The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

E-book ini merupakan buku untuk mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by imas.juidah, 2023-05-04 19:46:03

Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi: Teori dan Penerapannya

E-book ini merupakan buku untuk mata kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Keywords: apresiasi prosa fiksi,apresiasi,prosa,fiksi,sastra

185 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi atau 13,41%. Disusul selanjutnya yaitu bentuk umpatan religious matter diucapkan sebanyak 27 umpatan atau 13,85%. Selanjutnya, yaitu bentuk umpatan mother in law diucapkan sebanyak 4 umpatan atau 2,05% dan disusul oleh bentuk umpatan excretion dan bentuk umpatan death ditemukan masing-masing sebanyak 3 umpatan atau 1, 54%. Sedangkan, bentuk umpatan sex term diucapkan sebanyak 2 umpatan atau 1,03%. Sementara itu, yang paling sedikit diucapkan yaitu bentuk umpatan body function term yang hanya ditemukan 1 umpatan atau 0,51%. Pembahasan dan penjabaran mengenai bentuk umpatan masyarakat Indramayu yang terdapat dalam novel Telembuk dijelaskan sebagai berikut. 1) Excretion Kata umpatan jenis ekskresi ini adalah kata umpatan yang berasal dari kotoran manusia atau ekskresi yang dianggap kotor dan najis. Menurut wardhaugh (1986) sistem ekskresi manusia dapat dijadikan alat untuk mengumpat atau menghina orang lain. Contoh bentuk


Imas Juidah, dkk. 186 umpatan jenis ini yaitu kotoran. Bentuk umpatan excretion yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “pok atau kopok”, “sampah”, dan “tai.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. “Bayar, pok!” lanjutnya. Laki-laki itu hanya melengos sambal tertawa kecil (T, 2020:40). “Kriting....” Ia tepuk dadanya. “Nah, sekarang kamu mesti menghapalnya,” lanjutnya. “Menghapalnya?” “iya, kopok!” (T, 2020:369). “Sekarang siapa yang percaya kalau Mak Dayem ingin berubah? Tidak ada. Mereka hanya kenal mak Dayem sebagai telembuk. Sampah! O, Gusti…ya Oloh…” (T, 2020:74). Sedikit-sedikit kalau tentangganya punya motor menggerundel kesana kemari. Omongane pating tletek kaya tai! Ngomong yang tidak-tidak pada orang-orang (T, 2020:107). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, terdapat tiga jenis variasi bentuk umpatan religious matter yaitu “pok”, “sampah”, dan “tai.” Kata “pok” atau “kopok” dalam Bahasa Jawa Indramayu diartikan sebagai cairan yang keluar dari teingan atau kotoran dari dalam telinga. Selanjutnya, umpatan “sampah” dalam Kamus Besar


187 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagaonya; kotoran seperti daun, kertas. Sedangkan, kata “tai” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012; 1376) memiliki arti ampas makanan dari dalam perut yang keluar melalui dubur; tinja. Dengan demikian, umpatan pok”, “sampah”, dan “tai” termasuk dalam bentuk umpatan excretion. 2) Death Kata umpatan jenis kematian yaitu umpatan yang berhubungan dengan kematian atau hal yang akan terjadi setelah seseorang meninggal. Kematian berhubungan dengan sesuatu hal yang menakutkan. Namun, banyak orang yang menggunakan kata kematian untuk mengumpat atau untuk menyumpahi seseorang untuk mati. Bentuk umpatan death yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “mampus.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelasjelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek


Imas Juidah, dkk. 188 pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi. Orang itu masih tidak puas, ia berjalan mendekati gorong-gorong dengan tergesah-gesah. Setelah cukup dekat jaraknya, ia lemparkan batu itu ke arah gorong-gorong dengan membabi buta. “Mampus! Tokek sialan!” umpatnya lagi (T, 2020:165). Govar: Mampus! Mau hamil? Hahahahhaa.... Kriting: Kiriklah! Iyalah tersrah. Govar: (Tertawa meledek) (T, 2020:221). Govar: Mampus! (Pada Kriting). Aku juga pergi dulu, Mang. Nggak ikut-ikuan aku (T, 2020:224). Kata “mampus” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti mati. Dengan demikian, kata “mampus” termasuk dalam bentuk umpatan death. 3) Body Fuction Term Kata umpatan jenis ini yaitu umpatan yang berhubungan dengan bagian tubuh manusia yang tersembunyi yang digunakan dengan maksud untuk menghina orang lain. Bentuk umpatan body function term terlihat pada kata “kontol”. Bentuk umpatan tersebut tampak pada kutipan berikut. “Kamu sudah putus dengan Wartiah?!” “Sudah beres. Tidak usah khawatir soal itu.”


189 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “Jangan beres-beres saja, kirik! Makanya hati-hati menaruh burung. Awas kalau kamu belum putus dengan Wartiah, aku potong kontolmu!” (T, 2020:131). Kata “kontol” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti kemaluan laki-laki atau buah zakar. Dengan demikian, “kontol” termasuk dalam body function term karena termasuk bagian tubuh manusia tersembunyi yang tabu untuk diucapkan. 4) Religious Matter Umpatan tidak hanya berkaitan dengan sesuatu yang buruk. Masalah agama dan kepercayaan yang semula dimaksudkan untuk sesuatu yang baik juga digunakan untuk mengumpat. Kata-kata religi biasanya diucapkan untuk mengungkapkan keterkejutan. Kata umpatan jenis religious matter yang ditemukan dalam novel Telembuk tersebut berupa kata “setan”, ”setan alas”, “nyupang”, “neraka”, “setan semang” dan “nyupang.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.


Imas Juidah, dkk. 190 “Segalanya jadi masalah, masalah, masalah, Setan! Lalu dia sudah mulai jarang di rumah (T, 2020:76). Isu miring sering kali muncul tentang Diva yang nyupang, pakai susuk, atau jenis pengasihan yang lain (T, 2020:84). “Inilah beruntungnya datang ke pengajian, bisa tahu bagaimana caranya masuk sorga. Kalau di dangdutan itu isinya cara masuk neraka. Goblok dipelihara! Peli-hara….Pelinya siapa, Bu?” Jemaah diam. “Pelinya ahli neraka. Itu artinya masuk apa?” Mereka menjawab dengan serempak: neraka!!!! (T, 2020:106). “Setan!” Buk! Wasta mengumpat dan melempar sandalnya ke arah suara tokek itu (T, 2020:163). Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelasjelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi. Orang itu masih tidak puas, ia berjalan mendekati gorong-gorong dengan tergesah-gesah. Setelah cukup dekat jaraknya, ia lemparkan batu itu ke arah gorong-gorong dengan membabi buta. “Mampus! Tokek sialan!” umpatnya lagi. (T, 2020:165). Orang itu marah, ia ambil batu dan melempar anjing itu dengan penuh kebencian, “Setan alas! Kirik sialan!” Anjing itu lari dengan cepat setelah batu itu hampir saja mengenai kakinya (T, 2020:165). Kakek itu masuk kembali ke dalam gubuknya. Tak lama berselang ia kembali keluar dengan memakai celana pendek yang sudah kotor dan kumal.


191 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “Kenapa masih di sini? Anak goblok! Dasar setan semang!” bentak kakek itu dengan kesal. Dengan cepat Mukimin pergi dari tempat itu (T, 2020:337). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, terdapat empat jenis variasi bentuk umpatan religious matter yaitu “setan”,”nyupang”, “neraka”, “setan alas”, “setan semang”, dan “nyupang”. Kata “setan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti roh jahat (yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat). Sementara, kata “nyupang” merupakan istilah bahasa Jawa untuk menamai orang yang melakukan sesuatu untuk memperkaya diri secara ekonomi melalui bantuan mahkluk halus. Sedangkan “neraka” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) Daring berarti alam akhirat tempat orang kafir dan orang durhaka mengalami siksaan dan kesengsaraan. Dengan demikian, “setan”, “setan alas”, “nyupang” dan “neraka” termasuk dalam bentuk umpatan religious matter.


Imas Juidah, dkk. 192 5) Mother in Law Umpatan yang berkaitan dengan masalah pelacuran yaitu digunakan untuk menggambarkan wanita yang memiliki banyakan hubungan dengan lelaki. Kata umpatan jenis mother in law yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “telembuk”, dan “slindet.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Aku masih tidak mengerti dengan apa yang diucapkan mereka, kecuali Slindet itu. Slindet, Diva Fiesta, dan Zaitun? Ah, sialan betul temantemanku ini (T, 2020: 47). Plak! Satu tamparan Mang Alek mengenai pipi Diva. “Dasar telembuk nyupang!” ujar Mang Alek (T, 2020: 94). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat dua jenis variasi bentuk umpatan mother in law yaitu “telembuk”, “slindet”. Kata “telembuk” dalam Bahasa Indramayu berarti seorang pelacur, wanita tunasusila, atau wanita jalang. Selain itu, kata “slindet” juga dalam Bahasa Indramayu berarti seorang pelacur, wanita tunasusila, atau wanita jalang. Dengan demikian, “telembuk”, dan “slindet” termasuk dalam bentuk umpatan mother in law.


193 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi 6) Sex Term Sex term merupakan bentuk umpatan yang berkenaan dengan aktivitas seksual. Masalah seks tidak seharusnya diumbar dalam masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan seks di dalam masyarakat merupakan topik yang memalukan untuk dibicarakan sehingga sering digunakan untuk mengumpat. Kata-kata yang digunakan untuk mengumpat yaitu berasal dari aktivitas seksual. Kata umpatan jenis sex term yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “nelembuk.” Hal tersebut tampak pada kutipan berikut. Di sini pula para sopir bisa nelembuk! (T, 2020: 177). Kata “nelembuk” dalam Bahasa Jawa Indramayu berarti aktivitas seksual atau julukan bagi orang yang melakukan kegiatan seksual atau kegiatan bersanggama atau bersetubuh. Dengan demikian, kata “nelembuk” termasuk dalam bentuk umpatan sex term.


Imas Juidah, dkk. 194 7) Animal Term Animal term merupakan bentuk umpatan yang menggunakan nama-nama hewan. Kata umpatan jenis animal term yang ditemukan dalam novel Telembuk yaitu kata “kirik”, “anjing”, “buaya”, “celeng” dan “tokek.” Umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut. “Kirik!” Diva terperanjat. Ia baru ingat kalau hari ini manggung di organ Tunggal Langlang Buana pimpinan Mang Dasa dari Desa Haurgeulis (T, 2020: 4). “Dengar-dengar, Kirik! Masa kamu tidak tahu sama teman sendiri? Jawab Kriting (T, 2020: 16). “Kirik, sialan! Dasar maling! Tukang onar!” “Kirik! Ini orang dialusin malah ngelunjak. Setan! (T, 2020: 69). Tak lama kemudian Safitri melepas celana dalamnya. “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan kemaluannya. “kenapa diam?! Bajingan! Kirik!” Ketiga laki-laki itu diam (T, 2020: 143). “Mungkin wangsitnya kurang jitu, perlu dicoba lagi. Tirakat di hutan sinang, biar nanti didatangi Ki Dusta,” timpal Govar. “Bukan itu. Panjang kalau diceritain. Bikin jengkel saja kalau ingat suara itu. Tokek setan! (T, 2020: 163).


195 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi Ia sudah tidak percaya dengan suara tokek. Jelasjelas ia mendapatkan ikan banyak. “Tokek pembohong! Setan alas!” umpatnya sekali lagi (T, 2020: 165). “Semua cewek yang baru kamu suka, kamu bilang lain, Min. Memangnya aku tidak tahu kamu? Buaya ngepet!” (T, 2020: 286). “Kirik jadah! Tapi kali ini aku harus serius. Dia memang berbeda dengan cewek-cewek yang pernah aku kenal. Kalau kamu masih tidak percaya, tidak masalah. Sekarang tugasmu mengenalkan aku dengan penyanyi organ keliling itu. Titik.” (T, 2020: 286). “Apa bedanya? Cuman beda ‘F’ dan ‘P’. Kamu ini kenapa, Min? Jadi aneh seperti ini.” “Gila! Ini gila! Celeng! Kirik!” Lontar Mukimin seperti meluapkan kekesalan dan kebingungan (T, 2020: 394). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat tiga jenis variasi bentuk umpatan animal term yaitu “kirik”, “tokek”, “celeng”, dan “buaya”. Kata “kirik” dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia (Mangunsuwito, 2013: 111) berarti anak anjing atau hewan anjing dan jadah berarti haram. Selain itu, kata “celeng” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti babi hutan;


Imas Juidah, dkk. 196 babi yang liar. Selanjutnya, kata “ tokek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti binatang merayap, kulitnya kasap berbintik-bintik, suaranya keras, hidup di rumah (pohon dan sebagainya). Sedangkan, “buaya” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring berarti binatang melata (reptilia) berdarah dingin, bertubuh besar dan berulit keras, bernapas dengan paru-paru, hidup di air (sungai, laut). Dengan demikian, “kirik”, “tokek”, “celeng”, dan “buaya” termasuk dalam bentuk umpatan animal term. 8) Imbecilic Term Menurut Hughes, imbecilic term mengacu pada istilah intelegensi rendah atau mendeskripsikan ketidakmampuan seseorang. Istilah imbecilic berasal dari kata imbecile yang artinya sama dengan bodoh atau idiot. Kata-kata umpatan ini terkait dengan kecacatan atau tingkat kecerdasan yang rendah. Kata umpatan jenis imbecilic term yang ditemukan dalam Telembuk tersebut terdiri dari banyak istilah yaitu “goblok/blok”,


197 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “koplok/plok”, dan “bodoh.” Kata-kata umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut. Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020: 4). Plok! Seorang menepuk pantat perempuan yang tengah duduk di warug remang-remang.”Kirik setan!” umpat perempuan itu, “Bayar, pok!” lanjutnya. Laki-laki itu hanya melengos sambal tertawa kecil (T, 2020: 40). “Tentu saja, Goblok! Mak Dayem menikah di usia yang sangat muda. Usia 12 tahun kalau tidak salah (T, 2020: 60). “Cerita itu masa lalu, yang penting itu sekarang! Nanti mak Dayem ceritakan lagi. Cepat anak Bodoh!” (T, 2020: 62). “Koplok pisan bocah kuh! Anake wong paduan bae digawa embuh ning endi. Pamit beli, apa beli. Njaluke apa sih bocah kuh?! Koplok! Kirik!” (T, 2020: 262). “Bingung kenapa? Tinggal dibawa ke rumah sakit,” timpal Mukimin. “Duitnya, blok! Sebenarnya Casta berharap Mukimin menjawab: ‘Berapa uang yang dibutuhkan? Nanti aku pinjami.’ Sebenarnya katakata semacam ini yang ia tunggu (T, 2020: 262).


Imas Juidah, dkk. 198 Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat empat jenis variasi bentuk umpatan imbecilic term yaitu “goblok”, “koplok”, “kenclus” dan “bodoh”. Kata “goblok” dalam Kamus Bahasa Jawa – Indonesia (Mangunsuwito, 2013: 57) yang berarti bodoh atau tolol. Selain itu, kata “koplok” dalam bahasa Jawa juga berarti dungu atau bodoh. Selanjutnya, kata “bodoh” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya. Bodoh juga diartikan sebagai orang yang tidak memiliki pengetahuan. Dengan demikian, “goblok/blok”, “koplok/plok”, dan “bodoh” termasuk dalam bentuk umpatan imbecilic term. 9) General Term Hughes (1991) menyebutkan kategori terakhir bentuk umpatan yaitu general term. General term merupakan bentuk umpatan yang menggunakan istilah umum. Kata umpatan general term yang ditemukan dalam novel Telembuk tersebut terdiri dari banyak istilah seperti “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”,


199 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial.” Katakata umpatan tersebut terlihat pada kutipan berikut. Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020: 11). “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020: 94). “Kirik! Bajingan tengik!” Prang! Satu botol minuman pecah Sukirman mengamuk. Orangorang yang berada di situ terdiam. Sondak dengan cepat memeluk tubuh Sukirman dan berusaha menenangkannya (T, 2020: 185). “Perasaan aku taruh jadi satu sama punyaku di sini,” katanya kemudian. Mukimin terus mencaricari. Meraba-raba tempat di sekitar mereka. Mukimin panik, lebih-lebih Rukminah. “Bajingan! HP-ku ada di celana itu. Kirik! (T, 2020: 335). “Benar, Min?!” Bapakku meradang. “Tanya saja dia?! Kataku sambil menuding Sini. Perempuan kaparat itu (T, 2020: 358). Ayahnya menenangkan sambil mengusap-usap punggungnya. “Makanya kalau cari laki-laki yang benar! Anak Kaji percuma kalau bejat!” (T, 2020: 359). Hati Mukimin ambruk. Ia menutupi rasa malunya. Mukimin memendam kejengkelan dalam hatinya. Kriting sialan! Umpatnya dalam hati. Ia menunggu-


Imas Juidah, dkk. 200 nunggu pipit selesai menyanyikannya (T, 2020: 374). “Apa bedanya? Cuman beda ‘F’ dan ‘P’. Kamu ini kenapa, Min? Jadi aneh seperti ini.” “Gila! Ini gila! Celeng! Kirik!” Lontar Mukimin seperti meluapkan kekesalan dan kebingungan (T, 2020: 394). Setelah dari jauh ia melihat uztaz Musthafa sedang berjalan ke arah kami. Apa yang perlu dia takutkan? Dasar banci! Padahal aku berharap ia bisa menghadapinya dengan nyali yang besar (T, 2020: 407). Sebenarnya aku menunggu Mukimin datang untuk melamarku, tapi ia tidak punya nyali untuk melamarku. Brengsek! Kalau saja malam itu dia yang memperkosaku aku tidak keberatan (T, 2020: 407). Aku sumat rokokku dan kembali mendengarkan cerita-ceritanya. Sial! Sementara Kriting, dia bisa duduk menghadap ke arah jalan. (T, 2020: 497). Berdasarkan kutipan tersebut, terdapat sembilan jenis variasi bentuk umpatan yang termasuk general term yaitu “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”, “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial.” Selanjutnya, kata “sinting” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti sedeng; miring;


201 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi tidak beres pikirannya; agak gila. Kata “sialan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012:1298) memiliki arti nomina kasar yang digunakan untuk memaki. Sedangkan, kata “sial” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti tidak mujur dan segala usahanya selalu tidak berhasil (seperti sukar mendapat rezeki). Kata “bajingan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti penjahat atau kurang ajar. Kata “bangsat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti orang yang bertabiat jahat. Sedangkan, kata “keparat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti bangsat; jahanam; terkutuk (kata makian). Kata “gila” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti gangguan jiwa; sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya” tidak normal); sakit ingatan. Kata “bejat” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti rusak (tenyang akhlak, budi pekerti); buruk (kelakuan). Kata “brengsek” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V) daring memiliki arti kacau sekali (tentang tata


Imas Juidah, dkk. 202 tertib, pelaksanaan kegiatan, dan sebagainya); tidak beres; tidak becus. Dengan demikian, “sinting”, “sialan”, “bajingan”, “bangsat”, “brengsek”, “gila”, “keparat”, “bejat”, dan “sial” termasuk dalam bentuk umpatan general term. 2. Fungsi Umpatan Data fungsi umpatan dalam novel Telembuk disajikan pada tabel dan gambar berikut. Tabel 2. Data Bentuk Umpatan dalam Novel Telembuk No. Bentuk Umpatan Umpatan Kuantitas Persentase (%) 1 To Create Attention Kirik, bajingan, bajingan tengik, setan, pengkhianat 4 2,63% 2 To Discredit Gila, sinting, goblok, keparat, bajingan, sial, dan brengsek 11 7,24% 3 To Provoke Telembuk, kirik, setan, bangsat, 5 3,29%


203 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi telembuk nyupang 4 To create interpersonal identification kirik, sialan, bajingan, bodoh, goblok dan mampus, buaya ngepet, gila, 49 32,24% 5 To Provide Catharsis kirik, bajingan, setan, setan alas, koplok, goblok, tokek setan, bajingan tengik, dan sialan 83 54,61% Total 65 100,00%


Imas Juidah, dkk. 204 Gambar 2. Data Fungsi Umpatan dalam Novel Telembuk Berdasarkan tabel dan gambar tersebut, diperoleh total umpatan yang terdapat dalam novel Telembuk berdasarkam fungsinya yaitu 152. Fungsi umpatan yang paling banyak diucapkan oleh tokoh dalam novel Telembuk yaitu sebagai katarsis yang diucapkan sebanyak 83 umpatan atau 54,61%. Selanjutnya, disusul oleh fungsi umpatan untuk menciptakan identifikasi interpersonal diucapkan sebanyak 49 kali atau 32,24%. Fungsi umpatan selanjutnya yaitu untuk mendiskreditkan orang diucapkan sebanyak 11 4 11 5 49 83 2,63% 7,24% 3,29% 32,24% 54,61% 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 To Create Attention To Discredit To Provoke To create interpersonal identification To Provide Catharsis Series1 Series2


205 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi umpatan atau 7,24%. Sementara itu, fungsi umpatan untuk memprovokasi diucapkan sebanyak 5 umpatan atau 3,29%. Terakhir, fungsi umpatan yang paling sedikit digunakan dalam novel Telembuk yaitu fungsi umpatan untuk mendapatkan perhatian ditemukan 4 umpatan atau 2,63%. Pembahasan dan penjabaran mengenai fungsi umpatan masyarakat Indramayu yang terdapat dalam novel Telembuk dijelaskan sebagai berikut. 1) Untuk Mendapatkan Perhatian Sebagian orang mengucapkan kata umpatan untuk menarik perhatian orang lain karena dengan kata umpatan dianggap memiliki pengaruh yang besar untuk menarik sebuah perhatian. Artinya, kata umpatan digunakan untuk menarik perhatian orang lain agar mau melihat dan mendengarkannya. Kata umpatan yang berfungsi untuk menarik perhatian yang terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Bajingan tengik!” Prang! Satu botol minuman pecah Sukirman mengamuk. Orangorang yang berada di situ terdiam. Sondak dengan


Imas Juidah, dkk. 206 cepat memeluk tubuh Sukirman dan berusaha menenangkannya (T, 2020:185). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik”, dan “bajingan tengik”, yang dilontarkan oleh Sukirman dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari semua orang bahwa dirinya sedang marah. Selain itu, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Setan bajingan! Bajingan semua! Pengkhianat!” Safitri begitu kesal dan marah. Carta berusaha menenangkan (T, 2020:244). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik,” “setan bajingan,” “bajingan,” “pengkhianat” yang dilontarkan oleh Safitri dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari orang yang mendengarkan umpatannya. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut.


207 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “Dasar setan!! Bajingan tidak tahu diuntung...!!!” umpat Wartiah dengan suara keras. Beberapa tetangga yang sedang duduk di teras rumahnya dengan cepat melihat ke dalam rumah Casta (T, 2020:277). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “dasar setan”, dan “sbajingan” yang dilontarkan oleh Wartiah dengan maksud untuk mendapatkan perhatian dari para tetangganya. Lebih lanjut, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicara terlihat pada kutipan berikut. “Kirik! Dikasih tahu malah pergi!” Mukimin kesal. “Paling-paling juga duitnya buat pasang togel. Sejak kapan bapaknya sakit?” lanjutnya. “Dia itu mau pinjam uang denganmu.” (T, 2020:297). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “kirik” yang dilontarkan oleh Mukimin dengan maksud untuk mendapatkan perhatian Casta agar mau mendengarkannya. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan


Imas Juidah, dkk. 208 untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi pertama dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “bajingan”, “setan”, “bajingan tengik”, dan “pengkhianat”. 2) Untuk Mendiskreditkan Seseorang Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa jenis kata umpatan, terdapat jenis kata umpatan yang ditujukan untuk menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain. Dengan kata lain, kata-kata umpatan dilontarkan untuk mengungkapkan kekecewaan. Seseorang yang menaruh harapan yang tinggi tetapi kenyataan berbanding terbalik dengan harapannya. Kata umpatan yang berfungsi untuk menghina terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut. Goblok! Sinting alias miring otaknya! Ini orang yang tidak pernah ngaji, tidak tahu jalan mana yang benar (T, 2020:11). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “goblok” dan “sinting” yang dilontarkan oleh Mukimin dengan maksud untuk menghina dan mengejek para jemaah yg ikut mendengarkan pengajian Mukimin. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk


209 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain terlihat pada kutipan berikut. “Mang Kaslan Gila! Minta dimarahi Mang Dasa tah?! Suara Diva melengking (T, 2020:25). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “gila” yang dilontarkan oleh Safitrri yaitu bermaksud untuk menghina dan merendahkan Mang Kaslan. Selanjutnya, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk menghina, menyinggung, atau mendiskreditkan orang lain terlihat pada kutipan berikut. “Pulanglah, Fit…” “Aku tidak akan pulang. Semuanya Bajingan!” (T, 2020:98). “Benar, Min?!” Bapakku meradang. “Tanya saja dia?! Kataku sambil menuding si perempuan keparat itu (T, 2020:358). “Lalu? Coba kamu lihat laki-laki yang duduk di sebelah kirimu? Dari tadi melihatmu terus. Dilihat dari penampilannya dia orang yang berduit. Cepat, jangan sampai diterkam kucing lain. Ia masih terkesima dengan cerita Mak Dayem. “Cepet, goblok!” sergah Mak Dayem (T, 2020:62).


Imas Juidah, dkk. 210 Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “bajingan” yang dilontarkan oleh Safitrri yaitu bermaksud untuk mendiskeditkan para lelaki. Demikian pula, umpatan “bajingan” dan “goblok” dalam kutipan tersebut bermaksud untuh merendahkan dan menghina. Sedangkan, penggunaan umpatan yang bertujuan untuk mengungkapkan kekecewaan terlihat pada kutipan berikut. “Badannya saja yang besar. Isinya kurus, pendek, dan tak tahan lama. Kacangan! Sial! (T, 2020:71). “Aku cukup turunin celana dalamku, dan nungging. Eh, kemaluannya malah tidak sampai. Terlampau pendek, ahaha…akhirnya terpaksa aku copot celana dalamku, rokku aku angkat dan mengangkang. Eh, tak sampai dua menit sudah keluar. Muncratan spermanya itu mengotori rokku. Sial! Untung tidak banyak. Brengsek!” (T, 2020:72). Berdasarkan kutipan tersebut, penggunaan umpatan “sial” yang dilontarkan oleh Safitri dengan maksud untuk mengungkapkan kekecewaan Safitri kepada laki-laki yang telah dilayaninya yang tidak sesuai dengan harapan Safitri. Selanjutnya, umpatan “sial” dan “brengsek” juga


211 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi engan maksud untuk mengungkapkan kekecewaan Safitri kepada laki-laki yang telah dilayaninya yang tidak sesuai dengan harapan Safitri. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendiskreditkan seseorang sangatlah bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi kedua dalam novel Telembuk ini yaitu kata “gila”, “sinting”, “goblok”, “keparat”, “bajingan”, “sial”, dan “brengsek.” 3) Untuk Memprovokasi Dalam banyak kasus, kata-kata umpatan menimbulkan kesan yang negatif di kalangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan dengan mendengarkan kata umpatan seseorang akan terbawa emosi. Dengan demikian, kata-kata umpatan dapat membangkitkan amarah bagi yang mendengarnya. Kata umpatan yang berfungsi untuk membangkitkan amarah lawan bicara yang terdapat dalam novel Telembuk terlihat pada kutipan berikut.


Imas Juidah, dkk. 212 “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020:94). Plak! Satu tamparan Mang Alek mengenai pipi Diva. “Dasar telembuk nyupang!” ujar Mang Alek (T, 2020:94). Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatanumpatan yang digunakan tersebut merupakan umpatan yang berfungsi untuk membangkitkan kemarahan lawan bicaranya. Dengan demikian, berdasarkan kutipankutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi ketiga dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “setan”, “bangsat”, dan “telembuk nyupang.” 4) Untuk Menciptakan Identifikasi Interpersonal Fungsi kata umpatan selanjutnya yaitu untuk menciptakan identifikasi interpersonal. Kata-kata umpatan diucapkan untuk mengidentifikasi teman atau sahabat dengan cara yang lebih spesifik. Artinya, katakata umpatan yang dilontarkan bertujuan untuk mengungkapkan keakraban. Di Indramayu, orang


213 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi mengumpat karena merasa dekat. Jadi, semakin akrab dan dekat, maka seseorang akan sering mengumpat. Oleh karena itu, fungsi umpatan jenis ini hanya digunakan atau diucapkan kepada yang benar-benar teman akrab. Kata umpatan yang berfungsi untuk menciptakan identifikasi interpersonal yang terdapat dalam novel Telembuk terlihat pada kutipan berikut. “Dengar-dengar, Kirik! Masa kamu tidak tahu sama teman sendiri? Jawab Kriting (T, 2020: 16). “Teman yang lain mana?” tanya Kartam. “Kirik kuh! Ditungguin dari tadi!” umpat Kriting pada dua orang yang berjalan yang mendekati jondol, Surip dan Beki. “Bacok-bacok, nih! Ngomong kayak orang berak!” timpal Beki. “Ampun A, aku sih takut sama golok,” Keriting meledek (T, 2020: 17). “Ada cewek rada bening saja langsung melotot. Kirik!” respon Beki (T, 2020: 18). Berdasarkan kutipan tersebut, umpatan “kirik” dalam obrolan dialog tersebut yang diujarkan Kriting dan teman-temannya tersebut bertujuan untuk mengungkapkan keakraban dan kedekatan


Imas Juidah, dkk. 214 persahabatan mereka. Selain itu, umpatan yang berfungsi untuk mengungkapkan keakraban tampak pada kutipan-kutipan berikut ini. “Tentu saja, Goblok! Mak Dayem menikah di usia yang sangat muda. Usia 12 tahun kalau tidak salah (T, 2020: 60). “Cerita itu masa lalu, yang penting itu sekarang! Nanti mak Dayem ceritakan lagi. Cepat anak Bodoh!” (T, 2020: 62). “Mak Dayem melakukan hubungan seks?” potong Diva. “Tentu saja, goblok! Aku kan sudah pernah melakukannya dengan matan suami, tentu saja tidak ada yang perlu aku khawatirkan. Toh aku juga menikatinya. Tentu saja awalnya aku menolak ajakan pacarku itu, tapi dia terus membujukku. Akhirnya aku turuti saja. Lebih mantap dari yang sebelumnya.” (T, 2020: 75). “Dengarkan dulu, goblok!” aku belum selesai bercerita. Nah, akhirnya kami menikah. Dia sudah menjadi suamiku yang sah. Dia baik. Dia bekerja sebagai buruh tani dan kadang-kadang buruh bangunan di kampung (T, 2020: 76). “Mungkin aja alasan pertama Suami Mak Dayem bukan itu, tapi soal anak. Maaf, apa Mak Dayem tidak periksa ke bidan waktu itu?” “Tahu apa kamu?! Bajingan! Waktu itu hanya takut yang dirasakan. Aku takut. Terlambat. Sudah terlambat. Kenal bidan saja apa yang kamu katakan


215 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi benar. Tapi waktu itu aku tidak sampai berpikir seperti itu. Bodohnya aku. Sialan!” (T, 2020: 77). Kutipan-kutipan tersebut merupakan percakapan atau dialog antara Mak Dayem dan Safitri. Penggunaan umpatan “kirik,” “sialan,” “bajingan,” “bodoh,” dan “goblok” yang semuanya dilontarkan oleh Mak Dayem berfungsi untuk menandakan keakraban yang terjalin di antara Mak Dayem dan Safitri karena Mak Dayem sudah menganggap Safitri seperti anaknya sendiri. Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk menandakan keakraban dan kedekatan sangatlah bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi keempat dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik,” “sialan,” “bajingan,” “bodoh,” dan “goblok.” 5) Sebagai Katarsis Fungsi terakhir dari kata umpatan yaitu untuk memberikan katarsis. Artinya, kata umpatan diucapkan


Imas Juidah, dkk. 216 untuk menekankan atau mengekspresikan kemarahan, kekesalan, kesedihan, dan lain sebagainya. Kata umpatan yang berfungsi untuk pengelepasan berbagai emosi yang terdapat dalam novel terlihat pada kutipan berikut berikut. “Kirik!” Diva terperanjat. Ia baru ingat kalau hari ini manggung di organ Tunggal Langlang Buana pimpinan Mang Dasa dari Desa Haurgeulis (T, 2020: 4). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa umpatan “kirik” yang dilontarkan Diva untuk mengungkapkan perasaan terkejut dan kesal karena ia baru tersadar kalau ada jadwal manggung. Selain itu, umpatan yang berfungsi untuk mengekspresikan kekesalan tampak pada kutipankutipan sebagai berikut. Aku lihat Kriting memberi kode pada perempuan itu, lalu perempuan itu pergi. Sialan! Pasti ini ulah Kriting, pikirku waktu itu (T, 2020: 54). “Kalo ngomong jangan sembarangan, Pak. Saya sudah lama bertani di sini.” Kamu tahu tidak ini milik negara? Goblok!” (T, 2020: 69). “Kirik, sialan! Dasar maling! Tukang onar!”


217 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi “Kirik! Ini orang dialusin malah ngelunjak. Setan! (T, 2020: 69). “Mainnya di mana ?”Tanya Mak Dayem kemudian sambal tertawa lirih. “Kirik, goblok! Tidak modal sama sekali. Itu, di kamar mandi yang tidak ada atapnya. Penutupnya cuman pakai geribik lagi. Dan belakang rumah itu, yang banyak pohon pisangnya.” Diva menunjuk ke arah pohon-pohon pisang yang terlihat seperti siluet. Bicaranya lirih (T, 2020: 71). “Tapi waktu itu aku tak tahu apa-apa. Seorang gadis 12 tahun yang hanya menurut perintah orang tua. Di sinilah letak kekesalanku pada orang tuaku. Bajingan!” (T, 2020: 75). “Setan!” Buk! Wasta mengumpat dan melempar sandalnya ke arah suara tokek itu (T, 2020: 163). “Mungkin wangsitnya kurang jitu, perlu dicoba lagi. Tirakat di hutan sinang, biar nanti didatangi Ki Dusta,” timpal Govar. “Bukan itu. Panjang kalau diceritain. Bikin jengkel saja kalau ingat suara itu. Tokek setan! (T, 2020: 163). “Lurah kirik!” timpal Govar kesal. Karman sengaja mengentikan ceritanya sejenak (T, 2020: 299). Akhirnya untuk kedua kalinya saya pulang dengan kecewa. Bajingan! Kirik! Saya kesal dengan lurah itu (T, 2020: 300). Jangan asal kalau ngomong! Koplok! Kamu malah menyalahkan anakku? Lihat kelakuan anakmu, Ji!”


Imas Juidah, dkk. 218 Ayah Sini balik menggertakku dan hampir saja sebuah pukulan melayang ke kepalaku, untung saja ada seorang laki-laki yang menjegalnya (T, 2020: 359). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa umpatanumpatan yang dilontarkan tersebut untuk mengungkapkan atau mengekspresikan kekesalan. Sedangkan, umpatan yang berfungsi untuk mengekspresikan kemarahan tampak pada kutipankutipan sebagai berikut. Benar. Suamiku sedang mesra-mesraan dengan seorang gadis seumuranku. Bajingan! Setan! Aku marah (T, 2020: 77). “Begitu gampang seperti orang meludah. Bajingan! Hidupku tak karuan teringat kejadian itu. Setan!” (T, 2020: 77). Benar dugaannya, Mang Alek tengah berhubungan intim dengan seorang perempuan. “Bajingan…!!!! Kirik!!” teriak Diva kalap (T, 2020: 94). “Pantas saja uangku selalu habis, pasti karena telembuk satu ini! Kirik! Setan! Bangsat kamu!” (T, 2020: 94). Tak lama kemudian Safitri melepas celana dalamnya. “Ayo! Kalian mau ini kan?!” Safitri duduk mengangkang, memperlihatkan kemaluannya. “kenapa diam?! Bajingan! Kirik!” Ketiga laki-laki


219 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi itu diam. Safitri mendekati mereka dan menggerayangi tubuh ketiga laki-laki itu. Menggenggam penisnya. “Ayo lakukan, bajingan! Kalau cuman tubuhku yang kalian mau, aku kasih! Bajingan tengik!” Safitri meradang (T, 2020: 143). Orang itu marah, ia ambil batu dan melempar anjing itu dengan penuh kebencian, “Setan alas! Kirik sialan!” Anjing itu lari dengan cepat setelah batu itu hampir saja mengenai kakinya (T, 2020: 165). Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan tersebut, umpatan yang digunakan untuk mendapatkan perhatian sangat bervariasi. Variasi umpatan yang digunakan untuk fungsi kelima dalam novel Telembuk ini yaitu kata “kirik”, “bajingan”, “setan”, “setan alas,” “koplok,” “goblok,” “tokek setan,” “bajingan tengik”, dan “sialan.”


Imas Juidah, dkk. 220 A. Sinopsis Novel Penerapan Kajian Sosiopragmatik: Eufemisme dalam Novel Aib dan Nasib Karya Minanto Novel Aib dan Nasib karya Minanto menceritakan hiruk-pikuk masyarakat desa Tegalurung Indramayu. Perekonomian desa Tegalurung didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah, pendidikan sangat rendah, teknologi yang kurang maju, pergaulan bebas, dan bertentangan dengan norma-norma sosial. Novel ini diawali dengan cerita kematian beberapa tokoh. Masingmasing tokoh berhadapan dengan peliknya kehidupan di BAB 11


221 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi desa. Di sisi lain, nasib mereka juga tidak jauh dari sebuah tragedi, yang dalam hal ini disebut dengan aib khas pedesaan. Suatu bentuk fenomena yang membuat masyarakat wilayah perkotaan geleng-geleng kepala. Kehidupan masyarakat di desa Tegalurung menggambarkan konflik-konflik yang bersumber dari permasalahan-permasalahan lama. Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan besar yang terjadi di masyarakat. Mungkin setiap orang pasti mengalami masalah tersebut. Seperti Mang Sota yang hanya tukang becak dan pemangkas rumput. Setiap harinya, ia hanya mengandalkan sebuah kendaraan roda tiga itu untuk mencari sesuap nasi. Tidak hanya keuangan, dirinya bahkan disulitkan pada keadaan yang menimpanya sebagai duda anak satu, Uripah. Uripah adalah anak Mang Sota dan mendiang Bi Turi yang memiliki gangguan mental dan sulit untuk berkomunikasi. Mang Sota kadang khawatir akan keberadaannya, tidak sedikit anak-anak SD dan warga yang mengucilkannya. Beruntungnya, Mang Sota


Imas Juidah, dkk. 222 memiliki tetangga yang dapat ia andalkan untuk menjaga Uripah yakni Yuminah. Walaupun begitu, Yuminah hanyalah tetangga, terkadang ia tidak peduli dengan keberadaan Uripah. Dengan seiring bertambahnya usia yang beranjak remaja, Mang Sota tetap merasa khawatir ada yang melecehkannya, lantaran Uripah memiliki daya tubuh yang lemah. Kekhawatiran itu terjadi ketika Susanto mencoba menggodanya, hingga Uripah hamil. Sama halnya dengan Uripah, namun alih-alih berontak, Gulabia senang tubuhnya dijamah oleh Kartono dan Kicong. Gulabia lebih dulu kenal dan dekat dengan Kicong. Kala itu Gulabia menjadi bahan taruhan antara Kicong dengan Jahari. Dengan berani, Kicong menyetubuhi Gulabia hingga hamil, namun bukan Kicong yang harus bertanggungjawab atas perbuatannya, melainkan Kartono yang baru ia kenal. Pergaulan bebas pada remaja di desa Tegalurung tidak bisa dihindari. Bahkan kedua adik Marlina yang masih SMA lebih sering bergaul dengan Susanto dan Bagong Badrudin yang tak jelas


223 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi pendidikannya. Namun, Susanto dan Bagong Badrudin cukup tahu dan mampu mengajarkan Pang Randu dan Godong Gunda dalam menaklukan hati perempuan. Sebab itulah, sebelum Eni pergi ke Singapura, Pang Randu berani menaklukan hatinya, yang tak lain adalah kakak iparnya. Hal itu membuat Marlina marah hebat. Terjadilah pertengkaran antara Marlina dan Eni melalui telepon seluler. Saling tuduh-menuduh selingkuh bukan menjadi satu-satunya penyebab mereka bertengkar. Namun, kemiskinan yang terjadi pun membuat Marlina geram hingga menyusul Eni ke Singapura dengan tujuan membabat lehernya. Belum sampai kota, Marlina melihat beberapa pemuda berkelahi yang tak lain adalah Bagong Badrudin dan Boled Boleng. Perkelahian mereka disebabkan oleh rasa iri Bagong Badrudin yang kalah romantis dengan Boled boleng, Selain itu, Bagong memang memiliki dendam terhadap Boled Boleng yang menyebabkan ibunya meninggal hingga membuat Badrudin sebagai ayah, membencinya.


Imas Juidah, dkk. 224 Tidak hanya perkelahian, Marlina pun melihat Uripah terkapar setelah dicabuli oleh Susanto. Uripah tergeletak di sebelah Boled boleng yang penuh darah. Di dalam gedung bekas diskotek Miami, Marlina menyaksikan Bagong Badrudin mencabuli keduanya hingga tertangkap basah oleh Bagong Badrudin. Marlina mencoba menghabisi Bagong Badrudin, namun ia kabur. Setelah itu, Marlina sengaja membiarkan Uripah dan Boled Boleng tetap tinggal dalam diskotek Miami lantaran ia memiliki rencana untuk menyusul Eni di Singapura. Tidak jauh dari gedung itu, Marlina tertabrak kendaraan roda empat hingga meninggal di tempat. Tidak lama kemudian, Uripah tersadar dan mencoba keluar dari gedung tak berpenghuni itu, namun perjalanan pulang ke rumah Mang Sota tidak berjalan mulus, ia pun tertabrak. Nasibnya tidak jauh berbeda dengan Marlina.


225 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi B. Analisis Novel Berikut ini penjabaran deskripsi hasil penelitian mengenai eufemisme dalam Novel Aib dan Nasib Karya Minanto. 1. Bentuk Eufemisme Bentuk eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto dibedakan menjadi tiga, yaitu kata, frase, dan klausa. Bentuk eufemisme berupa kata meliputi kata asal, kata turunan, dan kata majemuk. Bentuk eufemisme berupa frase meliputi frase eksosentris dan endosentris. Data bentuk eufemisme dalam novel Aib dan Nasib disajikan pada tabel berikut. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh total eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib berjumlah 115 eufemisme. Bentuk eufemisme yang paling banyak ditemukan dalam novel Aib dan Nasib yaitu dalam bentuk kata sebanyak 107 eufemisme atau 101%.


Imas Juidah, dkk. 226 Selanjutnya, eufemisme dalam bentuk frasa sebanyak 5 atau 4, 34%. Sedangkan, eufemisme dalam bentuk klausa hanya ditemukan 3 atau 2, 60% eufemisme dalam novel Aib dan Nasib. Pembahasan dan penjabaran mengenai bentuk eufemisme yang terdapat dalam novel Aib dan Nasib dijelaskan sebagai berikut. a) Kata Kata merupakan satuan bebas yang terdiri dan telah mengalami proses morfologi. Kata yang termasuk eufemisme adalah kata-kata yang diperhalus untuk mengungkapkan sesuatu yang dianggap tabu, tidak sopan, dan tidak menyenangkan agar tidak melukai perasaan lawan bicara. (a) Bentuk Eufemisme Berupa Kata Asal Kata asal merupakan kata yang belum mengalami proses pembubuhan imbuhan dan hanya mempunyai satu morfem, yaitu morfem bebas yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Kata asal dalam hal ini merupakan kata-kata yang di dalamnya memiliki unsur eufemisme. Contoh penggunaan


227 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi bentuk eufemisme berupa kata asal yang ditemukan dalam novel Aib dan Nasib karya Minanto yaitu sebagai berikut. (1) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orang-orang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus jenazah di rumah Nurumubin (Aib dan Nasib, 2020:3). (1a) Kabar itu disiarkan tiga kali memohon kesudian orang-orang tegalurung untuk bantu-bantu mengurus mayat di rumah Nurumubin. Kata jenazah pada kalimat (1) digunakan untuk menggantikan kata mayat pada kalimat (1a). Kata jenazah dan mayat, keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata jenazah dan mayat memiliki makna yang sama, yaitu badan atau tubuh orang yang sudah meninggal (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata jenazah mempunyai nilai rasa yang lebih halus daripada kata mayat. Selain data di atas, terdapat juga data lain


Imas Juidah, dkk. 228 mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (2) Selang beberapa rumah dari musala tersebut, sepasang suami istri sedang berpagutan dalam kain sarung (Aib dan Nasib, 2020:3). (2a) Selang beberapa rumah dari musala tersebut, sepasang suami istri sedang bersetubuh dalam kain sarung. Kata berpagutan pada kalimat (2) digunakan untuk menggantikan kata bersetubuh pada kalimat (2a). Kata berpagutan dan bersetubuh keduanya samasama merupakan jenis kata kerja. Kata berpagutan dan bersetubuh memiliki makna yang sama, yaitu melakukan hubungan badan; bersetubuh; bersebadan, bercampur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata berpagutan mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bersetubuh. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut.


229 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi (3) “Salah satu anak Nurumubin meninggal” (Aib dan Nasib, 2020:4). (3a) “Salah satu anak Nurumubin mati” Kata meninggal pada kalimat (3) digunakan untuk menggantikan kata mati pada kalimat (3a). Kata pantat dan bokong, keduanya sama-sama merupakan jenis kata kerja. Kata meninggal dan mati memiliki makna yang sama, yaitu sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata meninggal mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata mati. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (4) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar makam itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin (Aib dan Nasib, 2020: 14). (4a) “Kau habis kencing bukan melihat kedalam pagar kuburan itu, Aku tahu,“ Sangka Bagong Badrudin.


Imas Juidah, dkk. 230 Kata makam pada kalimat (4) digunakan untuk menggantikan kata kuburan pada kalimat (4a). Kata makam dan kuburan, keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata makam dan kuburan memiliki makna yang sama, yaitu tanah tempat menguburkan mayat; makam (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata makam mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kuburan. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (5) Empat sisi bidang tanah itu telah dipatok dengan bambu oleh kaji Basuki, tetapi kemudian diganti dengan empat botol limun oleh Marlina; keempat botol itu ditanam terbalik sehingga yang terlihat cuma pantat botol (Aib dan Nasib, 2020: 14). (5a) Empat sisi bidang tanah itu telah dipatok dengan bambu oleh kaji Basuki, tetapi kemudian diganti dengan empat botol limun oleh Marlina; keempat botol itu


231 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi ditanam terbalik sehingga yang terlihat cuma bokong botol. Kata pantat pada kalimat (5) digunakan untuk menggantikan kata bokong pada kalimat (5a). Kata pantat dan bokong keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata pantat dan bokong memiliki makna yang sama, yaitu bagian pangkal paha di sebelah belakang (yang mengapit dubur); bokong (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata pantat mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata bokong. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (6) Sebab sama seperti gadis umum tegalsembadra, tujuan Gulabia setelah lulus sekolah adalah mendaftar calon TKI atu mendaftar sebagai istri (Aib dan Nasib, 2020: 17). (6a) Sebab sama seperti gadis umum tegalsembadra, tujuan Gulabia setelah


Imas Juidah, dkk. 232 lulus sekolah adalah mendaftar calon pembantu atu mendaftar sebagai istri. Kata TKI pada kalimat (6) digunakan untuk menggantikan kata pembantu pada kalimat (6a). Kata TKI dan kata pembantu keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata TKI dan kata pembantu memiliki makna yang sama, yaitu orang upahan, pekerjaannya (membantu) mengurus pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyapu, dan sebagainya) (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata TKI mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pembantu. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (7) Bagong Badrudin ada disana, dan sempat tergelak-gelak saat Boled Boleng lebih memilih memungut nasi bungkus ketimbang menarik celananya yang melorot memperlihatkan penisnya yang menjulur (Aib dan Nasib, 2020: 23).


233 Pengantar Apresiasi Prosa Fiksi (7a) Bagong Badrudin ada disana, dan sempat tergelak-gelak saat Boled Boleng lebih memilih memungut nasi bungkus ketimbang menarik celananya yang melorot memperlihatkan kontolnya yang menjulur. Kata penis pada kalimat (7) digunakan untuk menggantikan kata kontol pada kalimat (7a). Kata penis dan kontol keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata penis dan kontol memiliki makna yang sama, yaitu kemaluan laki-laki; zakar (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata penis mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata kontol. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (8) “Berhentilah membela telembuk dan lonte,” sergah Marlina (Aib dan Nasib, 2020: 72). (8a) “Berhentilah membela pelacur dan lonte,” sergah Marlina.


Imas Juidah, dkk. 234 Kata telembuk pada kalimat (8) digunakan untuk menggantikan kata pelacur pada kalimat (8a). Kata telembuk dan pelacur keduanya sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata telembuk dan pelacur memiliki makna yang sama, yaitu orang yang melacur (KBBI Daring). Jika dilihat dari nilai rasanya, kata telembuk mempunyai nilai rasa yang lebih sopan dan halus daripada kata pelacur. Selain data di atas, terdapat juga data lain mengenai bentuk eufemisme berupa kata asal, yaitu sebagai berikut. (9) “Berhentilah membela telembuk dan lonte,” sergah Marlina (Aib dan Nasib, 2020: 25). (9a) “Berhentilah membela telembuk dan pelacur,” sergah Marlina. Kata lonte pada kalimat (9) digunakan untuk menggantikan kata pelacur pada kalimat (9a). Kata lonte dan pelacur sama-sama merupakan jenis kata benda. Kata lonte dan kata pelacur memiliki makna yang sama, yaitu orang yang melacur (KBBI Daring).


Click to View FlipBook Version