The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-01-14 00:44:28

The World Until Yesterday Apa yang Dapat Kita Pelajari Dari Masyarakat Tradisional

by Jared Diamond Tyas Palar

Keywords: The World Until Yesterday Apa yang Dapat Kita Pelajari Dari Masyarakat Tradisional ,by Jared Diamond Tyas Palar,Budaya

MENGAKHIRI PERANG ● 189

http://facebook.com/indonesiapustaka bisa. Oleh karena itu perdam aian antarsuku biasanya rapuh dan
dengan cepat runtuh m enjadi siklus perang yang baru.

Perbedaan antara negara dan m asyarakat kecil tersentralisasi itu
merupakan alasan utama mengapa negara ada. Sejak lama ada per-
debatan di antara para ilmuwan politik mengenai bagaimana negara
m uncul, dan m engapa m assa yang diperintah m enoleransi raja, anggota
kongres, dan para birokrat. Pemimpin politik purnawaktu tidak mem-
budidayakan m akanan sendiri, tapi m alah hidup dari m akanan yang
dibudidayakan oleh kaum tani. Bagaim ana bisa para pem im pin kita
m eyakinkan atau m em aksa kita untuk m em beri m ereka m akan, dan
mengapa kita biarkan mereka tetap berkuasa? Filsuf Prancis J ean-
J acques Rousseau berspekulasi, tanpa bukti apa pun untuk mendukung
spekulasinya, bahwa pem erintah m uncul sebagai hasil keputusan ra-
sional oleh m assa yang m enyadari bahwa kepentingan m ereka sendiri
akan terpenuhi dengan lebih baik di bawah seorang pemimpin dan
birokrat. Dalam sem ua kasus pem bentukan negara yang kini telah di-
ketahui oleh ahli sejarah, tidak ada perhitungan berpikiran jauh ke
depan seperti itu yang teramati. Negara justru muncul dari kedatuan
melalui persaingan, penaklukan, atau tekanan luar: kedatuan dengan
pengam bilan keputusan yang paling efektif lebih m am pu m enaklukkan
atau mengalahkan kedatuan lain dalam persaingan. Misalnya, antara
180 7 dan 1817, lusinan kedatuan yang terdiri atas orang-orang Zulu
di Afrika tenggara, yang secara tradisional berperang satu sam a lain,
menjadi tergabung ke dalam satu negara di bawah salah seorang datu,
bernam a Dingiswayo, yang m enaklukkan sem ua datu pesaingnya
karena terbukti lebih sukses dalam menemukan cara terbaik untuk
m erekrut balatentara, m enyelesaikan perselisihan, m enggabungkan
kedatuan-kedatuan yang dikalahkan, dan m engelola teritorinya.

Terlepas dari keseruan dan gengsi pertarungan antarsuku, suku-
suku itu sendiri paling paham dibandingkan siapa pun tentang ke-
sengsaraan yang berkaitan dengan perang, bahaya yang terus-m enerus
ada, dan kedukaan akibat terbunuhnya orang-orang yang disayangi.
Ketika peperangan antarsuku akhirnya berakhir berkat intervensi paksa
pem erintahan kolonial, suku-suku biasanya berkom entar m engenai
buah yang m ereka peroleh, yaitu peningkatan kualitas hidup yang tidak
bisa m ereka wujudkan sendiri sebelum nya, karena tanpa pem erintah
yang tersentralisasi m ereka tidak m am pu m em utuskan siklus pem -
bunuhan balas dendam . Ahli antropologi Sterling Robbins diberi tahu
oleh orang-orang Auyana di Dataran Tinggi Papua, “Hidup lebih baik

190 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka sejak pemerintah datang karena sekarang mereka bisa makan tanpa
perlu m ewaspadai apa yang ada di belakang m ereka, dan bisa pagi-pagi
keluar rumah untuk buang air kecil tanpa takut ditembak. Semua orang
m engakui bahwa m ereka takut ketika bertarung. Bahkan, m ereka m e-
m andang aku seolah-olah aku sedem ikian dungunya sam pai-sam pai
yang begitu saja ditanyakan. Mereka mengaku bermimpi buruk berupa
terpisah dari kawan-kawan sekelom poknya ketika bertarung dan tidak
bisa melihat jalan pulang.”

Reaksi itu menjelaskan mengapa secara mengejutkan perwira
patroli Australia dan polisi pribum i dalam jum lah kecil dapat dengan
m udahnya m engakhiri peperangan antarsuku di apa yang saat itu m e-
rupakan teritori Papua Nugini. Mereka menyambangi satu desa yang
sedang berperang, membeli seekor babi, menembak babi itu untuk
menunjukkan kekuatan senjata api, merubuhkan perbentengan desa
dan m enyita perisai perang kelom pok-kelom pok yang berperang agar
akan lebih m em atikan bila ada yang berani-berani m em ulai perang,
dan terkadang m enem bak orang-orang Papua yang berani m enyerang
m ereka. Tentu saja, orang-orang Papua bersifat pragm atik dan bisa
mengenali kekuatan senjata api. Namun kita mungkin tidak mem-
perkirakan betapa m udahnya m ereka m eninggalkan peperangan yang
telah mereka lakukan selama ribuan tahun, padahal pencapaian dalam
perang telah dipuji-puji sejak masa kanak-kanak dan dianggap sebagai
harga diri laki-laki.

Penjelasan atas hasil yang m engejutkan itu adalah orang-orang
Papua m enghargai m anfaat perdam aian yang dijam in oleh negara
yang tidak m am pu m ereka capai sendiri tanpa pem erintahan negara.
Misalnya, pada 1960-an saya menghabiskan waktu sebulan di satu
daerah yang baru saja didam aikan di Dataran Tinggi Papua, di m ana
20 .0 0 0 penduduk Dataran Tinggi yang sam pai kira-kira satu dasa-
warsa sebelum nya m asih terus berperang satu sam a lain, kini hidup
dam ai bersam a satu orang perwira patroli Australia dan segelintir polisi
Papua Nugini. Ya, perwira patroli dan para polisi itu punya senjata
api, dan orang-orang Papua tidak. Namun bila orang-orang Papua
itu benar-benar ingin kembali bertarung, mudah sekali bagi mereka
untuk m em bunuh si perwira patroli dan polisi-polisinya di m alam hari,
atau menyergap mereka di siang hari. Mereka bahkan tidak mencoba
m elakukan itu. Artinya m ereka telah m em aham i keuntungan terbesar
pem erintahan negara: terwujudnya perdam aian.

EFEK KONTAK DENGAN ORANG-ORANG EROPA ● 191

http://facebook.com/indonesiapustaka Efek kontak dengan orang-orang Eropa
Apakah peperangan tradisional m eningkat, m enurun, atau tidak ber-
ubah setelah ada kontak dengan orang-orang Eropa? Ini bukan per-
tanyaan yang m udah dijawab, sebab bila kita percaya bahwa kontak
memang mempengaruhi intensitas peperangan tradisional, maka kita
secara otom atis tidak akan m em percayai catatan m engenai perang
yang dibuat oleh pengam at luar karena telah dipengaruhi oleh si
pengam at dan tidak m enggam barkan kondisinya yang asli. Lawrence
Keeley m enggunakan analogi yaitu m enganggap bahwa bagian dalam
sem angka berwarna putih dan m enjadi m erah hanya setelah dipotong
dengan pisau: bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa semangka
memang benar-benar merah sebelum dipotong terbuka untuk me-
m eriksa warnanya?

Tapi, berlim pahnya bukti arkeologis dan catatan lisan m engenai
perang sebelum kontak dengan orang Eropa seperti yang dibahas
sebelum nya m em buat kita sem akin tidak m ungkin saja bersikeras
bahwa orang-orang tradisional pada awalnya cinta dam ai, sam pai
kem udian orang-orang Eropa yang jahat itu m uncul dan m engacaukan
segalanya. Tidak diragukan bahwa kontak dengan orang Eropa atau
bentuk-bentuk lain pem erintahan negara dalam jangka panjang nyaris
selalu mengakhiri atau mengurangi peperangan, sebab semua peme-
rintahan negara tidak ingin perang mengganggu pengelolaan teri-
torinya. Berbagai penelitian terhadap kasus-kasus yang diam ati secara
etnograis membuat jelas bahwa, dalam jangka pendek, dimulai-
nya kontak dengan orang-orang Eropa dapat m eningkatkan ataupun
m engurangi pertarungan, karena alasan-alasan yang m encakup per-
senjataan yang diperkenalkan oleh orang-orang Eropa, penyakit, ke-
sempatan dagang, dan peningkatan atau penurunan persediaan
makanan.

Salah satu contoh yang dim engerti dengan baik m engenai pening-
katan pertarungan jangka pendek sebagai akibat kontak dengan orang-
orang Eropa adalah yang terjadi pada penduduk asli Selandia Baru
yang berdarah Polinesia, orang-orang Maori, yang mulai bermukim di
Selandia Baru sejak sekitar 1200 M. Penggalian-penggalian arkeologis
terhadap benteng-benteng Maori memberikan bukti akan adanya
peperangan Maori yang terjadi di mana-mana lama sebelum orang-
orang Eropa tiba. Catatan-catatan buatan para penjelajah pertam a
dari Eropa sejak 1642, dan buatan para pem ukim Eropa pertam a
sejak 1790-an, menjabarkan pembunuhan oleh orang Maori terhadap

192 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka orang-orang Eropa maupun terhadap satu sama lain. Sejak sekitar

1818 sam pai 1835, dua produk yang diperkenalkan oleh orang-orang

Eropa m em icu lonjakan sem entara dalam hal tingkat kem atian yang
disebabkan oleh peperangan Maori, dalam sebuah episode yang
dalam sejarah Selandia Baru dikenal sebagai Perang Bedil. Salah satu

faktornya tentu saja adalah diperkenalkannya bedil, yang digunakan
orang-orang Maori untuk saling membunuh secara jauh lebih eisien
daripada yang bisa m ereka lakukan sebelum nya hanya dengan gada.

Faktor lain m ungkin pada awalnya m em buat Anda terkejut: kentang,

yang biasanya tidak kita anggap sebagai pendorong utam a perang.
Namun ternyata durasi dan ukuran ekspedisi Maori untuk menyerang
kelompok-kelompok Maori lain sebelumnya dibatasi oleh jumlah
makanan yang bisa dibawa sebagai bekal para prajurit. Makanan pokok
asli Maori adalah ubi. Kentang yang diperkenalkan oleh orang-orang
Eropa (walaupun berasal dari Am erika Selatan) jauh lebih produktif

di Selandia Baru daripada ubi, m enghasilkan lebih banyak surplus

m akanan, dan m em ungkinkan pengirim an ekspedisi penyerbuan

yang lebih besar untuk waktu yang lebih lam a daripada yang bisa
dilakukan orang-orang Maori tradisional yang bergantung kepada
ubi. Setelah tibanya kentang, ekspedisi-ekspedisi sampan Maori yang
bertujuan memperbudak atau membunuh orang-orang Maori lain
pun memecahkan semua rekor jarak Maori dengan menempuh jarak
m encapai ribuan kilom eter. Pada awalnya hanya segelintir suku yang

hidup di daerah-daerah tem pat saudagar Eropa berm ukim yang bisa

m em peroleh bedil, yang m ereka gunakan untuk m enghancurkan suku-

suku yang tak m em iliki bedil. Seiring m enyebarnya bedil, Perang Bedil

pun m encapai puncaknya ketika sem ua suku yang m asih ada m em iliki

bedil, sehingga tidak ada lagi suku tanpa bedil yang bisa m enjadi

sasaran em puk, dan Perang Bedil pun lam a-kelam aan reda.

Di Fiji, diperkenalkannya bedil Eropa pada sekitar 180 8 m em -

buat orang-orang Fiji bisa m em bunuh lebih banyak orang daripada

yang secara tradisional bisa m ereka lakukan dengan gada, tom bak,

dan anak panah. Senjata api, kapal, dan kapak baja Eropa untuk

sem entara m em fasilitasi perang antar-pulau di Kepulauan Solom on

pada abad ke-19: tidak seperti kapak batu, kapak baja bisa m em enggal

banyak orang tanpa m enjadi tum pul. Serupa dengan itu, senjata api

dan kuda Eropa m erangsang peperangan di Great Plains Am erika

Utara, sedangkan senjata api dan pembeli budak dari Eropa memicu

perang di Afrika Tengah. Untuk m asing-m asing m asyarakat yang baru

EFEK KONTAK DENGAN ORANG-ORANG EROPA ● 193

http://facebook.com/indonesiapustaka saja saya sebutkan, peperangan telah m arak lam a sebelum orang-
orang Eropa tiba, nam un efek orang Eropa m enyebabkan peperangan
m enjadi sem akin parah untuk beberapa dasawarsa (Selandia Baru, Fiji,
Kepulauan Solom on) atau beberapa abad (Great Plains, Afrika Tengah)
sebelum akhirnya reda.

Dalam kasus-kasus lain, tibanya orang-orang Eropa atau orang-
orang luar lainnya justru m enyebabkan perang berakhir tanpa bukti
peningkatan awal apa pun. Di banyak bagian Dataran Tinggi Papua,
orang-orang Eropa pertam a yang tiba m erupakan patroli pem erintah
yang segera m engakhiri peperangan sebelum para saudagar dan
misionaris dari Eropa, atau bahkan barang-barang dagangan Eropa
yang diteruskan secara tidak langsung bisa m uncul. Sewaktu pertam a
kali dipelajari oleh para ahli antropologi pada 1950 -an, kawanan
!Kung Afrika tidak lagi saling m enyerbu, walaupun frekuensi pem -
bunuhan individual di dalam kawanan atau antara kawanan-ka-
wanan yang bertetangga tetap tinggi sam pai 1955. Em pat dari lim a
pem bunuhan terakhir (pada 1946, 1952, 1952, dan 1955) berbuntut
pada diseretnya para pem bunuh itu ke penjara oleh pem erintahan
Tswana, dan hal itu ditam bah tersedianya pengadilan Tswana untuk
m enyelesaikan perselisihan m em buat orang-orang !Kung pun m e-
ninggalkan pembunuhan sebagai cara memecahkan konlik setelah
1955. Tapi, sejarah lisan !Kung m elaporkan serbuan-serbuan antar-
kawanan beberapa generasi sebelum nya, sam pai m asa ketika kontak
dengan Tswana yang sem akin m eningkat m em perkenalkan besi untuk
m ata panah dan perubahan-perubahan lainnya. Entah bagaim ana,
kontak tersebut m enyebabkan berakhirnya penyerbuan lam a sebelum
polisi Tswana m engintervensi untuk m enangkap pem bunuh.

Contoh saya yang terakhir berasal dari Alaska barat laut, tem pat
orang-orang Inuit Yupik dan Iñupiaq bertarung dan saling m enum pas,
sampai satu dasawarsa atau satu generasi setelah kontak dengan orang-
orang Eropa—bukan karena perwira patroli, polisi, dan pengadilan
melarang perang, melainkan karena akibat-akibat lain kontak tersebut.
Berakhirnya peperangan Yupik dikatakan disebabkan oleh wabah cacar
api tahun 1838 yang sangat m engurangi populasi sejum lah kelom pok.
Berakhirnya peperangan Iñupiaq tam paknya disebabkan oleh obsesi
kronik Iñupiaq terhadap perdagangan, dan terhadap kesempatan-
kesem patan baru yang jauh m eningkat untuk berdagang bulu dengan
orang-orang Eropa yang m enjalin kontak teratur dengan m ereka secara

194 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka sem akin intensif setelah 1848: peperangan terus-m enerus jelas akan
menghalangi kesepatan itu.

Dengan dem ikian, efek jangka panjang orang-orang Eropa, Tswana,
ataupun kontak luar lainnya dengan negara atau kedatuan nyaris selalu
berupa diredam nya peperangan antarsuku. Efek jangka pendeknya
berm acam -m acam , bisa berupa langsung teredam nya peperangan
ataupun m alah peningkatan sem entara yang kem udian diikuti oleh
pengekangan. Tidak bisa dikatakan bahwa peperangan tradisional
merupakan akibat kontak dengan orang-orang Eropa.

Terlepas dari itu, ada sejarah panjang penyangkalan terhadap pe-
perangan tradisional oleh cendekiawan Barat. J ean-J acques Rousseau,
yang sudah disebutkan sebelum nya berkaitan dengan teori spe-
kulatifnya m engenai pem bentukan negara yang tidak didasarkan pada
bukti em piris apa pun, m engajukan teori yang sam a spekulatif dan
tidak berdasarnya m engenai peperangan: dia m engklaim bahwa secara
kodrati m anusia bersifat penuh kasih sayang, dan perang baru dim ulai
seiring kemunculan negara. Sebagian besar ahli etnograi terlatih yang
m em pelajari m asyarakat-m asyarakat tradisional pada abad ke-20
m endapati kawanan dan suku yang telah didam aikan oleh pem erintah
kolonial, sam pai sejum lah ahli antropologi m am pu m enyaksikan con-
toh-contoh terakhir peperangan tradisional pada 1950 -an dan 1960 -
an di Dataran Tinggi Papua dan Am azonia. Para ahli arkeologi yang
m enggali perbentengan yang dikaitkan dengan peperangan kuno telah
kerap kali melewatkan, mengabaikan, atau mencari-cari penjelasan
bagi hal-hal yang m ereka tem ukan, m isalnya m enganggap parit-parit
dan tiang-tiang pertahanan yang m engelilingi suatu desa hanya sebagai
"pembatas" atau "simbol eksklusi". Namun bukti mengenai peperangan
tradisional, entah itu berdasarkan pengamatan langsung, sejarah lisan,
ataupun bukti arkeologis, sedemikian berlimpah sehingga kita harus
bertanya-tanya: m engapa m asih saja ada perdebatan m engenai arti
p en t in gn ya ?

Salah satu alasannya adalah kesulitan-kesulitan yang nyata, seperti
yang sudah kita bahas sebelum nya, dalam m engevaluasi peperangan
tradisional dalam kondisi-kondisi sebelum kontak atau pada awal
kontak. Para prajurit dengan cepat memahami bahwa para ahli antro-
pologi yang berkunjung tidak m enyukai perang, dan para prajurit
cenderung tidak m em bawa serta para ahli antropologi kala m enyerbu
atau membiarkan mereka memotret pertempuran tanpa diganggu:
kesempatan merekam ilm yang diperoleh Ekspedisi Peabody Harvard

EFEK KONTAK DENGAN ORANG-ORANG EROPA ● 195

http://facebook.com/indonesiapustaka di antara orang-orang Dani sungguh unik. Alasan lain adalah bahwa
efek jangka pendek kontak orang-orang Eropa terhadap peperangan
antarsuku dapat berupa peningkatan ataupun penurunan dan harus
dievaluasi kasus demi kasus dengan pikiran terbuka. Namun penyang-
kalan luas m engenai peperangan tradisional tam paknya tidak berkaitan
dengan masalah-masalah itu dan ketidakpastian bukti itu sendiri,
melainkan melibatkan keengganan menerima keberadaan maupun arti
penting bukti. Mengapa?

Bisa jadi ada beberapa alasan yang m enyebabkannya. Para cende-
kiawan cenderung menyukai, mengidentiikasi diri, atau bersimpati
dengan m asyarakat tradisional yang m enjadi tem an hidup m ereka
selama beberapa tahun. Para cendekiawan menganggap perang itu
buruk, tahu bahwa sebagian besar pembaca monograf mereka juga
akan menganggap perang buruk, dan tidak ingin "kawan-kawan" tra-
disional mereka dipandang buruk. Satu alasan lagi melibatkan klaim-
klaim tidak berdasar (akan dibahas di bawah) bahwa peperangan
m anusia m em iliki dasar genetik yang tidak bisa diubah. Anggapan
itu membimbing kepada asumsi keliru bahwa perang tidak akan bisa
dihentikan, sehingga tim bul keengganan m engakui kesim pulan yang
tam pak m enyedihkan bahwa perang m em ang secara tradisional ter-
sebar luas. Satu alasan lagi adalah bahwa sejumlah pemerintah negara
atau kolonial ingin mengusir penduduk asli dengan cara menaklukkan
atau merebut tanah mereka, atau tidak mempedulikan pembantaian
terhadap mereka. Mengecap masyarakat tradisional sebagai suka
berperang digunakan sebagai alasan untuk membenarkan perlakuan
buruk itu, sehingga para cendekiawan berusaha m enyingkirkan alasan
itu dengan mencoba membersihkan penduduk asli dari tuduhan
sebagai penyuka perang.

Saya bersim pati dengan para cendekiawan yang m urka akibat
perlakuan buruk terhadap penduduk asli. Namun penyangkalan ter-
hadap kenyataan peperangan tradisional akibat penyalahgunaan
politik atas kenyataan itu m erupakan strategi yang buruk, untuk alasan
yang sam a yang m enyebabkan penyangkalan terhadap kenyataan lain
mana pun untuk tujuan politik terpuji apa pun merupakan strategi
yang buruk. Alasan untuk tidak m em perlakukan penduduk asli secara
buruk bukanlah karena mereka telah dituduh secara keliru sebagai
penyuka perang, m elainkan karena m em perlakukan m ereka dengan
buruk adalah suatu ketidakadilan. Fakta-fakta m engenai peperangan
tradisional, seperti juga fakta-fakta m engenai fenom ena kontroversial

196 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka lainnya yang bisa diam ati dan diteliti, pada akhirnya m ungkin terkuak.
Sewaktu fakta-fakta itu terkuak, bila para cendekiawan selam a ini
m enyangkal kenyataan peperangan tradisional untuk tujuan politik
yang terpuji, ditem ukannya fakta-fakta itu akan m eruntuhkan tujuan
politik yang terpuji. Hak-hak penduduk pribum i harus ditegakkan
berdasarkan alasan moral, bukan dengan membuat-buat klaim-klaim
palsu yang rawan dibantah.

Hewan yang gem ar berperang, m anusia yang pecinta
dam ai
Bila kita mendeinisikan perang seperti yang saya deinisikan di
halam an 131—”kekerasan berulang-ulang antara kelom pok-kelom pok
yang m erupakan anggota unit politik yang bersaing, dan disetujui oleh
unit-unit tersebut”—dan bila kita m em andang "unit politik" dan "di-
setujui" dalam pengertian luas, m aka perang bukan hanya dilakukan
m anusia, m elainkan juga sejum lah spesies hewan. Spesies yang paling
sering disebutkan dalam pembahasan mengenai perang manusia ada-
lah simpanse biasa, sebab simpanse merupakan salah satu dari dua he-
wan kerabat terdekat kita yang m asih ada. Perang di antara sim panse
m enyerupai peperangan di antara kawanan dan suku m anusia, karena
terdiri atas pertem uan kebetulan atau kalau tidak serbuan yang seperti-
nya disengaja dan m elibatkan pejantan dewasa. Kalkulasi tingkat kem a-
tian terkait perang pada simpanse, 0 ,36% per tahun (alias 36 simpanse
per tahun dalam populasi berjum lah 10 .0 0 0 ), m irip dengan kalkulasi
untuk m asyarakat-m asyarakat tradisional m anusia. Apakah ini berarti
bahwa peperangan diwariskan kepada manusia dalam garis keturunan
dari sim panse nenek m oyang kita, jadi peperangan m em iliki dasar
genetik, dan kita sudah dari sananya terprogram untuk berperang,
sehingga perang tak terhindarkan dan tak bisa dicegah?

J awaban untuk keem pat pertanyaan itu adalah tidak. Sim panse
bukan nenek m oyang m anusia; sim panse dan m anusia sam a-sam a
keturunan nenek m oyang bersam a yang hidup sekitar 6.0 0 0 .0 0 0
tahun lalu, dan sesudahnya sim panse m odern m ungkin m engalam i
lebih banyak perubahan daripada m anusia m odern. Tidak sem ua ke-
turunan nenek m oyang bersam a itu suka berperang: bonobo (tadinya
disebut sim panse kerdil), yang secara genetis berjarak sam a dengan
kita sebagaimana simpanse dengan kita, sehingga merupakan satu
lagi dari kedua hewan kerabat terdekat kita, juga berasal dari nenek
m oyang yang sam a itu nam un belum pernah diam ati berperang; dan

HEWAN YANG GEMAR BERPERANG, MANUSIA YANG PECINTA DAMAI ● 197

http://facebook.com/indonesiapustaka sejum lah m asyarakat tradisional m anusia juga tidak berperang. Di an-
tara spesies-spesies hewan sosial selain simpanse, beberapa di antara-
nya (m isalnya singa, serigala, hyena, dan sejum lah spesies sem ut) di-
ketahui melaksanakan pertarungan mematikan antar-kelompok, se-
mentara spesies-spesies lain tidak diketahui melakukan itu. Terbukti,
perang muncul secara berulang-ulang dan sendiri-sendiri, namun
bukan berarti tidak terhindarkan di antara hewan-hewan sosial pada
um um nya, tidak juga di dalam garis evolusioner m anusia-sim panse
khususnya, tidak juga di antara m asyarakat-m asyarakat m anusia
m odern lebih khususnya lagi. Richard Wrangham berargum en bahwa
dua ciri m em bedakan spesies-spesies sosial yang berperang dengan
yang tidak: kom petisi sengit m em perebutkan sum ber daya, dan ada-
nya kelom pok-kelom pok berbeda ukuran yang m em buat kelom pok
besar kadang-kadang berjumpa dengan kelompok-kelompok kecil atau
hewan-hewan individual yang bisa dengan am an m ereka serang dan
kalahkan berkat keunggulan jumlah dengan risiko kecil bagi para pe-
n yer a n g.

Sedangkan mengenai dasar genetik peperangan manusia, tentu saja
dasar genetik itu ada, dalam pengertian yang sam a luas dan jauhnya
dengan dasar genetik bagi kerjasama dan berbagai perilaku manusia
yang sungguh beranekaragam itu. Dengan kata lain, otak, horm on,
dan naluri m anusia pada dasarnya dibangun oleh gen, m isalnya gen-
gen yang m engendalikan sintesis horm on testosteron yang berkaitan
dengan perilaku agresif. Tapi, kisaran norm al perilaku agresif, seperti
kisaran normal tinggi badan, dipengaruhi oleh berbagai gen serta oleh
faktor-faktor lingkungan dan sosial (m isalnya efek gizi pada m asa
kanak-kanak terhadap tinggi badan). Itu tidak seperti sifat-sifat gen-
tunggal sem isal hem oglobin sel sabit, yang diproduksi oleh pem bawa
gen tersebut tak peduli seperti apa gizi yang dim akan pada m asa kanak-
kanak, gen-gen lain, ataupun persaingan lingkungan yang dialam i.
Seperti peperangan, kerja sam a yang m erupakan kebalikan peperangan
pun tersebar luas namun diekspresikan secara berbeda-beda oleh
m asyarakat-m asyarakat m anusia. Kita sudah lihat di Bab 1 bahwa ker-
ja sam a antara m asyarakat-m asyarakat m anusia yang bertetangga
didorong oleh kondisi-kondisi lingkungan tertentu, m isalnya naik
turunnya jum lah sum ber daya pada atau antara tahun-tahun tertentu,
dan apakah suatu teritori m engandung sem ua sum ber daya yang
dibutuhkan untuk hidup berswasem bada atau tidak. Kerja sam a antara
m asyarakat-m asyarakat berskala kecil yang bertetangga bukanlah

198 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka tidak terhindarkan atau terprogam secara genetis; ada alasan-alasan
m engapa sejum lah m asyarakat lebih banyak bekerja sam a sem entara
sejum lah m asyarakat lain kurang bekerja sam a.

Serupa dengan itu, ada alasan-alasan eksternal mengapa sejumlah
m asyarakat m anusia bersifat dam ai, sem entara yang lain tidak. Ke-
banyakan m asyarakat negara m odern pernah terlibat dalam berbagai
perang yang terjadi belum lam a ini, nam un segelintir di antaranya tidak
pernah, untuk alasan-alasan yang bisa dipahami. Negara di Amerika
Tengah, Kosta Rika, sudah lam a tidak berperang, dan bahkan m em -
bubarkan angkatan bersenjatanya pada 1949, sebab populasi dan
kondisi-kondisi sosial m asa lalunya m enghasilkan tradisi yang rela-
tif egaliter dan demokratik, dan kedua tetangganya (Nikaragua dan
Panama) tidaklah mengancam dan tidak menawarkan sasaran apa pun
yang sangat berharga untuk ditaklukkan terkecuali Terusan Panam a,
yang akan dipertahankan oleh Angkatan Darat AS seandainya saja
Kosta Rika cukup dungu untuk berinvestasi m em persiapkan bala-
tentara guna m enyerang terusan tersebut. Swedia dan Swiss sudah
lama tidak berperang (walaupun dulu Swedia pernah berperang), sebab
kini m ereka m em iliki tetangga-tetangga yang agresif serta berkekuatan
dan berpenduduk jauh lebih besar (J erm an, Prancis, dan Rusia) yang
tidak bisa mereka kalahkan sendiri, dan karena mereka telah berhasil
m encegah tetangga-tetangga itu m enyerang m ereka dengan cara m em -
persenjatai diri selengkap-lengkapnya.

Seperti negara-negara m odern yang tidak pernah terlibat perang
belakangan ini, sejum lah kecil m asyarakat tradisional juga tidak ber-
perang karena alasan-alasan yang bisa dipaham i. Orang-orang Eskim o
Kutub di Tanah Hijau sedem ikian terisolasi sehingga m ereka tidak
punya tetangga, tidak punya kontak dengan dunia luar, dan tidak ber-
kem ungkinan berperang m eskipun m ereka m enginginkannya. Ketiada-
an perang juga telah dilaporkan dari segelintir kawanan kecil pemburu-
pengum pul nom aden yang hidup dalam kepadatan populasi yang am at
rendah, dalam lingkungan keras yang tidak produktif, dengan wilayah
jelajah yang luas, dengan sedikit atau m alahan tidak ada harta benda
yang layak dipertahankan atau direbut, dan relatif terisolasi dari
kawanan-kawanan lain. Kawanan yang seperti itu antara lain adalah
orang-orang Indian Shoshone di Great Basin AS, orang-orang Indian
Siriono di Bolivia, sejum lah suku gurun di Australia, dan orang-orang
Nganasan di Siberia utara. Masyarakat petani tanpa sejarah perang
antara lain orang-orang Indian Machiguenga di Peru, yang hidup di

MOTIF PERANG TRADISIONAL ● 199

http://facebook.com/indonesiapustaka lingkungan hutan m arjinal yang tidak diinginkan orang lain, tanpa
kantong-kantong lahan subur yang cukup padat atau bisa diandalkan
sehingga m engundang perang atau usaha m em pertahankannya, dan
dengan kepadatan populasi yang saat ini rendah, barangkali akibat
penurunan drastis populasi belum lama ini pada masa lonjakan
permintaan karet.

Dengan demikian, kita tidak bisa mengklaim bahwa sejumlah ma-
syarakat m em iliki sifat bawaan atau dasar genetik sebagai pencinta
dam ai, sem entara yang lain terlahir sebagai pencinta perang. Seba-
liknya, tam paknya m asyarakat bisa berperang ataupun tidak, bergan-
tung pada apakah ada m anfaat bagi m ereka untuk m em ulai perang
dan/ atau apakah perlu m ereka m em pertahankan diri dari perang yang
dim ulai oleh orang lain. Kebanyakan m asyarakat m em ang pernah am -
bil bagian dalam perang, nam un segelintir lainnya tidak pernah, untuk
alasan-alasan yang bagus. Meskipun masyarakat-masyarakat yang
belum pernah terlibat perang itu terkadang diklaim memiliki pem-
bawaan lem but (m isalnya orang-orang Sem ang, !Kung, dan Pigm i
Afrika), orang-orang yang lem but itu tetap m em iliki kekejam an dalam
kelom pok ("pem bunuhan"); m ereka hanya punya alasan untuk tidak
m elakukan kekejam an terorganisasi antar-kelom pok yang sesuai de-
ngan deinisi perang. Ketika orang-orang Semang yang biasanya lem-
but direkrut angkatan darat Britania pada 1950 -an untuk m encari
dan membunuh para pemberontak Komunis di Malaya, orang-orang
Sem ang pun m em bunuh dengan antusias. J uga tidak ada gunanya
berdebat m engenai apakah m anusia m em iliki sifat bawaan kejam atau
m alah m em iliki sifat bawaan senang bekerja sam a. Sem ua m asyarakat
m anusia m elakukan kekejam an dan juga kerja sam a; sifat m ana yang
muncul mendominasi bergantung pada situasi.

Motif perang tradisional
Mengapa masyarakat tradisional berperang? Kita dapat mencoba men-
jawab pertanyaan ini dalam beberapa cara. Metode yang paling mudah
adalah tidak m encoba m enafsirkan m otif-m otif yang dikatakan atau
dipikirkan orang, namun semata mengamati keuntungan-keuntungan
apa yang diperoleh masyarakat yang menang perang. Metode kedua
adalah m enanyai orang-orang m engenai m otif m ereka ("penyebab
langsung perang"). Metode yang satu lagi adalah mencoba mencari
tahu apa sebenarnya m otif yang m endasari perang ("penyebab dasar
p er a n g").

200 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka Masyarakat-masyarakat tradisional yang menang perang diamati
m em peroleh banyak keuntungan. Sejum lah keuntungan terbesar, yang
disebutkan sesuai urutan abjad tanpa upaya m engurutkan sesuai arti
penting, adalah anak-anak yang ditangkap, babi, budak, gengsi, hak
berdagang, istri, kepala (bagi pengayau), kuda, m akanan, protein, sapi,
sum ber daya tanah (m isalnya daerah m em ancing, kebun buah, ladang,
kolam garam, dan tambang batu), tanah, tubuh manusia untuk di-
makan (bagi kanibal).

Namun motif berperang yang diakui oleh orang-orang, seperti juga
m otif-m otif yang m ereka akui untuk keputusan penting lain apa pun,
m ungkin tidak ada hubungannya dengan keuntungan yang teram ati.
Dalam segi ini seperti juga dalam segi-segi kehidupan lainnya, orang
m ungkin tidak sadar atau tidak jujur m engenai hal yang m endorong
m ereka. Apa yang m enurut orang-orang m erupakan m otif m ereka
b er p er a n g?

J awaban paling umum adalah "balas dendam" atas pembunuhan
rekan sesuku atau sekawanan, karena sebagian besar pertempuran
antarsuku didahului oleh pertempuran lain, bukan oleh periode per-
dam aian yang lam a. Contoh-contoh dari Perang Dani di Bab 3 adalah
keinginan balas dendam yang dirasakan oleh orang-orang Wilihim an
setelah pertem puran atau kem atian pada J anuari, 10 dan 27 April, 10
J uni, 5 J uli, dan 16 Agustus 1961, dan oleh orang-orang Widaia setelah
3 dan 10 April serta 29 Mei.

Bila pem balasan dendam m erupakan m otif utam a yang disebutkan
untuk m elanjutkan perang, m otif-m otif apa yang m em ulai perang? Di
Dataran Tinggi Papua, jawaban yang um um adalah "perem puan" dan
"babi". Bagi laki-laki Papua, sebagaim ana laki-laki dari bagian-bagian
lain dunia, perem puan m em unculkan perselisihan yang sem akin m e-
manas karena perselingkuhan, mengabaikan suami, diculik, diperkosa,
atau terlibat perselisihan soal m as kawin. Orang-orang Yanom am o
dan banyak kelom pok lain juga m enyebut perem puan sebagai pe-
nyebab utama perang. Ketika ahli antropologi Napoleon Chagnon
berkesem patan m em beritahu salah seorang pem im pin Yanom am o m e-
ngenai orang-orang "kelom pok" Chagnon (m aksudnya orang-orang
Am erika dan Britania) "m enyerang" m usuh (orang-orang J erm an),
sang pem im pin m enebak, “Kalian barangkali m enyerang gara-gara
pencurian perempuan, ya?” Motif itu tidak lagi berlaku bagi masyarakat
negara m odern berskala besar. Tapi, asal-m ula Perang Troya yaitu
dirayunya istri Raja Menelaos, Helene, oleh putra Raja Priamos, Paris,

MOTIF PERANG TRADISIONAL ● 201

http://facebook.com/indonesiapustaka m erupakan kesaksian bahwa perem puan tetap m erupakan casus belli
setidaknya sam pai m asa m unculnya negara-negara kecil kuno.

Sedangkan m engenai ditem patkannya babi oleh orang-orang

Papua pada peringkat yang sam a dengan perem puan sebagai penyebab

perang, ingatlah bahwa babi bagi orang Papua bukan hanya sekadar

m akanan dan sum ber protein terbesar yang tersedia: babi adalah

m ata uang utam a yang m ewakili kekayaan dan gengsi, dan bisa ditu-

kar dengan perempuan sebagai komponen teramat penting dalam

mas kawin. Seperti perempuan, babi juga rawan berkeliaran dan

meninggalkan "pemilik", mudah diculik atau dicuri, sehingga memicu

perselisihan tidak berkesudahan.

Bagi kelom pok-kelom pok m anusia selain orang-orang Papua,

spesies-spesies hewan peliharaan lain, terutama sapi dan kuda, meng-

gantikan babi sebagai takaran kekayaan yang am at dihargai tinggi dan
penyebab perselisihan. Orang-orang Nuer terobsesi dengan sapi seperti
orang-orang Papua terobsesi dengan babi, dan tujuan utama orang-
orang Nuer menyerbu orang-orang Dinka dan suku-suku Nuer lain
adalah untuk mencuri sapi. Sapi-sapi Nuer juga menjadi sumber per-
selisihan m engenai perdagangan dan kom pensasi (”Kam u tidak m em -

bayar sapi-sapiku seperti yang kam u janjikan”). Seperti yang dirang-
kum oleh seorang laki-laki Nuer (dikutip oleh Evans-Pritchard), “Lebih
banyak orang yang telah tewas gara-gara sapi daripada gara-gara hal

lainnya.” Kuda dan pencurian kuda berperan seperti sapi dan babi

dalam m em icu perang di antara orang-orang Indian di Great Basin,

Am erika Serikat dan di antara kelom pok-kelom pok m anusia di stepa-

stepa Asia. Banyak jenis benda selain perem puan dan hewan yang telah

m enyebabkan perang akibat diperebutkan, dicuri, atau diperselisihkan

di antara kelompok-kelompok manusia.
Masyarakat berskala kecil berperang bukan hanya untuk mem-

peroleh perempuan sebagai istri, melainkan juga untuk memperoleh
individu-individu lain untuk tujuan-tujuan lain. Orang-orang Nuer
menangkap anak-anak Dinka untuk dibesarkan sebagai orang Nuer
dan m em perbesar jum lah m ereka sendiri. Daftar panjang kelom pok-

kelom pok m anusia pengayau yang berperang guna m enangkap dan

membunuh musuh demi memperoleh kepala antara lain adalah orang-
orang Asmat dan Marind di Papua, orang-orang Roviana di Kepulauan
Solom on, dan berbagai kelom pok m anusia lain di Asia, Indonesia,
Kepulauan Pasiik, Irlandia, Skotlandia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Orang-orang kanibal yang m em akan m usuh yang tertangkap atau

202 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka tewas antara lain orang-orang Karib, beberapa kelom pok m anusia
di Afrika dan Am erika, sejum lah orang Papua, dan banyak penduduk
pulau-pulau di Pasiik. Menangkap musuh untuk memanfaatkan me-
reka sebagai budak dilakukan oleh sejum lah kedatuan dan suku yang
kom pleks seperti orang-orang Papua barat daya, penduduk Kepulauan
Solom on sebelah barat, Penduduk Pribum i Am erika di Am erika Serikat
Barat Laut dan Florida, serta orang-orang Afrika Barat. Perbudakan di-
jalankan dalam skala besar oleh banyak atau barangkali kebanyakan
m asyarakat negara, term asuk Yunani kuno, Kekaisaran Rom awi,
Tiongkok, Kesultanan Turki Osm ani, dan koloni-koloni Eropa di Dunia
Ba r u .

Ada setidaknya dua alasan lain yang kerap kali diajukan oleh orang-
orang tradisional sendiri sebagai m otif perang. Salah satunya ada-
lah sihir: di Papua dan banyak m asyarakat berskala kecil lain, sihir
m enjadi alasan bagi hal buruk apa pun yang terjadi (m isalnya penya-
kit atau kem atian yang akan kita anggap sebagai alam iah), akibatnya
seorang tukang tenung yang m erupakan m usuh yang harus ditem ukan
dan dibunuh. Motif satu lagi adalah pandangan umum bahwa te-
tangga m ereka pada dasarnya bersifat buruk, jahat, bukan m anusia,
khianat sehingga layak diserang, tak peduli apakah m ereka baru saja
m elakukan suatu hal jahat tertentu atau tidak. Saya telah m enyebutkan
satu contoh dari Papua di Bab 3: jawaban seorang laki-laki Dani
Wilihiman kepada seorang perempuan Dani mengenai mengapa
dia mencoba membunuh seorang Dani Widaia. ("Orang-orang itu
musuh kita. Mengapa kita tidak boleh bunuh mereka?—mereka bukan
m a n u sia .")

Sebagai tambahan bagi semua konlik gara-gara manusia dan he-
wan yang dijadikan motif perang, konlik tanah sering disebutkan
sebagai m otif. Salah satu contoh tipikal adalah perselisihan soal tanah
yang saya jabarkan di Bab I, antara tem an-tem an saya dari pegunungan
Papua dan orang-orang sungai tetangga mereka dalam memperebutkan
punggung bukit antara desa-desa mereka.

Penyebab m endasar
Penyebutan satu per satu m otif yang diajukan oleh anggota m asyarakat
berskala kecil m engenai m engapa m ereka berperang—perem puan,
anak-anak, kepala, dan lain sebagainya—bukan berarti daftar itu
sudah lengkap. Tapi, dari situ sudah cukup jelas bahwa m otif-m otif
yang disebutkan itu saja bukan m erupakan penjelasan m em uaskan

PENYEBAB MENDASAR ● 203

http://facebook.com/indonesiapustaka bagi peperangan tradisional. Tetangga setiap orang punya perem puan,
anak-anak, kepala, dan bagian tubuh yang bisa dim akan, dan banyak
ataupun sebagian besar tetangga tradisional memiliki hewan peli-
haraan, mempraktikkan tenung, dan dapat dipandang sebagai jahat.
Perebutan atau perselisihan atas orang-orang dan benda-benda itu ti-
dak senantiasa m em icu perang. Bahkan dalam m asyarakat-m asyarakat
yang sangat gem ar berperang, tanggapan yang biasa diberikan terhadap
perselisihan yang m uncul adalah berupaya m enyelesaikannya secara
dam ai, m isalnya m elalui pem bayaran kom pensasi (Bab 2). Baru setelah
upaya-upaya penyelesaian secara dam ai gagal, pihak yang tersakiti
pun berpaling ke perang. Kalau begitu, m engapa negosiasi kom pensasi
lebih berkemungkinan gagal di antara kelompok-kelompok manusia
tertentu namun tidak di antara kelompok-kelompok lain? Mengapa ada
perbedaan-perbedaan sem acam itu, padahal perem puan dan m otif-
m otif lain yang didaku sebagai pem icu perang ada di m ana-m ana?

Faktor-faktor dasar di balik perang tidak selalu m erupakan fak-
tor-faktor yang langsung dipaham i atau dinyatakan sendiri oleh para
peserta perang. Misalnya, salah satu teori mengenai peperangan
Yanom am o yang diperdebatkan oleh para ahli antropologi m enganggap
bahwa tujuan dasarnya adalah m em peroleh protein yang jarang dengan
cara memastikan ketersediaan berlimpah hewan-hewan buruan. Tapi,
orang Yanom am o tradisional tidak tahu apa itu protein, dan m ereka
terus bersikeras m enyebutkan perem puan, bukan ketersediaan hewan
buruan, sebagai motif mereka berperang. Oleh karena itu, meskipun
bila ternyata teori protein di balik peperangan Yanom am o itu benar
(dan barangkali sebenarnya tidak benar), kita tidak akan pernah
m engetahuinya dari orang-orang Yanom am o sendiri.

Sayangnya, m em aham i faktor-faktor dasar yang tidak bisa kita
tanyakan kepada orang jauh lebih sulit daripada m em aham i m otif-
m otif langsung yang orang bisa jabarkan kepada kita. Coba saja
renungkan kesulitan kita dalam m enentukan penyebab(-penyebab)
dasar Perang Dunia I, terlepas dari tersedianya banyak sekali dokum en
relevan yang dipelajari oleh ratusan ahli sejarah yang m encurahkan
hidup m ereka dem i pekerjaan itu. Sem ua orang tahu bahwa penyebab
proksim at Perang Dunia I adalah pem bunuhan Erzherzog Franz Fer-
dinand, pewaris takhta Kekaisaran Habsburg, oleh nasionalis Serbia
Gavrilo Princip di Sarajevo pada 28 J uni 1914. Tapi, banyak kepala
negara dan pewaris takhta lain yang dibunuh tanpa m enyebabkan
konsekuensi-konsekuensi segawat itu, jadi apakah alasan-alasan dasar

204 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka yang m enyebabkan pem bunuhan yang satu itu m em icu Perang Dunia
I? Teori-teori yang diperdebatkan m engenai penyebab(-penyebab)
ultimat Perang Dunia I mencakup sistem persekutuan pra-perang,
nasionalisme, ancaman terhadap stabilitas dua kekaisaran multi-
etnik besar (Kekaisaran Habsburg dan Osm ani), bertam bah parahnya
perselisihan teritorial m em perebutkan Alsace-Lorraine dan pelayaran
m elalui Selat Dardanella, serta m eningkatnya kekuatan ekonom i
J erm an. Karena kita saja m asih belum bisa m enyepakati penyebab-
penyebab dasar Perang Dunia I, m aka kita tidak bisa harapkan bahwa
m em aham i penyebab-penyebab ultim at peperangan tradisional m eru-
pakan pekerjaan mudah. Namun orang-orang yang mempelajari pepe-
rangan tradisional m enikm ati satu keunggulan besar daripada yang
mempelajari kedua perang dunia, dalam pengertian kami memiliki
peperangan tradisional dalam jum lah nyaris tak terbatas untuk
d ib a n d in gka n .

Faktor dasar yang paling sering diajukan sebagai penyebab pe-
perangan tradisional adalah perebutan lahan atau sum ber daya langka
lainnya seperti perikanan, sum ber garam , tam bang batu, atau tenaga
kerja m anusia. Terkecuali di lingkungan-lingkungan tak ram ah yang
selalu berubah dan kondisinya m enyebabkan populasi m anusia secara
periodis ataupun permanen rendah, kelompok-kelompok manusia ber-
tam bah besar guna m em anfaatkan lahan dan segala sum ber dayanya,
dan kem udian dapat sem akin m em besar hanya dengan cara yang
m erugikan kelom pok-kelom pok lain. Oleh karena itu m asyarakat ber-
perang guna m em perebutkan lahan atau sum ber daya m ilik kelom pok-
kelom pok lain, ataupun m em pertahankan lahan dan sum ber daya
yang hendak direbut kelompok-kelompok lain. Motif ini kerap kali
dinyatakan secara terang-terangan oleh pem erintahan negara yang
berperang demi memperoleh lahan dan tenaga kerja. Misalnya, Hitler
m enulis dan berpidato tentang kebutuhan J erm an akan Lebensraum
(ruang hidup di sebelah timur), namun orang-orang Rusia dan bangsa-
bangsa Slav lain hidup di sebelah timur J erman, sehingga tujuan Hitler
m em peroleh ruang hidup di sebelah tim ur untuk J erm an m enyebabkan
dia m enyerbu Polandia dan kem udian Rusia guna m enaklukkan,
m em perbudak, atau m enghabisi orang-orang Slav yang hidup di sana.

Teori bahwa kurangnya lahan dan sum ber daya m enyebabkan
perang diuji secara paling ekstensif oleh Carol dan Melvin Ember,
m enggunakan sam pel lintas-budaya sebanyak 186 m asyarakat. Dari in-
formasi etnograik mengenai masyarakat-masyarakat itu yang dirang-

PENYEBAB MENDASAR ● 205

http://facebook.com/indonesiapustaka kum dalam Hum an Relations Area Files (survei lintas-budaya besar),
Ember dan Ember melakukan penghitungan mengenai beberapa
penyebab kekurangan sum ber daya: frekuensi kelaparan, bencana
alam semisal kekeringan atau musim dingin parah, dan kelangkaan
m akanan. Ternyata hasil-hasil penghitungan itu m erupakan alat pre-
diksi terkuat akan frekuensi perang. Kesim pulan para peneliti berda-
sarkan tem uan itu: orang berperang guna m erebut sum ber daya (ter-
utama lahan) dari musuh, untuk melindungi diri sendiri dari kelang-
kaan sum ber daya yang tidak bisa diperkirakan pada m asa depan.

Walaupun m asuk akal, tafsiran itu tidak beroperasi dengan sede-
m ikian sederhana sam pai-sam pai sem ua cendekiawan m enerim anya.
Meskipun sejumlah perang tradisional memang berbuntut kabur-
nya pihak yang kalah dan didudukinya lahan m ereka oleh pihak yang
m enang, ada juga kasus-kasus ketika lahan yang ditinggalkan dibiarkan
tanpa penghuni selama beberapa lama. Perang tradisional tidak selalu
lebih sengit di daerah-daerah yang berpopulasi lebih padat, sebab
sejum lah habitat dan cara m enyam bung hidup dapat tanpa kesulitan
m enyokong kepadatan populasi yang jauh lebih tinggi daripada yang
bisa dilakukan habitat dan cara menyambung hidup lainnya. Misal-
nya, pem buru-pengum pul yang hidup dalam kepadatan 5 jiwa per
m il persegi di gurun lebih m erasakan kekurangan sum ber daya dan
tertekan untuk m engem bangkan wilayah jelajah dibandingkan petani
yang hidup dengan kepadatan 10 0 jiwa per m il persegi di lahan
pertanian yang subur, hangat, dan berair cukup. Dengan kata lain, yang
penting bukanlah kepadatan populasi itu sendiri, melainkan kepadatan
populasi dalam kaitannya dengan kepadatan sum ber daya, yang m eng-
hasilkan kekurangan sum ber daya aktual ataupun potensial. Bila kita
m em bandingkan m asyarakat-m asyarakat tradisional dengan cara
hidup yang serupa dan hidup di habitat yang serupa dengan sum ber
daya yang serupa, frekuensi peperangan m em ang m eningkat seiring
peningkatan kepadatan populasi.

Faktor-faktor dasar lain yang diajukan untuk m enjelaskan pepe-
rangan tradisional adalah faktor-faktor sosial. Manusia mungkin ber-
perang guna m encegah tetangga-tetangga m ereka yang m erepotkan
m em asuki wilayah m ereka, m enyingkirkan tetangga-tetangga m ereka
sekalian, atau dem i m em peroleh reputasi garang dan karenanya m em -
perkecil kem ungkinan serangan oleh tetangga-tetangga yang tidak akan
ragu m enyerang kelom pok yang tidak punya reputasi suka m em per-
tahankan diri. Tafsiran sosial ini tidaklah bertentangan dengan teori

206 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka sebelum nya yang m enilai dari segi lahan dan sum ber daya: alasan dasar
m encegah tetangga tidak m em asuki wilayah m ungkin adalah m em -
pertahankan kendali ketat atas lahan dan sumber daya sendiri. Namun
pertim bangan-pertim bangan sosial patut disebutkan sebagai faktor
terpisah dari pertim bangan-pertim bangan sum ber daya, karena ke-
inginan untuk m enjaga jarak dengan tetangga dapat m enyebabkan m a-
syarakat m engam bil tindakan yang jauh lebih ekstrem daripada yang
dianggap diperlukan oleh m asyarakat lain yang hanya ingin m eng-
am ankan sum ber daya.

Misalnya, sampai sekitar 500 tahun lalu, populasi Finlandia ter-
pusat di pesisir laut, sem entara pedalam an Finlandia yang berhutan
berpenghuni jarang. Ketika keluarga-keluarga dan kelom pok-kelom pok
kecil mulai berpindah sebagai kolonis ke pedalaman, mereka mencoba
hidup sejauh mungkin dari satu sama lain. Teman-teman Finlandia
saya m enceritakan kisah untuk m engilustrasikan betapa para kolonis
itu benci hidup berdekatan. Seorang laki-laki membuka lahan per-
tanian kecil untuk dirinya dan keluarganya di tepi sungai, dan dia
senang karena tidak ada tanda-tanda tetangga di sekitar situ. Namun
suatu hari dia terperanjat m elihat sebatang kayu m engam bang terbawa
arus sungai. Pasti ada orang lain yang hidup di suatu tem pat di arah
hulu! Laki-laki yang m urka itu m ulai berjalan ke hulu m elalui hutan
liar guna m elacak si penerobos itu. Pada hari pertam anya berjalan dia
tidak bertemu siapa-siapa; pada hari kedua, lagi-lagi tidak ada siapa-
apa. Akhirnya, pada hari ketiga, dia m enem ukan lahan yang baru di-
buka, di mana dia menemukan seorang kolonis lain. Dia bunuh kolonis
itu dan kem udian berjalan pulang tiga hari ke lahan dan keluarganya
sendiri, lega karena dia telah m engam ankan kem bali privasi keluar-
ganya. Meskipun mungkin tidak benar, cerita itu menunjukkan faktor-
faktor sosial yang m enyebabkan m asyarakat-m asyarakat berskala kecil
m engkhawatirkan "tetangga" jauh yang bahkan tidak terlihat oleh m ata.

Faktor-faktor dasar lain yang diajukan m elibatkan keuntungan,
bagi individu bukan bagi kelom pok sosial, m enjadi penyuka perang.
Individu atau pem im pin perang yang garang kem ungkinan akan di-
takuti dan m em peroleh gengsi dari tindakan-tindakannya dalam pe-
rang. Itu dapat berarti dia m am pu m em peroleh lebih banyak istri dan
membesarkan lebih banyak anak. Misalnya, ahli antropologi Napoleon
Chagnon m enghitung, dari silsilah Yanom am o yang dia kum pulkan,
bahwa bila kita bandingkan laki-laki Yanom am o yang pernah dan
belum pernah membunuh orang, para pembunuh memiliki rata-rata

SIAPA YANG DIPERANGI? ● 207

http://facebook.com/indonesiapustaka lebih daripada dua setengah kali lipat lebih banyak istri dan lebih
daripada tiga kali lipat lebih banyak anak. Tentu saja para pem bunuh
juga berkem ungkinan lebih besar tewas atau dibunuh pada usia yang
lebih m uda daripada yang bukan pem bunuh, nam un dalam rentang
hidup m ereka yang lebih pendek m ereka m endapat lebih banyak
gengsi dan ganjaran sosial sehingga bisa m em peroleh lebih banyak
istri dan lebih banyak anak. Tentu saja, bahkan m eskipun korelasi itu
m em ang benar adanya untuk orang-orang Yanom am o, saya tidak m e-
rekom endasikannya bagi Anda pem baca sekalian, dan korelasi tersebut
juga tidak bisa digeneralisasi untuk sem ua m asyarakat tradisional.
Dalam sejum lah m asyarakat, rentang hidup yang lebih pendek bagi
laki-laki yang gem ar berperang berkem ungkinan kecil dikom pensasi
oleh kem am puan m em ikat lebih banyak istri per dasawarsa dalam
hidup m ereka yang lebih pendek. Itulah yang terjadi pada Indian
Waorani di Ekuador, yang bahkan lebih gem ar lagi berperang daripada
Yanom am o. Terlepas dari itu, para prajurit Waorani yang lebih ganas
tidak m em iliki lebih banyak istri daripada laki-laki yang tidak seberapa
ganas, dan m ereka m em iliki lebih sedikit, bukan lebih banyak, anak
yang bertahan hidup sam pai usia reproduktif.

Siapa yang diperangi?
Setelah m engulik pertanyaan m engapa m asyarakat berskala kecil ber-
tarung, sekarang mari kita tanya: siapa yang mereka perangi? Misalnya,
apakah suatu suku lebih berkem ungkinan m em erangi suku yang m e-
rupakan penutur bahasa lain dibandingkan suku yang m erupakan pe-
nutur bahasa yang sam a dengan m ereka? Apakah m ereka m em erangi,
ataukah justru m enghindari pertarungan dengan, suku-suku yang
merupakan rekan dagang atau terikat tali pernikahan dengan mereka?

Kita bisa m enem patkan jawaban-jawabannya dalam konteks yang
lebih akrab, dengan cara pertam a-tam a m engajukan pertanyaan-per-
tanyaan yang sam a m engenai negara-negara m odern yang berperang.
Seorang ahli m eteorologi kenam aan Britania, Lewis Richardson, yang
karier resm inya berfokus pada analisis m atem atis terhadap pola-pola
kom pleks angin atm osfer, m enghabiskan dua tahun selam a Perang
Dunia I m engangkut para prajurit yang sakit dan terluka dengan am -
bulans. Dua dari tiga saudara laki-laki istrinya terbunuh selam a
perang itu. Barangkali tergerak oleh pengalam annya itu dan oleh latar
keluarganya sendiri yang m erupakan pengikut Quaker, Richardson
m engem bangkan karier kedua yaitu m eneliti secara m atem atis penye-

208 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka bab-penyebab perang, dengan harapan m em etik pelajaran m engenai
bagaimana menghindari perang. Metodenya terdiri atas tabulasi semua
perang yang bisa dia pelajari antara 1820 dan 1949, m encatat angka
kem atian, m em bagi tabelnya m enjadi lim a sub-tabel berdasarkan
angka-angka itu, dan kem udian m enguji pertanyaan-pertanyaan m e-
ngenai kapan dan mengapa berbagai bangsa berperang.

Selam a periode 1820 – 1949, jum lah perang yang diikuti oleh ber-
bagai negara sangat berbeda-beda, dari melebihi 20 untuk Prancis
dan Britania sam pai 1 untuk Swiss dan 0 untuk Swedia. Sum ber utam a
variasi itu sem ata adalah jum lah negara lain yang berbatasan dengan
suatu negara: sem akin banyak tetangga, sem akin banyak jum lah rata-
rata perang dalam jangka panjang; jumlah perang kira-kira berbanding
lurus dengan jum lah negara tetangga langsung. Apakah negara-negara
yang bertetangga itu m enggunakan bahasa yang sam a atau berbeda
tidak berefek besar. Satu-satunya kekecualian pola ini adalah ada lebih
sedikit perang di antara negara-negara yang sam a-sam a m erupakan
penutur bahasa Tiongkok, dan lebih banyak perang di antara negara-
negara yang sam a-sam a m erupakan penutur bahasa Spanyol, daripada
yang secara statistik diharapkan dari jum lah total penutur bahasa-
bahasa Tiongkok atau Spanyol di dunia. Richardson berspekulasi
m engenai faktor-faktor budaya apa yang tam paknya m em buat penutur
bahasa Spanyol lebih rentan, sem entara para penutur bahasa Tiongkok
berkem ungkinan lebih kecil, untuk berperang. Spekulasi-spekulasinya
sungguh m enggelitik, nam un saya serahkan kepada pem baca yang
tertarik untuk membaca sendiri analisis Richardson, pada halaman
223– 230 dan 240 – 242 dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1960 ,
Statistics of Deadly Quarrels.

Richardson tidak m enguji statistik efek perdagangan antarnegara
terhadap kemungkinan perang. Tapi, karena kemungkinan perang
sangat besar antara negara-negara yang bertetangga, yang juga ber-
kemungkinan sangat besar merupakan mitra dagang, kita bisa jadi
menduga hubungan dagang dan perang cenderung saling terkait. Me-
m ang tam paknya, setidaknya dari kesan anekdotal, negara-negara
m odern yang m erupakan m itra dagang bertarung jauh lebih sering
daripada yang bukan m erupakan m itra dagang. Barangkali hal itu
sebagian karena korelasi yang seolah ada antara perdagangan dengan
pertarungan sebenarnya hanyalah karena perdagangan dan perta-
rungan sama-sama terkait dengan kedekatan jarak; dan sebagian
juga karena perdagangan kerap m em icu perselisihan. Bahkan bagi

SIAPA YANG DIPERANGI? ● 209

http://facebook.com/indonesiapustaka bangsa-bangsa yang bukan m erupakan tetangga, perang-perang m o-

dern terbesar menghadap-hadapkan mitra-mitra dagang dalam perang.
Misalnya, dalam Perang Dunia II, dua sasaran utama serangan Jepang
adalah sum ber utam a barang im pornya (AS) dan pasar ekspor utam a
bagi produk-produknya (Tiongkok). Serupa dengan itu, Jerman Nazi
dan Rusia m erupakan m itra dagang sam pai m alam dilancarkannya

serbuan J erm an ke Rusia pada 22 J uni 1941.

Dengan pembahasan mengenai negara-negara itu sebagai latar be-

lakang, sekarang m ari kita pertim bangkan pertanyaan-pertanyaan yang

sam a bagi m asyarakat-m asyarakat tradisional berskala kecil. Kita tidak

m em iliki tabulasi yang bisa dianalisis dari sem ua perang tradisional

belakangan ini, yang sepadan dengan tabel perang negara m odern

m ilik Richardson. Kita harus puas hanya dengan anekdot. Anekdot-

anekdot itu m enunjukkan bahwa tam paknya m asyarakat-m asyarakat

berskala kecil lebih sering memerangi tetangga daripada negara-

negara, sebab tidak memiliki kemampuan transportasi jarak jauh

yang m em ungkinkan Britania m engirim kan para prajuritnya m elintasi

separo dunia pada pertengahan 180 0 -an guna m em erangi orang-
orang Maori di Selandia Baru. Tidak banyak bukti bahwa masyarakat
berskala kecil m em beda-bedakan tetangganya berdasarkan kesam aan

atau perbedaan bahasa dalam hal perang. Sem ua orang yang terlibat

dalam Perang Dani di Bab 3 berbicara bahasa Dani. Daftar panjang

m asyarakat lain yang m em erangi m asyarakat yang m erupakan penutur
bahasa yang sama mencakup Enga, Fayu, Fore, Hinihon, Inuit, Mailu,
Nuer, dan Yanomamo; daftar itu bisa diperpanjang tanpa ujung. Tapi,
ada satu kekecualian sebagian, yaitu meeskipun suku-suku Nuer me-
merangi suku-suku Nuer lain maupun orang-orang Dinka, mereka
lebih sering memerangi orang-orang Dinka, dan mereka memiliki
batasan-batasan dalam memerangi orang-orang Nuer yang tidak
mereka pedulikan dalam memerangi orang-orang Dinka. Misalnya,
mereka tidak membunuhi perempuan dan anak-anak Nuer, mereka
tidak membawa orang-orang Nuer sebagai tawanan, dan mereka tidak
membakar pondok-pondok Nuer; mereka membatasi diri dengan
membunuhi laki-laki Nuer dan mencuri ternak Nuer.

Sedangkan m engenai efek perdagangan dan perkawinan cam pur,

bukti anekdotal lagi-lagi m enunjukkan bahwa tam paknya m usuh-

m usuh m asyarakat tradisional seringkali juga m erupakan m itra da-

gang dan pernikahan m ereka. Seperti yang dikatakan Lawrence

Keeley, “Banyak m asyarakat cenderung m em erangi orang-orang

210 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka yang m ereka nikahi dan m enikahi orang-orang yang m ereka perangi,
m enyerang orang-orang yang berdagang dengan m ereka dan berda-
gang dengan m usuh-m usuh m ereka.” Alasannya sam a dengan alasan
yang m enim bulkan hasil itu pada negara: kedekatan jarak m endo-
rong perdagangan dan pernikahan, juga perang; selain itu, perda-
gangan dan pernikahan memunculkan perselisihan di antara anggota-
anggota m asyarakat berskala kecil, seperti juga di antara negara-
negara m odern. Di dalam apa yang disebut hubungan dagang, m a-
syarakat-m asyarakat yang bertetangga m ungkin sebenarnya m em per-
tukarkan barang dengan harga dan tingkat pertukaran yang bervariasi
di sepanjang suatu kisaran, dari perdagangan sungguhan (pertukaran
yang sam a-sam a sukarela antara pihak-pihak yang sam a-sam a kuat
dengan harga yang adil), ke "pem erasan" (pertukaran tidak setara de-
ngan harga yang tidak adil antara satu pihak yang kuat dengan satu
pihak yang lem ah, yaitu pihak yang lem ah m enyerahkan barang dengan
harga murah demi membeli perdamaian), sampai ke penjarahan (sa-
lah satu pihak "m enyediakan" barang-barang sem entara pihak yang
satu lagi tidak m em berikan apa-apa sebagai gantinya, setiap kali kele-
mahan pihak pertama memungkinkan pihak kedua menjarah sehingga
m em peroleh barang-barang tanpa m em bayar apa-apa sam a sekali).
"Penjarah" terkenal, m isalnya orang-orang Apache di Am erika Serikat
Barat Daya dan orang-orang Tuareg di gurun Afrika utara, sebenarnya
mempraktikkan campuran rumit perdagangan adil, pemerasan, dan
penjarahan semacam itu, tergantung kemampuan mitra-mitra mereka
untuk mempertahankan diri.

Sedangkan pernikahan antara kawanan dan suku seringkali mem-
percepat terjadinya perang karena alasan-alasan yang juga m enye-
babkan terjadinya perang akibat hubungan perdagangan yang rusak.
Misalnya, ketika terlahir, seorang bayi perempuan dari satu suku di-
janjikan untuk dinikahkan dengan seorang laki-laki yang lebih tua
dari suku lain, dan m as kawin sudah dibayarkan, nam un si anak pe-
rempuan tidak diserahkan saat telah mencapai pubertas. Satu pihak
berutang dan m encicil m as kawin, lalu berhenti m em bayar cicilan.
Perselisihan m engenai kualitas "barang" (m isalnya perselingkuhan,
pengabaian suami/ istri, perceraian, ataupun ketidakmampuan atau pe-
nolakan untuk m em asak, berkebun, atau m engum pulkan kayu bakar)
menimbulkan tuntutan pengembalian mas kawin, namun tuntutan
itu ditolak karena perdebatan mengenai apa betul ada cacat kualitas
yang diklaim itu, atau karena alat pem bayarannya sudah dijual atau

MELUPAKAN PEARL HARBOR ● 211

http://facebook.com/indonesiapustaka dim akan (bila berupa babi). Konsum en, pem ilik bisnis, eksportir,
ataupun im portir yang m em baca paragraf ini pasti m engenali analogi-
analoginya dengan m asalah-m asalah yang dihadapi para pedagang di
negara-negara modern.

Hasil yang kerap tim bul akibat m em erangi orang-orang yang m e-
lakukan pernikahan campur dengan kelompok kita adalah terpecah-
belahnya kesetiaan saat terjadi perang. Sebagian m usuh kita adalah
ipar dan kerabat sedarah kita. Sewaktu menembakkan anak panah atau
melontarkan tombak, seorang prajurit harus sebisa mungkin mem-
bidik agar tidak m engenai kerabat yang ada di pihak lawan. Ketika
seorang perem puan Inuit m enikah dan pindah ke kelom pok suam inya,
bila kerabat sedarah dari m asyarakat kelahirannya kem udian m eren-
canakan serbuan terhadap kelom pok suam inya, kerabat-kerabatnya
m ungkin m em berinya peringatan terlebih dahulu agar m enyingkir
saat serbuan dilangsungkan sehingga dia tidak terbunuh. Berkebalikan
dengan itu, bila dia m engetahui bahwa kelom pok suam inya sedang
bersiap-siap untuk m enyerbu kerabat-kerabat sedarahnya, dia m ungkin
m em beri m ereka peringatan—atau m ungkin tidak; dia m ungkin ber-
pihak pada ipar-iparnya ataupun pada kerabat-kerabat sedarahnya.
Serupa dengan itu, seorang Fore yang m endengar bahwa klannya
sendiri m erencanakan untuk m enyerang desa tem pat saudarinya
kini tinggal setelah m enikah, m ungkin m em berinya peringatan dan
kem udian m engharapkan balas jasa dari suam inya. Sebaliknya, dia
m ungkin m endengar dari saudarinya bahwa desa tem patnya sekarang
tinggal akan m enyerang desa asalnya dulu. Sang laki-laki Fore pun
bisa m em peringatkan anggota-anggota sedesanya, dan dia pun diberi
hadiah sebagai wujud terima kasih.

Melupakan Pearl Harbor
Terakhir, m arilah kita kem bali ke tem a pem balasan dendam , yang bagi
kita m ungkin tam paknya m erupakan sem acam obsesi bagi m asyarakat-
m asyarakat berskala kecil, karena itulah penjelasan yang paling sering
m ereka berikan m engenai m engapa m ereka berperang. Kita, warga
negara modern, biasa mengabaikan betapa rasa haus akan pembalasan
dendam bisa jadi sangat kuat. Di antara emosi-emosi manusia, hasrat
balas dendam m erupakan salah satu em osi yang kita bicarakan tanpa
putus selain cinta, marah, duka, dan takut. Masyarakat-masyarakat
negara modern membolehkan dan mendorong kita mengekspresikan
rasa cinta, marah, duka, dan takut, namun hasrat balas dendam tidak

212 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka dibolehkan m aupun didorong. Ketika tum buh kita diajari bahwa
perasaan ingin m em balas dendam adalah sesuatu yang prim itif,
memalukan, dan seharusnya kita tinggalkan jauh-jauh. Masyarakat
kita m enanam kan kepercayaan itu agar kita tidak berupaya m em balas
dendam secara pribadi.

Tidak ada keraguan: mustahil bagi kita untuk hidup bersama secara
damai sebagai sesama warga satu negara, bila kita tidak bersumpah
menanggalkan hak membalas dendam secara pribadi, dan bila kita
tidak m enyerahkan hak m enghukum kepada negara. Kalau tidak, kita
pun akan hidup dalam kondisi berupa peperangan terus-menerus
seperti yang m endom inasi di sebagian besar m asyarakat bukan-negara.
Namun bahkan bagi kami orang-orang Barat yang menjadi korban
perlakuan keliru dan yang puas karena negara m enjatuhkan hukum an
setim pal pada pelaku, kam i tetap m erasa tersiksa karena kurangnya
kepuasan pribadi. Seorang tem an saya yang saudarinya dibunuh oleh
perampok masih marah, berdasawarsa-dasawarsa kemudian, walaupun
negara berhasil menangkap, mengadili, dan memenjarakan para
perampok itu.

Oleh karena itu, kita sebagai warga negara terbelit ikatan yang
tidak mampu kita terima. Negara bersikeras memegang hak tunggal
menjatuhkan hukuman, dan itu penting agar kita hidup damai dan
aman. Namun keuntungan yang kita peroleh itu mendatangkan
kerugian pribadi yang am at besar. Perbincangan-perbincangan saya
dengan orang-orang Papua telah m em buat saya paham apa yang kita
lepaskan dengan m enyerahkan hak m enghukum kepada negara. Agar
m em buat kita m enyerahkan hak itu, m asyarakat negara beserta agam a
dan kode m oral yang terkait terus-m enerus m enanam kan kepada kita
pesan bahwa berupaya membalas dendam itu buruk. Namun, meskipun
bertindak atas perasaan ingin membalas dendam harus dicegah,
m engakui perasaan itu seharusnya bukan hanya dibolehkan m elainkan
juga didorong. Bagi kerabat dekat atau tem an seseorang yang baru
saja terbunuh atau m enjadi korban perlakuan keliru yang am at parah,
dan bagi para korban sendiri, perasaan itu alam iah dan kuat. Banyak
pem erintahan negara m em ang berupaya m em berikan kepuasan pribadi
bagi kerabat korban kejahatan: dengan m engizinkan m ereka hadir
saat pengadilan tertuduh; dalam sejumlah kasus, berbicara di hadapan
hakim atau juri (Bab 2); bertem u secara privat dengan sang pelaku
kejahatan, m elalui sistem peradilan restoratif (Bab 2); atau bahkan
m enyaksikan eksekusi terhadap pem bunuh orang yang m ereka kasihi.

MELUPAKAN PEARL HARBOR ● 213

http://facebook.com/indonesiapustaka Para pem baca yang belum pernah bertahun-tahun m engobrol de-
ngan Penduduk Dataran Tinggi Papua m ungkin m asih bertanya-tanya:
Bagaim ana bisa m asyarakat-m asyarakat ini m enjadi sedem ikian ber-
beda dari kita, dan menikmati serta menghargai pembunuhan? Setan
sinting macam apa mereka itu, tanpa malu-malu bicara soal betapa
nikm atnya m em bunuh m usuh?

Sebenarnya, penelitian-penelitian etnograik terhadap masyarakat-
m asyarakat m anusia tradisional yang sebagian besar berada di luar
kendali pemerintahan negara telah menunjukkan bahwa perang, pem-
bunuhan, dan demonisasi terhadap tetangga merupakan norma, bukan
kekecualian, dan bahwa anggota-anggota m asyarakat yang m endorong
norma-norma tersebut kerap kali merupakan orang-orang normal,
bahagia, lurus akal, bukan setan. Apa yang berbeda pada banyak m a-
syarakat tingkat-negara adalah kita diajari untuk m ulai m em eluk
norm a-norm a tradisional itu secara m endadak dan hanya pada saat
tertentu (saat perang dim aklum atkan), kem udian m encam pakkannya
secara m endadak nantinya (saat perjanjian dam ai diteken). Hasil-
nya m em bingungkan: sekali tertanam , kebencian tidak m udah dicam -
pakkan. Banyak tem an saya dari Eropa, yang seperti saya terlahir
pada 1930 -an—orang-orang J erm an, Polandia, Rusia, Serbia, Kroasia,
Britania, Belanda, dan Yahudi—sedari lahir diajari untuk m erasakan
benci atau takut terhadap kelompok-kelompok tertentu, menjalani
pengalam an-pengalam an yang m em beri m ereka alasan yang bagus
untuk terus merasakan hal itu, dan hingga kini masih membawa
perasaan-perasaan itu lebih daripada 65 tahun kemudian, walaupun
tem an-tem an saya telah diajari bahwa perasaan-perasaan itu tidak lagi
dianggap baik dan sebaiknya tidak diutarakan kecuali kita m erasa yakin
bahwa pendengar kita juga m enyetujuinya.

Dalam m asyarakat-m asyarakat negara Barat kini, kam i tum buh
sam bil m em pelajari kode m oralitas universal yang disebarkan setiap
minggu di rumah-rumah ibadah kami, dan dikodiikasikan dalam
hukum -hukum kam i. Perintah Allah keenam sem ata m engatakan, “J a-
ngan m em bunuh”—tanpa m em bedakan seperti apa kam i harus berperi-
laku terhadap warga negara kami sendiri dan terhadap warga negara
lain. Kem udian, setelah kira-kira 18 tahun pelatihan m oral sem acam
itu, kami ambil para pemuda, latih mereka menjadi prajurit, beri
mereka senjata api, dan perintahkan mereka untuk melupakan semua
ajaran masa kecil bahwa membunuh itu salah.

214 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka Tidak m engherankan kalau banyak prajurit m odern tidak tega
m em bidik dan m enem bak m usuh ketika bertem pur. Yang akhirnya
membunuh sering kali menderita gangguan stres pasca-trauma jangka
panjang (m isalnya, kira-kira sepertiga prajurit Am erika yang turun
berperang di Irak atau Afganistan). Ketika m ereka pulang, bukannya
berbangga pernah membunuh, mereka malah bermimpi buruk dan
tidak membicarakan soal itu sama sekali, terkecuali kepada sesama
veteran. (Bayangkan bagaim ana perasaan Anda, jika Anda sendiri
bukan veteran perang, bila seorang prajurit Am erika m enceritakan ke-
pada Anda dengan bangga pengalam an pribadi tentang bagaim ana dia
membunuh orang Irak, atau bahkan bagaimana dia membunuh seorang
prajurit Nazi dalam Perang Dunia II.) Selama hidup saya telah ratusan
kali berbincang-bincang dengan veteran Am erika dan Eropa, sebagian
di antara mereka merupakan teman karib atau kerabat dekat, namun
tak seorang pun yang pernah m enceritakan bagaim ana dia m em bunuh,
tidak seperti banyak tem an-tem an Papua saya.

Sementara itu, orang-orang Papua tradisional sejak masih kanak-
kanak sekali telah melihat prajurit pergi dan pulang dari pertarungan,
m elihat jenazah dan luka para kerabat serta sesam a anggota klan yang
terbunuh oleh lawan, mendengar cerita-cerita tentang pembunuhan,
mendengar pertarungan dibicarakan sebagai ideal tertinggi, dan me-
nyaksikan prajurit-prajurit yang berhasil m em bicarakan dengan bang-
ga m engenai pem bunuhan-pem bunuhan yang m ereka lakukan dan
dipuji-puji karenanya. Ingatlah soal bocah-bocah Dani Wilihim an yang
dengan penuh semangat menusuk-nusukkan tombak kecil mereka ke
laki-laki Asuk Balek yang sekarat, dan bocah-bocah Dani Wilihim an
berusia enam tahun yang m enem bakkan anak panah ke arah bocah-
bocah Dani Widaia berusia enam tahun di bawah bim bingan ayah-ayah
m ereka (Bab 3). Tentu saja orang-orang Papua jadi tidak m erasakan
konlik soal membunuh musuh: mereka tidak punya ajaran berlawanan
yang harus dilupakan.

Bila direnungkan, bagi orang-orang Am erika yang cukup tua untuk
m engingat pem bom an tahun 1941 oleh J epang terhadap pangkalan
angkatan laut kam i di Pearl Harbor (yang kam i anggap sebagai se-
rangan penuh khianat, sebab tidak didahului oleh maklumat perang),
rasa benci yang sengit terhadap bangsa lawan, dan rasa haus akan
pem balasan dendam , yang dipelajari oleh orang-orang tradisional
dari tetua m ereka pastilah tidak terasa sedem ikian asing. Kam i orang-
orang Am erika yang tum buh besar pada 1940 -an m erasakan atm osfer

MELUPAKAN PEARL HARBOR ● 215

http://facebook.com/indonesiapustaka yang disesaki dem onisasi terhadap orang-orang J epang, yang m e-
m ang m elakukan hal-hal yang luar biasa kejam terhadap kam i dan
bangsa-bangsa lain (ingatlah soal Barisan Maut Bataan, Barisan Maut
Sandakan, Pralaya Nanking, dan peristiwa-peristiwa lain semacam
itu). Kebencian hebat dan rasa takut terhadap orang-orang J epang
m enjadi tersebar luas di antara penduduk sipil Am erika yang tidak per-
nah m elihat prajurit J epang yang m asih hidup ataupun jenazah kerabat
sesam a orang Am erika yang terbunuh oleh orang-orang J epang; te-
m an-tem an Papua saya justru betul-betul m elihat jenazah kerabat-
kerabat m ereka. Ratusan ribu laki-laki Am erika sukarela m engajukan
diri untuk membunuh ratusan ribu orang J epang, kerap kali dalam
pertem puran satu lawan satu, m elalui m etode-m etode brutal yang
m encakup bayonet dan penyem bur api. Prajurit-prajurit yang m em -
bunuh orang-orang J epang dalam jum lah banyak dan dengan kebe-
ranian luar biasa pun secara terbuka dianugerahi medali, sementara
yang tewas dalam pertem puran pun diingat sebagai pahlawan yang
gugur dengan mulia.

Kem udian, kurang daripada em pat tahun setelah Pearl Harbor,
kam i orang-orang Am erika diperintahkan untuk berhenti m em benci
dan m em bunuh orang-orang J epang, dan m elupakan slogan yang per-
nah m endom inasi kehidupan Am erika: “Ingat Pearl Harbor!” Banyak
orang Am erika yang hidup selam a tahun-tahun itu bergelut sepan-
jang hidup m ereka dengan apa yang diajarkan kepada m ereka dan
lantas diperintahkan untuk dilupakan—teutam a bila m ereka saat itu
m erasakan efeknya secara langsung, m isalnya sebagai orang yang
selamat dari Barisan Maut Bataan, atau memiliki teman-teman dan ke-
rabat dekat yang tidak pulang dari perang. Terlepas dari itu, warisan-
warisan sikap Am erika itu adalah buah pengalam an em pat tahun saja,
dan bagi sebagian besar kami bukan pengalaman langsung. Seba-
gai orang yang tum buh besar pada m asa histeria anti-J epang sela-
m a Perang Dunia II, saya tidak terkejut m elihat orang-orang Dani
Wilihiman sedemikian berapi-api tentang membunuh orang-orang
Dani Widaia, karena sikap-sikap itu ditanamkan kepada mereka selama
berdasawarsa-dasawarsa melalui ajaran maupun pengalaman langsung
yang ekstensif. Haus akan pem balasan dendam tidaklah bagus,
namun tidak bisa diabaikan. Perasaan itu harus dipahami, diakui, dan
ditangani—dalam cara-cara selain betul-betul m elakukan pem balasan
dendam.

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka

BAGIAN TIGA

MUDA DAN TUA

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka BAB 5

Membesarkan Anak-anak

Pembandingan cara membesarkan anak ▪ Kelahiran anak ▪ Infantisida ▪
Penyapihan dan jarak kelahiran ▪ Menyusui sekeinginan anak ▪ Kontak
anak dan dewasa ▪ Ayah dan orangtua-damping ▪ Tanggapan terhadap

anak yang menangis ▪ Hukuman isik ▪ Otonomi anak ▪ Kelompok
bermain multi-usia ▪ Permainan dan pendidikan anak ▪ Anak-anak

mereka dan anak-anak kita

Perbandingan cara m em besarkan anak
Dalam salah satu kunjungan saya ke Papua saya berjum pa dengan se-
orang pem uda bernam a Enu, yang kisah hidupnya saat itu bagi saya
terasa luar biasa. Enu tumbuh di daerah di mana anak dibesarkan
dengan cara yang sangat represif, dan anak-anak sangat dibebani oleh
berbagai kewajiban dan perasaan bersalah. Ketika dia berusia lim a
tahun, Enu m em utuskan bahwa dia sudah m uak dengan gaya hidup
seperti itu. Dia m eninggalkan orangtua dan sebagian besar kerabatnya
dan pindah ke suku dan desa lain, di m ana dia punya kerabat yang
bersedia m engurusnya. Di sana, Enu m endapati diri dalam m asyarakat
adoptif dengan praktik-praktik laissez-faire dalam membesarkan anak
yang berseberangan 180 derajat dengan praktik-praktik di m asyarakat
tem patnya lahir. Anak-anak kecil dianggap bertanggungjawab atas
tindakannya sendiri, dan dibiarkan m elakukan apa saja yang m ereka
suka. Misalnya, bila seorang bayi bermain-main dei dekat api, orang-
orang dewasa tidak turut cam pur. Sebagai akibatnya, banyak orang
dewasa di m asyarakat itu yang m em iliki bekas luka bakar, akibat
perilaku mereka sewaktu kanak-kanak.

http://facebook.com/indonesiapustaka 220 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

Kedua gaya m em besarkan anak itu akan ditolak dengan ngeri oleh
masyarakat-masyarakat industri Barat zaman sekarang. Namun gaya
laissez-faire m asyarakat adoptif Enu bukan hal langka m enurut standar
m asyarakat-m asyarakat pem buru-pengum pul di dunia, yang banyak di
antaranya m enganggap anak-anak kecil sebagai individu-individu oto-
nom yang keinginannya tidak boleh dilarang-larang, dan yang dibiar-
kan berm ain-m ain dengan benda-benda berbahaya seperti pisau tajam ,
kuali panas, dan api (Gam bar 19).

Mengapa kita harus menaruh perhatian kepada praktik-praktik
m em besarkan anak m asyarakat-m asyarakat pem buru-pengum pul, pe-
tani, dan penggem bala tradisional? Salah satu jawabannya adalah alas-
an akadem ik: sam pai separo dari populasi m asyarakat adalah anak-
anak. Seorang ahli sosiologi yang m engabaikan separo anggota m asya-
rakat tidak bisa mengklaim bahwa dia memahami anak-anak. Satu lagi
alasan yang bersifat akadem ik adalah setiap ciri kehidupan dewasa
m em iliki kom ponen perkem bangan. Kita tidak bisa m em aham i praktik-
praktik penyelesaian perselisihan dan pernikahan dalam suatu m asya-
rakat tanpa mengetahui bagaimana anak-anak memperoleh sosialisasi
praktik-praktik tersebut.

Terlepas dari alasan-alasan bagus itu untuk menaruh perhatian ke-
pada praktik-praktik m em besarkan anak dalam m asyarakat-m asya-
rakat non-Barat, belum banyak yang m eneliti m engenainya. Sebagian
m asalahnya adalah banyak cendekiawan yang pergi m eneliti kebu-
dayaan-kebudayaan lain m asih berusia m uda, belum punya anak sen-
diri, tidak berpengalaman berbicara dan mengamati anak-anak, serta
terutam a m enjabarkan dan m ewawancarai orang dewasa. Antropo-
logi, pendidikan, psikologi, dan bidang-bidang akademik lain memiliki
ideologi sendiri-sendiri, yang setiap saat berfokus pada kisaran tertentu
topik penelitian, dan yang m enyebabkan para peneliti seolah m engena-
kan kacam ata kuda sehingga hanya m elihat fenom ena-fenom ena ter-
tentu saja sebagai yang pantas dipelajari.

Bahkan penelitian-penelitian perkem bangan anak yang m engklaim
bersifat sangat lintas-budaya—m isalnya m em bandingkan anak-anak
J erm an, Am erika, J epang, dan Tiongkok—sebenarnya m engam bil sam -
pel m asyarakat yang sem uanya berada dalam irisan sem pit keaneka-
ragam an budaya m anusia yang sam a. Sem ua kebudayaan yang baru
saja disebutkan itu mirip dalam hal memiliki pemerintahan terpusat,
spesialisasi ekonomi, dan ketimpangan sosioekonomi, dan sangat tak
tipikal dalam kisaran luas keanekaragam an budaya m anusia. Sebagai

PERBANDINGAN CARA MEMBESARKAN ANAK ● 221

http://facebook.com/indonesiapustaka akibatnya, m asyarakat-m asyarakat itu dan m asyarakat-m asyarakat
m odern tingkat-negara lainnya telah m enjadi cenderung seragam , m e-
nerapkan praktik-praktik m em besarkan anak yang m enurut standar
sejarah tidaklah biasa. Praktik-praktik itu mencakup sistem pendidikan
yang dilaksanakan oleh negara (berlawanan dengan belajar sebagai
bagian kehidupan dan permainan sehari-hari), perlindungan anak-anak
oleh polisi dan bukan hanya oleh orangtua, kelom pok berm ain berusia
sam a (bukan kelom pok anak segala usia yang biasa berm ain bersam a-
sam a), anak-anak dan orangtua tidur di ruang tidur yang terpisah
(berlawanan dengan tidur bersam a-sam a di ranjang yang sam a), dan
ibu m enyusui bayi (itu juga kalau bayinya disusui) berdasarkan jadwal
yang kerap kali ditentukan oleh ibu, bukan oleh bayi.

Akibatnya, generalisasi m engenai anak-anak oleh J ean Piaget, Erik
Erikson, Sigmund Freud, dokter anak, dan ahli psikologi anak sangat
banyak didasari penelitian-penelitian terhadap m asyarakat-m asyara-
kat WEIRD (Western, educated, industrial, rich, democratic—Barat,
berpendidikan, industrial, kaya, dem okratik), terutam a penelitian-pe-
nelitian terhadap m ahasiswa-m ahasiswi S1 dan anak-anak profesor
universitas, dan telah secara tidak layak dipakai untuk m enggene-
ralisasi seluruh dunia. Misalnya, Freud menekankan dorongan seks
dan frustrasi yang kerap dirasakan karenanya. Namun pandangan
psikoanalitik itu tidak berlaku bagi orang-orang Indian Siriono di
Bolivia, tidak juga bagi banyak m asyarakat tradisional lain, di m ana
m itra seks yang bersedia nyaris selalu ada, nam un rasa lapar, dan do-
rongan lapar yang m endom inasi beserta frustrasi yang kerap dirasa-
kan karenanya, sangatlah um um . Teori-teori m em besarkan anak yang
tadinya populer di Barat m enekankan pentingnya cinta dan dukungan
em osional bagi bayi m em andang praktik m enyusui bayi kapan pun si
bayi ingin, yang tersebar luas di berbagai m asyarakat lain, sebagai
"terlalu m em anjakan", dan m enjabarkannya dengan istilah-istilah
Freudan seperti "gratiikasi berlebihan pada tahap oral perkembangan
psikoseksual". Tapi, kita akan lihat bahwa m enyusui bayi kapan pun si
bayi ingin tadinya bersifat nyaris universal, bahwa praktik itu banyak
m anfaatnya, dan bahwa praktik m odern yang um um dilakukan berupa
m enyusui bayi dengan selang waktu jarang dem i kenyam anan si ibu,
dari perspektif sejarah, merupakan kekecualian langka.

Itulah alasan-alasan akademik bagi kita untuk menaruh perhatian
kepada praktik-praktik tradisional dalam membesarkan anak. Namun
ada alasan-alasan praktik m endesak bagi kita sem ua yang bukan aka-

http://facebook.com/indonesiapustaka 222 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

demika untuk menaruh perhatian juga. Masyarakat-masyarakat ber-
skala kecil m enawari kita kum pulan data yang sangat luas dalam
hal membesarkan anak. Mereka mengungkapkan hasil ribuan tahun
percobaan alam mengenai bagaimana membesarkan anak. Masyarakat-
m asyarakat negara Barat tidak akan m engizinkan kita m elaksanakan
percobaan-percobaan yang m enjadi bagian hidup Enu, baik itu represi
ekstrem m aupun laissez-faire ekstrem. Meskipun hanya segelintir
pem baca buku ini yang akan m enganggap bahwa m em biarkan anak-
anak kena api adalah perbuatan yang patut dikagum i, kita akan
lihat bahwa banyak praktik tradisional lain dalam hal m em besarkan
anak sungguh pantas untuk kita pertimbangkan. Dengan demikian,
alasan lain untuk mempelajari praktik-praktik itu adalah agar kita
dapat menimbang-nimbang dengan lebih baik sebelum membuat
pilihan. Praktik-praktik itu m ungkin berbeda dari apa yang kini biasa
dilaksanakan di Barat, nam un kita m ungkin m erasa praktik-praktik itu
m enarik setelah kita m engetahui apa akibat-akibatnya bagi anak-anak.

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, akhirnya ada peningkatan
minat terhadap penelitian komparatif mengenai cara membesarkan
anak oleh masyarakat-masyarakat berskala kecil. Misalnya, ada se-
tengah lusin penelitian yang dikhususkan m engenai anak-anak, bukan
sekadar hasil pengamatan ikutan dalam penelitian-penelitian antro-
pologi lainnya, di antara sejum lah kelom pok m anusia terakhir di du-
nia yang m asih m enyam bung hidup terutam a dengan berburu dan
m engum pul: orang-orang Pigm i Efe dan Aka di hutan hujan Afrika,
orang-orang !Kung di gurun Afrika selatan, orang-orang Hadza di
Afrika Tim ur, orang-orang Indian Ache di Paraguay, dan orang-orang
Agta di Filipina. Dalam bab ini saya akan m em bahas apa yang telah
ditunjukkan kepada kita oleh penelitian-penelitian terhadap m asya-
rakat-m asyarakat berskala kecil m engenai kelahiran anak dan infan-
tisida, menyusui dan menyapih, kontak isik anak dan dewasa, peran
ayah dan para perawat anak selain orangtua, tanggapan terhadap anak
yang m enangis, hukum an terhadap anak-anak, kebebasan anak untuk
mengeksplorasi, serta permainan dan pendidikan anak-anak.

Kelahiran anak
Sekarang, kelahiran anak di m asyarakat-m asyarakat terwesternisasi
biasanya berlangsung di rum ah sakit, dengan bantuan profesional
terlatih: dokter, bidan, dan perawat. Tingkat kematian anak dan ibu
yang terkait proses melahirkan rendah. Namun proses melahirkan anak

KELAHIRAN ANAK ● 223

http://facebook.com/indonesiapustaka secara tradisional berbeda. Sebelum atau tanpa ketiadaan kedokteran
modern, kematian anak dan/ atau ibu saat proses melahirkan jauh lebih
umum terjadi daripada sekarang.

Situasi proses kelahiran berbeda-beda di antara m asyarakat-m a-
syarakat tradisional. Dalam kasus paling sederhana, yang sangat
langka, yang dipandang ideal dalam budaya adalah si ibu m elahirkan
sendiri tanpa dibantu. Misalnya, di antara orang-orang !Kung di gurun
Afrika selatan, perem puan yang nyaris m elahirkan diharapkan berjalan
menjauh beberapa ratus meter dari perkampungan dan melahirkan
sendiri. Pada kenyataannya, terutam a bagi ibu-ibu !Kung yang baru
pertama kali melahirkan, si ibu mungkin didampingi oleh perempuan-
perem puan lain yang akan m em bantunya, nam un sem akin sering dia
melahirkan, semakin mungkin si ibu mencapai ideal berupa melahirkan
sendiri. Tapi, bahkan m eskipun dia m elakukannya sendiri, dia tetap
dekat dengan perkampungan sehingga perempuan-perempuan lain
bisa m endengar tangisan pertam a bayinya dan kem udian m endatangi
si ibu untuk m em bantunya m em otong tali pusar, m em bersihkan bayi,
dan m enggendongnya kem bali ke perkam pungan.

Orang-orang Indian Piraha di Brazil (Gam bar 11) adalah satu lagi
kelom pok yang kaum perem puannya m elahirkan tanpa dibantu. Ko-
mitmen orang-orang Piraha terhadap ideal itu digambarkan oleh peng-
alam an ahli linguistik Steve Sheldon, yang dituturkan oleh Daniel
Everett: “Steve Sheldon m enceritakan bahwa suatu ketika seorang
perem puan m elahirkan sendiri di pantai. Ada yang salah. Kelahiran
sungsang. Perem puan itu kesakitan sekali. ‘Tolong aku! Bayinya tidak
mau keluar,’ dia menjerit. Orang-orang Piraha duduk tak bereaksi, se-
bagian tampak tegang, sebagian berbincang-bincang dengan biasa-
biasa saja. ‘Sakit sekali! Sakit. Bayinya tidak m au keluar!’ dia m enjerit.
Tak ada yang m enyahut. Saat itu hari sudah petang. Steve bergerak
m endekatinya. ‘J angan! Dia tidak m enginginkanm u. Dia m engingin-
kan orangtuanya,’ kata orang-orang Piraha kepadanya, jelas-jelas
berarti dia tidak boleh mendekati si perempuan. Namun orangtua si
perem puan sedang tidak ada dan tidak seorang pun yang datang m em -
bantunya. Malam turun dan jeritannya terus terdengar, namun sema-
kin lam a sem akin lem ah. Akhirnya, jeritannya berhenti. Di pagi hari
Steve diberitahu bahwa si perem puan dan bayinya m eninggal di pantai
itu, tanpa pertolongan... [Insiden m enyedihkan] ini m em beritahu kita
bahwa orang-orang Piraha membiarkan seorang perempuan muda me-
ninggal, sendirian dan tanpa m em peroleh bantuan, karena kepercayaan

http://facebook.com/indonesiapustaka 224 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

mereka bahwa orang haruslah kuat dan menjalani berbagai kesulitan
sen d ir i.”

Yang jauh lebih um um , proses m elahirkan anak secara tradisional
berlangsung dengan bantuan dari perempuan-perempuan lain. Misal-
nya, di antara orang-orang Kaulong di Britania Baru, yang kaum laki-
lakinya sangat takut terhadap efek cem ar perem puan yang sedang
m enstruasi atau m elahirkan, perem puan yang nyaris m elahirkan pergi
ke pondok dalam hutan, ditem ani beberapa perem puan yang lebih tua.
Pada ekstrem yang berseberangan terdapat m asyarakat-m asyarakat
yang tam paknya m enganggap kelahiran anak sebagai peristiwa publik.
Di antara orang-orang Agta di Filipina, perem puan m elahirkan dalam
rumah di perkampungan, dan semua orang di perkampungan itu
mungkin berbondong-bondong memadati rumah itu dan meneriakkan
berbagai instruksi kepada si ibu dan bidan (”dorong”, “tarik”, “jangan
b e git u ”) .

In fa n tis id a
Infantisida—pem bunuhan anak yang disengaja dan diakui—adalah per-
buatan m elanggar hukum di sebagian besar m asyarakat negara kini.
Tapi, dalam banyak m asyarakat tradisional, infantisida bisa diterim a
dalam situasi-situasi tertentu. Meskipun praktik tersebut menakutkan
bagi kita, sulit m elihat hal lain apa yang bisa dilakukan m asyarakat-
m asyarakat itu dalam beberapa keadaan yang dikaitkan dengan infan-
tisida. Salah satu keadaan itu adalah bila bayi terlahir cacat atau lem ah.
Banyak m asyarakat tradisional m engalam i m usim paceklik dengan
persediaan m akanan terbatas, ketika orang dewasa produktif yang
berjum lah sedikit kesulitan m enyediakan m akanan bagi anak-anak
dan lansia yang berjum lah lebih banyak. Satu m ulut tam bahan yang
m engonsum si nam un tidak produktif m erupakan beban yang sulit
ditanggung oleh m asyarakat.

Satu lagi situasi yang dikaitkan dengan infantisida adalah selang
waktu m elahirkan yang pendek: yaitu seorang bayi terlahir dalam ku-
run waktu dua tahun setelah kelahiran anak sebelum nya, sehingga anak
yang pertam a m asih disusui dan digendong-gendong sang ibu. Sulit
atau mustahil bagi seorang perempuan untuk menghasilkan cukup susu
bagi seorang anak berusia dua tahun dan bagi bayi yang baru lahir, dan
m enggendong tak hanya satu m elainkan dua anak selagi sedang ber-
pindah-pindah. Untuk alasan yang sam a, bila perem puan pem buru-
pengum pul m elahirkan anak kem bar, setidaknya salah satu anak itu

INFANTISIDA ● 225

http://facebook.com/indonesiapustaka mungkin dibunuh atau diabaikan. Inilah wawancara dengan seorang
laki-laki Indian Ache, Kuchingi, seperti yang dilaporkan oleh Kim Hill
dan A. Magdalena Hurtado: “Satu lagi [saudaranya] yang menyusulku
[lahir setelah dia] dibunuh. J arak usiaku dan dia terlalu dekat. Ibuku
m em bunuhnya karena aku m asih kecil. ‘Kam u tidak akan punya cukup
susu untuk yang lebih tua [m aksudnya Kuchingi],’ kata orang-orang
kepada ibuku. ‘Kam u harus m enyusui yang besar.’ Dia lantas bunuh
saudaraku, yang terlahir sesudah aku.”

Satu lagi faktor yang m endorong ke arah infantisida saat anak di-
lahirkan adalah bila ayahnya tidak ada atau telah m eninggal, sehingga
tidak ada yang m enafkahi si ibu dan m elindungi si anak. Bagi ibu
tunggal, hidup sungguh sulit, bahkan hingga kini. Menjadi ibu tunggal
lebih sulit lagi pada m asa lalu, terutam a dalam m asyarakat-m asyarakat
di m ana ketiadaan ayah cenderung m eningkatkan kem ungkinan si
anak m eninggal dunia, m isalnya karena ayah-lah yang m enyedia-
kan sebagian besar kalori atau melindungi anak-anak mereka dari ke-
kerasan oleh laki-laki lain.

Terakhir, dalam sejum lah m asyarakat tradisional, perbandingan
jumlah anak laki-laki terhadap anak perempuan meningkat sejak lahir
sam pai m asa rem aja, sebagai akibat m atinya anak-anak perem puan
akibat pengabaian pasif, atau (dalam kasus-kasus luar biasa) bahkan
secara sengaja dibunuh dengan cara dicekik, dibiarkan kedinginan,
atau dikubur hidup-hidup—sebab banyak m asyarakat lebih m enghargai
anak laki-laki daripada anak perempuan. Misalnya, di antara orang-
orang Indian Ache, 14% anak laki-laki terbunuh sebelum m encapai
usia 10 , nam un angka itu sebesar 23% untuk anak-anak perem puan.
Ketiadaan ayah atau ibu m eningkatkan sam pai em pat kali lipat ke-
m ungkinan seorang anak Ache dibunuh secara sengaja, nam un risiko
itu lebih tinggi bagi anak-anak perempuan daripada anak laki-laki.
Di Tiongkok dan India m odern, pandangan yang tersebar luas bahwa
anak laki-laki bernilai lebih tinggi daripada anak perempuan itu telah
m enyebabkan kelebihan anak laki-laki m elalui m ekanism e baru:
m encari tahu jenis kelam in sebelum kelahiran, yang m em ungkinkan
aborsi selektif terhadap janin perempuan.

Orang-orang !Kung m enganggap ibu wajib m em ikirkan apakah in-
fantisida harus dilakukan atau tidak pada saat kelahiran. Ahli sosio-
logi Nancy Howell menulis, “Adat berupa ibu harus dan bisa melahir-
kan sendiri memberi ibu hak tak terbantahkan untuk mengendalikan
infantisida. Di tem pat m elahirkan, biasanya sebelum bayi dinam ai dan

http://facebook.com/indonesiapustaka 226 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

tentunya sebelum bayi dibawa kem bali ke desa, ibu bertanggungjawab
m em eriksa bayinya secara seksam a untuk m engetahui apakah ada
cacat bawaan atau tidak. Bila bayinya cacat, ibu wajib m em bekapnya
sam pai m ati. Banyak inform an !Kung m em beritahu saya bahwa
pemeriksaan dan pengambilan keputusan itu adalah bagian biasa dan
diperlukan dalam proses m elahirkan. Infantisida !Kung tidak sam a
dengan pembunuhan di mata mereka, sebab mereka tidak menganggap
kelahiran sebagai awal kehidupan seorang zun/ wa (seorang !Kung).
Kehidupan baru dim ulai setelah bayi diberi nam a dan diterim a
sebagai seorang sosial di desanya setelah dilahirkan. Sebelum saat itu,
infantisida m erupakan bagian hak dan tanggung jawab si ibu, bagian
tata cara budaya yang ditujukan bagi bayi yang cacat dan bagi salah
satu dari anak kem bar yang lahir. Tidak ada pasangan kem bar yang
bertahan dalam populasi itu...”

Tapi infantisida tentu saja tidak bersifat universal dalam m a-
syarakat tradisional dan jauh lebih jarang daripada kem atian anak aki-
bat "pengabaian ringan". (Eufem ism e itu berarti anak tidak dibunuh se-
cara aktif m elainkan m eninggal karena diabaikan, m isalnya karena ibu
berhenti m enyusuinya, atau lebih jarang m enyusui anaknya, ataupun
jarang membersihkan atau memandikan si bayi.) Misalnya, sewaktu
Allan Holm berg hidup di antara sekelom pok orang Indian Siriono di
Bolivia, dia m endapati bahwa m ereka tidak m engenal infantisida dan
aborsi. Walaupun 15% anak-anak Siriono terlahir dengan kaki cacat,
dan hanya satu di antara lim a anak itu yang akan bertahan sam pai de-
wasa dan memiliki keluarga sendiri, anak-anak itu tidak menerima per-
bedaan dalam hal lim pahan kasih sayang dan m akanan.

Pe n yapih an dan jarak ke lah iran
Di AS, persentase bayi yang disusui oleh ibunya, dan usia penyapihan
bagi bayi-bayi yang disusui itu, m enurun selam a sebagian besar abad
ke-20. Misalnya, pada 1970-an hanya 5% anak Amerika yang masih
disusui pada usia enam bulan. Berbeda dengan itu, di antara para
pem buru-pengum pul yang tidak berkontak dengan petani dan tanpa
akses ke m akanan hasil pertanian, bayi disusui sam pai jauh m elebihi
enam bulan, karena satu-satunya m akanan yang cocok bagi bayi
dan tersedia adalah susu ibu: m ereka tidak punya akses ke susu sapi,
susu form ula, atau m akanan lunak pengganti susu. Usia penyapihan
yang dirata-rata dari tujuh kelom pok pem buru-pengum pul adalah
sekitar tiga tahun, usia ketika anak akhirnya m am pu m akan sendiri

PENYAPIHAN DAN JARAK KELAHIRAN ● 227

http://facebook.com/indonesiapustaka dengan cara mengunyah cukup banyak makanan padat. Meskipun
sejum lah m akanan padat yang sudah dikunyah sebelum nya m ungkin
diperkenalkan pada sekitar usia enam bulan, seorang anak pemburu-
pengum pul m ungkin tidak disapih sepenuhnya sam pai ibunya ham il
anak berikutnya. Ada sebagian anak !Kung yang terus m enyusu sam pai
lewat usia em pat tahun bila adiknya belum lagi terlahir. Berbagai
penelitian m enunjukkan bahwa, sem akin tua usia anak !Kung ketika
dia disapih, semakin besar kemungkinan anak itu bertahan sampai usia
dewasa. Namun dalam populasi agrikultural yang bermukim dan di
antara para pem buru-pengum pul yang berdagang dengan petani, usia
penyapihan dan jarak kelahiran yang berkisar dua setengah sam pai
empat tahun bagi pemburu-pengumpul nomaden turun menjadi usia
rata-rata dua tahun, sebab petani memiliki susu ternak dan bubur
padi-padian halus untuk dipakai menyapih anak kecil. Misalnya, ketika
orang-orang !Kung berm ukim untuk m enjadi petani, seperti yang
semakin sering terjadi dalam beberapa dasawarsa belakangan, selang
kelahiran yang tadinya tiga setengah tahun dengan cepat m erosot
menjadi dua tahun, angka tipikal petani.

Penyebab-penyebab evolusioner m endasar dan m ekanism e-m eka-
nisme isiologis langsung yang bertanggungjawab atas panjangnya
selang waktu kelahiran pada pemburu-pengumpul nomaden telah
banyak didiskusikan. Tam paknya ada dua alasan dasar. Pertam a-tam a,
ibu yang tidak punya akses ke susu sapi atau bubur padi-padian, dan
karenanya m ungkin m enyusui anak sam pai usia tiga tahun atau lebih,
tidak bisa m enghasilkan cukup susu untuk bayi yang baru lahir dan
kakaknya yang belum lagi disapih. Bila ibu m encoba m em besarkan
dua anak seperti itu sekaligus, salah satu anaknya kem ungkinan akan
kelaparan karena kekurangan susu ibu.

Alasan lain adalah anak baru m am pu m am pu berjalan cukup cepat
untuk m engikuti orangtuanya ketika berpindah perkam pungan kalau
berusia sekitar em pat tahun atau lebih. Anak-anak yang lebih m uda
harus digendong. Selagi berjalan, seorang perem puan !Kung dengan
berat 45 kg harus menggendong anak berusia kurang daripada empat
tahun dengan berat sam pai 14 kg, bawaan berupa sayuran liar seberat
antara 7,5 kg sam pai 20 kg atau bahkan lebih, juga beberapa liter air,
ditambah berbagai peralatan. Itu saja sudah merupakan beban berat,
dan akan lebih berat lagi bila ada anak yang lebih kecil yang harus
digendong juga. Dengan dem ikian kita pun punya faktor m endasar
evolusioner kedua yang bersum bangsih terhadap penurunan cepat

http://facebook.com/indonesiapustaka 228 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

selang waktu kelahiran ketika pemburu-pengumpul nomaden menetap
dan m enjadi petani: kebanyakan petani hidup di desa perm anen dan
tidak harus m enggendong-gendong sem ua anak yang berusia kurang
daripada empat tahun setiap kali perkampungan mereka berpindah.

Usia penyapihan yang cukup besar berarti, bagi seorang ibu pem -
buru-pengumpul, sebagian besar energi isik dan emosinya dilimpah-
kan untuk m em besarkan satu anak. Para pengam at Barat m em per-
oleh kesan bahwa hubungan yang am at dekat antara anak !Kung dan
ibunya, dan perhatian eksklusif yang dinikm atinya selam a beberapa ta-
hun tanpa adanya adik, m enyediakan rasa am an em osional pada m asa
kanak-kanak yang berlanjut m enjadi rasa am an em osional pada usia
dewasa. Namun ketika seorang anak pemburu-pengumpul akhirnya
betul-betul disapih, hasilnya bisa jadi traum atik. Dalam waktu yang
singkat, anak itu menerima jauh lebih sedikit perhatian ibu, menjadi
lapar tanpa air susu ibu, harus m enyerahkan tem patnya tidur di sam -
ping ibunya kepada si adik, dan m ungkin dia sem akin diharapkan m e-
m asuki dunia orang dewasa. Anak-anak !Kung yang sedang disapih m e-
rasa sedih luar biasa dan m enunjukkan tantrum . Orang-orang !Kung
yang hidup sam pai usia lanjut m asih m engingat-ingat penyapihan
70 tahun sebelum nya sebagai pengalam an yang m enyakitkan. Di
perkampungan orang-orang Indian Piraha kala malam, kita sering
m endengar jeritan anak-anak, nyaris selalu karena m ereka sedang
disapih. Terlepas dari itu, m eskipun m asyarakat-m asyarakat tradisional
m enyapih anak pada usia yang lebih besar daripada orang-orang
Amerika modern, pola spesiiknya berbeda-beda. Misalnya, anak-anak
Pigmi Boi dan Aka disapih secara bertahap, bukan mendadak, jarang
m enunjukkan tantrum , dan penyapihan kerap kali dim ulai oleh si anak,
bukan oleh ibunya.

Menyusui sekeinginan anak
Dua penyebab m endasar selang waktu kelahiran yang lam a pada kaum
pem buru-pengum pul itu m enyisakan pertanyaan m engenai m ekanism e
isiologis langsung yang memastikan bahwa tidak ada dua anak yang
masih sama-sama kecil dan harus dirawat secara bersamaan. Salah satu
m ekanism enya adalah berpaling kepada pengabaian atau (yang lebih
jarang) infantisida, seperti yang sudah kita sebutkan: bila seorang ibu
pem buru-pengum pul ham il lagi padahal usia anak sebelum nya m asih
kurang daripada dua setengah tahun, dia lantas mungkin mengabaikan
atau bahkan m em bunuh anak yang baru lahir, karena dia tahu bahwa

MENYUSUI SEKEINGINAN ANAK ● 229

http://facebook.com/indonesiapustaka dia tidak bisa m engurusnya sebaik dia m engurus si kakak. Faktor
langsung yang satu lagi adalah mekanisme-mekanisme isiologis yang
beroperasi pada ibu yang m enyusui sesering keinginan anak, khas bayi
pem buru-pengum pul (berlawanan dengan waktu m enyusui terjadwal
yang disesuaikan dengan kenyam anan si ibu di m asyarakat Barat),
m em perkecil kem ungkinan ibu yang sedang m enyusui untuk ham il
lagi, bahkan m eskipun dia tetap berhubungan seks di m asa m enyusui.

Dalam kelom pok-kelom pok pem buru-pengum pul yang telah di-
pelajari dari segi penyusuan anak, anak sering kali disusui "seke-
inginannya". Dengan kata lain, anak m em iliki akses terus-m enerus ke
payudara ibu, digendong bersentuhan dengan ibunya pada siang hari,
tidur bersam a ibunya pada m alam hari, dan dapat m enyusui kapan
pun dia mau, terlepas dari ibunya sedang terjaga atau tidak. Misalnya,
pengukuran di antara orang-orang !Kung telah m enunjukkan bahwa
seorang bayi m enyusui rata-rata em pat kali per jam di siang hari,
2 m enit setiap kali dia m enyusui, dengan selang rata-rata hanya 14
m enit di antara tiap waktu m enyusui. Ibu bangun untuk m enyusui
bayi setidaknya dua kali dalam sem alam , dan anak m enyusu tanpa
m em bangunkan si ibu beberapa kali per m alam . Kesem patan untuk
terus-m enerus m enyusu sem aunya ini biasanya berlanjut selam a
setidaknya tiga tahun dalam kehidupan anak !Kung. Sem entara itu,
banyak ataupun sebagian besar ibu dalam m asyarakat m odern m en-
jadwalkan waktu m enyusui pada saat-saat yang dim ungkinkan oleh
aktivitas ibu. Penataan kerja ibu, baik pekerjaan itu di luar rum ah
maupun pekerjaan domestik di rumah, sering kali melibatkan
keterpisahan ibu-anak selam a beberapa jam . Hasilnya adalah waktu
m enyusui setiap hari yang jauh lebih sedikit daripada lusinan waktu
m enyusui oleh ibu pem buru-pengum pul, setiap waktu m enyusui
m enjadi lebih lam a, sem entara selang antara dua waktu m enyusui pun
menjadi lebih lama.

Frekuensi m enyusui yang tinggi oleh para ibu pem buru-pengum pul
memiliki akibat-akibat isiologis. Seperti yang disebutkan di atas, ibu
pem buru-pengum pul yang m enyusui biasanya tidak ham il selam a be-
berapa tahun setelah melahirkan seorang anak, bahkan meskipun sang
ibu terus m elakukan aktivitas seksual. Terbukti, ada sesuatu m enge-
nai penyusuan tradisional sekeinginan anak yang bertindak sebagai
kontrasepsi. Salah satu hipotesis mengenai hal itu diistilahkan se-
bagai "am enorrhea laktasional": m enyusui m enyebabkan pelepasan
horm on-horm on m aternal yang tak hanya m erangsang sekresi susu

http://facebook.com/indonesiapustaka 230 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

ibu nam un juga m ungkin m engham bat ovulasi (pelepasan sel telur
perempuan). Namun penghambatan ovulasi itu baru bisa terjadi bila
ibu terus-m enerus dan sering-sering m enyusui; m enyusui hanya be-
berapa kali dalam sehari tidaklah mencukupi. Hipotesis satu lagi di-
istilahkan "hipotesis lem ak-kritis": ovulasi bisa terjadi bila kadar lem ak
ibu m elewati am bang kritis tertentu. Pada perem puan m enyusui dalam
m asyarakat tradisional tanpa m akanan berlim pah, produksi susu ibu
yang m enyedot banyak energi m enjaga tingkat lem ak ibu di bawah nilai
kritis tersebut. Dengan dem ikian, ibu yang m enyusui dan aktif secara
seksual di m asyarakat industri Barat m odern, tidak seperti ibu-ibu se-
rupa di m asyarakat pem buru-pengum pul, m asih bisa tetap ham il (yang
membuat mereka terkejut) karena salah satu atau kedua alasan berikut
ini: frekuensi m enyusui m ereka jauh terlalu rendah bagi am enorrhea
laktasional yang dipicu oleh horm on; dan m ereka m em peroleh cukup
gizi sehingga kadar lem ak tubuh m ereka tetap di atas am bang kritis
untuk ovulasi, bahkan m eskipun m ereka m enghabiskan banyak kalori
untuk laktasi. Banyak ibu Barat berpendidikan pernah m endengar
tentang am enorrhea laktasional, nam un hanya sedikit yang pernah
m endengar bahwa am enorrhea itu hanya efektif bila frekuensi ibu
m enyusui tinggi. Seorang tem an saya yang baru-baru ini kecewa m en-
dapati bahwa dia ham il lagi hanya beberapa bulan setelah m elahirkan
anaknya yang sebelum nya, bergabung dengan daftar panjang perem -
puan m odern yang berseru, “Tapi kukira kalau aku m enyusui aku tidak
bakalan ham il!”

Frekuensi m enyusui berbeda-beda di antara berbagai spesies m a-
m alia. Sejum lah m am alia, term asuk sim panse dan kebanyakan spesies
primata lain, kelelawar, kangguru, terus-menerus menyusui. Mamalia
lain, dengan contoh utam a kelinci dan antelop, berhenti m enyusui
sebentar-sebentar: induk kelinci atau antelop m eninggalkan anaknya
tersem bunyi di antara rerum putan atau dalam sarang sem entara
dia pergi mencari makan, kemudian kembali setelah selang waktu
lama dan menyusui bayinya hanya beberapa kali dalam sehari. Ma-
nusia pem buru-pengum pul m enyerupai sim panse dan m onyet Dunia
Lama karena menyusui terus-menerus. Namun pola itu, yang kita
warisi dari prim ata nenek m oyang kita dan barangkali dipertahankan
selam a jutaan tahun evolusi m anusia yang terpisah dari evolusi sim -
panse, berubah hanya dalam beberapa ribu tahun setelah m unculnya
pertanian, sewaktu kita m engem bangkan gaya hidup yang m elibat-
kan keterpisahan ibu dan anak. Ibu manusia modern kini memiliki

KONTAK ANAK DAN DEWASA ● 231

http://facebook.com/indonesiapustaka pola menyusui seperti kelinci, meskipun mempertahankan isiologi
laktasional sim panse dan m onyet.

Kontak anak dan dew asa
Berkaitan dengan perbedaan antar spesies m am alia dalam hal fre-
kuensi m enyusui, ada perbedaan dalam hal persentase waktu yang di-
habiskan anak dalam kontak dengan orang dewasa (terutama dengan
ibu. Dalam spesies yang m enyusui terputus-putus, anak berkontak
dengan induknya hanya dalam periode-periode singkat penyusuan
dan perawatan. Dalam spesies-spesies yang m enyusui terus-m enerus,
induk m em bawa-bawa anaknya selagi m encari m akan: induk kangguru
m em bawa bayinya dalam kantong, induk kelelawar m em egang
bayinya di perut bahkan sewaktu dia sedang terbang, sem entara induk
sim panse dan m onyet Dunia Lam a m enggendong bayi m ereka di
p u n ggu n g.

Dalam m asyarakat-m asyarakat industri m odern, kita m engikuti
pola kelinci-antelop: ibu atau orang lain terkadang mengangkat dan
m enggendong bayi guna m em berinya m akan atau berm ain dengannya,
nam un tidak terus-m enerus m enggendong si bayi; bayi m enghabiskan
banyak atau sebagian besar waktu siang hari dalam boks bayi; dan
waktu m alam si bayi tidur sendiri, biasanya dalam ruangan terpisah
dari orangtuanya. Tapi, kita barangkali terus m engikuti m odel kera-
m onyet seperti nenek m oyang kita sepanjang nyaris seluruh sejarah
manusia, sampai beberapa ribu tahun terakhir. Penelitian-penelitian
terhadap pem buru-pengum pul m odern m enunjukkan bahwa bayi di-
gendong nyaris terus-m enerus pada siang hari, entah itu oleh ibunya
atau oleh orang lain. Ketika ibu berjalan, bayi digendong dalam per-
alatan m enggendong, m isalnya selendang seperti yang dipakai
orang-orang !Kung, noken di Papua, dan papan gendongan di zona-
zona beriklim sedang di utara. Kebanyakan bayi dan perawatnya
dalam m asyarakat pem buru-pengum pul, terutam a di iklim sedang,
m elakukan kontak kulit terus-m enerus. Dalam setiap m asyarakat
m anusia pem buru-pengum pul yang telah diketahui dan prim ata tinggi,
ibu dan anak tidur berdekat-dekatan, biasanya di tem pat tidur atau
tikar yang sam a. Sam pel lintas-budaya dari 90 m asyarakat m anusia
tradisional mengidentiikasi bahwa ibu dan anak tidur di ruang yang
sam a dalam sem ua m asyarakat tersebut: praktik yang um um berlaku di
Barat sekarang itu adalah ciptaan baru yang m enim bulkan pergelutan
saat hendak m enidurkan anak, yang m enyiksa orangtua-orangtua

http://facebook.com/indonesiapustaka 232 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

Barat m odern. Dokter anak Am erika kini m erekom endasikan agar
bayi tidak tidur di tem pat tidur yang sam a dengan orangtua, karena
kadang-kadang ada kasus anak tertindih atau kepanasan; namun
tam paknya sem ua bayi dalam sejarah m anusia sam pai beberapa ribu
tahun terakhir ternyata tidur di tem pat tidur yang sam a dengan ibunya
dan biasanya juga bersam a ayahnya, tanpa ada banyak laporan tentang
akibat-akibat suram yang ditakutkan oleh dokter anak. Hal itu m ungkin
karena pem buru-pengum pul tidur di atas tanah yang keras atau di
tikar yang keras; orangtua lebih m ungkin bergulir m enindih bayinya di
tem pat tidur m odern kita yang em puk.

Misalnya, bayi !Kung menghabiskan tahun pertama kehidupannya
bersentuhan kulit dengan ibu atau perawat lainnya selam a 90 % waktu-
nya. Bayi !Kung digendong oleh ibunya ke m ana pun sang ibu pergi,
hanya tersela ketika si bayi diserahkan ibunya kepada perawat lain.
Anak !Kung m ulai lebih sering m em isah dari ibunya setelah usia satu
tahun setengah, nam un pem isahan itu nyaris sepenuhnya dim ulai oleh
si anak sendiri, guna bermain dengan anak-anak lain. Waktu kontak
harian antara anak !Kung dan para perawatnya selain ibu m elebihi
seluruh waktu kontak (termasuk kontak dengan ibu) bagi anak-anak
Barat m odern.

Salah satu alat paling um um yang digunakan untuk m em bawa anak
di Barat adalah kereta dorong, yang tidak memberikan kontak isik an-
tara bayi dan perawatnya (Gam bar 39). Pada banyak kereta dorong,
bayi nyaris horisontal, dan terkadang m enghadap ke belakang. Oleh
karena itu, bayi tidak m elihat dunia seperti perawatnya m elihat dunia.
Dalam beberapa dasawarsa belakangan di Am erika Serikat, alat-alat
untuk m em bawa bayi dalam posisi vertikal (tegak) telah m enjadi
sem akin um um , m isalnya gendongan bayi, gendongan di punggung,
dan kantong dada, nam un banyak alat itu yang m enyebabkan anak
menghadap ke belakang. Sementara itu, cara menggendong tradisional,
m isalnya dengan selendang atau m enggendong anak di bahu, biasanya
m enem patkan anak secara tegak vertikal, m enghadap ke depan, dan
m elihat dunia yang sam a dengan yang dilihat oleh perawatnya (Gam bar
21, 38). Kontak terus-m enerus bahkan ketika si perawat sedang
berjalan, m edan pandang yang terus-m enerus sam a dengan si perawat,
dan digendong dalam posisi vertikal m ungkin bersum bangsih dalam
m em buat bayi-bayi !Kung lebih m aju (dibandingkan dengan bayi-bayi
Am erika) dari segi perkem bangan neurom otorik.

KONTAK ANAK DAN DEWASA ● 233

http://facebook.com/indonesiapustaka Di iklim yang hangat, m udah saja bagi bayi yang telanjang dan ibu
yang nyaris telanjang untuk bersentuhan kulit terus-m enerus. Hal itu
lebih sulit dilakukan di iklim yang dingin. Oleh karena itu sekitar se-
paro m asyarakat tradisional, terutam a yang berada di zona beriklim
sedang, m em bedong bayi m ereka, alias m elilitkan kain hangat di se-
keliling tubuh bayi. Bayi yang dibedong sering kali diikat ke papan yang
disebut papan gendong. Praktik itu tadinya tersebar luas di sekeliling
dunia, terutam a di m asyarakat-m asyarakat yang hidup di tem pat-tem -
pat tinggi. Gagasan dasar m em bedong dan m em bawa bayi dengan pa-
pan gendongan adalah m enyelim uti bayi agar tidak kedinginan, dan
m em batasi kem am puan bayi m enggerakkan tubuh dan tungkainya.
Ibu-ibu Indian Navajo yang menggunakan papan gendong menjelaskan
bahwa tujuannya adalah m em buat anak cepat tertidur, atau m enjaga
anak tetap tertidur bila sewaktu ditempatkan di papan gendong dia
sudah tertidur. Ibu Navajo biasanya menambahkan bahwa papan
gendong m encegah anak tahu-tahu bergerak m enyentak-nyentak
ketika tidur sehingga malah terbangun. Bayi Navajo menghabiskan
60 %– 70 % waktunya di papan gendong selam a enam bulan pertam a
kehidupannya. Papan gendong tadinya juga lazim digunakan di Eropa,
namun mulai menghilang dari benua itu beberapa abad lalu.

Bagi banyak orang m odern seperti kita, gagasan m engenai papan
gendong atau m em bedong sungguh m engerikan—atau tadinya m e-
ngerikan, sam pai sekarang m em bedong kembali menjadi mode. Ga-
gasan mengenai kebebasan pribadi sangat berarti bagi kita, dan papan
gendong atau membedong jelas-jelas membatasi kebebasan pribadi
bayi. Kita cenderung m enganggap bahwa papan gendong atau m em -
bedong menghalangi perkembangan anak dan menimbulkan gangguan
psikologis yang bertahan lam a. Kenyataannya, tidak ada perbedaan
kepribadian ataupun motorik, ataupun perbedaan usia mulai berjalan
sendiri, antara anak-anak Navajo yang dibawa-bawa dengan papan
gendong dengan yang tidak, ataupun antara anak-anak Navajo yang
dibawa-bawa dengan papan gendong dan anak-anak Anglo-Am erika
yang hidup dekat m ereka. Penjelasan yang m ungkin adalah, pada usia
bayi m ulai m erangkak, anak m em ang m enghabiskan separo waktunya
di luar papan gendong, dan sebagian besar waktu yang dia habiskan
di papan gendong adalah ketika dia tertidur. Sebenarnya, m em buat
bayi tidak bisa bergerak di papan gendong m enjaga bayi tetap berada
dekat ibunya, dan dibawa ke m ana pun ibunya pergi. Oleh karena itu
ada yang berargum en bahwa m enyingkirkan papan gendong tidak

http://facebook.com/indonesiapustaka 234 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

membawa keuntungan apa-apa dalam hal kebebasan, stimulasi, atau-
pun perkem bangan neurom otorik anak. Anak-anak Barat tipikal yang
tidur di kam ar terpisah, dibawa dalam kereta bayi, dan ditinggalkan
dalam boks di siang hari sering kali lebih terisolasi secara sosial
daripada anak-anak Navajo yang dibawa-bawa dengan papan gendong.

Ayah dan o rangtua-dam ping
Investasi ayah dalam perawatan anak-anak m ereka sangat berbeda-
beda di antara spesies-spesies hewan. Di satu ekstrem ada beberapa
spesies, seperti burung unta dan kuda laut, di mana setelah pejantan
membuahi betina dan betina menghasilkan telur, si betina pergi dan
m eninggalkan urusan m engeram i telur dan m erawat anak-anak yang
m enetas sepenuhnya kepada pejantan. Di ekstrem yang satu lagi ter-
dapat banyak spesies m am alia dan sejum lah spesies burung: setelah
pejantan m em buahi betina, pejantan m eninggalkannya guna m engejar
betina-betina lain, dan seluruh beban sebagai induk jatuh kepada
betina. Kebanyakan spesies m onyet dan kera berada di antara kedua
ekstrem itu nam un lebih dekat dengan yang disebutkan terakhir:
induk jantan hidup bersam a-sam a induk betina dan anak-anaknya, ba-
rangkali sebagai bagian kawanan yang lebih besar, nam un tidak m enye-
diakan banyak hal bagi anak-anak selain perlindungan.

Pada m anusia, perawatan oleh ayah terhitung rendah bila diban-
dingkan dengan burung unta, tinggi bila dibandingkan dengan kera
dan kebanyakan spesies prim ata lainnya, nam un keterlibatan ayah
dalam m erawat bayi lebih sedikit daripada keterlibatan ibu dalam
sem ua m asyarakat m anusia yang telah diketahui. Terlepas dari itu,
ayah berperan penting dalam penyediaan m akanan, perlindungan, dan
pendidikan pada sebagian besar m asyarakat m anusia, dengan hasil
bahwa kem atian ayah biologis seorang anak m enurunkan kem ungkin-
an anak untuk bertahan hidup di beberapa m asyarakat. Keterlibatan
ayah cenderung lebih besar untuk anak-anak yang sudah lebih besar
(terutam a anak laki-laki) daripada untuk bayi, dan ayah di m asyarakat
m odern biasanya berhasil m enghindari banyak aspek perawatan anak,
m isalnya m engganti popok, m em bersihkan bokong dan hidung, serta
memandikan anak.

Di antara m asyarakat-m asyarakat m anusia, ada banyak variasi da-
lam hal keterlibatan ayah, berkaitan sebagian dengan ekologi cara
hidup m asyarakat tersebut. Keterlibatan ayah lebih tinggi pada m asya-
rakat-m asyarakat di m ana perem puan m enghabiskan waktu m em -

AYAH DAN ORANGTUA-DAMPING ● 235

http://facebook.com/indonesiapustaka peroleh sebagian besar makanan. Misalnya, para ayah Pigmi Aka mem-
berikan lebih banyak perawatan langsung kepada bayi-bayi m ereka
daripada para ayah di populasi m anusia m ana pun yang dipelajari
(Gam bar 8), barangkali terkait fakta bahwa para ibu Pigm i Aka tak
hanya m engum pulkan m akanan nabati m elainkan juga am bil bagian
dalam perburuan dengan jala. Secara rata-rata, perawatan anak oleh
ayah, dan juga sum bangan perem puan terhadap persediaan m akanan,
lebih tinggi pada m asyarakat-m asyarakat pem buru-pengum pul
daripada pada m asyarakat-m asyarakat penggem bala. Perawatan
langsung ayah terhadap anaknya cenderung rendah pada m asyarakat-
m asyarakat dengan laki-laki yang m encurahkan banyak waktu dan
identitas mereka sebagai prajurit, dan melindungi keluarga mereka
dari laki-laki lain yang agresif, seperti m isalnya penduduk Dataran
Tinggi Papua dan kelom pok-kelom pok Bantu di Afrika. Di banyak
bagian Dataran Tinggi Papua, laki-laki bahkan secara tradisional hidup
di rumah-rumah bersama khusus laki-laki, bersama-sama putra-putra
m ereka yang berusia enam tahun ke atas, sem entara m asing-m asing
istri hidup di pondok terpisah bersama putri-putri dan putra-putra
yang m asih kecil. Para laki-laki dewasa dan anak-anak laki-laki m akan
sendiri, m elahap m akanan yang dibawakan istri seorang laki-laki dan
ibu seorang anak laki-laki ke rumah khusus laki-laki.

Bagaim ana dengan sum bangsih para perawat selain ibu dan ayah
dalam m em besarkan anak? Dalam m asyarakat Barat m odern, orangtua
seorang anak secara tipikal m erupakan perawat yang paling dom inan.
Peran "orangtua-dam ping" (allo-parents)—alias individu-individu
yang bukan m erupakan orangtua biologis nam un turut m erawat anak—
terus menurun selama beberapa dasawarsa terakhir, seiring keluarga-
keluarga pindah berpencar-pencar semakin jauh, dan tidak ada lagi
kakek-nenek dan pam an-bibi yang selalu hidup dekat-dekat anak-anak
seperti dulu. Ini tentu saja bukan artinya m em bantah bahwa pengasuh
anak, guru sekolah, kakek-nenek, dan kakak seorang anak mungkin
merupakan perawat anak dengan pengaruh signiikan. Namun orang-
tua-damping jauh lebih penting, sementara orangtua berperan tidak
terlalu dom inan, dalam m asyarakat-m asyarakat tradisional.

Dalam kawanan-kawanan pemburu-pengumpul, orangtua-dam-
ping mulai bertugas dalam beberapa jam pertama setelah anak dila-
hirkan. Bayi-bayi Aka dan Efe yang baru dilahirkan dioper-oper
di sekeliling api unggun, dari tangan satu orang dewasa atau anak
yang lebih tua ke tangan orang yang lainnya, dicium i, dilam bung-

http://facebook.com/indonesiapustaka 236 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

lam bungkan, didendangi, dan diajak bicara dengan kata-kata yang
belum dipaham inya. Ahli antropologi bahkan telah m engukur frekuensi
rata-rata bayi dipindahtangankan: rata-ratanya adalah delapan kali per
jam untuk bayi-bayi Pigm i Efe dan Aka. Para ibu pem buru-pengum -
pul berbagi tugas perawatan bayi dengan ayah dan orangtua-dam ping,
termasuk kakek-nenek, bibi, saudara-saudari kakek-nenek, dan
kakak-kakak si bayi. Lagi-lagi, hal ini telah dikuantiikasi oleh ahli
antropologi, yang m engukur jum lah rata-rata perawat bayi: 14 bagi
bayi Efe berusia em pat bulan, 7 atau 8 bagi bayi Aka, selam a periode
pengam atan yang berlangsung beberapa jam .

Pada banyak m asyarakat pem buru-pengum pul, kakek-nenek yang
sudah lanjut usia kerap kali tinggal di perkampungan bersama anak-
anak, sehingga orangtua bisa pergi mencari makanan tanpa beban.
Anak-anak m ungkin ditinggalkan dalam perawatan kakek-nenek
selam a beberapa hari atau beberapa m inggu sekaligus. Anak-anak
Hadza yang m em iliki nenek yang ikut m erawatnya m engalam i kenaik-
an berat badan lebih cepat daripada anak-anak yang tidak dirawat oleh
nenek (Gam bar 21). Bibi dan pam an juga berperan penting sebagai
orangtua-damping dalam banyak masyarakat tradisional. Misalnya, di
antara orang-orang Bantu di Delta Okavango, Afrika Selatan, pengaruh
terbesar dari laki-laki yang lebih tua terhadap seorang anak laki-laki
bukan berasal dari ayahnya, m elainkan dari pam annya dari keluarga
ibunya, saudara laki-laki tertua ibunya. Pada banyak m asyarakat,
saudara-saudari sedarah m erawat anak satu sam a lain. Anak-anak
yang lebih besar, terutam a anak-anak perem puan dan terutam a dalam
m asyarakat petani dan penggem bala, seringkali berperan besar sebagai
perawat adik (Gambar 38).

Daniel Everett, yang hidup selam a bertahun-tahun di antara orang-
orang Indian Piraha di Brazil, berkom entar, “Perbedaan terbesar [an-
tara kehidupan anak Piraha dari kehidupan anak Am erika] adalah
bahwa anak-anak Piraha berkeliaran di sekeliling desa serta dianggap
berkerabat dengan setiap orang, yang m asing-m asing m em egang se-
bagian tanggung jawab atas m ereka.” Anak-anak Indian Yora di Peru
bersantap bersama anggota-anggota lain keluarga besar mereka
nyaris sam a seringnya dengan bersantap bersam a orangtua m ereka.
Putra kawan-kawan saya yang m erupakan m isionaris dari Am erika,
setelah bertumbuh besar di satu desa Papua di mana dia menganggap
sem ua orang dewasa sebagai "bibi" atau "pam an"-nya, terkejut sekali
m endapati bahwa di Am erika Serikat sedikit sekali ada orangtua-

AYAH DAN ORANGTUA-DAMPING ● 237

http://facebook.com/indonesiapustaka dam ping sem acam itu ketika orangtuanya m em bawanya pulang untuk
bersekolah menengah.

Seiring bertam bah besarnya anak-anak di m asyarakat berskala
kecil, m ereka m enghabiskan lebih banyak waktu untuk berkunjung
lebih lama dan tinggal bersama anggota-anggota lain keluarga besar
m ereka. Saya m engalam i satu kasus sem acam itu sewaktu saya sedang
m em pelajari burung di Papua dan m enyewa penduduk setem pat se-
bagai portir untuk m engangkut barang-barang saya dari satu desa ke
desa berikutnya. Sewaktu saya tiba di satu desa, sebagian besar portir
saya dari desa sebelum nya yang telah m em bawa saya sam pai ke situ
pun pergi, dan saya m encari pertolongan dari siapa saja yang berusia
berapa saja yang m am pu m em bawa barang dan ingin m em peroleh
uang. Orang term uda yang m engajukan diri adalah seorang bocah
laki-laki berusia sekitar 10 tahun, bernam a Talu. Dia bergabung
dengan saya, berharap untuk pergi dari desanya selam a beberapa
hari. Namun sewaktu kami mencapai tujuan kami setelah tertun-
da sem inggu akibat terhalanginya jalur kam i oleh sungai yang banjir,
saya m encari seseorang untuk tinggal dan bekerja bersam a saya, dan
Talu lagi-lagi m engajukan diri. Ternyata, Talu tetap bersam a saya se-
lam a sebulan sam pai saya selesai m eneliti dan dia berjalan pulang ke-
rum ahnya. Ketika dia berangkat untuk pertam a kalinya bersam a saya,
orangtuanya sedang tidak ada di desa, jadi Talu pergi begitu saja, tahu
bahwa orang-orang lain di desanya akan m em beritahu orangtuanya
bahwa dia sudah pergi beberapa hari. Tem an-tem an desanya yang
juga ikut sebagai portir dan kemudian kembali ke desa pastilah mem-
beritahu orangtuanya lebih daripada sem inggu kem udian bahwa dia
tidak akan pulang untuk beberapa lama lagi tapi tidak jelas sampai
kapan. Rupanya m ereka m enganggap norm al saja bila seorang bocah
berusia 10 tahun m em utuskan sendiri untuk pergi dengan lam a waktu
yang tidak jelas.

Pada beberapa m asyarakat, perjalanan lam a yang dilakukan anak-
anak tanpa orangtua berlangsung lebih lama lagi sampai-sampai
menjadi adopsi yang diakui. Misalnya, setelah usia 9 tau 10 tahun,
anak-anak Pulau Andam an jarang yang terus hidup bersam a orangtua
mereka sendiri melainkan diadopsi oleh orangtua angkat, seringkali
dari kelompok tetangga, sehingga membantu mempertahankan hu-
bungan bersahabat antara kedua kelompok. Di antara orang-orang
Iñupiat di Alaska, adopsi anak um um dilangsungkan, terutam a di da-
lam kelom pok-kelom pok Iñupiaq. Adopsi di Dunia Pertam a m odern

http://facebook.com/indonesiapustaka 238 ● MEMBESARKAN ANAK-ANAK

utam anya m erupakan ikatan antara anak yang diadopsi dan orangtua
yang m engadopsinya, yang bahkan sam pai belum lam a ini tanpa
m enyertakan identitas orangtua biologis si anak, sehingga m encegah
berlangsungnya hubungan antara orangtua biologis dengan si anak
atau dengan orangtua yang m engadopsi. Tapi, bagi orang-orang
Iñupiat, adopsi berperan sebagai tautan antara kedua pasang orangtua
dan antara kelompok-kelompok mereka.

Dengan dem ikian, perbedaan utam a antara m asyarakat-m asyarakat
berskala kecil dan m asyarakat-m asyarakat berskala besar adalah bahwa
tanggung jawab atas anak m enjadi tersebar luas, tidak hanya di tangan
orangtua si anak dalam m asyarakat berskala kecil. Para orangtua-
dam ping sam a pentingnya secara m aterial sebagai penyedia m akanan
dan perlindungan tambahan. Oleh karena itu, berbagai penelitian di
seluruh dunia sama-sama menunjukkan bahwa keberadaan orangtua-
damping meningkatkan kemungkinan anak untuk bertahan hidup.
Namun orangtua-damping juga penting secara psikologis, sebagai
pengaruh sosial tambahan dan panutan selain orangtua sendiri. Para
ahli antropologi yang m eneliti m asyarakat-m asyarakat berskala kecil
sering kali berkom entar m engenai apa yang di m ata m ereka tam pak
sebagai perkembangan dini sejumlah ketrampilan sosial di antara
anak-anak pada m asyarakat-m asyarakat itu, dan m ereka berspekulasi
bahwa hubungan-hubungan orangtua-dam ping yang kaya m ungkin
m erupakan sebagian penjelasannya.

Manfaat-manfaat perawatan oleh orangtua-damping juga ada di
m asyarakat-m asyarakat industri. Para pekerja sosial di Am erika Serikat
m engam ati bahwa anak-anak m em peroleh m anfaat dari hidup dalam
keluarga-keluarga besar m ulti-generasi yang m enyediakan perawatan
oleh orangtua-dam ping. Bayi yang lahir dari rem aja-rem aja Am erika
yang tidak m enikah dan berpenghasilan rendah, yang m ungkin tidak
berpengalaman atau tidak becus sebagai ibu, berkembang lebih cepat
dan m em peroleh lebih banyak ketram pilan kognitif bila ada nenek
atau kakaknya, atau bahkan bila seorang m ahasiswa yang terlatih
rajin berkunjung untuk berm ain dengan si bayi. Banyaknya perawat
di kibbutz Israel atau di pusat penitipan bayi berkualitas juga m em iliki
fungsi yang sam a. Saya pernah m endengar banyak kisah anekdotal, di
antara tem an-tem an saya sendiri, tentang anak-anak yang dibesarkan
oleh orangtua yang payah nam un tetap saja m enjadi orang dewasa yang
piawai secara sosial m aupun kognitif, dan m ereka m engatakan kepada
saya bahwa yang m enjaga m ereka tetap waras adalah kontak teratur


Click to View FlipBook Version