The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-04-20 20:56:21

The Husband (Kisah Cinta Sejati)

By Dean Koontz

Keywords: Dean Koontz,The Husband (Kisah Cinta Sejati

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

satu barang pun di ruangan ini yang tidak pada tempatnya.
Di atas meja tergeletak ngengat besar yang sudah mati. Itu

adalah seekor “penerbang malam”, abu-abu dengan detail-detail
hitam di sepanjang sayap bersisiknya.

Ngengat tersebut pasti telah masuk ke dalam pada malam
sebelumnya. Holly dan Mitch menghabiskan waktu di beranda, dan
pintunya terbuka saat itu.

Mungkin ngengat itu masih hidup, terlelap. Jika ia menangkup-
kan tangannya pada ngengat tersebut dan membawanya keluar, ia
mungkin akan terbang menuju salah satu sudut langit-langit beran-
da dan menunggu di sana sampai bulan muncul.

Mitch ragu, enggan menyentuh ngengat itu, takut tak ada lagi
denyut yang tertinggal di dalamnya. Saat disentuh ia mungkin akan
mengurai menjadi semacam debu yang lengket, yang terkadang
dilakukan oleh ngengat-ngengat.

Mitch membiarkan sang penerbang malam itu tak tersentuh
karena ia ingin percaya bahwa binatang itu masih hidup.

Pintu penghubung antara ruang makan dan dapur sedikit mem-
buka. Cahaya memancar di baliknya.

Aroma roti bakar masih tertinggal lamat-lamat di udara. Aroma-
nya tercium semakin kuat saat ia mendorong pintu memasuki dapur.

Di sini ia menemukan tanda-tanda perlawanan. Salah satu kursi
makan terbalik. Piring-piring makan yang pecah mengotori lantai.

Dua potong roti yang sudah legam berdiri di dalam alat pe-
manggang. Seseorang telah mencabut stekernya. Mentega dibiarkan
terbuka di atas meja layan, dan melembek seiring bertambah
hangatnya hari.

Para tamu tak diundang itu pasti telah masuk dari bagian depan
rumah, mengagetkan Holly saat ia tengah membuat roti panggang.

Lemari-lemari dapur bercat putih mengkilap. Darah memerciki
sebuah pintu lemari dan dua laci.

/ 41 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Untuk sesaat, Mitch memejamkan mata. Dalam benaknya ia
melihat ngengat tadi menggetarkan sayapnya dan terbang dari atas
meja. Sesuatu juga bergetar di dalam dadanya, dan ia ingin percaya
bahwa sesuatu itu adalah harapan.

Di kulkas yang putih, jejak tangan berdarah seorang perempuan
meneriakkan kekejaman sekeras yang bisa diteriakkan suara mana
pun. Satu lagi jejak tangan utuh dan sebagian yang tercoreng
menggelapkan dua lemari bagian atas.

Darah menodai ubin terakota di lantai. Sepertinya banyak
darah. Sepertinya satu lautan penuh.

Pemandangan itu begitu mengerikan bagi Mitch sampai ia ingin
memejamkan matanya lagi. Namun ia memiliki pemikiran gila
bahwa jika ia menutup matanya dua kali terhadap kenyataan yang
begitu suram ini, ia akan menjadi buta selamanya.

Telepon berdering.

/ 42 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

7

MMITCH TIDAK HARUS MENGINJAK DARAH UNTUK MENCAPAI TELEPON. IA
mengangkat gagang telepon pada deringan ketiga, dan mendengar
suara muramnya sendiri berkata, “Ya?”
“Ini aku, sayang. Mereka sedang mendengarkan.”
“Holly. Apa yang telah mereka lakukan padamu?”
“Aku baik-baik saja,” katanya, dan ia terdengar tegar, tapi tidak
terdengar baik-baik saja.
“Aku sedang berada di dapur,” kata Mitch.
“Aku tahu.”
“Darah ini—“
“Aku tahu. Jangan pikirkan itu sekarang. Mitch, kata mereka kita
punya satu menit untuk bicara, hanya satu menit.”
Mitch menangkap maksud di balik pernyataan itu: Satu menit,
dan mungkin tidak akan pernah lagi.
Kakinya tak sanggup menopang dirinya. Membalikkan sebuah
kursi dari meja makan, dan ambruk ke dalamnya, ia berkata, “Aku
benar-benar minta maaf.”
“Ini bukan salahmu. Jangan salahkan dirimu sendiri.”
“Siapa orang-orang sinting itu, apakah mereka gila atau apa?”
“Mereka orang-orang menyeramkan yang keji, tapi mereka

/ 43 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

tidak gila. Mereka kelihatan… profesional. Aku tidak tahu. Tapi aku
ingin membuatmu berjanji padaku—“

“Aku sedang sekarat di sini.”
“Dengar, sayang. Aku ingin janjimu. Jika sesuatu terjadi
padaku—”
“Tak akan terjadi apa-apa padamu.”
“Jika sesuatu terjadi padaku,” Holly bersikeras, “berjanjilah kau
akan tetap tegar.”
“Aku tidak mau memikirkan itu.”
“Kau harus tetap tegar, sialan. Kau tetap tegar dan meneruskan
hidup.”
“Kau adalah hidupku.”
“Kau tetap tegar, tukang rumput, atau aku akan benar-benar
marah.”
“Aku akan melakukan apa yang mereka inginkan. Aku akan men-
dapatkanmu kembali.”
“Jika kau tidak tetap tegar aku akan menghantuimu, Rafferty. Itu
akan seperti film Poltergeist dipangkat tiga.”
“Ya Tuhan, aku mencintaimu,” kata Mitch.
“Aku tahu. Aku mencintaimu. Aku ingin memelukmu.”
“Aku begitu mencintaimu.”
Ia tidak menjawab.
“Holly?”
Keheningan itu menyetrumnya, membuatnya bangkit dari kursi.
“Holly? Kau dengar aku?”
“Aku mendengarmu, tukang rumput,” kata penculik yang
sebelumnya bicara padanya.
“Kau bajingan.”
“Aku memahami kemarahanmu—”
“Kau sampah.”
“—tapi aku tidak punya banyak kesabaran untuk meng-

/ 44 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

hadapinya.”
“Kalau kau menyakitinya—”
“Aku sudah menyakitinya. Dan jika kau tidak berhasil melakukan

apa yang kusuruh, aku akan menjagal perempuan jalang ini seperti
potongan daging sapi.”

Kesadaran yang mendalam akan ketidakberdayaannya mem-
buat Mitch jatuh terhempas dari kemarahan menuju kerendahan
hati.

“Tolong. Jangan sakiti dia lagi. Jangan.”
“Tenang saja, Rafferty. Kau tenang saja sementara aku jelaskan
beberapa hal.”
“Oke. Baiklah. Aku perlu dijelaskan beberapa hal. Aku ke-
bingungan di sini.”
Lagi-lagi kakinya terasa lemas. Alih-alih duduk di kursi ia me-
nyingkirkan sebuah piring pecah dengan satu kaki dan berlutut di
lantai. Entah kenapa ia merasa lebih nyaman bertumpu pada lutut-
nya ketimbang duduk di kursi.
“Tentang darah itu,” sang penculik berkata. “Aku menamparnya
saat ia berusaha melawan, tapi aku tidak melukainya.”
“Semua darah itu...”
“Itulah yang sedang kukatakan padamu. Kami memasang
turniket di lengannya sampai satu urat nadi menonjol, memasukkan
jarum ke dalamnya, dan mengambil empat botol kecil darah seperti
yang dilakukan doktermu jika kau menjalani pemeriksaan kese-
hatan.”
Mitch menyandarkan keningnya pada pintu oven. Ia meme-
jamkan mata dan berusaha berkonsentrasi.
“Kami mengolesi darah pada tangannya dan membuat jejak-
jejak tangan itu. Memercikkan sedikit di atas meja layan, lemari.
Meneteskannya di lantai. Itu tata panggung, Rafferty. Supaya ter-
lihat seperti ia dibunuh di sana.”

/ 45 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Mitch adalah si kura-kura, baru saja meninggalkan garis awal,
dan laki-laki di telepon ini adalah si kelinci, sudah menyelesaikan
setengah dari maraton. Mitch tidak sanggup mengejar. “Ditata?
Kenapa?”

“Jika kau kehilangan nyali dan melapor ke polisi, mereka tidak
akan percaya cerita tentang penculikan itu. Mereka akan melihat
dapur dan menduga kau membunuhnya.”

“Aku tidak mengatakan apa pun pada mereka tadi.”
“Aku tahu.”
“Apa yang kau lakukan pada pejalan kaki itu—aku tahu kau
nekat. Aku tahu aku tidak bisa main-main denganmu.”
“Ini hanyalah sedikit jaminan ekstra,” kata sang penculik. “Kami
suka jaminan. Ada pisau daging yang menghilang dari rak di dapur-
mu itu.”
Mitch tidak bersusah-susah memastikan kebenaran perkataan
itu.
“Kami membungkusnya dengan salah satu kaos dan sepasang
celana jinsmu. Baju-baju itu ternodai darah Holly.”
Mereka memang benar-benar profesional, seperti dikatakan Holly.
“Bungkusan itu disembunyikan di lingkungan rumahmu,” lanjut
sang penculik. “Kau tidak akan bisa menemukannya dengan mudah,
tapi anjing pelacak polisi akan bisa melakukannya.”
“Aku mengerti.”
“Aku tahu kau akan mengerti. Kau tidak bodoh. Itulah mengapa
kami memberi diri kami begitu banyak jaminan.”
“Apa lagi sekarang? Buatlah aku memahami semua ini.”
“Belum waktunya. Sekarang kau sangat emosional, Mitch. Itu
tidak baik. Saat kau sedang tidak dalam kendali atas emosimu, besar
kemungkinan kau akan melakukan kesalahan.”
“Aku kuat,” Mitch meyakinkannya, meski jantungnya masih
berkecamuk dan darah bergemuruh di telinganya.

/ 46 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Kau tidak punya ruang untuk berbuat kesalahan, Mitch. Tak
satu pun kesalahan. Jadi aku ingin kau tenang dulu, seperti yang
kukatakan tadi. Saat kau sudah menjernihkan kepalamu, kita akan
membicarakan situasi ini. Aku akan meneleponmu jam enam nanti.”

Meski masih berlutut, Mitch membuka mata, memeriksa jam-
nya. “Itu lebih dari dua setengah jam lagi.”

“Kau masih memakai pakaian kerjamu. Kau dekil. Mandilah
dengan air hangat yang enak. Kau akan merasa lebih baik.”

“Kau pasti bercanda.”
“Lagipula kau perlu tampil lebih baik. Mandi, ganti baju, ke-
mudian tinggalkan rumah, pergilah ke suatu tempat, ke mana saja.
Pastikan saja baterai telepon genggammu penuh.”
“Aku lebih suka menunggu di sini.”
“Itu tidak baik, Mitch. Rumahmu dipenuhi kenangan akan
Holly, ke mana pun kau melihat. Sarafmu akan bagai tersayat perih.
Aku butuh kau untuk menjadi lebih tenang.”
“Ya. Baiklah.”
“Satu hal lagi. Aku ingin kau mendengarkan ini…”
Mitch mengira mereka akan memaksa Holly untuk menjerit
kesakitan lagi, untuk menekankan betapa tak berdaya dirinya untuk
melindungi Holly. Mitch berkata, “Jangan.”
Alih-alih Holly, ia mendengar dua suara yang terekam, ter-
dengar jernih dengan suara latar belakang yang mendesis pelan.
Suara pertama adalah suaranya sendiri:
“Saya belum pernah melihat seorang laki-laki dibunuh sebelum-
nya.”
“Kita tidak akan pernah menjadi terbiasa.”
“Saya rasa tidak.”
“Lebih parah jika korbannya adalah perempuan ... seorang
perempuan atau anak-anak.”
Suara kedua adalah milik Detektif Taggart.

/ 47 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Sang penculik berkata, “Jika tadi kau menceritakan semua
padanya, Mitch, Holly sudah akan mati sekarang.”

Pada kaca pintu oven yang gelap dan berasap dilihatnya
bayangan sesosok wajah yang seperti memandanginya dari sebuah
jendela di Neraka.

“Taggart adalah salah satu dari kalian.”
“Mungkin ya. Mungkin tidak. Kau sebaiknya menganggap
semua orang adalah salah satu dari kami, Mitch. Itu akan lebih aman
bagimu, dan jauh lebih aman bagi Holly. Semua orang adalah salah
satu dari kami.”
Mereka telah membangun sebuah kotak di sekelilingnya.
Sekarang mereka tengah meletakkan tutupnya.
“Mitch, aku tidak mau meninggalkanmu dengan kesan yang
begitu gelap. Aku ingin kau merasa tenang tentang sesuatu. Aku
ingin kau tahu kami tidak akan menyentuhnya.”
“Kau memukulnya.”
“Aku akan memukulnya lagi jika ia tidak melakukan apa yang
disuruh. Tapi kami tidak akan menyentuhnya. Kami bukan
pemerkosa, Mitch.”
“Mengapa aku harus memercayaimu?”
“Sudah jelas, aku mengendalikanmu, Mitch. Memanipulasi,
memperdayai. Dan sudah jelas ada banyak hal yang tidak akan
kuberitahu padamu—”
“Kalian pembunuh tapi bukan pemerkosa?”
“Intinya, semua yang telah kukatakan padamu benar. Kau lihat
kembali ke belakang pada hubungan kita, dan kau akan lihat aku
selalu mengatakan yang sebenarnya dan aku memegang janjiku.”
Mitch ingin membunuhnya. Belum pernah sebelumnya ia
merasakan dorongan untuk melakukan kekerasan serius terhadap
manusia lain, tapi ia ingin menghancurkan laki-laki ini.
Ia mencengkeram telepon dengan begitu dahsyatnya sampai

/ 48 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

tangannya terasa nyeri. Ia tidak mampu mengendurkan pegangan-
nya.

“Aku punya banyak pengalaman bekerja melalui orang peng-
ganti, Mitch. Kau adalah sebuah alat bagiku, sebuah alat yang
berharga, sebuah mesin yang peka.”

“Mesin.”
“Bertahanlah denganku sejenak, oke? Adalah hal yang tidak
masuk akal untuk memperlakukan mesin yang berharga dan peka
dengan kasar. Aku tidak akan membeli sebuah Ferrari dan kemudian
tidak pernah mengganti olinya, tidak meminyakinya.”
“Paling tidak aku adalah sebuah Ferrari.”
“Saat aku adalah pengendalimu, Mitch, kau tidak akan ditekan
melewati batas kemampuanmu. Aku akan mengharapkan kinerja
yang sangat bagus dari sebuah Ferrari, tapi aku tidak berharap dapat
mengendarainya melewati tembok batu bata.”
“Aku merasa seperti sudah menabrak tembok.”
“Kau lebih tangguh dari yang kau kira. Tapi demi mendapatkan
kinerja yang terbaik darimu, aku ingin kau tahu kami akan memper-
lakukan Holly dengan hormat. Jika kau melakukan semua yang kami
inginkan, ia akan kembali padamu dalam keadaan hidup … dan tak
tersentuh.”
Holly bukan orang yang lemah. Ia tidak akan mudah di-
hancurkan secara mental oleh penganiayaan fisik. Tapi pemerkosaan
lebih dari sekadar pelanggaran terhadap tubuh. Pemerkosaan
mengoyak-ngoyak pikiran, batin, jiwa.
Penawannya mungkin mengangkat permasalahan tersebut
dengan tujuan tulus untuk meredakan beberapa ketakutan Mitch.
Namun bajingan itu juga telah menyinggungnya sebagai semacam
peringatan.
Mitch berkata, “Aku masih merasa kau belum menjawab
pertanyaannya. Kenapa aku harus percaya padamu?”

/ 49 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Karena kau harus melakukannya.”
Itu kebenaran yang tak terelakkan.
“Kau harus percaya, Mitch. Jika tidak, kau lebih baik meng-
anggap dia sudah mati saja sekarang.”
Sang penculik mengakhiri teleponnya.
Untuk sesaat, rasa ketidakberdayaan Mitch membuatnya tetap
berlutut.
Akhirnya sebuah suara rekaman, suara seorang perempuan de-
ngan nada bicara agak merendahkan dari seorang guru taman
kanak-kanak yang tak sepenuhnya nyaman menghadapi anak-anak,
memintanya meletakkan gagang telepon. Alih-alih melakukan itu,
Mitch menggeletakkannya di lantai, dan suara beep yang tak henti
mendesaknya untuk mengikuti saran sang operator.
Tetap bertumpu pada lututnya, ia menyandarkan kening pada
pintu oven sekali lagi, dan memejamkan matanya.
Pikirannya kalut. Bayangan-bayangan akan Holly, badai ke-
nangan, menyiksanya, terpotong-potong dan berputar, kenangan
indah, manis, namun menyiksa karena mungkin hanya kenangan-
kenangan itulah yang akan pernah ia miliki atas Holly. Ketakutan
dan kemarahan. Penyesalan dan penderitaan. Mitch belum pernah
mengenal kehilangan. Hidupnya tidak mempersiapkan dirinya
untuk kehilangan.
Ia berjuang keras menjernihkan pikiran karena merasa ada se-
suatu yang bisa ia lakukan buat Holly di sini, sekarang ini, jika saja
ia dapat meredakan rasa takutnya dan menenangkan diri, dan
berpikir. Ia tidak harus menunggu perintah dari para penculiknya. Ia
dapat melakukan sesuatu yang penting untuknya sekarang. Ia dapat
mengambil tindakan demi kepentingannya. Ia dapat melakukan
sesuatu untuk Holly.
Terpekur di atas ubin terakota keras itu, kedua lututnya mulai
terasa nyeri. Ketidaknyamanan fisik itu perlahan menjernihkan

/ 50 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

pikirannya. Berbagai pikiran tak lagi menerpanya bagai pecahan
puing-puing, melainkan mengalir layaknya dedaunan yang jatuh
menghanyut di sungai yang tenang.

Ia dapat melakukan sesuatu yang berarti bagi Holly, dan
kesadaran akan sesuatu yang dapat ia lakukan itu berada tepat di
bawah permukaan, mengambang tepat di bawah pantulan dirinya
yang tengah mencari. Lantai yang keras itu tak kenal ampun dan ia
mulai merasa seolah tengah berlutut di atas pecahan kaca. Ia dapat
melakukan sesuatu bagi Holly. Jawabannya luput darinya. Sesuatu.
Lututnya terasa nyeri. Ia berusaha mengacuhkan rasa sakit itu, tapi
kemudian bangkit. Pencerahan yang menanti itu surut.
Dikembalikannya gagang telepon ke tempatnya semula. Ia harus
menunggu telepon berikutnya. Tak pernah sebelumnya ia merasa
begitu tak berguna.

/ 51 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

8

MMESKI MASIH BEBERAPA JAM LAGI TIBANYA, MALAM YANG MENJELANG
menarik setiap bayangan ke arah timur, menjauh dari matahari yang
mengarah ke barat. Bayang-bayang pohon palem ratu membentang
melintasi halaman yang luas.
Bagi Mitch yang tengah berdiri di beranda belakang, tempat ini,
yang sebelumnya merupakan pulau kedamaian, sekarang terasa
dipenuhi ketegangan, sama seperti jaringan kabel yang menopang
sebuah jembatan gantung.
Di ujung halaman, di belakang pagar papan, terdapat sebuah
gang. Di seberang gang itu terletak halaman-halaman dan rumah-
rumah lain. Mungkin seorang pengintai di salah satu jendela tingkat
dua itu tengah mengamati dirinya sekarang dengan menggunakan
teropong berkekuatan tinggi.
Di telepon tadi, ia mengatakan pada Holly bahwa ia sedang
berada di dapur, dan ia berkata aku tahu. Ia hanya bisa tahu karena
para penawannya tahu.
Mobil SUV Cadillac hitam tadi terbukti tidak dipekerjakan oleh
kekuatan jahat, dimaknai berbahaya hanya oleh imajinasinya
sendiri. Tak ada kendaraan lain yang membuntutinya.
Mereka telah menduga ia akan pulang ke rumah, jadi alih-alih

/ 52 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

membuntutinya mereka mengintai rumahnya. Mereka tengah
mengawasinya sekarang.

Salah satu rumah di seberang gang itu mungkin memberikan
posisi pengamatan yang bagus jika sang pengamat dilengkapi
dengan peralatan optik canggih yang memberikan penglihatan yang
sangat dekat dari kejauhan.

Namun kecurigaan Mitch justru jatuh pada sebuah garasi ter-
pisah yang terletak di belakang rumahnya. Bangunan itu dapat
dimasuki baik dari gang maupun dari jalan depan dengan melewati
jalan masuk mobil yang menyusur di sepanjang rumah.

Garasi tersebut, yang menyediakan tempat parkir untuk truk
Mitch dan mobil Honda Holly, memiliki jendela-jendela di lantai
dasar dan loteng tempat penyimpanan. Beberapa jendela tampak
gelap, dan beberapa lagi tersepuh pantulan sinar matahari.

Tak ada jendela yang menyingkap sesosok wajah menakutkan
atau gerakan mencurigakan. Jika seseorang memang sedang meng-
amatinya dari garasi, orang itu tidak akan sembrono. Ia hanya akan
membiarkan dirinya terlihat jika ia memang ingin terlihat dengan
tujuan untuk mengintimidasi.

Dari bunga mawar, bunga ranunculus, bunga corabells, bunga
impatiens, pancaran sinar matahari yang miring memunculkan
warna-warna bercahaya seperti serpihan-serpihan menyala pada
jendela kaca berwarna.

Pisau daging itu, dibungkus dalam baju-baju bernoda darah,
mungkin dikubur di bawah sepetak tanaman bunga.

Dengan menemukan buntelan tersebut, mengambilnya, dan
membersihkan darah yang ada di dapur, ia akan mendapatkan kem-
bali sedikit kendali atas situasi ini. Ia akan mampu bereaksi dengan
lebih luwes dalam menghadapi tantangan yang disodorkan padanya
pada jam-jam mendatang.

Namun jika ia tengah diawasi, para penculik itu tidak akan

/ 53 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

memandang tindakannya dengan ketenangan hati. Mereka telah
memalsukan pembunuhan istrinya untuk menutup ruang lingkup-
nya, untuk menaruhnya di dalam sebuah kotak, dan mereka tidak
akan mau kotak itu dibongkar kembali.

Untuk menghukumnya, mereka akan menyakiti Holly.
Laki-laki di telepon tadi berjanji Holly tidak akan disentuh,
dalam arti diperkosa. Tapi ia tidak memiliki penyesalan telah
memukulnya.
Jika diberi alasan, ia akan memukulnya lagi. Meninjunya. Me-
nyiksanya. Mengenai hal-hal tersebut, sang penculik tidak berjanji.
Untuk mendandani tempat pembunuhan bohongan itu mereka
mengambil darahnya tanpa rasa sakit, menggunakan jarum suntik.
Namun mereka tidak bersumpah untuk menghindarkannya dari
pisau selamanya.
Sebagai perintah dalam realitas ketidakberdayaannya, mereka
mungkin akan melukai Holly. Luka sayatan apa pun yang dialami
Holly akan memutus urat hasratnya untuk melawan.
Mereka tidak akan berani membunuh Holly. Untuk terus me-
ngendalikan Mitch, mereka harus membiarkannya berbicara pada
Holly dari waktu ke waktu.
Namun mereka bisa melukai sampai mencacatinya, kemudian
menyuruhnya menjabarkan proses pencacatan itu pada Mitch
melalui telepon.
Mitch terkejut oleh kemampuannya mengantisipasi perkem-
bangan-perkembangan mengerikan semacam itu. Sampai beberapa
jam yang lalu, ia tidak memiliki pengalaman langsung akan ke-
jahatan dalam bentuk yang begitu murni.
Kegamblangan imajinasinya mengenai hal tersebut memper-
lihatkan bahwa di dalam alam bawah sadarnya, atau pada tingkat
yang lebih dalam dari alam bawah sadarnya, ia tahu bahwa
kejahatan yang nyata menjelajahi dunia, kebencian yang tidak dapat

/ 54 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

disamarkan menjadi abu-abu oleh para psikolog atau analis sosial.
Penculikan Holly telah membangkitkan kesadaran yang telah
ditekan secara sadar keluar dari kegelapan yang keramat, dan men-
jadi tampak.

Bayang-bayang pohon palem ratu, membentang ke arah pagar
halaman belakang, tampak menegang sampai pada titik seperti akan
putus, dan bunga-bunga yang diterangi oleh matahari tampak se-
rapuh kaca. Namun begitu, ketegangan dalam suasana tersebut
makin meningkat.

Baik bayang-bayang yang memanjang maupun bunga-bunga itu
tak akan putus. Apa pun yang ditarik sampai pada titik putusnya,
akan putus di dalam diri Mitch. Dan meski kecemasan memasamkan
lambung dan mencengkeram giginya, ia merasa perubahan yang
akan datang tersebut tidak akan menjadi sesuatu yang buruk.

Di garasi, jendela-jendela gelap dan jendela yang tersiram mata-
hari mencemoohnya. Perabot beranda depan dan perabot beranda
belakang, ditata dengan harapan akan kenikmatan malam-malam
musim panas yang malas, mencemoohnya.

Taman yang subur dan terpangkas indah, tempat ia telah meng-
habiskan waktu berjam-jam, turut mencemoohnya. Semua ke-
indahan yang terlahir dari jerih payahnya itu sekarang terasa remeh,
dan keremehannya itu membuatnya tampak jelek.

Mitch kembali ke rumah dan menutup pintu belakang. Ia tidak
bersusah-susah menguncinya.

Hal terburuk yang mungkin menyerbu rumahnya telah datang
dan pergi. Pelanggaran-pelanggaran lain setelah itu hanya akan
menjadi bumbu pada kengerian yang semula.

Ia berjalan melintasi dapur dan masuk ke dalam sebuah ruangan
sempit yang berfungsi sebagai dua ruangan, yang pertama sebagai
ruang duduk. Ruangan itu berisi satu sofa, dua kursi, dan sebuah
televisi layar besar.

/ 55 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Hari-hari belakangan ini mereka jarang menonton acara apa
pun di televisi. Apa yang disebut orang sebagai televisi realitas men-
dominasi siaran televisi, begitu juga drama mengenai hukum dan
polisi. Namun semuanya membosankan karena tak satu pun
menyerupai kenyataan seperti yang ia ketahui; dan sekarang ia
mengetahuinya bahkan dengan lebih baik lagi.

Pada ujung koridor terletak kamar tidur utama. Ia mengeluarkan
pakaian dalam dan kaos kaki bersih dari laci lemari pakaian.

Untuk sekarang, bagaimanapun mustahil tampaknya setiap
tugas yang remeh dalam situasi seperti ini, ia tidak bisa melakukan
apa pun selain apa yang telah diperintahkan padanya.

Siang tadi terasa hangat; namun malam pada pertengahan bulan
Mei kemungkinan besar akan dingin. Di lemari pakaian ia melepas-
kan sepasang celana jins bersih dan sebuah kemeja flannel dari gan-
tungan pakaian. Digeletakkannya baju-baju itu di atas tempat tidur.

Ia mendapati dirinya berdiri di meja rias kecil milik Holly, tem-
pat sehari-hari ia duduk di atas kursi berumbai untuk menyisir
rambutnya, memakai riasan wajah, memulaskan lipstik.

Secara tidak sadar, ia memungut cermin tangan kepunyaan
Holly. Ia memandang ke dalamnya, seolah berharap, lewat berkah
yang akan meramalkan masa depan, dapat melihat wajah cantik
dan senyum Holly. Sosok wajahnya sendiri tidak membangkitkan
perenungan.

Mitch bercukur, mandi, dan berpakaian untuk menghadapi
cobaan berat yang akan datang.

Ia sama sekali tidak tahu apa yang mereka harapkan darinya,
bagaimana mungkin ia dapat mengumpulkan dua juta dolar untuk
menebus istrinya. Tetapi ia tidak berusaha untuk membayangkan
berbagai skenario yang mungkin. Seorang laki-laki yang tengah
berdiri di sebuah birai tinggi dianjurkan untuk tidak menghabiskan
banyak waktu mempelajari jarak terjun yang jauh.

/ 56 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

Saat ia duduk di pinggir tempat tidur dan baru saja selesai
mengikat tali sepatu, bel pintu berbunyi.

Sang penculik berkata ia akan menelepon pada pukul enam,
bukan berkunjung ke rumah. Lagipula, jam di samping tempat tidur
menunjukkan pukul 4:15.

Tidak membukakan pintu bukanlah sebuah pilihan. Ia harus
bersikap tanggap bagaimanapun caranya penculik Holly memilih
untuk menghubunginya.

Jika sang tamu tidak ada hubungannya sama sekali dengan pen-
culikan Holly, Mitch tetap harus membukakan pintu untuk menun-
jukkan suasana yang wajar.

Keberadaan truknya di jalan masuk mobil menandakan ia ada
di rumah. Seorang tetangga, jika tidak mendapatkan reaksi atas bel
yang ia bunyikan, mungkin akan berjalan mengitari rumah ke bagian
belakang untuk mengetuk pintu dapur.

Jendela berkaca enam di pintu itu akan memberikan peng-
lihatan yang jelas terhadap lantai dapur yang berserakan piring
pecah, jejak tangan berdarah di lemari dan kulkas.

Ia seharusnya menutup kerainya tadi.
Mitch meninggalkan kamar tidur, menyusuri aula, dan menye-
berangi ruang tamu sebelum sang tamu sempat membunyikan bel
untuk kedua kalinya.
Pintu depan tidak berjendela. Ia membukanya dan mendapati
Detektif Taggart di beranda.

/ 57 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

9

SSOROT MATA BELALANG DARI KEDUA LENSA BERKACA ITU MENOHOK MITCH
dan menahan suaranya di tenggorokan.
“Saya suka lingkungan-lingkungan lama semacam ini,” kata
Taggart, mengedarkan pandangannya ke seluruh beranda depan.
“Seperti inilah California bagian selatan terlihat pada masa-masa
jayanya, sebelum mereka menebang semua rumpun tanaman jeruk
dan membangun wilayah tandus berisi rumah-rumah berplester.”
Mitch menemukan suara yang terdengar nyaris seperti suaranya
sendiri, meski lebih lirih: “Anda tinggal di sekitar sini, Letnan?”
“Tidak, saya tinggal di salah satu wilayah tandus itu. Itu lebih
praktis. Tapi saya kebetulan berada di lingkungan Anda ini.”
Taggart bukanlah seorang laki-laki yang kebetulan saja berada di
mana pun. Jika ia pernah sekalipun berjalan dalam tidurnya, saat
itupun ia akan memiliki sebuah maksud, sebuah rencana, dan
sebuah tujuan.
“Sesuatu telah terjadi, Tuan Rafferty. Dan berhubung saya ada di
dekat sini, rasanya berkunjung sama mudahnya dengan menelepon.
Anda bisa meluangkan waktu beberapa menit?”
Jika Taggart bukan salah satu dari penculik itu, jika percakapan-
nya dengan Mitch telah direkam tanpa sepengetahuannya,

/ 58 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

membiarkannya melangkah melintasi ambang pintu akan menjadi
tindakan yang sembrono. Di dalam rumah mungil ini, ruang tamu,
yang merupakan gambaran ketenteraman, dan dapur, yang ter-
coreng oleh bukti-bukti memberatkan, hanya beberapa langkah saja
jauhnya.

“Tentu,” kata Mitch. “Tapi istri saya pulang ke rumah dengan
migren. Ia sedang tiduran.”

Jika sang detektif adalah salah satu dari mereka, jika ia tahu
Holly sedang disandera di tempat lain, ia tidak memperlihatkan
pengetahuannya itu lewat perubahan apa pun pada ekspresi wajah-
nya.

“Bagaimana kalau kita duduk di beranda depan sini,” kata
Mitch.

“Anda menatanya dengan sangat bagus.”
Mitch menutup pintu di belakangnya, dan mereka duduk di
kursi-kursi rotan putih itu.
Taggart membawa selembar amplop putih berukuran sembilan
kali dua belas. Diletakkannya amplop itu di atas pangkuannya,
dalam keadaan tertutup.
“Kami punya beranda seperti ini saat saya masih kecil,” katanya.
“Kami biasa menonton lalu lintas yang lewat, hanya sekadar
menontonnya saja.”
Ia melepas kaca mata hitamnya dan menjejalkannya ke dalam
saku kemeja. Tatapannya sama tajamnya dengan sebuah bor motor.
“Apakah Nyonya Rafferty minum ergotamine?”
“Minum apa?”
“Ergotamine. Untuk migrennya.”
Mitch tidak punya bayangan sama sekali apakah ergotamine
obat sungguhan atau sebuah kata yang diciptakan sang detektif saat
itu juga. “Tidak. Ia mengatasinya dengan aspirin.”
“Seberapa sering ia mengalami migren?”

/ 59 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Dua atau tiga kali setahun,” Mitch berbohong. Holly belum
pernah mengalami migren. Ia jarang menderita sakit kepala jenis
apa pun.

Seekor ngengat abu-abu-hitam bertengger di tiang beranda
sebelah kanan tangga, seekor penerbang malam yang tengah ter-
lelap di tempat teduh sampai matahari tenggelam.

“Saya menderita migren mata,” kata Taggart. “Sifatnya benar-
benar visual. Saya melihat cahaya berkilau dan titik buta temporer
selama sekitar dua puluh menit, tapi tidak terasa sakit.”

“Jika kita harus mengalami migren, tampaknya itu adalah jenis
yang paling enak.”

“Dokter mungkin tidak akan meresepkan ergotamine sebelum ia
mengalami migren selama satu bulan.”

“Migrennya hanya dua kali setahun. Tiga kali,” kata Mitch.
Mitch berharap ia menggunakan kebohongan yang berbeda.
Kenyataan bahwa Taggart punya pengalaman pribadi tentang
migren merupakan nasib sial.
Obrolan basa-basi ini membuat Mitch limbung. Bagi telinganya
sendiri, ia terdengar waspada, tegang.
Tentu saja, tak diragukan lagi Taggart sudah sejak lama terbiasa
dengan orang-orang yang bersikap waspada dan tegang terhadap
dirinya, bahkan orang-orang tak bersalah, bahkan ibunya sendiri.
Sejak tadi Mitch menghindari tatapan sang detektif. Dengan
susah payah ia kembali membuat kontak mata.
“Kami berhasil menemukan AVID anjing itu,” kata Taggart.
“Menemukan apa?”
“American Veterinary Identification Device (Alat Identifikasi
Kehewanan Amerika). Identitas mikrochip yang saya singgung
sebelumnya itu.”
“Oh. Ya.”
Sebelum Mitch sadar perasaan bersalahnya telah menyabot

/ 60 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

dirinya lagi, tatapannya beralih dari Taggart untuk mengikuti sebuah
mobil yang lewat di jalan.

“Mereka menyuntikkannya ke dalam otot di antara kedua bahu
anjing,” kata Taggart. “Alat itu sangat kecil. Hewan itu tidak
merasakannya. Kami memindai anjing retriever itu dan mendapat-
kan nomor AVID-nya. Ia berasal dari sebuah rumah yang terletak
satu blok ke arah timur, dua blok ke arah utara dari lokasi pe-
nembakan. Nama pemilik anjing itu adalah Okadan.”

“Bobby Okadan? Saya mengerjakan tamannya.”
“Ya, saya tahu.”
“Laki-laki yang terbunuh itu—itu bukan Tuan Okadan.”
“Memang bukan.”
“Siapa dia? Seorang anggota keluarganya, seorang teman?”
Menghindari pertanyaan itu, Taggart berkata, “Saya terkejut
Anda tidak mengenali anjing itu.”
“Anjing golden mirip satu sama lain.”
“Tidak juga. Mereka individu yang berbeda.”
“Mishiki,” Mitch teringat.
“Itulah nama anjingnya,” Taggart membenarkan.
“Kami mengerjakan tamannya setiap hari Selasa, dan pembantu
rumah tangganya memastikan Mishiki tetap berada di dalam rumah
selama kami ada di sana, agar tidak mengganggu kami. Seringnya,
saya melihat anjing itu melalui pintu beranda belakang.”
“Rupanya Mishiki dicuri dari halaman belakang rumah keluarga
Okadan pagi tadi, kemungkinan sekitar pukul setengah dua belas.
Tali pengikat dan ban leher pada anjing itu bukan milik keluarga
Okadan.”
“Maksud Anda … anjing itu dicuri oleh laki-laki yang di-
tembak?”
“Tampaknya begitu.”
Pengungkapan informasi tersebut membalikkan masalah Mitch

/ 61 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

dengan kontak mata. Sekarang ia tak dapat mengalihkan pandang-
annya dari sang detektif.

Taggart tidak datang kesini semata-mata untuk berbagi segelintir
fakta yang membingungkan tentang kasus. Tampaknya perkem-
bangan tersebut memicu sebuah pertanyaan di dalam benak sang
detektif, tentang sesuatu yang dikatakan Mitch sebelumnya—atau
sesuatu yang tidak dikatakan oleh Mitch.

Dari dalam rumah terdengar deringan telepon yang teredam.
Para penculik seharusnya tidak menelepon sebelum jam enam.
Namun jika mereka menelepon lebih awal dan tidak dapat
menghubunginya, mereka mungkin akan marah.
Selagi Mitch baru saja akan bangkit dari kursinya, Taggart
berkata, “Saya lebih suka jika Anda tidak menjawab telepon itu.
Kemungkinan itu Tuan Barnes.”
“Iggy?”
“Saya dan dia berbicara setengah jam yang lalu. Saya meminta-
nya untuk tidak menelepon ke sini sebelum saya punya kesempatan
untuk bicara dengan Anda. Ia mungkin bergulat dengan hati
nuraninya sejak itu, dan akhirnya nuraninya menang. Atau kalah,
tergantung dari sudut pandang mana Anda melihatnya.”
Tetap tinggal di kursinya, Mitch berkata, “Tentang apa semua
ini?”
Mengabaikan pertanyaan itu dan kembali ke topik pembicara-
annya, Taggart berkata, “Menurut Anda seberapa sering anjing
dicuri, Tuan Rafferty?”
“Saya sama sekali tidak pernah berpikir bahwa anjing dicuri.”
“Itu bisa dimengerti. Mereka tidak dicuri sesering mobil.”
Senyumnya tidak menular. “Kita tidak bisa membongkar seekor
anjing untuk mendapatkan onderdilnya seperti yang bisa kita
lakukan pada sebuah mobil Porsche. Tapi kenyataannya anjing-
anjing dicuri dari waktu ke waktu.”

/ 62 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Jika Anda bilang begitu.”
“Anjing yang berketurunan asli bisa bernilai ribuan dolar. Sering
juga terjadi, sang pencuri tidak berniat untuk menjual binatang itu.
Ia hanya menginginkan seekor anjing bagus untuk dimilikinya
sendiri, tanpa harus membayar.”
Kendati Taggart berhenti bicara sejenak, Mitch tidak me-
ngatakan apa pun. Ia ingin mempercepat percakapan ini. Ia tak
sabar untuk tahu apa maksudnya. Semua pembicaraan mengenai
anjing ini memiliki tujuan.
“Jenis-jenis anjing tertentu lebih sering dicuri ketimbang jenis
lainnya karena mereka dikenal bersahabat, sangat kecil kemung-
kinannya untuk melawan sang pencuri. Anjing jenis golden retriev-
er salah satu jenis yang paling ramah dan tidak agresif di antara
semua jenis yang populer.”
Sang detektif merendahkan kepala, menurunkan tatapan
matanya, duduk tenang selama beberapa saat, seolah tengah
menimbang-nimbang apa yang ingin ia katakan berikutnya.
Mitch tidak percaya Taggart butuh untuk menata pikiran-
pikirannya. Pikiran orang ini diatur dengan sama cermatnya seperti
pakaian-pakaian dalam lemari seorang penderita gangguan obsesif
kompulsif.
“Anjing-anjing seringkali dicuri dari mobil yang sedang diparkir,”
Taggart melanjutkan. “Orang-orang meninggalkan anjing mereka
sendirian, pintu mobilnya tak terkunci. Saat mereka kembali ke
mobil, Fido sudah menghilang, dan seseorang telah mengganti
namanya menjadi Duke.”
Sadar bahwa ia mencengkeram tangan kursi rotan seolah ter-
belenggu pada kursi panas dan menanti sang algojo untuk meng-
eksekusinya, Mitch berusaha keras untuk tampak santai.
“Atau sang pemilik mengikat anjingnya ke sebuah tiang parkir di
luar toko. Sang pencuri melepaskan ikatannya dan mengeluyur pergi

/ 63 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

bersama sahabat baru.”
Diam sejenak. Mitch bertahan.
Dengan kepala masih tertunduk, Letnan Taggart berkata, “Jarang

terjadi, Tuan Rafferty, seekor anjing dicuri dari halaman belakang
pemiliknya pada suatu pagi musim semi yang cerah. Apa pun yang
jarang terjadi, apa pun yang tidak wajar membuat saya curiga.
Keanehan gamblang macam apa pun benar-benar membuat saya
penasaran.”

Mitch mengangkat satu tangan ke belakang leher dan memijat
otot-ototnya karena itu tampaknya sesuatu yang mungkin akan di-
lakukan seorang laki-laki yang tenang. Seorang laki-laki yang tenang
dan tak memiliki kekhawatiran apa pun.

“Adalah hal yang aneh bagi seorang pencuri untuk masuk ke
lingkungan perumahan seperti itu dengan berjalan kaki dan kemudi-
an mengeluyur pergi dengan seekor binatang peliharaan curian.
Aneh jika ia tidak membawa identitas apa pun. Lebih dari sekadar
aneh, luar biasa, bahwa ia ditembak sampai mati tiga blok kemudi-
an. Dan adalah hal yang aneh, Tuan Rafferty, bahwa Anda, saksi
utama kejadian itu, mengenalnya.”

“Tapi saya tidak mengenalnya.”
“Pada suatu waktu,” Taggart bersikeras, “Anda pernah
mengenalnya dengan cukup baik.”

/ 64 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

10

PPLAFON PUTIH, LANGKAN PUTIH, PAPAN LANTAI PUTIH, KURSI ROTAN PUTIH,
dengan aksen ngengat abu-abu-hitam: semua tentang beranda itu
akrab, terbuka dan berangin, namun sekarang tampak gelap bagi
Mitch, dan asing.
Dengan tatapan masih tertuju ke bawah, Taggart berkata, “Salah
seorang polisi preman di tempat kejadian akhirnya melihat si korban
dengan lebih seksama dan mengenalinya.”
“Preman?”
“Salah seorang petugas yang tidak berseragam. Katanya ia
menahan orang itu dengan tuduhan kepemilikan obat-obatan ter-
larang setelah menghentikannya karena pelanggaran lalu lintas dua
tahun silam. Orang itu tidak pernah masuk penjara, tapi sidik jarinya
ada di sistem kami, jadi kami bisa mencocokkannya dengan cepat.
Tuan Barnes berkata Anda dan dia pergi ke Sekolah Menengah Atas
yang sama dengan si korban.”
Mitch berharap sang detektif mau menatapnya. Orang yang
intuitif dan tajam seperti dirinya akan mengenali keterkejutan tulen
jika ia melihatnya.
“Namanya Jason Osteen.”
“Saya tidak saja pernah pergi bersekolah dengannya,” kata

/ 65 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Mitch. “Jason dan saya adalah teman satu kamar selama satu
tahun.”

Akhirnya membuat kontak mata kembali, Taggart berkata, “Saya
tahu.”

“Iggy pasti memberitahu Anda.”
“Ya.”
Ingin sekali terbuka, Mitch berkata, “Setelah lulus Sekolah
Menengah Atas, saya tinggal bersama orangtua saya selama satu
tahun sambil mengikuti beberapa kursus—“
“Hortikultura.”
“Benar. Kemudian saya mendapat pekerjaan di sebuah per-
usahaan pertamanan, dan saya pindah dari rumah. Saya ingin punya
apartemen sendiri. Saya tidak mampu menyewa satu apartemen
sendirian, jadi Jason dan saya berbagi uang sewanya selama satu
tahun.”
Sang detektif menundukkan kepalanya lagi, dengan pose me-
renung itu, seolah bagian dari strateginya adalah untuk memaksakan
kontak mata jika itu membuat Mitch tidak nyaman dan menghindari
kontak mata jika Mitch menginginkannya.
“Bukan Jason yang mati di trotoar,” kata Mitch.
Membuka amplop putih yang sedari tadi ada di pangkuannya,
Taggart berkata, “Di samping identifikasi oleh seorang petugas dan
kecocokan sidik jari, saya mendapatkan identifikasi positif dari Tuan
Barnes berdasarkan ini.”
Ia mengeluarkan secarik foto ukuran delapan kali sepuluh dari
amplop itu dan menyerahkannya pada Mitch.
Seorang fotografer kepolisian telah mengubah posisi mayat itu
untuk mendapatkan gambar yang memperlihatkan lebih dari tiga
perempat wajahnya. Kepalanya dimiringkan ke kiri cukup jauh
untuk menutupi bagian luka yang paling parah.
Bagian-bagian wajahnya sedikit berubah bentuk akibat

/ 66 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

masuknya peluru berkecepatan tinggi melalui pelipis, melewati
kepala, dan keluar kembali lewat pelipis satunya. Mata sebelah
kirinya terpejam, sedang yang kanan membuka lebar dalam tatapan
raksasa mata satu yang terkejut.

“Bisa jadi itu Jason,” kata Mitch.
“Itu memang dia.”
“Di lokasi kejadian, saya hanya melihat satu sisi wajahnya. Sisi
yang sebelah kanan, yang paling parah, dengan luka tempat peluru-
nya keluar.”
“Dan Anda mungkin tidak melihat terlalu dekat.”
“Tidak. Begitu saya lihat ia pasti sudah mati, saya tidak ingin
melihat terlalu dekat.”
“Dan ada darah di wajahnya,” kata Taggart. “Kami menyekanya
sebelum foto ini diambil.”
“Darah, isi kepala, itulah kenapa saya tidak melihat terlalu
dekat.”
Mitch tidak dapat mengalihkan pandangannya dari foto itu. Ia
merasa foto itu memiliki nilai peramalan. Suatu hari nanti akan ada
sebuah foto seperti ini dari wajahnya. Mereka akan memperlihat-
kannya pada orangtuanya: Apakah ini anak Anda, Tuan dan
Nyonya Rafferty?
“Ini Jason. Saya sudah tidak bertemu dengannya selama de-
lapan tahun, mungkin sembilan.”
“Anda tinggal bersamanya saat Anda—apa?—delapan belas
tahun?”
“Delapan belas, sembilan belas. Hanya selama satu tahun.”
“Sekitar sepuluh tahun yang lalu.”
“Belum genap sepuluh tahun.”
Jason selalu pura-pura menampilkan sikap yang tenang, begitu
tenang sampai ia seperti telah memoles otaknya, tapi pada saat
yang sama ia tampak mengetahui semua rahasia alam semesta ini.

/ 67 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Peselancar lain memanggilnya Breezer, dan mengaguminya, bahkan
iri padanya. Tak satu hal pun pernah membuat Jason bingung atau
kaget.

Ia tampak kaget sekarang. Satu mata terbelalak, mulut terbuka.
Ia tampak terguncang.

“Kalian pergi bersekolah berdua, kalian tinggal bersama.
Kenapa kalian tidak tetap saling kontak?”

Saat Mitch tengah terpaku pada foto itu, Taggart memandangi-
nya dengan seksama. Tatapannya mengandung ketajaman sebuah
bor paku.

“Kami punya … pemikiran yang berbeda mengenai berbagai
hal,” kata Mitch.

“Itu kan bukan pernikahan. Kalian hanya teman sekamar. Kalian
tidak harus menginginkan hal yang sama.”

“Kami menginginkan beberapa hal yang sama, namun memiliki
pemikiran yang berbeda mengenai bagaimana cara mendapatkan-
nya.”

“Jason ingin mendapatkan semuanya dengan cara yang
mudah,” tebak Taggart.

“Saya merasa ia akan mendapat masalah besar, dan saya tidak
ingin ambil bagian di dalamnya.”

“Anda orang yang lurus, Anda melakukan apa yang dianggap
benar,” kata Taggart.

“Saya tidak lebih baik dari orang lain, lebih buruk daripada
beberapa orang, tapi saya tidak mencuri.”

“Kami belum tahu banyak tentang dirinya, tapi kami tahu ia
menyewa sebuah rumah di Huntington Harbor dengan biaya sewa
tujuh ribu dolar per bulan.”

“Per bulan?”
“Rumah yang indah, di atas air. Dan sejauh ini kelihatannya ia
tidak punya pekerjaan.”

/ 68 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Jason menganggap pekerjaan hanyalah untuk para inlander,
smog monster.” Mitch menangkap dibutuhkannya sebuah pen-
jelasan. “Bahasa para peselancar bagi mereka yang tidak hidup
untuk pantai.”

“Apakah ada saatnya Anda hidup untuk pantai, Mitch?”
“Menjelang akhir Sekolah Menengah Atas, selama beberapa saat
setelah itu. Tapi itu tidak cukup.”
“Apa yang kurang?”
“Kepuasan yang didapat dari bekerja. Stabilitas. Keluarga.”
“Anda punya semua itu sekarang. Hidup ini sempurna, huh?”
“Baik. Sangat baik. Begitu baiknya sampai membuat saya gelisah
terkadang.”
“Tapi tidak sempurna? Apa yang masih kurang sekarang,
Mitch?”
Mitch tidak tahu. Ia suka memikirkannya dari waktu ke waktu,
tapi ia tidak memiliki jawaban. Jadi ia berkata, “Tidak ada. Kami
ingin punya anak. Mungkin itu saja.”
“Saya punya dua anak perempuan,” kata sang detektif. “Yang
satu sembilan tahun dan satunya lagi dua belas tahun. Anak-anak
mengubah hidup kita.”
“Saya tidak sabar menunggunya.”
Mitch menyadari ia menanggapi Taggart dengan lebih sedikit
kewaspadaan ketimbang sebelumnya. Ia mengingatkan dirinya
sendiri bahwa ia bukan tandingan bagi laki-laki ini.
“Terlepas dari tuduhan kepemilikan obat-obatan terlarang itu,”
Taggart berkata, “Jason tetap bersih selama bertahun-tahun ini.”
“Ia memang selalu beruntung.”
Menunjuk foto itu, Taggart berkata, “Tidak selalu.”
Mitch tidak ingin melihat foto itu lebih lama lagi.
Dikembalikannya foto itu pada sang detektif.
“Tangan Anda gemetar,” kata Taggart.

/ 69 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Saya rasa begitu. Jason pernah menjadi seorang teman. Kami
bersenang-senang bersama. Saya terkenang kembali semua itu
sekarang.”

“Jadi Anda sudah tidak bertemu atau berbicara padanya selama
sepuluh tahun.”

“Hampir sepuluh.”
Sambil mengembalikan foto itu ke dalam amplop, Taggart
berkata, “Tapi Anda mengenalinya sekarang.”
“Tanpa adanya darah, dan melihat lebih banyak dari wajah-
nya.”
“Saat Anda melihatnya mengajak anjing itu berjalan-jalan,
sebelum ia dibunuh, tidak terlintas oleh Anda—Hei, sepertinya aku
kenal orang itu?”
“Ia ada di seberang jalan. Saya hanya menoleh sekilas padanya,
kemudian ada tembakan itu.”
“Dan Anda sedang menelepon, terpecah perhatiannya. Kata
Tuan Barnes, Anda sedang berbicara di telepon saat tembakan itu
meletus.”
“Itu benar. Saya tidak memusatkan perhatian pada laki-laki
dengan anjing itu. Saya hanya menoleh sekilas padanya.”
“Saya mendapat kesan Tuan Barnes tidak punya kemampuan
untuk menipu. Jika ia berbohong, saya rasa hidungnya mungkin
akan menyala.”
Mitch tidak yakin apakah ia bermaksud untuk mengatakan
bahwa, bertolak belakang dengan Iggy, dirinya penuh dengan teka
teki dan tidak dapat dipercaya. Mitch tersenyum dan berkata, “Iggy
adalah orang yang baik.”
Melihat ke bawah pada amplop sembari mengancingkan tutup-
nya, Taggart berkata, “Dengan siapa Anda bicara di telepon?”
“Holly. Istri saya.”
“Menelepon untuk memberitahu Anda ia sedang migren?”

/ 70 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Ya. Untuk memberitahu saya ia pulang ke rumah lebih awal
karena migren.”

Menoleh sekilas ke rumah di belakang mereka, Taggart berkata,
“Mudah-mudahan ia sudah lebih baik.”

“Terkadang migrennya berlangsung sepanjang hari.”
“Jadi laki-laki yang ditembak itu ternyata teman sekamar Anda
dulu. Anda paham kenapa itu aneh bagi saya?”
“Memang aneh,” Mitch setuju. “Membuat saya sedikit takut.”
“Anda sudah tidak bertemu dengannya selama sembilan tahun.
Tidak bicara lewat telepon atau apa pun.”
“Ia nongkrong dengan teman-teman baru, kelompok yang
berbeda. Saya tidak suka satu pun dari mereka, dan saya tidak
pernah bertemu dengannya lagi di salah satu tempat lama.”
“Terkadang suatu kebetulan memang benar-benar hanya sebuah
kebetulan.” Taggart bangkit dari kursinya dan bergerak menuju tang-
ga beranda.
Lega, mengusap telapak tangannya pada celana jins, Mitch turut
berdiri dari kursinya.
Berhenti sejenak di samping tangga, dengan kepala tertunduk,
Taggart berkata, “Belum ada penggeledahan yang seksama terhadap
rumah Jason. Kami baru saja mulai. Namun kami sudah menemu-
kan satu hal yang ganjil.”
Sembari bumi bergulir menjauh dari matahari yang tengah ter-
benam perlahan, cahaya sore menerobos sebuah celah di dahan-
dahan pohon lada. Cahaya oranye berbintik yang menyilaukan
mengenai Mitch dan membuatnya memicingkan mata.
Di belakang sinar mendadak itu, di dalam bayang-bayang,
Taggart berkata, “Di dalam dapurnya ada sebuah laci serba guna di
mana ia menyimpan uang kecil, tanda terima, berbagai macam
pena, kunci serep.... Kami menemukan hanya ada satu kartu nama
di dalam laci itu. Kartu nama Anda.”

/ 71 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Punya saya?”
“Big Green,” kutip Taggart. “Perancangan, pembuatan, dan
pemeliharaan taman. Mitchell Rafferty.”
Inilah yang telah membawa sang detektif ke utara dari arah pan-
tai. Ia telah mengunjungi Iggy, Iggy yang apa adanya, yang darinya
ia tahu bahwa memang benar ada keterkaitan antara Mitch dan
Jason.”
“Anda tidak memberinya kartu itu?” Taggart bertanya.
“Tidak, seingat saya tidak. Apa warna kartu nama itu?”
“Putih.”
“Saya baru menggunakan warna putih untuk empat tahun
terakhir ini. Sebelum itu warnanya hijau pucat.”
“Dan Anda tidak bertemu dengannya selama sekitar sembilan
tahun.”
“Mungkin sembilan tahun.”
“Jadi, meski Anda kehilangan jejak Jason, tampaknya Jason
tetap mengikuti perkembangan Anda. Kira-kira tahu kenapa?”
“Tidak. Sama sekali tidak.”
Setelah keheningan sesaat, Taggart berkata, “Anda punya
masalah di sini.”
“Pasti ada seribu cara ia bisa mendapatkan kartu nama saya,
Letnan. Itu tidak berarti ia mengikuti perkembangan saya.”
Dengan mata masih tertuju ke bawah, sang detektif menunjuk
ke arah langkan beranda. “Maksud saya ini.”
Di atas langkan putih, di dalam keheningan yang hangat itu,
sepasang serangga bersayap menggeliat bersama, seolah tengah
berkencan.
“Rayap,” kata Taggart.
“Mungkin itu hanya semut bersayap.”
“Bukankah ini memang musimnya rayap mulai berkerumun?
Anda sebaiknya memeriksa tempat ini. Sebuah rumah dapat terlihat

/ 72 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

baik-baik saja, kokoh dan aman, bahkan saat tengah dilubangi tepat
di bawah kaki kita.”

Akhirnya sang detektif mengangkat wajahnya dan menatap
mata Mitch.

“Itu semut bersayap,” kata Mitch.
“Apa ada hal lain yang ingin Anda sampaikan pada saya,
Mitch?”
“Tidak ada yang terlintas dalam benak saya.”
“Ambillah waktu sejenak. Pastikanlah.”
Jika Taggart bersekongkol dengan para penculik itu, ia akan
memainkan ini dengan berbeda. Ia tidak akan bersikap begitu gigih
atau begitu seksama. Akan terasa bahwa ini sebuah permainan
baginya, sebuah kepura-puraan.
Jika tadi kau menceritakan semua padanya, Mitch, Holly sudah
akan mati sekarang.
Percakapan mereka sebelumnya bisa saja direkam dari jauh.
Zaman sekarang, microphone directional canggih, yang disebut
shotgun microphone, dapat menangkap suara dengan jernih dari
jarak ratusan kaki. Ia pernah melihatnya di sebuah film. Hanya
sedikit hal yang ia lihat di film didasarkan pada kenyataan, tapi
menurutnya shotgun microphone benar-benar ada. Taggart
mungkin sama tidak sadarnya akan perekaman itu dengan Mitch.
Tentu saja, apa yang pernah dilakukan sekali bisa dilakukan dua
kali. Sebuah mobil van yang belum pernah Mitch lihat sebelumnya
bertengger di atas trotoar seberang jalan. Seorang ahli pengintaian
mungkin ditempatkan di dalamnya.
Taggart mengedarkan pandangannya ke jalan, jelas sedang men-
cari sasaran ketertarikan Mitch.
Rumah-rumah itu juga patut dicurigai. Mitch tidak mengenal
semua tetangganya. Salah satu rumah itu kosong dan didaftarkan
untuk dijual.

/ 73 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Saya bukan musuh Anda, Mitch.”
“Saya tidak pernah menganggap begitu,” Mitch berbohong.
“Semua orang menganggap saya musuh mereka.”
“Saya lebih suka berpikir bahwa saya tidak punya musuh.”
“Semua orang punya musuh. Bahkan seorang santo pun me-
miliki musuh.”
“Kenapa seorang santo punya musuh?”
“Mereka yang batil membenci mereka yang baik hanya karena
mereka baik.”
“Kata batil terdengar begitu ... “
“Aneh,” Taggart mengusulkan.
“Saya rasa dalam pekerjaan Anda semuanya terlihat hitam dan
putih.”
“Di bawah semua nuansa abu-abu, semuanya memang hitam
putih, Mitch.”
“Saya tidak dibesarkan untuk berpikir seperti itu.”
“Oh, meski saya melihat buktinya setiap hari, saya kesulitan
untuk tetap memfokuskan diri pada kebenaran. Nuansa abu-abu, le-
bih sedikit kontras, lebih sedikit kepastian—itu jauh lebih nyaman.”
Taggart mengeluarkan kaca mata hitamnya dari saku kemeja dan
memakainya. Dari saku yang sama, ia mengeluarkan salah satu kartu
namanya.
“Anda sudah memberi saya sebuah kartu nama,” kata Mitch.
“Ada di dompet saya.”
“Kartu itu hanya mencantumkan nomor telepon bagian pem-
bunuhan. Saya sudah menuliskan nomor telepon genggam saya di
belakang kartu ini. Saya jarang memberikannya. Anda bisa
menghubungi saya dua puluh empat jam sehari, tujuh hari dalam
seminggu.”
Sembari menerima kartu itu, Mitch berkata, “Saya sudah mem-
beritahu Anda semua yang saya tahu, Letnan. Keterlibatan Jason

/ 74 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

dalam semua ini benar-benar ... mencengangkan saya.”
Taggart memandanginya dari balik lensa ganda yang

menampilkan wajahnya dalam nuansa abu-abu.
Mitch membaca nomor telepon genggam itu. Ia memasukkan

kartunya ke dalam saku kemejanya.
Rupanya sedang mengutip lagi, sang detektif berkata, “Daya

ingat itu bagaikan jaring. Kita mendapatinya penuh dengan ikan saat
diambil dari kali, tapi selusin mil air telah mengalir melewatinya
tanpa tersangkut sama sekali.”

Taggart menuruni tangga beranda. Ia menyusuri jalan setapak
depan menuju jalan.

Mitch tahu semua yang telah ia ungkapkan pada Taggart ter-
sangkut di jaring sang detektif, setiap kata dan setiap perubahan
nada suara, setiap penekanan dan keragu-raguan, setiap ekspresi
wajah dan perubahan kecil bahasa tubuh, bukan semata-mata apa
yang dinyatakan oleh kata-kata itu, namun juga implikasinya. Dalam
hasil tangkapan ikan itu, yang akan dibaca sang polisi dengan daya
penglihatan seorang Gypsi tulen yang tengah berkonsentrasi pada
daun teh, ia akan menemukan sebuah pertanda atau petunjuk yang
akan membawanya kembali dengan peringatan dan pertanyaan-
pertanyaan baru.

Taggart melintasi gerbang depan dan menutup pintu di
belakangnya.

Matahari tak lagi tampak melalui celah di antara dahan-dahan
pohon lada, dan Mitch tertinggal di dalam bayang-bayang, namun
tak merasakan udara dingin itu karena sedari tadi pun sinarnya tidak
menghangatkan dirinya.

/ 75 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

11

DDI DALAM RUANG DUDUK, TELEVISI BESAR YANG ADA DI SANA ADALAH MATA
yang buta. Bahkan jika Mitch menggunakan remote untuk mengisi
layarnya dengan bayangan-bayangan idiot yang terang, mata ini
tidak akan bisa melihatnya; namun tetap saja Mitch merasa diawasi
oleh sebuah kehadiran yang memandanginya dengan kesenangan
yang dingin.
Mesin penjawab telepon bertengger di sebuah meja sudut. Satu-
satunya pesan berasal dari Iggy: “Maaf, bro. Seharusnya aku menele-
ponmu begitu ia pergi dari sini. Tapi Taggart … ia seperti ombak
tinggi besar di horison. Dia membuatmu takut untuk naik ke papan,
membuatmu ingin duduk manis di pantai dan hanya memandangi
ombak-ombaknya pecah.”
Mitch duduk di meja dan membuka laci tempat Holly me-
nyimpan buku cek dan rekening bank mereka.
Dalam percakapannya dengan sang penculik, ia telah menaksir
terlalu tinggi saldo mereka, yang sesungguhnya adalah $10.346,54.
Rekening bulanan terbaru menunjukkan saldo tabungan
tambahan sebesar $27.311,40.
Mereka punya berbagai macam tagihan yang harus dibayar.
Tagihan-tagihan itu disimpan dalam laci lain di meja itu. Ia tidak

/ 76 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

memeriksa tagihan-tagihan tersebut. Ia hanya menghitung aset
mereka.

Pembayaran hipotek bulanan mereka didebet secara otomatis
dari rekening koran. Rekening bank mencantumkan saldo pinjaman
yang tersisa sebesar $286.770.

Belum lama ini, Holly menaksir rumah mereka bernilai
$425.000. Itu jumlah yang sangat besar untuk sebuah bungalo kecil
di sebuah lingkungan tua, namun itulah taksiran yang tepat. Meski
tua, lingkungan ini disukai, dan sebagian besar dari nilai itu terletak
pada pekarangan yang besar.

Ditambahkan pada uang tunai yang mereka miliki, ekuitas pada
rumah itu membuat jumlah uang yang mereka miliki menjadi sekitar
$175.000. Itu jauh dari dua juta; dan sang penculik tidak terdengar
seperti orang yang berniat melakukan tawar-menawar dengan mak-
sud baik.

Lagipula, ekuitas rumah itu tidak bisa diubah menjadi uang tunai
kecuali mereka mengajukan pinjaman baru atau menjual tempat itu.
Berhubung rumah itu milik bersama, ia membutuhkan tanda tangan
Holly untuk kedua rencana tersebut.

Mereka tidak akan memiliki rumah itu jika Holly tidak
mewarisinya dari neneknya, Dorothy, yang telah membesarkannya.
Nilai hipoteknya lebih kecil setelah kematian Dorothy. Tetapi untuk
membayar pajak warisan dan menyelamatkan rumah itu, mereka
harus menyusun nilai pinjaman yang lebih besar.

Jadi jumlah yang tersedia untuk uang tebusan kurang lebih se-
besar tiga puluh tujuh ribu dolar.

Sampai sekarang, Mitch tidak menganggap dirinya sebagai
orang yang gagal. Gambaran diri yang ia miliki adalah sebagai se-
orang laki-laki muda yang tengah membangun sebuah kehidupan
dengan bertanggung jawab.

Ia berusia dua puluh tujuh tahun. Tak seorang pun bisa menjadi

/ 77 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

orang yang gagal pada usia dua puluh tujuh tahun.
Namun kenyataan ini tak terbantahkan: Meski Holly adalah

pusat hidupnya dan tak ternilai harganya, ketika dipaksa untuk men-
cantumkan harga pada dirinya, Mitch hanya sanggup membayar
tiga puluh tujuh ribu dolar.

Mitch dikuasai kegetiran, yang tak dapat ia arahkan ke mana
pun kecuali kepada dirinya sendiri. Ini tidak baik. Kegetiran bisa
berubah menjadi belas kasihan terhadap diri sendiri, dan jika ia
menyerah terhadap itu, ia akan menjadi orang yang gagal. Dan
Holly akan mati.

Bahkan jika rumah itu tanpa jaminan, bahkan jika mereka punya
setengah juta dolar tunai dan sangat sukses untuk ukuran orang se-
usia mereka, ia masih tidak akan memiliki dana untuk menebusnya.

Kenyataan itu membawanya pada kesadaran bahwa bukan
uanglah yang akan menyelamatkan Holly. Dirinyalah yang akan
menyelamatkannya jika ia memang bisa diselamatkan: kegigihan-
nya, akalnya, keberaniannya, cintanya.

Saat ia mengembalikan rekening bank ke dalam laci, dilihatnya
secarik amplop dengan namanya dalam tulisan tangan Holly. Isinya,
kartu ulang tahun yang telah dibeli Holly berminggu-minggu
sebelum hari ulang tahunnya tiba.

Pada bagian depan kartu itu terpampang foto seorang laki-laki
tua yang dihiasi keriput dan ranting-ranting. Tulisannya terbaca Saat
kau tua, aku masih akan membutuhkanmu, sayang.

Mitch membuka kartu itu dan membaca Pada saat itu, satu-
satunya hal yang masih dapat kunikmati adalah berkebun, dan kau
akan menjadi pupuk kompos yang sangat bagus.

Mitch tertawa. Ia dapat membayangkan tawa Holly di toko saat
ia membuka kartu itu dan membacanya.

Kemudian tawanya berubah menjadi sesuatu yang berbeda dari
sebuah tawa. Dalam lima jam terakhir yang mengerikan ini, ia telah

/ 78 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

nyaris menangis lebih dari sekali namun berhasil menekannya. Kartu
itu membuatnya hancur.

Di bawah teks yang tercetak, Holly menulis, Selamat ulang
tahun! Dengan Cinta, Holly. Tulisannya anggun namun tidak flam-
boyan, rapi.

Dalam benaknya, Mitch melihat tangan Holly selagi ia me-
megang pulpen. Tangannya tampak lembut, namun tak disangka-
sangka kuat.

Akhirnya, ia mendapatkan ketenangannya kembali dengan
mengingat kekuatan tangan-tangan Holly yang halus.

Ia beranjak ke dapur dan menemukan kunci mobil Holly ter-
gantung pada papan cantelan di samping pintu belakang. Holly
mengendarai sebuah mobil Honda berusia empat tahun.

Setelah mengambil telepon genggamnya dari alat pengisi
baterai di samping oven pemanggang, ia pergi keluar dan
memindahkan truknya ke dalam garasi di belakang pekarangan
mereka.

Mobil Honda putih itu terparkir di dalam kompartemen kedua,
mengkilap karena Holly baru saja mencucinya pada Minggu sore.
Mitch memarkir truknya di samping mobil itu.

Ia keluar dari dalam truk dan menutup pintu sopir, berdiri di
antara kedua kendaraan itu, menyapu seluruh ruangan dengan pan-
dangannya. Jika seseorang berada di sini, mereka pasti sudah
mendengar dan melihat truk itu mendekat, memiliki cukup
peringatan, dan pasti sudah akan melarikan diri.

Garasi itu lamat-lamat berbau oli mesin dan pelumas, dan
berbau tajam potongan-potongan rumput yang dibungkus dalam
karung-karung goni dan ditumpuk di bak truk pick-up.

Mitch memandangi langit-langit rendah yang merupakan lantai
dari loteng yang menggantung pada dua pertiga garasi. Jendela-
jendela yang terletak pada ruang yang lebih tinggi itu menghadap

/ 79 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

ke arah rumah, memberikan titik pengamatan yang sangat bagus.
Seseorang telah tahu kapan Mitch tiba di rumah sebelumnya,

juga telah tahu dengan tepat kapan ia memasuki dapur. Telepon ber-
bunyi, dengan Holly di ujung satunya, hanya beberapa saat setelah
ia menemukan piring-piring pecah dan darah.

Meski seorang pengintai mungkin telah berada di sini tadi,
mungkin masih berada di sini sekarang, Holly tidak mungkin sedang
bersamanya. Ia mungkin tahu di mana Holly disekap, tapi ia
mungkin juga tidak tahu.

Jika sang pengintai, yang keberadaannya masih merupakan
teori, tahu di mana Holly dapat ditemukan, tetap saja akan menjadi
tindakan yang sembrono bagi Mitch untuk mencari orang tersebut.
Orang-orang ini jelas punya banyak pengalaman dengan kekerasan,
dan mereka bengis. Seorang tukang kebun bukan tandingan bagi
siapa pun di antara mereka.

Sebilah papan berderik di atas kepala Mitch. Dalam sebuah
bangungan sekuno ini, suara berderik itu mungkin suara biasa, sam-
bungan-sambungan lama yang menunduk hormat pada gravitasi.

Mitch berjalan berputar ke arah pintu sopir mobil Honda, dan
membukanya. Ia ragu, namun masuk ke belakang kemudi, mem-
biarkan pintunya tetap terbuka.

Dengan maksud mengalihkan perhatian, ia menghidupkan me-
sin. Pintu garasi tetap terbuka, meniadakan bahaya akan keracunan
karbon monoksida.

Ia keluar dari dalam mobil dan membanting pintunya. Siapa
pun yang tengah mendengarkan akan mengira ia menutupnya dari
dalam mobil.

Mengapa ia tidak langsung memundurkan mobil keluar dari
garasi, mungkin itu akan membuat sang pendengar bertanya-tanya.
Satu dugaan yang mungkin, ia sedang menelepon.

Pada dinding samping tersimpan banyak alat perkebunan yang

/ 80 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

ia gunakan saat menggarap tanahnya sendiri. Berbagai macam gun-
ting pemotong dan pemangkas, semuanya tampak terlalu berat dan
sulit dipakai.

Dengan cepat ia memilih sekop kebun berkualitas terbuat dari
sepotong baja yang dibentuk oleh mesin. Gagangnya memiliki
pegangan karet.

Bagian daun sekopnya cukup lebar dan berlekuk. Tidak setajam
mata pisau, tapi cukup tajam.

Pertimbangan singkat meyakinkan dirinya bahwa, meski ia
mungkin sanggup menusuk seorang laki-laki, ia sebaiknya memilih
senjata yang kemungkinan besar akan melumpuhkan, bukan mem-
bunuh.

Pada dinding seberang peralatan kebun itu, rak-rak lain me-
nyimpan peralatan lain. Ia memilih sebuah alat kombinasi antara
kunci pas dan pencongkel.

/ 81 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

12

MMITCH SADAR BAHWA SEMACAM KEGILAAN, YANG TUMBUH DARI KEPUTUSASA-
an, telah menguasainya. Ia tak tahan lagi tidak melakukan apa pun.
Dengan kunci pas bergagang panjang itu tercengkeram di ta-
ngan kanannya, ia bergerak menuju belakang garasi dimana tangga
terbuka yang curam di sudut utara mengarah ke loteng dalam satu
rangkaian anak tangga yang lurus.
Dengan terus bereaksi dan bukannya bertindak, dengan patuh
menunggu telepon jam enam itu—satu jam tujuh menit lagi—ia akan
berperan sebagai mesin seperti yang diinginkan para penculik. Tapi
bahkan mobil Ferrari pun terkadang berakhir di tempat rongsokan.
Mengapa Jason Osteen mencuri anjing itu dan mengapa dia—
dari semua orang yang ada—ditembak mati sebagai contoh bagi
Mitch, masih merupakan misteri yang jawabannya tidak tersedia.
Namun intuisi mengatakan padanya bahwa para penculik tahu
Jason punya keterkaitan dengan dirinya dan keterkaitan ini akan
membuat polisi curiga padanya. Mereka tengah menjalin sebuah
jaringan bukti-bukti tak langsung yang, jika mereka sampai mem-
bunuh Holly, akan memaksa Mitch diadili atas pembunuhannya dan
akan mendapat hukuman mati dari juri mana pun.
Mungkin mereka melakukan itu semata-mata untuk membuat

/ 82 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

kondisinya mustahil bagi Mitch berpaling pada pihak berwajib
untuk meminta bantuan. Dengan terasing seperti itu, ia akan bisa
dikendalikan dengan lebih mudah.

Atau, begitu ia mendapatkan dua juta dolar melalui rencana apa
pun yang mereka sodorkan padanya, mungkin mereka tidak punya
niat untuk melepaskan Holly sebagai ganti uang tebusan itu. Jika
mereka bisa memperalatnya untuk merampok bank atau institusi
lain, jika mereka membunuh Holly setelah mendapatkan uang itu,
dan jika mereka cukup cerdik untuk tidak meninggalkan jejak sama
sekali, Mitch—dan mungkin laki-laki lugu lain yang belum ia
temui—bisa jadi akan menerima hukuman untuk setiap kejahatan.

Sendirian, berduka cita, dianggap hina, dipenjara, ia tak akan
pernah tahu siapa musuhnya yang sesungguhnya. Ia akan ditinggal-
kan untuk bertanya-tanya mengapa mereka telah memilih dirinya,
dan bukan tukang kebun, atau montir, atau tukang batu yang lain.

Meski keputusasaan yang mendorongnya untuk menaiki tangga
loteng telah mengikis rasa takut yang menghambat, keputusasaan itu
tidak merampas akal sehatnya. Ia tidak berlari ke atas melainkan men-
daki dengan waspada, gagang baja itu dipegang pada ujung pencong-
kelnya, ujung yang bersoket siap untuk digunakan sebagai pemukul.

Anak-anak tangga kayu itu pasti berderik, atau bahkan
mengerang di bawah kaki Mitch, namun suara letusan kecil dari
mesin mobil Honda yang hidup memantul dari dinding-dinding,
menyamarkan suaranya menaiki tangga.

Ditutup oleh tembok pada ketiga sisinya, loteng itu memiliki
bagian belakang yang terbuka. Sebuah langkan memanjang ke se-
belah kiri dari atas tangga dan menyusuri lebar garasi itu.

Pada ketiga dinding loteng, jendela-jendela menyilakan sinar
matahari sore masuk ke dalam ruangan yang lebih tinggi tersebut.
Terlihat di belakang tiang-tiang penyangga langkan—dan mem-
bayangi di atasnya—adalah tumpukan kardus-kardus dan barang-

/ 83 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

barang lain yang tidak muat disimpan di dalam bungalo.
Barang-barang simpanan itu disusun dalam beberapa deret,

dengan tinggi paling rendah empat kaki di beberapa tempat, dan
paling tinggi tujuh kaki di tempat lain. Gang-gang di antara deretan
kardus-kardus itu tampak gelap dengan bayangan, dan dari tiap
ujungnya kita tidak dapat melihat dengan jelas deretan-deretan di
sebelahnya.

Di atas tangga, Mitch berdiri di ujung gang pertama. Sepasang
jendela di dinding utara memasukkan cukup sinar secara langsung
untuk meyakinkannya tidak ada orang yang sedang mendekam di
ceruk-ceruk dangkal di antara kardus-kardus.

Gang kedua ternyata lebih gelap dari yang pertama, meski
koridor yang saling berpotongan di ujung keduanya diterangi oleh
jendela-jendela tak terlihat di dinding barat, yang menghadap ke arah
rumah. Cahaya di ujung itu pasti sudah akan menampilkan siluet siapa
pun yang sedang berdiri terang-terangan di ruang kosong sana.

Berhubung kardus-kardus itu semuanya tidak berukuran sama
dan tidak selalu ditumpuk dengan rapi, dan karena ada celah di sana
sini pada deretan-deretan tersebut, ceruk-ceruk di sepanjang tiap
gang memberikan tempat yang cukup luas bagi seorang laki-laki
untuk bersembunyi.

Mitch telah menaiki tangga dengan pelan. Mesin Honda di
bawah mungkin belum hidup cukup lama untuk menimbulkan
kecurigaan yang berarti. Dengan begitu, siapa pun pengintai yang
ditempatkan di loteng tersebut akan siaga dan memasang telinga,
namun besar kemungkinannya belum menyadari kebutuhan yang
mendesak untuk bersembunyi.

Gang ketiga lebih terang karena memiliki jendela tepat di
ujungnya. Mitch memeriksa gang keempat, kemudian kelima dan
gang terakhir, yang menyusur sepanjang dinding selatan dengan
penerangan dari dua jendela berdebu. Ia tak menemukan siapa pun.

/ 84 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

Koridor yang memotong semua gang itu, yang terletak paralel
terhadap dinding barat, di mana semua gang yang mengarah dari
timur ke barat berakhir, merupakan satu-satunya koridor yang
belum ia lihat secara keseluruhan. Setiap deretan kardus menutupi
sebagian dari koridor tersebut.

Mengangkat kunci pasnya lebih tinggi, Mitch menyelinap se-
panjang gang paling selatan, menuju bagian depan loteng. Ia men-
dapati seluruh koridor depan tersebut sama kosongnya seperti
bagian-bagian yang telah ia lihat dari sisi seberang.

Namun, di atas lantai, bersandar pada ujung sederetan kardus-
kardus, berdiri beberapa peralatan yang seharusnya tidak ada di sini.

Lebih dari setengah barang-barang yang ada di loteng ini adalah
kepunyaan Dorothy, nenek Holly. Ia mengumpulkan berbagai
hiasan dan barang-barang dekoratif lain untuk setiap hari besar.

Pada hari Natal, ia biasa membongkar lima puluh atau enam
puluh manusia salju keramik dari berbagai jenis dan ukuran. Ia
punya lebih dari seratus Sinterklas keramik. Rusa-rusa kutub keramik,
pohon-pohon Natal, rangkaian-rangkaian bunga, bel-bel dan kereta
luncur keramik, juga kelompok paduan suara Natal dari keramik
serta rumah-rumah mini dari keramik yang dapat disusun mem-
bentuk sebuah desa.

Bungalo mereka tidak dapat menampung seluruh koleksi
Dorothy untuk hari besar apa pun. Holly telah membongkar dan
menata sebanyak yang bisa muat di sana.

Holly tidak mau menjual satu pun koleksi keramik-keramik
tersebut. Ia meneruskan tradisi sang nenek. Suatu hari nanti, kata-
nya, mereka akan punya rumah yang lebih besar, dan keagungan
dari setiap koleksi akan dapat tersingkap.

Mendekam di dalam ratusan kardus adalah pasangan-pasangan
kekasih hari kasih sayang, kelinci dan domba serta tokoh-tokoh
religius untuk hari Paskah, patriot hari kemerdekaan, hantu-hantu

/ 85 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

dan kucing hitam Halloween, peziarah untuk Hari Ucapan Syukur,
dan pernak-pernik Natal.

Peralatan yang tergeletak di lantai koridor terakhir itu tidak ter-
buat dari keramik maupun berhubungan dengan hiasan atau pesta.
Peralatan elektronik tersebut antara lain terdiri dari sebuah alat pen-
dengar dan perekam, tapi Mitch tak dapat mengenali ketiga alat
yang lain.

Alat-alat itu tersambung ke dalam sebuah papan stopkontak
tambahan, yang juga tersambung pada stopkontak lain di dinding
dekat situ. Lampu-lampu indikator dan tampilan LED menunjukkan
alat yang tengah dipakai.

Selama ini mereka telah melakukan pengintaian terhadap rumah
ini. Kamar-kamar dan telepon kemungkinan disadap.

Percaya diri dalam kehati-hatiannya, setelah tak melihat siapa
pun di loteng itu, Mitch berasumsi peralatan tersebut sedang tidak
dipantau saat itu. Peralatan itu pasti disetel untuk bekerja secara
otomatis. Mungkin mereka bahkan dapat mengakses dan meng-
ambil datanya dari kejauhan.

Berbarengan dengan pemikiran tersebut, susunan lampu indi-
kator berubah pola, dan paling tidak satu dari tampilan LED-nya
memulai penghitungan.

Ia mendengar suara mendesis yang berbeda dari suara mesin
Honda yang tengah hidup di garasi bawah, dan kemudian suara
Detektif Taggart.

“Saya suka lingkungan-lingkungan lama semacam ini. Seperti ini-
lah California bagian selatan terlihat pada masa-masa jayanya....“

Bukan hanya kamar-kamar di dalam rumah, beranda depan pun
disadap.

Mitch sadar ia telah kalah langkah, hanya sesaat sebelum ia
merasakan moncong pistol di belakang lehernya.

/ 86 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

13

MMESKI TERSENTAK, MITCH TIDAK BERUSAHA MEMBALIKKAN BADAN ATAU
mengayunkan kunci pasnya. Ia tidak akan bisa bergerak dengan
cukup cepat untuk berhasil.
Selama lima jam terakhir ini, ia telah menjadi sadar benar akan
keterbatasan dirinya, yang terbilang suatu prestasi, mengingat ia
dibesarkan untuk percaya bahwa ia tidak memiliki keterbatasan.
Ia mungkin saja adalah arsitek hidupnya, namun ia tak dapat
lagi percaya bahwa ia adalah tuan dari nasibnya sendiri.
“ … sebelum mereka menebang semua rumpun tanaman jeruk
dan membangun wilayah tandus berisi rumah-rumah berplester.”
Di belakangnya, sang pemegang senjata berkata, “Jatuhkan
kunci pas itu. Jangan membungkuk untuk menaruhnya. Jatuhkan
saja.”
Suaranya bukan suara laki-laki yang berbicara di telepon. Suara
ini terdengar lebih muda dari suara satunya, tidak sedingin itu,
namun dengan cara penyampaian datar yang mengganggu, yang
meratakan semua kata dan memberinya bobot yang sama.
Mitch menjatuhkan kunci pasnya.
“... lebih praktis. Tapi saya kebetulan berada di lingkungan
Anda ini.”

/ 87 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Rupanya, menggunakan remote control, sang pemegang senjata
mematikan alat perekamnya.

Katanya pada Mitch, “Kau pasti ingin istrimu dipotong-potong
dan dibiarkan mati, seperti yang ia janjikan.”

“Tidak.”
“Mungkin kami membuat kesalahan, memilihmu. Mungkin kau
akan senang bisa mengenyahkannya.”
“Jangan katakan itu.”
Setiap kata terucap apa adanya, semua dengan muatan emosi
yang sama, yaitu tanpa muatan sama sekali: “Polis asuransi jiwa
yang besar. Perempuan lain. Kau mungkin punya alasan-alasanmu
sendiri.”
“Sama sekali tidak seperti itu.”
“Mungkin kau akan melakukan tugas yang lebih baik buat kami
jika, sebagai gantinya, kami berjanji untuk membunuhnya untuk-
mu.”
“Tidak. Aku mencintainya. Sungguh.”
“Kau bertingkah seperti ini sekali lagi, dia mati.”
“Aku mengerti.”
“Ayo kita keluar lewat jalan kau masuk.”
Mitch berbalik, dan sang pemegang senjata ikut berbalik, tetap
berada di belakangnya.
Saat Mitch mulai menyusuri kembali jalan yang tadi ia lalui se-
panjang gang terakhir, melewati jendela pertama di dinding selatan,
didengarnya suara kunci pas menggaruk lantai papan saat sang
pemegang senjata mengangkatnya dari lantai.
Ia bisa saja berputar, menendang, dan berharap mengenai laki-
laki itu selagi dia bangkit dari posisi membungkuknya yang singkat.
Namun ia takut gerakannya itu akan dapat diantisipasi.
Sejauh ini ia menganggap para lelaki tak bernama tersebut se-
bagai penjahat profesional. Mungkin itu memang benar, namun

/ 88 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

selain itu mereka juga adalah sesuatu yang lain. Ia tidak tahu apa,
namun sesuatu yang lebih buruk.

Penjahat, penculik, pembunuh. Ia tak dapat membayangkan apa
yang lebih parah ketimbang yang sudah ia ketahui tentang mereka.

Mengikutinya menyusuri gang, laki-laki itu berkata, “Masuk ke
dalam Honda. Pergi jalan-jalan.”

“Baiklah.”
“Tunggu telepon jam enam itu.”
“Baik, akan kulakukan itu.”
Saat mereka mendekati ujung gang, di bagian belakang loteng,
di mana mereka harus berbelok ke kiri dan menyeberangi lebar
garasi menuju tangga di sudut timur laut, sesuatu yang menyerupai
keberuntungan turut campur tangan lewat seutas tali, sebuah simpul
pada talinya, sebuah lubang pada simpulnya.
Pada saat itu terjadi, Mitch tidak menangkap apa penyebabnya,
hanya menyaksikan akibatnya. Setumpuk kardus yang menjulang
tinggi tiba-tiba ambruk. Beberapa kardus jatuh terguling-guling ke
arah gang, dan satu atau dua menjatuhi sang pemegang senjata.
Menurut keterangan yang tercetak di karton-karton itu, mereka
berisi hiasan Halloween dari keramik. Dipadati oleh lebih banyak
kertas pembungkus bergelembung dan sobekan tisu ketimbang
barang-barang hiasan itu sendiri, kardus-kardus tersebut tidak berat,
namun longsorannya nyaris membuat sang pemegang senjata ter-
jatuh dan terhuyung-huyung.
Mitch mengelak dari satu kardus dan mengangkat tangan untuk
menangkis satu lagi.
Tumpukan pertama yang berjatuhan itu membuat tumpukan
kedua goyah.
Mitch nyaris saja mengulurkan tangan untuk menahan sang
pemegang senjata supaya tidak jatuh. Namun kemudian disadarinya
tawaran bantuan macam apa pun mungkin akan disalahartikan

/ 89 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

sebagai sebuah serangan. Untuk menghindari disalahartikan—dan
ditembak—ia menyingkir dari laki-laki itu.

Kayu kering tua dari langkan di belakang loteng itu dapat
dengan aman menahan siapa pun yang bersandar dengan santai
padanya, namun ternyata terlalu rapuh untuk menahan tubrukan
sang pemegang senjata yang terhuyung-huyung. Tiang-tiang
penyangganya patah, paku-paku menjerit terlepas dari lubang-
lubang mereka, dan dua potong langkan yang tersambung terpisah
sambungannya.

Sang pemegang senjata menyumpahi serangan kardus-kardus
itu. Ia berteriak terperangah saat langkan tersebut terjatuh dari
sandarannya.

Ia tersungkur ke lantai garasi. Jaraknya tidak jauh, kurang lebih
delapan kaki. Namun ia mendarat dengan suara yang mengerikan,
di antara suara berisik kayu langkan patah yang berjatuhan, dan
senjatanya meletus.

/ 90 /


Click to View FlipBook Version