The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2017-07-30 07:19:28

BUKU_AJAR_PT_2012_YY_periksa

BUKU_AJAR_PT_2012_YY_periksa

Penaksiran Nilai Heritabilitas

Heritabilitas dihitung, lebih tepat ditaksir, dengan cara membandingkan
atau mengukur hubungan atau kemiripan (kesamaan) antara catatan produksi
individu yang memiliki hubungan kekerabatan. Dalam cara ini yang paling
banyak digunakan adalah hubungan tetua dengan progeni (anak) dan antara
kelompok saudara tiri sebapak dan atau saudara sekandung. Kalau menggunakan
hubungan tetua dengan progeni, diperlukan adanya catatan produksi dari dua
generasi.. Sedangkan untuk hubungan saudara kandung dan tiri hanya diperlukan
data dari generasi progeni, akan tetapi dilengkapi data silsilah setiap individu
ternak.

Menggunakan analisis variansi dapat dicari komponen ragam yang
kemudian digunakan untuk menaksir Va dan Vp. Berbagai metode penaksiran
ternyata memberikan ketepatan yang berbeda dan pada umumnya diperlukan
pengamatan terhadap ratusan (sampai ribuan) ternak untuk mencapai tingkat
ketepatan tiriggi.

Dalam pustaka, pelaporan nilai h2 dilengkapi dengan alat baku yang
menunjukkan derajat ketepatan nilai yang dilaporkan. Ketepatan sangat
tergantung pada jumlah pengamatan dan metode penghitungan. Pada laporan
hasil penaksiran h2 dengan galat baku yang relatif besar perlu diragukan
ketepatannya dan hendaknya tidak dipergunakan untuk mengadakan peramalan.

Heritabilitas lebih sering ditaksir dengan menggunakan tiga metode.
1) Dengan menggunakan kovariansi antar saudara
2) Dengan regresi
3) Dengan korelasi
Metode half-sib correlation dan regression of offspring on parent contoh
metode yang sering digunakan.

147

Penaksiran heritabilitas dapat pula dilakukan dengan analisis kemiripan
antar saudara . Metode yang paling sering digunakan adalah 1) analisis regresi
kemampuan produksi anak pada kemampuan produksi parental, 2) variansi antara
nilai tengah saudara tiri. Heritabilitas yang ditaksir di dalam populasi dengan
individu di bawah 1000 (seribu) akan mengandung kesalahan yang cukup besar.

Hertabilitas yang diperoleh dari analisis statistik hanya merupakan suatu
kecenderungan (ancar-ancar) nilai. Oleh karena itu lebih baik heritabilitas dalam
kisaran tertentu atau masih dalam kisaran tersebut.

Heritabilitas adalah fraksi variansi teramati yang disebabkan oleh adanya
perbedaan faktor genetik. Misal, apabila berat sapih mempunyai h2 =30% sedang
rata-rata berat sapih =15 kg, dalam kasus ini tidak berarti bahwa  5 kg dari berat
sapih tersebut dihasilkan oleh pengaruh kombinasi gen dan sisanya 10 kg
disebabkan oleh faktor lingkungan, tetapi heritabilitas hanya menunjukkan
variasi di sekitar nilai tengah. Pada suatu waktu nilai tengah berat sapih dapat
berubah, lebih kecil atau besar, tetapi h2 tidak berubah.

Manfaat Heritabilitas

Nilai koefisien pewarisan (heritabilitas) suatu karakteristik merupakan
petunjuk yang sangat penting dalam menggunakan kemampuan produksi sebagai
penaksir nilai pemuliaan. Nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan menggunakan
berbagai macam informasi kemampuan produksi yang tersedia di dalam populasi.

1) Dengan menggunakan satu catatan kemampuan produksi dari satu
individu.

2) Dengan menggunakan lebih dari satu catatan kemampuan produksi dari
satu individu.

3) Dengan menggunakan catatan kemampuan produksi famili

148

4) Dengan menggunakan catatan produksi saudara.
5) Dengan menggunakan catatan kemampuan produksi keturunan.
6) Dengan menggunakan kombinasi berbagai catatan kemampuan

produksi.
Keenam cara tersebut dapat dengan mudah dikerjakan dengan bantuan path
coefficient analyisis , yang disederhanakan sebagai gambar di bawah.

1) Dengan satu catatan
G P NPG= h2 (P-P)

2) Dengan lebih dari satu catatan

P1 NPG  nh 2 (P  P)
Gt 1 (n 1)t
P
P2

.

Pn

3) Dengan catatan kemampuan produksi famili

GP

Gs G1 P1

rt P

G2 P2

..

Gn Pn NPG  h 2[1 (n 1)r] (P  P)
[1 (n 1)t]

149

4) Dengan menggunakan catatan produksi saudara

Go1 P1 P NPGon  h 2[1 (n 1)r] (P  P)
t [1 (n 1)t]
Go2
. P2
Gon .
r Pn
Gom

Apabila kita menginginkan membandingkan nilai pemuliaan dua pejantan
sedang uang dan waktu cukup tersedia, apa yang dapat dan harus kita kerjakan ?

Jawabnya
1) Kita harus kawinkan setiap pejantan dengan sejumlah betina.
2) Setiap pejantan harus dirandom terhadap betina yang digunakan.
3) Progeni hasil perkawinan tsb harus dipelihara di bawah faktor

lingkungan yang sama.
4) Diukur (dicatat) kemampuan produksi seluruh progeni dari masing-

masing pejantan.
5) Perbedaan kemampuan produksi kelompok progeni pada cara ke 4

menunjukkan besarnya perbedaan perbedaan breeding value dua
pejantan tersebut.

150

Apabila pejantan yang dibandingkan banyak maka breeding value seekor
pejantan akan dapat ditentukan sebagai berikut.

Nilai Nilai tengah Nilai tengah anak
pemuliaan pejantan yang
seekor = progeni - dihitung nilai
pejantan seluruh

pejantan

pemuliaannya

1) Nilai pemuliaan akan positif untuk pejantan yang memiliki kemampuan

produksi di atas nilai tengah populasi.

2) Nilai pemuliaan akan negatif untuk pejantan yang memiliki kemampuan

produksi di bawah nilai tengah populasi.

Dalam Ilmu Pemuliaan Ternak ialah didefinisikan bahwa Nilai pemuliaan

individu pejantan sama dengan dua kali nilai tengah progeni seluruh pejantan

dikurangi nilai tengah pejantan yang dihitung nilai pemuliaannya.

Nilai Nilai tengah Nilai tengah anak

=pemuliaan = 2 progeni - pejantan yang

seekor seluruh dihitung nilai

pejantan pejantan pemuliaannya

Angka 2(dua) menunjukkan fakta bahwa anak hanya mendapatkan warisan

½ (setengah) kombinasi gen yang dimiliki tetua.

Nilai anak = ½ (nilai pejantan + nilai induk)
2 x (nilai anak) = (nilai pejantan + induk)

151

Karena induk yang digunakan sama dan pejantan yang digunakan hanya 1 maka
2 [ N nilai anak] = nilai [1 pejantan + N induk] (karena 1/N x N = 1)
2 MN nilai anak = nilai [M pejantan + MN induk]

= nilai M [pejantan + N induk]
2 [MN nilai anak – N anak]= nilai Mpejantan + MN induk – pejantan – N Induk
2 N anak [M-1]= pejantan [M-1]+ N induk (M –1)

Contoh perhitungan Nilai Pemuliaan

No BS x1 BS x2 x No BS x1 BS x2 x
ind ind
75 70 76 73,0
1 70 70 72,5 11 75 71 73,0
89 77 76 76,5
2 77 72 73,5 12 74 77 75,5
85 71 84 77,5
3 70 88 79,5 13 79 84 81,5
86 70 88 79,0
4 77 76 74,5 14 74 70 72,0
89 75 77 76,0
5 76 74 80,5 15 82 82 82,0

6 71 79,5 16

7 76 81,0 17

8 74 75,0 18

9 76 82,5 19

10 72 73,0 20

x1 = 74,3 x2 = 79,45 x = 76,88 , n = 2 t =0,4 (BS = berat sapih)

Dari Tabel di atas dapat dihitung nilai pemuliaan individu dengan
menggunakan satu catatan produksi, dengan rumus NP ind = h2 (P-P). Hasil
perhitungan nilai pemuliaan kemudian digunakan untuk memilih calon induk atau
pejantan untuk generasi yang akan datang. Misal h2 = 0,25, maka akan diperoleh
nilai pemuliaan berturut-turut sebagai berikut.

152

No 1 NP = 0,25 (70-74,3) = -1,075
No 2 NP = 0,25 (77-74,3) = +0,675 dst
Kalau menggunakan dua catatan produksi maka rumus yang dipakai

NPG  nh 2 (P  P)
1 (n 1)t

Maka diperoleh nilai pemuliaan sebagai berikut.

No1 NP = 2 x (0,25)/[1+(2-1)0,4](72,5-76,88) = -1,58
No2 NP = 0,36 (73,5-76,88) = -1,22
No3 NP = 0,36 (79,5-76,88) = +0,94 dst.

Menggunakan catatan keluarga

Data pertambahan berat badan harian

No urut Keluarga

1 I/A II/B III/C IV/D
2 400 526
3 585 309 403 406
4 346 429
5 304 600 460 397
6 537 595
7 482 553 376 403
8 332 436
9 593 316 386 585
10 364 340
 596 396 309 304
x
4539 577 331 4421
45,9 442,1
495 460

446 444

467 531

348 386

4507 4086

450,7 408,6

Dari 4 (empat) keluarga yang masing-masing memiliki 10 anggota,
memiliki satu catatan produksi. Akan dipilih 10 calon induk. Pelaksanaannya
sebagai berikut.

153

1) Menghitung nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan anggota
secara random

2) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan anggota
keluarga yang belum mempunyai data (masih muda).
Cara termudah adalah menggunakan analisis patah coefficient

h 2  h2[1  (n 1)r] kalau r  0,25 h2  0,4 t  rh2  0,1
F [1  (n 1)t]

h 2  0,4[1  (10 1)0,25]  0,68 xF  438,8
F [1  (10 1)0,1]

Nilai pemuliaan individu (kalau diambil secara random) anggota famili
bila dihitung

Keluarga I/A II/B III/C IV/D

xF = 453,9 xF = 450,7 xF = 408,6 xF=442,1

NPind=0,68(453,9-438,8) NPind=0,68(450,7-438,8) NPind=0,68(408,6-438,8)

=+10,268 =+8,092 =-20,536

dst dst dst

Cara kedua
Menggunakan data produksi famili untuk menghitung nilai pemuliaan

individu (G0) yang tidak ikut menentukan nilai tengah famili. Individu yang
belum mempunyai produksi, tetapi saudaranya (G1 – G10) sudah mempunyai

produksi. Nilai pemuliaan individu dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

154

NPGO  r'h2 n (PF  PF)
1  (n 1)t

NPG0 (anggota I/A)  r'h2n (PF  PF)  0,53(453,9  438,8)  8,003
1  (n 1)t

NPG0 (anggota III/C)  r'h2n (PF  PF)  0,53(408,6  438,8)  16,006
1  (n 1)t

dst

Contoh perhitungan Nilai pemuliaan dengan menggunakan Uji
keturunan.

Misal 4 pejantan pada Tabel Keluarga akan dibandingkan, untuk kemudian

akan dipilih seekor yang paling unggul Rumus yang digunakan sebagai berikut.

NPGs  0,5h2 (P  P)
1  (n 1)t

GSI x1  453,9 ; GSII x2  450,7 ;

GSIII x3  408,6 ; GSIV x4  442,1; x  438,8

NPGI  0,5(0,4)(10) (453,9  438,8)  15,9
1  0,9

NPGI  0,5(0,4)(10) (408,6  438,8)  31,8
1  0,9

dst

Apabila perkawinan terjadi atau diatur random maka kemampuan produksi
progeni rata-rata seekor tetua merupakan estimator noai pemulian tetua yang
cukup baik meskipun tidak cermat. Tidak cermat karena jumlah progeni yang
terbatas (kalau tidak menggunakan AI).

155

Meskipun menaksirkan nilai pemulaian tetua dengan menggunakan
kemampuan produksi progeni tidak cermat, tetapi hubungan antara nilai
pemuliaan dan kemampuan produksi dapat ditentukan (periksa Gambar ).

Setiap titik mewakili produksi rata-rata dari 237 ekor pasangan progeni dan
induk, seluruhnya melibatkan 5740 ekor sapi (Braford dan Van Vleck, 19..).
Apabila hubungan produksi induk dan progeni digambarkan dengan grafik garis
horisontal (produksi induk), garis vertikal (produksi progeni) maka pada
umumnya akan diperoleh bahwa titik yang menggambarkan hubungan tersebut
tidak akan tersebar tetapi cenderung terkumpul sepanjang garis lurus. Apabila
data cukup banyak maka titik nilai tengah akan terletak pada garis lurus sedang
titik lain terletak dengan jarak yang kurang lebih sama dari garis lurus tersebut
dan jarak tersebut tidak jauh. Garis tersebut adalah garis regresi kemampuan
produksi progeni rata-rata pada produksi tetua rata-rata. Yang perlu diketahui
adalah slope yang dikenal sebagai koefisien regresi

100 x

75 x x

50 x x

25 x x
0 x xx
-25 x x
-50 x x
-75 x

-400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400

156

Gambar 6.1 Hubungan antara produksi susu induk dan progeni betina. Produksi
Susu diukur sebagai deviasi dari produksi populasi pada tahun
yang sama, untuk mengurangi pengaruh musim dan efek populasi

Koefisien regresi memberi petunjuk kepada kita berapa besar perubahan
akan terjadi pada nilai tengah progeni apabila nilai tengah tetua berubah satu unit.
(untuk karakteristik yang diukur). Dalam pemuliaan ternak koefisien regresi
tersebut adalah sama dengan koefisien pewarisan karakteristik atau heritabilitas
karakteristik (heritability of a trait).

Heritabilitas menunjukkan besarnya perubahan kemampuan produksi
progeni rata-rata yang disebabkan adanya perubahan satu unit ukuran suatu
karakteristik tetua. Heritabilitas umum dilambangkan dengn h2 . Kuadrat
digunakan karena pada kasus tertentu diperlukan akar dari heritabilitas (h).

Heritabilitas didefinisikan sebagai pecahan dari perbedaan kemampuan
produksi parental yang pada dasarnya menggambarkan perbedaan rata-rata yang
ada pada kelompok progeni (keturunan). Difinisi demikian merupakan definisi
yang berguna. Tetapi definisi ini dapat diterima atau tidak tergantung dari
penguasaan pengertian heritabilitas yang telah diuraikan di bagian terdahulu.

Batasan koefisien dalam bentuk persamaan matematis, bagi seseorang
mungkin lebih mengandung banyak arti, tetapi bagi orang lain justru
membingungkan. Perhatikan lagi persamaan P = G + E. Kalau G dianggap nilai
pemuliaan individu. Apabila tidak terjadi interaksi antara G dan E maka berlaku
rumus VP = VG + VE sehinga dapat dikatakan bahwa variansi pengamatan
(variansi produksi) sama dengan variansi nilai pemuliaan ditambah dengan
variansi efek faktor lingkungan.

Kepentingan relatif variansi nilai pemuliaan atau variansi genetik diukur
dari berapa pecahan (komponen atau bagian) variansi total (variansi

157

pengamatan/produksi) yang merupakan variansi genetik. Atau dinyatakan dalam
bentuk (VG/VP) dan disebut heritabilitas (h2, heritabilitas dalam arti sempit),

Berdasar rumus tersebut dapat dimengerti bahwa heritabilitas suatu
karakteristik tidak merupakan konstanta yang fundamental atau bernilai tetap.
Heritabilitas nilainya akan bervariasi tergantung dari besarnya VG dan VE dan
jelas tergantung pula pada metode yang digunakan untuk menaksir VG dan VE.

Apabila variansi genetik di dalam suatu populasi naik, misalnya karena kita
memasukkan kombinasi materi gen yang baru, sedang variansi dianggap tidak
berubah, maka h2 akan naik, meskipun karakateristik yang diukur tidak berubah.
Pada kasus lain, apabila efek faktor lingkungan lebih beragam, maka variansi E
akan naik, sebagai akibatnya h2 akan turun. Karena variansi mempunyai nilai
positif maka h2 akan mempunyai nilai dengan rentangan 0 sampai dengan 1.

Apabila h2 = 0 maka berarti bahwa tidak ada variansi genetik atau semua
individu memunyai kombinasi gen yang sama, maka tidak ada artiriya apabila
dilakukan seleksi. Apabila h2 = 1 maka berarti bahwa tidak ada efek faktor
lingkungan, perbedaan yang terlihat pada produksi terukur semuanya disebabkan
karena faktor genetik. Sebagai akibatnya kita dapat memilih individu lebih
cermat atau lebih mudah dan sebagai akibatnya seleksi lebih efektif.

Berdasar uraitan di atas jelas dapat dimengerti bahwa heritabilitas
merupakan ukuran langsung untuk fenotipik dalam menggambarkan nilai
pemuliaan. Apabila h2 tiriggi maka fenotipe dapat dengan baik menggambarkan
nilai pemuliaan atau dengan perkataan lain, bila h2 tiriggi maka harga P yang
tiriggi jelas dimunculkan oleh nilai pemuliaan yang tiriggi pula. Hal lain yang
disimpulkan dari hubungan h2 dengan variansi genetik dan lingkungan adalah
sebagai berikut.

158

Apabila kita tahu efek faktor lingkungan dan mempunyai catatan kemam-
puan produksi yang kita butuhkan maka dapat mengkoreksi kemampuan produksi
individu terhadap efek yang diketahui tersebut.

Contoh
Laju pertumbuhan cempe kembar lebih lambat dibandingkan dengan cempe
kelahiran tunggal. Jadi kalau kita akan menghilangkan pengaruh kelahiran
kembar kita harus koreksi kelahiran kembar ke kelahiran tunggal.

Penjelasan
Sebelum kita koreksi maka tidak cermat kalau kita membandingkan
pertumbuhan cempe kelahiran kembar dengan cempe kelahiran tunggal. Karena
jelas dengan adanya efek kelahiran kembar maka sikembar akan mempunyai
pertumbuhan lebih lambat. Oleh karena itu kalau mau membandingkan maka
cempe kelahiran kembar harus dikoreksi ke arah kelahiran tunggal lebih dahulu.
Setelah itu baru dapat dibandingkan pertumbuhan cempe kelahiran tunggal
dengan cempe kelahiran kembar yang sudah dikoreksi. Kalau cempe kembar
tersebut memiliki nilai yang lebih tiriggi dari yang dimiliki cempe tunggal maka
benar kesimpulannya kalau cempe kembar tumbuh lebih baik.
Kemampuan produksi sering dipengaruhi oleh umur individu. Koreksi
terhadap umur akan menghilangkan efek tersebut sehingga meningkatkan ke-
cermatan penaksiran nilai pemuliaan.
Masalah yang dihadapi dalam seleksi dengan menggunakan kemampuan
produksi adalah 1) menentukan efek faktor lingkungn yang perlu dikoreksi, 2)
menghitung atau menaksir faktor koreksi dengan cermat.
Meskipun telah dimengerti kalau kita mengatakan heritabilitas suatu
karakteristik, tetapi sebenarnya yang dimaksud adalah heritabilitas suatu hasil

159

pencatatan pengukuran suatu karakteristik. Kita katakan demikian karena
memang hasil catatan tersebut yang digunakan (h2 berat sapih = h2 hasil
pengukuran berat sapih , 10 kg …. dst ). Atas dasar pemikiran dan pengertian
tersebut, jelas bahwa kesalahan dan kecermatan pengukuran akan mempengaruhi
nilai VE , kalau menaikkan VE maka akan menurunkan nilai h2 . Oleh karena itu
pada waktu melakukan pengukuran dan pencatatan suatu karakteristik, ketelitian
perlu diperhatikan sehingga dapat menaikkan kecermatan pengukuran.

Misal
1) Berat badan diukur (ditimbang) pada saat yang sama dan pada kondisi

yang sama pula, misal dipuasakan beberapa jam sebelum penimbangan.
2) Data yang diperoleh harus dicatat dalam blangko yang telah disiapkan.
3) Pemindahan data dari blangko asli ke tempat lain diusahakan seminim

mungkin dan secermat mungkin untuk mengurangi kesalahan (fotocopy
sangat membantu).
4) Kecermatan yang kelewat (tak rasioanal) tidak diperlukan; misal berat
sapih ditimbang sampai lima angka di belakang koma.
5) Pencatatan data lebih rasional kalau ditulis ¼ sampai 1/3 standar
deviasi kecermatan.
6) Kecermatan kelewat tak ada gunanya karena tidak mungkin dapat
membedakan dua atau lebih individu dengan perbedaan panjang bandan
beberapa milimiter misalnya.

Kendala dalam menggunakan heritabilitas

1) Heritabilitas menunjukkan variasi di dalam suatu populasi

160

2) Perbedaan antara populasi dapat lebih atau kurang heritibel
dibandingkan dengan perbedaan di dalam populasi lain, tergantung
pada kondisi di dalam populasi.

3) Heritabiltas tidak merupakan petunjuk untuk menilai berapa besar dari
perbedaan yang ada antara populasi disebabkan oleh faktor genetik.

Heritabilitas menunjukkan bahwa variansi dalam populasi disebabkan pula
adanya perbedaan faktor genetik. Kalau kita salah mengartikan heritabilitas maka
dapat terjadi bahwa populasi yang memiliki nilai tengah 20 dan h2=0,25 diartikan
bahwa 5 dari 20 tersebut disebabkan karena faktor lingkungan. P2-P1 =10 tidak
berarti bahwa yang 2,5 disebabkan karena faktor genetik.

Pada kasus hubungan rerata tetua dengan kemampuan produksi progeni,
kemiringan (slope) garis regresi menentukan besarnya perubahan rata-rata.
Perubahan yang dapat diharapkan terjadi tersebut adalah pada nilai kemampuan
produksi progeni apabila kemampuan produksi tetua (induk) berubah satu unit
pengukuran (misal, 1 liter susu). Kemiringan atau slope atau koefisien regresi
sama dengan heritabilitas karakteristik yang beregresi tersebut. Dapat diartikan
pula sebagai besarnya fraksi dari variansi total yang merupakan variansi yang
terjadi karena ada berbedaan faktor genetik.

Misal kita memilih sekelompok individu (dari populasi tetua) yang memiliki
kemampuan produksi di atas nilai tengah produksi populasi. Selisih nilai tengah
individu terpilih dengan nilai tengah populsi tetua sama dengan S, maka S
tersebut disebut diferensial seleksi (selection differensial). Dapat dimengeri
bahwa nilai tengah populasi progeni akan berbeda dengan nilai tengah populasi
tetua. Kenyataan yang dapat diperoleh ialah bahwa keunggulan tetua terpilih
sebesar (S) akan diwariskan kepada progeni sebanyak h2 bagian (h2 S).

161

Kenyataan ini menunjukkan bahwa heritabilitas dapat digunakan untuk
menaksiran peningkatan mutu genetik dari hasil seleksi.

Tabel 6.1 Nilai heritabilitas karakteristik hasil penaksiran dari beberapa
Penelitian

Species Karakteristik Heritabilitas
Unggas Berat badan 12 minggu 40-60
Lebar dada 10-30
Sapi perah Berat telur 35-75
Resisitensi terhadap leu-
Sapi pedaging cosis 05-10
Produksi susu 25-40
Domba Kadar lemak 35-60
Selang beranak 00-50
Longevity 20-30
Berat lahir 20-40
Laju pertumbuhan sam-
pai disapih 05-20
Berat badan 1 tahun
Kualitas karkas 40-50
Berat wol bersih 30-40
30-60
Diameter bulu 20-50
Jumlah crimp 40-50

162

Fertilitas 05-30

Babi Berat lahir 00-15

Berat badan 180 hari 10-60

Tebal lemak punggung 20-50

Kualitas karkas 35-50

Litter size 10-30

Pengertian dan Manfaat Repitabilitas

Setiap hasil pengamatan produksi menggambarkan hasil kerja sama antara

G (efek faktor genetik) dan E (efek faktor lingkungan). Apabila pengamatan

dilakukan berulang kali (produksi susu, jumlah anak per induk, berat wol dst)

maka pengamatan pada E yang pertama berbeda dengan E pada pengamatan

kedua, demikian pula selanjutnya tidak akan sama di bawah E pada pengamatan

berikutnya.

Hubungan antara produksi pertama dengan produksi berikutnya pada

individu tersebut, yang diamati sebagai pengulangan penampilan produksi,

disebut Repitabilitas (Angka Pengulangan) disimbolkan dengan huruf t.

Repitabilitas merupakan parameter genetik yang penting dalam Ilmu Pemuliaan

Ternak selain heritabilitas.

Repitabilitas dapat didefinisikan sebagai berikut. 1) Repitabilitas merupakan

bagian dari ragam total (Vp) suatu populasi yang disebabkan oleh karena

perbedaan antar individu yang berkarakteristik permanan. 2) Korelasi fenotipik

antara performans sekarang dengan performans di waktu mendatang pada satu

individu. 3) Menggambarkan derajat kesamaan antar pengamatan (pengukuran)

yang dilakukan berulang selama masa hidup produktif seekor ternak.

Apabila repitabilitas tiriggi, secara praktis dapat diartikan bahwa apabila

seekor ternak diawal produksi menunjukkan keunggulan pada suatu karakteristik,

163

akan dapat diharapkan akan mempunyai keunggulan pula pada produksi
berikutnya. Repitabilitas merupakan bagian dari ragam fenotipik yang disebabkan
oleh perbedaan antara individu yang berkarakteristik permanen, oleh sebab itu
repitabilitas meliputi semua pengaruh genetik ditambah pengaruh faktor
lingkungan yang berkarakteristik permanen.

Secara matematik t dapat ditulis dengan rumus
t = g2  e2p = Vg  Vep
2p Vp

Secara lengkap rumus t dapat ditulis :
t = Va  Vd  Vi  Vep
Va  Vd  Vi  Vep  Vet

Manfaat Repitabilitas Suatu Karakteristik

1. Dapat digunakan untuk menaksir nilai maksimum yang dapat dicapai
heritabilitas

2. Dapat digunakan untuk menaksir kemampuan produksi dalam masa produktif
seekor ternak

3. Dapat digunakan untuk meningkatan ketelitian seleksi
4. Apabila nilai repitabilitas suatu karakteristik tiriggi, maka dalam seleksi calon

bibit, ternak dapat dipilih berdasarkan fenotipiknya (karakteristik yang kita
ukur).

164

Penaksiran Repitabilitas

Karena genotipe seekor ternak tidak berubah selama hidupnya, maka dalam
pengamatan berulang pengaruh genotipe yang sama berlaku, sedang perubahan
(keragaman) yang timbul antara beberapa pengamatan disebabkan oleh perubahan
dalam pengaruh faktor lingkungan yang berbeda.

Oleh karena nilai repitabilitas merupakan korelasi yang ditunjukkan oleh
suatu individu pada saat yang berbeda. Jika tiap individu hanya mempunyai dua
catatan produksi nilai repitabilitas dapat dihitung dengan metode korelasi.
Apabila tersedia lebih dari dua catatan produksi per individu, maka repitabilitas
ditaksir dengan menghitung korelasi antara semua pasangan catatan, kemudian
dirata - ratakan.

Cara yang lebih banyak dipakai adalah dengan menghitung korelasi intra
klas (Intra class correlation) dalam analisis ragam.
Ragam pengamatan dalam produksi, dapat diuraikan dalam dua komponen yaitu :
1. Komponen ragam dalam ternak, merupakan keragaman yang bersumber

dari perbedaan antara pengamatan berulang pada ternak yang sama.
Seluruhnya bersumber pada perbedaan E (efek faktor lingkungan)
sementara yang terjadi antar pengukuran.
2. Komponen ragam antar ternak, yang bersumber pada perbedaan yang
permanen (tetap) antar ternak. Komponen ragam antar ternak terdiri atas
a. bagian yang bersumber dari keragaman genotipik, dan
b. bagian yang bersumber pada pengaruh faktor lingkungan yang

berakibat tetap pada ternak.
Pada umumnya repitabilitas lebih mudah penaksirannya karena dapat
dilakukan (dibanding heritabilitas) atas dasar catatan produksi yang diulang dalam
satu generasi yang sama tanpa menunggu generasi berikut berproduksi seperti
pada penaksiran heritabilitas. Dengan menghitung korelasi antar catatan telah

165

dapat ditaksir repitabilitas, tanpa ada catatan silsilah ternak. Oleh karena hal
inilah maka sementara menunggu terkumpulnya data, heritabilitas ditaksir nilai
maksimumnya melalui penaksiran repitabilitas.

Ketelitian penaksiran repitabilitas seperti halnya dengan heritabilitas diukur
dengan menghitung alat baku untuk setiap penaksiran. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa untuk karakteristik dengan t rendah pengulangan pengamatan
akan lebih bermanfaat dibanding untuk karakteristik dengan t tiriggi.

Perbedaan heritabilitas dengan repitabilitas dapat digambarkan dengan
grafik yang digunakan untuk menerangkan heritabilitas dengan garis regresi.
Apabila hanya ada pengaruh faktor lingkungan permanen maka reutabilitas akan
lebih tiriggi dibanding heritabilitas. Repitabilitas tiriggi artiriya pengaruh faktor
lingkungan temporer tidak dipentingkan. Dalam keadaan demikian
dimungkinkan menggunakan satu catatan produksi akan cukup cermat untuk
menaksir produksi di waktu yang akan datang; demikian pula sebaliknya untuk
repitabilitas rendah.

Tabel 6.2 Nilai Repitabilitas Karakteristik

Ternak Karakteristik Repitabilitas (%)

Ayam Berat telur 80-90
Sapi perah Tiriggi albumin 60-80
Produksi susu
Sapi potong Persentasi lemak 40-60
Domba Jarak beranak 50-75
Jarak beranak 10-30
Babi Berat wol bersih
Jumlah ikal 02-20
Diameter bulu 50-75
Produksi cempe 50-70
Litter size 50-80
10-30

10-25

166

Kemiripan antar Saudara

1. Kemiripan antar saudara merupakan salah satu fenomena-genetik-dasar

yang dimunculkan oleh karakterisik kuantitatif.

2. Derajat kemiripan yang terlihat pada karakteristik kuantitatif dapat

ditentukan dengan pengukuran pada anggota populasi dengan cara yang

relatif sederhana.

3. Derajat kemiripan yang telah diukur dapat digunakan untuk menaksir

variansi aditif (proporsioanal). Penaksiran merupakan cara yang terbaik

Perlu diingat kembali pengertian mengenai komponen variansi

Komponen Simbol Variansi yang diukur

variansi

Fenotipik VP Nilai fenotipik
Genotipik VG Nilai Genotipik
Aditif VA Nilai Pemuliaan
Dominan VD Deviasi Dominan
Interaksi VI Deviasi Interaksi
Invaremental VE Deviasi Invaremental

4. Pengertian mengenai penyebab kemiripan antar saudara merupakan
pengertian fundamental untuk mempelajari karakteristik kuantitatif dan
aplikasinya dalam pemuliaan ternak. Akan dibahas dasar penaksiran
variansi aditif, h2, dari derajat kemiripan antar saudara.

5. Variansi fenotipik dapat dipecah menjadi komponen variansi genetik dan
variansi invaremental . Komponen tersebut disebut komponen variansi
kausal dengan simbol (V).

167

6. Pengukuran derajat kemiripan antar saudara tergantung pada cara
memecah variansi fenotipik menjadi komponen variansi berdasarkan
pengelompokkan individu.

7. Komponen variansi tersebut dapat ditaksir langsung dari fenotipik .
Komponen variansi tersebut disebut komponen variansi observasional
fenotipik dengan simbol 2 (untuk membedakan dengan V).
Misal kelompok individu yang dimaksud dalam 7 adalah famili saudara
sekandung. Dengan menggunakan analisis variansi, variansi total dapat
dipecah menjadi, komponen di dalam kelompok dan komponen antar
kelompok..
a) Komponen di dalam kelompok adalah variansi individual yaitu,

 (x  x)2 terhadap nilai tengah kelompok
N 1

b) Komponen antar kelompok adalah variansi nilai tengah kelompok
terhadap nilai tengah populasi (true means of the groups).

c) Perbedaan atau kemiripan yang ada di dalam populasi di sebabkan
karena ada perbedaan atau kemiripan antar individu anggota satu
famili dan perbedaan atau kemiripan antar individu anggota famili
yang berbeda.

8. True means suatu kelompok adalah nilai tengah yang ditaksir tanpa
kesalahan dari jumlah individu yang sangat banyak.

9. Kemiripan antar saudara (misal antara saudara kandung ) dapat
disamakan dengan persamaan individu di dalam kelompok atau
perbedaan antar individu anggota kelompok yang berbeda. Makin
sama individu di dalam maka makin jelas perbedaan antar kelompok.

168

10. Berdasar fakta di atas maka derajat kemiripan antar saudara
dinyatakan sebagai proporsi komponen-variansi- antar kelompok dari
variasi total.

11. Proporsi yang dimaksud di dalam (11) adalah (t)

t  2
B

B2  2W

t  koefisien korelasi intra klas

B2  komponen variansi di antar kelompok
2W  komponen variansi di dalam kelompok
12. Komponen antar kelompok menunjukkan besarnya variasi atau

variansi yang ada diantara anggota kelompok. Komponen ini dapat

disamakan dengan kovariansi anggota kelompok.

13. Di dalam kasus kemiripan antar tetua dan anak, individu disusun

berpasangan. Kovariansi lebih mudah dihitung dengan jumlah hasil

kali dibanding dihitung dari komponen variansi antar pasangan.

Derajat kemiripan di dalam kasus demikian lebih sering dinyatakan

sebagai koefisien regresi anak pada tetua dibandingkan sebagai

koefisien korelasi.

b op  Cov op
 2p

14. Dapat disimpulkan bahwa kovariansi individu yang bersaudara

merupakan bagian dari populasi yang dapat digunakan untuk

menghitung derajat kemiripan antar saudara.

15. Definisi. Kovariansi adalah putaran dari hasil kali deviasi dari nilai

tengah karakteristik x dan y dengan simbol xy

  xy 
(x i   x )(yi   y )

  N

xy  (x i   x )(yi   y ) / N
i1

Cov o p  b op  2 kovariansi merupakan bagian dari variansi total 169
p

16. Karena kovariansi merupakan bagian dari (proporsional) variansi
fenotipik, maka kovariansi juga tersusun atas komponen kausal,
genetik , dan invaremental. Kovariansi besarnya tergantung pada
macam hubungan saudara yang ada.

17. Apabila besarnya komponen kausal diketahui maka kovariansi yang
dihitung dari data pengamatan dapat digunakan untuk menaksir
besarnya komponen variansi

18. Kovarinasi antar saudara mengandung variansi genetik dan
invaremental (CovP = CovG + CovE )

Kovariansi Genetik

Kovariansi genetik adalah kovariansi yang disebabkan oleh pengaruh faktor
genetik. Kovariansi genetik dihitung dari nilai genotipe individu yang mempunyai
hubungan keturunan. Misal hubungan anak dengan satu tetua. Kovariansi yang
dihitung adalah kovariansi nilai genotipe tetua dengan purata nilai genotipik
anaknya dari hasil kawin acak. Apabila nilai tersebut dinyatakan dalam deviasi
dari nilai tengah, maka menurut definisi, nilai tengah anak sama dengan setengah
nilai pemuliaan tetuanya. Oleh karena itu kovariansi yang dihitung adalah antara
nilai genotipik (G) seekor individu dan nilai sama dengan setengah nilai tengah
tetuanya.

Tetua anak

G ½A

A+D ½A

170

 hasil kali =  ½ A (A+D) = ½  A2 + ½  AD

Karena A dan D tidak berkorelasi maka ½  AD = 0

 ½ A (A+D) = ½  A2 + ½  AD

N NN
Covop = ½ VA

Kovariansi antara satu Tetua dan Anak

Kovariansi dapat dihitung dengan cara lain

Tetua Anak

Genotipe Frekuensi Nilai genotipik Purata nilai
A1A1 p2 2q(-qd) genotipik

q

A1A2 2pq (q-p) +2pqd ½ (q-p) 
A2A2
q2 -2p(+pd) -p

Kovariansi dihitung = nilai tengah hasil kali
= (frekuensi x nilai genotipik tetua x nilai genotipik anak ) x (frek. Tetua)
= pq2(p2+2pq+q2) +2p2q2d(-q+q-p+p)
= pq2
= Covop = ½ VA (berlaku untuk banyak lokus)
Kovariansi anak dengan satu tetua sama dengan setengah variansi aditif

Kovariansi antara Saudara tiri

Saudara tiri dapat merupakan hasil kawin acak seekor individu dengan
sejumlah individu lain dan setiap perkawinan minimal menghasilkan satu anak.
Nilai tengah genotipik famili saudara kandung sama dengan setengah nilai
pemuliaan tetua bersama. Kalau kovariansi dihitung sebagai derajat kemiripan

171

yang ada di dalam satu kelompok famili saudara tiri maka sama dengan variansi
setengah nilai pemuliaan tetua. Cov(HS) = V ½A = ¼ VA .

Dengan cara lain, variansi nilai tengah saudara tiri sama dengan [frekuensi x (nilai
anak)2]
= p2q22 +2pq. ¼ (p-q)2 2 + p2q2 2
= pq2[pq + ½ (p-q)2 + pq]
= pq2[ ½ (p+q)2]
= ½ pq2 karena 2pq2 =VA maka
Cov(HS) = ¼ VA

Kovariansi antar Saudara Sekandung

Kovariansi antara saudara sekandung = variansi nilai tengah famili saudara
sekandung.

Tabel 6.3 Nilai Purata Nilai genotipik anak Anak
Tetua

Genotipe Frekuensi Nilai genotipik Purata nilai
A1A1 p2 2q(-qd) genotipik

q

A1A2 2pq (q-p) +2pqd ½ (q-p) 
A2A2
q2 -2p(+pd) -p

172

Tabel 6.4 Genotipe tetua, frekuensi perkawinan dan hasil perkawinan

Genotipe Frek Nilai A1A1 Anak A2A2 Nilai tengah Purata anak x Kuadrat anak
tetua Perkw. Mid P a A1A2 -a nilai anak Mid P +a2
1 -
A1A1 A1A1 p4 +a d +a +a2
-

A1A1 A1A2 4pq ½ (a+d) ½½ - ½ (a+d) ¼ (a2+2ad+d2) ½ (a2+2ad+d2)

A1A1 A2A2 2p2q2 0 -1 1 - d 0 d2

A1A2 A1A2 4p2q2 d ¼½¼ ½d ½ d2 ¼ d2

A1A2 A2A2 4pq3 ½ (-a+d) - ½½ ½ (-a+d) ¼ (a2-2ad+d2) ½ (a2+2ad+d2)

A2A2 A2A2 q4 -a - -1 -a +a2 +a2

Dari Tabel di atas dapat diperiksa bahwa

Kuadrat purata anak = hasil kali [purata anak x mid parent]. Oleh karena itu

means square (MS)dapat diperoleh dari hasil kali purata.
MS = MP + d2 2p2q2 - ¼ d2 4p2q2

= MP + d2 p2q2
MS = CovFS =Covop + d2 p2q2 = pq2+ d2 p2q2
4d2 p2q2 = VD 2 pq2 = VA

Maka Cov(FS) = ½ VA + ¼ VD (untuk banyak lokus perlu penjumlahan)

Kovariansi antara Anak dan Mid Parent

Cara penaksirannya
Misal O adalah nilai tengah anak, P dan P‘ nilai tengah tetua.
Kovariansi yang dicari adalah Cov OP
Cov(O) ½ (P+P‘)= ½ (Cov OP + Cov OP)
Apabila P dan P‘ mempunyai variansi yang sama, maka Cov OP = Cov OP
Dan Cov OP = Cov OP‘, sehingga tetua jantan dan betina akan menghasilkan
variansi yang sama.
Kovariansi antara anak dan mid Parent sama dengan kovariansi anak dan
satu tetua = ½ VA
Dapat disimpulkan
Kovariansi seekor individu dengan nilai tengah nilai sejumlah saudara (yang
sama macamnya) sama dengan kovariansi individu tersebut dengan salah
satu saudara
Cara menghitungnya sebagai berikut CovOP = MP – M2

MP = mean product
M2 = kuadrat nilai tengah populasi

173

Dari Tabel dapat diperoleh
MP = a2[p3 (p+q )+ a3(p+q)]+2adpq(p2-q2)+d2pq(p2+2pq+q2)
M2 = a2(p2-2pq+q2)+4adpq(p-q)
MP-M2 = a2pq – 2adpq(p-q) + d2pq(p-q)2

= pq[a+d(p-q)]2
= pq 2 = ½ VA
CovOP = ½ VA (Kovariansi genetik antara anak dan nilai tengah tetua

sama dengan setengah variansi genetik aditif )

Tabel 6. 5 Kovariansi antar saudara

Saudara Komponen variansi dan koefisiennya

VA VD VAA VAD VDD
½
Tetua anak (Cov OP) = ¼ -¼- -
Saudara tiri (Cov(HS)) =
Saudara sekandung ½ - 1/16 - -

Cov(FS) = x ¼ ¼ 1/8 1/16
Umum Cov = y x2 xy y2

Kovariansi Invaremental

1) Penyebab genetik tidak satu-satunya penyebab terjadinya kemiripan

antar saudara.

2) Penyebab invaremental dapat juga menyebabkan terjadinya kemiripan

antar saudara sehingga beberapa saudara lebih mirip.

3) Contoh pada babi. Apabila anggota famili dipelihara bersama maka

anggota famili tersebut akan dapat pengaruh E yang sama.

4) Dengan perkataan lain faktor E tertentu penyebab perbedaan anggota

famili yang berbeda - bukan penyebab perbedaan diantara anggota

174

suatu famili. Karena fakator E tersebut tidak diterima oleh anggota
yang lain (ingat fenomena pakaian seragam). Ada komponen variansi
invaremental yang ikut menyusun variansi –antar nilai tengah famili-
tetapi tidak ikut menyusun (menjadi bagian) variansi di dalam famili
oleh karena itu komponen variansi tersebut menjadi bagian kovariansi
antar saudara.
5) Komponen variansi invarenmetal antar kelompok dengan simbol VEC
baisanya disebut invaremental bersama (common environmental) . Lebih
tepat kalau disebut komponen variansi penyebab kemiripan antar
saudara anggota satu famili.\
6) Komponen inverenmental yang lain adalah yang disebut VEW penyebab
perbedaan yang tidak berhubungan dengan adanya kemiripan saudara
tetapi karena individu di dalam kelompok yang sama. Oleh karena
menjadi bagian dari komponen variansi di dalam kelompok tetapi tidak
menjadi bagian komponen variansi antar kelompok.

7) Variansi invaremental dapat dibagi menjadi dua
VE = VEC + VEW

VE = menjadi bagian kovariansi antar individu yang bersaudara
VEC = variansi bersama komponen variansi invaremental penyebab

kemiripan antar saudara anggota satu famili (tidak menjadi
bagian variansi di dalam famili)
VEW = bagian komponen variansi di dalam kelompok tetapi tidak
menjadi bagian komponen variansi antar kelompok
8) Sumber variansi invarenmenal bersama cukup banyak dan beragam.
Contoh. Kondisi tanah, kondisi tatalaksana, maternal efek dst.
9) Sumber variansi inveremental bersama sangat besar peranannya pada
ternak multipara.

175

10) Beberapa sumber tersebut menyebabkan kemiripan antar saudara dan
beberapa menyebabkan kemiripan antar anak dan tetua. Full-sibs
dipengaruhi oleh maternal efect (common maternal inveremental )
pengaruh ini sering mengganggu karena menyebabkan kemiripan yang
tidak dapat dipisahkan oleh pola percobaan.

Kemiripan Fenotipik

Kovariansi nilai fenotipik adalah jumlah kovariansi genetik dan
invaremental CovP = Cov G + Cov E

Dari uraian yang telah diberikan dapat dihitung derajat kemiripan antar
saudara debagai koefisien regresi atau koefisien korelasi
Tabel 6.6 Kemiripan Fenotipik antar Saudara

Saudara Kovariansi Koefisien regresi (b)
Anak dan satu tetua (fenotipik) Koefisien korelasi (t)
Anak dan Mi Parent ½ VA b = ½ VA
Half-Sibs ½ VA
Full-Sibs VP
¼ VA b = VA

½ VA + ¼ VD+ VEC VP

t = ¼ VA
VP

t = ½ VA + ¼ VD+ VEC
VP

176

BAB VII

MUTU GENETIK TERNAK

Peningkatan Mutu Genetik Ternak

Persyaratan awal yang diperlukan untuk perbaikan genetik dengan tujuan
peningkatan produksi adalah menetapkan karakteristik yang mempengaruhi
produksi dan keuntungan ekonomis. Evaluasi yang realistik dari tujuan perbaikan
genetik serta metode pengukuran karakteristik adalah persoalan pokok dalam
meningkatkan efisiensi produksi. Tujuan perbaikan genetik akan jelas apabila
dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas hasil
produksi dan efisiensi produksi peternakan. Oleh karena itu perlu ditentukan
urutan relativitas pentingnya karakteristik yang mempengaruhi produktifitas.
Urutan tersebut dapat disusun dengan lebih dahulu menentukan nilai ekonomi
relatif (relative economic value) karakterisitk tersebut. Pada peternakan
(perusahaan) yang berkembang dan maju maka nilai ekonomi relatif dapat
berbeda dari peternakan ke peternakan yang lain.

Pada garis besarnya ada dua metode untuk mencapai tujuan peningkatan
produksi yakni seleksi dan perkawinan silang. Seleksi berati memilih calon induk
dan pejantan untuk generasi yang akan datang. Pemilihan tersebut didasarkan atas
nilai pemuliaan individu. Dengan demikian harus diketahui cara penaksiran nilai
pemuliaan yang mempunyai kecermatan tiriggi.

Beberapa metode seleksi dan cara penaksiran nilai pemuliaan diuraikan
secara singkat. Demikian juga contoh perhitungan dan hasil yang dapat dicapai,
dengan mengacu pada peternakan a) Sapi potong dan b) Sapi perah.

177

Efisiensi Produksi (Sapi potong/pedaging)

Peternakan sapi potong merupakan suatu usaha yang kompleks,
termasuk di dalamnya adalah aspek (1) Produksi Pedet. (2) Penggemukan,
dan (3) Pemasaran hasil. Ketiga aspek tersebut biasanya ditangani secara
terpisah meskipun dapat juga dilaksanakan bersama-sama.

1. Produksi pedet

Usaha penggemukan akan berhasil apabila kebutuhan pedet (sapi muda)
selalu dapat dipenuhi. . Pedet untuk digemukkan dapat berasal dan dua sumber.
1). Berasal dari peternakan sapi potong, dan 2) berasal dari peternakan. sapi
perah yakni pedet jantan yang harus dikeluarkan (tidak akan dipakai).

1.1. Pedet dari perusahan sapi perah. Pedet dari perusahaan sapi perah
sebenarnya merupakan hasil sampingan. Persoalan yang dihadapi adalah
menentukan cara untuk membesarkan pedet tersebut tanpa mengganggu produksi
susu dan menjamin angka kematian pedet yang rendah. Cara yang telah
digunakan adalah sistem Multiple Suckling di samping Artificial Rearing.
Multiple suckling menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan single
suckling dan Artificial Rearing.

Tabel 7.1 Mortality in calves reared artificilally or by natural suckling

Metode No of Calves Mortality (%)

Cuba

Single suckling 80 000 5,2

Artificial rearing 2.367 12,3

New Zealand

Single suckling 0,9

Artificial rearing 7,8

178

Data dari New Zealand tidak dilengkapi dengan jumlah pedet yang diamati.
Sistem multiple suckling yang dijalankan di Cuba sebagai berikut. Pedet
disusukan pada induknya, selama 15-30 menit, segera setelah induk diperah
dengan mesin atau tangan. Pedet disusukan dua kali sehari setelah induk diperah.
Sapi yang dipakai dalam percobaan adalah Holstein dan Filial1, silangan
Holstein x Zebu. Pedet pada waktu bebas mendapatkan makanan molases, tepung
ikan dan hay. Pedet tersebut dibiarkan ditempat khusus. Masa penyapihan
dilakukan pada waktu pedet berumur 70 hari. Data pada masa penyapihan terlihat
dalam Table 7.2.

Tabel 7.2 Rearing dairy calves by restricted suckling , growth to 70 days

weaning

Treatment Number Live Weight (Kg)

Birth 70 days Daily gain

Holstein Dams

1 x 60 min 9 39,7 81,7 0,60

2 x 60 min 9 42,2 102,2 0,86

H x Zebu Dams

1 x 60 min 9 35,2 91,3 0,80

2 x 60 min 9 34,2 106,8 1,03

Preston (1973)

Dari data pada Tabel 7.2 jelas terlihat bahwa multi suckling mengungguli

single suckling. Berat sapihan menunjukkan berat yang cukup menjanjikan, 100

kg lebih. Mengenai pembahasan pengaruh multiple suckling terhadap produksi,

dipersilahkan mempelajari Preston (1973).

1.2 Pedet berasal dari peternakan sapi potong. Kesulitan utama yang
dihadapi untuk meningkatkan produksi pedet dari peternakan sapi potong adalah

179

adanya faktor yang mempengaruhi dan membatasi keaktifan reproduksi sapi
potong. Ada bukti bahwa production rate sapi pedaging adalah rata-rata kurang
dari satu per tahun, meskipun menggunakan pakan dan tatalaksana yang terbaik.
Usaha menaikkan reproduction rate telah dilakukan dan masih diteruskan dan
hasilnya belum dapat digunakan secara komersial pada waktu itu, bahkan
diramalkan juga tetap belum dapat digunakan untuk 10 tahun yang akan datang.
Usaha untuk menaikkan reproduction rate yang dijalankan di dalam peternakan
komersial adalah memberikan pakan yang cukup dan baik pada waktu saat
perkawinan dan menggunakan cross breeding diikuti dengan tatalaksana yang
baik. Oleh sebab adanya kenyataan di atas maka ada usaha lain yakni menaikkan
hasil dari sapi potong tersebut, tidak hanya berupa pedet tetapi juga hasil yang
berupa susu atau dengan perkataan lain menjadikan sapi potong untuk tujuan
ganda (dual purpose) . Usaha ini dengan sendirinya membutuhkan sapi perah
(peternakan sapi perah) yang dapat kerjasama dengan usaha dual purpose
sehingga pemasaran susu tetap dapat dipecahkan. Di Ungaran (Jawa Tengah)
keadaan demikian sudah dapat dilihat meskipun belum seperti yang diharapkan.
Rakyat memelihara sapi perahan FH (FP x PO) yang diambil susunya tetapi
suatu ketika mereka dapat menjual pedet yang akan digemukan selanjutnya
dipotong.

Perlu diingat bahwa sapi untuk dual purpose harus mempunyai kemampuan
untuk mengubah ½ pakan untuk produksi susu dan ½ yang lain untuk produksi
daging. Telah diketahui bahwa sapi perah yang hanya untuk memproduksi susu
adalah sapi yang memiliki kemampuan merubah pakan jadi air susu secara efisien
Sebaliknya terjadi pada sapi pedaging (beef cattle), periksa Tabel 7. 3.

180

Tabel 7.3 Beef and milk from dual purpose cattle

Characteristics Holestein Holestein x Zebu
11,1 4,8
Milk (kg/day) 9,03 0,55
Daily gain (kg/day)

Dari Tabel 7.3 secara kasar dapat dibaca bahwa setiap kg gain pada crossbred
(FH x Zebu) seharga dengan kehilangan 12 kg susu. Di luar negeri susu relatif
murah maka 12 kg susu = seharga 1 kg daging sehingga usaha dual purpose tetap
efisien. Tetapi pada usaha dual purpose jelas bahwa sapi diharuskan menghasil
kan susu dan daging secara bersamaan. Oleh karena itu sapi betina harus
dipotong sebelum karkasnya menjadi turun kualitasnya. Kalau pakan cukup baik
maka sapi dara dapat beranak pertama pada umur 20 bulan , 12-13 bulan
kemudian digunakan untuk menyusui pedetnya maka pada umur 3 tahun
sebaiknya sapi betina / induk dipotong. Dengan beranak dua kali, maka setiap
sapi betina telah memiliki penggantiriya.

2. Usaha Penggemukan

Dalam periode penggemukan maka yang perlu diperhatikan adalah
karakteristik produktif yang dapat mempengaruhi keuntungan usaha peng-
gemukan tersebut. Sudah diketahui bahwa di samping karakteristik produktif
tersebut, faktor pakan khusus (penggunaan hormon misalnya) juga merupakan
faktor yang ikut menentukan produksi daging dari usaha tersebut di atas.

Karakteristik produktif utama yang ikut menentukan katakteristik karkas
yang akan dihasilkan adalah 1) laju pertambahan berat badan harian dan 2)
konversi pakan (feed conversion).

2.1 Laju pertambahan berat badan (LPBB). LPBB mempunyai efek
yang penting terhadap keuntungan yang akan diperoleh karena karakterisitik ini

181

menentukan jumlah biaya yang ditanamkan dalam bentuk daging hidup. Misal
sapi dengan berat badan 250 kg harganya Rp. 1.000.000,- apabila pertambahan
berat badan 0,5 kg sehari, maka setelah 300 hari beratnya akan menjadi (250 +
150) = 400 kg . dan harganya Rp1.600.000,- keuntungan yang diperoleh Rp.
600.000,- Tetapi apabila pertambahan berat badannya di bawah 0,5 kg makan
keuntungan tersebut tidak akan diperoleh dalam waktu yang lebih lama. Atau
dengan perkataan lain, dalam 300 hari keuntungan diperoleh akan menurun.

Gallagher (1963) mengatakan bahwa Growth rate is the basis of meat
production and is of obvious impotance. Atas dasar penelitian menggunakan sapi
yang dipotong dengan berat badan yang sama, tetapi laju pertambahan badan yang
berbeda, dia mengemukakan bahwa sapi yang mempunyai LPBB yang lebih
tiriggi mempunyai daging yang lebih sedikit lemaknya, punggung lebih panjang,
dan otot mata lebih besar. Oleh karena itu seleksi untk LPBB yang tiriggi
mempunyai pengaruh baik terhdap konfirmasi dan kualitas karkas.

2.2 Laju Konversi Pakan. Karakteristik ini sama pentingnya dengan
LPBB karena pada umumnya biaya untuk pakan adalah sebesar 60-70% dari
seluruh biaya yang dikeluarkan. Konversi pakan dapat dirumuskan sebagai
berikut.

Produt (meat, wool, milk ect)

Gross Efficiency =

Input energi (pature, hay, silage, consentrate)

Apabila sapi telah mencapai berat yang lebih tiriggi maka GE akan turun, seperti
terlihat pada Gambar 7.1.

182


GE

Berat badan 
Gambar 7.1 Gross efficiency of gain

Dengan demikian makin cepat sapi tumbuh maka makin baik efisiensi pakannya.
Dalam periode penggemukan ini penting juga diketahui faktor yang
mempengaruhi kualitas karkas.

a Pertumbuhan jaringan

Dari penelitian telah diketahui bahwa pertumbuhan tahapannya adalah:
1) pertumbuhan tulang atau kerangka,
2) pertumbuhan daging, dan
3) pertumbuhan lemak.
Pertumbuhan tulang dan daging akan berjalan lebih dahulu sebelum terjadi

penimbunan lemak pada jaringan. Meskipun pakan cukup (kualitas dan kuantitas)
atau sedikit melebihi, urutan pertumbuhan tidak akan terbalik. Penimbunan
lemak akan terjadi di sekitar ginjal, kelenjar mammae dan di bawah kulit. Hanya
sejumlah kecil lemak didapat diantara serabut daging. Lemak demikian di sebut
interstitial fat atau marbling. Jumlah marbling menentukan kekenyalan daging.
Kenyataan di atas dapat terlihat pada pedet sapi daging (Shorthorn misalnya) yang

183

baru dilahirkan mempunyai kepala besar dan kaki yang panjang.
Sapi pedaging yang modern yakni yang masak dini, apabila diberi pakan

dengan aras yang tiriggi maka penimbunan lemak dapat terjadi selama
pertumbuhan tulang dan daging masih berjalan.

Terlepas dari kualitas daging, keuntungan yang diperoleh dari sapi daging
yang masak dini ialah bahwa penimbunan lemak terjadi waktu otot daging masih
lunak. Lemak dalam daging disukai karena menyebabkan daging mudah dimasak
dan mempengaruhi palabilitas. Pertanyaan yang diajukan adalah pada periode
yang mana, dapat disebut periode penggemukan, mengingat bahwa waktu
jaringan lemak naik maka persentase jumlah daging dan tulang turun.

Gambar 7. 2 menunjukkan perubahan persentase jaringan lemak, daging
dan tulang pada karkas dalam periode penggemukan.

70 Muscle
60 Bone
50 Fat
40
30 53% 56% 59% 61%
20
10

0
50%

Gambar 7.2 Changes in % of tissue in the carcass during fattening

184

Pada Gambar 7.2 dapat dilihat bahwa persentase karkas mempunyai
hubungan erat (korelasi positif) dengan stadium penggemukan. Pada sapi
pedaging otot daging adalah sepertiga dari bobot hidup tanpa mengingat derajat
kegemukan.

Angka persentase karkas menunjukkan derajat kegemukan, dapat telihat
pada klasifikasi sapi potong pada abad yang lalu yakni sebagai berikut.

Tabel 7.4 Class and Dressing Percentage

Class Dressing percentage

Stores 50 – 51
Fresh Store 52 – 53
Moderaltely Fat 54 – 57
Fat 58 – 62
Very Fat 63 – 65

Persentase karkas (berat karkas/berat hidup) juga dipengaruhi oleh Bangsa,
Umur, dan Berat hidup. Faktor seperti terlambat dewasa, pertumbuhan yang
terlambat, pemotong awal, dapat menyebabkan karkas yang diperoleh lebih tidak
berlemak. Sedang faktor, cepat dewasa, pertumbuhan yang cepat, dan pemo-
tongan pada umur yang lebih akhir akan menghasilkan karkas yang lebih
berlemak.

b. Palatabilitas (derajat kelezatan daging waktu dimakan)

Palatabilitas adalah hasil kombinasi dari tekstur daging, rasa dan bau, serta
keempukan daging, yang dikehendaki oleh konsumen. Dari uji yang dilakukan di
luar negeri, dilaporkan bahwa daging makin enak apabila lemak dalam daging
makin banyak, sampai batas tertentu. Apabila batas tersebut telah dilewati maka
palatabilitas daging akan menurun, sedang jaringan lemak makin naik
pesentasenya dalam karkas.

185

Flavour adalah salah satu unsur yang termasuk dalam palatabiltas daging.
Flavour mempunyai hubungan yang erat dengan persentase lemak dan daging
dalam karkas. Lemak yang paling enak dan mempunyai kualitas yang paling
tiriggi adalah yang berasal dari jaringan lemak yang tumbuh dengan cepat.

Daging berwarna terang lebih disukai di pasaran. Keadaan demikian
disebabkan karena daging yang berwarna gelap dan berbau keras merupakan
indikasi bahwa daging tersebut berasal dari sapi tumbuh lambat, umur tua, atau
banyak dikerjakan. Kelunakan merupakan karakteristik daging pada karkas dan
serabut daging tersebut. Pada sapi muda serabut daging masih halus. Demikian
pula himpunan serabut daging masih kecil pula. Pada waktu sapi makin tua maka
serabut otot makin besar sedang jaringan ikat dan elastik makin banyak sehingga
menyebabkan daging makin menjadi alot (kenyal).

Pada sapi yang masak dini, jaring lemak marbling akan tersebar secara
merata dalam jaringan otot yang menyebabkan serabut otot mudah dipisahkan.
Dengan adanya lemak marbling tersebut menyebabkan daging menjadi empuk
kalau dimasak. Di pasaran harga daging jelas sesuai dengan palatabilitasnya.

186

a. Laju Kecepatan Menjadi Dewasa
Laju kecepatan menjadi dewasa

seekor sapi mempengaruhi konfirmasi
sapi tersebut. Meskipun demikian tidak
semua bagian tubuh tumbuh dengan
kecepatan yang sama. Pedet dengan
pakan yang cukup maka bagian belakang
dan p unggung akan tumbuh lebih ceapt
dibandingkan dengan kepala dan kaki
(Gambar 3). Karena bagian belakang
memiliki bagian yang lebih mahal
dibanding dengan leher dan kaki, maka
laju kecepatan tumbuh akan menentukan

b. Kalori dalam Daging
Nilai gizi dalam daging untuk

manusia Sering diukur dengan nilai
kalori. Nilai kalori atau energi daging
akan naik apabila persentase lemak
dalam daging naik. Keadaan demikian
disebabkan karena setiap gram lemak
mengandung 9 kalori sedang setiap
gram protein hanya memberi 4 kalori.
Oleh karena itu apabila dressing
percentage naik maka berarti bahwa
nilai kalori daging juga naik.

Gambar 7.3 Laju pertumbuhan

187

Metode Peningkatan Mutu genetik

Metode untuk memperbaiki mutu genetik pada dasarnya adalah
menggunakan 1) Seleksi sapi bibit dalam bangsa, 2) Pergantian bangsa dengan
Grading up, dan 3) Pembentukan bangsa baru dari hasil kombinasi yang telah ada
lewat Cross breeding, serta 4) Memasukkan bangsa baru (importasi) atau
materi genetik baru dari luar negeri (Carter et al., 1970).

Tujuan Perbaikan Mutu Genetik
Tujuan yang akan dicapai ialah meningkatkan produktifitas dan
profitabilitas sapi potong. Oleh karena itu harus dipelajari lebih dahulu
karakteristik yang mempengaruhi produktifitas dan profitabilitas sapi betina dan
kedua adalah karakteristik yang mempengaruhi kemampuan produksi pada masa
setelah di disapih yakni, laju pertumbuhan, efisientsi pertambahan berat badan,
dan kualitas daging.
Sapi potong baik bangsa murni atau persilangan, faktor utama yang
mempengaruhi produktifitas ekonomi adalah , 1) efisiensi pertambahan berat
badan, 2) dressing percentage, 3) karakteristik karkas, 4) konfirmasi sapi; sedang
untuk sapi induk karakteristik utama yang penting adalah, 1) kemampuan
reproduksi, 2) kemampuan menyusui dan mengasuh pedet, 3) kemampuan
beradaptasi. Selain itu adalah, 1) lingkaran berahi yang teratur, 2) beranak dengn
mudah, 3) mampu beranak pada umur dua tahun.
Penelitian karakateristik di atas dalam mempersiapkan program perbaikan
mutu genetik tidak saja harus dapat menajwab daging bagaimana yang
dikehendaki ? tetapi harus pula dapat menjawab pertanyaan, Faktor apa yang
menentukan dan mempengaruhi biaya dan keuntungan dari usaha produksi sapi
pedaging (sapi potong) ?.

188

Untuk menjawab pertanyaan pertama harus dapat diketahui lebih dahulu
mengenai pemasaran hasil dan permintaan akan produksi sapi potong tersebut.
Pasaran daging di dalam negeri. Sedang untuk dapat menjawab pertanyaan kedua,
maka harus mengetahui sistem peternakan yang digunakan, kereman dengan yang
tidak kereman misalnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Bahwa tujuan dari peningkatan mutu genetik adalah meningkatkan nilai
rata-rata dari karakteristik produktif (yang dikehendaki) yang dimiliki
oleh sekelompok ternak. Jadi tujuan peningkatan mutu tidak hanya
mendapatkan seekor pejantan unggul tetapi sekelompok besar atau kecil,
sapi potong yang mampu berproduksi di atas rata-rata produksi yang telah
ada. Contoh yang jelas adalah tujuan penggunaan pejantan American
Brahman; yakni menaikkan rata-rata yang telah dimiliki oleh sapi
peranakan Ongole (PO). Nilai rata-rata tersebut terutama mengenai
karakteristik produktif. Misalnya yang berupa kecepatan tumbuh dan
kualitas daging. Oleh karena itu pendekatan yang dipakai adalah populasi
genetik dan kuantitatif genetik. Karena karaktersitik produktif di atas
adalah karakteristik kuantitatif. Akan lebih membantu kalau para
mahasiswa kembali mempelajari dasar-dasar populasi dan kuantitatif
genetik.

2. Produktifitas suatu ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor atau
karakteristik sehingga untuk menaikkan produktifitas perlu ditentukan
lebih dahulu urutan kepentingan karkaterisitik tersebut. Biasanya untuk
menentukan urutan tersebut digunakan REV (Relative Economic Value)
yang telah diterangkan dimuka.

189

Karakteristik yang Mempengaruhi Produktifitas dan
Profitabilitas Sapi induk (breeding cow)

I. Produktifitas Sapi induk

Faktor yang mempengaruhi produktifitas sapi induk dapat diperiksa pada
Gambar 2.
a. Kinerja Reproduksi (Reproductive Performance)

Karakteristik ini dapat diukur dengan jumlah pedet yang dapat hidup
disapih setiap seratus ekor induk yang dikawinkan. Karakteristik ini merupakan
karakateristik yang sangat penting dan menentukan keuntungan yang akan dapat
diperoleh sipeternak

Reproductive Performance
Milk and Mothering
Maintenance Cost
(Cow Size)

Longevity Breeding Cow Weight of calf
Others Productivity at weaning

Adaptability
Disease resistance
Defect
Temperament

Gambar 7.4 Compopents of Productivity in the breeding Cow (Clarke, 1971)

190

Kemampuan/kinerja reproduksi merupakan karakteristik yang kompleks
terdiri dari, 1) interval bernak, 2) derajat konsepsi, 3) derajat kelahiran kembar, 4)
kesukaran beranak dan daya hidup.pedet. Komponen tersebut dipengaruhi oleh
oleh faktor lingkungan sehingga perbedaaan genetik yang dimiliki oleh individu
dapat menjadi tidak jelas. Karena mudah dipengaruhi faktor lingkungan luar,
maka jelas bahwa kemampuan reproduksi dan komponennya mempunyai
heritabilitas yang rendah.

Ditirijau dari segi tatalaksana, beternak secara teratur, tak membutukan
pertolongan pada ealtu beranak dan beranak pertama pada umur dua tahun, adalah
merupakan karakteristik baik yang selalu diharapkan oleh peternak atau sipemilik
ternak.

Kalau ditirijau dari biaya pakan, dapat diperkirakan bahwa untuk setiap
lima ekor sapi induk yang tak beranak biaya pakan tersebut dapat digunakan
untuk membesarkan empat ekor pedet dari waktu disapih sampai umur 8 bulan
(Clarke, 1971).

Karena heritabilitas kemampuan reproduksi rendah, maka karakterisitik ini
tidak dapat diperbaiki secara cepat melalui seleksi. Meskipun demikian, sapi
yang tak mampu memelihara pedet sampai disapih sebaiknya dikeluarkan dari
populasi.

b. Produksi susu dan kemampuan memelihara pedet

Berat sapih pedet ditentukan oleh berat lahir, produksi susu induk,
kemampuan tumbuh pedet (Barton, 1970). Para peneliti Amerika melaporkan
bahwa berat sapih yang telah disesuaikan untuk umur induk, jenis kelamin pedet
dan umur pedet, mempunyai heritabilitas yang cukup tiriggi (0,3 – 0,5 ) . Dengan
t = 0,3 – 0,5 berarti bahwa induk yang dapat menghasilkan pedet dengan berat

191

sapih di atas berat sapih rata-rata mempunyai kemungkinan besar pada umur yang
lebih tua kemampuan tersebut akan diulang. Selain itu mengeluarkan sapi induk
yang memiliki pedet sengan berat sapih rendah akan menguntungkan. Berat sapih
mempunyai heritabilitas = 0,2 – 0,3 yang berarti seleksi dapat meningkatkan
berat sapih setelah beberapa generasi.

c. Maintenance Cost (MC)

Maintenance cost is the feed costs necessary to keep animal at a given
weight without gain or lost (MacDonald, 1963). Dengan lain perkataan MC
adalah biaya yang dipakai untuk mempertahankan berat hidup tertentu pada waktu
atau umur tertentu pula supaya tidak beratmbah atau berkurang. Coop (1965) dan
Clarke (1971) melaporkan bahwa MC untuk sapi induk kurang lebih sebesar 70%
dari seluruh biaya pakan (Feed cost terdiri dari maintenance cost dan live-weigt
gain cost).

Untuk memproduksi seekor pedet sapihan MC akan naik sebanding
dengan kenaikan berat sapi induk. Telah diperdebatkan bahwa sapi induk kecil
cenderung lebih efisien dari sapi induk yang besar dalam memproduksi pedet
sapihan.

Hubungan antara MC dengan ukuran/berat sapi telah diteliti oleh beberapa
peneliti Amerika . Melton et al., (1967) melaporkan bahwa sapi yang lebih kecil
menghasilkan pedet jantan yang lebih berat untuk tiap unit TDN. Melton dalam
penelitiannya menggunakan sapi Hereford dan Charolais.

Kress et al., (1969) dengan menggunakan twin Hereford menyimpulkan
bahwa sapi yang lebih besar kerangkanya maupun sapi yang lebih kecil
kerangkanya menunjukkan efisiensi yang hampir sama. Rae dan Barton (1970)
menyatakan, umumnya di dalam suatu bangsa, sapi yang besar akan lebih efisien.

192

d. Longevity

Yang dimaksud dengan longevity adalah lamanya seekor induk dapat
berproduksi. Makin lama sapi induk berproduksi maka dapat menaikkan
keuntungan lewat, 1) menurunkan biaya penggantian replacement per tahun, 2)
akan menaikkan nilai tengah berat sapih, disebabkan karena makin banyak sapi
induk dalam kondisi atau umur yang lebih produktif, 3) menaikkan intensitas
seleksi.

Sebaliknya makin lama seekor sapi induk berproduksi ( tiriggal di dalam
populasi ) maka akan makin memperpanjang generasi interval. Dengan demikian
maka beratmbahnya generasi interval akan menyebabkan respon seleksi per
tahun akan menurun (pembaginya lebih besar).

Rae dan Barton (1970) menyatakan bahwa apabila umur induk naik satu
tahun, maka akan menaikkan berat pedet sapihan sebesar satu persen. Dari dua
kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa longevity tak begitu penting dalam
menaikkan Relative Economic Value (REV).

e. Adaptabilitas

Peternakan di Indonesia membutuhkan sapi yang akan dapat berathan di
iklim tropik dan kondisi pakan yang kurang baik. Silahkan mahasiswa memeriksa
karakterisitik yang dimiliki bangsa sapi.

f. Resistensi terhadap penyakit

Faktor restensi belum banyak diteliti di Indonesia. Kenyataan yang ada, sapi
PO yang dipelihara peternak mudah terserang penyakit cacing. Penyakit cacing
yang perlu mendapat perhatian utama adalah Distomatosis. Perlu selalu didingat
bahwa di beberapa daerah di Indonesia masih merupakan sumber penyakit Surra.

193

Meskipun kebanyakan kerbau adalah perka tetapi sapi dapat sebagai pembawa.
Resistensi sapi terhadap bermacam penyakit di Indonesia perlu diteliti.

g. Cacat atau defect

Yang perlu diperhatikan adalah sapi yang diternakan harus bebas dari cacat
temurun. Daftar cacat temurun pada sapi dapat diperiksa di Bogart (1959).
Contoh cacat temurun adalah dwarfism, dan double muscling.

h. Temperamen

Sapi yang jinak atau penurut akan lebih disukai oleh peternak karena
memudahkan perawatannya /penanganannya dan perkwinannya.

Kalau ditirijau kembali komponen yang mempengaruhi produktifitas sapi
induk maka dapat disimpulkan bahwa produksi setiap induk dapat diukur
dengan a) persentase pedet yang dapat disapih dan b) berat sapih. Untuk
menentukan urutan kepentingan dalam peningkatan produksi, dibutuhkan
menaksir REV kedua karakteristik tersebut. Sebagai contoh REV kedua
karakterisitik tersebut dapat diperiksa pada Tabel 6.5.

Tabel 7.5. Relativ Economic Value of Calf-weaning Percentage and
Calf-

weaning Weight

Trait Unit REV Standard Ajusted

REV (%)

Calf W.P 1% 50 30% 15

Calf W.Wt 1 lb 12 30 lb 6

Rae dan Barton (1970)

194

Berdasar hasil pada Tabel 7.5, dapat dikatakan bahwa menaikkan
CalfWeaning Percentage (CWP) 1(satu) unit akan lebih
menguntungkan bila dibandingkan dengan menaikkan Calf Weaning
Weight (CWW) 1 (satu) lb. Dengan demikian maka urutan yang
partama adalah karakteristik CWP. Meskipun demikian dapat pula
karakteristik tersebut ditingkatkan secara bersama. Metode seleksi
yang digunakan adalah seleksi menggunakan Indeks.

II. Kemampuan Produksi pada Periode setelah disapih

Komponen faktor yang mempengaruhi kemampuan produksi pada periode
setelah disapih dapat diperiksa pada Gambar 7.5

a. Laju Pertumbuhan (Growth Rate)

Rae dan Barton (1970) dan Preston (1973) melaporkan bahwa laju
pertumbuhan merupakan karakteristik yang mempunyai nilai ekonomi yang
tertiriggi, yang berarti sangat menentukan besarnya kecilnya keuntungan yang
akan diperoleh peternak. Penggunaan American Brahman , diharapkan dapat
menaikkan laju perumbuhan sapi di Indonesia pada masa mendatang sehingga
menaikkan pula keuntungan petani peternak.

195

Colour Carcas
Eating Merit
Quality
Confor Carcas Post
mation Composition Weight Weaning
Percenetage
Growth Liveweight
rate

 Structural soundness Food
 Adaptability compo
 Diseases resistence
sition

Gambar 7.5. Components of Post Weaning Productivity (Clarke, 1971)

Laju pertumbuhan mempunyai korelasi genetik yang tiriggi dengan feed
conversion. Pada masa kini peningkatan mutu sapi potong banyak dijalankan
lewat menaikkan laju pertumbuhan pada periode waktu disapih sampai sapi siap
dipotong. Alasan yang jelas adalah karena berat hidup menentukan berat karkas
dan produksi daging (yang dapat dimakan/dipasarkan); sapi yang lebih cepat
pertumbuhannya akan mencapai bobot siap dipotong dalam umur yang lebih
muda bila dibandingkan sapi yang lambat tumbuh.
Barton (1970) melaporkan bahwa sapi yang cepat tumbuh yang kemudian dapat
dipotong pada umur yang relatif lebih muda akan menghasilkan daging lebih

196


Click to View FlipBook Version