The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-01-14 00:44:28

The World Until Yesterday Apa yang Dapat Kita Pelajari Dari Masyarakat Tradisional

by Jared Diamond Tyas Palar

Keywords: The World Until Yesterday Apa yang Dapat Kita Pelajari Dari Masyarakat Tradisional ,by Jared Diamond Tyas Palar,Budaya

PERANG DANI ● 139

http://facebook.com/indonesiapustaka m eninggalkan lem bah itu pada Desem ber 1938, kontak lebih lanjut
orang-orang Dani Baliem dengan orang-orang Eropa (selain upaya
penyelam atan singkat oleh Angkatan Darat AS terhadap awak pesawat
terbang yang jatuh pada 1945) ditunda sam pai 1954 dan tahun-
tahun berikutnya, ketika beberapa stasiun m isionaris dan pos patroli
pem erintah Belanda didirikan di lem bah itu.

Pada 1961, ekspedisi dari Museum Peabody, Universitas Harvard,
tiba untuk melakukan penelitian antropologi dan perekaman ilm.
Tem pat perkem ahan yang dipilih berada di kawasan Dani Dugum ,
sebab di daerah itu tidak ada stasiun pemerintah atau misionaris serta
relatif hanya berkontak sedikit dengan dunia luar. Ternyata peperangan
tradisional m asih berlangsung. Catatan-catatan tentang pertarungan
di sana antara April dan Septem ber 1961 telah m uncul dalam beberapa
bentuk: terutam a, disertasi doktoral (dalam bahasa Belanda) oleh ahli
ilm u sosial J an Broekhuijse dari Universitas Utrecht; dua buku oleh
ahli antropologi Karl Heider, berdasarkan disertasi doktoral Heider di
Harvard; satu buku populer, Under the Mountain Wall, oleh penulis
Peter Matthiessen; dan satu ilm dokumenter, Dead Birds, diproduseri
oleh Robert Gardner dan m encakup rekam an video luar biasa
pertarungan antara anggota-anggota suku yang m enghunus tom bak.

Rangkuman singkat berikut ini, mengenai peperangan Dani Dugum
selam a beberapa bulan pada tahun 1961, terutam a berasal dari tesis
Broekhuijse karena tesisnya m erupakan catatan yang paling rinci,
dilengkapi dengan inform asi dari Heider ditam bah beberapa rincian
dari Mathiessen. Broekhuijse mewawancarai peserta pertempuran,
yang m enjabarkan kepadanya pandangan m ereka atas setiap per-
tem puran, suasana hati yang tim bul akibat pertem puran, dan perincian
m engenai luka setiap orang. Ada beberapa ketidaksesuaian kecil di
antara ketiga catatan ini, terutama dalam ejaan nama-nama Dani
(Broekhuijse menggunakan ortograi Belanda sementara Heider meng-
gunakan ortograi Amerika), dan dalam beberapa perincian seperti
perbedaan satu hari dalam hal tanggal salah satu pertempuran. Tapi,
banyak kesam aan inform asi yang dituliskan oleh ketiga penulis ini dan
juga oleh Gardner, dan catatan-catatan mereka secara garis besar saling
cocok.

Sewaktu Anda m em baca catatan gabungan ini, saya pikir Anda
akan kaget, seperti juga saya, oleh banyaknya ciri peperangan Dani
yang ternyata m irip dengan peperangan di banyak m asyarakat tradi-
sional lain yang akan disebutkan di Bab 4. Ciri-ciri yang sam a itu m en-

140 ● SATU BAB PENDEK, MENGENAI SUATU PERANG KECIL

http://facebook.com/indonesiapustaka cakup yang berikut ini. Penyergapan diam -diam dan pertem puran ter-
buka yang sering terjadi (Gam bar 36), m asing-m asing m enyebabkan
sedikit kem atian, disela oleh pem bantaian yang jarang terjadi, yang
m em usnahkan seluruh populasi atau m em bunuh sebagian besarnya.
Yang disebut peperangan tribal itu sering kali atau biasanya sebenarnya
berlangsung intrasuku, antara kelom pok-kelom pok yang m enggunakan
bahasa yang sam a dan m em iliki kesam aan budaya, bukan antarsuku.
Terlepas dari kem iripan atau identitas budaya yang sam a-sam a di-
m iliki pihak-pihak yang berperang, m ereka sering m enistakan satu
sam a lain sebagai bukan m anusia. Anak laki-laki sejak kanak-kanak
sudah dilatih bertarung, dan mewaspadai serangan. Penting untuk
m enggalang persekutuan, nam un persekutuan sering berubah. Balas
dendam berperan dom inan sebagai alasan bagi siklus kekerasan. (Karl
Heider malah menjabarkan alasan tersebut sebagai kebutuhan untuk
m enenangkan arwah kawan-kawan yang belum lam a terbunuh.) Pe-
perangan m elibatkan keseluruhan populasi, bukan hanya balatentara
profesional yang terdiri atas laki-laki dewasa yang tidak banyak jum -
lahnya: ada pem bunuhan sengaja terhadap perem puan dan anak-
anak "sipil" maupun terhadap "prajurit" laki-laki. Desa dibakar dan
dijarah. Eisiensi militer rendah bila dipandang dengan standar pe-
perangan modern, sebagai akibat ketersediaan senjata jarak-pendek
sem ata, kepem im pinan yang lem ah, rencana yang sederhana, kurang-
nya pelatihan m iliter kelom pok, dan kurangnya serangan yang ter-
sinkronisasi. Tapi, karena bersifat kronis, peperangan pun m em iliki
akibat pada segala segi perilaku manusia. Terakhir, jumlah korban jiwa
m utlak tak pelak rendah sebab ukuran populasi-populasi yang terlibat
m em ang kecil (dibandingkan dengan populasi nyaris sem ua negara
modern), namun jumlah korban jiwa relatif sebagai persentase dari
populasi yang terlibat terhitung tinggi.

Uru tan ke jadian pe ran g
Perang Dani digambarkan sebagai berlangsung antara dua perse-
kutuan, yang m asing-m asing berjum lah sam pai 5.0 0 0 jiwa. Guna
m em bantu pem baca m engingat nam a-nam a Dani yang tidak diakrabi
dan akan m uncul berulang-ulang di beberapa halam an berikut, saya
m erangkum sem ua kom posisi persekutuan dalam Tabe l 3 .1. Satu
persekutuan, disebut Persekutuan Gutelu mengikuti nama pemim-
pinnya Gutelu, terdiri atas beberapa konfederasi yang m asing-m asing
berjum lah sekitar 1.0 0 0 orang, term asuk Konfederasi Willihim an-

URUTAN KEJADIAN PERANG ● 141

Walalua yang m encakup kawasan Dugum Dani, ditam bah sekutu-
sekutu mereka Gosi-Alua, Dloko-Mabel, dan konfederasi-konfederasi
lain. Persekutuan lain, yang hidup di sebelah selatan Persekutuan
Gutelu, m encakup Widaia dan sekutu-sekutu m ereka sem isal konfe-
derasi-konfederasi Siep-Eloktak, Hubu-Gosi, dan Asuk-Balek. Perse-
kutuan Gutelu pada saat bersamaan juga berperang dengan tetangga
m ereka di sebelah utara, yang tidak dibahas di dalam catatan berikut
ini. Beberapa dasawarsa sebelum peristiwa-peristiwa tahun 1961,
Wilihim an-Walalua dan Gosi-Alua tadinya bersekutu dengan Siep-
Eloktak dan merupakan lawan Dloko-Mabel, sampai pencurian babi
dan perselisihan m engenai perem puan m enyebabkan Wilihim an-
Walalua dan Gosi-Alua bersekutu dengan Dloko-Mabel, membentuk
persekutuan di bawah pim pinan Gutelu, dan m enyerang serta m engusir
Siep-Eloktak, yang lantas m enjadi sekutu Widaia. Setelah peristiwa-
peristiwa tahun 1961, Dloko-Mabel lagi-lagi menyerang dan menjadi
m usuh Wilihim an-Walalua dan Gosi-Alua.

Semua kelompok ini merupakan penutur bahasa Dani dan me-
m iliki kem iripan dalam hal budaya dan cara hidup. Dalam paragraf-
paragraf berikut, saya akan secara singkat m enyebut kedua pihak yang
berseberangan sebagai Wilihiman dan Widaia, namun harus diingat
bahwa m asing-m asing dari kedua konfederasi itu biasanya didam pingi
dalam pertem puran oleh satu atau beberapa konfederasi sekutunya.

Tabe l 3 .1. Ke an ggo taan d u a p e rs e ku tu an D an i yan g be rp e ran g

PERSEKUTUAN GUTELU PERSEKUTUAN W IDAIA

Konfederasi Wilihim an-Walalua Konfederasi Widaia
Konfederasi Gosi-Alua Konfederasi Siep-Eloktak
Konfederasi Dloko-Mabel Konfederasi Hubu-Gosi
Konfederasi-konfederasi lain Konfederasi Asuk-Balek
Konfederasi-konfederasi lain

http://facebook.com/indonesiapustaka Pada Februari 1961, sebelum catatan-catatan utam a Broekhuijse,
Heider, dan Matthiessen bermula, empat perempuan dan satu laki-
laki dari Persekutuan Gutelu dibunuh oleh orang-orang Widaia se-
waktu mereka sedang mengunjungi kerabat satu klan mereka di suku
tetangga untuk berjam u babi, sehingga Gutelu pun m urka. Sebelum nya
juga ada pembunuhan-pembunuhan lain. Oleh karena itu, kita harus
m enyebutnya peperangan kronis, bukan perang dengan awal dan
penyebab yang bisa disebutkan dengan pasti.

142 ● SATU BAB PENDEK, MENGENAI SUATU PERANG KECIL

Pada 3 April, seorang laki-laki Widaia yang terluka dalam per-
tem puran sebelum nya m eninggal dunia. Bagi Wilihim an, kem atian
itu membalaskan kematian seorang laki-laki Wilihiman pada bulan
J anuari dan m enunjukkan betapa m urah-hatinya nenek m oyang m e-
reka, nam un bagi Widaia, kem atian anggota Widaia yang baru ter-
jadi itu harus dibalaskan guna memulihkan hubungan mereka dengan
nenek m oyang m ereka sendiri. Pada fajar 10 April, orang-orang Widaia
m eneriakkan tantangan untuk berperang secara terbuka, yang diterim a
orang-orang Wilihiman. Mereka pun bertarung sampai hujan meng-
akhiri pertem puran itu pada pukul 5 sore*. Sepuluh orang Wilihim an
terluka ringan, salah seorang sekutu Gosi-Alua (seorang laki-laki ber-
nama Ekitamelek) cedera parah (ujung sebatang anak panah patah
dalam paru-paru kirinya, dan dia m eninggal dunia 17 hari kem udian),
dan orang Widaia dalam jum lah yang tidak diperinci terluka. Hasil itu
m enyebabkan kedua belah pihak ingin bertarung lagi.

Pada 15 April, lagi-lagi tantangan pertem puran dilayangkan dan
diterim a, dan sekitar 40 0 prajurit bertarung sam pai turunnya m alam

http://facebook.com/indonesiapustaka * Di sini dan di beberapa paragraf berikutnya, kita menjumpai satu ciri peperangan Dani
yang pada awalnya membingungkan kita: pertempuran sesuai perjanjian. Dengan kata
lain, satu pihak menantang pihak yang satu lagi untuk berjanji bertemu di tempat ter-
tentu pada hari tertentu untuk bertempur. Pihak yang satu lagi bebas untuk menerima
atau mengabaikan tantangan itu. Ketika pertempuran telah dimulai, salah satu pihak bo-
leh meminta mengakhirinya bila hujan mulai turun. Fakta-fakta ini telah menyesatkan
sejumlah komentator sehingga menyatakan bahwa peperangan Dani teritualisasi, ti-
dak dimaksudkan untuk membunuh, dan hanyalah sebentuk pertandingan olahraga.
Pandangan itu ditentang oleh fakta-fakta yang tidak bisa diragukan bahwa orang-
orang Dani ternyata terluka dan terbunh dalam pertempuran-pertempuran demikian,
bahwa orang-orang Dani lain terbunuh dalam serbuan dan penyergapan, dan banyak
yang terbunuh dalam pembantaian yang jarang terjadi. Ahli antropologi Paul Roscoe
berargumen bahwa apa yang tampaknya merupakan ritualisasi pertempuran Dani tidak
bisa terhindarkan akibat medan yang berawa-rawa dan berkubangan, dengan hanya dua
bukit kering sempit di mana kelompok-kelompok besar petarung bisa bermanuver dan
bertarung dengan aman. Bertempur dalam kelompok-kelompok besar di tempat-tempat
lain sangat berisiko ketika mengejar atau menjauhi lawan melalui rawa-rawa dengan
jembatan-jembatan bawah air tersembunyi yang diakrabi oleh lawan. Sebagai dukungan
terhadap tafsir Roscoe, apa yang tampaknya merupakan ritualisasi pada peperangan Dani
tidak ditemukan di banyak kelompok Dataran Tinggi Papua lain yang bertarung di me-
dan kering dan keras. Ada rumor-rumor yang beredar, tampaknya dipicu oleh kaum mi-
sionaris, bahwa Ekspedisi Harvard itu sendiri, yang sangat ingin memperoleh rekaman ilm
yang dramatis, entah bagaimana memprovokasi orang-orang Dani untuk bertarung dan
saling membunuh. Tapi, orang-orang Dani bertarung sebelum ekspedisi itu tiba dan setelah
ekspedisi itu pergi, dan penyelidikan pemerintah tidak menemukan dasar bagi rumor
tersebut.

URUTAN KEJADIAN PERANG ● 143

http://facebook.com/indonesiapustaka memaksa semua orang pergi pulang. Sekitar 20 laki-laki pada masing-
m asing pihak terluka. Tiga sekutu Widaia yang berasal dari Hubikiak
harus dibopong pergi, diiringi tawa dan ledekan keji dari Wilihiman,
yang m eneriakkan ucapan-ucapan seperti, “Biarkan saja bajingan-
bajingan itu jalan sendiri, mereka bukan babi! ... Pulang sana, biar
istrim u m asakkan ubi buatm u.” Salah satu orang Hubikiak yang terluka
itu tewas enam minggu kemudian.

Pada 27 April Ekitam alek, laki-laki Gosi-Alua yang terluka pada 10
April, m eninggal dunia dan dikrem asi. Widaia m enyadari bahwa tidak
ada orang Gosi-Alua dan hanya sedikit orang Wilihim an yang berada di
perkebunan, sehingga 30 orang Widaia m enyeberangi sungai m enuju
wilayah Wilihim an dan m enunggu untuk m enyergap. Ketika tidak
ada yang m uncul, Widaia m erubuhkan salah satu m enara pengawas
Wilihim an dan beranjak pulang (Gam bar 13).

Pada 4 Mei, Wilihiman dan sekutu-sekutunya melayangkan tan-
tangan pertem puran dan m enanti di m edan pertem puran yang dipilih,
nam un tidak ada orang Widaia yang m uncul, sehingga m ereka pun
p u la n g.

Pada 10 Mei atau 11 Mei, ayah Ekitamalek memimpin serbuan
yang m elibatkan Gosi-Alua, Walalua, dan banyak laki-laki Wilihim an
ke kebun-kebun Widaia sem entara para laki-laki Wilihim an sisanya
dan kaum perempuan terus bekerja di kebun dan berlaku seolah-
olah segala sesuatunya biasa-biasa saja, sehingga Widaia tidak akan
m encurigai adanya penyergapan. Para penyerbu m elihat dua orang
laki-laki Widaia sedang bekerja di kebun Widaia, sementara orang
ketiga berdiri menjaga di atas menara pengawas. Selama berjam-jam,
para penyerbu m erayap sem akin dekat sam pai laki-laki Widaia yang
berjaga-jaga m elihat m ereka pada jarak 50 m eter. Ketiga orang Widaia
m elarikan diri, nam un para penyerang berhasil m enangkap salah
seorang yang bernam a Huwai, m enusuknya berulang-ulang dengan
tom bak, lalu kabur. Penyergapan balasan yang dilakukan Widaia di
wilayah Wilihim an tidak m em buahkan apa-apa. Huwai m engem buskan
napas terakhir pada hari yang sam a. Tiga orang Wilihim an terluka
ringan dalam aksi hari itu. Wilihiman kini merasa bahwa mereka
telah m em balaskan dendam kem atian sekutu Gosi-Alua m ereka, dan
m erayakannya dengan m enari sam pai m alam .

Pada 25 Mei, para prajurit Gutelu di garis depan utara persekutuan
m ereka m enewaskan seorang laki-laki dari Konfederasi Asuk-Balek,

144 ● SATU BAB PENDEK, MENGENAI SUATU PERANG KECIL

http://facebook.com/indonesiapustaka yang bersekutu dengan Widaia dan berperan dalam kem atian tanggal
25 Agustus yang akan dijabarkan berikut ini.

Pada 26 Mei, kedua pihak melayangkan tantangan, melakukan
serbuan, dan berperang sam pai jauh petang, dan sesudahnya m ereka
pulang. Dua belas orang Wilihim an terluka, tapi tidak ada yang serus.

Pada 29 Mei, Widaia melaporkan bahwa prajurit mereka yang ter-
luka pada 15 April baru saja m eninggal, m enyebabkan Wilihim an m e-
m ulai tarian perayaan yang terpaksa dihentikan karena ada laporan
tentang serbuan Widaia di garis depan utara.

Orang-orang Widaia merasa gelisah karena mereka telah men-
derita dua kematian tanpa mampu membalas dendam. Pada 4 J uni
m ereka m engirim kan kelom pok penyergap yang berkem bang m enjadi
pertem puran yang m elibatkan sekitar 80 0 laki-laki, yang bubar karena
malam turun. Tiga orang Wilihiman terluka ringan.

Pertempuran besar terjadi pada 7 J uni, melibatkan 40 0 atau 50 0
prajurit di masing-masnig pihak. Di antara hujan tombak dan anak
panah dari kelom pok-kelom pok yang terpisah 20 m eter jauhnya,
orang-orang yang berkepala panas m elesat sam pai berjarak kurang
lebih 5 meter dari musuh, terus-menerus menghindar agar tidak ter-
kena hantaman. Sekitar 20 orang terluka.

J ejak kaki m enunjukkan bahwa Widaia m encoba m enyerang pada 8
J uni, namun mereka tidak terlihat.

Pada 10 J uni, Wilihim an sibuk m elaksanakan upacara, dan tidak
ada yang berkebun atau berjaga di m enara pengawas. Pada petang hari
yang panas, seorang laki-laki Wilihim an dan tiga anak laki-laki pergi
untuk meneguk air dingin di sungai, di mana mereka dikejutkan oleh
30 orang Widaia yang terbagi m enjadi dua kelom pok. Sewaktu kelom -
pok pertama muncul, keempat orang Wilihiman melarikan diri, dan
kelom pok Widaia kedua yang bersem bunyi berupaya m em otong pe-
larian mereka. Si laki-laki Wilihiman dan dua anak laki-laki berhasil
kabur, nam un Wejakhe, anak laki-laki yang satu lagi, tidak bisa lari
cepat karena kakinya yang cedera, tertangkap, dilukai secara parah
dengan tombak, dan meninggal malam itu.

Pada 15 J uni, kerabat-kerabat Wejakhe dari Wilihim an m elaksana-
kan serbuan yang gagal.

Pada 22 J uni, orang-orang Widaia meneriakkan tantangan, dan
terjadi pertem puran yang m elibatkan kira-kira 30 0 laki-laki di m asing-
m asing pihak, disertai satu penyergapan. Em pat laki-laki terluka ri-
ngan. Seorang laki-laki Dloko-Mabel terluka parah akibat ujung panah

URUTAN KEJADIAN PERANG ● 145

http://facebook.com/indonesiapustaka yang patah dalam bahunya. Rekan-rekannya m encoba m engeluarkan
ujung panah itu, pertam a-tam a dengan m enggigit dan m enariknya de-
ngan gigi, kem udian dengan m engoperasinya (tanpa obat bius) dengan
pisau bambu.

Pada 5 J uli, setelah 2 minggu tanpa pertarungan, Wilihiman me-
nyerbu sepetak kebun Widaia. Seorang laki-laki Wilihim an bernam a
J enokm a, yang lebih cepat daripada rekan-rekannya, dengan gegabah
m elesat di depan tem an-tem annya m engejar enam orang Widaia yang
m elarikan diri, dicegat, dan ditom bak. Rekan-rekannya kabur, dan
orang-orang Widaia m em bawa pergi jenazah J enokm a nam un m e-
ngem balikannya m alam itu dan m eletakkannya di lahan tidak bertuan
agar bisa diambil oleh orang-orang Wilihiman. Tiga sekutu Wilihiman
dari Gosi-Alua terluka ringan. Orang-orang Wilihim an m erasa depresi:
mereka berharap bisa membunuh, namun kematian justru terjadi
lagi di pihak mereka. Seorang perempuan tua Wilihiman meratap,
“Mengapa kalian coba bunuh orang-orang Widaia itu?” Seorang laki-
laki Wilihiman menyahut, “Orang-orang itu musuh kita. Mengapa kita
tidak boleh bunuh m ereka?—m ereka bukan m anusia.”

Pada 12 J uli, orang-orang Wilihim an m enghabiskan waktu seharian
m enanti di persem bunyian sam pai m ereka m engeluarkan tantangan
terbuka pada sekitar pukul 5 sore. Tapi pada hari itu turun hujan,
sehingga orang-orang Widaia tidak menerima tantangan itu ataupun
pergi berkebun.

Pada 28 J uli, orang-orang Widaia m elaksanakan serbuan yang ter-
deteksi oleh delapan laki-laki Wilihiman di menara pengawas. Orang-
orang Wilihim an bersem bunyi dekat-dekat situ. Tidak m enyadari bah-
wa di sekitar mereka ada orang-orang Wilihiman, orang-orang Wi-
daia mendekati menara itu, dan salah seorang di antara mereka me-
m anjatnya untuk m elihat-lihat. Pada saat itu, orang-orang Wilihim an
yang bersem bunyi m elom pat keluar. Orang-orang Widaia yang berada
di atas tanah m elarikan diri, sedangkan laki-laki yang berada di atas
menara mencoba melompat turun namun tidak cukup cepat. Dia
pun tertangkap dan dibunuh. Malam itu, orang-orang Wilihiman
m engem balikan jenazahnya ke orang-orang Widaia.

Pada 2 Agustus, satu pertem puran kecil terjadi ketika seekor babi
Widaia entah dicuri oleh Wilihim an atau tersasar dari wilayah Widaia.

Pada 6 Agustus, pertem puran besar pecah di antara orang-orang
Wilihiman, Widaia, dan sekutu kedua belah pihak. J uga terjadi per-
tempuran paralel antara para anak laki-laki Widaia dan Wilihiman,

146 ● SATU BAB PENDEK, MENGENAI SUATU PERANG KECIL

http://facebook.com/indonesiapustaka bahkan yang baru berusia enam tahun. Mereka berdiri berhadap-
hadapan di sisi sungai yang berseberang-seberangan, saling m enem -
bakkan anak panah, dipanas-panasi oleh laki-laki yang lebih tua. Hanya
lim a orang yang terluka ringan, sebab pertem puran itu m enyusut
sehingga lebih menjadi saling ejek, bukan pertarungan isik. Sejumlah
contoh makian: “Kalian perempuan, kalian pengecut.” “Mengapa kalian
punya begitu banyak perem puan padahal status kalian begitu rendah?”
“Aku punya lim a istri, dan aku akan kawini lim a lagi, sebab aku hidup
di tanahku sendiri. Kalian buronan yang tak punya tanah, m aka itu
kalian tak punya istri.”

Pada 16 Agustus, berlangsung satu lagi pertem puran besar yang
m enyeret-nyeret sekutu kedua pihak. Setidaknya 20 laki-laki terluka,
salah satunya barangkali m engalam i luka serius akibat anak panah
yang kena perutnya. Orang-orang Wilihim an m erasa tegang, tertekan
oleh ketidakm am puan m ereka m em balas dua kem atian yang belum
lam a terjadi, dan terobsesi untuk lekas-lekas m em bunuh m usuh. Arwah
nenek m oyang m enginginkan balas dendam , yang belum berhasil
mereka laksanakan sendiri. Mereka merasakan bahwa arwah nenek
m oyang tidak lagi m endukung m ereka, dan bahwa m ereka hanya bisa
bergantung kepada diri sendiri; rasa takut itu menurunkan gairah
mereka bertarung.

Pada 24 Agustus, seorang perem puan Widaia yang kesal kepada
suam inya kabur ke tanah Wilihim an guna m encari perlindungan.
Sekelom pok Wilihim an ingin m em bunuhnya sebagai pem balasan atas
kematian J enokma pada 5 J uli, namun mereka berhasil dibujuk untuk
tidak m elakukannya.

Pada 25 Agustus, seperti yang saya tuturkan di Bab 2, em pat laki-
laki Asuk-Balek dari sisi seberang Sungai Baliem datang m engunjungi
kerabat dua orang di antara mereka di daerah Dloko-Mabel. Mereka
tidak sengaja bertem u sekelom pok Wilihim an, yang langsung m e-
nyadari bahwa orang-orang Asuk-Balek m erupakan sekutu m usuh, dan
dua orang yang tidak punya kerabat di tem pat itu pun harus dibunuh.
Satu di antara dua orang itu berhasil kabur, nam un yang satu lagi
ditaklukkan dan dibunuh. Sewaktu para laki-laki Wilihim an m enyeret
laki-laki Asuk-Balek yang sekarat itu, anak-anak laki-laki kecil berlarian
di sisinya, m enusuk-nusuk tubuhnya dengan tom bak-tom bak kecil.
Pem bunuhan itu m em icu sorak-sorai dan nyanyian liar di m ana-m ana
di antara orang-orang Wilihim an, diikuti oleh tarian perayaan. Orang
Wilihim an m enyim pulkan bahwa orang Asuk-Balek itu telah diarahkan

URUTAN KEJADIAN PERANG ● 147

http://facebook.com/indonesiapustaka ke m ereka oleh arwah-arwah nenek m oyang m ereka, atau kalau tidak
oleh roh J enokma. Walaupun pembunuhan itu belum impas (ke-
m atian hanya satu m usuh sebagai pem balasan atas kem atian dua orang
Wilihim an sebelum nya), ketegangan berkurang. Pem bunuhan bahkan
satu musuh saja pun merupakan pertanda jelas bahwa arwah-arwah
nenek m oyang m em bantu m ereka lagi.

Pada awal September, serbuan Widaia menewaskan seorang anak
laki-laki bernam a Digiliak, sem entara serbuan oleh Gutelu mem bunuh
dua orang Widaia. Hari berikutnya, peperangan m endadak berakhir di
garis depan selatan Gutelu karena didirikannya pos patroli Belanda di
sana, nam un peperangan berlanjut di garis depan Gutelu lainnya.

Setiap tindakan yang dijabarkan hanya m enghasilkan akibat-
akibat kentara yang terbatas, sebab hanya sedikit sekali orang yang
tewas dan tidak ada populasi yang terusir dari tanahnya. Lim a
tahun kem udian, pada 4 J uni 1966, terjadi pem bantaian berskala
besar. Akar penyebabnya adalah ketegangan dalam Persekutuan
Gutelu, antara pem im pin persekutuan itu, Gutelu dari Konfederasi
Dloko-Mabel, dan para pemimpin yang cemburu dari Konfederasi
Wilihim an-Walalua dan Konfederasi Gosi-Alua yang bersekutu.
Beberapa dasawarsa sebelum nya, kedua konfederasi yang disebut-
kan terakhir tadinya berperang dengan Konfederasi Dloko-Mabel
sam pai terjadi pergantian persekutuan. Tidak jelas apakah Gutelu
sendiri yang m erencanakan serangan terhadap m antan-m antan m u-
suhnya, ataukah dia tidak m am pu m enahan anggota-anggota kon-
federasinya sendiri yang berkepala panas. Bila yang benar adalah ke-
m ungkinan kedua, m aka kejadian itu m enggam barkan satu tem a yang
sering berulang di antara m asyarakat-m asyarakat tribal yang tidak
m em iliki kepem im pinan kuat dan m onopoli kekuatan seperti yang
ada pada kedatuan dan m asyarakat negara. Serangan itu dijadwalkan
secara berhati-hati pada hari ketika misionaris setempat dan polisi
Indonesia (yang m engam bil alih kendali atas Papua sebelah barat
dari Belanda pada 1962) kebetulan sedang pergi. Para prajurit Dloko-
Mabel dan anggota-anggota Persekutuan Gutelu lainnya dari utara me-
nyelinap m enyeberangi Sungai Elogeta ketika fajar, tersem bunyi oleh
kabut, guna m enyerang anggota-anggota Persekutuan Gutelu sebelah
selatan. Dalam sejam , 125 orang dewasa dan anak-anak, laki-laki m au-
pun perempuan, dari sebelah selatan tewas atau sekarat, lusinan pe-
m ukim an dibum ihanguskan, dan persekutuan-persekutuan lain yang
sudah diberitahu soal serangan yang akan dilakukan pun ikut datang

148 ● SATU BAB PENDEK, MENGENAI SUATU PERANG KECIL

http://facebook.com/indonesiapustaka untuk m encuri babi. Orang-orang selatan nyaris saja tum pas sean-
dainya saja m ereka tidak m enerim a bantuan dari persekutuan lain
yang terletak lebih ke selatan dan tadinya m erupakan sekutu m ereka.
Hasilnya, selain sem ua kem atian itu, adalah kaburnya orang-orang
selatan semakin jauh ke selatan, dan perpecahan dalam Persekutuan
Gutelu antara orang-orang selatan dan orang-orang utara. Pem-
bantaian sem acam itu adalah peristiwa yang jarang terjadi dengan
akibat-akibat besar. Karl Heider diberitahu m engenai em pat pem -
bantaian, pembakaran desa, penjarahan babi, dan perpindahan
populasi lain sem acam itu antara 1930 -an dan 1962.

Korban tew as dalam perang
Seluruh pertarungan yang berlangsung antara April dan awal Sep-
tem ber 1961 m enghasilkan hanya sekitar 11 kem atian di garis depan
selatan. Bahkan pem bantaian pada 4 J uni 1966 m enim bulkan korban
tewas sebanyak 125 saja. Bagi kita yang telah m elewati abad ke-20
dan dua perang dunia, angka itu sedemikian rendah sehingga tidak
pantas disem ati nam a perang. Coba pikirkan jum lah korban tewas yang
jauh lebih tinggi dalam sejarah perang m odern: 2.996 orang Am erika
terbunuh dalam waktu sejam dalam serangan ke World Trade Center
pada 11 Septem ber 20 0 1; 20 .0 0 0 prajurit Britania terbunuh dalam
satu hari, 1 J uli 1916, dalam Pertem puran Som m e saat Perang Dunia
I, terbantai sewaktu m ereka m aju m enyerang m elintasi lahan terbuka
m enuju garis pertahanan J erm an yang bersenjatakan banyak senapan
m esin; sekitar 10 0 .0 0 0 orang J epang terbunuh pada atau setelah 6
Agustus 1945, oleh bom atom Am erika yang dijatuhkan di Hiroshim a
(Gam bar 37); dan total korban jiwa m elebihi 50 .0 0 0 .0 0 0 akibat Perang
Dunia II. Bila dibandingkan dengan itu sem ua, pertarungan Dani yang
baru saja saya rangkum hanyalah perang kecil, itu juga kalau bisa
dianggap perang.

Iya, bila diukur dari jum lah m utlak orang yang terbunuh, Perang
Dani memang kecil. Namun negara-negara yang terlibat dalam Perang
Dunia II berpenduduk jauh lebih banyak, dan m enawarkan jauh
lebih banyak calon korban, daripada kedua persekutuan yang ter-
libat dalam perang Wilihim an-Widaia. Kedua persekutuan itu ba-
rangkali berjumlah total 8.0 0 0 jiwa, sementara peserta-peserta utama
Perang Dunia II berpenduduk pada kisaran puluhan juta sam pai nya-
ris satu m iliar. J um lah korban tewas relatif Perang Dani—jum lah
orang Dani yang terbunuh sebagai persentase total penduduk yang ter-

KORBAN TEWAS DALAM PERANG ● 149

libat—m enyaingi atau bahkan m engalahkan jum lah korban tewas yang
dialam i oleh AS, negara-negara Eropa, J epang, atau Tiongkok dalam
kedua perang dunia. Misalnya, ke-11 kematian yang diderita oleh kedua
persekutuan Dani di garis depan selatan Gutelu saja, dalam enam
bulan antara April dan Septem ber 1961, m erupakan sekitar 0 ,14% dari
populasi kedua persekutuan itu. Itu lebih tinggi daripada persentase
angka kem atian (0 ,10 %) dari pertem puran paling m em akan korban
di garis depan Pasiik selama Perang Dunia II: perebutan Okinawa
selam a tiga bulan, yang m enggunakan pesawat pem bom , pesawat
kam ikaze, artileri, dan penyem bur api, dengan korban tewas 264.0 0 0
jiwa (23.0 0 0 prajurit Am erika, 91.0 0 0 prajurit J epang, dan 150 .0 0 0
orang Okinawa), dari total populasi Am erika/ J epang/ Okinawa saat itu
yang berjum lah kira-kira 250 .0 0 0 .0 0 0 . Ke-125 laki-laki, perem puan,
dan anak-anak yang terbunuh dalam waktu sejam dalam pem bantaian
Dani pada 4 J uni 1966 m erupakan sekitar 5% populasi sasaran
(sekitar 2.50 0 ), konfederasi-konfederasi selatan dalam Persekutuan
Gutelu. Untuk m enyam ai persentase itu, bom atom Hiroshim a harus
m em bunuh 4.0 0 0 .0 0 0 , bukan 10 0 .0 0 0 orang J epang, dan serangan
World Trade Center harus m em bunuh 15.0 0 0 .0 0 0 , bukan 2.996 orang
Am erika.

Menurut standar dunia, Perang Dani kecil hanya karena populasi
Dani yang berisiko terbunuh juga kecil. Menurut standar populasi se-
tem pat yang terlibat, Perang Dani itu besar. Dalam bab berikutnya kita
akan lihat bahwa kesimpulan itu juga berlaku bagi peperangan tradisio-
nal secara umum.

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka BAB 4

Bab yang Lebih Panjang,
Mengenai Banyak Perang

Deinisi perang ▪ Sumber-sumber informasi ▪ Bentuk-bentuk
peperangan tradisional ▪ Tingkat kematian ▪ Kemiripan dan perbedaan
▪ Mengakhiri perang ▪ Efek kontak dengan orang-orang Eropa ▪ Hewan

yang gemar berperang, manusia yang pecinta damai ▪ Motif perang
tradisional ▪ Penyebab mendasar ▪ Siapa yang diperangi? ▪ Melupakan

Pearl Harbor

Deinisi perang
Peperangan tradisional, seperti yang digam barkan oleh Perang Dani
yang dijabarkan dalam bab sebelum nya, banyak ditem ukan di m ana-
m ana nam un tidak selalu ada di antara m asyarakat-m asyarakat ber-
skala kecil. Itu m enim bulkan banyak pertanyaan yang telah diper-
debatkan dengan sengit. Misalnya, bagaimana seharusnya perang di-
deinisikan, dan apakah yang disebut perang tribal itu memang betul-
betul perang? Bagaim anakah jum lah korban tewas dalam peperangan
m asyarakat kecil dibandingkan dengan jum lah korban tewas dalam
peperangan negara? Apakah peperangan m eningkat atau berkurang ke-
tika m asyarakat berskala kecil m enjalin kontak dan dipengaruhi oleh
orang-orang Eropa dan m asyarakat-m asyarakat lain yang lebih tersen-
tralisasi? Apabila pertarungan antara kelom pok sim panse, singa, seri-
gala, dan hewan-hewan sosial lain merupakan pendahulu peperangan
m anusia, apakah itu m enunjukkan bahwa tam paknya ada dasar genetis
bagi peperangan? Di antara berbagai m asyarakat m anusia, adakah m a-
syarakat yang sangat dam ai? Bila iya, m engapa? Dan: apa m otif serta
penyebab peperangan tradisional?

DEFINISI PERANG ● 151

http://facebook.com/indonesiapustaka Mari kita mulai dengan pertanyaan berupa bagaimana mendei-
nisikan peperangan. Kekejam an m anusia berm acam -m acam bentuk-
nya, hanya sebagian yang biasanya dianggap m erupakan perang. Siapa
pun akan setuju bahwa pertempuran antara pasukan-pasukan besar
yang terdiri atas prajurit-prajurit profesional yang m engabdi kepada
pem erintah negara-negara yang bersaing yang telah m engeluarkan per-
nyataan perang resm i m erupakan perang. Kebanyakan orang juga akan
setuju bahwa ada bentuk-bentuk kekejam an m anusia yang bukan m e-
rupakan perang, m isalnya pem bunuhan individu (direnggutnya nyawa
seorang individu oleh individu lain yang m erupakan anggota unit po-
litik yang sam a), atau perseteruan keluarga dalam unit politik yang
sama (misalnya perseteruan antara keluarga Hatield dan keluarga
McCoy di Amerika Serikat bagian timur yang dimulai sekitar 1880).
Kasus-kasus yang m engam bang di perbatasan antara lain kekejam an
yang berlangsung berulang-ulang antara kelom pok-kelom pok rival da-
lam unit politik yang sam a, m isalnya pertarungan antara geng-geng di
perkotaan (biasa disebut "perang geng"), antara kartel-kartel narkoba,
atau faksi-faksi politik yang pertarungannya belum lagi m encapai tahap
perang saudara yang dim aklum atkan (m isalnya pertarungan antara
m ilisi-m ilisi bersenjata kaum fasis dan kaum sosialis di Italia dan
Jerman yang mengarah ke pengambilalihan kekuasaan oleh Mussolini
dan Hitler). Di m ana harus kita tarik garis batasnya?

J awaban bagi pertanyaan itu m ungkin bergantung kepada tujuan
penelitian. Bagi para calon prajurit yang sedang berlatih di aka-
dem i m iliter yang disponsori negara, m ungkin sepatutnya kisah-kisah
kekejam an antara persekutuan-persekutuan Dani yang dituturkan
di Bab 3 tidak disertakan dalam deinisi peperangan. Tapi, untuk
tujuan-tujuan kita dalam buku ini, yang m em bahas tentang keselu-
ruhan kisaran fenom ena yang diam ati dari kawanan m anusia ter-
kecil berjum lah 20 jiwa sam pai negara terbesar yang berpenduduk
lebih daripada semiliar jiwa, kita harus mendeinisikan peperangan
dalam cara yang tidak m engabaikan peperangan tradisional antara
kawanan-kawanan kecil. Seperti argumen Steven LeBlanc, “Deinisi
perang tidak boleh digantungkan kepada ukuran kelompok atau me-
tode pertarungan bila kita ingin deinisi itu bermanfaat dalam mem-
pelajari peperangan masa lalu... Banyak cendekiawan mendeinisikan
peperangan sedemikian rupa sehingga kata tersebut mengacu ke-
pada sesuatu yang hanya bisa terjadi pada m asyarakat kom pleks yang
m enggunakan perkakas logam [yaitu pertem puran yang dirancang dan

152 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka prajurit profesional]. Mereka percaya segala hal lainnya—taruhlah satu
atau dua serbuan yang kadang-kadang dilangsungkan—bukanlah pe-

perangan "sungguhan", m elainkan sesuatu yang lebih m irip dengan

perm ainan dan bukan hal yang perlu terlalu dipedulikan. Tapi, pen-

dekatan atau sikap semacam itu mencampur-adukkan metode pe-
rang dengan akibat perang... Apakah konlik antara unit-unit politik
yang m andiri m enyebabkan kem atian dalam jum lah cukup besar dan

hilangnya teritori, sekaligus m enyebabkan sebagian teritori m enjadi

tidak berguna karena terlalu berbahaya untuk ditinggali? Apakah

orang-orang m enghabiskan banyak sekali waktu dan energi untuk

m em pertahankan diri?... Bila pertarungan m enyebabkan dam pak-
dampak signiikan terhadap manusia, maka itulah yang disebut
perang, terlepas dari bagaimana pertarungan itu dilangsungkan.” Dari
perspektif itu, perang harus dideinisikan secara cukup luas agar men-
cakup juga pertarungan Dani yang dijabarkan di Bab 3.

Coba kita tengok satu deinisi perang yang cukup tipikal, dari
Encyclopaedia Britannica edisi ke-15: “Suatu negara biasanya m em -
buka dan menyatakan konlik bermusuhan bersenjata antara unit-unit
politik, m isalnya negara atau bangsa atau antara faksi-faksi politik yang

bersaing dalam negara atau bangsa yang sam a. Perang dicirikan oleh

kekejam an yang disengaja oleh kum pulan banyak individu yang dengan

sengaja diorganisasi dan dilatih untuk ambil bagian dalam kekejaman

sem acam itu... Perang um um nya dipaham i sebagai hanya m elibatkan
konlik bersenjata dalam skala cukup besar, biasanya tidak mencakup
konlik-konlik yang melibatkan kurang daripada 50.000 kombatan.”
Seperti banyak deinisi perang yang sekilas tampak masuk akal, yang
ini terlalu sem pit bagi tujuan-tujuan kita, karena m ensyaratkan

"kum pulan banyak individu yang dengan sengaja diorganisasi dan
dilatih", sehingga deinisi tersebut menolak kemungkinan bahwa pe-
perangan dapat terjadi dalam m asyarakat kawanan kecil. Persyaratan

m anasukanya berupa setidaknya 50 .0 0 0 kom batan, lebih daripada

enam kali lipat populasi total (prajurit laki-laki, perempuan, dan anak-

anak) yang terlibat dalam Perang Dani di Bab 3, dan jauh lebih besar

daripada sebagian besar m asyarakat berskala kecil yang dibahas dalam

bab ini.

Oleh karena itu, para cendekiawan yang m em pelajari m asyarakat-
masyarakat berskala kecil telah merumuskan berbagai deinisi alter-
natif yang lebih luas untuk perang, yang m irip satu sam a lain dan

biasanya m em butuhkan tiga unsur. Unsur pertam a adalah kekejam an

SUMBER-SUMBER INFORMASI ● 153

http://facebook.com/indonesiapustaka yang dilakukan oleh kelom pok berukuran berapa pun, tapi tidak oleh
individu yang sendirian saja. (Pem bunuhan yang dilakukan oleh satu
individu dianggap sebagai pem bunuhan, bukan perang.) Satu lagi
unsur adalah kekejaman itu berlangsung antara kelompok-kelompok
yang m erupakan bagian dua unit politik berbeda, bukan bagian satu
unit politik yang sam a. Unsur yang terakhir adalah kekejam an itu harus
disetujui oleh seluruh unit politik, bahkan m eskipun hanya sebagian
anggota unit itu yang m elaksanakan kekejam an tersebut. Dengan
demikian, pembunuhan antara keluarga Hatield dan keluarga McCoy
bukan merupakan perang, sebab kedua keluarga merupakan bagian
unit politik yang sam a (Am erika Serikat) sem entara AS sebagai ke-
seluruhan tidak m enyetujui perseteruan keluarga itu. Unsur-unsur ini
bisa digabungkan menjadi deinisi pendek perang yang akan saya gu-
nakan dalam buku ini, yang mirip dengan deinisi-deinisi yang di-
rum uskan oleh cendekiawan-cendekiawan lain yang m em pelajari
m asyarakat berskala kecil m aupun m asyarakat negara: “Perang ada-
lah kekejam an yang berlangsung berulang-ulang antara kelom pok-ke-
lom pok yang m erupakan bagian unit-unit politik yang bersaing, dan
disetujui oleh unit-unit mereka.”

Sum ber-sum ber inform asi
Tuturan dalam Bab 3 m engenai peperangan Dani m ungkin m enunjuk-
kan bahwa tam paknya m em pelajari perang tradisional sungguh m udah:
kirim mahasiswa S2 dan kru ilm, amati dan rekam pertempuran, hitung
berapa prajurit terluka dan tewas yang dibawa pulang, dan wawancara
orang-orang yang am bil bagian dalam perang untuk m engetahui lebih
banyak perincian. Itulah bukti yang tersedia bagi kita m engenai pe-
perangan Dani. Bila kita punya ratusan penelitian sem acam itu, tidak
akan ada perdebatan m engenai ada-tidaknya perang tradisional.

Tapi sebenarnya, untuk beberapa alasan yang gam blang, peng-
am atan langsung terhadap perang tradisional oleh cendekiawan yang
m em bawa kam era sungguh jarang, dan ada sejum lah kontroversi m e-
ngenai seperti apa perang tradisional bila tidak ada pengaruh Eropa.
Selagi orang-orang Eropa menyebar ke seluruh dunia sejak 1492 M
dan menjumpai serta menaklukkan bangsa-bangsa non-Eropa, salah
satu hal pertam a yang pem erintahan Eropa lakukan adalah m enekan
peperangan tradisional: demi keamanan orang-orang Eropa sendiri,
dan dem i m engelola daerah-daerah yang ditaklukkan, serta bagian
misi membuat bangsa-bangsa lain itu lebih beradab. Pada waktu sains

154 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka antropologi memasuki era kelimpahan penelitian lapangan dan maha-
siswa S2 yang berdana baik setelah Perang Dunia II, sebagian sangat
besar peperangan di antara m asyarakat tradisional berskala kecil hanya
berlangsung terbatas di Papua dan beberapa bagian Am erika Selatan.
Peperangan semacam itu telah berakhir jauh lebih dulu di pulau-pulau
Pasiik lain, Amerika Utara, Australia Aboriginal, Afrika, dan Erasia,
walaupun bentuk-bentuk m odern-nya belum lam a ini m uncul kem bali
di sejum lah wilayah, terutam a Afrika dan Papua.

Bahkan di Papua dan Am erika Selatan, akhir-akhir ini kesem patan
bagi ahli antropologi untuk mengamati langsung peperangan tra-
disional telah menjadi terbatas. Pemerintah tidak menginginkan
m asalah dan sorotan m edia yang tim bul kalau ada orang luar yang
rentan dan tidak bersenjata diserang oleh suku-suku yang sedang
berperang. Pemerintah juga tidak ingin ahli antropologi dipersenjatai,
m enjadi wakil pertam a m asyarakat negara untuk m em asuki daerah
kesukuan yang belum didam aikan, dan m encoba sendiri untuk
mengakhiri peperangan dengan kekuatan. Oleh karena itu di Papua
dan Am erika Selatan ada pem batasan-pem batasan perjalanan yang
dikeluarkan pemerintah sampai suatu daerah dianggap telah didamai-
kan dan aman bagi semua orang untuk berkunjung. Terlepas dari
itu, sejumlah cendekiawan dan misionaris telah berhasil bekerja di
daerah-daerah di m ana pertarungan m asih berlangsung. Contoh-
contoh yang m enonjol adalah para pengam at pada tahun 1961 di
daerah Dani, di m ana sudah ada pos patroli Belanda yang didirikan
di Lem bah Baliem , nam un Ekspedisi Harvard diizinkan beroperasi di
luar daerah yang dikontrol pem erintah; penelitian keluarga Kuegler
di antara orang-orang Fayu di Papua Indonesia yang dim ulai pada
1979; dan penelitian Napoleon Chagnon di antara orang-orang Indian
Yanom am o di Venezuela dan Brazil. Tapi, bahkan dalam penelitian-
penelitian yang m em ang m enghasilkan sejum lah pengam atan langsung
atas peperangan, banyak atau sebagian besar perincian tetap bukan
m erupakan hasil pengam atan langsung oleh orang Barat yang m enu-
liskannya, m elainkan m erupakan tuturan orang-kedua dari inform an
setem pat: m isalnya, catatan terperinci J an Broekhuijse m engenai siapa
yang terluka dalam setiap pertem puran Dani, dalam kondisi apa, dan di
bagian tubuh sebelah mana.

Sebagian besar inform asi kita m engenai peperangan tradisional se-
penuhnya berasal dari orang kedua dan didasarkan kepada penuturan
yang diberikan oleh orang-orang am bil bagian dalam peperangan

SUMBER-SUMBER INFORMASI ● 155

http://facebook.com/indonesiapustaka kepada para pengunjung dari Barat, ataupun berdasarkan pengam atan
sendiri oleh orang-orang Eropa (m isalnya pejabat pem erintah, pen-
jelajah, dan pedagang) yang bukan m erupakan ilm uwan terlatih yang
mengumpulkan data untuk disertasi doktoral. Misalnya, banyak orang
Papua telah melaporkan pengalaman mereka sendiri dalam peperangan
tradisional kepada saya. Tapi, dalam sem ua kunjungan saya ke Papua
timur yang dikendalikan Australia (sekarang Papua Nugini mer-
deka) m aupun Papua barat yang dikendalikan Indonesia, saya tidak
pernah secara pribadi m elihat orang-orang Papua m enyerang orang-
orang Papua lain. Pem erintah Australia m aupun Indonesia tidak akan
pernah m engizinkan saya m em asuki daerah di m ana pertarungan m a-
sih berlangsung, bahkan m eskipun saya ingin m elakukannya, dan saya
m em ang tidak punya niat m elakukan itu.

Kebanyakan orang Barat yang m engam ati dan m enjabarkan pe-
perangan tradisional bukanlah cendekiawan profeisonal. Misalnya,
Sabine Kuegler, putri pasangan m isionaris Klaus dan Doris Kuegler,
m enjabarkan dalam bukunya yang terkenal Child of the Jungle ba-
gaimana, sewaktu dia masih berusia enam tahun, pertarungan meng-
gunakan busur dan anak panah pecah di antara orang-orang Fayu dari
klan Tigre (keluarga Kuegler hidup bersam a m ereka) dan para pela-
wat dari klan Sefoidi, dan bagaim ana dia m elihat anak-anak panah
beterbangan di sekelilingnya dan orang-orang terluka dibawa pergi
m enggunakan sam pan. Serupa dengan itu, pastor Spanyol J uan Crespí,
salah seorang anggota Ekspedisi Gaspar de Portolá, yang m erupakan
ekspedisi darat orang-orang Eropa pertam a yang m encapai orang-
orang Indian Chum ash di pesisir selatan California, pada 1769– 1770 ,
m enuliskan secara terperinci tentang kelom pok-kelom pok Chum ash
yang saling m em anah.

Satu m asalah yang berkaitan dengan sem ua tuturan tentang pe-
perangan tradisional oleh pengam at luar (biasanya orang Eropa), en-
tah itu ahli antropologi atau orang awam , m engingatkan kepada Asas
Ketidakpastian Heisenberg dalam isika: pengamatan itu sendiri meng-
ganggu fenom ena yang diam ati. Dalam antropologi, ini berarti bahwa
sem ata keberadaan orang luar pun tak pelak berefek besar terhadap
m asyarakat yang tadinya "belum tersentuh". Pem erintah negara secara
rutin m enerapkan kebijakan sadar untuk m enyudahi peperangan tra-
disional: m isalnya, tujuan pertam a para perwira patroli Australia pada
abad ke-20 di Teritori Papua dan Nugini, sewaktu memasuki area baru,
adalah menghentikan peperangan dan kanibalisme. Orang luar bukan-

156 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka pem erintah m ungkin m encapai hasil yang sam a dengan cara-cara yang
berbeda. Misalnya, Klaus Kuegler pada akhirnya harus mendesak agar
klan Fayu yang m enjadi tuan rum ahnya berhenti bertarung di sekitar
rum ahnya dan pergi ke tem pat lain bila m au saling m em anah, kalau
tidak dia dan keluarganya terpaksa angkat kaki dem i keselam atan
dan kedam aian m ereka sendiri. Orang-orang Fayu setuju, dan secara
perlahan-lahan berhenti bertarung sepenuhnya.

Itu adalah contoh-contoh orang Eropa yang secara sengaja m eng-
akhiri atau mengurangi pertarungan kesukuan, namun ada juga se-
jum lah klaim bahwa orang-orang Eropa secara sengaja m em provokasi
pertarungan kesukuan. Ada juga banyak cara orang luar, m elalui
aktivitas ataupun sekadar keberadaan m ereka, m ungkin secara tidak
sengaja meningkatkan atau mengurangi pertarungan. Dengan demi-
kian, setiap kali seorang pengunjung dari luar melaporkan hasil peng-
am atan tentang peperangan (atau tidak adanya peperangan) tradi-
sional, tak pelak ada ketidakpastian mengenai seperti apa pertarungan
yang m ungkin terjadi seandainya tidak ada pengam at dari luar. Saya
akan kem bali ke pertanyaan tersebut nanti dalam bab ini.

Salah satu pendekatan alternatif adalah mempelajari bukti-bukti
pertarungan kesukuan yang tercatat dalam bukti arkeologis yang dibuat
sebelum kedatangan orang luar. Pendekatan ini memiliki keunggul-
an yaitu m enyingkirkan sepenuhnya pengaruh pengam at luar sem en-
tara. Tapi, dalam analogi dengan Asas Ketidakpastian Heisenberg, kita
m endapatkan keunggulan nam un juga m em peroleh kekurangan: fakta-
fakta sem akin tidak pasti, karena pertarungan tidak diam ati langsung
maupun dijabarkan sesuai laporan dari saksi setempat, melainkan
disim pulkan dari bukti arkeologis, yang juga dapat dipengaruhi ber-
bagai ketidakpastian. Salah satu jenis bukti tidak terbantahkan tentang
pertarungan adalah tumpukan kerangka, dikuburkan bersama-sama
tanpa tanda-tanda yang biasanya terlihat pada pem akam an secara pa-
tut yang disengaja, dengan bekas-bekas irisan atau patahan pada tulang
yang dapat dikenali sebagai akibat senjata atau perkakas. Bekas-bekas
sem acam itu m encakup tulang yang ditancapi m ata panah, tulang de-
ngan bekas irisan akibat senjata tajam semisal kapak, tengkorak de-
ngan bekas irisan lurus m em anjang yang m erupakan indikasi kulit
kepala dikuliti, atau tengkorak dengan dua ruas tulang belakang
pertam a yang m asih m elekat, biasanya m erupakan akibat pem enggalan
kepala (misalnya untuk adat mengayau). Misalnya, di Talheim di
Jerman baratdaya, Joachim Wahl dan Hans König mempelajari 34

SUMBER-SUMBER INFORMASI ● 157

http://facebook.com/indonesiapustaka kerangka yang ternyata bisa diidentiikasi sebagai 18 orang dewasa
(sembilan laki-laki, tujuh perempuan, dan dua dengan jenis kelamin
tidak diketahui) dan 16 anak-anak. Mereka ditumpukkan secara
sembarangan pada sekitar 5000 SM dalam satu lubang tanpa bekal ku-
bur yang biasanya diasosiasikan dengan pem akam an penuh horm at

oleh kerabat. Bekas-bekas irisan yang tidak sem buh di perm ukaan

belakang kanan 18 tengkorak m enunjukkan bahwa orang-orang itu te-

was akibat hantam an dari belakang m enggunakan setidaknya enam

kapak berbeda, yang jelas diayunkan oleh penyerang bertangan kanan.

Korban-korban itu usianya berm acam -m ucam , m ulai dari kanak-

kanak sampai seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun. J elaslah, ke-

seluruhan kelom pok yang terdiri dari setengah lusin keluarga dibantai

secara bersam aan oleh kelom pok penyerang yang jauh lebih besar.

J enis-jenis lain bukti arkeologis tentang peperangan mencakup
temuan senjata, baju zirah, dan perisai, serta perbentengan. Meskipun
keberadaan senjata bukanlah tanda-tanda perang yang jelas, karena

tombak, busur, dan anak panah bisa digunakan untuk memburu hewan

maupun membunuh manusia, kapak tempur dan tumpukan peluru

ketapel besar memang merupakan bukti perang, sebab hanya atau

terutama digunakan untuk membunuh manusia, bukan hewan. Peng-
gunaan senjata dalam perang telah dijabarkan secara etnograis di
antara banyak masyarakat tradisional yang masih ada, termasuk orang-

orang Papua, Aborigin Australia, dan Inuit. Oleh karena itu, temuan

berupa baju zirah dan perisai yang serupa di situs-situs arkeologis

merupakan bukti pertarungan pada masa lalu. Tanda-tanda arkeologis

peperangan lainnya adalah perbentengan, misalnya tembok, parit,

gerbang pertahanan, dan menara untuk meluncurkan senjata lempar ke
musuh yang mencoba memanjat tembok. Misalnya, ketika orang-orang
Eropa mulai bermukim di Selandia Baru pada awal 180 0 -an, populasi
Maori pribumi memiliki benteng-benteng bukit, disebut pa, yang pada
awalnya digunakan untuk memerangi satu sama lain dan akhirnya juga
untuk memerangi orang-orang Eropa. Ada sekitar seribu pa Maori
yang diketahui, banyak di antaranya diekskavasi secara arkeologis dan

berasal dari berabad-abad sebelum kedatangan orang-orang Eropa,
namun serupa dengan yang digunakan oleh orang-orang Maori abad
ke-19 seperti yang disaksikan oleh orang-orang Eropa. Oleh karena
itu tidak diragukan bahwa orang-orang Maori saling berperang lama
sebelum orang-orang Eropa tiba.

158 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka Terakhir, situs-situs pemukiman arkeologis lain terletak di lokasi-
lokasi di puncak bukit, puncak tebing, atau lereng tebing yang tidak
masuk akal kecuali sebagai pertahanan terhadap serangan musuh.
Contoh-contoh yang akrab antara lain pem ukim an Indian Anasazi
di Mesa Verde dan tempat-tempat lain di AS Barat Daya, di langkan
dan tonjolan tebing yang hanya bisa dicapai dengan tangga. Posisi pe-
m ukim an yang terletak jauh di atas dasar lem bah berarti air dan segala
pasokan lain harus diangkat ke sana sejauh ratusan m eter. Ketika
orang-orang Eropa tiba di AS Barat Daya, orang-orang Indian m eng-
gunakan situs-situs semacam itu sebagai tempat pelarian untuk ber-
sem bunyi atau berlindung dari orang-orang Eropa yang m enyerang.
Oleh karena itu dianggap bahwa pemukiman-pemukiman di tebing
yang secara arkeologis dijabarkan berasal dari berabad-abad se-
belum tibanya orang-orang Eropa juga digunakan sebagai perta-
hanan terhadap orang-orang Indian yang m enyerang; pem anfaatan
situs-situs sem acam itu sem akin m eningkat seiring m eningkatnya
juga kepadatan penduduk dan bukti kekejam an. Bila sem ua bukti
arkeologis itu belum cukup, lukisan-lukisan batu yang berasal dari Kala
Pleistosen Atas m enunjukkan pertarungan antara kelom pok-kelom -
pok yang berlawanan, m enggam barkan orang-orang yang ditom bak,
dan m enggam barkan kelom pok-kelom pok orang yang saling bertarung
dengan busur, anak panah, perisai, tom bak, dan gada. Karya seni
canggih dalam tradisi itu dari m asa sesudahnya nam un tetap sebelum
kedatangan orang-orang Eropa adalah lukisan Maya yang terkenal di
Bonampak, dari suatu masyarakat pada sekitar 800 M, yang meng-
gambarkan pertempuran dan siksaan terhadap tawanan dalam rincian
m engerikan yang realistik.

Dengan dem ikian, kita punya tiga kum pulan ekstensif inform asi—
dari pengam at m odern, dari ahli arkeologi, dan dari sejarah seni—m e-
ngenai peperangan tradisional, dalam m asyarakat-m asyarakat berskala
kecil dengan beraneka ragam ukuran, mulai dari kawanan kecil sampai
kedatuan besar dan negara awal.

Bentuk-bentuk peperangan tradisional
Ada berbagai m acam bentuk peperangan, baik pada m asa lalu m aupun
sekarang. Peperangan tradisional menggunakan semua taktik dasar
yang kini digunakan oleh negara-negara m odern dan yang dari sisi tek-
nologi m em ungkinkan bagi m asyarakat-m asyarakat tribal. (Tentu saja,
alat-alat peperangan udara tidak tersedia bagi m asyarakat tradisional,

BENTUK-BENTUK PEPERANGAN TRADISIONAL ● 159

http://facebook.com/indonesiapustaka dan peperangan laut dengan kapal perang khusus baru tercatat sejak
munculnya pemerintah negara setelah 3000 SM). Salah satu taktik
yang akrab dengan kita dan m asih dipraktikkan adalah pertem puran
teratur (pitched battle), dengan kom batan dari pihak-pihak yang
berseberangan dalam jumlah besar berhadap-hadapan dan bertarung
secara terbuka. Inilah taktik pertam a yang teringat oleh kita bila kita
m em ikirkan soal peperangan negara m odern—contoh-contoh yang
terkenal antara lain Pertem puran Stalingrad, Pertem puran Gettysburg,
dan Pertem puran Waterloo. Kecuali soal skala dan persenjataannya,
pertempuran-pertempuran semacam itu pastilah akrab dengan orang-
orang Dani, yang pertem puran-pertem purannya terjadi secara spontan
pada 7 J uni, 2 Agustus, dan 6 Agustus 1961, seperti yang saya jabarkan
di Bab 3.

Taktik akrab berikutnya adalah serbuan m endadak, di m ana seke-
lom pok prajurit yang berjum lah cukup sedikit untuk m enyem bunyikan
diri, maju dalam kegelapan malam, melakukan serbuan mengejutkan
di teritori musuh dengan tujuan terbatas berupa membunuh beberapa
musuh atau menghancurkan properti musuh dan lantas mundur,
tanpa mengharapkan bisa menghancurkan keseluruhan balatentara
lawan atau secara permanen menduduki teritori musuh. Ini barangkali
m erupakan bentuk peperangan tradisional yang paling tersebar luas,
tercatat di sebagian besar m asyarakat tradisional, m isalnya serbuan
mendadak yang dilakukan orang-orang Nuer terhadap orang-orang
Dinka, atau serbuan m endadak orang-orang Yanom am o terhadap
sesam a. Saya telah m enjabarkan serbuan m endadak oleh orang-orang
Dani yang terjadi pada 10 Mei, 26 Mei, 29 Mei, 8 Juni, 15 Juni, 5 Juli,
dan 28 J uli 1961. Contoh-contoh penyergapan, oleh infanteri dan
sekarang juga oleh kapal dan pesawat terbang, juga berlimpah dalam
peperangan negara.

Berkaitan dengan serbuan m endadak, dan juga tersebar luas dalam
peperangan tradisional, adalah penyergapan, satu lagi bentuk serangan
m engagetkan dengan para penyerbu, bukannya bergerak diam -diam ,
m enyem bunyikan diri dan m enanti di suatu tem pat yang kem ungkinan
akan didatangi oleh m usuh-m usuh yang tidak m enduga akan disergap.
Saya m enjabarkan sergapan-sergapan oleh orang-orang Dani yang ter-
jadi pada 27 April, 10 Mei, 4 Juni, 10 Juni, 12 Juli, dan 28 Juli 1961. Pe-
nyergapan juga tetap populer dalam peperangan m odern, dibantu oleh
radar dan m etode-m etode pem ecahan sandi yang m em bantu m em baca
gerakan lawan supaya kelom pok penyergap m akin sulit terdeteksi.

160 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka Taktik tradisional yang tidak ada paralelnya dalam peperangan ne-
gara m odern adalah jam uan m engecoh yang terdokum entasikan di
antara orang-orang Yanomamo dan di Nugini: mengundang tetangga
untuk berpesta, kemudian mengejutkan dan membunuh mereka
setelah mereka meletakkan senjata dan memusatkan perhatian pada
m akan-m akan dan m inum . Kita orang-orang m odern wajar bertanya-
tanya m engapa ada kelom pok Yanom am o yang m em biarkan diri ter-
perosok ke dalam perangkap itu, padahal pernah mendengar cerita-
cerita m engenai pengecohan sem acam itu. Penjelasannya m ungkin
adalah bahwa jamuan kehormatan umum diselenggarakan, bahwa
m enerim a undangan biasanya m endatangkan keuntungan besar da-
lam segi penjalinan persekutuan dan berbagi makanan, dan bahwa
para tuan rumah berusaha keras membuat diri mereka tampak
berniat bersahabat. Satu-satunya contoh m odern yang m elibatkan
pem erintahan negara yang saya bisa pikirkan adalah pem bantaian
terhadap panglim a Boer, Piet Retief, dan seluruh rom bongannya yang
berjum lah seratus orang oleh raja Zulu, Dingane, pada 6 Februari
1838, sewaktu orang-orang Boer sedang m enjadi tam u Dingane dalam
jam uan di kam pnya. Contoh ini m ungkin bisa dianggap sebagai keke-
cualian yang m em buktikan suatu aturan: orang-orang Zulu hanyalah
satu di antara ratusan kedatuan yang saling berperang sam pai terjadi
penyatuan dan pendirian negara Zulu beberapa dasawarsa sebelum nya.

Pengecohan keji semacam itu sebagian besar telah ditinggalkan di
dalam aturan-aturan diplom asi yang dituruti negara-negara m odern
sekarang. Bahkan Hitler dan J epang m engeluarkan pernyataan perang
m elawan Uni Soviet dan Am erika Serikat secara bersam aan dengan
(nam un bukan sebelum ) dilancarkannya serangan terhadap negara-
negara itu. Tapi, negara m em ang m em anfaatkan kecohan m elawan
para pem berontak yang m ereka anggap tidak terikat aturan-aturan
diplomasi yang biasa dipegang di antara negara-negara. Misalnya,
jenderal Prancis Charles Leclerc tidak segan-segan m engundang pe-
m im pin gerakan kem erdekaan Haiti, Toussaint-Louverture, untuk
berunding pada 7 J uni 180 2, m enangkapnya di situ, dan m engirim -
kannya ke penjara Prancis, sam pai Toussaint-Louverture m enutup
usia. Dalam negara-negara modern, pembunuhan disertai kecohan
masih dilakukan oleh geng-geng perkotaan, kartel-kartel narkoba, dan
kelom pok-kelom pok teroris, yang tidak beroperasi dengan aturan-
aturan diplomasi negara.

BENTUK-BENTUK PEPERANGAN TRADISIONAL ● 161

http://facebook.com/indonesiapustaka Satu lagi bentuk peperangan tradisional yang tidak ada paralel
m odernnya yang m irip adalah pertem uan bukan kecohan yang m alah
berkem bang m enjadi pertarungan. Bentuk ini jauh lebih um um dari-
pada jam uan kecohan, dan m elibatkan kelom pok-kelom pok yang berte-
tangga dan bertemu untuk suatu upacara tanpa niat berkelahi. Namun
kekerasan tetap m ungkin pecah karena individu-individu yang punya
dendam yang belum tuntas dan jarang saling berjum pa jadi bertatap
muka, tidak bisa menahan diri, dan mulai berkelahi, dan kerabat-
kerabat mereka pun ikut turun tangan. Misalnya, seorang teman
saya dari Am erika hadir dalam sebuah kum pul-kum pul yang jarang
terjadi antara beberapa lusin orang Fayu. Dia m enceritakan tentang
ketegangan yang m em buncah ketika orang-orang terkadang saling
melontarkan makian dan ledakan amarah, memukul tanah dengan
kapak mereka, dan satu kali saling menerjang sambil mengacung-
acungkan kapak. Risiko pecahnya pertarungan yang tak direncanakan
sem acam itu dalam kum pul-kum pul yang dim aksudkan untuk tujuan
dam ai sungguh tinggi bagi m asyarakat-m asyarakat tradisional de-
ngan kelom pok-kelom pok bertetangga yang jarang bertem u, balas
dendam diserahkan kepada individu, dan tidak ada pem im pin atau
"pem erintah" yang m am pu m em onopoli kekuatan dan m enahan orang-
orang yang berkepala panas.

Eskalasi pertarungan spontan antar-individu m enjadi peperangan
dengan balatentara terorganisasi jarang ditem ukan dalam m asyarakat
negara tersentralisasi, namun memang terkadang terjadi. Salah
satu contohnya adalah apa yang dinam akan Perang Sepakbola J uni-
J uli 1969 antara El Salvador dan Honduras. Pada waktu ketegangan
antara kedua negara itu sedang tinggi akibat kesenjangan ekonomi
dan imigran perebut tanah, tim sepakbola kedua negara itu bertemu
untuk tiga pertandingan dalam babak kualiikasi Piala Dunia 1970. Para
pendukung kedua tim nasional yang bersaing m ulai berkelahi pada
pertandingan pertama pada 8 J uni di ibukota Honduras (dimenangi
1-0 oleh Honduras), dan para pendukung sem akin ganas pada pertan-
dingan kedua pada 15 J uni di ibukota El Salvador (dim enangi 3-0 oleh
El Salvador). Ketika El Salvador m em enangi pertandingan penentuan
3-2 dengan perpanjangan waktu pada 26 Juni di Mexico City, kedua
negara itu m em utuskan hubungan diplom atik, dan pada 14 J uli ang-
katan darat dan angkatan udara El Salvador m ulai m engebom dan
m enyerbu Honduras.

162 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka Tin gkat ke m atian
Seberapa tinggikah tingkat kematian akibat peperangan tribal tradisio-
nal? Bagaim ana jika dibandingkan dengan tingkat kem atian akibat pe-
perangan antara pemerintah negara?

Ahli sejarah m iliter secara rutin m engum pulkan angka total korban
nasional untuk setiap perang m odern: m isalnya, angka kem atian
J erman saat Perang Dunia II. Itu memungkinkan kita menghitung
tingkat kematian nasional terkait-perang rata-rata dalam satu abad
sejarah negara yang diwarnai perang dan dam ai berselang-seling:
m isalnya, angka kem atian J erm an sepanjang abad ke-20 . Tingkat-
tingkat semacam itu juga telah dihitung atau diperkirakan dalam
lusinan penelitian m engenai berbagai m asyarakat tradisional m odern.
Em pat survei—oleh Lawrence Keeley, oleh Sam uel Bowles, oleh Steven
Pinker, dan oleh Richard Wrangham, Michael Wilson, dan Martin
Muller—merangkum evaluasi-evaluasi semacam itu untuk antara
23 dan 32 m asyarakat tradisional. Tidaklah m engejutkan, ternyata
banyak variasi antara m asyarakat yang berbeda-beda. Tingkat kem atian
tahunan terkait-perang dengan rata-rata-waktu paling tinggi adalah
1% per tahun (dengan kata lain, 1 orang terbunuh setiap tahunnya per
10 0 anggota populasi) atau lebih di antara orang-orang Dani, Dinka
di Sudan, dan dua kelom pok Indian Am erika Utara, berkisar sam pai
yang paling rendah 0 ,0 2% per tahun atau kurang di antara penduduk
Kepulauan Andaman dan orang-orang Semang di Malaysia. Sejumlah
perbedaan itu terkait dengan cara m enyam bung hidup, dengan tingkat
rata-rata bagi petani nyaris em pat kali lipat daripada bagi pem buru-
pengumpul dalam analisis Wrangham, Wilson, dan Muller. Salah satu
alternatif pengukuran dampak perang adalah persentase total kematian
yang terkait dengan perang. Pengukuran itu berkisar dari 56% bagi
orang-orang Indian Waorani di Ekuador sam pai hanya 3%– 7% untuk
enam populasi tradisional yang tersebar di sekeliling dunia.

Sebagai pembanding dengan pengukuran-pengukuran tingkat ke-
m atian terkait perang dalam m asyarakat-m asyarakat berskala kecil
itu, Keeley m engekstraksi 10 angka bagi m asyarakat-m asyarakat ber-
pem erintahan negara: salah satunya adalah Swedia abad ke-20 , yang
tidak mengalami perang sehingga tingkat kematian terkait-perang-
nya nol. Sem bilan nilai lainnya diperoleh dari negara-negara dan
periode-periode waktu yang dipilih karena tercatat m engalam i pen-
deritaan hebat akibat perang. Persentase tingkat kematian jangka pan-

TINGKAT KEMATIAN ● 163

http://facebook.com/indonesiapustaka jang paling tinggi setelah dirata-ratakan dalam seabad pada zam an
m odern adalah J erm an (0 ,16%) dan Rusia (0 ,15%) abad ke-20 (yaitu
16 atau 15 orang terbunuh setiap tahunnya per 10 .0 0 0 anggota po-
pulasi) akibat gabungan kekejaman selama Perang Dunia I dan II.
Tingkat yang lebih rendah, 0 ,0 7% per tahun, dipegang oleh Prancis
pada abad yang mencakup Perang-perang Napoleon dan mundurnya
balatentara Napoleon dari Rusia pada musim dingin. Terlepas dari
jum lah kem atian yang dipicu oleh dua bom atom di Hiroshim a dan
Nagasaki, pemboman api, dan pemboman konvensional di banyak
kota besar J epang lainnya, juga kem atian akibat tem bakan senjata,
kelaparan, bunuh diri, dan tenggelam nya ratusan ribu prajurit J epang
di luar negeri selama Perang Dunia II, ditambah korban jiwa dalam
serangan J epang ke Tiongkok pada 1930 -an dan perang Rusia-J epang
pada 190 4– 190 5, persentase tingkat kem atian terkait-perang yang
dirata-ratakan selama abad ke-20 masih lebih rendah untuk J epang
dibandingkan untuk J erm an atau Rusia, "hanya" 0 ,0 3% per tahun.
Estimasi jangka panjang paling tinggi untuk negara mana pun adalah
0 ,35% per tahun untuk Kekaisaran Aztek yang terkenal haus darah,
dalam waktu seabad sebelum kekaisaran itu sendiri dihancurkan oleh
Sp a n yol.

Sekarang marilah kita bandingkan tingkat-tingkat kematian terkait-
perang ini (lagi-lagi dinyatakan sebagai persentase populasi yang tewas
tiap tahun karena sebab-sebab yang terkait-perang, dirata-ratakan
untuk waktu lam a yang diwarnai perang dan dam ai berselang-seling)
untuk m asyarakat-m asyarakat tradisional berskala kecil dan untuk
m asyarakat-m asyarakat m odern berpenduduk banyak dengan pem e-
rintahan negara. Ternyata nilai-nilai tertinggi untuk negara m odern
m ana pun (J erm an dan Rusia abad ke-20 ) hanyalah sepertiga dari nilai
rata-rata untuk m asyarakat-m asyarakat tradisional berskala kecil, dan
hanya seperenam nilai untuk masyarakat Dani. Nilai rata-rata untuk
negara-negara modern sekitar sepersepuluh nilai-nilai tradisional rata-
rata.

Mungkin, pembaca, Anda pun terkejut, seperti saya awalnya ter-
kejut, sewaktu mengetahui bahwa peperangan parit, senjata mesin,
napalm, bomb atom, artileri, dan torpedo kapal selam menimbulkan
tingkat kem atian terkait-perang dengan rata-rata-waktu yang jauh
lebih rendah daripada yang disebabkan oleh tom bak, anak panah,
dan gada. Alasannya m enjadi jelas bila kita renungkan perbedaan-

164 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka perbedaan antara peperangan tradisional dan peperangan negara
m odern yang akan kita bahas secara lebih terperinci di bawah. Per-
tam a-tam a, peperangan negara m erupakan kondisi luar biasa yang
tidak selalu terjadi, sem entara peperangan kesukuan tam pak nyaris
tidak pernah berakhir. Selam a abad ke-20 , J erm an berperang hanya
selam a 10 tahun (1914– 1918 dan 1939– 1945), dan kem atian akibat
perang selam a 90 tahun sisanya nyaris tidak ada, sem entara orang-
orang Dani secara tradisional berperang setiap bulan dalam setiap
tahunnya. Kedua, korban tewas dalam perang negara um um nya ha-
nya terjadi di antara prajurit-prajurit laki-laki berusia 18 sam pai 40
tahun; bahkan dalam kisaran usia itu, kebanyakan perang negara
hanya m enggunakan balatentara profesional berjum lah sedikit, dengan
wajib militer massal dalam Perang Dunia II sebagai kekecualian; dan
penduduk sipil tidak berada dalam risiko langsung dalam jumlah
besar sampai pemboman udara pukul-rata mulai dijalankan dalam
Perang Dunia II. Kontras dengan itu, dalam m asyarakat tradisional,
sem ua orang—laki-laki dan perem puan, dewasa usia produktif m aupun
dewasa lanjut usia, anak-anak dan bayi—m erupakan sasaran. Ketiga,
dalam peperangan negara, prajurit yang m enyerah atau ditangkap
biasanya dibiarkan hidup, sem entara dalam peperangan tradisional
sem ua biasanya dihabisi. Alasan yang terakhir tidak terjadi dalam
peperangan negara namun terjadi dalam peperangan tradisional.
Peperangan tradisional secara periodik disela oleh pembantaian di
mana sebagian besar atau seluruh populasi salah satu pihak dikepung
dan ditumpas, seperti dalam pembantaian-pembantaian di antara
orang-orang Dani pada 4 J uni 1966, akhir 1930 -an, 1952, J uni 1962,
dan Septem ber 1962. Sem entara itu, negara-negara yang m enang
sekarang biasanya m em biarkan populasi yang ditaklukkan tetap hidup
untuk dieksploitasi, bukan dibantai.

Kem iripan dan perbedaan
Dalam segi apa peperangan tradisional mirip dengan peperangan ne-
gara, dan dalam segi apa keduanya berbeda? Sebelum m enjawab per-
tanyaan ini, kita harus tentu saja m enyadari bahwa kedua jenis pepe-
rangan bukanlah m erupakan dua hal yang sepenuhnya bertolak
belakang, tanpa bentuk-bentuk antara. Peperangan sesungguhnya
berubah di sepanjang suatu kisaran m ulai dari m asyarakat terkecil
sam pai m asyarakat terbesar. Sem akin besar m asyarakatnya, sem akin
besar angkatan bersenjata yang bisa digalang, sehingga lebih kecil

KEMIRIPAN DAN PERBEDAAN ● 165

http://facebook.com/indonesiapustaka kem ungkinannya m enyem bunyikan balatentara, sem akin kecil ke-
m ungkinannya m elakukan serbuan m endadak dan penyergapan
oleh kelom pok-kelom pok tersem bunyi kecil yang hanya terdiri atas
beberapa orang, dan sem akin besar penekanannya terhadap per-
tem puran terbuka antara kekuatan-kekuatan besar. Kepem im pinan
menjadi lebih kuat, lebih tersentralisasi, dan lebih hierarkis dalam
m asyarakat yang lebih besar: angkatan bersenjata nasional m em iliki
perwira dengan berbagai pangkat, dewan perang, dan panglima ter-
tinggi, sem entara kawanan-kawanan kecil hanya m em iliki petarung-
petarung berkedudukan sama, sedangkan kelompok-kelompok ber-
ukuran sedang (m isalnya Persekutuan Gutelu di antara orang-orang
Dani) m em iliki pem im pin lem ah yang m engarahkan anggota-anggo-
tanya dengan bujukan, bukan dengan kewenangan untuk m em berikan
perintah. Terlepas dari kisaran ukuran m asyarakat ini, kita m asih
tetap bisa m em bandingkan m asyarakat besar dan kecil dalam hal cara
mereka bertarung.

Salah satu kem iripan di antara keduanya adalah arti penting m en-
jalin persekutuan. Sebagaim ana Konfederasi Wilihim an-Walalua di
antara orang-orang Dani m encari sekutu dari konfederasi-konfederasi
lain dalam bertarung melawan Widaia dan sekutu-sekutu mereka, Pe-
rang Dunia II membuat dua persekutuan berhadap-hadapan; salah
satu persekutuan itu beranggota Britania, AS, dan Rusia, sedangkan di
sisi yang berseberangan ada J erm an, Italia, dan J epang. Persekutuan
bahkan lebih penting lagi bagi m asyarakat-m asyarakat tradisional yang
berperang daripada bangsa-bangsa yang berperang. Negara-negara
modern sangat berbeda-beda dalam hal teknologi militer, sehingga
bangsa kecil mungkin bisa mengandalkan teknologi dan kepemimpinan
yang superior alih-alih sekutu untuk m em enangi perang. (Coba
pikirkan keberhasilan angkatan bersenjata Israel melawan persekutuan
Arab yang berjumlah jauh lebih besar.) Namun peperangan tradisional
cenderung berlangsung antara lawan-lawan dengan teknologi yang
m irip dan kepem im pinan yang m irip, sehingga pihak yang m em iliki
keunggulan jum lah berkat keberhasilan m enggalang sekutu yang lebih
banyak, berkem ungkinan lebih besar akan m enang.

Kem iripan satu lagi adalah m asyarakat berukuran berapa pun
sama-sama mengandalkan pertarungan jarak dekat dan senjata jarak
jauh. Bahkan kawanan-kawanan Fayu yang bertarung di sekeliling
rum ah Kuegler m em iliki busur dan anak panah, sem entara orang-
orang Dani melontarkan tombak sekaligus membunuh Wijakhe dan

166 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka J enokm a dari jarak dekat dengan tikam an tom bak. J arak yang bisa
ditem puh senjata m eningkat seiring m eningkatnya jum lah anggota
dan tingkat teknologi suatu m asyarakat. Walaupun para prajurit
Romawi terus menggunakan pedang dan belati untuk pertarungan
jarak dekat, mereka juga menggunakan senjata jarak jauh seperti
panah, lembing, pelontar batu, dan ketapel dengan jangkauan jarak
mencapai 80 0 meter. Dalam Perang Dunia I, balatentara J erman
telah m engem bangkan m eriam (dijuluki si Besar Bertha) untuk m em -
bom bardir Paris dari jarak 10 0 kilom eter, sem entara ridal balistik
antarbenua modern memiliki jangkauan sampai setengah keliling
dunia. Namun prajurit modern tetap harus siap menggunakan pistol
atau bayonet untuk m em bunuh dalam jarak dekat.

Konsekuensi psikologis m eningkatnya jangkauan senjata jarak
jauh modern adalah bahwa sebagian besar pembunuhan oleh militer
adalah melalui teknologi "tekan tombol" (bom, artileri, dan rudal),
m em ungkinkan prajurit untuk m em bunuh lawan yang tidak terlihat
dan tidak perlu mengatasi kebimbangan untuk membunuh sambil
m enatap lawan (Gam bar 37). Dalam sem ua pertarungan tradisional,
orang per orang m em ilih sasaran dan m elihat wajah sasarannya,
entah saat menikam si sasaran dari jarak dekat atau menembakkan
anak panah kepadanya dari jarak puluhan m eter (Gam bar 36). Laki-
laki dalam m asyarakat tradisional sejak anak-anak dibesarkan sam bil
diajari untuk m em bunuh, atau setidak-tidaknya tahu cara m em bunuh,
nam un kebanyakan warga negara m odern tum buh sam bil terus-m e-
nerus diajari bahwa membunuh itu buruk, sampai ketika berusia lewat
18 tahun m ereka m endadak dikenai wajib m iliter atau m em asuki
angkatan bersenjata, diberi sepucuk senjata, dan diperintahkan untuk
m em bidik m usuh dan m enem baknya. Tidaklah m engejutkan, cukup
besar persentase prajurit dalam Perang Dunia I dan II—sejum lah
perkiraan m enyatakan sam pai separonya—tidak bisa m enggerakkan
diri untuk m enem bak seorang m usuh yang m ereka anggap sebagai
sesam a m anusia. Dengan dem ikian, m eskipun m asyarakat tradisional
tidak m em iliki kebim bangan m oral m engenai m em bunuh m usuh yang
berhadap-hadapan dengannya, dan tidak juga m em iliki teknologi yang
dibutuhkan untuk mengatasi kebimbangan itu dengan membunuh
m usuh yang tidak terlihat dari jarak jauh, m asyarakat-m asyarakat
negara modern cenderung mengembangkan kebimbangan itu sekaligus
juga teknologi yang dibutuhkan untuk m engatasi kebim bangan itu.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 1. Laki-laki
Dani dari Lem bah
Baliem , Dataran
Tinggi Papua.

Gam bar 2 . Laki-
laki Aborigin
Au s t r a lia .

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 3 . Perem puan Agta, dari
hutan pegunungan Pulau Luzon,
Filip in a .

Gam bar 4 . Penduduk Kepulauan
Andam an, Teluk Benggala.

Gam bar 5. Laki-laki Hadza, dari
Ta n za n ia .

Gam bar 6 . Pem buru !Kung, dari Gurun Kalahari, Afrika

http://facebook.com/indonesiapustaka

Gam bar 7. Perempuan Nuer,
dari Sudan

Gam bar 8 . Ayah dan anak Aka, dari hutan khatulistiwa Afrika

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 9 .
Perempuan Inuit
(Iñupiaq) dari
Alaska.

Gam bar 10 . Laki-laki Indian Ache,
dari hutan Paraguay.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 11. Pasangan dan bayi Indian Piraha, dari hutan hujan tropis Am azon Brazil.

Gam bar 12 . Gadis Indian Yanom am o,
dari hutan Venezuela.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 13 . Perbatasan tradisional
antarsuku, dijaga seorang Dani di atas
m enara pengawas, di Lem bah Baliem ,
Dataran Tinggi Papua.

Gam bar 14 . Perbatasan m odern
antarnegara, dijaga kamera berpengendali
jarak jauh di menara pengawas Patroli
Perbatasan & Im igrasi AS, di perbatasan
antara Amerika Serikat dan Meksiko.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 15. Penyelesaian perselisihan tradisional, di satu desa Uganda. Pihak-pihak
yang berselisih saling m engenal, dan berkum pul untuk m encari penyelkesaian, dengan
cara yang m em ungkinkan m ereka m engungkapkan perasaan dan bisa terus saling
bertem u dengan dam ai. (Bab 2)

Gam bar 16 . Penyelesaian perselisihan m odern, di pengadilan Am erika. Pengacara (kiri)
dan jaksa (kanan) beradu pendapat di depan hakim (tengah). Terdakwa, korban, dan
keluarga terdakwa sebelum nya tak saling kenal dan barangkali tak akan pernah saling
bertem u lagi. (Bab 2)

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 17. Mainan tradisional:
anak-anak laki-laki Mozambik
dengan m obil-m obilan yang
mereka buat sendiri, sambil
mempelajari cara as roda dan
bagian mobil lain dirancang.
Mainan tradisional itu sedikit,
sederhana, dibuat oleh anak atau
orangtuanya, sehingga sangat
m en d id ik.

Gam bar 18 . Mainan modern:
anak perem puan Am erika
dikelilingi lusinan mainan
pabrikan yang dibeli di toko,
yang tak m em beri dia nilai
pendidikan yang didapat
anak-anak tradisional dengan
merancang dan membuat
mainan sendiri.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 19 . Kebebasan anak tradisional: bayi Indian Pum e
berm ain dengan pisau besar yang tajam . Anak-anak di banyak
m asyarakat tradisional diizinkan m em buat keputusan sendiri,
term asuk m elakukan tindakan berbahaya yang tak bakal dibiarkan
orangtua modern.

Gam bar 2 0 . Mainan tradisional: bayi Aka membawa keranjang
m ainan di kepala, m irip keranjang yang dibawa orang dewasa di
kepala.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 2 1. Seorang nenek Hadza m encari m akanan sam bil
menggendong cucu. Satu alasan orang lanjut usia dianggap berharga
dalam m asyarakat tradisional adalah karena m ereka bisa berguna sebagai
perawat dan penyedia m akanan bagi cucu.

Gam bar 2 2 . Laki-laki tua Indian Pum e m em buat m ata panah. Alasan lain orang
lanjut usia dianggap berharga di m asyarakat tradisional adalah karena m ereka m enjadi
pem buat perkakas, senjata, keranjang, kuali, dan kain yang terbaik.

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 2 3 . Iklan Coca-Cola di Tiongkok. Kultus pem uda Am erika dan rendahnya
status lansia, yang sekarang m enyebar di Riongkok, tecerm in bahkan dalam pilihan
model untuk iklan. Orang muda dan lansia sama-sama minum minuman ringan, tapi
siapa yang pernah lihat iklan m enggam barkan orang lansia m inum Coca-Cola?

Gam bar 2 4 . Iklan untuk jasa konsultasi
kehidupan lansia. Bukannya m uncul dalam
iklan minuman, pakaian, dan mobil baru, lansia
muncul di iklan untuk rumah jompo, obat
artritis, dan popok dewasa.

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 2 5. Agama purba?: lukisan dinding gua terkenal di dalam gua Lascaux, Prancis,
m asih m enim bulkan kekagum an bagi pengunjung m odern. Lukisan itu m em beri kesan
bahwa agam a m anusia sudah ada sejak Zam an Es 15.0 0 0 tahun lalu.

Gam bar 2 6 . Pesta tradisional orang Dani di Lem bah Baliem , Dataran Tinggi Papua.
Pesta tradisional sangat jarang terjadi, m akanan yang disantap tak m enggem ukkan
(dalam contoh ini, ubi), dan orang-orang yang berpesta tidak jadi kegem ukan atau kena
diabetes. (Bab 11)

http://facebook.com/indonesiapustaka

http://facebook.com/indonesiapustaka Gam bar 2 7. Makan besar
m odern. Orang Am erika dan
anggota m asyarakat m odern
kaya lainnya "m akan besar"
(m engonsum si lebih banyak
daripada kebutuhan harian)
tiga kali sehari, m enyantap
makanan menggemukkan
(dalam foto ini, ayam
goreng), mengalami
obesitas, dan bisa kena
diabetes. (Bab 11)

Gam bar 2 8 . Korban
diabetes: komponis
J ohann Sebastian Bach.
Wajah dan tangannya
yang m enggem bung di
satu-satunya potret diri
Bach yang otentik ini, juga
m em buruknya tulisan
tangan dan penglihatannya
pada tahun-tahun terakhir
hidupnya, konsisten dengan
diagnosis diabetes.

KEMIRIPAN DAN PERBEDAAN ● 183

http://facebook.com/indonesiapustaka Sedangkan m engenai perbedaan yang banyak sekali antara pe-
perangan tradisional dan peperangan negara, salah satu perbedaannya
merupakan kelanjutan pembahasan barusan tentang psikologi pem-
bunuhan. Bahkan m eskipun prajurit m odern bertatap-tatapan de-
ngan m usuhnya, m usuhnya nyaris selalu m erupakan seseorang yang
nam anya tak m ereka kenal, yang belum pernah m ereka tem ui, tanpa
dendam pribadi dengannya sam a sekali. Sem entara itu, dalam m asya-
rakat tradisional berskala kecil, orang kenal dan tahu nama bukan
hanya setiap anggota m asyarakatnya sendiri, m elainkan juga banyak
atau sebagian besar prajurit m usuh yang dia coba bunuh—sebab
persekutuan yang berubah-ubah dan pernikahan cam pur yang kadang
terjadi m enyebabkan tetangga-tetangga pun diakrabi sebagai individu.
Sum pah-serapah yang diteriakkan prajurit Dani satu sam a lain dalam
pertem puran-pertem puran yang dijabarkan di Bab 3 m encakup hinaan
pribadi. Para pem baca Ilias tentu ingat bagaim ana para pem im pin
Yunani dan Troya yang berseberangan pihak saling m em anggil nam a
sebelum berupaya saling m em bunuh dalam pertem puran—salah satu
contohnya yang terkenal adalah pidato Hektor dan Akhilles kepada satu
sam a lain tepat sebelum Akhilles m elukai dan m enewaskan Hektor.
Balas dendam pribadi terhadap m usuh individual yang diketahui telah
membunuh kerabat atau teman kita berperan besar dalam peperangan
tradisional, namun berperan jauh lebih kecil atau bahkan tidak sama
sekali dalam perang negara modern.

Satu lagi perbedaan psikologis m encakup pengorbanan diri, yang
dipuja-puja dalam peperangan modern namun tidak dikenal dalam
peperangan tradisional. Prajurit negara modern kerap kali diperintah-
kan, dem i negara, m elakukan hal-hal yang berkem ungkinan sangat
besar m enyebabkan dia terbunuh, m isalnya m enerjang m elintasi
lahan terbuka ke arah pertahanan yang dikelilingi pagar kawat. Pra-
jurit-prajurit lain m em utuskan sendiri untuk m engorbankan nyawa
m ereka (m isalnya, m enjatuhkan diri ke atas granat tangan yang su-
dah ditarik picunya) guna m enyelam atkan nyawa rekan-rekan m e-
reka. Selam a Perang Dunia II ribuan prajurit J epang, awalnya secara
suka rela namun kemudian dengan paksaan, melakukan serangan-
serangan bunuh diri, dengan memiloti pesawat-pesawat kami-
kaze, bom -bom luncur baka yang bertenaga roket, dan torpedo m a-
nusia kaiten ke kapal-kapal perang Am erika. Perilaku sem acam itu
m ensyaratkan calon-calon prajurit diprogram sejak m asa kanak-kanak
untuk mengagumi kepatuhan setia dan pengorbanan bagi negara atau

184 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka agam a. Saya belum pernah m endengar perilaku sem acam itu dalam
peperangan tradisional Papua: tujuan setiap pejuang adalah mem-
bunuh m usuh dan bertahan hidup. Misalnya, ketika para penyerbu
Wilihiman menangkap dan membunuh laki-laki Widaia bernama
Huwai pada 11 Mei 1961, dua rekan Huwai yang kalah jumlah kabur
tanpa m encoba m enyelam atkan Huwai; dan ketika para penyerbu
Widaia m elakukan penyergapan dan m enangkap serta m em bunuh
bocah Wilihim an, Wejakhe, yang sebelum nya sudah cedera pada 10
J uni, ketiga orang Wilihim an lainnya yang sedang bersam a Wejakhe
dan kalah jum lah dari penyerang juga kabur.

Masyarakat tradisional dan negara berbeda dalam hal siapa yang
menjadi prajurit. Semua balatentara negara mencakup prajurit-
prajurit profesional purnawaktu yang bisa tetap bertugas di m edan
selam a bertahun-tahun, disokong oleh orang-orang sipil yang m em -
budidayakan m akanan untuk diri sendiri dan juga untuk para prajurit.
Balatentara bisa jadi sepenuhnya terdiri atas profesional (seperti
yang kini berlaku di AS), atau bisa ditam bah (terutam a saat perang)
oleh para sukarelawan atau peserta wajib m iliter non-profesional.
Sementara itu, semua prajurit kawanan dan suku, seperti prajurit-
prajurit Dani yang dijabarkan di Bab 3, dan sem ua atau sebagian
besar prajurit kedatuan, bukanlah profesional. Mereka adalah laki-
laki yang biasanya sibuk berburu, bertani, atau m enggem bala, yang
m enghentikan sem entara aktivitas-aktivitas m enyam bung hidup itu
untuk periode yang berkisar dari beberapa jam sam pai beberapa m ing-
gu demi ikut bertarung, dan kemudian pulang lagi sebab mereka dibu-
tuhkan untuk berburu, bercocok-tanam, atau memanen. Oleh karena
itu mustahil bagi "balatentara" tradisional untuk tetap bertahan di
m edan dalam waktu yang lam a. Kenyataan dasar itu m em berikan ke-
unggulan menentukan bagi para prajurit kolonial Eropa dalam pepe-
rangan mereka demi menaklukkan suku-suku dan kedatuan-kedatuan
di seluruh dunia. Sejumlah orang-orang non-Eropa, semisal orang-
orang Maori di Selandia Baru, Indian Araucania di Argentina, serta
Indian Sioux dan Apache di Amerika Utara, merupakan petarung yang
teguh dan lihai, yang dapat m enggalang kekuatan besar untuk waktu
singkat dan meraih sejumlah kemenangan menakjubkan atas bala-
tentara Eropa. Namun tak pelak mereka melemah dan pada akhirnya
takluk karena mereka harus berhenti bertarung guna kembali mengum-
pulkan dan m em budidayakan m akanan, sem entara para prajurit
profesional Eropa bisa terus bertarung.

KEMIRIPAN DAN PERBEDAAN ● 185

http://facebook.com/indonesiapustaka Ahli-ahli sejarah m iliter m odern biasa m engom entari apa yang
menurut mereka merupakan "ketidakeisienan" peperangan tradisio-
nal: ratusan orang bisa bertarung selama seharian, dan buntut-bun-
tutnya tidak ada yang tewas, paling-paling satu atau dua orang. Se-
bagian alasannya, tentu saja, adalah m asyarakat tradisional tidak
m em iliki artileri, bom , dan persenjataan lain yang bisa m em bunuh
banyak orang sekaligus. Namun alasan-alasan lainnya terkait dengan
balatentara suku yang non-profesional dan kurangnya kepem im -
pinan yang kuat. Prajurit tradisional tidak m enjalani pelatihan ke-
lom pok yang m em ungkinkan m ereka m enjadi lebih m em atikan dengan
melaksanakan rencana-rencana rumit atau bahkan sekadar meng-
koordinasikan tem bakan. Anak panah akan lebih efektif bila ditem -
bakkan serentak, bukan satu per satu; m usuh yang m enjadi sasaran
bisa menghindari satu anak panah namun tidak bisa menghindari
hujan anak panah. Terlepas dari itu, orang-orang Dani, seperti keba-
nyakan pem anah tradisional lainnya, tidak pernah m elatih penem -
bakan anak panah secara tersinkronisasi. (Orang-orang Inuit Alaska
Barat Daya m erupakan kekecualian dalam hal ini.) Disiplin dan form asi
terorganisasi bersifat m inim al: bahkan m eskipun satuan-satuan tarung
terbentuk dengan baik sebelum pertempuran, satuan-satuan itu dengan
segera m enjadi berantakan, dan pertem puran pun buyar m enjadi huru-
hara tak terkoordinasi. Para pemimpin perang tradisional tidak bisa
m engeluarkan perintah yang bila tidak dituruti akan m em buahkan
pengadilan m iliter. Pem bantaian tahun 1966 yang m enghancurkan
persekutuan Dani yang dipim pin Gutelu m ungkin disebabkan oleh
ketidakm am puan Gutelu m encegah para prajuritnya sendiri dari utara
yang berkepala panas agar tidak m em bantai sekutu-sekutunya dari
sela t a n .

Salah satu di antara dua perbedaan terbesar antara peperangan tra-
disional dan negara melibatkan pembedaan antara perang total dan
perang terbatas. Kam i orang-orang Am erika terbiasa berpikir bahwa
perang total m erupakan konsep baru yang diperkenalkan oleh jenderal
utara William Tecum seh Sherm an dalam Perang Saudara Am erika
(1861– 1865). Peperangan oleh negara dan kedatuan besar cenderung
memiliki tujuan terbatas: menghancurkan angkatan bersenjata musuh
dan kemampuan mereka untuk bertarung, namun jangan sentuh
tanah, sum ber daya, dan populasi sipil m usuh karena hal-hal itulah
yang hendak dikuasai sang calon penakluk. J enderal Sherm an, dalam
m em im pin pasukannya bergerak ke arah laut (dari Atlanta, pangkalan

186 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka di pedalam an, m enuju Sam udra Atlantik) m elalui jantung Konfederasi
dan kem udian ke utara m elalui South Carolina, m enjadi terkenal
karena kebijakan perang totalnya yang eksplisit: m enghancurkan segala
sesuatu yang m ungkin bernilai m iliter, dan m enciutkan nyali Selatan,
dengan menjarah makanan, membakar ladang, membunuh ternak,
menghancurkan mesin-mesin pertanian, membakar kapas dan mesin
pemintal kapas, membakar jalur-jalur rel dan membengkokkan rel-
relnya agar tidak bisa diperbaiki, serta m em bakar atau m eledakkan
jembatan, depo kereta, pabrik, penggilingan, dan bangunan. Tindak-
an-tindakan Sherman adalah buah ilosoi perang yang telah diper-
hitungkan, yang dia jabarkan sebagai berikut: “Perang adalah keke-
jam an dan kita tidak bisa m em perindahnya... Kita bukan hanya m e-
m erangi balatentara yang berm usuhan, m elainkan juga rakyat yang
berm usuhan, dan harus m em buat yang m uda m aupun yang tua, yang
kaya m aupun yang m iskin, m erasakan kerasnya hantam an perang...
Kita tidak bisa m engubah hati orang-orang Selatan, nam un kita bisa
membuat perang sedemikian mengerikan... membuat mereka sede-
mikian muak akan perang sehingga baru bergenerasi-generasi kemu-
dian mereka merasa ingin berperang lagi.” Namun Sherman tidak
menghabisi orang-orang sipil Selatan ataupun membunuh prajurit-pra-
jurit Konfederasi yang m enyerah atau tertangkap.

Meskipun perilaku Sherman memang sungguh di luar kebiasaan
m enurut standar peperangan negara, dia bukan orang pertam a yang
menciptakan peperangan total. Dia sekadar mempraktikkan bentuk
ringan apa yang telah dipraktikkan oleh kawanan dan suku selam a
berpuluh-puluh ribu tahun, seperti yang terdokum entasikan oleh
sisa-sisa kerangka pem bantaian Talheim yang dijabarkan di ha-
lam an 134. Balatentara negara m enawan orang dalam keadaan hidup
karena mereka mampu memberi makan tawanan, menjaga tawan-
an, mempekerjakan tawanan, dan mencegah tawanan melarikan diri.
"Balatentara" tradisional tidak m enawan prajurit m usuh, sebab m e-
reka tidak bisa melakukan hal-hal itu sehingga tawanan tidak ada gu-
nanya. Prajurit tradisional yang terkepung atau dikalahkan tidak
akan m enyerah, sebab m ereka tahu toh m ereka akan dibunuh juga.
Bukti sejarah atau arkeologis tertua negara m elakukan penawanan
baru muncul pada masa negara-negara Mesopotamia sekitar 5.000
tahun silam , yang m em ecahkan m asalah praktis yaitu bagaim ana m e-
m anfaatkan tawanan dengan cara m encungkil m ata m ereka agar buta
dan tidak bisa melarikan diri, lalu mempekerjakan mereka untuk mela-

KEMIRIPAN DAN PERBEDAAN ● 187

http://facebook.com/indonesiapustaka kukan tugas-tugas yang bisa dilakukan hanya dengan indera sentuhan,
m isalnya m em intal dan sejum lah pekerjaan berkebun. Sejum lah suku
dan kedatuan pem buru-pengum pul yang berukuran besar, m enetap,
dan terspesialisasi secara ekonom i, m isalnya orang-orang Indian di
pesisir Pasiik Baratlaut dan orang-orang Indian Calusa di Florida,
secara rutin mampu memperbudak, mempertahankan, dan meman-
faatkan tawanan.

Tapi, bagi m asyarakat-m asyarakat yang lebih sederhana daripada
negara-negara Mesopotamia, Indian Pasiik Baratlaut, dan orang-orang
Calusa, m usuh yang dikalahkan tidak ada gunanya bila hidup. Tujuan
perang orang-orang Dani, Fore, Inuit Alaska Barat Laut, Penduduk
Kepulauan Andam an, dan banyak suku-suku lain adalah m engam bil
alih tanah musuh dan memusnahkan musuh mereka apa pun jenis
kelam innya dan berapa pun usianya, term asuk lusinan perem puan
dan anak-anak Dani yang dibunuh dalam pem bantaian 4 J uni 1966.
Masyarakat tradisional lainnya, misalnya orang-orang Nuer yang
m enyerbu orang-orang Dinka, kini lebih selektif, dalam artian m ereka
m em bunuh laki-laki Dinka dan m enggebuk bayi dan perem puan tua
Dinka sampai mati, namun membawa pulang perempuan-perempuan
Dinka yang m asih cukup usia untuk dinikahi guna dinikahkan paksa
dengan laki-laki Nuer, dan juga membawa pulang balita Dinka untuk
dibesarkan sebagai orang Nuer. Orang-orang Yanomamo juga juga
tidak m em bunuh perem puan-perem puan dari pihak m usuh yang bisa
d ika win i.

Peperangan total di antara m asyarakat tradisional juga berarti m e-
mobilisasi semua laki-laki, termasuk bocah-bocah Dani berusia enam
tahun sekalipun yang bertarung dalam pertem puran 6 Agustus 1961.
Tapi, perang negara biasanya dilangsungkan dengan balatentara pro-
fesional yang terdiri atas laki-laki dewasa dan hanya m erupakan per-
sentase kecil dari keseluruhan populasi. Grande Armée Napoleon
yang diboyongnya m enyerbu Rusia pada 1812 berjum lah 60 0 .0 0 0
orang dan karenanya terhitung besar sekali untuk standar peperangan
negara abad ke-19, nam un jum lah itu m erepresentasikan kurang
daripada 10 % total populasi Prancis saat itu (sebenarnya bahkan lebih
sedikit lagi, karena sejum lah prajurit itu adalah sekutu yang bukan
m erupakan orang Prancis). Bahkan dalam balatentara negara m odern,
pasukan tem pur biasanya kalah jum lah dari pasukan pendukung:
perbandingannya kini 1 banding 11 di Angkatan Darat AS. Orang-orang
Dani pasti mencibir ketidakmampuan balatentara Napoleon dan AS

188 ● BAB YANG LEBIH PANJANG, MENGENAI BANYAK PERANG

http://facebook.com/indonesiapustaka untuk m enggalang pasukan tem pur, yang diukur sebagai persentase
dari keseluruhan populasi masyarakat. Namun orang-orang Dani
akan m erasa akrab dengan perilaku Sherm an dalam pergerakannya
m enuju ke laut, yang m engingatkan akan perilaku orang-orang Dani
saat penyerbuan fajar 4 J uni 1966, ketika m ereka m em bakar lusinan
pemukiman dan mencuri babi.

Mengakhiri perang
Perbedaan besar yang tersisa antara peperangan suku dan negara,
setelah pembedaan antara perang total dan perang terbatas, melibatkan
perbedaan dalam kemudahan mengakhiri perang dan menjaga per-
dam aian. Seperti yang ditunjukkan oleh Perang Dani di Bab 3, perang
yang dilangsungkan m asyarakat berskala kecil kerap kali m elibatkan
siklus pem bunuhan balas dendam . Kem atian yang diderita pihak
A menuntut pihak A membalas dendam dengan cara membunuh
seseorang dari pihak B, yang anggota-anggotanya lalu m enuntut pem -
balasan dendam kem atian di pihak m ereka terhadap pihak A. Siklus
itu baru berakhir ketika salah satu pihak berhasil dimusnahkan atau
diusir, atau ketika kedua pihak sama-sama letih, sama-sama menderita
banyak kem atian, dan tidak satu pun yang m erasa bisa m em usnahkan
atau m engusir pihak yang satu lagi. Walaupun pertim bangan-pertim -
bangan serupa berlaku bagi penuntasan peperangan negara, negara dan
kedatuan besar berperang dengan tujuan yang jauh lebih terbatas dari-
pada kawanan dan suku: paling-paling hanya untuk m enaklukkan selu-
ruh teritori musuh.

Namun lebih sulit bagi suku daripada bagi negara (dan kedatuan
besar yang tersentralisasi) untuk m encapai keputusan m engakhiri
pertarungan, dan merundingkan gencatan senjata dengan musuh—
karena negara memiliki pengambilan keputusan tersentralisasi dan
juru runding, sementara suku tidak memiliki kepemimpinan terpusat
dan sem ua orang bebas berpendapat. Lebih sulit lagi bagi suku dari-
pada bagi negara untuk mempertahankan perdamaian, begitu gencatan
senjata berhasil dirundingkan. Dalam m asyarakat apa pun, entah itu
suku ataupun negara, pasti ada orang-orang yang tidak puas dengan
suatu perjanjian dam ai, dan yang ingin m enyerang m usuh karena
alasan-alasan pribadi, dan ingin m em provokasi pecahnya pertarungan
yang baru. Pem erintah negara yang m em egang m onopoli tersentralisasi
atas penggunaan kekuasaan dan kekuatan biasanya dapat m enahan
orang-orang berkepala panas itu; pem im pin suku yang lem ah tidak


Click to View FlipBook Version