The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2022-04-20 20:56:21

The Husband (Kisah Cinta Sejati)

By Dean Koontz

Keywords: Dean Koontz,The Husband (Kisah Cinta Sejati

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

berharap menemukan ruang besi meski ia ragu Anson akan seken-
tara itu. Ia bahkan menggulingkan kasur ukuran besar itu dari tem-
patnya, namun tak menemukan sepetak karpet lepas yang menyem-
bunyikan tempat penyimpanan kotak besi di lantai.

Mitch menjelajahi dua kamar mandi, sebuah lemari di gang, dan
dua kamar tidur kosong yang belum dilengkapi perabot. Nihil.

Di bawah, ia memulai di ruang kerja yang dindingnya dilapisi
kayu mahagoni dan dijajari buku. Ada begitu banyak tempat
persembunyian yang mungkin sehingga ia baru setengah selesai
memeriksa kamar itu saat ia melirik jam tangannya dan melihat saat
itu pukul 11:33.

Para penculik akan menelepon dalam waktu dua puluh tujuh
menit.

Di dapur, ia memungut pistol dan menuju ruang cuci. Saat ia
membuka pintu, bau menyengat air kencing menyapanya.

Ia menyalakan lampu dan mendapati Anson dalam keseng-
saraan.

Kebanyakan kubangan itu telah terserap oleh celana panjang-
nya, kaos kakinya, sepatunya, namun genangan kecil berwarna
kuning terbentuk di ubin di kaki kursi.

Selain kemurkaan, hal terdekat yang dimiliki seorang sosiopat ter-
hadap emosi manusia adalah kecintaan terhadap diri sendiri dan belas
kasihan terhadap diri sendiri, satu-satunya rasa cinta dan belas kasihan
yang sanggup mereka rasakan. Kecintaan terhadap diri sendiri mereka
yang ekstrem jauh melebihi egomania yang merajalela semata.

Kecintaan pada diri sendiri yang psikotik tidak mencakup apa
pun yang layak seperti harga diri, namun memang meliputi
semacam kebanggaan yang sangat kuat. Anson tidak mampu me-
rasakan malu, namun kebanggaannya telah terhempas dari tempat
yang tinggi ke rawa-rawa belas kasihan terhadap diri sendiri.

Warna cokelat kulitnya tidak dapat menyembunyikan rona yang

/ 291 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

kelabu. Wajahnya terlihat seperti spons, berjamur. Matanya yang
merah darah adalah kolam-kolam tipis kesengsaraan.

“Lihat apa yang telah kau lakukan padaku,” katanya.
“Kau melakukannya terhadap dirimu sendiri.”
Jika belas kasihan terhadap diri sendiri masih meninggalkan
ruang di dalam dirinya untuk kemarahan, ia menyembunyikannya
dengan baik.
“Ini menjijikkan.”
“Sangat menjijikkan,” Mitch setuju.
“Kau puas menertawainya.”
“Tidak. Tidak ada yang lucu di sini.”
“Kau tertawa di dalam hati.”
“Aku membenci ini.”
“Jika kau membenci ini, di mana rasa malumu sekarang?”
Mitch tidak berkata apa-apa.
“Di mana wajahmu yang memerah? Di mana adikku yang biasa
tersipu?”
“Waktu kita hampir habis, Anson. Mereka akan segera menele-
pon. Aku ingin uang tunainya.”
“Apa yang akan aku dapatkan? Apa keuntungannnya bagiku?
Mengapa aku harus cuma memberi dan memberi?”
Lengan terulur penuh, mengambil sikap tubuh yang dilakukan
Campbell terhadap Mitch sendiri, ia mengarahkan pistol ke wajah
sang kakak.
“Kau beri aku uangnya, dan aku biarkan kau hidup.”
“Kehidupan macam apa yang akan aku punya?”
“Kau simpan semua yang masih kau miliki. Aku membayar uang
tebusannya, menyelesaikan ini tanpa polisi pernah tahu ada pen-
culikan, supaya tidak ada yang perlu mendapatkan pernyataan
darimu.”
Tak diragukan lagi Anson sedang memikirkan Daniel dan Kathy.

/ 292 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Kau terus hidup seperti sebelumnya,” Mitch berbohong, “men-
jalani kehidupan macam apa pun yang kau mau.”

Anson akan bisa memfitnah Mitch atas pembunuhan orangtua
mereka dengan mudah jika Mitch mati dan terkubur di suatu kuburan
gurun yang tak mungkin ditemukan. Tidak begitu mudah lagi sekarang.

“Aku memberimu uangnya,” kata Anson, “kau lepaskan aku.”
“Itu benar.”
Ragu, ia berkata, “Bagaimana caranya?”
“Sebelum aku pergi untuk melakukan pertukaran, aku
menyetrummu lagi dengan Taser, kemudian kulepas borgolnya. Aku
pergi sementara kau masih kejang.”
Anson mempertimbangkannya.
“Ayolah, bajak laut. Berikan harta karunnya. Jika kau tidak
memberitahuku sebelum teleponnya berbunyi, selesai sudah
semuanya.”
Anson menatap matanya.
Mitch tidak mengalihkan pandangan. “Aku akan melakukan-
nya.”
“Kau persis seperti aku,” kata Anson.
“Jika itu yang ingin kau pikirkan.”
Tatapan Anson tidak goyah. Matanya menantang. Matanya
menatap langsung dan menyelidik.
Ia terbelenggu ke sebuah kursi. Bahunya dan lengannya nyeri. Ia
mengompol di celananya. Ia tengah berhadapan dengan moncong
senjata.
Namun matanya mantap dan penuh perhitungan. Seekor tikus pe-
kuburan, setelah menggali-gali terowongan untuk membuat sarang di
serangkaian tengkorak, tampaknya sekarang tengah menghuni kepala
hidup itu, mengintip keluar dengan kelihaian dan kelicikan khas tikus.
“Ada lemari besi di bawah lantai dapur,” kata Anson.

/ 293 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

48

LLEMARI BAWAH DI SEBELAH KIRI WASTAFEL MEMILIKI DUA RAK YANG BISA
dibuka seperti laci. Isinya alat-alat dapur.
Mitch mengosongkan isi kedua rak itu dan melepasnya dari rel
di mana roda-rodanya bergulir, menyingkap lantai lemari itu
mungkin dalam waktu satu menit.
Di keempat sudut lantai tersebut terdapat apa yang terlihat
seperti penahan sudut kecil terbuat dari kayu. Sesungguhnya itu
pasak-pasak kecil yang menahan papan lantai yang goyah supaya
tetap pada tempatnya.
Ia melepaskan pasak-pasak itu, mengangkat alas lantai keluar
dari lemari, dan menyingkap pelat beton yang di atasnya rumah ini
dibangun. Terbenam di dalam beton itu adalah sebuah lemari besi.
Kombinasi yang diberikan Anson berhasil pada percobaan per-
tama. Tutup lemari yang berat mengayun terbuka.
Kotak anti-api itu memiliki ukuran panjang kurang lebih dua
kaki, lebar delapan belas inci, dan tebal satu kaki. Di dalamnya ter-
dapat tumpukan-tumpukan tebal lembaran seratus dolar dalam
bungkusan plastik dan disegel dengan selotip bening.
Kotak besi itu juga berisi selembar amplop manila. Menurut
Anson, di dalam amplop itu terdapat surat obligasi yang diterbitkan

/ 294 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

oleh sebuah bank Swiss. Surat-surat tersebut juga sama cairnya de-
ngan lembaran seratus dolar tadi namun lebih ringkas dan lebih
mudah untuk dibawa melewati perbatasan.

Mitch memindahkan harta karun tersebut ke atas meja dapur
dan memeriksa isi amplop. Ia menghitung ada enam surat obligasi
dalam satuan dolar AS, masing-masing bernilai seratus ribu dolar,
dapat dibayarkan kepada sang pemegang surat tidak peduli apakah
ia sang pembeli atau bukan.

Kemarin ia tidak akan pernah mengira jumlah uang sebesar itu
bisa berada di tangannya dan ia ragu akan pernah mendapati
dirinya dengan uang tunai sebanyak itu lagi dalam hidupnya.
Namun ia tidak mengalami ketakjuban atau kegembiraan sekejap
pun melihat kekayaan semacam itu.

Ini uang tebusan bagi Holly, dan ia bersyukur mendapatkannya.
Uang ini juga merupakan alasan ia diculik, dan untuk itu, ia meman-
dangnya dengan antipati sedemikian rupa sampai ia segan me-
nyentuhnya.

Jam dapur terbaca 11:54.
Enam menit hingga telepon itu.
Ia kembali ke ruang cuci, di mana ia meninggalkan pintunya ter-
buka dan lampunya menyala.
Sama egosentrisnya dengan ia angkuh, Anson duduk di kursi
basah itu namun seperti berada di tempat lain. Ia tidak kembali ke
momen itu sebelum Mitch berbicara padanya.
“Enam ratus dolar dalam bentuk surat obligasi. Berapa banyak
dalam bentuk tunai?”
“Sisanya,” jawab Anson.
“Sisa dari dua juta itu? Jadi ada satu juta empat ratus ribu
tunai?”
“Itu yang tadi kukatakan. Bukankah itu yang tadi kukatakan?”
“Aku akan menghitungnya.”

/ 295 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Silakan.”
“Jika semuanya tidak ada di sini, kesepakatan kita batal. Aku
tidak melepaskanmu saat aku pergi.”
Dalam frustrasi, Anson menggemeretakkan borgolnya pada
kursi. “Apa yang berusaha kau lakukan padaku?”
“Aku hanya mengatakan seperti apa keadaannya. Bagiku, untuk
tetap menjaga kesepakatan itu, kau juga harus menjaga kesepakatan-
nya. Aku akan mulai menghitung sekarang.”
Mitch beranjak dari pintu, menuju meja dapur, dan Anson
berkata, “Ada delapan ratus ribu dolar tunai.”
“Bukan satu juta empat ratus?”
“Seluruh buntelan itu, dalam bentuk tunai dan surat obligasi,
berjumlah satu juta empat ratus. Aku agak bingung tadi.”
“Ya. Bingung. Aku butuh enam ratus ribu dolar lagi.”
“Cuma itu yang ada. Aku tidak punya lagi.”
“Tadi kau juga bilang kau tidak punya uang ini.”
“Aku tidak selalu berbohong,” kata Anson.
“Bajak laut tidak mengubur semua harta yang mereka miliki di
satu tempat.”
“Berhentilah dengan omong kosong tentang bajak laut itu.”
“Kenapa? Karena itu membuatmu merasa seperti kau tidak per-
nah menjadi dewasa?”
Jam menunjukkan pukul 11:55.
Sebuah ilham tiba-tiba menghampirinya, dan ia berkata,
“Berhenti membicarakan bajak laut karena mungkin aku akan ter-
pikir tentang kapal pesiar itu. Kau membeli sebuah kapal pesiar
untuk berlayar. Berapa banyak yang kau sembunyikan di dalam-
nya?”
“Tidak ada. Aku tidak menyimpan apa pun di kapal. Tidak
punya waktu untuk melengkapinya dengan lemari besi.”
“Jika mereka membunuh Holly, aku akan mengobrak-abrik

/ 296 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

semua dokumenmu di sini,” kata Mitch. “Aku akan menemukan
nama kapal itu, di mana ia tertambat. Aku akan pergi ke pelabuhan
dengan kampak dan bor berkekuatan tinggi.”

“Lakukan saja apa yang perlu kau lakukan.”
“Aku akan mengoyaknya dari haluan sampai buritan. Lalu saat
aku menemukan uangnya dan tahu kau berbohong padaku, aku
akan kembali ke sini dan membungkam mulutmu dengan selotip
supaya kau tidak bisa berbohong lagi padaku.”
“Aku mengatakan yang sebenarnya padamu.”
“Aku akan menyekapmu di sini dalam gelap, tanpa air, tanpa
makanan, menyekapmu di sini sampai mati karena dehidrasi dalam
kotoranmu sendiri. Aku akan duduk di luar sana di dapur, di meja-
mu, menyantap makananmu, mendengarkanmu mati di dalam
gelap.”
Mitch tidak yakin ia bisa membunuh siapa pun dengan cara
yang begitu kejam, namun bagi telinganya sendiri ia terdengar keras
dan dingin, dan meyakinkan.
Jika ia kehilangan Holly, mungkin apa pun bisa terjadi. Karena
Holly, hidup Mitch telah mekar sepenuhnya. Tanpanya, sebagian
dirinya akan mati, dan ia akan menjadi laki-laki yang tidak utuh.
Anson sepertinya mengikuti alur berpikir yang sama, karena ia
berkata, “Baiklah. Oke. Empat ratus ribu.”
“Apa?”
“Di dalam kapal. Aku akan memberitahumu di mana kau bisa
menemukannya.”
“Kita masih kekurangan dua ratus ribu.”
“Tidak ada lagi. Tidak dalam bentuk tunai. Aku harus men-
cairkan beberapa saham.”
Mitch menoleh untuk melihat jam dapur—11:56.
“Empat menit. Tidak ada waktu untuk kebohongan, Anson.”
“Maukah kau percaya padaku sekali saja? Hanya sekali saja?

/ 297 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Tidak ada lagi dalam bentuk tunai.”
“Aku sudah harus mengubah syarat pertukarannya,” Mitch

cemas, “bukan melalui pengiriman uang. Sekarang aku juga harus
menawar untuk dikurangi dua ratus ribu.”

“Mereka akan setuju,” Anson meyakinkannya. “Aku mengenal
bajingan-bajingan itu. Apakah mereka akan menolak satu juta
delapan ratus? Tidak mungkin. Tidak bajingan-bajingan itu.”

“Mudah-mudahan kau benar.”
“Dengar, kita baik-baik saja sekarang, kan? Bukankah kita baik-
baik saja? Jadi jangan tinggalkan aku di dalam gelap.”
Mitch telah berbalik meninggalkannya. Ia tidak mematikan
lampu ruang cuci dan juga tidak menutup pintunya.
Di meja, ia memandangi surat obligasi dan uang tunai itu. Ia
memungut pulpen dan notes, kemudian beranjak ke telepon.
Ia tidak tahan melihat telepon. Telepon tidak membawakan
kabar baik baginya akhir-akhir ini.
Ia memejamkan mata.
Tiga tahun silam, mereka menikah tanpa dihadiri keluarga.
Dorothy, nenek yang telah membesarkan Holly, meninggal men-
dadak lima bulan sebelumnya. Dari pihak keluarga ayahnya hadir
seorang bibi dan dua sepupu. Holly tidak mengenal mereka. Dan
mereka tidak peduli.
Mitch tidak bisa mengundang kakak dan tiga saudara perem-
puannya tanpa memberikan pula undangan kepada orangtuanya. Ia
tidak ingin Daniel dan Kathy hadir di pernikahan itu.
Ia tidak melakukannya karena kebencian. Ia tidak mengecuali-
kan mereka karena kemarahan atau sebagai hukuman. Ia takut akan
kehadiran mereka.
Pernikahan ini menjadi kesempatan kedua baginya untuk me-
miliki sebuah keluarga, dan jika ini gagal, ia tidak akan memiliki
keberanian untuk mencoba ketiga kalinya. Daniel dan Kathy adalah

/ 298 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

sebuah penyakit keluarga yang bisa menjalar luas, penyakit yang,
bila dibiarkan masuk ke dalam akar, sudah pasti akan merusak
tanaman dan melayukan buahnya.

Setelahnya, mereka mengatakan kepada keluarganya bahwa
mereka telah kawin lari. Padahal sesungguhnya mereka mengadakan
upacara kecil dan resepsi di rumah untuk sejumlah teman yang ter-
batas. Iggy benar: bandnya memang berisik. Terlalu banyak lagu
dengan menggunakan tamborin. Dan ada seorang penyanyi laki-laki
yang mengira keahliannya adalah menyanyikan lirik-lirik panjang
dalam nada falsetto.

Setelah semua tamu pulang dan band itu menjadi kenangan
yang menggelikan, ia dan Holly berdansa sendirian, mengikuti
radio, di atas lantai dansa lepas yang dipasang di halaman belakang
untuk acara itu. Ia tampak begitu cantik di bawah sinar bulan, nyaris
seolah berasal dari dunia lain, sampai ia secara tidak sadar me-
meluknya terlalu erat, seolah ia mungkin akan menghilang seperti
hantu, sampai ia berkata, “Aku bisa pecah, kau tahu,” dan Mitch
mengendurkan pegangannya, dan Holly merebahkan kepala di atas
bahunya. Kendati biasanya ia pedansa yang canggung, tak sekalipun
ia salah melangkah, dan di sekeliling mereka berputar taman lebat
yang merupakan hasil kerja kerasnya yang sabar. Di atas mereka
bersinar bintang-bintang yang tak pernah ia tawarkan padanya kare-
na ia bukanlah seorang laki-laki yang puitis. Namun ia sudah memi-
liki bintang-bintang itu, dan sang bulan pun membungkuk hormat
padanya, juga langit, dan malam.

Telepon berdering.

/ 299 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

49

IIA MENJAWAB PADA DERINGAN KEDUA DAN BERKATA, “INI MITCH.”
“Halo, Mitch. Apakah kau merasa penuh harapan?”
Suara lembut ini tidak sama dengan suara pada telepon-telepon
sebelumnya, dan perubahan ini membuat Mitch gelisah.
“Ya. Aku penuh harapan.”
“Bagus. Tidak ada yang bisa dicapai tanpa harapan. Adalah
harapan yang membawaku dari Angel Fire ke sini, dan harapan
jugalah yang akan membawaku kembali.”
Setelah dipikir-pikir, perubahan ini tidak mengganggu Mitch
sebagaimana suara itu sendiri. Laki-laki itu berbicara dengan kelem-
butan yang hanya berbeda satu tingkat dari seram.
“Aku ingin berbicara pada Holly.”
“Tentu saja. Ia adalah perempuan yang menjadi pusat perhatian
pada jam ini—dan menjalankan tugasnya dengan sangat baik.
Perempuan ini adalah jiwa yang kokoh.”
Mitch tidak tahu apa yang ia maksud dengan itu. Apa yang
dikatakan laki-laki tersebut tentang Holly memang benar, tapi keluar
darinya, hal itu terdengar menyeramkan.
Holly terdengar di ujung telepon. “Kau baik-baik saja, Mitch?”
“Aku baik-baik saja. Aku hampir gila, tapi aku baik-baik saja. Aku

/ 300 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

mencintaimu.”
“Aku juga baik-baik saja. Aku tidak disakiti. Tidak terlalu.”
“Kita akan berhasil melakukan ini,” Mitch meyakinkannya. “Aku

tidak akan mengecewakanmu.”
“Aku tidak pernah berpikir kau akan mengecewakanku. Tidak

pernah.”
“Aku mencintaimu, Holly.”
“Ia menginginkan teleponnya kembali,” katanya, dan mengem-

balikannya ke penculiknya.
Holly terdengar tidak leluasa. Dua kali Mitch menyatakan bah-

wa ia mencintainya, tapi ia tidak menanggapi dengan mengatakan
hal yang sama. Ada sesuatu yang tidak beres.

Suara lembut itu kembali: “Ada satu perubahan dalam rencana,
Mitch, satu perubahan penting. Dibanding pengiriman uang, uang
tunai lebih bagus.”

Tadi Mitch khawatir ia tidak akan bisa membujuk mereka
supaya ia tidak harus mengirim uang tebusan itu. Seharusnya ia
merasa lega dengan perkembangan ini. Namun hal ini justru mem-
buatnya resah. Itu merupakan satu lagi petunjuk bahwa telah terjadi
sesuatu yang membuat para penculik itu melenceng dari rencana
mereka semula. Suara baru di telepon, kemudian Holly terdengar
berhati-hati, dan sekarang kesukaan yang mendadak terhadap uang
tunai.

“Kau masih di situ, Mitch?”
“Ya. Hanya saja, kau membuatku kaget di sini. Kau harus tahu
... Anson tidak penuh dengan kekhawatiran seorang kakak seperti
yang mungkin kau kira.”
Sang penelepon merasa geli. “Yang lain mengira ia akan
khawatir. Aku tidak pernah yakin. Aku tidak mengharapkan air mata
tulen dari seekor buaya.”
“Aku sedang mengatasi situasi ini,” Mitch meyakinkannya.

/ 301 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Apakah kau pernah dikejutkan oleh kakakmu?”
“Berulang kali. Dengar, sekarang ini aku bisa menjamin ada
delapan ratus ribu tunai dan enam ratus ribu dalam bentuk surat
obligasi.”
Sebelum Mitch dapat menyinggung tambahan empat ratus ribu
yang katanya ada di dalam kapal Anson, sang penculik berkata, “Itu
mengecewakan, tentu saja. Enam ratus ribu dolar itu akan bisa
membeli banyak waktu untuk mencari.”
Mitch tidak menangkap kata terakhir. “Untuk apa?”
“Apakah kau mencari, Mitch?”
“Mencari apa?”
“Jika kita tahu jawabannya, kita tidak akan perlu mencari. Satu
juta empat ratus ribu boleh saja. Aku akan menganggapnya sebagai
potongan harga karena membayar tunai.”
Terkejut oleh bagaimana mudahnya jumlah uang yang lebih
sedikit itu diterima, Mitch berkata, “Kau berbicara atas nama semua-
nya, rekan-rekanmu?”
“Ya. Jika aku tidak berbicara atas nama mereka, lalu siapa?”
“Lalu ... apa berikutnya?”
“Kau datang sendirian.”
“Baik.”
“Tanpa senjata.”
“Baik.”
“Kemas uang dan surat-surat obligasi itu di dalam kantung sam-
pah plastik. Jangan ikat bagian atasnya. Apa kau mengenal rumah
Turnbridge?”
“Semua orang di daerah ini tahu rumah Turnbridge.”
“Datang ke sana jam tiga. Jangan macam-macam dan mengira
kau bisa datang lebih awal dan menunggu diam-diam. Yang akan
kau dapatkan untuk itu hanyalah seorang istri yang sudah mati.”
“Aku akan ada di sana jam tiga. Tidak satu menit lebih awal.

/ 302 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

Bagaimana aku bisa masuk?”
“Gerbangnya akan terlihat seperti dirantai, tapi rantainya long-

gar. Setelah kau menyetir masuk ke dalam lokasi, letakkan kembali
rantainya seperti semula. Mobil apa yang akan kau kendarai?”

“Hondaku.”
“Berhenti tepat di depan rumah. Kau akan melihat sebuah SUV.
Parkir jauh dari mobil itu. Parkir dengan bagian belakang Honda
menghadap ke rumah dan buka bagasinya. Aku tidak ingin melihat
siapa pun di dalam bagasi.”
“Baiklah.”
“Pada saat itu, aku akan menelepon telepon genggammu
dengan instruksi lebih lanjut.”
“Tunggu. Telepon genggamku. Itu tidak berfungsi.” Sebenarnya
telepon itu ada di suatu tempat di Rancho Santa Fe. “Apakah aku
bisa menggunakan milik Anson?”
“Berapa nomornya?”
Telepon genggam Anson tergeletak di meja dapur, di samping
uang dan surat-surat obligasi. Mitch menyambarnya. “Aku tidak
tahu nomornya. Aku harus menghidupkannya dan melihat. Beri aku
waktu sebentar.”
Sementara Mitch menunggu logo perusahaan telepon untuk
menghilang dari layar, laki-laki dengan suara lembut itu berkata,
“Katakan padaku, apakah Anson masih hidup?”
Dikejutkan oleh pertanyaan itu, Mitch hanya menjawab, “Ya.”
Geli, sang penelepon berkata, “Jawaban yang sederhana itu
menyingkap begitu banyak hal padaku … ”
“Seperti apa?”
“Ia terlalu meremehkanmu.”
“Kau membaca terlalu banyak dalam satu kata. Ini nomor
telepon genggamnya.”
Setelah Mitch membacakan nomor dan mengulanginya, laki-laki

/ 303 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

di telepon itu berkata, “Kami menginginkan pertukaran sederhana
yang berjalan mulus, Mitch. Bisnis terbaik adalah bisnis yang darinya
semua orang keluar sebagai pemenang.”

Mitch berpikir, inilah pertama kalinya laki-laki dengan suara
lembut itu mengatakan kami dan bukan aku.

“Jam tiga,” sang penelepon mengingatkannya, dan menutup
telepon.

/ 304 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

50

SSEMUA BENDA DI DALAM RUANG CUCI BERWARNA PUTIH, SEMUA KECUALI
kursi merah dan Anson di dalamnya serta genangan kecil berwarna
kuning.
Berbau, gelisah, bergoyang-goyang dari kiri ke kanan di dalam
kursi, Anson menyerah dan bekerja sama. “Ya, ada salah satu dari
mereka yang bicara seperti itu. Namanya Jimmy Null. Ia seorang
profesional, tapi ia seorang pemimpin. Jika ia yang berbicara di tele-
pon padamu, maka yang lainnya sudah mati.”
“Mati bagaimana?”
“Sesuatu tidak berjalan semestinya, perselisihan mengenai sesu-
atu, dan ia memutuskan untuk mengambil seluruh uangnya.”
“Jadi menurutmu sekarang hanya ada tinggal satu dari mereka?”
“Itu akan membuat situasinya lebih sulit bagimu, bukan lebih
mudah.”
“Kenapa lebih sulit?”
“Begitu ia menghabisi yang lainnya, itu berarti ia bermaksud
membersihkan jejaknya secara total.”
“Holly dan aku.”
“Hanya setelah ia mendapatkan uangnya.” Dalam keseng-
saraannya, Anson menemukan senyum yang mengerikan. “Kau

/ 305 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

ingin tahu tentang uang itu, bro? Kau ingin tahu apa pekerjaanku?”
Anson menawarkan informasi ini hanya jika ia percaya bahwa

pengetahuan itu akan menyakiti adiknya.
Mitch tahu kilatan keriangan yang keji dalam sorot mata Anson

merupakan alasan untuk terus bersikap masa bodoh, tapi rasa ingin
tahunya mengalahkan kehati-hatiannya.

Sebelum salah satu dari mereka bisa berbicara, telepon ber-
dering.

Mitch kembali ke dapur, sejenak mempertimbangkan untuk
tidak menjawab, namun khawatir itu mungkin Jimmy Null yang
menelepon untuk memberikan instruksi tambahan.

“Halo?”
“Anson?”
“Ia tidak ada di sini.”
“Siapa ini?”
Suara itu bukan milik Jimmy Null.
“Aku teman Anson,” kata Mitch.
Sekarang setelah ia mengangkat teleponnya, hal terbaik untuk
dilakukan adalah terus berbicara seolah semuanya baik-baik saja di
sini.
“Kapan ia akan kembali?” tanya sang penelepon.
“Besok.”
“Apa sebaiknya aku mencoba telepon genggamnya?”
Suara itu mengusik ingatan Mitch.
Memungut telepon genggam Anson dari atas meja layan, Mitch
berkata, “Ia lupa membawanya.”
“Bisakah kau sampaikan pesan padanya?”
“Tentu. Silakan.”
“Katakan padanya Julian Campbell menelepon.”
Kerlip mata abu-abu itu, gemerlap Rolex emas.
“Ada lagi yang lain?” Mitch bertanya.

/ 306 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Itu saja. Meski aku punya satu kekhawatiran, teman Anson.”
Mitch diam.
“Teman Anson, kau masih di sana?”
“Ya.”
“Aku harap kau menjaga Chrysler Windsorku dengan baik. Aku
menyayangi mobil itu. Sampai bertemu.”

/ 307 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

51

MMITCH MENEMUKAN LACI DAPUR TEMPAT ANSON MENYIMPAN DUA KOTAK
kantung plastik pelapis tong sampah. Ia memilih yang berukuran
paling kecil, sebuah kantung putih dengan kapasitas tiga belas galon.
Dimasukkannya gepokan-gepokan uang dan amplop berisi surat
obligasi ke dalam kantung itu. Ia memelintir ujungnya namun tidak
membuat ikatan.
Pada jam ini, dengan kondisi lalu lintas seperti biasa, perjalanan
dari Rancho Santa Fe ke Corona del Mar akan memerlukan waktu
dua jam. Bahkan jika Campbell memiliki rekan yang bekerja di sini
di wilayah Orange, mereka tidak akan tiba segera.
Saat Mitch kembali ke ruang cuci, Anson berkata, “Siapa yang
menelepon?”
“Seseorang yang menjual sesuatu.”
Hijau laut dan merah darah, mata Anson bagai laut yang keruh
akibat perbuatan seekor hiu. “Tidak terdengar seperti penjual.”
“Tadi kau baru saja akan mengatakan padaku apa pekerjaanmu.”
Kepuasan licik kembali menyusup ke dalam mata Anson. Ia
ingin berbagi kejayaannya lebih karena—entah bagaimana—itu
adalah pengetahuan yang akan membuat Mitch terluka, bukan
karena kebanggaan.

/ 308 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Bayangkan kau mengirim data ke seorang pelanggan lewat
internet, dan saat diterima data itu kelihatannya adalah materi yang
biasa saja—katakanlah foto dan tulisan mengenai sejarah Irlandia.”

“Kelihatannya.”
“Itu bukan seperti data yang ditulis dalam bahasa sandi, yang
tak bermakna kecuali kau memiliki kodenya. Kebalikannya, data itu
tampak jelas, biasa saja. Tapi saat kau memprosesnya dengan peran-
ti lunak khusus, foto dan teks itu menyatu dan membentuk kembali
menjadi materi yang sama sekali berbeda, menjadi kebenaran yang
tersembunyi.”
“Apa kebenaran itu?”
“Tunggu. Pertama ... pelangganmu mengunduh peranti lunak itu
dan tidak pernah memegang hardcopy-nya. Jika polisi memeriksa
komputernya dan berusaha menyalin atau menganalisis peranti
lunak tersebut, program itu akan menghancurkan diri tanpa pernah
bisa disusun kembali. Begitu juga dokumen-dokumen yang ter-
simpan di komputer dalam bentuk asli maupun yang telah diubah.”
Setelah selama ini berjuang untuk tetap memiliki pengetahuan
komputer seminimal yang bisa dimungkinkan oleh dunia modern,
Mitch tidak yakin ia melihat kegunaan yang paling bermanfaat dari
apa yang dijelaskan Anson tadi, tapi satu manfaat terbersit dalam
benaknya.
“Jadi teroris dapat berkomunikasi lewat internet, dan siapa pun
yang mengambil sampel dari data yang saling mereka kirimkan akan
mendapati mereka cuma berbagi sejarah Irlandia.”
“Atau Prancis atau Tahiti, atau analisis panjang mengenai film-
film John Wayne. Tidak ada materi yang mengesankan kejahatan,
tidak ada bahasa sandi yang nyata untuk membangkitkan kecuri-
gaan. Namun teroris bukan pasar yang stabil dan menguntungkan.”
“Lalu siapa?”
“Ada banyak. Tapi aku ingin kau tahu terutama mengenai peker-

/ 309 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

jaan yang aku lakukan untuk Julian Campbell.”
“Sang pengusaha hiburan,” kata Mitch.
“Benar bahwa ia punya kasino di beberapa negara. Kegunaan

kasino itu sebagian untuk mencuci uang yang ia dapat dari kegiatan
lain.”

Mitch mengira ia akhirnya telah mengenal Anson yang sesung-
guhnya, seorang laki-laki yang jauh berbeda dari laki-laki yang ber-
kendara ke selatan bersamanya menuju Rancho Santa Fe. Tak ada lagi
ilusi. Tak ada lagi kebutaan yang ia bebankan pada dirinya sendiri.

Namun dalam momen penting ini, selubung ketiga laki-laki ini
menyingkap sesuatu yang menyeramkan, nyaris sama asingnya bagi
Mitch dengan Anson kedua yang pertama kali menampakkan diri di
perpustakaan Campbell.

Wajahnya seperti mendapatkan penghuni baru yang mem-
bungkuk melalui ruang-ruang tengkoraknya dan membawa cahaya
yang lebih gelap ke kedua jendela hijau tak asing itu.

Sesuatu tentang tubuhnya turut berubah. Sosok tegap yang lebih
primitif dibanding laki-laki yang satu menit lalu duduk di sana seper-
ti menempati kursi itu, masih seorang laki-laki namun laki-laki yang
sisi binatang di dalam dirinya terlihat lebih jelas.

Kesadaran ini menghampiri Mitch sebelum sang kakak mulai
menceritakan bisnis yang ia lakukan bersama Campbell. Ia tidak bisa
mengatakan bahwa pengaruhanya bersifat psikologis, bahwa pen-
gungkapan Anson telah mengubah sosok dirinya di dalam mata
Mitch, karena perubahan itu terjadi sebelum pengungkapannya.

“Setengah dari satu persen laki-laki adalah pedofil,” kata Anson.
“Di Amerika—satu setengah juta. Dan jutaan lainnya di seluruh
dunia.”

Di dalam ruangan putih terang ini Mitch merasa bagai di
ambang kegelapan, gerbang yang mengerikan membuka di
hadapannya, dan tidak ada jalan untuk kembali.

/ 310 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Pedofil adalah pelanggan yang bernafsu akan pornografi
anak,” Anson meneruskan. “Meski mereka mungkin membelinya
melalui operasi polisi yang akan menghancurkan mereka, mereka
mempertaruhkan segalanya untuk mendapatkannya.”

Siapa yang melakukan pekerjaan Hitler, Stalin, Mao Tse-tung?
Para tetanggalah yang melakukannya, teman-teman, para ibu dan
ayah melakukannya, dan para kakak.

“Jika materi itu diterima dalam bentuk teks membosankan ten-
tang sejarah teater Inggris dan berubah menjadi gambar-gambar dan
bahkan video menarik, jika mereka bisa memenuhi kebutuhan mere-
ka dengan aman, selera mereka menjadi tak terpuaskan.”

Mitch telah meninggalkan pistolnya di meja dapur. Mungkin
secara tidak sadar ia mencurigai adanya kebiadaban seperti ini dan
tidak memercayai dirinya sendiri dengan senjata itu.

“Campbell punya dua ratus ribu pelanggan. Dalam waktu dua
tahun, ia mengharapkan satu juta pelanggan dari seluruh dunia, dan
pendapatan sebesar lima triliun dolar.”

Mitch teringat telur orak-arik dan roti bakar yang ia buat di
dapur makhluk ini, dan perutnya berubah masam memikirkan ia
telah makan dari piringnya, menggunakan alat makan yang telah
disentuh oleh tangan-tangan itu.

“Keuntungan kotor dari penjualan sebesar enam puluh persen.
Para penampil dewasa melakukannya untuk kesenangan. Bintang-bin-
tang muda tidak dibayar. Apa yang mereka butuhkan dengan uang di
usia mereka? Dan aku punya sedikit saham di bisnis Julian. Aku bilang
padamu aku punya delapan juta, tapi sebenarnya tiga kali lipat itu.”

Ruang cuci itu menjadi sesak tak tertahankan. Mitch merasa
selain dirinya dan Anson, segerombolan sosok lain yang tak kasat
mata juga ikut hadir.

“Bro, aku hanya ingin kau paham betapa kotornya uang yang
akan menebus Holly. Sepanjang sisa hidupmu, saat kau mencium-

/ 311 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

nya, menyentuhnya, kau akan memikirkan sumber dari semua uang
yang sangat, sangat kotor itu.”

Terbelenggu tak berdaya di kursinya, duduk dalam genangan air
kencing, bermandikan keringat ketakutan yang telah diperas darinya
oleh kegelapan, Anson mengangkat kepalanya dengan sikap menan-
tang dan membusungkan dada. Matanya bersinar dengan kemena-
ngan, seolah apa yang ia lakukan, telah membantu perusahaan hina
Campbell, adalah upah yang cukup baginya. Bahwa memiliki
kesempatan untuk memuaskan selera mereka yang bejat dengan
mengorbankan orang-orang tak berdosa merupakan cukup imbalan
yang ia butuhkan untuk membuatnya bertahan melewati peng-
hinaan yang dialaminya sekarang dan melewati kehancuran yang
akan datang.

Beberapa orang mungkin menyebutnya kegilaan, namun Mitch
tahu apa nama yang sebenarnya.

“Aku akan pergi,” ungkapnya memberitahu, karena tak ada lagi
hal berarti untuk dikatakan.

“Setrum aku,” Anson menuntut, seolah untuk menegaskan
bahwa Mitch tidak punya kekuatan untuk menyakitinya dengan
cara yang lebih permanen.

“Kesepakatan yang kita buat?” Mitch berkata. “Lupakan saja.”
Ia mematikan lampu dan menutup pintu. Karena ada kekuatan-
kekuatan lain yang untuk menghadapinya merupakan hal bijaksana
untuk melakukan tindakan pencegahan ekstra—dan bahkan irasion-
al, ia menahan pintu itu dengan sebuah kursi. Ia mungkin saja
memakunya, jika ia punya waktu.
Mitch bertanya-tanya apakah ia akan pernah merasa suci lagi.
Serangan gemetar menguasainya. Ia merasa seperti akan muntah.
Di wastafel, dicipratkannya air dingin ke wajahnya.
Bel pintu berbunyi.

/ 312 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

52

LLONCENG PINTU MEMAINKAN BEBERAPA BALOK NOT DARI “ODE TO JOY”.
Baru beberapa menit berlalu sejak Julian Campbell mengakhiri
pembicaraan telepon mereka. Pendapatan sebesar lima triliun per
tahun adalah harta karun yang akan ia lindungi dengan cara apa
pun, tapi ia tidak mungkin mendapatkan sepasang penembak baru
ke rumah Anson secepat ini.
Mitch mematikan air di wastafel dan, dengan wajah masih
menetes, berusaha memikirkan apakah ada alasan untuk mengambil
risiko memeriksa identitas sang pengunjung melalui jendela ruang
tamu. Tak terpikirkan olehnya satu alasan pun.
Waktunya untuk keluar dari sini.
Ia menyambar kantung sampah berisi uang tebusan dan me-
mungut pistol dari atas meja. Ia menuju pintu belakang.
Alat Tasernya. Ia meninggalkannya di atas meja layan di sam-
ping oven. Ia kembali untuk mengambilnya.
Lagi-lagi sang pengunjung tak dikenal membunyikan bel.
“Siapa itu?” Anson bertanya dari ruang cuci.
“Tukang pos. Sekarang tutup mulutmu.”
Mendekati pintu belakang sekali lagi, Mitch teringat telepon
genggam kakaknya. Telepon itu tergeletak di meja di samping uang

/ 313 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

tebusan, namun tadi ia menyambar uang tebusan dan meninggalkan
teleponnya.

Telepon Julian Campbell, pengungkapan Anson yang mengeri-
kan, dan bel pintu, masing-masing terjadi tepat setelah yang lainnya,
telah membuatnya goyah.

Setelah mengambil telepon, Mitch berputar, mengedarkan pan-
dangan ke seluruh dapur. Sejauh yang ia sadari, ia tidak melupakan
apa-apa lagi.

Ia mematikan lampu, melangkah keluar dari rumah, dan me-
ngunci pintu di belakangnya.

Angin yang tak kenal lelah bermain petak umpet dengan dirinya
sendiri di antara dedaunan pakis dan bambu. Daun-daun pohon
beringin yang liat dan kering akibat angin, tertiup masuk dari pe-
karangan lain, pontang-panting ke sana kemari melintasi halaman,
mencakari batu bata.

Mitch berjalan menuju garasi pertama, masuk lewat pintu
halaman. Di sini Honda-nya menanti, dan John Knox telah matang
di bagian belakang mobil Buick Super Woody Wagon.

Tadinya ia memiliki rencana yang masih samar untuk memfitnah
Anson dengan kematian Knox sekaligus melepaskan diri dari fitnah
pembunuhan Daniel dan Kathy. Namun masuknya kembali
Campbell ke dalam situasi ini membuatnya merasa tengah bermain
sepatu roda di atas es, dan rencana yang samar itu sekarang bukan
rencana sama sekali.

Lagipula itu semua tidak penting saat ini. Saat Holly sudah aman
nanti, John Knox serta mayat-mayat di ruang pembelajaran dan
Anson yang terborgol ke kursi akan kembali menjadi penting, dan
bahkan sangat penting. Tetapi sekarang, itu semua adalah persoalan
kecil dibanding masalah utamanya.

Lebih dari dua setengah jam tersisa sebelum ia bisa menukar
uang itu untuk mendapatkan Holly. Ia membuka bagasi Honda dan

/ 314 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

menjejalkan kantung itu ke dalam lubang ban serep.
Di kursi depan mobil Woody, ia menemukan remote pintu

garasi. Dijepitkannya alat itu pada pelindung sinar matahari mobil
Honda, supaya ia dapat menutup pintu garasi dari gang.

Ia menyimpan pistol dan alat Taser di dalam saku penyimpanan
di pintu sopir. Duduk di belakang setir, ia bisa memandang ke bawah
dan melihat kedua senjata itu. Keduanya akan lebih mudah diraih
dibanding jika disimpan di bawah kursi. Menekan remote control,
ia menonton lewat kaca spion saat pintu besar itu menggulung ke
atas.

Menyetir mundur dari garasi, ia melihat sekilas ke sebelah
kanannya, melihat gang itu kosong—dan menginjak rem dengan
kaget saat seseorang mengetuk-ngetuk kaca jendela sopir. Menoleh
dengan cepat ke kiri, ia mendapati dirinya bertatap muka dengan
Detektif Taggart.

/ 315 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

53

TTEREDAM OLEH KACA JENDELA: “HALO, TUAN RAFFERTY.”
Mitch memandangi sang detektif terlalu lama sebelum akhirnya
menurunkan kaca jendela. Keterkejutannya pasti telah diduga;
namun, ia pasti tampak terguncang, takut.
Angin yang hangat mengibar-ngibarkan jaket olahraga Taggart
dan mengepakkan kerah kemeja Hawaii kuning dan cokelatnya saat
ia mencondongkan badan dekat dengan jendela. “Anda punya
waktu untuk saya?”
“Sebenarnya saya punya janji dengan dokter,” kata Mitch.
“Bagus. Saya tidak akan menahan Anda terlalu lama. Apakah
sebaiknya kita bicara di dalam garasi, keluar dari angin ini?”
Mayat John Knox tergeletak terbuka di belakang mobil Buick.
Sang detektif pembunuhan mungkin akan tertarik perhatiannya ke
arah itu oleh hidung yang tajam menangkap aroma awal pembusukan
atau oleh kekaguman atas mobil Buick lama yang menawan itu.
“Duduklah dengan saya di dalam mobil,” kata Mitch, dan ia
menaikkan jendela saat selesai mundur dari garasi.
Ia menutup pintu garasi menggunakan remote dan parkir sejajar
dengannya, menyingkir dari tengah-tengah gang, selagi pintu garasi
itu bergulung menutup ke bawah.

/ 316 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

Masuk ke dalam kursi penumpang, Taggart berkata, “Anda
sudah menelepon petugas pembasmi mengenai rayap-rayap itu?”

“Belum.”
“Jangan tunda terlalu lama.”
“Ya, baiklah.”
Mitch duduk menghadap ke depan, memandangi gang,
bertekad untuk menoleh ke Taggart hanya sesekali saja, karena ia
teringat daya tembus tatapan sang polisi.
“Jika Anda mengkhawatirkan pestisida, mereka tidak harus
menggunakan itu lagi sekarang.”
“Saya tahu. Mereka bisa membekukan makhluk-makhluk me-
rayap itu di dinding.”
“Bahkan lebih baik lagi, mereka punya sari jeruk sangat kental
yang membunuh rayap-rayap itu saat mengenai mereka. Semuanya
alami, dan rumah jadi berbau harum.”
“Jeruk. Saya harus mencobanya.”
“Saya rasa Anda terlalu sibuk untuk memikirkan rayap.”
Seorang laki-laki tak berdosa mungkin akan bertanya-tanya ten-
tang apa ini semua dan akan tidak sabar untuk melanjutkan harinya,
jadi Mitch mengambil risiko bertanya, “Kenapa Anda ada di sini,
Letnan?”
“Saya datang untuk menemui kakak Anda, tapi ia tidak mem-
bukakan pintunya.”
“Dia pergi sampai besok.”
“Ke mana ia pergi?”
“Vegas.”
“Anda tahu hotelnya?”
“Dia tidak bilang.”
“Tidakkah Anda dengar bunyi belnya tadi?” Taggart bertanya.
“Saya pasti sudah pergi sebelum belnya berbunyi. Ada beberapa
hal yang harus saya lakukan di dalam garasi.”

/ 317 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Menjaga tempat ini untuk kakak Anda sementara ia tidak ada
di rumah?”

“Itu benar. Buat apa Anda ingin bicara dengannya?”
Sang detektif mengangkat satu kaki dan memiringkan badan di
kursinya, menghadap Mitch langsung, seolah untuk memaksakan
lebih banyak kontak mata. “Nomor-nomor telepon kakak Anda ada
di buku alamat Jason Osteen.”
Senang memiliki sesuatu yang benar untuk dikatakan, Mitch me-
laporkan: “Mereka bertemu saat Jason dan saya tinggal sekamar.”
“Anda tidak menjaga hubungan dengan Jason tapi kakak Anda
melakukannya?”
“Saya tidak tahu. Mungkin mereka cocok satu sama lain.”
Sepanjang malam dan pagi itu, semua dedaunan, sampah dan
debu yang bertebaran telah tertiup ke laut. Sekarang angin tak mem-
bawa sedikit pun puing untuk menunjukkan bentuknya. Sama tidak
tampaknya dengan gelombang udara, lempeng-lempeng raksasa
udara yang transparan menghantam di sepanjang gang, meng-
goyang-goyang Honda itu.
Taggart berkata, “Jason memiliki hubungan dengan perempuan
bernama Leelee Morheim. Anda mengenalnya?”
“Tidak.”
“Kata Leelee, Jason membenci kakak Anda. Katanya, kakak
Anda mencurangi Jason di suatu transaksi.”
“Transaksi apa?”
“Leelee tidak tahu. Tapi satu hal cukup jelas tentang Jason—ia
tidak melakukan pekerjaan yang jujur.”
Pernyataan itu memaksa Mitch untuk menatap mata sang detek-
tif dan mengerutkan dahi dengan kebingungan yang meyakinkan.
“Anda mengatakan bahwa Anson terlibat dalam sesuatu yang ilegal?”
“Apakah menurut Anda itu mungkin?”
“Ia punya gelar doktor dalam bidang linguistik dan ia seorang

/ 318 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

jagoan komputer.”
“Saya tahu seorang profesor fisika yang membunuh istrinya dan

seorang pendeta yang membunuh anak kecil.”
Mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi belakang-

an ini, Mitch tak lagi percaya bahwa sang detektif mungkin salah
satu dari penculik itu.

Jika tadi kau menceritakan semua padanya, Mitch, Holly sudah
akan mati sekarang.

Begitu pun ia tak lagi khawatir para penculik itu terus meng-
awasinya atau mendengarkan percakapannya. Honda itu mungkin
dipasangi alat yang memungkinkannya untuk dilacak dengan
mudah, namun itu juga bukan lagi suatu kekhawatiran.

Jika Anson benar, Jimmy Null—dia dengan suara lembut itu,
dengan keprihatinan bahwa Mitch harus tetap penuh harapan—
telah menghabisi rekan-rekannya. Ia adalah keseluruhan pertun-
jukan itu sekarang. Sekarang pada saat jam-jam terakhir operasi ini,
fokus Null bukan pada Mitch melainkan pada persiapan untuk
menukar tawanannya dengan uang tebusan.

Ini tidak berarti Mitch dapat berpaling ke Taggart untuk bantu-
an. John Knox, dibaringkan di dalam mobil Woody Wagon seolah
itu adalah mobil jenazah, tiga kali tewas karena leher yang patah,
batang tenggorokan yang hancur dan luka tembakan, akan mem-
butuhkan penjelasan. Tidak ada detektif pembunuhan yang akan
dengan cepat teryakinkan bahwa Knox meninggal karena terjatuh
secara tidak sengaja.

Daniel dan Kathy tidak akan lebih mudah dijelaskan dibanding
Knox.

Saat Anson ditemukan dalam kondisi yang begitu menyedihkan
di dalam ruang cuci, ia akan tampak sebagai sang korban, bukan
sang penganiaya. Berkat bakatnya akan tipu muslihat, ia akan
berperan sebagai orang tak berdosa dengan meyakinkan, yang akan

/ 319 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

membuat bingung pihak berwajib.
Hanya dua setengah jam lagi tersisa sebelum pertukaran sandera

itu. Mitch hanya memiliki sedikit kepercayaan bahwa polisi, yang
sama birokratisnya dengan lembaga pemerintah lain, akan mampu
mengusut apa yang telah terjadi sampai sekarang ini dan melakukan
hal yang tepat bagi Holly.

Lagipula, John Knox tewas di satu yurisdiksi lokal, Daniel dan
Kathy di yurisdiksi lain, dan Jason Osteen di yurisdiksi ketiga. Itu
semua adalah tiga rangkaian birokrasi yang terpisah.

Berhubung ini kasus penculikan, besar kemungkinannya FBI juga
harus dilibatkan.

Begitu Mitch mengungkap apa yang telah terjadi dan meminta
bantuan, kebebasannya untuk bergerak akan dibatasi. Tanggung
jawab akan kelangsungan hidup Holly akan berpindah dari dirinya
ke orang yang tak ia kenal.

Rasa takut memenuhinya saat membayangkan harus duduk tak
berdaya sementara menit-menit berlalu dan pihak berwajib, bahkan
jika mereka bermaksud baik, berusaha memahami situasi paling
mutakhir dan peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya.

Taggart bertanya, “Bagaimana keadaan Nyonya Rafferty?”
Mitch merasa ditelanjangi, seolah sang detektif sudah mengu-
darkan banyak simpul di dalam kasus ini dan menggunakan tali itu
untuk menjeratnya.
Menanggapi ekspresi Mitch yang tercengang, Taggart berkata,
“Apakah ia sudah lebih sehat dari migrennya?”
“Oh, ya.” Mitch nyaris tak dapat menutupi kelegaan bahwa
sumber dari minat Taggart terhadap Holly adalah migren bohongan
itu. “Ia sudah merasa lebih enak.”
“Tapi belum sepenuhnya sembuh, kan? Aspirin sebenarnya
bukan obat yang ideal untuk migren.”
Mitch dapat merasakan sebuah perangkap telah terpasang di

/ 320 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

hadapannya, namun ia tidak tahu seperti apa perangkap itu—
apakah perangkap beruang, tali penjerat, atau sesuatu yang akan
menjatuhinya dari atas—dan tak tahu bagaimana menghindarinya.
“Yah, aspirin adalah obat yang ia sukai.”

“Tapi ini hari kedua ia tidak masuk kerja,” kata Taggart.
Sang detektif mungkin mengetahui perusahaan tempat Holly
bekerja dari Iggy Barnes. Kenyataan bahwa ia tahu tidak membuat
Mitch kaget, tapi kenyataan bahwa ia menindaklanjuti cerita ten-
tang migren itu mengejutkan.
“Kata Nancy Farasand, tidak biasanya Nyonya Rafferty tidak
masuk karena sakit.”
Nancy Farasand adalah sekretaris lain di kantor agen real estat
tempat Holly bekerja. Mitch sendiri berbicara padanya kemarin sore.
“Anda kenal Nona Farasand, Mitch?”
“Ya.”
“Saya mendapat kesan, ia orang yang sangat efisien. Ia sangat
menyukai istri Anda, mengaguminya.”
“Holly juga menyukai Nancy.”
“Dan menurut Nona Farasand, sama sekali bukan kebiasaan istri
Anda untuk lupa memberi pemberitahuan jika tidak akan masuk
kerja.”
Pagi ini Mitch seharusnya menelepon kantor Holly meminta ijin
sakit untuknya. Ia terlupa.
Ia juga lupa menelepon Iggy untuk membatalkan jadwal hari itu.
Setelah berjaya atas dua pembunuh profesional, ia tersandung
oleh kurangnya perhatian terhadap satu atau dua tugas sepele.
“Kemarin,” kata Detektif Taggart, “Anda mengatakan pada saya
bahwa saat Anda melihat Jason Osteen ditembak, Anda sedang
menelepon istri Anda.”
Mobil itu mulai terasa sumpek. Mitch ingin membukakan
jendela untuk angin.

/ 321 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Letnan Taggart kurang lebih berpostur sama dengan Mitch, tapi
sekarang ia tampak lebih besar daripada Anson. Mitch merasa ter-
pojok, di sebuah sudut.

“Apakah itu yang masih Anda ingat, Mitch, bahwa Anda sedang
berbicara di telepon dengan istri Anda?”

Sesungguhnya, ia sedang berbicara di telepon dengan sang pen-
culik. Apa yang tampak sebagai kebohongan yang aman dan mudah
pada saat itu sekarang mungkin menjadi sebuah jerat yang ke
dalamnya ia dipersilakan memasukkan lehernya. Namun ia tidak
melihat cara untuk mengabaikan kebohongan itu tanpa mengganti-
nya dengan yang lebih baik.

“Ya. Saya sedang berbicara di telepon dengan Holly.”
“Kata Anda, ia menelepon untuk mengatakan ia pulang kerja
lebih awal karena migren.”
“Itu benar.”
“Jadi Anda sedang berbicara padanya di telepon saat Osteen
ditembak.”
“Ya.”
“Saat itu jam sebelas lewat empat puluh tiga pagi. Anda bilang
saat itu jam sebelas empat puluh tiga.“
“Saya memeriksa jam tepat setelah tembakan itu.”
“Tapi Nancy Farasand mengatakan pada saya, Nyonya Rafferty
menelepon minta ijin sakit di awal hari kemarin, bahwa ia tidak ke
kantor sama sekali.”
Mitch tidak menanggapi. Ia dapat merasakan palu yang tengah
meluncur ke bawah.
“Dan Nona Farasand mengatakan Anda meneleponnya antara
jam dua belas lewat lima belas dan setengah satu kemarin sore.”
Interior Honda itu terasa lebih sempit ketimbang bagasi Chrysler
Windsor.
Taggart berkata, “Anda masih berada di tempat kejadian perkara

/ 322 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

pada jam itu, menunggu saya mengajukan beberapa pertanyaan
lanjutan. Asisten Anda, Tuan Barnes, meneruskan menanam bunga.
Anda ingat?”

Saat sang detektif menunggu, Mitch berkata, “Apakah saya ingat
apa?”

“Berada di tempat kejadian perkara,” kata Taggart singkat.
“Ya. Tentu saja.”
“Kata Nona Farasand, saat Anda menelponnya antara jam dua
belas lewat lima belas dan setengah satu, Anda meminta untuk
berbicara dengan istri Anda.”
“Ia sangat cermat.”
“Yang tidak dapat saya mengerti,” kata Taggart, “kenapa Anda
menelepon kantor agen real estat dan meminta berbicara dengan
istri Anda empat puluh lima menit setelah, menurut kesaksian Anda
sendiri, istri Anda menelepon Anda untuk mengatakan ia pulang
karena migren hebat.”
Arus-arus besar udara jernih yang bergejolak menenggelamkan
gang itu.
Saat Mitch menurunkan tatapannya ke jam dasbor, ketidak-
berdayaan menguasainya.
“Mitch?”
“Ya.”
“Lihat saya.”
Dengan enggan ia menatap pandangan sang detektif.
Kedua mata elang itu tidak menusuk Mitch sekarang, tidak
mengebornya seperti sebelumnya. Justru, lebih parah lagi, kedua
mata itu bersimpati dan mengundangnya untuk mengungkapkan
rahasianya, mendorong rasa percaya.
Taggart berkata, “Mitch … ada di mana istri Anda?”

/ 323 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

54

MMITCH MENGINGAT GANG ITU SEPERTI MALAM SEBELUMNYA, DIBANJIRI
cahaya merah tua matahari yang tenggelam, dan kucing oranye
mengendap-ngendap dari satu bayangan ke bayangan lain di balik
mata hijau radium, dan bagaimana kucing itu seolah berubah wujud
menjadi seekor burung.
Ia membiarkan dirinya merasakan harapan saat itu. Harapannya
adalah Anson, dan harapan itu adalah sebuah kebohongan.
Sekarang langit tampak keras, terpoles angin dan berwarna biru
dingin, seperti kubah es yang meminjam warnanya lewat pantulan
dari laut tak jauh ke arah barat dari sini.
Kucing oranye itu telah pergi, begitu juga burungnya, dan tak
ada makhluk hidup yang bergerak. Cahaya yang tajam adalah pisau
menyayat yang menguliti bayangan hingga tak berdaging.
“Ada di mana istri Anda?” Taggart kembali bertanya.
Uang itu ada di dalam bagasi. Waktu dan tempat penukaran
telah ditentukan. Jam berdetak mendekati momen itu. Ia telah sam-
pai sejauh ini, bertahan melewati begitu banyak, sudah begitu
dekat.
Ia telah menemukan Kebatilan, namun ia akhirnya juga melihat
sesuatu yang lebih baik di dunia ini dibanding yang pernah ia lihat

/ 324 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

sebelumnya, sesuatu yang murni dan sejati. Ia menangkap makna
misterius di mana sebelumnya ia hanya melihat sebuah mesin hijau.

Jika berbagai hal terjadi demi suatu tujuan, maka mungkin ada
suatu tujuan yang harus ia indahkan dalam pertemuannya dengan
detektif yang gigih ini.

Dalam kesejahteraan dan kekurangan. Di waktu sehat dan sakit.
Dan mau mencintai, menghormati, serta menghargai. Sampai maut
memisahkan.

Sumpah itu adalah miliknya. Ia yang mengikrarkannya. Tak ada
orang lain yang mengikrarkannya pada Holly. Hanya dia seorang
yang berjanji padanya. Dialah sang suami.

Tak ada orang lain yang akan dengan sigap membunuh demi
dirinya, mati demi dirinya. Menghargai berarti menjaga dengan
kasih sayang dan juga memperlakukan dengan kasih sayang yang
sama. Menghargai berarti melakukan semua yang sanggup kau
lakukan demi keselamatan dan kebahagiaan orang yang kau hargai,
untuk mendukung, menghibur dan melindunginya.

Mungkin tujuan pertemuannya di sini dengan Taggart adalah
untuk memperingatkannya bahwa ia telah sampai pada batas
kemampuan untuk melindungi Holly tanpa dukungan, untuk men-
dorongnya agar menyadari bahwa ia tidak bisa melangkah lebih
jauh lagi sendirian.

“Mitch, ada di manakah istri Anda?”
“Apa pendapat Anda tentang saya?”
“Dalam artian apa?” tanya Taggart.
“Secara keseluruhan. Menurut Anda orang seperti apakah saya?”
“Orang-orang tampaknya menganggap Anda adalah teman
yang setia dan bisa diandalkan.”
“Saya bertanya apa pendapat Anda.”
“Saya tidak mengenal Anda sebelum semua ini. Tapi di dalam
diri Anda adalah pegas dan jam yang berdetak, tegang dan gelisah.”

/ 325 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Saya tidak selalu seperti itu.”
“Tak ada seorang pun yang bisa selalu seperti itu. Anda akan
meledak dalam satu minggu. Dan Anda telah berubah.”
“Anda baru mengenal saya satu hari.”
“Dan Anda telah berubah.”
“Saya bukan laki-laki jahat. Saya rasa semua laki-laki jahat ber-
kata begitu.”
“Tidak secara langsung seperti itu.”
Di langit, mungkin cukup tinggi untuk melampaui angin, bermil-
mil terlalu tinggi untuk menghamparkan bayangan di gang, sebuah
pesawat jet keperakan tertangkap matanya saat tengah meluncur ke
utara. Dunia tampak menciut sekarang dibanding mobil ini, diban-
ding momen berbahaya ini. Tetapi dunia tidak menciut, dan rute-
rute yang mungkin antara satu tempat dan tempat lain nyaris tidak
terbatas jumlahnya.
“Sebelum saya memberitahu Anda di mana Holly berada, saya
ingin Anda berjanji.”
“Saya hanya seorang polisi. Saya tidak bisa melakukan tawar-
menawar untuk keringanan hukuman.”
“Jadi Anda mengira saya telah menyakitinya.”
“Tidak. Saya hanya berterus terang saja pada Anda.”
“Masalahnya ... kita tidak punya banyak waktu. Janji yang saya
inginkan adalah, setelah Anda mendengar inti dari masalah ini,
Anda akan bertindak cepat, dan tidak menghabiskan waktu mencari
detail-detail.”
“Iblisnya ada di dalam detail, Mitch.”
“Setelah Anda mendengar ini, Anda akan tahu di mana iblisnya
berada. Tapi dengan waktu yang begitu sedikit, saya tidak ingin
berurusan dengan birokrasi polisi.”
“Saya hanya seorang polisi. Yang bisa saya janjikan hanyalah—
saya akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Anda.”

/ 326 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

Mitch menghela napas dalam. Ia mengembuskannya. Ia berkata,
“Holly telah diculik. Ia disandera demi uang tebusan.”

Taggart memandanginya. “Apakah saya telah melewatkan se-
suatu?”

“Mereka menginginkan dua juta dolar atau mereka akan mem-
bunuhnya.”

“Anda seorang tukang kebun.”
“Tentu saja saya tahu itu.”
“Dari mana Anda akan mendapatkan dua juta dolar?”
“Kata mereka saya akan menemukan cara. Kemudian mereka
menembak Jason Osteen untuk menekankan pada saya betapa
seriusnya mereka. Saya kira ia hanya seorang laki-laki yang tengah
berjalan-jalan dengan anjingnya. Saya pikir mereka menembak
pejalan kaki tak dikenal itu untuk menegaskan maksud mereka.”
Mata sang detektif terlalu tajam untuk dapat dibaca.
Tatapannya mengiris-iris.
“Jason mengira mereka akan menembak anjingnya. Jadi mereka
membuat saya patuh dengan menakut-nakuti saya sekaligus mengu-
rangi pembagian uangnya dari dibagi lima menjadi dibagi empat.”
“Teruskan,” kata Taggart.
“Begitu saya pulang dan melihat tempat kejadian yang mereka
tata untuk memfitnah saya, setelah mereka membuat saya cemas
dan bingung apa yang harus dilakukan, mereka menyuruh saya
mendatangi Anson untuk mendapatkan uangnya.”
“Yang benar saja? Ia punya sebanyak itu?”
“Anson pernah melakukan operasi kejahatan bersama Jason
Osteen, John Knox, Jimmy Null, dan dua laki-laki lain yang
namanya belum pernah saya dengar.”
“Operasi apa itu?’
“Saya tidak tahu. Saya bukan bagian darinya, saya tidak tahu
Anson terlibat dalam sampah seperti itu. Dan bahkan jika saya tahu

/ 327 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

operasi macam apa itu, itu adalah salah satu detail yang tidak Anda
butuhkan sekarang.”

“Baiklah.”
“Intinya, ... Anson mencurangi mereka dalam pembagian ke-
untungannya, dan mereka baru tahu jumlah yang sesungguhnya
lama setelah itu.”
“Kenapa menculik istri Anda?” tanya Taggart. “Mengapa tidak
menyasarnya langsung?”
“Ia tidak tersentuh. Ia terlalu berharga bagi beberapa orang
yang sangat penting dan sangat kejam. Jadi mereka menyasarnya
melalui adiknya. Saya. Mereka berpendapat ia tidak akan mau me-
lihat saya kehilangan Holly.”
Mitch mengira ia baru saja membuat pernyataan yang datar,
namun Taggart melihat bukit-bukit yang tersembunyi di dalamnya.
“Ia tidak mau memberi Anda uangnya.”
“Lebih parah lagi. Ia menyerahkan saya pada beberapa orang.”
“Beberapa orang?”
“Untuk dibunuh.”
“Kakak Anda melakukan itu?”
“Kakak saya.”
“Kenapa mereka tidak membunuh Anda?”
Mitch mempertahankan kontak mata. Semuanya tengah diper-
taruhkan sekarang, dan ia tidak bisa menyimpan terlalu banyak
informasi dan mengharapkan kerja sama. Ia berkata, “Beberapa hal
tidak berjalan lancar bagi mereka.”
“Ya Tuhan, Mitch.”
“Jadi saya kembali untuk menemui Anson.”
“Pasti reuni yang hebat.”
“Tidak ada sampanye, tapi ia berpikir ulang untuk membantu
saya.”
“Ia memberi Anda uangnya?”

/ 328 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

“Ya.”
“Di mana dia sekarang?”
“Hidup namun tidak bebas. Pertukarannya dijadwalkan jam
tiga, dan saya punya alasan kuat untuk meyakini bahwa salah satu
penculik itu menghabisi yang lainnya. Jimmy Null. Sekarang hanya
dia yang menahan Holly.”
“Seberapa banyak informasi yang tidak Anda ceritakan?”
“Sebagian besar,” kata Mitch jujur.
Sang detektif memandangi gang melalui kaca depan.
Dari saku jaket ia mengeluarkan segulung bungkusan berisi per-
men karamel keras. Ia mengelupas salah satu ujung bungkusan itu
dan mengeluarkan sebutir permen. Ia menahan butiran manis itu di
antara giginya sementara menutup bungkusannya. Saat ia mengem-
balikan bungkusan itu ke dalam sakunya, lidahnya mengambil
karamel itu dari antara giginya. Prosedur ini seperti sebuah ritual.
“Jadi?” tanya Mitch. “Anda percaya pada saya?”
“Saya memiliki detektor omong kosong yang bahkan lebih besar
dari prostat saya,” kata Taggart. “Dan detektor itu tidak berbunyi.”
Mitch tidak tahu apakah ia mesti lega atau tidak.
Jika ia pergi sendirian untuk menebus Holly, dan jika mereka
berdua dibunuh, paling tidak ia tidak harus hidup dengan kenyataan
bahwa ia telah gagal.
Namun jika pihak berwajib mengambil alih darinya, dan jika
setelah itu Holly terbunuh namun ia sendiri tetap hidup, tanggung
jawab itu akan menjadi beban yang beratnya tak tertahankan.
Ia harus mengakui tak ada satu pun skenario yang akan menem-
patkannya sebagai pemegang kendali, bahwa tak terhindarkan lagi,
takdir adalah rekannya dalam hal ini. Ia harus melakukan apa yang
terasa tepat bagi Holly, dan berharap apa yang terasa tepat
memang terbukti tepat.
“Sekarang apa?” ia bertanya.

/ 329 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

“Mitch, penculikan adalah pelanggaran federal. Kita harus mem-
beritahu FBI.”

“Saya khawatir akan komplikasinya.”
“Mereka baik. Tak ada yang lebih berpengalaman dengan ke-
jahatan semacam ini. Lagipula, berhubung kita hanya punya dua
jam, mereka tidak akan bisa menyusun tim khusus. Mereka mungkin
akan menginginkan kami untuk mengarahkan mereka.”
“Bagaimana saya harus berpendapat tentang hal itu?”
“Kami bagus. Tim SWAT kami jempolan. Kami punya negosia-
tor tawanan yang berpengalaman.”
“Begitu banyak orang,” Mitch khawatir.
“Saya yang akan menjalankan semua ini. Menurut Anda, saya
sembrono?”
“Tidak.”
“Menurut Anda, saya tidak sangat ingin tahu detail-detailnya?”
tanya Taggart.
“Menurut saya, Anda yang terbaik.”
Sang detektif menyeringai. “Oke. Jadi kita akan mendapatkan
istri Anda kembali.”
Kemudian ia meraih melewati konsol dan mencabut kunci dari
lubang kontak.
Terperanjat, Mitch berkata, “Buat apa Anda lakukan itu?”
“Saya tidak ingin Anda berubah pikiran, melesat sendirian. Itu
bukan yang terbaik baginya, Mitch.”
“Saya sudah memutuskan. Saya membutuhkan bantuan Anda.
Anda bisa memercayai saya dengan kuncinya.”
“Sebentar lagi. Saya hanya menjaga keselamatan Anda. Anda
dan Holly. Saya juga punya istri yang saya cintai dan dua anak
perempuan—saya sudah pernah memberitahu Anda tentang anak
saya—jadi saya tahu seperti apa keadaan Anda sekarang, yang ada
di dalam kepala Anda. Saya tahu perasaan Anda. Percayalah pada

/ 330 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

saya.”
Kunci-kunci itu menghilang ke dalam sebuah saku jaket. Dari

saku lain, sang detektif mengeluarkan telepon genggam.
Sambil menghidupkan teleponnya, Taggart mengunyah apa

yang tersisa dari butiran permennya. Aroma karamel memaniskan
udara.

Mitch menonton sang detektif menekan nomor yang sudah ter-
program. Sebagian dirinya merasa dengan saling bersentuhannya
jari dan tombol itu, bukan hanya telepon yang telah tersambung
namun nasib Holly juga telah terputuskan.

Saat Taggart menyebutkan kode polisi ke seorang petugas polisi
dan memberikan alamat Anson, Mitch mencari pesawat jet ke-
perakan lain yang tinggi di atas sana. Langit kosong.

Menyudahi teleponnya, memasukkan telepon genggamnya ke
dalam saku, Taggart berkata, “Jadi kakak Anda ada di dalam rumah
sana?”

Mitch tak dapat lagi berpura-pura Anson tengah berada di
Vegas. “Ya.”

“Di mana?”
“Di dalam ruang cuci.”
“Ayo kita bicara padanya.”
“Kenapa?”
“Ia pernah melakukan pekerjaan dengan si Jimmy Null ini
bukan?”
“Ya.”
“Jadi ia pasti mengenalnya dengan baik. Jika kita akan
melepaskan Holly dari tangan Null dengan mulus dan mudah, lan-
car dan aman, kita perlu tahu setiap hal kecil mengenai orang ini
yang bisa kita ketahui.”
Saat Taggart membuka pintu penumpang untuk keluar, angin
yang jernih menerobos masuk ke dalam Honda, tak membawa

/ 331 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

debu maupun sampah, melainkan janji akan adanya kekacauan.
Entah ke arah yang lebih baik atau lebih buruk, situasi itu ter-

lepas dari kendali Mitch. Ia tidak merasa ke arah yang lebih baik.
Taggart membanting pintu penumpang, namun Mitch duduk di

belakang setir untuk sejenak. Pikirannya berputar, berguling-guling,
otaknya sibuk, dan bukan saja otaknya. Kemudian ia keluar menuju
angin yang mendera.

/ 332 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

55

LLANGIT MENGKILAP, CAHAYA MENYENGAT DAN ANGIN MENGECAM. DARI
kabel-kabel listrik di atas kepala, suara ratapan seperti seekor
binatang tengah berkabung.
Mitch berjalan di depan sang detektif menuju gerbang kayu
bercat. Angin merenggut gerbang itu dari tangannya saat ia
menggeser palangnya, dan membantingnya pada dinding garasi.
Tak diragukan lagi Julian Campbell tengah mengirim orang-
orangnya ke sini. Namun mereka bukan lagi ancaman, karena mere-
ka tidak akan tiba sebelum polisi. Polisi akan tiba hanya dalam
beberapa menit saja.
Menyusuri jalan setapak batu bata sempit, yang terlindung dari
angin yang terparah, Mitch menemukan sekumpulan kumbang mati.
Dua dari mereka sebesar koin dua puluh lima sen, satu memiliki
diameter koin sepuluh sen. Pada permukaan bawah, tubuh mereka
kuning dengan kaki-kaki hitam kaku. Mereka terlentang, seimbang
di atas cangkang yang melengkung. Pusaran angin yang lembut
memutar mereka dalam lingkaran-lingkaran kecil.
Terborgol ke kursi, duduk di atas air kencing, Anson akan tam-
pak sebagai sosok yang menyedihkan, dan ia akan memainkan pe-
ran sebagai sang korban dengan meyakinkan, dengan keterampilan

/ 333 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

seorang sosiapat yang lihai.
Kendati Taggart menyatakan secara tidak langsung bahwa ia

melihat kebenaran di dalam cerita Mitch, ia mungkin bertanya-
tanya mengenai perlakuan keras yang diterima Anson. Tanpa pernah
mengenal Anson sebelumnya, baru mendengar versi yang dipadat-
kan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, sang detektif mungkin
akan menganggap perlakuan itu lebih parah dari sekadar keras,
kejam.

Menyeberangi halaman, tempat angin kembali menggempur,
Mitch sadar akan kehadiran sang detektif tak jauh di belakangnya.
Meski mereka berada di tempat terbuka, ia merasa terdesak, terjepit
oleh klaustrofobia.

Ia dapat mendengar suara Anson dalam benaknya: Ia bercerita
padaku ia membunuh ayah dan ibu kami. Ia menusuk mereka meng-
gunakan alat-alat berkebun. Katanya ia datang kembali untuk mem-
bunuhku juga.

Di pintu belakang, tangan Mitch gemetar begitu hebat sampai ia
kesulitan memasukkan kunci ke dalam lubangnya.

Ia membunuh Holly, Detektif Taggart. Ia mengarang cerita ten-
tang penculikannya, dan ia datang padaku untuk mendapatkan
uang, namun kemudian mengakui ia membunuhnya.

Taggart tahu Jason Osteen tidak mendapatkan penghasilan de-
ngan cara yang jujur. Ia tahu dari Leelee Morheim bahwa Jason per-
nah melakukan pekerjaan bersama Anson dan dicurangi. Jadi ia tahu
Anson tidak beres.

Namun begitu, tetap saja saat Anson mengungkapkan cerita
yang berlawanan dengan cerita Mitch, Taggart akan mempertim-
bangkannya. Polisi selalu disodorkan cerita-cerita yang saling ber-
tentangan. Tentu saja seringkali kebenarannya terletak di suatu tem-
pat di antara kedua cerita tersebut.

Mencari mana yang benar akan membutuhkan waktu, dan

/ 334 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

waktu ibarat seekor tikus yang menggerogoti urat saraf Mitch.
Waktu adalah pintu perangkap di bawah Holly, dan waktu bagaikan
jerat yang mengencang di lehernya.

Kunci bertemu dengan lubangnya. Gerendel pintu berkeletak
terbuka.

Berdiri di ambang pintu, Mitch menyalakan lampu. Segera ia
melihat corengan darah panjang di lantai yang sebelumnya tidak
begitu ia perhatikan, namun sekarang membuatnya cemas.

Saat Anson dihantam pada bagian samping kepalanya, telinga-
nya tergores. Saat ia diseret menuju ruang cuci, ia meninggalkan
jejak.

Luka itu hanyalah luka kecil. Noda di lantai itu mengesankan se-
suatu yang lebih parah dari sekadar telinga yang berdarah.

Dengan bukti menyesatkan semacam itulah keraguan timbul
dan kecurigaan meruncing.

Pintu perangkap, jerat, dan tikus yang menggerogoti, waktu
memelantingkan pegas yang tergulung di dalam diri Mitch. Dan saat
ia memasuki dapur, ia membuka satu kancing kemejanya, meraih ke
dalam, dan mengeluarkan Taser yang sebelumnya terselip di bawah
sabuknya, menempel pada perut. Ketika ia menunda keluar dari
Honda tadi, ia mengambil alat itu dari saku penyimpanan di pintu
sopir.

“Ruang cuci ada di sini,” kata Mitch, mendahului Taggart bebe-
rapa langkah di depan sebelum berbalik mendadak dengan Tasernya.

Sang detektif tidak mengikutinya dalam jarak sedekat yang
Mitch kira. Ia masih berada dua langkah di belakangnya.

Beberapa alat Taser menembakkan kawat, yang menghantarkan
setruman melumpuhkan dari jarak sedang. Beberapa jenis lain
mengharuskan ujung setrumannya untuk ditusukkan pada sasaran,
memerlukan kedekatan yang sama dengan penyerangan meng-
gunakan pisau.

/ 335 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Ini Taser jenis kedua, dan Mitch harus mendekat, mendekat
dengan cepat.

Saat Mitch menghunjam dengan tangan kanannya, Taggart
menghadang dengan tangan kirinya. Taser itu nyaris terjatuh dari
tangan Mitch.

Mundur, sang detektif meraih ke balik jaket olahraganya, den-
gan tangan kanan, sudah pasti bermaksud mengambil senjata di
sarung bahu.

Taggart mundur membelakangi meja layan, Mitch berpura-pura
bergerak ke kiri, menusuk ke kanan, dan saat itu keluarlah tangan
yang mengambil senjata dari balik jaket. Mitch ingin mengenai kulit
secara langsung, tidak ingin mengambil risiko kain menyerap se-
bagian setruman, dan ia mengenai sang detektif di lehernya.

Mata terbelalak, rahang mengendur, Taggart melepaskan satu
tembakan, lututnya lunglai, dan ia jatuh.

Suara tembakan itu terdengar dahsyat bunyinya. Suaranya
mengguncang ruangan.

/ 336 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

56

MMITCH TIDAK TERLUKA, TAPI IA TERPIKIR AKAN JOHN KNOX YANG TIDAK
sengaja menembak dirinya sendiri saat terjatuh dari loteng garasi. Ia
berlutut dengan cemas di samping sang detektif.
Di lantai di samping Taggart tergeletak pistolnya. Mitch meng-
gesernya jauh dari jangkauan.
Taggart menggigil seolah kedinginan sampai ke tulang sumsum.
Tangannya mencakar ubin lantai, dan gelembung-gelembung air liur
memercik di bibirnya.
Untaian asap samar, tipis, berbau tajam terurai dari jaket olah-
raga Taggart. Peluru telah membakar dan melubangi tubuhnya me-
nembus jaket.
Mitch menyingkap jaket itu, mencari-cari luka. Ia tidak mene-
mukannya.
Kelegaan yang ia rasakan tidak terlalu melambungkan perasaan-
nya. Ia masih bersalah karena telah menyerang seorang petugas
polisi.
Ini pertama kalinya ia menyakiti orang tak bersalah. Penyesalan
ternyata memiliki citarasa: pahit yang muncul di belakang teng-
gorokannya.
Mencakari lengan Mitch, sang detektif tidak sanggup mengatup-

/ 337 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

kan tangannya untuk mencengkeram. Ia berusaha mengatakan se-
suatu, namun tenggorokannya pasti tercekat, lidahnya tebal, bibir-
nya mati rasa.

Mitch ingin menghindari harus menyetrumnya dengan Taser
untuk kedua kalinya. Ia berkata, “Maaf,” dan mulai bergerak.

Kunci mobilnya tadi menghilang ke dalam jaket Taggart. Mitch
menemukannya di dalam saku kedua yang ia geledah.

Di dalam ruang cuci, setelah mencerna suara tembakan tadi dan
menyimpulkan apa kiranya arti tembakan itu, Anson mulai ber-
teriak. Mitch mengabaikannya.

Menarik kakinya, Mitch menyeret Taggart keluar dari rumah,
menuju halaman batu bata. Ia meninggalkan pistol sang detektif di
dapur.

Saat ia menutup pintu belakang, didengarnya suara bel pintu
berbunyi di dalam. Polisi ada di depan rumah.

Selagi Mitch menyempatkan diri mengunci pintu untuk me-
nunda pertemuan mereka dengan Anson dan kebohongan-
kebohongannya, ia berkata pada Taggart, “Saya terlalu mencintai-
nya untuk bisa memercayai orang lain dalam urusan ini. Saya minta
maaf.”

Mitch berlari melesat melintasi halaman, menyusuri sepanjang
sisi garasi, dan melewati gerbang belakang yang terbuka keluar
menuju gang yang tersapu angin.

Saat tak seorang pun membukakan pintu, polisi akan berputar
ke sisi rumah, masuk ke dalam halaman dan menemukan Taggart di
atas batu bata. Mereka akan tiba di gang beberapa detik kemudian.

Mitch melempar Tasernya ke pintu penumpang saat ia masuk ke
belakang setir. Kunci, diputar di lubang kontak, suara gemuruh
mesin.

Di dalam saku penyimpanan pintu terdapat pistol milik salah
satu pembunuh bayaran Campbell. Tujuh peluru masih tersisa di

/ 338 /

www.facebook.com/indonesiapustaka The Husband

dalam magasinnya.
Ia tidak berencana menggunakan senjata untuk menghadapi

polisi. Satu-satunya pilihan yang ia miliki adalah kabur dari situ.
Ia menyetir ke arah timur, yakin mobil polisi akan tiba-tiba

muncul di ujung gang dan menghalanginya.
Panik adalah rasa takut yang ditampilkan oleh sejumlah orang

secara berbarengan, oleh sekelompok penonton atau massa.
Namun Mitch punya cukup banyak rasa takut untuk sekelompok
orang, dan panik menguasainya.

Di ujung gang ia berbelok ke kanan menuju jalan besar. Pada
persimpangan berikutnya ia berbelok ke kiri, sekali lagi menuju ke
timur.

Wilayah Corona del Mar ini—yang merupakan bagian dari
Newport Beach—disebut The Village. Sebuah tempat berisi jaringan
jalan-jalan yang ruwet, wilayah ini bisa diblokir hanya dengan
menggunakan rintangan jalan di tiga titik.

Ia harus melewati titik-titik hambatan itu. Dengan cepat.
Di dalam perpustakaan Julian Campbell, di dalam bagasi
Chrysler, dan di dalam bagasi yang sama itu untuk kedua kalinya, ia
telah mengenal rasa takut, namun tidak sehebat ini. Saat itu ia takut
untuk dirinya sendiri; sekarang ia takut untuk Holly.
Hal terburuk yang bisa terjadi padanya adalah ia akan
ditangkap atau ditembak polisi. Ia telah menimbang-nimbang ke-
rugian dari masing-masing pilihan dan memilih yang terbaik.
Sekarang ia tidak peduli apa yang terjadi padanya kecuali sampai
pada titik bahwa jika apa pun terjadi padanya, Holly akan sendiri-
an menghadapi situasi ini.
Di Village, beberapa jalannya sempit. Mitch sedang berada di
salah satu jalan seperti itu. Kendaraan diparkir di kedua sisi. Dengan
kecepatan terlalu tinggi, ia bisa menerjang sebuah pintu jika sese-
orang membukanya.

/ 339 /

www.facebook.com/indonesiapustaka DEAN KOONTZ

Taggart bisa memberikan deskripsi mobil Hondanya kepada
polisi. Dalam beberapa menit, mereka akan mendapatkan nomor
polisinya dari Departemen Kendaraan Bermotor. Ia tidak bisa
mengambil risiko mengalami kerusakan mobil yang akan membuat
mobilnya lebih mudah dikenali lagi.

Mitch tiba di lampu lalu lintas di Pacific Coast Highway. Merah.
Lalu lintas yang padat bergelombang ke arah selatan dan utara
di jalan bebas hambatan yang terbagi dua itu. Ia tidak dapat me-
nerobos lampu merah dan menyelip masuk ke dalam aliran
kendaraan tersebut tanpa menimbulkan tabrakan beruntun, dengan
dirinya sendiri berada di tengah-tengah keruwetan yang paling
parah.
Ia melihat sekilas pada kaca spion belakang. Sejenis truk ber-
panel atau mobil van mendekat, masih satu blok jauhnya. Atapnya
tampak dilengkapi dengan serangkaian lampu darurat, seperti yang
ada pada kendaraan polisi.
Ini adalah jalan yang dijajari oleh pohon-pohon tua. Bayangan
yang bebercak-bercak dan sinar matahari yang menembus sela-sela
pohon beriak dalam selubung-selubung menutupi kendaraan yang
tengah bergerak itu, membuatnya sulit dikenali.
Di jalur-jalur Pacific Coast Highway yang mengarah ke utara,
sebuah mobil polisi lewat, menyibak lalu lintas di depannya dengan
lampu darurat, namun tidak dengan sirene.
Di belakang Honda, kendaraan yang mencemaskan itu melun-
cur dalam jarak setengah blok, di mana Mitch dapat membaca kata
AMBULANCE pada bagian atas kaca depannya. Mereka tidak se-
dang terburu-buru. Pasti mereka sedang tidak bertugas atau tengah
membawa jenazah.
Ia menghela napas yang tertahan. Ambulans itu mengerem di
belakangnya, dan kelegaannya tidak berlangsung lama saat ia
bertanya-tanya apakah petugas paramedis biasanya mendengarkan

/ 340 /


Click to View FlipBook Version