinamakan Sak.
Petang Megang sedangkan di Indragiri Hulu
cukup dengan nama Balimau saja. Balimau o Mata Mukot 7 jumput dan bawang merah
Kasai artinya mensucikan diri baik lahir 7 biji. Melambangkan sifat penurut
dan batin, sebelum datangnya Ramadhan. sebagaimana sifat akek Daek.
Kebanyakan orang kegiatan Balimau Kasai ini
merupakan ritual wajib yang harus dilakukan. o Arang using. Melambangkan sifat
Selain mandi di sungai dengan limau yang sabar, pandai menyimpan rahasia,
dianggap sebagai penyucian fisik, ajang ini dan kuat melakukan jihad fisabilillah.
juga dijadikan sarana untuk memperkuat rasa Sebagaimana ditunjukkan oleh Akek
persaudaraan sesama muslim dengan saling Dung. Kain lima warna yang dipajang
mengunjungi dan meminta maaf. ditempat pelaksanaan. Adapun warna dan
maknanya adalah
Proses Pelaksanaan
o Kain warna merah, mempunyai arti
Adapun peralatan dan bahan-bahan yang panglima- Isrofil istana jantung Daging
digunakan dalam upacara ini adalah : Usman.

• Baju enam warna, yaitu : putih, hijau, o Kain warna kuning mempunyai arti
merah, kuning, hitam dan kelabu. Pakaian pengrajin- Mikail Istana Urat Umar.
berwarna putih secara khusus digunakan
oleh pemimpin upacara. Sedangkan o Kain warna kelabu mempunyai arti
sisanya digunakan oleh pembantunya. pemberani- Isroil istana Jantung Tulang
Ali.
• Guci atau kendi. Guci yang digunakan
adalah guci khusus yang telah berumur o Kain warna hitam mempunyai arti Sabar
ratusan tahun. Guci ini digunakan penyimpan Rahasia, Bersatu Jihad-Jibroil
sebagai tempat ramuan khusus yang akan Istana Lidah Darah Abu Bakar.
digunakan dalam upacara Mandi Balimau.
o Kain warna putih mempunyai arti
• Ramuan khusus. Ramuan ini terbuat dari kesucian-titis Nur Muhammad SAW Al
campuran air yang diambil dari sumur Ulama Miswhatul Mursyid.
kampung yang telah dibacakan mantera
dan dicampur dengan : Sementara itu tata cara pelaksanaan
tradisi mandi Balimau Ini antara lain yaitu
o Jeruknipis7buah.Buahinimelambangkan Sehari menjelang pelaksanaan mandi Balimau,
orang-orang mengadakan ziarah ke makam
tokoh masyarakat setempat yakni Makam
Depati Bahrein yang terletak di wilayah Lubuk
Bunter sebagai bentuk Nampak tilas pada

282 | Ensiklopedi Islam Nusantara

perjuangan beliau. Setelah sasmpai dimakam, masjid. Dan setelah itu acara selesai. Adapun
para peziarah berdoa didampingi tokoh agama. doa dan mantra yang digunakan antara lain
Kemudian para peserta upacara langsung yaitu: Surat Yasin, ketika melakukan ziarah
menuju ke dermaga Lubuk Bunter lebih kurang ke makam Depati Bahrein Mantra untuk
3 meter dari lokasi makam. Selanjutkan membuat ramuan keramat Doa memulai
menyebrangi sungai Jada Sementara itu mandi·
sang pemimpin upacara menyiapkan ramuan
khusus, yaitu air yang diambil dari sumur Nilai Filosofis Dari Mandi Balimau
kampung yang telah dibacakan mantera dan Mandi Balimau kasai tersebut bukanlah
dicampur dengan ramuan yang terdiri dari
jeruk nipis, pinang, bonglai, kunyit, bawang termasuk sunnah rasulullah, melainkan hanya
merah, kenanga dan bunga mawar. Dimana sebagai tradisi semata yang memiliki nilai
ia juga harus menyiapkan 5 kain dengan filosofis yang tinggi bagi masyarakat pelalawan
warna berbeda yang melambangkan kekuatan dan sekitarnya. Selain untuk membersihkan
pengawal Depati Bahrein. Lalu ramuan diri secara zahir, mandi Balimau Kasai juga
keramat tersebut dibungkus dan dimasukkan merupakan momentum untuk menjalin
dalam tas berisi kain lima warna. silaturahmi dan acara saling maaf memaafkan
dalam rangka menyambut tamu agung yaitu
Pada hari berikutnya, pemimpin upacara Syahru Ramadan Syahrus Siyam, jadi bukanlah
menuju tempat pelaksanaan upacara dengan sebuah keyakian yang memiliki dalil naqli
menggunakan pakaian putih dengan dikawal secara qat’i. tapi ini lebih kepada sebuah adat
oleh para pengawal yang mengenakan yang bersendikan syara’ (Syariat Islam) syara’
pakaian berwarna hitam, abu-abu, kuning, bersandikan Kitabullah yang secara filosifisnya
merah dan hijau. Setelah semua persiapan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
cukup, acara balimau dimulai. Dan kemudian
peserta mengucapkan niat sebelum memulai. Tidak dapat kita pungkiri bahwa
Kemudian pemimpin upacara dengan kemajuan zaman hari ini secara langsung
didampingi lima laki-laki dengan mengenakan maupun tidak memberikan dampak negatif
kain hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu terhadap kehidupan kita dalam kerangka adat
membaca doa dan memantrai air ramuan istiadat, banyak terjadi distorsi sejarah, salah
yang ada dalam kendi. Setelah itu air ramuan
tersebut disiramkan kepada warga. Prosesi Ritual Mandi Belimau Sultan, Wabup: Mari Bersama
Acara pemandian dimulai dengan Pelihara Gedung Istana Sayap Pelalawan
membasahi telapak tangan kanan
dan dilanjutkan dengan tangan Sumber: http://piramidnews.com/foto/pelalawan/
kiri, jika dalam upacara ini hadir
pejabat penting, maka para pejabat
tersebut dimandikan terlebih
dahulu. Kemudian dilanjutkan
dengan membasuh kaki kanan lalu
kaki kiri. Setelah itu membasahi
ubun-ubun. Kemudian dilanjutkan
dengan seluruh badan.

Setelah semua peserta
upacara selesai mandi. Kemudian
dipentaskan tarian Nampi.
Setelah itu dilanjutkan dengan
pelaksanaan tradisi adat Sepintu
Sedulang, yaitu membawa makanan secara
bergotong-royong di suatu tempat, seperti

Edisi Budaya | 283

interpretasi terhadap nilai-nilai adat yang telah Namun tradisi ini mulai bergeser, dahulu
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam ada batasan antara lelaki dan perempuan,
kehidupan kita, termasuk mandi Balimau sekarang semua bercampur baur. Musik yang
Kasai. Bisa kita lihat dari tahun ke tahun dihadirkan pun bukan lah yang bernuansa
kegiatan mandi Balimau Kasai telah dinodai Islami, melainkan musik dangdut dengan
dengan tindakan yang yang berseberangan goyangan yang membangkitkan gairah.
dengan syariat islam di antaranya berhura- Sehingga tradisi ini dijadikan sebagai ajang
hura, berboncengan laki-laki dan perempuan untuk berkenalan dengan gadis dari daerah lain.
yang bukah muhrim, mandi massal yang Sehingga beberapa tokoh mengkhawatirkan
bercampur antara laki-laki dan perempuan, tradisi ini menodai Ramadhan (Prof Dr.Duski
mabuk-mabukan sampai kepada musik yang Samad:2011), seperti dalam balimau kasai
menjauhkan masyarakat dari mengingat Allah diharamkan mandi bareng karena itu bukanlah
Swt. tradisi yang Islami ( Mawardi:2011).

Padahal dulunya, tradisi ini merupakan Karena itu, Balimau kasai yang sebagian
hal yang tergolong urgen dan sakral. Sebelum besar masyarakat Kampar masih percaya
memasuki bulan puasa atau sebelum magrib, dengan upacara balimau kasai ini dan masih
anak kemenakan dan menantu atau juga melestarikan budaya ini hingga sekarang,
yang tua serta murid akan mendatangi orang perlu dijaga agar tidak melenceng dari tujuan
tua, mertua, mamak (paman), kepala adat, utamanya, yaitu penyucian diri dan saling
atau guru ngaji mereka datang dalam rangka bermaafan dalam masyarakat.
meminta maaf menjelang masuk bulan suci.
[Zainul Milal Bizawie]

Sumber Bacaan

Abdullah, Irwan, dkk., (ed.). 2008. Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca
Sarjana UGM

Ermiwati. 2007. “Dampak Adat Istiadat Terhadap Kehidupan Keagamaan Masyarakat Islam Suku Mapur Dusun
Pejem Desa Gunung Pelawan Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka”, Skripsi, Fakultas Dakwah STAIN Syaikh
Abdurrahman Siddik Bangka Belitung

Mandi Belimau Gaya SPA Melayu Tempo Dul”. Bappeda.Pekanbaru.go.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00.
Ritual Mandi Belimau, Dusun Limbung Desa Jada”. RadarBangka.co.id. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.00.
Ramuan Air Mandi Belimau Melayu Asli”. Riaupos.co. Diakses tanggal 18 Mei 2014.20.25.
Dinas Kominfo, http://www.babelprov.go.id/
content/
gubernur-pertahankan-budaya-mandi-belimau#sthash.o8mggM7x.dpuf
Adriandro.Ritual Mandi Balimau.blogspot.com/ html. Diakses pada tanggal 1 Mei 2015
Indonesia Ultimate in diversity.2006.`Profil Pariwisata Riau. Pekanbaru :Dinas Kebudayaan Kesenian Dan Pariwisata.
Koentjaraningrat,Dkk.2007.Masyarakat Melayu Dan Budaya Melayu Dalam Mizaneducation.
Mandi Balimau Kasai. blogspot.com/html.Diakses pada tanggal 5 Mei 2015 Tim Penyusun, Provinsi Bangka Belitung;

Jembatan Menuju Kesejahteraan Rakyat,(Presidium Pembentukan Provinsi Bangka Belitung, 2000), hal. 47.
Zulkifli, Kontinuitas Islam Tradisonal di Bangka, (Sungailiat: Shiddiq Press, 2007),

284 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Metik

Ada beberapa perbedaan di dalam istilah Faktor ketiga yaitu perlawanan dari
dan praktiknya di masing-masing kelompok Islam puritan terhadap tradisi-
daerah, misalnya di Jawa Barat. Di tradisi masyarakat termasuk metik dengan
Jawa Tengah dan Yogyakarta, tradisi panen alasan bahwa tradisi-tradisi tersebut tidak
padi sering disebut dengan metik atau wiwid. memiliki dasarnya di dalam Islam, juga
Istilah metik lebih sering digunakan yang mengandung praktik pantheistik berupa
secara harfiah berarti menuai atau mencabut, pengakuan kepada makhluk gaib selain Allah
sementara wiwid berarti memulai. Kedua yang dianggap melanggar ketentuan asasi
istilah mengindikasikan memulai menuai. tentang tauhid.
Secara tradisional hampir seluruh penduduk
desa di Jawa mempraktikkan metik, terutama Asal usul Metik
di Jawa Tengah dan Yogyakarta, walaupun
beberapa mengabaikan bahkan menolak Melacak asal usul tradisi ini bukan
tradisi ini dengan berbagai alasan. Bagi mereka pekerjaan mudah dikarenakan tidak adanya
yang masih mempraktikkan metik, tujuannya bukti siapa yang memulai tradisi ini dan kapan
bisa dalam rangka melestarikan tradisi leluhur ia mulai dipraktikkan. Umumnya keberadaan
dan memastikan bahwa panen mereka tahun tradisi ini dikaitkan dengan sebuah legenda.
ini berhasil. Rahmat Djatnika (Rahmad, 163) menjelaskan
legenda tesebut yang ia dengar dari informan
Ada beberapa alasan mengapa penduduk penelitiannya, walau asal usul legenda tersebut
pedesaan meninggalkan praktik metik. juga tetap tidak diketahui. Legenda didasarkan
Salah satu alasan umumnya sebagaimana kepada cerita percintaan antara Tisnawati
berlangsung pada negara-negara berkembang (anak perempuan dari Dewa Bathara Guru,
berupa perubahan cara pandang dunia mereka atau disebut Guru, atau dalam mitologi Jawa
dikarenakan faktor pendidikan dan kesadaran disebut Bathara Girinata, Raja Gunung, dalam
akan perkembangan sains teknologi yang hal ini gunung Meru), dan Joko Sedono,
membawa kepada ketidakpercayaan kepada manusia biasa. Mengetahui cerita cinta anak
makhluk gaib. Penyebaran informasi dan perempuannya dengan seorang anak manusia
perilaku yang demikian telah melahirkan biasa, Bathara Guru menjadi murka dan
generasi baru yang cenderung rasional dan mengusir anak perempuannya tersebut ke
praktis. Beberapa warga bahkan cenderung bumi.
merasa malu dengan praktik tradisional
mereka. Singkat cerita, keduanya pun menikah.
Dikarenakan kesulitan dalam menyesuaikan
Alasan kedua di balik meninggalkan diri untuk hidup sebagai manusia, Tisnawati,
praktik adalah pergeseran fungsi lahan yang tidak lain adalah manifestasi dari Dewi
pertanian yang sekarang banyak dijadikan Sri, dewi padi, mengubah dirinya menjadi
sebagai zona industri. Sensus menunjukkan setangkai padi. Mengetahui keadaan isterinya
angka penurunan setiap tahunnya terhadap ini, maka Joko Sedono pun kemudian juga
lahan pertanian yang banyak berubah menjadi mengubah dirinya menjadi setangkai padi agar
pabrik, perumahan, dan perluasan jalan. tetap dekat dengan isterinya dan tetap selalu

Edisi Budaya | 285

Gambar 1: Sejumlah makanan yang disiapkan dalam prosesi wali tidak melakukannya dengan kekerasan
tradisi metik, terdiri atas beberapa jenis makanan khusus dalam namun lebih mengedepankan jalan damai.
masyarakat Jawa seperti nasi, sayuran, buah seperti pisang, air Mereka menggunakan media pembelajaran
di dalam kendil. Makanan ini berfungsi sebagai “bancakan” atau yang sampai hari ini masih digunakan yang
“selamatan” agar panen tahun ini berhasil dan mencukupi untuk mengakibatkan ajaran-ajaran Islam dapat
memenuhi kebutuhan keluarga. diterima dengan mudah oleh masyarakat
Nusantara ketika itu. Para wali melakukan
bersama. Pilihan keduanya menjadi setangkai akomodasi dan akulturasi ajaran Islam dan
padi dipahami sebagai hadiah bagi manusia budaya setempat tanpa menghilangkan esensi
karena padi merupakan makanan pokok. dan ruh Islam.

Oleh karena itu, untuk menghormati Dalam kasus metik, para wali
cinta sejati dan pengorbanan Tisnawati dan tidak menghapusnya namun lebih
Joko Sedono, beberapa petani melakukan “mengIslamkan”nya dengan membiarkan
“slametan” berupa suguhan makanan, walau tradisi ini berlangsung namun pada saat yang
itu bukan sebuah kewajiban. Secara umum sama “mewarnai”nya dengan ajaran Islam. Ini
“slametan” bertujuan untuk melahirkan misalnya terlihat dalam praktik memulai metik,
keselamatan dan bebas dari segala gangguan para petani memulainya dengan membaca
baik yang sifatnya tampak dan gaib. lafaz Basmalah “Bismillahirrahmanirrahim.”
Oleh karena itu tidak tepat penggunaan istilah
Dalam melakukan metik, para petani sinkretisme dialamatkan kepada praktik ini
pertama kali memetik dua tangkai padi dan praktik-praktik akulturasi Islam dan
sebagai simbol dari Tisnawati dan Joko budaya lokal lainnya, jika istilah sinkretisme
Sedono, dari sawah dan membawa keduanya, itu seperti dikatakan oleh Beatty “selalu
kemudian “mengawinkan” mereka. Kerelaan berimplikasi pada penggabungan aspek-aspek
keduanya bertransformasi menjadi padi tidak penting, dengan kehilangan identitas mereka
saja diperingati karena memberikan manfaat sendiri, suatu hal yang sebenarnya tidak bisa
kepada manusia namun juga sebagai sebuah dianggap terjadi di dalam kasus orang Jawa.”
penyataan akan hakikat cinta perkawinan (usually implies a substantial merging of
keduanya di mana kebaikan keduanya akan types, with a loss of their separate identities,
melimpah ke dalam kehidupan masyarakat something that cannot be presumed in the
yang lebih luas. Dengan demikian manifestasi Javanese case). (Andrew , 3)
kekekalan cinta mereka akan selalu diingat
oleh petani manakala mereka panen. Sinkretisme itu, mengutip Stewart dan
Andrew Beatty, “dalam pengertian yang lebih
KehadiranIslamdiJawadanpenyebarannya abstrak menunjuk kepada kesalingterkaitan
oleh Walisongo telah mengubah dan mewarnai elemen-elemen yang sistematik dari beragam
praktik metik ini dengan nuansa ajaran tradisi, sebagai sebuah respons tertata
Islam. Dalam melakukan perubahan ini para terhadap keragaman dan keberbedaan budaya.
Kita akan lihat bahwa kesalingterkaitan ini
tidak berimplikasi atau membentuk kepada
terjadinya sebuah penggabungan; kasus orang
Jawa sebenarnya lebih kompleks ketimbang
hal tersebut. Dalam hal ini, sinkretisme
merujuk kepada proses yang dinamis dan
berulang, sebuah faktor yang terus menerus
ada dalam reproduksi budaya, bukan hanya
sekedar masalah hasil yang tampak mapan.
(in a more abstract sense to refer to a systematic
interrelation of elements from diverse traditions,
an ordered response to pluralism and cultural

286 | Ensiklopedi Islam Nusantara

difference. We shall see that this interrelation hanya dua kali dalam setahun. Panen utama
need not imply or lead to fusion; the Javanese case yang di Jawa dikenal dengan nama panen
is rather more complicated than that. Syncretism, rendhengan dilakukan pada musim penghujan
in this sense, refers to dynamic, recursive process, dari bulan Januari sampai bulan April atau
a constant factor in cultural reproduction, rather Mei. Panen kedua disebut dengan panen gadhu,
than to a settled outcome).( Andrew , 3) dilaksanakan pada musim kemarau yang
Proses dan Pemaknaan banyak menghasilkan panen dibanding panen
pada musim penghujan.
Metik dilakukan satu hari sebelum panen
padi dilakukan yang di dalam praktiknya Pria dan wanita terlibat di dalam
melekat banyak simbol yang mengandung semua proses bertani, mulai dari menanam
makna yang perlu dijelaskan. sampai memanen. Walaupun menanam dan
memanen merupakan pekerjaan yang lebih
Sekarang ini dimungkinkan untuk banyak dilakukan oleh wanita, sementara
memanen padi tiga kali dalam setahun di desa- membuat tanggul, saluran air, membajak, dan
desa Jawa, walau pada umumnya rata-rata mencangkul merupakan pekerjaan para pria.

Gambar 2: Informan: Bapak Sapawiro Satu hari sebelum metik dimulai,
Sapin dan isterinya Ibu Sakinem. Keduanya makanan untuk acara ini disiapkan oleh para
bersiap-siap berangkat ke sawah. Sang isteri wanita. Mereka membentuk sebuah miniatur
menggunakan pakaian tradisional Jawa. gudang padi yang dibentuk dari daun kelapa
muda (janur) yang menyimbolkan sesuatu
yang tahan lama atau kuat di mana padi yang
dipanen akan disimpan dan terjaga selama
setahun. Miniatur gudang padi ini mewakili
harapan akan panen yang subur yang kan
bertahan selama setahun kedepan.

Di hari saat metik dilakukan, isteri petani
membawa makanan yang telah disiapkan ke
sawah. Suami kemudian memetik tiga belas
pasang atau dua puluh enam tangkai padi.
Tiga belas tangkai padi pertama membentuk
“pengantin pria” yang mewakili Joko Sedono,
dan tiga belas tangkai padi kedua membentuk
“pengantin wanita” mewakili Trisnawati atau
Dewi Sri.

Setelah itu, sang suami membuat
gundukan api untuk memanggil danyang,
istilah Jawa untuk menyebut “makhluk halus”
yang menempati sawah tersebut. Dalam
pandangan dunia orang Jawa seluruh tempat
memiliki “penghuni” dan “penjaga” nya
masing-masing. Gundukan api merupakan
salah satu medium di samping media lainnya
untuk memanggil makhluk halus di tempat
tertentu untuk meminta izinnya sebelum
melakukan panen. Para petani berharap
bahwa sang makhluk halus tidak mengganggu
produksi panen mereka yang karenanya akan
dapat memenuhi kebutuhan mereka pada

Edisi Budaya | 287

tahun berikutnya. Sang isteri kemudian ini menyimbolkan ketenangan dan keseriusan
mengambil dan melemparkan makanan untuk prosesi metik dari awal sampai akhir. Tatkala
sang makhluk ke empat sudut sawah sambil keduanya sampai di rumah, mereka membasuh
mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim: kaki mereka sebelum masuk ke dalam rumah
dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi dan kemudian meletakkan dua buntelan padi,
Maha Penyayang. “pengantin pria” dan “pengantin wanita”
di atas tempat tidur. Di sinilah akhir dari
Pada titik ini, akhir dari praktik di metik prosesi metik, besoknya masyarakat memulai
dilakukan dengan penyerahan dua buntelan memanen bersama-sama. Bagian dari tangkai
dari tiga belas tangkai padi kepada isteri, yang batang padi yang membentuk “pengantin
kemudian membawa mereka ke rumah dengan pria” dan “pengantin wanita” tadi kemudian
menggendongnya di punggung sang isteri. diletakkan di dalam miniatur gudang padi
Dalam perjalanan pulang, masyarakat yang yang telah dibuat sebelumnya.
menyaksikannya tidak dibolehkan menyapa
sang isteri. Dia tetap fokus pada tugasnya. Hal [Ismail Yahya]

Daftar Bacaan

Beatty, Andrew, Varieties of Javanese Religion; An Anthropological Account (UK: Cambridge University Press, 1999).
Djatnika, Rahmat, Pengaruh Islam Terhadap Hukum Adat di Aceh, Sumatera Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan

(The Influence of Islam to the Customary Law in Aceh, West Sumatra, East Java and South Celebes), Journal
Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies “Sunan Ampel”, 1999)
Masdar Hilmy, The Genealogy of Javanese Islam: A Preliminary Study on the Acculturation of Islam to Java, Journal
Qualita Ahsana, IAIN Sunan Ampel, vol. 1 no. 2: October 1999 (Surabaya: the State Institute of Islamic Studies
“Sunan Ampel”, 1999)
Wawancara dengan informan.

288 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Meunasah

Meunasah adalah salah satu warisan Meunasah Aceh di Saree Aceh Besar.
kebudayaan khas Islam di Nusantara
yang terdapat di wilayah Aceh. Sumber: Koleksi Mawrdi Hasan, http://www.panoramio.com/photo/80981899
Meunasah adalah salah satu bentuk lembaga
pendidikan tradisional Islam di Aceh yang suatu bentuk lembaga pendidikan formal
sudah lestari sejak ratusan tahun lamanya. di mana transmisi dan pelestarian tradisi
Meski mirip dengan lembaga pendidikan Islam berlangsung. Selama berabad-abad
formal Islam lainnya yang terdapat di wilayah lamanya, meunasah menjadi salah satu pusat
Aceh, seperti dayah dan madrasah, namun terpenting bagi kegiatan belajar-mengajar dan
meunasah memiliki perbedaan dan kekhasan transformasi pelbagai bidang dan cabang ilmu-
tersendiri. ilmu keislaman di Aceh secara khusus, dan di
Nusantara secara umum.
Kata “meunasah” sendiri, sebagaimana
dikutip Sabirin (2014, 107) dari Safwan Idris, Di Aceh, meunasah hampir dapat
secara etimologi berasal dari kata “madrasah” dijumpai di setiap gampong (perkampungan).
yang berarti tempat belajar atau lembaga Keberadaan meunasah sangat erat
pendidikan. Di Aceh, arti meunasah sebagai kaitannya dengan gampong, hampir tak bisa
mana di jelaskan di atas, dapat dijumpai dalam dipisahkan. Di mana ada gampong, di sana
istilah yang berbeda-beda, seperti “meulasah”, ada meunasahnya. Hampir semua gampong
“beulasah”, “beunasah”, atau “meurasah”. di Aceh memiliki meunasah. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa masyarakat Aceh sangat
Azyumardi Azra (dikutip Sabirin; 2014, menjunjung tinggi tradisi ilmu pengetahuan
107) mengatakan bahwa meunasah merupakan dan memiliki komitmen tinggi untuk terus
melestarikannya.

Edisi Budaya | 289

Di meunasah, anak-anak gampong gampong yang dikepalai oleh Keuchik dan usia
Aceh dapat belajar membaca al-Quran dan anak didik meunasah berkisar 6-7 tahun; (5)
dasar-dasar ilmu Islam seperti hadits, fikih, di meunasah juga diajarkan kesenian (sya’ir)
tauhid, akhlak, nahwu, sharaf, dan lain-lain. yang bernafaskan Islam seperti qasidah, rapai,
Pendidikan di meunasah dilakukan hanya dikê, seulaweut dan dalail khairat.
beberapa jam saja dalam sehari. Setelah belajar,
dan anak-anak gampong dapat kembali pulang Setiap meunasah memiliki seorang
ke rumahnya masing-masing untuk melakukan pemimpin yang mengelola keberadaan
aktivitas lainnya. setiap meunasah dan mengatur jalannya
berbagai aktivitas kegiatan di sana. Pemimpin
Para orang tua di Aceh akan mengirim meunasah ini dikenal dengan “imeum
anak-anak mereka untuk belajar di Meunasah meunasah”, teungku imeum, atau imeum,
ini sejak usia dini. Para orang tua memiliki yang kesemuanya berarti pemimpin atau
kewajiban dan tanggung jawab untuk imam meunasah.
membekali anak-anak mereka akan ilmu-
ilmu keagamaan dan budi pekerti yang luhur Melongok pada kenyataan di atas,
yang kelak menjadi bekal dan pedoman hidup meunasah sangat mirip keberadaannya
mereka. Meunasah adalah wadah dan tempat dengan “kuttâb” di Mesir. Kuttâb adalah
penempaan dan pembekalan bagi anak-anak lembaga pendidikan formal-tradisional yang
akan ilmu-ilmu tersebut. hampir ada di setiap qaryah (desa) di Mesir
sebagai tempat belajar anak-anak kecil akan
Meunasah memiliki akar sejarah al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu keislaman
yang cukup panjang. Muslim A. Jalil (?) lainnya. Jika di meunasah ada “imeum”-nya,
menyebutkan jika meunasah menjadi sebagai maka di “kuttâb” ada juga “syaikh al-kuttâb”
lembaga pendidikan Islam tradisional Aceh sebagai pemimpinnya.
sejak masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636
M). Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Seorang imeum meunasah masuk ke
Muda, Kesultanan Aceh memiliki badan dalam struktur pengurus gampong, menjadi
khusus yang secara terstruktur mengurusi bagian dari pimpinan gampong, dan salah satu
pendidikan. dari unsur “tuha peut” atau empat orang tetua
pemimpin gampong. Keempat tetua itu adalah
Berdasarkan tingkatan dan jenjang “keuchik” atau kepala pemerintahan, “imeum”
pendidikan di Aceh diketahui lembaga- sebagai kepala urusan peribadatan dan
lembaga pendidikan Meunasah (tingkat dasar), kegiatan sosial, “hariya” sebagai sekretaris dan
Rangkang (tingkat menengah pertama), Dayah juru bicara gampong, dan tokoh masyarakat
(tingkat menengah atas), Dayah Teungku Chik sebagai perwakilan hampong.
(tingkat diploma) dan Jami’ah Bait al-Rahman
(tingkat universitas). Keempat unsur tetua inilah yang
mengatur jalannya pemerintahan di sebuah
Sebagai lembaga pendidikan tingkat gampong, sekaligus membuat keputusan dan
dasar, meunasah memiliki sistem menentukan kebijakan di sana. Dalam tradisi
pembelajaran; (1) kurikulumnya lebih Aceh, antara “keuchik” dan “imeum” ibarat
difokuskan pada penguasaan bacaan al-Qur’an ayah dan ibu dalam sebuah keluarga besar
dan pengetahuan dasar agama; (2) Sistem masyarakat gampong.
pembelajarannya dengan sistem halaqah dan
sorogan, metodenya menggunakan metode Dalam perjalanannya kini, fungsi
mengeja untuk tahap awal dan menghafal pada meunasah menjadi lebih luas lagi. Selain
tahap berikutnya, serta praktek ibadah; (3) sebagai sebuah “markaz al-tarbiyyah” (pusat
hubungan antara teungku dan murib/aneuk pendidikan), meunasah juga berfungsi sebagai
miet beut (anak didik) bersifat kekeluargaan, “markaz al-tsaqâfah” (pusat kebudayaan),
yang terus berlanjut sampai murid menginjak “markaz al-ma’lûmât” (pusat informasi),
dewasa; (4) teungku dipilih oleh masyarakat sekaligus “markaz al-ijtimâ’iyyah” (pusat
kegiatan sosial) di setiap gampong.

290 | Ensiklopedi Islam Nusantara

Karena itu, meunasah juga kerap kadang dilengkapi dengan beranda yang agak
digunakan sebagai balai musyawarah gampong, rendah dan luas.
tempat membicarakan segala urusan gampong
dan masyarakatnya, tempat kenduri hari raya, Di sekeliling meunasah juga dibangun
tempat menyerahkan zakat fitrah menjelang sumur, bak air, dan tempat keperluan buang
hari raya Idul Fitri, tempat acara-acara dan air. Umumnya meunasah berlokasi di pinggir
upacara-upacara, pengajian umum, kegiatan jalan, di tengah-tengah kampong, atau lokasi
sosial-kemasyarakatan, tempat pelayanan yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
kesehatan, penyuluhan masyarakat, sampai
kepada diskusi lepas. Meunasah, sebagaimana bangunan-
bangunan yang didirikan di Aceh pada masa
Halaman meunasah yang relatif luas, klasik, dibangun dengan memperhatikan
kerap juga digunakan oleh anak-anak dan aspek budaya Islam saat proses pendiriannya.
remaja sebagai tempat bermain dan berolah Pada proses pendirian meunasah, menurut
raga, seperti bermain kelereng, petak umpet, masyarakat Aceh bergotong royong
bermain bola voli, bulu tangkis, bola takrau, mengumpulkan bahan-bahan utama
dan lain sebagainya. bangunannya baik dari kayu, bambu, daun
rumbia, pelepah rumbia, dan bahan-bahan
Demikianlah, sebuah meunasah di lainnya.
gampong difungsikan seluas-luasnya agar
dapat mewadahi segenap aktivitas masyarakat Setelah bahan-bahan terkumpul dan siap
dalam pelbagai aspek dan bidang, baik aktivitas didirikan masyarakat gampong mengadakan
pendidikan, kebudayaan, informasi, dan juga kenduri dan upacara berdoa bersama. Lewat
sosial-kemasyarakatan. kenduri dan upacara itu, masyarakat Aceh
memohon kepada Allah agar bangunan
Secara fisik, meunasah berbentuk ini dapat digunakan untuk peribadatan
bangunan rumah panggung berukuran besar kepadaNya.
dengan halaman yang luas. Bentuk fisik
meunasah seperti rumah tradisional Aceh Untuk menyempurnakan pendirian, maka
dengan beratap daun rumbia dan dindingnya segala bentuk upaya agar bangunan yang
dibangun terbuka. Karena terbuat dari kayu, didirikan dapat tersinari cahaya Ilahi, maka
meunasah sering dipenuhi dengan berbagai bangunan (meunasah) dihiasi dengan berbagai
ukiran yang ada pada rumah tradisional macam kaligrafi, yang di dalamnya terdapat
Aceh. Seperti halnya rumah adat atau rumah ajakan dan dakwah Islamiyah, juga petuah-
tradisional Aceh, meunasah dibangun dengan petuah edukatif, agar siapa saja yang masuk ke
tiang-tiang kayu dan agak tinggi dari tanah dalamnya mendapatkan hikmah.
atau lantai. Di bagian depan meunasah kadang-
[A Ginanjar Sya’ban]

Edisi Budaya | 291


Click to View FlipBook Version