The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2017-07-30 07:19:28

BUKU_AJAR_PT_2012_YY_periksa

BUKU_AJAR_PT_2012_YY_periksa

Seleksi Diferensial. Nilai seleksi diferensial ditentukan oleh dua faktor, 1)
proporsi populasi yang terpilih, dan 2) nilai simpang baku fenotipik karakteristik
yang akan diperbaiki. Apabila karakteristik yang akan diperbaiki dengan seleksi
mempunyai distribusi normal maka harga S dapat dihitung dengan menggunakan
tabel yang telah disusun. Tabel 8.12 adalah harga S untuk karakteristik yang
mempunyai distribusi normal dan simpang baku 1(satu) unit.

Tabel 8.12. Nilai S berdasar proporsi populasi yang terpilih

Proporsi populasi yang terpilih (%) Harga S
60 0,64
50 0,80
40 0,97
30 1,16
20 1,40
10 1,76
5 2,06
3 2,27
2 2,44
1 2,64

Dari rumus G = h2 S yang digunakan untuk menghitung hasil (respon)
seleksi, dengan metode seleksi individu, jelas bahwa lebih dahulu harus diketahui
nilai h2 karakteristik yang akan diperbaiki.Pada sapi pedaging, dengan
mengingat nilai h2 maka metode seleksi individu dengan satu catatan produski
dapat digunakan untuk karakteristik berat sapih. Bogart (1959) melaporkan
bahwa berat sapih pertama, atau pertama dan kedua merupakan indikator yagn
baik untuk berat sapih yang akan datang. Jadi dapat pula dalam seleksi individu
digunakan dua atau lebih catatan produksi. The New Mexico station dalam

247

waktu 20 tahun dengan seleksi dapat menaikkan berat sapih sebersar 35 kg untuk
tiap ekor pedet.

b. Menaksir nilai pemuliaan menggunakan lebih dari satu catatan
produksi

Pertama yang diperlukan adalah mencari x (rataan) produksi tiap individu
berdasarkan catatan.

x  1 (x1  x2  x3  ........  xk)
k

var x  1  (k 1)t var x
k

cov gx  cov( x1  x 2  ....x k )
k

 1 (cov gx 1  cov gx 2  ........ cov gx k )
k

 1 k var g  var g
k

bg x  var g k  h 2 k  kh 2 , diperoleh NP Individu 
var x 1  (k -1)t 1  (k -1)t 1  (k 1)t

g  g  kh 2 (x - x) Respon seleksi dihitung dengan rumus
1  (k 1)t

G x  nh 2 S atau dengan bentuk lain
1  (n 1)t

G x  i h 2 x n
1  (n 1)t

Efisiensi menggunakan k catatan produksi dengan menggunakan satu catatan
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

248

R(relative efisiensi)  Gx ih2x n n
G x 1  (n 1)t 1  (n 1)t
 ih 2x 

Nilai R tergantung dari n dan t, periksa Tabel 15

Tabel 8.13 R  n

1 (n -1)t

n t=0,05 t=0,10 t=0,25 t=0,50

2 1,38 1,35 1,26 1,15

5 2,04 1,89 1,58 1,29

10 2,63 1,29 1,75 1,35

Grosman (1975)

Menggunakan catatan produksi lebih dari satu perlu diperhitungkan

tambahan biaya yang diperlukan, dan kenaikan hasil yang diperlukan, dan

kenaikan hasil yang dapat diharapkan dari seleksi.

Contoh penggunaan catatan produksi

1. Menghitung MPPA dengan satu catatan
Misal ternak yang tersedia 50 ekor, karakteristik yang akan diperbaiki dengan
seleksi adalah berat sapihan. Berat badan dari 50 ekor induk di atas dilaporkan
pada Tabel 8.14

MPPA dihitung dengan menggunakan rumus
MPPA x  nt (x  x)

1 (n 1)t

249

Tabel 8.14 Contoh data berat sapih (n=50, h2 =0,25, t =0,4) )

No Induk Berat sapih (kg) No Induk Berat sapih(kg)

1 1(x1) 2(x2) 1(x1) 2(x2)
2
3 70 75 26 88 89
4 77 70 27 86 86
5 70 89 28 75 77
6 77 72 29 76 74
7 76 85 30 79 87
8 71 88 31 82 81
9 76 86 32 79 86
10 74 76 33 70 89
11 76 89 34 79 82
12 72 74 35 80 71
13 70 76 36 87 81
14 75 71 37 73 80
15 77 76 38 76 84
16 74 77 39 89 79
17 71 84 40 81 70
18 79 84 41 78 74
19 70 88 42 77 75
20 74 70 43 78 82
21 75 77 44 84 89
22 82 82 45 89 81
23 89 89 46 77 75
24 81 70 47 85 74
25 75 89 48 89 79
74 85 49 89 88
x1  78,24 79 85 50 82 86

1884 2007 2028 2019

var x1  32,88 x1  5,73

250

Tabel 8.15. Nilai MPPA yang dihitung menggunakan satu catatan

No Induk MPPA No Induk MPPA
1 74,94 26 82,14
2 77,74 27 81,34
3 74,94 28 76,94
4 77,74 29 77,34
5 77,34 30 78,54
6 75,34 31 79,84
7 77,34 32 78,54
8 76,54 33 74,94
9 77,34 34 78,54
10 75,74 35 78,94
11 74,94 36 81,74
12 76,94 37 76,14
13 77,94 38 77,34
14 76,54 39 82,54
15 75,34 40 79,34
16 78,54 41 78,14
17 75,94 42 77,74
18 76,54 43 78,14
19 76,94 44 80,54
20 79,74 45 82,54
21 82,54 46 77,74
22 79,34 47 80,94
23 76,94 48 82,54
24 76,54 49 82,54
25 78,54 50 79,54

251

Kalau jumlah induk yang akan dipertahankan 40 ekor maka berarti harus
dipilih 10 ekor induk yang mempunyai MPPA di urutan 10 dari bawah. Rae
(1970) menyokong mendapat peneliti Amerika yang menyatakan bahwa berat
sapih yang tiriggi dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa induk tersebut akan
menghasilkan progeni dengan berat sapih yang tiriggi pula pada waktu yang akan
datang.

Sepuluh induk yang dikeluarkan adalah No 1, 3, 6, 8, 10, 14, 15, 18, 24
dan 37. Nilai tengah populasi yang baru ( x ) menjadi (3912 – 723)/40 = 79,73
x 1(c) – x1 = 1,485 kg (79,925 – 78,24), untuk 40 ekor = 40 x 1,485 kg = 59,4
kg

Dari contoh terbukti bahwa dengan mengelurakan 10 ekor induk yang
mempunyai MPPA 10 terendah, berat sapih rata-rata naik menjadi 79,725
dengan catatan pengaruh faktor luar dianggap sama.

2. Menghitung MPPA menggunakan dua atau lebih catatan produksi
Rumus yang digunakan

M PPA  x  nt (x  x)
1  (n -1)t

x  (rerata dua catatan produksiper induk, x1 dan x 2 )

x  nilai tengah populasi

nt mempunyainilai 2 x 0,4  0,57
1  (n -1)t 1  (2 -1)0,4

x  79,18
Hasil menggunakan rumus tersebut dapat diperiksa pada Tabel 8.16, dengan

menggunakan data berat sapih pada Tabel 8.14.

252

Setelah dihitung maka MPPA 50 induk diperoleh seperti pada Tabel 8.16.
Kalau yang dipertahankan 40 ekor maka 10 ekor yang harus dikeluarkan adalah
induk no 1, 2, 4, 8, 10, 11, 12, 17, 18 dan 32.
Karena 10 induk tersebut di atas dikeluarkan, maka rataan berat sapih yang baru
menjadi (3950-752,14)/40 = 79,95 ( x )

Tabel 8.16. Nilai MPPA yang dihitung dengan dua catatan produksi

No Induk (x1+x2)/2 MPPA No Induk (x1+x2)/2 MPPA

1 72,50 75,37 26 88,50 84,49
83,07
2 73,50 75,94 27 86,00 77,37
76,80
3 79,50 79,36 28 76,00 81,36
80,50
4 74,50 76,51 29 75,00 75,37
79,36
5 80,50 79,93 30 83,00 79,93
77,08
6 79,50 79,36 31 81,50 81,93
77,65
7 81,00 80,21 32 72,50 79,65
81,93
8 75,00 76,80 33 79,50 77,08
77,97
9 82,50 81,07 34 80,50 77,37
79,65
10 73,00 75,66 35 75,50 83,35
82,50
11 73,00 75,66 36 84,00 77,37
79,36
12 73,00 75,66 37 76,50 81,93

13 76,50 77,65 38 80,00 84,49

14 75,50 77,08 39 84,00 81,93

15 77,50 78,22 40 75,50

16 81,50 80,50 41 76,00

17 79,00 70,09 42 76,00

18 72,00 75,09 43 80,00

19 76,00 77,37 44 86,50

20 82,00 80,79 45 85,00

21 89,00 84,78 46 76,00

22 75,50 77,08 47 79,50

23 82,00 80,79 48 84,00

24 79,50 79,36 49 88,50

25 82,00 80,79 50 84,00

253

Setelah 10 ekor induk tersebut dikelurkan dari populasi maka nilai tengah
berat sapih yang baru ( x ) = (3950-752,4)40 = 79,95. Induk yang terpilih
berbeda dengan induk yang terpilih menggunakan satu catatan.

Kesimpulannya, dengan menggunakan catatan produksi ternak , peternak
dapat meningkatkan karakteristik produksi (misal berat sapih) yang dikehendaki.

3. Menggunakan satu catatan produksi induk untuk menaksir NP
(Nilai Pemuliaan atau Breeding Value)

Rumus yang digunakan NP = h2 (x- x ) Penaksiran NP dipakai dalam
seleksi untuk memilih calon induk atau pejantan untuk tetua generasi yang akan
datang. Untuk memudahkan perhitungan maka digunakan data berat sapih pada
Tabel 8.16.

Tujuannya adalah meningkatkan rata-rata berat sapih pada populasi generasi
yang datang (anak). Jadi akan dipilih induk atas dasar nilai pemuliannya.
Heritabilitas yang digunakan, h2 =0,25, x = 78,24. NP positip rata-rata =
28,74/21 = + 1,368

Dengan menggunakan induk no 16, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 30, 31, 32, 34,
35, 36, 39, 40, 44, 45, 47, 48, 49, dan 50 maka berat sapih rata-rata dalam
populasi induk terpilih 83,7 kg.

Seleksi diferensial = 83,7 - 78,24 = 5,47 kg. Respon seleksi dihitung
dengan rumus G = h2 x S = 0,25 (83,70 – 78,24) = 1,368

254

Tabel 8.17 Nilai pemuliaan h2 = 0,25 dan x = 78,24

No induk NP No induk NP

1 -2,06 26 +2,44
2 -0,31 27 +1,94
3 -2,06 28 -0,81
4 -0,31 29 -0,56
5 -0,56 30 +0,19
6 -1,81 31 +0,94
7 -0,56 32 +0,19
8 -1,06 33 -2,06
9 -0,56 34 +0,19
10 -1,56 35 +0,44
11 -2,06 36 +2,19
12 0,81 37 -1,31
13 -0,31 38 -0,56
14 -1,06 39 +2,69
15 -1,81 40 +0,69
16 +0,19 41 -0,06
17 -2,06 42 -0,31
18 -1,06 43 -0,06
19 -0,81 44 +1,44
20 +0,94 45 +2,69
21 +2,69 46 -0,31
22 +0,69 47 +1,69
23 -0,81 48 +2,69
24 -1,06 49 +2,69
25 +0,19 50 +0,94

4. Menghitung Nilai Pemuliaan dengan menggunakan dua atau lebih
Catatan produksi

Penaksiran Nilai pemuliaan dengan menggunakan dua atau lebih catatan
produksi, berat sapih pada Tabel 8.14, ditaksir dengan menggunakan rumus:
Setelah dihitung maka diperoleh nilai pemuliaan yang disusun pada Tabel 8.18

255

NP  nh 2 (x  x), x  x1  x 2 , n  jumlah catatan produksi
1  (n 1)t 2

x  79,18, nh 2  2 x 0,25  0,36
1  (n 1)t 1  0,4

Tabel 8.18. NP hasil penaksiran dengan menggunakan dua catatan produksi ( (x1
+x2)/2, Pada Tabel 8.14)

No induk NP No induk NP

1 -2,40 26 +3,36
2 -2,04 27 +2,46
3 +0,12 28 -1,14
4 -1,68 29 -1,50
5 +0,48 30 +1,38
6 +0,12 31 +0,86
7 +0,66 32 -2,40
8 -1,50 33 +0,12
9 +1,20 34 +0,48
10 -2,22 35 -1,32
11 -2,22 36 +1,74
12 -2,22 37 -0,96
13 -0,96 38 +0,30
14 -1,32 39 +1,74
15 -0,60 40 -1,32
16 +0,84 41 -1,14
17 -0,60 42 1,14
18 -2,58 43 +0,30
19 -1,14 44 +2,64
20 +1,02 45 +2,10
21 +3,31 46 -1,14
22 -1,32 47 +0,12
23 +1,02 48 +1,74
24 +0,12 49 +3,36
25 +1,02 50 +1,74
NP positip rata-rata = 34,35/27 = 1,27

256

Dari perhitungan ketiga diperoleh 21 induk yang mempunyai NP positif,
dan dari perhitungan keempat diperoleh 27 induk yang mempunyai NP positif.
Nilai pemuliaan positif pada perhitungan ketiga dan keempat diperoleh + 1,368
dan + 1,270.
Diketahui pula bahwa x populasi pada perhitungan ketiga = 78,24 kg
(menggunakan satu catatan produksi ), dan pada perhitungan keempat = 79,18
kg (menggunakan dua catatan produksi).

Dari perhitungan ketiga kalau 20 induk yang mempunyai NP+ dipilih
sebagai induk untuk generasi yang akan datang maka populasi induk baru
tersusun seperti pada Tabel 8.19

Tabel 8.19. Dua puluh induk dengan NP+ yang terpilih

No No Berat NP + No urut No Berat NP +
urut induk sapih Induk sapih
0,94 11 0,44
1 20 82 2,69 12 35 80 2,19
2 21 89 0,69 13 36 87 2,69
3 22 81 0,19 14 39 89 0,69
4 25 79 2,44 15 40 81 1,44
5 26 88 1,94 16 44 84 2,69
6 27 86 0,19 17 45 89 1,69
7 30 79 0,94 18 47 85 2,69
8 31 82 0,19 19 48 89 2,69
9 32 79 0,19 20 49 89 0,94
10 34 79 50 82

Nilai tengah berat sapih populasi  1679  83,95 kg, Rataan NP  NP 1,43
20

G  h 2S , S  Ps - P  83,95 - 78,24  5,71 kg

G  0,25 x 5,71  1,43 , sama dengan nilai NP  1,43

257

Kalau digambar sebagai berikut

20 induk
terpilih

5,71 Generasi tetua
P = 78,24 Ps = 83,95

Ge Generasi progeni

Po = 79,67

Gambar 8.4 Generasi progeni hasil seleksi

Pada contoh yang te1ah diuraikan di atas jelas bahwa ke 20 induk tersebut
hanya. akan menghasi1kan keturunan dengan berat sapih rata-rata 79,67 kg.
(78,24 + 1,43) , kalau pejantan yang dipakai juga mempunyai NP = + 1,43; Induk
mempunyai nilai pemuliaan + 1,43 untuk karakteristik berat sapih, berarti bahwa
apabila induk tersebut dikawinkan dengan pejantan yang mempunyai NP = 0
maka anak betinanya akan mempunyai anak dengan berat sapih + 1,43/2 di atas
berat sapih rata-rata yang dimiliki generasi induknya, pada contoh

Induk dengan NP + 1,43 x pejantan dengan NP = 0 =
(Berat sapih 84 kg ) (anak dari induk dg berat sapih 78,24 kg
= rata-rata populasi)

258

Perkawinan tersebut akan menghasilkan anak betina yang mempunyai anak
dengan berat sapih = 78,24 + ½(1,43) = 78,96 kg

Kalau induk dengan Pejantan dengan
NP + 1,43 (berat Dikawinkan dengan NP + 1,43
sapih = 84 kg)

maka akan menghasilkan progeni yang menghasilkan cempe dengan berat sapih
= 78,24 kg (rataan populasi) + ½(1,43) kg (dari induk ) + ½(1,43) kg (dari
pejantan) = 78,24 + 1,43 = 79,67 kg

Dapat diperjelas dengan gambar (path diagram)

NP =+ 1,43 GD h P

½
GO + 0,715

½ + 0,715

GD GS NP GO = ½ h2(P-P) +½h2(P-P)
NP=+2,86 +1,43

h

P

Seleksi diferensial dapat dihitung dengan menggunakan bantuan tabel
(hal…). Langkah yang pertama adalah menetapkan proporsi induk yang
dipertahankan, misal 40%. (20 induk) . Kemudian gunakan tabel, untuk mencari
nilai pada baris untuk proporsi yang dipertahankan 40%.

259

Pada tabel diperoleh angka 0,7

Langkah berikutnya menggunakan rumus S  i p p  5,374
S  0,97 X 5,734  5,56 tidak jauh berbeda dari 5,71 dari kenyataan hasil
perhitungan.

Kalau pada perhitungan 4) (menggunakan dua catatan produksi) juga hanya 40%
(20) induk yang dipertahankan maka akan diperoleh seperti pada Tabel 8.20.

Tabel 8.20 Nilai pemuliaan 20 indukyang ditaksir dengan dua catatan produksi

No No Berat NP + No urut No Berat NP +
urut induk sapih Induk sapih
0,48 11 1,38
1 5 80,5 0,66 12 30 0,86
2 7 81,0 1,20 13 31 0,12
3 9 82,5 0,84 14 33 0,48
4 16 81,5 1,02 15 34 1,74
5 20 82,0 3,31 16 36 0,30
6 21 88,5 1,02 17 38 1,74
7 23 82,0 1,02 18 39 2,64
8 25 82,0 3,36 19 44 1,74
9 26 88,5 2,46 20 48 3,36
10 27 86,0 49

Dari perhitungan data pada Tabel 22a maka diperoleh X  83,8 dan
NP  1,66

Pada data di atas terlihat bahwa induk yang terpilih tidak sama dengan
kalau memakai hanya satu catatan produksi. Hasil pada Tabel 8.20 , NP lebih
tiriggi disebabkan karena h2 yang ditaksir dengan dua catatan produksi lebih

tiriggi yakni 0,36.

260

Relatif efisiensi menggunaka n dua catatan produksidapat dihitung dengan meng -

gunakan

rumus R e  n  1,78, kalau t mempunyainilai sama dengan heritabilitas
1  (n 1)t

(t  h 2  0,25) . Respon seleksi menggunaka n dua catatan produksi juga akan naik.

G  h 2 X S  0,36 X (83,8 - 79,18) 1,66

Kalau digambarka n dalam bentuk grafik maka sepertiberikut.

4,71

P = 79,18 Ps=83,8

Po = 79,18 + 1,66 = 80,84
Gambar 8.4 Respon seleksi

Dari contoh di atas jelas terlihat bahwa seleksi mampu menaikkan nilai
tengah populasi atau dengan perkataan lain karakteristik yang dikehendaki dapat
dinaikkan. Kenaikan ini tidak akan hilang tetapi diturunkan dari generasi ke
generasi yang berikutnya (generasi progeni).

261

5. Memilih Calon Induk atau Calon Pejantan
Apabila pada contoh 3 dan 4 dihendaki untuk menambah populasi induk

dari 20 yang terpilih menjadi 30 maka harus dipilih calon induk tambahan. Calon
induk tersebut dapat dipilih dari anak 10 induk yang mempunyai NP dengan
urutan 1 sampai 10 dari atas.

Jadi untuk calon induk dipilih pedet dari induk (dari contoh 4 Tabel 8.16)
No 49, 26, 21, 27, 44, 45, 48, 36, 39, dan 50. Demikian halnya apabila akan
memilih calon pejantan, misal 2 (dua) ekor maka dipilih dari anak induk No 20
dan 26 yang mempunyai NP = + 3,36. Dengan menggunakan pejantan yang
mempunyai NP > NP maka dari generasi ke generasi nilai tengah populasi akan
naik.

Sebagai contoh, misal pejantan dengan NP = +3,36 dikawinkan dengan
induk yang mempunyai NP = +1,66 maka progeninya akan mempunyai berat sapi
rata-rata = (3,36 + 1,66)/2 = 2,51 kg di atas rerata berat sapih populasi tetuanya.
Nilai tengah berat sapih populasi progeni akan naik menjadi 83,8 + 2,51 = 86,31
kg. Kalau ditirijau dari berat sapih awal, maka terlihat bahwa nilai tengah
populasi dari 79,18 kg dapat dinaikkan menjadi 80,84 kemudian dapat dinaikkan
lagi menjadi 86,31 kg. Dari contoh yang sederhana tersebut dapat dimengerti
bahwa kalau seleksi segera dimulai, dan dilakukan dengan cermat, maka di waktu
akan datang karakteristik produktif sapi potong dapat dinaikkan dengan pasti.
Jelas apa yang dicapai oleh stasiun perocobaan di luar negeri, yaitu menaikkan
berat sapih sebesar 35 kg per ekor dalam waktu 20 tahun bukan sesuatu yang
mustahil. Cara yang yang lebih cepat ialah apabila dilakukan juga crossbreeding
atau grading up. Misal di Indonesia, menggunakan bibit unggul import.

262

II. Seleksi Famili atau Keluarga

Pada metode seleksi famili, individu yang dipilih sebagai induk atu pejantan
didasarkan pada Np-nya yang dihitung dari data produksi keluarga individu
tersebut. Famili atau keluarga adalah kelompok individu yang mempunyai
hubungan keturunan disebabkan mempunyai tetua bersama, dapat berupa induk
dan pejantan, induk atau pejantan, atau tetua bersama yang lebih jauh (nenek dan
atau kakek). Berdasar batasan tersebut maka famili dapat berupa kelompok
saudara kandung (full sib), dan saudara setengah kandung (half sib).

Oleh karena itu pada seleksi famili, informasi atau data yang dibutuhkan
adalah catatan produksi anggota famili dan rata-rata produksi famili.

Sebagai contoh misal Falultas Peternakan Unsoed memiliki 4 (empat)
kelompok famili setengah kandung dari progeni pejantan American Brahman, A,
B, C dan D. Untuk memudahkan misal masing-masing keluarga terdiri dari 10
individu. Famili tersebut dapat dimisalkan sebagai berikut.

Tabel 8.21 Famili saudara setengah kandung

Keluarga Pejantan Nomor Progeni

I A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

II B 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

III C 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

IV D 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Dalam seleksi famili, misal karakteristik laju pertumbuhan yang akan diperbaiki.
Maka akan digunakan data pertambahan berat badan harian yang telah dikoreksi
untuk jenis kelamin dan umur induk.

263

Dari famili di atas akan dipilih 10 calon induk atau pejantan . Maka
pemilihan tersebut akan didasarkan pada data yang telah terkumpul. Misal data
yang diperoleh sebagai berikut.

Tabel 8.22. Data pertambahan berat badan harian (gram)
Keluraga

I/A II/B III/C IV/D
526
1 400 309 403 406
2 585 600 460 429
397
3 346 553 376 595
403
4 304 316 386 436
585
5 537 396 309 340
304
6 482 577 331 4421
442,1
7 332 495 460

8 593 446 444

9 364 467 351

10 596 348 386

 4539 4507 4086

xf 453,9 450,7 408,6

xf 438,6

Dari famili di atas misal akan dipilih 10 ekor calon induk/pejantan. Maka
pemilihan dijalankan sebagai berikut.

264

a. Kalau pemilihan berdasar kemampuan individu maka akan dipilih 10 ekor
individu yang mempunyai kemampuan atau NP teratas.; yang terpilih
adalah

No PBBH No PBBH
2 600 16 577
10 596 13 553
8 593 3 537
2 585 29 531
38 585 31 526

b. Kalau didasarkan nilai tengah famili, maka seluruh anggota keluarga I
terpilih (nilai tengahnya tertiriggi = 453,9)

c. Kalau didasarkan nilai individu dan famili maka individu nomor 31 dapat
tidak terpilih karena nilai tengah famili lebih rendah dari nilai tengah
keluarga A dan B.

Cara Menghitung Nilai Pemuliaan Menggunakan 2 (dua) cara

(1) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan
anggota famili secara random, dengan menggunakan nilai tengah famili.

(2) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan
anggota keluarga yang belum mempunyai data (masih muda).

Cara pertama
Perhitungan nilai pemuliaan akan mudah dengan bantuan diagram path

coefficient.

265

y 1
n[(1  (n 1)t]

Keluarga I/A G1 h x1

x1

G2 h x2

G3 h x3

G4 h x4

G5 h x5 xI=453,9

G6 h x6

G7 h x7

G8 h x8

G9 h x9

G10 h x10

Untuk keluarga II/B, III/C dan IV/D dapat disederhanakan sebagai berikut.

g10 h x10
g11 h x11 y xf2

. .y

g20 h x20

g21 h x21 y 1
n[(1  (n 1)t]
g22 h x22 y xf3

. .y

g30 h x30

g31 h x31

g32 h x32 y xf4

y

g40 h x40

266

g1……………..g40 anggota keluarga I……….IV

NPanggota keluarga  bgxf (x  xf ), bgx  rgx g
rgx  hy  (n 1)rhy  hy[1  (n 1)r] x

y 1
n[1  (n 1)r]

g  g 1 h 1
x x
1  (n -1)t 1  (n -1)t

n

bgx  h [1  (n -1)r] 1 hn
n[1  (n -1)t] 1  (n -1)t

 h 2[1  (n 1)r
[1  (n 1)t]

NPind  h 2[1  (n 1)r] ( x -x )
[1  (n 1)t]

r adalah coefficient relationship pada famili terdiri dari saudara setengah kandung,

maka r = 0,25 ; h2 = heritabilitas = 0,4 t = 0,1 = rh2

h 2  h 2[1  (n 1)r]  0,4 [1  (10 -1)0,25]  0,68 ; x F  438,8
F (1  (n 1)t] 1  (10 -1)0,1]

Nilai pemuliaan individu (diambil random) anggota famili setelah dihitung

diperoleh hasil sebagai berikut.

K I K II K III K IV

x F  453,9 x F  450,7 x F  408,6 x F  442,1
NP  10,268 NP  8,092 NP  -20,536 NP  2,2

267

Seleksi famili yang telah dikerjakan di atas pada dasarnya adalah akan
mempertahankan atau mengeluarkan individu (anggota famili) atas dasar produksi
rata-rata famili Dengan acara di atas maka 10 ekor anggota famili yang ditahan
adalah seluruh anggota keluarga I/A. Hasil seleksi (respon seleksi) dihitung
dengan menggunakan rumus

G  h 2 (xF - xF)
F

G per generasi  0,68 ( 453,9 - 438,8 ) 10,8 gr

Cara kedua
Menggunakan data produksi famili untuk menghitung nilai pemuliaan

individu yang tidak ikut menentukan nilai tengah famili (karena belum

berproduksi). Dengan menggunakan path coefficient dapat digambarkan sebagai

berikut.

g1 h x1

ty

g2 h x2 y

. . xF

g10 h x10

y 1

g0 n[(1  (n 1)t]

Individu g0 belum belum produksi (masih muda) sehingga belum mempunyai

catatan produksi, dan ikut menentukan nilai tengah famili. Tetapi saudaranya g1-

g10 telah mempunyai. Nilai pemulian individu g0 dapat dihitung dengan

menggunkan rumus

NPgo  r h 2[  n 1)t ] (x F - xF), NPgo  0,25 x 0,4 x 10  0,53
1 (n  1 (9 x 0,1)

268

NP Keluarga I/A + 8,000………………..+ 8.
NP Keuarga II/B + 6,307………………..+ 6
NP Keluarga III/C - 16,006……………… - 16
NP Keluarga IV/D + 2,173………………..+ 2

Dari rumus dapat dikethui bahwa seleksi dengan menggunkan data nilai
tengah famili akan lebih efektif dibanding dengan seleksi individu apabila r
mempunyai nilai yang tiriggi (setiriggi mungkin) dan t bernilai rendah (sekecil
mungkin). Efisiensi relatif dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

Efisiensi Relatif ( R) Seleksi cara pertama

R  1 (n 1)r , R  GFamili  0,25 x 0,4 10  0,229
n[1 (n 1)t] G Inividu 1 0,9

Efisiensi Relatif ( R ) Seleksi cara kedua

rgxF  1  (n 1)rh , h 2  0,4 r  0,25 dan t  rh2  0,1 maka
n[1  (n 1)t]

rgxF  1  9 x 0,25 0,4  0,47
10(1 9 x 0,1)

Kecermatan seleksi dengan menggunakan data nilai tengah famili saudara

setengah kandung dihitung dengan rumus

rgx F  rh n  0,5 h n untuk h 2  0,4; n  10; r  0,25
1  (n 1)t 1  (n -1)t

rgx F  0,363

Seleksi Cara ketiga, Seleksi Famili, Seluruh anggota famili dipilih
Diagram path coeficientnya sebagai berikut

269

g1 h x1
t
zr x2 y
xF
gz g2 h x10 y

zr t

. g10(n) h

NPfamili  bgx F (x F - x F )

bgxF  rgx F g  [z n h y  (n 1)z r h y] g 1(n 1)r
x x n

1(n 1)t
n

bgx F  znhy[1  (n 1)r] h 1(n 1)r 
1(n 1)t

 nh 2 1 1 [1  (n 1)r] 1(n 1)r

n[1(n 10r] n[1(n 1)t] 1(n 1)t

 nh 2 [1(n 1)r] [1  (n 1)r]
n 2[1(n 1)t] [1  (n 1)t]

bgxF  h 2 [1(n 1)r]  h 2
[1(n 1)t] F

NPfamili  h 2 (x F  xF)
F

Rumus NPfamili sama persis dengan rumus yang dipakai untuk mencari NP
individu yang dipilih secara random dari famili dengan menggunakan nilai tengah
famili (cara pertama).

270

Seleksi Famili Saudara Sekandung

Apabila anggota famili adalah saudara sekandung maka rumus yang
digunakan untuk menghitung NP individu dengan menggunakan nilai tengah
saudara sekandung, sama seperti pada cara kedua, tetapi nilai r = 0,5.

Diagram path coeficientnya sebagai berikut

Gs ½ g1 h x1
t
½r x2 y
t xF
Gd ½ g2 h x10
y
½r

. g10(n) h

go
r = (½ x ½ ) + (½ + ½ ) = 0,5
t = h r h = r h2 = 0,5 h2

NP ind (go ) rh 2  n  (x F  xF)
1 (n  
 1)t

 0,5 h 2 n  0,5 h 2 2n

1  (n -1)0,5 h 2 2  (n -1)h2

NP ind (go )  h 2  n 
 (n  
 2  1)h 2 

271

Cara keempat Seleksi Kombinasi
Pada seleski Kombinasi, untuk menghitung NP individu digunakan data

produksi individu dan nilai tengah famili secara bersama. Berbeda dengan pada
cara 1-3 pada seleksi kombinasi digunakan regresi ganda (multiple regression).
Data individu dan nilai tengah famili dianggap dua peubah bebas. Rumus yang

NPindividu  b gx (x - x F )  (x F - x F )

b gx  1- r  h 2 b  1 (n - 1)r  h 2
1- t  gx 1  (n  1)t 


Rumus yang lengkap

NPg   1  r h 2 (x - x F )  1  (n -1)r  h2 (x F - x F )
 1  t  1  (n 1)t 

diganakan sebagai berikut.
Contoh penggunaan Rumus (periksa data pada Tabel 8.22)

NPindividu no2  1  0,25 0,4 (585 - 453,9 )  1 9 x 0,25 0,4 (453,9 - 438,8
1  0,10 1 9 x 0,10

NPg 2  ( 0,75 x 0,4 x 51,1)  (1,7 x 0,4 x 15,1)   27,30
0,90

Silahkan anda menghitung NP individu no1- 40 , kemudian pilih 10 individu yang

memiliki NP tertinggi .

Uji Keturunan (Progeny testirig)

Seleksi atas dasar uji keturunan adalah seleksi yang digunakan untuk
memilih pejantan atau induk (umumnya digunakan untuk memilih pejantan)
dengan menggunakan data kemampuan produksi progeninya. Sesuai dengan

272

batasan tersebut dapat juga dikatakan bahwa uji keturunan adalah
membandingkan dan kemudian memilih pejantan atau induk berdasar kemampuan
produksi keturunannya.

Nilai yang dihitung dengan uji keturunan hasilnya akan lebih cermat
dibanding dengan cara lain. Dasar uji keturunan ialah bahwa progeni mendapat
separo karakteristik temurun dari tetuanya. Progeni mendapat separo efek gen
yang dapat dijumlahkan atau separo NP tetuanya. Dengan kalimat lain NP tetua
atau kemampuan produksi tetua dapat diduga dari produksi progeni. Makin
banyak progeni yang digunakan maka makin cermat penaksiran NP tetua.

Uji keturunan pada sapi dan domba biasanya digunakan untuk menguji
pejantan. Diagram path coeficient uji keturunan sebagai berikut.

273

GsI ½ g1 h x1
t
½r x2 y
t x
½ g2 h x10
y
r

. g10(n) h

GsIV ½ go x1
g1 h t
½r x2 y
½ g2 h t x
x10
r g10(n) h y
.

go

NPgs  bgs x (x - x)

NPgs  0,5 nh 2 (x - x), t  rh2 r  0,25
1  (n 1)t

Contoh Menghitung NP dengan Menggunakan Uji Keturunan

Misal 4 pejantan pada Tabel 24 akan dibandingkan dan kemudian dipilih

NPGs  0,5 nh 2 (x - x),
1 (n 1)t

274

GsI x I  453,9 NPG I  0,5 x 0,4 x 10 (453,9  438,6)  15,9
GsII x II  450,7 1  0,9
GsIII x III  408,6
GsIV x IV  442,1 NPG II  0,5 x 0,4 x 10 (450,7  438,6)  12,5
x  438,6 1  0,9

NPG III  0,5 x 0,4 x 10 (408,6  438,6)  31,8
1  0,9

NPG IV  0,5 x 0,4 x 10 (442,1  438,6)  3,5
1  0,9

seekor yang paling unggul.

Kecermatan pendugaan NP dengan uji keturunan dihitung dengan rumus
Perlu diingat bahwa t = korelasi antara data produksi saudara. Apabila

rgs x  Cov gsx x  1h n
Var gs Var 2 1  (n 1)t

saudara tersebut adalah saudara kandung t = 0,5 h2 . Apabila saudara tersebut

saudara setengah kandung maka t = 0,25 h2. Sebenarnya t = rh2 + C, C adalah

efek faktor lingkungan; C mempunyai nila = 0. apabila faktor lingkungan

pengaruhnya dianggap sama untuk satu keluarga pejantan tetapi berbeda untuk

keluarga pejantan yang lain.

275

Kemampuan Ujji Keturunan

Kecerma tan uji keturunan  rgs x  1 n

Kecermatan seleksi individu rgsx 2 1 (n 1)t

Kecermatan uji keturunan digunakan untuk membandingkan kecermatan
pendugaan NP memakai data keturunan dengan memakai data produksi individu.

Kalau grafikan sebagai berikut.

h2=0,15
A C=0

B
h2=0,15

C=0,25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gambar 8.5 Kecermatan Uji Keturunan

Kalau h2 = 0,15 C=0,25 maka (kuk/ksi) tidak dapat melampaui nilai 1
(garis B).

Dari grafik di atas dapat dimengerti bahwa garis B, meskipun menggunakan
data produksi banyak anak tetap tidak dapat menghilangkan pengaruh faktor
lingkungan. Oleh karena itu usaha untuk menghilangkan pengaruh - pengaruh
faktor lingkungan sangat diperlukan. Usaha yang dapat dijalankan adalah dengan
mengadakan mengacakan, dengan maksud semua pedet dari semua pejantan

276

mendapat perlakuan sesama mungkin. Dengan perkataan lain, semua pedet
dipelihara di bawah pengaruh perlakuan yang sama.

Contoh keadaan C mempunyai nilai = 0 ialah apabila kelompok pejantan
dan keturunan dipelihara di tempat yang berbeda. Tiap kelompok pejantan
tersebut mempunyai faktor lingkungan yang berbeda.

Telah dijelaskan bahwa, dengan pengisian rumus, untuk mencapai
kecermatan yang sama dengan kecermatan seleksi individu dibutuhkan 5 (lima)
ekor progeni apabila C=0 dan h2 = 0,15 serta r = 0,25. Dalam beberapa buku
acuan diuraikan bahwa dengan jumlah progeni tertentu penaksiran NP dengan uji
keturunan memiliki kecermatan yang tiriggi.

Menggunakan rumus kecermatan dapat dihitung jumlah progeni yang
dibutuhkan untuk mendapatkan kecermatan uji keturunan sama dengan
kecermatan seleksi individu. Misal diketahui h2 = 0,4 dan r = 0,25 maka
menghitungnya sebagai berikut.

277

0,5 n  1
1  (n 1)t

t  r h 2  0,25 x 0,4  0,1

0,5 1  n 1)0,1   1 n 4
(n - 1  0,1n - 0,1

n  4  0,4n  0,4  3,6  0,4n

0,6n  3,6 n  3,6  6 ekor
0,6

Apabila h 2  0,15 r  0,25 t  0,25 x 0,15  0,038 kalau C  0

maka n  1,36

Periksalah Tabel 8.23 yang menginformasikan hubungan jumlah progeni
dan kecermatan uji keturunan apabila nilai h2, r dan C diketahui.

Tabel 8.23 Kecermatan pendugaan NP dengan menggunakan uji keturunan
h2= 0,15; r = 0,25 dan C = 0

Jumlah progeni Kecermatan

1 0,195
2 0,271
3 0,326
4 0,369
5 0,406
7 0,666
10 0,532
15 0,540
20 0,665

Dalton et al., (1974)

278

Efisiensi Uji Keturunan
Dibandingkan dengan seleksi individu, uji keturunan mempunyai efek

memperpanjang generasi interval. Oleh karena itu perlu diusahakan untuk
memperpendek generasi interval. Rae (1970) menganjurkan menggunakan
pejantan semuda mungkin dan mengumpulkan data produksi seawal mungkin.

Clarke (1971) melaporkan bahwa uji keturunan tergantung pada jumlah
progeni tiap pejantan yang digunakan dan nilai h2. Keefektifan uji keturunan
tergantung pula pada jumlah pejantan yang diuji.

Lasley (1972) memberikan 7 (tujuh) pedoman yang perlu diperhatikan
dalam melakukan uji keturunan, sebagai berikut.
1. Sapi betina harus diacak terhadap pejantan yang dipakai. Mengawinkan betina

unggul yang dipilih dengan pejantan tertentu akan menyebabkan pendugaan
NP pejantan kelewat tiriggi.
2. Ransum dan pemberiannya harus menurut patokan yang telah ditentukan.
3. Efek kandang atau tempat pemerliharaan pedet harus dihilangkan, dengan cara
acak misalnya.

4. Semua kelompok pejantan dan progeninya diusahakan di bawah kondisi
faktor lingkungan, termasuk tempat, sesama mungkin.

5. Sapi betina diusahakan beranak dalam tahun dan musim yang sama.
6. Sedapat mungkin mengikutsertakan seluruh keturunan yang sehat.
7. Sampai batas tertentu, makin banyak progeni yang diikutsertakan, uji

keturunan memberi penaksiran NP yang makin cermat.
Dalton et al., (1974) menyatakan bahwa untuk mencapai kecermatan yang
tiriggi uji keturunan memerlukan beberapa syarat sebagai berikut.
a) Sapi betina diacak menurut umur untuk setiap pejantan.

279

b) Seluruh pedet (progeni) dipertahankan sampai uji selesai dijalankan.
c) Semua sapi harus diperlakukan sama.
d) Setiap pejantan paling sedikit memiliki 10-15 pedet.
e) Pejantan yang dibandingkan paling sedikit 4 ekor.
f) Pejantan selama uji hanya dikawinkan dua kali (untuk menguji

kesuburan).
Mengingat syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk mencapai kecermatan
dan keefektifan uji keturunan seperti yang diharapkan, jelas bahwa pelaksanaan
uji keturunan memerlukan persiapan yang cermat dan tersedianya biaya yang
cukup.

Metode Seleksi untuk Meningkatkan Dua Karakteristik
Produksi

Pada peningkatan produksi sapi potong telah diketahui bahwa produksi sapi
potong tergantung dari beberapa karakteristik produktif. Oleh karena itu telah
dicoba lewat percobaan melakukan seleksi untuk meningkatkan dua karakteristik
produktif atau lebih secara bersamaan. Karena nilai ekonomi relatifnya
karakteristik tersebut tidak sama maka lebih dahulu harus diketahui urutannya.
Ada tiga metodel seleksi untuk meningkatkan karakteristik produktif secara
bersamaan.

1. Seleksi Tandem. Pada metode ini, seleksi dilakukan untuk menaikkan
karakteristik produktif yang pertama sampai mencapai tingkat yang

280

dikehendaki. Kemudian setelah itu seleksi dilakukan untuk karakteristik
kedua dan seterusnya untuk karakteristik yang berikutnya.
2. Independent Culling Levels. Pada metode ini, lebih dahulu ditentukan
tingkat (level) yang dikehendaki untuk setiap karakteristik yang ingin
diperbaiki. Langkah selanjutnya memilih individu, yang memiliki nilai
produksi di atas tingkat tersebut dipertahankan dan di bawah tingkat
tersebut dikeluarkan.
3. Menggunakan Indeks Seleksi. Lebih dahulu ditentukan nilai patokan
untuk tiap karakteristik. Kemudian atas dasar penjumlahan nilai semua
karakteristik individu dipilih untuk dipertahankan atau dikeluarkan.

Contoh Menggunakan Indeks Seleksi
Misal karakteristik yang akan diperbaiki secara bersama adalah berat sapih
(x1) dan derajat pendagingan (x2). Indeks yang dipakai dapat berbentuk:
I = b1 (x1– x1) + b2 (x2 – x2)
Cara menghitung b1 dan b2 telah diuraikan oleh Bogart (1959) atau Lasley
(1972). Misal b1 = 10, b2 = 12. Kalau individu no 1, memiliki x1 = 75 dan x2 =
7, diketahui pula setelah dihitung x1 = 70 dan x2 = 6 maka
I1 = 10 (75-70)+12(7-6) = 62
Setelah semua individu dihitung Indeks seleksinya maka pemilihan individu
didasarkan atas nilai indeks tersebut. Untuk menyusun Indeks diperlukan data
sebagai berikut.
1. Nilai REV setiap karakteristik .
2. Variansi setiap karakteristik.
3. Korelasi fenotipik antar karakteristik.

281

4. Nilai h2 dan
5. Korelasi genetik antar karakteristik.

SELEKSI SAPI PERAH

Pendahuluan
Sapi perah nilai atau harganya ditentukan oleh performans produksinya.

Definisi yang tepat untuk performans produksi berbeda dari satu negara ke negara
lain, bahkan mungkin berbeda pula dalam satu negara. Tetapi dalam semua
batasan tersebut selalu mengandung informasi mengenai kualitas dan kuantitas
susu yang dihasilkan.

Peningkatan mutu genetik di dalam populasi akan diperoleh dengan
menyeleksi sekelompok individu yang memiliki performans tertiriggi dan
menggunakan individu terseleksi tersebut untuk menghasilkan generasi
berikutnya.

Dalam program peningkatan mutu sapi perah, karena peningkatan mutu
genetik lewat individu betina sangat lambat, maka penekanan pada seleksi adalah
memilih calon pejantan.

Peningkatan penggunaan AI telah menyebabkan peningkatan kegunaan
seleksi untuk pejantan. Keuntungan utama penggunaan AI adalah karena AI
memungkinkan menyebarkan secara luas materi genetik terbaik dari beberapa
pejantan dengan cara mengenal lebih banyak ternak betina dibandingkan kawin
alam. Kebutuhan dasar untuk meneruskan program AI ialah karena kebutuhan
untuk menyediakan pejantan dengan meteri genetik unggul dalam jumlah yang
cukup. Carter (1956) menyatakan bahwa di bawah kondisi New Zealand,
peningkatan genetik sebesar 5 kg (10 pound) lemak susu per tahun dapat dicapai
dengan cara hanya mempertahankan 5 % pejantan top, apabila nilai pemuliaan

282

pejantan tersebut dapat di evaluasi dengan benar. Hipotesis ini tidak benar karena
nilai pemuliaan pejantan yang sesunguhanya tidak dapat dihitung dan di samping
itu beberapa faktor mempengaruhi penggunaan yang benar pejantan terse
leksi tersebut.

Pada kondisi sistem penggunaan Al dalam peningkatan mutu genetik sapi
perah, pejantan muda diseleksi awal berdasar informasi yang dimiliki pedigree.
Salanjutnya digunakan dalam uji keturunan untuk menaksir nilai pemuliaanya
secara lebih cermat. Kemudian hasil uji keturunan dipilih yang terbaik untuk
digunakan sebagai proven bulls yang digunakan dalam program Al.

Salah satu masalah yang harus dipecahkan adalah mengenai metode se1eksi
awal untuk memilih calon pejantan yang akan diuji dengan uji keturunan.

Bahasan yang akan diuraikan mencakup 1) Faktor-faktor yang mempe-
ngaruhi laju peningkatan mutu genetik per tahun yang dapat dicapai, 2) Obyek
seleksi, 3) Teori Seleksi, 4) Perlatihan
Faktor yang mempengaruhi laju Peningkatan mutu genetik
(dalam program artificial breeding)

Metode seleksi bermacam-macam tetapi prinsip yang mendasari sama.
Secara umum, teori seleksi menunjukkan bahwa peningkatan mutu genetik hasil
seleksi seperti berikut.

Peningkatan genetik per tahun = ( heritabilitas x diferensial seleksi)
dibagi dengan interval generasi

Jelas bahwa peningkatan mutu hasil seleksi meningkat dengan
meningkatnya kecermatan seleksi yang diukur dengan heritabilitas dan dengan
penurunan interval generasi. Karena seleksi deferensial sama dengan ip , maka
simpang baku fenotipik karakteritik juga mempengaruhi laju peningkatan mutu
genetik.

283

Usaha pertama untuk menilai kepentingan relativ beberapa faktor yang
mempengaruhi laju peningkatan mutu genetik yang diperoleh dengan bantuan
program AI di NZ telah dikerjakan oleh Searle (1962). Dua faktor utama yang
mempengaruhi superioritas progeni betina proven bull dibandingkan dengan yang
bukan turunan proven bull tergantung pada a) intensitas se1eksi untuk penjantan
muda apabila informasi yang dibutuhkan telah tersedia, b) jumlah record per
anak betina untuk pengujian.

Mengacu pada NZ Dairy Board Animal Report (1961) Searle menjelaskan
tambahan superioritas dan progeni betina pejantan muda yang digunakan dalam
seleksi. Ia mensimbolkan jumlah inseminasi per tahun dalam artificial breeding
dengan T (misal 1000) dan dari T tersebut P % (misal 10%) berasal dan proven
bull =10% x l000 =100 inseminasi frozen semennya berasal dan proven bull dan
(T-TP) berasal dan unproven bull =1000 –100 = 900. Selanjutnya jumlah proven
bull disimbolkan Np dan unproven bull dengan Nu dengan rerata inseminasinya
sebesar Ip dan Iu

Menggunakan ketentuan tersebut maka diperoleh persamaan:

Np  PT dan Nu  (1 P)T
Ip Iu

PT = jumlah inseminasi dan proven bull
(1-P)T = jumlah inseminasi dan unproven bull
Np = jumlah proven bull
Nu = jumlah unproven bull
Ip = rerata inseminasi per proven bull
Iu = rerata inseminasi per unproven bull

Intensitas seleksi untuk proven bull tergantung pada jumlah replacement
yang dibutuhkan dan jumlah pejantan muda yang tetap hidup pada waktu

284

informasi untuk pembuktian (proof) diperoleh. Berdasar persamaan di atas
maka (intensitas seleksi individu yang dipilh jadi calon tetua) makin sedikit yang
dipilih maka seleksi makin intensif (i p makin besar). Intensitas seleksi (proporsi
yang dipertahanakan ) diasumsikan sebesar ( 0.25 Np)/(0.7 Nu)

0.25 Np = jumlah proven bull yang harus diganti, akan diganti dari
unproven bull sejumlah N

0.70 Nu = jumlah proven bull yang diperkirakan siap sebagai pupulasi asal
pengganti diseleksi

Persamaan di atas menunjukkan bahwa, apabila faktor yang lain tetap maka
peningkatan rerata inseminasi per proven bull, Ip, akan menurunkan Np, proporsi
yang dipertahanakn makin kecil, berarti akan meningkatkan intensitas seleksi,
ingat persamaan

Np  PT
Ip

Apabila Iu ditingkatkan maka akan menurunkan intensitas seleksi, karena dengan
menggunakan persamaan,

Nu  (1  P)T
Iu

dapat diperoleh Nu yang lebih kecil yang berarti bahwa jumlah proven bull yang

digunakan menurun.

Dalam kasus mi diasumsikan sisa unproven bull setiap tahun sebesar 30%.

Oleh karena itu untuk mendapat peningkatan yang lebih baik melalui bantuan Al

maka, proporsi inseminasi (=jumlah anak) dengan unproven bull harus cukup

285

tiriggi supaya dapat diperoleh jumlah pejantan muda yang cukup banyak untuk di
seleksi sebagai proven bull.

Di pihak lain apabila lebih banyak pejantan muda di uji maka proporsi yang
tiriggi hasil inseminasi harus berasal dan unproven bull, atau setiap ekor
pejantan muda hanya mempunyai jumlah anak yang sedikit waktu diuji. Pada
kenyataannya peningkatan produksi lewat seleksi pejantan tergantung pada

1) metode seleksi untuk pejantan muda,
2) proporsi inseminasi (=jumlah anak) dengan pejantan muda tersebut,
3) intensitas seleksi untuk proven bull.

Apabila jumlah pejantan muda yang dibutuhkan diketahui, maka

intensitas seleksi pada waktu selesai diuji tergantung jumlah pejantan yang

dibuktikan (dicoba) keunggulannya.

Pejantan muda (pm) ———> seleksi awal —--—> pm terseleksi
pm terseleksi seleksi pedigree

Progeni tested ——-> diuji keturunan ----> p uji terpilih
peningkatan
kecermatan
penaksiran MP

--------> proven bull ------> digunakan dalam
diuji dilapangan program Al
juga dievaluasi
dgn uji keturunan

Best proven bull terpilih-------> frozen semen diproduksi

Kalau pejantan ini, yang dievaluasi, memiliki NP tiriggi, misal + 100 1,
maka kalau dikawinkan dengan populasi betina yang memiliki rerata produksi X
liter, maka populasi anak betinanya akan memiliki produksi X + 0.5 x 100 l. Jelas
produksi generasi anak akan lebih tiriggi dan produksi generasi populasi

286

induknya. Makin sedikit jumlah proven bull dibutuhkan maka makin kuat/besar
intensitas seleksi yang digunakan.

Roberstson dan Rendel (1950) menyatakan bahwa untuk memperoleh
peningkatan yang maksimum pada seleksi pejantan maka populasi induk harus
cukup besar dan jumlah inseminasi dan proven bull harus sebanyak mungkin
dapat dilaksanakan. Berarti akan diperoleh progeni proven bull dalam jumlah
yang tiriggi pula. Sebagai akibatnya kalau hanya sedikit yang dipakai untuk
pengganti berarti seleksi yang dilakukan sangat ketat.

Jadi peningkatan jumlah inseminasi per proven bull merupakan faktor
utama dalam usaha peningkatan produksi (lewat peningkatan genetik ).

Struktur populasi

Struktur populasi yang dimaksudkan adalah informasi mengenai jumlah
sapi pada waktu mulai dipelihara, kelompok umur, trah, frekuensi gen, fitness,
produksi rata-rata, minimum dan maksimum, dan generasi interval individu yang
menyusun populasi serta informasi (catatan produksi) yang tersedia.

Populasi dapat tersusun dari individu dewasa, muda dan menyusui, dan
yang baru lahir. Salah satu contoh struktur populasi sapi perah di tingkat
peternakan di Indonesia adalah seperti yang dilaporkan oleh (Suhaji, 1992).

Awal pemiliharaan. Di Indonesia masa kini pemilikan sapi perah
umumnya dilatar-belakangi proyek yang dikembangkan oleh Pemerintah seperti
PIR, MEE dan sistem kredit atau gaduhan. Beberapa peternakan merupakan
warisan yang turun temurun. Di pihak lain ada pula yang ingin mencoba
menginfestasikan modalnya (mini tapos dll).

287

Trah sapi perah. Sampai saat ini sapi perah yang dikembangkan di
Indonesia berdasar pilihan Pemerintah adalah FH, baik asal import jantan
Belanda, Orla maupun Orba, baik dari NZ, Australia maupun Amerika.

Struktur umur. Dalam populasi besar (sapi perah) umumnya umur anggota
populasi dapat dikelompok ke dalam kelompok umur di bawah 1 th, >1 sd =<2
th, >2 sd =<3, >3 sd =<4 dst. Umumnya sapi perah di Indonesia mulai beranak
pada umur 2 tahun dan terus dipertahankan sampi umur 8 - 11 tahun. Umumnya
jumlah sapi ber-umur muda lebih rendah dibanding kelompok umur yang sudah
berproduksi.

Tabel 8.24 Contoh kelompok umur

Kelompok Jumlah Umur Rataan Umur Jumlah
terendah umur tertiriggi laktasi
1 1
2 1 8.7 9 9.3 7
3 7 8.4 8 8.4 6
4 10 6.1 7 7.9 5
5 34 5.2 6 6.8 4
6 38 3.7 5 6.1 3
7 48 3.0 4 5.4 2
Total 139 2.0 3 3.4 1

Berdasarkan informasi pada tabel dapat di susun kelompok umur menjadi 7
kelompok 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3. Komposisi umur yang sebenarnya sbb: Jumlah
1 1 7 10 34 38 48 = 139

Informasi yang tersedia. Berdasar sistem perkawinan, serta struktur populasi
maka informasi yang tersedia di

288

dalam populasi dapat berupa catatan produksi tetua (pedigree), saudara,
famili dan keturunan. Jumlah catatan produksi dapat satu atau lebih.

Tergantung pada tipe perusahan maka informasi tersebut tidak terekam
dengan baik atau sekedar direkam tanpa tujuan untuk penggunaan dalam seleksi.
Di UPT umumnya sudah terekam dengan baik hanya penggunaannya yang belum
optimal. Informasi yang tersedia hanya dapat digunakan kalau ditangani dengan
cara tertentu sesuai syarat dalam program pencatatan produksi (recording, manual
atau dengan bantuan fasilitas komputer). Informasi yang tersedia dan yang
terekam dengan baik sangat berguna untuk menaksir nilai pemuliaan individu.

Tatalaksana

Tata perkandangan. Sederhana sampai yang maju serta modern.
Umumnya masih bertipe kandang pola lama peninggalan jaman Belanda.

Tata perkawinan. Perkawinan secara alam maupun menggunakan Al
terdapat di seluruh peternakan sapi perah rakyat dan Pemerintah.

Tata produksi. Perawatan beranak, awal pemerahan, penyapihan
pengeringan, penjualan susu, pedet ataupun induk yang tak dipertahankan
bervariasi dari peternak yang satu ke peternak yang lain.

Pencatatan produksi. Pencatatan produksi pada umumnya belum
dilaksanakan dengan benar. Demikian juga pemanfaatan catatan produksi untuk
keperluan seleksi.

289

Pengertian dan Tujuan Seleksi

Pengertian
Selection is the proccess of deciding which animals inreneratioan will be
allowed to become parents of the next~eneration and how many progeny will be
permitted to have (Warwick dan Legates, 19..)
„as a proccess in which certain individuals in a populalion are prefered to others
for the production of the next genration selection is two kinds, natural or that due
to natural forces, and artificial or that due to the efforts of ati (Lasley, 19.. )
Seleksi merupakan suatu proses pengambilan keputusan. Manusia dalam
usaha pengatur pewarisan karakteristik (gen) tidak banyak yang dapat dilakukan,
yang dapat dilakukan adalah menetapkan kelompok ternak yang diberi
kesempatan menghasilkan banyak produksi (berarti lebih banyak mewariskan),
diberi kesempatan menghasilkan lebih sedikit progeni (berarti lebih sedikit
mewariskan), tidak diberi kesempatan beranak (berarti tidak mewariskan dalam
populasi).
Menetapkan pejantan dan betina yang akan dikawinkan atau dengan
perkataan lain, menetapkan sistem perkawinan yang akan digunakan. Proses
pengambilan keputusan sampan diperoleh hash tersebut disebut seleksi. Berdasar
apa yang dilakukan tersebut maka peningkatan produksi dengan peningkatan
mutu genetik dilaksanakan dengan seleksi dan sistem perkawinan.
Pokok bahasan di bawah ini adalah bagaimana cara melaksanakan seleksi,
khususnya pada sapi perah.

290

Tujuan seleksi

Meningkatkan rerata populasi dengan meningkatkan rerata mutu genetik
populasi dan efisiensi produksi dan reproduksi dan generasi ke generasi
berikutnya.

Prinsip seleksi

Memilih individu yang ditaksir memiliki mutu genetik yang tiriggi dengan
tolok ukur nilai pemuliaannya. Selanjutnya menyisihkan atau nengeluarkan dan
populasi individu yang ditaksir memiliki mutu genetik yang rendah.

Dasar seleksi

Seleksi dilaksanakan berdasar hash pengukuran yang dilaksanakan pada
individu anggota populasi.

Ciri seleksi
Tidak dapat menaksir secara langsung nilai pemuliaan individu untuk
karakteristik yang akan ditingkatkan

Asumsi yang digunakan
1. Karakteristik yang akan ditingkatkan dengan seleksi dipengaruhi oleh faktor

genetik dan lingkungan sedemikian rupa sehingga efek gen pada setiap
lokus relatif kecil dibandingkan variansi total. Persamaan matematik yang
digunakan

VP = VA + VD + VI +VE

291

2. Karakteristik kuantitatif yang dilibatkan dalam seleksi terdistribusi normal
atau dapat ditransformasikan ke distribusi normal ( misal dengan log).
Efek seleksi
Seleksi tidak menciptakan gen baru, tetapi memungkinkan individu yang

memiliki gen tertentu lebih banyak mewariskan gen-nya (lebih banyak
progeninya). Oleh karena itu menyebabkan frekuensi gen yang disukai di dalam
populasi naik.

Pelaksanaan Seleksi
Seleksi dapat dilaksanakan pada setiap fase daur hidup individu (setiap
saat). Tetapi seleksi, khususnya pada ternak, dipengaruhi oleh faktor ekonomi.
Peningkatan mutu genetik yang optimum mungkin sangat mahal, oleh karena itu
disusun program seleksi yang ekonomis.

Langkah-langkah operasional
Sebelum melaksanakan seleksi persyaratan yang harus dilaksanakan adalah

melaksanakan (program) pencatatan produksi. Produksi yang dicatat adalah
untuk karakteristik yang akan ditingkatkan atau diperbaiki.

Pemilihan karakteristik
Pemilihan karakteristik didasarkan pada
1. REV (realtive economic value) nya,
1. heritabilitasnya,
2. korelasi (genetik) dengan karakteristik lain.

292

Pengukuran karakteristik
1. Menetapkan cara pengukurannya,
2. waktu pengukuran,
3. cara pencatatan hasil pengukuran,
4. cara pengkoreksian data,
5. pelaksanaan
Melaksanakan perhitungan atau penaksiran
1. Menetapkan metode seleksi yang akan digunakan,
2. menetapkan intensitas seleksi (proporsi individu yangdipilih untuk tetua
generasi yang akan datang),
3. menyiapkan informasi yang akan digunakan,
4. mengkoreksi data produksi,
5. menaksir nilai pemuliaan seluruh individu, (dg h2 dan t yang ditetapkan atau
ditaksir),
6. menjenjangkan nilai pemuliaan,

7. memilih individu sesuai intensitas seleksi, berdasarkan nilai pemuliaan,
8. memeriksa individu yang terpilih,
9. bila diperlukan mengadakan penggantian individu yang terpilih, tetap

berdasar pada jenjang nilai pemuliaan,
10. menghitung seleksi diferensial,
11. menghjtung generasi interval,
12. menghitung respons seleksi,
13. menghitung kecermatan, efisiensi dan efektifitas seleksi.

Parameter genetik yang diperlukan

Parameter genetik (besaran yang dimiliki populasi)yang dibutuhkan dalam
menghitung selama melaksanakan seleksi adalah heritabilitas, repitabilitas dan
korelasi genetik.

293

Heritabilitas. Adalah besaran yang menggambarkan proporsi variansi
fenotipik yang disebabkan oleh variansi genetik. Apabila variansi genetik yang
dimaksud hanya variansi genetik aditif maka heritabilitas yang ditaksir adalah
heritabilitas dalam arti sempit (h2).
Heritabilitas dalam arti sempit,h 2  VA

VP

Kkalau variànsi genetik termasuk variansi genetik non-aditif maka heritabilitas
yang ditaksir adalah heritabilitas dalam arti luas (H2).
H2  (VA  VD  VI )

VP

Dalam seleksi maka yang dibutuhkan adalah heritabilitas dalam arti
sempit. Dibutuhkan karena diperlukan untuk menaksir nilai pemuliaan individu
dan tanggapan seleksi.

Repitabilitas. Besaran yang menunjukkan besarnya proporsi variansi
fenotipik yang disebabkan oleh variansi genetik dan pengaruh faktor lingkungan
temporer.

Ditaksir dengan rumus
t  (VG  VEP )

VP
Dalam seleksi t dibutuhkan untuk menaksir MPPA (the most probable
producing ability) dan NP individu.

294

MPPA (the most probable producing ability). MPPA diperlukan untuk

memilih individu yang akan dipertahankan atau dikeluarkan pada periode

produksi yang akan datang.

Ditaksir dengan rumus

M PPA  P  1  nt 1)t (P  Pind )
(n 

Nilai Pemuliaan

Nilai pemuliaan adalah nilai yang menggambarkan jumlah efek gen rata
dan seluruh gen yang dimiliki individu.

Taksiran nilai pemuliaan pada dasarnya ditaksir dengan rumus

NP = P + bGP (Pi - P)

Tergantung dan informasi yang digunakan maka rumus tersebut dapat

dikembangkan lebih lanjut dalam penaksiran NP individu dengan menggunakan

informasi yang berbeda.

Informasi yang dapat digunakan untuk menaksir nilai pemuliaan

dikelompokkan menjadi

1) informasi milik individu ,
2) informasi milik pedigree,
3) informasi milik saudara,
4) informasi milik famili,
5) informasi milik progeni,
6) informasi kombinasi 1-4.

Berdasarkan informasi yang digunakan tersebut maka metode seleksi
dibedakan menjadi seleksi individu, pedigree, famili, progeni test dan seleksi
kombinasi atau seleksi menggunakan indeks. Metode seleksi akan diuraikan
lebih lanjut di bab Metode seleksi.

Menaksir nilai pemuliaan

295

Penaksiran nilai pemuliaan dilakukan dengan menggunakan rumus yang
dapat dijabarkan dengan bantuan path coefficient analysis.

Diagram path coefficient serta rumus untuk penaksiran nilai pemuliaan
adalah sbb:

1. Menggunakan informasi milik individu
a. satu catatan produksi

h

G1 P1

t.

G2 P2 P

..

Gn h Pn

Nilai pemuliaan individu G1

NPG1  P  bG1P (P - P)

 P  rG1P G (P  P)  P  h h (P - P)  P  h2(P  P)
P

dengan prinsip yang sama maka dapat diperoleh rumus untuk menaksir nilai

pemuliaan individu berdasar sumber informasi 1 - 5 silahkan periksa Tabel 8.25

296


Click to View FlipBook Version