Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi
Nasional
Pengantar
PenyelenggarAan
Konstruksi
UNTUK PEMILIK, KONSULTAN, DAN KONTRAKTOR
Tim Penyusun i
Hari G. Soeparto | Krishna S. Pribadi | Akhmad Suraji
Purnomo Soekirno | Bambang Soemardiono
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
ii Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Sambutan
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi iii
Menteri PekerjaSaanmUbmutuamn Hasil penyelenggaraan konstruksi
Republik Indonesia
oleh sektor ini menjadi sangat
Konstruksi
merupakan penting bagi pembangunan sosial
suatu sektor
perekonomian ekonomi bangsa. Produk sektor
yang konstruksi ini menjadi input bagi
menghasilkan
suatu produk sektor-sektor perekonomian
bangunan baik
berfungsi sebagai lain. Sektor konstruksi berperan
infrastruktur penting dalam pembentukan
maupun properti
serta pembentuk gross fixed capital formation (GFCF).
produk domestik
Infrastruktur sebagai aset phisik
bruto (PDB).
yang berfungsi memberi layanan
iv Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
bagi berbagai aktivitas sosial
ekonomi masyarakat menjadi social
overhead capital bagi pembangunan
suatu bangsa. Selanjutnya, produk
sektor konstruksi seperti jaringan
jalan, jembatan, bendung dan
jaringan irigasi, perumahan dan
permukiman, gedung tempat
tinggal dan perdagangan, bandar
udara dan pelabuhan menjadi
pembentuk lingkungan terbangun
(built environment).
Indonesia sebagai negara yang sedang
membangun tentu membutuhkan
berbagai jenis infrastruktur sosial,
infrastruktur perdagangan dan
infrastruktur ekonomi yang dapat
mendorong pembangunan nasional.
Infrastruktur sosial meliputi bangunan
untuk pendidikan dan kebudayaan,
kesehatan dan layanan sosial, olah
raga dan rekreasi dan perkantoran
administrasi pemerintahan. Infra
struktur perdagangan meliputi pabrik,
pergudangan, perkantoran dan
pertokoan. Sedangkan infrastruktur
ekonomi mencakup utilitas publik
(power, water supply, piped gas, dan
telecommunication), pekerjaan umum
(public works) seperti jalan, jembatan,
bendung, jaringan irigasi), transportasi (railways, ports, waterways, airports) dan sanitasi
(sewerage, solid waste treatment) (Howe & Robinson, 2005).
Infrastruktur tersebut sangat penting bagi pembangunan perekonomian (kesejahteraan)
pembangunan kemandirian (kedaulatan), pembangunan kebudayaan (keadaban) suatu
bangsa. Oleh karena itu, pemerintah, badan usaha dan masyarakat perlu bahu membahu
berupaya menyediakan infrastruktur tersebut melalui penyelenggaraan konstruksi
selama daur hidup aset (life cycle of asset development) secara berkelanjutan baik dalam
perspektif pendanaan, pengelolaan, penyelenggaraan maupun pemanfaataan untuk
kepentingan sekarang dan masa mendatang bagi anak cucu bangsa. Oleh karena itu,
penyelenggaraan konstruksi harus dilakukan secara akuntable, profesional, produktif
dan inovatif baik oleh pemilik, konsultan dan kontraktor. Penyelenggaraan konstruksi
harus terus menerus didorong agar lebih efisien, efektif, inovatif dan produktif dalam
menghasilkan infrastruktur dan properti yang bernilai tambah tinggi bagi kenyamanan
lingkungan terbangun.
Penerbitan buku Pengantar Penyelenggaraan Konstruksi bagi Pemilik, Konsultan
dan Kontraktor ini akan menjadi kompilasi pengetahuan yang sangat penting untuk
menunjukkan berbagai praktek baik (best practices) dalam penyelenggaraan konstruksi
mulai dari awal (inception) sampai penyerahan (commissioning). Buku ini diharapkan
menjadi rujukan dalam menyelenggarakan konstruksi oleh para pemilik, para konsultan
dan para kontraktor.
Sebagai upaya menyediakan rujukan (referensi) bagi penyelenggaraan konstruksi,
kami menyambut baik dan berterima kasih atas terbitnya buku ini yang disusun oleh
Komite Penelitian dan Pengembangan dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional (2011 – 2015). Terimakasih dan penghargaan disampaikan kepada inisiator
dan kontributor penyusunan buku ini, khususnya Dr. Ir. Hari G. Soeparto, Dr. Ir.
Krishna S Priabdi, Dr. Ir. Akhmad Suraji, Dr. Ir. Purnomo Soekirno dan Dr. Ing. Bambang
Soemardiono serta semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penerbitan
buku ini. Selanjutnya buku ini diharapkan dapat menggugah dan mendorong berbagai
pihak pemangku kepentingan sektor konstruksi, baik para birokrat pemerintahan,
para investor, developer, arsitek, insinyur profesional, dan kontraktor terus menerus
melakukan upaya-upaya sinergis dan bekerja sama dalam membangun infrastruktur
dan properti bagi kemajuan Indonesia kini dan mendatang.
Semoga penerbitkan buku ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan para pemangku
kepentingan penyelenggaraan konstruksi di Indonesia dan selanjutnya buku ini
menjadi landasan mewujudkan penyelenggaraan konstruksi yang semakin baik.
Terimakasih,
Dr. (HC). Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi v
Sambutan Berkaitan dengan hal tersebut,
Ketua LPJK Pengurus Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN)
Praktek baik (best 2011 – 2015 senantiasa berupaya
practices) dalam mendorong hadirnya kompetensi
penyelenggaraan dan profesionalisme para pemangku
konstruksi sangat utama penyelenggaraan konstruksi,
khususnya konsultan dan kontraktor.
dibutuhkan Melalui tugas LPJK di bidang
agar Indonesia penelitian dan pengembangan
diharapkan melahirkan inovasi dari
mampu berbagai aspek penyelenggaraan
membangun konstruksi termasuk manajemen
infrastruktur lebih proyek. Melalui tugas LPJK di
banyak dan lebih bidang pendidikan dan pelatihan,
cepat (Dikun, diharapkan melahirkan insan-insan
2012) serta lebih insinyur dan arsitek, teknisi dan
para tukang yang berkecimpung
berkualitas, dalam penyelenggaraan konstruksi
bermanfaat dan semakin handal, berkompeten
dan profesional. Melalui tugas
berkelanjutan LPJK di bidang registrasi badan
(Suraji, 2012). usaha, diharapkan mengahadirkan
perusahaan konsultan perencana,
vi Pengantar Penyelenggaran Konstruksi konsultanpengawas,danperusahaan
kontraktor yang memiliki kapasitas
dan kapabilitas serta dayasaing
dalam melaksanakan rancang
bangun dan perekayasaan serta
pelaksanaan proyek. Melalui tugas
LPJK di bidang mediasi, arbitrase
dan penilai ahli, diharapkan
melahirkan advokasi bagi praktek
baik, transparansi, berkeadilan dan
akuntabilitas serta tertib usaha,
tertib penyelenggaraan dan tertib
pemanfaatan hasil pekerjaan
konstruksi (good construction
governance).
Penerbitan buku Pengantar Penyelenggaraan Konstruksi untuk Pemilik, Konsultan
dan Kontraktor ini oleh LPJKN diharapkan menjadi rujukan atau bahkan bisa
dikembangkan menjadi panduan bagi para pihak yang terlibat langsung dalam
penyelenggaraan konstruksi. Buku ini tentu perlu terus menerus disempurnakan
agar sesuai dengan kemajuan dan dinamika penyelenggaraan konstruksi di masa
datang. Oleh karena itu, Kami, pengurus LPJK Nasional (2011 – 2015) mengharap
saran dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan sektor konstruksi Indonesia.
Saya atas nama pengurus LPJKN (2011 – 2015) sangat berterimakasih kepada
Komite Penelitian dan Pengembangan atas inisiatif penyusunan buku ini,
khususnya kepada Dr. Ir. Hari G Soeparto sebagai inisiator utama, juga kepada
para tim penyusun lainnya seperti Dr. Ir. Krishna S Pribadi dan Dr. Ir. Akhmad Suraji
selaku Ketua dan Sekretaris Komite Litbang LPJKN dan Dr. Ir. Purnomo Soekirno dan
Dr.Ing. Bambang Soemardiono sebagai anggota serta pimpinan dan staf direktorat
penelitian dan pengembangan LPJKN. Terimakasih juga kami sampaikan kepada
para pihak khususnya PT. Jasa Marga, PT. Wijaya Karya, PT. Prosys, PT. Wiratman
Associate, PT. Waskita Karya, dan perusahaan lainnya yang telah memberi saran
dan masukan atas penyusunan buku ini melalui seri workshop penyusunan buku ini
yang diselenggarakan oleh Komite Litbang LPJKN.
Jakarta, Agustus 2014
Ir. Tri Wijayanto, MT
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi vii
viii Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Kata pengantar
ixPengantar Penyelenggaran Konstruksi
Kata Pengantar
Terdapat banyak Oleh karena itu, penyusun
kendala dalam berpendapat diperlukan suatu buku
panduan yang dapat digunakan
mempercepat dan baik oleh pemilik proyek, konsultan,
memperlancar maupun kontraktor yang dapat
proses proyek membantu agar setiap proses
konstruksi, salah pengelolaan proyek konstruksi
satunya adalah memiliki pemahaman yang sama.
masih adanya
pemahaman Penulisan buku panduan
yang berbeda
tentang proses Penyelenggaraan Proyek Konstruksi
penyelenggaraan ini didorong oleh kenyataan yang
konstruksi yang
terjadi di antara dialami penyusun dalam praktik
para pelaku
konstruksi. manajemen proyek konstruksi di
x Pengantar Penyelenggaran Konstruksi tanah air dimana banyak pelaku yang
terlibat dalam penyelenggaraan
proyek konstruksi yang masih
memiliki pemahaman yang sangat
beragam tentang bagaimana
seharusnya proses proyek konstruksi
dilaksanakan. Buku panduan ini lahir
dari hasil pengamatan dan diskusi
dengan para ahli di lingkungan
Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi Nasional (LPJKN).
Kemudian atas inisiatif penyusun,
penyusunan buku panduan ini
dilandasi oleh buku Code of Practice for
Project Management for Construction
and Development yang penerapannya
disesuaikan agar bermanfaat bagi
para pelaku konstruksi di Indonesia
dan mematuhi undang-undang dan
peraturan yang berlaku di Indonesia
dengan mengacu kepada kebijakan
yang ditetapkan oleh LPJKN. Selain
itu, penyusunan panduan ini juga
terinspirasi dari buku Project Management–Part 4: Guide to Project Management in the
ConstructionIndustrydari BritishStandardInstitutiondan ConstructionExtensiontoPMBOK
Guide Edisi Ketiga dari Project Management Institute yang isinya disesuaikan dengan
perkembangan proses manajemen proyek yang terakhir, antara lain mencakup tentang
pemanfaatan manajemen portofolio proyek dan manajemen program serta mengelola
proyek mulai dari timbulnya gagasan untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai
dengan melaksanakan proyek yang di antaranya adalah proyek konstruksi. Beberapa
peraturan yang digunakan sebagai acuan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku
Indonesia dan ditambahkan juga beberapa referensi yang relevan untuk memperkaya
isi dari buku. Menurut pendapat penyusun, buku panduan ini diyakini akan dapat
membantu memberikan pemahaman yang sama bagi para pelaku yang terlibat
dalam penyelenggaraan proyek konstruksi di tanah air antara lain bagi pemilik proyek,
konsultan, dan kontraktor. Buku panduan ini dapat digunakan baik sebagai kursus
singkat untuk memberikan pemahaman proses penyelenggaraan proyek konstruksi
di tanah air maupun sebagai buku pegangan untuk melaksanakan proyek konstruksi.
Nantinya diharapkan akan disusun buku panduan serupa yang dapat berlaku dan
digunakan secara menyeluruh di tanah air.
Walaupun telah diusahakan beberapa penyesuaian untuk penerapannya di Indonesia,
masih banyak kasus dalam buku ini yang menggunakan kasus dari Inggris dimana kasus
ini belum tentu sesuai dengan kondisi di Indonesia. Meskipun demikian, hal tersebut
tidak akan mengurangi manfaat dari buku ini jika digunakan untuk memahami proses
pembangunan proyek konstruksi di Indonesia karena pada dasarnya proses proyek
konstruksi adalah universal.
Penyusun,
Komite Penelitian dan Pengembangan
LPJK Nasional
Hari G. Soeparto
Krishna S. Pribadi
Akhmad Suraji
Purnomo Soekirno
Bambang Soemardiono
xiPengantar Penyelenggaran Konstruksi
xii Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Daftar Isi
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi xiii
Daftar Isi
Pengantar x
Daftar Isi xv
Daftar Gambar xvi
Daftar Lampiran xviii
Daftar Tabel xix
1 Pendahuluan 1
1.1 Manajemen Proyek 3
1.2 Peran 5
1.3 Maksud Manajemen Proyek Konstruksi 6
1.4 Struktur Manajemen Proyek 6
2 Konteks Pemangku Kepentingan dan Lokasi 13
2.1 Proyek Pemerintah Pusat 15
2.2 Pemerintah Daerah 15
2.3 Badan Usaha 15
2.4 Kerjasama Badan Usaha dan Pemerintah 15
2.5 Peran Masyarakat Setempat dan Pemangku Kepentingan Lainnya 15
3 Peraturan tentang Pembatasan dan Fasilitasi Proyek 17
3.1 Pengelolaan Peraturan dan Proses Pendukung (Enabling) 18
3.2 Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Pemeliharaan Lingkungan Hidup 19
3.3 Peraturan dan Undang-undang yang Berlaku (Teknis dan Administratif) 19
3.4 Undang-undang Konstruksi, Undang-undang Tenaga Kerja, dan
Undang-undang Keinsinyuran 20
3.5 Asuransi dan Jaminan 23
3.6 Tanah dan Hak Milik Tanah 23
3.7 Izin Bangunan 23
3.8 Persetujuan Pemilik Proyek dan Pihak Ketiga Tertentu 23
3.9 Standar dan Kebijakan Organisasi 23
4 Penetapan Ruang Lingkup 27
4.1 Persyaratan Pemberi Tugas 28
4.2 Persyaratan Pemangku Kepentingan 29
4.3 Feasibility 29
4.4 Penyusunan Ruang Lingkup dan Ketentuan Proyek 30
4.5 Work Breakdown Structure (WBS) 31
4.6 Manajemen Perubahan 32
4.7 Manajemen Konfigurasi 33
xivv Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
5 Sarana Pengendalian Proses Proyek 35
5.1 Manajemen Manfaat 36
5.2 Manajemen Sumber Daya 38
5.3 Sumber Daya Manusia 39
5.4 Pengelolaan Proses Terkait Waktu 40
5.5 Proses Terkait Anggaran dan Dana 43
5.6 Proses Komunikasi 46
5.7 Proses Terkait Risiko dan Nilai 47
5.8 Administrasi Kontrak dan Penyelesaian Sengketa 54
5.9 Manajemen Proses Proyek Konstruksi 55
5.10 Daur Hidup Proyek dan Titik-titik Pengendalian 59
6 Struktur Organisasi Proyek 65
6.1 Umum 66
6.2 Organisasi Proyek Pemilik Proyek 67
6.3 Organisasi Proyek 71
6.4 Otoritas Manajemen 71
6.5 Komunikasi 71
6.6 Hubungan Kontraktual 72
6.7 Pengelolaan Sumber Daya 72
6.8 Partisipan Proyek 72
6.9 Titik-titik Pengendalian pada Life Cycle Proyek 73
7 Tahapan Pelaksanaan Proyek 75
7.1 Tahap 1: Penetapan Sasaran Strategis 76
7.2 Tahap 2: Seleksi dan Prioritasi Proyek-proyek 88
7.3 Tahap 3: Penyiapan Prasarana Manajemen Program 98
7.4 Tahap 4: Penetapan Strategi Penyelenggaraan Proyek 107
7.5 Tahap 5: Pra-Konstruksi 156
7.6 Tahap 6: Pelaksanaan 215
7.7 Tahap 7: Start-Up dan Commissioning 241
7.8 Tahap 8: Serah Terima 253
7.9 Tahap 9: Penutupan Proyek (Project Close-Out) 269
8 Penutup 275
LAMPIRAN I 279
LAMPIRAN II 357
LAMPIRAN III 367
DAFTAR ISTILAH 383
BIBLIOGRAFI 388
REFERENSI 393
xvPengantar Penyelenggaran Konstruksi
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Tahapan Penyelenggaraan Proyek Konstruksi 8
Gambar 1.2 Proses Manajemen Proyek Konstruksi 12
Gambar 6.1 Antarmuka antara Organisasi Internal
Pemilik Proyek dan Organisasi Proyek 68
Gambar 6.2 Contoh Organisasi Fungsional Hirarkis 69
Gambar 6.3 Contoh Organisasi Berorientasi Proyek 69
Gambar 6.4 Contoh Organisasi Matriks 70
Gambar 7.1 Pengembangan Ketentuan Proyek dari Tujuan 92
Gambar 7.2 Grafik Hubungan antara Ruang Lingkup untuk Perubahan
dan Biaya Perubahan yang Disusun terhadap
Skala Waktu Pembangunan 103
Gambar 7.3 Skema Proses Pelaksanaan Proyek 107
Gambar 7.4 Elemen dari Tahap Strategi 109
Gambar 7.5 Risiko Pemilihan Cara Pengadaan Proyek 111
Gambar 7.6 Pilihan Metode Pengadaan 112
Gambar 7.7 Pembagian Risiko Masing-masing Alternatif Pengadaan 118
Gambar 7.8 Cara Pembayaran untuk Konsultan atau Kontraktor 124
Gambar 7.9 Program Manajemen Sengketa 145
Gambar 7.10 Struktur Tim Proyek 147
Gambar 7.11 Contoh Grafik Pengeluaran Konstruksi 153
Gambar 7.12 Histogram Arus Kas 153
Gambar 7.13 Manajemen Proyek Konstruksi 166
Gambar 7.14 Koordinasi Pekerjaan Desain Sampai Menetapkan Desain
(Design Freeze) 189
Gambar 7.15 Jenis-jenis Rapat Proyek Konstruksi 195
Gambar 7.16 Kegiatan Konsultan 200
Gambar 7.17 Garis Besar Proposal Desain 201
Gambar 7.18 Prosedur Tender 208
Gambar 7.19 Perubahan Ketentuan Pemilik Proyek 233
Gambar 7.20 Pemeriksaan Pekerjaan Instalasi Proyek Kecil,
Pengujian, Commissioning, dan Persetujuan Hasilnya 246
Gambar 7.21 Pemeriksaan Pekerjaan Instalasi Proyek Besar,
Pengujian, Commissioning, dan Persetujuan Hasilnya 248
Gambar 7.22 Bagan Alir Penerbitan Gambar Proyek 250
Gambar 7.23 Bagan Alir Lembar Data Jasa Instalasi, Testing, dan
Commissioning 251
xvi Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Gambar 7.24 Bagan Alir Kontrak Pemeliharaan Spesialis 252
Gambar 7.25 Struktur untuk Implementasi 264
Gambar 7.26 Lingkup dan Tujuan 265
Gambar 7.27 Metodologi 266
Gambar 7.28 Organisasi dan Pengendalian 267
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi xvii
Daftar Lampiran
LAMPIRAN I 279
LAMPIRAN I.1 Syarat-syarat Pengikatan Tipikal 280
LAMPIRAN I.2 Keselamatan dan Kesehatan dalam Konstruksi Termasuk
Panduan SMK3L, OHSAS 18001:2001, ISO 14001:2004,
dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 287
LAMPIRAN I.3 Perencanaan Proyek 295
LAMPIRAN I.4 Investigasi Lapangan 296
LAMPIRAN I.5 Panduan Pengadaan Arahan Menurut Peraturan Presiden 300
LAMPIRAN I.6 Rencana Pengelolaan Kinerja (Performance Management Plan) 302
LAMPIRAN I.7 Undang-undang Tentang Pembayaran dan Penyelesaian
Konstruksi 304
LAMPIRAN I.8 Bermitra (Partnering) 308
LAMPIRAN I.9 Penilaian Risiko Proyek 311
LAMPIRAN I.10 Panduan Untuk Value Management 316
LAMPIRAN I.11 Panduan Untuk Penilaian Dampak Lingkungan 320
LAMPIRAN I.12 Aplikasi Perangkat Lunak Manajemen Proyek 332
LAMPIRAN I.13 Manajemen Perubahan 334
LAMPIRAN I.14 Prosedur untuk Pemilihan dan Penunjukan Konsultan 337
LAMPIRAN I.15 Karakteristik Pilihan Pengadaan yang Berbeda 340
LAMPIRAN I.16 Metode Penyelesaian Sengketa 345
LAMPIRAN I.17 Laporan Rutin Kepada Pemilik Proyek 348
LAMPIRAN I.18 Checklist Penyelesaian Praktis 351
LAMPIRAN I.19 Manajemen Fasilitas 352
LAMPIRAN I.20 Kerangka Kerja Proyek Nilai untuk Uang (Value for Money) 354
LAMPIRAN II 357
LAMPIRAN II.1 Panduan Pemilihan Cara Pengadaan (Project Delivery Method) 358
LAMPIRAN II.2 Contoh Perhitungan Evaluasi Tender 365
LAMPIRAN II.3 Contoh Lembar Tender Selesai Penilaian 366
LAMPIRAN III 367
LAMPIRAN III Melakukan Commissioning Pabrik 368
xviii Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Daftar Tabel
Tabel 7.1 Business Case dan Feasibility Study 80
Tabel 7.2 Matriks antara Tugas dan Persyaran Pemilik Proyek 85
Tabel 7.3 Template Garis Besar Ketentuan Proyek 91
Tabel 7.4 Daftar Pengarah Keputusan Pemilik Proyek 95
Tabel 7.5 Karakteristik Alternatif Pilihan Pengadaan 117
Tabel 7.6 Karakteristik Pilihan Alternatif Pengadaan 119
Tabel 7.7 Arahan Pemilihan Cara Pengadaan 120
Tabel 7.8 Rasio Indikatif untuk Berbagai Jenis Proyek 131
Tabel 7.9 Kriteria Kualitas dan Bobot yang Disarankan 132
Tabel 7.10 Kriteria Proyek Spesifik 133
Tabel 7.11 Contoh Mekanisme Seleksi Kontraktor 137
Tabel 7.12 Matriks 11: Sumber Daya Manusia - Indikator 4 140
Tabel 7.13 Pemilihan Konsultan atau Kontraktor berdasarkan
Qualification Base dan Price Base 144
Tabel 7.14 Program atau Jadwal untuk Mengontrol Perkembangan Proyek 169
Tabel 7.15 Pembagian Tugas dalam Manajemen Mutu 176
Tabel 7.16 Jadwal Rapat Desain 180
Tabel 7.17 Deliverables dan Isinya 180
Tabel 7.18 Tujuan Review Desain 181
Tabel 7.19 Rapat Paket Desain 182
Tabel 7.20 Pengaturan Rapat Proyek 196
Tabel 7.21 Spesimen Agenda Rapat Sebelum Memulai Proyek 197
Tabel 7.22 Rencana Pekerjaan Rekayasa Nilai (Value Engineering) 229
Tabel 7.23 Hasil Akselerator 230
Tabel 7.24 Perubahan Ketentuan Pemilik Proyek: Checklist 233
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi xix
xx Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
1
Pendahuluan
1Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
BAB 1
Pendahuluan
Karakteristik manajemen proyek pada proyek konstruksi dapat berbeda-beda
untuk setiap proyek karena keanekaragaman pemilik proyek, tipe proyek,
tujuan dan sasaran proyek, partisipan, disiplin yang terlibat, persyaratan
peraturan, kebiasaan dalam praktik masing-masing industri yang berbeda-
beda, teknologi, keterlibatan berbagai keahlian, struktur organisasi,
manajemen, mutu, serta lokasi proyek. Manajemen proyek adalah metodologi
untuk mencapai tujuan organisasi dan tujuan secara umum. Dalam praktiknya,
penerapan manajemen proyek harus disesuaikan dengan bidang industri
masing-masing, unit organisasi masing-masing, dan interpretasi individu.
Dalam kegiatan proyek konstruksi, manajemen proyek kontruksi akan
melibatkan:
1. Lingkungan Proyek dan Pemangku Kepentingan Proyek
2. Ruang Lingkup dan Tujuan Strategis Organisasi Tuan Rumah Proyek
3. Pengendalian Proyek
4. Pembatasan dan Pendukung Proyek
5. Proses dan Tahapan Proyek
a. Kegiatan Proyek
b. Deliverable Proyek
6. Organisasi Proyek
Panduan ini dapat digunakan untuk proyek-proyek bangunan, rekayasa sipil,
pekerjaan mekanikal dan elektrikal, prasarana, dan pabrik pemrosesan. Selain
itu, panduan ini juga dapat digunakan oleh manajer proyek yang kedudukannya
dapat sebagai pemilik, konsultan, kontraktor, atau subkontraktor. Secara
umum, panduan ini akan lebih membahas tentang apa, siapa, dan kapan,
sementara pembahasan tentang bagaimana hanya dimaksudkan untuk
memberikan ilustrasi agar maksudnya lebih jelas.
Panduan ini dimaksudkan sebagai referensi untuk menyelenggarakan proyek
konstruksi. Bagi pemilik proyek dan konsultan yang mendampingi pemilik
proyek, buku ini dapat dipahami sejak proyek diputuskan untuk dilaksanakan
atau sejak gagasan digulirkan karena sebenarnya diperlukan pemahaman dari
mulai gagasan sampai serah terima proyek dan operasi fasilitas yang sudah
selesai dibangun. Sementara bagi kontraktor, buku ini dapat dipahami sejak
proses pelelangan sampai serah terima proyek.
2 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Secara keseluruhan, pembahasan buku ini sebagai berikut: 3
Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Konteks Pemangku Kepentingan dan Lokasi
Bab 3 Peraturan tentang Pengaturan dan Pendukung Proyek
Bab 4 Penetapan Ruang Lingkup
Bab 5 Pengendalian Proses Proyek
Bab 6 Struktur Organisasi Proyek
Bab 7 Tahapan Pelaksanaan Proyek yang terdiri dari sembilan tahap, antara lain:
l Tahap 1 Penetapan Sasaran Strategis
l Tahap 2 Seleksi dan Prioritas Proyek
l Tahap 3 Prasarana Manajemen Program
l Tahap 4 Rencana Manajemen Proyek
l Tahap 5 Pra-Eksekusi
l Tahap 6 Pelaksanaan
l Tahap 7 Start-Up dan Commissioning
l Tahap 8 Serah Terima
l Tahap 9 Penutupan Proyek (Project Close-Out)
Bab 8 Penutup
Selain itu terdapat beberapa lampiran, yaitu:
LAMPIRAN I memaparkan rincian-rincian penjelasan tentang unsur-unsur
yang perlu diketahui dan digunakan jika diperlukan dalam penyelengaraan
proyek konstruksi.
LAMPIRAN II menyajikan petunjuk pemilihan proyek delivery method dan
contoh-contoh evaluasi tender.
1.1 Manajemen Proyek
Suatu proyek konstruksi merupakan implementasi dari suatu rencana strategis
agar tujuan strategis organisasi dapat dicapai. Bagi entitas swasta, kegiatan
proyek biasanya diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha tertentu.
Sementara bagi pemerintah, kegiatan proyek dilaksanakan untuk menyediakan
fasilitas bagi masyarakat yang berguna dalam menyelesaikan masalah tertentu
atau mencapai suatu tujuan dan cita-cita tertentu.
Dalam kegiatan proyek, ada target-target pencapaian strategis tertentu yang
harus dicapai dan untuk mencapai target tersebut diperlukan langkah-langkah
untuk meningkatkan kapasitas dengan membangun atau menciptakan sarana
yang diperlukan. Biasanya banyak sekali inisiatif yang muncul tentang fasilitas
atau sarana apa yang perlu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pencapaian
target yang telah disebutkan sebelumnya dan selalu ada keterbatasan sumber
Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
daya dan dana untuk melaksanakan semua inisiatif tersebut. Oleh karena
itu, diperlukan proses untuk memilih dan memprioritaskan apa yang akan
dilaksanakan. Jika sudah ditetapkan dan diprioritaskan, maka harus disusun
program untuk melaksanakan usulan-usulan inisiatif tadi dengan tujuan
memastikan bahwa apa yang dilaksanakan bermanfaat untuk mencapai
target atau sasaran strategis yang telah ditetapkan. Setelah itu, penyelesaian
bertahap dapat ditetapkan dimana setiap tahap harus dapat memberi manfaat
bagi pencapaian target strategis. Salah satu atau beberapa kegiatan proyek
tersebut adalah kegiatan konstruksi.
Kegiatan konstruksi tidak dapat berjalan sendiri karena selalu diperlukan
proyek-proyek lain yang menunjang, antara lain proyek untuk memenuhi
persyaratan tertentu, proyek pendukung, dan proyek pendorong dimana
proyek tersebut dapat berupa proyek administratif dan proyek fisik. Walaupun
dalam latar belakang telah dibahas mulai dari timbulnya gagasan, dalam
buku ini hanya akan dibahas pelaksanaan satu proyek fisik konstruksi secara
mendalam. Pada hakikatnya, kegiatan konstruksi adalah kegiatan produksi.
Hal yang membedakannya adalah kegiatan konstruksi mengonsumsi hasil
dari berbagai kegiatan produksi yang kemudian diproduksi dan dirakit baik di
dalam workshop maupun di lapangan terbuka. Pada akhirnya, kebanyakan dari
produksi tersebut dilakukan di lapangan terbuka berdasarkan suatu rancangan
desain tertentu sesuai dengan keperluan. Kegiatan konstruksi dapat dibagi
menjadi dua kelompok. Kelompok yang pertama adalah kegiatan pengelolaan,
yakni kegiatan yang mengelola, mengoordinasi, dan mengintegrasikan semua
kegiatan untuk mendapatkan hasil akhir berupa bangunan, kegiatan ini disebut
manajemen proyek konstruksi. Kelompok lainnya adalah kegiatan produksi
konstruksi, yakni kegiatan yang menghasilkan hasil secara fisik dan dibuat
berdasarkan suatu desain tertentu yang merupakan bagian kegiatan tersendiri.
Ketiga kelompok kegiatan ini akan bersama-sama menghasilkan fasilitas atau
bangunan yang diperlukan. Dalam panduan ini tidak akan dibahas tentang
produksi konstruksi, desain konstruksi, atau metode pelaksanaan konstruksi.
Hal yang akan dibahas adalah terkait masalah pengelolaan, koordinasi, dan
integrasi dari semua kegiatan yang diperlukan, yang selanjutnya disebut
sebagai manajemen proyek konstruksi.
Manajemen proyek telah lama dikenal, terutama sejak selesainya perang
dunia kedua. Manajemen proyek dilahirkan dari pengalaman-pengalaman
pengelolaan pertempuran dalam perang dunia kedua karena disadari bahwa
kegiatan konstruksi mempunyai banyak persamaan dengan situasi tersebut,
yakni tidak terus-menerus, mempunyai tujuan tertentu, waktu penyelesaian
tertentu, mutu tertentu, dan dibatasi anggaran tertentu.
4 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mencakup
keseluruhan kegiatan mulai dari perencanaan, koordinasi, dan pengendalian
proyek dari awal sampai proyek selesai, bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pemilik proyek dalam rangka menghasilkan sebuah proyek fungsional, secara
finansial dapat mencapai tujuan strategis, dan akan selesai tepat waktu dalam
biaya yang disetujui dan standar kualitas yang ditetapkan.
Kegiatan konstruksi di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor
18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturan-peraturan lain yang
didasarkan pada undang-undang tersebut yang dikeluarkan dalam bentuk
peraturan pemerintah antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2000, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah
Nomor 92 Tahun 2010, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000, Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah
Nomor 59 Tahun 2010, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Peraturan
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, dan peraturan-peraturan
lain yang menunjang penerapan peraturan-peraturan tadi ditambah dengan
peraturan-peraturan yang menyangkut keselamatan kerja, perlindungan, dan
pemeliharaan lingkungan.
Panduan Penyelenggaraan Proyek Konstruksi adalah panduan yang cukup
jelas, lengkap, dan dapat digunakan sebagai referensi berdasarkan prinsip-
prinsip dan praktik manajemen proyek dalam pekerjaan konstruksi. Panduan
ini akan memberikan manfaat bagi pemilik proyek, praktisi manajemen
proyek, lembaga pendidikan, konsultan, kontraktor, dan industri konstruksi
secara umum. Sebagian besar informasi yang terkandung dalam panduan ini
juga akan relevan untuk penyelenggaraan manajemen proyek dalam bidang
komersial lainnya.
1.2 Peran
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bidang konstruksi merupakan
bidang yang paling merasakan manfaat dari adanya manajemen proyek.
Penerapan manajemen proyek sebenarnya sudah mempunyai tradisi yang
mengakar pada industri konstruksi dan telah diterapkan pada semua jenis
proyek untuk setiap ukuran dan tingkat kerumitan masing-masing jenis
proyek tersebut. Meskipun demikian, masih banyak ditemui proyek-proyek
yang tidak selesai tepat waktu bahkan tidak mencapai mutu yang diharapkan
atau melebihi anggaran. Walaupun manajemen proyek ini telah cukup lama
diterapkan di dunia konstruksi, masih banyak pelaku konstruksi yang tidak
mengikuti kaidah-kaidah yang terdapat dalam manajemen proyek konstruksi.
Masalah ini seharusnya dapat diatasi jika para manajer proyek baik dari
5Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
pihak pemilik, konsultan, maupun kontraktor secara bersama-sama memiliki
pemahaman yang sama untuk bersedia meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya dalam proses penyelenggaraan proyek konstruksi. Sejak
tahun 1999 telah dikeluarkan Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun
1999 yang telah menunjukkan kesadaran atas pentingnya penataan kegiatan
konstruksi secara nasional, sehingga saat ini bidang konstruksi di tanah air
memiliki lembaga khusus yang menangani perkembangan dan pertumbuhan
konstruksi secara nasional yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional (LPJKN) yang telah didirikan berdasarkan undang-undang tersebut.
LPJKN sendiri telah mengalami pasang surut sejak tahun 2000 hingga sekarang
telah bekerja bahu-membahu dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Selain
itu, banyak juga lembaga independen yang diprakarsai masyarakat yang
berminat pada kegiatan konstruksi. Manajemen proyek konstruksi adalah
proses yang berjalan melalui seluruh siklus hidup konstruksi dan menyentuh
semua kegiatan yang terkait.
1.3 Maksud Manajemen Proyek Konstruksi
Maksud penerapan manajemen proyek dalam industri konstruksi adalah untuk
memberikan nilai tambah yang nyata, khususnya untuk proses-proses pelaksanaan
pada proyek-proyek konstruksi. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan
secara sistematis seluruh prinsip manajemen generik yang berorientasi pada
proyek sepanjang daur hidup proyek. Beberapa teknik manajemen proyek telah
disesuaikan dengan kebutuhan unik sektor industri konstruksi.
Pada dasarnya, semua fungsi manajemen proyek dapat diterapkan untuk
semua proyek. Namun pada proyek-proyek yang lebih kecil atau kurang
kompleks, peran-peran tersebut dapat saja digabungkan ke dalam salah satu
pimpinan disiplin lain, misalnya diserahkan kepada pimpinan tim desain. Nilai
tambah yang didapat proyek melalui penerapan manajemen proyek adalah
unik, yakni tidak ada proses atau metode lain yang dapat memberikan nilai
tambah sebesar manajemen proyek, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
1.4 Struktur Manajemen Proyek
Proyek konstruksi melibatkan kegiatan terkoordinasi berbagai profesi dan
spesialis yang berbeda untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas
manajemen proyek adalah untuk mengajak para profesional dan spesialis ke
dalam tim proyek pada waktu yang tepat agar memungkinkan mereka dapat
memberikan kontribusi yang terbaik secara efisien.
Para profesional dan spesialis memberikan kontribusi pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki terhadap keputusan yang dibuat dan diwujudkan
6 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
dalam informasi proyek. Badan pengetahuan (body of knowledge) dan
pengalaman yang berbeda dari setiap peserta memiliki potensi untuk
memberikan kontribusi penting bagi keputusan pada setiap tahapan proyek.
Dalam proyek-proyek konstruksi, profesional dan spesialis yang terlibat
sangatlah banyak. Oleh karena itu, profesional dan spesialis tersebut harus
diajak bersama-sama pada setiap tahapan. Walaupun hal ini menciptakan
dilema karena dapat mengabaikan badan pengetahuan dan pengalaman
pokok di setiap tahapan, akibatnya dapat menimbulkan masalah besar dan
biaya tambahan bagi semua pihak.
Cara praktis untuk mengatasi dilema ini adalah menyusun struktur proses
pengelolaan proyek dengan hati-hati, agar para profesional dan spesialis
menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki ke dalam suatu
tim proyek yang kompak dalam berbagai disipilin yang saling komplementer.
Struktur umum yang paling efektif adalah menyusunnya dalam sembilan
tahap proyek seperti yang akan dipaparkan dalam panduan tentang
manajemen proyek ini. Dalam banyak proyek, organisasi pemilik proyek sudah
memiliki standar, badan pengetahuan (body of knowledge), dan pengalaman.
Hal ini harus dimanfaatkan pada saat yang tepat dan dipadukan dengan
pengetahuan dan pengalaman para profesional dan keahlian spesialis.
Setiap tahap dalam proses proyek didominasi oleh badan pengetahuan (body
of knowledge) dan pengalaman yang luas yang tercermin dalam nama-nama
yang digunakan untuk memberi judul tahap-tahap penyelenggaraan proyek
konstruksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, fitur penting dari
pengetahuan dan pengalaman yang perlu dipertimbangkan dalam tahap-
tahap awal agar hasil terbaik secara keseluruhan yang diinginkan dapat
tercapai adalah bagaimana caranya agar para profesional dan spesialis yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat dilibatkan ke dalam
tim proyek, hal ini akan ditetapkan dalam Tahap Strategi.
Hasil dari setiap tahap akan berpengaruh pada tahap berikutnya dan mungkin
perlu untuk melibatkan para profesional dan spesialis yang melakukannya
sejak tahap awal untuk menjelaskan atau meninjau kembali keputusan mereka.
Cara-cara bagaimana prinsip mereka bekerja sama seharusnya diputuskan
pada Tahap Strategi sebelum proyek secara fisik dilaksanakan.
Setiap tahap berhubungan dengan keputusan-keputusan kunci tertentu.
Akibatnya, tim proyek perlu banyak mengadakan rapat untuk membuat
keputusan kunci di akhir setiap tahap. Hal ini dilakukan untuk memastikan
bahwa tindakan yang diperlukan dan keputusan telah diambil sehingga
7Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
setelah itu proyek dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Pada setiap akhir
tahapan, dokumen yang diproduksi hendaknya harus mendapat persetujuan
dari pemilik proyek di akhir setiap halamannya sebelum dilanjutkan ke tahap
berikutnya. Hal ini berguna sebagai referensi dan sarana untuk meningkatkan
rasa memiliki.
Tahap Penentuan Target dan Tujuan 1. Project Delivery Method
Tahap Pemilihan dan Prioritas 2. Format Kerja
3. Cara Pembayaran
Tahap Rencana Pelaksanaan dan 4. Pemilihan Konsultan dan Kontraktor
Pengendalian Proyek 5. Metode Pelaksanaan Tender
Tahap Strategi 6. Strategi Penyelesaian Sengketa
Tahap Pra-Konstruksi 7. Pengendalian Proyek dan Menetapkan
Tahap Konstruksi Organisasi Proyek
Tahap Commissioning dan Start-Up
Tahap Close-Out
Gambar 1.1 Tahapan Penyelenggaraan Proyek Konstruksi
Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1, tahapan penyelenggaraan proyek
konstruksi dibagi ke dalam sembilan tahap, antara lain:
1. Tahap Penentuan Target dan Tujuan
2. Tahap Pemilihan dan Prioritas
3. Tahap Rencana Pelaksanaan dan Pengendalian Proyek
4. Tahap Strategi
5. Tahap Pra-Konstruksi
6. Tahap Konstruksi
7. Tahap Commissioning dan Start-Up
8. Tahap Review Pasca Penyelesaian
9. Tahap Close-Out
Proyek dimulai dengan Tahap Penentuan Target dan Tujuan yang
merupakan hasil dari keputusan bisnis oleh pemilik proyek yang di dalam
usulannya mungkin membutuhkan pembangunan fasilitas fisik baru yang
harus dibangun. Pada dasarnya, pada tahap ini dapat ditunjuk seorang
8 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
manajer proyek untuk melakukan kegiatan pada tahap-tahap berikutnya,
yaitu memulai untuk menguji kelayakan proyek. Selanjutnya adalah Tahap
Pemilihan dan Prioritas. Tahapan ini merupakan tahapan penting dimana
semua jenis profesional dan spesialis mungkin diperlukan untuk memberikan
berbagai jenis pengetahuan dan pengalaman guna melakukan evaluasi yang
luas tentang kelayakan proyek. Hal ini tidak dilakukan dengan tujuan untuk
memutuskan kelayakan suatu proyek, tetapi untuk menyeleksi proyek yang
paling tepat guna untuk menunjang tercapainya sasaran strategis. Pada
tahap ini ditetapkan sasaran proyek yang lebih luas dan akan memberikan
pengaruh pada proses berikutnya. Tahapan berikutnya adalah Tahap Rencana
Pelaksanaan dan Pengendalian Proyek. Pada tahap ini, disusun rencana
pelaksanaan dan pengendalian proyek dengan membentuk kantor proyek dan
program.
Setelah itu, Tahap Strategi.Tahapan ini dimulai ketika manajer proyek ditugaskan
memimpin tim proyek untuk melaksanakan proyek. Tahap ini merupakan tahap
yang paling penting dan paling menentukan bagi keberhasilan penyelenggaraan
proyek konstruksi. Pada tahap ini ditetapkan cara-cara pemilihan metode
pengadaan proyek, penggunaan format kontrak yang tepat, tata cara
pembayaran, tata cara seleksi konsultan dan kontraktor, rencana penyelesaian
sengketa jika terjadi, penyelenggaraan tender, dan akhirnya bagaimana memilih
dan menetapkan organisasi dan tim proyek. Pada tahap ini diperlukan tujuan
proyek yang jelas sebagai masukan, strategi keseluruhan, dan pemilihan
anggota tim kunci untuk dipertimbangkan dalam cara yang sangat interaktif.
Hal ini mengacu pada berbagai hal yang berbeda dari banyak pengetahuan,
pengalaman, dan sangat penting dalam menentukan keberhasilan proyek. Selain
memilih strategi keseluruhan dan memilih anggota tim kunci untuk mencapai
tujuan proyek, pada tahap ini juga ditentukan pendekatan pengadaan secara
keseluruhan dan menyiapkan sistem pengendalian yang akan memandu proyek
sampai Tahap Review Pasca Penyelesaian dan Tahap Close-Out proyek. Secara
khusus, tahap ini menetapkan tujuan sistem pengendalian yang tidak hanya
berurusan dengan kualitas, waktu, dan biaya, tetapi juga menyediakan sarana
yang disepakati dan mempunyai nilai tambah yang tinggi untuk mengendalikan
proyek dari sudut pandang pemilik proyek, pemantauan masalah keuangan,
mengelola risiko, membuat keputusan, mengadakan rapat, memelihara sistem
informasi proyek, hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan proyek, dan semua
sistem pengendalian lainnya yang diperlukan agar proyek dapat dilaksanakan
secara efisien.
Setelah Tahap Strategi diselesaikan, semuanya telah siap untuk memasuki
Tahap Pra-Konstruksi. Pada tahap ini, keputusan desain dibuat. Tahap ini
9Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
mencakup hal-hal untuk mendapatkan persetujuan sesuai undang-undang dan
peraturan dari otoritas yang berwenang serta membawa kontraktor, produsen,
dan seluruh rantai pasok ke dalam tim proyek. Seperti tahap-tahap awal, tahap
ini sering membutuhkan profesional dan spesialis yang berbeda yang bekerja
dengan cara yang kreatif dan sangat interaktif. Tahap ini sangat penting untuk
dikelola secara berhati-hati dengan menggunakan sistem pengendalian yang
telah disusun selama Tahap Strategi agar dapat memberikan umpan balik yang
relevan kepada semua pihak yang terlibat dengan tepat waktu dan akurat
tentang hasil keputusan mereka. Pada penyelesaian tahap ini, dihasilkan
informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi agar
pekerjaan konstruksi dapat dimulai.
Selanjutnya adalah Tahap Konstruksi, yaitu ketika bangunan yang sebenarnya
atau fasilitas lain yang menjadi kebutuhan pemilik proyek dihasilkan. Dalam
praktik modern, tahap ini merupakan proses perakitan cepat, efisien, dan
menghasilkan fasilitas berkualitas tinggi dari kegiatan masing-masing
kelompok teknologi konstruksi. Hal ini merupakan tanggung jawab besar bagi
sebuah sistem pengendalian proyek, terutama pada bagian yang berkaitan
dengan waktu dan kualitas. Sifat kompleks bangunan modern dan fasilitas
lainnya serta interaksi yang unik dengan lapangan tertentu berarti semua
masalah yang timbul harus diselesaikan dengan cepat. Sistem informasi akan
diuji pada saat itu, perubahan desain harus dikelola secara penuh, konstruksi
dan tim pemasangan peralatan harus dibawa ke dalam tim dan diberdayakan
untuk bekerja secara efisien, biaya harus dikendalikan, dan perselisihan
diselesaikan tanpa mengorbankan nilai dan kualitas fasilitas yang akan
diserahkan kepada pemilik proyek.
Tahap Konstruksi berjalan tanpa terputus ke tahap utama dalam proyek-proyek
konstruksi, yaitu Tahap Commissioning dan Start-Up. Kompleksitas dan
kecanggihan jasa teknik modern membuat tahap ini menjadi sangat penting
yang menuntut cukup waktu disediakan untuk menguji dan mem-fine tune
setiap sistem yang ada. Oleh karena itu, kegiatan ini menjadi bagian tahapan
berbeda dan terpisah yang harus diselesaikan sebelum memulai Tahap
Penyelesaian, Serah Terima, dan Tahap Penempatan atau Penggunaan ketika
pemilik proyek mengambil alih gedung atau fasilitas lainnya yang telah selesai.
Kebutuhan commissioning untuk penempatan atau penggunaan pemilik
proyek harus dikelola sama cermatnya seperti semua tahap lainnya karena
dapat memiliki pengaruh yang menentukan pada keberhasilan keseluruhan
proyek. Pengguna baru harus banyak belajar tentang apa yang disediakan
pada gedung baru atau fasilitas lain tersebut, mereka membutuhkan pelatihan
10 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
agar dapat menggunakan bangunan baru atau fasilitas lainnya dengan baik.
Adalah praktik yang baik bagi pemilik proyek untuk mempertimbangkan
kepentingan dan hal-hal yang menjadi perhatian mereka selama tahap-tahap
awal dan persiapan, karena untuk memindahkan pemilik proyek ke fasilitas
baru perlu disiapkan sejak awal sehingga organisasi pemilik proyek tidak kaget
saat memasuki fasilitas barunya.
Tahap terakhir adalah Tahap Review Pasca Penyelesaian dan Tahap
Close-Out. Dalam tahap ini, kesempatan digunakan bagi tim proyek untuk
mempertimbangkan seberapa baik tujuan proyek telah dipenuhi dan apa
saja pelajaran yang dapat diambil dari proyek tersebut. Laporan resmi dibuat
untuk menjelaskan hal-hal yang berpotensi memberikan kontribusi penting
bagi pengetahuan. Untuk pemilik proyek yang memiliki program proyek
reguler dan untuk tim proyek yang tinggal bekerja sama selama pelaksanaan
beberapa proyek, laporan tersebut memberikan umpan balik relevan secara
langsung. Walaupun hal ini tidak terjadi, semua orang yang terlibat dalam tim
proyek termasuk pemilik proyek, dapat belajar dari peninjauan kembali secara
objektif dan hati-hati pada kinerja bersama yang telah dilakukan.
Tahapan dan apa yang dilakukan dalam konteks manajemen proyek terintegrasi
dari manajemen strategis, manajemen portofolio, manajemen program, dan
manajemen proyek ditunjukkan oleh Gambar 1.2.
Construction Project Management Process
Creation/ Development Finance Strategy Pre-execution Engineering/ Test and Handing Feedback
Selection Alignment Construction Commisioning Over
Management Management Tender Doc Tender
Knowledge Management
Strategic Strategic
Goal
Portfolio Portfolio
Goal
Program Program
Management Goal
Project Project
Management Objective
Product
Field Service
Construction
Management Quality
Target
Gambar 1.2 Proses Manajemen Proyek Konstruksi
11Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
12 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
2
Konteks
Pemangku
Kepentingan dan
Lokasi
13Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
BAB 2
Konteks Pemangku Kepentingan
dan Lokasi
2.1 Proyek Pemerintah Pusat
Proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
diatur oleh peraturan peraturan tentang tat acara pengadaan konstruksi oleh
pemerintah.
2.2 Pemerintah Daerah
Proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),
pada dasarnya sama dengan proyek-proyek pemerintah pusat, hanya saja
anggarannya berasal dari pemerintah daerah.
2.3 Badan Usaha
Proyek-proyek swasta atau usaha untuk pengadaan proyek konstruksi, tidak
terikat oleh peraturan-peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan proyek
konstruksi, akan tetapi untuk peraturan-peraturan yang menyangkut mutu,
keselamatan umum, dan keamanan bangunan harus mengikuti peraturan dan
undang-undang yang berlaku.
2.4 Kerjasama Badan Usaha dan Pemerintah
Kerjasama Badan Usaha dan Pemerintah
2.5 Peran Masyarakat Setempat dan Pemangku Kepentingan
Lainnya
Membahas peran pemangku kepentingan proyek sertapemangkukepentingan
lainnya, semua yang terpengaruh oleh proyek baik yang mendapat pengaruh
positif maupun pengaruh negatif.
14 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
3
Peraturan tentang
Pembatasan dan
Fasilitasi Proyek
15Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
BAB 3
Peraturan tentang Pembatasan dan
Fasilitasi Proyek
Ketika mempersiapkan rencana manajemen proyek konstruksi, perlu
dipertimbangkan setiap bidang peraturan yang relevan dan praktik yang
baik serta setiap potensi peraturan yang mendukung atau membatasi proses
proyek. Saran spesialis sering diperlukan untuk mengidentifikasi apakah suatu
hal relevan atau tidak untuk kemudian diperkirakan dampaknya. Tidak semua
potensi bidang peraturan akan relevan, hal-hal tersebut akan dibahas lebih
lanjut dan masalahnya akan diidentifikasi melalui proses manajemen risiko
pada kesempatan lain. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam setiap kasus
dimana masalah diidentifikasi antara lain:
a. harus diidentifikasi secara tepat;
b. efeknya pada proyek harus dievaluasi;
c. rencana harus dirumuskan untuk menangani masalah ini;
d. rencana harus dilaksanakan;
e. pelaksanaan rencana harus dipantau untuk memastikan bahwa tujuan
yang direncanakan tercapai; dan
f. jika ada keberangkatan dari rencana, tindakan pengendalian harus diambil
untuk mengatasi keberangkatan dari rencana.
Urutan ini harus diulang secara reguler, masalahnya di pra-definisikan
sepanjang proyek. Proses pengendalian manajemen proyek harus diterapkan
begitu diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas ini.
Sejak proyek dimulai, ada beberapa masalah yang mungkin tidak lagi menjadi
relevan sementara masalah lain yang sebelumnya tidak dikhawatirkan malah
menjadi relevan. Hal ini muncul sebagai akibat dari perkembangan desain
dalam arah yang berbeda sehingga menimbulkan dampak yang berbeda
pada pihak ketiga. Pada setiap kesempatan evaluasi, rencana pemantauan dan
prosedur pengendalian perlu ditinjau dan disesuaikan seperlunya.
3.1 Pengelolaan Peraturan dan Proses Pendukung (Enabling)
Dasar pengaturan kegiatan konstruksi adalah Undang-undang Jasa Konstruksi
Nomor 18 Tahun 1999. Pokok-pokok yang diatur di dalam undang-undang
ini adalah tentang tata hubungan transaksional dalam kegiatan konstruksi,
16 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi,
pengaturan kegagalan konstruksi, dan juga tentang perlindungan pekerja,
keselamatan, kesehatan kerja, dan jaminan sosial menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-undang Nomor 14
Tahun 1989 tentang Kesehatan Kerja, dan Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun
1999 diatur pula tentang masyarakat jasa konstruksi, forum dan lembaga
pengembangan jasa konstruksi, serta peran pemerintah dalam pembinaan
jasa konstruksi meliputi pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Oleh
karena itu, semua orang yang terlibat dalam kegiatan konstruksi harus tahu
dan memahami isi undang-undang ini. Peraturan pemerintah yang mengikuti
undang-undang ini antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 28, 29, dan 30
Tahun 2000 serta perubahan-perubahannya yang dicantumkan pada sub bab
3.4.1.
Peraturan dan proses pendukung proyek konstruksi harus dikenali, dipahami,
dan dipatuhi sehingga proyek tidak terganggu. Oleh karena itu, perlu disusun
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan peraturan dan perundang-undangan serta pedoman dan standar yang
berlaku. Peraturan-peraturan tersebut dipaparkan pada sub bab selanjutnya.
3.2 Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Pemeliharaan dan
Lingkungan Hidup
Peraturan tentang keselamatan, kesehatan, lingkungan hidup,
pembangunan berkelanjutan.
3.3 Peraturan dan Undang-undang yang Berlaku (Teknis dan
Administratif)
Peraturan, standar, dan panduan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi.
3.3.1 Undang-undang dan Hukum Negara Tuan Rumah
Undang-undang dan hukum negara tuan rumah proyek harus dikenali
dan dipatuhi, akan lebih baik lagi jika dibantu oleh ahli yang memahami
hukum negara tuan rumah berkaitan dengan kegiatan konstruksi.
3.3.2 Prinsip Standar Desain dan material
Standar
Tidak semua merupakan undang-undang atau peraturan, tetapi banyak
di antaranya merupakan hasil pengalaman praktik yang baik, bermanfaat
jika diikuti.
17Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Material Berbahaya
Memahami adanya material-material konstruksi yang berbahaya
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Telah menjadi
pengetahuan umum bahwa terdapat bahan yang berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan atau bermasalah terhadap daya tahan
jangka panjang bangunan. Biasanya material seperti ini disebut sebagai
bahan berbahaya. Surveyor bangunan, pengacara properti, dan investor
institusi besar telah sadar adanya bahan-bahan berbahaya dan biasanya
akan secara khusus memberikan pengecualian penggunaannya pada
bangunan. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa bahan yang dikenal
sebagai bahan berbahaya tidak dimasukkan ke dalam desain dan
konstruksi bangunan.
Material Sustainable
Memahami adanya material yang sesuai dengan konsep lingkungan
dan green building. Biasanya banyak bahan bangunan yang ditentukan
berasal dari sumber-sumber yang tidak terbarukan. Material ini mulai
dari kayu keras hingga ke batu agregat. Praktik yang baik dan undang-
undang semakin tegas dalam hal ini, artinya desainer perlu menentukan
bahan-bahan dari sumber-sumber terbarukan atau bahan daur ulang
untuk pekerjaan baik sementara maupun permanen.
3.3.3 Peraturan Pihak Ketiga
Pemerintah Negara Tuan Rumah
Peraturan dan standar negara tuan rumah yang harus dipatuhi, baik
secara adminstratif maupun teknis (SNI).
Standar Internasional
Standar teknis internasional misalnya BS, JIS, DIN dan lain-lain.
Persyaratan Pendana
Persyaratan sesuai ketetapan atau persetujuan pendana.
3.4 Undang-undang Konstruksi, Undang-undang Tenaga
Kerja, dan Undang-undang Keinsinyuran
Peraturan dan undang-undang yang menyangkut kegiatan konstruksi meliputi
hukum kontrak, pengaturan kualifikasi tenaga kerja, keselamatan kerja,
keselamatan bangunan, dan lingkungan hidup,antara lain:
l Tentang hukum kontrak
l Peraturan dan persyaratan tenaga ahli dan tenaga kerja
l Peraturan keselamatan kerja
l Peraturan perlindungan lingkungan
18 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
3.4.1 Peraturan dan Undang-undang Konstruksi
1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi.
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Panduan Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa
Konstruksi Asing.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Panduan Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi Nasional.
5. Surat Edaran 9 Perihal Pelaksanaan Pengadaan Konstruksi dan Jasa
Konsultasi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2010 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2010
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan
Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
12. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
13. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Keinsinyuran.
3.4.2 Undang-undang tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria.
2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak
Atas Tanah dan Benda-benda di Atasnya.
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
4. Undang-undang Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
5. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2003 tentang Pelimpahan
Wewenang Kebijakan Pertanahan.
19Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
6. Undang-undang Nomor 55 tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
7. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
8. Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005.
9. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 1 Tahun 1994.
10. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006.
3.4.3 Undang-undang tentang Keselamatan Kerja
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-undang Nomor 8Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen.
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
(dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 November
2012).
5. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
6. Panduan Sistem Manajemen Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan (SMK3L).
7. OHSAS 18001:2001.
3.4.4 Undang-undang tentang Lingkungan Hidup
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. ISO 14001:2004.
3.4.5 Peraturan tentang Tata Cara Pengadaan
1. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 diubah dengan Perubahan
Pertama Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 dan Perubahan
Kedua Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
2. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
48/M-IND/Per/4/2010 tentang Panduan Penggunaan Produksi Dalam
Negeri dalam Industri Infrastruktur Kelistrikan.
3. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor
15/M-IND/Per/4/2011 tentang Panduan Penggunaan Produksi Dalam
Negeri dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
20 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
4. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 16/M-Ind/
Per/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat
Komponen Dalam Negeri.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/Prt/M/2011 tentang
Panduan Persyaratan Pemberian Izin Perwakilan Badan Usaha Jasa
Konstruksi Asing Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 27 Tahun
2008 tentang Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi.
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04/Prt/M/2011 tentang
Panduan Persyaratan Pemberian Izin Usaha Jasa Konstruksi
Nasional.
3.5 Asuransi dan Jaminan
Persyaratan dan keterlibatan asuransi digunakan dalam menanggulangi risiko
proyek konstruksi. Berbagai jenis asuransi akan terlibat dalam pelaksanaan
proyek yaitu asuransi untuk kepentingan pemilik proyek dan asuransi untuk
kepentingan kontraktor dari professional indemnity insurance, construction all
risk, erection all risk, dan lain-lain. Sementara untuk jaminan terdiri dari jaminan
penawaran, jaminan pelaksanaan, dan jaminan pembayaran.
3.6 Tanah dan Hak Milik Tanah
Peraturan pengadaan tanah untuk pembangunan diatur dalam undang-
undang yang disebutkan pada sub bab 3.4.2 serta peraturan daerah yang
berlaku untuk keperluan tersebut.
3.7 Izin Bangunan
Perizinan sesuai tata kota, daerah, dan perizinan bangunan ditetapkan dan
diatur oleh pemerintah kotamadya, kabupaten, atau provinsi.
3.8 Persetujuan Pemilik Proyek dan Pihak Ketiga Tertentu
Persyaratan yang harus dipenuhi dari pihak ketiga misalnya tentang
keselamatan kerja yang harus dipenuhi melalui pengujian Departemen Tenaga
Kerja (Depnaker) dan peraturan-peraturan yang ditentukan oleh instansi
pemerintah yang berkaitan.
3.9 Standar dan Kebijakan Organisasi
3.9.1 Tingkat Organisasi Tuan Rumah Proyek
Kebijakan dan Prosedur Organisasi Tuan Rumah Proyek
Banyak pemilik proyek memiliki prosedur operasi internal. Umumnya
pemberi tugas konstruksi yang secara teratur melaksanakan pekerjaan
konstruksi memiliki proses dan prosedur yang mereka inginkan untuk
21Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
diterapkan pada proyek mereka. Rencana manajemen proyek harus
disiapkan secara penuh dan mengikuti kebijakan tersebut.
Pengguna jasa konstruksi yang memiliki proses dan prosedur sendiri
untuk proyek-proyek yang mereka kelola harus mempersiapkan proses-
proses dan prosedur sesuai dengan rekomendasi dari dokumen yang
dipublikasikan. Organisasi harus mempersiapkan rencana manajemen
proyek generik. Rencana ini harus disesuaikan dan diubah sesuai dengan
keadaan proyek-proyek tertentu.
3.9.2 Tingkat Proyek
Integrasi Prosedur-prosedur dari Organisasi Partisipan Proyek
Konsultan, kontraktor, dan pemasok mungkin memiliki proses dan
prosedur yang sesuai dengan manajemen proyek mereka masing-masing.
Manajer proyek harus memperhatikan akibat dari prosedur tersebut,
sebaiknya manajer proyek juga menggunakannya secara langsung atau
memanfaatkan prosedur mereka dalam merancang proses dan prosedur
untuk proyek tersebut. Ada keuntungan dalam menggunakan proses
dan prosedur yang sudah biasa digunakan dan dipahami oleh peserta
proyek. Organisasi didorong untuk merancang proses dan prosedur
untuk mengelola proyek sesuai dengan rekomendasi dari dokumen yang
dipublikasikan.
22 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
4
Penetapan
Ruang Lingkup
23Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
BAB 4
Penetapan Ruang Lingkup
4.1 Persyaratan Pemberi Tugas
Langkah pertama dalam setiap kegiatan proyek konstruksi adalah penentuan
ruang lingkup proyek. Proses-proses terkait penentuan ruang lingkup proyek
antara lain:
1. Menetapkan persyaratan untuk proyek, pemilik proyek mengharapkan
untuk mendapatkan manfaat dengan melakukan hal tersebut;
2. Menetapkan pemilik proyek singkat atau mengatur persyaratan dan
kendala untuk proyek;
3. Mengembangkan menjadi ruang lingkup dan spesifikasi rinci;
4. Memecahkan lingkup keseluruhan paket-paket untuk tujuan perencanaan;
dan
5. Menyediakan proses untuk memungkinkan perubahan yang akan dibuat
untuk lingkup dengan cara yang terkendali.
Proses bertujuan untuk memastikan bahwa produk akhir sesuai dengan
manfaat yang diharapkan oleh pemilik proyek, memenuhi persyaratan dari
klien, dan memenuhi persyaratan pemangku kepentingan. Pemilik proyek
harus memulai proyek ini dengan mengidentifikasi persyaratan untuk
keuntungan atau manfaat tertentu.
Pemilik proyek harus membuat kasus bisnis awal untuk setiap proyek dengan
mempertimbangkan biaya keseluruhan proyek, biasanya setelah diselidiki
alternatif lain untuk mendapatkan manfaat yang diperlukan. Pemilik proyek
harus memanggil sumber daya yang memiliki keahlian dari internal atau
eksternal untuk menetapkan kasus bisnis awal. Setelah menetapkan kasus
bisnis yang jelas, pemilik proyek harus menunjuk seorang sponsor proyek
untuk mengambil alih dan mengelola proyek tersebut. Penunjukan sponsor
ini dilakukan dari sudut pandang pemilik proyek dan manajer proyek. Pemilik
proyek harus mengevaluasi cara dimana konsep tersebut dapat berkembang
dengan menggunakan sumber daya internal dan/atau eksternal. Selain itu, harus
dibentuk tim proyek awal untuk menyelidiki kelayakan proyek. Tim proyek harus
mengkonfirmasikan persyaratan dan kendala-kendala yang akan dikenakan
oleh klien. Kebutuhan pemilik proyek biasanya berhubungan dengan:
1. Manfaat yang dicari dari proyek, misalnya laba, investasi, payback period,
dan lain-lain;
24 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
2. Persyaratan fungsional yang diharapkan dari produk; dan
3. Jadwal untuk pengiriman produk.
Kendala pemilik proyek biasanya berhubungan dengan:
1. Anggaran yang tersedia dan setiap kendala yang berkaitan dengan arus kas;
2. Sumber daya yang tersedia; dan
3. Kendala yang diberlakukan oleh organisasi klien seperti proses operasi
atau ketika tempat tersebut akan tersedia.
Akan ada persyaratan lain dan kendala yang mungkin timbul dari proses
regulasi. Tim proyek harus menetapkan apa saja hal tersebut secara tepat.
Analisis risiko dan nilai teknik manajemen harus digunakan untuk sepenuhnya
menarik keluar serta mengeksplorasi kebutuhan klien dan prioritas relatif yang
akan ditugaskan.
4.2 Persyaratan Pemangku Kepentingan
Analisis pemangku kepentingan harus dilakukan untuk mengidentifikasi:
1. Semua pemangku kepentingan (eksternal atau internal, positif atau negatif )
serta keprihatinan masing-masing pemangku kepentingan tersebut;
2. Persyaratan yang sah, pemangku kepentingan mungkin telah berhubungan
dengan proyek atau produk dan setiap kendala yang mungkin ada pada
proyek atau produk; dan
3. Kecenderungan pengaruh pemangku kepentingan untuk dapat
mengerahkan.
Hasil dari analisis harus dicatat dan jika perlu harus memberikan informasi
singkat kepada proyek dan melakukan perencanaan manajemen risiko.
4.3 Feasibility
Ketentuan proyek harus disepakati dan secara resmi ditandatangani oleh
pemilik proyek dan tim proyek. Pada awal tahap kelayakan, tujuan proyek
ditentukan oleh:
1. Kebutuhan pemilik proyek;
2. Kendala pemilik proyek;
3. Persyaratan pemangku kepentingan yang sah; dan
4. Kendala yang dikenakan oleh para pemangku kepentingan.
Tim proyek harus mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan yang tersedia
untuk memenuhi tujuan proyek, baik yang dinyatakan maupun yang umumnya
tersirat. Kekuatan dan kelemahan relatif dari opsi yang diidentifikasi harus
dibentuk dan rekomendasi harus dilakukan terhadap opsi pilihan.
25Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Catatan:
Perhatian juga perlu ditujukan pada proses regulasi dan dampak yang mungkin
terjadi terhadap spesifikasi produk, anggaran proyek, dan jadwal proyek untuk
setiap opsi.
Setelah kelayakan disusun, ketentuan proyek dan produk harus
didokumentasikan secara resmi. Ketentuan proyek harus terdiri dari
persyaratan dan kendala yang ditetapkan oleh:
1. Klien;
2. Pemangku kepentingan; dan
3. Proses regulasi.
Ketentuan proyek harus dimuat dalam sebuah dokumen yang jelas dan
ringkas sehingga manajer proyek dapat mengembangkan rencana manajemen
proyek dan dari mana tim proyek dapat bekerja sampai desain untuk produk.
Pendekatan dan solusi alternatif yang dipertimbangkan selama evaluasi
kelayakan harus didokumentasikan dalam formal singkat dengan bukti yang
mendukung, termasuk analisis dilakukan untuk mengevaluasi antara pilihan
dan pertimbangan lain yang digunakan.
4.4 Penyusunan Ruang Lingkup dan Ketentuan Proyek
Ketentuan proyek awalnya menetapkan ruang lingkup proyek. Pemilik proyek
harus menandatangani ruang lingkup proyek di setiap titik kontrol. Ruang lingkup
proyek harus dikembangkan dan disempurnakan oleh tim proyek melalui siklus
hidup proyek, khususnya melalui tahap desain. Ruang lingkup proyek produk
harus dijelaskan melalui spesifikasi, gambar, dan lain-lain. Karakteristik produk
terbaru harus didokumentasikan selengkap mungkin dan dikomunikasikan
kepada pemilik proyek dan tim proyek secara terus-menerus. Karakteristik ini
harus digunakan sebagai dasar untuk desain masa depan dan pengembangan
lingkup lebih lanjut. Selain itu, dibentuk pula dasar untuk proses manajemen
proyek lainnya seperti sumber daya, waktu, biaya, dan proses pengadaan yang
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Masukan tersebut sangat
penting agar proses manajemen proyek berlangsung lancar setiap saat.
Rencana manajemen proyek harus mencakup peninjauan secara reguler dari
pengembangan lingkup proyek untuk memastikan kesesuaiannya dengan
ketentuan. Umumnya, pengembangan ruang lingkup dilakukan melalui proses
penambahan detail lebih lanjut. Jika ruang lingkup berubah baik melalui
permintaan dari klien, akibat dari peluang, atau kendala menjadi jelas melalui
pengembangan ruang lingkup, maka perubahan harus dikontrol melalui
proses manajemen perubahan.
26 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
Tim proyek harus mempertimbangkan bagaimana karakteristik produk akan
secara resmi ditentukan dalam dokumen tender dan bagaimana kesesuaiannya
dengan persyaratan akan dinilai selama fase konstruksi. Gambar dan spesifikasi
harus disiapkan. Ruang lingkup proyek harus sepenuhnya diatur dalam sebuah
laporan resmi kepada klien untuk setiap titik kontrol proyek. Tim proyek
harus membantu pemilik proyek dengan cara presentasi kepada pemilik
proyek terkait ruang lingkup proyek untuk memastikan bahwa ruang lingkup
dipahami sepenuhnya sehingga pemilik proyek dapat mencerna sepenuhnya
isi dari laporan. Produk dan proses karakteristik harus selalu dapat dilacak
dengan persyaratan didokumentasikan dari pemilik proyek dan pemangku
kepentingan lainnya dalam ketentuan proyek untuk tujuan audit.
4.5 Work Breakdown Structure (WBS)
Ruang lingkup proyek harus dipecah ke dalam kegiatan diskrit secara sistematis
untuk tujuan penjadwalan, perencanaan biaya, alokasi kerja, pengadaan, dan
kontrol. Hasilnya biasanya dikenal sebagai work breakdown structure (WBS).
Kegiatan itu sendiri sering disebut sebagai tugas.
Kegiatan atau tugas harus dipecah menjadi sub kegiatan atau sub tugas
untuk memfasilitasi penjadwalan, perencanaan biaya, alokasi kerja, dan
pengendalian yang lebih rinci. Struktur produk dan rincian kerja adalah cara
untuk mengembangkan dan memahami ruang lingkup proyek dengan benar.
Suatu kegiatan atau kelompok kegiatan yang akan dilakukan oleh satu
organisasi, terutama dimana organisasi tersebut adalah kontraktor pekerjaan,
sering disebut sebagai paket pekerjaan. Untuk mendapatkan manfaat dari
pengalaman gabungan, pemahaman, penerimaan, dan kepemilikan, tim
proyek harus menyetujui ruang lingkup masing-masing kegiatan. Ruang
lingkup masing-masing kegiatan harus didokumentasikan dan ditandatangani
oleh klien, konsultan, dan kontraktor yang sesuai. Perawatan harus diambil
untuk menghindari duplikasi lingkup pada lebih dari satu kegiatan atau
meninggalkan bagian dari ruang lingkup proyek yang belum dialokasikan
untuk kegiatan. Setiap kegiatan harus didefinisikan sedemikian rupa sehingga
hasilnya dapat diukur. Daftar kegiatan harus diperiksa untuk kelengkapan.
Kegiatan yang didefinisikan harus mencakup praktik-praktik manajemen mutu,
evaluasi kemajuan, persiapan, dan pemeliharaan rencana manajemen proyek.
Tanggung jawab untuk setiap kegiatan harus diserahkan. Produk ini dapat
dipecah menjadi bagian-bagian komponen dalam cara yang mirip dengan
dipatahkannya proyek menggunakan struktur rincian kerja, rinciannya disebut
sebagai struktur rincian produk. Sebuah struktur rincian produk bermanfaat
untuk estimasi biaya dan pengadaan.
27Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
4.6 Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan mencakup identifikasi, evaluasi, otorisasi, dokumentasi,
pelaksanaan, dan pengendalian perubahan atau variasi. Hal ini harus
diterapkan di seluruh siklus hidup proyek. Sebelum perubahan berwenang
dan dilaksanakan, maksud dan sejauh mana dampak dari perubahan harus
dievaluasi. Dengan demikian, ruang lingkup tepatnya harus dikonfirmasi
dan dampak perubahan mungkin memiliki tempat lain pada ruang lingkup,
anggaran jadwal proyek, atau proyek harus dievaluasi. Efek perubahan
yang diusulkan harus diperhatikan dampaknya pada proses regulasi,
mempertimbangkan implikasi kontrak, dan menyampaikan perubahan yang
diajukan. Perubahan-perubahan mempengaruhi ketentuan proyek atau ruang
lingkupnya.
Jadwal atau biaya dilaporkan, disepakati, dan ditandatangani oleh pemilik
proyek dan pihak lain yang berkepentingan sebelum pelaksanaan. Perubahan
ini dapat mempengaruhi nilai kontrak, namun biasanya nilai kontrak tidak
akan terpengaruh pada perubahan yang diperlukan karena modifikasi internal
kontraktor. Proses perubahan manajemen harus dirancang, disepakati, dan
didokumentasikan dalam rencana manajemen proyek. Proses manajemen
perubahan harus ditulis ke dalam kontrak antara organisasi yang berpartisipasi
dalam proyek. Perubahan harus dilaksanakan sesuai dengan mekanisme
kontrak.
Proses perubahan manajemen harus mempertimbangkan:
1. Mengelola perubahan singkat proyek, lingkup proyek, dan proyek rencana
pengelolaan;
2. Mengoordinasikan perubahan di seluruh proses proyek yang saling terkait
dan menyelesaikan konflik apapun;
3. Prosedur untuk mendokumentasikan perubahan;
4. Perbaikan terus-menerus;
5. Aspek perubahan yang mempengaruhi personil;
6. Faktor operasional; dan
7. Siklus pemeliharaan.
Jika perubahan tidak dikelola dengan baik, dapat mengakibatkan dampak
negatif pada proyek. Setiap masalah tersebut harus diidentifikasi sesegera
mungkin. Langkah-langkah harus diambil untuk menyelesaikan masalah ini
secepat mungkin dan tidak boleh dibiarkan sampai akhir kontrak. Penyebab
utama dari dampak negatif harus dievaluasi dan hasilnya digunakan untuk
menghasilkan solusi berbasis pencegahan dan menerapkan perbaikan dalam
proses proyek.
28 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
4.7 Manajemen Konfigurasi
Proses manajemen konfigurasi harus memastikan bahwa desain dan spesifikasi
dari produk diperbaharui dengan benar setiap saat begitu perubahan
diinstruksikan atau dibuat. Selain itu, semua pihak yang perlu diberitahu telah
diberitahu tentang perubahan pada konfigurasi produk yang disarankan
tersebut. Proses harus memastikan bahwa ada audit trail penuh untuk
mengaktifkan sumber perubahan tertentu yang akan dilacak.
Manajemen konfigurasi memberikan visibilitas, kinerja, fungsi, dan atribut
fisiknya. Manajemen konfigurasi mendukung aspek-aspek seperti integritas,
akuntabilitas, visibilitas, reprodusibilitas, koordinasi dan pengendalian formal,
serta kemudahan dilacak kembali.
29Pengantar Penyelenggaran Konstruksi
30 Pengantar Penyelenggaran Konstruksi