Gambar 3.1.19.. Pengembangan Tanaman Umbi-Umbian
Program Kegiatan Penunjang:
1) Program Peningkatan Produksi, produktivitas dan Mutu Tanaman
Pertanian/Perkebunan, sumber dana Otonomi Khusus dengan 4 kegiatan yaitu,
a. Pengelolaan produksi tanaman serealia
b. Pengembangan tanaman ubi-ubian
c. Pengembangan dan Peningkatan produksi keladi
d. Penataan sagu
2) Program Peningkatan, Produktivitas dan Mutu Tanaman Hortikultura Dengan
kegiatan:
a. Pengembangan Kawasan buah lainnya
b. Pengembangan Kawasan sayuran daun
S. Sasaran 19: Meningkatnya Produksi Peternakan Sasaran tersebut diukur dengan 1
Indikator Kinerja Utama yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1.28. Kinerja Sasaran 19
No Indikator Kinerja Sat. Target Realisasi Capaian (%)
Utama
2020 2021 2020 2021 2020 2021
1 Jumlah Produksi
- Daging Sapi Kg 656.143 645.201 547.461 629.545 83,44 97,56
12.728 7.236 4.993 6.563 39,23 90,69
- Daging Kambing Kg 27.796 36.072 21.160 26.072 76,13 72,28
229.596 179,34 33.533 156,25 146 87,13
- Daging Babi Kg 86,2 86,92
- Daging Ayam Buras Kg
Rata-rata capaian kinerja
III-66
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sasaran Meningkatnya Produksi
Peternakan, diukur melalui pencapaian 1 indikator, indikator tersebut tidak mencapai
target. Rata – rata capaian kinerja sasaran pada tahun 2020 sebesar 86,20 %, jika
dibandingkan dengan rata – rata capaian kinerja pada tahun 2021 sebesar 86,92%
mengalami peningkatan.
1. Indikator Jumlah produksi daging sapi, sapi, kambing, babi dan ayam buras
Sasaran ini diukur dengan satu indikator kinerja utama yaitu jumlah panen
komoditas peternakan. Indikator jumlah panen komoditas peternakan diukur
dengan menghitung jumlah produksi daging sapi, Kambing, Babi dan Ayam Buras.
Pencapaian masing-masing indicator sasaran 3 tersebut diringkaskan dalam
Jumlah Produksi Daging Komoditas Unggulan Peternakan, setelah dikonversikan
maka dapat diberikan analisa sebegai berikut:
Pada capaian jumlah produksi daging mengalami kenaikan yaitu sebesar
0,72% jika dibandingkan dengan tahun 2020. Dimana capaian tahun 2021 adalah
86,92% atau dalam ketegori BAIK.
Analisa peneyebab keberhasilan/kegagalan: Pencapaian cukup maksimal ini
disebabkan karena:
• Jumlah pemasukan ternak dari luar daerah Kabupaten Sorong. Jumlah
pemasukan ternak di Kabupaten Sorong dalam tahun 2021 sebanyak 35.460
ekor yang rincian berdasarkan jenis ternak adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.29. Jumlah Pemasukan Ternak Tahun 2021
No. Jenis Ternak Jumlah Ternak (Ekor)
1 Sapi Bali 1.045
2 DOC Ayam Ras Petelur 30.000
3 DOC Ayam Buras 1.865
4 DOC Ayam KUB 1.000
5 DOD Itik 1.550
Jumlah 35.460
• Pengadaan dan penyebaran ternak yang bersumber dari dana OTSUS
tahun 2021. Tahun 2021 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kabupaten Sorong melalui Kegiatan Pengadaan Ternak Benih/Bibit Ternak
dan Hijauan Pakan Ternak yang Sumbernya dalam 1 (satu) Daerah
III-67
Kabupaten/Kota Lain Program Penyediaan dan Pengembangan Sarana
Pertanian, mengadakan pengadaan dan penyebaran ternak sapi Bali
sebanyak 203 ekor yang terdiri dari ternak jantan sebanyak 19 ekor dan
ternak betina sebanyak 184 yang dibagi pada 21 kelompok ternak Orang
Asli Papua di Wilayah Kabupeten Sorong.
Gambar 3.1.20. Penyerahan Bantuan Ternak Kepada OAP
• Penanganan kesehatan hewan yang semakin baik sehingga menurunkan
kematian ternak.
• Kelahiran ternak dari program inseminasi buatan/kawin suntik. Dalam
tahun 2021 jumlah kelahiran ternak hasil program Inseminasi Buatan atau
Kawin Suntik yang dilakukan pada tahun 2020 yang lahir pada tahun 2021
berjumlah 320 ekor.
• Berkurangnya Pemotongan betina produktif
• Semakin berkembangnya pemahaman tentang managemen peternakan
dan meningkatnya minat beternak terutama pada Orang Asli Papua
III-68
Gambar 3.1.21.. Pengeloaan Lahan Peternakan
T. Sasaran 20: Meningkatnya Produksi Perikanan Sasaran tersebut diukur dengan 1
Indikator Kinerja Utama yang dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.1.30. Kinerja Sasaran 20
No Indikator Kinerja Sat. Target Realisasi Capaian (%)
Utama
2020 2021 2020 2021 2020 2021
1 Jumlah produksi Ton 15.000 16.000 14.175 14.153 91,45 88
perikanan tangkap
2 Jumlah produksi Ton 1.300 1.400 1.116 1.153 85,87 82
budidaya perikanan
Rata-rata capaian kinerja 94,28 85,43
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 2 indikator sasaran Meningkatnya
produksi perikanan, 2 indikator sasaran tidak mencapai target. Rata-rata capaian
kinerja sasaran pada tahun 2021 sebesar 85,43 % dalam kategori BAIK. Namun
mengalami penurunan jika dibandingkan rata - rata capaian kinerja pada tahun 2020
sebesar 8,85 %.
1. Indikator Jumlah Produksi Perikanan Tangkap
Target Tahun 2021 sebesar 16.000 ton, Realisasi 14.153,27 ton atau sebesar
88,46 Ton. Target Tahun 2020 sebesar 15.500 Ton, Realisasi 14.175,92 atau
91,46%.
Memperhatikan Perbandingan capaian produksi tangkap tahun 2020 dan
tahun 2021, maka terjadi penurunan yang sangat dratis pada tahun 2021,
beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan capaian produksi Tangkap di
tahun 2020 masih menjadi faktor pembatas yang sama di tahun 2021 sehingga
III-69
capaian produksi tahun 2020 yang hanya sebesar 91,46 % justru menurun tajam
di tahun 2021 dengan capaian hanya sebesar 88,46 % dari target yang ditetapkan.
Merujuk jumlah produksi berdasarkan kuantitas maka produksi perikanan
tangkap tahun 2021 disamping tidak memenuhi target produksi juga mengalami
penurunan produksi dibandingkan dengan capaian produksi tahun 2020. Capaian
produksi perikanan tangkap tahun 2020 sebesar 14.175,92 ton sedangkan tahun
2021 hanya mencapai 14.153,27 ton. Hal ini menunjukkan terjadinya selisih
kurang sebesar 22,22 ton (22.220 Kg) atau menurun kurang lebih 2 % dari total
produksi Perikanan Tangkap pada tahun 2020.
Tren peningkatan produksi yang terjadi pada tahun tahun sebelum
pandemic selama kurang lebih 5 tahun terakhir ini, namun pada tahun 2020
terjadi penurunan produksi perikanan tangkap yang cukup mencolok, dan sampai
dengan tahun 2021 dampak pandemic masih memberi pengaruh yang sangat
besar terhadap penurunan jumlah produksi Perikanan Tangkap.
Gambar 3.1.22. Penyerahan Bantuan Sarana Prasarana
III-70
Analisis Program Kegiatan yang menunjang keberhasilan target:
Tahun 2021 Dinas Perikanan Kabupaten Sorong menyalurkan bantuan 43
(empat puluh tiga) Paket Bantuan, terdiri dari 20 (dua puluh) Paket bantuan
perahu dan alat tangkap Kepiting, 21 (dua puluh satu) Paket Bantuan Kapal 3 GT,
alat tangkap dan perlengkapannya. Serta 2 (dua) unit Kapal 5 GT, alat tangkap dan
perlengkapan penangkapan ikan. Sedangkan jumlah Distrik yang mendapat
bantuan Sarana dan Prasarana Perikanan Tangkap sebanyak 8 (delapan) Distrik
dengan 43 Paket bantuan berasal dari Program Pengelolaan Perikanan Tangkap
terdiri dari 3 kegiatan sumber dana DAK dan OTSUS TA 2021.
2. Indikator Jumlah Produksi Perikanan Budidaya
Kondisi saat ini. Jumlah Produksi Budidaya Perikanan Tahun 2021 sebesar
1.153,63 Ton dari target produksi sebesar 1.400 ton, berdasarkan capaian ini
maka realisasi di tahun 2021 tidak mencapai target yang telah ditetapkan
sehingga capaian produksi budidaya Perikanan hanya dicapai pada kisaran 82,40
% dalam katerori BAIK.
Yang tidak dapat dicapai dari target yang ditetapkan yaitu 247 ton.
Sedangkan untuk jumlah produksi Perikanan Budidaya di kabupaten Sorong pada
tahun 2020 tidak dapat tercapai target produksinya yakni 184 ton. Produksi
perikanan Budidaya hanya dicapai pada angka 1.116,31 ton atau setara dengan
88,34%.
Analisis Penyebab Keberhasilan/Kegagalan:
Memperhatikan hasil produksi Budidaya Perikanan tahun 2020 dan 2021,
maka capaian produksi mengalami penurunan yang signifikan, jika tahun 2017
dan 2018 pencapaian produksi mencapai lebih dari 100% maka tahun 2020 dan
2021 hanya mampu mencapai 88% dari target yang ditetapkan.
Belum tercapainya produksi budidaya perikanan di tahun 2021,
disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
- Hal ini disebabkan permintaan pasar akan ikan konsumsi mengalami
penurunan di masa pandemic covid 19.
- Kelangkaan ketersediaan pakan di pasar, hal inilah yang berpengaruh
terhadap capaian nilai produksi perikanan budidaya.
III-71
- Akibat kurangnya tenaga teknis budidaya, tenaga penyuluh perikanan di
lapangan, serta kondisi jalan menuju lokasi budidaya pada umumnya belum
memadai.
Tabel 3.1.31. Produksi Budidaya Perikanan Tahun 2017 sampai dengan tahun 2021
Tabel. 04. Data Produksi Budidaya Tahun 2017 – 2021
Faktor-faktor penghambat:
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan Produksi Benih belum dapat
memenuhi target:
III-72
• Umur induk ikan nila merah, nila gesit, lele, dan nila hitam sudah tidak
produktif lagi, induk ikan di BBI Majaran sudah berusia lebih dari 2 tahun,
sedangkan induk yang ideal dan produktif adalah yang berusia di bawah dua
tahun.
• Induk nila nilasa baru dapat berproduksi secara aktif pada akhir tahun 2021
• Calon Induk ikan nila kekar juga masih dalam masa pemeliharaan sehingga
belum berproduksi.
• Adanya keterbatasan SDM teknis untuk kegiatan Perbenihan maupun
penata/pengelola Administrasi UPTD BBI Majaran.
• Fasilitas pendukung perbenihan untuk peningkatan Produksi Benih UPTD
BBI Majaran belum memadai.
Gambar 3.1.23. Penyerahan Bantuan Sapras dan Kolam Pemijahan
Dari beberapa hal diatas, maka:
1) Perlu dilaksanakan pengadaan dan penambahan pakan untuk calon induk
ikan Mas dan calon induk ikan Nila yang baru di BBI Majaran dalam masa
pemeliharaan sehingga menjadi induk yang produktif yang siap memijah.
2) Penyediaan tenaga teknis Budidaya baik untuk menangani kegiatan
perbenihan maupun penata/pengelola Administrasi.
3) Peningkatan Fasilitas Pendukung Perbenihan BBI Majaran. Peningkatan
produksi benih ikan di BBI Majaran, diharapkan mampu mensuplai
kebutuhan benih ikan Mas maupun benih ikan Nila bagi petani pembudidaya
ikan di Kabupaten Sorong untuk meningkatkan produksi dan produktivitas
untuk peningkatan nilai tambah.
III-73
Analisis Program Kegiatan yang menunjang pencapaian target:
Untuk mendukung indikator diatas ada Program Pengelolaan Perikanan
Budidaya dengan Kegiatan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan Sub Kegiatan
Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan Kecil Sumber Dana OTSUS dan DAK,
Kegiatan Pengelolaan Pembudidayaan Ikan Sub Kegiatan Penyediaan Prasarana
Pembudidayaan Ikan dalam 1 (satu) Daerah Kabupaten dan Sub Kegiatan
Penjaminan Ketersediaan Sarana Pembudidayaan Ikan dalam 1 (satu) Daerah
Kabupaten Sumber Dana DAK, OTSUS dan Migas OTSUS.
U. Sasaran 21: Meningkatnya kapasitas aparatur sipil Sasaran tersebut diukur dengan 1
indikator kinerja utama yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1.32. Kinerja Sasaran 21
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 1 indikator sasaran Meningkatnya
kapasitas aparatur sipil, 1 indikator sasaran tidak mencapai target. Rata-rata capaian
kinerja sasaran pada tahun 2021 sebesar 69,54 % dalam kategori CUKUP, mengalami
penurunan jika dibandingkan rata - rata capaian kinerja pada tahun 2020 sebesar
77,80 %.
1. Indikator Indeks profesionalitas aparatur
Kondisi saat ini. Penilaian Indeks Profesional ASN sudah memakai penilaian
Aplikasi BKN melalui alamat website ip-jasn.bkn.go.id.2020 dan mendapatkan nilai
47.46 poin dan 2021 masih tetap memakai penilaian dari Aplikasi BKN melalui
alamat website ip-jasn.bkn.go.id. yang sudah terintegrasi dengan aplikasi SAPK
BKN. Sehingga tahun 2021 Mendapatkan nilai 42.42 yang mengalami penurunan
oleh sebab data yang dimasukan berdasarkan:
III-74
a. Dimensi kualifikasi
Dimensi kualitatif digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai
kualifikasi pendidikan formal PNS dari jenjang paling tinggi sampai jenjang
paling rendah. Dimensi Kualifikasi diperhitungkan sebesar 25% (dua puluh lima
persen) dari keseluruhan Pengukuran. Indikator yang digunakan adalah
jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh PNS.
b. Dimensi kompetensi
Dimensi Kompetensi digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai
riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh PNS dan memiliki
kesesuaian dalam pelaksanaan tugas jabatan. Dimensi Kompetensi
diperhitungkan sebesar 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan
Pengukuran. Indikator terdiri dari: Diklat kepemimpinan, Diklat Fungsional,
Diklat Teknis dan Seminar/Worsksop/Magang/Kursus/Sejenisnya.
c. Dimensi kinerja
Dimensi Kinerja diperhitungkan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
keseluruhan Pengukuran. Indikator yang digunakan adalah riwayat hasil
penilaian kinerja yang mencakup sebagai berikut:
- Sasaran Kerja Pegawai (SKP).
- Perilaku Kerja Pegawai (PKP)
d. Dimensi disiplin
Dimensi Disiplin digunakan untuk mengukur data/informasi kepegawaian
lainnya yang memuat hukuman yang pernah diterima PNS. Dimensi Disiplin
diperhitungkan sebesar 5% (lima persen) dari keseluruhan Pengukuran Hasil
pengukuran IPPNS Kabupaten Sorong dari Aplikasi BKN :
Tabel 3.1.33. Hasil Pengukuran IPPNS
Jenis Jumlah Kualifikasi Kompetensi Kinerja Disiplin Total
PNS 18,43 5 42,42
Keseluruhan 3.692 11,86 7,13
Kriteria penilaian :
• Dimensi Kualifikasi Bobot Nilai 25
• Dimensi Kompetensi Bobot Nilai 40
• Dimensi Kinerja Bobot Nilai 30
• Dimensi Disiplin Bobot Nilai 5
III-75
Hasil Penilaian :
Dimensi Kualifikasi Nilai 11,86 masih dibawah nilai bobot yang ditetapkan
yaitu 25.
Faktor Penghambat:
- Tingkat Pendidikan PNS Kabupaten Sorong untuk jenjang pendidikan
dibawah S-1 berjumlah 1.457 yang memberikan dampak pada penilaian
Dimensi Kualifikasi.
Solusi yang harus dilakukan:
- Perlu adanya penjenjangan pendidikan ke S-1 dengan bantuan tugas
belajar, beasiswa dan biaya mandiri.
Tabel 3.1.34. Penjenjangan Pendidikan
Jenis Jumlah Kualifikasi Kompetensi Kinerja Disiplin Total
PNS 25 7,5 18,33 5 55,83
S3 6 20 6,82 18,18 5 50,00
S2 234 15 8,61 19,67 5 48,28
S1/D4/ 1.995
Sederajat 10 11,5 15,13 5 41,63
D3/ 466
Sederajat 5 2,57 17,72 5 30,29
D1/D2/ 843
SMA/SMK/ 1 0 16,42 5 22,42
Sederajat 148
SD/SMP/
Sederajat
2. Dimensi Kompetensi
Nilai 7,13 masih dibawah nilai bobot yang ditetapkan 40 Permasalahan yang
dihadapi :
a. Masih ada PNS yang belum melaporkan terkait Diklat penjenjangan seperti :
- Diklat Kepemimpinan
- Diklat Fungsional
- Diklat Teknis.
b. Masih ada PNS yang belum sama sekali belum mengikuti Diklat namun sudah
menduduki Jabatan:
- Diklat Kepemimpinan
- Diklat Fungsional
- Diklat Teknis.
III-76
3. Dimensi Kinerja
Nilai 18,43 masih dibawah nilai bobot yang ditetapkan 30 Permasalahan yang
dihadapi :
a. Masih ada PNS yang belum melaporkan Sasaran Kinerja Pegawai.
b. Masih ada nilai SKP PNS dibawah nilai bobot yang ditetapkan.
Solusi yang harus dilakukan:
• Memerintahkan kepada pimpinan OPD melalui Kasubag Kepegawaian untuk
segera melaporkan SKP PNS ke BKDD (Bidang Kinerja)
• Perlu adanya pendampingan dari BKDD terkait penyusunan SKP yang baik.
4. Dimensi Disiplin
Nilai 5 sesuai nilai bobot yang ditetapkan 5, Nilai 42,42 Kategori Sangat Rendah
Penilaian IPPNS Papua Barat Kabupaten Sorong Menempati Urutan Pertama.
Solusi Yang direkomendasikan:
• Memerintahkan kepada pimpinan OPD melalui Kasubag Kepegawaian untuk
segera melaporkan ke BKDD (Bidang Diklat) diklat penjenjangan.
• Kebijakan Penyediaan anggaran Diklat penjenjangan untuk meningkatkan
kompetensi pegawai ASN.
Tabel 3.1.35. Penjenjangan Jabatan
Jenis Jumlah Kualifikasi Kompetensi Kinerja Disiplin Total
PNS
Jabatan
Struktural 825 15,04 1,75 19,68 5 41,47
Jabatan
Fungsional 1.701 13,23 14,53 17,93 5 50,69
Jabatan
Pelaksana 1.166 7,61 0,15 18,26 5 31,02
III-77
Tabel 3.1.36. Penjenjagan Jabatan Struktural
Jenis Jumlah Kualifikasi Kompetensi Kinerja Disiplin Total
PNS 0 0
Jabatan
Pimpinan 00 00 0 0
Tinggi Utama
Jabatan 00 00 5 51,92
Pimpinan
Tinggi Madya 39 19,62 6,54 20,77 5 45,08
Jabatan
Pimpinan 191 16,28 4,03 19,76
Tinggi Pratama
Jabatan
Administrator
Tabel 3.1.37.Penjenjangan Jabatan Fungsional
Jenis Jumlah Kualifikasi Kompetensi Kinerja Disiplin Total
PNS 5 39,61
Jabatan 5
Pengawas 590 14,37 0,71 19,54 5 50
Jabatan 5 53,67
Fungsional Ahli 4 11,25 15 18,75 5 54,05
5 54,4
Utama 647 14,73 14,51 19,44 5 42,38
Jabatan 5 40,09
Fungsional Ahli 390 14,77 14,87 19,41 5 43,17
Madya 5
Jabatan 216 14,38 15,22 19,79 25
Fungsional Ahli 31,02
Muda 149 9,3 13,66 14,43
Jabatan
Fungsional Ahli 165 9,48 13,64 11,97
Pertama
Jabatan 126 8,65 14,6 14,92
Fungsional
Penyelia 45 15 0
Jabatan
Fungsional 1.166 7,61 0,15 18,26
Mahir
Jabatan
Fungsional
Terampil
Jabatan
Fungsional
Pemula
Jabatan
Pelaksana
III-78
V. Sasaran 22: Tercapainnya akuntabilitas tatakelola pemerintah yang baik Sasaran
tersebut diukur dengan 3 indikator kinerja utama yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.1.38. Kinerja Sasaran 22
No Indikator Kinerja Sat. Target Realisasi Capaian (%)
Utama
2020 2021 2020 2021 2020 2021
1 Opini BPK terhadap Opini WTP WTP WTP WTP 100 100
Laporan Keuangan
2 Nilai SAKIP Nilai 70 70,16 71,16 71,16 101,65 101,42
3,1 0,6 0,48 0,5 15,48 83,3
3 Indeks Desa Angka
Membangun (IDM)
Rata-rata capaian kinerja 62,36 94,57
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 3 indikator sasaran Tercapainya
akuntabilitas tatakelola pemerintah yang baik, 2 indikator sasaran mencapai target, 1
indikator sasaran tidak mencapai target. Rata-rata capaian kinerja sasaran pada tahun
2020 sebesar 62,36%, dan pada tahun 2021 mengalami kenaikan menjadi 94,57 %.
1. Indikator Opini BPK terhadap laporan keuangan
Untuk indikator Opini BPK telah mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) 5 (lima) kali secara berturut-turut. Dan target senantiasa
dipertahankan dan capaian selalu ditingkatkan secara kualitasnya. Capainya
adalah 100% dalam kategori BAIK.
Analisis penyebab keberhasilan:
Prestasi ini ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Tahapan Penyusunan APBD Tahun berjalan sesuai aturan dan tepat waktu.
b. Adanya percepatan penyusunan SPJ yang disampaikan oleh Bendahara OPD
dan monitoring SPJ ke masing-masing OPD.
c. Adanya ketepatan waktu pada PPK dan Bendahara OPD menyampaikan
Laporan Keuangan OPD.
d. Adanya pengawasan dari pimpinan OPD terhadap pengelolaan keuangan
OPD.
e. Mengadakan Rekonsialiasi Belanja Pegawai Tahun Anggaran 2018 untuk
Sinkronisasi data pegawai dengan Daftar Gaji Pegawai.
III-79
f. Pelaksanaan BIMTEK untuk memberikan pengarahan kepada PPK, Bendahara
Pengeluaran OPD agar dapat memperhatikan setiap realisasi dan
pertanggungjawaban Anggaran yang digunakan.
Prestasi ini kedepan tetap terus harus dipertahankan dan ditingkatkan
dengan memperbaiki sistem peanggaran dan sistem pelaporan keuangan yang
terintegrasi yang berbasis Web Aplikasi, untuk meningkatkan akurasi dan
efesiensi laporan keuangan.
2. Indikator Nilai SAKIP
Untuk indikator Nilai SAKIP pada tahun 2021 ditetapkan nilainya 71,16, sama
dengan realiasi nilai SAKIP pada tahun 2020. Dan terealisasi 71,46 dengan nilai
capaian adalah 100,42%. Katergori BAIK SEKALI.
Analisis penyebab Keberhasilan:
Pencapaian NILAI SAKIP hingga 71,46 melebihi target di tahun 2021, ini
merupakan usaha semua pihak, utamanya komitmen pimpinan untuk dapat
mewujudkan akuntabilitas kinerja daerah dengan semua stakeholder. Dengan
kerja keras dari TIM SAKIP OPD yang telah dengan kemauan yang keras untuk
selalu memperbaiki pelaporan secara teknis yang akan bermuara pada hasil yang
diperoleh oleh setiap OPD.
3. Indikator Indeks Desa Membangun (IDM)
Untuk indikator Indeks Desa Membangun, target pada tahun 2021 ditetapkan
0,6 dan terealisasi 0,5 dengan capaian 83,3% dalam kategori BAIK. Secara nilai ada
kenaikan dari tahun 2020 yakni 0,2.
Analisis penyebab Keberhasilan:
Indikator ini memberikan klasifikasi dan status desa melalui beberapa
ambang batas:
i) Desa Sangat Tertinggal : ≤0.491
ii) Desa Tertinggal : >0,491 dan ≤ 0,599
iii) Desa Berkembang : >0,599 dan ≤ 0,707
iv) Desa Maju : >0,707 dan ≤ 0,815
v) Desa Mandiri : >0,815
III-80
IDM kabupaten Sorong ditargetkan tahun 2021 ke indeks 0,5 untuk mencapai
Desa Berkembang, namun realisasinya belum mampu menaikkan dari angka 0,5,
maka kegori Indeks Desa Membangun Kabupaten Sorong adalah Desa Tertinggal.
Faktor penghambat:
Adapun masalah yang dihadapi dalam meningkatkan indeks desa
membangun dapat dipaparkan dalam beberapa domain antara lain:
• Sosial: Dinilai dari segi pelayanan kesehatan jarak tempuh ke prasarana
kesehatan yang masih jauh, tenaga kesehatan yang belum memadai, tingkat
kepersertaan BPJS yang masih rendah. Akses Pendidikan Dasar masih jauh
dari permukiman dan belum merata. Akses Air Bersih, sanitasi, pasokan listrik
yang belum memadai.
• Ketahan Ekonomi: Dinilai dari akses distribusi dan lembaga ekonomi di desa
belum meratanya akses untuk mendistribusikan hasil pertania (pasar desa,
bumdes) dan moda transportasi mahal. Untuk keterbukaan daerah belum
adnya moda transportasi umum dengan trayek regular.
• Ekologi/Lingkungan: Dinilai dari potensi/rawan bencana alam belum adanya
upaya dari pemerintah desa terhadap potensi bencana alam, upaya mitigasi
bencana alam yang ada di desa (tanggap becana, jalur evakuasi, peringatan
dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana).
Solusi:
Penyebaran desa atau kampung di kabupaten Sorong memang sangat
beragam dan ditambah dengan pemekaran distrik baru dan secara otomatis maka
desa desa tersebut masih jauh dari akses kelayakan, maka solusi yang dapat
ditempuh adalah:
1) Pelimpahan sebagaia kewengang kepala distrik untuk mengawasi jalannya
dana desa yang telah bergulir selama ini agar dapat berjalan lebih efektif,
namun sampai saat ini belum dapat direalisasikan.
2) Memusatkan pembangunan infrastuktur dasar di daerah distrik untuk
membuka keterisolasian daerah pedalaman.
3) Memberikan perhatian khusus bagi tenaga-tenaga desa yang memberikan
pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, dengan membangun
fasiltas tinggal dan jaminan hidup lainnya.
III-81
W. Sasaran 23: Meningkatnya Kualitas Pelayanan Pemerintahan Sasaran tersebut diukur
dengan 1 indikator kinerja utama yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1.39. Kinerja Sasaran 23
Target pada tahun 2021 adalah 100 capaian maksimum dari pelayanan publik
yang harus diberikan, dan terealisasi 73,2%, dengan nilai capaian 73,2% dalam
kategori CUKUP. Secara nilai turun dari capaian tahun 2020.
Analisis penyebab Keberhasilan/Kegagalan:
Kepuasan Masyarakat merupakan faktor yang amat penting dalam mengukur
kualitas pelayanan pemerintahan, sebab di dalamnya terjadi respons dari masyarakat
mengenai tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Layanan ini merupakan layanan dasar yang langsung bersentuhan dengan masyarakat
seperti layanan kesehatan, pencatatan sipil dan perijinan.
Untuk target yang ditentukan untuk tahun 2021 adalah 100 dan dapat terealisasi
73,2. Nilai ini merupakan nilai rata-rata dari 3 OPD yang telah melakukan Survey
Kepuasan Masyarakat (SKM) pada beberapa tahun ke belakang.
Faktor Penghambat:
Mindset pegawai sebagai pelayan masyarakat belum beroerientasi pada
pelayanan dan kepuasan masyarakat dan OPD yang beroreintasi pada pelayanan
public sepeti RSUD, DUKCAPIL dan PTSP belum memperoleh penggaran khusus guna
peningkatan pelayanan pada masyarakat, seperti minimnya standar fasilitas
pelayanan seperti toilet, ketersediaan air, ruang tunggu yang nyaman dan lahan parkir
yang memadai. Yang paling utama adalah kurangnya ketersediaan informasi dari pihak
OPD mengenai prosedur pelayanan yang bisa diakases dengan mudah oleh pengguna.
Yang ada secara online maupun offline.
III-82
Solusi:
Hal perbaikan kedepan yang perlu diperhatikan adalah domain kecepatan
pelayanan, peningkatan kedisiplinan petugas pelayanan, penyerdahanaan proses dan
penyerdehaan proses dan pemberian pelayanan yang lebih adil. Respons kepuasan
masyarakat ini tidak dapat dijalankan secara efektif dan berkelanjutan, untuk
mendapatkan nilai survey yang akurat yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi dan pengambilan kebijakan guna perbaikan pelayanan.
X. Sasaran 24: Meningkatnya Penggunaan sistem informasi daerah berbasis teknologi
Sasaran tersebut diukur dengan 1 indikator kinerja utama yang dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.1.40. Kinerja Sasaran 24
No Indikator Kinerja Sat. Target Realisasi Capaian (%)
Utama
2020 2021 2020 2021 2020 2021
1 Nilai Sistem Nilai 3,1 3,3 - 1,87 - 56,7
Pemerintahan
Berbasis Elektronik
(SPBE)
Rata-rata capaian kinerja - 56,7
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 1 indikator sasaran Meningkatnya
penggunaan sistem informasi daerah berbasis teknologi, 1 indikator tidak menncapai
target.
Indikator Nilai Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)
Target pada tahun 2021 adalah 3,3 merupakan target yang cukup tinggi jika
dibandingkan dengan target nasional. Dengan realisasi masih pada nilai 1,87. Dengan
niai capaian 56,67 dalam kategori KURANG.
Analisis penyebab Keberhasilan/Kegagalan:
Penggunaan Sistem Informasi Derah berbasis teknologi diukur dengan nilai
Indeks SPBE. Dalam indeks SPBE ada 3 (tiga) domain yang mempengaharuhi nilai
indeks, diantaranya adalah domain kebijakan, domain tatakelola dan layanan. Dari
nilai diatas maka perlu adanya kebijakan yang kuat mengenai pelayanan berbasis
elektronik, dan perlu peningkatan dalam tata kelola yang masih sangat minim dan
layanan yang masih di bawah standart. Infrastruktur telah mulai terbangun merata di
wilayah kabupaten Sorong, yang perlu ditindak lanjuti adalah komiten pimpinan untuk
memperbaiki dan mengelola pelayanan berbasis elekronik.
III-83
3.2 Gambaran Kinerja Keuangan Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Undang–undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah, yang telah diubah dua kali dengan Undangundang
Nomor 9 Tahun 2015, yang mengatur perubahan pembagian kewenangan urusan
pemerintahan antara Pemerintahan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, maka
manajemen pengelolaan keuangan daerah yang lebih adil, rasional, transparan,
partisipatif dan akuntabel telah mengalami perubahan fundamental yang signifikan pada
berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagai pengganti atas Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Keuangan Daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat
dijadikan milik Daerah berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. Ruang
lingkup Keuangan Daerah meliputi:
a. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
b. Kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Daerah dan
membayar tagihan kepada pihak ketiga;
c. Penerimaan Daerah;
d. Pengeluaran Daerah;
e. Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan daerah yang dipisahkan;
f. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dan/atau kepentingan umum.
Lebih lanjut, Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban,
dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara:
tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
III-84
memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengelolaan keuangan daerah akan dikatakan baik jika berhasil dalam
merealisasasi programprogram yang dicanangkan. Pengelolaan keuangan menyangkut
pengelolaan sumber pendapatan daerah, pengeluaran belanja dan sumber-sumber
pembiayaan. Suatu daerah yang mampu mengoptimalkan sumber pendapatan asli
daerah dan meminimalkan sumber pendapatan dana transfer, maka daerah tersebut
memiliki peluang untuk bisa menjadi daerah yang maju dan mandiri. Dan upaya untuk
mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sorong dapat dilakukan
dengan mencermati kondisi kinerja keuangan daerah, baik kinerja keuangan masa lalu
maupun kebijakan yang melandasi pengelolaannya.
3.2.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu
Keuangan daerah merupakan komponen daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang menyatu dalam kerangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). APBD sebagai bentuk
penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas
pokok dan fungsi Organisasi Perangkat Daerah, disusun dalam suatu struktur
yang menggambarkan besarnya pendanaan atas berbagai sasaran yang hendak
dicapai, tugas-tugas pokok dan fungsi sesuai kondisi, potensi, aspirasi dan
kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian
APBD dijadikan salah satu bentuk instrumen kebijakan untuk meningkatkan
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di Daerah. Oleh karena itu,
untuk dapat melakukan analisis pengelolaan keuangan daerah diperlukan
analisis pelaksanaan APBD selama 5 (lima) tahun, yang dimaksudkan untuk
menghasilkan gambaran tentang kapasitas atau kemampuan keuangan daerah
dalam mendanai penyelenggaraan pembangunan daerah.
APBD terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan
Daerah. Dengan demikian dalam menganalisis pengelolaan keuangan daerah,
terlebih dahulu harus memahami jenis obyek Pendapatan Daerah, Belanja
Daerah dan Pembiayaan Daerah sesuai dengan kewenangan Daerah. Analisis
tersebut diperlukan sebagai dasar untuk menentukan kerangka pendanaan di
III-85
masa yang akan datang, dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan
yang dihadapi.
Secara umum komponen APBD terdiri atas: (1) Pendapatan Daerah, yang di
dalamnya terdapat Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah; (2) Belanja Daerah, yang dibagi menjadi Belanja
Langsung dan Belanja Tidak Langsung; dan (3) Pembiayaan Daerah, yang di
dalamnya terdapat Penerimaan Pembiayaan Daerah, Pengeluaran Pembiayaan
Daerah, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berjalan. Pembahasan
berikutnya terkait kinerja pelaksanaan APBD dan kebijakan masa lalu, dibagi
dalam kinerja penerimaan daerah, yang terdiri dari Pendapatan dan Penerimaan
Pembiayaan, dan kinerja pengeluaran daerah, yang terdiri dari Belanja Daerah
dan Pengeluaran Pembiayaan.
Peningkatan pembangunan daerah khususnya di Kabupaten Sorong yang
terus meningkatnya capaian indicator pembangunan diharapkan pula dapat
memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan daerah melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses penyusunan APBD didasarkan
pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagaimana diturunkan dari Rencana
Pembangunan Daerah Kabupaten Sorong 2023-2026.
3.2.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD
3.2.1.1.1 Kinerja Realisasi Penerimaan Daerah
Pada dasarnya, konsep penganggaran adalah membandingkan
antara anggaran dan realisasinya dan menandingkan antara
penerimaan dikurangi dengan pengeluaran. Begitu juga, pada
APBN/APBD, pada intinya adalah membandingkan dan
menandingkan antara anggaran dan realisasi penerimaan dengan
anggaran dan realisasi pengeluaran. Dalam konteks APBD,
penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah ditambah
penerimaan pembiayaan, sedangkan pengeluaran daerah terdiri
dari belanja daerah ditambah pengeluaran pembiayaan. Oleh karena
itu, untuk analisis keuangan daerah dalam sub bab ini akan dibagi
dalam kerangka penerimaan daerah dan pengeluaran daerah.
III-86
Pada sub bab penerimaan daerah akan dianalisis kinerja realisasi
dan rata-rata pertumbuhan pendapatan daerah dan penerimaan
pembiayaan, yang kemudian perhitungan proyeksi selama 5 tahun
ke depan akan dijelaskan pada sub bab tersendiri.
A. Pendapatan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, telah menjelaskan bahwa
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu dibayar kembali
oleh daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai
penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam satu
tahun anggaran.
Selain itu, diuraikan pula bahwa Pendapatan Daerah
dikelompokkan atas:
a) Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b) Pendapatan Transfer;
c) Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
Berikut merupakan data target dan realisasi Pendapatan
Daerah Kabupaten Sorong tahun 2023 sampai dengan tahun 2026
secara rinci dapat disajikan dalam bentuk tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.2.1. Perkembangan Realisasi Pendapatan
APBD Kabupaten Sorong Tahun 2023-2026
Sumber : DPKAD Kabupaten Sorong, Perhitungan APBD
III-87
Kinerja pencapaian pendapatan daerah dapat diikuti
perkembangan dan perbandingan pendapatan asli daerah serta
pendapatan dana perimbangan (transfer pusat kepada daerah)
dan pendapatan daerah lainnya, sebagaimana dapat diikuti pada
Tabel 3.1. Pada pendapatan daerah secara keseluruhan selang
2023-2026 terjadi peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 5 % pertahun dan khususnya pada 2024 bertumbuh
sebesar 7 % naik dari 657,37 milyar Rupiah pada 2023 menjadi
705,64 milyar Rupiah pada 2024. Pendapatan dari dana
perimbangan tampaknya mendominasi perolehannya yakni dari
542,6 milyar Rupiah pada 2023 menjadi 563,2 milyar Rupiah pada
2026 atau rata-rata pertumbuhan pertahun sekitar 6 %, bahkan
khusus pada 2024 naik sebesar 7 %. Pendapatan daerah lainnya
yang sah naik dengan pertumbuhan sekitar 5 % pertahun.
Perkembangan pendapatan asli daerah tampaknya secara
total dan secara khusus menurut jenis terjadi fluktuasi
perkembangnya, namun pada 2023 dapat dijelaskan bahwa ada
pertumbuhan positif bagi PAD secara keseluruhan sebesar 5
%/tahun. Adapun penerimaan pajak fluktuasi dan menurun,
sedangkan retribusi pada tahun tertentu tidak ada penerimaan.
Mengenai hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
walaupun fluktuatif, namun pada 2026 naik sebesar 7%.
Penerimaan PAD dalam pos lain-lain PAD yang sah tampaknya
konsisten meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5
%/tahun.
III-88
Gambar 3.2.1. Diagram Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Sorong Tahun 2023-2026
Dana perimbangan adalah dana alokasi umum (DAU) yang
sebesar 542,60 milyar Rupiah pada 2023 meningkat menjadi
563,20 milyar Rupiah pada 2026. Ada kecenderungan meningkat
konsisten pada DAU yakni bertumbuh dengan rata-rata
5%/tahun. Urutan kedua adalah dana alokasi khusus (DAK) yang
sebesar 151,63 milyar Rupiah pada 2023 menjadi 155,012 milyar
Rupiah pada 2026 atau meningkat dengan rata-rata/tahun sekitar
6 % . Adapun untuk dana bagi hasil (DBH) pajak dan bukan pajak
tampaknya paling konsisten peningkatannya yakni dari 69,79
milyar Rupiah pada 2023 menjadi 70,53milyar Rupiah pada 2026
atau meningkat rata-rata/tahun sebesar 5 %.
B. Penerimaan Pembiayaan
Pembiayaan daerah terdiri atas penerimaan pembiayaan
dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan adalah
semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun – tahun
anggaran berikutnya. Begitu pula dengan pengeluaran
pembiayaan yaitu pengeluaran yang akan diterima kembali baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun padatahun –
tahun anggaran berikutnya. Sumber pembiayaan pemerintahan
daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah Pusat
III-89
dan Pemerintahan Daerah diperoleh berdasarkan asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dengan
ditetapkannya kebijakan otonomi daerah, penyelenggaraan
pemerintahan di daerah dilaksanakan dengan lebih berorientasi
kepada kepentingan daerah yang diimplementasikan dalam
bentuk program kegiatan OPD. Perkembangan penerimaan
pembiayaan daerah dan penerimaan daerah selama 5 tahun
terakhir disajikan dalam tabel 3.2 di bawah:
Tabel 3.2.2. Perkembangan Besaran Pendapatan,
Belanja dan Pembiayaan Kabupaten Sorong 2023-2026
Sumber : DPKAD Kabupaten Sorong, Perhitungan APBD
Dilihat dari tabel 3.2, penerimaan pembiayaan daerah
Kabupaten Sorong Tahun 2023- 2026 cenderung mengalami
peningkatan, namun secara signifikan menurun padaakhir
periode. Sehingga SILPA mengalami fluktuasi pada periode
2012-2016, dimana pada Tahun 2012 terdapat SILPA sebesar Rp
22,797,827,356.00, selanjutnya pada Tahun2013 meningkat
derastis menjadi Rp 216,701,244,417.00, kemudian menjadi Rp
210,430,040,518.00 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 SILPA
menurun menjadi Rp 2,241,676,751.00, dan kemudian
meningkat kembali menjadi Rp 54,462,643,514.54 pada tahun
2021.
III-90
3.2.1.1.2 Kinerja Realisasi Belanja Daerah
Berdasarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagai pengganti dari
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, telah dijelaskan
bahwa Belanja Daerah adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Daerah yang tidak perlu diterima kembali oleh Daerah dan
pengeluaran lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang
merupakan kewajiban Daerah dalam satu tahun anggaran. Belanja
Daerah dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tersebut dikelompokkan ke
dalam Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan
Belanja Transfer. Dengan klasifikasi tersebut, maka penganggaran ke
depan akan sama klasifikasinya dengan pelaporannya sehingga akan
dapat diperbandingkan dan ditingkatkan kualitas informasi yang
disajikan. Belanja operasi diartikan sebagai pengeluaran anggaran
untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi
manfaat jangka pendek. Sedangkan, Belanja Modal diartikan sebagai
pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.
Sebagaimana dijelaskan dalam Lampiran Permendagri Nomor
86 Tahun 2017, disebutkan bahwa analisis terhadap realisasi
pengeluaran wajib dan mengika dilakukan untuk menghitung
kebutuhan pendanaan belanja dan pengeluaran pembiayaan yang
tidak dapat dihindari atau harus dibayar dalam satu tahun anggaran.
Pengeluaran daerah yang bersifat wajib dan mengikat serta menjadi
prioritas utama biasanya berupa belanja dan pengeluaran yang
bersifat periodik. Belanja periodik yang wajib dan mengikat adalah
pengeluaran yang wajib dibayar serta tidak dapat ditunda
pembayarannya dan dibayar setiap tahun oleh Pemerintah Daerah,
seperti gaji dan tunjangan pegawai serta anggota dewan, bunga,
atau belanja sejenis lainnya. Belanja periodik prioritas utama adalah
pengeluaran yang harus dibayar setiap periodik oleh Pemerintah
III-91
Daerah dalam rangka keberlangsungan pelayanan dasar prioritas
Pemerintah Daerah, yaitu pelayanan pendidikan dan kesehatan,
seperti honorarium guru dan tenaga medis serta belanja sejenis
lainnya. Untuk melihat gambaran kinerja belanja daerah disajikan
dalam tabel 3.3 di bawah.
Tabel 3.2.3. Proporsi Setiap Jenis Belanja Daerah
Terhadap Total Belanja Daerah Kabupaten Sorong
Sumber : DPKAD Kabupaten Sorong, Perhitungan APBD
Belanja pegawai yakni pada 2023 sebesar 134,98 milyar
menjadi 190,87 milyar Rupiah pasa 2019, di mana terjadi
pertumbuhan rata-rata/tahun sebesar 9,06 % dan khusus pada 2025
terjadi peningkatan sebesar 17,97 %. Belanja bantuan sosial
III-92
konsisten meningkat pada 2023- 2026 di mana pada 2023 sempat
menurun dari 29,66 milyar Rupiah pada 2024 menjadi 20,40 milyar
Rupiah kemudian seterusnya meningkat menjadi 49,93 milyar
Rupiah pada 2025, khusus pada 2026 bertumbuh sebesar 69,15 %.
Perkembangan belanja hibah tampaknya fluktuatif dari tahun
ketahun dan pencapaian pada 2025 sebesar 7,40 milyar Rupiah,
padahal tahun-tahun sebelumnya sempat lebih tinggi jauh diatas
angka tersebut.
Belanja langsung untuk ketiga jenis belanja tampak pada 2023-
2026 walaupun terjadi penurunan pada tahun tertentu namun
kecenderungan untuk pos belanja pegawai dan barang dan jasa
memperlihatkan peningkatan. Pada pos belanja pegawai sempat
turun ada 2023 dan 2024 pos belanja barang dan jasa sempat rurun
pada 2023 dan 2024, sedangkan pos belanja modal turun pada 2023
dan 2024. Peningkatan rata-rata pertahun untuk ketiga pos belanja
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: belanja pegawai
sebesar 1,29 %/tahun dan khusus pada 2025 naik 23,74 %; belanja
barang dan jasa sebesar 6,16 %/tahun dan khusus 2025 sebesar
11,04 %, dan belanja modal khusus pada 2025 sebesar 22,68 %.
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa urutan besarnya belanja
meliputi belanja modal yang tertinggi kemudian barang dan jasa dan
terakhir pegawai, di mana pada 2025 khususnya belanja modal
mencapai 292,04 milyar Rupiah, belanja barang dan jasa 233,15
milyar Rupiah dan belanja pegawai 36,22 milyar rupiah.
Memperhatikan perimbangan antara pendapatan dan belanja
pemerintah daerah Kabupaten Sorong maka pada lima tahun
terakhir sempat terjadi deficit anggaran pada 2023 yang mencapai
44,67 milyar Rupiah. Keadaan surplus anggaran tersebut berperan
dalam sisa lebih anggaran tahun berkenan (SILPA) khususnya pada
2024-2035 yang terus berakumulasi menjadi 50,29 milyar Rupiah
pada 2023, 82,46 milyar Rupiah pada 2024 dan 120,59 milyar Rupiah
pada 2025.
III-93
3.2.1.2 Neraca Daerah
Neraca Daerah merupakan salah satu laporan keuangan yang
harus dibuat oleh Pemerintah Daerah (Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010). Laporan ini sangat penting bagi manajemen pemerintah
daerah, tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban peraturan
perundang-undangan yang berlaku saja, tetapi juga sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan yang terarah dalam rangka pengelolaan
sumber-sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh daerah secara efisien
dan efektif. Neraca Daerah memberikan informasi mengenai posisi
keuangan berupa aset, kewajiban (utang), dan ekuitas pada tanggal
neraca tersebut dikeluarkan. Aset, kewajiban, dan ekuitas kepada
manajemen pemerintahan daerah mengenai likuiditas keuangan dan
informasi mengenai fleksibilitas keuangan. Pemberian informasi
tersebut merupakan upaya dan tindakan Pemerintah Daerah untuk
menjalankan good government governance dan bentuk
pertanggungjawaban atas posisi kekayaan daerah. Sesuai dengan
ketentuan dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, bahwa analisis
terhadap kinerja Neraca Daerah yang diperlukan dalam merumuskan
perencanaan keuangan daerah adalah analisis rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, dan rasio aktivitas.
Rasio likuiditas dilakukan untuk menganalisis kemampuan kas
Pemerintah Daerah dalam memenuhi operasional pemerintahan dan
hutang jangka pendeknya. Analisis solvabilitas dilakukan untuk
mengetahui kemampuan aset dan ekuitas daerah dalam memenuhi
kewajiban Pemerintah Daerah di masa mendatang. Terakhir, analisis
rasio aktivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat piutang
daerah dan persediaan dapat dikonversi menjadi kas atau pelayanan.
Tabel berikut akan menyajikan hasil analisis rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, dan rasio aktivitas Pemerintah Kabupaten Sorong selama 5
tahun terakhir.
III-94
Tabel 3.2.4. Perkembangan Neraca Daerah Pemerintah Kabupaten Sorong
dan Rata-rata Pertumbuhannya Tahun 2018-2022
III-95
Sumber : DPKAD Kabupaten Sorong, Perhitungan APBD
Rasio lancar dihitung dengan membandingkan antara aset lancar
dengan kewajiban lancar. Sedangkan, rasio cepat dihitung dengan
membandingkan antara aset lancar dikurangi persediaan dengan
kewajiban lancar. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa baik rasio
lancar maupun rasio cepat Pemerintah Kabupaten Sorong cenderung
membaik. Kedua rasio tersebut jauh masih di atas 1, meski nilai rasio
menunjukkan nilai yang riil setelah tahun 2024 karena pada 2 tahun
sebelumnya masih adanya penyesuaian dalam penerapan SAP berbasis
akrual secara penuh. Kinerja kedua rasio tersebut menunjukkan tidak
adanya gejala tekanan keuangan (financial distress) yang dihadapi oleh
III-96
Pemerintah Kabupaten Sorong karena memang jika dilihat dari informasi
kewajiban jangka pendek Pemerintah Kabupaten Sorong cukup hati-hati
dan tetap menjaga kondisi arus kasnya. Sedangkan, analisis rasio
solvabilitas dilakukan dengan menghitung analisis rasio Debt to Assets
Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). DAR bertujuan untuk melihat
dan menganalisis kemampuan aset dalam memenuhi kewajiban entitas
di masa mendatang. Sedangkan, DER bertujuan untuk melihat dan
menganalisis komposisi sumber pendanaan entitas dan kemampuan
ekuitas dalam memenuhi kewajiban entitas di masa mendatang. Hasil
analisis DAR dan DER menunjukkan nilai di sekitar 1%, bahkan di bawah
1 per 100, yang menggambarkan bahwa aset sangat mampu untuk
memenuhi dan menutup kewajiban di masa mendatang, serta komposisi
sumber pendanaan entitas hampir seluruhnya dari ekuitas.
Rata-rata Umur Piutang, yaitu rasio untuk melihat berapa lama,
hari yang diperlukan untuk melunasi piutang (merubah piutang menjadi
kas). Jika dilihat dari rasio ratarata umur piutang, adanya kecenderungan
penurunan, hal ini berarti terjadi perbaikan kinerja piutang menjadi kas
untuk operasional Pemerintah Daerah (antara 95-91 hari), meski pada
tahun 2023 terjadi peningkatan umur piutang. Sedangkan, rata-rata
umur persediaan, yaitu rasio untuk melihat berapa lama dana tertanam
dalam bentuk persediaan (menggunakan persediaan untuk memberi
pelayanan publik). Dari analisis neraca menunjukkan adanya
peningkatan rata-rata umur persediaan, hal ini menunjukkan adanya
penurunan konversi persediaan untuk memenuhi pelayanan publik, jika
dilihat dari umur persediaan (antara 45-103 hari). Hal ini menunjukkan
perlu adanya kebijakan anggaran belanja persediaan yang lebih efisien.
3.2.2 Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lali
Sesuai dengan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, dijelaskan bahwa
kebijakan masa lalu terkait dengan pengelolaan keuangan daerah di Pemerintah
Kabupaten Sorong merupakan analisis lebih lanjut atas hasil kinerja pelaksanaan
APBD selama 5 tahun terakhir dan perkembangan Neraca Daerah. Kebijakan
III-97
anggaran dan keuangan yang telah dilaksanakan selama 5 tahun terakhir
kemudian dapatmenggambarkan kebijakan pengelolaan keuangan masa lalu
terkait proporsi penggunaan anggaran dan hasil analisis pembiayaan. Berikut
analisis kedua kebijkaan tersebut akan dijelaskan.
3.2.2.1 Proporsi Anggaran Pendapatan
Proporsi komponen pendapatan Kabupaten Sorong pada tahun
2023 - 2026 dijelaskan melalui gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.2.2. Proporsi Komponen Pendapatan Daerah Kab. Sorong Tahun 2015-2016
Melihat proporsi komponen Pendapatan Daerah Kabupaten
Sorong pada tahun 2015-2016, diketahui komposisi pendapatan daerah
didominasi oleh Pendapatan Transfer. Dana Transfer atau biasa disebut
dengan Dana Perimbangan yang tinggi menandakan rendahnya
kemandirian fiskal Kabupaten Sorong. Berikut merupakan Pendapatan
Kabupaten Sorong dari Dana Perimbangan:
III-98
Gambar 3.2.3. Dana Perimbangan Kabupaten Sorong 2012-2016
Dari proporsi dana perimbangan tersebut, Dana Alokasi Umum
(DAU) menjadi penyumbang tertinggi setiap tahunnya. DAU cenderung
meningkat hingga pada tahun 2016 Kabupaten Sorong memperoleh
DAU sebesar Rp 507.563.513.000. Selain itu Kabupaten Sorong juga
memperoleh Dana Alokasi Khusus dan Dana Otonomi Khusus setiap
tahunya. Dilain sisi, pendapatan daerah Kabupaten Sorong dari Dana
Bagi Hasil memiliki perolehan yang fluktuatif seperti dijelaskan pada
Gambar 3.3.
Gambar 3.2.4. Pendapatan Dana Bagi Hasil Kabupaten Sorong 2012-2016
Dana Bagi Hasil Pajak selama 5 tahun terakhir cenderung lebih
tinggi daripada Dana Bagi Hasil Bukan Pajak kecuali pada tahun 2014,
dimana Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang berasal dari SDA mencapai
III-99
Rp253.833.732.728. Dapat dikatakan pendapatan Kabupaten Sorong
dari Dana Bagi Hasil fluktuatif selama 5 tahun terakhir. Sedangkan
pendapatan yang berasal dari sektor Pajak Daerah Kabupaten Sorong
sendiri sangat rendah pada 5 tahun terakhir, seperti dijelaskan pada
Gambar 3.4:
Gambar 3.2.5. Pajak dan Retribusi Daerah Kabupaten Sorong
Dari gambar tersebut diketahui bahwa Kemandirian fiskal Kabupaten
Sorong sangat rendah. Dibuktikan pula dengan menurunya pendapatan
retribusi daerah dalam 5 tahun terakhir. Sementara dari sektor Pajak Daerah,
meskipun masih sangat rendah, namun dalam 3 tahun terakhir terus
mengalami peningkatan menjadiRp13.104.574.829.
3.2.2.2 Analisa Pembiayaan
Pembiayaan Pembiayaan adalah transaksi keuangan daerah yang
dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan
belanja daerah ketika terjadi defisit anggaran. Sumber pembiayaan
Daerah Kabupaten Sorong berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran
tahun lalu, penerimaan pinjaman daerah, hasil penjualan aset daerah
yang dipisahkan, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan
penerimaan kembali investasi pemerintah daerah. Sedangkan
pengeluaran dalam pembiayaan daerah Kabupaten Sorong adalah
III-100
pembentukan dana cadangan, penyertaan modal dan pembayaran
pokok hutang.
Analisis realisasi pembiayaan, baik penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan, beserta proyeksinya sudah dibahas dan
dijelaskan pada sub bahasan sebelumnya, masuk dalam kategori
penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Pada sub bab ini akan
dibahas lebih mendalam pada komponen dalam Pembiayaan, misalnya
analisis Penutup Defisit Anggaran, analisis SiLPA, dan analisis Sisa Lebih
Riil Perhitungan Anggaran. Jika dilihat dari tabel 3.12 di bawah,
diketahui bahwa penggunaan SiLPA relatif mengalami penurunan.
Penurunan terhadap Penggunaan SiLPA ini tentu dipengaruhi oleh
SiLPA yang terus berkurang juga setiap tahunnya. Gejala ini tentu
mengarah pada potensi adanya kondisi fiscal distress (tekanan
anggaran). Sedangkan, pada sisi pengeluaran pembiayaan sebagaimana
telah disajikan dalam tabel 3.5 di atas, diketahui bahwa dalam 3 tahun
terakhir Pemerintah Kabupaten Sorong tidak melakukan kebijakan
pengeluaran pembiayaan seperti penyertaan modal ke BUMD
sebagaimana lazimnya Pemerintah Daerah di Indonesia. Tabel berikut
menunjukkan analisis perhitungan surplus (defisit) riil dan pengaruhnya
terhadap kebijakan pembiayaan daerah.
SILPA menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005
merupakan selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluarananggaran
selama satu periode anggaran. Berkaitan dengan keberadaan SiLPA
(sisa lebih pembiayaan anggaran) tersebut dapat bermakna positif
ataupun negatif. Bermakna positif Jika SiLPA tersebut merupakan hasil
dari efektifnya penerimaan PAD sehingga terjadi over target dan
dibarengi oleh efisiensi anggaran belanja pemerintah daerah.
Sedangkan SiLPA bermakna negatif bila berasal dari tertundanya
belanja langsung program dan kegiatan pada Pemerintah Daerah. SiLPA
yang terdapat pada APBD Kabupaten Sorong sebagian besar berasal
dari tertundanya belanja langsung program dan Kegiatan.
III-101
Tabel 3.2.5. SILPA Kabupaten Sorong, 2023-2026
3.2.3 Kerangka Pendanaan
3.2.3.1 Proyeksi Penerimaan dan Pengeluaran Daerah
Sesuai dengan analisis-analisis di atas mulai dari realisasi dari tahun
kepemimpinan daerah sebelumnya sampai dengan tahun-tahun yang
sudah berjalan pada kepemimpinan daerah sekarang, maka dapat
diestimasi kerangka pendanaan Kabupaten Sorong pada tahun 2023-
2025. Kerangka penerimaan ini disusun dengan asumsi sebagai berikut:
(a) Pada pendapatan 2023 akan terjadi penurunan sebagaimana
dampak dari pandemic Covid 19; dan (b). Pada 2024 diasumsikan
pertumbuhan pendapatan sebesar 5 % dan 2025 sekitar 10 %.
III-102
Tabel 3.2.6. Perkembangan Realisasi Pendapatan 2024-2026 dan
Estimasi/Target Penerimaan Kabupaten Sorong 2023-2026
III-103
Tabel 3.2.7. Realisasi Belanja 2024-2026 dan Estimasi/Target Belanja 2023-2026
Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong
3.2.3.2 Perhitungan Kerangka Pendanaan
Penghitungan kerangka pendanaan bertujuan untuk mengetahui
kapasitas riil kemampuan keuangan daerah dan rencana
penggunaannya. Suatu kapasitas riil keuangan daerah adalah total
penerimaan daerah setelah dikurangkan dengan berbagai pos atau
belanja dan pengeluaran pembiayaan yang wajib dan mengikat serta
prioritas utama. Adapun gambaran kapasitas riil kemampuan keuangan
daerah 5 (lima) tahun ke depan sudah disajikan dalam Tabel 3.8. Belanja
periodik yang wajib dan mengikat adalah pengeluaran yang wajib
dibayar serta tidak dapat ditunda pembayarannya dan dibayar setiap
tahun oleh Pemerintah Daerah seperti gaji dan tunjangan pegawai serta
anggota dewan, bunga, belanja jasa kantor, sewa kantor yang telah ada
kontrak jangka panjang atau belanja sejenis lainnya.
Belanja periodik prioritas utama adalah pengeluaran yang harus
dibayar setiap periodik oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
keberlangsungan pelayanan dasar prioritas Pemerintah Daerah yaitu
pelayanan pendidikan dan kesehatan.Dari dana yang tersedia tersebut,
dapat diambil pendekatan penggunaan dana yang tersedia dengan
pendekatan prioritas penggunaan dana, dimana ada 3 (tiga) prioritas
penggunaan dana yaitu:
III-104
1. Prioritas I, digunakan untuk alokasi pembangunan yang terkait
dengan program prioritas pembangunan daerah.
2. Prioritas II, digunakan untuk alokasi pembangunan untuk program
penyelenggaraan urusan lainnya.
3. Prioritas III, digunakan untuk alokasi Belanja Tidak Langsung
Lainnya seperti Bantuan Sosial, Hibah, Tambahan Penghasilan PNS
dan lain sebagainya.
Memperhatikan rencana dan realisasi APBD tahun 2015-2019,
ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam proyeksi lima tahun
ke depan yaitu: 1) Peningkatan PAD, 2) Peningkatan Dana
Perimbangan dan 3) Intensifikasi pengelolaan Pendapatan Daerah
dilakukan dengan kegiatan penekanan transfer, dan peningkatan
penerimaan pembiayaan daerah. Peningkatan PAD dilakukan dengan
peningkatan intensitas pemungutan PAD melalui pendekatan
persuasif dan edukatif kepada wajib pajak dan retribusidaerah, baik
dalam bentuk pemungutan pajak dan retribusi terhutang pada tahun
berjalan, serta tunggakan tahun yang lalu. Sedangkan untuk
meningkatkan kesadaran para wajib pajak dan retribusi mematuhi
kewajibannya membayar pajak, juga diadakan pembinaan secara
rutin oleh para petugas pungut dari Dinas teknis pengelola PAD pada
saat melakukan pemungutan/penagihan pajak.
Ekstensifikasi, upaya penambahan jenis pajak dan retribusi dapat
dilaksanakan, karena potensi untuk itu masih ada, sedangkan
intensifikasi pengelolaan pendapatan daerah yang dilakukan adalah
mengungkap obyek dan wajib pajak yang belum terdata dan juga
dilakukan pendataan ulang terhadap obyek pajak dan wajib pajak
yang mengalami perubahan, dengan melakukan pendekatan dan
pemetaan terhadap potensi pajak dan retribusi daerah.
III-105
Tabel 3.2.8. Perhitungan Pendanaan
Upaya-upaya untuk dapat mengintensifkan penerimaan daerah
melaluikegiatan sebagai berikut:
1) Menggali potensi yang ada dan mewujudkan Peraturan
Perundang-Undangan serta kebijakan teknis di bidang
Pendapatan Asli Daerah sebagai dasar hukum pemungutan;
2) Mengoptimalkan/perdayakan SKPD-SKPD yang berpotensi
terhadap PAD;
3) Mengadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada wajib
pajak/masyarakat akan pentingnya penerimaan pajak daerah
untuk pembangunan Kabupaten Sorong;
4) Meningkatkan kemampuan sumber daya aparatur dibidang
pendapatan melalui bintek secara bertahap;
5) Menyiapkan/membangun/mengadakan sarana pendukung serta
melakukan penggantian terhadap sarana prasarana yang
melampaui umur teknis dan ekonomis secara bertahap sesuai
dengan anggaran;
6) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat wajib pajak
dan wajib lainnya; x
7) Mengadakan penagihan terhadap penunggak pajak dengan
melakukan penertiban obyek pajak dan obyek retribusi serta
mengadakan penagihan langsung kepada subyek pajak dan
subyek retribusi.
III-106
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG 2023-2026
PEMERINTAHAN
KABUPATEN SORONG
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
4 BAB IV
PERMASALAHAN DAN ISU-ISU STRATEGIS DAERAH
Pada bagian ini akan disampaikan Permasalahan Pembangunan Daerah dan Isu
Strategis Tahun 2023-2026. Isu strategis Pembangunan Kabupaten Sorong merupakan
kristalisasi dari permasalahan pembangunan daerah, yang bersu mber dari analisis data
existing condition, dan telaah terhadap isu strategis global, nasional dan regional. Analisis
isu-isu strategis juga merupakan salah satu bagian terpenting dari dokumen RPD karena
menjadi pijakan dalam perumusan program prioritas.
4.1 Permasalahan Pembangunan
Penetapan permasalahan pembangunan Kabupaten Sorong dilakukan terhadap
beberapa urusan penyelenggaraan pemerintahan yang terpilih. Identifikasi permasalahan
dilakukan dalam Focus Group Discussion (FGD) Perangkat Daerah dan mengacu pada hasil
evaluasi capaian kinerja berdasarkan urusan serta dielaborasi dengan berbagai
permasalahan riil yang dihadapi Perangkat Daerah. Permasalahan pembangunan adalah
perbedaan/kesenjangan (gap) pencapaian antara kinerja pembangunan yang dicapai saat
ini dengan yang direncanakan, serta antara apa yang ingin dicapai di masa mendatang
dengan kondisi saat ini. Secara umum, permasalahan pembangunan daerah yang ada di
Kabupaten Sorong adalah sebagai berikut:
4.1.1 Rendahnya Daya Dukung Kelembagaan dan Tata Kelola Pemerintahan
Rendahnya kualitas reformasi birokrasi dan Pemerintahan dapat dilihat melalui
kondisi kapasitas SDM aparatur yang belum mencukupi. Tatakelola pemerintahan yang
baik belum juga berjalan penuh serta pembinaan kelembagaan perangkat daerah belum
berjalan dengan betul. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan sumber daya
aparatur yang berkualitas, disiplin dan berintegritas sehingga di masa mendatang perlu
dioptimalkan dengan regenerasi atau penambahan pegawai, pendidikan dan pelatihan,
peningkatan disiplin secara merata serta penempatan pegawai berdasarkan kompetensi
yang dimiliki sesuai dengan disiplin bidangstudi.
Dalam pelaksanaan peningkatan kompetensi aparatur pemerintah harus
melibatkan lembaga diklat, tenaga widyaisara dan peserta diklat. Kebijakan
pengembangan aparatur pemerintah untuk menghadapi perubahan strategik pembinaan
IV-1
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mengantisipasi perubahan strategik pemerintahan
maupun dampak globalisasi pada intinya adalah pembangunan aparatur negara yang
diarahkan agar profesional, netral dari kegiatan politik, berwawasan global, bermoral
tinggi, berkemampuan sebagai penyangga persatuan dan kesatuan bangsa. Diperlukan
pendukungan semua pihak terkait agar diklat bisa berkualitas diperlukan sinergitas
daripada lembaga diklat, widyaiswara, dan pengelola diklat yang profesional, kurikulum
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pogram diklat, ketersediaan sarana dan prasarana
yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan diklat kebijakan pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) untuk menghadapi perubahan strategik tersebut.
Menyadari akan perlunya perubahan pengaturan disegala bidang untuk
menghadapi era globalisasi dan perubahan lingkungan strategis munculnya paradigama
baru dalam pemerintahan serta beberapa pengalaman yang kurang berhasil dalam
pelaksanaan sistem pemerintahan, maka pemerintah sebagai pijakan utama Sumber Daya
Manusia (SDM) hendaknya mampu memahami lingkungan permasalahan yang menjadi
tanggung jawabnya. Khusus tugas dan fungsi widyaiswara di atas, jelas diharapkan dapat
mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional sehingga visi dan misi instansi
dapat terwujud. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dapat capai melalui
peningkatan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan
tugas secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kebutuhan
instansi.
4.1.2 Rendahnya Jangkauan dan Kualitas Infrastruktur Dasar
Permasalahan infrastruktur dasar merupakan salah satu permasalahan utama yang
ada di seluruh daerah di Indonesia. Ketersediaan infrastruktur yang memadadi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
Infrastruktur jalan yang baik merupakan modal sosial masyarakat dalam menjalani roda
perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa
adanya ketersediaan infrastruktur jalan yang baik dan memadai.
Kondisi infrastruktur jalan yang tidak memadai dan kurangnya perawatan
merupakan pemandangan umum yang ada di Kabupaten Sorong khususnya diwilayah
pelosok. Pembangunan infrastruktur jalan di pedesaan sangatlah jauh dari yang diharapkan
bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat desa dan menaikkan perekonomian di
IV-2
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
pedesaan. Kabupaten Sorong merupakan wilayah yang cukup luas dengan total luas
wilayah sebesar 12.159,65 Km2 dan terdapat 32 distrik didalamnya. Pembangunan
infrastruktur jalan antara desa dengan desa maupun desa dengan kota yang merupakan
sarana mobilitas utama untuk melakukan berbagai proses transaksi, terutama jaringan
jalan sebagai pembentuk struktur ruang nasional memiliki keterkaitan yang sangat kuat
dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun sosial budaya kehidupan
masyarakat.
Dalam konteks ekonomi, infrastruktur jalan bukan hal sosial masyarakat yang
merupakan tempat bertumpuh dalam perkembangan ekonomi. Namun, tanpa adanya
ketersediaan infrastruktur jalan dan pembangunan sarana dan prasarana yang bisa
digunakan oleh masyarakat dalam meningkatkatkan ekonomi yang memadai, maka
pertumbuhan ekonomi sangat sulit dicapai. Hal ini akan berakibat pada proses
pembangunan ekonomi yang tidak berjalan dengan baik. Jika dilihat dari segi
perekonomiannya, Kabupaten Sorong masih kurang dalam hal peningkatan taraf kehidup
masyarakatnya. Maka dengan hal tersebut pemerintah semakin memperhatikan msalah-
masalah apa saja yang timbul dan dihadapi oleh masyarakatnya. Salah satu permasalah
yang menghambat aktivitas perekonomian di Kabupaten Sorong adalah ketersediaan
infrastruktur dasar yang memadai.
Berdasarkan uraian Bidang Pekerjaan Umum di Kabupaten Sorong beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan infrastruktur dasar antara lain terdapat banyak
kerusakan pada infrastruktur jalan dan jembatan, kurangnya pengembangan akses
infrastruktur antar distrik dan menuju pusat-pusat pertumbuhan perekonomian
Kabupaten, belum optimalnya fungsi jaringan irigasi/draenase, sarana air bersih sangat
minim, pembangunan infrastruktur antar kampung yang belum tersentuh serta penataan
kawasan permukiman dan pemakaman belum memadai. Adapun pembangunan sarana
dan prasarana seperti kondisi jalan yang belum baik, pembangunan terminal hingga
ketersediaan gedung-gedung yang dapat digunakan pemerintah dan masyarakat untuk
pertemuan besar belum dibangun secara maksimal.
4.1.3 Rendahnya Kualitas Pendidikan
Otonomi khusus yang diberlakukan bagi Provinsi Papua Barat merupakan kebijakan
yang bernilai strategis dalam peningkatan pelayanan, akselerasi pembangunan dan
IV-3
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
pemberdayaan seluruh rakyat Papua Barat, karena itu diharapkan terjadi peningkatan
pada berbagai bidang kehidupan masyarakat termasuk bidang pendidikan. Pemerataan
pendidikan mencakup equality (persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan)
dan equity (keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan). Akses terhadap
pendidikan disebut merata jika semua penduduk usia sekolah, telah mendapat
kesempatan pendidikan dan disebut adil jika antar kelompok dalam masyarakat dapat
menikmati pendidikan secara merata Kebijakan Pemerintah Kabupaten Sorong adalah
pelayanan pendidikan bagi masyarakat dalam rangka pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM).
Indeks Pendidikan yang dihasilkan dari indeks komponen rata-rata lama sekolah
(RLS) dan harapan lama sekolah (HLS), dipengaruhi secara langsung oleh tingkat partisipasi
sekolah, terutama oleh angka partisipasi murni (APM) pada masing-masing jenjang
pendidikan formal. Sedangkan secara tidak langsung, dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti jumlah tenaga pengajar/guru, kualitas tenaga pengajar dan mutu kurikulum
pengajaran. Satu hal penting lainnya yang seringkali diabaikan adalah bahwa angka
partisipasi sekolah (APS) tidak serta merta mencerminkan kualitas pendidikan. Angka ini
hanya mencerminkan seberapa banyak anak di usia tertentu terdaftar dan tercatat sebagai
siswa pada sekolah dan menunjukan tingkat pemerataan dan perluasan akses pendidikan
bagi semua warga. Tidak lebih dari itu, karena pada kenyataannya, tercatatnya seorang
anak sebagai siswa tidak serta merta menunjukan tingkat kehadiran di sekolah dan dengan
hadir di sekolah pun tidak berarti bisa mengikuti dan memahami pelajaran yang diberikan
dengan baik.
Secara umum, tingkat pendidikan di Kabupaten Sorong masih sangat rendah.
Secara kategorikal, taraf pendidikan penduduk rata-rata masih rendah. Pada tahun 2020,
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) kabupaten Sorong Tahun 2020 berada 8,17 tahun, artinya
bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Sorong baru mampu menempuh pendidikan sampai
kelas 2 SLTP atau putus sekolah di kelas 3 SLTP. Walaupun taraf pendidikan penduduk
masih tergolong rendah, rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas di
Kabupaten Sorong terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, rata-
rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas hanya mencapai 7,14 tahun atau dengan
kata lain mampu menempuh pendidikan hingga kelas 1 SMP dan putus sekolah di kelas 2
IV-4
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
SMP, sementara pada tahun 2020 meningkat menjadi 8,17 tahun. Meskipun telah terjadi
peningkatan rata-rata lama sekolah selama periode 2015-2020, peningkatan tersebut
hanya mampu meningkatkan satu tingkat rata-rata jenjang pendidikan yang ditempuh
penduduk di Kabupaten Sorong.
Masih rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Sorong erat
kaitannya dengan masih rendahnya tingkat keberlanjutan siswa ke tingkat pendidikan yang
lebih tinggi atau rendahnya angka partisipasi murni (APM) pendidikan menengah atas dan
pendidikan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: dengan tidak melanjutkan
pendidikan lebih tinggi, seorang siswa tidak akan memperoleh rata-rata lama sekolah (RLS)
yang lebih panjang. Jika ini terjadi pada banyak siswa yang dicerminkan oleh semakin
rendahnya angka partisipasi murni (APM) pendidikan yang lebih tinggi maka rata-rata lama
sekolah di Kabupaten Sorong tentu akan lebih rendah.
Dari kondisi tersebut sangat penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian
yang lebih besar untuk meningkatkan tingkat keberlanjutan siswa ke pendidikan yang lebih
tinggi. Setidaknya ada beberapa penyebab rendahnya tingkat keberlanjutan, antara lain
rendahnya tingkat ketersediaan sekolah (selain sekolah dasar) di daerah-daerah, mahalnya
proses memasuki sekolah baru yang lebih tinggi, serta tuntutan sebagian orang tua agar
anaknya membantu bekerja sebelum menyelesaikan pendidikan dasar wajib 9 tahun.
4.1.4 Rendahnya Kualitas Pelayanan Kesehatan
Sebagai salah satu penentu indeks pembangunan manusia adalah kualitas
kesehatan antara lain ditentukan oleh derajat kesehatan, perilaku sehat, kesehatan
lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan masyarakat antara lain
dilaksanakan melalui Puskesmas, Poliklinik, Puskesmas Pembantu, Posyandu, dan fasilitas
prasarana kesehatan lainnya. Selain itu secara berkala juga dilakukan pemeriksaan kualitas
lingkungan di permukiman, penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pelayanan
Asuransi Kesehatan (Askes) termasuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin melalui
Askeskin, Jamkesma, Jamkespa dan lain sebagainya.
Di tahun 2020, angka harapan hidup di Kabupaten Sorong mencapai 66,10 tahun,
artinya rata-rata penduduk di Kabupaten Sorong dapat menjalani hidup selama 66 tahun.
Angka harapan hidup Kabupaten Sorong selalu mengalami peningkatan dari tahun 2014
IV-5
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
hingga 2020, namun perkembangan angka harapan hidup per tahun di Kabupaten Sorong
tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu periode waktu satu tahun. Laju
pertumbuhan angka harapan hidup pun tergolong sangat lambat per tahunnya. Tahun
2020, laju pertumbuhan angka harapan hidup Kabupaten Sorong hanya sebesar 0,12 dan
menempati peringkat ke-9 dari 13 kabupaten/kota di Propinsi Papua Barat. Pencapaian
pertumbuhan tahun ini jauh lebih kecil dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 0,47
persen. Pertumbuhan ini lebih kecil dibanding pertumbuhan Propinsi Papua Barat yang
mencapai 0,18 persen.
Upaya pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sorong
selama ini, harus diakui telah memberikan kontribusi secara perlahan terhadap
peningkatan indikator derajat kesehatan masyarakat. Namun demikian peningkatan yang
terjadi belum sepenuhnya bermakna secara kualitatif terhadap peningkatan status
kesehatan masyarakat dan belum memberikan dampak yang nyata terhadap kepuasan
pelayanan kesehatan terutama pada masyarakat lapisan bawah. Kenyataan ini tentunya
merupakan tantangan selanjutnya yang harus diselesaikan. Pembangunan di bidang
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat. Baik dalam bidang promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial serta harapan hidup yang
panjang. Pembangunan bidang kesehatan juga diharapkan agar semua lapisan masyarakat
mendapatkan pelayanan kesehatan yang mudah, murah dan merata. Peningkatan derajat
kesehatan tentunya akan meningkatkan pula tingkat kesejahteraan penduduknya.
Pelayanan kesehatan masyarakat diwujudkan dengan menambah fasilitas
kesehatan maupun pelayanannya. Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan Program
Jaminan Kesehatan Nasional sebagai amanat UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU
No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Sebelumnya dalam UU No. 36 Tahun 2009 ditegaskan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
IV-6
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
4.1.5 Rendahnya Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakat di suatu daerah. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sorong adalah tingkat pendidikan yang masih
rendah. Faktor tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi
kebutuhan pendidikan bagi anaknya. Hal ini disebabkan oleh beberap faktor diantaranya
yakni sebagian orang tau masih membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu mereka
di sawah ataupun bekerja dibidang lain untuk memenuhi kebutuhan perekonomian
mereka, selain itu faktor berikutnya adalah ketidakmampuan orang tua untuk membayar
biaya sekolah anak mereka. Selain dari faktor pendidikan adapun beberapa faktor lain yang
mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yakni tingkat kesehatan masyarakat.
Dimana masih banyak masyarakat di Kabupaten Sorong yang masih sulit untuk
mendapatkan pelayanan kesahatan, disamping karena kondisi perekonomian mereka juga
disebabkan karena kurangnya sarana dan prasarana kesehatan yang memumpuni.
Keterbatasan pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan potensi hasil alam
mereka juga mempengaruhi kesejahteraan serta tingkan perekonomian mereka. Faktor ini
disebabkan karena minimnya sosialisasi serta pembinaan terkait dengan pengelolaan
terhadap hasil alam mereka. Sehingga masyarakat tidak mampu memanfaatkan hasil alam
dengan baik. Disisi lain terdapat beberapa masalah yakni lemahnya kelembagaan
perekonomian masyarakat diakibatkan oleh ketersediaan lembaga yang mendukung
produksi pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan kurang memadai.
Hal ini juga dapat dilihat dari sarana prasarana penunjang perekonomian daerah seperti
koperasi, kegiatan perdagangan serta ekspor dan impor yang masih kurang. Kurangnya
kapasitas dan rendahnya produktivitas produk unggulan daerah serta pembinaan
/pemberian modal usaha bagi kelompok di bidang pertanian/ peternakan/ perikanan juga
masih kurang, sehingga menyebabkan rendahnya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Sorong. Berdasarkan beberapa faktor tersebut tentunya diperlukan peran serta dari semua
pihak untuk bersama-sama mewujudkan pembangunan manusia yang lebih sejahtera di
Kabupaten Sorong.
IV-7
RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (RPD)
KABUPATEN SORONG TAHUN 2023-2026
4.1.6 Rencahnya Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan akan selalu menjadi tolok ukur
mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Sorong faktor produksi berupa lahan
pertanian yang sesuai merupakan sumber daya alam pokok dalam usaha pertanian. Hal ini
merupakan salah satu tolak ukur yang menunjukkan adanya pengelolaan sumber daya
alam yang masih rendah di Kabupaten Sorong. Lahan merupakan sumber daya alam yang
bersifat langka karena jumlahnya tidak bertambah, bahkan secara fungsi dapat berkurang,
sedangkan kebutuhan terhadap lahan selalu meningkat. Penilaian ketahanan pangan
dibagi menjadi keswadayaan atau keswasembadaan perorangan (self-sufficiency) dan
ketergantungan eksternal yang membagi serangkaian faktor risiko. Meski berbagai negara
sangat menginginkan keswadayaan secara perorangan untuk menghindari risiko kegagalan
, namun hal ini sulit dicapai di negara maju karena profesi masyarakat yang sudah sangat
beragam dan tingginya biaya produksi bahan pangan jika tidak diindustrialisasikan.
Kebalikannya, keswadayaan perorangan yang tinggi tanpa perekonomian yang memadai
akan membuat suatu negara memiliki kerawanan produksi.
Kondisi Penyediaan pangan di Kabupaten Sorong dipengaruhi oleh produksi
pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan yang rendah, khususnya pada
beberapa permasalahan pokok mengenai pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan
dan kelautan. Beberapa faktor lain yang menjadi permasalahan ketahanan pangan
Kabupaten Sorong diantaranya adalah belum optimalnya pemanfaatan lahan, kualitas SDM
yang masih rendah, rendahnya produktifitas pangan, pemanfaatan sumber pangan lokal
belum optimal serta faktor perubahann lahan, dimana banyak lahan peruntukan pertanian
mengalami alih fungsi menjadi lahan permukiman.
4.2 Isu Strategis
Isu-isu strategis daerah mencerminkan dinamika yang akan terjadi antara lain
berbagai permasalahan yang muncul, sekaligus dapat menangkap peluang yang membantu
pencapaian pembangunan Kabupaten Sorong untuk jangka waktu 2023-2026. Terkait
dengan hal tersebut maka isu-isu strategis di Kabupaten Sorong diidentifikasi dari
permasalahan di tingkat urusan terpilih dan sekaligus bersumber dari hasil telaah terhadap
dokumen RPJPD Kabupaten Sorong Tahun 2006-2025; RPJMN Tahun 2015-2019; RPJMD
IV-8