www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
pistolnya ke arah depan.
Bulan yang penuh menumpahkan susunya, cahayanya melatar-
belakangi kedua laki-laki itu.
Mata Mitch telah terbiasa dengan kegelapan total, sedang mata
mereka belum. Ia duduk di dalam gelap, dan mereka berdiri di
bawah sinar bulan. Mereka mengira, ia laki-laki penurut, telah
terkalahkan dan tidak berdaya. Padahal ia tidak seperti itu.
Ia tidak dengan sadar melepaskan tembakan yang pertama
namun dapat merasakan sentakan keras ke belakang, melihat mon-
cong senjatanya berkilat dan mendengar suara letusan, kemudian ia
sadar menekan pelatuk untuk kedua kalinya.
Dua tembakan tepat sasaran langsung menjatuhkan satu siluet
dari malam yang bermandikan bulan.
Siluet kedua melangkah mundur dari mobil, dan Mitch duduk
tegak, melepaskan satu, dua, tiga lagi tembakan.
Senjata itu berbunyi klik, dan hanya ada kebisuan sang bulan.
Senjata itu berbunyi klik, dan ia mengingatkan dirinya sendiri Hanya
lima, hanya lima!
Ia harus keluar dari bagasi itu. Tanpa amunisi ia adalah sasaran
empuk. Keluar. Keluar dari bagasi.
/ 191 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
30
BBANGKIT TERLALU CEPAT, MITCH MEMBENTURKAN KEPALANYA PADA TUTUP
bagasi, nyaris terjatuh ke belakang namun tetap mempertahankan
momentum untuk bergerak ke depan. Ia merangkak keluar dari
bagasi.
Kaki kirinya menjejak tanah, namun ia menginjakkan kaki
kanannya di atas laki-laki yang tadi ia tembak dua kali. Ia terhuyung-
huyung, menginjak tubuh laki-laki itu lagi. Tubuh itu bergeser di
bawahnya, dan ia terjatuh.
Ia berguling menjauh dari tubuh tersebut menuju pinggir jalan.
Ia terhenti oleh sekumpulan semak-semak mesquite liar, yang ia
kenali dari aromanya yang berminyak.
Ia kehilangan senjatanya. Itu tidak penting. Tidak ada lagi
amunisi.
Di sekelilingnya terhampar daratan kering yang keperakan terke-
na sinar bulan: jalan tanah yang sempit, semak-semak gurun, tanah
yang gersang, bongkahan batu-batu besar.
Mengkilap, lempeng-lempeng khromnya yang luas berkilau
dengan pelitur sinar bulan, mobil Chrysler Windsor itu tampak tidak
sesuai dengan zamannya di tempat yang primitif ini, seperti sebuah
kapal yang dimaksudkan untuk mengarungi bintang-bintang. Sang
/ 192 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
sopir telah mematikan lampu depan saat ia mematikan mesin.
Laki-laki yang diinjak Mitch dua kali saat ia keluar dari bagasi
tadi tidak berteriak. Ia tidak bangkit atau mencengkeramnya. Ia
mungkin sudah tewas.
Mungkin laki-laki yang kedua pun sudah terbunuh. Saat keluar
dari mobil Mitch kehilangan jejaknya.
Jika salah satu dari tiga tembakan tadi mengenai sasaran, laki-
laki yang kedua seharusnya sudah menjadi santapan burung-burung
hering di jalan tanah di belakang mobil.
Tanah berpasir dari alas jalan itu memiliki kandungan silikon
yang tinggi. Kaca terbuat dari silikon, dan cermin terbuat dari kaca.
Jalan satu jalur itu memberikan daya pantul yang lebih kuat ketim-
bang permukaan lain pada malam hari.
Berbaring menelungkup dan merapat di tanah, dengan kepala
terangkat hati-hati, Mitch dapat melihat jarak yang cukup jauh se-
panjang untaian pita pucat yang tampak semakin mengecil mele-
wati semak belukar yang berbonggol-bonggol dan kasar, menuju
arah asal mereka datang tadi. Tidak ada tubuh kedua yang ter-
geletak di jalan.
Jika laki-laki itu luput dari tembakan peluru, ia pasti akan me-
nyerang, menembaki saat Mitch merangkak keluar dari mobil
Chrysler.
Tertembak, ia mungkin berjalan terpincang-pincang atau
merangkak ke arah semak-semak atau ke belakang sekumpulan batu.
Ia bisa ada di mana saja di luar sana, memeriksa lukanya, menim-
bang-nimbang pilihan yang ia miliki.
Laki-laki itu pasti marah tapi tidak takut. Ia hidup untuk aksi
seperti ini. Ia seorang sosiopat. Ia tidak akan menjadi takut dengan
mudah.
Pasti, tak diragukan lagi, Mitch takut terhadap laki-laki yang
tengah bersembunyi di dalam malam itu. Ia juga takut akan laki-laki
/ 193 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
yang sedang tergeletak di jalan di belakang mobil Chrysler.
Laki-laki di dekat mobil itu barangkali sudah mati, tapi bahkan
jika ia sudah menjadi bangkai, Mitch tetap saja takut padanya. Ia
tidak mau dekat-dekat.
Mitch harus melakukan apa yang tidak ingin ia lakukan, karena
entah ia sudah menjadi bangkai atau hanya sekadar pingsan, ia
memiliki senjata. Mitch membutuhkan senjata. Segera.
Ia sekarang tahu bahwa ia mampu melakukan kekerasan, paling
tidak dalam rangka membela diri. Namun ia tidak siap menghadapi
cepatnya peristiwa bergulir setelah tembakan pertama tadi, cepat-
nya ia harus mengambil keputusan. Dan ia tidak siap menghadapi
munculnya tantangan-tantangan baru yang tiba-tiba.
Di sisi seberang jalan, beberapa tabir tanaman kurus kering yang
tumbuh tidak beraturan memberikan tempat bersembunyi, begitu
juga lereng-lereng rendah batu yang terkikis cuaca.
Jika angin sepoi ringan yang tadinya berembus ke arah pantai
berhasil sampai sejauh ini menuju daratan, sang gurun telah
menenggaknya sampai tegukan terakhir. Gerakan apa pun di semak-
semak tidak akan menyingkap tangan sang Alam, melainkan musuh-
nya.
Sejauh yang dapat ia tangkap dalam kekelaman ini, semuanya
hening dan tak bergerak.
Sangat sadar bahwa gerakannya sendiri menunjukkan keber-
adaannya, terhambat oleh borgol, Mitch meliuk-liuk di atas perut-
nya menuju laki-laki di belakang mobil.
Di dalam kedua mata laki-laki itu yang terbuka dan tak
berkedip, sang bulan telah meletakkan koin-koin.
Di samping tubuh tersebut tergeletak sebentuk benda besi yang
tampak murni di bawah cahaya ini. Mitch meraihnya dengan
bersyukur, nyaris menggeliat menjauh kembali, namun sadar yang
telah ia temukan adalah pistolnya sendiri yang tak berguna.
/ 194 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Mengernyit saat mendengar suara gemerincing samar dari rantai
pendek di antara kedua borgolnya, ia menepuk-nepuk mayat itu,
dan menekan jemarinya pada sesuatu yang basah. Mual, merinding,
diusapkannya tangannya pada pakaian orang mati itu.
Saat baru saja akan menyimpulkan bahwa laki-laki ini tadi ke-
luar dari mobil tanpa membawa senjata, ia menemukan pegangan
pistol menyembul keluar dari balik mayat itu. Ia menariknya keluar.
Suara tembakan meletus. Laki-laki mati itu berkedut, terkena
peluru yang ditujukan kepada Mitch.
Mitch menjatuhkan dirinya ke arah mobil Chrysler dan men-
dengar suara tembakan kedua. Ia mendengar suara berbisik maut
yang berdesing lewat dan mendengar sebutir peluru memantul pada
mobil. Ia juga mendengar bisikan yang lebih dekat, meski mungkin
saja ia telah mengkhayalkan adanya dua tembakan dari satu peluru
yang luput hanya sejengkal saja darinya, dan sesungguhnya tak
mendengar apa pun setelah suara lengkingan peluru yang meman-
tul tadi.
Dengan adanya mobil di antara dirinya dan sang penembak,
Mitch merasa lebih aman, namun nyaris seketika merasa tidak aman
sama sekali.
Sang penembak bisa mengitari mobil Chrysler itu lewat ujung
depan maupun belakang. Ia memiliki keuntungan untuk bisa me-
milih bagaimana ia akan mendekat dan memulai aksi ini.
Sementara itu Mitch akan dipaksa untuk mengawasi dengan
waspada kedua ujung mobil. Suatu tugas yang mustahil.
Laki-laki itu mungkin telah mulai bergerak.
Mitch mendorong dirinya bangkit dari tanah dan menjauh dari
mobil. Ia berlari membungkuk, keluar dari jalan, menerobos semak-
semak mesquite yang berderik mengungkapkan rahasia keberadaan-
nya dan pada saat yang sama juga mendesis seolah mem-
peringatkannya untuk diam.
/ 195 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
Dari arah jalan, permukaan tanah melandai ke bawah, yang
merupakan hal yang bagus. Jika permukaannya melandai ke atas,
Mitch akan terlihat dan punggungnya yang lebar akan menjadi
sasaran empuk begitu sang penembak mengitari Chrysler.
Ia menapak pada tanah yang keras namun berpasir, bukan ser-
pihan atau bebatuan longgar, sehingga tidak membuat suara saat
berlari. Bulan memetakan rutenya, dan ia menyelip-nyelip di antara
kumpulan semak-semak alih-alih menerobosnya, sadar bahwa men-
jaga keseimbangannya lebih sulit dengan tangan terborgol di depan
tubuh.
Di bawah lereng sepanjang tiga puluh kaki itu, ia berbelok ke
kanan. Berdasarkan posisi bulan saat itu, ia yakin ia mengarah ke
barat.
Sesuatu yang terdengar mirip seekor jangkrik bernyanyi. Sesuatu
yang terdengar lebih aneh mengeluarkan bunyi klik dan meleng-
king.
Sekumpulan rumpun ilalang menarik perhatiannya karena
memiliki dahan-dahan tinggi yang berbulu. Mereka memijarkan
warna putih redup di bawah sinar bulan, dan mengingatkannya
pada ekor kuda yang diberi hiasan bulu.
Dari rumpun-rumpun yang membulat itu bermunculan daun-
daun ilalang setinggi tiga sampai lima kaki yang runcing, berpinggi-
ran tajam, dan melengkung ke belakang. Tingginya mencapai ping-
gang Mitch. Jika kering, rumput-rumput ini dapat menggores,
menusuk seperti jarum, bahkan menyayat kulit.
Masing-masing rumpun menghormati kedaulatan wilayah
rumpun lain. Ia bisa lewat di antara rumpun-rumpun tersebut.
Di tengah sekumpulan rumpun-rumpun itu, Mitch merasa
terselubung dengan aman oleh dahan-dahan berbulu putih yang
menjulang lebih tinggi dari kepalanya. Ia tetap berdiri dan, melalui
celah-celah di antara bulu-bulu itu, mengintip ke arah dari mana ia
/ 196 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
tadi datang.
Cahaya yang temaram tidak menyingkap seorang pengejar.
Mitch menggeser posisinya, dengan pelan menyingkirkan satu
dahan dan dahan lain, mengedarkan pandangannya ke sepanjang
pinggir jalan di atas lereng. Tak dilihatnya siapa pun di atas sana.
Ia tidak berencana bersembunyi di balik rerumpunan ilalang itu
untuk waktu lama. Ia melarikan diri dari posisinya yang rawan di
belakang mobil hanya untuk mendapatkan beberapa menit saja
untuk berpikir.
Mitch tidak khawatir laki-laki yang masih hidup itu akan pergi
dengan mobil Chryslernya. Julian Campbell bukanlah tipe bos ke-
pada siapa kau dapat melaporkan kegagalan dengan keyakinan kau
akan tetap mempertahankan pekerjaan atau kepalamu.
Lagipula, bagi laki-laki yang tengah berburu di luar sana itu, ini
semacam olahraga, dan Mitch adalah binatang buruan paling ber-
bahaya. Sang pemburu terdorong oleh balas dendam, harga diri,
dan citarasa kekerasan yang dulu telah membawanya ke jenis
pekerjaan macam ini.
Bahkan jika ia bisa bersembunyi sampai fajar atau meloloskan
diri, Mitch tidak akan melakukan itu. Ia tidak menggelegak dengan
semangat kejantanan untuk berhadap-hadapan dengan pembunuh
profesional kedua ini, tapi ia juga sangat paham akan akibat dari
menghindarinya sama sekali.
Jika laki-laki itu tetap hidup dan melapor kembali pada
Campbell, Anson akan segera tahu fratello piccolonya, adik kecil-
nya, masih hidup dan bebas. Mitch akan kehilangan keleluasaan
untuk bergerak dan keuntungan untuk mengejutkannya.
Besar kemungkinannya Campbell tidak mengharapkan laporan
dari pasangan algojo itu sebelum besok pagi. Mungkin ia bahkan
tidak akan mencari mereka sampai sore berikutnya.
Memang benar, Campbell mungkin akan merasa kehilangan
/ 197 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
mobil Chrysler Windsornya sebelum ia merasa kehilangan orang-
orang itu. Itu tergantung pada mesin mana yang ia rasa paling
penting baginya.
Mitch harus bisa mengejutkan Anson, dan ia harus berada di
rumah kakaknya saat tengah hari untuk menerima telepon dari para
penculik. Holly sekarang tengah berada di birai yang lebih tinggi
dan lebih sempit daripada sebelumnya.
Mitch tidak bisa bersembunyi, dan musuhnya pun tidak akan
bersembunyi. Bagi sang pemburu dan mangsanya—siapa pun yang
mana—ini harus menjadi pertempuran sampai mati.
/ 198 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
31
DDIKELILINGI BULU-BULU PUTIH NINGRAT YANG MENGESANKAN ADANYA
lingkaran perlindungan dari ksatria-ksatria berhelm, di dalam
rerumpunan ilalang itu Mitch mengingat kembali letusan keras dua
tembakan yang nyaris menembus dirinya saat ia tengah mengambil
pistol dari laki-laki mati itu.
Jika senjata lawannya dilengkapi dengan peredam suara, seper-
ti yang ia lihat di perpustakaan, letusannya tidak akan terdengar
sekeras itu. Ia mungkin tidak akan mendengarnya.
Di tempat terpencil seperti ini sang penembak tidak khawatir
akan menarik perhatian yang tidak ia inginkan, tapi ia tidak melepas
alat peredam suara itu hanya demi mendapatkan kepuasan letusan
yang lebih keras. Ia pasti punya alasan lain.
Besar kemungkinannya peredam suara adalah alat ilegal. Alat
semacam itu mempermudah pembunuhan secara diam-diam. Alat
itu dimaksudkan untuk digunakan di tempat-tempat tertutup—
seperti di dalam rumah besar yang staf rumah tangganya tidak
dapat dipercaya untuk ikut bekerja sama dalam kejahatan.
Logika dengan cepat mengarahkan Mitch mengambil kesim-
pulan bahwa peredam suara hanya bermanfaat dalam situasi-situasi
yang memerlukan kehati-hatian karena alat tersebut mengurangi
/ 199 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
keakuratan senjata itu sendiri.
Saat kau berdiri di atas tawananmu di dalam sebuah perpus-
takaan atau saat kau memaksanya untuk berlutut di hadapanmu di
sebuah jalan gurun yang sepi, sebuah pistol dengan peredam suara
mungkin akan bermanfaat bagimu. Tapi dari jarak dua puluh kaki,
atau tiga puluh kaki, mungkin alat itu akan mengurangi ketepatan
senjata sedemikian rupa sampai kau lebih yakin akan mengenai
sasaran dengan melemparkan pistolmu padanya ketimbang me-
nembaknya.
Bebatuan kecil bergemeretak seperti dadu yang jatuh terguling-
guling.
Suara itu tampaknya muncul dari arah sebelah barat. Mitch
berpaling ke arah itu. Dengan berhati-hati ia menyibak dahan-dahan
rerumpunan ilalang.
Lima puluh kaki jauhnya, sang penembak meringkuk seperti se-
orang raksasa besar dengan punggung bungkuk. Ia sedang menung-
gu akibat dari suara yang baru saja ia buat.
Bahkan saat sedang tak bergerak sekalipun, laki-laki itu tidak
akan mungkin dikira tonjolan batu atau tanaman gurun karena ia
telah menarik perhatian pada dirinya sendiri saat menyeberangi
sepetak tanah alkalin yang tandus. Sepetak tanah itu bukan hanya
tampak memiliki daya pantul namun juga bercahaya.
Jika Mitch tadi tidak berhenti sejenak di sini, jika ia terus ber-
jalan ke arah barat, ia pasti sudah bertemu dengan sang pembunuh
di tempat terbuka, mungkin berhadap-hadapan seperti dalam
pertempuran di film-film koboi.
Mitch terpikir untuk berbaring menunggu, membiarkan pem-
burunya mendekat sebelum menembak.
Kemudian naluri mengatakan padanya bahwa sekumpulan
rumput ilalang dan bentuk-bentuk lain yang mirip dengan itu di
dataran ini justru merupakan tempat-tempat yang paling menarik
/ 200 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
perhatian sang penembak. Ia menduga Mitch sedang bersembunyi;
dan ia akan memandang ilalang itu dengan kecurigaan.
Mitch ragu sejenak karena tampaknya keuntungan masih berada
di pihaknya. Ia bisa menembak dari tempat persembunyiannya saat
raksasa besar itu berdiri di tempat terbuka. Ia belum melepaskan
satu tembakan pun dengan pistol ini, sementara lawannya telah
mengeluarkan dua.
Magasin cadangan. Mengingat sang penembak bergerak dalam
bisnis penganiayaan, ia mungkin membawa satu magasin cadangan,
atau mungkin dua.
Ia akan mendekati sekumpulan ilalang itu dengan berhati-hati.
Ia tidak akan membuat dirinya menjadi sasaran empuk.
Saat Mitch menembak dan luput karena jarak, sudut, cahaya
yang mengacaukan pandangan, dan kurangnya pengalaman, sang
penembak akan balas menembak. Dengan dahsyat.
Ilalang tersebut memberikan perlindungan visual, bukan per-
lindungan dari tembakan. Mustahil bisa bertahan hidup meng-
hadapi gempuran tembakan dengan delapan peluru diikuti paling
tidak sepuluh lagi.
Masih meringkuk, sosok raksasa itu mengambil dua langkah
ragu ke depan. Ia kembali berhenti.
Sebuah ilham menghampiri Mitch, sebuah gagasan berani yang
untuk sesaat terpikir agar disisihkan karena terlalu nekat namun
kemudian ia percayai sebagai peluang terbaiknya.
Dibiarkannya dahan-dahan ilalang itu perlahan kembali ke
posisi mereka semula. Ia menyelinap keluar dari rerumpunan ter-
sebut dari sisi yang berlawanan dengan sisi tempat sang penembak
datang mendekat, berharap tanaman itu berada di antara mereka
selama mungkin.
Menuju paduan suara jangkrik dan musisi serangga bersuara klik
melengking yang terdengar lebih seram itu, Mitch bergegas ke timur,
/ 201 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
sepanjang rute yang tadi ia lalui. Ia melewati tempat di mana ia tadi
menuruni tanggul antara jalan dan hamparan gurun; pendakian
yang tak terselubung itu akan membuatnya terlalu rentan jika ia
gagal mencapai puncak sebelum sang penembak mengitari kumpul-
an ilalang itu.
Sekitar enam puluh kaki dari situ, ia tiba di sebuah cerukan
dangkal dan lebar di lereng yang karakteristik permukaannya tidak
bervariasi itu. Semak-semak lebat tumbuh subur di tempat yang
dangkal ini dan meluber ke pinggir-pinggirnya.
Membutuhkan kedua tangannya yang terborgol untuk me-
manjat, Mitch menjejalkan pistolnya ke belakang ikat pinggang.
Sebelumnya, sinar bulan menunjukkan jalan padanya, namun
sekarang bayang-bayang dari bulan mengaburkan pandangan dan
menipunya. Selalu sadar bahwa keheningan sama pentingnya
dengan kemajuan yang cepat, ia merayap ke atas menerobos semak-
semak itu.
Kehadirannya di situ membuat aroma musk merebak, aroma
yang mungkin bersumber dari tanaman namun juga mengatakan
padanya ia tengah memasuki habitat sejenis binatang tanpa ijin.
Ranting-ranting menjerat, menusuk, menggores.
Ia terpikir akan ular, kemudian menolak untuk memikirkannya.
Begitu sampai di puncak dengan aman, ia menggeliat keluar dari
cerukan tersebut ke bahu jalan. Ia merangkak ke tengah jalan tanah
sebelum akhirnya berdiri.
Jika ia berusaha mengitari tempat yang ia duga akan dituju sang
penembak, ia akan tahu bahwa pada saat yang sama sang penem-
bak pun melakukan antisipasi, mengubah arah tujuannya, berharap
dapat mengejutkan buruannya bahkan saat sang buruan mengatur
siasat untuk mengejutkannya. Saling mengendap-ngendap mengejar
satu sama lain, mereka bisa menghabiskan banyak waktu berharga
mengembara dalam gurun yang liar, sesekali menemukan jejak satu
/ 202 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
sama lain, sampai salah satu dari mereka melakukan kesalahan.
Jika seperti itu permainannya, kesalahan yang fatal akan terjadi
di pihak Mitch, karena dialah pemain dengan lebih sedikit
pengalaman. Seperti yang sudah terbukti benar sejauh ini, harapan-
nya terletak pada tindakannya yang tidak sesuai dengan dugaan
sang penembak.
Berhubung Mitch telah mengejutkan mereka dengan pistol yang
ia miliki, sang penembak akan mengharapkannya untuk memiliki
naluri perlindungan diri yang sama buasnya dengan binatang yang
terpojok. Bagaimanapun juga ia telah membuktikan dirinya tidak
terlumpuhkan oleh rasa takut, belas kasihan dan kebencian terhadap
diri sendiri.
Namun sang penembak mungkin tidak akan menduga seekor
binatang yang telah terpojok, yang telah berhasil membebaskan
diri, akan kembali dengan sukarela ke pojok yang darinya ia pernah
melarikan diri.
Chrysler kuno itu terparkir enam puluh kaki ke arah barat
darinya, tutup bagasinya masih setengah terbuka.
Mitch bergegas ke mobil tersebut dan berhenti sejenak di sam-
ping mayat tadi. Dengan mata yang dipenuhi kekaguman akan surga
di atas sana, laki-laki dengan wajah bopeng bekas jerawat itu
tergeletak terlentang.
Kedua mata itu adalah dua bintang yang telah mati, lubang-
lubang hitam, mengeluarkan daya gravitasi sedemikian rupa sampai
Mitch menduga mereka akan menariknya menuju kehancuran jika ia
memandanginya terlalu lama.
Sesungguhnya, ia tidak merasa bersalah. Tidak peduli apa pun
yang pernah dikatakan oleh ayahnya, ia sadar bahwa ia percaya
pada makna dan pada hukum alam. Namun membunuh dalam
rangka pembelaan diri bukanlah sebuah dosa menurut tao mana
pun.
/ 203 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
Dan juga bukan sesuatu untuk dirayakan. Ia merasa sesuatu yang
berharga telah dirampas darinya. Sebut saja sesuatu itu ketidakber-
dosaan, namun itu hanya secuil dari apa yang telah hilang darinya;
bersama ketidakberdosaan itu turut hilang pula kemampuan untuk
merasakan kelembutan tertentu, sebuah pengharapan seumur hidup
akan kegembiraan yang menanti, manis, dan tak terlukiskan.
Menoleh ke belakang, Mitch memeriksa tanah untuk jejak-jejak
kaki yang mungkin ia tinggalkan. Di bawah sinar matahari, tanah
yang padat dan keras itu mungkin akan mengkhianatinya; tapi
sekarang ia tidak melihat jejak apa pun.
Di bawah tatapan sang bulan yang memikat, gurun itu tampak
tengah terlelap dan bermimpi; tergambarkan dalam warna hitam
putih seperti kebanyakan mimpi, setiap bayangan tampak sekonkret
besi, setiap obyek setipis asap.
Saat ia melihat ke dalam bagasi, di mana bulan menolak untuk
mengintip, kegelapan membuat bagasi itu tampak seperti mulut
seekor monster tanpa belas kasihan yang menganga. Ia tidak dapat
melihat lantai dari ruang itu, seolah bagasi itu adalah sebuah kom-
partemen ajaib yang menyediakan tempat penyimpanan untuk jum-
lah bagasi tak terhingga.
Ia mengeluarkan pistol dari balik sabuknya.
Diangkatnya tutup bagasi itu lebih tinggi, memanjat masuk ke
dalamnya, dan menarik tutupnya hingga setengah tertutup kembali.
Setelah sedikit mencoba-coba, ia menemukan alat peredam
suara disisipkan di bagian laras pistol. Ia melepaskan dan menyisih-
kannya.
Tak lama lagi, saat ia gagal menemukan Mitch bersembunyi di
rumput ilalang atau di semak-semak, atau di cerukan batu yang ter-
pahat oleh cuaca, sang penembak akan datang kembali untuk meng-
awasi mobil Chrysler. Ia akan menduga buruannya kembali ke mobil
dengan harapan akan menemukan kunci masih tergantung di dalam
/ 204 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
lubang kontak.
Sang pembunuh profesional itu tidak akan sanggup memahami
bahwa seorang suami yang baik tidak akan pernah bisa melarikan
diri dari ikrarnya, dari istrinya, dari harapan terbaiknya akan cinta
di dalam dunia yang hanya menawarkan sedikit cinta.
Jika laki-laki itu menetapkan bagian belakang mobil sebagai titik
pengamatannya, ia mungkin akan menyeberangi jalan di bawah
sinar bulan. Ia akan berhati-hati dan bergerak dengan sigap, namun
tetap merupakan sasaran yang mudah.
Ada pula kemungkinan ia akan mengawasi bagian depan mobil.
Namun jika waktu berlalu dan tidak ada apa pun yang terjadi, ia
mungkin akan menjelajahi wilayah itu sekali lagi, dan, saat kembali,
melintas di hadapan Mitch.
Baru tujuh atau delapan menit berlalu sejak sepasang laki-laki itu
membuka tutup bagasi untuk disambut dengan tembakan pistol.
Laki-laki yang masih hidup itu akan tetap sabar. Namun pada
akhirnya, jika pengamatan dan pencariannya tidak membuahkan
hasil, ia akan mempertimbangkan untuk berkemas dan pergi dari
sini, tak peduli betapa takutnya dia akan sang bos.
Pada saat itu, jika tidak sebelumnya, ia akan mendatangi bagian
belakang mobil untuk mengurus mayat temannya. Ia pasti akan
memuatnya ke dalam bagasi.
Sekarang Mitch setengah duduk, setengah berbaring, terselimuti
kegelapan, kepalanya terangkat cukup tinggi untuk melihat mele-
wati ambang bagasi.
Ia telah membunuh seorang laki-laki.
Ia berniat untuk membunuh satu lagi.
Pistol itu terasa berat di tangannya. Ia mengusapkan jemarinya
yang gemetar sepanjang permukaannya, mencari alat pengaman,
namun tak menemukannya.
Saat memandangi jalan sepi berlapis sinar bulan yang diimpit
/ 205 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
gurun yang pucat, ia paham bahwa apa yang telah hilang dari
dirinya—ketidakberdosaan, dan harapan kekanakan mendasar akan
kegembiraan yang menanti dan tak terlukiskan itu—secara perlahan
digantikan oleh sesuatu yang lain, dan bukan oleh sesuatu yang
buruk. Lubang di dalam dirinya tengah terisi sesuatu yang belum
bisa ia katakan.
Dari bagasi mobil ia punya pandangan yang terbatas akan
dunia, tapi di dalam kesempitan itu ia justru bisa menangkap jauh
lebih banyak malam ini dibanding sebelumnya.
Jalan keperakan tersebut surut menjauh darinya namun juga
mendekat, menawarinya pilihan yang saling bertentangan.
Beberapa kumpulan batu mengandung serpihan-serpihan mika
yang berkilau di bawah sinar bulan, dan pada tempat di mana be-
batuan itu menjulang ke langit dan tampak sebagai siluet, bintang-
bintang tampak seolah menaburkan diri mereka sendiri ke bumi.
Menyeruak dari utara menuju selatan, dengan layarnya yang
berbulu, seekor burung hantu besar pucat dan bertanduk menukik
rendah dan pelan melintasi jalan, kemudian mengayuh dirinya lebih
tinggi lagi menuju malam, jauh lebih tinggi lagi dan menjauh.
Mitch merasa apa yang ia dapatkan sebagai ganti apa yang
hilang darinya, yang dengan cepat menyembuhkan lubang pada
dirinya, adalah kemampuan untuk merasa takjub, perasaan yang
lebih dalam akan adanya misteri di semua hal.
Kemudian ia menarik diri dari ambang kekaguman, menuju ke-
ngerian dan kemantapan hati yang teguh, saat sang penembak
datang kembali dengan maksud yang tidak terduga sebelumnya.
/ 206 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
32
SSANG PEMBUNUH DATANG KEMBALI DENGAN BEGITU DIAM-DIAMNYA SAMPAI
Mitch tidak sadar akan kehadirannya sebelum ia mendengar salah
satu pintu mobil berbunyi klik terbuka dan mengayun lebar dengan
suara berderik yang samar.
Laki-laki itu datang mendekat dari arah depan Chrysler.
Mengambil risiko terlihat di bawah pancaran lampu interior mobil
yang menyala sekejap, ia masuk dan menutup pintunya sepelan
mungkin.
Jika ia mapan di belakang setir, ia pasti berniat untuk mening-
galkan tempat itu.
Tidak. Ia tidak akan menyetir pergi dengan pintu bagasi yang
terbuka. Dan sudah pasti ia tidak akan meninggalkan mayat teman-
nya.
Mitch menunggu dalam diam.
Sang penembak pun diam.
Perlahan kesunyian itu menjadi semacam tekanan yang dapat
dirasakan Mitch pada kulitnya, pada gendang telinganya, pada
matanya yang tak berkedip, seolah mobil itu tengah menuruni
ngarai laut, dan bobot air yang semakin berat menekannya.
Sang penembak pasti sedang duduk di dalam gelap, mengamati
/ 207 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
malam, menunggu untuk tahu apakah pijaran sekejap lampu tadi
telah menarik perhatian, apakah ia telah terlihat. Jika kedatangan-
nya kembali ke mobil ini tidak memunculkan reaksi apa pun, apa
yang akan ia lakukan berikutnya?
Gurun tetap tak berangin.
Dalam kondisi seperti ini, mobil akan peka terhadap gerakan
seperti perahu di dalam air. Jika Mitch bergerak, sang pembunuh
akan menyadari keberadaannya.
Satu menit berlalu. Satu menit lagi.
Mitch membayangkan laki-laki berwajah mulus yang sedang
duduk di dalam mobil sana, di dalam kekelaman, berusia paling
tidak tiga puluh tahun, mungkin tiga puluh lima, namun dengan
wajah yang begitu lembut dan mulus, seolah hidup belum dan tidak
akan pernah menyentuhnya.
Ia berusaha membayangkan apa yang sedang dilakukan, di-
rencanakan laki-laki berwajah mulus itu. Pikiran di balik topeng itu
tetap tak tertembus oleh daya imajinasi Mitch. Ia mungkin akan
lebih berhasil memikirkan apa yang dipercayai seekor kadal gurun
tentang Tuhan atau hujan atau jimsonweed.
Setelah keheningan yang lama, sang penembak bergeser posisi,
dan gerakannya menyingkap sebuah fakta. Jarak suara yang dekat
dan membuatnya lemas itu mengungkap bahwa laki-laki tersebut
tidak berada di belakang setir Chrysler. Ia berada di kursi belakang.
Ia pasti duduk condong ke depan, waspada, sejak ia masuk ke
dalam mobil. Ketika akhirnya ia menyandar ke belakang, kain
pelapis kursi itu mengeluarkan suara seperti saat kulit atau vinyl
ditekan, dan pegas-pegas kursi itu mengeluh pelan.
Kursi belakang mobil merupakan dinding belakang dari bagasi.
Ia dan Mitch hanya berjarak beberapa kaki saja satu sama lain.
Mereka nyaris sama dekatnya dengan ketika mereka berjalan
dari perpustakaan menuju paviliun mobil.
/ 208 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Berbaring di dalam bagasi, Mitch memikirkan perjalanan itu.
Sang penembak mengeluarkan suara yang pelan, entah batuk
yang tertahan atau erangan yang teredam oleh dinding pembatas
yang berlapis.
Mungkin ia memang terluka. Kondisinya tidak cukup serius
untuk memaksanya berkemas dan pergi, meski cukup menyakitkan
untuk menghambatnya menjelajah terlalu banyak.
Jelas, ia mapan di dalam mobil karena ia berharap pada
akhirnya, dalam keputusasaan, buruannya akan kembali ke sana. Ia
menduga Mitch akan berhati-hati dalam bertindak, dengan seksama
memeriksa daerah sekitar mobil itu, namun tidak mengira maut
tengah menantinya di dalam bayang-bayang kursi belakang.
Di dalam ruang pembelajaran pengganti ini, Mitch memikirkan
perjalanan yang tadi ia tempuh dari perpustakaan menuju paviliun
mobil: bulan bagai alas bunga teratai mengapung di kolam renang,
moncong pistol yang ditekan ke pinggangnya, nyanyian katak-
katak, dahan-dahan berenda tanaman silver sheen, pistol yang
ditekan ke pinggangnya …
Mobil sekuno ini tidak akan memiliki dinding anti-api atau
lapisan peredam benturan di antara bagasi dan ruang tempat duduk
penumpang. Bagian belakang sandaran kursi belakang mungkin
hanya dilengkapi papan fiber setebal seperempat inci atau bahkan
hanya dengan kain.
Sandaran kursi belakang mungkin berisi lapisan setebal enam
inci. Sebutir peluru akan sedikit tertahan.
Pembatas itu tidak antipeluru. Tak seorang pun yang hanya ter-
lindung oleh bantalan sofa bisa berharap dapat keluar tanpa terluka
sama sekali setelah mendapat gempuran sepuluh peluru berkecepat-
an tinggi.
Sekarang Mitch setengah berbaring dan setengah duduk
bertumpu pada sisi tubuh sebelah kirinya, menghadap malam
/ 209 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
melalui tutup bagasi yang terbuka.
Ia harus berguling ke sisi tubuh sebelah kanannya untuk bisa
menempelkan pistol pada dinding belakang bagasi.
Mitch memiliki berat seratus tujuh puluh pon. Tidak diperlukan
gelar sarjana dalam bidang fisika untuk tahu bahwa mobil tersebut
akan bereaksi terhadap bobot sebanyak itu yang bergeser.
Berguling dengan cepat, langsung menembak—dan mungkin ia
akan mendapati dirinya ternyata salah mengenai pemisah di antara
bagasi dan ruang penumpang. Jika memang ada sehelai papan besi
di situ, ia tidak saja akan terkena pantulan peluru namun juga akan
gagal mengenai sasarannya.
Jika itu terjadi ia akan terluka dan kehabisan amunisi, dan sang
penembak akan tahu di mana menemukannya.
Sebutir keringat bergulir di sepanjang sisi hidung, menuju sudut
mulutnya.
Malam itu sejuk, tidak panas.
Dorongan untuk bertindak menarik urat syarafnya menjadi
setegang tali busur.
/ 210 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
33
SSELAGI MITCH BERBARING DALAM KEBIMBANGAN, DI DALAM BENAKNYA
terdengar jeritan Holly, dan suara plak keras saat ia ditampar.
Suara yang berasal dari dunia nyata memfokuskan dirinya kem-
bali ke masa kini: musuhnya, di dalam ruang penumpang, sedang
menahan batuk.
Suara itu teredam dengan sangat baik sehingga tidak akan ter-
dengar dari luar mobil. Seperti sebelumnya, batuknya hanya
berlangsung selama beberapa detik.
Mungkin batuk sang penembak itu berkaitan dengan sebuah
luka. Atau mungkin ia alergi terhadap serbuk-serbuk gurun.
Saat ia batuk lagi, Mitch akan menggunakan kesempatan itu
untuk mengubah posisinya.
Di luar bagasi yang terbuka, gurun tampak berubah gelap,
terang, gelap dengan berirama, namun sesungguhnya itu di-
pengaruhi oleh ketajaman pandangannya yang meningkat sekejap
mengikuti setiap degupan jantungnya yang berdebar.
Namun ilusi mendadak akan adanya salju memang bersumber
pada kenyataan. Sinar bulan membekukan sayap-sayap berpendar
dari kunang-kunang yang berkerumun dan berputar seperti serpih-
an-serpihan musim dingin di atas jalan.
/ 211 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
Tangan Mitch yang terborgol mencengkeram pistol dengan
begitu keras sampai buku-buku jarinya mulai terasa nyeri. Jari te-
lunjuk kanannya dikaitkan pada pengaman pelatuk, bukan pada
pelatuknya sendiri, karena ia takut sedikit gerakan gugup bisa mem-
buatnya menembak sebelum waktunya.
Giginya mengatup keras. Ia mendengar dirinya sendiri menarik
napas, mengembuskan napas. Dibukanya mulutnya untuk bernapas
lebih pelan.
Meski jantungnya berpacu, waktu tidak berubah menjadi sungai
yang mengalir deras, melainkan menjadi aliran lumpur yang me-
rayap.
Naluri telah banyak membantunya dalam beberapa jam ter-
akhir ini. Demikian juga, indera keenam mungkin setiap saat dapat
menyadarkan sang penembak bahwa ia tidak sendirian.
Endapan detik-detik mengisi menit yang kosong, mengisi satu
menit lagi, dan lagi—kemudian suara batuk teredam yang ketiga
memberi Mitch kesempatan untuk berguling dari sisi kiri ke sisi
kanan tubuhnya. Selesai berganti posisi, ia berbaring dengan pung-
gung menghadap ke tutup bagasi yang terbuka, sama sekali tak
bergerak.
Keheningan sang penembak tampaknya mengandung kewas-
padaan yang meningkat, mengandung kecurigaan. Dunia sekarang
tertangkap oleh kelima indera Mtich melalui lensa kegelisahan
ekstrem yang tidak menunjukkan kenyataan sesungguhnya.
Sudut menembak yang seperti apa? Pola seperti apa?
Berpikirlah.
Laki-laki berwajah mulus itu pasti tidak duduk tegak. Ia akan
duduk menyandar dan sedikit merosot untuk memanfaatkan ke-
gelapan di kursi belakang.
Pada situasi lain, sang pembunuh mungkin akan lebih memilih
posisi di sudut. Dengan begitu ia bisa lebih yakin tidak akan terlihat.
/ 212 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Namun karena tutup bagasi yang terangkat menghalanginya untuk
terlihat jelas dari jendela belakang mobil, ia dapat dengan aman
duduk di tengah, yang merupakan posisi terbaik untuk mengawasi
kedua pintu depan.
Menjaga rantai borgolnya tetap kencang, Mitch pelan-pelan
meletakkan pistolnya. Ia tidak berani mengambil risiko membentur-
kan senjata itu pada sesuatu selama pemeriksaan yang perlu ia
lakukan.
Mengulurkan tangan ke depan sambil meraba-raba, Mitch me-
nemukan dinding belakang bagasi. Meski terasa keras di bawah
jemarinya, permukaan itu memiliki penutup kain.
Mobil Chrysler itu mungkin tidak diperbaiki dengan kesetiaan
seratus persen sesuai dengan aslinya. Campbell mungkin memilih
melakukan beberapa perbaikan dengan kualitas yang lebih baik, ter-
masuk bahan yang lebih halus untuk bagian bagasi.
Bagai sepasang laba-laba yang bergerak dengan serempak,
kedua tangannya merayap dari kiri ke kanan di atas permukaan
dinding, memeriksanya. Ia menekan dengan lembut, kemudian
sedikit lebih keras lagi.
Di bawah jemarinya yang menyelidik, permukaan itu melekuk
sedikit. Papan fiber seperempat inci, dilapisi kain, mungkin akan
melekuk seperti itu. Permukaan itu tidak terasa seperti logam.
Papan pemisah itu menerima tekanan tangannya dengan diam,
namun saat Mitch mengendurkan tangannya, papan itu kembali ke
bentuk semula dengan suara menekuk yang pelan.
Dari arah ruang penumpang terdengar suara protes kain pelapis
yang ditekan, suara berputar yang singkat dan tak ada suara lagi.
Besar kemungkinan sang penembak mengubah posisinya untuk
merasa lebih nyaman—meski mungkin saja ia membalikkan badan
untuk mendengarkan dengan lebih seksama.
Mitch meraba-raba lantai, mencari pistolnya, dan merebahkan
/ 213 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
tangan di atasnya.
Berbaring menyamping dengan lutut meringkuk ke atas tanpa
ruang untuk melebarkan lengannya, ia tidak berada dalam posisi
yang bagus untuk menembak.
Jika ia berusaha bergerak ke arah ujung bagasi yang terbuka
sebelum menembak, ia akan ketahuan. Satu atau dua detik
peringatan mungkin cukup bagi sang penembak berpengalaman itu
untuk berguling menjatuhkan diri dari tempat duduk ke lantai.
Mitch mengulas rencananya sekali lagi dalam benaknya, untuk
memastikan ia tidak mengabaikan detail apa pun. Salah perhitungan
sekecil apa pun akan berarti maut baginya.
Diangkatnya pistolnya. Ia akan menembak dari kiri ke kanan,
kemudian dari kanan ke kiri, berondongan ganda, masing-masing
lima peluru.
Saat ia menekan pelatuknya, tak sesuatu pun terjadi. Hanya
suara seperti logam yang nyaring namun pelan, snick.
Jantungnya seperti palu dan paron, dan ia harus mendengar
melampaui suara gemuruh itu, namun ia cukup yakin sang penem-
bak tidak bergerak lagi, tidak mendengar suara pelan pistol keras
kepala itu.
Sebelumnya ia telah memeriksa senjata itu dan tidak mene-
mukan alat pengaman.
Ia mengendurkan jarinya dari pelatuk, ragu untuk sesaat, kemu-
dian menekannya lagi.
Snick.
Sebelum panik dapat menguasainya, nasib baik mengibas-
ngibaskan sayapnya pada pipi Mitch dan masuk ke dalam mulutnya
yang menganga: seekor kunang-kunang, tidak sedingin yang terlihat
saat sedang berputar-putar seperti serpihan salju.
Dengan refleks ia menyembur, meludahkan serangga itu,
tersedak, dan menarik pelatuknya sekali lagi. Sebuah penahan
/ 214 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
dipasang menyatu dengan pelatuk—mungkin itulah alat pengaman-
nya—lewat mana kau harus menariknya untuk menembak, sebuah
aksi ganda, dan karena ia menarik lebih keras dari sebelumnya, pis-
tol itu meletus.
Sentakan ke belakang, diperparah oleh posisi tubuhnya, meng-
guncangnya. Tubrukan itu tidak bisa lebih keras lagi bahkan jika
suara pintu menuju Neraka yang terbanting di belakangnya, dan ia
dikejutkan oleh semburan puing-puing, sobekan-sobekan kain yang
terbakar dan serpihan-serpihan papan fiber yang menyemprot
wajahnya. Namun ia memicingkan mata dan terus menembak, dari
kiri ke kanan, senjata itu menariknya ke atas, menariknya dengan
kuat, kemudian dari kanan ke kiri, mengendalikan senjata itu, bukan
sekadar menembaknya, dan meski awalnya ia mengira akan dapat
menghitung peluru selagi menembakkannya, ia kehilangan jejak
setelah peluru kedua, kemudian magasinnya kosong.
/ 215 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
34
LJIKA LAKI-LAKI ITU TIDAK TEWAS, BAHKAN JIKA IA TERLUKA, IA MASIH DAPAT
membalas menembak melalui sandaran kursi belakang. Bagasi mobil
itu masih merupakan perangkap maut.
Meninggalkan pistolnya yang sudah tidak berguna, Mitch
merangkak keluar, membentur lututnya di ambang bagasi, memben-
tur siku pada bemper, jatuh bertumpu pada tangan dan lututnya di
jalan, kemudian bangkit berdiri. Ia berlari meringkuk sepanjang
sepuluh yar, lima belas, sebelum berhenti dan menoleh ke belakang.
Laki-laki itu belum juga keluar dari mobil Chrysler. Keempat
pintunya masih tertutup.
Mitch menunggu, keringat menetes dari ujung hidungnya, dari
dagunya.
Hilang sudah kunang-kunang yang bagai serpihan salju, burung
hantu raksasa bertanduk, nyanyian para jangkrik, suara klik
melengking makhluk yang menyeramkan.
Di bawah bulan yang bisu, di gurun yang membatu, mobil
Chrysler itu tampak tidak sesuai dengan zamannya, seperti mesin
waktu pada zaman Mesozoic awal, mengkilat dan berkilau dua
ratus juta tahun sebelum diciptakan.
Saat udara yang sekering garam mulai membakar tenggorokan-
/ 216 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
nya, Mitch berhenti bernapas lewat mulut, dan saat keringat mulai
mengering di wajahnya, ia bertanya pada dirinya sendiri berapa
lama ia sebaiknya menunggu sebelum menyimpulkan laki-laki itu
telah tewas. Ia memandang jamnya. Ia memandang bulan. Ia
menunggu.
Ia membutuhkan mobil itu.
Ia mengukur waktu perjalanan di jalan tanah tadi. Dua belas
menit. Mereka mungkin melaju dengan kecepatan dua puluh lima
mil per jam sepanjang bagian terakhir perjalanan mereka tadi.
Perhitungan matematika menunjukkan bahwa dirinya berada lima
mil dari jalan aspal.
Bahkan jika ia berhasil menempuh jarak sejauh itu menuju per-
adaban, ia mungkin akan mendapati dirinya di wilayah yang sepi
tanpa banyak lalu lintas. Lagipula, dalam kondisinya yang seperti
sekarang ini, kotor, kusut dan tak diragukan lagi dengan sorot mata
liar, tak seorang pun akan mau memberinya tumpangan, kecuali
mungkin seorang psikopat nomaden yang sedang berkelana mencari
korban.
Akhirnya ia mendekati mobil Chrysler.
Ia mengitari kendaraan itu, tetap menjaga jarak dari sisi-sisinya
sejauh yang dimungkinkan oleh lebar jalan tersebut, waspada ter-
hadap wajah kelam mulus yang mungkin mengintip dari remang-
remang di dalam mobil. Setelah tiba dengan selamat di bagasi dari
mana ia telah dua kali melarikan diri, ia berhenti sejenak dan
memasang telinga.
Holly sedang dalam bahaya, dan jika para penculik berusaha
menghubungi Mitch, mereka tidak akan berhasil karena telepon
genggamnya ada di dalam kantong plastik putih nun jauh di rumah
Campbell. Telepon ke rumah Anson pada tengah hari nanti akan
menjadi satu-satunya kesempatan untuk kembali menjalin kontak
dengan mereka sebelum mereka memutuskan untuk memotong-
/ 217 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
motong sandera mereka dan beralih ke permainan lain.
Tanpa ragu lebih lama lagi, ia beranjak ke pintu belakang pada
sisi sopir dan membukanya.
Tergeletak di kursi, mata membelalak, berdarah-darah namun
masih hidup, adalah sang laki-laki berwajah mulus, dengan pistol-
nya terarah ke pintu. Moncong pistolnya tampak seperti rongga
mata tanpa mata, dan sang penembak terlihat penuh dengan keme-
nangan saat ia berkata, “Matilah.”
Ia berusaha menarik pelatuk, namun pistol itu goyah di tangan-
nya dan terlepas dari cengkeramannya. Senjata itu jatuh ke lantai
mobil, dan tangan sang laki-laki terkulai di pangkuannya, dan
sekarang setelah ancaman satu katanya ternyata merupakan
ramalan akan nasibnya sendiri, ia tergeletak di sana seolah tengah
mengajukan tawaran yang menjijikkan.
Membiarkan pintu mobil tetap terbuka, Mitch beranjak ke ping-
gir jalan dan duduk di bongkahan batu sampai ia bisa yakin bahwa,
setelah semua ini, ia tidak akan muntah.
/ 218 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
35
DDUDUK DI ATAS BONGKAHAN BATU, MITCH PUNYA BANYAK HAL UNTUK
dipikirkan.
Saat semua ini berakhir, jika ini akan pernah berakhir, mungkin
hal yang terbaik untuk dilakukan adalah pergi ke polisi, membe-
berkan cerita mengenai usaha pembelaan diri mati-matian yang ia
lakukan, dan menyerahkan dua laki-laki mati di dalam bagasi
Chrysler kepada mereka.
Julian Campbell akan menyangkal bahwa ia mempekerjakan
mereka, atau paling tidak bahwa ia telah menyuruh mereka mem-
bunuh Mitch. Laki-laki seperti dua orang ini kemungkinan besar
dibayar secara tunai; dari sudut pandang Campbell, lebih sedikit
dokumen akan lebih baik, dan para penembak itu bukan jenis orang
yang peduli bahwa jika mereka dibayar secara tunai tanpa pe-
ngurangan pajak maka mereka akan dianggap tidak memiliki
Jaminan Sosial.
Namun ada kemungkinan pihak berwajib tidak sadar akan sisi
gelap kerajaan bisnis Campbell. Dari apa yang terlihat, mungkin ia
salah satu warga California yang paling terpandang.
Di sisi lain, Mitch adalah seorang tukang kebun sederhana yang
sudah dijebak untuk menerima hukuman atas pembunuhan istrinya
/ 219 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
jika ia gagal menebusnya. Dan di Corona del Mar, di jalan depan
rumah Anson, bagasi mobil Hondanya berisi mayat John Knox.
Meski ia percaya pada aturan hukum, untuk semenit pun Mitch
tidak percaya bahwa pemeriksaan tempat kejadian perkara yang
sesungguhnya dilakukan dengan ketelitian yang sama tingginya—
atau bahwa teknisi CSI sama sempurnanya—dengan yang ditampil-
kan di televisi. Semakin banyak bukti yang mengarah padanya,
bahkan jika bukti itu ditanam dengan sengaja, semakin banyak lagi
yang akan mereka temukan untuk mendukung kecurigaan mereka,
dan akan lebih mudah bagi mereka untuk mengabaikan detail-detail
yang bisa membuktikan dirinya tidak bersalah.
Lagipula, hal terpenting sekarang adalah untuk tetap bebas dan
bergerak sampai ia menebus Holly. Ia akan menebusnya. Atau mati
saat berusaha.
Setelah bertemu Holly dan nyaris langsung jatuh cinta, Mitch
sadar bahwa sebelumnya ia hanya setengah hidup, terkubur hidup-
hidup selama masa kanak-kanaknya. Holly telah membukakan peti
mati emosi tempat orangtuanya telah meninggalkannya, dan Mitch
telah bangkit, berkembang.
Perubahan dirinya membuat ia sendiri takjub. Ia merasa dirinya
hidup seutuhnya, akhirnya, saat mereka menikah.
Namun malam ini ia sadar bahwa ada sebagian dirinya yang
masih terlelap. Ia telah terbangun terhadap kejelasan penglihatan
yang menggairahkan sekaligus mengerikan.
Ia telah menjumpai kejahatan dengan kemurnian yang sehari
sebelumya ia pikir tidak ada, sebab ia telah dididik untuk
menyangkal keberadaannya. Namun bersamaan dengan penge-
nalan adanya kejahatan semacam itu, muncul pula kesadaran yang
meningkat akan lebih banyak dimensi di setiap situasi, di hampir
setiap obyek, dibanding yang pernah ia lihat sebelumnya, keindah-
an yang lebih agung, harapan yang ganjil, dan misteri.
/ 220 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Ia tidak tahu pasti apa yang ia maksud dengan itu. Ia hanya tahu
bahwa seperti itulah halnya, bahwa ia telah membuka matanya ter-
hadap realitas yang lebih luhur. Di balik misteri yang berlapis-lapis
dan menawan dari dunia baru di sekitarnya ini, ia merasakan suatu
kebenaran yang tabir demi tabir akan menyingkap dirinya sendiri.
Di dalam kondisi pencerahan semacam ini, aneh bila ia merasa
tugas paling mendesak yang dihadapinya sekarang adalah me-
nyingkirkan sepasang laki-laki mati itu.
Tawa membuncah dalam dirinya. Namun ia telan. Terduduk di
gurun, menjelang tengah malam, tanpa teman selain mayat-mayat,
tertawa pada bulan tampaknya bukan langkah pertama dalam jalan
yang benar keluar dari sini.
Tinggi di sebelah timur sana, sebuah meteor melesat ke barat
bagai tarikan restleting, membuka langit yang gelap untuk menying-
kap sekilas hamparan putih di baliknya, namun mata restleting itu
menutup sama cepatnya seperti ia membuka, tetap membuat langit
terselimuti, dan meteor itu menjadi abu bara, asap.
Memaknai bintang jatuh itu sebagai pertanda untuk cepat me-
mulai tugasnya yang mengerikan, Mitch berlutut di sisi laki-laki
berwajah bopeng dan menggeledah sakunya. Ia segera menemukan
dua barang yang ia inginkan: kunci borgol dan kunci mobil Chrysler
Windsor.
Setelah melepaskan diri dari borgol, dilemparnya borgol itu ke
dalam bagasi mobil yang terbuka. Diusap-usapnya pergelangan
tangannya yang terluka.
Ia menyeret mayat laki-laki itu ke bahu jalan sebelah selatan,
menerobos semak-semak yang menutupi, dan meninggalkan mayat
itu di sana.
Mengeluarkan mayat kedua dari kursi belakang memerlukan
pergulatan yang tidak menyenangkan. Namun dalam waktu dua
menit sepasang laki-laki mati itu sudah berbaring berdampingan,
/ 221 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
terlentang menghadap bintang-bintang yang memesona.
Kembali ke mobil, Mitch menemukan sebuah senter di kursi
depan. Ia sudah menduga mereka akan membawa senter karena
mereka pasti berencana menguburnya di dekat-dekat sini dan pasti
memerlukan sinar untuk membantu mereka melakukannya.
Lampu plafon mobil yang lemah tidak memperlihatkan bagian
kursi belakang sebanyak yang perlu ia lihat. Ia memeriksanya de-
ngan bantuan senter.
Berhubung laki-laki tadi tidak langsung tewas, ia punya waktu
untuk mengeluarkan darah, dan ia tidak tanggung-tanggung
melakukannya.
Mitch menghitung ada delapan lubang di sandaran kursi
belakang, peluru yang menembus dari bagasi. Dua peluru lain rupa-
nya berbelok arah atau terhenti oleh struktur kursi itu sendiri.
Di bagian belakang kursi depan terdapat lima lubang; namun
hanya satu yang menembus sampai ke sisi lainnya. Sebuah lubang di
pintu laci depan memperlihatkan ujung akhir dari lintasan peluru
itu.
Mitch menemukan peluru tersebut di atas lantai di depan kursi
penumpang. Dilemparnya peluru itu ke dalam malam.
Nantinya setelah ia keluar dari jalan tanah dan memasuki jalan
aspal, kendati terburu-buru ia harus tetap mematuhi batas kecepatan
yang terpampang. Jika petugas patroli jalan tol menghentikannya
dan melihat sekilas pada darah dan kerusakan di kursi belakang,
Mitch kemungkinan akan makan sehari-hari atas biaya negara
bagian California untuk waktu yang lama.
Kedua laki-laki itu tidak membawa sekop.
Mengingat profesionalisme mereka, ia ragu mereka berencana
meninggalkan tubuhnya untuk membusuk di mana pejalan kaki atau
pembalap off road mungkin akan menemukannya. Mengenal
wilayah itu, mereka pasti tahu bagian-bagian dari daratan itu yang
/ 222 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
bisa dipakai sebagai kuburan alami dan kemungkinannya kecil untuk
ditemukan secara tidak sengaja.
Mencari tempat penguburan itu di malam hari dengan bantuan
senter tidak membuat Mitch tertarik. Begitu juga kemungkinan
adanya sekumpulan tulang belulang yang mungkin akan ia temukan
di sana.
Ia kembali ke dua mayat itu dan merampas dompet mereka
untuk membuat proses identifikasi lebih sulit. Semakin lama ia
semakin tidak ragu lagi memegang-megang mereka—dan sikap
barunya ini membuatnya terganggu.
Setelah menyeret keduanya lebih jauh lagi dari jalan, ia me-
ngubur mereka di rumpun manzanita setinggi pinggang yang lebat.
Selubung dedaunan yang berbulu tidak akan membuat mereka
ditemukan dengan mudah.
Kendati gurun tampak tidak bersahabat terhadap kehidupan,
ada banyak spesies yang tumbuh subur di dalamnya, dan beberapa
dari mereka adalah pemakan bangkai. Dalam waktu satu jam, yang
pertama dari makhluk-makhluk tersebut akan tertarik pada santap-
an ganda di dalam manzanita itu.
Beberapa darinya adalah kumbang seperti yang dengan hati-hati
dihindari kedua laki-laki itu supaya tidak terinjak saat mereka meng-
giringnya di serambi paviliun mobil.
Pada pagi hari, panas dari gurun juga akan mulai melaksanakan
tugasnya, mempercepat proses pembusukan dengan signifikan.
Jika mereka sampai ditemukan, nama-nama mereka mungkin
tidak akan pernah diketahui. Dan yang mana di antara mereka
memiliki bekas jerawat yang parah dan yang mana memiliki wajah
mulus tidak akan penting bagi siapa pun, dan tidak berarti apa pun.
Di dalam paviliun mobil, saat mereka akan menyekapnya di
dalam bagasi Chrsyler, Mitch berkata aku harap kita tidak harus
melakukan ini.
/ 223 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
Yah, kata laki-laki berwajah mulus, memang harus begini.
Satu lagi bintang jatuh menarik perhatiannya ke langit yang
pekat dan jernih. Sekilas goresan terang, dan kemudian langit pulih
kembali.
Ia kembali ke mobil dan menutup bagasinya.
Setelah mengalahkan dua pembunuh berpengalaman, mungkin
seharusnya ia merasa berkuasa, bangga, dan garang. Namun ia jus-
tru merasa semakin hina.
Untuk menghindari bau amis darah, diturunkannya keempat
kaca jendela Chrysler Windsor itu.
Mesinnya langsung menyala: senandung kekuatan yang
menggelegar. Dihidupkannya kedua lampu depan.
Ia lega melihat meteran bensin memperlihatkan tangki yang
hampir tiga per empat penuh. Ia tidak ingin berhenti di tempat
umum mana pun, bahkan tidak di pompa bensin self service.
Ia telah memutar balik mobil dan menempuh empat mil per-
jalanan di jalan tanah saat, sampai di atas tanjakan, ia mendapati
pemandangan yang membuatnya menginjak rem.
Di sebelah selatan, di dalam cerukan dangkal, terhampar sebuah
danau merkuri dengan lingkaran-lingkaran konsentris berlian yang
berkilauan mengapung di atasnya, bergerak perlahan mengikuti arus
pusaran air yang lamban, sama agungnya dengan sebuah galaksi
spiral.
Untuk sesaat pemandangan itu begitu tidak nyata sampai ia
merasa pastilah itu sebuah halusinasi atau bayangan. Kemudian ia
sadar itu padang rumput, kemungkinan rumput ekor bajing dengan
dahan-dahan bunganya yang berbulu dan selubung-selubung biji
rumputnya yang mengkilat.
Sinar bulan menjadikan dahan-dahan itu keperakan dan
selubung-selubung bijinya berkilauan. Sebuah pusaran angin kecil,
jenis yang paling malas dari semua angin-angin spiral, berdenyut
/ 224 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
mengelilingi cerukan tanan itu dengan keanggunan dan ketepatan
waktu sedemikian rupa sehingga, seandainya ada musik yang me-
ngiringi tarian rerumputan ini, pastilah itu waltz.
Di dalam rumput belaka tersembunyi sebuah makna, namun
bau amis darah membawanya kembali dari dunia mistis ke dunia
sehari-hari.
Mitch melanjutkan perjalanan sampai ujung jalan tanah dan
berbelok ke kanan karena seingatnya mereka berbelok ke kiri dalam
perjalanan ke arah sini. Jalanan aspal itu memiliki penunjuk-
penunjuk jalan yang jelas. Ia tidak kembali ke rumah besar
Campbell—yang ia harap tidak akan pernah ia lihat lagi—melainkan
menuju jalan dalam kota.
Lalu lintas setelah tengah malam sepi. Ia menyetir ke utara, tidak
pernah lebih kencang dari lima mil per jam di atas batas kecepatan,
pelanggaran yang jarang ditindak oleh hukum.
Chrysler Windsor itu adalah mesin yang menawan. Jarang
orang yang sudah mati datang untuk menghantui mereka yang
masih hidup dengan begitu bergaya.
/ 225 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
36
MMITCH TIBA DI KOTA ORANGE PUKUL 2:20 DINI HARI, DAN MEMARKIR MOBIL
di jalan yang berjarak satu blok dari jalan rumahnya.
Ia menutup keempat jendela mobil dan mengunci Chrysler itu.
Dengan bagian bawah kemejanya dikeluarkan untuk menutupi-
nya, ia membawa sebuah pistol di balik sabuk. Senjata itu ke-
punyaan sang laki-laki berwajah mulus yang, setelah mengatakan
Matilah, tak sanggup menemukan kekuatan untuk membengkokkan
jari telunjuknya untuk terakhir kali. Senjata itu berisi delapan selong-
song; Mitch berharap ia tidak akan membutuhkan satu pun.
Ia memarkir mobil di bawah pohon jacaranda tua yang sedang
bermekaran penuh, dan saat ia bergerak masuk ke dalam sinar yang
terpancar dari lampu jalan, dilihatnya ia tengah berjalan di atas ben-
tangan karpet kelopak berwarna ungu.
Dengan berhati-hati ia mendekati rumahnya dengan menyusuri
gang yang terletak di belakangnya.
Suara gemeretak mendorongnya untuk menyalakan senter. Dari
antara dua tong sampah yang ditaruh di luar untuk pengambilan
sampah pagi hari, seekor possum yang telah beradaptasi dengan
kota, seperti seekor tikus besar berwajah pucat, mengernyitkan
hidungnya yang merah jambu.
/ 226 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Mitch mematikan lampu senternya dan terus beranjak menuju
garasi. Pintu gerbang di sudut bangunan itu tidak pernah terkunci. Ia
melewatinya dan masuk ke halaman belakang.
Kunci-kunci rumahnya, bersama dompet dan barang-barang
pribadi lain telah disita di perpustakaan Campbell.
Ia menyimpan kunci serep di dalam sebuah lemari besi kecil
yang tergembok pada sebuah cincin besi yang terletak rendah di
dinding garasi, tersembunyi di balik sederetan bunga azalea.
Mengambil risiko menyalakan kembali senter namun menye-
lubunginya dengan jari-jarinya, Mitch menyibak deretan azalea itu.
Ia memasukkan nomor kombinasi, melepaskan gemboknya, me-
mungut kunci rumah dari lemari itu, dan mematikan lampu senter.
Tanpa mengeluarkan suara, ia masuk ke dalam garasi, yang
kuncinya dibuat sama dengan kunci rumah.
Sang bulan telah berkelana ke barat; dan pepohonan hanya
membiarkan sedikit sinarnya masuk melalui jendela. Ia berdiri dalam
gelap, memasang telinga.
Entah keheningan yang meyakinkannya bahwa ia sendirian atau
kegelapan yang terlalu mengingatkannya pada bagasi mobil dari
mana ia telah melarikan diri dua kali, ia menghidupkan lampu
garasi.
Truknya berada di tempat dulu ia meninggalkannya. Ruang
yang tersedia untuk mobil Honda kosong.
Ia menaiki tangga menuju loteng. Kardus-kardus masih
ditumpuk untuk menutupi celah di langkan.
Di bagian depan loteng, ia mendapati alat perekam dan peng-
intai elektronik yang semula ada di situ telah hilang. Salah seorang
penculik itu pasti telah datang untuk mengambilnya.
Ia bertanya-tanya apa yang mereka pikir telah terjadi pada John
Knox. Ia cemas bila menghilangnya Knox telah berakibat buruk bagi
Holly.
/ 227 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
Saat serangan gemetar mengguncangnya, dienyahkannya pikir-
an kelam itu dari benaknya.
Ia bukan mesin, begitu juga Holly. Hidup mereka memiliki
makna. Mereka telah disatukan oleh takdir demi satu tujuan, dan
mereka akan memenuhi tujuan itu.
Ia harus meyakini bahwa hal itu benar. Tanpa itu, ia tidak me-
miliki apa pun.
Meninggalkan garasi dalam keadaan gelap, ia masuk ke dalam
rumah melalui pintu belakang. Ia yakin tempat itu tak lagi diawasi.
Tempat pembunuhan bohongan di dapur masih sama seperti
terakhir ia melihatnya. Darah yang terciprat sekarang kering sudah.
Jejak-jejak tangan di lemari.
Di ruang cuci yang bersebelahan dengan dapur, ia melepas
sepatunya dan memeriksanya di bawah lampu neon. Ia terkejut tak
menemukan sedikit pun darah.
Kedua kaos kakinya pun tidak ternoda. Namun ia tetap men-
copotnya dan melemparkannya ke dalam mesin cuci.
Ia menemukan noda-noda kecil di kemeja dan celana jinsnya. Di
dalam saku kemeja ia menemukan kartu nama Detektif Taggart. Ia
menyisihkan kartunya, melempar pakaian ke dalam mesin, menam-
bahkan deterjen, dan memulai siklus pencucian.
Berdiri di wastafel ruang cuci, ia menggosok tangan dan lengan-
nya menggunakan sabun dan sikat berbulu halus. Ia tidak sedang
menghilangkan bukti. Mungkin kenangan-kenangan tertentulah
yang ingin ia siram menuruni saluran air.
Dengan lap basah ia menyeka wajahnya, lehernya.
Kepenatannya terasa teramat sangat. Ia membutuhkan istirahat,
tapi tidak punya waktu untuk tidur. Lagipula, jika ia berusaha tidur,
benaknya akan ditunggangi oleh ketakutan, baik yang ia kenal
maupun yang tak bernama, akan ditunggangi dengan cepat
berputar-putar, melolong, sampai ia menyalangkan mata karena
/ 228 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
kepayahan.
Mengenakan sepatu dan pakaian dalam, membawa pistol, ia
kembali ke dapur. Dari kulkas dikeluarkannya satu kaleng Red Bull,
minuman berkafein tinggi, dan menenggaknya.
Menghabiskan Red Bull itu, ia melihat dompet Holly terbuka di
atas meja layan di dekatnya. Dompet itu sudah ada di sana sejak
sebelumnya.
Namun sebelumnya ia tidak menyempatkan diri melihat sam-
pah yang berserakan di atas meja layan di dekat dompet itu.
Gumpalan pembungkus dari kertas kaca. Sebuah kotak kecil dengan
bagian atasnya robek terbuka. Selembar brosur berisi instruksi.
Holly telah membeli alat pemeriksa kehamilan. Ia telah mem-
bukanya dan jelas telah menggunakannya, suatu waktu setelah ia
berangkat kerja dan sebelum para penculik membawanya.
Terkadang sebagai seorang anak di dalam ruang pembelajaran,
saat kau sudah tidak berbicara dengan siapa pun untuk waktu yang
lama, atau tidak mendengar suara apa pun selain suaramu sendiri
yang teredam, dan saat kau dirampas hakmu untuk mendapatkan
makanan—meski tetap mendapatkan air—selama tiga hari, saat
selama satu atau dua minggu kau tidak melihat cahaya apa pun
kecuali saat jeda singkat setiap hari ketika botol kencing dan wadah
kotoranmu ditukar dengan wadah baru, kau sampai pada titik di
mana keheningan dan kegelapan tak lagi terasa seperti kondisi
melainkan obyek dengan berat nyata, obyek yang berbagi ruangan
itu denganmu dan, jam demi jam, menuntut lebih banyak ruang,
sampai mereka menekanmu dari segala sisi, keheningan dan ke-
gelapan itu, dan menekanmu dari atas, mengimpitmu ke dalam
ruang kecil yang hanya dapat dihuni tubuhmu jika ia dipadatkan
seperti mobil yang dipadatkan oleh alat pelantak tempat rongsokan
mobil.
Dalam kengerian klaustrophobia yang ekstrem itu, kau katakan
/ 229 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
pada dirimu sendiri bahwa kau tidak dapat bertahan satu menit
lebih lama lagi. Namun kau bisa, kau bertahan satu menit lagi. Dan
lagi, dan lagi. Satu jam, satu hari, kau bertahan, dan kemudian pintu
terbuka, pengasingan itu berakhir, dan ada cahaya, pada akhirnya
selalu ada cahaya.
Holly tidak mengungkapkan padanya menstruasinya terlambat.
Harapan palsu sudah pernah muncul dua kali sebelumnya. Ia ingin
benar-benar yakin kali ini sebelum memberitahunya.
Sebelumnya Mitch tidak percaya pada takdir; sekarang ia per-
caya. Dan jika seseorang percaya pada takdir, ia harus percaya pada
takdir yang keemasan, yang bersinar. Ia tidak akan menunggu untuk
melihat apa yang disajikan untuknya, terkutuklah dia jika begitu. Ia
akan mengoleskan rotinya tebal-tebal dengan nasib dan melahap
seluruh rotinya.
Dengan membawa pistolnya ia bergegas ke kamar tidur. Saklar
di samping pintu menyalakan salah satu dari dua lampu samping
tempat tidur.
Dengan satu tujuan di dalam benaknya, ia menuju lemari
pakaian. Pintunya terbuka.
Pakaiannya berantakan. Dua pasang celana jins terjatuh dari
gantungannya dan tergeletak di lantai lemari.
Ia tidak ingat meninggalkan lemarinya dalam kondisi seperti ini,
namun ia menyambar sepasang celana jins dari lantai dan menge-
nakannya.
Menyelipkan tubuhnya ke dalam kemeja katun lengan panjang
berwarna biru gelap, ia berpaling dari lemari dan untuk pertama
kalinya melihat pakaian yang berserakan di atas tempat tidur.
Sepasang celana khaki, kemeja kuning, kaos kaki olahraga putih,
celana dalam putih dan kaos.
Pakaian-pakaian itu kepunyaannya. Ia mengenali semuanya.
Semuanya tercoreng oleh darah berwarna gelap.
/ 230 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
Sekarang ia telah mengenali tampilan bukti-bukti yang dengan
sengaja ditanam. Sebuah tindakan kejam lainnya akan dililitkan
pada lehernya.
Diambilnya pistol dari rak lemari di mana ia meletakkannya saat
tengah berpakaian.
Pintu menuju kamar mandi yang gelap terbuka.
Bagai batang kayu penunjuk seorang pencari air, pistol itu
menuntunnya mamasuki kegelapan. Melintasi ambang pintu, ia
menyalakan lampu dan dengan napas tertahan melangkah ke dalam
terangnya kamar mandi.
Ia menduga akan menemukan sesuatu yang menyeramkan di
pancuran atau sesuatu yang terpotong di wastafel. Tapi semuanya
tampak normal.
Wajahnya di dalam kaca tercengkeram oleh ketakutan, se-
kencang kepalan tangan, namun matanya terbuka lebar seperti tidak
pernah terjadi sebelumnya dan tak lagi buta terhadap apa pun.
Kembali ke kamar tidur, ia memerhatikan sesuatu yang tidak
pada tempatnya di atas nakas yang lampunya tak menyala.
Dihidupkannya lampu.
Dua bola kotoran dinosaurus yang dipoles dan berwarna-warni
bertengger di sana pada dudukan perunggu kecil.
Meski bola-bola itu buram, mereka membuatnya terpikir akan
bola-bola kristal dan peramal seram di film-film lama, meramalkan
nasib yang menakutkan.
“Anson,” Mitch berbisik, dan kemudian sepatah kata yang tidak
biasa baginya, “Ya Tuhan. Oh, Tuhan.”
/ 231 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
37
AANGIN KENCANG YANG MENGEMBUS DARI PENGUNUNGAN DI SEBELAH TIMUR
biasanya muncul berbarengan dengan terbit atau tenggelamnya
matahari. Sekarang, berjam-jam setelah matahari tenggelam, dan
berjam-jam sebelum matahari terbit, angin musim semi yang kuat
mendadak bertiup menerpa dataran rendah seolah menyeruak
melewati pintu yang besar.
Sepanjang gang di mana angin berdesing, Mitch bergegas me-
nuju mobil Chrysler, namun dengan hati ragu seorang laki-laki yang
tengah menempuh perjalanan singkat dari selnya menuju ruang
eksekusi untuk menjalani hukuman mati.
Ia tidak menyempatkan diri menurunkan jendela-jendela mobil.
Sembari menyetir, ia hanya membuka kaca jendela pintu sopir.
Angin yang kasar mendengusnya, mencakari rambutnya, napas-
nya hangat dan bertubi-tubi.
Orang yang tidak waras tidak memiliki kontrol diri. Mereka
melihat adanya konspirasi di sekitar mereka dan menampilkan ke-
gilaan mereka dengan kemarahan yang irasional, dengan ketakutan
yang menggelikan. Orang gila tulen tidak tahu mereka gila, maka
dari itu mereka tidak merasa perlu mengenakan topeng.
Mitch ingin meyakini kakaknya tidak waras. Namun jika Anson
/ 232 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
justru bertindak dengan perhitungan berdarah dingin, ia adalah se-
orang monster. Jika kau mengagumi dan menyayangi seorang mon-
ster, keluguanmu seharusnya membuatmu malu. Lebih parah lagi,
sepertinya dengan kesediaanmu untuk diperdayai, kau telah mem-
beri kuasa pada sang monster. Kau memikul paling tidak sedikit
bagian dari tanggung jawab akan kejahatannya.
Anson tidak kekurangan kontrol diri. Ia tidak pernah mem-
bicarakan konspirasi. Ia tidak takut akan apa pun. Sedangkan me-
ngenai topeng, ia memiliki bakat untuk mengalihkan perhatian
orang lain dari sesuatu, bakat untuk menyembunyikan yang sesung-
guhnya, kecerdasan untuk memperdayai. Ia tidak gila.
Di sepanjang jalan-jalan malam itu, pohon palem ratu
bergoyang-goyang dengan liar, seperti perempuan gila mengamuk
mengibas-ngibaskan rambutnya, dan pepohonan bottlebrush
merontokkan jutaan jarum merah tua yang merupakan kelopak dari
bunga-bunga eksotis mereka.
Dataran itu semakin meninggi, dan bukit-bukit landai bergulir
menjadi bukit-bukit yang lebih tinggi, dan di dalam angin terdapat
robekan kertas, dedaunan, halaman-halaman koran, kantong plastik
bening besar yang terbang menggelembung seperti ubur-ubur.
Rumah orangtuanya adalah satu-satunya rumah di blok itu
dengan lampu menyala di jendelanya.
Mungkin seharusnya ia bertindak hati-hati, namun ia memarkir
mobil di jalan masuk mobil rumah itu. Ia menaikkan kaca jendela,
meninggalkan pistol di dalam mobil, membawa senternya.
Dipenuhi suara-suara gaduh, semerbak dengan aroma eucalyp-
tus, angin melecuti jalan setapak depan dengan bayang-bayang
pepohonan.
Ia tidak membunyikan bel. Ia tidak memiliki harapan palsu,
hanya kebutuhan yang teramat sangat untuk tahu.
Seperti yang telah ia duga, rumah itu tidak terkunci. Ia
/ 233 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
melangkah ke dalam serambi dan menutup pintu di belakangnya.
Di sebelah kirinya, kanannya, sejumlah Mitch yang tak terhing-
ga surut darinya di dalam dunia kaca, semuanya dengan ekspresi
wajah mengerikan, semuanya tersesat.
Rumah itu tidak hening, karena angin merepet di jendela-
jendelanya, mengerang di lis atap, dan pepohonan eucalyptus
mendera dinding-dinding dengan dahsyat.
Di dalam ruang kerja Daniel, terdapat pemandangan rak-rak
kaca pecah yang berkilauan di atas lantai. Bola-bola mengkilat ber-
warna-warni berserakan di mana-mana, seolah sesosok hantu baru
saja bermain bilyar menggunakan bola-bola itu.
Kamar demi kamar, Mitch memeriksa lantai dasar, menyalakan
lampu yang tadinya mati. Sesungguhnya, ia tidak berharap akan
menemukan apa-apa lagi di lantai dasar rumah besar ini, dan
memang tidak. Ia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia hanya
bertindak seksama. Namun ia tahu ia sedang menunda untuk naik
ke lantai dua.
Di tangga, ia menatap ke atas, dan mendengar dirinya sendiri
berkata, “Daniel,” namun tidak dengan lantang, dan “Kathy,” tidak
lebih lantang.
Untuk apa yang tengah menanti Mitch, ia seharusnya turun ke
bawah. Mendaki tangga untuk mencapainya terasa tidak tepat.
Ruang penguburan biasanya tidak dibangun di atas menara.
Selagi ia menaiki tangga, embusan napas panjang sang alam
semakin dahsyat. Jendela-jendela berderak. Palang-palang atap
berderit.
Di lorong lantai atas, sebuah obyek tergeletak di atas lantai kayu
yang dipelitur: serupa dengan bentuk pisau cukur listrik namun
sedikit lebih besar. Bagian ujungnya yang berfungsi memiliki celah
selebar empat inci di antara dua tonjolan logam yang berkilau.
Ia ragu untuk sesaat, kemudian memungutnya. Di sisi benda itu
/ 234 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
terdapat tombol yang bergeser. Saat ia menekannya, lengkungan
listrik putih bergerigi mengerjap di antara kedua tonjolan logam itu,
yang ternyata adalah kutub-kutubnya.
Ini sebuah Taser, senjata untuk membela diri. Kemungkinan
besar Daniel dan Kathy tidak menggunakannya untuk membela diri.
Yang lebih mungkin, Anson membawa benda itu bersamanya
dan menggunakannya untuk menyerang mereka. Satu sentakan dari
sebuah Taser mampu melumpuhkan seseorang selama beberapa
menit, meninggalkannya tanpa berdaya, otot-otot mengejang
sementara sarafnya lumpuh.
Kendati Mitch tahu ke mana ia harus pergi, ia menunda momen
mengerikan itu dan justru beranjak menuju ruang tidur utama.
Lampu-lampunya menyala, kecuali lampu sisi tempat tidur yang
terguling ke lantai dalam sebuah perlawanan, bola lampunya pecah.
Seprainya kusut. Bantal-bantal terjatuh dari tempat tidur.
Mereka yang tidur di situ benar-benar telah tersetrum hingga
bangun.
Daniel memiliki banyak koleksi dasi, dan mungkin beberapa
darinya berserakan di atas karpet. Ular-ular sutra yang berwarna
cerah.
Melihat sekilas melewati pintu-pintu lain namun tidak menyem-
patkan diri memeriksa dengan seksama ruang-ruang di baliknya,
Mitch bergerak dengan lebih mantap menuju kamar di ujung lorong
lantai dua yang lebih pendek di antara dua lorong yang ada di sana.
Di sini pintunya sama seperti pintu-pintu lain, namun saat ia
membukanya, pintu lain menatapnya. Pintu yang ini dilapisi dengan
tebal dan ditutupi kain hitam.
Gemetaran dengan dahsyat, ia termangu. Ia telah berharap
untuk tidak pernah kembali ke sini, untuk tidak pernah melewati
ambang pintu ini lagi.
Pintu sebelah dalam itu hanya dapat dibuka dari sisi luar, bukan
/ 235 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
dari ruang di baliknya. Ia memutar bukaan gerendelnya. Peralatan
dari segel karet yang saling bertautan terkuak dengan suara udara
yang terisap begitu ia mendorong pintu itu ke dalam.
Di dalam, tidak ada lampu, tidak ada rumah lampu yang ter-
pasang di plafon. Ia menyalakan senternya.
Setelah Daniel sendiri melapisi lantai, dinding, dan plafon meng-
gunakan beragam bahan kedap suara setebal delapan belas inci,
kamar itu mengecil menjadi berukuran sembilan kaki persegi dan tak
berjendela. Jarak plafonnya enam kaki.
Bahan hitam yang melapisi setiap permukaan, teranyam dengan
padat dan tidak berkilau, menyerap sorotan lampu senter.
Penghilangan rangsang sensoris yang telah dimodifikasi. Kata
mereka, itu alat pendisiplin, bukan hukuman. Sebuah metode untuk
memfokuskan pikiran ke dalam diri menuju penemuan diri—sebuah
teknik, bukan penyiksaan. Berbagai penelitian telah diterbitkan
mengenai kehebatan penghilangan rangsang sensoris dengan ber-
bagai macam tingkatan.
Daniel dan Kathy berbaring berdampingan: Kathy memakai
piyamanya, Daniel dalam pakaian dalamnya. Tangan dan perge-
langan kaki mereka diikat dengan dasi. Simpulnya diikat sangat ken-
cang, menggigit daging.
Ikatan di antara pergelangan tangan dan kaki dihubungkan de-
ngan dasi lain, ditarik kencang, untuk lebih membatasi gerakan
korban.
Mulut mereka tidak disumpal. Mungkin Anson ingin bercakap-
cakap dengan mereka.
Dan teriakan tidak dapat menembus ruang pembelajaran itu.
Kendati Mitch membungkuk sangat dekat dengan pintu,
keheningan yang agresif menariknya, seperti pasir hisap menarik apa
pun yang ia jerat, seperti daya gravitasi menarik benda jatuh.
Napasnya yang terengah-engah dan tak teratur teredam menjadi
/ 236 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
desingan yang berbisik.
Ia tidak dapat lagi mendengar badai angin, namun ia yakin
angin itu masih ada di luar sana.
Memandang Kathy lebih sulit ketimbang memandang Daniel,
meski tidak sesulit yang ia bayangkan. Jika ia bisa mencegah ini ter-
jadi, ia rela berdiri di antara mereka dan kakaknya. Namun sekarang
setelah ini terjadi ... ini telah terjadi. Dan jantungnya merosot ke
bawah, bukan tersentak, dan batinnya terjatuh ke dalam kesedihan,
namun bukan keputusasaan.
Wajah Daniel, dengan mata membelalak, terpelintir oleh ke-
ngerian. Namun jelas pula ada kebingungan di dalamnya. Pada
momen sebelum momen terakhir hidupnya, ia pasti bertanya-tanya
bagaimana ini bisa terjadi—bagaimana Anson, keberhasilannya satu-
satunya, bisa berarti maut baginya.
Sistem pengasuhan dan pendidikan anak yang ada tidak ter-
hitung jumlahnya, dan tak seorang pun pernah mati karenanya,
atau paling tidak bukan para laki-laki dan perempuan yang
mendedikasikan diri untuk menyusun dan menyempurnakan teori-
teori itu.
Disetrum, diikat, dan kemungkinan setelah percakapan dengan
Anson, Daniel dan Kathy ditusuk. Mitch tidak berlama-lama
memandangi luka mereka.
Senjata yang digunakan adalah sepasang gunting berkebun yang
besar dan sebuah sekop tangan.
Mitch mengenali kedua benda itu berasal dari rak perkakas di
garasinya.
/ 237 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
38
MMITCH MENYELIMUTI MAYAT-MAYAT DI DALAM RUANG PEMBELAJARAN, DAN
ia duduk di puncak tangga untuk berpikir. Rasa takut dan guncangan
serta satu kaleng Red Bull tidak cukup untuk menjernihkan pikiran-
nya sesempurna yang dapat dilakukan oleh tidur selama empat jam.
Pasukan-pasukan angin menghempaskan diri mereka pada
rumah, dan dinding-dinding bergetar namun bertahan terhadap
serangan itu.
Mitch bisa saja menangis jika ia berani membiarkan dirinya
meneteskan air mata. Tapi ia tidak akan tahu untuk siapa ia
menangis.
Ia tidak pernah melihat Daniel atau Kathy menangis. Mereka
percaya pada “akal sehat yang diterapkan” dan “analisis dukungan
timbal balik” sebagai pengganti emosi yang dangkal.
Bagaimana kau bisa menangisi mereka yang tidak pernah
menangisi diri mereka sendiri, yang berusaha melewati kekecewaan,
kesialan, dan bahkan kesedihan mereka dengan cara menjejali diri
mereka dengan kata-kata dan pemikiran rasional?
Tak seorang pun yang tahu sesungguhnya tentang keluarga ini
akan menyalahkan dirinya jika ia menangisi dirinya sendiri. Tetapi ia
tidak pernah lagi menangis untuk dirinya sendiri sejak usia lima
/ 238 /
www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband
tahun karena ia tidak ingin mereka mendapat kepuasan dari air
matanya.
Ia tidak akan menangisi kakaknya.
Belas kasihan getir yang sebelumnya ia rasakan terhadap Anson
sudah menguap sekarang. Belas kasihan itu tidak mendidih dan
menguap di sini di ruang pembelajaran ini, melainkan di dalam
bagasi Chrysler kuno itu.
Sepanjang perjalanannya menuju utara dari Rancho Santa Fe,
dengan empat jendela terbuka untuk membiarkan angin masuk ke
dalam mobil, ia membiarkan embusan angin melucuti semua delusi
dan penipuan diri darinya. Sosok kakak yang ia pikir ia kenal, ia
pikir ia sayangi, sesungguhnya tidak pernah ada. Mitch tidak
menyayangi sosok yang nyata, melainkan penampilan seorang
sosiopat, sesosok hantu.
Sekarang Anson telah menggunakan kesempatan ini untuk mem-
balas dendam pada Daniel dan Kathy, menimpakan kejahatan itu
pada sang adik, yang ia pikir tak akan pernah ditemukan.
Jika Holly tidak ditebus, para penculiknya akan membunuhnya
dan mungkin membuang mayatnya di laut. Mitch akan menerima
hukuman atas pembunuhannya—dan, entah bagaimana, untuk pe-
nembakan Jason Osteen.
Serentetan pembunuhan semacam itu akan menggairahkan
acara-acara kriminal di saluran kabel. Jika ia menghilang—sebenar-
nya sudah mati di sebuah kuburan gurun—pencarian dirinya akan
menjadi cerita utama mereka selama berminggu-minggu atau
bahkan berbulan-bulan.
Lama-kelamaan, ia mungkin akan menjadi seorang legenda
seperti D.B. Cooper, sang pembajak pesawat yang, beberapa
dekade silam, melompat terjun payung dari pesawat dengan se-
gepok uang tunai, tak pernah terdengar lagi kabarnya.
Mitch terpikir untuk kembali ke ruang pembelajaran dan
/ 239 /
www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ
mengambil gunting kebun serta sekop tangan itu. Bayangan dirinya
memelintir mata pisau itu keluar dari tubuh mereka membuatnya
jijik. Ia telah melakukan hal-hal yang lebih parah dalam beberapa
jam belakangan ini; tetapi ia tidak dapat melakukan itu.
Lagipula Anson yang cerdik mungkin telah menyebar bukti-
bukti lain selain alat-alat berkebun itu. Menemukannya akan mem-
butuhkan waktu, dan Mitch tidak punya waktu untuk dibuang-
buang.
Jam tangannya terbaca pukul tiga lewat enam menit pagi.
Dalam waktu kurang dari sembilan jam, para penculik akan me-
nelepon Anson dengan instruksi lebih lanjut.
Empat puluh lima dari enam puluh jam tersisa sampai batas
waktu Rabu tengah malam.
Ini semua akan berakhir lama sebelum itu. Perkembangan baru
memerlukan aturan baru, dan Mitch akan menetapkan aturan-
aturan tersebut.
Dengan meniru serigala, angin melolong memanggilnya ke
dalam malam.
Setelah mematikan lampu lantai atas, ia turun menuju dapur.
Dulu, Daniel selalu menyimpan sekotak cokelat batangan Hershey
di dalam kulkas. Daniel menyukai cokelatnya dingin.
Kotak cokelat itu menanti di rak paling bawah, hanya satu
batang menghilang. Cokelat ini selalu merupakan kegemaran bagi
Daniel, tak boleh disentuh oleh siapa pun.
Mitch mengambil seluruh kotak. Ia terlalu letih dan perutnya
terlalu menegang dengan kecemasan untuk merasa lapar, namun ia
berharap gula mungkin dapat menggantikan tidur.
Ia mematikan lampu-lampu di lantai dasar dan meninggalkan
rumah lewat pintu depan. Helai-helai daun palem yang jatuh
menyapu jalanan, dan di belakangnya berguling sebuah tong sam-
pah yang memuntahkan isinya. Impatiens melayu dan merontokkan
/ 240 /