The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

PERBUP BLORA NOMOR 17 TAHUN 2023 RKPD 2024

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by AL EL BAPER (Almari Elektronik Badan Perencanaan), 2024-03-25 21:38:36

RKPD 2024

PERBUP BLORA NOMOR 17 TAHUN 2023 RKPD 2024

II-23 Tabel II.15 Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 LAPANGAN USAHA PDRB ADHB (dalam juta Rp.) 2018 2019 2020 2021 2022 A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5.561.228 5.621.617,7 5.840.315,3 6.025.868,5 6.450,811.95 B Pertambangan dan Penggalian 6.570.246 6.495.171,6 4.537.390,1 6.553.790,2 8,489,321.57 C Industri Pengolahan 2.344.343 2.579.231,9 2.601.491,2 2.755.105,3 3,032,886.70 D Pengadaan Listrik dan Gas 14.59 15.528,4 15.968,8 16.605,7 17,599.57 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 7.84 8.775,6 9.410,6 9.840,6 10,272.72 F Konstruksi 988.96 1.094.411,2 1.027.340,4 1.167.743,6 1,353,189.87 G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 3.607.295 4.029.490,9 3.914.254,1 4.165.784,5 4,512,922.25 H Transportasi dan Pergudangan 594.83 660.278,1 537.932,9 569.691,6 918,815.77 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 755.33 867.545,3 850.276,0 926.366,1 1,111,376.07 J Informasi dan Komunikasi 255.21 286.051,0 327.052,3 340.758,3 351,106.91 K Jasa Keuangan dan Asuransi 709.60 758.931,3 774.173,9 816.985,7 892,851.91 L Real Estate 289.60 316.071,5 316.484,7 325.077,5 345,617.75 M,N Jasa Perusahaan 71.85 82.220,6 78.966,3 82.727,9 91,792.83 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 752.83 791.999,2 790.569,5 769.995,1 808,495.23 P Jasa Pendidikan 1.410.497 1.588.903,0 1.618.231,0 1.642.680,7 1,703,905.31 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 209.55 230.590,1 255.595,2 259.519,7 270,921.80 R,S,T,U Jasa Lainnya 487.74 539.120,1 518.532,4 531.774,3 607,006.07 PDRB DENGAN MIGAS 24.631.544 25.965.937,5 24.013.984,6 26.960.315,3 30,968,894.31 PDRB TANPA MIGAS 18.061.298 19.886.074,7 19.905.864,1 20.857.611,2 22,969,352.77 Sumber: BPS Kabupaten Blora, 2023


II-24 Selanjutnya data PDRB atas Dasar Harga Konstan disajikan dalam tabel II.16 di bawah ini. Tabel II.16 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 LAPANGAN USAHA PDRB ADHK (JUTA RUPIAH) 2018 2019 2020 2021 2022 A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.678.040,05 3. 647. 233,40 3.715. 465,36 3.801.475,87 3.902.609,60 B Pertambangan dan Penggalian 4.699.700,50 4.681.810,94 4.075. 073,66 4.291.884,25 3.954.421,79 C Industri Pengolahan 1.547.113,38 1...665. 269,21 1. 634.464,41 1. 684. 015,37 1.762.069,06 D Pengadaan Listrik dan Gas 12.284,06 13 ..058,68 13 .534,05 14 183,07 14.923,15 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6.750,21 7. 408,50 7 .585,30 7 847,80 8.081,66 F Konstruksi 679.847,64 723.878,38 676.561,77 740. 429,20 802.032,91 G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 2.850.490,19 3.105.623,49 2.992.139,95 3.139.408,02 3.266.873,58 H Transportasi dan Pergudangan 502.169,86 546.105,18 430. 975,85 440.975,69 671.638,33 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 592.765,18 670.333,20 650.199,45 693. 424,47 800.854,01 J Informasi dan Komunikasi 269.047,61 2.988.325,79 340.741,43 354. 730,83 364.592,35 K Jasa Keuangan dan Asuransi 481.827,57 506 974,68 515. 847,81 521. 460,07 525.640,19 L Real Estate 240.998,88 256 782,14 255.696,61 259. 680,01 271.339,65 M,N Jasa Perusahaan 51.277,99 56.796,62 53.715,20 55 470,13 58.914,83 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 522.926,21 542. 904,87 535.406,46 526. 490,87 537.863,08 P Jasa Pendidikan 940.058,74 1. 018.902,62 1. .016. 457,25 1. 018. 176,35 1.050.452,54 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 153.270,91 163 717,25 177.505,85 178.184,26 183.155,60 R,S, T,U Jasa Lainnya 376.647,02 413 290,19 392 516,32 398 610,62 436.956,96 PDRB DENGAN MIGAS 17.605.216.00 18.318.415,14 17.483.886,74 18. 126. 446,9 18.612.419,28 PDRB TANPA MIGAS 13.872.470,30 13.654.821,30 14.090.335,30 14.929.054,81 Sumber: BPS Kabupaten Blora, 2023


II-25 Perkembangan distribusi PDRB ADHK di Kabupaten Blora dapat dilihat pada tabel II.17 berikut ini: Tabel II.17 Distribusi PDRB ADHK Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 KATEGORI KLASIFIKASI LAPANGAN USAHA TAHUN (%) 2018 2019 2020 2021 2022 A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20,89 19,91 24,33 22,38 20,83 B Pertambangan dan Penggalian 2,67 25,56 18,86 24,22 27,41 C Industri Pengolahan 8,79 9,09 10,84 10,23 9,79 D Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03 F Konstruksi 3,86 3,95 4,28 4,34 4,37 G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 16,19 1,7 16,31 15,47 14,57 H Transportasi dan Pergudangan 2,85 2,98 2,24 2,12 2,97 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 3,37 3,66 3,54 3,44 3,59 J Informasi dan Komunikasi 1,53 1,63 1,36 1,27 1,13 K Jasa Keuangan dan Asuransi 2,74 2,77 3,23 3,03 2,88 L Real Estate 1,37 1,4 1,32 1,21 1,12 M, N Jasa Perusahaan 0,29 0,31 0,33 0,31 0,3 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,97 2,96 3,29 2,86 2,61 P Jasa Pendidikan 5,34 5,56 6,74 6,1 5,5 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,87 0,89 1,06 0,96 0,87 R,S,T,U Jasa lainnya 2,14 2,26 2,16 1,97 1,96 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO DENGAN MINYAK BUMI 100 100 100 100 100 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, 2023 Selama kurun 2018-2022, PDRB Kabupaten Blora mengalami peningkatan. Pada tahun 2022, PDRB Kabupaten Blora masih menunjukkan kontribusi besar dari empat sektor utama, yaitu Pertambangan (27,41%), Pertanian (20,83%), Perdagangan (14,57%) dan Industri Pengolahan (9,79%). Bila dibandingkan dengan kondisi dari tahun-tahun sebelumnya, data ini menunjukkan bahwa tidak terjadi pergeseran struktur PDRB di kabupaten Blora. Melihat pada data di atas, Kabupaten Blora memiliki ketergantungan pada sektor pertambangan. Sektor pertambangan memiliki dampak terhadap lingkungan yang harus terus dimonitor untuk memastikan perkembangannya tidak merugikan sektor lain maupun mengancam keberlanjutan lingkungan di masa depan. Mengingat pertambangan juga termasuk produk yang tidak dapat


II-26 diperbarui, diperlukan pengembangan sektor ekonomi lain yang dapat lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sektor potensial pengembangan juga dapat dilihat melalui pertumbuhan kontribusi setiap sektor terhadap keseluruhan PDRB Kabupaten Blora. Hingga tahun 2022, ekonomi Kabupaten Blora masih berada pada sektor primer. Namun, pergerakan produktivitas sektor tersier seperti jasa, akomodasi dan makan minum, menunjukkan potensi pengembangan yang menjanjikan. Transformasi struktur ekonomi dari sektor primer ke tersier sejalan dengan kondisi global dimana digitalisasi ekonomi mengarah pada pengembangan sektor tersier dengan nilai tambah tinggi. Tabel di bawah ini memaparkan laju pertumbuhan sektoral dan total PDRB atas dasar harga konstan dalam lima tahun terakhir. Tabel II.18 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK di Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 Laju Pertumbuhan Lapangan Usaha 2018 2019 2020 2021 2022 A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,13 -0,84 1,87 2,31 2,66 B Pertambangan dan Penggalian -1,31 -0,38 -12,96 5,32 -7,86 C Industri Pengolahan 7,27 7,64 -1,85 3,03 4,63 D Pengadaan Listrik dan Gas 5,7 6,31 3,64 4,8 5,22 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang -3,15 9,75 2,39 3,46 2,98 F Konstruksi 5,69 6,48 -6,54 9,44 8,32 G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,81 8,95 -3,65 4,92 4,06 H Transportasi dan Pergudangan 7,43 8,75 -21,08 2,32 52,31 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,28 13,09 -3 6,65 15,49 J Informasi dan Komunikasi 13,44 10,88 14,22 4,11 2,78 K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,41 5,22 1,75 1,09 0,80 L Real Estate 5,62 6,55 -0,42 1,56 4,49 M,N Jasa Perusahaan 7,48 10,76 -5,43 3,27 6,21 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,31 3,82 -1,38 -1,67 2,16 P Jasa Pendidikan 7,3 8,39 -0,24 0,17 3,17 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,2 6,82 8,42 0,38 2,79 R,S,T,U Jasa Lainnya 9,38 9,73 -5,03 1,55 9,62 PDRB DENGAN MIGAS 4,38 4,05 -4,56 3,68 2,68 PDRB TANPA MIGAS 6,65 5.73 -1.57 3.19 5,59 LAPANGAN USAHA LAJU PERTUMBUHAN 2018 2019 2020 2021 2022 A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 5,13 -0,84 1,87 2,31 2,66 B Pertambangan dan Penggalian -1,31 -0,38 -12,96 5,32 -7,86


II-27 LAPANGAN USAHA LAJU PERTUMBUHAN 2018 2019 2020 2021 2022 C Industri Pengolahan 7,27 7,64 -1,85 3,03 4,63 D Pengadaan Listrik dan Gas 5,7 6,31 3,64 4,8 5,22 E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang -3,15 9,75 2,39 3,46 2,98 F Konstruksi 5,69 6,48 -6,54 9,44 8,32 G Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,81 8,95 -3,65 4,92 4,06 H Transportasi dan Pergudangan 7,43 8,75 -21,08 2,32 52,31 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8,28 13,09 -3 6,65 15,49 J Informasi dan Komunikasi 13,44 10,88 14,22 4,11 2,78 K Jasa Keuangan dan Asuransi 4,41 5,22 1,75 1,09 0,8 L Real Estate 5,62 6,55 -0,42 1,56 4,49 M,N Jasa Perusahaan 7,48 10,76 -5,43 3,27 6,21 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,31 3,82 -1,38 -1,67 2,16 P Jasa Pendidikan 7,3 8,39 -0,24 0,17 3,17 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,2 6,82 8,42 0,38 2,79 R,S,T,U Jasa Lainnya 9,38 9,73 -5,03 1,55 9,62 PDRB DENGAN MIGAS 4,38 4,05 -4,56 3,68 2,68 PDRB TANPA MIGAS 6,65 5.73 -1.57 3.19 5,59 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora 2023 Berdasarkan laju pertumbuhan, terlihat perekonomian Kabupaten Blora justru tumbuh lebih cepat tanpa kontribusi migas dalam periode 2021-2022. Sektorsektor jasa menunjukkan tingkat pertumbuhan lebih baik dibandingkan sektor subsisten maupun sektor industri beriringan dengan pertumbuhan industri pengolahan. Laju pertumbuhan tertinggi di sektor transportasi dan pergudangan (52,31%) diikuti oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum (15,49) dimana keduanya secara konsisten menunjukkan pertumbuhan cukup tinggi pasca Covid-19. Pencabutan status PPKM semakin memberikan ruang aktivitas masyarakat yang kembali pada kondisi normal sehingga pemanfaatan transportasi kembali meningkat. Kondisi yang sama dialami sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, dengan aktivitas masyarakat yang kembali seperti sedia kala aktivitas pertemuan dan kebutuhan jasa makan minum pun turut pulih. Kemudahan transportasi dengan adanya penambahan jasa transportasi udara melalui Bandara Ngloram menjadi potensi dalam meningkatkan kunjungan ke Kabupaten Blora sehingga mendorong


II-28 pengembangan sarana transportasi lainnya serta sektor-sektor terkait seperti akomodasi dan makan minum. Sektor pertanian masih menunjukkan laju pertumbuhan. Walaupun demikian, masih dibutuhkan intervensi teknik untuk menyelesaikan permasalahan pengairan. Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum akan berkembang seiring meningkatnya aktivitas perkotaan setelah dibukanya bandara baru di Kabupaten Blora. Sektor perdagangan juga berpotensi untuk berkembang, terutama bila didukung oleh pengembangan sektor industri yang mengintegrasikan pertanian dalam proses produksinya. Dukungan e-commerce yang telah dimulai pada masa pandemi juga dapat menjadi sarana peningkatan sektor perdagangan melalui perluasan pasar produk. 2.1.2.1.2 PDRB Per Kapita Produk Domestik Regional Bruto per kapita dipandang sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi yang lebih riil dalam menjelaskan kondisi wilayah karena menunjukkan rerata pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Blora dalam satu tahun. Deskripsi PDRB menurut pengeluaran untuk proxy pendapatan disajikan dalam tabel berikut ini.


II-29 Tabel II.19 PDRB Per Kapita Menurut Pengeluaran di Kabupaten Blora Tahun 2019-2022 Rata-rata Pengeluaran per Kapita per Bulan Makanan dan Bukan Makanan (Rupiah) Makanan Bukan Makanan Jumlah 20 18 2019 2020 2021 2022 20 18 2019 2020 2021 202 2 2018 2019 2020 2021 2022 Provin si Jawa Tenga h 460 .89 1 469, 421 496, 173 519, 009 572, 808 477 .69 0 486, 982 522, 314 529, 600 548, 986 742.9 86 956, 403 1,018, 487 1,048, 609 1,121, 794 Kabupa ten Blora 379 .47 3 455, 161 467, 340 500, 984 562, 948 338 .18 0 450, 636 434, 792 407, 278 450, 251 717.6 53 905, 797 902,13 2 908,26 2 1,013, 199 Kabupa ten Groboga n 419 .82 4 419, 534 451, 270 440, 938 534, 845 323 .16 2 327, 383 376, 907 378, 747 421, 084 893.4 75 746, 917 828,17 7 819,68 5 955,92 9 Kabupat en Remban g 452 .60 1 473, 149 490, 540 554, 101 554, 101 440 874 . 480, 397 464, 023 470, 087 489, 781 996.2 52 953, 546 954,56 3 1,024, 187 1,139, 1999 Kabup aten Pati 484 .95 4 484, 349 509, 800 562, 729 690, 428 511 .29 8 468, 668 528, 861 544, 095 628, 613 959.4 28 953, 017 1,038, 662 1,106, 824 1,319, 559 Kabup aten Kudus 443 .43 4 453, 093 491, 693 523, 244 589, 877 515 .99 4 521, 530 538, 487 582, 247 630, 529 765.3 81 974, 623 1,030, 180 1,105, 491 1,220, 405 Kabup aten Jepara 397 .73 0 420, 350 424, 772 525, 570 607, 266 367 .65 1 422, 712 423, 342 488, 846 556, 355 957.0 37 843, 062 848,11 4 1,014, 416 1,163, 621 Kabup aten Demak 503 .98 9 563, 287 584, 033 577, 570 663, 971 453 .04 8 470, 484 521, 244 511, 707 532, 887 893.4 75 1,03 3,77 1 1,105, 278 1,089, 278 1,196, 858 Sumber: Badan Pusat Statistik Labupaten Blora, 2023


II-30 Gambar II-11 PDRB Per Kapita Kabupaten Blora, Wilayah Sekitar, dan Provinsi Jawa Tengah tahun 2019-2021 Pada tahun 2022, pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Blora masih di bawah rerata Provinsi Jawa Tengah, namun di atas Kabupaten Grobogan. Hal ini menandakan kemampuan ekonomi masyarakat Blora masih di bawah rerata wilayah sekitar. Kemampuan ekonomi penduduk suatu wilayah tercermin dari proporsi pengeluaran makan dan non makanan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat konsumsi non pangan, Pengeluaran per kapita merupakan proksi yang digunakan untuk menggambarkan pendapatan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak konsumsi yang dilakukan. Artinya, besarnya nilai pengeluaran menggambarkan daya beli penduduk kabupaten Blora terhadap harga-harga sejumlah komoditas pangan maupun bukan pangan. Kriteria yang digunakan untuk mengukur yaitu: (1) kondisi rumah tangga baik, apabila pengeluaran non pangan 50%≤; (2) kondisi sedang, jika pengeluaran non pangan di kisaran 20-49%; (3) kondisi buruk, jika pengeluaran non pangan kurang dari 20%. Tingkat konsumsi non pangan masyarakat kabupaten Blora sejak 2019 menunjukkan tren menurun di bawah 50%, namun masih di atas 40%. Pada tahun 2022, konsumsi non pangan membesar seiring membaiknya roda IDR905.797 IDR902.132 IDR908.262 IDR953.546 IDR954.563 IDR1.024.187 IDR953.017 IDR1.038.662 IDR1.106.824 IDR843.062 IDR848.114 IDR1.014.416 IDR974.623 IDR1.030.180 IDR1.105.491 IDR956.403 IDR1.018.487 IDR1.048.609 2019 2020 2021 Kabupaten Blora Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Jepara Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah


II-31 ekonomi pasca pandemi, namun belum lebih dari 50%. Dilihat dari proporsi pengeluaran non makanan yang semakin menurun, hal ini mengindikasikan adanya stagnasi kesejahteraan masyarakat. Hal ini menandakan pemanfaatan pendapatan masyarakat masih difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar bertahan hidup, yaitu bahan makanan. Dengan demikian kondisi rumah tangga rata-rata penduduk Kabupaten Blora termasuk kategori kesejahteraan menengah/sedang. Besarnya pengeluaran makanan, terutama pada kelompok pendapatan terendah, memberikan sinyal kerentanan masyarakat terhadap inflasi. Hal ini perlu diperhatikan dalam perencanaan pada tahun 2024 dengan mempersiapkan jaring pengaman berupa bantuan atau insentif terutama pada kebutuhan pokok. 2.1.2.1.3 Laju Inflasi Inflasi merupakan salah satu penanda stabilitas ekonomi pada skala wilayah. Tingkat inflasi yang stabil menunjukkan kemapanan daya beli masyarakat yang akhirnya mendukung berjalannya pembangunan. Pada masyarakat dengan pendapatan rentan, inflasi merupakan pintu perburukan kondisi akibat kenaikan harga bahan pangan pokok serta kebutuhan pokok lain non-pangan seperti bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik. Tabel di bawah ini menunjukkan dinamika angka inflasi pada Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah dan nasional dari tahun 2018-2022. Tabel II.20 Perbandingan Inflasi Kabupaten Blora dengan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah 2018-2022 Wilayah 2018 2019 2020 2021 2022 Nasional 3.13 2.72 1.68 1.87 5.51 Jawa Tengah 2.82 2.81 1.56 1.7 5.63 Kab. Blora 2.78 2.62 1.37 1.59 6.40* Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, 2023. *) Kudus (kota IHK)


II-32 Gambar II-12 Laju Inflasi Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional tahun 2017-2022 Inflasi di Kabupaten Blora dalam lima tahun terakhir secara umum telah menurun dari 2,98 pada tahun 2017 menjadi 1,59 pada tahun 2021. Angka ini lebih rendah dari angka inflasi Provinsi Jawa Tengah (1,7 pada tahun 2021) dan angka inflasi nasional (1,87 pada tahun 2021). Hal ini menunjukkan bahwa dalam lima tahun, daya beli masyarakat Kabupaten Blora mampu bertahan stabil. Kondisi tahun 2022 jika mengacu pada inflasi Kudus menunjukkan angka 6.40. Kondisi inflasi yang terlalu rendah sesungguhnya kurang baik bagi perkembangan ekonomi karena kurang merangsang pertumbuhan sektorsektor ekonomi bahkan cenderung menunjukkan adanya kelesuan dalam perekonomian. Jika tingkat inflasi tahun 2022 pada angka yang tidak jauh dari Kudus maka ini menunjukkan adanya geliat ekonomi yang bagus dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Blora. 2.1.2.1.4 Ketimpangan Kesenjangan merupakan perbedaan mencolok dan signifikan. Kesenjangan dapat dihitung dari pendapatan atau PDRB perkapita pada kelompokkelompok pendapatan, seperti menggunakan perhitungan indeks Gini. Bank Dunia menggunakan perhitungan 40-40-20 untuk membagi penduduk berdasarkan pengeluaran perkapita. Pengeluaran pada 40% masyarakat dengan pendapatan terbawah merupakan salah satu kriteria untuk 3,61 3,13 2,72 1,68 1,87 5,51 3,71 2,82 2,81 1,56 1,70 5,63 2,98 2,78 2,62 1,37 1,59 6,40 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 2017 2018 2019 2020 2021 2022 Nasional Jawa Tengah Kab. Blora


II-33 menentukan kesenjangan. Tabel di bawah menunjukkan distribusi pengeluaran masyarakat di Kabupaten Blora tahun 2018-2022. Tabel II.21 Distribusi Pengeluaran Masyarakat Kabupaten Blora 2018- 2022 TAHUN Rata-rata Pengeluaran 40 persen penduduk berpendapat an rendah % 40 persen penduduk berpendapa tan menengah % 20 persen penduduk berpendapat an tinggi % Jumlah/ Total 2018 364.375 14,14 654.632 25,40 1.558.728 60,47 2.577.735 2019 425.962 13,04 826.575 25,30 2.014.718 61,66 3.267.255 2020 471.738 12,89 961.216 26,27 2.226.401 60,84 3.659.355 2021 480.743 12,66 963. 717 25,37 2.354.156 61,97 3.798.616 2022 500.472 13,86 954.068 26,42 2.155.832 59,71 3.610.372 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, 2018-2022, diolah. Ukuran Bank Dunia adalah salah satu ukuran ketimpangan yang mengacu pada persentase pengeluaran kelompok 40 persen penduduk terbawah. Adapun kriteria tingkat ketimpangan berdasarkan Ukuran Bank Dunia adalah sebagai berikut: ● Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih kecil dari 12 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan tinggi. ● Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah antara 12 sampai dengan 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan moderat/sedang/menengah. ● Bila persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen penduduk terendah lebih besar dari 17 persen, maka dikatakan terdapat ketimpangan rendah. Dari Tabel di atas, tampak bahwa pada tahun 2020 dan 2021 pengeluaran 40% penduduk berpendapatan rendah berada pada angka di atas 12,89%. Hal ini berarti ketimpangan di Kabupaten Blora berada pada tingkat moderat/sedang/menengah.


II-34 2.1.2.1.5 Kemiskinan Tingkat kemiskinan mengalami penurunan untuk pertama kalinya semenjak pandemi COVID-19. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (2011-2022), tingkat kemiskinan cenderung selalu mengalami penurunan setiap tahun kecuali sejak munculnya pandemi COVID-19 pada tahun 2020 dimana tingkat kemiskinan meningkat selama dua tahun berturut-turut. Namun pada tahun 2022, persentase penduduk miskin menurun 0,86 persen poin menjadi 11,53 persen. Walupun menurun, tingkat kemiskinan 2022 masih lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan sebelum pandemi COVID-19 (tahun 2019 yang saat itu sebesar 11,32 persen). Menurunnya tingkat kemiskinan pada 2022 disebabkan menurunnya jumlah penduduk miskin dari 107,05 ribu orang di tahun 2021 menjadi 99,83 ribu orang di tahun 2022. Meningkatnya aktivitas ekonomi di Kabupaten Blora yang sebelumnya sempat terhenti akibat adanya pandemi COVID-19 turut memengaruhi penurunan tingkat kemiskinan. Peningkatan aktivitas ekonomi tersebut didukung dengan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Blora yang tumbuh positif pada 2021 setelah sebelumnya pada tahun 2020 sempat mengalami kontraksi. Seiring dengan kegiatan perekonomian Kabupaten Blora yang mulai bangkit kembali, diharapkan tingkat kemiskinan akan menurun di tahun-tahun berikutnya.


II-35 Tabel II.22 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Blora dan Perbandingan dengan Daerah Sekitar Tahun 2019- 2022 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022. . Kabu pate n / Kota Kemiskinan Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) Persentase Penduduk Miskin (persen) 2018 2019 2020 2021 2022 2018 2019 2020 2021 2022 2018 2019 2020 2021 2022 Nasio nal 425.2 50 4408 38 4861 60 48616 8 5054 69 25140 24790 27550 27.54 0 26.1 60 9,41 9.22 10,1 9 9,71 9,54 Jawa Teng ah 350.8 75 369,3 85 395.4 07 40919 3 4388 33 3897. 20 3743. 23 3980. 9 4109. 75 3831 ,44 11,3 2 10.8 0 11.4 1 11.7 9 10,93 Blora 308.5 20 335.8 37 353.2 59 36364 9 3904 78 102,5 0 9790 10370 10710 99,8 3 11,9 0 11.3 2 11.9 6 12.3 9 11,53 Grob ogan 366.1 92 375.5 21 395.0 01 40445 6 4285 97 168,7 0 161.9 0 172.30 175.7 0 163, 20 12,3 1 11.7 7 12.4 6 12.7 4 11,80 Rem bang 365.4 43 384.5 61 403.9 32 41497 7 4414 82 97,44 95.30 100.10 101.4 0 94,5 6 15,4 1 14.9 5 15.6 0 15.8 0 11,65 Pati 414.3 16 423.9 22 445.9 13 45861 6 4868 55 123,9 4 119 127.40 128.7 0 118, 04 9,90 9.46 10.0 8 10.2 1 9,33 Kudu s 393.0 78 406.4 70 429.6 66 45099 2 4828 06 59,99 58 64.20 67.10 66,0 6 9,90 6.68 7.31 7.60 7,41 Jepa ra 371.2 96 386.6 93 407.0 56 41902 8 4426 18 86,54 83.50 91.10 95.20 89,0 8 6,98 6.66 7.17 7.44 6,88 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2023


II-36 Tabel II.22 menunjukkan dinamika persentase penduduk miskin pada tahun 2018-2022 di Kabupaten Blora dan Kabupaten Sekitar. Gambar II-13 Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Blora, Wilayah Sekitar, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2019-2022 Tingkat kemiskinan dikontribusikan oleh tingginya garis kemiskinan. Garis kemiskinan di Blora sebenarnya paling rendah diantara daerah sekitar di jawa Tengah. Hal ini senada dengan PDRB per kapita dari aspek pengeluaran, kabupaten Blora terendah nomor 5 dari 6 daerah sekitar. Daya beli masyaraat di Blora relatif rendah. Data ini mengindkasikan kemsikinan di Blora disebabkan oleh tingkat pendapatan yang rendah. Tingkat pendapaan berkaitan dengan jenis pekerjaan dan posisi dalam pekerjaan. Posisi dalam pekerjaan dipengaruhi oleh tiingkat pendidikan formal dan ketrampilan kerja sesuai kebutuhan pasar. Gambar II-14 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Kabupaten Blora Tahun 2019-2022 11,32 11,96 12,39 11,53 10,80 11,41 11,79 10,93 9,2210,19 9,71 9,54 0,65 15,60 15,80 11,65 9,46 10,08 10,21 9,33 6,66 7,17 7,44 6,68 6,88 7,31 7,60 7,41 2019 2020 2021 2022 Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah Nasional Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Jepara Kabupaten Kudus


II-37 Gambar II-15 Perbandingan Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Kabupaten Blora dengan Kabupaten Sekitar Tahun 2022 Fenomena kemiskinan tidak hanya dilihat dari banyaknya orang miskin, tetapi juga kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan (P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Tingkat kedalaman memengaruhi besaran usaha pemerintah mengangkat penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), merupakan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Berikut ini disajikan data keparahan dan kedalaman kemiskinan di Blora dan perbandingan dengan daerah sekitar. Tabel II.23 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Kabupaten Blora dan Perbandingan dengan Daerah Sekitar Tahun 2018- 2022 Kabupaten / Kota Kedalaman Kemiskinan (P1) Keparahan Kemiskinan (P2) 2018 2019 2020 2021 2022 2018 2019 2020 2021 2022 NASIONAL 1,83 1,50 1,75 1,67 1,59 1,71 0,36 0,47 0,42 0,39 JAWA TENGAH 1,85 1.53 1.72 1.94 1,77 0,45 0.30 0.34 0.46 0,418 Blora 1,62 1.59 1.39 1.82 1,8 0,37 0.34 0.21 0.40 0,42 Grobogan 1,67 0.90 1.17 1.66 1,95 0,35 0.13 0.18 0.37 0,45 Rembang 2,86 2.32 2.44 2.77 2,41 0,78 0.48 0.53 0.68 0,59 Pati 1,37 1.47 1.37 1.69 1,20 0,29 0.31 0.26 0.42 0,25 Kudus 0,88 0.83 1.01 1.23 0,69 0,19 0.17 0.18 0.27 0,19 Jepara 0,71 0.64 0.60 0.88 1,22 0,13 0.10 0.07 0.17 0,30 Sumber: BPS Jawa Tengah 2023 Kedalaman kemiskinan Kabupaten Blora menurun 0,02 point dari tahun 2021, artinya jarak pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan kian mendekati. Upaya Pemerintah Kabupaten Blora dalam pengentasan kemiskinan


II-38 menunjukkan adanya perbaikan kondisi penduduk miskin. Meski demikian, kedalaman kemiskinan Blora di bawah Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2022, Keparahan kemiskinan kabupaten Blora berada di bawah capaian di Provinsi Jawa Tengah. Hasil capaiannya pun menunjukkan peningkatan dibandingkan capaian Tahun 2021 dari 0,40 menjadi 0,42. Kondisi ini menunjukkan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin di Blora melebar. Diperlukan upaya mendorong tumbuhnya itikad berusaha bagi masyarakat miskin guna meningkatkan kesejahteraannya karena semakin tinggi ketimpangan semakin rawan terjadinya gejolak sosial. Oleh karena itu isu kemiskinan merupakan permasalahan multi dimensi, yang diupayakan penanggulangannya secara lintas sektor dan lintas pelaku. Pemerintah baik pusat dan daerah terus berusaha dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat guna penurunan kemiskinan melalui program keluarga harapan, bantuan langsung tunai, program padat karya, bedah rumah tidak layak huni, pemberdayaan pihak swasta dalam membantu penanggulangan kemiskinan baik melalui BAZNAS dan CSR perusahaan serta program 1 (satu) perangkat daerah mendampingi 5 (lima) warga miskin. Pada Tahun 2021 telah launching Sistem Layanan Rujukan Terpadu (SLRT) dan pelaksanaan replikasi program satu perangkat daerah satu desa dampingan. Penurunan kemiskinan ditargetkan sebagai prioritas utama RPJMD Kabupaten Blora 2021-2026. Tabel II.24 di bawah ini menunjukkan jumlah penduduk miskin dan presentase kemiskinan di Kabupaten Blora pada tahun 2018-2022. Tabel II.24 Data Penduduk Miskin Kabupaten Blora 2018-2022 No. Tahun Penduduk Miskin (rb) Persentase Kemiskinan 1 2018 102,5 11,90 2 2019 97,9 11,32 3 2020 103,73 11,96 4 2021 107,05 12,39 5 2022 99,33 11,53 Sumber: RPKD dan BPS, diolah Tren kemiskinan di Kabupaten Blora menunjukkan kondisi positif karena mulai mendekati tren normal sebelum Covid-19. Tahun 2022 baik jumlah penduduk miskin maupun persentase penduduk miskin menunjukkan penurunan yang signifikan jika dibandingkan kondisi tahun 2021.


II-39 Gambar II-16 Data Penduduk Miskin Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 Langkah lebih lanjut yang perlu terus diupayakan adalah melihat lebih dalam lagi persebaran penduduk miskin di Kabupaten Blora guna memetakan intervensi prioritas pada lokasi tersebut. Tabel di bawah ini menunjukkan sebaran penduduk miskin di Kabupaten Blora menurut kecamatan. Tabel II.25 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Blora Menurut Kecamatan tahun 2022 No Kecamatan Penduduk miskin Persentase 1 Jati 25.674 6,88 2 Randublatung 47.832 12,81 3 Kradenan 24.757 6,63 4 Kedungtuban 34.206 9,16 5 Cepu 19.887 5,33 6 Sambong 12.986 3,48 7 Jiken 18.679 5,00 8 Bogorejo 15.023 4,02 9 Jepon 22.633 6,06 10 Blora 17.600 4,71 11 Banjarejo 30.658 8,21 12 Tunjungan 15.430 4,13 13 Japah 12.886 3,45 14 Ngawen 22.925 6,14 15 Kunduran 25.259 6,76 16 Todanan 26.955 7,22 Jumlah 373.390 100 Sumber: Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim 2023 diolah Data di atas menunjukkan kemiskinan tetap menjadi isu strategis untuk diintervensi dalam program pembangunan. Kondisi pandemi yang berdampak panjang terhadap pendapatan, inflasi, dan daya beli pada kelompok masyarakat berpendapatan 40% terendah. Perencanaan program yang berfungsi sebagai jaring pengaman penting untuk dilakukan secara berkesinambungan untuk membentuk resiliensi masyarakat dalam menghadapi krisis. 102,5 97,9 103,73 107,05 99,833 11,9 11,32 11,96 12,39 10,5 11 11,5 12 12,5 90 95 100 105 110 2018 2019 2020 2021 2022 Data Penduduk Miskin Penduduk Miskin Presentase Kemiskinan Linear (Penduduk Miskin)


II-40 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI No. 25 Tahun 2022, Kabupaten Blora ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Prioritas Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Tahun 2023-2024. Kemudian dilanjutkan dengan adanya Surat Edaran Gubernur tentang 17 Kabupaten Prioritas Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Jawa Tengah termasuk Kabupaten Blora. Akhir Tahun 2022 diterbitkan data P3KE (Pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem) oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) yang bersumber dari Pendataan Keluarga BKKBN yang terdiri dari data by name by address warga miskin yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota untuk dilakukan intervensi. Arahan Presiden, perlu kolaborasi antara Pemerintah dan semua Sumber Daya untuk penghapusan kemiskinan ekstrem dengan target 0% pada Tahun 2024. Dari arahan Presiden RI dan Surat Edaran Kemenko PMK, Kabupaten Blora sudah menindaklanjuti dengan membuat surat Edaran kepada semua Perangkat Daerah tentang pemanfaatan data P3KE sebagai acuan dalam pelaksanaan program kegiatan. Surat kepada Camat untuk memerintahan Kepala Desa/ Kepala Kelurahan untuk melakukan verval data P3KE serta memeberikan dukungan anggaran dalam penghapusan kemiskinan ekstrem. Dari data P3KE tersebut kemudian ditetapkan 51 Desa Lokus Prioritas Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Kabupaten Blora. 51 desa tersebut diantaranya :


II-41 Tabel II.26 Lokus Prioritas Penghapusan Kemiskinan Ekstrim di Kabupaten Blora tahun 2024 NO KECAMATAN DESA NO KECAMATAN DESA 1 BANJAREJO BACEM 27 KEDUNGTUBAN KALEN 2 BALONGSARI 28 KEMANTREN 3 KARANGTALUN 29 PULO 4 SENDANGGAYAM 30 TANJUNG 5 SIDOMULYO 31 KRADENAN MEDALEM 6 SUMBERAGUNG 32 MEGERI 7 WONOSEMI 33 MOJOREMBUN 8 BLORA PURWOREJO 34 NGLEBAK 9 BOGOREJO GANDU 35 KUNDURAN BOTORECO 10 JERUK 36 KARANGGENENG 11 JURANGJERO 37 NGAWEN KEDUNGSATRIYAN 12 NGLENGKIR 38 SAMBONGANYAR 13 CEPU CABEAN 39 SUMBEREJO 14 NGLORAM 40 RANDUBLATUNG BODEH 15 JAPAH KALINANAS 41 KADENGAN 16 JATI GEMPOL 42 TANGGEL 17 JEGONG 43 TEMULUS 18 KEPOH 44 TLOGOTUWUNG 19 JEPON BANGSRI 45 SAMBONG GIYANTI 20 PALON 46 LEDOK 21 JIKEN JANJANG 47 SAMBONG 22 KETRINGAN 48 SAMBONGREJO 23 NGLEBUR 49 TEMENGENG 24 KEDUNGTUBAN BAJO 50 TODANAN BEDINGIN 25 GONDEL 51 TUNJUNGAN KEDUNGREJO 26 JIMBUNG Sumber: Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2023 Pemerintah Kabupaten Blora menggerakkan berbagai sumber daya untuk turut dalam penghapusan kemiskinan ekstrem baik, dari APBD dan TJSP/CSR serta sumber dana lainya. Harapanya kebutuhan pelayanan dasar warga miskin ekstrem di 51 desa lokus prioritas penghapusan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Blora bisa dipenuhi dan mencapai target 0% di Tahun 2024. 2.1.2.2 Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia Indeks pembangunan manusia merupakan alat pengukuran kualitas SDM pada suatu wilayah yang diukur melalui tiga sektor: kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Angka harapan hidup (AHH) merupakan gambaran kualitas kesehatan masyarakat. Rerata lama sekolah (RLS) merupakan indikator kualitas pendidikan. Sementara itu, sektor ekonomi dilihat melalui pengeluaran


II-42 perkapita. Berikut ini tabel yang memuat IPM Kabupaten Blora tahun 2018- 2022, serta dipaparkan pula hasil pengukuran IPM pada wilayah Provinsi Jawa Tengah serta IPM Nasional. Tabel II.27 Perkembangan Indikator Pembentuk IPM Kabupaten Blora dengan Kabupaten/Kota sekitarnya di Jawa Tengah Tahun 2018-2022 NO KOMPENEN PEMBENTUK IPM KABUPATEN JATENG NASIONAL KAB. GROBOGAN KAB. BLORA KAB. REMBANG KAB. PATI KAB. KUDUS KAB. JEPARA IPM 2018 69.32 67.95 69.46 70.71 74.68 71.38 71.12 71.39 2019 69.86 68.65 70.15 71.35 74.94 71.88 71.73 71.92 2020 69.87 68.84 70.02 71.77 75.00 71.99 71.87 71.94 2021 70.41 69.37 70.43 72.28 75.16 72.36 72.16 72.29 2022 70,97 69,95 71 73,14 75,89 73,19 72,79 72,91 1 AHH (tahun) No 6 (2021) 2018 74,55 74,12 74,39 75,93 76,47 75,71 74.18 71.20 2019 74,61 74,23 74,43 76,04 76,5 75,74 74.23 71.34 2020 74,75 74,41 74,55 76,22 76,6 75,84 74.37 71.47 2021 74,84 74,51 76,61 76,27 76,68 75,91 74.47 71.57 2022 74,93 74,6 74,68 76,32 76,76 75,97 74,57 71,85 2 Harapan Lama Sekolah (tahun) No 5 (2021) 2018 12,28 12,14 12,05 12,3 13,21 12,71 12.63 12.91 2019 12,29 12,19 12,1 12,41 13,22 12,74 12.68 12.95 2020 12,3 12,2 12,11 12,65 13,23 12,79 12.70 12.98 2021 12,44 12,35 12,12 12,94 13,24 12,76 12.77 13.08 2022 12,45 12,44 12,13 12,95 13,25 12,77 12,81 13,1 3 Rata-rata lama sekolah (tahun) No 6 (2021) 2018 6,67 6,46 6,96 7,18 8,62 7,43 7.35 8.17 2019 6,86 6,58 7,15 7,19 8,68 7,44 7.53 8.34 2020 6,91 6,83 7,16 7,44 8,75 7,68 7.69 8.48 2021 7,11 6,99 7,3 7,48 8,76 7,79 7,75 8,54 2022 7,26 7,01 7,41 7,79 9,06 8,09 7,93 8,69 4. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (000 Rp PPP) No 6 (2021) 2018 10.097 9.385 10.191 10.190 10.979 10.169 2019 10.350 9.795 10.551 10.660 11.318 10.609 11,102 11,299 2020 10.221 9.571 10.328 10.390 11.160 10.343 10,93 11,013 2021 10.294 9.669 10.519 10.506 11.272 10.536 11,034 11,156 2022 10.600 10.067 10.937 10.948 11.609 10.913 11,377 11.479 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022 Kabupaten Blora secara konsisten memperlihatkan kecenderungan peningkatan IPM dalam lima tahun terakhir dengan indeks terbaru di tahun 2022 sebesar 69,95 sebagaimana tampak dalam tabel di atas maupun gambar di bawah. Walaupun terus membaik, indeks Kabupaten Blora masih berada di bawah indeks Jawa Tengah maupun Nasional. Hal ini menunjukkan kualitas dasar SDM masih harus ditingkatkan melalu program-program pada bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.


II-43 Gambar II-17 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Blora, Wilayah Sekitar, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional Tahun 2018-2022 Bila disandingkan dengan wilayah sekitar, capaian IPM Blora masih terendah di kurun waktu 2018-2022. Posisi Kabupaten Blora yang selalu menempati posisi kesejahteraan terendah menjadi pendorong untuk mengembangkan program-program inovatif yang langsung menyasar pada peningkatan angka harapan hidup, rerata lama sekolah, dan pengeluaran keluarga. Angka Harapan Hidup Kabupaten Blora terus meningkat. Pada tahun 2020- 2022, angka harapan hidup Kabupaten Blora berada sedikit di atas rerata Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kesehatan masyarkat Blora secara umum berada pada kualitas kesehatan rata-rata penduduk Jawa Tengah. Intervensi pemerintah pada masa pandemi telah berhasil menjaga kualitas kesehatan masyarakat. Dapat pula dinyatakan bahwa resiliensi masyarakat sepanjang pandemi bernilai baik dan tangguh. Oleh karena itu, intervensi tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi Kabupaten Blora sebagai mitigasi bila pandemi memburuk lagi. Angka Harapan Lama Sekolah di Kabupaten Blora pada lima tahun terakhir mengalami peningkatan dari 12,14 menjadi 12,44. Dari harapan lama sekolah tersebut, Kabupaten Blora memiliki potensi ketersediaan tenaga kerja berkualifikasi baik untuk mendorong pengembangan ekonomi lokal bila angka harapan lama sekolah dilanjutkan dengan rata-rata lama sekolah yang baik pula. Harapan lama sekolah di Kabupaten Blora berada tidak jauh di bawah rerata Provinsi Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan potensi pendidikan masyarakat Kabupaten Blora masih pada rata-rata masyarakat di Jawa Tengah. 67,5268,65 68,84 69,37 69,9571,12 71,73 71,87 72,16 72,79 71,39 71,92 71,94 72,16 72,29 69,46 70,15 70,02 70,43 71,00 70,71 71,35 71,77 72,2873,14 71,38 71,88 71,99 72,3673,1974,58 74,94 75,00 75,16 75,89 2018 2019 2020 2021 2022 Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah Nasional Kabupaten Rembang Kabupaten Pati Kabupaten Jepara


II-44 Namun, pada rerata nasional, perbedaannya cukup signifikan. Kebutuhan untuk terus melakukan sosialisasi pentingnya pendidikan tinggi, baik vokasi maupun non-vokasi untuk dapat menjadi pendorong pengembangan perekonomian ke depannya. Bila dilihat dari Kabupaten-kabupaten lain di sekitar, Kabupaten Blora hanya lebih baik dari Kabupaten Rembang. Pada tahun 2022, Kabupaten Rembang memiliki angka Harapan Lama sekolah sebesar 12,13. Kedua Kabupaten ini ditambah dengan Kabupaten Grobogan menjadi kabupaten-kabupaten yang memiliki angka harapan lama sekolah di bawah rata-rata regional. Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Blora terus meningkat. Pada tahun 2022, rata-rata lama sekolah di Kabupaten Blora adalah 7,01 tahun. Peningkatan yang terus terjadi belum mampu menyamai rerata Provinsi maupun nasional yang terpaut lebih dari 1 tahun. Peningkatan yang terjadi dalam waktu lima tahun menunjukkan bahwa secara rata-rata masyarakat Kabupaten Blora semakin menyadari pentingnya pendidikan dasar. Walaupun demikian, pendidikan dasar 9 tahun belum tercapai secara merata. Guna mendukung pencapaian komponen ini, sektor pendidikan dasar masih menjadi prioritas pembangunan untuk menyiapkan generasi yang tangguh menghadapi perubahan ekonomi pada era digital dan globalisasi. Tren pengeluaran per kapita di Kabupaten Blora selama lima tahun terakhir,menunjukkan peningkatan kecuali pada tahun 2020 saat terjadi krisis akibat pandemi Covid19. Kabupaten Blora pada tahun 2022 memiliki pengeluaran per kapita sebesar 10,01 juta rupiah yang meningkat dari tahun 2021. Namun, peningkatan itu belum berhasil kembali ke angka sebelum pandemi pada tahun 2019 yaitu sebesar 9,8 juta rupiah per kapita per tahun. Bila dibandingkan dengan angka provinsi dan nasional, kenaikan Kabupaten Blora sebesar 98 ribu rupiah masih lebih kecil bila dibandingkan kenaikan pengeluaran per kapita Provinsi Jawa Tengah yang naik 104 ribu rupiah sejak pandemi. Peningkatan pengeluaran rata-rata nasional menunjukkan kenaikan yang lebih besar yaitu 137 ribu rupiah per kapita per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Blora telah berhasil meningkatkan konsumsi pasca pandemi, namun kenaikannya belum sama besar dengan kenaikan ratarata provinsi dan nasional.


II-45 Saat dibandingkan pada skala regional, Kabupaten Blora merupakan kabupaten dengan pengeluaran per kapita terendah. Tabel II.25 di atas menunjukkan bahwa penurunan pengeluaran per kapita Kabupaten Blora akibat pandemi pada tahun 2019-2020 adalah penurunan terbesar kedua pada skala regional. Kabupaten Blora mengalami penurunan sebesar 242 ribu rupiah sementara pada penurunan terendah terjadi di Kabupaten Grobogan yaitu sebesar 129 ribu rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa ketangguhan ekonomi masyarakat Kabupaten Blora dalam menghadapi krisis masih harus ditingkatkan. Prioritasi peningkatan resiliensi masyarakat pada keseluruhan aspek IPM dibutuhkan untuk memperkecil dampak krisis terhadap masyarakat Kabupaten Blora. Terdapat empat komponen yang mempengaruhi nilai IPM. Kabupaten Blora sudah mengupayakan program-program pembangunan holistik dan integratif untuk meningkatkan IPM. Hal ini terbukti dari pencapaian IPM yang terus meningkat dalam periode tahun 2018-2022. Walaupun demikian, dua komponen penyusun IPM belum memenuhi target pada tahun 2022, yaitu Angka Harapan Hidup dan Rata-rata Lama Sekolah. Tabel II.28 Perbandingan Target dan Kinerja IPM Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 KOMPONEN TAHUN TARGET REALISASI KOMPONEN TAHUN TARGET REALISASI IPM 2018 67,34 67,52 Rata-rata lama sekolah (tahun) 2018 6,3 6,46 2019 67,84 68,65 2019 6,4 6,58 2020 68,34 68,84 2020 6,5 6,83 2021 69,04 69,37 2021 6,95 6,99 2022 69,24 69,95 2022 7,07 7,01 AHH (tahun) 2018 73,93 74,12 Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (000 Rp PPP) 2018 9.092 9.385 2019 73,95 74,23 2019 9.223 9.795 2020 73,98 74,41 2020 9.354 9.571 2021 74,52 74,51 2021 9.485 9.669 2022 74,63 74,60 2022 na 10.067 Harapan Lama Sekolah (tahun) 2018 12,25 12,14 2019 12,45 12,19 2020 12,65 12,2 2021 12,25 12,35 2022 12,30 12,44 Sumber: BPS, 2023 2.1.2.2.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Indeks pembangunan gender pada dasarnya merupakan indeks pembangunan manusia yang diberikan atribut gender. Hal ini digunakan untuk menunjukkan ada atau tidaknya perbedaan kualitas hidup antara perempuan dan laki-laki. Tabel di bawah ini menunjukkan IPG Kabupaten Blora, provinsi Jawa Tengah dan Nasional, dan daerah sekitar pada tahun 2018-2022.


II-46 Tabel II.29 Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Blora dan Perbandingan dengan Daerah Sekitar Tahun 2018- 2022 WILAYAH 2018 2019 2020 2021 2022 Nasional 90.99 91.07 91.06 91.27 91.63 Prov. Jawa Tengah 91.95 91.89 92.18 92.48 92.83 Kab. Blora 83.79 83.96 83.88 84.59 84.92 Kab. Grobogan 85.81 85.98 86.14 85.89 86.18 Kab. Rembang 86.49 86.85 87.00 87.32 87.60 Kab. Pati 91.50 91.60 91.50 92.21 92.42 Kab. Kudus 92.89 92.90 92.75 92.96 93.56 Kab. Jepara 90.66 90.91 90.99 91.28 91.44 Sumber: BPS 2023 Bila dilihat dari angka indeks komposit IPG pada lima tahun terakhir, IPG Kabupaten Blora hanya turun pada tahun 2020 saat pandemi Covid19 membawa krisis. Hal ini bersamaan dengan penurunan IPG secara nasional tahun 2020, walaupun penurunan pada indeks nasional lebih kecil daripada penurunan yang terjadi Kabupaten Blora. Gambar II-18 Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Blora, Wilayah Sekitar, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional tahun 2018-2022 Nilai IPG di bawah 100 menunjukkan menunjukkan masih perbedaan kualitas hidup antara kelompok perempuan dan laki-laki. Semakin jauh dari nilai 100 berarti semakin tinggi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan penggunaan manfaat. Komponen IPG adalah pendidikan, kesehatan, dan pengeluaran per kapita. Kabupaten Blora menempati urutan terendah pada skala wilayah. IPG Blora berselisih lebih dari 8 basis poin dengan Kabupaten Kudus yang memiliki IPG tertinggi pada tahun 2022.Di Kabupaten Blora kesenjangan gender masih lebih besar dibandingkan kesenjangan rata-rata di level Provinsi dan level Nasional. 90,99 91,07 91,06 91,27 91,63 91,95 91,89 92,18 92,48 92,83 83,79 83,96 83,88 84,59 84,92 85,81 85,98 86,14 85,89 86,18 86,49 86,85 8787,32 87,6 91,5 91,6 91,592,21 92,42 92,89 92,9 92,75 92,96 93,56 90,66 90,91 90,99 91,28 91,44 2018 2019 2020 2021 2022 Nasional Prov Jateng Kab. Blora Kab. Grobogan Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara


II-47 Hal ini menunjukkan pentingnya intervensi berbasis gender terutama pada akses terhadap pelayanan dasar serta peluang aktivitas produktif pada perencanaan tahun mendatang. Secara persentase peningkatan, Kabupaten Blora justru menempati posisi pertama dalam peningkatan terbesar indeks pemberdayaan gender pada periode 2018-2022 dengan 1.20 basis poin. Peningkatan terbesar IPG dipegang oleh Kabupaten Rembang yang meningkat 1.11 basis poin IPG Blora berselisih hampir 8 basis poin dengan Kabupaten Kudus yang memiliki IPG tertinggi pada tahun 2022. Untuk Kabupaten Blora sendiri, setiap komponen dari IPG menunjukkan peningkatan dari tahun 2018 hingga tahun 2022. Kenaikan setiap komponen juga masih terlihat bahkan pada masa pandemi. Data dari tiap komponen pembentuk IPG disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel II.30 Indeks IPG berdasarkan komponen Kabupaten Blora pada Tahun 2018-2022 Tahun Angka Harapan Hidup Harapan Lama Sekolah Rata-rata Lama Sekolah Pengeluaran per kapita 2018 74,12 12,14 6,46 9,385 2019 74,23 12,19 6,58 9,795 2020 74,41 12,20 6,83 9,571 2021 74,51 12,35 6,99 9,669 2022 74,60 12,44 7,41 10,067 Sumber: BPS Kabupaten Blora 2023 Selain IPG, indikator pembangunan manusia juga dikenal IDG atau Indeks Pembangunan Gender. Indeks Pembangunan Gender dibentuk dari empat aspek yang menunjukkan kontribusi perempuan dalam bidang sosial ekonomi dan politik. Keempat indikator tersebut adalah Persentase Keterlibatan Perempuan dalam Parlemen, Persentase Perempuan sebagai Tenaga Profesional, dan Persentase Sumbangan Pendapatan Perempuan. Tabel II.31 Indeks Pemberdayaan Gender Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Nasional pada Tahun 2018-2022 No Tahun Indeks Pemberdayaan Gender Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah Nasional 1 2018 70,72 74.03 72.10 2 2019 65.59 72.18 75.24 3 2020 64.37 71.73 75.57 4 2021 64.36 71.64 76.23 5 2022 62,64 73,78 76,59 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2023. Berdasarkan tabel di atas, IDG Kabupaten Blora lebih rendah dari rerata provinsi dan nasional dan menunjukkan tren menurun. Kondisi yang


II-48 memerlukan perhatian serius pada upaya pelibatan partisipasi politik dan ekonomi perempyan di Kabupaten Blora. Gambar II-19 Diagram IPG Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Nasional pada Tahun 2018-2022 2.1.2.2.3 Tingkat Pengangguran Terbuka Tenaga kerja menjadi pilar pengungkit pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. Gambaran Tingkat Partisipasi Angkatan kerja di Kabupaten Blora pada tahun 2018-2022 sebagai berikut. Tabel II.32 Tingkat partisipasi Angkatan Kerja Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Daerah Sekitar Tahun 2018-2022 Kabupaten / Kota Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) (Persen) 2018 2019 2020 2021 2022 PROVINSI JAWA TENGAH 68.81 68.85 69.43 69.58 70,84 Kabupaten Grobogan 70.79 69.25 69.77 72.88 72,05 Kabupaten Blora 72.81 68.35 69,05 70.54 75,08 Kabupaten Rembang 67.71 66.26 65.17 70.67 73,98 Kabupaten Pati 66.78 66.08 63.85 68.99 71,52 Kabupaten Kudus 72.37 72.05 74.50 74.77 70,99 Kabupaten Jepara 69.05 68.43 69.92 69.55 69,74 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, 2023. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Kabupaten Blora lebih tinggi dari rerata Provinsi Jawa Tengah. Data ini mengindikasikan potensi sumber daya tenaga kerja untuk produktivitas ekonomi cukup tinggi. Dalam konstelasi regional, TPAK kabupaten Blora berada di urutan tertinggi dengan lonjakan yang cukup drastis dari 70,54 di tahun 2021 menjadi 75,08% di tahun 2022. Capaian ini tentu perlu didalami guna mendapatkan gambaran terinci sektor-sektor apa saja yang mendorongnya sehingga perencanaan ketenagakerjaan dapat difokuskan sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Meskipun demikian tidak semua potensi angkatan kerja ini terserap. Tingkat pengangguran terbuka dapat menunjukkan seberapa besar kegiatan ekonomi produktif di Kabupaten Blora mampu menyerap tenaga kerja lokal. Tabel di 70,72 65,59 64,37 64,36 62,64 74,03 72,1 72,1875,24 71,7375,57 71,6476,23 73,7876,59 0 20 40 60 80 100 2018 2019 2020 2021 2022 Kab. Blora prov. Jateng Nasional


II-49 bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Blora, provinsi Jawa Tengah dan Nasional pada tahun 2018-2021. Gambar II-20 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Blora, Wilayah Sekitar, Provinsi Jawa Tengah, dan Nasional tahun 2018-2022 Dari tahun 2018 -2020 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Blora meningkat, dan kembali turun di tahun 2021 dan 2022. Secara prosentase, TPT di Blora lebih rendah dibandingkan dengan rerata nasional dan provinsi. Sementara itu, untuk perbandingan dengan Kabupaten sekitar, Kabupaten Blora memiliki jumlah pengangguran terbuka yang relatif rendah. Di antara daerah sekitar, Kabupaten Blora berada di peringkat kedua terendah setelah kabupaten Rembang. Secara prosentase, TPT Blora peringkat ketiga di antara daerah sekitar. Kabupaten Blora berada di peringkat ketiga terendah, di atas Kabupaten Grobogan dan Rembang. Tabel II.33 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Nasional pada Tahun 2018-2022 JUMLAH PENGANGGURAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA 2018 2019 2020 2021 2022 2018 2019 2020 2021 2022 Nasional 7,073,385 7,104,424 9,765,750 9,102,050 na 5.34 5,23 7.07 6.49 5,86 Jawa Tengah 815,083 818,276 1,214,342 1,128,223 1,084, 475 4.51 4.44 6.48 5.95 5,57 Blora 15,939 17,795 24,058 18,507 19,243 3.26 3.82 4.89 3.81 3,7 Grobogan 16,534 26,122 33,496 34,317 34,305 2.24 3.54 4.50 4.38 4,4 Rembang 9,598 12,185 15,896 13,293 6,723 2.87 3.60 4.83 3.67 1,76 Pati 23,485 24,312 30,244 31,935 32,27 3.61 3.64 4.74 4.60 4,48 Kudus 15,946 18,72 28,336 19,651 16,072 3.33 3.80 5.53 3.77 3,21 Jepara 24,247 19,239 45,521 29,076 28,683 3.78 2.97 6.70 4.23 4,1 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2023 Angka yang masih di bawah rata-rata wilayah menunjukkan bahwa aktivitas sektor produktif di Kabupaten Blora masih lebih baik dalam menyerap tenaga kerja lokal dibandingkan rata-rata wilayah. Meskipun demikian, tingginya angka pnegangguran di Kabupaten Blora juga mengindikasikan bahwa perkembangan sektor ekonomi dengan laju pertumbuhan produksi tinggi belum sepenuhnya dapat meningkatkan serapan tenaga kerja lokal. Sektor 3,263,824,89 3,81 3,704,51 4,44 6,48 5,95 5,57 5,34 5,23 7,07 6,49 5,86 2,873,60 4,83 3,67 1,76 3,61 3,644,74 4,60 4,48 3,78 2,97 6,70 4,23 4,10 3,333,80 5,53 3,77 3,12 2018 2019 2020 2021 2022 Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah Nasional


II-50 perdagangan dan akomodasi yang potensial berkembang juga belum dapat menekan angka pengangguran terbuka di Kabupaten Blora. Permasalahan pengangguran melekat dengan permasalahan serapan lapangan kerja. Potensi dan permasalahan pada masing-masing sektor produksi dilihat dari ketersediaan tenaga kerja. Hal ini dapat mendukung penyusunan intervensi tenaga kerja, pendidikan dan kegiatan ekonomi untuk dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, peningkatan kapasitas penyerapan lapangan kerja dan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Blora. Tabel di bawah ini menunjukkan persentase angkatan kerja berdasarkan sektor lapangan kerja utama di Kabupaten Blora tahun 2022. Tabel II.34 Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Lapangan Kerja Utama di Kabupaten Blora Tahun 2022 NO LAPANGAN KERJA UTAMA JUMLAH PERSENTASE 1 Pertanian, Kehutanan Perkebunan dan Perikanan 267.015 41,37 2 Industri Pengolahan 72 0,01 3 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan hotel 668 0,10 4 Jasa Kemasyarakatan 5.948 0,92 5 Lainnya 371.671 57,60 TOTAL 645.374 100,00 Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Blora, 2023 Berbagai variabel mempengaruhi tingkat pengangguran. Kabupaten Blora sudah mengupayakan program-program pembangunan holistik dan integratif untuk menurunkan tingkat pengangguran. Hal ini terbukti dari pencapaian TPT yang menunjukkan tren menurun di tahun 2022 dimana lonjakan terjadi tahun 2020 sebagai dampak pandemi Covid-19 untuk kemudian kembali menurun jauh di bawah target yang ditetapkan. Kinerja TPT yang cukup baik ini perlu diwaspadai terkait kondisi ketenagakerjaan masyarakat Kabupaten Blora baik secara posisi di tempat kerja maupun status ketenagakerjaan. Posisi tenaga kerja tingkat rendah cenderung merupakan pekerja dengan penghasilan UMR yang rentan karena seiring perkembangan terlebih jika kemudian berkeluarga dan merupakan pekerja migran dengan tempat tinggal kontrak maka biaya hidup yang kian meningkat tidak cukup untuk mendorong kesejahteraan masyarakat. status pekerja juga perlu menjadi perhatian mengingat pekerja kontrak cenderung lebih mudah kehilangan pekerjaan terlebih dalam kondisi ketidakseimbangan lapangan kerja dengan pencari kerja. Tabel II.35 menunjukkan kinerja TPT di Kabupaten Blora yang terus bernilai baik pada periode 2018-2022.


II-51 Tabel II.35 Perkembangan TPT Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 Tahun Perkembangan 2018 3.26 2019 3.82 2020 4.89 2021 3.81 2022 3,70 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, 2023 2.1.2.2.4 Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Permasalahan Gizi Balita (AKBa) Angka kesakitan dan angka risiko kematian mengindikasikan gangguang kesejahteraan masyarakat. Pemerintah mengupayakan pencegahan dan mitigasi risiko terutama untuk kasus AKI, AKB dan AKBa yang menjadi indikator makro. Tabel II.36 menunjukkan indikator permasalahan kesehatan berupa angka kematian bayi, angka kematian ibu dan balita penderita stunting pada tahun 2018-2022. Tabel II.36 Permasalahan AKI, AKB dan AKBa di Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 TAHUN KEMATIAN IBU KEMATIAN BAYI KEMATIAN BALITA JUMLAH AKI JUMLAH AKB JUMLAH AKBa 2018 13 112,25/100.000 KH 148 13,12/1.000 KH 22 14,6/1.000 KH 2019 11 94,6/100.000 KH 129 12,09/1.000 KH 19 13,2/1.000 KH 2020 10 86,4/100.000 KH 99 11,5/1.000 KH 16 13/1.000 KH 2021 23 210,2/100.000 KH 118 11,12/1.000 KH 18 12,43/1.000 KH 2022 10 96,84/100.000 KH 118 11,43/1.000 KH 21 13,46/1.000 KH Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2023 Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional secara menyeluruh. Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian yang lebih karena mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Makin tinggi angka kematian ibu dan bayi di suatu negara maka dapat dipastikan bahwa derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan karena ibu hamil dan bayi merupakan kelompok rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan, salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan adalah penolong oleh tenaga kesehatan (nakes). Salah satu agenda utama SDGs adalah menurunkan angka kematian ibu dan kematian Balita. Pemeriksaan antenatal yang berkualitas dan teratur selama kehamilan akan menentukan status kesehatan ibu hamil dan bayi yang


II-52 dilahirkan. Upaya penurunan jumlah kematian Ibu dan anak dilakukan melalui intervensi spesifik yang dilakukan saat dan sebelum kelahiran. Kementerian Kesehatan RI menetapkan pemeriksaan ibu hamil atau antenatal care (ANC) dilakukan minimal sebanyak 6 kali selama masa kehamilan sebagai bentuk komitmen untuk penyediaan layanan esensial bagi Ibu hamil. Untuk mendukung aktivitas ini, Kemenkes tengah dalam proses menyediakan USG di Seluruh Provinsi di Indonesia. Sebelumnya pemeriksaan USG hanya dapat dilakukan di RS atau Klinik, saat ini ibu hamil sudah dapat melakukan pemeriksaan di Puskesmas. Angka Kematian Ibu adalah banyaknya perempuan meninggal dari suatu penyebab kematian terkait gangguan kehamilan dan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Adanya kasus kematian ibu menunjukkan perlu adanya program-program yang berkaitan dengan kesehatan ibu hamil seperti gerakan saying ibu, pemberian makanan tambahan ibu hamil, ANC Terpadu yang adekuat, pelayanan kesehatan setelah melahirkan, desa siaga, dan deteksi dini ibu hamil risiko tinggi. AKI, AKB, dan AKBa merupakan indikator utama kesehatan yang terkait langsung menyumbang Indeks Pembangunan Manusia. AKB, dan AKBa di Kabupaten Blora selama periode 2018-2022 menunjukkan tren penurunan. Kematian neonatal atau kematian bayi pada mayoritas kasus berkaitan erat dengan kondisi kesehatan ibu selama masa kehamilan. Oleh karenanya, upaya penanganan AKB dan AKBa seharusnya terintegrasi dengan upaya perbaikan dan penanganan AKI. AKI per 100.000 KH yang justru menunjukkan kenaikan pada Tahun 2021 diduga merupakan dampak lanjutan Covid 19 dimana layanan rumah sakit terbatas karena penuh untuk layanan Covid. Sehingga, kelahiran risiko tinggi diduga tidak terdeteksi karena tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dengan lengkap. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Blora selama enam tahun terakhir cenderung fluktuatif. Pada Tahun 2022 jumlah kematian ibu mengalami penurunan menjadi 10 kasus dibandingkan tahun 2021 jumlah kematian ibu sebesar 23 kasus ( 10 kasus karena penyakit penyerta dan 13 kasus karena Covid-19), pada tahun 2020 jumlah kematian ibu di Kabupaten Blora sebesar 10 kasus (AKI sebesar 86,4). Jumlah kasus kematian Ibu tahun 2020 sejumlah


II-53 10 kasus menurun dari tahun 2019 sejumlah 11 (AKI Sebesar 94,6) dan tahun 2018 yaitu sejumlah 13 kasus (AKI sebesar 115,25). Target penurunan AKI dengan komitmen SDGs yaitu mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2030. Penurunan jumlah kematian ibu di Kabupaten Blora, didukung dengan tersedianya USG untuk Skrining ANC oleh dokter umum di 26 Puskesmas, ketersediaan Dokter Terlatih/Kompeten Skrining ANC dengan USG pada setiap Eks Kawedanan, Pendampingan Dokter SPOG dalam Skrining ANC melalui USG telemedicine, Terpenuhinya 10 USG Untuk Skrining ANC Dokter Umum melalui DAK 2022 dan 26 USG Hibah Kemenkes tahun 2022, cakupan pemeriksaan ibu hamil yang capaiannya sudah memenuhi target dan kualitas ANC terpadu yang makin adekuat. Pengelolaan layanan ANC, Persalinan dan Nifas di puskesmas PONED dan Puskesmas mampu persalinan sudah semakin baik sehingga sangat mendukung meningkatnya derajat kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Akan tetapi pelayanan kesehatan untuk menurunkan jumlah kematian ibu masih perlu ditingkatkan, di antaranya karena masih belum terlaksananya sistem rujukan maternal secara optimal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kasus kematian maternal, mengingat kesiapan Rumah Sakit menerima suatu rujukan merupakan salah satu kunci dalam upaya penyelamatan ibu hamil, bersalin dan ibu nifas yang memerlukan pertolongan segera. Banyaknya kasus penyerta pada kematian ibu menunjukkan bahwa skrining ibu hamil yang telah dilakukan belum sepenuhnya berhasil, pelaksanaan ANC terpadu sangat di butuhkan baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit agar penyakit penyerta bisa ditekan. Faktor mobilitas penduduk dalam hal ini adalah sasaran ibu hamil yang semula sudah tinggal di wilayah suami namun ingin melahirkan dikampung halaman, sehingga karena riwayat kesehatan kehamilan tidak terdeteksi oleh petugas setempat maka penanganan dasar dan rujukan tidak bisa maksimal. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah kematian yang terjadi pada bayiusia 0-11 bulan (termasuk neonatal) di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Untuk memperoleh angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup maka digunakan rumus sebagai berikut : jumlah bayi usia 0-11 bulan yang meninggal di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu dibagi jumlah kelahiran hidup di suatu wilayah dalam kurun waktu yang sama dikali 1.000.


II-54 Jumlah kematian bayi tahun 2020 menurun dari 2019, dari 129 kasus menjadi 99 kasus. Secara Angka Kematian Bayi (AKB), juga sudah mengalami penurunan. Dari 13,12 di tahun 2018 menjadi 11,09 di tahun 2019 dan tahun 2020 turun menjadi 8.55. Pada tahun 2022 jumlah bayi lahir hidup di Kabupaten Blora sebesar 10.326. Jumlah kematian bayi tahun 2021 dan 2022 sama yaitu sebesar 118 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa program-program untuk mengurangi angka kematian bayi senantiasa harus tetap dikedepankan, misalnya program pelayanan kesehatan ibu hamil, program imunisasi, pencegahan penyakit menular pada anak-anak, program ASI Eksklusif, program gizi masyarakat serta pemberian makanan sehat untuk ibu hamil. Penyebab terbesar Kematian Bayi di Kabupaten Blora adalah karena BBLR, Asfiksia dan penyebab lain (aspirasi, Ispa, diare). Upaya yang telah dilakukan untuk menekan angka kematian bayi dimulai dengan pola perbaikan nutrisi pada ibu hamil, peningkatan kualitas pelayanan persalinan dan peningkatan kualitas pelayanan bayi baru lahir. Penurunan jumlah kematian bayi ini didukung oleh semakin meningkatnya kualitas layanan tatalaksana bayi baru lahir, tatalaksana kegawatdaruratan neonatal dan layanan bayi sakit. Untuk sarana dan prasarana masih banyak perlu ditingkatkan. Baik di layanan tingkat dasar maupun tingkat rujukan. Di tingkat layanan dasar saranan prasarana untuk tatalaksana kegawatdaruratan neonatal masih perlu banyak di tingkatkan. Masih ada beberapa puskesmas yang harusnya mampu menangani jenis kegawatdaruratan tertentu sesuai kewenangan, akan tetapi tidak bisa melayani karena keterbatasan alat. Demikian juga di tingkat rujukan. Masih banyak rujukan dari tingkat dasar yang belum bisa terlayani dengan baik ditingkat rujukan karena keterbatasan jumlah ruangan dan alat terstandart yang dimiliki layanan rujukan. Belum semua lini layanan memiliki Sarana dan Prasarana Manajemen Tatalaksana Bayi dan Balita Sakit (MTBS). Sebanyak 70 persen kematian yang terjadi pada ibu dan bayi baru lahir adalah kasus yang dapat dicegah. Pencegahan, antara lain, dapat berupa skrining kesehatan sebelum, selama, dan setelah kehamilan, serta penguatan sistem kesehatan. Angka kematian ibu dan bayi diharapkan turun sesuai target pemerintah. Faktor penyebab kematian ibu, antara lain, standar pelayanan rumah sakit belum optimal dan keterampilan sumber daya manusia kesehatan yang belum memadai. Penyebab lainnya, pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Kendala lain di fasilitas kesehatan yang bisa menyebabkan kematian ibu adalah


II-55 kesiapan logistik, alat kesehatan, sarana, dan prasarana yang belum memadai. Laila menambahkan, 30 persen faktor penyebab kematian ibu adalah keluarga terlambat mencari pertolongan medis. Sama seperti kematian ibu, kematian bayi juga berhubungan dengan tidak optimalnya layanan kesehatan serta keterlambatan masyarakat mencari pertolongan medis. Faktor lain yang menyebabkan kematian bayi adalah berat badan lahir rendah dan asfiksia (kurang oksigen saat lahir). Pencegahan pertama adalah dengan menghindari faktor risiko kematian pada ibu hamil. Ibu yang berisiko dalam kehamilan, antara lain, adalah mereka yang hamil saat berusia di atas 35 tahun, telah hamil lebih dari empat kali, hamil anak kembar, dan yang air ketubannya pecah dini. Faktor risiko lain ialah diabetes, hipertensi, anemia, konsumsi alkohol dan rokok, dan ada riwayat retensi plasenta (plasenta tidak keluar 30 menit setelah melahirkan). Kementerian Kesehatan tengah menggalakkan skrining kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir. Pemeriksaan kehamilan yang sebelumnya empat kali ditambah menjadi enam kali. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) juga bisa diakses di puskesmas. Selain itu, ada program skrining layak hamil bagi calon pengantin dan pasangan berusia subur Pencegahan penting untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Per 2020, AKB Indonesia adalah 16,85 per 1.000 kelahiran hidup. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan AKB turun jadi 16 per 1.000 kelahiran hidup, sementara target pemerintah di 2030 adalah 12 per 1.000 kelahiran hidup.Adapun AKI di Indonesia pada 2020 adalah 189 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah menargetkan angka ini turun jadi 183 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada 2024. Jumlah kematian balita tahun 2019 mengalami peningkatan dari tahun 2018 dari 17 kasus menjadi 24 kasus. Dan ditahun 2020 jumlah kematian balita mengalami penurunan menjadi 16 kasus, tahun 2021 sebesar 18 kasus dan tahun 2022 meningkat menjadi 21 kasus. Secara Angka Kematian Balita (AKABA) mengalami penurunan dari 14,6/1000KH di tahun 2018 menjadi 13,2/1000KH tahun 2019 dan di tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 13/1000KH, tahun 2021 12,43/1000KH dan tahun 2022 meningkat menjadi 13,46/1000KH. AKBA ini masih belum memenuhi target RPJMD yaitu, 12,7 /


II-56 1000 KH. Peningkatan jumlah kematian balita ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sarana dan prasarana masih banyak perlu ditingkatkan baik di layanan tingkat dasar maupun tingkat rujukan. Di tingkat layanan dasar saranan prasarana untuk tatalaksana kegawatdaruratan masih perlu banyak di tingkatkan. Masih ada beberapa puskesmas yang harusnya mampu menangani jenis kegawatdaruratan tertentu sesuai kewenangan, akan tetapi tidak bisa melayani karena keterbatasan alat. Demikian juga di tingkat rujukan. Masih banyak rujukan dari tingkat dasar yang belum bisa terlayani dengan baik di tingkat rujukan karena keterbatasan jumlah alat terstandart yang dimiliki layanan rujukan. Belum semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam layanan kesehatan balita terpapar MTBS.Belum semua lini layanan memiliki Sarana dan Prasarana MTBS. Belum semua balita tercover oleh Kelas Ibu Balita karena keterbatasan anggaran APBD maupun Sumber dana lainnya Perlu peningkatan efektivitas upaya pemerintah yang selama ini sudah dilakukan. Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kasus AKI, AKB dan AKBa yaitu Peningkatan kapasitas petugas pemberi pelayanan (Dokter Umum, Bidan, Perawat) tentang pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal di Puskesmas, Optimalisasi fungsi PONED, Penguatan Koordinasi lintas Program melalui GERDU KIA KB, Penguatan Pelayanan Ibu dan Anak melalui DOKTER SABIAN (Dokter Sayang Ibu dan Anak), Penguatan Audit Maternal Perinatal Surveilans Respon (AMPSR), Penguatan surveilans kesehatan ibu bayi dan balita melalui E-Kohort KIA, Peningkatan kapasitas Kader dalam pendampingan Bayi Balita Berresiko melalui KALIBABAR (Kader Peduli Bayi Balita Beresiko), Peningkatan kapasitas Petugas dalam Srining Bayi dan Balita melaui orientasi SDIDTK dan MTBS, Pemenuhan sarana dan prasara kesehatan guna menunjang penatalaksanaan Pelayanan Skrining maupun Kegawatdaruratan Maternal Neonatal, Pengembangan Telemedicine guna deteksi dini resiko maternal neonatal, Penguatan sistem rujukan maternal neonatal, Penguatan skrining anemia pada remaja putri sebagai calon ibu hamil melalui REMBO SETIA (Remaja Blora Sehat tanpa Anemia), Peningkatan skrining kesehatan remaja melalui Posyandu Remaja, dan Penguatan Puskesmas PKPR dalam meningkatkan derajat kesehatan remaja. 2.1.2.2.5 Permasalahan Gizi Balita Pembangunan Sumber Daya Manusia menjadi fokus Presiden Joko Widodo di periode kedua masa pemerintahannya. Pembangunan SDM erat kaitannya dengan asupan gizi setiap individu Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran


II-57 pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Suatu prasyarat yang menentukan apakah Indonesia dapat memanfaatkan/berpeluang menikmati bonus demografi. Berbagai indikator pembangunan manusia untuk itu telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024. Satu diantaranya adalah penurunan prevalensi stunting menjadi 14% di tahun 2024 dari kondisi 27% di tahun 2019. Indikator dan penetapan target ini selaras dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Berkesinambungan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak di bawah lima tahun/balita. Kementerian Kesehatan akan memfokuskan peningkatan gizi masyarakat dan telah tercantum pada Rencana Strategis (Renstra) Kemenkes 2020-2024. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, kondisi gizi anak telah menunjukkan perbaikan. Pada masalah stunting terjadi penurunan prevalensi pada anak balita dari 37,21% di tahun 2013 menjadi 30,79% tahun 2018. Demikian juga apabila dibandingkan dengan data prevalensi stunting pada balita tahun 2016 (Sirkesnas), yaitu 33,60 persen. Selain itu perbaikan gizi juga tercermin dari penurunan kekurangan gizi (underweight) pada anak balita dari 19,6% pada 2013 menjadi 17,68% pada 2018. Penurunan wasting atau anak balita kurus dari 12,12% pada 2013 menjadi 10,19% tahun 2018. Terkait kegemukan (obesitas) pada anak balita juga mengalami perbaikan yaitu menurun dari 11,90% pada 2013 menjadi 8,04% tahun 2018. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan Tahun 2022 menunjukkan, terdapat empat permasalahan gizi balita di Indonesia. Di antaranya stunting, wasting, underweight, dan overweight. Stunting atau ukuran badan pendek merupakan salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian pemerintah dan publik karena prevalensinya kini masih cukup tinggi, mencapai 21,6% pada 2022. Angka tersebut melebihi ambang batas yang ditetapkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 20%. Hal ini mengindikasikan bahwa stunting di Indonesia masih tergolong kronis. Meski demikian, prevalensi 2022 telah turun 2,8 poin dari 2021 yang sebesar 24,4%.


II-58 Bahkan dibandingkan 2019, prevalensi balita stunting Indonesia telah menurun sebanyak 6,1 poin menjadi 27,7%. Permasalahan gizi lainnya, wasting atau kurus. Menurut SSGI 2022, prevalensi balita wasting di Indonesia naik 0,6 poin dari 7,1% menjadi 7,7% pada tahun lalu. Kemudian, prevalensi balita underweight atau gizi kurang sebesar 17,1% pada 2022 atau naik 0,1 poin dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, prevalensi balita overweight atau kegemukan badan sebesar 3,5% pada 2022 atau turun 0,3 poin dari tahun sebelumnya. Gangguan pertumbuhan pada anak dimulai dengan terjadinya weight faltering atau berat badan tidak naik sesuai standar. Anak-anak yang weight faltering apabila dibiarkan maka bisa menjadi underweight dan berlanjut menjadi wasting. Ketiga kondisi tersebut bila terjadi berkepanjangan maka akan menjadi stunting. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melakukan pemberian makanan tambahan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia. Pemberian makanan tambahan diarahkan untuk beralih dari pemberian makanan tambahan berupa biskuit menjadi makanan lokal. Selain pemberian makanan tambahan dengan makanan lokal, hal yang paling penting adalah pemberian edukasi kepada ibu tentang cara pemberian makanan yang baik untuk anak. Hal tersebut bertujuan untuk mengejar target pemerintah terkait penurunan angka stunting hingga 14% pada 2024. Faktor yang mempengaruhi adanya penurunan stunting antara lain inisiasi menyusui dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, pemberian protein hewani, dan konseling gizi. Pencegahan stunting jauh lebih efektif dibandingkan pengobatan stunting. Kabupaten Blora merupakan salah satu kabupaten locus stunting di Jawa Tengah. Prevalensi stunting di Kabupaten Blora Tahun 2021 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) mengalami penurunan sebesar 10.17% dibandingkan SSGI Tahun 2019 menjadi 21,5%. Hasil SSGI Tahun 2022 prevalensi stunting di Kabupaten Blora sebesar 25,80% naik 4,3% disbandingkan tahun 2021. Prevalensi stunting Kabupaten Blora tahun 2022 masih diatas prevalensi stunting Jawa Tengah (20,80%) dan nasional (21,60%). Gambaran stunting di Kabupaten Blora berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 dan SSGI Tahun 2019, 2021 dan 2022 serta berdasarkan hasil Laporan rutin kinerja gizi (manual), 2018, 2019 dan Aplikasi


II-59 SIGIZI TERPADU (EPPGBM) tahun 2020, 2021 dan 2022 sebagaimana pada gambar berikut: Gambar II-21 Gambaran Balita Stunting Kabupaten Blora berdasarkan Hasil Riskesdas dan SSGI Target prevalensi stunting di Kabupaten Blora pada tahun 2024 sebesar 14% serta mewujudkan Blora Zero New Stunting. Untuk menurunkan angka stunting perlu kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak. Demikian juga berbagai regulasi/kebijakan, inovasi juga dilakukan Pemkab Blora untuk percepatan penurunan angka stunting. Gambar II-22 Gambaran Balita Stunting Kabupaten Blora Hasil Laporan rutin kinerja gizi (manual), 2018, 2019 dan Aplikasi SIGIZI TERPADU (EPPGBM) tahun 2020, 2021 dan 2022 Tahun 2022 Jumlah Balita (S) di Kabupaten Blora sebesar 52.677 balita sendangkan yang datang (D) ke Posyandu sebesar 46.524 balita. Gambaran masalah Gizi di Kabupaten Blora pada tahun 2022 ditinjau dari indikator partisipasi masyarakat (D/S) dalam kunjungan ke posyandu guna memantau pertumbuhan dan perkembangan balita yaitu sebesar 88,24%, sedangkan 30,80 27,70 24,40 21,6031,22 27,68 20,90 20,8032,86 31,67 21,50 25,80 2018 2019 2021 2022 PREVALENSI BALITA STUNTING KABUPATEN BLORA Nasional Jawa Tengah Blora 2,43 2,4 14,96 9,23 7,7 6,94 2018 2019 2020 2021 2022 TW I 2023 Target 2024 : 14%


II-60 cakupan balita yang naik berat badannya (N/D) sebesarr 65,6%. Cakupan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 81,7% , Cakupan Pemberian ASI Eksklusif sebesar 68,2%, cakupan pemberian vitamin A usia 6-11 bulan sebesar 100% dan cakupan pemberian vitamin A untuk usia 12-59 bulan sebesar 100%. Prosentase Balita gizi buruk (BB/TB) di Kabupaten Blora mengalami penurunan dari 0,17% pada tahun 2019 menjadi 0,15% di tahun 2020. Pada tahun 2022 jumlah balita gizi buruk sebanyak 68 balita. Capaian prosentase balita gizi buruk tahun 2019 masih belum memenuhi target RPJMD yaitu 0,11 %. Sedangkan capaian prosentase balita gizi kurang (BB/TB) pada tahun 2019 sebesar 5.1% dan meningkat menjadi 5.5% pada tahun 2020, realisasi capaian ini masih belum memenuhi target RPJMD yaitu 2.4%. Peningkatan prosentase balita gizi buruk dan balita gizi kurang ini disebabkan beberapa factor antara lain partisipasi masyarakat (D/S) dalam kegiatan Posyandu masih belum optimal, Pola asuh ibu yang belum mengarah ke gizi seimbang dan status sosial ekonomi keluarga yang rendah serta masih tingginya ayah/keluarga yang merokok. Pola asuh yang tidak benar oleh orang tua mempunyai dampak yang besar bagi perkembangan gizi dan kesehatan balita, penyakit penyerta, sarana dan prasaranan untuk pemantauan pertumbuhan balita yang sudah sesuai standar, kapasitas petugas (kader/tenaga kesehatan) dalam menggunakan alat untuk memantau pertumbuhan di Posyandu masih kurang. Upaya untuk mencegah dan mengatasi permasalahan gizi di Kabupaten Blora telah banyak dilakukan baik berupa intervensi spesifik maupun intervensi sensitif. Intervensi gizi dilakukan bersama-sama dengan memperbaiki determinan gizi seperti kemiskinan, pendidikan, penyakit infeksi, dan pemberdayaan perempuan. Periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) adalah kesempatan emas untuk melakukan pencegahan kekurangan gizi beserta akibatnya. Sedangkan pencegahan yang bisa dilakukan adalah : - Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya - ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. - Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.


II-61 - Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. - Pemberian Tablet Tambah Darah untuk ibu hamil, catin dan remaja putri - Pemberian obat cacing - Zinc untuk Suplementasi balita stunting - Pendidikan gizi masyarakat - Imunisasi Dasar Lengkap - Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja, Calon Pengantin (catin) - Penigkatan cakupan pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca salin - Optimalisasi pendampingan Keluarga Beresiko Stunting Dalam upaya percepatan penurunan stunting sangat diperlukan kerjasama, kemitraan dan kontribusi dari setiap unsur pemangku kepentingan antara lain perguruan tinggi, akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan mitra pembangunan lain termasuk masyarakat sehingga dapat diperoleh berbagai alternatif solusi dalam menghadapi tantangan; penerapan kearifan dan keunggulan lokal untuk meningkatkan aspek penerimaan masyarakat dan keberlanjutan program. 2.1.3 Aspek Pelayanan Umum Deskripsi capaian kinerja yang disajikan pada bagian ini bertujuan untuk memberikan dasar pertimbangan pemilihan strategi pencapaian target kinerja di tahun 2024, yang fokus untuk mendukung tema “Pembangunan Ekonomi Kerakyatan didukung Sumberdaya Manusia yang Berdaya Saing”. 2.1.3.1 Urusan Pemerintahan Wajib yang Berkaitan dengan Pelayanan Dasar 2.1.3.1.1 Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan terutama pada tujuan pertama, mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dimanapun, dan target 1.4. yang menjamin bahwa semua laki-laki dan perempuan, khususnya masyarakat miskin dan rentan memiliki akses yang sama terhadap pelayanan dasar. Indikator untuk mengukur daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Capaian APK dan APM semua jenjang pendidikan di Kabupaten Blora periode 2018-2022 ditampilkan pada tabel II.37 berikut.


II-62 Tabel II.37 APK dan APM Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 Indikator Tahun 2018 2019 2020 2021 2022 APK SD/MI (%) 110,88 107,2 102,62 106,26 105,21 APK SMP/MTs (%) 100,95 100,71 101,85 98,25 97,95 APM SD/MI (%) 95,73 94,47 95,20 95,44 95,62 APM SMP/MTs (%) 76,16 74,46 80,01 70,87 69,56 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, 2023 Secara umum terjadi fluktuasi APM dan APK baik di tingkat SD/MI maupun tingkat SMP/MTs. Kurun 2020-2022 ada kecenderungan menurun pada level SMP/MTs. Hal ini diduga terkait dengan dampak pandemi, dimana pembelajaran SMP lebih menuntut penggunaan internet, sehingga berkurang angka partisipasinya. Dugaan lain terkait dengan penurunan APM dan APK pada level SMP adalah penerapan sistem zonasi membuat masyarakat yang kurang menyukai sekolah di zonasi terdekat akhirnya memilih sekolah di luar area Blora. Namun, untuk jenjang SD/MI cenderung naik bila dibandingkan dengan tahun 2020-2021. Partisipasi sekolah yang rendah juga dikontribusikan oleh adanya anak putus sekolah. Angka Putus Sekolah SD dan SMP sederajat ditunjukkan pada Tabel II.38 berikut. Tabel II.38 Angka Putus Sekolah (APS) SD Sederajat dan SMP Sederajat Kabupaten Blora Tahun 2018-2021 NO INDIKATOR TAHUN 2018 2019 2020 2021 1 Angka Putus Sekolah (APS) SD Sederajat (%) 0,07 0,02 0,04 0,01 2 Angka Putus Sekolah (APS) SMP Sederajat (%) 0,61 0,11 0,09 0,08 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, 2023 Perbandingan Angka Putus Sekolah jenjang SMP lebih tinggi dibandingkan dengan jenjang SD, bahkan di tahun 2021 lebih tinggi sebesar 8 kali lipat. Meskipun demikian perubahan APS SMP Sederajat dari tahun ke tahun menampakkan penurunan. Hal ini menunjukkan kebijakan penuntasan wajib belajar 9 tahun dari pemerintah kabupaten Blora berhasil, namun masih memerlukan upaya lebih lanjut supaya semakin turun. Data ini juga memberikan petunjuk bahwa masih ada kelompok yang terluput mengambil kemanfaatan program bantuan pendidikan, seperti: bantuan operasional sekolah (BOS), program bantuan siswa miskin, program Kartu Indonesia Pintar. Angka putus sekolah dikontribusikan oleh faktor yang kompleks, antara ain: akses, kemampuan ekonomi keluarga, kultur sosial, dan faktor individu. Menyikapi risiko adanya Angka Putus Sekolah ini, Dinas Pendidikan telah


II-63 melakukan langkah melalui sekolah kesetaraan baik paket A, Paket B maupun paket C, serta mengoptimalkan Lembaga PKBM yang ada di Kecamatan, pada tahun 2022/2023 siswa yang putus sekolah pada jenjang Pendidikan sekolah dasar sejumlah 62 anak, sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama pada tahun 2022/2023 sebanyak 44 anak, jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun ajaran 2021/2022 yang hanya 1 anak. Kecukupan akses pendidikan di Kabupaten Blora tersaji pada Tabel II.39 berikut ini. Tabel II.39 Indikator Kecukupan Akses Pendidikan Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 NO INDIKATOR SAT CAPAIAN 2018 2019 2020 2021 2022 1. Angka Kelulusan (AL) SD/MI % 100 100 100 100 100 2. Angka Kelulusan (AL) SMP/MTs % 100 100 100 100 100 3. Angka Kelulusan (AL) Kejar Paket A/B/C % 100 100 100 100 100 4. Angka melek huruf % 95,79 96 96 97 NA 5. Rasio guru/1.000 murid % 66,46 61,11 61,11 67,59 NA 6. Rasio guru/murid per kelas rata-rata % 78,02 73,77 73,77 79,06 NA 7. Persentase guru yang memenuhi kualifikasi D IV/S1 TK % 57,63 62,00 82 73,55 56,69 SD % 96,10 95,5 92 97,37 98,36 SMP % 96,60 96,5 98 98,76 98,23 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, 2023 Akses pendidikan direpresentasikan pada kehadiran sarana prasarana pendidikan, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia pendidikan, serta kehadiran lembaga pendidikan non formal. Kondisi sarana prasarana pendidikan di kabupaten Blora dapat terlihat dari indikator dari presentasi ruang sekolah dalam kondisi baik sebesar 92,31 % meningkat dari 91.55% untuk ruang sekolah tingkat SD, dan 95,12 % dari sebelumnya 91,66% untuk tingkat SMP dan sederajat. Hal ini akan terus meningkat karena dukungan mandatory spending urusan pendidikan sebesar 20% dari dana APBD. Kehadiran lembaga pendidikan non formal sebagai komponen akses pendidikan diindikasikan dengan jumlah PKBM yang ada yaitu sebanyak 20 unit.


II-64 Kualifikasi guru sesuai standar regulasi yang berlaku sudah baik, yaitu 98,36% untuk SD sedangkan untuk SMP mengalami penurunan dari 98,76% menjadi 98,23%. Adapun pada kategori guru PAUD masih di angka 56,69% menurun jauh dari tahun 2021 sebesar 73.55%. Hal in disebabkan penyelenggara PAUD sebagian besar masih di tingkat komunitas, sehingga masih menghadapi tantangan besar untuk penguatan kapasitasnya. Kualifikasi pada sisi guru bersertifikat juga masih pada capaian yang rendah yaitu 38,08% untuk TK, 45,83% untuk SD dan 58,77% untuk SMP. Adapun berkenaan rasio guru terhadap murid SD/MI/SDLB tahun 2022 sebesar 13,96% sedikit meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 13,95%, sedangkan untuk jenjang SMP/MTs/SMPLB meningkat dari 16,79% tahun 2021 menjadi 17,13%. Perlu dikaji lebih mendalam berkenaan dengan kondisi ini mengingat pendampingan siswa yang lebih intensif oleh guru diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas hasil pembelajaran siswa. Dukungan akses pendidikan kesetaraan memiliki peranan penting dalam upaya menghapuskan angka tidak sekolah sehingga pendidikan diperoleh seluruh masyarakat. keberadaan PKBM menjadi alternatif ruang belajar masyarakat yang karena kondisi menjadikannya tidak dapat menempuh pendidikan formal. Keberadaan PKBM di Kabupaten Blora menunjukkan adanya perkembangan dari sebelumnya sebanyak 17 PKBM menjadi 20 PKBM di tahun 2022. Kualitas penyelenggaraan pendidikan di suatu wilayah juga dapat diindikasikan melalui nilai akreditasi sekolah. Perkembangan akreditasi sekolah di Kabupaten Blora tahun 2019-2022 ditampilkan pada tabel berikut: Tabel II.40 Akreditasi Sekolah SD sederajat dan SMP sederajat di Kabupaten Blora Tahun 2019-2022 NO JENJANG SEKOLAH TAHUN 2019 TAHUN 2020 TAHUN 2021 TAHUN 2022 A B C NON A B C NON A B C NON A B C NON 1 SD 154 390 3 50 101 300 4 na 153 413 3 na 142 407 4 na 2 SMP 46 31 14 3 31 26 13 na 46 31 14 na 45 33 14 Na Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, 2023 Kondisi status akreditasi sekolah di Kabupaten Blora menunjukkan besarnya persentase sekolah dengan akreditasi A dan B yang menunjukkan kualitas yang


II-65 mayoritas sudah baik. Namun, masih ditemui sekolah dengan akreditasi C walaupun hanya sedikit. Hal ini menjadi prioritas pembangunan selanjutnya. Jaminan pemenuhan layanan wajib dasar di bidang pendidikan diindikasikan dengan indikator pemenuhan Standar pelayanan Minimal (SPM). SPM Pendidikan adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar pendidikan yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap Peserta Didik secara minimal. Mutu Pelayanan Dasar merupakan ukuran kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa kebutuhan dasar serta pemenuhannya secara minimal dalam Pelayanan Dasar pendidikan sesuai standar teknis agar hidup secara layak, mencakup: (i) standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; (ii) standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan; dan (iii) tata cara pemenuhan standar. Jenis Pelayanan Dasar pada SPM Pendidikan daerah kabupaten/kota terdiri atas Pendidikan Anak Usia Dini; Pendidikan Dasar; dan Pendidikan Kesetaraan. Selanjutnya untuk capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pendidikan disajikan dalam tabel berikut. Tabel II.41 Capaian Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Tahun 2018-2022 NO JENIS LAYANAN DASAR CAPAIAN SPM (%) 2018 2019 2020 2021 2022 1 Pendidikan PAUD 29,31 56,24 56,24 96,49 93,71 2 Pendidikan Dasar 89,07 91,72 91,71 96,49 95,45 3 Pendidikan Kesetaraan 10,5 10,99 10,99 100 100 Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, 2023 Gambar II-23 Capaian SPM Pendidikan Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kinerja sektor pendidikan pada tingkat PAUD, Dasar dan pendidikan kesetaraan terus 29,31 56,24 56,24 96,49 93,71 89,07 91,72 91,71 96,49 95,45 10,5 10,99 10,99 100 100 2018 2019 2020 2021 2022 Pendidikan PAUD Pendidikan Dasar Pendidikan Kesetaraan


II-66 meningkat pada kurun 2018-2021. Untuk tahun 2022, kinerja tingkat PAUD dan SD sedikit menurun namun masih berada di atas 90%. 2.1.3.1.2 Kesehatan Kondisi kesehatan masyarakat memiliki kepentingan menjadi dasar pengambilan keputusan sebagai variabel determinan terjadinya suatu kondisi. Di sisi lain, kondisi kesehatan juga merupakan dampak kinerja aspek lain dalam pengembangan wilayah. Tingkat kesehatan masyarakat yang baik menjadi pendorong produktivitas masyarakat dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator aspek kesehatan yang digunakan untuk mengukur kinerja bidang kesejahteraan sosial adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBa). Gambaran kondisi AKI, AKB, dan AKBa Kabupaten Blora selama periode 2018-2022 ditampilkan pada tabel berikut: Tabel II.42 Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKBa) di Kabupaten Blora Tahun 2018- 2022 TAHUN KEMATIAN IBU KEMATIAN BAYI KEMATIAN BALITA JUMLAH AKI JUMLAH AKB JUMLAH AKBa 2018 13 112,25/100.000 KH 148 13,12/1.000 KH 22 14,6/1.000 KH 2019 11 94,6/100.000 KH 129 12,09/1.000 KH 19 13,2/1.000 KH 2020 10 86,4/100.000 KH 99 11,5/1.000 KH 16 13/1.000 KH 2021 23 210,2/100.000 KH 118 11,12/1.000 KH 18 12,43/1.000 KH 2022 10 96,84/100.000 KH 118 11,43/1.000 KH 21 13,46/1.000 KH Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2023 AKI, AKB, dan AKBa merupakan indikator utama kesehatan yang terkait langsung menyumbang Indeks Pembangunan Manusia. AKB, dan AKBa di Kabupaten Blora selama periode 2018-2022 menunjukkan tren penurunan. Kematian neonatal atau kematian bayi pada mayoritas kasus berkaitan erat dengan kondisi kesehatan ibu selama masa kehamilan. Oleh karenanya, upaya penanganan AKB dan AKBa seharusnya terintegrasi dengan upaya perbaikan dan penanganan AKI. Tahun 2021 AKI per 100.000 KH yang justru menunjukkan kenaikan diduga merupakan dampak lanjutan Covid 19 dimana layanan rumah sakit terbatas karena penuh untuk layanan Covid. Sehingga, kelahiran risiko tinggi diduga tidak terdeteksi karena tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dengan lengkap. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Blora selama enam tahun terakhir cenderung fluktuatif. Pada Tahun 2022 jumlah kematian ibu mengalami


II-67 penurunan menjadi 10 kasus dibandingkan tahun 2021 jumlah kematian ibu sebesar 23 kasus ( 10 kasus karena penyakit penyerta dan 13 kasus karena Covid-19), pada tahun 2020 jumlah kematian ibu di Kabupaten Blora sebesar 10 kasus (AKI sebesar 86,4). Jumlah kasus kematian Ibu tahun 2020 sejumlah 10 kasus menurun dari tahun 2019 sejumlah 11 (AKI Sebesar 94,6) dan tahun 2018 yaitu sejumlah 13 kasus (AKI sebesar 115,25). Target penurunan AKI dengan komitmen SDGs yaitu mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2030. Penurunan jumlah kematian ibu di Kabupaten Blora, didukung tersedianya USG untuk Skrining ANC oleh dokter umum di 26 Puskesmas, ketersediaan Dokter Terlatih/Kompeten Skrining ANC dengan USG pada setiap Eks Kawedanan, Pendampingan Dokter SPOG dalam Skrining ANC melalui USG telemedicine, terpenuhinya 10 USG untuk Skrining ANC Dokter Umum melalui DAK 2022 dan 26 USG Hibah Kementerian Kesehatan tahun 2022, cakupan pemeriksaan ibu hamil yang capaiannya sudah memenuhi target dan kualitas ANC terpadu yang makin adekuat. Pengelolaan layanan ANC, Persalinan dan Nifas di puskesmas PONED dan Puskesmas mampu persalinan sudah semakin baik sehingga mendukung meningkatnya derajat kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas. Namun, pelayanan kesehatan untuk menurunkan jumlah kematian ibu masih perlu ditingkatkan, di antaranya karena belum terlaksananya sistem rujukan maternal secara optimal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kasus kematian maternal, mengingat kesiapan Rumah Sakit dalam menerima suatu rujukan merupakan salah satu kunci dalam upaya penyelamatan ibu hamil, bersalin dan ibu nifas yang memerlukan pertolongan segera. Banyaknya kasus penyerta pada kematian ibu menunjukkan bahwa skrining ibu hamil yang telah dilakukan belum sepenuhnya berhasil, pelaksanaan ANC terpadu sangat di butuhkan baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit agar penyakit penyerta bisa ditekan. Faktor mobilitas penduduk dalam hal ini adalah sasaran ibu hamil yang semula sudah tinggal di wilayah suami namun ingin melahirkan dikampung halaman, sehingga karena riwayat kesehatan kehamilan tidak terdeteksi oleh petugas setempat maka penanganan dasar dan rujukan tidak bisa maksimal. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah kematian yang terjadi pada bayiusia 0-11 bulan (termasuk neonatal) di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Untuk memperoleh angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup maka digunakan


II-68 rumus sebagai berikut : jumlah bayi usia 0-11 bulan yang meninggal di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu dibagi jumlah kelahiran hidup di suatu wilayah dalam kurun waktu yang sama dikali 1.000. Jumlah kematian bayi tahun 2020 menurun dari 2019, dari 129 kasus menjadi 99 kasus. Secara Angka Kematian Bayi (AKB), juga sudah mengalami penurunan. Dari 13,12 di tahun 2018 menjadi 11,09 di tahun 2019 dan tahun 2020 turun menjadi 8.55. Pada tahun 2022 jumlah bayi lahir hidup di Kabupaten Blora sebesar 10.326. Jumlah kematian bayi tahun 2021 dan 2022 sama yaitu sebesar 118 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa program-program untuk mengurangi angka kematian bayi senantiasa harus tetap dikedepankan, misalnya program pelayanan kesehatan ibu hamil, program imunisasi, pencegahan penyakit menular pada anak-anak, program ASI Eksklusif, program gizi masyarakat serta pemberian makanan sehat untuk ibu hamil. Penyebab terbesar Kematian Bayi di Kabupaten Blora adalah karena BBLR, Asfiksia dan penyebab lain (aspirasi, Ispa, diare). Upaya yang telah dilakukan untuk menekan angka kematian bayi dimulai dengan pola perbaikan nutrisi pada ibu hamil, peningkatan kualitas pelayanan persalinan dan peningkatan kualitas pelayanan bayi baru lahir. Penurunan jumlah kematian bayi ini didukung oleh semakin meningkatnya kualitas layanan tatalaksana bayi baru lahir, tatalaksana kegawatdaruratan neonatal dan layanan bayi sakit. Untuk sarana dan prasarana masih banyak perlu ditingkatkan. Baik di layanan tingkat dasar maupun tingkat rujukan. Di tingkat layanan dasar saranan prasarana untuk tatalaksana kegawatdaruratan neonatal masih perlu banyak di tingkatkan. Masih ada beberapa puskesmas yang harusnya mampu menangani jenis kegawatdaruratan tertentu sesuai kewenangan, akan tetapi tidak bisa melayani karena keterbatasan alat. Demikian juga di tingkat rujukan. Masih banyak rujukan dari tingkat dasar yang belum bisa terlayani dengan baik ditingkat rujukan karena keterbatasan jumlah ruangan dan alat terstandart yang dimiliki layanan rujukan. Belum semua lini layanan memiliki Sarana dan Prasarana Manajemen Tatalaksana Bayi dan Balita Sakit (MTBS). Sebanyak 70 persen kematian yang terjadi pada ibu dan bayi baru lahir adalah kasus yang dapat dicegah. Pencegahan, antara lain, dapat berupa skrining kesehatan sebelum, selama, dan setelah kehamilan, serta penguatan sistem kesehatan. Angka kematian ibu dan bayi diharapkan turun sesuai target


II-69 pemerintah. Faktor penyebab kematian ibu, antara lain, standar pelayanan rumah sakit belum optimal dan keterampilan sumber daya manusia kesehatan yang belum memadai. Penyebab lainnya, pendarahan, infeksi, dan eklampsia. Kendala lain di fasilitas kesehatan yang bisa menyebabkan kematian ibu adalah kesiapan logistik, alat kesehatan, sarana, dan prasarana yang belum memadai. Laila menambahkan, 30 persen faktor penyebab kematian ibu adalah keluarga terlambat mencari pertolongan medis. Sama seperti kematian ibu, kematian bayi juga berhubungan dengan tidak optimalnya layanan kesehatan serta keterlambatan masyarakat mencari pertolongan medis. Faktor lain yang menyebabkan kematian bayi adalah berat badan lahir rendah dan asfiksia (kurang oksigen saat lahir). Pencegahan pertama adalah dengan menghindari faktor risiko kematian pada ibu hamil. Ibu yang berisiko dalam kehamilan, antara lain, adalah mereka yang hamil saat berusia di atas 35 tahun, telah hamil lebih dari empat kali, hamil anak kembar, dan yang air ketubannya pecah dini. Faktor risiko lain ialah diabetes, hipertensi, anemia, konsumsi alkohol dan rokok, dan ada riwayat retensi plasenta (plasenta tidak keluar 30 menit setelah melahirkan). Kementerian Kesehatan tengah menggalakkan skrining kesehatan ibu hamil dan bayi baru lahir. Pemeriksaan kehamilan yang sebelumnya empat kali ditambah menjadi enam kali. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) juga bisa diakses di puskesmas. Selain itu, ada program skrining layak hamil bagi calon pengantin dan pasangan berusia subur Pencegahan penting untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Per 2020, AKB Indonesia adalah 16,85 per 1.000 kelahiran hidup. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 menargetkan AKB turun jadi 16 per 1.000 kelahiran hidup, sementara target pemerintah di 2030 adalah 12 per 1.000 kelahiran hidup.Adapun AKI di Indonesia pada 2020 adalah 189 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah menargetkan angka ini turun jadi 183 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada 2024. Jumlah kematian balita tahun 2019 mengalami peningkatan dari tahun 2018 dari 17 kasus menjadi 24 kasus. Dan ditahun 2020 jumlah kematian balita mengalami penurunan menjadi 16 kasus, tahun 2021 sebesar 18 kasus dan tahun 2022 meningkat menjadi 21 kasus. Secara Angka Kematian Balita


II-70 (AKABA) mengalami penurunan dari 14,6/1000KH di tahun 2018 menjadi 13,2/1000KH tahun 2019 dan di tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 13/1000KH, tahun 2021 12,43/1000KH dan tahun 2022 meningkat menjadi 13,46/1000KH. AKBA ini masih belum memenuhi target RPJMD yaitu, 12,7 / 1000 KH. Peningkatan jumlah kematian balita ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sarana dan prasarana masih banyak perlu ditingkatkan baik di layanan tingkat dasar maupun tingkat rujukan. Di tingkat layanan dasar saranan prasarana untuk tatalaksana kegawatdaruratan masih perlu banyak di tingkatkan. Masih ada beberapa puskesmas yang harusnya mampu menangani jenis kegawatdaruratan tertentu sesuai kewenangan, akan tetapi tidak bisa melayani karena keterbatasan alat. Demikian juga di tingkat rujukan. Masih banyak rujukan dari tingkat dasar yang belum bisa terlayani dengan baik di tingkat rujukan karena keterbatasan jumlah alat terstandart yang dimiliki layanan rujukan. Belum semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam layanan kesehatan balita terpapar MTBS.Belum semua lini layanan memiliki Sarana dan Prasarana MTBS. Belum semua balita tercover oleh Kelas Ibu Balita karena keterbatasan anggaran APBD maupun Sumber dana lainnya AKI, AKB, dan AKBa merupakan indikator utama kesehatan yang terkait langsung menyumbang Indeks Pembangunan Manusia. AKB, dan AKBa di Kabupaten Blora selama periode 2018-2022 menunjukkan tren penurunan. Kondisi masyarakat kabupaten Blora dari indikator kesehatan lainya digambarkan dalam tabel berikut. Tabel II.43 Kondisi Kesehatan di Kabupaten Blora Tahun 2018-2022 NO INDIKATOR SATUAN CAPAIAN 2018 2019 2020 2021 2022 1. Kasus Kematian Bayi KASUS 148 129 99 118 118 2. Kasus Kematian Balita KASUS 17 24 18 13 21 3. Kasus Kematian Ibu KASUS 13 11 10 23 10 4. Jumlah Kematian Neonatal KASUS - - - - 75 5. Jumlah Balita gizi buruk KASUS 52 79 70 73 68 6. Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita. ● Sangat Kurang % 1,52 1,57 1,6 1,38 1,5 ● Kurang % 7,9 8,1 9,3 8,1 11,6 7. Cakupan Balita Gizi Buruk mendapat perawatan % 100 100 100 100 100 8. Prevalensi malnutrisi (berat badan/tinggi badan) anak pada usia 0 - 59 BULAN (%) 0,11 0,17 0,15 0,15 0,14


II-71 NO INDIKATOR SATUAN CAPAIAN 2018 2019 2020 2021 2022 kurang dari 5 tahun, berdasarkan tipe 9. Prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada balita (persen) % 4,2 5,2 5,7 5,9 7,8 10. Jumlah Balita stunting KASUS 3.914 3.833 3.597 4.172 3.581 Jumlah Baduta stunting (0-23 bulan) KASUS 1.154 1.124 855 783 981 Jumlah Balita stunting (24-59 bulan) KASUS 2.760 2.709 3.597 3.389 2.600 11. Prevalensi stunting % 8,3 8,2 14,96 9,23 7,7 Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak di bawah dua tahun/ baduta (0-23 bulan) % 2,43 2,4 1,8 1,64 2,11 Persentase kasus stunting pada Balita (pendek dan sangat pendek) pada anak di bawah lima tahun/ balita (24 - 59 bulan) % 5,82 5,81 5,8 5,27 5,59 12. Persentase Bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif % 68,7 70,3 71,9 75,3 75,3 13. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan % 100 100 98,2 94,3 90,7 14. Cakupan Desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) % 49,9 44,4 100 100 100 15. Jumlah penderita penyakit DBD KASUS 397 331 113 NA 594 16. Jumlah penderita kusta % 9,82 12 12 12 8,73 17. Jumlah penderita filiariasis % 98 82 79 50 0,000017 18. Jumlah kasus HIV/AIDS KASUS 142 232 176 73 213 19. Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam % 100 100 100 0)* TAK 20. Non Polio AFP rate per 100.000 penduduk % 2,83 5,09 3,95 2,8 0,03 21. Persentase pelayanan rujukan kegawat daruratan di puskesmas % 100 100 100 100 100


II-72 NO INDIKATOR SATUAN CAPAIAN 2018 2019 2020 2021 2022 22. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas % 100 100 100 100 NA 23. Persentase puskesmas yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar % 80 80 85 86 NA 24. Persentase kehamilan risiko tinggi yang tertangani % 100 100 100 100 100 25. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani % 100 100 100 100 100 26. Persentase Ibu hamil mendapat 90 tablet besi % 98,7 99,1 98,8 99,4 99,7 27. Prevalensi tuberkulosis (per 100.000 penduduk) ANGKA NA NA NA NA 128 28. Proporsi kasus Tuberkulosis yang berhasil diobati dalam program DOTS (success rate) % NA NA NA NA 86 29. Kejadian malaria per 1000 org ANGKA NA NA NA NA 0,03 30. Jumlah kasus Hipertensi yang tercatat KASUS 30.966 184.889 87.366 230.100 265.146 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, 2023 Dari Tabel II.43 di atas, kasus balita stunting di kabupaten Blora relatif besar dengan kondisi pada tahun 2022 ditemukan 3.581 anak. Stunting termanifestasi pada tinggi dan berat badan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan anak seusianya. Stunting menyebabkan anak rentan mengalami gangguan pada tulang dan mengalami gangguan tumbuh kembang. Menurut World Health Organization, penyebab stunting adalah gizi buruk, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi psikososial. Jika ketiga penyebab tersebut terjadi secara simultan dan terus-menerus pada 1.000 hari pertama hidup bayi, maka akan menyebabkan stunting. Penanganan stunting mencakup aspek kesehatan lainnya, terutama pada perilaku gaya hidup sehat. Langkah pencegahan stunting adalah: (1). Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil; (2) Pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan; (3) Pemberian ASI Eksklusif dengan MPASI sehat; (4) Pemantauan tumbuh kembang anak; (5) Pemeliharaan kebersihan lingkungan.


Click to View FlipBook Version