empuk dan kurang berlemak (ingat sapi PO kurang berlemak tetapi daging kurang
empuk, kerena lambat tumbuh).
Data yang dihasilkan oleh Koch et al., (1963) membuktikan adanya dan
bagaimana hubungan antara laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan. Dari
penelitiannya dapat disimpulkan bahwa seleksi terhadap pertambahan berat
badan akan menghasilkan perbaikan genetik untuk efisiensi konversi pakan yang
sama besar apabila seleksi dilakukan langsung untuk efisiensi. Dengan bukti data
tersebut jelas bahwa laju pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan mempunyai
korelasi genetik yang tiriggi. Barton (1970) selanjutnya mengatakan perhatian
utama yang diberikan untuk kemampuan tumbuh dalam tujuan peningkatan mutu
genetik ternak potong dapat dipertanggung jawabkan.
c. Berat Hidup dan Berat Karkas (Liveweight dan Carcass
Weight)
Rae (1970) menyatakan bahwa pada umumnya sapi yang cepat tumbuh
merupakan sapi yang secara efisien dapat mengubah pakan menjadi berat hidup.
Berat hidup saat sapi dipotong merupakan faktor utama yang akan menentukan
berat karkas. Barton (1970) melaporkan bahwa berat hidup pada saat dipotong
dan berat karkas mempunyai korelasi yang tiriggi. Everrit dan Evans (1970)
menyatakan bahwa variasi (80-90%) berat daging yang dapat dijual dipengaruhi
oleh berat karkas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berat hidup akan
menentukan berat daging yang dapat dijual.
Untuk mengukur pertumbuhan pada saat setelah disapih Georgy (1965)
mengadakan post weaning feeding test. Uji yang dilaksanakan selama 350 hari
dapat secara cermat untuk mengetahui perbedaan laju pertumbuhan. Peneliti
terdahulu, Swigger dan Hozel (1961) serta Swigger et al., (1963) berpendapat
197
bahwa periode uji dapat kurang dari 350 hari, asal menggunakan ransum dengan
kandungan energi yang relatif tiriggi.
c. Konfirmasi dan Komposisi Karkas
Konfirmasi menurut gaya lama untuk sapi potong oleh Rae (1970)
diungkapkan sebagai berikut : The ideal beast is one with a short, deep, low set
body which is blocky and has a wide chest, square rump, and a full quarter with a
short neck and broad head. The top lme and the bottom lme of this animla should
be straight and paralel. The beast should also be of uniform width from front to
rear and the whole body should be evently flested. The loin should be wide, deep,
level, thick and smoothly-fleshed.
Menurut Rae (1970) konfirmasi gaya lama di atas harus ditiriggalkan
karena konfirmasi yang demikian akan menghasilkan sapi kelewat berlemak dan
menghasilkan daging yang sedikit.
Barton (1969) memberi petunjuk untuk karkas dengan pesentase daging
yang tiriggi sebagai berikut : Modern highly desirable carcasses are long,
strechy, with thick, long and wide-cushioned hind limb, preferebly with hind limbs
being the thickest part of carcass. They are not straight sided, being instead some
restricted in the loin six loin jucntion, slightly ribby, slightly restricted in the
forelib with thickly muscled fore limbs.
Meskipun telah adanya batasan tersebut, diakui pula bahwa tidak mudah
untuk meperkirakan konfirmasi karkas dari konfirmasi hewan hidup, dlam neilai
hubungannya dngan konfirmasi karkas yang akan dihasilkan perlu latihan yang
cermat dan pengalaman. Georgy et al,. (1961) menyarankan menggunakan score
untuk mengevaluasi konfirmasi. Seleksi dengan memperhatikan konfirmasi perlu
dilakukan pada peningkatan bagian yang bedaging.
198
Jelas karkas yang diharapkan adalah karkas yang akan menghasilkan daging
yang banyak, empuk, enak dan dengan hasil sisa berupa lemak yang minimum.
d. Karakteristik Karkas, Berat Karkas dan Pakan yang
dikonsumsi
Karkas yang memenuhi permintaan pasaran dari segi karakteristik dan berat
karkas, serta pakan yang dikonsumsi, merupakan faktor yang menentukan berapa
unit pakan dapat dicerna untuk mendapat produksi yang maksimal.
Karkas yang dapat memenuhi perminataan pasaran akan sukar didefinisikan
Disebabkan karena permintaan pasar selalu mempunyai preferensi (kesukaan)
yang berbeda, pada pasar yang berbeda. Warna lemak merupakan faktor yang
dapat menyebabkan daging ditolak atau diterima oleh pembeli. Karkas yang ideal
daging berisi marbling fat dalam jumlah yang sedang, lemak tersebut tersebar
secara merata.
Berat karkas yang disukai di pasaran juga berbeda. Dari New Zealand dan
Australia dilaporkan bahwa berat yang lebih disukai di pasaran luar negeri adalah
yang tidak banyak sisa, warna lemak tidak kuning, daging tidak berwarna merah,
otot longisimus dorsi besar, daging empuk.
Rae (1970) menyatakan bahwa meskipun telah banyak penelitian dikerjakan
tetapi belum didapatkan suatu teknik yang dapat menentukan komposisi karkas
lewat penelitian ternak hidup. Selanjutnya dikatakan bahwa meskipun demikian
dapat dikatakan bahwa ternak menunjukkan pertumbuhan daging yang cukup
baik, apabila -it is wide troughought and hindquarter, has a trim brisket and is
not deep in the crutch or in the body-.
199
e. Structural Soundness
Yang dimaksud adalah bentuk rahang, gigi, kuku yang betul dan struktur
kerangka yang betul pula. Faktor ini akan menentukan kemampuan berproduksi
dan daya adaptasi ternak.
Program Pencatatan Produksi
Keefektifan Program Pencatatan
Keefektifan pencatatan produksi dalam penggunaannya untuk seleksi
tergantung pada tiga faktor.
1. Jumlah individu atau ternak yang dicatat.
2. Kecermatan penggunaan data produksi.
3. Perbedaan faktor lingkungan yang ada untuk setiap individu yang
dibangdingkan dalam satu kelompok.
Model kartu pencatatan kemampuan reproduksi dan produksi dapat dibuat
sesuai dengan keadaan dan kondisi usaha peternakan yang dimiliki. Syarat yang
perlu dipenuhi adalah sebagai berikut.
1. Semua ternak yang ada dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama.
2. Kartu catatan kemampuan produksi harus sistematis, mudah disimpan dan
tidak mudah rusak.
3. Harus ada kolom untuk faktor koreksi terhadap faktor non-genetik (umur
induk, umur pedet, dan sex).
4. Kartu catatan harus dapat dipakai untuk kepentingan seleksi.
5. Data mengenai pakan dan manajemen disediakan pula kolom atau kartu
terpisah.
200
Uji Kemampuan Produksi
Berdasar yang telah diuraikan, dapat diketahui dan dimengerti bahwa
pencatatan kemampuan produksi merupakan suatu langkah dasar dari suatu usaha
peningkatan mutu. Dari hasil loka karya pengarahan penelitian pemuliaan sapi
potong di Indonesia (1973) tercantum pula bahwa langkah pertama dalam usaha
pemuliaan sapi pedaging dapatlah dimulai dengan cara yang paling sederhana,
yaitu dengan melakukan pengujian terhadap produksi individu bangsa sapi yang
terdapat di Indonesia.
Uji kemampuan produksi dalam kaitannya peningkatan mutu dan produksi
pada sapi pedaging, terutama dilakukan untuk karkateristik untuk laju
pertambahan berat badan harian, di luar negeri disebut – weight gain performance
test.- Meskipun demikian dalam uji kemampuan produksi tersebut tidak boleh
dilupakan untuk meneliti fertilitas, kemampuan memelihara pedet, kemampuan
menyusui pedet, dan data mengenai daya aklimatisasi dan ketahanan berproduksi.
Uji kemampuan produksi dalam pelakasanaannya didahului dengan
pencataan kemampuan di peternakan di luar stasiun uji. Atas dasar data
pencatatan dalam peternakan tersebut dipilih ternak yang memenuhi syarat
program uji kemampuan produksi. Misal berat sapih, pada umur sapih sudah
ditentukan harus mencapai berat standar yang telah ditentukan. Ternak yang
memenuhi syarat kemudian dikirim ke stasiun uji kemampuan produksi. Untuk
memberi gambaran yang lebih jelas, akan dibahas apa yang telah dilakukan oleh
Natioanl Herd Recording Scheme di New Zealand (NZNHRS).
Rae (1970) dan Dalton et al., (1970) melaporkan sebagai berikut.
1) Peternakan yang mengikuti program pencatatan (di luar stasiun uji)
dikunjungi oleh petugas setahun sekali. Kunjungan tersebut dijatuhkan pada
201
waktu pedet mencapai umur untuk disapih (pada musim autum), sedang
pejantan muda dan induk muda berumur sekitar 18 bulan. Hasil
penimbangan pada kunjungan itu kemudian dikoreksi untuk umur 200 hari
untuk pedet dan 550 hari untuk calon pejantan dan induk, dan dikoreksi pula
terhadapumur induk. Oleh NZNHRS dihitung pula pertambahan berat badan
harian pada kedua periode tersebut. Setelah data disusun dalam tabel
kemudian dikembalikan kepad peternak atau pemilik . Pelaksanaan kegiatan
tersebut disebut On Farm Recording.
2) Ternak yang akan diuji dalam stasiun uji (Central Performance Testirig
Station) harus memenuhi syarat, a) mempunyai perbedaan umur disapih
tidak melebihi dua bulan, b) pedet disapih pada umur 6 (enam) bulan, c)
pedet harus disusui induknya, tidak boleh diberikan creep feeding dan
perlakuan istimewa, d) pedet harus disapih minimal enam minggu sebelum
dimasukkan ke stasiun uji.
3) Faktor lingkungan selama uji. Program feeding yang utama adalah feeding
on pasture. Pada dasarnya faktor lingkungan di stasiun uji harus
diusahakan sesuai dengan faktor lingkungan di tempat keturunan hasil uji
akan dibesarkan. Apabila (terpaksa) digunakan konsentrat, maka perlakuan
untuk setiap individu diusahakan sama. Feed intake tidak perlu dihitung
karena rate of gain dengan efficiency of gain mempunyai korelasi positif
yang tiriggi.
4) Waktu uji. Untuk di New Zeland, dilakukan dari pedet umur enam bulan
(disapih) sampai umur 18 bulan. Dengan demikian uji sudah akan selesai
sebelum saat penjualan, yakni umur 24 untuk pejantan. Untuk di Indonesia,
dalam lokakarya Pengarahan Penelitian Pemuliaan Sapi Potong di Indonesia
(1973) disarankan sebagai berikut.
202
Sebaiknya didirikan stasiun penelitian yang dapat mewakili daerah yang
mempunyai kondisi kurang lebih sama. Stasiun tersebut untuk uji
kemampuan produksi dan uji keturunan.
Pelaksanaan uji yang diusulkan. Pedet jantan yang telah diseleksi berdasar
berat lahir, dibesarkan bersama distasiun uji untuk menguji individu di
bawah kondisi daerah yang sama sampai umur satu tahun. Selama satu
tahun tersebut diteliti pertambahan berat badan tiap hari dan feed efficiency
–nya. Sapi yang menunjukkan karakteristik yang unggul dipilih untuk diuji
lebih lanjut di stasiun uji keturunan.
Penulis lebih cenderung melaksanakan seleksi sebelum masuk stasiun uji
didasarkan berat sapih. Alasannya, karena berat lahir dan berat sapih tidak
mempunyai korelasi yang tiriggi, sedang berat sapih mempunyai
heritabilitas yang cukup reponsif.
Upaya mengurangi maternak efek dapat mengikuti anjuran Preston (1973),
diusahakan menyapih seawal mungkin. Di Indonesia stasiun uji sebaiknya
berkarakteristik regional dan daerah minus atau kritis perlu diwakili
sehingga sehingga keturunan hasil uji diharapkan dapat produktif di daerah
tersebut. Untuk menunjang pelaksanaan uji kemampuan produksi penulis
berpendapat perlu segera dibuat program pencatatan produksi secara
terpadu. Program ini mengikut sertakan peternak terpilih. Tiap kecamatan
dipilih peternak peserta, sedang kartu pencatatan disediakan secara gratis.
Cara pencatatan setelah diuji dan disetujui disuluhkan secara intensif pada
para peternak peserta. Data (dalam kartu) dikirim dan diolah di Fakultas
Peternakan, hasil pengolahan dikembalikan ke Peternakan lewat Dinas
Peternakan. Ternak terpilih dikirim ke stasiun uji yang didirikan di
Karesidenan (Dati II) yang diuji lokasinya secara cermat.
203
Nilai Pemuliaan
Pengertian dan Manfaat Nilai Pemuliaan
Genotipe seekor ternak ditentukan oleh kombinasi gen yang diperoleh dari
tetuanya. Genotipe ini ditentukan saat terjadinya pembuahan dan akan tetap
sepanjang hidupnya apabila tidak terjadi mutasi, oleh karena mutu genetik ternak
perlu diperhatikan. Efek faktor genetik tidak seluruhnya diwariskan, yang
diwariskan ialah efek gen yang dapat dijumlahkan (gen yang efeknya secara
aditif). Oleh karena sampai sekarang belum diketahui baik jumlah maupun fungsi
masing-masing pasangan gen yang mempengaruhi karakteristik kuantitatif maka
disepakati bahwa pemunculan suatu fenotipe adalah hasil kerja semua gen yang
mengontrol karakteristik tersebut dan efek faktor lingkungan. Efek gen rata-rata
yang dapat dijumlahkan inilah yang kemudian disebut juga dengan Nilai
Pemuliaan.
Nilai Pemuliaan adalah efek rata-rata semua gen yang mengontrol
karakteristik yang diamati (diukur), sehingga Nilai Pemuliaan (NP) adalah
taksiran mutu genetik ternak untuk suatu karakteristik tertentu. Oleh karena itu
seekor ternak mempunyai beberapa NP dan untuk masing-masing karakteristik
besarnya berbeda, sehingga tidak tepat kalau NP dikatakan merupakan efek rata-
rata semua gen yang dimiliki seekor ternak.
Nilai Pemuliaan ditaksir menggunakan hasil pengukuran karakteristik
kuantitatif (catatan produksi), sedang catatan produksi yang digunakan untuk
menaksir NP dapat berasal dari berbagai sumber.
a. Catatan produksi individu, dapat menggunakan satu atau catatan lebih
b. Catatan produksi famili (saudara) rata-rata
c. Catatan produksi keturunannya
d. Catatan produksi teuanya
e. Catatan produksi kombinasi, individu dan famili
204
Manfaat kita mengetahui NP seekor ternak untuk suatu karakteristik antara
lain adalah sebagai berikut.
1. Dapat mengetahui taksiran besarnya kemampuan genetik ternak untuk
karakteristik tersebut
2. Dapat mengetahui taksiran besarnya kemampuan produksi ternak untuk
karakteristik tersebut
3. Dapat menaksir besarnya NP keturunannya
4. Sebagai dasar untuk memilih calon ternak bibit dalam program peningkatan
mutu genetik.
Seleksi didasarkan atas fenotipe karakteristik tertentu invidu yang akan
diseleksi. Sesuai dengan pentahapan pelaksanaan seleksi maka yang dibutuhkan
adalah catatan paroduksi individu. Tergantung dari nilai daya pewarisan
karakteristik (heritabilitas, h2) maka dibutuhkan suatu atau lebih catatan produksi.
Penaksiran nilai pemuliaan dilakukan sebagai berikut.
Penaksiran Nilai Pemuliaan
Menaksir NP Individu dan Famili
Tabel 7.6 Produksi susu (PSH)
TAG TAG PSH PSH PSH PSH PSH TAG PSH
PEJ. IND. I II P III P ANAK I
25/92 10 12 11 14 12 40/94 16
SI 26/92 18 20 19 26 21,3 41/94 23
27/92 11 13 12 15 13 42/94 18
205
Data diatas adalah salah satu kelompok famili dari 5 famili yang ada di dalam
suatu populasi sapi perah, yang merupakan data pengukuran produksi sapi harian
induk dan keturunannya. Didapatkan hasil hitungan bahwa rata-rata produksi
susu famili induk populasi pada produksi I = 17 liter.
Setiap induk mempunyai 3 catatan produksi susu rata-rata harian, sedangkan
keturunannya (anak) baru mempunyai satu catatan produksi susu harian. Hasil
hitungan produksi susu populasi harian rata-rata induk pada waktu produksi ke II
= 17,8 sedang pada waktu produksi ke III = 18,9 liter, h2 = 0,23 dan t = 0,42
Menaksir NP individu (induk) menggunakan 1 dan 2 catatan
produksi
Satu Catatan Produksi
Rumus NP = h2 x (PI - P )
NP25/92 = 0,23 x (10 – 17) = - 1,61
NP26/92 = 0,23 x (18 – 17) = + 0,23
NP27/92 = 0,23 x (11 – 17) = - 1,38
Dua Catatan Produksi
Rumus NP n cat = nh2 x (Pi P)
[1 (n 1)t]
NP25/92 = 2 x 0,23 x (1117,8) 2,202
[1 (2 1)0,42
NP26/92 = 2 x 0,23 x (1917,8) 0,388
[1 (21)0,42
NP27/92 = 2 x 0,23 x (12 17,8) 1,878
[1 (2 1)0,42]
206
Menaksir NP famili (induk) menggunakan 1 Catatan
Produksi
Rumus NPf = h2[1 (n 1) R] x (Pf Pf )
[1 (n 1) t]
NPSI = 0,23[1 (3 1)0,25 x (13 17) 1,237
[1 (3 1)0,25x0,23]
Hubungan genetik antar anggota famili (R) = 0,25 karena hubungan genetik
antara anggota famili disini berupa saudara tiri, karena induk-induk tersebut
dihasilkan oleh betina yang berbeda tetapi pejantannya sama.
Menaksir NP menggunakan Informasi Kombinasi,
Keturunan dan Tetua
Taksiran NP menggunakan data individu serta rata-rata famili
Rumus NPkomb = h2 [ 1 R x (Pi Pf ) [1 (n 1)R x(Pf Pf )]
1 t [1 (n 1)t
NPk = Nilai Pemuliaan kombinasi
h2 = heritabilitas
t = korelasi fenotipik antar anggota famili = Rh2
R = hubungan genetik antar anggota famili
PI = produksi individu
Pf = produksi famili rata-rata
Pf = produksi rata-rata dari semua individu dari semua famili
NPk1 = 0,23 [ 1 0,25 x (10 17) [1 (3 1)0,25] x(13 17)] = - 1,786
1 0,25x0,23 [1 (3 1)0,25.0,23
207
Menaksir NP menggunakan data produksi Keturunan
Rumus NPGS = 0,5 nh 2 x (Po Po )
[1 (n 1)t
NPGS = Nilai Pemuliaan Tetua Pejantan
n = jumlah anak betina per pejantan
h2 = heritabilitas
t = korelasi fenotipik antara anaknya
Po = produksi anak rata-rata per tetua jantan
Po = produksi rata-rata semua anak betina dari semua tetua jantan
NPGS1 = 0,5.3.0,23 x (19 22,4) = - 1,052
[1 (n 1)0,25.0,23
Menaksir NP menggunakan data Tetua (Pejantan)
Rumus NPGO(J/B) = 0,25.n.h2 x(Po Po )
[1 (n 1)t
NPGO(J/B) = Nilai Pemuliaan calon tetua
n = jumlah anak betina per pejantan
h2 = heritabilitas
t = korelasi fenotipik antar anak
Po = produksi anak rata-rata per tetua jantan
Po = produksi rata-rata semua anak dari semua tetua
dari semua tetua
NPGO(J/B) = 0,25.3.0,23 x(19 22,4) 0,526
[1 (3 1)0,25.0,23
208
The Most Propable Producing Ability ( MPPA)
Pengertian dan Manfaat MPPA
Untuk menaksir mutu genetik ternak di samping menggunakan NP, dapat
pula menggunakan MPPA (The Most Probable Producing Ability). Penaksiran
MPPA ini gunakan pada waktu seleksi untuk generasi yang sedang berjalan
(current genration). Atau dapat dikatakan bahwa apabila kita ingin mengetahui
hasil seleksi generasi tetua setelah dilakukan seleksi, maka dalam menaksir mutu
genetiknya dengan menggunakan MPPA, sedang bila seleksi untuk generasi yang
akan datang maka dalam menaksir mutu genetik ternak menggunakan NP.
Oleh karena itu dalam seleksi untuk generasi yang sedang berjalan maka
yang diperlukan adalah taksiran kemampuan produksi ataupun kemampuan
genetik pada periode produksi berikutnya, yaitu MPPA :
Untuk satu catatan produksi : Rumus MPPA = t x (PI - Pp)
Untuk n catatan produksi : Rumus MPPA = [1 n.t x (Pi Pp )
(n 1)t]
MPPA = The Most Probable Producing Ability
n = jumlah catatan produksi
t = repitabilitas
PI = produksi individu
Pi = Produksi individu rata-rata
Pp = Produksi populasi rata-rata
Di disamping MPPA menunjukkan kemampuan genetiknya juga dapat
menunjukkan kemampuan produksinya yang mendekati kemampuan produksi
yang riil (kenyatannya), oleh karena itu MPPA merupakan taksiran yang paling
209
mendekati kemampuan produksi yang riil yang dinyatakan sebagai simpangan
terhadap rata-rata kelompoknya.
Untuk satu catatan produksi : MPPA = P + t . (PI - P )
Untuk n catatan produksi : MPPA = P [1 n.t 1)t x(Pi P)
(n
MPPA25/92 = 0,42 x (10 – 17) = - 2,94
MPPA25/92 = 17,8 + 2.0,42 (11 – 17,8) = 13,777
[1 (2 1)0,42
210
BAB VIII
SELEKSI
Pengertian dan Peranan Seleksi
Seleksi ialah memilih kelompok individu dalam suatu populasi yang
mempunyai mutu genetik tiriggi untuk dijadikan tetua (bibit) pada generasi yang
akan datang serta mengeluarkan kelompok individu yang mempunyai mutu
genetik rendah dari populasi tersebut.
Tujuan seleksi ialah meningkatkan rerata populasi dengan meningkatkan
rerata mutu genetik populasi dalam usaha meningkatkan efisiensi produksi
maupun reproduksi dari generasi ke generasi berikutnya.
Prinsip seleksi ialah memilih individu yang ditaksir memiliki mutu genetik
yang tiriggi dengan tolok ukur nilai pemuliaannya, selanjutnya menyisihkan atau
mengeluarkan dari populasi individu yang ditaksir memiliki mutu genetik rendah.
Dasar seleksi ialah bahwa seleksi dilaksanakan berdasarkan hasil
pengukuran yang dilaksanakan pada anggota individu anggota populasi.
Ciri seleksi ialah tidak dapat menaksir secara langsung nilai pemuliaan
individu untuk karakteristik (sifat) yang akan ditingkatkan. Sedangkan asumsi
yang digunakan sebagai berikut.
a. Karakteristik yang akan ditingkatkan dengan seleksi dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. Sedemikian rupa sehingga efek gen pada
setiap lokus relatif kecil dibandingkan variansi totalnya.
Vp = Va + Vd + VI + Ve
211
b. Sifat kuantitatif yang dilibatkan dalam seleksi terdistribusi normal atau
dapat ditransformasikan ke distribusi normal (misalanya dengan log v
dll)
Efek seleksi adalah tidak menciptakan gen baru, tetapi memungkinkan
individu yang memiliki gen tertentu lebih banyak mewariskan gennya (lebih
banyak progeninya). Oleh karena itu menyebabkan frekuensi gen yang disukai di
dalam populasi naik.
Pelaksanaan seleksi dapat dilaksanakan pada setiap fase daur hidup individu
(setiap saat). Namun demikian seleksi khususnya pada ternak, dipengaruhi oleh
faktor ekonomi. Peningkatan mutu genetik yang optimum mungkin sangat mahal,
oleh karena itu perlu disusun program seleksi yang ekonomis. Sedangkan
langkah-langkah operasionalnya sebelum melaksanakan seleksi, persyaratan yang
harus dilaksanakan adalah melaksanakan (program) pencatatan produksi.
Produksi yang dicatat adalah karakteristik yang akan ditingkatkan (diperbaiki).
Peranan seleksi dalam Ilmu Pemuliaan Ternak adalah menyiapkan program
untuk dapat mencapai tujuan Ilmu Pemuliaan Ternak yaitu memilih ternak bibit
yang bernilai pemuliaan tiriggi untuk dipergunakan dalam menghasilkan
keturunan pada generasi mendatang, sehinggan nilai tengah populasi (reproduksi
dan produksi) dapat ditingkatkan.
Metode Seleksi
Metode Seleksi dibedakan berdasar sumber informasi yang digunakan.
1. Seleksi Individu (seleksi massa), ialah seleksi yang berdasarkan atas fenotipe
individu yang akan diseleksi. Dalam seleksi ini nilai pemuliaan ternak
ditaksir menggunakan catatan produksi inividu..
212
2. Seleksi Famili, ialah seleksi yang berdasarkan atas fenotipe famili rata-rata.
Dalam seleksi ini nilai pemuliaan ternak ditaksir menggunakan catatan
produksi famili rata-rata.
3. Seleksi pedigree (Seleksi menggunakan silsilah), ialah seleksi yang sebagian
atau secara keseluruhan berdasarkan atas fenotipe nenek moyangnya. Dalam
seleksi ini ternak-ternak ditaksir mutu genetiknya berdasarkan sebagian atau
seluruhnya catatan produksi nenek moyangnya.
Hasil Seleksi
Hasil seleksi (respon seleksi) ialah kenaikkan frekuensi gen yang
mengontrol sifat yang dijadikan sebagai kriteria seleksi. Karena perubahan
frekuensi gen yang mengontrol sifat tersebut tidak dapat diamati secara langsung
atau kenaikkan mutu genetik ternak populasi rata-rata tidak dapat diamati scara
langsung maka efek seleksi (hasil seleksi) diukur dari besarnya perubahan nilai
tengah populasi sebelum dan sesudah seleksi.
Hasil seleksi yang diharapkan dapat dikelompokkan menjadi dua.
a. Hasil seleksi yang terjadi dalam populasi (individu terpilih) yang harus
berproduksi
b. Hasil seleksi yang akan terlihat dalam generasi yang akan datang.
Faktor yang Mempengaruhi Hasil Seleksi
a) Kecermatan Seleksi, ialah derajat yang menyatakan hubungan antara kriteria
seleksi dengan nilai pemuliaan individu untuk sifat yang diseleksi.
b) Intensitas Seleksi, ialah keunggulan rata-rata ternak terpilih terhadap rata-
rata populasi asal ternak itu dipilih dalam satuan standart deviasi.
213
c) Keragaman Genetik, ialah jumlah keragaman genetik aditif dalam populasi.
Untuk respon seleksi per tahun, masih ditambah satu faktor lagi yaitu :
d) Generasi Interval, ialah umur rata-rata tetua pada waktu beranak
Seleksi Individu, Famili, Kombinasi dan Uji Keturunan
Pelaksanaan seleksi untuk berbagai macam metode seleksi pada dasarnya
sama, yang berbeda adalah pada waktu menaksir nilai pemuliaan, yaitu
menggunakan informasi yang berbeda (rumus berbeda) demikian pula dalam
menaksir hasil seleksinya.
Tahapan dalam seleksi
a. Menaksir nilai pemuliaan ternak yang dilibatkan dalam seleksi
b. Menjenjangkan (mengurutkan) ternak berdasarkan nilai pemuliaannya
c. Memilih kelompok ternak berdasarkan nilai pemuliaan
d. Menaksir hasil seleksi
Rumus yang digunakan untuk menaksir nilai pemuliaan ternak dan
menaksir respon seleksi untuk seleksi Individu, Famili, Kombinasi dan Uji
Keturunan adalah sebagai berikut.
Seleksi Individu
NPIND 1 CAT = h2 x (PI - P ) R = h2 x SMP
n.h 2
NPIND N CAT = [1 n.h2 x (Pi P)
(n 1)t] R = [1 (n 1)t] x SMP
Seleksi Famili
NPf = h2 [1 (n 1)R] x(Pf Pf ) R= h 2[1 (n 1)R ] x SM P
[1 (n 1)t] [1 (n 1)t]
214
Seleksi Kombinasi
NPk = h2 [ 1 R x (Pi Pf ) [1 (n 1)R] x (Pf Pf )
1 t [1 (n 1)t]
Rk = h2 1 (R t)2 x (n 1) x n
(1 t) [1 (n 1)t] [1 (n 1)t] xSMP
Uji Keturunan
NPGS = 0.50.n.h2 x (Po Po ) : R= 0,50.n.h2 x SM P
[1 (n 1)t] [1 (n 1)t]
Konsep Seleksi
Cara peningkatan mutu genetik suatu karakteristik kuantitatif lewat seleksi
(dalam breeding stock) pada dasarnya adalah memilih anggota populasi yang
memiliki kualitas tiriggi serta mengeluarkan individu yang kualitasnya rendah.
Pemilihan didasarkan atas pengukuran karakteristik kuantitatif pada individu
anggota populasi.
Kesukaran yang dihadapi adalah kita tidak dapat secara langsung mengukur
nilai pemuliaan, breeding value, (P = G + E G = A + D + I) karakteristik
yang akan ditingkatkan.
Karakteristik kuantitatif tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, genetik
dan environment. Karakteristik kuantitatif tersebut dianggap mempunyai
distribusi normal dan andaikata tidak maka dianggap datanya dapat ditransfer
mendekati distribudi normal.
215
Secara sederhana seleksi dapat digambarkan sebagai berikut.
b B = proporsi populasi yang terpilih
z P*= titik trunkasi
Z = tinggi ordinat pada titik f(P*)
P P* Ps P = nilai tengah populasi yang
Gambar 8.1 Distribusi normal
Dipilih
Ps = nilai tengah populasi yang
Dipilih
S = seleksi diferensial =
Ps - P
Ps P px z p .i
b
S p.i S i
p
i intensitas seleksi
Jelas bahwa masalah yang dihadapi adalah menaksir nilai pemuliaan
anggota populasi dan atas dasar nilai tersebut dipilih individu (pada daerah b)
yang akan dijadikan tetua untuk generasi yang akan datang.
Efektifitas Seleksi
Respon seleksi, yaitu kenaikan nilai tengah populasi pada generasi yang
akan datang, akan ditentukan oleh tiga faktor utama yakni, 1) heritabilitas, 2)
seleksi deferensial, dan 3) generasi interval. Kalau ditulis dalam rumus
G per generasi interval (GI) h2S i ph2
G per tahun h2S iph2
GI GI
216
Kecermatan Seleksi
Kecermatan Seleksi dapat diukur dengan menghitung kecermatan
penaksiran breeding value (nilai pemuliaan) individu untuk karakteristik
tertentu. Nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan menggunakan informasi yang
bersumber berbeda-beda asalnya. Karena nilai pemuliaan berbanding lurus
dengan nilai heritabilitas (h2) suatu karakteristik maka nilai heritabilitas yang
tiriggi akan memberikan kecermatan penaksiran yang tiriggi pula. Dengan
demikian maka akahirnya akan menaikkan kecermatan seleksi , yang berarti
seleksi akan efektif untuk karakteristik yang mempunyai nilai heritabilitas yang
tiriggi.
Intensitas Seleksi
Intensitas seleksi merupakan faktor terpenting dalam menentukan hasil dan
keefektifan seleksi. Intensitas seleksi dapat diukur dari nilai (besar kecilnya)
Seleksi deferensial (S).
Intensitas seleksi bagi ternak jantan lebih banyak ikut menentukan dan akan
meninggikan koefisien seleksi. Keadaan demikian disebabkan karena dalam
pemuliaan akan dibutuhkan jauh lebih sedikit ternak jantan dibandingkan jumlah
ternak betina. Jumlah pejantan akan lebih ditekankan lagi setelah digunakan AI
(Artificial Insemination) dan AB ( Artificial Breeding) dengan menggunakan
teknologi yang mutakir .
Faktor yang menyebabkan seleksi deferensial kecil adalah
a) fertilisasi yang rendah;
b) angka kematian yang tiriggi sebelum seleksi dilakukan, sehingga
menyebabkan turunnya jumlah individu dalam populasi;
217
c) mortalitas yang tiriggi terjasi setelah seleksi sehingga menyebabkan jumlah
yang dibutuhan untuk pengganti akan naik;
d) makin besarnya populasi yang diinginkan; dan
e) kurang efisien dalam menggunakan informasi yang ada.
Generasi Interval
Generasi interval dengan mudah dapat dihitung sebagai, umur rata-rata
tetua waktu beranak. Lebih jelas apabila menggunakan contoh perhitungan
generasi interval seperti pada Tabel 8.1.
Tabel 8.1 Contoh perhitungan Generasi Interval
Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah
Umur pejantan 2 3 4 5
Jumlah progeni 50 50 50 50 200
U.p x J.p 100 150 200 700
250
Generasi Interval Jumlah (umur pejantan x jumlah progeni 700 3,5 tahun
jumlah progeni 300
Bandingkan dengan contoh ke 2 pada Tabel 8.2.
Generasi Interval Jumlah (umur pejantan x jumlah progeni 600 5,00 tahun
jumlah progeni 120
Dari contoh ke 2 jelas bahwa penundaan perkawinan dapat menyebabkan
memperpanjang generasi interval (dari 3,5 menjadi 5,00 tahun).
218
Tabel 8.2 Contoh Perhitungan Generasi Interval
Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah
Umur pejantan 2 3 4 5
Jumlah progeni 50 50 50 120
Belum 600
U.p x J.p dikawikan 150 200 250
-
Menaikkan Respon Seleksi
Menaikkan h2
Heritabilitas dan simpang baku adalah besaran - besaran yang dimiliki oleh
suatu karakteristik dan populasi. Oleh karena itu apabila cara penghitungan
berasal dari populasi yang berbeda maka akan berbeda pula hasilnya. Ditirijau
dari rumus h 2 VA jelas bahwa nilai h 2 memang dipengaruhi oleh nilai
VG VE
pemuliaan, (additively genetic value) tetapipengaruh yang terbesar adalah berasal
dari faktor lingkungan (VE).
Apabila VE dapat diperkecil maka h2 akan dapat ditiriggikan. Usaha
tersebut dapat ditempuh dengan memakai catatan produksi lebih dari satu. Misal
pada pemakaian sumber informasi dari famili untuk menghitung nilai pemuliaan
maka
h2F(famili) h2 n 1
2 (n 1)h2
Heritabialitas dapat ditaksir dengan bermacam-macam cara, yang penting
diingat, ialah bahwa dalam mencatat prioritas urutan karakteristik kuantitatif yang
akan diperbaiki harus sudah lebih dahulu mengetahui nilai h2 nya. Dengan
demikian maka respon seleksi ,R , sudah dapat ditaksir. Dalam Tabel 8.3 dapat
219
diperiksa nilai h2 untuk karakteristik pada sapi pedaging. Dari sumber lain dapat
pula dipelajari nilai h2 untuk karakteristik yang lain.
Tabel 8.3 Hertability Estimates in Percentage for Various Economic Traits in
Beef Cattle
Trait N. of Studies Range Average
1 Weaning wt 11 6 to 64 25
8 23 to 53 33
2 Weaning score 10 26 to 99 57
3 Rate of gain in 5 17 to 75 36
feedlot 4 38 to 63 47
N of Studies Range Average
4 Efficiency of 1 to 73
4 16 to 84 46
gain 5 48
1 38
5 Slaughter grade
3 70
Carcass Item
2 61
1 Dressing %
Lasley (1972)
2 Carcass grade
3 Thickness of fat
4 Area of eye
muscle
5 Tendemess of
lean
Tabel 8.4. Heritability Estimates for Several Economically Important Traits in
Beef Cattle
No Character Approximate Heritability (%)
average level
1 Calving interval 0 – 15
2 Birth weight Low 35 – 40
3 Weaning weight 25 – 30
4 Weaning conformation score Medium 25 – 30
Medium
Medium
Berlanjut
220
Lanjutan Character Approximate Heritability (%)
No average level 20 – 40
5 Maternak ability of cow Medium 45 – 60
40 – 50
Steers of Bull fed in dry lot from High 50 – 60
weaning to final age of 12 –15 High 35 – 45
months High 35 – 45
6 Feedlot gain Medium to High 30 – 40
Medium to High 25 – 45
7 Efficiency of feedlot gain Medium to High 40 – 70
25 – 30
8 Final weight of feed Medium to High 45 – 55
20 – 40
9 Slaughter grade High 50 – 70
Medium
10 Carcas grade
High
11 Areas rib-eye per cwt carcass
weight Medium
High
12 Fat thickness over rib per cwt
carcaa weight
13 Tendemess of lean
14 Summer pasture gain of yearling
cattle
15 18 months weight of pastured
cattle
16 Cancer eye susceptibility
17 Matur cow weight
Dalton et al., (1970)
221
Tabel 8.5 Heritability Estimates for Beef Cattle Percent
0 - 15
No Character 33 – 40
1 Fertility 25 – 30
2 Birth weight 25 – 30
3 Weaning weight 20 – 40
4 Yearling gain 35 – 45
5 Maternal ability 30 – 50
6 Carcas grade 40 – 50
7 Carcass weight 50 – 70
8 18-months weight 40 – 70
9 Mature cow eight 50 – 70
10 Tendemess
11 Loin of eye area Clarke (1971)
222
Tabel 8.6 Heritability of Beef Traits (Preston and Wellis, 1970)
Of Importance to the feeder h2 N of references
1 Average daily gain in feedlot 0,52 56
2 Feed intake 0,44 8
3 Feed convertion 0,36 15
4 Percent edible meat 0,40 2
5 Perecent 1st quality of meat 0,30 3
6 Fat thickness 0,43 6
7 Longissimus muscle area 0,56 13
8 Tendemess (shear) 0,51 6
9 Reproductive performance 0,13 15
10 Percent survival 0,05 1
11 Mothering ability 0,05 1
12 Calf survival 0,05 1
13 Birth weight 0,38 54
14 Average daily gain to weaning 0,31 35
15 Weaning weight 0,30 61
Meningkatkan Intensitas Seleksi
Dari rumus tersebut, Sd dapat dihitung apabila PS dan P telah diketahui
Cara lain adalah dengan memakai tabel yang telah dibuat (dalam buku pemuliaan
biasanya dimuat) seperti pada Tabel 8.7.
223
Tabel 8.7 Showing Changes in Selection Deferential as Units of the Standard
Deviation when Different Proportion of the Total Population are
Saved Breeding
Fraction of all animal kept for Selection deferential as units of the
breeding standard deviation or selection
intensity (I)
1 0,90 0,20
2 0,80 0,35
3 0,70 0,50
4 0,60 0,64
5 0,50 0,80
6 0,40 0,97
7 0,30 1,16
8 0,20 1,40
9 0,15 1,40
10 0,10 1,76
11 0,05 2,05
12 0,01 2,64
13 0,001 3,37
Lasley (1972)
Dari Tabel 8.7 terlihat bahwa makin sedikit individu yang dipilih atau
dipertahankan untuk induk generasi yang akan datang (untuk breeding), Sd
(seleksi diferensial) makin tiriggi. Seleksi diferensial dalam tabel tersebut
dinyatakan dalam unit standar deviasi. Dengan demikian untuk menghitung Sd
maka angka dijalur kanan (i) harus dikalikan dengan p karakteristik yang
diperbaiki.
224
Contoh penggunaan Tabel 8.7 sebagai berikut. Misal akan
mempertahankan 80% dari jumlah populasi awal, berarti i = 0,20, karakteristik
yang akan diperbaiki misal berat badan umur satu tahun; mempunyai p = 40 kg,
maka SD (seleksi diferensial) i x p = 0,20 x 40 = 8 kg. Kalau kemudian yang
akan dipertahankan diubah menjadi 5% (0,05) maka i menjadi = 2,05 sehingga
Sd = i x p = 2,05 x 40 = 82 kg. Jelas dari contoh tersebut bahwa cara kedua,
menggunakan i = 0,05 ; seleksi akan lebih kuat (ingat G = h2 S ).
Telah diuraikan bahwa besarnya Sd dipengaruhi oleh bermacam faktor.
Dapat ditambahkan bahwa pada umumnya S akan lebih besar untuk ternak yang
menghasilkan litter seperti Babi. Keadaan demikian disebabkan karena pada
ternak yang memiliki litter akan mempunyai akan yang lebih banyak per induk
pada tiap beranak, sehingga calon pengganti lebih banyak jumlahnya. Oleh
karena angka replacement (pengganti) yang dibutuhkan akan menentukan pula
nilai S. Tabel 8.8 dapat dipakai sebagai acuan untuk menetapkan angka
replacement.
Memperpendek Generasi Interval
Hight dan Qaurtermain (1970) menyatakan bahwa genasi interval (baik
jantan maupun betina) dapat diperpendek dengan cara mengawinkan hewan yang
diuji atau yang terpilih semuda mungkin. Baca Carter and Cox (1973).
225
Tabel 8.8. The Percentage of Progeny Required for Breeding (Replacement)
When the Herd Number Remains Constant in the Different Species
Species Percentage of total crop saved (%)
Beef cattle Males Females
Dairy cattle 4-5 40 – 50
Sheep
Swme 4 - 5 50 – 60
Horses
Chicken 2 - 3 40 – 50
1 - 2 10 – 15
2 - 4 40 – 50
1 - 2 10 –15
Lasley (1972)
SELEKSI SAPI POTONG
A. Program Seleksi
Keberhasi1an dari pelaksanan seleksi tergantüng pada tiga dasar
persyaratan.
1. Menentukan karakteristik yang memepengaruhi produksi dan keuntungan
yang akan diperoleh serta menentukan urutan Relative Economic Value
(REV) karakteristik tersebut.
Karakterisitk yang mempengaruhi produksi dan keuntungan telah diuraikan
di muka. Demikian pula cara menentukan REV-nya.
2. Cara mengukur dan mencatat karakterisitk di atas (karakterisitk kemampuan
reproduksi dan produksi).
226
Pencatatan kemampuan produksi (Performance Recording), Georgy et al., (
1961) menyatakan bahwa - Performance in Beef Cattle include all traits
that contribute to the efficient production of highly desirable beef-. Tujuan
mengadakan pencatatan produksi adalah untuk membantu mendapatkan
individu yang memiliki keunggulan genetik dibanding dengan individu lain
dalam kelompoknya.
3. Cara menggunakan data catatan produksi untuk menghitung atau menaksir
nilai pemuliaan.
Pengukuran dan Pencatatan Kemampuan Reproduksi dan
Produksi
Bagaimana cara pengukuran dan pencatatan karakteristik kemampuan
reproduksi dan produksi dilaksanakan, tujuannya seharusnya adalah penggunaan
data tersebut untuk mengevaluasi perbedaan kemampuan produksi yang dimiliki
oleh individu dalam suatu kelompok atau populasi. Oleh karena perlu diusahakan
suatu cara atau metode sehingga evaluasi yang diakukan betul -betul efektif.
Telah dimaklumi bahwa kemampuan produksi suatu individu yang dapat
kita catat, misal berupa pertumbuhan berat badan, berat sapih dan lainnya.
Kemampuan yang dimunculkan tersebut merupakan hasil kerja sama antara
faktor temurun (genetik) dan faktor lingkungan. Karakteristik produktif yang akan
memberi gambaran tiriggi rendahnya kemampuan produksi akan diturunkan
dengan kekuatan yang berbeda. Karena kombinasi gen pada setiap individu tidak
akan sama maka jelas bahwa perbedaan yang ada dan dapat terlihat diantara
individu tersebut akan makin jelas apabila individu tersebut di bawah faktor
227
lingkungan yang sama. Maka perbedaan yang muncul di bawah pengaruh faktor
lingkungan yang sama dapat dikatakan karena adanya perbedaan faktor genetik
yang dimiliki oleh masing-masing individu.
E P1 E P2
rGE1 rGE1
G1 G2
Gambar 8.2. Pengaruh faktor genetik yang berbeda di bawah E yang sama
E = faktor lingkungan
G = faktor genetik
P = kemampuan produski
rEG = interaksi E dengan G dianggap sama dengan 0
G1 + E = P1 G2 + E = P2
P1 - P2 = G1 - G2
228
Dari Gambar 8.2 mudah di.mengertt bahwa perbedaan kemampuan
produksi (misal untuk sifat berat sapih) yang terlihat di bawah pengaruh faktor
lingkungan yang sama, dan tidak ada interaksi antara faktor E dan G, disebabkan
karena perbedaan G yang dimliki oleh individu. Tetapi perlu diingat bahwa
meskipun telah diusahakan mengadakan faktor lingkungan sesama mungkin untuk
setiap individu dalam suatu kelompok, maka masih selalu ada pengaruh faktor
lingkungan yang tidak bisa diketahui. Misal beberapa individu. dipengaruhi, oleh
penyebab penyakit infeksi sedang yang lain tidak.
Usaha memperkecil perbedaan pengaruh faktor lingkungan dapat dilakukan
dengan cara menggunakan faktor koreksi untuk catatan produksi sehingga
perbedaan yang ada (misalnya . pertambahan berat badan, berat sapih, karkas)
sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik. Dengan cara demikian maka
selanjutnya dapat memilih individu. atas dasar pencatatan kemampuan
produksihya.
Koreksi (faktor koreksi) perlu diadakan terhadap umur, sex, umur induk dan
faktor lingkungan lainnya yang dapat diukur atau diketahui efeknya. Untuk
produksi susu., faktor koreksi dibuät untuk umur, kali pemerahan dan jumlah hari
pemerahan. Dan uraian di atas dapat di.mengerti bahwa makin cermat
pengukuran karakteristik produktif maka makin efektif seleksi yang akan
dilakukan.
Kecermatan tersebut dapat dicapai dengan peralatan yang baik. Carter (1971) mc-
nulis - Performance recording has been widely advocated as a basis for selection
improvement in beef cattle
Kecermatan harus dibedakan dengan pengukuran yang jlimet . Misal tak ada
gunanya mengukur lingkar dada sampai dengan 3 angka di belakang koma (0,001
mm).
229
1. Fertilitas
Bogart (1959) menulis - The word fetility is used in a board sense to mean
an animal's ability to produce normal, healthy young that are capable surviving-
Fertilitas diukur dalam berbagai cara tetapi untuk sapi poring biasanya
diukur sebagai persentase pedet yang dapat hidup sampai disapih oleh induk
dalam suatu kelompok (populasi). Atas dasar ukuran tersebut maka fertilitas
dipengaruhi oleh kemampuan induk memelihara pedet dari saat lahir sampai
disapih. Daya hidup pedet dari saat lahir sampai disapih dengan demikian
mempengaruhi fertilitas. Faktor lain yang mempengaruhi fertilitas adalah
tatalaksana khususnya pakan.
Tiriggi rendahnya fertilitas akan mempengaruhi efisiensi produksi - A high
level of reproduktive performance, usually measured as the number of calves
weaned per 100 cows mated, is the most important trait in controlling financial
returns from the breeding herd- dinyatakan demikian karena, sapi betina yang
tidak memelihara pedet membutuhkan pakan yang tidak jauh berbeda dengan
yang menyusui pedetnya. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah nilai
heritabilitas dan repitabilitas fertilitas. Dari penaksiran yang telah dihitung
menunjukkan bahwa h2 dan t untuk fertilitas rendah. Dengan demikian berarti
bahwa perbedaan fertilitas yang dapat diukur sebagian besar karena pengaruh
faktor lingkungan. Selanjutnya dapat ditaksir bahwa gen yang memepengaruhi
fertilitas adalah gen yang pengaruhnya tak dapat dijumlahkan (non additive
effects)
Pengaruh fertilitas terhadap efisiensi produksi oleh Lasley (1972) digambarkan
sebagai berikut.
230
Tabel 8.9. Percentage of calf weaned and cost per calf weaned
Percentage of calf crop weaned Cost per calf weaned ($)
100 100
90 111
80 125
70 143
60 167
2. Berat lahir Lasley (1972)
Pencatatan berat lahir tidak merupakan keharusan di dalam program
pencatatan kemampuan reproduksi. Tetapi meskipun demikian, mencatat berat
lahir akan lebih menguntungkan dibanding yang tidak. Mengetahui berat lahir
maka akan dapat menghitung lebih cermat kenaikan berat badan dari saat lahir
sampai disapih. Seleksi untuk karakteristik yang menguntungkan cenderung
memilih berat sapih sebagai kriteria seleksi untuk tujuan mencapai berat sapih
yang optimal (bukan yang maksimal). Carter (1971) menyatakan bahwa berat
lahir penting diketahui dalam hubungan kesukaran beranak, dan juga
penggunaanya dalam membantu seleksi pada waktu yang seawal mungkin.
3. Berat sapih
Persentase pedet yang dilahirkan serta berat tiap pedet waktu disapih
merupakan dua karakteristik yang sangat penting dalam menentukan produksi.
Berat sapih dipengaruhi oleh produksi susu induk dan kemampuan tumbuh pedet.
Daya penurunan karakteristik berat sapih ke generasi yang akan datang telah
ditaksir oleh banyak peneliti. Harga h2 dari penaksiran tersebut sekitar 25%
dengan range 6 sampai 64% (Lasley, 1972). Berdasar harga h2 tersebut dapat
dimengerti bahwa karakteristik berat sapih dipengaruhi sampai derajat tertentu
oleh efek gen additiv sedang pengaruh lain yang lebih besar berasal dari faktor
lingkungan.
Dari hasil penelitian telah dilaporkan bahwa repitabilitas karakteristik berat
sapih sekitar 46%. Fakta ini menunjukkan bahwa berat sapih pedet pada
231
kelahiran pertama dapat dipakai sebagai indikator berat sapih pada kelahiran yang
berikutnya. Apabila faktor lingkungan dapat dipertahankan sesama mungkin dari
tahun ke tahun maka pengeluaran induk yang mengahasilkan berat sapih rendah
akan menaikkan rata-rata berat sapih populasi ditahun yan mendatang.
Adanya kenyataan bahwa nilai repitabilitas (t) yang lebih tiriggi dari nilai
heritabilitas (h2), berarti bahwa efek maternal (induk) merupakan juga sumber
terhadinya variasi berat sapih. Efek ini berupa efek faktor lingkungan dan genetik.
Faktor lingkungan dalam hal ini adalah pakan yang diperoleh embrio dalam
uterus dan pada waktu setelah lahir adalah priduksi susu induk.
Berat sapih dapat digunakan untuk mengevaluasi produksi susu induk,
kemampuan memelihara dan kemampuan tumbuh pedet. Disebabkan karena
banyak faktor-faktor non genetik mempengaruhi berat sapih maka sepanajang
faktor tersebut dapat diketahui, berat sapih dapat dikoreksi terhadap faktor
tersébut. Setelah koreksi dilakukan maka sebagian besar penyebab perbedaan
berat sapih yang ada adalah disebabkan karena faktor genetik. Koreksi. terhadap
umur induk, umur pedet, dan jenis kelamin pedet sudah digunakan.
USDA Extension Service telah membuat suatu petunjuk untuk
melaksanakan pencatatan berat sapih disertai koreksinya. Standar yang dipakai
adalah penyapihan pada umur 205 hari. Untuk mengoreksi penimbangan diluar
Ajusted 205 day weight a.w.w - b.w x 205 b.w
actual age in days
a.w.w Actual Weaning Weight (berat sapih nyata)
b.w Birth weight (berat lahir) , untuk b.w yang tidak jelas digunakan b.w 70 lb
umur 205 hari digunakan rumus.
232
Berdasar rumus di atas jelas ada gunanya mencatat berat lahir. Rae (1970)
memakai patokan berat sapih pada umur 200 hari yanag selanjutnya dilakukan
koreksi untuk umur induk, rumus yang dipakai sebagai berikut.
Anjusted 200 day weight a.w. - 70 lb x 200 70 lb
age in days
a.w Actual weight
Hasil di atas kemudian dikalikan dengan faktor koreksi umur induk dan
diperoleh Ajusted 200 day weight. Jelas bahwa kedua rumus tersebut pada
dasarnya sama. USDA menyusun faktor koreksi untuk umur induk sebagai
berikut.
Tabel 8.10 Faktor koreksi untuk umur induk
Age of dam in years Ajusted weaning weight of calf by this
factor to ajust to age of dam
2
3 1.15
4
5 - 10 1.10
11 - up
1.05
No ajust
1.05
Penggunaan faktor tersebut jelasnya demikian. Misal berat sapih dikoreksi
untuk umur 205 hari = x kg (lb), maka apabila umur induk 4 tahun maka berat
sapih terkoreksi untuk umur induk = X x 1,05 kg. Setelah berat sapih terkoreksi
233
dihitung, maka berdasar nilai tersebut dapat dipertanggung jawabkan untuk
memilih pedet sebagai individu penggangti.
w.w.r a.w.w x 100
average a.w.w of all calves in the group
Untuk keperluan yang sama dapat pula dipakai rumus weaning weight ratio.Pedet
yang mempunyai nilai 100 berarti mempunyai berat sapih di atas rata -rata
populasi dan sebaliknya.
Berat sapih pedet jantan perlu juga dikoreksi untuk faktoar adanya kastrasi
atau tidak (Steer and Bull). Apabila memiliki populasi yang besar maka dapat
menyusun faktor koreksi. Misal berat sapih rata-rata pedet jantan 250 kg, berat
sapih rata-rata pedet betina 233 kg . Maka kalau akan dikoreksi ke standar
berat sapih pedet jantan koreksinya adalah (250/233)=1,072
Data berat sapih digunakan pula selanjutnya untuk menentukan
kemampuan produksi induk. Cara yang dipakai adalah menghitung MPPA ( The
Most Probable Producing Ability ), kemampuan produksi yang paling mungkin
dimiliki. MPPA dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Mengenai hubungan berat sapih dengan laju pertumbuhan pada periode
setelah disapih Brumby et al., (1959) menulis - Heavy weaners grow at much
the same rate, as do light weaners when given the same treatment. Thus heavy
weaners offer many advantages under system of beef production which aims to
slaughter at the earliest possible age-
4. Laju Pertumbuhan (Growth Rate)
Laju pertumbuhan biasanya dihitung untuk dua periode. Pertama adalah
periode mulai lahir sampai disapih, kedua adalah periode setelah disapih. Laju
234
pertumbuhan untuk periode menyusu dihitung dalam bentuk pertumbuhan berat
badan dengan formula :
LP berat sapih - berat lahir BS - BL
umur saat disapih USD
Laju pertumbuhan atau pertambahan berat badan harian rata-rata, pada periode
menyusu sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk. Meskipun demikian
dipengaruhi pula oleh tahun atau musim karena musim mempengaruhi
pengadaan pakan khususnya rumput. Oleh karena itu pemilihan atas laju
pertumbuan harus dilakukan pada musim atau tahun atau waktu yang sama.
Laju pertumbuhan dipengaruhi pula oleh jenis kelamin pedet dan umur
induk . Oleh karena itu kalau umur tidak dikoreksi maka pedet induk muda harus
dibandingkan dengan induk yang muda pula.
Laju pertumbuhan pada periode setelah disapih dapat dihitung dengan
rumus :
LP (berat pada akhir periode pemberian pakan) - (berat pada waktu disapih)
(umur pada akhir periode pemberian pakan) - (umur pada waktu disapih)
Periode pemberian pakan dapat berlangsung selama satu tahun, Swiger Hasel
(1961) dan Swiger et al., (1963) menyarankan bahwa periode tersebut dapat
diperpendek asal ransum relative lebih baik (lebih tiriggi kandungan energinya)
keduanya adalah peneliti Amerika.
Kepentingan laju peretumbuhan dalam seleksi, oleh Carter (1971)
dilaporkan bahwa akan bermanfaat menggunakan berat sapih atau berat umur
satu tahun dibanding penggunaan laju pertumbuhan pada periode setelah
disapih.
5. Konfirmasi (pendagingan)
Konfirmasi biasanya dihubungkan dengan bentuk yang ideal sapi pedaging.
Konfirmasi gaya lama menghendaki bentuk sapi pedaging yang bentuknya segi
235
empat panjang (seperti tong) garis punggung dan garis bawah perut sejajar.
Konfirmasi gaya lama demikian setelah diteliti mempunyai kelemahan
disebabkan sapi yang mempunyai konfirmasi demikian adalah sapi yang kelewat
gemuk (berlemak) dan cenderung memiliki laju pertumbuhan yang rendah.
Konfirmasi yang disesuaikan dengan rfisiensi produksi ditulis oleh Barton
(1970) sebagai berikut.
If the animal is to give a carcas with a high yield of trimmed, boneless cuts, it
will shows a profound movement of its muscle as it walks, it will not be smooth all
over owing to thick layer of fat under its skin, but it will be wide through the
shoulder and hindquarter, will have a small brisket and have a flank which tends
to be thicked up.
Penilaian konfirmasi hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang betul-betul
terlatih. Lasley (1972) menulis bahwa tipe hanya dapat ditaksir dari hasil
penglihatan, tetapi tidak dapat diukur. Tipe pada masa lampau dipakai dalam
tujuan seleksi, disebabkan mengenali tipe adalah cara yang sederhana cukup
dengan melihat/mengamati, meskipun kenyataannya tidak demikian. Penilaian
biasanya menggunakan type score.
Bacalah Barton (1971)- Assessing carcas merit in the live animal dan
Barton (1968) – Judging steers for meatmess- dan Barton (1965) – Quality in
Cattle and Beef of changed Concept.-
Rae (1970) menyatakan bahwa penekanan konfirmasi dalam seleksi tidak
akan meningkatkan kuntungan ekonomis secara nyata. Konfirmasi dan karkas
mempunyai korelasi yang rendah.
6. Karakteristik Karkas
Karkas dan daging yang memenuhi syarat sangat sukar ditentukan, karena
236
tergantung dari permintaan pasar yang berbeda untuk tempat, waktu dan faktor
lain yang berbeda pula. Meskipun demikian Barton (1971) menyatakan bahwa
ada dua faktor utama yang dapat dipakai untuk menentukan karakterisktik karkas.
Yang pertama adalah proporsi karkas yang dapat dimakan, yang kedua adalah
palatabilitas dari daging yang dihasilkan oleh karkas tersebut.
Seleksi pada sapi bibit untuk karakteristik karkas tidak dapat dilakukan
secara langsung, karena baru dapat dilakukan setelah ternak dipotong. Belum ada
cara yang cermat untuk dapat mengukur karakteristik karkas dari ternak yang
masih hidup. Oleh karena itu seleksi untuk karakteristik karkas dilakukan dengan
bantuan progeny test . Proporsi karkas yang dapat dimakan adalah cutability dan
diukur dalam unit atau persentase.
Faktor yang mempengaruhi Cutability
Konsep mengenai cutability disesuaikan dengan permintaan konsumen.
Misal karena New Zealand mengeksport daging ke Amerika maka ditentukan
batas-batas mengenai cutability di New Zealand disesuaikan dengan grading
sistem di Amerika dan South Island.
Empat faktor penting yang mempengaruhi cutability adalah
1. The amount of external fat on a carcass. Lemak ini diukur dalam bentuk
yang menutupi otot mata pada rusuk ke 12, tebalnya lemak. Telah diteliti
bahwa apabila lemak eksternalnya makin banyak maka persentase bagian
yang dapat dijual secara eceran menurun. Telah diketemukan pula bahwa
jumlah lemak dalam karkas mempunyai kepentingan 4½ kali lebih penting
dibanding pengaruhnya konfirmasi terhadap cutability.
2. The amount of kidney, pelvic and heart fat in the dressed carcass. Heart
fat adalah istilalah yang jarang tepat jarena istilah tersebut digunakan untuk
237
lemak disebelah dalam kaki muka. Apabila jumlah lemak ginjal, pelvis dan
heart naik maka pesentase bagian yang dijual ecertan (reatail cut) akan
menurun.
3. Area of the rib eye muscle at the 12th rib. Ruas daerah daging mata pada
rusuk ke 12 ini mempunyai korelasi positif (meskipun rendah)
denganpersentase trimmed retail cut.
4. Carcas weight. Apabila berat karkas naik maka persentase retail cut
menurun.
7. Klasifikasi dan Grading Karkas
Untuk memenuhi permintaan pasar dan selanjutnya digunakan dalam
program seleksi, maka perlu dibuat klasifikasi dan grading karkas. Dalam Barton
(1970) ditulis mengenai klasifikasi sebagai berikut.-Classification involves
schemes which attempt to describe the phisicle atribute of carcasses that area of
relevance to those who trade on them.- Sedang mengenai grading dikatakan ,-
Grading ha been defmed by Engelman (1957) as process of segementirig a highly
heterogenous supply of a commodity into smaller .-
Pengaruh klasifikasi atau grading karkas terhadap permintaan pasar sebagai
contoh dapat diperiksa pada Tabel 8.11.
Tabel 8.11 An Example of values per animal According to carcass weight
And Fatness
Carcass 0 Values per animal ($) 20
Weight (kg) Fat thickness over loin (mm)
48
136 58 65 72 49
182 131 145 158 119
318 232 251 271 217
Everitt (1973)
238
Dari Tabel 8.11 tampak bahwa kelebihan lemak yang optimum (dikehendaki)
adalah 8 mm. Karkas dengan lemak lebih tipis atau tebal harganya akan turun.
Grading karkas menurut USDA berdasar pada
a) karakteristik yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan
palatibility;
b) persentase trimmed bonless dan mayor retail cuts (round, loin, rib, dan
chuck).
Atas di atas USDA mempunyai 8 (delapan) grade yaitu, Prime, Choise,
Good, Standard, Commercial, Utility, Cutter and Canner. Delapan grade tersebut
berdasar atas konfirmasi dan kualitas karkas. Kualitas karkas dinilai dari lemak
marbling dalam daging, keras lunaknya daging, dengan cara memeriksa
permukaan irisan dihubungkan dengan umur sapi yang dipotong. Kemasakan
karkas (maturity) ditentukan dengan cara mengukur besar, luas dan clasifikasi
tulang dan tulang rawan dan warna daging.
Di New Zealand grading didasrakan atas konfirmasi jumlah lemak pada
akhir penggemukan dan warna daging dalam karkas. Karkas yang mempunyai
Good atau Better konfirmasi dan mempunyai lemak yang cukup dan berwarna
putih, dimasukan dalam grade GAQ ( Good Average Quality) . Grade yang kedu
adalah FAQ (Fair Average Quality), ketiga BONER, karkas yang biasanya tipe
perah dalam konfirmasinya, lemak sub cutaneous sedikit berwarna kuning, grade
berikutnya adalah CANNER, karkas demikian biasanya berasal dari sapi yang
kurus. Masih ada grade yang masuk grade FAQ tetapi berasal dari sapi yang
muda disebut YAQ (Young Average Quality). YAQ biasanya berasal dari sapi
yang berumur kurang dari 23 bulan dan berasal dari dairy beef.
Grade TRIMMER adalah karkas yagn berlalu berlemak (overfat).
Hubungan grade karkas dengan berat karkas dapat ditentukan oleh permintaan
239
pasar. Misal pada periode 1949-1953 berat krakas yang didapat di New Zealand
rata-rata 725,5 lb (Bartaon, 1970). Gerrad (1966) melaporkan bahwa di pasar
Smithfield (Inggris) berat karkas yang disukai adalah 550-600 lb. Allen (1968)
dari hasil survainya melaporkan bahwa di pasar Amerika berat karkas yang
disukai adalah 600-650 lb.
Atas dasar faktor tersebut menurut USDA cutability dibagi menjadi 5
(lima) group.
Group I, mempunyai 52,3 persen (dari berat karkas) atau lebih terdiri dar mayor
retail cuts (round, loin, rib, dan chuck).
Group II, mempunyai 49,9-52,2 persen mayor retail cuts.
Group III, mempunyai 47,7 – 49,8 persen mayor retail cuts.
Group IV, mempunyai 45,4 – 47,6 persen mayor retail cuts
A -800 kg
-750 kg
C
- 500 kg
B
Age
Gambar 8.3 Growth rate and mature size of cattle. Animal A
Grew faster than B and reached a greater mature size.
Animal C, idealistically, grows nearly as fast as A
But reached the mature size of B
240
B. Pelaksanaan Seleksi
Seleksi untuk sapi potong ada dua tujuan pokok
1. Memilih pejantan untuk menghasilkan progeni yang langsung dijual atau
dipotong.
2. Memilih pejantan dan induk untuk menghasilkan progeni yang akan dipakai
sebagai bibit (tetua untuk generasi yang akan datang).
Tujuan pertama pemilihan didasarkan atas laju pertumbuhan yang maksimal
dari saat lahir sampai berat akhir dengan mengingat persentase berat karkas dan
kualitas karkas. Pencapaian tujuan kedua mengingat pula kemampuan reproduksi.
Penelitian Seleksi
Penelitian seleksi pada dasarnya memiliki tiga tujuan.
1) Menguji teori seleksi.
2) Mengumpulkan data mengenai paramater genetik dan respons fisiologik
yang selanjutnya diperlukan untuk menyempurnakan metode seleksi.
3) Membandingkan kriteria seleksi atau sistem perkawinan yang dipakai.
Bangsa Sapi
Sampai sekarang di dunia terdapat 280 bangsa sapi yang telah dikenal. Di
tiap negara bangsa sapi dipelihara dengan cara berbeda - beda, sesuai dengan
perkembangan peternakan di negara tersebut. Bangsa sapi pedaging yang dikenal
biasanya bangsa sapi Inggris seperti, Angus, Hereford, Beef Shorthorn, Galloway,
Belted Galloway, dan Yersey.
Perkembangan teknologi berternak diluar negeri menyebabkan
dilakukannya importasi bangsa sapi dari luar negeri, yakni bangsa sapi pedaging
241
Eropa termasuk Inggris, Amerika, New Zealand, Australia dan Afrika. Di NZ
bangsa sapi yang dikenal dengan nama exotic breed adalah Charolias,
Simmental, Limousin, Blond d‘Aquitanie, Pie Rouge, South Devon, semua
berasal dari Perancis; Chinia, Marchigiana, Romagnola, berasal dari Italia;
German, Gelvieh, dari Jerman; American Brahman, Santa Gertudis, dari Amerika.
Perbedaan genetik antar bangsa disebabkan oleh 2 (dua) faktor penyebab.
1. Suatu bangsa mungkin membawa satu pasangan gen homozygot sedang
bangsa lain membawa alil gen pada bangsa pertama tersebut. Apabila
keadaan tersebut berlaku untuk semua gen yang dibawa oleh kedua bengsa
tersebut maka perbedaannya dapat ditulis sebagai berikut.
Bangsa no 1 : AA BB cc dd EE ………………………….. NN
Bangsa no 2 : aa bb CC DD ee ………………………….. nn
Argumentasi di atas tidak begitu kuat sebab hanya sedikit gen yang dibawa
oleh suatu bangsa dalam susunan homozigot.
2. Sebab kedua ialah karena frekuensi gen yang terdapat pada suatu bangsa
berlainan dengan yang terdapat pada bangsa lain. Perbedaan tersebut dapat
ditulis sebagai berikut.
Bangsa no 1 : qAA + (1-qA)a qBB + (1-qB)b qNN + (1-qN)n
Bangsa no 1 : qA1A + (1-qA1)a qB1B + (1-qB1)b qN1N + (1-qN1)n
Dari kedua sebab perbedaan di atas maka ada perbedaan pula seleksi
antara bangsa dan seleksi dalam suatu bangsa. Meskipun demikian pada kedua
macam seleksi tersebut yang harus diperhatikan adalah semua karakteristik
produktif yang mempunyai hubungan dengan permintaan pasar dan kondisi
tatalaksana di suatu peternakan.
Jelas bahwa suatu bangsa yang memiliki keunggulan dalam semua
karakteristik produktif terhadap bangsa yang lain maka bangsa tersebut dapat
242
digunakan untuk prgram perbaikan mutu lewat program grading up, dan back
crossing.
Penilaian atau pemilihan bangsa, baik purebred atapun crossbred
dilakukan lewat uji kemampuan produksi dan uji keturunan (Dalton et al., 1970).
Dalam pengujian tersebut perlu diperhatikan contoh genetik yang berasal dari
bangsa yang diuji. Variasi genetik di dalam bandas sama pentingnya dengan
variasi genetik antar bangsa. Di dalam uji keturunan setiap bangsa harus diwakili
oleh jumlah pejantan yang cukup, (minimal 10 ekor). Sedang setiap pejantan
tersebut harus diuji keturunannya dalam jumlah yang cukup. Pemerintah NZ
dalam menguji pejantan import (exotic breed), setiap pejantan dikawinkan (lewat
AB) dengan 40 – 45 ekor sapi betina.
Perlu diingat bahwa keunggulan kemampuan produksi suatu bangsa di
negeri asalnya, tidak memberikan jaminan penuh bagi keunggulannya di negara
bangsa tersebut diimport. Keadaan demikian disebabkan karena adanya
perbedaan faktor lingkungan (E). Nilai dan keuntungan penggunaan suatu
bangsa baru dapat diketahui setelah mengetahui hasil uji kemampuan produksi
yang dilakukan di tempat atau negara baru. Meskipun demikian keunggulan
kemampuan produksi suatu bangsa itu merupakan kriteria yang dipakai untuk
memilih suatu bangsa. Sebelum memilih individu (kelompok individu) suatu
bangsa yang akan diimport, petugas DirJen Peternakan memeriksa catatan
kemampuan produksi dan keunggulan karakteristik yang dimiliki bangsa tersebut.
Dasar perbaikan mutu atau kualitas dengan menggunakan seleksi adalah
memilih anggota populasi yang berkualitas tiriggi (bernilai pemuliaan tiriggi) dan
menyisihkan anggota yang berkualitas rendah. Pemilihan tersebut didasarkan
pada pengukuran karakteristik yang dimiliki oleh anggota populasi. Seleksi
menyebabkan pula adanya perbedaan kemampuan reproduksi, sehingga jumlah
243
progeni dari setiap anggota populasi berbeda. Hanya anggota yang berkualitas
tiriggi yang diberi peluang tetap tiriggal di dalam populasi, dan mengahasilkan
progeni dari generasi ke generasi berikutnya. Apabila ternak yang membawa gen
A mempunyai progeni lebih banyak dibanding dari ternak yang tidak memiliki
gen A maka akibatnya gen A dalam populasi frekuensinya akan naik setelah
seleksi dilaksanakan.
Seleksi dapat dilakukan pada periode tertentu atau tahap tertentu di dalam
daur hidup individu. Tidak semua syarat yang diperlukan dalam seleksi dapat
dikontrol oleh manusia. Sebagai akibatnya hasil seleksi buatan manusia sering
jauh berbeda dari yang ditaksir sebelumnya.
Efek genetik utama seleksi adalah kenaikan frekuensi gen yang mengontrol
karakteristik yang dikehendaki (diperbaiki) di dalam populasi. Untuk menaikkan
produksi karakteristik yang diperbaiki adalah karakteristik kuantitatif.
C. Seleksi untuk Karakteristik Kuantitatif
Karena perubahan frekuensi gen yang mengontrol suatu karakteristik tidak
dapat diamati secara langsung, maka efek seleksi diukur dari perubahan nilai
tengah populasi sebagai akibat proses seleksi. Penghitungan besarnya perubahan
tersebut membutuhkan pengukuran karakteristik kuantitatif dalam populasi
generasi tetua dan generasi progeni pada umur yang sama. Karena seleksi adalah
memilih calon tetua untuk generasi yang akan datang maka sebagai akibatnya
populasi awal akhirnya akan terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah
individu yang terpilih, sedang kelompok kedua adalah individu yang tidak
terpilih.
Seleksi untuk karakteristik kuantitatif, pelaksanaannya melalui dua tahap.
Tahap pertama adalah pendugaan nilai pemuliaan individu. Tahap kedua adalah
244
mengambil keputusan berdasar nilai pemuliaan tersebut , untuk menentukan
individu yang dipilih dan yang disisihkan.
Nilai pemuliaan adalah efek genetik yang dapat dijumlahkan. Nilai tersebut
dapat ditaksir dengan menggunakan bermacam data yang berasal dari sumber
yang bermacam pula. Sumber data tersebut dapat berupa sebagai berikut.
1) Satu catatan produksi individu.
2) Lebih dari satu catatan produksi individu.
3) Catatan produksi progeni individu.
4) Catatan produksi keluarga individu.
5) Catatan produksi tetua individu.
6) Kombinasi data pada 1 – 5.
Metode Seleksi
I. Seleksi Individu
Seleksi yang didasarkan atas fenotipe karakteristik tertentu individu yang
akan diseleksi. Sesuai dengan pentahapan pelaksanaan seleksi maka yang
dibutuhkan adalah catatan produksi individu. Tergantung dari nilai daya
pewarisan karakteristik (heritabilitas, h2) maka dibutuhkan suatu atau lebih
catatan produksi. Penaksiran nilai pemuliaan dilakukan sebagai berikut.
a. Menaksir nilai pemuliaan menggunakan satu catatan produksi
Penaksiran nilai pemuliaan (NP) dengan menggunakan persamaan regresi
sederhana. NP diberi simbol g, dan ditaksir dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
245
g g bgx (x - x)
1. bgx cov gx cov gx cov g (g e) var g karena cov ge 0
var x
2. bgx var g heritabilitas h 2
var x
3. rgx var g h 2
var g.var x
4. g - g h 2 (x x)
g - g nilai pemuliaan dinyatakan sebagai deviasi dari nilai tengah populasi
Mengacu perasamaan di atas, jelas bahwa dibutuhkan nilai h2 , x dan x.
Hasil yang diperoleh dari seleksi adalah perbedaan antara nilai tengah populasi
generasi tetua sebelum seleksi dan nilai tengah populasi progeni. Perhitungan
hasil seleksi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut.
G = h2 S
G = hasil seleksi atau respon seleksi
S = seleksi diferensial, yaitu perbedaan nilai tengah populasi awal dan populasi
tetua terpilih
Berdasar rumus yang diuraikan, dapat dimengerti bahwa h2 mempunyai fungsi
yang penting.
(1) h2 ikut menentukan nilai pemuliaan individu;
(2) h2 ikut menentukan hasil yang diperoleh dari seleksi, apabila h2 tiriggi
nilainya maka seleksi akan efektif, sedang apabila rendah nilainya maka
seleksi tidak efektif;
(3) nilai h2 memberikan indikasi kekuatan fenotipe merefleksikan nilai
pemuliaan seekor ternak; apabila h2 bernilai tiriggi maka fenotipe
merupakan indikator yang baik untuk nilai pemuliaan individu.
246